BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masa remaja atau pubertas adalah usia antara 10 sampai 19 tahun, dan merupakan peralihan dari masa kanak-kanak menjadi dewasa (Dawkins, 2006). Masa remaja atau puber adalah suatu tahap dalam perkembangan saat kematangan alat-alat seksual dan tercapai kemampuan reproduksi (Mighwar, 2006). Salah satu tanda seorang perempuan memasuki masa remaja adalah terjadinya menstruasi (Ramaiah, 2006). Selama periode menstruasi, kaum wanita sering mengalami masalah, karena proses dan siklus menstruasi dapat mengalami pasang surut serta berubah-ubah setiap bulannya. Masalah yang sering timbul dan yang paling banyak dialami wanita adalah gangguan nyeri menstruasi (Baziad, 1992). Nyeri pada saat menstruasi tersebut dinamakan dismenorhea (Smeltzer, 2002). Dismenorhea merupakan kejadian yang paling banyak terjadi dalam tiga tahun pertama setelah menarche (Dawkins, 2006). Dismenorhea biasanya terasa di perut bagian bawah, kadang-kadang meluas ke pinggul, punggung bagian bawah dan paha, bahkan ada yang merasa mual, muntah, diare atau sakit, yang dirasakan sebelum, selama, dan sesudah haid (Varney, 2006). Sekitar 70% wanita mengalami dismenorhea pada saat menstruasi dalam kehidupan mereka (Kingston, 1995). Di Amerika Serikat, prevalensi dismenorhea diperkirakan hampir 90%, dan 10-15% diantaranya mengalami
13
dismenorhea berat (Anurogo, 2008). Hasil survei terhadap 113 pasien di family practice setting, menunjukkan prevalensi dismenorhea sebesar 29-44% (Sobczyk, 1978, yang dikutip Anurogo, 2008). Angka kejadian dismenorhea di Indonesia adalah sekitar 54,89%, sedangkan sisanya (45,11%) adalah penderita dengan tipe sekunder, yaitu yang disebabkan oleh penyakit tertentu (Qittun, 2008). Dismenorhea juga bertanggung jawab atas ketidakhadiran saat bekerja dan sekolah, sebanyak 13-51% wanita telah absen sedikitnya sekali, dan 5-14% berulang kali absen (Edmuson, 2006). Dismenorhea menjadi satu masalah tersendiri yang dialami kaum remaja putri. Dismenorhea dengan tingkatan nyerinya sering menimbulkan rasa cemas (Rasmun, 2001). Dan sebaliknya, faktor-faktor psikologis seperti kecemasan dan ketegangan dapat meningkatkan dismenorhea (Smeltzer, 2002; Karya, 1985; Surjana, 1989). Lanoil (1984, yang dikutip Santoso, 2008), menyatakan bahwa stress dapat menurunkan daya tahan terhadap kelelahan, nyeri, sakit, hingga gangguan pada saat menstruasi. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Gunawan pada tahun 2002 pada siswi SMP di Jakarta, menunjukkan bahwa terdapat 76,6% siswi mengalami dismenorhea pada saat menstruasi, yang diikuti dengan tingkat kecemasan sedang sampai berat.
Dampak
dari kejadian
dismenorhea
tersebut
menyebabkan para siswi memutuskan untuk tidak masuk sekolah (Gunawan, 2002). Berdasarkan penelitian Marry pada tahun 2007 pada siswi di SMK PPNI Semarang, terdapat 38,8% siswi yang mengalami kecemasan pada saat dismenorhea. Melihat dampak dari dismenorhea tersebut dapat disimpulkan
14
bahwa dismenorhea merupakan salah satu stressor dalam kehidupan remaja putri, terutama bagi kaum remaja yang memiliki tingkat pengetahuan yang rendah, sehingga akan menimbulkan suatu kecemasan (Rasmun, 2001). Kurangnya pengetahuan dalam menghadapi gangguan nyeri pada saat menstruasi oleh remaja putri akan berdampak kurang baik dalam kehidupan. Jika remaja putri tidak diberi informasi tentang perubahan dan gangguan yang terjadi selama proses menstruasi tersebut, maka pengalaman perubahan itu akan menjadi pengalaman yang traumatis (Mighwar, 2006). Apabila pihak lain memberikan informasi tentang menstruasi atau masa puber yang berkaitan dengan pelajaran kesehatan reproduksi, maka mereka akan memiliki persiapan yang lebih matang (Mighwar, 2006). Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Marry pada tahun 2007, pada siswi di SMK PPNI Semarang, dari 85 orang siswi, terdapat 52 orang (61,2%) siswi mempunyai tingkat pengetahuan sedang sampai baik mempunyai mekanisme koping yang adaptif terhadap dismenorhea, dan 33 orang (38,8%) siswi dengan tingkat pengetahuan rendah mempunyai mekanisme koping yang maladaptif saat dismenorhea. Dari uraian di atas, menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan remaja tentang
dismenoreha
mempengaruhi
tingkat
kecemasan
pada
saat
dismenorhea. Pada remaja yang memiliki tingkat pengetahuan yang baik tentang dismenorhea, maka menganggap dismenorhea adalah masalah yang lazim dialami wanita, sehingga mereka mampu menghadapinya dengan baik. Sebaliknya, jika remaja yang pengetahuannya tentang dismenorhea itu kurang,
15
maka
menganggap
dismenorhea
adalah
suatu
masalah
yang
dapat
menimbulkan kecemasan. Berdasarkan fenomena diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang hubungan antara tingkat pengetahuan remaja tentang dismenorhea terhadap tingkat kecemasan pada saat mengalami dismenorhea. Terdapat dua alasan utama dilakukannya penelitian di SMA N 2 Bae Kudus. Yang pertama adalah berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 6 Januari 2009 di SMA N 2 Bae Kudus, menunjukkan bahwa dari 378 siswi terdapat 331 siswi (87,56%) yang mengalami dismenorhea pada saat menstruasi dan terdapat 268 siswi (70,8%) yang mengalami kecemasan dan kegelisahan saat merasakan dismenorhea. Alasan yang kedua adalah, di SMA N 2 Bae Kudus belum diajarkan pelajaran kesehatan reproduksi, yang khususnya membahas tentang dismenorhea. Dari hasil wawancara dengan 23 orang siswi kelas X-6 didapatkan bahwa pengetahuan siswi tentang dismenorhea masih kurang. Hal tersebut ditunjukkan bahwa mereka belum mengetahui pengertian dismenorhea, penyebab dismenorhea, tanda gejala dismenorhea dan cara mengatasi dismenorhea.
16
B. Rumusan Masalah Dengan memperhatikan latar belakang di atas, dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut : Apakah ada hubungan antara tingkat pengetahuan remaja tentang dismenorhea dengan tingkat kecemasan pada saat mengalami dismenorhea pada siswi SMA N 2 Bae Kudus.
C. Tujuan 1. Tujuan Umum : Mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan remaja tentang dismenorhea dengan tingkat kecemasan pada saat dismenorhea pada siswi SMA N 2 Bae Kudus. 2. Tujuan Khusus : a. Mengetahui tingkat pengetahuan remaja tentang dismenorhea pada siswi SMA N 2 Bae Kudus. b. Mengetahui tingkat kecemasan remaja pada saat mengalami dismenorhea pada siswi SMA N 2 Bae Kudus. c. Menganalisis hubungan antara tingkat pengetahuan remaja tentang dismenorhea dengan tingkat kecemasan pada saat mengalami dismenorhea pada siswi SMA N 2 Bae Kudus.
17
D. Manfaat Penelitian 1. Bagi peneliti Memperoleh gambaran tingkat pengetahuan remaja tentang hubungan dismenorhea
dengan
tingkat
kecemasan
pada
saat
mengalami
dismenorhea. 2. Bagi sekolah Memberikan masukan kepada sekolah untuk memberikan pendidikan tentang dismenorhea pada siswa. Bila dimungkinkan dimasukkan dalam kurikulum sekolah sebagai bagian dari mata ajar. 3. Bagi peneliti selanjutnya Diharapkan penelitian ini dapat digunakan sebagai sumber informasi untuk penelitian selanjutnya tentang hubungan tingkat pengetahuan remaja tentang dismenorhea dengan tingkat kecemasan pada saat mengalami dismenorhea. 4. Bagi remaja Memberikan motivasi
bagi remaja untuk meningkatkan pengetahuan
tentang dismenorhea dan bagaimana cara mengatasi dismenorhea, sehingga tidak mengalami kecemasan ketika menghadapi dismenorhea.
E. Bidang Ilmu Penelitian ini termasuk dalam bidang ilmu keperawatan maternitas.
18