Eyeri Headburry
Suasana kota kecil itu tetap ramai walaupun pada malam hari. Orang-orang lalu-lalang
sambil
membawa
belanjaan
mereka. Mobil-mobil sibuk membunyikan klakson, menyelipkan posisinya satu sama lain. Tukang dagang makanan di kaki lima tidak banyak berkurang, bahkan sebaliknya, mereka akan terus bertambah jika malam semakin larut. Jika berbelok sedikit ke kiri dari bagian kota itu, terdapat sebuah gang kecil bernama Eyeri. Di negara bagian Headburry ini, setiap nama gang, kompleks, ataupun kota-kota kecil, selalu diikuti embel-embel nama belakang dari negara bagian tersebut. Gang ini cukup terkenal di kota Headburry.
Sayangnya,
bukan
karena
faktor-faktor
positifnya. Gang Eyeri-Headburry terkenal sebagai gang terkumuh di kota Headburry. Terkotor, terbobrok, dan terpencil. Di depan sebuah penginapan yang masih mempunyai kualitas kategori ‘baik’ dari seluruh penginapan di gang ini, duduk seorang gadis dengan lutut tertekuk keduaduanya, kepala ditangkupkan ke kedua tangannya yang menyilang di atas lutut. Rambut apek dan kasar miliknya terjatuh menjuntai sampai menyentuh lantai trotoar yang kotor. Rambut gadis itu panjang, ikal, namun
tidak
terawat.
Di
sampingnya,
terdapat lima keping uang Sain—mata uang negara Headburry, serta dua buah roti Muffin, juga tiga buah permen. Sebetulnya tadi sudah ada sepuluh keping Sain, lima buah Muffin, dan sepuluh buah permen.
Namun karena gadis itu tidak menyadarinya dan terus dengan posisi ‘tidur’nya itu, beberapa
anak-anak
berkeliaran
di
kecil
jalan
mengambilnya
yang
gang
sebelum
suka
tersebut, jumlahnya
berkurang seperti sekarang. Baru berjalan semenit, sudah jadi tiga keping Sain. Pria setengah mabuk itu baru saja memungutnya. Seorang wanita setengah baya bersyal pink dengan tiga lapis baju berikut Cardigans putih salju menempel ditubuhnya, berhenti di depan
gadis
selembar
itu.
Wanita
itu
menaruh
uang kertas seratus Sain
sampingnya,
kemudian
goyangkan
tubuh
di
menggoyangsang
gadis,
membangunkannya. Gadis
itu
mengangkat
kepalanya,
sedikit terlonjak. Matanya nanar menghadap wanita yang sedang tersenyum padanya.
Awalnya, mata itu berkunang-kunang saat berusaha menangkap bayangan wajah sang wanita disebabkan perutnya yang lapar dan begitu lamanya gadis itu memejamkan mata, namun
lama
kelamaan
matanya
dapat
bekerja dengan baik. Kini ia melihat sang wanita sedang menatapnya
dengan
pandangan
hangat.
Wajahnya yang sedikit berkeriput itu tidak mengurangi
sedikitpun
kecantikan
dan
kelembutan dari dalam diri wanita tersebut. Gadis itu tersenyum tipis kepada wanita itu. Kemudian seolah dikomando, tangan kanan gadis itu terangkat dan ia berkata perlahan, “Tolong
berikan
saya
beberapa
mengusap
kepalanya
Sain…” Wanita
itu
dengan penuh kasih sayang. Sepertinya ia tidak jijik sama sekali dengan keadaan
rambut yang sama kumuhnya dengan gang tempat gadis itu meminta-minta. Masih dengan senyuman dan tatapannya yang hangat, wanita itu berkata lembut dengan suara parau, “Saya sudah memberikanmu seratus Sain…”, kemudian wanita itu menunjuk ke tumpukan uang yang berada di samping gadis itu. Gadis itu menoleh gembira. Ia tampak sangat senang. “Terimakasih”,serunya riang. Wanita itu berkata kembali, “Nah, sekarang, gantian aku yang ingin meminta sesuatu padamu” Gadis itu melongo, tidak mengerti arah pembicaraan wanita itu. “Aku ingin kau ikut denganku”,lanjut si wanita.
Gadis
itu
masih
termangu,
memandangnya keheranan. “Ayo”,ajak sang wanita, tidak sabar. Sang wanita mengeluarkan sapu tangan sutra biru mudanya, mengambil tumpukan SainSain
tersebut,
memasukkan
ke
dalam
saputangannya, dan melipatnya. Kemudian ia juga mengambil Muffin dan permen-permen milik sang gadis. “Arrggghhh….”, gadis itu berteriak dengan
nafas
menggapai-gapai
tercekat.
Tangannya
barang-barang berharga
yang dimasukkan sang wanita ke dalam tasnya. Spontan gadis itu beranjak dari duduknya, memegang tembok dengan kaki gemetaran karena kesemutan. Ia mencoba merebut tas itu, tapi sang wanita selalu dapat berkelit dengan lincah.
“Kembalikan!”,teriak sang gadis. Ia merengek, hingga menangis. Air matanya bercucuran. Ia tak mampu merebut barangbarang itu kembali dari sang wanita. Ia terlalu lemah. Akhirnya, ia berhenti. Wanita itu kembali tersenyum, “Kalau kau masih menginginkan ini, kau harus ikut denganku.” Gadis itu mengangguk. Ia menyeka wajahnya yang penuh dengan air mata. Dengan langkah terseok-seok ia mengikuti langkah si wanita yang berjalan di depannya. Wanita itu sebentar-sebentar menoleh ke arah
sang
mengikutinya
gadis seraya
yang
masih
tersenyum
terus penuh
kemenangan. Wanita itu membawa sang gadis keluar dari gang Eyeri-Headburry menuju sebuah lapangan bola berukuran besar
dengan rumput-rumput yang tingginya tidak teratur dan sudah gundul di sana-sini. Di sisi lapangan
itu,
terparkir
sebuah
mobil
Limousine hitam mengkilat, dengan simbol huruf ‘C’ besar bertatahkan emas di setiap pintunya.
Simbol
itu juga
terdapat
di
moncong limousine seperti halnya kita melihat simbol bundar berpilah tiga di ujung mobil Mercy atau macan silver yang meronta keluar di setiap moncong mobil Jaguar. Saat wanita dan gadis itu mendekat ke sisi
mobil,
seorang
laki-laki
yang
mengenakan topi layaknya topi polisi itu buru-buru keluar dari mobil dan langsung membukakan pintu bagi wanita dan gadis itu tanpa diperintah. Wanita itu mempersilahkan sang gadis masuk lebih dulu. Melihat gadis itu tampak bingung, wanita itu menggenggam tangannya dan berkata lembut, “Masuklah…”
Karena meyakinkan
melihat sang
wanita,
pandangan gadis
itu
menurutinya. Ia masuk ke dalam mobil diikuti wanita itu. Supir menutup pintu, ia kembali ke posisinya dan mulai menjalankan mobil mewah tersebut. Mobil pelan-pelan bergerak keluar dari kawasan pinggiran Eyeri-Headburry. ---$$$---