Versi 31 Maret 2017
VOLUNTARY NATIONAL REVIEW (VNR) TPB/SDGs TAHUN 2017 TUJUAN 14 EKOSISTEM LAUTAN Voluntary National Review (VNR) untuk Tujuan 14 menyajikan indikator mengenai rencana tata ruang laut nasional, manajemen Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) yang berkelanjutan, tangkapan jenis ikan yang berada dalam batasan biologis yang aman (MSY), pengelolaan kawasan konservasi perairan, pemberantasan Illegal, Unregulated, Unreported (IUU) Fishing, kerangka hukum untuk perlindungan nelayan kecil, serta peningkatan akses untuk nelayan kecil. Dalam uraian setiap indikator akan menyajikan analisis tren dan keberhasilan, tantangan, berbagai inovasi untuk mengatasi tantangan, emerging issues, dan pembelajaran. I. ANALISIS TREN DAN KEBERHASILAN a. Rencana Tata Ruang Laut Nasional Berdasarkan mandat UU No. 32/2014 tentang Kelautan, Rencana Tata Ruang Laut Nasional harus disusun melalui proses yang sistematis termasuk partisipatif, transparansi dan pendekatan berbasis science. Rencana Tata Ruang Laut Nasional telah disusun dan saat ini dalam proses formalisasi melalui Rancangan Peraturan Pemerintah. Di tingkat provinsi, rencana zonasi pesisir dan pulau-pulau kecil telah disusun di beberapa provinsi, dan ditargetkan pada tahun 2019, rencana zonasi ditetapkan di 34 provinsi. Rencana Tata Ruang Laut Nasional (RTLN) dan rencana zonasi dimaksudkan untuk pengelolaan sumber daya laut secara berkelanjutan melalui peningkatan perlindungan terhadap lingkungan laut, pesisir dan pulau-pulau kecil; perlindungan terhadap kepentingan sosial budaya maritim, masyarakat adat, dan nelayan tradisional; dan peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui pengembangan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi kelautan dan kemaritiman, serta memberi kepastian hukum untuk mendorong investasi.
b. Manajemen Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) yang Berkelanjutan Berdasarkan Peraturan Menteri KP No.18/2014, Perairan nasional dibagi ke dalam 11 Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP). WPP merupakan wilayah pengelolaan perikanan untuk penangkapan ikan, pembudidayaan ikan, konservasi, penelitian, dan pengembangan perikanan yang meliputi perairan pedalaman, perairan kepulauan, laut teritorial, zona tambahan, dan zona ekonomi eksklusif Indonesia (Gambar 1). Rencana Pengelolaan Perikanan untuk semua WPP telah ditetapkan melalui Keputusan Menteri Kelautan Perikanan yaitu: No. 75/2016 (WPP 571), No. 76/2016 (WPP 572), No. 77/2016 (WPP 573), No. 78/2016 (WPP 711), No. 79/2016 (WPP 712), No. 80/2016 (WPP 713), No. 81/2016 (WPP 714), No. 82/2016 (WPP 715), No. 83/2016 (WPP 716), No. 84/2016 (WPP 717), dan No. 54/2014 (WPP 718). RPP WPP dimaksudkan menyeimbangkan antara tujuan ekologi, sosial ekonomi dalam pengelolaan perikanan (termasuk untuk kesejahteraan nelayan dan keadilan pemanfaatan sumber daya ikan). RPP-WPP tersebut juga mengatur pembagian wilayah penangkapan melalui mekanisme perizinan sehingga nelayan dapat memanfaatkan sumber daya perikanan
1
Versi 31 Maret 2017
secara lestari dan tidak melampaui batasan biologis yang aman. Hal ini dapat mendukung keberlanjutan sumber daya perikanan sebagai sumber penghidupan nelayan.
Gambar 1. Peta Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia
Sumber: Permen Kelautan dan Perikanan Nomor: PER.47/MEN/2016 tentang Estimasi Potensi, Jumlah Tangkapan yang Diperbolehkan, dan Tingkat Pemanfaatan Sumber Daya Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia.
c. Tangkapan Jenis Ikan yang Berada Dalam Batasan Biologis yang Aman (MSY) Selama lebih dari dua dekade data MSY Indonesia tetap pada 6,4 juta ton ikan. Sejak 2011, MSY untuk semua WPP terus diperbaharui dari tahun ke tahun. Pada tahun 2011, MSY mengalami peningkatan menjadi 6,5 juta ton, kemudian pada tahun 2014 meningkat menjadi 7,3 juta ton. Pada tahun 2015, telah dilakukan proses pembaharuan secara signifikan seperti: meningkatkan pengumpulan data di seluruh tempat pendaratan ikan, kapal, dan menghitung spesies baru (yang tidak dipertimbangkan sebelumnya). Estimasi baru dari MSY ditentukan melalui Permen KP No. 47/2016 yaitu sebesar 9,93 juta ton pada tahun 2016. Total produksi penangkapan ikan pada tahun 2016 adalah 6,58 juta ton yang berarti masih berada di bawah tangkapan yang diperbolehkan. Tabel 1. Potensi dan produksi perikanan tangkap, serta proporsi tangkapan ikan yang berada dalam biologis yang aman 2008-2014 2008 Potensi lestari SDI (MSY), ton Jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB/TAC), ton Produksi perikanan tangkap laut, ton Proporsi tangkapan ikan yang berada dalam biologis yang aman, % Sumber: Laporan 15 tahun MDGs
2011
2012
2013
2014
6.400.000
6.520.100
6.520.100
6.520.100
7.305.699
5.120.000
5.216.080
5.216.080
5.216.080
5.844.559
3.982.783
4.803.462
4.881.809
5.111.572
5.349.960
91,83%
92,09%
93,59%
98,00%
91,54%
2
Versi 31 Maret 2017
d. Peningkatan Kawasan Konservasi Perairan Pada Tahun 2020, Pemerintah Indonesia menargetkan untuk memiliki 20 juta hektar kawasan konservasi perairan (marine protected area, MPA). Sampai tahun 2016 telah dicapai kawasan konservasi perairan seluas 17,9 juta hektar yang terdiri atas 165 MPA. Rasio kawasan konservasi perairan terhadap total luas perairan teritorial juga terus mengalami kenaikan mulai dari tahun 1990 sebesar 0,14 persen dan pada tahun 2016 meningkat menjadi 5,31 persen.
Tabel 2. Luas kawasan konservasi perairan dan rasionya terhadap toal luas perairan territorial
13.56
13.95
15.41
15.78
15.76
16.45
17.9
17.3
9.62
4.29
4.17
2.96
4.74
4.86
4.85
5.06
5.13
5.31
0.14 1990
2008
2009
2010
2011
2012
Luas KKP, juta hektar
2013
2014
2015
2016
persen
Sumber: KKP, 2017
Di samping peningkatan luas MPA, pemerintah Indonesia juga fokus pada efektivitas pengelolaan MPA dan telah mengembangkan alat untuk mengukur efektivitas manajemen MPA yang disebut dengan E-MPA. E-MPA telah digunakan secara rutin, termasuk untuk memberikan penghargaan kepada pengelola MPA lokal. Pengelolaan MPA yang efektif mampu memberikan manfaat bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Dengan terkelolanya MPA, wilayah yang menjadi tempat pemijahan (nursery ground) dan tempat ruaya (spawning ground) akan terjaga kelestariannya, sehingga ikan-ikan yang bernilai ekonomis dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar secara berkelanjutan dan bertanggung jawab. Pemanfaatan ekonomi kawasan-kawasan konservasi tersebut dilakukan melalui kegiatan perikanan tangkap, budidaya, pariwisata bahari, dan penelitian serta pendidikan. Ijin pemanfaatan diberikan kepada masyarakat lokal, adat, dan swasta sesuai dengan daya dukung dan aspek kelestarian lingkungan. Saat ini, telah disusun Pedoman Pemanfaatan Zonasi Perikanan Berkelanjutan di Kawasan Konservasi Perairan untuk kegiatan penangkapan ikan oleh masyarakat lokal dan tradisional.
e. Pemberantasan IUU Fishing Pemberantasan perikanan yang melanggar hukum, tidak dilaporkan dan tidak diatur (IUU Fishing) merupakan masalah yang memerlukan komitmen tingkat tinggi dan kerjasama 3
Versi 31 Maret 2017
perikanan pada tingkat operasional. Indonesia sebagai negara kepulauan yang memiliki wilayah perairan terluas di dunia, telah memiliki dasar hukum yang kuat untuk memerangi IUU Fishing. Dalam rangka pemberantasan IUU Fishing, sebagai amanat UU No. 31/2004 j.o UU No. 45/2009 tentang Perikanan, Pemerintah Indonesia telah mengembangkan pemantauan, pengendalian, dan sistem pengawasan, peningkatan kerjasama lintas-lembaga terkait dengan melakukan patroli laut, kerja sama regional dengan negara-negara asing dalam memerangi IUU Fishing, serta peningkatan pengawasan berbasis partisipasi masyarakat. Upaya tersebut diperkuat dengan adanya Peraturan Presiden No. 115/2015 tentang Satuan Tugas Pemberantasan Penangkapan Ikan secara Ilegal (illegal fishing). Penurunan tingkat pelanggaraan IUU Fishing akan menjaga kelestarian sumber daya ikan dan meningkatkan peluang nelayan dalam penangkapan ikan.
f. Kerangka Hukum untuk Perlindungan Nelayan Kecil Kerangka hukum untuk melindungi nelayan kecil telah dikeluarkan oleh Pemerintah Indonesia melalui UU No. 7/2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudi Daya Ikan, dan Petambak Garam. UU ini bertujuan untuk (a) menyediakan prasarana dan sarana yang dibutuhkan dalam mengembangkan usaha; (b) memberikan kepastian usaha yang berkelanjutan; (c) meningkatkan kemampuan dan kapasitas nelayan, pembudi daya ikan, dan petambak garam; (d) menguatkan kelembagaan dalam mengelola sumber daya Ikan dan sumber daya kelautan serta dalam menjalankan usaha yang mandiri, produktif, maju, modern, dan berkelanjutan dan mengembangkan prinsip kelestarian lingkungan; (e) menumbuh kembangkan system, serta kelembagaan pembiayaan yang melayani kepentingan usaha; (f) melindungi dari risiko bencana alam, perubahan iklim, serta pencemaran; dan (g) memberikan jaminan keamanan dan keselamatan serta bantuan hukum. Disamping UU tersebut pada tahun 2011 telah pula dikeluarkan Instruksi Presiden No. 15/2011 tentang Perlindungan Nelayan, yang menugaskan pada instansi pemerintah terkait untuk membuat program-program yang mengangkat kesejahteraan nelayan kecil. Dalam rangka perlindungan nelayan kecil, telah diberikan bantuan asuransi, sertifikasi hak atas tanah nelayan, pembentukan koperasi, dan sistem informasi untuk nelayan.
g. Peningkatan Akses Pendanaan untuk Nelayan Skala Kecil Akses pendanaan untuk nelayan skala kecil telah menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun. Selama periode 2012-2016, kredit kecil untuk sektor perikanan telah berkembang ratarata 10 persen per tahun. Selama periode yang sama, jumlah penerima kredit kecil di sektor perikanan juga meningkat secara signifikan. Rata-rata tingkat pertumbuhan mencapai 158 persen per tahun. Dari 6.644 penerima (2012), 16.532 penerima (2014) dan melonjak menjadi 48.513 penerima (2016).
4
Versi 31 Maret 2017
Gambar 4. Akses pendanaan nelayan skala kecil
Sumber: KKP, 2016
II.
TANTANGAN DAN UPAYA MENGATASI
Berbagai tantangan yang muncul dalam pemanfaatan sumberdaya perikanan dan kelautan, serta upaya mengatasinya antara lain: a) Kawasan konservasi perairan yang telah ditetapkan perlu dikelola secara lebih efektif. Hal ini membutuhkan upaya peningkatan kelembagaan dan sarana prasarana dalam pengelolaan kawasan konservasi perairan. b) Belum termanfaatkannya potensi produksi perikanan dengan adanya peningkatan pemberantasan IUU fishing. Untuk itu diperlukan dukungan ketersediaan sarana prasarana dan kapasitas sumber daya manusia yang memadai dalam memanfaatkan potensi perikanan yang sebelumnya dimanfaatkan oleh kapal-kapal asing secara illegal. c) Dalam memberikan bantuan kepada nelayan kecil perlu mempertimbangkan ketersediaan sumber daya ikan sehingga tidak berdampak terjadinya over fishing. Penyusunan regulasi yang tepat dalam mengatur pemanfaatan bantuan pendanaan bagi nelayan skala kecil yang tetap dapat menjaga pemanfaatan sumber daya ikan secara berkelanjutan merupakan hal yang perlu diwujudkan.
III.
INOVASI DAN UPAYA PENTING PENCAPAIAN TUJUAN
Berbagai inovasi dan upaya penting yang telah dilakukan untuk pencapaian tujuan antara lain: a) Pengkajian stok ikan (stock assessment) pada WPP, penataan perijinan kapal, serta penerapan regulasi lainnya terkait usaha perikanan tangkap, telah mendorong terjadinya pemulihan sumber daya ikan (SDI). Selain itu, dilakukan inisiasi pembentukan kelembagaan WPP. b) Terkait konservasi, telah dilakukan penerapan sistem zonasi dalam pengelolaan kawasan konservasi perairan yang memberikan ruang bagi nelayan untuk melakukan pemanfaatan secara terbatas. Partisipasi aktif pemerintah daerah terus ditingkatkan dalam rangka pencadangan perairan sebagai kawasan konservasi. Selanjutnya, 5
Versi 31 Maret 2017
dilakukan pula upaya untuk menggalang pendanaan internasional untuk meningkatkan efektivitas pengelolaan kawasan konservasi perairan yang berpihak pada masyarakat pesisir dan nelayan skala kecil. c) Dalam rangka perlindungan terhadap nelayan sesuai amanat UU No.7/2016, telah dilakukan pemberian bantuan premi asuransi bagi nelayan sejak tahun 2016.
IV. EMERGING ISSUES Berdasarkan UU No. 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah, telah diatur perubahan pembagian urusan bidang kelautan dan perikanan. Kewenangan pengelolaan laut yang sebelumnya dilakukan oleh pemerintah kabupaten/kota, diubah menjadi kewenangan pemerintah provinsi yang berimplikasi pada perubahan tata kelola ruang laut.
V. PEMBELAJARAN Dalam pengelolaan wilayah laut di Indonesia terdapat bentuk-bentuk pengelolaan yang berkelanjutan yang merupakan kearifan lokal. Kearifan lokal adalah aturan-aturan/tradisi masyarakat yang diwarisi secara turun temurun sehingga disebut juga sebagai hukum adat dan berlaku bagi masyarakat pesisir. Nilai-nilai kearifan lokal dan hukum adat tersebut cukup efektif dalam pengelolaan sumber daya alam kelautan dan perikanan, serta menjaga pelestarian ekosistem laut dari berbagai aktivitas yang bersifat destruktif dan merusak. Beberapa contoh kearifan lokal adalah tradisi/Hukum Adat Laot di Propinsi Nangroe Aceh Darusalam, tradisi Ponggawa Sawi di Propinsi Sulawesi Selatan, tradisi Pamali Mamanci Ikang di Desa Bobaneigo Maluku Utara, tradisi Awig-awig di Lombok Barat, NTB, dan tradisi/Hukum Adat Sasi di Maluku.
6