anggaran
SAMBUTAN MENTERI KEUANGAN foto: VIVAnews
Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karuniaNya sehingga sampai dengan saat ini kita dapat terus berkarya dan berkinerja untuk memberikan yang terbaik bagi bangsa dan negara kita tercinta. Sampai dengan pertengahan tahun 2012 ini, berbagai peristiwa telah terjadi dan memberi pengaruh terhadap pelaksanaan tugas kita semua. Kita harus dapat mengantisipasi peristiwa-peristiwa ini dengan cermat dan tentu saja dapat memberikan solusi yang cerdas terhadap permasalahan yang ada. Pertama, salah satu kebijakan yang diambil Pemerintah dalam APBN Perubahan 2012 adalah dengan melakukan pemotongan belanja Kementerian/Lembaga, pemanfaatan saldo anggaran lebih (SAL) untuk pengembangan pembangunan infrastruktur, anggaran belanja tambahan, realokasi dari bagian anggaran 999.08 ke bagian anggaran K/L, perubahan anggaran pendidikan, dan pemanfaatan hasil optimalisasi non pendidikan APBN-P Tahun Anggaran 2012. Dapat saya sampaikan bahwa pemotongan belanja K/L menggunakan prinsip “sharing the participation” yang dimaksudkan untuk mendukung kebutuhan pembiayaan kompensasi kepada masyarakat. Selain itu juga pemotongan anggaran belanja Kementerian/Lembaga dimaksudkan untuk meningkatkan quality of spending. Kebijakan Pemerintah tersebut diambil dengan maksud agar dana hasil optimalisasi dapat dimanfaatkan untuk program/kegiatan yang dapat diukur output dan outcomenya dan dapat memperkuat pencapaian sasaran prioritas pembangunan nasional dalam Rencana Kerja Pemerintah Tahun Anggaran 2012. Hal penting lainnya adalah bahwa dana optimalisasi dapat dimanfaatkan untuk mendukung program-program pengurangan kemiskinan dan mendukung Masterplan Percepatan dan Perluasan Pengurangan Kemiskinan di Indonesia (MP3KI). Saya sangat mengharapkan agar semua pihak terkait (Kementerian Keuangan dan Kementerian/Lembaga) dapat memberikan dukungan terhadap kebijakan yang diambil Pemerintah tersebut. Berikanlah karya terbaik Saudara-Saudara sekalian dengan kerja keras dan kerja cerdas berlandaskan nilai-nilai Kementerian Keuangan agar kebijakan yang diambil Pemerintah dapat dilaksanakan dengan baik dan memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kesejahteraan masyarakat Indonesia. Kedua, sampai dengan pertengahan tahun 2012 kita dikejutkan dengan terjadinya berbagai kasus penyelewengan dalam pelaksanaan program dan kegiatan yang didanai dari APBN. Penyelewengan yang dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab berimplikasi bagi pegawai Kementerian Keuangan khususnya rekan-rekan pada Direktorat Jenderal Anggaran. Namun saya yakin dengan integritas dan profesionalisme pegawai-pegawai pada Direktorat Jenderal Anggaran dapat bertanggung jawab atas segala pelaksanaan yang terjadi. Dari kasus-kasus yang tejadi, saya berharap kita semua dapat mengambil hikmah dan pelajaran yang berharga serta terus melakukan evaluasi atas apa yang telah kita kerjakan. Melalui media ini, saya meminta kepada rekan-rekan di Direktorat Jenderal Anggaran untuk tetap berjuang dan bekerja keras serta lebih berhati-hati dan cermat dalam melakukan penelaahan anggaran bersama rekan-rekan dari Kementerian/Lembaga. Kepada mitra kerja Kementerian Keuangan, saya ingin mengajak untuk selalu bersama-sama menjaga integritas dan bekerja dengan profesional dalam mewujudkan pengalokasian anggaran yang lebih transparan dan akuntabel sehingga dapat mencegah terjadinya penyimpangan pengelolaan keuangan negara. Saya yakin, kita semua dapat memberikan kinerja yang optimal dan mewujudkan good governance dalam pengelolaan anggaran negara. Akhir kata, semoga majalah Warta Anggaran dapat menjadi sumber informasi tentang segala hal terkait penganggaran bagi seluruh mitra kerja.
Agus D.W. Martowardojo
WARTA ANGGARAN | Edisi 24 Tahun 2012
3
DAFTAR ISI LAPORAN UTAMA Performance-based Contract: 6 Solusi Pekerjaan Perawatan Jalan Milestone Pembangunan Infrastruktur 13 Sejarah dan Perkembangan Public Private 17 Partnership (PPP) di Indonesia APBN Perubahan 2012 20
PERENCANAAN ANGGARAN Anomali Subsidi BBM 25
PNBP USO: Program Pembangunan Infrastuktur Telekomunikasi di Pedesaan
28
PERISTIWA
32
foto: dok. pribadi
BERITA Reward and Punishment 37 Langkah-Langkah Direktorat Jenderal 38 Anggaran dalam Penyusunan Pagu Indikatif Tahun 2013
foto: dok. pribadi
4
WARTA ANGGARAN | Edisi 24 Tahun 2012
SISTEM PENGANGGARAN Standar Biaya, 39 Kemana Dikembangkan? Mengkaji Kembali Reformasi Sistem Penganggaran, 42 Bagaimana Memperkuat Keterkaitan Kebijakan Makro-Mikro Dalam Implementasi Kebijakan Anggaran Pemerintah 48 Mendudukkan Belanja Modal
RENUNGAN
51
ENGLISH CORNER
52
POJOK FOTO
54
RESENSI
58
INTERMEZO
59
SALAM REDAKSI anggaran Pembaca yang budiman, Kondisi infrastruktur di Indonesia masih memerlukan perbaikan sana sini. Apabila kita bandingkan kualitas infrastruktur jalan di Indonesia dengan negeri jiran, Indonesia berada pada peringkat 90 pada tahun 2010-2011, sedangkan Thailand pada peringkat 46 dan Malaysia pada peringkat 27. Laporan utama akan mengangkat topik pada penerbitan Warta Anggaran Edisi 24.Pembaca kami ajak untuk memahami bagaimana perkembangan pembangunan infrastruktur di Indonesia melalui beberapa tulisan dan ulasan dari para penulis kami. Pada rubrik Sistem Penganggaran, kami menurunkan tulisan tentang Reformasi Sistem Penganggaran yang mengulas tentang bagaimana memperkuat keterkaitan kebijakan makro-mikro dalam implementasi kebijakan anggaran pemerintah. Pembaca juga bisa membaca ulasan tentang belanja modal dan standar biaya. Sebagai komitmen Pemerintah untuk terus mengedukasi mitra kerja, kami meliput kegiatan-kegiatan sosialisasi yang dilakukan Direktorat Jenderal Anggaran kepada mitra kerjanya. Pada bagian lain, salah seorang pegawai pada Ditjen Anggaran akan berbagi pengalaman ketika mengamati bagaimana sistem pendidikan Sekolah Dasar di Jepang dan membandingkannya dengan sistem pendidikan di Indonesia yang kami tuangkan dalam English Corner. Sebagai penyeimbang tulisan-tulisan tentang penganggaran, kami ajak Pembaca menelusuri keindahan alam dan budaya Indonesia melalui foto-foto perjalanan. Akhirnya, selamat membaca dan menikmati ulasan-ulasan kami. Semoga majalah Warta Anggaran dapat memberi manfaat dan menambah pengetahuan para Pembaca setia kami. Salam
PENGARAH Direktur Jenderal Anggaran
PENANGGUNG JAWAB Sekretaris Ditjen Anggaran
REDAKTUR Meriyam Megia Shahab REDAKTUR PELAKSANA Rini Ariviani F. – Langgeng Suwito – Waskito – Arief Masdi – M. Indra Zakaria Tarigan – Sunawan Agung S. – Ahmad Junaidi – Arif Kelana Putra – Robby Martaputra – Ade Permadi PENYUNTING I.G.A Krisna Murti Eko Widyasmoro Hisyami Adib Asyrofi Mujono Basuki DESAIN GRAFIS DAN FOTOGRAFER Fransiskus Edy Santoso Wirawan Setiadji Dana Hadi KEUANGAN Albert Trisija TATA USAHA DAN DISTRIBUSI Rully Wirastaningrum Faisal Khabibi Fadly Anshory Lubis Dimas Abdilla
Redaksi menerima artikel untik dimuat dalam majalah ini. Artikel ditulis dalam huruf Arial 11 spasi 1.5 maksimal 5 halaman. Artikel dapat dikirim ke
[email protected] Isi majalah tidak mencerminkan kebujakan Direktorat Jenderal Anggaran
ALAMAT Gedung Sutikno Slamet Lt.11 Jl. Dr. Wahidin no. 1 Jakarta 10710 Telepon: (021) 3435 7505
WARTA ANGGARAN | Edisi 24 Tahun 2012
5
PERFORMANCE-BASED CONTRACT: SOLUSI PEKERJAAN PERAWATAN JALAN Oleh : Mahmudi Pelaksana pada Direktorat Anggaran I
Coba simak beberapa judul berita di internet ini: “Jalan Tergenang Warga Meradang”, “Ganasnya Jalur Pantura”, atau “Jalur Cilegon Merak Tambal Sulam”. Ketiganya menggambarkan kerusakan ruas-ruas jalan di beberapa tempat di Indonesia. Jika membandingkan kualitas infrastruktur jalan di Indonesia dengan negeri jiran, Indonesia mempunyai peringkat 90 pada tahun 2010-2011, bandingkan dengan Thailand pada posisi 46 dan Malaysia pada posisi 27. Berdasarkan kondisi tersebut, tentu saja kinerja layanan jalan di Indonesia sering dikeluhkan banyak pihak, baik oleh dunia usaha maupun masyarakat pada umumnya. 6 foto: sxc.hu
LAPORAN UTAMA
F
akta lain, penggunaan moda transportasi angkutan barang di Indonesia saat ini tidak seimbang. Pergerakan angkutan barang 90% didominasi oleh moda transportasi darat melalui jalan. Apabila dikaitkan dengan kondisi jalan yang ada, sebagian diantaranya membawa muatan melebihi kapasitas yang ditentukan. Implikasinya, Kerusakan jalan semakin cepat dan parah.
Tabel 1 : Keuntungan dan Kerugian Penerapan PBC Keuntungan Penyelenggara Jalan (Pemerintah)
Bukannya Pemerintah tinggal diam melihat kondisi ini. Pemerintah telah mengang garkan biaya untuk pembangunan dan perawatan jalan setiap tahun yang relatif besar. Namun demikian, kebutuhan dana yang ideal belum terpenuhi, untuk menjaga seluruh aset jalan dalam kondisi mantap.
b. mengurangi frekuensi klaim dan amandemen kontrak akibat perubahan kuantitas pekerjaan
Definis PBC menurut Bank Dunia ialah kontrak yang mendasarkan pembayaran untuk biaya manjemen dan pemeliharaan jalan secara langsung dihubungkan dengan kinerja kontraktor dalam memenuhi indikator kinerja minimum yang ditetapkan. Secara bebas, PBC dapat diterjemahkan pula sebagai produk akhir yang pencapaiannya sepenuhnya ditentukan oleh kontrak tor dan pembayaran kontrak ditentukan oleh seberapa baik kontraktor berhasil memenuhi standar kinerja minimal yang
b. rasa kehilangan kewenangan kendali bagi penyelenggara jalan/pengguna jasa;
c. fokus pelanggan karena imbalan c. ketidakpastian dalam jangka waktu lama, pembayaran kepada kontraktor didasarkan karena kendali penyelenggaraan jalan pada indikator kinerja yang diinginkan oleh berada di tangan penyedia jasa; pemilik sekaligus oleh pengguna jalan
Perlu ada terobosan baru, mendayagunakan dana perawatan jalan yang ada, dengan hasil yang memuaskan. Nah, Pemerintah menawarkan cara baru pelaksanaan kegiatan perawatan jalan melalui penerapan performance-based contract (PBC). Konsep Dasar PBC Penerapan PBC untuk pekerjaan perawatan jalan, telah menggeser kriteria penilaian kinerja pemeliharaan jalan. Semula fokus kepada input dan output, menjadi fokus terhadap kenyamanan pengguna jalan (customer oriented outcomes). Dasar penilaian kinerja kontraktor tidak terletak pada jumlah ouput yang dikerjakan. Pencapaian level of services yang diberikan oleh kontraktor adalah dasar penilaian kinerjanya. Tandanya berupa indikator kinerja minimal yang ditetapkan dalam kontrak.
Kerugian
a. potensi penghematan biaya nilai manfaat a. waktu pengadaan tender bisa menjadi lebih yang lebih besar (economies of scale) apabila lama, apalagi bila terjadi dispute/sanggahan diterapkan pada pekerjaan yang bersifat pada waktu proses pengadaan. Lamanya "integrated full service" dengan jangka waktu waktu yang dibutuhkan mengingat banyak kontrak yang relatif panjang. Manfaat : kriteria yang harus dinilai, disamping itu penghematan biaya yang signifikan; perlu terlebih dahulu dilakukan inventarisasi peningkatan kualitas jalan; jaminan kontrak bersama aset dan kondisi eksisting jalan, pengelolaan; dan pemeliharaan asset jalan. sebagai dasar perhitungan biaya kontrak;
d. mengurangi beban kerja penyelenggara jalan, karena sebagian pekerjaan sudah diambil alih oleh kontraktor;
d. dapat berakibat menutup peluang bagi penyedia jasa usaha kecil, karena hanya perusahaan-perusahaan besar yang umumnya sanggup melaksanakan kontrak jangka panjang dengan magnitude biaya yang relatif besar;
e. adanya kepastian kebutuhan pembiayaan dan pendanaan pemeliharaan jalan dalam jangka panjang;
e. kemungkinan kehilangan informasi, jika kontraktor tidak secara detail melaporkan kondisi dan penanganan aset jalan.
f. peningkatan transparasi dan akuntabilitas dalam pengelolaan jalan; g. meningkatkan kontrol terhadap penegakan standar kualitas h. menghemat biaya rehabilitasi jalan; i. mengurangi risiko bagi pemilik proyek karena sebagian besar risiko telah digeser kepada pihak kontraktor. Pengguna Jalan
a. tersedianya sarana jalan dalam kondisi yang baik dalam jangka panjang; b. mengurangi biaya yang harus ditanggung pengguna jalan (waktu tempuh yang lebih baik dan menurunnya biaya kerusakan kendaraan).
Kontraktor
a. dapat mengembangkan kemampuan inovasi penyedia jasa dan kemampuan pengguna jasa dalam pengelolaan kontrak terintegrasi;
b. jaminan terhadap kontrak dalam jangka panjang; c. menyediakan potensi peningkatan keuntungan; dan d. membuka peluang terhadap pertumbuhan perusahaan.
WARTA ANGGARAN | Edisi 24 Tahun 2012
7
LAPORAN UTAMA
ditetapkan dalam kontrak, dan bukan pada jumlah pekerjaan dan jasa yang dikerjakan. Berbeda dengan metode kontrak tradisional, pemilik proyek (owner) biasanya menentukan spesifikasi teknis, teknologi, bahan baku dan jumlah bahan baku yang diperlukan, jangka waktu pelaksanaan pekerjaan, dan pembayaran kepada kontraktor didasarkan atas jumlah input yang digunakan. Dengan PBC pemilik proyek tidak secara rinci menentukan metode atau material apa yang digunakan, sebagai gantinya pemilik proyek menetapkan indikator kinerja minimum yang harus dipenuhi oleh pihak kontraktor, misalnya untuk pemeliharaan jalan tidak ada toleransi adanya lubang dengan diameter tertentu, tidak boleh ada retakan, marka jalan harus terlihat jelas, saluran drainase berfungsi baik dan sebagainya. PBC juga menetapkan suatu pendekatan kontrak yang menyediakan insentif dan disinsentif atau keduanya kepada kontraktor untuk mencapai standar kinerja atau target hasil yang terukur. Ukuran kinerja dinyatakan dalam tingkat layanan (level of services) dengan skala standar kinerja tertentu, termasuk respon waktu yang diperlukan untuk penyelesaian pekerjaan, disertai dengan pemantauan kinerja yang sistematik (performance monitoring) guna menilai kinerja kontraktor sebagai dasar pembayaran kontrak. Sistem pembayaran pada kontrak PBC bersifat lumpsum price, kontraktor akan menerima pembayaran dalam jumlah yang sama setiap bulannya, kecuali apabila kontraktor tidak memenuhi standar kinerja minimal, maka jumlah pembayaran akan dikurangi sesuai dengan ketentuan denda dalam kontrak.
melalui peningkatan efisiensi dan efektivitas desain, proses, dan teknologi. Hal ini berbeda dengan jenis kontrak tradisional tahunan yang umum diadopsi oleh Pemerint ah, yang masih memisahkan tahap desain, konstruksi dan pemeliharaan, sehingga seringkali terjadi peningkatan biaya akibat adanya pekerjaan-pekerjaan tambahan yang belum teridentifikasi dalam tahap desain, atau adanya perubahan dasain itu sendiri, akibatnya risiko meningkatnya biaya konstruksi dan pemeliharaan sepenuhnya ditanggung oleh pemilik proyek. Sebagai pemilik jalan, Pemerintah dapat menentukan kondisi minimum jalan, jembatan, dan aset lalu lintas yang harus dipelihara oleh kontraktor untuk jangka waktu tertentu. Konsekwensi logis dari kontrak PBC, terdapat pergeseran / pengalokasian risiko yang lebih besar kepada pihak kontraktor dibandingkan dengan model kontrak tradisional, tetapi pada saat yang sama membuka peluang untuk meningkatkan keuntungan melalui peningkatan efisiensi dan efektivitas dalam mencapai standar kinerja yang ditetapkan. Sebagai gambaran, tabel 1 pada halaman sebelumnya mengidentifikasi secara rinci keuntungan dan kerugian penerapan PBC.
8
WARTA ANGGARAN | Edisi 24 Tahun 2012
Pada aspek anggaran, alokasi dana untuk sek tor jalan sudah mengalami peningkatan dibanding tahun-tahun sebelumnya. Secara agregat, alokasi dana Ditjen Bina Marga dan alokasi dana infrastruktur dalam APBN juga terus mengalami peningkatan yang cukup signifikan, terlihat pada tabel dan grafik di bawah ini. Penerapan PBC di Indonesia Ta h u n 2 0 1 1 , Pe m e r i n t a h te l a h menerapkan jenis kontrak PBC untuk
Grafik 1 : Kondisi Jalan di Indonesia Tahun 2010
100%
3.43 13.34
31.06
21.87
RUSAK BERAT
31.14
RUSAK RINGAN
80% 33.56
60%
28.21
SEDANG
40%
Pada jenis kontrak PBC terdapat ke l e l u a s a a n ko n t r a k to r u n t u k menentukan perancangan, proses manajemen dan metode kerja yang paling efisien, termasuk penerapan teknologi inovatif, sehingga membuka peluang untuk meningkatkan keuntungan karena kontraktor dapat menghemat biaya
Data dan Fakta Jalan Maupun Infrastruktur di Indonesia Jalan-jalan di Indonesia terbagi dalam jalan nasional, jalan provinsi, dan jalan kabupaten/kota. Berikut ini data Ditjen Bina Marga Tahun 2010 tentang kondisi jalan di Indonesia. Dari panjang jalan nasional 38.569 km, ditemukan: 3,34% mengalami rusak berat; 33,56% rusak ringan; 33,56% dalam kondisi sedang; dan sisanya 49,67% dalam kondisi baik. Dari panjang jalan provinsi 48.966 km, ditemukan: 31,06% dalam kondisi rusak berat; 28,21% rusak ringan; 34,88% kondisi sedang; dan sisanya 5,85% dalam kondisi baik. Adapun panjang jalan kabupaten/kota 358.713 Km, ditemukan: 21,87% dalam kondisi rusak berat; 31,14% rusak ringan; 24,53 kondisi sedang; dan sisanya 22,46% dalam kondisi baik.
20%
24.53 49.67
34.88 22.46 5.85
0% NASIONAL
PROVINSI
KABUPATEN
BAIK
LAPORAN UTAMA
pekerjaan perawatan jalan dengan jangka waktu 4 tahun. Jalur Pantura ruas Ciasem-Pamanukan - Provinsi Jawa Barat sepanjang 21,7 Km dan ruas DemakTrengguli - Provinsi Jawa Tengah sepanjang 12 Km dipilih sebagai pilot project. Ini juga merupakan bagian dari Program 100 Hari Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II, sebagai upaya pemerintah
dalam meningkatkan kinerja layanan jalan. Harapannya, penerapan PBC meningkatkan kualitas jalan di Indonesia, mengedepankan aspek good governance, dan sekaligus memenuhi ekspektasi pengguna jalan terhadap tersedianya kualitas layanan jalan yang lebih baik. Kebutuhan dana untuk dua paket
Tabel 2 : Perkembangan Pagu Anggaran Ditjen Bina Marga TA. 2005 s.d. 2011 ESELON I Kementerian Pekerjaan Umum
TAHUN ANGGARAN
PAGU
REALISASI
2005
5,759,177,525,000
4,896,309,250,362
2006
8,307,813,005,000
7,681,620,469,040
2007
10,802,952,097,000
9,285,616,912,026
2008
16,826,317,204,000
15,741,116,618,017
2009
20,005,785,194,000
19,238,907,785,478
2010
18,341,485,473,000
15,747,090,872,764
2011
27,975,010,155,000
20,417,067,433,211
033.04. DITJEN BINA MARGA
Sumber Data : Business Intelegence Anggaran
Grafik 2: Perkembangan Pagu Ditjen Bina Marga TA. 2005 s.d. 2011 PERKEMBANGAN PAGU DITJEN BINA MARGA TA. 2005 S.D. 2011 30,000,000 25,000,000 20,000,000 PAGU
15,000,000
REALISASI
10,000,000 5,000,000
Pemeliharaan Jalan Ciasem- Pamanukan dan ruas Jalan Demak- Trengguli masingmasing adalah sebesar Rp128,9 miliar dan sebesar Rp74,45 miliar. Penerapan pilot project pada dua ruas jalan tersebut menjadi permulaan diterapkannya PBC untuk skala yang lebih luas. Nantinya, seluruh jalan-jalan strategis utama seperti lintas Pantura Jawa, lintas timur Sumatera, lintas Kalimantan dan lintas barat Sulawesi, menerapkan kontrak PBC sebagai upaya membangun konektivitas nasional dan memperbaiki sistem logistik nasional. Di tinjau dari aspek legal, konsep yang diterapkan dalam kontrak PBC sudah diakomodir dalam peraturan perundangundangan di Indonesia, antara lain: a. UU No.18/1999 tentang Jasa Konstruksi; b. Perpres 54 tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa; dan c. PMK No.56/PMK.02/2010 tentang Tatacara Pengajuan Persetujuan Kontrak Tahun Jamak (Multiyears Contract). Pasal 16 Ayat (3), UU No.18/1999 menyatakan, “Layanan jasa perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan dapat dilakukan secara terintegrasi dengan memperhatikan besaran pekerjaan atau biaya, penggunaan teknologi canggih, serta risiko besar bagi para pihak ataupun kepentingan umum dalam satu pekerjaan konstruksi”. Penjelasan Pasal 6 huruf e, Perpres 54 tahun 2010 menyebutkan secara eskplisit jenis kontrak PBC. Demikian halnya dengan PMK No.56/PMK.02/2010, di sana juga telah tentang PBC.
0 2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
Grafik 3 : Perkembangan Alokasi Dana Infrastruktur TA. 2005 s.d. 2011 123.8
130.0 110.0 90.0
18.6
Non K/L K/L
93.4 70.0
70.0 50.0 7.9
50.0
54.0
13.2
25.8 105.1
8.9
42.2
45.1
10.0
23.7 2.3 21.4
(10.0)
2005
2006
2007
30.0
10.6
78.9
59.4
65.7
67.5
2008
2009
2010
Keterangan : Alokasi terbesar terkait infrastruktur adalah Kemen PU, Kemenhub, Kemen ESDM dan non K/L (alokasi pada Non K/L a.l. land capping, DAK untuk infrastruktur, PMN untuk infrastruktur).
2011
Harapannya, penerapan PBC meningkatkan kualitas jalan di Indonesia, mengedepankan aspek good governance, dan sekaligus memenuhi ekspektasi pengguna jalan terhadap tersedianya kualitas layanan jalan yang lebih baik.
WARTA ANGGARAN | Edisi 24 Tahun 2012
9
LAPORAN UTAMA
Dari aspek sistem penganggaran, prinsip dasar PBC berjalan seiring dengan prinsip Performance Based Budgeting (PBB). PBB adalah suatu sistem perencanaan, penganggaran, dan evaluasi yang menekankan hubungan antara uang yang dianggarkan dan hasil yang diharapkan. PBB mempunyai ciri-ciri: a. fokus pada hasil, b. memberikan fleksibilitas kepada manajer untuk menentukan cara terbaik untuk mencapai hasil, dan c. memiliki perspektif jangka panjang. Contoh penerapan prinsip dasar PBC yang sejalan d e n g a n p r i n s i p P B B , ko n t r a k pemeliharaan jalan diukur berdasarkan kualitas layanan yang didefinisikan menurut perspektif pengguna jalan yaitu: a. kecepatan rata-rata kendaraan ( p e r b a i k a n w a k t u te m p u h ) , b. kenyamanan pengendara dan c. keselamatan pengendara. Hal ini menunjukan bahwa PBC juga fokus terhadap hasil. Pembayaran yang dikaitkan dengan kinerja kontraktor dalam memenuhi standar kinerja tertentu menunjukan bahwa PBC juga menekankan hubungan antara uang yang dianggarkan dengan hasil yang diharapkan. Selanjutnya, PBC juga memberikan ruang inovasi yang lebih luas untuk menentukan cara terbaik dalam mencapai hasil dan memiliki perspektif jangka panjang karena kontrak-kontrak PBC umumnya berjangka panjang. Dari aspek pendanaan, penerapan PBC dalam skala yang luas membutuhkan dukungan pendanaan yang relatif besar, karena umumnya sebagian jalan nasional membutuhkan rehabilitasi awal, bahkan untuk kondisi jalan tertentu yang mengalami rusak berat perlu peningkatan struktur. Penerapan PBC disamping membutuhkan dukung an politik anggaran sebagai jaminan ketersediaan anggaran dalam jangka panjang, juga menawarkan kepastian penyerapan anggaran yang konstan setiap bulan, sehingga penyerapan anggaran yang biasanya menumpuk diakhir triwulan keempat dapat dihindarkan. Dalam implementasinya, penerapan PBC memerlukan persyaratan awal antara lain : adanya komitmen yang lebih besar dari pemerintah, kemampuan dan
10
WARTA ANGGARAN | Edisi 24 Tahun 2012
keahlian personil penyelenggara jalan, kapasitas industri kontraktor dan konsultan yang memadai, kepastian pendanaan jangka panjang, adaptif dengan kondisi lokal dan jauh dari “intervensi” politik. Hal penting lain yang menjadi kunci sukses penerapan PBC di Indonesia apabila disertai dengan adanya public transport reform, hal ini penting mengingat sektor transportasi/angkutan di Indonesia, termasuk didalamnya pengaturan fungsi dan kelas jalan belum sepenuhnya regulated. N a mu n d e m i k i a n , ke b e r h a s i l a n penerapan PBC ini membutuhkan beberapa persyaratan, seperti: a. Kerjasama sama dan komunikasi yang harmonis antara pengguna dan penyedia jasa; b. Komitmen pimpinan yang didukung oleh keahlian s t af penyelenggara jalan; c. Kemampuan industri jasa kontraktor dan konsultan yang mumpuni; d. Adanya jaminan ketersediaan anggaran; dan e. Penerapan yang tepat sesuai dengan tingkat kompleksitas yang dibutuhkan dan kondisi setempat dan bila perlu dilakukan pentahapan transisional. Kerjasama
merupakan hal yang sangat penting terutama pada tahap awal implementasi, sebagai bagian dari proses pembelajaran. Suasana kondusif dan terbuka menjadi factor utama untuk mencegah terjadinya klaim dan perselisihan kontrak yang rumit dikemudian hari, Studi Bank Dunia menemukan bahwa setiap US$1 yang tidak diinvestasikan pada pemeliharan jalan akan mengakibatkan pengguna jalan menambah pengeluaran US$3 (biaya kerusakan sparepart dll) dan Pemerintah juga harus menambah US$2 untuk perbaikan jalan. Inilah yang menguatkan kita bahwa harus ada dana perawatan yang cukup ideal dan cara pelaksanaannya yang tepat, agar dampak pemborosan karena kondisi jalan yang rusak dapat diperkecil. Namun demikian, soal kontrak PBC yang berjangka panjang masih memerlukan kajian mendalam mengenai dasar hukum yang mengatur pelaksanaan kontrak jangka panjang yang dapat melampaui masa/periode Pemerintahan.
Referensi : 1. Liautaud, G. 2004. "Maintaining Roads: Experience with Output-based Contracts in Argentina." Washington, D.C.: The World Bank. 2. Pakkala, Pekka. 2002. "Innovative Project Delivery Methods for Infrastructure. International Perspective." Helsinki 2002. Finnish Road Enterprise 3. Pakkala, P. 2005. "Performance-based Contracts – International Experiences." Finnish Road Administration. Presentation at the TRB Workshop on “Performance-based Contracting.” April 27, Washington, D.C. 4. Rahadian, Hedy.” Langkah Awal Menuju Performance Based Contract Melalui Extended Warranty Period.” Tidak diterbitkan : Ditjen Bina Marga Kementerian PU; 5. Queiroz, Carlos. 2000. "Contractual Procedures to Involve the Private Sector in Road Maintenance and Rehabilitation." 24th International Baltic Road Conference. 6. World Bank. 2004. “Procurement under IBRD Loans and IDA Credits: Guidelines.” Washington, D.C.: World Bank. 7. World Bank. 2006. “Procurement of Works and Services under Output- and Performancebased Road Contracts: Sample Bidding Document.” October 2006. Washington, D.C.: World Bank. 8. Zietlow, Guntar. 2004. “Implementing Performance-based Road Management and Maintenance Contracts in Developing Countries – An Instrument of German Technical Cooperation.” November 2004. Eschborn, Germany.
LAPORAN UTAMA
PENGALAMAN NEGARA LAIN
J
enis kontrak PBC untuk pekerjaan pemeliharaan jalan telah lebih dahulu berkembang dan diimplementasikan di beberapa negara antara lain di kawasan Amerika Latin, Australia, Selandia Baru, dan Amerika Utara pada awal hingga pertengahan tahun 1990. Sejak itu penerapan PBC untuk pekerjaan pemeliharan jalan telah menyebar ke Eropa, Asia, dan bahkan negara-negara Afrika, yang diperkenalkan oleh lembagalembaga pendanaan pembangunan internasional seperti Bank Dunia (WB) dan Bank Pembangunan Asia (ADB), serta terus diperkenalkan di banyak negara di dunia termasuk Indonesia dan dimasa depan bukan tidak mungkin atas pertimbangan efisiensi dan hasil akhir yang lebih baik, seluruh pengadaan jasa p e ke r j a a n p e m e l i h a r a a n j a l a n nasional/provinsi/ /kabupaten/kota di Indonesia akan menerapkan jenis kontrak PBC. Jenis kontrak berbasis kinerja (PBC) untuk pekerjaan pemeliharaan jalan, pertama kali diujicobakan di British Columbia, Kanada pada tahun 1988 (Zietlow 2004). Selanjutnya, kontrak berbasis kinerja diperkenalkan dan diadopsi oleh dua provinsi Kanada lainnya yaitu Alberta dan Ontario. Pada tahun 1995 Australia meluncurkan PBC pertama untuk pemeliharaan jalan di Kota Sydney. Selanjutnya, New South Wales, Tasmania, dan Australia Selatan dan Australia Barat mulai menerapkan kontrak berbasis kinerja dengan pendekatan "hybrid", yaitu pekerjaan rehabilitasi awal (initial rehabilitation) menggunakan kontrak tradisional “input based” dan untuk pemeliharaannya
menggunakan jenis kontrak PBC. Pada tahun 1998 PBC diperkenalkan di New Zealand untuk pemeliharaan jalan nasional sepanjang 405 km (Zietlow 2004). Saat ini, lebih dari 15% dari jaringan nasional Selandia Baru telah menggunakan jenis kontrak PBC. Selanjutnya, Negara Amerika Serikat pertama kali diperkenalkan PBC di Negara Bagian Virginia pada tahun 1996. Sejak itu, empat negara-negara lain (Alaska, Florida, Oklahoma, Texas) dan Wa s h i n g t o n , D C s u d a h m u l a i menerapkan pendekatan PBC untuk pemeliharaan jalan raya, jembatan, terowongan, rest area dan jalan-jalan perkotaan. Di kawasan Amerika Latin, penerapan PBC mulai dipelopori oleh Argentina pada tahun 1995 dan sampai dengan tahun 2004, sebanyak 44% jaringan jalan di Argentina telah menggunakan kontrak berbasis kinerja. Pada pertengahan tahun 1990-an Uruguay juga melakukan ujicoba PBC pertama pada sebagian kecil dari jaringan nasional dan kemudian di jalanjalan kota utama dari Montevideo. Tak lama setelah itu, negara-negara Amerika Latin, seperti Brazil, Chili, Kolombia, Ekuador, Guatemala, Meksiko dan Peru, juga mulai mengadopsi pendekatan kontrak berbasis kinerja. Secara bertahap, trend ini telah menyebar ke negara-negara maju dan berkembang lainnya di Eropa, Afrika dan Asia, misalnya, UK, Swedia, Finland, Belanda, Norwegia, Perancis, Estonia (63% dari jalan nasional), Serbia dan Montenegro (8% jalan nasional), Afrika Selatan (100% dari nasional jalan),
Zambia, Chad (17% dari semua jalan musim), Filipina (231 km jalan nasional). Dari pengalaman negara-negara yang telah menerapkan PBC untuk pekerjaan perawatan jalan, dilaporkan terdapat penghemat an dibanding deng an menggunakan jenis kontrak tradisional, sebagaimana tabel 3 berikut : Tabel 3 : Perbandingan Prosentase Penghematan di Berbagai Negara N0.
NEGARA
PENGHEMATAN
1. 2. 3.
Norwegia Swedia Finlandia
Sekitar 20-40% Sekitar 30% Sekitar 30-35%, biaya/km turun 50%
4. 5. 6.
Belanda Estonia Inggris
Sekitar 30—40% Sekitar 20—40% Minimal 10%
7. 8.
Australia 10-40% Selandia Baru Sekitar 20-30%
9. USA 10. Kanada
10-15% 10-20%
Sumber Pakkala, 2005
Saat ini, persiapan untuk meluncurkan program PBC sedang berlangsung di Albania, Cape Verde, Chad, Madagaskar, Tanzania, Burkina Faso, India, Kamboja, Thailand, Vietnam dan Yaman. Beberapa negara di atas menggunakan "murni" kontrak berbasis kinerja, sementara yang lain (misalnya, Finlandia, Afrika Selatan, Serbia dan Montenegro) menggunakan kontrak "hybrid". Adapun contoh penerapan indikator kinerja dalam kontrak pemeliharaan jalan dengan PBC yang diterapkan oleh negara di kawasan Amerika Latin, adalah sebagaimana tabel 4 terlampir.
WARTA ANGGARAN | Edisi 24 Tahun 2012
11
LAPORAN UTAMA
Tabel 4 : Contoh Penerapan Indikator Kinerja di Negara-Negara Amerika Latin KLASIFIKASI ASET
KOMPONEN Lubang (Potholes) Kekesatan Aspal Kekesatan bitumen Alur Retak
INDIKATOR KINERJA Tidak boleh berlubang IRI < 2.0 mts/km (Argentina), IRI < 2.8 (Uruguay) IRI < 2.9 (Argentina), IRI < 3.4 (Uruguay) < 12mm (Argentina), < 10mm (Uruguay, Chile) Ditambal/ditutup
Lapisan Kerikil (Gravel surfaces)
Lubang Kekesatan Ketebalan lapisan kerikil
Tidak boleh berlubang IRI < 6 mts/km (Uruguay), IRI<11 mts/km (Chile) 10 cm (Chile, Uruguay)
Bahu Jalan (Shoulders)
Lubang Retak Sambungan Jalan
Tidak boleh berlubangNo potholes Ditambal/ditutup Selaras < 1cm (Chile, Uruguay), ditambal (Peru)
Lapisan Aspal (Pavement)
Drainase (Drainage Struktur penghalang system)
Tidak ada penghalang, aliran air lancar (Chile, Uruguay) Tanpa kerusakan dan deformasi (Chile, Peru)
Rambu dan Marka Jalan (Road signs and markings)
Rambu Jalan Marka Jalan Reflektivitas marka jalan
Lengkap dan jelas (Argentina, Chile, Peru) Lengkap dan terlihat (Argentina, Chile, Peru) 160 mcd/lx/sqm. (Argentina) 70 mcd/lx/sqm. (Uruguay)
Daerah Milik Jalan (Right of way)
Tumbuhan dan alang-alang
< 15cm tinggi (Argentina, Uruguay) Tidak boleh ada alang-alang
Denda dikenakan kepada pihak kontraktor apabila tidak dapat memenuhi respon waktu yang ditetapkan untuk melakukan perbaikan. Indikator kinerja minimal yang harus dipenuhi kontraktor termasuk insentif/disintensif dalam hal kontraktor memenuhi/tidak memenuhi indikator kinerja serta pembagian risiko antara pemilik proyek dan penyedia jasa, diatur secara rinci didalam kontrak, hal ini guna menjaga/ menghindari adanya dispute yang berakhir pada terminasi kontrak.
Sumber : Zietlow, 2005 Keterangan : International Roughness Indek (IRI) merupakan indikator kondisi perkerasan jalan yang paling umum digunakan di seluruh dunia untuk mengevaluasi dan mengelola sistem jalan, sebagai pengukur tingkat keamanan, kenyamanan dan keselamatan pengguna jalan, semakin besar nilai IRI mengindikasikan semakin tinggi tingkat kerusakan jalan. Nilai Ideal IRI = 2 (landasan pacu bandara umumnya memiliki nilai IRI = 2, Nilai IRI 1 = Jalan terlalu licin.
12 foto: sxc.hu
MILESTONE PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR Oleh : Wahyu Dede Kusuma, SE. Staf Subdirektorat Analisis Ekonomi Makro dan Pendapatan Negara, Direktorat Penyusunan APBN
Tidak ada salahnya kita berguru dari saudara tua, Cina, dalam akselerasi pembangunan ekonomi. Negara yang terkenal gempal dengan jumlah penduduk sekitar lima kali penduduk Indonesia, sekarang bergerak begitu lincah dalam kancah global. Kelincahan tersebut bahkan disinyalir telah menyaingi dominasi Amerika dan Eropa dalam perekonomian dunia. 13 foto: sxc.hu
LAPORAN UTAMA
sempat mendekati double digit di tahun 1995. Namun Angka tersebut terus menurun dengan rata-rata 5 tahun terakhir hanya sekitar 4% (lihat grafik). Kondisi pengeluaran infrastruktur Cina justru berkebalikan. Pada saat krisis, pengeluaran infrastruktur Cina sempat hanya sekitar 5,7%. Namun setelah itu, pengeluaran tersebut terus tumbuh sampai level double digit. Sampai sejauh ini terobosan dalam meningkatkan pengeluaran infrastruktur di Indonesia terus dilakukan. Dimulai dari
Dengan pengeluaran yang besar untuk pembangunan infrastruktur di awal tahun 1990, Cina telah menikmati pertumbuhan ekonomi double digit menjelang tahun 2000. Selain itu, imbas dari pembangunan infrastruktur juga telah meningkatkan akses golongan bawah. Di awal tahun 1980, angka kemiskinan di Cina mencapai 60%. Angka ini menurun drastis menjadi hanya 13% pada awal tahun 2000.
Salah satu penyebab utama lambatnya pembangunan infrastruktur di Indonesia k a re n a re n d a h ny a p e n g e l u a r a n infrastruktur. Persentase pengeluaran infrastruktur Indonesia terhadap PDB
Quality of overall infrastructure Quality of roads Quality of railroad infrastructure Quality of port infrastructure Quality of air transport infrastructure Available airline seat kilometers Quality of electricity supply Fixed telephone lines Mobile telephone subscription Sumber: Global Competitive Report
14
WARTA ANGGARAN | Edisi 24 Tahun 2012
Indonesia 90 84 56 96 69 21 97 82 98
2011
2012
2010
2009
2007
2008
2005
2006
2003
2004
2001
Sumber: Perkiraan World Bank & Morgan Stanley Research. (2010-2012 diolah).
Indonesia Infrastructure summit di tahun 2005, Pemerintah berupaya menggaet peran serta BUMN, swasta nasional dan investasi luar negeri dalam membiayai pembangunan infrastruktur. Peran tersebut diharapkan dapat meningkatkan akselerasi dalam pembangunan infrastruktur yang selama ini di topang oleh APBN. Namun Indonesia Infrastructure summit belum mampu berperan optimal dalam meningkatkan peran serta pihak-pihak selain Pemerintah dalam membiayai
Tabel Peringkat Pembangunan Infrastruktur 2010-2011
2002
2000
1999
1997
1998
1995
9% 8% 7% 6% 5% 4% 3% 2% 1% 0% 1994
Berkaca dari peng alaman Cina, Infrastruktur tentu juga menjadi kunci dalam pertumbuhan ekonomi dan penanggulangan kemiskinan di Indonesia. Indonesia membutuhkan Milestone dalam pembangunan infrastruktur. Hal ini disebabkan karena pembangunan infrastruktur Indonesia masih jauh tertinggal. Bahkan dari dua tetangga sejawat (Malaysia dan Thailand) pun Indonesia juga jauh tertinggal (lihat tabel).
pembangunan infrastruktur. Pengeluaran infrastruktur yang diharapkan tembus pada level double digit terhadap PDB, ternyata hanya terealisasi tidak lebih dari 5%. Faktor internal seperti permasalahan regulasi, perizinan dan harmonisasi peraturan masih menjadi masalah yang harus diselesaikan. Selain itu Faktor eksternal seperti krisis yang melanda Amerika Serikat dan sebagian negara maju turut membuat investor urung diri dalam pembiayaan infrastruktur yang notabene syarat dengan risiko yang besar.
10%
1996
I
nfrastruktur menjadi kunci dari perekonomian Cina. Pembangunan infrastruktur telah memberikan tiga manfaat besar bagi Cina. Pertama, infrastruktur telah meningkatkan fasilitas produksi dan menstimulasi aktivitas ekonomi. Kedua, pembangunan tersebut telah mengurangi biaya transaksi dan biaya transportasi yang berdampak pada peningkat an daya saing. Ketig a, pembangunan infrastruktur telah membuka akses kesempatan kerja bagi golongan bawah.
Malaysia 27 21 20 19 29 22 40 80 47
Philippines 113 114 97 131 112 28 101 106 88
Thailand 46 36 57 43 28 16 42 93 32
China 72 53 27 67 79 2 52 57 111
Ke k u r a n g o p t i m a l a n I n d o n e s i a Infrastructure summit tentu tidak membuat Pemerintah berpasrah diri dalam pembangunan infrastruktur. Pemerintah tetap optimis dalam menggaet peran serta BUMN, swasta nasional dan investasi luar negeri. Hal ini terbukti dengan rencana pembangunan infrastruktur yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2010-2014. Dalam RPJM 2010-2014, investasi infrastruktur yang dibutuhkan diperkirakan mencapai Rp1.923,7 triliun. Peran serta swasta diharapkan menjadi penopang paling besar melebihi APBN. Pemerintah daerah juga diembankan tugas yang sebanding dengan BUMN untuk memenuhi investasi dalam pembangunan infrastruktur (lihat diagram). Per t anyaan yang muncul adalah bagaimana cara memenuhi kebutuhan
LAPORAN UTAMA
infrastruktur tersebut? Kembali meninjau saudara tua, Cina memiliki resep yang unik dalam memenuhi kebutuhan
Diagram Kebutuhan Investasi Infrastruktur (triliun rupiah) 2,000 IDR trn 1,800 Private: 668.24
1,600 1,400 1,200 1,000
SOE: 340.85 1923.7
800
Loval Govt: 355.07
600 400
Central Govt: 599.54
200 0
2010-2014 Infrastructure Investment Needs
Estimated Financing Capacity
Sumber: Bappenas & Morgan Stanley Research.
investasi infrastruktur. Ada empat sumber investasi infrastruktur di Cina yaitu: alokasi anggaran negara, pinjaman dalam negeri, self raised fund dan pendanaan luar negeri. Dari empat sumber tersebut, alokasi anggaran negara dan pendanaan luar negeri berkontribusi kecil dalam investasi infrastruktur Cina. Sedangkan pinjaman dalam negeri dan self raised fund berkontribusi sekitar lebih dari 90%. Cina berhasil mengurangi ketergantungan investasi infrastruktur dari alokasi anggaran negara karena adanya pembagian peran dengan pemerintah daerah. Daerah diberi ruang yang besar dalam mengembangkan infrastruktur yang diperlukan. Daerah j u g a d i b e r i ke l e l u a s a a n d a l a m menghimpun investasi infrastruktur, diantaranya pinjaman dalam negeri dan self raised fund. Dengan keleluasaan tersebut, pemerintah daerah dapat melakukan akselerasi dengan melakukan pungutan resmi ataupun kebijakan lokal dalam menghimpun dana dari masyarakat. Walhasil, Cina mampu membangun infrastruktur dengan ketergantungan yang kecil pada
pendanaan luar negeri. Satu lagi yang menarik dari investasi infrastruktur di Cina adalah adanya sumber pendanaan yang kuat dari bank domestik. Bank tersebut merupakan bank pembangunan yang fokus pada sektor konstruksi termasuk infrastruktur. Bank ini dapat menjadi sumber pendanaan awal ataupun melakukan penjaminan dalam proyek-proyek infrastruktur. Pendanaan dan penjaminan tersebut dapat memberi stimulus bagi pihak swasta agar berperan besar dalam pembangunan infrastruktur. Dengan mengadopsi resep Cina dalam memenuhi kebutuhan investasi, maka ada tiga sektor yang harus digiatkan untuk berkontribusi dalam pembangunan Infrastruktur di Indonesia. Pertama, daerah harus didorong dan diberi keleluasaan dalam pembangunan infrastruktur. Peran daerah dapat menjadi jangkar untuk mempercepat proses integrasi konektivitas nasional. Kedua, BUMN harus diperkuat sebagai penunjang dalam pembangunan infrastruktur. Salah satu peran BUMN adalah menjadi agen pembangunan dan atau lembaga penyedia dana untuk proyek infrastruktur. Ketiga, swasta nasional diberi akses besar untuk berperan serta dalam pembangunan infrastruktur. Keterlibatan swasta harus ditingkatkan dengan menyediakan akses penjaminan proyek dan kepastian regulasi. Sedikit berbeda dengan Cina, Indonesia memiliki fleksibilitas yang cukup besar dalam membangun proyek infrastruktur yang dibiayai dari investasi luar negeri. Perekonomian yang relatif stabil di saat krisis global menjadi bukti bahwa iklim Indonesia cukup kondusif untuk investasi. Selain itu, peluang juga terbuka lebar setelah indonesia berubah status menjadi investment grade. Di tengah ketidakpastian global, status ini tentu menjadi pertimbangan besar bagi pemilik modal untuk berinvestasi. Sinergitas antara Pemerintah, BUMN dan swasta menjadi bekal utama dalam
menciptakan milestone pembangunan infrastruktur. Dengan didukung oleh kondisi perekonomian yang stabil dan status investment grade, pengeluaran pembangunan infrastruktur yang selama ini bertumpu pada APBN diharapkan dapat dikurangi. Peran ini digantikan oleh partisipasi aktif dari BUMN dan swasta dengan memanfaatkan pendanaan dalam dan luar negeri. Agar milestone ini dapat terwujud maka ada beberapa persyaratan teknis yang harus dibenahi. Selama ini, persyaratan teknis tersebut umumnya sering menjadi penghambat dalam pembangunan infrastruktur. Adapun persyaratan teknis tersebut adalah peraturan, pembebasan tanah, pendanaan dan penjaminan, serta tata kelola yang baik (lihat gambar). Harmonisasi peraturan dan pembebasan lahan menjadi syarat untuk menciptakan suasana kondusif dalam berinvestasi. Tumpang tindih peraturan terutama ant ara pusa t dan daerah akan menghambat pembagian peran dalam pembangunan infrastruktur. Kesulitan pembebasan tanah juga menjadi isu kronik yang harus dibenahi. Oles sebab itu, Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) harus menjadi dasar yang baku dalam proyek pembanguan di setiap daerah. Sedangkan dalam pendanaan dan p e n j a m i n a n , Pe m e r i n t a h h a r u s mendorong peran serta perbankan nasional dan penyerapan dana luar negeri. Pendanaan dan penjaminan ini merupakan faktor yang sangat krusial untuk meningkatkan partisipasi BUMN dan swasta dalam pembangunan infrastruktur. Partisipasi BUMN dan swasta tersebut juga harus didukung dengan tata kelola proyek yang baik. Tata kelola proyek yang baik akan menjadi bekal yang signifikan dalam membangun infrastruktur yang efisien dan efektif. Akhirnya, ungkapan salah seorang senator Amerika layak kita simak sebagai dorongan dalam mewujudkan milestone pembangunan infrastruktur. Ungkapan ini secara simbolik menjadi bentuk pengakuan terhadap kemajuan Cina.
WARTA ANGGARAN | Edisi 24 Tahun 2012
15
LAPORAN UTAMA
“China is not only formidable, it is also aggressively building its own economic infrastructure. Just a few years from now, China will rival the U.S. and the European Union in global market power.”
“China is not only formidable, it is also aggressively building its own economic infrastructure. Just a few years from now, China will rival the U.S. and the European Union in global market power..”. K a l i m a t i n i s u d a h s e p a n t a s ny a diprediketkan untuk Indonesia. Syaratnya, Indonesia harus mampu melakukan akselerasi dalam perekonomian. Akselerasi tersebut dapat diwujudkan dengan ditunjang oleh pembangunan infrastruktur yang baik.
Gambar Hal-hal yang Menjadi Perhatian Investor Financing Resources and Guarantees
Good Governance
Investor’s Concern
Regulation
Land Acquistion
16 foto: sxc.hu
SEJARAH DAN PERKEMBANGAN PUBLIC PRIVATE PARTNERSHIP (PPP) DI INDONESIA Oleh : Arif Kelana Putra Pegawai pada Dit. Penyusunan APBN
Pembangunan infrastruktur memainkan peranan penting dalam kemajuan perekonomian suatu bangsa. Semakin maju perekonomian suatu negara, maka kebutuhan akan pembangunan infrastruktur akan semakin tinggi.
17 foto: sxc.hu
LAPORAN UTAMA
I
ndonesia pun saat ini sedang menjalani proses tersebut. Beberapa tahun belakangan, perekonomian Indonesia terus mengalami ekspansi di tengah kondisi perekonomian dunia yang penuh ketidakpastian. Kombinasi kuatnya sektor konsumsi dan pesatnya perkembangan investasi menjadikan Indonesia salah satu dari sedikit negara yang mampu mencetak pertumbuhan tinggi. Ya, perekonomian Indonesia sedang melaju saat ini. Untuk mendukung laju perekonomian tersebut, Pemerintah sedang “galak-galaknya” mengakselerasi pembangunan infrastruktur. Berbagai macam syarat dan kebutuhan pendukung terus dibenahi. Mulai dari p e r a t u r a n , m e to d e p e n g ad a a n , pencarian sumber dana investasi, pembebasan lahan, dan sebagainya. Satu hal yang paling menonjol dalam upaya percepatan pembangunan infrastruktur yang dilakukan oleh Pemerintah adalah dalam hal metode pengadaan proyek infrastruktur. Pemerintah mengadopsi metode pengadaan public private partnership (PPP) atau dalam bahasa Indonesia dikenal sebagai kerjasama pemerintah-swasta (KPS). Pemilihan metode ini dilatarbelakangi fa k t a b a h w a ko n d i s i a n g g a r a n Pemerintah terbatas, sementara itu kebutuhan pembangunan infrastruktur harus dilakukan dan membutuhkan biaya yang sangat besar. Skema KPS membuka ruang bagi sektor swasta untuk berperan aktif dalam pembangunan sektor infrastruktur di Indonesia. Sejarah munculnya metode KPS di dunia dipicu oleh tekanan untuk mengubah model standar pengadaan barang publik yang cenderung menyebabkan peningkatan utang pemerintah. Sehingga pada tahun 1992 di Inggris diperkenalkan lah untuk pertama kali program yang bertujuan untuk mendorong kerjasama pemerintah-swasta, yaitu private finance initiative (PFI). Skema KPS ini sebenarnya sudah lama diadopsi di Indonesia. Sebelum terjadinya krisis keuangan tahun 1998, Pemerintah sudah menerapkan skema KPS dalam pembangunan jalan tol. Tercatat bahwa
18
WARTA ANGGARAN | Edisi 24 Tahun 2012
Hal yang patut digarisbawahi di sini adalah KPS tidak sama dengan privatisasi. Karena institusi pemerintah yang terlibat di dalam kesepakatan kerjasama menguasai pengaturan dan kepemilikan proyek infrastruktur yang dibangun.
pembangunan jalan tol Jakarta-BogorCiawi yang dimulai pada tahun 1974 merupakan salah satu contoh implementasi proyek infrastruktur dengan skema KPS. Namun, pada saat itu sumber pembiayaan utama berasal dari pinjaman luar negeri. Selain itu, proyekproyek tidak dilelang secara terbuka dan kompetitif, melainkan penunjukan langsung yang ditengarai dilandasi oleh koneksi politik. Tahun-tahun awal pasca krisis 1998, pembangunan infrastruktur praktis menurun seiring dengan penurunan kinerja perekonomian Indonesia sebagai dampak dari krisis keuangan. Anggaran pemerintah lebih difokuskan untuk memperbaiki perekonomian ketimbang pembangunan infrastruktur. Selain itu, pada periode ini perlu usaha yang keras untuk mendapatkan kembali kepercayaan investor yang merosot. Baru pada tahun 2005, pemerintah Indonesia mendeklarasikan komitmen untuk mendorong pembangunan infrastruktur melalui skema KPS. Komitmen ini dideklarasikan dalam pelaksanaan Infrastructure Summit 2005. Bisa dikatakan bahwa pada tahun inilah secara resmi Pemerintah mengusung s ke m a K P S d a l a m m e n d o ro n g pembangunan infrastruktur Indonesia. Selain karena dideklarasikan secara formal, Pemerint ah jug a menindaklanjutinya dengan pembenahan
regulasi baik dalam hal kerangka umum maupun reformasi sektoral serta pembenahan institusi dan proses bisnisnya dalam rangka mendukung pelaksanaan KPS. Selain itu, pemerintah juga mulai menginisiasi penyediaan fasilitas pengembangan proyek (Project Development Facility), dana pembebasan lahan (Land Acquisition Fund), dan dana penjaminan infrastruktur (Infrastructure Guarantee Fund) bagi para investor swasta yang terlibat dalam pembangunan infrastruktur yang ditawarkan. Pada tahun 2005 ini juga dikeluarkan Perpres 67 Tahun 2005 yang mengatur skema KPS secara komprehensif yang belakangan pada tahun 2010 direvisi menjadi Perpres 13 Tahun 2010. Pada dasarnya, metode KPS adalah kesepakatan kontrak jangka panjang antara pemerintah dengan mitra swasta untuk pengadaan infrastruktur kepada masyarakat. Karena konsepnya adalah kerjasama, maka masing-masing pihak menanggung bersama atas potensi risiko dan potensi keuntungan yang akan muncul yang menjadi bagian dari proses pengadaan infrastruktur tersebut. Potensi risiko yang akan dihadapi biasanya m e l i p u t i r i s i ko ke u a n g a n d a n tanggungjawab serta jaminan kualitas dari infrastruktur yang dibangun. Hal yang patut digarisbawahi di sini adalah KPS tidak sama dengan privatisasi. Karena institusi pemerintah yang terlibat di dalam kesepakatan kerjasama menguasai pengaturan dan kepemilikan proyek infrastruktur yang dibangun. Sedangkan privatisasi justru sebaliknya, pihak swasta menguasai dan mengkontrol secara penuh atas proyek yang dijalankan. Beberapa karakteristik utama dari skema KPS ialah sektor swasta dilibatkan dalam pembangunan infrastruktur, fokus pada output yang dihasilkan, optimalnya alokasi risiko pemerintah dan pihak swasta, dan kontraknya jangka panjang. Selain itu, penerapan skema KPS akan m e m u n c u l k a n ke u n t u n g a n b a g i masyarakat melalui biaya yang rendah, tingkat layanan yang diberikan tinggi, dan risiko yang dapat ditekan. Fasilitas infrastruktur yang dibangun pun akan
LAPORAN UTAMA
dikelola secara efisien dan efektif karena s ke m a K P S m e n g ko m b i n a s i k a n kemampuan mitra swas t a pada pengelolaan fasilitas publik tersebut. Skema KPS memang terlihat “seksi”, menguntungkan, dan relatif dapat diterapkan oleh Pemerintah dalam membangun infrastruktur di Indonesia. Hal ini pun didukung dengan fakta bahwa banyak negara di dunia yang telah berhasil menerapkan skema ini untuk mendorong p e m b a n g u n a n i n f r a s t r u k t u r ny a . Beberapa diantaranya adalah Inggris, Australia, dan Amerika Serikat. Namun pertanyaan besarnya adalah kenapa realisasi penerapan KPS di Indonesia masih belum optimal? Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi optimalisasi penerapan KPS di Indonesia. Pertama, pihak pemerintah harus sebaik-baiknya berkomitmen mendayagunakan sumber
daya untuk kepentingan pembangunan infrastruktur. Kedua, menciptakan proses pengadaan secara efektif dan transparan, khususnya dalam hal pelelangan proyek. Ketiga, skema KPS diterapkan pada rencana proyek infrastruktur yang masuk akal bagi kedua belah pihak. Keempat, spesifikasi ouput yang akan dihasilkan jelas dan kinerjanya dapat diukur. Kelima, adanya pemahaman bahwa pihak swasta perlu mendapatkan imbal hasil yang cukup adil dari pelaksanaan proyek infrastruktur dengan skema KPS. Keenam, dari berbagai aspek pengadaan infrastruktur tersebut terbuka ruang untuk melakukan inovasi. Dan ketujuh, tersedianya sumber daya manusia yang berpengalaman dan berkemampuan dalam hal pengadaan proyek-proyek infrastruktur, baik dari pihak pemerintah maupun swasta. Secara komprehensif pemerintah telah berusaha untuk melakukan
pembenahan-pembenahan dalam rangka mendukung percepatan pembangunan infrastruktur dengan skema KPS, baik itu dari sisi perundang-undangan, institusi, maupun finansial. Namun, kendalakendala teknis, seper ti sulitnya mekanisme pembebasan lahan, masih menjadi hambatan dalam eksekusi proyek infrastruktur dengan skema KPS. Pelaksanaan percepatan pembangunan infrastruktur di Indonesia masih memerlukan kerja keras tak hanya dari pemerintah saja namun juga masyarakat secara luas. Negara yang maju adalah negara yang masyarakatnya menyadari bahwa masing-masing individu merupakan bagian penting dari pembangunan bangsanya sehingga individu tersebut berkeinginan kuat untuk berkontribusi dan menjaga pembangunan tersebut. Bukankah menjadikan Indonesia negara yang maju adalah cita-cita kita bersama?
foto: sxc.hu WARTA ANGGARAN | Edisi 24 Tahun 2012
19
APBN Perubahan 2012 *)
foto: dok. pribadi
Mencermati gejolak ekonomi dunia dan harga minyak dunia yang berdampak pada kondisi perekonomian negara-negara berkembang, tak terkecuali Indonesia yang ikut pula merasakan beban berat yang harus dipikul oleh Negara.
B
20
eban berat tersebut yang utama adalah menyangkut beban subsidi BBM yang harus ditanggung pemerintah akibat naiknya harga minyak dunia dimana pada awal APBN 2012 harga ICP (Indonesia Crude Oil Price) yang semula ditetapkan US$ 90.0/barel pada medio Februari melonjak mencapai US$ 105.0/barel, maka dengan harga BBM subsidi (meliputi premium dan solar) sebesar Rp.4500,- menyebabkan membengkaknya subsidi BBM yang harus ditanggung pemerintah dan dikhawatirkan APBN 2012 akan ‘jebol’ untuk menanggung beban subsidi tersebut, terlebih nilai tukar rupiah terhadap dollar USA juga mengalami penurunan hingga dikisaran Rp.9000-an per 1 US$ pada medio Pebruari 2012.
menjadi dasar penyusunan APBN 2012, suatu kondisi yang memaksa pemerintah mempercepa t peng ajuan APBN Perubahan 2012 ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Beberapa kerangka asumsi dasar ekonomi makro yang menjadi dasar perubahan APBN 2012 adalah meliputi : - Pertumbuhan ekonomi dari 6,7 % menjadi 6,5 % - Laju inflasi dari 5,3 % menjadi 6,8 % - Asumsi suku bunga SPN 3 bulan dari semula sebesar 6,0 % menjadi 5,0 % - Nilai tukar rupiah dari Rp.8.800,-/US$ menjadi Rp.9.000,-/US$ - Harga minyak mentah Indonesia dari US$90,0 per barel menjadi US$105,0 per barel, - Lifting minyak dari 950 ribu barel/hari menjadi 930 ribu barel/hari.
Secara keseluruhan gejolak ekonomi dunia dan harga minyak dunia tersebut mempengaruhi asumsi makro yang
Setelah melalui proses pembahasan yang ulet untuk mendapatkan persetujuan dan pengesahan dari DPR, maka akhirnya
WARTA ANGGARAN | Edisi 24 Tahun 2012
usulan APBN-Perubahan 2012 pada akhir Maret 2012 disetujui oleh DPR. Walau begitu beban berat subsidi BBM tidak serta merta terselesaikan, karea pemerintah tidak secara otomotis dapat menaikkan harga BBM bersubsidi namun ada persyaratan tertentu yang harus dipenuhi yaitu harga rata-rata minyak Indonesia (ICP) dalam kurun waktu berjalan mengalami kenaikan atau penurunan rata-rata sebesar 15 perse dalam 6 bulan terakhir dari harga minyak internasional yang diasumsikan dalam APBN-Perubahan 2012 maka pemerint ah ber wenang untuk melakukan penyesuaian harga BBM bersubsidi dan kebijakan pendukung. M e n e g a s k a n ke m b a l i ke b i j a k a n pemerintah diatas dan terkait dengan pelaksanaan UU APBN-Perubahan 2012, maka pada tanggal 2 April 2012 ber tempa t di Kantor Kemenko
LAPORAN UTAMA
Perekonomian, Menteri Keuangan Agus Mar towardojo didampingi Menko Perekonomian Hatta Rajasa, Meteri ESDM Jero Wacik dan Wakil Menteri Bappenas Lukita Dinarsyah menggelar jumpa press untuk seluruh media massa cetak dan elektronik. Isi materi jumpa press secara lengkap sebagaimana tersebut dibawah ini : PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN TERKINI DAN POKOK-POKOK P E R U B A H A N A P B N TA H U N ANGGARAN 2012 A. Perkembangan Perekonomian Terkini 1. Perekonomian Global Kondisi perekonomian global hingga awal April 2012 ini masih diwarnai dengan ketidakpastian ekonomi baik di kawasan Eropa maupun Amerika Serikat (AS). Untuk perkembangan kawasan E ro p a , U n i E ro p a a k h i r n y a menyetujui dana talangan sebesar € 130 milliar atau US$ 170 milliar sebagai jaminan pembayaran utang Yunani. Sementara itu, pada fase terakhir 2011, tampak bahwa aktivitas perekonomian Eropa masih mengalami perlambatan dan bahkan mengalami kontraksi sebesar 0,3 % (QoQ) pada triwulan ke-4 (tahun) 2011. Jerman sebagai salah satu negara Uni Eropa yang cukup stabil, dalam beberapa waktu terakhir juga mengalami perlambatan dan pertumbuhannya minus 0,2 % pada triwulan ke-4 (tahun) 2011 lalu. Dengan memperhatikan berbagai perkembangan terkini, Eropa diperkirakan akan berkontraksi pada level 0,3 % – 0,5 % di tahun 2012 ini. Dalam rangka menggairahkan kembali perekonomiannya, Uni Eropa telah dua kali menyalurkan likuiditas murah ke perbankan Eropa melalui skema Longer-Term Refinancing Operations (LTRO) sebesar € 1,02 triliun. LTRO pertama pinjaman yang berhasil disalurkan kepada perbankan sebesar € 489 milliar dan pada LTRO kedua jumlah tersebut meningkat
menjadi € 529,5 milliar. Sedangkan, untuk AS, pergerakan beberapa variabel sebenarnya mulai menunjukkan ke arah pemulihan (stance to recovery). Tingkat penjualan ritel misalnya, menunjukan peningkatan jika dibandingkan dengan akhir tahun 201. Ini artinya, ada perbaikan pada sisi demand dan tingkat konsumsi masyarakat AS. Selain itu, pada bulan Februari 2012, indeks kepercayaan konsumen di AS berada level diatas 70 dan ini merupakan level tertinggi sejak Maret 2011 lalu. Tingkat produksi industri di AS dalam beberapa waktu terakhir juga cenderung terus meningkat. Dari sisi tingkat pengangguran, pada bulan Februari 2012 sebesar 8,3 % dan ini merupakan yang terendah sejak Maret 2009. Untuk Cina sebagai salah satu global growth engine , pada bulan Maret 2012 lalu otoritas ekonomi Cina mempublikasikan pemangkasan target pertumbuhan ekonomi 2012 dari 8,0 % menjadi 7,5 %. Hal ini dilakukan seiring dengan perlambatan aktivitas eskpor Cina yang pada Januari 2012 mengalami penurunan sebesar 0,5 % (YoY) jika dibandingkan bulan sebelumnya. Selain itu, pada Februari 2012 untuk pertama kalinya sejak 1990 Cina mengalami defisit perdagangan yang mencapai US$ 31,5 milliar yang didorong oleh kenaikan impor minyak mentah sebesar 23,64 milliar ton. Senada dengan Cina, Pemerintah India juga melakukan revisi ke bawah atas target pertumbuhan ekonomi tahun 2012 yaitu dari 7,5 % menjadi 6,9 %. Untuk negara Jepang, pada Februari 2012 Jepang berhasil mencatatkan surplus perdagangan sebesar ¥ 29 milliar. Selain itu, tingkat penjualan ritel Jepang juga naik 3,5 % dari realisasi penjualan tahun sebelumnya. Kenaikan kinerja penjualan ini merupakan yang terbaik sejak Agustus 2010.
Dari harga minyak, dilaporkan bahwa instabilitas politik di Timur Tengah akan memberikan tekanan terhadap harga minyak dunia sepanjang 2012 ini dimana pada Maret 2012 lalu harga minyak jenis Brent sudah menembus level US$125 per barel. Tentu, ini merupakan sinyal yang kurang baik bagi stabilitas perekonomian di banyak negara. 2. Perekonomian Domestik Dari sisi domestik, bisa dikatakan bahwa secara umum kondisi perekonomian nasional masih stabil dan masih mendapatkan kepercayaan dari investor global. Dalam periode Januari hingga Maret 2012, dana-dana asing masih cenderung masuk ke bursa saham Indonesia terindikasikan dari IHSG yang cenderung terus meningkat dan telah menembus level 4.000. Secara nominal, dana asing yang masuk ke pasar saham hingga selama Maret 2012 mencapai Rp. 7,88 T. Di sisi lain, untuk pasar SUN, dalam bulan Maret 2012 masih terjadi tekanan outflow sekitar Rp.1,58 triliun dan required yield cenderung naik seiring meningkatnya ekspektasi inflasi pada akhir Maret 2012 terkait dengan kenaikan harga minyak dunia dan opsi kenaikan harga BBM bersubsidi. Peningkatan ekspektasi inflasi juga memberikan sentimen negatif pada kurs rupiah yang mengalmi koreksi terhadap US$ pada akhir Maret 2012. Untuk stabilitas harga atau inflasi, tercatat bahwa laju inflasi pada bulan Maret 2012 berada pada level 0,07 % (mtm) atau 3,97 % (yoy). Sementara itu, untuk kinerja perdagangan internasional, nilai total ekspor t pada Februari 2012 mencapai US$15,72 milliar atau tumbuh 7,6 % (ytd). Sedangkan, untuk kinerja import pada bulan Februari 2012 mencapai US$14,8 milliar atau mengalami peningkatan cukup tinggi sebesar 21,4 % (ytd).
WARTA ANGGARAN | Edisi 24 Tahun 2012
21
LAPORAN UTAMA
B. Pokok-Pokok Perubahan APBN Tahun 2012 Berdasarkan UU Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara pasal 27, UU Nomor 27 tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD pasal 156, serta UU Nomor 22 tahun 2011 tentang APBN Tahun Anggaran 2012 pasal 42, pada tanggal 29 Februari 2012 Pemerintah telah menyampaikan dokumen RUU Perubahan atas APBN tahun 2012 beserta Nota Keuangannya ke DPR-RI. Setelah melalui pembahasan intensif, pada hari Sabtu tanggal 31 Maret 2012 dalam Sidang Paripurna DPR RI, RUU Perubahan atas APBN 2012 telah disetujui untuk disahkan menjadi UU.
2. Perubahan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal, yang meliputi : a. Tambahan stimulus fiskal yaitu untuk pembangunan instruktur Indonesia bagian timur, domestic connectivity, ketahanan pangan, mitigasi bencana dan antisipasi krisis; b. Perubahan perubahan besaran subsidi; c. Kompensasi perubahan besaran subsidi; d. Pemotongan belanja K/L; e. Anggaran Belanja Tambahan u n t u k ke b u t u h a n s a n g a t mendesak; f. Pelebaran Defisit Anggaran yaitu dari 1,5 % PDB menjadi 2,23% PDB; g. T a m b a h a n k e b u t u h a n pembiayaan. 3. Penggunaan Saldo Anggaran Lebih (SAL) tahun-tahun sebelumnya untuk stimulus fiskal dan pembangunan infrastruktur dalam rangka mempertahankan target pertumbuhan ekonomi.
Berdasarkan pada perkembangan ekonomi global dan perekonomian domestik terkini dan prospeknya ke depan, kerangka asumsi dasar ekonomi makro yang menjadi dasar perhitungan berbagai besaran dalam APBN-P tahun 2012 ditetapkan sebagai berikut : - Pertumbuhan ekonomi dari 6,7 % menjadi 6,5 % - Laju inflasi dari 5,3 % menjadi 6,8 % - sumsi suku bunga SPN 3 bulan dari semula sebesar 6,0 % menjadi 5,0 % - Nilai tukar rupiah dari Rp.8.800,/US$ menjadi Rp.9.000,-/US$ - Harga minyak mentah Indonesia dari US$90,0 per barel menjadi US$105,0 per barel, - Lifting minyak dari 950 ribu barel/hari menjadi 930 ribu barel/hari. Berdasarkan asumsi dasar ekonomi makro serta arah dan strategi kebijakan fiskal tersebut diatas, postur APBN-P 2012 akan meliputi pokok-pokok besaran sebagai berikut : 1. Pendapatan negara dan hibah diperkirakan sebesar Rp. 1.358,2
foto: dok. pribadi
Latar belakang perlunya dilakukan perubahan terhadap APBN tahun 2012 adalah sebagai berikut : 1. Perubahan Asumsi Dasar Ekonomi Makro 2012 Sejak ditetapkan menjadi UU Nomor 22 tahun 2011, terdapat berbagai perkembangan pada perekonomian domestik dan eksternal yang m e nye b a b k a n p e r ke m b a n g a n ekonomi makro yang tidak sesuai dengan asumsi yang digunakan dalam APBN 2012, terutama asumsi ICP,
nilai tukar, lifting dan pertumbuhan ekonomi sehingga perlu dilakukan perubahan dan penyesuaian.
22
LAPORAN UTAMA
foto: istimewa
triliun atau mengalami kenaikan 3,6% dari target APBN tahun 2012. Penerimaan perpajakan dalam APBN-P tahun 2012 direncanakan mencapai Rp.1.016,2 triliun. PNBP diperkirakan mencapai Rp.341,1 triliun atau naik Rp.63,2 triliun (22,7 % dari target APBN 2012). Untuk mengamankan sasaran penerimaan perpajakan tahun 2012, akan terus dilakukan langkah-langkah reformasi birokrasi dibidang perpajakan, kepabeanan dan cukai, serta langkah-langkah dan upaya tambahan (extra effort) dalam pemungutan pajak melalui intensifikasi dan ekstensifikasi perpajakan. 2. Total belanja negara diperkirakan sebesar Rp.1.548,3 triliun (18,1 % terhadap PDB). Jumlah ini berarti menunjukan peningkatan Rp.112,9 triliun atau 7,9 % dari pagu belanja negara dalam APBN 2012. Belanja pemerintah pusat dalam APBN-P 2 0 1 2 d i re n c a n a k a n s e b e s a r
Rp.1.069,5 triliun atau mengalami peningkatan Rp.104,5 triliun (10,8 % dari pagu APBN 2012). Belanja kementerian negara/ lembaga dalam tahun 2012 direncanakan mencapai Rp.547,9 triliun, yang berar ti meningkat sebesar Rp.39,6 triliun atau 7,8 % dari pagu APBN 2012. Sementara itu, anggaran transfer ke daerah dalam APBN-P 2012 direncanakan sebesar Rp.478,8 triliun, yang berarti naik Rp.8,4 triliun atau 1,8 % dari pagu APBN 2012. Perubahan besaran belanja pemerintah pusat antara lain berasal dari : a. Upaya untuk meningkatkan efisiensi belanja K/L melalui pemotongan anggaran belanja K/L (sharing the participation) — > Rp.18,9 triliun ; b. Pemanfaatan Saldo Anggaran Lebih (SAL) Rp.30,0 triliun, antara lain untuk mendukung pembangunan instrastruktur; c. Program Kompensasi Perubahan Besaran Subsidi Rp.30,6
d. e.
f.
g.
triliun; - Bantuan langsung sementara masyarakat (BLSM) sebesar Rp.17,1 triliun (termasuk safeguarding) - Kompensasi angkutan umum sebesar Rp.5,0 triliun (termasuk safeguarding) - Infrastuktur perdesaan sebesar R p. 7 , 9 t r i l i u n ( t e r m a s u k safeguarding) - Program Keluarga Harapan (PKH) Rp.0,6 triliun (termasuk safeguarding). Realokasi belanja BA. 999.08 ke Belanja K/L Rp.2,3 triliun Anggaran Belanja Tambahan K/L u n t u k ke p e r l u a n s a n g a t mendesak Rp.0,4 triliun Menjaga anggaran pendidikan tetap dalam kisaran 20% ----> Rp.310,8 triliun I m p l e m e n t a s i rewa rd d a n punishment dalam rangka meningkatkan quality of spending.
Berkaitan dengan subsidi, beban anggaran belanja subsidi meningkat
WARTA ANGGARAN | Edisi 24 Tahun 2012
23
LAPORAN UTAMA
signifikan, dari Rp.208,9 triliun dalam APBN 2012 menjadi Rp.245,1 triliun dalam APBN-P 2012. Peningkatan ini disebabkan oleh : a. Implikasi dari adanya penyesuaian beberapa parameter subsidi dengan perkembangan terkini, seperti harga minyak mentah Indonesia (ICP) dan kurs rupiah; b. Perubahan fluel mix energi input pada pembangkit listrik; c. Tambahan durasi pemberian raskin dari 12 bulan menjadi 14 bulan; d. Peningkatan alokasi anggaran PSO PT Pelni; e. Tambahan jenis subsidi bunga kredit untuk sarpras BBM non subsidi dalam mendukung diversifikasi BBM ke BBG untuk
transportasi angkutan umum. Sementara itu, kenaikan transfer ke daerah berasal dari perubahan Dana Bagi Hasil menjadi sebesar Rp.108,4 triliun, yang berarti naik Rp.8,4 triliun 8,4 % dari pagu APBN 2012, berkaitan dengan adanya peningkatan penerimaan negara yang dibagihasilkan terut ama dari penerimaan Sumber Daya Alam (SDA). C. Defisit anggaran dalam APBN-P diperkirakan Rp.190,1 triliun atau 2,23 % terhadap PDB, naik sebesar Rp.66,1 triliun apabila dibandingkan defisit anggaran dalam APBN 2012 yang ditetapkan sebesar Rp.124,0 triliun atau 1,5% terhadap PDB.
D. Pembiayaan anggaran dalam APBNP 2012 dipenuhi dari sumber-sumber pembiayaan dalam negeri sebesar Rp.194,5 triliun dan pembiayaan luar negeri sebesar negatif Rp.4,4 triliun. Kenaikan pembiayaan defisit dalam APBN-P 2012 akan dibiayai dari penggunaan Saldo Anggaran Lebih (SAL) dan penerbitan SBN. Selain untuk membiayai kenaikan defisit anggaran, pemanfaatan SAL juga dipergunakan untuk menstimulasi perekonomian melalui pembangunan infrastruktur. *) disarikan dari Konferensi Pers Menko Perekonomian & Menteri Keuangan tanggal 2 April 2012
foto: istimewa
24
WARTA ANGGARAN | Edisi 24 Tahun 2012
ANOMALI SUBSIDI BBM Oleh : Wahyu Dede Kusuma, SE. Staf Analisis dan Konsolidasi Penyusunan Postur APBN, Subdirektorat Analisis Ekonomi Makro dan Pendapatan Negara, Direktorat Penyusunan APBN
Gejala krisis dan ketidakpastian global telah menyeret harga minyak terus bergerak naik. Target ICP (Indonesia Crude Oil) pada APBN-P 2011 yang diproyeksikan sebesar US$ 95 / barel tidak tercapai. Kondisi yang terjadi adalah realisasi ICP yang lebih tinggi 17,6% dari target APBN-P yaitu sebesar US$ 111,54 / barel.
ilustrasi: istimewa
WARTA ANGGARAN | Edisi 24 Tahun 2012
25
PERENCANAAN ANGGARAN
K
enaikan ICP berimplikasi pada kenaikan nilai subsidi. Hal ini disebabkan karena kenaikan ICP sejalan dengan kenaikan harga MOPS (Mean of Plats Singapore) sebagai basis perhitungan harga bahan bakar minyak (BBM) dalam negeri. Dengan kenaikan MOPS maka gap harga keekonomian dengan harga BBM yang disubsidi akan semakin lebar, sehingga beban subsidi y a n g h a r u s d i b ay a r k a n s e c a r a keseluruhan akan meningkat. Sampai akhir tahun 2011, nilai subsidi BBM yang telah dikeluarkan Pemerintah sebesar Rp165,2 triliun atau 127,3% dibandingkan jatah dalam APBN-P 2011.
Tabel 2 Realisasi Belanja Pemerintah Pusat
2010 ITEM 1. 2. 3. 4.
5.
6. 7. 8.
APBN-P 162,7 112,6 95,0 105,7 71,9 33,8 201,3 144,0 88,9 55,1 57,3 0,2 71,2 32,9
148,1 97,6 80,3 88,4 61,5 26,9 192,7 140,0 82,4 57,6 52,8 0,1 68,6 21,7
91,0 86,7 84,5 83,7 85,6 79,6 95,7 97,2 92,6 104,5 92,1 28,8 96,4 65,8
182,9 142,8 141,0 106,6 76,6 30,0 237,2 195,3 129,7 65,6 41,9 0,4 81,8 15,6
TOTAL
781,5
697,3
89,2
908,2
Tabel 1 Realisasi Asumsi Makroekonomi
2011
2010 INDIKATOR EKONOMI
Inflasi (yoy, %) Nilai Tukar (Rp / 1US$) Suku Bunga (%) Harga Minyak (US$/barel) Lifting Minyak (Juta barel per hari)
REALISASI
APBN-P
REALISASI S.D. DESEMBER
5,8
6,1
6,5
6,5 a
5,3 9.200 6,5 80,0 0,965
6,96 9.087 6,57 79,4 0,954
5,6 8.700 5,65 95,0 0,945
3,79 b 8.779 c 4,84 d 111,54 e 0,898 f
Pertumbuhan Ekonomi (%)
Realisasi
Belanja Pegawai Belanja Barang Belanja Modal Pembayaran Bunga Utang i. Utang Dalam Negeri ii. Utang Luar Negeri Subsidi a. Subsidi Energi - BBM, LPG & BBN - Listrik b. Subsidi non Energi Belanja Hibah Bantuan Sosial Belanja Lain-lain
Beban subsidi yang terus meningkat sayangnya cenderung tidak berkorelasi pada tujuan penyejahteraan masyarakat
APBN-P
2011 % thd APBN-P APBN-P
Realisasi s.d. triwulan III, sumber: BPS Realisasi s.d. Desember 2011, sumber: BPS Realisasi rata-rata nilai tukar kurs tengah Rupiah s.d. Desember 20122, sumber: BI Realisasi rata-rata Mar-Nov 2011. Suku bunga pada asumsi makro 2011, menggunakan suku bunga SPN. Perkiraan rata-rata minyak ICP s.d. Desember 2011, sumber: Ditjen Migas Kem ESDM dan DJA Kemenkeu. f. Realisasi rata-rata lifting periode Des - Nov 2011, sumber: Ditjen Migas Kem ESDM dan DJA Kemenkeu.
Realisasi % thd 30 Des APBN-P 175,5 96,0 121,0 84,7 115,9 82,2 93,3 87,5 66,8 87,2 26,5 88,3 294,9 124,3 255,6 130,9 165,2 127,4 90,5 138,1 93,7 39,3 74,1 0,3 86,6 70,9 41,8 6,5 878,3
96,7
rata-rata hanya sekitar Rp20.000/bulan. Untuk solar, gap subsidi antara rumah tangga kaya dan miskin lebih besar lagi. Jika nilai subsidi solar perliter sebesar Rp3.398, maka selama ini pemerintah telah mensubsidi 5% rumah tangga terkaya rata-rata sekitar Rp384.000/bulan. Sedangkan subsidi solar yang dinikmati 5% rumah tangga m i s k i n r a t a - r a t a h a ny a s e k i t a r Rp3.398/bulan.
a. b. c. d. e.
khususnya kalangan bawah yang membutuhkan. Skema subsidi yang telah diterapkan sampai saat ini disinyalir tidak tepat sasaran. Badan Pusat Statistik (BPS) telah mengempiriskan hal ini pada tahun 2009 dengan laporan survey bahwa 84 persen subsidi energi dinikmati kalangan mampu. Di tahun berikutnya melalui Susenas 2010, BPS memperkuat indikasi subsidi BBM tidak tepat sasaran dengan melaporkan komparasi konsumsi bensin dan solar bersubsidi perbulan rumah tangga kaya yang jauh lebih besar dibandingkan rumah tangga miskin. Melalui Susenas 2010 diperoleh gambaran bahwa 5% rumah tangga terkaya mengkonsumsi rata-rata 82 liter
26
WARTA ANGGARAN | Edisi 24 Tahun 2012
bensin/bulan. Hal ini sama dengan 11,7 kali konsumsi bensin 5% rumah tangga miskin yang rata-rata hanya 7 liter/bulan. Konsumsi solar menunjukkan gap yang lebih besar lagi. Konsumsi solar 5% rumah tangga terkaya rata-rata 113 liter/bulan, sangat jauh bila dibandingkan konsumsi solar 5% rumah tangga miskin yang ratarata hanya 1 liter/bulan. Lebih lanjut laporan ini juga memberikan implikasi bahwa jika nilai subsidi bensin perliter sebesar Rp2.941, maka selama ini pemerintah telah mensubsidi 5% rumah tangga terkaya rata-rata sekitar Rp241.000/bulan. Hal ini tentu saja jauh lebih besar dibandingkan subsidi bensin yang dinikmati 5% rumah tangga miskin
Beban subsidi yang terus meningkat sayangnya cenderung tidak berkorelasi pada tujuan penyejahteraan masyarakat khususnya kalangan bawah yang membutuhkan. Skema subsidi yang telah diterapkan sampai saat ini disinyalir tidak tepat sasaran.
PERENCANAAN ANGGARAN
Tabel 3 Konsumsi BBM Bersubsidi Rata-rata Pengeluaran Bensin/Pertamax Rumah Tangga per Bulan
Rata-rata Pengeluaran Solar Rumah Tangga per Bulan
Liter 90
0.045
0.9
80
0.04
0.8
70
0.035
1
100
0.7 0.6 0.5 0.4
Liter 120
% RT yang Menggunakan Bensin (LHS)
Konsumsi Bensin/Pertamax per bulan (RHS)
0.3
60
0.03
50
0.025
40
0.02
30
0.015
60
0.2
20
0.1
10
0
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 5% Termiskin 5% Terkaya
Misalokasi subsidi berdasarkan laporan Susenas tersebut telah memberikan bukti yang cukup bahwa adanya anomali pada skema subsidi BBM saat ini. Skema subsidi harga sebagai mana yang diterapkan, ternyata cenderung tidak efektif untuk mencapai sasaran yang diharapkan. Oleh sebab itu, penyempurnaan skema subsidi BBM mutlak harus dilakukan. Ada dua hal yang harus diperhatikan dalam perbaikan skema subsidi BBM ke depan yaitu volume dan harga. Dari sisi volume, perlu dilakukan pengendalian dan pembatasan penggunaan BBM b e r s u b s i d i . Pe n g e n d a l i a n d a n pembatasan ini berkaitan dengan pengguna dan kuota BBM bersubsidi. Sedangkan dari sisi harga, perlu dilakukan pengkajian ulang tentang
80
0.01
Konsumsi Solar per bulan (RHS) % RT yang Menggunakan Solar (LHS)
20
0.005 0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 5% Termiskin 5% Terkaya
insentif harga yang diterapkan dalam penyaluran subsidi BBM. Insentif ini perlu mempertimbangkan sensitivitas harga BBM bersubsidi terhadap gejolak harga minyak dunia yang berpengaruh terhadap nilai subsidi yang harus dibayarkan akibat gap harga yang terjadi dengan harga keekonomiannya. Pengaturan terhadap volume dan harga BBM bersubsdi merupakan dua kombinasi apik yang harus d i fo r m u l a s i k a n d e n g a n b a i k . Pengaturan terhadap volume BBM bersubsidi dapat meminimalisir penyaluran subsidi yang tidak tepat sasaran dengan pengendalian konsumsi BBM bersubsidi yang hanya diperbolehkan untuk pengguna yang diprioritaskan yaitu kalangan bawah yang membutuhkan. Sedangkan
40
0
pembatasan volume merupakan usaha untuk meredam tingginya laju konsumsi BBM. Pengaturan terhadap harga BBM bersubsidi merupakan langkah untuk meminimalisir beban subsidi yang terus membengkak akibat kenaikan harga minyak dunia. Oleh sebab itu, mekanisme pengaturan harga harus disempurnakan sehingga dapat mengiringi laju harga keekonomiannya. Dengan penyempurnaan skema ini diharapkan peran subsidi BBM dalam menyejahterakan masyarakat dapat teroptimalkan. Oleh sebab itu, dukungan pemangku kebijakan sangat diperlukan guna terciptanya skema subsidi BBM yang lebih paripurna.
WARTA ANGGARAN | Edisi 24 Tahun 2012
27
USO: PROGRAM PEMBANGUNAN INFRASTUKTUR TELEKOMUNIKASI DI PEDESAAN Oleh Arief Masdi dan Yudha Perdana
USO (Universal Service Obligation) atau lebih dikenal sebagai Kewajiban Pelayanan Universal adalah bentuk kewajiban pemerintah untuk menjamin ketersediaan pelayanan publik bagi setiap warga negara, khususnya pelayanan telekomunikasi dan informatika. 28 foto: istimewa
PNBP
K
ewajiban tersebut berupa penyeleng garaan pelayanan komunikasi dan informartika untuk umum. Baik pada area yang belum terjangkau layanan jaringan telekomunikasi maupun pada kelompok masyarakat yang masih memerlukan peran pemerintah dalam penyediaan layanan komunikasi dan informatika. 1. Apa itu USO USO (Universal Service Obligation) atau lebih dikenal sebagai Kewajiban Pelayanan Universal adalah bentuk kewajiban pemerintah untuk menjamin ketersediaan pelayanan publik bagi setiap warga negara, khususnya pelayanan telekomunikasi dan informatika. Ke w a j i b a n t e r s e b u t b e r u p a penyelenggaraan pelayanan komunikasi dan informartika untuk umum. Baik pada area yang belum terjangkau layanan jaringan telekomunikasi maupun pada kelompok masyarakat yang masih memerlukan peran pemerintah dalam penyediaan layanan komunikasi dan informatika. USO diterapkan di banyak negara dan meliputi berbag ai sek tor. USO merupakan bagian dari komitmen beberapa negara yang tergabung dalam International Telecommunication Union (ITU). Di Indonesia, USO diterapkan pada sektor telekomunikasi dan informasi (TI) sebagai salah satu sektor yang memiliki peran s trategis dalam pembangunan. Sektor TI sendiri berkembang sangat pesat dan efisien di tangan swasta, namun juga sangat profit oriented. Akibatnya masyarakat yang tinggal di wilayah pedesaan terpencil tidak mendapatkan pelayanan TI karena bukan area profitable. Pemerintah tidak bertindak secara langsung sebagai eksekutor dalam penyelenggaraan kegiatan pelayanan komunikasi dan informasi ini. Peranan pemerintah dalam program USO lebih pada fungsi koordinator dan regulator. Fungsi eksekutor USO dilakukan oleh penyelenggara operator yang ditetapkan oleh pemerintah. Balai Telekomunikasi dan Informatika Pedesaan (BTIP) yang berubah menjadi Balai Penyedia dan
P e n g e l o l a Te l e ko m u n i k a s i d a n Informatika (BP3TI) adalah instansi pemerintah di bawah Kementerian Komunikasi dan Informatika yang menyelenggarakan program USO. Dana program USO dipungut oleh BP3TI dari operator telekomunikasi sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). 2. USO di beberapa Negara Beberapa negara menerapkan program USO dalam skema yang berbeda-beda. Di Tanzania, sumber pendanaan USO sebagian besar berasal dari bantuan donor dan pinjaman bank ser ta penyertaan modal dari pemerintah setempat. Tanzania Telecomunication Corporate ditunjuk sebagai eksekutor untuk melaksanakan proyek pembangunan Information and Communication Technology (ICT) dalam rangka menghubungkan seluruh bagian negara Tanzania. Di Uganda, proyek pembangunan infrastruktur ICT backbone dengan sumber dana pembangunan sistem berasal dari pinjaman Pemerintah Cina. Operator yang ditunjuk melaksanakan proyek adalah Huawei Technology. Nantinya sis tem tersebut akan dioperasikan oleh perusahaan milik negara Uganda. Di Malaysia, pembangunan sistem berbasis USO dinamakan Multimedia Super Coridor (MSC). Pembiayaannya berasal dari anggaran belanja pemerintah Malaysia sebagai penyertaan modal pada Telekom Malaysia. MSC merupakan proyek infrastruktur yang dibangun dengan kabel fiber optik dengan kapasitas 2.5-10 gigabits per second. Di Pakistan, program USO dalam bentuk pembuatan program ICT Initiatives. Proyek yang dibiayai dari anggaran pemerintah ini antara lain mengembangkan infrastruktur, aplikasi ICT, pemberdayaan masyarakat dan pengembangan teknologi. Proyek ini diselenggarakan oleh perusahaan telekomunikasi milik pemerintah bernama PTCL.
pembangunan akses dan infrastruktur ICT backbone. Pelaksana proyeknya adalah BSNL dengan pembiayaan dari dana kontribusi USO sebesar 5% dari pendapatan ditambah dengan hibah dan pinjaman lunak pemerintah. 3. Peran BP3TI Berdasarkan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 18 Tahun 2010, BP3TI memiliki tugas melaksanakan penyediaan dan pengelolaan, pembiayaan Information and Communication Technology (ITC) atau Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK), serta aksesibilitas dan layanan telekomunikasi dan informatika. Sedangkan pengelolaan keuangan BP3TI, sejak t ahun 2009 meng gunakan mekanisme Badan Layanan Umum (BLU) secara penuh, sebagaimana Keputusan M e n te r i Ke u a n g a n N o m o r 350/KMK.05/2009. BP3TI mengumpulkan dana USO melalui pungutan PNBP kepada operator penyelenggara komunikasi sebesar 0,75% dari pendapatan kotor setiap tahunnya. Pada Tahun 2007, persentase tarif PNBP tersebut meningkat menjadi 1,25% dari pendapatan kotor, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Komunikasi dan I n f o r m a t i k a N o m o r 5/PER/M.KOMINFO/2/2007. Ketentuan tentang jenis dan besaran tarif PNBP untuk program USO tersebut, juga dipertegas dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 7 Tahun 2009. Pada Tahun 2010, BP3TI membukukan pendapatan dari jasa layanan USO sebesar Rp1,36 Triliun atau meningkat 23% dibandingkan pendapatan Tahun 2009 sebesar Rp1,1 Triliun. Telkomsel merupakan operator yang menyumbangkan pendapatan terbesar yaitu Rp539 milyar pada Tahun 2010 dan Rp452 pada Tahun 2009. Beberapa operator lain penyumbang pendapatan dari jasa layanan USO adalah Telkom, Indosat dan Exelcomindo Pratama. Tabel di bawah ini, menyajikan rincian pendapatan BP3TI dari Jasa Layanan USO per operator untuk Tahun Buku 2009 dan 2010.
Di India, program USO berbentuk
WARTA ANGGARAN | Edisi 24 Tahun 2012
29
PNBP
Tabel Pendapatan BP3TI dari Jasa Layanan USO
Telkom
Rp.302.444.961.054
Naik / (Turun) % 19% Rp.255.163.424.081
Telkomsel Indosat Exelcomindo Pratama
Rp539.970.803.047 Rp.208.292.402.307 Rp.195.134.483.656
Rp.452.237.491.275 Rp.200.703.102.213 Rp.129.891.707.234
Aplikanusa Lintasarta
Rp.13.673.862.963
Rp.8.661.344.133
58%
Rp.6.059.454.199
Rp.9.912.839.419
-39%
Rp.3.298.293.268 Rp.26.638.409.905 Rp.11.888.484 Rp.9.872.937.276
Rp.2.787.709.674 Rp.21.336.240.616 Rp.6.793.419 -
18% 25% 75% 100%
Rp.3.280.120.109
Rp.2.395.969.948
37%
Rp.6.947.874.905 Rp.3.557.311.729 Rp.926.853.032 Rp.1.631.881.545 Rp.49.999.200.942 Rp.18.990.292.151 Rp.1.366.551.545.14 Rp.1.107.276.107.437
95% -43% 163% 23%
OPERATOR
Im2 PSN Bakrie Telecom Mobilkom Mobile-8 Natrindo Telepon Selular Hutchison CP Telecomminication Mandara Selular Non Big Operator Jumlah pendapatan Operasional
2010
2009
19% 4% 50%
Sumber : Laporan Keuangan dan Laporan Audit tahun 2010 BP3TI
4. A p a y a n g s u d a h d i n i k m a t i masyarakat Dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1006/KMK.05/2006, BP3TI mengelola langsung PNBP dari USO dengan proporsi 70%. Sedangkan sisanya 30% disetorkan ke Kas Negara. Selain digunakan untuk membiayai kegiatan operasional, dana tersebut untuk membiayai penyediaan akses telekomunikasi dan informatika di pedesaan atau daerah terpencil. Penyediaan akses telekomunikasi dan informatika di pedesaan atau daerah terpencil antara lain meliputi jenis layanan, sebagai berikut : a. Desa Dering Layanan ini berbentuk penyediaan akses telekomunikasi, penyediaan akses jarinyan end-to-end, dan penyediaan layanan telekomunikasi seperti jasa akses internet, SMS, dan layanan telepon. Penyedia jasa yang terpilih adalah PT. Telkomsel untuk kawasan Indonesia bagian barat dan PT. Icon Plus untuk kawasan Indonesia bagian timur. Target penerima layanan sejumlah 33.148 desa. Sedangkan realisasi sampai bulan Desember 2010 atas satuan sambungan yang on air sejumlah 26.753 desa. b. Desa Pinter Layanan ini berbentuk penyediaan
30
WARTA ANGGARAN | Edisi 24 Tahun 2012
jaringan internet untuk desa. Target Desa Pinter untuk 32 propinsi di tahun 2010 adalah 131 desa, sedangkan realisasinya di tahun yang sama sejumlah 101 desa. c. Pusat Internet Kecamatan Pembangunan sarana umum akses internet di ibukota kecamatan pada wilayah USO. Penyedia layanan antara lain PT. Aplikasuna Lintasarta, PT. Telkom, PT. Sarana Insan Muda Selaras, dan PT. Jastrindo Dinamika. Target layanan ini pada Tahun 2010 s e j u m l a h 5 . 7 4 8 ke c a m a t a n , sedangkan realisasi on air di tahun yang sama sejumlah 4.269 kecamatan. d. Mobil Layanan Internet Kecamatan Penyediaan jasa pusat layanan internet kecamatan yang bersifat bergerak pada setiap unit kendaraan roda empat standar minibus. Target layanan ini pada tahun 2010 sejumlak 1907, sedangkan realisasinya diharapkan terlaksana pada tahun 2011. e. Penyiaran Radio Komunitas di daerah Perbatasan dan daerah Terpencil Pengembangan Lembaga Penyiaran Komunitas melalui penyediaan alat dan perangkat radio di daerah perbatasan dan daerah terpencil.
Target penyediaan radio komunitas periode 2010-2014 sejumlah 1141 radio komunitas. Sementara itu, realisasi pada tahun 2010 baru terlaksana pada level pelaksanaan pelelangan penyediaan alat dan perangkat radio komunitas di 15 desa informasi. f. Penyediaan sarana dan prasarana ICT di wilayah Blank Spot, Transmigrasi, Pesisir Pantai dll. Pada tahun 2010 belum dilakukan penyediaan sarana dan prasarana ITC di wilayah Blank Spot, Transmigrasi, Pesisir Pantai dll karena masih dalam proses identifikasi terhadap wilayahwilayah yang masih belum terakses oleh komunikasi dan informatika. g. Sistem Informasi Manajemen dan Monitoring Layanan Internet Kecamatan Layanan ini pada Tahun 2010 baru mencapai tahap pemilihan penyedia jasa yaitu PT Solusi Media Semesta. Sedangkan realisasi target penyediaan layanan ini diharapkan selesai dalam jangka waktu 4 tahun kedepan. h. Akses Internet Target layanan ini pada tahun 2010 baru mencapai tahap pemilihan penyedia jasa yaitu PT Cyber Network Indonesia. 5. Beberapa penilaian masyarakat Masyarakat umumnya menanggapi secara positif atas penyelenggaraan program USO. Antusiasme masyarakat akan layanan USO juga semakin tinggi mengingat kebutuhan akan teknologi dan informasi, di era globalisasi ini. Kebutuhan atas tindakan responsif, cepat, dan terencana dapat dihasilkan oleh masyarakat dengan tersedianya teknologi dan informasi yang memadai. Beberapa tanggapan masyarakat yang menilai positif program USO dapat dilihat, sebagai berikut : a. Bupati Trenggalek, pada tanggal 10 Maret 2012, dalam acara penyerahan bantuan Mobile Pusat Layanan Internet Kecamatan oleh Direktur Telekomunikasi Khusus Penyiaran Publik dan Kewajiban Universal,
PNBP
Kemkominfo, menyampaikan bahwa bantuan dari Kemkominfo ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan masyarakat untuk mengakses informasi. Hal ini sejalan dengan hak masyarakat untuk untuk mendapatkan informasi. Namun demikian, Bupati Trenggalek juga menghimbau agar masyarakat dapat memanfaatkan teknologi secara bijak, mengingat kemajuan teknologi tak hanya memberikan manfaat, tetapi juga memberikan efek negatif jika tidak digunakan sebagaimana mestinya. b. Wakil Walikota Singkawang, dalam Sosialisasi dan Publikasi Program Kewajiban Pelayanan Universal pada tanggal 1 Maret 2012, menjelaskan bahwa pemerintah telah banyak membuat program untuk memperlancar informasi dan komunikasi. Program tersebut telah b e r u p ay a u n t u k m e m b a n t u masyarakat dalam mengakses informasi. Sebagai contohnya, pelajar, dengan adanya internet, sekarang tak lagi bermasalah dengan sulitnya mencari sumber-sumber pelajaran. Dengan demikian, sudah tak ada lagi alasan bagi pelajar untuk tidak berprestasi karena begitu luasnya akses informasi.
Namun demikian, ada juga kritik masyarakat terhadap program USO. Sebagian kritik masyarakat terkait pelaksanaan program USO dapat dilihat, sebagai berikut : a. Pada Acara Forum Pemberdayaan Lembaga Komunikasi Sosial, pada t ang g al 17 November 2011 bertempat di Hotel Prasasti Pacitan, Dirjen Informasi Komunikasi Publik, Kemkominfo, mengungkapkan bahwa pemerintah melalui target USO terkait kegiatan desa pintar, perlu meningkatkan kecepatan dan akurasi dalam memperoleh dan menyalurkan informasi. Hal ini harus dilakukan untuk membentuk peradaban kehidupan manusia yang modern. Ditambahkannya pula, bahwa masih terjadi kesenjangan informasi di dalam konteks kehidupan masyarakat. Hai i n i d i s e b a b k a n o l e h ad a ny a keterbatasan ekonomi dan kurangnya keterampilan dalam menggunakan IT. Oleh karena itu, dibutuhkan pembangunan infrastruktur komunikasi dengan melibatkan lembaga komunikasi sosial. Namun, pelibatan lembaga komunikasi sosial dipandang tak cukup. Pengembangan komunikasi dan Informasi harus melibatkan semua elemen masyarakat secara berjenjang, termasuk Bupati atau kepala daerah
setempa t. Deng an demikian, kesuksesan program USO akan lebih terasa bila dibandingkan dengan hanya mengandalkan lembaga komunikasi sosial saja. b. Direktur Utama Telkomsel, Sarwoto Atmosutarno, selaku Ketua Umum Asosiasi Telekomunikasi Seluler Indonesia pada tanggal 11 April 2011 mengingatkan bahwa Pemerintah perlu melakukan redefinisi mengenai broadband atau jaringan pita lebar. Redefinisi broadband diperlukan karena broadband akan menjadi kebutuhan dasar setelah kebutuhan dasar akan layanan telekomunikasi telah terpenuhi. Lebih lanjut, Direktur Utama Telkomsel menambahkan, bahwa pada USO, pemerintah hanya membeli service-nya saja. Untuk kedepannya, broadband yang saat ini menggunakan mekanisme USO, harus diganti dalam model PSO. Hal ini mengindikasikan bahwa pemerintah setelah menyelesaikan m a s a l a h ke t e r s e d i a a n a k s e s telekomunikasi melalui program USO, perlu memikirkan masalah transmisi untuk broadband. Masalah baru ini realistis dengan kebutuhan masyarakat atas jaringan transmisi yang lebih cepat, setelah kebutuhan akan tersedianya layanan komunikasi terpenuhi. foto: istimewa
WARTA ANGGARAN | Edisi 24 Tahun 2012
31
PERISTIWA
foto: dok. pribadi
KOMITMEN PARA PEJABAT DJA Jakarta, 1/3//2012
S
ebag ai komitmen untuk melaksanakan tugas sebaik-baiknya, para pejabat eselon II dan III D i re k t o r a t J e n d e r a l A n g g a r a n menandatangani Kontrak Kinerja dihadapan Direktur Jenderal Anggaran, Herry Purnomo. Kontrak Kinerja para pejabat eselon II dan III merupakan tindak lanjut dari penandatanganan Kontrak Kinerja yang telah dilakukan oleh Dirjen Anggaran dihadapan Menteri Keuangan. Suatu organisasi di katakan maju apabila menerapkan kaidah-kaidah pengelolaan kinerja dengan lebih bagus, salah satunya melalui Kontrak Kinerja. Herry Purnomo berharap, kegiatan yang dilaksanakan pada hari ini dapat dimaknai tidak hanya sebagai suatu ceremony, tidak hanya suatu penandatanganan biasa tetapi bisa dimaknai sebagai suatu ikatan tanggung jawab antara bawahan dengan atasan baik
32
WARTA ANGGARAN | Edisi 24 Tahun 2012
di level eselon II, eselon III, maupun eselon IV dan pelaksana. "Sejak digulirkannya reformasi birokrasi, proses pengikatan seperti yang dilakukan pada saat ini masih ada beberapa hal yang menurut pendapat saya terlambat. Tetapi lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali." sambung Herry. Dengan adanya penerapan penilaian kinerja perorangan pada tahun ini, diharapkan ada kemajuan kinerja untuk seluruh pegawai. Dengan ditandatanganinya Kontrak Kinerja, harus sudah dimulai evaluasi capaian kinerja masing-masing pegawai baik eselon II, eselon III, eselon IV maupun pelaksana. Selain itu, "segera fungsikan unit pengendalian intern, tidak hanya mengontrol masalah keuangan tetapi juga masalah pekerjaan. Baik mengenai SOP, p ro s e d u r p e n e l a a h a n d a n l a i n sebagainya." pesan Herry Purnomo. Herry juga menyingung adanya keluhan
dari beberapa Sekretaris Jenderal Kementerian/Lembaga (K/L) bahwa ketika proses penelaahan sudah ada kesepakatan untuk hal-hal tertentu. Misalnya ada suatu persyaratan yang sudah dipenuhi pada waktu pembahasan awal tetapi kemudian ada pembahasan lagi dan yang sudah disepakati ini diminta lagi. Terkait hal ini, Herry Purnomo berharap setiap adanya pertemuan, harus ada notulen agar segala sesuatunya terekam dengan jelas. Berdasarkan pengalaman Dirjen Anggaran dengan K/L dan auditor, sekiranya perlu dilihat lagi tata cara melakukan penelaahan, dokumendokumen apa saja yang perlu dilihat. Jadi diperlukan sebuah standarisasi sehingga betul-betul dapat dilakukan pelayanan prima. "selamat bekerja, selamat mencapai IKU yang sudah ditetapkan sesuai target yang telah disepakati." pungkas Herry Purnomo.
PERISTIWA
foto: dok. pribadi
SOSIALISASI STANDAR BIAYA Jakarta, 22/3/2012
S
ebagai salah satu pilar penting dalam penganggaran berbasis kinerja, standar biaya mempunyai peran yang sangat strategis. Di kalangan kementerian negara/lembaga dan aparat pemeriksa masih ditemukan persepsi beragam dan masih sering menanyakan tentang fungsi atau penggunanan standar biaya. Hal tersebut disampaikan dalam sambutan Direktur Jenderal Anggaran yang diwakili oleh Direktur Sistem Penganggran, Drs. Rakhmat, MA dalam pembukaan sosialisasi Peraturan Menteri Keuangan tentang Standar Biaya 2013. Rakhmat menjelaskan bahwa fungsi standar biaya adalah sebagai batas tertinggi biaya dan estimasi biaya. Standar biaya berupa honorarium atau yang bersifat menambah penghasilan pegawai
berfungsi sebagai batas tertinggi yang tidak dapat dilampaui besaran biayanya baik dalam perencanaan maupun pelaksanaan anggaran. Untuk standar biaya yang berupa barang dan jasa berfungsi sebagai batas tertinggi di dalam perencanaan anggaran dan estimasi biaya dalam pelaksanaan anggaran. Hal ini berarti batas tersebut dapat dilampaui besarannya sepanjang sesuai harga pasar dan ketersediaan alokasi anggaran. Namun demikian harus memperhatikan prinsip ekonomis, efisiensi, efektifitas, serta mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan. Apa yang disampaikan oleh Rakhmat dituangkan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 37/PMK.02/2012. Dalam PMK tersebut, telah dilakukan penyempurnaan dan pengembangan agar lebih aplikatif dalam penggunaannya, antara lain meliputi penambahan satuan
biaya (di antaranya Honorarium Pengurus/Penyimpan BMN dan Uang Saku Rapat Dalam Kantor), penyesuaian besaran, penegasan definisi dan fungsi standar biaya. S t a n d a r B i a y a TA 2 0 1 3 j u g a disempurnakan dengan pengaturan satuan biaya untuk masing-masing provinsi dan untuk daerah-daerah dengan tingkat kemahalan di atas normal di provinsi-provinsi tertentu. Bahkan Standar Biaya TA 2013 juga mengatur satuan biaya penyelenggaraan kantor perwakilan RI di luar negeri. Hal ini menegaskan bahwa standar biaya diharapkan dapat diterapkan pada semua wilayah di Indonesia bahkan digunakan di luar negeri. Diharapkan standar biaya tahun 2013 makin implementatif saat digunakan oleh seluruh kementerian negara/lembaga.
WARTA ANGGARAN | Edisi 24 Tahun 2012
33
PERISTIWA
foto: dok. pribadi
RAKOR LKPP 2012 Jakarta, 7/2/2012
H
Pemerintah. Anny mengingatkan bahwa sumber krisis yang terjadi di Eropa dan Amerika dikarenakan fiscal policy yang tidak prudent dan belanja yang tidak efisien sehingga kita tidak boleh lengah dan jangan melakukan kesalahan yang dilakukan oleh negara-negara maju.
Wakil Menteri Keuangan I, Anny R a t n aw a t i d a l a m s a m b u t a n n y a menyampaikan bahwa akuntabilitas, transparansi dan governance merupakan syarat mutlak dalam penyelenggaraan
Agar APBN sehat, kita harus mencari sebanyak mungkin sumber penerimaan dan tidak boleh terjadi "besar pasak daripada tiang", sambung Anny. Dari sinilah peranan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) menjadi penting karena 24,5 persen penerimaan Negara berasal dari PNBP. Harus ada pengaturan lebih lanjut untuk pemungutan PNBP. Pelaporan PNBP masih menjadi problem dan banyak Kementerian Negara/Lembaga tidak melaporkan PNBP nya karena tidak ada reward and punishment. Disamping itu, banyak keluhan tentang pemanfaatan PNBP, yaitu PNBP seringkali tidak bisa digunakan di awal tahun padahal pemanfaatan hak y a n g d i m i l i k i Ke m e n t e r i a n Negara/Lembaga untuk kepentingan
asil audit BPK atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) 2010, ditemukan beberapa permasalahan terkait dengan pengelolaan PNBP dan Belanja pada BA 999.07 dan BA 999.08 yang menyebabkan BPK memberikan opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP). Untuk meningkatkan opini audit BPK atas LKPP, Direktorat Jenderal Anggaran mengundang wakil-wakil dari Kementerian Negara/Lembaga (K/L) untuk bersama-sama memecahkan permasalahan tersebut. Rapat koordinasi meng ambil tema Peningkat an Akuntabilitas Pengelolaan PNBP, BA 999.07 dan BA 999.08 Menuju LKPP Dengan Opini Wajar Tanpa Pengecualian.
34
WARTA ANGGARAN | Edisi 24 Tahun 2012
publik harus bisa digunakan di awal tahun. U n t u k h a l i n i A n ny R a t n aw a t i mengingatkan Direktorat Jenderal Anggaran untuk melakukan review. Dalam hal belanja subsidi dan belanja lainlain, sejak tahun lalu seluruh alokasi dari BA 999.07 dan BA 999.08 akan dicatatkan pada BA K/L. Hal ini dimaksudkan agar asas governance terjaga karena yang menggunakan belanja dari BA 999.07 dan BA 999.08 adalah Kementerian Negara/Lembaga masingmasing. Jangan sampai Kementerian Negara/Lembaga yang belanja, Ke m e n t e r i a n Ke u a n g a n y a n g bertanggungjawab, pungkas Anny. Selanjutnya Direktur Anggaran III, Sambas Mulyana, Direktur PNBP, Askolani dan Kepala Auditorat IIA BPK, I G e d e K a s t aw a b e r t u r u t - t u r u t menyampaikan materi mengenai temuan BPK atas LKPP dalam hal pengelolaan PNBP dan Belanja Subsidi dan Belanja Lain-lain.
PERISTIWA
foto: dok. pribadi
REVIEW BASELINE Jakarta, 9/2/2012
D
“
engan dilakukannya review terhadap b aseline, maka penetapan pagu indikatif menjadi lebih realistis, sehingga ketika kita mencari sumber pendanaan untuk memenuhi kebutuhan Kementerian Negara/Lembaga menjadi lebih tepat", demikian harapan Direktur Anggaran II, Dwi Pujiastuti Handayani (akrab disapa Ani) dalam wawancara singkat setelah memberikan arahan dalam acara Bimbingan Teknis Review Baseline yang diselenggarakan di Jakarta, selama 3 (tiga) hari sejak tanggal 7-9 Februari 2012.
"Peserta bimtek diharapkan dapat mengikuti kegiatan ini dengan serius karena selain diberikan paparan materi juga dilakukan latihan bagaimana melakukan review baseline", pesan singkat Ani dalam arahannya dihadapan kementerian negara/lembaga yang menjadi mitra kerjanya. S e l a n j u t ny a , d i d a m p i n g i Ke p a l a Subdirektorat Anggaran IIB, Aprildin selaku moderator, Kepala Subdirektorat
Transformasi Sistem Penganggaran, Made Arya Wijaya membawakan paparan materi tentang review baseline Tahun 2012. Baseline pada Tahun Anggaran 2012, yaitu : 1. B a s e l i n e k e b u t u h a n B i a y a Operasional: a. Pembayaran gaji, tunjangan yang melekat dg gaji, honor tetap, tunjangan lain terkait dg belanja pegawai, lembur dan vakasi; b. O p e r a s o n a l s e h a r i - h a r i perkantoran, langganan daya dan jasa, pemeliharaan sarana dan prasarana kantor. 2. Baseline kebutuhan Biaya Non Operasional: a. Ke g i a t a n / O u t p u t t e r k a i t pelaksanaan tugas fungsi unit; b. Ke g i a t a n / O u t p u t t e r k a i t pelayanan kepada publik; c. Ke g i a t a n / O u t p u t t e r k a i t pelaksanaan kebijakan prioritas pembangunan nasional; d. Ke g i a t a n / O u t p u t t e r k a i t p e n u g a s a n s e s u a i ke b i j a k a n Pemerintah. Dengan dilakukan review baseline pada biaya operasional, dapat dilakukan
perbaikan pola distribusi antar Program atau antar Unit/Satker dlm K/L yang bersangkutan. Sehingga apabila terjadi kekurangan alokasi pagu, sepanjang penyebabnya telah diidentifikasi dengan jelas dan dilengkapi dokumen pendukung yang benar, maka kebutuhan anggarannya harus dihitung menjadi baseline. Sedangkan dalam hal terdapat alokasi pagu yang berlebih, maka selisih lebihnya harus dikeluarkan dari penghitungan baseline. Untuk biaya non operasional, review baseline antara lain berguna dalam menilai "apakah suatu program/kegiatan/output sangat diperlukan untuk dilanjutkan", "apakah menghasilkan optimalisasi", dan "apakah sudah dikelola dengan metode yang tepat". "Yang terpenting dalam melakukan review adalah tidak mencampur kebijakan existing dengan isu-isu kebijakan yang akan dilakukan pada tahun yang akan datang, tetapi hal tersebut dapat dijadikan inisiatif baru", pesan Made dalam menjawab pertanyaan dari salah satu peserta bimtek. Sesi latihan menjadi sesi penutup acara bimtek review baseline.
WARTA ANGGARAN | Edisi 24 Tahun 2012
35
PERISTIWA
foto: dok. pribadi
D I R J E N A N G G A R A N “MENDISIPLINKAN” PEGAWAI
D
irektur Jenderal Anggaran, H e r r y P u r n o m o mengumpulkan seluruh pegawainya dalam acara sosialisasi penegakan disiplin PNS. Herry meminta kepada seluruh pegawai Direktorat Jenderal Anggaran untuk terus menjaga disiplin dalam menjalankan tugas. "Sebagai PNS, kita diikat oleh ramburambu disiplin dan kode etik. Terjadinya pelanggaran-pelanggaran disiplin pegawai diakibatkan kurangnya pemahaman atas peraturan disiplin PNS. Selain itu, para atasan banyak yang tidak mengetahui dan memahami kewenangannya untuk membina bawahannya" sambung Herry.
36
WARTA ANGGARAN | Edisi 24 Tahun 2012
Selain itu, Direktur Jenderal Anggaran mengingatkan jajarannya untuk selalu m e n j a g a h a l - h a l y a n g b e r s i fa t administratif terutama atas beberapa kasus yang menyangkut pengelolaan APBN pada Kementerian/Lembaga lain. "Dalam hal pembahasan RKA-KL, dokumen-dokumen yang bersifat administratif harus benar-benar dijaga dengan baik, begitu juga dengan dokumen pendukungnya". Pada bagian akhir, Herry kembali berpesan kepada seluruh pegawai untuk selalu menjaga integritas dan profesionalisme dalam menjalankan tugasnya. Para pegawai diingatkan untuk tidak mudah tergiur oleh materi yang ditawarkan oleh mitra kerja.
BERITA
REWARD AND PUNISHMENT
foto: dok. pribadi
“
W
alaupun batas waktu pemberian reward and punishment menurut UU APBN adalah tanggal 31 Maret, namun (acara ini dilakukan) agar lebih siap dalam m e n g - exe rc i s e d a n m e n g a n a l i s a pemberian penghargaan dan sanksi ini (sehingga bisa selesai lebih cepat)”. Hal tersebut tersebut disampaikan oleh Direktur Sistem Penganggaran, Rakhmat pada acara sosialisasi pemberian penghargaan dan sanksi K/L pada APBN TA 2011 (16/01/2012). Rakhmat juga menegaskan bahwa langkah percepatan tersebut sekaligus sebagai usaha dalam mendukung kinerja Direktorat Jenderal Anggaran dalam rangka program “Naik Kelas”. Selanjutnya Kasubdit Evaluasi Kinerja Penganggaran, Dendi Koska dan Kasubdit Pengembang an Sis tem Penganggaran, Made Arya Wijaya menjelaskan mengenai dasar hukum pemberian penghargaan dan sanksi, kriteria dan bentuk penghargaan dan sanksi. Disampaikan bahwa ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam proses
pengenaan penghargaan dan sanksi, antara lain : 1. Pemberian reward kepada K/L merupakan penghargaan dari pemerintah atas kinerja K/L yang menggunakan anggaran belanja dengan lebih efisien. 2. Realisasi penyerapan anggaran oleh K/L untuk TA 2011 rata-rata sebesar 84,7% sehingga jika diberikan tambahan alokasi, agar dipastikan dapat terserap dengan baik, menambah kinerja dan digunakan untuk hal-hal yag bersifat prioritas nasional. 3. Tahun Anggaran 2012 merupakan tahun kedua penerapan penghargaan dan sanksi, sehingga K/L diharapkan semakin menyadari dan lebih paham implikasinya. 4. Pagu belanja untuk TA 2012 telah diikat oleh target kinerja pembangunan, sehingga jika dilakukan pemotongan pagu belanja K/L diharapkan tidak mengganggu pencapaian target kinerja yang telah direncanakan.
WARTA ANGGARAN | Edisi 24 Tahun 2012
37
BERITA
LANGKAH-LANGKAH DIREKTORAT JENDERAL ANGGARAN DALAM PENYUSUNAN PAGU INDIKATIF TAHUN 2013 Oleh Kiswanto
D
alam proses penyusunan Pagu Indikatif 2013, Direktorat Jenderal Anggaran (DJA) telah melakukan pemantapan penerapan Anggaran Berbasis Kinerja (ABK). Pemantapan ABK dilakukan dengan kebijakan (i) menyempurnakan pola pengalokasian anggaran yang mengacu pada prinsip money follow function, (ii) memberikan fleksibilitas yang lebih besar kepada Pengguna Anggaran (PA)/Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dalam pelaksanaan anggaran melalui penyederhanaan struktur anggaran dan jenis belanja. (iii) meningkatkan keterkaitan antara alokasi anggaran dengan target kinerja yang akan dihasilkan (iv) Meningkatkan efisiensi belanja melalui penajaman atas kelayakan anggaran terhadap sasaran kinerja dan konsistensi sasaran kinerja dengan Renstra/Rencana Kerja Pemerintah (RKP). Selain itu, dilakukan pemantapan penerapan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (KPJM), melalui (i) penerapan anggaran bergulir melalui penyusunan prakiraan maju untuk 3 tahun anggaran kedepan (ii) Penggunaan angka prakiraan maju sebagai dasar penghitungan alokasi anggaran dan proyeksi kebutuhan anggaran terhadap sebuah kebijakan yang dilaksanakan lebih dari satu tahun (iii) penyesuaian angka dasar berdasarkan
perubahan parameter ekonomi (inflasi, nilai tukar rupiah) dan parameter non ekonomi (penyesuaian Standar Biaya U m u m , S t a n d a r B i ay a K h u s u s , penambahan/pengurangan volume di luar prioritas nasional/bidang) serta hasil evaluasi kinerja anggaran. (iv) mekanisme Inisiatif Baru dan metode kompetisi dalam penilaian untuk tambahan alokasi anggaran bagi K/L diluar angka dasar (baseline) (v) Penyempurnaan metode costing untuk proposal penilaian Inisiatif Baru U n t u k m e n d a p a t k a n i n fo r m a s i mendalam tentang program/kegiatan prioritas dan kebutuhan anggaran yang akan dilaksanakan dari masing-masing K/L pada tahun 2013, DJA telah melakukan Roadshow ke 6 K/L besar. Keenam K/L tersebut adalah Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Perhubungan, Ke m e n t e r i a n P e n d i d i k a n d a n Kebudayaan, Kementerian Agama, Kementerian Pertahanan dan Kepolisian RI . Kegiatan roadshow penting dilakukan agar diperoleh bahan dan masukan yang akan digunakan sebagai bahan analisis, pertimbangan dan perhitungan dalam penyusunan resource envelope, serta pengukuran kapasitas fiskal yang akurat sesuai dengan kebutuhan rill dan prioritas pembangunan nasional. Dari kegiatan
roadshow juga diperoleh bahan untuk mengawali penyusunan pagu indikatif berdasarkan dinamika kebijakan pengalokasian anggaran pada tahun 2012, updating renstra K/L, capaian kinerja tahun 2011, arahan / direktif presiden, hasil sidang kabinet dan komitmen pemerintah yang akan mempengaruhi penyediaan alokasi anggaran tahun 2013 DJA juga melakukan review baseline alokasi anggaran tahun 2012 dalam rangka penyusunan pagu indikatif 2013. Review dimaksudkan untuk memperoleh indikasi awal (ancar-ancar) kebutuhan anggaran yang harus disediakan untuk melaksanakan Program/ Kegiatan sesuai kebijakan Pemerintah dengan target kinerja tertentu yang telah ditetapkan serta berdasarkan prakiraan maju (KPJM Tahun 2013) dalam RKA-KL tahun 2012. Terakhir, dalam rangka melaksanakan fungsi akuntabilitas diterapkan Evaluasi Kinerja Penganggaran sesuai amanat PMK 2 4 9 / M K . 0 2 / 2 0 1 2 . Ke p ad a p a r a Menteri/Pimpinan Lembaga diminta untuk melakukan pengukuran dan evaluasi Kinerja atas pelaksanaan RKAK/L tahun sebelumnya dan tahun anggaran berjalan. Aspek yang diukur dalam evaluasi kinerja tersebut adalah aspek implementasi, aspek manfaat dan aspek konteks.
foto: dok. pribadi
38
WARTA ANGGARAN | Edisi 24 Tahun 2012
foto: dok. pribadi
STANDAR BIAYA, KEMANA DIKEMBANGKAN? Oleh Langgeng Suwito
PENGANTAR Secara yuridis (de jure) kehendak untuk mempraktekkan Performace Based Budgetting telah diamanatkan dalam UU No 17 tentang Keuangan Negara, namun setelah hampir 10 (sepuluh) tahun diundangkan, boleh jadi dalam prakteknya (de facto) masih belum seperti harapan, seperti masih tercampur dengan rasa Line Item Budgetting. Hal ini utamanya karena proses penganggaran yang ada masih sering terperangkap dengan hal-hal detail item-per-item belanja, yang melebihi dari orientasi pada hasil (output) – itu sendiri. Hal lain yang juga ikut memperkeruh kondisi ini adalah penerapan prinsip let managers manage pada K/L pada saat pelaksanaan anggaran,
yang juga masih sangat kental dengan pendekatan item-item belanja yang sering melebihi dari upaya pencapaian output secara efisien dan efektif. Performance B ased Budgetting mensyaratkan bahwa terlaksananya prinsip let managers manage akan berjalan baik manakala: (1) adanya kepercayaan (trust) dari Kementerian Keuangan selaku Chief Financial Officer (CFO) kepada K/L(managers) selaku Chief Operational Officer (COO) untuk mengurus hal-hal yang detail dan mengikat hal-hal yang strategis (capaian output), didasarkan pada anggapan bahwa K/L (managers) adalah pihak yang dianggap paling mengetahui dan paling bertanggung jawab tentang bagaimana
cara untuk mencapai output yang diperjanjikan atas penggunaan alokasi anggaran, dan (2) pada saat bersamaan K/L (managers) diasumsikan memang dapat dipercaya (amanah) dalam membelanjakan anggarannya untuk mencapai output yang diperjanjikan secara efisien dan efektif, sehingga apabila d a l a m p e l a k s a n a n n y a t e rd a p a t pelanggaran maka mereka harus dimintakan pertanggungjawabannya. Tulisan ini memaparkan peran strategis s t a n d a r b i ay a ( c o s t i n g ) d a l a m mewujudkan tujuan performance based budgetting, dan langkah-langkah untuk merealisasikannya. Melalui tulisan ini diharapkan dapat menginspirasi pembaca
WARTA ANGGARAN | Edisi 24 Tahun 2012
39
SISTEM PENGANGGARAN
40
dan semua pihak terkait dalam mengefektifkan peran standar biaya dalam sistem penganggaran.
Selanjutnya, hasil monev juga dibutuhkan untuk proses costing dalam alokasi anggaran periode berikutnya.
PERANAN STANDAR BIAYA Upaya untuk mengoptimalkan peran standar biaya (costing) dalam sistem penganggaran pperlu berangkat dari pemikiran tentang perlunya mencermati kembali atas pengaturan three in one (satu dan lainnya saling melengkapi, saling menguatkan, dan harus saling bekerja paralel), yaitu antara: (1) indikator output, (2) standar biaya (costing) dan (3) monitoring & evaluasi (monev) dalam mensukseskan pelaksanaan Performance Based Budgetting pada pasal 3 ayat (3) PP Nomor 90 Tahun 2010 tentang penyususnan RKAKL. Hubungan ketiga hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: Pertama, rumusan output secara tepat beserta indikatornya merupakan cerminan seberapa efektif nantinya akan mampu menopang mencapaian kegiatan, program dan dampak (impacts) dari alokasi anggaran akan dirasa secara riil oleh masyarakat. Hal ini menguatkan keyakinan tentang urgensi untuk mengawal terwujudnya rumusan output dan indikator kinerja K/L yang makin baik dari waktu ke waktu. Kedua, standar biaya (costing) merupakan alat agar alokasi anggaran dapat dilakukan secara efisien dan ekonomis dalam pencapaian output. Hal ini mengedepankan pentingnya allocatif efficiency dalam perencanaan anggaran dan operational efficiency dalam pelaksanaan ang g aran deng an menggunakan prinsip let managers manage. Sedangkan ketiga, monev menjadi pilar/alat untuk mengawal dan membandingkan antara pelaksanaan anggaran dengan tujuan kinerja yang diharapkan dari alokasi anggaran agar dapat terlaksana sesuai dengan yang telah diperjanjikan dalam indikator kinerja output sampai dengan impact kepada masyarakat. Dari ketiga instrumen tersebut selanjutnya indikator output dan costing yang memadai diperlukan agar monev dapat berjalan sesuai tujuan. Rumusan output yang tepat dan memadai merupakan prasyarat agar costing dapat dilaksanakan secara baik pada saat proses alokasi anggaran.
Standar biaya (costing) dalam sistem penganggaran mempunyai peran yang sangat penting untuk menjamin terwujudnya keekonomian dan efisiensi anggaran. Salah satu alasannya adalah karena karakteristik K/L (pengguna anggaran) saat ini cenderung untuk menggunakan anggaran dengan harga maksimal dan perlunya prinsip keadilan untuk pembiayaan suatu kegiatan/aktivitas yang sama bagi seluruh K/L. Untuk mewujudkan peran standar biaya yang makin berkontribusi positif dalam sistem penganggaran, Kementerian Keuangan dalam hal ini Ditjen Anggaran sebagai otoritas perencanaan keuangan K/L telah melakukan langkah-langkah dalam menerapkan efisiensi belanja negara, salah satu caranya melalui penetapan standar biaya, yang meliputi: (1) standar biaya masukan (SBM), dan (2) standar biaya keluaran (SBK). Mengingat Standar biaya merupakan instrumen efisiensi dalam penerapan Performance Based Budgetting, maka pengembangan standar biaya (costing) akan diarahkan pada pengembangan standar biaya yang berorientasi pada hasil atau penyusunan standar biaya berbasis output dalam bentuk penyusunan Standar Biaya Keluaran (SBK). Seharusnya SBK secara bertahap dikembangkan ke arah fullc o s t i ng ( d e n g a n m e n g e c u a l i k a n komponen gaji dan biaya administrasi p ad a t a h ap aw a l ny a ) d e n g a n menggunakan pendekatan activity based costing. Apabila hal ini telah dilakukan, maka alokasi anggaran K/L akan didasarkan pada alokasi biaya output yang dihasilkan oleh K/L yang bersangkutan.
WARTA ANGGARAN | Edisi 24 Tahun 2012
P E N G E M B A N G A N S TA N DA R BIAYA Standar Biaya Masukan (SBM) saat ini telah menjadi tools bagi pengguna anggaran dalam melakukan penyusunan RKA-K/L. Selain itu, standar biaya juga diperlukan untuk membatasi pengeluaran-pengeluaran yang terkait dengan tambahan penghasilan bagi
peg awai, karena deng an belum berlakunya sistem remunerasi secara penuh, saat ini banyak K/L yang masih mengalokasikan honorarorium yang seharusnya sudah menjadi bagian dari sistem remunerasi sehingga perlu pembatasan melalui standar biaya. Sedangkan untuk Standar Biaya Keluaran (SBK), saat ini penyusunannya masih dilakukan hanya untuk biaya langsung (direct cost) yang terkait langsung dalam pencapaian suatu output, dengan fokus pada proses pembelajaran kepada K/L bahwa penyusunan SBK merupakan bagian dari upaya efisiensi belanja negara. Namun demikian, pengembangan konsep SBK terus dilakukan secara bertahap agar perubahan yang terjadi dapat berjalan dengan baik dan dapat diterima oleh pihak-pihak yang berkepentingan. Beberapa hal penting yang merupakan arah pengembangan SBM ke depan adalah: (1) Peningkatan kualitas dan cakupan SBM, dan mencarikan penataan pengaturan terhadap satuan-satuan biaya yang berlaku spesifik pada setiap K/L untuk menjamin efisiensi anggaran, (2) Makin mengintensifkan keterlibatan K/L dalam penyusuna SBM, dan (3) Menggeser penggunaan SBM ke K/L dengan menguatkan peran aparat p e n g aw a s a n d a l a m m e m a n t a u pelaksanaan SBM oleh K/L. Sedangkan beberapa arah pengembangan SBK antara lain dengan cara: (1) Pengembangan costing methodologies, dan (2) pengembangan banch marking atas SBK yang telah ada untuk diterapkan pada tahun berbeda, wilayah berbeda, atau K/L berbeda. Kondisi saat ini, SBK sebagai alat efisiensi kurang atau mendapat tanggapan positif dari K/L karena beberapa hal: (1) keengganan K/L untuk melakukan efisiensi, (2) Hukum penerapan SBK belum menjadi kewajiban, (3) K/L belum merasa menerima manfaat secara nyata atas penerapan SBK, (4) Yang sudah menerapkan SBK justru merasa sering diaudit daripada yang belum menerapkan SBK. Hal-hal tersebut selanjutnya perlu disikapi dengan seksama, dan dituangkan dalam peraturan.
SISTEM PENGANGGARAN
L A N G K A H - L A N G K A H PENGEMBANGAN Untuk mencapai tujuan pengembangan standar biaya tersebut di atas, perlu d i f i k i r k a n t e n t a n g re fo r m u l a s i pengaturan teknis standar biaya dari tahun ke tahun, yang selama ini diatur dalam PMK Standar Biaya tiap tahunnya. Hal mendasar pertama adalah bagaimana mewujudkan adanya pengaturan standar biaya yang berlaku untuk sepanjang tahun yang mencakup prinsip-prinsip dan pedoman-pedoman costing untuk menjamin alllocative efficiency dan operational efficiency. Selanjutnya bagaimana memberikan pengaturan standar-standar biaya yang berlaku untuk setiap tahunnya sebatas pada hal-hal atau angka-angka detailnya. Langkah awal yang perlu dilakukan adalah pengembangan SBK yang menjadi suatu kewajiban bagi K/L untuk ha-hal tertentu secara ber t ahap melalui proses penelaahan secara prudent yg akan dijadikan sebagai baseline (angka dasar) semua output. Untuk mendukung proses ini perlu disusun costing methodolgy sebagai proses efisiensi terhadap outputoutput yang dihasilkan K/L. Kalau hal ini sudah tertata, langkah berikutnya adalah alokasi output-output yang bersifat dukungan manajemen (Gaji dan Manajemen Kantor) didistribusikan kepada output-output teknis sehingga yang tersisa adalah output teknis saja sebagai dasar alokasi K/L. Untuk mendukung alokasi output bersangkutan maka perlu pedoman bagaimana suatu output dicapai melalui tahapan-tahapan
atau komposisi biaya tertentu sehingga dalam pencapaian suatu output menjadi jelas biaya-biaya yang diperlukan. Secara lebih rinci, langkah-langkah pengembangan dari aspek kebijakan, sistem dan SDM adalah sebagai berikut: a. Aspek Kebijakan Pengembangan s t andar biaya diarahkan kepada pencapaian keekonomiasan alokasi dan efisiensi belanja negara dalam rangka mendukung penerapan anggaran berbasis kinerja. Untuk pengembangan ini perlu koordinasi secara lebih inten antara DJA dengan K/L dan para praktisi penganggaran, khususnya mengenai metodologi pembiayaan sebagai upaya untuk mendorong percepatan penerapan SBK. b. Aspek Kesisteman Pengembangan standar biaya harus sejalan dengan sistem perencanaan yang berlaku (Renstra, Renja, Penganggaran itu sendiri (RKA-K/L), dokumen pelaksanaan anggaran dan pertanggungjawaban kinerja (LKPP dan LAKIP). Dari aspek kelembagaan, perlu dikaji kembali keberadaan unit yang bertanggungjawab menangani seluruh elemen yang terdapat di dalam Standar Biaya, dan dalam kerangka penerapan full-costing maka u p ay a u n t u k m e n s i n e r g i k a n penanganan standar biaya dan remunerasi merupakan hal urgent dalam kerangka proses reorganisasi. Dari sisi Teknologi Informasi, perlu dikembangkan Sistem Informasi /
Teknologi Informasi (SI/TI) dalam rangka pengolahan data hasil survei dan penetapan besaran standar biaya secara elektronik. c. Aspek Sumber Daya Manusia Peningkatan kapasitas SDM yang memadai untuk mengembangkan norma akuntansi biaya pada sektor publik/pemerintahan sebagai upaya penerapan efisiensi atas anggaran berbasis kinerja. Peningkatan SDM dimaksud meliputi SDM pada Kemenkeu (sebagai CFO), K/L (COO) maupun Aparat Pemeriksa Fungsional (BPK, BPKP) melalui program intensif semacam PPAKP (pada akuntansi pemerintahan) dengan tekanan pengetahuan proses perencanaan dan costing methodology. d. Aspek pengembangan kerjasama Pengembangan standar biaya tidak hanya cukup dilaksanakan sendiri. Perlu adanya upaya-upaya yang lebih strategis dengan memperluas kerjasama dengan pihak lain untuk pengembangannya. Beberapa bentuk kerjasama pengembangan Standar Biaya antara lain dalam bentuk kerjasama terkait costing methodology dengan pihak kampus, pelaksanaan survey dengan BPS dan/atau institusi Kementerian Keuengan yang memiliki kantor daerah, dan terkait capacity building dan bantuan konsultan dapat bekerjasama dengan lembagalembaga internasional yang bersedia memberikan bantuan atau hibah untuk kepentingan pengembangan standar biaya tersebut.
WARTA ANGGARAN | Edisi 24 Tahun 2012
41
SISTEM PENGANGGARAN
MENGKAJI KEMBALI REFORMASI SISTEM PENGANGGARAN, BAGAIMANA MEMPERKUAT KETERKAITAN KEBIJAKAN MAKRO-MIKRO DALAM IMPLEMENTASI KEBIJAKAN ANGGARAN PEMERINTAH Oleh : Ernest Patria Raihan Direktorat Sistem Penganggaran
PENDAHULUAN Sistem perencanaan penganggaran yang kredibel pada prinsipnya harus dapat mencerminkan kebijakan alokasi yang menampung pendanaan berbagai prioritas pemerintah pada suatu periode tertentu. Disisi lain, sistem perencanaan penganggaran juga mengemban misi untuk dapat menunjukkan strategi fiskal pemerintah yang focus pada penciptaan dampak positif terhadap perekonomian agregat. Pengalaman negara-negara OECD pada masa krisis fiskal di awal tahun 1990an menunjukkan bahwa membangun disiplin fiskal melalui perencanaan alokasi yang ketat dan proses penganggaran dengan karakter top-down merupakan kunci bagi kerberhasilan mengatasi defisit anggaran yang akut dismaping untuk menstimulasi pertumbuhan ekonomi di sisi lain. Kondisi inilah yang diidamkan banyak negara berkembang di dunia untuk dapat mengefektifkan kebijakan fiskalnya dalam kondisi keterbatasan sumber daya yang sangat berat. Meningkatnya permintaan publik atas ketersediaan barang dan jasa publik (public goods and services) dengan biaya yang paling efisien akan menuntut pemerintah semakni cerdas dalam m e n d i s a i n p ro s e s p e l a k s a n a a n implementasi berbagai kebijakan pemerintah yang akan secara langsung menghasilkan barang dan jasa publik dimaksud, disamping komitmen
42
WARTA ANGGARAN | Edisi 24 Tahun 2012
pemerintah untuk memenuhi prioritasnya dalam penyediaan barang dan jasa publik tersebut. Aspek penting disini adalah bagaimana otoritas fiskal, dalam hal ini otoritas anggaran, dapat mendisain mekanisme yang secara jelas akan menunjukkan keterkaitan antara kebijakan makro-fiskal sebagai grand strategy penyediaan kebijakan publik dengan kebijkan dan struktur mikro pelaksanaan program pemerintah sesuai dengan dampak positif yang ingin diraih dalam perencanaan dalam konteks kebijakan makro. Dalam hal ini, pemerintah membutuhkan sebuah kerangka kerja implementatif yang dapat memperkuat keterkaitan antara pencapaian prioritas dan dukungan kebijakan anggaran untuk mencapainya. Kebijakan makro dalam kajian ini adalah keseluruhan kebijakan makro dan sasarannya seper ti: pertumbuhan ekonomi, peningkatan aksesibilitas masyarakat terhadap pelayanan umum, penciptaan lapangan pekerjaan serta berbagai parameter makro lainnya, sedangkan kebijakan mikro adalah kebijakan pemerintah secara individual pada sektor-sektor tertentu beserta struktur program/kegiatan yang didanai oleh kebijakan anggaran. DUA KUTUB DALAM SIKLUS P E N G A N G G A R A N , A N TA R A
A L L OC AT I V E E F F I C I E N C Y DA N OPERATIONAL EFFICIENCY Siklus kebijakan anggaran (budget policy) pada prinsipnya berintikan pada 3 aspek penting, yaitu: 1. P r i o r i t i s a s i K e b i j a k a n d a n Pengambilan Keputusan (Prioritizing and Decision Making) 2. Pelaksanaan Belanja (Spending) 3. Monitoring dan Pelaporan (Reviewing dan Reporting) Ketiga proses yang terus menerus dalam siklus merupakan tahapan (stage) dari sebuah kebijakan anggaran yang efektif, karena dalam bentuk apapun, kebijakan anggaran adalah pengejawantahan prioritas pemerintah dalam bentuk pelaksanaan kebijakan yang didanai anggaran publik. Oleh karena itu, keterkaitan struktur antara kebijakan makro (dalam hal ini adalah kebijakan prioritas beserta parameter-parameter ekonomi agregat) dengan disain mikro kebijakan (struktur program/kegiatan pemerintah) menjadi sangat penting, mengingat hasil / keluaran kebijakan di level mikro oleh setiap Kementerian / Lembaga Negara merupakan kepingan-kepingan puzzle yang akan membentuk “dampak positif utama” (ultimate outcomes) seperti yang menjadi sasaran kebijakan pemerintah secara strategis. Kredibilitas kebijakan fiskal, terutama kualitas belanja pemerintah akan diuji disini.
SISTEM PENGANGGARAN
Pengalaman Indonesia pada periode 1990an dalam mengelola kebijakan fiskal yang sangat berhati-hati (prudent macrofiscal management) sekalipun, tidak dapat mencegah dampak negatif dari krisis pada tahun 1997-1999 lalu, terlebih lagi sejumlah parameter di level mikro juga menunjukkan masih besarnya permasalahan dalam proses penyediaan barang/jasa publik yang esensial di hampir seluruh aspek ekonomi dan sosial. Bahkan di beberapa tahun belakangan ini setelah konstitusi mengharuskan 20% dari pengeluaran pemerintah melalui APBN merupakan pengeluaran yang secara eksklusif untuk sektor pendidikan, tidak secara otomatis menyebabkan peningkatan signifikan tingkat tingkat aksesibilitas masyarakat terhadap pendidikan disamping masih tingginya biaya ekonomi dan sosial yang harus ditanggung masyarakat. Anomali inilah yang masih terjadi dimana masyarakat harus mengeluarkan biaya ekonomi yang meningkat dari tahun ke tahun untuk menikmati haknya dalam memperoleh pendidikan, padahal di saat yang sama pengeluaran pemerintah untuk sektor pendidikan juga meningkat seiring peningkatan porsi belanja dalam APBN.
untuk mencapai target/sasaran yang melekat pada struktur program/kegiatan yang telah disepakati dalam pengambilan keputusan strategis tersebut. Pada tahap prioritisasi inilah pemerintah harus meletakkan Kerangka Kinerja (performance framework) yang relevan dengan target/sasaran yang akan dicapai dalam suatu kurun waktu tertentu, pada sektor tertentu, sehingga sejak awal pemerintah telah memiliki struktur program/kegiatan dalam kebijakan anggaran yang fokus kepada pencapaian target/sasaran yang telah ditetapkan. Setiap sektor memiliki kerangka kinerja yang spesifik dan dalam beberapa hal bersifat penciptaan sinergi seperti pentingnya infrastruktur irigasi dengan sektor pertanian, antara infrastruktur sanitasi dan air bersih dengan sektor kesehatan dan lain sebagainya. Begitu pentingya kerangka kinerja bagi setiap program pemerintah sehingga sulit untuk membangun parameter/indikator kinerja tanpa adanya kerangka kinerja dalam setiap program pemerintah, karena kerangka kinerja merupakan parameter makro sebuah program secara luas, termasuk unit pemerintah pelaksananya, sementara indikator dan parameter mikro terletak di setiap komponen kegiatan dalam sebuah program. Kerangka kinerja inilah yang juga akan berperan dalam upaya untuk semakin memperjelas keterkaitan m a k r o - m i k r o d a l a m ke b i j a k a n pemerintah di seluruh sektor.
Belum lagi kita bicara tentang sektor kesehatan, kenyataan yang terjadi juga tidak jauh berbeda dengan apa yang terjadi pada sek tor pendidikan. Lemahnya proses “penerjemahan” prioritas makro kedalam struktur / arsitrektur mikro, terutama di level Kegiatan dan Komponen Kegiatan dalam implementasi kebijakan anggaran belanja merupakan aspek krusial pada masalah ini, disamping masih lemahnya introduksi ke r a n g k a k i n e r j a ( p e r f o r m a n c e framework) dan parameter kinerja (performance indicator) dalam service delivery barang dan jasa publik kepada masyarakat luas dan terutama kepada target komunitas sasaran kebijakan.
Langkah berikutnya adalah bagaimana pemerintah mendisain arsitek tur program/kegiatan mikro secara individual untuk mencapai target/sasaran prioritas tersebut. Arsitektur perencanaan operasional kebijakan inilah yang harus secara hati-hati didisain agara efektivitas alokasi pendanaan menjadi optimal.
Aspek pertama dalam siklus kebijakan anggaran adalah proses prioritisasi dan pengambilan keputusan strategis yang sangat krusial dampaknya, karena keputusan apapun yang diambil akan mengakibatkan konsentrasi sumber daya
Dengan demikian, setiap alokasi pendaanaan dalam kebijakan pemerintah akan memiliki struktur, baik dari sisi arsitektur program-kegiatan-komponen, kinerja maupun pendanaan anggaran, yang akan secara jelas menunjukkan
konsistensi dan keterkaitan (link) antara perencanaan makro dan disain mikro kebijakan yang optimal. Dalam konteks Indonesia, peran parlemen yang begitu kuat dalam disain mikro kebijakan sudah seharusnya dibatasi secara otomatis lewat konsistensi pemerintah dalam mendisain kebijakan mikro yang sejalan dengan target/sasaran prioritas dalam jangka menengah sehingga proses pencapaiannya dapat dilaksanakan dalam kondisi keterbatasan sumber daya yang ketat. Disinilah peran perencanaan penganggaran yang sangat substansial untuk menjamin efisiensi alokasi pendanaan anggaran (allocative efficiency). Pada aspek yang kedua, efisiensi operasional kebijakan pemerintah dalam skala mikro pada sisi belanja (spending) diawali oleh proses costing yang efektif dalam penyusunan dokumen anggaran. Penyederhanaan struktur dan penyajian komponen yang relevansinya tinggi dalam struktur belanja seluruh satuan kerja pemerintah diharapkan akan berdampak pada semakin fokusnya implementasi kebijakan terhadap sasaran/target kebijakan dalam struktur keluaran dan dampak positif dari kebijakan anggaran. Dalam pelaksanaan belanja, tantangan terbesar dalam sistem perencanaan penganggaran adalah bagaimana proses costing dalam anggaran dapat secara maksimal mencerminkan biaya yang paling ekonomis dalam setiap kebijakan belanja pemerintah. Dalam konteks ini, cos ting adalah proses penilaian (assessment) dari dampak finansial bagi pemerintah dalam kebijakan pendanaan anggaran dalam memobilisasi sumber daya untuk berbagai usulan pendanaan yang telah disetujui bagi berbagai program dalam struk tur belanja pemerintah. Costing juga merupakan bagian integral dalam tahap prioritisasi kebijakan dengan membantu otoritas anggaran dalam pengambil keputusan dengan memberi proyeksi kebutuhan pendanaan pada tahun-tahun fiskal mendatang. Pengerahan sumber daya publik dalam
WARTA ANGGARAN | Edisi 24 Tahun 2012
43
SISTEM PENGANGGARAN
m e l a k s a n a k a n p ro g r a m / ke g i a t a n pemerintah harus dapat dipahami oleh otoritas anggaran sebagai kombinasi berbagai komponen proses dalam menghasilkan keluaran (output) yang relevan dengan pencapaian target/sasaran pemerintah untuk setiap sektor sehingga tingkat akurasi dan efisiensi implementasi kebijakan menjadi optimal. Pada tahap inilah peran penting otoritas anggaran dalam memahami proses pelaksanaan dan komponen kebijakan menjadi sangat krusial. Dibutuhkan pemahaman yang akurat dalam menganalisis struktur biaya kebijakan sehingga proses costing yang dilakukan dapat menghasilkan efsiensi alokasi yang optimal dalam struktur mikro kebijakan anggaran oleh seluruh Kementerian / Lembaga Negara. Proses costing yang dilakukan otoritas anggaran bukanlah sebuah proses yang pada akhirnya akan “menjebak” dalam struktur input dan harga input, tetapi lebih melihat kepada “biaya proses” yang akan dilakukan pemerintah dalam setiap program-kegiatan-komponen dengan orientasi kepada pencapaian hasil terukur dalam skema dan kerangka kinerja tertentu. Misalnya bagaimana menganalisis biaya proses pemerintah dalam menyediakan pelayanan kesehatan dasar di tingkat kecamatan melalui unit Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) yang disetiap walayah memiliki kondisi spesifik yang unik seperti tingkat prevalensi penyakit tertentu, aspek sosial budaya yang berbeda dengan wilayah lainnya, kondisi infrastruktur penunjang dan tingkat aksesibiltas yang berbeda dan lain sebagainya, sehingga proses costing yang efektif akan menghendaki pemahaman otoritas anggaran terhadap mekanisme service delivery yang dilakukan di setiap unit kerja pemerintah, dengan karakter dan spesifikasi yang beragam, sebelum dapat memahami struktur dan relevansi input dalam implementasi anggaran oleh setiap Kementrerian/Lembaga Negara. Dengan demikian, pada proses costing yang komprehensif dalam analisis
44
WARTA ANGGARAN | Edisi 24 Tahun 2012
kelayakan pendanaan anggaran dalam struktur mikro belanja pemerintah akan menjadikan proses kerja pada sisi otoritas anggaran menjadi relatif lebih efektif karena fokus analisis akan lebih tertuju dalam mengkaji tingkat efisiensi belanja dan parameter kinerja pada berbagai program pemerint ah yang akan menimbulkan dampak finansial kepada anggaran negara di masa mendatang. Proses costing yang komprehensif ini sebaiknya lebih ditujukan kepada usulan/inisiatif baru dalam struktur mikro pemerintah pada struktur kegiatan dan komponen belanja satuan kerja (spending unit) di setiap institusi pemerintah. Aspek ketiga dalam siklus penganggaran adalah bagaimana pemerintah melakukan kajian kembali (reviewing) dan menyusun metode pelaporan (reporting) yang efektif tentang segala hal yang berkaitan dengan aktivitas fiskal pemerintah, terutama sisi belanja publik, kepada seluruh stake holders dalam konteks kepentingannya masing-masing. Mekanisme review merupakan umpanbalik (feed back) bagi kebijakan anggaran yang efektif, terutama pada faktor mengkaji ulang struktur mikro kebijakan dan capaian kinerja implementasi kebijakan belanja. Hal ini adalah sangat penting untuk dilakukan terutama untuk menjamin kualitas belanja (spending quality assurance), sehingga secara periodik pemerintah dapat mengukur dengan tingkat akurasi yang relatif lebih baik tentang kebijakan belanjanya, terutama bagaimana relevansi belanja pada struktur mikro pemerintah dapat menghasilkan keluaran yang relevan dengan strategi pencapaian target/sasaran prioritas pemerintah di sisi kebijakan makro (macro policy priorities). Apabila hasil review menunjukkan adanya kelambatan dalam proses pencapaian kinerja dalam kerangka kinerja suatu sektor, maka sebab kelambatan tersebut harus ditemukan untuk dapat dilakukan penyesuaian dan perbaikan, terutama kemungkinan terjadinya ketidak-efektifan penyusunan struktur komponen dari sisi arsitektur program dan / atau alokasi pendanaan anggaran. Dari sisi internal
kebijakan, kelambatan pencapaian target kinerja tersebut pada umumnya terjadi karena dua hal, yaitu: 1. Struktur komponen dalam kegiatan yang tidak relevan dalam rangka proses pencapaian target kinerja. Hal ini dapat terjadi apabila pengambil keputusan di sisi mikro kebijakan keliru mengidentifikasi komponenkomponen apa yang dibutuhkan sebagai instrumen pencapaian target kinerja. 2. Alokasi pada struktur ProgramKegiatan-Komponen yang tidak tepat sehingga terjadi kondisi kekurangan pendanaan (under funding) pada struktur mikro kebijakan yang secara signifikan merupakan kontributor utama dari proses pencapaian kinerja. Dalam konteks penganggaran di Indonesia, komponen ini merupakan komponen utama kebijakan, yaitu bagian yang paling signifikan kontribusinya pada struktur mikro kebijakan dalam proses pencapaian target kinerja. Komponen utama ini seharusnya memperoleh alokasi pendanaan yang relatif lebih besar, sehingga akan menunjukkan konsistensi pemerintah dalam m e n j a g a ke t e r k a i t a n a n t a r a perencanaan kebijakan (makro) dengan struktur alokasi pendanaan anggaran (mikro). Sedangkan aspek pelaporan dalam kebijakan anggaran merupakan bagian integral yang sangat penting dalam menjaga tingkat akuntabilitas, kredibilitas dan transparansi pemerintah secara luas dalam kerangka kebijakan fiskal yang efektif, dan dengan tingkat biaya yang paling efisien. disamping itu, perlaporan juga sebaiknya dapat mengilustrasikan implementasi kebijakan pemerintah dilakukan dengan struktur kebijakan yang: 1. spesifik, sehingga tidak dapat disubstitusi atau di duplikasi oleh unit pemerintah lainnya, apalagi oleh sektor swasta, 2. terukur dampak positifnya, 3. relevan dengan kondisi riel yang mengharuskan dilakukannya intervensi pemerintah, 4. realistis dalam menetapkan struktur dan target/sasaran kebijakan,
SISTEM PENGANGGARAN
5. tepat sasaran pada target komunitas yang paling relevan, 6. dilaksanakan dalam kerangka waktu yang tepat, sehingga tidak kehilangan momentum yang akan mengoptimalkan dampak positif kebijakan tersebut, dan tentu saja 7. diimplementasikan dengan biaya yang paling efisien dalam koridor pelaksanaan yang sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku dalam pengelolaan keuangan sektor publik. KERANGKA PENGELUARAN JANGKA MENENGAH, MEMBAWA P R I O R I TA S P E R E N C A N A A N KEDALAM KEBIJAKAN ALOKASI ANGGARAN DAN KETERKAITAN PRIORITAS MAKRO – STRUKTUR MIKRO DALAM PENGANGGARAN Ada beberapa kelemahan mendasar dalam sistem perencanaan penganggaran saat ini yang sangat mengganggu optimalisasi pengerahan sumber daya anggaran dalam pelaksanaan kebijakan pemerintah di sisi belanja, sehingga perlu perbaikan substansial untuk menjamin terselenggaranya fungsi intervensi kebijakan anggaran dalam kehidupan bernegara secara optimal. Pertanyaan pertama yang harus diajukan untuk memahami secara struktural mengenai kebijakan belanja dalam konteks kebijakan fiskal adalah “Dalam aspek apa negara membutuhkan intervensi pemerintah dan dalam bentuk instrumen apa intervensi itu dilakukan? (on where the states should intervene in the economy and with which instrument?). Memahami bentuk intervensi itu merupakan pemahaman awal untuk dapat menganalisis lebih lanjut mengenai pelaksanaan kebijakan anggaran di dalam perekonomian agregat. Hal ini perlu dilakukan mengingat untuk negara yang berkarakteristik “small and open economy” seperti Indonesia, integrasi ekonomi dengan dunia internasional semakin meningkat dengan tingkat intensitas yang juga semakin tinggi. Dampak revolusi teknologi informasi,
telekomunikasi dan transportasi semakin mengaburkan batas-batas teritorial negara dalam konteks ekonomi, sehingga sedikit banyak, dampak positif maupun negatif dalam perekonomian nasional akan sangat dipengaruhi oleh faktor global, yang secara seksama harus juga menjad konsideran dalam memutuskan bentuk intervensi pemerintah yang akan didanai oleh anggaran publik. Oleh karena itu, memutuskan bentuk intervensi negara dalam perekonomian melalui kebijakan anggaran harus diputuskan dengan hati-hati, terlebih dalam kondisi keterbatasan fiskal yang sangat ketat seperti saat ini, sehingga kapasitas negara dalam mandanai bentuk intervensi apapun harus dikalkulasi dengan maksimal. Mekanisme perencanaan penganggaran yang efektif seharusnya membuat otoritas anggaran fokus kepada bentuk dan dampak intervensi ini terhadap peningkat an kualit as hidup dan kehidupan masyarakat dan/atau target komunitas tertentu yang menjadi sasaran kebijakan serta pendanaan intervensi tersebut dalam tingkat efisiensi yang juga maksimal. Dalam kondisi kebijakan anggaran yang hanya berorintasi pada satu tahun fiskal semata, horizon perencanaan anggaran menjadi teramat sangat terbatas, terutama fokus analisa bentuk intervensi pemerintah dalam bentuk programkegiatan-komponen dalam kebijakan anggaran. Ada beberapa kelemahan fundamental dalam siklus seperti ini; Pertama, dalam horizon waktu yang relatif sempit ini, beban kerja otoritas anggaran dalam menganalisis arsitektur program dan struktur pendanaan plus costing, menjadi sangat besar karena sempitnya waktu untuk menyelesaikan perencanaan anggaran. Kedua, oleh karena setiap proses penganggaran membutuhkan legitimasi hukum melalui undang-undang, dibutuhkan banyak waktu untuk memperoleh legitimasi tersebut melalui serangkaian diskusi dengan legislatif yang diskusinya seringkali gagal membahas isu
strategis dalam intervensi kebijakan anggaran. Hal ini menyebabkan lemahnya keterkaitan sasaran prioritas dalam kebijakan anggaran karena setiap detail proses harus melalui persetujuan legislatif, karena seringkali inisiatif pemerintah dalam pengajuan usulan arsitektur program terlalu diintervensi oleh parlemen sehingga otoritas dan independensi pada sisi eksekutif dalam merumuskan kebijakan anggaran menjadi tidak optimal. Ketiga, proses alokasi pendanaan anggaran yang berorientasi hanya satu tahun fiskal menjadikan tingginya tingkat ketidakpastian keberlanjutan alokasi, dengan demikian, hilanglah insentif untuk membuat perencanaan komprehensif yang berdimensi jangka waktu menengah (medium-term policy planning) terlebih apabila tingkat perencanaan jangka menengah tersebut ada di level mikro kegiatan-komponen kebijakan. Pada tahap inilah hilangnya keterkaitan yang akan dengan jelas menunjukkan adanya konsistensi pemerintah dalam proses pencapaian sasaran/target makro dengan cara pencapainnya melalui serangkaian/kombinasi mikro struktur melalui program-kegiatan-komponen dalam kebijakan belanja negara. Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah, dalam konteks ini, akan menjadi kerangka kerja yang menunjukkan keterkaitan (linking framework) antara pengeluaran belanja negara yang disebabkan adanya prioritas tertentu dalam keterbatasan sumber daya anggaran.
The MTEF provides the "linking framework" that allows expenditures to be "driven by policy priorities and disciplined by budget realities”
Disiplin fiskal, terutama pada sisi belanja negara, harus dimulai dengan proses TopDown yang disiplin, baik dari sisi ketersediaan sumber daya anggaran maupun dari sisi target/sasaran kebijakan makro dalam konteks perencanaan kebijakan (policy planning).
WARTA ANGGARAN | Edisi 24 Tahun 2012
45
SISTEM PENGANGGARAN
Hal ini dapat dibangun melalui Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah karena sejak awal proses perencanaan anggaran, pemerintah telah memiliki angka proyeksi penerimaan negara yang akan menjadi sumber pendanaan kebijakannya sehingga dalam hal menyusun kebijakan belanja, pemerintah “dipaksa” untuk fokus pada disain pendanaan belanja kepada proses yang mengasilkan keluaran/dampak positif kebijakan yang secara signifikan akan berkontribusi kepada pencapaian prioritas-prioritasnya, atau dengan kata lain, hanya akan fokus kepada struktur belanja yang signifikan terhadap parameter/indikator kinerja dalam program pemerintah. Disamping itu, dari sisi bottom-up dalam mekanisme Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah, setiap unit pemerintah akan memiliki kerangka kerja yang memberi kejelasan dalam menyusun struktur mikro tersebut, beserta estimasi kebutuhan pendanaan anggarannya. Dengan didasari pada kerangka kinerja sebagai derivasi dari prioritas pemerintah dalam suatu peroide, setiap unit organisasi pemerintah dapat melakukan intra-sectoral allocation, yaitu mekanisme untuk melakukan realokasi pendanaan anggaran dari satu struktur mikro ke b i j a k a n a n g g a r a n ( ke g i a t a n komponen) ke struktur mikro lainnya yang memiliki tingkat urgensi yang relatif lebih tinggi. Proses inilah yang menjadi peran penting Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah pada sisi disain struktur mikro kebijakan pendanaan anggaran. Proses skrutinisasi (scrutinizing) atau seleksi dari berbagai kombinasi pada struktur mikro seharusnya menjadi aspek krusial dalam kerangka kerja perencanaan pendanaan anggaran dalam jangka menengah pada proses bottom-up, karena pada hal inilah insentif untuk menjadi semakin fokus kepada dua prinsip penting dalam penganggaran, yaitu efisiensi alokasi dan efisiensi operasional (allocative efficiency and operational efficiency). Nilai tambah (value added) dalam Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah dalam sistem perencanaan penganggaran
46
WARTA ANGGARAN | Edisi 24 Tahun 2012
adalah dengan menyediakan kerangka ke r j a y a n g a k a n m e re ko n s i l i a s i pendekatan top-down (dalam hal ini adalah ketersediaan sumber daya pendanaan anggaran sebagai hard budget constraint dan kerangka serta parameter kinerja makro prioritas) dengan pendekatan bottom-up (yaitu struktur mikro kebijakan berikut implikasi finansial bagi anggaran pemerintah) secara lebih integratif sehingga keterbatasan sumber daya anggaran akan lebih fokus kepada alokasi struktur mikro yang secara signifikan akan berkontribusi kepada pencapaian berbagai prioritas pemerintah. Untuk memulainya, langkah pertama adalah pemerintah harus memiliki angka proyeksi ketersediaan pendanaan ang g aran sebag ai ba t as alokasi pendanaan maksimal (hard budget constraint). Angka inilah yang akan menjadi referensi awal bagi pemerintah dalam menyusun kebijakan anggarannya. Hal ini sekaligus akan menjadi instrumen pemerintah dalam menjaga konsistensi prioritas alokasi pendanaan. Langkah kedua, otoritas fiskal harus memiliki konsep dasar kebijakan pendanaan anggaran sebagai kebijakan yang saat ini tengah dilaksanakan oleh seluruh unit kerja pemeirintah (existing policies as a policy baseline atau dapat saja disingkat sebagai baseline) beserta konsukuensi finansialnya untuk tahuntahun mendatang. Inilah yang akan menjadi “potret” riel pada saat ini untuk menunjukkan tingkat keterkaitan antara prioritas pemerintah dengan kebijakan alokasi pendanaan anggaran, kemudian diikuti dengan langkah ketiga yaitu membangun kerangka kinerja pada level makro program sebagai representasi prioritas pemerintah yang akan berlaku sebagai referensi seluruh unit kerja pemerintah dalam menyusun parameter kinerja di level struktur mikro anggaran. Kombinasi ketiga hal inilah yang akan menjadi “kertas kerja” pemerintah dalam mendisain kebijakan belanja pemerintah yang seharusnya akan mencerminkan efektivitas alokasi pendanaan anggaran disamping kejelasan keterkaitan prioritas
makro dengan struktur mikro programkegiatan, yang dalam hal ini melekatnya kebijakan pendanaan justru berada pada struktur mikro. Inilah aspek strategis yang merupakan langkah reformasi mendasar dalam memperjelas keterkaitan, bukan hanya perencanaan dan penganggaran, tetapi juga antara prioritas makro - struktur mikro kebijakan, kerangka kinerja makro parameter kinerja mikro dan, tentu saja struktur alokasi pendanaan anggaran itu sendiri. PENUTUP Dalam kondisi kehidupan berbangsa dan bernegara dalam kontreks global yang sangat dinamis seperti saat ini, yang salah satu aspeknya adalah perubahan, baik itu pada aspek sosial, ekonomi maupun politik secara masif dan sangat cepat (massive rapid change), pemerintah dituntut semakin efek tif dalam mengoptimalisasi pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya dalam memberikan pelayanan publik deng an biaya, mekanisme dan metode yang semakin efisien. Terlebih lagi dengan semakin tingginya intensitas interaksi Indonesia dalam globalisasi ekonomi, semakin deras dan cepatlah perubahan multi-dimensi itu akan mempengaruhi berbagai faktor di dalam negeri, baik itu positif maupun negatif, mengingat Indonesia adalah negara dengan karakter small open economy dalam peta perekonomian global. Dari sisi kebijakan fiskal, kondisi perubahan yang cepat tersebut tidak memberi banyak pilihan bagi pemerintah untuk mengimplementasikan kebijakan belanja yang efektif. Hal ini menuntut pemerintah untuk dapat mendisain bentuk intervensi kebijakan yang didanai oleh anggaran publik secara tepat, dan dalam struktur biaya yang paling efisien, mengingat sumber daya pendanaan anggaran publik selalu dalam kondisi yang terbatas (scarcity of resources). Salah satu bentuk ketidakoptimalan dalam implementasi kebijakan belanja
SISTEM PENGANGGARAN
anggaran adalah kekeliruan dalam mendisain kebijakan mikro anggaran yang dapat meref leksikan konsis tensi pemerintah dalam menjaga keterkaitan yang erat antara prioritas kebijakan makro dengan tingkat operasionalisasi prioritas tersebut dalam struktur mikro kebijakan belanja pemerintah. Dengan kondisi seperti itulah reformasi sistem perencanaan penganggaran di Indonesia dilakukan dengan tujuan untuk semakin meningkatkan kualitas hidup dan kehidupan warganegaranya, yang merupakan "penerima manfaat yang utama" (ultimate beneficieries) dari eksistensi sebuah negara merdeka yang berdaulat, tanpa diskriminasi seperti apa yang menjadi cita-cita para Founding Father negara kesatuan ini, disamping seperti yang juga tertuang dalam konstitusi Republik Indonesia. Di banyak negara, Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah adalah salah satu karakteristik dalam proses reformasi sistem perencanaan penganggaran yang sangat progresif, terutama di beberapa negara di benua Afrika seperti Afrika Selatam, Tanzania dan Uganda. Salah satu kelemahan struktural di negara-negara tersebut dalam formulasi kebijakan anggarannya adalah lemahnya keterkaitan antara prioritas makro dan struktur mikro kebijakan, disamping
dalam beberapa hal, kebijakan alokasi anggaran yang tidak realistis untuk mendanai program-program strategis.
awal analisis keterkaitan makro-mikro akan diawali sehingga proses realokasi
Aspek mikro dalam kajian ini bukankah seperti dimaksud dalam mikroekonomi di literatur yang lebih fokus kepada analisis dan fenomena perilaku aktor ekonomi secara individual, dalam konteks kebijakan anggaran, struktur mikro lebih memfokuskan kepada struktur program Kementerian / Lembaga Negara yang didanai oleh anggaran publik. Efisiensi alokasi dalam kebijakan anggaran dan efisiensi proses service delivery yang dilakukan oleh pemerintah kepada masyarakat pada akhirnya juga akan ditentukan oleh struktur mikro yang relevan dengan prioritas makro di sektor tersebut, sehingga Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah akan sangat membantu untuk menggambarkan keterkaitan dan relevansi tersebut secara efektif. Disamping itu, Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah juga dapat memberi tingkat kepastian yang lebih tinggi untuk kontinuitas pendanaan anggaran bagi pelaksanaan program-program prioritas yang tengah dan akan berlangsung, sehingga pelaksanaan kebijakan akan secara otomatis menjadi baseline pemerintah di kebijakan anggaran. Dari sisi Baseline yang dihasilkan inilah titik
47 foto: istimewa
SISTEM PENGANGGARAN
MENDUDUKKAN BELANJA MODAL Oleh : Achmad Zunaidi dan Hari Subekti Direktorat Sistem Penganggaran
Ada gambaran dan pendapat pengamat ekonomi yang harus diluruskan soal keberadaan belanja modal dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN). Pendapat bahwa belanja modal seharusnya lebih besar dibanding dengan belanja pegawai dan belanja barang, hampir tiap tahun muncul di mass media, saat Pemerintah menyampaikan Rancangan APBN kepada DPR. Hal ini juga menjadi pandangan media massa dalam editorialnya.
foto: istimewa
S
eperti bola salju, pandangan tersebut diadopsi sebagian wakil rakyat untuk menekan Pemerintah agar komposisi belanja modal menjadi lebih besar lagi. Belanja modal digambarkan sebagai pembiayaan untuk pembangunan i n f r a s t r u k t u r. P e m b a n g u n a n infrastruktur mempunyai manfaat multiplier effect, yaitu menciptakan lapangan pekerjaan dan memancing kehadiran investor swata. Pada akhirnya, pertambahan belanja modal mendorong pertumbuhan ekonomi. Sedangkan belanja barang dan belanja pegawai digambarkan sebagai pembiayaan untuk kepentingan birokrasi: biaya gaji dan pembelian fasilitas birokrasi lainnya. Kalau belanja pegawai dan belanja barang lebih besar dibanding belanja modal, rakyat kurang mendapat manfaat atas besarnya belanja dalam APBN. Inilah kerangka berpikir para pengamat ekonomi. Pangkal Persoalan Gambaran dan pandangan pengamat ekonomi sebelum dan sesudah perubahan cara penyajian belanja dalam
48
WARTA ANGGARAN | Edisi 24 Tahun 2012
APBN tidak berubah. Belanja APBN hanya dilihat dari sisi belanja rutin dan pembangunan. Belanja rutin diwakili oleh belanja pegawai dan belanja barang. Sedangkan belanja pembangunan diwakili belanja modal. Para komentator APBN ini tidak memperhatikan perubahan yang telah terjadi dalam penyajiannya. Padahal perubahannya bukan cuma asesoris tetapi substansi penyajian belanjanya. Penyajian belanja Pemerintah Pusat dalam APBN berubah sejak tahun anggaran 2005. Belanja Pemerintah Pusat
yang sebelumnya dikelompokkan dalam belanja rutin dan pembangunan, saat ini dikelompokkan langsung dalam 8 jenis belanja. Jadi, belanja rutin dan pembangunan lebur kedalam 8 jenis belanja, lihat tabel konversi. Penyesuaian dengan praktik internasional penyajian belanja APBN merupakan tujuan utama, sebagaimana Government Financial Statistic (GFS) 2001. Dengan adanya cara penyajian yang mengacu GFS, APBN suatu negara dapat dibandingkan dengan negara lain.
KONVERSI FORMAT LAMA BELANJA NEGARA KE FORMAT BARU FORMAT LAMA FORMAT BARU (s.d. 2004) (mulai TA 2005) Belanja Pemerintah Pusat:
1. Anggaran Belanja RUTIN a. Belanja Pegawai b. Belanja Barang c. Pembayaran Bunga Utang d. Subsidi e. Pengeluatan Rutin Lainnya 2. Anggaran Belanja PEMBANGUNAN
Belanja Pemerintah Pusat:
1. Belanja Pegawai 2. Belanja Barang 3. Belanja Modal 4. Pembayaran Bunga Utang 5. Subsidi 6. Belanja Hibah 7. Bantuan Sosial 8. Belanja Lain-lain
SISTEM PENGANGGARAN
Kelompok biaya yang termasuk belanja modal bukan saja digunakan untuk pembangunan infrastuktur saja, seperti pembangunan jalan, jembatan, atau pelabuhan. Belanja modal juga digunakan untuk pembangunan gedung Pemerintah, pembelian aset seperti mobil, peralatan, dan tanah yang digunakan birokrasi untuk pelayanan kepada masyarakat. Intinya, belanja Modal adalah pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembentukan modal yang sifatnya menambah aset tetap/inventaris, memberikan manfaat lebih dari satu periode akuntansi, termasuk didalamnya adalah pengeluaran untuk biaya p e m e l i h a r a a n y a n g s i fa t ny a mempertahankan atau menambah masa manfaat, meningkatkan kapasitas dan kualitas aset. Jadi belanja modal berbeda dengan belanja pembangunan. Belanja modal cakupan biayanya lebih kecil dibanding belanja pembangunan. Dalam hal belanja pembangunan, Kementerian Keuangan menyebut sebagai belanja investasi Pemerint ah yang mempunyai karakteristik seperti hanya belanja pembangunan sebelum perubahan. Data APBN 2005-2012 menunjukkan kondisi itu. Komponen belanja modal hanya sekitar 40%-50% dari total pengeluaran investasi Pemerintah. Jadi, kurang pas apabila menunjuk belanja modal sebagai represent asi belanja inves t asi pemerintah, lihat grafik perkembangan belanja modal dan pengeluaran investasi pemerintah. Pe r a n s e b e n a rny a d a r i b e l a n j a Pemerintah adalah total belanjanya,
bukan per bagian jenis belanja, seperti belanja modal saja. Peran belanja modal d i ke t a h u i s e b a g a i ' p e n d o ro n g ' per tumbuhan ekonomi. Disebut 'pendorong' karena perannya kecil dibandingkan total pendapatan nasional dilihat dari besaran angka nominal. Pengeluaran Pemerintah secara total adalah alat kebijakan Pemerintah untuk mempengaruhi tingkat pendapatan nasional. Ingat persamaan Y= C+I+G+(X-M) dimana: Y=pendapatan nasional; C=konsumsi privat dan masyarakat; I=investasi; G=pengeluaran Pemerintah di luar transfer; X=ekspor; dan M=impor). Dampak Perubahan Anggaran belanja negara disusun berdasarkan arahan dari atas (top down) dan usulan dari bawah (bottom up) dengan pendekatan penganggaran berbasis kinerja. Proses penyusunan anggarannya: Kinerja suatu program (indikator kinerja dan hasil yang d i h a r ap k a n ) s e r t a a n g g a r a n ny a ditetapkan terlebih dahulu oleh pimpinan Kementerian Negara/Lembaga (K/L); selanjutnya Unit Operasional K/L menerjemahkan dalam bentuk cara dan biaya (dikelompokkan dalam jenis belanja) yang diperlukan dalam mencapai kinerja. Dengan demikian, pengelompokan jenis belanja dimaksudkan sebagai perencanaan transaksi keuangan, bukan dasar pengambilan kebijakan alokasi anggaran K/L. Bagaimana kalau informasi belanja modal sebagai dasar kebijakan alokasi anggaran K/L? Dalam pembahasan anggaran, DPR
GRAFIK PERKEMBANGAN BELANJA MODAL DAN PENGELUARAN INVESTASI PEMERINTAH, 2005-2012 (miliar rupiah)
350,000.0
306,408.3
300,000.0
274,167.1
dapat menekan Pemerintah agar belanja modal naik 10% dibanding tahun sebelumnya. Apabila ini menjadi ketetapan dalam Undang-Undang tentang APBN. Ada 2 skenario yang akan dilakukan: per t ama, Pemerint ah menaikkan besaran belanja modal 10% dari alokasi belanja tiap K/L; kedua, Pemerintah mengubah pembagian belanja K/L dengan hasil akhir komposisi belanja modal naik 10% dari tahun sebelumnya. Dampak skenario pertama terjadi pada K/L dapat dikelompokkan menjadi 2: kelompok 1, K/L akan memangkas biayabiaya penunjang dan mengalihkannya kepada belanja modal sebesar 10%; dan kelompok 2, K/L akan memperbesar belanja modal 10% dengan mengorbankan capaian kinerjanya melalui pengurangan kegiatan non fisik. Kelompok 1 meliputi K/L yang mempunyai tugas-fungsi menyediakan sarana-prasarana publik seper ti Pekerjaan Umum, Pertahanan atau Perhubungan. Sedangkan kelompok 2 meliputi K/L yang tugas-fungsinya hanya menyusun kebijakan dan koordinasi, seper ti Kementerian Keuang an, Pertanian, Pendidikan, atau Kementerian Negara pada umumnya. K/L kelompok 1 akan memangkas biayabiaya penunjang. Dapat dibayangkan apabila K/L dipaksa untuk membangun sarana-prasarana publik deng an mengabaikan kajian, studi kelayakan, pemantauan dan supervisi. Apa jadinya pembangunan sarana dan prasarana gencar tanpa biaya pendukung itu. Mungkin saja terbangun sarana-prasarana publik banyak tetapi cepat hancur karena tidak memper timbangkan biaya pemeliharaan nantinya, atau saranaprasarana tersebut tidak berfungsi karena kurang dibutuhkan masyarakat setempat.
250,000.0 200,000.0
176,852.8 127,024.8
150,000.0 96,424.7
100,000.0
55,091.5 54,951.9
50,000.0
113,813.6
72,772.5
64,288.7
153,681.9 75,870.8
140,952.5
151,975.0
80,287.1
32,888.8
2005
2006
2007
2008
Belanja Modal
2009
2010
Pengeluaran Investasi
2011 APBN-P
2012 APBN
K/L kelompok 2 karena tugas-fungsinya hanya merumuskan kebijakan atau koordinasi memaksa diri melakukan pembiayaan belanja modal. Caranya, pengadaan fasilitas birokrasi seperti gedung, mobil dinas, atau perlengkapan kantor menjadi satu-satunya pilihan
WARTA ANGGARAN | Edisi 24 Tahun 2012
49
SISTEM PENGANGGARAN
dengan mengabaikan capaian kinerjanya sendiri. Mungkin akan terjadi, kebijakan yang dihasilkan tidak menyeluruh bahkan bertentangan dengan K/L lainnya karena koordinasi tidak jalan.
kebutuhan rakyat. Mungkin saja terjadi, berbagai pembangunan hasil kebijakan membesarkan belanja modal tersebut tanpa melihat kebutuhan riil rakyat, asal bangun, asal belanja modal besar.
Dampak skenario kedua berupa revisi atau perubahan atas perencanaan yang telah disusun. Perencanaan K/L merevisi perencanaan dan target kinerja agar sesuai dengan perubahan alokasi belanja. Revisi perencanaan K/L kemungkinan menghasilkan perencanaan yang kurang matang, asal jadi, dan tidak sesuai
Kedua dampak skenario tersebut di atas lebih banyak mudharatnya dibanding mafaatnya dari sisi capaian kinerja K/L atau Pemerintah secara keseluruhan. Harus diingat bahwa proses perencanaan anggaran melalui jalan yang panjang, dimulai musyawarah perencanaan pada tingkat paling bawah, kelurahan, yang
berujung pada musyawarah perencanaan pembangunan nasional
ilustrasi: istimewa
50
WARTA ANGGARAN | Edisi 24 Tahun 2012
RENUNGAN
SINERGI Oleh : Asrukhil Imro Dari berbagai sumber
Ketika membuka lembaran baru bulan Juli 2012 pada kalender DJA tertulis tagline “Sinergi : memiliki sangka baik, saling percaya, dan menghormati. Serta menemukan dan melaksanakan solusi terbaik.” Sinergi merupakan salah satu dari lima nilai-nilai Kementerian Keuangan.
M
embaca tagline tersebut membuat Penulis merinding. Penulis membayangkan betapa dahsyatnya nilai ini apabila semua pegawai DJA mengetahui dan menghayati nilai sinergi dalam kehidupan di kantor. Sehingga orang bijak bilang dengan bersinergi 1+1 bisa sama dengan 100, tetapi tanpa sinergi 1+1 sama dengan 2. Sinergi berasal dari kata Yunani synergos yang berarti bekerja bersama-sama. Sinergi adalah suatu bentuk/citra dari sebuah proses atau interaksi yang menghasilkan sesuatu yang balance harmony sehingga bisa menghasilkan sesuatu yang optimum. Ada beberapa syarat utama penciptaan sinergi yakni kepercayaan, komunikasi yang efektif, feedback yang cepat, dan kreatifitas. Mimpi DJA naik kelas, perlu kerja keras dari seluruh elemen DJA. Agar bisa menyatukan seluruh elemen DJA untuk bahu membahu bekerja sama, perlu kepemimpinan dengan gaya manajemen sinergi. Kepemimpinan yang berusaha membangkitkan kepercayaan antar orang di dalam organisasi. Membangun komunikasi yang tidak ditunda-tunda untuk mencegah distorsi pesan serta membudayakan umpan balik yang cepat sebagai pola hubungan yang erat baik vertikal dan atau horizontal. Prakteknya, pemimpin mendorong para pegawai untuk mengenal satu sama lain melalui berbagai aktifitas sosial. Mereka diajak berperilaku baik yang tidak
m e n i m b u l k a n ke c u r i g a a n d a n kekhawatiran pihak lain akan kehilangan posisi atau karirnya. Tidak sekedar para pegawai yang demikian itu, tetapi juga antar manajemen. Kreatifitas digalakkan sehingga memperkuat dan memperkaya sinergisme dalam organisasi. Penulis membayangkan pemimpin DJA dengan senyum tulus. Mereka berdiskusi di warung kopi pinggir kota sambil menikmati kopi tubruk yang disaring dengan kaos kaki ditemani roti bakar diolesi selai lokal yang rasanya nendang. Mereka berusaha untuk membangun sinergi dengan saling percaya dalam organisasi. Rasa saling percaya akan tumbuh dan mampu merubah organisasi. Budaya kepercayaan harus dibangun walaupun memerlukan waktu. Tapi pemimpin yang dilahirkan dengan komitmen dan karakter akan mampu mentransformasikan hal itu untuk m e m b u a t r a s a s a l i n g p e rc ay a . Kepercayaan yang bijak dan pandai adalah hal yang dapat mengubah sesuatu. Dalam o r g a n i s a s i , ke m a m p u a n u n t u k membangun, menumbuhkan, menjaga dan mengembalikan semua kepercayaan para pemangku kepentingan maupun r e k a n ke r j a m e r u p a k a n k u n c i kepemimpinan baru.
ilustrasi: istimewa
tersebut, melibatkan rutinitas sehari-hari dan latihan yang terus menerus. Tanpa adanya perilaku nyata, pemahaman dan penerimaan kita akan trust pun tidak berarti apapun. Membangun trust berarti memikirkan suatu kepercayaan dalam cara yang positif, membangun langkah demi langkah, komitmen demi komitmen. Jika trust dianggap sebagai sebuah bentuk resiko dan penuh ancaman, maka tidak ada hal positif yang bisa kita dapatkan. Memang trust selalu berdampingan dengan ketidakpastian, tapi kita harus berusaha membuat diri kita sendiri untuk berpikir bahwa ketidakpastian tersebut sebagai sebuah kemungkinan dan kesempatan, bukan sebagai halangan. Trust merupakan sesuatu hal yang penting bagi sebuah hubungan karena di dalamnya terdapat kesempatan untuk melakukan aktivitas yang kooperatif, pengetahuan, self-respect, dan nilai moral lainnya. Rasanya kerja menjadi ringan, hatipun menjadi tenang.
Membangun trust di tengah situasi saling tidak percaya, sikap membela diri berlebihan, dan keluh kesah antara pegawai harus diawali dengan sikap menghargai dan menerima kepercayaan ilustrasi: istimewa
WARTA ANGGARAN | Edisi 24 Tahun 2012
51
ENGLISH CORNER
ELEMENTARY SCHOOL IN JAPAN AND INDONESIA
foto: istimewa
I
was very impressed with the education system in Japan, especially its elementary education system. I get this impression when I learned and observed the elementary school system in Japan is very effective, then I compared it to my country, Indonesia. The Elementary schools in Japan (Shôgakkô/小学校) More than 99% of Japanese elementary school-age children are enrolled in school. All children enter first grade at age six, and starting school is considered a very important event in a child's life. Virtually all elementary education takes place in public schools; less than 1% of them are private. Private schools tended to be costly, although the rate of cost increases in tuition for these schools had slowed in the 1980s. Some private
52
WARTA ANGGARAN | Edisi 24 Tahun 2012
elementary schools are prestigious, and they serve as a first step to higher-level private schools with which they are affiliated, and thence to a university. Although public elementary education is free, some school expenses are borne by parents, for example, school lunches and supplies. For many families, there are also nonschool educational expenses, for extra books, or private lessons. Costs for private element ar y schools are substantially higher. Course of study The courses of study are consists of a wide variety of subjects, both academic and nonacademic, including moral education and "special activities." "Special activities" refer to scheduled weekly time given over to class affairs and to preparing for the school activities and ceremonies
that are used to emphasize character development and the importance of group effort and cooperation. The lessons of Japanese Junior High School consists of simple Japanese (kokugo), Social Sciences (shakai), Math (suugaku), Natural Science (rika), Music (ongaku), Ar t (bijutsu), Healthy Education (hokentaiiku), Talent (gijutsu katei), Moral Education (doutoku), and English (gaikokugu). The language of companion in that school is Japenes language. This school has the special classes for students who are suffer the mentally handycapped or physical disability where learning process is adapted to the condition of them. Lunch System at Elementary School of Japan I am very impressed with the lunch
ENGLISH CORNER
provision of Elementary School in Japan. Practically all elementary school children receive a full lunch (bentou) at school. Although subsidized by the government, the program is not altogether free. Full meals usually consist of bread, a main dish, and milk. Although the program grew out of concern in the immediate postwar period for adequate nutrition, the school lunch is also important as a teaching device. Frequently, the students also are responsible for serving the lunch and cleaning up. The Elementary School System in Indonesia The Ministry of National Education administers all educational policies, guidelines and implementation in Indonesia. All citizens in the country have to finish 9 years of education, 6 years at elementary level and 3 years at middle school. The constitution stated that education in the country is divided into two parts, formal and non-formal. A formal education is divided again into three levels, primary, secondary and tertiary education.
Unlike in Japan, the costs of education in Indonesia, particularly elementary education, is not free. Although the government launched a free education, but in reality a lot of costs that must be paid for the parents to send their children in elementary school. The parents should buy textbooks, book supporting lessons, exercise books, even uniforms. In the elementary school, each class consists of 25-40 pupils. Each class is led by captain who has task to manage their friends in that class and was chosen by students or by homeroom teacher. Course of study Compared with the primary school curriculum in Japan, in Indonesai is more severe. Actually, the material is relatively the same for instance mathematics, natural sciences, social science, english, moral and ethict also religion. The materials in Indonesia seem more difficult, because of a lot of tasks. It is different from education in Japan, in Indonesia, students are taught to memorize rather than understand. That cause the students less creative in their
activities. Elementary School Students' Eating Habits The most memorable things when I went to elementary school in Japan, is their habit to eat together at lunch time, and habits of the school provide the lunch for students. This is rarely found in primary schools in Indonesia. The students are allowed to buy some foods outside, usually less hygienic and healthy. It was very different from elementary schools in Japan, are very concerned to health, nutritional, hygiene and even calorie content. I can imagine if the system imposed lunch in elementary school at Japan enforced in Indonesia, must make their students healthier. Glossary: Enrolled Virtually Tuition Pupils Homeroom
: : : : :
mendaftarkan hampir biaya pendidikan murid/siswa wali kelas
foto: istimewa
WARTA ANGGARAN | Edisi 24 Tahun 2012
53
POJOK FOTO
FOTOGRAFI PERJALANAN Oleh Fr. Edy Santoso staf Direktorat Anggaran III Ditjen Anggaran Penggemar fotografi, pemilik digital underground studio dan website www.singomoto.com
Kita sering melakukan perjalanan, baik perjalanan dalam rangka dinas maupun perjalanan yang sengaja dilakukan karena liburan atau cuti. Banyak hal yang seringkali kita lewatkan atau hanya dinikmati sesaat saja tanpa ada niat untuk mendokumentasikan peristiwa atau tempat yang menarik tersebut. Bila ada rencana perjalanan dinas atau memang mempunyai rencana untuk melakukan liburan, akan lebih bijaksana bila mulai sekarang membekali diri dengan kamera digital untuk mendokumentasikan perjalanan Anda.
Canon EOS 5D Speed 1/250 sec, f 1/3.2, ISO-400, foc. length 190mm
54
foto: Fr. Edy Santoso
POJOK FOTO
Berikut beberapa tips/saran bila ingin mendokumentasikan perjalanan anda. I. Persiapan a. Waktu Lebih baik melakukan perjalanan dengan lebih terencana dan jauh-jauh hari. Pilih waktu di mana cuaca cukup bersahabat, sehingga bisa maksimal mengekplorasi tempat tujuan. Tentu saja berapa lama akan tinggal di tempat tersebut menjadi pertimbangan. b. Tempat tujuan Jika berlibur maupun melakukan perjalanan dinas, lebih baik mencari informasi sebanyak-banyaknya tentang tempat tersebut. Carilah informasi yang terkait dengan tempat menginap, kuliner, wisata andalan, dll. Informasi bisa diperoleh dari buku, blog, website, dll. c. Dengan siapa ? Kalau melakukan perjalanan dinas, sudah tentu harus melakukannya bersama rekan kerja anda. Tetapi bila melakukan perjalanan dalam rangka liburan, bisa jadi dilakukan bersama pasangan, baik isteri juga anak-anak. Jangan melakukan perjalanan liburan seorang diri, tidak enak banget. Percaya deh…benar-benar tidak enak. d. Peralatan Apabila melakukan perjalanan untuk berlibur, tidak khusus untuk “hunting foto”, peralatan standar yang perlu dibawa adalah kamera digital. Anda bisa membawa kamera pocket digital, DSLR dengan satu lensa yang mempunyai range cukup lebar, misalnya 18-135 mm atau 18-270 mm, sehingga tidak perlu bergantiganti lensa. Mungkin agak repot, tetapi saya sarankan juga membawa tripod dan banterai cadangan.
Canon EOS KISS Digital X Speed 1/500 sec, f 1/4, ISO-400, foc. length 200mm
foto: Fr. Edy Santoso
e. Obyek/Subyek untuk dipotret Akan lebih bijaksana, apabila membuat daftar apa saja yang hendak anda potret. Itulah gunanya mempelajari atau mencari informasi tentang tempat tujuan bepergian.
f. Memory/media penyimpan Fotografer yang bijak dan cerdas akan membawa memory yang kosong dan baterai yang penuh dalam kameranya. Bukan sebaliknya membawa memory yang penuh karena belum ditransfer
ke komputer dan baterai yang kosong karena belum di”charge”. Lebih baik membawa memory yang cukup banyak, karena pasti ada obyek-obyek menarik yang tidak cukup difoto dalam satu jepretan.
WARTA ANGGARAN | Edisi 24 Tahun 2012
55
POJOK FOTO Canon EOS KISS Digital X Speed 1/250 sec, f 1/13, ISO-200, foc. length 25mm
g. Rute perjalanan Bila melakukan perjalanan darat, banyak obyek-obyek menarik yang dilewati yang bisa dipotret. Silakan mencari jalur yang paling mudah dan paling menarik untuk dilewati. Tetapi apabila melakukan perjalanan dengan pesawat udara, jangan simpan kamera ke dalam tas, anda masih bisa memotret awan dan pemandangan lainnya dari jendela cabin. II. Subyek/Obyek Banyak yang bisa direkam atau dipotret di suatu daerah atau lokasi. Beberapa obyek/subyek yang bisa anda rekam, antara lain: a. Manusia Manusia adalah subyek foto yang paling menarik dan bisa diajak kerjasama untuk menghasilkan foto yang dahsyat. Ada beberapa cara atau teknik untuk memotret manusia. - Portrait Portrait adalah teknis memotret manusia secara proporsional, seringkali dengan cara close up atau lebih banyak mengekspose wajah manusia. - Aktivitas manusia Memotret aktivitas manusia ini m e m e r l u k a n ke j e l i a n d a n keberanian, karena seringkali subyek yang kita potret kurang suka. Lebih baik anda meminta izin terlebih dahulu sebelum memotretnya.
foto: Fr. Edy Santoso
- Kegiatan kolosal Yang dimaksud dengan kegiatan kolosal adalah kegiatan yang dilakukan bersama-sama oleh banyak orang. Banyak kegiatan budaya ataupun keagamaan yang dilakukan bersama-sama di suatu tempat.
perjalanan, anda bisa memotret aktivitas rekan perjalanan anda sewaktu melakukan perjalanan dinas bersama. Tetapi apabila anda melakukan perjalanan liburan bersama keluarga, anda bisa memotret aktivitas isteri dan anakanak di setiap lokasi wisata.
- Anak-anak Memotret anak-anak memang tidak mudah, tetapi juga tidak sulit, karena kita bisa memotret segala macam aktivitas mereka secara natural. Banyak kejadian-kejadian lucu dan menggemaskan yang bisa anda potret.
- Etiket/sopan-santun Disarankan sebelum memotret di suatu lokasi, anda meminta izin terlebih dahulu kepada subyek yang akan anda potret.
- Teman perjalanan Berbicara tentang teman
Canon EOS 5D Speed 1/250 sec, f 1/3.2, ISO-400, foc. length 78mm
b. Landscape Landscape atau pemandangan adalah obyek yang paling sering dipotret oleh p a r a t r av e l e r. S e t i a p l o k a s i mempunyai obyek landscape yang tidak dimiliki oleh lokasi lain. Foto-foto lansdscape meliputi gunung/pegunungan, persawahan, hutan, danau, dll. c. Arsitektur/Bangunan Banyak bangunan yang kuno maupun bangunan yang baru atau modern yang bisa diabadikan dengan kamera. Beberapa bangunan bahkan menjadi ciri khas suatu tempat yang tidak dimiliki oleh tempat lain. d. Interior Anda bisa memotret interior kamar hotel di mana anda menginap juga di tempat di mana anda berkunjung. Beberapa lokasi tidak
56
WARTA ANGGARAN | Edisi 24 Tahun 2012 foto: Fr. Edy Santoso
POJOK FOTO foto: Fr. Edy Santoso
Canon EOS 50D Speed 1/200 sec, f 1/4, ISO-3200, foc. length 75mm
mempermasalahkan bila dipotret interiornya menggunakan kamera digital. e. Street/transportation Kondisi jalanan dan bangunan di kiri kanannya di mana anda berkunjung menarik juga untuk dipotret, juga alat transpor t asi yang digunakan. Beberapa lokasi mempunyai alat transportasi umum yang menarik dan mempunyai bentuk yang unik. Kalau anda jeli, bentuk becak di Yogyakarta berbeda dengan becak yang ada di kota lain. f. Acara/perayaan/karnaval Kalau beruntung atau memang sudah dijadwalkan perjalanan secara baik, beberapa tempat mempunyai kegiatan atau acara yang menarik dan melibatkan banyak sekali manusia.Di Jember misalnya, setiap bulan Agustus selalu diadakan Jember Fashion Week, yaitu peragaan busana dengan jalan utama Kota Jember sebagai “catwalk”nya. g. Entertainment/Pertunjukan Beberapa daerah mempunyai jadwal pertunjukan tari, musik, maupun Canon EOS 5D Speed 1/250 sec, f 1/3.2, ISO-400, foc. length 120mm
memotret pertunjukan Sendratari Ramayana setiap malam di Pura Wisata, atau di Pelataran Candi Prambanan setiap hari Sabtu di bulan April s.d. Oktober. h. Makanan dan Minuman Makanan atau minuman yang disajikan kepada kita sebagai hidangan makan pagi, makan siang, maupun makan malam bisa menjadi obyek yang menarik. Dengan sudut-sudut kreatif, makanan dan minuman yang biasa pun akan menjadi sebuah foto yang sangat menarik. Di beberapa res toran, mereka menyajikan makanan dengan unik dan artistik. i. Kehidupan liar Kadang tempat yang kita kunjungi juga mempunyai tempat konservasi atau suaka margasatwa. Luangkan waktu sebentar untuk memotret satwa di habitatnya yang asli.
j. Ikon suatu tempat Di setiap daerah pasti mempunyai bangunan atau benda yang menjadi lambang atau ikon suatu daerah. Misalnya Jam Gadang di Bukit Tinggi, Tugu Monas di Jakarta, dll. III. Penutup Setelah kembali ke rumah, kalau belum sempat mentransfer semua foto ke dalam computer, jangan lupa untuk mentransfer semua foto di kamera ke computer. Setelah proses transfer selesai, disarankan untuk menformat memory tersebut dengan menggunakan kamera. Bersihkan dan simpan kamera dengan baik, untuk melakukan perjalanan berikutnya di tempat-tempat baru yang menarik.
Foto diambil dua tahun lalu tepatnya pada bulan Januari 2010 dari Puncak Pananjakan, tempat terbaik untuk menyaksikan matahari terbit di Gunung Bromo Jawa Timur. Canon EOS 500D Manual exposure, speed 1/80 sec, f 1/16, ISO-400, foc. length 10mm
foto: Fr. Edy Santoso
budaya lainnya secara bulanan ataupun tahunan. Setiap daerah mempunyai budaya yang berbedabeda, sehingga anda mempunyai pilihan obyek yang bervariasi, misalnya. - Pertunjukan tari - Musik - Olah raga - Kehidupan malam Di Yogyakarta, anda bisa melihat dan
foto: Budi S.
WARTA ANGGARAN | Edisi 24 Tahun 2012
57
RESENSI
Performance Coaching : Metode Baru Mendongkrak Kinerja Karyawan Penulis : Carol Wilson Penerbit : PPM Management Tebal : 290 halaman
PERSPEKTIF BARU DALAM MEMANDANG DUNIA PELATIHAN
A
pakah anda pernah membayangkan bahwa setiap menit yang anda dedikasikan untuk pekerjaan anda bisa membawa perubahan yang sangat besar dalam kemajuan unit tempat anda bekerja? Dan apakah anda tahu bahwa Pelatihan Kinerja dapat membantu individu dan organisasi untuk mencapai potensi maksimum, menjawab tantangan dan memenuhi target yang spesifik, dan pada akhirnya akan menghasilkan perkembangan individu dan organisasi serta membantu dalam menciptakan keseimbangan dalam bekerja? Carol Wilson , Seorang pakar HRD berusaha untuk menyampaikan pesan mulia tersebut melalui bukunya “Performance Coaching : Metode Baru Mendongkrak Kinerja Karyawan”. Dalam buku ini, Wilson sebagai penulis memulai penyampaian pesannya tersebut dengan membagi buku ini menjadi dua bagian. Bagian pertama buku ini menceritakan sejarah dan prinsipprinsip utama dalam bidang pelatihan SDM, menjelaskan perbedaan mendasar antara bidang ini dengan bidang lain yang terkait dan memberikan contoh bagaimana bidang ini bisa memfasilitasi perubahan budaya kerja dalam sebuah organisasi. Tidak hanya itu, penulis juga memberikan panduan-panduan mendasar teknik pelatihan beserta contoh dan petunjuk praktis cara
58
WARTA ANGGARAN | Edisi 24 Tahun 2012
membawakan sesi pelatihan secara rapi dan terstruktur. Bagian kedua buku ini memberikan contoh-contoh model dan kelengkapan termutakhir yang sering digunakan dalam sebuah sesi pelatihan yang baik dan disertai dengan lembar-lembar kerja, latihan dan evaluasi yang sudah terbukti kualitasnya. Petunjuk Praktis Dalam buku ini, penulis menekankan bahwa alih-alih memberikan nasihat bagaimana melakukan sesuatu dengan benar, pelatihan sejatinya adalah salah satu cara dalam memfasilitasi proses pembelajaran yang ditentukan oleh individu itu sendiri. Berkaitan dengan hal diatas, penulis memberikan beberapa tips sederhana dalam membawakan sesi pelatihan, antara lain : 1. Selalu usahakan agar sesi pelatihan direncanakan dalam struktur yang jelas dengan keluaran dari tiap-tiap sesi yang juga jelas. 2. Gunakan kata-kata yang jelas dan tidak ambigu dalam sesi pelatihan agar dapat mengalir dengan baik. 3. Dalam sesi evaluasi pelatihan, gunakan metode umpan balik mengenai diri sendiri. Artinya, trainer meminta peserta untuk mengevaluasi dirinya sendiri dan mencoba merefleksikan dengan apa yang mereka dapat selama
proses pelatihan sehingga mereka akan mampu untuk membuat solusinya sendiri. Kegunaan buku ini dalam pengembangan individu dalam organisasi Buku ini bisa menjadi panduan lengkap bagi para staf yang bertanggungjawab dalam pengembangan SDM dalam sebuah organisasi karena buku ini menyediakan starter kit bagi para pemula dalam bidang pelatihan, termasuk di dalamnya tips-tips praktis, contoh, serta instruksi-instruksi mendetail dalam membawakan suatu sesi pelatihan. Bagi para pakar di bidang pelatihan pun, buku ini bisa menjadi sangat membantu karena menyediakan panduan referensi termutakhir dengan disertai studi kasus bertaraf internasional. Bagi para individu pun buku ini bisa menjadi sangat berguna karena memberikan perspektif baru dalam memandang dunia pelatihan secara khusus dan bidang Pengembangan Sumber Daya Manusia pada umumnya. Hisyami Adib.A Pustakawan DJA
INTERMEZO
Bang Bujed
Ada trilateral meeting, sosialisasi, APBN-P, reward-punishment, entah apalagi...
WARTA ANGGARAN | Edisi 24 Tahun 2012
59
Selamat Hari Raya Idul Fitri 1433 H
taqobalallahu minna wa minkum
semoga Allah menerima amalku dan amal kalian...
© arbirajab