ABSTRAK
SARTIKA PUTRI WARDANA, NIM 205018200443, Hubungan Intensitas Layanan Bimbingan dan Konseling dengan Motivasi Belajar Siswa (Studi Kasus Siswa Kelas XI SMA Negeri 3 Kota Tangerang Selatan). Bimbingan dan konseling merupakan layanan kepada peserta didik untuk membantu mengoptimalkan perkembangan peserta didik yang berkenaan dengan aspek pribadi, sosial, pemahaman dan pengembangan karakteristik dan potensi yang dimilikinya serta penyesuaian diri dalam berbagai kegiatan pendidikan dan pembelajaran. Penelitian ini membahas tentang hubungan intensitas layanan bimbingan dan konseling dengan motivasi belajar siswa. Adakah hubungan intensitas layanan bimbingan dan konseling dengan memotivasi belajar siswa? Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar hubungan intensitas layanan bimbingan dan konseling dengan motivasi belajar siswa. Sehingga hasil yang didapatkan dari penelitian ini bisa dijadikan bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan mengenai hubungan bimbingan dan konseling dalam meningkatkan motivasi belajar siswa. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif, sedangkan metode penelitian yang digunakan adalah metode korelasional yang didukung teknikteknik pengumpulan data melalui penyebaran angket (kuesioner), dokumentasi, dan wawancara dengan guru BK. Jumlah populasi sebanyak 148 siswa kelas XI yang diambil sebanyak 30 siswa. Dari hasil pengolahan data yang diperoleh nilai “r” hitung sebesar 0,496 yang berarti ada hubungan positif yang signifikan antara hubungan intensitas layanan bimbingan dan konseling dengan motivasi belajar siswa.
i
KATA PENGANTAR Bismillahhirrahmanirrahim Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT, atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Salawat teriring salam semoga selalu tercurah-limpahkan kepada junjungan alam Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan kepada pengikutNya yang selalu teguh dan setia dalam mengikuti dan mengamalkan ajaran-Nya. Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Strata Satu KI-Manajemen Pendidikan (Spd). Dan penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari dari bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Ketua dan Sekretaris Jurusan KI- Manajemen Pendidikan FITK UIN syarif Hudayatullah Jakarta. 3. Dra. Zikri Neni Iska M. Psi, dosen pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktu dan kemudahan selama proses bimbingan serta memberikan saran serta dukungan kepada penulis selama pembuatan skripsi ini. 4. Dra. Fadhilah Suralaga, M. Si, dosen penguji yang telah meluangkan waktu dan kemudahan selama proses bimbingan. 5. Drs. Muarif Sam, Mpd, Sekretaris Jurusan KI-MP yang sudah banyak membantu penulis dalam berbagai hal 6. Seluruh Dosen dan Staf Jurusan KI-Manajemen Pendidikan dan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Jakarta yang telah memberikan segenap ilmu dan keahlian kepada penulis serta turut melancarkan usaha pembuatan skripsi ini sebagai syarat menyelesaikan studi S-1.
ii
7. Kepada kedua orang tuaku tercinta, terima kasih atas segala dorongan yang tak mungkin dapat aku nilai kecuali dengan cinta dan maaf jika selama ini belum bisa menjadi anak yang baik. Semua ini aku persembahkan untuk kalian. 8. Sahabat-sahabat yang tak pernah letih menjaga silaturahim: kerida Laksana, maftuha, Lena Magdalena, Hilda Indriasari dan Siti Muldiyah, terima kasih telah menjadi teman ku untuk berbagi segala keluh kesah dan canda tawa. 9. Teman-teman KI-Manajemen angkatan 2005 yang tak bisa penulis sebutkan satu persatu, semoga silaturahim yang selama ini terjalin erat tetap terjaga untuk selamanya. 10. Semua pihak yang turut membantu selama pekuliahan dan penyelesaian studi penulis. Semoga Allah SWT. membalas kebaikan seluruh pihak yang terlibat dalam penyusunan skripsi ini dengan limpahan rahmat dan kasih sayang-Nya. Peneliti menyadari bahwa banyak terdapat cacat dan cela dalam karya ini, untuk itu peneliti mohon maaf atas segala kekurangan didalamnya dan senantiassa berharap karya ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca. Amin khoirunnas anfauhum linnas.
Jakarta, 20 September 2010
Penulis
iii
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN PENULIS LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI ABSTRAK
....................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ......................................................................................... ii DAFTAR ISI ....................................................................................................... iv DAFTAR TABEL ............................................................................................... vii DAFTAR LAMPIRA .......................................................................................... viii BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah.......................................................... 1 B. Identifikasi Masalah ................................................................ 5 C. Pembatasan dan Perumusan Masalah...................................... 5 D. Tujuan Dan Manfaat Penelitian .............................................. 6
BAB II
KAJIAN TEORI A. Motivasi Belajar 1. Pengertian Motif dan Motivasi belajar.............................. 7 2. Pengertian Belajar ............................................................. 9 3. Motivasi Belajar ................................................................ 11 4. Fungsi Motivasi dalam Belajar ......................................... 11 5. Jenis-jenis Motivasi........................................................... 12 6. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Motivasi Belajar ....... 13 B. Pengertian Bimbingan dan Konseling 1. Pengertian Bimbingan ....................................................... 15 2. Pengertian Konseling ........................................................ 17 3. Hubungan Antara Bimbingan dan Konseling ................... 19 4. Tujuan, Fungsi dan Pengembangan Bimbingan dan Konseling dalam Bidang-bidangnya .......................... 20 5. Layanan Bimbingan dan Konseling .................................. 24
iv
C. Kerangka Berfikir ................................................................... 26 D. Hipotesa Penelitian ................................................................. 27 BAB III
METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Peneltian .................................................. 28 B. Pendekatan dan Metode Penelitian ......................................... 28 C. Populasi dan Sampel ............................................................... 28 D. Pengambilan Sampel ............................................................... 29 E. Variabel Penelitian .................................................................. 29 F. Teknik Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian ............. 30 G. Uji Coba Instrumen ................................................................. 33 a. Validitas ............................................................................. 33 b. Reliabilitas .......................................................................... 37 c. Hipotesis .............................................................................. 39
BAB IV
HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum Responden 1. Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin ................................... 41 2. Subjek Berdasarkan Kelas................................................. 42 3. Subjek Berdasarkan Motivasi Mengikuti Bimbingan ....... 42 4. Subjek Berdasarkan Bimbingan yang Didapat di Sekolah .............................................................................. 43 5. Subjek Berdasarkan Cara Mendapatkan Bimbingan......... 43 6. Subjek Berdasarkan Hasil Setelah Mendapatkan Bimbingan ......................................................................... 44 7. Subjek Berdasarkan Intensitas Mengikuti Bimbingan ...... 44 B. Deskripsi Data ......................................................................... 45 C. Interpretasi Data ...................................................................... 48
v
BAB V
KESIMPULAN A. Kesimpulan ............................................................................ 53 B. Saran-saran .............................................................................. 54
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 55
LAMPIRAN-LAMPIRAN
vi
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1
Kisi-kisi Instrumen Try Out Skala Layanan BK
Tabel 3.2
Kis-kisi Instrumen Try Out Skala Layanan Motivasi Belajar
Tabel 3.3
Blue Print Hasil Try Out Skala Layanan BK
Tabel 3.4
Blue Print Penelitian Try Out Skala Layanan BK
Tabel 3.5
Blue Print Try Out Skala Motivasi Belajar Siswa
Tabel 3.6
Blue Print Penelitian Try Out Motivasi Belajar Siswa
Tabel 3.7
Kaidah Reliabilitas Guilford
Tabel 4.1
Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin
Tabel 4.2
Subjek Berdasarkan Kelas
Tabel 4.3
Subjek Berdasarkan Motivasi Mengikuti Bimbingan
Tabel 4.4
Subjek Berdasarkan Bimbingan yang Didapat di Sekolah
Tabel 4.5
Subjek Berdasarkan Cara Mendapatkan Bimbingan
Tabel 4.6
Subjek Berdasarkan Hasil Setelah Mendapatkan Bimbingan
Tabel 4.7
Subjek Berdasarkan Intensitas Mengikuti Bimbingan
Tabel 4.8
Distribusi Skor Responden BK
Tabel 4.9
Distribusi Skor Responden Motivasi Belajar
Tabel 4.10
Hasil Uji Hipotesis Layanan BK dengan Motivasi Belajar Siswa
vii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Perkembangan zaman yang semakin modern terutama pada era globalisasi seperti sekarang ini menuntut adanya sumber daya manusia yang berkualitas tinggi dan mempunyai pengetahuan dalam bidangnya yang memadai. Peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan prasyarat mutlak untuk mencapai tujuan pembangunan di segala bidang. Salah satu wahana untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia tersebut adalah adanya pendidikan yang memadai. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Pendidikan yang berlaku sekarang yaitu: Pendidikan adalah usaha sadar untuk menumbuhkembangkan potensi sumber daya manusia melalui kegiatan pengajaran. Hal tersebut terdapat dalam UndangUndang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003 yang berbunyi sebagai berikut: ”Bahwa tujuan pendidikan nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya yaitu manusia yang bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan”. 1 Akan tetapi realita di lapangan banyak hal yang kurang relevan dengan bunyi undang-undang di atas, dengan masih adanya siswa-siswa di Indonesia yang kurang menyadari akan pentingnya pendidikan, serta rendahnya kemauan mereka 1
Undang-undang Sisdiknas : (Sistem Pendidikan Nasional, 2003), h. 12
1
2
untuk belajar yang lebih baik untuk meningkatkan kemampuan dan pengalaman mereka untuk mempelajari semua bidang studi yang telah ditentukan dalam undang-undang tersebut di atas seperti: matematika, bahasa, maupun ilmu pengetahuan lain baik itu pengetahuan alam dan sosial. Banyak siswa merasa “ogah-ogahan” di dalam kelas, tidak mampu memahami dengan baik pelajaran yang disampaikan oleh guru-guru mereka. Hal ini menunjukan bahwa siswa tidak mempunyai motivasi yang kuat untuk belajar. Siswa masih mengganggap kegiatan belajar tidak menyenangkan dan memilih kegiatan lain di luar konteks belajar seperti: menonton televisi, bermain sms di dalam kelas, dan melakukan aktivitas lain yang kurang mendukung adanya proses belajar mengajar. Dengan rendahnya motivasi belajar para siswa tersebut akan membuat mereka tertarik pada hal-hal yang mengarah kepada hal-hal yang
negatif seperti: membuat
keonaran, minum obat-obatan terlarang, pergaulan bebas di luar sekolah dan lain sebagainya yang justru cenderung merugikan mereka sendiri. “Motivasi adalah dorongan dasar yang menggerakkan seseorang bertingkah laku”. 2 Dalam hal belajar, motivasi diartikan sebagai keseluruhan daya penggerak dalam diri siswa untuk melakukan serangkaian kegiatan belajar guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Tugas guru adalah membangkitkan motivasi anak sehingga mereka mau melakukan serangkaian kegiatan belajar. “Motivasi siswa bisa timbul dari dalam diri individu ( intrinsik ) dan juga bisa timbul dari luar diri siswa ( ekstrinsik)”.3 Faktor internal diantaranya adalah minat, bakat, motivasi, dan tingkat intelegensi siswa, sedangkan faktor eksternal diantaranya adalah faktor metode pembelajaran yang digunakan dalam kelas, serta lingkungan di mana siswa itu melakukan aktifitas belajarnya. Namun pada dasarnya kegiatan untuk menumbuhkan motivasi belajar siswa bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan.
Hal tersebut dikarenakan
banyak faktor yang mempengaruhinya, diantaranya rendahnya kepedulian orang 2
B. Uno Hamzah, Dr. M. Pd, Teori Motivasi dan Pengukurannya, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2007), Cet. Ke-2, h. 1 3 Sabri, M. Alisuf, Psikologi Pendidika Berdasarkan Kurikulum Nasional, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1996), Cet. 2, h. 85
3
tua di rumah dan guru di sekolah. Dalam hal ini guru bidang studi telah berupaya untuk memberikan pelayanan yang terbaik, begitu pula dengan guru BK yang telah banyak melakukan bimbingan dan konseling bagi mereka. Namun itu semua tidaklah cukup dan juga merupakan salah satu penyebab sulitnya menumbuhkan motivasi belajar mereka dalam hal ini siswa atau peserta didik. Untuk keperluan penelitian hal tersebut di atas penulis mencoba dan memilih sekolah SMA Negeri 3 Kota Tangerang Selatan yang berlokasi di Jl. Benda Timur Komplek Pamulang II Tangerang. Jika dilihat dari pelaksanaan bimbingan dan konseling yang diterapkan pada sekolah tersebut memanglah sudah memadai terutama dalam mengatasi kedisiplinan para siswa untuk mengikuti dan menaati peraturan yang ditentukan oleh pihak sekolah. Meskipun demikian, dari sekian banyak siswa masih saja ada diantara mereka yang kurang peduli terhadap aturan dan bahkan cenderung melanggarnya. Sebagai contoh, berdasarkan penelitian yang penulis lakukan ada beberapa kasus permasalahan yang sering muncul di kalangan para siswa mengenai kurangnya motivasi siswa dalam belajar dan hal ini tentunya akan berkaitan erat dengan prestasinya di sekolah. Contoh-contoh kurangnya motivasi siswa dapat dilihat dengan adanya sebagian siswa yang lebih senang izin untuk keluar kelas untuk alasan tertentu dari pada mengikuti pelajaran yang sedang berlangsung. Hal ini dikarenakan mereka merasa bosan atau jenuh di dalam kelas. Contoh lain dari persoalan di atas adalah masih adanya sebagian siswa yang terbiasa menyontek dalam mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru, karena mereka malas untuk berfikir dan bekerja secara mandiri dan ada juga siswa yang sering datang terlambat ke sekolah meskipun mereka tahu aturanaturan yang ada, bahkan ada juga siswa yang suka membolos ke sekolah meskipun mereka tetap berangkat dari rumah. Kasus lain yang penulis temukan adalah siswa merasa senang jika ada guru bidang studi yang tidak dapat hadir ke sekolah dikarenakan sesuatu hal, sehingga membuat sebagian siswa tersebut merasa senang karena bisa mengobrol dan bercanda dengan teman-temannya secara bebas, bahkan ada yang memilih keluar kelas dari pada harus mencatat atau mengerjakan tugas yang telah diberikan oleh gurunya.
4
Dari fenomena tersebut, pada umumya kasus itu terjadi karena kurangnya motivasi siswa dalam belajar serta kurangnya konselor yang ada di sekolah untuk memberikan layanan dan bimbingan bagi mereka untuk mencapai tujuan pendidikan itu sendiri. Oleh karena itu, dengan adanya bimbingan dan konseling di sekolah siswa akan terbantu dalam mencapai keberhasilan belajar karena keberhasilan belajar merupakan salah satu faktor yang dapat menjadi perhatian utama dalam keseluruhan proses belajar mengajar di suatu lembaga pendidikan formal. Adapun hal lain yang bisa mempengaruhi rendahnya motivasi belajar siswa adalah metode dan cara mengajar guru yang cenderung monoton dan tidak menyenangkan dalam memberikan materi pelajaran bagi mereka. Begitu pula dengan tujuan pengajaran yang kurang jelas apa yang hendak dicapai, serta tidak adanya relevansi yang jelas dari kurikulum itu sendiri dengan kebutuhan dan minat siswa. Adapun persoalan lain yang bisa mempengaruhi motivasi siswa dalam belajar adalah latar belakang ekonomi orang tua mereka dan kondisi sosial budaya yang kurang mendukung terciptanya motivasi siswa untuk belajar yang lebih baik. Dengan adanya persoalan-persoalan tersebut di atas, maka orang tua, guru bidang studi maupun guru BK harus dapat bekerja sama dan bersinergi untuk bersama-sama menumbuhkan motivasi belajar siswa dengan berbagai cara. Untuk menghasilkan kolaborasi dalam rangka mencapai tujuan yang baik, maka pola kerja sama antara keduanya harus dirancang dan diupayakan sedemikian rupa. Orang tua dan guru bisa saling bekerja sama dengan memberikan informasi timbal balik tentang siswa. Selain itu, orang tua dan guru perlu mengindentifikasi semua permasalahan motivasi yang dihadapi siswa, kemudian secara bersama-sama mencari solusi untuk memecahkan atau mengatasi masalah tersebut dengan melibatkan siswa. Untuk itu dalam penelitian ini, penulis ingin mengetahui lebih lanjut, tentang hubungan bimbingan dan konseling dalam motivasi belajar siswa. Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian terhadap masalah tersebut sebagai objek penelitian melalui
5
judul “ Hubungan Intensitas Layanan Bimbingan dan Konseling Dengan Motivasi Belajar Siswa”.
B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas serta rasa ingin tahu penulis dalam hal ini, maka penulis berupaya untuk mengidentifikasikan masalahmasalah yang ada dengan membuat pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut : 1. Bagaimana motivasi belajar siswa SMA Negeri 3 Kota Tangerang Selatan? 2. Bagaimana pelaksanaan bimbingan dan konseling yang dilakukan di SMA Negeri 3 Kota Tangerang Selatan? 3. Upaya apa saja yang dilakukan dalam memberikan bimbingan dan konseling untuk memotivasi belajar siswa di SMA Negeri 3 Kota Tangerang Selatan? 4. Apa saja hambatan yang dihadapi guru maupun BK dalam memberikan bimbingan terhadap siswa di SMA Negeri 3 Kota Tangerang Selatan? 5. Metode dan cara apa saja yang digunakan oleh para guru dan BK dalam memberikan bimbingan kepada siswa di SMA Negeri 3 Kota Tangerang Selatan? 6. Apakah dengan adanya bimbingan dan konseling di sekolah siswa dapat termotivasi untuk belajar?
C. Pembatasan Masalah Dari permasalahan-permasalahan yang tercantum pada identifikasi masalah, penulis melihat perlu melakukan pembatasan. Hal itu dilakukan agar masalah penelitian tidak menimbulkan kerancuan, maka masalah penelitian menjadi sebagai berikut: 1.
Layanan bimbingan dan konseling yang dimaksud di sini adalah pemberian bantuan kepada siswa melalui berbagai jenis layanan bimbingan, termasuk layanan bimbingan belajar. Dalam penelitian ini yang akan diteliti adalah intensitas yaitu seberapa banyak siswa yang mengikuti kegiatan bimbingan dan konseling.
6
2.
Yang dimaksud dengan motivasi belajar di sini adalah suatu dorongan yang timbul dalam diri seseorang untuk melakukan suatu pekerjaan tertentu, baik yang sifatnya intrinsik maupun ekstrinsik.
D. Perumusan Masalah Berdasarkan permasalahan diatas, maka rumusan berikut ini merupakan fokus masalah yang akan diteliti dengan batasan yang telah penulis tentukan sebelumnya yaitu: “Apakah ada Hubungan Intensitas Layanan Bimbingan dan Konseling dengan Motivasi Belajar Siswa”?
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian Penelitian 1. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: a. Pelaksanaan bimbingan dan konseling yang diberikan kepada siswa di SMA Negeri 3 Kota Tangerang Selatan. b. Sejauh mana peningkatan motivasi belajar siswa melalui bimbingan dan konseling yang diberikan. c. Ada tidaknya hubungan yang signifikan antara intensitas layanan bimbingan dan konseling dengan motivasi belajar siswa. 2. Manfaat Penelitian a. Secara Teoritis Diharapkan dapat memberikan wawasan dan pemikiran khususnya dalam bidang bimbingan dan konseling. b. Secara Praktis 1. Bagi Konselor: sebagai salah satu bahan tambahan dan masukan dalam melayani anak didik yang mengalami kemerosotan motivasi mereka dalam belajar. 2. Bagi Penulis: hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan serta pengalaman dalam memahami anak didik, bagaimana memotivasi dan menumbuhkan minat siswa dalam belajar.
7
HUBUNGAN INTENSITAS LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING DENGAN MOTIVASI BELAJAR SISWA SMA NEGERI 3 KOTA TANGERANG SELATAN
SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Strata Satu (S-1)
Oleh : Sartika Putri Wardana NIM: 205018200443
PRODI MANAJEMEN PENDIDIKAN JURUSAN KEPENDIDIKAN FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1431 H / 2010 M
BAB II KAJIAN TEORI
A. Motivasi Belajar 1. Pengertian Motivasi Banyak sekali, bahkan sudah umum orang menyebut dengan motif untuk menunjuk mengapa seseorang itu berbuat sesuatu. Akyas Azhari dalam bukunya Psikoligi Umum dan Perkembangan mengemukakan bahwa: Motif adalah dorongan atau daya kekuatan dari dalam diri seseorang yang mendorong yang bersangkutan untuk berbuat atau bertingkah laku dalam rangka mencapai suatu tujuan tertentu. Sedangkan motivasi adalah sesuatu daya yang menjadi pendorong seseorang bertindak, dimana rumusan motivasi menjadi sebuah kebutuhan nyata dan merupakan muara dari sebuah tindakan. 1 Istilah motivasi baru digunakan sejak awal abad kedua puluh. Selama beratus-ratus tahun, manusia dipandang sebagai makhluk rasional dan intelek yang memiliki tujuan dan menentukan sederet perbuatan secara bebas. Nalarlah yang menentukan apa yang dilakukan manusia. Manusia bebas memilih, dan pilihan yang ada baik atau buruk, tergantung pada intelegensi dan pendidikan
1
Akyas Azhari, Psikologi Umum dan Perkembangan, (Jakarta: Teraju, 2004), Cet Ke-1,
h. 65
7
8
individu, oleh karenanya manusia bertanggung jawab penuh terhadap setiap perilakunya. Konsep motivasi terinspirasi dari kesadaran para pakar ilmu, terutama pakar filsafat, bahwa tidak semua tingkah laku manusia dikendalikan oleh akal, akan tetapi tidak banyak perbuatan manusia yang dilakukan di luar kontrol manusia. Sehingga lahirlah sebuah pendapat, bahwa manusia disamping sebagai makhluk rasionalistik, ia juga sebagai makhluk yang mekanistik yaitu makhluk yang digerakkan oleh sesuatu di luar nalar yang biasanya disebut naluri atau insting. Beberapa pakar psikologi ada yang membedakan istilah motif dan motivasi, yaitu “motive is a need, aspiration, or purpose. Motive initiate behavior. Motivation is a term which refered “set" or drive within the organism wich impel to action”. 2 Dari paparan definisi diatas, dapat dikatakan bahwa motif itu adalah sesuatu yang ada dalam diri seseorang yang mendorong orang tersebut untuk bersikap dan bertindak guna mencapai tujuan tertentu. Motif dapat berupa kebutuhan dan cita-cita. Motif ini merupakan tahap awal dari proses motivasi, sehingga motif baru merupakan suatu kondisi intern atau disposisi (kesiapsiagaan) saja. Sebab motif tidak selamanya aktif. Motif aktif pada saat tertentu saja, yaitu apabila kebutuhan untuk mencapai tujuan sangat mendesak. Apabila suatu kebutuhan dirasakan mendesak untuk dipenuhi, maka motif dan daya penggerak menjadi aktif. Motif yang telah menjadi aktif inilah yang disebut motivasi. Motivasi dapat didefinisikan dengan segala sesuatu yang menjadi pendorong tingkah laku yang menuntut atau mendorong seseorang untuk memenuhi kebutuhan. Motivasi memiliki tiga komponen pokok, yaitu: a. Menggerakkan. Dalam hal ini motivasi menimbulkan kekuatan pada individu, membawa seseorang untuk bertindak dengan cara tertentu.
2
Abdul Rahman Shaleh dan Muhbib Abdul Wahab, Psikologi Dalam Perspektif Islam, (Jakarta: Kencana, 2004), cet. 1, h. 130
9
b. Mengarahkan. Berarti motivasi mengarahkan tingkah laku. Dengan demikian ia menyediakan suatu orientasi tujuan. c. Menopang. Artinya, motivasi digunakan untuk menjaga dan menopang tingkah laku, lingkungan sekitar harus menguatkan intensitas dan arah dorongandorongan dan kekuatan-kekuatan individu. 2. Pengertian Belajar Belajar (learning), seringkali didefinisikan sebagai perubahan yang secara relatif berlangsung lama pada masa berikutnya yang diperoleh dari pengalamanpengalaman. Para ilmuan perilaku berusaha mengukur apa yang telah dikerjakan oleh seekor makhluk untuk dapat menguasai belajar ini. Tetapi belajar itu sendiri merupakan satu kegiatan yang terjadi dalam diri seseorang, yang sukar untuk di amati secara langsung. “Sebagian orang beranggapan belajar adalah semata-mata mengumpulkan atau menghafalkan fakta-fakta yang tersaji dalam bentuk informasi atau materi pelajaran. Sehingga orang yang berasumsi demikian biasanya akan segera merasa bangga ketika anak-anaknya telah mampu menyebutkan kembali secara lisan (verbal) sebagian besar informasi yang terdapat dalam buku teks atau yang diajarkan oleh gurunya”. 3 Di samping itu, ada pula sebagian orang yang memandang belajar sebagai latihan belaka seperti tampak pada latihan membaca dan menulis. Berdasarkan persepsi semacan ini, biasanya mereka akan merasa cukup puas bila anak-anak mereka telah mampu memperlihatkan keterampilan jasmaniah tertentu walaupun tanpa pengetahuan mengenai arti, hakikat dan tujuan keterampilan tersebut. Padahal jika kita renungkan, sesungguhnya belajar adalah merupakan kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang sangat fundamental dalam setiap penyelenggaraan jenis dan jenjang pendidikan. Ini berarti bahwa berhasil atau gagalnya pencapaian tujuan pendidikan itu sangat tergantung pada proses belajar yang dialami siswa, baik ketika ia berada disekolah maupun di lingkungan rumah atau keluarganya sendiri. 3
Dra. Fadillah Suralaga, dan Nety Hartaty, Psikologi Pendidikan dalam Perspektif Islam, (UIN Jakarta Press), cet. 1, h. 61
10
Oleh karenanya, pemahaman yang benar mengenai arti belajar dengan segala aspek, bentuk dan manifestasinya mutlak diperlukan oleh para pendidik, khususnya para guru. Kekeliruan atau ketidaklengkapan persepsi mereka terhadap proses belajar dan hal-hal lain yang berkaitan dengannya mungkin akan mengakibatkan kurang bermutunya pembelajaran yang dicapai peserta didik. “Pembelajaran secara sederhana dapat diartikan sebagai sebuah usaha mempengaruhi emosi, intelektual, dan spiritual seseorang agar mau belajar dengan kehendaknya sendiri. Melalui pembelajaran akan terjadi proses pengembangan moral keagamaan, aktivitas, dan kreativitas peserta didik melalui berbagai interaksi dan pengalaman belajar”. 4 Untuk memperoleh pengertian yang objektif tentang belajar terutama belajar di sekolah, perlu dirumuskan secara jelas pengertian belajar. “Belajar ialah suatu proses usaha perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamanya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”. 5 Sejalan dengan perumusan diatas, adapula tafsiran lain tentang belajar yang menyatakan, “bahwa belajar merupakan suatu proses, suatu kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan saja mengingat, akan tetapi lebih luas dari itu, yakni mengalami. Hasil belajar bukan suatu penguasaan hasil latihan melainkan pengubahan kelakuan”. 6 Dibandingkan dengan pengertian pertama maka jelas tujuan belajar itu prinsipnya sama, yakni perubahan tingkah laku, hanya berbeda cara atau usaha pencapaiannya. Pengertian ini menitikberatkan pada interaksi antara individu dengan lingkungan. Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses membuat orang belajar. Guru bertugas membantu orang atau siswa belajar dengan cara memanipulasi lingkungan sehingga siswa dapat belajar dengan mudah, artinya guru harus 4
Abuddin Nata, Perspektif Islam Tentang Strategi Pembelajaran, (Jakarta: Kencana prenada Media Group, 2009), Ed. 1, Cet ke-1, h. 85 5
Slameto, Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2003), Cet Ke-4, h. 2 6
Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar, (Jakarta: Bumi Aksara, 2001), h. 27
11
mengadakan pemilihan terhadap berbagai strategi pembelajaran yang ada, yang paling memungkinkan proses belajar siswa berlangsung optimal. Tujuan-tujuan pembelajaran telah dirumuskan dalam kurikulum yang berlaku. Peran guru disini adalah sebagai pengelola proses belajar mengajar tersebut. Karena seorang guru tidak saja dituntut sebagai pengajar yang bertugas menyampaikan materi pelajaran tertentu tetapi juga harus dapat berperan sebagai pendidik. 3. Motivasi Belajar Motivasi dan belajar merupakan dua hal yang saling mempengaruhi. Belajar adalah perubahan tingkah laku secara relatif permanen dan secara potensial terjadi sebagai hasil dari praktik atau penguatan yang dilandasi tujuan untuk mencapai tujuan tertentu. Motivasi belajar setiap orang, satu dengan yang lainnya, bisa jadi tidak sama. Biasanya, hal itu bergantung dari apa yang diinginkan orang yang bersangkutan. Misalnya, seorang anak mau belajar dan mengejar rangking pertama karena diiming-imingi akan dibelikan sepeda oleh orangtuanya. Contoh lainnya, seorang mahasiswa mempunyai motivasi belajar yang tinggi agar lulus dengan predikat cum laude. Setelah itu, dia bertujuan untuk mendapatkan pekerjaan yang hebat dengan tujuan membahagiakan orangtuanya. Motivasi belajar penting bagi siswa dan guru. Tugas guru adalah membuat semua siswa belajar sampai berhasil. Tantangan profesionalnya justru terletak pada “mengubah” siswa tak berminat menjadi bersemanngat belajar. “Mengubah” siswa cerdas yang acuh tak acuh menjadi bersemangat belajar. 4. Fungsi Motivasi Dalam Belajar Dalam proses belajar dibutuhkan adanya motivasi sebagai daya penggerak bagi siswa untuk melakukan aktivitas. Adanya motivasi yang tinggi dalam diri seseorang akan sangat berpengaruh terhadap usaha kerjanya. “Motivasi sangat
12
berperan dalam belajar dan akan senantiasa menentukan intensitas usaha atau kegiatan seseorang”. 7 Adapun pendapat Alisuf Sabri fungsi motivasi diantaranya adalah: a. Pendorong orang untuk berbuat dalam mencapai tujuan. b. Penentu arah perbuatan yakni kearah tujuan yang hendak dicapai. c. Penseleksi perbuatan sehingga perbuatan orang yang mempunyai motivasi senantiasa selekif dan tetap terarah kepada tujuan yang ingin dicapai. 8 Dengan kata lain, fungsi motivasi adalah mendorong manusia untuk berbuat, menentukan arah perbuatan dan meyeleksi perbuatan agar hasil dari perbuatan itu memuaskan dan sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Biasanya motivasi akan besar, bila orang dalam hal ini siswa mempunyai visi jelas dari apa yang diinginkan. Ia mempunyai gambaran mental yang jelas dari kondisi yang diinginkan dan mempunyai keinginan besar untuk mencapainya. Motivasilah yang akan membuat dirinya melangkah maju dan mengambil langkah selanjutnya untuk merealisasikan apa yang diinginkannya. 5. Jenis-jenis Motivasi Secara umum motivasi terbagi atas dua macam yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. “Dalam prilaku belajar terdapat motivasi belajar. Motivasi tersebut timbul karena faktor dari dalam (instrinsik) dan fakkor dari luar (ekstrinsik)”. 9 “Adapun yang dimaksud motivasi intrinsik, yaitu berupa hasrat dan keinginan berhasil dan dorongan kebutuhan belajar, harapan akan cita-cita. Sedangkan faktor ekstrinsiknya adalah adanya penghargaan, lingkungan belajar yang kondusif, dan kegiatan belajar yang menarik”. 10 Tetapi harus diingat pula, 7
Zikri Neni Iska, Psikologi: Pengantar Pemahaman Diri dan Lingkungan…, h. 42
8
Alisuf Sabri, Psikologi Pendidikan Berdasarkan Kurikulum Nasional, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1996), Cet. 2, h. 86 9
Dimyati, dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), Cet.
2, h. 90 10
h. 23
Hamzah B. Uno, Teori Motivasi dan Pengukurannya, (Jakarta: Bumi Aksara, 2007),
13
kedua faktor tersebut disebabkan oleh rangsangan tertentu, sehingga seseorang berkeinginan untuk melakukan aktivitas belajar yang lebih giat dan semangat. Adapun hakikat motivasi belajar adalah dorongan internal dan eksternal pada siswa-siswa yang sedang belajar untuk mengadakan suatu perubahan tingkah laku, pada umumnya dengan beberapa indikator atau unsur yang mendukung. Hal itu mempunyai peranan besar dalam keberhasilan seseorang dalam belajar. “Indikator motivasi belajar dapat diklasifikasikan sebagai berikut: (1) adanya hasrat dan keinginan berhasil; (2) adanya dorongan dan kebutuhan dalam belajar; (3) adanya harapan dan cita-cita masa depan; (4) adanya penghargaan dalam belajar; (5) adanya kegiatan belajar yang menarik; (6) adanya lingkungan belajar yang kondusif, sehingga memungkinkan seseorang siswa dapat belajar dengan baik”. 11 Jadi, dari hakikat yang telah di jelaskan diatas dapat disimpulkan bahwa motivasi belajar tidak akan terbentuk apabila orang tersebut tidak mempunyai keinginan, cita-cita, atau menyadari manfaat belajar bagi dirinya. Oleh karena itu, dibutuhkan pengkondisian tertentu, agar diri kita atau siapa pun juga yang menginginkan semangat untuk belajar dapat termotivasi. Selain itu, peranan bimbingan dan konseling terhadap motivasi belajar sangat diperlukan dalam aktivitas belajar seseorang, baik itu motivasi intrinsik maupun motivasi ekstrinsik. Oleh sebab itu, bila ada siswa yang kurang memiliki motivasi intrinsik, maka diperlukan dorongan dari luar yaitu motivasi ekstrinsik agar siswa termotivasi dalam belajar. Maka, dalam hal ini, peranan seorang guru BK di sekolah sangat diperlukan untuk menumbuhkan motivasi intrinsik tersebut. Kesalahan dalam memberikan motivasi ekstrinsik akan berakibat merugikan prestasi belajar siswa dalam kondisi tertentu. Jadi, guru BK dalam memotivasi belajar siswa sangat berperan penting untuk menumbuhkan kembali motivasi untuk belajar baik di sekolah maupun diluar sekolah. 6. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Motivasi Belajar Setiap siswa di sekolah dapat menunjukkan prestasi belajar yang berbedabeda dan perbedaan ini disebabkan oleh adanya faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi belajar seseorang. 11
Hamzah B. Uno, Teori Motivasi dan Pengukurannya…, h. 23
14
Menurut Muhibbin Syah secara global, faktor-faktor yang mempengaruhi belajar siswa dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu: a. Faktor Internal yaitu keadaan atau kondisi jasmani dan rohani siswa. b. Faktor Eksternal yaitu kondisi lingkungan sekitar siswa. c. Faktor pendekatan belajar yaitu jenis upaya belajar siswa yang meliputi strategi dan metode yang digunakan siswa untuk melakukan kegiatan pembelajaran materi-materi pelajaran. 12 Sedangkan menurut Abraham Maslow yang dikutip oleh M. Ngalim Purwanto mengemukakan bahwa “salah satu faktor yang mempengaruhi motivasi belajar adalah karena adanya kebutuhan aktualisasi diri, seperti kebutuhan untuk mempertinggi
potensi-potensi
yang
dimiliki,
pengembangan
diri
secara
maksimum, mengembangkan kreativitas dan ekspresi diri”. 13 Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dikatakan bahwa motivasi belajar individu dipengaruhi oleh adanya kebutuhan dari siswa itu sendiri untuk mengembangkan potensi-potensi yang dimilikinya. Dan salah satunya dapat pula melalui layanan bimbingan dan konseling. Sebagai sebuah layanan profesional yang mampu memberikan manfaat bagi kehidupan, khususnya bagi para penerima jasa layanan (klien).
12
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2004), Cet Ke-9, h. 132 13
89
M. Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004), h.
15
B. Bimbingan dan Konseling 1. Pengertian Bimbingan Bimbingan dan penyuluhan merupakan terjemahan dari istilah Guidance dan Counseling dalam bahasa Inggris. Sesuai dengan istilahnya maka bimbingan dapat diartikan secara umum sebagai suatu bantuan atau tuntunan. Namun untuk sampai pada pengertian yang sebenarnya kita harus ingat bahwa tidak setiap bantuan atau tuntunan dapat diartikan sebagai guidance (bimbingan). Istilah bimbingan dapat diartikan dengan berbagai cara. Menurut pandangan Shertzer dan Stone (1981), bimbingan sebaiknya diartikan sebagai proses membantu orang-perorang untuk memahami dirinya sendiri dan lingkungan hidupnya. Perumusan itu mengandung sejumlah kata kunci yaitu proses, membantu, orang-peorangan, memahami diri, dan lingkungan hidup. Proses menunjuk pada gejala bahwa sesuatu akan berubah secara berangsurangsur selama kurun waktu tertentu. Membantu disini berarti memberikan pertolongan dalam menghadapi dan mengatasi tantangan serta kesulitan yang timbul dalam kehidupan manusia. Orang-perorangan menunjuk pada individu atau orang tertentu yang dibantu. Memahami diri berarti mengenal diri sendiri secara lebih mendalam dan menetapkan tujuan-tujuan yang ingin dicapai, serta membentuk nilai-nilai (values) yang akan menjadi pegangan hidupnya. Lingkungan hidup mencakup segala unsur yang menjadi ruang lingkup kehidupan, baik alam sekelilingnya maupun manusia-manusia lain yang berperan dalam hidupnya. Selain itu, istilah bimbingan dapat pula diartikan memberikan informasi, yaitu menyajikan pengetahuan yang dapat digunakan untuk mengambil suatu keputusan, atau memberikan sesuatu sambil memberikan nasihat serta mengarahkan, menuntun ke suatu tujuan. Tujuan pelayanan bimbingan ialah supaya sesama manusia mengatur kehidupan sendiri, menjamin perkembangan dirinya sendiri seoptimal mungkin, memikul tanggung jawab sepenuhnya atas arah hidupnya sendiri, menggunakan kebebasannya sebagai manusia secara dewasa dengan berpedoman pada cita-cita yang mewujudkan semua potensi yang
16
baik padanya, dan menyelesaikan semua tugas yang dihadapi dalam kehidupan ini secara memuaskan. Dalam konteks bimbingan dan konseling di sekolah dan madrasah, Tohirin menjelaskan makna bimbingan ini dengan akronim kata sebagai berikut: B
adalah
Bantuan
I
adalah
Individu
M
adalah
Mandiri
B
adalah
Bahan
I
adalah
Interaksi
N
adalah
Nasehat
G
adalah
Gagasan
A
adalah
Asuhan
N
adalah
Norma
“Bimbingan berarti bantuan yang diberikan oleh pembimbing kepada individu agar individu yang dibimbing mencapai kemandirian dengan mempergunakan berbagai bahan melalui interaksi dan pemberian nasehat serta gagasan dalam suasana asuhan dan berdasarkan norma-norma yang berlaku”. 14 Dalam konteks Bimbingan di sekolah, Hamalik (1992), menyatakan bahwa “Bimbingan di sekolah merupakan aspek program pendidikan yang berkenaan dengan bantuan terhadap para siswa agar dapat menyesuaikan diri dengan situasi yang dihadapinya dan untuk merencanakan masa depannya sesuai dengan minat, kemampuan dan kebutuhan sosialnya” 15 . Bantuan dalam program pendidikan yang dilakukan kepada peserta didik adalah agar peserta didik dapat menyesuaikan diri dengan keadaan dan tempat yang ada, kemudian agar peserta didik mampu merancang masa depannya sesuai dengan keinginan, kemampuan dan kebutuhan akan lingkungan dimana mereka berada. 14
Tohirin, Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah (Berbasis Integrasi), (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2007), cet I, h. 20 15 Tohirin, Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan madrasah…, h. 21.
17
2. Pengertian Konseling “Kata “konseling” mencakup bekerja dengan banyak orang dan hubungan yang mungkin saja bersifat pengembangan diri, dukungan terhadap krisis, psikoterapis, bimbingan atau pemecahan masalah”. 16 Konseling merupakan bantuan masalah oleh konselor kepada klien (konseli) sehingga teratasinya suatu masalah. “ Konseling atau penyuluhan merupakan bagian dari program bimbingan di sekolah dan merupakan salah satu jenis pelayanan bimbingan”. 17 Tidak mengherankan kalau pelayanan bimbingan terutama ditujukan kepada orangorang yang masih muda, khususnya terhadap murid di sekolah lanjutan dan mahasiswa di perguruan tinggi. Sekolah merupakan tempat yang membuka kesempatan yang luas untuk menawarkan pelayanan bimbingan. Bagi banyak siswa, sekolah merupakan satu-satunya tempat untuk menghubungi seorang pembimbing. Maka tidak mengherankan pula kalau di banyak negara, termasuk Indonesia, bimbingan di sekolah diberi proiritas dan paling dikembangkan. Pengembangan itu tampak jelas bila sekolah menyelenggarakan suatu program bimbingan, yaitu sejumlah kegiatan bimbingan yang terencana dan terorganisir selama periode waktu tertentu, misalnya selama satu tahun ajaran. “Konseling memegang peranan sangat penting dalam bimbingan, yang sering disebut sebagai “jantungnya” dari bimbingan; Counseling the heart of, konseling intinya bimbingan; Counseling is the core of guidance, konseling sebagai pusatnya bimbingan; Counseling is the centre of guidance (Mortensen & Schmuller). Konseling dimaknai sebagai jantung, inti dan pusat dari bimbingan karena merupakan layanan atau teknik bimbingan yang bersifat terapetik (therapeutic) atau bersifat menyembuhkan (curative)”. 18
16
John McLeod, Pengantar Konseling: Teori dan studi kasus, (jakarata: Kencana, 2008), Ed. 3, Cet. 2, h. 5 17
Paimun, Bimbingan dan Konseling: Sari Perkuliahan, (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2006), h. 42 18
Zikri Neni Iska, Bimbingan dan Konseling : Pengantar Pengembangan diri dan Pemecahan Masalah Peserta Didik, ( Jakarta: Kizi Brother’s, 2008), cet. 1, h. 18
18
Dalam konteks bimbingan dan konseling di sekolah dan madrasah, Tohirin menjelaskan pemahaman akan konseling dapat dimaknai dari akronim kata sebagai berikut: K
adalah
Kontak
O
adalah
Orang
N
adalah
meNangani
S
adalah
maSalah
E
adalah
Expert/ ahli
L
adalah
Laras
I
adalah
Integrasi
N
adalah
Norma
G
adalah
Guna
“Konseling berarti kontak atau hubungan antara dua orang (konselor dan klien) untuk menangani masalah klien, yang didukung oleh keahlian dan dalam suasana yang laras dan integrasi berdasarkan norma-norma yang berlaku untuk tujuan yang berguna bagi klien”. 19 Berdasarkan makna bimbingan dan konseling di atas, dapat dikemukakan bahwa bimbingan dan konseling merupakan proses bantuan atau pertolongan yang diberikan oleh pembimbing (konselor) kepada individu (konseli) melalui pertemuan tatap muka atau hubungan timbal balik antara keduanya, agar konseli memiliki kemampuan atau kecakapan melihat dan menemukan masalahnya serta mampu memcahkan masalahnya sendiri. Dalam penerapannya di sekolah, bimbingan dan konseling menuntut adanya hal-hal sebagai berikut: a. Adanya organisasi bimbingan di mana terdapat pembagian tugas, peranan dan tanggungjawab yang tegas di antara para petugasnya. b. Adanya program yang jelas dan sistematis untuk melaksanakan penelitian yang mendalam tentang diri murid-murid, melaksanakan penelitian tentang kesempatan atau peluang yang ada, misalnya: kesempatan pendidikan, kesempatan pekerjaan, masalah-masalah yang berhubungan dengan human 19
Tohirin, Bimbingan dan Koseling di Sekolah dan Madrasah, (PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007), h. 25
19
relations, dan kesempatan bagi murid untuk mendapatkan bimbingan dan konseling secara teratur. c. Adanya personil yang terlatih untuk melaksanakan program-program tersebut di atas, dan dilibatkannya seluruh staf sekolah dalam pelaksanaan bimbingan; d. Adanya fasilitas yang memadai, baik fisik mupun non fisik (suasana, sikap, dan sebagainya). e. Adanya kerjasama yang sebaik-baikya antara sekolah, keluarga, dan masyarakat. 20 3. Hubungan Antara Bimbingan dan Konseling Pandangan mengenai bimbingan dan konseling merupakan kegiatan yang integral, keduanya tidak dapat dipisahkan. Oleh karena itu perkataan bimbingan selalu dirangkaikan dengan konseling. Ada pihak-pihak yang beranggapan bahwa tidak ada perbedaan yang prinsipil antara bimbingan dengan konseling. Namun sementara pihak ada yang berpendapat bahwa konseling identik dengan psikoterapis. “Psikoterapi adalah istilah yang digunakan dalam dunia medis seperti unit psikiatri, dan konseling adalah istilah yang digunakan dalam dunia pendidikan seperti pusat bimbingan dan penyuluhan siswa”. 21
Sementara pihak ada lagi yang berpendapat bahwa “Konseling adalah
suatu pertalian timbal balik antara dua orang individu dimana yang seorang (konselor) membantu yang lain (konseli), supaya ia dapat lebih baik memahami dirinya dalam hubungannya dengan masalah hidup yang dihadapinya”. 22 Dengan demikian jelaslah, bahwa konseling merupakan salah satu teknik pelayanan bimbingan secara keseluruhan, yaitu dengan cara memberikan bantuan secara individual. Bimbingan tanpa konseling ibarat pendidikan tanpa pengajaran atau perawatan tanpa pengobatan. Kalaupun ada perbedaan di antara keduanya hanyalah terletak pada tingkatannya. 20
Direktorat Tenaga Kependidikan Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan Departemen Pendidikan Nasional, Bimbingan dan Konseling di Sekolah, 2008, h. 5 21 22
John McLeod, Pengantar Konseling: teori dan studi kasus…, h. 9
I Djumhur dan M. Surya, Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah, (Bandung: CV. Ilmu, 1975), h. 29
20
4. Tujuan, Fungsi, dan Pengembangan Bimbingan dan Konseling dalam Bidang-bidangnya a. Tujuan Pelayanan Bimbingan dan Konseling “Pemberian Layanan Bimbingan dan Konseling bertujuan agar individu dapat merencanakan kegiatan penyelesaian studi, perkembangan karir dan kehidupannya di masa yang akan datang, mengembangkan seluruh potensi dan kekuatan yang dimilikinya seoptimal mungkin, menyesuaikan diri dengan lingkungan pendidikan, lingkungan masyarakat serta lingkungan kerjanya, serta mampu mengatasi hambatan dan kesulitan yang dihadapinya dalam studi, penyesuaian dengan lingkungan pendidikan, masyarakat maupun lingkungan kerja”. 23 Dari definisi di atas dapat disimpulkan tujuan layanan bimbingan dan konseling adalah untuk membantu para siswa agar dapat mengembangkan diri secara optimal sesuai dengan potensi yang dimilikinya sesuai dengan perkembangan lingkungannya. Dalam penerapannya terdapat lima Tujuan Pelayanan Bimbingan dan Konseling, diantaranya sebagai berikut: 1. Untuk mengenali diri sendiri dan lingkungan. 2. Untuk dapat menerima diri sendiri dan ingkungan. 3. Untuk dapat mengambil keputusan sendiri. 4. Untuk dapat mengarahkan diri sendiri. 5. Untuk dapat mewujudkan diri sendiri. 24 Dari tujuan pelayanan bimbingan dan konseling di atas dapat penulis kemukakan sebagai berikut: 1. Untuk mengenali diri sendiri dan lingkungan, maksudnya ialah agar peserta didik mampu mengenal dan menyesuaikan diri dengan lingkungannya. 2. Untuk dapat menerima diri sendiri dan lingkungan, maksudnya ialah agar peserta didik dapat menerima keadaan yang dia miliki, baik dari segi kelebihan dan kekurangannya. 3. Untuk dapat mengambil keputusan, maksudnya ialah agar peserta didik dapat mengambil keputusan sendiri terhadap segala sesuatu yang dihadapinya. 23
Syamsu Yusuf dan A.Juntika Nurihsan, Landasan Bimbingan dan Konseling, (PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 2006), h. 13. 24 Zikri Neni Iska, Bimbingan dan Konseling: Pengantar Pengembangan Diri dan Pemecahan Masalah Peserta Didik…, h. 20-22
21
4. Untuk dapat mengarahkan diri sendiri, maksudnya ialah apapun potensi yang dimiliki oleh peserta didik harus diarahkan sesuai dengan bakat dan minatnya. 5. Untuk dapat mewujudkan diri sendiri, maksudnya ialah agar peserta didik suatu saat dapat mewujudkan keinginan atau cita-cita yang dia miliki. Pada dasarnya, kelima tujuan dilaksanakannya pelayanan bimbingan dan koseling tersebut di atas adalah agar peserta didik mampu mencapai dirinya tersebut dalam mengenal, menerima dirinya serta mampu mewujudkan dirinya. Selain itu, Bimbingan dan Konseling bertujuan membantu peserta didik agar memiliki kompetensi, mengembangkan potensi dirinya seoptimal mungkin atau mewujudkan nilai-nilai yang terkandung dalam tugas-tugas perkembangan yang harus dikuasainya sebaik mungkin. Selain itu, menurut John Mcleod fondasi dari keragaman model teori dan tujuan sosial adalah keragaman ide tentang tujuan konseling dan terapi. Berikut ini adalah beberapa tujuan yang didukung secara eksplisit maupun implisit oleh para konselor, yaitu: a)
b)
c)
d)
e) f) g) h) i)
Pemahaman. Adanya pemahaman dan perkembangan kesulitan emosional, mengarah kepada peningkatan kapasitas untuk lebih memilih kontrol rasional ketimbang perasaan dan tindakan. Berhubungan dengan orang lain. Menjadi lebih mampu membentuk dan mempertahankan hubungan yang bermakna dengan orang lain. Seperti dalam keluarga atau tempat kerja. Kesadaran diri. Menjadi lebih peka terhadap pemikiran dan perasaan yang selama ini di tolak atau di tahan, atau mengembangkan perasaan yang lebih akurat berkenaan dengan bagaimana penerimaan orang lain terhadap diri. Penerimaan diri. Pengembangan sikap positif terhadap diri yang di tandai oleh kemampuan menjelaskan pengalaman yang selalu menjadi subjek kritik diri dan penolakan. Aktualisasi diri atau Individuasi. Pergerakan kearah pemenuhan potensi atau penerimaan integrasi bagian diri yang sebelumnya saling bertentangan. Pencerahan. Membantu klien mencapai kondisi kesadaran spiritual yang lebih tinggi. Pemecahan masalah. Menemukan pemecahan problem tertentu yang tidak bisa di pecahkan oleh klien seorang diri. Pendidikan psikologi. Membuat klien mampu menangkap ide dan teknik untuk memahami dan megontrol tingkah laku. Memilih keterampilan sosial. Mempelajari dan menguasai keterampilan sosial dan Interpersonal seperti mempertahankan kontak mata, tidak menyela pembicaraan, asertif atau pengendalian kemarahan.
j)
k) l) m) n)
22
Perubahan kognitif. Modifikasi atau mengganti kepercayaan yang tidak rasional atau pola pemikiran yang tidak dapat diadaptasi yang diasosiasikan dengan tingkah laku penghancuran diri. Perubahan tingkah laku. Modifikasi atau mengganti pola tingkah laku yang maladaptif atau merusak. Perubahan sistem. Memperkenalkan perubahan dengan cara beroperasinya sistem sosial, seperti keluarga. Penguatan. Berkenaan dengan keterampilan, kesadaran dan pengetahuan yang akan membuat klien mampu mengontrol kehidupannya. Restitusi. Membantu klien membuat perubahan kecil terhadap perilaku yang merusak. 25
b. Fungsi Bimbingan dan Konseling di Sekolah Bimbingan dan konseling menempati bidang pelayanan siswa dalam keseluruhan proses kegiatan pendidikan. Dalam hubungan ini, bimbingan dan konseling berfungsi sebagai pemberi layanan pada siswa agar dapat berkembang menjadi pribadi mandiri. Dan dalam pelaksanaannya, bimbingan dan konseling memiliki berbagai fungsi. Adapun yang menjadi fungsi pokok dari pelayanan bimbingan dan konseling menurut W.S. Winkel, antara lain: a.
Fungsi Penyaluran (distributive), yaitu fungsi bimbingan dalam membantu siswa mendapatkan atau memilih program studi yang sesuai dengan dirinya.
b.
Fungsi Penyesuaian (adjustive), yaitu fungsi bimbingan dalam membantu siswa menemukan cara menempatkan diri secara tepat dalam berbagai keadaan dan situasi yang dihadapi.
c.
Fungsi Pengadaptasian, yaitu fungsi bimbingan sebagai narasumber bagi tenaga-tenaga kependidikan yang lain di sekolah, khususnya pimpinan sekolah dan staf pengajar, dalam hal mengarahkan rangkaian kegiatan pendidikan dan pengajaran supaya sesuai dengan kebutuhan para siswa. 26
25
John McLeod, Pengantar Konseling: Teori dan Studi Kasu,(Jakarta: Kencana, 2008), Ed.3, Cet. 2, h. 13 26
W. S. Winkel, Bimbingan dan Konseling di Institut Pendidikan, (Jakarta : Grasindo, 1997), h. 98
23
Sementara pihak ada lagi yang berpendapat pelayanan bimbingan dan konseling khususnya di sekolah memiliki beberapa fungsi, yaitu (1) fungsi pencegahan (preventif), (2) pemahaman, (3) pengentasan, (4) pemelihraan, (5) penyaluran, (6) penyesuaian, (7) pengembangan, (8) perbaikan, dan (9) advokasi. 27 Dengan demikian fungsi dari pelayanan bimbingan dan konseling di atas adalah harus mengacu kepada satu atau lebih fungsi-fungsi tersebut agar hasilhasil yang dicapainya secara jelas dapat di identifikasi dan di evaluasi. c. Bidang Bimbingan dan Konseling Bidang-bidang bimbingan dan konseling akan diuraikan dengan lingkup program dan praktek pengembangan potensi dan kepribadian siswa. a. Bidang Pengembangan Pribadi Pengembangan dalam bidang pribadi adalah merupakan layanan pengembangan kemampuan dalam mengatasi masalah-masalah pribadi yang berkenaan dengan aspek-aspek intelektual, afektif dan fisik motorik. b. Bidang Pengembangan Sosial Pengembangan bidang sosial merupakan layanan pengembangan kemampuan dalam mengatasi masalah sosial dalam kehidupan di rumah, sekolah dan masyarakat dalam kerjasama dan berinteraksi dengan teman sebaya atau orang dewasa. c. Bidang Pengembangan Pendidikan Pengembangan dalam bidang pendidikan adalah layanan mengoptimalkan perkembangan dan mengatasi masalah dalam proses pendidikan yang sedang dijalani maupun yang akan dimasukinya kelak. d. Bidang Pengembangan Pembelajaran Pengembangan dalam bidang pembelajaran merupakan layanan mengoptimalkan perkembangan dan mengatasi masalah dalam proses pembelajaran baik disekolah maupun dirumah. e. Bidang Pengembangan karir Pengembangan dalam bidang pengembangan karir merupakan layanan merencanakan dan mempersiapkan pengembangan karir dengan bimbingan pengenalan dunia karir, penyusunan rencana karir, dan persiapan karir bagi peserta didik., dan sukses dalam karir. Kelima bidang pengembangan ini merupakan bagian dalam mengembangkan diri individu peserta didik yang
27
Tohirin, Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah (Berbasis Integrasi), (Jakarta: raja Grafindo Persada, 2007), h. 39
24
berkaitan dengan Pribadi, kehidupan sosial, pendidikan, pembelajaran, dan karir atau profesi yang akan ditekuninya kelak. 28 5. Jenis Layanan Bimbingan dan Konseling Kegiatan Layanan Bimbingan dan Konseling, minimal sembilan layanan yang menjadi perhatian dalam tulisan ini yang dirujuk dari buku Prayitno (2004) dan Tohirin (2007), diantaranya yaitu: 1. Layanan
Orientasi,
yaitu
layanan
bimbingan
yang
dilakukan
untuk
memperkenalkan siswa baru atau seseorang terhadap lingkungan yang baru dimasukinya 29 . Layanan orientasi ini bertujuan untuk membantu individu agar mampu menyesuaikan diri terhadap lingkungannya atau situasi yang baru dan agar individu dapat memperoleh manfaat sebesar-besarnya dari berbagai sumber yang ada pada suasana atau lingkungan baru. 2. Layanan Informasi, yaitu suatu layanan yang berupaya memenuhi kekurangan individu akan informasi yang mereka butuhkan dan usaha-usaha untuk membekali siswa dengan pengetahuan dan pemahaman tentang lingkungan hidupnya. Layanan informasi ini bertujuan agar individu mengetahui menguasai informasi yang selanjutnya dimanfaatkan untuk keperluan hidupnya sehari-hari dan perkembangan dirinya. 3. Layanan Penempatan dan Penyaluran, bertujuan agar siswa memperoleh tempat yang sesuai dalam mengembangkan potensi diri siswa atau seseorang. 30 4. Layanan Konseling Perorangan, yaitu layanan konseling yang diselenggarakan oleh konselor terhadap klien dalam rangka pengentasan masalah pribadi klien. 5. Layanan Bimbingan Kelompok, yaitu suatu cara memberikan bantuan (bimbingan) kepada individu (siswa) melalui kegiatan kelompok.
28
Zikri Neni Iska, Bimbingan dan Konseling: Pengembangan Diri dan Pemecahan Masalah Peserta didik…, h. 46-50 29
Prayitno dan Erman Amti, Dasar-dasar bimbingan dan Konseling, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2004), Cet 2, h. 255 30 Tohirin, Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah (Berbasis Integrasi), (Jakarta: raja Grafindo Persada, 2007), h. 153
25
6. Layanan Konseling Kelompok, yaitu sebagai suatu upaya pembimbing atau konselor membantu memecahkan masalah-masalah pribadi yang dialami oleh masing-masing kelompok agar tercapai perkembangan yang optimal. 7. Layanan konsultasi merupakan layanan konseling yang dilaksanakan oleh konselor (pembimbing) terhadap seorang konsulti untuk memperoleh wawasan pemahaman dan cara-cara yang perlu dilaksanakannya dalam menangani kondisi atau permasalahan pihak ketiga. Tujuan layanan konsultasi ini adalah agar klien (siswa) dengan kemampuannya sendiri dapat menangani kondisi atau permasalahan yang dialami oleh pihak ketiga. Pihak ketiga adalah orang yang mempunyai hubungan baik dengan konsulti. 8. Layanan Mediasi merupakan layanan konseling yang dilaksanakan konselor terhadap dua pihak atau lebih yang sedang dalam keadaan saling tidak menemukan kecocokan atau dalam kondisi bermusuhan. Layanan Mediasi ini bertujuan agar tercapainya kondisi hubungan yang positif dan kondusif diantara klien sehingga terjadi perubahan dari kondisi awal yang negatif menjadi kondisi baru dalam hubungan antara kedua belah pihak yang bermasalah. 9. Layanan Bimbingan Belajar merupakan salah satu bentuk layanan bimbingan yang penting diselenggarakan di sekolah. Hal ini dikarenakan kegalan-kegalan yang dialami siswa dalam belajar tidak selalu disebabkan oleh kebodohan atau rendahnya inteligensi, melainkan disebabkan mereka tidak dapat pelayanan bimbingan yang memadai. Dengan kata lain, layanan bimbingan dan konseling di atas adalah “dasar dari bimbingan dan penyuluhan disekolah, yang merupakan proses bantuan khusus yang diberikan kepada semua siswa dalam memahami, mengarahkan diri, bertindak serta bersikap sesuai dengan tuntutan dan keadaan lingkungan sekolah, keluarga, dan masyarakat dalam rangka mencapai perkembangan yang optimal”. 31 Dasar pemikiran penyelenggaraan bimbingan dan konseling di sekolah atau madrasah, bukan semata-mata terletak pada ada atau tidak adanya landasan 31
W. S. Winkel, Bimbingan dan Konseling di Institut Pendidikan, (Jakarta: Grasindo, 1997), Ed. Revisi, h. 97
26
hukum atau perundang-undangan, namun yang lebih penting adalah menyangkut upaya memfasilitasi peserta didik yang selanjutnya disebut “konseli”, agar mampu mengembangkan potensi dirinya atau mencapai tugas-tugas perkembangannya yang menyangkut aspek fisik, emosi, intelektual, sosial, dan moral-spiritual. Konseli sebagai seorang individu yang sedang berada dalam proses berkembang, yaitu berkembang ke arah kematangan atau kemandirian. Untuk mencapai kematangan tersebut, konseli memerlukan bimbingan karena mereka masih kurang memiliki pemahaman atau wawasan tentang dirinya dan lingkungannya, juga pengalaman dalam menentukan arah kehidupannya. Disamping itu terdapat suatu keniscayaan bahwa proses perkembangan konseli tidak selalu berlangsung secara mulus, atau bebas dari masalah. Dengan kata lain, proses perkembangan itu tidak selalu berjalan dalam alur linier, lurus, atau searah dengan potensi, harapan dan nilai-nilai yang dianut. Perkembangan konseli tidak lepas dari pengaruh lingkungan, baik fisik, psikis maupun sosial. Sifat yang melekat pada lingkungan adalah perubahan. Perubahan yang terjadi dalam lingkungan dapat mempengaruhi gaya hidup seseorang. Apabila perubahan yang terjadi itu sulit diprediksi, atau di luar jangkauan kemampuan, maka akan melahirkan kesenjangan perkembangan perilaku konseli, seperti terjadinya stagnasi atau kemandegan perkembangan, masalah-masalah pribadi atau penyimpangan perilaku. Dengan demikian, upaya untuk menangkal dan mencegah penyimpangan perilaku tersebut, adalah mengembangkan potensi konseli dan memfasilitasi mereka secara sistematik dan terprogram untuk mencapai standar kompetensi kemandirian. Upaya ini merupakan tugas dari bimbingan dan konseling yang harus dilakukan secara proaktif tentang perkembangan konseli beserta berbagai faktor yang mempengaruhinya.
C. Kerangka Berfikir Pelayanan konseling dimaksudkan untuk memberikan bantuan kepada individu dalam memecahkan masalahnya secara individual atau kelompok. Bimbingan merupakan usaha yang dilakukan untuk memberikan bantuan kepada siswa untuk membantu mengatasi masalah yang dihadapinya, agar tercapai kemampuan untuk dapat memahami, menerima, mengarahkan, dan kemampuan
27
untuk merealisasikan dirinya sesuai dengan potensi atau kemampuannya dalam mencapai penyesuaian diri dengan lingkungan, baik keluarga, sekolah maupun masyarakat. Sedangkan motivasi merupakan pendorong bagi seseorang untuk melakukan aktivitas tertentu. Dalam proses belajar juga memerlukan adanya daya pendorong (motivasi) agar hasil dari proses belajar tersebut bisa dipertanggungjawabkan. Ketika anak (siswa) memiliki motivasi belajar yang tinggi, baik itu berasal dari dirinya maupun atas dorongan orang lain, maka proses belajar yang dilakukannya akan berjalan efektif dan efisien. Namun, tidak selamanya anak mempunyai motivasi belajar (motivasi instrinsik) yang memadai untuk melakukan aktivitas belajar, sehingga belajarnya menjadi tidak efektif dan efisien. Oleh karena itu guru dalam hal ini guru BK harus memberikan dorongan agar motivasi belajar dapat meningkat. Atau dengan kata lain memberikan dorongan yang semula bersifat ekstrinsik menjadi kesadaran anak untuk belajar (motivasi intrinsik). Dengan demikian, diduga semakin tinggi intensitas layanan bimbingan dan konseling yang diberikan di sekolah, maka akan semakin tinggi pula motivasi siswa dalam belajar. Hal ini dikarenakan, bahwa siswa tersebut merasa diperhatikan akan kebutuhannya, yang mungkin tidak didapatkan ketika siswa tersebut berada di rumah. Akan tetapi sebaliknya, makin rendah intensitas layanan bimbingan dan konseling yang diberikan di sekolah, maka semakin rendah pula motivasi siswa dalam belajar.
D. Hipotesis Penelitian Hipotesis penelitian adalah dugaan sementara yang mengarahkan penelitian yang berarti hipotesis harus diuji dan tidak dituntut untuk benar, tetapi mengkaji sampai seberapa jauh kebenaran yang disediakan terhadap masalah yang diteliti. Walau demikian, dalam merumuskan hipotesis haruslah didasarkan pada sejumlah informasi yang meyakinkan. Hipotesis penelitian ini sebagai berikut: Ho : Tidak ada hubungan positif yang signifikan antara intensitas layanan bimbingan dan konseling dengan motivasi belajar siswa. Ha : Ada hubungan positif yang signifikan antara intensitas layanan bimbingan dan konseling dengan motivasi belajar siswa.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 3 Kota Tangerang Selatan. Pada tanggal 4 Januari sampai 11 Februari 2010.
B. Pendekatan dan Metode Penelitian Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif yang menampilkan hasil berupa angka-angka, sedangkan metode penelitian yang digunakan adalah metode korelasional, yaitu penelitian yang dirancang untuk menentukan tingkatan-tingkatan hubungan variabel-variabel yang berbeda dalam suatu populasi. Adapun alasan peneliti menggunakan penelitian korelasional karena sesuai dengan tujuan penelitian ini yaitu untuk melihat hubungan antara dua variabel, yaitu antara intensitas layanan bimbingan dan konseling dengan motivasi belajar siswa. Jadi jenis penelitian yang cocok untuk digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian korelasional.
C. Populasi dan Sampel Populasi adalah keseluruhan objek penelitiaan 1 . Populasi target dari penelitian ini adalah siswa SMA Negeri 3 Kota Tangerang Selatan, sedangkan 1
Suharsisnmi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2006), Edisi Revisi, Cet. Ke-13, h. 130
28
29
populasi yang terjangkau adalah siswa kelas XI semester genap tahun ajaran 2009-2010, yang terdiri dari 5 rombel (rombongan belajar). Sampel adalah sebagai bagian dari populasi yang diambil dengan menggunakan cara-cara tertentu 2 . Adapun proporsi yang penulis pergunakan adalah seperti yang dikemukakan oleh Suharsimi Arikunto bahwa “apabila subyeknya kurang dari 100, lebih baik diambil semua sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi, selanjutnya jika jumlah subyeknya besar dapat diambil antara 1015% atau 20-25% atau lebih”. 3 Jadi dari populasi yang berjumlah 148 orang yang menjadi sampel sebesar 21,5 % (30 orang) siswa. Kelas XI dijadikan sebagai subjek penelitian dengan pertimbangan bahwa siswa kelas XI tersebut telah mendapatkan bimbingan dan konseling selama satu tahun sehingga dapat merasakan manfaat dari program bimbingan dan konseling di sekolah tersebut. D. Pengambilan Sampel Pengambilan sampel dalam penelitian ini secara sistematic random sampling. Dalam teknik ini semua individu dalam populasi baik secara sendiri-sendiri atau bersama-sama diberi kesempatan yang sama untuk dipilih menjadi anggota sampel, dengan cara setiap kelas yang terdiri dari 5 rombel, masing-masing kelas diambil sebanyak 6 orang yang didasarkan pada nomor urut absen yang berangka genap. E. Variabel Penelitian 1. Definisi Konseptual Bimbingan dan konseling merupakan proses bantuan atau pertolongan yang diberikan oleh pembimbing (konselor) kepada individu melalui pertemuan tatap muka atau hubungan timbal balik antara keduanya, agar konseli (siswa) memiliki kemampuan atau kecakapan melihat dan menemukan masalahnya serta mampu memecahkan masalahnya sendiri. Motivasi belajar adalah keseluruhan daya penggerak di dalam diri seseorang (siswa) yang menimbulkan kegaiatan belajar, yang menjamin 2
S. Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2009), h. 121 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, Suatu Pnedekatan, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2002), Edisi Revisi, h. 102 3
30
kelangsungan dari kegiatan belajar dan memberikan arah pada kegiatan belajar itu, maka tujuan yang dikehendaki oleh siswa tercapai. 2. Definisi Operasional Dalam penelitian ini ada dua variabel yang akan diteliti, yaitu intensitas layanan bimbingan dan konseling sebagai variabel bebas (variable X) dan motivasi belajar siswa sebagai variabel terikatnya (variabel Y). Secara operasional, yang dimaksud dengan layanan bimbingan dan konseling adalah pemberian bantuan kepada siswa yang dilakukan oleh konselor yang meliputi sejumlah layanan orientasi, informasi. penempatan dan penyaluran, konseling perorangan, konseling kelompok, konsultassi, mediasi, dan layanan pembelajaran, yang diukur dengan skala layanan bimbingan dan konseling. Motivasi belajar siswa secara operasional didefinisikan sebagai gerak yang mendorong seseorang (siswa) untuk bekerja atau melakukan sesuatu perbuatan dengan sungguh-sungguh yang tercermin dalam keaktifan siswa dalam rangka menghadapi situasi pembelajaran yang menyangkut minat dan keinginan untuk belajar, yang diukur dengan skala motivasi belajar. F. Teknik Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian 1. Untuk memperoleh data-data dalam Penelitian ini, penulis menempuh teknik pengumpulan data sebagai berikut: 1. Observasi Yaitu mengadakan pengamatan dan pencatatan secara sistematik terhadap gejala yang tampak pada objek penelitian4 . Observasi ini dilakukan untuk mendapatkan data yang berkaitan langsung dengan pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling di SMA Negeri 3 Kota Tangerang Selatan.
4
S. Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan…, h. 158
31
2. Wawancara Yaitu dengan mengumpulkan data dengan mewawancari pihakpihak yang dianggap dapat memberikan informasi yang berkaitan dengan bimbingan dan konseling dalam memotivasi belajar siswa, guna untuk mempertajam atau memperjelas hasil angket. 3. Kuesioner atau Angket Kuesioner atau angket adalah daftar pertanyaan yang diberikan kepada orang lain yang bersedia memberikan respon (responden) sesuai dengan permintaan pengguna 5 . Dalam Penelitian ini kuesioner yang digunakan adalah skala berbentuk pernyataan tertutup. Kuesioner ini disebut juga kuesioner berstruktur, karena berisi pernyataan-pernyataan yang disertai sejumlah alternatif jawaban yang disediakan. Responden dalam menjawab terikat pada sejumlah kemungkinan jawaban yang sudah disediakan. 6 2. Instrumen Penelitian Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah: a. Pedoman Observasi 1) Program layanan bimbingan dan konseling 09-10 2) Profil sekolah b. Pedoman Wawancara Berisi sejumlah daftar petanyaan-pertanyaan yang sudah tersusun secara sistematis, terutama yang berkaitan dengan kegiatan layanan program bimbingan dan konseling dengan motivasi belajar siswa. c. Kuesioner dalam bentuk skala layanan bimbingan dan konseling dan skala motivasi belajar.
5
Ridwan, Belajar Mudah Penelitian Untuk Guru-Karyawan dan penelitian pemula, (Bandung: Alfabeta, 2005), h. 71 6 S. Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan,…, h. 168
32
Tabel 3.1 Kisi-kisi Instrumen Try Out Skala Layanan BK Variabel Layanan Bimbingan dan Konseling (Variabel X)
Indikator
No. Item
1. Layanan BK dalam Belajar: a. Membantu siswa dalam proses belajar-mengajar b.Membentuk kebiasaan belajar
1, 2, 3, 4, 5, 6 7, 8, 9, 10, 11 c. Kegiatan layanan bimbingan dan 12, 13, 14, konseling 15
2. Layanan BK dalam karir atau profesi: a. Informasi Pendidikan b. Informasi Dunia Kerja
16, 17, 18, 19 20, 21, 22, 23,24, 25
Tabel 3.2 Kisi-kisi Instrumen Try Out Skala Motivasi Belajar Variabel Motivasi Belajar Siswa (Variabel Y)
Indikator 1. Motivasi Belajar Intrinsik: a. Keinginan untuk belajar b. Senang mengikuti pelajaran c. Menyelesaikan tugas d. Meningkatkan pengetahuan
2. Motivasi Belajar Ekstrinsik a. Lingkungan sekitar b. Sarana belajar c. Penghargaan
No. Item 13,14, 17, 20, 24 3, 9, 26, 27, 29, 30 2, 8, 10, 18, 21 4, 11, 15, 19, 22, 28 1, 7 5, 25 6, 12, 16, 23
33
Untuk memperoleh data tentang layanan bimbingan dan konseling dengan motivasi belajar siswa, digunakan angket (kuesioner) tertutup. Pada angket penulis menggunakan skala likert dimana responden sudah disediakan jawaban alternatifnya, yaitu: SS
: Sangat Sesuai
:4
S
: Sesuai
:3
TS
: Tidak Sesuai
:2
STS
: Sangat Tidak Sesuai : 1 Seluruh bobot nilai di atas berlaku untuk pertanyaan-pertanyaan
yang bersifat positif, sedangkan pertanyaan-pertanyaan yang bersifat negatif bobot nilai di atas menjadi kebalikannya. Angket yang dirancang dan digunakan di dalam penelitian ini dibuat berdasarkan indikator-indikator variabel layanan bimbingan dan konseling dan motivasi belajar siswa. G. Uji Coba Instrumen Instrumen yang digunakan dalam layanan bimbingan dan konseling dan motivasi belajar siswa dilakukan uji coba kepada 30 responden. Kemudian akhir angket tersebut diuji coba tingkat validitas dan reliabilitasnya a. Validitas Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevali dan atau kesahihan suatu instrumen 7 . Untuk menguji tingkat kesahihan atau validitas instrumen, maka peneliti melakukan analisis butir, dimana skor-skor yang ada pada butir dipandang sebagai nilai X dan skor total dipandang sebagai nilai Y. Dengan diperolehnya indeks validitas setiap butir dapat diketahui dengan pasti butir-butir manakah yang memenuhi syarat ditinjau dari validitasnya. Analisis butir ini menggunakan rumus korelasi product moment dari karl pearson, yaitu: rxy =
N ∑ XY − (∑ X )(∑ Y ) {N ∑ X 2 − (∑ X ) 2 }{N ∑ Y 2 − (∑ Y ) 2 }
7
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), Cet. Ke-12, h. 144
34
Keterangan: rxy
: Angka indeks korelasi “r” product moment
X
: Skor total X
Y
: Skor total Y
(∑X)² : Kuadrat jumlah skor total X ∑X²
: Jumlah kuadrat skor total X
(∑Y)² : Kuadrat jumlah skor total Y ∑Y²
: Jumlah kuadrat skor total Y
N
: Number of Cases Bila koefisien daya bedanya rendah mendekati nol berarti fungsi
item tersebut tidak cocok dengan fungsi ukuran skala dan daya bedanya tidak cocok dengan fungsi ukur serta daya bedanya tidak baik. 1) Hasil Uji Validitas Skala Layanan Bimbingan dan Konseling Dari data try out hasil perhitungan menggunakan komputerisasi program SPSS versi 16.0 indeks validitas item skala layanan bimbingan konseling yang diuji cobakan pada 30 orang siswa (N=30). Skala terdiri dari 25 item, dan untuk perhitungan validitas digunakan rumus product moment pearson dengan bantuan SPSS 16.0 dan menggunakan taraf signifikansinya 5% dengan rtabel = 0,361, setelah diuji validitasnya diperoleh hasil sebagai berikut: indeks validitas skala layanan bimbingan dan konseling bergerak dari 0,208 sampai dengan 0,844. Dari 25 item diujicobakan terdapat 7 item yang gugur atau tidak valid yaitu item no : 2, 5, 6, 8, 14, 17, 18 karena tidak memenuhi standar koefisien
validitas
yang
dianggap
memuaskan
sebesar
0,361.
Sedangkan untuk item yang valid atau item yang memiliki korelasi tetap menjadi 0,361, diperoloeh 18 item, yaitu nomor : 1, 3, 4, 7, 9, 10, 11, 12, 13, 15, 16, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 25 Dari 18 item terbaik tersebut kemudian siap digunakan untuk penelitian. Berikut blue print skala try out dapat dilihat pada tabel 3.3.
35
Tabel 3.3 Blue Print Hasil Try Out Skala Layanan BK
Variabel
Indikator
No. Item
Layanan Bimbingan 1. Layanan BK dalam Belajar: dan Konseling a. Membantu siswa dalam proses 1, 2*, 3, 4, 5*, 6*, (Variabel X) belajar-mengajar 7, 8*, 9, 10, 11 b. Membentuk kebiasaan belajar c. Kegiatan layanan bimbingan 12, 13, 14*, 15 dan konseling 2. Layanan BK dalam karir atau profesi: a. Informasi Pendidikan b. Informasi Dunia Kerja
16, 17*, 18*, 19 20, 21, 22, 23,24, 25
*Ket :Tidak Valid Tabel 3.4 Blue Print Penelitian Try Out Skala Layanan BK
Variabel
Indikator
Layanan Bimbingan dan Konseling (Variabel X)
1. Layanan BK dalam Belajar: a. Membantu siswa dalam proses belajar-mengajar b.Membentuk kebiasaan belajar
c. Kegiatan layanan bimbingan dan konseling 2. Layanan BK dalam karir atau profesi: a. Informasi Pendidikan b. Informasi Dunia Kerja
No. Item 1, 3, 4 7, 9, 10, 11 12, 13, 15
16, 19 20, 21, 22, 23,24, 25
2) Hasil Uji Validitas Skala Motivasi Belajar Siswa Sedangkan Indeks Validitas skala motivasi belajar siswa bergerak dari 0,142 sampai dengan 0,838. Dari 30 item diujicobakan terdapat 7 item yang gugur atau tidak valid yaitu item no : 2, 14, 17, 18, 26, 27, 28
36
karena tidak memenuhi standar koefisien validitas yang dianggap memuaskan sebesar 0,361. Sedangkan untuk item yang valid atau item yang memiliki korelasi tetap menjadi 0,361, diperoloeh 23 item, yaitu nomor : 1, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 15, 16, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 25, 29, 30 Dari 23 item terbaik tersebut kemudian siap digunakan untuk penelitian. Berikut blue print skala try out dapat dilihat pada tabel 3.5 Tabel 3.5 Blue Print Hasil Try Out Skala Motivasi Belajar Siswa
Variabel Motivasi Belajar Siswa (Variabel Y)
Indikator 1. Motivasi Belajar Intrinsik: a. Keinginan untuk belajar b. Senang mengikuti pelajaran c. Menyelesaikan tugas d. Meningkatkan pengetahuan
2. Motivasi Belajar Ekstrinsik a. Lingkungan sekitar b. Sarana belajar c. Penghargaan
*Ket :Tidak Valid
No. Item 13,14*, 17*, 20, 24 3, 9, 26*, 27*, 29, 30 2*, 8, 10, 18*, 21 4, 11, 15, 19, 22, 28* 1, 7 5, 25 6, 12, 16, 23
37
Tabel 3.6 Blue Print Penelitian Skala Motivasi Belajar Siswa
Variabel Motivasi Belajar Siswa (Variabel Y)
Indikator 1. Motivasi Belajar Intrinsik: a. Keinginan untuk belajar b. Senang mengikuti pelajaran
No. Item 13, 20, 24 3, 9, 29, 30
c. Menyelesaikan tugas
8, 10, 21
d. Meningkatkan pengetahuan
4, 11, 15, 19, 22
2. Motivasi Belajar Ekstrinsik a. Lingkungan sekitar b. Sarana belajar c. Penghargaan
1, 7 5, 25 6, 12, 16, 23
b. Uji Reliabilitas Skala
Reliabilitas
instrumen
menunjukkan
keajegan
soal
dalam
memberikan hasil pengukuran. Perhitungan reliabilitas menggunakan rumus Alpha Cronbach’s.
Keterangan: S1² dan S2² : Varians skor belahan 1 dan varians skor belahan 2 Sx²
: Varians skor skala Untuk mengetahui reliabilitas skala layanan bimbingan dan
konseling dan skala motivasi belajar siswa dapat dilihat pada kaidah reliabilitas Guilford :
38
Tabel 3.7 Kaidah Reliabilitas Guilford Kriteria
Koefisien Reliabilitas
Sangat Reliabel
> 0,9
Reliabel
0,7 – 0,9
Cukup Reliabel
0,4 – 0,7
Kurang Reliabel
0,2 – 0,4
Tidak Reliabel
< 0,2
Dari hasil uji reliabilitas skala Layanan Bimbingan dan Konseling dengan menggunakan sistem komputerisasi program SPSS versi 16.0 maka didapat :
Scale Statistics Mean
Variance
57.20
Std. Deviation
98.441
N of Items
9.922
18
Reliability Statistics Cronbach's Alpha .941
N of Items 18
Interpretasi :
Dari hasil perhitungan, diperoleh keseluruhan koefisien reliabilitas Alpha Cronbach skala layanan bimbingan dan konseling sebesar 0,941. Sedangkan untuk hasil uji reliabilitas skala Motivasi Belajar Siswa didapat :
39
Scale Statistics Mean
Variance
74.10
Std. Deviation
150.507
N of Items
12.268
23
Reliability Statistics Cronbach's Alpha
N of Items
.953
23
Interpretasi :
Dari hasil perhitungan, diperoleh keseluruhan koefisien reliabilitas Alpha Cronbach skala motivasi belajar siswa sebesar 0,953. Dari perhitungan uji reliabilitas skala motivasi belajar siswa diperoleh hasil keseluruhan item reliabel.
c. Hipotesis
Uji hipotesis dilakukan guna membuktikan kebenaran untuk mengetahui apakah intensitas layanan bimbingan dan konseling secara nyata mempengaruhi motivasi belajar siswa SMA Negeri 3 Kota Tangerang Selatan. Dalam menguji kebenarannya yang dikemukakan oleh penulis, maka digunakan rumus product moment sebagai berikut: rxy =
N ∑ XY − (∑ X )(∑ Y ) {N ∑ X 2 − (∑ X ) 2 }{N ∑ Y 2 − (∑ Y ) 2 }
Keterangan: rxy
: Angka indeks korelasi “r” product moment
X
: Skor total X
Y
: Skor total Y
40
(∑X)²
: Kuadrat jumlah skor total X
∑X²
: Jumlah kuadrat skor total X
(∑Y)²
: Kuadrat jumlah skor total Y
∑Y²
: Jumlah kuadrat skor total Y
N
: Number of Cases Untuk memperoleh koefisien korelasi ( r ) kemudian digunakan dalam pengujian hipotesis statistik sebagai berikut:
Ho : P ≠ 0 Ha : P = 0 Ha
: Ada hubungan positif yang signifikan antara intensitas layanan bimbingan dan konseling dengan motivasi belajar siswa.
Ho
: Tidak ada hubungan positif yang signifikan antara intensitas layanan bimbingan dan konseling dengan motivasi belajar siswa. Setelah menguji hipotetsis, diuji pula seberapa besar kontribusi variabel layanan bimbingan dan konseling (X) terhadap motivasi belajar siswa (Y), dengan menggunakan rumus: KD = r² x 100% Keterangan: KD
: Koefisien Determinasi
r
: Angka koefisien korelasi
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Responden 1. Siswa Penelitian ini melibatkan 30 responden yaitu siswa dan siswi yang bersekolah di SMA Negeri 3 Kota Tangerang Selatan dan masih duduk di kelas XI. Tabel 4.1 Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin No.
Kategori
Jumlah
Persentase
1.
Perempuan
14
46,6 %
2.
Laki-laki
16
53,4 %
Total
30
100 %
Berdasarkan jenis kelamin, diperoleh gambaran siswa dan siswi diantaranya 14 (46,6 %) yang berjenis perempuan dan 16 (53,4 %) orang yang berjenis kelamin laki-laki. Ini menunjukkan bahwa berdasarkan jenis kelamin, pengambilan responden lebih banyak laki-laki dari pada perempuan.
41
42
Tabel 4.2 Subjek Berdasarkan Kelas Kelas
Jumlah
Persentase
XI IPS 1
6
20 %
XI IPS 2
6
20 %
XI IPS 3
6
20 %
XI IPS 4
6
20 %
XI IPS 5
6
20 %
Total
30
100 %
Berdasarkan tabel 4.2 dapat diketahui bahwa responden penelitian dari masing-masing kelas XI IPS 1 sebanyak 6 orang (20 %), kelas XI IPS 2 sebanyak 6 orang (20 %), kelas XI IPS 3 sebanyak 6 orang (20 %), kelas XI IPS 4 sebanyak 6 orang (20 %), dan kelas XI IPS 5 sebanyak 6 orang (20 %). Tabel 4.3 Subjek Berdasarkan Motivasi siswa Mengikuti Bimbingan Kategori
Jumlah
Persentase
Ada Masalah Belajar
12
40 %
Ada Masalah Pribadi
8
26,6 %
Dipanggil Guru
10
33,4 %
Total
30
100 %
Berdasarkan motivasi siswa dalam mengikuti bimbingan, sebanyak 40 % mengikuti bimbingan karena memilki masalah belajar, 26,6 % mengikuti bimbingan karena masalah pribadi, dan 33,4 % mengikuti bimbingan karena dipanggil guru.
43
Tabel 4.4 Subjek Berdasarkan Bimbingan yang Didapat di Sekolah Kategori
Jumlah
Persentase
Bimbingan Sosial
6
20 %
Bimbingan Pribadi
3
10 %
Bimbingan Belajar
14
46,7 %
Bimbingan Karir
0
0%
Semua Bimbingan
7
23,3 %
Total
30
100 %
Berdasarkan bimbingan yang di dapat di sekolah, gambaran jenis bimbingan yang dirasakan paling banyak oleh siswa yaitu bimbingan belajar dengan perincian sebanyak 46,7 %, 23,3 % merasa mendapatkan semua bimbingan, dan tidak ada yang merasa mendapatkan bimbingan karir. Hal ini menunjukkan mayoritas siswa sebanyak 14 orang merasa mendapatkan bimbingan belajar. Tabel 4.5 Subjek Berdasarkan Cara Mendapatkan Bimbingan Kategori
Jumlah
Persentase
Berkelompok di Ruang Bk
0
0%
Individual di ruang BK
9
30 %
Bimbingan di kelas
18
60 %
Semua Cara
3
10 %
Total
30
100 %
Berdasarkan cara-cara siswa mendapatkan bimbingan, sebanyak 60 % mendapatkan bimbingan di kelas, 30 % mendapatkan bimbingan secara individual di ruang BK, dan 10 % mendapatkan bimbingan semua cara. Hal ini menunjukkan mayoritas siswa sebanyak 18 orang lebih banyak diberikan bimbingan dengan cara bimbingan di kelas.
44
Tabel 4.6 Subjek Berdasarkan Hasil Setelah Mendapatkan Bimbingan Kategori
Jumlah
Persentase
Tenang
22
73,4 %
Bersemangat Belajar
3
10 %
Masalah Teratasi
5
16,6 %
Total
30
100 %
Berdasarkan tabel setelah mendapatkan bimbingan, siswa merasa tenang karena mendapat arahan dengan perincian sebanyak 73,4 %, bersemangat belajar kembali setelah mendapat bimbingan sebanyak 10 %, dan masalahnya merasa teratasi sebanyak 16,6 %. Tabel 4.7 Subjek Berdasarkan Intensitas Mengikuti Bimbingan Kategori
Jumlah
Persentase
Selalu
2
6,6 %
Sering
1
3,4 %
Kadang-kadang
20
66,7 %
Tidak Pernah
7
23,3 %
Total
30
100 %
Berdasarkan tabel di atas sebanyak 20 siswa atau 66,7 % kadangkadang mengikuti bimbingan, tidak pernah mengikuti bimbingan sebanyak 23,3 %, selalu mengikuti bimbingan sebanyak 6,6 %, dan sering mengikuti bimbingan sebanyak 3,4 %. Dari semua hasil yang tertera pada tabel di atas yang diambil dari angket yang telah disebarkan kepada 30 orang siswa SMA Negeri 3 Kota Tangerang Selatan, menunjukkan masalah yang sering dihadapi siswa adalah masalah belajar sebanyak 40 %, oleh karena itu bimbingan yang banyak didapatkan siswa adalah bimbingan belajar sebanyak 46,7 %, dibandingkan bimbingan yang lain. Bimbingan paling sering dilakukan di
45
dalam kelas sebanyak 60 %, walaupun bimbingan yang dilakukan kadangkadang sebanyak 66,7 %, akan tetapi siswa merasa tenang setelah mendapatkan bimbingan dari guru BK sebanyak 73,4 %.
B. Deskripsi Data Penelitian 1. Layanan Bimbingan dan Konseling Layanan bimbingan dan konseling di sekolah ini sudah memadai, karena di sekolah tersebut memiliki beberapa guru dan ruang BK. Selain itu dalam melayani kebutuhan siswa di sekolah dilakukan dengan berbagai cara, misalnya berbicara secara face to face, buku curahan hati siswa atau melayani lewat sms. Jadi, secara umum layanan bimbingan dan konseling yang dimiliki oleh sekolah tersebut cukup memadai. Data layanan bimbingan dan konseling yang diperoleh dari pengisian angket oleh responden sebanyak 30 orang siswa, dapat diketahui bahwa skala layanan bimbingan dan konseling tersebut mempunyai skor tertinggi 0,840 dan skor terendah 0,578 dengan skor rata-rata sebesar 57,20. Perolehan data selengkapnya dapat dilihat dalam tabel berikut :
Scale Statistics Mean 57.20
Variance 98.441
Std. Deviation 9.922
N of Items 18
2. Motivasi Belajar Siswa Data motivasi belajar siswa yang diperoleh dari pengisian skala motivasi belajar siswa oleh 30 orang responden adalah skor tertinggi.0,742 dan skor terendah 0,622 dengan skor rata-rata sebesar 74,10. Perolehan data selengkapnya dapat dilihat dalam tabel berikut :
46
Scale Statistics Mean 74.10
Variance
Std. Deviation
150.507
12.268
N of Items 23
3. Kategori Skor Untuk mengetahui tingkat bimbingan dan konseling, di SMA Negeri 3 Kota Tangerang Selatan, peneliti melakukan kategorisasi rentangan untuk setiap responden berdasarkan data yang diperoleh dari skala yang disebar. Dalam menentukan jenjang tersebut adalah skala yang terdiri dari 18 item yang setiap itemnya diberi skor 1-4 untuk pernyataan favorable dan unfavorable. Dengan demikian, skor yang mungkin diperoleh tiap subjek berkisar 18-72. Skor terendah adalah 18 (hasil dari 18 x 1) dan skor tertinggi adalah 72 (hasil dari 18 x 4). Skor tertinggi menunjukkan tingkat bimbingan dan konseling tinggi, sedangkan skor terendah menunjukkan tingkat bimbingan dan konseling rendah. Luas jarak sebarannya menjadi 72-18 = 54. Dengan demikian, setiap satuan standar deviasi (ō) bernilai 54/4 = 13,5, dengan mean teoritisnya (ŋ) adalah (18+72)/2 = 45. Kemudian penggolongan tingkat bimbingan dan konseling dibagi ke dalam tiga kategori, yaitu: Skor Rendah = Nilai Minimum ≤ x < ŋ –ō = 18 ≤ x < 45- 13,5 = 18 ≤ x < 31,5 Skor Sedang = ŋ – ō ≤ x < ŋ + ō = 45- 13,5 ≤ x < 45+13,5 = 31,5 ≤ x < 58,5 Skor Tertinggi = ŋ+ ō ≤ x < Nilai Maximum = 45+ 13,5 ≤ x < 72 = 58,5 ≤ x < 72
47
Tabel 4.8 Distribusi Skor Responden BK Kategori Tinggi Sedang Rendah Total
Skor 58,5 > 72 31,5 – 58,5 18 < 31,5
Frekuensi 10 15 5 30
persentase 33,4 % 50 % 16,6 % 100 %
Dari tabel di atas, dapat dilihat sebanyak 33,4 % tingkat bimbingan dan konseling dalam kategori tinggi, 50 % tingkat bimbingan dan konseling dalam kategori sedang, dan 16,6 % tingkat bimbingan dan konseling dalam kategori rendah. Ini menunjukkan bahwa sebagian responden mengikuti intensitas layanan bimbingan dan konseling. Adapun untuk mengetahui tingkat motivasi belajar siswa SMA Negeri 3 Kota Tangerang Selatan, peneliti melakukan kategorisasi rentangan untuk setiap responden berdasarkan data yang diperoleh dari skala yang disebar. Dalam menentukan jenjang tersebut adalah skala yang terdiri dari 23 item yang setiap itemnya diberi skor 1-4 untuk pernyataan favorable dan unfavorable. Dengan demikian, skor yang mungkin diperoleh tiap subjek berkisar 23-92. Skor terendah adalah 23 (hasil dari 23 x 1) dan skor tertinggi adalah 92 (hasil dari 23 x 4). Skor tertinggi menunjukkan tingkat motivasi belajar siswa tinggi, sedangkan skor terendah menunjukkan tingkat motivasi belajar siswa rendah. Luas jarak sebarannya menjadi 92-23 = 69. Dengan demikian, setiap satuan standar deviasi (ō) bernilai 69/4 = 17,25, dengan mean teoritisnya (ŋ) adalah (23+92)/2 = 57,5. Kemudian penggolongan tingkat motivasi belajar siswa dibagi ke dalam tiga kategori, yaitu: Skor Rendah = Nilai Minimum ≤ x < ŋ –ō = 23 ≤ x < 57,5- 17,25 = 23 ≤ x < 40,25
48
Skor Sedang = ŋ – ō ≤ x < ŋ + ō = 57,5- 17,25 ≤ x < 57,5+17,25 = 40,25 ≤ x < 74,75 Skor Tertinggi = ŋ+ ō ≤ x < Nilai Maximum = 57,5+ 17,25 ≤ x < 92 = 74,75 ≤ x < 92 Tabel 4.9 Distribusi Skor Responden Motivasi Belajar Kategori
Skor
Frekuensi
persentase
Tinggi
74,75 > 92
13
43,4 %
Sedang
40,25 – 74,75
17
56,6 %
Rendah
23 < 40,25
0
0%
30
100 %
Total
Dari tabel di atas, dapat dilihat sebanyak 43,4 % siswa yang memiliki motivasi belajar dalam kategori tinggi, 56,6 % siswa lainnya memiliki tingkat motivasi belajar dalam kategori sedang dan tidak ada siswa yang memiliki tingkat motivasi rendah. Ini menunjukkan mayoritas siswa SMA Negeri 3 Kota Tangerang Selatan memiliki tingkat motivassi belajar dalam kategori sedang sebanyak 17 orang.
C. Interpretasi Data Berdasarkan uji normalitas hasil output SPSS 16.0 untuk skala layanan bimbingan dan konseling, didapat angka Sig.Shapiro-Wilk yaitu 0,086 dan lebih besar dari taraf signifikansi yang ditetapkan yaitu 0,05 maka dikatakan bahwa distribusi data skala layanan bimbingan dan konseling normal. Hal ini seperti yang digambarkan di bawah :
49
Tests of Normality Kolmogorov-Smirnova Statistic Layanan Bimbingan dan Konseling
.173
df
Shapiro-Wilk
Sig. 30
Statistic
.053
df
.939
Sig. 30
.086
a. Lilliefors Significance Correction
Sedangkan hasil uji normalitas untuk skala motivasi belajar siswa didapat output sig. Shapiro-Wilk yaitu 0,069 dan lebih besar dari taraf signifikansi yang ditetapkan yaitu 0,05 maka dikatakan bahwa distribusi data skala motivasi belajar siswa normal. Hal ini seperti yang digambarkan di bawah :
Tests of Normality Kolmogorov-Smirnova Statistic df Sig. Motivasi Belajar Siswa
.155
a. Lilliefors Significance Correction
30
.064
Shapiro-Wilk Statistic df Sig. .936
30
.069
50
D. Pengujian Hipotesis Pengujian hipotesis nol dilakukan dengan membandingkan harga “r” yang diperoleh dari hasil perhitungan penelitian dengan harga “r” tabel. Jika harga ”r” hasil perhitungan kurang dari harga “r” tabel, maka hipotesis nihil (H0) diterima dan hipotesis alternatif (Ha) ditolak. Sebaliknya jika harga “r” hasil perhitungan lebih dari “r” tabel, maka hipotesis alternatif (Ha) diterima dan hipotesis nol (H0) ditolak. Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan SPSS versi 16.0 diperoleh hasil hipotesis seperti pada tabel berikut :
51
Tabel 4.10 Hasil Uji Hipotesis Layanan Bimbingan dan Konseling dengan Motivasi Belajar Siswa Layanan Bimbingan dan Motivasi Konseling Belajar Siswa Layanan Bimbingan Pearson Correlation dan Konseling
1
Sig. (2-tailed) Motivasi Belajar Siswa
N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
.496** .005
30
30
.496**
1
.005 30
30
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Dari hasil perhitungan harga “r” (r hasil perhitungan) diperoleh jumlah 0,496 dan harga koefisien korelasi tersebut
bertanda positif. Artinya jika
korelasi antara layanan bimbingan dann konseling dengan motivasi belajar siswa merupakan korelasi searah. Untuk mengetahui arti harga indeks korelasi pada taraf signifikansi tertentu, maka perlu diadakan pengujian dengan membandingkan besar “r” hasil perhitungan dengan besarnya “r” yang tercantum dalam tabel nilai Product Moment dengan terlebih dahulu mencari derajat bebas (db)
atau
degrees of freedomnya (df) yang rumusnya sebagai berikut : Df = N – nr Keterangan : Df : degree of freedom N
: number of cases
Nr : banyaknya variabel yang kita korelasikan Dengan diperoleh db atau df , maka dapat dicari besarnya “r” yang tercantum dalam tabel nilai “r” tabel Product Moment baik pada taraf 5 % atau 1% dalam hal ini df = 30 – 2 = 28.
52
Dari tabel nilai “r” Product Moment, dapat dilihat berapa harga “r” dengan berapa derajat bebasnya. Pada df = 28 dengan taraf signifikan 5 % diperoleh sebesar 0,36. Dengan demikian harga “r” hasil perhitungan 0,496 lebih besar dari harga tabel “r” yaitu 0,361, maka pada taraf signifikan 5 % hipotesis nol (H0) ditolak, sedangkan hipotesis alternatif (Ha) diterima. Ini berarti pada taraf signifikan 5 % ada korelasi positif yang signifikan, antara layanan bimbingan dan koseling dengan motivasi belajar siswa. Kemudian apabila dibandingkan harga “r” hasil perhitungan dengan harga “r” tabel pada taraf signifikan 1 % dimana pada “r” tabel dengan df = 28 adalah 0,463 maka taraf signifikan 1 % harga “r” hasil perhitungan lebih besar dari harga “r” tabel , maka pada taraf signifikan 1 % pun hipotesis nol (H0) ditolak dan hipotesis alternatif (Ha) diterima. Dengan demikian terbukti bahwa ada hubungan positif yang signifikan. Untuk mengetahui kontribusi yang diberikan variabel X terhadap variabel Y terlebih dahulu dicari koefisien penentuan dengan rumus sebagai berikut : KD = rxy2 X 100 % = 0,4962 X 100 % = 0,246 X 100 % = 24,6 % Hal ini mengandung pengertian bahwa intensitas layanan bimbingan dan konseling memberikan kontribusi sebesar 24,6 % terhadap motivasi belajar siswa di SMA Negeri 3 Kota Tangerang Selatan.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang didapat, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa ada hubungan positif yang signifikan antara intensitas layanan bimbingan dan konseling dengan motivasi belajar siswa. Artinya, semakin tinggi intensitas layanan bimbingan dan konseling yang diikuti oleh siswa, maka semakin tinggi pula motivasi belajar siswa. akan tetapi sebaliknya semakin rendah intensitas layanan bimbingan dan konseling yang diikuti oleh siswa, maka semakin rendah pula motivasi belajar siswa. Adapun kontribusi yang diberikan oleh intensitas layanan bimbingan dan konseling terhadap motivasi belajar siswa adalah 24,6 %, sedangkan sisanya bisa disumbang oleh variabel lain yang tidak diteliti dari penelitian.
53
54
B. SARAN Berdasarkan hasil penelitian ini, penulis mempunyai saran yang bisa dijadikan pertimbangan bagi setiap pendidik khususnya konselor, bahwa bagi setiap konselor hendaknya selalu memberikan perhatian yang cukup pada proses belajar siswa ketika berada di sekolah. Karena perhatian itu sendiri tidak harus bersifat materil dalam bentuk penyediaan peralatan saja, akan tetapi yang tidak kalah pentingnya adalah perhatian yang bersifat immateril, yaitu bagaimana guru BK (konselor) membantu kesulitan yang ditemui siswanya dalam proses belajar, serta memberikan nasehat-nasehat atau dorongan ketika siswa mengalami kegagalan atau pencapaian prestasinya kurang maksimal.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi Abu, dan Ahmad Rohani, Bimbingan dan Konseling di Sekolah, Jakarta: Rineka Cipta, Ed. Revisi, Cet. 1, 1991. Arikunto Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta: PT Rineka Cipta, 2006. Arikunto Suharsimi, Prof. Dr., Prosedur Penelitian Suatu pendekatan Praktik, Jakarta: Rineka Cipta, Cet. 13, 2006 Arikunto Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2002. Azhari, Akyas, Psikologi Umum dan Perkembangan, Jakarta: Teraju, Cet. 1, 2004. Dalyono M., Drs., Psikologi Pendidikan, Jakarta: Rineka Cipta, Cet. 1, 1997. Dimyati, dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, Jakarta: Rineka Cipta, Cet. 2, 2002. Djumhur I, dan M. Surya, Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah, Bandung: CV. Ilmu, 1975. Hamalik, Oemar, Prof. Dr., Proses Belajar Mengajar, Jakarta: Bumi Aksara, Cet. 2, 2003 Hamzah B. Uno, Dr. M. pd, Teori Motivasi dan Pengukurannya: Analisis di Bidang pengukurannya, Jakarta: Bumi Aksara, Cet. 2, 2007. Iska, Zikri Neni, Bimbingan dan Konseling: Pengantar Pengembangan Diri dan Pemecahan Masalah Peserta Didik atau Klien, Jakarta: Kizi Brother’s, Cet. 1, 2008. Iska, Zikri neni, Psikologi: Pengantar Pemahaman Diri dan Lingkungan, Jakarta: Kizi Brother’s, Cet. 2, 2008. John Mcleod, Pengantar Konseling Teori dan Studi Kasus, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, Ed. 3 Cet. 2, 2008. Margono S., Metodologi Penelitian Pendidikan, Jakarta: Rineka Cipta, 2009. Nata Abuddin, M. A. Prof. Dr. H., Perspektif Islam Tentang Strategi Pembelajaran, Jakarta: Kencana, Ed. 1, Cet. 1, 2009. 55
56
Paimun, Drs. H, Bimbingan dan Konseling Sari Perkuliahan, Jakarta: UIN, 2006. Prayitno, Prof. Dr. H, dan Erman Amti, Drs., Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling, Jakarta: PT. Rineka Cipta, Ed. 2, 2004. Prayitno, Prof. DR. Layanan Bimbingan dan Konseling Kelompok (Dasar dan Profil), Jakarta: Ghalia Indonesia, Cet. 1, 1995. Ridwan, Belajar Mudah Penelitian untuk Guru-Karyawan dan Penelitian Pemula, Bandung: Alfabeta, 2005. Sabri, M. Alisuf, Psikologi Pendidikan Berdasarkan Kurikulum Nasional, Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, Cet. 2, 1996. Shaleh, Abdul Rahman dan Muhbib Abdul Wahab, Psikologi suatu Pengantar dalam Perspektif Islam, Jakarta: Kencana, Cet. 1, 2004. Slameto, Drs., Belajar dan Faktor-faktor Yang Mempengaruhinya, Jakarta: Rineka Cipta, Cet. 4, 2003. Sudjiono Anas, , Prof. Drs, Pengantar Statistik Pendidikan, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Ed. 1-17, 2007. Suralaga Fadilah, Dra. M. Si, Psikologi Pendidikan Dalam Perspektif Islam, Jakarta: UIN Press, 2005. Surya M., Prof. DR. H. Psikologi Konseling, Bandung: Pustaka Bani Quraisy, Cet. 1, 2003. Suryabrata, Sumadi, Drs., Psikologi Pendidikan, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Ed. 5-14, 2006. Syah, Muhibbin Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004. Tohirin, M. Pd. Drs., Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah (Berbasis integrasi), Jakarta, Raja Grafindo Persada, Ed. 1, 2007. Undang-undang SISDIKNAS (Sistem Pendidikan Nasional), No. 20, Th. 2003 Winkel, W. S. Bimbingan dan Konseling di Institut Pendidikan, Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, Ed. Revisi, 1997. Yusuf
Syamsu, dan Juntika Nurihsan, Landasan Bimbingan dan Konseling, Bandung: Remaja Rosdakarya, Cet. 2, 2006.
PEDOMAN WAWANCARA
Nama
: Suherman, S. Pd
Jabatan
: Guru Bimbingan dan Konseling
Hari/ Tgl
: Senin, 04 Januari 2010
Waktu
: 10.00-11.30 WIB
Tempat
: SMA Negeri 3 Kota Tangerang Selatan
Daftar Pertanyaan: 1. Apa tujuan dilaksanakannya program bimbingan dan konseling di sekolah? 2. Kapan jadwal khusus memberikan bimbingan kepada siswa? 3. Apakah guru BK memiliki panduan dalam melayani siswa di sekolah ? 4. Apakah guru BK mempunyai catatan khusus setiap siswa? Catatan seperti apa? 5. Kegiatan layanan seperti apa yang diberikan guru BK kepada siswanya? 6. Kegiatan pendukung seperti apa yang diberikan guru BK kepada siswanya? 7. Bagaimana guru BK mengawasi kegiatan belajar siswa? 8. Bagaimana guru BK mengetahui siswa yang bermasalah dalam belajar? (misalnya penurunan motivasi dalam belajar)! 9. Bagaiamana peran guru BK terhadap siswa yang mengalami penurunan motivasi belajar? 10. Pendekatan apa yang biasa guru BK gunakan dalam memotivasi belajar siswa? 11. Apakah ada program layanan secara khusus yang diberikan kepada siswa yang mengalami penurunan dalam motivasi belajar? 12. Faktor apa saja yang biasanya menyebabkan menurunnya motivasi belajar siswa?
13. Apa program jangka panjang BK di sekolah? 14. Apa program jangka pendek BK di sekolah? 15. Tahap-tahap pelaksanaan seperti apa yang dilakukan dalam program pelayanan bimbingan dan konseling?
HASIL WAWANCARA 1.
Tujuan dilaksanakannya program bimbingan dan konseling disekolah, tidak lain yang pertama ialah harus mengacu kepada kurikulum yang ditetapkan pemerintah yaitu disusun sesuai dengan jenjang pendidikan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan memperhatikan peningkatan iman dan takwa serta akhlak mulia, peningkatan potensi, kecerdasan dan minat peserta didik serta tuntutan dunia kerja. Disamping itu tujuan dari dilaksanakannya program BK adalah untuk membantu pemecahan masalah yang sedang dihadapi siswa baik kelompok maupun individu serta mengarahkan, memotivasi dan memberikan informasi guna untuk perkembangan pribadi anak (siswa).
2.
Secara klasikal jadwal khusus memberikan bimbingan kepada siswa yaitu 1 minggu sekali pada jam pelajaran. Disini guru BK menyampaikannya dengan cara pribadi melalui tanya jawab atau sharing guna untuk menggali potensi diri yang ada pada anak (siswa) melalui pengembangan diri dari masing-masing anak.
3.
Panduan yang harus dimiliki oleh guru BK ialah mengenai kode etik konselor. Karena fungsi kode etik disini adalah untuk menjaga privasi seseorang dalam hal ini siswa. Konselor tidak bisa semena-mena atau memaksanakan siswa untuk menceritakan terhadap masalah yang terjadi dan konselor juga tidak boleh begitu saja menceritakan masalah siswa kepada orang lain, karena sifatnya sangat rahasia.
4.
SMA 1 Pamulang disini yang sudah berganti nama menjadi SMA Negeri 3 Tangerang Selatan memiliki berbagai macam catatan yang berbeda-beda fungsinya yang berupa himpunan lembaran-lembaran dengan format yang di design secara khusus; diantaranya seperti buku catatan konseling, kartu status konseling, buku kasus dan buku layanan siswa yang disebut dengan satuan layanan. Sedangkan satuan kegiatan pendukungnya itu dengan melakukan kunjungan rumah yang ditandai adanya surat pemanggilan dan surat perjanjian.
5.
Kegiatan layanan yang diberikan guru BK kepada siswanya yaitu dengan memberikan layanan informasi seperti info mengenai dunia kerja maupun info mengenai universitasuniversitas dijakarta yang kelak akan dimasuki siswa. Selain itu kegiatan layanan yang dilakukan oleh
SMA Negeri 3 Tangerang Selatan yaitu melalui layanan berupa sms,
curahan hati dan kotak saran. Disini siswa yang sedang mengalami atau mempunyai
masalah diberikan waktu oleh guru BK untuk menulis tentang apa saja yang menjadi dilema (unek-unek) dalam diri siswa tersebut. Setelah itu guru BK bertugas untuk mencari solusi dari masalah yang ada dengan mempertimbangkan pula aspek-aspek psikis anak (siswa). 6.
Satuan kegiatan pendukung yang diberikan guru BK kepada siswanya yaitu melalui kunjungan rumah. Hal ini dilakukan apabila pihak konselor sudah tidak mampu lagi menangani masalah siswa yang ada. Maka tindakan selanjutnya adalah dengan pemberian surat pemanggilan anak yang nantinya akan disampaikan kepada orang tua terlebih dahulu sebelum diadakan kunjungan rumah, ini dimaksudkan agar orang tua murid tidak kaget (terkejut) saat pihak konselor datang kerumah.
7.
Cara yang dilakukan guru BK dalam mengawasi kegiatan belajar siswa yaitu informasi melalui guru dari masing-masing bidang studi dan teman sebaya. Dari masing-masing guru dan teman sebaya nantinya akan melaporkan tentang masalah yang sedang dihadapi siswa kepada pihak konselor.
8.
Cara guru BK mengetahui siswa yang bermasalah dalam belajar dalam hal ini yang terkait dengan motivasi yaitu dengan melihat prestasi belajar siswa, terutama pada saat mid semester dan semester. Dari situ dapat dilihat peningkatan dan penurunan motivasi siswa, atau dapat pula dilihat dari tingkah laku sehari-seharinya disekolah. Sebagai contoh siswa yang dalam kesehariannya disekolah sifatnya periang dan senang bercanda dengan teman sebayanya, namun
suatu ketika pada saat tertentu siswa tersebut tampak murung dan
pendiam. Hal tersebut menandakan pasti ada masalah dalam dirinya, sehingga menimbulkan penurunan motivasi dalam belajar. 9.
Peran guru BK terhadap siswa yang mengalami penurunan motivasi belajar yaitu dengan mengarahkan dan memotivasi siswa serta memberikan wawasan tentang bimbingan belajar yang baik dan efektif. Karena peran guru BK itu sendiri bukan hanya sekedar menangani kenakalan-kenakalan remaja saja, akan tetatpi mencakup keseluruhan yang terkait dengan aspek pendidikan. Hal ini seperti terdapat pada fungsi dari pendidikan nasional selain menegembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat, juga bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu dan kreatif serta bertanggung jawab. Jadi peran BK selain untuk memberikan bantuan agar siswa mencapai kemandirian juga harus didasarkan pada norma-norma yang berlaku untuk tujuan yang berguna bagi siswa. 10. Pendekatan yang biasa guru BK gunakan dalam memotivasi siswa belajar yaitu dengan pendekatan yang bersifat persuasif dengan cara menegur atau mengenal nama si anak (siswa). Apabila dari masing-masing guru terutama pihak konselor mengenal atau mengetahui nama siswa, maka secara tidak langsung lama-kelamaan akan membentuk suatu hubungan yang baik antara konselor dengan klien (siswa). Karena siswa disini merasa diperhatikan dan akan merasa nyaman pula untuk bercerita tentang masalah yang dihadapinya. Dan pihak konselor akan mudah pula untuk mencari solusi dari permasalahan yang dihadapi siswa. 11. Program khusus yang diberikan oleh SMA Negeri 3 Tangerang Selatan yang mengalami penurunan dalam motivasi belajar yaitu melalui remedial teaching dan tutor teman sebaya. Adapun remedial teaching tujuannya ialah untuk usaha pemberian bantuan kepada siswa yang mengalami kesulitan belajar. Karena dari masing-masing siswa disini memiliki kemampuan menanggapi belajar yang berbeda-beda ada yang cepat tanggap dan ada pula yang tidak cepat tanggap. Oleh karena itu, dalam remedial teaching ini harus dicari sebabsebab kesulitan belajar yang dialami siswa dan dicarikan pemecahan dari kesulitan belajar tersebut. Sedangkan tutor teman sebaya atau bisa disebut juga dengan layanan kelompok yaitu fungsinya disini yaitu untuk mencari sebab-sebab mengapa siswa (klien) mengalami penurunan motivasi belajar caranya disini adalah dengan membuat beberapa kelompok yang tidak lain adalah temannya sendiri dari masing-masing temannya tersebut memberikan masukan kepada klien (siswa) setelah itu konselor mencarikan solusi dari masalah yang ada. 12. Dari kebanyakan siswa yang saya tanyakan faktor-faktor yang menyebabkan menurunnya motivasi belajar siswa ialah dikarenakan memang mata pelajarannya sulit dan metode yang digunakan atau yang disampaikan membosankan, serta guru yang sering tidak masuk hanya memberikan tugas saja, tanpa siswa diterangkan terlebih dahulu dan materi yang diberikan terlalu banyak. Sedangkan dari pihak konselor yang menyebabkan menurunnya motivasi belajar siwa memang bermacam-macam dan tidak jauh berbeda dengan yang disebutkan diatas, akan tetapi tidak hanya itu saja, misalnya seperti masalah dilingkungan keluarga,
pribadi, sosial maupun pendidikan, karena siswa tersebut tidak tahu perguruan tinggi mana yang harus dia pilih setelah pendidikan sekolah telah selesai. 13. Program jangka panjang yang dilakukan SMA Negeri 3 Tangerang Selatan dalam layanan program BK dalam meningkatkan motivasi belajar siswa adalah dengan program tahunan yang dilaksanakan selama satu tahun pelajaran atau semesteran kemudian dari situ dapat dilihat tingkat prestasi siswa apakah naik atau turun. 14. Program jangka pendek adalah dengan membuat suatu agenda harian yang didalamnya memuat berbagai pelanggaran-pelanggaran. Misalnya seperti datang ke sekolah terlambat, tidak memakai ikat pinggang, memakai perhiasan dan gelang, serta rambut bagi laki-laki yang gondrong itu semua dilakukan setiap hari dalam satu minggunya. 15. Tahap pelaksanaannya yang dilakukan dalam program BK yaitu dengan pemberian poinpoin dari pelanggaran yang dilakukan. Selain itu pelaksanaan yang biasanya dilakukan yaitu dengan cara koordinasi pihak-pihak terkait. Disini dari masing-masing guru mata pelajaran menginformasikan kepada wali kelasnya apabila terdapat siswa yang mengalami penurunan motivasi belajar, setelah itu apabila wali kelas tidak bisa menangani masalah, maka dialihkan oleh pihak konselor, apabila dalam hal ini konselor tidak bisa mengatasi juga tentang masalah yang ada, maka dilakukan pemanggilan orang tua ke sekolah. Dan apabila pihak orang tua belum bisa mengatasi masalah anaknya, maka kepala sekolahlah yang menentukan apakah siswa tersebut masih bisa di sekolah tersebut atau tidak.
BAB IV HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum Objek Penelitian 1. Sejarah Berdirinya SMA Negeri 3 Kota Tangerang Selatan Pada sekitar tahun 1987-an wilayah Pamulang masih termasuk bagian wilayah kecamatan Ciputat (belum merupakan suatu kecamatan tersendiri). Saat itu pula sedang dibangun pemukiman penduduk berskala luas yaitu perumahan pamulang permai II. Pertambahan kepadatan penduduk kecamatan Ciputat khususnya di sekitar wilayah Pamulang menuntut bertambahnya pula sarana pendidikan khususnya Sekolah Lanjutan Tingkat Atas. Atas bantuan berbagai pihak dan rekomendasi dari pemerintah kabupaten Tangerang (surat Persetujuan Penggunaan Tanah Fasilitas Sosial No. 593.3/1515_UM/ 1988 tertanggal 2 Juli 1988 ) akhirnya pihak pengembang perumahan pamulang permai II menyetujui sebagian tanahnya untuk dibangun sebuah sekolah. Di atas tanah seluas 4870 m2 mulailah dibangun sebuah sekolah dan pada tanggal 17 Oktober 1991 bernama SMA Negeri 2 Ciputat filial (kelas jauh) dipimpin oleh Ibu Hj.Siti Aisyah, BA (alm) dengan pelaksana hariannya adalah Bapak Drs. A.Rifaie' Sirath. Waktu itu baru berjumlah 12 kelas yaitu 4 kelas I, 4 Kelas II dan 4 kelas III. Pada sekitar tahun 1991-1992 terjadi pemekaran wilayah dimana wilayah Pamulang telah menjadi kecamatan tersendiri yaitu kecamatan Pamulang. Nama SMA Negeri 2 Ciputat filial menjadi tidak cocok lagi karena berada di wilayah kecamatan Pamulang. Berkat bantuan berbagai pihak akhirnya berdasarkan SK Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 0216/O/1992 tertanggal 5 Mei 1992, SMA Negeri 2 Ciputat filial berubah
namanya menjadi SMA Negeri 1 Pamulang, namun SK ini ditandatangani baru pada bulan Juni 1992 dan dijadikan landasan berdirinya SMA Negeri 1 Pamulang yaitu bulan Juni 1992 (makna simbolik logo SMAN 1 Pamulang 6 akar tangkai, 9 mahkota bunga dan 2 kelopak bunga). Dan setelah terjadi pemekaran diwilayah tengerang itu sendiri, maka pada tanggal 29 Januari 2009-2010 yang pada awalnya bernama SMA Negeri 1 pamulang berubah namanya menjadi SMA Negeri 3 Kota Tengerang Selatan. 2. Visi dan Misi SMA Negeri 3 Kota Tangerang Selatan a. Visi SMA Negeri 3 Kota Tangera Pamulang Menjadi Sekolah Terunggul Berwawasan Nasional, Bersaing Secara Internasional dan Religius.
b. Misi SMA Negeri 3 Kota Tangerang 1. Mewujudkan
pencapaian
delapan
standar
internasional
pendidikan. 2. Melaksanakan proses pembelajaran secara efektif dan efisien berbasis global (berbasis ICT) dan berpijak pada budaya bangsa. 3. Menerapkan Information and Communication Technology (ICT) dan bahasa internasional dalam proses pembelajaran dan pengelolaan sekolah. 4. Menyelenggarakan pendidikan sekolah bertaraf internasional untuk meningkatkan mutu pendidikan. 5. Menyiapkan peserta didik untuk mampu bersaing secara
nasional dan internasional. 6. Mengembangkan jejaring nasional dan internasional yang luas. 7. Menumbuhkan sikap belajar sepanjang hayat bagi warga sekolah. 8. Menumbuhkan proses internalisasi ajaran agama dan budaya bangsa serta implementasinya dalam kehidupan nyata. 9. Menyelenggarakan pendidikan untuk meningkatkan IPTEK dan IMTAK.
3. Keadaan Guru, Pegawai dan Siswa a. Keadaan Guru dan Pegawai Pada saat ini, guru yang ada di SMA Negeri 3 Kota Tangerang Selatan semuanya berjumlah 73 orang. Dengan perincian laki-laki 24 orang dan guru perempuan berjumlah 49 orang. Sedangkan jumlah pegawai administari seluruhnya berjumlah 10 orang, selebihnya yaitu pesuruh sekolah yang seluruhnya berjumlah 8 orang. Untuk lebih jelas lihat tabel di bawah ini Tabel 4.1 Keadaan Guru SMA N 3 Kota Tangerang Selatan
PENDIDIKAN N O
NAMA
Drs. H. 1 Sujana,.M.Pd Dra. Kamron 2 Henilawati
USIA (TAHUN )
BIDANG JENJAN G
STATUS G GT T T
TU JA P MIN
STUDI
49
Sarjana
Sejarah
V
3
48
Sarjana
B.Indonesia
V
3
3 Dra. Mardiati Dra. Lia 4 Ribawati Dra. Sri 5 Haryatmi Dra. Hj. Laela 6 Rochayati Dra. Hj. 7 Hartati Dra. Emma 8 Rochminarti Suhermin. 9 S.Pd. 10 Dra. Yuniati 11 Juriah. S.Pd. 12 Dra. Harsining Dra. Hj. Efi 13 Rosita Dra. Hj. 14 Suwarti Dra. Eny 15 Suryani. M.Pd. Dra. Aan Sri 16 Analiah 17 Aisyah. S.Pd. Wiwin Purwi Indayati. 18 M.Pd. Hj. Sri Herminingsih. 19 S.Pd. Iis Nurhayati. 20 S.Pd. Tati Erayati. 21 S.Pd. Lina Nurlina. 22 S.Pd. Drs. Eka 23 Adifirsa Putra 24 R a t i h. S.Pd. 25 Dra. Unayah Siti Mahmudah. 26 S.Pd.
49
Sarjana
Matematika
V
16
Matematika
48
Sarjana
B.Inggris
V
16
B.Inggris
50
Sarjana
V
36
44
Sarjana
BP/BK Ekonomi/A kun
V
22
BP/BK Ekonomi/A kun
48
Sarjana
V
20
46
Sarjana
PPKn Ekonomi/A kun
V
22
PPKn Ekonomi/A kun
46 40 42 44
Sarjana Sarjana Sarjana Sarjana
Fisika Matematika Biologi B. Inggris
V V V V
34 33 22
Fisika Matematika Biologi B.Inggris
44
Sarjana
BP/BK
V
BP/BK
43
Sarjana
Sejarah
V
Sejarah
42
Sarjana
Matematika
V
Matematika
39 40
Sarjana Sarjana
Sejarah Matematika
V V
29 36
Sejarah Matematika
40
Pasca Sarjana
Kimia
V
16
Kimia
40
Sarjana
Fisika
V
11
Sejarah
35
Sarjana
Biologi
V
21
Matematika
36
Sarjana
B. Inggris
V
Fisika
35
Sarjana
Matematika
V
Biologi
38 39
Sarjana Sarjana Sarjana
Matematika Fisika Matematika
V V V
33 20 18
Matematika Fisika Matematika
35
Sarjana
Matematika
V
21
Matematika
27 Adi Ruchyadi 28 Ir. Shanty
Sarjana Sarjana
29 Emin Salimin 30 Sularno Maulana 31 Panuju
Sarjana Sarjana
32 Sri Ridjeki Dra. Wiwi 33 Widaningsih
Sarjana
Sarjana
Sarjana
34 Liman 35 Suherman Arie 36 Budiningsih
37 Junaedi. S.Ag. Dra. Dyah 38 Katiyuwati Wahyu Kumalawati. 39 S.Pd. Dra. Ellia 40 Doniati. S.Pd. Dra. Sri 41 Mulyati Susi Rosita. 42 S.Pd Dra. Siti 43 Umayah Sri Wahyuni. 44 S.Pd. RaniAnggraen 45 i. S.Pd Dra. Wara 46 Gawatiningsih Nellyta Basrie. 47 S.Pd Bambang 48 Setiabudi
Ekonomi/A kun Biologi Pend. Agama Penjas Bhs Inggris Ekonomi/ Akuntasi Bhs Indonesi Bhs Indonesi BP/BK
V V
32
Mulok Biologi
V V
38 22
Sosiologi Penjas
V
20
V
18
V
14
Bhs Inggris Ekonomi/A kun Bhs Indonesi Bhs Indonesi BP/BK
V V
18 18
36
Sarjana
Kimia Pend Agama Islam
V
28
V
24
Kimia Pend Agama Islam
41
Sarjana
PPKn
V
34
PPKn
38
Sarjana
PPKn
V
28
PPKn
32
Sarjana
Sejarah
V
20
Sejarah
40
Sarjana
V
41
34
Sarjana
B.Indonesia Bhs Indonesia
B.Indonesia Bhs Indonesia
45
Sarjana
Bhs Inggris
V
18
Bhs Inggris
34
Sarjana
Bhs Inggris
V
12
Bhs Inggris
32
Sarjana
Biologi
V
6
Biologi
36
Sarjana
Kimia
V
12
Kimia
33
Sarjana
Biologi
V
12
Biologi
33
Sarjana
Penjas Pend
V
10
Penjas Pend Agama
18
49 Drs. Muhyidin Tri Wuriyantini. 50 S.Pd 51 Ir. Shanti Siti 52 Nursyamsiah 53 Rusmanelly 54 Tarsiah. S.Sg Amin Paris 55 Pane Abd. Aziz 56 Muslim Drs. Digi 57 Susandi 58 Nimrah. S.Pd Dedi 59 Suryaman Fuad Akhmad 60 Jawari Uswatun 61 Hasanah Budi 62 Sudarsono 63 Beni Tresnadi 64 Ainul Wardah 65 Siti Amaliza Nawang 66 Priyandani 67 Haposan Ahmad 68 Syukron Affandy 69 Kartawinata 70 Dewimarhelly Ahmad 71 Hasanudin Roni 72 Purwansyah 73 Gunadi
41
Sarjana
Agama
V
51
Sarjana
Ekonomi Biologi
V V
12 34
Ekonomi Biologi
35 50
Sarjana Sarjana
V V
12 18
33
Sarjana
Sejarah Pend Seni Pend Agama
V
22
Sejarah Pend Seni Pend Agama
43
Sarjana
V
10
29
Sarjana
Bhs Jerman Pend Agama
V
18
Bhs Jerman Pend Agama
41 29
Sarjana Sarjana
Penjas Bhs Inggris
V V
8 8
Penjas Bhs Inggris
45
Sarjana
V
18
40
Sarjana
V
12
37
Sarjana
V
12
36
Sarjana
V
18
38
Sarjana Pasca Sarjana Sarjana
Mulok Tek. Informatika Tek. Informatika Tek. Informatika Tek. Informatika
V
18
Mulok Tek. Informatika Tek. Informatika Tek. Informatika Tek. Informatika
27
Pend. Seni Pend. Seni
Pend. Seni Pend. Seni
Bhs Jepang Pend. Agama
Bhs Jepang Pend. Agama
Fisika
Fisika
Sarjana
TIK Kimia
TIK Kimia
Sarjana
Bhs. Inggris
Bhs. Inggris
Bhs. Arab Geografi
Bhs. Arab Geografi
D. III D. III 32 31 37
b. Keadaan Siswa Adapun jumlah siswa SMA Negeri 3 Kota Tangerang Selatan pada tahun ajaran 2008-2009 yang berdasarkan laporan statistik berjumlah 937 orang, dengan perincian siswa laki-laki sebanyak 487 orang dan siswa perempuan sebanyak 450 orang. Perkembangan siswa dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Hal ini dikarenakan minat masyarakat untuk menyekolahkan anaknya ke SMA Negeri 3 Kota Tangerang Selatan cukup tinggi, sehingga dalam penerimaan siswa baru diadakan seleksi yang cukup ketat yang juga dimaksudkan untuk mendapatkan input yang berkualitas.
Tabel 4.2 Keadaan Siswa-siswi SMA N 3 Kota Tangerang Selatan X
L
151
XI
XI
IPA
IPS
77
77
JUMLAH
XII IPA
XII IPS
JUMLAH
154
102
80
182
P
148
77
71
148
103
51
154
450
JML
229
154
148
302
205
131
336
937
c. Sarana Pendidikan Sarana dan prasarana dapat diartikan sebagai alat untuk mencapai suatu tujuan. Dalam pnelitian ini yang dimaksud dengan sarana dan prasarana adalah fasilitas-fasilitas yang dimiliki oleh SMA Negeri 3 Kota Tangerang Selatan. Dalam rangka menunjang terlaksananya proses pendidikan, baik yang berbentuk fisik maupun non fisik sehingga tujuan pendidikan dapat terwujud adalah sebagai berikut:
Tabel 4.3 Keadaan Sarana dan Prasarana SMA N 3 Kota Tengerang Selatan NO.
JENIS
JUMLAH
1.
Gedung Sekolah
1 Unit
2.
Ruang Belajar
4 Ruang
3.
Ruang guru
1 Ruang
4.
Ruang Kepala Sekolah
1 Ruang
5.
Ruang Perpustakaan
1 Ruang
6.
Ruang Koperasi Sekolah
1 Ruang
7.
Ruang Tata Usaha
1 Ruang
8.
Ruang TRRC
1 Ruang
9.
Lab IPA
1 ruang
10.
Lab Bahasa
1 Ruang
11.
Lab. Komputer
1 Ruang
12.
Ruang BK/BP
1 Ruang
13.
Kamar WC asiswa
3 Kamar
14.
Kamar WC Guru
2 Kamar
15.
Meja Kursi guru
30 Kursi
16.
Meja Kursi Murid
136 Kursi
17.
Pesawat telpon
2 Buah
18.
Pengerasa Suara
1 Buah
19.
Gudang
1 Ruang
20.
Ruang Penjaga Sekolah
2 Ruang
Tabel 4.4 Struktur Organisasi SMA N 3 Kota Tengerang Selatan
KEPALA SEKOLAH
KEPALA TATA USAHA
KEUANGAN
ADMINISTRASI KETENAGAKERJAAN
ADMINISTRASI KESISWAAN
PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
WAKSEK KURIKULUM
REGULER
WAKSEK HUMAS
PERPUSTAKAAN
BIMBINGAN DAN KONSELING
WAKSEK KESISWAAN
WAKSEK SARANA DAN PRASARANA
LAB
DEWAN GURU
PERAWATAN SARANA DAN
OSIS
WALI KELAS
EKSKUL
Tebel 4.5 Struktur Organisasi Perpustakaan
KEPALA SEKOLAH WAKIL MANAJEMEN MUTU
KESISWAAN
TATA USAHA
WAKIL PENGEMBANGAN PENDIDIKAN
KOORDINATOR PERPUSTAKAAN
STAF PERPUSTAKAAN