Sanditama Kawedhar Agus Efendi Progdi Pendidikan Bahasa dan Sastra Daerah FKIP Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo Jl. Letjen S. Humardani No.1 Kampus Jombor Sukoharjo 57521 Telp. (0271) 593 156 , Fax. (0271) 591 065
Abstrak Serat Tripoma adalah salah satu serat yang berisi ajaran bela Negara. Yaitu, kecintaan terhadap Negara melebihi kecintaannya terhadap saudara. Bahkan, panggilan untuk membela Negara itu tidak lagi dilandasi pemikiran benar dan salah. Inti ajaran yang ingin disampaikan penulisnya, KGPAA Mangkunagara IV adalah melu handarbeni, melu hangrungkebi, dan mulat sarira hangrasa wani ‘ikut memiliki, ikut membela, dan berani mengakui kesalahan’. Konflik batin yang dialami tiga tokohnya, yaitu Basukarno, Suwondo, dan Kumbokarno mempertegas nilai yang disampaikan penulisnya lewat tembang yang di dalam pertunjukkan wayang diwujudkan dalam catur ‘dialog’ lewat dalang. Kata kunci: handarbeni, hangrukebi, mulat sarira hangrasa wani, guna, kaya, puru.
Pendahuluan Seni pedalangan atau pewayangan merupakan salah satu jenis seni pertunjukkan yang sudah tua umurnya dan masih hidup dan berkembang sampai masa sekarang. Istilah pedalangan mempunyai pengertian segala sesuatu yang berhubungan dengan dalang atau seorang dalang sebagai sentralnya, sedangkan pewayangan berartikan segala sesuatu yang berhubungan dengan wayang. Pada dasarnya pewayangan sangat dikenal luas diseantero dunia bahkan dianggap sebagai wahana pembelajaran budi pekerti yang bisa menjadi tolak ukur ciri khas suatu bangsa. Di Jawa jenis wayang purwa dianggap wayang tertua dibandingkan dengan jenis wayang lainnya. Wayang kulit sebagai bagian dari seni pertunjukkan mengandung nilai-nilai estetik dan etik yang dikemas dengan mempertimbangkan kaidah kaidah keindahan agar dapat memukau penghayatnya (Suratno dkk,1995:23). Nilai-nilai estetik mengandung peringatan dan cita-cita kreativitas dan tanggapan seniman yang diwujudkan dengan simbol-simbol dalam pewayangan (Koentjaraningrat, 1994: 429). Nilai-nilai estetik merupakan unsurunsur penting yang dapat mempengaruhi krteativitas seniman yang kreativitas itu akan timbul karena adanya rasa tidak puas dengan bentuk yang sudah ada. Garapan –garapan baru akan timbul yang secara langsung menambah kekayaan kreativitas dan menambah nuansa baru dalam garapan (Feinsten Alan, 1986:1 XXX:iii). Kreativitas seorang dalang yang biasanya bertumpu pada kisah hidup pribadi atau orang lain untuk menggarap lakon/cerita wayang bahkan memperjelas karakter tokoh. Pengalaman-pengalaman pribadi sangat mempengaruhi kreativitas seniman didalam memperoleh ide-ide yang mempunyai sifat kebaruan dan keterkejutan yang berimbas pada penghayat menjadi mengetahui dan memahami karya-karya baru, bahkan ada beberapa yang mengkultuskan karakter tokoh yang ada di dalam pewayangan (Umar Kayam, 1981:29-34, RM Ismunandar,1985:124)
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
Pada pakeliran gaya Surakata banyak sekali perkembangan yang sangat signifikan, perkembangan ini berwujud pada penggarapan pertunjukannya dan perkembangan yang menunjuk pada persentase pertunjukan. Garapan-garapan baru yang ada di dalam pertunjukkan wayang meliputi berbagai aspek. Pada dasarnya perabot wayang dibagi menjadi tiga yaitu sabet, iringan, dan catur. Pada perabot sabet telah banyak mengalami perubahan yang mengarah ke perkembagan yang secara otomatis menambah khasanah perbendaharaan ragam sabet. Ada berbagai pendapat yang baik dan buruk mengenai perkembangan sabet, yang kesemua itu mendukung perkembangan pertunjukkan wayang dewasa ini. Perabot iringan juga mengalami perkembangan yang luar biasa yang di dalammya ada unsur pendukung suasana yang mengalami perkembangan yang sangat pesat. Perabot catur juga demikian, banyak mengalami perkembangan yang luar bisa bisa pesat. Pada perubahan dari bentuk bentuk perabot lama atau yang suda ada (Pakem) kami tidak menulis perubahan tetapi cenderung ke bentuk perkembangan karena dilihat dari fenomena pertunjukkan wayang dewasa ini yang terus lestari dan masih hidup sampai dewasa ini. Kreativitas seniman juga banyak jasanya di dalam mempengaruhi perkembagan pertunjukan wayang dewasa ini. Penggarapannya juga sering berkutat pada karakter tokoh. Seringkali kreativitas seorang dalang bisa memperjelas karakter tokoh yang sedang menjadi sentral (Bambang Murtiyoso dkk,1998:23) Serat Tripoma yang mempunyai maksud tri tiga poma suri tauladan juga bagian dari kreativitas seorang seniman atau sebuah karya yang ingin memperjelas karakter tokoh yang dikisahkan di sana. Serat Tripoma karya Gusti Mangkunegara IV memeperjelas karakter ketiga tokoh yang diceritakan di dalamnya yaitu Kumbokarno, Suwondo, dan Basukarno Kumbokarno di dalam serat Tripoma diceritakan sedang dalam posisi sulit karena harus berperang melawan orang yang sedang menegakan kebenaran tetapi di sisi lain Kumbokarno dituntut setia kepada negara. Akhirnya Kumbokarno dalam cerita itu gugur karena membela negara. Inti dari keteladanan Kumbokarno ada tiga yaitu 1. Andarbeni 2. Angrungkebi 3. Mulat salira angrasa wani. Andarbeni karena merasa memiliki negara dan merasa dilahirkan di negara Alengka dan mengenyam kenikmatan di Alengka. Angrungkebi artinya merasa harus ikut berpartisifpasi apabila negaranya membutuhkan dirinya entah berupa pemikiran, harta atau bahkan nyawanya. Mulat salira angrasa wani Kumbokarno merasa sedikit sekali pengorbanan yang diberikan kepada negaranya dan banyak sekali yang sudah didapatnya. Sumantri/Suwondo di dalam serat Tripoma menjadi bagian dari ke tiga tokoh yang dijadikan suri tauladan karena ketika mengabdi kepada raja dan negara memakai pedoman Guna, kaya, dan purun/puru. Guna berarti kapinteran/kepandaian. Dengan kepandaiannya itulah ia bisa menempatkan posisi dan pandai membaca situasi tertentu demi kepentingan negara. Kaya artinya mempunyai jiwa solidaritas yang tinggi terhadap sesama atau bangsa lain. Dengan landasan solidaritas inilah sikap dan perilakunya tercurah untuk kepentingan negara. Purun/puru artinya sumpah setia terhadap raja dan Negara. Kesetiaan seorang prajurit dalam mempertahankan Negara merupakan hal yang mutlak. Hal itu sudah dibuktikan dengan gugurnya Suwondo ketika berperang melawan raja Alengka sang Dasamuka. Basukarno di dalam serat Tripoma juga masuk menjadi salah satu tokoh yang dijadikan suri tauladan bagi prajurit yang mengabdi kepada raja dan negara. Tokoh ini sangat menjadi fenomenal bagi penghayat pedalangan karena Basukarnoberjuang dan gugur membela Kurawa sebagai pihak antagonis. Apa yang melatar belakangi
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
Basukarno membela Kurawa dan kenapa Gusti Mangkunegara IV yang membuat Tripoma menempatkan tokoh ini, jawabannya ada pada Sanditama Kawedhar. Sanditama Kawedhar
Dhandhanggula Pada I Yo-gya ma-lih ki-nar-ya pa-lu-pi, Sur-ya-pu-tra nar-pa-ti A-wang-ga, Lan Pan-da-wa tur ka-dang-e, Lyan ya-yah tung-gil i-bu, Su-wi-ta mring Sri Ku-ru-pa-ti, A-neng na-gri As-ti-na, Ki-nar-ya gul a-gul, Mang-go-long go-lo-nga-ning prang, Bra-ta-yu-da ing a-deg-ken se-no-pa-ti, A-la-ga ing Ku-ra-wa. Pada II Mi-nung-suh-ken ka-dang-e pri-ba-di, A-prang tan-dhing lan sang Da-nan-ja-ya, Sang Kar-na su-ka ma-nah-e, Cip-ta-ni-ra pi-kan-tuk, De-ni-ra ar-sa a-ma-les sih, I-ra sang Dur-yu-da-na, Mar-man-ta ka-lang-kung, Den-nya nge-tog ka-su-di-ran, A-prang ra-me Kar-na ma-ti ji-nem-pa-ring, Sum-bo-ga wi-ro-ta-ma. Sanditama Kawedhar berasal dari kata sandi yang artinya belum jelas atau tersembunyi, tama adalah utama atau kebaikan sedangkan kawedhar terbuka. Artinya secara menyeluruh adalah rahasia yang baik dan terkuak. Kenapa Basukarno berpihak kepada Kurawa, alasanya hanya prabu Kresna raja negara Dwarawati yang tahu karena hanya kepada beliaulah Basukarno mengutarakan segala apa yang menjadi rahasia hidupnya. Pertemuan mereka pada saat prabu Kresna selesai bertemu prabu Duryudana dan ketika akan pulang di tengah perjalanan bertemu dengan Basukarno (dalam lakon Kresna Dhuta). Didalam pertemuan itu prabu Kresna mengabarkan bahwa hasil pertemuannya dengan prabu Duryudana untuk berunding atas nama Pandawa tidak mendapatkan hasil sehingga prabu Kresna bisa menyimpulkan bahwa perang besar antara Pandawa dan Kurawa akan segera terjadi (Baratayuda Jayabinangun). Prabu Kresna mengajak dan membujuk prabu Basukarno untuk bergabung dengan Pandawa karena Karna adalah saudara Pandawa satu ibu lain ayah. Seperti yang tercantum dalam tembang Dhandhanggula Pada I. Yogya malih kinaryo palupi, Suryaputra narpati awangga, Lan Pandawa tur kadange,
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
Lyan yayah tunggil ibu, ……………………… (ada satu lagi anak manusia yang bisa dijadikan contoh /suri tauladhan, Adalah Suryaputra/Karna raja Awangga, Dan Pandawa adalah saudaranya, Lain ayah satu ibu, ……………….) Basukarno menolak ajakan tersebut dan bercerita ketika masa muda punya hutang budi dengan prabu Duryudana sampai ia bersumpah untuk selalu membela Kurawa dalam keadaan apapun. Sumpah itu terucap ketika Basukarno dihina oleh Bima yang memarahinya karena begitu berani ikut campur urusan murid-murid padepokan Sokalima padahal ia bukan murid di sana bahkan ia bukan dari golongan ksatria jadi tidak mungkin ikut menjadi bagian murid-murid padepokan Sokalima. Pada waktu itu Basukarno berusaha memperlihatkan kepada khalayak yang menyaksikan jalannya ujian dengan mematahkan busur Arjuna. Karena kejadian itu ia menjadi malu karena dihina di depan orang banyak dan akhirnya prabu Duryudana datang dan berbicara dengan lantang bahwa Basukarno diangkat menjadi raja kecil di negara Awangga dan menjadi saudara Kurawa yang otomatis juga menjadi golongan satriya, …………………….. Suwita mring Sri Kurupati, Aneng nagri Astina, kinarya gul-agul, manggolong-golonganing prang, bratayuda ing adegen senopati, alaga ing Kurawa. (……………………… mengabdi kepada Sri Kurupati, Di Negara astina, Menjadi andalan, Menata dan memimpin prajurit yang akan berperang, Ketika perang Baratayuda juga diangkat sebagai senopati, Memimpin prajurit pihak Kurawa). Karena kejadian itulah Basukarno bersumpah untuk selalu membela Kurawa dan akan berusaha menepati janji sampai titik darah penghabisan. Prabu Kresna tidak bisa membujuk lagi tetapi menerangkan bahwa Baratayuda Jayabinangun bukanlah perang biasa tetapi perang suci yang di dalamnya syarat dengan berbagai masalah dan yang pasti sebagai salah satu sarana menumpas angkara murka. Basukarno mengakui dan membenarkan itu semua dan berkata sangat yakin kalau Pandawa akan memenangkan peperangan ini karena ia tahu Pandawa berada di pihak kebenaran. Prabu Kresna membantah kata-kata Basukarno karena ia tahu kalau pihak Kurawa mempunyai jago pilih tandhing yaitu Basukarno. Prabu Kresna berkata, selain Basukarno mempunyai panah yang sakti juga mempunyai pusaka yang ada didalam diri Basukarno yaitu Anting Sotya dan Kere Waja tempatnya di dalam kulit diluar daging, daya kesaktian kedua puaka itu adalah tidak akan ada pusaka yang bisa menembus badan Basukarno, prabu Kresna menyimpulkan
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
bahwa Kurawa yang akan menang. Basukarno kemudian bercerita bahwa kedua pusaka itu sudah tidak ada lagi dalam dirinya karena sudah dikembalikan kepada Dewa. Basukarno bahkan berkata kalau dirinya sebenarnya bukan siapa-siapa lagi, ia hanyalah prajurit biasa. Tetapi jauh di dalam lubuk hatinya mengetahui kalau pusaka itu sudah diberikan kepada Dewa dan ia ikhlas memberikannya, maka ia merasa hidupnya juga tidak akan lama. Untuk itu di akhir hidupnya ia ingin menegakkan kebenaran dan keadilan biarpun masih dibingkai sumpah dan ia berada di posisi seperti sekarang yakni berada di kubu Kurawa. Basukarno mengakui kalau ia yang membujuk prabu Duryudana supaya tetap mempertahankan negara Astina agar jangan sampai jatuh ke tangan Pandawa. Pandawa jika ingin mendapatkan haknya harus menebusnya dengan jalan peperangan. Apabila nanti terjadi peperangan besar ia sangat yakin Kurawa akan kalah termasuk dirinya rela gugur demi tegaknya kebenaran dan keadilan. Ia sudah tidak memiliki kesaktian lagi tetapi Kurawa tidak tahu, keadaaan itu dimanfaatkan oleh Basukarno untuk terus mendukung Kurawa dan berusaha perang besar tetap terjadi. Dengan adanya Baratayuda Jayabinangun berarti kebenaran akan menang kurawa kalah dan musnah, angkara murka akan berkurang termasuk dirinya rela menjadi tumbal tegaknya keadilan. Basukarno menyembah kepada prabu Kresna dan berucap pertemuan ini sebenarnya pertemuan yang terakhir, untuk itu ia titip salam bakti dan hormat kepada dewi Kunti dan kepada adik-adiknya Pandawa. Ia juga meminta bahwa nanti apabila ia berperang ia ingin berhadapan dengan adik yang sangat dikasihinya yaitu raden Arjuna. Basukarno ingin sekali apabila ia harus mati demi kebenaran ia ingin matinya dihantarkan oleh adiknya. Pada II Minungsuhken kadange pribadi, Aprang tandhing lan sang Dananjaya, Sri Karno suka manahe, Ciptanira pikantuk, Denira arsa amalesih, Ira sang Duryudana, Marmanta kalangkung, Denya ngetog kasudiran, Aprang rame Karno mati jinemparing, Sumboga wirotama. (ketika berperang melawan saudaranya sendiri, Berperang dengan Dananjaya/Arjuna, Sang Karna suka sekali hatinya, Karma niatnya melawan adiknya kesampain, Ini juga jalan untuk membalas budi-, Nya prabu Duryudana, Untuk itu sangat bersemangat, Segala kekuatan dikerahkan, Kesaktiannya dikeluarkan semua, Berperang sangat dahsyat Karna terbunuh dengan anak panah, Harum namanya karena gugur di medan laga).
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
Balas budi untuk Kurawa juga mendapatkan jalan. Di sisi lain ia juga bisa menegakkan kebenaran sesuai atau menurut jalannya sendiri. Prabu Kresna dalam hati membenarkan niat Basukarno dan sangat menghormati niat Basukarno yang sangat mulia tersebut. memang ada seribu cara untuk menegakkan kebenaran dan keadilan tetapi langkah yang ditempuh Basukarno sangatlah sulit karena posisi Basukarno yang dibingkai oleh sumpah. Daftar Rujukan Alan, Feinstein dkk. 1986. Lakon Carangan Gaya Surakarta : Proyek Dokumen Akademi STSI. Khayam, umar. 1981. Seni Tradisi Masyarakat. Jakarta : Sinar Harapan Koentjaraningrat. 1994. Kebudayaan Jawa. Jakarta: Balai Pustaka Murtiyoso, Bambang. 1998. Pertumbuhan dan Perkembangan Seni Pertunjuukan Wayang. Surakarta: STSI dan Senawangi. Sudarko, sudarsono, sunarto, suratno. 1993. Pakeliran Padat Pembentukan dan Perkembangannya. Surakarta: STSI Wahyono. 1991. Peran Kesusastraan Jawa Abad 19 dalam Pengembangan Kebudayaan Jawa di Surakarta Bagian I. Surakarta : STSI
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com