SERBA SERBI KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI DI JAWA TIMUR
Oleh: BPTP JATIM
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2012
PENGANTAR Perjalanan program KRPL lebih kurang satu semester telah dilalui tampaknya masih belum
merasa
mulus.
Masih
banyak
hal
yang
harus
dibenahi
terutama
dalam
implementasinya. Sangat variatif sekali kondisi perkembangan antar lokasi yang ada. Paling tidak ada dua hal yang menyebabkan yakni pemahaman tentang program dan kondisi agroekologi setempat. Namun demikian secara umum program ini terlaksana sesuai dengan targetnya yaitu pemanfaatan lahan disekitar rumah dan pekarangan oleh ibu-ibu rumah tangga. Perkembangan di setiap lokasi dapat diketahui dengan melihat serba serbi KRPL. Mengacu pada serba serbi KRPL, setiap lokasi dapat diketahui kendala dan peluang keberhasilannya. Kendala paling umum yang dapat diketahui adalah sumber daya alam (SDA). SDA yang dimaksud adalah ketersediaan air terutama pada musim kemarau seperti sekarang ini. Akibat dari kondisi ini, tanaman yang di tanam di polybag pertumbuhannya menjadi tidak optimal. Untuk sementara kendala dari SDM masih belum muncul, yang muncul justru semangatnya para pelaku RPL melakukan aktivitas. Munculnya para local
campion (orang/warga yang mempunyai atensi besar terhadap program misalnya Kepala Desa, ketua kelompok tani, ketua wanita tani (KWT), dan ketua PKK) di wilayah KRPL merupakan sinyal positif yang harus sambut dan diperdayakan dengan baik. Keterpaduan antar stake holders yang merupakan unsur penunjang dalam program KRPL koordinasinya perlu terus ditingkatkan. Karena membangun suatu kawasan tidak bisa dilaksanakan secara sektoral akan tetapi harus dilaksanakan secara “kroyokan” yang sesuai dengan tupoksi masing-masing. Nuansa ini perlu di bangun mulai dari proses perencanaan, pelaksanaan/implementasi, dan evaluasi. Selain dari pada itu yang tidak kalah pentingnya adalah untuk memudahkan mengukur kinerja yang ”akuntabel”.
Malang,
Oktober 2012
Kepala Balai,
Dr. Ir. Didik Harnowo, MS
DAFTAR ISI
PENGANTAR................................................................................................... 1.
2.
3.
4.
LATAR BELAKANG .............................................................................. a.
Apa itu KRPL ................................................................................
1
b.
Kenapa Harus KRPL ......................................................................
1
c.
Paradigma Implementasinya ..........................................................
2
SERBA-SERBI KRPL DAN POTENSI PENGEMBANGANNYA .............
2
a.
Serba-serbi KRPL..........................................................................
2
b.
Potensi Pengembangan KRPL di Jawa Timur ..................................
29
KENDALA DAN PELUANG KEBERHASILAN KRPL ..............................
33
a.
Sumber Daya Alam ......................................................................
33
b.
Sumber Daya Manusia .................................................................
34
c.
Kelembagaan ..............................................................................
36
d.
Akses Teknologi ..........................................................................
36
e.
Stake Holders .............................................................................
37
TAKTIK DAN STRATEGI KEBERHASILAN KRPL ................................
38
a.
Taktik .........................................................................................
38
a.1. Pendampingan Intensif ..........................................................
38
a.2. Dukungan Sarana dan Prasarana ............................................
39
a.3. Memilih Pelaku RPL ................................................................
39
Strategi ......................................................................................
39
b.1. Sosialisasi ..............................................................................
39
b.2. PRA/RRA/KKP ........................................................................
40
b.3. Pemilihan Local Campion ........................................................
40
b.4. Ketersediaan KBD ..................................................................
41
b.5. Pendampingan Secara Periodik ...............................................
41
b.6. Dukungan Stake Holders dan Pembiayaan ..............................
43
PENUTUP ............................................................................................
43
b.
5.
1
1. LATAR BELAKANG a. Apa itu KRPL Model kawasan rumah pangan lestari (MKRPL) adalah konsep penumbuhan dan pemanfaatan pekarangan untuk memenuhi kebutuhan pangan dan gizi keluarga secara diversifikasi yang berbasis sumber daya lokal,
ramah lingkungan, dan berkelanjutan
dalam satu kawasan. Tujuan dari MKRPL adalah untuk pemenuhan kebutuhan pangan dan gizi keluarga, mengurangi biaya pengeluaran rumah tangga, penambahan pendapatan keluarga, dan meningkatkan kesejahteraan. MKRPL sebenarnya bukan hal baru dalam masyarakat, karena praktek-praktek menanam dalam skala terbatas (dalam pot) dan banyak jenis tanaman (keragaman tanaman) sudah lama dijalankan oleh masyarakat pedesaan maupun perkotaan. Hanya saja pola dan sistem pengerjaannya masih dilaksanakan secara individu rumah tangga dan belum mempertimbangkan aspek pemenuhan pangan dan gizi serta keberlanjutannya. b. Kenapa Harus KRPL Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia sehingga secara normatif sumber utama pasokan pangan harus dapat diproduksi sendiri hingga tingkat rumah tangga. Selaras dengan hal tersebut, maka dalam pewujudan PERPRES No. 22 Tahun 2009 tentang
Kebijakan
Percepatan
Penganekaragaman
Konsumsi
Pangan
Berbasis
Sumberdaya Lokal antara lain dapat melalui aplikasi konsep KRPL di segenap wilayah perkotaan dan pedesaan di seluruh wilayah tanah air. Pembangunan ketahanan pangan termasuk prioritas nasional dalam RPJM 2010 – 2014 yang difokuskan pada peningkatan ketersediaan pangan, pemantapan distribusi pangan,
percepatan penganekaragaman pangan sesuai dengan karakteristik daerah.
Implementasi program pembangunan ketahanan pangan tersebut dilaksanakan dengan memperhatikan subsistem ketahanan pangan, antara lain, mengupayakan peningkatan produksi dan ketersediaan pangan dan peningkatan kualitas konsumsi masyarakat. Konsep ketahanan pangan selalu identik dengan ukuran kemandirian pangan, yakni terpenuhinya kebutuhan pangan (nasional/kawasan) secara mandiri dengan memberdayakan modal manusia, sosial dan ekonomi (termasuk lahan pekarangan dan pertanian serta sekitarnya) yang dimiliki, dan berdampak kepada peningkatan kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat/petani. Kemandirian pangan hanya dapat terwujud jika pembangunannya/ penumbuhannya dilaksanakan atas dasar prakarsa (partisipatif aktif) masyarakatnya sendiri sebagai bentuk kesadaran untuk membangun ketahanan pangan yang andal.
1
c. Paradigma Implementasinya Mengacu pada penjelasan tersebut di atas sangatlah tepat luncurkan, karena
rumah tangga
konsep MKRPL di
sebagai bentuk masyarakat terkecil, baik di daerah
perkotaan maupun pedesaan sangatlah
strategis sebagai sasaran dalam setiap upaya
peningkatan kemandirian pangan hingga tingkat nasional. Oleh karena itu paradigma implementasinya agar dapat berjalan dengan baik dan lancar di lapangan antara lain: direncanakan dan dilakukan secara partisipatif, disosialisasikan
secara informatif dan
komunikatif, dan didukung secara terintegratif dan komprehensif.
2. SERBA-SERBI KRPL DAN POTENSI PENGEMBANGANNYA a. Serba Serbi KRPL Pelaksanaan MKRPL di Jawa Timur diinisiasi di Desa Kayen Kecamatan/Kabupaten Pacitan Jawa Timur yang pada tahun 2011 oleh BPTP Jawa Timur dan didukung oleh segenap UPT di daerah serta diapresiasi tinggi oleh Presiden Republik Indonesia dan dimintakan untuk dikembangkan di seluruh pelosok tanah air sesuai dengan kondisi lingkungan (agroekosistem) spesifik lokasi. Upaya untuk menyongsong permintaan Presiden Republik Indonesia tersebut maka pada tahun 2012 melalui Gubernur Jawa Timur (Pak De Karwo) mengintruksikan stake
holders terkait untuk mengalokasikan program dan pembiayaan penumbuhan KRPL di tingkat Kabupaten/Kota yang ada di Jawa Timur.
Program ini pelaksanaannya di
lapangan sudah berjalan sekitar 6 bulan. Dari masa yang singkat tersebut tampak mulai menggeliat kegiatan di masing-masing Kabupaten/Kota pelaksana.
Secara rinci dari
masing-masing lokasi perkembangannya adalah sebagai berikut: 1. Gerakan Pemanfaatan Pekarangan Sekali Gus Peningkatan Gizi Keluarga M-KRPL Banyuwangi Berdasarkan keragaan lokasi, keaneka ragaman komoditas yang diusahakan dan usaha yang dilakukan masyarakat, maka kegiatan M-KRPL Kabupaten Banyuwangi difokuskan di Desa Kebondalem, Kecamatan Bangorejo. Kegiatan M-KRPL di Banyuwangi dikelola oleh PKK desa didampingi PPL dan petugas dari BPTP Jatim.
Bantuan
pelaksanaan M-KRPL berupa sarana produksi: bibit sayuran (terong, cabai, sawi hijau), bibit buah-buahan (pepaya dan blimbing), bibit ternak/unggas (Itik, Mentok dan Ayam buras), serta bibit ikan (lele dan Nila) diadakan oleh Badan Ketahanan Pangan Propinsi Jawa Timur. Pengelolaan tingkat desa dilakukan oleh Pemerintah Desa yang bekerja sama dengan PKK.
2
Bahkan di Kecamatan Bangorejo, kegiatan ini diajukan pada kegiatan lomba pengelolaan Toga oleh PKK di tingkat propinsi. Wong, namanya lomba, kalau tidak juara, ya pasti sedikit kecewa. Namun atas berkat kegigihan ibu-ibu penggerak PKK Desa yang dimotori Ibu Sumiati Iksan dkk., maka kegiatan KRPL untuk memanfaatkan pekarangan dan sekali gus meningkatkan gizi keluarga terus digulirkan Beberapa pertanaman telah disiapkan sebagai kebun percontohan, komoditas yang menjadi andalan adalah sayur-sayuran dan buah naga. Tiga buah kolam ikan sudah diisi bibit ikan, baik lele maupun ikan nila. Sumber air untuk kolam berasal dari kanal saluran air irigasi yang mengalir di depan balai desa. adalah pada strata 2 (100-300 m2). diusahakan
lebih
banyak
Jumlah rumah tangga yang banyak di
Oleh sebab itu penanaman komoditas yang
menggunakan
bedengan,
sedang
penggunaan
polibag/vertikultur sebatas sebagai percontohan.
Ibu rumah tangga pelaksana KRPL
Tanaman dalam pot
2. Kepala Badan Kunjungi KRPL Kebon Tunggul Gondang Mojokerto Ibu-ibu PKK dan Kelompok Wanita Tani “Srikandi” Desa Kebontunggul Mojokerto mengatakan kepada Kepala Badan Litbang Pertanian Dr. Haryono, Sabtu (4/8/2012) bahwa tanaman sayuran yang ditanam melalui sistem KRPL memberikan hasil yang baik serta tumbuh subur. Tidak hanya untuk konsumsi sehari-hari, sayuran tersebut juga dipasarkan melalui pedagang kulakan yang setiap pagi membelinya dari para petani. KRPL Kebontunggul Mojokerto merupakan binaan dari Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jawa Timur dengan produk unggulan tanaman sayuran segar seperti Cabe, Tomat, Terong dan aneka sayuran lainnya: kangkung darat, sawi, seledri, brokoli, bawang pre, kangkung darat yang tumbuh subur di media polibag maupun di halaman pekarangan. Selain tanaman sayuran terdapat aneka tanaman obat yang dimanfaatkan sebagai bahan baku jamu.
3
Pengelolaan tanaman juga sudah menerapkan sistem rotasi bergilir, sehingga pasokan sayuran dapat dipenuhi setiap harinya. Di lokasi tersebut terdapat Kebun Bibit Desa (KBD) sebagai pemasok aneka bibit
sayuran mempunyai peran yang sangat
penting untuk keberlanjutan kegiatan KRPL di desa Kebotunggul dan melayani pesanan di daerah lain dalam kabupaten Mojokerto bahkan sudah banyak pemesan bibit
dari
kabupaten lain seperti dari Sidoarjo, Gresik dan Surabaya. Pada kesempatan kunjungan tersebut, Kepala Badan melihat langsung kegiatan Kebun Bibit Desa (KBD) dan wawancara dengan pengelola KBD kemudian langsung ke Balai Desa Kebontunggul untuk bertatap muka dengan ibu-ibu PKK dan Kelompok WantaTani “Srikandi” sekaligus memberi pengarahan. Arahan Kepala Badan mengatakan secara konseptual pengembangan M-KRPL tidak sekedar pemanfaatan lahan pekarangan tetapi ada empat prinsip dasar yang harus diperhatikan. Keempat prinsip tersebut yakni ketahanan dan kemandirian pangan keluarga, peningkatan diversifikasi pangan, konservasi sumberdaya pangan lokal, dan peningkatan kesejahteraan petani. Agar pengembangan pangan pada suatu kawasan tersebut berlanjut dan “lestari”, maka Kebun Bibit Desa (KBD) merupakan sarana yang perlu dibangun. Sementara konsep “kawasan” dibangun agar produk pangan yang dihasilkan tidak saja untuk pemenuhan kebutuhan pangan rumah tangga, tetapi diharapkan mampu memberikan nilai ekonomi yang besar dalam peningkatan kesejahteraan petani. Hingga akhir bulan Juli 2012 M-KRPL di Desa Kebontunggul telah berkembang di 3 kawasan dusun dimana yang awalnya berkisar antara 30 kepala keluarga (KK) telah berkembang melalui partisipasi masyarakat menjadi rata-rata 183 KK
Ka Badan Litbang Pertanian berkunjung dan berdialog dengan pengelola KBD
Ibu-ibu sedang menyiraman, panen sayuran buah 4
3. Perkembangan KRPL Kabupaten Tulungagung Salah satu lokasi KRPL di Kabupaten Tulungagung terletak di Desa Sumberdadi, Kecamatan Sumbergempol. Rumah tangga yang terlibat dalam kegiatan ini sebanyak 55 Rumah Tangga terdiri dari 2 RT (Rukun Tetangga). Agroekologi lokasi termasuk Lahan Sawah Dataran Rendah dengan Iklim Kering. Komoditas yang dikembangkan sampai saat ini adalah sayuran (terong, cabe besar/kecil, kangkung darat, bayam, tomat, selada (lectuse), kacang panjang, Gambas dan kecipir), buah (sirsak dan pepaya), toga (kunyit, temu lawak dan jahe merah), ayam buras serta ikan (lele). Kebun Bibit Desa (KBD) sudah dibangun oleh BKP2 Kabupaten yang disempurnakan oleh BPTP Jatim,
berukuran 3m x
6m, tinggi 3m, terbuat dari kerangka bambu, atap plastik serta dindingnya dibalut paranet, berlokasi di lahan yang dikuasai desa. Kegiatan yang sudah dilakukan sampai saat ini adalah sosialisasi program, PRA, base line survai, pelatihan pembuatan media tanam, budidaya sayuran, empon-empon, buah-buahan, budidaya ayam buras dan ikan lele dalam kolam terpal plastik/permanen maupun dalam tong plastik. Salah satu yang membuat pengelola KBD terus bersemangat ialah dari hari kehari semakin banyak kunjungan ibu- ibu sekitar dan luar desa maupun instansi pemerintah (SKPD) lingkup kabupaten Tulungagung untuk melihat rumah contoh M-KRPL dan KBD serta banyak yang tertarik untuk membeli beraneka bibit sayuran yang tersedia di KBD, baik dalam polybag kecil maupun besar. Dengan adanya hasil penjualan bibit/tanaman sayuran dalam polybag tersebut, maka pengelola KBD sanggup menjalankan proses pembuatan bibit yang berkelanjutan.
Keragaan rumah contoh M-KRPL dan KBD Ada satu hal yang menarik terjadi di KRPL Desa Sumberdadi yaitu terjalin kemitraan dengan Swalayan Golden di Tulungagung untuk pemasaran hasil tanaman sayuran. Proses terjadinya kemitraan juga sangat unik yaitu model pertemanan. Setiap minggu para Ibu-ibu pelaku RPL dapat menyetor hasil panen sayurnya sebanyak dua kali yang di koordinir oleh ketua kelompoknya. Sayur yang di jual di swalayan oleh pihak swalayan diberi label sayur organik, karena memang proses budidayanya tanpa menggunakan bahan kimia. 5
4. Sayuran MKRPL Membuat Masyarakat Trenggalek Mulai Menggeliat Selama
ini,
Trenggalek
lebih
dikenal
dengan
produk-produk
berbahan
singkong/ketela pohon. Memang pada kenyataannya, singkong di tanam dimana-mana baik di daerah perkotaan, apalagi di daerah pedesaan. Berkat tanaman singkong yang ditanam di mana-mana inilah, menyebabkan masyarakat Trenggalek tidak pernah kelaparan, karena masyarakat terbiasa mengkonsumsi singkong dalam bentuk tiwul yang dicampur atau tidak dicampur dengan beras jika persediaan berasnya terbatas atau habis. Sebetulnya ketahanan pangan cukup terjaga dengan baik. Seperti halnya didaerah lain yang ketersediaan airnya terbatas, dan daerahnya sebagian besar merupakan dataran rendah, konsumsi sayuran sehari-hari masyarakat masih sangat terbatas, terutama sayuran hijau. Sayuran hijau yang ada dipasar, dipasok dari kota lain: Blitar, Malang, Magetan yang dibeli dari pasar sore di Tulungagung Adanya
MKRPL,
membuat
masyarakat
“belajar”,”tergerak”,”menggeliat”
memanfaatkan sejengkal tanah dan seember air untuk menanam sayuran hijau baik bagi keluarganya, masyarakat sekitar atau di jual meskipun masih dalam skala kecil. Bagi masyarakat kabupaten lain mungkin bukan hal baru, namun menjadi menarik khususnya bagi mayarakat Trenggalek di lokasi MKRPL dusun Ceme, Ngadirenggo, Pogalan. Pemanfaatan lahan di tanah pekarangan dan fasum “lebih memberikan semangat dan kemudahan” pemeliharan bertanam sayur dibanding dengan bertanam di polybag.
Pemanfaatan lahan yang terbatas dengan menanam tanaman di depan pagar rumah/ pinggir jalan Pada musim kemarau menanan tanaman sayuran langsung di tanah dengan sedikit pengairan merupakan pilihan yang tepat dibandingkan dengan menanam tanaman sayuran di polybag. Karena salah satu kelemahan menanam tanaman di polybag adalah boros air. 6
5. Semangat Kebersamaan Membangun KRPL Situbondo Dalam kegiatan budidaya pertanian di sawah peran bapak-bapak lebih dominan dalam pelaksanaannya, ibu-ibu rumah tangga umumnya hanya membantu seperti pada saat tanam, penyiangan dan panen sedangkan untuk kegiatan KRPL ibu-ibu banyak lebih berperan karena lokasinya dekat, jumlah populasi tanaman yang tidak terlalu banyak dan KRPL juga mengandung estitika/ sebagai hiasan dipekarangannya. Untuk mendukung keberhasilan KPRL ini, Ibu-ibu PKK yang dilatih mulai dari pembuatan pupuk organic untuk media tanam, pembuatan persemaian sayuran dan pelatihan membuat media persemaian yang akan ditanam di KBD dalam pembuatan pupuk organic pada awalnya mereka jijik karena pupuk kandang yang digunakan, tetapi setelah mengetahui manfaat dan cara pembuatannya yang sangat mudah mereka sangat semangat membuatnya. Terlebih lagi dalam pembuatan media untuk persemaian yang berupa lontonglontong plastic ibu-ibu tua muda dengan semangat membuat media persemaian tersebut. Yang menarik dalam KRPL adalah kebersamaan ibu-ibu PKK dalam mengelola persiapan kebun benih (KBD), mereka dengan sukarela mengatur jadwal kerja secara bergiliran setiap sore membuat pupuk organic dan lontongan media persemaian sampai diperkirakan cukup untuk didistribusikan keseluruh anggota PKK yang terlibat. Mereka mengerjakan dengan suka cita dan bergembira mengerjakaknnya.
Ibu-ibu pelaksana KRPL sedang melakukan kegiatan membuat pupuk kompos dan memelihara tanaman di polibag.
Tampak sekali mereka sangat antusias untuk
melaksanakan kegiatan tersebut. Semangat seperti tersebut di atas perlu dipertahankan agar penumbuhan KRPL untuk tujuan memenuhi kebutuhan gizi rumah tangga dapat terpenuhi dan berkelanjutan.
7
6. Tahapan Penumbuhan KRPL Kota Surabaya Pemanfaatkan lahan pekarangan, selain dapat meningkatkan gizi keluarga, diharapkan juga dapat meningkatkan penghasilan rumah tangga. Dan pada akhirnya, pemanfaatan pekarangan tersebut juga dirancang untuk meningkatkan konsumsi aneka ragam sumber pangan local dengan prinsip gizi seimbang yang diharapkan berdampak menurunkan konsumsi beras. Kementrian
Pertanian
telah
mengembangan
suatu
konsep
pemanfaatan
pekarangan dengan sebutan Kawasan Rumah Pangan Lestari atau KRPL. Kawasan ini dapat terbentuk atau dimulai dari unit yang paling kecil, yaitu rumah tangga, Rukun Tetangga atau RT, Rukun Wilayah atau RW dan akhirnya meningkat di tingkatan Kelurahan atau desa. Salah satu lokasi Kawasan Rumah Pangan Lestari di Jawa Timur yang dikawal oleh BPTP Jawa Timur adalah berada di Kota Surabaya, yaitu di Kelurahan Nginden Jangkungan, Kec. Sukolilo. Kelurahan Nginden Jangkungan kecamatan Sukolilo merupakan kelurahan yang berada di perkotaan, tepatnya di wilayah bagian timur daripada pusat kota. Letak kelurahan ini sangat strategis, yaitu mempunyai 2 kampus swasta
terkenal, yaitu
Kampus UNTAG dan kampus UNITOMO Surabaya. Dengan kondisi yang demikian, tentu menjadikan kelurahan mudah dijangkau dari berbagai arah. Di kelurahan ini juga terdapat Perumahan mewah dan juga Rumah Sakit International. Sebagai salah satu lokasi yang telah ditetapkan sebagai percontohan Kawasan Rumah Pangan Lestari, dan melihat kondisi kelurahan yang ada, maka diperlukan strategi tersendiri untuk melakukan dan membuat pecontohan di kelurahan Nginden Jangkungan. Sulitnya mencari warga yang bersedia mengikuti kegiatan KRPL, perlu dilakukan beberapa strategi dalam penerapannya antara lain: Sosialisasi KRPL, Percontohan KRPL, Pembuatan Kebun Bibit Desa (Kelurahan), dan Pelatihan Budidaya Tanaman.
KBD di Kel. Nginden Jangkungan, Kec. Sukolilo, Surabaya
8
7.
MKRPL Integrasi Dengan Belimbing di Lahan Pekarangan Pelaksanaan M-KRPL di Kabupaten Blitar dilaksanakan di desa Plosorejo,
Kecamatan Kademangan.
Pemilihan lokasi berdasarkan kegiatan M-KRPL yang telah
ditentukan oleh Badan Ketahanan Pangan Provinsi Jawa Timur dan hasil koordinasi dengan Kantor Ketahanan Pangan (KKP) serta Badan Pelaksana Penyuluhan PertanianPerikanan dan Kehutanan (B4K) Kab. Blitar yang mempertimbangkan di lokasi ini terdapat P4S (Pusat Pelatihan Pertanian Perdesaan-Swadaya) yang merupakan salah satu obyek kegiatan pada PENAS thn 2013. Desa Plosorejo terdiri dari 2 dusun yaitu Para‟an dan Plosorejo dengan luas pekarangan 73.830 ha milik 18.775 rumah tangga. Hampir sebagian besar tiap rumah tangga memiliki lahan pekarangan tergolong strata 2 (100-300 m²) dan 3 (>300m²) yang belum termanfaatkan selain oleh tanaman buah belimbing di halaman belakang rumah.
Seiring dengan adanya kegiatan M-KRPL maka saat ini telah dilakukan pemanfaatan pekarangan secara intensif dengan penanaman sayuran di lahan menggunakan bedengan-2 serta tanaman lainnya (toga dan empon-2 di bawah tanaman belimbing, pakan ternak sebagai pagar tanaman dan tanaman dalam pot/polibag). Jumlah rumah tangga yang melaksanakan M-KRPL pada tahap awal 33 yang kebanyakan adalah anggota KWT (Kelompok Wanita Tani) yang menyebar hampir diseluruh dusun Para‟an. Sekarang sudah mulai diikuti oleh hampir 100 rumah tangga yang menyebar diseluruh desa. Sarana kebun bibit desa (KBD) untuk mendukung ketersediaan benih/bibit dibangun diatas tanah 630 m² milik desa. sedangkan pembenihan dilahan.
Pembibitan sayuran dilakukan di Screen House KBD juga dilengkapi dengan screen house, rumah
kompos, gubuk pertemuan sedangkan bak penampung air sumbangan dari Dinas Pengairan Kab Blitar. Peran aktif desa terlihat dari sumbangan tenaga maupun APBD berupa pemasangan instalasi listrik, air, pengecatan dan pemagaran. Gapoktan desa pun berpartisipasi melakukan penghijauan lingkungan dengan menanam pohon pepaya 9
sepanjang jalan desa dan jalan menuju dusun-2. Demikian pula KKP turut menata rumah tangga dengan meberi polibag dan rak-2 kayu. Dukungan lain dari pemerintah Kab. Blitar diwujudkan dalam bentuk kunjungan dari Bapak Wakil Bupati Blitar dan Sekretaris Tim Penggerak PKK Kab. Blitar beserta rombongan yang memberikan bantuan berupa pengaspalan jalan dan dana. Selain M- KRPL yang ada di desa Plosorejo juga terdapat School Garden yang diterapkan di 3 sekolah di wilayah tsb, yaitu SDN Plosorejo 1, SDN Plosorejo 3 dan TK. AlHidayah.
Diharapkan dengan adanya kegiatan ini proses pembelajaran pentingnya
konsumsi sayuran sabagai makanan bergizi dan cara bertanaman yang diperkenalkan pada siswa didik sejak dini dapat melekat sampai dewasa nanti. Dibidang kesehatan, posyandu di Desa Plosorejo pada tahun 2011 adalah juara pertama tingkat kabupaten Blitar dan provinsi Jawa Timur, sehingga dengan adanya program M-KRPL dapat dijadikan sebagai wadah penyuluhan bagi ibu-2 yang memiliki balita untuk memberikan gizi terbaik dan aman bagi putra-putrinya.
Potensi pemanfaatan pekarangan integrasi antara tanaman sayuran dan belimbing dirasakan manfaatnya oleh masyarakat berupa ketersediaan sayuran setiap saat, penambahan pendapatan dari menjual kelebihan produksi sayuran dan peningkatan pendapatan dari kegiatan olahan buah belimbing yang telah diberikan pelatihan dan pendampingan dari BPTP Jawa Timur.
Selama ini masyarakat masih menjual produk
buah segar yang belum di “grade” langsung ke pengepul, sehingga harga yang diterima tidak transparan bahkan ketika panen melimpah harga sangat murah bisa sampai Rp. 1.000,-/kg sehingga karena kecewa diberikan ke ternak sebagai pakan.
Pengolahan
dalam bentuk sari buah, dodol, selai dll diharapkan dapat menambah nilai jual produk belimbing untuk mengantisipasi turunnya harga pada saat panen raya.
Sedangkan
pelatihan yang tujuannya mendukung diversifikasi pangan juga dilakukan oleh KKP berupa pelatihan pembuatan olahan dari umbi-2 lokal, mis: keripik bothe, brownis casava dll. 10
8. Bekerja Bersama Untuk Kesejahteraan Warga Melalui MKRPL Masyarakat Desa Puhjarak di Kecamatan Plemahan Kabupaten Kediri
sebagian
besar (hampir 75%) penduduk desa ini bermata-pencaharian sebagai petani, buruh tani maupun pekerja harian lainnya. Akan tetapi juga terdapat 20% rumahtangga yang tidak memiliki lahan pertanian sama sekali, yang artinya hanya rumah dengan pekarangan sangat sempit. Sedangkan sebagian sisanya adalah warga yang memiliki lahan
yang
relatif tidak luas. Beberapa kelembagaan potensial yang telah sejak lama ada dan mendukung peningkatan kesejahteraan rumahtangga diantaranya adalah PKK oleh kelompok ibu-ibu, Posyandu di tingkat dusun beserta Poslansia, serta Kelompok P2WKSS (Peningkatan Peranan Wanita menuju Keluarga Sehat dan Sejahtera). Untuk menujang kegiatan pertanian, di desa ini telah terdapat Gabungan Kelompok Tani yang terdiri dari 8 Kel. Tani dan 1 Kel. Wanita Tani, Koperasi Wanita dengan kegiatan simpan pinjam, KUD dan Kelompok Gerakan Pengentasan Kemiskinan. Sejak awal tahun 2012, BPTP Jawa Timur bersama Dinas Pertanian Kediri, BKP3 Kediri, Badan Ketahanan Pangan Propinsi dan Pemerintah Kabupaten Kediri, menjadikan wilayah ini sebagai show window dari pengembangan Program MKRPL untuk wilayah Kabupaten Kediri.
Dari hasil musyawarah desa yang dipimpin langsung oleh Bapak
kepala Desa, pada bulan Mei 2012 dicanangkan beberapa program MKRPL desa ini yang diperkuat hasil identifikasi selama ini di lapangan, diantaranya: budidaya dan pembibitan mlinjo, perikanan darat, usaha peternakan, Kebun Bibit Desa (KBD), budidaya cacing, dan usaha pembuatan pakan ikan.
Sejauh ini hasil yang nampak adalah tiga dusun di Desa Puhjarak secara aktif telah menerapkan prinsip model MKRPL dengan total rumahtangga di ketiga dusun berjumlah 90 KK. Selain itu lebih dari 25 KK telah mempunyai kolam ikan. Untuk mendukung pengembangan kegiatan MKRPL diwilayah ini, masyarakat difasilitasi beberapa saprodi dan pelatihan teknis yang berhubungan dengan pemanfaatan pekarangan serta intensifikasi lahan. 11
TIGA JAM BERSAMA IBU WAMENTAN DI KRPL PUHJARAK, KEDIRI Pada Jum‟at sore tanggal 28 September 2012, lokasi KRPL Desa Puhjarak Kabupaten Kediri mendapat kehormatan di kunjungi Ibu Wakil Menteri Pertanian (Ibu Umy Madajati) beserta rombongan ibu-ibu pejabat Eselon I dan II Badan Pusat Statistik (BPS). Dalam menyambut muhibah ini Ibu Wakil Bupati Kediri (Ibu Rosyida Masykuri) yang juga merupakan Ketua Tim Penggerak PKK Kabupaten Kediri berkenan mendampingi Ibu Wamentan dan menjelaskan program KRPL Kediri yang dilaksanakan atas dukungan Pemda Kediri dan BPTP Jawa Timur. Dalam acara ini turut hadir pula stakeholder KRPL Kediri yaitu pengurus dan pelaku KRPL Desa Puhjarak dan para pejabat daerah antara lain Kepala BKP3 (Badan Penyuluhan), Perwakilan dari Dinas-Dinas bidang Pertanian, Perkebunan, Perikanan dan Kehutanan, juga Camat dan pejabat lainnya.
Lokasi yang pertama kali dikunjungi adalah KBD Sayuran yang terletak 1 km sebelah utara Balai Desa Puhjarak. Kebun Bibit Desa ini merupakan pemasok utama sayur-sayuran yang ditanam oleh masyarakat, baik di pekarangan pribadi maupun dilokasi umum seperti berem jalan dan lahan terlantar disekitar desa. Ibu Kepala Desa Puhjarak menjelaskan kepada rombongan tentang proses pembibitan yang dilakukan secara swadaya oleh masyarakat. Bibit sayuran yang disediakan di tempat ini antara lain bayam, kangkung, sawi, kubis, brokoli, bawang merah, cabe, terung, okra dll. Pengelolaan KBD Sayuran dikomandani oleh seksi perbenihan sayuran yaitu Bapak Subur yang juga ketua Kelompok Tani Subur Makmur. Dilokasi KBD Sayuran ini, juga dipamerkan pengelolaan terpadu antara peternakan, perikanan dan pertanian. Seperti adanya kolam lele yang berdampingan dengan pemeliharaan itik pedaging dan petelur. Hasil dari teur itik telah diproses menjadi telur asin dan telur asap, selain juga telah dilakukan usaha perbibitan dari penetasan telur hasil ternak ini. Selanjutnya rombongan menuju Balai Desa untuk melihat aktifitas yang dilakukan oleh masyarakat dalam pemanfaatan pekarangan untuk menambah penghasilan keluarga. 12
Di Balai Desa ini rombongan dipamerkan berbagai produk olahan hasil rumah tangga dari produksi pekarangan mereka antara lain emping mlinjo, aneka kripik buah dan sayur, aneka produk olahan dari lele, getuk pisang, rengginang, susu jagung, beras kencur dll. Juga dilakukan demo praktek pembuatan berbagai produk olahan tersebut oleh ibu-ibu Desa Puhjarak di depan rombongan yang hadir. Hampir sebagian besar tamu rombongan berebut memborong hasil produk olahan yang disediakan sebagai bahan pameran.
KBD Perikanan dan pembesaran lele juga dilihat oleh rombongan. KBD perikanan yang terletak tepat di belakang kantor balai desa sangat menarik perhatian tamu. Berbagai pertanyaan dan diskusi mengenai perbenihan dan pembesaran lele menjadi topik yang menarik dalam diskusi. Rombongan juga sangat antusias mendengarkan penjelasan dari Pak Karno, selaku Petugas Penyuluh Lapang dan Pak Rindra Penanggung Jawab KBD Perikanan mengenai pembuatan pakan lele, penyediaan pakan alami dari cacing tanah dan cacaing sutra, penggunaan probiotik dan pupuk kandang yang ternyata dapat mengurangi pengeluaran untuk pakan lele untuk perbibitan dan penggemukan secara signifikan. Beberapa pekarangan penduduk di sekitar kantor balai desa juga sempat dikunjungi rombongan,
dan para tamu terlihat puas melihat berbagai usaha
dipekarangan seperti budidaya lele, tanaman sayuran dan buah di desa ini yang tetap menghasilkan meskipun dimusim kemarau dan kering. Kegiatan kunjungan diakhiri dengan acara ramah-tamah di Pendopo balai desa. Dalam pernyataannya Ibu Wamentan menyampaikan terkesan selama kunjungan 3 jam ini dan memberikan penghargaan atas kegiatan KRPL Puhjarak, serta mengharapkan kegiatan KRPL ini terus dikembangkan dan disinergikan dengan program-program pemerintah yang lain. Juga diucapkan terimakasih kepada Tim BPTP Jatim yang telah bekerja mendampingi program Kementrian Pertanian dilokasi ini.
13
9. Kegiatan KRP Kabupaten Magetan Lokasi KRPL Kabupaten Magetan terletak di desa Baron, kecamatan Magetan. Rumah tangga yang terlibat saat dimulainya kegiatan sejumlah 45 Rumah tangga, yang merupakan warga dari 2 dukuh, yaitu dukuh Jothang dan Krajan. Ketinggian lokasi 317 m dpl. dengan agroekosistem LKDR-IK. Dari hasil survai diketahui bahwa jumlah pekarangan milik warga yang terlibat kegiatan ini yang masuk strata I ada 42%, strata II 38% dan strata III 20%. Di teras rumah Kepala Desa sudah banyak diisi dengan pot-pot sayuran seperti kubis, terong dsb., sebagai contoh agar ditiru warga. Tanaman sayuran yang dikembangkan adalah cabe, tomat, terong, kubis, sawi, sedang buahnya pepaya dan sirsat. Empon-empon yang ditanam jahe merah dan kunyit putih. mBote merupakan tanaman umbi yang populer di desa Baron. KBD sudah dibangun lengkap dengan pompa airnya, yang mengambil air untuk mengairi tanaman dari air sungai kecil di belakang bangunan KBD. Dengan mengambil air sungai tersebut, kolam terpal di halaman KBD sudah diairi, sebagai cadangan air untuk KBD dan dimanfaatkan juga untuk memelihara ikan lele.
Pada halaman berikut disajikan foto KBD saat dalam proses pembangunan. Ukuran KBD 9 m x 5 m, dengan atap plastik UV dan bagian dindingnya ditutup dengan paranet hitam. Kolam permanen milik desa sudah dibangun dan diisi dengan air untuk memelihara ikan nila. Direncanakan kawasan ini akan dimanfaatkan juga untuk penjualan bibit sayuran dan tanaman lainnya dari KBD karena letaknya di pinggir jalan besar. Ternak yang dipilih warga adalah kelinci, yang saat ini pemasarannya sangat bagus karena sudah banyak pedagang yang siap menampung, yang akan dipasarkan untuk sate kelinci di Sarangan. Saat ini sedang dipesan anakan kelinci untuk warga yang sudah menyiapkan kandang. Kegiatan yang sudah dilakukan antara lain pertemuan sosialisasi program dan PRA, base line survai, pelatihan pembibitan sayuran, pelatihan budidaya sayuran dan buah serta pertemuan lain untuk membahas berbagai persoalan dalam pelaksanaan kegiatan. 14
10. Kiprah Ibu-Ibu PKK Desa Girimoyo-Malang Dalam Mengelola KRPL Membawa Berkah Bagi Keluarga dan Manfaat Bagi Tamu Desa Girimoyo, kecamatan Karangploso, Malang merupakan kawasan peri urban dengan kondisi kampung yang terlihat bersih dan jumlah KK 1945. Hasil musyawarah di tingkat kecamatan dan desa maka RPL di desa Girimoyo dilaksanakan di semua KK yang ada di desa. Desa dengan luas 353 ha yang terdiri dari 3 dusun yatu dusun Ngambon, Genengan dan Karangploso terdiri dari 6 RW dan 27 RT telah memiliki beberapa potensi yaitu dekat dengan akses pasar induk Karangploso, memiliki Koperasi Wanita, terdapat berbagai industri kerajinan, pujasera, toko swalayan, warung dan rumah makan serta fasilitas pendukung lainnya, Dan yang menarik respon Camat serta Kepala Desa dan masyarakat sangat tinggi dalam menyambut serta melaksanakan program KRPL sehingga saat ini lebih dari 800 KK pelaksana RPL. Semangat untuk memanfaatkan sejengkal pekarangan di rumah dengan aneka tanaman pendukung gizi keluarga seperti kubis, kubis bunga, brokoli, bayam, kangkung, sawi, tomat, cabai, terong, sledri, bawang daun slada keriting, buncis, kacang panjang, kacang tanah dan toga serta aneka buah ditambah adanya kolam ikan membawa banyak berkah bagi keluarga dan manfaat bagi tamu yang berkunjung. Berkah keluarga berupa peningkatan gizi dan pengurangan belanja sehari-hari sekitar Rp 2.000- Rp 3.000,-.
15
Kunjungan tamu pertama yaitu Ibu Ketua Tim Penggerak PKK dan jajarannya pada tanggal 9 April 2012 disaat KRPL Girimoyo masih tahap inisiasi. Meskipun masih tahap inisiasi dan program ini baru berjalan sebulan namun
nampaknya Bu Yayuk Rendra
Kresna sebagai Ketua Tim Penggerak PKK Kab Malang sudah berkeinginan mengunjungi kawasan tersebut dan berkenan jalan-jalan sehari di desa Girimoyo khusus meninjau KRPL. Kunjungan tamu berikutnya yang sangat membanggakan bagi ibu-ibu PKK desa Girimoyo serta aparat desa dan aparat kecamatan Karangploso adalah dari BAKOHUMAS (Badan
Koordinasi
Kehumasan
Pemerintah)
yang
beranggotakan
para
pejabat
Kehumasan Kementerian dan Non Kementerian se Indonesia dan diikuti oleh 30 Kementerian dan Non Kementerian dengan jumlah peserta sekitar 100 orang. Agenda khusus pada pertemuan ini yaitu paparan mengenai 1) Kemandirian Pangan melalui Pengembangan Kawasan Rumah Pangan Lestari dan 2) Diversifikasi dan Ketahanan Pangan Masyarakat serta Peninjauan Lapangan ke Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL) di desa Girimoyo-Karangploso, Kabupaten Malang
Dengan kunjungan
lapangan ke KRPL Girimoyo diharapkan peserta dapat melihat langsung dari kinerja Kementerian Pertanian khususnya dalam mengimplementasikan pengembangan KRPL di lebih dari 70% Kabupaten/Kota masing-masing propinsi. Para tamu antusias saat jalan-jalan ke kampung-kampung di Girimoyo dan melihat segarnya sayuran dan buah-buahan dalam polybag ataupun pot yang ditata di pekarangan sempit di depan atau disamping rumah warga. Letak desa Girimoyo yang berdekatan dengan kantor BPTP Jawa Timur menyebabkan sering ada kunjungan tamu untuk meninjau atau studi banding ke lokasi KRPL tersebut termasuk kunjungan kepala desa dan ibu-ibu PKK desa yang melaksanakan KRPL dari kabupaten Mojokerto, Lumajang serta beberapa kepala desa dari Kabupaten Malang kepala kebun Balai Penelitian Pemanis dan Tanaman Serat.
dan juga darI seluruh
Nampaknya studi banding
atau kunjungan tamu bermanfaat bagi tamu tersebut untuk menyemangati membangun KRPL di desa masing-masing atau di Kebun Percobaan serta menambah semangat ibu-ibu PKK Girimoyo untuk meningkatkan kiprahnya dan semakin memperbaiki keragaan RPL nya. 11. Pemberdayaan SDM Warga Untuk Budidaya Sayuran Media Tanam Polibag Di Lokasi M-KRPL Pacitan Dusun
Ganang
Desa
Gunungsari
Kecamatan
Arjosari
Kabupaten
Pacitan
merupakan salah satu lokasi wilayah yang terpilih untuk ditumbuhkan sebagai M-KRPL di Provinsi Jawa Timur tahun 2012 ini. Diantara beberapa kegiatan yang harus dilakukan 16
dalam menumbuh kembangkan suatu KRPL adalah selain menumbuhkan partisipasi aktif warga di lokasi, dan juga perlu dilakukan upaya peningkatan SDM warga untuk aplikasi inovasi teknologi pertanian unggul mendukung usahatani di pekarangan (rumah pangan lestari = RPL) yang sehat dan bergizi, terutama kepada wanita tani (anggota PKK/ Dasa Wisma, Kelompok Wanita Tani).
Ibu-ibu Dasa Wisma Dusun Ganang secara antusias dan aktif mengikuti pelatihan pembuatan media tanam polybag untuk tanaman sayuran yang diselenggarakan oleh Tim KRPL BPTP Jatim
Salah satu macam SDM bagi ibu – ibu rumah tangga, baik sebagai anggota Dasa Wisma maupun Kelompok Wanita Tani yang harus ditingkatkan atau diperdayakan adalah berupa penguasaan pengetahuan dan keterampilan dalam membuat media tanam untuk bercocok tanam horti sayuran dalam media polybag. Mengawali kegiatan menumbuh kembangkan KRPL di Dusun Ganang telah dilakukan pelatihan terhadap ibu–ibu rumah tangga anggoata Dasa Wisma tentang pembuatan media tanam dan perawatan tanaman sayuran dalam sistem tanam media polibag. Pelaksanaan pelatihan telah dilakukan dengan metode pertemuan di kelas dan praktek langsung di lapangan, yang diselenggarakan dengan dasar partisipasi aktif para peserta. Hasil dari pelatihan ini telah dirasakan pengaruhnya terhadap perkembangan jumlah rumah tangga pengaplikasi RPL (RTang-RPL) di Dusun Ganang, dalam hal ini minimal melakukan budidaya tanam sayuran dengan sistem media polybag/ vertikutur, yakni dalam 3 bulan operasional implementasi M-KRPL secara mandiri telah terdapat 68 RTang-RPL per Juli 2012. Adapun dari sisi jenis tanaman sayuran, atas dasar jumlah tanaman, 3 jenis tanaman sayuran yang dominan dibudidaya dalam sistem media polybag oleh warga Dusun Ganang adalah bayam potong, cabai kecil, dan cabai besar. Untuk menjamin keberlanjutan eksistensi RTang-RPL ini, maka pada tanggal 7 Agustus 2012
telah dibentuk Kelompok Wani Tani (KWT) KRPL Dusun Ganang yang
tugas dan fungsi utamanya adalah mefasilitasi anggotanya (ibu-ibu rumah tangga) 17
12. KRPL Ponorogo Bangkitkan Budaya Gotong Royong Yang Kian Memudar Desa Sukorejo, kec Sukorejo, kab Ponorogo merupakan salah satu lokasi kegiatan KRPL (Kawasan Rumah Pangan Lestari) yang telah dicanangkan oleh Pemerintah Indonesia. Kelompok tani wanita Melati yang beranggotakan sekitar 50 ibu-ibu menyambut antusias program tersebut. Di bawah komando bapak Sudjono sebagai PPL pendamping dan Ibu Ninik Pujiwati (mantan Kades Sukorejo) sebagai ketua, ibu-ibu telah berkomitmen ingin menyulap pekarangan dan lingkungan mereka menjadi produktif. Curahan waktu luang sekitar 1 – 2 jam per hari dimanfaatkan untuk mewujudkan impian tersebut dengan cara gotong royong.
Inilah salah satu nilai positif adanya kegiatan KRPL. Pada saat budaya gotongroyong di masyarakat modern ini mulai terkikis menjadi budaya individualisme dan materialisme, diharapkan KRPL menjadi sosok pendatang yang dapat membangkitkan kesadaran akan nilai-nilai gotong royong yang merupakan budaya asli Indonesia. Seandainya masih ada dan ditemukan biasanya sudah dikombinasikan dengan sistem pengupahan dan durasi waktu gotong royongnya (Jawa: „sayan‟ atau „soyo‟) lebih singkat atau istilahnya pantes-pantese ….. Sejalan program KRPL yang memiliki tujuan untuk mencukupi kebubutuhan pangan keluarga sehari-hari, kegiatan gotong royong di lingkungan antar rumah tangga adalah sangat ideal dan pas. Jika hal ini bisa berjalan secara bersamaan terwujudlah budaya Lestari Rumah Pangannya Lestari Gotong Royongnya. 18
13. Peran Ibu Rumah Tangga Dalam Membangun Rumah Pangan Lestasi (RPL) Di Pasuruan Pengembangan KRPL di kabupaten Pasuruan antara lain dilaksanakan di dusun Sudimoro desa Pucangsari kecamatan Purwodadi. Di lokasi ini, program KRPL dilaksanakan oleh Kelompok Wanita Tani (KWT) Mayangsari, yang beranggotakan 58 orang (rumah tangga atau RT), terbagi dalam 40 RT
Strata 2 dan 18 RT strata 3.
Pengembangan KRPL di desa ini dimulai dengan percontohan 12 RPL (rumah pangan lestari), terdiri dari 6 RT strata 2 dan 6 Rt strata 3. Sampai dengan April 2012, seluruh anggota KWT (58 RT) sudah menjadikan rumahnya sebagai rumah pangan lestari (RPL), dengan berbagai komoditas bahan pangan diusahakan di depan, halam dan pekarangan rumah. Sekitar 18 rumah bukan anggota KWT di dusun Sudimoro juga ikut mengembangkan RPL, bahkan 40 RT di dusun Pucangan (tetangga dusun Sudimoro) juga ikut mengembangkan RPL dengan menanam 10-20 sayuran (tomat, cabe, terong dsb) di polibag secara vertikultur.
komoditas yang diusahakan Sayuran di polibag (vertikultur)
Halaman Pekarangan
Sayuran di polibag (vertikultur) dan di tanah, ikan lele di kolam terpal Bote, talas, ketela pohon, ayam, bebek dan itik
Perkembangan RPL
Lokasi Depan rumah
150
116
100 50
76
58 12
0 Februari
April
Juni
19
Agustus
Dalam pengembangan RPL di dusun Sudimoro, peran ibu rumah tangga sangat penting, karena: (a) mempunyai waktu luang cukup banyak, (b) mengetahui secara pasti kebutuhan pangan rumah tangga, dan (c) ibu rumah tangga juga bertanggung jawab atas kecukupan pangan rumah tangga. Peran ini mendorong ibu-ibu rumah tangga untuk mensukseskan RPL, meliputi menyiapkan sarana produksi, tanam, memelihara sampai memasarkan hasilnya apabila terjadi kelebihan hasil panen. RPL di desa Pucang sari menurunkan pengeluaran kebutuhan pangan rumah tangga rata-rata 27,6% (16,353,6%). 14. Sekilas Info Sosialisasi KRPL di Sidoarjo Gegap gempita program KRPL tampaknya sudah menjalar ke berbagai desa dimana mana. Tidak ketinggalan di Desa Pilang, Kecamatan
Wonoayu, Kabupaten
Sidoarjo masyarakatnya juga ikut berpartisipasi untuk melaksanakan kegaitan tersebut. Antusias masyarakat
terlihat dari banyaknya rumah tangga (53 rumah tangga) yang
terlibat aktif untuk menyongsong program KRPL. Salah satu tahapan kegiatan yang banyak diikuti oleh rumah tangga pada pertemuan awal program adalah sosialisasi program dan PRA.
Maksud dan tujuan dari sosialisasi program dan PRA merupakan langkah awal untuk menentukan kebutuhan rumah tangga agar lestari. Melihat kondisi agroekologi setempat, maka jenis komoditas yang dipilih oleh rumah tangga pada umumnya tanaman hortikultura sayuran. Respon positif terhadap KRPL tidak hanya ditunjukkan oleh warga akan tetapi juga stake holders setempat mulai tingkat Kabupaten sampai Desa. Bentuk respon positif dari BKP Kabupaten terhadap program KRPL yaitu adanya fasilitas pembuatan kebun bibit desa (KBD) yang ditempatkan di halaman Kepala Desa. Dari kebun bibit desa inilah yang nantinya kedepan akan sangat mendukung keberlanjutan program KRPL. Bagaimana taktik dan strategi agar KRPL ibarat “gadis cantik dipedesaan” yang banyak dicari oleh “para pemuda” di kampungnya. Tunggulah kabar serba serbi pada episode beikutnya.............
20
15. Sekilas Tahapan MKRPL di Madiun Membangun
Model
Kawasan
Rumah
Pangan
Lestari
(M-KRPL)
di
Desa
Palur,Kecamatan Kebonsari, Kabupaten Madiun diawali dengan sosialisasi kepada seluruh pelaksana M-KRPL. (kepala desa, aparat, tokoh masyarakat, PKK, Dasa Wisma, Kelompok Wanita Tani, Kelompok Tani, Petugas Lapang/penyuluh BPP, KKP). Pada awal pelaksanaan kegiatan M-KRPL penentuan jumlah Rumah Tangga berdasarkan Strata 1, 2 dan 3 sejumlah 41 Rumah Tangga (RT), pada bulan Juni meningkat menjadi 76 Rumah tangga dan pada bulan Juli meningkat menjadi 91 Rumah Tangga, sehingga terjadi peningkatan sebesar 54,95% dibandingkan awal pelaksanaan M-KRPL pada bulan Juni 2012. Setelah penentuan rumah tangga langkah selanjutnya adalah melakukan baseline survey ke seluruh Rumah Tangga tersebut untuk mengetahui PPH awal, memberikan
sosialisasi
tentang
M-KRPL
dan
kesanggupan
dilanjutkan
warga
untuk
melaksanakannya. Dalam membangun M-KRPL di Desa Palur, Kecamatan Kebonsari, didukung dengan kegiatan - kegiatan pelatihan pembuatan media tanam antara lain pupuk organik dari kotoran ternak dan sampah rumah tangga, pembuatan rak- rak untuk tempat penataan polybag, penanaman secara vertikultur dengan memanfaatkan paralon, penanaman di poekarangan untuk seluruh warga di Desa Palur, Kecamatan Kebonsari, Kabupaten Madiun. Setelah pelatihan dilakukan distribusi benih sayur (cabai rawit, cabai besar,
terong ungu, sawi, kobis, brokoli, selada, kangkung, bayam), buah
jeruk
nambangan dan rambutan, ketela pohon. Persiapan tempat pembibitan sudah disepakati di salah satu rumah warga pelaksana M-KRPL agar memudahkan dalam pemeliharaan pembibitan di Kebun Bibit Rumah Tangga (KBRT). Hasil pembibitan direncanakan akan disuplai ke Kebun Bibit Desa (KBD). Pembuatan tempat media tanam berupa baby bag sudah dapat dilaksanakan di Kebun Bibit Rumah Tangga secara manual, agar berkelanjutan untuk persediaan media tanam selanjutnya. Pembuatan media tanam dilakukan secara berkesinambungan agar dapat digunakan untuk pengisian media tanam dalam polibag untuk budidaya aneka sayuran.
21
16. Pemilihan Komoditas KRPL Gresik Kondisi lingkungan yang kering di Kabupaten Gresik berpengaruh terhadap ketersediaan air untuk memelihara tanaman/ternak/ikan. Berangkat dari ketersediaan air yang sangat terbatas tersebut, maka harus diikuti dengan pemilihan jenis tanaman yang tahan kekeringan. Salah satunya tanaman yang tahah dengan kekeringan adalah cabe rawit atau cabe kecil dan terong. Pelaku RPL yang mempunyai tanah pekarangan luas, dapat memilih jenis tanaman pangan yang tahan kekeringan misalnya singkong atau ketela pohon atau ubi jalar. Waktu penanaman yang paling tepat di lokasi yang tingkat kekeringannya tinggi sebaiknya dilakukan pada saa musim hujan. Salama ini hasil tanaman pangan seperti tersebut di atas hanya diolah menjadi makanan rebus atau goreng. Belum pernah dicoba di olah dalam bentuk lain sebagai sumber protein, vitamin atau mineral. Melihat kenyataan di lapangan, tampaknya tidak hanya pelatihan cara penanaman tanaman pangan, sayur, buah, dan ternak yang diberikan akan tetapi perlu diberikan pelatihan
cara pengolahan hasil tanaman pangan
selain beras. Dengan harapan hasil dari tanah pekarangan
dapat digunakan sebagai
sumber pangan selain beras. Jenis tanaman buah-buahan yang cocok di tanaman di daerah kering antara lain mangga, belimbing, dan sirsak. Selain cocok, juga dapat memperbaiki kondisi tanah misalnya mampu menahan air lebih lama. Di bawah tanaman yang besar dapat juga dimanfaatkan untuk menanam tanaman sayuran dan tanaman pangan yang tahan terhadap naungan.
Hasil sosialisasi dan RRA yang dilaksanakan dengan di Desa Karangsemanding, Kecamatan Balongpanggang, Kabupaten Gresik antara jenis-jenis tanaman yang diminta masyarakat dengan tanaman yang cocok di lokasi KRPL sangat berbeda. Karena masyarakat tanpa mempertimbangkan kecocokan dengan kondisi lingkungannya. Usaha rumah tangga yang dapat meningkatkan pendapatan petani di lokasi yang keterbatasan jumlah airnya terbatas adalah ternak unggas (ayam, bebek atau entok).
Untuk jenis
tanaman dapat disiasati dengan memanfaatkan polybag dengan media tanam (tanah) yang dapat menahan air dengan harapan tidak perlu melakukan penyiraman setiap hari.
22
17. Aktivitas Ibu-ibu PKK pelaku KRPL di Probolinggo Ibu-ibu PKK Kelurahan Pilang, Kecamatan Kademangan, Kabupaten Probolinggo yang merupakan lokasi penumbuhan KRPL sangat antusias sekali bekerjasama membuat persiapan
pesemaian
beberapa
jenis
tanaman
sayuran.
Tingginya
semangat
kebersamaan ibu-ibu PKK dalam melakukan aktivitas kegiatan KRPL karena didukung oleh ibu-ibu PKK tingkat Kecamatan dan Kabupaten. Bentuk dukungan yang sangat tampak adalah mendatangi langsung ke lokasi para pelaku RPL.
Munculnya kegiatan di lokasi KRPL didahului dengan beberapa tahapan yaitu sosialisasi program yang dilaksanakan oleh stake holders terakit dan dilanjutkan dengan PRA. Dari hasil PRA yang diperoleh tampaknya di lokasi KRPL dalam sistem pemanfaatan lahan pertanaman dikelompokkan menjadi 3 strata.
Kegiatan untuk strata1 adalah
budidaya sayuran dengan menggunakan polybag dan RAK bersusun 2 tingkat dan tanaman buah serta toga. Strata 2 adalah budidaya sayuran dengan menggunakan polybag dan bedengan, tanaman buah dan tanaman obat serta pemeliharaan ikan, dan ternak. Strata 3 adalah sayuran dengan menggunakan polyabag dan bedengan, tanaman buah, tanaman umbi-umbian dan tanaman obat, pemeliharaan ikan dalam kolam terpal serta pemeliharaan ayam buras dengan kandang sistim REN. Untuk memperlancar proses penumbuhan KRPL, untuk kegiatan pesemaian di laksanakan di Kebun Bibit Kelurahan (KBK) yang dikelola oleh kelompok tani bekerjasama dengan PKK. Pada tahap awal pembibitan telah berhasil dibibitkan sayuran sebanyak 12.000 tanaman sayuran meliputi cabe besar, cabe kecil, tomat, terong, slada, kangkung, bayam, sawi, dan kubis. Bibit yang telah tersedia, selanjutnya didistribusikan ke masingmasing pelaku RPL.
Distribusi bibit dilakukan secara merata sesuai dengan tingkat
stratanya. Bagi pelaku RPL yang masih merasa kurang dengan jumlah bibit yang diterima, kemudian ingin menambah dapat dilakukan secara swadaya.
23
18. Pembelajaran KRPL Terhadap PAUD di Lumajang Masyarakat
di
kawasan rumah pangan lestari (KRPL)
Desa Sumberwuluh,
Kecamatan Candipuro, Kabupaten Lumajang mulai menyadari manfaat menanam sayur dan aneka tanaman di
lahan pekarangan. Kebun Bibit Desa mulai ramai dikunjungi
masyarakat dan sebagai pembelajaran aneka macam tanaman untuk memperoleh bibit dan aneka macam sayuran . Minat menanam sayuran ini juga ditularkan kepada anakanak PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini). Penjualan bibit di KBD ditangani oleh Kelompok Wanita Tani dengan mematok harga bibit secara kesepakatan yaitu antara Rp. 100 – 150/bibit.
Penggantian biaya ini untuk menumbuhkan rasa memiliki usaha kelompok dan perguliran modal. Perubahan perilaku ini terjadi dengan pendampingan yang intensif dari semua pihak tidak terlepas juga peran aparat desa. Motivasi aparat dan perangkat Desa Sumberwuluh perlu ditingkatkan dengan melakukan studi banding ke wilayah lain yaitu di Desa Girimoyo, Kecamatan Karangploso, Kabupaten Malang. Studi banding tersebut tampak membuahkan hasil akan tumbuhnya minat dan kesadaran aparat dalam memanfaatkan pekarangan dengan mensukseskan program kawasan rumah pangan lestari. Kesadaran tersebut meliputi mulai memperhatikan keberhasilan lingkungan, perhatian dan semangat aparat
untuk
menanam sayuran
bersama-sama warganya yaitu dengan menanam terong, cabai dan tomat disepanjang jalan utama dengan memanfaatkan limbah kantung beras raskin masyarakat. Saat ini warga mulai merasakan manfaatnya untuk memanen sayuran dari hasil pekarangannya. Masyarakat semakin mengenal aneka macam sayuran seperti : bloomkol, handewi (slada) dan bayam merah. Enak juga ya memanen sayuran......
24
19. Tahapan Penumbuhan KRPL Jember Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL) di Kabupaten Jember, berdasarkan hasil observasi Tim dari Kabupaten Jember yang terdiri dari Tim Penggerak PKK Kabupaten Jember, Asisten Daerah Bidang Ekonomi dan Pembangunan, dan Sekretariat Badan Ketahanan Pangan, telah ditentukan 3 lokasi KRPL, yaitu di Desa Karang Paiton, Kecamatan Ledokombo, Desa Gumelar, Kecamatan Balung, dan Kelurahan Kebon Agung, Kecamatan Kaliwates. Dari hasil PRA (Partisipatory Rural Appraisal) dan disikusi dengan Tim Kabupaten Jember, maka diputuskan lokasi binaan KRPL oleh Tim BPTP Jatim di Kabupaten Jember adalah Desa Karang Paiton, Kecamatan Ledokombo, dan Kelurahan Kebon Agung, Kecamatan Kaliwates Sasaran rumah tangga didominasi oleh Strata I (Rumah Tangga (luas pekarangan < 100 m2 /hanya teras) dan Sebagian kecil Strata 2 (Rumah Tangga (luas pekarangan 100 - 300 m2 ). Jumlah rumah tangga peserta aktif KRPL meliputi 5 Dasa Wisma ( + 50 rumah tangga). Untuk mencapai sasaran target KRPL, telah dilakukan tahapan-tahapan sebagai berikut :
Sosialisasi di lokasi KRPL
Menumbuhkembangkan KBD dan Partisipasi Aktif Masyarakat
Menumbuhkembangkan Pemanfaatan Lahan dengan komoditi sayuran, toga, ikan, dan ternak 25
20. M-KRPL dan Pengembangannya Di Kota Batu Di kota Batu yaitu desa Bulukerto tepatnya di dusun Cangar merupakan salah satu dusun sebagai lokasi untuk kawasan rumah pangan lestari. Desa Bulukerto mempunyai luas wilayah 548,3 Ha termasuk daerah dataran tinggi yang terdiri dari empat dusun dan terdiri dari 1642 KK. Dusun Cangar sendiri hampir 80% masyarakatnya merupakan petani dan buruh tani. KRPL di dusun Cangar desa Bulukerto kota Batu pada awalnya melibatkan sebanyak 40 KK dan sampai bulan awal Agustus 2012 telah berkembang menjadi 63 KK dari tujuh rumah tangga (RT). Pada awalnya untuk memulai penerapan KRPL terdapat banyak hal yang dilakukan yaitu memberi pemahaman dengan cara sosialisasi yang melibatkan ibu-ibu PKK, tokoh masyarakat, perangkat desa, koordinasi dengan dinas terkait. Mendapatkan data-data sekunder tentang monografi desa. Sesuai dengan tujuannya untuk membangun kawasan rumah pangan lestari diperlukan KBD (Kebun Bibit Desa). Di dusun Cangar telah dibangun KBD ukuran 4m x 8 m, 2 kolam terpal untuk ikan lele, percontohan tanam sayuran pada bedengan (kangkung, bayam), tanaman buah durian, jeruk keprok Batu 55 dan gazebo yang kesemuanya dibangun di atas lahan seluas 1600 m2. Percontohan tersebut merupakan kerja sama antara BPTP, KKP Propinsi Jatim dan Pemda.
Saat sosialisasi tentang KRPL bersama ibu-ibu PKK dan menumbuhkan KBD
Percontohan Kolam ikan lele dan tanaman di sekitar rumah
26
21. Kawasan Rumah Pangan Lestari Kabupaten Jombang Untuk memenuhi kebutuhan sayuran dan lauk sehari-hari, masyarakat di desa Keras kecamatan Diwek kabupaten Jombang telah diperkenalkan dan digerakkan untuk menanam sayuran dan memelihara ternak atau ikan dalam sekala rumah tangga. Bagi rumah tangga yang mempunyai lahan sempit, dianjurkan menanam dalam polibag yang diletakkan pada rak-rak bertingkat, sedangkan yang mempunyai lahan cukup luas sayuran bisa ditanam pada guludan atau bedengan, ditambah dengan pemeliharaan ternak atau ikan. Respon masyarakat dengan adanya kegiatan ini cukup bervariasi, ada yang langsung antusias dan ada yang bermalas-malasan menyambutnya, bahkan merasa mendapat beban baru dan menambah pekerjaan yang dianggap tidak menghasilkan uang. Kepala desa dan ibu sebagai penggerak PKK di tingkat desa sangat bersemangat menggerakkan masyarakatnya, bahkan bersedia mengorbankan lahan pekarangannya untuk bagungan kebun bibit desa (KBD) seluas 10 X 6 m. KBD merupakan sumber bibit yang dikelola secara baik oleh para pelaku RPL atau perlu pengelola khusus.
Kebun Bibit Desa dan Kandang ayam yang baru menetas Untuk ternak-ternak yang telah diterima masyarakat (ayam, itik dan entok) sudah bayak yang menghasilkan. Oleh karena itu, kebanyakan rumah tangga menginginkan bantuan
bergulir
berupa
ternak
ayam
karena
dirasa
paling
prospektif
untuk
dikembangkan. Sampai saat ini masyarakat yang mendapatkan bantuan ayam ada 25 KK (10 ekor/KK) dari 80 KK yang terlibat dalam kegiatan KRPL. Kebanyakan dari mereka ternyata telah ahli dalam memelihara ayam, dari penetasan sampai pencegahan penyakit. Ketrampilan memelihara ternak ayam yang dimiliki oleh pelaku RPL merupakan modal utama keberhasilan usaha ternak.
27
22. Cara Hidup Sehat Melalui M-KRPL di Ngawi Seperti kita ketahui bersama bahwa berbagai macam penyakit yang dialami masyarakaat saat ini antara lain disebabkan oleh pola hidup yang tidak sehat, kekurangan gizi dan faktor lainnya. Oleh sebab itu penerapan Model KRPL sangat cocok dalam upaya menyediakan bahan makanan yang bebas dari pengaruh bahan kimia non alami, seperti pupuk
dan
pestisida
sintetis,
yakni
melalui
model
pertanian
organik,
dan
penganekaragaman bahan pangan sumber karbohidrat dan protein. Beberapa program MKRPL yang diterapkan di Desa Karangrejo, Kecamatan Kendal, Kabupaten Ngawi, yang didasarkan atas hasil identifikasi di lapangan, diantaranya budidaya dan pembibitan sayuran.
Penyiapan bibit sayuran dan tanaman sayuran pada polybag Pada awal pengembangan MKRPL, untuk mendorong minat masyarakat telah dilakukan penanaman sayuran pada polybag, dimana bibit sayuran didatangkan dari luar desa. Untuk tanam selanjutnya, ibu-ibu anggota kelompok PKK dan Kelompok Wanita Tani diberi pelatihan tentang pembuatan bibit sayuran. Diharapkan, kedepan masyarakat desa dapat memproduksi bibit, bukan hanya untuk kebutuhan sendiri, tetapi juga bisa mensuplai bibit untuk masyarakat di luar desa. Keberadaan KBD sangat dibutuhkan untuk menjamin kontinuitas pasokan bibit sayuran dan buah-buahan, baik untuk kebutuhan intern maupun permintaan dari luar desa. Komoditas sayuran yang ditanam dalam kegiatan MKRPL di wilayah ini antara lain: cabe, tomat, terong, brokoli, kubis, sawi dan selada. Sedang buah yang ditanam antara lain : durian, sawo, jeruk, papaya dan kelengkeng. Sampai sejauh ini, anggota yang terlibat aktif dalam kegiatan KRPL sejumlah 95 KK, yang terdiri dari Strata 1 (pemilikan lahan <100 m2), strata 2 (luas lahan lahan 100300 m2) dan strata 3 (lahan > 300 m2). Masalah yang dihadapi di lokasi KRPL Desa Karangrejo adalah masalah air, dimana terjadi kekurangan air pada musim kemarau ini. 28
b. Potensi Pengembangan KRPL di Jawa Timur Pelaksanaan KRPL di berbagai Kabupaten/Kota di Jawa Timur yang baru dimulai sekitar 6 bulan sangatlah singkat untuk diambil kesimpulan apakah program ini berjalan dengan baik atau tidak setelah diimplementasikan di lapangan. Sebagai indikator untuk mengetahui paling tidak ada dua hal yang perlu diketahui yaitu kondisi agroekologi (lingkungan) setempat, pemilihan jenis tanaman/ternak yang diusahakan, dan sumber daya manusia. Kondisi agroekologi d Jawa Timur yang sangat
luas dan beragam merupakan
potensi dalam penumbuhan semua kegiatan pertanian baik dalam skala luas maupun kecil. Berdasarkan analisis Location Quotient (LQ) diperkirakan pada tahun 2020 Propinsi Jawa Timur akan menjadi pusat agribisnis, karena mempunyai keunggulan di sektor pertanian.
Kabupaten/Kota di Jawa Timur yang mempunyai nilai LQ > 1 di bidang
pertanian yaitu Pacitan, Ponorogo, Trenggalek, Blitar, Kediri, Lumajang, Jember, Banyuwangi, Bondowoso, Situbondo, Probolinggo, Pasuruan, Mojokerto, Jombang, Nganjuk, Madiun, Magetan, Ngawi, Bojonegoro, Tuban, Lamongan, Bangkalan, Sampang, Pamekasan, Sumenep, dan Kota Batu. Sektor ekonomi dikatakan kuat apabila sektor tersebut tidak hanya melayani pasar di daerahnya sendiri, tetapi juga mampu melayani pasar di daerah lain. Pembangunan pertanian tidak dapat terlaksana hanya oleh para petani sendiri, akan tetapi perlu campur tangan pembuat kebijakan. Karena sektor pertanian dapat menyerap tenaga kerja dan sumber devisa pemerintah dengan perdagangan internasional. Pemilihan jenis tanaman/komoditas yang akan diusahakan harus mengacu pada kemudahan hidup dan tumbuh pada kondisi agroekologi setempat. Tanpa memperhatikan ke dua hal tersebut peluang keberhasilan hidupnya sangat kecil. Suatu misal, tanaman/ternak yang perlu banyak air sebaiknya di usahakan pada kondisi rumah tangga yang lingkungannya sumber airnya mudah dan terjadi sebaliknya pada tanaman/ternak yang tidak perlu banyak air. Pelaku KRPL
dalam hal ini ibu-ibu rumah tangga merupakan salah satu faktor
penentu kesuksesan dan keberlanjutan program KRPL. Karena mengusahakan tanaman dalam skala kecil dan terbatas perlu ketelatenan yang tinggi dan mempunyai rasa suka untuk mengerjakannya. Pada tahap awal biasanya semangatnya tinggi, kemudian sejalan dengan waktu semakin hari
semakin menurun semangatnya. Untuk mempertahankan
motivasi yang tinggi diperlukan kiat-kiat tertentu misalnya pendampingan secara berkala setelah berjalan.
29
Setelah mempertimbangkan beberapa hal tersebut di atas
langkah selanjutnya
adalah melihat kondisi yang sesungguhnya dengan melihat perkembangan terakhir serta dukungan pemerintah setempat dari masing-masing lokasi KRPL (Tabel 1). Tabel 1. Perkembangan KRPL Per 15 Agustus 2012 di Jawa Timur No
Kabupaten / Kota
1
Kab. Pacitan
Desa/ Kelurahan - Gunung sari - Kayen
Tahun awal perkemb angan 2012
Jumlah KK-RPL/ RTang-RPL Awal Agustus 58
68
2011
22
60
Dukungan Pemda Jumlah kawasan
Rp
Natura
36
- APBD Tk I : 165 jt* - APBD Tk. II : 50 jt
2
Kab Ponorogo
Sukorejo
2012
40
55
3
- APBD Tk I : 165 jt*
3
Trenggalek
Ngadirenggo
2012
25
82
5
- APBD Tk I : 165 jt*
4
Kabupaten Blitar
Desa Plosorejo
2012
36
54
5
5
Kab. Malang
Girimoyo, kec. Karangploso
- APBD Tk I 165 jt* - APBD Tk II 32 jt - PKK Kab. : 1 - APBD Tk I 165 jt*
6
Kab. T. Agung
Sumber-dadi
7
Kab. Malang
Girimoyo, kec. Karangploso
8
Kab. Mojokerto
9
Kodya Surabaya
: : jt :
Mei 2012
402
836
4
2012
50
55
5
- APBD Tk I : 165 jt*
Mei 2012
402
836
7
- APBD Tk I : 165 jt*
Kebon tunggul
2012
30
183
3
- APBD Tk I : 165 jt*
Nginden Jangkung-an
2012
25
60
5
- APBD Tk I : 165 jt* - APBD Tk II : 500 rb.
Karangsemanding
2012
10
30
19
- APBD Tk I : 165 jt* - APBD Tk II (PR2RT) : 48 jt
10
Kab. Gresik
11
Kab.Pasurua n
Pucangsari
2012
12
83
5
- APBD Tk I : 165 jt* - APBD Tk II 50 jt
12
Kota Probolinggo
Kelurahan Pilang
2012
60
70
7
- APBD Tk I : 165 jt*
13
Kab. Situbondo
Sumber kolak
2012
80
550
22
- APBD Tk I : 165 jt*
14
Kab. Jember
Desa Karang Paiton
2012
40
40
3
- APBD Tk I : 165 jt*
30
-PemKab Gresik : - 1 Hand – sprayer - Benih sayuran
- Kodya Prob. : Lumbun g Pangan Bank sampah
-
Lanjutan Tabel 1........
No
Kabupaten / Kota
Desa/ Kelurahan
15
Lumajang
Sumbe wuluh
16
Kab. Banyuwangi
- Kebundalem
17
Kab. Ngawi
18
Tahun awal perkemb angan 2012
Jumlah KK-RPL/ RTang-RPL Awal Agustus
Jumlah kawasan
Dukungan Pemda Rp
50
105
4
- APBD Tk I : 165 jt*
2012
54
57
3
- APBD Tk I : 165 jt*
Karang-rejo Kec. Kendal
2012
91
99
3
- APBD Tk I : 165 jt*
Kab. Madiun
Desa Palur, Kec. Kebonsari
2012
41
91
3
- APBD Tk I : 165 jt*
19
Kab. Magetan
Baron
2012
45
48
5
- APBD Tk I : 165 jt*
20
Kab. Sidoarjo
Pilang
2012
53
56
3
- APBD Tk I : 165 jt*
21
Kab. Nganjuk
Kepanjen
2012
72
118
5
- APBD Tk I : 165 jt*
22
Pemkot Batu
Bulukerto/ Bumiaji
2012
40
63
3
- APBD Tk I : 165 jt*
23
Kodya Malang
Rampal
2012
40
40
5
- APBD Tk I : 165 jt*
24
Kab. Jombang
Keras
2012
80
80
4
- APBD Tk I : 165 jt*
Jawa Timur
26 Desa
1.858
3.819 + 1.444 (dari TNI, POLRI, Salimah, Haryono Center) = 5.263
167 + 90 (lokasi replikasi KRPL BKP Jatim yang tidak masuk MKRPL) = 257
31
3.960.000.000 + 181.500.000 = 4.141.500.000
Natura -PemKab : Polybag = 1000 Benih bayam, terong dan cabai sebanyak masingmasing 3 pak
- PemKab : Pupuk organik, pakan ikan, polybag
Lahan u/. KBD,displa y kolam, sa-yur, buah= 1600 m2 KKP Batu= Benih sayur,bua h,lele, ayam, Paranet, bambu
Berdasarkan data tersebut di atas perkembangan KRPL di Jawa Timur menunjukkan persentase kenaikan yang sangat spektakuler setelah program tersebut di luncurkan. Dalam waktu yang relatif singkat yaitu sekitar 6 bulan perkembangan dan penumbuhan RPL-RPL
naik
205,5%
dalam
skala
tingkat
Provinsi
dan
kalau
pada
tingkat
Kabupaten/kota rata-rata kenaikannya 8,56%. Perkembangan tersebut secara sederhana menunjukkan sinyal positif bahwa program KRPL dapat diterima oleh masyarakat. Paling tidak ada lima faktor yang menyebabkan program KRLP tumbuh dengan baik di Jawa Timur antara lain: program ini muncul secara “top down”, mendapat dukungan secara terstruktur dari stakeholders terkait baik sarana dan pembiayaan, merupakan “cara baru” pemenuhan gizi keluarga dengan mengoptimalkan pemanfaatan lahan yang sempit disekitar rumah/pekarangan, adanya pengawalan dari petugas secara intensif, pelaku sasaran adalah para ibu rumah tangga di pedesaan/perkotaan. Model implementasi KRPL seperti yang terjadi sekarang ini sangat rentan dengan permasalahan keberlanjutan apabila tidak didukung dan disiapkan secara seksama pada saat program tersebut diberhentikan sarana pelaksanaannya. Oleh karena itu pada tahap awal ini sesegera mungkin manfaatnya dirasakan oleh pelaku RPL. Nilai manfaat akan selalu menjadi pemicu motivasi seseorang untuk melakukan tindakan, maka dari itu pendampingan yang intensif oleh petugas yang kretaif dan inovatif menjadi kunci sukses keberlanjutan suatu program. Terintegrasinya stakeholders terkait dalam pelaksanaan program KRPL juga dapat memicu munculnya para local campion, hal ini dapat dilihat secara otomatis pada saat awal suatu program di luncurkan atau disosialisasikan. Motif munculnya local campion antara lain tingkat partisipatif, rasa ingin tahu terhadap sesuatu yang baru, semangat untuk menerapkan informasi teknologi, dan untuk mendapatkan nilai manfaat secara materi maupun non materi.
Apabila local campion sudah muncul, merupakan suatu
pertanda bahwa suatu program dapat dimulai pelaksanaannya.
Local campion merupakan motor penggerak suatu program oleh karena itu biasanya lebih dari satu orang.
Contoh yang paling sering dijumpai di lapangan adalah
Kepala Desa atau perangkat Desa setempat, para ketua kelompok tani/ketua gapoktan, ketua wanita tani, ketua PKK, dan tokoh masyarakat yang ada situ. Keberadaan mereka sangat-sangat diharapkan karena mempunyai andil yang besar dalam kelancaran suatu program. Oleh karena itu hendaknya para petugas lapangan selalu berinteraksi secara intensif dengan mereka agar program berjalan lancar, sukses, dan berkelanjutan.
32
3. KENDALA DAN PELUANG KEBERHASILAN KRPL Melihat dukungan pemerintah Provinsi Jawa Timur yang sangat tinggi dari aspek pembiayaan terhadap program KRPL yang tersebar di berbagai Kabupaten/Kota belum dapat menjamin keberhasilan pelaksanaannya. Hal ini terlihat dari munculnya berbagai kendala/masalah yang ada pada setiap lokasi penumbuhan KRPL. Apabila dikelompokkan paling tidak ada lima kendala yakni sumber daya alam, sumber daya manusia, kelembagaan, akses teknologi, dan stake holders.
Secara rinci dari masing-masing
kendala tersebut adalah sebagai berikut: a.
Sumber Daya Alam (SDA) SDA yang dianggap menjadi kendala kelancaran KRPL di tingkat Kabupaten/Kota di
Jawa Timur yang berhasil di identifikasi adalah kekurangan air untuk memelihara tanaman pada saat musim kemarau seperti sekarang ini (September 2012), suhu udara yang dingin dapat menyebabkan
tingkat mortalitas yang tinggi terhadap anak ayam
buras umur 0 – 14 hari, serangan hama tikus terhadap tanaman bibit/pesemaian di KBD, polusi bau akibat dari pemeliharaan ternak itik. Ketersediaan air di lokasi penumbuhan KRPL merupakan faktor kunci untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Karena secara umum tanaman yang di usahakan ditanam dalam pot/polybag/paralon/talang plastik. Cara tanam dengan media terbatas sangat rentan sekali dengan kekurangan air. Hal ini terlihat pada saat tanaman tidak dilakukan penyiraman sekitar 3 hari saja kondisinya sudah mulai layu. mengantisipasi agar tanaman tidak cepat layu,
Untuk
maka harus dilakukan penyiraman
dengan frekuensi yang sangat rapat apalagi pada saat musim kemarau. Oleh karena itu hendaknya dalam memilih lokasi harus memperhatikan syarat tumbuh tanaman dengan baik yaitu ketersediaan air. Kondisi ekologi misalnya perubahan suhu dingin yang sangat ekstrem dapat juga menyebabkan ternak mati. Hal ini dapat dilihat banyaknya anak ayam buras yang mati akibat dari perubahan cuaca tersebut. Tidak tahannya anak ayam buras terhadap suhu dingin diduga karena memang ciri dari ternak muda. Selain daripada itu kemungkinan pada umur tersebut kondisi tubuhnya masih sangat lembah.
Untuk mengantisipasi
adanya perubahan suhu yang sangat ekstrem, maka perlu disiapkan teknologi pemanasan terhadap kutuk dengan harapan untuk dapat menekan terjadinya kematian yang tinggi. Gangguan hama dan penyakit terhadap tanaman merupakan hal yang wajar dalam budidaya tanaman. Jenis hama yang sering mengganggu pada tahap penyemaian di 33
lokasi KRPL tertentu adalah serangan tikus. Apabila gangguan hama tikus ini tinggi pada tahap pesemaian sudah dapat dipastikan bahwa bibit tanaman akan rusak dan tidak dapat digunakan sebagai bahan tanaman yang baik. Perlu di ingat, tikus adalah hama yang paling pintar dan cerdik dibandingkan jenis hama lain.
Oleh karena itu untuk
mengendalikan atau mengurangi serangan tikus harus dilakukan beberapa cara pengendalian. Misalnya memberi pagar dan penutup dari bahan yang kuat misalnya plastik. Langkah berikutnya adalah menutup lubang-lubang persembunyian dengan pengasapan. Dan masih banyak teknologi pengendalian yang lain. Polusi udara akibat dari bau kotoran ternak tampaknya juga menjadi kendala yang berhasil di identifikasi di lokasi penumbuhan KRPL. Munculnya masalah ini diduga oleh beberapa penyebab antara lain lokasi pemeliharaan yang sempit, kandang tidak bersih/kotor, tidak disediakan teknologi permentasi kotoran ternak. Untuk mengantisipasi agar permasalahan tersebut tidak berlarut larut maka perlu dilakukan beberapa upaya misalnya memilih jenis ternak yang selektif, mengganti jenis pemeliharaan lain misalnya tanaman, dan penyertaan teknologi yang ramah lingkungan. Semua permasalah SDA tersebut tidak dapat dibiarkan secara berlarut-larut. Segera dicari solusinya, karena apabila dibiarkan akan mengganggu proses kelancaran implementasi pelaksanaan KRPL. Selain dari itu juga selalu melakukan komunikasi secara terstruktur antar pelaku RPL-RPL yang ada di kawasan tersebut. Hal ini menjadi penting karena kegiatan berlangsung di lokasi perumahan dipedesaan/perkotaan dengan lahan yang relatif terbatas. b. Sumber Daya Manusia (SDM) SDM merupakan pelaku utama program KRPL, untuk itu posisinya sangat strategis dalam kelancaran, kesuksesan, dan keberlanjutannya. Paling tidak ada empat kelompok SDM yang terlibat dalam program KRPL yaitu petugas dari instansi terkait dari tingkat Provinsi dan Kabupaten, petugas pendamping di lapangan, local campion, dan ibu-ibu para pelaku RPL setempat. Kempat komponen SDM tersebut seyogyanya dapat berjalan bersama dan beriring untuk saling melengkapi, sehingga dapat menumbuhkan KRPL yang baik. Namun dalam kenyataannya di lapagan belum sinergi secara optimal. Kondisi ini akan berdampak terhadap “pemformen”/penampilan pelaksanaan KRPL. Banyak faktor yang menyebabkan belum sinerginya antara SDM yang satu dengan SDM yang lain. Berdasarkan data perkembangan KRPL di masing-masing Kabupaten/Kota, telah dapat diidentifikasi atau direkam kendala-kendala yang muncul terkait dengan SDM. Paling tidak ada empat kendala antara lain: waktunya tidak cukup karena mempunyai lahan yang luas selain di pekarangan, kekurangan tenaga kerja untuk memelihara 34
tanaman/ternak, motivasi menurun/jenuh, dan pengetahuan terbatas terhadap teknologi pertanian tertentu.
Untuk mengetahui lebih jauh dan detil dari masing-masing kendala
akan di uraikan sebagai beikut. Keterbatasan waktu yang dimiliki oleh para pelaku RPL tampaknya mempunyai potensi menghambat yang besar dalam menumbuh kembangkan RPL-RPL yang ada di tingkat pedesaan/perkotaan. Kendala ini sulit untuk di atasi karena waktu yang dimiliki pelaku RPL tercurah seluruhnya berlangsungnya kehidupan.
untuk keperluan di luar yang berhubungan dengan
Misalnya mempunyai pekerjaan tetap di perusahaan atau
jadi pegawai. Alasan yang paling mendasar adalah mencoba hal baru (RPL) yang di luar kebiasaan bukan perkerjaan mudah, karena nilai kepastian yang di dasarkan pada pengalaman tidak ada yang bisa menjamin. Dari pada menemui kegagalan lebih baik menekuni pekerjaan yang sudah lama memberikan hasil.
Potret pelaku RPL yang
demikian ini masih ada peluang untuk dicari jalan komprominya, misalnya pemilihan jenis tanaman yang tidak perlu pemeliharaan intensif. Kekurangan tenaga kerja untuk memelihara tanaman/ternak untuk para pelaku RPL merupakan kendala yang dapat dijumpai. Kondisi ini hampir sama dengan kendala sebelumnya, akan tetapi masih ada perbedaan yaitu pada minat untuk mau melaksanakan.
Langkah untuk menyikapi pelaku RPL yang demikian antara lain:
memberikan pemahaman secara baik mengenai pentingnya RPL, diberikan kesempatan untuk learning by proses, secepat mungkin menunjukkan nilai manfaatnya, dan pendampingan secara intensif.
Apabila upaya-upaya tersebut telah dilakukan,
selanjutnya dilakukan evaluasi mengenai keberlanjutan pelaksanaannya.
Tanpa
melakukan tahapan yang demikian akan sulit untuk menentukan sikap selanjutnya. Oleh karena itu sebelum menentukan lokasi dan para pelaku RPL harus diketahui syarat-syarat yang ideal untuk menumbuh kembangkan KRPL. Motivasi para pelaku KRPL
yang menurun merupakan salah satu kendala yang
sering di jumpai pada hampir semua lokasi penumbuhan RPL. Indikator yang paling mudah diketahui adalah kurang semangatnya dalam melakukan aktivitas yang terkait dengan RPL. Gejala ini muncul karena ada beberapa faktor yang memicu misalnya tidak sesuainya harapan dan hasil. Pada tahap awal menghendaki jenis tanaman tertentu akan tetapi yang diperoleh tanamannya berbeda. Belum diperoleh manfaat yang optimal baik dari aspek kecukupan kebutuhan rumah tangga dan materi ekonomi. Kemampuan yang terbatas untuk penguasaan teknologi maupun non teknologi. Kreativitas yang rendah para pelaku dan pendamping. Untuk mengatasi hal-hal tersebut di atas perlu di bangun
35
komunikasi yang intesif dan jelas antara para pelaku, local campion, petugas pendamping, dan stake holders terkait lainnya. Pengetahuan terbatas para pelaku RPL merupakan hal yang sangat wajar, karena program ini merupakan hal baru untuk para ibu-ibu rumah tangga. Pada tahap awal ibuibu tidak berpikir tentang cara bertanam yang baik untuk berbagai jenis tanaman pada saat ini harus memikirkan hal tersebut. Perubahan perilaku dari tidak mengetahui teknologi cara tanam ke harus mengetahui teknologi cara tanam inilah yang dimaksud dengan pengatehuan yang terbatas. Tanpa pengetahuan yang cukup mumpuni dari SDM setempat
akan dapat menghambat kelancaran program KRLP. Oleh karena itu perlu
dilakukan beberapa tahapan sosialisasi di tingkat lapangan.
Bentuk-bentuk sosialisasi
dapat dikemas berupa pertemuan di dalam rungan atau praktek langsung. c.
Kelembagaan Kendala kelembagaan yang dirasakan oleh para pelaku selama menjalankan
program KRPL adalah lemahnya pengelolaan kebun bibit desa (KBD). KBD merupakan bagian kunci dari program penumbuhan RPL-RPL di pedesaan maupun perkotaan. Oleh karena itu pada tahap awal program ini disosialisasikan, kelembagaan KDB harus di rencanakan secara baik keberadaannya. Kondisi yang terjadi saat ini secara umum di masing-masing lokasi KRPL keberadaan KBD di fasilitasi oleh Perangkat Desa setempat dengan memanfaatkan lahan Desa. Penyediaan fasiltas yang berupa lahan Desa untuk KBD masih belum cukup untuk memperlancar program KRPL tanpa di dukung struktur kelembagaan yang baik. Untuk mewujudkan KBD yang tangguh yaitu dapat melayani kebutuhan bibit tanaman yang diperlukan oleh seluruh para pelaku RPL, maka perlu susun/dibentuk pengelolanya. Kelembagaan pengelola KBD yang ideal perlu di tangani oleh para local campion misalnya ketua kelompok tani, ketua gapoktan, ketua kelompok wanita tani, atau yang lainnya. Penyerahan kepengurusan kelembagaan KBD ke para local campion didasarkan beberapa pertimbangan antara lain: mempunyai kemampuan menejemen kelompok, mempunyai kemampuan teknologi pertanian yang lebih di banding yang lain, dapat di percaya (amanah), dan mempunyai jiwa bisnis yang tinggi. Apabila hal-hal tersebut dapat dipenuhi oleh pengelola KBD peluang keberhasilan KRPL sangat tinggi. d. Akses Teknologi Kesiapan berbagai macam teknologi cara budidaya tanam di lokasi penumbuhan KRPL menjadi bagian utama dan merupakan skala prioritas. Karena tanpa didukung dengan teknologi yang memadai tingkat keberhasilannya sangat kecil. Selain tersedia, 36
teknologi juga harus mudah untuk diakses, diperoleh, didapatkan, dan dilaksanakan. Berdasarkan hasil identifikasi yang telah dilakukan di masing-masing lokasi penumbuhan KRPL kendala akses teknologi dapat di temukan adalah pelaku RPL belum menguasai tentang pemeliharaan itik. Akibat dari belum dikuasainya teknologi tersebut adalah mortalitas yang sangat tinggi. Belajar dari pengalaman yang ada, maka perlu dilakukan koordinasi yang intensif antara stake holders, petugas pendamping, dan pelaku RPL terkait dengan kebutuhan teknologi yang langsung diimplementasikan di lapangan.
e. Stake Holders Unsur penunjang berjalannya program KRPL di lapangan adalah keberadaan stake
holders mulai dari tingkat Provinsi, Kabupaten, Kecamatan, dan Desa. Para stake holders saling berkoordinasi dan bersinergi dalam menumbuh kembangkan RPL-RPL di masingmasing Kabupaten. Tugas pokok dan fungsi masing-masing sudah sangat jelas. Pada konteks ini dapat diketahui bahwa, pada tahap awal KRPL diinisiasi oleh BPTP Jawa Timur, kemudian pada tahap berikutnya pengembangannya diserahkan ke stake holders tingkat Provinsi (Dinas Pertanian dan Badan Ketahanan Pangan). Terlihat jelas pada tahun 2012 sebagian besar penyediaan prasarana dan sarana untuk penumbuhan KRPL di Jawa Timur di penuhi oleh institusi terkait tingkat Provinsi.
Stake holders tingkat Kabupaten membantu mengawal kelancaran pelaksanaan KRPL di lokasi yang telah ditentukan secara bersama-sama.
Selain mengawal, tidak
tertutup kemungkinan bahkan mungkin juga harus mengalokasikan pembiayaan yang masih belum terpenuhi oleh pembiayaan dari Provinsi. Saling melengkapi dan saling mengisi kekurangan di tingkat lapangan akan cepat diketahui apabila koordanasi dilakukan secara periodik dan berkelanjutan.
Agar akselerasinya lebih cepat maka
secara khusus biasanya institusi Kabupaten menugaskan secara intensif petugas lapangan (PPL) yang berada di wilayah penumbuhan KRPL. Pendampingan yang intesif oleh PPL di masing-masing lokasi KRPL merupakan keputusan yang tepat, karena pelaku RPL-RPL apabila ada kesulitan akan segera dicarikan solusinya. Pendampingan tidak hanya datang bertemu dengan para pelaku RPL, akan tetapi perlu menyusun rencana kegiatan secara terstruktur baik secara individu maupun kerja kelompok. Hal ini penting, karena dalam menumbuh kembangkan KRPL harus di dukung paling tidak 3 komponen pokok antara lain: pelaku RPL (ibu-ibu rumah tangga), pelaku inti/local campion) (pengelola KBD, tokoh masyarakat, perangkat desa), dan penunjang (petugas pendamping di lapangan dari kecamatan/kabupaten, dan institusi terkait dari Kabupaten maupun provinsi). Apabila ketiga komponen tersebut bergerak dalam satu 37
kesatuan langkah,
peluang keberhasilan pengembangan KRPL sangat tinggi. Kondisi
demikian akan terjadi sinergisme antar berbagai pihak, oleh karena itu terus menerus melakukan koordinasi secara berkelanjutan. Berdasarkan fakta di lapangan untuk memulai koordinasi antar stake holders ini bukan pekerjaan mudah, karena posisi dari masing-masing dari stake holders
secara
legal formal belum di kukuhkan secara baik/strukturnya belum jelas. Mengingat pentingnya suatu program itu dilaksanakan, maka harus dilengkapi dengan panduan juklak/juknisnya.
Tanpa dilengkapi dengan perangkat tersebut, sulit rasanya untuk
mensukseskan suatu program, karena dukungan dari stake holders nya kurang kuat. 4. TAKTIK DAN STRATEGI KEBERHASILAN KRPL Ketepatan, kelancaran, dan kesuksesan dalam melaksanakan suatu program yang melibatkan banyak pihak harus di dukung dengan perencanaan yang sangat baik. Selanjutnya harus dipikirkan bagaimana cara implementasinya yang mudah. a. Taktik Paling tidak ada beberapa taktik (implementasi jangka pendek) agar KRPL berhasil antara lain pendampingan oleh petugas bagi pelaku RPL secara intensif, dukungan sarana dan prasarana yang memadai, dan memilih pelaku RPL yang mempunyai semangat tinggi dan waktu cukup. Ketiga komponen tersebut harus berjalan beriring karena pada tahap awal biasanya para pelaku sangat tergantung dari komando dalam pelaksanaannya. Untuk itu perlu disinergiskan agar perjalanannya menjadi lancar. a.1. Pendampingan Intensif Target para pelaku RPL umumnya adalah ibu-ibu rumah tangga di pedesaan/ perkotaan yang fokus kegiatan sampingannya bukan bercocok tanam dan beternak. Sehingga kondisi tersebut yang harus dipahami secara baik apabila program ingin berjalan secara lancar dan sukses. Hal ini penting untuk di pahami karena terkait dengan merubah perilaku atau kebiasaan seseorang. Oleh karena itu pendampingan/pengawalan yang intesif oleh petugas menjadi kunci utama yang harus dikedepankan.
Tanpa
melakukan pendampingan intensif akan sulit untuk mengarahkan para pelaku RPL, karena aktivitas memanfaatkan lahan disekitar rumah dan pekarangan dengan bercocok tanam merupakan hal baru yang harus dikerjakan. Keterpaduan hubungan antara petugas dengan para pelaku RPL harus terjalin dengan baik dan harmonis. Petugas yang kreatif dan inovatif serta koordinatif dalam menjalankan pendampingan yang akan tampak secara nyata hasilnya. 38
a.2. Dukungan Sarana dan Prasarana Ketersediaan sarana dan prasarana yang tepat dan sesuai dengan kondisi di lapangan yang akan mempermudah pelaksanaan program. Misalnya sarana yang cocok untuk di tumbuh kembangkan di lokasi itu adalah ternak, maka harus di pilih jenis ternak memang benar-benar sesuai.
Setelah sarana sesuai harus ditunjang prasarana yang
memadai misalnya bentuk kandang atau cara mengandangkannya. Apabila sarana dan prasarana yang disediakan sudah cocok peluang keberhasilannya sangat tinggi.
Hal
sama juga bisa terjadi untuk tanaman. Tanpa memperhatikan keseuaian sarana dan prasarana yang tersedia, akan mempersulit tahapan pelaksanaannya. a.3. Memilih Pelaku RPL Memilih para pelaku RPL merupakan hal sangat krusial, karena kesalahan melakukan pemilihan akan dapat menghambat kelancaran suatu program. Pada tahap awal paling tidak ada tiga kriteria utama untuk memilih para pelaku RPL yakni ibu-ibu rumah
tangga
yang
benar-benar
memang
membutuhkan
kegiatan,
waktunya
“longgar”/cukup dan senang, mempunyai semangat untuk berubah. Apabila tiga kriteria tersebut dapat dipenuhi ada jaminan pelaksanaan program akan berjalan dengan lancar. b. Strategi Strategi/implementasi jangka panjang dalam menumbuh kembangkan KRPL paling tidak ada lima tahapan yaitu sosialisasi, PRA/RRA/KKP, pemilihan local campion, ketersediaan KBD, pendampingan secara periodik, dan dukungan stake holders serta pembiayaan. b.1. Sosialisasi Tahap awal yang sangat penting untuk mensukseskan suatu program adalah sosialisasi.
Pelaksanaan sosialisasi harus dilakukan secara terstruktur dan berjenjang
sesuai dengan tugas pokok dan fungsi dari masing-masing pelaku. Pada tahapan ini akan terjadi proses pemahaman suatu konsep/program yang akan di implementasikan. Apabila tahapan ini sudah dilakukan dengan baik dan benar, paling tidak para pelaku sudah mempunyai bekal keilmuan tentang program yang akan dilaksanakan. Sosialisasi secara terstruktur dan berjenjang (provinsi, kabupaten, kecamatan, desa, dan pelaku) biasanya tidak cukup dilakukan hanya sekali, karena hal ini terkait dengan pemahaman informasi yang bersifat baru. Proses pelaksanaannya bisa berubah/berbeda, sangat tergantung dari kondisi tempat atau lokasi.
Mengingat pentingnya tahapan ini,
maka para pelaku yang terlibat mulai dari pelaku penujang (para pemangku 39
kepentingan), pelaku inti (petugas lapang dan local campion), dan pelaku sasaran (target) harus mengikuti secara baik pada setiap sosialisasi. b.2. PRA/RRA/KKP Setiap program yang melibatkan kalayak banyak di masyarakat dengan berbagai latar belakang,
sebelum diimplementasikan harus didahului dengan kegiatan survei
pendasaran salah satunya adalah partisipatory rural apraesial (PRA)/pemahaman pedesaan secara partisipatif.
Maksud dan tujuan dari kegiatan tersebut adalah ingin
menggali informasi kebutuhan, potensi dan permasalahan yang ada di masyarakat. Setelah informasi tersebut tergali secara baik, langkah selanjutnya adalah menyusun skala prioritas kebutuhan, mengidentifikasi potensi SDM dan SDA yang ada di lokasi pelaksanaan, dan menyusun solusi untuk mengatasi permasalahan yang ada. Survei pendasaran ini sangat penting sekali dilakukan karena untuk menghindari terjadinya kesalahan dalam mengambil kebutusan. Keputusan diambil secara bersamasama melalui musyawarah dan mufakat antara pengambil kebijakan dengan pelaku di lapangan.
Tahapan ini sangat demokratis sekali karena hasil keputusan yang diambil
tepat/sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat.
Apabila tahapan ini sudah
dilaksanakan dengan baik dan benar maka ada dua keuntungan yang akan diperoleh yakni pelaku akan merasa nyaman dalam melaksanakan program karena sesuai kebutuhan dan pengambil keputusan/petugas akan mudah melakukan penyediaan sarana dan prasarana serta memudahkan melakukan supervisi. b.3. Pemilihan Local Campion
Local campion merupakan motor penggerak menggeliatnya suatu program secara langsung di lapangan. Peranannya sangat besar sekali untuk kelancaran program, karena secara sosiologis para local campion sudah menguasai medan dengan baik yang ada di wilayahnya. Para local campion umumnya berasal dari perangkat desa, ketua gapoktan, ketua kelompok tani, ketua kelompok tani wanita (KWT), dan ketua PKK. Untuk memilih/menentukan siapa yang di tunjuk sebagai koordinator dari para local
campion dapat dimulai pada saat dilakukan kegiatan PRA. Pada saat itu secara otomatis antar para local campion sudah melakukan pemilihan secara mandiri dengan menunjuk sebagai koordinator saat pemaparan hasil PRA. Hanya saja waktu itu bahasan belum mengarah ke pemilihan secara personal. Biasanya pemilihan ini tidak memerlukan waktu khusus karena penunjukkan sudah terjadi secara alamiah. Terpilihnya local campion akan memudahkan dalam koordinasi dari aspek perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. Oleh karena itu keberadaannya menjadi sangat 40
penting dan sentral dalam mengimplementasikan suatu program. Apabila komponen ini sudah tersedia dengan baik maka kelancaran, kesuksesan, dan keberlanjutan program KRPL akan terwujud. b.4. Ketersediaan KBD Program KRPL yang memanfaatkan lahan sekitar rumah dan pekarangan umumnya tanaman yang dipilih oleh para pelaku RPL adalah tanaman hortikultura yang berupa sayuran.
Komoditas sayuran sistem perbenihannya belum sebaik seperti komoditas
tanaman pangan terutama padi.
Ketersediaan benih/bibit berkualitas secara kontinyu
dan berkelanjutan merupakan salah satu faktor kunci yang harus disediakan dalam menumbuh kembangkan suatu program. Berdasarkan fakta di lapangan sangat tampak sekali bahwa
ketersediaan benih tanaman sayuran belum mapan, oleh karena itu
merupakan suatu keharusan untuk membuat kebun bibit desa (KBD) dalam menunjang kesuksesan KRPL. Untuk mewujudkan tumbuhnya KBD di lokasi KRPL tidak bisa diserahkan sepenuhnya ke para pelaku RPL atau para local campion, akan tetapi perlu dipikirkan secara komprehensif antar stake holders. Di beberapa lokasi KRPL telah tumbuh KBD. Namun demikian sistem perencanaan dan pelaksanaannya masih belum optimal. Untuk mewujudkan terbentuknya KBD yang baik harus dipenuhi beberapa komponen pendukungnya antara lain: lokasi/tempat harus ada dan strategis, harus ada rumah bibit, ketersediaan air yang cukup, ada pengelolanya, pengetahuan tentang perbenihan, kelembagaan yang kuat, dan dukungan pembiayaan pada tahap awal. Pengelola KBD selain mempunyai pengetahuan yang cukup tentang perbenihan harus mempunyai jiwa bisnis atau enterprenurship
yang tinggi, karena harus
memperhitungkan jumlah kebutuhan bibit, jenis bibit yang harus disediakan, dan faktor yang lain (mungkin pasar). Tanpa mempertimbangkan hal-hal tersebut keberlanjutannya akan sulit, karena akan terjadi ketidakseimbangan antara ketersediaan dan kebutuhan (suplay and demand). Apabila kondisi ini dapat diantispasi dengan baik dan benar oleh pengelola KBD,
maka peluang keberlanjutan KRPL akan semakin besar.
Dan pada
gilirannya pemenuhan akan sayur dan gizi dalam rumah tangga akan tercukupi, alih-alih pendapatan rumah tangga akan meningkat dan sejahtera. b.5. Pendampingan Secara Periodik Merubah perilaku/kebiasaan yang sudah terjadi bertahun-tahun dalam diri seseorang bukan pekerjaan ringan. Kondisi ini hampir terjadi dalam semua lini kehidupan. Berkaitan dengan program KRPL ini merubah perilaku pelaku RPL yaitu ibu-iu rumah 41
tangga tampaknya juga tidak jauh berbeda. Berdasarkan pengamatan sekilas di beberapa lokasi KRPL ada dua kondisi yang terjadi terhadap pelaku KRPL. Pertama, pelaku RPL tidak merasa asing dengan aktivitas tanam menanam sayuran di polybag. Kondisi ini dapat dihat langsung pada keragaan tanaman yang di tanam yaitu tumbuh dengan subur. Kedua, pelaku RPL merasa tidak percaya diri dalam melakukan aktivitas tanam menanam walaupun sudah dibekali ilmu dan teknologinya. Hal ini dapat dilihat pada saat melakukan aktivitas pemeliharaan misalnya menyiram.
Pelaku RPL yang sudah biasa melakukan
penyiraman tanaman dengan santai dan bisa menikmati aktivitas tersebut. Terjadi sebaliknya dengan pelaku yang tidak/jarang melakukan. Belajar dari dua kondisi tersebut di atas maka para pelaku RPL tidak bisa ditinggalkan begitu saja ketika terlihat pelaksanaannya sudah mulai berjalan. Usul yang dikemukakan dari para pelaku RPL adalah tetap dilakukan pendampingan oleh petugas walaupun tidak seintensif seperti pada tahap awal kegiatan dimulai. Oleh karena itu perlu dirumuskan beberapa kegiatan yang sifatnya rutin antara pelaku dan petugas. Sehingga setiap ada pertemuan atau supervisi misalnya, selalu ada hal baru yang harus dibahas. Disamping untuk mengikat adanya hubungan yang harmonis antara petugas dan pelaku RPL. Berdasarkan fakta yang sering kita ketahui dilapangan, pada saat suatu program diluncurkan dimasyarakat dan pada saat itu pula banyak pelaku yang telibat mulai dari tingkat pengambil keputusan sampai tingkat pelaksana, kondisi yang terjadi di lapangan di jamin pasti sangat memuaskan. Akan tetapi terjadi sebaliknya, pada saat suatu program berakhir pula aktivitas kegiatan yang telah dirintis. Kondisi seperti ini menjadi bahan koreksi untuk kita semua. Kenapa terjadi demikian. Paling tidak ada enam faktor yang mempengaruhi yakni program sifat nya top down, unsur bantuannya sangat tinggi, tingkat partisipasi masyarakat rendah, masyarakat belum merasa butuh, belum bisa merasakan manfaat dari program yang dilaksanakan, dan tidak adanya pendampingan dari petugas lapangan yang kontinyu. Sebagai langkah antisipasi agar suatu program dapat berkelanjutan adalah para pelaku kegiatan merasa membutuhkan
aktivitas yang dilaksanakan, dapat merasakan
nilai manfaat dari aktivitas yang dilakukan, dan pendampingan/supervisi secara periodik. Apabila ketiga hal tersebut dapat terlaksana dengan baik di tingkat lapangan tanpa disuruh pun pelaku akan melaksanakan aktivitasnya dengan sungguh-sungguh. Karena nilai manfaat yang akan diperoleh sudah jelas dapat dirasakan. Dan apabila terjadi permasalahan dengan aktivitas yang dilakukan ada kepastian untuk bertanya mencari
42
solusinya kepada petugas. Inilah pentingnya pendampingan secara periodik dan berkelanjutan. b.6. Dukungan Stake Holders dan Pembiayaan
Stake holders sebenarnya hanya merupakan inisiator suatu program. Munculnya didasarkan dari beberapa analisis suatu penomena yang ada di lapangan dan kondisi kekinian yang terjadi disekitar. Dari hasil analisis tersebut selanjutnya disusun suatu tindak lanjut untuk memvalidasinya. Oleh karena itu keterpaduan antar stake holders dan pembiayaannya harus sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya. Dukungan semacam ini akan tampak semakin nyata hasilnya di lapangan karena semua stake holders akan memerankan diri sesuai dengan tupoksinya. Hal ini menjadi sangat penting karena setiap permasalahan penyelesaiannya sangat spesifik dan unik. Karena hanya sebagai inisiator maka peran yang di emban forsi terbesarnya pada tahap awal kegiatan di luncurkan, kemudian secara bertahap dukungannya mulai dikurangi. Strategi ini untuk mengurangi tingkat ketergantungan antara inisiator dan pelaku. Di semua lokasi KRPL polanya hampir sama. Pada tahap awal program KRPL di luncurkan ke masyarakat peranan stake holder sangat dominan, terlihat dari beberapa intruksi terutama dalam penyediaan sarana dan prasarana. Sejalan dengan waktu dan target yang diperoleh ternyata masih ada yang perlu disempurnakan misalnya tidak sesuainya jenis permintaan dengan jenis barang yang diberikan. Tidak sebanding jumlah barang yang tersedia dengan jumlah para pelaku yang menerima. Akibatnya adalah ada yang mendapat dan ada yang tidak. Kemungkinan seperti tersebut pasti akan terjadi, oleh karena itu perlu beberapa strategi yang di bangun antara lain: pemilihan lokasi yang selektif dan efektif yang didasarkan pada tingkat keberhasilan, membuat komitmen dengan sistem bantuan yang ada misalnya bergulir, dan mendorong para pelaku RPL untuk menambah volume dan jenis tanaman yang ditanam. 5. PENUTUP Program KRPL di Jawa Timur pelaksanaannya sangat variatif dengan menyesuaikan kondisi agroekologi setempat.
Secara substansi yang didasarkan pada tujuan dan
manfaat sudah tercapai walaupun masih belum optimal. Kondisi kemarau panjang yang terjadi seperti sekarang ini tampaknya kurang kondusif untuk pertumbuhan tanaman di lokasi-lokasi KRPL yang secara umum di tanam di dalam polybag. Pada lokasi KRPL yang ketersediaan airnya cukup juga masih dapat merasakan dengan panjangnya musim
43
kemarau ini, terlihat harus melakukan penyiraman tanaman dengan frekunsi 1-2 hari sekali. Keterpaduan antar stake holders dalam mengawal pelaksanaan KRPL masih perlu ditingkatkan lagi yang didasarkan pada tupoksinya masing-masing agar program KRPL lancar dan sukses. Petugas lapangan pendamping KRLP yang merupakan motor penggerak harus kreatif, inovatif, dan komunikatif.
Para local campion yang juga
merupakan motor penggerak paling depan dalam memperlancar program KRPL masih perlu didukung eksistensinya. Menumbuhkan motivasi untuk mau menanam, memelihara, dan mengkonsumsi hasil kepada para pelaku RPL harus didengungkan secara terus menerus. Keberlanjutan program KRPL sangat tergantung dari: motivasi dari para pelaku RPL, nilai manfaat yang diperoleh, rasionalisasi volume dan jenis komoditas, ketersediaan sarana
perbenihan
yang
memadai,
pendampingan
pembiayaan, dan kemudahan akses pasar.
44
secara
periodik,
dukungan