BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masa remaja 1 selalu menarik untuk dikaji. Remaja hadir dengan karakteristiknya sendiri. Karakteristik tersebut timbul karena pada masa remaja, seseorang mengalami pergeseran dalam perkembangan berpikir, mengalami masa transisi, mengalami tekanan dan membutuhkan perhatian. Karakteristik remaja tersebut menjadikan remaja tampil beda daripada yang lain. Pada masa ini remaja mulai mencari identitas diri, sehingga seseorang yang sedang berada dalam masa remaja akan sangat mudah terpengaruh oleh berbagai hal di sekelilingnya, baik itu yang positif maupun negatif. Dalam kehidupan yang serba modern, penampilan seolah-olah menjadi hal yang utama, tak terkecuali bagi remaja perkotaan kalangan kelas atas. Mereka sering tampil sesuai dengan tren 2, mengikuti mode, keren, dan tidak ketinggalan zaman. Oleh karena itu, demi mendukung penampilan tersebut remaja dituntut mengonsumsi barang-barang yang bersifat modern untuk menunjukkan identitas pemakainya (Featherstone, 2001). Salah satunya adalah pemakaian produk kesehatan berupa kawat gigi atau yang biasa disebut behel. Tren pemakaian kawat gigi mungkin sudah tidak asing lagi bagi masyarakat. Benda yang satu ini dikenal sebagai alat perapi gigi modern. Kawat gigi merupakan produk kesehatan yang digunakan pada bidang kedokteran gigi untuk memperbaiki susunan gigi yang tidak teratur. Tujuan utama dari pemakaian kawat gigi adalah merapikan dan meratakan gigi sehingga gigi lebih mudah untuk dibersihkan dan mampu 1
Masa remaja adalah periode peralihan antara masa kanak-kanak dan dewasa yang merupakan fase pencarian identitas bagi remaja. 2 Tren adalah mode ataupun gaya yang sedang digandrungi oleh banyak orang.
2
berfungsi sebagaimana mestinya. Mereka yang direkomendasikan untuk memakai kawat gigi adalah orang yang mengalami rahang maju atau mundur, pertumbuhan gigi yang jarang atau jarak gigi yang satu dengan yang lain jauh, adanya caling 3, gigi yang bertumpuk, dan jumlah gigi yang tidak normal. Untuk itulah dipasang kawat gigi agar susunan gigi geligi tersebut dapat menjadi lebih rapi dan tidak menimbulkan kelainan. Kini tujuan pemakaian kawat gigi sudah sedikit berubah. Kalau dulu orang akan merasa sedikit malu memakai kawat gigi, sekarang justru orang-orang yang sudah memiliki gigi rapi dan bagus pun banyak yang memakai kawat gigi. Dulu memakai kawat gigi dianggap aneh dan kuno, mulai dari rasa tidak nyaman hingga takut diolokolok teman. Oleh karena itu, kawat gigi merupakan benda yang sebisa mungkin dihindari oleh orang-orang dengan susunan gigi yang berantakan. Sekarang ini, kawat gigi mulai booming 4 di Indonesia, banyak remaja bahkan orang dewasa yang memakai kawat gigi. Tren kawat gigi tidak hanya terjadi pada kaum wanitanya saja, pria juga ingin ‘memperbaiki struktur gigi’ yang kurang rapi agar terlihat lebih baik. Tidak sedikit dari mereka yang juga melakukannya untuk kepentingan fashion, sebagai bagian dari ekspresi modernitas atau gaya hidup (Friedmann, 1995). Saat ini orang-orang modern yang memiliki gigi normal, juga ikut meramaikan kawat gigi agar dapat tampil lebih percaya diri dan cantik. Mereka berlomba-lomba untuk memakai kawat gigi. Durkheim melihat masyarakat modern sebagai keseluruhan organis yang memiliki realitas tersendiri, dimana setiap perangkat tersebut memiliki seperangakat kebutuhan atau fungsi-fungsi tertentu yang harus dipenuhi oleh bagianbagian yang menjadi anggotanya agar dalam keadaan normal, tetap langgeng (dalam Poloma, 2007:25). 3
Tumbuhnya gigi di atas gigi yang lain atau dikenal dengan istilah gingsul. Booming merupakan istilah yang sering digunakan untuk menyatakan sesuatu yang tenar dan banyak digunakan oleh orang lain. 4
3
Pemasangan kawat gigi yang tergolong lama kurang lebih dua tahun, membuat tren ini cukup bisa bertahan. Banyak orang yang memakai kawat gigi hanya sekedar untuk melengkapi penampilan. Pemakai kawat gigi pun tak ada batasan usianya. Artinya, memakai kawat gigi sudah menjadi tren di semua lapisan umur dan sosial masayarakat. Fungsi utama dari kawat gigi adalah untuk memperbaiki struktur gigi dan menjaga kualitas gigi agar tetap sehat dan terawat. Sekarang kawat gigi justru dianggap mampu menambah cantik penampilan dan rasa percaya diri pada setiap pemakainya. Menurut jenisnya, bracket (bagian yang menempel) pada kawat gigi bertujuan untuk estetis atau kosmetik, ada yang bisa dilihat dan tidak bisa dilihat. Fungsi merawat gigi dengan bracket, antara lain: 1) Memperbaiki dan mempertahankan kondisi rongga mulut yang sehat; 2) Meringankan sampai menghilangkan rasa sakit sewaktu proses menggigit, pada sendi rahang yang tidak normal; 3) Supaya wajah dan struktur penelanan menjadi seimbang; dan 4) Memperbaiki cacat yang dapat terlihat saat sedang bicara atau susah bernafas, sehingga dapat mengembalikan kepercayaan diri seseorang ketika berbicara dan bernafas 5. Dari beberapa alasan tersebut, dapat diketahui bahwa tujuan perawatan gigi atau orthodonti adalah untuk memperbaiki fungsi pengunyahan agar mendapatkan bentuk yang normal. Upaya yang dilakukan adalah dengan merapikan susunan gigi dan mengembalikan gigi pada fungsinya yang optimal, padahal upaya tersebut berhubungan langsung dengan jaringan lunak mulut, tulang wajah, dan jaringan lunak wajah. Dengan demikian didapatkan dua hal yang positif secara bersamaan, yakni fungsi dan keindahan. Fungsi utama bracket adalah memperbaiki susunan gigi dengan cara menarik secara perlahan dan bertahap, agar susunan gigi dapat menjadi rapi seperti yang
5
Fungsi Kawat Gigi. http://fkg.ugm.ac.id/index.php?option=com_content&view=article&id=21&Itemid=65. Diakses pada tanggal 5 September 2013 pukul 08.00 WIB.
4
diinginkan. Jika susunan gigi sudah benar, maka orang akan lebih mudah dalam mengunyah makanan dan bila dipandang mata pun akan lebih indah. Manfaat dari pemasangan kawat gigi, membuat gigi menjadi rapi sehingga enak dipandang mata dan membuat senyum terlihat lebih manis. Dengan demikian menjaga penampilan gigi semakin diminati. Mempercantik diri atau tampil lebih gaya memang sudah menjadi kebutuhan perempuan dalam pergaulan sehari-hari. Seperti yang dikatakan Ibrahim bahwa urusan kecantikan tidak hanya masalah sekedar memantas-mantaskan diri di depan cermin, tetapi sudah menjadi gaya hidup secara menyeluruh (Ibrahim, 1997:26). Kecantikan sudah menjadi komoditas yang berharga karena didukung oleh budaya citra yang mengutamakan penampilan. Untuk memasang kawat gigi, butuh banyak persiapan yang harus dilakukan. Sebelum pemasangan dilakukan, segala macam kerusakan yang ada pada gigi harus dibenahi terlebih dahulu. Gigi berlubang harus ditambal atau dicabut. Dengan demikian, ketika mengenakan kawat, gigi-giginya sudah bersih dan kondisinya baik semua. Setelah itu, harus dibuat cetakan model gigi dari susunan gigi pasien, kemudian melakukan roentgen gigi, kepala, dan wajah pasien. Hal ini dilakukan agar perawatan pemakaian kawat gigi benar-benar sempurna dan tidak asal-asalan. Biaya pemasangan kawat gigi tentu tidak murah, mulai dari biaya pembelian kawat, kontrol dan penggantian karet setiap bulannya, pemeliharaan sesudah kawat dilepas, dan mungkin saja biaya pembelian kawat tidak permanen yang diperlukan setelah kawat permanen dilepas. Segala macam persiapan sebelum pemasangan kawat gigi tersebut membutuhkan uang yang tidak sedikit. Rata-rata orang membutuhkan biaya sekitar sepuluh juta rupiah untuk pemasangan kawat gigi. Artinya, hanya orang yang berkantong tebal saja yang bisa mengikuti tren kawat gigi ini. Setelah kawat gigi terpasang, ada perawatan atau kontrol yang per bulannya harus dilakukan oleh pasien. Hal ini dilakukan guna merawat
5
dan menjaga penampilan kawat gigi agar senantiasa bekerja aktif. Uniknya, pemilihan warna dan bahan kawat gigi juga sangat beragam sesuai dengan keinginan pemakai. Tentu saja harga kawat dan bracket yang tersedia pun beragam, mulai dari yang murah sampai dengan yang paling mahal. Semua harga tergantung dari nilai estetika, sistem, dan bahan yang digunakan 6. Konsumsi kawat gigi merupakan bagian ciri gaya hidup modern. Gaya hidup mempengaruhi perilaku seseorang, dan akhirnya menentukan pilihan-pilihan konsumsi seseorang terhadap suatu barang. Orang akan cenderung memilih produk, jasa, atau aktivitas tertentu karena hal tersebut diasosiasikan dengan gaya hidup tertentu. Misalnya orang-orang yang berorientasi pada karir akan memilih pakaian, buku, majalah, komputer, dan barang-barang lainnya yang berbeda dengan mereka yang berorientasi pada keluarga. Dalam gaya hidup, kegiatan konsumsi mendapat kedudukan yang paling istimewa. Kegiatan konsumsi yang dirujuk budaya konsumen terlihat dari perilaku manusia yang mengubah benda-benda untuk tujuan mereka sendiri (Lury, 1998:3). Jika dilihat dari prosesnya, maka konsumsi terbagi menjadi dua yaitu konsumsi berdasarkan nilai kegunaan dan konsumsi berdasarkan nilai simbolik. Konsumsi berdasarkan kegunaan dilakukan dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup yang bernilai guna. Konsumsi kegunaan sama seperti halnya kebutuhan primer, dimana dalam kehidupan sehari-hari kita membutuhkan barang-barang yang sifatnya bernilai guna dan utama. Biasanya jenis konsumsi ini lebih diutamakan misalnya sandang (pakaian), pangan (makanan), dan papan (tempat tinggal). Sedangkan konsumsi berdasarkan nilai simbolik biasanya berkaitan dengan refreshing atau kesenangan semata. Orang melakukan konsumsi simbolik apabila telah memenuhi kebutuhan pokoknya. Walaupun
6
Kelebihan dan Kekurangan Pasang Kawat Gigi. http://infounixs.blogspot.com/2013/05/kelebihan-kekuranganpasang-kawat-gigi.html. Diakses pada tanggal 6 September 2013 pukul 09.00 WIB.
6
jenis barang yang dikonsumsi tidak jauh berbeda dengan jenis barang kebutuhan primer. Namun, jenis konsumsi ini lebih menekankan pada kualitas serta tren yang ada dan mengutamakan kesan serta pengalaman di mata orang lain. Seperti halnya pemakaian kawat gigi yang dilakukan oleh mahasiswi. Secara antropologi, studi mengenai pemakaian kawat gigi di kalangan kaum muda merupakan studi yang menarik untuk dikaji karena beberapa alasan. Pertama; studi pemakaian kawat gigi memperlihatkan pergeseran-pergeseran sosial budaya kaum muda dalam masyarakat, dari tradisional menuju modernitas. Kedua; studi pemakaian kawat gigi memperlihatkan bagaimana proses pembentukan gaya hidup dan citra (image) mahasiswi dari pemakaian dan pemilihan kawat gigi. Ketiga; studi pemakaian kawat gigi memperlihatkan kawat gigi bukan hanya dilihat sebagai produk kesehatan, tetapi kawat gigi dilihat dari bagaimana individu memilih dan memakai kawat gigi tersebut, sehingga kawat gigi yang dipakai tersebut memiliki makna baru bagi pemakainya yang dapat dijadikan sebagai simbol bagi identitas individu itu sendiri dan sebagai identitas individu dalam lingkungan sosialnya. Seperti yang diungkapkan oleh Spradley (1997:16), tujuan utama dari kajian Antropologi adalah untuk memahami perilaku manusia yang memiliki beragam makna bagi pelakunya, serta makna yang diberikan oleh manusia terhadap lingkungan sosial budaya yang ada di sekitarnya.
B. Rumusan Masalah Kawat gigi yang awalnya berfungsi sebagai produk kesehatan, kini banyak diminati dan dipakai oleh para remaja putri khususnya mahasiswi untuk mengikuti tren dan gaya hidup masa kini. Di satu sisi mahasiswi terdorong untuk memakai kawat gigi dengan alasan kesehatan, tetapi di sisi lain mereka terdorong untuk mengikuti tren yang
7
sedang berkembang saat ini. Pemakaian kawat gigi merupakan perilaku konsumsi terhadap simbol kecantikan itu sendiri. Perilaku ini menjadi sesuatu hal yang penting dalam proses pembentukan citra penampilan dan kecantikan dari seorang perempuan. Dimana seorang perempuan akan merasa lebih percaya diri dan cantik ketika mengenakan kawat gigi. Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan di atas dapat diidentifikasi permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimana tren pemasangan kawat gigi berlangsung di kalangan mahasiswi? 2. Apa makna kawat gigi bagi mahasiswi? Kedua pertanyaan tersebut nantinya akan memberikan pemahaman tentang pilihan-pilihan nilai di kalangan anak muda menuju modernisme dan meninggalkan nilai-nilai tradisional.
C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran mengenai mahasiswi yang memasang kawat gigi. Untuk mengetahui fungsi pemakaian kawat gigi di kalangan mahasiswi. Kawat gigi yang berfungsi sebagai alat kesehatan sekaligus tren gaya hidup remaja masa kini. Pemakai kawat gigi selain untuk merapikan giginya yang dirasa tidak rapi, memanfaatkan pemakaian kawat gigi ini untuk mengikuti tren yang sedang berkembang. Selain itu, untuk mengetahui praktik pemasangan kawat gigi yang berlangsung di kalangan mahasiswi. Dimana para pemakai kawat gigi ini merupakan orang-orang yang berkantong tebal atau memiliki uang banyak, karena butuh biaya yang tidak sedikit ketika seseorang memutuskan untuk memasang kawat gigi. Hal-hal yang melatarbelakangi pemilihan model bracket dan karet yang dikenakan. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan manfaat akademis dalam rangka menambah khasanah pengetahuan disiplin Ilmu Antropologi.
8
D. Kerangka Teori Berhias untuk wajah itu mungkin biasa. Berburu pakaian merupakan kebiasaan perempuan. Namun menghias gigi menjadi hal baru yang banyak dilakukan beberapa waktu belakangan ini. Gigi cantik dan sehat menjadi dambaan setiap perempuan. Definisi cantik kemudian bergeser menjadi gigi yang tersusun rapi dari kiri ke kanan, saat tren kawat gigi mulai menjamur hampir di setiap kalangan masyarakat. Menjadi cantik dan sempurna adalah impian setiap perempuan, tetapi membangun kecantikan dan kesempurnaan membutuhkan suatu proses yang sangat panjang. Kecantikan selain melibatkan faktor-faktor ekonomi juga ditentukan oleh kendali kelompok sosial dimana seseorang menjadi bagian. Berbagai dimensi, tidak hanya kesehatan, mempengaruhi proses pencarian identitas perempuan melalui kecantikan. Alasan pemakaian kawat gigi memang bukan lagi hanya untuk alasan kesehatan atau merapikan letak gigi. Akan tetapi, digunakan sebagai tren atau sebagai pelengkap penampilan seseorang. Dahulu, para remaja merasa enggan memakai kawat gigi dengan alasan malu dan lain sebagainya. Sedangkan di masa kini para remaja malah sebaliknya, menjadikan kawat gigi sebagai pelengkap penampilan mereka. Mempercantik diri dengan kawat gigi banyak dilakukan dengan berbagai alasan. Tapi tetap dalam satu koridor yang sama, yakni agar terlihat lebih cantik dan tampil sesuai dengan tren yang berkembang saat ini. Pada awalnya hanya dengan alasan-alasan tertentu dokter akan melakukan prosedur pemasangan kawat gigi pada pasien. Namun demi alasan kecantikan, kini dengan mudah kawat gigi dipasang untuk mempercantik diri. Kawat gigi warna-warni juga terlihat menghiasi gigi, tidak hanya itu karet dan juga hiasan dengan bentuk khas perempuan juga menjadi pelengkap kawat gigi.
9
Kawat gigi dalam bahasa kedokteran disebut dental braces atau orthodontic braces yaitu alat yang digunakan pada bidang kedokteran gigi untuk memperbaiki susunan gigi yang tidak teratur. Semula kawat gigi digunakan untuk mengencangkan gigi karena gigi terlalu maju (tonggos) serta susunan gigi tidak merata. Kawat gigi juga berfungsi untuk meratakan susunan gigi yang tumbuh tak beraturan. Adapun arti secara harfiah orthodonti sendiri berasal dari bahasa Yunani yaitu orthos yang berarti lurus dan dons yang berarti gigi. Istilah orthodonti sendiri digunakan pertama kali oleh Le Foulon pada tahun 1839. Ilmu orthodonti sebagai suatu ilmu pengetahuan seperti yang dikenal dewasa ini barulah kira-kira 50 tahun yang lalu dan lambat laun berkembang terus, sehingga seolah-olah menjadi bidang spesialisasi dalam kedokteran gigi. Pada zaman dahulu yaitu sekitar 60 hingga 70 tahun yang lalu, ilmu orthodonti memang sudah dikenal seperti halnya dengan ilmu penambalan gigi dan pembuatan gigi tiruan, tetapi konsepnya berbeda dengan konsep ilmu orthodonti yang sekarang. Jika dulu yang dipentingkan hanyalah masalah mekanis saja, dalam arti penggunaan alat-alat untuk meratakan susunan gigi yang tidak rata, sekarang masalah biologis juga turut menjadi perhatian 7. Maksud dan tujuan dari perawatan orthodonti sendiri ada beberapa macam, antara lain: (1) Menciptakan dan mempertahankan kondisi rongga mulut yang sehat; (2) Memperbaiki cacat muka, susunan gigi geligi yang tidak rata, dan fungsi alat-alat pengunyah agar diperoleh bentuk wajah yang seimbang dan penelanan yang baik; (3) Memperbaiki cacat waktu bicara, bernafas, pendengaran, dan mengembalikan rasa percaya diri seseorang; (4) Menghilangkan rasa sakit pada sendi rahang akibat gigitan yang tidak normal; (5) Menghilangkan kebiasaan buruk, seperti: menghisap ibu jari, menggigit-gigit bibir, menonjolkan lidah, bernafas melalui mulut. Fungsi perawatan 7
Sejarah Kawat Gigi. http://lovemydentist.multiply.com/. Diakses pada tanggal 5 September 2013 pukul 08.00 WIB.
10
orthodonti tidak hanya memperbaiki struktur gigi dan rongga mulut yang rusak saja, melainkan juga dapat membuat seseorang menjadi lebih percaya diri. Perubahan fungsi kawat gigi kini semakin terlihat. Kawat gigi tidak hanya digunakan sebagai alat kesehatan, namun menjadi tren yang sedang digandrungi oleh banyak remaja masa kini. Pandangan Malinowski (dalam Ihroni, 2006), fungsi dari satu unsur adalah kemampuannya untuk memenuhi beberapa kebutuhan dasar atau beberapa kebutuhan yang timbul dari kebutuhan dasar yaitu kebutuhan sekunder dari manusia. Kebutuhan dasar antara lain gizi (nutrition), berkembang biak (reproduction), kenyamanan (body comforts), keamanan (safety), rekreasi (relaxation), pergerakan (movement), dan pertumbuhan (growth). Segala kegiatan atau aktifitas manusia itu sebenarnya bermaksud untuk memuaskan suatu rangkaian dari sejumlah kebutuhan naluri manusia yang berhubungan dengan seluruh kehidupannya. Kelompok sosial atau organisasi sebagai contoh, awalnya merupakan kebutuhan manusia yang suka berkumpul dan berinteraksi, perilaku ini berkembang dalam bentuk yang lebih solid dalam artian perkumpulan tersebut dilembagakan melalui rekayasa manusia. Manusia bereaksi terhadap suatu barang, dimana barang itu mempunyai makna bagi dirinya. Menurut Kledan (dalam Triguna, 2000:47), menyatakan bahwa makna atau nilai biasanya dianggap sebagai sesuatu yang berhubungan dengan kebudayaan atau secara lebih khusus dengan dunia simbolik dalam kebudayaan. Dunia simbolik adalah dunia yang menjadi tempat diproduksi dan disimpan muatan mental dan muatan kognitif (pengetahuan) kebudayaan, baik berupa pengetahuan dan kepercayaan, baik berupa makna dan simbol maupun nilai-nilai dan norma yang ada dalam suatu kebudayaan. Sementara Koenjtraningrat (dalam Triguna, 2000:50) menyatakan bahwa makna adalah berkaitan dengan bentuk dan fungsi. Setiap bentuk sebuah produk budaya selalu memiliki fungsi dan makna di dalam kehidupan masyarakat.
11
Makna atau arti barang itu dapat diperoleh dari interaksi dengan orang lain. Dalam interaksi dengan orang lain inilah terjadi proses modifikasi penafsiran terhadap suatu barang. Dengan kata lain, terjadi proses simbolisasi (Blumer, 1994:12). Simbolisasi suatu barang lebih dominan daripada fungsi suatu barang itu sendiri. Seperti yang diungkapkan oleh Redana (1997:181) bahwa orang mengkonsumsi suatu barang bukan lagi berdasarkan nilai guna atau nilai pakai, tetapi sesuatu yang disebut dalam istilah teoritis adalah simbol. Di sini kemudian citra atau image menjadi sangat penting. Pemakaian kawat gigi saat ini sudah menjadi tren di kalangan remaja. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa yang ditandai dengan perubahan besar pada aspek fisik, kognisi, dan psikososial (Papalia dkk, 2006). Pengertian tersebut merupakan pengertian remaja secara umum. Remaja merupakan periode kehidupan yang bermula pada masa puber dan berakhir diambang masa dewasa. Masa ini diklasifikasikan ke dalam tiga golongan, yaitu remaja awal yang berkisar antara 10-14 tahun, remaja pertengahan 15-18 tahun, dan remaja akhir 19-24 tahun (Sarwono, 1991:24-25). Usia remaja awal merupakan masa puber. Dalam usia ini, kanak-kanak digantikan dengan masa remaja yang bersifat lebih kompleks. Perubahan yang terjadi pada masa ini sangat cepat, baik pertumbuhan fisik dan kapasitas intelektual. Adanya perubahan fisik yang menonjol, seperti pada remaja putri ditandai dengan peristiwa menstruasi serta tumbuhnya payudara, sedangkan pada remaja putra ditandai dengan tumbuhnya kumis, jakun mulai terlihat dan lain-lain yang menyebabkan adanya perubahan perilaku lain. Usia remaja pertengahan adalah lanjutan dari usia awal. Pada masa ini remaja secara fisik menjadi percaya diri dan mendapatkan kebebasan secara psikologi dari orang tua, memperluas pergaulan dengan teman sebaya dan mulai mengembangkan persahabatan dan keterikatan dengan lawan jenis. Dalam usia ini anak-
12
anak sudah diberi kepercayaan dari orang tua dalam urusan-urusan pribadi, seperti mengatur keuangan. Mereka memperoleh tanggung jawab yang lebih besar. Sementara fase remaja akhir yaitu antara 19-24 tahun dalam usia ini cara berpikir remaja lebih maju, sehingga kepercayaan dan tanggung jawab yang diberikan juga lebih besar dan bervariasi. Usia ini menuju masa dewasa sehingga mereka dianggap mampu untuk mandiri dalam melakukan segala hal. Faktor lingkungan memberikan peranan yang sangat besar terhadap pembentukan perilaku konsumtif 8 remaja. Remaja ingin diakui keberadaannya oleh lingkungan sekitarnya dengan menjadi bagian dari lingkungan sosialnya. Usaha untuk menjadi bagian dari lingkungan tersebut menjadi kebutuhan untuk diterima dan menjadi sebaya dengan orang lain yang sebaya. Remaja berperilaku konsumtif dengan berusaha mengikuti tren yang sedang in. Kondisi seperti ini tidak menandakan kemampuan daya beli remaja perkotaan yang tinggi, akan tetapi lebih didasarkan pada dorongan untuk memenuhi kebutuhan sesaat remaja sehingga dapat mengangkat prestige dirinya. Remaja sebagai bagian dari masyarakat merupakan kelompok penting yang sering dijadikan sasaran produsen. Produsen dapat menawarkan barang dan jasa secara langsung maupun melalui media massa. Hal ini disebabkan oleh sifat-sifat remaja yang mudah terbujuk iklan, suka ikut-ikutan teman atau alasan konformitas tidak realistis serta cenderung boros dalam menggunakan uangnya untuk keperluan rekreasi dan hobi. Remaja lebih banyak berada di luar rumah bersama dengan teman-teman sebaya sebagai kelompok. Maka dapatlah dimengerti bahwa pengaruh teman-teman sebaya pada sikap, pembicaraan, minat, penampilan, dan perilaku lebih besar daripada pengaruh keluarga. Remaja merupakan target pasar yang potensial karena mereka merupakan konsumen 8
Perilaku konsumtif adalah suatu perilaku membeli yang tidak didasarkan pada pertimbangan yang rasional, melainkan karena adanya keinginan yang sudah mencapai taraf yang sudah tidak rasional lagi. Dalam hal ini, seseorang lebih mementingkan faktor keinginan daripada kebutuhan dan kesenangan material semata.
13
langsung. Secara individual mereka belum bisa memperoleh penghasilan sendiri, tetapi dapat dijadikan sebagai target sasaran pasar karena memiliki uang saku yang lebih dan fasilitas yang mendukung dari orang tua. Remaja merupakan konsumen masa depan atau calon konsumen potensial. Upaya untuk mencari identitas diri dan status sosial menurut Lury (1998:121) ditandai melalui barang-barang yang dikonsumsi dan aktivitas-aktivitas yang dilakukan. Perilaku semacam ini sudah berkembang menjadi sebuah gaya hidup bagi kalangan menengah atas, artinya perilaku konsumsi dan aktivitas-aktivitas terhadap sesuatu bukan lagi merupakan kebutuhan, akan tetapi suatu keharusan untuk menunjukkan dirinya di kalangan masyarakat. Melalui gaya ini seseorang dapat dinilai oleh orang lain. Gaya juga merupakan elemen pembentuk citra. Fenomena ini kemudian melahirkan bentuk-bentuk “budaya populer”, misalnya konsumsi mode, fashion, dan gaya hidup yang serba instan. Budaya populer inilah yang hingga saat ini masih berkembang di Indonesia melalui cara promosi sistem nilai lewat media massa seperti televisi, radio, internet, koran, majalah, dan sebagainya. Tren global ini kemudian menimbulkan apa yang disebut Baudrillard sebagai budaya konsumsi. Baudrillard mengatakan bahwa zaman ini telah menjadi era dimana orang membeli barang bukan karena nilai kemanfaatannya, namun karena gaya hidup. Demi sebuah citra yang diarahkan dan dibentuk oleh iklan dan mode lewat televisi, tayangan sinetron, acara infotainment, ajang kompetisi bintang, gaya hidup selebriti, dan sebagainya. Yang ditawarkan saat ini bukanlah nilai guna suatu barang, tapi citra dan gaya bagi pemakainya (Baudrillard, 2004). Lebih jauh, ia menambahkan: “Kita menjadi tak pernah terpuaskan. Kita lalu menjadi pemboros yang agung, mengonsumsi tanpa henti, rakus dan serakah. Konsumsi yang kita lakukan justru menghasilkan ketidakpuasan. Kita menjadi teralienasi karena perilaku konsumsi
14
kita. Pada gilirannya ini menghasilkan kesadaran palsu. Seakan-akan terpuaskan padahal kekurangan, seakan-akan makmur padahal miskin.”
‘Kehausan’ terhadap konsumsi berbasis gaya hidup tersebut, membuat orang berusaha memenuhi ‘kebutuhan’-nya dengan berbagai cara. Karena yang diperlukan adalah simbol, bukan manfaat itu sendiri, maka sebagian kalangan menengah dan menengah ke bawah pun melakukan konsumsi simbolis, yakni mengkonsumsi tidak langsung pada barangnya, namun pada barang lain yang disimbolkan pada barang dengan kelas tertentu. Pemilihan kawat gigi yang dipakai tergantung selera dari pemakainya. Seperti yang dikatakan oleh Bourdieu: “Selera selalu mengklasifikasikan orang yang bersangkutan. Pilihan konsumsi dan gaya hidup melibatkan keputusan membedakan pada saat yang sama, mengidentifikasikan dan mengklasifikasikan pilihan selera kita menurut orang lain. Selera, pilihan konsumsi dan praktik gaya hidup berkaitan dengan pekerjaan dan fraksi kelas tertentu... (dalam Featherstone, 2001:42).” Selera berkaitan dengan pemilihan dan pemakaian suatu benda berdasarkan mereknya. Selain itu juga selera dikaitkan dengan pemilihan model atau bentuk dari benda tersebut, dalam penelitian ini adalah pemilihan kawat gigi. Agar dapat tetap tampil modern, modis dan cantik remaja dituntut selalu mengikuti tren yang sedang berkembang. Kesadaran individu untuk mempertahakan penampilannya dapat dijadikan dasar bagi individu untuk memperhatikan penampilannya serta dijadikan dasar bagi individu untuk menunjukkan identitas diri dalam lingkungan pergaulan. Oleh sebab itu, dapat dikatakan bahwa individu dalam mengonsumsi barang bukan hanya didasari oleh kebutuhan pokok akan barang tersebut yang bersifat fungsional, tetapi juga karena barang tersebut disukai lebih untuk memenuhi dorongan terhadap rasa, yaitu salah satunya rasa keindahan yang berimplikasi terhadap kepuasan
15
bagi individu itu sendiri. Sebagian besar masyarakat di perkotaan menganggap bahwa penampilan merupakan bagian dari kehidupan mereka sehingga dalam memenuhi kebutuhan terhadap penampilan tersebut mereka berusaha mengonsumsi barang-barang yang kira-kira sesuai dan mendukung penampilannya. Penampilan menjadi bagian yang sangat penting dan merupakan bagian dari gaya hidup. Gaya hidup merupakan salah satu kerangka utama untuk menata dan memanipulasi identitas sosial, gaya hidup terartikulasi melalui perubahan secara konstan dan tontonan dari penampilan-penampilan tampakan luar (Chaney, 1996:170). Barang yang dikonsumsi tidak hanya merupakan barang mewah, tetapi semua barang yang dapat mewakili kelompoknya akan dikonsumsi. Gaya hidup merupakan suatu proyek kehidupan
dan
menunjukkan
individualitas
masyarakat
menengah
baru
serta
pengertiannya mengenai gaya dalam kekhususan benda-benda, busana, praktik, pengalaman, penampilan serta disposisi jasmaniah yang di desain sendiri ke dalam suatu gaya hidup. Gaya hidup adalah istilah menyeluruh yang meliputi citra rasa seseorang di dalam fashion, hiburan, dan lain-lain. Gaya hidup juga dapat didefinisikan sebagai suatu frame of reference atau kerangaka acuan yang dipakai seseorang dalam bertingkah laku, dimana individu tersebut berusaha membuat seluruh aspek kehidupannya berhubungan dalam suatu pola tertentu, dan mengatur strategi bagaimana ia ingin dipersepsikan oleh orang lain. Gaya hidup merupakan pola tingkah laku sehari-hari segolongan manusia dalam masyarakat yang diamati dan memberi arti khusus kepada golongan itu (Koentjaraningrat, 1990:53). Sedangkan Chaney (1996:53) mengatakan bahwa gaya hidup merupakan bentuk khusus pengelompokan status modern.
16
Kawat gigi yang berfungsi untuk merapikan susunan gigi, kini sudah menjadi sebuah tren fashion dan pelengkap penampilan untuk mempercantik diri perempuan. Kecantikan yang dimiliki oleh seorang perempuan terkait dengan gaya hidup. Gaya hidup seseorang muncul karena adanya pengaruh dari keluarga, lingkungan pergaulan, dan media massa. Tindakan-tindakan untuk tampil cantik dapat pula berpengaruh dalam gaya hidup seseorang. Gaya hidup ini berkaitan dengan keinginan perempuan untuk memilih dan menggunakan barang-barang yang diinginkan untuk mencapai predikat cantik. Kecantikan dapat membuat perempuan tampil percaya diri. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa kecantikan dijadikan sebagai alat ukur yang berharga dalam bersaing dengan sesama perempuan dan juga terhadap lawan jenisnya. Kesadaran individu untuk mempertahankan
penampilannya
dapat
dijadikan
dasar
bagi
individu
untuk
memperhatikan penampilannya serta dijadikan dasar bagi individu untuk menunjukkan identitas diri dalam lingkungan pergaulan. Oleh sebab itu, dapat dikatakan bahwa individu dalam mengonsumsi barang bukan hanya didasari oleh kebutuhan pokok akan barang tersebut yang bersifat fungsional, tetapi juga karena barang tersebut disukai lebih untuk memenuhi dorongan terhadap rasa, salah satunya rasa keindahan yang berimplikasi terhadap kepuasan bagi individu itu sendiri.
E. Metode Penelitian Studi ini merupakan studi tentang gaya hidup remaja perempuan, khususnya mahasiswi di daerah kampus UNY dan UGM dengan melihat pemakaian kawat gigi. Jumlah informan yang diambil sebanyak empat orang mahasiswi; dua orang menempuh pendidikan di Universitas Gadjah Mada (UGM). Sementara dua lainnya menempuh
17
pendidikan di Universitas Negeri Yogyakarta (UNY). Keempat informan merupakan pendatang yang berasal dari luar kota Yogyakarta dengan latar belakang budaya yang berbeda. Dipilihnya keempat informan ini, karena semuanya memakai kawat gigi namun dengan latar belakang yang berbeda-beda. Orientasi UGM relatif lebih terbuka dan liberal, sementara orientasi UNY relatif lebih konservatif. Perbedaan kedua perguruan tinggi negeri tersebut akan memperlihatkan orientasi gaya hidup yang berbeda. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengungkapkan makna dari pemakaian kawat gigi yang dilakukan oleh mahasiswi. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian kualitatif. Data yang dikumpulkan berupa data deskriptif baik lisan maupun tulisan. Data lisan dikumpulkan dari informan secara langsung di lapangan dengan wawancara mendalam untuk menggali keterangan yang diperlukan dengan menggunakan pedoman wawancara. Di samping wawancara mendalam, juga dilakukan wawancara bebas. Hal ini dimaksudkan ketika wawancara dilakukan, timbul pertanyaan-pertanyaan di luar dari pedoman wawancara dan kemudian berhubungan dengan situasi dan kondisi objek penelitian. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data penelitian yang bersifat kualitatif. Hal ini ditempuh dengan menggunakan metode etnografi yaitu dengan melakukan observasi partisipasi serta wawancara. Pengamatan langsung atau observasi partisipasi dimaksudkan untuk menjalin hubungan yang lebih dekat antara peneliti dengan informan. Sedangkan wawancara dilakukan secara mendalam (depth interview) dan wawancara bebas (free interview) dengan menggunakan pedoman wawancara. Pedoman wawancara dipakai agar wawancara tidak menyimpang dari persoalan. Wawancara digunakan untuk memperoleh data yang lebih lengkap berkaitan dengan masalah yang diteliti. Wawancara mendalam dimaksudkan untuk memperoleh data yang pokok dari penelitian, sedangkan wawancara bebas dipakai untuk melengkapi data yang
18
diperoleh dari wawancara mendalam maupun pengamatan. Selain itu, dokumentasi juga dilakukan untuk memperoleh data berupa gambar terkait dengan pemakai kawat gigi dan sebagainya. Guna menambah informasi, penulis juga menggunakan bantuan dan sumber sekunder berupa buku-buku dan media massa baik cetak maupun elektronik yang berkaitan dengan tema penelitian. Untuk menambah referensi, juga dilakukan browsing internet. Penulis juga melakukan pengumpulan data dibantu dengan alat elektronik seperti alat perekam. Hal ini karena ingatan penulis yang terbatas untuk mempertahankan keaslian informasi dari para informan pada saat diwawancarai, sehingga dibutuhkan alat perekam. Setelah data yang didapatkan dirasa mencukupi, data tersebut dikumpulkan, kemudian diklasifikasikan, diinterpretasi, dan disusun secara runtut.