KORUPSI SEBAGAI BUKTI JAUHNYA PEMERINTAH DARI NILAI-NILAI NILAI NILAI PANCASILA
STMIK “AMIKOM” Yogyakarta
Oleh : Aray Saepul Kamil NIM. 11.12.6021 Kelompok I Pendidikan Pncasila S1 Sistem Informasi
Nama Dosen Drs. Mohammad Idris , M.M
KATA PENGANTAR
Puji beserta syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas semua kasih sayang dan petunjuknya, alhamdulillah penulis dapat menyelesaikan tugas akhir mata kuliah pancasila yang dibuat dalam suatu makalah yang diberi judul Korupsi Sebagai Bukti Jauhnya Pemerintah dari Nilainilai Pancasila. Shalawat beserta salam semoga tetap tercurah limpah kepada baginda Nabi Muhammad SAW, kepada keluarganya, sahabatnya, dan kita selaku umatnya. Dalam penyusunan makalah tugas akhir pendidikan pancasila ini, tentunya penulis banyak mendapat bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu ucapan terimakasih yang tidak terhingga penulis sampaikan kepada, 1. Bapak Prof. Dr. M Suyanto M.M, selaku ketua STMIK AMIKOM Yogyakarta; 2. Bapak Melwin Syafrizal S.Kom M.Eng, selaku dosen wali; 3. Bapak Drs. Mohammad Idris .P, MM, selaku dosen pembimbing yang telah meberikan ilmunya selama mengenyam pendidikan mata kuliah pancasila; 4. Reka-rekan kelompok I mata kuliah pancasila tahun ajaran 2011-2012 yang telah mengsuport penulis, baik secara langsung ataupun tidak langsung. 5. Pihak-pihak terkait yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu yang telah banyak memberikan masukan kepada kami. Kami menyadari dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak yang sifatnya membangun, sebagai bahan introspeksi bagi kami. Akhir kata semoga dengan disusunnya makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak dan dapat menjadi salah satu pendongkrak kemajuan Negara kita Indonesia di masa yang akan datang.
i
ABSTRAK
Korupsi adalah prilaku pejabat publik, baik politikus ataupun pegawai negeri yang secara tidak wajar memperkaya diri mereka sendiri dengan memanfaatkan kekuasaan public yang dipercayakan kepadanya. Menurut Robert Killgart korupsi merupakan tingkah laku yang menyimpang dari tugas-tugas resmi suatu jabatan Negara karena keuntungan status atau uang yang menyangkut pribadi, dan atau melanggar aturan-aturan pelaksanaan menyangkut tingkah laku pribadi. Menurt ahli di bidang hukum dan sebagainya bahwa banyak latar belakang orang melakukan korupsi baik itu bersifat dorongan dari diri sendiri, aspek organisasi, dan aspek lingkungan sekitar. Selain ketiga hal tersebut masih banyak factor-faktor yang lebih spesifik lagi yang membuat orang melakukan korupsi seperti sifat serakah yang dimiliki manusia, kurang teladannya seorang yang duduk dipemerintahan dan lain sebagainya. Dalam
prilaku
korupsi
banyak
sekali
akibat
negative
yang
ditimbulkannya terutama terhadap masyarakat dan system pemerintahan. Dengan adanya prilaku korupsi dari pemerintah, tentu saja akan menghambat proses pembangunan yang sedang dilaksanakan. Karena misal yang seharusnya dana pembangunan dialokasikan untuk pembangunan disuatu sector pemerintahan, namun karena dana yang dialokasikan tersebut dikorupsi, maka pembangunan disektor otersebut akan terhambat, sehingga sulit untuk memajukan Negara. Korupsi yang terjadi akhir-akhir ini di Indonesia yang kebanyakan dilakukan oleh petinggi Negara sebenarnya dapat diberantas atau bahkan dicegah. Kebanyakan dari pelaku korupsi pada hakikatnya adalah mereka yang tahu akan makna dan poin-poin pancasila, namun mereka kebanyakan menyelewengkan pancasila tersebut dan tidak mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari, sehingga membuat mereka melakukan korupsi. Untuk itu salah satu cara untuk
ii
mencegah terjadinya korupsi ialah setiap individu yang ada di pemerintahan harus mengamalkan setiap butir yang ada pada pancasila dan kemudian rakyat ikut mengawasi proses pemerintahan dengan cara pemerintah bersifat transparansi terhadap rakyat.
iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ……………………………………...……... ……...
i
ABSTRAK ...………………………………………………………. ……...
ii
DAFTAR ISI ...…………………………………………………….. ……...
iv
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang……………………………………………... ……...
1
B. Tijauan……………………………………………………………...
2
C. Rumusan Masalah………………………………………….. ……...
3
BAB II. PEMBAHASAN A. Definisi Korupsi……………………………………………. ……...
4
B. Sebab-sebab Orang Melakukan Korupsi…………………....……...
5
C. Dampak Negatif Korupsi…………………………………... ……...
9
D. Cara Mencegah Prilaku Korupsi……………………………………
12
BAB III. KESIMPULAN A. Saran………………………………………………..........................
13
B. Kesimpulan…………………………………………………………
13
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………
14
iv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam sejarah bangsa Indonesia telah banyak sekali mengalami berbagai masalah, baik masalah tersebut disebabkan oleh masalah internal dari Indonesia sendiri, maupun dari luar Indonesia itu sendiri. Contoh kasus yang diakibatkan odari luar Indonesia ialah penjajahan, yang dimana paza zaman dahulu Indonesia mengalami penjajahan oleh berbagai Negara, seperti Portugis, Belanda, dan Jepang. Permasalah penjajahan di Indonesia ini barulah selesai pada 17 Agustus 1945, yang ditandai dengan pembacaan proklamasi oleh bangsa Indonesia, yang pada saat itu diwakili oleh Ir. Soekarno dan Mohammad Hatta. Berpuluh tahun sudah terlewati, sekarang bangsa Indonesia telah terlepas dari belenggu penjajahan bangsa lain. Namun sekarang Indonesia memiliki masalah yang lebih rumit lagi. Masalah yang sedang melanda bangsa Indonesia sekarang datang dari internal Indonesia sendiri, yaitu korupsi para petinggi Negara yang semakin merajalela dari berbagai unsur Negara kita, seperti perpajakan, pendidikan, dan lain sebagainya. Masalah internal Indonesia ini yaitu korupsi sampai sekarang belum bisa diatasi secara keseluruhan, walaupun sudah ada usaha dari para petingggi Negara yaitu dengan dibentuknya lembaga KPK dan undang-undang Tindak Pidana Korupsi (TIPIKOR). Korupsi adalah suatu masalah berat bagi bangsa kita bangsa Indonesia, namun bukan hal yang tidak mungkin untuk diberantas dan dihapuskan atau bahkan dicegah. Pada dasarnya kebanyakan dari para tersangka kasus korupsi adalah orang pintar yang telah sedikit banyak mengabaikan makna dari pancasila. Apabila para petinggi Negara menyadari akan makna pancasila, dan kemudian mengimplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari, sangat tidak mungkin untuk mereka melakukan karupsi, walaupun ada kesempatan. Dari itu, maka dibutuhkan kerja sama dari berbagai element baik pemerintah ataupun masyarakat untuk mengawasi berjalannya pemerintahan agar tetap sesuai dengan
1
palsafah Negara kita yaitu pancasila dan setiap perilaku yang menyimpang khususnya korupsi dapat ditindak dengan seadil-adilnya tanpa adanya diskriminasi social.
B. Tinjauan 1. Sosiologis Ditinjau dari segi sosiologis, korupsi sangat bertentangan sekali dengan nilai-nilai kemasyarakatan. Prilaku korupsi dapat menyengsarakan rakyat, karena uang hasil prilaku korupsi pada dasarnya adalah uang rakyat yang seharusnya nantinya dikembalikan kerakayat pula, baik berupa fasilitas umum ataupun bantuan langsug tunai. Akan tetapi fakta dilapangan sekarang menunjukan bahwa uang yang seharusnya pemerintah salurkan kepada rakyat
berupa
fasilitas
ataupun
bantuan
langsung
tunai,
malah
diselewengkan. 2. Yuridis Ditinjau dari segi hukum, prilaku korupsi termasuk prilaku kriminal dan sangat melanggar hukum yang berlaku khususnya di Indonesia. Prilaku korupsi sangat erat kaitannya dengan penentangan terhadap hukum yang ada, untuk itulah akhir-akhir ini pemerintah Indonesia yang dipimpin oleh Presiden Sulilo Bambang Yudhoyono bertekad untuk menindak tegas setiap pelaku korupsi. Hal tersebut dibuktikan dengan dibentuknya Tim Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Timtas Tipikor) yang tertuang dalam UU No. 31 Tahun 199 dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tertuang dalam UU No. 30 Tahun 2002. Selain itu, presiden pun mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) No. 5 Tahun 2004 tentang percepatan pemberantasan korupsi. 3. Historis Ditinjau dari segi historisnya, korupsi di Indonesia termasuk telah membudaya.
Tindakan
pemerintah/
penguasa
Indonesia
yang
menyelewengkan uang Negara telah terjadi sejak dulu. Walau sudah lama,
2
korupsi masih belum bisa diatasi secara maksimal, walau berbagai cara telah ditempuh seperti membuat lembaga khusus untuk menindak setiap prilaku korupsi seperti KPK.
C. Rumusan Masalah 1. Apakah yang dimaksud dengan korupsi itu? 2. Apa yang menyebabkan orang melakukan korupsi? 3. Dampak negative apa yang kemudian ditimbulkan oleh perilaku korupsi? 4. Hal apa yang seharusnya dilakukan agar dapat memberantas dan mencegah terjadinya korupsi?
3
BAB II PEMBAHASAN A. Definisi Korupsi Secara bahasa, korupsi berasal dari bahasa Latin yaitu corruptio dari kata kerja corrumpere yang bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok. Secara harfiah, korupsi adalah perilaku pejabat publik, baik politikus/politisi maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka. Menurut Robert Klitgaard yang mengupas korupsi dari perspektif administrasi negara, mendefinisikan korupsi sebagai Tingkah laku yang menyimpang dari tugas-tugas resmi sebuah jabatan negara karena keuntungan status atau uang yang menyangkut pribadi (perorangan, keluarga dekat, kelompok sendiri); atau melanggar aturan-aturan pelaksanaan menyangkut tingkah laku pribadi. Dari sudut pandang hukum, tindak pidana korupsi secara garis besar mencakup unsur-unsur sebagai berikut: 1. perbuatan melawan hukum; 2. penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau sarana; 3. memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi; 4. merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Dalam arti yang luas, korupsi adalah penyalahgunaan jabatan resmi untuk keuntungan pribadi. Semua bentuk pemerintah/ pemerintahan rentan korupsi dalam prakteknya. Beratnya korupsi berbeda-beda, dari yang paling ringan dalam bentuk penggunaan pengaruh dan dukungan untuk memberi dan menerima pertolongan, sampai dengan korupsi berat yang diresmikan, dan sebagainya.
4
Titik ujung korupsi adalah kleptokrasi, yang arti harafiahnya pemerintahan oleh para pencuri, di mana pura-pura bertindak jujur pun tidak ada sama sekali. Korupsi yang muncul di bidang politik dan birokrasi bisa berbentuk sepele atau berat, terorganisasi atau tidak. Walau korupsi sering memudahkan kegiatan kriminal seperti penjualan narkotika, pencucian uang, dan prostitusi, korupsi itu sendiri tidak terbatas dalam hal-hal ini saja. Untuk mempelajari masalah ini dan membuat solusinya, sangat penting untuk membedakan antara korupsi dan kriminalitas/kejahatan, tergantung dari negaranya atau wilayah hukumnya, ada perbedaan antara yang dianggap korupsi atau tidak. Sebagai contoh, pendanaan partai politik ada yang legal di satu tempat namun ada juga yang tidak legal di tempat lain.
B. Sebab-Sebab Orang Melakukan Korupsi Tindak korupsi bukanlah peristiwa yang berdiri sendiri. Perilaku korupsi menyangkut berbagai hal yang sifatnya kompleks. Faktor-faktor penyebabnya bisa dari internal pelaku-pelaku korupsi, tetapi bisa juga bisa berasal dari situasi lingkungan yang kondusif bagi seseorang untuk melakukan korupsi. Berikut ini adalah aspek-aspek penyebab seseorang berbuat Korupsi. Menurut Dr. Sarlito W. Sarwono, tidak ada jawaban yang persis, tetapi ada dua hal yang jelas, yakni: 1. Dorongan dari dalam diri sendiri (keinginan, hasrat, kehendak dan sebagainya); 2. Rangsangan dari luar (dorongan teman-teman, adanya kesempatan, kurang kontrol dan sebagainya.
5
Dr. Andi Hamzah dalam disertasinya menginventarisasikan beberapa penyebab korupsi, yakni : 1. Kurangnya gaji pegawai negeri dibandingkan dengan kebutuhan yang makin meningkat; 2. Latar belakang kebudayaan atau kultur Indonesia yang merupakan sumber atau sebab meluasnya korupsi; 3. Manajemen yang kurang baik dan kontrol yang kurang efektif dan efisien, yang memberikan peluang orang untuk korupsi; 4. Modernisasi pengembangbiakan korupsi. Analisa yang lebih detil lagi tentang penyebab korupsi diutarakan oleh Badan Pengawasan Keuangan dSan Pembangunan (BPKP) dalam bukunya berjudul "Strategi Pemberantasan Korupsi," antara lain: 1. Aspek Individu Pelaku a. Sifat tamak manusia; Kemungkinan orang melakukan korupsi bukan karena orangnya miskin atau penghasilan tak cukup. Kemungkinan orang tersebut sudah cukup kaya, tetapi masih punya hasrat besar untuk memperkaya diri. Unsur penyebab korupsi pada pelaku semacam itu datang dari dalam diri sendiri, yaitu sifat tamak dan rakus. b. Moral yang kurang kuat; Seorang yang moralnya tidak kuat cenderung mudah tergoda untuk melakukan korupsi. Godaan itu bisa berasal dari atasan, teman setingkat, bawahanya, atau pihak yang lain yang memberi kesempatan untuk itu. c. Penghasilan yang kurang mencukupi; Penghasilan seorang pegawai dari suatu pekerjaan selayaknya memenuhi kebutuhan hidup yang wajar. Bila hal itu tidak terjadi maka seseorang akan berusaha memenuhinya dengan berbagai cara. Tetapi bila segala upaya dilakukan ternyata sulit didapatkan, keadaan semacam ini yang akan memberi peluang besar untuk melakukan tindak korupsi, baik itu korupsi waktu, tenaga, pikiran
6
dalam arti semua curahan peluang itu untuk keperluan di luar pekerjaan yang seharusnya. d. Kebutuhan hidup yang mendesak; Dalam rentang kehidupan ada kemungkinan seseorang mengalami situasi terdesak dalam hal ekonomi. Keterdesakan itu membuka ruang bagi seseorang untuk mengambil jalan pintas diantaranya dengan melakukan korupsi. e. Gaya hidup yang konsumtif; Kehidupan di kota-kota besar acapkali mendorong gaya hidup seseong konsumtif. Perilaku konsumtif semacam ini bila tidak diimbangi dengan pendapatan yang memadai akan membuka peluang seseorang untuk melakukan berbagai tindakan untuk memenuhi hajatnya. Salah satu kemungkinan tindakan itu adalah dengan korupsi. f. Malas atau tidak mau kerja; Sebagian orang ingin mendapatkan hasil dari sebuah pekerjaan tanpa keluar keringat alias malas bekerja. Sifat semacam ini akan potensial melakukan tindakan apapun dengan cara-cara mudah dan cepat, diantaranya melakukan korupsi. g. Ajaran agama yang kurang diterapkan; Indonesia dikenal sebagai bangsa religius yang tentu akan melarang tindak korupsi dalam bentuk apapun. Kenyataan di lapangan menunjukkan bila korupsi masih berjalan subur di tengah masyarakat. Situasi paradok ini menandakan bahwa ajaran agama kurang diterapkan dalam kehidupan.
2. Aspek Organisasi a. Kurang adanya sikap keteladanan pimpinan; Posisi pemimpin dalam suatu lembaga formal maupun informal mempunyai pengaruh penting bagi bawahannya. Bila pemimpin tidak bisa memberi keteladanan yang baik di hadapan bawahannya, misalnya berbuat korupsi, maka kemungkinan besar bawahnya akan mengambil kesempatan yang sama dengan atasannya. b. Tidak adanya kultur organisasi yang benar; Kultur organisasi biasanya
7
punya pengaruh kuat terhadap anggotanya. Apabila kultur organisasi tidak dikelola dengan baik, akan menimbulkan berbagai situasi tidak kondusif mewarnai kehidupan organisasi. Pada posisi demikian perbuatan negatif, seperti korupsi memiliki peluang untuk terjadi. c. Sistim akuntabilitas yang benar di instansi pemerintah yang kurang memadai; Pada institusi pemerintahan umumnya belum merumuskan dengan jelas visi dan misi yang diembannya dan juga belum merumuskan dengan tujuan dan sasaran yang harus dicapai dalam periode tertentu guna mencapai misi tersebut. Akibatnya, terhadap instansi pemerintah sulit dilakukan penilaian apakah instansi tersebut berhasil mencapai sasaranya atau tidak. Akibat lebih lanjut adalah kurangnya perhatian pada efisiensi penggunaan sumber daya yang dimiliki. Keadaan ini memunculkan situasi organisasi yang kondusif untuk praktik korupsi. d. Kelemahan sistim pengendalian manajemen; Pengendalian manajemen merupakan salah satu syarat bagi tindak pelanggaran korupsi dalam sebuah organisasi. Semakin longgar/lemah pengendalian manajemen sebuah organisasi akan semakin terbuka perbuatan tindak korupsi anggota atau pegawai di dalamnya. e. Manajemen cenderung menutupi korupsi di dalam organisasi; Pada umumnya jajaran manajemen selalu menutupi tindak korupsi yang dilakukan oleh segelintir oknum dalam organisasi. Akibat sifat tertutup ini pelanggaran korupsi justru terus berjalan dengan berbagai bentuk.
3. Aspek Tempat Individu dan Organisasi Berada a. Nilai-nilai di masyarakat kondusif untuk terjadinya korupsi Korupsi bisa ditimbulkan oleh budaya masyarakat. Misalnya, masyarakat menghargai seseorang karena kekayaan yang dimilikinya. Sikap ini seringkali membuat masyarakat tidak kritis pada kondisi, misalnya dari mana kekayaan itu didapatkan. b. Masyarakat kurang menyadari sebagai korban utama korupsi Masyarakat
8
masih kurang menyadari bila yang paling dirugikan dalam korupsi itu masyarakat. Anggapan masyarakat umum yang rugi oleh korupsi itu adalah negara. Padahal bila negara rugi, yang rugi adalah masyarakat juga karena proses anggaran pembangunan bisa berkurang karena dikorupsi. c. Masyarakat kurang menyadari bila dirinya terlibat korupsi Setiap korupsi pasti melibatkan anggota masyarakat. Hal ini kurang disadari oleh masyarakat sendiri. Bahkan seringkali masyarakat sudah terbiasa terlibat pada kegiatan korupsi sehari-hari dengan cara-cara terbuka namun tidak disadari. d. Masyarakat kurang menyadari bahwa korupsi akan bisa dicegah dan diberantas bila masyarakat ikut aktif Pada umumnya masyarakat berpandangan masalah
korupsi itu tanggung jawab pemerintah.
Masyarakat kurang menyadari bahwa korupsi itu bisa diberantas hanya bila masyarakat ikut melakukannya. e. Aspek peraturan perundang-undangan Korupsi mudah timbul karena adanya kelemahan di dalam peraturan perundang-undangan yang dapat mencakup
adanya
peraturan
yang
monopolistik
yang
hanya
menguntungkan kroni penguasa, kualitas peraturan yang kurang memadai, peraturan yang kurang disosialisasikan, sangsi yang terlalu ringan, penerapan sangsi yang tidak konsisten dan pandang bulu, serta lemahnya bidang evaluasi dan revisi peraturan perundang-undangan.
C. Dampak Negatif Akibat Korupsi Ada beberapa dampak negatif yang akibatkan oleh prilaku korupsi, baik terhadapa system pemerintahan atau secara langsung terhadap masyarakat. Di bawah ini diuraikan beberapa dampak negative yang diakibatkan oleh korupsi. 1. Demokrasi Korupsi menunjukan tantangan serius terhadap pembangunan. Di dalam dunia politik, korupsi mempersulit demokrasi dan tata pemerintahan yang baik (good governance) dengan cara menghancurkan proses formal. Korupsi di
9
pemilihan umum dan di badan legislatif mengurangi akuntabilitas dan perwakilan di pembentukan kebijaksanaan; korupsi di sistem pengadilan menghentikan ketertiban hukum; dan korupsi di pemerintahan publik menghasilkan ketidak-seimbangan dalam pelayanan masyarakat. Secara umum, korupsi mengkikis kemampuan institusi dari pemerintah, karena pengabaian prosedur, penyedotan sumber daya, dan pejabat diangkat atau dinaikan jabatan bukan karena prestasi. Pada saat yang bersamaan, korupsi mempersulit legitimasi pemerintahan dan nilai demokrasi seperti kepercayaan dan toleransi. 2. Ekonomi Korupsi juga mempersulit pembangunan ekonomi dengan membuat distorsi dan ketidak efisienan yang tinggi. Dalam sektor privat, korupsi meningkatkan ongkos niaga karena kerugian dari pembayaran ilegal, ongkos manajemen dalam negosiasi dengan pejabat korup, dan risiko pembatalan perjanjian atau karena penyelidikan. Walaupun ada yang menyatakan bahwa korupsi mengurangi ongkos (niaga) dengan mempermudah birokrasi, konsensus yang baru muncul berkesimpulan bahwa ketersediaan sogokan menyebabkan pejabat untuk membuat aturan-aturan baru dan hambatan baru. Dimana korupsi menyebabkan inflasi ongkos niaga, korupsi juga mengacaukan "lapangan perniagaan". Perusahaan yang memiliki koneksi dilindungi dari persaingan dan sebagai hasilnya mempertahankan perusahaan-perusahaan yang tidak efisien. Korupsi menimbulkan distorsi (kekacauan) di dalam sektor publik dengan mengalihkan investasi publik ke proyek-proyek masyarakat yang mana sogokan dan upah tersedia lebih banyak. Pejabat mungkin menambah kompleksitas proyek masyarakat untuk menyembunyikan praktek korupsi, yang akhirnya menghasilkan lebih banyak kekacauan. Korupsi juga mengurangi pemenuhan syarat-syarat keamanan bangunan, lingkungan hidup, atau aturan-aturan lain. Korupsi juga mengurangi kualitas pelayanan pemerintahan dan infrastruktur; dan menambahkan tekanan-tekanan terhadap
10
anggaran pemerintah. Para pakar ekonomi memberikan pendapat bahwa salah satu faktor keterbelakangan pembangunan ekonomi di Afrika dan Asia, terutama di Afrika, adalah korupsi yang berbentuk penagihan sewa yang menyebabkan perpindahan penanaman modal (capital investment) ke luar negeri, bukannya diinvestasikan ke dalam negeri (maka adanya ejekan yang sering benar bahwa ada diktator Afrika yang memiliki rekening bank di Swiss). Berbeda sekali dengan diktator Asia, seperti Soeharto yang sering mengambil satu potongan dari semuanya (meminta sogok), namun lebih memberikan kondisi untuk pembangunan, melalui investasi infrastruktur, ketertiban hukum, dan lain-lain. Pakar dari Universitas Massachussetts memperkirakan dari tahun 1970 sampai 1996, pelarian modal dari 30 negara sub-Sahara berjumlah US $187 triliun, melebihi dari jumlah utang luar negeri mereka sendiri. (Hasilnya, dalam artian pembangunan (atau kurangnya pembangunan) telah dibuatkan modelnya dalam satu teori oleh ekonomis Mancur Olson). Dalam kasus Afrika, salah satu faktornya adalah ketidak-stabilan politik, dan juga kenyataan bahwa pemerintahan baru sering menyegel aset-aset pemerintah lama yang sering didapat dari korupsi. Ini memberi dorongan bagi para pejabat untuk menumpuk kekayaan mereka di luar negeri, diluar jangkauan dari ekspropriasi di masa depan. 3. Kesejahteraan Umum Negara Korupsi selain berakibat negatif terhadap demokrasi dan ekonomi tadi, secara umum juga dapaot mehambat kesejahteraan umum terutama kesejahteraan masyarakat. Misal uang yang seharusnya dialokosikan oleh pemerintah untuk kesehatan masyarakat, namun ternyata malah siselewengkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab, yang akhirnya masyarakat memiliki kesehatan yang buruk.
11
D. Cara Mencegah Prilaku Korupsi Korupsi yang terjadi di Negara kiita Indonesia bukanlah peristiwa yang baru. Telah banyak terjadi kasus-kasus korupsi sebelum era sekarang misalnya pada era orde baru. Korupsi memang sudah menjalar keberbagai unit birokrasi pemerintah baik pemerintah pusat ataupun daerah. Namun bukan berarti korupsi tidak bisa dicegah atau tidak bisa diberantas. Korupsi bisa dicegah dengan cara menanamkan kembali nilai-nilai pancasila terhadap masyarakat sejak dini, karena kebanyakan kasus karupsi pada dasarnya disebabkan oleh tingkah laku para petinggi Negara yang menyalahi pancasila. Untuk itu diperlukan penanaman kembali nilai-nilai pancasila agar nantinya dapat terbentuk generasi penerus bangsa yang memiliki kepdulian dan dapat mengamalkan isi dari pancasila itu.
12
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Pada dasarnya korupsi adalah semua kejahatan yang dilakukan oleh perorangan atau kelompok dengan cara menggelapkan uang yang bukan haknya; 2. Kebanyakan dari tindak pidana korupsi bermotif kepuasaan semata; 3. Dampak yang paling besar dari korupsi adalah terhambatnya proses pembangunan suatu Negara; 4. Korupsi sebetulnya dapat dicegah dengan mengembalikan kembali nilai-nilai pancasila, kemudian di aplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
B. Saran 1. Sebaiknya pemerintah lebih menggalakan lagi dalam memberantas korupsi; 2. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), seharusnya lebih tegas lagi dalam menindak pelaku korupsi; 3. Pemerintah haru lebih terbuka lagi terhadap masyarakat terhadap ha yang berkaitan dengan pemerintahan terutama yang menyangkur dengan keuangan.
13
DAFTAR PUSTAKA
Abdulkarim, Aim. 2006. Pendidikan Pewarganegaraan. Bandung: Grafindo. Purwastuti, L. Andriani. 2002. Pendidikan Pancasila. Yogyakarta: UPT-MKU UNY.
Website http://www.mahfudmd.com/public/makalah/Makalah_8.pdf http://pakarbisnisonline.blogspot.com/2009/12/pengertian-korupsi-dan-dampaknegatif.html http://arya-sosman.blogspot.com/2009/11/alasan-melakukan-korupsi.html http://serius.multiply.com/journal/item/23/Pengertian_atau_Definisi_Korupsi_ http://asepsofyan.multiply.com/journal/item/20 http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3800/1/fisip-erika1.pdf http://korupsidalampandanganpancasila.blogspot.com
14