Selayang Pandang PNBP pada APBN
PR
R
I
I. Pendahuluan
P
6.
EN
TJ
SE
–
BN
AP
AN
7.
KS AN AA N
5.
LA
4.
PE
3.
AN
2.
Penerimaan yang bersumber dari pengelolaan dana Pemerintah, antara lain berupa penerimaan jasa giro, sisa angggaran pembangunan dan sisi anggaran rutin; Penerimaan dari pemanfaatan sumber daya alam antara lain berupa, royalty dibidang perikanan, Kehutanan dan pertambangan; Penerimaan dari hasil-hasil pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan antara lain berupa dividen, bagian laba Pemerintah, dana pembangunan semesta, dan hasil penjualan saham pemerintah; Penerimaan dari kegiatan pelayanan yang dilaksanakan Pemerintah antara lain berupa pelayanan pendidikan, pelayanan kesehatan, pelayanan pelatihan, pemberian hak paten, merek, hak cipta, pemberian visa dan paspor, serta pengelolaan kekayaan negara yang tidak dipisahkan; Penerimaan berdasarkan putusan pengadilan dan yang berasal dari pengenaan denda administrasi antara lain berupa lelang barang rampasan Negara dan denda; Penerimaan berupa hibah yang merupakan hak Pemerintah antara lain berupa hibah dan atau sumbangan dari dalam dan luar negeri baik swasta maupun Pemerintah yang menjadi hak Pemerintah; dan Penerimaan lainnya yang diatur dalam Undang-undang tersendiri.
D
1.
D
enerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) merupakan keseluruhan penerimaan pemerintah pusat yang tidak berasal dari penerimaan perpajakan (Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang PNBP). Kelompok atau jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak meliputi :
AN
G
G
AR
Saat ini pemerintah sedang berupaya mengoptimalkan PNBP untuk menyelenggarakan kegiatan pemerintahan dan pembangunan nasional, oleh karena itu dibutuhkan pengendalian internal yang baik untuk mencapai target PNBP sehingga tujuan pemerintah dapat tercapai.
AN
AL
IS A
Salah satu unsur APBN adalah anggaran pendapatan negara dan hibah yang diperoleh dari : a. Penerimaan perpajakan; b. Penerimaan negara bukan pajak; dan c. Penerimaan Hibah dari dalam negeri dan luar negeri.
BI R
O
Memasuki tahun 2011, di bidang PNBP, kebijakan yang dilakukan untuk mencapai target 2011 adalah (1) optimalisasi lifting/produksi minyak mentah dan gas bumi, serta komoditi tambang dan mineral guna mendukung pencapaian penerimaan SDA; (2) penyesuaian pay-out ratio dividen dari laba BUMN; (3) penyelesaian audit keuangan BUMN secara lebih awal guna memantau perkembangan rugi/laba BUMN; (4) penarikan dividen interim dengan tetap memperhatikan cash flow BUMN; (5) intensifikasi dan ekstensifikasi PNBP K/L, antara lain dengan melakukan review jenis dan tarif PNBP K/L; dan (6) perbaikan administrasi pelaporan keuangan K/L.1
1
NK dan RUU APBN 2011
Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR-RI | 1
• Perkembangan Penerimaan Negara Bukan Pajak
PR
R
I
Dalam periode 2005–2009, realisasi pendapatan negara dan hibah mengalami pertumbuhan rata-rata 14,4 persen, didukung dengan peningkatan penerimaan dalam negeri dan hibah yang masing-masing tumbuh rata-rata 14,4 persen dan 6,3 persen. Penerimaan dalam negeri terutama berasal dari penerimaan perpajakan yang memberikan kontribusi rata-rata 68,9 persen dengan pertumbuhan rata-rata 15,6 persen, sedangkan PNBP memberikan kontribusi rata-rata 31,1 persen dengan pertumbuhan rata-rata 11,5 persen.
D
AN
PE
LA
KS AN AA N
AP
BN
–
SE
TJ
EN
D
Grafik 1 : Perkembangan Total PNBP 2005-2011 (triliunrupiah)
AR
AN
Sumber : Data Pokok RAPBN 2011
BI R
O
AN
AL
IS A
AN
G
G
Grafik 2 : PNBP PADA APBN 2011
Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR-RI | 2
I R PR D EN TJ SE – BN AP
APBN 2011 163.12 27.59 45.17 15.03
PE
LA
Sumber: Pokok pokok NK dan RAPBN 2011
KS AN AA N
Tabel 1: PNBP pada APBN 2011 dan kesepakatan RAPBN 2011 Penerimaan SDA 158.17 Bagian Laba BUMN 26.59 PNBP Lainnya 43.43 Pendapatan BLU 14.89
AN
D
AN
Kontribusi PNBP dalam APBN semakin besar peranannya dalam membiayai pembangunan. Hal ini tentu membutuhkan kerja keras baik pada saat mulai melakukan rencana maupun membuat laporan realisasi PNBP untuk mencapai target tersebut.
AR
Kebijakan Umum yang dilakukan Pemerintah pada Penerimaan Negara Bukan Pajak adalah sbb 2: Optimalisasi produksi SDA migas melalui peningkatan produksi/lifting minyak mentah dan efisiensi cost recovery.
•
Meningkatkan produksi komoditas tambang dan mineral serta perbaikan peraturan disektor pertambangan
AL
IS A
AN
G
G
•
Mendukung upaya pengembangan energi baru dan terbarukan sebagai energy alternative
•
Menggali potensi penerimaan disektor kehutanan dengan tetap mempertimbangkan program kelestarian lingkungan hidup
•
Mengoptimalkan dividen BUMN dengan teap memepertimbangkan peningkatan efisiensi dan kinerja BUMN melalui optimalisasi investasi (Capital Expenditure)
•
Melakukan langkah penyelesaian piutang bermasalah
BI R
O
AN
•
2
NK-APBN 2011
Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR-RI | 3
•
Melakukan penyempurnaan peraturan mengenai tariff PNBP pada K/L
•
Meningkatkan kinerja pelayanan dan administrasi pada PNBP K/L
R
I
II. PNBP pada postur APBN
PR
A. PNBP- SUMBER DAYA ALAM
D
BN
–
SE
TJ
EN
D
alam lima tahun terakhir, penerimaan SDA memberikan kontribusi rata-rata sekitar 68,4 persen terhadap total PNBP. Penerimaan SDA migas merupakan penerimaan yang bersumber dari penerimaan minyak bumi dan penerimaan gas bumi. Sedangkan penerimaan SDA nonmigas diperoleh dari penerimaan pertambangan umum, penerimaan kehutanan, penerimaan perikanan, dan penerimaan pertambangan panas bumi.
AP
Perhitungan dan perkembangan SDA migas dipengaruhi oleh :
KS AN AA N
a. Lifting minyak mentah dan gas bumi
b. ICP yang pergerakannya mengikuti tren harga minyak dunia c. Pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat
AN
PE
LA
d. Besaran cost recovery yang merupakan pengurang faktor penerimaan migas yang akan dibagi hasilkan antara pemerintah dengan kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) sesuai kontrak kerjasama (KKS).
AN
D
Sementara itu penerimaan SDA Non Migas dipengaruhi oleh :
AR
a. Tingkat produksi dan harga beberapa jenis komoditas mineral dan batubara
AN
G
G
b. Luas area dan volume produksi hasil hutan
IS A
c. Tingkat produksi budidaya perikanan dan kegiatan operasi kapal penangkap ikan
AN
AL
d. Kebijakan kebijakan yang dilakukan pemerintah dalam rangka intensifikasi dan ekstensifikasi pemungutan PNBP
BI R
O
Grafik 3 : Penerimaan SDA 2005-2010 (trilliun rupiah)
Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR-RI | 4
I R PR D EN TJ SE BN
–
Sumber : Nota Keuangan 2011
LA
KS AN AA N
AP
Selama periode 2005–2009, penerimaan SDA memperlihatkan pertumbuhan yang fluktuatif. Di tahun 2007 dan 2009 terjadi penurunan penerimaan SDA, sebesar masing-masing 20,6 persen dan 38,1 persen. Sedangkan di tahun 2008, mengalami pertumbuhan tertinggi, yaitu mencapai 63,9 persen, atau naik Rp91,6 triliun bila dibandingkan dengan realisasi tahun 2007. Peningkatan tersebut dipengaruhi oleh perkiraan pencapaian target lifting minyak sebesar 927 ribu barel per hari dan perkiraan rata-rata harga minyak mentah Indonesia di pasar internasional (ICP) mencapai US$108,9 per barel lebih tinggi jika dibandingkan dengan rata-rata ICP tahun 2007 yang sebesar US$69,7 per bare3l
AN
D
AN
PE
Dalam APBN-P tahun 2010, penerimaan SDA ditargetkan sebesar Rp164,7 triliun. Apabila dibandingkan dengan realisasi tahun 2009, perkiraan penerimaan SDA tersebut mengalami peningkatan Rp25,8 triliun atau 18,5 persen. Penerimaan SDA pada tahun 2011 ditargetkan sebesar Rp 158,173 triliun (berasal dari Migas dan Non Migas).
Grafik 4 : Penerimaan SDA (Migas) 2010 dan 2011(trilliun rupiah)
BI R
O
AN
AL
IS A
AN
G
G
AR
Penerimaan SDA Non Migas 2010 dan 2011(trilliun rupiah). Jika dibandingkan dengan target APBN-P 2010 sebesar Rp151,71 triliun, penerimaan SDA Migas pada 2011 mengalami penurunan sebesar Rp6,5 triliun atau 4,3 %. Sumber Penerimaan SDA Migas terdiri atas penerimaan minyak bumi sebesar Rp104,7 triliun dan penerimaan gas bumi sebesar Rp40,5 triliun.
3
Nota Keuangan APBN TA 2009
Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR-RI | 5
Sumber: Depkeu
Penurunan target SDA Migas pada 2010, disebabkan oleh beberapa alasan: Adanya kenaikan komponen pengurang yang digunakan sebagai dasar perhitungan penerimaan SDA ( pajak dan pungutan lainnya)
•
Karena pada APBN 2010 termasuk tambahan penerimaan SDA Migas diluar rutin yang berasal dari penyelesaian kewajiban migas PT.Pertamina sebesar Rp 5.0 Triliun yang seluruhnya dipergunakan untuk pembayaran kepada PT Pertamina atas penggunaan bahan bakar minyak dan pelumas (BMP) oleh TNI.
EN
D
PR
R
I
•
SE
TJ
Pada Tahun 2011, penerimaan SDA nonmigas terdiri atas :
penerimaan pertambangan umum sebesar Rp9,9 triliun (meningkat Rp0,2 triliun atau 1,8 persen jika dibandingkan dengan target pada APBN-P2010)
•
penerimaan Kehutanan. Penerimaan pertambangan umum masih merupakan sumber utama penerimaan SDA nonmigas dengan kontribusi sebesar 7,6 persen.
•
penerimaan perikanan
•
penerimaan pertambangan pansa bumi pada APBN 2011 ditargetkan Rp12,9 triliun, menurun sebesar Rp0,1 triliun atau 0,7 persen jika dibandingkan dengan target APBN-P 2011
LA
KS AN AA N
AP
BN
–
•
AL
IS A
AN
G
G
AR
AN
D
AN
PE
Grafik 5 : Penerimaan SDA Non Migas 2010 dan 2011(trilliun rupiah)
AN
Sumber : Depkeu
BI R
O
Pada Grafik diatas terlihat, penerimaan Kehutanan pada RAPBN 2011 (sebesar Rp 2,5 Triliun) mengalami penurunan sebesar Rp0,3 triliun atau sebesar 11,4 persen jika dibandingkan dengan target APBN-P 2010. Hambatan PNBP SDA SDA Migas Perhitungan dan perkembangan penerimaan SDA migas dipengaruhi oleh asumsi lifting minyak mentah dan gas bumi, harga minyak mentah Indonesia yang pergerakan harganya mengikuti mengikuti trend harga minyak dunia, asumsi dan perkembangan nilai tukar rupiah terhadap US dollar, serta besaran cost recovery Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR-RI | 6
(biaya pengembalian) yang diterima oleh KKKS dimana cost recovery merupakan biaya-biaya yang dapat dikembalikan kepada KKKS dalam melakukan eksplorasi minyak bumi dan gas bumi.
TJ
EN
D
PR
R
I
Namun, demikian terdapat beberapa faktor yang menghambat pencapaian target lifting yaitu faktor penurunan produksi alamiah sebesar +/- 12% per tahun, dampak diberlakukannya UU No.32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, masalah tata ruang dan tumpang tindih lahan kawasan hutan, dan masalah perpanjangan kontrak KKKS dengan pemerintah Indonesia yang akan berakhir dalam jangka waktu beberapa tahun.
KS AN AA N
AP
BN
–
SE
Pada tahun 2009 harga minyak dunia mengalami penurunan hingga mencapai titik terndah yaitu US$39,2 pada bulan februari 2009. Harga rata-rata ICP juga mengalami penurunan hingga US$41,9 per barel pada Januari 2009. Di awal tahun 2010 baik konsumsi maupun produksi minyak dunia mengalami peningkatan dikarenakan faktor cuaca dingin yang melanda Eropa, Cina dan Amerika Serikat.
Kendala SDA Migas
AN
D
AN
PE
LA
1. Minimnya investasi dalam sektor migas di Indonesia merupakan salah satu kendala yang dihadapi oleh sektor migas. Menurut Kurtubi terdapat beberapa faktor penghambat investasi migas terkait dengan Undang-Undang Nomor 22 tahun 2001 yaitu : urusan kontrak migas yang sudah tidak satu atap lagi dimana urusan tender harus ke Ditjen Migas lalu membuat kontrak dengan BP Migas. Selain itu, aturan perpajakan saat ini memaksa investor membayar pajak meskipun belum menemukan minyak pada tahap eksplorasi. Agar dalam jangka panjang negara tidak dirugikan maka pemerintah harus melakukan evaluasi kebijakan dalam sektor migas.
BI R
O
AN
AL
IS A
AN
G
G
AR
2. Perhitungan dan perkembangan penerimaan SDA migas dipengaruhi oleh asumsi lifting minyak mentah dan gas bumi, harga minyak mentah Indonesia yang pergerakan harganya mengikuti mengikuti trend harga minyak dunia, asumsi dan perkembangan nilai tukar rupiah terhadap US dollar, serta besaran cost recovery (biaya pengembalian) yang diterima oleh KKKS dimana cost recovery merupakan biaya-biaya yang dapat dikembalikan kepada KKKS dalam melakukan eksplorasi minyak bumi dan gas bumi
SDA Non Migas Penerimaan SDA pertambangan umum meliputi penerimaan sewa tanah (land rent) dan royalty. Penerimaan SDA pertambangan umum yang berasal dari land rent proyeksinya dihitung berdasarkan atas luas areal pertambangan sedangkan yang berasal dari royalti dihitung berdasarkan atas produk barang tambang yang dihasilkan, tarif yang berlaku, serta nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat. Sektor pertambangan merupakan salah satu sektor utama yang menggerakan roda perekonomian. Sektor ini mampu menyerap tenaga kerja langsung sekitar 34 ribu. Sektor ini memiliki peluang yang sangat besar Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR-RI | 7
mengingat produk tambang selalu dibutuhkan manusia sehingga demand nya akan sealu ada. Selain itu, potensi geologis Indonesia juga menunjang industri pertambangan.
D
PR
R
I
Kendala Sektor Pertambangan Sektor pertambangan juga mengalami kendala terutama terkait Pertambangan Tanpa Izin (PETI) dan perundangan. Jika hal ini dibiarkan maka dapat berpotensi menurunkan penerimaan negara dari sektor pertambangan. Salah satu upaya yang dapat dilakukan Pemerintah untuk mengatasai kendala tersebut adalah sinkronisasi dan harmonisasi produk hukum yangberkenaan dnegan sektor pertambangan yang bersifat lintas sektoral serta kebijakan satu pintu dalm perijinan untuk invesatsi sektor pertambangan.
–
SE
TJ
EN
Penerimaan SDA kehutanan meliputi Dana Reboisasi (DR), provisi sumber daya hutan (PSDH) serta IHPH (Iuran Hasil Pengusahaan Hutan). Penerimaan SDA kehutanan dihitung berdasarkan atas Rencana Produksi Karya Tahunan (RKT), volume dan tarif yang berlaku, kecuali yang berasal dari dana reboisasi dihitung berdasarkan pada nilai tukar rupiah terhadap US$.
KS AN AA N
AP
BN
Selain itu, penerimaan sektor kehutanan juga berasal dari hasil ekspor produk-produk kehutanan. Pada tahun 2004 sebagian besar ekspor kehutanan disumbang oleh kayu lapis US$1,6 miliar,kayu gergajian US$310 juta, kayu lainnya US$1,4 miliar dan bubur kertas US$2,0 miliar. Nilai ekspor tersebut berkisar 9,4% dari total ekspor non migas yang mencapai US$ 55,9 pada tahun 2004.
AN
PE
LA
Kendala SDA kehutanan Kendala yang bersifat ekonomi yang dihadapi oleh sektor kehutanan adalah penyelundupan kayu (illegal logging) yang terjadi besar-besaran di Indonesia sejak HPH beroperasi.Kwik Kian Gie memperhitungkan bahwa kebocoran ekonomi akibat penyelundupan kayu dan pencurian ikan, pasir timah dan lainnya mencapai Rp76,5 triliun dimana sebesar Rp50 triun berasal dari penyelundupan kayu saja setiap tahunnya.
D
Perikanan
AL
IS A
AN
G
G
AR
AN
Penerimaan negara bukan pajak yang berasal dari penerimaan SDA perikanan meliputi sektor kelautan dan perikanan. Penerimaan sektor tersebut bersumber dari pungutan jasa pelayanan di pelabuhan perikanan yang pelaksanaannya di Unit Pelaksana Teknis (UPT) dan pungutan perikanan atas pengusahaan perikanan dan hasil perikanan. Pengenaan Pungutan Hasil Perikanan (PHP) berdasarkan jumlah kapal penangkap ikan yang telah menerima Surat Penangkapan Ikan (SPI) dan Pungutan Pengusahaan Perikanan (PPP). Dalam penerimaan SDA perikanan proyeksinya didasarkan atas tarif pengenaan pungutan hasil perikanan yang berlaku.
BI R
O
AN
Nilai ekonomi potensi perikanan Indonesia mencapai US$31,95 miliar. Produkdi perikanan tangkap Indonesia menempati posisi keempat dunia setelah Cina, Peru dan Amerika Serikat. Kontribusi sektor perikanan terhadap PDB nasional adalah sebesar 2,85% pada tahun 2009. Produksi perikanan pada tahun tersebut mencapai 10 juta ton sementara nilai ekspor mencapai US$2 miliar.
Kendala Bidang Perikanan Dalam bidang perikanan, terdapat beberapa kendala yang dihadapi , antara lain Pertama, rendahnya produksi ikan hasil olahan. Selain itu, pengembangan usaha di sektor kelautan dan perikanan terhambat
Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR-RI | 8
tingginya biaya produksi yang meliputi bahan bakar minyak, pakan dan retribusi perikanan oleh pemerintah daerah dan kesulitan pendanaan. Terkait pendanaan, menurut Sekjen Kementerian Kelautan dan Perikanan, dari total dana kredit usaha rakyat 2009 daya serap nelayan dan pembudidaya ikan di bawah lima persen dikarenakan prosedur pengajuan dan penjaminan kredit yang dinilai rumit.
PR
R
I
BOKS 1
EN
D
Temuan BPK terhadap SDA Migas tahun 2009
BN
–
SE
TJ
BPK menemukan adanya ketidakpatuhan dalam pengujian kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan pada pemerintah pusat.Temuan Ketidakpatuhan itu adalah sbb:
KS AN AA N
AP
Terdapat Pendapatan SDA Migas dari Kegiatan Usaha Hulu Migas Tahun 2009 Sebesar Rp1,90 Triliun dan Tahun 2008 sebesar USD530.97 juta yang Belum Diperhitungkan Dalam Bagi Hasil4
G
G
AR
AN
D
AN
PE
LA
Berdasarkan hasil pemeriksaan BPK pada PT Pertamina diketahui terdapat kekurangan bagian pemerintah atas PNBP dari kegiatan usaha hulu Migas sebesar USD714.82 juta karena koreksi cost recovery. Atas kekurangan tersebut, Pertamina menyelesaikan kewajibannya kepada pemerintah melalui mekanisme offsetting dengan kewajiban pemerintah sebesar USD530.97 juta pada tahun 2008 dan sebesar Rp1,90 triliun (ekuivalen USD183.81 juta) pada tahun 2009. Penyelesaian secara offsetting tersebut tidak dicatat sebagai pendapatan migas melainkan sebagai pendapatan lainnya dari kegiatan usaha hulu migas oleh Pemerintah. Dengan pengklasifikasian tersebut, Pemerintah mengambil kebijakan tidak membagihasilkan kepada daerah. Hal ini tidak sesuai dengan pasal 14 huruf e dan huruf f UU No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah.
AL
IS A
AN
Rekomendasi – BPK merekomendasikan agar Pemerintah segera mengklarifikasikan masalah terkait pendapatan yang tidak dibagihasilkan tersebut dengan DPR.
BI R
O
AN
Namun begitu terkait dengan temuan terhadap SDA tersebut, sesuai dengan kesimpulan Raker Badan Anggaran DPR RI dengan Menkeu pada tanggal 26 Juli -30 Agustus 2010 terdapat beberapa masukan yang telah disepakati ;
Pendapatan SDA Migas dari kegiatan Usaha Hulu Migas tahun 2009 sebesar Rp1,90 triliun dan tahun 2008 sebesar USD530,97 juta tetap disajikan sebagai Pendapatan lainnya sesuai dengan kesimpulan Panitia Anggaran DPR yang hasilnya dituangkan dalam No.16 tahun 2008 tentang Perubahan atas UU No.45 Tahun 2007 tentang APBN TA 2008, sehingga tidak diperhitungkan dalam bagi hasil.
4
LKPP 2009
Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR-RI | 9
Sebagai catatan : Fraksi PDI Perjuangan meminta agar pendapatan SDA Migas dari Kegiatan Usahan Hulu Migas tahun 2009 dan 2008 diperhitungkan dalam bagi hasil.
B. PNBP – BAGIAN LABA BUMN
R
I
Penerimaan bagian laba BUMN merupakan penerimaan negara dalam bentuk ;
EN
D
PR
Dividen dari perusahaan perseroan dan perseroan terbatas lainnya yang besarnya ditetapkan dalam rapat umum pemegang saham (RUPS)
SE
TJ
Dividen dari perusahaan umum (Perum) yang besarnya ditetapkan dalam pengesahan laporan keuangan oleh Mentri BUMN
KS AN AA N
AP
BN
–
Selama periode 2007–2010, telah terjadi penambahan jumlah BUMN, yaitu dari 139 BUMN menjadi 142 BUMN. Ketiga BUMN baru tersebut adalah PT Dirgantara Indonesia (persero) yang sebelumnya dikelola oleh PT PPA (persero), PT Askrindo (persero) yang sebelumnya mayoritas sahamnya dikuasai oleh Bank Indonesia, dan Perusahaan Umum Lembaga Kantor Berita Nasional Antara yang sebelumnya merupakan lembaga penyiaran publik.
IS A
AN
G
G
AR
AN
D
AN
PE
LA
Grafik 6 : Perkembangan Laba BUMN 2005-2011(trilliun rupiah)
BI R
O
AN
AL
Adapun rencana strategi yang ditempuh untuk mengoptimalkan penerimaan dari dividen BUMN dalam tahun 2011 adalah: 1. optimalisasi dividen pay-out ratio dengan mempertimbangkan antara lain kondisi keuangan dan penugasan oleh Pemerintah serta peraturan perundangan yang berlaku (misalnya: UU SJSN, Prospektus IPO) 2. audit keuangan oleh kantor akuntan publik (KAP) dapat selesai lebih awal dari jadwal agar angka definitif atas laba/rugi bersih BUMN secara dini dapat diketahui, untuk dapat ditetapkan langkah-langkah dalam mencapai target yang diharapkan 3. opsi untuk mengambil dividen interim terhadap BUMN yang sudah menyelenggarakan RUPS, dengan tetap memperhatikan arus kas untuk operasi BUMN tersebut.
Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR-RI | 10
Terkait dengan rencana peningkatan kinerja BUMN di tahun 2011,berbagai langkah-langkah dipersiapkan dalam rangka antisipasi pemberlakuan ACFTA agar BUMN dapat memberikan kontribusi yang lebih besar bagi perekonomian nasional.
SE
TJ
EN
D
PR
R
I
Langkah taktis yang disiapkan untuk tahun 2011 antara lain adalah: 1. Peningkatan cadangan modal kerja untuk BUMN yang sehat dan perlu modal kerja dan sekaligus belanja investasi (capital expenditure) agar BUMN dapat lebih berkembang menuju ke tingkat skala ekonomi dan sekaligus mampu meningkatkan pendapatan serta lebih efisien 2. BUMN yang sedang direstrukturisasi dan meraih laba namun masih mengalami akumulasi rugi agar lebih sehat, tidak diambil dividennya. Dengan memperhatikan kondisi dan tantangan dan asumsi dasar ekonomi makro 2011 serta rencana kebijakan yang akan ditempuh sebagaimana disebutkan sebelumnya, besaran PNBP bagian Pemerintah atas laba BUMN termasuk dividen interim tahun 2011 direncanakan sebesar Rp26,6 triliun.
LABA
OUTLOOK SAHAM
AP
SUMBER
AN
AL
IS A
AN
G
G
AR
AN
D
AN
PE
LA
KS AN AA N
PT Pertamina Semester I 8.680.616 PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) Semester I 6.384.095 PT TELKOM Semester I 6.003.275 PT PGN Semester I 3.206.152 PT Bank Mandiri, Tbk Semester I 4.034.094 PT Bank Rakyat Indonesia, Tbk (BRI) Semester I 4.318.008 PT Semen Gresik, Tbk Semester I 1.627.266 PT Bank Negara Indonesia, Tbk (BNI) Semester I 1.933.836 PT PUSRI Semester I 1.300.241 Perum Pegadaian Semester I 591.318 PT Krakatau Steel (KS) Semester I 956.493 PT PELINDO II Semester I 566.441 PT Jasa Marga Semester I 641.263 PT Bukit Asam, Tbk Semester I 908.109 PT ANTAM, Tbk Semester I 756.302 PT Angkasa Pura II (AP II) Semester I 577.489 PT Asuransi Jasa Raharja Semester I 531.500 PT PELINDO III Semester I 266.430 PT Bank Tabungan Negara (BTN) Semester I 390.612 PTPN III Semester I 413.546 PT Timah, Tbk Semester I 322.300 PT Angkasa Pura I Semester I 310.549 PTPN IV Semester I 175.070 PT Semen Baturaja Semester I 96.898 PT PPA Semester I 86.396 PT PELINDO I Semester I 116.430 PT PELINDO IV Semester I 166.685 PTPN VII Semester I 100.980 PT Wijaya Karya (WIKA) Semester I 93.341 PT JASINDO Semester I 96.129 Perum JAMKRINDO Semester I 89.038 Perum PERURI Semester I 93.492 Total Dividen 30 BUMN Selain Pertamina dan PLN Total Dividen BUMN Interim 2010 Interim 2011 Dividen setelah Interim 2010
BI R
O
1 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
BN
PERUSAHAAN NEGARA
NO
–
Tabel 2: Daftar 30 BUMN pembayar Dividen (juta)
15.000.000 10.214.552 11.000.000 5.500.000 7.000.000 7.500.000 2.600.000 3.100.000 2.100.000 1.000.000 1.300.000 800.000 1.000.000 1.500.000 1.200.000 800.000 800.000 450.000 670.000 660.000 550.000 450.000 300.000 150.000 130.000 190.000 170.000 160.000 175.000 150.000 140.000 140.000
100,00% 100,00% 52,47% 56,97% 60,00% 56,77% 51,60% 60,00% 100,00% 100,00% 100,00% 100,00% 70,00% 65,02% 65,00% 100,00% 100,00% 100,00% 72,92% 100,00% 65,00% 100,00% 100,00% 100,00% 100,00% 100,00% 100,00% 100,00% 68,42% 100,00% 100,00% 100,00%
PoR Perkiraan 45% 50% 60% 35% 30% 55% 35% 15% 50% 30% 50% 60% 45% 40% 30% 30% 50% 45% 30% 50% 30% 30% 50% 50% 30% 20% 30% 30% 15% 10% 30%
6.750.000 4.000.000 2.885.850 1.880.010 1.470.000 1.277.325 737.880 651.000 315.000 500.000 390.000 400.000 420.000 438.865 312.000 240.000 240.000 225.000 219.854 198.000 178.750 135.000 90.000 75.000 65.000 57.000 34.000 48.000 35.921 22.500 14.000 42.000 13.597.954 24.347.954 (4.280.000) 3.290.000 23.357.954
Sumber: Kementrian BUMN
Selama periode 2005–2010, PT Pertamina menjadi BUMN penyumbang dividen terbesar dengan rata rata kontribusi tiap tahun mencapai 45,7 persen terhadap total dividen BUMN. Selama periode tersebut, PT Pertamina membukukan laba bersih rata-rata sebesar Rp22,5 triliun per tahun. Perolehan laba tertinggi terjadi dalam tahun 2008 yaitu sebesar Rp30,2 triliun atau meningkat sebesar 23,3 persen bila Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR-RI | 11
dibandingkan dengan laba bersih tahun sebelumnya. Peningkatan tersebut merupakan keuntungan tambahan (windfall profi)t akibat lonjakan harga minyak pada kuartal II tahun 2008. Rencana kebijakan Pemerintah untuk PNBP bagian Pemerintah atas laba BUMN di tahun 2011 adalah dengan menerapkan kebijakan pay-out ratio 50-60 persen dengan beberapa pengecualian, yaitu:
KS AN AA N
AP
BN
–
SE
TJ
EN
D
PR
R
I
penetapan pay-out ratio (POR) 0-25 persen untuk BUMN sector asuransi, khusus PT Jamsostek, PT Taspen, PT Askes, dan PT Asabri diterapkan POR nol persen, terkait dengan Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional yang menjelaskan bahwa BUMN asuransi menjadi organisasi nirlaba; penetapan POR nol persen untuk BUMN kehutanan, terkait dengan upaya pelestarian hutan di Indonesia, dan untuk BUMN laba dengan akumulasi rugi; penetapan POR 0-60 persen untuk BUMN laba tanpa akumulasi rugi; rencana POR BUMN Sektor Perkebunan 0-25 persen; penetapan POR BUMN Sektor Farmasi 0-20 persen; rencana POR BUMN Perbankan 35-45 persen untuk antisipasi Implementasi BASEL II dan PSAK 50/55 agar CAR Bank BUMN pada tahun 2014 tetap di atas 10 persen dan dapat tetap memajukan sektor riil dengan pertumbuhan ekspansi kredit 18-27 persen; rencana POR BUMN Pertambangan 30-45 persen; dan rencana POR PT Pertamina 45-50 persen.
LA
Faktor Faktor yang mempengaruhi besarnya Dividen BUMN
AN
D
AN
PE
Kinerja BUMN terkait semakin besar laba bersih yang diperoleh, maka semakin besar pula dividen yang akan disetorkan ke APBN.
IS A
AN
G
G
AR
Besarnya Pay Out Ratio (POR) dividen BUMN Peningkatan dividen yang disetorkan ke APBN disamping karena perbaikan keuntungan BUMN juga karena kebijakan pemerintah untuk meningkatkan Pay Out Ratio dari rata rata 20 % sebelum krisis 1997/1998 menjadi sekitar 40 % ( setelah krisis moneter), bahkan beberapa BUMN dikenakan lebih 50 %
BI R
O
AN
AL
Sekitar 50 % dividen BUMN yang disetorkan APBN berasal dari dividen yang disetorkan Pertamina. Implikasinya : • Dividen BUMN relative tergantung pada situasi harga minyak ( karena produksi minyak Pertamina yang tidak bisa lagi ditingkatkan secara signifikan) • Ekspansi bisnis Pertamina menjadi tidak bisa berkembang pesat Kebijakan Dividen Interim
Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR-RI | 12
Dividen yang seharusnya dibayarkan pada tahun mendatang berdasarkan pencapaian laba BUMN tahun ini, tetapi dibayarkan terlebih dahulu tahun ini.Ibaratnya pemerintah ‘ngutang’ dividen kepada BUMN 5 Beberapa Catatan Seputar Kebijakan Penetapan Dividen
D
PR
R
I
1. Penetapan target dividen BUMN adalah lebih banyak ditentukan oleh kebutuhan APBN Implikasinya: Besarnya dividen BUMN lebih banyak ditentukan melalui keputusan politik (Pemerintah& DPR), sehingga seringkali mengabaikan kondisi objektif BUMN.
AP
BN
–
SE
TJ
EN
2. Kebijakan dividen BUMN semestinya tidak memberlakukan pay out ratio (POR) secara absolut. Misalnya, sejak dulu Pertamina POR nya tidak pernah kurang dari 50 % Semestinya: penetapan POR dividen BUMN harus menggunakan pendekatan korporasi. Dimana BUMN diberi ruangan untuk menentukan besaran dividen dengan terlebih dahulu mengukur kebutuhannya untuk investasi.Dengan pendekatan ini kesinambungan usaha BUMN akan lebih terjamin dan kontribusi jangka panjangnya terhadap APBN juga lebih besar.
KS AN AA N
3. Pemerinah masih sering memberlakukan kebijakan dividen interim Implikasinya : kebijakan ini bisa berpotensi mengacaukan cash flow BUMN, oleh karenanya, ketika dividen interim hendak diambil, kesiapan cash flow BUMN yang harus betul betul diperhatikan.
G
G
AR
AN
D
AN
PE
LA
4. Penentuan Pay Out Ratio dividen didasarkan pada aspek laba akuntansi (accounting profit), sementara dividen dibayarkan secara cash. Implikasinya : kebijakan accounting profit terkadang mengandung unsur rekayasa akuntansi (window dressing) baik dalam proses pelaksanaan ataupun teknik akuntansi untuk memoles kinerja BUMN. Akibatnya ada beberapa BUMN yang memperoleh laba, namun justru kesulitan likuiditas ketika harus membayar hutang dividen yang sudah ditetapkan, sehingga terdapat beberapa BUMN yang harus membayarkan dividennya dengan meminjam dana dari Bank karena cash flownya tidak memungkinkan.
BI R
O
AN
AL
IS A
AN
5. Kebijakan penetapan dividen juga perlu memperhatikan status BUMN terkait. Misalnya : Bila pemerintah ingin menjaga mayoritas kepemilikan sahamnya di BUMN yang kepemilikannya tinggal 51 % ( seperti PT Semen Gresik dan PT Adhi Karya) pemerintah justru perlu mengurangi porsi dividennya. Implikasinya : Jika dividen diperbesar, sementara BUMN perlu melakukan ekspansi, BUMN tsb harus melakukan penjualan saham kepada public (right issue) yang dapat berdampak pada berkurangnya kepemilikan saham pemerintah.Sedangkan bila tidak dilakukan right issue, BUMN bersangkutan tidak bisa melakukan ekspansi yang ujungnya bisa berdampak pada berkurangnya pangsa pasar BUMN.
5
The Indonesia Economic Inteligence-Mencermati Problematika di BUMN
Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR-RI | 13
BOKS 2 Temuan BPK terhadap BUMN Hapsem II 2009
AL AN O BI R
I R
D
EN
TJ
SE
–
47
BPK RI menyarankan: Volume premium dan solar bersubsidi dikurangi sebesar 120 liter dan 2.034 liter;
Pertamina menegur/memberi sanksi kepada SPBU yang menjual JBT kepada TNI/POLRI
AN
G
G
AR
AN
D
AN
PE
Pemeriksaan dengan Tujuan Tertentu: 1. Temuan Terkait dengan Koreksi Volume Penyaluran JBT Bersubsidi Sebesar 47.142.421 Liter. (Dua SPBU Telah Menyalurkan 120 Liter Premium Bersubsidi dan 2.034 Liter Solar Bersubsidi kepada TNI/POLRI)
IS A
PT.Pertamina (Unit Pemasaran BBM Retail di Medan,Palemb ang, Jakarta,Semara ng,Surabaya,Bal ikpapan dan Makasar)
BPK RI menyarankan agar PT Pelni segera menyetor kewajiban pembayaran biaya jasa pelayanan transportasi laut sebesar Rp119.536.072.300,28 kepada pemerintah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
LA
Pemeriksaan atas Laporan Keuangan: PT Pelni belum melunasi hutang biaya jasa kepelabuhan, jasa kenavigasian, dan jasa perkapalan Rp119.536.072.300,28
10
BPK RI menyarankan agar Direksi PT Pelni dalam menyajikan laporan pelaksanaan KPU, sesuai butir 4 Addendum tidak memperhitungkan 14 jenis biaya yang tidak ditanggung KPU dan menghitung biaya dan pendapatan lain yang terkait langsung dengan penyelenggaraan KPU
BN
Pemeriksaan dengan Tujuan Tertentu: Laporan perhitungan dana kompensasi KPU oleh PT Pelni belum sepenuhnya sesuai addendum perjanjian penyelenggaraan kewajiban pelayanan umum .Hal tersebut mengakibatkan kelebihan pembebanan beban overhead KPU sebesarRp8.896.466.400,02
AP
PT.PELNI
Rekomendasi
KS AN AA N
Temuan
PR
Jumlah Temuan
BUMN
2.
Temuan yang Berkaitan dengan Penyaluran JBT(Jenis Bbm Tertentu) Bersubsidi kepada Usaha Kecil (Penyaluran JBT Bersubsidi kepada Konsumen yang Tidak Memenuhi Kriteria Usaha Kecil Sebesar 203.000 Liter Minyak Tanah dan 10.000 Liter Solar Membebani Subsidi JBT
BPK RI menyarankan: Volume minyak tanah dan solar bersubsidi dikurangi masingmasing sebesar 203.000 liter dan 10.000 liter; dan Pms BBM I & M harus menguji keabsahan rekomendasi dinas terkait dengan melakukan pengecekan fisik dan mereviu perkembangan usaha kecil yang mendapatkan alokasi JBT bersubsidi dengan meminta Laporan Keuangan Tahunan.
Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR-RI | 14
C. PNBP LAINNYA Dalam tahun 2011, target PNBP lainnya direncanakan sebesar Rp43,4 triliun, sedikit mengalami penurunan apabila dibandingkan dengan target dalam APBN-P 2010 sebesar Rp43,5 triliun.
KS AN AA N
AP
BN
–
SE
TJ
EN
D
PR
R
I
Grafik 7 : Perkembangan PNBP Lainnya 2005-2011(trilliun rupiah)
Sumber : NK RAPBN 2011
AN
D
AN
PE
Pemerintah telah menerbitkan 45 PP mengenai jenis dan tariff PNBP pada K/L, terdiri dari: Kementrian : 24 PP Lembaga : 21 PP Realisasi PNBP Lainnya dalam LRA LKPP Tahun 2009 dan 2008 adalah sebesar Rp53.796.110,94 juta dan Rp63.318.958,42 juta. 6
AR
LA
Pada tahun 2011 PNBP yang berasal dari Kemenkominfo direncanakan sebsar Rp 10,5 triliun, meningkat Rp0,2 triliun atau 1,9 persen apabila dibandingkan dengan target dalam APBN-P 2010 sebesar Rp10,3 triliun. Perkembangan PNBP pada K/L dapat dilihat pada grafik d iatas.
G
G
Tabel 3 : Realisasi PNBP lainnya tahun 2008 dan 2009 2008
2009
PNBP Lainnya (Triliun Rupiah)
63,319
53,796
Total PNBP (Triliun Rupiah)
320,604
227,174
Persentase PNBP Lainnya dari Total PNBP (%)
19,75%
23,68%
BI R
O
AN
AL
IS A
AN
Realisasi
6 7
Tabel 4: Perkembangan PNBP Lainnya, 2005 – 2010 (triliun rupiah)7
Sumber: LKPP 2009 Sumber: Nota Keuangan dan RAPBN 2011,diolah
Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR-RI | 15
I R PR EN TJ SE – BN AP
KS AN AA N
6 K/L terbesar penyumbang PNBP lainnya adalah Kementrian Komunikasi dan Informatika Kementrian Pendidikan Nasional Kementrian Kesehatan Kepolisian Negara Republik Indonesia Badan Pertanahan Nasional Kementrian Hukum dan HAM
AR
AN
D
AN
PE
LA
1. 2. 3. 4. 5. 6.
D
Catatan: *Termasuk pendapatan BLU
BI R
O
AN
AL
IS A
AN
G
G
Grafik 8: Trend realisasi PNBP lainnya pada 6 K/L
PP 23 Tahun 2005 Pasal 14 Ayat (6):
Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR-RI | 16
Pendapatan yang diperoleh dari jasa layanan yang diberikan kepada masyarakat, hibah terikat dan hibah tidak terikat yang diperoleh dari masyarakat atau badan lain, hasil kerjasama BLU dengan pihak lain dan/atau hasil usaha lainnya, dilaporkan sebagai pendapatan Negara bukan pajak
EN
D
PR
R
I
PNBP- Kementrian Kesehatan PNBP Kemenkes dalam APBN-P tahun 2010, ditargetkan sebesar Rp3,6 triliun. Target tersebut didukung oleh beberapa kebijakan, antara lain (a) peningkatan sumber daya manusia dalam rangka peningkatan mutu dan kualitas pelayanan; (b) menggali potensi PNBP melalui upaya intensifikasi dan ekstensifikasi; (c) peningkatan cost recovery rumah sakit untuk menuju kemandirian komputerisasi administrasi keuangan, dan (d) meningkatkan pelayanan kesehatan yang terintegrasi sesuai standar yang berorientasi8
LA
KS AN AA N
AP
BN
–
SE
TJ
Grafik 9 : Target dan Realisasi pada Kemenkes
AN
PE
Catatan: Realisasi Tahun 2010 merupakan realisasi sampai dengan 31 Agustus 2010 atau 64,96% dari target9
IS A
AN
G
G
AR
AN
D
PNBP- Kementrian Komunikasi dan Informatika Satuan Kerja penghasil PNBP di dalam Kemkominfo adalah Ditjen Postel, Bidang Penyiaran, Sekolah Tinggi Multimedia Centre Yogyakarta dan Pusat Diklat Pegawai • PNBP Sekolah Tinggi Multimedia Center dimulai tahun anggaran 2007, sedangkan PNBP Bidang Penyiaran dan Diklat baru dimulai tahun anggaran 2009 Ditjen Postel penyumbang PNBP terbesar pada Kemkominfo, yaitu 99,9% dari total PNBP, di mana 80% nya berasal dari BHP Frekuensi10 (Target dan realisasi dapat dilihat di table berikut
BI R
O
AN
AL
Grafik 10 : Target dan Realisasi pada Kemenkominfo tahun 2007-2010
8
NK APBN 2011 Sumber: Bahan Panja Pembahasan PNBP Kementrian Kesehatan, September 2010 - diolah 10 Sumber: Bahan Panja Pembahasan PNBP Kementrian Kominfo, September 2010 - diolah 9
Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR-RI | 17
I R PR D EN TJ
BN
–
SE
Catatan: Realisasi Tahun 2010 merupakan angka perkiraan. Sampai dengan 31 Agustus 2010 realisasi penerimaan mencapai 8326,414 miliar rupiah atau 81,1% dari target
AP
PNBP - Kemenhumham
BI R
O
AN
AL
IS A
AN
G
G
AR
AN
D
AN
PE
LA
KS AN AA N
Selama periode 2005–2009, PNBP Kemenkumham mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 18,9 persen. Dalam APBN-P tahun 2010, PNBP Kemenkumham ditargetkan sebesar Rp1,5 triliun. Target tersebut didukung dengan kebijakan antara lain: (1) melakukan inventarisasi seluruh potensi PNBP pada kantor atau unit pelayanan teknis (UPT) di lingkungan Kemenkumham; dan (2) optimalisasi pembangunan sarana dan prasana untuk mendukung tugas dan fungsi Kemenkumham. Perkembangan PNBP Kemenhumham pada tahun 20072011 dapat diliat pada Grafik dibawah.
Grafik 11 : Target dan Realisasi Kemenhum tahun 2007-2011
Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR-RI | 18
I R PR D EN TJ SE
AP
BN
–
Catatan: Realisasi Tahun 2010 merupakan angka perkiraan. Sampai dengan 31 Agustus 2010 realisasi penerimaan mencapai 927,84 miliar rupiah atau 61,8 % dari target11
BI R
O
AN
AL
IS A
AN
G
G
AR
AN
D
AN
PE
LA
KS AN AA N
PNBP - POLRI Perkembangan target dan realisasi PNBP Polri tahun 2005-2011 dapat pada Grafik 13. Pada APBN-P 2010 target PNBP POLRI Rp 2,0 triliun, sampai dengan 31 Agustus 2010 realisasi penerimaan PNBP Polri telah mencapaiRp1584,95 milliar atau 57,09 % dari target. Diperkirakan realisasi Polri sampai akhir December 2010 mencapai sekitar 2,7 triliun. Pencapaian target tersebut akan ditempuh melalui kebijakan antara lain: (1) meningkatkan kemampuan sumber daya manusia melalui pelatihan teknis Lantas dan pendidikan pelatihan fungsional Lantas; (2) meningkatkan infrastruktur pendukung pelaksanaan operasional Polri di bidang lalu lintas berupa pengadaan Alsus Polantas, kendaraan patroli roda 2/roda 4, kendaraan patwal roda 2/roda 4, kendaraan uji SIM roda 2/roda 4, mobil unit pelayanan SIM, mobil unit laka Lantas, driving simulator, komputer Samsat dan alat cetak TNKB; (3) melanjutkan pembangunan jaringan Satuan Penyelenggara Administrasi SIM (Satpas) meliputi wilayah Kalimantan, Maluku Utara, dan Papua; (4) meningkatkan kinerja dengan menambah membangun jaringan Automatic Traffic Management Center di wilayah Jawa; dan (5) melaksanakan Perpolisian Masyarakat (Polmas) melalui kegiatan Citra Polantas.
Grafik 12 : Target dan Realisasi PNBP POLRI tahun 2005-2010
11
Sumber: Bahan Panja Pembahasan PNBP Kemenhum dan HAM, September 2010
Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR-RI | 19
I R PR D EN TJ SE
BN
–
Catatan: Realisasi Tahun 2010 merupakan angka perkiraan. Sampai dengan 31 Agustus 2010 realisasi 12 penerimaan mencapai 1584,99 miliar rupiah atau 57,09 % dari target
KS AN AA N
AP
PNBP – Kemdiknas Pertumbuhan PNBP Kemendiknas selama periode 2005–2009, rata-rata sebesar 45,6 persen per tahun. Berdasarkan PP Nomor 22 Tahun 1997 tentang Tarif dan Jenis PNBP yang Berlaku pada Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, jenis penerimaan yang berlaku di Kementerian.
D
AN
PE
LA
Penerimaan Negara Bukan Pajak pada Kemendiknas terdiri atas: (1) penerimaan dari penyelenggaraan pendidikan; (2) penerimaan kontrak kerja yang sesuai dengan peran dan fungsi Perguruan Tinggi Negeri (PTN); (3) penerimaan dari hasil penjualan produk yang diperoleh dari penyelenggaraan pendidikan; dan (4) penerimaan dari sumbangan hibah perorangan, lembaga Pemerintah atau non-Pemerintah.
BI R
O
AN
AL
IS A
AN
G
G
AR
AN
Grafik 13 : Realisasi PNBP Kemdiknas tahun 2007-2010
Catatan: Termasuk pendapatan BLU13
12 13
Sumber: Bahan Panja Pembahasan PNBP POLRI, September 2010 Sumber: Bahan Panja Pembahasan PNBP Lainnya & BLU, September 2010
Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR-RI | 20
I
PNBP- Badan Pertanahan Nasional Sesuai dengan Peraturan Pemerintah No 13 Tahun 2010 tentang Tarif atas Jenis PNBP yang Berlaku pada Badan Pertanahan Nasional (BPN), jenis penerimaan yang berlaku di BPN terdiri atas :(1) pelayanan pendaftaran tanah; (2) pelayanan pemeriksaan tanah; (3) pelayanan informasi pertanahan; (4) pelayanan konsolidasi tanah secara swadaya; (5) pelayanan survei,pengukuran, dan pemetaan; (6) pelayanan pendidikan; dan (7) pelayanan lisensi.
AR
AN
D
AN
PE
LA
KS AN AA N
Grafik 14 : Target dan Realisasi PNBP BPN tahun 2007-2010
AP
BN
–
SE
TJ
EN
D
PR
R
Pada Grafik 15 terlihat rata-rata pertumbuhan PNBP BPN periode 2005–2009 mencapai 23,7 persen. Dalam APBN-P tahun 2011, PNBP BPN ditargetkan sebesar Rp1,3 triliun. Target tersebut didukung oleh beberapa kebijakan, antara lain: (1) PNBP murni, yaitu meningkatkan penertiban pengelolaan PNBP dan penertiban pencatatan aset-aset milik negara; (2) PNBP fungsional, antara lain melalui peningkatan transparansi informasi tentang persyaratan, jangka waktu, dan biaya pelayanan, penerapan model pelayanan “jemput bola”, peningkatan kapasitas kemampuan petugas ukur dan pendataan yuridis termasuk melibatkan para surveyor berlisensi, dan memfokuskan pelayanan pertanahan yang dibiayai dengan sumber dana publik, seperti PRONA, UKM, sertifikasi tanah pertanian dan nelayan pada daerah tertinggal dan ekonomi lemah.14
AN
G
G
Catatan: Untuk Realisasi Tahun 2010 merupakan angka perkiraan. Realisasi penerimaan sampai dengan 31 15 Agustus 2010 mencapai 823,27 miliar rupiah atau 55,42% dari target
AN
AL
IS A
Realisasi penerimaan PNBP dari Badan Pertanahan Nasional dalam tahun 2005-2009 hanya mencapai 6574% dari target penerimaan
BI R
O
Kendala pencapaian target PNBP- BPN: 1. Kendala Eksternal • Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) yang harus dibayar oleh masyarakat relative tinggi, karena rendahnya Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP) yang rendah di beberapa daerah • Potensi ekonomi masyarakat sebagai pemohon relative rendah
14 15
PNBP-Badan Pertanahan Nasional, NK-APBN 2011 Sumber: Bahan Panja Pembahasan PNBP Badan Pertanahan Nasional, September 2010
Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR-RI | 21
•
Penambahan satuan kerja kantor akibat pemekaran wilayah administrasi tidak sebanding dengan penambahan tenaga pegawai, khususnya petugas ukur
R
I
2. Kendala Internal • Jumlah SDM khusus juru ukur dan peralatan teknis relative terbatas • Sarana dan prasarana pelayanan kurang memadai, khususnya daerah-daerah pemekaran
EN
D
PR
BOKS 3 Temuan BPK terkait dengan PNBP lainnya
KS AN AA N
AP
BN
–
SE
TJ
Hasil Pemeriksaan atas Kepatuhan Tahun 200916: a. PNBP pada 18 KL minimal sebesar Rp793,38 Miliar belum dan/atau terlambat disetor ke Kas Negara dan Sebesar Rp70,31 Miliar digunakan langsung di luar mekanisme APBN (di mana pada tahun 2007 juga terjadi temuan permasalahan yang sama) – Keterangan lebih lanjut dapat dilihat pada lampiran 2 Permasalahan ini mengakibatkan tertundanya kesempatan Pemerintah dalam mengalokasikan dana sebesar Rp863.689,12 juta (Rp793.381,80 juta + Rp70.307,33 juta) dan USD5,000.0 untuk tujuan pembiayaan penyelenggaraan negara. Hal ini disebabkan belum adanya sanksi bagi pimpinan KL yang tidak segera menyetorkan PNBP ke Kas Negara.
BI R
O
AN
AL
IS A
AN
G
G
AR
AN
D
AN
PE
LA
b. Pungutan pada 13 KL minimal senilai Rp186,44 Miliar tidak ada dasar hukumnya dan senilai Rp137,86 Miliar di antaranya digunakan langsung di luar mekanisme APBN (Keterangan lebih lanjut dapat dilihat dalam Lampiran 2) Hasil pemeriksaan BPK sebagaimana dimuat dalam LHP LKPP Tahun 2007 dan 2008 telah mengungkapkan adanya temuan berulang mengenai PNBP yang tidak memiliki dasar hukum dan dikelola di luar mekanisme APBN masing-masing sebesar Rp286.408.54 juta dan Rp730.996,07 juta
16
Sumber: LKPP 2009
Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR-RI | 22
KS AN AA N
AP
BN
–
SE
TJ
EN
D
PR
R
I
Tabel 5 : Kementerian Negara/Lembaga yang Tidak Melaporkan Penerimaan Hibahnya
LA
Sumber : LKPP 2009
BI R
O
AN
AL
IS A
AN
G
G
AR
AN
D
AN
PE
Tabel 6 : PNBP yang Belum dan/atau Terlambat Disetor ke Kas Negara
Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR-RI | 23
PE
LA
KS AN AA N
AP
BN
–
SE
TJ
EN
D
PR
R
I
Tabel 7 : Kementerian Negara/Lembaga yang Melakukan Pungutan Tanpa Dasar Hukum
G
AR
AN
D. PENDAPATAN BLU
D
AN
Sumber : LKPP 2009
BI R
O
AN
AL
IS A
AN
G
Pendapatan Badan Layanan Umum merupakan jenis pendapatan yang baru dimulai sejak tahun 2007. Namun perkembangan BLU dari tahun ke tahun mengalami pertumbuhan yang cukup signifikan.Selama periode 2007-2009 pedapatan BLU tumbuh rata rata sebesar 98,2 persen. Dalam kurun waktu tersebut focus kebijakan yang dilaksanakan antara lain adalah : 1. Mendorong peningkatan pelayanan public instansi pemerintah; 2. Meningkatkan Pengelolaan Keuangan BLU yang effisien dan effektif; 3. Meningkatkan transparasi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan instansi Pemerintah;
Dalam tahun 2009, realisasi pendapatan BLU mencapai Rp8,4 trilliun atau memberi kontribusi sebesar 3,7 persen dai total PNBP. Realisasi tersebut meningkat sebesar 124,1 persen dibandingkan dengan realisasi tahun 2008. Peningkatan tsb terutama disebabkan oleh 1. terus bertambahnya jumlah satuan kerja (satker) yang menerapkan pola pengelolaan keuangan BLU; 2. Perbaikan dalam penyusunan Laporan Keuangan BLU
Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR-RI | 24
Pendapatan BLU dalam tahun 2011 direncanakan sebesar Rp14,9 triliun. Penerimaan ini lebih tinggi Rp5,4 triliun atau 57,0 persen dari target dalam APBN-P tahun 2010 sebesar Rp9,5 triliun. Peningkatan tersebut antara lain disebabkan oleh bertambahnya jumlah perguruan tinggi negeri yang menerapkan pola BLU dan telah diterapkannya pola pengelolaan BLU oleh seluruh rumah sakit Pemerintah.
D
PR
R
I
Dilihat dari sumber perolehannya, sebagian besar pendapatan BLU tahun 2011 berasal dari pendapatan jasa pelayanan pendidikan yang direncanakan sebesar Rp7,8 triliun, dan jasa pelayanan rumah sakit yang diperkirakan mencapai Rp3,9 triliun. Sementara itu, pendapatan dari jasa penyelenggaraan telekomunikasi direncanakan mencapai Rp1,4 triliun.
PE
LA
KS AN AA N
AP
BN
–
SE
TJ
EN
Grafik 15 : Perkembangan Pendapatan BLU 2005-2011(trilliun rupiah)
AN
Sumber: NK dan RUU APBN 2011
AN
D
Secara umum, pencapaian target pendapatan BLU tahun 2011 didukung oleh kebijakan yang akan dilaksanakan oleh masing-masing BLU, di antaranya:
G
AR
(1) meningkatkan pelayanan public melalui peningkatan kualitas sumber daya manusia
AN
G
(2) meningkatkan efektivitas dan efisiensi pengelolaan keuangan BLU; serta
III. KESIMPULAN
AN
AL
IS A
(3) meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan instansi Pemerintah.
BI R
O
Sumber Daya Alam mempunyai pengaruh yang sangat tinggi dalam penerimaan negara, namun ada kecenderungan proporsi penerimaan SDA akan menurun pada masa mendatang mengingat kendalakendala yang dihadapi oleh setiap sub sektor SDA. Selain itu juga faktor alamiah bahwa banyak SDA yang tidak dapat diperbaharui kembali dan juga kebijakan-kebijakan pemerintah terkait perlindungan SDA dari eksplorasi dan eksploitasi.
Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR-RI | 25
BN
–
SE
TJ
EN
D
PR
R
I
Perubahan orientasi pembangunan dan pengeloaan sumber daya alam yang hanya mengejar pertumbuhan ekonomi. Daya dukung SDA yg terbatas menjadikan kualitas pertumbuhan ekonomi yang juga semakin buruk . Penguasaan tambang dan migas oleh asing ( sekitar 85,4 persen) telah mengakibatkan negara tidak mampu menjamin harga dan pasokan energi bagi rakyat. Namun, penurunan penerimaan negara dari SDA pada masa mendatang dapat diminimalisir jika Pemerintah berupaya untuk mengatasi kendala-kendala seperti perbaikan terhadap izin pertambangan dan perundangannya, maraknya praktek praktek illegal logging yang tentu saja membawa dampak yang sangat besar pada semua pihak, baik itu dunia,negara, maupun masyarakat sekitarnya. Kerusakan hutan akibat illegal logging ini menjadi salah satu penyumbang(20 %) terjadinya perubahan iklim global . Selain itu hal yg perlu menjadi concern pemerintah adalah rendahnya pengembangan usaha di sektor kelautan dan perikanan dan adanya illegal fishing.Potensi perikanan yang sangat besar di Indonesia (sekitar 6,26 juta ton/thn) , saat ini baru bisa dimanfaatkan sebesar 70 persen dari total tangkapan yang diperbolehkan.Potensi ini belum ditambah dengan budidaya perikanan yg diperkirakan sebesar 57,7 ton/thn. Fakta fakta diatas menggambarkan bagaimana managemen dalam pemafaatan dan pengelolaan SDA Indonesia yang kaya telah mengabaikan aspek sustainability dan kepentingan domestik.
KS AN AA N
AP
Pertanyaanya adalah :
PE
LA
Pengelolaan SDA harusnya memperhatikan keseimbangan antara kepentingan ekonomi, sosial dan kelestarian linkungan, Strategi apa yang harus dilakukan terhadap pengelolaan SDA sehingga kegiatan kegiatan eksploitasi/ekspor berbagai komoditas SDA tidak mengabaikan pasokan supply dalam negeri, tidak hanya mengabdi pada kepentingan tertentu dan lebih memperhatikan aspek sustainabilitynya ?
AN
D
AN
Ekspor komoditas SDA yang selama ini dilakukan lebih banyak pada komoditas komoditas primer yang memiliki nilai ekonomi yang kecil, Kebijakan insentif apakah yang harus diterapkan sehingga dapat mendukung penciptaan nilai tambah komoditas SDA ?
AN
AL
IS A
AN
G
G
AR
Di sisi lain, kebijakan dividen merupakan resultansi dari keterlibatan banyak stakeholders BUMN, bukan hanya Kementerian Negara BUMN, tetapi juga Kementrian Keuangan, bahkan DPR. Konsensus penyempurnaan kebijakan dividen BUMN yang adil juga harus mencakup semua pihak. Konsensus Kementrian keuangan bisa diwujudkan dengan cara mencari alternatif-alternatif pembiayaan dalam menutup defisit APBN.Nilai tukar Rupiah dan kinerja pasar keuangan masih belum stabil sehingga berpotensi akan menekan kinerja BUMN yang memiliki eksposure di valas dan investasi di pasar keuangan.
BI R
O
Political will ini juga dapat diperkuat dengan argumen bahwa BUMN yang sehat dan kuat akan lebih dapat memberikan kontribusi dengan bentuk yang lebih luas dan dengan tingkat kesinambungan yang lebih tinggi. Minimal BUMN yang sehat tidak akan menjadi beban APBN. Tingkat keuntungan dan dividen BUMN merupakan salah satu indikator keberhasilan yang nantinya berimplikasi pada penerimaan negara. Disamping, keuntungan BUMN tsb juga untuk menjamin keberlangsungan BUMN itu sendiri, pertanyaanya adalah; Apa yang harus dilakukan terhadap 21 BUMN yang terus merugi? Memang agak sulit untuk menilai kinerja BUMN secara utuh, apalagi bila dibandingkan face to face dengan kinerja swasta, hal ini disebabkan karena sebagian BUMN berperan sebagi penyedia
Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR-RI | 26
public goods. Apakah penilaian prestasi BUMN mempunyai model tersendiri ? misalnya penilaian BUMN dengan menyertakan pembanding lembaga BUMN negara lain.
BN
–
SE
TJ
EN
D
PR
R
I
Selain Penerimaan SDA dan Bagian Laba BUMN, Penerimaan Negara lainnya adalah berasal PNBP pada K/L. Dari sekian banyak Kementrian/Lembaga , hanya terdapat 6 K/L yang dapat memberikan sumbangan yang cukup signifikan terhadap penerimaan negara, spt : Kemenkominfo, Kemendiknas, Kemenkes, Kepolisian RI, BPN dan Kemen HUM dan HAM. Sementara itu,PNBP dari K/L lainnya masih belum memberikan kontribusi yang menjanjikan.Terkait dengan PNBP lainnya, dari 6 KL penyumbang terbesar PNBP lainnya, hanya Badan Pertanahan Nasional yang tidak memenuhi target penerimaan dari tahun ke tahunnya, yaitu hanya mencapai sekitar 65-74%, di mana penyebab utamanya adalah Jumlah SDM khusus juru ukur dan peralatan teknis yang relative terbatas. Penyesuaian tariff PNBP dapat menjadi salah satu alternative untuk meningkatkan penerimaan PNBP lainnya, di mana penyesuain tariff ini diikuti dengan perbaikan pelayanan kepada masyarakat.
KS AN AA N
AP
Adanya temuan BPK mengenai setoran PNBP lainnya yang tidak langsung disetorkan ke Negara serta pungutan pada 13 KL di luar mekanisme APBN, pemerintah hendaknya segera mengambil langkah untuk menertibkan pungutan di luar UU PNBP karena hal ini mengakibatkan upaya optimalisasi perolehan PNBP sebagai sumber penerimaan APBN tidak efektif dan menurunkan tingkat akuntabilitas pengelolaan PNBP pada 13 KL tersebut.
BI R
O
AN
AL
IS A
AN
G
G
AR
AN
D
AN
PE
LA
Termasuk salah satu unsur PNBP juga adalah Pendapatan BLU yang merupakan implementasi konsep “enterprising the government” dan penganggaran berbasis kinerja di lingkungan pemerintah. BLU diberikan fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan untuk mendukung produktivitas, efisiensi dan efektivitas pelayanan publik tetapi tidak bertujuan mencari laba. BLU ini diharapkan dapat menjadi langkah awal dalam pembaharuan manajemen keuangan sektor publik, demi meningkatkan pelayanan pemerintah kepada masyarakat. Dalam lingkungan pemerintahan di Indonesia, terdapat banyak satuan kegiatan yang berpotensi untuk dikelola secara lebih efisien dan efektif melalui pola BLU, baik itu yang mendapatkan imbalan dari masyarakat dalam proporsi yang signifikan terkait dengan pelayanan yang diberikan, maupun yang bergantung sebagian besar pada dana APBN/APBD. Namun begitu, beberapa pertanyaan yg menggelitik adalah : Apakah dengan adanya Pengelolaan BLU tsb (PP 23 th 2005 “BLU menyelenggarakan kegiatan kegiatan pengelolaan kas) dapat menghambat pembentukan Single Treasury Account sesuai dengan UU No. 1 Th 2004 ttg perbendaharan Negara?
Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR-RI | 27
I R PR D EN G
AR
AN
D
AN
PE
LA
KS AN AA N
AP
BN
–
Mekanisme Penetapan Tarif atas Jenis PNBP lainya pada Kementerian/Lembaga
SE
TJ
Lampiran 1
AN
G
Sumber: Depkeu
yang
berlaku
pada
AL
IS A
1. Kementerian/lembaga menyampaikan usulan tarif atas jenis PNBP kementerian/lembaga yang bersangkutan kepada kementerian keuangan.
BI R
O
AN
2. Usulan tersebut dibahas kementerian keuangan bersama dengan unit terkait (kementerian/lembaga yang bersangkutan, Kementerian Hukum dan HAM) untuk mendapatkan justifikasi tentang kewajaran pungutan dimaksud dan besaran tarifnya serta untuk menyusun Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang tarif atas jenis PNBP yang berlaku pada Kementerian/lembaga yang bersangkutan. 3. RPP tentang tarif atas jenis PNBP yang berlaku pada kementerian/lembaga hasil pembahasan, disampaikan kepada Menteri Hukum dan HAM melalui surat Menteri Keuangan. 4. Kementerian Hukum dan HAM melakukan harmonisasi dan pembulatan terhadap RPP dimaksud dan selanjutnya disampaikan kepada Menteri Keuangan.
Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR-RI | 28
5. Menteri Keuangan menyampaikan RPP hasil harmonisasi dan pembulatan kepada Presiden melalui Menteri Sekretaris Negara.
AP
BN
–
SE
TJ
EN
D
PR
R
I
6. Setelah PP ditetapkan dan diundangkan, Kementerian negara wajib memungut dan menyetorkan PNBPnya ke Kas Negara sesuai dengan tarif dalam PP.
IS A
AN
G
G
AR
AN
D
AN
PE
LA
KS AN AA N
Mekanisme Perencanaan (Penetapan Target) dan Penganggaran (Penetapan Pagu) PNBP K/L serta Pengalokasian Dana ke dalam RKAKL.
AL
Sumber: Depkeu
O
AN
1. K/L menyusun Rencana (target) PNBP yang realistis (volume x tarif/jenis PNBP) setiap tahunnya dengan menggunakan Aplikasi TPRPNBP;
BI R
2. Penyusunan dimulai dari Satker/UPT, Unit Eselon II, Unit Eselon I sampai dengan K/L ybs dan dikelompokkan berdasarkan MAP (42xxx); 3. Penyusunan rencana (target) PNBP dikoordinasikan oleh Biro Perencanaan dan Biro Keuangan pada masing-masing K/L; 4. Dit. PNBP, Ditjen Anggaran melakukan pembahasan rencana (target) PNBP bersama K/L terkait; 5. Rencana (target) hasil pembahasan akan ditetapkan sebagai rencana target PNBP K/L ybs pada APBN. Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR-RI | 29
KS AN AA N
AP
BN
–
SE
TJ
EN
D
PR
R
I
Penganggaran (Penetapan Pagu) PNBP
1. Dirjen Anggaran meminta kepada seluruh K/L untuk menyampaikan proposal Pagu Penggunaan dilengkapi dengan Rincian Penggunaan Dana (RPD) PNBP untuk dibahas.
PE
LA
2. Direktorat PNBP melakukan pembahasan usulan penggunaan PNBP seluruh K/L.
AN
D
AN
3. Pagu PNBP seluruh K/L hasil pembahasan disampaikan kepada Dirjen Anggaran dengan tembusan kepada Direktur Penyusunan APBN, Direktur Anggaran I, Direktur Anggaran II dan Direktur Anggaran III sebagai bahan penetapan Pagu Sementara.
G
G
AR
4. Menteri Keuangan menerbitkan SE Pagu Sementara kepada seluruh K/L sebagai bahan penyusunan RKA/KL.
BI R
O
AN
AL
IS A
AN
5. RKA/KL akan dibahas oleh K/L dengan Mitra Komisinya di DPR yang selanjutnya disampaikan kepada Direktorat Jenderal Anggaran dan digunakan sebagai dasar penyusunan DIPA.
Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR-RI | 30