SAMBUTAN
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan hidayahNya serta kerja keras penyusun telah berhasil menyusun Materi Penyuluhan yang akan digunakan bagi para penyuluh dan pelaku utama maupun pelaku usaha. Oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih kepada para penyusun yang telah mencurahkan pikiran, waktu, dan tenaganya, sehingga materi ini siap untuk digunakan.
Materi Penyuluhan merupakan salah satu bagian yang penting dalam penyelenggaraan suatu penyuluhan agar pelaksanaan dapat berjalan dengan baik dan tujuan dapat tercapai. Kami berharap materi ini akan memberikan kontribusi yang positif terhadap pencapaian tujuan dari Penyelenggaraan Penyuluhan Kelautan dan Perikanan.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan materi penyuluhan ini masih banyak kekurangan. Kritik, usul, atau saran yang konstruktif sangat kami harapkan sebagai bahan pertimbangan untuk penyempurnaannya di masa mendatang.
Jakarta, Nopember 2011
Kepala Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan
i
KATA PENGANTAR
Buku materi pokok penyuluhan ini berjudul ‘Budidaya Kakap Putih (Lates calcarifer Bloch) merupakan informasi yang memuat tentang pengenalan ikan kakap putih, metode pembenihan dan pembesaran ditambak serta dikaramba jaring apung (KJA). Sebagai bahan bacaan yang praktis dilengkapi dengan evaluasi dan latihan, sehingga di peroleh gambaran metode dan alur kegiatan budidaya kakap putih. Semoga buku ini dapat bermanfaat dan dapat disempurnakan lebih lanjut dimasa mendatang. Akhir kata penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian buku ini.
Jakarta, Nopember 2011
Penulis
ii
DAFTAR ISI
SAMBUTAN………………………………………………………………….............................
i
KATA PENGANTAR…………………………………………………………………………….
ii
DAFTAR ISI………………………………………………………………………………………
iii
PETUNJUK PENGGUNAAN MODUL…………………………………………………………
v
MATERI POKOK 1 Mengenal Ikan Kakap Putih (Lates Carcarifer Bloch)
1
1.1 Uraian Singkat Kakap Putih……………………………………….....……………….. 1.2 Taksonomi dan Morfologi…………………………………………….....……………. 1.3 Habitat dan Siklus Hidup..…………………………………………………………….. MATERI POKOK 2 Pembenihan Ikan Kakap Putih (Lates calcarifer Bloch)
1 2 3 5
2.1
Uraian Singkat Pembenihan Ikan Kakap Putih………...........................................
5
2.2 2.3 2.4 2.6 2.7 2.8
Persyaratan Lokasi ………………………………………………………………........ Wadah Produksi telur dan Larva ………………………………………………........ Pendederan di Tambak………………………………………………………………. Persyaratan Induk Kriteria Kuantitatif …………………………………………........ Bahan-Bahan Kegiatan Pembenihan………………………………………………. Cara Kerja Penebaran Benih……….....................................................................
6 6 7 8 9 11
2.9 2.10 2.11 2.12 2.13
Perkembangan Larva…………………………………………………………………. Pengelolaan Air Pemeliharaan……………………………………………………… Pemberian Pakan…………………………………………………………………....... Panen Juvenil……………………………………………………………….................. Penyakit Ikan Kakap Putih dan Penanggulannya…………………………….........
14 14 17 21 23
MATERI POKOK 3 Pembesaran Kakap Putih di Karamba Jaring Apung (KJA) 3.1 Uraian Singkat Karamba Jaring Apung…………………………………………… 3.2 Pemilihan Lokasi…………………………………………………………………….. iii
27 27
Sarana dan Alat Budidaya ………………………………………………………….. Pembuatan Rakit Terapung dan Rakit ……………………………………………. Benih dan Padat Tebar........................................................................................ Kegiatan Pendederan.......................................................................................... Kegiatan Pembesaran......................................................................................... Pakan dan Pemberian Pakan.............................................................................. Penyakit dan Penanggulannya …………………………………………………….
28 30 32 32 32 33 33
MATERI POKOK 4 Pembesaran Kakap Putih di Tambak 4.1 Uraian Singkat Pembesaran diTambak............................................................... 4.2 Cara Pemeliharaan.............................................................................................. LATIHAN…………………………………………………………………………………..........
35
RANGKUMAN………………………………………………………………………………….
38
EVALUASI…………………………………………………………………………………........
40
UMPAN BALIK.................................................................................................................
41
KUNCI JAWABAN………………………………………………………………………...........
43
ISTILAH-ISTILAH……………………………………………………………………………….
45
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………………........
47
3.3 3.4 3.5 3.6 3.7 3.8 3.9
iv
35 37 37
Petunjuk Penggunaan Modul
1. Pelajari daftar isi serta skema kedudukan modul dengan cermat dan teliti karena dalam skema modul akan nampak kedudukan modul yang sedang Anda pelajari ini antara modul-modul yang lain. 2. Perhatikan langkah-langkah dalam melakukan pekerjaan dengan benar untuk mempermudah dalam memahami suatu proses pekerjaan, sehingga diperoleh hasil yang optimal. 3. Pahami setiap teori dasar yang akan menunjang penguasaan materi dengan membaca secara teliti. Bilamana terdapat evaluasi maka kerjakan evaluasi tersebut sebagai sarana latihan. 4. Jawablah soal dengan jawaban yang singkat dan jelas serta kerjakan sesuai dengan kemampuan Anda setelah mempelajari modul ini. 5. Bila terdapat penugasan, kerjakan tugas tersebut dengan baik dan bila 6. perlu konsultasikan hasil penugasan tersebut kepada guru/instruktur. 7. Catatlah semua kesulitan anda dalam mempelajari modul ini untuk ditanyakan pada guru/instruktur pada saat tatap muka. Bacalah referensi lain yang ada hubungan dengan materi modul ini agar Anda mendapatkan pengetahuan tambahan.
v
Materi Pokok 1
Mengenal Ikan Kakap Putih (Lates Carcarifer Bloch)
Setelah mempelajari materi ini, pelaku utama usaha budidaya mengetahui habitat dan penyebaran kakap putih 1.1.
Uraian Singkat Kakap Putih Indonesia memiliki potensi sumber daya perairan yang cukup besar
untuk usaha budidaya ikan, namun usaha budidaya ikan kakap belum banyak berkembang, sedangkan di beberapa negara seperti: Malaysia, Thailand dan Singapura, usaha budidaya ikan kakap dalam jaring apung (floating net cage) di laut telah berkembang. Ikan Kakap Putih (Lates calcarifer, Bloch) atau lebih dikenal dengan nama seabass/Baramundi merupakan jenis ikan yang mempunyai nilai ekonomis, baik untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dalam negeri maupun ekspor. Produksi ikan
kakap
di
indonesia
sebagian
besar
masih
dihasilkan
dari
penangkapan di laut, dan hanya beberapa saja diantarannya yang telah di hasilkan dari usah pemeliharaan (budidaya). Salah satu faktor selama ini yang menghambat perkembangan usaha budidaya ikan kakap di indonesia adalah masih sulitnya pengadaan benih secara kontinyu dalam jumlah yang cukup. Kakap Putih , (Lates calcarifer) dalam bahasa Jepang sebagai Akame (Jepang : アカメ), dalam bahasa China sebagai Hu Bo Yu ( China : 琥 泊鱼), juga dikenal sebagai Asian Seabass, Kakap putih yang termasuk
1
dalam keluarga Latidae di ordo Perciformes adalah salah satu jenis ikan catadromous yang bermigrasi dari air tawar ke air laut untuk berkembang biak. Jenis asli tersebar secara luas di kawasan Indo Pasifik barat, mulai dari Teluk Persia, sepajang Asia Tenggara sampai ke Papua New Guinea dan Australia bagian Utara. Dikenal dalam bahasa Thailand sebagai Pla Krapong (Thai: ปลากระพง), Kakap putih cukup terkenal di masakan Thailand. Potensi lahan budidaya yang cukup memberikan peluang, dengan penawaran harga yang cukup menarik merupakan daya dukung tersendiri bagi terselenggaranya kegiatan budidaya (pembenihan dan pembesaran) dalam rangka diversifikasi usaha. 1.2.
Taksonomi dan Morfologi Ikan kakap putih diberi nama pada tahun 1790 oleh M.E Bloch, yang
menerima contoh ikan ini dari pedagang Belanda di Eropa dari wilayah perairan Indo-Pasifik. Taksonomi ikan kakap putih adalah sebagai berikut : Phillum
: Chordata
Sub phillum
: Vertebrata
Klas
: Pisces
Subclas
: Teleostei
Ordo
: Percomorphi
Famili
: Centropomidae
Genus
: Lates
Species
: Lates carcarifer (Bloch, 1790)
2
Ciri-ciri morfologis antara lain adalah: a. Badan memanjang, gepeng dan batang sirip ekor lebar. b. Pada waktu masih burayak (umur 1- 3 bulan) warnanya gelap dan setelah menjadi gelondongan (umur 3-5 bulan) warnanya terang dengan bagian punggung berwarna coklat kebiru-biruan yang selanjutnya berubah menjadi keabu-abuan dengan sirip berwarna abu-abu gelap. c. Mulut lebar, sedikit serong dengan gigi halus. d. Bagian atas penutup insang terdapat lubang kuping bergerigi. e. Sirip punggung berjari-jari keras sebanyak 3 buah dan jari-jari lemah sebanyak 7– 8 buah. f.
Perbedaan jantan dan betina dapat dilihat pada Gambar berikut :
a
b
Gambar 1. Perbedaan jenis kelamin induk kakap putih, a = induk jantan, b = induk betina ikan kakap putih (Marwiyah, 2001). 1.3.
Habitat dan Siklus Hidup Ikan kakap putih secara luas di wilayah tropis dan sub tropis termasuk
Pasifik Barat dan Lautan India, secara geografis terletak antara garis bujur 50°E160°W garis lintang 24°N– 25°S. Ikan kakap putih melakukan migrasi melewati seluruh perairan bagian utara dari Asia, southward ke Queensland dan menuju
3
ke barat yaitu daerah Timur Afrika ( FAO, 1974). Lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 2. Ikan kakap putih merupakan jenis ikan euryhaline dan katadromous. Ikan matang gonad ditemukan dimuara-muara sungai, danau atau laguna dengan salinitas air antara 10-15 ppt. Larva yang baru menetas (umur 15-20 hari atau ukuran panjang 0,4 – 0,7 cm) terdapat sepanjang pantai atau muara sungai, sedangkan larva yang berukuran 1 cm dapat ditemukan di perairan tawar seperti sawah dan danau.
=
Perairan habitat kakap putih
ikan
Gambar 2. Distribusi ikan kakap putih (FAO, 1974). rendah jika akan memijah menuju daerah Habitat pemijahan ikan kakap putih berada pada daerah yang bersalinitas yang berkisar antara 30-32 ppt, telur yang telah keluar akan menuju pantai dan larva akan hidup di perairan yang bersalinitas 29-30 ppt, kemudian dengan bertambahnya ukuran larva bermigrasi ke air payau hingga pada umur dewasa akan hidup diperairan yang bersalinitas yang bersalinitas antara 30-32 ppt.
4
Materi Pokok 2
Pembenihan Ikan Kakap Putih (Lates calcarifer Bloch)
Setelah mempelajari materi ini, pelaku utama usaha budidaya mengetahui dan mampu melakukan kegiatan pembenihan kakap putih 2.1. Uraian Singkat Pembenihan Ikan Kakap Putih Ikan kakap putih (Lates calcarifer, Bloch) merupakan jenis ikan yang mempunyai nilai ekonomis tinggi, baik untuk memenuhi kebutuhan konsumsidalam negeri maupun luar negeri. Pada mulanya produksi kakap putih diperoleh dari hasil sampingan dari budidaya di tambak, namun sekarang ikanini sudah khusus dibudidayakan pada kurungan apung di laut. Permasalahan utama dalam budidaya adalah terbatasnya benih yang tersedia baik dalam jumlah dan mutu secara terus menerus dan berkesinambungan. Dengan menggantungkan benih dari alam tentu saja tidak memadai karena jumlah yang didapat sangat terbatas, tingkat keseragamannya rendah dan kontinuitasnya tidak terjamin. Pembenihan kakap putih skala besar yang dikelola oleh swasta sampai saat ini belum ada. Produksi benih ikan kakap putih yang terdiri dari ukuran D12, D30 dan D60 kelas benih sebar adalah suatu rangkaian kegiatan pra produksi, proses produksi dan pemanenan untuk menghasilkan benih ikan kakap putih kelas benih sebar (SNI 01-6146-1999). Potensi lahan budidaya yang cukup memberikan peluang, dengan penawaran harga yang cukup menarik merupakan daya dukung tersendiri
5
bagi terselenggaranya kegiatan budidaya (pembenihan dan pembesaran) dalam rangka diversifikasi usaha. 2.2. Persyaratan Lokasi Persyaratan lokasi sebagai tempat pembenihan ikan kakap putih sebagai berikut: a.
Letak unit produksi di tepi pantai untuk memudahkan perolehan sumber air laut pantai tidak terlalu landai dengan kondisi dasar laut yang tidak berlumpur dan mudah dijangkau untuk memperlancar transportasi.
b.
Air laut : harus bersih, tidak tercemar dengan salinitas 28 ppt – 35 ppt.
c.
Sumber air laut : dapat dipompa minimal 20 jam per hari.
d.
Sumber air tawar : tersedia atau sumber air payau dengan salinitas maksimal 5 ppt.
2.3. Wadah Produksi telur dan Larva a.
Wadah pemijahan untuk memanipulasi hormonal bentuk bulat atau lonjong dengan volume 20 ton.
b.
Wadah pematangan gonad dan pemijahan manipulasi lingkungan : bentuk bulat, kedalaman 2,5 m - 3,5 m, volume 50 ton.
6
c.
Wadah pemanenan telur : kantung jaring halus dengan ukuran mata 300 mikron
d.
Penampungan telur : wadah dengan volume 50 liter - 500 liter.
e.
Wadah pemeliharaan larva : bak ukuran (5 x 2 x 1,25) m3, volume air 10 ton.
f.
Wadah pemeliharaan plankton : bak volume minimal 10 m3 dengan total volume 200% dari total volume bak larva.
g.
Wadah penetasan artemia : wadah berbentuk kerucut volume 20 liter – 500 liter.
h.
Wadah penampungan air : bak dengan kapasitas minimal 30% 40% dari total bak larva dan bak pakan alami. Saluran pemasukan dan pembuangan air : pipa PVC dan saluran tembok kedap air.
2.4. Pendederan ditambak Wadah unit pendederan di tambak : berupa tambak dengan konstruksi tembok atau tanah dengan luas (100 – 200) m2 dengan ketinggian air tambak 90 – 100 cm atau dengan menggunakan hapa ukuran (1 x 1 x 1,25) m3 yang dipasang di tambak yang lebih luas dengan ketinggian air dalam hapa 90 m - 100 m.
7
2.5. Persyaratan Induk Kriteria Kuantitatif 1. Asal :dari hasil penangkapan di alam dan hasil pembesaran benih sebar yang berasal dari keturunan pertama induk alam, induk dasar atau induk penjenis yang dilakukan secara selektif. 2. Warna : bagian atas abu-abu kehitaman, bagian samping putih keperakan, cerah dan tidak gelap atau pucat. 3. Bentuk tubuh : badan memanjang, ramping, batang sirip ekor lebar, kepala lancip dengan bagian atas cekung dan menjadi cembung di depan sirip punggung, ikan jantan badannya lebih silindris sedangkan ikan betina lebih lebar, gigi viliform, tidak ada taring, tepi bawah dari preoperculum terdapat duri yang kuat, pada operculum terdapat duri kecil bergerigi di atas garis lateral, ( lihat Gambar 1) 4. Kesehatan : anggota organ tubuh lengkap, tidak cacat, tidak tampak kelainan bentuk, sehat dan bebas penyakit. Tabel. 1 Persyaratan Induk Kuantitatitif No Kriteria kuantitatif 1
Jantan
Umur Umur induk hasil budidaya >2,5
Betina >3
(tahun) 2
Panjang total (cm)
45 – 55
>57
3
Berat badan (kg)
2 –3
>3,5
8
2.6. Bahan-bahan Kegiatan Perbenihan a. Induk kakap putih dari alam dan hasil budidaya b. Pakan induk : ikan segar dengan kadar protein tinggi dan lemak rendah c. Bahan kimia dan obat-obatan : antibiotika yang diijinkan, bahan pengkaya pakan hidup, dan chlorin/kaporit. d. Pakan: pakan hidup (Chlorella/Tetraselmis/Dunaliella), Brachionus, artemia, pakan segar (daging ikan segar yang dihaluskan, udang rebon) dan pakan buatan dengan kandungan protein > 40% dan lemak < 12% e. Pupuk : pupuk organik dan atau anorganik. f. Bahan kimia dan obat-obatan : antibiotika yang diijinkan, bahan pengkay pakan 2.7. Peralatan dan Sarana Kegiatan Pembenihan a) Produksi telur 1) Pembangkit listrik : generator set adan atau PLN 2) Pompa air laut : 2 unit dengan kapasitas memompa air laut masing masing pompa minimal 200% dari total volume bak induk per hari 3) Pompa air tawar : 1 unit 4) Blower : 2 unit 9
5) Frezer : 1 unit 6) Peralatan lapangan : selang, ember, batu aerasi, serok/seser, gayung, egg collector, dan hapa. b) Pendederan di bak 1) Pembangkit listrik : generator set dan atau PLN sesuai kebutuhan 2) Pompa air laut : 2 unit dengan kemampuan memompa masing-masing pompa minimal 150 % per hari dari total volume wadah produksi telur 3) Blower : 2 unit dengan kapasitas masing-masing sesuai kebutuhan. 4) Peralatan lapangan : selang, ember, batu aerasi dan pemberat, serok/lambit/seser, gayung, alat pemisah ikan (grading) dan hapa. 5) Pengukur kualitas air : termometer, salinometer atau refraktometer, DO meter, dan kertas lakmus atau pH meter. c) Produksi benih di tambak 1) Pompa air laut : kapasitas memompa > 30% per hari dari total volume tambak 2) Peralatan lapangan : ember, seser/serok, gayung, alat pemisah ikan (grading), peralatan persiapan tambak, dan peralatan panen.
10
3) Pengukur kualitas air : termometer, salinometer atau refraktometer, DO meter, dan kertas lakmus atau pH meter. 2.8. Cara Kerja Penebaran Benih. Penebaran larva dilakukan dengan dua cara yaitu penebaran telur atau penebaran larva. Penebaran larva dilakukan beberapa jam setelah telur yang ditetaskan dalam wadah penetasan sudah terlihat menetas semua. Penebaran larva ke dalam bak pemeliharaan larva harus segera dilakukan karena kondisi yang padat di dalam wadah penetasan akan dapat menurunkan kualitas larva disamping itu juga akan dapat menurunkan kualitas air media. Telur hasil pemijahan diseleksi; telur yang dibuahi dan berkualitas baik akan mengapung dipermukaan air. Sebelum diteteskan, telur perlu direndam dalam larutan Acriflavine 5 ppm selama 1 menit sebagai sebagai desinfektan. telur ditetaskan di bak penetasan yang sekaligus menjadi bak Pemeliharaan larva dengan padat penebaran 60.000 - 100.000 butir/m3; kadar garam 28 – 30 ppt dan suhu air 26 – 280C. Pada kondisi seperti ini, telur akan menetas dalam waktu 17 - 18 jam dengan tingkat penetasan telur berkisar 80 – 90%. Cara yang kedua dalam penebaran
larva
adalah
penebaran telur secara
langsung
pemeliharaan larva, teknik ini mempunyai kelemahan
dalam
bak
yaitu seringkali
menyebabkan air media pemeliharaan larva menjadi keruh dan berbusa (Sutrisno et al., 1999).
Keuntungan lain dari penebaran telur ini adalah
mengurangi stress pada larva yang masih sangat sensitif sehingga mengurangi kematian. Perkembangan telur dapat dilihat pada Gambar 3.
11
1
2
7
8
13
3
4
5
9
10
11
14
15
16
Gambar 3. Perkembangan telur (Kungvankij, 1981). Keterangan : 1 : Telur terbuahi 2 : Pembelahan telur menjadi 1 sel 3 : Pembelahan telur menjadi 2 sel 4 : Pembelahan telur menjadi 4 sel 5 : Pembelahan telur menjadi 8 sel 6 : Pembelahan telur menjadi 16 sel 7 : Pembelahan telur menjadi 32 sel 8 : Pembelahan telur menjadi 64 sel 9 : Pembelahan telur menjadi 128 sel 10 : Pembelahan telur menjadi blastrula 12 : Pembelahan telur menjadi gastrula 13 : Pembelahan telur menjadi neurola
12
6
12
14 : Telur mulai berkembang menjadi embrio 15 : Larva yang baru keluar dari kuning telur 16 : Larva umur D1. Perkembangan telur secara jelas dapat dilihat pada Tabel berikut : Tabel 2. Perkembangan telur ikan kakap putih( Sumber Kungvanjik 1981). Lama waktu setelah pemijahan
Stadia Perkembambangan Embrio
Jam
Menit
Pembuahan
-
5
2-sel
-
35
4-sel
-
55
8-sel
1
10
16-sel
1
30
32-sel
1
50
64-sel
2
20
128-sel
3
-
Stadia Blastula
5
2
Stadia Gatrula
7
5
Stadia Neurola
9
10
Stadia Embrionik
11
50
Larva mulai menetas
15
30
Larva telah keluar dari cangkang
18
-
13
2.9. Perkembangan larva Larva berumur 1-2 hari (D.1-D.2) berwarna putih transparan, bersifat planktonis, bergerak mengikuti arus, sistem penglihatan belum berfungsi, serta masih mempunyai yolk egg sebagai cadangan makanan sehingga larva belum membutuhkan pakan tambahan dari luar tubuhnya. Pada saat kakap putih berumur 3 hari cadangan makanan atau kuning telur sudah terserap habis, mulut dan sistem penglihatan sudah mulai berfungsi sehingga larva membutuhkan pakan tambahan. 2.10. Pengelolaan Air Pemeliharaan Perkembangan dan survival rate
larva sangat bergantung pada
parameter lingkungan pemeliharaan, yang diantaranya adalah intensitas cahaya, aerasi, suhu, dan salinitas. Salinitas yang baik dalam pemeliharaan berkisar antara 30-31 ppt, dengan kisaran suhu 26-290C (Kungvankij, 1988). Menurut Sugama et al. (2003) pemeliharaan larva dapat dilakukan dengan menggunakan metode green water. Alga yang digunakan untuk metode ini adalah Nannochloropsis dengan kepadatan 300.000 sampai 500.000 sel/ml. Kungvankij (1988) menambahkan bahwa alga jenis Tetraselmis sp. dan Chlorella spp. juga dapat ditambahkan pada bak pemeliharaan yang berfungsi sebagai pakan bagi
14
rotifer. Isochrysis saat ini juga mulai digunakan pada media pemeliharaan untuk menciptakan lingkungan green water pada media pemeliharaan (Mustamin, 2004). Suhu memiliki pengaruh yang besar terhadap perkembangan larva yaitu pada efisiensi konsumsi kuning telur, pertumbuhan, tingkat konsumsi pakan, laju metamorfosis, tingkah laku, kecepatan renang, dan kecepatan metabolisme. Penelitian Sugama et al. (2004) menunjukkan bahwa kecepatan pertumbuhan dan tingkat konsumsi pakan larva akan meningkat sejalan dengan peningkatan suhu. Kecepatan pertumbuhan tertinggi dicapai pada suhu 32 0C dan tingkat konsumsi pakan pada suhu 31 0C. Walaupun demikian penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa suhu optimal untuk menghasilkan survival rate larva yang optimal adalah 28 0C dimana survival rate
adalah 48,11 %. Cahaya sangat
berperan dalam aktifitas larva memakan pakan yang diberikan. Larva pada stadia awal memerlukan intensitas cahaya 1000 lux dan fotoperiod lebih dari 10 jam untuk memburu pakan secara optimal. Sugama et al., (2001) berpendapat bahwa pada musim hujan intensitas cahaya sangat lemah dan fotoperiod sangat singkat. Keadaan ini sering menimbulkan kegagalan pada awal pemeliharaan larva. Setelah larva berumur 10 hari larva cenderung bergerombol pada
15
permukaan air di satu tempat yang diakibatkan oleh tersangkutnya larva pada permukaan air karena sirip punggung dan dada yang mulai tumbuh. Sugama et al. (2003) selanjutnya mengatakan bahwa untuk mencegah naiknya larva dapat dipasang diatas bak lampu TL (40 watt) dengan intensitas cahaya minimum 800 lux. Air yang digunakan harus disaring dengan saringan pasir (sand filter) pada saat awal penebaran, berlangsung di tangki bervolume 10 ton yang diisi air sekitar 7 ton, hingga hari ke 7 tidak ada pergantian air, hanya menambahkan plankton Chlorella dengan kepadatan 300-500 ribu/ml yang dipakai sebagai peredup dan makanan rotifer di dalam bak pemeliharaan larva. Jika plankton sebagai pewarna kurang hijau bisa dibantu dengan pemberian elbaju 1 ppm selain sebagai antiseptik. Pada hari ke 9-22 air dalam tangki telah mencapai sekitar 9 ton, pergantian air mulai dilakukan sebanyak 10-20%. Menurut Rodriguez
et al.
(2004)
pergantian air
dilakukan mulai dari 10-50%.
selanjutnya prosentase pergantian ditingkatkan 100% hingga stadia benih. Pembersihan dasar bak yang dilakukan dengan cara penyiphonan yang dilakukan pada hari ke 9 atau ke 11 secara pelan-pelan, setelah diberi pakan buatan penyiphonan dilakukan setiap hari. Sugama et al. (2003) memberikan
16
standar perlakuan dan pergantian air pada bak pemeliharaan larva ikan kakap putih. Pengolahan air di bak pemeliharaan larva dilakukan dengan cara penggantian air setiap hari, diusahakan kadar garam dan suhu air berkisar antara 28 - 30 ppt dan 26–280C, banyaknya air yang diganti disesuaikan dengan umur larva. 80 % 50 % 10 % sampai 20 % Belum pergantian air
0
10
Hari
20
30
40
Gambar 4. Perlakuan dan pergantian air pada bak pemeliharaan larva ikan kakap putih (Tarwiyah, 2001 dalam www.ristek.go.id, 2007).
2.11. Pemberian Pakan Tiga jenis pakan yang biasa dipakai untuk pemeliharaan larva adalah rotifer, artemia dan pakan buatan. Ada dua jenis rotifer menurut ukuran yaitu SS (super smal) dengan ukuran panjang lorica 120-140 µm dan S (smal) dengan
17
Cacahan Ikan
Artemia Muda Naupli Artemia Rotifer Chlorella
0
3
Hari
10
20
30
40
Gambar 5. Skema Pemberian Jenis Pakan pada Larva Ikan Kakap Putih (Tarwiyah, 2001 dalam www.ristek.go.id, 2007).
ukuran panjang lorica 180-200 µm (Sugama et al., 2003). Adapun panduan pemberian pakan pada pemeliharaan larva ikan kakap putih sebagai berikut. a. Pemberian Rotifera Rotifera jenis SS diberikan pada saat mulut larva mulai terbuka yaitu hari ke-2 setelah menetas dengan kepadatan 5-7 ind/ml. Untuk mengetahui sisa rotifer di dalam air pemeliharaan dihitung kepadatannya dua kali sehari (pagi dan sore). Penambahan rotifera dilakukan jika kepadatannya kurang dari 5 ind/ml. Mulai umur 5 hari larva diberi pakan rotifera jenis S dengan kepadatan 8-10 ind/ml, rotifera diberikan hingga umur 20-24 hari (Sugama et al., 2003).
18
Gambar 6. Rotifera (Lavens dan Sorgeloos, 1996). Rotifera yang diberikan pada larva dapat diperkaya kandungan nutrisinya dengan cara memberikan pakan fitoplankton yang memiliki kandungan asam lemak (HUFA) tinggi, asam lemak tersebut yaitu eicosapentanoic acid (EPA 20:5n-3 dalam Nannochloropsis sp.) dan decoshexanoic acid (DHA 22:6-3 dalam Nannochloropsis sp., Isochrysis galbana, atau Tetraselmis sp.) (Pillay dan Kutty, 2005). Bahan pengkaya lain yang dapat digunakan adalah Selco yang bisa dibeli dipasaran (Ismi, 2005). Rotifera yang diperkaya dengan protein selco dapat mencapai kandungan lipid hingga 18 % yang terdiri dari 24,4 mg/g berat kering EPA, 70,6 mg/g berat kering DHA dan 2,9 mg/g DHA (Lavens dan Sorgeloos, 1996). Walaupun demikian perlu diwaspadai kandungan lipid yang tinggi ini karena menurut Rimmer et al. (2004) kandungan lipid diatas 15% dapat mengakibatkan penimbunan lemak pada larva dan mengurangi survival rate.
19
b. Naupli Artemia Pemberian naupli
artemia
dimulai pada tingkatan D.10-D.20 dengan
kepadatan 1-3 ind/ml, sebelum diberikan pada larva terlebih dahulu diperkaya dengan Nannochloropsis selama 12-16 jam dengan kepadatan 100-200 ekor/ml, pemberian naupli artemia dilakukan pada pagi, siang dan sore hari. Naupli artemia vitamin C (asam
mengandung
asam amino, pigmen (cantaxhantin),
askorbat 2-sulfat) dan mineral.
Artemia juga dapat
terkontaminasi bahan kimia sehingga mengandung pestisida atau logam berat. Pada tiap strain artemia memiliki kandungan yang berbeda, tergantung pada kondisi dan teknik kulturnya. Tetapi tingkat kandungan nutrisi artemia kurang berpengaruh pada keberhasilan pembenihan larva kakap putih (Van Stappen, 1996 dalam Akbar, 2002). Hal yang perlu diperhatikan adalah membuang artemia yang tidak termakan pada bak pemeliharaan larva, artemia tidak boleh dibiarkan lebih dari satu hari karena artemia yang tersisa ini akan mengakibatkan penyakit lordosis dan dapat meningkatkan mortalitas larva (Sugama et al., 2003). c. Pakan Buatan Pakan buatan dengan kandungan nutrisi cukup harus diberikan sedini mungkin yaitu setelah larva berumur 15-17 hari, agar tidak terjadi kekurangan nutrisi pada larva yang mengakibatkan syndrom kematian pada usia diatas 25 20
hari atau 25-day syndrome (Sugama et al., 2003). Pakan buatan untuk larva ikan laut harus dapat merangsang selera makan ikan dan mudah dicerna dan tidak mudah larut dalam air. Komposisi kandungan nutrisi pakan buatan harus sesuai dengan kebutuhan larva dan dapat langsung dicerna. Larva lebih suka memakan pakan hidup (rotifer/artemia), sehingga pemberian pakan buatan dapat dikombinasikan dengan pemberian pakan hidup. Pemberian pakan buatan dilakukan dengan cara menabur sedikit demi sedikit diatas permukaan air dan ukuranya disesuaikan dengan ukuran perkembangan larva, jumlah yang diberikan perhari disesuaikan dengan kemampuan larva untuk memakannya, frekwensi pemberian pakan 4-7 kali/hari (Ismi, 2005). 2.12. Panen Juvenil Biasanya semua larva mengalami metamorfis pada umur 40 hari setelah menetas dengan ukuran 1,5-2 cm dan sudah berenang aktif didekat dinding bak. Untuk menangkap juvenil cukup dengan menggiring ikan ke sudut bak kemudian waskom plastik diletakkan didekat dinding bak dan juvenil secara otomatis akan masuk ke dalam waskom lalu diangkat untuk dipindahkan ke tempat yang telah dipersiapkan. Cara ini dilakukan berulang kali bersamaan dengan itu air bak diturunkan secara perlahan, dengan cara ini hampir 90% juvenil tertangkap. Juvenil hasil pemanenan harus segera diseleksi ukurannya dan dikelompokkan
21
menjadi ukuran besar, sedang dan kecil untuk menghindari kanibalisme pada pemeliharaan lebih lanjut. Kegiatan panen dapat dilihat pada Gambar berikut :
Gambar 7. Seleksi juvenil sesuai dengan ukuran (Dirjen Budidaya, 2005) Seleksi dilakukan dengan menggunakan tangan, sekaligus dilakukan perhitungan jumlah juvenil. Apabila dalam pemeliharaan larva hingga juvenil menggunakan pakan yang kurang nilai nutrisinya, maka larva sangat lemah. Akibatnya penanganan saat panen dapat menyebabkan tingkat kematian yang tinggi (Sugama et al., 2001).
22
2.13. Penyakit pada Ikan Kakap putih dan Penanggulangannya a. Penyakit Patogenik Parasit yang pernah menyerang larva ikan kakap putih adalah cacing pipih golongan Trematoda. Larva yang terserang parasit berumur sekitar 18 hari. Serangannya mencapai 2-3 %. Cacing ini banyak terdapat pada air media pemeliharaan dan sebagian menempel pada tubuh larva, yaitu pada bagian spina. Tanda gejala serangan pada larva adalah nafsu makan berkurang, warna tubuh pucat, gerakan larva lambat dan berenang di permukaan. Karena ukuran ikan sangat kecil dan ikan mudah stress, perendaman dengan formalin maupun air tidak dapat dilakukan. Penanggulangan yang dapat dilakukan adalah dengan penggantian air pemeliharaan sebanyak mungkin, sehingga cacing yang terdapat di air pemeliharaan akan berkurang (Kurniastuty et al., 2004). Bakteri yang menyerang larva adalah jenis Vibrio sp. Umumnya bakteri ini menyerang pada larva berumur sekitar 17 hari. Bakteri ini bersifat patogen pada larva dan merupakan penyebab kematian yang besar selain penyakit viral. Ikan yang terserang bakteri vibrio sp tidak menunjukan perubahan secara fisik, namun pada saat gelap tubuh ikan tampak bercahaya dan larva kehilangan nafsu makan (Kurniastuty et al., 2004). Penyakit viral yang pada larva kakap putih adalah VNN (viral nervous necrosis). Virus ini sangat patogenik dan merupakan penyebab
23
kematian larva terbesar. VNN yang menginfeksi larva dapat mengakibatkan kematian total 100 % dalam tempo yang relatif singkat (1-2 minggu). Ikan yang terserang virus VNN tidak menunjukan terlihat
perubahan secara fisik,gejala yang
adalah terjadinya kematian secara masal dan tiba-tiba (Kurniastuty
et al., 2004). b. Penyakit non Patogenik Penyebab penyakit non patogenik dipengaruhi faktor lingkungan dan erat kaitannya dengan parameter kualitas air. Terjadinya perubahan kualitas air dapat menyebabkan inang memilki daya tahan tubuh lemah dan patogen berkembang dengan baik sehingga menimbulkan kematian pada larva. Beberapa penyakit non patogenik pada larva ikan kakap putih karena faktor lingkungan antara lain defisiensi oksigen, gas bubble desease dan keracunan. Secara
umum
penanganan
panyakit meliputi tindakan diagnosa,
pencegahan dan pengobatan. Diagnosa yang tepat diperlukan dalam setiap rencana pengendalian penyakit, termasuk pengetahuan mengenai daur hidup dan ekologi organisme penyebab penyakit. Diagnosa yang tepat akan menghasilkan tindakan penanggulangan yang lebih terarah yaitu dengan mempertahankan kualitas air agar tetap baik, mengurangi kemungkinan penanganan yang kasar, pemberian pakan yang optimal mutu dan kualitasnya,
24
mencegah penyebaran organisme penyebab penyakit dari bak pemeliharaan ke bak pemeliharaan yang lain (Kurniastuty et al., 2004). Penanggulangan penyakit pada budidaya ikan laut baik pembesaran maupun pembenihan dapat dilakukan dengan mencegah timbulnya stress pada ikan. Stress didefinisikan sebagai reaksi biologis terhadap stimulus yang mengganggu, baik secara fisik, internal atau eksternal yang cenderung mengganggu kondisi homeostatis suatu organisme. Menurut Kurniastuty et al. (2004) menyatakan bahwa untuk mencegah mortalitas pada ikan dapat dilakukan hal- hal sebagai berikut : a. Mempertahankan kualitas air tetap baik b. Pemberian pakan yang cukup secara kualitas dan kuantitas c. Mencegah
menyebarnya
organisme
penyebab
penyakit
dari
bak
pemeliharaan satu ke bak yang lain. Perlakuan yang dapat diberikan untuk mengatasi penyakit bakteri dan parasit pada kakap putih dapat dilihat pada Tabel berikut :
25
Tabel 4. Perlakuan untuk kakap putih
mengatasi penyakit bakteri dan parasit pada ikan
Patogen
Perlakuan
Lama Perlakuan
(1)
(2)
(3)
Monogenea
Perendaman dengan 150 ppm hidrogen peroksida
Cryptocaryon irritants
Pergantian air, pemindahan ikan
Diplectanum sp.
Formalin 200 ppm, aerasi kuat
(1)
(2)
30 menit, 7 hari berturutturut ½ -1 jam, 3 hari (3)
Formalin 20 ppm + MG 0,15 ppm
Semalam
Air tawar
1 jam
Pseudohabdosync us
250 ppm formalin atau air tawar
1 jam
Vibrio spp.
Chlorampenichol 0,2 kg/kg pakan
4 hari
Sulphonamide 0,5 g/kg pakan
7 hari
Perendaman dengan Nitrofurazone 15 ppm atau Sulfonamide 50 ppm
4 hari
Sumber : Kurniastuty et al. (2004).
26
Materi Pokok 3
Pembesaran Ikan Kakap Putih (Lates Carcarifer Bloch) di Karamba Jaring Apung
Setelah mempelajari materi ini, pelaku utama usaha budidaya mengetahui dan mampu melakukan kegiatan pembesaran kakap putih di karamba jaring apung 3.1 Uraian Singkat Karamba Jaring Apung (KJA) Karamba adalah wadah sebagai tempat pembesaran ikan yang biasanya diletakan di badan air (perairan). Secara umum karamba lebih mudah mengurusnya Produksi per satuan luas luas lebih tinggi karamba jaring apung. Bagi nelayan lebih dekat hubungannya dibanding dengan kolam, karena asal muasal karamba adalah melakukan hasil tangkapan yang kemudian berubah ukuran atau tumbuh. Karamba menjadi populer setelah ikan-ikan tawar dan laut dapat dibudidayakan. 3.2.
Pemilihan Lokasi
Sebelum kegiatanbudidaya terlebih dahulu diadakan pemilihan lokasi. Pemilihan lokasi yang tepat akan menentukan keberasilan usaha budidaya ikan kakap putih. Secara umum lokasi yang baik untuk kepentingan budidaya adalah daerah teluk, lagoon dan pantai yang terletak diantara dua pulau. Persyaratan fisik lain seperti: Perairan terlidung bebas pencemaran, kedalam 5 – 7 meter, salinitas 27 – 32 ppt, osigen terlarut 7 – 8 ppm dan tersediaanya sumber tenaga kerja.
27
3.3.
Sarana dan Alat Budidaya Pemeliharaan kakap putih di KJA dengan metode operasional monokultur. Secara garis besar KJA terdiri dari bagian : 1. Jaring Jaring terbuat dari bahan:
Bahan: Jaring PE 210 D/18 dengan ukuran lebar mata 1 ~ 1,25‖, guna untuk menjaga jangan sampai ada ikan peliharaan yang lolos keluar.
Ukuran: 3 m x 3 m x 3 m
1 Unit Pembesaran: 6 jaring (4 terpasang dan 2 jaring cadangan)
2. Kerangka/Rakit: Kerangkan berfungsi sebagai tempat peletakan kurungan.
Bahan: Bambu atau kayu
Ukuran: 8 m x 8 m
3. Pelampung: Pelampung berpfungsi untuk mengapungkan seluruh sarana budidaya atau barang lain yang diperlukan untuk kepentingan pengelolaan
Jenis: Drum (Volume 120 liter)
Jumlah: 9 buah.
28
Gambar. 8. Unit Karamba dengan rangka dan pemasangan jaring
Gambar .9. Karamba tipe bujur sangkar atu pesegi empat
29
4. Jangkar: Agar seluruh sarana budidaya tidak bergeser dari tempatnya akibat pengaruh angin, gelombang digunakan jangkar. 5. Peralatan pendukung lainya.
Jenis yang dipakai: Besi atau beton (40 kg).
Jumlah : 4 buah
Panjang tali : Minimal 1,5 kali ke dalam air
Ukuran benih yang akan Dipelihara: 50-75 gram/ekor
Pakan yang digunakan: ikan rucah
Perahu : Jukung
Peralatan lain : ember,serok ikan, keranjang, gunting dll
Gambar . 10. Cara mengikat pelampung di rakit 3.4.
Pembuatan Rakit Terapung dan Rakit
Untuk membuat keramba jaring apung (KJA) langkah pertama adalah membuat rakit terapung. Pembuatan rakit ini dilakukan di perairan pantai agar mudah dalam pembuatan 30
dan pemindahan ke lokasi budidaya. Rakit dapat dibuat dari bambu atau kayu. Penggunaan bahan dari kayu akan lebih tahan lama dan biasanya digunakan untuk skala yang lebih besar. Rakit ini terdiri dari beberapa unit dan dilengkapi dengan lantai dan rumah jaga. Ukuran keramba sebaiknya 3x3x3 meter. Bahan yang digunakan adalah jarring poilietelin No.380 D/9 dan 380 D/13 berukuran mata jaring (mesh size) 1 inci dan 2 inci. Untuk membuat sebuah keramba dengan ukuran tertentu, ukuran pemotongan ditambah 30% dari ukuran yang dikehendaki. Untuk panjang jaring 3 meter ditambah 30% (110 m2), maka panjang pemotongan jaring 410 meter. Keramba yang sudah siap, segera dipasang pada rakit dengan mengikatkan sudutsudut keramba ke sudut-sudut bingkai rakit. Disetiap sudut keramba dipasang pemberat dan tali pemberat. Untuk pemberat, dapat digunakan timah atau adukan semen + pasir dengan bobot 3 - 4 kg per buah, sedang untuk tali pemberat, digunakan tali berdiameter 1 cm dengan panjang 4 m. Cara memasang pemberat : tali pemberat diikatkan pada pemberat, ujung yang lain diikatkan sementara pada bingkai di sudut-sudut keramba. Ujung tali diikat pemberat dibelitkan pada sudut bawah keramba. Pemberat diturunkan ke perairan sampai keramba menjadi tegang, kemudian tali pemberat ditarik ke atas, 10 cm dan ujung tali pemberat diikat kembali pada bingkai rakit di sudut keramba dengan demikian yang tegang adalah tali pemberat, bukan keramba.
31
3.5.
Benih dan padat tebar
Benih Kakap Putih dapat diperoleh dari alam atau dari panti benih. Ukuran panjang 2-3 an (30-40 hari) atau ukuran besar 25-30 gram/ekor. Benih berenang cepat/gesit sisik mengkilat tergolong benih yang baik dan sehat. Kepadatan optimal untuk benih berukuran 25-30 gram/ekor adalah 100 ekor/m3. Sedangkan benih berukuran 100-150 gram/ekor. padat tebarnya adalah 40-50 ekor/m3 KJA. 3.6.
Kegiatan Pendederan
Pendederan dilakukan setelah benih berumur 30 hari (D-30) dari saat penetasan. Waktu penebaran benih adalah pagi hari atau sore hari. Padat penebaran antara 80-100 ekor/m3 volume air. Pakan diberi berupa cacahan daging segar halus dengan dosis 100% per hari dari total berat badan selama bulan pertama. dan pada bulan kedua dosisnya diturunkan menjadi 75% per hari. Masa pememliharaan pendederan selama 1 - 2 bulan, benih sudah akan mencapai ukuran gelondong. Pemeliharaan selama satu bulan ukuran panjang 2,5 3,5 cm, sedangkan pemeliharaan selama 2 bulan 7,5 - 10 cm. Jaring/hapa yang memiliki lubang (mata jaring) kecil. Dengan ukuran kurungan pendederan adalah 2x2x2 m3 atau 3x3x3 m3. 3.7.
Kegiatan Pembesaran
Setelah benih berukuran 75 - IO cm, langkah pemeliharaan selanjutnya adalah pemindahan benih ke dalam kurungan pembesaran. B Konstruksi kurungan pembesaran yaitu 4x4x3 m3 atau 5x5x3 m3. Bahan kurungan (jaring) dari P€ (polythilene = eks jaring trawl) dengan mesh size 3/4 inchi (D.12 - 16) untuk pembesaran tahap I. dan untuk tahap II dengan mesh size 1.25 inchi (D.I8). Padat penebaran untuk tahap I. yakni bulan I dan II, pada kurungan pembesaran adalah 30-35 ekor gelondong/m3; dan untuk tahap II, yakni bulan 111—V kepadatannya diturunkan menjadi 25-30 ekor gelondong/m3. Usaha 32
pembesaran di perairan atau laut diperlukan waktu sekitar 4-5 bulan. Untuk ukuran konsumsi waktu pemeliharaannya ditambah beberapa bulan dan padat penebarannya diturunkan menjadi 15 - 20 ekor/m3.Untuk mernacu pertumbuhan. perlu diberi tambahan pakan cacahan daging ikan rucah segar dengan dosis 5-10% per hari dari total berat badan ikan. 3.8.
Pakan dan Pemberian Pakan
Ikan rucah, atau pakan buatan yang bergizi tinggi. Ikan rucah bisa diperoleh dari hasil tangkapan gombang. Ikan rucah bisa diramu dengan bahan pengikat (tepung sagu). ditambah dengan vitamin, mineral dan protein tambahan, untuk menghasilkan pelet ikan. Pemberian pakan harus memperhatikan keadaan cuaca. waktu dan ukuran ikan. Ikan berukuran 50 gram, diberikan 10% dari berat total ikan dalam karamba per hari. Ikan berukuran 100-300 gram cukup diberi sebanyak 5% dari berat total per hari. Berukuan di tas 300 gram, diberi 3% per hari dari berat total ikan dalam karamba. Ikan rucah akan diperoleh nilai tukar pakan 5-71. Artinya untuk menghasilkan berat kakap I kg diperlukan ikan rucah sebanyak 5-7 kg. Ikan kakap putih pertama kali ditemukan oleh blok di laut Jepang dan diberi nama Holocentus calcarifer. 3.9.
Penyakit pada Ikan Kakap putih dan Penanggulangannya Seperti pada umumnya, penyakit pada induk ikan kakap putih juga digolongkan menjadi
dua golongan yaitu penyakit patogenik dan non patogenik. Penyakit patogenik dapat disebabkan oleh virus, bakteri, jamur, maupun metazoa. Sedangkan faktor non patogen antara lain lingkungan perairan, biotoksin, polutan, rendahnya mutu pakan dan akibat penggunaan bahan kimia dalam penangan panyakit (Hartono et al., 2001).
33
a. Penyakit Patogenik Kurniastuty et al., (2004) menyatakan bahwa Penyakit patogenik pada ikan kakap putih adalah penyakit yang disebabkan oleh organisme patogen yang terdiri dari parasit, bakteri, jamur dan virus. Penyakit parasit dapat disebabkan oleh golongan protozoa maupun metazoa. Berdasarkan letak serangannya parasit digolongkan menjadi dua yaitu endoparasit (menyerang pada organ dalam tubuh) dan ektoparasit (menyerang bagian luar tubuh). Parasit penyebab penyakit yang menyerang ikan kakap putih antara lain Monogenia (Heliotrema sp. dan Pseudorhabnosynocus sp.) yang menyerang kulit, Diplectanum sp (cacing pipih golongan Trematoda) menyerang insang, Isopoda, Caligus sp. (golongan Crustacea) yang menyerang pangkal lidah dan insang, Cryptocaryon iritans (golongan Protozoa) yang menyerang kulit dan Trichodina sp (golongan Protozoa) yang menyerang kulit, insang, dan sirip (Hartono et al., 2001). Penyakit Viral yang utama pada ikan adalah penyakit yang disebabkan oleh Iridovirus dan Noda virus. Serangan Noda virus pada induk tidak mematikan, Penyakit oleh Noda virus lebih dikenal dengan VNN (viral nervous necrosis). Upaya penanggulangan penyakit viral dapat dilakukan dengan mengeliminasi induk yang terinfeksi (Kurniastuty et al., 2004). b. Penyakit non Patogenik Menurut Kurniastuty et al., (2004) penyakit non patogenik dapat disebabkan oleh perubahan lingkungan perairan budidaya maupun pakan. Penyakit oleh lingkungan perairan budidaya lebih dikenal dengan istilah water quality deseases, sedangkan penyakit karena faktor 34
pakan disebut penyakit nutrisi (nutritional deseases). Penyakit nutrisi sering terjadi pada induk, terutama induk-induk hasil budidaya. Materi Pokok 4
Pembesaran Ikan Kakap Putih (Lates Carcarifer Bloch) di Tambak
Setelah mempelajari materi ini, pelaku utama usaha budidaya mengetahui dan mampu melaksanakan pembesaran ikan kakap putih di tambak
4.1 Uraian Singkat Pembesaran ditambak Ada banyak cara dan metode yang diterapkan oleh para pembudidaya ikan kakap putih khususnya ditambak diantaranya tentu saja tujuan akhirnya ingin mencapai keberhasilan dengan tingkat pencapaian yang sebaik-baiknya dengan menekan cost dan meningkatkan kwalitas yang berujung pada pencapaian hasil akhir yang memuaskan, selain lokasi tambak juga biasa digunakan KJA atau keramba jaring apung adapun dengan tujuan sebagai beberapa pertimbangan diantaranya, ditambak lebih mudah untuk dijangkau, tidak terpengaruhi oleh cuaca buruk seperti angin ribut dan gelombang karena sifat ikan kakap putih ini sangat agresif apabila disimpan dalam jaring petakan keramba jaring apung maka dikhawatirkan akan menimbulkan luka – luka pada ikan tersebut akibat digoncang oleh gelombang dan arus laut, biasanya apabila sisik ikan terlepas maka akan menyebabkan infeksi pada permukaan kulit ikan itu sendiri, pemeliharaan ditambak pun bukan berarti tanpa kendala dan yang paling penting adalah manajemen dan cara pengelolaan tambak itu sendiri baik secara tekhnis maupun non tekhnis dari segi tekhnis yang terpenting adalah pengelolaan kwalitas air tambak dan pakan yang terpenuhi secara kontinyu dan teratur.
35
Kwalitas perairan tambak yang meliputi :
Biologi Kimia Fisika
: ketersediaan plankton dalam tambak : kandungan H2S, NH3, tingkat keasaman (pH) : pasang surut, salinitas, kekeruhan air dsb.
Gambar 8. Ikan kakap putih yang siap ditebar ditambak Ketersediaan benih terkadang menjadi masalah dalam budidaya dalam hal ini saya mendatangkan benih yang telah diproduksi oleh Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut (BBRPBL) Gondol Bali, disana saya bisa mendapatkan kwalitas benih yang bagus dan telah diproduksi oleh para pembudidaya di hatchery skala rumah tangga (HSRT) bisa kontak ke saya kalau ada rekan – rekan yang membutuhkan benih dengan kwalitas super dengan ukuran disesuaikan oleh permintaan, ikan kakap putih adalah ikan yang mempunyai toleransi yang cukup besar terhadap kadar garam ( Euryhaline ) dan merupakan ikan katadromous (dibesarkan diair tawar kawin di air laut)sifat – sifat inilah yang menyebabkan ikan kakap putih dapat dibudidayakan dilaut, tambak maupun air tawar. Ikan kakap putih termasuk dalam famili Centroponidae.
36
4.2. Cara Pemeliharaan Bibit berukuran 0,8cm terlebih dahulu dibesarkan diwaring yaitu jaring yang sangat halus, dengan ukuran 2x1m2 dengan padat penebaran 2500 ekor per petakan selama 2 minggu, pakan yang diberikan berupa pelet yang telah dihaluskan, sampai ukuran 3 cm saya pindahkan lagi dengan waring yang agak sedikit kasar dengan ukuran jaring 2x1m2 dan padat penebaran 1000 ekor per petakan jaring pakan yang digunakan mulai dirubah dengan ukuran pelet yang disesuaikan dengan ukuran ikan itu sendiri, lama pemeliharaan dalam jaring selama 3minggu dan ikan telah mencapai ukuran 8-10 cm dan siap untuk ditebar langsung kedalam petakan tambak dengan padat penebaran 5ekor/m2, memelihara ikan dalam waring terlebih dahulu supaya apabila ditebar langsung kedalam petakan tambak dia sudah terbiasa diberi pakan di satu titik dimana bekas jaring pendederan ditempatkan sehingga apabila kita memberikan pakan pada waktunya ikan sudah menunggu dipermukaan air ,pemberian pakan biasanya dengan memberikan pakan 2x dalam 1 hari berupa pelet ataupun ikan rucah yang telah dipotong – potong lama pemeliharaan sampai ikan siap untuk dipanen selama 5 bulan dari pertama tebar dengan ukuran benih 0,8cm. Latihan Jawablah pertanyaan-pertanyaan dibawah ini dengan benar. 1. Apakah diperairan Indonesia terdapat ikan kakap putih? 2. Menurut anda bagaimakah potensi ikan kakap putih di Indonesia? 3. Jika kakap putih diperairan Indonesia semakin habis ditangkap perlukan dilakukan kegiatan budidaya agar tidak tergantung pada hasil tangkapan? 4. Apakah perbedaan morfologi ikan kakap jantan dan betina? 5. Berapa lama telur kakap putih menetas? 6. Benih ikan kakap putih pada hari ke-4 atau D4 diberi pakan? 7. Pembesaran ikan kakap putih dapat dibesarkan dimana? 37
8. Berapa ukuran jantan dan betina yang telah siap untuk dipijahkan? 9. Pada Umur berapa sebaiknya jantan dan betina yang telah siap untuk dipijahkan? 10. Jelaskan pemberian pakan pada pembesaran kakap putih di karamba jaring apung? Rangkuman Secara umum pemanfaatan potensi ikan kakap di Indonesia sebagian besar dari hasil tangkapan Potensi perikanan ikan kakap masih sangat besar, hal ini ditandai dengan data kenaikan hasil tangkapan dari beberapa daerah yang cukup besar. Daerah tangkapan yang selama ini menjadi tempat hidup kakap merupakan daerah berkarang. Ikan kakap putih merupakan jenis ikan euryhaline dan katadromous. Ikan matang gonad ditemukan dimuaramuara sungai, danau atau laguna dengan salinitas air antara 10-15 ppt.
Persyaratan lokasi sebagai tempat pembenihan ikan kakap putih sebagai berikut: 1).Letak unit produksi di tepi pantai untuk memudahkan perolehan sumber air laut pantai tidak terlalu landai dengan kondisi dasar laut yang tidak berlumpur dan mudah dijangkau untuk memperlancar transportasi. 2). Air laut : harus bersih, tidak tercemar dengan salinitas 28 ppt – 35 ppt. 3). Sumber air laut : dapat dipompa minimal 20 jam per hari. dan 4). Sumber air tawar : tersedia atau sumber air payau dengan salinitas maksimal 5 ppt. Untuk persyaratan induk hasil penangkapan di alam dan hasil pembesaran benih sebar yang berasal dari keturunan pertama induk alam, induk dasar atau induk penjenis yang dilakukan secara selektif. Dengan warna bagian atas abu-abu kehitaman, bagian samping putih keperakan, cerah dan tidak gelap atau pucat. Bentuk tubuh dengan badan memanjang, ramping, batang sirip ekor lebar, kepala lancip dengan bagian atas cekung dan menjadi cembung di depan sirip punggung, ikan jantan badannya lebih silindris sedangkan ikan betina lebih lebar, gigi viliform, tidak ada taring, tepi bawah dari preoperculum terdapat duri yang kuat, pada operculum terdapat duri kecil bergerigi di atas
38
garis lateral dan Secara umum anggota organ tubuh lengkap, tidak cacat, tidak tampak kelainan bentuk, sehat dan bebas penyakit Larva berumur 1-2 hari (D.1-D.2) berwarna putih transparan, bersifat planktonis,
bergerak
mengikuti arus, sistem penglihatan belum berfungsi, serta masih mempunyai yolk egg sebagai cadangan makanan sehingga larva belum membutuhkan pakan tambahan dari luar tubuhnya. Pada saat kakap putih berumur 3 hari cadangan makanan atau kuning telur sudah terserap habis, mulut dan sistem penglihatan sudah mulai berfungsi sehingga larva membutuhkan pakan tambahan Untuk mendapatkan SR yang baik pada kegiatan pembenihan senatiasa sering dilakukan pengamatan dan manajemen kualitas air dengan baik. Pengolahan air di bak pemeliharaan larva dilakukan dengan cara penggantian air setiap hari, diusahakan kadar garam dan suhu air berkisar antara 28 - 30 ppt dan 26–280C, banyaknya air yang diganti disesuaikan dengan umur larva. Biasanya terdapat tiga jenis pakan yang biasa dipakai untuk pemeliharaan larva adalah rotifer, artemia dan pakan buatan. Larva lebih suka memakan pakan hidup (rotifer/artemia), sehingga pemberian pakan buatan dapat dikombinasikan dengan pemberian pakan hidup. Pemberian pakan buatan dilakukan dengan cara menabur sedikit demi sedikit diatas permukaan air dan ukuranya disesuaikan dengan ukuran perkembangan larva, jumlah yang diberikan perhari disesuaikan dengan kemampuan larva untuk memakannya, frekwensi pemberian pakan 4-7 kali/hari. Hasil kegiatan pembenihan biasanya digunakan untuk pendederan ditambak, pembesaran di
tambak
maupun
di
karamba
(KJA).
Secara
umum
karamba
lebih
mudah
mengurusnya Produksi per satuan luas luas lebih tinggi Karamba jaring apung,bagi
39
nelayan lebih dekat hubungannya dari tambak Ikan bisa dijual dalam keadaan hidup dan harga lebih tinggi waktu panen dapat diatur dan ukurannya lebih seragam. Evaluasi 1. Essay. Jawablah pertanyaan-pertanyaan dibawah ini dengan benar. 1) Sebutkan daerah-daerah yang ditemukan ikan kakap? 2) Sebutkan nama perairan yang memiliki potensi ikan kakap putih terbesar di Indonesia? 3) Daerah manakah yang banyak terdapat kegiatan pembenihan dan pembesaran kakap putih di Indonesia? 4) Menurut data statistik, berapakah jumlah hasil tangkapan ikan di Indonesia rentang waktu 1990 sampai dengan 2010? 5) Berdasarkan jumlah potensi dan sebaran yang ada, menurut anda bagaimana masa depan budidaya kakap putih di masa yang akan datang? 6) Apakah yang mempengaruhi proses perkembangan larva? 7) Sebutkan 3 pakan yang digunakan pada pemeliharaan larva? 8) Berapa banyak penggantian air saat larva berumur 10 hari? 9) Pada umur berapa benih mulai diberikan pakan buatan? 10)
Penyakit
apa
yang
menyerang
kakap
putih
dan
bagaimana
cara
penanggulangannya? 1. Pilihan “benar” atau Salah Berikan tanda huruf ―B‖ jika pernyataan berikut benar dan ―S‖ jika pernyataan berikut salah. 1) Ikan kakap puitih dapat dijumpai disetiap daerah di Indonesia
(…….)
2) Ikan kakap putih adalah ikan katadromus
(…….)
3) Potensi pemanfaatan penangkapan masih cukup besar
(…….)
40
4) Kegiatan budidaya kakap putih belum ada di indonesia
(…….)
5) Daerah terumbu karang tidak disukai ikan kakap putih
(…….)
6) Induk memerlukan pakan dengan kandungan protein yang rendah sedangkan kandungan lemaknya tinggi 7) Larva D1-D2 berwarna transparan dan bersifat plantonis 8) Larva ikan kakap putih tidak menyukai rotifer
(…….) (…….) (…….)
9) Penyakit patogenik pada ikan kakap putih adalah penyakit yang disebabkan oleh organisme patogen yang terdiri dari parasit,
(…….)
bakteri, jamur dan virus
10) Pebesaran kakap hanya dapat dilakukan di KJA
(…….)
Umpan Balik dan tindak lanjut Cocokkan hasil jawaban dengan kunci yang terdapat di bagian belakang materi penyuluhan ini. Hitung jawaban anda yang benar, kemudian gunakan rumus untuk mengetahui tingkat pemahaman terhadap materi.
Keterangan: a. 91 % s.d 100%
: Amat Baik
b. 81 % s.d 90%
: Baik
c. 71% s.d 80,99%
: Cukup
d. 61% s.d 70,99%
: Kurang
Bila tingkat pemahaman belum mencapai 81% keatas (kategori ―baik‖), maka disarankan mengulangi materi. 41
Kunci Jawaban Latihan 1. Ya, hampir diseluruh perairan Indonesia. 2. Potensi sangat besar dan dapat habis bila tidak dikelola dengan baik. 3. Perlu dilakukan pembenihan sebagai modal dalam penyediaan benih untuk kegiatan pembesaran. 4. Berbeda pada ukuran tubuh dan ekor 5. 16 jam 6. Rotifera 7. Tambak dan KJA dengan kisaran salinitas 5 – 33 ppt 8. 2-3 kg jantan dan > 3,5 kg betina 9. 2,5 tahun jantan dan betina 3 tahun 10. Ikan rucah, dibersihkan dan di potong-potong sesuai bukaan mulur dan umur ikan. Essay 1. Seluruh perairan Indonesia (Kalimantan, Sumatra, Sulawesi, Nusa Tenggara dan Papua). 2. Selat Malaka dan laut Banda. 3. Batam, Lampung dan Situbondo 4.
Berdasarkan data statistik terjadi penurunan terus menerus, sehingga perlu beralih kekegiatan budidaya.
5. Sangat menjajikan dengan luasan laut dan potensi yang dapat dijadikan sebagai media budidaya (tambak).
42
6. Suhu dan oksigen 7. Rotifera, tetraselmis dan clorella sp 8. Pergantian air pada D10 adalah 10 – 20 % 9. Pakan buatan pada D5 rotifera 10. penyakit yang disebabkan oleh organisme patogen yang terdiri dari parasit, bakteri, jamur dan virus
Pilihan B atau S 1. B
6. S
2. B
7. B
3. B
8. S
4. S
9. B
5. S
10. S
43
ISTILAH-ISTILAH 1. Telur ikan kakap putih adalah telur hasil pemijahan induk kakap putih dari alam dan atau dari hasil pemijahan induk hasil budidaya kelas induk pokok, induk dasar atau induk penjenis yang sudah dibuahi dengan diameter 0,8 mm - 1,1 mm dan derajat pembuahan 90%. 2. Benih ikan kakap putih D12 adalah benih ikan yang masih pada fase/tingkatan larva yang berumur 12 hari sejak telur menetas dan masih mengalami perubahan bentuk organ tubuh dan warna. 3. Benih ikan kakap putih D30 adalah benih ikan yang sudah secara sempurna mengalami perubahan bentuk organ tubuh dan warna serta menyerupai ikan muda atau ikan dewasa dan telah berumur 30 hari sejak telur menetas. 4. Benih ikan kakap putih D60 adalah benih ikan yang telah menyerupai ikan dewasa yang berumur 60 hari sejak telur menetas. 5. Benih sebar adalah benih keturunan pertama dari induk alam dan atau induk hasil budidaya kelas induk pokok, induk dasar dan atau induk penjenis yang memenuhi standar mutu kelas benih sebar. 6. Induk alam adalah induk yang berasal dari hasil penangkapan di alam. 7. Induk Pokok (Parent Stock, PS) adalah induk ikan keturunan pertama dari induk dasar dan atau induk penjenis yang memenuhi standar mutu kelas induk pokok. 8. Induk Dasar (Grand Parent Stock, GPS) adalah induk ikan keturunan pertama dari induk penjenis yang memenuhi standar mutu kelas induk dasar. 9. Induk Penjenis (Great Grand Parent Stock, GGPS) adalah induk ikan yang dihasilkan oleh dan dibawah pengawasan penyelenggara pemulia. 10. Pra produksi adalah persyaratan yang harus dipenuhi sebelum proses produksi benih ikan kakap putih kelas benih sebar dilakukan, yang terdiri dari persyaratan lokasi, sumber air, sarana (wadah, induk pokok, bahan dan peralatan). 44
11. Proses produksi adalah persyaratan yang harus dipenuhi dalam rangkaian kegiatan untuk memproduksi benih ikan kakap putih kelas benih sebar. 12. Manipulasi hormonal adalah upaya perangsangan pematangan gonad dan atau pemijahan induk ikan dengan menggunakan hormon. 13. Manipulasi lingkungan adalah upaya perangsangan pematangan gonad dan atau pemijahan dengan pengaturan lingkungan air media. 14. Fekunditas adalah jumlah telur yang dihasilkan pada setiap kilogram induk betina. 15. Pemanenan adalah persyaratan yang harus dipenuhi dalam kegiatan tahap akhir proses produksi benih ikan kakap putih kelas benih sebar
45
DAFTAR ACUAN Akbar, S., P. Hartono dan B. Kurnia. 1999. Nutrisi dan Teknik Pembuatan Pakan Ikan Kakap Putih dalam Budidaya ikan Kakap Putih (Lates carcarifer, Bloch.) di Karamba Jaring Apung. Departemen Pertanian. Balai Budidaya Laut Lampung. Lampung. 65 Halaman Anomius. 1990. ―Perkembangan Rekayasa Teknologi Pembenihan Kakap Putih (Lates calcarifer, Bloch) di Balai Budidaya Laut Lampung‖, Ditjen Perikanan, Lampung. Anomius, 1992. Buletin Budidaya Laut seri 5 & 6. BBL Lampung, Ditjen Perikanan, Lampung. Anomius, 1990/1991. Usaha Penanggulangan Serangan Penyakit pada Usaha Budidaya Laut/Rumput Laut, Ditjen Perikanan, Jakarta Beamount, A.R. dan K. Houare. 1996. Biotecnology and Genetic in Fisheries and Aquaculture. Amerika. Blackwell. 250 Page Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. 2005. Kebijakan dan Prioritas Tahun 2006 Pembangunan Perikanan Budidaya. Rapat Kerja Nasional Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta. Direktorat Perbenihan. 2007. Sistem Mutu Perbenihan Perikanan. Standarisasi dan Sertifikasi. Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta. 35 Halaman. Djamali, M. A., Hutomo Burhanuddin dkk, 1986 ―Sumber daya ikan kakap (Lates calcalifer) dan Bambangan (Lujtanus spp) di Indonesia‖. LON LIPI, Effendi, M.I. 1978. Biologi Perikanan. Fakultas Perikanan Institut Pertanian Bogor. Bogor. Gufron, M. Dan H. Kordi K. 2007. Budidaya Ikan Kakap Biologi dan Teknik. Dahara Prize. Semarang. 101 Halaman. Hardjono, 1987. Biologi dan Budidaya Kakap Putih (Lates calcarifer) INFISH Manual seri No. 47. Ditjen Perikanan-International Development Research Centre. Jakarta.
46
Hartono, P., T. Tusihadi dan J. Dewi. 2002. Penyakit Viral dalam dalam Pengelolaan Kesehatan Ikan Budidaya Laut. Balai Budidaya Laut Lampung. Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. DKP. Lampung. Halaman 53-63. Hermawan, A., K. Ari, W. E. Rusyani dan Sapta A.I.M. 2004. Teknik Kultur Pakan Alami dalam Pembenihan Ikan Kerapu. Departemen Kelautan dan Perikanan. Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. Balai Budidaya Laut Lampung. Bandar Lampung. Halaman 51. http://www.gov.aus.edu. 2000. Australia and New Zealand Guidelines for Fresh and Marine Water Culture dikunjungi pada tanggal 1 Agustus 2007 Jam 11.30 WIB. Jakarta. Ismi, S. 2005. Kultur Plankton Untuk Penyediaan Pakan Alami Pada Pembenihan Ikan Kerapu. Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut Gondol. Bali. Kurniastuty, T. Tusihadi dan P. Hartono. 2004. Hama dan Penyakit Ikan dalam Pembenihan Ikan Kerapu. Depertemen Kelautan dan Perikanan. Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. Balai Budidaya Laut Lampung. Bandar Lampung. Halaman 77-89. Kungvankij, P. 1988. Guide to Marine Finfish Hatchery Management. Food And Agriculture Of United Nations. Rome. Mayunar. 1996. Teknologi dan Prospek Usaha Pembenihan Ikan Kerapu. Oseana. Vol. XXI. 1996. Jakarta. Halaman 1324. Mustamin, E. Sutrisno dan H.A. Sarwono. 2004. Pembenihan Ikan Kerapu. Departemen Kelautan dan Perikanan. Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. Balai Budidaya Laut Lampung. Lampung. 106 Halaman. Sugama, K., Tridjoko, B. Slamet, S. Ismi, E. Setiadi dan S. Kawahara. 2001. Petunjuk Teknis Produksi Benih Ikan Kerapu Bebek. Cromileptes altivelis. Balai Besar Riset Budidaya laut Gondol - JICA. Bali. 40 Halaman. Sugama, K., S. Ismi, S. Kawahara and M. Rimmer. 2003. Improvement of Larval Rearing Technique for Humpback Grouper (Cromileptes altivelis). Aquaculture Asia Megazine July-September 2003. NACA. Bangkok. Thailand. Page 34 – 37. 47
Sugama, K., Trijoko, S. Ismi, K. Maha Setiawati. 2004. Effect of Water Temperature on Growth, Survival and Feeding Rate of Humpback Grouper (Cromileptes altivelis). In: Advences in Grouper Aquaculture, Editors: M.A. Rimmer, S. McBride and K.C. Williams. Australian Centre for International Aqricultural Research. Canberra. Page 55-60. Tarwiyah. 2001. Pembenihan Kakap Putih (Lates calcariver, Bloch) Skala Rumah Tangga (HSRT-Hatchery Skala Rumah Tangga) dalam www.ristek.go.id (2007). Jakarta.
48