84 | TARI KOMUNAL
tari tontonan yang tidak lagi memiliki fungsi ritual seperti pada awalnya. Dengan adanya perubahan fungsi, ketentuan akan peran Renggawati harus anak Sultan, dan belum mensturasi, pun menjadi pudar. Dengan contoh-contoh ini, jelaslah bahwa kesenian berubahubah dari masa ke masa, sesuai dengan perubahan situasi, teknologi, maupun ideologi masyarakatnya. 3.3.1.2 Remaja
Secara umum penari remaja (usia antara 13 20 tahun, atau yang
Gbr. 3.18: Dalam suatu tontonan, seorang anak menari gaya dangdutan di atas panggung.
Gbr. 3.19: Tari baris dari Bali, yang dianggap sebagai dasar tari putera, sehingga anak laki-laki hampir selalu mulai belajar dengan tarian ini.
Gbr. 3.20: Sekelompok anak menggunakan kostum daun pisang bekas orang dewasa menari hudoq Dayak Modang. Mereka mereka menari-nari menirukan tarian hudoq orang dewasa.
PELAKU, PENONTON, DAN PENYELENGGARA | 85
Gbr. 3.21: Tarian anak-anak perempuan dengan memakai kain sebagai selendang, di Moni, Flores
Gbr. 3.22: Anak-anak setingkat SD sedang mengadakan pertunjukan tari Sunda bersama gurunya. Mereka dari berbagai International School di Bandung yang berasal dari berbagai bangsa.
Gbr. 3.23: Suatu tari komunal dipertunjukkan oleh anak-anak, di suatu “sanggar seni” di Kalimantan Timur.
86 | TARI KOMUNAL
belum menikah), baik laki maupun perempuan, memiliki ruang yang berbeda pula dari penari anak-anak dalam menarikan tarian komunal. Banyak tarian komunal yang terdapat di berbagai daerah di Indonesia yang khas untuk dibawakan oleh para remaja. Semen tara itu, kaum remaja pada kenyataannya adalah generasi penerus tradisi budaya yang ada. Oleh sebab itu banyak warga masyarakat yang memberikan kesempatan luas bagi mereka untuk melakukan tarian komunal. Guro-guro aron di Karo (Sumatera Utara) adalah suatu acara tahunan untuk muda-mudi setelah panen yang sampai sekarang masih diadakan oleh setiap desa. Dalam acara itu, ada penari dan pemusik profesional yang sengaja diundang. Tetapi acara yang utama adalah muda-mudi tampil menari bersama-sama, secara bergiliran menurut urutan sistem kekeluargaan (marga) yang ber laku di desa tersebut. Selain bagian dari sistem ekonomi dan siklus alam (pertanian, musim), acara tersebut menjadi ajang mencari jodoh atau pertemuan jodoh. Karena itu pula, penari perempuan tak boleh berpasangan dengan laki-laki yang semarga, yang ditabukan kawin oleh adatnya. Di wilayah Cirebon-Indramayu (Jawa Barat), terdapat tradisi ngarot atau sinoman, yang berfungsi serupa dengan guro-guro aron, yakni pesta tahunan muda-mudi. Akan tetapi, dalam ngarot, pemuda tidak menari bersama pemudi, melainkan masingmasing memiliki hiburan tersendiri. Untuk hiburan para pemuda dipanggilkan ronggeng (penari perempuan), sedangkan untuk para pemudi dipanggilkan topeng dengan penari laki-laki. Para pemuda bergiliran menari dengan ronggeng, dan pemudi menari bersama penari topeng (kini tarian pemudi bersama penari topeng tidak lagi dilakukan). Tarian serupa juga ada di Bali yang disebut dengan tari janger. Tarian ini dibawakan oleh sekelompok remaja putra dan putri. Me reka menari dalam posisi duduk sambil bernyanyi saling bersahutsahutan. Saat tarian bersama-sama seperti ini, seringkali terjadi hubungan cinta antara penari putra dan putri yang kemudian berakhir di atas pelaminan.
PELAKU, PENONTON, DAN PENYELENGGARA | 87
Namun demikian, ada pula tarian muda-mudi yang tidak hanya berkenaan dengan suasana riang-gembira atau untuk mencari jodoh. Seperti disinggung di atas, ada tarian khusus para remaja yang sakral sekalipun. Di Buton dam Muha Sulawesi Tenggara, ada upacara inisiasi untuk anak perempuan yang memasuki masa remaja. Anak-anak perempuan yang akan memasuki dunia barunya, dipingit selama beberapa puluh hari. Mereka tidak diperbolehkan bertemu dengan pria selama dipingit. Pada tempat pingitan itu, para wanita tua mengajari mereka berbagai keterampilan dan pengetahu an kewanitaan. Mereka diajari merajut, menenun, bersolek dan menari. Pada akhir masa pingitan, tari kalegoa yang mereka pelajari selama pingitan ditampilkan di depan orang-orang tua dan pemuka masyarakat. Di desa Trunyan (Bangli-Bali) penari barong brutuk hanya dibolehkan bagi remaja laki-laki. Sebelum mereka menarikan barong sakral ini, para penari harus melalui proses upacara ritual penyucian diri yang dilakukan selama beberapa hari. Selain yang bersifat pergaulan dan sakral, banyak pula tari remaja yang berhubungan dengan ketangkasan atau yang akrobatis, misalnya saja rudat di kalangan kaum remaja. Akan tetapi, batas antara remaja dan dewasatidak begitu jelas. Seseorang yang sudah berkeluarga, yang berusia antara 2030 tahun misalnya, biasa pula mengelompok dengan komunit as remaja. Tari perang, umpamanya biasa dimainkan baik oleh para remaja atau dewasa, namun tidak biasa dimainkan oleh yang tua (di atas usia 60 tahun). 3.3.1.3 Dewasa
Penari dewasa (dua puluh satu tahun ke atas atau setelah berkeluarga),
88 | TARI KOMUNAL
Gbr. 3.25: Tari jajar yang tumbuh dalam masyarakat muda-mudi Katolik di wilayah keuskupan Manado.
Gbr. 3.26: Tari srimpi, tarian sejenis bedaya dari keraton di Jawa, yang biasanya ditarikan oleh 4 puteri dan menggambarkan peperangan.
Gbr. 3.27: Tari Lumense dari Pulau Kabena, Buton, Sulawesi Tenggara, ditarikan oleh kaum remaja puteri dengan membawa pedang untuk menebas pohon pisang.
Gbr. 3.28: Tari Tambang, dilakukan oleh para pemudi (sebagian berpakaian laki-laki) yang menjalin tambang sambil menari.
Gbr. 3.29: Tari Pukat dari Aceh, biasa dipertunjukkan oleh kaum mudi, yang membentuk rajutan jala secara bersama.
PELAKU, PENONTON, DAN PENYELENGGARA | 89
Gbr. 3.30: Bagalombang (menari galombang) yang ditarikan kaum remaja.
Gbr. 3.31: Tari Piring dari Minangkabau yang ditarikan kaum remaja; yang biasa juga ditarikan oleh anak-anak maupun orang dewasa.
Gbr. 3.32: Tari bedaya dari keraton Surakarta, tarian klangenan (“kebanggaan”) Sultan di Istana, yang biasanya ditarikan oleh sembilan remaja putri.
Gbr. 3.33: Yospan (Yosim Pancar) dari Papua, yang energetik, biasa ditarikan oleh para pemuda yang fisiknya masih kuat.
90 | TARI KOMUNAL
laki-laki dan perempuan, memiliki ruang kiprah yang besar dalam menarikan tarian komunal. Hingga kini ada berbagai jenis tarian komunal yang masih ditarikan oleh penari-penari dewasa. Dari sisi sosial-politik, tata kehidupan komunitas pun lebih banyak diatur oleh kalangan dewasa. Dari sisi kultural salah satu alasannya, penari dewasa memiliki kematangan jiwa dengan emosi yang lebih stabil sehingga lebih bisa mengendalikan diri ketika menari. Tari topeng hudoq dan tari belian di Kalimantan dan tari perang fatele di Nias, adalah dua contoh tarian yang pada umumnya dilakukan oleh orang dewasa. 3.3.2. Jender 3.3.2.1. Laki-laki
Prinsip berpasangan laki-laki perempuan (Jawa: lanangwadon; Karo: diberu-dilaki; Minang: laki-padusi; Bali: purusapradana; Bugis: oroane-makkunrai, Makassar: burane-baine, Mandar: tomuane-tobaine, dan lain-lain) muncul di berbagai tradisi budaya dengan segala manifestasinya. Namun demikian, ini bukan berarti bahwa tarian komunal akan selalu dibawakan oleh penari laki-laki dan perempuan. Di banyak daerah kita jumpai tarian komunal yang hanya dibawakan oleh kaum laki-laki. Di Bali, tari baris gede, tari ke pahlawanan yang bersifat upacara, hanya ditarikan oleh kaum laki-laki. Dalam tarian ini para penari yang terdiri dari para remaja dan dewasa menari secara massal dengan membawa properti berupa perlengkapan senjata perang (tombak, keris, bedil, dan lain sebagainya). Ulu ambek, di Pariaman, Sumatera Barat, sejenis pencak silat yang dipertunjukkan dalam acara alek nagari, dimainkan di lagalaga (panggung khusus). Beberapa perguruan silek (silat) bertemu secara berpasangan, bergantian, diiringi dampiang (salah satu jenis dendang, nyanyian). Kedua pesilat tidak bersentuhan secara fisik, tapi sesungguhnya ada pertarungan batin dan tingkat kecepatan merespons masing-masing gerak, yang membuat penonton tahu
PELAKU, PENONTON, DAN PENYELENGGARA | 91
siapa yang kalah dan menang. Demikian pula halnya dengan tari patuddu tomuane (tari perang) di Mandar dan tari tomuane di Buton, yang hanya ditarikan oleh kaum laki-laki. Badong di Tana Toraja juga hanya ditarikan oleh kaum laki-laki untuk sebuah ritual kematian. Mereka membuat lingkaran sambil melantunkan syairsyair silih berganti berdasarkan konsep kosmologi orang Toraja. Syair-syairnya berisi riwayat yang wafat. 3.3.2.2 Perempuan
Seperti halnya tarian yang hanya diperbolehkan ditarikan oleh
Gbr. 3.34: Randai ulu ambek, ritual adat alek nagari dari Padang Pariaman, Sumatera Barat. Yang biasa dimainkan oleh kaum laki-laki saja, seperti halnya bagalombang atau silek (silat) dalam upacara pernikahan.
Gbr. 3.35: Tarian kaum Sufi dari Turki, yang dilakukan berputar-putar hingga trance, biasanya dilakukan oleh kaum laki-laki.
Gbr. 3.36: Tari Baris Gede dari Bali yang hanya dipertunjukkan oleh kaum laki-laki dalam acara ritual.
92 | TARI KOMUNAL
Gbr. 3.37: Taria Masimbong dari Toraja yang ditarikan oleh laki-laki.
kaum lelaki, di banyak tempat juga dijumpai tarian komunal yang hanya ditarikan kaum perempuan. Di Aceh ada tari shaman yang hanya dilakukan oleh penari-penari perempuan atau laki-laki. Di sini terlihat cerminan tradisi masyarakat setempat yang melarang kon tak fisik secara langsung antara kaum remaja putra dan remaja putri di depan publik. Bailao di Sumatera Barat yang telah disinggung di atas, adalah contoh tarian yang dilakukan hanya oleh perempuan. Tari hudoq, yang khusus untuk perempuan, yang memakai topeng abstrak berupa cadar, juga terdapat pada masyarakat Dayak Kenyah di Kalimantan. Tarian burung enggang di Dayak itu biasanya hanya ditarikan oleh perempuan. Ada pula tarian komunal yang dilakukan seluruhnya oleh perempuan namun tidak memiliki pretensi untuk menampilkan femininitas yang dimilikinya. Jenis tarian ini terdapat dalam festival carangke di Jepang. Dalam tarian itu beberapa baris perempuan berjalan sambil memukul gendang bermuka dua yang ditentengnya.
PELAKU, PENONTON, DAN PENYELENGGARA | 93
Tari pakarena baine di Makassar Sulawesi Selatan juga dibawakan oleh penari perempuan. 3.3.2.3 Laki-laki dan Perempuan
Di daerah-daerah tertentu beberapa jenis tari komunal juga
Gbr. 3.38: Sekelompok pemudi di Losari, Cirebon, Jawa Barat, sedang berlatih tari. Karakter laki-laki (gagah, bisa dilihat dari posisi kaki yang maskulin, terbuka lebar.
Gbr. 3.39: Penari joged bumbung dari Bali, seperti halnya ronggeng, yang selalu perempuan.
Gbr. 3.40: Tarian kelompok ibu-ibu berhadapan dengan kelompok Bapak-Bapak, dari Karo, Sumatera Utara, dalam suatu upacara pernikahan.
94 | TARI KOMUNAL
Gbr. 3.41: Sekelompok perempuan (muda) menari dalam suatu upacara di kuil Nara, di Jepang.
Gbr. 3.42: Tari Iyo-Iyo dari Kerinci, Jambi, yang dilakukan oleh kaum ibu, diiringi 2 buah gendang dan gong.
Gbr. 3.43: Sekelompok perempuan (muda), sedang menari burung engang sajian tontonan.
Gbr. 3.44: Sekelompok ibu-ibu, sedang melakukan tarian pemujaan di kuil suku Sango di Benin City, Nigeria, Afrika.
ditarikan oleh penari campuran laki-laki dan perempuan, atau gabungan dari semua usia: anak-anak, remaja, dan dewasa. Tortor di kalangan suku Batak di Sumatera Utara dilakukan oleh penari campuran laki-laki dan perempuan dengan kehangatan rasa kebersamaan yang sangat kental. Demikian juga dengan tari simbong di kalangan komunitas masyarakat Toraja, dondi dan io io di Mamasa, mourego di Pipikoro Sulawesi Tengah. Namun jumlah tarian komunal dengan penari campuran lelaki dan perempuan seperti ini relatif lebih kecil dibandingkan dengan yang ditarikan hanya oleh kelompok laki-laki atau perempuan. Hal ini berkaitan dengan adanya ikatan adat dan agama yang cenderung melarang terjadinya interaksi langsung antara kaum laki-laki dan perempuan di depan publik. 3.3.2.4 Banci atau Waria
Di Sulawesi dan Kalimantan, ada tradisi transvestite (lelaki
PELAKU, PENONTON, DAN PENYELENGGARA | 95
Gbr. 3.45: Tarian dalam suatu upacara kematian sayur matua dari masyarakat Simalungun, Sumatera Utara.
Gbr. 3.46: Seorang Bapak dan Ibu, menari spontan mengikuti suara musik yang dipertunjukkan dalam suatu festival di taman, Selandia Baru.
Gbr. 3.47: Tari “keranjang” (basket dance) dari masyarakat Tewa (Indian) di San Juan, New Mexico, USA, yang dilakukan oleh laki-laki dan perempuan.
Gbr. 3.48: Tarian ketangkasan dengan tongkat yang dilakukan oleh perempuan dan laki-laki.
Gbr. 3.49: Tarian dari masyarakat Sabu, kaum migran di Flores, perempuan dan laki-laki berpegangan, menunjukkan kedekatan rasa komunitasnya.
Gbr. 3.50: Tortor masyarakat Batak Toba, Sumatera Utara dalam upacara keagamaan Parmalim di Hutatinggi.
96 | TARI KOMUNAL
Gbr. 3.51: Lakalaka tarian paling populer di Tonga (Kepulauan Pasifik), dilakukan oleh perempuan (kelompok sebelah kiri) dan laki-laki (sebelah kanan), bisa sampai ratusan orang jumlahnya, dipertunjukkan pada hari-hari perayaan “lokal” dan nasional.
berperan sebagai perempuan) yang sudah lama membudaya dalam masyarakat. Orang Bugis mengenal tarian pajoge angkong. Penari nya adalah waria (wanita-pria; banci). Gerak dan busana mereka sangat feminim, menyerupai putri-putri Bugis. Tari ini telah menuju kepunahan, sebab para penarinya yang tersisa dari yang sudah tua tinggal beberapa orang saja. Tari lain yang masih dikenal oleh orang Bugis adalah tari Bissu. Tari itu dibawakan oleh waria yang tingkatan spritualnya lebih tinggi dari waria biasa. Mereka dahulu nya adalah para petugas ritual agama Bugis asli yang disebut atto riolong (anutan leluhur). Untuk menjadi bissu, seorang waria harus melalui magang dan beberapa jenjang ritual yang relatif lama. Se rupa dengan bissu, orang Mamasa dan Toraja juga mengenal tarian transvestite yang bernama bura’e. Di Kalimantan juga dikenal belian dan dewa-dewi yang khusus, yang dapat dikategorikan ke dalam waria. 3.3.3 Tingkat Kemampuan
Gbr. 3.52: Para pemain ludruk dari Surabaya, Jawa Timur yang semuanya waria.
PELAKU, PENONTON, DAN PENYELENGGARA | 97
Gbr. 3.53: Tari pakarena yang dimainkan oleh kaum pria (waria).
Gbr. 3.54: Sekelompok pemuda, dari kelompok Didik Ninik Thowok, Yogyakarta, yang memainkan tari perempuan Jawa (seperti bedaya): dalam latihan dan pertunjukan.
Gbr. 3.55: Dalam sebuah upacara bissu di Bone, Sulawesi Selatan seorang mujangka bissu (pemimpin bissu), waria yang dianggap memiliki kekuatan khusus dalam masyarakat Bugis untuk mempertunjukkan berbagai upacara, memegang pusaka (pacoda), topinya diikat sinto terbungkus kain kuning sebagai simbol kerbau bertanduk emas.
Ada tari komunal yang sangat terbuka, membolehkan hampir siapa saja untuk ikut ambil bagian. Namun tidak sedikit pula tari komunal yang dilakukan sangat terbatas, hanya kalangan tertentu saja yang bisa melakukannya. Hingga sekarang ini, di beberapa daerah ada tarian yang hanya boleh dibawakan oleh orang-orang tertentu, seperti: pemuka adat, keturunan (darah) tertentu, atau orang yang memiliki kekuatan khusus atau dukun. Tari sodoran dari masyarakat Tengger harus dipimpin oleh para pemuka adat yang ada di wilayah ini. Tari belian bawo dan belian sentiyu, yakni tari sakral untuk penyembuhan dari suku Dayak di Kalimantan hanya boleh ditarikan oleh para belian (dukun), seperti halnya sikere di Mentawai. Untuk tari piring di atas pecahan kaca, di Sumatera Barat, ada bagian pembukaannya yang hanya boleh dilakukan oleh seorang dukun. Selain contoh-contoh di atas, masih banyak tradisi yang hanya
120 | TARI KOMUNAL
RANGKUMAN BAB 3 Pertunjukan tari komunal pada dasarnya adalah peristiwa sosial yang berdasar pada kebutuhan berbagai lapisan atau sektor kehidupan masyarakat bersangkutan. Karena itu, peristiwa tersebut merupakan suatu forum interaksi untuk menjalin komunikasi, atau bahkan integritas sosial itu bisa terbangun, baik secara horizontal maupun vertikal. Tari komunal umumnya melibatkan seluruh lapisan masyarakat, secara bersama-sama ataupun bergantian, baik untuk kalangan anak-anak, remaja, dewasa maupun orang tua; baik untuk perempuan, laki-laki, maupun banci (waria); baik kalangan bawah maupun atas. Walaupun semangat kebersamaan merupakan ciri utamanya, tari komunal tidak selamanya ditarikan oleh banyak orang. Ada tari komunal yang ditarikan hanya oleh seorang (tunggal), secara berpasangan, belasan, puluhan, dan bahkan ratusan atau ribuan orang. Pelaksanaannya ada yang dilakukan di tempat yang tetap, ada yang berpindah-pindah, dan ada pula yang bergerak (berkeliling) seperti pada arak-arakan (prosesi).