Volume Desember 2013 Volume8,1,Nomor Nomor16, 3, Nopember 2007
Penyunting Pelaksana : H. Zaharuddin, SE, MM. Indri Astuti, S.Pd., MM, M.Pd. Hadi Mulyo Wibowo, SH, MM. Akka Latifah Yusdinar, SE, MM. Ir. Aswin Naldi Sahim, MM. Ir. Hj. Nyayu Siti Rahmaliya, MM. Sekretariat Editing : Budi Purnomo Sugito Hartadi Hengki Supriyanto Sekretariat Administrasi : Dewi Listiorini Kunto Atmojo, SE, MM. Gopi Susanto Mitra Bestari : Dr. Eny Ariyanto Dr. Sugito Effendi, M.Si. Dr. Etty riani, MS. Dr. Albert Napitupulu, M.Si. Olivia Yolanda, SE, MM.
Alamat Redaksi : Program Pascasarjana Magister Manajemen Sekolah Tinggi Manajemen IMMI Jakarta Jl. Raya Tanjung Barat No.11 Jakarta Selatan 12530 Telp. (021) 781 7823, 781 5142 Fax. (021) 7815144 E-mail :
[email protected]
Jurnal Manajemen & Bisnis Aliansi
77
78
Jurnal Manajemen & Bisnis Aliansi
Volume Desember 2013 Volume8,1,Nomor Nomor16, 3, Nopember 2007
DARI REDAKSI Dengan mengucapkan syukur Alhamdulillah, Jurnal Aliansi Bisnis & Manajemen Volume 8, Nomor 16, bulan Desember 2013 dapat menjumpai pembaca sesuai waktu yang direncanakan. Dalam edisi ke enam ini, redaksi Jurnal Aliansi Bisnis & Manajemen menyajikan beberapa topik antara lain: Pengaruh Pemberian Kompensasi Terhadap Kinerja Karyawan di PT. Pusaka Interior Design Jakarta The effect of the governance of indonesian constitutional democration on the abuse of organization financial power behavior Manajemen Pengembangan Unit Usaha Sekolah dalam Menumbuhkan Jiwa Kewirausahaan Pada Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Model Manajemen Pembelajaran Portopolio Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PPKN) untuk Peningkatan Daya Kritis Siswa di SMPN 2 Teluk Jambe Kabupaten Karawang Manfaat Kayu Karet
Tugas Pokok dan Fungsi Guru Profesional
Urgensi Management Pemberdayaan Bagi Kinerja Lembaga Pendidikan
Pengaruh Kualitas Pelayanan Terhadap Kepuasan Nasabah Pada PT. Bank Rakyat Indonesia Kantor Cabang Pondok Indah
Redaksi mengucapkan terima kasih atas kerjasama yang terjalin dengan penulis, dan dengan pembaca yang menggunakan jurnal Aliansi Bisnis & Manajemen sebagai salah satu referensi. Besar harapan kami Jurnal ini turut memberikan kontribusi dalam pengembangan bisnis dan manajemen. Kami sangat terbuka menerima kritik dan saran guna penyempurnaan Jurnal kita pada edisi mendatang. Terima kasih Redaksi
Jurnal Manajemen & Bisnis Aliansi
79
80
Jurnal Manajemen & Bisnis Aliansi
Volume Desember 2013 Volume8, 1,Nomor Nomor16, 3, Nopember 2007 DAFTAR ISI PENGARUH PEMBERIAN KOMPENSASI TERHADAP KINERJA KARYAWAN DI PT. PUSAKA INTERIOR DESIGN JAKARTA Oleh : Sumarsid ..................................................................................................................
1
THE EFFECT OF THE GOVERNANCE OF INDONESIAN CONSTITUTIONAL DEMOCRATION ON THE ABUSE OF ORGANIZATION FINANCIAL POWER BEHAVIOR Oleh : Zulkifli Amsyah ........................................................................................................
11
MANAJEMEN PENGEMBANGAN UNIT USAHA SEKOLAH DALAM MENUMBUHKAN JIWA KEWIRAUSAHAAN PADA SEKLAH MENENGAH KEJURUAN (SMK) Oleh : Giran Budiarto ..........................................................................................................
23
MODEL MANAJEMEN PEMBELAJARAN PORTOPOLIO PELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN (PPKN) UNTUK PENINGKATAN DAYA KRITIS SISWA DI SMPN 2 TELUK JAMBE KABUPATEN KARAWANG Oleh : Enjang Sudarman ......................................................................................................
35
MANFAAT KAYU KARET Oleh : Munawir .................................................................................................... ...............
47
TUGAS POKOK DAN FUNGSI GURU PROFESIONAL Oleh : Syarif Hidayat .................................................................................................... .......
55
URGENSI MANAGEMENT PEMBERDAYAAN BAGI KINERJA LEMBAGA PENDIDIKAN Oleh : Hasby ......................................................................................................................
63
PENGARUH KUALITAS PELAYANAN TERHADAP KEPUASAN NASABAH PADA PT. BANK RAKYAT INDONESIA KANTOR CABANG PONDOK INDAH Oleh : Suherman Sapri .................................................................................................... .....
69
Jurnal Manajemen & Bisnis Aliansi
81
82
Jurnal Manajemen & Bisnis Aliansi
PENGARUH PEMBERIAN KOMPENSASI TERHADAP KINERJA KARYAWAN DI PT PUSAKA INTERIOR DESIGN JAKARTA Oleh : Sumasid, SE, MM. ABSTRACT PT Pusaka Interior Design Jakarta seeks to improve its performance through all aspects, ranging from the management of the company’s management, human resources, process innovation and technology to constantly evolving. One way that is done by the company in supporting the achievement of these goals is by formulating a policy for the provision of compensation to the employee that is expected to improve employee performance. The author conducted a survey by distributing questionnaires to determine the effect of compensation on employee performance PT Pusaka Interior Design Jakarta. Based on the analysis of the calculation of the correlation coefficient obtained values (r) of 0.658, indicating that the relationship is quite variable compensation to performance, the relationship between both variables and positive direction means that any increase or decrease in compensation will be followed by an increase or decrease in the performance of employees at PT. Heirloom Interior Design Jakarta. While based on the analysis of determinant coefficient (determination) found that the contribution or the influence of compensation on employee performance in PT. Heirloom Interior Design Jakarta is 43.3%, while the remaining 56.7% is influenced by other factors outside compensation is not the authors carefully among them: job stress, motivation, and leadership style. Based on hypothetical calculations by t test (partial) result that to> t table (4,624> 1,701) these results it can be concluded that to> tá. As well as the significant value of 0000 <5%, (0.000 <0.05). Thus the initial hypothesis (Ho) is rejected and the alternative hypothesis (Ha) is accepted at the real level (level of significance) of 0.05 indicates that the hypothesis that the writer suggested that the suspected influence of compensation on employee performance in PT. Interior Design Jakarta heritage has been proven. As for suggestions that can convey the writer as an input for companies such as: should the company implement a customized compensation and employee performance within a reasonable level so as to encourage employees to be more eager to work, and still continuously compensate, the company should also provide protection program for the future (pension), or insurance to their employees so that employees feel comfortable in their work.
PENDAHULUAN 1.1 Masalah Masalah sumber daya manusia merupakan salah satu hal penting yang dihadapi oleh suatu perusahaan yang sedang berkembang. Suatu perusahaan yang melayani kebutuhan khalayak umum dituntut untuk memiliki sumber daya manusia yang berkualitas tinggi sehingga tercapai suatu kinerja yang diinginkan. Dengan demikian pengelolaan sumber daya manusia
Jurnal Manajemen & Bisnis Aliansi
menjadi sangat penting, sebagai penunjang keberhasilan visi, misi dan tujuan perusahaan. Untuk mendapatkan karyawan yang mempunyai kinerja tinggi, maka setiap organisasi atau perusahaan harus memperhatikan faktor manusianya. Berbicara faktor manusia, maka tidak terlepas dengan pemenuhan kebutuhan manusia itu sendiri. Upaya dalam mengelola sumber daya manusia tersebut adalah dengan memperhatikan apa yang
1
PENGARUH PEMBERIAN KOMPENSASI TERHADAP KINERJA KARYAWAN DI PT PUSAKA INTERIOR DESIGN JAKARTA Oleh : Sumarsid
menjadi kebutuhan dan keinginan para karyawan, serta memelihara dan mempertahankan kepuasan dan semangat kerja karyawan. Memenuhi kebutuhan karyawan salah satunya adalah dengan memberikan kompensasi yang layak, baik kompensasi yang berbentuk material maupun non material yang diperoleh karyawan sebagai imbalan atau balas jasa terhadap apa yang telah diberikan kepada perusahaan. Bila kompensasi material dan non matrerial yang diterima karyawan semakin memuaskan, maka kinerja karyawan akan meningkat dan kejenuhan dalam melakukan pekerjaanpun dapat dikurangi. Karena sebagaimana kita ketahui bahwa manusia mempunyai berbagai kebutuhan. Kebutuhan ini tidak hanya terbatas pada yang bersifat kebendaan atau materiil tetapi juga ada yang bersifat non materiil terutama yang berkaitan dengan harkat, martabat dan harga diri seseorang. Setiap karyawan akan berusaha memuaskan kebutuhan non material berbarengan dengan kebutuhan materialnya. Berdasarkan pengalaman dan dari beberapa buku yang penulis baca, biasanya karyawan yang puas dengan apa yang diperolehnya dari perusahaan akan memberikan lebih dari apa yang diharapkan dan ia akan terus berusaha memperbaiki kinerjanya. PT Pusaka Interior Design berupaya untuk meningkatkan kinerjanya melalui semua aspek, mulai dari pengelolaan manajemen perusahaan, sumber daya manusia, proses hingga inovasi dan teknologi yang senantiasa selalu berkembang. Salah satu cara yang dilakukan oleh perusahaan dalam menunjang tercapainya tujuan tersebut adalah dengan suatu kebijakan berupa pemberian kompensasi kepada karyawan sehingga diharapkan dapat meningkatkan kinerja karyawan. Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian bagaimana pengaruh pemberian kompensasi terhadap kinerja karyawan di PT Pusaka Interior Design Jakarta?. 1.2 Asumsi Sebagai dasar pemahaman bersama terhadap permasalahan yang akan diteliti diperlukan adanya asumsi, agar tidak terjadi persepsi yang salah dalam penelitian ini, dapat diasumsikan bahwa : 1.2.1Pemberian kompensasi di PT Pusaka Interior Design dilakukan secara objektif dan transparan. 1.2.2Pemberian kompensasi disesuaikan dengan kondisi perusahaan saat itu dan prestasi kerja karyawan.
2
1.2.3Suasana kerja sudah cukup kondusif. 1.2.4Sarana dan prasarana kerja mendukung. 1.2.5Faktor-faktor lain yang mempengaruhi kinerja selain kompensasi tidak dibahas. 1.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan penulis mengadakan penelitian ini adalah untuk lebih memudahkan dalam mengadakan analisa data dan pembahasan secara ilmiah, di mana dapat dipertanggungjawabkan implementasinya untuk digunakan oleh masyarakat pada umumnya. Adapun tujuan penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1.3.1Mengetahui hubungan pemberian kompensasi terhadap kinerja karyawan di PT Pusaka Interior Design. 1.3.2Mengetahui seberapa besar kontribusi pemberian kompensasi terhadap kinerja karyawan di PT Pusaka Interior Design. 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian yang dilakukan penulis diharapkan dapat memberikan manfaat bagi semua pihak, antara lain : 1.4.1Bagi PT Pusaka Interior Design Jakarta Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi kepada manajemen PT Pusaka Interior Design dan dapat digunakan untuk melakukan evaluasi dan kebijakan untuk meningkatkan kinerja karyawan secara optimal. 1.4.2Bagi Kepentingan Akademik Penelitian adalah merupakan suatu media pembangunan dan sebagai wadah pengkajian teori-teori yang bersifat universal dari penelitian ini, bukan hanya sebagai akhir dari kegiatan dari suatu pengkajian teori, namun merupakan langkah awal yang harus dikembangkan lebih lanjut. 1.4.3Manfaat bagi penulis Sebagai bahan kajian untuk dapat membandingkan antara teori dan praktek langsung di lapangan, serta untuk menambah khasanah keilmuan penulis yang dapat diterapkan dalam pekerjaan. 1.5 Sistematika Penulisan Penulisan penelitian ini terbagi dalam beberapa bab yang berisi uraian/ penjelasan yang saling terkait satu sama lain. Adapun susunannya adalah sebagai berikut:
Jurnal Manajemen & Bisnis Aliansi
PENGARUH PEMBERIAN KOMPENSASI TERHADAP KINERJA KARYAWAN DI PT PUSAKA INTERIOR DESIGN JAKARTA Oleh : Sumarsid
I
PENDAHULUAN Berisikan tentang hal umum seperti pokok permasalahan, asumsi, tujuan penelitian dan manfaat penelitian, serta sistematika penulisan. II TINJAUAN PUSTAKA Berisi mengenai teori-teori yang digunakan untuk lebih memperjelas bahasan yang ingin disampaikan, meliputi penjelasan mengenai pengertian dan fungsi manajemen sumber daya manusia, pengertian kompensasi, pengertian kinerja karyawan, serta hipotesis. III ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini diuraikan mengenai penyajian data penelitian, analisa data kuantitatif hubungan kompensasi terhadap kinerja karyawan, pengujian hipotesis dan pembahasan. IV PENUTUP Merupakan bab terakhir dari penelitian yang berisi mengenai kesimpulan dari hasil pembahasan pada bab sebelumnya serta saransaran bagi PT Pusaka Interior Design yang mungkin dapat bermanfaat . TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia merupakan bagian dari ilmu manajemen. Maka dari itu teori-teori tentang manajemen umum menjadi landasan pembahasan mengenai pengelolaan peran manusia dalam mewujudkan tujuan yang optimal. Peradaban manusia berpangkal pada usaha mengolah dan memanfaatkan sumber daya alam yang tersedia untuk memenuhi kebutuhan dan mempertahankan hidupnya. Sumber daya manusia sangat berperan dalam proses produksi dan mereka juga merupakan faktor penentu tercapai tidaknya tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan perusahaan. Sebagai mahluk sosial yang bermartabat, manusia tentu mempunyai perasaan dan tujuan, maka dari itu suatu perusahaan akan mengalami kegagalan dari tujuan yang digariskan apabila ternyata kurang memperhatikan faktor sumber daya manusia. Beberapa pengertian istilah manajemen sumber daya manusia dari para pakar dapat didefinisikan sebagai berikut: Menurut Malayu S.P. Hasibuan (2006, h 10): “Manajemen Sumber Daya Manusia adalah ilmu dan seni mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja agar efektif dan efisien membantu terwujudnya tujuan
Jurnal Manajemen & Bisnis Aliansi
perusahaan, karyawan dan masyarakat”. T. Hani Handoko (2004, h 4) memberi pengertian sebagai berikut: “Manajemen sumber daya manusia adalah penarikan, seleksi, pengembangan, pemeliharaan, dan penggunaan sumber daya manusia untuk mencapai baik tujuan-tujuan individu maupun organisasi”. Pengertian manajemen Sumber Daya Manusia menurut Garry Dessler (2004, h 4) ialah : “Kebijakan dan praktik yang dibutuhkan seseorang untuk menjalankan aspek “orang” atau sumber daya manusia dari posisi seorang manajemen meliputi perekrutan, penyaringan, pelatihan, pengimbalan, dan penilaian”. 2.2 Kompensasi 2.2.1 Pengertian Kompensasi Dalam suatu organisasi, suatu pengaturan kompensasi merupakan faktor penting untuk dapat menarik, memelihara maupun mempertahankan tenaga kerja bagi kepentingan organisasi yang bersangkutan. Suatu kompensasi dapat bersifat finansial maupun non finansial. Untuk lebih memahami pengertian kompensasi, maka akan diuraikan beberapa definisi dari para ahli diantaranya: Menurut Malayu S.P. Hasibuan, (2005, h 118) mengemukakan bahwa: “Kompensasi adalah semua pendapatan yang berbentuk uang, barang langsung atau tidak langsung yang diterima karyawan sebagai imbalan atas jasa yang diberikan kepada perusahaan. Kompensasi dibedakan menjadi dua yaitu : kompensasi langsung (direct compensation) berupa gaji, upah dan upah insentif; kompensasi tidak langsung (indirect compensation) atau employee welfare atau kesejahteraan karyawan”. Menurut Veithzal Rivai (2007, h 359), menjelaskan tujuan manajemen kompensasi sebagai berikut : “Secara umum tujuan manajemen kompensasi adalah untuk membantu perusahaan mencapai tujuan keberhasilan strategi perusahaan dan menjamin terciptanya keadilan internal dan eksternal. Keadilan eksternal menjamin bahwa pekerjaan-pekerjaan akan dikompensasikan secara adil dengan membandingkan pekerjaan yang sama di pasar kerja”. 2.2.2 Jenis-jenis Kompensasi Untuk lebih jelas tentang pembagian kompensasi akan diuraikan menurut pendapat Henry Simamora (2004, h 442) sebagai berikut :
3
PENGARUH PEMBERIAN KOMPENSASI TERHADAP KINERJA KARYAWAN DI PT PUSAKA INTERIOR DESIGN JAKARTA Oleh : Sumarsid
a.
4
Kompensasi financial Meliputi imbalan finansial dan jasa nirwujud serta tunjangan yang diterima oleh para karyawan sebagai bagian dari hubungan kepegawaian. Secara garis besar komponen-komponen kompensasi finansial dibagi dalam bentuk : Kompensasi langsung dan kompensasi tidak langsung. 1) Kompensasi langsung (direct compensation) Kompensasi finansial langsung (direct financial compensation) terdiri dari : a) Bayaran pokok (pay base) yang meliputi gaji (salary) dan upah (wage). (1) Upah (Wages) biasanya berhubungan dengan tarif gaji per jam (semakin lama jam kerjanya, semakin besar bayarannya), upah biasanya digunakan untuk pekerjapekerja produksi dan pemeliharaan. Menurut Pasal 1 ayat 30 UU ketenagakerjaan, upah adalah hak pekerja atau buruh yang diterima, yang dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja atau buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja atau buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan atau jasa yang telah atau akan dilakukan. (2) Gaji (salary) umumnya berlaku untuk tarif bayaran mingguan, bulanan atau tahunan (terlepas dari lamanya jam kerja). Gaji biasanya digunakan untuk jajaran manajemen, staf professional, dan klerikal (pekerja kerah putih). b) Bayaran prestasi (merit pay), bayaran insentif (insentive pay). Insentif adalah tambahan kompensasi di atas atau di luar gaji atau upah yang diberikan organisasi. Program insentif disesuaikan dengan memberikan bayaran tambahan berdasarkan produktivitas, penjualan, keuntungan, atau upaya pemangkasan biaya.
2)
Tujuan utama insentif adalah untuk mendorong dan mengimbangi produktivitas karyawan dan efektivitas biaya. Kompensasi tidak langsung Kompensasi tidak langsung (indirect compensation) atau employee welfare atau kesejahteraan karyawan, termasuk diantaranya : a) Program perlindungan misalnya : asuransi kesehatan, asuransi jiwa, asuransi pensiun, asuransi tenaga kerja. b) Bayaran di luar jam kerja, misalnya : liburan, hari besar, cuti tahunan, cuti hamil. c) Fasilitas-fasilitas, misalnya : kendaraan, ruang kantor, tempat parkir. b. Kompensasi non financial (non financial compensation) diantaranya terdiri dari : 1) Kepuasan yang diperoleh dari pekerjaan itu sendiri seperti tugastugas yang menarik, tantangan, tanggung kawab, pengakuan, dan rasa pencapaian. 2) Lingkungan psikologis dan atau fisik, di mana orang itu bekerja, seperti kebijakan yang sehat, supervisi yang kompeten, kerabat kerja yang menyenangkan, dan lingkungan kerja yang nyaman. Tipe kompensasi non finansial meliputi kepuasan yang didapat dari pelaksanaan tugas yang signifikan yang berhubungan dengan pekerjaan.
2.2.3Tujuan Kompensasi Adapun tujuan kompensasi (balas jasa) adalah sebagai berikut : a. Ikatan Kerja Sama Dengan pemberian kompensasi terjalinlah ikatan kerja sama formal antara atasan dan karyawan. Karyawan harus mengerjakan tugas-tugasnya dengan baik, sedangkan atasan wajib membayar kompensasi sesuai dengan perjanjian yang disepakati. b. Kepuasan Kerja Dengan balas jasa, karyawan akan dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan fisik, status
Jurnal Manajemen & Bisnis Aliansi
PENGARUH PEMBERIAN KOMPENSASI TERHADAP KINERJA KARYAWAN DI PT PUSAKA INTERIOR DESIGN JAKARTA Oleh : Sumarsid
c.
d.
e.
sosial dan egoistiknya sehingga memperoleh kepuasan kerja dari jabatannya. Pengadaan Efektif Jika program kompensasi ditetapkan cukup besar, pengadaan karyawan yang qualified untuk perusahaan akan lebih mudah. Motivasi Jika balas yang diberikan cukup besar, manajer akan mudah memotivasi bawahannya. Stabilitas Karyawan Dengan program kompensasi atas prinsip adil dan layak serta eksternal konsistensi yang kompetitif maka stabilitas karyawan lebih terjamin karena turn over relative kecil.
2.3 Kinerja 2.3.1Pengertian Kinerja Berikut ini akan penulis uraikan beberapa pengertian kinerja menurut para ahli, di antaranya, menurut A.P. Mangkunegara, (2005, h 67) mengemukakan bahwa : “Kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya”. Menurut Malayu SP. Hasibuan, (2006, h 94): “Kinerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melakukan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya didasarkan atas kecakapan, pengalaman, dan kesungguhan serta waktu”. Menurut Marihot Tua Efendi Hariandja (2008, h 195): “Kinerja adalah hasil kerja yang dihasilkan oleh karyawan atau perilaku yang nyata yang ditampilkan sesuai dengan perannya dalam organisasi”. Salah satu tujuan kinerja adalah meningkatkan pengetahuan dari suatu proses dorongan atau motivasi guna perbaikan kerja, didukung oleh sikap kerja dan pencapaian penyelesaian pelaksanaan kinerja (work performance) dan selanjutnya harus diketahui juga fungsi pelayanan kegiatan kinerja dalam masyarakat modern. Jadi berdasarkan pengertian-pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kinerja adalah proses penilaian ciri-ciri kepribadian, perilaku kerja dan hasil kerja seorang karyawan yang dianggap menunjang pencapaian kerjanya. 2.3.3Tujuan Penilaian Kinerja a. Menurut Sihotang A.(2007, h 186) “Ada beberapa macam tujuan penilaian kinerja yang diperlukan untuk berbagai kepentingan yaitu :
Jurnal Manajemen & Bisnis Aliansi
1.
b.
Mengidentifikasi para karyawan yang potensial untuk mengikuti pelatihan dan pendidikan. 2. Menetapkan dan memilih karyawan yang akan dimutasikan pada jabatan baru. 3. Untuk keperluan kenaikan gaji dan upah karyawan yang bersangkutan. 4. Mengidentifikasi karyawan yang akan dipromosikan pada jabatan yang lebih tinggi. Tujuan-tujuan tersebut harus jelas dan tegas sehingga manfaat penilaian dapat dinikmati para karyawan yang bersangkutan. Objektivitas penilaian kinerja harus realistis, positif, konstruktif, dan merupakan kesatuan yang bulat. Menurut Malayu S.P. Hasibuan (2007, h 89) Penilaian kinerja karyawan berguna untuk perusahaan serta harus bermanfaat bagi karyawan. Tujuan penilaian kinerja karyawan sebagai berikut : 1. Sebagai dasar pengambilan keputusan yang digunakan untuk promosi, demosi, pemberhentian, dan penetapan besarnya balas jasa. 2. Untuk mengukur prestasi kerja yaitu sejauh mana karyawan bisa sukses dalam pekerjaannya. 3. Sebagai dasar untuk mengevaluasi efektivitas seluruh kegiatan di dalam perusahaan. 4. Sebagai dasar untuk mengevaluasi program latihan dan keefektifan jadwal kerja, metode kerja, struktur organisasi, pengawasan, kondisi kerja, dan peralatan kerja. 5. Sebagai indikator untuk menentukan kebutuhan akan latihan bagi karyawan yang berada di dalam organisasi. 6. Sebagai alat untuk meningkatkan motivasi kerja karyawan sehingga dicapai tujuan untuk meningkatkan performance kerja yang baik. 7. Sebagai alat untuk mendorong atau membiasakan para atasan (supervisor, managers, administrator) untuk mengobservasi perilaku bawahan (subordinate) supaya diketahui minat dan kebutuhan-kebutuhan bawahannya. 8. Sebagai alat untuk bisa melihat kekurangan atau kelemahan-kelemahan masa lampau dan meningkatkan kemampuan karyawan selanjutnya.
5
PENGARUH PEMBERIAN KOMPENSASI TERHADAP KINERJA KARYAWAN DI PT PUSAKA INTERIOR DESIGN JAKARTA Oleh : Sumarsid
9.
Sebagai kriteria di dalam mengidentifikasi kelemahan-kelemahan personel dan dengan demikian bisa sebagai bahan pertimbangan agar bisa diikutsertakan dalam program latihan kerja tambahan. 10. Sebagai alat untuk memperbaiki atau mengembangkan uraian pekerjaan (job description) Bagi para karyawan, penilaian kinerja dapat menimbulkan perasaaan puas dalam diri mereka. Mereka merasa bahwa dengan cara ini hasil kerja mereka dinilai oleh perusahaan dengan sewajarnya dan sekaligus kelemahan-kelemahan yang ada dalam diri individu karyawan dan akan timbul dorongan di hati individu karyawan untuk memperbaiki diri. Bagi perusahaan, penilaian kinerja karyawan memberikan faedah karena dengan cara ini dapat diwujudkan semboyan orang yang tepat pada jabatan yang tepat. Ringkasnya penilaian prestasi kerja karyawan harus memberikan manfaat bagi karyawan dan dapat berguna untuk perusahaan dalam menetapkan kebijakan-kebijakan program kepegawaian pada masa yang akan datang, sehingga diperoleh kepuasan dan harmonisasi dalam perusahaan. 2.4 Hipotesis Hipotesis berguna dalam hal membantu penelitian untuk menuntun jalan pikirannya agar mencapai hasil penelitian. Untuk mengetahui diterima atau tidaknya suatu hipotesis, terlebih dulu harus dilakukan pengujian. Untuk dapat diuji, suatu hipotesis harus dinyatakan ke dalam bentuk kuantitatif atau dalam bentuk angka. Adapun hipotesis dari penelitian ini adalah diduga kompensasi berpengaruh terhadap kinerja karyawan di PT Pusaka Interior Design Jakarta. ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN 5.1 Penyajian Data 5.1.1Data Kompensasi (Variabel X) Setelah dibagi menurut distribusi responden berdasarkan persamaan karakteristik tertentu, selanjutnya penulis memberikan pembobotan terhadap hasil jawaban responden dengan menggunakan skala likert terhadap pernyataanpernyataan dalam variabel X yaitu data pemberian kompensasi yang terjadi di PT. Pusaka Interior De-
6
sign Jakarta beserta tabel rekapitulasinya sebagai berikut : Tabel 1 Rekapitulasi Tanggapan Responden Berdasarkan Skala Likert Terhadap Variabel X TANGGAPAN NO
1.
PERNYATAAN Kompensasi yang telah diberikan kepada seluruh karyawan, mendorong saudara lebih bersemangat dan berdedikasi kepada perusahaan Persentase (%)
SS
S
RG
TS
STS
7
19
4
0
0
JMH 30
23.3
63.3
13.3
0
0
100
7
17
6
0
0
30
2.
Saudara loyal kepada perusahaan dan tidak berniat untuk pindah pekerjaan ke perusahaan lain, karena perusahaan telah memberikan tunjangan-tunjangan yang telah sesuai dengan undang-undang ketenagakerjaaan yang berlaku saat ini Persentase (%)
23.3
56.7
20.0
0
0
100
8
16
6
0
0
30
3.
Fasilitas dan sarana prasarana kerja yang menunjang pegawai akan mempermudah dalam menyelesaikan pekerjaannya Persentase (%)
26.7
53.3
20.0
0
0
100
6
16
8
0
0
30
4.
Dengan adanya asuransi kesehatan dan jaminan perawatan dirumah sakit saudara merasa tenang jika suatu saat mengalami kecelakaan kerja atau sakit Persentase (%)
20.0
53.3
26.7
0
0
100
5.
Bonus yang diberikan dari perusahaan membuat saudara merasa semangat dalam bekerja Persentase (%)
4 13.3
16 53.3
10 33.3
0 0
0 0
30 100
5
13
12
0
0
30
6.
Kompensasi yang saudara terima sudah sesuai dan dalam taraf wajar sebagai suatu imbalan atas hasil kerja anda Persentase (%)
16.7
43.3
40.0
0
0
100
8
20
2
0
0
30
7.
Kesempatan mengembangkan diri yang diberikan oleh perusahaan membuat saudara merasa terpacu untuk bekerja lebih giat Persentase (%)
26.7
66.7
6.7
0
0
100
7
13
10
0
0
30
8.
Perusahaan telah memberikan pendidikan dan pelatihan tentang bagaimana menjaga kesehatan dan keselamatan kerja kepada karyawan secara kontinyu agar karyawan tetap waspada dalam menjalankan pekerjaannya Persentase (%)
23.3
43.3
33.3
0
0
100
9.
Rekreasi yang diselenggarakan perusahaan mendorong karyawan untuk lebih bersemangat dalam bekerja Persentase (%)
7 23.3
20 66.7
3 10.0
0 0
0 0
30 100
Perusahaan telah memberikan jaminan hari tua sehingga anda merasa tenang dalam bekerja Persentase (%)
3
16
11
0
0
30
10.
10.0
53.3
36.7
0
0
100
Sumber : diolah penulis dari hasil kuesioner Deskripsi jawaban responden pada variabel X yaitu mengenai pemberian kompensasi yang terjadi di PT. Pusaka Interior Design Jakarta menunjukkan bahwa jawaban responden yang menyatakan sangat setuju rata-rata sebanyak 20,67%, selanjutnya ratarata responden yang menyatakan setuju sebesar 55,3% dan responden yang menyatakan netral/raguragu rata-ratanya sebesar 24%. Dari jawaban tersebut responden lebih dominan memberikan tanggapan baik terhadap pemberian kompensasi yang selama ini dilaksanakan di PT. Pusaka Interior Design Jakarta.
Jurnal Manajemen & Bisnis Aliansi
PENGARUH PEMBERIAN KOMPENSASI TERHADAP KINERJA KARYAWAN DI PT PUSAKA INTERIOR DESIGN JAKARTA Oleh : Sumarsid
5.1.2Data Kinerja Karyawan (Variabel Y) Tabel 2 Rekapitulasi Tanggapan Responden Berdasarkan Skala Likert Terhadap Variabel Y
Dari data-data pada tabel di atas, diketahui bahwa tidak ada butir pernyataan yang gugur atau tidak valid, karena mempunyai nilai koefisien korelasi (r) e” 0,3, sehingga dapat disimpulkan bahwa seluruh butir pernyataan dalam kuesioner penelitian adalah valid.
TANGGAPAN NO
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
PERNYATAAN Saudara selalu berusaha hadir di tempat kerja pada waktunya dan tidak pernah meninggalkan tugas tanpa alasan yang dapat dipertanggung-jawabkan Persentase (%) Saudara bersedia melakukan tugas yang lebih luas di luar tanggung jawab saudara Persentase (%) Saudara selalu melaksanakan tugas yang diberikan perusahaan serta menggunakan peralatan kerja sesuai dengan metode dan uraian kerja Persentase (%) Dengan diberikannya pekerjaan yang sesuai dengan kemampuan dan keahlian, membuat saudara merasa terpacu untuk dapat menyelesaikan pekerjaan tersebut dengan lebih baik Persentase (%) Selama ini saudara merasa bahwa kesempatan untuk berkembang yang diberikan perusahaan mampu meningkatkan kinerja saudara Persentase (%) Saudara mau bekerja sama serta proaktif dalam berkoordinasi dengan rekan kerja maupun dengan bagian lain Persentase (%) Saudara merasa bahwa kualitas kerja saudara semakin baik dengan adanya perhatian yang lebih besar dari perusahaan bagi kesejahteraan karyawan Persentase (%) Saudara memberikan usaha lebih dan peduli dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab yang diberikan perusahaan Persentase (%) Saudara responsif terhadap tugas yang diberikan atasan dan berinisiatif tanpa menunggu instruksi, hal ini menentukan dalam penilaian kinerja karyawan Persentase (%) Kreatifitas dan keuletan saudara dalam menyelesaikan pekerjaan mendapat respon dari perusahaan, dan dapat memacu saudara untuk bekerja lebih baik Persentase (%)
SS 12
S 18
RG 0
TS 0
STS 0
JMH 30
40,0
60,0
0
0
0
100
17
0
0
0
30
56,7
0
0
0
100
13 43,3 7
23
0
0
0
30
23,3 8
76,7 22
0 0
0 0
0 0
100 30
26,7 7
73,3 23
0 0
0 0
0 0
100 30
23,3
76,7
0
0
0
100
11
19
0
0
0
30
36,7 12
63,3 18
0 0
0 0
0 0
100 30
40,0
60,0
0
0
0
100
12
17
0
0
30
40,0
56,7
3,3
0
0
100
11
19
0
0
0
30
36,7
63,3
0
0
0
100
12
18
0
0
0
30
40,0
60,0
0
0
0
100
1
Sumber : diolah penulis dari hasil kuesioner Deskripsi jawaban responden pada variabel Y yaitu mengenai kinerja karyawan di PT. Pusaka Interior Design Jakarta menunjukkan jawaban responden yang menyatakan sangat setuju rata-rata sebanyak 35,0%, selanjutnya rata-rata responden yang menyatakan setuju sebesar 64,7%. Dari jawaban tersebut para karyawan/responden lebih dominan memberikan tanggapan sangat baik terhadap pernyataan-pernyataan mengenai kinerja karyawan di PT. Pusaka Interior Design Jakarta. 5.2 Analisa Data 5.2.1Pengujian Instrumen Penelitian (Uji Validitas dan Realibilitas) a. Uji Validitas Tabel 3 Hasil Pengujian Validitas No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20.
Butir Dalam Kuesioner X1.1 X1.2 X1.3 X1.4 X1.5 X1.6 X1.7 X1.8 X1.9 X1.10 Y.1 Y.2 Y.3 Y.4 Y.5 Y.6 Y.7 Y.8 Y.9 Y.10
Koefisien Korelasi (r) 0,826 0,839 0,851 0,848 0,.918 0,844 0,646 0,912 0,671 0,837 0,484 0,590 0,685 0,366 0,656 0,.630 0,733 0,399 0,732 0,484
Nilai Kritis (r-tabel) 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361
Taraf Sig. (α = 0,05) 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05
Jurnal Manajemen & Bisnis Aliansi
Keterangan Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid
b.
Uji Reliabilitas Uji reliabilitas dimaksudkan untuk mengetahui adanya konsistensi alat ukur dalam penggunaannya, atau dengan kata lain alat ukur tersebut mempunyai hasil yang konsisten apabila digunakan berkali-kali pada waktu yang berbeda. Metode untuk mengukur reliabilitas adalah dengan melihat nilai alpha cronbach’s. Suatu variabel dikatakan reliabel apabila nilai alpha cronbach’s e” 0,6. Adapun hasil uji reliabilitas yang dilakukan terhadap instrumen penelitian ini dapat dijelaskan pada tabel berikut ini: Tabel 4 Hasil Pengujian Reliabilitas
No
Butir Dalam Kuesioner
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20.
X1.1 X1.2 X1.3 X1.4 X1.5 X1.6 X1.7 X1.8 X1.9 X1.10 Y.1 Y.2 Y.3 Y.4 Y.5 Y.6 Y.7 Y.8 Y.9 Y.10
Cronbach's Alpha if Item Deleted 0.765 0.762 0.760 0.760 0.758 0.759 0.774 0.754 0.772 0.763 0.725 0.717 0.713 0.734 0.715 0.714 0.705 0.730 0.706 0.729
Cronbach’s Alpha
Status
0,6 0,6 0,6 0,6 0,6 0,6 0,6 0,6 0,6 0,6 0,6 0,6 0,6 0,6 0,6 0,6 0,6 0,6 0,6 0,6
Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel
Sumber : Hasil Pengolahan Data Dari data yang tertera pada tabel di atas, menunjukkan bahwa nilai cronbach’s alpha hitung kedua variabel penelitian tersebut berada di atas nilai r tabel pada taraf signifikan 5%, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kedua variabel penelitian tersebut adalah reliabel. 5.2.2Analisa Koefisien Korelasi Merupakan indeks atau bilangan yang digunakan untuk mengukur atau mengetahui kedekatan hubungan antara variabel yang disimbolkan dengan ( r ). Jika nilai r positif ( + ) maka variabelnya berkorelasi positif, semakin dekat nilai r dengan nilai +1 maka menandakan semakin kuat korelasinya, demikian pula sebaliknya.
7
PENGARUH PEMBERIAN KOMPENSASI TERHADAP KINERJA KARYAWAN DI PT PUSAKA INTERIOR DESIGN JAKARTA Oleh : Sumarsid
Tabel 5 Hasil Pengujian Koefisien Korelasi Correlations Kompensasi Pearson Correlation 1 Kompensasi Sig. (2-tailed) N 30 Pearson Correlation .658** Kinerja Sig. (2-tailed) .000 N 30 **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
b. Kinerja .658** .000 30 1 30
5.2.3Analisa Koefisien Penentu (Determinasi) Analisa koefisien penentu atau Determinasi digunakan untuk mengetahui besarnya kontribusi dari variabel X (kompensasi) terhadap naik turunnya variabel Y (kinerja karyawan) di PT. Pusaka Interior Design Jakarta. Setelah memperoleh hasil koefisien korelasi, maka perhitungan untuk koefisien penentu sebagai berikut : Tabel 6 Hasil Pengujian Koefisien Determinasi Model Summary R Square Adjusted R Square 1 .658a .433 .413 a. Predictors: (Constant), Kompensasi Model
R
Std. Error of the Estimate 2.108
Sumber : Hasil Pengolahan Data Sedangkan dari data yang tertera pada tabel di atas, menunjukkan bahwa nilai Koefisien Penentu/ Determinasi (R2) variabel Y (kompensasi) adalah 0,433 dengan demikian pelaksanaan pemberian kompensasi memiliki kontribusi sebesar 43,3% terhadap kinerja karyawan di PT. Pusaka Interior Design Jakarta. 5.2.4Analisa Pengujian Hipotesis dengan Uji T Untuk mengetahui apakah ada hubungan kompensasi terhadap kinerja karyawan di PT. Pusaka Interior Design Jakarta digunakan distribusi t dengan derajat kebebasan adalah 95 persen. Uji t dilakukan untuk melihat signifikansi pengaruh variabel bebas secara sendiri-sendiri (parsial) terhadap variabel terikat dengan menggangap variabel lain bersifat konstan. Pengujian ini dilakukan dengan membandingkan nilai sig. t hitung masing-masing variabel bebas. Adapun rumusan hipotesanya adalah sebagai berikut : a. Ho : p = 0, merupakan hipotesis nihil yaitu suatu anggapan bahwa tidak ada hubungan antara variabel X (pemberian kompensasi) terhadap
8
c. d.
variabel Y (kinerja karyawan) di PT. Pusaka Interior Design Jakarta. Ho : p ‘“ 0, merupakan hipotesis alternatif yang menganggap ada hubungan positif antara variabel X dan variabel Y. Apabila to > t tabel maka Ho ditolak Apabila to < t tabel maka Ho diterima Tabel 7 Hasil Uji T
Coefficientsa Model Unstandardized Standardized Coefficients Coefficients B Std. Beta Error (Constant) 30.273 2.886 1 Kompensasi .333 .072 .658 a. Dependent Variable: Kinerja
t
10.488 4.624
Sig.
.000 .000
Sumber : Hasil Pengolahan Data Berdasarkan hasil penelitian yang tertera pada tabel di atas, diketahui bahwa nilai t hitung adalah sebesar 4,624 dan nilai t tabel adalah 1,701 serta nilai signifikan 0.000, dengan demikian to > tá, dan karena nilai signifikan variabel bebas < 5%, dengan demikian maka Ha (hipotesis alternatif) diterima dan Ho (hipotesis nihil) ditolak. Artinya variabel X (kompensasi) secara parsial berpengaruh signifikan terhadap variabel Y (kinerja karyawan) di PT. Pusaka Interior Design Jakarta. 5.3 Pembahasan 5.3.1Hasil Uji Validitas dan Uji Reliabilitas a. Uji Validitas Sesuai denga “korelasi product moment” dari Pearson dengan tingkat kepercayaan 95% (a = 0,05) yang disyaratkan dalam setiap item pernyataaan, maka dari hasil pengujian validitas pada tabel 6 dapat dilihat bahwa keseluruhan item variabel penelitian mempunyai r hitung > r tabel yaitu pada taraf signifikan 95% ( a=0,05) dan n = 30 diperoleh r tabel = 0,361, sehingga dapat dikatakan bahwa keseluruhan item variabel penelitian adalah valid untuk digunakan sebagai instrumen dalam penelitian atau pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dapat digunakan untuk mengukur variabel yang diteliti. b.
Uji Reliabilitas Teknik pengujian reliabilitas item menggunakan metode alpha cronbach. Hasil pengujian reliabilitas diperoleh nilai koefisen Alpha untuk variabel X sebesar 0.784 dan untuk variabel Y sebesar 0.739. Hal tersebut dapat dikatakan nilai koefisien reliabilitas di atas 0,6. Hal ini berarti bahwa item pertanyaan
Jurnal Manajemen & Bisnis Aliansi
PENGARUH PEMBERIAN KOMPENSASI TERHADAP KINERJA KARYAWAN DI PT PUSAKA INTERIOR DESIGN JAKARTA Oleh : Sumarsid
yang digunakan akan mampu memperoleh data yang konsisten dalam arti semua variabel dalam penelitan ini reliabel. 5.3.2Hasil Analisa Koefisien Korelasi Hasil analisa koefisien korelasi untuk membuktikan bahwa kompensasi mempunyai suatu pengaruh atau hubungan terhadap kinerja karyawan di PT. Pusaka Interior Design Jakarta didapat nilai r sebesar 0,658 menunjukkan bahwa hubungan keduanya kuat karena nilai r yang mendekati angka 1, hubungan kedua variabel yang searah dan positif artinya setiap kenaikan atau penurunan pemberian kompensasi akan diikuti oleh kenaikan atau penurunan kinerja karyawan di PT. Pusaka Interior Design Jakarta. 5.3.3Hasil Analisa Koefisien Penentu (determinasi) Untuk mengetahui seberapa besar kontribusi variabel X (kompensasi) terhadap naik turunnya variabel Y (kinerja karyawan) di PT. Pusaka Interior Design Jakarta digunakan analisa koefisien penentu (KP) yang diperoleh dari pengkuadratan nilai koefisien korelasi (r2) yaitu didapat hasil sebesar 43,3% yang artinya besar peranan atau kontribusi pemberian kompensasi terhadap kinerja karyawan di PT. Pusaka Interior Design Jakarta adalah sebesar 43,3%. Prosentase sebesar 43,3% berarti kompensasi mempunyai kontribusi yang cukup besar terhadap naik turunnya kinerja karyawan di PT. Pusaka Interior Design Jakarta, sedangkan sisanya sebesar 56,7% dipengaruhi oleh actor-faktor lain di luar pemberian kompensasi yang tidak penulis teliti di antaranya : stress kerja, motivasi, serta gaya kepemimpinan. 5.3.4Hasil Analisa Uji Hipotesis Setelah melakukan perhitungan dengan uji t (parsial) diperoleh hasil bahwa to > t tabel (4.624 > 1,701) hasil ini dapat disimpulkan bahwa to > tá. Serta nilai signifikan sebesar 0.000 < 5%, (0,000 < 0,05). Dengan demikian hipotesa awal (Ho) ditolak dan hipotesa alternatif (Ha) diterima pada tingkat nyata (level of significance) sebesar 0,05 ini menunjukkan bahwa hipotesis yang penulis kemukakan bahwa diduga ada pengaruh antara kompensasi terhadap kinerja karyawan di PT. Pusaka Interior Design Jakarta telah terbukti.
Jurnal Manajemen & Bisnis Aliansi
PENUTUP 6.1 Kesimpulan Berdasarkan pada pembahasan yang telah diuraikan serta hasil analisa data yang diperoleh maka penulis menyimpulkan sebagai berikut : 6.1.1 Berdasarkan hasil perhitungan deskriptif yang terdapat pada tabel 4 rekapitulasi variabel X (kompensasi) dan tabel 5 variabel Y (kinerja karyawan) menunjukkan bahwa jawaban para karyawan /responden rata-rata memberikan tanggapan baik terhadap pernyataan-pernyataan mengenai pemberian kompensasi maupun kinerja karyawan di PT. Pusaka Interior Design Jakarta . 6.1.2Berdasarkan hasil analisa koefisien korelasi Berdasarkan hasil analisa koefisien korelasi antara pemberian kompensasi dengan kinerja karyawan di PT. Pusaka Interior Design Jakarta didapat nilai r sebesar 0,658, menunjukkan bahwa hubungan kedua variabel kuat. Sedangkan berdasarkan hasil analisa koefisien penentu (determinasi) didapat bahwa kontribusi atau besarnya pengaruh pemberian kompensasi terhadap kinerja karyawan di PT. Pusaka Interior Design Jakarta adalah sebesar 43,3%, sedangkan sisanya sebesar 56,7% dipengaruhi oleh faktor-faktor lain di luar pemberian kompensasi yang tidak penulis teliti di antaranya : stress kerja, motivasi, serta gaya kepemimpin. 6.1.3 Berdasarkan analisa uji hipotesis Selanjutnya dalam pengujian hipotesis penelitian yang digunakann dengan uji t (parsial) diperoleh hasil bahwa to > t tabel (4.624 > 1,701) hasil ini dapat disimpulkan bahwa to > tá. Serta nilai signifikan sebesar 0.000 < 5%, (0,000 < 0,005) dengan demikian hipotesa awal (Ho) ditolak dan hipotesa alternatif (Ha) diterima pada tingkat nyata (level of significance) sebesar 0,05 ini menunjukkan bahwa hipotesis yang penulis kemukakan bahwa diduga ada pengaruh antara kompensasi terhadap kinerja karyawan di PT. Pusaka Interior Design Jakarta, telah terbukti. 6.1.4Pemberian kompensasi yang telah dilaksanakan kepada karyawan di PT. Pusaka Interior Design Jakarta sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan bertujuan agar para karyawan lebih bergairah dan bersemangat dalam melaksanakan tugas sehari-hari sehingga dapat meningkatkan kinerja karyawannya.
9
PENGARUH PEMBERIAN KOMPENSASI TERHADAP KINERJA KARYAWAN DI PT PUSAKA INTERIOR DESIGN JAKARTA Oleh : Sumarsid
6.2 Saran – saran Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan sehubungan dengan kompensasi berpengaruh terhadap kinerja karyawan di PT. Pusaka Interior Design Jakarta, maka penulis mencoba memberikan saran-saran agar kinerja karyawan dapat lebih ditingkatkan lagi, di antaranya sebagai berikut : 6.2.1Hendaknya perusahaan melaksanakan pemberian kompensasi yang disesuaikan dengan kinerja karyawan dan dalam taraf yang wajar sehingga mendorong karyawan untuk lebih bersemangat dalam bekerja. 6.2.2Selain tetap memberikan kompensasi secara kontinyu, perusahaan hendaknya juga memberikan program perlindungan akan masa depan (jaminan hari tua), atau asuransi kepada karyawannya sehingga karyawan merasa tenang dalam bekerja. DAFTAR PUSTAKA Anwar Prabu Mangkunegara, 2005. Perilaku dan Budaya Organisasi, Cetakan Pertama, PT. Refika Aditama, Bandung. Dessler, Gary, 2005, Manajemen Sumber Daya Manusia, Edisi kesembilan, : PT. Indeks, Kelompok Gramedia Jakarta, 303 halaman.
10
Henry Simamora, 2004. Manajemen Sumber Daya Manusia, Edisi Ke-3. STIE Y K P N , Yogyakarta. Malayu SP. Hasibuan, 2006, Manajemen Sumber Daya Manusia, Edisi Revisi, Penerbit Bumi Aksara, Jakarta 273 halaman Marihot Tua Efendi Hariandja, 2007, Manajemen Sumber Daya manusia : Pengadaan, Pengembangan, Pengkompensasian, dan Peningkatan Produktivitas Pegawai. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Sihotang, A., 2007, Manajemen Sumber Daya Manusia, Cetakan Pertama, PT. Pradnya Paramita, Jakarta, 415 halaman. Sugiono, 2010, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, Penerbit Alfabeta, Bandung, 380 halaman. T.Hani Handoko, 2004, Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia, Penerbit BPFE, Yogyakarta. Veithzal Rivai, 2008, Manajemen Sumber Daya Manusia Untuk Perusahaan dari Teori ke Praktik. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Jurnal Manajemen & Bisnis Aliansi
THE EFFECT OF THE GOVERNANCE OF INDONESIAN CONSTITUTIONAL DEMOCRATION ON THE ABUSE OF ORGANIZATION FINANCIAL POWER BEHAVIOR Oleh : Zulkifli Amsyah ABSTRACT The research question is how the relationship of each variable the President's leadership, functional oversight, supervision and law, public bureaucracy, external supervision and internal controls with the behavior of financial abuse are common organization called corruption. The results showed that there is a very strong positive and significant relationship between the leadership of President PPWKO the Gamma value 0.870; strong negative and significant relationship between the Functional Supervision PPWKO the Gamma value -0.725; relationship is very strong and significant negative between Control and Law with PPWKO the Gamma value -, 0844; was negative and significant relationship between the Public Bureaucracy PPWKO the Gamma value -0, 699; strong negative and significant relationship between External Monitoring with PPWKO the Gamma value 0.711; and a very strong relationship between the negative and significant with the Internal Oversight PPWKO the Gamma value -0.870. It can be concluded that the implementation of the Indonesian Constitutional Democracy governance disorderly, causing state officials of corruption that has destroyed national development and governance over the 32-year rule of President Suharto. A.
RESEARCH BACKROUND Bank Dunia, sebelum memimpin sidang negaranegara donor Indonesia (Consultative Group on Indonesia - CGI) tanggal 28-30 Juli 1998 di Paris, telah menidentifikasi empat prakondisi ekonomi mikro di Indonesia yang sudah merubah krisis moneter menjadi kehancuran ekonomi (makro) [Indonesia in Crisis, 1998: 1.8 - 1.11]. Salah satu identifikasi yang berkaitan dengan pengelolaan negara yang mengakibatkan penyalahgunaan wewenang keuangan organisasi adalah : “Faktor ketiga yang berkontribusi pada krisis adalah pertanyaan mengenai pengelolaan negara (the question of governance). Sebelum Juli 1997, kekecewaan investor sudah tertuju pada kelemahan birokrasi, peraturan, korupsi, insider trading, dan sistem keuangan. Dari sampel 53 negara, indonesia terbesar dalam korupsi. Indonesia juga lemah dalam sistem hukum, pembuatan keputusan pemerintah yang
Jurnal Manajemen & Bisnis Aliansi
tidak transparan, dan kekuatan politik yang membangun kepentingan komersial yang dikenal baik oleh para pebisnis. Tidak ada respon yang cepat, adil, dan efektif terhadap krisis telah membuat kesulitan untuk bangkit dari keterpurukan dibanding dengan ekonomi negara Asia Tenggara lainnya. Akhirnya berkembang menjadi krisis kepercayaan yang semakin menimbulkan kerusakan terhebat dalam krisis Indonesia.” Identifikasi BD tersebut mengisyaratkan terjadinya korupsi yang berakumulasi menjadi kekacauan keuangan berbagai organisasi di Indonesia, utamanya perusahaan swasta, perbankan, dan organisasi kenegaraan. Berdasarkan identifikasi tersebut, BD telah mengirim Tim Pengusut Korupsi ke Indonesia yang diketuai Katherine Marshal antara tanggal 13-20 September 1998 [Marshal, 1998: press release] dengan kesimpulan bahwa:
11
THE EFFECT OF THE GOVERNANCE OF INDONESIAN CONSTITUTIONAL DEMOCRATION ON THE ABUSE OF ORGANIZATION FINANCIAL POWER BEHAVIOR Oleh : Zulkifli Rangkuti
“Korupsi di Indonesia sudah mewabah, sistemik, endemik, dan tersebar luas di instansi pemerintah, serta di seluruh daerah. Besaran korupsi sangat bervariasi, mulai tingkatan kelas teri sampai dengan kelas kakap. Sama halnya dengan suap yang tiap hari harus diberikan masyarakat pada tiap tingkatan oleh instansi pemerintah. Begitu berakarnya korupsi tersebut, membuat masyarakat tidak percaya sama sekali tidak percaya bahwa dana-dana pemerintah, swasta dan dana bantuan asing, akan mencapai tujuan yang sebenarnya. Sungguh sangat memprihatinkan bahwa dalam situasi krisis ekonomi dan sosial, korupsi berjalan terus bahkan dalam besaran yang jauh sangat buruk di waktu yang akan datang. Korupsi sudah menanggalkan berbagai proyek pemerintah, termasuk dari Bank Dunia dan badan-badan internasional. Korupsi sudah melembaga, dengan dasar penyebab pertamanya adalah ketidak cukupan gaji resmi pegawai instansi pemerintah bagi keperluan pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari”. VARIABLE IDENTIFICATION Based on research background, permasalahan penelitian penulis identifikasi seperti berikut : 1. Perilaku Penyalahgunaan Keuangan Organisasi Kenegaraan Korupsi atau penyalahgunaan keuangan negara sudah menjadi “budaya” di Indonesia. Masyarakat sudah terbiasa hidup menderita dalam suasana korupsi bersama para pelakunya yang sudah tidak mempunyai perasaan malu, perasaan bersalah, atau perasaan berdosa. Bahkan, umumnya orang berusaha mencari pekerjaan (jabatan) dalam organisasi kenegaraan yang terbuka kesempatan untuk melakukan korupsi, agar dapat hidup kaya dan “terhormat”. Praktik korupsi merupakan perilaku dalam organisasi kenegaraan, sehingga dapat disebut Sebago perilaku keorganisasian (organizational behavior). Perilaku korupsi uang negara dapat dilakukan orang dalam berbagai organisasi di Indonesia, baik instansi kenegaraan, perusahaan swasta, maupun organisasi kemasyarakatan, baik dilakukan oleh orang atau orang-orang dalam organisasi maupun bersama-sama dengan orang luar atau orang dari organisasi lain. Sesuai dengan masalah penelitian di atas, permasalahan utama penelitian ini adalah
2.
B.
12
3.
4.
mengenai perilaku penyalahgunaan wewenang keuangan dalam organisasi. Perbuatan tersebut merupakan bagian dari perilaku karyawan dalam organisasi, karena itu kajian utama penelitian ini adalah mengenai perilaku keorganisasian (organizational behavior). Kepemimpinan Presiden Dalam Kabinet Presidensial terdapat Kementerian Kehakiman dan Kejaksaan Agung, dan melalui pembuatan Undang-Undang status Kepolisian Negara juga di bawah kekuasaan Presiden. Ketiganya merupakan Instansi Penegak Hukum: Polisi menyidik, Jaksa menuntut, dan Hakim mengadili. Korupsi adalah tindak pidana khusus yang bila terjadi harus dilaporkan terlebih dahulu kepada Presiden. Perintah tindakan hukum berada ditangan Presiden. Fungsi pengawasan pembangunan dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan Pembangunan (BPKP) juga berada di bawah presiden, sehingga kebocoran pembangunan karena korupsi niscaya dapat diawasi BPKP dan langsung dilaporkan pada presiden. Karena itu Kepemimpinan Presiden penulis identifikasi sebagaai indikator penelitian. bahwa Kepemimpinan Presiden akan ada hubungannya dengan berkembangnya Perilaku Korupsi. Pengawasan Fungsional Yang dimaksud dengan pengawasan fungsional adalah fungsi pengawasan yang ada pada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). BPK merupakan lembaga tinggi Negara. Sebagai badan pemeriksa keuangan, BPK harus melakukan audit terhadap keuangan Negara. Sebagai lembaga tinggi Negara maka hasil audit tersebut dilaporkan ke DPR, dan DPR dapat meneruskannya ke MPR. Karena untuk audit keuangan pembangunan sudah ada instansi BPKP, maka BPK umumnya hanya memeriksa keuangan rutin (non pembangunan). Kelemahan Pengawasan Fungsional ini penulis identifikasi sebagai permasalah yang berpengaruh terhadap penyalahgunaan keuangan Negara. Pengawasan dan Hukum Fungsi pengawasan ada pada BPKP dan BPK, tetapi BPKP di bawah kekuasaan Presiden sebagai Lembaga Tinggi Negara Eksekutif, bukan di bawah BPK yang independen sebagai Lembaga Tinggi Negara
Jurnal Manajemen & Bisnis Aliansi
THE EFFECT OF THE GOVERNANCE OF INDONESIAN CONSTITUTIONAL DEMOCRATION ON THE ABUSE OF ORGANIZATION FINANCIAL POWER BEHAVIOR Oleh : Zulkifli Rangkuti
5.
6.
7.
Yudikatif. Fungsi hukum untuk penyidikan ada pada Kepolisian Negara, untuk penuntutan ada pada Kejaksaan Agung, dan untuk membuat keputusan pengadilan ada pada Kementerian Kehakiman, dan ketiganya ini sama-sama berada di bawah Presiden bukan berada di jajaran yudikatif. Terjadinya penyalahgunaan wewenang keuangan organisasi adalah karena tidak berfungsinya penegakan hukum karena di bawah presiden dan tidak berfungsinya BPK sebagai badan pemeriksa keuangan tertinggi. Karena itu Pengawasan dan Hukum penulis jadikan juga sebagai salah satu identifikasi masalah. Birokrasi Publik Birokrasi publik dikenal sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan terdapat pada lembaga tinggi negara dan lembaga tertinggi negara. Birokrasi publik berfungsi mengerjakan pekerjaan pelayanan publik, baik di legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Fungsi utama birokrasi publik adalah melaksanakan pelayanan publik dalam rangka pembangunan negara. Terjadinya kebocoran keuangan yang menyebabkan krisis pembangunan merupakan salah satu tanggungjawab birokrasi publik. Karena itu dalam penelitian ini, birokrasi publik penulis jadikan sebagai identifikasi masalah. Pengawasan Eksternal Yang dimaksud dengan pengawasan eksternal adalah pengawasan terhadap hasil pekerjaan pembangunan yang dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Komisi Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara (KPKPN), tim-tim anti korupsi yang dibuat pemerintah, dan media masa. Karena semuanya takut pada rezim militer maka semuanya tidak berfungsi sebagai pengawasan eksternal. Utamanya DPR, menjadi tidak berfungsi karena 70 % dikuasai partai penguasa yaitu Golkar. Karena itu Pengawasan Eksternal penulis jadikan sebagai indikator penelitian. Pengawasan Internal Yang dimaksud dengan pengawasan internal adalah pengawasan yang dilakukan oleh BPKP, Inspektorat Jenderal (itjen), Inspektorat Wilayah Propinsi (Itwilprop), Inspektorat Wilayah Kabupaten (Itwilkab), dan Inspektorat Wilayah Kotamadya (Itwilko). Data Latar
Jurnal Manajemen & Bisnis Aliansi
Belakang Masalah yang mengutip hasil penelitian Bank Dunia yang dipimpin Katherine Marshall yang menyimpulkan bahwa korupsi di Indonesia sudah mewabah, endemik, sistemik, dan meluas karena terjadi di berbagai instansi pemerintah, dan di berbagai daerah. Berdasarkan penelitian itu penulis beranggapan bahwa fungsi pengawasan internal tidak berjalan sebagaimana mestinya. Karena itu penulis identifikasi bahwa pengawasan internal berpengaruh terhadap perilaku penyalahgunaan wewenang keuangan dalam organisasi. C.
REREARCH QUESTIONS Berdasarkan judul penelitian, penulis merumuskan permasalahan penelitian dalam bentuk pertanyaanpertanyaan penelitian (research questions) seperti berikut: 1. Apakah ada korelasi antara kepemimpnan presiden dengan perilaku penyalahgunaan wewenang keuangan organisasi? 2. Apakah ada korelasi antara pengawasan fungsional dengan perilaku penyalahgunaan wewenang keuangan organisasi? 3. Apakah ada korelasi antara pengawasan hukum dengan perilaku penyalahgunaan wewenang keuangan organisasi? 4. Apakah ada korelasi antara birokrasi publik dengan perilaku penyalahgunaan wewenang keuangan dalam organisasi? 5. Apakah ada korelasi antara pengawasan eksternal dengan perilaku penyalahgunaan wewenang keuangan organisasi? 6. Apakah ada korelasi antara pengawasan internal dengan perilaku penyalahgunaan wewenang keuangan organisasi? D. 1.
LANDASAN TEORI KORUPSI ADALAH PERILAKU SUMBER DAYA MANUSIA DALAM ORGANISASI Perilaku korupsi telah menggagalkan tercapainya tujuan berbagai organisasi kenegaraan, niaga, dan kemasyarakatan di Indonesia. Sebagai salah satu perilaku manusia (people) yang bekerja dalam organisasi atau berhubungan dengan organisasi maka korupsi adalah bagian dari perilaku keorganisasian (organizational behavior). Teori tersebut dapat penulis pilih dari beberapa buku perilaku keorganisasian, tetapi karena lebih dekat pada
13
THE EFFECT OF THE GOVERNANCE OF INDONESIAN CONSTITUTIONAL DEMOCRATION ON THE ABUSE OF ORGANIZATION FINANCIAL POWER BEHAVIOR Oleh : Zulkifli Rangkuti
perilaku manusia dalam pekerjaan, maka teori utama penulis ambil dari buku Davis dan Newstrom [1985 : 5] dengan judul Human Behavior at Work : Organizational Behavior. Disitu didefinisikan bahwa: “Organizational behavior’s the study and application of knowledge about how people act within organizations. It is a human tool for human benefit. It applies broadly to the behavior of people in all type of organizations, such as business, government, schools, and service organizations. Dari buku David dan Newstrom penulis dapatkan model Organizational Behavior, yang sesuai dan lebih fleksibel dibanding dengan model Robbins, Cherrington, atau Hankin. Pada model diperlihatkan [Davis dan Newstrom, 1985 : 5] bahwa elemenelemen kunci yang mempengaruhi perilaku SDM dalam organisasi berupa korupsi adalah manusia (people), struktur (structure), teknologi (technology), dan lingkungan eksternal (external environment) di mana organisasi beroperasi. Gambar berikut adalah gambar Key elements in organizational behavior yang bersumber dari halaman 5 buku terkait.
Figure: Key elements in organizational behavior. Resource: Davis and Newstrom, 1985 : 5} Di dalam organisasi terdapat elemen internal yang saling mempengaruhi satu sama lain yaitu faktor manusia, struktur, teknologi, dan masing-masing elemen akan saling mempengaruhi dengan lingkungan ekternal (external environment). Demikian juga perilaku karyawan dalam hal penyalahgunaan wewenang keuangan organisasi akan dipengaruhi oleh empat elemen-elemen kunci
14
tersebut. Berdasarkan gambar model , penulis dapat menetukan variable-variabel penelitian seperti berikut. a.
Penyalahgunan Wewenang Keuangan Organisasi Korupsi merupakan perbuatan penyalahgunaan wewenang keuangan. Yang dimaksud dengan penyalahgunaan wewenang [Wade, 1971 : 70] adalah : Penyalahgunaan wewenang tidak terbatas pada kasus-kasus di mana suatu perbuatan yang salah dikerjakan, atau perbuatan yang benar dikerjakan dengan prosedur yang salah : sesuatu yang benar mungkin dikerjakan dengan prosedur yang benar; tetapi pada tempat-tempat yang salah. (Abuse of power is not confined to cases where the wrong thing in done, or the right thing is done by the wrong procedure: the right thing may be done by the right procedure: but on the wrong grounds). Aksi-aksi penyalahgunaan wewenang dalam organisai dapat berupa pencurian oleh karyawan atau memperoleh uang secara kriminal (Abusive actions toward an organization may take the form of employee theft or fraud) [Cherrington, 1989 : 17]. Istilah penyalahgunaan keuangan dalam organisasi (korupsi), oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) disebut sebagai penyimpangan keuangan negara dan dibaginya menjadi tiga kelompok, yaitu : (1) Ketertiban dan ketaatan pada perundangundangan. Artinya adalah sejauh mana pemerintah taat dengan ketentuan hukum, seperti Keppres, peraturan pemerintah atau instansi terkait lainnya bertindak, antara lain dalam pelaksanaan proses tender atau pembelian barang untuk keperluan pemerintah. Pelaksanaan tender apakah sesuai aturan main. Dalam pembelian barang, apakah juga dilakukan sesuai prosedur, apakah produk itu dibutuhkan, dan sebagainya. (2) Kehematan dan efisiensi keuangan negara Arti dari kehematan dan efisiensi keuangan negara, kurang lebih sejauh mana aparat pemerintah melakukan pembelian barang yang dia perlukan. Apakah pembelian itu sudah sesuai dengan harga barang yang sebelumnya. Misalnya, BPK melakukan perbandingan harga-harga dengan langsung mengecek ke lapangan dengan harga yang ditetapkan aparat pemerintah, dalam melakukan pembelian barang.
Jurnal Manajemen & Bisnis Aliansi
THE EFFECT OF THE GOVERNANCE OF INDONESIAN CONSTITUTIONAL DEMOCRATION ON THE ABUSE OF ORGANIZATION FINANCIAL POWER BEHAVIOR Oleh : Zulkifli Rangkuti
(3) Efisiensi pencapaian sasaran. Yang dimaksud dengan efektivitas pencapaian sasaran, lebih ditujukan pada sejauh mana efektivitas sasaran dicapai, dengan pengeluaran dana yang ditetapkan aparat pemerintah, termasuk dengan melihat selish harga proyek yang terjadi dibandingkan dengan harga, jika aktivitas atau proyek dilakukan dengan sebenarnya. b.
Kepemimpinan Presiden Mengenai kekuasaan presiden yang memegang juga kekuasaan yudikatif dengan memasukkan Kejaksanaan Agung dan Dep. Kehakiman ke dalam kabinet, dinyatakan Miriam Budiardjo [Budiardjo, 1993 : 157] bahwa: Dalam masa Demokrasi Terpimpin ada usaha untuk meninggalkan gagasan trias politica. Pemikiran ini jelas dari ucapan-ucapan presiden Indonesia Ir. Soekarno, antara lain pada pelantikan menteri Kehakiman pada 12 Desember 1963 yang menyatakan bahwa “setelah kita kembali ke UUD 1945, trias politica kita tinggalkan sebab asalnya datang dari sumber-sumber liberalisme”. Untuk itu diterbitkan UU no. 19 tahun 1964 Tentang Ketentuanketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman di mana Presiden/Pemimpin Besar Revolusi harus dapat melakukan campur-tangan atau turun-tangan dalam pengadilan, yaitu dalam hal-hal yang tertentu. Jelaslah bahwa UU ini sangat bertentangan dengan Penjelasan UUD 1945 (mengenai Pasal 24 dan 25) yang menyatakan bahwa “kekuasaan kehakiman ialah kekuasaan yang merdeka, artinya terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah”. Semua presiden RI menempatkan Kementerian Kehakiman dalam Kabinet Presidensial di bawah kekuasaan presiden. Menurut pendapat Miriam Budiardjo di atas, melalui UU setiap presiden RI melanggar UUD 1945, karena itu untuk elemen external yang mempengaruhi organisasi yaitu superstruktur terdiri dari Kepemimpinan Presiden. Sesuai dengan identifikasi masalah, bahwa Presiden RI mempunyai kekuasaan untuk menyelesaikan permasalahan korupsi. Berikut ini adalah landasan teoritis mengenai masalah kepemimpinan, yang dalam hal ini adalah berkaitan dengan kepemimpinan presiden. Kepemimpinan presiden dapat menjadi positif dan negatif karena pengaruh kehidupan (life) mereka. Dinyatakan Covey [1991: 21] bahwa :
Jurnal Manajemen & Bisnis Aliansi
Centering life on correct principles is the key to developing this rich internal power in our lives, and with this power we can realize many of our dreams. A center secures, guides, empowers. Like the hub of a wheel, it unifies and integrates. It’s the core of personal and organizational missions. It’s the foundation of culture. It aligns shared values, structures, and systems. Whatever lies at the center of our lives becomes the primary source of our life-support system. In large measure, that system is represented by four foundamental dimensions; security, guidance, wisdom, and power. Principle-centered leadership and living cultivates these for internal sources of strength. c.
Public Bureaucracy Dinyatakan oleh Gortner, bahwa bila efisiensi birokrasi dikaitkan dengan iklim publik dan tujuan birokrasi adalah melaksanakan pelayanan publik, maka dengan sendirinya merupakan hal yang penting bahwa pertanggungjawaban (accountability) di masukkan ke dalam sistem. Max Weber points out that bureaucracy is a power instrument of the first order for the one who controls the bureaucratic apparatus. Milovan Djilas menyatakan bahwa: In a democracy, ‘the people’ must have some way of controlling the power of its own hands) [Djilas, 1957: 29]. Jadi, salah satu pertanyaan utama yang harus dihadapi bila mempelajari Administrasi Publik adalah In a democracy how can the public bureaucracy be controlled so that it serves the people?) [Hyneman, 1950: 297] Gortner menambahkan bahwa: The question must remain in the forefront of any deliberation regardless of the aspect of public administration that is being examined. If there is to be public control of public administration, it is probable that some of the inefficiency and red tape that citizens complain about will have to be accepted as inevitable it is essential to examine all of the practices carried out by the public bureaucracy for both efficiency and accountability. Both question must be given equal consideration, for the public bureaucracy is one of the most central and vital parts of the political system. ) [Gortner, 1981: 12] Dinyatakan oleh Gortner, bahwa mekanisme pertanggungjawaban (accountability mechanisms) di Amerika Serikat terdiri dari dua dimensi, yaitu:
15
THE EFFECT OF THE GOVERNANCE OF INDONESIAN CONSTITUTIONAL DEMOCRATION ON THE ABUSE OF ORGANIZATION FINANCIAL POWER BEHAVIOR Oleh : Zulkifli Rangkuti
sumber pengawasan (source of control) dan derajat pengawasan (degree of control). Kombinasi dari dua dimensi ini menghasilkan suatu tipologi dalam empat kategori mekanisme dalam sektor publik: birokrasi, hukum, profesional, dan politik (lihat diagram di atas) Tiap tipe menekankan perbedaan nilai dan perbedaan dasar hubungan tanggungjawab. Mekanisme Birokrasi ditandai dengan tingginya derajat pengawasan dari sumber internal, umumnya atasan atau peraturan operasional yang mengarah pada efisiensi. Tanggungjawab hukum berada pada tingginya derajat pengawasan dari sumber eksternal (misalnya pengadilan dan auditor dari luar) yang mengarah pada nilai peraturan hukum. Tanggungjawab profesional dengan rendahnya derajat pengawasan pada sumber pengawasan internal yang mengarah pada perbedaan keahlian. Tanggungjawab politik melibatkan rendahnya derajat pengawasan pada sumber eksternal (misalnya kelompok pelanggan, kelompok penduduk, atau pejabat pemilihan umum) dengan mengarah pada nilai responsif. Menurut Max Weber, birokrasi adalah alat kekuasaan urutan pertama bagi seseorang untuk mengontrol aparat birokrasi, dan Milovan Jilas menyatakan bahwa dalam demokrasi rakyat harus mempunyai beberapa cara untuk mengontrol kekuasaan dengan tangannya sendiri. Memang birokrasi public dikontrol melalui tatacara kerja birokrasi itu sendiri, antara lain struktur organisasi antara atasan dan bawahan. Birokrasi public dipimpin Presiden, maka Presiden mengontrol Menteri, menteri koordinator mengontrol menteri, menteri mengontrol pimpinan langsung di bawahnya, demikian seterusnya tertib fungsi birokrasi berjalan. d.
Pengawasan Fungsional Dalam UUD 1945 Pasal 23 Ayat 5 dituliskan bahwa: Untuk memeriksa tanggung jawab tentang keuangan negara diadakan satu Badan Pemeriksa Keuangan, yang peraturannya ditetapkan dengan undang-undang. Hasil pemeriksaan ini diberitahukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Sesuai dengan Latar Belakang Masalah dan Identifikasi Masalah, maka berikut ini penulis kemukakan sebagai kerangka teoritis mengenai
16
organisasi-organisasi pengawasan dan pemeriksaan keuangan. Mikesell menyatakan: Budgeting allocates resources among goverenment activities and between government and private use. While those allocations are being made, the budget process erects a framework for control, accountability, and evaluation activity. [Mikesell, 1982: 24] Mengenai audit dinyatakan oleh Mikesell bahwa: An audit is anexamination of records, facilities systems, and other evidence to discover or verify desired information. Internal audits are those perfomed by professionals employed by the entity being audited; external audits are perfomed by outside professionals who are independent of the entity. [Mikesell, 1982: 34] Mikesell menambahkan bahwa post-expenditure audits determine compliance with appropriations and report findings to the legislature or to a judicial body if laws been violated. Berdasarkan orientasi pemakaian anggaran, dibedakan beberapa bentuk audit, yaitu: (1) A financial audit. (2) A management or operations audit. (3) A program audit. (4) A performance audit. Dinyatakan pula oleh Mikesell bahwa when all audits work is completed, the budget cycle is complete for that fiscal year. Tiga organisasi mengkonstitusi penyusunan penganggaran profesional utama pemerintah Amerika Serikat dan memainkan peran utama dalam siklus anggaran federal. Dua unit dibentuk berdasarkan Undang-undang Anggaran dan Akuntansi tahun. e.
Pengawasan Dan Hukum Sesuai dengan namanya, Badan Pemeriksa Keuangan Pembangunan (BPKP) yang berhak mengaudit keuangan pembangunan yang dilaksanakan oleh jajaran pemerintah (eksekutif), sedang Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tidak dapat “masuk” memeriksa keuangan pembangunan. Instansi Pemerintah yang diperiksadan yang memeriksa (BPKP) sama-sama berada di bawah kekuasaan presiden. Bila terdapat indikasi penyelewengan keuangan Negara (korupsi), maka hasil pengawasan maka hasil pengawasan dan pemeriksaan tersebut dapat diteruskan Kejaksaan
Jurnal Manajemen & Bisnis Aliansi
THE EFFECT OF THE GOVERNANCE OF INDONESIAN CONSTITUTIONAL DEMOCRATION ON THE ABUSE OF ORGANIZATION FINANCIAL POWER BEHAVIOR Oleh : Zulkifli Rangkuti
Agung untuk sampai ke pengadilan. Kejaksaan Agung dan Kementerian Kehakiman juga sama-sama di bawah presiden. Akhirnya semuanya tergantung kemauan presiden. Disinilah letak lemahnya fungsi pengawasn dan fungsi hukum di Indonesia, yang memang tidak berfungsi efektif memberantas korupsi. Semua sarana untuk mengawasi dan memberantas korupsi ada pada presiden,. Mengenai Legal Status and Organization of the Board of Audit di Jepang, Shibata menyatakan [Shibata, 1993: 65] bahwa The Constitution established the Board of Audit as an independent organization. The Board of Audit is composed of the Audit Commision and the General Executive Bureau. A commisioner is appointed by the Cabinet and approved by the Diet. The Board of Audit Law provides that a commisioner cannot be dismissed againts his will during his seven year term, ecept in cases mental or bodily incapacity or injury, and the condition must be acknowledge by another commisioner. The Audit Commision consist of three commisioners, each of whom has an equal vote. The president of the Board of Audit is elected by mutual vote of the three commisioners and is appointed by the Cabinet. Miriam Budiarjo [1993: 228] menyatakan sebagai berikut: Azas kebebasan badan yudikatif juga dikenal di Indonesia. Hal itu terdapat di dalam Penjelasan Pasal 24 dan 25 UUD 1945 mengenai kekuasaan yang menyatakan:”Kekuasaan Kehakiman ialah kekuasaan yang merdeka, artinya terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah. Berhubung dengan itu harus diadakan jaminan dalam undang-undang tentang kedudukan para hakim”. Pada masa Demokrasi Terpimpin telah terjadi penyelewengan terhadap UUD 1945, yaitu dengan diterbitkannya UU No. 19 tahun 1964 Tentang Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman:”Demi kepentingan revolusi, kehormatan negara dan bangsa atau kepentingan masyarakat yang mendesak, Presiden dapat turut campur tangan dalam soal pengadilan”. f.
Pengawasan Eksternal Bila kontrol terhadap birokrasi datang dari luar individual atau bagian tertentu dari organisasi yang melaksanakan operasional pembangunan, hal ini disebut “accountable”. Dinyatakan oleh Gortner [hlm.
Jurnal Manajemen & Bisnis Aliansi
74] bahwa tanggungjawab (accountability) birokrat mungkin diformalisasikan melalui hukum, peraturan, undang-undang, dan perintah pengadilan (court orders), atau berdasarkan rangkaian pemeriksaan informal dan keseimbangan yang dikembangkan melalui konfrontasi tatap muka (face-to-face confrontations), dukungan rumor (rumors of support), pendapat oposisi, atau jenis-jenis yang sama lainnya yang dipahami jelas tetapi tidak tertulis. Menurut Gortner kontrol tersebut antara lain adalah: (1) Legislative Controls (2) Interest Group Controls (3) The Courts as a Contrtol Agent (4) Open Hearings and Meeting as Control Mechanisms (5) The press as a watchdog (6) Citizen participation as a control agent (7) The Ombudsman’s Office (8) Clientele Associatons Gortner menyatakan juga bahwa berapapun jumlah dan intensitas kontrol eksternal, yang adalah proteksi tradisional dan populer melawan ketidakbermoralan (immorality) dalam administrasi publik, tetap saja masih ada pertanyaan terhadap kenyataan kerja birokrat. Paul Appleby, dalam ceramahnya berjudul Morality and Administration in Democratic Government [Appleby, 1952: 7] menyatakan bahwa these protection are not very effective and may be negative. Teori ini di Indonesia disebut Pengawasan Masyarakat. Andai situasi di Indonesia penulis sesuaikan pada Sistem pengawasan Eksternal di atas maka penulis ambilkan contoh pengawasan masyarakat (Wasmas) yang sering disebut-sebut sebagai bagian dari partisipasi masyarakat dalam pembangunan, sebab masyarakat umum tidak terlibat langsung dalam pegelolaan pembangunan, tidak seperti halya aparatur negara. Sesuai dengan teori di atas, pada butir (3) disebutkan “The Courts as a Control Agent”. Organisasi Peradilan adalah berkaitan dengan kekuasaan menindaklanjuti hasil pemeriksaan, yang umum disebut sebagai kekuasaan judikatif. Pada kegiatan organisasi yang memerlukan pemisahan dari organisasi eksekutif ini memang pada dasarnya sudah dipisahkan pada kelompok tersendiri oleh UUD 1945 yaitu pada Bab IX di bawah judul Kekuasaan
17
THE EFFECT OF THE GOVERNANCE OF INDONESIAN CONSTITUTIONAL DEMOCRATION ON THE ABUSE OF ORGANIZATION FINANCIAL POWER BEHAVIOR Oleh : Zulkifli Rangkuti
Kehakiman yaitu Pasal 24 berbunyi seperti berikut: (Ayat 1) Kekuasaan Kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan lain-lain Badan Kehakiman menurut Undang-undang, dan (Ayat 2) Susunan dan kekuasaan Badan-badan Kehakiman itu diatur dengan Undang-undang. Kalau pelaksanaan pengawasan kita sesuaikan denagn teori tersebut, maka di Indonesia dikenal pengawasan fungsional eksternal yang terdapat pada fungsi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) [UUD 1945 Pasal 23]. Dengan mereformasi aturan-aturan tersebut, maka unit-unit yang sudah terbentuk itu dapat dialihkan kedudukannya berada di bawah BPK, sehingga Pemerintah (eksekutif) tidak perlu lagi menjadi pengawas dan pemeriksa terhadap pengelola keuangan negara untuk pembangunan yang dilaksanakan oleh Pemerintah sendiri. g.
Pengawasan Internal Sesudah membahas Sistem Kontrol Eksternal, menurut Appleby kontrol kedua yang penting adalah sistem kontrol internal melalui mekanisme hirarki dalam administrasi sebagai bagian the hierarchical structure organizational. Dikatakan Appleby bahwa: This mechanisme is the hierarchy within the administration. [Appleby, 1952: 9] Teori baru mengenai kontrol pelayanan publik adalah didasarkan pada konsep bahwa yang paling penting dan mendasar adalah pengawasan internal atau yang disebut juga sebagai “self-responsibility”. Faktor ini sangatlah penting dalam memelihara loyalitas birokrasi publik terhadap idealisme dan prosedur negara demokrasi. Barangkali permasalahan yang dihadapi adalah menentukan perbedaan antara tanggungjawab birokrasi dengan kontrol birokrasi. Kontrol biasanya datang dari luar individual. Hal ini penting tetapi tidak cukup menjadi garansi bahwa birokrasi akan berfungsi sesuai jalan yang menguntungkan publik. Sebagaimana Rourke mencatat bahwa: Dissatisfaction with the adequacy of controls over bureaucracy in the contemporary word…springs from the fact that these controls are far more effective as checks than they are as spurs to action. [Rourke, 1987: 148]
18
E.
PENGOLAHAN DATA KUESIONER Data yang diperoleh melalui kuesioner adalah data skala ordinal. Jenis data ini lebih “tinggi” dari data skala nominal, karena menurut ukuran skala Likert, data ordinal mempunyai tingkatan mulai dari sangat besar (5), besar (4), sedang (3), kecil (2), dan sangat kecil (1). Kuesioner yang disebar pada responden berjumlah 360 lembar, dan diterima kembali berjumlah 329 lembar yang diolah melalui computer dengan program Special Package for Social Sciences (SPSS) versi 10. 1.
Crosstab Dinyatakan oleh Santoso [2002: 209] bahwa untuk mencari korelasi dari variable data ordinal hendaklah menggunakan program crosstab. Data dari 329 kuesiner dimasukkan dalam program SPSS, dalam bentuk table kekana (baris) berisikan nama-nama variable , dan ke bawah (kolom) berisikan nomor responden mulai dari 1 s/d 329 (lihat lampiran 2). Langkah-langkah berikutnya (sesuai dengan pilihan menu pada computer) adalah: analyze – descriptive statistics — crosstabs — statistics — dengan 4 pilihan yaitu Gamma, Somer’s d, Kendall’s tau-b, dan Kendall’s tau-c. Penulis memilih Gamma yang dinyatakan juga oleh Babbie [1982: 320] bahwa: If the variables being related were ordinal in nature (for example, social class, religiosity), gamma would be one appropriate measure of association. 2.
Hasil Pengolahan Hasil pengolahan data tersebut dalam bentuk table-tabel dan grafik: (1) Case Processing Summary yaitu table mengenai jumlah data yang diproses dan persentasenya. Bila tidak ada data yang missing maka tingkat validitasnya 100 %. (2) Crosstab adalah jumlah nilai tingkat masingmasing 2 variables yang diproses. (3) Symmetric Measures adalah nilai korelasi dan perkiraan signifikansinya. Untuk data ordinal dengan ordinal terdapat nilai hubungan Gamma dan Spearman Correlation, sedangkan data interval dengan interval terdapat nilai hubungan
Jurnal Manajemen & Bisnis Aliansi
THE EFFECT OF THE GOVERNANCE OF INDONESIAN CONSTITUTIONAL DEMOCRATION ON THE ABUSE OF ORGANIZATION FINANCIAL POWER BEHAVIOR Oleh : Zulkifli Rangkuti
Pearson’s R. Nilai korelasi gamma (value) dan perkiraan signifikansinya (Approx. Sig) peneliti gunakan dalam penelitian ini. (4) Grafik balok adalah gambaran bentuk grafik dari jumlah kelompok tingkat-tingkat nilai responden, sama seperti jumlah data pada table Case Processing Summary. 3.
Correlation Value Nilai korelasi gamma adalah antara -1 s/d +1. Nilai tersebut dikonversikan menjadi: (1) antara -1 dan 0,7 = hubungan sangat kuat negative, (2) antara -0,7 dan -0,6 = hubungan kuat negative, (3) antara -0,6 dan -0,4 = hubungan sedang negative, (4) antara -0,4 dan -0,2 = hubungan lemah negative, (6) untuk angka 0 = tidak ada hubungan, (7) antara 0 dan 0,2 = hubungan sangat lemah positif, (8) antara 0,2 dan 0,4 = hubungan lemah positif, (9) antara 0,4 dan 0,6 = hubungan sedang positif, (10) antara 0,6 dan 0,8 = hubungan kuat positif, dan (11) antara 0,8 dan 1 = hubungan sangat kuat positif. F. HASIL PENELITIAN DAN KESIMPULAN a. Penyalahgunaan Wewenang Keuangan Organisasi Quessionaire: Bagaimanakah tingkat Perilaku Penyalahgunan Keuangan Organisasi di Indonesia dewasa ini? Frekuensi jawaban responden adalah sebagai berikut: Sangat besar (5) = 293 responden atau 89,7 % Besar (4) = 30 responden atau 9,1 % Sedang (3) = 4 responden atau 1,2 % Berdasarkan nilai tersebut, dapat disimpulkan bahwa pada era Presiden Soeharto telah terjadi penyalahgunaan wewenang keuangan organisasi dengan skala sangat besar. Hasil ini menunjukkan bahwa penyalahgunaan wewenang keuangan organisasi terjadi seperti indifikasi ketiga Bank Dunia mengenai kejatuhan Presiden Soeharto 21 Mei 1998, yaitu: “Pertanyaan mengenai pengelolaan negara (the question of governance). Sebelum Juli 1997, kekecewaan investor sudah tertuju pada kelemahan birokrasi, peraturan, korupsi, insider trading, dan sistem keuangan. Dari sampel 53 negara, indonesia terbesar dalam korupsi. Indonesia juga lemah dalam sistem hukum, pembuatan keputusan pemerintah yang tidak transparan, dan kekuatan politik yang
Jurnal Manajemen & Bisnis Aliansi
membangun kepentingan komersial yang dikenal baik oleh para pebisnis.” b.
Kepemimpinan Presiden Quessionaire: Bagaimana hubungan antara Presiden RI yang membawahi BPKP, Kepolisian Negara, Kejaksaan Agung, dan Kementerian Kehakiman dengan Perilaku Penyalahgunaan Keuangan Organisasi ? Nilai Gamma = 0, 870, significansi = 0,000. Berarti correlation antara Kepemimpinan Presiden dengan Pejalahgunaan Wewenang Keuangan Organisasi (PWKO) adalah sangat kuat positif dan significant Artinya makin besar kekuasaan Kepemimpinan Presiden maka makin besar PWKO, dan makin normal kekuasaan Kepemimpinan Presiden maka makin kecil atau tidak ada PWKO. Untuk mengawasi dan mengaudit keuangan organisasi yang berkaitan dengan proyek pembangunan negara, diadakan BPKP berdasarkan UU di zaman Presiden Soeharto. BPKP melaporkan hasil auditnya pada Presiden. Presiden kemudian menentukan apakah sesuatu hasil audit perlu diteruskan pengusutannya ke Kejaksaan Agung. Hasil pengusutan Kejaksaan Agung dapat diteruskan ke pengadilan yang berada di bawah Kementerian Kehakiman. Tiga instansi tersebut berada di bawah Presiden. Eskalasi pelaporan masalah yudikatif tersebut tergantung pada kemauan Presiden apakah perlu tindak lanjut atau tidak. Karena itu hasil penelitian menunjukkan bahwa besaran kekuasaan Presiden di yudikatif akan diikuti oleh besaran tingkat PWKO. Di negara demokrasi, Presiden memang hanya menguasai bidang eksekutif. Demokrasi Indonesia dilaksanakan berdasarkan UUD 1945, sehingga disebut Demokrasi Konstitusional. Kekuasaan Presiden diatur pada UUD 1945 Bab III Kekuasaan Pemerintahan Negara terdiri dari 17 pasal, yang tidak ada pasal yudikatifnya. Instansi Penegak Hukum yaitu Kementerian Kehakiman, Kejaksaan Agung, Kepolisian Negara berada di bawah kekuasaan Presiden dibuat melalui UU. Di dalam UUD 1945 Presiden bersama DPR berhak membuat UU. Pembuatan UU dikuasai Presiden, karena melalui strategi koalisi Presiden sebagai partai penguasa dapat menguasai DPR. Melalui pembuatan UU, Presiden mengatur status Instansi Penegak Hukum berada di
19
THE EFFECT OF THE GOVERNANCE OF INDONESIAN CONSTITUTIONAL DEMOCRATION ON THE ABUSE OF ORGANIZATION FINANCIAL POWER BEHAVIOR Oleh : Zulkifli Rangkuti
bawah kekuasaan Presiden. Hukum di Indonesia dikuasai Presiden, sehingga maraknya korupsi atau Penyalahgunaan Wewenang Keuangan Organisasi menjadi tanggungjawab Presiden. c.
Pengawasan Fungsional Quessionaire: Bagaimana tingkat audit BPK pada instansi pemerintah sehubungan dengan maraknya Perilaku Penyalahgunaan Wewenang Keuangan Organisasi? Nilai Gamma = -0,725, significansi = 0,000, berarti correlation antara Pengawasan Fungsional dengan Penyalahgunaan Wewenang Keuangan Organisasi (PWKO) adalah kuat negative dan significant. Artinya bila Pengawasan Fungsional tidak baik maka PWKO akan besar, dan bila Pengawasan Fungsional berfungsi baik, maka PWKO akan kecil (menurun). Instansi Badan Pengawas Keuangan (BPK) yang independen sebagai Lembaga Tinggi Negara sebagaimana Presiden dan lain-lain Lembaga Tinggi dibentuk berdasarkan UUD 1945 Bab VIII Hal Keuangan Pasal 23 ayat 5 yang berbunyi: “Untuk memeriksa tanggungjawab tentang keuangan Negara diadakan suatu Badan Pemeriksa Keuangan, yang peraturannya ditetapkan dengan undang-undang. Hasil pemeriksaan itu diberitahukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat.” BPK adalah Lembaga Tinggi Negara yang independen sebagaimana Presiden dan lain-lain Lembaga Tinggi. Untuk menghidarkan pemeriksaan BPK terhadap dana pembangunan, Presiden membentuk Badan Pemeriksa Keuangan Pembangunan (BPKP) sendiri. Padahal pemerintahan di bawah Presiden sudah memiliki instansi pengawasan internal di pusat dan semua tingkat daerah. Dengan membentuk BPKP maka BPK tidak dapat masuk memeriksa dana pembangunan negara. Begitulah antara lain strategi Presiden agar bebas melakukan apa saja terhadap dana pembangunan, utamanya korupsi bersama kroni, anggota pemerintahan, dan golongan partai penguasa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pengawasan Fungsional mempunyai korelasi kuat terhadap Perilaku Penyalahgunaan Wewenang Keuangan Organisasi. Pengawasan dan Hukum Quessionaire: Bagaimana hasil pengawasan BPKP, dan tindakan hukum oleh Kepolisian dan Kejaksaan Agung yang ketiga-tiganya berada di
bawah Presiden RI sehubungan dengan perilaku penyalahgunaan wewenang keuangan organisasi? Nilai Gamma = -0,844 dan significansi = 0,000, berarti correlation antara Pengawasan dan Hukum dengan Penyalahgunaan Wewenang Keuangan Organisasi (PWKO) sangat kuat negative dan significant. Artinya bila Pengawasan dan Hukum berfungsi baik, maka PWKO akan kecil (menurun). Fungsi pengawasan yang berjalan tidak baik dan fungsi hukum yang juga berjalan tidak baik, niscaya akan mengembangkan perilaku PWKO, karena para pelaku atau calon pelaku PWKO akan takut dan jera melakukan perbuatan PWKO. BPKP, Kejaksaan Agung, Kementerian Kehakiman, dan Kepolisian Negara yang semuanya berada di bawah Presiden “tidak mampu” menyelesaikan permasalahan pengawasan dan hukum. Instansi-insatansi tersebut tidak pernah bersungguh-sungguh melaksanakan fungsi, sehingga masalah PWKO tidak dapat diatasi sampai menghancurkan pembangunan negara dan menimbulkan ketidakpercayaan dan menjatuhkan kekuasaan Presiden. e.
Birokrasi Publik Quessionaire: Bagaimana correlation antara birokrasi public yang dipimpin oleh Presiden RI dengan perilaku penyalahgunaan wewenang keuangan organisasi? Nilai Gamma = - 0, 699 dan significansi = 0,000, berarti correlation antara pertanggungjawaban Birokrasi Publik dengan Penyalahgunaan Wewenang Keuangan Organisasi (PWKO) adalah kuat negative dan significant. Artinya bila Birokrasi Publik tidak baik maka PWKO akan besar, dan bila Birokrasi Publik baik, maka PWKO akan menjadi kesil (menurun). Sebagai pelaksana dan penanggungjawab langsung pembangunan negara dan pelayanan masyarakat, birokrasi publik berperan penting dalam mensejahterakan kehidupan rakyat. Karena Birokrasi Publik bebas melakukan melakukan PWKO maka kehidupan rakyat tidak pernah sejahtera sehingga menimbulkan ketidakpercayaan kepada pemerintah yang berakhir dengan kekacauan negara dan kejatuhan Presiden.
d.
20
f.
Pengawasan Eksternal Quessionaire: Bagaimana correlation antara DPR, Tim Anti Korupsi, Pemeriksa Kekayaan Keuangan
Jurnal Manajemen & Bisnis Aliansi
THE EFFECT OF THE GOVERNANCE OF INDONESIAN CONSTITUTIONAL DEMOCRATION ON THE ABUSE OF ORGANIZATION FINANCIAL POWER BEHAVIOR Oleh : Zulkifli Rangkuti
Pejabat Negara, dan media massa dengan perilaku penyalahgunaan wewenang keuangan organisasi? Nilai Gamma = -0,711 dan significansi 0,000, berarti correlation antara Pengawasan Eksternal dengan Penyalahgunaan Wewenang Keuangan Organisasi (PWKO) adalah kuat negative dan significant. Artinya bila Pengawasan Eksternal tidak berfungsi dengan baik, maka PWKO akan besar, dan bila Pengawasan Eksternal berfungsi baik, maka PWKO akan menjadi kecil (menurun). Di samping DPR, Tim Anti Korupsi, Pemeriksa Kekayaan Keuangan Pejabat Negara (PKKPN), media massa, Instansi Hak Azasi Manusia (HAM), dan unsur pengawasan eksternal adalah Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Kontrol terakhir yaitu demonstrasi rakyat tidak diperbolehkan. Di dalam pemerintahan rezim totaliter militer semua Pengawasan Eksternal tidak berfungsi sehingga PWKO berkembang luas. Akibat terakhir adalah bergeraknya rakyat menjadi “people power” yang telah berhasil menggulingkan pemerintahan yang dipimpin Presiden. g.
Pengawasan Internal Quessionaire: Bagaimana correlation pengawasan internal (BPKP, Itjen, atasan langsung) dengan perilaku penyalahgunaan wewenang keuangan organisasi? Nilai Gamma = -0,870 dan significansi 0,000, berarti correlation antara Pengawasan Internal dengan Penyalahgunaan Wewenang Keuangan Organisasi (PWKO) adalah sangat kuat negative dan significant. Artinya bila Pengawasan Internal tidak berfungsi dengan baik, maka PWKO akan sangat besar, dan bila Pengawasan Internal berfungsi dengan baik, maka PWKO akan menjadi kecil (menurun). Instansi Pengawasan Internal sama sekali tidak berfungsi sehingga terjadilah PWKO yang semakin lebar dan meluas di semua instansi Pemerintah Pusat dan Daerah. Pengawasan Internal tersebut adalah Badan Pemeriksa Keuangan Pembangunan (BPKP), Inspektorat Jenderal (Itjen). Inspektorat Wilayah Propinsi (Itwilprop), Inspektorat Jenderal Wilayah Kabupaten (Itwilkab), Inspektorat Jenderal Wilayah Kota (Itwilkot), dan yang terpenting adalah Pengawasan Atasan Langsung. Semua Pengawasan Internal ini tidak berfungsi sehingga terjadilah PWKO besar-besaran di semua instansi pemerintahan di
Jurnal Manajemen & Bisnis Aliansi
Pusat dan Daerah. Memang tidak tertibnya tata kelola pemerintahan yang disebabkan oleh tidak dilaksanakannya UUD 1945 secara murni dan konsekuen dalam system kenegaraan terutama melalui pembuatan UU, maka demokrasi Indonesia yang disebut sebagai Demokrasi Konstitusional tersebut tidak dapat mencapai kehidupan rakyat yang adil, jauh dari adil sejahtera, apalagi adil makmur sebagaimana cita-cita kemerdekaan yang dinyatakan Sebagai cita-cita kemerdekaan dalam Preambule UUD 1945. G. REFERENCE Appleby, Paul. Morality and Administration in Democratic Government. Baton Rouge: Louissiana State University, 1952. Babbie, Earl R. Social Research for Consimers. Belmont: Wadsworth Publishing Company, 1982. Budiardjo, Miriam. Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT Gramedia, 1993. Cherrington, David J. Organizational Behavior: the Management of Individual and Organizational Performance. Boston: Allyn and Bacon, 1989. Covey, Stephen R. Principle-Centered Leadership. New York: Simon & Schuster, 1991. Davis, Keith and Newstrom, John W. Human Behavior at Work: Organizational Behavior at Work: Organizational Behavior. New York: McGraw-Hill, 1985. 585 p. Djilas, Milovan. The New Class: An Analysis of the Communist System. New York: Praeger, 1957. Gortner, Harold F. Administration in the Public Sector. New York: John Wiley and Sons, 1981. Hankin, Barclay. Managing Job Satisfaction: a practical guide (London: Hillbex Press, 1982) Hyneman, Charles. Bureacrasy in a Democracy. New York: Harper and Row, 1950. Marshal, Katherine. World Bank, Facts Finding Team Press Release. Jakarta: 20/9/1998. Mikesell, John L. Fiscal Administration: analysis and applications for the public sector. Homewood: Dorcey Press, 1982. Program Special Packagefor Social Sciences (SPSS) 10. Robbins, Stephen P. Organizational Behavior. Engelwood Cliffs: Prentice-Hall, 1993.
21
PENGARUH KEMAMPUAN MANAJEMEN, KECERDASAN EMOSIONAL, DAN KEPEMIMPINAN TERHADAP AKUNTABILITAS KEPALA SEKOLAH ( SURVEI DI SMP NEGERI JAKARTA SELATAN ) Oleh : Farida Hanum Lubis
Shibata, Tokue. Japan’s Public Sector; How the Government Is Financed. Tokyo: University of Tokyo Press, 1993. Turabian, Kate L. A Manual for Writers of Term Papers, Theses, and Dissertations. Chicago: The University of Chicago Press, 1973.
22
Wade, H.W.R. Administrative Law. Oxford: Clarendon Press, 1971. World Bank Report. Indonesia: Dimensions of Growth, March 1996. World Bank. Indonesia in Crisis, a macroeconomic update. Washington, DC: 1998.
Jurnal Manajemen & Bisnis Aliansi
MANAJEMEN PENGEMBANGAN UNIT USAHA SEKOLAH DALAM MENUMBUHKAN JIWA KEWIRAUSAHAAN PADA SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN (SMK) Oleh : Giran Budiarto ABSTRACT Education as tip of spear in preparation for man resource and needed nation resource to run after development step-up on industrial era. In menumbuhkan kewirausahaan’s soul student. schooled business unit development gets to help make ready that student have knowledge that gets to orient kewirausahaan, desirable professional labour by world job and effort. This research intent to know headmaster management in developmental schooled business unit for menumbuhkan kewirausahaan’s soul, one that is seen from performing and a variety action and policy that did by headmaster to schooled business unit step-up. Theory that melandasi is cognitive quality management, strategik’s management theory, education, vokasional’s theory, and kewirausahaan’s theory life path change . This research utilize diskriptif’s method with kualitatif’s approaching. This research is attributed to dig up data and information that gets bearing with schooled management, in menumbuhkan kewirausahaan’s soul on student via developmental schooled business unit. After been done research at drd schooled that, available special characteristic at schooled each deep collation programs kewirausahaan’s activity to student, particularly really been regarded by headmaster leadership, heterogenitas latar is personality learns, education supporter medium, and involvement stake holder to program school in common. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Proses pendidikan yang bermutu di dukung oleh faktor-faktor penunjang, seperti administrator, guru, konselor, staf tata usaha, dan staf profesional. maupun sarana prasarana, fasilitas, media, serta sumber belajar yang memadai, biaya yang mencukupi, manajemen yang tepat, lingkungan yang mendukung. Mutu bukan sesuatu yang statis, tetapi berubah, berkembang dan dinamis, Untuk mendukung pelaksanaan inovasi kurikulum di sekolah dalam situasi dan kondisi saat ini diperlukan bantuan orang lain yaitu seorang kepala sekolah yang memiliki kemampuan untuk mengarahkan, menggerakkan, memotivasi dan mengendalikan juga mengawasi segala kebutuhan guru, serta dapat menciptakan iklim sekolah yang menyenangkan. Untuk meningkatkan pelaksanaan inovasi kurikulum sekolah diperlukan secara optimal berbagai sumberdaya baik SDM, sarana prasarana, maupun dana.
Jurnal Manajemen & Bisnis Aliansi
Kepala sekolah sebagai pimpinan satuan pendidikan membutuhkan kemampuan dalam mengelola lembaga pendidikan, maupun manajerial yang baik, ketrampilan dalam mengarahkan, membimbing serta menjalankan aktivitas lembaga pendidikan sekolah. Kemampuan manajerial kepala sekolah sangat vital bagi seorang pemimpin, karena merupakan cerminan kepemimpinan kepala sekolah dalam menjalankan tugas serta fungsinya sebagai seorang pimpinan. Berkaitan dengan pendidikan, kondisi nasional sering dikeluhkan kurang tertanamnya jiwa kewirausahaan pada lembaga pendidikan terutama pada pengelola sekolah. Seperti diungkapkan Ciputra, (2007) yaitu : Mengharapkan lembaga pendidikan mampu menciptakan generasi muda yang memiliki jiwa kewirausahaan sehingga mereka bisa mengubah rongsokan menjadi emas. Selanjutnya Ciputra (Kompas, Rabu, 8 September 2004) menambahkan bahwa kebanyakan generasi muda tidak dibesarkan
23
MANAJEMEN PENGEMBANGAN UNIT USAHA SEKOLAH DALAM MENUMBUHKAN JIWA KEWIRAUSAHAAN PADA SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN (SMK) Oleh : Giran Budiarto
dalam budaya wirausaha sehingga ketika dewasa memiliki pola pikir untuk mencari kerja bukan mencipta kerja. Kewirausahaan adalah sikap dan perilaku wirausaha. Wirausaha ialah “orang yang inovatif, antisipatif, pengambil resiko, dan berorientasi laba (Kao, 1991: 14). Perilaku wirausaha merupakan aktivitas memadukan kepribadian, peluang, dana dan sumber daya yang terdapat pada lingkungan untuk mendapatkan keuntungan (Sudjana, 2004: 131). Ciri-ciri orang yang berjiwa kewirausahaan menurut (Sudjana, 2004: 53-55): (1) mempunyai visi, (2) kreatif dan inovatif, (3) mampu melihat peluang, (4) orientasi pada kepuasan konsumen atau pelanggan, (5) orientasi pada laba dan pertumbuhan, (6) berani menanggung resiko, (7) berjiwa kompetisi, (8) cepat tanggap dan gerak kompetisi, (8) cepat tanggap dan gerak cepat, (9) berjiwa sosial dengan menjadi dermawan dan berjiwa altruis. Unit Produksi merupakan salah satu kelompok belajar usaha yang dibangun sekolah untuk membina, mengarahkan serta memberikan keterampilan yang baik terhadap komponen sekolah. Salah satu kebijakan yang dapat membantu terwujudnya link and match adalah dengan mendirikan unit produksi di lembaga pendidikan SMK yang dapat dikelola secara baik. Pendirian Unit Produksi dimaksudkan untuk meningkatkan profesionalisme dalam menumbuhkan jiwa kewiraswastaan guru, staf, dan siswa. Alternatif ini diambil karena SMK mempunyai sumber daya manusia dan sarana yang tidak kalah dengan dunia kerja. Melalui penelitian Maruli (2008) yang mendapatkan minat untuk berwiraswasta di kalangan SMK Cimahi hanya 61 dari 500 orang seperti terlihat pada tabel berikut: Tabel 1.1 Minat Setelah Lulus SMK Cimahi Tahun 2008 Minat Setelah Lulus Jumlah Persentase (%) Minat Setelah Lulus
Jumlah
Persentase (%)
PNS
35
7
TNI/POLRI
27
5,4
Swasta
210
42
Wirausaha
61
12,2
Kuliah
97
19,4
Lain-lain
70
14
Jumlah
500
100%
Upaya yang dilakukan oleh pemerintah yaitu dilakukan kebijakan link and match. Sebagai realisasi dari kebijakan tersebut, maka telah dicanangkan konsep pendidikan dengan sistem ganda (PSG/Dual Base System). Pendidikan Sistem Ganda adalah bentuk penyelenggaraan pendidikan yang memadukan pendidikan sekolah dengan penguasaan keahlian yang diperoleh melalui kegiatan bekerja langsung di dunia kerja (Depdikbud,1994). Akar permasalah dalam penelitian ini adalah pemanfaatan unit usaha sekolah yang tidak optimal, dalam upaya menumbuhkan jiwa kewirausahaan lulusan di SMK. Pengelolan manajemen oleh kepala sekolah dirasa masih kurang, sehingga tidak memiliki dampak yang optimal terhadap tujuan pendidikan, Pengembangan unit usaha sekolah dapat membantu menyiapkan siswa memiliki wawasan yang berorientasi pada kewirausahaan. Pengembangan unit usaha sekolah merupakan perwujudan pendidikan yang baik terhadap siswa, mampu menanamkan jiwa kewirausahaan, sehingga akan mencetak lulusan yang mampu bersaing dalam dunia kerja maupun mandiri dengan berwirausaha. 2.
Identifikasi Masalah Berdasarkan uraian di atas penulis mengidentifikasi masalah sebagai berikut; a. Kepemimpinan kepala sekolah yang perlu ditingkatkan yang selama ini dirasa kurang oleh guru maupun siswa. b. Kurang tertanamnya jiwa kewirausahaan pada lembaga pendidikan khususnya Sekolah Menengah Kejuruan c. Kurangnya pemahaman unit usaha produksi yang merupakan salah satu kelompok belajar. d. Kurangnya jiwa wirausaha pada perilaku siswa. e. Kinerja yang ada perlu ditingkatkan lagi dengan pemberian reward agar guru mampu bekerja optimal f. Lingkungan kerja yang ada kurang memberikan kepuasan bagi guru maupun siswa. g. Kurangnya pemanfaatan unit usaha sekolah yang tidak optimal dalam menumbuhkan jiwa kewirausahaan 3.
Perumusan dan Pembatasan Masalah 1. Perumusan Masalah Berdasarkan gambar di bawah bahwa masukan atau ( input ) dalam hal ini Kebijakan, pendidikan, Program pendidikan-kurikulum, Personil: Kepala
Sumber: Maruli (2008)
24
Jurnal Manajemen & Bisnis Aliansi
MANAJEMEN PENGEMBANGAN UNIT USAHA SEKOLAH DALAM MENUMBUHKAN JIWA KEWIRAUSAHAAN PADA SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN (SMK) Oleh : Giran Budiarto
Sekolah, Guru, Staf TU,
1) Analisis faktor eksternal dan internal yang dilakukan oleh kepala sekolah dalam pengembangan unit usaha sekolah untuk menumbuhkan jiwa kewirausahaan di sekolah. 2) Rencana pengembangan unit usaha sekolah dalam pengembangan unit usaha di sekolah. 3) Pengorganisasian unit usaha sekolah yang dilakukan kepala sekolah 4) Pelaksanaan unit usaha sekolah yang dilaksanakan Kepala Sekolah dalam kegiatan kewirausahaan di sekolah 5) Evaluasi kegiatan unit usaha yang dilakukan kepala sekolah dalam kegiatan kewirausahaan di sekolah dalam kegiatan kewirausahaan di sekolah 6) Hasil yang dicapai dalam pengembangan unit usaha sekolah dalam kegiatan kewirausahaan di sekolah 7) Faktor pendorong dan menghambat kegiatan pengembangan unit usaha sekolah dalam kegiatan kewirausahaan sekolah.
Lingkungan sekolah, Lingkungan keluarga, masyarakat, lernbaga sosial, unit kerja, sarana dan prasarana, biaya dan siswa. Di dalam keseluruhan sistem maka input merupakan faktor yang sangat penting pula dan menentukan mutu lulusan yang dikehendaki, karena input inilah yang menentukan bagaimana proses pembelajaran itu akan terjadi di dalam diri siswa menjadi lulusan yang bermutu. 2.
4.
Pembatasan Masalah Banyak faktor yang mempengaruhi pengembangan unit usaha sekolah. dalam menumbuhkan jiwa kewirausahaan, oleh karena itu penelitian ini dibatasi pada factor manajemen yang diterapkan kepala sekolah dalam mengelola organisasi sekolah. Jiwa kewirausahaan sebagai bekal keterampilan serta proses pembelajaran di sekolah, maupun mutu lulusan bergantung pada manajemen sekolah yang diterapkan oleh kepala sekolah dalam mengelola dan mengatur sekolah. Oleh karena itu manajemen sekolah sangat memberikan dampak positif terhadap peningkatan jiwa kewirausahaan sebagai usaha pembekalan keterampilan terhadap peserta didik.
Tujuan dan Manfaat Penelitian a. Tujuan Penelitian Secara umum penelitian ini ditujukan untuk mengetahui manajemen kepala sekolah dalam pengembangan unit usaha sekolah mampu menumbuhkan jiwa kewirausahaan, sehingga siswa memiliki pengetahuan serta wawasan tentang kewirausahaan serta pengelaman bekerja dan memiliki cirri-ciri wirausaha b. Tujuan Khusus Tujuan khusus dalam penelitian ini untuk mengetahui :
Jurnal Manajemen & Bisnis Aliansi
c.
Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan menghasilkan dampak teori yang berkenaan tentang pengembangan dunia pendidikan pada umumnya dan pendidikan secara institusional (SMK) pada khususnya sebagai sebuah kelembagaan pendidikan yang memiliki peranan strategis dalam mencerdaskan kehidupan bangsa, dalam penerapan manajemen sekolah dan jiwa kewirausahaan melalui peningkatan peran unit usaha sekolah. 2. Manfaat Praktis Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan beberapa temuan penting sebagai masukan yang dapat dimanfaatkan oleh para pengelola, pengembangan, pelaksana lembaga pendidikan. Sebagai bahan evaluasi dan masukan bagi para pengelola Sekolah Menengah Kejuruan (SMK),
25
MANAJEMEN PENGEMBANGAN UNIT USAHA SEKOLAH DALAM MENUMBUHKAN JIWA KEWIRAUSAHAAN PADA SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN (SMK) Oleh : Giran Budiarto
khususnya SMK di Jakarta Barat untuk mengambil kebijakan dan langkah-langkah strategis dalam mewujudkan visi dan misi lembaga yang lebih professional. 3. Pertanyaan Penelitian Nilai-nilai yang dikembangkan dalam pendidikan kewirausahaan adalah pengembangan nilai-nilai dari ciri-ciri seorang wirausaha. Proses pengembangan nilai-nilai kewirausahaan merupakan sebuah proses panjang dan berkelanjutan dimulai dari awal peserta didik masuk sampai selesai dari suatu satuan pendidikan. Pendidikan kewirausahaan bertujuan untuk membentuk manusia secara utuh (holistik), sebagai insan yang memiliki karakter, pemahaman dan ketrampilan sebagai wirausaha. Manajemen pengembangan unit usaha sekolah di SMK telah mengacu pada acuan ideal, dalam arti mengacu pada teori manajemen. Hal ini berarti fungsi-fungsi manajemen, yang meliputi: Perencanaan, Pengorganisasian, Pelaksanaan, dan pengawasan dan evaluasi telah diimplementasikan pada kegiatan kewirausahaan melalui pengembangan unit usaha sekolah dengan mempertimbangkan daya dukung yang ada dan meminimalisir hambatan. Adapun output atau yang menjadi tujuan pengembangan unit usaha sekolah adalah agar siswa memiliki : (1) cirri-ciri wirausaha, tingkat ketrampilan dan etos kerja yang tinggi, (2) penguasaan kompetensi sesuai dengan program keahliannya, dan (3) sertifikasi dan siap memasuki lapangan pekerjaan, (4) mampu berkreasi dan berinovasi serta berani dalam pengambilan keputusan, (5) menanamkan sikap, dan mental sebagai seorang siswa yang siap menjadi lulusan yang bermutu.
26
Pertanyaan Penelitian Berdasarkan latar belakang masalah maka pertanyaan penelitiannya yang diajukan adalah: 1. Apa yang dilakukan dalam menganalisis factor eksternal dan internal pengembangan unit usaha sekolah untuk menumbuhkan jiwa kewirausahaan siswa?. 2. Bagaimana rencana pengembangan unit usaha dalam menumbuhkan jiwa kewirausahaan siswa?. 3. Bagaimana pengorganisasian pengembangan unit usaha dalam menumbuhkan jiwa kewirausahaan siswa?. 4. Apa yang dilakukan Kepala Sekolah dalam pengembangan unit usaha untuk menumbuhkan jiwa kewirausahaan siswa?. 5. Bagaimana evaluasi kegiatan pengembangan unit usaha dalam menumbuhkan jiwa kewirausahaan siswa?. 6. Apa hasil yang dicapai dalam pengembangan unit usaha dalam menumbuhkan jiwa kewirausahaan siswa?. 7. Bagaimana faktor pendorong dan menghambat kegiatan pengembangan unit usaha dalam menumbuhkan jiwa kewirausahaan siswa? LANDASAN TEORI 1. Kajian Pustaka a. Landasan Teologis Manajemen sekolah untuk menumbuhkan berjiwa kewiorausahaan, dilandasi secara teologis adalah Surat Ar – ad (13) (11)
( اا. )اﻟﺮﻋــﺪ.... ْ ﯿﱢـﺮ ُ ﻣـﺎ ﺑ ِـﻘ َـﻮ ْم ٍ ﺣ َــﺘ ﱠـﻰ ﻣ َ ـﺎﯾُـﻐ َــﯿّـ ِـﺮ ُ و ْا ب ِ◌ ِ ـﺎ َ ﻧ ْـﻔ ُــﺴ ِــﮭ ِـﻢ...... ان ّ اﻟﻠ ّ ــﮫ َ ﻻﯾـ ُـﻐـ َـ ....Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.... ( Ar-Ra’ad ; 11 Pendidikan adalah kegiatan untuk meningkatkan keterampilan dan pengetahuan siswa agar mereka mampu menghidupi dirinya sendiri dan memuliakan kehidupannnya. Dunia pendidikan pada intinya adalah kegiatan yang mengubah pola pikir dan karakter perserta didik agar sesuai dengan karakter sistem sosial yang diharapkan. b.
Landasan Filosofis Disertasi ini disusun dan dihubungkan atas dasar fondasi filsafat: pragmatisme. Pragmatisme berpandangan bahwa penentuan nilai suatu
Jurnal Manajemen & Bisnis Aliansi
MANAJEMEN PENGEMBANGAN UNIT USAHA SEKOLAH DALAM MENUMBUHKAN JIWA KEWIRAUSAHAAN PADA SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN (SMK) Oleh : Giran Budiarto
pengetahuan didasarkan pada kegunaan praktisnya dan dinilai berdasarkan apa yang memenuhi kepentingan subyektif individu, bukan pengakuan kebenaran obyektif dengan kriterium praktis. Filsafat pragmatisme menyatakan bahwa segala sesuatu dalam alam dan kehidupan adalah berubah (Mudyaharjo: 2002:235). Pragmatisme itu sendiri berarti hanya idea (pemikiran, pendapat, teori) yang dipraktekkanlah yang benar dan berguna (Tafsir; 1998:185). Menurut filsafat ini pendidikan adalah hidup, pertumbuhan sepanjang hidup, proses rekontruksi dan sebuah proses sosial. Tujuan pendidikan adalah memperoleh pengalaman yang berguna untuk memecahkan masalah-masalah baru dalam kehidupan perorangan dan bermasyarakat. Tujuan pendidikan tidak ditentukan dari luar kegiatan pendidikan, tetapi terdapat dalam setiap proses pendidikan. Oleh karena itu,tidak ada tujuan umum pendidikan atau tujuan akhir pendidikan.. c. 1.
Landasan Keilmuan Teori Manajemen Mutu Teori manajemen mutu dipelopori oleh Deming, Sailis. Menurut teori ini “manajemen mutu merupakan seperangkat prosedur proses untuk memperbaiki kinerja dan meningkatkan mutu kerja” (Ali, 2007:620). Manajemen mutu itu sendiri merupakan satu cara dalam mengelola suatu organisasi yang bersifat komprehensif dan terintegrasi yang diarahkan dalam rangka: 1) memenuhi kebutuhan pelanggan secara konsisten, dan 2) mencapai peningkatan secara terus menerus dalam setiap aspek aktivitas organisasi (Tenner dan De Toro, 1992). Manajemen mutu merupakan suatu sistem manajemen yang secara terus menerus mengusahakan dan diarahkan untuk meningkatkan kepuasan pelanggan dengan biaya murah. Teori manajemen yang dikemukakan Terry George R. (Alih Bahasa oleh Winardi, 1996) bahwa Manajemen merupakan sebuah proses yang khas, yang terdiri dari tindakan-tindakan perencanaan, pengorganisasian, menggerakkan dan pengawasan yang dilakukan untuk menentukan serta mencapai sasaran-sasaran yang telah ditetapkan melalui pemanfaatan sumber daya manusia serta sumber-sumber lain.
Jurnal Manajemen & Bisnis Aliansi
2.
Teori Manajemen Strategik Manajemen strategis menawarkan banyak model. Model yang cukup baik, sederhana, mudah dilaksanakan, dan masuk akal yang sering digunakan adalah model manajemen strategik Hunger dan Wheelen. “Mereka membagi proses manajemen strategis menjadi 4 langkah atau 4 elemen dasar, yaitu (1) pemindaian lingkungan, (2) formulasi strategi, (3) implementasi strategi, serta (4) evaluasi dan pengawasan
3.
Teori Pendidikan Nana S. Sukmadinata (1997) mengemukakan 4 (empat ) teori pendidikan, yaitu : 1) Pendidikan klasik Teori pendidikan klasik berlandaskan pada filsafat klasik, seperti Perenialisme, Eessensialisme, dan Eksistensialisme dan memandang bahwa pendidikan berfungsi sebagai upaya memelihara, mengawetkan dan meneruskan warisan budaya. Teori ini lebih menekankan peranan isi pendidikan dari pada proses. Isi pendidikan atau materi diambil dari khazanah ilmu pengetahuan yang ditemukan dan dikembangkan para ahli tempo dulu yang telah disusun secara logis dan sistematis. Dalam prakteknya, pendidik mempunyai peranan besar dan lebih dominan, sedangkan peserta didik memiliki peran yang pasif, sebagai penerima informasi dan tugas-tugas dari pendidik. 2) Pendidikan pribadi Teori Pendidikan ini bertolak dari asumsi bahwa sejak dilahirkan anak telah memiliki potensi-potensi tertentu. Pendidikan harus dapat mengembangkan potensi-potensi yang dimiliki peserta didik dengan bertolak dari kebutuhan dan minat peserta didik. Dalam hal ini, peserta didik menjadi pelaku utama pendidikan, sedangkan pendidik hanya menempati posisi kedua, yang lebih berperan sebagai pembimbing, pendorong, fasilitator dan pelayan peserta didik.
27
MANAJEMEN PENGEMBANGAN UNIT USAHA SEKOLAH DALAM MENUMBUHKAN JIWA KEWIRAUSAHAAN PADA SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN (SMK) Oleh : Giran Budiarto
3)
4)
4.
28
Teori pendidikan pribadi menjadi sumber bagi pengembangan model kurikulum humanis. yaitu suatu model kurikulum yang bertujuan memperluas kesadaran diri dan mengurangi kerenggangan dan keterasingan dari lingkungan dan proses aktualisasi diri. Kurikulum humanis merupakan reaksi atas pendidikan yang lebih menekankan pada aspek intelektual (kurikulum subjek akademis). Teknologi pendidikan Teknologi pendidikan yaitu suatu konsep pendidikan yang mempunyai persamaan dengan pendidikan klasik tentang peranan pendidikan dalam menyampaikan informasi. Namun diantara keduanya ada yang berbeda. Dalam teknologi pendidikan, lebih diutamakan adalah pembentukan dan penguasaan kompetensi atau kemampuan-kemampuan praktis, bukan pengawetan dan pemeliharaan budaya lama. Dalam teori pendidikan ini, isi pendidikan dipilih oleh tim ahli bidangbidang khusus, berupa data-data obyektif dan keterampilan-keterampilan yang yang mengarah kepada kemampuan vocational . Isi disusun dalam bentuk desain program atau desain pengajaran dan disampaikan dengan menggunakan bantuan media elektronika dan para peserta didik belajar secara individual. Pendidikan Interaksional Pendidikan interaksional yaitu suatu konsep pendidikan yang bertitik tolak dari pemikiran manusia sebagai makhluk sosial yang senantiasa berinteraksi dan bekerja sama dengan manusia lainnya. Pendidikan sebagai salah satu bentuk kehidupan juga berintikan kerja sama dan interaksi. Dalam pendidikan interaksional menekankan interaksi dua pihak dari guru kepada peserta didik dan dari peserta didik kepada guru.
Teori Vokasional Teori Vokasional Donald Super Pendidikan vokasional merupakan penggabungan antara teori dan praktik secara seimbang dengan orientasi pada kesiapan kerja lulusannya. Kurikulum dalam pendidikan
vokasional, terkonsentrasi pada sistem pembelajaran keahlian (apprenticeship of learning) pada kejuruan-kejuruan khusus (specific trades). Kelebihan pendidikan vokasional ini, antara lain, peserta didik secara langsung dapat mengembangkan keahliannya disesuaikan dengan kebutuhan lapangan atau bidang tugas yang akan dihadapinya. Pendidikan kecakapan hidup merupakan isu sentral dalam pelayanan pendidikan. Hal tersebut merupakan jembatan penghubung antara penyiapan peserta didik di lembaga pendidikan dengan masyarakat dan dunia kerja. Menurut konsepnya, kecakapan hidup dapat dibagi menjadi dua jenis utama, yaitu: Kecakapan hidup generik (generic life skill/GLS), dan Kecakapan hidup spesifik (specific life skill/ SLS). Masing-masing jenis kecakapan itu dapat dibagi menjadi sub kecakapan. Kecakapan hidup generik terdiri atas kecakapan personal (personal skill), dan kecakapan sosial (social skill). Kecakapan personal mencakup kecakapan dalam memahami diri (self awareness skill) dan kecakapan berpikir (thinking skill). 5. Teori Kewirausahaan Life Path Change Menurut Shapero dan Sokol (1982) dalam Sundjaja (1990), tidak semua wirausaha lahir dan berkembang mengikuti jalur yang sistematis dan terencana. Banyak orang yang menjadi wirausaha justru tidak melalui proses yang direncanakan. Antara lain disebabkan oleh: 1) Negative displacement Seseorang bisa saja menjadi wirausaha gara-gara dipecat dari tempatnya bekerja, tertekan, terhina atau mengalami kebosanan selam bekerja, dipaksa/ terpaksa pindah dari daerah asal. Atau bisa juga karena sudah memasuki usia pensiun atau cerai perkawinan dan sejenisnya.. 2) Being between things Orang-orang yang baru keluar dari ketentuan, sekolah, atau penjara, kadangkala merasa seperti memasuki dunia baru yang belum mereka mengerti dan kuasai. Keadaan ini membuat mereka seakan berada di tengah-tengah dari dua dunia yang berbeda, namun mereka tetap harus berjuang menjaga kelangsungan hidupnya.
Jurnal Manajemen & Bisnis Aliansi
MANAJEMEN PENGEMBANGAN UNIT USAHA SEKOLAH DALAM MENUMBUHKAN JIWA KEWIRAUSAHAAN PADA SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN (SMK) Oleh : Giran Budiarto
3)
Having positive pull Terdapat juga orang-orang yang mendapat dukungan membuka usaha dari mitra kerja, investor, pelanggan, atau mentor. Dukungan memudahkan mereka dalam mengantisipasi peluang usaha, selain itu juga menciptakan rasa aman dari risiko usaha.
4.
METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan dalam pemecahan masalah yang diteliti adalah metode diskriptif dengan pendekatan kualitatif, hal ini didasarkan kepada rumusan masalah penelitian di mana penelitian ini ditujukan untuk menggali data dan informasi yang berkaitan dengan manajemen sekolah, dalam menumbuhkan jiwa kewirausahaan pada peserta didik melalui pengembangan unit usaha sekolah.. Sedangkan untuk menjawab permasalahan secara teoritis digunakan studi kepustakaan dengan harapan penganalisaan terhadap beberapa variabel yang menjadikan faktor penelitian menjadi lebih akurat, sumber data penelitian adalah para kepala sekolah, guru dan staf yang ada di SMK yang diteliti dalam penelitian ini. Teknik pengumpulan data yang peneliti gunakan adalah : 1) observasi, 2) wawancara, 3) stusi dokumentasi. Sumber data dalam penelitian ini terdiri dari semua personil yang memberikan informasi untuk kelengkapan data yang diperlukan.
5.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANNYA Pengembangan unit usaha sekolah dimulai dari; 1. Kepala sekolah sebelum menyusun program kegiatan terlebih dahulu menganalisis faktorfaktor eksternal maupun internal untuk mengetahui kekuatan maupun kelemahan yang dimiliki. 2. Kepala sekolah membuat perencanaan program pengembangan unit usaha sekolah yang dibuat menjadi program jangka pendek atau tahunan, program jangka menengah, dan program jangka panjang, yang diimplementasikan dalam bentuk kegiatan kurikuler, ekstrakurikuler, dan ko kurikuler. 3. Pengorganisasian kegiatan kewirausahaan di SMK dilakukan dengan cara membagi tugas, wewenang dan tanggung jawab guru maupun pegawai. Kepala sekolah dibantu wakil-wakil kepala sekolah dan ketua jurusan masing-masing mempunyai tugas dan kewenangannya.
Jurnal Manajemen & Bisnis Aliansi
6.
Pelaksanaan kegiatan pengembangan unit usaha sekolah kepala sekolah berupaya; a. Mengembangkan unit produksi sekolah b. Merancang pembentukan regional centre (RC) c. Pengembangan sumber daya manusia d. Pengembangan dan sosialisasi program e. Meningkatkan pemenuhan sarana prasarana Evaluasi yang dilakukan kepala sekolah terhadap kegiatan kewirausahaan meliputi : a. Penilaian terhadap kecakapan dan kepribadian guru b. Melakukan penilaian keberhasilan guru mengajar c. Penilaian dalam proses belajar mengajar d. Kepala sekolah mengumpulkan, mengorganisir, dan menganalisis data kegiatan kewirausahaan sebagai bahan pengambilan keputusan berikutnya. Pembahasan hasil penelitian mengenai evaluasi dan pengawasan pembelajaran kelompok belajar usaha akan dititikberatkan pada (1) Waktu Pelaksanaan Evaluasi dan Pengawasan, (2) Hal-hal yang dievaluasi dan Pengawasan, (2) Hal-hal yang dievaluasi dan diawasi, (3) Alasan dan Tujuan diadakan Evaluasi dan Pengawasan, (4) Tindak lanjut dari Hasil Evaluasi dan Pengawasan. Hasil yang dicapai dalam kegiatan pengembangan kewirausahaan antara lain : a. Komitmen guru meningkat, terlihat tidak ada guru maupun pegawai yang terlambat masuk dan pulang tepat waktu. b. Motivasi guru dan siswa meningkat, terbukti semangat belajar mengajar di dalam cukup antusian dan kondusif, guru memiliki kebebasan untuk berimprofisasi dan berinovasi dalam proses pembelajarannya di dalam kelas maupun dalam Unit Produksi (UP).. Guru lebih profesional dalam menangani semua permasalahan yang berkaitan dengan anak. Misalnya guru lebih memahami masingmasing perkembangan jiwa anak. Keberhasilan kegiatan pengembangan kemandirian serta kewirausahaan dalam sekolah bergantung terhadap kualitas dan profesionalisme seorang guru. Efisiensi yang diukur dengan ketepatan dalam melaksanakan tugas, terutama dalam melaksanakan kegiatan proses pembelajaran di dalam kelas.
29
MANAJEMEN PENGEMBANGAN UNIT USAHA SEKOLAH DALAM MENUMBUHKAN JIWA KEWIRAUSAHAAN PADA SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN (SMK) Oleh : Giran Budiarto
7.
30
Adapun yang menjadi faktor pendorong meliputi: a). Komitmen kepala sekolah cukup tinggi, semua program dilaksanakan dengan baik, b). Guru memiliki kualifikasi pendidikan yang baik, bahkan ada beberapa guru yang sudah berpendidikan S2, c). Raw input siswa cukup tinggi, hal ini dapat dilihat jumlah pendaftar setiap tahunnya selalu meningkat, d). Kemauan untuk maju dapat dorongan dari warga sekolah b). Dukungan Kepala Sekolah. Sedangkan yang menjadi penghambat antara lain :a). Sumber dana belum mencukupi untuk semua kegiatan operasional, b).Manajemen sekolah belum optimal, c). tidak semua perusahaan mau diajak kerjasama. Dampak dari implementasi kepala sekolah dalam kegiatan kewirausahaan di sekolah antara lain : 1) Rasa percaya diri setiap guru akan kemampuan dirinya semakin tumbuh berkembang sebagai akibat dari kepercayaan yang diberikan oleh pimpinan terhadap individu guru dalam berimpropisasi dan berinovasi di dalam kelas. 2) Tumbuh sifat kemandirian dari para guru. Hasil yang sukses yang dilaksanakan oleh guru, mendapatkan apresiasi yang bagus oleh kepala sekolah dalam berbagai aspek kegiatan di sekolah, baik kegiatan yang dilakukan di dalam kelas terhadap proses pembelajaran maupun kegiatan kewirausahaan yang dilaksanakan berakibat tumbuh sifat mandiri dalam setiap individu guru. 3) Kesempatan kepada guru untuk mengembangkan diri cukup tinggi. Karena guru-guru diberi kepercayaan dan kebebasan oleh kepala sekolah untuk mengembangkan diri sendiri (memberdayakan diri) melalui proses pembelajaran di dalam kelas dan di luar kelas. 4) Tumbuh rasa tanggung jawab terhadap tugas pokoknya. Tugas pokok dan fungsi (tupoksi) guru antara lain merencanakan, melaksanakan, mengevaluasi dan
5)
6)
7)
8)
mengadakan tindak lanjut dari hasil evaluasi berupa remedial pembelajaran atau pengayaan. Bagi siswa yang belum memenuhi kompetensi diadakan remedial tetapi bagi siswa yang telah mencapai kompetensi diadaakan pengayaan. Meningkatkan rasa cinta dan kasih sayang terhadap anak didiknya. Rasa cinta kasih sayang guru terhadap siswanya terjadi apabila setiap individu guru sering memberikan bimbingan dan pengarahan dalam proses pembelajaran bagi siswanya baik di dalam kelas maupun di luar kelas, terutama bagi siswa yang mengalami kesulitan dalam pembelajarannya. Meningkatkan rasa memiliki terhadap lembaganya (Sence of Belonging). Seorang guru akan merasa memiliki terhadap lembaganya apabila pimpinannya dalam hal ini kepala sekolah sering memberikan kepercayaan dan kewenangan bagi stafnya dalam hal ini kepada guru. Meningkatkan loyalitas dan dedikasi terhadap pimpinan. Loyalitas guru terhadap lembaga akan tumbuh subur apabila guru sering diberi tugas dan tanggung jawab serta diadakan pengawasan terhadap tugas yang telah diberikannya dalam melaksanakan tugas tertentu, Meningkatkan motivasi untuk meningkatkan mutu pendidikan Meningkatkan kompentensi Siswa Unit Produksi sekolah (UP) yang diajarkan siswa akan mendapatkan pengetahuan dan pengalaman yang baik, mampu memberikan semangat untuk berwirausaha setelah menyelesaikan studinya, meningkatkan kemandirian, dan kemampuan untuk menganalisis dan mampu bersaing, berani berinovasi dalam menghasilkan produk yang baik dan berkualitas sesuai dengan harapan dunia usaha dan dunia industry (DUDI).
Jurnal Manajemen & Bisnis Aliansi
MANAJEMEN PENGEMBANGAN UNIT USAHA SEKOLAH DALAM MENUMBUHKAN JIWA KEWIRAUSAHAAN PADA SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN (SMK) Oleh : Giran Budiarto
SIMPULAN A. Umum Berdasarkan hasil temuan empiris di lapangan berkenaan dengan pelaksanaan kegiatan kewirausahaan terhadap anak didik di sekolah yang menjadi objek penelitian dalam meningkatkan mutu pendidikan dalam Sekolah Menengah Kejuruan ( SMK ) Sekolah Menengah Kejuruan ( SMK ) terdapat karakteristik khusus dalam penyusunan program kewirausahaan terhadap siswa. Pembagian kerja oleh kepala sekolah dan pendelegasian wewenang dan tugas serta tanggung jawab secara rinci dan peran setiap wakil kepala sekolah berdasarkan musyawarah. Dalam penyusunan program kegiatan kewirausahaan terhadap siswa, terutama sangat dipengaruhi oleh kepemimpinan Kepala Sekolah, heterogenitas latar kepribadian guru, sarana penunjang pendidikan, dan keterlibatan stake holder terhadap program sekolah secara umum. B. a.
b.
c.
d.
e.
Khusus Secara khusus dapat disimpulkan sebagai berikut: Kegiatan pengembangan unit usaha sekolah , kepala sekolah menganalisis factor eksternal maupun internal untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan yang dimiliki oleh sekolah dalam penyusunan program perencanaan. Kepala sekolah setiap awal tahun pelajaran menyusun program kerja meliputi, program tahunan, program semester yanhg dituangkan ke dalam program jangka pendek / tahunan, jangka menengah, dan jangka panjang. Program-program tersebut diimplementasikan ke dalam kurikuler, ko kurikuler, dan ekstra kurikuler. Keunggulan dalam proses perencanaan kegiatan program kewirausahaan, antara lain; adanya visi, misi dan tujuan sekolah sehingga pengelolaan kegiatan kewirausahaan mengacu pada visi sekolah. Pengorganisasian kegiatan program kewirausahaan terlihat adanya struktur organisasi yang dilengkapi dengan uraian tugas dan tanggung jawab, sehingga pengelompokkan unsur-unsur yang terlibat, orang-orang, alat-alat, tugas wewenang. Kepala sekolah melaksanakan kegiatan kewirausahaan secara terjadwal secara teratur, terarah dan berkesinambungan dengan menunjukkan hasil yang menggembirakan, sehingga terjadi perubahan sikap dan
Jurnal Manajemen & Bisnis Aliansi
pengetahuan dari siswa yang mengikuti kegiatan kewirausahaan. Siswa lebih menunjukkan sikap kemandirian, kedisiplinan dan berani berinovasi, semangat belajar, dan memiliki tanggung jawab yang tinggi termasuk guru dalam membimbinmg siswa.. f. Kepala sekolah secara rutin mengadakan evaluasi setiap satu semester meliputi kegiatan kecakapan dan kepribadian guru, keberhasilan proses belajar mengajar kewirausahaan. Penilaian Prakerin ditunjang oleh saluran komukasi formal dan informal di antar pihakpihak yang terlibat dalam kgiatan pengembangan unit usaha sekolah serta perangkat penujnjang lainnya. Penilaian kegiatan yang dilaksanakan melalui uji kompetensi berpedoman pada standar kompetensi secara berkala Sifat-sifat kewirausahaan tercermin pada siswa yang sedang mengikuti Prakerin, hal ini bisa dilihat dari kemampuan siswa dalam melakukan sesuatu, tidak cepat merasa puas, berani mengambil resiko, dan berkompetetif untuk mendapatkan hasil yang terbaik. g. Adapun dampak kegiatan kewirausahaan yang dilaksanakan di sekolah, terungkap bahwa guru dalam proses pembelajaran menunjukkan peningkatan kearah yang lebih baik, dilihat dari mulai tahap persiapan secara administratif, pelaksanaan proses bimbingan pembelajaran di kelas, pelaksanaan sistim penilaian, termasuk dilaksanakan remedial dan pengayaan bagi peserta didik. Intensitas kehadiran baik guru, pegawai maupun siswa meningkat, walaupun masih perlu usaha dan teknik yang lebih baik yang harus dilakukan terutama ditujukan kepada guru dalam mengelola kewirausahaan.. h. Adapun faktor pendorong dalam pelaksanaan kewirausahaan adalah; 1). Kepala sekolah memiliki kepemimpinan yang baik. 2). Adanya motivasi yang tinggi dari guru dalam proses belajar mengajar. 3). Minat siswa yang baik untuk memberikan perubahan pada sikap dan kepribadian sebagai siswa yang memiliki jiwa kewirausahaan. Terdapat peluang untuk meningkatkan kualitas kemampuan professional kepala sekolah dan tenaga kependidikan lainnya. Sedangkan factor yang menjadi kelemahan dan tantangan untuk pelaksanaan kegiatan kewirausahaan adalah; 1) jenis dan jenjang serta karakteristik peserta didik. 2). Motivasi guru yang masih rendah. 3). Rendahnya keterlibatan orang tua peserta didik. 4). Lemahnya
31
MANAJEMEN PENGEMBANGAN UNIT USAHA SEKOLAH DALAM MENUMBUHKAN JIWA KEWIRAUSAHAAN PADA SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN (SMK) Oleh : Giran Budiarto
koordinasi dengan pengawas pembina sekolah. Sedangkan factor penghambat, meliputi sarana prasarana masih dirasakan kurang, sumbangan dana dari orang tua murid setiap bulannya belum optimal disebabkan sebagian besar social ekonominya berasal dari kalangan menengah ke bawah. C. 1.
2.
3.
4.
D. 1.
Implikasi Berkoordinasi dan menjalin kemitraan yang baik dengan tim ahli atau pihak ketiga ( dunia industry dan usaha ) Meningkatkan dan mengembangkan kemampuan professional guru yang telah dimiliki Melakukan perbaikan dan peningkatan dari berbagai segi melalui kegiatan peningkatan kualitas kurikul;um. Sekolah Menengah Kejuruan ( SMK ) sebagai sekolah praktis programnya diarahkan untuk mencetak tenaga ahli agar lulusannya memiliki ketrampilan.
Rekomendasi Kepala sekolah perlu suatu kebijakan pengembangan untuk menanggulangi rasio guru dengan jumlah guru yang tidak sesuai, dan penempatan guru harus sesuai dengan latar belakang pendidikannya. 2. Guru perlu melakukan penyusunan program pengembangan yang aktual dengan memperhatikan langkah-langkah pendahuluan, meliputi analisis kebutuhan, penetapan tujuan, materi program, dan prinsip pembelajaran yang akan dikembangkan untuk mencapai sasaran dalam kegiatan kewirausahaan. Penetapan sasaran program hendaknya mengacu pada perubahan dan kepentingan dunia usaha, yang disesuaikan dengan konsep pendidikan. 3. Bagi Lembaga Pelatihan atau penyelenggara pelatihan khususnya pelatihan Kurikulum Berbasis Kompetensi untuk senantiasa mengembangkan metoda dan strategi pelatihan yang lebih mengacu kepada paradigma pembelajaran KTSP (seperti pengalokasian waktu, memilah materi esensial, memilih pemateri penyediaan sarana dan fasilitas serta mempertimbangkan level peserta berdasarkan kemampuan dan kebutuhannya. 4 Bagi pihak MGMP diharapkan dapat memanfaatkan hasil penelitian ini untuk menindaklanjutinya dalam pembinaan guru-guru
32
5.
di kota Jakarta Barat khususnya dalam pemahaman dan implementasi kegiatan kewirausahaan bagi peserta didik dengan tujuan menghasilkan lulusan yang memiliki jiwa wirausaha. Bagi Pihak Dinas Pendidikan, diharapkan dapat memanfaatkan hasil penelitian ini untuk mengevaluasi efektifitas program kegiatan kewirausahaan yang telah diselenggarakan baik dari sisi materi, metode maupun monitoring dalam mengimplementasikannya. diharapkan penelitian ini dapat dijadikan bahan penelitian dan pengembangan selanjutnya mengenai kinerja guru kaitannya dengan implementasi KTSP.
DAFTAR PUSTAKA Ahmad, J. (1989), Pola dan Program Manajemen Pendidikan, Yogyakarta: Airlangga Ahmadi, A. (1980), Didaktik Metodik, Semarang: Toha Putra Ali, M. (1987). Penelitian Kependidikan Prosedur dan Strategi. Bandung Alisjahbana, (1966), Beberapa Pendekatan Pendidikan, Bandung: Alfabet Alsa, C. (2003), Prosedur Penelitian, Bandung: Angkasa Anwar, Q. (2001). Strategi Pendidikan Nasional dalam Era Globalisasi dan Otonomi Daerah. Jakarta: UHAMKA Press. Arikunto, S. (1992). Prosedur Penelitian, Suatu pendekatan Praktek. Jakarta:Rineka Cipta Bishop, M. (1989), Education Management, London: Penguin Books Bogdan, R. dan Biklen. (1982). Qualitative Research for Education An Introduction to Theory and method. Boston: Allynad Bacon Inc. Book, J.C. (1985), A New Perspective of Education, London: Penguins Book Inc. Buchari Alma. (2003). Kewirausahaan. Bandung: Alfabeta. Cheng, Yin Cheong. (1996). School Effectiveness and School-Based Management: A Mechanism for Development. London: The Falmer Press. Daulay, H. (2001), Manajemen Pendidikan Islam, Bandung: Tarsito Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1995), Manajemen Sekolah, Jakarta: Depdiknas. (2007). Kewirausahaan Sekolah. materi
Jurnal Manajemen & Bisnis Aliansi
MANAJEMEN PENGEMBANGAN UNIT USAHA SEKOLAH DALAM MENUMBUHKAN JIWA KEWIRAUSAHAAN PADA SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN (SMK) Oleh : Giran Budiarto
diklat pembinaan kompetensi calon kepala sekolah/kepala sekolah). Jakarta. Edmonds,R.(1979).Effective School for the urban poor .Educational Ledership,40(3),4-11. Engkoswara. (2001). Membina Indonesia Merdeka Melalui Pendidikan. Bandung: Yayasan Amal Keluarga. Everard, K.B., and Morris, Geoffrey. (1996). Effective School Management, London : Paul Chapman Publishing Ltd. Fadjar, H. (1998), Fungsi-fungsi Pendidikan, Jakarta: Bina Aksara Fattah, N. (2000), Manajemen Berbasis Sekolah, Bandung: Andira. Gaffar, F. (1989), Perencanaan Pendidikan, Jakarta: Depdikbud. Gerstmer, L. V. (1995), Reinventing Education, New York: Hartcourt Berkovich Glueck, W.F. (1984), Management of Strategy Aplication, New York: Hartcourt Berkovich Goetsch, L. David and Davis B. Stanley. (2006). Quality Management: Introduction to Total Quality Managemen For Production, Processing and Service. New Jersey: Pearson Education. Inc. Hamalik, O.(2007). Manajemen Pengembangan Kurikulum, Bandung: Remaja Rosdakarya. Hartanto (1999), Penerapan Balanced Score Card, Yogyakarta: Andi Hayat, B. (2001), Pembaharuan Kebijakan Pendidikan, Jakarta: Depdikbud Hendayaningrat, R. (1995), Manajemen dan Fungsi-Fungsinya, Bandung: Tarsito. Hendiwardani, B. (2000), Penerapan Manajemen Strategik, Bandung: Tarsito Houston Jhon. (1983). Motivation. New York : Mac Graw-Hill Kagahusha ltd. Husein mahmood (1993). Kepimpinan dan kebersanan sekolah, kuala lompur,Dewan bahasa dan pustaka. Ibrahim mamat (1988). pengetua sekolah menangani isu dan cabaran kepimpinan.kuala lumpur;kumpulan budiman sdn bhd Imron, A. (1996). Kebijaksanaan Pendidikan di Indonesia; Proses, Produk dan Masa Depannya. Jakarta: Bumi Aksara. Ishikawa, Kaoru (1990, 2001) Introduction to Quality Control. California;: University of California Press. Iskandar, (2008), Metodolodi Penelitian Pendidikan dan Sosial (Kualitatif dan Kuantitatif) , Jakarta: Gaung Persada Press.
Jurnal Manajemen & Bisnis Aliansi
J.Winardi, 2008. Entrepreneur dan Entrepreneurship. Jakarta, PT RajaGrafindo. Jakarta : Salemba Empat Jamal, H. L. dan Idris, H. Z. (1992). Pengantar Pendidikan, Jakarta: PT. Rineka Cipta Kaplan, R.S. dan Norton (1996), Using the Balanced Scorecard as A Strategic Management System, London: Harvard Business Review Knezevich, S. (1990). Administration of Public Education: A Source Book for the Leadership and Management of Education Institution. New Jersey: Prentice-hall. Komaruddin. (1979). Ensiklopedi Manajemen. Jakarta. Bumi Aksara. Lincoln, Y. S. dan Guba, (1990), Naturalistic Inquiry, Beverly Hills: SAGE Publications. Locke, M. dkk. (1993), Penelitian Kualitatif (terj.), Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada Longenecker, Justin G., et al. (2000). Kewirausahaan: Manajemen Usaha Kecil. Mason, J. (1994), The Future Education, London: Bantam Classic Meredith, Geoffrey G. (2002). Kewirausahaan: Teori dan Praktek. Jakarta : PPM Miles E. dan Huberman (1992), Research Method: An Introduction, London: Penguin Books Moh. Nazir. (1988). Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia. Moleong Lexy J. (2001). Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya. Moleong, L. (2000), Metodologi Penelitian Kualitatif, Rosdakarya, Jakarta Mukhopadhyay, (1990), Pembinaan Profesional Guru Sekolah Dasar, Jakarta : Departemen Pendidikan Mukhopadhyay. (1988), Metode Kualitatif Naturalistik, Bandung: Tarsito. Mulyasa, E. (2002), Manajemen Berbasis Sekolah, Bandung: Remaja Rosdakarya. Nasution, S. (1988). Metode Research. Jakarta : Bumi Aksara Nasution, S. (2004), Pembinaan Profesional Guru Sekolah Dasar, Jakarta : Departemen Pendidikan Natsir, M. (1973), Manajemen Pendidikan, Jakarta: Bumi Ak Nawawi, Hadari. (1984). Organisasi Sekolah dan Pengelolaan Kelas. Jakarta: Gunung Agung Nisjar, K. (1997), Manajemen Strategik: Sebuah Pengantar, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia nomor 13 tahun 2007 tentang: Standar
33
MANAJEMEN PENGEMBANGAN UNIT USAHA SEKOLAH DALAM MENUMBUHKAN JIWA KEWIRAUSAHAAN PADA SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN (SMK) Oleh : Giran Budiarto
Kepala Sekolah/Madrasah, Biro Hukum dan Organisasi Departemen Pendidikan Nasional. Pidarta, J. (1997), Manajemen Kependidikan, Jakarta: Rineka Cipta Poewadarminta, WJS. (1976), Kamus Besar Bahasa Indonesia, Surabaya : Usaha Profesional, Bandung: Angkasa. Postman, N. (2002), Persoalan-persoalan dalam Dunia Pendidikan (terj), Jakarta: Rineka Cipta Rangkuti, F. (2000). Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Razik, E. dan Swanson (1995), The Productive Education, New york: Hartcourt Berkovich S. P. Siagian. (1999).Manajemen Strategik. Jakarta : Bina Aksara, Sadono Sukirno, 1985. Ekonomi Pembangunan: Proses, Masalah, dan Dasar Kebijaksanaan. Jakarta, Lembaga Penerbit FE-UI dengan Bima Grafika. Sadono Sukirno, 2001. Pengantar Teori Makro Ekonomi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Saladin, D. (1990). Strategi dan Kebijakan Pendidikan. Bandung: Ganeca Exact Salusu. J. (1996). Pengambilan Keputusan Strategik untuk Organisasi. Jakarta: PT. Gramedia. Samana, A. (1998), Profèsionalisme Keguruan, Bandung: Angkasa. Siagian, S.P. (1995), Sistem Informal Untuk Pengambilan Keputusan, Jakarta: C.V. Hajimas Agung. Sidi, A. (2000), Upaya Peningkatan Mutu Pendidikan, Jakarta: Gema Insani Press Slameto.(1995), Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cip Soepardi, D. (1988), Ruang Lingkup Manajemen Pendidikan, Jakarta: Gema Insani Press. Soewarno. (1996). Manajemen Stratejik, Konsep dan Kasus. Yogyakarta Tiara Wacana. Stewart, A.(2000), Psikologi Organisasi, Konsep Dasar dan Penerapannya (terj.), Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada Strauss, L. dan Corbin (1990), Qualitative Research Method, New York: Hartcourt Berkovich Sudarsono, (2001). Ilmu Filsafat Suatu Pengantar,
34
Rineka Cipta, Jakarta. Sudjana, Nana. (2000). Manajemen Program Pendidikan, Untuk Pendidikan Luar Sekolah dan Pengembangan Sumber Daya Manusia. Bandung: Falah. Sudjana. (1989). Metoda Statistika. Bandung: Tarsito. Suganda, D (2001) Pembinaan Kemampuan Profesionalisme Guru Mata Pelajaran Ekonorni SMP se-Kota Bandung, Bandung : Skripsi Jurusan Sukmadinata, N.S. (2007). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya. Sukmadinata. N.S., (2007). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Sumanto, W. (1995), Psikologi Pendidikan, Jakarta: Rineka Cipta Surakhmad Winarno. (1994). Dasar-dasar Teknik Reaseach :Pengantar Metodologi Ilmiah. Bandung : Tarsito. Surakhmad, W. (1986), Pengantar Penelitian Ilmiah Dasar, Metoda dan Teknik, Bandung: Tarsito Suryana. (2003). Kewirausahaan: Pedoman Praktis, Kiat dan Proses Menuju Sutisna, O (1993). Administrasi Pendidikan, Dasar Teoritis untuk Praktek Sukses. Jakarta: Salemba Empat Tim Penyusun (2000), Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Laporan Buku, Makalah, dan Skripsi), Bandung: IKIP Toha, Miftah, (1986). Kepemimpinan Dalam Manjemen, Jakarta: Rajawali. Umaedi. (1999). Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis sekolah. Jakarta : Depdikbud, Undang-undang Republik Indonesi Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Bandung: Citra Utama. Usman, U.(1989), Proses belajar Mengajar, Bandung : CV. Mitratama. Winardi. (1986). Azas-azas Manajemen. Bandung: Alumni.
Jurnal Manajemen & Bisnis Aliansi
MODEL MANAJEMEN PEMBELAJARAN PORTOPOLIO PELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN (PPKN) UNTUK PENINGKATAN DAYA KRITIS SIWA DI SMP N 2 TELUK JAMBE KABUPATEN KARAWANG Oleh : Enjang Sudarman ABSTRACT Learning management portfolio in the learning process carried out to improve the performance of teachers in realizing the goals of education. Implementation of the portfolio based approach to learning system that is student as input, the learning process is supported by instrumental factors include; kurilukulum, teachers, infrastructure and environmental factors as well as environmental not human. Research methods by used Action Research with purposive sampling number of 42 students in the SMPN 2 East Telukjambe district. Action research is done on the learning process starts from the planning, implementation, evaluation and reflection. The results showed that the model can improve the learning management portfolio of critical power students by 31 points. Keywords : management, learning, portfolios, students’ critical power. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manajemen pembelajaran akan bermanfaat bagi guru di kelas dalam kegiatan mengatur, mengorganisasi semua komponen pembelajaran yang meliputi tujuan, bahan pelajaran, kegiatan belajarmengajar, metode, alat dan sumber, serta evaluasi diperankan secara optimal guna mencapai tujuan pengajaran yang telah ditetapkan. Melalui manajemen pembelajaran dapat menciptakan suasana dan kondisi kelas yang menyenangkan sehingga proses belajar mengajar dapat berlangsung secara efektif dan efisien. Misalnya memberi penguatan, mengembangkan hubungan guru dengan siswa dan membuat aturan kelompok siswa yang produktif. Keberhasilan dalam proses pembelajaran dipengeruhi factor interen siswa yaitu perbedaan individual siswa secara biologis, intelektual, dan psikologis. Factor ekstern yaitu suasana lingkungan belajar, penempatan siswa, pengelompokkan, jumlah siswa, sarana prasarana, dan penggunaan metode yang tepat dalam pembelajaran. Penggunaan metode dan media pembelajaran, dan gaya mengajar guru akan membuat pola interaksi antara guru dan siswa yang
Jurnal Manajemen & Bisnis Aliansi
efektif dapat meningkatkan perhatian siswa terhadap materi yang diajarkan. Model Pembelajaran Portofolio merupakan implementasi dari teori belajar konstruktivisme, menggambarkan bahwa si belajar membentuk atau membangun pengetahuannya melalui interaksinya dengan lingkungan di sekitarnya. proses belajar itu terjadi, demgam cara siswa diajak untuk menggali informasi dan pengetahuan secara lebih leluasa tanpa harus dibatasi oleh materi yang monoton. Siswa dapat menuangkan ide-ide atau gagasan mereka secara leluasa dan mengembangkan ide tersebut, sehingga meningkatkan daya kritis dalam menanggapi berbagai masalah sosial di sekitarnya sekaligus mempunyai keterampilan untuk memecahkan masalah sosial tersebut. Model manajemen pembelajaran portopolio pendidikan kewarganegaraan di SMPN 2 Telukjambe Timur dilakukan melalui empat tahapan yaitu perencanaan, tindakan, pengamatan, dan refleksi. B.
Focus Penelitian Fokus penelitian dapat diidentifikasi meliputi: (1) perencanaan Pembelajaran Portofolio pendidikan kewarganegaraan di SMP 2 Telukjambe Timur
35
Model Manajemen Pembelajaran Portopolio Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PPKN) Untuk Peningkatan Daya Kritis siwa di SMP N 2 Teluk Jambe Kabupaten Karawang Oleh : Enjang Sudarman
Karawang, (2) pelaksanaan pembelajaran portofolio yang meliputi: pengembangan materi pembelajaran, sarana-prasarana pembelajaran, SDM pelaksana kurikulum, lingkungan (3) evaluasi Pembelajaran Portofolio pendidikan kewarganegaraan di SMP 2 Telukjambe Timur Karawang. (4) refleksi kegunaan Pembelajaran Portofolio pendidikan kewarganegaraan di SMP 2 Telukjambe Timur Karawang. C. 1.
2.
3.
4.
D. 1.
2.
3.
Perumusan Masalah Bagaimana perencanaan Pembelajaran Portofolio pendidikan kewarganegaraan di SMP 2 Telukjambe Timur Karawang ? Bagaimana pelaksanaan Pembelajaran Portofolio pendidikan kewarganegaraan di SMP 2 Telukjambe Timur Karawang? Bagaimana evaluasi Pembelajaran Portofolio pendidikan kewarganegaraan di SMP 2 Telukjambe Timur Karawang ? Bagaimana refleksi kegunaan Pembelajaran Portofolio pendidikan kewarganegaraan di SMP 2 Telukjambe Timur Karawang ? Kegunaan Hasil Penelitian Untuk mendapatkan deskripsi umum tentang model Pembelajaran Portofolio pendidikan kewarganegaraan di SMP 2 Telukjambe Timur Karawang. Sebagai kajian ilmiah dalam Manajemen Pendidikan yang dapat memberikan kontribusi terhadap perbaikan situasi pembelajaran pendidikan kewarganegaraan. Bagi subjek penelitian, dapat mengembangkan diri, meningkatkan partisipasi, dan meningkatkan profesionalisme guru dan kepala sekolah dalam manajemen . Pembelajaran Portofolio pendidikan kewarganegaraan di SMP 2 Telukjambe Timur Kabupaten Karawang.
KAJIAN TEORETIK DAN PENGAJUAN KONSEPTUAL Penerapan metode konstruktivisme dalam pembelajaran berarti menempatkan siswa pada posisi sentral dalam keseluruhan program pembelajaran (Yager, dalam Fajar, 2004 : 16). Pembelajaran dengan menerapkan metode portofolio sangat memperhatikan dan melakukan suatu pemecahan masalah berkenaan dengan isu atau masalah sosial yang muncul baik dalam lingkungan sekitar atau yang sedang menjadi sorotan masyarakat dapat digunakan sebagai dasar
36
pembahasan, diskusi dan investigasi kegiatan di dalam atau di luar kelas. Melalui model pembelajaran portofolio, siswa dapat meningkatkan daya kritisnya dalam hal memecahkan masalah sosial yang dilakukan melalui analisis ilmiah terhadap isu-isu strategis yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara. Isu-isu masalah sosial yang berkembang di masyarakat tersebut perlu dianalisis dan hasil analisis ini merupakan alternatif tindakan dan atau kebijakan baru yang lebih baik. Siswa dalam proses ini ditempatkan dan diperlakukan sebagai subjek, yang harus secara aktif berperan dalam proses pembelajaran, sehingga siswa akan menemukan kebermaknaan belajar. Kebermaknaan belajar akan diperoleh apabila siswa mencari, menemukan dan mengalami sendiri berbagai hal yang berkaitan dengan materi pembelajaran. Model Pembelajaran Portofolio merupakan alternatif Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) dan Cara Mengajar Guru Aktif (CMGA), karena sebelum, selama dan sesudah proses pembelajaran guru dan siswa dihadapkan pada sejumlah kegiatan. Ketika guru menerangkan tidak ada umpan balik dari para siswa, mereka cenderung pasif, motifasi belajar rendah, saat diberi pertanyan hanya ada beberapa siswa saja yang menjawab. Kondisi semacam ini solusinya dilakukan model pembelajaran portofolio, dengan harapan dapat membekali siswa dengan berbagai kemampuan dan meningkatkan daya kritisnya yang sesuai dengan tuntutan peningkatan mutu pendidikan. Pada dasarnya portofolio sebagai model pembelajaran merupakan usaha yang dilakukan guru agar siswa memiliki kemampuan untuk mengungkapkan dan mengekspresikan dirinya sebagai individu maupun kelompok. Kemampuan tersebut diperoleh siswa melalui pengalaman belajar, sehingga memiliki kemampuan mengorganisasi informasi yang ditemukan, membuat laporan dan menuliskan apa yang ada dalam pikirannya, dan selanjutnya dituangkan secara penuh dalam pekerjaannya atau tugas-tugasnya. Strategi instruksional yang digunakan dalam model ini pada dasarnya bertolak dari strategi “inquiry learning, discovery learning, problem solving learning, research-oriented learning” yang dikemas dalam model “Project” oleh John Dewey. Dalam hal ini ditetapkan langkah-langkah sebagai berikut : Fajar (2004;48) a) Mengidentifikasi masalah yang ada di masyarakat.b) Memilih suatu masalah untuk dikaji di kelas. c) Mengumpulkan informasi yang terkait
Jurnal Manajemen & Bisnis Aliansi
Model Manajemen Pembelajaran Portopolio Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PPKN) Untuk Peningkatan Daya Kritis siwa di SMP N 2 Teluk Jambe Kabupaten Karawang Oleh : Enjang Sudarman
dengan masalah yang dikaji. d) Membuat portofolio kelas. e) Membuat portofolio dengar pendapat (show case). e) Melakukan refleksi pengalaman belajar. Di dalam setiap langkah, siswa belajar mandiri dalam kelompok kecil dengan fasilitasi dari guru dan menggunakan ragam sumber belajar di sekolah maupun di luar sekolah (masyarakat). Sumber belajar atau informasi dapat diperoleh dari :a) Manusia (pakar, tokoh agama, tokoh masyarakat).b) Kantor penerbitan surat kabar, bahan tertulis.c) Bahan terekam.d) Bahan tersiar (TV, radio).e) Alam sekitar. f) Situs sejarah, artifak dan lain-lain. Model pembelajaran berbasis portofolio dilandasi oleh beberapa landasan pemikiran sebagai berikut; Budimansyah ( 2003 : 5-8) : 1. Empat Pilar Pendidikan Empat pilar pendidikan sebagai pendidikan landasan model pembelajaran berbasis portofolio adalah learning to do, learning to be, learning to know, learning to live together yang dicanangkan UNESCO (Budimansyah,2003:5) a. Learning to Do adalah peserta didik seharusnya diberdayakan agar maudan mampu berbuat untuk memperkaya pengalaman belajarnya. Pesertadidik tidak hanya menerima materi dari guru tetapi harus aktif mau danmampu menambah pengatahuan untuk pribadinya dimana belajar dari pengalaman dalam kehidupannya. b. Learning to Know Pengetahuan yang didapat peserta didik selain dari sekolah juga didapatkan dari dunia luar sekolah. Peserta didik dapat meningkatkan interaksinya dengan lingkungannya baik lingkungan fisik, sosial, maupun budaya, sehingga peserta didik mampu membangun pemahaman dan pengetahuannya terhadap dunia sekitarnya. c. Learning to Be Diharapkan hasil interaksi dengan lingkungannya dapat membangun pengetahuan dan kepercayaan diri. Karena banyak peserta didik yang tidak mempunyai kepercayaan diri, mereka merasa bahwa tidak mempunyai kemampuan dan keterampilan yang bisa dibanggakan, sehingga terjadi kemandegan belajar.
Jurnal Manajemen & Bisnis Aliansi
d.
Learning to Live Together Kesempatan berinteraksi dengan berbagai individu atau kelompok yang bervariasi akan membentuk kepribadiannya untuk memahami kemajemukan dan melahirkan sikap-sikap positif dan toleran terhadap keanekaragaman dan perbedaan hidup.
Daya Kritis Siswa Daya kritis adalah kemampuan berpikir secara tajam dalam penganalisaan terhadap suatu hal, mencermati dengan seksama, tidak lekas percaya akan hal itu, sehingga ada rasa ingin tahu yang besar dan tidak cepat puas atas jawaban yang telah ada Kamus Bahasa Indonesia (1989, ). Kemampuan siswa berpikir kritis tidak begitu saja muncul tetapi harus diasah sejak dini. Tidak semua siswa mempunyai kemampuan berpikir kritis, sebab berpikir kritis adalah salah satu sisi menjadi orang kritis. Siswa cenderung hanya menerima materi yang diberikan oleh guru dan kurang kreatif dalam berpikir, mereka kurang bisa mengeksplorasi kemampuan berpikir kritis terhadap suatu hal. Orang yang mempunyai daya kritis, pikirannya harus terbuka, jelas dan berdasarkan fakta. Seorang pemikir kritis harus mampu memberi alasan yang tepat atas argumentasinya. Ia harus dapat menjawab pertanyaan mengapa keputusan tersebut diambil. Dan diharapkan dengan adanya model pembelajaran yang inovatif dan kreatif dapat mengembangkan daya kritis siswa. Radno Harsanto (2005 : 45-62) mengemukakan bahwa kemampuan berpikir kritis meliputi : a) Kemampuan membedakan antara fakta, non fakta dan pendapat,b) Kemampuan membedakan antara kesimpulan Definitif dan Sementara.c) Kemampuan Menguji Tingkat Kepercayaan Sumber Informasi, d) Kemampuan Membuat Keputusan, e) Kemampuan Mengidentifikasi Sebab dan Akibat, f) Kemampuan Mempertimbangkan Wawasan Lain, g) Kemampuan Memecahkan Masalah. Pendidikan Kewarganegaraan Pendidikan Kewarganegaraan dianggap sebagai mata pelajaran yang “urgen” bagi anak didik yang berfungsi membimbing generasi muda untuk mengikatkan diri pada norma atau nilai-nilai moral. Pendidikan Kewarganegaraan diharapkan memberikan moral felling. Hal tersebut diperlukan peserta didik untuk menjadi manusia berkarakter yaitu : kesadaran (conscience), kepercayaan diri (self-
37
Model Manajemen Pembelajaran Portopolio Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PPKN) Untuk Peningkatan Daya Kritis siwa di SMP N 2 Teluk Jambe Kabupaten Karawang Oleh : Enjang Sudarman
estem), merasakan penderitaan orang lain (empaty), cinta kebaikan (loving the good), kontrol diri (selfcontrol), kerendahan hati (humility) ( Zubaedi , 2005 : 7). Pendidikan kewarganegaraan dapat disejajarkan dengan civic education. Sebagai bidang studi ilmiah, pendidikan kewarganegaraan bersifat interdisipliner (antar bidang) bukan monodisipliner karena kumpulan pengetahuan yang membangun ilmu kewarganegaraan ini diambil dari berbagai disiplin ilmu. Oleh karena itu upaya pembahasan dan pengembangannya memerlukan sumbangan dari berbagai disiplin ilmu yang meliputi ilmu politik, ilmu hukum, sosiologi, administrasi negara, ilmu ekonomi, sejarah dan filsafat. Kerangka Berfikir Melalui model pembelajaran portofolio siswa dibawa pada proses belajar yang aktif (active learning) dan proses belajar yang menyenangkan (joyfull learning). Model ini akan membawa siswa pada proses belajar aktif, sebab siswa belajar dengan melakukan sesuatu (learning to do). Siswa dibawa pada proses belajar yang menyenangkan dikarenakan siswa belajar dengan penuh variasi, tidak monoton dan menjadikan lingkungan masyarakat sebagai sumber belajar. Dua aspek inilah yang merupakan kekuatan model pembelajaran portofolio, yakni siswa belajar secara aktif dalam suasana yang menyenangkan. Dengan demikian model pembelajaran portofolio diharapkan mampu meningkatkan daya kritis siswa. Peningkatan daya kritis ini dapat dilihat dari : siswa mampu membedakan antara fakta, non fakta dan pendapat, siswa mampu membedakan antara kesimpulan definitif dan kesimpulan sementara, siswa mampu menguji tingkat kepercayaan sumber informasi, siswa mampu membuat keputusan, siswa mampu memecahkan masalah, siswa mampu mengidentifikasi sebab dan akibat, siswa mampu mempertimbangkan wawasan lain. Melalui kerangka berfikir tersebut, dalam penelitian ini pembelajaran portofolio (variabel terikat) dikaitkan dengan daya kritis siswa (variabel bebas). Dalam penelitian ini kerangka pemikiran dapat digambarkan sebagai berikut :
38
Metode Portofolio
Input Input Siswa
Proses
Output
Pembelajaran
Peningkatan
Pendidikan Kewarganegaraan
Masukan Instrumental
Meteri / Kurikulum
Guru
Daya Kritis Siswa
Masukan Lingkungan
Sarana /
Lingkungan
Lingkungan
media
Manusia
BukanManusia
Gambar 2. Kerangka Berfikir
Hipotesis Tindakan : Proses pembelajaran mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan dengan menggunakan model portofolio, dapat meningkatkan daya kritis siswa.
Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode action research melalui pengamatan langsung terhadap jalannya proses pembelajaran di kelas. Dari data itu kemudian dianalisis melalui tahapan-tahapan dalam siklus tindakan. Penelitian ini dilaksanakan di SMP N 2 Teluk Jambe Timur Kabupaten Karawang. Objek penelitian ini adalah siswa kelas VIII-C semester II dengan jumlah 42 siswa yang terdiri dari 19 siswa dan 23 siswi. Dalam penelitian ini yang menjadi fokus penelitian adalah penerapan model pembelajaran portofolio dalam meningkatkan daya kritis siswa pada mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan yang meliputi : 1)Penerapan Model Pembelajaran portopolio, 2) aktivitas guru, 3) aktivitas siswa, Prosedur pengumpulan data. Sumber Data yang digunakan atau diperlukan dalam penelitian ini diperoleh dari sumber data1 primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang dikumpulkan atau diperoleh langsung dari lapangan. Informan lapangan meliputi : a. Guru mata pelajaran Pendidkan Kewarganegaraan. b. Siswa yang diajar dengan metode pembelajaran portofolio
Jurnal Manajemen & Bisnis Aliansi
Model Manajemen Pembelajaran Portopolio Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PPKN) Untuk Peningkatan Daya Kritis siwa di SMP N 2 Teluk Jambe Kabupaten Karawang Oleh : Enjang Sudarman
c.
Rekan sejawat sebagai observer. Data sekunder meliputi data tentang penerapan pembelajaran portofolio yang diperoleh secara tidak langsung dalam penelitian ini, seperti bukubuku, makalah-makalah penelitian, arsip, dokumen dan sumber lain yang relevan.
Fokus observasi penelitian ini adalah : a. Langkah-langkah model pembelajaran portofolio. c. Aktifitas dan daya kritis siswa dalam pembelajaran portofolio. b. Penilaian guru dan cara guru mengajar dalam pembelajaran portofolio. d. Penugasan yang diberikan oleh guru e. Metode yang diterapkan oleh guru.
B.
Proses Pembelajaran Model Portofolio Pelaksanaan kegiatan pembelajaran portofolio dibagi dua, intrakurikuler dan ekstrakurikuler. Dalam kegiatan intrakurikuler guru menerangkan pokok bahasan “Maknaa Kedaulatan Rakyat dan Sistem Pemerintahan di Indonesia”. Kegiatan ekstrakurikuler yang dilaksanakan adalah siswa mengembangkan portofolio di luar kelas (kehidupan bermasyarakat). Dengan langkah-langkah dalam pembelajaran portofolio yang dilakukan meliputi : 1.
Identifikasi Materi Tahap awal guru menerangkan materi berkaitan dengan pokok bahasan “Makna Kedaulatan Rakyat dan Sistem Pemerintahan di Indonesia” mencakup nilai-nilai dan faktafakta yang terjadi saat ini, serta memberikan contoh pelaksanaan kedaulatan rakyat di Indonesia. Guru membantu, membimbing dan memotivasi siswa mengemukakan pendapat, isu-isu dan permasalahan yang sedang berkembang di masyarakat yang berkaitan dengan kedaulatan rakyat dan sistem pemerintahan di Indonesia berdasarkan pengetahuan yang telah dimiliki. Untuk mengidentifikasi masalah, diawali dengan cara seluruh siswa membaca dan mendiskusikan masalah-masalah yang ditemukan di masyarakat. Guru memperlihatkan koran yang berisi artikel atau print out internet yang ada kaitannya dengan konsep yang dibahas. Siswa dibagi menjadi 7 kelompok kecil terdiri 4-6 siswa yang bertugas meyakinkan bahwa masalah yang ditentukan adalah masalah yang penting, menyangkut banyak orang dan perlu penanganan.
2.
Memilih Materi Untuk Kajian Kelas Dalam langkah pemilihan masalah guru berperan memotivasi para siswa untuk melakukan pemungutan suara (voting). Agar materi yang dipilih siswa benar-benar berkualitas, maka proses pemilihan dapat dilakukan melalui dua tahap. Pada tahap pertama, setiap siswa menentukan dua pilihan secara terbuka pada masing-masing masalah. Daftar materi yang akan menjadi kajian kelas
Waktu dan tempat penelitian Penelitian ini dilakukan selama 3 bulan yaitu bulan april 2013 hingga bulan juli 2013, tempat penelitian di SMP N 2 Teluk Jambe Timur Karawang Prosedur Penelitian Prosedur penelitian tindakan kelas (PTK) dalam penelitian ini dilaksanakan dalam satu siklus, melalui proses pengkajian berdaur yang terdiri dari empat tahapan yaitu perencanaan, tindakan, pengamatan, dan refleksi. Tolok Ukur Keberhasilan Yang menjadi tolok ukur dalam penelitian ini adalah apabila daya kritis siswa meningkat, yaitu indikator daya kritis tercapai, nilai yang dihasilkan sudah mencapai ketuntasan belajar kelas yakni 75 dan ketuntasan individu siswa 70. HASIL PENELITIAN Deskripsi hasil penelitian meliputi struktur orgenisasi dan proses pebelajaran portopoli adalah sebagai berikut. A. Struktur Organisasi SMPN 2 Telukjambe Timur Karawang 1. Kepala Sekolah : Hj. Enen Nuraeni S.pd 2. Wakasek kurikulum : Hj. Nina Arumtina. BA. 3. Wakasek Kesiswaan : Agus Sastra Winata S.Pd 4. Wakasek HUMAS : Dani Hamdani S.Pd 5. Wakasek Sarana Prasarana : Yaya Suryadi S.Pd 6. Wakasek Admini dan Keuangan : Eni Sumarni. Spd 7. Guru PPKN : Djumiaty S.Pd
Jurnal Manajemen & Bisnis Aliansi
39
Model Manajemen Pembelajaran Portopolio Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PPKN) Untuk Peningkatan Daya Kritis siwa di SMP N 2 Teluk Jambe Kabupaten Karawang Oleh : Enjang Sudarman
dan hasil pemungutan suara siswa adalah : 1. Kinerja legislative masih buruk mendapat 18 suara, 2) mantan anggota DPRD dijadikan tersangka mendapat 7 suara, 3) persyaratan untuk menghasilkan wakil rakyat berkualitas mendapat 21 suara, 4) perilaku korupsi mendapat 19 suara. Hasil pemilihan tahap pertama dipilih tiga masalah yang akan dikaji. Masalah yang paling banyak dipilih siswa, yaitu (1) Persyaratan untuk hasilkan wakil rakyat berkualitas, (2) perilaku korupsi (3) Kinerja legislative dinilai masih buruk. Tahap kedua, siswa menentukan satu masalah. Untuk itu diadakan pemungutan suara lagi secara terbuka. Hasil pemilihan tahap kedua adalah : 1) Persyaratan untuk hasilkan wakil rakyat berkualitas, mendapat 16 suara (2) Perilaku Korupsi ,mendapat 12 suara (3) Kinerja legislative dinilai masih buruk. mendapat 14 suara. Total suara 42 suara dari 42 siswa. Dari pemilihan tahap kedua, masalah yang paling banyak dipilih siswa adalah Persyaratan hasilkan wakil rakyat yang berkualitas dan secara otomatis masalah ini menjadi kajian kelas. Dari proses pemungutan suara dapat diambil satu nilai moral yaitu kehidupan demokratis dalam kelas, sebab suara siswa yang tidak terpilih harus menghargai dan menghormati pilihan suara terbanyak. 3.
40
Mengumpulkan Informasi Materi Yang Dikaji di Kelas Langkah selanjutnya setelah siswa melakukan pemilihan masalah adalah membagi kelompok atau tim. Kelas dibagi ke dalam 4 (empat) tim. Setiap tim mempunyai tanggung jawab sendiri-sendiri untuk mengumpulkan informasi sebanyak dan seakurat mungkin dari sumber yang berbeda. Kegiatan pengumpulan informasi ini dilakukan di luar kelas dan di luar jam pelajaran karena dilakukan setelah pulang sekolah, sehingga tidak mengganggu kegiatan belajar mengajar. Siswa mencari data tentang syarat untuk menghasilkan wakil rakyat yang berkualitas dengan cara mendatangi berbagai sumber informasi, diantaranya Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Karawang, Partai Golongan Karya (Golkar) dan DPRD Kabupaten Karawang.
Lokasi pertama yang dikunjungi siswa dalam rangka memperoleh informasi berkenaan dengan masalah yang dikaji kelas adalah DPD Partai Golkar Kabupaten Karawang yang dilaksanakan pada hari Sabtu 09 Mei 2013. Kedatangan siswa di kantor Partai Golkar disambut baik oleh Ketua Bidang Kewanitaan DPD Golkar Kabupaten Karawang. Dalam kunjungan ini siswa mendapatkan banyak informasi, antara lain tentang awal berdirinya Golkar sampai aktivitas Golkar, syarat wakil rakyat yang berkualitas, serta langkah antisipasi untuk mengatasi kecurangan dalam pemilu. Pada kesempatan ini siswa juga menanyakan “Bagaimana jika anggota DPR yang terpilih ternyata terbukti menggunakan ijasah palsu”. Mengenai ijazah palsu Ibu Kustantina menjawab “Hal itu sepenuhnya bukan kesalahan anggota dewan, tetapi peran masyarakat juga mempengaruhi, sebab masyarakat sebelum memilih calon pemimpin harus tahu riwayat hidup dan perannya di masyarakat, jadi masyarakat juga ikut bersalah”. Kunjungan ke DPD Golkar Kab. Karawang ini memberikan pengalaman berharga bagi siswa. Mereka menjadi lebih paham tentang apa itu partai, dan peran partai dalam pesta demokrasi Indonesia. Siswa secara nyata mendapat materi bukan hanya lewat teori yang disampaikan oleh guru, namun juga dari praktek dalam kehidupan bernegara. Selain berkunjung langsung ke Kantor DPD Golkar Kabupaten Karawang, Siswa juga berkunjung ke Kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Karawang pada tanggal 21 Mei 2013. Selain menyelenggarakan pemilu, tugas KPU adalah menyiapkan program kerja koordinasi dengan lembaga lain yaitu kantor kependudukan, catatan sipil, sosialisasi kepada masyarakat luas yang membutuhkan keterangan, dan menyiapkan pemilu berikutnya dengan menyusun segala persiapannya minimal 6 (enam) bulan sebelum pelaksanaan. Dalam kunjungan ini, para siswa berdialog langsung dengan pihak yang berkompeten dalam masalah yang dikaji. Sebagai contoh terlihat dari jawaban yang disampaikan Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Karawang dari pertanyaan siswa “Bagaimana cara KPU mengatasi masalah ijasah palsu ?”. Beliau
Jurnal Manajemen & Bisnis Aliansi
Model Manajemen Pembelajaran Portopolio Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PPKN) Untuk Peningkatan Daya Kritis siwa di SMP N 2 Teluk Jambe Kabupaten Karawang Oleh : Enjang Sudarman
menjawab “Untuk mengatasi kemungkinan penggunaan ijazah palsu oleh calon wakil rakyat antara lain dengan cara meneliti persyaratan administrasi dan melakukan klarifikasi faktual ke sekolah-sekolah asal dengan cara mendatangi langsung sekolah tersebut dan melihat buku induk, serta bekerjasama dengan Dinas Pendidikan Nasional dan Departemen Agama. Untuk menghasilkan wakil rakyat yang berkualitas Komisi Pemilihan Umum (KPU) harus bekerja cepat dan cermat dalam melakukan penyeleksian dan penelitian calon wakil rakyat. Dalam kunjugan ke Kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) para siswa mendapatkan pengalaman yang sangat berarti. Mereka dapat secara langsung mengetahui cara kerja KPU serta mereka dengan leluasa melontarkan pertanyaan yang berkaitan dengan masalah yang dikaji. Mereka dapat mengetahui langsung bentuk surat suara, syarat sah suara dan syarat pemilih dan yang dipilih. Ini merupakan pengalaman berharga bagi mereka. Data-data yang diperoleh siswa cukup banyak dan dapat dipertanggung jawabkan karena langsung diperoleh dari sumber yang berkompeten di lapangan. Selanjutnya para siswa secara berkelompok membuat laporan untuk portofolio tayangan dan dokumentasi. Kegiatan kunjungan ke lokasi sumber informasi merupakan salah satu sarana melatih keberanian dan kepercayaan diri siswa untuk mengemukakan pendapatnya di muka umum, tanpa malu melakukan wawancara, padahal mereka masih tergolong anak kecil. Dengan demikian secara tidak langsung siswa belajar sambil bermain. 4.
Mengembangkan Portofolio Kelas Berbekal informasi yang telah diperoleh langsung dari lapangan para siswa secara berkelompok memulai untuk mengembangkan portofolio kelas. a. Kelompok Portofolio I : Menjelaskan masalah. Kelompok ini bertanggung jawab menjelaskan masalah yang menjadi kajian kelas dan menjelaskan mengapa masalah tersebut penting dan mengapa masalah harus terpecahkan. b. Kelompok Portofolio II : Mengkaji kebijakan alternatif untuk mengatasi masalah. Kelompok ini bertanggung
Jurnal Manajemen & Bisnis Aliansi
jawab untuk menjelaskan berbagai kebijakan alternatif untuk memecahkan masalah. c. Kelompok Portofolio III : Mengusulkan kebijakan publik untuk mengatasi masalah. Kelompok ini bertanggung jawab mengusulkan dan menjustifikasi kebijakan publik yang disepakati untuk memecahkan masalah. d. Kelompok Portofolio IV : Membuat rencana tindakan. Kelompok ini bertanggung jawab untuk membuat rencana tindakan yang menunjukkan bagaimana warga negara dapat mempengaruhi pemerintah untuk menerima kebijakan yang didukung oleh banyak pihak. Kelompok yang telah terbentuk mempunyai tanggung jawab masingmasing yang harus dijalankan, dimana kelompok ini beranggotakan tim peneliti yang mencari data di lapangan seperti Kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Karawang dan Partai Golkar Kabupaten Karawang. Mereka sudah mempunyai informasi yang cukup untuk mengembangkan portofolio tayangan dan portofolio dokumentasi. Portofolio seksi penayangan adalah portofolio yang ditayangkan sebagai bahan presentasi kelas pada saat gelar kasus (show case). Portofolio penayangan terdiri empat lembar poster/papan busa (stereofom) ukuran 75 cm X 90 cm. Seksi dokumentasi adalah portofolio yang disimpan pada sebuah binder yang berisi data-data dan informasi setiap kelompok. Portofolio dokumentasi ini merupakan kumpulan bahanbahan terbaik siswa sebagai dokumen atau bukti penelitian berupa berita, artikel, hasil wawancara dan foto. Bahan-bahan tersebut dipisahkan sesuai dengan kelompok yang mempunyai tugas masing-masing. 5.
Gelar Kasus (show case) Langkah selanjutnya setelah portofolio kelas dan penyusunan portofolio tayangan selesai dibuat, setiap kelompok menyajikannya dalam kegiatan gelar kasus (show case) di hadapan dewan juri (judges). Setiap kelompok portofolio harus mengetahui tujuan gelar kasus. Tujuan diadakan gelar kasus (show case) adalah :
41
Model Manajemen Pembelajaran Portopolio Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PPKN) Untuk Peningkatan Daya Kritis siwa di SMP N 2 Teluk Jambe Kabupaten Karawang Oleh : Enjang Sudarman
a.
Untuk menginformasikan kepada forum tentang pentingnya masalah yang diidentifikasi di masayarakat. b. Untuk menjelaskan dan mengevaluasi kebijakan alternatif untuk mengatasi masalah sehingga forum dapat memahami keuntungan dan kerugian dari setiap kebijakan tersebut. c. Untuk mendiskusikan kebijakan yang dipilih oleh kelas sebagai kebijakan terbaik untuk mengatasi masalah. d. Untuk membuktikan bagaimana kelas dapat menumbuhkan dukungan dalam masyarakat, lembaga legislatif dan eksekutif yang terkait dengan penyusunan kebijakan publik. Hal-hal yang perlu disiapkan untuk acara gelar kasus adalah portofolio itu sendiri, penyajian lisan, tempat pelaksanaan, juri dan moderator. Sebelum gelar kasus kelima komponen tersebut harus benar-benar disiapkan. Jika salah satu komponen tersebut belum siap, gelar kasus tidak dapat dilaksanakan. Gelar kasus (show case) dilaksanakan pada hari Kamis 28 Mei 2013 dari pukul 11.00-13.00 WIB yang merupakan jam pelajaran PKn. sehingga tidak mengganggu jam pelajaran lain. Dalam gelar kasus (show case) tiap kelompok portofolio satu persatu mempresentasikan hasil karya portofolio tayangan secara lisan di hadapan dewan juri dan siswa lain. Mereka betul-betul menguasai materi kelompoknya dan menjawab dengan baik setiap pertanyaan baik dari dewan juri, siswa maupun dari kelompok lain. Acara gelar kasus tidak menjenuhkan, karena dalam acara tersebut diselingi dengan pentas seni siswa yaitu paduan suara. Pada saat acara selingan tersebut, dewan juri menyelesaikan penilaian kelompok portofolio. 6.
42
Refleksi Pengalaman Belajar Setelah gelar kasus (show case) selesai, siswa melakukan kegiatan refkesi pengalaman belajar, bercermin pengalaman yang baru saja diperoleh baik secara individual maupun kelompok. Dalam kegiatan refleksi ini guru mengajak siswa untuk mengevaluasi tentang apa dan bagaimana mereka belajar.
Dalam refleksi pengalaman belajar, guru menanyakan beberapa hal kepada siswa antara lain : (1) Apakah yang siswa (individu/kelompok) pelajari dan siswa peroleh dari belajar diluar kelas, seperti di Kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan DPD Partai Golkar Kabupaten Karawang. (2) Apa yang telah siswa (individu/kelompok) pelajari tentang bagaimana cara membuat kebijakan untuk mengatasi masalah yang dikaji di kelas. (3) Keterampilan apa yang telah siswa peroleh melalui kegiatan belajar PKn dengan menggunakan model pembelajaran portofolio. (4) Apakah keuntungan dan kerugian belajar secara berkelompok. (5) Bagaimana apresiasi siswa terhadap penggunaan model pembelajaran portofolio pada mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. (6) Apa yang akan dilakukan kelas pada portofolio di masa mendatang. Setelah refleksi pengalaman belajar dilaksanakan, siswa dan guru memperoleh kesimpulan bahwa betapa pentingnya siswa mengembangkan keterampilan-keterampilan mempengaruhi pembuatan kebijakan publik dan memecahkan masalah. Dengan adanya keterampilan tersebut, siswa secara tidak langsung memiliki daya kritis yang cukup baik. Kemampuan yang dimiliki dan dapatkan akan dapat bermanfaat di masa yang akan datang pada saat siswa menjadi dewasa dan berperan sebagai warga negara yang baik. Setiap saat masalah-masalah baru akan terus bermunculan dan berkembang sangat cepat, oleh karena itu diperlukan pemecahan masalah dan kebijakan publik yang baru, dan itu merupakan tanggung jawab warga negara dalam masyarakat yang demokratis. Hasil pemilihan tahap pertama dipilih tiga masalah yang akan dikaji. Masalah yang paling banyak dipilih siswa, yaitu (1) Persyaratan untuk hasilkan wakil rakyat berkualitas, (2) perilaku korupsi (3) Kinerja legislative dinilai masih buruk. Tahap kedua, siswa menentukan satu masalah. Untuk itu diadakan pemungutan suara lagi secara terbuka. Hasil pemilihan tahap kedua terlihat pada tabel di bawah ini.
Jurnal Manajemen & Bisnis Aliansi
Model Manajemen Pembelajaran Portopolio Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PPKN) Untuk Peningkatan Daya Kritis siwa di SMP N 2 Teluk Jambe Kabupaten Karawang Oleh : Enjang Sudarman
Daftar Masalah dan Pemungutan suara untuk Kajian Kelas Tahap Dua. MASALAH UNTUK
JUMLAH
NO KAJIAN KELAS 1
Persyaratan hasilkan wakil
16
2
rakyat berkualitas
12
3
Perilaku Korupsi
14
Kinerja Legislatif dinilai masih buruk JUMLAH
42
Catatan : Pemilih 42 siswa (sumber : data olahan) Dari pemilihan tahap kedua, masalah yang paling banyak dipilih siswa adalah Persyaratan hasilkan wakil rakyat yang berkualitas dan secara otomatis masalah ini menjadi kajian kelas. Dari proses pemungutan suara dapat diambil satu nilai moral yaitu kehidupan demokratis dalam kelas, sebab suara siswa yang tidak terpilih harus menghargai dan menghormati pilihan suara terbanyak. Evaluasi Pelaksanaan Model Pembelajaran Portofolio Pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran portofolio dilaksanakan sebagai upaya untuk meningkatkan daya kritis siswa khususnya kelas VIII-C. Dalam kegiatan intrakurikuler guru menerangkan pokok bahasan “Makna Kedaulatan Rakyat dan Sistem Pemerintahan di Indonesia” di dalam kelas seperti biasanya. Setelah selesai dilakukanlah tes formatif untuk mengetahui apakah siswa sudah paham dengan materi yang diajarkan. Hasil tes formatif yang dicapai rata-rata kelas adalah nilai 76,45 Meskipun sudah mencapai tolok ukur ketuntasan individu yaitu 70, hasil pembelajaran masih belum bisa dikatakan maksimal, dikarenakan masih ada beberapa siswa yang kurang menguasai materi, siswa kurang antusias terhadap materi pelajaran, saat kegiatan diskusi kelompok masih ada yang bercanda sendiri dan tidak fokus pada materi. Pada pelaksanaan pembelajaran portofolio, kelas dikelompokkan dalam beberapa kelompok kecil. Secara berkelompok siswa melaksanakan langkahlangkah pembelajaran portofolio dengan sistematis. Langkah-langkah itu berupa :
Jurnal Manajemen & Bisnis Aliansi
(1) Mengidentifikasi masalah, (2) Memilih masalah untuk kajian kelas, (3) Mengumpulkan informasi masalah yang akan dikaji kelas, (4) Mengembangkan portofolio kelas, (5) Penyajian portofolio (show case), (6) Merefleksi pengalaman belajar. Model pembelajaran portofolio selain menyenangkan juga dapat meningkatkan daya kritis siswa. Penilaian dalam pelaksanaan pembelajaran portofolio meliputi penilaian portofolio tampilan/tayangan, penilaian portofolio dokumentasi baik secara kelompok/keseluruhan maupun aktivitas individual, serta penilaian portofolio presentasi. Hasil Penilaian Model Pembelajaran Portofolio Kelas VIII C SMP N 2 Teluk Jambe Timur KRITERIA KELOMPOK
TAYANGAN
NILAI
DOKUMENTASI PRESENTASI
RATARATA
I
93
88
87
89.33
II
88
88
86
87.33
III
84
88
86
86.00
IV
84
85
87
85.33
RATA-RATA
87.25
87.25
86.50
87
Sumber : Data yang diolah Pelaksanaan model pembelajaran portofolio di SMP N 2 Teluk jambe timur Karawang diterapkan sebagai upaya meningkatkan daya kritis siswa. Untuk mengevaluasi apakah siswa telah berpikir secara kritis sangatlah sulit, karena berpikir merupakan fenomena yang abstrak. Kekritisan siswa tidak dapat dinilai hanya dengan melihat sepintas lalu, tetapi harus ada kriteria daya kritis siswa. Penilaiannya melalui lembar pengamatan daya kritis siswa. Unsur/ indikator daya kritis siswa yang diamati meliputi : 1) Kemampuan membedakan antara fakta, non fakta dan pendapat, 2) Kemampuan membedakan antara kesimpulan definitif dan sementara, 3) Kemampuan menguji tingkat kepercayaan, 4) Kemampuan memecahkan masalah, 5) Kemampuan membuat keputusan, 6) Kemampuan mengidentifikasi sebab dan akibat, serta 7) Kemampuan mempertimbangkan wawasan lain.
43
Model Manajemen Pembelajaran Portopolio Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PPKN) Untuk Peningkatan Daya Kritis siwa di SMP N 2 Teluk Jambe Kabupaten Karawang Oleh : Enjang Sudarman
Kriteria 1. Aspek Rendah (R) : 0-1 2. Aspek Sedang (S) : 2-3 3. Aspek Tinggi (T) : 4-7 Ketujuh unsur daya kritis siswa tidak semuanya dimiliki oleh siswa kelas VIII C SMPN 2 Teluk Jambe Timur. Ini bukan berarti siswa tidak mempunyai daya kritis, sebab kemampuan masing-masing siswa berbeda-beda. Lembar pengamatan daya kritis siswa sangat bermanfaat bagi guru untuk mengetahui siswa mana yang memiliki daya kritis rendah dan siswa yang memiliki daya kritis tinggi, sehingga guru dapat memotifasi siswa yang memiliki daya kritis rendah untuk dapat ditingkatkan. Berdasarkan informasi dari Ibu Endang Suciati bahwa sumber daya siswa kelas VIII C rendah. Saat guru menerangkan tidak ada umpan balik dari para siswa, mereka cenderung pasif, motifasi belajar rendah, saat diberi pertanyaan hanya beberapa siswa saja yang menjawab. Setelah diterapkannya model pembelajaran portofolio daya kritis siswa mengalami peningkatan yang signifikan. Perbandingan daya kritis siwa sebelum dan sesudah penerapan model pembelajaran portofolio dapat dilihat dalam tabel 5 di bawah ini : Perbandingan Daya Kritis Siwa Kelas VIII-C SMP N 2 Teluk Jambe Timur No
Daya Kritis Siswa
Sebelum
Sesudah
1
Kriteria Daya Kritis Rendah
18 siswa
3 siswa
2
Kriteria Daya Kritis Sedang
15 siswa
17 siswa
3
Kriteria Dya Kritis Tinggi
9 siswa
22 siswa
42 Siswa
42 Siswa
Jumlah Siswa
Sebelum penggunaan model pembelajaran portofolio siswa yang memiliki daya kritis tinggi hanya 21%, namun setelah penggunaan model pembelajaran portofolio menjadi 52%. Siswa yang memiliki daya kritis sedang yang semula 35% bertambah menjadi 40%. Dan yang memiliki daya kritis rendah semula 42% setelah penggunaan model pembelajaran portofolio tinggal 7%. Ini menunjukkan bahwa penggunaan model pembelajaran portofolio dapat meningkatkan daya kritis siswa.
44
Kesimpilan dan Saran 1. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut : 1. Model pembelajaran portofolio belum pernah dilaksanakan di SMPN 2 Teluk Jambe Timur. Penelitian ini merupakan pertama kalinya model pembelajaran portofolio dilaksanakan di SMPN 2 sebagai upaya untuk meningkatkan daya kritis siswa. Langkah-langkah pembelajaran portofolio berupa identifikasi masalah; memilih masalah untuk dikaji di kelas; mengumpulkan informasi (data); mengembangkan portofolio kelas; menyajikan portofolio dalam diskusi kelas dan penyajian tayangan dan dokumentasi; serta merefleksikan pengalaman belajar telah dilaksanakan secara terencana dan sistematis. 2. Pembelajaran portofolio merupakan pembelajaran yang menyenangkan dan menarik karena siswa mendapatkan pengalaman belajar yang sangat bermakna, tidak hanya dari guru saja tetapi juga didapat dari nara sumber langsung di lapangan, lingkungan, masyarakat, dan media lain. 3. Dengan diterapkannya pembelajaran portofolio di SMP N 2 Teluk Jambe Timur, siswa menjadi lebih kreatif dan kritis, ini terlihat dari kemampuan siswa memahami fenomena peristiwa di masyarakat, menanggapi masalah yang ada kemudian memecahkan masalah tersebut dengan penuh tanggung jawab. Selain itu juga siswa lebih berani menyampaikan gagasan, siswa mampu menggali dan menganalisa informasi untuk dipakai membuat keputusan. 4. Untuk mengevaluasi apakah siswa telah berpikir secara kritis sangatlah sulit, karena berpikir merupakan fenomena yang abstrak. Kekritisan siswa tidak dapat dinilai hanya dengan melihat sepintas lalu, tetapi harus ada kriteria daya kritis siswa. Penilaiannya dapat melalui lembar pengamatan daya kritis siswa dengan mengamati unsur atau indikator daya kritis
Jurnal Manajemen & Bisnis Aliansi
Model Manajemen Pembelajaran Portopolio Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PPKN) Untuk Peningkatan Daya Kritis siwa di SMP N 2 Teluk Jambe Kabupaten Karawang Oleh : Enjang Sudarman
5.
6.
siswa meliputi : 1) Membedakan antara fakta, non fakta dan pendapat, 2) Membedakan antara kesimpulan definitif dan sementara, 3) Menguji tingkat kepercayaan, 4) Memecahkan masalah 5) Membuat keputusan 6) Mengidentifikasi sebab dan akibat, dan 7) Mempertimbangkan wawasan lain. Peningkatan daya kritis siswa tidak hanya dilihat dari meningkatnya daya kritis siswa secara individu, tetapi juga dari meningkatnya prosentase siswa yang memiliki daya kritis tinggi. Sebelum penggunaan model pembelajaran portofolio siswa yang memiliki daya kritis tinggi hanya 21%, namun setelah penggunaan model pembelajaran portofolio menjadi 52%. Siswa yang memiliki daya kritis sedang yang semula 35% bertambah menjadi 40%. Siswa yang memiliki daya kritis rendah semula 42% setelah penggunaan model pembelajaran portofolio tinggal 7% saja. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan model pembelajaran portofolio dapat meningkatkan daya kritis siswa. Model pembelajaran portofolio dapat diterapkan pada seluruh mata pelajaran. Kendala dan hambatan yang cukup mempengaruhi hasil pembelajaran model portofolio antara lain keterbatasan waktu, minimnya biaya serta keterbatasan tenaga pengajar dan siswa. Persiapan yang matang dan koordinasi yang baik akan memberikan hasil yang optimal sesuai tujuan pembelajaran.
5.2. Saran Ilmu pengetahuan merupakan salah satu pedoman dalam pengembangan berbagai teknologi dan sistem sosial. Kunci pengembangan ilmu pengetahuan adalah penelitian. Sumbang saran yang dapat peneliti sampaikan : 1. Model pembelajaran portofolio merupakan model pembelajaran yang menyenangkan, menarik dan dapat meningkatkan daya kritis siswa. Para guru dan sekolah hendaknya menerapkan model pembelajaran portofolio dengan memperhatikan dan menyesuaikan kondisi, sarana prasarana dan fasilifas yang ada, terlebih lagi bagi yang kesulitan dalam meningkatkan antusiasme belajar siswa.
Jurnal Manajemen & Bisnis Aliansi
2.
3.
Bagi para siswa dalam kegiatan belajar mengajar senantiasa aktif dan kritis agar proses belajar berjalan dengan kondusif dan bermakna sesuai dengan tujuan pembelajaran. Masalah dan tantangan dalam kehidupan bermasyarakat akan lebih banyak dan lebih berat dibanding dengan masalah di kelas. Keterbatasan waktu, keterbatasan tenaga dan minimnya biaya menjadikan penelitian ini belum bisa mendapatkan hasil yang maksimal. Untuk mendapatkan hasil yang maksimal diharapkan agar pihak sekolah member dukungan, sarana prasarana yang memadai dan bantuan biaya serta menjalin kerjasama dengan pihak lain.
DAFTAR PUSTAKA Aqib, Zainal. 2006. Penelitian Tindakan Kelas. Bandung : CV. Yrama Widya Budimansyah, Dasim. 2002. Model Pembelajaran dan Penilaian Berbasis Portofolio. Bandung : PT Genesindo —————, 2003. Model Pembelajaran Ekonomi Berbasis Portofolio. Bandung : PT Genesindo Darsono, Max. 2002. Belajar dan Pembelajaran. IKIP Semarang : UNNES Press Depdiknas, 2004. Praktek Belajar Pengetahuan Sosial Berbasis Portofolio. Bandung : CV. Mini Jaya Abadi Dirjen Pendidikan Tinggi. Pendidikan dan Kebudayaan. 1999. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta : Tim Pelatih Proyek PGSM Dirjen Departemen Pendidikan Nasional. 2006. Panduan Pengembangan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran PKn SMP. Jakarta Djamarah, Syaiful Bahri dan Zain, Aswan. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : PT. Rineka Cipta Fajar, Arnie. 2004. Portofolio. Bandung : PT Remaja Rosdakarya Hamalik, Oemar. 1995. Kurikulum dan Pengajaran. Bandung : Bumi Aksara Harsanto, Radno. 2005. Melatih Anak Berpikir Analitis,Kritis, dan Kreatif. Jakarta : PT Gramedia Widiasarana Indonesia Joyomartono, Mulyono. 1995. Mengenal Penelitian Kualitatif. Dalam Penataran Penelitian Pemula
45
Model Manajemen Pembelajaran Portopolio Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PPKN) Untuk Peningkatan Daya Kritis siwa di SMP N 2 Teluk Jambe Kabupaten Karawang Oleh : Enjang Sudarman
Dosen-Dosen IKIP Semarang (26-28 Januari 1995) Izhab, Zaleha. 2005. Mengasah Pikiran Kreatif dan Kritis. Bandung : Nuansa. Kusumo, Kunaryo Hadi. 1996. Pengantar Pendidikan. IKIP Semarang Press Muhammad, Ali. 1987. Penelitian Kependidikan Prosedur dan Strategi. Bandung, Angkasa. Nurhadi. 2004. Kurikulum 2004 : Pertanyaan dan Jawaban, Jakarta : Gramedia Purwanto, Ngalim. 1990, Psikologi Pendidikan.
46
Jakarta, PT. Remaja Rosdakarya. Sanjaya, Wina. 2006. Strategi Pembelajaran. Jakarta: Kencana Prenada Media Sugandi, Ahmad. 2003. Teori Belajar. Semarang : UPT Press Suyitno, Amin. 2005. Petunjuk Praktis Penelitian Tindakan Kelas Untuk Penyusunan Skripsi. Semarang Zubaedi, 2005. Pendidikan Berbasis Masyarakat. Jogjakarta, Pustaka Pelajar.
Jurnal Manajemen & Bisnis Aliansi
PEMANFAATAN KAYU KARET Oleh : Munawir ABSTRACT Rubber wood is by-product of rubber plant while the prime product of rubber plant is rubber. There are the damage area rubber in 2010 is 82,338 ha.(2,39 % of total area Indonesia rubber) and it is potential to produce rubber wood. Rubber wood use is play wood, equipment of household (chair, table, bed, door, partition, etc), board MDF (Medium Density Fibre Board) and floortile MDF (Medium Density Fibre Board), etc. Key words : using, rubber wood, industry, product, consumer. PENDAHULUAN Tanaman karet di Indonesia mulai ditanam pada tahun 1862, yang menurut Prof.Dr.P.J.S Cramer merupakan perkebunan karet yang tertua di dunia. Karet yang ditanam pertama kali adalah di Jawa (di Pamanukan Subang). Sebagai perbandingan, di Malaysia, tanaman karet mulai ditanam pada tahun 1877 dan di Thailand, tanaman karet mulai ditanam pada tahun 1900 (Harsono H, 1995 a : 1). Perkembangan karet di Indonesia selama seabad lebih telah memberikan kemaslahatan berupa pemasukan berbagai macam pajak untuk Kas Negara, keuntungan berusaha kalangan investor asing yang menanamkan modal di bisnis perkaretan, disamping menjadi sumber penghasilan bagi berjutajuta petani pekebun beserta keluarganya (Harsono H, 1995 b : 2). Pada awalnya dan hingga saat ini, tanaman karet dibudidayakan terutama untuk memperoleh hasil utama berupa lateks, yang selanjutnya akan diproses lebih lanjut dalam penanganan agroindustri menjadi barang setengah jadi dan kemudian dapat dilanjutkan / diproses menjadi barang jadi. Namun, disamping dapat diperoleh hasil utama, tanaman karet juga dapat diperoleh hasil samping yang mempunyai nilai ekonomi dan berpotensi untuk dapat diperdagangkan bila diusahakan, seperti kayu karet/ batang karet hasil peremajaan/replanting (termasuk akar, batang, ranting). Hasil samping karet dapat
Jurnal Manajemen & Bisnis Aliansi
diusahakan untuk berbagai peralatan rumah tangga, pembuatan arang / briket arang / arang aktif; Biji biji karet dipakai untuk minyak dan bungkil; Serbuk gergajian untuk media budidaya jamur dan daun / ranting untuk pembuatan kompos. Bila kayu karet tidak diusahakan karena berbagai hal, terutama pada peremajaan perkebunan rakyat, maka biasanya kayu karet tersebut hanya dipakai sendiri sebagai kayu bakar, kecuali disekitarnya ada pabrik pembakaran bata / genteng atau pembuatan arang dan pengasapan sheet / RSS. Hal ini memerlukan pemikiran lebih lanjut agar diperoleh nilai tambah dari kayu karet tersebut dan bisa membantu dalam membiayai peremajaan tanaman karetnya. Kayu karet yang dimanfaatkan pada tulisan ini diarahkan pada tanaman yang sudah tidak produktif, pada tanaman tua menghasilkan (TTM) , atau pada tanaman rusak (TR), yang sudah saatnya untuk dilakukan peremajaan. Beberapa kriteria tanaman yang tidak produktif dan siap diremajakan serta dapat dimanfaatkan kayunya, sesuai dengan surat Direktur Jenderal Perkebunan kepada Gubernur Kepala Daerah Propinsi Dati I setempat, Nomor HK.350/ E4.147/08.87 tanggal 31 Agustus 1987 yaitu : (1). Produksi karet < 200 kg karet kering/ha/th; (2). Kerapatan tanaman < 200 ph/ha; (3). Umur tanaman > 30 tahun; (4). Kerusakan kulit sadapan melebihi 60 %.
47
PEMANFAATAN KAYU KARET Oleh : Munawir
Dari data Direktorat Jenderal Perkebunan tahun 2010, luas areal tanaman karet seluruhnya 3.445.415 ha (perkebunan rakyat : 84,80 % yang dominan, perkebunan besar Negara : 6,94 %, perkebunan swasta : 8,26 %), terdiri atas tanaman belum menghasilkan (TBM) seluas 590.253 ha (17,13 %), tanaman menghasilkan (TM) seluas 2.772.823 ha (80,48 %) dan tanaman tua menghasilkan / tanaman rusak (TTM / TR) seluas 82.338 ha (2,39 %), sebagai penyedia lapangan kerja bagi sekitar 2,293 juta KK petani, yang tersebar pada 26 propinsi. Keberadaan perkebunan rakyat umumnya tersebar dan akses jalannya sulit / tidak ada. Dengan memperhatikan areal tanaman tua tidak produktif yang menghasilkan / tanaman rusak (TTM / TR) seluas 82.338 ha (2,39 %) tahun 2010, perlu diremajakan dan sekaligus berpotensi dapat diperoleh dan dimanfaatkannya kayu karetnya. PERUMUSAN MASALAH Dengan keberadaan perkebunan karet terutama lagi pada perkebunan rakyat yang lokasinya tersebar dan akses jalannya sulit/tidak ada, khususnya pada areal TTM / TR , maka yang menjadi permasalahan adalah “ kayu karet pada areal TTM / TR tidak dimanfaatkan secara optimal” HIPOTESA Kayu karet pada areal TTM / TR belum dimanfaatkan secara optimal. METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan yaitu dengan pendekatan deskriptif analitis dengan tujuan untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat , mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki (Nazir Moh, 1983: 63). Penelitian ini dilakukan melalui studi kepustakaan dan melalui instansi / pihak-pihak terkait. Data / informasi yang dikumpulkan antara lain yang berkaitan dengan : Data areal karet terutama pada areal TTM / TR. Industri pemanfaatan kayu karet.
48
-
Kendala / hambatan dan pembahasan pemanfaatan kayu karet.
LUAS AREAL DAN POTENSI KAYU KARET Pengusahaan tanaman karet di Indonesia meliputi perkebunan rakyat (PR), perkebunan besar negara (PBN) dan perkebunan besar swasta (PBS). Secara keseluruhan luas areal tanaman karet yang meliputi TBM (Tanaman Belum Menghasilkan), TM (Tanaman Menghasilkan) dan TTM/TR (Tanaman Tua Menghasilkan/Tanaman Rusak) per provinsi, berdasarkan data statistik perkebunan tahun 2010, seperti tersebut pada tabel 1. Tabel 1 : Luas Areal Tanaman Karet Seluruh Indonesia Menurut Provinsi Tahun 2010*) No
Provinsi TBM
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33
Aceh Sumut Sumbar Riau Kep.Riau Jambi Sumsel Kep.Babel Bengkulu Lampung DKI Jakarta Jabar Banten Jateng DIY Jatim Bali NTB NTT Kalbar Kalteng Kalsel Kaltim Sulut Gorontalo Sulteng Sulsel Sulbar Sultra Maluku Maluku Ut. Papua Papua Barat Indonesia
Luas TM
15.099 98.055 47.044 408.031 28.471 90.223 37.581 349.276 5.931 25.058 72.164 365.201 120.589 538.288 9.090 20.311 16.717 54.994 23.936 59.171 6.640 41.620 2.186 19.191 9.205 21.722 7.653 16.758 90 62.645 320.381 64.289 196.279 27.234 105.054 20.050 28.642 3.147 13.890 5.764 19 1.129 4.403 7 34 590.253 2.772.823
Areal (Ha) TTM/TR Jumlah
6.079 8.319 11.853 4.856 1.068 6.805 7.584 66 1.959 660 5.557 2.443 22 1.289 5 5.006 4.421 2.320 11.333 13 239 94 349 82.338
119.233 463.394 130.547 391.713 32.057 444.170 666.461 29.467 73.670 83.767 53.817 23.820 30.949 25.699 95 387.852 264.989 134.608 60.025 3.160 19.893 1.242 4.752 34 3.445.415
Prroduksi (Ton) **)
Jumlah Petani
93.072 430.113 95.057 365.119 22.250 306.313 543.303 19.843 51.416 67.862 55.711 15.647 30.223 23.577 92 266.769 198.528 108.553 27.225 3.213 7.794 1.438 1.719 423 2.734.854
(KK) 59.223 169.519 102.919 190.284 18.159 161.638 757.401 21.282 44.599 50.618 21.971 12.549 2.512 198.963 139.043 95.267 27.780 1.278 12.222 185 7.037 354 2.093.803
*) Angka Tetap **) Ujud Produksi : Karet Kering. Merupakan produksi dari TM saja. Adapun yang TBM belum berproduksi dan yang TTM/TR tidak ada produksinya / tidak berproduksi lagi. Sumber : Ditjen Perkebunan, Kementerian Pertanian, 2011. Daerah sentra tanaman karet terdapat di pulau Sumatera dan Kalimantan , dengan areal yang luas. Sedangkan sebagian lagi dalam jumlah yang lebih sedikit, terdapat di pulau Jawa, Sulawesi dan Papua.
Jurnal Manajemen & Bisnis Aliansi
PEMANFAATAN KAYU KARET Oleh : Munawir
Pulau Sumatera dan Kalimantan sebagai daerah sentra tanaman karet, mempunyai kecocokan wilayah (agroklimat dan jenis tanah) yang lebih dan sebagai daerah pengembangan yang relatif cukup lama. Pada daerah sentra tanaman karet tersebut terdapat areal TBM dan TM yang luas dan juga terdapat areal TTM/TR yang cukup luas dibandingkan dengan daerah lainnya. Ini menjadikan perhatian kita untuk dapat dimanfaatkannya kayu karetnya. Dengan jumlah areal TTM/TR Indonesia seluas 82.338 ha (2,39 % dari total areal karet Indonesia) yang perlu diremajakan dan dengan perkiraan potensi kayu karet yang ada setiap hektar-nya, maka akan diperoleh total kayu karet yang penyebarannya terdapat di 23 propinsi yang tersebar di masing-masing kabupatennya. Pada saat peremajaan, dari jumlah tegakan sebanyak 200-250 pohon/ha, akan diperoleh kayu sebanyak 250-300 m3. Jika cabang dan dahan yang berdiameter kurang dari 15 cm tidak diperhitungkan, maka setiap hektar perkebunan karet yang diremajakan akan menghasilkan sekitar 175 m3/ha atau setara dengan 120 m3 kayu potongan. Dari jumlah kubikasi hasil peremajaan, hanya sekitar 2030 % yang dapat dijadikan kayu gergajian kualitas ekspor atau industri mebel dalam negeri dan sisanya untuk bahan partikel, kertas, arang atau kayu bakar (Sutigno dan Mas’ud, 1989; Boerhendy, dkk., 2007). Angka-angka ini bisa dijadikan sebagai acuan untuk menghitung hasil kayu karet dari peremajaan yang dilakukan di kabupaten / propinsi / Indonesia. Bila dilihat areal TTM/TR yang penyebarannya di propinsi-propinsi, dari data yang ada, luasnya berkisar antara 5 ha - 11.853 ha, dimana areal tersebut tersebar di masing-masing kabupaten yang luasnya menjadi lebih kecil yang tergantung dari banyaknya kabupaten dan yang menjadi pertanyaan adalah, apakah jumlah kayu karet yang ada di daerah setempat dapat memenuhi pasokan bahan kayu untuk suatu jenis industri pengolahan kayu karet pada lokasi tersebut atau tidak. Data statistik perkebunan, setiap tahun, areal yang diremajakan sekitar 2 % atau lebih. Bila dilihat dari pola produksi dari klon yang menghasilkan lateks
Jurnal Manajemen & Bisnis Aliansi
selama 25 tahun, maka perlu diperhatikan peremajaan karetnya yang ideal setiap tahunnya. Pada perkebunan rakyat (tradisional), pernah dijumpai pada bahan tanaman karet yang digunakan, sebagian dari seedling yang menimbulkan diameter karet kecil dan rusaknya bidang sadap yang menimbulkan becak/ring. Ini tentunya tidak dapat dimanfaatkan untuk jenis kayu olahan. Kesemua hal tersebut mengakibatkan hasil rendemen kayu karetnya rendah. Untuk meningkatkan rendemen kayu karet, diupayakan sistem penyadapan yang baik dan benar sehingga tidak mengenai kayu. Disamping itu, diupayakan penggunaan bahan tanaman unggul baru yang memiliki produksi tinggi, baik dari segi lateks maupun kayunya. Dari hasil Lokakarya Nasional Pemuliaan Karet pada akhir tahun 2001, telah ditetapkan pengelompokan bahan tanaman anjuran berdasarkan hasil akhir yang diharapkan, yaitu : 1. Sebagai penghasil lateks : klon BPM 1, BPM 107, BPM 109, IRR 104, PB 217, PB 260, PR 255 dan PR 261. 2. Sebagai penghasil lateks-kayu : AVROS 2037, BPM 1, IRR 5, IRR 21, IRR 39, IRR 42, IRR 118, PB 330 dan RRIC 100. 3. Sebagai penghasil kayu : IRR 70, IRR 71, IRR 72 dan IRR 78. INDUSTRI PEMANFAATAN KAYU KARET Kayu karet mempunyai sifat dasar yang menonjol (Boerhendy Island, dkk, 2003 a : 37), antara lain : 1. Mudah digergaji dengan permukaan gergaji yang cukup halus dan mudah dibubut dengan menghasilkan permukaan yang rata dan halus. 2. Mudah dipaku dan mempunyai karakteristik pelekatan yang baik dengan semua jenis perekat. 3. Warna putih kekuningan ketika baru dipotong dan akan menjadi kuning pucat seperti warna jerami setelah dikeringkan. 4. Warna yang menarik dan tekstur yang mirip dengan kayu ramin dan perupuk yaitu halus dan rata, juga mudah diwarnai sehingga disukai dalam pembuatan mebel (Budiman, 1987 dalam Boerhendy Island, dkk, 2003 a : 37).
49
PEMANFAATAN KAYU KARET Oleh : Munawir
5.
Mutu fibre board asal kayu ,setara dengan kayu lapis yang berasal dari hutan alam (Basuki dan Azwar, 1996 dalam Boerhendy Island, dkk, 2003 a : 37). Sifat-sifat tersebut dan berkembangnya teknologi pengolahan dan pengawetan kayu karet, maka dapat sebagai substitusi kayu alam untuk memenuhi kebutuhan industri perkayuan Indonesia (Boerhendy Island, dkk, 2003 b : 37). Kayu karet sebagai substitusi kayu alam misalnya substitusi terhadap kayu ramin dan kayu meranti. Industri pemanfaatan kayu karet di luar negeri yang sama-sama sebagai produsen karet, perkembangannya sudah sangat maju. Sebagai contoh pada saat penulis mengikuti Short course di Thailand pada bulan September 1996 , telah mengunjungi sebuah Perusahaan yang bernama “Slam Span Top Wood Augusti (STA)”. Perusahaan ini merupakan sebuah perusahaan besar dan mempunyai kapasitas yang besar dalam mengolah kayu karet menjadi berbagai jenis produk sesuai dengan besar kecilnya batang / kayu karet yaitu : 1. Batang / log paling bawah, panjang 1,2-1,5 m, diameter 20-30 cm, dilakukan pengupasan, diberi glue (lem / perekat), dipres, dikeringkan tanpa chemikalia, sebagai bahan untuk pembuatan play wood 3 lapis. 2. Batang / log, yang ada di bagian atasnya, panjang 1,35 m, diameter 15-20 cm, digergaji / dipotong, diawetkan dengan chemikalia, dikeringkan dengan oven. Kayu- kayu tersebut dapat disambung dengan glue (lem / perekat), sebagai bahan untuk membuat peralatan rumah tangga, misalnya kursi, meja, tempat tidur, dll. 3. Sisa batang, yang ada di bagian atasnya, dan cabang-cabang kayu, dilakukan peremukan / penghancuran, ditambah glue (lem / perekat) dan direbus, sebagai bahan dalam produk olahan pada Medium Density Fibre Board (MDF), yang antara lain produknya berupa papan (MDF), ubin / lantai (MDF), dll. Pemanfaatan kayu karet dari sumber informasi yang lain (Boerhendy Island, dkk, 2000 c : 40) dapat digunakan untuk antara lain :
50
I.
Bila kayu karet berbentuk glondong/log/bagian batang berdiameter 20 cm keatas, untuk : 1. Kayu gergajian : untuk produk peralatan kayu karet yang dapat dibuat secara knock down ataupun completed knock down untuk tujuan Eropa dan Amerika, misalnya untuk dining set, folding chair racking, lounge bed room dan garden set (Hasan, 1989). Selain itu kayu karet dapat juga digunakan untuk moulding (bentuk profil seperti pigura dan lisplank), untuk berbagai alat rumah tangga dapat dibuat dengan berbagai corak dan design seperti dinding penyekat, jeluji jendela dan parquet block (lantai). 2. Kayu lapis : dengan mengupas kayu karet menjadi venir dalam keadaan dingin. Tripleks dari kayu karet direkat dengan perekat urea formaldehyde (UF) dan diberi ekstender 20 % . Produk kayu lapis untuk rumah tangga digunakan untuk komponen pintu dan jendela, meja, tangga dan kursi.
II. 1.
Bila kayu berupa limbah, untuk : Papan partikel : lebih sesuai untuk bahan mebel dari pada untuk bahan bangunan karena keawetannya lebih rendah. Oleh karena itu untuk meningkatkan keawetannya biasanya ditambahkan bahan pengawet yang jumlahnya sekitar 0,5 % dari berat papan partikel (Sumarya, 1980). Pada saat ini papan partikel yang umum digunakan adalah yang sudah dilapisi dengan kertas beraneka corak. Papan serat (Silitonga, dkk, 1974), dibuat dari kayu karet dengan dibuat serpih, diolah menjadi pulp dan diproses dengan soda panas terbuka (proses semi kimia soda panas) kemudian ditempa menjadi papan serat. Papan semen : dengan cara mengurangi zat ekstraktif melalui perendaman dalam air, diharapkan dapat berfungsi dengan baik.
2.
3.
Jurnal Manajemen & Bisnis Aliansi
PEMANFAATAN KAYU KARET Oleh : Munawir
4.
Arang : dapat dibuat dari kayu karet yang diperkirakan mempunyai rendemen sekitar 31 %, kadar karbon terikat 79 % dan kadar zat penguap 19 %. Arang ini termasuk kedalam arang kayu komersial dan sesuai untuk dibuat menjadi arang aktif yang cocok digunakan sebagai arang metalurgi untuk peleburan bijih besi.
Selanjutnya berdasarkan hasil pengumpulan literatur dan peninjauan langsung di lapangan terhadap industri pengolahan kayu karet rakyat, terdapat sekitar 9 (sembilan) jenis produk hasil olahan kayunya (Subarudi dan Barly, 2011 a : 1-2 ), sebagaimana Tabel 2.: Tabel 2 : Proses Pengolahan dan Produk Olahan Kayu Karet Rakyat. No.
1.
Jenis Industri Jenis Produk Kayu Proses Pengolahan Kayu Hasil Olahan Lanjutan Karet Rakyat Penggergajian Papan Furnitur
2.
Pembuatan Venir
3.
Pengawetan Kayu
4.
Pengeringan Kayu
5.
Finger jointing
6.
Moulding
7.
Chips/Serpih
8.
Pallet
9.
Arang Kayu
Olahan Penggunaan Kayu
Kaso Papan down grade Sebetan Venir
Moulding Pallet Untuk Boiler Lumber core, kayu lapis Log core (ø=10cm) Finger jointing Limbah kupasan Untuk bolier Kayu sudah Berbagai diawetkan penggunaan Kayu sudah Berbagai dikeringkan penggunaan Kayu yang sudah Block board difinger jointing Kayu dengan Figura, list plang, berbagai profile handy craft Serpih dengan MDF dan Kertas berbagi ukuran Kotak dan peti Peti berbagai kayu ukuran Arang kayu Briket arang
Produk
Kursi dan meja makan, dan Lemari Kayu berprofile Peti-peti kemas Bahan bakar Plafon, dinding dan pintu dan lemari Block board Bahan bakar Furnitur Berbagai penggunaan Pintu dan dinding, meja makan Alat rumah tangga dan souvenir Kotak speaker dan buku Peti kemas untuk barang/mesin Keperluan memasak dan setrika
Pemilihan teknologi tepat guna pengolahan kayu karet dilakukan dengan menyusun kriteria terkait dengan teknologi tepat guna, diantaranya : (i). Kemudahan perlakuan bahan baku, (ii). Kemudahan penggunaan teknologi proses pengolahan, (iii). Kemudahan mengoperasikan mesin-mesin pengolah kayu karet, (iv). Kemudahan memelihara mesin dan peralatan pengolah kayu karet, dan (v). Kebutuhan investasi. Hasil seleksi terhadap teknologi tepat guna untuk pengolahan kayu karet rakyat tersebut (Subarudi dan Barly, 2011 b : 2-3) dapat dilihat pada tabel 3.
Jurnal Manajemen & Bisnis Aliansi
Tabel 3. Hasil Seleksi Teknologi Tepat Guna untuk Pengolahan Kayu Karet Rakyat No. Jenis Industri Jenis Mesin dan Pengolahan Kayu Peralatan Utama Karet Tepat Guna 1. Penggergajian Band saw Trimming saw Saw doctoring Mobil Circular Saw Genset 2. Kayu Lapis Rotary lathe Pengasah pisau Pemotong venir 3. Pengawetan Kayu Vacum pressure 4. Pengeringan Kayu Kompartemen pengering Boiler 5. Finger Jointing Two-face sander Sizer Finger machine Press machine Laminating machine 6. Moulding Moulding machines 7. Chips/Serpih Portable Chipper Mobile Chipper Genset 8. Pallet Pemotong kayu, palu dan paku 9. Arang Kayu Drum pembakaran dan penampung cuka kayu
Kemudahan Teknologi Pengolahan Bahan Proses OperaPemeliBaku Olahan sional haraan √ √ √ √
√
√
√
√
√
√
√
√
√ √
√ √
√ √
√ √
√
√
√
√
√ √ √
√ √ √
√ √ √
√ √ √
√
√
√
√
√
√
√
√
Dalam proses pengawetan produk kayu karet, ada beberapa pilihan teknologi tepat guna yang akan ditetapkan berkaitan dengan input bahan bakunya, diantaranya : (i). Vakum tekan (Vac-Press), (ii). Pencelupan (dipping), (iii). Diffuse (diffusion), dan (iv). Penyemprotan (spraying), sebagaimana (Subarudi dan Barly, 2011 c : 5) tercantum dalam tabel 4. Tabel 4 : Pilihan Teknik Pengawetan Kayu Karet Rakyat No. Kondisi Kayu Yang Diawetkan 1. Log 2. Kayu gergajian 3. 4.
Chips Venir
Teknik Pengawetan Kayu Karet Rakyat Vac-Press Dipping Difussion Spraying X X X √ √ X X X X √ √ X X X X √ X √ X √
Skala Usaha Broker Bersama UKM UKM UKM
Menurut Sipahupar Marula, 2011 : 4, bahwa salah satu cara untuk peningkatan nilai kayu karet adalah mengolah log kayu karet menjadi produk setengah jadi berupa kayu gergajian atau barang jadi berupa furniture atau mebel. Oleh karena itu jenis industri awal yang sesuai yaitu industri penggergajian (sawmill), dan sesuai dengan perkembangan teknologi sekarang, tidak tertutup kemungkinan untuk dikembangkan menjadi industri terpadu (wood working).
51
PEMANFAATAN KAYU KARET Oleh : Munawir
Selanjutnya untuk kelayakan pembangunan industri penggergajian dengan bahan baku kayu karet, diperlukan bahan baku (input) minimal 36.000 m3 per tahun. Dengan asumsi bahwa rendemen pengolahan kayu karet menjadi kayu gergajian sebesar 30 %, maka produk kayu gergajian yang akan dihasilkan sebesar 10.800 m3 per tahun. Komponen investasi dan biaya produksi industri penggergajian , dengan kapasitas produksi 10.800 m3 per tahun. Untuk hal tersebut apakah pasokan kayu karet dari peremajaan karet di lokasi setempat secara kontinyu sebesar minimal 36.000 m3 per tahun dapat memenuhi ? Secara kuantitatif , sampai saat ini, jumlah jenis industri pengolahan kayu karet sangat sulit diperoleh, namun berdasarkan referensi, industri pengolahan kayu karet skala besar yang mulai berkembang sejak akhir tahun 1980 an, terdapat di Sumatera Utara, Jambi, Sumatera Selatan, Lampung dan di Pulau Jawa (Boerhendy Island, dkk, 2003 d : 38). Hal ini menunjukkan bahwa industri pengolahan kayu karet telah ada dan telah memanfaatkan kayu karet peremajaan walau belum secara menyeluruh mengolah pada setiap tempat di propinsi / kabupaten karena kendala/hambatan yang ada, atau belum dimanfaatkan secara optimal. KENDALA/HAMBATAN DAN PEMBAHASAN Keberadaan areal perkebunan Indonesia, khususnya pada perkebunan rakyat, lokasinya tersebar di kabupaten-kabupaten di setiap propinsi, dimana akses jalan menuju ke areal kebun tersebut sangat sulit/tidak ada. Dengan demikian, bila dilakukan peremajaan/replanting terhadap tanaman karet tua/rusak untuk dimanfaatkan kayu karetnya, mengalami kesulitan dalam pengangkutannya, sehingga biaya angkutnya menjadi tinggi atau tidak ekonomis dan pemanfaatannya pun tidak/belum optimal. Untuk memperoleh nilai tambah dari kayu karet tersebut, maka kayu karet harus diolah menjadi produk kayu hasil olahan, proses olahan lanjutan dan penggunaan produk kayu yang mempunyai nilai ekonomi yang tinggi lebih lanjut, misalnya: papan yang
52
diolah menjadi furniture, dan terus diolah menjadi meja, kursi, lemari. Kemudian kaso, diolah menjadi moulding, kemudian terus diolah menjadi kayu berprofile kemudian, venir, diolah menjadi lumber core / kayu lapis, terus diolah menjadi plafon, dinding, pintu, lemari, dll. (lihat tabel 2). Pengolahan kayu karet perlu dilakukan di lokasi yang terdekat dengan areal tanaman karet tua/rusak yang diremajakan. Di Kabupaten harus didirikan sebuah atau beberapa buah jenis industri pengolahan kayu karet yang sesuai dengan kebutuhan, atau peruntukannya serta pasokan bahan kayu karetnya, harus terpenuhi dan kontinyu, sehingga kapasitas pabrik tidak idle. Apakah kontinyuitas pasokan bahan kayu karet ke pabrik dapat dipenuhi ? Hal ini dipengaruhi oleh hubungan komunikasi kedua belah pihak. Komunikasi antara petani karet dengan pabrik pengolah kayu, seperti : pemberian informasi tentang kapan dan dimana peremajaan karet dilakukan ( sehingga akan dapat mempermudah dalam pengangkutan, dll.), belum/tidak berjalan dengan baik. Komunikasi yang belum/tidak berjalan dengan baik ini mengakibatkan pemanfaatan kayu karet belum berjalan secara optimal. Pada posisi lokasi kayu karet milik petani yang sulit dijangkau, maka posisi tawar petani/pemilik kayu karet sangat lemah dan harga kayu karet yang diterimanya menjadi rendah/murah dan tidak ekonomis serta pemanfaatan kayu karet tidak/belum berjalan secara optimal. Disamping hal tersebut, pada perkebunan karet tradisional dijumpai adanya penggunaan bahan tanaman/bibit karet seedling sehingga kayu karet yang dihasilkan berdiameter kecil, dan hal ini akan mengakibatkan diperolehnya rendemen kayu karet yang rendah. Juga dijumpai adanya kerusakan di bidang sadap, karena penyadapan sampai ke bagian kayu karet, sehingga menimbulkan becak/ring. Hal ini mengakibatkan kualitas kayu karetnya rendah dan kayu /tidak dapat dimanfaatkan dengan baik. Hal tersebut mengakibatkan kayu karet yang bersangkutan tidak ekonomis dan pemanfaatan kayu karetnya tidak/belum optimal.
Jurnal Manajemen & Bisnis Aliansi
PEMANFAATAN KAYU KARET Oleh : Munawir
Beberapa industri pengolahan kayu karet seperti di propinsi Sumatera Utara, Jambi, Sumatera Selatan, Lampung dan Jawa (Boerhendy Island, dkk, 2003 d : 38) telah mengolah/memanfaatkan kayu karet peremajaan walau belum secara menyeluruh dilakukan pada setiap tempat di propinsi / kabupaten, karena kendala/hambatan yang ada atau belum dimanfaatkan secara optimal. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian (Boerhendy Island, dkk, 2003 e : 42-43) bahwa pemanfaatan kayu karet belum optimal karena beberapa hal : 1. Sebagian besar lokasi kebun karet rakyat tradisional terletak di wilayah yang tidak mempunyai akses jalan. Untuk mengeluarkan kayu dari kebun ke pabrik diperlukan biaya yang cukup besar, sehingga penjualan kayu karet menjadi tidak ekonomis. 2. Rendemen yang rendah juga merupakan masalah dalam pemanfaatan kayu karet. Hal ini disebabkan diameter kayu karet yang kecil karena bahan tanaman yang digunakan sebagian berasal dari seedling dan rusaknya bidang sadap akibat penyadapan sampai ke bagian kayu sehingga pada bagian ini menimbulkan bercak atau ring yang tentu saja tidak dapat dimanfaatkan untuk jenis kayu olahan. 3. Suplai kayu karet terbatas pada musim-musim tertentu yaitu pada saat musim pembukaan lahan. Pada saat itu persediaan kayu karet cukup banyak sehingga tidak dapat ditampung oleh pabrik karena kapasitas pabrik yang terbatas, sedangkan kayu karet setelah ditebang tidak dapat disimpan lama. Sebaliknya diluar musim peremajaan, ketersediaan kayu karet terbatas sehingga kapasitas terpasang pabrik menjadi tidak terpenuhi. 4. Tidak semua sentra karet di tingkat kabupaten memiliki industri pengolahan kayu karet, akibatnya jarak antara lokasi kebun dengan pabrik relative jauh sehingga kayu karet menjadi tidak ekonomis. Berdasarkan hal-hal tersebut maka pemanfaatan kayu karet pada areal TTM / TR belum dimanfaatkan secara optimal, sehingga hipotesa yang dikemukakan diatas benar atau dapat diterima dan sekaligus menjawab permasalahan yang ada. Jurnal Manajemen & Bisnis Aliansi
KESIMPULAN 1. Tanaman karet di Indonesia mulai ditanam pada tahun 1862 dan merupakan perkebunan karet yang tertua di dunia. Penanaman karet yang pertama sekali dilakukan di Jawa (Pamanukan Subang). 2. Areal karet Indonesia pada tahun 2010, seluas 3.445.415 ha, terbagi dalam areal: TBM 590.253 ha (17,13 %), TM 2.772.823 ha (80,48 %) dan TTM/TR 82.338 ha (2,39 %), yang didominasi oleh areal perkebunan rakyat (84,80 %). 3. Areal TTM/TR seluas 82.338 ha tersebut, perlu diremajakan dan mempunyai potensi penghasil kayu karet yang besar bila dapat dimanfaatkan/ dijual sebagai tambahan pendapatan petani untuk peremajaan tanaman karetnya. 4. Pemanfaatan kayu karet dapat diolah menjadi produk kayu lebih lanjut, antara lain menjadi play wood, peralatan rumah tangga (kursi, meja, lemari, tempat tidur, pintu, dinding, dll.), papan MDF (Medium Density Fibre Board) dan ubin MDF (Medium Density Fibre Board). 5. Dengan banyaknya kendala/hambatan yang dihadapi di lapangan, maka kayu karet pada areal TTM/TR belum dapat dimanfaatkan secara optimal. DAFTAR PUSTAKA Boerhendy I., Nancy C dan Gunawan A, 2003, Prospek dan Potensi Pemanfaatan Kayu Karet Sebagai Substitusi Karet Alam, dalam Jurnal Ilmu dan Teknologi Kayu Tropis, Vol. 1, No.1, 2003. Direktorat Jenderal Perkebunan, Kementerian Pertanian, 2011, Statistik Perkebunan Indonesia 2010 – 2012 Karet, Jakarta. Harsono H, 1995 , Sekilas Perjalanan Sejarah Perkaretan Indonesia dalam Setengah Abad Karet Indonesia Mengisi Kemerdekaan, Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (GAPKINDO), Jakarta. Nazir Moh, 1983, Metode Penelitian, Ghalia Indonesia, Jakarta.
53
PEMANFAATAN KAYU KARET Oleh : Munawir
Subarudi dan Barly, 2011, Identifikasi Teknologi Tepat Guna Untuk Proses Pengolahan Kayu Karet Rakyat, pada Workshop Nasional tentang Peningkatan Pemanfaatan Kayu Karet Hasil Peremajaan Milik Perusahaan dan Petani Karet, diselenggarakan oleh ISWA dan Ditjen BUK Kemhut, di Hotel Danau Toba, Medan 20-21 Januari 2011.
54
Sipahupar M, 2011, Studi Kelayakan Pemanfaatan Kayu Karet di PTPN II Tanjung Morawa, pada Workshop Nasional tentang Peningkatan Pemanfaatan Kayu Karet Hasil Peremajaan Milik Perusahaan dan Petani Karet, diselenggarakan oleh ISWA dan Ditjen BUK Kemhut, di Hotel Danau Toba, Medan 20-21 Januari 2011
Jurnal Manajemen & Bisnis Aliansi
TUGAS POKOK DAN FUNGSI GURU PROFESIONAL Oleh : Syarif Hidayat ABSTRACT Education is a process of transformation of values and the formation of personality in all its aspects in the form of systems consisting of various elements such as students, teachers, curriculum, cost and infrastructure. Educators or teachers in order to figure that teaching is supposedly able to perform activities that are educational and scientific. Therefore, the role of educators not only as a teacher, but at the same time as a mentor is as a guardian to help students overcome difficulties in their studies and for solving other problems. Along with the change and development of the times, teachers also demanded as a model should have the attitude and is also commendable in terms of their competence to face the times so as to make the process of coaching and optimal learning. Key Word : Role and responsibilities PENDAHULUAN Pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur, manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan dan prosedur yang saling mempengaruhi untuk mencapai tujuan pembelajaran. Kominasi tersebut di atas merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan sehingga saling melengkapi dan menyempurnakan. Kualitas pendidikan akan dapat dicapai apabila semua komponen dan unsur pendidikan dapat berjalan seimbang saling melengkapi dan menyempurnakan sesuai dengan peran dan fungsinya. Salah satu komponen inti dari berbagai komponen tersebut adalah peran dan fungsi guru sebagai pendidik. Dalam sistem pendidikan nasional kita, guru merupakan figur yang mengelola kegiatan pendidikan dan pembelajaran yang secara langsung berhadapan siswa. Dalam kapasitasnya sebagai pengelola kelas, guru bertanggungjawab terhadap keberhasilan pendidikan pada tingkat institusional melalui aktivitasnya dalam mengadakan pembinaan dan peningkatan kualitas belajar mengajar yang dilakukan. Guru merupakan pemimpin kegiatan yang berkaitan dengan proses belajar mengajar dimana ia harus merencanakan, melaksanakan, mengorganisasi
Jurnal Manajemen & Bisnis Aliansi
dan mengawasi kegiatan belajar mengajar, memilih dan menetapkan metode belajar mengajar yang tepat sesuai dengan lingkungan dan kondisi yang ada, membimbingan siswa baik secara individual maupun kelompok. Dilihat dari sisi manajerial, guru sebagai tenaga kerja merupakan investasi yang akan membawa manfaat dan dampak bagi lembaga. Dengan demikian perlu pengembangan SDM secara optimal dan diberikannya berbagai kesempatan untuk mandiri, kreatif, inovatif dan bertanggung jawab. Akan tetapi realitanya masih banyak ditemui kinerja guru dalam mengajar tidak sesuai dengan yang diharapkan, baik jika dilihat dari kompetensi profesionalnya maupun dari proses kerja yang dilakukan. Rendahnya kinerja ini berkaitan erat dengan kepuasan guru dalam bekerja sehingga memunculkan sikap acuh, lemah kompetisi dan minimnya ide-ide. PEMBAHASAN 1. Peran Guru Keberhasilan pelaksanaan kegiatan belajar mengajar sangat tergantung pada guru, karena guru merupakan ujung tombak dalam proses pembelajaran. Bagaimanapun sempurnanya
55
TUGAS POKOK DAN FUNGSI GURU PROFESIONAL Oleh : Syarif Hidayat
sebuah kurikulum tanpa didukung oleh kemampuan guru, maka kurikulum itu hanya sesuatu yang tertulis dan tidak memiliki makna. Guru sebagai elemen utama dalam pendidikan memiliki peran sebagai berikut: a. Peran guru sebagai perencana pembelajaran Keberhasilan dalam implementasi kurikukumdapat dipengaruhi perencanaan pembelajaran yang disusun guru. Kepiawaian guru dalam menyusun rencana pembelajaran dapat menentukan keberhasilan pencapaian kompetensi yang harus diserap oleh peserta didik. b. Guru sebagai pengelola pembelajaran Tujuan dari pengelolaan pembelajaran adalah terciptanya kondisi lingkungan belajar yang kondusif dan menyenangkan bagi siswa. Sehingga dalam proses pembelajaran siswa tidak merasa terpaksa apalagi tertekan. Peran dan tanggung jawab guru sebagai pengelola pembelajaran menciptakan iklim pembelajaran sebagai wadah interaksi sosial maupun psikologis. c. Guru sebagai fasilitator Sebagai seorang fasilitator, tugas guru adalah membantu untuk mempermudah siswa belajar bukan memberikan berbagai pengetahuan dan memaksa siswa untuk menelannya. Dengan demikian guru perlu memahami karakteristik siswa termasuk gaya belajar, kebutuhan kemampuan dasar yang dimiliki siswa. Melalui pemahaman itu guru dapat melayani dan memfasilitasi setiap siswa sesuai dengan minat, bakat, dan kelemahan-kelemahan yang dimilikinya. d. Peran guru sebagai evaluator Guru sebagai evaluator tidak kalah pentingnya dengan peran yang lain. Dilihat dari fungsi evaluasi, guru dapat mengetahui tingkat keberhasilan pesertadidik, mengetahui kelemahan dalam pembelajaran dan untuk menentukan tahap belajar berikutnya. Dengan adanya evaluasi baik formatif maupun sumatif, keduanya bermafaat untuk mengantisipasi
56
permasalahan yang muncul, solusi yang harus dilakukan, dan penentuan setiap posisi peserta didik. Dalam Undang-undang Republik Indonesia No. 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen bahwa Profesi guru merupakan pekerjaan bidang khusus yang dilaksanakan berdasarkan prinsip, memiliki bakat, minat, komitmen, kualifikasi akademik, tanggung jawab, memiliki kesempatan mengembangkan profesinya.Seperti yang telah dikemukakan di atas bahwa guru memiliki peranan penting dalam proses belajar mengajar di mana guru harus terus meningkatkan kualitasnya dalam dunia pendidikan. Selain menjalankan fungsinya seorang guru juga harus memiliki kestabilan emosi dan sebagai anggota masyarakat setiap guru harus pandai bergaul dengan masyarakat. Untuk itu harus menguasai psikologi sosialkarena setiap harinya guru akan bertemu dan menghadapi sebagian orang tua dansiswa dengan berbagai macam karakter, halini, seperti dijelaskan dalam tuntutan kompetesi social yang merupakan tuntuan undang-undang.Interaksi yang baik antara guru dengan peserta didik merupakan sesuatu yang harus terjadi, interaksi yang dimaksudkan adalah hubungan timbal balik antara guru dan siswa, siswa dan guru, dan siswa dengan siswa lainnya. Sehingga proses pembelajaran perlu dilakukan dengan suasana yang tenang dan menyenangkan, kondisi yang demikian menuntut aktivitas dan kreativitas guru dalam menciptakan lingkungan yang kondusif. Peran guru di atas, menurut Gagne dikelompokkan menjadi tiga bagian besar, yaitu : a. Guru sebagai designer of instruction (perancang pengajaran). Guru sebagai designer of instruction (perancang pengajaran) fungsi ini menghendaki guru untuk senantiasa mampu dan siap merancang kegiatan belajar-mengajar yang berhasilguna dan berdayaguna. Rancangan tersebut sekurang-kurangnya meliputi hal-hal sebagai berikut; Pertama, memilih dan menentukan bahan pelajaran; kedua, merumuskan tujuan penyajian bahan pelajaran; ketiga, memilih metode penyajian bahan pelajaran yang tepat; keempat, menyelenggarakan kegiatan evaluasi prestasi belajar.
Jurnal Manajemen & Bisnis Aliansi
TUGAS POKOK DAN FUNGSI GURU PROFESIONAL Oleh : Syarif Hidayat
b.
Guru sebagai manager of instruction (pengelola pengajaran) Guru sebagai manager of instruction (pengelola pengajaran) fungsi ini menghendaki kemampuan guru dalam mengelola (menyelenggaran dan mengendalikan) seluruh tahapan proses belajar mengajar. Diantara kegiatan-kegiatan pengelolaan proses belajarmengajar, yang terpenting ialah menciptakan kondisi dan situasi sebaik-baiknya, sehingga memungkinkan para siswa belajar secara berdayaguna dan berhasil guna. Selain itu, kondisi dan situasi tersebut perlu diciptakan sedemikian rupa agar proses komunikasi baik dua arah maupun multi arah antara guru dan siswa dalam proses belajar mengajar dapat berjalan secara demokratis. c. Guru sebagai evaluator of student learning (penilai prestasi belajar siswa) Fungsi ini menghendaki guru untuk senantiasa mengikuti perkembangan tarap kemajuan prestasi belajar atau kinerja akademik siswa dalam setiap kurun waktu pembelajaran. Evaluasi, idealnya berlangsung sepanjang waktu dan fase kegiatan belajar selanjutnya. Artinya, apabila hasil evaluasi tertentu menunjukan kekurangan, maka siswa yang bersangkutan diharapkan merasa terdorong untuk melakukan kegiatan pembelajaran perbaikan (learning). Sebaiknya, nilai evaluasi tertentu menunjukan hasil yang memuaskan, maka siswa yang bersangkutan diharapkan termotivasi untuk meningkatkan volume kegiatan belajarnya, agar materi pelajaran lain yang lebih kompleks dapat pula dikuasai. Berdasarkan uraian di atas, dalam meningkatkan mutu pendidikan, guru dituntut memiliki 12 M kiat guru, yaitu: a. Memiliki administrasi dan program pembelajaran yang lengkap seperti silabus, RPP, bank soal, program tahunan, program semester, buku ledger, catatan kegiatan harian. b. Memiliki KKM/Kinerja/target nilai yang ingin dicapai, yaitu standar patokan nilai yang dibuat sebagai alat ukur keberhasilan proses pembelajaran yang dilakukannya. Bagi seorang
Jurnal Manajemen & Bisnis Aliansi
guru, istilah KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) bukanlah hal aneh, karena hal ini tidak dapat dilepaskan dari penilaian hasil belajar yang sudah biasa dilakukan guru sesuai tuntutan kurikulum berbasis kompetensi. KKM suatu mata pelajaran merupakan standar minimal skor yang ditetapkan oleh guru mata pelajaran yang harus dicapai oleh siswa dengan mempertimbangkan karakteristik siswa, karakteristik mata pelajaran, dan kondisi dukungan lainya.Proses penetapan KKM dapat dilakukan dengan menggunakan dua format, guru dipersilahkan memiilih salah satu format yang paling sesuai dan mudah dilakukan serta mengacu pada beberapa hal berikut: 1) KKM ditetapkan pada awal tahun pelajaran 2) Nilai KKM dinyatakan dalam bentuk bilangan rentang 0 – 100 dengan KKM idelanya adalah 75 3) Nilai ketuntasan belajar maksimal adalah 100 4) Sekolah dapat menetapkan KKM dibawah nilai ketuntasan belajar maksimal 5) Nilai KKM harus dicantumkan dalam LHBS (Lembar Hasil Belajar Siswa) 6) Penetapan KKM harus mempertimbangkan tiga hal berikut: Kompleksitas (Kesulitan & Kerumitan) materi pelajaran, Daya dukung (Faktor yang mendukung pencapaian hasil belajar), dan Intake siswa (Kemampuan siswa secara umum) a) Tingkat Kompleksitas Tingkat Kompleksitas Tinggi, bila dalam pelaksanaannya menuntut : (1) SDM memahami kompetensi yang harus dicapai siswa dan kreatif inovatif dalam melaksanakan pembelajaran. (2) Waktu yang dibutuhkan cukup lama karena perlu pengulangan. (3) Membutuhkan penalaran dan kecermatan siswa yang tinggi.
57
TUGAS POKOK DAN FUNGSI GURU PROFESIONAL Oleh : Syarif Hidayat
c.
d.
e.
f.
g.
h.
58
b) Kemampuan Sumberdaya Pendukung Yaitu ketersediaan tenaga, sarana dan prasarana pendidikan yang sangat dibutuhkan, BOP, manajemen sekolah, kepedulian stakeholders sekolah. c) Intake Siswa Yaitu potensi secara umum siswa dalam mengikuti pembelajaran yang dapat dilihat dari tes masuk atau hasil belajar semester yang telah lalu. Memiliki kesiapan materi pelajaran yang disusun secara esensial dan professional. Guru perlu menyiapkan materi secara matang, seimbang dan sesuai tujuan yang hendak dicapai sehingga proses KBM tidak meluas atau bahkan keluar dari target. Memiliki niat melaksanakan TUPOKSI tepat waktu. Persoalan disiplin menjadi fenomena masyarakat saat ini, guru sebagai suritauladan dituntut memberian contoh positif kepad siswa dengan melakukan tugas dan tanggungjawabnya secara disiplin. Memiliki komitmen semua siswa naik kelas/lulus Ujian Nasional, yaitu adanya keinginan besar dan tulus melakukan berbagai strategi dan usaha agar siswa dapat naik kelas dan lulus ujian bukan dalam arti negatif akan tetapi dalam arti positif melalui kegiatan terstruktur yang bermanfaat bagi siswa dalam kegiatan belajar mengajar. Memiliki niat mencari 10 besar terbaik sebagai duta, yaitu menetapkan sebanyak 10 orang siswa yang memiliki kemampan di atas ratarata sebagai sarana untuk membantu siswa lainnya yang memiliki kekurangan melalui kegiatan belajar dengan teman sejawat. Memiliki catatan siswa yang mempunyai nilai di atas dan dibawah rata-rata setelah ulangan. Seyogyanya guru memiliki catatan setiap kejadian atau hal penting terkait dengan siswa didiknya termasuk siswa yang memiliki keunggulan dan kelemahan sehingga dengan mudah guru dapat memberikan bimbingan sesuai dengan apa yang dibutuhkan siswa. Memiliki program remedial/perbaikan/ pengayaan yang terjadwal dan kontinyu untuk memberikan kesempatan pada siswa mengikuti pembelajaran secara tuntas.
i.
j.
k.
l.
Memiliki catatan siswa CTN (calon tidak naik) dan CTL (calon tidak lulus) setelah semester satu/ganjil sehingga sedini mungkin dapat dikomunikasikan dengan pihak orang tua dan diantisipasi melalui berbagai program yang dapat meningkatkan kesiapan siswa dalam mengikuti ujian kenaikan maupun ujian kelulusan. Memiliki sikap/dedikasi dan loyalitas serta kepribadian yang baik dan tinggi terhadap tugas, yakni komitmen yang tinggi terhadap profesi sebagai guru yang dituntut melakukan tangungjawabnya secara optimal. Memiliki kriteria kenaikan kelas dan kelulusan siswa, yaitu ketentuan yang harus dipatuhi siswa sebagai standar bahwa siswa bisa atau tidak bisa naik kelas atau lulus. Memiliki catatan tentang pengembangan diri, pengamatan/penilaian tentang akhlak, kelakuan, kerajinan, kerapian, layanan BK dan pembiasaan serta absensi siswa. Yaitu catatan lengkap yang dimiliki guru tentang siswa didiknya yang tidak hanya terkonsentrasi pada aspek kognitif semata akan tetapi juga sikap dan perilakunya.
2.
Tugas dan Tanggung Jawab Guru Guru adalah seseorang yang berjasa besar terhadap masyarakat dan negara. Tinggi atau rendahnya kebudayaan suatu masyarakat, maju atau mundurnya tingkat kebudayaan suatu masyarakat dan negara, sebagian besar bergantung kepada pendidikan dan pengajaran yang diberikan oleh guruguru, semakin tinggi pendidikan guru dapat terlihat kemampuannya dalam melaksanakan tugas sebagai pendidik, makin baik pula mutu pendidikan dan pengajaran yang diterima oleh anak-anak, dan makin tinggi pula derajat masyarakat. Oleh sebab itu, menjadi seorang guru harus berkeyakinan dan bangga bahwa ia dapat menjalankan tugasnya. Guru hendaklah berusaha menjalankan tugas kewajibannya secara professional. Tugas guru sebagai profesi meliputi; pertama, mendidik berarti meneruskan dan mengembangkan nilai-nilai hidup; kedua, mengajar berarti meneruskan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi; ketiga, melatih berarti mengembangkan keterampilanketerampilan pada siswa. Guru sebagai pekerja
Jurnal Manajemen & Bisnis Aliansi
TUGAS POKOK DAN FUNGSI GURU PROFESIONAL Oleh : Syarif Hidayat
profesional yang secara khusus disiapkan untuk mendidik anak-anak yang telah diamanatkan orang tua untuk dapat mendidik anaknya di sekolah. Guru atau pendidik, sebagai orang tua kedua dan sekaligus penanggung jawab pendidikan anak didiknya setelah kedua orang tua di dalam keluarganya memiliki tanggung jawab pendidikan yang baik kepada peserta didiknya. Dengan demikian, apabila kedua orang tua menjadi penanggung jawab utama pendidikan anak ketika diluar sekolah, maka guru merupakan penanggung jawab utama pendidikan anak melalui proses pendidikan formal anak yang berlangsung di sekolah karena tanggung jawab merupakan konsekuensi logis dari sebuah amanat yang dipikulkan diatas pundak para guru. Sebagai pemegang amanat, guru bertanggung jawab untuk mendidik peserta didiknya secara adil karena pada saatnya nanti akan dimintai pertanggungjawaban atas pekerjaannya tersebut. Menurut Oemar Hamalik, tanggung jawab guru adalah: a. Guru harus menuntut murid-murid belajar Tanggung jawab guru yang terpenting ialah merencanakan dan menuntut murid-murid melakukan kegiatan-kegiatan belajar guna mencapai pertumbuhan dan perkembangan yang diinginkan, guru harus membimbing murid agar mereka memperoleh keterampilanketerampilan, pemahaman, perkembangan berbagai kemampan, kebiasaan-kebiasaan yang baik, dan perkembangan sikap yang serasi. b. Turut serta membina kurikulum sekolah Sesungguhnya guru merupakan seorang key person yang paling mengetahui tentang kebutuhan kurikulum yang sesuai dengan tingkat perkembangan murid. Untuk mengubah kurikulum tentu tidak mungkin, akan tetapi dalam rangka membuat atau memperbaiki proyekproyek pelaksanaan kurikulum, yang berhubungan dengan tugas dan tanggung jawab guru, tentu sangat diperlukan. c. Melakukan pembinaan terhadap diri siswa (kepribadian, watak, dan jasmaniah). Membina siswa agar menjadi manusia berwatak (berkarakter) sudah pasti bukan pekerjaan yang mudah. Mengembangkan watak dan kepribadian anak, sehingga anak memiliki kebiasaan, sikap, cita-cita, berpikir dan berbuat,
Jurnal Manajemen & Bisnis Aliansi
d.
e.
berani dan bertanggung jawab, ramah dan mau bekerja sama, bertindak atas dasar nilai-nilai moral yang tinggi, semuanya menjadi tanggung jawab guru. Agar aspek-aspek kepribadian ini dapat berkembang maka guru perlu menyediakan kesempatan kepada siswa untuk mengalami, menghayati situasi-situasi yang hidup dan nyata. Selain dari kepribadian, watak, dan tingkah laku guru sendiri akan menjadi contoh konkrit bagi murid. Memberikan bimbingan kepada murid Bimbingan kepada murid agar anak mampu mengenal dirinya sendiri, memecahkan masalahnya sendiri, mampu menghadapi kenyataan dan memiliki stamina emosional yang baik, sangat diperlukan. Mereka perlu dibimbing ke arah terciptanya hubungan pribadi yang baik dengan temannya di mana perbuatan dan perkataan guru dapat menjadi contoh yang hidup. Guru perlu menghormati pribadi anak, supaya mereka menjadi pribadi yang tahu akan hak-hak orang lain. Kebiasaan, sikap, dan apresiasinya harus dikembangkan, hingga pada waktunya anak menjadi manusia yang mengertiakan hak dan tanggung jawab sebagai anggota masyarakat yang berdiri sendiri. Karena itu, guru harus memahami benar tentang masalah bimbingan belajar, bimbingan pendidikan, bimbingan pribadi, dan terampil dalam memberikan penyuluhan dengan tepat. Melakukan diagnosis atas kesulitan-kesulitan belajar dan mengadakan penilaianatas kemajuan belajar. Guru bertanggung jawab menyesuaikan semua situasi belajar dengan minat, latar belakang, dan kematangan siswa, juga bertanggung jawab mengadakan evaluasi terhadap hasil belajar dan kemampuan belajar serta melakukan diagnosis dengan cermat terhadap kesulitan dan kebutuhan siswa. Karena itu, guru harus mampu menyusun tes yang objektif, menggunakannya secara inteligen, melakukan observasi secara kritis serta melaksanakan usaha-usaha perbaikan (remedial), sehingga siswa mampu menghadapi masalah-masalah sendiri dan tercapainya perkembangan pribadi yang seimbang.
59
TUGAS POKOK DAN FUNGSI GURU PROFESIONAL Oleh : Syarif Hidayat
f.
g.
h.
i.
j.
60
Menyelenggarakan penelitian Sebagai seorang yang bergerak dalam bidang keilmuan (scientist) bidang pendidikan maka guru harus senantiasa memperbaiki cara bekerjanya. Bagi seorang guru, keahlian dalam pekerjaan penelitian, merupakan tanggung jawab professional sebagai halnya para dokter, insinyur, dan sebagainya. Keahlian ini harus dimiliki sama baiknya, seperti keahlian para pekerja penelitian yang telah terlatih (trained investigator). Mengenal masyarakat dan ikut serta aktif Guru sebaiknya turut aktif dalam kegiatankegiatan yang ada dalam masyarakat. Apabila hal ini dikerjakan maka guru akan mendapat peluang yang baik untuk menjelaskan tentang keadaan sekolah kepada masyarakat, sehingga mendorong masyarakat untuk turut memikirkan kemajuan pendidikan anak-anak mereka. Di lain pihak, pembangunan dan perbaikan masyarakat sesuai dengan kondisi dewasa ini. Menghayati, mengamalkan, dan mengamankan pancasila Pendidikan bertujuan membentuk manusia pancasila sejati, yang berarti melalui pendidikan di antaranya sekolah, guru berusaha semaksimal mungkin agar tujuan membentuk manusia pancasila tercapai. Faktor penentu lainnya ialah kepribadian guru sendiri, guru tidak mungkin mendidik siswa menjadi manusia pancasila, jika guru sendiri tidak memiliki kepribadian pancasila. Turut serta membantu terciptanya kesatuan dan persatuan bangsa dan perdamaian dunia. Guru bertanggung jawab untuk mempersiapkan siswa menjadi warga negara yang baik. Apabila para siswa didik saling menghargai, mengenal daerah, masyarakat, adat istiadat, seni budaya, sikap, hubungan-hubungan sosial, keyakinan, kepercayaan, peninggalanpeninggalan historis setempat, keinginan, dan minat dari daerah-daerah lainnya di seluruh nusantara. Turut menyukseskan pembangunan Pembangunan adalah cara yang paling tepat guna membawa masyarakat kearah kesejahteraan dan kemakmuran bangsa. Pada
k.
garis besarnya, pembangunan itu meliputi pembangunan dalam bidang mental spiritual dan bidang fisik material, turut serta dalam kegiatankegiatan pembangunan yang sedang berlangsung di dalam masyarakat termasuk tanggung jawab guru yang efektif. Tanggung jawab meningkatkan peranan profesional guru Peningkatan kemampuan meliputi kemampuan untuk melaksanakan tanggung jawab dalam melaksanakan tugas-tugas di dalam sekolah dan kemampuan yang di perlukan untuk merealisasikan tanggung jawab guru diluar sekolah. Kemampuan-kemampuan itu harus dipupuk dalam diri pribadi guru sejak guru mengikuti pendidikan guru sampai guru bekerja.
3.
Guru Pada Abad 21 Guru yang professional bukan hanya sekedar alat untuk transmisi kebudayaan tetapi mentransformasikan kebudayaan itu kearah budaya yang dinamis yang menuntut penguasaan ilmu pengetahuan, produktifitas yang tinggi, dan kualitas karya yang dapat bersaing pada skala global. Guru profesional juga tidak sekedar sosok yang berfungsi sebagai robot atau boneka yang selalu dikendalikan, tetapi merupakan dinamisator yang mengantar potensi-potensi peserta didik kearah kreativitas. Tugas seorang guru profesional meliputi tiga bidang utama: 1) dalam bidang profesi, 2) dalam bidang kemanusiaan, dan 3) dalam bidang kemasyarakatan. Secara sederhana kualifikasi profesional kependidikan guru dijelaskan sebagai berikut: a. Kapabilitas personal (person capability) yaitu guru diharapkan memilki pengetahuan, kecakapan, dan keterampilan serta sikap yang lebih mantap dan memadai sehingga mampu mengelola proses pembelajaran secara efektif. b. Guru sebagai innovator yang berarti memiliki komitmen terhadap upaya perubahan dan informasi. Guru diharapkan memiliki pengetahuan kecakapan, dan keterampilan serta sikap yang tepat terhadap pembaruan dan sekaligus penyebar ide pembaruan efektif. c. Guru sebagai developer yang berati ia harus memiliki visi keguruan yang mantap dan luas perspektifnya. Guru harus mampu dan mau
Jurnal Manajemen & Bisnis Aliansi
TUGAS POKOK DAN FUNGSI GURU PROFESIONAL Oleh : Syarif Hidayat
melihat jauh kedepan (the future thingking) dalam menjawab tantangan-tantangan zaman yang dihadapi oleh sektor pendidikan sebagai sebuah sistem. Dengan semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi pada abad 21 ini, tuntutan guru semakin kompleks mengingat semakin banyaknya variabel yang harus ditangani guru dalam proses pendidikan baik menyangkut administrasi sekolah maupun keterampilan mengelola siswa sehingga mereka dapat belajar dengan baik dan tertib. Hal-hal yang perlu dilakukan guru pada abad modern ini adalah: a. Perlunya perhatian intensif dari guru maupun orang tua melalui kerjasama yang berkelanjutan, b. Komunikasi perlu dibangun secara dialogis dengan orang tua maupun dengan siswa itu sendiri, mengingat peserta didik pada setiap jenjang sudah memiliki kemampuan berpikir rasiional sesuai tahap perkembangannya, c. Perlunya kerjasama yang kontinyu dalam menjamin siswa untuk dapat belajar sesuai harapan baik di seklah maupun di rumah, d. Motivasi atau dorongan dari orang dewasa terhadap siswa melalui berbagai upaya baik materil maupun immateri yang mempu memicu keinginan siswa untuk belajar, e. Innovasi sebagai suatu keharusan dalam kegiatan belajar mengajar di abad modern yang sarat dengan dukungan teknologi, f. Pengawasan secara menyeluruh dari guru dan orang tua dalam setiap aspek perilaku siswa baik di sekolah, di rumah maupun di lingkungannya, g. Evaluasi terhadap setiap apa yang dilakukan yang tidak hanya terfokus pada aspek kognitif akan tetapi juga aspek afektif dan psikomotornya seperti ditekankan pada kurikulum 2013, h. Tindak lanjut sebagai upaya membekali siswa dengan berbagai keterampilan yang harus di latih secara terus menerus dan dikontrol oleh guru dan orang tua, i. Waktu sebagai sarana mencapai keberhasilan sedianya dikelola dengan efektif sehingga tersedianya waktu belajar dan waktu bermain yang merupakan kebutuhan siswa remaja, dan
Jurnal Manajemen & Bisnis Aliansi
j.
doa sebagai media mendekatkan diri kepada Allah SWT setelah kita melakukan berbagai upaya, sehingga apapun yang dicapai tidak menjadikan kita stress dan putus asa. Dilakukan dengan fokus dan tepat waktu, fokus artinya tepat pada sasaran apakah itu masalahnya atau siswanya sedangkan tepat waktu artinya setiap permasalahan harus dilakukan sesuai waktunya dan dilakukan secara cepat sehingga tidak memunculkan masalah baru.
PENUTUP Sebagai bagian dari sistem, keberadaan guru berperan penting dalam proses pelaksanaan pendidikan dan pembelajaran yang berkualitas sehingga menghasilkan output yang berkualitas pula. Sejalan dengan perkembangan zaman, pada abad 21 ini, guru memiliki tantangan yang semakin kompleks baik terkait dengan sikap perilaku siswa, tuntutan masyarakat yang semakin sadar akan pendidikan yang bermutu tinggi, juga perkembangan ilmu dan pengetahuan yang menuntut skill tinggi dalam implementasinya. DAFTAR BACAAN Danim, Sudarwan. 2002. Inovasi Pendidikan dalam Upaya Peningkatan Profesionalisme Tenaga Kependidikan, Bandung: CV Pustaka Setia Hamalik, Oemar. 2008. Proses Belajar Mengajar, Jakarta: Bumi Aksara. Hidayat, Ara & Imam Machali. 2010. Pengelolaan Pendidikan. Konsep, Prinsip, dan Aplikasi dalam Mengelola Sekolah dan Madrasah. Bandung: Pustaka Educa. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasinal Pendidikan (Jakarta: Eka Jaya, 2005) Permendiknas Nomor 18 Tahun 2007 tentang Sertifikasi Guru dalam Jabatan Rohani, Ahmad & Abu Ahmadi. 1991. Pedoman Penyelenggaraan Administrasi Pendidikan Di Sekolah. Jakarta : Bumi Aksara. Purwanto, Ngalim. 2004. Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.
61
TUGAS POKOK DAN FUNGSI GURU PROFESIONAL Oleh : Syarif Hidayat
Sanjaya, Wina. 2008. Kurikulum dan Pembelajaran. Teori dan Praktek Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, Jakarta: Kencana Prenada Media Grup. Suhardan, Dadang. 2008. Pengelolaan Pendidikan. Tim Dosen Jurusan Administrasi Pendidikan. Bandung: Penerbit Jurusan Administrasi Pendidikan UPI Bandung.
62
Syaodih, Nana, Ayi Novi J., dan Ahman. 2006. Pengendalian Mutu Pendidikan Sekolah Menengah (Konsep, Prinsip dan Instrumen). Bandung: Penerbit Rafika Aditama.
Jurnal Manajemen & Bisnis Aliansi
URGENSI MANAGAMENT PEMBERDAYAAN BAGI KINERJA LEMBAGA PENDIDIKAN Oleh : Hasby ABSTRACT Empowerment is a comprehensive business management carried out by the management to enable the full potential of existing employees with a focus on empowerment -based participation . Empowerment will distribute responsibility and authority to the workers to make decisions regarding all product development and strategic decision-making and professional based on the capabilities of each performance . To improve performance supported by giving employees the opportunity toflouris Performance is aimed at improving the performance aspects that include targets are achieved , competencies which include knowledge , skills , attitude and work effectiveness . Thought every individual involved in the organization will jointly create a quality working conditions and have a high quantity in order to create an atmosphere that supports efforts to achieve the expected goals of educational institutions as the founder of the institution . In this literary analysis , mentioned a number of the urgency of empowerment that is applied in a management system with the ultimate goal to obtain the ideal performance and effectively for educational achievement of organizational goals . LATAR BELAKANG Karyawan merupakan kelompok yang paling penting di lembaga pendidikan, karena karyawanlah yang melaksanakan fungsi utama lembaga pendidikan: mendidik, penelitian, pengabdian pada masyarakat, dan manajemen. Pada dasarnya pemberdayaan adalah cara untuk melaksanakan kerjasama dalam organisasi sehingga semua orang berpartisipasi penuh. Dalam organisasi yang sudah diberdayakan, para pelaksana (karyawan, teknisi, pegawai administrasi, pustakawan, laboran, dsb) merasa bertanggungjawab tidak hanya tentang pekerjaan yang dikerjakannya, tetapi juga tentang keseluruhan tugas perguruan tingginya. Kelompokkelompok yang telah diberdayakan akan bekerjasama memperbaiki kinerja mereka secara berkelanjutan, mencapai tingkat produktivitas dan mutu yang tinggi. Setelah pemberdayaan, perguruan tinggi akan terstruktur sedemikian rupa hingga orang-orang merasa bahwa pelaksana dapat mencapai hasil-hasil sebagaimana diharapkan, dapat melakukan apa yang perlu dilakukan, dan tidak sekedar dapat melakukan apa yang diperintahkan untuk melakukannya. Dinamika suatu organisasi perguruan tinggi terletak pada kreativitas dan inisiatif orang-orang yang
Jurnal Manajemen & Bisnis Aliansi
ada di dalamnya. Untuk mencapai kinerja yang lebih baik, maka dilakukan pengelolaan potensi kreativitas dan inisiatif melalui peningkatan pengetahuan dan keterampilan kerja, memberi kewenangan atau kesempatan untuk berinisiatif dan berkreasi, dan memberi motivasi pada orag-orang di dalam organisasi. Setiap orang diajak untuk tidak hanya merasa bertanggung-jawab tentang pekerjaannya sendiri, tetapi mereka juga merasa ikut memiliki organisasi secara keseluruhan (organizational citizen behavior). Para pekerja itu perlu dilibatkan agar merasa ikut berpartisipasi sebagai pengambil keputusan, tidak sekedar sebagai pengikut, pelaksana, penerima perintah atau bawahan (empowering management). Selain itu pekerja juga merasa bangga atau kecewa terhadap keberhasilan perguruan tingginya secara keseluruhan, dan bukan hanya merasa bangga atau kecewa terhadap hasil kerja dirinya sendiri saja (employee envolvement). 1.
Pemberdayaan (Empowerment) Pemberdayaan merupakan suatu konsep yang diadopsi dari kata “empowerment”. Kata empowerment atau empower mengandung dua pengertian yaitu; pertama; to give power or authority to,
63
Urgensi Managament Pemberdayaan Bagi Kinerja Lembaga Pendidikan Oleh : Hasby
kedua ; to give ability or enable. Luthans memberikan definisi pemberdayaan sebagai “the authority to make dicisions within one’s area of operations without having to get approval from anyone else. Artinya bahwa pemberdayaan adalah kewenangan untuk membuat keputusan di dalam area operasi tertentu tanpa perlu persetujuan dari siapapun. Goetsch menjelaskan “empowerment is employee involvement that matters. It’s the difference between just having input that is heard, seriously considered, and followed up on whether it accepted or not. Dengan kata lain empowerment adalah merupakan pemberian tanggung jawab dan wewenang terhadap pekerja untuk mengambil keputusan menyangkut semua pengembangan produk dan pengambilan keputusan. Kemudian Goetsch mengatakan “empowerment is employee involvement that matters. It`s the difference between just having imput and having input that is heard, seriously considered, and followed up on whether it is accepted or not. Lebih lanjut Goetsch dan Davis mengatakan “empowerment is the key to motivation and productivity. An employee who feels he or she is valued and can contribute is ready to help and grow in the job.” Pemberdayaan adalah melibatkan semua unsur dalam mengambil suatu keputusan. Giersch & Davis yang dikutip dalam Tampubolon , menyatukan pengertian pemberdayaan dengan pengertian partisipasi (involvement) yaitu total employee involvement and empowerment (TELE), yang berarti bahwa pemberdayaan para karyawan terjadi hanya apabila mereka berpartisipasi aktif sepenuhnya dalam proses–proses pemikiran dan kegiatan pada semua tingkatan organisasi. Dalam partisipasi, setiap karyawan diberi kesempatan luas dan difasilitasi untuk memberikan sumbangan pemikiran, mengadakan inovasi atau kreaktivitas, sehingga dia dapat mengembangkan dirinya. Tanpa partisipasi seperti itu pemberdayaan SDM tidak akan terjadi. Pemberdayaan tidak akan terjadi melalui perintah, petunjuk, atau pengarahan. Dalam Manajemen Mutu Terpadu, partisipasi aktif yang sepenuhnya dan setulus hati adalah kunci keberhasilan dalam usaha peningkatan mutu pembelajaran. Pemberdayaan adalah kunci utama keberhasilan Perbawahanan Tinggi dalam usaha meningkatan mutu secara berkelanjutan. Menurut Rollinson, Edwards, and Broadfield pemberdayaan adalah “giving people the aouthority to make decisions in their own area of
64
operations without the approval of someone above. Iddeally empowerment results in the delegation of power downwards and an expanded level of involvement for employees. Artinya pemberdayaan adalah memberikan wewenang kepada karyawan untuk mengambil keputusan di dalam lingkungan kerja mereka sendiri tanpa membutuhkan pengakuan dari pihak lain (bawahan). Hasil dari pemberdayaan dalam pendelegasian kekuatan pada bawahan dan pada tingkatan yang lebih luas dari keterlibatan karyawan. Dalam konteks organisasi pendidikan, Short, Greer dan Melvin mendefinisikan pemberdayaan sebagai: “a process whereby school participants develop the competence to take charge of their own growth and resolve their own problems.” Artinya bahwa pemberdayaan adalah sebuah proses di mana anggota organisasi mengembangkan kompetensi untuk memanfaatkan pertumbuhannya dan memecahkan permasalahan yang dimiliki. Yukl menjelaskan bahwa “empowerment takes a leadercentered view of power sharing and participation. Cook dan Macaulay dikutip oleh Wibowo , mendefinisikan pemberdayaan merupakan perubahan yang terjadi pada falsafah manajemen yang dapat membantu menciptakan suatu lingkungan di mana setiap individu dapat menggunakan kemampuan dan energinya untuk meraih tujuan organisasi. Menurut Robbins , pemberdayaan (empowerment) adalah memberi tanggungjawab kepada para pekerja mengenai apa yang harus dikerjakan oleh para karyawan. Melalui pemberdayaan para pimpinan harus belajar bagaimana menyerahkan pengendalian dan para karyawan belajar bagaimana mengambil tanggung jawab terhadap pekerjaan mereka dan mereka mengambil keputusan yang benar. Dengan demikian empowerment adalah bagaimana mengubah gaya kepemimpinan, hubungan kekuasaan, cara kerja itu dirancang, dan cara organisasi – organisasi diformatkan. Wibowo yang dikutip dari Robbins , memberikan pengertian pemberdayaan menempatkan pekerja untuk bertanggungjawab atas apa yang mereka kerjakan. Pemberdayaan dapat mengubah gaya kepemimpinan, hubungan kekuasaan, desain pekerjaan, dan struktur organisasi. Menurut Greenberberg dan Baron dalam Syarif Makmur , pemberdayaan merupakan suatu proses di mana pekerja diberi peningkatan sejumlah otonom dan
Jurnal Manajemen & Bisnis Aliansi
Urgensi Managament Pemberdayaan Bagi Kinerja Lembaga Pendidikan Oleh : Hasby
keleluasaan dalam hubungannya dengan pekerjaan mereka. Sementara itu David , menyatakan bahwa pemberdayaan merupakan setiap proses yang memberikan otonomi yang lebih besar kepada pekerja melalui saling menukar informasi yang relevan dan ketentuan pengawasan atas faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi kerja. Pemberdayaan membantu menghilangkan kondisi yang menyebabkan ketidakberdayaan sambil meningkatkan perasaan self-efficacy (keberhasilan diri) pekerja. Dengan kata lain bahwa, suatu perasaan yang menunjukkan dirinnya mempunyai kemampuan menyelesaikan pekerjaan apa saja yang diberikan kepadanya, namun perlu didukung dengan kemampuan yang aktual. Davis dan Newstrom terkait dengan pemberdayaan menjelaskan bahwa “empowerment is any process that provides greater autonomy to employees through the sharing of relevant information and the provision of control over factors affecting job performance.” Pengertian ini menunjukkan bahwa pemberdayaan adalah suatu proses yang menyediakan otonomi lebih besar untuk karyawan melalui pembagian informasi yang relevan dan provisi kendali atas faktor-faktor yang berdampak terhadap kinerja. Pemberdayaan membantu untuk melepaskan kondisi yang menyebabkan ketidakberdayaan dan meningkatkan rasa efikasi diri karyawan. Pemberdayaan memberikan wewenang kepada karyawan untuk mengatasi situasi dan memungkinkannya untuk mengambil kendali atas masalah-masalah yang muncul. Ada lima pendekatan luas yang dapat digunakan untuk pemberdayaan, yaitu: (1) Menolong karyawan untuk mencapai penguasaan pekerjaan (memberikan pelatihan yang benar, melatih, dan menunjukkan pengalaman yang akan menghasilkan awal kesuksesan), (2) Menyediakan lebih banyak kendali (memberikan karyawan diskresi melebihi kinerja dan kemudian memegang tanggungjawab atas hasil), (3) Menyediakan kesuksesan model peran (menyediakan karyawan untuk mengamati rekannya yang siap melakukan kesuksesan atas pekerjaannya), (4) Menggunakan penguatan sosial dan bujukan (memberikan hadiah, dorongan,dan umpan balik verval yang disusun untuk memunculkan kepercayaan diri), (5) Memberikan dukungan emosional (memberikan arahan jika karyawan dalam kondisi stres atau cemas melalui pendefinisian peran yang jelas, bantuan tugas, dan kepedulian yang jujur).
Jurnal Manajemen & Bisnis Aliansi
2.
Proses Pemberdayaan (Empowering) Proses pemberdayaan diawali dengan melepaskan kondisi ketidakberdayaan dengan melakukan perubahan, kepemimpinan, sistem penghargaan dan pekerjaan. Selain itu, juga dilakukan usahan untuk meningkatkan efikasi diri kerja melalui penguasaan pekerjaan, kenadli dan pertanggungjawaban, model peran, penguatan dan dukungan. Langkah-langkah itu akan menimbulkan persepsi atasi pemberdayaan yang meliputi perasaan kompeten, nilai yang tinggi, makna kerja, dan meningkatkan penggunaan bakat. Akhirnya dari proses pemberdayaan tersebut memberikan pengaruh terhadap kinerja. Dalam lingkungan pendidikan, Short and Rinehart yang dikutip Bogler dan Somech menjelaskan lima dimensi untuk mengukur pemberdayaan. Pertama, pengambilan keputusan (decision making). Dimensi menunjukkan partisipasi dalam keputusan penting yang secara langsung berpengaruh terhadap pekerjaan, mencakup isu yang berhubungan dengan anggaran, rekrutmen bawahan, penjadwalan, dan kurikulum. Kedua, pertumbuhan profesional (professional growth). Dimensi ini menunjukkan persepsi bahwa organisasi menyediakan peluang untuk tumbuh dan pengembangan secara profesional, terus belajar, dan memperluas keterampilan selama bekerja. Ketiga, efikasi diri (self efficacy). Efikasi diri menunjukkan persepsi bahwa dirinya dilengkapi dengan keterampilan dan kemampuan untuk menyelesaikan pekerjaan, dan kompeten mengembangkan kirikulum. Keempat, otonomi (autonomy). Menunjukkan perasaan yang memiliki kendali pada banyak aspek pekerjaan, termasuk jadwal, pengembangan kurikulum, memiliki buku ajar dan pengajaran. Kendali ini memungkinkan seseorang merasa bebas untuk membuat keputusan yang berhubungan dengan lingkungan pendidikan. Kelima, dampak (impact). Dimensi ini menunjukkan persepsi bawahan bahwa dirinya dapat menyebabkan dan mempengaruhi kehidupan organisasi. Untuk menjamin keberhasilan proses pemberdayaan, dapat digunakan model pemberdayaan Khan sebagaimana dikutip Rokhman . Dalam hal ini paradigmanya meliputi aspek-aspek berikut: Pertama, desire. Paradigma desire merupakan upaya pimpinan untuk: (a) memberi kesempatan kepada bawahan untuk mengidentifikasi permasalahan yang sedang berkembang, (b)
65
memperkecil directive personality dan memperluas keterlibatan bawahan, (c) mendorong terciptanya perspektif baru dan memikirkan kembali strategi untuk meningkatkan kinerja, dan (d) menggambarkan keahlian team dan melatih bawahan untuk melakukan self-control. Kedua, trust. Paradigma trust mencakup upaya pimpinan untuk: (a) memberi kesempatan kepada bawahan untuk berpartisipasi dalam pembuatan kebijakan, (b) menyediakan waktu dan sumber daya pendukung yang mencukupi bagi upaya bawahan untuk meningkatkan kinerja, (c) menyediakan pelatihan yang mencukupi bagi kebutuhan peningkatan kinerja bawahan, (d) menghargai perbedaan pandangan dan mengakui kesuksesan yang diraih oleh bawahan, dan (e) menyediakan akses informasi yang memadai bagi upaya bawahan untuk meningkatkan kinerja. Ketiga, confident. Paradigma Confident merupakan upaya pimpinan untuk: (a) mendelegasikan tugas-tugas yang dianggap penting kepada bawahan, (b) menggali dan mengakomodasi gagasan dan saran bawahan, (c) memperluas tugas dan membangun jaringan dengan organisasi dan instansi lain, dan (d) menyediakan jadwal job instruction dan mendorong munculnya win-win solution. Keempat, credibility. Beberapa upaya pimpinan terkait dengan paradigma credibility, adalah: (a) memandang bawahan sebagai partner strategis, (b) menawarkan peningkat standar tinggi di semua aspek kinerja bawahan, (c) mensosialisasikan inisiatif bawahan sebagai individu kepada bawahan lain untuk melakukan perubahan secara partisipatif, dan (d) menggagas win-win solution dalam mengatasi perbedaan pandangan dalam penentuan tujuan dan penetapan prioritas. Kelima, accountability. Paradigma accountability merupakan upaya pimpinan untuk (a) menggunakan jalur training dalam mengevaluasi kinerja bawahan, (b) memberikan tugas yang terdefinisikan secara jelas dan terukur, (c) melibatkan bawahan dalam penentuan standar dan ukuran kinerja, (d) memberikan bantuan dan saran kepada bawahan dalam menyelesaikan beban kerjanya, dan (e) menyediakan periode dan waktu pemberian feedback. Keenam, communication. Paradigma communication adalah upaya pimpinan untuk (a) menetapkan kbijakan open door communication, (b) menyediakan waktu untuk memperoleh informasi dan mendiskusikan permasalah secara terbuka, dan (c)
66
menciptakan kesempatan untuk cross-training. Selain enam paradigma pemberdayaan bawahan tersebut, faktor lingkungan organisasi juga sangat menentukan pelaksanaan program pemberdayaan. Caudron yang dikutip oleh Rokhman , menganjurkan enam hal penting untuk membangun lingkungan organisasi yang kondusif bagi pelaksanaan program pemberdayaan. Enam hal tersebut: Pertama, work teams and information sharing. Membentuk work teams and information sharing sangat penting bagi organisasi, karena di dalam tim terdapat peluang yang besar terjadinya sharing knowledge di antara para bawahan, pegawai, dan pimpinan. Setiap individu diharapkan mampu menyajikan unjuk kerja dan mempengaruhi secara positif kepada yang lain dalam meningkatkan kompetensi. Sharing knowledge di antara para bawahan, pegawai, dan pimpinan terjadi melalui proses-proses komunikasi terbuka tentang kekuatan dan kelemahan kinerja mereka serta mencermati tantangan dan peluang yang mereka hadapi seiring dengan perkembangan pendidikan. Kedua, training and resources. Pemberdayaan training and resources sangat penting untuk menunjang peningkatan profesionalisme bawahan. Training team memiliki peran penting untuk menjaga kekompakan dalam penyelesaian berbagai masalah di organisasi. Hal ini penting, karena pemberdayaan bagi bawahan tidak hanya untuk tujuan-tujuan independent empowering, tetapi juga interdependent empowering. Namun, training sangat membutuhkan penyediaan fasilitas da sumber daya lain yang dibutuhkan bawahan dalam meningkatkan kompetensinya. Ketiga, measurement and feedback. Measurement atau pengukuran sangat dibutuhkan untuk memperoleh data ada atau tidaknya peningkatan dan kemajuan yang dialami bawahan. Konsep pengukuran tidak bisa dilepaskan dari konsep standar. Hasil pengukuran yang dibandingkan dengan standar akan berfungsi sebagai alat kontrol terhadap kinerja yang dilakukan oleh bawahan. Namun pasca pengukuran memerlukan adanya feedback secara cepat. Hal ini penting, karena feedback akan memberi peluang bagi bawahan untuk menampilkan kinerja yang lebih baik. Keempat, reinforcement. Dukungan manajemen dengan pemberian reinforcement secara terus menerus akan mendukung dan memotivasi bawahan. Pada hakikatnya, semua manusia (termasuk bawahan) merasa respektif terhadap penghargaan yang diterima atas prestasi yang dicapainya. Pimpinan
Jurnal Manajemen & Bisnis Aliansi
atau pengawas perlu memberikan penilaian yang baik atas prestasi kerja yang bisa dicapai oleh bawahan. Pimpinan wajib melakukan sosialiasi atas prestasi yang dicapai bawahan. Kelima, responsibility. Memberikan kepercayaan kepada para bawahan untuk melakukan pekerjaan yang sesuai akan membangun responsibility bawahan terhadap tugas yang menjadi kewajibannya. Kepercayaan tersebut akan membangkitkan kreativitas dan inovasi mereka yang pada akhirnya akan meningkatkan kinerja dan produktivitasnya. Pemberian wewenang memiliki nilai strategis bagi bawahan dalam hal meningkatkan rasa percaya dirinya sebagai akibat dirinya merasa dihargai, penting, dan dibutuhkan keberadaanya di organisasi. Dengan demikian, bawahan akan mengerahkan seluruh pengetahuan dan keahliannya untuk melakukan tugas dengan sebaik-baiknya. Keenam, flexibility procedure. Flexibility procedure sangat dibutuhkan di organisasi, karena sangat memudahkan dalam pengambilan keputusan. Prosedur yang fleksibel akan mendukung organisasi dalam melakukan penyesuaian terhadap perubahanperubahan zaman seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. Di samping itu, akan memberi peluang pula bagi bawahan untuk mampu beradaptasi dan meningkatkan kompetensi, sehingga lebih siap dalam berkompetisi. Jadi, dapat disimpulkan bahwa untuk menumbuhkan kemampuan bersaing perguruan tinggi dan menjadikan organisasi berkembang secara profesional maka dperlukan Management Pemberdayaan dengan melibatkan karyawan (employee involvement). Dalam pemberdayaan terdapat pendelegasian otoritas atau tanggung jawab untuk melakukan suatu kegiatan dengan memaksimalkan kemampuan secara profesional sesuai dengan karakteristik pekerjaan. Sehingga management tidak bersifat sentralistik. Terkait dengan karakteristik pekerjaan, menurut Hackman dan Oldham , karakteristik pekerjaan terdiri dari lima dimensi inti, yakni: (1) variasi keterampilan, (2) identitas tugas, (3) signifikansi tugas, (4) otomoni, dan (5) umpan balik. Hackman dan Oldham telah mengidentifikasi dimensi inti (core dimension) khususnya untuk memperkaya pekerjaan (job enrichment). Apabila salah satu dimensi itu tidak ada, maka secara psikologis karyawan merasa ada yang hilang dan motivasi cenderung menurun. Seluruh dimensi inti itu cenderung mempertinggi motivasi, kepuasan, dan kualitas kerja dan mengurangi
Jurnal Manajemen & Bisnis Aliansi
pergantian pegawai dan kemangkiran. Dampak dimensi itu atas kuantitas kerja kurang andal. Apabila kuantitas dan kualitas pekerja kurang handal, akan menurunkan performa organisasi. Organisasi yang memiliki peluang tumbuh dan berkembang dengan pesat, akan terhambat manakala sistem management tidak memberikan kesempatan bagi karyawan untuk tumbuh. Pemberdayaan management dengan partisipasi aktif dari karyawan merupakan kunci efektif di era saat ini untuk membawa perguruan tinggi menuju tingkat persaingan dan tumbuh berkembang sesuai dengan harapan para founding father organsasi. Semoga. DAFTAR PUSTAKA Wibowo. Manajemen Kinerja. Edisi Kedua. Jakarta: Penerbit RajaGrafindo Persada, 2009. Yuniarsih, Tjutju & Suwanto, Manajemen Sumber Daya Manusia Teori, Aplikasi dan Isu Penelitian. Bandung: CV Alfabeta, 2008. Wilkinson, Adrian dan Redman, Torn, Contemporary Human Resource Management. Text and Cases. New York: Prentice Hall, 2003. McShane, Steven L., & Mary Ann Von Glinov, Organizational Behavior. New York: McGraw Hill, 2008. Greenberg, Jelard dan Robert A. Baron, Behavior in Organizations. New Jersey: Pearson, 2003. Jones, Gareth R., Organizational: Theory, Design and Change. New Jersey: Pearson Education, 2007. Sutrisno Edy, Budaya Organisasi. Edisi Pertama, Cetakan Kedua. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011. Ernawan, Erni R., Organizational Culture; Budaya Organisasi dalam Perspektif Ekonomi dan Bisnis. Bandung: Penerbit Alfabeta, 2011. Setiawan, Toni, Manajemen Sumber Daya Manusia; Kinerja, Motivasi, Kepuasan Kerja dan Produktivitas. Jakarta: Penerbit Platinum, 2012. Russell R. Mueller., Human Resource Handbook: A Guide to Effective Employee Management. Indianapolis: Retail Hardware Research Foundation, 2008 Hikmat, Harry, Strategi Pemberdayaan Masyaraka. Bandung: Humaniora Utama Press, 2002. Newstrom, John, Organizational Behavior Human Behavior at work, New York: McGraw-hill international Edition, 2007.
67
Schermerhorn, Hunt, Osborn, Uhl-Bien, Organizational Berhavior. Danvers: John Wiley & Sons., Inc., 2010. Colquitt, Jason A., Jeffery A. Lepine and Michael J. Wesson, Organizational Behavior: Improving Performance and Commitment in the Workplace, New York: McGraw-Hill Companies, Inc., 2009.
68
Makmur, Syarif, Pemberdayaan Sumber Daya Manusia dan Efektivitas Organisasi, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008. Short, P. M., J. T. Greer and W. M. Melvin , “Creating empowered schools: Lessons in change. Journal of Educational Research, vol. 32(4). 1994.
Jurnal Manajemen & Bisnis Aliansi
PENGARUH KUALITAS PELAYANAN TERHADAP KEPUASAN NASABAH PADA PT. BANK RAKYAT INDONESIA KANTOR CABANG PONDOK INDAH Oleh : Suherman Sapri ABSTRACT PT BANK RAKYAT INDONESIA is a state commercial bank, which the business focus on Retail and Micro financing. As we know, the tight competition, depend upon customer and market, the rational manner of customer on banking services are new problems faced. The banking service is usuallu into two parts. Those are the people based service and the equipment based service. The business service of Bank BRI is more people based, so that most of enterprise activities depend on human resources factors. The service qualityof Bank BRI is determined by the performance is offering the quality service and measured by comparing the perceived service and the expected service. Therefore, the service quality focuces on the combination of the five elements. Those are tangible, emphaty, responsiveness, realiabity, and assurance. Those elements are conducted to satisfy customer needs. In trying to improve the service quality, BRI Pondok Indah Branch focuses on all elements of the service quality, for instance ; human resources training and development, which conducts all emplyeesto improve their service quality, especially, related with their responsiveness, emphaty, assurance and reliability. Besides this, all employees pay more attention to physical facilities, so that customers feel convenient with their banking transactions. It is clear satisfied customer has been management mantra for some time and BRI considers it as a key component. The satisfied customer get what they have been told – they are able to expect from the banking service so that the satisfied customer have no reason to look for an alternative sources of the banking services. PENDAHULUAN Globalisasi mendorong lahirnya debirokratisasi dan deregulasi diberbagai sektor. Tahun 1988, deregulasi perbankan mendorong pertumbuhan Bank- bank baru. Dampaknya adalah terjadi dinamika persaingan yang sangat kompetitif, karena tingkat ketergantungan terhadap pasar semakin tinggi dan pola pikir nasabah yang semakin rasionil dan kritis dalam memilih Bank sehingga nasabah akan memilih Bank yang memiliki dimensi kualitas layanan yang prima. Deregulasi perbankan mengakibatkan perubahan pola bisnis perbankan dari traditional banking menjadi industry banking¸ yang mana semua lembaga keuangan juga tidak menyia-nyiakan peluang pasar dan melakukan upaya-upaya positif dalam menciptakan strategi penetrasi pasar. Nasabah juga tidak tertarik lagi pada the biggest merk of a
Jurnal Manajemen & Bisnis Aliansi
bank apabila Bank tersebut tidak dapat memberikan value. Superior Customer Value tidak lagi orientasinya pada sisi tangible tetapi kemasan pada sisi intangible. Strategi ini diharapkan dapat meminimisir serivice quality gap. Internal Marketing merupakan salah satu upaya yang harus dilakukan Bank dalam mendidik, melatih dan memotivasi para pekerjanya agar mereka dapat memberikan kualitas layanan yang prima. Diharapkan internal merketing dapat menciptakan para pemasar bank memiliki service minset, service skill, continuous innovative, dan solid team, misalnya pekerja memiliki orientasi yang tinggi terhadap nasabah, mempunyai motivasi yang tinggi terhadap kualitas layanan, orientasi pada solusi permasalahan nasabah, piawai mengidentifikasi karakter nasabah, pandai membentuk team yang solid
69
PENGARUH KUALITAS PELAYANAN TERHADAP KEPUASAN NASABAH PADA PT. BANK RAKYAT INDONESIA KANTOR CABANG PONDOK INDAH Oleh : Suherman Sapri
dalam usaha memenangkan persaingan, kreatif dan inovatif mengemas superior customer value. Perubahan fenomena pasar yang terjadi menunjukan bahwa kualitas layanan mempunyai inkonsistensi yang tinggi sehingga perusahaan dituntut mampu melakukan stratetgi penetrasi pasar baik secara intangible maupun tangible marketing. Pemasaran eksternal merupakan aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh suatu perusahaan dalam hal menentukan kebijakan harga, dan mempromosikan jasa kepada nasabahnya. Para pekerja Bank dituntut mampu mengemas kualitas layanan yang memiliki dimensi layanan yang bersifat intangible. Pekerja Bank juga diharapkan mampu menciptakan personal relationship yang baik dengan berbagai pendekatan kepada nasabahnya. Pemasaran interaktif merupakan keahlian para pekerja Bank dalam melayani nasabah dari kualitas teknis dan fungsinya. Eskalasi kinerja perlu didukung dengan programprogram yang tidak berujung dan tidak mudah ditiru pesaingnya. Bank yang jeli terhadap perubahan fenomena nasabahnya, maka Superior Customer Value perlu dikelola dengan baik dan setiap individu memiliki komitmen yang tinggi terhadap improvisasi Kualitas Layanannya. IDENTIFIKASI MASALAH Bertitik tolak dari latar belakang penelitian ada beberapa permasalahan yang diidentifikasikan, yaitu: a. Bagaimana kualitas layanan menurut tanggapan nasabah b. Bagaimana pengaruh kualitas pelayanan terhadap kepuasan nasabah
HIPOTESIS Kualitas pelayanan berpengaruh positif terhadap kepuasaan Nasabah OBJEK PENELITIAN Penelitian ini ditujukan untuk menganalisa pengaruh strategi pelayanan terhadap kepuasaan nasabah. Pada penelitian ini yang menjadi variabel bebas adalah kualitas pelayanan bank yang terdiri dari lima unsur sub variabel, yaitu : Tangible, reliability, responsiveness, assurance, dan emphaty. Sedangkan obyek penelitian yang bersifat variabel tidak bebas adalah kepuasan nasabah, dan pemanfaatan jasa ulang merupakan indikator dari kepuasaan nasabah.
70
METODE PENELITIAN Pada penetlitian ini metode yang digunakan adaa metode survei, yang mana metode survai ini memberikan batasan pada data yang dikumpulkan dari sampel yang mewakili seluruh populasi. Dan pengambilan sampel ini yang dilakukan dengan cara simple random sampling dan menyebarkan kuesioner untuk memperoleh data primer, sedangkan data sekunder didapat dengan cara mempelajari dokumen dari sumber yang relevan. Penelitian ini bersifat eksploratif dan verifikatif. Penelitian yang sifatnya eksploratif adalah verifikatif. Penelitian yang sifatnya eksploratif adalah penelitian yang mempunyai tujuan deskriptif mengenai ciri variabel kualitas pelayanan jasa bank. Sifat penelitian verifikatif pada dasarnya ingin menguji kebenaran dari suatu hipotesis yang dilaksanakan melalui pengumpulan data dilapangan, yang mana dalam penelitian ini akan diuji apakah ada pengaruh strategi pelayanan terhadap kepuasan nasabah. PEMBAHASAN 1. Data Umum responden yang menjadi sampel penelitian, yaitu ; a. Data Pendidikan Responden Kebanyakan pendidikan responden pada tingkat SMU atau sederajat 50 %, dan 36,67 % responden berpendidikan sarjana, serta 13,33 % berpendidikan diluar SMU dan Sarjana. b. Data Pekerjaan Responden Responden dengan pekerjaan wiraswasta 16,33 %, dan responden diluar wiraswasta mendominasi menjadi nasabahnya. c. Data Responden Berdasarkan Sumber Informasi Kebanyakan nasabahnya mendapatkan informasinya dari sumber lainnya 58, 33 %. d. Data Responden Berdasarkan Daya Tarik Kebanyakan responden memilih menjadi nasabahnya karena letak yang strategis dan secara relatif sebesar 45 %. 2.
Analisis Deskripsi Variabel A. Tangible a. Tanggapan Responden Tentang Gedung Kebanyakan responden menyatakan bahwa bangunan gedung Banknya menarik secara relatif 48, 33 % dan cukup menarik 41,67 %.
Jurnal Manajemen & Bisnis Aliansi
PENGARUH KUALITAS PELAYANAN TERHADAP KEPUASAN NASABAH PADA PT. BANK RAKYAT INDONESIA KANTOR CABANG PONDOK INDAH Oleh : Suherman Sapri
b.
c.
d.
e.
f.
g.
B.
Tanggapan Responden Tentang desain Interior Kebanyakan responden menyatakan bahwa desain interiornya menarik 36,67 % dan cukup menarik 40 %. Tanggapan Responden Tentang Ruang pelayanan Kebanyakan responden menyatakan bahwa Ruang pelayanan Banknya nyaman 40 % dan cukup nyaman 48,33 % Tanggapan Responden Tentang Peralatan Kantor Kebanyakan Responden yang menyatakan bahwa peralatan kantor Banknya representatif 88,33 % Tanggapan Responden Tentang Kapasitas Lahan Parkir Kebanyakan responden menyatakan bahwa kapasitas lahan parkir Banknya memadai atau cukup memadai senilai 73, 34 % Tanggapan Responden Tentang Keamanan Lahan Parkir Kebanyakan Responden menyatakan bahwa lahan parkir Banknya aman atau secara relatif 61,67 % Tanggapan Responden Tentang Lokasi Kantor Kebanyakan responden menyatakan bahwa lokasi kantor Banknya strategis 40 %
Reliability a. Tanggapan Responden Tentang Kepercayaan Jasa Kebanyakan responden menyatakan percaya atas Jasa yang diberikan banknya 48,33 % dan 41,67 % menyatakan cukup dipercaya. b. Tanggapan Responden Tentang Ketepatan Pelayanan Kebanyakan responden menyatakan baik atas ketepatan pelayanan banknya 58,33 % dan 31,67 % menyatakan baik. c. Tanggapan Responden Tentang Pemenuhan Janji Kebanyakan responden menyatakan dipercaya tentang pemenuhan janji kepada nasabahnya 45 % dan cukup dipercaya 30 %.
Jurnal Manajemen & Bisnis Aliansi
C.
Responsiveness a. Tanggapan Responden Tentang Kesiapan Karyawan Dalam Melayani Nasabah Kebanyakan responden menyatakan baik atas kesiapan karyawan banknya dalam melayani sebesar 41,67 % dan 31,67 % cukup baik. b. Tanggapan Responden Tentang Kecepatan Pelayanan Yang Diberikan Karyawan Banknya Kebanyakan responden menyatakan bahwa karyawan banknya dalam melayani dinilai cepat secara relatif 50 % dan 35 % cukup cepat. c. Tanggapan Responden Tentang Pelayanan Terhadap Keluhan Kebanyakan responden menyatakan bahwa karyawan Banknya memperhatikan terhadap keluhan nasabahnya sebanyak 65 % dan 18,33 merasa cukup diperhatikan.
D.
Assurance a. Tanggapan Responden Terhadap Keramahan Karyawan Bank Kebanyakan responden menyatakan bahwa karyawan Banknya dalam memberikan layanan sangat ramah 45 %, dan Ramah 45 %. b. Tanggapan Responden Terhadap Penampilan Karyawan Kebanyakan responden menyatakan penampilan karyawan Banknya mengesankan 56,67 % dan cukup mengesankan 35 % c. Tanggapan Responden Tentang Kemampuan Karyawan Kebanyakan responden menyatakan bahwa kemampuan karyawan Banknya 50 % Baik, dan 36,67 % menyatakan cukup baik. d. Tanggapan Responden Tentang Keamanan Penyimpanan Uang Kebanyakan respondedn menyatakan menyimpan uang di Bank merasa aman 48,33 % dan sangat aman 25 % serta cukup aman 26,67 %.
71
PENGARUH KUALITAS PELAYANAN TERHADAP KEPUASAN NASABAH PADA PT. BANK RAKYAT INDONESIA KANTOR CABANG PONDOK INDAH Oleh : Suherman Sapri
E.
Emphaty a. Tanggapan Responden Tentang Karyawan Dalam Memberikan Informasi Mengenai Produk dan Jasa Bank Kebanyakan responden menanggapi bahwa karyawan dalam memberikan informasi produk dan jasa Banknya Jelas atu secara relatif 73,33 % dan 23,33 % cukup jelas. b. Tanggapan Responden Tentang Penilaian Brosur Yang Disediakan Kebanyakan responden menyatakan bahwa brosur yang disediakan dapat memberikan informasi dengan jelas 35 % dan cukup jelas 51,67 %. Tingkat kepuasaan nasabah dapat mempengaruhi efektivitas dan efisiensi kinerja sebuah Bank sehingga sebuah Bank dituntut mampu mengemas kualitas layanan dengan baik dengan harapan strategi penetrasi pasarnya dapat memenangkan persaingan. Bertitik tolak dari Analisis Jalur ( Path Analisys ), dimensi kualitas layanan terhadap kepuasan diperoleh hasil bahwa semua dimensi kualitas layanan, yaitu ; Tangible, Reliability, Responsiveness, Assurance, dan Emphaty berpengaruh terhadap kepuasaan pada taraf kesalahan 5 % baik secara simultas maupun parsial. Berdasarkan tinggi rendahnya nilai koefisien Jalur masing-masing kualitas layanan tergambar bahwa assurance mempunyai pengaruh terbesar terhadap kepuasaan, baru kemudian Reliability, Responsiveness, Tangible, dan yang terendah Emphaty. Tanda koefisien Jalur semua dimensi positif, artinya para nasabah semakin baik menilai Kualitas Layanan para penyedia jasa di Bank BRI Kantor Cabang Pondok Indah. KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan A. Kualitas Layanan Assurance yang punya pengaruh dominan terhadap kepuasan nasabah, dimana pengaruh langsung 17, 13 % dan pengaruh tidak langsung 17,81 % atau total pengaruh 34,94 %. Pengaruh yang tinggi ini menunjukan adanya peningkatan kualitas sumber daya manusia sehingga hal ini dapat mempengaruhi kinerja usaha yang diakibatkan sifat mutualisme kepuasan nasabah. B. Kualitas Layanan Tangible berpangruh langsung sebesar 1,62 % dan total pengaruh tidak langsung 6,39 % atau total
72
C.
D.
E.
2.
pengaruh 8,02 % menunjukan pengaruh yang kuat terhadap kepuasan nasabah, dimana salah satu dimensi tangible dimaksud adalah letak yang strategis dan keamanan parkir yang baik Kualitas Layanan dari sisi Realiabilitiy secara total mempunyai pengaruh 26,04 % dimana pengaruh langsung sebesar 10,83 % dan pengaruh tidak langsung sebesar 15,20 %. Nilai ini juga masih menunjukan pengaruh yang cukup kuat. Dimensi Responsiveness mempunyai pengaruh total senilai 11, 47 % yang mana pengaruh langsung nilainya 2,28 % dan pengaruh tidak langsung 9,81 %. Dimensi Emphaty mempunyai sifat pengaruh langsung yang terkecil terhadap kepuasan nasabah sebesar 1,55 % dan pengaruh tidak langsungnya sebesar 2,78 % atau total pengaruh sebesar 4,33 %. Komunikasi yang belum memadai, kemampuan menjelaskan brosur atau produk jasa bank yang juga belum efektif.
Saran A. Pengaruh langsung dimensi kualitas layanan atau sikap ramah dari para penyedia jasa mempunyai nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan nilai kualitas layanan yang lain. Nilai yang tinggi ini perlu dipertahankan dalam upaya menjaring nasabah lebih banyak, meskipun kualitas layanan Assurance bukanlah satusatunya dimensi kualitas layanan yang peling memberi pengaruh. B. Dimensi Tangible yang sudah baik perlu dipertahankan sedangkan kelemahan pada dimensi tangible ini perlu dilakukan perbaikan. C. Pada dimensi Emphaty perlu dilakukan perbaikan, dimana para penyedia jasa hendaknya mengemas kualitas layanan yang lebih impresif sehingga kualitas layanannya memiliki emphaty yang tinggi. D. Pada dimensi Reliability yang sudah baik perlu ditingkatkan karena dengan memperbaiki sedikit saja pada dimensi Reliability ini maka tingkat kepuasan juga menjadi semakin baik. E. Pada dimensi Responsiveness agar lebih ditingkatkan karena nasabahnya mempunyai keunikan tersendiri dan
Jurnal Manajemen & Bisnis Aliansi
PENGARUH KUALITAS PELAYANAN TERHADAP KEPUASAN NASABAH PADA PT. BANK RAKYAT INDONESIA KANTOR CABANG PONDOK INDAH Oleh : Suherman Sapri
F.
G.
menuntut kualitas layanan yang memiliki superior customer value yang tinggi. Tingkat ketergantungan yang tinggi terhadap pasar dan pola pikir nasabah yang semakin kritis dan rasionil maka Bank harus melakukan improvisasi dan inovasi kualitas layanannya sehingga kualitas layanannya memiliki value based on business driven. Bank juga hendaknya lebih fokus memanfaatkan dan mengembangkan peranan teknologinya.
Jurnal Manajemen & Bisnis Aliansi
73
74
Jurnal Manajemen & Bisnis Aliansi
8, Nomor 15, Mei 2013 VolumeVolume 1, Nomor 3, Nopember 2007
PEDOMAN PENULISAN JURNAL 1.
Naskah tulisan diketik di komputer program MS Word dengan ukuran 2 (dua) spasi, huruf (font) time new roman, ukuran huru 12 pt, jumlah halaman 14-20 lembar ukuran A4 (termasuk gambar, tabel, ilustrasi, dan daftar pustaka). Margin kiri 4 cm, margin bawah, atas dan kanan 3 cm. Menyertakan salinan soft copy (print out) dan hard copy (dalam disket, CD, flasdisk)
2.
Naskah adalah asli, belum pernah dipublikasikan melalui media lainnya.
3.
Naskah berupa hasil penelitian atau hasil studi kepustakaan yang bersifat obyektif, sistematis, analistis dan deskriptif
4.
Naskah ditulis dalam Bahasa Indonesia dan atau Bahasa Inggris
5.
Judul naskah singkat, sesuai dengan ini naskah. Abstraksi Bahasa Indonesia untuk naskah Bahasa Inggris dan sebaliknya, terdiri dari pendahuluan, isi (hasil, metode penelitian, analisis hasil), kesimpulan dan daftar pustaka.
6.
Isi naskah bukan tanggung jawab redaksi. Redaksi mempunyai hak mengedit redaksional tanpa merubah arti aslinya.
7.
Keterangan lebih lanjut dapat menghubungi redaksi Jurnal Aliansi Magister Manajemen STIMA IMMI.
Jurnal Manajemen & Bisnis Aliansi
83
84
Jurnal Manajemen & Bisnis Aliansi