Penerimaan Postulan Rayon Selorejo dan Metro
Ordo Fransiskan Sekular Metro, 17 Mei 2016
Pringsewu, 17 Januari 2016
Misa Requiem Sr. M. Erika FSGM
Peringatan Hari Kartini SD Fransiskus I, Tanjungkarang 21 April 2016
Mei - Juni 2016 Penerbit : Suster-suster Fransiskan St. Georgius Martir Pelindung Sr. M. Aquina FSGM
Pemimpin Redaksi Sr. M. Fransiska, FSGM Editor Sr. M. Gracia, FSGM
Cover & Layout Sr. M. Veronica, FSGM Sr. M. Fransiska, FSGM
Staf Redaksi Sr. M. Yoannita FSGM Sr. M. Klarina FSGM Sr. M. Laurentin FSGM Sr. M. Klaarensia FSGM Sr. M. Anselina FSGM
Alamat Redaksi Jl. Cendana No. 22 Pahoman BANDAR LAMPUNG Telp. 0721 - 252709 E-mail :
[email protected] No rekening : BNI Tanjungkarang Ac. 0176277619 An. Ambarum Agustini E. (Sr. M. Fransiska FSGM)
Torehan Redaksi — 2 Kata Bermakna — 3 Sajian Utama — 5 Tawa Sejenak – 16 Spiritualitas - 18 Obituari - 21 Aktualia - 24 English Corner - 27 Bagi Rasa - 29 Doa Fransiskus — 32
TOREHAN REDAKSI
KATA BERMAKNA
Maria, ‘serba guna’ DEWASA ini, sudah bukan rahasia lagi bahwa ada keluarga katolik yang retak, bahkan yang kemudian berpisah. Itu bisa terjadi dalam lingkaran sanak-saudara kita. Mengapa itu bisa terjadi? Penyebabnya adalah bila tidak ada lagi belaskasih yang sumbernya adalah Allah. Tanpa melibatkan Allah dalam setiap gerak keluarga atau komunitas kita, yang terjadi adalah perselisihan, sikap iri dan cemburu, gosip, dll. Setiap anggota akan mempertahankan pendapatnya sendiri dan cenderung memusatkan perhatian kepada kepentingannya sendiri, bukan kepada kebaikan bersama. Belaskasih itu juga dapat kita lihat pada seluruh hidup Bunda Maria. Dialah manusia pertama yang telah menjadikan kerahiman Allah itu sebagai kesatuan yang tak terpisahkan dalam hidupnya sendiri. Banyak predikat yang disandang Bunda Maria misalnya, Bunda Sukacita, Bunda Kerahiman, Bejana Rohani, dll.
2
Sebagai Ibu Segala Bangsa, Maria sungguh bermakna hidupya bagi semua orang, dari Timur sampai Barat, dari belahan dunia mana pun. Rahimnya berguna bagi kelahiran Yesus. Permintaannya berguna untuk terjadinya mukjijat yang pertama di desa Kana. Doanya juga berguna bagi banyak umat yang ‘sedang kekurangan anggur’ : letih, lesu, dan berbeban erat. Maria memang hanya mempunyai satu gagasan. Satu-satunya gagasan, sederhana tapi luhur tiada hingganya, yaitu: Maria selalu ‘memikirkan’ Tuhan. Ia memikirkan Tuhan lewat Yesus. Kita bisa belajar banyak dari Bunda Maria yang senantiasa berbelaskasih, sukacita, dan rendah hati dengan melakukan sesuatu yang sederhana bagi kebahagiaan orang lain. *** Sr. M. Fransiska FSGM
Rahmat atau Risiko
Tertawa, berisiko tampak bodoh. Mengemukakan ide dan impian Anda di hadapan orang banyak, berisiko kehilangan mereka. Hidup, berisiko sekarat. Berharap, berisiko kecewa. Mencoba, berisiko gagal. Orang yang tidak menanggung risiko apa pun, tidak melakukan apa pun, bukanlah siapa-siapa. Hanya orang yang berani menanggung risikolah yang bebas. Anonim. Kendati setuju dengan pendapat di atas, terkadang saya tak berani mengambil risiko, padahal sehariharinya mengambil pilihan dengan risiko hampir selalu ada. Saya rasa banyak yang dipertaruhkan saat menentukan suatu pilihan, dari yang sepele, apalagi yang besar.
Sebuah kegagalan adalah sebuah peluang untuk memulai lagi, tetapi dengan lebih cerdas (Henry Ford). Setiap kali harus memutuskan sesuatu, saya bertanya pada Bunda Maria apakah risikonya sepadan dengan rahmatnya. Bunda yang telah menyerahkan seluruh kehendak pada Allah yang meminta persetujuannya, menjadi bagi saya sebagai pencerah. Bukan hanya itu. Saya juga belajar bagaimana menjadi ibu yang berbelaskasih seperti yang Bunda Maria hayati. Walau masih sedikit yang bisa saya rasakan, pikirkan, lakukan, dalam meneladan Bunda Maria, saya mengalami bahwa berani mengambil risiko seperti Bunda Maria menjadikan saya orang yang bebas. Tidak ‘berhutang’ pada siapa
Tema Duta Damai Juli - Agustus 2015 Relasi Belaskasih
Duta Damai, Tahun ke-17, Mei-Juni 2016
3
SAJIAN UTAMA atau apa pun, kecuali pada Allah. Saya merasa dorongan untuk mengampuni, memaafkan, saat mengetahui ada yang tidak berada pada rel-nya. Juga bila yang bersangkutan tidak mau mengakui, tidak minta ampun/ maaf, tindakan belaskasih memaafkan, menerima yang bersalah tanpa mengadili, saya tetap usahakan. Ada banyak cerita tentang pengampunan dan risikonya. Salah satu yang saya terapkan adalah saya mengharuskan diri mengampuni karena pihak yang bersalah telah mengalami kerugian. Bunda Belaskasih yang dengan lembut menyertai saya, memampukan untuk senantiasa bersyukur terhadap apa pun yang Tuhan izinkan terjadi dalam hidup saya.
M. Fransiska FSGM
Derita Anak, Derita Ibu
Salam dan doa saya, Sr. M. Aquina
Sr. M. Marianne FSGM Kasih ibu kepada beta, tak terhingga sepanjang masa. Hanya memberi tak harap kembali, bagai sang surya menyinari dunia. SYAIR lagu di atas menggambarkan betapa besar kasih seorang ibu. Kita masing-masing juga pasti telah merasakan betapa besar, tulus, dan kuatnya kasih dari ibu kita. Kisah di bawah ini adalah kisah nyata tentang besarnya pengorbanan seorang ibu demi anak-anak yang dicintainya. Sebut saja namanya Rossa (bukan nama sebenarnya). Dia seorang janda dengan empat orang
4
Duta Damai, Tahun ke-17, Mei-Juni 2016
anak. Sudah lama suaminya meninggal karena stroke. Dia bukan orang Italia asli, tetapi pendatang. Penderitaan rasanya tidak pernah berhenti dari hidupnya. Sejak awal menikah Rossa sudah dimusuhi keluarga dari suaminya karena beragama Katolik sedangkan suaminya Kristen. Sering Rossa harus membawa anak-anaknya pulang ke
Duta Damai, Tahun ke-17, Mei-Juni 2016
5
SAJIAN UTAMA
SAJIAN UTAMA desanya untuk menghindari konflik dengan mereka. Semenjak suaminya meninggal, tak seorang pun yang menolongnya, sehingga Rossa harus bekerja semampunya untuk menghidupi anak-anaknya. Saat itu Rossa memiliki harapan yang besar pada anak sulung laki-lakinya, bahwa dia yang akan membantunya kemudian hari. Dengan segala upaya Rossa menyekolahkan anaknya itu sampai kuliah doktoral matematika karena ia memang sangat pintar. Akan tetapi, terjadi peristiwa yang sungguh menyedihkan, setelah lulus anaknya menderita sakit mental dan menjadi hilang ingatan. Jangankan bekerja, untuk mengurus diri sendiri saja ia tidak bisa. Hancurlah sudah harapan Rossa untuk melihat anaknya menjadi orang sukses yang dapat membantunya. “Kita, entah sebagai religius atau orangtua, juga diharapkan memiliki kasih seperti ibu ini: mau menerima siapa saja apa adanya, berkorban untuk orang lain dan tulus dalam mencintai.” Penderitaan selanjutnya menghampiri saat kedua anak perempuannya (nomor 2 & 3) memiliki anak, tetapi tidak mempunyai suami. Masing-masing memiliki tiga orang anak yang didapat dari pergaulan bebas. Karena tidak memiliki ayah yang mau bertanggungawab, terpaksa mereka semua tinggal satu rumah bersama Rossa. Yang lebih menghancurkan hati sang ibu itu adalah ketika anaknya yang nomor dua divonis menderita AIDS padahal anaknya masih kecil-kecil. 6
Hati Rossa terasa sangat sedih melihat kenyataan bahwa anak pertamanya sakit mental sedangkan anak keduanya menderita AIDS. Bukan hanya penderitaan fisik saja yang dirasakannya, tapi juga penderitaan batin. Apalagi saudara-saudara dan lingkungan sekitar juga mengucilkan mereka karena penyakit yang diderita kedua anaknya. Kemiskinan juga semakin memperberat beban hidupnya. Kadang mereka hanya mempunyai beberapa buah kentang untuk dimakan seluruh keluarga. Kalau kentang itu dihabiskan oleh cucunya yang masih kecil, maka yang lain terpaksa tidak makan. Dalam penderitaan berat itu, Rossa berusaha pasrah dan tegar menghadapi kenyataan hidupnya. Meski anak-anaknya sakit, tetapi mereka tetap hidup bersamanya dan dialah yang merawat mereka. Rossa juga berusaha agar cucu-cucunya bisa bersekolah. Pada usianya yang senja dia masih bekerja apa saja, yang penting halal. Baginya makan atau tidak makan kalau mereka bersama itu bisa saling menguatkan. Penghiburan yang besar datang dari anak bungsu yang sekarang telah menjadi seorang pastor. Baginya inilah jawaban atas doanya selama ini. Hatinya terhibur setiapkali anaknya yang menjadi pastor, menelepon untuk menanyakan kabar dan selalu mendoakannya. Bagi Rossa apa pun yang terjadi dengan anak-anaknya mereka tetaplah anak yang dicintainya. Cintanya tidak pernah berubah dan justru semakin dalam. Dia tidak ingin mereka tercerai-berai dan semakin menderita, karena itu dia merengkuh semuanya. Rossa percaya apa yang dialaminya saat ini pasti memiliki makna. Setidaknya hal ini membuat mereka semua semakin kuat dalam iman dan pasrah pada Allah.
Duta Damai, Tahun ke-17, Mei-Juni 2016
Dari kisah ini, kita bisa belajar banyak tentang arti cinta sejati seorang ibu, pengorbanan, kepasrahan dan mampu memaknai penderitaan sebagai jalan Tuhan. Kita, entah sebagai religius atau orangtua, juga diharapkan memiliki kasih seperti ibu ini: mau menerima siapa saja apa adanya, berkorban untuk orang lain dan tulus dalam mencintai. Bunda Maria adalah teladan seorang ibu yang memiliki cinta sejati. Ia mencintai Yesus Putranya sejak dalam kandungan sampai akhir hidupnya: di bawah kayu salib. Namun karena kesetiaan dan pengorbanan yang besar ini jugalah Bunda Maria boleh berbahagia menyaksikan Putranya bangkit dan naik ke surga. Ia sendiri memperoleh berkat yang mulia dengan diangkat ke surga.
Bunda Maria adalah ibu yang bersukacita. Ia menyimpan semua perkara di dalam hatinya, artinya dia membawanya dalam doa dan menyerahkan pada Allah. Semoga kita juga bersukacita seperti Bunda Maria karena kita mencintai Yesus dalam diri orang-orang yang kita layani dan jumpai setiap hari.***
M. Fransiska FSGM Sr. Emmanuella bersama anak-anak, Singaraja, Bali
Duta Damai, Tahun ke-17, Mei-Juni 2016
7
SAJIAN UTAMA Penolakan-penolakan yang terjadi pada masa lalunya itu dan luka batin yang ia alami bersama bapak ketika masih kecil, mengajarinya untuk melihat dalam kacamata iman dan kasih Allah.
M. Fransiska FSGM
Kasih Ibu Menghapus Luka Sr. M. Krispina FSGM
SEJAK kecil aku berteman akrab dengan Anastasia Anies, bukan nama sebenarnya. Orang-orang di sekitarnya sering memangilnya: ‘Bu Guru. Ketika Anies memulai hidup berumah-tangga, ia tengah mengikuti program pemerintah untuk menggalakkan PAUD di sebuah kampung di desa tempat tinggalnya. Anies dikaruniai seorang anak perempuan dan diberi nama Olin. Olin adalah buah hatinya yang pertama dan kini ia duduk di bangku SD. Keberadaan Olin membuat Anies mengerti arti seorang ibu bagi seorang anak. Dia yang dulu, bukanlah dia yang sekarang... Ibu satu anak ini menyadari bahwa dirinya dahulu bukanlah dia yang sekarang. Perjalanan dan impian sudah mulai ia rintis sejak Anies meninggalkan desa kelahirannya di Pulau Jawa. Kisah kasihnya juga sudah ditapakinya bersama suami dan buah hatinya yang tercinta. 8
Anis dilahirkan di sebuah pedesaan yang jauh dari keramaian kota, dekat dengan daerah perkebunan salak pondoh, Yogyakarta. Ia anak keempat dari enam bersaudara, dan semua anak orangtuanya adalah perempuan. Menurut pengakuannya, keadaan ekonomi keluarganya serba paspasan, bahkan minim. Bersama saudarinya, ia biasa saling berbagi tugas dan pekerjaan, entah mencari kayu untuk memasak ataupun mencari rumput untuk makanan kambing (angon wedus, dalam bahasa Jawa) juga mandi di sungai. Semua dijalani dengan hati senang bersama saudarinya itu. Kebahagiaan itu serasa bertambah ketika salah satu anaknya memilih hidup menjadi seorang biarawati. Anies dulu adalah seorang pribadi yang keras kepala, dingin dan kaku di antara semua saudarinya. Meski dia menjalankan semua tugas dan pekerjaan yang ditugaskan oleh orangtuanya, terutama ayahnya, tapi semua itu dikerjakan hanya dengan setengah hati saja dan sering asal-asalan... bahkan yang terburuk pun pernah terjadi. Anies sering membenci bapaknya, juga ibunya. Mengapa hal itu terjadi? Ia pun tak mengerti. Hari demi hari ia lalui tanpa memikirkan setiap permasalahan mulai bermunculan dalam sikap dan pribadinya. Sikap cuek terhadap bapak semakin hari semakin bertambah parah. Hingga suatu saat terjadi permasalahan di
Duta Damai, Tahun ke-17, Mei-Juni 2016
SAJIAN UTAMA antara saudarinya, dan ibunya tak sengaja menceritakan asal-mula kejadian tentang dirinya. Ibunya pun langsung terdiam. Dia tak diinginkan...? Setelah sekian lama akhirnya semua rahasia itu pun terkuak.... Salah satu penyebab kenapa ia tak bisa akrab dengan bapaknya terjadi ketika ibunya sedang mengandung dirinya, yang merupakan anak keempat mereka. Bapaknya menginginkan bahwa anak yang lahir kelak adalah seorang anak laki-laki karena ketiga anaknya perempuan semua. Pada waktu kelahiran anak yang keempat itulah, lahir dirinya, berkelamin perempuan. Maka dengan rasa kesal bapak tidak mau melihat dirinya, menggendong atau memeluk dirinya. Hanya ibu yang tetap mau mencintai dirinya, merawat dan mengasuhnya hingga dia tumbuh menjadi dewasa. Hanya ibu yang selalu ada saat dia menangis ketika bapak mulai memarahi dia. Hanya ibu jugalah yang menemaninya, saat dia ketakutan. Dan hanya pribadi ibulah yang mengayomi dirinya. Dinamika kehidupan Kasih ibu kepada beta, tak terhingga sepanjang masa... Bagai sang surya menyinari dunia. Sepenggal lagu itu yang masih selalu ia dendangkan untuk ibunya. Suatu ketika dia melihat ibunya sedang memasak seorang diri. Sebenarnya ia menangis, ketika melihat ibunya bertengkar lagi dengan bapak sore itu…, tapi ketika dia datang dan bertanya, “Bu…, ada apa?” Ibunya segera mengusap airmatanya dan berkata,”Tidak ada apaapa Nduk...!’ Telah terjadi sesuatu pada diri ibunya! Akan tetapi, sang ibu tidak mau menceritakan pengalaman pedih ini pada
anak-anaknya. Ibunya hanya menyimpan semua pengalaman ini dalam hatinya. Mulai saat itulah, dia sadar dan tahu bahwa penyebab semua ini ada dalam pribadinya. Penolakan-penolakan yang terjadi pada masa lalunya itu dan luka batin yang ia alami bersama bapak ketika masih kecil, mengajarinya untuk melihat dalam kacamata iman dan kasih Allah. Dari pengalaman keluarga itulah, sekarang ia didik anaknya dengan cinta seorang ibu. Tuhan telah menganugerahkan cinta yang sangat besar dalam hati seorang ibu, yaitu ibunya sendiri. Anies kini mulai belajar dari ibunya bahwa kasih seorang ibu tak pernah ada habisnya. Meski ia nakal, ibu selalu mau menerima dan mengasihinya. Ia pun mulai bisa memaafkan bapaknya yang dahulu tidak menginginkan kehadirannya melalui sikap dan tindak-tanduknya setiap hari. Belajar dari Bunda Maria, ia pun ingin belajar dari ibunya sendiri yang penuh kasih sayang dan setia mendampingi anaknya. Menyimpan semua dalam hati, setiap permasalahan yang Tuhan biarkan terjadi dan memasrahkan diri pada kuasa dan kehendak-Nya, Ia mulai bisa bersyukur memiliki pengalaman pahit pada masa kecil. Ia berusaha menjalin hubungan baik lagi dengan bapaknya dan berterimakasih pada ibunya yang tetap memeliharanya hingga saat ini.***
Duta Damai, Tahun ke-17, Mei-Juni 2016
9
SAJIAN UTAMA
SAJIAN UTAMA Mengapa nama “MARIA”? Kiranya jawaban dari pertanyaan ini dapat ditemukan dengan jelas dalam Missericordia Vultus. Bapa Suci membuka Tahun Suci Kerahiman pada tanggal 8 Desember 2015, Hari Raya Santa Perawan Maria Dikandung Tanpa Noda. Hari raya liturgis ini mengingatkan tindakan Allah dari sangat awal sejarah umat manusia. Setelah dosa Adam dan Hawa, Allah tidak ingin meninggalkan manusia sendirian dalam pergolakan kejahatan.
M. Fransiska FSGM
Suster Maria ... “Suster, mengapa sih nama Suster memakai nama MARIA?” INILAH pertanyaan yang sering dilontarkan oleh banyak umat kepada kita ketika ada kesempatan untuk berinteraksi dengan mereka. Pertanyaan tersebut sangat sederhana dan tentu saja dapat dijawab dengan singkat dan jelas juga. Tetapi lebih dari itu, kita yang menyandang nama “MARIA,” mempunyai pertanyaan yang lebih dalam terhadap diri sendiri: Apa tujuan kongregasi memberi nama itu kepada saya? Mengapa nama “MARIA”? “Menjadi Bunda Kerahiman” apa artinya? Ketika dibaptis, engkau diberi nama…, dan sekarang engkau diberi nama Suster MARIA…. Kiranya pengalaman kleding menjadi pengalaman yang sangat bermakna dalam
10
perjalanan panggilan hidup membiara kita masing-masing. Saat kita menerima baju tapa dan nama baru. Saat kita dilahirkan sebagai manusia baru dengan menyandang nama MARIA. Meskipun masa novisiat disebut memasuki kawasan Candradimuka…, tetapi setidaknya kebermaknaan dari peristiwa kleding membuat kita siap ditempa menurut karisma dan spiritualitas kongregasi. Dengan menyandang nama MARIA, diharapkan Maria menjadi teladan utama kita dalam menghayati hidup membiara. Maria menjadi patron dalam menghayati kaul-kaul sebagaimana tertera dalam konstitusi kita. Sikap dasar hidup Maria yang menyerahkan diri seutuhnya kepada kehendak Bapa menjadi sikap hidup kita juga.
Duta Damai, Tahun ke-17, Mei-Juni 2016
“....seorang suster dituntut untuk berlaku sebagai “bunda” bagi semua orang, terutama bagi sesama suster di komunitas. Memberi kehidupan baru dengan memberi kesempatan yang sama untuk berkembang sesuai dengan talenta masingmasing. Memberi kepercayaan kepada sesama suster, sehingga bertumbuh menjadi pribadi yang dewasa dan mumpuni.” Maka Ia memalingkan pandanganNya kepada Maria, yang kudus dan tak bernoda dalam kasih (bdk. Ef 1:4), memilihnya untuk menjadi Bunda Sang Penebus manusia. Ketika dihadapkan pada gentingnya dosa, Allah menanggapi dengan kerahiman. Kerahiman akan selalu lebih besar dari dosa apa pun, dan tidak ada seorang pun yang dapat menempatkan batasan-batasan kasih Allah yang selalu siap untuk mengampuni. “Saya dengan sukacita membuka Pintu Suci pada Hari Raya Santa Perawan Maria Dikandung Tanpa Noda.
Pada hari itu, Pintu Suci akan menjadi sebuah pintu kerahiman. Siapa pun yang masuk akan mengalami kasih Allah yang menghibur, mengampuni, dan menanamkan harapan.” Bapa Suci mengungkapkan secara lebih rinci lagi pada artikel 24 tentang Maria sebagai Bunda Kerahiman. Tidak ada yang dapat menembus misteri mendalam dari penjelmaan seperti Maria. Seluruh kehidupannya terpola setelah kehadiran kerahiman yang menjadi manusia. Bunda dari Dia Yang Tersalib dan Bangkit telah memasuki tempat kudus kerahiman ilahi karena ia ikut serta secara intim dalam misteri kasih-Nya. Dipilih untuk menjadi Bunda dari Putra Allah, Maria, sejak awal, dipersiapkan oleh kasih Allah untuk menjadi Tabut Perjanjian antara Allah dan manusia. Ia menyimpan kerahiman ilahi dalam hatinya dalam keselarasan yang sempurna dengan Putranya Yesus. Kidung pujiannya, yang dinyanyikan di ambang rumah Elisabet, didedikasikan bagi kerahiman Allah yang membentang dari “generasi ke generasi” (Luk 1:50). Kita juga termasukkan dalam kata-kata nubuatan Perawan Maria. Ini akan menjadi sebuah sumber penghiburan dan kekuatan bagi kita karena kita melintasi ambang Tahun Suci untuk mengalami buah-buah kerahiman ilahi.Di kaki salib, Maria, bersama dengan Yohanes, sang murid terkasih, menyaksikan kata-kata pengampunan yang diucapkan oleh Yesus.Ungkapan tertinggi kerahiman terhadap orang-orang yang menyalibkan Dia, menunjukkan kepada kita titik yang kepadanya dapat dicapai kerahiman Allah. Maria membuktikan bahwa kerahiman Putra Allah tidak mengenal batas dan meluas kepada semua orang. Marilah kita menujukan kepadanya kata-kata Salve Regina, sebuah doa yang sungguh kuno dan
Duta Damai, Tahun ke-17, Mei-Juni 2016
11
SAJIAN UTAMA
SAJIAN UTAMA baru karena ia tidak pernah lelah memutar matanya yang penuh kerahiman kepada kita, dan membuat kita layak untuk merenungkan sang wajah kerahiman, Putranya Yesus. Dipanggil karena dan diutus untuk kerahiman Allah Menampakkan cintakasih Allah yang penuh kerahiman menjadi karisma yang diwariskan Mdr. M. Anselma dan menjadi spiritualitas bagi kita, suster FSGM. Panggilan berasal dari kerahiman yang memanggil dengan seluruh keberadaan kita. Kecenderungan manusiawi kita untuk berdosa, tidak diperhitungkan oleh-Nya, sehingga kita dilayakkan ikut ambil bagian dalam karya penyelamatan di dunia. Wajah kerahiman-Nya, memberi kita waktu dan ruang, untuk setiap hari memperbarui diri dalam pertobatan terus menerus. Kerahiman Allah yang nyata dalam pengorbanan Putra-Nya setiap hari di altar, mengundang kita untuk setia menimba kekuatan dari sumber yang menyelamatkan. Selaras dengan spiritualitas kongregasi, pengalaman kerahiman itulah yang menjadi tugas utama kita yaitu menjadi bunda kerahiman bagi semua orang. Penempatan kata “menjadi” berarti seorang suster dituntut untuk berlaku sebagai “bunda” bagi semua orang, terutama bagi sesama suster di komunitas. Memberi kehidupan baru dengan memberi kesempatan yang sama untuk berkembang sesuai dengan talenta masingmasing. Memberi kepercayaan kepada sesama suster, sehingga bertumbuh menjadi pribadi yang dewasa dan mumpuni.
12
Memberi kehidupan baru juga dapat dilakukan dengan memupuk relasi sesama suster sebagai “rekan kerja,” bukan sebagai relasi “atasan dan bawahan,” sehingga perjuangan nilai menunjuk kepada visi dan misi kongregasi yang sama dan satu. Sebagai rekan kerja berarti sama-sama terlibat penuh dalam kemajuan karya-karya kongregasi yang dipercayakan. Seperti kata-kata Santo Fransiskus untuk para pengikutnya, menjadi bunda (baca ibu) berarti mengandung Dia di dalam hati dan tubuh kita karena cinta Ilahi dan karena suara hati yang murni dan jernih; kita melahirkan Dia melalui karya yang suci, yang harus bercahaya bagi orang lain sebagai contoh. “Viat Voluntas Tua” adalah viat Maria yang diungkapkan ketika memulai panggilannya sebagai ibu Tuhan. Viat itu diungkapkan lagi ketika Maria mengakhiri tugasnya sebagai ibu jasmaniah Yesus di bawah salib. Seluruh hidup Maria sebagai Bunda Kerahiman terangkum dalam viatnya. Bersama Bunda Maria, marilah kita berkata, “Aku ini hamba Tuhan.” Semoga Viat ini selalu membarui kesiapsediaan kita untuk menanggung perendahan-Nya dalam kemiskinan dan kerendahan hati serta pengosongan diri untuk menampakkan cintakasih Allah yang penuh kerahiman dalam pengadian kita sehingga melahirkan kehidupan baru (Konstitusi 105).***
Duta Damai, Tahun ke-17, Mei-Juni 2016
Maria Bunda Kerahiman RD Andreas Basuki W
DALAM Doa Tahun Kerahiman Ilahi di bagian akhir kita doakan: Ini semua kami mohon melalui perantaraan Maria Bunda Kerahiman. Rumusan ini bukan mengada-ada, tetapi memang ada dan benar. Kesediaan Maria untuk memenuhi panggilan Allah menjadi Ibu Penebus sudah cukup menyatakan hal ini. Ialah kesediaannya untuk menjadi rekan penebus (corredemtrix) dari Putranya, Yesus. Dengan perkataannya, “Jadilah padaku menurut perkataan-Mu” (Fiat voluntas tua) (Luk 1:38). Namun akan lebih luas dan dalam jika kita telusuri keberadaan Maria dalam sejarah keselamatan. Kita akan dapat memahami dan mengenal Maria dengan cara pengenal penyelenggaraan Allah. Dari Kitab Kejadian sampai Kitab Wahyu ada gambaran tentang Maria. Seperti dikatakan St. Agustinus, bahwa dalam Perjanjian Baru tersembunyi Perjanjian Lama dan Perjanjian Lama terungkap dalam Perjanjian Baru. Bahwa gambaran tentang Maria melimpah dalam Perjanjian Lama, semisal dalam diri Hawa, ibu dari semua yang hidup. Maria pun bukan hanya melahirkan seorang laki-laki. Ia menjadi ibu semua umat beriman. Ibu kita semua. Dalam diri Sara, istri Abraham, yang mengandung anak secara ajaib. Maria pun melahirkan secara ajaib, mengandung dari Roh Kudus. Sara melahirkan Ishak, yang tak jadi dikorbankan dan diganti dengan anak domba, sedangkan Maria melahirkan Yesus sebagai tebusan atas dosa semua manusia menjadi Anak Domba Allah yang dikorbankan. Sosok bunda ratu dalam kerajaan Israel, yang jika raja meminta nasihat tidak kepada
permaisuri atau istrinya, tetapi kepada ibunya. Demikian pun kedekatan Yesus dengan Maria, bunda-Nya. Tampak jelas dalam peristiwa pernikahan di Kana, Maria menyampaikan masalah kekurangan anggur dalam pesta itu dan Yesus bertindak. Juga perihal tabut perjanjian, jika dalam Perjanjian Lama merupakan loh batu berisi Sabda Allah, 10 Perintah Allah, dalam Perjanjian Baru, dalam diri Maria dikandung Sabda yang menjadi manusia dalam diri Yesus Kristus, yang hidup. Jika Hawa mengandung “katakata si ular,” Maria mengandung Sabda
Allah. Hawa diperdaya dan kalah oleh ular, Maria berperang melawan naga dan memenangkannya (Why 12). Jika semua, dalam Perjanjian Lama gagal karena dosa dan ketidaksetiaan manusia, Adam tidak setia, Musa tidak setia, dan Daud tidak setia, maka dalam Maria tanpa noda dosa dan
Duta Damai, Tahun ke-17, Mei-Juni 2016
13
SAJIAN UTAMA setia kepada Allah, yang melahirkan Yesus, Sang Hamba Setia dan Sedia. Keduanya demikian, ibu dan Anak, Maria dan Yesus: setia dan sedia dalam rencana keselamatan Allah. Berkatnya lahir Perjanjian Baru. Di samping itu, dalam kenyataan dan pengalaman hidup manusia pun, tak terbantah, bahwa kedekatan dan kelekatan, baik secara badani, rohani, dan kejiwaan setiap manusia pertama-tama pada sang ibu. Alam membuat ibu dan anak begitu dekat, 9 bulan pertama hidup si anak dalam rahim ibu, keduanya pribadi yang tak terpisahkan. Selama kehamilan, badan mereka dicipta satu sama lain, selama itu mereka berbagi makanan, minuman, darah, oksigen, dan dalam peredaran dan denyutan yang sama. Matanya, telinganya, hidung, mulut, dan kulitnya pertama-tama dengan ibu berkontak. Seorang ibu, dengan segenap jiwa dan raganya, tertuju kepada sosok di luar dirinya sendiri, yaitu kepada anaknya.
14
Tentang ibu, Romo Brown mengatakan, “Sosok yang kadang-kadang terlalu dekat untuk dilihat.” Sebagai Bunda Allah, Maria menyadari karunia-karunianya yang lebih besar. Maria pun berseru, “Segala keturunan menyebut aku bahagia” (Luk 1:48). Namun Maria mengarahkan kepada Tuhan, “Jiwaku memuliakan Tuhan” (Luk 1:46). Arah hidupnya kepada Tuhan, pada kehendakNya, kepada para pengikut Putranya, dan bahkan kepada dunia. Scott Hahn mengatakan, bahwa Maria ibu paling unggul. “Sebagaimana semua ibu sulit dipahami, Maria lebih lagi. Sebagaimana setiap ibu rela memberikan diri, Maria lebih lagi. Sebagaimana hidup ibu tertuju kepada hal-hal di luar dirinya, Maria jauh lebih lagi” (Scott Hahn, Hail, Holy Queen, Dioma, Malang, 2007, hal. 32). Pengarahan keluar diri inilah tindakan belas kasih. Kegenapan kasih dari rencana keselamatan Allah adalah saat Allah Bapa mengutus Putra-Nya yang tunggal ke dunia, lahir dari Perawan Maria. Sabda menjadi daging melalui Maria adalah peristiwa inkarnasi. Paus Fransiskus menyatakan bahwa tak seorang pun menyelami misteri inkarnasi yang sangat mendalam itu seperti Maria. Lebih lanjut Paus mengatakan, “Seluruh hidup Maria dibentuk seturut kehadiran belaskasihan Allah yang menjelma menjadi manusia. Bunda Yesus yang Tersalib dan Bangkit telah masuk ke tempat yang kudus kerahiman ilahi sebab ia berpartisipasi secara penuh dalam misteri kasih-Nya” (Paus Fransiskus, Bulla Pemakluman Tahun Yubileum Kerahiman Ilahi Luar Biasa, Kanisius, Yogyakarta, 2016, No 24). Di bawah kaki salib, bersama Yohanes murid terkasih, Maria menjadi saksi kata-kata pengampunan yang diucapkan Yesus bagi orang-orang yang menyalibkan-Nya.
Duta Damai, Tahun ke-17, Mei-Juni 2016
SAJIAN UTAMA
Sedang kaitan Maria dengan para murid-Nya, adegan di kayu salib sangatlah jelas. Ketika Yesus melihat ibu-Nya dan murid yang dikasihi-Nya di sampingnya, berkatalah Ia kepada Ibu-Nya: “Ibu, inilah, anakmu!” Kemudian kata-Nya kepada murid-murid-Nya (jamak, pen.): “Inilah ibumu!” Dan sejak saat itu murid itu menerima dia di dalam rumahnya (Yoh 19:26-27). Setiap keluarga membutuhkan seorang ibu. Ibu sebagai pemersatu. GerejaGereja Kristen yang terpecah-pecah tak terhindarkan karena mereka kehilangan seorang ibu. Dalam ikon-ikon tertua, Maria—yang hampir selalu menggendong bayinya—senantiasa menunjukkan Yesus kepada dunia (Why 12). Sebagai ibu sejati, Maria biasanya dilukiskan menunjuk ke arah Putranya, tetapi pandangannya terarah kepada orang-orang yang memandangnya, yakni anak-anaknya yang lain. Maria mengasuh bayinya kerena seorang bayi tidak dapat berkembang sendiri, seperti juga Maria mengasuh anak-anaknya di seluruh
dunia dan membawa kita kepada Yesus. Maria adalah “bunda para anggota Kristus..., ia menyumbangkan kerjasamanya, supaya dalam Gereja lahirlah kaum beriman, yang menjadi anggota Kristus, Sang Kepala” (Lumen Gentium, No. 53). Gereja Katolik, diajar oleh Roh Kudus, menghormati Maria sebagai bunda tercinta dan memperlakukannya dengan perasaan kasih sayang seorang anak” (Lumen Gentium, No. 53). Maka, pernyataan Maria sebagai Bunda Kerahiman, bukanlah mengada-ada, tetapi sebagaimana terurai di atas memang demikianlah adanya. Juga tak usah ragu untuk memohon agar Maria mendoakan kita. Betapa banyak doa umat dengan berbagai cara yang dikabulkan.***
Duta Damai, Tahun ke-17, Mei-Juni 2016
15
TAWA SEJENAK
TAWA SEJENAK
Sule... Sule...
Tes To!!!
Sr. M. Katarine FSGM
Semua orang memiliki nama masing-masing, namun dalam proses kehidupan ada julukan tersendiri yang secara langsung menunjukkan ciri- khas/ sifat orang tersebut. Misalnya: gendut, keriting, donat, boboho, sule, pelor (nempel molor), dan lain sebagainya. Di kalangan biarawan/wati pun ada julukan yang diberikan, termasuk di kalangan FSGM. Namun, telah diputuskan dalam kapitel provinsi tahun 2015, bahwa semua anggota memanggil para suster dengan namanya. Ada suster yang dijuluki
16
“sule.” Ia sangat terkenal. Siapa pun rekan suster pasti mengetahuinya. Beberapa bulan ini, sejak keputusan kapitel ditetapkan, suster tersebut jarang dipanggil “sule.” Suatu hari di pasar terminal Pringsewu, saat Suster sibuk belanja ada suara memanggil. “Su u le..., su u le..., su u le....” Suara itu semakin keras terdengar. Dalam hati Suster menggerutu, “Hah, siapa sich? Berani-beraninya memanggil saya Sule, di pasar lagi!” “Su u le... su u le... su u le....” Suara itu terdengar lagi.... Semakin dekat, semakin dekat. Suster pun penasaran dan menoleh ke arah orang tersebut dan apa yang terjadi? “Su u le... su u le... susu kedele… su u le... su u le... susu kedele.” Ternyata penjual susu kedelai... !
Duta Damai, Tahun ke-17, Mei-Juni 2016
Sr. M. Katarine FSGM
Beberapa hari yang lalu di RR La Verna kedatangan tamu, yakni kelompok PGSD dari Universitas Atmajaya Jakarta. Banyak acara yang dilalui, salah satunya Pensi (pentas seni). Saya dan Sr. M. Gardis hendak menonton. Sebelumnya sudah janjian dengan para OMK mau nonton bareng. Maka kami berdua menunggu di pos satpam. Sembari menunggu saya berbincang-bincang dengan seorang satpam, di tengah perbincangan itu, Sr. M. Gardis membunyikan lonceng yang ada di satpam, “TENG”. Kami semua terperanjat kaget. Pak Satpam panik, “Suster, gimana kalau semua orang kampung datang ke sini ?” dengan santai Suster Gardis menjawab, “Tes to!” “Aduhh Suster, lonceng itu lonceng maling. Jika lonceng itu dibunyikan tandanya ada maling dan segera butuh bantuan”. Dengan santai Sr. M. Gardis menjawab lagi, “Ya..., jika mereka datang lalu berkumpul di sini bilang saja... ‘tes’ to”.
Duta Damai, Tahun ke-17, Mei-Juni 2016
17
SPIRITUALITAS
Teladan
Eddy Kristiyanto OFM
BARU saja beredar di daring medsos empat tokoh perempuan. Para tokoh itu tidak asing bagi kebanyakan orang Indonesia. Siapa yang tidak kenal R.A. Kartini, Susi Pudjiastuti, Megawati, Ratna Sarumpaet? Ke empat tokoh ini dipilih, mungkin karena tiga tokoh yang terakhir menafsirkan dan mempresentasikan spirit yang pertama, yakni R.A. Kartini, untuk zaman ini. Persoalan yang dapat dimunculkan adalah: Apakah tafsiran dan presentasi ketiga tokoh itu tepat? Orang yang belajar Ilmu Hermeneuse akan harus ekstra hati-hati melihat konteks (jauh–dekat) dari R.A. Kartini; terminologi (istilah baku) yang digunakan; sitzimLeben; pesan yang hendak disampaikan; dlsb. Berkenaan dengan figur, sebut saja Maria, Ibu Yesus dari Nazareth, bagaimana Gereja Katolik menafsirkannya? Perihal figur ini ada sesuatu yang istimewa, yakni senantiasa muncul tafsiran baru. Sebab para penafsir selalu merasa: Apa yang sudah dikatakan tentang Maria selalu tidak mencukupi; selalu ada yang hendak diungkapkan mengenai Maria, Ibu Yesus. Ada Tempat Bulan Mei disebut “bulan yang dikhususkan untuk Maria, Ibu Yesus dari Nazareth”. Bahasa dan bacaan rohani tentang Maria melimpah. Bahkan pada Tahun Yubileum Agung Kerahiman Allah ini dicoba dibuat penelitian dan tafsiran baru dalam kaitannya dengan Maria. Hasil penelitian itu diungkapkan dalam terminologi yang bersangkut paut 18
dengan Kerahiman Ilahi. Kita dapat mengambil sejumlah sampel terminologi seperti Maria, teladan kerahiman Allah; Maria, bentuk nyata kerahiman dalam keluarga; Maria, bentuk nyata kerahiman pengampunan tanpa reserve; Maria, bentuk nyata kerahiman terhadap para pengungsi,dan lain sebagainya. Hasil penelitian itu sah secara teologis; dan sah pula secara pastoralspiritual. Sebab masing-masing memunyai alasannya sendiri untuk menyatakan siapakah Maria dan apa pula fungsi atau perannya dalam tata keselamatan yang berhubungan langsung dengan orang beriman. Bukan Gereja Katolik jika Maria tidak selalu mendapat tempat dalam diskursus resmi dan tidak resmi. Dokumen-dokumen resmi kepausan, misalnya, menyisihkan ruang khusus untuk menyinggung Ibu dari Yesus. Selain itu, praksis devosi kepada ibu itu dan aneka sakramentali tentang dirinya juga sangat hidup. Kelimpahan materi bahasan mengenai Ibu Yesus menyatakan kreativitas warga Gereja. Selain itu, halnya menyibakkan imaginasi suci dan spekulasi spiritual yang tidak pernah kering. Unsur-unsur itu (kreativitas, imaginasi, spekulasi) merupakan mariologi populer (baca: kerakyatan). Kita memiliki contoh yang sangat gamblang: ziarah, rosario merah putih, rosario pertobatan, corona Fransiskan, devosi pada Tuan Ma, aneka gua yang dibuat untuk memfasilitasi jemaat beriman yang hendak berdoa, dlsb. Beruntung sekali, Gereja Katolik tidak menemukan alasan untuk meniru
Duta Damai, Tahun ke-17, Mei-Juni 2016
SPIRITUALITAS sikap Gereja Protestan-Calvinis-MetodisEvangelis. Gereja-Gereja ini bersikap antipati terhadap segala sesuatu yang berbau manusia(Maria). DalamGereja-Gereja tersebut, Maria tidak mendapat tempat dalam tata kebaktian dan hidup religius populer. Dimensi manusiawi pada Maria diperhatikan dan dikembangkan dalam telaah para anggota Gereja Katolik. Dimensi manusiawi pada Maria sesungguhnya diturunkan dari Alkitab. Memang, tidak banyak informasi tentang Maria yang dapat digali dalam Alkitab. Tetapi dari yang sedikit itu, terutama dalam ketiga Injil yang pertama, Matius-Markus-Lukas, kita memeroleh gambaran yang jelas tentang Maria.
“Gambaran yang jelas” tentu tidak harus berarti gambaran itu lengkap. Sebab “jelas” itu bersifat intensif (mendalam), sedangkan “lengkap” itu bercorak ekstensif (melebar). Seperti sikap seorang perwira yang menjumpai Guru Kehidupan untuk berkenan menyembuhkan hambanya yang lumpuh dan sangat menderita (baca Mat. 8:5-13), demikian pula intensitas (kedalaman) itu berkenaan dengan sikap beriman yang memainkan peran. Paradigma Ada sebuah buku yang membahas tuntas Maria dalam Perjanjian Baru. Karya ini merupakan buah hasil kolaborasi pihak Katolik, Protestan, dan Anglikan. Menjadi indah, karena karya ini bebas dari kontroversi irasional yang acapkali dilekatkan pada pihak-pihak, yang tidak sanggup menemukan titik temu mengenai Maria. Buku yang dimaksudkan di sini ialah Mary in the New Testament. A Collaborative Statement by Protestant, Anglican,and Roman Catholic Scholars. (Eds. Raymond E. Brown, Joseph A. Fitzmyer, Karl K. Donfried, John Reumann). New York/Mahwah, NJ: Paulist Press, 1978. Para ahli Alkitab tersebut sepakat mengenai Maria, perempuan yang berasaldari Nazareth, bangsa Yahudi di Galilea, Ibu dari Yesus. Maria ini terbedakan dari banyak Maria yang lain yang sesekali muncul dalam Injil. Maria di sini sering merujuk pada Maria Bunda Yesus. Akal sehat kita mesti sampai pada pengenalan pada Maria, orang beriman, yang menjunjung tinggi tradisi berikut ini: Dalam perkenanan Allah, diri manusia disediakan untuk menjadi tempat (baca: rumah) kediaman permanen Allah. Tetapi bagaimana mungkin manusia beriman yang sangat
Duta Damai, Tahun ke-17, Mei-Juni 2016
19
SPIRITUALITAS rapuh menjadi rumah-Nya yang permanen? Poin ini pada tafsiran saya juga terjadi pada manusia Fransiskus Assisi. Ketika Fransiskus Assisi menandaskan, “Dan hendaklah kita selalu menyediakan di dalam hati yang suci dan budi yang murni kediaman dan tempat tinggal bagi Dia, Tuhan Allah Yang Mahakuasa, Bapa dan Putera Roh Kudus….” (AngTBul XXII: 27). Dan lagi katanya, “Dan semua orang, laki-laki mau pun perempuan, apabila melakukan hal-hal itu dan bertekun hingga akhir, maka Roh Tuhan akan tinggal pada mereka dan akan memasang tempat tinggal dan kediaman di dalam mereka.” (2 SurBerim, 48). Jadi, halnya sangat konkret, simpel, dan praktis. Sebagaimana Maria menjadi tempat kediaman Putera Allah, demikian juga dimungkinkan terjadi pada para beriman. Hal itu terungkap sepenuhnya dalam sikap hidup yang tidak terpenjarakan oleh kondisi hidup sesaat. Manusia beriman seperti Maria, Fransiskus, dan kita, yang pergi melampaui batas-batas keegoisan kita. Untuk apa?
20
OBITUARI
Untuk menjumpai Kristus dalam suka cita, kesahajaan, dan kemurahan hati! Sikap hidup yang demikian tidak mencegah gerbong sejarah meninggalkan kita. Sebab kita hanya ditinggalkan oleh sejarah, jika kita tidak mengubah orientasi dan wawasan hidup kita kepada Guru Kehidupan. Maria memberi teladan bagaimana ia berguru pada Puteranya. Ia mengubah paradigma lama menjadi paradigma baru, yakni dari “ibu yang serba tahu dan berpengalaman” menjadi “insan yang mau belajar dan rela dibentuk oleh Sang Guru”.***
Duta Damai, Tahun ke-17, Mei-Juni 2016
Misa Requiem Sr. M. Erika FSGM Misa Requiem Sr. M. Erika FSGM di Kapel Biara St. Yusuf, Pringsewu, dipersembahkan oleh Pastor Paroki Pringsewu RD Andreas Sutrisno, Provinsial SCJ Rm. Andreas Madya Sriyanto SCJ, Rm. A. Yuswito SCJ, Rm. Warjito SCJ, dan Rm. G. Marino SCJ, Minggu 17 Januari 2016. DA L A M h o m i l i n y a R m . Yu s w i t o mengatakan, hari ini merupakan hari Doa Sedunia untuk panggilan. Ironisnya, hari ini kita juga mendoakan Sr. Erika, orang terpanggil yang dipanggil oleh Tuhan. Sr. Erika mengalami tiga kali panggilan karena ia mengenal suara Sang Gembala. Pertama, panggilan untuk dibaptis. Kedua, panggilan menjadi suster / biarawati. Ketiga, panggilan untuk kembali menghadap Bapa. Sr. M. Erika terlahir di Cabean, Muntilan, Jawa Tengah, 21 April 1957, buah hati Bapak-Ibu Mangku Diharjo Tilo. Theresia Bung Sukapti adalah nama Sr. M. Erika sebelum masuk biara. Pada tanggal 17 Juli 1983 ia masuk postulat Suster-Suster Fransiskan St. Georgius Martir di Pringsewu, memulai masa Novisiat tanggal 07 Juli 1984,
mengikrarkan profesi pertama 19 Juni 1986, dan menyerahkan diri seutuhnya kepada Tuhan dalam profesi kekal pada tanggal 08 Desember 1993. Sr. M. Erika mengabdikan diri dalam hidup membiara dengan tugas pelayanan sebagai guru dan kepala TKK di berbagai komunitas yakni: Kalirejo, Gisting, Natarbora Timor Leste, Pajarmataram, dan Baturaja. Karena kesehatannya kurang baik dan memerlukan penanganan khusus, Sr. M. Erika dibawa ke RS Dharmais, Jakarta tanggal 16 April 2015, juga dirawat di RS OMNI Jakarta. Kondisinya semakin menurun, akhirnya Sr. M. Erika dipindahkan ke RS Panti Secanti, Gisting.
Duta Damai, Tahun ke-17, Mei-Juni 2016
21
OBITUARI Sr. M. Erika adalah seorang yang penuh semangat dan gembira dalam melaksanakan tugasnya setiap hari. Semua tugas ia terima dengan penuh tanggungjawab serta memiliki kesiapsediaan yang tinggi. Ia seorang yang supel dan ramah. Hobinya adalah memasak. Lewat masakannya itu, ia ingin menggembirakan para suster di komunitasnya. Pada tanggal 15 April 2016 Sr. Erika menerima Sakramen Minyak Suci terakhir dari Rm. Antonius Joko SCJ. Sabtu, 16 April pukul 01.45 WIB Bapa Yang Mahakasih
OBITUARI
telah memanggil Sr. M. Erika ke dalam kemuliaan kerajaan-Nya. Ia meninggal di RS Panti Secanti Gisting, didampingi oleh doa-doa para suster. ^^^ Sr. M. Fransiska FSGM
Surat Cinta Sr. M. Erika FSGM:
“Hidup dan Mati Saya adalah Milik Tuhan”
RD Sutrisno mempersembahkan misa requiem Sr. M. Erika, Kapel St. Yusuf Pringsewu, 17 Januari 2016
22
Duta Damai, Tahun ke-17, Mei-Juni 2016
DALAM menanggung sakit kanker ini saya tetap merasakan kasih Allah melalui para suster, dokter, dan semua orang lewat cara dan bentuknya masing-masing. Penyakit kanker adalah penyakit yang menakutkan bagi setiap orang, apalagi sudah dinyatakan stadium tinggi, seperti sudah tidak ada harapan lagi. Tetapi saya tetap akan berjuang untuk tidak terlalu sedih dan menambah beban para suster di komunitas yang telah melayani saya. Saya berjuang dan berproses untuk menerima dengan rela penyakit itu. Inilah cara Tuhan supaya saya mendekatkan diri pada Dia yang empunya hidup dan memanggil saya untuk menjadi mempelai-Nya. Dari menit
ke menit saya berusaha mempersatukan penderitaan saya ini dengan penderitaan salib Tuhan. Dia sendiri mengalami rasa sepi, sendiri, dan ditinggalkan. Inilah saatnya pula saya tetap bergembira dan mengungkapkan syukur. Saya berdoa untuk semua orang dan Gereja KudusNya. Bukankah hidup dan mati kita adalah milik Tuhan? Dan dalam untung dan malang kita harus terima dan syukuri....
Duta Damai, Tahun ke-17, Mei-Juni 2016
23
AKTUALIA
AKTUALIA
Sr. Maria Cordis bersama Sr. M. Yustien (kiri) dan Sr. M. Yoannita (kanan)
Bersama para suster utusan Kapitel Provinsi Indonesia
Kapitel Jenderal Sr. M. Yoannita FSGM
KAPITEL Jenderal FSGM yang berlangsung selama 13 hari, diadakan di Thuine, Jerman, 17- 30 April 2016. Kapitel ini diikuti oleh Pemimpin Jenderal, Dewan Jenderal, Sekretaris Jenderal, Ekonom Jenderal, para Pemimpin Provinsi, dan para utusan yang dipilih di provinsi masing-masing saat kapitel provinsi. Jumlah peserta Kapitel Jenderal tahun ini 31 orang: 9 orang dari Generalat, 3 orang utusan dari rumah yang langsung di bawah Generalat, 6 orang utusan dari Provinsi St. Fransiskus Jerman, 2 orang utusan dari Provinsi St. Antonio Belanda, 3 orang utusan dari Provinsi St. Maria Jepang, 3 orang utusan dari Provinsi St. Elisabet Amerika dan 5 orang utusan dari Provinsi 24
St. Yusuf Indonesia yakni: Sr. M. Yustien, Sr. M. Julia Juliarti, Sr. M. Magdalena, dan Sr. M. Yoannita. Tujuan Kapitel Jenderal sesuai dengan yang tertulis di konstitusi, bahwa kapitel diadakan untuk kesejahteraan per saudar aan atau demi kebaikan keseluruhan. Selain itu, untuk semakin mempersatukan seluruh kongregasi secara internasional. Dengan demikian setiap utusan mempunyai tanggungjawab untuk ambil bagian demi perkembangan dan pembaruan kongregasi sesuai dengan tuntutan zaman. Maka, perbedaan tidak menjadi halangan, justru menjadi kekayaan, setiap budaya, bahasa dan bangsa serta negara, memberi sumbangan yang khas
Duta Damai, Tahun ke-17, Mei-Juni 2016
dalam kongregasi kita. Kapitel Jenderal berlangsung penuh persaudaraan, saling menghargai dan mendengarkan. K apitel dibuka dengan acara perkenalan, pembukaan secara resmi, kemudian dilanjutkan dengan pertanggungjawaban dari Pemimpin Jenderal dan pertanggungjawaban (laporan-laporan) dari setiap provinsi. Setelah itu pemimpin Jenderal melaporkan pertanggungjawaban tentang keadaan kong reg asi secara keseluruhan di depan kapitularis. Hari berikutnya, pelaporan dimulai dari provinsi yang paling dulu, yakni Jerman, Belanda, Jepang, Amerika dan Regio Brasil kemudian Indonesia. Yang pemimpin Kapitel Jendral saat pembukaan, sidang laporan pertanggungjawaban dari setiap provinsi dan persiapan(rekoleksi) pemilihan Pemimpin Jenderal, Kapitel Jenderal dipimpin oleh pemimpin Jenderal lama. Dan, saat pemilihan pemimpin Jenderal dipimpin oleh Bapa Uskup. Dan, terpilihlah: Sr. Maria Cordis. Setelah terpilih Pemimpin Jenderal baru, sidang dipimpin oleh Pemimpin
Jenderal baru. Selama sidang dalam kapitel Jenderal dibantu oleh seorang moderator yang cukup bagus dan kompenten. Setiap kapitel Jenderal mau pun kapitel provinsi, selalu membahas hal-hal penting yang terjadi dalam kongregasi. Juga sebagai kesempatan untuk saling mengevaluasi kegiatan selama enam tahun dan merencanakan apa yang akan dilakukan selama enam tahun ke depan. Juga melihat perkembangan yang perlu disyukuri tetapi juga melihat keprihatinan- keprihatinan bersama yang perlu dicari jalan keluarnya. Kapitel Jenderal ditutup dengan suasana damai dan penuh harapan. Oleh Pemimpin Jenderal setiap provinsi diberi lilin untuk dinyalakan di provinsi masingmasing. Mari bersatu dalam kasih memulai sesuatu yang baru, apa yang ada di depan kita adalah suatu panggilan untuk kita kerjakan. Tuhan mempercayakan kepada kita karya keselamatan bagi setiap saudarasaudari yang kita jumpai setiap hari. ***
Duta Damai, Tahun ke-17, Mei-Juni 2016
25
AKTUALIA
ENGLISH CORNER
AKSI PANGGILAN Sr. M. Magritta
Minggu, 17 April 2016 diadakan aksi panggilan di Paroki Sr. Paulus, Kotagajah. PERAYAAN Ekaristi dipimpin oleh RD Agustinus Iswanto. Dalam homilinya RD Iswanto menceritakan tentang perjalanan hidup panggilannya hingga ia menjadi seorang imam. RD Iswanto mengaku sungguh merasa tak pantas karena sadar bahwa semasa remajanya ia dikenal sebagai anak yang nakal, namun Tuhan tetap memanggil dan memilihnya untuk menjadi gembala umat-Nya. “Allah memanggil dan memilih kita bukan karena kita sempurna, melainkan karena kita
26
lemah dan berdosa, maka kita diangkat oleh-Nya,” ujarnya. Acara ini dihadiri sekitar 150 anak SEKAMI dan OMK dari Paroki Kota Gajah. Hadir para suster FSGM, HK, dan frater dari Keuskupan Purwokerto, setiap kongregasi mensyeringkan panggilannya. Seorang bapak, Samirin, juga mensyeringkan panggilan hidupnya sebagai awam. Suasana berlangsung semarak karena diselingi dengan gerak tari dan lagu. ***
Duta Damai, Tahun ke-17, Mei-Juni 2016
Listen to Every Single Voice Sr. M. Anselina FSGM “You always listen to my every single voice……” this is a part of a letter that I have received. The letter was sent by a student in order to express her feeling about someone who is admired by her. I am interesting to reflect that sentence deeper. What is the meaning of “LISTEN” and “VOICE” in relating them into The Year of Extraordinary Jubilee of Mercy? Let’s discuss a bit about them. Listen can be defined into pay attention to somebody or something we can hear. “Listening” has a deeper meaning than hearing. That is why, if we listen to somebody/something, we can sure that we hear her/himself. But if we hear, it is not sure that we also listen. It means that we need some preparations to listen so we can give attention to others. The preparations can be about some tools that we need, such as ears, eyes and even heart.
In our daily life, we often draw an ear as a hook. If we use our two ears to listen, it means that there are two hooks we use and those hooks will form a heart. Heart symbol of LOVE. Heart is a place in a person where the feelings and emotions are thought to be, especially those connected with love. Only those who have love can listen to others by using heart. On the other hand, one definition of the word “voice” is a particular attitude, opinion or feeling that is expressed; a feeling or an opinion that you become aware of inside yourself. From that definition, we can say also, that voice can be a representative of someone. The whole existence of someone can be represented by his/her voice. It is also supposed, that the voice come from heart. God speaks through our heart. When we let God leads our heart to speak, it means that our voice will be God’s voice.
Duta Damai, Tahun ke-17, Mei-Juni 2016
27
ENGLISH CORNER
BAGI RASA
Kutemukan Dia di Ranjang Sr. M. Anselina FSGM
R e l a t i n g t o T h e Ye a r o f Extraordinary Jubilee of Mercy; listen and voice, have the same basic. It is “HEART”. We can listen to every single voice of others, if we use our heart to listen. Moreover, if you use our hearts to speak, our voice will bring peacefulness for those who listen to our voice. Sometimes, the heart sees what is invisible to the eye. The heart has its reasons
28
of which reason knows nothing. The best and the must beautiful things in the world cannot be seen or even touched, they must be felt and listened with their HEART.***
Duta Damai, Tahun ke-17, Mei-Juni 2016
SETELAH selesai makan siang, tiba-tiba awan menebal dan mendung mulai meliputi kota Jakarta dan sekitarnya. Situasi membuat saya semakin terdukung untuk sejenak meluruskan badan dan memejamkan mata pada siang itu. Tak ada niat apa pun terlintas dalam benak saya, yang saya inginkan hanyalah menikmati hari Minggu, harinya Tuhan, setelah melewati hari-hari yang penuh dengan kesibukan seperti bisingnya ibukota yang satu ini. Setelah badan mulai lurus, mata ini lama-lama makin mantap untuk terkatup dan less…. Tiba-tiba, tok…tok…tok. Pintu kamarku diketuk seseorang…. Antara sadar dan tidak, saya bertanya, “Iya…, ada apa?” “Suster, ada telpon dari Carolus, bukankah hari ini mengirim komuni?” “Astaga, bukankah sudah ada yang bertugas…, dan yang pasti bukan saya…!” sahutku sambil kembali memejamkan mata. Tibatiba handphoneku berdering…, ternyata telepon dari Pemimpin Komunitas….”Iya Madre…. Ada apa?” tanyaku dengan nada amat malas. “Suster, tolong ngirim komuni ke Carolus.” Tanpa pikir panjang, saya jawab, “Iya Madre….” dengan hati dan langkah yang malas, akhirnya aku bangun juga untuk bersiap-siap. Waduuuh…. Hujan deras lagi…, ke Carolus hari gini… ?! Ya ampun…, siapsiap aja banjir…. Ah…, terserahlah…, yang penting yang mau saya bawa adalah Tuhan sendiri. Saya kasihan kepada para pasien di Carolus, mereka sangat merindukan kesembuhan dari menerima komuni itu.
Dengan hati setengah terpaksa saya menuju Carolus dengan naik bajaj. H u j a n s e m a k i n d e r a s. S ay a membayangkan di Jalan Salemba nanti banjir, macet.... Kulihat jam, hampir pukul 16.00. Bisa terlambat! Semoga sudah dikirim oleh suster rumah sakit, pikirku. Tiba di RS Carolus, suster yang bertugas sudah lama menunggu. Hanya kata maaf yang bisa saya ucapkan kepadanya. “Inilah Anak Domba Allah yang menghapus dosa dunia, berbahagialah kita yang diundang ke perjamuan-Nya…” “Ya Tuhan, saya tidak pantas, Tuhan datang pada saya…, tetapi bersabdalah saja maka saya akan sembuh,” sahut si pasien. Satu per satu pasien menerima komuni, dari bangsal yang satu ke bangsal lain. Tibalah seorang pasien yang terbaring lemah dengan selang infus dan oksigen yang terpasang. Suster itu berbisik, “Suster, diberi berkat saja…!” “Oh iya,” sahutku mengiyakan permintaan itu karena si pasien terpasang oksigen dan sonde. Kudekati ranjang si pasien, tanganku mencoba menyentuhnya. Tiba-tiba si pasien merespon sentuhanku dan melihatku. “Bapa, saya berkati ya…,” kataku. Ia menggelengkan kepala. Maksudnya apa? Tidak mau diberkati? Masih dalam kebingungan, saya berpaling kepada keluarganya, meminta penjelasan. Keluarganya juga agak bingung menjawab per tanyaanku, “Memang tidak mau diberkati?” tanyaku. Semua mengerutkan kening. Tiba-tiba dengan terbata-bata terdengar suara, “Se… sedikit saja….”
Duta Damai, Tahun ke-17, Mei-Juni 2016
29
BAGI RASA
“Allah menggunakan ketidakberdayaan orang lain untuk menunjukkan kehadiran-Nya. Tanpa saya sadari, peristiwa itu semakin meneguhkanku bahwa ketidakberdayaanku juga dipakai oleh Tuhan untuk menunjukkan kuat kuasa-Nya. Kuasa Allah nyata ketika saya merendahkan diri di hadapan Allah “ “Bagaimana, Pak?” tanyaku memperjelas yang dia katakan. “Sedikit saja…,” pintanya sambil mengangkat jarinya, memberi isyarat. Oh, Tuhan, ternyata bapak itu mau menerima komuni, meskipun hanya sedikit saja. Akhirnya saya pecahkan hosti itu dan meletakkannya di lidah bapak itu. 30
“Terimakasih,” kata bapak itu dengan suara perlahan, tetapi terdengar dengan sangat jelas di telingaku. “Sama-sama, Pak,” jawabku mengakhiri pertemuan kami di kamar itu. Segera kutinggalkan kamar itu untuk melanjutkan ke kamar-kamar lain yang mau menerima komuni suci. Peristiwa itu membayang terus dalam setiap langkahku. Kerinduan sekaligus iman yang mendalam nyata dalam diri bapak itu. Meski hanya bisa menelan hosti suci sedikit, tetapi iman akan Sang Penyembuh Sejati begitu besar dan itulah yang diwartakan si pasien kepada saya. Saya hanya bisa melihat Allah yang menyapaku melalui peristiwa sore itu. Sembari menikmati macetnya jalanan, saya pulang sambil merenungkan pertemuanku dengan pasien tersebut. Si pasien, dengan segala kelemahan dan ketidakberdayaannya menyadarkan saya akan kehadiran Allah yang ia imani melalui komuni suci. Tanpa sadar, dia membuatku melihat Allah yang bekerja dalam dirinya, yang mewartakan bahwa Yesus adalah Sang
Duta Damai, Tahun ke-17, Mei-Juni 2016
Penyembuh Sejati. Kehadiran Yesus itu nyata dalam secuil hosti kudus dan ketulusan hati dalam menyambutnya. Allah menggunakan ketidakberdayaan orang lain untuk menunjukkan kehadiran-Nya. Tanpa saya sadari, peristiwa itu semakin meneguhkanku bahwa ketidakberdayaanku juga dipakai oleh Tuhan untuk menunjukkan kuat kuasa-Nya. Kuasa Allah nyata ketika saya merendahkan diri di hadapan Allah. Pengakuan akan keberadaan diri yang lemah dan tidak berdaya tanpa Allah menjadi
Strassburg. Penderitaan masyarakat Thuine menginspirasi Mdr. Anselma sehingga mampu melihat lambung-Nya yang tertikam mengeluarkan air dan darah yang melambangkan arus-arus kehidupan. Ketidakberdayaan orang-orang di Thuine membuat Mdr. Anselma tercengkam oleh kasih Allah yang penuh kerahiman. Hal inilah yang melandasi spiritualitas FSGM untuk menampakkan cintakasih Allah yang penuh kerahiman. Dengan memandang Allah yang tertikam lambung-Nya, yang mengalirkan darah
sarana Allah untuk menyatakan keallahanNya. Saat itulah, Allah menunjukkan kebesaran-Nya supaya orang yang membuka mata dan hati melihat dan menerimanya dalam hidupnya. Kiranya pengalaman seperti di atas jugalah yang dialami oleh banyak pendiri kongregasi yang mendorong mereka untuk berpihak kepada yang kecil, lemah, miskin dan terlantar. Sehingga lama-kelamaan mereka mendirikan sebuah kongregasi. Mdr. M. Anselma juga mengalami hal yang sama. Kehadiran yang awalnya mendapat penolakan membuat Sr. Mariana dan Sr. Anselma bergulat, apakah akan tetap tinggal di Thuine atau pulang ke
dan air, kita dipanggil untuk memancarkan cintakasih Allah yang penuh kerahiman yang membawa kehidupan bagi setiap orang yang kita layani.***
Duta Damai, Tahun ke-17, Mei-Juni 2016
31
DOA, PUJIAN, BERKAT ST. FRANSISKUS
Berkat Untuk Saudara Bernardus Tulislah seperti yang kukatakan kepadamu: Saudara pertama, yang diberikan Tuhan kepadaku, ialah Saudara Bernardus; dialah yang pertama-tama memulai dan melaksanakan kesempurnaan Injil suci dengan amat sempurna, yaitu dengan membagi-bagikan semua harta miliknya kepada orang-orang miskin. Karena hal itu dan karena banyak keistimewaan lainnya, maka aku mesti mengasihi dia lebih dari pada saudara lainnya di seluruh tarekat. Selanjutnya aku menghendaki dan memerintahkan, sejauh aku dapat, agar siapa pun juga yang menjadi minister general, hendaknya mengasihi dan menghormati dia seperti diriku sendiri. Juga para minister provinsi dan saudara-saudara lainnya diseluruh tarekat hendaknya memperlakukan dia seperti diriku.
32
Duta Damai, Tahun ke-17, Mei-Juni 2016