7
sehingga diperoleh efek tertentu seperti yang diharapkan”. Menurut Kridalaksana (2008:50) “Diksi adalah pilihan kata dan kejelasan lafal untuk memperoleh efek tertentu dalam berbicara di depan umum atau dalam karang-mengarang”. Menurut Enre (dalam Hendriyanor 2012:13) “Diksi atau pilihan kata adalah penggunaan katakata secara tepat untuk mewakili pikiran dan perasaan yang ingin dinyatakan dalam pola suatu kalimat”. Pendapat lain dikemukakan oleh Widyamartaya (dalam Hendriyanor 2012:13) yang menjelaskan bahwa “Diksi atau pilihan kata adalah kemampuan seseorang membedakan secara tepat nuansa-nuansa makna sesuai dengan gagasan yang ingin disampaikannya, dan kemampuan tersebut hendaknya disesuaikan dengan situasi dan nilai rasa yang dimiliki sekelompok masyarakat dan pendengar atau pembaca. Diksi atau pilihan kata selalu mengandung ketepatan makna dan kesesuaian situasi dan nilai rasa yang ada pada pembaca atau pendengar”. Dari beberapa konsep mengenai diksi maka dapat dikatakan bahwa diksi adalah pilihan kata dalam penggunaannya untuk mewakili pikiran dan perasaan yang ingin dinyatakan dalam pola suatu kalimat. Diksi juga merupakan kemampuan seseorang membedakan secara tepat nuansa-nuansa makna sesuai dengan gagasan yang ingin disampaikannya.
2.2 Ambiguitas Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesi (2008:49) “Ambiguitas yaitu 1. sifat atau hal yg bermakna dua; kemungkinan yg mempunyai dua pengertian; 2 ketidaktentuan; ke-tidakjelasan; 3. kemungkinan adanya makna atau penafsiran yang lebih dari satu atas suatu karya sastra; 4. kemungkinan adanya makna lebih dari satu
8
dalam sebuah kata, gabungan kata, atau kalimat; ketaksaan”. Menurut Chaer (1995:104) “Ambiguitas atau ketaksaan diartikan sebagai kata yang bermakna ganda atau mendua arti”. Konsep ini tidak salah, tetapi juga kurang tepat sebab tidak dapat dibedakan dengan plosemi. Ambiguitas timbul dalam berbagai variasi tuturan atau tulisan. Kalau kita mendengar pembicaraan seseorang atau membaca sebuah tulisan, kadang-kadang kita sulit memahami pesan apa yang ingin disampaikan. Misalnya kalau kita membaca atau mendengar leksen cinta. Kita tidak menegrti apa yang dimaksud dengan cinta di sini. Akan bermacam-macam tafsiran kita tentang itu. Apakah cinta di sini adalah nama orang, atau orang yang sedang jatuh cinta, atau bisa jadi cinta yang dimaksud di sini adalah orang sedang patah hati sehingga membenci yang namanya kata cinta. Demikian pula kalau kita mendegar dan membaca dukun beranak di pinggir jalan. Apa yang dimaksud dengan tuturan ini? Tentu kita bertanya-tanya maksud dari tuturan ini. Ada dua kemungkinan. Kemungkinan pertama yaitu dukun beranak sedang berada di tengah jalan, dan kemungkinan kedua bisa jadi si dukun sedang beranak di tengah jalan. Semuanya masih merupakan sebuah tanda tanya. Sifat konstruksi yang dapat diberi lebih dari satu tafsiran seperti ini disebut ambiguitas. Kridalaksana (dalam Purba 2013:83) menyebut tiga bentuk utama ambiguitas. Ketiga bentuk itu berkaitan dengan fonemik, gramatikal, dan leksekal. 1. Ambiguitas pada tingkat fonetik Ambiguitas pada tingkat fonetik timbul akibat membaurnya bunyi-bunyi bahasa yang dituturkan.
9
2. Ambiguitas pada tingkal gramatikal Abiguitas pada tingkat gramatikal biasanya muncul pada kesatuan kebahasaan yang disebut kalimat atau kelompok leksen. Dengan demikian ambiguitas pada tingkat gramatikal dapat dilihat dari dua kemungkinan. 3. Ambiguitas pada tingkat leksikal Dapat saja sebuah leksen merujuk pada acuan yang berbeda sesuai dengan lingkungan pemakainnya. Misalnya orang menuturkan bang yang mungkin mengacu kepada Abang atau mengacu kepada Bank. Bentuk seperti ini disebut (polivalensi) yang dapat dilihat dari dua segi. Dengan demikian, berdasarkan beberapa pendapat ahli. Dapat kita katakana bahwa ambiguitas adalah sesuatu yang bermakna ganda yang dapat membuat kita menerka-nerka apa maksud yang ingin disampaikan oleh penutur. Ambiguitas ini dapat menyebabkan kita salah dalam memaknai pesan yang ingin disampaikan atau apa yang diinginkan oleh si penutur tidak sesuai dengan apa yang kita lakukan.
2.2 Homonim 2.2.1 Pengertian Homonim Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008:506) “Homonim adalah kata yang sama lafal dan ejaannya, tetapi berbeda maknanya karena berasala dari sumber yang berlainan”. Kata homonim berasal dari bahasa Yunani kuno anoma yang artinya ‘nama’dan homo yang artinya ‘sama’ ( Chaer, 1995:93). Selanjutnya, Verhaar dalam Chaer (1995:93) secara semantik memberi definisi “Homonim sebagai ungkapan
10
(berupa kata, frase, atau kalimat) yang bentuknya sama dengan ungkapan lain (juga berupa kata, frase, atau kalimat) tetapi maknanya tidak sama”. Chaidar (1986:150) mengatakan bahwa “Homonim adalah kata-kata yang diucapkan sama”. Gudai (1989:16) mengatakan bahwa “Homonim adalah ungkapan (kata, frasa, atau kalimat) yang sama tapi artinya beda”. Misalnya kata ‘bisa’ berarti dapat dan kata bisa yang lain yang berarti racun. Verhaar (dalam Purba 2013:90) membagi homonim atas beberapa jenis yaitu: 1. Homonim yang terjadi antar kalimat, 2. Homonim yang terjadi pada antar frase, 3. Homonim yang terjadi pada antar kata, dan 4. Homonim yang terjadi pada antar morfen. Kridalaksana (2008:85) menyatakan bahwa “Homonim yaitu kata yang berhomonimi dengan kata lain. Ada homografi dan homofon”. Anbiya dan Fitriany (2015:292) menyatakan bahwa “Homonim berasal dari kata ‘homas’, yaitu berarti sejenis atau sama, sedangkan ‘onuma’ berarti nama. Jadi homonim diartikan sebagai kata-kata yang bentuk dan cara pelafalannya sama, tetapi maknanya berbeda”. Homonim suatu kata yang memiliki makna yang berbeda tetapi lafal atau ejaan sama. Jika lafalnya sama disebut homofon, tetapi jika yang sama adalah ejaannya maka disebut homograf http://id.wikipedia.org/wiki/Homonim. Dari beberapa pendapat tentang homonim tersebut dapatlah disimpulkan bahwa homonim adalah kata atau ungkapan yang memiliki lafal dan ejaan yang sama namum memiliki makna yang berbeda. Homonim dapat terjadi antar kalimat, frase, kata dan antar morfen.
11
2.2.2 Jenis-Jenis Homonim 1. Homonim yang Homofon Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008:506) “Homofon adalah kata yang sama lafalnya dengan kata lain, tetapi berbeda ejaan dan maknanya”. Menurut Chaer (1995:97) “Homofon adalah berkaitan dengan bunyi, bunyi kata yang lafalnya sama tetapi makna dan ejaannya beda”. Berikut ini beberapa contoh homonim yang homofon : Tabel 2.1 Contoh Homonim yang Homofon Ucapan
Ejaan
Makna
Sangsi 1
Sangsi
Bimbang, ragu- ragu
Sangsi 2
Sanksi
Hukuman
Tang 1
Tang
Alat untuk menjepit atau mencabut
Tang 2
Tank
Mobil untuk berperang yang berlapis baja
Bang 1
Bank
Tempat penyimpanan uang
Bang 2
Bang
Kakak laki-laki
Contoh penggunaan kata berbentuk homonim yang homofon dalam sebuah kalimat : Sangsi 1
: Saya merasa sangsi dengan perkataan Edwin.
Sanksi 2
: Budi mendapat sanksi kurungan penjara selama lima tahun.
Tang 1
: Paku itu saya cabut dengan tang.
Tank 2
: Tentara Irak ditembaki oleh mobil tank Amerika
12
Bank 1
: Bank swasta itu akhirnya bangkrut..
Bang 2
: Bang Ari sedang pergi ke Jakarta.
2. Homonim yang Homograf Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008:506) “Homograf adalah kata yang sama ejaannya dengan kata lain, tetapa berbeda lafal dan maknannya”. Menurut Chaer (1995:97) menyatakan bahwa “Homograf adalah kata yang dilihat dari segi ejaan atau tulisan sama tetapi beda pelafalan dan maknanya”. Untuk lebih jelasnya, berikut ini beberapa contoh homonim yang homograf . Tabel 2.2 Contoh Homonin yang Homograf Ejaan
Lafal
Makna
Apel
/e/ pepet
Buah
Apel
/e/ terang
Upacara
Seri
/e/ pepet
Cahaya
Seri
/e/ terang
Tidak kalah tidak menang
Mental
/e/ pepet
Memantul
Mental
/e/ terang
Jiwa
Contoh penggunaan kata berbentuk homonim yang homograf dalam sebuah kalimat kalimat : Apel 1
: Ibu sedang membeli apel di pasar.
13
Apel 2
: Setiap hari pegawai negeri harus apel pagi.
Seri 1
: Seri itu sangat terang.
Seri 2
: Pertandingan bola antara Indonesia melawan Tailand skornya seri.
Mental 1 : Bola yang ditendang Arya mental ke arah tiang gawang. Mental 2 : Mental anak itu mulai terganggu.
3. Homonim yang Homofon dan Homograf Chaer (1995:97) mengatakan “Homonin yang homofon dan homograf adalah kata yang bentuk dan bunyinya sama, juga ejaan dan tulisannya sama”. Keraf dalam (Antom 2012:16) juga mengatakan “Homonim yang homofon dan homograf memiliki kesamaan ejaan dan ucapan tetapi maknanya tentu saja berbeda”. Contoh-contoh homonim yang homofon dan homograf dua kata : Tabel 2.3 Contoh Homonim yang Homofon dan Homograf yang Terdiri dari Dua Makna Kata
Makna
Karat 1
Lapisan yang melekat pada besi akibat proses kimia
Karat 2
Ukuran untuk menentukan kadar emas
Baku 1
Pokok, inti, utama
Baku 2
Saling
Dara 1
Perawan, gadis
Dara 2
Burung merpat
14
Contoh penggunaan kata berbentuk homonim yang homofon dan homograf yang terdiri dari dua kata dalam sebuah kalimat : Karat 1
: Besi yang di depan rumah sudah berkarat.
Karat 2
: Cincin emas yang Desi pakai 24 karat.
Baku 1
: Kapas adalah bahan baku untuk membuat kain.
Baku 2
: Dua pemuda itu baku hantam.
Dara 1
: Dara manis yang memakai kaos kuning itu masih sekolah.
Dara 2
: Burung dara itu terbang tinggi di angkasa.
Contoh-contoh homonim yang homofon dan homograf yang terdiri dari tiga kata atau lebih : Tabel 2.4 Contoh Homonim yang Homofon dan Homograf yang Terdiri dari Tiga Makna atau Lebih Kata
Makna
Abu 1
Ayah, bapak
Abu 2
Nama orang
Abu 3
Sisa pembakaran yang lengkap
Baku 1
Menebas
Baku 2
Sejarah
Baku 3
Usus muda/usus sapi yang sudah dimasak
Karang 1
Batu kapur yang terjadi dari zat kapur
Karang 2
Mengarang
15
Karang 3
Tempat berkumpul
Karang 4
Rangkain bunga
Contoh penggunaan kata yang berbentuk homonim yang homofon dan homograf yang terdiri dari tiga makna atau lebih dalam sebuah kalimat : Abu 1
: Yanti sangat menyayangi Abunya.
Abu 2
: Abu tidak mengerjakan tugas dari guru.
Abu 3
: Sisa abu pembakaran kertas betebaran.
Baku 1
: Ayah baku rumput di taman.
Baku 2
: Baku Indonesia jangan sampai dilupakan
Baku 3
: Baku dari nenek rasanya enak.
Karang 1
: Di laut Bali banyak sekali terdapat batu karang.
Karang 2
: Arlisha karanglah sebuah puisi !
Karang 3
: Fitri dan Weny membersihkan karang
Karang 4
: Tia membawa sebuah karangan bunga
16
2.4 Polisemi
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008:1090) “Polisemi adalah suatu kata yang mempunyai makna lebih dari satu”. Menurut Parera (2004:81) “Polisemi adalah satu ujaran dalam bentuk kata yang mempunyai makna berbeda-beda, tetapi masih ada hubungan dan kaitan antara makna-makna yang berlainan tersebut”. Menurut Chaer (95:101) “Polisemi adalah satuan bahasa (terutama kata, biasa juga frase) yang memiliki makna lebih dari satu”. Menurut Anbiya dan Fitriany (2015:293) “Polisemi adalah suatu kata yang memiliki banyak makna”.
Polisemi adalah kata-kata yang memiliki makna atau arti lebih dari satu karena adanya banyak komponen konsep dalam pemaknaan suatu kata. Struktur seperti kata “kepala’ dapat diartikan bermacam-macam walaupun arti utama kepala adalah bagian organ manuasia yang berada di atas leher.
http://www.organisasi.org/1970/01/makna-kata-polisemi-hipernimi-hipernim-danhiponimi-hiponim-ilmu-bahasa-indonesia.html. Menurut Palmer (dalam Andiopenta 2013:92) “Polisemi adalah it also the case that the word may have a set of different meanings, suatu laksem yang mengandung seperangkat makna yang berbeda, mengandung makna ganda”. Palmer (dalam Purba 2013:92) mengemukakan cara untuk membedakan polisemi homonim. Cara itu, ialah :
17
1. Penelususran secara etimologis . Misalnya leksem/ pupil/ ‘murid, mahasiswa’ yang tidak langsung berhubungan dengan pupil of the eye ‘biji mata’, tetapi secara historis dianggap berasal dari bentuk yang sama. 2. Mencari makna inti. Misalnya leksem tangan / tangan / biasanya dihubungkan dnegan bagian anggota tubuh. 3. Mencari antonimnya, maksudnya kalau antonimnya sama, maka kita berurusan dengan polisemi, dan kalau antonimnya berbeda, kita berurusan dengan homonim. Misalnnya leksem / indah / dapat digunakan untuk rumah, baju, pemandangan, tulisan. Antonim leksem / indah / adalah / buruk/. 4. Alasan formal. Ullman (dalam Purba 2013:93) memberikan contoh leksem bahasa Perancis, / poli / yang bermakna tingkah laku yang halus, baik yang dihubunkan dengan makna literer, maupun makna kiasan. Chaer (1995:101) mengumpamakan polisemi dalam sebuah kata yaitu kata kepala dalam bahasa Indonesia memiliki makna (1) bagian tubuh dari leher ke atas, seperti terdapat pada manusia dan hewan. (2) bagian dari suatu yang terletak disebelah atas atau depan dan merupakan hal yang penting atau terutama seperti kepala susu, kepala meja, dan kepala kereta api. (3) bagian dari suatu yang berbentuk bulat seperti kepala, seperti pada kepala paku, kepala jarum. (4) pemimpin atau ketua seperti pada kepala sekolah, kepala kantor, dan kepala stasiun. (5) jiwa atau orang seperti dalam kalimat setiap kepala menerima bantuan RP 5.000.00, dan (6) akal budi seperti dalam kalimat . Badannya besar tetapi kepalannya kosong. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa dalam bahasa Indonesia kata kepala setidaknya mengacu kepada enam buah konsep/makna.
18
Perbedaan polisemi dengan homonimi : Tabel 2.5 Perbedaan Polisemi dengan Homonim No 1.
Polisemi Berasal dari satu kata
Homonim Berupa kata yang memiliki banyak makna
2.
Ada hubungan makna
Tidak ada hubungan makna
3.
Digunakan secara konotatif Digunakan secara denotatif kecuali kata induknya
Keterangan: Jika polosemi bermakna konotatif atau makna kiasan maka berbeda dengan homonim yang bermakna denotatif atau makna sebenarnya. Contoh polisemi dalam kalimat: Sambil memegang mulutnya yang berdarah, ia berdiri di mulut pintu. Penggunaan kata'mulut' misih memiliki hubungan makna: sama-sama tempat keluar masuk Contoh homonim dalam kalimat: Walau terkena bisa ular, ia masih bisa bernafas. Penggunaan kata 'bisa' memiliki perbedaan makna: 1) racun, 2) dapat. Untuk mengirim surat kita membutukan amplop. (tempat bungkus surat)
19
Untuk dapat menjadi PNS dia memberi amplop kepada para pejabat. (uang pelicin) Dari penjelasan di atas mengenai polisemi dapat kita simpulkan bahwa polisemi adalah suatu kata yang mempunyai makna lebih dari satu yaitu makna konotatif. Contohnya seperti kata kepala yang bisa memliki enam konsep makna.
2.3 Konteks Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008: ) Konteks yaitu 1. bagian suatu uraian atau kalimat yg dapat mendukung atau menambah kejelasan makna; 2. situasi yg ada hubungannya dng suatu kejadian: orang itu harus dilihat sbg manusia yg utuh dl -- kehidupan pribadi dan masyarakatnya Menurut Parera (2004:227) “Konteks adalah satu situasi yang terbentuk karena terdapat setting, kegiatan, dan relasi. Jika terjadi interaksi antara ketiga komponen tersebut, maka terbentuklah konteks”. Malinowski dalam (Halliday dan Hasan 1992:9) mengatakan bahwa “Kita membutuhkan konsep konteks situasi hanya jika kita sedang mempelajari suatu bahasa yang primitif, bahasa budaya yang tak tertulis, tetapi kita tidak membutuhkan konsep semacam itu untuk pemerian bahasa suatu peradaban yang sudah maju”. Firth (dalam Halliday dan Hasan 1992:10) mengatakan bahwa “Semua ilmu bahasa adalah kajian tentang makna dan semua makna merupakan fungsi dalam konteks”. Selanjutnya Halliday dan Hasan (1992:9) mengatakan. Gagasan umum tentang konteks situasi untuk pemahaman bahsa inggris atau bahasa besar lain apa saja sama perlunya sebagaimana untuk pemahaman bahasa Kiriwinia. Masalahnya
20
hanyalah bahwa konteks budayanya yang khas yang berbeda. Kegiatan yang dilakukan oleh orang biasa saja berbeda di suatu tempat atau waktu dnegan di tempat atau waktu yang lain; tetapi asas umum bahwa semua bahasa harus dipahami berdasarkan konteks situasinya jelas berlaku untuk setiap kelompok masyarakat disetiap tingkat perkembangan.
Konteks adalah kondisi dimana suatu keadaan terjadi. Ada beberapa jenis konteks. Konteks fisik meliputi ruangan, obyek nyata, pemandangan, dan lain sebagainya. Konteks menuruf faktor sosio-psikologis menyangkut faktor-faktor seperti status orang-orang yang terlibat dalam hubungan komunikasi, peran mereka, dan tingkat kesungguhannya. Dimensi pemilihan waktu atau tempo suatu konteks meliputi hari dan rentetan peristimwa yang dirasakan terjadi sebelum peristiwa komunikasi http://id.wikipedia.org/wiki/Konteks.
Konteks linguistik mengacu pada suatu makna yang kemunculannya dipengaruhi oleh struktur kalimat atau keberadaan suatu kata atau frase yang mendahului atau mengikuti unsur-unsur bahasa kata atau frasa dalam suatu kalimat. Perhatikan contoh di halaman berikut ini. Contoh :
1. Ayu memetik bunga di halaman rumahnya.
2. Aliska itu bunga di desanya.
Kata bunga contoh (1) berbeda maknanya dengan kata bunga pada contoh (2). Kata bunga pada (1) mengacu pada bagian tumbuhan yang akan menjadi buah dan biasanya elok warnanya dan harum bauhnya. Bunga juga berarti kembang . Kata bunga pada (2) tidak sama maknanya dengan yang ada pada (1). Kata bunga pada
21
(2) ini mengacu pada Aliska. Unsur yang mempengaruhi perbedaan makna dari kedua kata yang sama tersebut adalah konteks. Kata kunci yang membedakan makna adalah kata memetik pada (1) dan Aliska pada (2). Dari beberapa pendapat ahli, dapat disimpulkan bahwa konteks adalah kondisi dimana suatu keadaan terjadi, mengacu pada suatu makna yang kemunculannya dipengaruhi oleh struktur kalimat atau keberadaan suatu kata atau frase. Konteks hanya digunakan untuk mempelajari bahasa yang primitif bahasa budaya yang tak tertulis, kita tidak membutuhkan konsep semcam itu untuk pemerian bahasa suatu peradaban yang sudah maju. 2.5 Makna Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008:864) “Makna adalah arti: ia memperhatikan setiap kata yg terdapat dl tulisan kuno itu, maksud pembicara atau penulis; pengertian yg diberikan kepada suatu bentuk kebahasaan”. Plamer (dalam Djajasudarma 2009:3) mengatakan bahwa “Aspek makna dapat dipertimbangkan dari fungsi, dan dapat dibedakan atas 1. Sanse (penegertian), 2. Feeling (perasaan), 3. Tone (nada), 4. Intensional (tujuan)”. Keempat aspek makna tersebut dapat dipertimbangkan melalui data bahasa Indonesia sebagai contoh pemahaman makna tersebut. makna pengertian dapat kita terapkan dalam komunikasi sehari-hari yang melibatkan apa yang disebut tema. Makna perasaan, nada, tujuan dapat pula kita pertimbangkan melalui data bahasa Indonesia maupun bahasa daerah. Chaidar (1986:146) mengatakan bahwa “makna itu ada dibalik kata”. Di dalam bukunya yang lain, Chaer (1998:385) mengatkan “Makna menyagkut semua komponen konsep yang terdapat pada sebuah kata, sedangkan informasi hanya
22
menyangkut komponen konsep dasarnya saja”. Firth (dalam Halliday dan Hasan 1992:10) mengatakan bahwa “Semua ilmu bahasa adalah kajian tentang makna dan semua makna merupakan fungsi dalam konteks”. Makna adalah hubungan antara lambang bunyi dengan acuannya. Makna merupakan bentuk responsi dari stimulus yang diperoleh pemeran dalam komunikasi sesuai dengan asosiasi maupun hasil belajar yang dimiliki http://id.wikipedia.org/wiki/Makna. Dari beberapa pendapat di atas, jelas bahwa makna adalah hubungan antara lambang bunyi dan acuannya yang berasal dari sebuah kata. Setiap kata, setiap bunyi dan setiap symbol-simbol memiliki makna. Makna yang ditentukan oleh situasi dan konteks. Purba (2013:95) membagi makna ke dalam tujuh tipe yaitu: 1. Makna konseptual Makna konseptual kadang-kadang disebut sebagai makna ‘denotatif’ atau ‘kognitif’ dalam penegertian luas dianggap factor sentral dalm komunikasi bahasa, hal itu dapat ditunjukkan sebagai Sesutu yang terpadu bagi fungsi esensial atas suatu bahasa, tidak seperti tipe-tipe makna lain (tidak berarti bahwa makna konseptual selalu merupakan unsure terpenting di dalam komunikasi bahasa). 2. Makna Konotatif Makna konotatif merupakan nilai komunikatif dari suatu ungkapan menurut apa yang diacu, melebihi di atas isinya yang murni konseptual. Sejauh itu, pengertian ‘acuan’bertumpang-tindih dengan makna konseptual.
23
3. Makna Stilistik dan Efektif Makna stilistik adalah makna sebuah kata yang menunjukkan lingkungan sosial penggunannya. Jika kita sedikit memperluas ide tentang situasi bahasa, kita akan melihat bahwa bahasa juga dapat mencerminkan perasaan pribadi si penutur., termasuk sikapnya terhadap pendengarnya, atau sikapnya mengenai Sesutu yang dikatakannya. Makna efektif yaitu istilah yang dipakai untuk jenis makna di atas,sering kali secara eksplisit diwujudkan dengan kandungan konseptual atau konotatif dari katakata yang dipergunakan. 4. Makna Refleksi dan Makna Kolokatif Makna refleksi adalah makna yang timbul adalam hal makna konseptual ganda, jika Sesutu pengertian kata membentuk sebagian dari respons kita terhadap pengertian lain. Makna kolotatif terdiri atas asosiasi-asosiasi yang diperoleh suatu kata, yang disebabkan oleh makna kata-kata cenderung muncul di dalam lingkungannya. 5. Makna asosiatif Makna reflektif dan makna kolotatif, makna stilistik kesemuanya itu lebih merupakan makna konotatif daripada makna konseptual. Semua jenis diatas memiliki karakter terbuka, tampa batas, dan memungkinkan dilakukannya dianalisis menurut skala atau jarak dan bukannya analisis yang diskret, yang harus begini dan begitu. Kesumua tipe makna di atas dapat diastukan dalam kategori besar, yaitu makna asosoatif.
24
6. Makna Temtik Makna temtik yaitu makna yang dikomunikasikan menurut cara penutur atau penulis menata pesannya, dalam arti mnurut urutan, focus dan penekanan. 7. Maksud dan Interpretasi Makna Makna yang dimaksudkan, serta bahsa tentang interpretasi makna, yaitu makna yang ditangkap seorang pendengar atau pembaca ketika ia menerima pesan itu. Fokus penelitian ini adalah membahas makna kontekstual. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008:728) “Kontekstual adalah sesutu yang berhubungan dengan konteks’. Jadi makna kontekstual adalah makna yang berhubungan dengan konteks. Makna kontekstual akan muncul sebagai akibat hubungan antara ujaran dan situasi pada saat ujaran dituturkan sesuai dengan konteksnya.
2.6 Keunikan Bahasa Kerinci di Pulau Tengah Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008:116) “Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang digunakan oleh anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan menidentifikasi diri”. Menurut Chaer (1994:1) “Bahasa adalah suatu sistim lambang bunyi yang arbitrer, digunakan oleh suatu masyarakat untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasi diri”. Sebagai sebuah system, maka bahasa itu terbentuk oleh suatu aturan, kaidah, atau pola-pola tertentu, baik dalam bidang tata bunyi, tata bentuk kata, maupun tata kalimat. Bila aturan, kaidah atau pola ini dilanggar, maka komunikasi dapat terganggu. Purba
25
(2013:24) mengatakan “Bahasa itu merupakan konseptual yang tunggal ataukah system konseptual yang majemuk seperti halnya bahasa yang majemuk”. Bahasa daerah adalah suatu bahasa yang dituturkan di suatu wilayah dalam sebuah Negara kebangsaan pada suatu daerah kecil, Negara bagian federal, provinsi, atau daerah yang lebih luas. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008:116) “Bahasa daerah adalah bahasa yang lazim digunakan atau dipakai di suatu daerah; bahasa suku bangsa. Keunikan bahasa adalah bahasa yang berbeda dengan bahasa yang lain, memiliki kekhasan tersendiri dibandingkan dengan bahasa lain. Dari latar belakang masalah yang telah dijelaskan, jelas bahwa bahasa Kerinci di Desa Pulau tengah memiliki keunikan tersendiri. Berbeda demgan bahasa-bahasa di daerah lain. Khususnya kata yang berbentuk homonin, yang membuat bahasa Kerinci di Pulau Tengah menjadi unik. Salah satu contoh kata yang berbentuk homonim dalam bahasa Kerinci di Pulau Tengah adalah ‘Kto’. Kata ‘Kto’ memiliki empat makna yaitu ‘Kto’ yang berarti salah satu jenis binatang “Kepiting”, ‘Kto’ yang berarti salah satu jenis tumbuhan “Petai”, “Kto” yang berarti suatu “alat pertukangan”, dan ‘Kto’ yang berarti suatu “Proses atau suatu kegiatan”.