sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
Oseana, Volume XXXII, Nomor 3, Tahun 2007: 37-46
ISSN 0216-1877
SEKILAS MENGENAI LANDAK LAUT Oleh Indra Bayu Vimono1) ABSTRACT A REVIEW OF SEA URCHlN. Echinoids or sea urchins are exclusively marine animals. They are distributed worldwide in marine habitats from the intertidal to 5.000 meters deep. Some species of echinoids are commercially valuable especially for their gonads, but there is no sea farming of the sea urchins yet in Indonesia. To develop the sea urchin culture we have to know the characteristics of sea urchin (especially the regular urchin). Reproduction aspects and habitat of sea urchins are important to understand in case of sea urchin study. Some features are important to identify the sea urchin, such as the test, spines and pedicellaria. Just like common echinoderms, sea urchin have tube feet for movement, catching some suspended food particles and also for respiration. Sea urchins also have unique jaws structure that called aristotles lantern. Some species of sea urchin have specific habitat although few of them are not. PENDAHULUAN
pertengahan jaman ordovian. SMITH (2001) menegaskan bahwa landak laut (echinoid) tertua kira-kira berumur 450 juta tahun. Landak laut dikenal sebagai bahan makanan, baik oleh sebagian masyarakat Indonesia maupun masyarakat luar negeri. Landak laut ditangkap di habitatnya dan diambil gonadnya untuk dikonsumsi baik dimakan mentah maupun dimasak. Gonad landak laut merupakan makanan lezat yang memiliki kandungan gizi yang tinggi, sehingga bernilai jual tinggi. Nilai ekonomi dari landak laut yang sangat tinggi menjadi alasan penting untuk lebih mengenal kembali biota tersebut sebagai upaya untuk melestarikan dan mengembangkan budidaya landak laut.
Masyarakat Indonesia secara umum menyebut sea urchin atau echinoid sebagai landak laut atau bulu babi. Landak laut mudah dikenali dari bentuknya yang mirip bola berduri. Landak laut adalah kelompok hewan yang sering dijumpai di daerah pantai dan laut di Indonesia bahkan di seluruh dunia. GULDBERG (2007) menyatakan bahwa landak laut dapat ditemukan mulai perairan laut tropis hingga laut di daerah kutub. FOLLO & FAUTIN (2001) menyebutkan bahwa hewan ini juga dapat ditemukan mulai daerah pasang-surut hingga kedalaman 5.000 meter dan berdasarkan catatan fosil echinoidea diperkirakan muncul pada
37
Oseana, Volume XXXII No. 3, 2007
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
Landak laut adalah bagian dari filum Ekhinodermata, kelas Echinodea. MISKELLY (2002) menyatakan bahwa landak laut terbagi menjadi tiga golongan utama, yaitu 1) golongan landak laut tipe reguler (regular urchin), 2) golongan heart urchin (spatangoids), dan 3) golongan sand dollar (Clypeasteroids). Dua golongan lain yaitu Holectypoids dan Echinolampadidoids, yang keduanya memiliki sifat diantara heart urchin dan sand dollar dalam banyak aspek. Pada topik ini, penulis hanya akan membahas mengenai golongan pertama saja, yaitu golongan regular urchin.
instansi perikanan, baik melalui pengelolaan swasta maupun pengelolaan oleh pemerintah. Dalam pemeliharaan dan penanganan pasca panen sudah dipisahkan berdasarkan jenis landak lautnya Hal tersebut dimaksudkan untuk menjaga mutu dari produk yang dihasilkan, sehingga landak laut menjadi komoditas berharga yang memiliki nilai jual tinggi. KURNIA (2006) menyatakan bahwa masyarakat Jepang juga menangkap dan membudidayakan landak laut untuk diambil gonadnya sebagai makanan yang disebut uni. Harga uni tersebut berkisar antara 50 sampai 500 US$ untuk satu kilogram uni, tergantung warna dan teksturnya. Menurut ASLAN (dalam KURNIA, 2006), ada tiga jenis bulu babi yang dapat dikembangkan di Indonesia yakni jenis Echinometra spp., Tripneustes gratilla dan Diadema setosum.
PEMANFAATAN LANDAK LAUT
Landak laut telah dikenal sebagai hewan dengan nilai ekonomi yang tinggi sejak dulu hingga sekarang. Di beberapa tempat di Indonesia, landak laut juga dikenal oleh masyarakat sebagai bahan makanan. Fauna ini banyak ditangkap oleh masyarakat sekitar untuk diambil telurnya dan dijadikan menu makanan sehari-hari. CHASANAH & ANDAMARI (dalam RADJAB, 2001) menyebutkan, bahwa telur landak laut memiliki nilai gizi yang tinggi dengan nilai protein dalam berat basah antara 7,04-8,20% dan nilai protein dalam berat kering antara 51,80-57,80%. Nilai lemak dalam berat basah antara 1,14-1,35% dan nilai lemak dalam berat kering antara 8,53-9,36%. Di Indonesia, landak laut kebanyakan masih dimanfaatkan untuk konsumsi harian rumah tangga yakni dengan cara menangkap langsung di habitatnya tanpa ada usaha komersialisasi dan budidaya. Pada umumnya masyarakat hanya mengumpulkan landak laut di sekitar pantai dan mengambil gonadnya tanpa memisahkan berdasarkan jenis yang ada. Gonad yang dikumpulkan dari beberapa jenis landak laut yang berbeda dicampur ke dalam suatu wadah. Budidaya landak laut kini sudah dilakukan di berbagai penjuru dunia yakni mulai dari skala laboratorium hingga skala massal oleh
KARAKTER MORFOLOGI
Landak laut adalah hewan yang hanya hidup di laut dan memiliki tubuh simetri pentaradial, serta memiliki endoskeleton berupa kerangka kapur. Landak laut memiliki duri yang jelas, namun pada beberapa jenis termodifikasi menjadi bentuk semacam perisai, contohnya adalah Colobocentrotus atratus. Landak laut seperti halnya Ekhinodermata lainnya, juga memiliki tube feet atau kaki tabung yang merupakan bagian dari sistem kanal. Pada landak laut terdapat pedicellaria yang merupakan organ yang dimiliki pula oleh bintang laut. Landak laut juga memiliki sistem rahang dan gigi yang unik yang disebut Aristotles lantern. Skeleton/Rangka (Test) Kerangka dari landak laut merupakan endoskeleton, karena kerangka tersebut tertutup oleh lapisan epitel di luar tubuhnya. Kerangka tersebut diistilahkan sebagai test yang tersusun atas sejumlah ossicle, yaitu kepingan yang tersusun dari kalsium karbonat yang
38
Oseana, Volume XXXII No. 3, 2007
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
terbentuk pada daerah di sekitar mulut. Ossicle memiliki rigi-rigi pada bagian tepinya dimana rigirigi tersebut merupakan tempat sambungan antar ossicle satu dengan yang lain. Sejumlah ossicle tersebut bersatu sebagai kerangka berbentuk bulat dengan bagian bawah yang mendatar. Pada kerangka landak laut terlihat adanya kolom-kolom yang berornamentasi. Kolom-kolom dengan lubang-lubang kecil merupakan daerah ambulacral, dimana lubanglubang tersebut merupakan tempat munculnya kaki tabung (tube feet), sedangkan bagian yang terapit oleh dua daerah ambulacral disebut
daerah interambulacral. Daerah ambulacral dan interambulacral tersusun berselingan seperti yang tampak pada Gambar 1. Selain lubang-lubang, terdapat pula tonjolan-tonjolan yang merupakan tempat melekatnya duri yang disebut tubercle. Tubercle merupakan landasan dari duri, dimana duri dan tubercle dihubungkan oleh jaringan ikat serta jaringan otot. Pada bagian oral kerangka terdapat celah mulut. Celah ini merupakan tempat organ Aristotels lantern (lentera Aristoteles) yang berfungsi untuk "mengunyah" makanan.
Gambar 1. Kerangka landak laut. a) daerah ambulacral, b) daerah inter ambulacral, c) tubercle
Duri/spine Landak laut memiliki duri, merupakan ossicle yang terspesialisasi. HOWEY (2005) menyebutkan bahwa penyusun utama duri landak laut adalah magnesium dan kalsium karbonat. HOLMES & FARLEY (2006), menyatakan bahwa duri landak laut mengandung 2-25 mol persen ion magnesium dan 75-98 mol persen ion kalsium. Kandungan
magnesium tersebut lebih tinggi dari kandungan magnesium yang menyusun kerangka dari koral, namun demikian kandungan magnesium pada pembentukan duri landak laut juga dipengaruhi oleh suhu air yang ada di sekitarnya. Unsurunsur penyusun duri landak laut, terutama kalsium, diserap langsung dari perairan di sekitarnya.
39
Oseana, Volume XXXII No. 3, 2007
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
Duri-duri landak laut memiliki bentuk dan ukuran yang bervariasi, tergantung jenisnya. Duri landak laut (dewasa) ada yang berbentuk jarum dengan diameter kurang dari 1 milimeter hingga berbentuk pensil dengan tebal hampir 1 cm. Pada beberapa jenis landak laut seperti Prionocidaris verticillata memiliki duri yang ornamentasi dan tampak seperti mahkota duri. Duri landak laut juga memiliki fiingsi untuk pertahanan dan pergerakan. Dalam fungsinya sebagai alat pertahanan dari predator, beberapa spesies memiliki duri yang beracun contohnya pada Diadema antillarum dan Asthenosoma varium. Diadema setosum memiliki duri yang panjang dan tajam namun sangat rapuh. SHIMEK (2006) menyatakan bahwa duri Diadema apabila menusuk ke dalam jaringan (hewan dan manusia) akan patah di dalam jaringan tersebut dan sulit untuk dikeluarkan. Duri landak laut memiliki bentuk membulat pada bagian dasarya dan bagian tersebut melekat pada tubercle sebagai landasan. Di antara sambungan duri dengan
tubercle terdapat jaringan epitel dan jaringan otot yang menjadikan duri landak laut dapat melakukan pergerakan walaupun terbatas. Pergerakan duri tersebut bermanfaat pula bagi mobilitas dan pertahanan landak laut itu sendiri. Sering dijumpai bahwa dalam satu individu memiliki duri dengan bentuk yang berlainan. Diadema setosum memiliki duri yang tajam dan panjang, namun pada bagian oral terdapat duri yang pendek dan tumpul yang berfungsi untuk
pergerakan. Pada Echinothrix calamaris terdapat dua jenis duri, yaitu duri yang besar/ tebal dan duri yang kecil/tipis. Berdasarkan pengamatan dengan menggunakan mikroskop, terlihat bahwa duri Echinothrix calamaris yang besar memiliki tekstur permukaan yang sama sekali berbeda dengan duri yang kecil. Duri yang kecil ini seringkali menusuk hewan lain yang mendekatinya, dan apabila manusia yang tertusuk dapat menimbulkan rasa sakit. Perbedaan tekstur permukaan dari kedua duri Echinothrix calamaris nampak pada Gambar 2.
Gambar2. a) Echinotrix calamaris; b) Tekstur permukaan duri besar; c) Tekstur permukaan duri kecil
40
Oseana, Volume XXXII No. 3, 2007
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
Pedicellaria
Keberadaan duri landak laut yang tajam tidak hanya berfungsi untuk perlindungan bagi landak laut saja, namun sering dijadikan sebagai perlindungan oleh biota lainnya. SUGIARTO & SUPARDI (1995) menyatakan bahwa ikan-ikan kecil jenis Aeoliscus strigatus seringkali berlindung di antara duri-duri landak laut dari marga Diadema, terutama pada Diadema yang hidup mengelompok. Apabila ikan tersebut merasa terganggu, ia akan bersembunyi di antara duri landak laut.
CHENOWETH (dalam BALDONADO, 2001) menyatakan, bahwa pedicellaria merupakan sebuah organ unik dan terdapat pada kelas Asteroidea dan Echinoidea. Pedicellaria memiliki berbagai fungsi, antara lain untuk pertahanan, makan dan untuk membersihkan diri (BALDONADO, 2001). Umumnya struktur pedicellaria terdiri atas kepala, leher dan tangkai. Kepala dari pedicellaria umumnya memiliki 3 buah rahang dan pada jenis pedicellaria tertentu ada yang mengandung kelenjar racun. HARRISON (dalam BALDONADO, 2001) menyatakan bahwa pada landak laut terdapat empat jenis pedicellaria, yaitu trifoliate atau triphyllous, tridentate, dan globiferous atau gemmiform, serta ophiocephalous. Pedicellaria jenis tridentate merupakan pedicellaria yang paling besar dan paling umum ditemui, sedangkan jenis globiferous biasanya dilengkapi dengan kelenjar racun. Letak pedicellaria landak laut tersebar di permukaan tubuh dengan masing-masing jenis pedicellaria bervariasi dalam hal letak dan ukuran. BALDONADO (2001) menyatakan bahwa pedicellaria jenis triphyllous tersebar di permukaan tubuh (kerangka), namun hanya sedikit beda daerah madreporit. Pedicellaria jenis tridentate dan ophiocephalous tersebar merata di permukaan tubuh, sedangkan pedicellaria jenis globiferous lebih banyak terdapat pada daerah madreporit yaitu lubang tempat masuknya air dan terletak di dekat anus. Pedicellaria juga memiliki berbagai fungsi sesuai dengan tipenya masing-masing dan memiliki respon terhadap rangsang yang spesifik. Hal tersebut berkaitan dengan bagaimana setiap pedicellaria menjalankan fungsinya. Secara umum, fungsi dari tiap jenis pedicellaria dapat dilihat pada Tabel 1 dikutip dari CAMPBELL & RAINBOW (dalam BALDONADO, 2001).
Kaki Tabung (tube feet) Kaki tabung atau tube feet merupakan bagian dari sistem kanal yang berada di dalam tubuh landak laut. Kaki tabung memiliki peranan dalam dalam pergerakan dan menangkap partikel makanan, namun FOLLO & FAUTIN (2001) juga menyebutkan bahwa kaki tabung pada bagian aboral (sisi yang berlawanan dengan daerah oral/mulut) memiliki peranan untuk respirasi dan sensasi (sensori). Keberadaan kaki tabung dalam menjalankan fungsinya tidak terlepas dari sistem kanal itu sendiri. Cara kerja dari sistem kanal untuk memunculkan kaki tabung adalah sebagai berikut. Pertama air laut masuk melalui suatu celah di sisi aboral yang disebut madreporite. Air mengalir di dalam kanal dengan dibantu oleh silia dan mengalir ke dalam saluran yang disebut stone canal, kemudian memasuki ring canal dan terdistribusi ke lima bagian radial canal untuk kemudian air mengisi kaki-kaki tabung sehingga kaki tabung terjulur keluar. Kaki tabung dilengkapi dengan alat penghisap. Hal tersebut berguna bagi landak laut untuk menempel pada substrat dan berjalan di permukaan substrat. Kasus yang paling mencolok adalah pada Colobocentrorus atratus. Hewan ini menempel sangat kuat pada tebing karang, karena lingkungan hidupnya yang berada di daerah tebing yang terkena pasang surut. Melalui kaki tabung ini, partikel makanan juga dapat ditangkap dan dipindahkan melalui kaki-kaki tabung sebelum akhirnya sampai di bagian oral.
41
Oseana, Volume XXXII No. 3, 2007
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
42
Oseana, Volume XXXII No. 3, 2007
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
Pedicellaria jenis Globiferous
pileolus. Jenis ini memiliki pedicellaria
dilengkapi dengan kelenjar racun sehingga dapat melumpuhkan hewan yang lebih besar daripada landak laut itu sendiri. Contoh pedicellaria
globiferous dengan warna dan bentuk yang sangat menarik, namun demikian sangat beracun, termasuk bagi manusia.
globiferous terdapat pada Toxopneustes
Aristotles lantern
"rahang dan gigi" yang dapat melumatkan berbagai jenis alga dan lamun. KROEING & PALMER (2000) menjelaskan, bahwa gigi-gigi tersebut ditopang oleh sebuah ossicle yang dinamakan pyramid plate, yang memiliki alur sebagai landasan dari gigi untuk bergerak ke bawah (keluar) maupun ke atas (masuk). Terjadinya gerakan gigi ke bawah atau keluar merupakan peranan dari otot extensor, sedangkan terjadinya gerakan gigi-gigi ke atas atau masuk ke dalam merupakan peranan otot retractor (KROENING & PALMER, 2000). Pada saat gigi-gigi tersebut keluar, ujung-ujung gigi tersebut akan terkumpul di satu titik dan memotong makanan yang ada.
Pada bagian mulut terdapat membran peristome yang di dalamnya terdapat organ
yang disebut Aristotles lantern untuk mengambil dan "mengunyah" makanan dari substrat. Organ tersebut terhubung dengan seluran pencernaan seperti faring, lambung, usus, hingga ke anus. Aristotles lantern merupakan suatu organ yang terdiri atas gigi/ rahang, tulang serta otot. FOLLO & FAUTIN (2001) menyebutkan bahwa Aristotles lantern memiliki lima rahang/ gigi yang dapat menjulur keluar. AZIZ (1994) menyatakan, bahwa organ ini berfungsi sebagai
43
Oseana, Volume XXXII No. 3, 2007
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
Gambar5. Aristotles Lantern dari Tripneustes gratilla. a) gigi, b) pyramid plate, c) jaringan ikat, d) ujung gigi.
menjadi dua sel, empat sel, dan seterusnya hingga terbentuk blastula. Selanjutnya blastula akan mengalami gastrulasi, mulut mulai terbentuk dan terbentuklah tahapan prisma dimana larva mulai mampu untuk makan. Setelah tahapan prisma, maka larva berkembang menjadi tahap pluteus dan setelah itu terjadi metamorfosis menjadi juvenil landak laut. Larva hidup sebagai plankton sebelum mengalami metamorfosis. FREEMAN (2007) menyatakan, bahwa kebanyakan larva echinoidea melalui tahapan berenang bebas yang disebut echinopluteus, larva tersebut memiliki simetri bilateral tanpa terlihat adanya simetri pentaradial yang menjadi ciri dari landak laut. Larva akan mengalami metamorfosis menjadi juvenile setelah larva tersebut menempel di dasar perairan (substrat). Jangka waktu antara perkembangan plankton hingga menetap di dasar perairan sangat tergantung pada jenis dan keadaan geografis (FREEMAN, 2007). CHEN & RUN (dalam AZIZ, 1993) menyatakan bahwa Tripneustes gratilla di laboratorium Taiwan bermetamorfosa pada usia 30 hari sedangkan menurut MAZRUR &
ASPEK REPRODUKSI Landak laut adalah hewan dengan jenis kelamin terpisah, ada hewan jantan dan ada hewan betina. Pada umumnya, landak laut memiliki lima lobus gonad yang tersusun pada daerah interambulacral. AZIZ (1993) menjelaskan, bahwa pada landak laut regular setelah cangkang luar dipotong, akan terlihat lima lobus gonad yang berwarna kuning muda, krem, sampai coklat tua, ukuran dan berat gonad tersebut akan mencapai maksimum pada saat memijah. Warna gonad tergantung pada jenis landak laut dan tingkat kematangan dari telur landak laut tersebut. Gonad landak laut terhubung dengan suatu celah untuk melepaskan sperma ataupun telur yang disebut sebagai gonophore. Pada landak laut jantan dan betina ukuran gonophore berbeda, yakni gonophore betina lebih besar daripada gonophore jantan (MISKELY, 2002). Pada saat memijah, telur dan sperma akan dilepaskan dan kemudian terjadi fertilisasi. PATTON (1998) menjelaskan bahwa setelah telur mengalami fertilisasi, maka terjadi pembelahan
44
Oseana, Volume XXXII No. 3, 2007
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
MILLER (dalam AZIZ, 1993) menyatakan bahwa Lytechinus variegatus yang dipelihara di bak percobaan di Florida bermetamorfosa pada umur 37 hari. TRINIDAD-ROA (dalam AZIZ, 1993) mengungkapkan bahwa Tripneustes gratilla mengalami matang kelamin pertama pada usia 1,5 tahun dengan diameter cangkang sekitar 60 mm, namun DARSONO & SUKARNO (1993) melaporkan bahwa Tripneustes gratilla mengalami matang kelamin pertama pada ukuran 40 mm.
Diadema setosum, D. antillarum, Tripneustes gratilla, T. ventricosus, Lytechinus variegatus, Temnopleurus toreumaticus, dan Strongylus spp. cenderung hidup mengelompok, sedangkan jenis Mespilia globulus, Toxopneustes pileolus, Pseudoboletia maculata, dan Echinothrix diadema cenderung menyendiri. Kehidupan mengelompok merupakan adaptasi khusus untuk melindungi diri dari serangan predator dan juga mempermudah pertemuan sel telur dan sperma pada saat musim memijah (PARCE & ARCH dalam SUGIARTO & SUPARDI, 1995).
HABITAT DAFTAR PUSTAKA
Landak laut sering dijumpai pada dasar perairan baik pada daerah berpasir, daerah padang lamun, daerah pertumbuhan algae, maupun di daerah terumbu karang dan karangkarang mati. Landak laut seringkali ditemukan pada habitat yang spesifik, namun sebagian landak laut mampu hidup pada daerah yang berbeda. Echinometra mathaei merupakan landak laut yang hanya dijumpai di celah-celah bebatuan atau karang mati. Contoh lain dari landak laut yang hidup pada habitat yang spesifik adalah Colobocentrotus atratus yang hidup pada tebing-tebing daerah pasang-surut (MISKELLY, 2002), bukan pada dasar perairan seperti landak laut pada umumnya. Hal tersebut berbeda dengan Diadema setosum yang dapat ditemukan pada hampir semua daerah mulai rataan pasir, padang lamun, hingga pada daerah bebatuan. BIRKELAND (dalam SUGIARTO & SUPARDI, 1995) menyebutkan bahwa marga Diadema memakan daun lamun dan dianggap sebagai herbivora, namun pada lingkungan yang berbeda mereka dapat beradaptasi dengan memakan krustasea, foraminifera, polip karang dan algae. Landak laut hidup secara berkelompok maupun soliter tergantung dari jenis dan habitatnya (AZIZ, 1994). Lebih lanjut AZIZ (1994) menyatakan bahwa jenis landak laut yang ditemukan di padang lamun yaitu jenis
AZIZ, A. 1993. Beberapa catatan tentang perikanan bulu babi. Oseana XVII (2) : 65-75. AZIZ, A. 1994. Tingkah laku bulu babi di padang lamun. Oseana XIX (4): 35-43. BALDONADO, C. 2001. Analysis of the Different Pedicellaria In Sea Urchin.
http://www.sci.sdsu.edu/classes/ biology/bio515/hentschel/PDFs/ BALDONADO(2001).pdf (diakses tanggal 27 desember 2006) DARSONO, P. dan SUKARNO 1993. Beberapa aspek biologi Tripneustes gratilla
(Linnaeus), di Nusa Dua-Bali. Oseanologi di Indonesia 26 :13-25. FOLLO, J. and D.G FAUTIN 2001. "Echinoidea" (On-line), animal diversity Web. http:/
/animaldiversity. ummz.umich.edu / s i te/a ccounts/i nfo rmation/ Echinoidea.html (diakses pada tanggal 06 Februari, 2007). FREEMAN, S.M. 2007. Echinoidea (Sea
Urchins
45
Oseana, Volume XXXII No. 3, 2007
and
Sand
Dollars).
www.answer.com. (diakses tanggal 5 januari2007).
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
GULDBERG, O.H. 2007. Reef education network : Sea Urchin, http://www.reef.edu.au/ asp jpages/search.asp (diakses tanggal23Juli20Q7).
MISKELLY, A. 2002. Sea urchin of Australia and The lndo~Pasific. Sydney: Capricornica Publications. RADJAB, A.W. 2001. Reproduksi dan siklus bulu babi (Echinodea). Oseana XXVI (3): 25-36.
HOLMES, R and FARLEY 2006. Reefkeeping magazine. Sea Urchins : A chemical perspective. www. reefkeeping. com (diakses tanggal 5 januari 2007).
SHIMEK, R.L. 2006. Sea urchin, a testy subject. Reefkeeping Magazine ReefcentraL www.reefkeeping.com. (diakses tanggal 27 Desember 2006).
HOWEY, R.L. 2005. Calcareous flowers: Tests and cross-sections of Sea Urchin spines. www.microscopy-uk.org, uk (diakses tanggal 5 januari 2007).
SMITH, A,B. 200L Natural history museum, Departement Paleontology. www.nhmMc.uk (diakses pada tanggal 06 Februari, 2007).
KURNIA, A. 2006. Artikel Iptek - Bidang biologi, pangan, dan kesehatan : Meraup Yen dengan memelihara bulu babi. www.berita iptek.com. (diakses pada tanggal 06 Februari, 2007).
SUGIARTO, H. dan SUPARDI 1995. Beberapa catatan tentang bulu babi marga Diadema. Oseana XX (4): 35-41.
KROENING, H. and A.R. PALMER 2000. Foem and feeding of Sea Urchin (Class Echinoidea. Phylum Echinodermata). www.bio-ditri.org (diakses pada tanggal 06 Februari, 2007).
46
Oseana, Volume XXXII No. 3, 2007