ISSN: 2355-5106
Vol 2, No 1
INTERFERENSI STRUKTUR KALIMAT LUAS BERUNSUR KETERANGAN BAHASA LAURA DALAM BAHASA INDONESIA TULIS SISWA KELAS IV SDK MARSUDIRINI KECAMATAN LAURA KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA Pelipus Wungo Kaka Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar STKIP Citra Bakti Ngada-NTT
[email protected] Abstrak Penelitian deskriptif kualitatif ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis jenis dan tingkat interferensi struktur kalimat luas berunsur keterangan bahasa Laura dalam bahasa Indonesia tulis siswa kelas IV SDK Marsudirini Kecamatan Laura Kabupaten Sumba Barat Daya. Subjek penulisan ini adalah siswa kelas IV SDK Marsudirini Kecamatan Laura Kabupaten Sumba Barat Daya. Objek penulisan ini adalah interferensi struktur kalimat luas berunsur keterangan bahasa Laura dalam bahasa Indonesia tulis siswa kelas IV SDK Marsudirini Kecamatan Laura Kabupaten Sumba Barat Daya. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode dokumentasi. Hasil penulisan menunjukkan bahwa jenis interferensi ada tiga, yaitu interferensi dalam ranah morfologi, sintaksis dan semantik. Pada ranah morfologi adalah interferensi pengingkaran tata bahasa target, dalam bahasa Indonesia bentuk verba transitif atau intransitif yang seharusnya berimbuhan, sedangkan dalam bahasa tulis murid tidak ditemukan berimbuhan karena pengaruhnya bahasa donor atau kebiasaan pemakaian bahasa Laura yang tidak memiliki imbuhan transitif dan intransitif. Pada ranah sintaksis ada dua jenis interferensi yaitu interferensi substitusi, dan interferensi pengingkaran ketatabahasaan target. Kedua jenis interferensi ini terjadi pada frase pengisi fungsi keterangan. Pada keterangan lokatif keberadaan dan lokatif tujuan terjadi substitusi pada unsur direktor, yang seharusnya diisi oleh preposisi, tetapi dalam bahasa tulis siswa diisi oleh pronomina penunjuk. Hal ini terjadi sebagai akibat pengaruhnya bahasa Laura, karena frase lokatif bahasa Laura berdirektor pronomina penunjuk atau tanpa dimarkahi direktof. Interferensi dalam ranah semantik adalah interferensi substitusi, terjadi karena konsepsi makna bahasa Laura berbeda dalam makna bahasa Indonesia. Proses interferensi dalam ranah morfologi, sintaksis dan semantik adalah proses aktif produktif karena bahasa donor secara aktif digunakan oleh subjek. Tingkat interferensi struktur kalimat luas berunsur keterangan bahasa Laura dalam bahasa Indonesia tulis siswa dapat diklasifikasikan dalam kategori tinggi. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa interferensi struktur kalimat luas berunsur keterangan bahasa Laura dalam bahasa Indonesia terdapat dalam karangan siswa. Kegunaan artikel ini adalah untuk memberikan masukan kepada guru-guru SD bahwa salah satu penyebab kesulitan murid dalam belajar bahasa Indonesia karena masih begitu kuatnya ketergantungan mereka kepada struktur bahasa Laura. Guru sebaiknya menerapkan pembelajaran dengan pendekatan analisis kontrastif dan teori belajar bahasa dalam mengatasi penyebab terjadinya interferensi. Kata kunci: Interferensi sruktur bahasa Laura, bahasa Indonesia
JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN I 65
ISSN: 2355-5106
Vol 2, No 1
THE INTERFERENSI OF WIDE SENTENCE STRUCTURE CONTRAINING ADVERBS OF LAURA LANGUAGE IN WRITING INDONESIAN LANGUAGE STUDENTS GRADE IV OF SDK MARSUDIRINI LAURA SUBDISTRICT SUMBA BARAT DAYA REGENCY Abstract This qualitative descriptive study aims to describe and analyze (1) the interference type of Laura language to Indonesian language of students writing, and (2) the interference level of Laura language to Indonesian language of students writing on class IV SDK Laura District West Sumba Regency. The subjects were students of class IV SDK Marsudirini. Object of this study is the interference of Laura language to Indonesian language of students writing on class IV SDK Marsudirini Laura District West Sumba Regency. Data collection method used is the method of documentation. The data were analyzed through three steps, namely data reduction, data presentation, and conclusions. The results showed that the interference type of, Morpology, Semantyc, and Syntaxes domain is interference of denial targets grammatical. The interference type of Syntaxes domain there are two types that contain in Laura language, namely substitution interference and denial interference targets grammatical. This interference types occurs in the phrases that fill adverbial function. On the adverbial of existence locative and purposes locative occurs substitution on director elements, which should be filled by a preposition, but on the students writing language as research subjects filled by pointer pronouns. The interference levels of Laura language to Indonesian language of students writing on class IV SDK Marsudirini were very high. The usefulness of this study is to provide input to the primary teachers that one of the causes of student difficulties in learning Indonesian because it is still so strong dependence on the structure of their first language (language Laura). The teachers should apply the learning to the contrastive analysis approach to overcome the cause of the interference. Key Words: interference, Laura language structure, Indonesian language. PENDAHULUAN Setiap komunitas mempunyai sistem nilai dan organisasi yang berbeda, keragaman ini mendasari adanya beragam pola hidup dan sikap berbahasa yang berbeda satu sama lain. Salah satu contoh adanya keberagaman ini adalah adanya bermacam-macam gaya berkomnikasi yang diartikan sebagai sikap yang digunakan seseorang dalam proses komunikasi antar sesama manusia. Perbedaan bahasa dalam satu negara tidak terlepas dari budaya yang dimiliki oleh masyarakat penutur bahasa tersebut. Interferensi merupakan salah satu faktor penyebab kesalahan berbahasa. “Interferensi bisa terjadi pada pengucapan, tata bahasa, baik dalam ucapan maupun tulisan terutama kalau seseorang sedang mempelajari bahasa kedua” (Alwasilah, 1993:114). Kedwibahasaan peserta tutur dan tipisnya kesetiaan terhadap bahasa penerima juga merupakan faktor penyebab terjadinya interferensi. Proses komunikasi melalui penggunaan kedua bahasa tersebut kadang-kadang dilakukan dalam kehidupan sehari-hari secara bersamaan, baik secara lisan maupun tulis. Situasi semacam ini memungkinkan terjadinya kontak bahasa yang saling memengaruhi. Saling pengaruh itu dapat dilihat pada pemaian bahasa Indonesia yang disisipi oleh kosakata bahasa daerah atau sebaliknya. Menurut Bonvilian (2003), bahasa merupakan bagian integral dari perilaku manusia. Ini berarti bahwa bahasa memiliki peran yang sangat besar dalam kehidupan JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN I 66
ISSN: 2355-5106
manusia,
karena
Vol 2, No 1
merupakan
sarana
dasar
dalam
berkomunikasi.
Budasi
(2011)
menyebutkan bahwa setiap bahasa di bumi adalah unik. Dua bahasa yang digunakan di dua tempat yang berbeda juga memiliki perbedaan satu sama lain. Namun, ada kemungkinan bahwa struktur kalimat dua bahasa memiliki perbedaan maupun dalam beberapa aspek (Lado, 1955). Perbedaan dan persamaan struktur kalimat bahasa yang signifikan tersebut dapat digunakan untuk menentukan strategi dalam pengajaran bahasa. Menurut Kartawinata (2010), perbedaan dan persamaan struktur gramatikal bahasa yang signifikan dapat digunakan untuk menentukan strategi dalam pengajaran bahasa. Bahasa Laura adalah salah satu bahasa daerah di Nusa Tenggara Timur yang digunakan oleh kelompok suku Laura di Kabupaten Sumba Barat Daya. Kabupaten Sumba Barat Daya merupakan bentengan wilayah yang cukup luas yang dihuni beberapa kelompok masyarakat suku Kodi, Wewewa, dan Laura. Tiap-tiap suku ini meyakini memiliki budaya dan bahasa yang diwariskan secara turun-temurun. Dalam upacara adat, seperti upacara kematian, perkawinan,panenan, dan upacara lainnya yang menandai siklus kehidupan masyarakat itu sendiri. Mereka menggunakan bahasa secara saksama yang mereka namai bahasa tinggi. Bahasa Laura termasuk salah satu bahasa yang memiliki keunikan struktur tersendiri,baik tataran fonologi, morfologi, dan sintaksis. Sebagai contoh, perubahan bentuk verba bahasa Laura ditentukan dalam hubungan pemakaiannya dalam kalimat. Makna verba yang sama akan mempunyai bentuk yang berbeda-beda karena perbedaan subjek kalimatnya, seperti terlihat berikut ini. Yauwa kukako ‘saya saya pergi’ (‘Saya pergi’) Wo’u mukako ‘kau kau pergi’ (‘Kau pergi’) Nya nakako ‘ia ia pergi’ (‘Ia pergi’). Keunikan inilah yang mendorong penulis untuk melakukan penelitian
tentang interferensi bahasa Laura
dalam bahasa Indonesia tulis siswa. Bahasa Indonesia hanya digunakan dalam komunikasi formal, itupun mereka mencampurkan kedua bahasa tersebut. Bahkan masih banyak pula yang tidak mampu berbahasa Indonesia. Anak-anak usia sekolah dasar juga masih sulit dalam mempelajari dan menggunakan bahasa Indonesia karena mereka masih terpengaruh dengan bahasa ibu. Masih begitu kuatnya pemakaian bahasa pertama atau bahasa daerah ini merupakan kendala yang mempersulit pelaksanaan pengajaran bahasa Indonesia di sekolah-sekolah terutama di Sekolah Dasar (SD). Adanya interferensi dari satu bahasa ke bahasa yang lain yang mengakibatkan transfer negatif dalam pemerolehan bahasa, mengingat bahwa struktur bahasa Laura memiliki perbedaan yang sangat menyolok dengan struktur bahasa Indonesia terutama tentang kata tugas dalam ranah sintaksis. Bahasa Laura memiliki kata tugas yang sangat terbatas. Bahasa Laura memiliki struktur kalimat yang berbeda. Masyarakat Laura tergolong dwibahasawan karena dalam kegiatan komunikasi harian, mereka menggunakan dua bahasa sekaligus yaitu bahasa daerah (B1) dan bahasa Indonesia (B2). Kondisi seperti ini, memengaruhi mereka dalam berbicara pada saat menggunakan satu bahasa. Sengaja atau tidak, sering terjadi kesalahan dalam menggunakan bahasa tertentu karena kebiasaan JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN I 67
ISSN: 2355-5106
Vol 2, No 1
menggunakan dua bahasa atau lebih secara bergantian dalam kehidupan sehari-hari. Suwito (1983:26-27)
menyatakan
“Adanya
penyimpangan-penyimpangan
bukan
berarti
pengrusakan terhadap bahasa”. Interferensi merupakan fenomena penyimpangan kaidah kebahasaan yang terjadi akibat seseorang menguasai dua bahasa atau lebih. Suwito (1983:54) berpendapat bahwa interferensi sebagai penyimpangan karena unsur yang diserap oleh sebuah bahasa sudah ada padanannya dalam bahasa penyerap. Jadi, manifestasi penyebab terjadinya interferensi adalah kemampuan penutur dalam menggunakan bahasa tertentu. Interferensi menurut Nababan (1984), merupakan kekeliruan yang terjadi sebagai akibat terbawanya kebiasaankebiasaan ujaran bahasa daerah atau dialek kedalam bahasa atau dialek kedua. Siswa SDK di Kecamatan Laura adalah dwibahasawan. Dalam kehidupan sehari-hari mereka menggunakan bahasa Laura sebagai bahasa pertama. Di sekolah mereka baru mulai mempelajari bahasa Indonesia sehingga di kelas-kelas rendah bahasa pengantar yang digunakan adalah bahasa pertama. Dalam kondisi semacam ini, tentu saja pengaruh bahasa pertama sangat kuat dalam mempelajari bahasa Indonesia sebagai bahasa kedua. Dalam bahasa Indonesia, di depan subjek tidak boleh ada kata depan atau preposisi, karena subjek tersebut haruslah sebuah kata benda atau frase benda. Namun, hal itu kemungkinan akan berbeda dengan bahasa-bahasa yang lain, khususnya dalam bahasa Laura. Bahasa Laura sangat berbeda struktur kalimat dengan bahasa Indonesia. Kesulitan dalam belajar B2 serta kesalahan dalam berbahasa yang umum dialami oleh siswa yang mempelajari B2 atau B1 menyebabkan adanya tuntutan perbaikan pengajaran bahasa pertama tersebut. Oleh karena itu, sangat tepat apabila studi interferensi ini dilakukan sebagai jawaban terhadap tuntutan perbaikan pengajaran B2. Secara gramatikal dan praktisnya bahasa Laura sangat jarang digunakan dibandingkan dalam bentuk tertulis dengan bahasa Indonesia. Bahasa ini banyak digunakan sebagai alat komunikasi antara orang-orang, baik di kota-kota serta desa-desa kecil di Laura. Berdasarkan hal tersebut. Ini memberikan petunjuk untuk guru ketika kesalahan siswa disebabkan oleh gangguan bahasa pertama mereka (Kartawinata, 2010). Richard (dalam Kartawinata, 2010) menekankan bahwa hasil studi banding antara satu bahasa dan bahasa yang lain dapat menjadi media penting dalam mempelajari bahasa. Sesuai dengan pemaparan tersebut di atas, perlu kiranya dilakukan suatu penelitian terkait dengan kekacauan antara dua bahasa, yaitu antara bahasa Laura terhadap bahasa Indonesia yang ditinjau dari segi pemakaian struktur kata, leksikal, dan kalimat. Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan yang menjadi permasalahan adalah jenis dan tingkat interferensi dalam struktur kalimat luas berunsur keterangan bahasa Laura dalam bahasa Indonesia tulis murid kelas IV SDK Marsudirini Kecamatan Laura Kabupaten Sumba Barat Daya. Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mendeskripsikan jenis dan tingkat interferensi apa sajakah
JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN I 68
ISSN: 2355-5106
Vol 2, No 1
dalam struktur kalimat luas berunsur keterangan bahasa Laura dalam bahasa Indonesia tulis murid kelas IV SDK Marsudirini Kecamatan Laura Kabupaten Sumba Barat Daya. Kontak bahasa bagi dwibahasawan sulit untuk dihindari, apalagi jika bahasa keduanya belum dikuasai secara baik. Orang yang sudah menguasai kedua bahasa dengan sama-sama baikpun tidak jarang terjadinya kontak bahasa tersebut. Salah satu penyebab terjadinya kontakbahasa ini adalah orang yang berbahasa tersebut mengalami kesulitan, dan dalam kesulitan ini ada kemudahan yang dapat menolongnya yaitu bahasa lain yang dikuasainya lebih baik dalam hal tertentu. Hal ini tidak selalu bahasa pertama yang menjadi bahasa donor/ sumber, tetapi juga sangat dimungkinkan bahasa kedua atau bahkan bahasa asing. Para ilmuwan yang banyak berbicara dalam bahasa Inggris, atau berkomunikasi dalam bahasa Inggris sekalipun orang itu adalah pemakaian bahasa Indonesia, kita akan dihujani dengan istilah-istilah bahasa Inggris. Mereka lebih merasa mantapdengan kata-kata bahasa Inggris. Pengalihan pengetahuan bahasa pertama kedalam bahasa kedua dalam memberikan kemudahan dalam belajar bahasa, dapat pula menimbulkan kesulitan atau menjadi kendala dalam belajat bahasa kedua. Jika yang dialihkan / transfer dari bahasa pertama memiliki persamaan dengan bahasa kedua, merupakan suatu hal yang menguntungkan, tetapi sebaliknya jika yang ditransfer adalah ciri-ciri yang berbeda dengan bahasa kedua dengan bahasa kedua, tentu akan merusak atau bahasa target yang dipelajarinya menghasilkan struktur yang kacau. Bahasa ibu yang dikuasai pertama, mempunyai pengaruh yang kuat terhadap pemakaian bahasa kedua, dan sebaliknya bahasa kedua juga mempunyai pengaruh yang besar terhadap pemakaian bahasa pertama. Kebiasaan untuk memakai kedua bahasa lebih secara bergantian disebut kedwibahasaan. Peristiwa semacam ini dapat menimbulkan interferensi. Hal ini dikemukakan oleh Poerwadarminto dalam Pramudya (2006:27) yang menyatakan bahwa interferensi berasal dari bahasa Inggris interference yang berarti percampuran, pelanggaran, rintangan. Istilah interferensi pertama kali digunakan oleh Weinreich (1968:1) untuk menyebut adanya perubahan sistem suatu bahasa sehubungan dengan adanya persentuhan bahasa tersebut dengan unsur-unsur bahasa lain yang dilakukan oleh penutur yang bilingual. Penutur yang bilingual adalah penutur yang menggunakan dua bahasa secara bergantian, sedangkan penutur multilingual merupakan penutur yang dapat menggunakan banyak bahasa secara bergantian. Peristiwa interferensi terjadi pada tuturan dwibahasawan sebagai kemampuannya dalam berbahasa lain. Weinreich (1968:1) juga mengatakan bahwa interferensi adalah bentuk penyimpangan penggunaan bahasa dari norma-norma yang ada sebagai akibat adanya kontak bahasa karena penutur mengenal lebih dari satu bahasa. Interferensi berupa penggunaan bahasa yang satu dalam bahasa yang lain pada saat berbicara atau menulis. Didalam proses interferensi, kaidah pemakaian bahasa mengalami penyimpangan karena adanya pengaruh dari bahasa lain. Pengambilan unsur yang terkecil pun dari bahasa pertama ke dalam JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN I 69
ISSN: 2355-5106
Vol 2, No 1
bahasa kedua dapat menimbulkan interferensi. Dalam proses interferensi, terdapat tiga unsur yang mengambil peranan, yaitu: Bahasa sumber atau bahasa donor, bahasa penyerap atau bahasa resipien, dan unsur serapan atau importasi. Dalam peristiwa kontak bahasa, mungkin sekali pada suatu peristiwa, suatu bahasa menjadi bahasa donor, sedangkan pada peristiwa yang lain bahasa tersebut menjadi bahasa resipien. Saling serap adalah peristiwa umum dalam kontak bahasa. Saling mempengaruhi antarbahasa pasti terjadi, misalnya kosakata bahasa yang bersangkutan, mengingat kosakata itu memiliki sifat terbuka. Menurut Weinrich (dalam Chaer dan Agustina 1995:159) kontak bahasa merupakan peristiwa pemakaian dua bahasa oleh penutur yang sama secara bergantian. Dari kontak bahasa itu terjadi transfer atau pemindahan unsur bahasa yang satu ke dalam bahasa yang lain yang mencakup semua tataran. Sebagai konsekuensinya, proses pinjam meminjam dan saling mempengaruhi terhadap unsur bahasa yang lain tidak dapat dihindari. Suwito (1985:39-40) mengatakan bahwa apabila dua bahasa atau lebih digunakan secara bergantian oleh penutur yang sama, dapat dikatakan bahwa bahasa tesebut dalam keadaan saling kontak bahasa. Interferensi bahasa yaitu penyimpangan norma kebahasaan yang terjadi dalam ujaran dwibahasawan karena keakrabannya terhadap suatu bahasa, yang disebabkan karena adanya kontak bahasa. Pemilihan teori dan pendekatan ini didasarkan atas pertimbangan bahwa subjek penulisan adalah murid sekolah dasar kelas IV yang berarti masih dalam kelompok usia anak-anak yang merupakan masa potensial dalam belajar bahasa serta pemerolehan bahasa yang cenderung digolak dengan pembawaan bahasa ibu. Pertimbangan kedua, perbedaan ciri-ciri struktur antara bahasa pertama dengan bahasa kedua, akan memberikan kemungkinan besar menjadi penghalang dalam belajar bahasa kedua apabila bahasa pertama yaitu bahasa Laura merupakan bahasa yang mendominasi dalam kehidupan anak. Dalam kondisi kehidupan berbahasa dan berbudaya seperti yang terjadi di Laura tersebut, dalam belajar bahasa kedua, anak berkecendrungan mempunyai perilaku ketergantungan pada bahasa pertamanya. Peristiwa ini biasa disebut kontak bahasa. Kontak bahasa ini terjadi dalam individu pemakaiannya karena adanya sifat ketergantungan kepada bahasa lain biasanya bahasa pertama (Suwito,1983:39). Weinreich (1975:3) mengatakan, “ In the present study, two or more language will be said to be in contact if the languages are used alternately by the persons same. The using individuals are this the licus of the contact”. Interferensi bagi seseorang menggunakan dua bahasa sulit untuk dihindari, apalagi jika bahasa keduanya belum dikuasai secara baik. Salah satu penyebab terjadinya kontak bahasa ini adalah orang yang berbahasa tersebut mengalami kesulitan, dan dalam kesulitan ini ada kemudahan yang dapat menolongnya yaitu bahasa lain yang dikuasainya lebih baik dalam hal tertentu. Hal ini tidak selalu bahasa pertama yang menjadi bahasa donor atau bahasa sumber, tetapi juga sangat dimungkinkan bahasa kedua atau bahkan bahasa asing.
JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN I 70
ISSN: 2355-5106
Vol 2, No 1
Perkembangan suatu bahasa juga menyebabkan faktor lingkungan, jika daerah tersebut masih terpencil ataupun primitif, kurangnya aset informasi yang bersifat nasional/ modern teristimewa dalam kehidupan berbahasa. Penelitian sosiolinguistik yang mengkaji masalah kode bahasa tentu sangat erat kaitannya dengan kedwibahasaan. Weinreich (1968:1) juga mengatakan bahwa interferensi adalah bentuk penyimpangan penggunaan bahasa dari norma-norma yang ada sebagai akibat adanya kontak bahasa karena penutur mengenal lebih dari satu bahasa. Interferensi berupa penggunaan bahasa yang satu dalam bahasa yang lain pada saat berbicara atau menulis. Dalam peristiwa kontak bahasa, mungkin sekali pada suatu peristiwa, suatu bahasa menjadi bahasa donor, sedangkan pada peristiwa yang lain bahasa tersebut menjadi bahasa resipien. Interferensi dapat dilihat dari beberapa sudut yakni asal usul serapan, arah unsur serapan, pelakunya, dan bidang unsur serapan. Dengan unsur-unsur tersebut akan menimbulkan benteng kekacauan dalam berbahasa bagi penutur. Brown (1980: 148) dengan mengutip pendapat Randal Whitman, menganjurkan dalam analisis kontrastif sebaiknya dilakukan melalui empat prosedur, seperti terkutip berikut. Randal Whitman (1970) noted that contrastive analysis involed four difernt procedure. That first of these is description: the linguist or language teacer, using the tool grammer, explicity descibes two languages in question. Second, a seletion is made of certain form –linguistic items, rules, structure –for contrast, since it is virtually impossible to contrast every possible faced of two languages. The third procedure is the contrast itself. The mapping of one linguistic system onto other, and specipication of the relationship of one system to the other which, like selection, “rest on the validy of one’s refent point’. Finally, on formuled prediction of error or diffculty on the basis of the first procedures. That prediction can be arrived and thoutgh the formulation of hierachy of difficulty or thought more subjective applications of psychological and linguistic theory. Proses belajar bahasa kedua, dalam kondisi terdesak, besar kemungkinannya terjadi transfer negatif, yaitu pengalihan kebiasaan bahasa pertama ke dalam bahasa kedua yang sedang dipelajarinya. Merusaknya sistem bahasa pertama ke dalam bahasa kedua inilah yang disebut interferensi. Interferensi akan mengakibatkan terjadinya penyimpangan dari kaidah-kaidah bahasa target atau resipiennya. Weinreich menjelaskan: Those instances of the deviation from norms of either language which occur in the speech of bilinguals as a result of their familiarity with more than one languege as a result of language contact will be referred to as interference phenomena. Interferensi hanya mungkin terjadi pada profil bilingualitas majemuk, sedangkan profil bilingualitas sejajar dan ambilingualitas/ bilingualitas sejajar tidak terjadi interferensi. Rusyana (1981: 27), interferensi dibedakan sebagai berikut. (1) Interferensi importasi, yaitu interferensi yang terjadi karena adanya proses peminjaman unsur dari bahasa yang satu ke dalam bahasa yang lain. Dalam peminjaman tersebut ada aspek yang dipindahkan. Hubungan bahasa yang dipinjam dan yang meminjam adalah JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN I 71
ISSN: 2355-5106
Vol 2, No 1
hubungan bahasa sumber dan bahasa penerima. (2) Interferensi substitusi, yaitu terjadi karena penggantian unsurr dari satu bahasa oleh padanannya di dalam tuturan bahasa lain. Dalam penggantian itu ada aspek dalam bahasa pertama disalin ke dalam bahasa kedua. Aspek yang disalin itulah yang disebut substitusi. (3) Interferensi ini terjadi karena penerapan hubungan ketatabahasaan pertama ke dalam bahasa kedua atau pengingkaran hubungan ketatabahasaan bahasa kedua yang tidak ada modelnya dalam bahasa pertama. (4) Interferensi yang keempat adalah terjadi karena perubahan fungsi morfem melalui identifikasi antara satu morfem tertentu dari bahasa kedua yang menimbulkan perubahan baik perluasan maupun perorangan berdasarkan tata bahasa pertama. Ranah interferensi meliputi interferensi sistem fonemis, morfologi, sintaksis, dan semantik. Weinreich dalam hal ini menjelaskan sebagai berikut: The interference implies the arrangement of patterns that result from the introduction of foreign elements in to more highly structure domain of language such as bulk of the phonemics system, large part of the morphology and syntax and some areas of the vocabulary: (1976 : 2). Bahasa Laura adalah salah satu bahasa daerah di Nusa Tenggara Timur yang digunakan oleh kelompok suku Laura di Kabupaten Sumba Barat Daya. Kabupaten Sumba Barat Daya merupakan bentengan wilayah yang cukup luas yang dihuni beberapa kelompok masyarakat suku Kodi, Wewewa, dan Laura. Tiap-tiap suku ini meyakini memiliki budaya dan bahasa yang diwariskan secara turuntemurun. Budaya dan bahasa yang dimiliki masing-masing kelompok masyarakat itu terasa sangat penting kedudukan dan peranannya dalam mempertahankan jati diri kesukuannya. METODE PENELITIAN Dengan metode ini penulis memusatkan diri pada pemecahan masalah yang aktual. Dan diperoleh dari lapangan yang ada pada saat melakukan penulisan dan dikumpulkan sebagaimana adanya untuk dideskripsikan tentang pemakaian bahasa Indonesia dengan bahasa Laura yang menimbulkan atau mewujudkan adanya interferensi antara dua bahasa yaitu bahasa Laura (bahasa ibu) dengan bahasa Indonesia. Subjek penulisan ini adalah siswa kelas IV SDK Marsudirini Kecamatan Laura Kabupaten Sumba Barat Daya. Data yang akan dianalisis adalah interferensi bahasa Laura dalam bahasa Indonesia tulis siswa, berdasarkan karangan siswa. Penulis mengumpulkan data karangan siswa kelas IV SDK Marsudirini Laura baik yang kemudian akan dianalisis hasil karangan siswa. Objek penulisan ini adalah interferensi bahasa Laura terhadap bahasa Indonesia tulis siswa berdasarkan dokumentasi (karangan) siswa. Pada bagian ini, peneliti menentukan metode yang akan digunakan dalam penelitian. Penentuan metode pengumpulan data harus relevan dengan masalah penelitian dan karakteristik sumber data sesuai dengan masalah yang dikaji. Untuk dapat memperoleh data yang berupa interferensi morfologi, semantik, dan sintaksis dalam bahasa Indonesia tulis siswa yang sahih tidaklah mudah, mengingat kemampuan siswa dalam berbahasa Indonesia masih sangat sederhana. Oleh karena itu, agar dapat memperoleh data yang memadai, penulis gunakan penjaringan pengumpulan JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN I 72
ISSN: 2355-5106
Vol 2, No 1
data yakni penulis menyiapkan bahan dan lembaran karangan. Untuk merangsang kemampuan siswa, penulis secara lisan memberikan yang terkait dengan karangan tersebut secara lisan. Topik karangan diupayakan menarik minat siswa untuk menceritakan dengan senang. Siswa diberikan kebebasan untuk menyampaikan pikiran sesuai dengan instruksi yang diarahkan oleh peneliti. Instrumen dibuat dengan memprediksi akan munculnya kalimat berunsur keterangan yang mengakibatkan interferensi. Metode dokumentasi adalah suatu cara
atau
sistem
pemberian/pengumpulan,
pemilihan,
dan
pengolahan
informasi
berdasarkan keterangan-keteranngan atau kutipan atau referensi lain (dari bahan-bahan dokumentasi tertulis) yang dapat disajikan terhadap berbagai hal dalam penelitian. Untuk selanjutnya, data yang sudah terkumpulkan atau teridentifikasi dapat dianalisis sesuai dengan metode analisis yang digunakan. Karangan inilah yang nantinya yany akan dianalisis untuk memperoleh pembahasan dan jawaban tentang jenis dan tingkat interferensi bahasa Laura dalam bahasa Indonesia. Data yang sudah dianalisis kemudian diberi penjelasan dibawahnya mengenai jenis interferensi dan tingkat interferensi dan dianalisis sumber data tersebut. Analisis data dilakukan setelah pengumpulan data sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Sugiyono (2006: 336) menyatakan bahwa analisis data merupakan proses mencari dan menyusun data yang diperoleh dari hasil karangan (dokumentasi) dalam hal ini lembar karangan siswa yang sudah disiapkan oleh penulis, dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam pola, memilih data yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat simpulan sehingga mudah untuk dipahami oleh penulis sendiri dan pembaca. Penyimpulan yang dilakukan harus dapat menjawab semua masalah yang diangkat dalam permasalahan tersebut, sehingga hasil akhirnya nanti akan diperoleh informasi mengenai interferensi struktur kalimat luas berunsur keterangan bahasa Laura dalam bahasa Indonesia tulis siswa. PEMBAHASAN Tingkat kemampuan menulis murid kelas IV SDK Marsudirini Kecamatan Laura Kabupaten Sumba Barat Daya masih sangat terbatas. Untuk mengetahui bentuk interferensi struktur kalimat luas berunsur keterangan bahasa Laura dalam bahasa Indonesia dapat dilihat data berikut : Saya masak nasi untuk mama dan papa dan adik-adik yang tinggal sini rumah. Ibu beli baju untuk anaknya sini toko yang jual baju. Saya. bersama kawan-kawan belajar bersama
sini rumah kawan saya. Saya sudah sampai sini sekolah dan saya
belajar bersama-sama kawan saya. Saya jarang-jarang belanja beras bersama adik sini pasar. Kalimat - kalimat di atas terasa janggal, karena terdapat penyimpangan yang tidak sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia baku. Bagian yang dicetak tebal adalah keterangan lokatif keberadaan yang menyimpang dari kaidah bahasa baku karena interferensi. Penyimpangan lainnya meliputi : Tidak digunakan imbuhan, kata penghubung, tanda baca dan pemilihan kata yang tidak sesuai dengan makna kalimat. Dengan kalimat (1) Terlihat JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN I 73
ISSN: 2355-5106
Vol 2, No 1
kata masak tidak dibubuhi imbuhan. Dalam bahasa baku kata tersebut seharusnya berimbuhan me- sehingga menjadi memasak. Dalam data (1) itu juga terdapat kesalahan penggunaan kata dan selaku pemarkah hubungan frasa koordinatif. Kaidah baku untuk frasa koordinatif yang unsur langsung lebih dari dua seharusnya hanya menempatkan koordinatornya sebelum unsur langsung yang terakhir (EYD, Bab V, B.1) dan sebelumnya cukup dimarkahi tanda baca koma (,). Kejanggalan kalimat (1) juga disebabkan pilihan kata, yaitu pemakaian kata tinggal tidak sesuai dengan makna kalimat secara keseluruhannya. Kata itu menjadi serasi hubungan maknanya jika diganti oleh kata ada. Penghilangan imbuhan terjadi pula pada data (2), yaitu pada kata beli kata itu akan menjadi tepat jika dibubuhi imbuhan me- sehingga menjadi membeli. Begitu juga kata yang jual seharusnya tempat menjual, atau tempat berjualan. Pada kalimat (3) selain kesalahan pada keterangan lokatif, juga terdapat kesalahan karena pemborosan, kata bersama setelah belajari tidak perlu dinyatakan lagi, sehingga menjadi Saya bersama kawan-kawan belajar di rumah kawan saya atau Saya dengan kawan-kawan belajar bersama di rumah kawan saya atau Saya dan kawan-kawan belajar bersama di rumah kawan saya. Data (4) selain kesalahan struktur keterangan tempat juga kesalahan pemilihan konjungsi. Kalimat majemuk bertingkat dengan klausa penjelas keterangan waktu, sehingga memerlukan konjungsi setelah, sesudah dan bukanya sudah. Data (5) selain kesalahan struktur keterangan lokatif, juga pilihan katanya. Kata jarang-jarang sesuai isi karangan itu dimaksudkan sedikit-sedikit. Berdasarkan pembahasan di atas, kalimat kalimat murid itu menjadi yang gramatikal jika diperbaiki sebagai berikut : (1) Saya memasak nasi untuk ayah, ibu dan adik-adik yang ada di rumah, (2) Ibu membelikan anaknya baju di Toko, tempat menjual baju, (3) Saya dan kawan-kawan belajar bersama di rumah kawan saya, (4) Setelah tiba di sekolah, saya belajar bersama kawan saya, (5) Saya bersama adik membeli beras di pasar sedikit-sedikit. Bagian yang dicetak tebal merupakan unsur kalimat yang berperan semantik menunjukkan tempat keberadaan suatu benda, atau tempat terjadinya peristiwa/tindakan, yang biasa disebut keterangan tempat. Dalam bahasa Indonesia tulis murid SD terdapat kesalahan. Murid SDK Marsudirini ini menggunakan pronomina penunjuk sini sebagai direktor frasa lokatif keberadaan itu, jelas hal ini menyimpang dari kaidah bahasa Indonesia baku, seharusnya direktornya preposisi di. Kemungkinan terjadinya kesalahan yang dilakukan murid SD tersebut dipengaruhi bahasa pertamanya, yaitu bahasa Laura. Untuk lebih jelasnya kelima kalimat di atas dalam bahasa Laura sebagai berikut (bagian yang dicetak tebal adalah keterangan lokatif keberadaan yang dimaksudkan). Yauwa pati’ina nga’anda ina mono ama mono allinggu a danggi ne’e uma. Saya masak ia nasi mereka ibu dan ayah dan adikku yang tinggal sini rumah. Inanggu nawoi kalambe yai anana ne’e Toko dana a mbata na. Ibuku ia beli baju untuk anaknya sini Toko dalam yang jualnya. Yauwa ba dukki ne’e sekola dana, yauwa balaja bama olenggu. Saya bersama temanku kami belajar bersama sini rumahnya temanku. Yauwa sadeka-sadeka mawa’i wiasa bama JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN I 74
ISSN: 2355-5106
Vol 2, No 1
allinggu ne’e parengga dana. Saya jarang-jarang membeli beras bersama adikku sini pasar dalam. Dalam bahasa Laura seperti yang dapat dilihat dalam data di atas, keterangan lokatif keberadaan dimarkahi oleh direktor ne’e (sini). Dalam kalimat (1) keterangan lokatif keberadaan diisi oleh frasa ne’e uma (sini rumah). Kalimat (2) keterangan lokatif keberadaannya diduduki oleh frasa ne’e toko dana (sini toko dalam), kalimat (3) keterangan lokatifnya diduduki oleh ne’e uma olenggu (sini rumah temanku), kalimat keterangan lokatifnya adalah (4) ne’e sekola dana (sini sekolah dalam) dan kalimat keterangan lokatifnya ne’e parengga dana (sini pasar dalam). Oleh karena dalam kehidupan sehari-harinya murid SD tersebut berbahasa daerah dan kemampuan bahasa Indonesianya masih rendah, tentu saja mereka mempunyai ketergantungan kepada bahasa pertamanya. Akibatnya bahasa pertama (Laura) menjadi bahasa donor, dan secara tidak terkontrol struktur bahasa pertama (Laura) itu telah masuk ke dalam bahasa Indonesia yang sedang digunakannya. Mereka menerjemahkan secara harafiah bahasa Wewewa itu ke dalam bahasa Indoneisa. Jenis interfensi semacam ini disebut dengan cara substitusi, yaitu menggantikan pola struktur bahasa target dengan pola struktur bahasa donor. Pelaku yang menyebabkan kontras adalah pribadi yang secara aktif menguasai bahasa donor, oleh karena itu, proses kontras ini dikategorikan ke dalam kontras aktif. Murid kelas IV SDK Marsudirini Kecamatan Laura, Kabupaten Sumba Barat Daya juga masih banyak melakukan kesalahan dalam menuliskan kalimat-kalimat yang berketerangan lokatif tujuan, seperti yang terlihat dalam data berikut ini : Tugas saya jaga adik karena mama mempunyai pekerjaan pergi pasar, jual barang untuk pakai beli kami punya buku dan pakaian, Kami jarang-jarang sudah pergi sekolah dan kami tinggal jaga rumah, Saya perhatikan kerbau agar jangan sampai masuk sana orang punya kebun, Saya ambil rumput untuk bawa pulang rumah supaya kuda makan malam-malam, Saya meninggalkan kebun dan pulang rumah. Kesalahan murid dalam menuliskan frasa pengisi keterangan lokatif tujuan, terbukti merupakan hasil transfer dan struktur bahasa Laura. Bagian yang dicetak tebal dalam data di atas adalah frasa pengisi keterangan lokatif tujuan. Berdasakran contoh di atas ada dua pola pengisi keterangan lokatif tujuan tersebut, yaitu (1) diisi oleh frasa nominal tanpa disertai pemarkah direktorat lokatif, seperti yang terlihat dalam kalimat (6b), (7), (9) dan (10). Dalam kalimat (8) peran lokatif dimarkahi oleh direktorat pronomina naka ….. dana (ke). Perilaku kehadiran pronomina naka (sana) ini bersifat manasuka, maksudnya boleh ada boleh juga tidak ada jika verba telah terimplisit makna “menuju”. Oleh karena itu kata kako (pergi) tidak menuntut kehadiran direktor pemarkah keterangan lokatif yang mengikutinya. Namun, bukan berarti tidak dibenarkan jika penutur bahasa Laura memberikan pemarkah lokatif itu menjadi ; Kako naka parengga dana artinya pergi sana pasar dalam (pergi ke pasar). Sebaliknya kalimat yang bermarkahkan direktor lokatif tujuan, dapat pula dihilangkan tanpa mengurangi perubahan maknanya. JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN I 75
ISSN: 2355-5106
Vol 2, No 1
Kalimat itu dapat dinyatakan menjadi : Yauwa kuperseradi karambo, gai kadatama omanda ata eka artinya saya kuperhatikan kerbau, agar jangan masuk kebun mereka orang lain. Berdasarkan fakta ini jelaslah bahwa kesalahan murid dalam menuliskan unsur kalimat keterangan lokatif di atas dipengaruhi kebiasaan pemakaian bahasa Laura. Kesalahan tersebut merupakan transfer pola-pola bahasa Laura sebagai bahasa yang secara aktif digunakan murid dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena transfer ini membawa akibat yang merugikan struktur bahasa target, dapat dikategorikan sebagai kontras, dan karena kontras ini terjadi sebagai akibat pemindahan kebiasaan bahasa yang secara aktif digunakan dalam kehidupan sehari-hari, kontras ini disebut interferensi aktif (Soepomo, 1979:35). Untuk membahas terjadi interferensi struktur keterangan lokatif asal ini dapat dilihat melalui contoh kalimat bahasa Indonesia tulis murid di bawah ini : Saya pulang timba air saya siap pergi sekolah , Setiap hari libur kami pergi rumah nenek yang jauh meninggalkan rumah kami , Rumah nenek tempatnya cukup jauh meninggalkan kota dan kami pakai jalan kaki karena kendaraan tidak ada. Ketiga kalimat ini terasal janggal untuk dapat dipahami maknanya terutama bagi orang lain yang bukan penutur bahasa Laura atau yang dapat berbahasa Laura. Bagi penutur asli bahasa Laura, makna kalimat-kalimat di atas dapat dimengerti. Pola kalimat-kalimat di atas sejalan dengan pola-pola kalimat bahasa Laura, seperti yang terlihat berikut ini : Yauwa kuwali deke we’e yauwa siap yai kukako naka sakola dana, artinya saya ku kembali timba air saya siap untuk ku jalan sana sekolah dalam, Ne loddo libura yamme makako umana makaweda a maro walina umana yamme artinya ini hari libur kami kami pergi rumahnya nenek yang jauh kembalinya rumahnya kami. Umana inakaweda podouna maro walina kota dana mono yamme makoka waina wai, orona daiki oto a kako artinya rumahnya nenek tempat jauh kembalinya kota dalam dan kami kami jalan pakai ia kaki karena tidak ada oto yang pergi. Berdasarkan perbandingan ini, terlihat dengan jelas bahwa bahasa murid subjek penelitian, dipengaruhi oleh struktur bahasa Laura. Bahkan dapat dikatakan murid berkecenderungan menerjemahkan secara harafiah bahasa pertamanya ke dalam bahasa target. Selain interferensi struktur frasa pengisi keterangan lokatif asal, juga terjadi beberapa kesalahan lainnya yang disebabkan oleh keterbatasan pola pikir anak yang dikendalikan dengan pola bahasa Laura. Untuk membahasnya perlu kiranya dibahas pula kesalahan lain, supaya menjadi jelas bagaimana proses interferensi keterangan lokatif asal itu terjadi. Sebagaimana kalimat lainnya yang telah dibahas sebelumnya kesalahan terjadi pula kurangnya imbuhan. Dalam kalimat (3) kata timba mestinya menimba. Berdasarkan konteks tulisan itu sebaiknya diganti dengan kata mengambil karena sebenarnya bukan hanya menimba air saja, tetapi air itu dibawa pulang. Kata siap dalam kalimat (11) itu juga kurang imbuhan memepersiapkan diri. Kalimat itu berisi rangkaian persitiwa yang dapat dinyatakan dalam bentuk kalimat majemuk setara. Hubungan antar kalusanya seharusnya dimarkahi dengan koma (,) dan menjadi lebih tepat jika disertai koordinator kronologis (lalu, kemudian). JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN I 76
ISSN: 2355-5106
Vol 2, No 1
Kalimat itu dapat pula disusun sebagai kalimat majemuk subordinatif temporal dengan dimarkahi subordinator setelah, sesudah, selesainya, sehabis dan sebagainya. Kesalahan lain terjadi sebagai akibat struktur bahasa pertamanya yang mempengaruhi pola pikir murid, yaitu struktur frasa keterangan lokatif asal. Dalam kalimat itu pemarkah dari tidak dinyatakan. Berdasarkan bentuk kalimat bahasa Laura ini, terlihat jelas bahwa kesalahan-kesalahan yang dilakukan murid adalah sebagai akibat menerapkan kaidah-kaidah bahasa Laura sebagai bahasa I, yang dalam kegiatan sehari-harinya dipakai. Jadi kesalahan tersebut merupakan transfer pola bahasa pertama ke dalam bahasa kedua, atau merupakan kontras aktif produktif. Interferensi struktur satuan gramatikal pengisi keterangan keterangan alat bahasa Laura terhadap bahasa Indonesia tulis murid SD, juga cukup tinggi, seperti yang terlihat berikut ini : Saya bantu mama potong rumput pakai parang, Setelah potong kayu kami angkat pakai gerobak, Kami potong batu pakai kapak yang tajam, Nita iris sayur pakai pisau, Saya masak nasi pakai periuk bersih, Saya pergi sekolah pakai sepeda. Bagian yang dicetak tebal adalah satuan gramatikal yang mengisi fungsi keterangan alat. Satuan gramatikal tersebut tergolong klausa. Dalam bahasa Indonesia baku keterangan alat dalam kalimat di atas dapat dinyatakan dengan frasa preposisional, berdirektor dengan, sehingga kata pakai selaku bahasa murid tersebut dapat diperbaiki dengan kata dengan. Kesalahan yang dilakukan murid SD ini kemungkinan besar dipengaruhi bahasa Laura sebagai bahan yang dipakainya dalam kehidupan sehari-hari. Dalam bahasa Laura keterangan alat tersebut biasa dimarkahi direktor verba waina (pakai). Interferensi struktur bahasa Laura ke dalam bahasa Indonesia murid SD (sebagaimana yang terjadi dalam data yang telah dibahas sebelumnya) yaitu ketatabahasaaan verba, atau inteferensi ranah morfologi. Bentuk verba dalam kalimat (19) hingga (24) seharusnya berimbuhan me-, oleh karena itu, bentuk yang baku mestinya membantu, menolong, mengiris, memasak. Dalam data (24) terjadi pula interferensi keterangan asal bahasa Laura terhadap bahasa murid SD, yaitu tidak dinyatakannya preposisi dari (pulang sekolah, mestinya pulang dari sekolah). SIMPULAN Berdasarkan data yang terkumpul dalam bahasa Indonesia tulis murid kelas IV SDK Marsudirini Kecamatan Laura Kabupaten Sumba Barat Daya, didapatkan empat macam bentuk kalimat berketerangan lokatif, waktu, alat dan penyerta. Setelah dibahas berdasarkan prisip-prinsip teori kedwibahasaan dan kontrastif bahasa Laura terhadap empat bentuk kalimat tersebut berikut ini : Interferensi struktur kalimat luas berunsur keterangan bahasa Laura terhadap bahasa Indonesia tulis murid yang meliputi morfologi, sintaksis, dan semantik. Interferensi terjadi karena bentuk yang ada dalam bahasa donor (Laura) disalin atau diterjemahkan secara harafiah kedalam bahasa target (bahasa Indonesia). Interferensi ini ditemukan dua macam yaitu penggantian preposisi dengan pronomina penunjuk , dan penggantian preposisi dengan verbal. Dari sebagian besar tulis murid, preposisi diganti JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN I 77
ISSN: 2355-5106
Vol 2, No 1
dengan pronomina sini dalam frase pengisi keterangan lokatif keberadaan, yang kedua penggantian atau substitusi ke dengan pronomina penunjuk tempat tujuan sana, yang ketiga penggantian preposisi dari dengan verba meninggalkan dalam frase atau klausa pengisi keterangan asal, dan yang keempat penggantian preposisi dengan menjadi verba bersama atau sama dalam frase preposional pengisi keterangan alat. Penggantian ini dipengaruhi oleh bentuk kebahasaan bahasa donor (bahasa Laura). Frasa preposional lokatif keberadaan bahasa Laura berdirektor pronomina penunjuk ne’e (sini), frase preposional lokatif keberdaan naka (sana), frase preposional alat berdirektor verba waina (pakai), Interferensi pengingkaran ketatabahasaan target terjadi pada frase preposisional tujuan yaitu tidak digunakannya preposisi pemerkah hubungan antara verba dengan keterangan tujuan. Hal ini terjadi karena verba yang mengandung makna tujuan dalam bahasa Laura secara manasuka tidak dimarkahi. DAFTAR PUSTAKA Altis, James S. 1970. Bilingualism and Language contract. Washington D.C.; Georgetown University Press. Alwasilah, Chaedar. 1985. Sosiologi Bahasa. Bandung: Angkasa. Bonvilain, Nancy. 2003. Language, Culture, and Communication: The meaning of messages, fourth edition. New Jersey, Prentice Hall Budasi, I Gede. 2011. Contrastive Analysis Of Verb Phrases In Indonesian And Russian Language Basic Sentences. Jurnal (tidak diterbitkan). Singaraja: Undiksha. Chaer, Abdul. 1994. Linguistik Umum. Jakarta. Rineka Cipta. Chaer, Abdul. 2006. Tata Bahasa Praktis Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta. Denes, I Made. 1994. “ Interferensi Bahasa Indonesia dalam Pemakaian Bahasa Bali di Media Massa”. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Jendra. I Wayan. 1991. Dasar-Dasar Sosiolinguistik. Denpasar: Ikayana. Lado, R.. Linguistics Across Cultures: Applied Linguistics for Language Teachers. Ann Arbor: University of Michigan Press, 1955. 123p. Puspitasari, Yunita Dewi. 2010. A Contrastive Analysis Between English and Indonesian Adverbs of Time. Tesis (tidak diterbitkan). Semarang: Universitas Negeri Semarang. Putrayasa, Ida Bagus. 2012. Tata Kalimat Bahasa Indonesia (Edisi Revisi) Bandung: PT. Refika Aditama. Rusyana, Yus.1976.” Masalah Kedwibahasaan dalam Masyarakat Indonesia” (Makalah). Penataran Penyuluhan bahasa Indonesia Bogor: Pusat Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Indonesia Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Warsiman, 2007. Kaidah Bahasa Indonesia Yang Benar. Bandung: Dewa Ruchi. Wendra, I Wayan. 2007. Penulisan Karya Ilmiah. diterbitkan).Singaraja:Universitas Pendidikan Ganesha.
Buku
Ajar
(tidak
Yuwono, U. 2001. “Ejaan dalam Penulisan Karya Tulis Ilmiah (populer)”, Pelatihan Penulisan Karya Ilmiah dan Karya Ilmiah Populer. Jakarta: Pusat Penelitian Kebudayaan dan Bahasa, Lembaga Penelitian UI.
JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN I 78