EVALUASI TATA LETAK FASILITAS PABRIK PENGHASIL ARMPREM BAGASI BIS Ayu Puspo Kirono Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Gunadarma e-mail:
[email protected] ABSTRAK Perancangan tata letak fasilitas sangatlah penting untuk meningkatkan produktivitas suatu produksi. Perancangan tata letak harus dipikirkan secara matang karena kesalahan yang terjadi setelah peletakan fasilitas menimbulkan kerugian yang sangat besar karena peletakan fasilitas membutuhkan biaya yang sangat besar. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tata letak fasilitas yang terdapat pada UKM Anugrah. UKM Anugrah memproduksi armprem bagasi bis. UKM Anugrah memiliki beberapa permasalahan yaitu penumpukan produk setengah jadi, langkah balik pada aliran produksi, dan peletakan fasilitas yang tidak sesuai dengan derajat hubungan antar fasilitas. Analisis perbaikan pada tata letak fasilitas disesuaikan dengan prinsip dasar dalam perencanaan tata letak fasilitas. Analisis dilakukan dengan menggunakan dua metode yaitu metode kualitatif dan metode kuantitatif. Setelah diketahui tata letak fasilitas yang baru, dilakukan analisis dengan membandingkan besarnya jarak yang ditempuh antara tata letak sebelum perbaikan dan tata letak setelah perbaikan. Perbaikkan tata letak fasilitas yang telah dilakukan mengurangi jarak tempuh sebesar 8,19 m. Tata letak fasilitas yang baru menggunakan tipe aliran bahan berbentuk zigzag dengan urutan mesin secara berurutan yaitu gudang bahan baku, meja ukur, gerinda potong, mesin potong, mesin press, mesin bor, gerinda, mesin bubut, mesin las, kompresor, dan gudang produk. Kata Kunci: Tata Letak Fasilitas, Armprem Bagasi Bis, UKM Anugrah Pendahuluan 1.1
Latar Belakang
Perencanaan tata letak fasilitas pabrik sangat penting karena peletakan fasilitas seperti mesin-mesin dan ruangan bersifat permanen. Kesalahan yang disadari setelah peletakan dilakukan akan menimbulkan kerugian yang besar karena dalam pelaksanaannya memerlukan biaya investasi yang besar. Selain itu tata letak pabrik berpengaruh terhadap aliran produksi. Tata letak fasilitas yang baik akan menunjang optimalisasi produksi dan meningkatkan keuntungan karena aliran produksi menjadi efisien dan efektif. Oleh karena itu perencanaan tata letak fasilitas pabrik harus dilakukan dengan pemikiran yang matang. Penelitian dilakukan di Usaha Kecil Menengah (UKM) Anugrah yang memproduksi suku cadang otomotif yaitu armprem bagasi bis. Kegiatan produksi
selama ini dilakukan berdasarkan jumlah permintaan dari konsumen sehingga dalam menentukan jumlah mesin, pekerja, dan ketersediaan bahan baku hanya berdasarkan pengalaman. Hal tersebut menimbulkan ketidaksesuaian dengan prinsip tata letak fasilitas. Beberapa indikasi ketidaksesuaian tata letak diidentifikasi berdasarkan pengamatan yang dilakukan pada ruang produksi. Pada ruang produksi terlihat penumpukan produk setengah jadi. Aliran produksi yang berlangsung ditemukan langkah balik yang menyebabkan jarak tempuh bahan baku menjadi jauh, serta peletakan fasilitas yang tidak sesuai dengan hubungan antar aktivitas 1.2
Perumusan Masalah Perumusan masalah yang dihadapi terletak pada peletakan alat dan mesin yang tidak sesuai dengan aliran proses dan derajat hubungan antar fasilitas. Hal tersebut terlihat dari mobilitas material yang terhambat. Peletakan mesin yang tidak beraturan dan tidak sesuai dengan aliran proses menyebabkan aliran balik yang membuat jarak tempuh bahan baku menjadi jauh, serta menyebabkan terjadinya penumpukan barang setengah jadi. Peletakan fasilitas yang tidak sesuai dengan hubungan antar aktivitas menambah jarak tempuh yang harus dilalui pekerja karena penggunaan lahan yang luas. Hal-hal tersebut menyebabkan pekerja merasa tidak nyaman saat bekerja. 1.3
Tujuan Penelitian Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini yaitu menganalisis tata letak fasilitas yang berada di UKM Anugrah dengan menggunakan peralatan dan area yang ada serta mengusulkan perancangan tata letak fasilitas baru sesuai hasil pengolahan. Landasan Teori 2.1
Tata Letak Pabrik
Tata letak adalah suatu landasan utama dalam dunia industri. Tata letak pabrik dapat didefinisikan sebagai tata cara pengaturan fasilitas-fasilitas pabrik guna menunjang kelancaran proses produksi. Pengaturan tersebut akan coba memanfaatkan luas area untuk penempatan mesin atau fasilitas penunjang produksi lainnya, kelancaran gerakan perpindahan material, penyimpanan material baik yang bersifat temporer maupun permanen, personal pekerja, dan sebagainya (Wignjosoebroto, 2003). Sumber lain menyebutkan tata letak yang merujuk pada seleksi lokasi tiap departemen, proses, fungsi atau aktivitas yang akan menjadi bagian dari operasi di dalam suatu fasilitas. Tata letak fasilitas menentukan aliran umum gerakan pekerja dan bahan di dalam fasilitas bersangkutan dan memiliki dampak yang penting pada efisiensi pengoperasian (Cisadane, 2007). Berdasarkan aspek dasar, tujuan, dan keuntungan-keuntungan yang bisa didapatkan dalam tata letak pabrik yang terencana dengan baik, maka disimpulkan enam tujuan dasar dalam tata letak pabrik. Tujuan pertama adalah mengintegrasi
secara menyeluruh semua faktor yang mempengaruhi proses produksi, kedua yaitu meminimalkan jarak perpindahan, tujuan yang ketiga adalah memperlancar aliran kerja yang berlangsung di dalam pabrik, tujuan keempat adalah memanfaatkan semua area yang ada secara efektif dan efisien sesuai dengan prinsip pemanfaatan ruang, tujuan kelima yaitu menjaga kepuasan kerja dan rasa aman dari pekerja, dan tujuan yang terakhir adalah pengaturan tata letak harus cukup fleksibel. Tujuan tersebut dapat juga dinyatakan sebagi prinsip dasar dari proses perencanaan tata letak (Wignjosoebroto, 2003). 2.2
Prosedur Tata Letak Pabrik Secara singkat langkah-langkah yang diperlukan dalam perencanaan tata letak pabrik diawali dengan melakukan analisa produk untuk mengetahui jenis dan jumlah produk yang harus dibuat. Langkah kedua yaitu melakukan analisa proses adalah langkah untuk mengetahui macam dan urutan proses pengerjaan produk atau komponen yang telah ditetapkan untuk dibuat. Selanjutnya menganalisa rute produksi. Langkah keempat menguraikan tahapan pengerjaan suatu benda dari fase analisa sampai ke fase akhir operasi dapat diperjelas dengan menggunakan peta proses. Selanjutnya membuat peta proses operasi yang digunakan untuk mengetahui data kebutuhan bahan baku dengan memperhitungkan efisiensi pada setiap elemen operasi kerja, mengetahui pola tata letak fasilitas kerja dan aliran pemidahan material, serta mengetahui alternatif-aternatif perbaikan prosedur dan cara kerja yang sedang dipakai. Langkah keenam yaitu pengembangan alternatif tata letak berdasarkan mesin-mesin atau fasilitas produksi yang telah dipilih macam dan jumlahnya. Langkah yang terakhir yaitu perancangan tata letak mesin dalam pabrik. Hasil dari analisis terhadap alternatif tata letak, selanjutnya akan dipakai sebagai dasar pengaturan fasilitas fisik dari pabrik yang terlibat dalam proses produksi baik secara langsung maupun tidak langsung (Setiawan, 2010). 2.3
Perencanaan Fasilitas Perancangan tata letak pabrik merupakan bagian perencanaan fasilitas. Perencaan fasilitas merupakan subyek kajian yang luas dan kompleks serta lintas disiplin ilmu. Pada perusahaan manufaktur, perencanaan fasilitas meliputi penentuan cara mendukung kegiatan produksi. Perencanaan fasilitas dapat diklasifikasikan ke dalam dua kegiatan, yaitu perencanaan lokasi dan perancangan fasilitas. Perencanaan lokasi adalah proses menentukan daerah atau tempat untuk sebuah aktivitas atau fasilitas. Sementara itu, perancangan fasilitas adalah proses membangun fasilitas sesuai dengan tujuan aktivitas. Perancangan fasilitas terbagi menjadi tiga bagian, yaitu perancangan sistem fasilitas, perancangan tata letak fasilitas, dan perancangan sistem pemindahan bahan (Hadiguna, 2008). Perancangan fasilitas adalah kegiatan menghasilkan fasilitas yang terdiri atas penataan unsur fisiknya, pengaturan aliran bahan, dan penjaminan keamanan para pekerja. Kegiatan perancangan fasilitas adalah menganalisis, membentuk konsep,
merancang, dan mewujudkan sistem bagi pembuatan barang atau jasa. Dasar pengaturan komponen-komponen fasilitas adalah aliran barang, aliran informasi, tata cara kerja, dan pekerja yang akan dioptimumkan, baik dari sisi ekonomis maupun teknis. Tata letak fasilitas dapat didefinisikan sebagai kumpulan unsur-unsur fisik yang diatur mengikuti aturan baku atau logika tertentu. Tata letak fasilitas merupakan bagian perancangan fasilitas yang lebih fokus pada peraturan unsur-unsur fisik. Unsur-unsur fisik dapat berupa mesin, peralatan, meja, bangunan, dan sebagianya. Aturan atau logika pengaturan dapat berupa ketetapan fungsi tujuan misalnya total jarak atau biaya perpindahan bahan (Hadiguna, 2008). 2.4
Aliran Bahan Aliran bahan merupakan pola aliran yang dipakai untuk pengaturan aliran bahan dalam proses produksi dibedakan menjadi pola aliran berbentuk garis lurus, berbentuk zigzag, berbentuk U, melingkar, dan sudut (Apple, 1990). Pola aliran berdasarkan garis lurus umum dipakai bilamana proses produksi berlangsung singkat, relatif sederhana dan umum terdiri dari beberapa komponenkomponen atau beberapa macam peralatan produksi. Pola aliran berdasarkan bentuk zigzag, garis-garis patah ini sangat baik diterapkan bilamana aliran proses produksi lebih panjang dibandingkan dengan luasan area yang tersedia. Pola aliran menurut bentuk U ini akan dipakai bila dikehendaki akhir dari proses produksi akan berada pada lokasi yang sama dengan awal proses produksinya. Pola aliran berdasarkan bentuk lingkaran sangat baik digunakan bila dikehendaki untuk mengembalikan material atau produk pada titik awal aliran produksi berlangsung. Pola berdasarkan sudut ini akan memberikan lintasan yang pendek dan terutama akan terasa kemanfaatannya untuk area yang kecil (Apple, 1990). 1
2
3
4
5
3
6 2
4
1
5
Garis lurus 1
4
5
2
3
6
6 Melingkar 2
Bentuk S 1
2
3
6
5
4
3 1 6 4
Bentuk U
Sudut
5
Gambar 2.5 Pola Aliran Bahan Sumber: Apple (1990)
2.5
Peta Proses Operasi Peta proses operasi menunjukkan langkah-langkah secara kronologis dari semua operasi inspeksi, waktu longgar, dan bahan baku yang digunakan di dalam suatu proses manufakturing yaitu mulai datangnya bahan baku sampai ke proses pembungkusan dari produk jadi yang dihasilkan. Peta ini melukiskan peta operasi
dari seluruh komponen-komponen dan sub perakitan sampai menuju rakitan induk. Pembuatan peta proses ini garis vertikal akan menggambarkan aliran umum dari proses yang dilaksanakan, sedangkan garis horizontal yang menuju ke arah garis vertikal akan menunjukkan adanya material yang akan bergabung dengan komponen yang akan dibuat. Pada tahun 1947, American Society of Mechanical Engineers (ASME) membuat standar lambang-lambang yang merupakan modifikasi dari yang telah dikembangkan sebelumnya oleh Gilbreth (Wignjosoebroto, 2003). Tabel 2.1 Lambang Peta Kerja
No 1
Lambang
Nama Lambang Operasi
2
Pemeriksaan
3
Transportasi
4
Menunggu
5
Penyimpanan
6
Aktivitas gabungan
Penjelasan Suatu kegiatan operasi apabila benda kerja mengalami perubahan sifat atau bentuk, baik fisik maupun kimiawi. Suatu kegiatan pemeriksaan terjadi apabila benda kerja atau peralatan mengalami pemeriksaan baik untuk segi kualitas maupun kuantitas. Suatu kegiatan transportasi apabila benda kerja, pekerja atau perlengkapan mengalami perpindahan tempat dan bukan bagian dari proses operasi. Proses menunggu terjadi apabila benda kerja, pekerja atau perlengkapan tidak mengalami kegiatan apa pun selain menunggu. Proses penyimpanan terjadi apabila benda kerja disimpan untuk jangka waktu yang cukup lama. Kegiatan ini terjadi apabila antara aktivitas dan pemeriksaan dilakukan secara bersamaan atau dilakukan pada suatu tempat kerja.
Sumber: wignjosoebroto (2003) 2.6
Peta Proses Produk Darab Erat kaitannya dengan peta proses operasi adalah peta proses produk darab. Peta ini terutama berguna untuk menunjukkan keterkaitan produksi antara komponen produk-produk, bahan, bagian, pekerjaan, atau kegiatan (Apple, 1990). Peta ini merupakan bentuk khusus peta proses operasi. Perbedaannya adalah menggambarkan banyak proses membuat produk atau komponen. Peta terdiri atas beberapa kolom dan baris. Kolom menunjukkan jenis produk atau komponen yang akan dibuat, sedangkan baris menunjukkan jenis mesin yang dibutuhkan untuk proses yang diperlukan. Kegunaan peta demikian sama dengan peta proses operasi, tetapi informasi tambahan yang diperoleh bagi pembaca peta adalah keterkaitan setiap jenis mesin dengan jenis-jenis komponen atau produk yang akan dibuat (Hadiguna, 2008). 2.7
Perencanaan Stasiun Kerja dan Penetapan Luas Area yang Dibutuhkan Tata letak pabrik pada dasarnya merupakan penempatan dan pengaturan mesin, peralatan produksi, penempatan material, keleluasaan operator bergerak, dan lain-lain aktivitas. Kebutuhan luas area ini harus dipertimbangkan untuk seluruh
aktivitas yang ada di dalam pabrik dan untuk paling tidak ada tiga macam area yang harus diberikan, yaitu area yang harus diperlukan untuk operasi dari mesin dan peralatan produksi yang ada, area yang diperlukan untuk penyimpanan bahan baku atau benda jadi yang telah selesai dikerjakan, dan area yang diperlukan untuk fasilitas-fasilitas pelayanan. Penetapan kebutuhan luas area yang diperlukan untuk sebuah stasiun kerja yang selanjutnya dipakai untuk melaksanakan suatu aktivitas produksi maka hal tersebut dapat diperoleh dengan melengkapi lembar kebutuhan luas area produksi seperti contoh yang terdapat pada Tabel 2.2(Wignjosoebroto, 2003). Tabel 2.2 Lembar kebutuhan Luas Area Produksi Lembar Kebutuhan Luas Area Produksi 1 No. Urut
8 7 2 3 6 4 5 Aktivitas/ No. Operasi Nama Mesin Mesin,dll Peralatan R.Operasi R.bahan Departemen
9 Subtotal
10 11 Subtotal x Nama mesin kelonggaran
12 Total luas area per operasi
Kolom nomor 1, 2, 3, dan 4 diisi berdasarkan peta proses operasi, kemudian masukan informasi ataupun estimasi data dari luas area yang dibutuhkan untuk masing-masing stasiun kerja ini ke dalam kolom 5, 6, 7, dan 8. Kolom 5 merupakan hasil perkalian antara panjang dan lebar dari mesin yang dipasang. Kolom 6 merupakan hasil perkalian panjang dan lebar fasilitas penunjang. Kolom 7 diisi berdasarkan data penunjang atau lebar maksimum dari mesin yang dipergunakan dikalikan dengan 1 meter. Kolom 8 merupakan luas area untuk tempat meletakkan material baik bahan baku ataupun produk jadi. Selanjutnya kalikan subtotal dari kolom 9 ini dengan 150%. Hasil yang diperoleh dimasukkan ke dalam kolom berikutnya yaitu kolom 10. Kolom 11 adalah tempat memasukan data yang berupa jumlah mesin dari masingmasing jenis mesin yang dibutuhkan untuk proses produksi yang merupakan hasil perhitungan sebelum aktivitas ini dengan angka yang terdapat dalam kolom 10 dan kemudian catat hasilnya di dalam kolom 12. Seluruh operasi produksi yang ada akan dapat diestimasikan luas area yang dibutuhkan untuk masing-masing stasiun kerja dengan prosedur yang sama. Penjumlahan luasan area untuk masing-masing departemen baik departemen langsung maupun departemen penunjang. Masukan hasil penjumlahan ini ke dalam kolom terakhir, yaitu kolom 13 (Wignjosoebroto, 2003). 2.8
Kebutuhan Mesin dan Bahan Jumlah mesin yang digunakan didasarkan atas waktu yang dibutuhkan untuk satu satuan produksi. Ada dua faktor utama yang akan menyatu dan mengurangi laju produksi yang telah ditentukan. Faktor yang pertama adalah rugi lewat buangan dan yang lainnya karena efisiensi produksi. Diperlukan acuan pada data dasar terdahulu yang dikumpulkan untuk memperkirakan volume produksi oleh departemen
13 Total per departemen
penjualan atau pimpinan puncak. Jumlah mesin yang dibutuhkan dalam produksi dapat diketahui setelah mengetahui jumlah produksi dari satuan barang, jumlah produksi yang disiapkan, produksi yang dihitung dengan mempertimbangkan efisiensi mesin, dan kapasitas alat (Apple, 1990).
2.9
Analisa Aliran Bahan Analisa aliran bahan dapat dilakukan dengan menggunakan dua metode, yaitu analisis kuantitatif aliran bahan dan analisis kualitatif aliran bahan. Analisis kuantitatif aliran bahan mengukur berdasarkan kuantitas material yang dipindahkan seperti berat, volume, jumlah unit satuan kuantitatif lainnya. Peta yang umum digunakan untuk melakukan analisis kuantitatif ini adalah peta dari-ke. Teknik ini sangat berguna untuk kondisi-kondisi dimana banyak item yang mengalir melalui suatu area seperti bengkel permesinan, kantor, dan lain-lain (Wignjosoebroto, 2003). Aliran bahan bisa diukur secara kualitatif menggunakan tolak ukur derajat kedekatan hubungan antara satu fasilitas dengan lainnya. Peta hubungan aktivitas adalah suatu cara atau teknik yang sederhana di dalam merencanakan tata letak fasilitas atau departemen berdasarkan dengan hubungan aktivitas yang sering dinyatakan dalam penilaian kualitatif dan cenderung berdasarkan pertimbanganpertimbangan yang bersifat subyektif dari masing-masing fasilitas atau departemen (Wignjosoebroto, 2003).
I
I
RUANG PENERIMAAN DAN PENGIRIMAN
II
RUANG PENYIMPANAN MATERIAL
III
RUANG PENYIPANAN ALAT DAN PERKAKAS
IV
RUANG MAINTENANCE
A 1,2,3 O 6 A 1,2,8 A 6 E 4 I 4 O 6
V RUANG PRODUKSI (FABRIKASI & PERAKITAN) VI RUANG GANTI PAKAIAN VII
KANTIN
VIII
KANTOR ADMINISTRASI
Derajat hubungan (atas)
Alasan penetapan derajat hubungan (bawah) Derajat Hubungan: A= Mutlak perlu didekatkan E= Sangat penting untuk didekatkan I= penting untuk didekatkan O= cukup/biasa U= Tidak penting X= Tidak dikehendaki
Kode alasan 1 2 3 4 5 6 7 8 9
II O 6 O 6 A 6 U E 4 X 9
III O 6 A 6 U U E 1,4
IV I U U O 4,5
V U U U -
VI U O 5
VII O 4,5
VIII
Deskripsi alasan Penggunaan catatan secara bersama Menggunakan tenaga kerja yang sama Menggunakan space area yang sama Derajat kontak ponsel yang sering dilakukan Derajat kontak kertas kerja yang sering dilakukan Urutan aliran kerja Melaksankan kegiatan kerja yang sama Menggunkann peralatan kerja yang sama Kemungkinan adanya bau yang tidak mengenakkan, ramai, dll
Gambar 2.6 Hubungan Aktivitas dalam Sebuah Industri Manufaktur Sumber: Wignjosoebroto (2003)
2.10
Templet Templet adalah suatu skala representatif dalam bentuk dua dimensi dari suatu obyek fisik yang dibuat untuk keperluan desain tampilan. Templet merupakan suatu gambaran yang lebih jelas dari tata letak pabrik yang akan dibuat dengan ukuran kecil dengan menggunakan skala. Secara umum templet dibuat dalam tiga bentuk, yaitu blok, kontur, dan pemeriksaan kontur. Blok berbentuk empat persegi panjang yang ditentukan oleh panjang dan lebar maksimum yang dimiliki oleh obyek. Kontur merupakan bentuk proyeksi atau penampungan atas dari obyek. Pemeriksaan kontur merupakan bentuk proyeksi atau penampungan atas dari obyek dengan dilengkapi pemeriksaan bagian-bagian dari obyek yang bisa bergerak.
Gambar 2.7 Beberapa Tipe Templet Sumber: Wignjosoebroto (2003)
Metode Penelitian 3.1 Teknik Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan yaitu data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari narasumber langsung dengan melakukan tanya jawab kepada pekerja ataupun staf yang bekerja di UKM Anugrah. Daftar pertanyaan yang digunakan untuk menggumpulkan data dapat dilihat pada pada Lampiran 1. Data primer yang dikumpulkan berupa waktu yang dialami komponen pada setiap proses dan jarak
antar fasilitas. Data sekunder didapatkan dari data yang sudah disediakan oleh perusahaan. Data sekunder yang dikumpulkan yaitu jumlah produk setiap hari, jumlah karyawan, lamanya waktu kerja, ukuran komponen pembentuk produk, ukuran produk, dan tata letak pabrik. Pengumpulan data untuk waktu yang diperlukan dalam memproduksi tiap komponen dilakukan sebanyak 5 kali sehingga diketahui rata-ratanya. Pengambilan data dilakukan sebanyak 5 kali karena diharapkan data yang diperoleh mewakili keseluruhan dengan kondisi normal. Pengukuran waktu yang dibutuhkan dalam tiap proses dilakukan dengan menggunakan alat pengukur waktu. Alat ukur yang digunakan untuk mengukur jarak antar fasilitas, ukuran komponen pembentuk produk, serta ukuran produk jadi menggunakan meteran. Pengumpulan data berupa berat tiap komponen menggunakan timbangan. 3.2
Pengolahan Data Analisa aliran bahan dilakukan dengan menggunakan dua metode. Metode yang dapat digunakan yaitu analisa aliran bahan menggunakan metode kualitatif dan analisa aliran bahan menggunakan metode kuantitatif. Analisa aliran bahan secara metode kualitatif menggunakan tolok ukur derajat kedekatan hubungan antara satu fasilitas dengan lainnya. Analisa aliran bahan secara kualitatif dilakukan dengan membuat peta hubungan aktivitas, menentukaan peletakan fasilitas berdasarkan kedekatan hubungan aktivitas yang dilakukan dengan penilaian yang dicatat sekaligus dengan alasan-alasan yang mendasarinya dalam sebuah peta hubungan aktivitas. Analisa aliran bahan secara kuantitatif diukur berdasarkan kuantitas material yang dipindahkan seperti berat, volume, atau jumlah unit satuan kuantitatif lainnya. Analisa aliran bahan dilakukan dengan membuat peta proses operasi berdasarkan data yang diperoleh berupa urutan proses produksi armprem bagasi bis dan waktu yang dialami komponen pada setia. Informasi yang didapat dari urutan proses digunakan sebagai masukkan untuk melakukan perhitungan jumlah mesin dan jumlah pekerja untuk mengetahui perhitungan luas area produksi yang dibutuhkan. Perhitungan luas area produksi yang dibutuhkan menggunakan lembar kebutuhan luas area produksi dan mempertimbangan kelonggaran area yang diperlukan operator dalam bekerja guna kelancaran dan kenyamanan operator. Aliran produksi dianalisa menggunakan peta dari-ke untuk mengetahui susunan mesin yang sesuai dengan mempertimbangkan volume material yang berpindah. Aliran bahan yang terjadi selama produksi berlangsung sebagai dasar peletakan mesin-mesin. Seluruh informasi tersebut dianalisis guna menentukan peletakan fasilitas pada templet. Hasil dan Pembahasan 4.1 Gambaran Umum UKM Anugrah UKM Anugrah merupakan usaha keluarga yang berlokasi di Jalan Industri nomor 17 desa Gunung Sari kecamatan Citeureup. UKM ini memproduksi suku cadang berupa armprem bagasi bis. Pemilik UKM Anugrah bernama oleh Bapak H.
Adun. UKM Anugrah berdiri sejak tahun 1980 dan memiliki area seluas 783 m2 dimana area terbagi menjadi beberapa bagian. Bangunan ini terdiri dari ruangan produksi, kantor, mushala, dan toilet. UKM Anugrah memperkerjakan 10 operator dan 4 orang staff yang bekerja selama 8 jam/hari dan 5 hari/minggu. Waktu kerja yang diberlakukan tersebut UKM Anugrah mampu memproduksi armprem bagasi bis 20 unit/hari atau sama dengan 400 unit/bulan. 4.2
Proses Produksi Kegiatan proses produksi dilakukan dengan memproduksi sendiri seluruh komponen pembentuk yang berjumlah tujuh yaitu pipa 1, pipa, 2, pipa 3, plat, pin 1, pin 2, dan silinder. Pengamatan yang telah dilakukan diketahui bahwa untuk memproduksi armprem bagasi bis ini terdapat 39 proses yang terdiri dari 36 operasi dan 3 pemeriksaan. Waktu yang dibutuhkan untuk membuat sebuah produk sebesar 19,17 menit. Komponen pembentuk produk yaitu. Pipa 1, pipa 2, dan pipa 3 terbuat dari besi yang berbentuk kotak dan berongga. Komponen berupa plat terbuat dari lembaran besi. Pin 1, pin 2, dan silinder terbuat dari besi yang berbentuk seperti tabung dan padat. Informasi yang didapatkan berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan terhadap proses produksi digambarkan secara menyeluruh menggunakan peta proses operasi seperti yang terlihat pada Gambar 4.1. 4.3
Tata Letak Fasilitas Saat Ini Kegiatan produksi pada UKM Anugrah dilakukan dengan menggunakan sejumlah peralatan dan mesin. Tabel 4.1 merupakan mesin-mesin yang digunakan dan jumlah mesin yang ada. Tabel 4.1 Nama, Ukuran, dan jumlah Alat dan Mesin
No
Nama Mesin
1 2 3 4 5 6 7 8
Gerinda potong Mesin potong Mesin bubut Mesin bor Gerinda Mesin press Mesin las Kompresor
Ukuran Mesin (cm) P L 60 30 130 130 55 160 60 35 30 20 150 140 60 30 85 40
Jumlah Mesin 1 1 1 1 1 1 1 1
Urutan mesin yang digunakan pada tata letak fasilitas yang ada saat ini secara berurutan yaitu gerinda potong, mesin potong, mesin bubut, mesin press, mesin las, mesin bor, kompresor, dan gerinda. Mesin las dan gerinda diletakan dengan jarak yang jauh padahal kedua mesin ini memiliki derajat hubungan antar aktivitas yang dekat, kondisi seperti ini membuat operator tidak nyaman saat bekerja.
Permasalahan lain yang ada yaitu letak gudang produk yang berada jauh dari pintu utama, operator harus mengangkut produk ke mobil dengan jarak tempuh yang jauh. Permasalahan yang ada saat ini menyebabkan pekerja kerap kali merasa kesulitan saat menyimpan bahan baku karena lokasi gudang bahan baku yang berada diantara dua fasilitas. Kesulitan tersebut dirasakan bukan hanya operator yang bertugas mengangkut bahan baku tetapi juga dirasakan oleh operator yang bekerja di mesin potong. Operator yang bekerja di mesin potong merasa terganggu karena pekerja yang mengangkut bahan baku ke gudang harus melewati mesin potong. Kondisi seperti itu membuat operator menjadi tidak nyaman saat bekerja. Waktu yang dibutuhkan untuk memproduksi sebuah produk 25 menit. Jarak tempuh material antar fasilitas ditunjukkan pada Tabel 4.2 PETA PROSES OPERASI Nama Obyek Nomor Peta Dipetakan Oleh Tanggal dipetakan (
Pin 2 25x1000) mm ( 25x45) mm
: Armprem Bagasi Bis :1 : Ayu Puspo Kirono : 5 Mei 2011 (
Silinder 25x1000) mm ( 25x40) mm
Pipa 2 Pipa 1 Pin 1 Plat 4 Pipa 3 ( 25x1000) mm (2400x1200x3) mm (30x30x2.0tx6000) mm(30x30x2.0tx6000) mm(30x30x2.0tx6000) mm ( 25x100) mm (71x59x3t) mm (30x30x2.0tx80) mm (30x30x2.0tx480) mm (30x30x2.0tx138) mm
Diukur Diukur Diukur Diukur Diukur Meteran Diukur Meteran Meteran Meteran Meteran 10,2" O-30 16,2" O-26 Meteran 17,6" O-22 30,4" O-17 12,4" O-11 11,2" O-5 Dipotong 61,4" O-31 1% Dibentuk (Ulir) 40,6" O-32 2% Diratakan 102,8" O-33 1%
Dipotong Gernda 167,4" O-27 potong 1% Dilubangi Mesin 158,8" O-28 Bubut 1,5% Mesin bor
Dipotong Dipotong Dipotong Dipotong Gerinda 162,6" O-23 Gerinda 55,4" O-18 Mesin 10,6" O-12 Gerinda 10" O-6 potong 1% potong 1% potong 1% potong 2% Dibentuk Dilubangi Dilubangi Dihaluskan Mesin (ulir) O-24 Mesin 023" O-19 Gerinda 45" O-13 Mesin 82,2" O-7 Bubut 151,8" bor 0,5% Bubut 0,5% 0,5% 2% Memola Memola Mesin 2,4" 2,4'' O-14 O-8 Press 1% 1% Dihaluskan Dihaluskan 25,2" 25,2 O-15 Gerinda O-9 0,5% 0,5% Diperiksa I-3 2,4"
Diukur Meteran 10,4" O-1
Dipotong Gerinda 9,6" O-2 potong 1% Dilubangi Mesin Mesin 44,8" O-3 bor bor 0,5%
Gerinda potong
Mesin Press
Dihaluskan 26,6" O-4 Gerinda 0,5%
Gerinda Diperiksa I-1 2,4"
Diperiksa I-2 2,2" Perakkitan 1 Mesin O-10 46,4" Las Perakitan 2 Mesin O-16 46,8" Las Perakitan 3 Mesin O-20 46" Las Dihaluskan 34,6" O-21 Gerinda 0,5% Perakitan 4 Mesin O-25 22,6" Las Perakitan 5 Mesin O-29 47,8" Las Perakitan 6 Mesin O-34 35,4" Las
Kegiatan Operasi Pemeriksaan Total
RINGKASAN Jumlah Waktu (Menit) 36
18,3
3
0,87
39
19,17
Gambar 4.1 Peta Proses Operasi
Dihaluskan 41,4" O-35 0,5% Pewarnaan 102" O-36 Kompresor
Tabel 4.2 Jarak Perpindahan Material Antar fasilitas Saat Ini
Fasilitas Dari Gudang bahan baku Gerinda potong Mesin bor Mesin press Las Gudang bahan baku Mesin potong Gerinda potong Mesin bubut Mesin press Mesin bor Las Gerinda Kompresor
Ke Gerinda potong Mesin bor Mesin press Las Gerinda Mesin potong Gerinda Mesin bubut Gerinda Gerinda Gerinda Kompresor Kompresor Gudang barang jadi
Jarak (cm) 260 772 1082 213 1515 798 1803 1930 2559,5 1598 769 1880 548 913
Fasilitas yang ada saat ini diletakkan tanpa memperhitungkan hubungan aktivitas antar fasilitas. Hal tersebut dapat terlihat dari urutan peletakan mesin yang tidak sesuai dengan proses dan jarak tempuh yang jauh antar fasilitas seperti pada Tabel 4.2. Tata letak fasilitas yang ada saat ini menimbulkan berbagai permasalahan seperti langkah balik yang terjadi pada aliran produksi. Langkah balik terjadi karena peletakan mesin tidak memperhitungkan hubungan antar fasilitas sehingga operator harus memindahkan material secara berulang. Langkah balik pada aliran produksi mengakibatkan jarak antar fasilitas menjadi jauh sehingga waktu tempuh material yang berpindah bertambah. Urutan tata letak fasilitas pada UKM Anugrah saat ini digambarkan pada Gambar 4.2. Urutan tata letak saat ini terdiri dari 8 mesin yang digambarkan dengan warna biru tua, kantor digambarkan dengan warna hijau tua, gudang bahan baku digambarkan pada warna kuning, gudang produk digambarkan dengan warna coklat, mushala digambarkan dengan warna hijau muda, dan toilet digambarkan dengan warna biru muda. Skala yang digunakan untuk membuat templet tata letak yang ada saat ini yaitu 1:25.
TEMPLATE 112 Gerinda
Mushala Kompressor
74
Toil et
Gudang Barang Jadi
Mesin bor
1280
Gerinda potong
Gudang Bahan Baku
Mesin press Mesin las Mesin potong
56
Mesin bubut
Kantor 16
Kantor
2059mm. 76
Skala
: 1:25
Kelas
:
Satuan : Meter Digambar : Ayu Puspo.K Tanggal: 12 Agustus 2011 Diperiksa : TEMPLATE TEKNIK INDUSTRI
Gambar 4.2 Templet Tata Letak UKM Anugarah Saat Ini
4.4.
Analisa Tata Letak Penyelesaian masalah tata letak UKM Anugrah menggunakan metode yang diklasifikasikan oleh Wignjosoebroto (2003), yaitu kualitatif dan kuantitatif. Pendekatan kualitatif yaitu analisa bahan diukur menggunakan tolok ukur derajat kedekatan hubungan antara satu fasilitas dengan lainnya. Pendekatan kuantitatif yaitu
analisa aliran bahan berdasarkan kuantitas material yang dipindahkan seperti berat, volume, jumlah unit satuan kuantitatif lainnya. Analisa dapat dilakukan jika data yang dibutuhkan untuk menganalisis sudah terpenuhi. Data yang dibutuhkan untuk melakukan analisa tata letak fasilitas pabrik menghasil armprem bagasi bis yaitu jumlah produksi 20 produk/hari, jenis dan ukuran mesin-mesin dan peralatan yang digunakan selama produksi seperti pada Tabel 4.1, waktu yang dibutuhkan untuk setiap proses seperti yang terlampir pada Lampiran 2, dan persentase sekrap seperti yang ada pada peta proses operasi. 4.4.1
Analisa Tata Letak Fasilitas Menggunakan Metode Kuantitatif Jumlah produk yang dihasilkan setiap hari harus sesuai dengan target produksi agar kebutuhan konsumen terpenuhi. Keberhasilan untuk mencapai target tersebut dipengaruhi oleh ketersediaan bahan baku dan jumlah mesin yang dibutuhkan. Perhitungan bahan baku dipengaruhi oleh sekrap yang merupakan pembuangan hasil proses. Hal lain yang perlu dipertimbangkan yaitu efisiensi kerja mesin. Persentase efisiensi kerja mesin yang digunakan sebesar 80% dan 90 % seperti ketepapan menurut Wignjosoebroto (2003). Uraian mengenai lembar urutan proses yang telah dibuat memberikan informasi bahwa banyaknya mesin yang dibutuhkan sebanyak 1 buah mesin untuk setiap jenis mesinnya. Jumlah kebutuhan mesin yang didapatkan dari lembar urutan proses digunakan sebagai masukan pembuatan peta proses produk darab. Informasi lain yang dibutuhan sebagai masukan pembuatan peta proses produk darab yaitu mesin-mesin yang digunakan dan keterkaiatan antar aktivitas dalam memproduksi armprem bagasi bis. Peta proses darab ini menggambarkan keterkaitan antar fasilitas selama proses produksi dan jumlah mesin yang dibutuhkan. Komponen Peralatan/ Mesin
Fabrikasi 001
002
003
004
Assembling 005
006
007
001
002
003
004
005
Jumlah Mesin Teoritis Aktual
006
Penerimaan/Gudang Bahan Baku 0,009 Meja Ukur
0,010
O-1 0,009
Gerinda Potong
0,011
O-5 0,009
O-2
0,016
0,027
O-11
O-17
0,009
O-6
0,014
O-22 0,145
O-12
0,009
O-26 0,149
O-23
O-30
0,096
1
0,376
1
0,055
O-27
O-31
0,049 Mesin Potong
O-18 0,134
Mesin Bubut
O-24 0,039
Mesin Bor
0,073
O-3
Mesin Press
O-7
0,020
O-4
O-28
O-32
O-13
O-14 0,020
O-9
0,080
0,018
O-15
O-19
O-33
0,040 Meja Las
0,089
O-21
O-35
0,040
0,041
O-10
0,027
O-16
0,020
O-20
O-29
O-34 0,031
1 A
0,31
1
0,152
1
0,004
1
B
C
D
E
F
G
A+B
2 C+1
3 D+2
Gambar 4.3 Peta Proses Produk Darab
4 E+3
O-36
6
5 F+4
0,275
1
0,214
1
0,031
1
0,032
0,041
O-25
Kompressor
Pengiriman/Gudang Barang Jadi
1
0,002
O-8 0,021
0,049 0,036
0,040
0,002
Gerinda
0,140
G+5
Informasi yang terdapat pada lembar urutan proses digunakan sebagai masukan pada luas kebutuhan area produksi. Perhitungan untuk menentukan luas area produksi yang dibutuhkan memerlukan informasi mengenai ukuran mesin, ukuran peralatan, ukuran material, jumlah mesin, ruang bergerak untuk operator, dan kelonggaran. Informasi seperti ukuran mesin, ukuran peralatan, ukuran material, jumlah mesin, dan ruang bergerak untuk operator diperoleh dari pengukuran dan pengolahan data yang telah dilakukan. Kelonggaran sebesar 150% merupakan nilai kelonggaran yang lazim digunakan menurut Wignjosoebroto (2003) agar operator merasa nyaman dalam bekerja. Perhitungan mengenai luas kebutuhan area produksi yang telah dilakukan menunjukkan bahwa luas area produksi yang diperlukan sebesar 56,1 m2. Setelah mengetahui informasi luas area produksi yang dibutuhkan selanjutnya menentukan urutan mesin pada tata letak fasilitas. Pengaturan urutan mesin ditentukan berdasarkan persentase volume material yang berpindah. Nilai persentase volume material yang berpindah dihitung untuk mendapatkan jarak yang minimum. Tata letak fasilitas urutan mesin diatur berdasarkan perhitungan yang dilakukan menggunakan peta dari-ke. Informasi yang dibutuhkan sebagai masukan untuk membuat peta dari-ke yaitu volume material yang berpindah antar fasilitas dan mesinmesin yang dilalui untuk memproduksi komponen pembentuk produk. Urutan mesin diatur secara berulang-ulang untuk mendapatkan jarak paling minimum untuk antar fasilitas. Maka didapatkan urutan mesin yang memiliki total momen paling minimum yaitu angka momen untuk proses maju sebesar 370 dan untuk proses balik sebesar 20 dan total momen sebesar 390. Urutan mesin yang digunakan yaitu meja ukur, gerinda potong, mesin potong, mesin press, mesin bor, gerinda, mesin bubut, mesin las, dan kompresor. 4.4.2
Analisa Tata Letak Fasilitas Menggunakan Metode Kualitatif Metode kedua yang digunakan yaitu metode kualitatif yang menganalisa menggunakan tolok ukur kedekatan antar fasilitas. Penyusunan tata letak fasilitas berdasarkan derajat kedekatan antar fasilitas karena diharapkan fasilitas yang memiliki intensitas aktivitas yang tinggi memiliki jarak yang dekat sehingga tidak memerlukan waktu yang lama. Penilaian tolok ukur kedekatan antar fasilitas menggunakan peta hubungan aktivitas.
Penerimaan/ Gudang bahan baku Meja ukur Gerinda potong Mesin press Mesin bor Gerinda Mesin bubut Mesin las Kompresor Gudang produk/ pengiriman Mesin potong
A 1,2,5,6
I 1,6 1,2,5,6 X 3 U 4 X 3 O 2,6 U 4 I 1,6 O 2,6 I 1,6 X A 3 1,2,5,6 X A 3 1,2,5,6 U 4 A 1,2,5,6 U 4 X A
X 3 X 3 U 4 X 3 X 3 X 3 U 4 X
X 3 X 3 I 1,6 X 3 X 3 U 4 X
X 3 U 4 X 3 X 3 U 4 U
X 3 U 4 X 3 U 4 X
X 3 X 3 U 4 O
X 3 I X 1,6 O 3 E 2,6 O 1,2,6 2,6
2,6
3
4
3
3
3
Gambar 4.4 Peta Hubungan Aktivitas
Tabel 4.4 merupakan keterangan mengenai alasan keterakaitan antar fasilitas yang digunakan pada peta hubungan aktivitas. Tabel tersebut menguraikan 7 alasan mengenai keterkaitan hubungan antar fasilitas. Tabel 4.4 Deskripsi Alasan
Kode Alasan Deskripsi Alasan 1 Derajat kontak personel yang sering dilakukan 2 Urutan aliran kerja 3 Debu dan bising 4 Urutan aliran informasi 5 Menggunakan tenaga kerja yang sama 6 Intensitas hubungan dokumen dan personalia yang sama 7 Kemungkinan adanya bau yang tidak menggenakkan Informasi kedekatan hubungan antar fasilitas yang didapat setelah membuat peta hubungan antar aktivitas digunakan sebagai masukan untuk menganalisa dan merencanakan penentuan letak masing-masing fasilitas tersebut. Analisa dilakukan dengan mengelompokan alasan perlunya kedekatan antar fasilitas ke derajat hubungan. Analisa penentuan letak masing-masing fasilitas menggunakan lembar kerja pembuatan diagram hubungan aktivitas. Tabel 4.5 merupakan tabel lembar kerja pembuatan diagram hubungan aktivitas.
Tabel 4.5 Lembar Kerja Pembuatan Diagram Hubungan Aktivitas
Nomor dan Nama Fasilitas
A
Derajat Kedekatan I O U
E
2 3 4
Penerimaan/Gudang Bahan baku Meja ukur Gerinda potong Mesin press
5
Mesin bor
6 7
Gerinda Mesin bubut
8
Mesin las
7,9
2,10
9
Kompresor
8,10
11
1
2
3,10
1,3 2
11
11 1,7
11 5,11
7,8 4,6,10 3,6,10
6
4,7
10,
5
3,4,10,11 2,10
5,7 3,6
8
X 4,5,6,7,8, 9 4,5,6,9,10 5,8,9 1,2,7,8,9 1,2,3,8,9, 11 1,2,8,9 1,4,9,11 1,3,4,5,6, 11 1,2,3,4,5, 6,7
Pengiriman/Gudang 9 1 3,4,5,6,7,8 2,11 produk 11 Mesin potong 2 1,3,4 6,9 5,7,8,10 Analisa penentuan masing-masing fasilitas yang telah dilakukan dilanjutkan dengan membuat diagram hubungan aktivitas. Proses tata letak diawali dengan meletakkan fasilitas yang memiliki derajat hubungan mutlak yaitu gudang bahan baku. Gudang bahan baku dipilih karena untuk mempermudah proses pengangkutan saat penyimpanan bahan baku. Selanjutnya peletakan fasilitas didasarkan pada kedekatan hubungannya. Gambar 4.5 merupakan bentuk diagram templet blok aktivitas. 10
E
A
VI Mesin bor IV VI O I VI I
E
A V Mesin press
V O XI
I
E
A VIII VII Gerinda
A IX
E
V I VI I A IX
I I
O
I
E
VI Mesin potong I III I O IV E
A
V O E
III VI A VIII X I
III Gerinda potong I I VI I A III
I
XI O XI E
II Meja ukur
V O E
I
O E
A II
I Gudang Bahan baku
IX Mesin las O
E
A
VIII Mesin bubut
X Kompresor
XI Gudang produk
II
A
O
I
III X
XI O
Gambar 4.5 Diagram Templet Blok Aktivitas
Diagram templet blok aktivitas kemudian dibuat dalam bentuk templet, dimana peletakannya disesuaikan dengan area yang telah tersedia. Peletakan ini dilakukan sesuai dengan prinsip dasar dalam perencanaan tata letak yaitu pemanfaatan ruang dan fleksibilitas. Penerapan prinsip ini dilakukan agar dapat dilakukan untuk memudahkan penyesuaian dan pengaturan kembali suatu tata letak dengan menggunakan luas area dan peralatan yang tersedia.
TEMPLATE 112
Toilet
74
Mushola
Mesin potong
1280
Mesin press Mesi n bor
Kompr essor
geri nda
Gerinda potong
Mesin bubut
Meja ukur Mesin las
56
Gudang Bahan Baku Gudang Barang Jadi
Kantor
16
Kantor
2334mm. 76
Skala
: 1:25
Kelas
Satuan
: Meter
Digambar :Ayu Puspo Kirono
Tanggal : 12 Agustus 2011
TEKNIK INDUSTRI
:
Diperiksa :
TEMPLATE
Gambar 4.6 Templet Setelah Perbaikkan
Setelah melakukan penyusunan tata letak baru kemudian dilakukan pengukuran jarak antara fasilitas seperti terdapat pada tabel 4.6 yaitu jarak perpindahan bahan antar fasilitas pada tata letak sebelum perbaikan. 4.6 Jarak Perpindahan Material Antar Fasilitas Pada Tata Letak Setelah Perbaikan
Fasilitas Dari Gudang bahan baku Gerinda potong Mesin bor Mesin press Las Gudang bahan baku Mesin potong Gerinda potong Mesin bubut Mesin press Mesin bor Las Gerinda Kompresor
Ke Gerinda potong Mesin bor Mesin press Las Gerinda Mesin potong Gerinda Mesin bubut Gerinda Gerinda Gerinda Kompresor Kompresor Gudang barang jadi
Jarak (cm) 467,5 725 98,25 386,76 261,5 647,25 429,75 357,25 125 280 125 206,25 141,75 625
Pengukuran jarak yang dilakukan setelah penyusunan ulang fasilitas diketahui bahwa jarak tempuh lebih pendek dibanding dengan jarak pada tata letak sebelum perbaikan, terdapat selisih sebesar 819,5 cm sehingga dalam melakukan proses produksi semakin besar pula efesinsi kerja karena operator menghemat jarak tempuh pada perpindahan material. Selisih jarak tersebut membuktikan bahwa tata letak setelah perbaikan lebih baik karena jarak tempuh material lebih kecil sehingga waktu yang diperlukan dalam proses produksi lebih singkat. Selain itu dengan meminimasi besar jarak tempuh dapat berdampak pada peningkatan kapasitas produksi pada UKM Anugrah. Kesimpulan dan Saran 5.1 Kesimpulan Pengolahan data dan analisis yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan perbaikan tata letak fasilitas pada UKM Anugrah mengalami perubahan yaitu penambahan peralatan dan urutan tata letak mesin. Penambahan peralatan yaitu meja ukur. Urutan tata letak mesin yang diusulkan yaitu gudang bahan baku, meja ukur, gerinda potong, mesin potong, mesin press, mesin bor, gerinda, mesin bubut, mesin las, kompresor, dan gudang produk. Tata letak fasilitas yang baru memiliki total jarak perpindahan material yang lebih dekat sebesar 8,195 m dibandingkan tata letak faslitas sebelumnya yang memiliki total jarak sebesar 166,405 m. Usulan urutan mesin pada tata letak fasilitas
yang baru memiliki tipe aliran zigzag. Usulan tata letak fasilitas disesuaikan dengan prinsip tata letak fasilitas. 5.2
Saran Usulan perbaikkan tata letak ini hannya didasarkan pada anallisis teknis. Pertimbangan finansial biasanya menjadi yang utama bagi manajemen perusahaan. Penelitian lanjutan depan demikian dapat dilakukan dengan memasukkan unsur finansial. Daftar Pustaka [1]. Abidin, Zaenal. Usulan Perbaikan Tata Letak Fasilitas Produksi UKM Sentral Seragam. Jakarta, 2011. [2]. Adiwijaya, Fajar. Usulan Perancangan Tata Letak Fasilitas Pabrik Usaha Kecil Menengah Keluarga Mandiri. Jakarta, 2010 [3]. Apple, James. M. Tata Letak Pabrik dan Pemindahan Bahan Edisi Ketiga. ITB, Bandung, 1990. [4]. Hadiguna, R. A. Dan Setiawan, H. Tata Letak Pabrik. Edisi Pertama. ANDI, Yogyakarta, 2008. [5]. Harianto, Dinda Puspita Mandiri. Analisis Tata Letak Fasilitas (Studi Kasus: UKM Sandal Amorita’s). Jakarta, 2010. [6]. Leonard, Agus. Evaluasi Material Handling Dan Usulan Perancangan Tata Letak Gudang Pada PT. AMMI . Jakarta, 2007. [7]. Satria.2007.Tata Letak Fasilitas. (From http://ocw.gunadarma.ac.id/course/economics/manajemen-operasional/tata-letakfasiltas/view?set_language=id diakses 15 Agustus 2011) [8]. Senima, Eko Nugroho Putra. Usulan Perbaikan Tata Letak Fasilitas Lantai Produksi CV. Kubangan Prima Karya. Jakarta, 2010. [9]. Setiawan, Roni. 2010. ( http://www.scribd.com/doc/51137872/Layout-Pabrik diakses 15 Agustus 2011)