PEMBAHASAN Tujuan pemupukan pada areal tanaman kakao yang sudah berproduksi adalah untuk menambahkan unsur hara ke dalam tanah supaya produktivitas tanaman kakao tinggi, lebih tahan terhadap hama dan penyakit, dan usia produktif yang lebih panjang (Susanto, 1992). Biaya pemupukan yang tinggi diharapkan dapat kembali dalam bentuk produksi yang lebih tinggi. Efisiensi pemupukan merupakan perbandingan jumlah pupuk yang diberikan dengan jumlah pupuk yang dapat diserap tanaman. Peningkatan efisiensi pemupukan dapat dicapai apabila melakukan pemupukan yang tepat dan benar yaitu tepat dalam hal jenis pupuk, dosis, cara aplikasi, dan waktu aplikasinya.
Tinggi
rendahnya
dosis
mempertimbangkan beberapa hal seperti
pupuk
yang
diaplikasikan
harus
lingkungan tumbuh, tanaman, serta
biaya yang harus dikeluarkan untuk membeli pupuk dan upah tenaga kerja. Pemupukan di PT RSA I dilakukan dua kali dalam setahun yaitu pada bulan Februari - Maret yang merupakan akhir musim hujan dan Oktober November yang merupakan awal musim hujan. Waktu pemupukan tersebut telah sesuai dengan rencana kerja perusahaan. Pemupukan pada awal atau akhir musim hujan dimaksudkan untuk menghindari kompetisi pemanfaatan hara antara munculnya flush dengan masa pembungaan. Selain itu pada awal dan akhir musim hujan masih tersedia air sebagai pelarut pupuk yang akan memudahkan tanaman menyerap unsur hara. Dari data curah hujan yang ada pada bulan Februari - Maret 2009 saat dilakukan pemupukan, masih terdapat curah hujan yang cukup tinggi yaitu rata-rata 227.5 mm. Jenis pupuk yang diaplikasikan di Kebun PT Rumpun Sari Antan 1 termasuk di Afdeling B dan Afdeling C terdiri atas pupuk Urea, SP-18 dan pupuk MOP. Penggunaan pupuk tunggal memiliki kelebihan yaitu dapat dengan mudah mengatur jumlah pupuk yang akan diaplikasikan sesuai dengan dosis yang ditentukan. Penggunaan jenis pupuk tersebut sesuai dengan rekomendasi Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Jember. Untuk mengetahui kebutuhan unsur hara tanaman dapat dilakukan dengan lima metode yaitu berdasarkan gejala visual kekurangan, berdasarkan hasil
percobaan pemupukan, berdasarkan jumlah dan macam unsur hara yang diangkut hasil panen, berdasarkan ketersediaan unsur hara dalam tanah (analisis tanah), serta berdasarkan tingkat penyerapan unsur hara oleh tanaman (hasil analisis jaringan tanaman biasanya daun tanaman). Dosis pupuk di PT RSA I ditentukan berdasarkan hasil analisis tanah dan daun. Sampel tanah dan daun tersebut dianalisis oleh Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Jember. Analisis tanah dapat menentukan kandungan hara mineral dalam tanah terutama yang berada pada daerah perakaran. Akan tetapi, analisis tanah tidak dapat menggambarkan seberapa banyak hara mineral yang dibutuhkan dan yang mampu diabsorpsi oleh tanaman. Jadi lebih baik bila analisis tanah disertai dengan analisis jaringan tanaman. Melalui analisis jaringan tanaman (daun) dapat diketahui jumlah unsur hara yang secara aktual dapat diserap tanaman. Analisis tanah dapat dilakukan empat tahun sekali, sedangkan untuk analisis daun harus dilakukan setiap tahun. Di PT Rumpun Sari Antan 1 sebagai acuan penentuan dosis pupuk tahun 2009 masih menggunakan hasil analisis daun dan rekomendasi pemupukan tahun 2008. Hal tersebut tentu saja kurang tepat, karena mungkin saja tanaman membutuhkan dosis pupuk yang lebih tinggi untuk mencapai produktivitas yang tinggi atau sebaliknya dosis pupuk yang dibutuhkan justru lebih rendah sehingga dapat menghemat pengeluaran perusahaan. Dosis rekomendasi dan dosis pupuk yang ditetapkan di Afdeling B dan Afdeling C PT Rumpun Sari Antan I dapat dilihat pada Tabel 3 dan Tabel 4. Dari tabel tersebut tampak bahwa dosis pupuk Urea yang ditetapkan rata-rata hanya 71 % , MOP rata-rata hanya 39 %, dan SP-18 rata-rata 98 % dari dosis rekomendasi. Dengan pengurangan dosis pupuk tersebut tanaman tidak mendapatkan unsur hara sesuai yang dibutuhkannya untuk berproduksi dengan baik. Dosis yang tepat dalam kegiatan pemupukan merupakan hal yang sangat penting, karena kekurangan ataupun kelebihan unsur hara dapat merugikan tanaman dan perusahaan. Aplikasi pemupukan yang dilakukan di PT Rumpun Sari Antan 1 menggunakan dosis yang lebih rendah daripada dosis rekomendasi hasil analisis tanah dan daun. Pengurangan dosis pupuk tersebut dilakukan untuk
menekan biaya yang dikeluarkan untuk membeli pupuk dan biaya tenaga kerja yang diperlukan untuk mengaplikasikan pupuk. Dalam pelaksanaan pemupukan, tenaga kerja penabur pupuk sebagian besar wanita. Alat untuk menabur pupuk adalah ember sebagai wadah pupuk dan takaran yang sudah dikalibrasi terlebih dahulu. Dari sampel tenaga kerja di Afdeling B diketahui bahwa dosis pupuk yang diaplikasikan (campuran ketiga jenis pupuk) rata-rata 238.35 g/pokok, sedangkan dosis yang ditetapkan adalah 260.3 g/pokok. Di Afdeling B penulis melakukan pengamatan dan analisis terhadap pengaruh topografi terhadap ketepatan dosis aplikasi (dapat dilihat pada Tabel 6). Dari hasil pengamatan tersebut diketahui bahwa di lahan datar sampai miring (kemiringan 0 - 25 %) dosis yang diaplikasikan tidak berbeda dengan dosis yang ditetapkan. Sedangkan pada lahan curam (kemiringan > 25 %) dosis yang diaplikasikan berbeda dengan dosis yang ditetapkan, yaitu lebih rendah dari dosis yang ditetapkan. Hal ini terjadi karena semakin miring lahan maka akan semakin sulit pekerja mengangkut pupuk ke tempat tersebut, sehingga pengaplikasian pupuk untuk setiap pokoknya dikurangi dari takaran (dosis yang ditetapkan) oleh penebur pupuk. Selain itu, pada lahan curam pengawasan terhadap penabur pupuk semakin longgar sehingga dosis aplikasi tidak sesuai dengan dosis ketetapan. Di Afdeling C pupuk yang diaplikasikan rata-rata 357.34 g/pokok sedangkan dosis yang ditetapkan adalah 255 g/pokok. Dari hasil pengamatan diketahui bahwa dosis pupuk yang diaplikasikan di Afdeling C berbeda dengan dosis yang ditetapkan yaitu lebih tinggi dari dosis yang ditetapkan. Hal ini terjadi karena di Afdeling C tenaga kerja pemupuk dapat pulang sebelum jam kerja selesai, jika semua pupuk yang direncanakan untuk aplikasi pada hari tersebut telah diaplikasikan seluruhnya. Oleh karena itu, penabur pupuk mengaplikasikan pupuk lebih tinggi dari dosis yang ditetapkan agar mereka dapat pulang lebih awal. Selain itu, ketidak sesuaian dosis tersebut terjadi karena kurangnya pengawasan terhadap pelaksanaan penaburan pupuk. Akibat lebih tingginya dosis pupuk yang diaplikasikan daripada dosis yang ditetapkan tersebut maka ada arealareal tanaman kakao di Afdeling C yang tidak dipupuk.
Ketidak sesuaian dosis pupuk yang diaplikasikan dengan dosis yang ditetapkan direksi tersebut secara umum disebabkan oleh kurangnya pengawasan terhadap ketepatan dosis yang diaplikasikan oleh karyawan. Untuk itu perlu ditingkatkan lagi fungsi pengawasan pada kegiatan pemupukan tersebut. Di PT RSA I belum memperhatikan pemanfaatan limbah panen yang berupa kulit buah kakao sebagai sumber unsur hara. Kulit buah kakao (yang setara dengan 13 ton kulit buah) mengandung 33 - 37 kg Urea, 20 - 25 kg TSP, dan 249310 kg KCL (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2004). Pengembalian kulit buah kakao ke lahan dapat memberikan unsur hara pada tanaman. Kulit buah kakao sebaiknya dikembalikan ke lahan dengan cara mengubur di dalam lubang pembuangan kulit buah. Lubang dibuat di areal tanaman kakao pada tempat yang berbeda setiap kali panen, sehingga lubang pembuangan kulit buah kakao dapat tersebar merata pada seluruh areal tanaman kakao tersebut. Penguburan kulit buah kakao bertujuan untuk mempercepat proses pembusukan dan penguraian sehingga dapat menghasilkan unsur hara. Selain itu, bertujuan untuk sanitasi agar hama atau penyakit yang terbawa melalui limbah panen (kulit buah kakao) tersebut tidak berkembang dan menyebar ke tanaman kakao. Tanaman-tanaman kakao yang ada di areal intercroping dengan karet tidak dilakukan pemupukan, pemupukan hanya diperoleh dari tanaman karet. Hal tersebut tentu saja berdampak buruk untuk tanaman, baik itu tanaman kakao maupun tanaman karet. Dengan keadaan tersebut tanaman kakao akan kekurangan unsur hara demikian juga dengan tanaman karet sehingga pertumbuhan dan produksi tanaman tidak akan maksimal. Jika alasan tidak dipupuknya tanaman kakao pada areal intercroping dengan tanaman karet adalah untuk efisiensi penggunaan tenaga kerja maka sebaiknya PT Rumpun Sari Antan 1 memperhitungkan dosis pemupukan baik untuk karet maupun untuk tanaman kakao pada areal tersebut. Di Kebun PT RSA I, pemupukan diaplikasikan melalui tanah dengan membuat lubang pupuk sebanyak satu lubang untuk setiap pokok tanaman. Lubang dibuat berjarak 50 - 75 cm dari pokok tanaman, sedalam 15 - 25 cm, dan dengan lebar lubang 20 cm. Pupuk dimasukkan ke dalam lubang pupuk kemudian lubang ditutup kembali. Pengaplikasian pupuk melalui lubang pupuk kemudian
dilakukan penutupan kembali dimaksudkan untuk mengurangi kehilangan pupuk melalui penguapan dan erosi. Selain itu pembenaman pupuk terbukti meningkatkan efisiensi pemupukan (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2004). Jarak lubang penempatan pupuk yang paling ideal adalah sesuai proyeksi tajuk tanaman atau sekitar 100 - 150 cm dari pokok tanaman, karena pada posisi ini banyak terdapat akar rambut dan bulu akar tanaman yang menyerap unsur hara. Penempatan pupuk harus memperhitungkan keberadaan akar tanaman yang aktif menyerap unsur hara yaitu akar rambut dan bulu akar serta distribusi jumlah pupuk yang dapat diserap perakaran tanaman yang pertumbuhannya mengikuti pertumbuhan tajuk tanaman. Pengaplikasian pupuk pada satu lubang pupuk menyebabkan hanya akar yang berada dekat dengan lubang itu saja yang dapat menyerap unsur hara yang terkandung dalam pupuk tersebut. Selain itu, penumpukan pupuk pada satu lubang dengan dosis tinggi menyebabkan konsentrasi larutan hara pada daerah sekitar lubang pupuk tersebut juga tinggi sehingga memungkinkan terjadinya plasmolisis pada sel tanaman terutama sel-sel akar. Plasmolisis akan menyebabkan sel-sel akar tanaman rusak bahkan mati. Hal tersebut akan menggangu penyerapan unsur hara dan menyebabkan pemberian pupuk menjadi tidak efektif. Pengaplikasian pupuk pada satu lubang pupuk secara ekonomi dapat menekan biaya aplikasi pupuk, tetapi secara teoritis tidak memperhatikan distribusi jumlah pupuk yang dapat diserap perakaran tanaman yang pertumbuhannya mengikuti pertumbuhan tajuk tanaman. Berdasarkan alasan di atas, sebaiknya untuk setiap pokok tanaman dibuat beberapa lubang pupuk dan jarak lubang pupuk dari pokok tanaman sesuai proyeksi tajuk tanaman tersebut. Pada pemupukan berukutnya, sebaiknya lubang pupuk tidak dibuat pada tempat yang sama. Hal tersebut dimaksudkan agar distribusi penyebaran pupuk dapat lebih baik pada sekitar pokok tanaman sehingga dapat diserap oleh akar tanaman dengan lebih efektif, serta dapat menekan biaya aplikasi pupuk. Dari pengamatan yang dilakukan, ada jarak lubang pupuk yang terlalu dekat ke pokok tanaman sehingga menyebabkan terpotongnya akar primer atau
akar sekunder. Dari sepuluh orang sampel tenaga kerja yang diamati masih ada karyawan yang membuat lubang pupuk terlalu dekat ke pokok tanaman dengan jarak < 50 cm, tingkat kesalahan dalam membuat lubang adalah 27.14 persen. Untuk itu pengawasan terhadap pembuat lubang pupuk harus diperketat. Pada Gambar 10 dapat dilihat bahwa penempatan lubang pupuk terlalu dekat dengan pokok tanaman.
Gambar 10. Jarak Lubang Pupuk ke Pokok Tanaman. Pupuk dicampur pada sore hari, sehari sebelum diaplikasikan, kemudian dimasukkan ke dalam karung dan disimpan di gudang. Pencampuran pupuk dilakukan sekitar pukul 15.00 - 17.00 WIB. Pemberian beberapa jenis pupuk secara bersamaan ada yang boleh dicampur dan ada yang tidak boleh dicampur, bergantung pada sifat masing-masing pupuk. Penurunan efektifitas pupuk tunggal yang diberikan dalam bentuk campuran disebabkan oleh adanya reaksi antar jenis pupuk dan tidak homogennnya campuran tersebut (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2004). Reaksi antar
jenis pupuk berupa terjadinya
penggumpalan, kehilangan unsur hara dalam bentuk gas atau menyebabkan campuran pupuk menjadi basa sehingga ketersediaan haranya menurun. Kelemahan lain adalah karena berbedanya ukurun butiran pupuk maka saat pencampuran butiran pupuk yang lebih halus akan berada di bagian bawah. Saat pupuk diaplikasikan menjadi tidak rata dan tidak sesuai dosis yang direncanakan. Pupuk yang butirannya lebih kasar akan diaplikasikan lebih banyak pada awal aplikasi dan yang lebih halus akan lebih banyak pada akhir aplikasi.
Pencampuran pupuk dilakukan untuk menghemat biaya aplikasi terutama menghemat biaya tenaga kerja yang digunakan. Untuk memperkecil penurunan keefektifan pupuk tunggal yang diberikan dalam bentuk campuran tersebut maka sebaiknya pencampuran dilakukan pada pagi hari (dalam hari yang sama) sebelum pupuk diaplikasikan. Tenaga kerja pemupuk dibagi ke dalam lima kelompok yaitu kelompok pengaduk pupuk, pegangkut, pelangsir, pembuat lubang dan penabur pupuk. Pengawasan pada setiap kelompok tersebut masih kurang, sehingga banyak ditemukan kesalahan dalam kegiatan pemupukan tersebut. Kesalahan yang ditemukan pada pelaksanaan pemupukan adalah : pengaduk pupuk tidak mengaduk pupuk hingga merata dan bongkahan pupuk tidak dihancurkan saat pengadukan; pengangkutan pupuk terlambat dan pupuk ditumpuk tidak pada tempat yang telah ditentukan sehingga langsir pupuk akan terlambat; pembuat lubang pupuk membuat lubang penempatan pupuk tidak sesuai dengan jarak yang sudah ditentukan dan ada pokok tanaman yang terlewat tidak dibuatkan lubang pupuk; penabur pupuk tidak memberikan pupuk sesuai dengan takaran di setiap lubang, lubang pupuk tidak ditutup setelah diberi pupuk, dan ada pokok yang tidak terpupuk. Oleh karena itu, pengawasan perlu ditingkatkan agar diperoleh kualitas maupun kuantitas hasil kerja yang lebih baik. Pengaturan jumlah tenaga kerja juga harus ditentukan dengan cermat agar efisien dalam menggunakan anggaran. Pengaturan tenaga kerja pada kegiatan pemupukan antara Afdeling B dengan Afdeling C terdapat perbedaan. Di Afdeling B pengaturan tenaga kerja antara pembuat lubang dan penabur pupuk benar-benar merupakan dua kelompok yang terpisah. Tenaga kerja pembuat lubang di depan dipimpin oleh seorang mandor, kemudian diikuti oleh penabur yang berada pada kelompok sendiri yang diawasi oleh beberapa mandor dan asisten. Kekurangan sistem tersebut adalah seringkali lubang tidak terpupuk, ada areal-areal yang sering terlewatkan karena tidak memakai sistem barisan, pengawasan akan terpusat pada penabur sedangkan kualitas lubang terabaikan. Di Afdeling C tenaga kerja pembuat lubang dan penabur pupuk selalu bersama. Satu orang pembuat lubang akan diikuti oleh satu orang penabur pupuk. komposisi penabur dan pembuat lubang adalah satu berbanding satu. Kekurangan
sistem tersebut adalah pekerjaan akan lebih lambat karena penabur pupuk akan mengikuti pembuat lubang, sedangkan membuat lubang pupuk membutuhkan waktu lebih lama dari menabur pupuk. Kelebihannya adalah menerapkan sistem baris sehingga lubang yang tertinggal tidak dipupuk lebih sedikit, pengawasan juga lebih mudah karena dapat mengawasi kedua kelompok tenaga kerja tersebut sekaligus. Dari hasil pengamatan dan perhitungan diketahui bahwa komposisi yang ideal untuk pembuat lubang dan penabur adalah 2 pembuat lubang dan 1 orang penabur. Setiap dua orang pembuat lubang langsung diikuti oleh satu orang pemabur pupuk. Sedangan sistem perbaris adalah sistem yang paling baik karena memudahkan pengawasan dan meminimalkan ketertinggalan pekerjaan.