PERBANDINGAN KONTAMINASI LOGAM BERAT TIMBAL (Pb) PADA ALGA LAUT JENIS Caulerpa racemosa DI PULAU LAE-LAE, PULAU BONEBATANG DAN PULAU BADI
SKRIPSI Oleh SYAMSUL BAHRI BAHARUDDIN L11107012
Dr.Ir.Farid Samawi,M.Si Dr.Inayah Yasir,M.Sc
EKSPLORASI JURUSAN ILMU KELAUTAN FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2013
RIWAYAT HIDUP Syamsul Bahri Baharuddin,
dilahirkan di
Kepulauan Selayar tepatnya di Benteng Selaya
pada
tanggal 01 juli 1987, sebagai anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Dg.Bahar dan Ibu Rosdiana. Jenjang pendidikan yang pernah ditempuh adalah sebagai berikut: Sekolah Dasar (SD) Madrasah Ibtidaiyah (1995–2001) di Kabupaten Manggarai Barat, Labuan Bajo, Flores, NTT. Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 1 Komodo (20012004) di Labuan Bajo, Flores, NTT. Sekolah Menegah Kejuruan (SMK, Jurusan Parawisata) Neg.1 Benteng Selayar (2004-2007) di Kabupaten Kepulauan Selayar, Sul-sel.Penulis diterima di Universitas Hasanuddin (UNHAS) Makassar di jurusan Ilmu Kelautan (FIKP) pada tahun 2007 melalui tes penerimaan Mahasiiswa Baru melalui jalur SPMB. Penulis juga aktif dibeberapa lembaga kemahasiswan
yaitu Senat
Mahasiswa Ilmu dan Teknolgi Kelautan-UH dan menjadi pengurus dengan jabatan Senator angkatan 2007 pada periode 2010-2011 serta terpilih menjadi Dewan Mahasiswa pada priode 2011-2012. Penulis juga pernah aktif organisasi luar kampus yakni Organisasi Daerah Kabupaten Kepulauan Selayar (DPP GEMPITA SELAYAR) pada priode 2009-2010 dengan jabatan koordinator HUMAS DPP Selayar. Penulis pernah mengikuti beberapa kegiatan luar kampus yakni pernah mengikuti pelatihan ADVOKASI pada tahun 2009 di UNM, mengikuti pelatihan Reef Check Day pada tahun 2009, mengikuti pelatihan transplantasi Karang pada tahun 2010, mengikuti kegitan survey Dinas Pendidikan Pusat Jakarta, survey dana BOS dan penentuan lokasi perbaikan sekolah di Sulawesi Selatan pada tahun 2012, mengikuti kegiatan pemeriksaan kesehatan gratis yang dilaksanakan oleh pemerintah Takalar dengan
Fakultas Ilmu Kelautan, serta penulis melakukan Peraktek kerja Lapangan (PKL) CORMEP II Di Kabupaten Kepulauan selayar, serta melakukan Kuliah Kerja Nyata (KKN) Gel. 81 kerjasama dengan Kodam VII
Wirabuana pada tahun 2012 di
PANGKEP Kelurahan Samalewa selama ± 3 bulan. Dan sebagai tugas akhir,penulis melakukan penelitian tentang: Perbandingan Kontaminasi Logam Berat (Pb) pada Alga laut Jenis Caulerfa recemosa di tiga Kepulauan Makassar yakni Pulau Bone Batang, Pulau Lae-lae dan Pulau Badi.
KATA PENGANTAR
Assalamu ‘Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuhu… Segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SW T Yang Maha Kuasa atas limpahan berkat dan rahmat-Nya yang selalu dicurahkan kepada hamba-Nya, sehingga
penelitian ini dapat terselesaikan sebagai salah satu
syarat dalam menyelesaikan pendidikan di Jurusan Ilmu Kelautan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin, Makassar. Shalawat dan salam kepada junjungan Nabiyullah Muhammad SAW yang telah membawa kita kepada nikmat Islam serta memberikan jalan kebenaran dan kemuliaan kepada ummatnya. Secara khusus dan istimewa skripsi ini didedikasikan sebagai wujud rasa terima kasih penulis yang tak terhingga kepada ayahanda tercinta Baharuddin dan ibunda tercinta Rosdiana yang telah merawat dan membesarkanku serta senantiasa mencurahkan cinta dan kasih sayang tanpa mengharapkan imbalan. Penulis berdoa semoga Allah SW T membalas dengan surga-Nya yang terindah. Juga kepada kedua saudari tercinta, Ahriana. S.Kep dan Nursyamsi, terima
kasih untuk kehadiranmu, dukungan dan doa yang selalu ada untuk penulis. Penulis menyampaikan penghargaan, rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada bapak Dr.Ir. Muh. Farid Samawi, M.Si., selaku pembimbing utama, serta Ibu Dr. Inayah Yasir, M.Sc., selaku pembimbing anggota yang senantiasa ikhlas meluangkan waktu dan pikirannya untuk memberikan nasihat dan saran kepada penulis dari awal sampai selesainya skripsi ini.
Penulis menyampaikan rasa terima kasih pula yang sedalam-dalamnya kepada:
H.Husain dan Hj.Jumriati latif, sebagai wali saya semenjak
menginjakkan kaki di bangku kuliah yang senangtiasa mendidik dan selalu memperingati ketika melakukan kesalahan.
Prof.Dr. Ir. Chair Rani, M.Si yang senantiasa memberikan ilmunya dengan penuh rasa tanggung jawab tanpa pamrih, semoga ilmu yang diajarkan bernilai pahala di sisi-Nya.
Bapak Prof. Dr. Akbar Tahir, M.Sc dan Bapak Dr.Ir. Abdul Rasyd J. M.Si selaku Penasehat Akademik (PA), yang senantiasa memberikan arahan kepada penulis sejak penulis kuliah sampai selesai.
Tim penguji sarjana: Ibu Dr. Ir. Rohani A.R, M.Si., Bapak Dr. Ir. Muh. Hatta, M.Si., dan Bapak Drs. Sulaiman Gosalam, M.Si., yang sudah memberikan banyak masukan untuk perbaikan skripsi ini dan menunjukkan berbagai kesalahan didalamnya.
Rekan sepenelitian Haryanto Kadir, S.Kel terima kasih atas kebersamaan, dukungan, dan ilmu dalam melaksanakan penelitian
Ibu Isyanita, S.TP., M.M, selaku laboran laboratorium Oseanografi Kimia yang telah memberikan masukan dalam menganalisis sampel.
Kepada saudari Iqra Handayani, S.Pd Terima kasih atas kesabaran waktu, perhatian, serta motifasi yang sangat besar yang telah diberikan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini..
Sahabat yang telah kuanggap sebagai saudaraku: Nurmawati Djufri, S.Kel., Ilham antariksa, S.kel., Muhammad Mubarak Aziz Malinggi .S.Kel,. Irwan arif, Rahmad fajri (Ringgo), Satria Oktafianus , Yahya 09 Andi Angga Purnama Putra, Edi Supriadi,
Pratu Rustam Andi Muhlis SH dan Salimin Alfameri SH,MH dan Nurwahidah S.Si. Terima kasih atas segala doa, canda tawa, perhatian serta dukungan untuk menyelesaikan skripsi ini. Saudara-saudariku Kelautan’07 yang tidak dapat disebutkan satu per satu terima kasih atas segala hal yang boleh terukir, dan dilalui bersama dalam suka dan duka. Semoga yang terlewati mampu menjadi kenangan terindah, mampu memperlihatkan bahwa betapa indah hidup saling berbagi, mengasihi, dan melengkapi itu tak sekedar kata. Keluarga Besar Senat Mahasiswa Ilmu dan Teknolgi Kelautan Universitas Hasanuddin Serta Keluarga Besar DPP GEMPITA SELAYAR, ingatlah selalu kenangan dan kebersamaan kita.
Kepada Rekan-rekan Tim survayer BPOM dan Survayer Dinas Pendidikan Pusat Jakarta yang telah mengenalkan saya dunia kerja selama menjadi mahasiswa.
Penulis sadar akan kekurangan dalam penelitian ini baik materi maupun teknis penulisannya. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dalam perbaikan skripsi ini. Akhirnya penulis berharap semoga penelitian ini dapat memberikan manfaat dalam pengembangan wawasan bidang ilmu kelautan secara umum. “Berawal dari sebuah pengorbanan orang Tua serta cita-cita yang tak kesampaian maka dari itu saya akan wujudkan cita-cita kedua orang Tua saya, (Nelayan Top)”
Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatu….. Makassar,
Syamsul Bahri B
Maret 2013
ABSTRAK
Syamsul Bahri Baharuddin. L11107012. perbandingan kontaminasi logam berat timbal (Pb) pada rumput laut jenis caulerpa racemosa di Pulau Lae-lae, Pulau Bonebatang dan Pulau Badi. Di bawah bimbingan Farid Samawi, sebagai Pembimbing Utama dan Inayah Yasir, Sebagai Pembimbing Anggota. Penelitian mengenai Perbandingan Kontaminasi Logam Berat (Pb) pada Alga Laut Jenis Caulerpa recemosa di Tiga Kepulauan Makassar yakni Pulau Bone Batang, Pulau Lae-lae dan Pulau Badi yang bertujuan untuk mengetahui perbandingan kontaminasi logam berat Timbal (Pb) pada Caulerpa racemosa pada tiga stasiun penelitian dengan tiga kali ulangan pada setiap stasiun penelitian ,pengambilan sampel dilakukan dengan cara manual dari substrat dimana C.racemosa ini melekat dan juga pengukuran parameter Oseanografi Suhu, Salinitas, Kecepatan arus, Kekeruhan, Kecerahan, Keasaman air laut (pH), Oksegen terlarut (DO), dan Organik terlarut (DOM) serta pengambilan sedimen masing-masing dilakukan tiga kali ulangan pada stasiun penelitian sedangkan analisis sampel dilakukan di Laboratorium Oseanografi Kimia, Kelautan, Universitas Hasanuddin dan Laboratorium Balai Kesehatan, Provinsi Sulawesi Selatan. Dilakukan pada bulan September-November 2012 Dari hasil analisis di laboratorium dan uji ANOVA ONE WAY, didapatkan nilai kandungan logam berat pada C.racemosa pada stasiun penelitian tidak berbeda nyata antara stasiun (P>0.05). Pulau Lae-lae dengan nilai rata-rata sebesar 33.984 ppm, di Pulau Bonebatang dengan nilai rata-rata sebesar 35.940 ppm dan pada Pulau Badi dengan nilai rata-rata sebesar 38.471 ppm. Kata Kunci: perbandingan kontaminasi logam berat timbal (Pb) pada Alga laut jenis Caulerpa racemosa.
ABSTRACT Syamsul Bahri Baharuddin. L11107012. comparison of heavy metal contamination of lead (Pb) on the seaweed Caulerpa racemosa on the island of Laelae, Bonebatang Island and Pulau Badi. Under the guidance Farid Samawi Main Supervisor and Inayah Yasir, Supervising Member.
Comparative Research on Heavy Metal Contamination (Pb) in Marine Algae Caulerpa recemosa in the islands Makassar Stem Bone Island, Island Lae-lae and Badi island that aims to determine the ratio of heavy metal contamination of Lead (Pb) in Caulerpa racemosa at three research stations with three replicates at each research station, sampling done by hand from the substrate which is attached and also C.racemosa parameter measurements Oceanographic Temperature, Salinity, Speed currents, turbidity, Brightness, the sea water, DO, and DOM and capture sediment each performed three replications at the research station while the sample analysis carried out in the Laboratory of Chemical Oceanography, Marine, and Laboratory Hasanuddin University Health Center, South Sulawesi province. Conducted in September-November 2012. From the results of laboratory analysis and ONE WAY ANOVA be obtained. get value content of heavy metals in C.racemosa the research station was not significantly different between stations (P> 0.05). Island Lae-lae with an average value of 33,984 ppm, Bonebatang Island with an average value of 35 940 ppm and the Badi Island with an average value of 38,471 ppm.
Keywords: comparison of heavy metal contamination of lead (Pb) on the Marine Alga Caulerpa racemosa types.
I. A.
PENDAHULUAN
Latar Belakang Pencemaran laut merupakan permasalahan global yang dihadapi oleh
negara yang berada di wilayah pesisir. Indonesia adalah termasuk salah satu negara tersebut. Pencemaran ini ditimbulkan oleh akibat meningkatnya pembangunan pemukiman, pertanian dan industri bahan-bahan pencemar yang dihasilkan melalui limbah industri banyak mengandung unsur-unsur logam berat yang bersumber dari bahan baku minyak bumi, campuran anti karat, campuran cat, dan lain-lain. Bahan pencemar tersebut pada akhirnya akan terbuang ke laut dan mengakibatkan semakin banyaknya bahan-bahan yang bersifat racun yang tertampung dan terakumulasi dalam jumlah yang sulit dikontrol. Faktor lain yang juga merupakan sumber pencemaran yaitu kecelakaan kapal, buangan cucian dari kapal, kegiatan anjungan minyak, buangan limbah rumah tangga, maupun yang langsung dari atmosfer membawa agen pencemar. Dari faktor-faktor tersebut akan banyak ditemukan bahan-bahan pencemar dalam perairan. Salah satu bahan pencemar yang sangat berbahaya bagi kehidupan manusia dan ekosistem laut yaitu logam berat atau metalloid seperti timbal (Pb) dan tembaga (Cu) (Dahuri 1996 dalam Yunus 2004). Limbah yang ke perairan laut dapat menimbulkan pencemaran, akibat pencemaran tersebut kualitas air dapat menurun hingga tidak memenuhi persyaratan peruntukan yang ditetapkan. Penurunan kualitas air akibat pencemaran, seperti yang terjadi di sungai-sungai dapat mengubah struktur komunitas organisme akuatik yang hidup. Pencemaran senyawa organik, padatan tersuspensi, nutrien berlebih, substansi toksik, dan limbah industri dapat menyebabkan
gangguan
kualitas
air
dan
menyebabkan
perubahan
keanekaragaman dan komposisi organisme akuatik di perairan. Salah satu
bahan pencemar utama yang terkandung dalam buangan limbah adalah logam berat yang bersifat racun (Hastutty, 2008). Akumulasi logam berat dalam tubuh organisme dapat mengakibatkan kerusakan pada organ tubuh. Dampak lebih lanjut terjadi apabila organisme tersebut dikonsumsi oleh manusia. Berbagai penyakit ditimbulkan apabila organisme yang mengakumulasi logam berat seperti jenis kerang-kerangan dikonsumsi oleh manusia seperti gangguan saraf dan menghambat pengikatan oksigen oleh darah merah (Palar, 2009). Rumput laut merupakan tumbuhan yang memiliki kemampuan mengakumulasi logam berat melalui dinding sel oleh proses osmoregulasi. Salah satu jenis rumput laut yang banyak dikonsumsi masyarakat secara langsung tanpa diolah adalah Caulerpa racemosa. Dengan demikian peluang kontaminasi logam berat ke tubuh manusia akan semakin besar. Salah satu bahan pencemaran yang berpotensi dapat membahayakan wilayah pesisir dan laut Makassar dan sekitarnya adalah logam berat timbal (Pb). Logam ini umumnya dihasilkan dari kegiatan transportasi dan industry, logam berat Pb dapat terakumulasi dalam tubuh Caulerpa racemosa (bioakumulasi). Tinggi rendahnya bioakumulasi logam berat Pb oleh C. racemosa sangat dipengaruhi oleh tinggi rendahnya konsentrasi logam Pb di perairan laut. Pulau Lae-lae, Pulau Bonebatang dan Pulau Badi, merupakan pulau dengan dampak aktifitas penduduk yang berbeda.
Dengan demikian akan
mempengaruhi kandungan logam berat Pb di tiga pulau tersebut. Maka dengan dasar tersebut perlu dilakukan penelitian yang menganalisis kaitan kandungan logam logam berat timbal pada C. racemosa pada kondisi perairan di tiga pulau tersebut.
B. Tujuan dan Kegunaan Tujuan penelitian adalah mengetahui perbandingan kontaminasi logam berat Timbal (Pb) pada C. racemosa di perairan Pulau Lae-lae, Pulau Bonebatang, dan Pulau Badi. Sedangkan kegunaan penelitian adalah sebagai bahan informasi bagi pemerintah dan masyarakat mengenai kandungan logam berat Timbal (Pb) dalam rumput laut C. racemosa. C. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini meliputi pengukuran kandungan logam berat Pb pada sampel rumput laut jenis C. racemosa, kandungan logam di air laut dan kandungan logam berat di sedimen pada tiga stasiun perairan Pulau Lae-lae, Pulau Bonebatang dan Pulau Badi. Parameter oseanografi yang diukur yaitu suhu, salinitas, arus, kecerahan, kekeruhan, derajat keasaman, Dissolved Organic Matter (DOM), dan oksigen terlarut (DO). Pengamatan di lakukan pada tiga pulau yaitu Pulau Lae-Lae, Pulau Bonebatang dan Pulau Badi agar diketahui perbandingan logam berat pada pulau tersebut.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A.
Pencemaran Logam berat Keberadaan logam berat dalam perairan laut dapat berasal dari sumber-
sumber alamih dan dari aktifitas yang dilakukan oleh manusia, secara alamiah logam berat timbal (Pb) dapat masuk keperairan melalui pengkristalan Pb pada udara udara dengan bantuan hujan, disamping itu juga berasal dari pengikisan batuan mineral yang banyak di sekitar perairan adapun aktivitas manusia dalam memenuhi kebutuhan kadang menghasilkan dampak terhadap lingkungan, dampak tersebut dapat berupa dampak positif maupun negative. Salah satu dampak negatif akibat aktivitas manusia adalah turunnya kualitas lingkungan hidup. Sebagai contoh turunnya kualitas tanah akibat pencemaran limbah yang dihasilkan oleh manusia, baik limbah rumah tangga, industri, maupun pertanian (Palar, 1994). Timbal adalah jenis logam yang lunak dan berwarna coklat kehitaman, serta mudah dimurnikan dalam bahasa ilmiahnya dinamakan pumbum, dan logam ini disimbolkan dengan Pb. Logam ini termasuk ke dalam logam golongan IV-A pada tabel periodik unsur kimia (Darmono, 1995), selanjutnya mempunyai nomor atom (NA) 82 dengan bobot atau berat atom (BA) 207,2 GR/mol (Palar, 1994). Logam berat yang masuk ke dalam lingkungan perairan akan mengalami pengendapan, pengenceran dan disperse, kemudian diserap oleh organisme yang hidup di daerah tersebut pengendapan logam berat disuatu perairan terjadi karena adanya anion karbonat hidroksil. Logam berat mempunyai sifat yang mudah mengikat bahan organik dan mengendap di dasar perairan dan berikatan dengan partikel-partikel sedimen, sehingga konsentrasi logam berat dalam
sedimen lebih tinggi dibandingkan di dalam air (Hutagalung, 1994). Logam berat yang yang terlarut dalam air akan berpindah ke dalam sedimen jika berikatan dengan materi organik bebas atau materi organik yang melapisi sedimen (Wilson, 1988). Menurut Palar (1994) timbal terbesar secara luas pada batuan dan tanah dari kerak bumi dengan konsentrasi utama hanya 12-20 ppm. Pb dan persenyawaannya dapat berada di dalam badan perairan secara alamiah dan sebagai dampak aktivitas manusia. Secara alamiah Pb dapat masuk dalam perairan pengkristalan Pb di udara dengan bantuan air hujan Pb yang masuk dalam perairan sebagai dampak dari aktifitas manusia dengan berbagai macam bentuk. Diantaranya adalah air pembuangan (limbah) dari industri yang berkaitan dengan Pb, air buangan dari pertambangan biji timah dan hasil pembuangan baterai. Buangan tersebut jatuh pada jalur-jalur perairan dimana dibawah arus menuju lautan. Umumnya jalur buangan dari bahan sisa perindustrian yang menggunakan Pb akan merusak tata buangan lingkungan perairan. Penentuan status tingkat pencemaran logam berat ditentukan menurut petunjuk baku mutu logam berat Pb pada sedimen oleh Febries dan Warner (1994). Tabel 1. Kisaran dan Status Kandungan Logam berat Timbal (Pb) di Sedimen.
ELEMEN
Pb
KISARAN
STATUS
0,33 mg/kg
Tidak tercemar
>33 mg/kg
Tercemar
KETERANGAN
Febries dan Warner (1994)
Tabel 2. Kisaran dan Status Kandungan Logam berat Timbal (Pb) di air. ELEMEN
KISARAN
STATUS
KETERANGAN
Pb
0-008 ppm
Tidak tercemar
KMNLH No.51 Tahun 2004
>0,008 ppm
Tercemar
Adanya logam berat di perairan, berbahaya baik secara langsung terhadap kehidupan organisme, maupun efeknya secara tidak langsung terhadap kesehatan manusia. Hal ini berkaitan dengan sifat-sifat logam berat yaitu sulit didegradasi, sehingga mudah terakumulasi dalam lingkungan perairan dan keberadaannya secara alami sulit terurai (dihilangkan), dapat terakumulasi dalam organisme termasuk kerang dan ikan, dan akan membahayakan kesehatan manusia yang mengkomsumsi organisme tersebut (Nontji, 1993).
Diencerkan Diserap oleh
Adukan turbulansi
Dipekatkan oleh
Diserap Plankton Plankton nabati
avertebrata
Di bawah oleh
Arus Laut
Arus Laut
Proses Biologis
Diserap ikan
Masuk Ke Ekosistem
Diserap oleh rumput La u t d a n terutumbuhan lainnya
Plankton hewan
adsorbsi
Biota Laut
Fisika dari Kimia
pengendapan
Pertukaran ion
Mengendap di dasar (sedimen)
Ikan dan manusia
Gambar 1. Proses yang terjadi logam berat masuk ke lingkungan (Hutagalung, 1991).
B.
Alga Laut jenis Caulerpa racemosa Secara
umum,
keuntungan
pemanfaatan
C.
racemosa
sebagai
bioindikator dan biosorben adalah C. racemosa mempunyai kemampuan yang cukup tinggi dalam mengadsorpsi logam berat karena di dalam C. racemosa terdapat gugus fungsi yang dapat melakukan pengikatan dengan ion logam. Gugus fungsi tersebut terutama gugus karboksil, hidroksil, amina, sulfudril imadazol, sulfat dan sulfonat. C. racemosa dapat dimanfaatkan sebagai bioindikator
logam
berat
karena
dalam
proses
pertumbuhannya,
alga
membutuhkan logam sebagai nutrient alami, sedangkan ketersediaan logam di lingkungan sangat bervariasi. Suatu lingkungan yang memiliki tingkat kandungan logam berat yang melebihi jumlah yang diperlukan dapat mengakibatkan pertumbuhan alga terhambat, sehingga dalam keadaan ini eksistensi logam dalam lingkungan adalah polutan bagi alga. Kemampuan alga dalam menyerap ion-ion logam sangat dibatasi oleh beberapa kelemahan seperti ukurannya yang sangat kecil, berat jenisnya yang rendah dan mudah rusak karena degradasi oleh mikroorganisme lain (Ramelow, 1990). C. racemosa merupakan salah satu alga laut yang telah dimanfaatkan oleh masyarakat secara langsung sebagai makanan dalam bentuk sayuran di Sulawesi
Selatan
khususnya
Makassar.
C.
racemosa
sudah
banyak
dimanfaatkan oleh masyarakat setempat dan telah menjadi mata pencaharian yang bernilai ekonomi bagi masyarakat. C. racemosa adalah salah satu spesies dari kelas Chlorophyceae dan merupakan alga hijau yang ada di Indonesia. Menurut Ayurdhani (2007) C. racemosa memiliki kandungan antioksi yang cukup tinggi bahkan dapat disejajarkan dengan antioksi dan sintetik (BHT). Oleh karena itu, C. racemosa dapat dijadikan sebagai altematif sumber antioksi dan baru untuk dikonsumsi masyarakat luas. Caulerpa Sp, merupakan salah satu genus alga laut dari famili Caulerpaceae. dari kelas Cholorophycea (alga hijau). C.
racemosa biasanya tumbuh bergerombol dan banyak dijumpai di terumbu karang yang telah mati atau pada pasir dengan kedalaman hingga 20m yang kadang berasosiasi dengan tumbuhan laut (Sedjati, 1999). Berdasarkan beberapa penelitian diketahui bahwa berbagai spesies alga terutama dari golongan alga hijau (Chlorophyta), baik dalam keadan hidup (sel hidup) maupun dalam bentuk sel mati (biomassa) dan biomassa terimmobilisasi telah mendapat perhatian untuk mengabsorpsi ion logam. Dari berbagai penelitian di ketahui bahwa berbagai spesies alga terutama dari golongan alga hijau (Chlorophyta) baik dalam keadaan hidup (sel hidup) maupun dalam keadaan mati (biomassa). Alga dalam keadaan hidup dimanfaatkan sebagai bioindikator tingkat pencemaran logam berat di lingkungan aquatik (perairan) sedangkan alga dalam bentuk biomassa dan biomassa terimmobilisasi dimanfaatkan sebagai biosorben (material biologi penyerap logam berat) dalam pengolahan air limbah (Sinly, 2003 dalam Hastuti). Syarat utama suatu alga sebagai bioindikator adalah harus memiliki daya tahan tinggi terhadap toksisitas logam berat karena penumpukan logam berat dalam alga akan memberikan pengaruh racun baik toksitas akut maupun toksitas kronis. Selain memiliki daya tahan yang tinggi terhadap toksitas logam berat, persyaratan lain untuk memanfaatkan alga sebagai bioindikator adalah (1) alga yang dipilih mempunyai hubungan geografis dengan lokasi yaitu berasal dari lokasi setempat, hidup di lokasi tersebut dan diketahui radius aktifitasnya, (2) alga itu terdapat dimana-mana, supaya dapat dibandingkan terhadap alga yang terdapat di lokasi lain, (3) komposisi makanannya diketahui, (4) populasi stabil, dan (5) masa hidupnya cukup lama, sehingga keberadaanya memungkinkan untuk merekam kualitas lingkungan di sekitarnya (Sinly, 2003 dalam Hastuti).
Gambar 2. Caulerpa racemosa (Syamsul Bahri, 2012). Klasifikasi alga laut Caulerpa racemosa sebagai berikut: Regnum : Plantae Divisi : Chlomphyta Kelas : Chlomphyceae Ordo : Caulerpales (Siphonales) Famili : Caulerpaceae Genus : Caulerpa Spesies : CauIerpa racemosa C. Parameter Oseanografi Beberapa parameter Oseonografi fisika dan kimia yang mempengaruhi mutu perairan Parameter fisika tersebut antara lain Suhu, Kecerahan, Salinitas, Arus, Derajat Keasaman, Sedimen dan DOM. 1. Suhu Suhu merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam proses kehidupan dan penyebaran organisme di laut adalah suhu. Suhu air laut merupakan parameter yang sering diukur mengingat kegunaannya dalam mempelajari proses fisika, kimia dan biologi laut. Selain itu juga suhu
dimanfaatkan dalam mempelajari transportasi dan polutan yang masuk ke lingkungan laut. Suhu juga merupakan faktor pembatas dalam penyebaran hewan dan tumbuhan laut, sebagai contoh rumput laut sangat dibatasi oleh perairan yang hangat di daerah tropik dan subtropik. Suhu optimal untuk tumbuhan alga dapat dibagi menjadi 4 kelompok, yaitu berkisar antara 0-100C. untuk alga di daerah beriklim hangat dan 150C-300C untuk alga yang hidup didarah tropis (Luning, 1990). Suhu merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam mengatur proses kehidupan dan penyebaran organisme, selain itu suhu juga perpengaruhi terhadap penyebaran dan komposisi organisme. Kisaran suhu yang baik bagi kehidupan organisme adalah antara 18–30oC (Nyebakken, 1992). Alga bentik tumbuh pada perairan dengan salinitas antara 13-37o/oo sedangkan makro alga umumnya hidup di laut dengan salinitas antara 30–32o/oo namun banyak makro alga yang hidup pada kisaran salinitas yang terlalu tinggi atau terlalu rendah akan menyebabkan gangguan pada proses fisiologis (Kadi, 1988 dalam Hastuty, 2008). 2. Kecerahan Kecerahan air merupakan kejernihan suatu perairan. Banyak tidaknya sinar matahari yang menembus ke dalam perairan tergantung dari kejernihan air. Kecerahan merupakan salah satu parameter untuk mengetahui kualitas perairan, dimana jika tingkat kecerahannya tinggi maka dikatakan bahwa kondisi perairan tersebut tidak banyak mengandung bahan-bahan organik begitupun sebaliknya. Pencahayaan sudah jelas peranannya dalam mendukung pertumbuhan alga sebagai organisme fotosintetik. Kualitas dan macam pencahayaan dapat menentukan kualitas pertumbuhan. Alga hijau tampaknya lebih efisien dalam memanfaatkan cahaya merah sehingga banyak banyak tumbuh optimal pada
intensitas cahaya sedang sampai rendah di tempat yang agak dalam (Atmadja, dalam Hastuty, 2008). 3. Salinitas Salinitas di perairan laut dapat mempengaruhi konsentrasi logam berat yang mencemari lingkungan laut (Hutagalung, 1997). Penurunan salinitas pada perairan dapat menyebabkan tingkat akumulasi logam berat pada organisme menjadi semakin besar (Muhtasor dkk., 2007). Pada salinitas yang tinggi kation alkali dan alkalin bersaing untuk mendapatkan tempat pada partikel padat dengan cara mengganti ion-ion logam berat yang telah diserap oleh partikel tersebut sehingga ion-ion logam berat akan lepas ke perairan (Connel dan Grgory, 1995). Salinitas adalah tingkat keasinan atau kadar garam terlarut dalam air yang dapat mengacu pada kandungan garam dalam tanah. Kandungan garam pada sebagian besar laut adalah faktor utama bagi kelangsungan hidup organisme tumbuhan laut termasuk alga laut jenis Caulerpa Sp. Salinitas yang optimum untuk tumbuhan rumput laut berkisar antara 25-350/00, sedangkan untuk fase pembuahan atau reproduksi pada tumbuhan rumpur laut kisaran salinitas yang baik adalah antara 28-320/00. Kemampuan rumput laut untuk beradaptasi pada salinitas rendah ini sering dimanfaatkan untuk mengetahui ada tidaknya limbah air tawar yang masuk keperairan laut. Salinitas mempengaruhi toksitas logam berat dimana pada salinitas yang tinggi toksitasnya logam berat akan rendah (Mance, 1990). 4. Arus Arus merupakan gerakan mengalir suatu massa air yang dapat disebabkan oleh tiupan angin atau karena perbedaan densitas air laut atau dapat pula disebabkan gerakan gelombang panjang termasuk pasang surut (Nontji, 1987). Budiman (2001) menyatakan bahwa, arus yang terjadi di daerah pantai
merupakan elemen penting dalam proses penyebaran bahan pencemar pada lingkungan pantai yang dapat mempengaruhi proses pertumbuhan alga. Arah kecepatan arus sangat penting untuk mengetahui arah transportasi dan pengadukan zat-zat yang terkandung dalam perairan seperti logam berat timbal Pb. Pola arus perairan akan memindahkan dan mengencerkan zat-zat tercemar yang ikut bersama pergerakan air baik zat-zat tersebut dalam bentuk larutan atau terserap pada larutan partikel, atau mengalami proses pengenceran oleh pola arus pasang surut (Haliana, 2007). 5. Derajat Keasaman (pH) Derajat keasaman (pH) adalah ukuran tentang besarnya konsentrasi ion hidrogen dan menunjukkan apakah air itu bersifat asam atau basa dalam reaksinya (Wardoyo, 1975). Nilai pH dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain aktivitas biologis misalnya fotosintesis dan respirasi organisme, suhu serta keberadaan ion-ion atau kandungan mineral perairan. Tambaru (1998) menyatakan, pH air laut relatif konstan karena air laut mengandung asam lemak, seperti asam karbonat dan asam borat (dalam jumlah sedikit) memiliki daya penyangga yang sangat besar. Kapasitas penyangga air laut ini penting sekali artinya karena lingkungan hidup akuatik bahari dipertahankan keasamannya. 6. Sedimen Sedimen perairan terdiri dari partikel-partikel yang berasal dari hasil pelapukan batu-batuan dan potongan cangkang (shell) serta sisa rangka dari organisme laut. Ukuran partikel sedimen ini dipengaruhi oleh sifat-sifat fisik yang mengakibatkan sedimen yang ada diberbagai dunia mempunyai sifat yang berbeda di antara satu sama lainnya merupakan proses pelapukan sedimentasi. Sedimen meliputi tanah dan pasir yang masuk ke badan air akibat erosi atau banjir.
Sedimen merupakan bagian yang sangat penting dan berhubungan dengan komponen ekosistem perairan karena menyediakan substrat dan habitat untuk banyak organisme yang merupakan bagian penting dari rantai makanan. Sedimen merupakan tempat akumulasi zat pencemar, dalam kondisi tertentu dapat mengalami difusi ke dalam kolom perairan, lalu mempengaruhi bentos dan organisme lain, (Cloutier 1996 dalam Supryaningrum, 2006). Konsentrasi logam berat dalam substrat secara alami menggambarkan keberadaan logam berat atau deposit mineral. Seringkali keberadaan logam berat dihubungkan dengan partikel tersuspensi dan sedimen karena sedimen lebih stabil dibandingkan kolom perairan (Supryaningrum, 2006). 7. Bahan Organik Terlarut (Dissolved organic matter, DOM) Dissolve organic matter (DOM) adalah bahan organik terlarut yang sebagian merupakan produk proses dekomposisi dari POM. Secara operasional DOM didefinisikan sebagai bahan organik yang dapat melewati saringan yang memiliki pori yang sangat kecil yaitu 0.5 Pm atau kurang dari itu (Saunder, 1980). Bahan Organik Terlarut merupakan salah satu bentuk bahan organik yang akhir dari proses mineralisasi menghasilkan unsur hara dan karbon yang dibutuhkan oleh organisme produser di perairan. Pada umumnya kandungan DOM yang tinggi ditemukan pada perairan dengan tipe tanah gambut seperti pada perairan rawa banjiran. DOM terlepas dari tanah gambut yang telah terbuka atau tercuci dari dekomposisi daun-daunan tumbuhan pada rawa banjiran ataupun pinggiran sungai (Rixen et al., 2008). Sumber utama oksigen dalam air laut adalah dari udara melalui proses difusi dan dari hasil fotosintesis fitoplankton pada siang hari. Faktor-faktor yang dapat menurunkan kadar oksigen dalam air laut yaitu kebaikan suhu air, respirasi, adanya lapisan minyak pada permukaan laut dan masuknya limbah organik yang mudah diurai kelingkungan laut.
Diantara faktor tersebut faktor utama yang paling sering menurunkan kadar oksigen dalam air laut adalah masuknya limbah organik yang mudah terurai (Hutagalung, 1997). 8. Oksigen Terlarut (Dissolved Oxygen, DO) Oksigen terlarut di perairan dimanfaatkan oleh seluruh jasad hidup organisme akuatik untuk respirasi, pertumbuhan, perkembang biakan, proses metabolisme dan untuk dekomposisi bahan organik. Oksigen terlarut dapat berasal dari proses fotosintesis, proses difusi, dan dari aliran air yang masuk ke badan perairan. Kelarutan logam berat sangat dipengaruhi oleh kandungan oksigen terlarut. Pada daerah dengan kandungan oksigen yang rendah, daya larutnya lebih rendah sehingga mudah mengendap. Logam berat seperti Zn, Cu, Cd, Pb, Hg, dan Ag akan sulit terlarut dalam kondisi perairan yang anoksik. Selain faktorfaktor yang mempengaruhi daya larut logam berat di atas, kandungan logam berat pada suatu perairan juga bisa di pengaruhi oleh faktor lainnya (Biological up take). Biological up take dalam hal ini berhubungan dengan jumlah absorpsi logam dan kandungan logam air (Darmono, 1995). Kadar oksigen terlarut dalam air sering dipakai untuk menentukan kualitas air bersih. Jika suatu perairan mengandung sat pencemar, maka nilai oksigen yang terlarut akan turun sebab oksigen yang terlarut dipakai oleh bakteri untuk menguraikan zat pencemar tersebut.
III. METODE PENELITIAN A.
Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September-November 2012.
Pengambilan sampel dilakukan di perairan Pulau Lae-lae, Pulau Bonebatang dan Pulau Badi. Analisis sampel dilakukan di Laboratorium Oseanografi Kimia, Kelautan, Universitas Hasanuddin dan Laboratorium Balai Kesehatan, Provinsi Sulawesi Selatan. B.
Alat dan Bahan. Alat dan bahan yang digunakan pada penelitian ini yaitu : perahu motor,
digunakan untuk transportasi di lapangan; GPS (Global Positioning System) sebagai penentu titik sampling; alat selam dasar atau SCUBA dingunakan untuk pengambilan sampel C. racemosa: kantong sampel digunakan sebagai tempat menyimpan sampel C. racemosa, Atomic Absorptoin Spectrophotometer (AAS) AA-6200 untuk mendeteksi kandungan logam timbal (Pb). Termometer digunakan untuk mengukur suhu perairan, Ph meter digunakan untuk megukur Ph air laut, layang-layang arus, stop watch dan kompas digunakan untuk menentukan arah dan kecepatan arus. Handrefractometer untuk mengukur salinitas. Secchi disc untuk mengukur kecerahan perairan, selanjutnya sampel dianalisis di laboratorium. C.
Persiapan Tahap pertama yang dilakukan dalam penelitian ini adalah studi literatur,
kunsultasi dimana kegiatan ini dimaksudkan sebagai penajaman fokus dari penelitian yang akan dilaksanakan dan untuk penguatan kerangka teoritis, perumusan masalah, serta penyusunan metodologi penelitian.
D.
Penentuan Lokasi Lokasi penelitian ditentukan berdasarkan lokasi pulau yang paling
berdekatan dengan daratan. Lokasi penelitian tersebut adalah Pulau Lae-lae, Pulau Bonebatang dan Pulau Badi. Alasan memilih lokasi tersebut untuk dijadikan pembanding untuk mengetahui sebarapa jauh pengaruh kandungan logam berat timbal pada Caulerpa racemosa di tiga pulau lokasi penelitian dengan jarak yang berbeda jaraknya dari daratan.
Gambar 3. Peta stasiun pengambilan sampel
E. Prosedur Penelitian 1. Studi Literatur Studi literatur dilakukan untuk mecari literatur yang sesuai dengan topik penelitian melalui berbagai sumber antara lain text book, jurnal dan artikel ilmiah lainnya. 2. Penentuan stasiun Dalam penelitian ini, stasiun pengambilan data ditentukan berdasarkan jarak dari daratan utama (Gambar 2) yaitu: Stasiun 1 = P. Laelae Stasiun 2 = P. Bonebatang Stasiun 3 = P. Badi 3. Pengambilan dan penyiapan sampel. Pengambilan sampel air dilakukan pada kedalaman 1-3 meter dari permukaan air laut dimana ditemukan C. racemosa menggunakan botol sampel. Sementar pengambilan sampel C. racemosa dengan mencabut dari substrat selanjutnya dimasukkan dalam kantong sampel . Pengambilan sampel sedimen dilakukan menggunakan pipa paralon kemudian dimasukkan ke dalam kantong plastik. Selama di lokasi penelitian sampel dimasukkan ke dalam coolbox dan dieberi es batu sebagai bahan pengawet sampel. F.
Pengukuran Parameter Lingkungan Pengukuran parameter lingkungan dilakukan pada semua stasiun,
parameter yang akan diukur adalah: suhu, salinitas, kecepatan arus, pH air laut, kekeruhan, kecerahan Dissolve organic matter (DOM), dan Oksigen Terlarut.
Prosedur pengukuran parameter lingkungan sebagai berikut: 1. Suhu (0C) Pengukuran suhu dilakukan dengan menggunakan thermometer dengan cara mencelupkan thermometer ke dalam kolom perairan selama beberapa detik kemudian mencatat skala suhunya dengan pembacaan secara vertikal. 2. Salinitas Pengukuran
salinitas
dilakukan
dengan
menggunakan
handrefractometer. Sebelum alat digunakan maka terlebih dahulu dibersihkan dengan menggunakan aquades, kemudian ditetesi dengan sampel air laut sebagai objek alat dan dibaca hasilnya. 3.
Arus Kecepatan arus dilakukan pada setiap stasiun dengan menggunakan
layang-layang arus. Untuk menghitung kecepatan arus yang diukur di lapangan menggunakan persamaaan : V=s/t Keterangan : V = kecepatan arus (m/detik) s = panjang tali (m) t = waktu pengamatan (detik)
4. Derajat Keasaman (pH) air laut Pengukuran derajat keasaman (pH) dilakukan dengan menggunakan pH meter yang sebelumnya dikalibrasi dengan aquades kemudian dicelupkan ke kolom perairan. 5. Kecerahan Pengukuran kecerahan dilakukan menggunakan sechi disk pada pada tiap stasiun penelitian dengan tiga kali ulangan.
6. Kekeruhan Pengukuran kekeruhan dilakukan di laboratorium dengan menggunakan alat Turbidity meter untuk setiap sampel air yang diambil pada masing-masing stasiun penelitian. 7. Dissolved organic matter (DOM) Pengukuran DOM dilakukan di laboratorium menggunakan metode SNI. (1989).dengan langkah-langkah sebagai berikut : a. Prinsip Kerja Pemeriksaan residu terlarut dilakukan dengan cara menimbang berat residu yang lolos melalui kertas saring yang berpori <0,045 µm dan telah dikeringkan pada suhu 103-105qC. b. Cara kerja: (I). Penimbangan cawan kosong dikerjakan dengan urutan: 1. Memanaskan cawan kosong dalam tanur pada suhu 550±50 qC. 2. Mendinginkan cawan dalam desikator selama 15 menit. 3. Menimbang dengan neraca analitik. 4. Memansakan kembali cawan kosong dalam oven pada suhu 103-105 qC selama 1 jam. 5. Mendinginkan dalam desikator selama 15 menit. 6. Tmenimbang kembali dengan neraca analitik. 7. mengulang langka (4) sampai (6) hingga diperoleh berat tetap (kehilangan berat <4%) misalnya B mg. (ii) penyaringan contoh dilakukan dengan urutan : 1. Menyiapkan kertas saring pada alat penyaring. 2. Menyaring contoh sebanyak 250 mL.
3. Mengamambil filtrat sebanyak 100 mL kemudian tuangkan kedalam cawan yang telah diketahui beratnya dan banyaknya contoh yang diambil disesuaikan dengan kadar residu terlarut di dalam contoh uji sehingga berat residu terlarut yang diperoleh antara 2,5 mg sampai 200 mg. 4. Mengringkan sampel di dalam oven pada suhu 103-105 qC selama 1 jam. 5. Mendinginkan sampel dalam desikator selama 15 menit. 6. Menimbang
cawan berisi residu terlarut dengan neraca
analitik. 7. Mengulang langkah (4) sampai (6) hingga diperoleh berat tetap (kehilangan berat 4<%) misalnya A mg. Rumus perhitungan DOM mg/L residu tersuspensi ( A — B) x 100 ml contoh Keterangan : A = berat cawan berisi residu tersuspensi, dalam mg B = berat cawan kosong, dalam mg 8.
Oksigen Terlarut (Dissolved Oxygen DO) Pengukuran oksigen terlarut dengan metode titrasi. sedangkan analisis
laboratorium menggunakan metode titrimetri (Hutagalung dkk.,1997), dan dilaksanakan di laboratorium. Langkah-langkah pengukuran yaitu : 1. Sampel air laut dimasukkan ke dalam botol sampel. 2. Kemudian
ditambahkan
2
ml
mangan
sulfat
(MnSO4)
dengan
menggunakan pipet, lalu sampel tersebut diaduk dengan cara membolakbalik botolnya.
3. Ditambahkan 2 ml NaOH + Kl kemudian ditutup dan botol sampel dibolak balik sampai terbentuk endapan coklat. 4. Lalu ditambahkan 2 ml H2SO4 pekat kemudian tutup dan membolak-balik botol sampel hingga sampel berwarna kuning tua. 5. Diambil 10 ml air dari botol sampel, masukkan kedalam Erlemeyer. 6. Titrasi dengan Na-thiosulfat hingga terjadi perubahan warna dari kuning tua ke kuning muda. Tambahkan 5-8 tetes indikatator amylum hingga terbentuk warna biru. Lanjutkan titrasi dengan Na-thiosulfat sampai bening. Perhitungan DO :
G. Preparasi Sampel a.
Preparasi Sampel Air Laut Preparasi sampel air mengacu pada SNI 06-6989.8-2004 (BSN, 2004, Samawi, 2010), dengan langkah kerja sebagai berikut: 1.
contoh air sebanyak 100 ml yang sudah dikocok sampai homogen dimasukkan ke dalam gelas piala.
2.
kemudian ditambahkan 5 ml asam nitrat (HNO3).
3.
contoh dipanaskan di atas pemanas listrik sampai larutan sampel kering.
4.
kemudian ditambahkan 50 ml aquades, masukkan ke dalam labu ukur 100 ml melalui kertas saring dan tempatkan 100 ml dengan aquades.
5.
sampel disimpan ke dalam botol plastik dan siap untuk dianalisis menggunakan AAS.
b.
Preparasi Sampel Sedimen Sedimen yang diambil hanya pada permukaan substrat saja, yaitu bagian
oxic dengan kedalaman 1-3 mm. Selanjutnya pada bagian tersebut dilakukan pengukuran konsentrasi logam Pb di Laboratorium Oseonografi Kimia, Jurusan Ilmu Kelautan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin. c.
Preparasi Sampel Caulerpa racemosa Organisme yang akan diambil adalah rumput laut jenis Caulerpa
racemosa, proses pengambilan sampel C. recemosa dilakukan dengan cara manual atau dengan cara mencabut dengan tangan selanjutnya dilakukan pengukuran kandungan logamnya. Preparasi sampel C. racemosa dilakukan dengan tahapan sebagai berikut (Samawi dkk., 2010): 1. sampel dimasukkan ke dalam oven untuk dikeringkan pada suhu 500C selama 2 hari. 2. sampel kemudian ditimbang seberat 5 gram dan dimasukkan ke dalam cawan porselin untuk ditanur sampai menjadi abu. Suhu yang digunakan adalah 500C selama kurang lebih 24 jam. 3. sampel yang sudah menjadi abu kemudian didinginkan di dalam ruang asam selama 10 menit kemudian ditambahkan asam nitrat pekat (HNO3). 4. setelah sampel didinginkan kemudian dilarutkan dalam aquades dan disaring dengan menggunakan kertas saring sebesar 50 ml. 5. sampel disimpan dalam botol plastik dan siap untuk dianalisis menggunakan AAS.
H.
Pengukuran Logam Berat Pb
a.
Pembuatan Larutan Standar Larutan standar dibuat dengan mengambil 5mL larutan standar yang
berkosentrasi Pb 100mg/L. Kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur yang berisi air distilasi dengan volume air 10mL. Konsentrasi ini kemudian diencerkan kembali menjadi konsentrasi 0.1mg/L; 0.2ml/L ; 0.3ml/L; 0.4ml/L; 0.5ml/L dengan memakai mikropipet volume 5mL. b.
Pengoperasian Alat Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS) Analisis logam berat dilakukan dengan menggunakan Atomic Absorption
Spectrophotometer (AAS) yang didasarkan pada hukum Lambert-Beer, yaitu banyaknya sinar yang diserap berbanding lurus (linear) dangan kadar zat. Oleh karena yang mengabsorbsi sinar adalah atom maka ion atau senyawa logam berat harus diubah menjadi bentuk atom. Perubahan bentuk ion menjadi bentuk atom dilakukan dengan suhu tinggi melalui pembakaran. Untuk pengetahui kandungan logam berat dengan menggunakan AAS berturut-turut membutuhkan panjang gelombang 293,3nm dan 228,8nm, kecepatan arus 10mA dan 8mA, aliran 2 I/menit dan 1,8I/menit, dan jenis gas yang digunakan untuk kedua jenis logam berat ini adalah udara C2H2. Deteksi limit alat untuk logam Pb yaitu (0,006). Prosedur pengoperasian AAS yaitu pertama lampu dakota berongga dipasang sesuai dangan logam yang akan dianalisis. Kemudian, AAS dihubungkan dengan sumber arus, dan lampu dipanaskan sampai 10 menit. Api pembakar (flame) dinyalakan dengan bantuan asitelin. Intensitas api diatur hingga memberikan warna biru. Setelah itu, panjang gelombang diatur untuk memperoleh serapan maksimum setiap unsur. Posisi lampu juga diatur untuk memperoleh serapan maksimum. Aspirasi larutan belangko ke dalam nyala udara asetilen, penunjukan hasil bacaan pengukuran harus nol dengan menekan tombol nol. Secara berturut-turut konsentrasi larutan baku diaspirasi ke dalam
AAS, dan dilanjutkan dengan larutan contoh. Hasil pengukuran serapan atom akan dicatat, kemudian dihitung untuk mendapat konsentrasi logam pada larutan. c.
Analisis Kadar Logam Kadar (konsentrasi) logam berat pada larutan contoh dihitung dengan
menggunakan kurva standar linier yang dibangun dari 5 konsentrasi larutan baku dengan menggunakan formula garis lurus X=(Y-b)/a, X= konsentrasi logam dalam larutan contoh; Y= nilai serapan atom; b= titik singgung garis kurva pada sumbu Y; dan a= slope (kecendrungan) garis kurva. Konsentrasi logam berat pada rumput laut dihitung dengan mengkonversi konsentrasi logam berat pada larutan contoh ke konsentrasi pada sedimen. Konversi ini dilakukan dengan mengalikan konsentrasi pada larutan contoh dengan volume akhir larutan, kemudian dibagi dengan berat C. racemosa contoh yang dipakai. I.
Analisis Data Data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel dan gambar.
Selanjutnya dianalisis untuk mengetahui Bioconcentration factor (BCF) dihitung menggunakan rumus (Van Esch, 1977 dalam Pratono, 1985) sebagai berikut:
Keterangan : BCF
= Faktor biokonsentrasi
C Caulerpa racemosa = Konsentrasi logam di Tumbuhan CAir = Konsentrasi logam di air Untuk mengetahui perbedaan kandungan ion Pb pada alga hijau jenis C. racemosa di tiga stasiun berbeda dilakukan uji Analysis ONE W AY (ANOVA), apabila terdapat perbedaan dilakukan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf 95%.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Parameter Oseanografi Hasil pengukuran parameter oseanografi pada tiga stasiun penelitian sebagai berikut: 1. Salinitas Hasil pengukuran salinitas pada stasiun pengamatan terlihat pada Gambar 4. Perairan Pulau Lae-lae didapatkan rata-rata 34.3±0.58 ppt, Pulau Bonebatang salinitas rata–rata sebesar 33.7±0,58 ppt dan Pulau Badi nilai rata–rata salinitas sebesar 34.3±1,53 ppt.
Gambar 4. Nilai rata-rata salinitas pada stasiun penelitian. Gambar 4 memperlihatkan bahwa salinitas perairan antara stasiun tidak berbeda. Nilai ini menunjukkan rendahnya pengaruh air tawar dari daratan ke ketiga perairan tersebut. Menurut Fabricius dan Alderslade (2001), bahwa kisaran salinitas 34-35 0/00 adalah kondisi yang normal di perairan Indo-Pasifik.
2. Suhu Nilai rata-rata suhu perairan pada Pulau Lae-lae sebesar 29±0,000C, 0
0
Pulau Bonebatang sebesar 28.6 ±0,30 C Pulau Badi sebesar 28.2±0,21 C. Nilai ini menunjukan bahwa suhu perairan tidak jauh berbeda antar stasiun.
Gambar 5. Nilai rata-rata suhu perairan pada stasiun penelitian. Nilai rata-rata suhu pada stasiun penelitian menunjukkan bahwa suhu suatu perairan menunjukkan homogen suhu. Permukaan perairan Indonesia kisaran suhu bagi organisme perairan adalah antara 18–30 oC (Nyebakken, 1992). Suhu merupakan salah satu faktor fisika yang sangat penting dalam lingkungan perairan. Perubahan suhu perairan akan mempengaruhi proses fisika, kimia perairan, demikian pula bagi biota perairan. Peningkatan suhu dapat menyebabkan peningkatan kecepatan metabolisme dan respirasi biota air dan selanjutnya meningkatkan konsumsi oksigen (Effendi, 2003). Suhu merupakan salah satu faktor lingkungan yang sangat penting dalam mempengaruhi aktivitas organisme. Suhu memegang peranan penting bagi pertumbuhan dan perkembangan alga. Menurut Luning (1990), temperur optimal untuk tumbuhan alga di daerah pertumbuhan alga dapat dibagi menjadi 4
kelompok yaitu: berkisar 0–10oC untuk alga beriklim hangat dan 15–30oC untuk alga yang hidup di daerah tropis. Rasyid
(2012)
menyatakan
bahwa
Suhu
pada
badan
perairan
dipengaruhi oleh monson lintang (latitude), ketinggian dari permukaan air laut (altitude), waktu dalam hari, sirkulasi udara, penutupan awan, dan aliran serta kedalaman badan air. Perubahan suhu berpengaruh terhadap proses fisika, kimia, dan biologi badan air. 3. Derajat Keasaman (pH) Nilai rata-rata keasaman (pH) air pada Pulau Lae-lae diperoleh sebesar 7.16±0,05 ppt pada Pulau Bonebatang diperoleh sebesar 7.15±0,01ppt dan nilai rata-rata keasaman (pH) air laut pada Pulau Badi nilai rata-rata sebesar 7.20±0,02 ppt. Hal ini menunjukan bahwa nilai pH pada perairan stasiun penelitian cendrung merata dan tergolong basa (pH > 7).
Gambar 6. Nilai rata-rata pH air laut pada stasiun penelitian. Derajat keasaman (pH) mempengaruhi konsentrasi logam. Kenaikan pH pada badan perairan biasanya akan diikuti oleh rendahnya kelarutan logam dan
senyawa–senyawa logam. Setiap organisme mempunyai toleransi yang berbeda terhadap pH maksimal, minimal serta optimal dan sebagai indeks keadaan lingkungan. Nilai pH air yang normal yaitu antara 6–8, sedangkan pH air yang tercemar beragam tergantung dari jenis buangannya. Batas organisme terhadap pH bervariasi tergantung pada suhu air, oksigen terlarut adanya anion dan kation serta organisme (Anonim 2012). 4. Kecepatan Arus Nilai kecepatan arus yang didapatkan pada stasiun penelitian dengan menggunakan layang-layang arus pada Pulau Lae-lae dengan nilai rata-rata sebesar 0.115±0,03 meter/detik, nilai kecepatan arus pada Pulau Bonebatang rata-rata sebesar 0,075±0,03 meter/detik dan nilai rata-rata kecepatan arus yang diperoleh pada Pulau Badi dengan nilai rata-rata sebesar 0,092±0,02 meter/detik
Gambar 7. Nilai Rata-rata kecepatan arus pada stasiun penelitian. Arus merupakan salah satu parameter perairan laut yang memegang peranan penting terhadap keberadaan polutan di laut. Arus laut sebagai media penyebaran dan pengenceran bahan-bahan polutan yang masuk ke lingkungan air.
Pengelompokan perairan berarus sangat cepat (>1 meter/detik), cepat (0.5-1m/detik), sedang (0.25-0, meter/detik), lambat (0.1-0.2 meter / detik), dan sangat lambat (<0.1 meter/detik). Rasid (2012) menyatakan bahwa pada bulan september arus memasuki perairan Supermonde melalui Pulau-pulau bagian selatan (kecepatan 0.41 meter/detik) dan menuju ke utara dengan kecepatan arus semakin menurun yakni 0.06 meter/detik. 5. Kecerahan Nilai rata-rata kecerahan pada Pulau Lae-lae diperoleh nilai sebesar 93.3±11.55%, nilai rata-rata kecerahan pada Pulau Bonebatang sebesar 100±0,00%, dan nilai rata-rata kecerahan pada Pulau Badi sebesar 100±0,00 %. Hal ini menunjukkan bahwa pada Pulau Lae-lae
tingkat kecerahannya lebih
rendah dibandingkan dengan Pulau Bonebatang dan Pulau Badi, hal ini disebabkan karena Pulau Lae-lae masih dekat dengan kota Makassar.
Gambar 8. Nilai Rata-rata kecerahan pada stasiun penelitian. Cahaya merupakan faktor pembatas yang
terpengaruh terhadap
perumbuhan dan distribusi makro alga di laut. Dengan bantuan cahaya matahari,
makro alga harus tumbuh di bagian laut yang dangkal, sehingga kebutuhan cahaya akan terpenuhi (Atmadja, 1999, dalam Hastuty, 2008). Kebutuhan alga akan intensitas cahaya yang tinggi untuk membantu proses fotosintesis diperlihatkan dengan observasi dimana distribusinya terbatas pada perairan dengan kedalaman perairan tidak lebih dari 10 meter. Beberapa aktivitas yang meningkatkan mutan sedimenasi pada badan air akan berakibat pada tingginya turbuiditas residu sehingga berpotensi untuk mengurangi penetrasi cahaya. Hal ini dapat mengganggu produktifitas primer dari ekosistem alga (Dahuri, dkk, 2001). 6. Kekeruhan pada lokasi penelitian Nilai rata-rata kekeruhan pada Pulau Lae-lae diperoleh nilai rata- rata sebesar 1.51±0,15 NTU, pada Pulau Bonebatang didapatkan nilai rata-rata kekeruhan sebesar 0.22±0,14 NTU, dan pada Pulau Badi diperoleh nilai ratarata kekeruhan sebesar 0.38 ±0,24 NTU.
Gambar 9. Nilai rata-rata kekeruhan pada stasiun penelitian. Nilai rata-rata kekeruhan yang sangat tinggi didapatkan pada Pada Pulau Lae-lae karena pulau lae-lae masih dekat dengan daratan kota Makassar / pantai losari dan pulau Lae-lae. Hal serupa dikatakan oleh Hutabarat dan Evans, (2000)
bahwa adanya bahan-bahan yang melayang (suspended matter) dan tingginya nilai kekeruhan
di perairan dekat pantai menyebabkan penetrasi cahaya
berkurang di tempat ini. 7.
Dissolved Organic Matter (DOM). Nilai rata-rata Dissolved Organic Mater (DOM) pada Pulau Lae-lae
diperoleh nilai rata-rata sebesar 35.03±1,91 ppm, pada Pulau Bonebatang diperoleh nilai rata-rata sebesar 35.09±2,65 ppm dan pada Pulau Badi dengan nilai rata-rata nilai sebesar
34.03±0,85 ppm. Kondisi tersebut menunjukkan
bahwa tidak berbeda nyata nilai DOM pada setiap stasiun penelitian.
Gambar 10. Nilai rata-rata Dissolved Organic Meter (DOM) pada stasiun penelitian. Dissolved Organic Matter (DOM) merupakan salah satu bentuk bahan organik yang akhir dari proses mineralisasi menghasilkan unsur hara dan karbon
yang
dibutuhkan
oleh
organisme
produser
di
perairan.
Pada
umumnya kandungan DOM yang tinggi ditemukan pada perairan dengan tipe tanah gambut seperti pada perairan rawa banjiran. DOM terlepas dari
tanah gambut yang telah terbuka atau tercuci dari dekomposisi daundaunan tumbuhan pada rawa banjiran ataupun pinggiran sungai (Fatah, 2010). Menurut Duursma (1963), DOM perairan berasal dari berbagai sumber, seperti metabolisme sel terluar alge terutama phytoplankton, zat buangan zooplankton dan organisme besar lainnya, zat buangan tumbuhan, penguraian organisme tumbuhan dan daratan. 8. Oksigen Terlarut (DO) Nilai rata- rata kandungan oksigen terlarut (DO) pada Pulau Lae- lae dengan nilai rata-rata sebesar 4,493±0,53 ppm, pada Pulau Bonebatang dengan nilai rata- rata sebesar 5,017±0,08 ppm pada Pulau Badi dengan nilai rata- rata sebesar 6,177±0,16 ppm. Pada (Gambar 9), nilai rata-rata oksigen terlarut pada stasiun penelitian menunjukkan bahwa kondisi perairan Pulau Lae-lae termasuk kategori tercemar sedang, Pulau Bonebatang dan Pulau Badi tergolong dalam kategori tercemar ringan.
Gambar 11. Nilai rata- rata Kandungan Oksigen pada stasiun Penelitian.
Oksigen terlarut digunakan sebagai tanda derajat pengotoran limbah yan ada, semakin besar nilai kandungan oksigen terlarut maka menunjukkan derajat pengotoran yang relative kecil dan sebaliknya ( Mulia, 2005). B. Kandungan logam berat di air, C. racemosa, dan sedimen serta Bioconcentration Factor ( BCF) Keberadaan logam berat Pb dalam badan perairan dengan konsentrasi yang relative kecil sudah dapat membahayakan mahluk hidup. Logam merupakan zat yang sangat persisten sehingga dapat berakumulasi pada rantai makanan dan menyebabkan perubahan pH air sehingga dapat menganggu kehidupan mahluk air. 1. Konsentrasi logam Pb pada air laut Nilai rata-rata kandungan logam berat Pb air laut pada Pulau Lae-lae sebesar 0.315±0,014 ppm, nilai kandungan logam berat pada air di
Pulau
Bonebatang diperoleh sebesar 0.229±0,009 ppm, dan nilai kandungan logam berat pada air di Pulau Badi sebesar 0.245±0,044 ppm.
Gambar 12. Nilai kandungan konsentrasi logam berat Pb air laut pada stasiun penelitian.
Berdasarkan hasil uji ANOVA diperoleh perbedaan nyata antar stasiun penelitian (P<0.05), hal ini diakibatkan perairan Pulau Lae-lae lebih dekat dengan perairan pantai losari dan tingkat kekeruhannya sangat tinggi (1.51). Logam berat Pb yang masuk ke dalam lingkungan perairan akan mengalami pengendapan, pengenceran dan dispersi, kemungkinan diserap oleh organisme yang hidup di perairan tersebut (Hutagalung, 1991). Hal serupa dikatakan oleh Hutabarat dan Evans, (2000) bahwa adanya bahan-bahan yang melayang (suspended matter) dan tingginya nilai kekeruhan
di perairan dekat pantai
menyebabkan penetrasi cahaya berkurang di Pulau Lae-lae. 2. Kandungan logam berat timbal Pb pada C. racemosa Berdasarkan hasil uji ANOVA (lampiran 3), nilai rata-rata konsentrasi Pb pada sampel Caulerpa racemosa di tiga stasiun penelitian tidak menunjukkan perbedaan nyata antara stasiun (P>0.05).
Gambar 13. Nilai rata-rata kandungan logam berat Pb pada C. recemosa pada tiga stasiun pengambilan sampel. Nilai rata-rata kandungan logam berat Pb pada C. recemosa di Pulau Laelae dengan nilai rata-rata sebesar 33.98±6.841 ppm pada Pulau Bonebatang
diperoleh nilai rata-rata sebesar 35.94 ±3.868 ppm dan pada Pulau Badi diperoleh nilai rata-rata kandungan logam berat Pb sebesar 38.47±8.941 ppm telah melebihi baku, berdasarkan standar baku mutu logam berat dalam pangan yang layak dikonsumsi adalah batas maksimum 0.1 ppm (SNI 7387.2009) Tingginya kandungan logam berat pada C. racemosa pada pulau badi disebabkan oleh rendahnya keasaman air laut pada Pulau Lae-lae yakni dengan nilai rata-rata 7,2. Nilai pH penting untuk dipertimbangkan karena dapat mempengaruhi proses dan kecepatan reaksi kimia di dalam air. pH adalah salah satu yang pengaruh utama pada proses pembentukan logam di dalam air. Setiap pembahasan mengenai pengaruh pH maka akan berpengaruh terhadap peningkatan jumlah konsentrasi berbagai spesies logam. Kenaikan pH pada badan perairan biasanya akan diikuti dengan semakin kecilnya kelarutan dari senyawa-senyawa logam. Rendahnya kandungan logam berat pada C. recemosa di Pulau Lae-lae disebabkan cahaya yang sangat rendah, karena kebutuhan lamun akan intensitas cahaya yang tinggi untuk membantu proses
proses fotosintesis,
beberapa aktivitas yang meningkatkan mutan sedimenasi pada badan air akan berakibat
pada
tingginya
turbuditas
residu
sehingga
berpotensi
untuk
mengurangi penetrasi cahaya . Hal ini dapat mengganggu produktifitas primer dari ekosistem alga (Dahuri, 2001 dalam Adnan, 2004 ). 3. Hasil analisis kandungan logam berat timbal Pb pada sedimen Nilai rata-rata kandungan logam berat pada sedimen pada Pulau Lae-lae sebesar 17,32±1,34 ppm, nilai rata-rata kandungan logam berat pada sedimen di Pulau Bonebatang sebesar 18,31±2,057 ppm, dan nilai rata-rata kandungan logam berat pada sedimen di Pulau Badi sebesar 16,58±0,488 ppm.
Gambar 14. Nilai rata-rata kandungan logam berat Pb sedimen pada stasiun penelitian. Pada saat pembuangan limbah industri maupun aktifitas pembuangan minyak kapal masuk ke dalam suatu perairan maka akan terjadi proses pengendapan dalam sedimen. Febries dan Warner (1994), menyatakan bahwa jika tidak melebihi standar baku mutu sedimen 0.33 ppm artinya masih aman jika sudah melewati batas standar baku mutu pada sedimen 0>33 ppm artinya sudah tercemar. Menurut Palar (2008), logam Pb secara alamiah dapat masuk ke badan perairan melalui pengompleksan pertikel logam di udara kerena hujan di sekitar perairan dan aktivitas manusia dengan berbagai macam bentuk dimana bahan pencemar tersebut akan masuk ke dalam badan perairan dan mengendap di sedimen Sementara menurut Hutagalung (1991) Logam berat Pb yang masuk ke dalam lingkungan perairan akan mengalami pengendapan pada dasar perairan (sedimen) kemudian diserap oleh organisme yang hidup di perairan tersebut
4. Faktor Biokonsentrasi (Bioconcentration factor, BCF) Data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel. Untuk mengetahui Bioconcentration Factor (BCF) dihitung menggunakan persamaan menggunakan rumus (Van Esch, 1977 dalam Pratono, 1985) sebagai berikut:
Keterangan: BCF
= Faktor biokonsentrasi
C Pb C.Racemosa = Konsentrasi logam di C.Racemosa . (ppm) C Pb Air
= Konsentrasi logam di air (ppm)
Nilai rata-rata Faktor Biokonsentrasi Caulerpa racemosa pada Pulau Laelae sebesar 31±18.07 ppm, pada Pulau Bone Batang sebesar 14.2±8.21ppm dan pada Pulau Badi Sebesar 70.56±40.74 ppm dan dapat dilihat pada (Gambar 15).
Gambar 15. Nilai rata-rata Bioconcentration Factor racemosa terhadap logam berat Pb.
(BCF) Caulerpa
Tingginya kandungan logam berat Pb pada C. racemosa dibandingkan air dan sedimen dikarenakan C. racemosa memiliki kemampuan mengadsorpsi logam berat cukup tinggi dari air melalui dinding sel.
IV. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Dari hasil dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa kandungan logam berat timbal Pb pada Caulerpa racemosa pada Pulau Lae-lae sebesar 33.984± ppm, pada Pulau Bonebatang sebesar 35.940±
ppm, dan pada Pulau Badi
sebesar 38.471± ppm. Hasil uji ANOVA tidak meperlihatkan perbedaan nyata. B. Saran
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang kemampuan bioakumulasi C. racemosa terhadap logam berat Pb dalam wadah terkontrol dengan taraf konsentrasi yang berbeda.
2. Perlu diadakan penelitian pada umur C. racemosa.yang berbeda 3. Perlu kehati-hatian dalam mengkonsumsi C. racemosa yang dari perairan, karena alga ini mempunyai kemampuan mengabsorpsi logam berat Pb cukup tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
Adnan,Muhammad 2004, Pengaruh Suhu dan Salinitas Pada Larva dan Lulus Hidup (Survival Rate) Kima Sisik, Tridacna squamosa. [Skripsi]. Jurusan Ilmu kelautan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin, Makassar. Ahmad. 2009. Tingkat pencemaran logam berat dalam air laut dan sedimen di perairan Pulau Muna Kabaena, di Sulawesi Tenggara. Indonesia [Skripsi]. Jurusan Ilmu kelautan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin, Makassar. Astine. 2003. Evaluasi Pencemaran Bahan Organik dengan Indikator BOD di Perairan Sungai Tello Kota Madya Makassar [Skripsi]. Jurusan Ilmu kelautan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin, Makassar. Atmadja, W. S., 1979. Mengenal Jenis-jenis Rumput Laut Budidaya. Pawerta Ocean. Jakarta. Badan Standadisasi Nasional. 2009. Batas maksimum cemaran logam berat dalam pangan. Connel, D. W. dan Miller, J. G., 1995. Kimia dan Ekotoksikologi Pencemaran. Universitas Indonesia Press. England. Darmono. 1995. Logam Dalam Sistem Biologi Mahluk Hidup. UI Press. Jakarta. Fabricus, K., P. Anderslade., 2001. Soft Coral and Sea Fan. Australian Institude of Marine Science, Queensland, Australia. Fatah, K. Phil, H. M., dan Said, A., 2010. Karbon Organik Terlarut Sebagai Indikator Keragaman Hayati dan Kualitas Hasil Tangkapan Ikan di Rawa Banjiran. Balai Risaet Kelautan dan Perikanan – KKP. Jakarta. Febries and Warner, Gf., 1994. Characterization of Toxicants is Sediments from Part Philip Bay : Metals. Departement of Concervation and Metals Resources Melbourne. Australia. Halianah. 2007. Distribusi Spasial Kandungan Logam Berat (Pb dan Cd) di Beberapa Muara Sungai: Kaitannya dengan Gradien Lingkungan [Skripsi]. Jurusan Ilmu kelautan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin, Makassar. Hastuty. 2008. Kandungan Logam Berat Timbel (Pb) pada Sargassum Sp. Sebagai Bioindikator Pencemaran di Kepulauan Supermonde [Skripsi].
Jurusan Ilmu kelautan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin, Makassar. Hutagalung, H. P., 1991. Pencemaran Laut oleh Logam Berat Dalam Status Pencemaran Laut di Indonesia dan Teknik Pemantauannya. P30-LIPI. Jakarta. -------------------------- 1994 Logam Berat Dalam Lingkungan Laut. Pawerta Oseana. LIPI. Jakarta. Hutagalung, H. P., 1994. Metode Analisis Air laut, Sedimen dan Biota Laut. Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Jakarta. Idhan, M., 2005. Analisis Kandungan Logam Berat Timbal (Pb) dan Kadmium (Cd) pada Jaringan Tumbuhan Lamun Enhalus acroides di Perairan Laelae Kota Makassar [Skripsi]. Jurusan Ilmu kelautan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin, Makassar. Kadi dan W. S Atmajaya. 1988. Rumput Laut (Alga), Jenis Reproduksi, Produksi Budidaya dan Pasca Panen. LIPI. Jakarta. Lantang. M., 1999. Studi kondisi Fisika Oseanografi pada Areal Budidaya Rumput Laut Perairan Pulau Tana Keke Kabupaten Takalar [Skripsi]. Jurusan Ilmu kelautan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin, Makassar. Lukman. 2012. Distribusi Logam Berat Timbal (Pb) dan Kadmium pada Sedimen dan Organisme Pemakaman Deposit (Deposit Feeder) di Perairan Pantai Kota Makassar [Skripsi]. Jurusan Ilmu kelautan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin, Makassar. Luning. K., 1990. Sea Weeds Their Environment Ecophysiology, Jhon Wiley and Sons. New York.
Biogeography
and
Mance, G., 1990. Threat of Heavy Metal in Aquatic Environment. Dalam status pencemaran laut di Indonesia dan Teknik Pemantauannya Mukhtasor. 2007. Pencemaran Pesisir dan Laut. Pranya Paramita. Jakarta. Nontji.A., 1993. Laut Nusantara. Djambatan. Jakarta. Nurjannah. 2004. Analisis Kandungan Logam Berat Timbal (Pb) dan Seng (Zn) pada Sedimen dan Air di Sekitar Perairan Larea-rea, Kabupaten Sinjai [Skripsi]. Jurusan Ilmu kelautan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin, Makassar. Nybakken, J. W., 1992. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologi. Gramedia. Jakarta.
--------------- J. W., 1996. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologi. Gramedia, Jakarta. Pairunan. J., 2008. Analisis Kandungan Logam Berat Pb pada Kolom Air, Sedimen dan Makrozobenthos di Perairan Pulau Kayangan Makassar [Skripsi]. Jurusan Ilmu kelautan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin, Makassar. Palar, H., 1994. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. Rineka Cipta. Jakarta. Putra, dkk., 2012. Penentuan Kadar Pb dalam Air Stikes Wira Medika Bali, Denpasar. Ramlan, W., 2000. Analisis Pencemaran Perairan dengan Menggunakan Indikator Makrozoobentos pada Sekitar Kawasan Reklamasi Pantai Losari di Kota Makassar [Skripsi] Manajemen Sumber Daya Perairan. Jurusan Perikanan, Universitas Hasanuddin, Makassar. Rasyid, J. A., 2011. Dinamika Massa Air Terkait dengan Lokasi Penangkapan Ikan Pelagis Kecil di Perairan Kepulauan Spermonde. [Disertasi]. Program Pasca Sarjana. Universitas Hasanuddin. Makassar. Rixen, T., A. Baum, and T. Pohlman. 2008. The Siak, a Tropical Black Water River on the Verge of Anoxia. Biogeochemistry. Hal 90:129-140. Samawi, M. F., dan Rahmadi, T., 2010. Analisis Potensi Sponge Laut sebagai Bioakumulator Logam Berat Pb, Cd dan Cu dari Perairan Laut. Proseding Seminar Nasional Tahunan VII Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan. UGM. Sinly dan Evan Putra. 2007. Potensi Alga sebagai Bioindikator dan Biobsorben Logam Berat. Karya Tulis Ilmiah. Universitas Lampung. Supriharyono. 2007. Konservasi Ekosistem Sumberdaya Hayati. Pustaka Pelajar. Yogyakarta. Supryaningrum Endah., 2006. Fluktuasi logam Berat Kadmium dalam air dan Sedimen di Perairan Teluk Jakarta (Tanjung Priuk, Marina, dan Sunda Kelapa)., Depertemen Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor. Suriyana, R., 2006. Analisis Kandungan Logam Berat Timbal (Pb), Tembaga (Cu) dan Cadmium (Cd) di Perairan Pelabuhan Paotere dan Sekitarnya [Skripsi]. Jurusan Ilmu kelautan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin, Makassar. Wilson, J. G., 1988. The Biology of Estuarine Manajemen Croom Helm. London. Widaningrum, 2007. Bahaya Kontaminasi Logam Berat dalam Sayuran dan Alternatif Pencegahan. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan. Pascapanen Pertanian.
Yunus, I., 2004. Analisis logam berat tembaga (cu) dan timbal (pb) serta pola karakter spektra UV-VIS (ultra violet visible) pada populasi alami fitoplankton di pelabuhan rakyat paotere kota makassar. [Skripsi]. Jurusan Ilmu kelautan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin, Makassar.
l a m p i r a n
Lampiran 1. Kondisi Oseanografi lokasi penelitian. STASIUN Laelae
Ulangan 1 2 3 Rata-rata SDEV 1 2 3 Rata-rata SDEV 1 2 3 Rata-rata SDEV
P. Bonebatang
P. Badi
Salinitas 35 34 34 34.3 0.58 34 33 34 33.7 0.58 36 34 33 34.3 1.53
Suhu 29 29 29 29.0 0.00 28.6 28.9 28.3 28.6 0.30 28 28.1 28.4 28.2 0.21
pH 7.21 7.12 7.14 7.16 0.05 7.16 7.14 7.15 7.15 0.01 7.21 7.18 7.2 7.20 0.02
kekeruhan Kecerahan 1.45 100 1.68 100 1.41 80 1.51 93.3 0.15 11.55 0.38 100 0.18 100 0.11 100 0.22 100.0 0.14 0.00 0.58 100 0.44 100 0.12 100 0.38 100.0 0.24 0.00
Oksigen 4.18 5.1 4.2 4.493 0.53 4.95 5.1 5 5.017 0.08 6.23 6.3 6 6.177 0.16
Lampiran 2. Perbandingan Logam berat timbal Pb pada tiga lokasi penelitian.
Stasiun
Ulangan 1 2 3
Pb Sedimen 1 7 .6 4 7 1 8 .4 7 9 1 5 .8 5 1
Pb Caulerpa 2 6 .5 1 2 3 2 .3 9 8 4 3 .0 4 3
Pb air 0.330 0.312 0.302
Bonebatang
1 2 3
2 0 .5 9 6 1 6 .5 9 8 1 7 .7 5 9
4 0 .9 2 6 3 5 .3 9 6 3 1 .4 9 8
0.239 0.227 0.221
Badi
1 2 3
1 6 .9 6 9 1 6 .0 3 3 1 6 .7 3 9
4 6 .4 3 6 2 5 .9 8 5 4 2 .9 9 3
0.203 0.291 0.242
Lae-lae
Kec arus 0.088 0.147 0.109 0.115 0.03 0.045 0.088 0.093 0.075 0.03 0.088 0.116 0.071 0.092 0.02
Lampiran 3. Hasil Uji One Way Anova ANOV A
PbCaul
PbAir
PbSed
Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
30.368
2
15.184
.214
.813
W ithin Groups
425.095
6
70.849
Total
455.463
8
Between Groups
.012
2
.006
8.412
.018
W ithin Groups
.004
6
.001
Total
.017
8
4.558
2
2.279
1.090
.395
12.544
6
2.091 1.349
.328
Between Groups
Between Groups W ithin Groups Total
BCF
17.102
8
5542.205
2
2771.102
W ithin Groups
12325.026
6
2054.171
Total
17867.231
8
Between Groups
Descriptives 95% Confidence Interval for Mean Lower Bound
Upper Bound
4.83745
13.1704
54.7981
26.51
43.04
4.73734
2.73511
24.1716
47.7080
31.50
40.93
38.4714
10.94998
6.32197
11.2702
65.6727
25.98
46.44
9
36.1318
7.54538
2.51513
30.3319
41.9317
25.98
46.44
1
3
.3147
.01402
.00810
.2798
.3495
.30
.33
2
3
.2289
.00935
.00540
.2057
.2522
.22
.24
3
3
.2451
.04399
.02540
.1358
.3544
.20
.29
Total
9
.2629
.04594
.01531
.2276
.2982
.20
.33
1
3
17.3257
1.34314
.77546
13.9891
20.6622
15.85
18.48
2
3
18.3177
2.05672
1.18745
13.2085
23.4268
16.60
20.60
3
3
16.5803
.48776
.28161
15.3687
17.7920
16.03
16.97
Total
9
17.4079
1.46210
.48737
16.2840
1
3
108.8847
31.30831
2
3
156.6043
14.23555
3
3
165.3517
70.56665
40.74167
Total
9
143.6136
47.25890
15.75297 107.2871
N
Mean
3
33.9843
8.37871
3
35.9398
3
3
Total
PbCaul
1 2
PbAir
PbSed
BCF
Std. Deviation Std. Error
18.07586 31.1105 8.21890 121.2413 -9.9456
Minim um Maximum
18.5318
15.85
20.60
186.6588
80.36
142.38
191.9674
142.7 2
171.17
340.6489
89.39
228.86
179.9400
80.36
228.86
Multiple Comparisons LSD Depend (I) ( J) ent Stasiu Stasiu Variable n n PbCaul
1 2 3
PbAir
1 2 3
PbSed
1 2 3
BCF
1 2 3
Mean Difference (IJ)
95% Confidence Interval Std. Error
Sig.
2
-1.95553
6.87261
.786
-18.7722
14.8611
3
-4.48717
6.87261
.538
-21.3038
12.3295
1
1.95553
6.87261
.786
-14.8611
18.7722
3
-2.53163
6.87261
.725
-19.3483
14.2850
1
4.48717
6.87261
.538
-12.3295
21.3038
2
2.53163
6.87261
.725
-14.2850
19.3483
2
*
.08573
.02221
.008
.0314
.1401
3
.06953*
.02221
.020
.0152
.1239
1
*
-.08573
.02221
.008
-.1401
-.0314
3
-.01620
.02221
.493
-.0705
.0381
1
*
-.06953
.02221
.020
-.1239
-.0152
2
.01620
.02221
.493
-.0381
.0705
2
-.99200
1.18059
.433
-3.8808
1.8968
3
.74533
1.18059
.551
-2.1435
3.6341
1
.99200
1.18059
.433
-1.8968
3.8808
3
1.73733
1.18059
.192
-1.1515
4.6261
1
-.74533
1.18059
.551
-3.6341
2.1435
2
-1.73733
1.18059
.192
-4.6261
1.1515
2
-47.71967
37.00605
.245
-138.2702
42.8309
3
-56.46700
37.00605
.178
-147.0175
34.0835
1
47.71967
37.00605
.245
-42.8309
138.2702
3
-8.74733
37.00605
.821
-99.2979
81.8032
1
56.46700
37.00605
.178
-34.0835
147.0175
2
8.74733
37.00605
.821
-81.8032
99.2979
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
Lower Bound Upper Bound
Lampiran.4 . Gambar C. racemosa pada tiap lokasi penelitian.
Jenis Caulerpa racemosa yang didapatkan di Pulau Lae-lae.
Jenis Caulerpa racemosa yang didapatkan di Pulau Bonebatang.
Jenis Caulerpa racemosa yang didapatkan di Pulau Badi.