SATUAN ACARA PERKULIAHAN (S.A.P) KOTA DAN PERMUKIMAN II JURUSAN ARSITEKTUR UIGM PALEMBANG MATA KULIAH KULIAH KETERANGAN POKOK BAHASAN KE TUGAS/MID TEST/DSB - Pengantar silabus Kota dan Permukiman II 1 semester VI a. Materi Kota dan Permukiman II (≥ 12 pertemuan) b. Komponen Penilaian: 1. Kehadiran 10% (min. 75%) 2. Tugas 20% 3. Mid Test 20% 4. UAS 50% - Isu dan Masalah Pokok Kota dan Permukiman - Pengertian2 dasar kaidah perencanaan lingkungan 2 Memotret lingkungan permukiman permukiman yang layak dan tidak layak huni dan membuat analisa permukiman (Tugas Kecil 1/Kognitif) 3
- Pengetahuan teknik perencanaan permukiman dalam menunjang terciptanya lingkungan ideal.
4
- Pengetahuan tentang peraturan-peraturan dan Membaca dan membuat faktor yang perlu dipertimbangkan dalam bidang resume artikel permukiman perumahan dan permukiman. (Tugas Kecil 2/Kognitif)
5
-
Hukum penawaran dan Permintaan Perumahan dan Permukiman.
6
-
Kajian kasus permukiman
7
- Ujian Tengah Semester
8
-
Kota sebagai produk. 1. Teori figure/ground 2. Teori Linkage 3. Teori Place
9
-
Menyusun makalah tentang permukiman dan diskusi (Tugas Kecil 3/Psikomotorik) Mid Test/UTS Membaca dan membuat resume artikel kota dan pengamatan di bagian Kota Palembang (Tugas Kecil 4/Psikomotorik)
Kota sebagai proses. 1. Dinamika ekonomi dan ekologi kota 2. Dinamika politik dan ekologi 3. Dinamika budaya dan ekologi
10
-
11
Perkembangan Struktur Ruang dan Morfologi Kota (Dari Urbanisasi ke Morfologi Kota) -
Membangun Kota yang Manusiawi
-
Kota Berkelanjutan (Sustainable City)
-
Katalisator Kota
Membaca dan membuat resume artikel kota dan permukiman (Tugas Kecil 5)
12
-
Kajian kasus kota
Menyusun makalah tentang kota dan diskusi (Tugas Besar 6/Afektif)
13
- Ujian Akhir Semester
UAS
BUKU REFERENSI: Zahnd, Markus. 2006. Perancangan Kota Secara Terpadu, Teori Perancangan Kota dan Penerapannya, Yogyakarrta: Kanisius. Soetomo, Sugiono. 2002. Dari Urbanisasi Ke Morfologi Kota, Mencari Konsep Pembangunan Tata Ruang Kota Yang Beragam. Semarang: BP Universitas Diponegoro. Attoe, Wayne. Logan, Donn. 1989. American Urban Architecture-Catalysts in The Design of Cities. Berkeley, Los Angeles: University of California Press. Budihardjo, Eko. dan Djoko Sujarto. 1999. Kota Berkelanjutan. Bandung: Alumni. Sastra M, Suparno dan Endy Marlina. 2006. Perencanaan dan Pengembangan Perumahan, Yogyakarta: Penerbit Andi.
Mengetahui Ketua Jurusan,
Palembang, 20 Pebruari 2017 Dosen MK. Kota dan Permukiman II
Ir. H. Anwar Arifai
Bambang Wicaksono, ST, MT
PUSTAKA 1. De chiara, joseph, Manual of housing planning and design. 2. Housing Planning and cities, Meyerson, M & Barbara T 3. Housing Design, Klaber EM 4. An Introduction to housing lay out, Study, G.L.C. 5. Site planning for cluster housing, Unterman, R. Small. PERENCANAAN DAN PERANCANGAN PERUMAHAN – PERMUKIMAN Rumah : - RSS: Rumah sehat sederhana - Rumah Sederhana - Rumah Mewah Rumah inti: Faktor yang mempengaruhi rumah Housing demand Housing need Pendekatan Perumahan Housing Aritmetik DEMAND SITE PERMUKIMAN INFORMAL PEREMAJAAN KOTA RELOKASI PROGRAM PERBAIKAN KAMPUNG (KAMPUNG IMPROVEMENT PROGRAM) TRI BINA LINGKUNGAN PERMUKIMAN TEPI KALI CODE ALA YB MANGUNWIJAYA
Curriculum Vitae Nama Tempat & tanggal lahir
: Bambang Wicaksono : Kudus (Jawa Tengah), 13 September 1974
Riwayat Pendidikan : Pendidikan Dasar SD Negeri Ngembalrejo IV Kudus (1981-1987) Pendidikan Menengah SMP Negeri 2 Kudus (1987-1990) Pendidikan Menengah SMA Negeri 1 Kudus (1990-1993) Pendidikan Sarjana Universitas Diponegoro Semarang, Jurusan Arsitektur, gelar Sarjana Teknik (ST) (1993-1998) Pendidikan Magister Universitas Diponegoro Semarang, Magister Teknik Pembangunan Kota (MTPK), gelar Master Teknik (MT) (2002-2003) Riwayat Pekerjaan : 1999-2002, 2004 STT Musi, Jurusan Teknik Arsitektur, sebagai Dosen luar biasa mata kuliah Teknik Komunikasi Arsitektur, Struktur Konstruksi II, Fisika Bangunan I & II. 1999-2000 Universitas Tridinanti, Jurusan Teknik Arsitektur, sebagai Dosen luar biasa mata kuliah Lansekap, Struktur Konstruksi III. 2000-sekarang PNS Pemerintah Kota unit kerja DPU Kota Palembang. Keanggotaan Organisasi: Ikatan Arsitek Indonesia (IAI), anggota biasa,. Bidang Keahlian, Minat dan Penelitian: Sejarah Arsitektur dan Arsitektur Kota Morfologi dan Tipologi Arsitektur dan Kota Pendidikan Arsitektur
pengertian2 dasar kaidah perencanaan lingkungan permukiman Permukiman; Menurut UU No.4 Tahun 1992, Sebagai bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik berupa kawasan perkotaan maupun pedesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang menunjang perikehidupan dan penghidupan. Menurut Constantinos A. Doxiadis, 1968 dalam bukunya Ekistics; “Human settlement are, by definition, settlements inhabited by Man” Human Settlement terdiri dari Content yaitu manusia dan Container yaitu physical settlement baik buatan maupun alam sebagai tempat untuk hidup manusia dengan segala aktivitasnya. Constantinus Doxiadis (dalam Eksitic, 1968) menjelaskan hunian ruang kehidupan manusia tersebut sebagai human settlement yang meliputi dua komponen besar, yaitu Container and Contents (ruang dan isinya). Container terdiri dari shell, network, dan nature. Dengan semua sistem ekologinya, sedangkan komponen Content terdiri dari Man and Society dengan segala aktivitas dan kehidupannya. Human settlement meliputi seluruh muka bumi: “the total surface of the earth, the largest possible container of Man” (Eksitic, 1978: 21). Keserasian antara manusia beserta semua kehidupannya (sebagai SDM), dengan ruang alam beserta semua isinya (sebagai SDA) serta ruang budi daya baik yang tidak terbangun (lansekap, pertanian) maupun yang terbangun dengan sarana dan prasarana fisiknya (sebagai sumber daya buatan) harus serasi dan seimbang, agar manusia dapat hidup berkelanjutan di alam ini. Dalam kamus tata ruang, permukiman didefinisikan sebagai bagian dari lingkungan di luar kawasan lindung, baik yang berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal/untuk menetap atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan. Selain itu merupakan kawasan yang didominasi oleh lingkungan hunian dengan fungsi utama sebagai tempat tinggal yang dilengkapi dengan prasarana, sarana lingkungan, dan tempat kerja yang memberikan pelayanan dan kesempatan kerja terbatas untuk mendukung kehidupan sebagai fungsi permukiman tersebut dapat berdaya guna dan berhasil guna. Sedangkan perumahan merupakan kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal/hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan. Permukiman terbentuk dari kesatuan isi dan wadahnya; 1. Isi (Content) Manusia sebagai penghuni maupun masyarakat di lingkungan sekitarnya. 2. Wadah (Container) Fisik hunian yang terdiri dari alam dan elemen-elemen buatan manusia. Elemen-elemen permukiman terdiri dari beberapa unsur: 1. alam (geologi, topografi, tanah, air, tumbuh-tumbuhan, hewan, iklim). 2. Manusia 3. Masyarakat 4. Bangunan/Rumah 5. Networks The goal of Ekistics is Nature to achieve a balance between the elements Man of human settlements Networks in order to guarantee happiness and safety for Man.
Shells
Society
Gambar. 5 Elemen Human Settlement dari Constantinos A. Doxiadis, 1968
Proses terbentuknya permukiman
2.1.1
Kriteria Kawasan Permukiman yang Layak Huni Kawasan yang layak huni dalam permukiman yang sehat dan teratur merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia dan merupakan faktor penting dalam peningkatan martabat, mutu kehidupan dan penghidupan serta kesejahteraan rakyat dalam masyarakat adil makmur. Menurut Self Community Evaluation yang dilakukan masyarakat Bandarharjo (Kompas, 3 September 2002) mengenai perumahan layak huni, definisi layak huni bagi masyarakat tidak terlalu terfokus pada isu rumah _ karena rumah bagi warga adalah sesuatu yang dapat mereka kontrol _ kapan mereka harus memperbaiki dan memperluasnya. Fokusnya adalah pada lingkungan fisik, ekonomi, dan sosial budaya yang di luar kontrol individu, termasuk prasarana yang dianggap sangat mempengaruhi kelayakan hunian mereka yang ikut memperbesar pengeluaran keluarga, merusak aset warga dan seterusnya. 2.1.1.1 Kriteria Kawasan Permukiman Layak Huni Secara Fisik Dari segi fisik perumahan, selain harus nyaman, sehat dan tata ruangnya teratur, legalitas bagi hunian yang layak diperlukan agar warga/penghuni tidak selalu dihantui rasa takut digusur. Kepemilikan yang sah tenyata secara signifikan akan mendorong proses swadaya masyarakat untuk memperbaiki rumah rendah (self-help housing process). Selain itu hunian yang layak bagi warga miskin adalah rumah yang nilai jualnya meningkat. Jalan yang buruk dan kacau membuat harga lahan menjadi murah, pengeluaran untuk transportasi menjadi mahal dan terkadang harus pula mengeluarkan biaya untuk menanggulangi kecelakaan yang timbul. Oleh karena itu, layak huni artinya jalan harus rata, terkait dengan sistem kota, dan harus tersedia sistem transportasi yang murah dan mudah. Banjir dan genangan selain amat mengganggu kenyamanan hidup juga menambah pengeluaran keluarga untuk berobat, untuk perbaikan rumah dan peralatan rumah tangga rusak, dan bahkan mereka harus kehilangan penghasilan akibat tidak bisa bekerja secara normal. Oleh karena itu, hunian yang layak harus bebas banjir. Ketidaktersediaan air yang sehat juga akan menambah pengeluaran keluarga, untuk berobat dan membeli air dengan harga mahal. Oleh karena itu air bersih selain vital untuk kelangsungan hidup keluarga, harus dapat diperoleh dalam jarak yang relatif dekat, murah dan setiap saat tersedia. Bagi warga miskin, sanitasi dan persampahan sangat menentukan kualitas lingkungan. Mereka sangat mendambakan tersedianya jamban keluarga dan septik tank atau MCK dan sistem manajemen koleksi limbah yang baik sehingga bebas sama sekali dari segala macam polusi. Tanaman dan kerindangan lingkungan menentukan temperatur dan kebersihan udara, sedangkan penerangan jalan mempengaruhi kerawanan sosial sebuah lingkungan (Siswanto, 2002). Pembangunan jalan, saluran, MCK di RT kel 32 ilir Palembang (Penataan permukiman kumuh) Rp. 500,000,000.00 2.1.1.2 Kriteria Kawasan Permukiman Layak Huni Secara Ekonomi
Dari segi ekonomi kawasan layak huni adalah kawasan yang terintegrasi dengan ekonomi kota, bukannya terisolir; yang tetangga penghuninya bukan para gali bromocorah dan terbenam dalam kemiskinan; dan yang mampu menyediakan lapangan kerja yang memadai bagi yang memerlukan. Kawasan itu juga sebuah lingkungan perumahan yang mampu membangun kepercayaan (trust) bagi dunia usaha dan finansial, dan memberdayakan para wiraswastawan baik formal maupun informal. Ringkasnya, kawasan layak huni adalah kawasan yang mampu memberdaya asset ekonomi para penghuninya (Siswanto, 2002). 2.1.1.3 Kriteria Kawasan Permukiman Layak Huni Secara Sosial Dari segi sosial-budaya, kawasan yang layak huni adalah sebuah lingkungan yang minim dalam penyimpangan sosial, mampu memberi keamanan pada penghuninya (urban safety). Kawasan itu bukan sebuah komunitas yang terpisah secara sosial (segregated) dari lingkungan perkotaan mereka. Selain itu juga mampu mendorong munculnya lingkungan sosial yang edukatif bagi remaja dan anak, ramah bagi orang tua; dan akrab bagi para keluarga penghuni. Dari segi citra bisa membanggakan warga bukannya malah membuat para penghuni rendah diri/minder. Ringkasnya, kawasan layak huni harus bisa meningkatkan kapital sosial para penghuninya. Implikasi dari ketiga kriteria tersebut bagi perencanaan kawasan Permukiman layak huni yaitu (Siswanto, 2002): 1. Kawasan permukiman yang layak huni tidak lagi hanya terfokus pada bangunan rumah dan desain rumah yang standar tapi lebih pada menampung aspirasi penghuninya. 2. Pembangunan kawasan yang layak huni harus ditekankan pada penciptaan kualitas lingkungannya. 3. Layak huni tidak bisa dibatasi hanya sekedar fisik, tapi juga merangkum layak ekonomi dan layak sosial-budaya, karena kedua yang terakhir sangat menentukan physical, social cultural, dan terutama economic assets/capitals terutama bagi warga miskin.
2.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Kawasan 2.4.1 Faktor Daya Tarik dan Daya Tolak Kawasan Faktor daya tarik yang mempengaruhi penghuni untuk tinggal, yaitu hal yang melatarbelakangi orang untuk memilih/tinggal di kawasan tersebut. Sedangkan daya tolak yaitu hal yang kurang disenanginya bila penduduk tersebut tinggal menetap di kawasan permukiman tersebut. Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan permukiman/hunian kawasan ditinjau dari fungsi dan permasalahannya antara lain: 1. Faktor Fisik a. Struktural Alam, yaitu kondisi topografi tanah (dataran tinggi, dataran rendah, rata, bergelombang, dsb.) dan lokasi bebas banjir (Charter dalam Sa‟dah, 1995). b. Ketersediaan sarana prasarana masyarakat, meliputi jalan raya, air bersih, jaringan listrik, jaringan telpon, penerangan jalan, drainase, sarana perdagangan, sarana kesehatan, sarana pendidikan, sarana peribadatan, sarana perhubungan, dan sarana rekreasi (Siswanto, 2003). c. Aksesibilitas kawasan, yang meliputi kemudahan transportasi dan jarak/waktu tempuh ke lokasi tujuan. Adanya kemudahan-kemudahan dan aksesibilitas kawasan dengan adanya perkembangan dan kemajuan teknologi di dekade mutakhir ini dalam bidang transportasi menambah kenyamanan kawasan (Alonso, 1964 dalam Clark, 1982). d. Biaya konstruksi, yaitu biaya yang diperlukan untuk membangun suatu hunian di kawasan ini di mana dibutuhkan biaya reklamasi/menimbun rawa (Jatmiko, 2003). 2. Faktor Sosial a. Lingkungan, meliputi kenyamanan, keamanan, polusi, dan interaksi sosial. Permukiman kawasan yang dibangun untuk mengatasi masalah-masalah kawasan akibat density serta industrial development yang pesat. Kesenjangan sosial, turunnya kualitas interaksi sosial, rawan kriminal, terbatasnya lapangan kerja dan kemacetan lalu-lintas serta turunnya kenyamanan lingkungan akibat tidak adanya keserasian lingkungan fisik kawasan. Dikatakan bahwa menurunnya kualitas visual kota ini banyak dikembangkan oleh para developer swasta (Hague, 1990 dalam IFHP working party on new town, 1980). Meningkatnya standar hidup dan kualitas lingkungan permukiman maupun kawasan yang lebih baik merupakan daya tarik hunian tersendiri untuk menarik penduduk kawasan (Alonso, 1964 dalam Clark, 1982). b. Harga tanah, meliputi penilaian harga tanah dan keterjangkauan harga tanah. Dengan terjadinya proses redistribusi kegiatan ekonomi yang kegiatannya sudah tidak efisien baik dalam pengurusan kawasan/lahan maupun produksinya, karena semakin mahalnya atau sempitnya lahan di wilayah perkotaan (Sujarto, 1998:8). 3. Faktor Ekonomi a. Kedekatan dengan pusat kota, yaitu kemudahan mendapatkan barang kebutuhan yang tersedia di pusat kota (Miller, 1979). b. Potensi pasar/konsumen, faktor ini terkait dengan aktivitas ekonomi dan penyediaan lapangan kerja. Menurut Prijono Tjiptoheriyanto, 2000 ada keterkaitan timbal balik antara aktivitas ekonomi dengan konsentrasi penduduk. Para pelaku ekonomi cenderung melakukan investasi di daerah yang telah memiliki konsentrasi penduduk yang tinggi serta memiliki sarana prasarana yang lengkap. Karena dengan demikian mereka dapat menghemat biaya antara lain biaya distribusi barang dan jasa. Sebaliknya, penduduk akan cenderung datang pada pusat kegiatan ekonomi karena di tempat itulah mereka akan lebih mudah memperoleh kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan. 4. Faktor Eksternal,
Dengan peningkatan status sosial ekonomi maka biasanya terjadi perpindahan penduduk berulangkali untuk mendapatkan tempat tinggal yang lebih baik. Penduduk dalam kehidupannya membutuhkan berbagai fasilitas yang dapat memenuhi kebutuhan. Pusat kota merupakan pusat pelayanan dengan fasilitas lebih lengkap, sehingga dapat memilih lokasi permukiman, timbul persaingan berbagai lokasi di bagian kota (Eko Budihardjo, 1992:36) yaitu sekitar pusat kegiatan atau pusat kota, dekat dengan pusat kegiatan (industri, perkantoran, perdagangan, dan kegiatan komersil), dekat dengan fasilitas kota (transportasi dan fasilitas publik lainnya), dan harga lahan lebih murah. Dalam memilih huniannya, secara umum masyarakat akan berusaha mendekati lokasi aktivitasnya. Menurut Bourne (1984) kriteria yang menjadi aspirasi masyarakat dalam menentukan tempat tinggal atau perumahan adalah harga rumah atau keterjangkauan daya beli, keuntungan lokasi, aspek sosial dan atribut fisik dari hunian tersebut. Hunian yang layak tidak lepas dari standar minimal kesehatan, sosial, budaya, ekonomi dan kualitas teknis yang berdasarkan kondisi setempat, serta harus dapat memberikan kepastian lokasi/penempatan dan hak penghunian serta kepemilikan rumah (Kantor Menpera RI, 1992). Lokasi permukiman perlu mempertimbangkan potensi struktural dan lokasi lahan permukiman (Charter dalam Sa‟dah, 1995). Pertimbangan tersebut ditekankan pada faktor-faktor sebagai berikut: kondisi akses lokasi permukiman ke lokasi kegiatan lain, besarnya biaya untuk perjalanan aktivitas harian, harga lahan yang lebih murah atau menjangkau kemampuan masyarakat, kondisi dan kelengkapan fasilitas umum, arsitektur rumah yang baik dan moderen, kondisi sosial lingkungan yang dapat diterima, jarak hunian ke lokasi tempat kerja, dan jarak hunian ke pusat kota atau pusat aktivitas. Menurut Bourne dalam penentuan kawasan hunian yang diinginkan penghuni berkaitan dengan kemampuan ekonomi, keuntungan lokasi, dan kualitas lingkungan fisik, yaitu: a. Kemampuan biaya, dapat dilihat dari pengeluaran yang diperuntukkan bagi penyediaan tempat tinggal. b. Keuntungan lokasi, dilihat dari faktor aksesibilitas dan jarak dari pusat kota. Aksesibilitas terutama faktor angkutan umum menyebabkan pergerakkan penduduk lebih murah. Bagi golongan berpendapatan rendah maka faktor kedekatan jarak dengan pusat kota menjadi preferensi utama, sedangkan bagi golongan masyarakat menengah ke atas jarak kedekatan tidak masalah. c. Kualitas lingkungan, setiap hunian dalam suatu permukiman merupakan tempat kita melepaskan diri dari luar, tekanan, dan ketegangan serta dari kegiatan rutin. Oleh karena itu diperlukan suatu hunian yang nyaman dan damai sebagai elemen pendukung terhadap konsep ini. Dari pengertian ini diturunkan faktor ketersediaan sarana prasarana dan lokasi bebas banjir. Selain itu pemilihan lokasi hunian, juga mempertimbangkan atas jarak dengan pusat kegiatan kota. Hal ini terlihat pada tabel berikut ini. TABEL II.2 STANDAR JARAK DALAM KOTA NO PRASARANA 1 Pusat tempat kerja 2 Pusat kota dengan pasar, dll 3 Pasar lokal 4 Sekolah Dasar 5 SMP 6 SMA 7 Tempat bermain anak-anak dan taman lokal 8 Tempat olahraga dan pusat rekreasi 9 Kebun Binatang, dsb. Sumber : F.Stuart Chapin, Jr.
JARAK DARI HUNIAN 20 – 30 menit 30 – 45 menit ¾ km atau 10 menit ¾ atau 10 menit 1,5 km atau 20 menit 20 atau 30 menit ¾ km atau 10 menit 1,5 atau 20 menit 30 – 60 menit
2.4.2 Faktor Pendorong Perkembangan Kawasan a. Intervensi kebijakan pemerintah yang efektif Intervensi kebijakan pemerintah dalam rangka mendukung perkembangan kawasan diperlukan dalam mencapai tujuan dan sasarannya, yang ditentukan oleh beberapa faktor yang berkenaan dengan proses perumusan dan implementasinya (Mayer dan Greenwood, 1984). Upaya pencapaian tujuan dan sasaran kebijakan pusat-pusat pelayanan kota tidak lepas dari kegiatan berbagai sektor produktif sebagai wujud nyata dari usaha-usaha pembangunan itu sendiri. Kegiatan sektor produktif pada dasarnya berkaitan dengan pola pengembangan sektor yang dianggap mampu berperan dalam mendorong laju perkembangan dan perkembangan ke seluruh wilayah kota. Hal ini tidak terlepas dari ketersediaan investasi dan dana untuk membiayai kegiatan pembangunan tersebut. Dengan demikian maka faktor kebijakan pengembangan sektor-sektor produktif termasuk di dalamnya aspek ketergantungan investasi dan dana untuk pembiayaan pembangunan perlu dikaji karena faktor-faktor tersebut mempunyai peranan penting dalam menunjang usaha-usaha pengembangan wilayah yang dilakukan melalui strategi pusatpusat perkotaan (Djalante, 1996:48). b. Keterkaitan antar kawasan Kota merupakan suatu kesatuan sistem pelayanan kota yang beragam fungsinya dan saling bergantung satu sama lain. Dalam pengembangan kota, proses saling keterhubungan dari berbagai fungsi ini dibentuk oleh keterkaitan yang terjadi di antara berbagai pusat-pusat pelayanan kota yang terdapat dalam suatu ruang kota. Keterkaitan antar berbagai fungsi dalam suatu ruang kota pada dasarnya tidak terlepas dari ketersediaan jaringan transportasi yang ada (Djalante, 1996:51).
d.
Ketersediaan sarana transportasi Dalam penerapan sistem pusat perkotaan, prasarana transportasi selain akan berfungsi sebagai media berlangsungnya spread effects juga berperan untuk melayani (peran pasif) sekaligus membangkitkan (peran aktif) kegiatan sosial ekonomi pada pusat-pusat perkotaan., sehingga dapat dikatakan bahwa ketersediaan prasarana transportasi memiliki kaitan yang erat dengan perkembangan dan perkembangan wilayah. Dengan demikian maka ketersediaan prasarana transportasi merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan bagi usaha mengembangkan suatu wilayah sehingga perlu dikaji untuk mengetahui sejauh mana faktor ketersediaan prasarana transportasi telah tersedia dalam mendukung perkembangan kota (Djalante, 1996:50). Berry (1972) berpendapat bahwa peranan pusat-pusat pelayanan kota dalam pembangunan secara simultan menyaring inovasi yang membawa perkembangan dan perkembangan melalui hirarki perkotaan dan menyebarkan keuntungan yang ada sebagai akibat perkembangan di daerah belakangnya. Ia mengidentifikasi bahwa adaptasi inovasi merupakan suatu fungsi dari aksesibilitas pada pusat-pusat. Jadi untuk memaksimumkan perkembangan dibutuhkan upaya-upaya untuk meminimumkan waktu difusi inovasi dan memaksimumkan faktor aksesibilitas. e. Tersedianya fasilitas perkotaan Pusat-pusat perkotaan bisa berjalan seperti yang diharapkan maka setiap pusat harus mempunyai fungsi dan peran yang jelas dalam sistem yang tersusun secara hirarkis. Hal ini menuntut disediakannya berbagai fasilitas sosial dan ekonomi yang akan menunjang terlaksananya fungsi dan peran tersebut (Djalante, 1996:38). Berjalannya fungsi dan peran pusat-pusat perkotaan yang didukung ketersediaan fasilitas sosial ekonomi tersebut pada gilirannya akan mampu mendorong perkembangan ke seluruh wilayah pengaruhnya. 2.4.3 Faktor Penghambat Perkembangan Kawasan Kemajuan ekonomi tidak terjadi di berbagai tempat pada waktu yang sama dan apabila di suatu kota terjadi pembangunan maka akan terdapat daya tarik yang kuat yang akan menciptakan konsentrasi pembangunan ekonomi di sekitar wilayah kota di mana pembangunan tersebut bermula. Terjadinya konsentrasi pembangunan disebabkan oleh faktor-faktor yang timbul di kawasan maju yang akan mempengaruhi dan menghambat pembangunan di kawasan yang tertinggal. Faktor-faktor yang menghambat tersebut disebutnya sebagai efek polarisasi atau pengaruh pemusatan. Adapun faktor-faktor penghambat perkembangan kawasan yaitu: a. Kebijakan pemerintah yang tidak efektif Disparitas akan semakin melebar jika segmentasi penataan ruang dilakukan berdasarkan pertimbangan sektoral semata tanpa adanya upaya untuk mempertimbangkan heterogenitas tata guna lahan yang ada, sehingga menyebabkan terkelompoknya kawasan maju yang terpisah dari kelompok kawasan tertinggal (Williamson, 1960). b. Lemahnya keterkaitan antar kawasan Suatu kawasan yang tidak memiliki saluran transportasi dan komunikasi yang baik dengan pusat kotanya akan membuat kawasan itu kurang berkembang. Hal ini bisa terjadi karena isolasi alamiah (misalnya karena dipisahkan oleh laut, pegunungan atau sungai besar), akibat pola jaringan jalan yang kurang mendukung, ataupun karena kekurangan sarana komunikasi dan transportasi (Siswanto, 2002). c. Ketidaktersediaan fasilitas sosial ekonomi Pusat-pusat perkotaan bisa berjalan seperti yang diharapkan maka setiap pusat harus mempunyai fungsi dan peran yang jelas dalam sistem yang tersusun secara hirarkis. Hal ini menuntut disediakannya berbagai fasilitas sosial dan ekonomi yang akan menunjang terlaksananya fungsi dan peran tersebut (Djalante, 1996:38). Pusat-pusat perkotaan yang tanpa didukung ketersediaan fasilitas sosial ekonomi tersebut, fungsi dan perannya tidak dapat berjalan dengan baik. Sehingga pada gilirannya tidak mampu merangsang dan mendorong perkembangan dan perkembangan ke seluruh wilayah pengaruhnya.
kuliah 3 kota dan permukiman 2 UMP 2009 PENGETAHUAN TEKNIK PERENCANAAN PERMUKIMAN DALAM MENUNJANG TERCIPTANYA LINGKUNGAN IDEAL. Beberapa faktor yang perlu diperhatikan di kawasan permukiman kurang berkembang yaitu: Faktor umum ekonomi kawasan seperti mata pencaharian, tingkat pemenuhan kebutuhan, tingkat kesejahteraan, kekuatan ekonomi andalan kawasan, dan kepemilikan modal. - Faktor kependudukan yang menyangkut kesejahteraan, seperti pendapatan perkapita, tingkat pengangguran, dan migrasi keluar / masuk. - Faktor keterhubungan kawasan dengan pusat aktivitas sistemnya / kota. - Permasalahan spesifik kawasan, adalah kondisi yang terjadi di kawasan yang mengakibatkan kawasan tidak berkembang sebagaimana mestinya. - Identifikasi potensi dasar yang dimiliki untuk membangun kawasannya sendiri, sehingga mampu mengurangi ketergantungan dari luar kawasan. - Peningkatan aksesibilitas, struktur, dan infrastruktur pendukung sosial dan ekonomi. - Ketersediaan prasarana transportasi yang akan berperan sebagai media interaksi dalam proses perkembangan dan perkembangan antar pusat perkotaan dan wilayah belakangnya. - Kegiatan-kegiatan berbagai sektor produktif sebagai wujud nyata usaha-usaha pembangunan. Berdasarkan kajian literatur maka didapat beberapa faktor yang mempengaruhi berkembangnya kawasan berdasarkan daya tarik dan daya tolak kawasan , yaitu: TABEL II.3 DAYA TARIK DAN DAYA TOLAK KAWASAN PERMUKIMAN -
NO 1
DAYA TARIK Kondisi Topografi Tanah/Lokasi Ketersediaan sarana prasarana masyarakat Aksesibilitas kawasan
REFERENSI Charter dalam Sa‟dah, 1995 Djalante, 1996:38
4
Kedekatan dengan pusat kota
Miller, 1979
Kemudahan mendapatkan barang kebutuhan yang tersedia di pusat kota.
5
Dekat dengan terminal bus dan stasiun Lingkungan yang nyaman
Djalante, 1996:38
Kemudahan dalam mencapai fasilitas transportasi
YB Mangunwijaya, Ing. Dipl; 1998:9-10
Kenyamanan, keamanan, polusi, dan interaksi sosial
7
Harga tanah murah
Eko Budhiardjo, 1992:36
Harga tanah yang murah dan keterjangkauan harga tanah
8
Potensi pasar/konsumen
Wirawan Jatmiko, 2003
Keberadaan konsumen yang banyak
9
Termasuk kawasan yang dikembangkan
Mayer dan Greenwood, 1984
Pengembangan kawasan oleh pemerintah akan dapat merubah kondisi kawasan menjadi lebih baik.
NO 1
DAYA TOLAK Beban biaya reklamasi rawa yang tinggi
REFERENSI Wirawan Jatmiko, 2003 Persepsi masyarakat
KRITERIA Dibutuhkan biaya pengurugan rawa, sehingga meningkatkan biaya membangun hunian dan juga biaya konstruksinya juga tinggi
2
Prasarana kurang lengkap
Djalante, 1996:38 Persepsi masyarakat
Ketidaktersediaannya sarana prasarana transportasi, telekomunikasi, kesehatan, pendidikan, peribadatan, dan rekreasi.
3
Tingkat keamanan yang rendah
KombesSutarman, 2003
Sering terjadi kriminalitas dan kurangnya fasilitas keamanan di kawasan ini.
2
3
6
Djalante, 1996:50
KRITERIA Lokasi yang bebas banjir, tidak berawa, rata, dan tanahnya stabil Tersedianya sarana prasarana transportasi, telekomunikasi, kesehatan, pendidikan, peribadatan, dan rekreasi. Kemudahan transportasi dan jarak/waktu tempuh ke lokasi tujuan.
4
Banjir/pengaruh rawa pasang surut
Persepsi masyarakat
Adanya ancaman banjir yang melanda kawasan dan tiadanya jaringan drainase yang memadai.
5
Kurangnya pasar/konsumen
Wirawan Jatmiko, 2003 Persepsi masyarakat
Kurangnya minat investor/pedagang menanamkan modal di kawsan ini
6
Kuatnya magnet pertumbuhan di kawasan lain
Myrdal Widodo, 2001 Wirawan Jatmiko, 2003
Pusat kota di kawasan Seberang Ilir yang berkembang pesat merupakan daya tarik ekonomi para usahawan/masyarakat.
untuk
Sumber : Kompilasi Literatur dan Observasi Lapangan, 2003. Berdasarkan kajian literatur maka didapat beberapa faktor pendorong perkembangan dan faktor penghambat perkembangan suatu kawasan, yaitu: TABEL II.4 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERKEMBANGAN KAWASAN PERMUKIMAN NO F. PENDORONG REFERENSI KRITERIA 1 Intervensi kebijakan (Mayer dan Intervensi kebijakan pemerintah dalam rangka pemerintah yang efektif Greenwood, mendukung perkembangan kawasan diperlukan 1984). dalam mencapai tujuan dan sasarannya, yang ditentukan oleh beberapa faktor yang berkenaan dengan proses perumusan dan implementasinya 2
Keterkaitan antar kawasan
Siswanto, 2002
Kawasan yang layak huni merupakan kawasan yang terletak pada sebuah kawasan yang terintegrasi dengan ekonomi kotanya.
3
Ketersediaan Sarana prasarana transportasi
Djalante, 1996: 50 Charter dalam Sa‟dah, 1995
Prasarana transportasi selain akan berfungsi sebagai media berlangsungnya spread effects juga berperan untuk melayani (peran pasif) sekaligus membangkitkan (peran aktif) kegiatan sosial ekonomi pada pusat-pusat perkotaan.
4
Ketersediaan sarana prasarana sosial ekonomi
Djalante, 1996: 38 Charter dalam Sa‟dah, 1995
Berjalannya fungsi dan peran pusat-pusat perkotaan yang didukung ketersediaan fasilitas sosial ekonomi tersebut pada gilirannya akan mampu mendorong perkembangan dan perkembangan ke seluruh wilayah pengaruhnya.
5
Kondisi geografis
6
Keberadaan potensi pasar
Hirschman 1997:12) Tjiptoheriyanto, 2000
Kondisi geografis akan mempengaruhi aktivitas ekonomi dalam jangka panjang Ada keterkaitan timbal balik antara aktivitas ekonomi dengan konsentrasi penduduk. Para pelaku ekonomi cenderung melakukan investasi di daerah yang telah memiliki konsentrasi penduduk yang tinggi serta memiliki sarana yang lengkap. KRITERIA
NO 1
F. PENGHAMBAT Kebijakan pemerintah
REFERENSI Williamson, 1960
2
Lemahnya keterkaitan antar kawasan (terisolir dengan sistem kotanya)
Siswanto, 2002 Charter dalam Sa‟dah, 1995
3
Ketidaktersediaan fasilitas sosial ekonomi
Djalante, 1996:38 Charter dalam Sa‟dah, 1995
Suatu kawasan menjadi kurang berkembang jika segmentasi penataan ruang dilakukan berdasarkan pertimbangan sektoral semata tanpa adanya upaya untuk mempertimbangkan heterogenitas tata guna lahan yang ada, sehingga menyebabkan terkelompoknya kawasan kaya yang terpisah dari kelompok kawasan miskin. Kawasan kurang berkembang jika tidak memiliki saluran transportasi dan komunikasi yang baik dengan pusat kotanya. Hal ini bisa terjadi karena isolasi alamiah (misalnya karena dipisahkan oleh laut, pegunungan atau sungai besar), akibat pola jaringan jalan yang kurang mendukung. Kawasan yang tanpa didukung ketersediaan fasilitas sosial ekonomi tersebut, fungsi dan perannya tidak dapat berjalan dengan baik. Sehingga tidak mampu mendorong perkembangan ke seluruh wilayah pengaruhnya.
4
Kondisi geografis yang tidak mendukung
Hirschman dalam Nurzaman, 1997:12
Kondisi geografis yang tidak mendukung akan mempengaruhi aktivitas ekonomi kota.
Sumber: Kompilasi Literatur, 2003.
kuliah 4 - kota dan permukiman 2 sttp-igm 2008 PENGETAHUAN TENTANG PERATURAN-PERATURAN DAN FAKTOR YANG PERLU DIPERTIMBANGKAN DALAM BIDANG PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN PEDOMAN PERENCANAAN DAN PEMBANGUNAN PERUMAHAN 1. Standar Arsitektur di Bidang Perumahan - Hierarki kebutuhan manusia terhadap hunian (Maslow): Survival Needs, Safety/Security Needs, Affiliation Needs, Esteem Needs, Cognitive/Aesthetic Needs. - Aktivitas manusia: beristirahat/tidur, makan, berinteraksi sosial, buang air kecil/besar, beribadah, bekerja, berkarya. Dikelompokkan: a. Area Permukiman (Living Area): R. Tamu, R. Makan, R.Keluarga, R.Belajar/Kerja b. Area Peristirahatan (Sleeping Area): R. Tidur, KM/WC. c. Area Pelayanan (Service Area): Dapur, Gudang, Garasi. 2. Persyaratan Merancang Rumah a. Keamanan (Struktur Bangunan Kuat) b. Kesehatan (Dilengkapi jaringan sanitasi dan pembuangan sampah) c. Kenyamanan (Thermal, Audio, Visual) d. Keindahan 3. Peraturan Perencanaan dan Persyaratan Lingkungan a. Aspek Lingkungan/Keadaan Tanah - Jenis dan bentuk bangunan yg boleh didirikan di tempat tsb. - Koefisien Dasar Bangunan (KDB). - Floor Area Ratio (FAR). - Ketinggian Maksimal Bangunan - Garis Sempadan Bangunan. - Perbedaan tinggi rendahnya tanah (peil) - Kekerasan/Kepadatan tanah - Kebisingan dan Frekuensi Lalu lintas - Tumbuh-tumbuhan atau elemen lahan yang lain. b. Keadaan Iklim Setempat (respon terhadap iklim: bentuk atap, kenyamanan thermal). c. Orientasi tanah Setempat (orientasi persil tanah, orientasi bangunan terhadap sinar matahari, orientasi bangunan terhadap aliran udara, pengaturan jarak bangunan, pengaturan atap bangunan). d. Aspek Sosial Ekonomi (Pola pikir, agama, cara berinteraksi antar masyarakat, karakter setempat) e. Aspek Kesehatan (kecukupan air bersih, cahaya, udara) f. Aspek Teknis (kekuatan bangunan) 4. Perencanaan Lingkungan Perumahan Pusat kemudahan
Daerah kemudahan tingkat I Daerah kemudahan tingkat II Daerah kemudahan tingkat III Gambar: Urutan tingkat kemudahan lingkungan permukiman Untuk merencanakan lingkungan perumahan dengan baik, kita perlu memperhatikan beberapa kriteria berikut: a. Lokasi b. Kondisi geologi dan topografi c. Kepastian hukum. 5. Pertimbangan Perletakan Unit Hunian dalam Kompleks Perumahan
Tugas: Membaca dan membuat resume/ringkasan artikel permukiman (Tugas Kecil 2/Kognitif) Minimal 3 halaman kertas hvs, spasi 1, font 12, arial. _________________________________bbgwcksn.2008_______________________________ kuliah 5 - kota dan permukiman 2 sttp-igm 2008 HUKUM PENAWARAN DAN PERMINTAAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN (DEMAND & SUPPLY) 1. FENOMENA PASAR PERUMAHAN - Rumah merupakan kebutuhan dasar/primer hingga kebutuhan tersier bagi manusia. - pertumbuhan penduduk yang meningkat dari waktu ke waktu. - Rumah menjadi obyek investasi (komoditas yang dapat diperjualbelikan, disewakan) 2. SISTEM PERMINTAAN PERUMAHAN a. Kebutuhan (Need). Produk yang diperlukan semua orang dalam upaya melangsungkan kehidupannya. b. Permintaan (demand), dipengaruhi: - kondisi sosial - kondisi ekonomi - kondisi budaya c. Perasaan Membutuhkan (felt need) Untuk memenuhi kebutuhan akan perumahan, ada dua hal yang harus dipertimbangkan secara masak agar pemenuhannya dapat mengimbangi kebutuhan dan terus berkembang: 1. Suplly (penawaran), merupakan kemampuan penyediaan rumah yang terealisasinya dilakukan oleh pemerintah bekerja sama dengan pihak pengembang. 2. Demand (permintaan), merupakan animo permintaan masyarakat yang biasanya selalu menunjukan angka yang lebih tinggi (subjektif) dibanding tingkat penawaran yang ada (supply) 3.
IDENTIFIKASI PERMINTAAN PERUMAHAN Berdasarkan: - kebutuhan rumah pada saat Sekarang - kebutuhan karena persediaan yang harus diganti karena rusak. - Kebutuhan untuk mengakomodasikan tambahan kebutuhan untuk waktu mendatang. Dapat dilakukan dengan 3 cara: a. Menghitung Secara Hipótesis/dugaan berdasarkan tingkat pendapatan, distribusi pengeluaran, pola pengeluaran. b. Survai Pasar, untuk memetakan permintaan akan perumahan sehingga penyediaan perumahan dapat sesuai dengan permintaan. c. Melihat Permintaan dari Keadaan Pasar Sekarang (Existing Housing Market) 4. METODE PERHITUNGAN KEBUTUHAN RUMAH a. Pengertian Metode Aritmetik b. Langkah dan Asumsi Perhitungan dalam Metode Aritmetik c. Model Perhitungan Kebutuhan Rumah dalam Metode Aritmetik - Pertambahan Penduduk Karena Kelahiran - Restorasi Rumah-rumah yang Sudah Ada - Faktor Relokasi Migrasi - Faktor Bencana Alam 5. PERHITUNGAN KEBUTUHAN RIIL HUNIAN (EFFECTIVE DEMAND) 6. KEBUTUHAN RELATIF HUNIAN BARU
PENATAAN LINGKUNGAN PERMUKIMAN KUMUH PEREMAJAAN KAMPUNG KAJIAN KASUS PERMUKIMAN
Menyusun makalah tentang permukiman dan diskusi (Tugas Kecil 3/Psikomotorik)
Take home: Membaca artikel permukiman, untuk bahan diskusi kuliah minggu depan (Studi Kasus Permukiman) _________________________________bbgwcksn.2008_______________________________
PENERAPAN WATERFRONT CITY Waterfront City Terdapat banyak sekali kota-kota yang bercirikan sebagai waterfront di seluruh dunia. Kesemuanya berdasarkan pada fungsi dan prinsip yang sama, meskipun terletak pada wilayah dan budaya yang berbeda. Waterfront meliputi teluk, danau, kolam, sungai, dan pantai, baik alami maupun artifisial, sehingga kota-kota yang mengutamakan pengembangan teluk, danau, sungai, dan pantai dalam pembangunan kotanya maka kota tersebut dapat digolongkan sebagai Waterfront City (Laporan KKL Palembang, 2003). Urban waterfront sendiri adalah daerah yang kotanya terikat dengan garis pantai atau sungai. Karakter waterfront city terbentuk dari faktor-faktor geografis kota dan juga kehidupan sosial kultural masyarakat kota. Berdasarkan faktor geografis kota, kota akan berada dekat perairan darat (sungai, danau) dan perairan laut (teluk, samudra, laut). Sedangkan karakter waterfront city yang terbentuk dari kehidupan sosial kultural masyarakat kota ditunjukkan oleh kegiatan masyarakat kota yang berkaitan erat dengan air. Kebudayaan air tidak hilang begitu saja, ini dibuktikan dengan adanya usaha pemanfaatan air sebagai prasarana perhubungan baik regional maupun internasional yang memicu tumbuhnya pelabuhan dengan segala aktivitas di dalamnya. Berawal dari pelabuhan inilah fenomena urban waterfront redevelopment dimulai, yang pada dasarnya merupakan perubahan guna lahan dan air di sepanjang pinggiran kota serta meliputi bangunan yang tidak secara langsung berada di atas air tetapi terikat secara visual dan historis dengan air. Faktor-faktor yang mempengaruhi waterfront redevelopment (Ann, 1994 dalam Laporan KKL Palembang, 2003): - Perubahan teknologi pada masa sesudah PD II, berpindahnya industri dari pusat kota ke pinggiran dekat pelabuhan. - Gerakan pelestarian bangunan kuno yang mempunyai nilai sejarah tinggi yang terletak di sekitar waterfront. Selain untuk melestarikan warisan budaya, restorasi bangunan tersebut juga bertujuan untuk meningkatkan pendapatan daerah melalui wisata budaya. - Keedulian terhadap lingkungan dan kebersihan air. - City Beautiful Era. Terdapat berbagai macam waterfront yang terbagi dalam berbagai tipe dan contohnya dari seluruh dunia (Ann, 1994 dalam Laporan KKL, 2003) sebagai berikut: 1. Commercial Waterfront, umumnya terdapat tempat untuk bekerja, berbelanja, dan rekreasi yang merupakan gabungan kafe dan restoran serta tempat yang indah dengan pemandangan air. Semua komponen menghadap ke waterfront karena yang menjadi pusat perhatian adalah pemandangan air. Commercial waterfront tidak harus besar dan bercahaya, tetapi yang diutamakan adalah bangunan yang arsitektural, bersifat komersial dan sosial. Tradisi komersial meliputi berbagai macam bentuk bisnis aktif dalam jangka waktu yang lama dan gayanya disesuaikan dengan kebutuhan masa kini. Contoh penerapannya yaitu di Rowe’s Wharf-Boston, Riverplace-Portland, Southgate-Melbourne, Novy Pier-Chicago, Inner Harbour of Battimore, Pacifico-Yokohama, Downtown River Relocation-RhodeIsland, QuaysideNewscatle, Birmingham Waterfront-UK. 2. Residential Waterfront, menurut sejarah orang memilih untuk hidup dan bertempat tinggal di pinggir air untuk memenuhi kebutuhan air, mudah pencapaiannya, dan nyaman. Daerah ini terdapat keseimbangan antara private dan public interest, dan gaya perumahannya beraneka ragam sesuai dengan budaya yang ada. Contoh penerapannya yaitu di Entreport WestAmsterdam, Tegel Harbour-Berlin, Fish Market Hamburg-Athena, Ruoholahti-Finland. 3. Working Waterfront, tipe kota ini termasuk jenis kota yang diasosiasikan dengan pelabuhan dan industri (Marine Business). Contoh penerapannya yaitu di Swansa Maritime Quarter-
Wales, Harumi Passenger Ship Terminal-Tokyo, Berth 30 Container Terminal-Oackland, dan Hamburg Ferry Terminal. 4. Historic Waterfront, merupakan kawasan yang memiliki satu kesatuan dengan peninggalan maritim dan biasanya berkaitan dengan pembangunan ekonomi dan kesejahteraan kota. Kota yang umumnya melestarikan distrik waterfront bersejarahnya mempunyai kesempatan untuk menangkap alur kehidupan masa lalu sampai dengan sekarang. Contoh penerapannya yaitu di The Forks Renewal dan Aissiniboine Riverwalk-Winnipeg, The Doks-Marseille, Boat QuaySingapura, Norkopping Industrial Landscape-Swedia, dan Puerto Madero-Buenos Aires. 5. Cultural, Educational dan Environmental Waterfront, biasanya terdapat di kota-kota moderen. Waterfront menyediakan setting yang indah untuk arsitektur, memorial, seni, dan kebudayaan. Selain estetika, simbol-simbol kekuatan, tempat-tempat pendidikan dan lingkungan menginformasikan kepada masyarakat tentang persediaan air dunia dan pengaruhnya pada kehidupan kita. Waterfront pendidikan, budaya, dan lingkungan menekankan pada hubungan vital anara manusia dengan air dan dapat mempengaruhi cara pandang mereka terhadap SDA. Cultural bisa terdiri dari opera house, museum, art center. Educational umumnya terdapat akuarium, taman ekologi, dan museum. Environmental terdapat akuarium, taman ekologi, revitalisasi sungai/pantai (waterclean-up project). Contoh penerapannya yaitu di Ring of Fire Aquarium-Osaka, Monterey Bay Aquarium-California, Suntory Museum-Osaka, Xochimilco Ecological Park-Mexico, Groninger Museum-Groningen, dan Strahan Wharf Centre-Tazmania. KAWASAN TAMAN IMPIAN JAYA ANCOL JAKARTA Kawasan Taman Impian Jaya Ancol merupakan kasus perkembangan kawasan dari lahan terbengkalai menjadi tanah yang membawa harapan. Sejak abad ke 17, Ancol telah menjadi daerah wisata. Pantainya indah, bersih dan strategis karena dekat dengan pusat kota sehingga banyak berdiri rumah peristirahatan kaum elit Belanda. Pada masa perjuangan dan awal kemerdekaan, Ancol ditemukan dalam kondisi yang sangat berbeda yaitu telah menjadi rawa dan sarang penyakit malaria. Presiden pertama RI, Ir. Soekarno menunjuk Pemda DKI dalam hal ini dr. H. Soemarno Sosroatmodjo selaku gubernur untuk melaksanakan gagasannya mengembangkan kawasan Ancol yang meliputi areal seluas 552 Ha dijadikan daerah wisata. Obsesi membangun Ancol yang suram menjadi kawasan wisata terpadu, mulai menampakkan hasilnya. Satu demi satu sarana rekreasi bertumbuhan seiring dengan berjalannya waktu. Beberapa proyek besar pun segera melambungkan nama Ancol lebih tinggi lagi. Semua itu sesuai dengan konsep para pendirinya yang dilandasi semangat menjadikan Ancol sebagai kawasan wisata yang terbesar di Indonesia. Kekhasan Taman Impian Jaya Ancol di awal-awal berdirinya ditandai dengan dibangunnya Teater Mobil pada tahun 1970. Sarana rekreasi berikut yang dibangun makin mempopulerkan keberadaan Taman Impian Jaya Ancol, tidak saja di kalangan masyarakat Ibukota, tetapi juga seluruh Indonesia. Pembangunan berbagai proyek terus berlanjut hingga kini. Hal itu berarti sarana rekreasi dan hiburan di Taman Impian Jaya Ancol akan semakin lengkap. Pada tahun-tahun berikutnya, pengadaan sarana rekreasi dan hiburan diarahkan pada sarana hiburan berteknologi tinggi. Hal itu telah dimulai dengan dibangunnya kawasan Taman Impian "Dunia Fantasi" tahap I pada tahun 1985. Salah satu fasilitas hiburan di Taman Impian Jaya Ancol adalah Dunia Fantasi. Berbagai wahana hiburan di sana dibangun dengan menggunakan teknologi modern dan canggih. Sesuai dengan namanya, fasilitas hiburan Taman Impian Jaya Ancol di sektor ini menghadirkan hiburan yang terbentang di atas lahan seluas 15 ha itu diciptakan untuk menumbuhkan sensasi tersebut. Maksud dan Tujuan
Pemanfaatan Daerah Ancol untuk Kesejahteraan Rakyat
Memperbaiki Kesehatan Kota dengan Pengeringan Rawa
Melengkapi DKI dengan Daerah Industri, Perumahan, dan Rekreasi
Peruntukan Daerah Ancol
BARAT Industri + Perumahan
TENGAH Rekreasi
TIMUR Perumahan
GAMBAR 2.1 POLA INDUK PENGEMBANGAN DAERAH ANCOL Rekreasi Taman Impian Jaya Ancol
Resor Taman Resor Jaya Ancol
Properti Real Estat Jaya Ancol
Taman dan Pantai Dunia Fantasi Gelanggang Renang Gelanggang Samudra Pasar Seni
Putri Duyung Ancol Hotel Wisata Ancol Marina Padang Golf
Puri Marina Taman Perkantoran Puri Permata Tugu Permai Kantor PT Pembangunan Jaya Ancol Town House Puri Jimbaran Puri Nusa Dua
GAMBAR 2. 2 BADAN USAHA INTI PERUSAHAAN Sumber : http://www.ancol.com
KAWASAN KELAPA GADING JAKARTA Tahun 1970-an, kawasan Kecamatan Kelapa Gading yang kini menjadi salah satu wilayah Jakarta Utara dengan pertumbuhan sangat pesat, masih dikenal sebagai daerah rawarawa dan persawahan. Bahkan hingga awal tahun 1990-an, persawahan masih terlihat di kirikanan jalan yang sekarang ini bernama Bulevar Barat Kelapa Gading (Kompas, 2002). Bermula dari sehamparan lahan kosong yang berupa rawa tidak produktif, suasananya sepi, dan jalannya masih berupa tanah merah. Melalui perencanaan yang matang, melewati 27 tahun perjalanan waktu, lahan tersebut kini menjelma menjadi kawasan dengan nilai investasi yang tinggi, menjadi kota satelit yang diminati dan menjadi rebutan banyak orang untuk tinggal di dalamnya. Beraneka restoran dengan berbagai jenis menu dari seluruh pelosok Indonesia tersedia dan buka hingga dini hari. Transportasinya juga tidak sulit, sebab dilalui kendaraan umum jalur Tanah Abang-Pulo Gadung (lewat Jalan Perintis Kemerdekaan-jalan lingkungan Kelapa Gading-rumah tujuan) selama 24 jam. Kelapa Gading yang sudah berupa superblok tersendiri ini memiliki akses ke mana-mana. Perumahan, perkantoran, maupun pusat perbelanjaannya tertata baik, hal ini karena semuanya dimulai dari tanah kosong yang berawa. Sedangkan fasilitas yang belum ada yaitu rumah sakit (baru direncanakan) dan hanya ada klinik,sehingga kalau harus rawat inap harus ke Rumah Sakit Islam atau Rumah Sakit Persahabatan di Jakarta Timur. Walau merupakan kompleks permukiman dan usaha yang maju dalam beberapa tahun terakhir, Kelapa Gading tetap saja mengalami banjir hingga tergenang lebih dari satu meter pada awal Tahun 2002. Namun hal ini tidak membuat harga tanah atau rumah menjadi turun, dan tapi bahkan naik dua kali lipat. Kecamatan Kelapa Gading dengan luas 1.633,7 hektar terdiri atas tiga kelurahan (Kelapa Gading Barat, Kelapa Gading Timur, dan Pegangsaan Dua) dan berpenduduk 102.493 jiwa dengan 65% penduduk keturunan Tionghoa. Pembangunan dan penataan Kelapa Gading diserahkan sepenuhnya kepada puluhan pengembang yang ada. Kawasan perumahan yang dikembangkan oleh PT Summarecon Agung Tbk dengan pembangunan beragam fasilitas dan hunian seperti Mal Kelapa Gading, Gading Food City (pusat makanan terlengkap), Gading Batavia Food Promenade (kawasan wisata makanan terlengkap), Klub Kelapa Gading (klub olahraga), Bukit Gading Villa (hunian ekslusif), Gading Nirwana (hunian), dan Gading Riviera (hunian dan perkantoran). Mengambil tema “A New Concept for Better Living” Gading Park View kawasan ini dirancang bukan sekedar hunian biasa melainkan sebuah gaya hidup masa depan yang elegan. Lebih dari 60% luas hunian dirancang untuk taman tematik bergaya tropis dan taman terbuka serta fasilitas lingkungan, di mana hal ini merupakan suatu hal yang langka di Kelapa Gading. Kawasan hunian ditata dengan seksama guna mewujudkan keseimbangan ideal antara masa bangunan dengan ruang terbuka. Semua utilitas di dalam tanah sehingga lingkungan tampak bersih dan rapi dengan ketinggian kawasan 1 meter dari permukaan Jalan Raya Bulevar Timur. Gading Park View dilengkapi dengan berbagai fasilitas untuk keluarga (kolam renang, taman bermain anak, lapangan tenis, jogging track, café dan gazebo). Rumah-rumahnya bergaya moderen dengan sentuhan arsitektur klasik dan bahan bangunan berkualitas. Tampak depan dan belakang dari setiap rumah menghadap taman dan pagar, sehingga membebaskan pandangan untuk leluasa menikmati keindahan lingkungan sekitar. Ruang terbuka yang luas memberikan kesempatan untuk bergerak dan bersosialisasi, memberikan ketenangan dan kenyamanan. Di kawasan ini juga menyediakan peluang usaha atau kantor di lokasi strategis dan menguntungkan, karena Jalan Raya Bulevar Timur yang menghubungkan pusat bisnis Kelapa Gading dengan Jalan Pegangsaan II
merupakan jalur utama yang sibuk dan ramai. Kawasan ini juga dikelilingi kawasan perumahan dan bisnis yang telah berkembang pesat.
GAMBAR 2.3 GADING PARK VIEW Sumber : PT Summarecon Agung Tbk, 2003
GAMBAR 2.4 GADING FOOD CITY, PUSAT MAKANAN TERLENGKAP Sumber : PT Summarecon Agung Tbk, 2003
GAMBAR 2.5 KLUB KELAPA GADING, KLUB OLAHRAGA & FASILITASNYA Sumber : PT Summarecon Agung Tbk, 2003
GAMBAR 2.6 GADING RIVIERA, HUNIAN DAN PERKANTORAN Sumber : PT Summarecon Agung Tbk, 2003
kuliah 6 - kota dan permukiman 2 sttp-igm 2008 KAJIAN KASUS PERMUKIMAN
KETIKA ROMO MANGUN MENGHADAPI BANDIT DAN PELACUR….
Ia datang dan pergi. Tanpa pretensi. Hanya untuk balas budi. Sikap yang (barang kali) amat langka dewasa ini. Suatu saat di tahun 1977. Y.B. Mangunwijaya, Dip.Ing, tampak gundah. Ia gelisah, sedih, bingung, berjalan mondar-mandir di rumah rukun kampong (sekarang rukun warga) Terban tepi sungai Code Yogyakarta. Tak biasanya Romo Mangun, sapaan akrabnya, seperti itu. Ketua RK yang sejak awal melihat tingkah laku Romo mangun bertanya “ ada apa. Romo ? kok tampak sedih begitu.‟ Romo mangun lalu berkisah. „saya sedih dan tidak tahu harus menjawab apa. Waktu ada yang bertanya, „Romo, mengapa ya, saya itu bisanya kok Cuma ngelonte (mengusahakan pelacuran atau mucikari) dan mbandit (jadi penjahat atau bandit). Apa ya saya bisa seperti orang-orang lain?‟ “ Lalu, romo menjawab apa? Tanya Pak RK penasaran. “Ya, saya bilang, „suatu saat nanti, pasti kamu bisa‟,”jawab Romo mangun. Percakapan ini selalu diingat Willy Prasetyo, si Ketua RK. Bagaimana Romo mangun tidak pernah menjadi jenderal yang memerintah orang, atau superman penolong orang atau guru yang mengajar orang atau sinterklas yang membagi-bagi uang atau donatur yang menyediakan dana. Tapi Romo mangun memberikan dirinya sendiri. Sungai Code yang bermata air di gunung merapi dan bermuara di laut jawa ini membelah Yogyakarta dari arah Utara ke selatan. Sungai yang sering membawa petaka banjir ini melewati kawasan yang cukup strategis yaitu RS Dr. Sarjito, sebagian kompleks UGM, dan terutama kawasan Terban dan kota baru Kawasan Terban-Kotabaru dikatakan cukup strategis, karena menghubungkan dua titik penting dari yogyakarta yaitu elit akademis (UGM) dan elit pemerintahan (Kraton dan sekitarnya, termasuk Kompleks Pemerintahan Daerah DIY di malioboro). Lokasi Terban-Kota baru dekat. Dengan kebutuhan masyarakat seperti rumah sakit (RS Sardjito, RS Panti Rapih, RS Bethesda), Pasar (Pasar Kranggan dan Pasar Bringharjo). Sekolah dan jalan besar. Di kawasan terban ada sebuah kuburan Cina yang sering disebut Bong Cina yang cukup besar. Tempat ini akhir tahun 1960-an ditempati pendatang liar. Mereka memilih kuburan karena tidak punya pekerjaan uang, tanda bukti diri seperti KTP dan surat jalan. Maklum KTP sangat penting waktu itu, karena begitu tidak ada KTP tuduhan PKI bisa begitu cepat ditempelkan, karena kuburan dianggap tempat angker dan seram, mereka tak ada yang mengusik. Faktor lain yang membuat pendatang liar betah karena mereka bisa mendapat penghasilan dengan mudah yaitu menggali kuburan dan mengumpulkan benda-benda berharga, seperti gigi emas atau cincin emas. Banyak juga yang membongkar makam untuk memanfaatkan peti mati orang cina yang terbuat dari kayu jati yang besar dan kuat untuk ruma-rumah mereka.
Makin lama makin banyak pendatang liar yang menempati kawasan ini apalagi di sana-sini masih banyak pohon-pohon liar sehingga aman untuk sembunyi para perampok dan pencuri. Bila mereka dikejar penduduk atau aparat., cukup lari ke daerah ini. Sembunyi, atau menyeberang. Sungai menuju kampong seberang, selanjutnya dia cukup tenang-tenang saja. Karena orang tidak akan curiga. Di Kota baru kasusnya agak lain, bukan karena ada kuburan tetapi ada TPA ( Tempat pembuangan Akhir) sampah Yogyakarta. Orang-orang setempat sengaja Menjauhi daerah ini karena bau yang cukup menyengat. Namun, tempat yang dijauhi ini juga menjadi lahan yang menguntungkan untuk praktik-praktik pelacuran, tempat persembunyian para bandit, dan pencoleng. Kehadiran para pelacur, bandit, pencuri, penjahat, di daerah ini cukup mengganggu masyarakat. Pukul 18.00 WIB suasana di daerah ini, termasuk jembatan Jl. Jenderal Sudirman yang melintang cukup besar diatas kali code, menjadi sangat sepi. Suasana gelap, tidak ada lampu, jangan harap orang berani lewat dengan perhiasan atau jam tangan dijamin pasti amblas dijambret . Tahun 1975-an, Romo Mangun yang sudah tinggal di Gereja St, Albertus Magnus Jetis, mendengar seorang Willy Prasetyo Yang hendak membina lingkungan Terban dan Kotabaru . Waktu itu terban dan kotabaru menjadi satu rukun kampung. Saya tinggal dan dibesarkan di Terban. Ketika kuliah di Fisipol UGM, saya merasa kehadiran orang-orang ini cukup mengganggu malah ada beberapa orang asli di situ ikut budaya mereka. Tetapi mereka juga manusia, “ kenang Willy yang waktu itu sudah jadi ketua RK. Sebagai warga asli Terban dan akrab dengan Pemuda Kampung. Willy mulai memberikan penyadaran. Tak cukup dengan kata-kata untuk kasus-kasus tertentu ia bersama para pemuda kampung terpaksa menggunakan kekerasan dengan tempeleng dan pukulan. “masa penundukan “ ini tidak cukup, mereka toh perlu mencari nafkah. Willy meminta bantuan kakaknya Nunuk Prasetyo –kini menjadi aktivis perempuan Yogyakarta – yang kuliah di FE UGM. Romo Mangun datang menawarkan diri . lalu mereka berembug. Dan lahirlah apa yang disebut Tri Bina, Yaitu bina Masyarakat dipimpin Willy Prasetyo, Bina usaha dipimpin Nunuk Prasetyo dan bina lingkungan dipimpin Romo Mangun. Tinggal Bersama Mengerahkan mahasiswa jurusan Arsitektur yang waktu itu menjadi anak didiknya , Romo Mangun mulai merancang wilayah Terban, sebelah utara Jembatan Jendral Sudirman. Kegiatan ini diawali dengan membangun pondok tinggal untuk dirinya. Dengan tinggal bersama. Romo mangun berharap mampu memahami keseharian mereka. Lereng-lereng kali cukup curam, dijadikan dinding, yang datar dibuat lantai, yang agak landai ditanami pohon. Sisi yang terbuka ditutup dengan gedhek (anyaman bambu) . bambu yang banyak tumbuh di kali dimanfaatkan sebagai kuda-kuda dan penyangga. Melihat Romo Mangun membangun rumah sederhana seperti itu orangorang di situ mulai tertarik memiliki rumah layak huni. Romo Mangun kemudian membuat kapling dan batas atas persetujuan para pendatang itu ada bersama membangun rumah tinggal sederhana. Dengan tempat tinggal dan batas-batas yang jelas, Romo mangun ingin mengajarkan hak dan kewajiban manusia. Karena memiliki tempat tinggal berarti orang terikat secara moral untuk mempertahankan, merawat dan menghormati hak tetangganya yang juga memiliki tempat tinggal di sebelahnya, atau di depannya. Untuk rumah Pak RT, Romo Mangun membuat sedikit agak besar untuk memberi contoh agar masyarakat pun memberikan rasa hormat kepada pemimpin atau penguasa di tempat itu. Karena kebiasaan mereka mandi di kali pada beberapa mata air di sepanjang kali yang airnya lebih bersih yang sering disebut mbelik n- Romo Mangun membuatkan dinding penutup. Jadi mereka pun mengenal mandi secara susila di kali. Jika ada tempat tinggal yang benar, berarti penghuninya pun harus benar. Mereka yang kumpul Kebo atau tinggal bersama tanpa ikatan yang jelas, anak-anak yang lahir di luar nikah, dikenalkan dengan sebuah kehidupan berkeluarga yang baik ini urusan Willy Prasetyo. Ia mengusahakan perkawinan massal menurut agamanya masing-masing tetapi sebagian besar secara islam.
Willy juga meminta dispensasi kepada wali kota agar mereka bisa mendapat KTP (Kartu Tanda Penduduk) secara massal agar mereka mempunyai identitas diri yang jelas. Kalau tidak menjadi pencoleng atau bandit atau pelacur masih adakah pekerjaan yang layak untuk mereka? Ternyata ada. Beberapa orang ternyata memiliki inisiatif menjual barang-barang buangan seperti kardus, karton, plastik, kertas, kaleng-kaleng Nunuk Prasetyo mencoba mencarikan pembeli dengan harga layak. Perempuanperempuan yang melacur, dicarikan pekerjaan sebagai pembantu rumah tangga, pembantu rumah sakit, pembantu sekolah dan berdagang. Ketika Terban utara Jembatan dalam proses, Terban selatan jembatan yang dikenal sebagai kawasan Kotabaru segera digarap. Dengan proses yang sama, Romo Mangun mengawali dengan membangun tempat tinggalnya sendiri disitu. Tingkat kesulitan penyadaran di wilayah ini ternyata tinggi. Di terban masyarakat asli yang tinggal tinggi. Di Terban masyarakat asli yang tinggal di situ jaraknya tidak berjauhan. Sehingga pemasyarakatan mereka lebih gampang. Sedangkan di Kotabaru antara wilayah „kumuh‟ dengan perumahan dipisahkan jalan raya . dari status sosial juga menyolok jauh. Di seberang jalan perumahan elit klasik bergaya belanda dan di seberangnya sampah dan sampah masyarakat. Di tempat itu, duet Willy dan nunuk mencoba mengembangkan usaha penjualan barang-barang sampah dan usaha perbengkelan bekerja sama dengan Depsos dengan sedikit modal pinjaman para pencoleng bandit, mulai membuka usaha bengkel dan berjualan ban motor mobil. Lokasinya tepat di seberang SMU Stella Duce. Sekarang ada ratusan pengusaha bengkel, dan kawasan itu kini lebih dikenal sebagai Ngebanan karena yang tampak berderet-deret adalah ban-ban motor dan mobil. Nganeh-nganehi Pemberian diri dan bukan sekadar dana tampak ketika Romo Mangun membela orang-orang kelurahan Genengsari dan Kedung rejo yang dipaksa digenangi air untuk membangun Waduk Kedung Ombo, jateng Romo Mangun hadir bagi orang-orang didesa Grogol, mlangi, tretes, ngrakum, kedung YU ( kelurahan Genengsari) di bagian Barat. Tetapi sebagian besar perhatiannya tertuju pada desa Kedung Pring (Kelurahan Kedung Rejo) dibagian Timur Genangan waduk yang dihuni 34 KK. Mengapa “ wah mereka paling sengsara sebagai orang yang tinggal di tanah hutan dan di sabuk hijau mereka Cuma bisa mencari ikan sungai. Air bersih susah. Tanah untuk ditanami mereka tidak punya,” kata Sukiran warga desa Mlangi. Dan memang karena alas an itulah Romo Mangun mencurahkan perhatiannya. Warga kedung Pring dipaksa terpisahkan tidak hanya dari tanah yang menghidupi mereka. Kedung Pring dipaksa kenyataan menjadi daerah perpencil dan terisolasi. Untuk bisa mencapai Desa Mlangi, desa terdekat dari kelurahan Genengsari, warga Kedung Pring harus mengayuh perahu seluas kurang lebih 300 cm x 70 cm selama 20 menit. Itu kalau kondisi air musim kering, seperti pertengahan Mei ini yang sanggup menyurutkan debit air hingga 100 meter. Kalau air lagi penuh, saat hujan, atau angin bertiup sangat kencang. Mereka tak kuasa mengarungi Bengawan serang yang telah menjadi laut. Sama tak berdayanya ketika tuntutan mereka di pengadilan dibatalkan kemenangannya oleh Mahkamah Agung 29 Oktober 1994. Di tempat warga yang dipaksa menderita inilah Romo Mangun membangun pondok untuk tinggal dan untuk perpustakaan anak-anak. Pertama kali datang ke tempat ini, Romo Mangun dianggap “Nganeh-nganehi.” Sudah tua kayak begitu untuk apa datang kesini sudah dikepung tentara dan dilarang Gubernur Ismail ( Gubernur Jawa Tengah saat itu. Red). Kok, ya berani-beraninya Gerilya demikian beberapa tokoh masyarakat Kedung Ombo mengenang kesan pertama melihat sosok Romo Mangun. Kesan “Nganeh-nganehin” berangsur hilang. Bukan karena Romo Mangun datang membagi uang, hadiah atau makanan. Bukan karena memberikan petunjuk cara membangkang pemerintah, atau berjuang mengangkat senjata melawan senjata tentara. Atau memberi nasihat ini dan itu. Tetapi dia hadir menjadi satu dengan warga yang tengah menderita itu. Dia menjadi teman untuk mendengarkan keluh kesahnya, teman untuk ngobrol. Tempat untuk bercanda sambil memberikan harapan bahwa
masih ada orang mau bersama mereka. Bahwa mereka manusia yang mempunyai martabat yang tidak dapat ditenggelamkan begitu saja dengan air. Kadang-kadang Romo Mangun yang tengah memperbaiki perahunya di kedung Pring, didatangi tentara. Mereka Tanya apa maksud kedatangannya di Kedung Ombo tanpa Memandang mereka dan terus memperbaiki perahunya, Romo Mangun menjawab, “ saya Cuma mau tinggal disini dan ngobrol bersama mereka. Saya bisa apa ? mau ngajari apa ? Wong mereka sudah kenyang dihasut dan diintimidasi. Syukursyukur bisa menghibur. Kehadiran Romo Mangun menjadi semacam penguat harapan masyarakat di Kedung Pring. Ketika detik-detik air sungai Serang yang dibendung mulai meneggelamkan tanah penduduk, Romo Mangun bergeming. Ia ikut tidur diatas Kudakuda atap rumah Mitra Yahmin, yang airnya mencapai 1,5 meter dari atas tanahnya. Meski orang-orang di sana akhirnya tahu ia seorang imam yang artinya dianggap memiliki kelebihan tertentu dibanding mereka sendiri, Romo Mangun tidak pernah memberikan “aturan main” bergaul dengan imam. Ia bercanda, ngobrol dimana saja Kalau capai. “ ya berbaring saja di sembarang tempat,” kata Parno warga Kedung Pring. Malah menurut Sukiran, romo Mangun sudah biasa tidur di rerumputan. Perubahan habitat dari tanah sebagai petani lalu menjadi orang berhabitat air. Bukan suatu hal yang mudah. Romo Mangun menyadari hal. Itu tetapi dia tidak menuntut orang untuk belajar memancing atau mencari ikan. Dia sendiri pergi ke tengah danau atau berputar-putar di pinggir dan mencari ikan disana. Anti Proyek. Orang bilang perkampungan Code dan pendampingan di Kedung Ombo itu proyek Kemanusiaan Romo Mangun. Yang benar Romo Mangun selalu bekerja dalam masyarakat itu. Misalnya di perkampungan Code selain bersama Willy Prasetyo dan nunuk, ia bekerja sama dengan tokoh Gereja Kristen Jawa (GKJ) Gondokusuma dan Haji Zainuri, tokoh masyarakat terban dan Masyarakat sendiri. Romo mangun pun tidak mengadili para pelacur dan bandit itu, ketika masyarakat memusuhi dan menjauhi mereka. Tapi tinggal bersama mereka. “Romo Mangun tidak suka semua hal yang berbau proyek hanya menyengsarakan rakyat kecil, menguntungkan pemerintah, pemberi dana (seperti Bank dunia) dan pelaksana proyek,‟ kenang PV.J. Kirjita yang beberapa kali menyertai Romo mangun Ke Kedung Ombo. Dan sebelum meninggal 10 Februari lalu. Sempat mengajak Romo mangun mengikuti unjuk rasa petani di Bulaksumur UGM. Menentang proyek Kedung Ombo menunjukkan sikap itu. Untuk merubah keadaan, lanjut Kirjita, Romo Mangun memilih cara seperti itu yaitu mengusahakan yang paling strategis dan memiliki multiplier effect untuk martabat kemanusiaan. Untuk itu tidak ada cara lain selain. Menyerahkan diri sehabis-habisnya untuk orang yang dicintainya. Demikian juga Romo mangun. Ia tidak minta sanjungan maupun tempat gantungan bagi masyarakat. Kepada masyarakat Kedung Ombo , ia datang dan pergi tanpa permisi. Kepada masyarakat code, ia tak peduli walau sekarang beberapa bagian pondok gedhek termasuk perpustakaan berubah menjadi rumah tinggal berdinding beton. Dibiarkannya mereka berkembang secara alami dan apa pun yang terjadi biarlah Penyelenggaraan ilahi yang mengurusi “ romo Mangun Memberikan Roh, selanjutnya Roh itu yang berkarya “ tutur Kirjita. Kalau dikaji ulang, karya kemanusiaan Romo Mangun mewakili keberpihakan kaum marginal perkampungan pinggir code mewakili orang terpinggirkan. Kedung Ombo mewakili orang terpinggirkan. Kedung ombo mewakili orang-orang tergusur dan tertindas. Jika pertanyaan diajukan kepada Romo mangun mengapa ia bertindak demikian. Ia pasti hanya menjawab, “ saya ingin membalas budi kepada rakyat,” dan balas budi tidak terwujud dengan uang, hadiah atau sumbangan – meski ia dan para sahabatnya mampu – tapi Romo Mangun memberikan dirinya, sehabis-habisnya.
Take home: Membaca artikel permukiman, untuk bahan diskusi kuliah minggu depan (Studi Kasus Permukiman) _________________________________bbgwcksn.2008_______________________________
Chatarina Puramdari Laporan Y.B. risdiyanto ( dari Yogyakarta ), Benidiktus W. ( kedung Ombo ) dan Chatarina Puramdari
kuliah 7 - kota dan permukiman 2 uigm 2010 UJIAN TENGAH SEMESTER JURUSAN ARSITEKTUR UIGM 17 Mei 2010 15.00 – 16.00 WIB (60 menit) 2 20% Open book not text book
Tanggal : Waktu : SKS : Bobot : Sifat : soal 1. Tahun 1975-an, Romo Mangun yang sudah tinggal di Gereja St, Albertus Magnus Jetis, mendengar seorang Willy Prasetyo Yang hendak membina lingkungan Terban dan Kotabaru . Waktu itu terban dan kotabaru menjadi satu rukun kampung. Saya tinggal dan dibesarkan di Terban. Ketika kuliah di Fisipol UGM, saya merasa kehadiran orang-orang ini cukup mengganggu malah ada beberapa orang asli di situ ikut budaya mereka. Tetapi mereka juga manusia, “ kenang Willy yang waktu itu sudah jadi ketua RK.Sebagai warga asli Terban dan akrab dengan Pemuda Kampung. Willy mulai memberikan penyadaran. Tak cukup dengan kata-kata untuk kasus-kasus tertentu ia bersama para pemuda kampung terpaksa menggunakan kekerasan dengan tempeleng dan pukulan. “masa penundukan “ ini tidak cukup, mereka toh perlu mencari nafkah. Willy meminta bantuan kakaknya Nunuk Prasetyo –kini menjadi aktivis perempuan Yogyakarta – yang kuliah di FE UGM. Romo Mangun datang menawarkan diri lalu mereka berembug. Dan lahirlah apa yang disebut Tri Bina, Yaitu bina Masyarakat dipimpin Willy Prasetyo, Bina usaha dipimpin Nunuk Prasetyo dan bina lingkungan dipimpin Romo Mangun. Penataan kawasan permukiman sekitar Kali Code dengan mengerahkan mahasiswa jurusan Arsitektur yang waktu itu menjadi anak didiknya, Romo Mangun mulai merancang wilayah Terban, sebelah utara Jembatan Jendral Sudirman. Kegiatan ini diawali dengan membangun pondok tinggal untuk dirinya. Dengan tinggal bersama. Romo mangun berharap mampu memahami keseharian mereka. Lereng-lereng kali cukup curam, dijadikan dinding, yang datar dibuat lantai, yang agak landai ditanami pohon. Sisi yang terbuka ditutup dengan gedhek (anyaman bambu) . bambu yang banyak tumbuh di kali dimanfaatkan sebagai kuda-kuda dan penyangga. Melihat Romo Mangun membangun rumah sederhana seperti itu orang-orang di situ mulai tertarik memiliki rumah layak huni. Romo Mangun kemudian membuat kapling dan batas atas persetujuan para pendatang itu ada bersama membangun rumah tinggal sederhana. Dengan tempat tinggal dan batas-batas yang jelas, Romo mangun ingin mengajarkan hak dan kewajiban manusia. Karena memiliki tempat tinggal berarti orang terikat secara moral untuk mempertahankan, merawat dan menghormati hak tetangganya yang juga memiliki tempat tinggal di sebelahnya, atau di depannya. Untuk rumah Pak RT, Romo Mangun membuat sedikit agak besar untuk memberi contoh agar masyarakat pun memberikan rasa hormat kepada pemimpin atau penguasa di tempat itu. Itu adalah salah satu alinea artikel tentang proses penataan Kali Code yang memperoleh penghargaan Agha Kahn Award. a. Prinsip Tri Bina berhasil diterapkan oleh Dipl.Ing.(Arch) Mangunwijaya cs dalam penataan permukiman tepi Kali Code. Coba anda jelaskan yang dimaksud dengan Prinsip Tri Bina? b. Bagaimana anda menilai perkembangan permukiman di lingkungan tempat anda tinggal? Afektif ( 55%) 2. Dari segi fisik perumahan, selain harus nyaman, sehat dan tata ruangnya teratur, legalitas bagi hunian yang layak diperlukan agar warga/penghuni tidak selalu dihantui rasa takut digusur. Kepemilikan yang sah tenyata secara signifikan akan mendorong proses swadaya masyarakat untuk memperbaiki rumah rendah (self-help housing process). Selain itu hunian yang layak bagi warga miskin adalah rumah yang nilai jualnya meningkat. Jalan yang buruk dan kacau membuat harga lahan menjadi murah, pengeluaran untuk transportasi menjadi mahal dan terkadang harus pula mengeluarkan biaya untuk menanggulangi kecelakaan yang timbul. Oleh karena itu, layak huni artinya jalan harus rata, terkait dengan sistem kota, dan harus tersedia sistem transportasi yang murah dan mudah. Banjir dan genangan selain amat mengganggu kenyamanan hidup juga menambah pengeluaran keluarga untuk berobat, untuk perbaikan rumah dan peralatan rumah tangga rusak, dan bahkan mereka harus kehilangan penghasilan akibat tidak bisa bekerja secara normal. Oleh karena itu, hunian yang layak harus bebas banjir.Ketidaktersediaan air yang sehat juga akan menambah pengeluaran keluarga, untuk berobat dan membeli air dengan harga mahal. Oleh karena itu air bersih selain vital untuk kelangsungan hidup keluarga, harus dapat diperoleh dalam jarak yang relatif dekat, murah dan setiap saat tersedia. Bagi warga miskin, sanitasi dan persampahan sangat menentukan kualitas lingkungan. Mereka sangat mendambakan tersedianya jamban keluarga dan septik tank atau MCK dan sistem manajemen koleksi limbah yang baik sehingga bebas sama sekali dari segala macam polusi. Tanaman dan kerindangan lingkungan menentukan temperatur dan kebersihan udara, sedangkan penerangan jalan mempengaruhi kerawanan sosial sebuah lingkungan. Hal di atas merupakan salah satu kriteria permukiman layak huni. a. Sebutkan kriteria permukiman layak huni dan tidak layak huni yang lain yang anda ketahui. b. Jelaskan perbedaan pemukiman, permukiman dan perumahan! Psikomotorik ( 30%) 3. Jelaskan faktor yang membuat kawasan permukiman menjadi kurang berkembang yang anda ketahui! Kognitif ( 15%) _______LET‟S START THINGKING SMART______ _________LET‟S BE MAKE INDONESIA STRONG FROM EDUCATION________ __TIADA TEORI CANGGIH UNTUK SOLUSI MENUNDA-NUNDA PEKERJAAN SELAIN KERJAKAN!__
Tanggal Waktu SKS Bobot
: : : :
kuliah 7 - kota dan permukiman 2 sttp-igm 2008 UJIAN TENGAH SEMESTER JURUSAN ARSITEKTUR UIGM 28 April 2009 13.00 – 15.00 WIB (120 menit) 2 20%
soal 1. Penataan kawasan permukiman sekitar Kali Code dengan mengerahkan mahasiswa jurusan Arsitektur yang waktu itu menjadi anak didiknya, Romo Mangun mulai merancang wilayah Terban, sebelah utara Jembatan Jendral Sudirman. Kegiatan ini diawali dengan membangun pondok tinggal untuk dirinya. Dengan tinggal bersama. Romo mangun berharap mampu memahami keseharian mereka. Lereng-lereng kali cukup curam, dijadikan dinding, yang datar dibuat lantai, yang agak landai ditanami pohon. Sisi yang terbuka ditutup dengan gedhek (anyaman bambu) . bambu yang banyak tumbuh di kali dimanfaatkan sebagai kuda-kuda dan penyangga. Melihat Romo Mangun membangun rumah sederhana seperti itu orang-orang di situ mulai tertarik memiliki rumah layak huni. Romo Mangun kemudian membuat kapling dan batas atas persetujuan para pendatang itu ada bersama membangun rumah tinggal sederhana. Dengan tempat tinggal dan batas-batas yang jelas, Romo mangun ingin mengajarkan hak dan kewajiban manusia. Karena memiliki tempat tinggal berarti orang terikat secara moral untuk mempertahankan, merawat dan menghormati hak tetangganya yang juga memiliki tempat tinggal di sebelahnya, atau di depannya. Untuk rumah Pak RT, Romo Mangun membuat sedikit agak besar untuk memberi contoh agar masyarakat pun memberikan rasa hormat kepada pemimpin atau penguasa di tempat itu.................... (artikel selengkapnya terlampir) Itu adalah salah satu alinea artikel tentang proses penataan Kali Code. a. Bagaimana anda menilai langkah penataan Kali Code yang dilakukan Dipl.Ing.(Arch) Mangunwijaya dari kaca mata permukiman? b. Mungkinkah langkah tersebut kita lakukan di kampung tepi Sungai Musi Palembang? Berikan alasan anda! Afektif ( 55%) 2. Jalan yang buruk dan kacau membuat harga lahan menjadi murah, pengeluaran untuk transportasi menjadi mahal dan terkadang harus pula mengeluarkan biaya untuk menanggulangi kecelakaan yang timbul. Oleh karena itu, layak huni artinya jalan harus rata, terkait dengan sistem kota, dan harus tersedia sistem transportasi yang murah dan mudah. Banjir dan genangan selain amat mengganggu kenyamanan hidup juga menambah pengeluaran keluarga untuk berobat, untuk perbaikan rumah dan peralatan rumah tangga rusak, dan bahkan mereka harus kehilangan penghasilan akibat tidak bisa bekerja secara normal. Oleh karena itu, hunian yang layak harus bebas banjir. Hal di atas merupakan kriteria permukiman layak huni. a. Sebutkan kriteria permukiman layak huni dan permukiman tidak layak huni yang lain yang anda ketahui. b. Sebutkan contohnya. Psikomotorik ( 30%) 3. Jelaskan faktor yang perlu diperhatikan di kawasan permukiman kurang berkembang yang anda ketahui! Kognitif ( 15%)
_______LET‟S START THINGKING SMART______ _________LET‟S BE MAKE INDONESIA STRONG FROM EDUCATION________
SPIRIT MUSI SEPANJANG MASA Disampaikan pada Dies Natalis IX STT Musi Palembang
15 September 2001 Dr. Johannes Widodo PERJALANAN SEJARAH KOTA PALEMBANG Abad-abad awal Masehi menyaksikan munculnya kerajaan besar di kawasan delta Mekong yang disebut Funan, dan kerajaan-kerajaan kecil lain sekitar semenanjung Malaya. Kerajaan itu tumbuh berkat maraknya jalur perniagaan maritim internasional antara India dan Cina, berkat tiupan angin Musim sepanjang tahun. Jaringan pelayaran niaga internasional itu juga merangsang tumbuhnya bandar-bandar di sepanjang pesisir palung laut Cina selatan. Situasinya mirip seperti tumbuhnya kebudayaankebudayaan besar di Eropa di sekitar laut Tengah atau Mediterania. Dengan demikian Laut Cina Selatan bisa kita sebut sebagai “Mediterania Asia”, dimana kota-kota pelabuhan dan emporium besar tumbuh makmur mulai dari pesisir Cina selatan, Vietnam, Cambodia, Thailand, semenanjung Malaya, Sumatera, Jawa, Kalimantan, sampai ke kepulauan Filipina dan Taiwan. Masa kejayaan Funan lambat laun digantikan oleh Chenla dan Champa di Indochina. Namun karena konflik internal yang terus menerus, mereka terpecah-belah dan semakin lemah. Hal itu merupakan salah satu faktor pendorong munculnya pusat kekuatan maritim baru di Sumatera Selatan, yaitu Sriwijaya di sekitar abad ke 7 Masehi. Jalur maritim antar-bangsa tidak lagi memotong daratan di semenanjung Malaya, tetapi memutar memasuki selat Malaka lebih ke selatan. Posisi Sriwijaya amatlah strategis, sehingga bisa menguasai simpul penting perniagaan dan perhubungan Asia, dan dengan demikian berhasil memberikan kekuatan pertumbuhan ekonomi – militer – budaya yang luar biasa. Sriwijaya juga menjadi salah satu pusat studi agama Buddha utama di Asia, setelah Nalanda – yaitu universitas tertua di dunia – di India. Sarjana Cina terkenal I-tsing (hidup antara tahun 634-713) singgah di Sriwijaya pada tahun 671 dalam perjalanannya dari Cina menuju ke India, untuk belajar bahasa Sansekerta selama enam bulan. Sepulangnya dari India pada tahun 685 dia menetap di Sriwijaya selama sepuluh tahun hingga tahun 695, untuk menterjemahkan naskah-naskah agama Buddha dari bahasa Sansekerta ke bahasa Cina. Dengan demikian peranan Sriwijaya dalam perkembangan Buddhisme di Cina amatlah besar artinya. Universitas tertua di Asia Tenggara terletak di Sriwijaya. Dimana persisnya posisi pusat kerajaan Sriwijaya masih diperdebatkan sampai sekarang, tetapi banyak ahli yang percaya bahwa lokasinya tidaklah terlalu jauh dari kota Palembang masa kini. Pusat kerajaan itu berpindah-pindah beberapa kali sepanjang sejarah. Pada abad ke tujuh sampai paruh kedua abad ke sebelas, pusat kekuasaan terletak di sekitar kota Palembang sekarang. Namun kemudian berpindah ke daerah Jambi sampai dengan sekitar paruh kedua abad ke empat belas, yaitu ketika seorang pangeran dari Palembang mendirikan kerajaan maritim Melayu di Malaka. Walaupun pusat kekuasaan berpindah ke Malaka, namun Palembang setelah abad ke sebelas tetap memainkan peranan penting sebagai salah satu bandar perdagangan atau emporium besar di Asia Tenggara. Sriwijaya disebut “San-fo-ch‟i” oleh orang Cina. Sebutan itu mengacu kepada suatu pusat kekuasaan besar di kawasan pantai Timur Sumatera. Dalam catatan awal abad ke 13, Chao Ju-ku menyebut tentang kota “Pa-lin-p‟ing” yang ada di wilayah kekuasaan “San-fo-ch‟I”. Pada tahun 1309 dinasti Mongol mengirimkan misi ke “Pu-lien-pa”, disusul oleh misi dinasti Ming pada tahun 1374. Sebuah naskah Cina, yaitu “Ying-yai sheng-lan”, yang ditulis oleh Ma Huan ketika menyertai pelayaran admiral Zhenghe dalam tiga ekspedisi ke Asia Tenggara dan Samudera India pada awal abad ke limabelas, juga menyebut dua nama lain, yaitu “P‟o-lin-pang” dan “Kang lama”. Ma Huan menulis: “Bandar lama (atau Kang lama) adalah persis sama dengan negeri yang sebelumnya disebut San-fo-ch‟i, dan orang-orang asing [yaitu orang-orang lokal] menyebut tempat itu sebagai P‟o-lin-pang.” Admiral Zhenghe yang juga disebut sebagai Chengho, adalah seorang Cina Muslim yang berasal dari Yunnan, yang kemudian menjadi sahabat karib kaisar Ming yang pertama, dan kemudian ditugasi untuk mengepalai 7 ekspedisi maritim raksasa ke Nusantara, samudera Hindia, sampai ke Arab dan pantai timur Afrika pada awal abad ke lima belas. Pelayaran armada admiral Zhenghe ini telah melahirkan dan membesarkan kota-kota dagang di pesisir Asia Tenggara, seperti Tuban, Semarang, Malaka, termasuk pula Palembang. Selain perniagaan, misi dinasti Ming ini juga bermaksud menjaga wibawa dan hegemoni kekaisaran Ming di Asia. Zhenghe merekrut banyak pelaut Muslim dari Cina selatan, dan sekaligus menjadikan pelayaran ini sebagai perjalanan naik Haji ke tanah suci Mekkah serta misi penyebaran agama Islam di Asia Tenggara. Ma Huan juga mencatat bahwa pada masa pemerintahan kaisar Ming T‟ai-tsu (antara tahun 13681398) ada banyak orang Cina dari Kanton, Chang-chou, dan Ch‟uan-chou yang pindah dari Cina dan menetap di Palembang. Pada akhir abad ke empat belas beberapa ribu penduduk Cina di Palembang memilih Liang Tao-ming sebagai pemimpin mereka, tak lama setelah serangan Majapahit ke Palembang yang meruntuhkan kekuasaan Melayu di sana. Serangan Majapahit itu telah menimbulkan kekosongan politik di Palembang, sehingga penduduk Cina berinisiatif untuk membentuk pemerintahan lokal di sana, tak lama setelah wafatnya Hayamwuruk pada tahun 1389. Itu adalah masa 40 tahun kejayaan pemerintahan orang Cina di Palembang. Pusat permukiman atau pusat kota dagang Cina itu diduga kuat terletak di Air Bersih. Arti nama ini (yaitu sungai air bersih) disebut-sebut dalam beberapa naskah laporan perjalanan Cina yang mengatakan, bahwa untuk mencapai selat Bangka orang harus berlayar menyusuri
sungai air bersih dari Kang lama. “Kang” sendiri, menurut interpretasi beberapa ahli, bisa berarti pelabuhan, sungai, bandar, atau teluk. Pemerintahan Liang Tao-ming di Palembang itu didukung dan diakui oleh kaisar Ming (Yung Lo, yang memerintah antara tahun 1403-1424), dan oleh karenanya Palembang secara resmi dilindungi oleh armada Ming dibawah admiral Zhenghe. Pada tahun 1407 Palembang meminta bantuan admiral Zhenghe untuk memberantas gerombolan bajak laut Kanton dibawah pimpinan Ch‟en Tsu-i. Pada bulan Juli 1432 tercatat kunjungan armada Ming ke Kang lama. Antara tahun 1428-1439, paling tidak ada tercatat 3 ekspedisi besar dari kerajaan Ryukyu ke Palembang. Hal ini menunjukkan betapa strategis dan pentingnya posisi kota Palembang pada peta politik dan niaga Asia. Pada abad ke 15-16, setelah kejayaan maritim dinasti Ming memudar, nasib baik Palembang berlanjut dengan cara mengaitkan dirinya dengan perkembangan kerajaan Islam Demak. Ki Gending Sura dari Surabaya datang ke Palembang, dan mendirikan permukiman di sebelah Timur kota Palembang modern, yang disebut Geding Suro, tidak jauh dari Air Bersih. Pemerintahan Muslim di Palembang dibentuk, menggantikan pemerintahan Cina yang sudah pudar di abad ke 16 itu. Dibawah pemerintahan Muslim tersebut, penduduk Cina tetap mengembangkan aspirasi dagang mereka di permukiman lain di tepian selatan sungai Musi. Permukiman Cina itu ada di seberang permukiman Muslim yang terletak di tepian utara sungai Musi. Pola dua inti permukiman, yang kemudian akan berkembang menjadi nukleus kota Palembang modern ini, merupakan pola dasar yang umum terdapat di kawasan pesisir Asia Tenggara. Pola perkembangan kota demikian terdapat di Indo-Cina sampai ke Thailand, semenanjung Melayu, Sumatera, Kalimantan barat, Bangka, Belitung, Sulawesi, sampai di pesisir utara Jawa dan Bali. Kota-kota dagang yang makmur itu masyarakatnya selalu bersifat multi-rasial, terbuka, egalitarian, kosmopolitan. Perbedaan suku-bangsa tidaklah menjadi persoalan yang menimbulkan konflik, justru kebhinekaan itu menghasilkan sinergi yang luar biasa, yang hasilnya adalah kemakmuran ekonomi dan kesejahteraan seluruh masyarakat. Kedatangan kaum pedagang Eropa ke Asia sejak pertengahan abad ke 15, setelah berakhirnya masa kejayaan maritim dinasti Ming sehabis Zhenghe wafat, kemudian akan mengubah jalannya sejarah dan dinamika kota-kota Asia, termasuk Palembang. Belanda mula-mula mendirikan pos dagang, dan kemudian memperkokoh hegemoni mereka dengan mengalahkan dan menaruh Sultan dibawah pengaruh mereka. Kota kolonial dibentuk di atas struktur kota lama. Kota yang tadinya merupakan kesatuan harmonis dalam keragaman, lambat laun berubah menjadi kota yang terpilah-pilah berdasarkan etnisitas: zona Eropa, zona Cina, dan zona pribumi. Walaupun Belanda berhasil membangun kota yang indah berdasarkan konsep “Garden City in the Tropic” di kawasan bagian utara sungai Musi, mendirikan bangunan-bangunan modernis berlanggam Art Deco, Tropis-Indisch, dan Kubisme, membangun pasar, gereja, dan masjid agung, namun bagian terbesar kota yang dihuni kelompok Timur Asing dan pribumi dibiarkan memadat dan tumbuh tanpa kendali, tanpa diberi jaringan infrastruktur kota yang memadai. Warisan kolonialisme ini terus membekas bahkan hingga setelah kemerdekaan Indonesia, dalam bentuk kontras dan konflik antara bagian yang “formal” dan “informal”, antara kawasan mewah dan kumuh, antara yang kaya dan yang miskin. Jembatan Ampera yang menyatukan sisi utara dan selatan dari dua permukiman yang terpisah selama berabad-abad itu justru semakin memperburuk situasi kota lama di tepian selatan Musi. Bagian utara semakin berkembang pesat, bagian selatan semakin tertinggal dan terhisap ke utara. Orde Lama berganti ke Orde Baru, selanjutnya menjadi “Orde Reformasi”, namun nampaknya fragmentasi fisik maupun sosial kota semakin menjadi-jadi. Kemiskinan, kemerosotan mutu lingkungan hidup, kekacauan pembangunan fisik, ketidak pastian hukum, masalah ekonomi, dan segala bentuk penyakit sosial belum juga bisa diatasi. Masih adakah harapan Palembang akan kembali meraih kejayaan, atau kembali mengalami harmoni sosial, serta memiliki sinergi konstruktif seperti masa lalunya yang gemilang? Dapatkah Palembang kembali menjadi pusat budaya, niaga, pendidikan, dan interaksi antar bangsa?
BELAJAR DARI PULAU KEMARO Limabelas hari setelah tahun baru Imlek adalah hari raya Capgome, yang merupakan ritual terakhir dari rangkaian perayaan tahun baru Cina yang secara tradisional berlangsung selama dua minggu. Tahun yang lalu, saya mendapatkan kesempatan pertama dalam hidup saya untuk menyaksikan dan mengalami sendiri apa yang dapat dikatakan sebagai spirit abadi Palembang. Apa yang terjadi di Pulau Kemaro, sebuah pulau kecil di sebelah Timur kota Palembang di tengah-tengah sungai Musi, merupakan cerminan ideal kondisi masyarakat yang ternyata masih hidup sampai dengan saat ini. Pulau itu telah dikenal sejak jaman Sriwijaya, selalu disebut-sebut dalam catatan maritim Ming jaman admiral Zhenghe di abad ke 15, dan merupakan salah satu titik penting dalam sejarah perkembangan kota Palembang sebagai salah satu emporium besar di Asia Tenggara. Rasa toleransi yang kuat ditunjukkan melalui aturan tak tertulis yang mengharuskan setiap orang yang mengunjungi pulau itu berpantang daging babi, walaupun mereka bukan Muslim dan berniat untuk
bersembahyang di kelenteng kepada dewa-dewi Cina di situ. Alasannya adalah karena di pulau itu terdapat makam Muslim keramat, yang dengan eloknya berada di halaman tengah bangunan kelenteng Cina itu. Untuk mencapai pulau itu, para pengusaha lokal mensponsori lebih dari 20 tongkang gratis untuk seluruh warga masyarakat, tanpa pandang bulu. Cina, Pribumi, Islam, Kristen, Buddha, pria, wanita, turis, pengusaha kaya, semua campur-aduk di tongkang yang sama. Air mineral, bahkan kue-kue dan buahbuahan dari altar sembahyang di perut tongkang itu dibagi-bagikan ke semua penumpang oleh anak buah kapal, disertai senyuman yang menyejukkan hati. Semua gembira, karena masih ada orang yang mau berbagi. Ritual sembahyang dimulai dari altar Thian (Tuhan yang Maha Esa), dilanjutkan ke altar Toapekong (Dewa Bumi dan Kebahagiaan), kemudian ke makam Siti Fatimah di halaman tengah kelenteng itu. Asap kemenyan diiringi doa menyertai penyembelihan domba hitam kurban di depan makam Muslimah tadi. Daging kambing itu kemudian dibagi-bagikan kepada masyarakat miskin yang ikut merayakan Capgome di sana. Kemeriahan pesta rakyat dilengkapi dengan pertunjukan Barongsai Cina, musik Tanjidor ala Eropa, warung makanan rakyat, dan kesempatan untuk mencari jodoh bagi kaum muda. Untuk menyempurnakan semuanya, percikan air suci dari seorang biksu Buddha menyejukkan sukma semua pengunjung. Harmoni, indah bagai bunga rampai, tumbuh subur dibawah matahari tropis, di tengah sungai agung sumber kehidupan itu. Kelenteng di pulau Kemaro itu amatlah unik, bukan hanya karena karakternya yang “hybrid”, namun terutama karena arahnya yang menghadap ke Qiblat, karena mengikuti arah makam Muslim itu. Gaya arsitektur campuran Cina – Palembang – Jawa – Arab – India nampak jelas dari ornamen, patung, warna, struktur, serta detil bangunannya. Asap dupa mengepul dari batang-batang hio raksasa yang ditancapkan berjajar di poros kelenteng itu, mengiringi bubungan asap pembakaran kertas bertuliskan harapan, permohonan, dan doa syukur masyarakat, yang dibakar pada pagoda segi delapan beratap kubah ala masjid di ujung Qiblat pulau Kemaro. Menyaksikan dan mengalami sendiri peristiwa Capgome di pulau Kemaro, bagi saya merupakan pengalaman batin dan intelektual yang tak terkira nilainya. Pesimisme tiba-tiba berubah menjadi optimisme. Kekecewaan dan keraguan terhadap buruknya kondisi sosial-ekonomi-politik bangsa, berubah menjadi bangkitnya harapan, bahwa spirit kebaikan ternyata masih hidup di Palembang! Seburuk apapun situasi kita, namun selama spirit kebaikan itu masih hidup, kita boleh percaya bahwa kebangkitan dan kejayaan akan terjadi.
MENJAWAB KEGETIRAN ROMO MANGUN
“Mengenai universitas-universitas Katolik, lembaga-lembaga ini sudah dan akan menyedot terus-menerus dana, energi personalia yang paling baik serta waktu perhatian teramat banyak dari Gereja dan lembaga-lembaga Katolik, ordo, kongregasi dan lainlain, yang begitu tidak proporsional menguntungkan kaum elit/mampu, sehingga pelayanan kepada kaum dina-lemah-miskin yang dikehendaki oleh Pimpinan Gereja Tertinggi di Roma dan dianjurkan oleh sekian banyak pakar teologi, de facto akan dan sudah disudutkan.”
Itu adalah salah satu alinea dari surat almarhum romo Mangunwijaya sepanjang 3 halaman, tertanggal 13 Juni 1992,
yang ditujukan kepada Bapak Uskup Joseph
Soudant di Palembang, beliau menolak untuk dilibatkan dalam pembentukan Sekolah Tinggi Arsitektur Musi yang merupakan rintisan bagi pendirian suatu Universitas Katolik di Palembang. Pada bagian lain suratnya, beliau juga mengatakan: “Jujur kata: karena dalam diri saya sudah lama hilanglah kepercayaan, bahwa dunia universitas di Indonesia, termasuk yang Katolik, mengabdi rakyat, apa lagi rakyat dina lemah miskin.”
Bagi saya, isi surat itu bukan semata-mata ditujukan kepada Palembang, tetapi kepada seluruh pendidikan Arsitektur di Indonesia, kepada seluruh universitas Katolik di Indonesia, bahkan kepada segenap dunia pendidikan Indonesia di masa Orde Baru. Namun walaupun Orde Baru sudah berganti menjadi “orde Reformasi”, nampaknya seruan beliau itu masih tetap relevan untuk kita renungkan bersama. Masalah yang dihadapi oleh Indonesia bukannya semakin berkurang, bahkan semakin bertambah. Kemiskinan, perpecahan, kerusakan lingkungan, pengangguran, kekerasan, kejahatan, rasanya semakin berat dan bertambah banyak.
Hakekat pendidikan adalah merintis perubahan. Universitas seharusnya ada di garis terdepan dalam memperjuangkan nilai-nilai kebenaran, keadilan, dan kejernihan akal-budi.
Pendidikan
mengembangkan
Kognisi
(pengetahuan),
Psikomotorik
(ketrampilan), dan yang paling penting adalah Afeksi (sikap). Keunikan dan kekuatan pendidikan Katolik justru terletak pada nilai-nilai Kristiani yang menjadi fondasinya, yaitu antara lain: konkritisasi iman dan transendensi pengetahuan, keberpihakan kepada yang lemah dan keberanian untuk memperjuangkan kebenaran walaupun harus melawan arus, serta berani menjadi “terang” bagi dunia yang gelap dan kelabu.
Kurikulum pendidikan yang Katolik haruslah responsif terhadap kenyataan dan persoalan yang dihadapi masyarakat, kota, daerah, negara, kawasan, bahkan dunia. Materi pendidikan yang diajarkan harus realistik-konkrit, didasarkan pada idealisme dan
nilai-nilai etika yang tegas. Mutu pendidikan yang setinggi-tinginya harus dicapai melalui kerja keras dan manajemen yang baik, tetapi jiwa ke-Katolikan harus tetap dijaga dan dikembangkan. Sekularisme baik untuk dikembangkan, tapi sekularisasi hendaknya dihindarkan.
Pendidikan tinggi sebagai lembaga ciptaan manusia harus menghasilkan seseorang yang memiliki pengetahuan luas, pikiran kritis, moralitas yang baik, serta kepekaan sosial. Lembaga pendidikan tinggi bukanlah seperti agama untuk mengubah orang berdosa menjadi orang baik. Universitas dan institusi agama tidak boleh dicampur adukkan.
Pengetahuan akan lokalitas, tempat lembaga pendidikan tinggi itu berada, sungguh amat penting sebagai titik tolak. Dengan memahami keunikan dan keunggulan posisi lokal, sekaligus kita dapat memposisikan diri pada level global. Sama seperti Sriwijaya yang dahulu memposisikan diri sebagai jembatan antara Cina dan India, maka Sriwijaya berhasil menjadi pusat akademik dan niaga tingkat dunia. Keunggulan itu dicapai bukan melalui ketertutupan dan isolasi kedaerahan, melainkan melalui keterbukaan dalam jaringan internasional.
Khusus menyangkut pendidikan Keteknikan dan Arsitektur, masalah terbesar yang akan dihadapi oleh Indonesia adalah tantangan pasar bebas, akreditasi mutu kurikulum dan kinerja institusi terhadap standar internasional, serta penonjolan keunikan dan kekayaan keilmuan lokal yang berdimensi global. Pintu Indonesia mau tidak mau telah dibuka lebar-lebar melalui perjanjian-perjanjian GATT, WTO, APEC, dan sebagainya. Tanpa proteksi, dalam waktu yang amat singkat, kita harus mampu mengejar ketertinggalan dan keterbelakangan, sekaligus membina kekuatan dan jati diri.
Salah satu strategi yang dapat dijalankan adalah dengan membina jaringan solidaritas dan kerjasama dengan lembaga-lembaga pendidikan lain, baik di dalam negeri, di kalangan ASEAN, di Asia, bahkan dengan universitas manapun di dunia. Sinergi bisa dibangun melalui pertukaran dosen dan mahasiswa, saling mengakui modul dan kredit perkuliahan, serta pembentukan program studi bersama.
Apa yang telah dilakukan melalui APTIK, misalnya dalam program-program Jaringan Perpustakaan, Pusat Informasi, Jaringan Penelitian, Ancangan Aplikasi, serta proyek-proyek kebersamaan lainnya, hendaknya terus ditingkatkan dan dikembangkan intensitasnya dan kapasitasnya. Kerjasama dan pertukaran akademik dengan sesama universitas Katolik di Indonesia dan di dunia, dengan universitas di kawasan Sumatera dan Jawa, dengan universitas di kawasan ASEAN (seperti Singapura, Malaysia, Filipina, Thailand, dan Brunai), serta dengan siapa saja, hendaknya terus diusahakan.
Semuanya itu memerlukan visi dan kemampuan kepemimpinan yang terbuka, dinamik, progresif, terampil, serta bijaksana. Tenaga-tenaga akademik terbaik yang penuh idealisme harus direkrut dan dipertahankan. Bidang-bidang keilmuan harus diberi kesempatan untuk menjadi fondasi pendidikan melalui penelitian, pengembangan materi kuliah, serta pembinaan keilmuan staf akademik dan mahasiswa.
Penelitian-penelitian yang terfokus pada segenap aspek dan obyek yang terdapat di Palembang dan Sumatera Selatan hendaknya tetap dijalankan, sehingga khazanah pengetahuan dan pemahaman terhadap konteks lokal semakin kaya dan mendalam. Pendidikan tinggi di Palembang harus menjadi tuan rumah di negeri sendiri, menjadi “center of excellence” di daerahnya sendiri, dan dengan demikian akan menjadi titik kekuatan baru di kalangan yang lebih luas, baik dalam skala nasional maupun internasional.
Hubungan timbal balik yang sehat dengan pemerintah, sektor swasta, komunitas kemasyarakatan, serta lembaga-lembaga keilmuan lain, haruslah terus dibina. Fasilitas bagi pendidikan, penelitian
dan pengabdian masyarakat
harus
dicukupi dan
dikembangkan terus. Pendidikan yang baik memang memerlukan biaya yang besar, namun investasi ini tidak akan sia-sia dalam upaya pembangunan bangsa. Masyarakat dan semua pihak akan rela menyokong upaya pendidikan yang bermutu tinggi serta tanggap akan persoalan nyata masyarakat dan kehidupan.
Dengan bermodalkan spirit juang dan sinergi kebhinekaan ala Sriwijaya dan Palembang yang tak kunjung padam sepanjang masa, dan dengan pintar sanggup memanfaatkan peluang-peluang kontemporer (seperti globalisasi, otonomi, reformasi, keterbukaan), maka niscaya STT Musi akan dengan cepat dapat bertransformasi menjadi salah satu kekuatan akademik baru Asia Tenggara.
Sekali lagi, kejayaan itu hendaknya dicapai tanpa melupakan atau melenyapkan sprit dasar, yaitu nafas Kristus dalam segenap sivitas akademika yang menjalankan tugas pengajaran, penelitian, maupun pengabdian pada masyarakat. Biarlah investasi dalam bentuk sumber daya manusia terbaik dan dana yang besar melalui pendidikan ini, dikembalikan
lagi
kepada
negara,
bangsa,
dan
kemanusiaan
dalam
bentuk
keberpihakan perjuangan perbaikan nasib kaum lemah, miskin, dan tertindas. Biarlah pendidikan berfungsi sebagai upaya pembebasan dan pemerdekaan, dan bukannya menjadi alat penghisapan atau penindasan struktural.
Dengan demikian, kita boleh menjawab kegetiran almarhum romo Mangun dengan mawas diri, mereformasi sikap, dan mengadopsi paradigma baru terhadap pendidikan kita, mulai dari masing-masing orang yang ada di sini.
RUJUKAN 1. De Faille, P. De Roo, “Dari Zaman Kesultanan Palembang”, Bhatara, Jakarta, 1971. 2. Hall, D.G.E., “A History of South-East Asia”, Macmillan Asian Histories Series, 4th edition, Macmillan Press Ltd., London, 1994. 3. Hall, Kenneth H., “Maritime Trade and State Development in Early Southeast Asia”, University of Hawaii Press, Honolulu, 1985. 4. Kurnia, Nia dan Irfan Shilihat, “Kerajaan Sriwijaya – Pusat Pemerintahan dan Perkembangannya”, Girimukti Pasaka, Jakarta, 1983. 5. Newman, John Henry, “The Idea of a University”, Yale University Press, New Haven, 1996. 6. Reid, Anthony, “Witnesses to Sumatra – A Travellers‟ Anthology”, Oxford University Press, 1995. 7. Widodo, Johannes, “The Architecture of Chinese Diaspora”, in Monumen and Sites Indonesia, ICOMOS Scientific Publication, 1999. 8. Wolters, O.W., “Landfall on the Palembang Coast in Medieval Times”, Cornell Modern Indonesia Project, INDONESIA, No. 20, October 1975.
Tanggal Waktu SKS Bobot Sifat
: : : : :
Mata Kuliah - kota dan permukiman 2 sttp-igm 2008 UJIAN AKHIR SEMESTER JURUSAN ARSITEKTUR UNIVERSITAS IGM 21 Juli 2008 13.00 – 15.00 WIB (120 menit) 2 50% Closed Book, Case Study exam
soal 1. Kedatangan kaum pedagang Eropa ke Asia sejak pertengahan abad ke 15, setelah berakhirnya masa kejayaan maritim dinasti Ming sehabis Zhenghe wafat, kemudian akan mengubah jalannya sejarah dan dinamika kota-kota Asia, termasuk Palembang. Belanda mula-mula mendirikan pos dagang, dan kemudian memperkokoh hegemoni mereka dengan mengalahkan dan menaruh Sultan dibawah pengaruh mereka. Kota kolonial dibentuk di atas struktur kota lama. Kota yang tadinya merupakan kesatuan harmonis dalam keragaman, lambat laun berubah menjadi kota yang terpilah-pilah berdasarkan etnisitas: zona Eropa, zona Cina, dan zona pribumi. Walaupun Belanda berhasil membangun kota yang indah berdasarkan konsep “Garden City in the Tropic” di kawasan bagian utara sungai Musi, mendirikan bangunan-bangunan modernis berlanggam Art Deco, Tropis-Indisch, dan Kubisme, membangun pasar, gereja, dan masjid agung, namun bagian terbesar kota yang dihuni kelompok Timur Asing dan pribumi dibiarkan memadat dan tumbuh tanpa kendali, tanpa diberi jaringan infrastruktur kota yang memadai (Widodo, 2001) a. Apa yang anda ketahui tentang Garden City in the Tropic? Berikan contohnya di Kota Palembang. b. Permasalahan apa yang timbul dengan diterapkannya konsep Garden City in the Tropic pada kawasan Seberang Ilir? 13.00-13.30 - Afektif ( 35%) 2. Warisan kolonialisme ini terus membekas bahkan hingga setelah kemerdekaan Indonesia, dalam bentuk kontras dan konflik antara bagian yang “formal” dan “informal”, antara kawasan mewah dan kumuh, antara yang kaya dan yang miskin. Jembatan Ampera yang menyatukan sisi utara dan selatan dari dua permukiman yang terpisah selama berabad-abad itu justru semakin memperburuk situasi kota lama di tepian selatan Musi. Bagian utara semakin berkembang pesat, bagian selatan semakin tertinggal dan terhisap ke utara (Widodo, 2001). a. Bagaimana fungsi Jembatan Ampera menurut anda, apakah produktif atau kontraproduktif bagi perkembangan kota Palembang? b. Jelaskan alasan anda! 13.30-13.50 - Psikomotorik ( 25%) 3. Jelaskan yang dimaksud konsep pengembangan kota “bersuasana desa” dan “berekonomi kota” yang anda ketahui! 13.50-14.25 - Kognitif ( 10%) 4. Jelaskan problem perkembangan kota kawasan kota Seberang Ilir dan kawasan kota Seberang Ulu yang anda ketahui! 14.25 -14.45 - Kognitif ( 15%) 5. Krisis kota dan arsitektur kita semakin memburuk pada tahun belakangan ini justru di saat nebjamurnya pengembangan kota baru dan maraknya pembangunan di bidang properti. Budaya produktif telah digantikan oleh budaya konsumtif. Ruang kota kemudian menjadi atraksi kesenjangan, ketidakadilan, dan demonstrasi kebuasan sistem ekonomi yang sematamata mengejar keuntungan belaka tanpa mempertimbangkan biaya sosial hidup yang harus ditanggungnya. Estetika hanyalah barang mainan untuk memenuhi kecenderungan pasar atau permainan politik dan ekonomi berjangka pendek ketimbang menjadi bagian utuh suatu penyelesaian hasil rancangan yang handal dan berguna bagi kepentingan orang banyak. (Yudha, 1995) Jelaskan upaya-upaya menuju kota produktif yang anda ketahui! 14.45 -15.00 - Afektif ( 15%)
_______LET‟S START THINGKING SMART______ _________LET‟S WE MAKE INDONESIA STRONG FROM EDUCATION________
Tanggal Waktu SKS Bobot Sifat soal
: : : : :
Mata Kuliah - kota dan permukiman 2 uigm 2010 UJIAN AKHIR SEMESTER JURUSAN ARSITEKTUR UNIVERSITAS IGM 05 Juli 2010 15.00 – 16.30 WIB (120 menit) 2 50% Case Study exam
Kompas, Sabtu, 23 Januari 2010
KOMPAS/DIDIT PUTRA ERLANGGA RAHARDJO Keterbatasan lahan di sekitar rumah susun di Kelurahan Lette, Kecamatan Mariso, Makassar, Provinsi Sulawesi Selatan, tidak membatasi anak-anak untuk bermain, Rabu (20/1). Menara-menara rumah susun ini dibangun sejak setahun lalu untuk menata permukiman padat di Kecamatan Mariso.
KAUM PINGGIRAN Hidup di Kesumpekan Rumah Susun Jumat, 22 Januari 2010 | 03:28 WIB Didit Putra Erlangga Rahardjo Rizal (31) baru saja selesai istirahat ketika ditemui pada Kamis (21/1) siang. Sejak pagi buta ia bekerja di Tempat Pelelangan Ikan Rajawali, Makassar, Sulawesi Selatan. Begitu tahu ada tamu berkunjung, langsung dipersilakannya masuk ke kamar tidur. Tidak ada lagi tempat lain yang lebih layak. Kamar bagian depan yang seharusnya berfungsi sebagai ruang tamu sudah disulap menjadi toko. Kamar tidur seluas 5 meter persegi itulah pusat kehidupan Rizal beserta istrinya, Merry (28), dan dua putrinya. Di dalamnya hanya terdapat kasur yang tidak muat bila dipakai dua orang dewasa, lemari pakaian, meja belajar milik anaknya yang duduk di kelas II SD, dan pesawat televisi. Sumber penerangan alami mereka berasal dari jendela dengan pemandangan Teluk Losari. Kamar mandinya berukuran 1,5 meter x 1,5 meter berisi toilet jongkok, keran air, dan pancuran air untuk mandi. Satu-satunya ”ruang kosong” berupa lorong sepanjang 1,5 meter dipakai untuk dapur dan tempat menyimpan barang ataupun sepeda milik Rizal. Ruang tamu yang difungsikan untuk toko bahkan sudah sesak dipenuhi bahan kebutuhan sehari-hari. Sebutlah seperti makanan ringan, minuman kemasan, bumbu dapur, dan sabun detergen. ”Seperti inilah keseharian tinggal di rumah susun,” ujar Rizal memamerkan rumahnya yang berada di menara B3 Rumah Susun Sederhana Sewa (Rusunawa) Mariso di Kelurahan Lette, Kecamatan Mariso, Makassar. Pembangunan dua menara rusunawa berisi 576 unit tersebut dimulai pada 2006. Kehadirannya dimaksudkan untuk mengatasi permukiman kumuh di selatan Kota Makassar yang dihuni warga bermata pencarian sebagai buruh bangunan dan nelayan. Penghasilan mereka rata-rata di bawah Rp 500.000 per bulan. Lewat sistem pengundian, warga yang tinggal di sekitar rusunawa berhak tinggal di sana. Setiap bulan mereka cukup menyisihkan uang sewa sekaligus untuk biaya pemakaian air dan listrik. Kompleks rusunawa seluas 1,2 hektar itu kini seakan menjadi tempat lega di antara kepungan permukiman padat penduduk. Menurut data Badan Pusat Statistik Kota Makassar, Kecamatan Mariso termasuk daerah
terpadat di kota itu. Setiap 1 kilometer persegi wilayah ini dihuni sekitar 30.000 penduduk. Jauh berbeda dibandingkan dengan daerah lainnya, taruhlah seperti Kecamatan Ujung Tanah dengan rasio kepadatan 8.145 jiwa per kilometer persegi. Kota Makassar sendiri menghadapi masalah perkotaan berupa kemiskinan dan tata kota. Dengan penduduk 1,3 juta jiwa, Makassar limbung dengan bertambahnya penduduk dan urbanisasi dari daerah lain. Mulai bocor Sewaktu berbincang di kamar tidur Rizal, dua kaleng kosong diletakkan di dekat pintu masuk. ”Untuk menampung tetesan air dari langit-langit kamar,” katanya. Rizal juga menunjukkan retakan kecil pada sambungan dinding dengan tiang beton sehingga sinar matahari bisa menerobos masuk. Sebaliknya, bila hujan deras, kamar tidur itu tidak luput dari air hujan. ”Inilah yang disebut tetap kebanjiran meski tinggal di tempat bertingkat,” ujar Rizal yang menempati ruangan di lantai dasar. Meski tinggal di rumah yang sempit untuk menampung empat orang, Rizal dan Merry mengaku tetap kerasan. Awalnya memang sempat kesulitan menyesuaikan diri dengan lingkungan sempit semacam itu. Akan tetapi, karena dipaksa keadaan, mereka kini sudah mulai terbiasa, baik untuk masak, mencuci pakaian, maupun berbagi tempat tidur di ruang yang sempit tersebut. Guna menyiasati penghasilan Rizal yang rata-rata hanya Rp 250.000 per bulan, pasangan itu membuka toko di rumahnya. Dengan cara itulah mereka bisa menyisihkan Rp 300.000 untuk sewa bulanan, termasuk iuran listrik dan air, berikut sedikit tabungan untuk berjaga-jaga. Selama tinggal di rumah susun tidak banyak hiburan yang bisa dinikmati keluarga Rizal dan penghuni lain. Letak rusunawa ini memang jauh dari pusat keramaian. Adapun tempat anak-anak bermain hanya di sepanjang lorong dan lantai dasar yang sengaja dikosongkan. ”Bila punya dana mencukupi, saya berencana memboyong keluarga pindah ke rumah yang lebih layak,” kata Rizal. Hanya saja, Rizal sadar betul bahwa impiannya itu akan sulit terwujud, setidaknya hingga lima tahun mendatang. Untuk itu, ia mengaku akan tetap bertahan tinggal di rusunawa ini, dan mencoba betah, bagaimanapun keadaannya. Tentang status kepemilikan rusunawa, Rizal mengungkapkan bahwa sebagian besar penghuni saat ini adalah warga setempat yang memilih tinggal di sana. Namun, ada juga yang menyewakannya kembali kepada orang lain, atau malah mengalihkan hak sewanya, yang mereka sebut dengan istilah over kunci. Benar saja, itu pun yang ditawarkan salah seorang penghuni bernama Masitha (42), yang ditemui di menara rumah susun yang lain. Ternyata banyak juga orang yang datang untuk mengontrak tahunan ataupun bulanan. Mereka itu umumnya warga pendatang dari daerah lain yang bekerja di Makassar. ”Harus cepat memutuskan, kalau terlambat bisa diambil orang lain,” ujar Masitha. 1. Bagaimana efektifitas Rumah Susun menurut anda, apakah produktif atau kontraproduktif bagi pemenuhan kebutuhan permukiman kota di Indonesia? Afektif ( 60%) 2. Sebutkan masalah-masalah fisik yang muncul di kota dan permukiman yang anda ketahui! Psikomotorik ( 40%) _______LET‟S START THINGKING SMART______ _________LET‟S MAKE INDONESIA STRONG FROM EDUCATION________