HUBUNGAN ANTARA KEBIASAAN JOGGING DENGAN TINGKAT KEBUGARAN REMAJA USIA 15-18 TAHUN
NASKAH PUBLIKASI
Disusun oleh : ELLEN SUGESTI J 120151020
PROGRAM STUDI S1 FISIOTERAPI FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2015
PROGRAM STUDI S1 FISIOTERAPI FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SKRIPSI, 02 NOVEMBER 2015 34 Halaman ELLEN SUGESTI/J 12015020 “HUBUNGAN ANTARA KEBIASAAN JOGGING DENGAN TINGKAT KEBUGARAN REMAJA USIA 15-18 TAHUN” (Dibimbing Oleh Agus Widodo, S.Fis, M.Fis dan Isnaini Herawati, S.Fis, M.Sc) Latar Belakang: Jogging merupakan aktivitas olahraga berupa lari – lari kecil dengan kecepatan dibawah 11km per jam atau 5,5 menit per km yang bertujuan untuk meningkatkan kebugaran. Remaja usia 15-18 tahun sangat memerlukan kebugaran dikarenakan banyak melakukan berbagai aktivitas baik selama di sekolah maupun sepulang sekolah. Hasil studi pendahuluan pada 10 orang remaja putra dan putri membuktikan bahwa remaja yang rutin melakukan jogging memiliki tingkat kebugaran baik. Tujuan Penelitian: Mengetahui hubungan antara kebiasaan jogging dengan tingkat kebugaran remaja usia 15-18 tahun. Metode Penelitian: Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasional dengan pendekatan cross sectional dimana sampel yang terdiri dari 192 responden diukur kebugarannya dengan tes lari 2,4 km. Pengukuran kebugaran dengan tes lari 2,4 km dilakukan dengan cara sampel berlari dengan jarak 2,4 km menggunakan parameter berupa stopwatch dan tingkat kebugaran akan dilihat berdasarkan waktu yang ditempuh.Teknik analisis data menggunakan chi square untuk melihat ada atau tidaknya hubungan antara kebiasaan jogging dengan tingkat kebugaran remaja usia 15-18 tahun. Hasil Penelitian: Ada hubungan antara kebiasaan jogging dengan tingkat kebugaran remaja usia 15-18 tahun setelah di uji statistik dengan chi square didapatkan p-value 0,000. Kesimpulan: Ada hubungan antara kebiasaan jogging dengan tingkat kebugaran remaja usia 15-18 tahun. Kata kunci: Jogging, Kebugaran, Tes lari 2,4 km, Remajausia 15-18 tahun.
ABSTRACT BACHELOR OF PHYSIOTHERAPY PROGRAM FACULTY OF HEALTH SCIENCE MUHAMMADIYAH UNIVERSITY OF SURAKARTA Thesis, November 02nd 2015 34 Pages ELLEN SUGESTI / J 120151020 "CORRELATION BETWEEN JOGGING HABITS WITH FITNESS LEVEL ON TEENAGER 15-18 YEARS OLD" (Counseled by Agus Widodo, S.Fis, M.Fis and Isnaini Herawati, S.Fis, M.Sc) Background: Jogging is an exercise activity such as running - a small run at speeds below 11km per hour or 5.5 minutes per km which aims to improve fitness. Adolescents aged 15-18 years are in need of fitness because many do various activities both during school and after school. Results of a preliminary study on 10 young men and women proved that teenagers who regularly jogging have a good fitness level. Objective: To identify the correlaion between jogging habits with fitness level on teenager 15-18 years old. Methods : This research used in this study was observational with cross sectional approach where a sample of 192 people measured fitness with a test run 2,4 km. Fitness measurement with a test run of 2.4 km is done by running the sample with a distance of 2,4 km using parameters such as stopwatch and fitness levels will be based on the time taken. Data were analyzed using chi square to see whether or not the the correlaion between jogging habits with fitness level on teenager 15-18 years old. Results: There was a the correlaion between jogging habits with fitness level on teenager 15-18 years after statistick with chi square test p-value 0.000 obtained. Conclusions: There is a the correlaion between jogging habits with fitness level on teenager 15-18 years old. Keywords: Jogging, Fitness, test run 2.4 km, Adolescents aged 15-18 years old.
PENDAHULUAN Menurut Purwanto (2012) jogging adalah aktifitas olahraga berupa lari – lari kecil dengan kecepatan dibawah 11 km per jam atau 5,5 menit per km yang bertujuan untuk meningkatkan kebugaran. Jogging termasuk dalam latihan aerobik dimana jogging dilakukan berdasarkan frekuensi, intensitas, waktu dan tipe yang sudah ditentukan. Jogging dilakukan secara bertahap sesuai dengan kemampuan yang dimiliki kemudian jika sudah terbiasa baru latihan ditingkatkan (Kravitz, 2001). Menurut Poole dan Davies (2015) banyaknya aktivitas yang dilakukan remaja membuat mereka sulit mengatur waktu untuk berolahraga sehingga banyak remaja mengalami penurunan kebugaran. Pada usia 12 – 18 tahun remaja banyak melakukan aktivitas yang dilakukan, baik selama disekolah maupun aktivitas diluar sehingga kebugaran sangat diperlukan untuk melakukan segala aktivitas mereka (Dobbins dkk, 2013). Hasil study pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti di manahan pada 10 orang remaja yang terdiri dari 5 putri dan 5 laki – laki yang mempunyai kebiasaan jogging dengan rutin, dilakukan tes kebugaran dengan lari 2,4 km didapatkan hasil kebugarannya baik dengan rata – rata waktu yang ditempuh remaja putri adalah 13,60 menit/detik dan pada laki – laki dengan rata – rata waktu 09,66 menit/detik . Dari uraian diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang hubungan antara kebiasaan jogging dengan tingkat kebugaran remaja usia 15 - 18 tahun.
LANDASAN TEORI Periode remaja adalah masa transisi dari periode anak – anak ke periode dewasa. Periode ini dianggap sebagai masa – masa yang amat penting dalam kehidupan seseorang khususnya dalam pembentukan kepribadian individu. Usia remaja berada pada rentang 12 – 21 tahun dimana masa remaja merupakan tahap perkembangan antara anak dan dewasa dimana terjadi perubahan yang pesat secara fisik, mental – emosional maupun sosial (Martono dan Joewana, 2008). Menurut Kusuma (2014) kebugaran jasmani adalah kemampuan tubuh untuk melakukan tugas dan pekerjaan sehari dengan giat, tanpa mengalami kelelahan yang berari serta dengan cadangan energi yang tersisa seseorang masih mampu menikmati waktu luang dan menghadapi hal – hal darurat yang tidak terduga sebelumnya. Kebugaran dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu genetik, jenis kelamin, usia, dan status gizi. Kebugaran diukur dengan tes lari 2,4 km dimana subjek lari dengan jarak yang sudah ditentukan (2,4 km) kemudia dilihat waktu tempuh lari dan dilihat kebugarannya. Menurut Purwanto (2012) kebiasaan jogging adalah bentuk olahraga berlari pada keadaan lambat atau santai yang bertujuan untuk meningkatkan kesehatan dan kebugaran yang dilakukan secara berulang – ulang dalam waktu yang lama. Jogging dilakukan 3 – 5 kali seminggu, dengan intensitas sampai berkeringat serta dilakukan dalam waktu 20 – 60 menit. Jogging yang dilakukan dengan rutin juga dapat meningkatkan kondisi dan efesiensi otot pernapasan, memungkinkan penggunaan kapasitas yang lebih besar serta memantapkan efiseinsi pernapasan dikarenakan pernapasan akan lebih
lambat dan dalam sehingga banyak udara yang masuk dan sedikit yang dikeluarkan. Jogging meningkatkan difusi oksigen dari paru – paru ke dalam darah dimana oksigen disalurkan melalui sel darah merah dan hemoglobin. Volume darah dan hemoglobin akan meningkat dengan latihan dan ini juga akan meningkatkan kebugaran tubuh terutama kebugaran aerobik (Sharkey, 2011). METODE PENELITIAN Teknik analisa data adalah dengan uji hipotesis antara dua variabel, yakni variabel bebas dan terikat. Uji statistik yang digunakan adalah chi-square (X2) dikarenakan data yang digunakan merupakan data non parametrik yang berdistribusi tidak normal. Ada tidaknya hubungan atau kemaknaan secara statistik ditunjukan dari hasil perhitungan. Tingkat kepercayaan yang digunakan adalah p < 0,05 artinya hipotesis akan diterima jika p < 0,05 (Sugiyono, 2009). HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Karakteristik Subjek Penelitian a. Umur Tabel 2. Distribusi frekuensi kelompok umur responden Kelompok Umur (tahun) 15-16 tahun 17-18 tahun Total
Frekuensi (n) 104 88 192
Persentase (%) 54,2 45,8 100
Pada penelitian ini diketahui bahwa responden dengan kelompok usia 15-16 tahun mendominasi sebagian besar dari jumlah total responden yaitu sebanyak 104 responden . Faktor usia merupakan faktor yang berpengaruh terhadap tingkat kebugaran seseorang. Menurut Nurhasan
(2006) tingkat kebugaran jasmani akan meningkat sampai dengan mencapai maksimal pada usia 25-30 tahun, kemudian akan terjadi penurunan kapasitas fungsional dari seluruh tubuh, kira-kira sebesar 0,8-1% per tahun. b. Jenis Kelamin Tabel 3. Distribusi frekuensi jenis kelamin responden Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Total
Frekuensi (n) 84 108 192
Persentase (%) 43,8 56,2 100
Responden pada penelitain ini sebagian besar adalah berjenis kelamin perempuan, yaitu sebanyak 108 responden dibandingkan dengan jumlah respoden
laki-laki dengan jumlah responden sebanyak 84
responden. Faktor jenis kelamin mempengruhi tingkat kebugaran masing – masing individu. Menurut Indrawagita (2009) perbedaan kebugaran antara laki – laki dan perempuan berbeda dimana sebelum masa puber, anak laki – laki dan perempuan memiliki kebugaran aerobik yang sedikit berbeda, namun setelah masa puber maka kebugaran anak perempuan jauh tertinggal dibanding anak laki-laki. c. Kebiasaan Jogging B. Tabel 4. Distribusi kategori kebiasaan jogging pada responden Kategori Kebiasaan Jogging Rutin Tidak Rutin Total
Frekuensi (n) 86 106 192
Persentase (%) 44,8 55,2 100
Responden pada penelitian ini sebagian besar memiliki kebiasaan jogging dalam kategori tidak rutin sebesar 106 responden (55,2%) dari total 192 responden. Sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Schneider dkk (2007) yang menyatakan bahwa usia remaja merupakan usia yang lebih cenderung tidak aktif sehingga sangat mempengaruhi kebugaran. 2. Kategori Tingkat Kebugaran Tabel 5. Distribusi kategori tingkat kebugaran responden Kategori Tingkat Kebugaran Baik Kurang Total
Frekuensi (n)
93 99 192
Persentase (%)
48,4 51,4 100
Hasil pengukuran tingkat kebugaran responden melalui tes lari 2,4 km, didapatkan bahwa remaja lebih dominan memiliki kategori kebugaran kurang dibandingkan kategori baik, hali ini berhubungan dengan kebiasaan jogging remaja yang lebih banyak tidak rutin dibandingkan yang rutin. Rutin jogging dapat meningkatkan kebugaran sesuai dengan pernyataan Rosato (2009) jogging jika dilakukan dengan rutin ataupun berulang-ulang maka dapat meningkatkan kebugaran, sedangkan yang tidak rutin memiliki kategori kebugaran kurang. Namun ada yang rutin melakukan jogging tetapi tingkat kebugaranya kurang begitu juga sebaliknya bahwa ada yang tidak rutin melakukan jogging tetapi tingkat kebugaranya baik, hal ini menjelaskan bahwa tingkat kebugaran seorang remaja tidak hanya dipengaruhi oleh faktor aktifitas atau kebiasan jogging yang dilakukanya. Terdapat banyak faktor yang
mempengaruhi tingkat kebugaran seseorang diantaranya adalah genetik, jenis kelamin, usia dan status gizi setiap inidividu berbeda – beda. 3. Hubungan Antara Kebiasan Jogging dengan Tingkat Kebugaran
Saat melakukan jogging seluruh anggota tubuh terlibat dalam pergerakan sehingga melibatkan banyak otot untuk melakukanya. Jogging yang dilakukan dengan bertahap dimana diawali dengan kemampuan dari masing – masing individu terlebih dahulu baru kemudian ditingkatkan secara perlahan, jika dilakukan secara terus menerus dan teratur akan membuat tubuh mampu beradaptasi terhadap latihan yang sebelumnya dan akan semakin meningkat.
Peningkatan
intensitas
jogging
ini
berpengaruh
terhadap
peningkatan fungsi dari tubuh terutama pada oto. Jogging yang dilakukan mengisyaratkan
serat
otot
untuk
melakukan
perubahan
yang
akan
memungkinkan latihan yang lebih dimasa yang akan datang (Sharkey, 2011). Peningkatan jumlah oksigen pada tubuh juga dipengaruhi oleh meningkatnya kemampuan jantung dalam memompa darah keseluruh tubuh serta kemampuan paru untuk mengelola oksigen dengan baik didalam tubuh. Jogging meningkatkan difusi oksigen dari paru – paru ke dalam darah dimana oksigen disalurkan melalui sel darah merah dan hemoglobin akan meningkat
dengan latihan dan ini juga akan meningkatkan kebugaran tubuh terutama kebugaran aerobik (Sharkley, 2011). Untuk mencapai tingkat kebugaran yang baik maka remaja harus melakukan jogging minimal 1,5 bulan dimana baru akan terlihat kebugaran sekitar 35%, jika ingin tingkat kebugaran meningkat dengan baik maka harus dilakukan lebih dari 2 bulan dan harus teratur. C. Keterbatasan Penelitian 1. Peneliti pada penelitian ini tidak menilai asupan gizi dari setiap responden, dimana faktor asupan gizi, diantaranya adalah kalori dan kebutuhan dasar nutrisi juga berpengaruh pada tingkat kebugaran dari setiap individu. 2. Variabel
yang
diteliti
masih
belum
mampu
secara
spesifik
menggambarkan tingkat kebugaran seseorang, karena tingkat kebugaran yang sesungguhnya memiliki banyak komponen dalam penilaiannya, serta tentu tidak hanya dilihat dari kebiasaan aktifitas sehari-hari atau olah raga saja, namun secara keseluruhan dilihat dari aspek individu itu sendiri (umur, status gizi, IMT, antropometri, dan lainnya) serta faktor psikososial (lingkungan sekitar). KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Kesimpulan dari penelitian yang dilakukan pada remaja siswa-siswi kelas XI dan XII SMAN 2 Sukoharjo ini adalah: 1. Remaja usia 15-18 tahun lebih banyak memiliki tingkat kebugaran kurang dibandingkan tingkat kebugaran baik.
2. Ada hubungan antara kebiasaan jogging dengan tingkat kebugaran pada remaja usia 15-18 tahun di SMAN 2 Sukoharjo, dengan nilai p-value adalah 0,000 atau probabilitas (signifikansi) < 0,05. B. Saran 1. Bagi Remaja Mempertahankan aktifitas yang mendukung terhadap kebugaran fisik, salah satunya adalah kebiasaan jogging, serta aktif melakukan olahraga secara teratur, tidur secukupnya, makan secara teratur, kontrol berat badan, bebas dari rokok dan obat obatan serta tidak mengkonsumsi alkohol untuk menjaga kebugaran fisik pada tubuh. 2. Bagi Orang Tua Mendukung upaya anaknya agar tetap menjaga kebugaran fisik, kemudian mengawasi dan memberi motivasi kepada anaknya agar tetap menjaga pola hidup sehat dan bersih demi terwujudnya perilaku remaja yang sehat baik secara jasmani maupun rohani. 3. Bagi Peneliti Lain Menganalisis faktor-faktor lainnya yang mempengaruhi tingkat kebugaran remaja, salah satunya adalah status gizi dan kondisi psikososial dan lainnya, dimana hal tersebut berbeda-beda pada setiap individu.
DAFTAR PUSTAKA
Dobbins, M., Husson, H., DeCorby, K., & LaRocca, R.L. 2013. School-based physical activity programs for promoting physical activity and fintess in children and adolescents aged 6-18. Cochrane Database of Systematic Reviews,2013(2), Art. No.: CD007651. Indrawagita, L. 2009. Hubungan Status Gizi, Aktivitas Fisik dan Asupan Gizi dengan kebugaran pada Mahasiswi Program Studi Gizi FKM UI. Skripsi. Jakarta: Universitas Indonesia. Kravitz, L. 2001. Panduan Lengkap Bugar Total (Edisi Terjemahan oleh Sumosardjuno). Cetakan Kedua. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Martono, L.H dan Satya Joewana. Peran Orang Tua dalam Mencegah dan Menanggulani Penggunaan Narkoba. Jakarta: Balai Pustaka. Nurhasan. 2001. Tes dan Pengukuran dalam pendidikan Jasmani. Jakarta: Direktorat Jenderal Olahraga. Rosato, F. 2012. Wallking and Jogging for Health aand Wellness. USA: PreMediaGlobal. Sharkey, B. J. 2011. Kebugaran & kesehatan. (Edisi Terjemahan oleh Nasution E. D.), Cetakan kedua, Jakarta: PT Raja GrafindoPersada. Sugiyono. 2009. Statistika untuk Penelitian. Cetakan ke-15. Bandung: CV. Alfabeta. Schneider, G.F., Dunton, S.B., J. Graham. Alon E., and M. Cooper . 2007. Physical Activity Intervention on Fitness and Bone in Adolescent Females. Human Kinetics, Inc.Impact of a School-Based. Journal of Physical Activity and Health, 2007, 4, 17-29.