ISSN : 1412-5331 MAJALAH ILMIAH FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEMARANG
SOLUSI Vol. 9 No. 3 Juli 2010 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Metode Akuntansi Persediaan pada Perusahaan Manufaktur di BEI Tahun 2005-2008 Dwi Heryani, Dian Indudewi Impor Beras dalam Pandangan Islam Ngatindriatun, Hertiana Ikasari Persepsi Akuntan Publik, Akuntan Pendidik dan Mahasiswa Akuntansi terhadap Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia Widyawati, Setyo Bhagasworo, Ardiani Ika S. Intellectual Capital sebagai Keunggulan Kompetitif Perusahaan Amerti Irvin Widowati Hubungan antara Job Satisfaction dengan Organizational Commitment Guru DPK Vol. 2 No. 1 Januari 2003 ISSN : 1412-5331 Sekolah Lanjutan Tingkat Atas di Kabupaten Banyumas Agus Sunarmo Analisis Underpricing di Pasar Sekunder Bursa Efek Indonesia Bernadeta Septi W., Paulus Wardoyo Pemasaran dalam Pelayanan Kesehatan melalui Iklan dan Promosi Andy Kridasusila Upaya Pemerintah Meningkatkan Pendapatan Petani Tembakau melalui Alokasi Dana Cukai Tembakau Dian Prawitasari Sharia Lending Model untuk Pengentasan Kemiskinan Melalui Pemberdayaan Pedagang di Pasar Tradisional Kabupaten Banyumas Permata Ulfah, Wiwiek Rabiatul Adawiyah, Umi Pratiwi, Poppy Dian IK Corporate Governance dalam Pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR) pada Bank Syariah Andi Irfan
Vol. 9 No. 3 Juli 2010
ISSN : 1412-5331
SOLUSI Mengkaji masalah-masalah sosial, ekonomi dan bisnis Terbitan 3 bulan sekali (Januari, April, Juli, Oktober) Penerbit : Fakultas Ekonomi Universitas Semarang Pelindung : Rektor Universitas Semarang Penanggungjawab : Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Semarang Dewan redaksi : Prof. Dr. Pahlawansjah Harahap, SE, ME (USM) Prof. Dr. Imam Ghozali M.Com, Hons.Akt (UNDIP) Prof. Supramono SE, MBA, DBA(UKSW) Prof. Dr. Dra. Sulastri ME. M.kom (UNISRI) Dr. Ir. Kesi Widjajanti SE MM (USM) Redaktur Pelaksana : Andy Kridasusila SE MM Ardiani Ika S., SE MM Akt Adijati Utaminingsih SE MM
Sekretaris Redaksi : Amerti Irvin Widowati SE MSi Akt Tata Usaha : Ali Arifin Alamat Penerbit/Redaksi : Jl. Soekarno Hatta (Tlogosari) Telp. (024) 6702757, Fax. (024) 6702272 SEMARANG – 50196 Terbit Pertama kali : Juli 2002
KATA PENGANTAR
Sungguh merupakan kebahagiaan tersendiri bagi kami, tatkala kami dapat hadir rutin setiap 3 bulan sekali untuk saling bertukar pikiran mengenai hal-hal baru di bidang ilmu ekonomi baik manajemen, akuntansi maupun studi pembangunan. Pada kesempatan ini kami mengucapkan banyak terima kasih kepada pembaca, pengirim artikel yang antusias untuk melakukan tukar pikiran dan berkomunikasi melalui media ini. Sekiranya hal ini dapat dipertahankan, maka selain kehadiran kami akan selalu dapat terlaksana dengan tepat waktu dan artikel yang beragam, wawasan pembaca juga akan semakin luas. Penerbitan majalah ilmiah SOLUSI kali ini menghadirkan 10 (sepuluh) artikel yang telah kami anggap layak untuk diterbitkan, dengan harapan artikel-artikel ini dapat menjadi tambahan referensi bagi para pembaca dan menjadi sumbangan kami terhadap dunia ilmu pengetahuan khususnya bidang ilmu ekonomi bagi pengembangan organisasi swasta maupun institusi pemerintahan Negara Republik Indonesia.
Hormat kami,
Redaksi
SOLUSI Vol. 9 No. 3 Juli 2010
ISSN : 1412-5331 DAFTAR ISI
1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Metode Akuntansi Persediaan pada Perusahaan Manufaktur di BEI Tahun 2005-2008 ...................................... Dwi Heryani, Dian Indudewi 2. Impor Beras dalam Pandangan Islam ................................................................. Ngatindriatun, Hertiana Ikasari 3. Persepsi Akuntan Publik, Akuntan Pendidik dan Mahasiswa Akuntansi Terhadap Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia ................................................... Widyawati, Setyo Bhagasworo, Ardiani Ika S. 4. Intellectual Capital sebagai Keunggulan Kompetitif Perusahaan........................ Amerti Irvin Widowati 5. Hubungan antara Job Satisfaction dengan Organizational Commitment Guru DPK Sekolah Lanjutan Tingkat Atas di Kabupaten Banyumas ......................... Agus Sunarmo
1-8
9 - 17
19 - 25
27 - 32
33 - 43
6. Analisis Underpricing di Pasar Sekunder Bursa Efek Indonesia ........................ Bernadeta Septi W., Paulus Wardoyo
45 - 63
7. Pemasaran dalam Pelayanan Kesehatan melalui Iklan dan Promosi .............….. Andy Kridasusila
65 - 72
8. Upaya Pemerintah Meningkatkan Pendapatan Petani Tembakau melalui Alokasi Dana Cukai Tembakau .......................................................................... Dian Prawitasari
73 - 79
9. Sharia Lending Model untuk Pengentasan Kemiskinan melalui Pemberdayaan Pedagang di Pasar Tradisional Kabupaten Banyumas ........................................ Permata Ulfah, Wiwiek Rabiatul Adawiyah, Umi Pratiwi, Poppy Dian IK
81 - 92
10. Corporate Governance dalam Pengungkapan Corporate Social Responsibility (CRS) pada Bank Syariah ....................................................................................
Andi Irfan
93 - 105
PEDOMAN PENULISAN NASKAH
1. Mempergunakan bahasa Indonesia atau bahasa Inggris 2. Naskah berisikan bidang ilmu ekonomi, manajemen bisnis, keuangan dan perbankan, akuntansi, yang dikaitkan dengan masalah-masalah ekonomi terkini. Naskah belum pernah dimuat di media komunikasi lain. 3. Naskah dikirim rangkap 2, diketik dengan jarak 2 spasi, 15-25 halaman kuarto, jenis font Times New Roman ukuran 12. 4. Selain naskah tertulis, juga disertakan disket dalam program MS-Word. 5. Dalam naskah boleh ada tabel, diagram, tetapi tidak boleh ada foto dan lampiran. 6. Sistematika naskah : a. Laporan Penelitian : Judul, Nama Penulis, Instansi Penulis, Abstrak, key Word, pendahuluan, Metode Penelitian, Hasil dan Pembahasan, Kesimpulan dan Daftar Pustaka. b. Studi Kepustakaan : Judul, Nama Penulis, Abstrak, Key Word, Pendahuluan, Bab-bab Pembahasan, Kesimpulan dan Daftar Pustaka. 7. Urutan daftar pustaka : Nama pengarang, tahun terbit, judul karangan/judul buku, nama penerbit, kota penerbit. Contoh : Church, Allan H., 1995, Diversity in Workgroup Settings : A Case Study, Leadership & Organizational Development Journal, Vol. 16, No. 6, h. 39. Sigband, Norman B., and Bell, Arthur H., 1986, Communication for Management Business, Illinois : Scott Foresman. 8. Lampirkan biodata penulis. 9. Majalah Ilmiah SOLUSI terbit 3 bulan sekali (Januari,April, Juli, Oktober). 10. Pengiriman naskah paling lambat 1 bulan sebelum bulan penerbitan (misal terbitan Oktober, maka naskah harus masuk akhir Agustus). 11. Naskah dikirim ke : Redaksi SOLUSI Contact Person : Andy Kridasusila (024) 4003 7227 D/a Fakultas Ekonomi Universitas Semarang Gedung N Lt. 2 Jl. Soekarno Hatta Semarang 50196 Atau lewat email :
[email protected]
Upaya Pemerintah Meningkatkan Pendapatan Petani Tembakau melalui Alokasi Dana Cukai Tembakau
Oleh : Dian Prawitasari Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Dian Nuswantoro
Pendahuluan Untuk pertama kalinya dalam sejarah, daerah akan mendapat dana hasil cukai tembakau sebesar 2% dari penerimaan hasil cukai tembakau. Alokasi dana ini merupakan bagian dari kebijakan pokok anggaran transfer ke daerah pada 2009. Hasil studi Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (LDFEUI) mengenai ekonomi tembakau di Indonesia mengungkapkan, kenaikan cukai tembakau bisa meningkatkan pendapatan negara sebesar Rp50,1 triliun. Tak hanya itu, peningkatan cukai tembakau sampai batas maksimum yang diperbolehkan UU Nomor 39/2007 dapat mencegah 2,4 juta kematian yang disebabkan oleh rokok. LDFEUI berkesimpulan peningkatan cukai tembakau sebesar 100 persen (dari 31 persen menjadi 62 persen) menyebabkan pengalihan pengeluaran rumah tangga dari rokok ke barang atau jasa lainnya. Pada akhirnya hal tersebut akan meningkatkan output perekonomian sebesar Rp335 miliar, di mana dapat meningkatkan pendapatan masyarakat sebesar Rp492 miliar serta menciptakan 281.135 lapangan kerja baru secara nasional. Dengan kata lain, studi ini menangkis mitos bahwa penerimaan negara akan turun bila cukai tembakau dinaikkan. Yang akan terjadi adalah penurunan jumlah perokok, yang berarti juga berkurangnya angka kesakitan dan kematian akibat penyakit-penyakit yang disebabkan rokok. Adanya kenaikan cukai ini akan semakin memberatkan masyarakat miskin pecandu rokok. Sehingga ini akan menurunkan konsumsi masyarakat miskin. Peningkatan tarif cukai rokok sampai 57 persen akan menambah penerimaan negara dari cukai tembakau Rp 29,1 triliun hingga Rp 59,3 triliun. Selain itu, peningkatan tarif tembakau yang tinggi akan mengurangi kematian akibat konsumsi rokok. Pemerintah telah membahas dengan stake holder, yakni Departemen Perindustrian, Departemen Kesehatan, Departemen Tenaga Kerja, serta Departemen Keuangan, dalam bahasan tersebut melahirkan road map yang akan dijadikan sebagai acuan. Road map tersebut memberikan prioritas berdasarkan bobot terpenting, seperti prioritas industri, kesempatan kerja, kesejahteraan masyarakat, penerimaan negara, dan kesehatan. Pemerintah akan melakukan tahapan secara konsisten menuju road map. Saat ini pemerintah akan memfokuskan untuk memberi perhatian kepada provinsi produsen terbesar tembakau yang akan terkena dampak kenaikan cukai, seperti Nusa Tenggara Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Pemerintah mengharapkan pemda membuat transisi policy atau alternatif dari industri tembakau ke industri yang lain. Pengertian Cukai Cukai adalah pungutan oleh negara secara tidak langsung kepada konsumen yang menikmati/menggunakan obyek cukai. Obyek cukai pada saat ini adalah cukai hasil tembakau(rokok, cerutu dsb), Etil Alkohol, dan Minuman mengandung etil alkohol / Minuman keras. Malaysia menerapkan cukai pada 13 jenis produk. Secara sederhana dapat dipahami bahwa harga sebungkus rokok yang dibeli oleh konsumen sudah mencakup besaran cukai didalamnya. Pabrik rokok telah menalangi konsumen dalam membayar cukai kepada pemerintah pada saat membeli pita cukai yang terdapat pada kemasan rokok tersebut. Untuk mengembalikan besaran cukai yang sudah dibayar oleh pabrik maka pabrik rokok menambahkan besaran cukai tersebut sebagai salah satu komponen dari harga jual rokok tersebut. Filosofi pengenaan cukai lebih rumit dari filosofi pengenaan pajak maupun pabean. Dengan cukai pemerintah berharap dapat menghalangi penggunaan obyek cukai untuk digunakan secara bebas. Hal ini berarti adanya kontrol dan pengawasan terhadap banyaknya obyek cukai yang beredar dan yang dikonsumsi. Upaya Pemerintah Meningkatkan Pendapatan Petani Tembakau ...... (Dian Prawitasari)
73
Sisi lain dari pengenaan cukai di beberapa negara maju adalah membatasi barang-barang yang berdampak negatif secara sosial (pornografi dll) dan juga kesehatan (rokok, minuman keras dll). Tujuan lainnya adalah perlindungan lingkungan dan sumber-sumber alam (minuman kemasan, limbah dll), serta mengurangi atau membatasi konsumsi barang-barang mewah dan sebagainya. Sejak diberlakukannya Undang-undang No. 11 Tahun 1995 tentang Cukai menggantikan beberapa perundang-undangan produk kolonial Belanda, sektor cukai mendapatkan perhatian yang cukup besar dari masyarakat luas, khususnya dari para pakar, pengusaha barang kena cukai dan para pejabat eksekutif maupun legislatif. Hal ini terbukti dengan seringnya lembaga-lembaga kemasyarakatan memandang perlu diadakannya seminar, sarasehan, maupun diskusi-diskusi panel di media elektronika, maupun pemberitaan di media-media cetak. Salah satu faktor penting yang menjadi daya tarik mengapa cukai sering dibicarakan oleh berbagai kalangan masyarakat adalah peranannya terhadap pembangunan dalam bentuk sumbangannya kepada penerimaan negara yang tercermin pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selalu meningkat dari tahun ke tahun. Pada saat ini Indonesia masih termasuk dalam kelompok “ extremely narrow” dalam pengenaan cukai karena cukai dipungut hanya terhadap 3 (tiga) jenis barang yaitu etil alkohol, minuman mengandung etil alkohol dan hasil tembakau. Dalam upaya menghimpun cukai untuk menutup penerimaan negara dalam APBN dari sektor cukai, pemerintah tidak dapat secara terus menerus tergantung pada 3 (tiga) jenis BKC tersebut, Untuk masa yang akan datang sudah harus diupayakan adanya pengembangan barang kena cukai (usaha ekstensifikasi) yang lain yang dapat meningkatkan penerimaan negara dari cukai. Dalam rangka ekstensifikasi barang kena cukai ini Direktorat Jenderal Bea dan Cukai telah mencoba untuk memperkenalkan 12 (dua belas) jenis calon BKC untuk mendapatkan tanggapan atau masukan dari berbagai pihak seperti pengusaha, dan para pakar. Berbagai masukan tersebut akan dipergunakan sebagai bahan pertimbangan pemerintah dalam mengambil keputusan dalam pengembangan BKC ini. Disamping upaya ekstensifikasi sebagai cara untuk meningkatkan penerimaan cukai, pemerintah juga telah menempuh upaya intensifikasi, antara lain melalui penerapan strategi kebijakan tarif dan HJE, penegakan hukum (law enforcement), pemantauan HJE, audit dan verifikasi serta peningkatan pemeriksaan fisik BKC. Berdasarkan pasal 16 UU No.11 Tahun 1995 tentang Cukai disebutkan bahwa setiap pengusaha wajib menyelenggarakan administrasi secara baik. Pejabat Bea dan Cukai berwenang melakukan audit dan verifikasi terhadap administrasi pabrikan selama 10 tahun. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui kebenaran jumlah cukai yang seharusnya di bayarkan. Apabila ternyata berdasarkan audit dan verifikasi ditemukan kecurangan atau kekurangan pembayaran cukai, maka tindak lanjut temuan dapat diberikan berdasarkan tingkat pelanggaran atau kesalahannya dengan sanksi-denda administrasi atau pidana sesuai ketentuan yang berlaku. Pejabat Bea dan Cukai berhak memeriksa fisik maupun dokumen BKC. Pasal 35 UU No.11 Tahun 1995 tentang Cukai, Pejabat Bea dan Cukai berwenang melakukan pemeriksaan fisik di pabrik, tempat-tempat penyimpanan atau tempat lain yang digunakan untuk menyimpan BKC yang belum dilunasi atau memperoleh pembebasan cukai. Secara berkala Pejabat Bea dan Cukai melakukan kunjungan ke pabrik untuk memeriksa situasi pabrik, persediaan pita cukai, rutinitas kegiatan produksi dan lainnya. Dengan pemeriksaan yang lebih efektif dan efisien maka diharapkan penerimaan cukai akan lebih optimal. Pada dasarnya dalam PP-No.81 Tahun 1999 tentang pengamanan rokok bagi kesehatan diatur dalam 5 (lima) hal pokok yaitu mengenai : Kadar kandungan nikotin dan tar Persyaratan produksi dan penjualan rokok Persyaratan iklan dan promosi rokok Penetapan kawasan bebas rokok Pengawasan Dalam 5 (lima) hal pokok yang diatur dalam PP-No.81 Tahun 1999 tidak ada yang langsung berkaitan dengan tugas Dep.Keuangan beserta jajarannya termasuk Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dalam rangka menghimpun penerimaan negara berupa cukai hasil tembakau.
Upaya Pemerintah Meningkatkan Pendapatan Petani Tembakau ...... (Dian Prawitasari)
74
Dalam hal pengawasan Ditjen Bea dan Cukai dapat dilibatkan dalam pengaturan pencantuman label pada kemasan rokok tentang kandungan nikotin dan tar dan dalam pengaturan label peringatan pemerintah atas bahaya merokok berdasarkan PP No.81 tahun 1999. Dalam hal ini Ditjen Bea dan Cukai dapat ikut serta di dalam pengaturan kemasan penjualan eceran rokok dengan memberikan persyaratan-persyaratan tertentu. Sebagaimana diketahui, sampai saat ini PP No.81 Tahun 1999 belum ditindak lanjuti dengan peraturan pelaksanaannya, sehubungan dengan masih diperdebatkan oleh banyak kalangan, baik mengenai substansi peraturan maupun mengenai legalitas PP No.81 Tahun 1999 itu sendiri. Dalam hal substansi yang banyak dipermasalahkan adalah menyangkut pengaturan kadar nikotin dan tar yang terkandung dalam rokok. Kalangan yang keberatan atas ketentuan tersebut adalah industri rokok kretek, yang merasa bahwa ketentuan tersebut mustahil diterapkan pada rokok kretek, mengingat kandungan nikotin dan tar sangat tinggi pada rokok kretek karena adanya campuran cengkeh maupun tembakau yang digunakannya. Oleh sebab itu bagi industri rokok kretek kondisi tersebut memerlukan waktu dan upaya yang serius untuk dapat memenuhi kriteria kandungan tar/nikotin sebagai mana dipersyaratkan dalam PP No.81 Tahun 1999 tersebut. Pemerintah menetapkan kebijakan cukai tahun 2008 melalui penetapan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 134/PMK.04/2007 tentang Penetapan Harga Dasar dan Tarif Cukai Hasil Tembakau yang akan mulai berlaku 1 Januari 2008. Kebijakan ini dibuat dalam rangka menyederhanakan administrasi, melindungi industri dalam negeri, dan mengurangi salah satu penyebab peredaran hasil tembakau illegal. Tarif Cukai Tembakau Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) terbaru seputar tarif cukai hasil tembakau yang akan diberlakukan mulai 1 Januari 2011 mendatang. PMK tersebut disusun dalam rangka menjalankan fungsi pengendalian dan penerimaan di bidang cukai hasil tembakau sehingga diperlukan kebijakan tarif cukai hasil tembakau yang berkesinambungan dengan melakukan penyesuaian terhadap ketentuan yang berlaku. Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 190/PMK.011/201 0 tentang Perubahan Kedua atas PMK Nomor 181/PMK.011/2009 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau dikeluarkan Menteri Keuangan Agus Martowardojo pada 3 November 2010 lalu. Beberapa ketentuan yang mengalami perubahan dalam PMK Nomor 181/PMK.011/2009 sebagaimana telah diubah dengan PMK Nomor 99/PMK.011/2010 antara lain adalah Lampiran II (Batasan Harga Jual Eceran dan Tarif Cukai per Batang atau Gram Hasil Tembakau Buatan Dalam Negeri) diubah sehingga menjadi Lampiran I dalam PMK ini. Dalam lampiran dimaksud antara lain disebutkan bahwa Tarif Cukai per Batang atau Gram untuk Sigaret Kretek Mesin (SKM) Golongan I dengan batasan Harga Jual Eceran (HJE) per batang atau gram lebih dariRp660 naik dari Rp310, per batang/gram menjadi Rp325 per batang/gram. Sedangkan SKM Gol. I dengan batasan HJE per batang atau gram lebih dari Rp630 sampai dengan Rp660 juga mengalami kenaikan dari Rp300 per batang/gram menjadi Rp315 per batang/gram. Tarif cukai SKM Golongan II dengan batasan HJE per batang atau gram paling rendah Rp374 sampai dengan Rp380 naik dari Rp155 per batang atau gram menjadi Rp170 per batang/gram. Selain itu, rokok Sigaret Kretek Tangan atau Sigaret Putih Tangan (SKT atau SPT) Golongan I dengan batasan HJE per batang atau gram lebih dari Rp 590,- mengalami kenaikan dari tarif cukai Rp215 per batang/gram menjadi Rp235 per batang/gram. Sigaret Kretek Tangan Filter atau Sigaret Putih Tangan Filter (SKTF atau SPTF) Golongan II dengan batasan HJE per batang atau gram paling rendah Rp374 sampai dengan Rp380 tarif cukai per batang/gramnya juga naik dari Rp155 menjadi Rp170 per batang/gram. Sedangkan Lampiran III (Tarif Cukai dan Harga Jual Eceran Minimum Hasil Tembakau yang Diimpor) dalam PMK sebelumnya juga diubah sehingga menjadi Lampiran II PMK ini. Dalam lampiran tersebut disebutkan bahwa Tarif Cukai dan Harga Jual Eceran Minimum Hasil Tembakau yang Diimpor jenis SKM dengan batasan HJE terendah per batang atau gram Rp661 naik dari Rp310 menjadi Rp325 per batang/gram. Sedangkan jeni hasil tembakau SKT atau SPT dengan batasan HJE terendah per batang atau gram Rp591 tarif cukainya juga naik dari Rp215 menjadi Rp235 per batang/gram.
Upaya Pemerintah Meningkatkan Pendapatan Petani Tembakau ...... (Dian Prawitasari)
75
Dengan berlakunya PMK ini, penetapan tarif cukai oleh Kepala Kantor berdasarkan PMK Nomor 181/PMK.011/2009 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau sebagaimana telah diubah dengan PMK Nomor 99/PMK.011/2010 masih tetap berlaku sampai dengan tanggal 31 Desember 2010. Penegakan hukum Pada dasarnya pengenaan tarif cukai berdasarkan SK. Menteri Keuangan No. 89/KMK.05/2000 tanggal 29 Maret 2000 tentang Penetapan Tarif Cukai dan Harga Dasar Hasil Tembakau telah mengalami kenaikan yang cukup tinggi. Kenaikan tarif cukai yang tinggi tersebut dapat menimbulkan dampak antara lain: · Peredaran rokok polos ( tanpa pita cukai ) · Pelekatan pita cukai palsu · Pelekatan pita cukai yang bukan haknya, seperti HJE yang lebih rendah dan tidak sesuai dengan peruntukkannya. Apabila hal itu sampai terjadi maka akan mengakibatkan tidak tercapainya penerimaan cukai secara optimal. Oleh karena itu, untuk mengihindari hal-hal yang tidak diinginkan perlu dilakukan penegakan hukum ( law enforcement ) secara tegas sehingga target penerimaan cukai dapat tercapai secara optimal. Pemantauan HJE Pemantauan HJE dimaksudkan untuk memantau kepatuhan semua pihak guna dijadikan bahan atau barang bukti dalam rangka menegakkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang cukai khususnya cukai hasil tembakau. Pengawasan dilakukan terhadap kemungkinan terjadinya penggunaan pita cukai palsu serta penggunaan pita cukai yang bukan haknya antara lain dengan HJE yang lebih rendah ( tidak sesuai dengan HJE minimum ) atau dengan tarif cukai yang lebih rendah dan tidak sesuai dengan peruntukkannya. Pemantauan dilakukan dengan cara operasi pasar atas BKC yang beredar di bawah pengawasan Kantor Pelayanan Bea dan Cukai ( KPBC ) setempat. Hasil pengawasan tersebut wajib diinformasikan kepada Direktur Jenderal Bea dan Cukai up. Direktur Cukai. Apabila ada dugaan terjadi pemalsuan pita cukai, maka KPBC setempat wajib mengirimkan masing-masing contoh BKC tersebut ke Kantor Pelayanan DJBC. Daerah obyek pemantauan dipilih di daerah yang rawan peredaran BKC yang dilekati pita cukai palsu, didaerah pinggiran kota, kantong-kantong transmigrasi, pemukiman baru. Dengan adanya kegiatan pemantauan HJE ini diharapkan penerimaan cukai dapat lebih optimal. Audit dan Verifikasi Berdasarkan pasal 16 UU No.11 Tahun 1995 tentang Cukai disebutkan bahwa setiap pengusaha wajib menyelenggarakan administrasi secara baik. Pejabat Bea dan Cukai berwenang melakukan audit dan verifikasi terhadap administrasi pabrikan selama 10 tahun. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui kebenaran jumlah cukai yang seharusnya di bayarkan. Apabila ternyata berdasarkan audit dan verifikasi ditemukan kecurangan atau kekurangan pembayaran cukai, maka tindak lanjut temuan dapat diberikan berdasarkan tingkat pelanggaran atau kesalahannya dengan sanksi-denda administrasi atau pidana sesuai ketentuan yang berlaku. Peningkatan Pemeriksaan Pejabat Bea dan Cukai berhak memeriksa fisik maupun dokumen BKC. Pasal 35 UU No.11 Tahun 1995 tentang Cukai, Pejabat Bea dan Cukai berwenang melakukan pemeriksaan fisik di pabrik, tempat-tempat penyimpanan atau tempat lain yang digunakan untuk menyimpan BKC yang belum dilunasi atau memperoleh pembebasan cukai. Secara berkala Pejabat Bea dan Cukai melakukan kunjungan ke pabrik untuk memeriksa situasi pabrik, persediaan pita cukai, rutinitas kegiatan produksi dan lainnya. Dengan pemeriksaan yang lebih efektif dan efisien maka diharapkan penerimaan cukai akan lebih optimal
Upaya Pemerintah Meningkatkan Pendapatan Petani Tembakau ...... (Dian Prawitasari)
76
PP - No.81 TAHUN 1999 Pada dasarnya dalam PP-No.81 Tahun 1999 tentang pengamanan rokok bagi kesehatan diatur dalam 5 (lima) hal pokok yaitu mengenai : · Kadar kandungan nikotin dan tar · Persyaratan produksi dan penjualan rokok · Persyaratan iklan dan promosi rokok · Penetapan kawasan bebas rokok · Pengawasan Dalam 5 (lima) hal pokok yang diatur dalam PP-No.81 Tahun 1999 tidak ada yang langsung berkaitan dengan tugas Dep.Keuangan beserta jajarannya termasuk Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dalam rangka menghimpun penerimaan negara berupa cukai hasil tembakau. Dalam hal pengawasan Ditjen Bea dan Cukai dapat dilibatkan dalam pengaturan pencantuman label pada kemasan rokok tentang kandungan nikotin dan tar dan dalam pengaturan label peringatan pemerintah atas bahaya merokok berdasarkan PP No.81 tahun 1999. Dalam hal ini Ditjen Bea dan Cukai dapat ikut serta di dalam pengaturan kemasan penjualan eceran rokok dengan memberikan persyaratan-persyaratan tertentu. Sebagaimana diketahui, sampai saat ini PP No.81 Tahun 1999 belum ditindak lanjuti dengan peraturan pelaksanaannya, sehubungan dengan masih diperdebatkan oleh banyak kalangan, baik mengenai substansi peraturan maupun mengenai legalitas PP No.81 Tahun 1999 itu sendiri.
Dalam hal substansi yang banyak dipermasalahkan adalah menyangkut pengaturan kadar nikotin dan tar yang terkandung dalam rokok. Kalangan yang keberatan atas ketentuan tersebut adalah industri rokok kretek, yang merasa bahwa ketentuan tersebut mustahil diterapkan pada rokok kretek, mengingat kandungan nikotin dan tar sangat tinggi pada rokok kretek karena adanya campuran cengkeh maupun tembakau yang digunakannya. Oleh sebab itu bagi industri rokok kretek kondisi tersebut memerlukan waktu dan upaya yang serius untuk dapat memenuhi kriteria kandungan tar/nikotin sebagai mana dipersyaratkan dalam PP No.81 Tahun 1999. Catatan Ditjen Bea dan Cukai menunjukkan, realisasi penerimaan cukai antara 1 Januari 200812 Agustus 2008 mencapai Rp 30 triliun. Itu setara 65 persen dari target penerimaan cukai pada APBN Perubahan 2008, yakni Rp 45,7 triliun. Pada periode yang sama tahun 2007, realisasinya belum sampai 50 persen. Penghentian kegiatan operasi pabrik rokok itu harus dibarengi dengan penegakan hukum bersama instansi terkait. Penutupan itu sendiri wajar. Munculnya pabrikan itu disebabkan ketidaktahuan produsen tentang rokok yang setiap batangnya dikenakan cukai. Selama ini industri rokok rumahan sudah mengajukan izin usaha ke pemda. Mereka umumnya tidak mengetahui bahwa usaha rokok harus dilengkapi NPPBKC dari pemerintah pusat. Setelah pemerintah menaikkan tarif cukai produsen rokok ilegal bermunculan terutama sejak tahun 2002-2003. Kini, pemerintah berupaya agar industri rokok rumahan mengurus perizinannya. Tarif cukai rokok di Indonesia masih terbilang rendah jika dibandingkan dengan beberapa negara ASEAN lainnya. Indonesia berada di peringkat kelima rata-rata tarif cukai rokok di ASEAN 2008 dengan tarif cukai rokok sebesar 37 persen. Sedangkan Thailand mencapai 63 persen, Malaysia 49-57 persen, Philippines 46-49 persen, Vietnam 45 persen, dan Kamboja 20 persen. Tarif cukai rokok akan mempengaruhi harga rokok dan tingkat konsumsi masyarakat. Governance Social Responsibility (GSR) Kampanye mengenai dampak negatif rokok di Indonesia saat ini belum maksimal. Misalnya saja, kata Fuad, hingga kini belum ada kawasan tanpa rokok yang dicetuskan oleh pemerintah, pemasangan health warning pada kemasan rokok belum garang, dan belum ada pembatasan akses anak terhadap rokok. Bahkan, Indonesia merupakan satu-satunya negara di dunia yang membolehkan adanya iklan dan sponsorship rokok. Akibatnya, sebanyak 427 orang meninggal karena rokok. Peningkatan cukai rokok memang akan menaikkan harga rokok. Hal tersebut akan berakibat pada penurunan pengeluaran rumah tangga untuk rokok dan terjadi perubahan pengeluaran rumah tangga dari yang untuk rokok ke jasa lainnya. Hal ini akan menyebabkan peningkatan output tenaga kerja dan pendapatan di sektor-sektor yang tidak terkait dengan rokok. Upaya Pemerintah Meningkatkan Pendapatan Petani Tembakau ...... (Dian Prawitasari)
77
Ia menyebutkan, dalam hal ketenagakerjaan, peningkatan cukai rokok akan berdampak positif pada 60 sektor, di antaranya sektor tanaman perkebunan, yakni padi, teh, kopi, gula, dan umbi-umbian. Dan, berdampak negatif hanya pada enam sektor, yakni manufaktur rokok, pertanian tembakau, pertanian cengkeh, manufaktur pupuk dan pestisida, manufaktur kertas, serta perdagangan. Peraturan Menteri Keuangan No. 20/PMK.07/2009 yang merupakan perubahan dari Peraturan Menteri Keuangan Nomor 84/PMK.07/2008, menyebutkan alokasi Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau digunakan untuk peningkatan kualitas bahan baku industri hasil tembakau yang meliputi : - Standarisasi kualitas bahan baku - Pembudidayaan bahan baku berkadar nikotin rendah - Pengembangan sarana laboratorium uji - Pengembangan metode pengujian penanganan panen dan pasca panen bahan baku - Penguatan kelembagaan kelompok tani tembakau DAU dari hasil cukai secara nasional mencapai Rp200 miliar. Dana itu akan dibagi untuk 5 daerah yakni Sumatera Utara mendapat Rp1,426 miliar. Jawa Barat Rp9,477 miliar, Jawa Tengah Rp52,145 miliar, Yogyakarta Rp1,49 miliar dan Jawa Timur mendapatkan Rp135,849 miliar. Dana hasil cukai ini nantinya akan dialokasikan untuk berbagai kegiatan yang berhubungan dengan dunia tembakau. Program yang bisa disiapkan diantaranya penguatan kualitas bahan baku, pembinaan industri, dan pembinaan lingkungan sosial. Selain itu juga untuk pembinaan ketentuan dibidang cukai dan pemberantasan barang kena cukai illegal. Kegiatan tersebut harus dilaksanakan dengan pengawasan secara maksimal terhadap pelaksanaan program. Contohnya untuk kegiatan peningkatan kualiatas bahan baku akan melibatkan unsur Dinas Kehutanan dan Perkebunan, bidang Pembinaan Industri melibatkan Dinas Perindustrian dan Perdagangan. Meningkatkan Ekonomi Masyarakat Petani Tembakau Peningkatan ekonomi Masyarakat Petani Tembakau dapat dilakukan dengan memberdayakan kelompok-kelompok yang ada pada masyarakat tersebut. Upaya tersebut dapat dilakukan dengan pelaksanaan program tiga klaster, yaitu : - Klaster I : Bantuan dan perlindungan sosial Dana hasil cukai dapat dimanfaatkan untuk memberikan perlindungan pada masyarakat Petani Tembakau terhadap kondisi kesehatan keluarga mereka dengan pemberian jaminan kesehatan masyarakat petani tembakau (melalui jamkesmas sektor informal), pemberian pendidikan bagi keluarga masyarakat petani tembakau - Klaster II : Pemberdayaan masyarakat Petani Tembakau Dana hasil cukai dapat dimanfaatkan untuk membina masyarakat Petani Tembakau dalam menghasilkan kualitas yang lebih baik dari tembakau. Pembinaan dapat melibatkan instansi terkait. Disamping itu kesadaran hukum terhadap aktivitas legal perlu diberikan perhatian - Klaster III : Penguatan usaha Mikro dan Kecil Dana hasil cukai dapat dimanfaatkan untuk memperkuat usaha sampingan yang dimiliki oleh masyarakat petani tembakau. Sehingga apabila cukai tembakau semakin naik, masyarakat petani tembakau sudah siap dengan usaha lain yang mampu menopang perekonomian keluarga petani tembakau. Alokasi dana cukai tembakau dapat digunakan pada tahun anggaran 2010. Keputusan Mahkamah Konstitusi itu juga tidak lepas dari kewenangan departemen keuangan. Dengan keluarnya keputusan MK tersebut secara tidak langsung peraturan menteri keungan tentang dana alokasi cukai hasil tembakau dengan nomor 60/PKMK.07/2008 akan berubah. Karena itu, NTB selaku penghasil tembakau virginia terbesar di Indonesia akan menunggu perubahan peraturan menteri keuangan tersebut. Selain Nusa Tenggara Barat, lima provinsi lainnya yakni Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta dan Sumatera Utara juga memperoleh dana alokasi cukai tembakau. Pada tahun 2008 kelima provinsi tersebut sudah memperoleh dana cukai tembakau dengan perolehan cukai terbesar adalah Jawa Timur sebanyak Rp 40 milyar. Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) tidak terlalu berperan dalam menyejahteraan rakyat. Sebab, dana yang besar itu kurang mampu terserap oleh daerah-daerah yang memiliki perusahaan rokok.
Upaya Pemerintah Meningkatkan Pendapatan Petani Tembakau ...... (Dian Prawitasari)
78
Keterlambatan turunnya dana yaitu pada akhir semester kedua menjadikan daerah kurang siap untuk menyerapnya. Untuk Jawa Tengah, daya serapnya hanya sekitar 75%. Oleh karena itu agar dana tersebut dapat bermanfaat maksimal bagi masyarakat, maka pencairan DBHCHT sebaiknya dicairkan sebelum pertengahan tahun, agar memberikan cukup waktu untuk mengimplementasikan kegiatan yang sesuai dengan peruntukannya. Berdasarkan UU No. 39/ 2007, disebutkan bahwa 2% pendapatan negara dari pajak tembakau di Indonesia akan didistribusikan ke propinsi-propinsi penghasil tembakau. Terdapat lima alokasi penggunaan DBHCHT yang telah ditetapkan yaitu, mendanai peningkatan kualitas bahan baku, pembinaan Industri, pembinaan lingkungan sosial, sosialisasi bidang cukai, dan pemberantasan barang kena cukai illegal. Kesimpulan 1. Pemerintah memerlukan dana hasil cukai untuk pendapatan Negara 2. Peraturan Menteri Keuangan No. 20/PMK.07/2009 memberikan pembagian dana hasil cukai kepada daerah penghasil tembakau 3. Dana hasil cukai akan bermanfaat bagi daerah tersebut dan masyarakat petani tembakau bila pemerintah daerah menjalankan governance Social Responsibility (GSR) terhadap masyarakat petani tembakau 4. Dana hasil cukai akan bermanfaat bagi masyarakat petani tembakau jika kelompok masyarakat tersebut mau mengupayakan peningkatan ekonomi dengan didukung instansi-instansi terkait.
Daftar Pustaka :
Abdillah Hasan, 2008, Cukai Rokok Berpotensi Tambah Pendapatan Rp 50 Triliun, LDFEUI, Jakarta
Anggito Abimanyu, 2008, Pemerintah Tetapkan Kebijakan Cukai 2008, Antara, Jakarta Idayani Pane, 2009, Sumut Terima Dana Cukai Tembakau Rp 3,9 Miliar, Ekonomi dan Keuangan, Medan
Upaya Pemerintah Meningkatkan Pendapatan Petani Tembakau ...... (Dian Prawitasari)
79