PENGARUH AKSES PELAYANAN KESEHATAN, PERFORMED TREAMENT INDEX/PTI REQUIREMENT TREATMENT INDEX/RTI, TERHADAP PERILAKU ORAL HYGIENE Niniek L Pratiwi,1 Hari Basuki,2 Agus Soeprapto1
ABSTRACT Background: The number of tooth decay in Indonesia based on national health survey by the Department of Health of Indonesia in 2001 found about 70 percent of the Indonesian population aged 10 years and over have experienced damage gigi. Pada age 12 years, the amount of tooth decay reaches 43.9%, age 15 year reached 37.4%, age 18 years 51.1%, aged 35–44 reached 80.1%, and the age of 65 years and over reached 96.7%. Methods: Data from dinalisis data Riskesdas, Based on the data types Oral hygiene behavior is nominal, and as the dependent variable, independent variables while are: access to health services, PTI, which has a scale RTI data are ordinal. Design analysis is the analysis of ordinal relations with Regressi. Result: results showed that there are several variables that could significantly affect oral hygiene behavior with p value = 0.000 (p < 0.05, at α 0.05) is the travel time and distance to health center, age, occupation KK, level of per capita household expenditure, PTI, and RTI. The closer the travel time to health centers the greater the percentage of tooth brushing behavior and otherwise the longer the travel time from the center of the larger health behavior brush. Influence the the accessibility of health service facilities ease significantly affect preventive efforts, the community dental health promotion.Recommendation: Needed improvements in accessibility of health care facilities, especially dental health services for remote areas, islands and borders both facilities and equipment facilities as well as dental health personnel. Distance and short takes on the health service center is a factor enabling or supporting the predisposing factors will affect the drivers as a form of ease in obtaining access to knowledge about dental health, especially in the behavior of the brush. Predisposing factors embodied in the knowledge of factors affecting reinforcing increases one’s motivation toothbrushing behavior. For toothpaste affordability cross-subsidies required to increase purchasing power of a toothpaste containing fluoride levels and toothbrushes that can reach people, especially the poor. Key words: PTI, RTI, Perilaku Oral Hygiene, sosial ekonomi, akses pelayanan kesehatan ABSTRAK Angka kerusakan gigi di Indonesia berdasarkan survei kesehatan nasional yang dilakukan Departemen Kesehatan RI pada 2001 menemukan sekitar 70 persen penduduk Indonesia berusia 10 tahun ke atas pernah mengalami kerusakan gigi. Pada usia 12 tahun, jumlah kerusakan gigi mencapai 43,9%, usia 15 tahun mencapai 37,4%, usia 18 tahun 51,1%, usia 35–44 mencapai 80,1%, dan usia 65 tahun ke atas mencapai 96,7%. Data yang dinalisis berasal dari data Riskesdas, Berdasarkan jenis data Perilaku Oral hygiene yang bersifat nominal dan sebagai variabel dependen, sedangkan variabel independen adalah: akses pelayanan kesehatan, PTI, RTI yang mempunyai skala data yang bersifat ordinal. Design analisis adalah analisis hubungan dengan Regressi ordinal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat beberapa variabel yang dapat memengaruhi secara bermakna perilaku oral hygiene dengan nilai p = 0,000 (p < 0,05, pada α 0,05) adalah waktu tempuh dan jarak ke pusat pelayanan kesehatan, umur, jenis kelamin, PTI, dan RTI. Semakin dekat waktu tempuh ke pusat pelayanan kesehatan semakin besar persentase perilaku menggosok gigi dan sebaliknya semakin lama waktu tempuh dari pusat pelayanan kesehatan semakin besar perilaku tidak menggosok gigi. Pengaruh tingkat kemudahan fasilitas pelayanan kesehatan berpengaruh secara signifikan terhadap upaya preventif, promotif kesehatan gigi masyarakat. Diperlukan peningkatan kemudahan akses pada fasilitas pelayanan kesehatan terutama pelayanan kesehatan gigi bagi daerah terpencil, kepulauan dan perbatasan baik fasilitas sarana dan peralatan maupun tenaga kesehatan gigi. Jarak dan Waktu tempuh yang singkat terhadap pusat pelayanan kesehatan merupakan suatu faktor enabling atau pendukung yang akan memengaruhi faktor predisposisi sebagai faktor pendorong sebagai bentuk kemudahan dalam memperoleh 1
Pusat Penelitian dan Pengembangan Sistem dan Kebijakan Kesehatan, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI, Jl. Indrapura 17 Surabaya, 60176. Alamat korespondensi: E-mail :
[email protected] 2 Dosen pengajar di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga Surabaya
169
Buletin Penelitian Sistem Kesehatan – Vol. 13 No. 2 April 2010: 169–180 akses pengetahuan tentang kesehatan gigi khususnya dalam berperilaku tentang menggosok gigi. Predisposing factors yang terwujud dalam pengetahuan akan memengaruhi faktor reinforcing /pendorong meningkatkan motivasi seseorang dalam berperilaku mengggosok gigi. Untuk keterjangkauan harga pasta gigi diperlukan subsidi silang guna peningkatan kemampuan daya beli pasta gigi yang mengandung kadar fluoride dan sikat gigi yang dapat dijangkau oleh masyarakat khususnya pada kelompok miskin. Key words: PTI, RTI, Perilaku Oral Hygiene, sosial ekonomi, akses pelayanan kesehatan Naskah masuk: 1 Februari 2010, Review 1: 3 Februari 2010, Review 2: 2 Februari 2010, Naskah layak terbit: 17 Februari 2010
PENDAHULUAN Kesehatan gigi dan mulut hingga kini masih belum menjadi perhatian utama. Akibatnya, gigi berlubang atau karies menjadi masalah umum yang dihadapi sebagian besar masyarakat. Padahal kondisi ini menjadi gerbang beragam penyakit. Mengabaikan kesehatan gigi dan mulut berarti membuka gerbang terserang berbagai penyakit. Selama ini penanganan masalah gigi masih sebatas menambal lubang gigi. Tindakan tersebut sudah dianggap mampu mengontrol karies. Padahal itu belum cukup mengatasi masalah secara menyeluruh.”Penyakit karies atau gigi berlubang merupakan penyakit infeksi yang umum di dunia dan ditemukan pada 95 persen jumlah penduduk dunia, (Angky Soekanto dalam http://org/ wiki/kariesgigi cite-note-medicine, 2009). Angka kerusakan gigi di Indonesia berdasarkan survai kesehatan yang dilakukan Departemen Kesehatan RI pada 2001 menemukan sekitar 70 persen penduduk Indonesia berusia 10 tahun ke atas pernah mengalami kerusakan gigi. Pada usia 12 tahun, jumlah kerusakan gigi mencapai 43,9 persen, usia 15 tahun mencapai 37,4 persen, usia 18 tahun 51,1 persen, usia 35–44 mencapai 80,1 persen, dan usia 65 tahun ke atas mencapai 96,7 persen. Data ini tentu saja tidak bisa dianggap kecil, karena beberapa penyakit berbahaya seperti jantung, paru-paru, berat bayi lahir yang rendah, kelahiran prematur, dan diabetes bisa diawali dari masalah kebersihan gigi dan mulut. Penyakit periodontal atau penyangga gigi dan karies lanjut pada seseorang lebih ditentukan oleh faktor genetik, respons seseorang, lingkungan, kebiasaan, dan faktor risiko yang diperoleh. Pada penyakit periodontal, bakteri yang menempel di gigi dan gusi akan berpengaruh ke pembuluh darah. Gangguan itu menyebabkan pelebaran pembuluh darah karena adanya bakteri yang masuk dalam aliran darah. Infeksi dapat merangsang senyawa tubuh tertentu untuk mengeluarkan pertahanan tubuh sehingga akan memengaruhi pembuluh darah. 170
Akibatnya, terjadi peningkatan risiko penyakit sistemik, termasuk penyakit jantung koroner. Kesehatan gigi juga berpengaruh terhadap janin yang dikandung ibu hamil. Karies gigi yang menjadi tempat bagi masuknya kuman akan menyebabkan terjadinya infeksi selaput ketuban. Akibatnya, ketuban pecah sebelum waktunya. Selain risiko lahir prematur, infeksi kuman juga menyebabkan berbagai dampak lain seperti pertumbuhan janin terhambat, berat badan lahir rendah, dan mudah terserang penyakit karena sistem imunitas belum terbentuk sempurna. Risiko kematian pada bayi pun mengintai lantaran belum siap hidup di luar rahim dengan paru-paru dan hati yang belum matang. Sementara sistem imunitasnya pun belum terbentuk sempurna. ”Oleh karena itu, penting mencegah gigi berlubang sejak dini dengan melakukan perawatan kesehatan seharihari,” (Angky Soekanto dalam http://org/wiki/kariesgigi cite-note-medicine, 2009). Masih tingginya angka karies kemungkinan sangat berhubungan dengan pola kebiasaan makan yang salah dan beberapa perilaku seperti masyarakat lebih menyukai jajanan manis, kurang berserat dan mudah lengket. Perilaku waktu menyikat gigi yang salah karena dilakukan pada saat mandi pagi dan mandi sore dan bukan sesudah makan pagi dan menjelang tidur malam. (Pratiwi NL, 1998). Padahal menyikat gigi menjelang tidur sangat efektif untuk mengurangi karies gigi. Di sisi lain, adanya persepsi masyarakat yang menyatakan bahwa penyakit gigi tidak mengakibatkan kematian menyebabkan kurangnya kepedulian untuk menjaga kebersihan mulut dan mendudukkan masalah gigi pada tingkat kebutuhan sekunder yang terakhir. Padahal gigi merupakan fokus infeksi terjadinya penyakit sistemik, antara lain penyakit ginjal dan jantung. Beberapa Budaya masyarakat setempat seperti halnya penandaan tingkat kedewasan seorang baik laki maupun perempuan dengan cara pangur, perilaku nginang tembakau akan semakin
Pengaruh Akses Pelayanan Kesehatan (Niniek L Pratiwi, Hari Basuki, Agus Soeprapto)
meningkatkan angka karies. Kurangnya tenaga kesehatan gigi (dokter gigi, perawat gigi) dari laporan Departemen Kesehatan akhir Pelita V (Departemen kesehatan 2007) yang hanya 6.914 petugas kesehatan di Indonesia, yang berarti satu petugas kesehatan menangani kurang lebih 29.000 orang. Di tambah lagi dengan permasalahan distribusi petugas kesehatan yang tidak merata. Untuk itu studi ini ingin mengkaji hubungan akses pelayanan kesehatan gigi dan Performed Treatment Index (PTI) terhadap perilaku oral hygiene. Rumusan permasalahannya studi analisis ini adalah: Apakah akses pelayanan kesehatan pada masyarakat berpengaruh terhadap perilaku oral hygiene? Dengan terjawabnya permasalahan penelitian, hasil studi ini diharapkan dapat membantu pemerintah Kabupaten/Kota untuk dapat mengembangkan program pelayanan dan upaya preventif kesehatan gigi dan mulut masyarakat sehingga tercapai derajat kesehatan gigi dan mulut sesuai harapan WHO. Dan diharapkan pula dengan kajian ini dapat mengembangkan ilmu pengetahuan baru bagi para ilmiawan di Indonesia. METODE a. Kerangka Konsep Analisis Banyak faktor penyebab terjadinya kesakitan pada gigi dan mulut, pada kajian ini dilihat dari 3 pendekatan epidemiolgis terjadinya karies gigi. Factor host dimulai dengan bentuk anatomi gigi dengan banyak fissure pada mahkota akan mempermudah melekatnya sisa makanan, faktor
hormonal akan memengaruhi derajat keasaman pada saliva dan adanya factor sistemik seperti kadar glukosa darah yang meningkat akan mempermudah terjadinya penyakit periodontitis. Dari faktor agent sendiri dengan adanya microbacterial seperti streptococcus aureus, Streptococcus mutans kuman penyebab karies yang terdapat dalam plak, debris akan merusak lapisan email gigi. Adanya fungi dalam mukosa lidah, gusi akan bersama-sama menyebabkan terbentuknya candidiasis dalam rongga mulut (T Anderson, 2004). Pengaruh faktor lingkungan amat besar peranannya terhadap terjadinya penyakit pada gigi dan mulut, seperti pengaruh kebiasaan pola makan makanan manis dan mudah lengket,yang dimulai pada saat bayi, balita sampai dewasa, perilaku menjaga kebersihan mulut, kebiasaan menyikat gigi yang salah baik waktu maupun teknis. Pengaruh akses masyarakat terhadap fasilitas pelayanan kesehatan gigi dapat memengaruhi perilaku upaya preventif kesehatan gigi.
b. Jenis Analisis Berdasarkan jenis data perilaku menggosok gigi yang bersifat nominal dan sebagai variabel dependen, sedangan variabel independen adalah: akses pelayanan kesehatan, PTI, RTI indeks yang mempunyai skala data yang bersifat nominal. Melihat jenis data tersebut, maka uji analisis melalui 2 tahap: 1. Analisis, univariat, bivariat untuk analisis hubungan dua variabel yang kemudian dilanjutkan dengan analisis tahap ke dua.
171
Buletin Penelitian Sistem Kesehatan – Vol. 13 No. 2 April 2010: 169–180
2. Analisis Regressi ordinal yang merupakan multiregressi. c. Desain Analisis Design analisis adalah analisis hubungan dengan Regressi ordinal. d. Estimasi Besar Sampel, Cara pemilihan dan Penarikan sample Populasi adalah seluruh masyarakat Indonesia, yang dapat mewakili Kota/Kabupaten dan representatif untuk data nasional. Pengambilan sample memakai sample Susenas KOR 2007. e. Variabel yang dianalisis: 1. Variabel dependen: Perilaku Oral hygiene, 2. Variabel independen: umur, jenis kelamin, indeks RTI, PTI, dan Akses keterjangkauan fasilitas pelayanan kesehatan. f. Manajemen dan Analisis data Analisis data berdasarkan deskripsi karakteristik dari: 1. Variable pemanfaatan kesehatan gilut dengan jenis data nominal (ya, tidak) pada B25-B27 (RKD)07.IND. 2. Variable akses pemanfaatan pelayanan kesehatan Blok VI 1ª–3 pada RKD07.RT, Blok VI Akses dan pemanfaatan pelayanan kesehatan (Ca01) 3. Variable perilaku Oral higiene (D10a-D10b) g. Definisi Operasional Perilaku Oral hygiene merupakan kebiasaan responden dalam melakukan upaya menjaga kebersihan mulutnya, kebiasaan dan waktu menggosok gigi. h. Keterbatasan Analisis Keterbatasan analisis: kemampuan soft ware analisis dan variabel yang terbatas. HASIL Karakteristik Beberapa data tentang karakteristik responden kita tampilkan dalam dua tabel yaitu kelompok umur dan jenis kelamin, dan dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
172
Tabel 1. Perilaku Oral Hygiene menurut Umur Riskesdas 2007 Umur 10–14 tahun 15–24 tahun 25–34 tahun 35–44 tahun 45–54 tahun 55–64 tahun 65–74 tahun 75+ tahun Total
Perilaku Menggosok Gigi Ya (%) Tidak (%) 96,0 4,0 97,6 2,4 97,1 2,9 96,0 4,0 92,7 7,3 83,5 16,5 67,4 32,6 47,6 52,4 92,2 7,8
Total (%) 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0
Terdapat kecenderungan semakin muda usia semakin besar prevalensi perilaku menggosok gigi dan semakin meningkat usia perilaku menggosok gigi semakin rendah. Prevalensi perilaku menggososk gigi tertinggi pada kelompok usia 15–24 tahun 97,6% disusul kelompok usia 25–34 tahun 97,1%, usia 10–14 tahun 96,0%. Prevalensi perilaku tidak menggososk gigi setiap hari tertinggi pada kelompok umur 75 tahun ke atas 52,4%, 65–74 tahun 32,6%, kemungkinan karena semakin banyak usia kehilangan gigi juga semakin besar sehingga tidak menggosok gigi. Tabel 2. Persentase perilaku menggosok gigi menurut jenis kelamin Riskesdas 2007 Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Total
Perilaku Menggosok Gigi Ya (%) Tidak (%) 91,9 8,1 92,6 7,4 92,2 7,8
Total (%) 100,0 100,0 100,0
Perempuan lebih banyak persentase perilaku menggosok gigi dibandingkan laki-laki, sebaliknya perilaku tidak menggososk gigi lebih banyak pada jenis kelamin laki-laki dibandingkan perempuan. Tabel 3. Persentase perilaku menggosok gigi menurut jarak tempuh ke Pelayanan Kesehatan Riskesdas 2007 Jarak ke Yankes Perilaku Menggosok Gigi RS dll Ya (%) Tidak (%) < 1 km 93,5 6,5 1–5 Km 91,5 8,5 > 5 km 86,8 13,2 Total 92,3 7,7
Total (%) 100,0 100,0 100,0 100,0
Pengaruh Akses Pelayanan Kesehatan (Niniek L Pratiwi, Hari Basuki, Agus Soeprapto)
Semakin dekat jarak ke pusat pelayanan kesehatan semakin besar persentase perilaku menggosok gigi dan sebaliknya semakin jauh dari pusat pelayanan kesehatan semakin besar perilaku tidak menggosok gigi. Tabel 4. Persentase perilaku menggosok gigi menurut waktu tempuh ke Pelayanan Kesehatan Riskesdas 2007 Waktu Tempuh (dalam menit) £15’ 16’–30’ 31’–60’ > 60’ Total
Perilaku Menggosok Gigi Ya (%) Tidak (%) 93,5 6,5 91,1 8,9 85,9 14,1 79,3 20,7 92,3 7,7
Total (%) 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0
Semakin dekat waktu tempuh ke pusat pelayanan kesehatan semakin besar persentase perilaku menggosok gigi dan sebaliknya semakin lama waktu ditempuh dari pusat pelayanan kesehatan semakin besar perilaku tidak menggosok gigi. Tabel 5. Persentase perilaku menggosok gigi menurut Required Treatment Index (RTI) Riskesdas 2007 RTI .00 Rendah (0,01–0,33) Sedang (0,34–0,66) Tinggi (0,67–1,00) Total
Perilaku Menggosok Gigi Ya (%) Tidak (%) 85,2 14,8 87,9 12,1 94,0 6,0 96,5 3,5 90,5 9,5
Total (%) 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0
Required Treatment Index (RTI) merupakan angka persentase dari jumlah gigi tetap yang karies terhadap angka DMF-T. RTI menggambarkan besarnya kerusakan yang belum ditangani dan memerlukan penumpatan/pencabutan. Terdapat kecenderungan semakin besar tinggi tingkat RTI semakin besar prevalensi perilaku menggosok gigi, namun sebaliknya semakin rendah tingkat RTI semakin besar perilaku tidak menggosok gigi. Semakin besar tingkat PTI (motivasi seseorang untuk menumpatkan gigi yang berlubang) semakin besar persentase perilaku menggosok gigi, sebaliknya semakin rendah tingkat PTI semakin besar persentase perilaku tidak menggosok gigi.
Tabel 6. Persentase perilaku menggosok gigi Menurut Performed Treatment Index (PTI) Riskesdas 2007 PTI .00 Rendah (1–2) Sedang (3–10) Tinggi (>10) Total
Perilaku Menggosok Gigi Ya (%) Tidak (%) 90,6 9,4 95,7 4,3 98,0 2,0 97,4 2,6 90,8 9,2
Total (%) 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0
Performed Treatment Index (PTI) merupakan angka persentase dari jumlah gigi tetap yang ditumpat terhadap angka DMF-T. PTI menggambarkan motivasi dari seseorang untuk menumpatkan giginya yang berlubang dalam upaya mempertahankan gigi tetap
Analisis Hubungan dengan Uji Regressi Ordinal Beberapa Faktor Perilaku Oral Hygiene Dari tabel 7 tampaknya yang mempunyai nilai signifikan terkecil dengan metode analisis multi regressi ordinal adalah waktu tempuh ke pusat pelayanan kesehatan, umur, jenis kelamin, RTI dan PTI indeks, artinya yang paling berpengaruh terhadap perilaku menggosok gigi adalah waktu tempuh, umur, jenis kelamin, indeks RTI, PTI. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara faktor usia terhadap perilaku menggosok gigi dengan nilai p = 0,000 (pada alfa = 0,05). Berarti bahwa semakin meningkat umur semakin menurun perilaku menggosok gigi. Uji statistik pada Tabel 9 menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara faktor jenis kelamin terhadap perilaku menggosok gigi dengan nilai p = 0,000 (pada alfa = 0,05). Berarti bahwa Perempuan lebih banyak persentase perilaku menggosok gigi dibandingkan laki-laki, sebaliknya perilaku tidak menggosok gigi lebih banyak pada jenis kelamin lakilaki dibandingkan perempuan. Tampak bahwa ada hubungan yang bermakna antara faktor jarak kepusat pelayanan kesehatan terhadap perilaku menggosok gigi dengan nilai p = 0,000 (pada alfa = 0,05). Berarti bahwa Semakin dekat jarak ke pusat pelayanan kesehatan semakin besar persentase perilaku menggosok gigi dan sebaliknya semakin jauh dari pusat pelayanan kesehatan semakin besar perilaku tidak menggosok gigi. Terdapat hubungan yang bermakna antara faktor waktu tempuh kepusat pelayanan kesehatan terhadap perilaku menggosok gigi dengan nilai p = 0,000 (pada 173
Buletin Penelitian Sistem Kesehatan – Vol. 13 No. 2 April 2010: 169–180
Tabel 7. Hasil analisis Regressi Ordinal beberapa faktor Determinan Perilaku Oral Hygiene Riskesdas 2007 Parameter Estimates Estimate Std. Error Threshold Location
[gosok_gigi = 1] [umur10=1] [umur10=2] [umur10=3] [umur10=4] [umur10=5] [umur10=6] [umur10=7] [umur10=8] [waktu_tempuh=1.00] [waktu_tempuh=2.00] [waktu_tempuh=3.00] [waktu_tempuh=4.00] [RTI_RANK=.00] [RTI_RANK=1.00] [RTI_RANK=2.00] [RTI_RANK=3.00] [PTI_RANK=.00] [PTI_RANK=1.00] [PTI_RANK=2.00] [PTI_RANK=3.00] [b4k4=1] [b4k4=2]
.613 -2.217 -3.060 -2.890 -2.681 -2.058 -1.335 -.610 0(a) -.949 -.778 -.343 0(a) .633 .321 .152 0(a) .797 .412 -.131 0(a) -.500 0(a)
.254 .205 .074 .061 .055 .050 .048 .047 . .066 .069 .076 . .039 .046 .049 . .217 .256 .335 . .040 .
Wald
Df
Sig.
5.805 116.768 1730.983 2245.614 2334.267 1694.254 787.526 165.693 . 203.787 128.719 20.344 . 262.221 49.683 9.729 . 13.444 2.592 .152 . 158.593 .
1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 0 1 0
.016 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 . .000 .000 .000 . .000 .000 .002 . .000 .107 .696 . .000 .
95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound .114 1.111 -2.619 -1.815 -3.204 -2.916 -3.010 -2.771 -2.790 -2.572 -2.156 -1.960 -1.428 -1.242 -.703 -.517 . . -1.080 -.819 -.912 -.643 -.491 -.194 . . .556 .709 .232 .410 .056 .247 . . .371 1.223 -.090 .914 -.788 .527 . . -.578 -.422 . .
Link function: Logit. a This parameter is set to zero because it is redundant.
Tabel 8. Hasil analisis Regressi Ordinal Usia dengan perilaku OHI Riskesdas 2007 Parameter Estimates
Threshold Location
[gosok_gigi = 1] [umur10=1] [umur10=2] [umur10=3] [umur10=4] [umur10=5] [umur10=6] [umur10=7] [umur10=8]
Estimate
Std. Error
Wald
Df
Sig.
-.096 -3.277 -3.795 -3.591 -3.283 -2.644 -1.717 -.820 0(a)
.020 .034 .030 .028 .027 .025 .024 .024 .
23.815 9213.145 16139.673 16069.554 15103.748 11084.888 4970.881 1130.113 .
1 1 1 1 1 1 1 1 0
.000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .
Link function: Logit. a This parameter is set to zero because it is redundant.
174
95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound -.135 -.058 -3.344 -3.210 -3.854 -3.737 -3.647 -3.536 -3.336 -3.231 -2.693 -2.594 -1.765 -1.669 -.868 -.773 . .
Pengaruh Akses Pelayanan Kesehatan (Niniek L Pratiwi, Hari Basuki, Agus Soeprapto)
Tabel 9. Hasil analisis Regressi Ordinal jenis kelamin dengan perilaku OHI Riskesdas 2007 Parameter Estimates Estimate Std. Error Threshold Location
[gosok_gigi = 1] [b4k4=1] [b4k4=2]
2.523 .095 0(a)
.008 .012 .
Wald
Df
Sig.
94109.891 66.262 .
1 1 0
.000 .000 .
95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound 2.507 2.539 .072 .117 . .
Link function: Logit. a This parameter is set to zero because it is redundant.
Tabel 10. Hasil analisis Regressi Ordinal jarak ke Pusat Pelayanan Kesehatan dengan perilaku Oral Hygiene Riskesdas 2007 Parameter Estimates Estimate Std. Error Threshold Location
[gosok_gigi = 1] [jarak_yankes=1.00] [jarak_yankes=2.00] [jarak_yankes=3.00]
1.881 -.788 -.490 0(a)
.022 .024 .023 .
Wald 7514.780 1120.788 446.499 .
Df
Sig.
1 1 1 0
.000 .000 .000 .
95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound 1.838 1.924 -.834 -.742 -.536 -.445 . .
Link function: Logit. a This parameter is set to zero because it is redundant.
Tabel 11. Hasil analisis Regressi Ordinal waktu tempuh ke Pusat Pelayanan Kesehatan dengan perilaku Oral Hygiene Riskesdas 2007 Parameter Estimates Estimate Std. Error
Wald
Df
Sig.
Threshold [gosok_gigi = 1] Location [waktu_tempuh=1.00] [waktu_tempuh=2.00]
1.346 -1.324 -.975
.028 .029 .030
2342.002 2109.577 1047.220
1 1 1
.000 .000 .000
[waktu_tempuh=3.00] [waktu_tempuh=4.00]
-.464 0(a)
.034 .
189.965 .
1 0
.000 .
95% Confidence Interval Lower Upper 1.292 1.401 -1.381 -1.268 -1.034 -.916 -.530 .
-.398 .
Link function: Logit. a This parameter is set to zero because it is redundant.
alfa = 0,05). Berarti bahwa Semakin dekat waktu tempuh ke pusat pelayanan kesehatan semakin besar persentase perilaku menggosok gigi dan sebaliknya semakin lama waktu tempuh dari pusat pelayanan kesehatan semakin besar perilaku tidak menggosok gigi. Tabel 12 menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara faktor RTI Iterhadap perilaku menggosok gigi dengan nilai p = 0,000 (pada alfa = 0,05). Berarti bahwa terdapat kecenderungan semakin besar tinggi tingkat RTI semakin besar prevalensi
perilaku menggosok gigi, namun sebaliknya semakin rendah tingkat RTI semakin besar perilaku tidak menggosok gigi. Uji statistik pada Tabel 13 menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara faktor PTI terhadap perilaku menggosok gigi dengan nilai p = 0,000 (pada alfa = 0,05). Berarti bahwa terdapat kecenderungan semakin besar tinggi tingkat PTI semakin besar prevalensi perilaku menggosok gigi, namun sebaliknya semakin rendah tingkat PTI semakin besar perilaku tidak menggosok gigi.
175
Buletin Penelitian Sistem Kesehatan – Vol. 13 No. 2 April 2010: 169–180
Tabel 12. Hasil analisis Regressi Ordinal perilaku Hygiene dengan Required Treatment Index (RTI) Riskesdas 2007 Parameter Estimates Estimate Std. Error Threshold Location
[gosok_gigi = 1] [RTI_RANK=.00] [RTI_RANK=1.00] [RTI_RANK=2.00] [RTI_RANK=3.00]
3.320 1.571 1.339 .567 0(a)
.018 .020 .024 .028 .
Wald
Df
Sig.
32462.223 5978.928 3127.360 419.773 .
1 1 1 1 0
.000 .000 .000 .000 .
95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound 3.284 3.356 1.532 1.611 1.292 1.386 .512 .621 . .
Link function: Logit. a This parameter is set to zero because it is redundant. Required Treatment Index (RTI) merupakan angka persentase dari jumlah gigi tetap yang karies terhadap angka DMF-T. RTI menggambarkan besarnya kerusakan yang belum ditangani dan memerlukan penumpatan/pencabutan.
Tabel 13. Hasil analisis Regressi Ordinal perilaku Hygiene dengan Performed Treatment Index (PTI) Riskesdas 2007 Parameter Estimates
Threshold Location
[gosok_gigi = 1] [PTI_RANK=.00] [PTI_RANK=1.00] [PTI_RANK=2.00] [PTI_RANK=3.00]
Estimate
Std. Error
Wald
Df
Sig.
3.626 1.364 .514 -.238 0(a)
.108 .108 .131 .169 .
1130.504 159.289 15.402 1.986 .
1 1 1 1 0
.000 .000 .000 .159 .
95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound 3.415 3.837 1.152 1.575 .257 .770 -.569 .093 . .
Link function: Logit. Performed Treatment Index(PTI) merupakan angka persentase dari jumlah gigi tetap yang ditumpat terhadap angka DMF-T. PTI menggambarkan motivasi dari seseorang untuk menumpatkan giginya yang berlubang dalam upaya mempertahankan gigi tetap a This parameter is set to zero because it is redundant
PEMBAHASAN Karakteristik Perilaku OHI Terdapat kecenderungan semakin muda usia semakin besar prevalensi perilaku menggosok gigi dan semakin meningkat usia perilaku menggosok gigi semakin rendah. Prevalensi perilaku menggosok gigi tertinggi pada kelompok usia 15–24 tahun 97,6% disusul kelompok usia 25–34 tahun 97,1%, usia 10–14 tahun 96,0%. Prevalensi perilaku tidak menggosok gigi setiap hari tertinggi pada kelompok umur 75 tahun ke atas 52,4%, 65–74 tahun 32,6%, kemungkinan karena semakin banyak usia kehilangan gigi juga semakin besar sehingga dianggap tidak perlu menggosok gigi. Kemungkinan lainnya barangkali bila memakai gigi palsu maka rongga mulut tidak perlu dibersihkan lagi demikian pula dengan gigi palsu. Sedangkan pada 176
kelompok usia 15–24 tahun dan usia 25–34 tahun merupakan kelompok remaja muda dan usia produktif dengan semangat tinggi, kemungkinan menjaga estetika wajah lebih dominan daripada kelompok usia lainnya, yang berimbas pada kecenderungan menjaga kebersihan gigi dan mulut lebih tinggi dibandingkan kelompok usia lainnya. Perempuan lebih banyak persentase perilaku menggosok gigi dibandingkan laki-laki, sebaliknya perilaku tidak menggosok gigi lebih banyak pada jenis kelamin laki-laki dibandingkan perempuan. Kemungkinan diasumsikan perempuan lebih mudah patuh memenuhi anjuran petugas kesehatan dalam perilaku menggosok gigi. Dari sisi menjaga estetika wajah perempuan cenderung lebih memperhatikan penampilan luar dibandingkan jenis kelamin lakilaki, dengan rajin berperilaku menggosok gigi setiap hari seorang perempuan akan mengharapkan
Pengaruh Akses Pelayanan Kesehatan (Niniek L Pratiwi, Hari Basuki, Agus Soeprapto)
memperoleh geligi yang bersih dan sehat yang akan berdampak pada kecantikan wajahnya (sebagai sistem nilai yang dianut masyarakat dan merupakan faktor predisposisi. Semakin dekat jarak ke pusat pelayanan kesehatan semakin besar persentase perilaku menggosok gigi dan sebaliknya semakin jauh dari pusat pelayanan kesehatan semakin besar perilaku tidak menggosok gigi. Diasumsikan dengan kemudahan akses ke pusat pelayanan kesehatan maka penduduk disekitarnya akan lebih banyak menerima informasi kesehatan khususnya tentang kesehatan gigi dan mulut dibandingkan dengan masyarakat yang jauh dari akses pelayanan kesehatan. Demikian pula dengan semakin dekat waktu tempuh ke pusat pelayanan kesehatan semakin besar persentase perilaku menggosok gigi dan sebaliknya semakin lama waktu tempuh dari pusat pelayanan kesehatan semakin besar perilaku tidak menggosok gigi. Faktor kemudahan akses terhadap sarana pelayanan kesehatan merupakan faktor pemungkin (enabling factor) menurut Lawrence Green et al 2000. Terdapat kecenderungan semakin besar tinggi tingkat RTI semakin besar prevalensi perilaku menggosok gigi, namun sebaliknya semakin rendah tingkat RTI semakin besar perilaku tidak menggosok gigi. Seseorang yang giginya berlubang akan mengalami rasa sakit yang amat sangat, rasa sakit ini yang kemungkinan akan menimbulkan upaya seseorang untuk tidak mengalaminya lagi sehingga menimbulkan effort atau upaya untuk melakukan upaya pencegahan berupa perilaku menggosok gigi, dibandingkan pada mereka yang belum pernah mengalami sakit gigi. Apalagi biaya perawatan untuk kesehatan gigi yang relatif mahal akan meningkatkan motivasi seseorang untuk melakukan beberapa upaya pencegahan. Seperti halnya dengan semakin besar tingkat PTI (motivasi seseorang untuk menumpatkan gigi yang berlubang) semakin besar persentase perilaku menggosok gigi, sebaliknya semakin rendah tingkat PTI semakin besar persentase perilaku tidak menggosok gigi. Analisis Regressi Ordinal Beberapa Faktor yang Memengaruhi Perilaku OHI Hasil uji statistik menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara faktor usia terhadap perilaku menggosok gigi dengan nilai p = 0,000 (pada alfa = 0,05). Berarti bahwa semakin meningkat umur
semakin menurun perilaku menggosok gigi. Jangan Remehkan Kebersihan Gigi dan Mulut Sudah terbukti bahwa serentetan penyakit serius, bisa disebabkan karena kuman yang sudah membusuk dalam gigi lalu menyebabkan infeksi pada jaringan gusi hingga masuk ke dalam aliran darah. Kondisi itu dapat mengakibatkan peradangan pada bagian tubuh lain seperti pada otot jantung, ginjal, sendi, sakit kepala yang berkepanjangan lainnya. Perjalanan kuman tersebut dikenal dengan teori focal infection. Padahal kondisi ini menjadi gerbang beragam penyakit. Pada penyakit periodontal, bakteri yang menempel di gigi dan gusi akan berpengaruh ke pembuluh darah. Gangguan itu menyebabkan pelebaran pembuluh darah karena adanya bakteri yang masuk dalam aliran darah. Infeksi dapat merangsang senyawa tubuh tertentu untuk mengeluarkan pertahanan tubuh sehingga akan memengaruhi pembuluh darah. Akibatnya, terjadi peningkatan risiko penyakit sistemik, termasuk penyakit jantung koroner. Upaya pencegahan dapat dilakukan dengan berbagai cara, mulai dari sikat gigi teratur, dental floss, obat kumur, mousse gel, dan chewing gum. Peneliti dari Bagian Biologi Oral FKG UI Prof Elza I Auerkari DDS MBIOMED PhD menyarankan, di samping bahan flouride, xylitol pun bermanfaat untuk menjaga kesehatan gigi dalamhttp://id.wikipedia.org/wiki/Karies_gigi^ Dental Caries, 2006. Kebersihan perorangan terdiri dari pembersihan gigi yang baik (PC Baehni, 2004). Kebersihan mulut yang baik diperlukan untuk meminimalisir agen penyebab penyakit mulut dan membuang plak gigi. Plak tersebut mengandung bakteri. Karies dapat dicegah dengan pembersihan dan pemeriksaan gigi teratur. Untuk kesehatan gigi, pengaturan konsumsi gula penting diperhatikan (V Spolsky, 2001). Gula yang tersisa pada mulut dapat memproduksi asam oleh bakteri. Uji statistik di atas menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara faktor jenis kelamin terhadap perilaku menggosok gigi dengan nilai p = 0,000 (pada alfa = 0,05). Berarti bahwa Perempuan lebih banyak persentase perilaku menggosok gigi dibandingkan laki-laki, sebaliknya perilaku tidak menggosok gigi lebih banyak pada jenis kelamin lakilaki dibandingkan perempuan. Hal ini dapat dijelaskan bahwa meskipun perilaku adalah bentuk respons atau reaksi terhadap stimulus atau rangsangan dari luar organisme/orang, namun 177
Buletin Penelitian Sistem Kesehatan – Vol. 13 No. 2 April 2010: 169–180
dalam memberikan respons sangat tergantung pada karakteristik atau faktor-faktor lain dari orang yang bersangkutan. Ini berarti bahwa meskipun stimulusnya sama bagi beberapa orang, namun respons tiap-tiap orang berbeda. Faktor-faktor yang membedakan respons terhadap stimulus yang berbeda disebut determinan perilaku (Notoatmodjo, S, 2003). Determinan perilaku dapat dibedakan menjadi 2 yaitu: 1. Faktor internal, yakni karakteristik orang yang bersangkutran, yang bersifat given, atau bawaan, misalnya tingkat kecerdasan, tingkat emosional, jenis kelamin, umur, dan sebagainya. 2. faktor eksternal, yakni lingkungan, baik lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, politik. Faktor lingkungan ini sering merupakan faktor yng dominan yang mewarnai perilaku seseorang. Tampak bahwa ada hubungan yang bermakna antara faktor jarak kepusat pelayanan kesehatan terhadap perilaku menggosok gigi dengan nilai p = 0,000 (pada alfa = 0,05). Berarti bahwa Semakin dekat jarak ke pusat pelayanan kesehatan semakin besar persentase perilaku menggosok gigi dan sebaliknya semakin jauh dari pusat pelayanan kesehatan semakin besar perilaku tidak menggosok gigi. Terdapat hubungan yang bermakna antara faktor waktu tempuh kepusat pelayanan kesehatan perilaku menggosok gigi dengan nilai p = 0,000 (pada alfa = 0,05). Berarti bahwa Semakin dekat waktu tempuh ke pusat pelayanan kesehatan semakin besar persentase perilaku menggosok gigi dan sebaliknya semakin lama waktu tempuh dari pusat pelayanan kesehatan semakin besar perilaku tidak menggosok gigi. Jarak dan Waktu tempuh yang singkat terhadap pusat pelayanan kesehatan merupakan suatu faktor enabling atau pendukung yang akan memengaruhi faktor predisposisi sebagai faktor pendorong sebagai bentuk kemudahan dalam memperoleh akses pengetahuan tentang kesehatan gigi khususnya dalam berperilaku tentang menggosok gigi. Predisposing factors yang terwujud dalam pengetahuan akan memengaruhi faktor reinforcing/pendorong untuk berperilaku mengggosok gigi. Perilaku menggosok gigi sebagai suatu stimulus respons yang lambat laun dapat memengaruhi seseorang dan berpengaruh pula terhadap lingkungan sekitarnya di mana ia tinggal sebagai faktor environtment, yang pada akhirnya akan memengaruhi 178
lifestyle behavior seseorang dalam berperilaku sehat gigi seperti yang dijelaskan dalam teori Precedeproceed Framework of HP-planning (Green & Kreuter, 2000). Ada hubungan yang bermakna antara faktor RTI terhadap perilaku menggosok gigi dengan nilai p = 0,000 (pada alfa = 0,05). Berarti bahwa terdapat kecenderungan semakin besar tinggi tingkat RTI semakin besar prevalensi perilaku menggosok gigi, namun sebaliknya semakin rendah tingkat RTI semakin besar perilaku tidak menggosok gigi. RTI yang merupakan indeks kebutuhan akan perawatan tambal, di mana semakin besar indeks ini akan memengaruhi seseorang beperilaku sehat yakni dengan menggosok gigi lebih sering dapat dijelaskan dengan teori Health belief models karena rasa sakit akibat gigi berlubang sebagai bentuk ancaman (Perceived threat) akan menimbulkan reaksi berperilaku menggosok gigi. Uji statistik di atas menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara faktor PTI terhadap perilaku menggosok gigi dengan nilai p = 0,000 (pada alfa = 0,05). Berarti bahwa terdapat kecenderungan semakin besar tinggi tingkat PTI semakin besar prevalensi perilaku menggosok gigi, namun sebaliknya semakin rendah tingkat PTI semakin besar perilaku tidak menggosok gigi. PTI merupakan indeks motivasi seseorang dalam upaya melakukan perawatan gigi. Semakin besar indeks motivasi dalam melakukan perawatan gigi semakin besar untuk perilaku menggosok gigi, dapat dijelaskan dengan teori motivasi. Menurut Colquite JA 2000, motivasi yang tinggi dapat memengaruhi perilaku melalui peningkatan pengetahuan dan skill. Hal ini dapat dijelaskan dengan pendapat Bandura, 1989, bahwa seseorang akan memutuskan berperilaku sesuai anjuran kesehatan pada akhirnya akan mempertimbangkan tentang, harapan akan kemungkinan hasil dari perilaku (outcome expectancy), harapan dapat berperilaku mumpuni yang releven (outcome expectancy) dan nilai hasil (outcome value). Contoh dengan menggosok gigi secara teratur setelah makan dan sebelum tidur, ia akan mengharap tidak akan terjadi lubang dan karang gigi pada giginya. Perilaku menggosok gigi secara teratur dibutuhkan komitmen yang tinggi untuk tetap konsisten, akan tetapi pada dasarnya anusia mempunyai banyak permasalahan yang mengakibatkan tidak konsistensinya terhadap komitmen pada dirinya. Namun dengan motivasi yang tinggi, seseorang tetap memegang komitmennya
Pengaruh Akses Pelayanan Kesehatan (Niniek L Pratiwi, Hari Basuki, Agus Soeprapto)
untuk berperilku sehat. Pertimbangan faktor lain seseorang memutuskan berperilaku adalah seberapa besar effort atau usaha untuk mengatasi hambatan, jika lebih besar harapan perilaku daripada effort, maka anjuran berperilaku sehat menjadi lebih kuat (Bandura, 1989). SIMPULAN Beberapa Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku OHI - Ada hubungan yang bermakna antara faktor jarak kepusat pelayanan kesehatan terhadap perilaku menggosok gigi dengan nilai p = 0,000 (pada alfa = 0,05). Berarti bahwa semakin dekat jarak ke pusat pelayanan kesehatan semakin besar persentase perilaku menggosok gigi dan sebaliknya semakin jauh dari pusat pelayanan kesehatan semakin besar perilaku tidak menggosok gigi. - Terdapat hubungan yang bermakna antara faktor waktu tempuh kepusat pelayanan kesehatan perilaku menggosok gigi dengan nilai p = 0,000 (pada alfa = 0,05). Berarti bahwa Semakin dekat waktu tempuh ke pusat pelayanan kesehatan semakin besar persentase perilaku menggosok gigi dan sebaliknya semakin lama waktu tempuh dari pusat pelayanan kesehatan semakin besar perilaku tidak menggosok gigi. - Ada hubungan yang bermakna antara faktor usia terhadap perilaku menggosok gigi dengan nilai p = 0,000 (pada alfa = 0,05). Berarti bahwa semakin meningkat umur semakin menurun perilaku menggosok gigi. - Ada hubungan yang bermakna antara faktor jenis kelamin terhadap perilaku menggosok gigi dengan nilai p = 0,000 (pada alfa = 0,05). Berarti bahwa Perempuan lebih banyak persentase perilaku menggosok gigi dibandingkan laki-laki, sebaliknya perilaku tidak menggososk gigi lebih banyak pada jenis kelamin laki-laki dibandingkan perempuan. - Ada hubungan yang bermakna antara faktor RTI Iterhadap perilaku menggosok gigi dengan nilai p = 0,000 (pada alfa = 0,05). Berarti bahwa terdapat kecenderungan semakin tinggi tingkat RTI semakin besar prevalensi perilaku menggosok gigi, namun sebaliknya semakin rendah tingkat RTI semakin besar perilaku tidak menggosok gigi. - Ada hubungan yang bermakna antara faktor PTI terhadap perilaku menggosok gigi dengan nilai
p = 0,000 (pada alfa = 0,05). Berarti bahwa terdapat kecenderungan semakin besar tinggi tingkat PTI semakin besar prevalensi perilaku menggosok gigi, namun sebaliknya semakin rendah tingkat PTI semakin besar perilaku tidak menggosok gigi. REKOMENDASI - Diperlukan peningkatan akses fasilitas pelayanan kesehatan terutama pelayanan kesehatan gigi bagi daerah terpencil, kepulauan dan perbatasan baik fasilitas sarana dan peralatan maupun tenaga kesehatan gigi dan peningkatan fasilitas untuk kemudahan transportasi. - Dengan melihat hasil ada hubungan yang bermakna antara faktor usia, jenis kelamin dengan perilaku menggosok gigi, maka diperlukan sosialisasi pentingnya upaya pencegahan karies gigi melalui cara dan waktu menggosok gigi yang benar, baik melalui mas media, penyuluhan program kesehatan dari setiap puskesmas, puskesmas pembantu, polindes, posyandu. Sosialisasi pemakaian pasta gigi yang mengandung fluoride pada berbagai kelompok usia maupun pada usia lanjut dengan penekanan pada jenis kelamin perempuan, mengingat perempuan yang lebih banyak waktu untuk dapat menyampaikan pendidikan kesehatan gigi pada keluarga khususnya pada anak, anak balita. Dan tidak kalah pentingnya penyuluhan pula pada ibu hamil agar dapat mempersiapkan janin lebih sehat dengan konsumsi kalsium yang memadai untuk pembentukan tulang dan gigi yang lebih tahan terhadap karies. - Penambahan kuessioner untuk Riskesdas ke 2, pada kuessioner RKD07.IND pada gigi dan mulut, tentang pertanyaan pemakaian pasta gigi dengan atau tanpa fluor, serta perlu tambahan pertanyaan tentang metode atau cara menyikat gigi untuk memudahkan cukup pertanyaan cara menyikat gigi dengan teknik maju-mundur dan atau gerakan memutar mengenai mahkota gigi dan gusi. Daftar Pustaka Anderson, T. “Dental treatment in Medieval England”, British Dental Journal, 2004, p. 197–204. Ash & Nelson, “Wheeler’s Dental Anatomy, Physiology, and Occlusion.” 8th edition. Saunders, ISBN 0-72169382–2.
179
Buletin Penelitian Sistem Kesehatan – Vol. 13 No. 2 April 2010: 169–180 Baehni, P.C. and B. Guggenheim. “Potential of Diagnostic Microbiology for Treatment and Prognosis of Dental Caries and Periodontal Disease”. Critical Reviews in Oral Biology and Medicine, 7(3), 1996. Bandura Albert, Camilo Regalia, Gian Victoria caprara, 2001. Sociocognitive self regulatory, mechanism governing transgressive behavior, Journal of Personality and social Psychology, vol. 80, Department of psychology, Stanford University California 125–135. Departemen Kesehatan R, 2007. Pedoman pelaksanaan Usaha Kesehatan Gigi Sekolah Direktorat Jenderal Pelayanan Medik Direktorat Kesehatan gigi. Spolsky V, 2001. The Epidemiology of Ginqival and Periodontal diseases in Clinical eriodontoloqy By Glickman seventh] edition, WB saunders company Philadelphia London Toronto, Montreal Sydney Tokyo P. 302–326.
180
Departemen Kesehatan K.I, 2001. Pedoman Perencanaan Tingkat Puskesmas, Direktorat Jenderal Pembinaan Kesehatan Maeyakarat R.I, Jakarta. History of Dentistry: Ancient Origins, hosted on the American Dental Association website. Page accessed January 9, 2007. http://id.wikipedia.org/wiki/Karies_gigi^ Dental Caries, hosted on the University of California Los Angeles School of Dentistry website. Page accessed August 14, 2006. Green Lawrence W, Marshall W Kreuter, 2000. Health Promotion planning an Educational and Environmental approach, second edition, By: Mayfield Publishing Commpany, Toronto London. Soekanto Angky, 2009. Masalah Gigi & Mulut, Gerbang Kedatangan Penyakit Dalam http://org/wiki/kariesgigi cite-note-medicine.