SAMBUTAN
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan hidayahNya serta kerja keras penyusun telah berhasil menyusun Materi Penyuluhan yang akan digunakan bagi para penyuluh dan pelaku utama maupun pelaku usaha. Oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih kepada para penyusun yang telah mencurahkan pikiran, waktu, dan tenaganya, sehingga materi ini siap untuk digunakan.
Materi Penyuluhan merupakan salah satu bagian yang penting dalam penyelenggaraan suatu penyuluhan agar pelaksanaan dapat berjalan dengan baik dan tujuan dapat tercapai. Kami berharap materi ini akan memberikan kontribusi yang positif terhadap pencapaian tujuan dari Penyelenggaraan Penyuluhan Kelautan dan Perikanan.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan materi penyuluhan ini masih banyak kekurangan. Kritik, usul, atau saran yang konstruktif sangat kami harapkan sebagai bahan pertimbangan untuk penyempurnaannya di masa mendatang.
Jakarta, Nopember 2011
Kepala Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan
i
KATA PENGANTAR
Salah satu butir tugas pokok penyuluh perikanan yang tertuang dalam Peraturan
Menteri
Pendayagunaan
Aparatur
Negara
NOMOR
:
PER/19/M.PAN/10/2008 Tahun 2008 Tentang Jabatan Fungsional Penyuluh Perikanan Dan Angka Kreditnya adalah melaksanakan kegiatan penyuluhan dengan menerapkan metode penyuluhan perikanan yang diantaranya metode penyuluhan perikanan terdengar. Adapun jenis-jenis metode penyuluhan perikanan diantaranya adalah naskah siaran radio dan jingle/iklan layanan. Baik naskah siaran radio ataupun jingle/iklan layanan merupakan sebuah metode penyuluhan perikanan dimana penggunaan indera yang paling dominan adalah indera pendengaran. Oleh karena itu, penggunaan kedua metode penyuluhan perikanan tersebut harus benar-benar ditujukan kepada sasaran yang tepat yakni sasaran penyuluhan yang tidak memiliki gangguan pada indera pendengaran. Selain itu, penentuan atau pemilihan salah satu dari kedua metode tersebut sangat dipengaruhi oleh karakteristik sasaran serta jenis materi yang akan disampaikan melalui metode-metode penyuluhan perikanan tersebut. Di dalam pelaksanaan kedua jenis metode penyuluhan perikanan ini tentu saja tidak cukup hanya mengetahui perbedaan kedua jenis metode tersebut, namun juga memerlukan pemahaman mengenai jenis – jenis, kriteria, keunggulan dan kelemahan, tahapan pembuatan, teknik pelaksanaan, serta manfaat dan hambatan dalam melaksanakan kedua metode tersebut. Buku petunjuk ini disusun untuk memberikan pengetahuan kepada para pembaca mengenai metode penyuluhan perikanan erdengar melalui penyusunan ii
naskah radio dan jingle/iklan layanan sehingga diharapkan para pembaca akan mampu melaksanakan kedua jenis metode penyuluhan perikanan tersebut. Akhir kata semoga buku petunjuk ini dapat bermanfaat bagi kita semua, dan kami selaku penyusun mohon maaf apabila masih terdapat kekurangan. Kritik dan saran yang bersifat membangun akan sangat bermanfaat bagi kami untuk perbaikan di masa yang akan datang.
Penyusun
iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................
i
DAFTAR ISI......................................................................................................
iii
I.
PENDAHULUAN........................................................................................
1
II. METODE PENYULUHAN PERIKANAN TERDENGAR............................
2
2.1. Pengertian Metode Penyuluhan Perikanan ........................................
2
2.2. Pengertian Metode Penyuluhan Perikanan Terdengar......................
3
III. JENIS-JENIS METODE PENYULUHAN PERIKANAN TERDENGAR...
4
3.1. Naskah/Siaran Radio...........................................................................
4
3.2. Jingle/Iklan Layanan............................................................................
32
DAFTAR PUSTAKA
iv
I. PENDAHULUAN
Sejak lahirnya UU No. 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyelenggaraan Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan, maka disadari ataupun tidak telah memberikan perubahan yang sangat signifikan dalam penyelenggaraan penyuluhan di era reformasi seperti sekarang ini. Beberapa kelemahan dalam penyelenggaraan penyuluhan di era sebelumnya seperti kurangnya partisipasi masyarakat, kesalahan menempatkan fokus penyuluhan, mekanisme yang masih bersifat top-down, kurangnya koordinasi antar sektor, hingga belum adanya definisi yang sama tentang penyuluhan, berangsur-angsur mulai teratasi. Sebagaimana yang tersurat dalam UU tersebut diatas, sistem penyuluhan perikanan terdiri dari beberapa subsistem diantaranya subsistem kelembagaan penyuluhan, subsistem ketenagaan penyuluhan, subsistem penyelenggaraan penyuluhan, subsistem pembiayaan penyuluhan, serta subsistem sarana dan prasarana penyuluhan. Salah satu kegiatan dalam penyelenggaraan penyuluhan perikanan adalah penyampaian informasi teknologi perikanan kepada penggunanya dalam hal ini sasaran penyuluhan. Informasi perikanan tersebut dapat disampaikan secara langsung dengan tatap muka atau secara tidak langsung dengan menggunakan media penyuluhan perikanan. Penggunaan media penyuluhan perikanan yang dikemas dengan lebih menarik, lebih interaktif, serta dapat mengatasi batas ruang, waktu dan indera manusia, akan membantu sasaran penyuluhan perikanan dalam menerima informasi dengan lebih jelas. Oleh karena itu, informasi yang akan
1
disampaikan perlu dikemas dengan memperhatikan karakteristik dari setiap media penyuluhan perikanan yang akan digunakan. Salah satu bentuk metode penyuluhan yang dapat digunakan dalam penyelenggaraan penyuluhan perikanan adalah metode pendekatan massal dengan media yang digunakan berupa media terdengar.
II. METODE PENYULUHAN PERIKANAN TERDENGAR
2.1. Pengertian Metode Penyuluhan Perikanan Metode penyuluhan perikanan dapat diartikan sebagai: 1. Cara-cara yang digunakan untuk mendekatkan penyuluh perikanan dengan sasarannya. 2. Suatu teknik atau cara agar komunikasi dalam kegiatan penyuluhan perikanan berjalan dengan efektif, atau 3. Cara-cara penyampaian materi penyuluhan perikanan melaui media komunikasi yang dilakukan oleh penyuluh perikanan kepada sasarannya dalam hal ini pelaku utama/pelaku usaha beserta keluarganya. Dari pengertian-pengertian tersebut diatas, maka dapat dikatakan bahwa yang dimaksud dengan metode penyuluhan perikanan adalah cara-cara yang digunakan oleh penyuluh perikanan kepada sasarannya dalam menyampaikan materi penyuluhan melalui sebuah media komunikasi agar proses komunikasi berjalan efektif.
2
2.2. Pengertian Metode Penyuluhan Perikanan Terdengar Pada
dasarnya,
metode
penyuluhan
perikanan
dapat
digolongkan
berdasarkan beberapa hal diantaranya: berdasarkan jarak sasaran, indera penerima sasaran, dan berdasarkan jumlah sasarannya. Apabila dilihat berdasarkan jarak sasarannya, maka metode penyuluhan perikanan terdengar dapat digolongkan kepada metode penyuluhan yang bersifat tidak langsung dimana dalam menyampaikan materi penyuluhan (pesan) diperlukan sebuah media perantara seperti radio. Sedangkan bila dilihat berdasarkan indera penerima sasaran, maka metode penyuluhan perikanan terdengar termasuk kedalam metode penyuluhan yang hanya dapat digunakan kepada sasaran yang tidak memiliki gangguan pada pendengarannya dimana indera yang lebih banyak berperan adalah indera pendengaran. Selain itu, apabila dilihat berdasarkan jumlah sasaran yang ingin dicapai maka metode penyuluhan perikanan terdengar termasuk kepada jenis metode penyuluhan yang menggunakan pendekatan massal. Metode penyuluhan yang menggunakan pendekatan massal biasanya dilakukan jika tujuan penyuluhan hanyalah sekedar bersifat memberi informasi awal, tanpa memperhatikan pihak-pihak strategis. Tujuannya hanyalah membangkitkan rasa ingin tahu seseorang atau sekelompok orang mengenai sesuatu hal yang baru. Dengan kata lain metode penyuluhan perikanan terdengar merupakan sebuah metode penyuluhan yang bersifat tidak langsung dengan jumlah sasaran yang dijangkau bersifat massal. Penggunaan metode penyuluhan perikanan terdengar hanya akan berjalan efektif bila sasaran tidak mengalami gangguan pada indera pendengarannya.
3
III.
Jenis-Jenis Metode Penyuluhan Perikanan Terdengar
Metode penyuluhan perikanan terdengar umumnya hanya mengandalkan bunyi dan suara untuk menyampaikan informasi dan pesan. Program audio akan sangat efektif bila dengan menggunakan bunyi dan suara yang dapat merangsang pendengar untuk menggunakan daya imajinasinya sehingga ia dapat menvisualkan pesan-pesan yang ingin disampaikan. Adapun jenis-jenis metode penyuluhan perikanan terdengar diantaranya adalah naskah/siaran radio dan jingle/iklan layanan.
3.1. Naskah/Siaran Radio Naskah radio merupakan materi penyuluhan perikanan berupa suatu tulisan atau naskah atau skenario yang akan dibacakan dalam siaran radio dengan durasi paling sedikit 30 menit. Memasuki arena penulisan naskah radio, berarti memasuki sebuah dunia yang memadukan kemampuan “Wawasan” dan “Keterampilan” secara seimbang. Sama seperti tuntutan media cetak dan televisi, penulisan di medium radio siaran juga mempunyai beberapa spesifikasi. Memang ada hal-hal yang berlaku global dan berlaku di semua format media massa. Tapi tak terpungkiri, tetap ada hal-hal yang spesifik dan membutuhkan pemahaman secara khusus. Baik wawasan maupun keterampilan. Berbicara tentang radio siaran, berarti kita bicara sebuah medium untuk massa yang hanya mengeluarkan suara. Spesifikasi ini mempunyai beberapa akibat dan konsekuensi alamiah yang harus dihayati setiap orang yang berkecimpung di
4
dalamnya. Yaitu bagaimana radio ditajamkan ke penulisan naskah untuk radio. Tuntutan dan rambu-rambunya terasa lebih rumit. Karena penanganan produksinya juga menuntut pemahanan atas spesifikasi produksi radio. Selain itu penulisan di radio juga tidak lepas dari disiplin ilmu lainnya. Karena itu dalam pengajaran tentang “Penulisan Naskah Di Radio” dilaksanakan secara bertahap, termasuk mempelajari materi-materi pendukung untuk mencapai penulisan yang baik di radio. Seperti : -
Karakter Medium Radio
-
5 Prinsip Menulis Untuk Radio
-
Menulis Untuk Telinga
-
Menulis Singkatan, Nama, Gelar dan Angka
-
Tanda Baca dan Tanda Kutip
-
Bimbingan Ejaan Fonetik
a. Hubungan Penulisan dengan Karakteristik Pemahaman karakteristik medium radio, merupakan pengetahuan awal sebelum seorang penulis naskah melatih kemampuan menulisnya sesuai syaratsyarat radio sebagai medium “Auditif”. Apa hubungan antara pemahaman karakteristik radio dengan penulisan naskah ? -
Karateristik radio siaran memiliki keunggulan sekaligus kelemahan. Penting bagi penulis naskah mengetahui dimana letak kekuatan dan kelemahannya, karena menjadi rambu untuk penulisan. Misalnya, penulis akan tahu tabu-tabu
5
dalam penulisan. Misalnya, penulis akan tahu apa yang harus diprioritaskan dengan memahami kekuatan karakter radio. -
Dengan memahami karakteristik radio, penulis naskah dapat menentukan cara pendekatan terhadap khalayak pendengar. Sehingga informasi yang disampaikan tepat pada sasaran seperti yang diharapkan.
-
Secara global, penulisan yang tepat sesuai karakteritik, radio akan menempatkan radio sebagai medium yang memiliki karakter khusus, dan punya kedudukan yang sama dengan media cetak dan TV, dalam peran informasi, edukasi dan hiburannya. Mengurai karakteristik medium radio, berarti harus mengupas “Keunggulan”
dan “Kelemahan”. Meski bagian ini tidak membandingkan langsung karakter Radio dengan Media Cetak dan Televisi, tapi dari beberapa butir “Keunggulan” dan “Kelemahan” dapat ditengarai perbandingan tersebut sebagai upaya membuat
tulisan yang sesuai dengan tuntutan model produksi siaran dan
kemudahan bagi pendengar radio menyerap pesan yang disiarkan. Mengamati “Keunggulan” dan “Kelemahan” Radio, ada banyak sumber dan referensi yang menjelaskan hal tersebut. Tapi dari sekian banyak sumber tersebut, dapat dirangkum sebagai berikut: 1) Keunggulan (a) Menjaga Mobilitas Radio tetap menjaga mobilitas pendengar tetap tinggi. Dia dapat didengar tanpa harus menghentikan aktifitas. Misalnya, sambil mengemudikan kendaraan, belajar, bekerja dan sebagainya. Keberadaan radio dalam
6
setiap
kesempatan
dirasakan
tidak
menggangu.
Tantangannya,
bagaimana dalam mobilitas pendengar yang tinggi, tulisan naskah yang disiarkan mampu memikat dan sampai hanya dalam sekali ucap. (b) Sumber Informasi Tercepat Ada yang menyebut radio dengan – Radio is The “Now” medium-. Pengertian “Now” di sini adalah kesegeraannya. Dibandingkan media Cetak dan Televisi, radio selain lebih murah dalam proses operasionalnya, dimungkinkan untuk menyebarkan informasi seketika. Contoh, apa yang sedang terjadi saat ini, maka saat ini pula radio dapat menyampaikan ke khalayak pendengar, langsung dari lokasi kejadian berupa “Reportase”. Tentu saja modal reportase seperti ini sulit dilakukan Media Cetak karena harus melalui proses mencetak. Kalaupun TV bisa melakukannya, biaya operasionalnyan relatif mahal ketimbang radio. Memenuhi tuntutan kecepatan ini bagaimana penulis naskah mampu menulis dengan cepat agar dengan cepat pula disiarkan. (c) Auditif Meski produksi radio hanya suara, bukan visual seperti Media Cetak atau “visual bergerak” seperti Televisi, tetap dianggap sebagai keunggulan. Alasannya, proses operasional relatif lebih mudah, biaya operasional juga lebih murah dan komunikasi dengan suara punya kelebihan dalam pendekatan dengan khalayak pendengar. Tantangannya, bisakah faktafakta visual ditransformasikan ke dalam tulisan untuk dibunyikan menjadi hanya suara?
7
(d) Menciptakan “Theatre of Mind” Di atas sudah dijabarkan produksi radio berupa suara. Keuntungan lain dari penampilan suara, tanpa gambar, justru menciptakan “ imajinasi” yang sering menggoda rasa penasaran khalayak pendengar. Misalnya, ketika mendengar suara penyiar, maka di benak pendengar akan muncul imajinasi tentang sosok sang penyiar sesuai dengan batasan fantasinya sendiri dengan mengolah karakter suara penyiar tersebut. Kekuatan imajinasi sering juga diistilahkan dengan “Theatre of Mind”. Dimana dengan warna bunyi tertentu, intonasi dan aksentuasi dalam teknik “Announcing” sudah mampu membawa imajinas khalayak pendengar untuk mengidentifikasi suasana dan situasi berdasarkan suara tadi. Padahal belum tentu identifikasi itu sama persis dengan kenyataan. Imajinasi berdasarkan suara tidak mungkin dicapai lewat media cetak, atau televisi yang sudah gamblang menayangkan gambar. Tantangan penulis naskah, bagaimana mampu membuat tulisan yang menggugah imajinasi pendengar melalui pilihan kosa kata dan kalimat yang mengandung “rasa bahasa” dan “imajinasi” yang kuat. (e) Komunikasi Personal Sifat radio dengan komunikasi personalnya, sangat menguntungkan untuk menciptakan keakraban antara media dengan khalayak. Sehingga ikatan kebutuhan dan ketergantungan satu dengan yang lain jadi kuat. Tantangan penulis
naskah,
mampukah
naskahnya
mengesankan
pendekatan
komunikasi personal sebagaimana layaknya kekuatan surat pribadi yang ditujukan kepada pribadi tertentu.
8
(f) Murah Tidak dapat disangkal, dibandingkan media cetak dan televisi, radio merupakan medium komunikasi massa yang murah dalam beberapa hal. Seperti : - Biaya penyelenggaraan siaran yang relatif murah dibandingkan koran dan TV - Radio penerima juga relatif murah, terutama sesudah era transistor. Sehingga dimungkinkan produksi radio berukuran saku dan dapat dibawa kemanapun. - Murah, karena khalayak pendengar pada umumnya tidak perlu membayar untuk mendengarkan radio. Beda dengan media cetak yang harus dibeli. Tantangan penulis naskah, bagaimana dapat membuat proses dan produksi naskah siaran tidak terkesan rumit dan justru menjadi masalah bagi radio karena biayanya lebih mahal dibandingkan biaya operasional siaran sendiri. (g) Bersifat “Mass Distributor” Radio memiliki kekuatan sebagai distributor informasi, edukasi dan hiburan yang simultan. Dia bisa dinikmati sejumlah pendengar sekaligus. Bandingkan media cetak yang hanya nikmat dibaca satu orang saja dalam kesempatan yang sama. Karena itu radio menjadi efektif untuk raih khalayak
pendengar.
Tantangan
penulis
naskah,
mampukah
dia
mengetengahkan hal-hal yang menyentuh nilai universal dan melayani kebutuhan mayoritas pendengar. 9
(h) Format dan Segmentasi Tajam Dalam perkembangan keradioan modern, kecenderungan sebuah radio harus menajamkan “Format” dan “Segmentasi Pendengar” semakin menjadi keharusan. Konsep radio melayani seluruh lapisan sosial masyarakat dan mengudarakan segala macam format siaran dianggap sudah kuno dan mustahil meraup khalayak pendengar secara maksimal. Apalagi dalam rangka memenangkan kompetisi antar radio yang jumlahnya makin besar, hanya ketajaman “Format-Segmentasi” inilah yang bisa jadi jalan keluar. Keuntungan lain penajaman ini, radio mudah membentuk citra diri. Sehingga identitasnya mudah ditengarai khalayak pendengar. Dan memberi pilihan beragam pada pendengar. Termasuk tantangan bagi penulis naskah untuk menciptakan komuniksi naskah yang “segmented” dan komunikatif sesuai kebutuhan segmentasi tersebut. (i) Daya Jangkau Luas Dalam hal distribusi produksi, radio punya keunggulan untuk meraih areal sasaran
yang
luas.
hambatan-hambatan
Teknologinya geografis,
dimungkinkan
cuaca
dan
untuk
sistim
mengatasi
distribusinya.
Dibandingkan media cetak, proses distribusi siaran radio terasa lebih unggul. Bisakan keserempakan seperti ini dimanfaatkan penulis naskah melalui tulisan yang juta serempat dimengerti pendengar ketika disiarkan. (j) Menyentuh Kepentingan Lokal dan Regional Meski siaran radio memungkinkan mencapai radius yang luas, seperti melintasi samudra dan benua, tapi umumnya siaran radio bersifat lokal dan regional saja. Keuntungannya, radio bisa mengidentifikasikan kebutuhan khalayak pendengar secara jelas dan pasti. Paling tidak kebutuhan 10
mengetahui situasi dan kondisi lokal dan regionalnya. Pelayanan untuk hal-hal diluar itu sering terbentur pada masalah khalayak pendengar yang merasa tidak butuh, karena tidak punya kepentingan. Kecuali bila naskah siaran mampu menjembataninya dengan tepat. 2) Kelemahan (a) Hanya Suara Meski suara dalam butir “Keunggulan” punya kharisma besar, dalam beberapa hal kemampuan radio yang hanya mengeluarkan suara merupakan kelemahan. Suara tidak mampu menjelaskan gambar, grafik data, dan atau hal-hal teknis tanpa menimbulkan salah paham. Bandingkan dengan televisi dan media cetak, yang sangat mudah menjelaskan sesuatu dengan bantuan gambar, data atau petunjuk instruksional.
Dalam
beberapa
hal,
gambar
lebih
mampu
mengkonsumsikan sesuatu ketimbang rangkain kata dan kalimat sebanyak apapun. Mampukah penulis naskah menemukan hal-hal yang mungkin ditulisnya dan hal-hal yang justru harus melalui gambar. (b) Selintas Kelemahan menonjol dari produksi radio yang hanya suara, adalah sifat selintasnya. Artinya, semua suara tersebut tidak terdokumentasi khalayak pendengar. Beda dengan media cetak yang tertulis dan tercetak. Sehingga dalam kesempatan apapun pembaca dapat mengulang atau menunda membaca informasinya. Beda dentgan radio yang mau tak mau harus pada saat
materi diudarakan itulah khalayak pendengar dipaksa
mendengarkan. Selain itu khalayak pendengar tidak bisa minta materi
11
diulang apabila ada sesuatu yang tidak jelas. Penting bagi penulis naskah menyadari, setiap kata dan kalimatnya harus mampu mengalihkan perhatian pendengar ke siaran radio dan mengerti pesan yang disampaikan hanya dengan sekali pengudaraan. (c) Anti Detil Akibat dari kelemahan “Hanya Auditif” dan “Selintas”, radio tidak mungkin menyajikan sesuatu secara detil. Contoh, apa yang terjadi kalau radio menyiarkan jejeran angka, atau menjelaskan hal-hal yang sangat teknis ? Pasti khalayak pendengar merasakan lelah dan tak sanggup menyerap semua itu. Tapi pengertian “Anti Detil” bukan berarti radio tidak bisa menyajidkan sesuatu secara “Depth”. Karena di radio dimungkinkan untuk menyajikan sesuatu dari tinjauan analisa prediksi atau ulasan latar belakang. Penulis naskah harus belajar bagaimana membuat tulisan yang tidak terjebak ke paparan detil yang sulit diingat pendengar, kecuali dengan membacanya. b. Prinsip Dasar Menulis Naskah/Siaran Radio Menulis naskah untuk radio sedikit berbeda dengan menulis untuk media cetak. Naskah radio adalah naskah yang ingin kita sampaikan secara oral atau biasa disebut menulis untuk telinga. Ada lima prinsip dasar yang harus diperhatikan saat menulis naskah radio. 1) Diucapkan. Segala sesuatu yang diproduksi oleh radio, elemen utamanya adalah suara. Jadi apapun sumber dan wujud materi siaran radio, muaranya selalu berupa
12
presentasi suara, bukan gambar. Naskah radio merupakan bahan ucapan yang akan disampaikan melalui suara penyiar. Oleh karena itu karakter komunikasinya terbatas pada “Komunikasi Lisan” atau “Komunikasi Tutur” sehingga sebaiknya isi tulisan menggunakan bahasa tutur yang biasa diucapkan sehari-hari. Dengan menggunakan kosa kata bahasa lisan, pendengar bisa memahami isi yang disampaikan secara mudah. Jangan takut untuk
menggunakan
kata-kata
yang
sama
(pengulangan
kata)
asal
penempatannya pas dan enak didengar. Gaya penyampaiannya harus alamiah, bukan dibuat-buat. Dengan demikian bisa disimpulkan, seluruh materi tertulis yang akan disiarkan harus memenuhi tuntutan penampilan auditif. Jadi, konsep penulisannya pun harus bertolak dari naskah bercorak “Bicara” bukan “Tulis”. Karena itu hindari penulisan naskah radio yang modelnya “Literatur Tertulis”. Dianjurkan juga, untuk menggunakan kalimat dan kata yang mudah dimengerti, yaitu yang digunakan dalam percakapan sehari-hari. 2) Komunikasi Langsung Konsekuensi dari tuntutan tulisan untuk “Bicara”, maka alur penulisan di radio harus bersifat langsung. Pengertian langsung di sini, segera menuju pokok permasalahan. Alur yang berbelit-belit sangat tidak menguntungkan untuk radio. Khalayak pendengar akan merasa gerakan komunikasi jadi lamban dan tidak menarik. Apalagi karakteristik medium radio punya keampuhan karena komunikasi yang dimungkinkan akrab, berupa suara. Karena itu kesegaran menjadi kunci utama penulisan naskah radio.
13
3) Bersifat Sekarang. Keistimewaan radio adalah kesegeraannya. Untuk itu penulisan naskah radio pun disarankan menggambarkan sesuatu yang sedang terjadi. Informasi yang disampaikan melalui radio sebagian besar bersifat langsung, begitu terjadi sesuatu bisa langsung disampaikan, meski tidak menutup kemungkinan penyiar menceritakan apa yang dialaminya diwaktu yang lalu. 4) Pribadi. Sifat radio adalah hubungan antar individu atau personal. Meskipun pada waktu yang bersamaan siaran radio ditujukan kepada orang banyak secara serentak dan yang mendengarkan radio jumlahnya bisa ribuan orang, tetapi karena tampilan auditifnya membuat radio bercitra medium komunikasi personal dimana mereka masing-masing mendengarkan sendiri-sendiri atau paling tidak dalam kelompok-kelompok kecil. Terasa komunikasi penyiar, Newscaster, Reporter dengan khalayak pendengar menjadi komunikasi langsung antar individu Komunikator dan Komunikan. Akibatnya, penulisan naskah radio harus juga mempertimbangkan pola komunikasi individu ke individu ini. Tulisan yang tidak beratmosfir komunikasi antar individu, pasti tidak cocok untuk radio. Karena tidak tercipta “sambung rasa”nya. Untuk itu, sebaiknya dalam naskah radio digunakan sapaan yang pribadi. Apa yang kita sampaikan bukan untuk masa dalam jumlah besar seperti saat berpidato,
tapi
lebih
ke
perseorangan.
Radio
adalah
teman
bagi
pendengarnya, sehingga pada saat penyiar berbicara harus disampaikan seolah-olah berbicara dengan seorang teman.
14
Maka untuk mencapai keakraban komunikasi personal ini, -
Hindari bentuk tulisan sepertin pidato tertulis. Karena menulis di radio memang bukan “Orasi Spektakuler”
-
Bunyi tulisan harus membentuk suasana “informal”
-
Tulisan harus mengesankan suasana yang bersahabat. Untuk itu jangan ada kalimat-kalimat yang “Birokratis”
-
Tulisan yang komunikatif secara personal, bukan berarti harus bertele-tele berputar atau menghamburkan kata dan kalimat. Tuntutan untuk tetap ringkas dan padat harus dipenuhi.
5) Didengar sekali. Ingat, “Selintas” adalah salah satu kelemahan karakter radio. Sekali disiarkan, siaran radio tidak bisa diulang. Kecuali untuk program acara yang direkam, itupun baru bisa diulang jika memang ada jadwal siaran ulang. Karena itu sudah bisa dibayangkan, apabila penyampaian pesan tidak jelas ditangkap khalayak pendengar dalam sekali ucap, maka pesan tidak akan sampai untuk selamanya. Apalagi penyampaian pesan di radio tidak mungkin diminta mengulang oleh khalayak pendengar, ketika pesan yang disampaikan tadi tidak jelas.Dengan demikian, harus disadari bahwa jika pendengar tidak paham dengan apa yang kita sampaikan, mereka akan mengalami kesulitan untuk mendengarkan ulang. Ingat, kita hanya memiliki sekali kesempatan untuk menyampaikan pesan kita ke pendengar. Yang biasa membuat bingung pendengar, seperti kalimat yang terlalu panjang, penggunaan istilah-istilah teknis tanpa penjelasan, terlalu banyak
15
informasi yang disampaikan dalam satu kalimat, ide dan gagasan yang sulit dipahami. Untuk itu kunci yang harus dihayati penulis naskah di radio, diantaranya:
CLARITY HAS TOP PRIORITY Untuk mencapai tulisan yang sekali ucap langsung dimengerti, -
Rumuskan kalimat dan penyataan secara sederhana. Apabila anda menyampaikan ide anda dengan kalimat yang sulit dicerna, dikuatirkan kalimat berikutnya sudah tidak dapat ditangkap khalayak pendengar, karena sedang sibuk memikirkan kalimat yang tidak jelas tadi
-
Kalau informasi harus disajikan dalam kalimat yang panjang, jangan paksakan diri untuk menjelaskannya dalam kalimat yang panjang. Dianjurkan untuk menjabarkan informasi tadi dalam beberapa kalimat. Misalnya menjadi 2 atau 3 kalimat.
-
Untuk menghindarkan kalimat yang panjang, biasakanlah untuk tidak menjejalkan seluruh data di satu kalimat. Pemecahannya bisa dirumuskan dengan
SATU IDE SATU KALIMAT 6) Radio Hanya Suara. Suara adalah media kita untuk menyampaikan informasi kepada pendengar. Untuk itu jangan gunakan kata-kata yang kabur maknanya. Hindari kata-kata yang bunyinya berulang agar pendengar tidak bingung. Misalnya: “Bangunan itu dibangun oleh kontraktor swasta” menjadi “Gedung itu dibangun oleh
16
kontraktor swasta”. Hindari juga menggunakan kata-kata yang bunyinya mirip namun maknanya berbeda. Penggunaan tanda baca juga sangat penting. Seringkali terjadi, pada saat menyampaikan sesuatu, penyiar terhenti sejenak karena bingung hanya gara-gara penggunaan tanda baca pada naskah yang tidak tepat. Meski hanya sebentar, kesalahan ini akan diketahui oleh pendengar. Misalnya: “Anjing mengejar orang gila” jika tidak ditulis dengan tanda baca yang benar, bisa menjadi: “Anjing mengejar orang gila//” atau “Anjing mengejar orang/ gila//” Hal lain yang perlu diingat adalah elemen kata dan kalimat dengan merupakan “Jembatan” antara penulis naskah dengan khalayak pendengar. Kata dan kalimat menjadi alat utama dalam komunikasi di radio. Karena produksi radio hanya suara, maka gangguan –gangguan dalam proses penyerapan suara tadi juga besar. Malah lebih besar dari karakter media cetak. Kelemahan karakteristik suara dan gangguan dalam proses komunikasinya, bisa diperkecil dengan: -
Gunakan kata – kata yang tepat dan mengandung arti kongkrit
-
Hindari hal-hal yang abstrak dan sulit dilukiskan dengan kata-kata
-
Jangan gunakan kata-kata yang bunyinya saling berbenturan. Perkaya dengan kata-kata lain atau kata yang padanannya sama.
-
Hati-hati dengan hal-hal yang bunyinya hampir sama, tapi beda arti. MENULIS UNTUK TELINGA
Sesudah anda memahami karakteristik medium radio, termasuk kelebihan dan kekurangannya, maka rumusan penulisan untuk radio bermuara pada produk 17
yang auditif. Tepatnya, penulisan di radio diarahkan untuk konsumsi telinga. Bukan untuk mata seperti konsep penulisan di media cetak. Karena bukan untuk konsumsi mata, atau dibaca, maka filosofi penulisan di radio berbunyi, “Tulis seperti apa yang hendak anda bicarakan”. Atau “Tulis seperti apa yang hendak didengar”. Pola ini populer dengan rumusan . WRITE THE WAY YOU TALK Jadi apa yang hendak anda katakan itulah yang muncul berupa tulisan di naskah, tentu saja tidak sama persis seperti cara dan gaya anda berbicara sehari-hari, tetapi sudah melalui tahap pemolesan bahasa Indonesia yang menuntut “Baik” dan “Benar”. Setelah naskah siaran selesai dibuat, bacalah dan ucapkanlah. Teliti apakah naskah tidak mudah dituturkan, terdengar aneh tidak jelas atau rancu, dan terdengar kompleks dan rumit, maka Anda harus menyusun naskah kembali. c. Bentuk Naskah/Siaran Radio 1) Dialog 2) Wawancara/berita kegiatan 3) Fragmen/Sandiwara radio 4) Feature 5) Majalah udara, dll
18
d. Tahapan Penulisan Ada 4 tahap penulisan bertutur: 1) Pikirkan Dalam tahap ini, penulis harus membaca dulu dan memahami apa yang hendak ditulis. Baik materi yang hendak ditulis ulang (rewrite) maupun materi yang didapat waktu meliput di lapangan. Pada tahap ini penulis harus memilih topik apa yang akan jadi inti informasinya. Bersamaan dengan itu, ditentukan juga dampak apa yang hendak dicapai tulisan tersebut terhadap khalayak pendengar. Penetapan topik dan dampak penting, karena keduanya merupakan kerangka utama alur penulisan. Semakin tajam topik yang dipilih, semakin
mudah
khalayak
pendengar
menangkap
kehendak
penulis.
Sebaliknya, makin lebar topik yang dipilih, maka penulis membuat khalayak pendengar semakin tidak bisa menangkap maksud tulisan yang disiarkan. 2) Perkataan Sesudah tahap pertama selesai, yaitu menentukan topik, dampak dan menghimpun data yang dianggap penting unuk memperkuat tulisan, penulis dengan bersuara kemudian menceritakan tentang hal yang hendak ditulisnya. Dalam keadaan ini seakan-akan penulis tengah berhadapan dengan seseorang. Tahap ini sebenarnya merupakan proses bagi penulis untuk membuat tulisannya mencapai kondisi “bertutur”, sebagai tuntutan karya tulis untuk
konsumsi
telinga.
Apabila
penulis
tidak
melaksanakan
tahap
“Perkatakan” ini, sudah bisa dipastikan tulisannya berbelok menjadi naskah tulisan untuk kebutuhan mata, bukan telinga. 3) Tulis
19
Sesudah tahap “Perkataan” maka sekarang giliran penulis untuk menulis apa yang diperkatakan tadi. Jadi apa yang diceritakan kepada seseorang secara imajinatif tadi, secara lengkap dijadikan tulisan. Mudahnya, apa yang diceritakan dengan suara keras tadi, sekarang diubah menjadi tulisan tanpa perubahan apapun. Sehingga kalau kita baca ulang hasil tulisan ini, kesan dan isinya sama dengan apa yang diperkatakan tadi. Juga bunyi tulisan itu sama seperti orang yang sedang berbincang-bincang. 4) Perbaikan Tahap ini merupakan langkah akhir untuk membawa naskah ke ruang siaran. Sesudah apa yang diperkatakan tadi ditulis apa adanya, giliran penulis untuk melakukan perbaikan-perbaikan. Terutama perbaikan di bahasa. Karena tulisan hasil perkataan tadi yang bunyinya sama dengan percakapan seharihari, boleh jadi memuat kata-kata yang tidak lazim di umum. Seperti istilah, siang dan ungkapan yang hanya dimengerti segelintir orang di sekitar kita, dimana gaya percakapan itu dipakai. Karena itu pada tahap ini, penulis punya kesempatan mengubah kata-kata yang ditengarai tidak akan dimengerti khalayak pendengar. Sekaligus berupaya menampilkan bahasa Indonesia secara baik dan benar. Apabila ke 4 tahap ini sudah dilakukan penulis naskah, dijamin karya tulis yang dibacakan untuk siaran radio, mencapai konsep karya yang auditif. Jadi waktu naskah itu dibacakan oleh penyiar, reporter, atau “newscaster”, kesan akrab, dan personal serta merta bisa dirasakan khalayak pendengar. Dan yang lebih penting, membaca naskah. Tapi lebih terkesan seperti sedang
20
menceritakan sesuatu dengan spontan. Padahal apa yang disampaikan itu semuanya tertulis dalam naskah. Kesan “tanpa naskah” dan seperti “sedang bercerita” spontan merupakan keungguilan radio yang harus dipenuhi penulis naskah. Penulisan semacam ini juga akan mencapai target tulisan yang “mengalir”. Hal semacam ini tidak mungkin dilakukan di media cetak, dengan pertimbangan kolom dan halaman yang terbatas. Sehingga gaya tulisan di media cetak cenderung lebih pendek, lebih kaku dan kalau dibaca dengan suara keras tidak enak karena tidak mengalir.
BIMBINGAN EJAAN FONETIK Tugas penulis naskah ternyata tidak cuma menulis naskah, lantas merasa selesai waktu sudah diserahkan ke pembaca. Masih ada satu tugas penting lainnya,
yaitu
membantu
dan
memudahkan
pembaca
naskah
dengan
memberikan bimbingan “Ejaan Fonetik” pada kata-kata yang sulit dan belum dikenal. Bentuknya berupa tulisan cara membaca kata-kata sulit tersebut.
1) Pelaksanaannya -
Tulis cara membaca kata sulit dalam tanda kurung, dibelakang kata sulit itu. Misal : GUANTANAMA (GWAHN-TAH-NAH-MOH) RIO DE JANEIRO (RIYO-DE-HENEIROU)
-
Untuk kemudahan, tulis cara membaca kata sulit dalam huruf besar atau kapital.
21
-
Tulis bimbingan ejaan itu sesuai bunyi ucapan yang sesungguhnya. Sehigga siapapun yang membaca kata sulit itu tidak mendapat masalah
-
Garis bawahi bagian-bagian kata yang perlu ditekan pengucapannya
-
Patokan yang digunakan radio siaran untuk bimbingan ejaan fonetik, adalah sistem teleks kantor berita Associated Press.
2) Kendala Banyak kendala yang mungkin terjadi ketika penulis naskah harus memberi bimbingan ejaan fonentik. Boleh jadi dia sendiri belum pernah mendengar kata sulit itu, apalagi kemudian harus mengeja dan membacanya. Berikut ini beberapa jalan keluar. -
Gunakan kamus yang mencantumkan keterangan cara membaca
-
Hubungi beberapa sumber yang bisa dipertanggung jawabkan, untuk mengetahui cara mengeja dan membaca dengan benar. Seperti kantor kedutaan, konsulat, pusat kebudayaan atau perwakilan asing dari mana kata sukar itu berasal. Sumber lainnya bisa menghubungi ahli bahasa.
Penting untuk dihayati, pengucapan yang benar merupakan tanggung jawab semua pihak, mulai dari penulis naskah, pembaca hingga lembaga radio dalam kaitan dengan citra. Karena cara membaca yang benar, mencerminkan tuntutan akurasi yang harus diterapkan. Apalagi yang menyangkut nama, dijamin tidak satupun bersedia disebut bukan seperti seharusnya. Karena itu biasakanlah untuk selalu mengkonfirmasikan ke sumber yang tepat. Merekareka dan menyebut dengan asal-asalan, menggambarkan kebijakan lembaga radio yang tidak teliti, cermat dan bersungguh-sungguh.
22
MENULIS SINGKATAN, NAMA, GELAR, DAN ANGKA 1) Singkatan dan Penulisan Singkatan Ingat, produksi auditif radio siaran punya banyak kelemahan. Salah satunya mengenai singkatan-singkatan. Masalah yang sering timbul dalam penulisan singkatan. -
Apakah singkatan yang diudarakan itu sudah dikenal khalayak pendengar atau belum
-
Kalau singkatan tersebut dibaca, apakah ada kata-kata yang bunyinya serupa tapi punya makna atau arti yang berbeda
-
Lebih penting mana, memilih singkatan supaya lebih ringkas tapi dengan resiko tidak dimengerti, atau lebih baik dipanjangkan tapi jelas tertangkap maksudnya meski butuh waktu yang lebih panjang.
Penulisan Singkatan (a) Prinsip
awal
ketika
penulis
naskah
menghadapi
singkatan,
tulis
kepanjangannya. Jangan memberi kesempatan singkatan tampil (b) Peluang singkatan hanya dimungkinkan untuk yang sudah sangat lazim. Dengan dugaan, semua orang pasti kenal singkatan tersebut. Misal : Ir (Insinyur), dr (Dokter) , Prof (Professor) (c) Untuk nama organisasi, lembaga dan institusi, sebaiknya di awal dibaca lengkap dulu baru kemudian dibaca “Designasi Alfabetis”nya. Misal : Perserikatan Bangsa-bangsa atau P-B-B Golongan Karya atau Golkar
23
(d) Jangan singkat nama negara, negara bagian, propinsi, bulan, hari, harihari besar, gelar militer, pemerintahan dan keagamaan, dan sebagainya Misal : US atau USA untuk Amerika Serikat OH untuk Ohio JR atau SR untuk Junior atau Senior (e) Jangan pakai simbol sebagai pengganti kata Misal : & untuk DAN # untuk NOMOR/URUTAN (f) Dalam penulisan pisahkan huruf-huruf yang digunakan dalam singkatan atau designasi alfabetis dengan tanda penghubung (-) waktu setiap huruf disebutkan Misal : Partai Demokrasi Indonesia dengan P-D-I Partai Persatuan Pembagunan dengan P-P-P (g) Untuk penulisan singkatan yang menjadi satu kata, maka penulisannya harus disatukan, tidak dipisahkan tanda penghubung Misal : Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) Asuransi Tenaga Kerja dengan ASTEK 2) Nama dan Gelar Hal yang sering dilupakan atau tidak diperhatikan penulis naskah adalah Nama dan Gelar seseorang. Kecermatan untuk dua hal ini sering dijadikan ukuran untuk menilai profesionalisme penulis naskah. Penulisan yang salah, sehingga menjadi salah baca atau salah penguapan, sering menggangu khalayak pendengar, kalau tidak mengganggu yang empunya nama dan gelar tersebut.
24
3) Penulisan Nama -
Hindarkan penulisan nama orang di awal naskah. Karena dalam keadaan itu, khalayak pendengar belum siap betul mencerna informasi yang disampaikan. Sehingga sering nama kemudian tidak tertangkap khalayak.
-
Tulis nama lengkap dan gelarnya untuk orang yang belum dikenal
-
Sebaliknya, tidak perlu menulis gelar dan nama lengkap untuk seseorang yang sudah sangat terkenal. Karena penulisan nama lengkap dan gelarnya menjadi mubasir, ketika semua orang sudah tahu hal itu.
-
Tentang pencantuman gelar, kalau memang diperlukan maka tulislah gelar di muka nama. Bukan sebaliknya.
-
Penulisan pencantuman gelar sebaiknya untukn gelar yang berlaku umum di masyarakat. Karena pada beberapa institusi dan organisasi profesi, anggotanya memiliki gelar yang hanya berlaku internal dan untuk kelompok itu saja. Dalam hal semacam ini, penulisan gelar tidak dibutuhkan karena khayak pendengar juga tidak dimengerti. Misal : Dunia Fotografi, Organisasi Sosial
-
Menyangkut nama seseorang yang terdiri dari beberapa kata, cukup ditulis nama yang biasa dipakai untuk memanggilnya. Dan selanjutnya nama tersebut disambung dengan nama keluarga. Mengenai nama tengah tidak perlu ditulis.
4) Angka Penulisan angka merupakan bagian yang sangat rumit. Apalagi dalam karakteristik medium radio sudah dibahas, salah satu kelemahan radio adalah „Anti Detil” sementara angka selalu menampilkan sifat detilnya. Tapi karena
25
angka-angka itu disiarkan lewat radio siaran, diperlukan strategi khusus untuk bisa dipahami khalayak pendengar. -
Penulisan angka hanya dibutuhkan untuk angka yang perlu-perlu saja
-
Tidak direkomendasikan menulis daftar angka atau urutan angka Misal : Daftar harga, Daftar anggaran proyek
-
Untuk angka yang besar dan terinci, buat pembulatannya. Pembulatan ini merupakan
usaha
penyederhanaan,
supaya
teliga
bisa
bisa
menangkapnya. Untuk itu bisa menggunakan kata-kata seperti “sekitar”, “kurang lebih”, “hampir”, “sedikitnya”, “lebih dari”, “sebanyak” dan sebagainya Misal : Rp. Rp. -
3.122.555.890,-
(lebih dari Rp. 3,1 Milyar)
156.775.289,-
(Sekitar 156 juta orang)
Untuk angka yang lebih dari 3 desimal, bisa ditulis dengan angka itu, bukan ejaan. Misal : angka 0 sampai 999
-
Untuk angka yang lebih dari 3 desimal, maka penulisannya sudah harus dieja. Karena tulisan angka yang besar dan panjang menyulitkan pembaca naskah Misal :
120.000.000 menjadi (Satu Koma Dua Juta) 10.000
-
menjadi (Sepuluh Ribu atau 10 Ribu)
Eja setiap angka pecahan Misal : ¾ menjadi (Tiga Perempat), 1,2 menjadi (Satu Koma Dua)
-
Mengenai keterangan uang jangan gunakan simbol-simbol Misal : $ untuk (Dollar)
-
Untuk menyebutkan prosentase jangan menulis tanda (%)
26
Misal : 5% menjadi (Lima Persen) -
Gunakan awal “ke” di depan angka yang akan dibacakan menunjukkan bilangan urutan. Misal : Ulang Tahun X menjadi (Ulang Tahun ke 10)
TANDA BACA DAN TANDA KUTIP Dalam penulisan naskah radio ada elemen-elemen lain yang dibutuhkan di luar penulisan itu sendiri. Yaitu “tanda baca” dan “tanda kutip”. Banyak penulis naskah radio yang mengabaikan kegunaan kedua hal ini. Padahal aksentuasi produksi auditif juga ditentukan oleh penempatan tanda-tanda tersebut. 1) Tanda Baca Dalam penulisan naskah peran tanda baca sangat penting. Karena tanda baca adalah rambu-rambu, dimana kita berhenti, berhenti sebentar, menggunakan nada tanya, nada seru dan sebagainya. Bagaimana spesifikasi penggunaanya di radio ? Khusus untuk radio siaran terdapat beberapa ketentuan penggunaan tandatanda baca, tapi tidak ada yang sangat baku. Untuk itu bisa kita bagi menjadi: (a) Tanda Baca Tradisional Yaitu menggunakan tanda-tanda baca yang berlaku umum selama ini. Seperti titik (.), koma (,), tanda tanya (?), kolon (:) dan sebagainya
27
(b) Tanda Baca Khusus Yaitu menggunakan tanda-tanda baca khusus, yang dibuat berdasarkan kesepakatan. Artinya tidak bersifat baku, dan bisa hanya berlaku di kalangan tertentu saja. Misal : Garis miring satu (/) sebagai KOMA Garis miring dua (//) sebagai TITIK Garis miring tiga (///) sebagai AKHIR NASKAH Garis bawah (_) sebagai PENEKANAN NASKAH Deretan titik (…) sebagai ISYARAT STOP SEJENAK 2) Tanda Kutip Pengutipan dan pemakaian tanda kutip sering dijumpai dalam penulisan naskah media cetak. Tanda kutip sering digunakan untuk memagari pernyataan nara sumber. Pemakaian ini terasa sangat dibutuhkan media cetak, untuk memberi gambaran keadaan dan fakta. Tetapi lain di radio, penggunaan tanda kutip tidak sebebas dan semaksimal media cetak. Alasan-alasannya, (a) Naskah di radio bukan untuk dibaca, tapi untuk diperkatakan atau dituturkan. Maka untuk kutipan-kutipan dengan tanda kutip sering sulit untuk diekspresikan suara. Masalahnya, apakah kutipan itu kalau disuarakan langsung apakah bisa seekspresif yang empunya kutipan. Apa tidak mungkin terjadi bias fakta kerena ekspresi yang beda antara pembaca dan kutipan sumber ? (b) Dikuatirkan, pemakaian simbol-simbol tanda kutip (“........”) mendorong pembaca naskah terjerumus kesalahan dan kutipan sumber ?
28
(c) Secara auditif sulit untuk menandai kapan kutipan berakhir. Apakah kalimat setelah kutipan itu masih termasuk kutipan, ataukah sudah muk kalimat baru.dalam hal ini lebih jelas media cetak. Anjuran, (a) Untuk menghindari masalah seperti yang dipaparkan diatas, dianjurkan kepada
penulis
naskah
radio,
berusaha
pernyataan langsung tadi menjadi kutipan bentuk
kalimatnya
menjadi
menerangkan.
menjadikan
pernyataan-
“tidak langsung”. Dimana Sehingga
dimungkinlah
menyederhanakan pernyataan langsung tadi dengan hanya mengutip esensinya saja. (b) Ketika melaksanakan penyederhanaan pernyataan, harus dilakukan dengan sangat hati-hati. Tujuannya supaya tidak terjadi pergeseran makna pernyataan, apalagi mengubah maksud isi pernyataan.
e. Teknis Penulisan Naskah Pada setiap penulisan naskah berbeda-beda tergantung pada jenis media penyuluhan. Tiap-tiap jenis media penyuluhan mempunyai bentuk yang berbeda/khas,
namun pada dasarnya memiliki cara dan maksud yang sama.
Pada naskah audio ( radio dan kaset ) lembar naskah terbagi dalam 2 kolom. Pada kolom sebelah kiri merupakan bagian kolom yang dituliskan pelaku, sedangkan kolom sebelah kanan nama lagu dan suara-suara yang direkam.
29
Contoh format naskah Siaran Radio Dialog No. Pelaku / Jenis Suara
Teks / Suara
1.
Musik
In – Up – Down – Out
2.
Warno
Hem, dingin benar hari ini. Sebaiknya minum kopi hangat Bu ..................... Bune ...................................
3.
Inem
(Off Mike). Ada apa pak ?
(istri Warno)
(Fade In)
Teriak-teriak, kayak memanggil
orang tuli saja 4.
Warno
Udaranya sangat dingin. Saya ingin minum kopi yang hangat. Tolong buatkan bune !
5.
Inem
Kan sudah saya sediakan di atas meja.
6.
Warno
Oh, iya ?
7.
Fx
Tutup Gelas Bergeser dari Gelas Suara Orang Minum Kopi Panas
8.
Warno
Wah, panas sekali kopinya.
9.
Inem
Tadi minta panas, dikasih panas kepanasan.
30
Jadi serba salah 10.
Warno
Bu, Pak Penyuluh (Pak Asep) katanya mau datang jan berapa ?
11.
Inem
12.
Dan seterusnya
Kemarin katanya mau datang jam 08.00
Dari uraian-uraian tersebut diatas, ada beberapa hal yang harus disadari bersama bahwa: -
Radio harus diubah dari alat distribusi menjadi sistem komunikasi.
-
Radio menjadi alat komunikasi kehidupan masyarakat yang paling besar yang dapat dipikirkan, Sistem saluran yang besar. Artinya radio bertugas tak hanya mengirim/menyiarkan tetapi juga menerima.
Ini mengundang implikasi
bahwa radio akan membuat pendengar tak hanya
mendengar tapi juga berbicara dan tidak membuat pendengar terisolasi tetapi menghubungkannya dengan proses perubahan negara dan masyarakat.
31
3.2. Jingle/Iklan Layanan Jingle/iklan
layanan
masyarakat
merupakan
materi
penyuluhan
yang
ditanyangkan di media elektronik dengan subtansi pemberitahuan atau pemberitaan atau promosi atau larangan atau pengumuman mengenai kegiatan perikanan atau kegiatan penyuluhan perikanan dengan durasi antara 30 – 120 detik. Jingle merupakan pengulangan dari barand name atau slogan. Bila dikaitkan dengan perikanan, maka yang dimaksud dengan brand name atau slogan tersebut adalah hal-hal atau materi-materi atau pesan-pesan perikanan yang ingin disampaikan kepada sasaran melalui sebuah jingle/layanan iklan. Tujuan pembuatan suatu jingle, biasanya untuk kepentingan yang long lasting (tidak seperti radio spot, atau lagu iklan, yang biasanya maksimum digunakan untuk satu tahun saja). Jingle biasanya dipergunakan untuk berbagai keperluan, namun terutama sebagai „signature tune‟ dari semua materi komunikasi, dalam hal ini komunikasi terkait dengan penyuluhan perikanan. Sama halnya dengan metode penyuluhan perikanan terdengar lainnya, dalam pembuatan jingle/iklan layanan perlu memperhatikan beberapa hal diantaranya: a. Karakteristik sasaran - Pria/wanita - Kelompok Usia - Jenis usaha sasaran b. Luas jangkauan Hal ini berkaitan dengan radio sebagai alat/media untuk menyampaikan materi penyuluhan perikanan yang umumnya bersifat lokal. Oleh karena itu, bila jangkauan yang diinginkan lebih luas (seperti untuk tingkat nasional), maka penggunaan saluran radio pun sebaiknya yang bersifat nasional. 32
c. Jenis materi yang akan disampaikan Penetapan jenis materi yang akan disampaikan sangat erat kaitannya dengan jenis usaha sasaran. Penetapan materi yang sesuai dengan jenis usaha sasaran akan sangat berpengaruh terhadap tingkat efektivitas penerimaan materi penyuluhan perikanan oleh sasaran. Selain jenisnya, hal lain yang harus diperhatikan adalah sifat dari materi yang disampaikan itu sendiri apakah bersifat pemberitahuan, larangan, pengumuman atau lainnya. Adapun tahapan pembuatan jingle/iklan layanan adalah sebagai berikut: 1) Tahap Konsep Dalam tahap ini diinformasikan / dirumuskan konsep jingle/iklan layanan yang akan dibuat termasuk didalamnya adalah situasi yang diinginkan dan dialog yang akan dilaksanakan. 2) Tahap Pengumpulan Data Dalam
tahap
ini
berbagai
komponen
dikumpulkan/diproduksi
misalnya
backsound, lagu-lagu, sound effects, hingga dialog/monolog. 3) Tahap Pembuatan Komponen Dalam tahap ini berbagai komponen diproduksi, misalnya dialog/monolog diproduksi/direkan, backsound dibuat sesuai dengan kebutuhan, dll. 4) Tahap Assembling Dalam tahap ini berbagai komponen diassembling/digabungkan serta diperbaiki supaya tepat sesuai dengan yang diinginkan.
33
5) Tahap Produksi Contoh Dalam tahap ini diproduksi contoh jingle/iklan yang sudah 90% selesai untuk coba diperdengarkan. Apabila masih terdapat hal-hal yang kurang maka contoh jingle/iklan ini selanjutnya diperbaiki (tahap revisi). 6) Tahap Revisi Dalam tahap ini dilakukan revisi akhir terhadap contoh jingle/iklan yang telah coba diperdengarkan. 7) Tahap Produksi Final Dalam tahap ini jingle/iklan layanan masyarakat yang diproduksi sudah dapat diperdengarkan/diudarakan. Berikut ini adalah contoh membuat jingle/iklan layanan dengan menggunakan sebuah aplikasi “Adobe Audition”. 1) Aktifkan Program Adobe Audition yang sudah di install 2) Pilih menu File New Session 3) Pilih Sample Rate yang diinginkan
34
4) Masukkan file-file jingle: - Pilih menu file – import (Ctrl +I) - Conteng bagian Auto Play jika anda ingin mengecek lagu atau rekam suara yang anda select
5) Mulailah menyusun musik dan suara-suara yang akan kita jadikan satu
35
6) Jika ada musik atau rekaman suara yang tidak sesuai dengan setingan projek tadi maka ketika anda mendrag (menggeser) suara tesebut akan muncul pertanyaan
7) Kemudian pilih OK maka akan muncul kotak dialog Convert Sample type
36
8) Tool yang digunakan adalah
9) Mengedit suara dengan mudah adalah di zoom untuk ketelitian yang diperlukan
37
10) Sesuaikan volume masing masing track agar didapat hasil yang seimbang - Gunakan Track Properties, atau - Klik kanan pilih Adjust Audio Clip Volume
11) Setelah dirasa sempurna anda bisa menambahkan effect yang anda inginkan, seperti echo, delay, Equalizer nya bisa anda ginakan menu effect Cara menyimpanya:
- anda pilih menu File –Export – Audio, atau - (Ctrl + Ship + Alt +M) 12) Simpan Jingle yang kita mixing
38
DAFTAR PUSTAKA Keputusan
Menteri
Kelautan
Dan
Perikanan
Republik
Indonesia
Nomor
KEP.54/MEN/2011 Tentang Petunjuk Teknis Jabatan Fungsional Penyuluh Perikanan Dan Angka Kreditnya
http://kongres.jrki.or.id/baca/51/lima-prinsip-menulis-naskah-untuk-radio.html http://naskahiklan.blogspot.com/2008/02/membuat-jingle-yg-baik.html www.hamdar.webnode.com. Penulisan Naskah Untuk Radio http://naskahiklan.blogspot.com/2008/02/membuat-jingle-yg-baik.html. Membuat Jingle Yang Baik. http://edukasi-informatika.blogspot.com/2010/12/membuat-jingle-iklan.html. Membuat Jingle Iklan
39