10
sangat bagus, tidak memerlukan pemangkasan karena pada masa pertumbuhan cabang akan rontok sendiri (Gambar 4a) (Mulyana et al. 2011).
a
b Gambar 4 (a) Tegakan jabon (b) Kayu jabon Warna kayu teras berwarna putih semu kuning muda (Gambar 4b), kayu gubal tidak dapat dibedakan dari kayu teras, mempunyai tekstur agak halus sampai kasar, dengan arah serat lurus kadang berpadu. Kesan permukaan kayu licin atau agak licin dengan permukaan kayu jelas mengkilap atau agak mengkilap, mudah dikeringkan dengan sedikit cacat berupa pecah dan retak ujung serta sedikit mencekung. Disamping itu karena mudah diserang jamur biru, kayu jabon perlu dikeringkan di udara terbuka. Berat jenis jabon berkisar 0.290.56 dengan rata-rata 0.42 termasuk kelas kuat III-IV. Kayu jabon dimasukkan ke dalam kelas kelas awet V, sedangkan daya tahannya terhadap rayap kayu kering termasuk kelas II dan daya tahannya terhadap jamur pelapuk termasuk kelas awet IV-V (Martawijaya et al. 2005).
3 METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kimia Hasil Hutan, Laboratorium Rekayasa dan Desain Bangunan Kayu Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan IPB, Laboratorium Mikrobiologi Departemen Ilmu Penyakit Hewan Fakultas Kedokteran Hewan IPB, Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka IPB Bogor dan Laboratorium Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan Bogor selama kurang lebih 8 bulan.
Bahan dan Alat Penelitian Bahan utama dalam penelitian ini adalah kulit kayu samak (S. inophyllum) bagian luar (outer bark) yang diperoleh dari Danau Sentarum Kalimantan Barat yang diambil dari pohon berdiameter sekitar 35 cm, kayu jabon (A. cadamba) berumur enam tahun, akuades, etanol 96%, asam asetat, sabun teepol, rayap tanah (Coptotermes curvignathus), rayap kayu kering (Cryptotermes cynocephalus), jamur pelapuk putih (Schizophyllum commune), PDA (Potatoe Dextrose Agar).
11
Alat yang digunakan adalah willey mill, saringan ukuran 40 dan 60 mesh, oven, desikator, alat-alat gelas, neraca analitik, termometer, waterbath, bak perendaman, image processing, paralon dengan dasar dental cement, semprong kaca, autoklaf, alat uji mekanik Instron dan Amsler, alat uji GC-MS.
Tata Laksana Penelitian Penelitian ini terdiri dari tiga bagian, yaitu persiapan bahan dan ekstraksi zat warna, pewarnaan kayu, dan pengujian. Persiapan Bahan dan Ekstraksi Zat Warna Contoh uji yang akan diwarnai dengan ekstrak kulit kayu samak dibuat dari kayu jabon bebas cacat dengan ukuran masing-masing 15 cm x 6 cm x 1 cm (pengujian kualitas warna), 2 cm x 2 cm x 1 cm (pengujian ketahanan terhadap rayap tanah skala laboratorium), 5 cm x 2.5 cm x 2.5 cm (pengujian ketahanan terhadap rayap kayu kering), 2 cm x 2 cm x 1 cm (pengujian ketahanan terhadap jamur pelapuk putih), 2 cm x 2 cm x 2 cm (pengujian berat jenis dan kerapatan), 30 cm x 2 cm x 2 cm (pengujian keteguhan lentur) dan 6 cm x 2 cm x 2 cm (kekerasan), masing-masing dibuat dengan tiga kali ulangan. Larutan pewarna yang diperlukan untuk merendam kayu jabon pada setiap perlakuan adalah 1600 mL dengan konsentrasi ekstrak 10%. Kulit kayu (outer bark) dari S. inophyllum yang telah dibuang kulit matinya dibuat serbuk dengan ukuran 40-60 mesh dengan alat willey mill dan saringan bertingkat. Kadar air serbuk dihitung sebagai faktor koreksi penentuan bobot kering sampel dan rendemen ekstrak. Kadar air serbuk diukur dengan cara gravimetri dengan menggunakan rumus:
dimana : KA = Kadar air (%) W1 = Berat serbuk awal (g) W2 = Berat serbuk kering tanur (g) Rendemen (kadar ekstrak) dihitung berdasarkan berat kering tanur serbuk awal dengan rumus: ( )
( ) ( )
Ekstraksi zat warna dari serbuk kulit kayu samak dilakukan merujuk pada prosedur yang dilakukan oleh Win (2008) dengan modifikasi. Ekstraksi menggunakan pelarut air, etanol, dan campuran air dan etanol dengan perbandingan. 3:1, 1:1, 1:3. Perlakuan komposisi pelarut tersebut dilakukan untuk memperoleh pelarut optimum dalam mengekstrak zat warna dari kulit kayu samak. Serbuk direndam dalam masing-masing pelarut kemudian dipanaskan pada waterbath dengan suhu ±70 oC selama ± 90 menit (Suheryanto dan Haryanto
12
2007). Kegiatan ini dilakukan berulang hingga ekstrak berwarna bening. Hasil ekstrak kemudian dievaporasi dengan alat rotary evaporator hingga diperoleh larutan sebanyak 1600 mL. Pewarnaan Kayu Proses pewarnaan kayu merujuk pada prosedur yang dilakukan Bogoriani dan Putra (2009) dengan modifikasi. Kayu jabon yang akan diwarnai disusun dalam bak perendam (Gambar 5a) dengan menggunakan metode perendaman dingin dan panas dalam larutan ekstrak dengan konsentrasi 10% (b/v). Perendaman dingin dilakukan selama 72 jam (Gambar 5b) dan perendaman panas selama 3 jam pada suhu 70 oC dalam waterbath (Gambar 5c).
a
b
c
Gambar 5 Proses Pewarnaan Kayu (a) Penyusunan contoh uji ke dalam bak perendam (b) Perendaman dingin (c) Perendaman panas Setelah direndam, kayu jabon diangkat dan ditiriskan kemudian ditimbang untuk menghitung retensinya. Kayu dikeringanginkan dengan bantuan kipas angin dan dilakukan pengujian. Retensi ekstrak dalam kayu jabon dihitung dengan rumus:
dimana : R = Retensi (g/cm3) W0 = Berat kayu sebelum direndam (g) W1 = Berat kayu setelah direndam (g) V = Volume kayu (cm3) K = Konsentrasi ekstrak (% b/v) Pengujian Tahan Luntur Warna Kayu Jabon Terwarnai Pengujian tahan luntur warna menggunakan metode ASTM D 1308-02 2002 dengan modifikasi. Contoh uji berukuran 15 cm x 6 cm x 1 cm (Gambar 6) dibagi lima bagian menjadi ukuran 3 cm x 6 cm x 1 cm masing-masing 1 bagian untuk kontrol, 1 bagian untuk pengujian tahan luntur warna dalam air panas, air dingin, larutan sabun dan tahan luntur warna terhadap tetesan asam. 3 cm 6 cm Kontrol
Uji Air Panas Uji Air Dingin Uji Lar.Sabun
Uji Ttsn Asam
15 cm
Gambar 6 Pembagian contoh uji tahan luntur
13
Uji tahan luntur warna dalam air panas. Contoh uji disusun ke dalam bak perendam dan diberi pemberat lalu ditambahkan air destilata hingga seluruh bagian contoh uji terendam. Bak perendam kemudian dimasukkan dalam waterbath dan dipanaskan 382 oC selama 3 jam. Contoh uji ditiriskan dan dikeringudarakan lalu diukur perubahan warna dengan metode CIELab. Uji tahan luntur warna dalam air dingin. Contoh uji disusun ke dalam bak perendam dan diberi pemberat, ditambahkan air destilata hingga seluruh bagian contoh uji terendam dan dibiarkan selama 24 jam. Contoh uji ditiriskan dan dikeringudarakan kemudian diukur perubahan warna dengan metode CIELab. Uji tahan luntur warna dalam larutan sabun. Larutan sabun disiapkan dengan konsentrasi sabun teepol dalam akuades sebanyak 10%. Contoh uji disusun ke dalam bak perendam dan ditambahkan larutan sabun hingga merendam seluruh bagian contoh uji dan dipanaskan pada suhu 382 oC selama 3 jam. Setelah itu, sampel diangkat dan dikeringudarakan kemudian diukur perubahan warna dengan metode CIELab. Uji tahan luntur warna terhadap tetesan asam. Permukaan contoh uji ditetesi dengan larutan asam asetat konsentrasi 10% kemudian digosok perlahan-lahan dengan ujung batang pengaduk gelas. Sampel kemudian dibiarkan sampai kering pada suhu kamar dan diukur perubahan warna dengan metode CIELab. Pengukuran Warna Pengukuran warna kayu merujuk pada penelitian Kleeberger dan Bruno (2002) menggunakan image processing Flatbed Scanner Cannon MP 145 yang dihubungkan dengan MacBook Pro sebagai penyimpan data dan diolah dengan software Adobe Photoshop CS4 yang menghasilkan nilai L*, a* dan b*. Perbedaan warna (E) dihitung berdasarkan metode CIELab (Christie 2007), dengan rumus: E = [(L*)2 + (a*)2 + (b*)2] dimana : E = Perbedaan warna L* = Perbedaan kecerahan = L*sampel – L*kontrol a* = Perbedaan merah atau hijau = a*sampel – a*kontrol b* = Perbedaan kuning atau biru = b*sampel – b*kontrol Besarnya perubahan atau perbedaan warna kayu sebelum, sesudah diwarnai dan sesudah di uji ketahanan luntur warna dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Pengaruh perbedaan nilai E Pengaruh Perbedaan warna ( E) < 0.2 tidak terlihat 0.2 – 1.0 sangat kecil 1.0 – 3.0 kecil 3.0 – 6.0 sedang > 6.0 besar Sumber: Hunter Lab (2008)
14
Pengujian Ketahanan Kayu Jabon Terwarnai terhadap Organisme Perusak Kayu Ketahanan terhadap rayap tanah (C. curvignathus). Prosedur pengujian menggunakan metode JIS K 1571-2004. Contoh uji yang telah diketahui berat awalnya dimasukkan ke dalam paralon yang telah diberi dasar dental cement yang telah disterilkan, dan sebanyak 150 ekor rayap tanah kasta pekerja dan 15 ekor kasta prajurit ditambahkan ke dalam tempat uji dan disimpan ditempat gelap selama 3 minggu lalu dihitung persen kehilangan berat kayunya (Gambar 7a). Rata-rata kehilangan berat kayu dikelompokkan dengan menggunakan nilai atau skala kelas resistensi seperti yang ditunjukkan pada Tabel 3. Tabel 3 Kelas ketahanan kayu terhadap rayap tanah Kelas I II III IV V
Ketahanan Sangat Tahan Tahan Sedang Buruk Sangat Buruk
Kehilangan Berat (%) <3,52 3.52 -7,50 7.50 – 10.96 10.96 – 18.94 18.94 – 31.89
Sumber: SNI 01-7207-2006
Ketahanan terhadap rayap kayu kering (C. cynocephalus). Pengujian ketahanan terhadap rayap kayu kering C. cynocephalus menggunakan SNI 01.7207-2006. Contoh uji berukuran 5 cm x 2.5 cm x 2.5 cm pada salah satu sisi terlebarnya dipasang tabung kaca berdiameter 1.8 cm dan tinggi 3 cm, ke dalam tabung kaca dimasukkan rayap kayu kering C. cynocephalus yang sehat dan aktif sebanyak 50 ekor dan ditutup dengan kapas (Gambar 7b). Contoh uji disimpan dalam ruangan gelap dengan suhu 26 C dan kelembaban 70-80% selama 12 minggu, kemudian dihitung persen kehilangan berat. Rata-rata kehilangan berat kayu dikelompokkan dengan menggunakan nilai atau skala kelas resistensi (Tabel 4). Persen kehilangan berat dihitung dengan menggunakan rumus:
dimana : WL = Kehilangan berat (%) W1 = Berat kayu sebelum diumpankan (g) W2 = Berat kayu setelah diumpankan (g) Tabel 4 Kelas ketahanan kayu terhadap rayap kayu kering Kelas I II III IV V
Ketahanan Kehilangan Berat (%) Sangat Tahan < 2.0 Tahan 2.0 – 4.4 Agak Tahan 4.4 – 8.2 Tidak Tahan 8.2 – 28.1 Sangat Tidak Tahan >28.1
Sumber: SNI 01-7207-2006
15
Ketahanan terhadap jamur pelapuk putih (S. commune). Jamur yang digunakan adalah S.commune yang diperoleh dari koleksi Laboratorium Patologi Fahutan IPB. Pembuatan media dan metode pengujian dilakukan berdasarkan pada SNI 01.7207-2006 dengan modifikasi. Media biakan jamur yang digunakan adalah media PDA (Potato Dextrose Agar). Sebanyak 66 g PDA dilarutkan dalam akuades hingga mencapai 660 mL. Media yang telah dilarutkan homogen dimasukkan ke dalam cawan petri sebanyak 20 mL, dan disterilkan menggunakan autoklaf pada suhu 121 oC, tekanan 1.5 atmosfer selama 30 menit. Setelah dingin, media diinokulasi dengan biakan murni jamur S. commune dan disimpan di ruang inkubasi sampai pertumbuhan miseliumnnya merata dan menebal. Contoh uji yang telah diketahui berat awalnya dimasukkan ke dalam cawan yang berisi biakan jamur dan diinkubasikan selama 12 minggu (Gambar 7c). Pada akhir percobaan, contoh uji dikeluarkan dan dibersihkan dari miselium, kemudian ditimbang bobot basahnya dan dikeringkan dengan oven untuk mengetahui berat keringnya lalu dihitung persen kehilangan berat kayunya. Rata-rata kehilangan berat kayu dikelompokkan dengan menggunakan nilai atau skala kelas resistensi seperti yang ditunjukkan pada Tabel 5. Besarnya serangan jamur dihitung dengan rumus persentase kehilangan berat sebagai berikut:
dimana : WL = Kehilangan berat (%) W1 = Berat kayu sebelum diumpankan (g) W2 = Berat kayu setelah diumpankan (g) Tabel 5 Kelas ketahanan kayu terhadap jamur Kelas I II III IV V
Ketahanan Kehilangan Berat (%) Sangat Tahan <1 Tahan 1-5 Agak Tahan 5-10 Tidak Tahan 10-30 Sangat Tidak Tahan >30
Sumber : SNI 01-7207-2006
a
b
c
Gambar 7 Pengujian ketahanan kayu jabon terwarnai terhadap organisme perusak kayu (a) Rayap tanah (b) Rayap kayu kering (c) Jamur S.commune
16
Pengujian Sifat Fisis dan Mekanis Kayu Jabon Terwarnai Sifat fisis (berat jenis dan kerapatan kayu). Pengujian berat jenis dan kerapatan merujuk pada British Standard, Methods of Testing Small Clear Specimens of Timber (BS. 373 1957). Contoh uji diukur volumenya dan ditimbang berat awalnya sebagai berat kering udara. Sampel kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 103±2 oC sampai beratnya konstan. Nilai BJ dan kerapatan kayu dihitung dengan rumus:
dimana : BKU = Berat kering udara contoh uji (g) V = Volume contoh uji kering udara (cm3)
dimana : BJ = Berat jenis contoh uji BKT = Berat kering tanur contoh uji (g) V = Volume contoh uji kering udara (cm3) ρ air = Kerapatan air = 1 g/cm3 Sifat mekanis (pengujian keteguhan lentur dan kekerasan kayu). Uji lentur dilakukan berdasarkan peraturan British Standard, Methods of Testing Small Clear Specimens of Timber (BS. 373 1957) menggunakan Universal Testing Machine merek Instron. Contoh uji diletakkan pada mesin penguji dengan jarak bentang 28 cm. Pembebanan diberikan ditengah-tengah contoh uji, dimana kedudukan contoh uji horizontal. Pengujian lentur balok dilakukan dengan memberikan beban terpusat ditengah bentang dengan kecepatan pembebanan adalah 6 mm/menit, dan pengujian dilakukan sampai terjadi kerusakan (failure) pada masing-masing balok. Persamaan untuk memperoleh modulus elastisitas MOE adalah:
MOR (modulus of rupture = modulus patahan) merupakan tegangan lentur pada serat tepi atas atau bawah penampang balok yang paling jauh dari titik berat penampang akibat gaya maksimum yang bekerja pada saat terjadi kegagalan (failure). Persamaan untuk memperoleh nilai MOR adalah:
dimana: MOR = Modulus patah (kg/cm2) MOE = Modulus lentur (kg/cm2) P = Beban maksimum (kg) L = Jarak sangga (cm) b = Lebar contoh uji (cm)
17
h ΔP ΔY
= Tebal contoh uji (cm) = Perubahan beban yang terjadi (kg) = Defleksi (cm)
Pengujian kekerasan dilakukan berdasarkan metode Janka pada arah radial dan tangensial dengan menggunakan alat uji mekanis Amsler. Pengujian dilakukan dengan cara memasukkan setengah bola baja berdiameter 0.444 inchi dan luas penampang 1 cm2 sedalam 0.222 inchi. Nilai kekerasan contoh uji dihitung dengan rumus : (
)
dimana : P = Beban maksimum (kg) A = Luas penampang bola (1 cm2)
Pengujian Fitokimia, GCMS dan FTIR Penapisan fitokimia (kualitatif) terhadap esktrak kulit kayu samak dilakukan mengikuti metode Harborne (1996). Pengujian GCMS (Gas Chromatography Mass Spectrometry) dilakukan untuk mengetahui komponen senyawa dominan yang terkandung dalam ekstrak, sedangkan pengujian FTIR (Fourier Transform Infrared) dilakukan pada kayu jabon yang sudah diwarnai dan yang sudah diuji kelunturan dimana serapan senyawa-senyawa gugus fungsi dalam sampel akan memberikan respon pada panjang gelombang tertentu yang terdeteksi berupa "peak" atau puncak serapan.
Prosedur Analisis Data Analisis data dilakukan dengan menggunakan percobaan faktorial 5 x 2 dalam rancangan acak lengkap dengan tiga kali ulangan, menggunakan software SAS 9.1. Adapun faktor-faktor tersebut adalah pelarut yang terdiri dari A = pelarut air, B = pelarut air+etanol (3:1), C = pelarut air+etanol (1:1), D = pelarut air+etanol (1:3), E = pelarut etanol. Metode rendaman yang terdiri : 1 = rendaman dingin dan 2 = rendaman panas. Model persamaan umum percobaan yang telah disesuaikan dengan penelitian ini berdasarkan Mattjik dan Sumertajaya (2002) adalah : Yijk = μ + αi + βj + (αβ)ij + εijk dimana: Yijk = Nilai pengamatan pada pelarut ke-i, metode pewarnaan ke-j serta ulangan ke-k i, j, k = 1, 2, 3 μ = Nilai rata-rata umum αi = Pengaruh pelarut βj = Pengaruh metode rendaman αβij = Pengaruh interaksi antara pelarut ke-i dengan metode rendaman ke-j