PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN P ANGAN V OL. 22 NO. 2 2003
Kualitas Tempe Kedelai Unggul Selama Penyimpanan Beku SS. Antarlina1, Erliana Ginting 2, dan J.S. Utomo 2 1 Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa, Banjarbaru Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian, Malang
2
ABSTRACT. The Quality of Tempe Prepared from Selected Improved Varieties of Soybean during Frozen-Storage. Currently, there is not much information available on the quality of tempe derived from improved varieties of soybean, while imported varieties are mostly used for tempe preparation. Therefore, this research activity was performed to study the quality of tempe prepared from selected improved varieties of soybean as well as its effect on frozen-storage. Five varieties of soybean (Argomulyo, Jayawijaya, Ringgit, Argopuro, Tampomas) and one imported variety as control were processed into tempe and subsequently stored at -20oC for 4 weeks. The treatments was arranged with a factorial randomized block design, with 3 replications. The first factor was length of storage, while soybean varieties was the second factor. Observations included chemical composition, yield recovery and sensorial attributes of tempe at the beginning and the end of storage. The taste and physical quality of tempe prepared from both improved and imported varieties of soybean were not significantly different. It could be seen through the yield recoveries, the levels of brightness and the texture of tempe that ranged from 149.77-172.57%; 37.25-40.87 Y% and 4.29-4.80 mm/ g/sec, respectively. The preference of panelists on sensorial attributes of tempe varied from neutral to moderately liked. The protein content of tempe prepared from improved varieties of soybean (27.70-30.59% wb) were considerably higher than that of imported varieties (26.73% wb). This was due to higher protein content of soybean seeds derived from improved varieties (37.07-42.62% wb) relative to imported soybean seeds (36.10% wb). During 4 weeks of storage, the levels of the brightness and texture of tempe slightly decreased from 44.70Y% to 36.30 Y% and 3.83 mm/g/sec (firm) to 5.07 mm/g/sec (tender), respectively. Similarly, the protein content went down from 29.37% wb to 27.69% wb, while the total acid increased from 0.75% to 0.99%. Key words: Quality of tempe, soybean variety, frozen-storage. ABSTRAK. Informasi tentang kualitas tempe berbahan baku biji kedelai unggul nasional belum diketahui, sementara ini produsen tempe menggunakan biji kedelai impor sebagai bahan baku. Penelitian bertujuan untuk mengetahui kualitas tempe dari biji kedelai unggul, sekaligus mengetahui pengaruh penyimpanan tempe secara beku. Bahan penelitian adalah biji kedelai varietas unggul (Argomulyo, Jayawijaya, Ringgit, Argopuro, Tampomas), dan kedelai impor (pembanding). Tempe disimpan dalam freezer pada suhu -20oC selama 4 minggu. Perlakuan disusun dalam rancangan acak kelompok faktorial, dengan faktor I: lama penyimpanan beku (0, 2, dan 4 minggu), faktor II: enam varietas kedelai, masing-masing tiga ulangan. Kualitas tempe dari biji kedelai varietas unggul dan kedelai impor secara fisik dan rasa tidak berbeda. Hal ini nampak dari rendemen tempe (149,77-172,57%), tingkat kecerahan (37,25-40,87 Y%), dan kekerasan tempe (4,29-4,80 mm/g/det) yang tidak menunjukkan perbedaan. Kadar protein tempe yang dihasilkan dari varietas unggul ternyata lebih baik (27,70-30,59% basis basah) dibanding kedelai impor (26,73% bb). Hal tersebut sesuai dengan kadar protein biji kedelai varietas unggul (37,07- 42,62% bb) yang lebih tinggi daripada kedelai impor (36,10% bb). Selama 4 minggu penyimpanan beku, kualitas tempe mengalami sedikit penurunan namun masih dalam batas normal, tingkat ke- cerahan menurun dari 44,70 Y% menjadi 36,30 Y%, tingkat kekerasan menurun dari 3,83 mm/g/det (keras) menjadi 5,07 mm/g/det (lunak),
106
dan kadar protein turun dari 29,37% bb menjadi 27,69% bb, sedangkan total asam tempe meningkat dari 0,75% bb menjadi 0,99% bb. Kata kunci: Kualitas tempe, varietas kedelai, penyimpanan beku.
S
ebagai makanan tradisional Indonesia yang sudah dikenal masyarakat, tempe merupakan produk pangan hasil fermentasi biji kedelai oleh kapang Rhizopus sp. Kualitas protein tempe cukup baik, yang terbukti dari nilai PER (Protein Efficiency Ratio) adalah sebesar 2,43, nilai PER standar (kasein) adalah 2,50 (Palupi dan Puspitasari 1995; Murdiati et al. 2000). Saat ini penggunaan biji kedelai impor untuk pembuatan tempe masih dominan beberapa daerah di Indonesia. Sebagian masyarakat beranggapan bahwa biji kedelai impor sebagai bahan baku tempe mempunyai kualitas yang lebih baik. Namun hal tersebut belum terbukti secara nyata. Kurangnya pengetahuan tentang kegunaan dan keunggulan biji kedelai varietas unggul nasional menyebabkan pengrajin tempe masih memilih kedelai impor yang untuk sementara ini mudah diperoleh (Heriyanto et al. 2000). Oleh karena itu diperlukan penelitian penggunaan biji kedelai unggul sebagai bahan baku tempe. Tempe umumnya tidak tahan disimpan (mudah rusak). Tempe segar hasil fermentasi hanya tahan disimpan selama 1-2 hari pada suhu ruang, setelah itu mengalami perubahan sifat fisik, kimia dan sensoris yang menyebabkan penurunan kualitas. Mengingat pentingnya tempe bagi masyarakat (Noor 1987; Astuti 1995; Shurtleff dan Aoyogi 1979; Stenkraus 1983; Adnan dan Sudarmadji 1997), maka perlu upaya mempertahankan kualitas tempe segar. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah menyimpan tempe secara beku. Dengan cara ini pertumbuhan mikroba dapat dicegah di samping memperlambat aktivitas enzim penyebab penurunan kualitas. Penyimpanan beku dapat dilakukan dalam freezer pada refrigerator (kulkas) skala rumah tangga yang sudah dimiliki oleh sebagian masyarakat di pedesaan. Teknik pembekuan ini diharapkan dapat memperpanjang dan memperluas rantai distribusi tempe. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas tempe berbahan baku biji kedelai varietas unggul dan pengaruhnya selama penyimpanan beku.
ANTARLINA ET AL.: KUALITAS TEMPE KEDELAI S ELAMA PENYIMPANAN BEKU
BAHAN DAN METODE Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi Hasil Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian (Balitkabi), Malang, pada tahun 2000. Bahan penelitian adalah enam varietas kedelai yang terdiri dari lima varietas unggul yaitu Argomulyo, Jayawijaya, Ringgit, Argopuro, Tampomas, serta biji kedelai impor digunakan sebagai pembanding. Biji kedelai varietas unggul diperoleh dari Inlitkabi Muneng, Probolinggo. Biji kedelai impor diperoleh dari Kopti Malang. Perlakuan disusun dalam rancangan acak kelompok faktorial dengan tiga ulangan. Faktor I adalah lama penyimpanan beku (0, 2, dan 4 minggu), dan faktor II adalah varietas kedelai. Tahap pembuatan tempe disajikan pada Gambar 1. Pengupasan kulit biji kedelai dilakukan secara manual setelah perebusan biji. Inokulum yang digunakan ada- lah ragi tempe produksi LIPI dengan pemberian 1 g ragi setiap 1 kg biji kedelai. Pembungkusan bahan meng- gunakan plastik PE yang telah dilubangi. Kemudian dilanjutkan dengan perlakuan penyimpanan beku da- lam freezer pada o suhu -20 C selama 4 minggu, interval pengamatan 2 minggu. Sebelum tempe disimpan beku, dilakukan blanching (direndam dalam air men- didih) selama 5 menit, kemudian ditiriskan, didingin- kan, dan dibungkus plastik PE (Shurtleff dan Aoyogi 1979). Thawing (pencairan kembali) tempe beku di- lakukan o pada suhu kamar (25-27 C). Pengamatan dilakukan terhadap rendemen tempe, sifat fisik, komposisi kimia biji dan tempe, sebelum dan sesudah penyimpanan beku. Pengamatan sifat fisik biji kedelai meliputi warna kulit biji secara visual, ukuran biji (bobot 100 biji), densitas (perbandingan antara bobot dengan volume biji), kekerasan biji (menggunakan Hardness Tester), panjang, lebar dan diameter biji (diukur menggunakan jangka sorong). Sifat fisik tempe yang diamati meliputi tingkat kecerahan (warna) menggunakan Colorimeter Minolta CR-200, kekerasan tempe menggunakan Penetrometer. Analisis komposisi kimia meliputi kadar air menggunakan metode oven pada suhu 105oC; kadar abu (cara pengabuan dalam tanur); kadar lemak (metode Soxhlet), kadar protein (menggunakan Kjeltec dengan faktor konversi 5,75); nitrogen amino (metode titrasi dengan NaOH 0,1 N); total asam (metode titrasi dengan NaOH 0,106 N); dan kadar karbohidrat (dihitung secara by different) (AOAC 1990). Uji sensoris terhadap tempe segar sebelum dan setelah penyimpanan beku bertujuan untuk mengetahui tingkat kesukaan konsumen. Metode Hedonic Scale Scoring (uji kesukaan) digunakan warna, aroma tempe mentah, rasa tempe goreng, dan menilai pe-
BIJI KEDELAI Sortasi Pencucian Perebusan I selama 30 menit Pengupasan kulit biji Perendaman dalam air selama 18 jam Perebusan II selama 60 menit Penirisan dan pendinginan Inokulasi ragi (1 g/1 kg kedelai) Pembungkusan dengan plastik Fermentasi, suhu ruang, selama 36 jam TEMPE Gambar 1. Tahapan pembuatan tempe. Lab. Fisiologi Hasil Balitkabi, Malang, 2000
nerimaan secara umum dengan kriteria sangat tidak suka (nilai 1), netral (nilai 4) hingga sangat suka (nilai 7). Tekstur tempe mentah dinilai dengan kriteria sangat keras (nilai 1), netral (nilai 4) hingga sangat lunak (nilai 7). Kekompakan biji tempe mentah dinilai dengan kriteria sangat tidak kompak (nilai 1), netral (nilai 4), sangat kompak (nilai 7) (Soekarto 1981, Larmond 1997).
HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat Fisik Biji Kedelai Sifat fisik biji enam varietas kedelai terdapat perbedaan, kecuali densitas biji (Tabel 1). Pengamatan secara visual menunjukkan bahwa kulit biji kedelai pada umumnya berwarna kuning, namun berbeda dalam intensitasnya. Varietas Ringgit warnanya paling tua dan Tampomas paling muda, sedangkan varietas Argomulyo permukaan kulit bijinya agak mengkilat. Perbedaan yang nampak nyata dari sifat fisik biji adalah ukuran dan kekerasannya. Apabila dibandingkan dengan biji kedelai impor (bobot 100 biji 15,93 g), 107
PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN P ANGAN V OL. 22 NO. 2 2003
maka ukuran biji varietas-varietas unggul umumnya lebih kecil (8,53-11,55 g), kecuali varietas Argomulyo berukuran mendekati biji kedelai impor (15,00 g). Kekerasan biji varietas unggul umumnya lebih keras (6,62-7,41 kg), kecuali varietas Ringgit (6,11 kg), sedangkan biji kedelai impor lebih lunak (6,22 kg). Di samping bobot 100 biji, biji kedelai impor lebih panjang, lebar, dan diameternya lebih besar. Biji kedelai varietas Tampomas berukuran kecil. Komposisi Kimia Biji Kedelai Komposisi kimia biji kedelai berbeda antarvarietas (Tabel 2). Perbedaan kadar air biji dipengaruhi oleh proses pengeringan biji setelah panen, sedangkan perbedaan komponen kimia antara lain dipengaruhi oleh sifat genetik masing-masing varietas. Komposisi kimia tersebut dihitung pada basis kadar air rata-rata biji normal yaitu 8%. Biji kedelai varietas unggul mempunyai kadar protein (> 40% bb) lebih tinggi daripada biji kedelai impor (36,10% bb), kecuali varietas Argomulyo yang mempunyai kadar protein sama dengan biji impor (37,07% bb). Kadar abu dan karbohidrat biji varietas
unggul relatif lebih tinggi. Sedangkan kadar lemak dan nitrogen amino biji varietas unggul relatif lebih rendah daripada biji kedelai impor. Kadar abu menunjukkan kandungan mineral, sedangkan karbohidrat suatu bahan merupakan penentu tekstur bahan tersebut. Karbohidrat terdiri atas komponen pati, serat, dan selulosa yang merupakan jaringan penguat (Lehninger 1978). Seperti nampak pada Gambar 2, terdapat korelasi positif antara kadar kar- bohidrat dengan kekerasan biji kedelai, makin tinggi kandungan karbohidrat maka biji makin keras. Rendemen dan Sifat Fisik Tempe Rendemen dan sifat fisik tempe (kekerasan dan kecerahan) dari beberapa varietas kedelai tidak berbeda. Rendemen tempe berkisar antara 149,8-172,6%, tingkat kecerahan 37,3-40,9Y%, dan kekerasan tempe 4,3-4,8 mm/g/det. Apabila dikaitkan dengan sifat fisik biji, khususnya ukuran dan kekerasan, maka perbedaan tersebut tidak berpengaruh terhadap rendemen tempe yang dihasilkan. Hal ini disebabkan karena bahan baku (biji kedelai) dibuat dalam bobot yang sama, sehingga ren-
Tabel 1. Sifat fisik biji kedelai impor dan varietas unggul nasional. Lab. Fisiologi Hasil Balitkabi, Malang, 2000. Varietas
Warna kulit biji (visual)
Bobot 100 biji (g)
Densitas (kg/l)
Kekerasan (kg)
Panjang (mm)
Impor Argomulyo* Jayawijaya Ringgit Argopuro Tampomas KK (%)
Lebar (mm)
Diameter (mm)
Kuning ++ Kuning ++ Kuning ++ Kuning +++ Kuning ++ Kuning +
15,93 a 15,00 b 11,55 c 9,65 d 9,13 e 8,53 f
1,21 1,14 1,10 1,14 1,14 1,16
6,22 c 7,11 a 6,62 b 6,11 c 7,41 a 7,24 a
0,76 a 0,77 a 0,74 a 0,61 b 0,63 b 0,63 b
0,73 a 0,66 b 0,60 bc 0,52 d 0,58 c 0,57 cd
0,77 a 0,51 b 0,48 b 0,43 c 0,42 c 0,42 c
-
2,38
5,58
2,78
4,52
5,41
3,50
* mengkilat Nilai rata-rata sekolom yang didampingi huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 0,05 DMRT.
Tabel 2. Komposisi kimia biji kedelai impor dan varietas unggul nasional. Lab. Fisiologi Hasil Balitkabi, Malang, 2000 Varietas
Kadar air (%)
Kadar abu (% bb)
Kadar lemak (% bb)
Kadar protein (% bb)
Kadar nitrogen amino (%bb)
Kadar karbohidrat (% bb)
Impor Argomulyo Jayawijaya Ringgit Argopuro Tampomas
7,83 abc 7,87 ab 7,69 cd 7,98 a 7,76 bcd 7,60 d
5,15 c 5,20 bc 5,24 bc 5,38 ab 5,48 a 5,57 a
20,42 a 17,34 b 17,33 b 15,74 d 15,10 e 16,13 c
36,10 b 37,07 b 40,71 a 42,62 a 40,28 a 40,15 a
0,434 a 0,341 b 0,340 b 0,339 b 0,341 b 0,339 b
28,50 bc 32,53 a 29,04 bc 28,29 c 31,38 ab 30,56 abc
KK (%)
1,21
1,93
0,83
4,05
0,48
5,28
Dihitung pada basis kadar air biji 8%. Nilai rata-rata sekolom yang didampingi huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 0,05 DMRT.
108
ANTARLINA ET AL.: KUALITAS TEMPE KEDELAI S ELAMA PENYIMPANAN BEKU
10
Kekerasan biji (kg)
9 8 7 6
Y = - 1,595 + 0,279 X
5
R 2 = 0,76
4 3 2 1 0 27
28
29
30
31
32
33
34
varietas unggul relatif lebih tinggi daripada kedelai impor. Perbedaan total asam tempe antara lain disebabkan oleh pertumbuhan mikroorganisme (kapang) selama fermentasi menghasilkan asam. Pertumbuhan kapang dipengaruhi oleh lingkungan dan bahan (biji kedelai). Biji kedelai mempunyai sifat fisik dan kimia yang berbeda, sehingga jumlah asam yang dihasilkan juga berbeda.
Kadar karbohidrat biji (%)
Gambar 2. Hubungan kadar karbohidrat biji dengan kekerasan biji enam varietas kedelai, Lab. Fisiologi Hasil Balitkabi, Malang, 2000.
70 Kecerahan (Y%)
60 50
a 44,70
Kekerasan (mm/g/det)
b 37,09
40
b 36,30
30 20 b 3,83
10 0
0
a 5,07
a 4,66 2
4
Lama Penyimpanan Beku (minggu)
Gambar 3. Tingkat kecerahan dan kekerasan tempe sebelum dan setelah penyimpanan beku. Lab. Fisiologi Hasil Balitkabi, Malang, 2000.
demen yang juga diukur berdasarkan bobot menghasilkan rendemen yang relatif sama pula, walaupun berasal dari ukuran biji yang berbeda. Meskipun terdapat perbedaan kekerasan biji kedelai, namun tingkat kekerasan tempe yang dihasilkan tidak berbeda karena telah mengalami proses pengolahan (perebusan, fermentasi). Komposisi Kimia Tempe Komposisi kimia tempe dipengaruhi oleh varietas dan lama penyimpanan, tetapi tidak dipengaruhi oleh interaksi antara keduanya (Tabel 3). Kadar protein tempe dari kedelai varietas unggul (27,7-30,6% bb) lebih tinggi daripada kedelai impor (26,73% bb). Hal ini sejalan dengan kadar protein biji. Biji kedelai varietas Ringgit mengandung protein relatif paling tinggi (42,6% bb) (Tabel 2), sehingga menghasilkan tempe yang kadar proteinnya relatif tinggi (30,6% bb). Sebaliknya, biji kedelai impor mempunyai kadar protein rendah (36,1% bb) tempe yang dihasilkan juga memiliki kadar protein rendah. Kadar lemak, mineral (yang ditunjukkan oleh kadar abu) dan total asam tempe dari kedelai
Perubahan Selama Penyimpanan Beku Pembekuan seringkali dilakukan untuk usaha pengawetan bahan pangan. Apabila proses pembekuan dilakukan dengan benar, metode ini dapat diaplikasikan untuk jangka panjang, ditinjau dari retensi atribut sensorium dan gizi (Fennema 1989, Syarief et al. 1989). Namun, proses pembekuan bukan proses yang sempurna, karena masih terdapat beberapa perubahan yang dapat menyebabkan penurunan kualitas pangan. Aspek yang perlu dipertimbangkan adalah seberapa jauh perubahan tersebut dapat ditoleransi. Menurut Bennion (1980), selama penyimpanan beku, sebagian besar mikroorganisme akan terhenti, meskipun beberapa dapat tumbuh lambat, sehingga perubahan flavor, tekstur dan nilai gizi menurun namun lambat. Pada penyimpanan secara beku terjadi perubahan kecerahan (warna) dan kekerasan tempe. Tingkat kecerahan tempe menurun dari 44,7 Y% (sebelum simpan) menjadi 36,3 Y% (setelah penyimpanan beku selama 4 minggu), sedangkan kekerasan tempe menurun dari 3,83 mm menjadi 5,07 mm/g/det (Gambar 3). Kekerasan tempe diukur berdasarkan kedalaman jarum yang masuk ke tempe (Penetrometer). Makin besar nilai berarti tempe lebih lunak, sebaliknya makin kecil nilai berarti tempe lebih keras. Penurunan tingkat kecerahan (warna) dan tekstur (kekerasan) tempe selama penyimpanan antara lain disebabkan oleh perlakuan blanching di dalam air mendidih selama 5 menit sebelum tempe disimpan beku. Blanching dimaksudkan untuk menginaktifkan enzim yang dapat menyebabkan perubahan citarasa atau nilai gizi yang tidak dikehendaki selama penyimpanan beku (Lund 1989). Blanching juga menghentikan pertumbuhan kapang, sehingga pertumbuhan miselium yang berwarna putih juga terhenti. Oleh karena itu, warna tempe menjadi lebih gelap. Blanching juga menyebabkan rusaknya beberapa jaringan sehingga tempe menjadi lunak. Di samping itu, tempe beku sebelum diamati diperlakukan thawing, yaitu pencairan kembali kristal-kristal es dalam tempe. Kristal es yang mencair terserap kembali dalam jaringan sel sehingga menyebabkan penurunan kekerasan tempe. Penurunan tekstur (kekerasan) tem109
PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN P ANGAN V OL. 22 NO. 2 2003
pe juga disebabkan oleh aktivitas enzim proteolitik yang mendegradasi protein (Koswara 1995). Selama penyimpanan beku terjadi perubahan komposisi kimia tempe, yaitu kadar air, lemak, protein, nitrogen (N) amino, total asam, dan karbohidrat. Kadar air, lemak, N amino, dan total asam mengalami peningkatan selama penyimpanan, sedangkan kadar protein dan karbohidrat mengalami penurunan. Kadar abu tempe tidak mengalami perubahan (Tabel 3). Peningkatan kadar air tempe di akhir penyimpanan beku bukan disebabkan oleh pengaruh penyimpanan, tetapi karena perlakuan sebelum dan sesudah pembekuan yaitu blanching dan thawing. Perlakuan tersebut menyebabkan molekul air terserap ke dalam tempe. Tanpa simpan beku, tempe mengandung air relatif lebih rendah karena tidak diperlakukan blanching dan thawing seperti tempe yang disimpan beku. Kadar protein tempe menurun dari 29,4% bb (sebelum simpan) menjadi 27,7% bb (setelah simpan beku 4 minggu). Perubahan tersebut antara lain disebabkan oleh aktivitas enzim proteolitik yang mendegradasi protein (Koswara 1995). Dari reaksi itu terbentuk asam-asam yang menyebabkan meningkatnya kadar total asam pada tempe dari 0,73% bb menjadi 0,99% bb. Sensoris Tempe Penilaian panelis terhadap warna tempe sebelum dan sesudah 4 minggu penyimpanan beku, berkisar antara 3,50 (netral) hingga 5,90 (suka) (Gambar 4).
Warna tempe dari kedelai impor relatif lebih disukai, namun ada tempe dari varietas unggul yang juga disukai. Warna tempe dipengaruhi oleh pertumbuhan miselium dari kapang Rhizopus oligosporus yang berwarna putih (Koswara 1995). Semakin banyak miselium yang menutupi permukaan tempe semakin baik (cerah) warna tempe yang dihasilkannya. Aroma tempe sebelum maupun setelah penyimpanan beku relatif tidak berbeda, berkisar antara 3,65 (netral) hingga 5,35 (agak suka) (Gambar 5). Aroma tempe yang baik adalah segar, normal, khas, dan tidak berbau amoniak. Aroma beany flavor pada kedelai hilang selama fermentasi dan sebagai gantinya terbentuk komponen volatil yang nyata berpengaruh terhadap aroma tempe (Moroe et al. dalam Watanabe 1985). Tekstur tempe (sebelum disimpan beku) tidak berbeda, dengan nilai 3,55 (netral) hingga 5,65 (lunak). Secara umum penyimpanan tempe beku menurunkan tekstur menjadi lebih lunak (Gambar 6), namun masih normal. Nilai kekompakan biji tempe berkisar antara 4,15 (netral) hingga 5,70 (kompak) (Gambar 7). Rasa tempe goreng dari varietas unggul tidak berbeda dengan tempe dari kedelai impor, dengan nilai berkisar antara 4,0 (netral) hingga 5,5 (suka) (Gambar 8). Penilaian penerimaan secara umum terhadap tempe sebelum maupun setelah penyimpanan beku juga tidak nyata berbeda, dengan kisaran 4,05 (netral) hingga 5,55 (suka) (Gambar 9). Sebenarnya penilaian sensoris (preferensi konsumen) terhadap mutu tempe bergantung pada daerah,
Tabel 3. Komposisi kimia tempe dari beberapa varietas kedelai unggul sebelum dan setelah penyimpanan beku selama 4 minggu Lab. Fisiologi Hasil Balitkabi, Malang, 2000. Perlakuan
Kadar air (%)
Kadar abu (% bb)
Kadar lemak (% bb)
Lama simpan beku 0 minggu 2 minggu 4 minggu
53,02 b 53,91 b 55,69 a
1,52 1,54 1,53
4,10 b 4,32 b 4,81 a
29,37 a 28,25 b 27,69 b
0,53 b 0,62 a 0,68 a
0,75 b 0,83 b 0,99 a
12,35 a 11,98 a 10,16 b
Varietas Impor Argomulyo Jayawijaya Ringgit Argopuro Tampomas
54,84 b 53,97 b 51,76 c 56,24 a 54,63 b 53,80 b
1,26 b 1,55 a 1,65 a 1,62 a 1,58 a 1,53 a
2,86 c 4,16 b 5,51 a 5,49 a 2,84 c 5,60 a
26,73 d 28,04 c 27,95 c 30,59 a 27,70 cd 29,60 b
0,61 0,58 0,57 0,68 0,61 0,61
0,66 d 0,82 bc 0,90 b 0,69 cd 1,22 a 0,83 bc
13,96 a 12,28 b 13,13 ab 6,09 d 13,26 ab 10,26 c
Interaksi: lama simpan x varietas
ns
ns
ns
ns
ns
ns
ns
KK (%)
2,53
8,80
10,48
3,63
16,47
16,60
13,37
Dihitung pada basis kadar air 53% Nilai rata-rata sekolom yang didampingi huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 0,05 DMRT. ns = non significant
110
Kadar protein Kadar N animo Kadar total (% bb) (% bb) asam (% bb)
Kadar karbohidrat (% bb)
ANTARLINA ET AL.: KUALITAS TEMPE KEDELAI S ELAMA PENYIMPANAN BEKU
7
7 0 mng
6
2 mng
4 mng
0 mng
6
5
5
4
4
3
3
2
2
1
2 mng
4 mng
1
0
0 Impor
Ringgit
Tampomas Jayawijaya Argomulyo
Argopuro
Impor
Varietas kedelai sangat tdk suka (1) - sangat suka (7)
Ringgit
Tampomas Jayawijaya Argomulyo
Argopuro
Varietas kedelai sangat tdk suka (1) - sangat suka (7)
Gambar 4. Tingkat kesukaan panelis terhadap warna tempe yang disimpan beku. Lab. Fisiologi Hasil Balitkabi, Malang, 2000.
7
Gambar 5. Tingkat kesukaan panelis terhadap aroma tempe yang disimpan beku. Lab. Fisiologi Hasil Balitkabi, Malang, 2000.
7 0 mng
6
2 mng
4 mng
0 mng
6
5
5
4
4
3
3
2
2
1
1
0
2 mng
4 mng
0 Impor
Ringgit
Tampomas Jayawijaya Argomulyo Argopuro
Impor
Varietas kedelai sangat keras (1) - sangat lunak (7)
Ringgit
Tampomas Jayawijaya Argomulyo Argopuro
Varietas kedelai sangat keras (1) - sangat lunak (7)
Gambar 6. Penilaian panelis terhadap tekstur tempe yang disimpan beku. Lab. Fisiologi Hasil Balitkabi, Malang, 2000.
7
Gambar 7. Penilaian panelis terhadap kekompakan biji tempe yang disimpan beku. Lab. Fisiologi Hasil Balitkabi, Malang,
7
0 mng
6
2 mng
4 mng
0 mng
2 mng
4 mng
6
5
5
4
4
3
3
2
2
1
1
0
0
Impor
Ringgit
Tampomas
Jayawijaya
Argomulyo
Argopuro
Varietas kedelai sangat tdk kompak (1) - sangat kompak (7)
Impor
Ringgit
Tampomas
Jayawijaya
Argomulyo
Argopuro
Varietas kedelai sangat tdk suka (1) - sangat suka (7)
Gambar 8. Tingkat kesukaan panelis terhadap rasa tempe yang disimpan beku. Lab. Fisiologi Hasil Balitkabi, Malang, 2000.
Gambar 9. Tingkat penerimaan secara umum panelis terhadap tempe yang disimpan beku. Lab. Fisiologi Hasil Balitkabi, Malang, 2000.
karena setiap daerah menghasilkan tempe dengan mutu tertentu. Konsumen di beberapa daerah menyatakan bahwa mutu tempe yang baik adalah apabila teksturnya agak keras dan tidak terlalu lunak. Di Malang, misalnya, tempe yang disukai adalah dengan
tekstur keras, sedangkan di Jawa Tengah adalah tempe ’mendoan’ yang teksturnya lebih lunak. Secara sensoris, tempe yang berkualitas baik adalah yang berwarna putih dan permukaan bagian atas diliputi oleh jamur yang tebal sehingga biji kedelai 111
PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN P ANGAN V OL. 22 NO. 2 2003 Tabel 4. Standar kualitas tempe berdasarkan SNI No. 01-3144-92. Karakteristik kualitas
Standar kualitas
Keadaan:
Normal khas Normal khas Normal khas Max. 65 Max. 1,5 Min. 20 Max. 10 Negatif/25 gram
- Bau - Warna - Rasa
Air % b/b Abu % b/b Protein (N x 6,25) % b/b Cemaran mikroba: E. coli Salmonella Sumber: Departemen Perindustrian dan Perdagangan, 1992.
tidak kelihatan. Pada permukaan potong, biji kedelai nampak besar, kuning muda dan terikat dalam jamur sehingga irisan tipis masih utuh, tidak pecah-pecah, aromanya khas seperti jamur segar, dan apabila tempe terlalu matang akan timbul spora hitam. Spora hitam tidak mempengaruhi kualitas tempe. Sebaliknya, tempe yang rendah kualitasnya terlihat dari jamur yang tidak tumbuh baik dan rata pada permukaan sehingga biji kedelai kelihatan pada bagian atas atau bagian bawah, warnanya kurang putih atau kuning kecoklatan, dan aromanya seperti amonia dan rasanya asam. Penurunan kualitas tersebut karena kerusakan yang diakibatkan oleh adanya aktivitas enzim proteolitik yang mendegradasi protein, sehingga terbentuk amoniak yang menyebabkan aroma dan rasa kurang disukai, tekstur lunak, dan warna gelap. Ditinjau dari warna, penampilan, aroma dan tekstur tempe dari semua varietas yang diamati, sebelum dan sesudah penyimpanan, cukup baik, sesuai dengan kriteria sensoris tersebut di atas, yaitu warna putih (cerah), jamur mengikat kuat, dan aroma khas. Kesesuaian Tempe dengan Standar Kualitas Departemen Perindustrian dan Perdagangan telah mengeluarkan standar kualitas tempe yaitu Standar Nasional Indonesia (SNI) No. 01-3144-92 (Departemen Perindustrian dan Perdagangan 1992). Standar kualitas tersebut meliputi beberapa parameter penting yang mempengaruhi kualitas tempe, antara lain bau, warna, dan rasa, Kadar air yang diperbolehkan maksimum 65% bb, kadar abu maksimum 1,5% bb, kadar protein minimal 20% bb. Penelitian menunjukkan bahwa aroma, warna, dan rasa tempe dari enam varietas yang dicoba, sebelum dan setelah disimpan beku, memenuhi standar yaitu dengan kriteria normal khas. Hal tersebut didukung oleh pengamatan sensoris yang dilakukan oleh panelis, bahwa bau (aroma), warna dan rasa tempe mempunyai kriteria netral hingga suka, artinya termasuk dalam kategori normal. Kadar air, abu dan protein tempe juga memenuhi standar kualitas, 112
karena di bawah 65% (51,8-56,2), kadar protein > 20% (26,7-29,6% bb), dan kadar abu 1,5% (1,3-1,7% bb).
KESIMPULAN 1. Kualitas tempe yang dihasilkan dari kedelai varietas unggul Argomulyo, Jayawijaya, Ringgit, Argopuro, Tampomas lebih baik ditinjau dari kadar proteinnya (27,7-30,6% basis basah) dan lebih tinggi dibanding kedelai impor (26,7% bb). 2. Secara fisik, rasa dan tingkat penerimaan tempe dari kedelai varietas unggul dinilai baik dan tidak berbeda dengan kedelai impor. 3. Penyimpanan tempe segar dengan cara beku selama 4 minggu dapat mempertahankan kualitas tempe, karena fisik dan rasa masih normal dan kadar protein hanya menurun 1,68% bb.
UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih disampaikan kepada Nunik Oktaviani S.TP (alumnus Universitas Brawijaya, Malang) dan Suprato, SP (litkayasa Balitkabi), yang telah membantu pelaksanaan penelitian. Disampaikan pula ucapan terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Simon B.W., M.App.Sc, (Dosen Fakultas Teknologi Pertanian Unibraw) atas kerjasamanya.
DAFTAR PUSTAKA Adnan, M. and S. Sudarmadji. 1997. Contribution of tempe for the economy and heatlh of Indonesian. In Proceedings International Tempe Symposium. July 13-15, 1997, Bali. Indonesia. AOAC. 1990. Officials methods of analysis of the association of official analytical chemists, 14 th ed. Washington DC. Astuti, M. 1995. Tempe sebagai makanan tradisional khas: Sifat "radical scavenger" dalam proses penuaan. Dalam Prosiding Widyakarya Nasional Khasiat Makanan Tradisional. F.G. Winarno et al. (eds). Kantor Menteri Negara Urusan Pangan R.I. Jakarta. p.131-38. Bennion, M. 1980. The science of food. farmer professor, food science and nutrition. Bringham Young University. Departemen Perindustrian dan Perdagangan. 1992. Standar mutu tempe. SNI No. 01-3144-92. Jakarta. Fennema, O. 1989. Pengaruh pengawetan beku terhadap zat gizi. Dalam R.S. Harris dan E. Karmas (eds). Evaluasi Gizi pada Pengolahan Bahan Pangan. ITB Bandung: 271-318. Heriyanto, R. Krisdiana dan SS. Antarlina. 2000. Sistem agribisnis komoditas kedelai. Laporan Penelitian 1999/2000. Balitkabi. Malang. Koswara, S. 1995. Teknologi pengolahan kedelai. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta. Larmond, E. 1997. Laboratory methods for sensory evaluation of food. Canada. Dept. of Agric. Attawa. Lehninger, A.L. 1978. Bio chemistry. Worth Publishing, Inc., New York.
ANTARLINA ET AL.: KUALITAS TEMPE KEDELAI S ELAMA PENYIMPANAN BEKU Lund, D.B. 1989. Pengaruh pengukusan, pasteurisasi, dan pensterilan terhadap zat gizi. Dalam R.S. Harris dan E. Karmas (eds). Evaluasi Gizi pada Pengolahan Bahan Pangan. ITB Bandung. p.229-266. Murdiati, A., Sardjono dan Amaliah. 2000. Perubahan komposisi kimia tempe gembus yang dibuat dari bahan dasar ampas tahu ditambah bekatul. Agritech. 20(2):106-110. Noor, Z. 1987. Teknologi pengolahan kacang-kacangan. PAU Pangan dan Gizi. UGM. Yogyakarta. 71 p. Palupi, N.S. dan Ni L. Puspitasari. 1995. Pengaruh serat makanan dan senyawa antinutrisi dalam tempe terhadap ketersediaan mineral bagi tubuh. Dalam Prosiding Widyakarya Nasional
Khasiat Makanan Tradisional. F.G. Winarno, et al. (eds). Kantor Menteri Negara Urusan Pangan R.I. Jakarta. p.337-347. Soekarto, S.T. 1981. Penilaian Organoleptik untuk industri pangan dan hasil pertanian. IPB. Bogor. 144 p. Steinkraus, K.H. 1983. Handbook of indigenous fermented foods. Marcel Dekker Inc. New York. Shurtleff, W. and Aoyogi. 1979. The book of tempeh. Harper and Row Publishers. New York, Hagerstown, San Fransisco, London. Syarief, R., S. Santausa, dan St. I. Budiwati. 1989. Teknologi pengemas- an pangan. PAU Pangan dan Gizi. IPB. Bogor. 604 p. Watanabe, T. 1985. The tempe technology in Japan. Dalam Hermana dan Karyadi (eds). Pemanfaatan tempe dalam peningkatan upaya kesehatan dan gizi. Jakarta.
113