September - Oktober 2016 Penerbit : Suster-suster Fransiskan St. Georgius Martir Pelindung Sr. M. Aquina FSGM
Pemimpin Redaksi Sr. M. Fransiska, FSGM Editor Sr. M. Gracia, FSGM
Cover & Layout Sr. M. Veronica, FSGM Sr. M. Fransiska, FSGM
Staf Redaksi Sr. M. Yoannita FSGM Sr. M. Klarina FSGM Sr. M. Laurentin FSGM Sr. M. Klaarensia FSGM Sr. M. Anselina FSGM
Alamat Redaksi Jl. Cendana No. 22 Pahoman BANDAR LAMPUNG Telp. 0721 - 252709 E-mail :
[email protected] No rekening : BNI Tanjungkarang Ac. 0176277619 An. Ambarum Agustini E. (Sr. M. Fransiska FSGM)
Torehan Redaksi — 2 Kata Bermakna — 3 Sajian Utama — 6 Spiritualitas - 13 Liputan - 16 Aktualia - 19 Refleksi THB - 21 Obituari - 33 Sekilas Info - 38 Renungan - 39 Peraturan Hidup ... - 40
TOREHAN REDAKSI
KATA BERMAKNA
Manusia Baru
M
enjelang tahun baru, biasanya kita sudah memiliki agenda untuk tahun yang akan datang. Rencana, target dan sesuatu yang ingin kita capai. Pada malam tahun baru kita mengadakan ibadat atau doa bersama sebagai ungkapan syukur atas segala peristiwa yang telah kita alami dan mohon rahmat serta berkat pada Tuhan untuk tahun mendatang. Kita juga mohon ampun atas segala kesalahan dan dosa yang telah kita lakukan. Bila melihat kembali dosa-dosa itu, ada rasa sesal dan ingin hidup baru. Kita merasa telah banyak menyakiti hati orang lain lewat perkataan dan perbuatan. Kita ingin lahir kembali. Apakah untuk lahir menjadi manusia baru kita harus menunggu tahun baru tiba? Kita tidak perlu menunggu momen tertentu untuk membarui hidup kita seperti ulang tahun atau tahun baru. Setiap hari kita boleh lahir kembali. Bagaimana kita dapat lahir kembali menjadi manusia baru?
Lihatlah, bagaimana kegembiraan memancar dari wajah seorang ibu setelah melahirkan anaknya. Bayi itu akan dipeluk dan diciumnya. Kesakitan saat mengeluarkan jabang bayi tak diingatnya sama sekali. Begitu pula sukacita surgawi melihat anaknya bertobat dan memulai hidup baru. Bukankah hati kita juga merasakan kebahagiaan mendalam ketika kita mengalami itu? Menjadi manusia baru berkat rahmat dan belaskasih Allah. *** Sr. M. Fransiska FSGM
Hidup baru bukanlah agama baru atau kebiasaan baru, tetapi cara berpikir baru yang sesuai dengan kehendak Tuhan. Firman Tuhan ada dalam Kitab Suci. Tuhan menghendaki agar kita mencintai Dia dengan segenap hati dan segenap jiwa. Tuhan juga menghendaki agar kita mencintai sesama kita seperti kita mencintai diri kita sendiri.
2
Duta Damai, Tahun ke-17, September - Oktober 2016
Mengolah Kebahagiaan SAYA mempersilakan Anda menyimak homili Sri Paus yang sangat bagus sebagai pegangan menjalani hidup, yang beliau sampaikan saat Kanonisasi Santa Bunda Teresa. Engkau mungkin memiliki kekurangan, merasa gelisah dan kadangkala hidup tak tenteram, namun jangan lupa hidupmu adalah sebuah proyek terbesar di dunia ini. Hanya engkau yang sanggup menjaga agar tidak merosot. Ada banyak orang membutuhkanmu, mengagumimu dan mencintaimu. Aku ingin mengingatkanmu bahwa menjadi bahagia bukan berarti memiliki langit tanpa badai, atau jalan tanpa musibah, atau bekerja tanpa merasa letih, ataupun hubungan tanpa kekecewaan. Menjadi bahagia adalah: mencari kekuatan utk memaafkan, mencari harapan dalam perjuangan, mencari rasa aman pada saat ketakutan, mencari kasih pada saat berselisih, mengakui bahwa hidup ini berharga, meskipun banyak tantangan, salah paham dan saat-saat krisis. Mengucap syukur setiap pagi atas mukjizat kehidupan.
Mencium anak-anak, merawat orang tua, menciptakan saat-saat indah bersama sahabat-sahabat, meskipun mereka pernah menyakiti kita. Membiarkan hidup anak yang bebas, bahagia dan sederhana yang ada dalam diri kita; memiliki kedewasaan untuk mengaku, “Saya salah”, memiliki keberanian untuk berkata, “Maafkan saya”... Memiliki kepekaan untuk mengutarakan, “Aku membutuhkan kamu” memiliki kemampuan untuk berkata, “Aku.... D e n g a n d e m i k i a n h i d u p mu menjadi sebuah taman yang penuh dengan kesempatan untuk menjadi bahagia Pada musim semi-mu, jadilah pecinta keriangan. Pada musim dingin-mu, jadilah seorang sahabat kebijaksanaan. Dan ketika engkau melakukan kesalahan, mulailah lagi dari awal. Dengan demikian engkau akan lebih bersemangat dalam menjalankan kehidupan. Jangan menyerah.... Jangan berhenti mengasihi orang-orang yang kaucintai.... Jangan menyerah untuk menjadi bahagia karena kehidupan adalah sebuah pertunjukan yang menakjubkan. Menjadi bahagia: Bukan hanya menyimpan senyum, tetapi juga mengolah kesedihan. Bukan hanya meng enang kejayaan, melainkan juga belajar dari kegagalan. Bukan hanya bergembira karena menerima tepuk-tangan meriah, tetapi juga bergembira meskipun tak ternama. Bukanlah sebuah takdir yang tak terelakkan, melainkan sebuah kemenangan bagi mereka yang mampu menyongsongnya dengan
Duta Damai, Tahun ke-17, September - Oktober 2016
Bersambung ke hal 12
3
SAJIAN UTAMA
DD/ M. Fransiska FSGM
Nyalakan Api Pengharapan Sr. M. Marianne FSGM Saat jalan terasa terjal dan berbatu, saat langkah goyah karena beban hidup, peganglah kuat pengharapan, karena ia akan menjadi tongkat penyangga yang memberi kekuatan baru. Saat malam gelap menyelimuti hidup dan tak tahu ke mana kaki harus melangkah, genggamlah pengharapan karena ia akan menjadi pelita yang menuntun pada cahaya baru. Selama matahari masih bersinar dan hari terus berganti, tetaplah berpegang pada pengharapan karena Tuhan akan membuat segala sesuatu indah pada waktunya. PENGHARAPAN seperti jiwa bagi badan kita sebab tanpa pengharapan kita akan ‘mati’. Setiap dari kita pasti pernah mengalami saat sulit , merasa dalam titik terendah hidup kita. Pengharapan membuat kita bisa bangkit lagi, bahkan bisa memberi harapan bagi orang lain. Saya telah merasakan indahnya berbagi harapan pada orang lain. Pagi itu saya pergi belanja sayuran untuk kebutuhan sehari-hari ke pasar Asia yang ada di Roma. Dalam perjalanan pulang, saat sedang menunggu di halte bis, saya
4
berjumpa dengan seorang perempuan. Dari jauh dia sudah tersenyum dan menyapa saya dengan bahasa Tagalog. Saya segera sadar pasti dia mengira saya orang Filipina. Sambil tersenyum saya bilang kalau saya orang Indonesia. Dia meminta maaf, lalu memperkenalkan diri, “Saya, Lina.” Dia bercerita bahwa sudah 20 tahun bekerja di Roma sebagai asisten rumah tangga. Dia tinggal bersama suaminya, sedangkan kedua anaknya sudah menikah dan tinggal di Filipina.
Duta Damai, Tahun ke-17, September - Oktober 2016
SAJIAN UTAMA Obrolan kami berlanjut sampai di bis karena ternyata kami naik bis yang sama. Awalnya dia hanya bercerita tentang pekerjaan dan cerita ringan lainnya. Sampai akhirnya dia bercerita tentang kesedihannya karena keluarganya di Filipina meninggal secara berturut-turut mulai dari ibu, kakak, dan terakhir keponakannya. Mereka semua meninggal karena penyakit. Ia merasa begitu berat karena tinggal jauh dari mereka. Tiba-tiba Lina menangis dan airmatanya berderai. Dia merasa Tuhan tidak adil. “Saya sering berdoa, ke gereja, dan berbuat amal, tetapi mengapa Tuhan memberi cobaan yang begitu berat. Saya sering bertanya, ‘Mengapa? Apa dosa saya?’” katanya dengan suara tersendat. Saya yang tidak menyangka kalau dia akan menangis di bis, mencoba menenangkannya dengan memegang kedua tangannya. Untung saat itu tidak banyak orang di dalam bis. Saya mencoba memahami apa yang sedang ia rasakan. Untuk beberapa saat saya biarkan dia menangis. Pelan-pelan saya mulai menguatkannya. “Ya, saya bisa memahami perasaan Ibu. Kehilangan orang yang kita cintai memang merupakan pengalaman yang sangat menyedihkan.Tapi Ibu tidak boleh kehilangan pengharapan. Ibu harus terus berdoa dan berharap pada Tuhan. Mungkin Tuhan punya rencana di balik semua ini.” Ternyata kata-kata saya itu membuat dia lebih tenang. “Ya, Suster, saya akan terus berharap. Mungkin Tuhan ingin saya berpasrah pada-Nya,” katanya sambil menghapus air matanya. Tidak terasa akhirnya kami sampai ke tujuan. Sebelum berpisah karena berbeda arah, saya merangkul Ibu Lina dan berjanji akan mendoakan dia. Dia sangat terharu dan sambil memegang tangan saya dia berucap, “Terimakasih,
Suster. Saya senang sekali bertemu Suster hari ini karena suster memberi saya kekuatan baru.” Saya merasa bahagia melihat Lina tersenyum kembali dan punya semangat baru. Pengalaman ini menyentuh hati saya begitu dalam. Saya memang tidak mengenal Lina, kami hanya bertemu di jalan, tetapi syering pengalaman hidupnya telah membuka hati saya bahwa di sekitar kita masih banyak orang yang hampir atau bahkan telah kehilangan harapan. Mungkin hal-hal kecil yang bisa kita lakukan akan membantu mereka menemukan kembali harapan dan mampu menatap masa depan. Ya, dalam hidup ini mungkin kita akan kehilangan banyak hal: orang-orang yang kita cintai, sahabat yang kita sayangi, kesehatan, pekerjaan, dll. Tetapi satu hal yang tidak boleh hilang dari diri kita yaitu PENGHARAPAN; pengharapan akan Allah. Karena hanya dengan pengharapan inilah kita akan terus mampu berjalan, berjuang dan menjadi lebih bahagia. Seperti kata pemazmur, “Hanya pada Allah saja hatiku tenang, sebab dari-Nyalah segala harapanku” (Mazmur 62:6). ***
Duta Damai, Tahun ke-17, September-Oktober 2016
5
SAJIAN UTAMA
Menjadi Manusia Baru pada Masa Kini RD Andreas Basuki W
KEHIDUPAN menjadi manusia baru mulai saat kita dipanggil oleh Allah menjadi umatNya. Nabi, rasul, setiap orang, siapa pun mengawali kehidupannya secara demikian. Dengan pang gilan itu, setiap orang mengalami tranformasi diri. Dia bukan yang dulu lagi. Allah mengubah hidupnya. Musa dipanggil dari sebagai mandor untuk menjadi pemimpin bangsa Israel keluar dari Mesir. Amos sebagai penggembala domba untuk menjadi pewarta pertobatan. Petrus dari penjala ikan direkrut untuk menjala manusia. Saulus dari rabi Yahudi dan penganiaya jemaat dipanggil Yesus menjadi Paulus, rasul-Nya. Ini sekedar menyebut beberapa contoh. Namun panggilan menjadi manusia baru bukanlah status yang statis. Sebab itu harus terus dihidupi sampai mati. Panggilan adalah suatu proses. Bukan sekali jadi. Masih terbuka akan berbagai kemungkinan, seperti penolakan, penyangkalan, dan pengkhianatan. Nuh pernah menolak pang gilan Allah untuk menobatkan penduduk kota Ninive. Petrus pernah menyangkal Yesus sampai tiga kali (Luk 2:61). Yudas mengkhianati-Nya. Bisa juga sebaliknya, beriman militan dan setia selamanya seperti Rasul Paulus. Petrus bukan saja menyangkal, namun juga pernah kembali ke kebiasaan lamanya sesudah kematian dan kebangkitan Yesus, yakni menjala ikan. Saat itu pula Yesus menjumpainya dan bertanya kepadanya, ‘Apakah engkau mengasihi Aku?’ sampai tiga kali. Petrus harus menegaskan sampai tiga kali pula bahwa ia mengasihi-Nya. 6
“Panggilan adalah suatu proses. Bukan sekali jadi. Masih terbuka akan berbagai kemungkinan, seperti penolakan, penyangkalan, dan pengkhianatan” Lalu Yesus mengingatkan tugas panggilannya,‘Gembalakanlah dombadomba-Ku’ (Yoh 21:15-17). Petrus menaati apa yang diperintahkan-Nya. Itulah bukti kasih Petrus kepada-Nya (bdk. Yoh 5:2). Kesadaran Jawaban pertama Petrus asbun (asal bunyi), tanpa kesadaran. Cuma di bibir. Jawaban kedua dari pikiran. Jawaban ketiga, mendalam, sudah dari perasaannya. Pertanyaan yang ketiga pasti dirasa menghujam lubuk- hatinya. Jika tidak, takkan membuatnya bersedih. Namun justru kesedihan itulah yang menyembuhkan luka batinnya. Penyangkalan tiga-kalinya telah dipulihkan dengan jawaban tiga kali pernyataan mengasihi-Nya. Impas sudah! Kesedihan dan bahkan tangis tanda kesehatan jiwa. Sehat jika ada buahnya, yakni penyesalan. Kesadaran akan kesalahan, kekeliruan, kekhilafan, kelengahan, dan kekurangan, tanda pertobatan. Pada saat itulah orang mengalami rahmat. Ia dapat melihat kebenaran, kecerobohannya, dan
Duta Damai, Tahun ke-17, September - Oktober 2016
SAJIAN UTAMA insaf. Namun jika tanpa buah, bisa menjadi pura-pura. Air matanya tak menjadi mata air hidup (Roh Kudus), tapi air mata buaya. Tingkatan kasih Petr us mesti mencapai tingkatan yang paling dalam. Petrus berkata: Aku mengasihi Engkau. Tapi I love you ada beragam jenis: I love you, because I need you. I love you, because I trust you. Atau I love you, because you are my life. Karena aku membutuhkanmu (egois), karena mempercayaimu (hanya beriman), atau karena Engkaulah hidupku. Yang terakhir inilah yang dengan jelas dialami oleh Rasul Paulus. Ia dengan tegas menyatakan bahwa bukan ia sendiri yang hidup, melainkan Yesus yang hidup di dalam dia (bdk. Gal 2:20). Manusia Baru Manusia baru nyata dikatakan dalam Surat Paulus kepada umat di Roma, “Karena kita tahu, bahwa manusia lama kita telah turut disalibkan, supaya tubuh dosa kita hilang kuasanya, agar jangan kita menghambakan diri lagi kepada dosa. Sebab siapa yang telah mati, ia telah bebas dari dosa. Jadi, jika kita telah mati dengan Kristus, kita percaya, bahwa kita akan hidup juga dengan Dia. Karena kita tahu, bahwa Kristus, sesudah bangkit dari antara orang mati, tidak mati lagi: maut tak berkuasa lagi atas Dia. Sebab kematian-Nya adalah kematian tetap terhadap dosa, satu kali untuk selama-lamanya, dan kehidupan-Nya adalah kehidupan bagi Allah. Demikianlah hendaknya kamu memandangnya: bahwa kamu telah mati bagi dosa, tetapi kamu hidup bagi Allah dalam Kristus Yesus” (Rom 6:6-11). Apakah dengan itu berarti bahwa sebagai manusia baru tak dapat berdosa lagi? Sama sekali bukan itu maksudnya. Tak ada yang imun terhadap dosa sekalipun
kita manusia beriman. Kita masih berdosa terus. Tapi kita tak menghamba pada dosa. Bukan budak dosa. Kita orang berdosa, namun bukan pendosa. Kita mungkin masih berbuat jahat, namun bukan penjahat. Karena kita tak menghamba pada dosa, melainkan kepada Allah. Menghamba artinya takluk, tunduk, taat kepada si tuan. Tuan kita Tuhan, bukan setan. Kita terus berdoa karena kita menyadari diri sebagai orang berdosa. Perjuangan kita menentang dosa lewat doa telah diajarkan oleh Yesus sendiri dalam doa Bapa Kami, “Dan janganlah masukkan kami ke dalam percobaan, tetapi bebaskanlah kami dari yang jahat” (bdk. Mat 6:13). Tentu doa saja tak cukup. Mesti doa dan karya (ora et labora). Ciri Manusia Baru Ciri-ciri manusia baru, menurut Rasul Paulus: 1. Mengenal Allah (Ef 4:17), lalu menyayangi-Nya, maka tak hidup dalam kesia-siaan. Jika tanpa kasih, maka hidup kita tanpa faedah (If you have no love, you are no use, bdk. 1 Kor 13:3). 2. Bersekutu dengan Allah. Bukan hidup liar atau dalam kegelapan, kedegilan hati, ketumpulan perasaan, berserah pada hawa nafsu, dan melakukan segala kecemaran. 3. Terus hidup dengan mengadakan pembaruan roh dan pikiran. 4. Menuruti kehendak Allah dalam kebenaran dan kekudusan. 5. Perkataannya benar, bukan dusta. 6. Amarahnya mudah padam (sebelum matahari terbenam). 7. Pekerja keras dan rela berbagi. 8. Perkataannya baik, membangun, dan mendatangkan rahmat. 9. Bukan penduka, melainkan penyuka Roh Kudus Allah. 10. Tak menyimpan kepahitan, kegeraman, kemarahan, pertikaian, dan fitnah. 11. Ramah, penuh kasih, dan pengampun (lih. Ef 4:17-32).
Duta Damai, Tahun ke-17, September-Oktober 2016
7
SAJIAN UTAMA
SAJIAN UTAMA
“Kesedihan dan bahkan tangis tanda kesehatan jiwa. Sehat jika ada buahnya, yakni penyesalan. Kesadaran akan kesalahan, kekeliruan, kekhilafan, kelengahan, dan kekurangan, tanda pertobatan.” Konteks Indonesia Manusia bar u bukan hamba teknologi telekomunikasi dengan pemakaian yang tak bijak, juga bukan hamba harta, karier, pangkat, kedudukan, ilmu, ketenaran dan sebagainya. Ia bukan sebagai hedonis, egois, individualis, materialis, sekularis, sadistis, ateis, munafik, pornois, skeptis, ateis dan apa pun sifat dan keyakinan yang diunggulkan hingga Tuhan direndahkan atau bahkan ditiadakan. Ia menerima bentuk bangsa dan negara ini final sebagai NKRI, berdasarkan Pancasila, berbendera Merah Putih, bersemboyan Bhineka Tunggal Ika, berlagu Indonesia Raya, berundang-undang UUD 1945, berbangsa satu, bertanah air satu, dan berbahasa kesatuan bahasa Indonesia. Dalam konteks Indonesia dia adalah yang menghargai kenyataan pluralitas suku, agama, ras, golongan, dan aneka budaya. Manusia yang kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa, sesama, dan alam ciptaan. Dia tidak menjadi manusia destruktif (perusak), melainkan konstruktif (pembangun), penyelesai masalah dan bukan pembuat masalah, tidak anarkis melainkan pembuat ketentraman, ketertiban, keamanan, dan kenyamanan. Dia antikorupsi, narkoba, dan seks bebas. Dia berjanji dengan bukti, pernyataan dengan kenyataan, dan yang tak
8
hanya ngomel namun juga ngamal, yang berhati nurani sehat dan berasa kemanusiaan tinggi. Hidup manusia baru berfokus pada Allah, maka masalah akan kalah. Bukan fokus pada masalah, dan manusia yang kalah, karena mengandalkan kekuatan manusiawi saja. Manusia baru tak berbelit-belit untuk terlibat dalam kebaikan, bukan pengganggu namun pembantu kemajuan, ya dalam hidup menggereja dan memasyarakat. Ia mampu memberi inspirasi dan pencerahan bagi masa depan, dalam mewujudkan Kerajaan Allah (dalam bahasa iman) atau masyarakat adil makmur sejahtera lahir batin (dalam bahasa Preambule UUD 45). Jika demikian, Roh Kuduslah yang berkarya dan pelaku sebenarnya pembaruan dalam diri setiap insan. Karena Roh Kuduslah bidan kelahiran bagi manusia baru itu. Pertanyaan refleksi: Sejauh manakah kita sebagai orang yang telah dipanggil oleh Allah untuk menjadi pelayan-Nya secara khusus telah menjadi manusia baru kini dan di negeri ini? ***
Duta Damai, Tahun ke-17, September - Oktober 2016
DD/ M. Fransiska FSGM
“Manusia baru: menerima bentuk bangsa dan negara ini final sebagai NKRI, berdasarkan Pancasila, berbendera Merah Putih, bersemboyan Bhineka Tunggal Ika, berlagu Indonesia Raya, berundangundang UUD 1945, berbangsa satu, bertanah air satu, dan berbahasa kesatuan bahasa Indonesia“
Duta Damai, Tahun ke-17, September-Oktober 2016
9
SAJIAN UTAMA
bicara pengharapan sudah tidak update lagi. “Berharap” terkadang hanya sebagai slogan pelengkap sebuah pernyataan yang tanpa makna. Masihkah harapan mampu membangun impian untuk mengakhiri perang sehingga perang itu hanya khayalan belaka? Masihkah masyarakat biasa berharap bisa hidup makmur sementara ide kemakmuran hanya sekedar tipu muslihat politik? Mampukah harapan menjawab begitu banyak pertanyaan yang muncul di kalangan orang-orang yang menjadi korban ketidakadilan? Apakah harapan dapat memecahkan permasalahan yang dihadapi oleh sekian banyak orang kecil, miskin, lemah dan terlantar? Kiranya pertanyaanpertanyaan ini hanyalah sebagian kecil dari beribu-ribu pertanyaan yang masih menggema di dalam lubuk hati manusia zaman ini.
M. Fransiska FSGM Internet
Non PHP Sr. M. Anselina FSGM Ketika saya membaca tema bulan ini, yang dikirimkan melalui pesan pendek, “Menebar Harapan”, istilah “PHP” langsung muncul dipikiran saya. “PHP”, merupakan singkatan dari “Pemberi Harapan Palsu”. Kiranya kata PHP ini adalah kata yang sudah biasa diperdengarkan di dunia kaum muda dan biasanya cocok diungkapkan kepada orang yang sering melupakan atau sengaja tidak menepati janjinya. Tetapi lebih dari itu, situasi zaman bahkan perkembangan teknologi yang menawarkan banyak kecanggihan kerapkali juga menjadi “PHP” bagi banyak orang. KITA tidak dapat menutup mata terhadap apa yang terjadi di dunia kita saat ini. Terkadang sulit untuk mengerti dan bahkan sekedar mengikuti semua berita yang beredar di masyarakat sekitar kita. Ada begitu banyak pandangan terlontar, dan begitu banyak 10
SAJIAN UTAMA
emosi yang terlibat. Rangkaian peristiwa terkadang sangat mengerikan, menunjukkan sebuah kenyataan yang tidak bisa disangkal dan setiap manusia bisa saja mengalaminya. Beberapa peristiwa cenderung membuat kita putus asa. Tampaknya,
Duta Damai, Tahun ke-17, September - Oktober 2016
Seruan Apostolik Evangelii Gaudium Bapa Suci Fransiskus dalam seruan apostolik Evangelii Gaudium mengakui bahaya besar akan situasi dunia saat ini. Kemanusiaan sedang mengalami titik balik dalam sejarah. Kita dapat memuji langkahlangkah yang dibuat untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di berbagai bidang. Pada saat yang sama, kita juga harus ingat bahwa kebanyakan orang zaman ini menapaki hidup yang amat berat. Kegembiraan hidup seolah memudar, dan kurangnya rasa hormat kepada sesama manusia, bahkan orang harus hidup hanya dalam sekelumit martabat. Dengan melihat realitas kehidupan, bagaimana orang-orang yang telah menerima pembaptisan mengungkapkan iman dan harapannya kepada dunia? Paus Fransiskus mengajak umat beriman untuk menunjukkan iman dan harapan secara bebas dan tulus. Betapa penting budaya yang ditandai oleh
iman dan harapan. Kebijaksanaan khusus tak dapat diabaikan dan harus dihargai dengan penuh syukur. Orang beriman dituntut untuk menunjukkan kepada dunia bahwa penyelesaian masalah yang kita hadapi tidak pernah ditemukan dengan melarikan diri dari hubungan pribadi dengan Allah. Berharap dan berkomitmen dengan Allah sekaligus melibatkan diri untuk menolong sesama manusia menjadi karakter unggul orang beriman dewasa ini. Kita semua dipang gil untuk memberikan kesaksian secara nyata tentang kasih Allah yang penuh kerahiman. Kerahiman Allah yang menyelamatkan. Sekalipun kita bukan manusia sempurna, tapi kerahiman Allah menarik kita untuk mendekat, dan menerima kekuatan serta memberi makna pada setiap peristiwa hidup yang kita hadapi. Hidup dengan harapan tidaklah sama dengan hidup tanpa Dia, dan kesadaran akan hidup bersama Allah akan memberi harapan yang disampaikan kepada sesama. Jadilah jawaban, jangan hanya ucapan. Kenyataan hidup yang sulit dimengerti dan ketidakberdayaan untuk melawan kedagingan, bukan alasan kita untuk tidak berharap pada belaskasih Allah. Harapan yang bersandar pada Allah akan merasuk dan meresap ke tengah-tengah dunia yang hambar, yang kehilangan semangat untuk hidup dan berkembang, mendewakan uang, kurangnya rasa berbagi, memperalat orang kecil dan lemah, dan bahkan kehilangan rasa belaskasih. Hidup dengan keutamaankeutamaan Kristiani menjadi jawaban atas maraknya masalah-masalah kehidupan zaman ini.
Duta Damai, Tahun ke-17, September-Oktober 2016
11
SPIRITUALITAS
SAJIAN UTAMA
Semakin Coklat
Jadilah terang jangan di tempat yang terang, jadilah terang di tempat yang gelap. Jadilah jawaban jangan hanya kau diam, jadilah jawaban di luar rumahmu Jadilah garam, jangan di tengah lautan, jadilah harapan jangan hanya berharap Jadilah jawaban, jangan hanya ucapan, jadilah jawaban, jangan tambahkan beban Kedamaian yang kita inginkan hanya ada bila hati kita bersama. (Gleen Fredly)
Sambungan “Mengolah Kebahagiaan” menjadi diri sendiri. Berhenti memandang diri sebagai korban dari berbagai masalah, melainkan menjadi pelaku dalam sejarah itu sendiri. Bukan hanya menyeberangi padang gurun yang berada di luar diri kita, tapi lebih daripada itu, mampu mencari mata-air dalam kekeringan batin kita. Bukan merasa takut atas perasaan kita, melainkan bagaimana membawa diri kita untuk menanggung dengan berani ketika diri kita ditolak. Untuk memiliki rasa mantap ketika dikritik, meskipun kritik itu tidak adil. Bukan berarti memiliki kehidupan yang sempurna, melainkan menggunakan airmata untuk menyirami toleransi, menggunakan kehilangan untuk lebih memantapkan kesabaran, kegagalan untuk
12
mengukir ketenangan hati, penderitaan untuk dijadikan landasan kenikmatan, kesulitan untuk membuka jendela kecerdasan. Dan engkau adalah seorang manusia yang luarbiasa!” Paus Fransiskus: JESUS LOVE YOU Itu saja, maka seluruh hidup kita ada dalam kuasa penyelenggaraan-Nya. Dari hati terdalam saya menyampaikan salam hangat. Setelah melintasi Tahun Kerahiman, saya mengajak kita untuk merahimi diri sendiri dengan meletakkannya dalam telapak tangan Tuhan. Tuhan memberkati kita. ^^^ Sr. M. Aquina FSGM
Duta Damai, Tahun ke-17, September - Oktober 2016
PADA akhir Juli 2016 Kemenristekdikti memanggil ratusan orang untuk menjalani tes rekam jejak dan wawancana berkenaan dengan proses recruitmen anggota Majelis dan Dewan Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi. Salah satu pertanyaan yang dilontarkan oleh pewawancara adalah manakah problem utama pendidikan di Indonesia. Rumusan lainnya, apa akar persoalan pendidikan kita? Salah seorang peserta tes tersebut menyatakan, bahwa persoalan utama pendidikan di Indonesia terletak pada tingkat pendidikan dasar dan menengah. Selain merujuk pada “locus” (di mana posisi persoalan itu), juga diperlihatkan filosofi berikut kebijakan pendidikan di negeri ini yang carut-marut. Papua
Indonesia itu bukan Jakarta dan Jawa. Sering kali kondisi dan kualitas pendidikan di kedua tempat itu (Jakarta dan Jawa) dijadikan rujukan untuk mengatakan tentang “Indonesia”, meskipun dalam kenyataannya ada banyak tempat lain yang memperlihatkan kondisi dan kualitasnya jauh lebih baik daripada Jakarta dan Jawa. Demikian juga sebaliknya! Artinya, kondisi pendidikan di Jakarta dan Jawa tidak selalu memperlihatkan kualitas jempolan. Buku bagus Education in Indonesia (Daniel Suryadarma – Gavin W. Jones, eds. (2013). Singapore: ISEAS menyingkapkan hasil riset tentang kondisi dan kualitas baik pendidikan dasar dan menengah maupun pendidikan tinggi di Indonesia. Salah satu objek kajian yang mencolok mata sekaligus
sangat memrihatinkan terjadi di Papua. Masih segar dalam ingatan banyak orang Indonesia, bagaimana pemerintah Orde Lama mengambil kebijakan untuk mengolah Papua dengan mendatangkan para guru di Pulau Cenderawasih itu. Mereka didatangkan terutama dari Jawa, yang memiliki banyak guru yang bersedia menunaikan kebijakan politik pendidikan tersebut. Guru SD dan SMP diutus ke Papua untuk membantu Papua mengejar ketertinggalan anak-anak usia sekolah. Pelbagai kemudahan dan insentif diberikan untuk menyemangati para guru, yang rela di tempatkan di pelbagai tempat di antara penduduk Papua. Tentu saja, tradisi dan mentalitas penduduk Papua umumnya (sangat) berbeda, dengan apa yang dimiliki para guru. Kiranya jelas pula, baik guru mau pun murid dan masyarakat setempat, terbuka untuk saling belajar tentang “ilmu dan kehidupan”. Namun pada sekitar peristiwa plebisit (referendum), yang juga disebut act of free choice yang dipahami sebagai penentuan pendapat rakyat (Pepera) suasana berubah drastis. Para guru memutuskan untuk kembali ke tempat asalnya. Bersamaan dengan itu, ada yang membawa serta aneka barang yang diperuntukkan bagi Papua. Hal yang masih sangat jelas sampai beberapa waktu terakhir ini adalah minimnya kebijakan dan usaha konkret untuk memperbaiki kualitas pendidik, terutama dalam hal mengurangi tingginya absen si para guru di lingkungan persekolahan. Barang tentu, para guru merupakan factor terpenting dalam usaha mengatrol kualitas
Duta Damai, Tahun ke-17, September-Oktober 2016
13
SPIRITUALITAS pendidikan, mengingat seluruh pengetahuan dan keterampilan para guru berpengaruh sangat kuat, (bahkan menentukan)terhadap para siswa yang tengah belajar. Tingginya angka absensi guru, kiranya disebabkan oleh kenyataan bahwa profesi guru dianggap tidak menjanjikan secara ekonomis, gaji rendah. Selain itu, ada faktor lain, seperti sistim rekruitmen yang jelek, isi pendidikan “guru” tidak mencerminkan adanya inovasi pemikiran yang standar, penguasaan metodik-didaktik yang rendah, sistim sertifikasi tidak serta merta meningkatkan kualitas pendidikan, kemampuan guru di bidang matematika, fisika dan pengetahuan umum – subjek ini dipandang sebagai kunci terbaik untuk menata ekonomi modern – tidak membanggakan. Sementara itu, keterampilan para guru menggunakan media on-line tidak membanggakan. Perbaikan dalam semua bidang ini dirasakan perlu. Sebab Indonesia tengah menekankan filosofi ekonomi kokohkuat berdasar teknologi global. Janganjangan tengah beredar praksis salah kaprah, yang menasihati: kuasailah teknologi. Padahal yang lebih penting daripada penguasaan teknologi adalah penguasaan informasi. Baru
Persoalan demi persoalan yang terus bermunculan juga mendorong munculnya kreativitas. Menciptakan sesuatu yang baru, meninggalkan pola lama, yang selama ini dipegang teguh, merupakan keniscayaan. Orang yang tidak siap ber ubah dan diperbarui akan layu, banyakmengalami “stres”, khawatir, dan akhirnya terasing atau terpinggirkan dalam pusaran dinamis masyarakat ini. Jadi, tak ada pilihan lain, kecuali berubah!
14
Kondisi masyarakat yang memrihatinkan atau yang membanggakan, baik di bidang kultural (mentalitas dan cara hidup), maupun di bidang lainnya (politik, ekonomi, sosial), bisa memicu setiap anggota masyarakat warga untuk membarui diri. Tetapi pembaruan itu sangat dipengaruhi oleh daya internal, karakter, modalitas pribadi. Dengan hal itu, hendak dinyatakan bahwa daya pembaruan itu mengakomodasi dan mengelola sumber dari luar dan dari dalam. Pembaruan seperti ini yang dibahasakan sebagai pertobatan. Tetap valid, mempercayai adanya dua pendekatan terhadap hidup yang dibarui. Pendekatan itu ditengarai bercorak eksternal-internal, atas-bawah, transenden-imanen. Jika para tokoh hidup religius menampilkan pertobatannya sebagai karya dari dimensi eksternal, atas, dan transenden, hal ini pasti tidak menisbikan dimensi internal, bawah, imanen. Ambil saja contoh berikut ini. Kondisi pendidikan yang karut marut dan terancam terbenam tanpa arah hanya bisa diselamatkan dari luar (dimensieksternal), tentu tanpa menyingkirkan peran tak tergantikan dari dalam (dimensi internal). “Ilmu kehidupan” ini mengajarkan sesuatu yang benar: Pengaruh dan kekuatan dari luar sangat besar perannya untuk mengubah unsur-unsurdalam. Maka dari itu, kita pun memungut kearifan ini: manusia mencoba menjadi cerdas dan terampil demi menyikapi kekuatan besar dari luar. Sikap cerdas dan terampil itu dapat berupa kemampuan untuk beradaptasi. Sebab bukan sesuatu yang (paling) kuat yang bakal menang, melainkan sesuatu yang mampu beradaptasi dalam kondisi yang menuntutnya. Inilah ciri matriks internal
Duta Damai, Tahun ke-17, September - Oktober 2016
SPIRITUALITAS
DD/ M. Fransiska FSGM
“Jangan-jangan tengah beredar praksis salah kaprah, yang menasihati: kuasailah teknologi. Padahal yang lebih penting daripada penguasaan teknologi adalah penguasaan informasi.”
kita, maka pilihan pembaruan dan perbaikan kita hanya ini: Semakin Menjadi Fransiskan. Semakin coklat, gitu loh! ^^^ A. Eddy Kristiyanto OFM
yang tahu mengenali, menyaring, menyiasati, dan menyikapi kekuatan eksternal. Kita pun mengenali diri kita sendiri, yang tidak semua dan selamanya positif. Kendati demikian perbaikan, pembaruan, pertobatan itu suatu pilihan keberpihakan. Pilihan dalam konteks kehidupan ini tidak berbagi ruang pada abu-abu, yakni percampuran “ya” dan “tidak”. Katakanlah begini. Mengingat kita ini Fransiskan dengan seluruh ke-ada-an
Duta Damai, Tahun ke-17, September-Oktober 2016
15
LIPUTAN
Senang Tapi Takut ^Sr. M. Fransiska FSGM^
TUHAN telah mengirim 9 pemudi untuk bergabung dalam Kongregasi FSGM. “Ini rahmat Allah yang luar biasa, bukti bahwa Allah senantiasa menyer tai perjalanan FSGM,” ujar Sr. M. Aquina dalam acara penerimaan aspiran memasuki masa postulan, di aula Novisiat St. Maria Pringsewu, Kamis, 9 September 2016. Sembilan pemudi itu adalah: Angela Marice dari Atambua (17), Agata Stefania dari Atambua (18), Novita Kristina dari Atambua (19), Yohana Anista dari Metro (19), Maria M Kolo dari Atambua (18), Katarina Penita Sari dari Margalestari (18), Maria Betty S dari Perawang (20), Margaretha Nopitaria dari Banjarejo (19), dan Marisi Tresia Situmorang dari Wonogiri (17). Sore itu para suster dari komunitas terdekat datang untuk menyambut kedatangan mereka. Para suster berbaris dari ruang tamu propinsialat sampai kapel adorasi. Usai ibadat penerimaan postulan acara dilanjutkan di aula novisiat. Sembilan pemudi itu berganti pakaian dengan mengenakan baju postulan berwarna putih, pertanda mereka memulai hidup baru. Selain para suster, acara ini dihadiri oleh Rm. Andreas
16
Maria Siswinarko SCJ, orangtua dan keluarga mereka. Katarina R. Sari menyatakan senang karena hari itu ia memulai ke jenjang yang lebih tinggi lagi. Tetapi ada rasa takut, apakah ia bisa hidup bersama dengan teman-teman karena ia merasa tidak sabaran, dan egois. Ia ingin bergabung dalam Kongregasi FSGM karena melihat sosok suster setiap liburan keluarga, ramah dengan masyarakat dan dekat dengan anak-anak. Senada yang dikatakan dengan Maria Marcedis (18) selain senang karena telah melewati satu tahap dan akan masuk ke tahap berikut, ada rasa takut menghadapi tantangan. “Takut sakit, kalau kecapekan, dan tidak ada teman yang memperhatikan,” tuturnya polos.^^^
Para aspiran mengenakan pakaian baru
Duta Damai, Tahun ke-17, September - Oktober 2016
DD/ M. Fransiska FSGM
RR La Verna Menyongsong 25 Tahun ^ Sr. M. Fransiska FSGM ^
Tahun 2017, La Verna, Rumah Retret Pertama di Keuskupan Tanjungkarang, akan berusia 25 tahun. Sebagai rasa syukur Tim La Verna mengundang komunitaskomunitas terdekat dan umat Padangbulan untuk bersyukur bersama dalam Perayaan Ekaristi yang dipimpin Rm. Andreas Maria Siswinarko SCJ, di Gedung Serba Guna La Verna, Selasa, 27 Agustus 2016 DALAM homilinya, Rm.Arko, sapaan akrabnya, mengatakan, Tuhan tidak akan pernah meninggalkan Rumah Retret. Tim La Verna selalu diberi ilham-ilham baru dalam mengemas aneka materi sesuai kelompok dan perkembangan zaman. “Kami ingin memberikan yang terbaik dan membantu peserta menemukan Tuhan. Jangan ditanya hasilnya, seminggu atau sebulan setelah dari La Verna, kok hidupnya kembali seperti dulu lagi. Biarlah Tuhan sendiri yang bekerja sesuai kehendak-Nya,” tutur Rm. Arko.
Ia juga mengucapkan terimakasih kepada siapa saja yang sudah datang ke La Verna karena tanpa tamu, La Verna tidak berarti apa-apa. Selain itu, Rm. Arko memaparkan kegiatan-kegiatan yang akan digelar selama satu tahun ke depan seperti: seminar keluarga, lomba karya video dan lagu La Verna, pertemuan orang muda, bazar, dll. Selama 25 tahun RR La Verna bertumbuh dan terus berkembang berkat perjumpaan semua orang yang belajar dan
Duta Damai, Tahun ke-17, September-Oktober 2016
17
LIPUTAN
AKTUALIA
Membuat Taman Yang Indah
DD/ M. Fransiska FSGM 25 Tahun RR La Verna dibuka dengan Perayaan Ekaristi
menimba rohani di tempat ini. Bangunannya pun terus diperluas dan diperindah. Juga tim La Verna senantiasa belajar, membenahi dan membarui diri agar tidak ketinggalan zaman dengan mengajak kerjasama dengan Kongregasi SCJ. Sr. M. Aquina dalam sambutannya mengatakan, perjalanan rumah gladi rohani ini masih panjang, maka doa dan rasa syukur harus senantiasa dipanjatkan agar Tuhan memberi rahmat dan berkat-Nya. “Mari kita semua mendukung dan melibatkan diri dalam rangkaian kegiatan 25 tahun ini,” harapnya. Usai Misa Kudus acara dilanjutkan dengan perarakan oleh semua yang hadir menuju hall. Lampu-lampu dimatikan. Masih dalam suasana gelap, Sr. M. Aquina memotong pita di depan hall diiringi bunyi sirene dan mercon! ***
SELASA, 4 Oktober 2016 menjadi momen perdana kebersamaan yang diselenggarakan oleh Keluarga Fransiskan Lampung (KEFRALA) dalam rangka merayakan Hari Raya Santo Fransiskus. KEFRALA adalah sebuah wadah para Fransiskan Sekeuskupan Lampung. Acara ini diselenggarakan di aula SMA Fransiskus Bandar Lampung, dihadiri sekitar 300 orang yakni: Para Saudara OFM, OFM Conventual, FSGM, dan Ordo Fransiskan Sekular (OFS) dari seluruh wilayah Lampung. Acara dimulai dengan seminar bertema: “Keluarga Komunitas Kerahiman”. Sebagai pembicara: Pastor Bonivantura Yulius Lelo OFM.
P. Bovan, panggilan akrabnya, menekankan pentingnya tanggungjawab sebuah keluarga untuk menunjukkan wajah Allah yang penuh kerahiman sehingga tidak ada yang “lompat pagar”. Ia juga menegaskan,”Sebelum menuju keluarga-keluarga, kita para Fransiskan memiliki komunitas-komunitas yang menjadi cer minan jug a hidup berkeluarga dalam umat”. Pada tahun kerahiman ini, yang bertepatan juga dengan peringatan 800 tahun pemberian indulgensi Portiuncula, Fransiskus mengundang kita untuk memperhatikan saudara-saudara sebagaimana seorang ibu mencintai anak-anaknya. Baik diingat
KEFRALA merayakan Pesta St. Fransiskus di aula SMA Fransiskus Bandarlampung, 4/10
18
Duta Damai, Tahun ke-17, September - Oktober 2016
Duta Damai, Tahun ke-17, September-Oktober 2016
19
AKTUALIA pula, pertobatan Fransiskus terjadi ketika ia melakukan “tindakan kerahiman bagi orang kusta.” Kini kita juga dimohon untuk memberi perhatian dan cinta bagi orang kusta zaman kita. Kusta zaman ini berupa: egoisme, fokus pada ekonomi. Di tengah kustakusta zaman ini, kiranya harapan Bapa Fransiskus untuk menghantar semua orang ke surga menjadi tugas kita sebagai pengikut Fransiskus. Harapan itu juga mendorong kita membangun komunitas yang berkerahiman, mengalami bahwa saudara kita adalah saudara yang dipanggil, membangun komunitas yang selalu rekonsiliatif, saling merasakan baik di dalam komunitas itu sendiri mau pun dengan komunitas yang lain, juga dengan orang miskin di sekitar. Usai seminar dilanjutkan dengan Perayaan Ekaristi meriah yang dipimpin oleh
RD. JB Sujanto selaku Vikjen Keuskupan Tanjungkarang dan 21 pastor konselebran. Dalam homilinya, Rm. Sujanto berharap kepada KEFRALA untuk mampu membawa warna tersendiri dengan semangat yang dijiwai oleh Santo Fransiskus sehingga semakin memperkaya Gereja di Keuskupan Tanjungkarang. “Membuat taman keuskupan menjadi lebih indah sehingga menghasilkan buah-buah kebaikan bagi umat Allah di Keuskupan ini.” Suasana penuh persaudaraan ini diakhiri dengan santap malam bersama. *** Sr. M. Anselina FSGM
Dok. SMA BL
Pembicara Bonivantura Yulius Lelo OFM dalam Seminar Keluarga Komunitas Kerahiman
20
Duta Damai, Tahun ke-17, September - Oktober 2016
Refleksi
Kagum dengan Para Pendahulu “Barangsiapa setia dalam perkaraperkara kecil, ia setia juga dalam perkara-perkara besar. Dan siapa tidak benar dalam perkara-perkara kecil, ia tidak benar juga dalam perkara-perkara besar” (Luk 16:10). Sabda ini selalu menjadi inspirasi bagiku. Tak terasa waktu berjalan terus begitu cepat. Sudah 45 tahun kujalani hidup membiara. Banyak pengalaman yang kualami; suka dan duka, jatuh dan bangun silih berganti dalam hidupku. Kurasakan dan kualami... Allah yang telah memilih dan memanggil adalah Allah yang setia. Hanya Dia yang setia yang menjadi kekuatan untuk mengatasi segala peristiwa dalam perjuangan hidupku. Dengan hati gembira kusyukuri panggilan hidup ini, dan bersyukur karena aku masuk FSGM. Saya kagum dengan
para pendahulu yang memberikan teladan dalam kehidupan, daya juang yang tinggi, tekun, sederhana, dan persaudaraan yang mendalam. Itu semua sangat mendukungku untuk setia. Relasiku dengan Tuhan selalu kujalani setiap saat dan kuhidupi dalam Ekaristi Kudus, doa bersama, doa pribadi, dan kegiatan lainnya. Tuhan yang memanggil adalah setia. *** Sr.M. Karitas FSGM
Sr. M. Karitas yang sedang berdiri
Duta Damai, Tahun ke-17, September-Oktober 2016
21
Refleksi
Refleksi
Semua Karunia Tuhan
M
engalami perjalanan hidup bersama Tuhan di tengah perjuangan konkret seharihari. Sering datang kepada Tuhan adalah merupakan kerinduanku dan kekuatanku, baik dalam suka maupun duka, dan saya selalu mohon rahmat keutamaan untuk mendengarkan karena dengan mendengarkan saya menghadirkan Yesus yang selalu membantu saya. Percakapan hidup dengan Tuhan bahwa Tuhan Mahamurah dan Mahabaik sehingga saya boleh ambil bagian melalui doa-doa saya, berdoa untuk sesama, untuk dunia dan untuk Gereja. Melalui iman dan pengharapan saya semakin percaya pada penyelenggaraan Tuhan yang serba-tepat dan bijaksana. Tuhan bekerja dan selalu membimbing saya untuk berani berkurban bagi Tuhan dan bagi sesama, sehingga memiliki kebebasan batin untuk menjadi rendah hati dan sabar terhadap berbagai perjalanan hidup yang kadang terasa berat, gelap, sulit dan banyak tantangan, sehingga saya siap diutus dan tidak mencari diri dan hanya bersandar kepada Tuhan.
22
Lalu saya mohon pada Tuhan, agar saya diberi kesanggupan untuk berjuang bagi jalan yang tidak mudah. Tuhan menghendaki keselamatan semua orang. Melalui suka-duka dan jatuh bangun dalam perjuangan hidup Tuhan tetap menyertai saya untuk saling mengasihi. Tuhan Maha Pengampun dan Maha Pemurah, Ia selalu mengundang saya untuk berani menghidupi nilai-nilai Injil untuk mengampuni dan untuk bermurah hati walau sulit diwujudkan. Tuhan selalu berkarya dalam diri saya untuk mengembangkan hidup harianku melalui tugas perutusan dalam hidup paggilan istimewa ini yang didukung dengan melaksanakan sabda dan tekun berdoa. Tuhan membantu dan memampukan saya untuk menghidupi masa-masa berat dan menghadapi kesulitan sehingga saya dimampukan berkembang dalam iman dan kasih. Yesus menyertai saya dalam menempuh jalan salib dan saya hanya meletakkan kepercayaan penuh karena Dia satu-satunya harapan yang menolong saya.
Duta Damai, Tahun ke-17, September - Oktober 2016
Dalam mengupayakan apa yang menjadi tanggungjawab saya dalam segala hal berkembang dan dilaksanakan dengan baik, bukan demi pujian, tetapi demi cinta pada Tuhan. Melintasi hidup dan yang hadir di depan mata dalam cita-cita, harapan, kenyataan, kekhawatiran, kesulitan, tantangan, sukacita saya sungguh bersyukur. Saya merasa bahagia hidup bersama para suster dalam panggilan dan perutusan di tengah dunia yang semakin tidak gampang. Kongregasi FSGM adalah lahan subur bagi perjalanan dan perjuangan panggilan saya. Tuhan memberkati melalui Ekaristi setiap hari sehingga saya tetap setia dan bertekun untuk melaksanakan sabda-Nya dan buah-buah kehidupan yang baik terjadi dalam hidup dan kesaksian.
Akhir refleksi dan permenungan dalam melintasi hidup panggilan kalimat yang muncul pertama kali adalah: LUARRR BIASA!!! AKU BERSYUKUR DAN BAHAGIA SEMUA ITU ADALAH KARUNIA TUHAN.... AMIN. Sr. M. Adriana FSGM
Duta Damai, Tahun ke-17, September-Oktober 2016
23
Refleksi
Refleksi
Berjalan Bersama Tuhan “ Engkau menaruh tangan-Mu di atasku” (Wasiat Mdr. Anselma) Hidup adalah sebuah perjalanan…. Tak terasa 15 tahun aku menjalani hidup membiara. Seperti sebuah rangkaian bunga. Beragam rangkaian hidup terlewati. Rangkaian indah, semarak penuh warna cerah, namun tak jarang rangkaian yang terjalin terasa muram, tak berbentuk, tak bisa dinikmati keindahannya. Dalam setiap rangkaian hidupku terselip bermacam-macam aksesoris. Hidup adalah sebuah perjalanan, terkadang melalui jalan yang panjang, jauh dan melelahkan. Dalam perjalanan tak selalu kutemui jalan mulus, halus, tapi terkadang juga jalan yang rusak, berbatu dan membuat perjalanan terasa makin jauh.
24
Apalagi ditambah dengan keluhan yang terucap ataupun yang tak terucap. Padahal tak ada yang berubah ketika aku mengeluh, semua tetap sama… dan hidup terus berjalan…. Ternyata ada begitu banyak keindahan yang kujumpai ketika aku mampu tenang dan pasrah. Terkadang kujumpai taman yang indah, hutan yang segar, pantai panjang dengan lautnya yang membentang luas…. Siapa yang tak ingin berhenti, menikmati dan berlama-lama…, tapi semua harus terus berjalan karena tujuan masih jauh. Hidupku adalah sebuah pilihan… saat di tengah perjalanan kutemukan kedukaan, apakah aku akan tenggelam di dalamnya atau mencoba bangkit
Duta Damai, Tahun ke-17, September - Oktober 2016
dan terus berjalan menemukan kembali secercah cahaya sukacita. Atau saat dalam perjalanan kuraih kebahagiaan, apakah aku juga akan tenggelam dalam kenyamanan, lupa diri dan enggan untuk pergi seperti ketika berjalan dan melihat pantai yang indah lalu ingin tinggal berlamalama di sana. Kusadari dalam perjalanan hidupku tangan Tuhan selalu menopang dan memberikan dayaNya. Melalui kehadiran sesama, melalui karya perutusan dan semua rangkaian yang terjalin
dalam hidupku, kurasakan sentuhan tangan kasih-Nya. Tuhanlah yang memberi aku kekayaan, anugerah. Tuhanlah yang memimpin dan selalu membawaku dari satu tempat ke tempat lain untuk menemukan dan merasakan sukacita, untuk berbagi dengan sesama yang kujumpai. Dan aku hanya mampu bersyukur karena Engkau selalu berjalan bersamaku, meyakinkanku. “Betapa indah panggilan-Mu Tuhanku, Terpujilah Engkau Tuhanku” Sr. M. Agnetin FSGM
Duta Damai, Tahun ke-17, September-Oktober 2016
25
Refleksi
Refleksi
Bingkai Kehidupan Semua Untuk Kemuliaan Tuhan Masa demi masa berlalu sudah. Ke mana kaki akan melangkah
Soli Deo semboyan hidup mulia Soli Deo hanya untuk Tuhan saja Dalam doa dan karya maupun mencinta Soli Deo hanya untuk Tuhan saja…
liku-liku kehidupan yang kualami membuat aku mengenal diri berbenah dari segala keburukan meningkatkan semua kebaikan. Panorama kehidupan di biara semakin membuat aku mensyukuri semuanya Meski tak segampang membalikkan telapak tangan, tapi aku yakin Tuhan akan memberikan jalan. Pakai aku Tuhan, Karna aku hanya milik-Mu. Pakailah aku, karna hidupku hanya untuk-Mu
26
I Sr. M. Clarissa FSGM
Duta Damai, Tahun ke-17, September - Oktober 2016
tulah sepenggal syair dalam lagu “SOLI DEO” yang juga kurang lebih sama maknanya dengan kalimat yang selalu kita ucapkan ketika mengawali dan mengakhiri doa, yakni “SEMUA UNTUK KEMULIAAN TUHAN”. Ungkapan itu menjadi inspirasi, motivasi dan kekuatan dalam penghayatan hidup panggilan saya. Saat saya melakukan segala sesuatu, saya memotivasi diri saya bahwa semuanya saya lakukan untuk Tuhan. Saya mengalami bahwa dalam segala hal hanya Tuhan sendirilah yang berkarya dalam diri saya, bahkan saat saya mengalami kegagalan, saya yakin Tuhan tetap berkarya. Dia berkarya dengan caraNYA yang terkadang saya lihat secara spontan, saya tidak tahu maunya Tuhan itu apa, tetapi ketika saya renungkan dan refleksikan, ada makna di dalamnya. Namun itu tidaklah mudah, butuh perjuangan terus-menerus untuk sungguhsungguh bisa memaknai semuanya itu. Ketika dalam perjalanan hidup panggilan saya mampu memaknai dan melihat hal itu, saya disadarkan bahwa saya menjadi seorang religius mau apa dan untuk siapa?
Saya menyadari bahwa menjadi seorang religius adalah sebagai persembahan diri di mana DIA telah memberikan kasih yang berlimpah secara cuma- cuma. Dan menjadi “Persembahan” yang saya maknai adalah semua yang ada dan saya lakukan saya persembahkan untuk DIA. Dalam manjalani perutusan, saya meyakini perutusan yang saya terima semata–mata adalah perutusan dari DIA sendiri sehingga ketika mengalami suatu keberhasilan, itu bukanlah saya, tetapi Tuhan yang memakai saya, dan ketika mengalami suatu kegagalan, saya dimampukan untuk percaya dan terus berjuang tanpa batas karena Tuhan pun tak henti berkarya dalam diri saya. Baik dalam keberhasilan atau kegagalan dalam menjalaninya, SEMUA UNTUK KEMULIAAN TUHAN. Biarlah tangan dan kakiku dipakai-NYA sebagai alat untuk mewartakan kemuliaan-NYA….
Sr. M. Arina FSGM
Duta Damai, Tahun ke-17, September-Oktober 2016
27
Refleksi
Refleksi
Aku Dicinta...
P
engalaman dicintai oleh Tuhan adalah pengalaman yang sangat indah dan berharga dalam hidupku. Tuhan memanggilku dengan cara yang sangat khusus karena saya berasal dari keluarga muslim yang artinya hidup kami setiap hari dengan kaum muslim, bahkan rumah kami letaknya di belakang masjid. Otomatis setiap hari mendengar mereka melantunkan sholat. Meski begitu Tuhan memanggil saya agar mengikutiNya dan menjadi alat-Nya, yaitu sebagai suster FSGM. Sulit sekali menemukannya, sampai kepada refleksi atau kesadaran, bahwa Tuhan sungguh mencintaiku. Perlu perjuangan keras untuk mengalahkan diri sendiri, dan hanya mendengarkan suara dan kehendak-Nya saja. Itulah panggilan Tuhan, dan sungguh misteri bagiku. Pengalaman indah yang saya alami setelah saya menjadi suster FSGM adalah saat-saat saya menerima rahmat demi rahmat, juga ketika saya mengikuti kursus Medior di Roncalli. Waktu berangkat rasanya berat sekali dan takut, untuk melangkahkan kaki, seperti tidak ada kekuatan/loyo/ tidak ada semangat hidup. Karena saat itu saya memang sedang mengalami krisis panggilan, dan juga mendengar banyak cerita macam- macam dari pengalaman di Roncalli. Saya memberanikan diri meminta kepada Muder untuk berlibur satu 28
tahun sekaligus refresing guna menimba kekuatan serta kesempatan merefleksikan hidup dengan mengikuti kursus Medior di Roncalli. Ini adalah kesempatan emas dalam hidupku, dan tidak akan terulang lagi. Kursus dibuka dengan Misa, dan pada saat Misa, saya merasakan bahwa seakan-akan orang yang di depan sayalah yang akan membantu saya dalam pengolahan diri. Setelah mulai kursus dengan pelajaran dan bimbingan dari tim, hari demi hari Tuhan mulai mengubah saya, dan saya betul merasakan ada perubahan dalam diri saya. Saya menjadi semakin gembira dan semangat. Pada saat bimbingan, saya mulai terbuka akan pengalaman hidup dengan segala permasalahan yang saya alami. Pada saat pengakuan, saya mengalami takut sekali, mau masuk ruangan rasanya seperti seorang yang mau diadili. Tetapi, pada saat saya berbicara dengan bapa pengakuan, seperti ada dorongan dari dalam supaya saya terbuka dan pada saat itulah saya betul-betul merasakan sentuhan Tuhan dan mendapat rahmat pengampunan yang luar biasa, yang akhirnya mengubah diri saya menjadi semangat dan merasa hidup kembali, padahal tadinya seperti ingin mati saja rasanya, daripada hidup seperti ini. Sungguh, hidup ini seperti tidak
Duta Damai, Tahun ke-17, September - Oktober 2016
berharga, perjuangan saya selama ini seperti sia-sia. Dan saya merasa capek sekali, jenuh, itulah pengalaman yang sangat indah yang pernah saya alami dalam hidup panggilanku, dan tidak pernah saya lupakan. Saya berharap setelah pulang dari Roncalli saya akan mendapatkan sesuatu. Ternyata betul, apa yang saya rasakan di sana, dengan bantuan pembimbing yang profesional saya dapat menemukan akar permasalahan yang selama ini sungguh mengganggu hidup panggilanku, pulang dengan langkah yang mantap, sepertinya ikatan yang ada dalam diri saya sudah terlepas, kini saya merasa lega dan bahagia sekali. Suster pembimbing saya yang sangat berpengalaman dalam hidup rohani, dengan sabar membantu saya menemukan akar masalah. Ia mengajak saya untuk menyadari dari sejak dalam kandungan sampai sekarang saya bisa seperti ini, suster itu ikut membongkar akar masalah yang ada dalam diriku, dengan hati-hati dan penuh perhatian, membimbing saya, sehingga akhirnya saya dapat menemukan akar dari masalah yang saya alami. Ketika diperlihatkan kepada saya, saat itu saya merasa sedih, menyesal, kecewa dan tidak tahu lagi perasaan apa yang muncul, karena setelah pulang dari bimbingan, saya hanya menangis bahkan sampai tidak makan malam, akhirnya saya tertidur dan mimpi. Dalam mimpi diperlihatkan kepada saya, telapak tangan kiri saya luka berat, seperti bekas paku, lubang besar di telapak tangan kiri saya tembus sampai ke belakang. Dan dalam mimpi itu saya terbangun, melihat lubang di telapak
tangan saya itu, dalam hati, saya berpikir mau diobati pakai apa luka saya ini? Tetapi akhirnya saya tertidur lagi, dan bangun pagi, saya lihat luka dalam tangan saya sudah sembuh. Akhirnya saya berpikir, itulah gambaran luka hati saya yang begitu dalam, yang selama ini tidak pernah tuntas dalam penyembuhan, Tuhan memang
begitu baik dan tidak membiarkan saya berenang dalam kedosaan, bersama Tuhan luka itu disembuhkan, Ia yang takkan pernah meninggalkan saya. Pada saat saya sedang mengalami kesedihan, Ia memberi penghiburan. Saat saya sedang mengalami perang, Tuhan melindungiku. Saat dalam bahaya air, saya tidak terhanyut. Saat saya hampir terbakar api, Tuhan menyelamatkan. Saat saya mengalami kebingungan Ia datang kepadaku. Saat saya sedang mengalami
Duta Damai, Tahun ke-17, September-Oktober 2016
29
Refleksi
Refleksi
krisis Ia tidak membiarkan saya, malahan membawa saya ke tempat yang penuh dengan makanan dan minuman rohani, yaitu di Roncalli. Saya sungguh merasakan bahwa keajaiban-keajaiban Tuhan terjadi di dalam hidupku. Selama kursus, saya sungguh merasa diperkaya, dan dikuatkan dalam hidup panggilan, berkat-Nya begitu melimpah dalam hidup saya. Pengalaman itulah yang membuat saya semakin setia sebagai suster FSGM. Saya seperti menerima kekuatan dari Tuhan sendiri, untuk hidup lagi, dan siap untuk merayakan pesta perak hidup membiara, dan akhirnya kembali ke tempat tugas dengan penuh semangat. Pengalaman demi pengalaman membuat saya semakin kuat dan setia kepada Tuhan. Saya sungguh merasa bangga masuk dalam kongregasi ini karena kongregasi begitu memperhatikan anggotanya, terutama yang “lemah”, “sakit” dan sedang menghadapi masalah. Juga karena kongregasi berpihak kepada orang-orang kecil, memperhatikan keluarga sustersuster. Melalui berbagai pengalaman sampai saat ini saya masih selalu mendapat tantangan yaitu dari diri saya sendiri dan juga orang lain yang hidup dalam komunitas bersama saya. Tantangan demi tantangan pasti akan selalu menyertai dalam hidup dan perjuangan saya. Semakin sering mengalami tantangan berarti semakin kuat dalam hidup. Memang kadang saya mengalami jalan buntu, akhirnya saya hanya bisa berdoa pasrah kepada Dia yang memanggil saya, dan biasanya dapat teratasi atau terselesaikan. Lalu, mampu untuk berdamai.
30
Terimakasih atas cinta-Mu yang tidak pernah menuntut balas, Ya Tuhan, dan tidak pernah meninggalkanku walau dalam keadaan apa pun aku, sejelek dan sedosa apa pun aku, Engkau tetap bersamaku. Tetapi dengan demikian saya merasa berhutang budi terhadap-Mu, dan sebagai balasanku aku siap untuk diberi tugas apa pun dan di mana pun atas nama Gereja. ^^^ Sr. M. Filipa FSGM
Duta Damai, Tahun ke-17, September - Oktober 2016
Panggilan Istimewa Bagiku
S
aya sangat bersyukur dan berterimakasih atas anugerah panggilan yang begitu besar bagiku, maka dengan kasih Tuhan saya berusaha untuk menampakkan kasih Kristus dalam hidup sehari-hari. Panggilan memang indah kalau saya mengambil contoh Bapa Abraham, menanggapi panggilan Tuhan dengan penuh iman, kesetiaan dan ketaatan, yang akhirnya menemukan kebahagiaan. Sebagai yang terpanggil saya selalu berusaha terus-menerus menghidupi panggilan itu dengan doa bersama, doa pribadi, retret, Ekaristi dan lain-lain. Kujalani panggilan ini dengan setia sehingga aku sungguh-sungguh menemukan kasih Kristus. Jika kasih itu sudah menyatu dalam hidupku maka hanya ada kesetiaan dan kegembiraan yang saya rasakan. Selain itu, tidak ada penghalang yang dapat merintangi dan saya sungguh merasakan indahnya panggilan dalam hidupku. Saya bangga menjadi suster FSGM dan ini merupakan anugerah istimewa. Suasana kasih dan persaudaraan sangat saya rasakan dan membuat saya merasa krasan. Saya sungguh dikembangkan, baik kedewasaan jasmani maupun rohani lewat pendidikan, pergaulan, doa bersama, doa pribadi, Ekaristi, retret dan lain-lain. Relasi
yang akrab dengan Tuhan dan sesama suster membuat saya bangga dan setia sampai saat ini menjadi suster FSGM. Dalam hidup bersama—khususnya dalam komunitas Pringsewu—semangat persaudaraan semakin nyata saya alami dengan saling berbagi pengalaman baik suka maupun duka. Kami saling mendukung untuk menghidupi panggilan. Memang dalam hidup bersama tidak selalu mulus. Justru itu tantangan yang perlu kita hadapi. Untuk mengatasi semua itu, saya menyadari kembali tujuan semula untuk hidup saling mengasihi dalam kasih Tuhan. Kasih Tuhan akan tumbuh dan berkembang bila saya menjalin relasi dengan Tuhan setiap saat, setiap waktu. Tawaran dunia masa kini begitu indah, menarik dan menggoda. Itu menjadi salah satu tantangan untuk setia dalam panggilan sebagai suster FSGM. Tantangan itu kadang membuat saya merasa berat dan kering. Untuk mengatasi itu semua, saya mohon kekuatan kepada Tuhan. Dengan kekuatan iman dan rahmat Tuhan, saya setia sebagai suster FSGM. Sr. M. Benedikta FSGM
Duta Damai, Tahun ke-17, September-Oktober 2016
31
OBITUARI
Refleksi
Sr. M. Irma FSGM:
Bermula dan Berakhir Dalam Keluarga
“Tuhan, Engkau tahu siapa aku ini. Aku seperti setitik air di pinggir timba, tetapi Kauperhatikan dan Kaupanggil untuk menjadi mempelai-Mu.”
Sr. M. Erna FSGM
32
Duta Damai, Tahun ke-17, September - Oktober 2016
KAMIS, 22 September 2016 pukul 06.50 Bapa Yang Mahakasih telah memanggil Sr. M. Irma ke dalam kemuliaan kerajaan-Nya. Terlahir 8 September 1952 di Pundong, Yogyakarta Keuskupan Agung Semarang, buah hati Paulus Harjosuwito dan Gertrudis Prantilah. Rosalia Supraptinah adalah nama Sr. M. Irma sebelum masuk biara. Pada tanggal 15 Februari 1975 Sr. M. Irma masuk postulat Suster-suster Fransiskan Georgius Martir di Pringsewu, memulai masa Novisiat pada tanggal 23 Desember 1975, mengikrarkan profesi pertama 10 Desember 1977, dan menyerahkan diri seutuhnya kepada Tuhan dalam profesi kekal 07 Oktober 1985. Sr. M. Irma mengabdikan diri dalam hidup membiara dengan tugas pelayanan
sebagai tenaga medis dan bidan di berbagai komunitas. Pada tanggal 20 September 2016 Sr. M. Irma mengambil cuti keluarga. Ia berangkat dengan penuh kegembiraan namun Tuhan berkehendak lain, Sr. M. Irma dipanggil Tuhan saat sedang cuti bersama keluarga. Itulah salah satu bentuk kebersatuan Sr. M. Irma dengan keluarga. Sr. M. Irma memang menderita sakit serius sudah cukup lama, kendati sakit ia tetap bersemangat, berusaha selalu hadir dalam kebersamaan di komunitas dan melaksanakan tugas setiap hari. Semua tugas diterimanya dengan penuh tanggungjawab serta memiliki kesiapsediaan yang tinggi. Sr. M. Irma juga membagikan bakat dan keahliannya dalam hal memasak.
Duta Damai, Tahun ke-17, September-Oktober 2016
33
OBITUARI Sr. M. Irma ramah, supel, dan memiliki hati yang besar untuk orangorang kecil yang datang memerlukan pertolongannya, sehingga ia dicintai dan dikenal masyarakat sekitar dengan baik. Sr. M. Irma adalah seorang pendoa, hidupnya yang mendalam dapat dirasakan oleh para suster dan orang-orang yang dilayaninya. Devosi kepada Bunda Maria diwujudkan dalam mendoakan doa rosario. Sr. M. Irma menanggung sakit tanpa mengeluh. Meski dalam keadaan sakit Sr. M. Irma tetap aktif dalam tugas perutusannya di klinik, tetap terlibat dalam komunitas dan sangat perhatian terhadap para suster dan juga para karyawan. Hal itu terungkap dalam refleksi hidupnya, “Tuhan, Engkau telah mengambil semua penderitaanku, sehingga aku dibebaskan dari derita itu agar aku tetap melayani Engkau melalui sesamaku walau
dalam keadaan sakit. Tuhan, hanya Engkau yang tahu penderitaanku dan apa yang kurasakan, aku hanya mohon agar semua yang kurasakan, kupersembahkan sebagai silih atas dosa-dosaku dan kelemahanku sendiri, dosa saudara-saudaraku, orangtuaku, suster-susterku yang telah mendahului dan mereka yang sangat membutuhkan. Kini Tuhan yang baik itu telah mengambil seluruh penderitaannya dan memberinya kebahagiaan yang kekal bersama para kudus di surga. Akhirnya pada tanggal 22 September 2016 pukul 06.50 WIB. Sr. M. Irma dijemput Tuhan Sang pemberi hidup.^^^
DD/ M. Fransiska FSGM
Selamat Jalan Sr.M.Irma .... 34
Duta Damai, Tahun ke-17, September - Oktober 2016
BAGI RASA
Memaknai Keberagaman dalam Keseragaman RD. Andreas Basuki W. Vikjen Keuskupan Tanjungkarang, RD JB Sujanto, dalam homilinya mengatakan, kehadiran Keluarga Fransiskan Lampung (KEFRALA) menambah keanekaragaman menjadi taman asri di Keuskupan Tanjungkarang. VIKJEN benar. Semula Keuskupan ini dilayani oleh para imam biarawan SCJ, projo, berikutnya hadir CP. Belakangan hadir pula Kapusin (Cap) dan Konventual (Con). Demikian pula para suster, lama berkarya HK, FSGM, CB, lalu Claris dan SRM. Makna Keberagaman Keuskupan Tanjungkarang ibarat taman. Mereka masing-masing bagaikan kembangnya. Berbeda namun di tempat yang sama. Karenanya masing-masing tak boleh mengasingkan. Tak pula boleh menyebut yang satu kepada yang sataunya sebagai “lain” atau “liyan”. Meskipun kata “lain” tetap kita gunakan. Namun dalam kesadaran kita yang kita hapuskan. Kita adalah sesama orang yang dipanggil secara khusus untuk hidup secara khas selibater. Keberagaman berarti kekayaan. Masing-masing memiliki saham atau andil untuk menghiasi dengan keindahannya dan mengharumkan kehidupan dengan kesaksiannya. Keberagaman yang kian beraneka samakin melengkapi lewat kekhasannya masing-masing. Karenanya, keberagaman tak boleh dipandang negatif, melainkan positif. Kian beragam, kian indah dan makin harum. Keberagaman tak mengingkari keberbedaan dan keunikan. Justru sebaliknya, menegaskan
dan menampilkannya. Semakin berbeda, kian unik, akan makin tegas dan mencolok pula keanekaragaman itu. Untuk itu, marilah kita menghidupi kekhasan kita sebagai orang dipanggil, yakni kita para selibater yang mengabdi Allah dan sesama sesuai dengan semangat para pendiri, konstitusi, atau statuta hidup kita masing-masing dengan ketulusan, kerelaan, kesetiaan, dan kegembiraan, yang fokus utamanya ialah Kristus. Marilah kita fokus lebih pada tugas utama kita masing-masing. Sebagaimana kamera atau foto, kala membidik obyek, kian fokus kian menentukan jelas dan jernihnya hasil bidikan atau foto. Demikian pun para imam, para bruder, dan para suster, mesti berfokus, kembali, dan menekuni tugas pokok, utama, inti, esensi, pusat, atau mau disebut apa pun namanya yang jelas bukan yang sebaliknya, yang sampingan, suplemen, pinggiran, pelengkap, atau hiburan atau rekreatif sifatnya. Apa jadinya jika yang pokok menjadi sampingan, dan sampingan menjadi pokok? Kita masing-masing akan kehilangan keunikan dan identitas kita. Padahal kekhasan cara hidup dan bahkan keunikan pribadi kita adalah anugerah Allah. Justru ini harus kita syukuri dan bukan disesali. Malah sah-sah saja jika membanggakannya tanpa harus
Duta Damai, Tahun ke-17, September-Oktober 2016
35
BAGI RASA terjerumus pada kesombongan semu atau berlebihan. Keunikan ataupun kekhasan harus diterima, dihargai, dan dihormati oleh masing-masing satu kepada yang lain. Projo bukan biarawan dan sebaliknya, biarawan bukan projo. Bahkan sesama Fransiskan, Conventual pun bukan Kapusin, dan sebaliknya Kapusin bukan Conventual. Namun, semua tidak dalam posisi berhadapan sebagai lawan melainkan kawan, bersanding bukan bertanding, samasama berjuang dan bukan bersaing. Bersaing mengandaikan lawan kita ialah pihak lain. Berjuang berarti lawan kita ialah diri sendiri, yakni kelalaian, kelemahan, kekurangan, dan segala jenis kecenderungan kita yang buruk. Makna Keseragaman Sebetulnya secara implisit sudah termaktub dalam uraian di atas. Bahwa keberagaman mengandaikan adanya keseragaman. Keduanya tak bertentangan. Malah bagai dua sisi dalam satu mata uang. Apakah bisa disebut seragam jika di dalamnya tak ada keberagaman? Dan sebaliknya, apa arti keberagaman jika tak ada yang seragam? Jika tak ada kesamaan? Keserag aman tak ber maksud meniadakan keberagaman. Keseragaman yang meniadakan keberagaman hanya mungkin di alam kediktatoran. Di alam demokrasi, keberbedaan selalu dimungkinkan. Keberagaman adalah kebebasan. Keseragaman adalah tanggangjawab. Kebebasan tanpa tanggung jawab akan menjadi liar, krusial, sebab tanpa moral dan etika. Tanggung jawab tanpa kebebasan akan beku, mati, tak berkembang, mandul segala potensi dan tanpa kreativitas. Namun ada saja yang memandang terlalu berat sebelah. Lebih menekankan 36
keunikan, keberbedaan, dan beberlainan. Keseragaman diang gap memperkosa keunikan. Dalam hidup kebiaraan, bagaimana pun harus ada keseragaman. Dalam tampilan yang tampak lahiriah, jika jubah abu-abu mereka conventual, bila coklat mereka kapusin atau fransiskan (saja), dan putih merekalah projo. Projo ada statuta, biarawan ada konstitusi, namun semua harus tunduk pada reksa pastoral Bapa Uskup (meskipun biarawan harus taat juga pada pimpinan kongregasi atau propinsialnya masingmasing) dan selaras dengan kebijakan keuskupan setempat. Karenanya, keseragaman menuntut kerendahan hati dan ketaatan. Dengan demikian dalam merasul dan berpastoral mesti sehati dan sejiwa dengan keuskupan di mana kita berada dan tak bisa menurut selera yang sesuai dengan kelompok atau pribadi masing-masing. Maka kolegialitas atau kebersamaan di antara para imam mesti diupayakan. Kebersamaan para biarawanbiarawati mesti dihargai. Umat, para imam diosesan, biarawan dan biarawati masingmasing adalah potensi. Semua merupakan energi, yang akan menjadi dahsyat jika bersinergi. Namun kesamaan warna jubah hanyalah menunjukkan identitas kelompok yang terlihat di luarannya, lahiriah. Hanya atribut. Yang harus ada adalah identitas di dalamnya, batiniah. Melalui olah batin, rasa dan pikir, olah rohani, memanisfestasi dalam olah ulah atau tingkah laku. Pola hidup utama kaum berjubah dan semua umat Allah sama, yakni Yesus Kristus. Contoh, sebagai orang beriman Katolik, kita semua seragam, jika berdoa kita sama-sama membuat tanda salib. Tanda salib tak cukup. Syarat mengikuti Yesus harus memikul salib dan mengikuti Yesus (lih. Mat 16:24; Mrk 8:34;
Duta Damai, Tahun ke-17, September - Oktober 2016
BAGI RASA
“... kolegialitas atau kebersamaan di antara para imam mesti diupayakan. Kebersamaan para biarawanbiarawati mesti dihargai. Umat, para imam diosesan, biarawan dan biarawati, masingmasing adalah potensi. Semua merupakan energi, yang akan menjadi dahsyat jika bersinergi.”
Luk 9:23). Keseragaman dalam mengikuti Yesus dalam jalan salib-Nya menuntut penyangkalan diri, lewat jalan salib dan bukan jalan pintas. Jalan pintas adalah jalan menurut selera masing-masing. Jalan salib adalah jalan kebersamaan dalam Yesus Kristus. Di situ ada tuntutan pengorbanan diri. Pengorbanan dari kesenangan, kepentingan, kebenaran, dan kebaikan diri ditunda atau bahkan dibatalkan demi nilai kebersamaan. Jika setangkai kembang takkan seindah seperti jika tempatkan atau rangkai dalam pot yang satu dan sama. Baik sendiri menjadi kurang baik dibandingkan dengan baik bersama, sekalipun kebersamaan tak selalu dan sendirinya baik. Seorang yang jujur dalam satu instansi akan merasa sulit, susah, dan berat dibandingkan dengan jika sekian banyak orang dalam instansi itu sebagian besar atau banyak yang jujur. Namun kebersamaan menjadi tidak baik jika tujuannya tidak baik, seperti yang tampak dalam istilah “korupsi berjemaah”.
Maka, marilah kita merawat keberagaman kita dalam keseragaman. Marilah kita menghidupi kekhasan kita sebagai biarawan, biarawati, imam, dan umat dalam kesatuan taman asri Keuskupan Tanjungkarang. Selamat ber pesta nama para Fransiskan dalam wadah KEFRALA. Mari kita tebarkan bersama keindahan dan keharuman kasih di Lampung, Sang Bumi Rua Jurai. Bapa Fransiskus Assisi, doakanlah kami. ***
Duta Damai, Tahun ke-17, September-Oktober 2016
37
SEKILAS INFO
RENUNGAN
Menyelamatkan Jiwa
Ukuran Kesempurnaan
^Sr. M. Fransiska FSGM ^
Sr. M. Editha FSGM
MENANGGAPI seruan SAGKI 2016 tentang Keluarga, maka Tim Pastoral Care mengadakan beberapa kegiatan seperti: kunjungan ke: Wisma Asisi untuk lansia di Sukabumi, Jawa Barat, RS Pengayoman di Cipinang, Jakarta Timur, Rumah Singgah OFM, dan Wisma Sahabat Baru, Jakarta Pusat. Selain itu, mengadakan pertemuan di Biara Gembala Baik, Gisting, 27-28 Agustus 2016. Hadir sebagai pembicara: Br. Yohanes Suprapto SCJ dan Sr. M. Valeria FSGM. Menurut Br. Yohanes tampilan seorang pastoral care, cara bicara dan senyum selalu penuh iman, hidupnya menarik sehingga pasien dapat berubah cepat ke arah yang lebih baik dan mampu menyelamatkan jiwanya.
Sebagai konselor, lanjut bruder, haruslah mengunjungi pasien dengan duduk dan mendengarkan, memberi kekuatan, bimbingan, dan memperbaiki hubungan. Supaya sampai ke arah itu maka kita harus memiliki: kemampuan untuk mendengarkan dengan menatap wajah, kontak mata supaya pasien merasa sungguh-sungguh didengarkan. Selain itu, menunjukkan minat, memahami setiap gejolak lawan bicara, berempati, sabar, tenang, dan ramah. “Dengan demikian mengambil bagian dalam menyelamatkan jiwa-jiwa baik yang sakit fisik maupun psikis.” ^^^
DD/ M. Fransiska FSGM Br. Yohanes SCJ, pembicara dalam pertemuan Pastoral Care, Gisting, 27-28/8
38
Duta Damai, Tahun ke-17, September - Oktober 2016
SUATU hari seorang suster bercerita tentang pengalamannya mengajar sekolah minggu di kampung saya. Suster itu menilai gambar-gambar yang diwarnai kemudian meng embalikan ke pada anak-anak. Keponakan saya berkata kepada Suster, “Suster, aku tidak mau nilai A.” Suster itu sangat heran karena A merupakan nilai paling baik. Suster bertanya, “Lho, mengapa ‘Ngel? Nilai A itu bagus.” Dia berkata lagi, “Pokoknya tidak mau, aku mau nilainya Z karena A kurang banyak.” Begitulah sepenggal cerita yang menggelikan, sekaligus menggelitik. Cerita kecil itu membawa saya pada permenungan bahwa cara setiap orang mengukur sesuatu yang terbaik atau paling sempurna tidak sama, berbeda satu dengan lain. Penilaian terbaik dari seorang dewasa belum tentu terbaik bagi seorang anak kecil yang memiliki dunia sendiri. Cara pandang setiap orang terhadap sesuatu juga berbeda. Memilih warna, misalnya. Saya senang dengan warna
biru yang mengungkapkan betapa indah dan menariknya warna itu, serasa begitu sempurna. Namun tidak demikian dengan orang yang menyukai warna kuning. Semenarik apa pun warna biru takkan menandingi nilai rasanya terhadap warna pilihannya. “Hendaklah kamu sempurna seperti Bapamu adalah sempurna!” Sebagai seorang yang terpanggil, teladan kesempurnaan adalah Bapa, Putra dan Roh Kudus. Permenungan ini menyadarkan saya akan rahmat panggilan dan untuk terus-menerus mengisi peziarahan hidup bersama-Nya dan melakukan perbuatan seperti yang telah diteladankan-Nya. Saya memang bukan orang sempurna namun rasa syukur yang ada menghantar saya pada sebuah pengharapan bahwa Dia sendiri yang akan menggenapinya.^^^
Duta Damai, Tahun ke-17, September-Oktober 2016
39
PERATURAN HIDUP St. FRANSISKUS
PASAL V
CARA BEKERJA Saudara-saudara, yang diberi
Dan sebagai upah kerja,
kurnia oleh Tuhan untuk bekerja,
mereka hendaknya menerima apa
hendaknya bekerja dengan setia
yang merupakan kebutuhan hidup,
dan bakti; sedemikian rupa,
baik bagi diri sendiri mau pun
sehingga mereka, sambil mencegah
bagi saudara-saudaranya, kecuali
diri dari sikap bermalas-malasan
uang, berbentuk apa pun; itu pun
yang merupakan musuh jiwa, tidak
harus dengan sikap rendah, seperti
memadamkan semangat doa dan
seharusnya bagi hamba-hamba
kebaktian suci, yang kepadanya
Allah dan penganut Kemiskinan yang
harus diabdikan hal-hal lainnya
tersuci. ^^^
yang duniawi.
40
Duta Damai, Tahun ke-17, September - Oktober 2016