SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR VII YOGYAKARTA, 16 NOVEMBER 2011 ISSN 1978-0176
SDM IPTEK NUKLIR BATAN SEBAGAI STRATEGIC HUMAN CAPITAL Agus Sumaryanto1, Yogi Sugiawan2, Nata Wijaya3 1,2,3)
Biro Perencanaan – Badan Tenaga Nuklir Nasional Jln. Kuningan Barat, Mampang Prapatan Jakarta, 12710
ABSTRAK SDM IPTEK NUKLIR BATAN SEBAGAI STRATEGIC HUMAN KAPITAL. Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) merupakan lembaga pemerintah yang melaksanakan tugas di bidang penelitian dan pengembangan (litbang) serta pemanfaatan di bidang tenaga nuklir. Seluruh pegawai BATAN mesti dipandang sebagai Sumber Daya Manusia (SDM) Iptek Nuklir, dan BATAN harus memiliki kebijakan dan perencanaan yang tepat untuk mengelola SDM Iptek Nuklirnya agar dapat mewujudkan tujuan BATAN, serta mengantisipasi dari masalah kehilangan SDM-nya. Menjadikan SDM Iptek nuklir BATAN sebagai strategic human capital, berarti menjadikannya sebagai sesuatu yang berharga, baik untuk dipertahankan maupun untuk ditingkatkan nilainya.Hal tersebut dilakukan melalui peningkatan kualitas SDM, pelembagaan, dan dukungan kebijakan. SDM Iptek Nuklir BATAN diharapkan akan memiliki nilai (valuable), kemampuan unik (rare), sulit ditiru (inimitable) dan terorganisasi baik (organizational suppert). Dengan itu, maka tercipta competitive advantage dan superior performance bagi BATAN sehingga dapat mewujudkan visinya. Katakunci: SDM, kompetensi, daya saing
ABSTRACT BATAN’S HUMAN RESOURCES IN NUCLEAR SCIENCE AND TECHNOLOGY AS STRATEGIC HUMAN CAPITAL. Indonesia Nuclear Energy Agency (BATAN) is a government agency carrying out tasks in the field of research and development (R & D) as well as utilization in the field of nuclear power. BATAN all employees must be considered as Human Resources (HR) in Nuclear Science and Technology, and BATAN must have appropriate policies and plans for managing human resources in order to realize the BATAN purposes, and to anticipate the problem of loss of human resources. Making of BATAN’s Human Resources in Nuclear Science and Technology as strategic human capital, means making it as something valuable, both to be retained or to be improved. It is done through improving the quality of human resources, institutionalization, and policy support. BATAN’s Human Resources in Nuclear Science and Technology expected to have a value (Valuable), a unique ability (rare), difficult to imitate (inimitable) and well organized (organizational suppert). With it, then create competitive advantage and superior performance for BATAN so that it can achieve its goal. Keywords: Human resources, competence, competitiveness
1. PENDAHULUAN Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) merupakan lembaga pemerintah non kementerian / departemen yang melaksanakan tugas pemerintahan di bidang penelitian dan pengembangan (litbang) serta pemanfaatan di bidang tenaga nuklir. Litbang dan pemanfaatan nuklir yang digarap mencakup penyelidikan umum, eksplorasi dan eksploitasi bahan galian nuklir, produksi bahan baku dan bahan bakar nuklir, produksi radioisotop untuk keperluan penelitian dan pengembangan serta pengelolaan limbah radioaktif.
Agus Sumaryanto dkk
115
Fungsi BATAN selain dalam hal pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional serta pembinaan terhadap seluruh litbang dan pemanfaatan di bidang tenaga nuklir, juga dalam hal penyelenggaraan pembinaan dan pelayanan administrasi umum perkantoran yang mencakup perencanaan umum, ketatausahaan, organisasi dan tatalaksana, kepegawaian, keuangan, kearsipan, hukum, persandian, perlengkapan dan rumah tangga; sehingga seluruh pegawai BATAN harus dipandang sebagai Sumber Daya Manusia (SDM) Iptek Nuklir yang berperan dalam pencapaian visi BATAN yaitu mewujudkan energi nuklir sebagai pemercepat
Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir-BATAN
SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR VII YOGYAKARTA, 16 NOVEMBER 2011 ISSN 1978-0176 kesejahteraan bangsa. Dokumen Rencana Strategis (Renstra) BATAN 2010 – 2014 menjadikan SDM Iptek Nuklir sebagai salah satu pilar yang menetukan keberhasilan pencapaian BATAN jangka menengah, di samping pilar Bidang Kompetensi, Jejaring Kerja dan Fasilitas Pendukung. Demikian halnya dengan pencanangan Kemandirian di Bidang Teknologi Nuklir oleh BATAN di tahun 2025; yang melalui tahapan Kepakaran (2014), Pusat Keunggulan (2019) dan Pemercepat (2024) ditentukan pula oleh kekuatan dan daya saing SDM Iptek Nuklir BATAN. Oleh karena itu kebijakan pengelolaan dan manajemen SDM Iptek Nuklir BATAN menjadi hal yang sangat penting dan strategis. IAEA (2009) mengingatkan bahwa permasalahan klasik SDM Iptek Nuklir adalah adanya resiko kehilangan akumulasi pengetahuan dan pengalaman dalam hal ketenaganukliran disebabkan semakin menurunnya jumlah SDM Nuklir baik karena faktor usia (pensiun) maupun peminatan (penerimaan karyawan). BATAN harus mengantisipasi permasalahan tersebut karena dalam beberapa tahun terakhir, jumlah SDM BATAN mengalami penurunan yang sangat signifikan (lihat Gambar 1).
Gambar 1. Grafik Penurunan Jumlah SDM BATAN
Pada tahun 2008, jumlah SDM BATAN adalah sebesar 3461 orang. Jumlah tersebut berkurang secara signifikan menjadi 3272 orang di tahun 2011. Pengurangan pegawai yang cukup besar ini tidak diimbangi dengan penerimaan pegawai baru karena adanya kebijakan moratorium PNS di lingkungan kementerian dan lembaga. Berdasarkan distribusi usia SDM BATAN tahun 2011 (lihat Gambar 2) dan dengan mengambil asumsi usia pensiun pegawai adalah 56 tahun, maka dalam waktu 5 tahun ke depan jumlah pegawai batan akan berkurang sebesar 37 persen. Bahkan dalam waktu 10 tahun ke depan, BATAN akan kehilangan 64 % SDM Iptek Nuklirnya.
Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir-BATAN
116
Gambar 1. Grafik Distribusi SDM BATAN Tahun 2011 Berdasarkan Usia
Oleh karena itu BATAN harus memiliki kebijakan dan perencanaan yang tepat mengenai pengelolaan dan manajemen SDM Iptek Nuklir BATAN yang dapat mengantisipasi dan memberikan solusi terhadap permasalahan yang diprediksi akan timbul di masa depan. 2. TEORI Koch dan McGrath (1996) menjelaskan bahwa performa dari suatu organisasi bergantung pada sumber daya yang dimilikinya. Koch dan McGrath (1996) mengklasifikasikan sumber daya tersebut menjadi tiga jenis yaitu: sumber daya fisik (physical resources), seperti asset dan teknologi; sumber daya organisasi (organizational resources), seperti struktur organisasi dan budaya kerja; dan sumber daya manusia (human resources), yang menggambarkan kemampuan individu dari setiap pekerja pada suatu organisasi. Amit and Schoemaker (1993) seperti yang dikutip oleh Koch dan McGrath (1996) berpendapat bahwa SDM adalah aset strategis yang dapat dikembangkan melalui kebijakan pengelolaan SDM yang tepat. Menurut Theodore W. Schultz, human capital adalah modal pengetahuan dan keterampilan yang produktif yang dimiliki oleh pekerja (Encyclopædia Britannica, 2009). Becker (seperti yang dikutip oleh Encyclopædia Britannica, 2009), menekankan pentingnya membedakan konsep human capital secara umum dan konsep human capital secara spesifik (organization-specific human capital). Secara umum, konsep human capital dinilai oleh jumlah keseluruhan SDM yang potensial, sedangkan dalam konteks yang spesifik human capital menggambarkan kemampuan dan pengetahuan yang hanya dapat memberikan nilai produktif untuk perusahaan tertentu saja. Pendidikan formal menghasilkan human capital secara umum, sementara on-the-job training dapat menghasilkan keduanya. Lebih lanjut Becker menjelaskan bahwa pada umumnya perusahaan enggan untuk meningkatkan keterampilan umum yang dimiliki oleh SDM-nya
Agus Sumaryanto dkk
SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR VII YOGYAKARTA, 16 NOVEMBER 2011 ISSN 1978-0176 karena mereka dapat menggunakan keterampilan yang telah dimilikinya di perusahaan lain. Sebaliknya, pegawai juga enggan untuk meningkatkan keterampilan khusus yang dimilikinya tanpa adanya jaminan keamanan kerja dari perusahaan, kecuali jika dibiayai oleh perusahaan tersebut. Organisasi yang efektif dan effisien sangat bergantung kepada human capital dalam konteks yang spesifik, karena organization-specific human capital dapat memberikan kontribusi yang strategis dalam menciptakan keuntungan yang kompetitif (competitive advantage) dan performa yang superior (Carmeli, 2004). Menurut Carmeli (2004), setidaknya ada tiga teori yang menjelaskan konsep sentral dari human capital. Teori yang pertama adalah teori hubungan manusia (human relations theory) yang menekankan bahwa keberhasilan atau kegagalan suatu organisasi bergantung pada faktor manusia. Yang kedua adalah transaction cost economics yang menyatakan bahwa suatu organisasi akan mencari cara yang optimal untuk mengatur sistem SDM yang dimilikinya. Yang terakhir adalah human capital theory, yang meyakini bahwa produktivitas dari suatu organisasi bergantung pada tingkat pendidikan dari SDM-nya. Ketiga teori di atas telah memberikan kontribusi yang besar terhadap perkembangan dan evolusi dari konsep dari human capital itu sendiri. Saat ini ada dua teori yang dominan di bidang ilmu organisasi yang didasarkan pada konsep human capital, yaitu resource-based view (konsep berbasis sumber daya, RBV) dan manajemen SDM strategis (Carmeli, 2004). Konsep RBV berpendapat bahwa competitive advantage yang dimiliki suatu organisasi bersumber dari sumber daya (resource) yang dimiliki oleh organisasi tersebut. Sedangkan konsep manajemen SDM strategis meyakini bahwa competitive advantage bersumber pada manajemen SDM yang dikelola secara strategis. Wernerfelt (seperti yang dikutip oleh Carmeli, 2004) menjelaskan bahwa dalam konsep RBV, performa suatu organisasi tidak dapat dinilai dari output yang dihasilkan saja, karena setiap organisasi memiliki sumber daya yang heterogen, sehingga performa dan competitive advantage yang dihasilkan akan berbeda pula. Oleh karena itu perhatian yang lebih harus diberikan pada aspek internal dari organisasi tersebut, sehingga penilaian lebih diberikan kepada aset (resource) yang dimiliki. Sumber daya yang dimiliki oleh suatu organisasi dapat bersifat strategis dan non-strategis. Menurut Carmeli (2004), sumber daya yang strategis adalah sumber daya yang berperan dalam pencapaian competitive advantage dan mendukung kelestariannya. Selanjutnya, Carmeli (2004) menjelaskan bahwa sumber daya yang strategis memiliki karakteristik valuable (berharga), rare (langka),
Agus Sumaryanto dkk
117
imperfectly imitable (sulit untuk ditiru), nonsubstitutable (tidak dapat digantikan), dan nontransferable or tradable (tidak dapat dipindahkan atau diperjualbelikan). Sumber daya yang berharga dan langka merupakan sumber dari competitive advantage. Sumber daya yang berharga, langka, sulit untuk ditiru, tidak dapat digantikan, dan tidak dapat dipindahkan atau diperjualbelikan merupakan sumber dari competitive advantage yang berkelanjutan (Carmeli, 2004). Dalam konsep manajemen SDM kontemporer, kriteria-kriteria dari sumber daya strategis tersebut dikenal dengan istilah VRIO. Hoopes et al. dan Barney et al. (seperti yang dikutip oleh Perez-Luno dan Valle-Cabrera, 2011) berpendapat bahwa inimitability (sulit untuk ditiru) adalah aspek yang paling penting dan berkontribusi paling besar untuk menciptakan sumber daya yang strategis. Lebih lanjut, Perez-Luno dan Valle-Cabrera (2011) menjelaskan bahwa ilmu pengetahuan yang dikelola dengan baik adalah sumber utama dari inimitability. Manajemen SDM strategis mencakup keseluruhan strategi mengenai pengelolaan SDM yang diadopsi oleh suatu organisasi yang berusaha untuk mengukur pengaruh strategi-strategi tersebut terhadap performa dari organisasi (Lengnick-Hall et al., 2009). Konsep ini mencakup permasalahan baik yang berkaitan dengan desain maupun pelaksanaan. Lengnick-Hall et al. (2009) juga menjelaskan bahwa salah satu fokus dari manajemen SDM strategis adalah beralihnya fokus manajemen dari hanya sekedar mengelola SDM menjadi bagaimana menciptakan kontribusi strategis dari SDM. Menurut Lengnick-Hall et al. (2009), pada awal perkembangannya ruang lingkup dari pengelolaan SDM hanya terfokus pada dua hal. Pertama, memastikan bahwa para pekerja memiliki kemampuan dan motivasi untuk mewujudkan tujuan dari suatu organisasi. Kedua, memastikan ketersediaan pegawai dengan keahlian tertentu sesuai dengan kebutuhan organisasi. Dengan diperkenalkannya konsep manajemen SDM strategis, fokus tersebut bergeser menjadi lebih kepada kontribusi dari human capital, kemampuan strategis, dan performa kompetitif dari organisasi. Pergeseran ini mengisyaratkan adanya perubahan dramatis dari peran SDM dalam organisasi. Selain itu, hal ini juga mengubah ekspektasi dari aktivitas SDM di dalam sebuah organisasi. Dalam konsep manajemen SDM strategis, SDM yang profesional diharapkan mampu memberikan kontribusi administratif yang lebih besar dibandingkan dengan kontribusi mekanis (Lengnick-Hall et al., 2009). 3. PEMBAHASAN Menjadikan SDM Iptek nuklir BATAN sebagai strategic human capital, berarti menjadikannya sebagai sesuatu yang berharga, baik untuk
Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir-BATAN
dipertahankan maupun untuk ditingkatkan nilainya. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, untuk menghasilkan competitive advantage yang berkelanjutan, setidaknya ada empat kerangka yang harus dimiliki oleh setiap personil SDM Iptek Nuklir BATAN. Keempat kerangka tersebut adalah valuable, rare, inimitable, dan Organizational Support. Kriteria ini selain merupakan konsep kontemporer dalam manajemen SDM, namun juga menjadi relevan dan realistis dengan karakteristik dan keunikan BATAN sebagai organisasi yang bergerak dalam bidang ketenaganukliran. Kriteria pertama, valuable: dapat dimaknai bahwa setiap SDM Iptek Nuklir BATAN memiliki peran dan fungsi dalam mencapai visi dan misi yang menjadi tujuan organisasi BATAN. Karena itu menjadi penting untuk mengidentifikasikan peran dan fungsi dari setiap elemen SDM Iptek nuklir BATAN pada semua lini struktur dan fungsional. Hal ini sangat sejalan dengan konsep kinerja aparat negara yang dikenal dengan istilah Indikator Kinerja Pegawai (IKP). Kriteria kedua, rare: dapat bermakna bahwa setiap SDM Iptek Nuklir BATAN mempunyai kapasitas dan kapabilitas (kompetensi) unik yang tidak dimiliki oleh orang lain. Hal ini berlaku baik pada bidang kompetensi teknis maupun penunjang, energi maupun non energi. Tidak ada perbedaan manajemen dalam perhatian maupun peningkatan kualitas SDM. Kompetensi unik ini melekat secara nyata dan disahkan oleh hukum. Menejemen SDM BATAN dapat memanfaatkan potensi ini untuk meningkatkan daya jual dan daya saing SDM Iptek Nuklir BATAN. Kriteria ketiga, inimitable: dapat dimaknai bahwa fungsi dan kompetensi yang dimiliki setiap SDM Iptek Nuklir BATAN tidak bisa dengan mudah ditiru oleh orang lain. Dia adalah fungsi dan kompetensi yang khusus serta terstandarkan melalui sistem yang berjalan di BATAN. Karakteristik ini dapat menjadi peluang maupun tantangan, tergantung pada strategi manajemen pengelolaan SDM Iptek Nuklir BATAN. Lamanya waktu serta kesulitan yang cukup tinggi seseorang untuk dapat memiliki kompetensi ahli di bidang ketenaganuliran semestinya menjadikan SDM Iptek Nuklir sebagai aset yang berharga yang harus dipertahankan BATAN. Kriteria keempat, Organizational Support: dapat bermakna bahwa SDM Iptek Nuklir BATAN merupakan bagian integral dari organisasi yang saling mengkait. Keungulan SDM tak akan bermanfaat bila masing-masing pribadi tidak mampu mengorganisasikan dirinya untuk suatu hasil yang ditetapkan bersama. Keberhasilan perwujudan tujuan organisasi BATAN merupakan sinergi dari seluruh pilar pendukungnya dengan SDM Iptek Nuklir BATAN di dalamnya. Untuk mewujudkan SDM Iptek Nuklir BATAN
Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir-BATAN
118
SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR VII YOGYAKARTA, 16 NOVEMBER 2011 ISSN 1978-0176 sebagai strategic human capital dengan 4 (empat) kerangka tersebut maka manajemen SDM Iptek Nuklir BATAN perlu dilakukan melalui tiga pengelolaan strategis, yaitu: peningkatan kualitas SDM Iptek nuklir, pelembagaan SDM Iptek nuklir, dan dukungan kebijakan. 3.1. PENINGKATAN KUALITAS Peningkatan kualitas SDM Iptek Nuklir BATAN dilakukan melalui pendidikan rintisan gelar, pendidikan dan pelatihan (diklat) kompetensi, training, dan studi literatur. Untuk tahun 2011, BATAN menganggarkan pemberian beasiswa rintisan gelar S2 kepada 26 karyawan, dan S3 untuk 8 karyawan. Jumlah ini masih jauh dari potensi yang dimiliki BATAN (S1 sebanyak 34 % dan S2 sebanyak 8 %). BATAN semestinya mengambil langkah menggalakkan dan mempermudah SDM Iptek Nuklirnya untuk melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi untuk semua bidang; teknis dan pendukung, energi dan non energi. BATAN perlu mengelola secara serius dan baik tawaran beasiswa dari lembaga lain yang jumlahnya tidak sedikit, seperti: Ristek, Bappenas, Kemendiknas maupun program beasiswa dari luar negeri. Hal ini selain mampu menekan anggaran BATAN juga dapat mengembangkan jejaring kinerja BATAN secara perorangan dan organisasi. BATAN memiliki dua macam diklat kompetensi, yaitu diklat fungsional dan diklat teknis. Diklat fungsional dikaitkan dengan pemenuhan kompetensi dalam jenjang fungsional di BATAN, sedangkan diklat teknis terkait dengan peningkatan kapasitas dan kapabilitas sesuai tugas dan fungsi. Untuk tahun 2011, dari anggaran diklat fungsional BATAN, diperkirankan 200 karyawan akan mengikuti diklat fungsional. Sementara diklat teknis akan diikuti oleh lebih dari 1000 karyawan BATAN selama tahun 2011. Angka ini sudah cukup ideal ditinjau dari rasio antara fungsional umum dengan fungsional kompetensi yaitu 2:1 (Falconi dkk., 2010) walau secara anggaran, baik diklat fungsional maupun diklat teknis hanya sebesar 2 % dari anggaran operasional kantor, atau 0,34 % dari total anggaran BATAN tahun 2011. Pengelolaan manajemen SDM dapat mengarahkan topik diklat teknis pada bidang yang lebih menunjang kompetensi dan tupoksi. Training (coaching) akan diikuti oleh 589 karyawan pada tahun 2011. Angka ini menunjukkan bahwa setidaknya dalam 5 tahun sekali semua pegawai BATAN akan mendapatkan training dari Pusat Pendidikan dan Pelatihan (Pusdiklat) BATAN selaku unit kerja penyelenggara. Pusdiklat menyediakan 13 % dari total anggarannya untuk melaksanakan kegiatan ini. Manajemen SDM perlu mengevaluasi intensitas training serta distribusi SDM yang terlibat di dalamnya. Selain itu,
Agus Sumaryanto dkk
SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR VII YOGYAKARTA, 16 NOVEMBER 2011 ISSN 1978-0176 manajemen SDM dapat mengarahkan tema dari training yang dilaksanakan pada tema yang dibutuhkan. Program peningkatan kualitas SDM Iptek Nuklir BATAN yang terakhir adalah studi literatur. Studi literatur yang dimaksud adalah bahwa BATAN sebagai lembaga riset dan litbang, selayaknya menjadikan literatur buku pustaka sebagai bagian dari nilai kerjanya. Pembelian buku pustaka menjadi salah satu indikasi dari keseriusan BATAN dalam meningkatkan kapasitas dan kemampuan SDM Iptek Nuklirnya. Dari data dokumen Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) BATAN tahun 2011, didapatkan bahwa anggaran untuk pengadaan bahan pustaka dan literatur sebesar 0,34 % dari anggaran operasional BATAN, atau 0,06 % dari total anggaran BATAN yang dianggarkan oleh 13 satuan kerja dari 21 satuan kerja di BATAN. Hal ini mengindikasikan bahwa studi literatur dalam bentuk pengadaan buku dan bahan pustaka belum dipilih BATAN sebagai sarana dalam meningkatkan kemampuan SDM Iptek Nuklirnya. Manajemen SDM Iptek Nuklir BATAN perlu menciptakan strategi agar studi literatur menjadi langkah optimal dalam meningkatkan kapasitas SDM BATAN. 3.2. PELEMBAGAAN SDM IPTEK NUKLIR Pelembagaan SDM Iptek Nuklir BATAN dimaksudkan agar setiap SDM BATAN memahami benar makna keberadaannya dan perannya dalam organisasi. Proses pelembagaan dapat dilakukan melalui internalisasi nilai-nilai organisasi dan konsistensi penerapannya dalam sebuah sistem manajemen yang baik. Manajemen SDM dapat melangsungkan proses ini beriringan dengan proses peningkatan kualitas SDM Iptek Nuklir atau menciptakan sistem pelembagaan tersendiri ala BATAN. Wujud keberhasilan proses pelembagaan ini adalah menjadikan setiap SDM Iptek Nuklir BATAN sebagai agen perubah (agent of change) menuju tujuan BATAN dan menjadi media kampanye (Public Relation) BATAN dalam mengkomunikasikan nilai-nilai BATAN kepada stake holder. Proses pelembagaan juga dapat menjadikan SDM Iptek Nuklir BATAN sebagai human capital dengan daya loyal yang tinggi pada organisasi. Hal ini akan mengurangi masalah organisasi dalam hal persaingan dan serangan terhadap proses pencapaian tujuan organisasi baik dilakukan oleh eksternal (yang tidak ingin tujuan BATAN tercapai) maupun internal (karyawan yang sakit hati). Pemahaman akan tujuan yang mulia dari organisasi menjadi nilai yang jauh lebih tinggi dari sekedar mengejar materi. Ada kebanggaan dan harga diri yang tinggi sebagai SDM Iptek Nuklir BATAN. Peningkatan kinerja dan upaya perbaikan berkesinambungan yang dilakukan secara sadar
Agus Sumaryanto dkk
119
merupakan hasil final dari proses pelembagaan ini. 3.3. DUKUNGAN KEBIJAKAN Dukungan kebijakan perlu dilakukan mengingat proses pembentukan human capital pada SDM Iptek Nuklir memerlukan waktu yang lama dan biaya yang tidak sedikit. Untuk meningkatkan target jumlah SDM BATAN yang melanjutkan pendidikan dari 30 orang per tahun menjadi 100 orang per tahun memerlukan anggaran yang tidak sedikit dan hasilnya tidak dapat langsung terlihat. Demikian pula investasi BATAN pada matra SDM Iptek Nuklir lainnya juga memerlukan biaya yang mahal dan jangka waktu yang lama. Oleh karena itu intervensi terhadap program dan anggaran serta adanya komitmen jangka panjang dari pimpinan menjadi amat dibutuhkan. Ketiadaan dukungan kebijakan hanya akan membuat program peningkatan kualitas SDM dan pelembagaannya menjadi angan-angan kosong. Dukungan kebijakan tidak hanya berupa intervensi ke dalam, namun juga ke luar, yaitu dalam hal peningkatan jejaring kerja dan hubungan yang baik dengan stake holder. Penguatan eksistesi BATAN dalam undang-undang, kepercayaan wakil rakyat untuk menambah anggaran BATAN, keterlibatan aktif akademisi dalam program dan kegiatan BATAN, serta peningkatan kerjasama BATAN dengan pemerintah dan pihak swasta, adalah contoh hasil dari optimalisasi intervensi kebijakan kepada pihak luar (stake holder). Sehingga SDM Iptek Nuklir sebagai human capital menjadi bermanfaat tidak hanya untuk organisasi BATAN, namun juga kepada seluruh masyarakat, sebagaimana visi BATAN untuk mewujudkan energi nuklir sebagai pemercepat kesejahteraan bangsa. 4. KESIMPULAN DAN SARAN Dari penjelasan-penjelasan yang telah diberikan sebelumnya, ada beberapa hal penting yang harus digarisbawahi berkaitan dengan pengelolaan SDM Iptek Nuklir untuk menciptakan competitive advantage dan superior performance bagi BATAN. Pertama, masalah yang berkaitan dengan pengelolaan SDM bukan terletak pada jumlah SDM, tetapi lebih kepada bagaimana menempatkan SDM yang ada sebagai sumber daya yang strategis. Oleh karena itu tantangan yang dihadapi BATAN saat ini bukanlah pada menurunnya jumlah SDM, tetapi pada bagaimana mengelola SDM yang ada untuk menjadikannya sebagai SDM strategis. Kedua, aspek terpenting yang berkontribusi paling besar untuk menciptakan sumber daya strategis adalah inimitability yang sumber utamanya adalah ilmu pengetahuan. Sehingga BATAN dituntut untuk dapat meningkatkan kualitas dan keterampilan SDM Iptek Nuklir yang dimilikinya melalui pendidikan formal
Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir-BATAN
SEMINAR NASIONAL SDM TEKNOLOGI NUKLIR VII YOGYAKARTA, 16 NOVEMBER 2011 ISSN 1978-0176 dan on-the-job training. Ketiga, BATAN harus merubah focus dari sistem manajemen SDM yang dimilikinya, dari hanya sekedar mengelola SDM ke bagaimana menciptakan kontribusi strategis dari SDM yang dimilikinya. Seluruh SDM BATAN, baik itu yang tergolong sebagai pejabat struktural maupun fungsional, pegawai teknis maupun non-teknis, harus sadar akan peran strategisnya masing-masing dan bekerja sama untuk menciptakan competitive advantage yang berkelanjutan dalam satu bangunan besar yang bernama BATAN. 5. DAFTAR PUSTAKA 1. 2.
3. 4.
5.
6.
7.
8.
9.
Undang-Undang No. 10 tahun 1997 tentang Ketenaganukliran. Keputusan Presiden No. 103 tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja LPND. Peraturan Kepala BATAN No. 13/KA/I/2010 tentang Renstra BATAN Tahun 2010-2014 IAEA, “Managing Human Principles Resources in the Field of Nuclear Energy” (Nuclear Energy Series No. NG-G-2.1), IAEA, Vienna (2009). Falconi M., dkk, Kesiapan dan kontribusi BATAN dalam menyongsong kemandirian teknologi nuklir di Indonesia (Seminar Nasional VI SDM Teknologi Nuklir Yogyakarta 18 November 2010), Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir, Badan Tenaga Nuklir Nasional, Yogyakarta, A. CARMELI. (2004). Strategic human capital and the performance of public sector organizations. Scandinavian Journal of Management. 20, pp 375-392. ENCYCLOPÆDIA BRITANNICA. (2009). Wage and Salary. Encyclopædia Britannica 2009 Ultimate Reference Suite. Chicago: Encyclopædia Britannica. LENGNICK-HALL, M.L., LENGNICK-HALL, C.A., ANDRADE, L.S., DRAKE, B. (2009). Strategic human resource management: The evolution of the field. Human Resource Management Review. 19, pp 64–85. PEREZ-LUNO, A., VALLE-CARBERA, R. (2011). How does the combination of R&D and types of knowledge matter for patent propensity? Journal of Engineering and Technology Management. 28, pp 33-48.
Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir-BATAN
120
Agus Sumaryanto dkk