Rp. +/-%+=@!*
Panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender Bidang Kesehatan
A
KERJASAMA: KEMENTERIAN KESEHATAN RI – KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK - UNFPA
TIM PENYUSUN : Kemenkes : dr. Untung Suseno Sutarjo, M.Kes., dr. Gita Maya, MHA., dr. Andi Saguni, MA., Laode Musafin, SKM, M.Kes. KPP-PA : Dra. Endang Moerniati, MM., Drs. Darsono, Msi., Dra. Lieska Prasetya, MSI. UNFPA : dr. Lany Harijanti, Anis Hamim, MA. ISBN xxxxxxxxxx
Desain dan layout INTERAXI.
SEPATAH KATA
Kepala Biro Perencanaan dan Anggaran
Perencanaan dan penganggaran responsif gender merupakan salah satu komponen dari Pengarusutamaan Gender (PUG), dan sebagai komitmen kami dalam mendukung pelaksanaan PUG Bidang Kesehatan maka telah disusun Panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender Bidang Kesehatan dengan melibatkan banyak pihak, tidak hanya dari unit-unit di intern Kementerian Kesehatan tapi juga dengan melibatkan Kementerian PP&PA, UNFPA dan pihak-pihak lainnya. Buku Panduan ini merupakan up-dating dari Buku Panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender yang pernah diterbitkan pada tahun 2008. Perencanaan dan penganggaran responsif gender bidang kesehatan ini merupakan instrumen untuk mengatasi adanya perbedaan akses, partisipasi, kontrol dan manfaat pembangunan kesehatan bagi laki-laki dan perempuan sehingga diharapkan kesenjangan gender dapat dihilangkan atau setidaknya dapat dikurangi. Perencanaan dan penganggaran responsif gender bidang kesehatan bukanlah sebuah proses yang terpisah dari sistem yang sudah ada, sehingga bukan berarti melakukan dua kali perencanaan, tetapi memastikan bagaimana agar perspektif gender dapat diintegrasikan dalam setiap tahapan perencanaan dan penganggaran. Oleh karenanya jangan diartikan sebagai rencana dan anggaran khusus untuk perempuan yang terpisah dari laki-laki. Bahan tulisan untuk panduan ini berasal dari orientasi termasuk studi literatur internasional serta asesmen dan masukan dari banyak pihak melalui wawancara, FGD, workshop dan simulasi. Simulasi penerapan disamping dilakukan pada unit yang berada di intern Kementerian Kesehatan juga dilakukan pada Dinas Kesehatan Provinsi. Walaupun buku Panduan ini lebih difokuskan untuk penyusunan Anggaran Responsif Gender (ARG) bersumber APBN Kementerian Kesehatan termasuk dari Dana Dekonsentrasi, namun kami berharap buku ini juga dapat digunakan sebagai referensi bagi banyak pihak seperti pihak universitas, pemerintah daerah, ‘pemerhati gender’ dan pihak-pihak lainnya.
Panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender Bidang Kesehatan
i
Saya yakin buku ini masih belum sepenuhnya sempurna, oleh karena itu saran dan masukan bersifat konstruktif tetap kami harapkan untuk perbaikan dan penyempurnaannya ke depan.
Jakarta, November 2010 KEPALA BIRO PERENCANAAN DAN ANGGARAN SETJEN KEMENTERIAN KESEHATAN RI,
ii
dr. Untung Suseno Sutarjo, M.Kes
KATA PENGANTAR
Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan RI
Renstra Kementerian Kesehatan Tahun 2010-2014 telah ditetapkan, dan menjadi arah kebijakan pembangunan kesehatan lima tahun kedepan. Untuk mencapai target kinerja yang ditetapkan dalam Renstra tersebut, ditempuh berbagai strategi kebijakan perencanaan dan penganggaran kesehatan, antara lain melalui pengarusutamaan gender (PUG) dalam setiap penyusunan kebijakan, program, dan kegiatan di Kementerian Kesehatan. Pelaksanaan PUG bidang kesehatan telah diamanahkan sejak tahun 2000 melalui Inpres Nomor 9 tahun 2000 tentang PUG dalam Pembangunan Nasional, dan ditindaklanjuti dengan Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 878 Tahun 2006 tentang Tim Pengarusutamaan Gender Bidang Kesehatan. PUG Bidang Kesehatan (PUG-BK) selanjutnya dipertegas melalui Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan. Dukungan kebijakan PUG juga dinyatakan dalam RPJPN Tahun 2005-2025, RPJMN Tahun 2010-2014, serta RPJP Kesehatan Tahun 2005-2025, yang menjadikan isu gender menjadi bagian integral pembangunan kesehatan. Sebagai tindak lanjut atas kebijakan tersebut, sejak tahun 2008 telah disusun pedoman perencanaan dan penganggaran responsif gender. Namun seiring dengan dinamika perubahan kebijakan perencanaan dan penganggaran, panduan tersebut direvisi menjadi Buku Panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender (PPRG) Bidang Kesehatan yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1459/Menkes/SK/X/2010. Salah satu prinsip utama dalam perencanaan dan penganggaran responsif gender adalah analisis gender terhadap setiap kebijakan, dan pelaksanaan program dan kegiatan di lingkungan Kementerian Kesehatan, yang selanjutnya diintegrasikan dalam penyusunan RKA-KL. Hal tersebut tidak berarti bahwa perencana kesehatan harus melakukan dua kali proses perencanaan dan penganggaran, tetapi berupaya mengintegrasikan perspektif gender dalam setiap proses perencanaan dan penganggaran. Pengintegrasian perspektif gender menjadikan perencanaan menjadi lebih tepat sasaran dan efektif, karena didahului oleh analisis determinan sosial dari perspektif gender. Pada tahap ini dilakukan pemetaan antara peran, kondisi, dan kebutuhan
Panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender Bidang Kesehatan
iii
kesehatan perempuan dan laki-laki, sehingga diperoleh solusi yang tepat untuk memenuhi kebutuhan kesehatan yang berbeda antara perempuan dan laki-laki. Pada akhirnya akan bermuara pada pencapaian target indikator kinerja kegiatan sebagaimana ditetapkan dalam dokumen perencanaan. Buku Panduan ini merupakan panduan teknis, sehingga setiap unit utama diharapkan mampu menyusun Anggaran Responsif Gender yang selanjutnya digunakan sebagai salah satu dokumen dalam penelaahaan RKA-KL di Kementerian Keuangan. Merupakan sebuah kebanggaan, Kementerian Kesehatan kembali dipercaya menjadi K/L pilot project pelaksanaan Anggaran Responsif Gender (ARG) melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 104/2010. Komitmen tersebut diperkuat lagi dengan Kesepakatan Bersama antara Menteri Kesehatan dan Menteri Negaran Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Nomor 593/MENKES/SKB/ V/2010 - Nomor 07/MEN.PP&PA/5/2010 tentang Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender di Bidang Kesehatan. Melalui kesempatan ini saya mengajak kepada semua unit utama di Kementerian Kesehatan, secara bertahap melakukan proses perencanaan dan penganggaran yang responsif gender, sehingga pada akhir tahun 2014 semua program dan kegiatan pembangunan kesehatan telah responsif gender. Melalui Visi Kementerian Kesehatan “Masyarakat Sehat Yang Mandiri Dan Berkeadilan”, kita telah berkomitmen mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggitingginya, dengan menurunkan disparitas status kesehatan antar wilayah, status sosial ekonomi serta gender. Buku ini merupakan kerja sama antara Kementerian Kesehatan dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Untuk itu kepada semua pihak yang telah berpartisipasi baik langsung maupun tidak langsung dalam penyusunan buku panduan ini, kami mengucapkan terima kasih. Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayahNya kepada kita semua dalam menyelenggarakan pembangunan kesehatan di Indonesia yang kita cintai. Amin Ya Rabbal Alamin.
iv
Jakarta, November 2010 SEKRETARIS JENDERAL KEMENTERIAN KESEHATAN RI,
dr. Ratna Rosita, MPHM
MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
SAMBUTAN MENTERI KESEHATAN RI Relevansi gender dengan bidang kesehatan, sangat erat kaitannya. Evidence based dari studi-studi gender dan kesehatan menyatakan bahwa salah satu penyebab utama dan akar masalah dari rendahnya status kesehatan masyarakat dan permasalahan kesehatan adalah belum responsifnya kebijakan, program dan kegiatan kesehatan terhadap isu gender. Masih banyak kebijakan, program dan kegiatan kesehatan yang masih bias atau netral gender, karena masih cenderung mengasumsikan bahwa kebutuhan kesehatan (health needs) antara perempuan dan laki-laki adalah sama. Faktanya, perempuan dan laki-laki mempunyai kebutuhan kesehatan dan interes yang berbeda, serta peran dan relasi gender yang masih cenderung menempatkan perempuan “dibawah” laki-laki, sehingga situasi tersebut menyebabkan implikasi yang berbeda pula dalam hal akses, partisipasi, manfaat, dan kontrol terhadap upaya kesehatan. Untuk itu, kami berharap bahwa kita semua mempunyai kesamaan pandangan dan komitmen bahwasanya Pengarusutamaan gender (PUG) Bidang Kesehatan dilaksanakan dengan sungguh-sungguh, bukan hanya karena dorongan aturan/kebijakan yang pro gender, tetapi lebih dari itu menumbuhkan kesadaran bahwasanya PUG merupakan pendekatan yang efisien dan efektif untuk mencapai target kinerja output dan outcome pembangunan kesehatan. Perlu kita pahami bersama pula bahwa dalam mencapai tujuan pembangunan nasional, sektor kesehatan bertanggung jawab dalam meningkatkan kualitas SDM dan indikator untuk menilainya bukan hanya dengan melihat Indeks Pembangunan Manusia (IPM) tetapi juga dengan Indeks Pembangunan Gender (IPG) bahkan dengan Indeks Pemberdayaan Gender (IDG). Jika kita menelaah kembali dokumen perencanaan pemerintah, yang menjadi acuan dalam penyusunan dokumen perencanaan Kemkes, baik dokumen perencanaan jangka panjang, jangka menengah, maupun jangka pendek atau tahunan, semuanya telah menyatakan bahwa gender merupakan mainstream dalam penyusunan kebijakan, program dan kegiatan, dan terintegrasi dalam siklus perencanaan dan penganggaran, pelaksanaan, monitoring, dan evaluasi pembangunan kesehatan. Dukungan kebijakan tersebut secara jelas diuraikan dalam Bab I, Pendahuluan, Buku Panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender (PPRG) ini.
Panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender Bidang Kesehatan
v
Secara struktur, PPRG merupakan bagian integral dari PUG Bidang Kesehatan, dan secara kesisteman maka PPRG merupakan bagian sistem perencanaan dan penganggaran yang telah berjalan selama ini. Selama ini, masih ada anggapan bahwa melakukan analisis gender berarti menambah beban pekerjaan. Namun, sesungguhnya perencanaan dan penganggaran rensponsif gender bukanlah berarti melakukan dua kali perencanaan, tetapi hanya memastikan bagaimana agar perspektif gender dapat diintegrasikan dalam setiap tahapan perencanaan dan penganggaran. Karena itulah, sebuah perencanaan dan penganggaran responsif gender akan mendiagnosa dan memberikan jawaban yang lebih tepat kebutuhan program dan anggaran kesehatan bagi perempuan dan laki-laki, dan pada akhirnya mendukung tercapainya target indikator kinerja kegiatan yang telah ditetapkan. Biro Perencanaan dan Anggaran telah mengkoordinir penyusunan Buku Panduan PPRG ini yang tidak hanya melibatkan lintas program dan unit yang ada di lingkungan Kemkes tapi juga melibatkan Kementerian Negara PP&PA serta UNFPA dan juga mendapatkan masukan-masukan dari daerah. Hal tersebut telah menunjukkan komitmen Kemkes dalam rangka mengembangkan team work yang terpadu dalam melaksanakan PUG bidang kesehatan di Kementerian Kesehatan. Oleh karenanya, melalui kesempatan ini juga, kami mengucapkan terima kasih atas kerja sama yang ditunjukkan oleh tim tersebut atas kerja kerasnya sehingga Buku Panduan PPRG ini dapat tersusun. Lebih dari itu, kami berharap bahwa buku panduan ini dapat menjadi materi yang dapat dipakai oleh banyak pihak dalam upaya mengembangkan dan melaksanakan kebijakan, program dan kegiatan yang rerponsif gender. Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan rahmat dan karuniaNya kepada kita semua. Amin Ya Rabbal Alamin.
Jakarta, November 2010 MENTERI KESEHATAN,
dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, Dr.PH
vi
MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA
SAMBUTAN PENGANTAR PADA PANDUAN PERENCANAAN DAN PENGGANGGARAN RESPONSIF GENDER BIDANG KESEHATAN
Saya menyambut balk diterbitkannya Panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender Bidang Kesehatan. Panduan ini akan memberikan sumbangan yang cukup signifikan dalam mengimplementasikan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional. Inpres tersebut mengamanahkan bagi semua Kementerian dan Lembaga Pemerintah untuk mengintegrasikan perspektif gender pada saat menyusun kebijakan, program dan kegiatan masing-masing, termasuk Kementerian Kesehatan, sehingga perempuan dan laki-laki mendapatkan akses dan manfaat yang adil dan setara di dalam bidang Kesehatan; antara lain yang dilaksanakan melalui penerbitan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 119 Tahun 2009 yang diperbaharui dengan PMK Nomor 104 Tahun 2010 tentang Petunjuk Penyusunan dan Penelaahan RKA-KL Tahun Anggaran 2011 yang menetapkan Kementerian Kesehatan sebagai salah satu uji coba penerapan anggaran yang responsif gender. Panduan ini bertujuan untuk memberikan informasi dan langkah¬langkah di dalam menyusun kebijakan, program dan kegiatan di bidang kesehatan dengan pendekatan anggaran responsif gender sesuai dengan PMK Nomor 104 Tahun 2010 di atas.
Panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender Bidang Kesehatan
vii
Tersusunnya panduan ini atas kerjasama Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dengan Kementerian Kesehatan, yang difasilitasi oleh UNFPA. Untuk itu, kami sampaikan penghargaan yang tinggi kepada Tim Penyusun dan pihak-pihak yang telah berkontribusi. Akhirnya, kami berharap Panduan ini dapat dimanfaatkan secara optimal oleh semua pihak yang terkait.
Jakarta, September 2010 Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia
Linda Amalia Sari Gumelar, S.IP
viii
DAFTAR ISI
Panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender Bidang Kesehatan
ix
x
MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 1459/MENKES/SK/X/2010 TENTANG PANDUAN PERENCANAAN DAN ANGGARAN RESPONSIF GENDER BIDANG KESEHATAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang a. Bahwa untuk melaksanakan Inpres Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender (PUG), Kementerian Kesehatan berkewajiban melakukan PUG dalam kebijakan, program dan kegiatan pembangunan kesehatan; b. bahwa sesuai dengan PMK Nomor 104 tahun 2010, menunjuk Kementerian Kesehatan menjadi pilot project pelaksanaan Anggaran Responsif Gender dalam penyusunan RKA-KL TA. 2011; c bahwa Kesepakatan Bersama Antara Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dengan Menteri Kesehatan tentang Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender di Bidang Kesehatan No. 07/MEN.PP&PA/5/2010 – No. 593/MENKES/SKB/V/2010, perlu ditindaklanjuti; d. bahwa sebagai tindak lanjut sebagaimana dimaksudkan pada huruf a, b, dan c telah disusun Panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender Bidang Kesehatan. Mengingat 1. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4286); 2. Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4421);
Panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender Bidang Kesehatan
xi
3. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025; 4. Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan lembaran Negara Nomor 5063); 5. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia; 6. Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2010-2014; 7. Inpres Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional ; 8. Inpres Nomor 1 Tahun 2010 tentang Percepatan Pelaksanaan Prioritas Pembangunan Nasional Tahun 2010; 9. Inpres Nomor 3 Tahun 2010 tentang Program Pembangunan yang Berkeadilan; 10. Peraturan Menteri Keuangan No 104/PMK.02/2010 tentang Petunjuk Penyusunan dan Penelaahan RKA-KL Tahun Anggaran 2011. 11. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 375/ MENKES/SK/V/2009 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Bidang Kesehatan (RPJP-K) Tahun 2005-2025; 12. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.03.01/60/I/2010 tentang Rencana Strategis Kementerian Kesehatan RI Tahun 2010 – 2014; 13. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 878 Tahun 2006 tentang Tim Pengarusutamaan Gender Bidang Kesehatan (PUG-BK); 14. Kesepakatan Bersama Antara Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dengan Menteri Kesehatan No. 07/MEN.PP&PA/5/2010 – No. 593/MENKES/SKB/V/2010 tentang Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender di Bidang Kesehatan;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan Kesatu : Keputusan Menteri Kesehatan tentang Panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender Bidang Kesehatan. Kedua : Panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender Bidang Kesehatan, sebagaimana terlampir dalam Keputusan ini. Ketiga : Panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender Bidang Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Diktum Kedua digunakan sebagai acuan bagi Kementerian Kesehatan
xii
dalam penyusunan perencanaan dan penganggaran program pembangunan kesehatan yang responsif gender. Keempat : Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 4 Oktober 2010
Menteri Kesehatan,
Dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, DR.PH
Panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender Bidang Kesehatan
xiii
xiv
BAB I Pendahuluan
MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN Nomor : 1459/MENKES/SK/X/2010 Tanggal : 4 Oktober 2010
bab BAB
I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu tujuan pembangunan nasional adalah meningkatkan kualitas sumberdaya manusia (SDM) Indonesia sehingga mempunyai kemampuan daya saing secara global. Isu SDM sebagai prioritas pembangunan nasional merupakan amanah Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJP-N) Tahun 2005-2025, yang kemudian secara bertahap dijabarkan dalam perencanaan pembangunan lima tahunan dan perencanaan tahunan. Terdapat tiga indikator kualitas SDM yaitu Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human Development Index (HDI), Indeks Pembangunan Gender (IPG) atau Gender-related Development Index (GDI) dan Indeks Pemberdayaan Gender (IDG) atau Gender Empowerment Measurement (GEM). IPM atau HDI Indonesia telah mengalami peningkatan, yaitu dari 0,687 pada tahun 2004 menjadi 0,719 pada tahun 2008. Perbaikan IPM Indonesia belum diikuti oleh perbaikan IPG, meskipun IPG Indonesia mengalami peningkatan dari 0,639 pada tahun 2004 menjadi 0,664 pada tahun 2008, namun nilainya masih lebih rendah jika dibandingkan dengan nilai IPM pada tahun yang sama. Demikian pula dengan Indeks Pemberdayaan Gender, belum mengalami peningkatan yang berarti yaitu 0,597 pada tahun 2004 menjadi 0,623 pada tahun 2008 (UNDP; 2008). IPG Indonesia pada tahun 2008 menduduki peringkat ke-94 dari 177 negara, dan di antara 10 negara-negara ASEAN, Indonesia berada pada peringkat ke-6 setelah
Panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender Bidang Kesehatan
1
Singapura, Brunei Darussalam, Malaysia, Thailand, dan Filipina. Sedangkan IDG Indonesia menduduki peringkat ke-107 dari 177 negara. Peningkatan IDG masih relatif kecil setiap tahunnya. Hal ini mengindikasikan bahwa upaya peningkatan kesetaraan gender di bidang sosial, ekonomi, dan politik belum berhasil secara signifikan. Sejak tahun 2000, isu kesenjangan gender telah menjadi salah satu komitmen utama pemerintah. Melalui Instruksi Presiden (Inpres) No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender (PUG) dalam Pembangunan Nasional, pemerintah telah berkomitmen menjadikan isu gender sebagai mainstream (arusutama) pembangunan. Inpres ini mewajibkan pemerintah pusat dan daerah melakukan pengarusutamaan gender ke dalam seluruh proses pembangunan, mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evalusi pembangunan. Pembangunan kesehatan sebagai salah satu penentu kualitas SDM telah mengadopsi PUG. Komitmen pemerintah melalui Inpres No. 9 tahun 2000 tersebut di atas, dipertegas kembali melalui UU No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan, khususnya pasal 2 yang berbunyi “Pembangunan kesehatan diselenggarakan dengan berasaskan perikemanusiaan, keseimbangan, manfaat, pelindungan, penghormatan terhadap hak dan kewajiban, keadilan, gender dan nondiskriminatif dan normanorma agama”. selain itu dalam sistem Kesehatan Nasional (SKN) 2009, Responsif Gender menjadi salah satu dasar penyelenggaraan SKN. Sejalan dengan peraturanperaturan tersebut di atas, dengan memperhatikan amanah Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJP-N) Tahun 2005-2025, Rencana Pembangunan Jangka Panjang bidang Kesehatan (RPJP-K) Tahun 2005-2025 dan Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2010–2014 sebagai pedoman dalam penyusunan Rencana Strategis (Renstra) Tahun 20102014, Kementerian Kesehatan telah menjadikan isu gender sebagai mainstream dalam pembangunan kesehatan. PUG di Kementerian Kesehatan juga diperkuat dengan Kesepakatan Bersama Antara Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dengan Menteri Kesehatan No. 07/MEN.PP&PA/5/2010 – No. 593/MENKES/SKB/V/2010 tentang Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender di Bidang Kesehatan. Sementara itu, isu kesehatan dan gender juga telah menjadi komitmen global yang dinyatakan dalam MDGs. Terdapat 5 tujuan MDGs yang berhubungan dengan bidang kesehatan, yaitu tujuan 1 (Memberantas Kemiskinan dan Kelaparan), melalui peningkatan status gizi balita, tujuan 4 (Menurunkan Kematian Anak), tujuan 5 (Peningkatan Kesehatan Ibu), tujuan 6 (Mengendalikan HIV/ AIDS, Malaria dan penyakit menular lainnya), serta tujuan 7 (Menjamin Kelestarian Lingkungan Hidup), melalui penyehatan lingkungan. Sedangkan isu gender tercantum pada tujuan 3 MDGs (Mendorong Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan), yang bersifat cross cutting dalam mencapai 7 tujuan lainnya dari 8 tujuan MDGs. Program dan kegiatan kesehatan yang berhubungan dengan pencapaian target
2
BAB I Pendahuluan
MDGs selanjutnya diperkuat dengan Inpres No. 1 tahun 2010 tentang percepatan pelaksanaan prioritas pembangunan nasional tahun 2010 dan Inpres No. 3 tahun 2010 tentang program pembangunan yang berkeadilan dengan 3 substansi yaitu pro rakyat, keadilan untuk semua, dan pencapaian tujuan MDGs. Uraian di atas memberikan pemahaman bahwa kebijakan PUG bidang kesehatan telah mendapatkan dukungan kebijakan dan peraturan perundang-undangan yang sangat kuat, sehingga perlu ditindaklanjuti dengan kebijakan perencanaan dan penganggaran bidang kesehatan yang responsif gender. Perencanaan kesehatan yang responsif gender telah dinyatakan dalam dokumen perencanaan sebagaimana diuraikan tersebut di atas. Sedangkan dokumen penganggaran responsif gender bidang kesehatan atau disebut dengan Anggaran Responsif Gender (ARG) diamanahkan melalui PMK No. 119 tahun 2009 yang menetapkan Kementerian Kesehatan sebagai salah satu ujicoba penerapan ARG dari 7 Kementerian/Lembaga (K/L) yaitu Departemen Pendidikan Nasional, Departemen Pekerjaan Umum, Departemen Kesehatan, Departemen Pertanian, Departemen Keuangan, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas, dan Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan. Selanjutnya penerapan ARG diperbarui dengan PMK No. 104 tahun 2010, yang kembali menetapkan 7 (tujuh) K/L pilot tahun anggaran 2011 (Kementerian Pertanian, Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Pendidikan Nasional, Kementerian Kesehatan, Kementerian Permberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, dan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas) ditambah K/L yang menangani Bidang Perekonomian dan Bidang Polsoskum (Politik, Sosial, dan Hukum). Kedua PMK dimaksud telah mengintegrasikan ARG dalam penyusunan RKA-KL. Terdapat dua bentuk dokumen ARG dalam penyusunan RKA-KL, yaitu TOR responsif gender dan Gender Budget Statement (GBS). Dalam penelaahan RKA-KL kedua dokumen ARG tersebut merupakan bagian integral dari dokumen pendukung penelaahan RKA-KL yang menjadi syarat penelaahan RKA-KL oleh Direktorat Jenderal Anggaran, Kementerian Keuangan. Karena ARG telah menjadi bagian integral sistem perencanaan dan penganggaran K/L, maka Kementerian Kesehatan perlu menyusun panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender yang menjadi acuan bagi para perencana kesehatan dalam penyusunan ARG.
B. Tujuan Penyusunan Panduan 1. Memberikan panduan bagi para perencana dalam menyusun Anggaran Responsif Gender (ARG) di bidang kesehatan. 2. Memampukan para perencana untuk mengintegrasikan perspektif gender dalam setiap tahapan perencanaan dan penganggaran bidang kesehatan.
Panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender Bidang Kesehatan
3
C. Ruang Lingkup Panduan 1. Teknik analisis gender bidang kesehatan dengan menggunakan Gender Analysis Pathway (GAP) 2. Teknik penyusunan TOR (Term of Reference) responsif gender 3. Teknik penyusunan GBS (Gender Budget Statement) Untuk mempermudah dan membantu para perencana memahami konsep gender dalam penyusunan ARG, maka dalam panduan ini juga disampaikan secara singkat tentang konsep gender dan isu gender dalam bidang kesehatan yang dapat dilihat pada BAB II.
D. Landasan Hukum 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJP-N) Tahun 2005-2025; 2. UU No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan; 3. Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2010–2014; 4. Inpres No. 9/2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional; 5. Inpres No. 1 Tahun 2010 tentang Percepatan Pelaksanaan Prioritas Pembangunan Nasional Tahun 2010; 6. Inpres No. 3 Tahun 2010 tentang Program Pembangunan yang Berkeadilan; 7. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 374/MENKES/SK/V/2009 tentang Sistem Kesehatan Nasional (TKN). 8. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 375/MENKES/SK/V/2009 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Bidang Kesehatan (RPJP-K) Tahun 2005-2025; 9. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.03.01/60/ I/ 2010 tentang Rencana Strategis Kementerian Kesehatan RI Tahun 2010 – 2014; 10. Peraturan Menteri Keuangan No 104/PMK.02/2010 tentang Petunjuk Penyusunan dan Penelaahan RKA-KL Tahun Anggaran 2011; 11. Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No.878 Tahun 2006 tentang Tim Pengarusutamaan Gender Bidang Kesehatan (PUG-BK); 12. Kesepakatan Bersama Antara Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dengan Menteri Kesehatan tentang Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender di Bidang Kesehatan No. 07/MEN.PP&PA/5/2010 – No. 593/MENKES/SKB/V/2010.
4
BAB I Pendahuluan
bab BAB
II
KONSEP GENDER DAN ISU
GENDER BIDANG KESEHATAN
A. Konsep Gender Gender merujuk pada perbedaan antara perempuan dan laki-laki sejak lahir, tumbuh kembang dan besar melalui proses sosialisasi di lingkungan keluarga dan masyarakat. Lingkungan sosial mereproduksi pembedaan peran gender melalui pemisahan kepantasan untuk perempuan dan kepantasan untuk laki-laki. Pembedaan peran gender tidak bersifat universal, tetapi berbeda antara satu kebudayaan dengan kebudayaan lainnya dan dapat berubah seiring dengan perkembangan zaman. Singkat kata, bahwa gender adalah konsep yang mengacu pada peran dan tanggungjawab perempuan dan laki-laki yang terjadi akibat dari dan dapat berubah oleh konstruksi/ keadaan sosial budaya masyarakat (WHO, 2010). Istilah gender relatif baru masuk dalam khazanah pembangunan, termasuk pembangunan kesehatan, sehingga masih banyak terjadi kerancuan dalam memahaminya apalagi mengaplikasikannya. Kerancuan itu bermula dari pemahaman yang keliru tentang ‘gender’ yang sering diartikan sebagai jenis kelamin, khususnya perempuan; padahal, istilah ‘jenis kelamin/ sex’ berbeda dengan gender. Jenis kelamin mengacu pada perbedaan karakteristik biologis dan fisiologis yang membedakan perempuan dan laki-laki. Jenis kelamin bersifat kodrati dan universal (berlaku di mana saja) dan tidak bisa dipertukarkan satu sama lain. Contoh dari sifat jenis kelamin antara lain: - Perempuan dapat melahirkan, menstruasi, menyusui, laki-laki tidak; - Perempuan mempunyai payudara yang berfungsi untuk menyusui, sedangkan laki-laki tidak memilikinya; - Laki-laki mempunyai jakun, mempunyai testis, menghasilkan sperma, sedangkan perempuan tidak; - Laki-laki mempunyai tulang yang lebih masif. Gender mengacu pada peran, prilaku, kegiatan serta karakteristik sosial lainnya yang dibentuk oleh suatu masyarakat atau budaya tertentu berdasarkan persepsi yang pantas untuk perempuan atau pantas untuk laki-laki. Persepsi gender dipraktikkan melalu perbedaan cara perempuan dan laki-laki dibesarkan, diajari
Panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender Bidang Kesehatan
5
berprilaku, dan diharapkan untuk ‘menjadi perempuan’ dan ‘menjadi lelaki’ menurut budaya masyarakatnya. Praktik ini direproduksi secara turun temurun. Gender beragam, bisa berubah-ubah dan bersifat dinamis. Contohnya antara lain: - Merokok dianggap pantas untuk laki-laki, tapi tidak untuk perempuan. Dengan perubahan zaman, perempuan yang merokok sudah dianggap biasa, bahkan sebagai salah satu ciri perempuan ’modern’. - Bidan pantas sebagai pekerjaan perempuan karena dianggap mengurusi bagian-bagian intim perempuan; Dokter kandungan pantasnya laki-laki, bahkan pernah suatu masa dokter kandungan dilarang digeluti oleh perempuan. - Menjadi kepala (rumah sakit; perencanaan; proyek) dianggap ranah laki-laki; menjadi sekretaris (proyek, kantor, pimpinan) dianggap ranah perempuan; - Pekerjaan merawat dan membesarkan anak serta pekerjaan rumah tangga lainnya merupakan tugas dan tanggung jawab ibu rumah tangga, sedangkan suami mempunyai tugas mencari nafkah bagi keluarga. Gender bukan semata-mata perbedaan biologis; bukan jenis kelamin, bukan juga perempuan, tetapi lebih merujuk pada arti sosial bagaimana menjadi perempuan dan menjadi laki-laki. Perbedaan dan peran gender sebenarnya bukan suatu masalah sepanjang tidak menimbulkan ketidakadilan dan ketidaksetaraan gender. Perlu ditekankan bahwa meskipun laki-laki dan perempuan dari sisi biologis berbeda, namun dari sisi sosial, laki-laki dan perempuan idealnya mempunyai peran dan tanggung jawab yang sama. Contohnya laki-laki jadi ilmuwan, perempuan juga bisa jadi ilmuwan, lakilaki menjadi pemimpin, perempuan juga bisa jadi pemimpin, dan lain-lain. Namun demikian, kondisi ideal tersebut belum tercipta karena masih terjadi ketidakadilan dan ketidaksetaraan atau diskriminasi gender. Ketidakadilan dan ketidaksetaraan gender dapat terjadi dalam beberapa bentuk atau manifestasi, yakni : 1. Stereotipi : menempatkan wanita sebagai mahluk lemah, mahluk yang perlu dilindungi, tidak penting, tidak punya nilai ekonomi, orang rumah, bukan pengambil keputusan, dan lain-lain; 2. Subordinasi : akibat bentuk stereotipi menempatkan perempuan pada posisi di bawah laki-laki, tidak boleh mengambil keputusan dibandingkan laki-laki, tidak mempunyai kesempatan yang sama untuk bekerja atau berproduksi, pendidikan, dan lain-lain; 3. Marginalisasi : terpinggirkan, tidak diperhatikan atau diakomodasi dalam berbagai hal, yang menyangkut kebutuhan, kepedulian, pengalaman, dan lainlain;
6
BAB II Konsep Gender dan Isu Gender Bidang Kesehatan
4. Beban Majemuk : perempuan bekerja lebih beragam daripada laki-laki, dan lebih lama waktu kerjanya, misalnya fungsi reproduktif dan peran sebagai pengelola rumah tangga, termasuk bekerja di luar rumah. 5. Kekerasan Berbasis Gender : perempuan mendapatkan serangan fisik, seksual atau psikologis tertentu yang mengakibatkan kesengsaraan atau penderitaan. Kekerasan bisa berbentuk ancaman tindakan tertentu, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara sewenang-wenang, baik yang terjadi di ranah publik, tempat kerja, atau dalam kehidupan rumah tangga. Untuk mengurangi bentuk ketidakadilan dan ketidaksetaraan gender tersebut diatas, maka perlu meningkatkan pengetahuan dan pemahaman pembuat kebijakan (policy maker) dan pelaksana kebijakan tentang konsep dan isu gender, karena jika para pembuat dan pelaksana kebijakan masih memiliki pola pikir, sikap dan tingkah laku yang buta gender akan menghasilkan kebijakan netral atau bias gender karena tidak mempertimbangkan pengalaman, aspirasi, dan kebutuhan laki-laki dan perempuan yang berbeda. Untuk itu, para pembuat dan pelaksana kebijakan perlu sensitif gender agar dapat menghasilkan kebijakan, program dan kegiatan yang memastikan laki-laki dan perempuan memperoleh keadilan dan kesetaraan dalam akses, partisipasi, kontrol dan manfaat dalam setiap bidang pembangunan.
B. Isu Gender dalam Bidang Kesehatan Isu Gender dalam bidang kesehatan adalah masalah kesenjangan perempuan dan laki-laki dalam hal akses, peran atau partisipasi, kontrol dan manfaat yang diperoleh mereka dalam pembangunan kesehatan. Kesenjangan akses, partisipasi, kontrol dan manfaat antara perempuan dan laki-laki dalam upaya atau pelayanan kesehatan secara langsung menyebabkan ketidaksetaraan terhadap status kesehatan perempuan dan laki-laki, sehingga kesenjangan tersebut harus menjadi perhatian dalam menyusun kebijakan/program sehingga kebijakan/program bisa lebih terfokus, efisien dan efektif dalam mencapai sasaran. Oleh karena itu, isu kesehatan tidak boleh hanya dilihat pada masalah service delivery (penyediaan layanan) saja, tetapi juga perlu melihat pada hubungan sosial budaya yang menyebabkan perbedaan status dan peran perempuan dan laki-laki dan relasi antara keduanya di masyarakat. Untuk mempermudah para perencana mengenal isu gender, berikut ini beberapa contoh isu gender dalam kaitannya dengan upaya atau pelayanan kesehatan. 1. Isu gender terhadap prevalensi dan tingkat keparahan penyakit Perbedaan norma dan relasi gender menyebabkan perempuan dan laki-laki menderita penyakit yang berbeda dan juga tingkat keparahannya. Publikasi ilmiah menyatakan bahwa:
Panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender Bidang Kesehatan
7
- Perempuan menderita anemia akibat kekurangan Fe pada ibu hamil dan menyusui serta perempuan yang menstruasi sebagai akibat dari hegemoni laki-laki dalam rumah tangga yang mempunyai peluang lebih besar mengkonsumsi makanan kaya Fe. - Osteoporosis 8 kali lebih tinggi pada perempuan dibandingkan laki-laki yang berhubungan dengan faktor biologis dan gaya hidup. Demikian pula Diabetes, hipertensi dan kegemukan, lebih banyak pada perempuan dibandingkan laki-laki. - Depresi (dua sampai tiga kali lebih banyak pada perempuan dibandingkan laki-laki pada semua fase kehidupan) yang berhubungan dengan tipe personal dan pengalaman dalam bersosialisasi dan perbedaan peluang antara perempuan dan laki-laki. - Angka kematian yang tinggi pada kasus kanker perempuan pada usia dewasa, yang berhubungan dengan rendahnya akses terhadap teknologi dan pelayanan kesehatan dalam deteksi dini dan tindakan pengobatan. - Laki-laki menderita lebih banyak Sirosis Hepatis yang berhubungan dengan perilaku minuman beralkohol. Demikian pula Schizophrenia dan kanker paru-paru yang berhubungan dengan perilaku merokok. Silicosis yang berhubungan dengan pekerja tambang (100 % laki-laki). Demikian pula untuk kasus hernia pada laki-laki yang berhubungan dengan jenis pekerjaan. Penyakit dengan gangguan pada Arteri Coronaria merupakan salah satu penyebab terbesar kematian pria pada saat kerja. - Perempuan lebih berisiko dari laki-laki terhadap defisiensi micro-nutrient yang akan berdampak buruk bagi status gizi dan kesehatannya sehingga mengurangi produktivitas dan peluang investasi di bidang pendidikan. - Malnutrisi pada bayi berhubungan dengan kemiskinan dan rendahnya tingkat pendidikan ibu. 2. Isu gender terhadap lingkungan fisik dan penyakit Studi kasus di Zimbabwe menyatakan bahwa perempuan dewasa lebih berisiko tinggi menderita Sistosomiasis (salah satu jenis cacing darah) dibandingkan lakilaki karena perempuan bertugas mencuci pakaian dan perlengkapan dapur yang dilakukannya di sungai, sementara remaja laki-laki mempunyai prevalensi lebih tinggi dibandingkan remaja perempuan karena mereka lebih sering bermain di sungai dan kanal. 3. Isu gender terhadap faktor risiko penyakit - Perempuan mempunyai akses yang lemah terhadap keuangan keluarga sehingga mengurangi kemampuannya untuk melindungi dirinya dari faktor risiko penyakit. - Riset WHO yang dilakukan pada laki-laki termasuk remaja pria di seluruh dunia menunjukkan bagaimana norma-norma terhadap ketidakadilan gender mempengaruhi interaksi laki-laki dengan pasangan wanitanya dalam banyak hal, termasuk pencegahan transmisi HIV/AIDS dan penyakit IMS lainnya, penggunaan alat kontrasepsi dan prilaku laki-laki dalam mencari pelayanan
8
BAB II Konsep Gender dan Isu Gender Bidang Kesehatan
kesehatan. Juga terkait dengan pembagian peran dan tugas rumah tangga, serta pola parenting (proses bertindak sebagai orang tua). - Streotipi maskulin menyebabkan seorang laki-laki harus berani, pengambil resiko berprilaku agnesi dan tidak menunjukkan sifat lemah berhubungan dengan angka penggunaan alkohol dan Narkoba lebih tinggi pada lakilaki di seluruh belahan dunia. Demikian pula dengan angka kesakitan dan kematian akibat kecelakaan lalu lintas dan tindak kriminal. - Terbatasnya akses terhadap air bersih pada perempuan, karena dalam beberapa kelompok masyarakat laki-laki lebih didahulukan sebagai pengguna utama air bersih, sedangkan perempuan dan anak-anak harus membawa dan menyiapkannya tetapi mendapatkan prioritas kedua. 4. Isu gender terhadap persepsi dan respon terhadap penyakit - Perbedaan peran laki-laki dan perempuan mempengaruhi persepsi perasaan tidak nyaman serta mempengaruhi keinginan wanita untuk menyatakan dirinya sakit. Peran perempuan dalam mengurus rumah tangga mengakibatkan apabila perempuan jatuh sakit tidak cepat mencari pengobatan karena merasa tidak nyaman melalaikan tugas dan tanggung jawab sebagai ibu rumah tangga. Kalaupun berobat penyakitnya sudah dalam stadium lanjut. Demikian pula pada laki-laki dewasa mencari pengobatan terhadap penyakitnya pada stadium lanjut karena peran maskulin laki-laki menyebabkan laki-laki merasa harus kuat dalam menghadapi penyakit. - Tidak masuknya target perempuan pada studi-studi klinis patologis, mengakibatkan terapi hasil studi tersebut tidak realible diaplikasikan pada perempuan dan mungkin berbahaya pada perempuan. Pertimbangan tubuh laki-laki sebagai standar dalam studi klinis akan membatasi jumlah studi yang difokuskan pada kesehatan reproduktif dan non-reproduktif perempuan, yang selanjutnya berpengaruh terhadap dampak pengobatan tertentu pada perempuan. - Pelayanan Kelurga Berencana lebih fokus pada perempuan dibanding laki-laki mengakibatkan laki-laki mempunyai akses yang terbatas terhadap pelayanan KB dan mengakibatkan laki-laki mempunyai persepsi bahwa KB adalah urusan perempuan.. Disamping itu dalam relasi gender di sebuah keluarga, keputusan tentang penggunaan kontrasepsi lebih banyak ditentukan oleh suami. 5. Isu gender terhadap akses secara fisik, psikologis dan sosial terhadap sarana pelayanan kesehatan - Ketimpangan peran dan relasi gender menyebabkan perempuan mempunyai akses secara fisik, psikologis dan sosial terhadap pelayanan kesehatan lebih rendah dibandingkan laki-laki. Pada saat sakit, perempuan tidak dengan serta merta mengakses pelayanan kesehatan karena : a. Jam pelayanan (waktu) di sarana pelayanan kesehatan seringkali tidak sesuai dengan kesibukan ibu rumah tangga.
Panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender Bidang Kesehatan
9
b. Dalam keadaan sakit perempuan harus mendapatkan ijin suami untuk berkunjung ke sarana pelayanan kesehatan. - Perempuan dengan penyakit IMS cenderung tidak ke sarana kesehatan karena takut dengan stigma sosial yang ‘miring’ atau negatif tentang perempuan penderita Penyakit Menular Seksual. - Terbatasnya akses terhadap biaya, jarak/transportasi, informasi dan teknologi memperburuk ketidakadilan gender. Jika perempuan mempunyai akses terhadap pembiayaan, maka akan berdampak signifikan terhadap kesejahteraan keluarga dan anggotanya. Tersedianya sumber daya keuangan akan berhubungan dengan peningkatan tingkat kesehatan anak. 6. Isu gender terhadap keterpajanan dan kerentanan penyakit Perempuan lebih rentan dibanding laki-laki terhadap infeksi HIV/AIDS melalui hubungan heteroseksual. Perempuan lebih banyak terpajan oleh penyakit IMS yang menyebabkan peningkatan risiko infeksi HIV/ AIDS. Studi menunjukkan bahwa perempuan mempunyai risiko terinfeksi dua sampai empat kali lebih besar pada kasus ini. Banyak kasus IMS pada perempuan bersifat asimptomatik (tidak bergejala) yang mengakibatkan lambatnya diagnosis dan pengobatan.
10
BAB II Konsep Gender dan Isu Gender Bidang Kesehatan
bab
BAB
III
PERENCANAAN DAN
PENGANGGARAN RESPONSIF GENDER BIDANG KESEHATAN
A. Sistem Perencanaan dan Penganggaran di Indonesia Sistem perencanaan dan penganggaran nasional diatur dalam UU No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional seperti tertera pada bagan 1 di bawah ini : Bagan 1. Alur Perencanaan dan Penganggaran
Pedoman
Pedoman
RPJP Nasional
RPJM Nasional
Diacu
RPJM Daerah
RKA KL
Rincian APBD
Dijabarkan
RKP
Pedoman
RAPBN
APBN
Diserasikan melalui MUSRENBANG
Dijabarkan
RKP Daerah
Pedoman
RAPBD
APBD
Pedoman
Renja SKPD
Pedoman
RKA SKPD
Rincian APBD
Pedoman
Renstra SKPD
UU SPPN
PEMERINTAH DAERAH
Pedoman
Pedoman
Diacu
Diperhatikan RPJP Daerah
Renja KL
PEMERINTAH
Renstra KL
UU KN
Sumber : UU No. 25 Tahun 2004 dan UU No. 17 Tahun 2003
Bagan diatas memperlihatkan sistem perencanaan dan penganggaran nasional yang berlaku di pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Di bagian atas menggambarkan alur perencanaan dan penganggaran pemerintah pusat, sedangkan di bagian bawah menggambarkan alur perencanaan dan penganggaran pemerintah daerah. Dalam panduan ini, uraian akan difokuskan pada sistem perencanaan dan penganggaran di tingkat pusat, terutama untuk lingkungan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender Bidang Kesehatan
11
Siklus perencanaan dan penganggaran (baca tahun fiskal) di Indonesia menurut Pasal 4 UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dimulai 1 Januari sampai 31 Desember tahun yang sama. Siklus perencanaan dan penganggaran dalam satu tahun dapat dilihat pada bagan 2 dibawah.
Bagan 2. Diagram Proses Perencanaan, Pengagaran dan Evaluasi Terpadu JANUARI - APRIL
Kementrian Perencanaan
MEI - AGUSTUS Penelaahan Konsistens Dengan RKP
SEB Prioritas Program dan
Indikasi Pagu SE
Pagu
Sementera (Pagu Anggaran)
Kementrian Keuangan
Kementrian Negara/ Lembaga
SEPTEMBER - DESEMBER
Lampiran RAPBN (Himpunan RKA-KL)
Penelaahan Konsistansi dengan Prioritas Anggaran
Restra KL
Rancangan Renja KL
RKP
Rancangan KEPRES ttg Rincian APBN
Pagu Difinitif (Alokasi Anggaran)
RKA KL
Sumber : PP No. 21 tahun 2004
Bagan di atas memperlihatkan bahwa Renja KL harus sudah dibuat selambatlambatnya di bulan April, dengan mengacu pada SEB Menteri PPN/Kepala Bappenas dan Menteri Keuangan tentang Pagu Indikatif dan Rancangan Awal RKP. Atas dasar SEB tersebut diadakan Pertemuan Tiga Pihak (Trilateral Meeting) antara BappenasKemenkeu-K/L mengenai Pembahasan Rancangan RKP dan Pagu Indikatif RAPBN untuk K/L tersebut. Pertemuan trilateral meeting menghasilkan Rancangan Renja KL yang merupakan perpaduan antara RKP dan Renstra KL, yang memuat tiga hal utama yaitu; (i) kegiatan prioritas dan penganggarannya, (ii) kegiatan non prioritas dan pengganggarannya, serta (iii) usulan kebijakan/kegiatan baru (inisiatif baru). Selanjutnya diadakan Rakorbangpus dalam rangka penyusunan RKP yang ditetapkan dengan Peraturan Presiden. Atas dasar RKP tersebut, selanjutnya pemerintah dan DPR mengadakan rapat kerja dalam rangka Pembahasan Pembicaraan Pendahuluan Penyusunan RAPBN untuk menyepakati pokok-pokok kebijakan belanja negara. Hasil rapat kerja dengan DPR dijadikan sebagai bahan acuan penyusunan pagu sementara oleh Menteri Keuangan yang kemudian ditetapkan dengan Surat Edaran tentang Pagu Sementara (Pagu Anggaran) K/L. SE tentang pagu sementara (Pagu Anggaran) digunakan sebagai acuan dalam menyusun RKA-KL suatu K/L, untuk selanjutnya ditelaah di Dirjen Anggaran Kemenkeu. Hasil penelaahan RKA-KL tersebut selanjutnya dijadikan sebagai bahan Lampiran RAPBN pada saat presiden membacakan Nota Keuangan di hadapan rapat paripurna DPR pada bulan Agustus. Kegiatan selanjutnya adalah rapat kerja pemerintah bersama DPR untuk membahasa RAPBN menjadi APBN. Pada bulan
12
BAB III Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender Bidang Kesehatan
Konsep Dokumen Pelaksanaan Anggaran
PENGESAHAN
Dokumen Pelaksanaan Anggaran
September Kementerian Keuangan menyusun Rancangan Keppres tentang Rincian APBN. Setelah RAPBN dibahas bersama DPR, dan disahkan menjadi APBN maka ditetapkanlah pagu definitif (Pagu Anggaran). Atas dasar hasil rapat kerja tersebut ditetapkanlah Perpres Rincian Anggaran Pemerintah Pusat. Khusus untuk dana dekonsentrasi dan UPT pusat yang berada di provinsi, Perpres tersebut dijabarkan melalui Surat Rincian Alokasi Anggaran (SRAA) yang ditetapkan oleh Dirjen Perbendaharaan. Atas dasar kedua dokumen tersebut (Perpres dan SRAA) K/L menyusun Konsep DIPA untuk selanjutnya ditelaah dengan Dirjen Perbendaharaan. Hasil penelaahan tersebut disahkan menjadi DIPA (Dokumen Pelaksanaan Anggaran) Kementerian/Lembaga oleh Dirjen Perbendaharaan Kemenkeu.
B. Mekanisme Perencanaan dan Penganggaran di Kementerian Kesehatan serta Kaitannya dengan Anggaran Responsif Gender (ARG) Perencanaan dan penganggaran responsif gender bidang kesehatan tidak berdiri sendiri, tetapi merupakan bagian integral dari perencanaan dan penganggaran Kementerian Kesehatan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang ada, sebagaimana dijelaskan pada Sub Bab III bagian A tersebut di atas. Siklus perencanaan dan penganggaran responsif gender menyesuaikan dengan siklus perencanaan dan penganggaran di Kementerian Kesehatan sebagaimana diuraikan di bawah ini :
Bagan 3. Siklus Perencanaan dan Penganggaran Kementerian Kesehatan
WAKTU JanuariApril
KEGIATAN Penyusunan draft awal Renja K/L Kemenkes : • Usulan berasal dari unit eselon II, yang kemudian direview di Setditjen/ Setbadan/Set-Itjen di masing-masing unit utama. • Usulan dari Unit Utama selanjutnya direview dan dikompilasi oleh Biro Perencanaan dan Anggaran.
PENANGGUNG JAWAB Biro Perencanaan dan Anggaran
HASIL Draft awal Renja K/L Kemenkes
PERENCANAAN DAN ANGGARAN RESPONSIF GENDER Setiap unit eselon II telah melakukan perencanaan gender dengan melakukan analisis gender (metode GAP) dan telah mengidentifikasi sejumlah atau list Rincian Kegiatan yang responsif gender. Idealnya analisis gender dilakukan pada kegiatan prioritas.
Panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender Bidang Kesehatan
13
WAKTU
KEGIATAN
PENANGGUNG JAWAB
HASIL
PERENCANAAN DAN ANGGARAN RESPONSIF GENDER
Pembahasan rancangan awal RKP melalui Sidang Kabinet Paripurna
Bappenas
SEB Pagu Indikatif dan Rancangan Awal RKP
Setelah SEB Pagu Indikatif ditetapkan dan pada saat penyusunan Renja K/L, setiap unit eselon II mereview kembali analisis gender yang telah dibuat sebelumnya dan menetapkan Rincian Kegiatan (terpilih) responsif gender.
Pertemuan Trilateral meeting sebagai tindak lanjut dari SEB Pagu Indikatif dan Rancangan Awal RKP
Bappenas
Dokumen Trilateral Meeting dalam rangka Penyusunan RKP dan Renja K/L Kemenkes
Isu gender menjadi salah satu sasaran strategis Renstra 2010-2014 yakni ’menurunnya disparitas status kesehatan dan status gizi antar wilayah dan antar tingkat sosial ekonomi serta gender, dengan menurunnya disparitas separuh dari tahun 2009’. Perlu diingat bahwa kegiatan yang responsif gender tidak hanya berada di Direktorat Kesehatan Ibu saja sebagai focal point gender.
Pertemuan Rakorbangpus tentang finalisasi RKP dan Sidang Kabinet Rancangan Akhir RKP
Bappenas
Rapat kerja pemerintah Kemenkeu dan DPR tentang Pembahasan Pembicaraan Pendahuluan Penyusunan RAPBN
14
Perpres tentang RKP RKP bidang kesehatan dan Renja K/L Kemenkes
Meskipun dalam Perpres RKP khususnya bidang kesehatan tidak mencantumkan secara khusus indikator gender, namun dalam perhitungan alokasi anggaran di setiap unit eselon II, telah mempertimbangkan kebutuhan anggaran Rincian Kegiatan yang responsif gender.
SE Menkeu tentang pagu sementara
Setelah pagu sementara ditetapkan, setiap unit eselon II melakukan review kembali analisis gender yang telah dibuat (dalam hal kesesuaian pagu indikatif dan pagu sementara). Selanjutnya menyusun ARG (TOR responsif gender dan GBS) sebagai dokumen pendukung RKA-KL beserta RAB.
BAB III Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender Bidang Kesehatan
WAKTU
KEGIATAN
PENANGGUNG JAWAB
HASIL
Penelaahan RKA-KL di DJA Kemenkeu
Biro Perencanaan dan Anggaran (Kemenkes), Bagian PI/PA (Unit Utama)
RKAKL Kemenkes yang disetujui oleh DJA, dan dijadikan sebagai dasar RAPBN
Pidato presiden tentang RAPBN
Kementerian KeuanganSekretariat Negara
Nota Keuangan tentang tentang RAPBN
Rapat kerja pemerintah dan DPR untuk pembahasan RAPBN menjadi APBN
Kementerian Keuangan
Perpres tentang Rincian Anggaran Pemerintah Pusat (Pagu Definitif)
Review RKA-KL Kemenkes tentang kesesuaian pagu sementara dan pagu definitif
Biro Perencanaan dan Anggaran (Kemenkes), Bagian PI/PA (Unit Utama)
Konsep DIPA
Penelaahan Konsep DIPA oleh DJPB Kemenkeu
DJPB Kemenkeu
Pengesahan DIPA
Mei – Agustus
September – Desember
PERENCANAAN DAN ANGGARAN RESPONSIF GENDER Perencana di unit eselon II mengikuti penelaahaan RKA-KL dan memberikan penjelasan yang dibutuhkan atas pertanyaan penelaah DJA tentang relevansi indikator kinerja - TOR responsif gender - GBS. (lihat tata cara penelaahan pada Bab V Point F)
Pada bulan Maret Biro Perencanaan dan Anggaran telah melakukan kompilasi draft awal Renja K/L Kementerian Kesehatan, atas usulan dari penanggung jawab program pada masing-masing Unit Utama. Pada saat penyusunan draft awal Renja K/L tersebut, penanggung-jawab program disetiap unit eselon II telah melakukan analisis GAP dan mengidentifikasi sejumlah/ list Rincian Kegiatan yang responsif gender Setelah terbitnya SEB Menteri PPN/Kepala Bappenas dan Menteri Keuangan tentang Pagu Indikatif dan Rancangan Awal RKP dan telah dilaksanakannya Pertemuan Tiga Pihak (Trilateral Meeting) antara Bappenas-Kemenkeu-Kemenkes, selanjutnya disusun Renja K/L Kemenkes. Renja tersebut merupakan penyempurnaan atas draft awal Renja, yang diusulkan oleh Perencana Internal (PI/ PA) untuk selanjutnya direview dan dikompilasi oleh Biro Perencanaan dan Anggaran. Renja KL ini disamping mengacu pada RKP juga disusun mengacu kepada Renstra Kementerian Kesehatan 2010-2014.
Panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender Bidang Kesehatan
15
Pada saat penyusunan Renja K/L tersebut, penanggung-jawab program mereview kembali hasil analisis GAP dan menetapkan Rincian Kegiatan yang responsif gender. Artinya, berdasarkan pagu indikatif yang diterima, pilihan/ prioritas Rincian Kegiatan responsif gender telah disesuaikan dengan jumlah pagu yang diterima. Setelah pagu sementara ditetapkan melalui Surat Edaran Menteri Keuangan, selanjutnya setiap eselon II menyusun RKA-KL. Salah satu dokumen pendukung RKA-KL adalah TOR Responsif Gender dan Gender Budget Statement (GBS). Kedua dokumen ARG tersebut merupakan lanjutan dari hasil analisis GAP, dengan Rincian Kegiatan yang telah disesuaikan dengan pagu sementara. Proses selanjutnya adalah penelaahan RKA-KL dengan Kementerian Keuangan c.q. Direktorat Jenderal Anggaran dengan meneliti : kesesuaian dengan pagu sementara, prakiraan maju yang telah ditetapkan tahun sebelumnya dan standar biaya; kesesuaian dengan KAK/ TOR, RAB dan atau dokumen pendukung terkait; relevansi pencantuman target kinerja dan komponen masukan (input) yang digunakan; kesesuaian dengan hasil kesepakatan antara Kementerian Kesehatan dan komisi terkait di DPR. Pada proses penelaahan RKA-KL, perencana di masingmasing unit eselon II dan dibantu oleh Bagian PI/PA akan memberikan penjelasan yang dibutuhkan tentang relevansi antara TOR responsif gender dan GBS, serta dukungan detil kegiatan (Rincian Kegiatan) yang responsif gender terhadap pencapaian target indikator kinerja kegiatan (lihat tata cara penelaahan pada Bab V Sub-Bab F). Himpunan RKA-KL K/L termasuk Kementerian Kesehatan akan menjadi lampiran RAPBN. Pada bulan Agustus disampaikan nota keuangan RAPBN beserta lampirannya oleh presiden. Selanjutnya pada periode September sampai Desember setelah dilakukan pembahasan RAPBN di DPR, penetapan pagu definitif serta disahkannya UU APBN. Atas dasar dokumen APBN tersebut, perencana dimasing-masing eselon II menyusun Konsep DIPA dan selanjutnya ditelaah di DJPB Kemenkeu. Jika konsep DIPA telah sesuai dengan pagu definitif yang dimaksud dalam UU APBN, maka DIPA disahkan oleh Dirjen Perbendaharaan Kemenkeu.
16
BAB III Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender Bidang Kesehatan
bab
IV
BAB
ANGGARAN RESPONSIF GENDER
(ARG) BIDANG KESEHATAN
A. Definisi Operasional ARG Anggaran Responsif Gender (ARG) merupakan sistem penganggaran yang mengakomodasikan keadilan bagi perempuan dan laki-laki dalam memperoleh akses, manfaat, berpartisipasi dalam mengambil keputusan dan mengontrol terhadap sumber-sumber daya serta kesetaraan terhadap kesempatan dan peluang dalam memilih dan menikmati hasil pembangunan bidang kesehatan.
B. Pentingnya ARG Permenkeu 104/2010 tentang Petunjuk Penyusunan dan Penelaahan RKA-KL Tahun Anggaran 2011 telah mengamanatkan penyusunan ARG. Dalam Permenkeu tersebut secara eksplisit dinyatakan bahwa penyusunan anggaran perlu didahului oleh analisis gender. Bahkan sebelumnya dalam Inpres No. 9/2000, analisis gender wajib digunakan dalam perencanaan dan penganggaran. Perencanaan dan penganggaran responsif gender merupakan instrumen untuk mengatasi adanya kesenjangan akses, partisipasi, kontrol dan manfaat pembangunan bagi laki-laki dan perempuan yang selama ini masih senjang akibat konstruksi sosial-budaya. Tujuannya adalah mewujudkan anggaran yang lebih berkeadilan. Perencanaan dan penganggaran responsif gender bukanlah tujuan, melainkan merupakan sebuah kerangka kerja atau alat analisis untuk mewujudkan keadilan dalam penerimaan manfaat pembangunan. Perencanaan dan penganggaran responsif gender bukanlah sebuah proses yang terpisah dari sistem yang sudah ada atau terlebih diartikan sebagai rencana dan anggaran khusus untuk perempuan yang terpisah dari laki-laki. Dalam kaitannya dengan isu kesehatan, perencanaan dan penganggaran responsif gender akan berkontribusi terhadap peningkatan kesempatan memperoleh layanan kesehatan dan peningkatan kualitas hidup masyarakat baik laki-laki maupun perempuan. Melalui analisis gender akan diketahui perbedaan kondisi dan kebutuhan kesehatan laki-laki dan perempuan yang ada yang dijadikan sebagai
Panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender Bidang Kesehatan
17
dasar perencanaan dan penganggaran yang responsif gender yang bertujuan untuk meningkatkan pencapaian target kinerja kegiatan (output) dan program (outcome) sebagaimana dinyatakan dalam Renstra Kementerian Kesehatan Tahun 2010 – 2014. Perencanaan dan penganggaran merupakan dua proses yang saling terkait dan terintegrasi. Berikut beberapa konsep tentang perencanaan dan penganggaran responsif gender: Pertama, perencanaan responsif gender merupakan suatu proses pengambilan keputusan untuk menyusun program, proyek atau pun kegiatan yang akan dilaksanakan di masa mendatang untuk menjawab isu-isu atau permasalahan gender di masing-masing sektor. Kedua, perencanaan responsif gender adalah perencanaan yang dilakukan dengan memasukkan perbedaan-perbedaan pengalaman, aspirasi, kebutuhan dan permasalahan perempuan dan laki-laki dalam proses penyusunannya. Ketiga, penganggaran responsif gender merupakan pengarusutamaan gender ke dalam siklus penganggaran yang terdiri atas perencanaan, pembahasan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi. Penganggaran responsif gender akan menghasilkan anggaran responsif gender. Keempat, anggaran responsif gender adalah anggaran yang responsif terhadap kebutuhan laki-laki dan perempuan serta memberi manfaat kepada laki-laki dan perempuan secara setara. Ciri utama Anggaran responsif gender adalah menjawab kebutuhan perempuan dan laki-laki, serta memberikan manfaat kepada perempuan dan laki-laki secara setara. Melalui anggaran responsif gender kesenjangan gender diharapkan dapat dihilangkan atau setidaknya dapat dikurangi.
C. Tujuan ARG 1. Melakukan análisis gender untuk mengetahui peran dan relasi gender perempuan dan laki-laki yang mempengaruhi status dan kebutuhan kesehatan mereka. 2. Melakukan perencanaan kebijakan, program dan kegiatan bidang kesehatan yang menciptakan akses, partisipasi, manfaat, dan kontrol terhadap upaya kesehatan (promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif) yang setara antara perempuan dan laki-laki sehingga perempuan dan laki-laki sesuai dengan status dan kebutuhan kesehatan mereka. 3. Menyusun anggaran (RKA-KL) berdasarkan hasil análisis gender untuk mencapai target indikator kinerja program dan kegiatan yang adil terhadap perempuan dan laki-laki.
18
BAB IV Anggaran Responsif Gender (ARG) Bidang Kesehatan
4. Menjadi alat monev untuk mengetahui keberhasilan pelaksanaan program dan kegiatan kesehatan, khususnya dalam menurunkan kesenjangan status kesehatan antara perempuan dan laki-laki.
D. Letak dan Tahapan ARG Berdasarkan PMK 104/2010 ARG melekat pada struktur anggaran (program, kegiatan, dan output) yang ada dalam RKA-KL. Suatu output yang dihasilkan oleh kegiatan akan mendukung pencapaian hasil (outcome) program. Hanya saja muatan substansi/ materi output yang dihasilkan tersebut dilihat dari sudut pandang (perspektif) gender. Tahapan atau kerangka pikir ARG adalah sebagaimana bagan berikut.
Bagan 4. Kerangka Pikir ARG
RKA-KL Analisis Gender (Idealnya menggunakan Gender Analysis Pathway (GAP)
TOR Responsif Gender
Gender Budget Statement (GBS)
Berdasarkan bagan 4 diatas, ARG merupakan bagian dari RKA-KL yang mensyaratkan penyusunan 2 (dua) dokumen yaitu TOR Responsif Gender dan GBS. TOR Responsif Gender dan GBS yang benar didahului dengan Analisis Gender, yang idealnya menggunakan GAP.
E. Kategori ARG Anggaran responsif gender dibagi atas 3 kategori, yaitu: 1.
2.
Anggaran khusus target gender, yaitu alokasi anggaran yang diperuntukkan untuk memenuhi kebutuhan dasar khusus perempuan atau laki-laki. Contoh : Program Making Pregnancy Safer (MPS), pengadaan kondom gratis bagi laki-laki, dan lain-lain. Anggaran kesetaraan gender Anggaran kesetaraan gender merupakan alokasi anggaran untuk mengatasi masalah kesenjangan gender. Melalui analisis gender akan diketahui adanya kesenjangan dalam relasi antara laki-laki dan perempuan dalam akses, partisipasi, kontrol dan manfaat terhadap sumber daya. Kategori ARG ini
Panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender Bidang Kesehatan
19
juga termasuk untuk alokasi program/kegiatan untuk keperluan kebutuhan strategis gender, untuk mengejar kekurangan/ketertinggalannya.
Contoh : program beasiswa dengan kuota khusus bagi perempuan/laki-laki untuk mencapai kesetaraan partisipasi dan manfaat dalam jenjang pendidikan tertentu, suami siaga, penolong persalinan oleh tenaga kesehatan laki-laki untuk daerah terisolir, Jumantik laki-laki dan perempuan di setiap RT.
3.
Anggaran pelembagaan kesetaraan gender. Merupakan alokasi anggaran untuk penguatan kelembagaan PUG.
Contoh : Penyusunan Pedoman PUG dan PPRG bidang Kesehatan, Diklat PUGBK, penyusunan profil kesehatan dengan data terpilah berdasarkan jenis kelamin.
F. Prinsip – Prinsip ARG ARG adalah instrumen untuk menjadikan keseluruhan perencanaan dan penganggaran pembangunan memberikan manfaat secara adil bagi perempuan dan laki-laki. Untuk itu, oleh PMK 104/2010, ARG telah diadopsi sebagai salah satu pendekatan baru dalam perencanaan dan pengganggaran pembangunan disamping Pendekatan Penganggaran Terpadu (Unifed Budget), Pendekatan Penganggaran Berbasis Kinerja/PBK (Performance Based Budgeting), dan Pendekatan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah/KPJM (Medium Term Expenditure Framework), yang telah diamanahkan dalam UU 17/2003 tentang Keuangan Negara. ARG bukan fokus pada penyediaan anggaran dengan jumlah tertentu untuk pengarusutamaan gender, tetapi bagaimana anggaran keseluruhan dapat memberikan manfaat yang adil untuk laki-laki dan perempuan. Karena itu, agar tidak disalahpahami, PMK 104 / 2010 menekankan prinsip-prinsip ARG sebagai berikut: 1. ARG bukanlah anggaran yang terpisah untuk laki-laki dan perempuan; 2. ARG sebagai pola anggaran yang akan menjembatani kesenjangan status, peran dan tanggungjawab antara laki-laki dan perempuan; 3. ARG bukanlah dasar yang “valid” untuk meminta tambahan alokasi anggaran; 4. Adanya ARG tidak berarti adanya penambahan dana yang dikhususkan untuk program perempuan; 5. Bukan berarti bahwa alokasi ARG hanya berada dalam program khusus pemberdayaan perempuan; 6. ARG bukan berarti ada alokasi dana 50% laki-laki – 50% perempuan untuk setiap kegiatan; 7. Tidak harus semua program dan kegiatan mendapat koreksi agar menjadi responsif gender, namun ada juga kegiatan yang netral gender.
20
BAB IV Anggaran Responsif Gender (ARG) Bidang Kesehatan
G. Prasyarat ARG Pada dasarnya setiap perencanaan dan penganggaran program diharapkan bisa menerapkan ARG, namun demikian penerapan ARG bisa berlangsung dengan baik apabila didukung dengan prasyarat sebagai berikut: 1.
2. 3. 4.
Kemauan politik yang tertera dalam dokumen perencanaan strategis suatu Kementerian/ Lembaga termasuk kemauan dari para perencana program di K/L untuk menerapkan ARG; Ketersediaan data yang terpilah menurut jenis kelamin; Sumberdaya manusia yang memadai (perencana dan penanggungjawab program yang mampu melakukan analisis gender); Kemampuan untuk mengembangkan dan melakukan pemantauan dan evaluasi kebijakan, program dan kegiatan yang responsif gender.
Panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender Bidang Kesehatan
21
bab
V
BAB
TAHAPAN PENYUSUNAN ARG
BIDANG KESEHATAN
A. 3 (tiga) Tahapan Penyusunan ARG Penyusunan ARG terdiri dari 3 tahapan: 1. Lakukan Analisis Gender, dengan Gender Analysis Pathway (GAP) 2. Lakukan penyusunan Term of Reference (TOR) 3. Lakukan penyusunan Gender Budget Statement (GBS).
B. Teknik Melakukan Analisis Gender dengan metode GAP Kunci dari penerapan anggaran responsif gender adalah dilakukannya analisis situasi yang memadai yang mampu memotret dan mendiagnosa kesenjangan yang mungkin ada berkaitan dengan situasi kesehatan perempuan dan laki-laki dalam berbagai aspek. Analisis digunakan untuk mengidentifikasi kesenjangan situasi perempuan dan laki-laki serta faktor-faktor kebijakan dan praktik sosial, ekonomi dan budaya yang menyebabkannya. Analisis Gender bidang kesehatan adalah proses mengidentifikasi, menganalisis, dan memberikan informasi untuk melakukan tindakan dalam rangka memperbaiki ketidakseimbangan yang timbul dari perbedaan peran gender perempuan dan laki-laki atau ketidasetaraan kekuasaan diantara keduanya, serta konsekuensinya terhadap kehidupan mereka, status kesehatan dan kesejahteraanya. Analisis Gender bidang kesehatan menekankan pentingnya ketidaksetaraan gender dalam hubungannya dengan rendahnya status kesehatan perempuan, hambatan yang dihadapi perempuan dalam memperoleh pelayanan kesehatan dan bagaimana caranya mengatasi permasalahan tersebut. Analisis gender juga berupaya mengungkapkan faktor resiko kesehatan dan permasalahannya yang dihadapi oleh laki-laki sehubungan dengan peran gender mereka (WHO, 1999). Ada berbagai macam instrument analisis gender, seperti Problem Based Approach (Proba), Moser Gender Analysis, Gender Analysis Pathway (GAP), dan lain-lain.
Panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender Bidang Kesehatan
23
GAP adalah instrument yang dikembangkan oleh BAPPENAS bersama Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dan sudah banyak digunakan sebagai instrument analisis gender terhadap kegiatan pembangunan di Indonesia.
1. Aplikasi 9 Langkah dalam GAP
GAP merupakan salah satu alat analisis gender yang dapat digunakan untuk mereview kebijakan, dan atau program dan kegiatan bidang kesehatan. Analisis gender dilakukan secara sekuensial mulai dari tahap identifikasi tujuan, analisis situasi, penentuan Rincian Kegiatan, sampai monitoring dan evaluasi. Karena tahapan siklus perencanaan tersebut disajikan dalam matriks yang sama, akan memudahkan perencana kesehatan untuk melihat relevansi dan konsistensi antara tahapan satu dengan tahapan lainnya sehingga membentuk sekuensial yang utuh dari kebijakan atau program dan kegiatan sehingga responsif gender.
Keunggulan lainnya adalah GAP mempunyai fleksibilitas yang tinggi dalam penggunaannya. Analisis ini dapat digunakan pada level kebijakan, baik kebijakan strategis, kebijakan manajerial, maupun kebijakan operasional. Alat analisis ini dapat juga digunakan pada level program dan atau kegiatan, bahkan sampai pada level output dan sub output. Bagan 5. Alur Kerja Analisis Gender (Gender Analysis Pathway = GAP) ANALISIS KEBIJAKAN YANG RESPONSIF GENDER 1. - Pilih Kebijakan/Program/ Kegiatan yang akan dianalisis: - Identifikasi dan tuliskan tujuan Kebijakan/Program/Kegiatan
2. Sajikan Data Pembuka Wawasan Terpilah Menurut Jenis Kelamin - Kuantitatif - Kualitatif
KEBIJAKAN RENCANA AKSI KEDEPAN 6. Rumuskan kembali tujuan kebijakan/ Program/Proyek/ Kegiatan pembangunan
PELAKSANAAN 7. Susun Rencana Aksi yang responsifgender
PENGUKURAN HASIL
ISU GENDER
8. Tetapkan Baseline
3. Temu kenali isu gender di proses perenc kebij/prog/ keg
4. Temu kenali isu gender di internal lembaga/ budaya org
5. Temu kenali di isu gender di eksternal lembaga
Sumber : Bappenas-CIDA, 2007 PERENCANAAN
24
BAB V Tahapan Penyusunan ARG Bidang Kesehatan
9. Tetapkan Indikator Gender
MONITORING & EVALUASI
Terdapat dua kerangka analisis dalam GAP yaitu analisis kebijakan/program/ kegiatan yang responsif gender, dan penetapan Rincian Kegiatan kebijakan/ program/kegiatan kedepan. Langkah selanjutnya setelah proses perencanaan, sesuai dengan siklus manajemen program adalah pelaksanaan dan monitoring evaluasi. Dari perspektif proses perencanaan program, terdapat lima bagian GAP, yaitu : a. Mengidentifikasi tujuan kebijakan/program dan kegiatan b. Menyajikan data pembuka wawasan (data yang menunjukkan situasi perempuan dan laki-laki dalam kaitannya dengan tujuan kebijakan/ program dan kegiatan). c. Mengidentifikasi isu gender, melalui identifikasi isu ketidaksetaraan dan ketidakadilan gender dalam bidang kesehatan, identifikasi penyebab ketidaksetaraan dan ketidakadilan gender tersebut atas dua faktor utama, yaitu internal kesehatan dan eksternal kesehatan. d. Menentukan desain kebijakan/program dan kegiatan sehingga responsif gender, meliputi penentuan tujuan dan Rincian Kegiatan atau intervensi yang akan dilaksanakan, untuk mengatasi isu kesenjangan gender yang terjadi. e. Menentukan indikator responsif gender yang akan digunakan dalam monitoring dan evaluasi kebijakan/program dan kegiatan. Gender Analysis Pathway memiliki alur kerja 9 langkah yang dapat digambarkan dalam Bagan 6 sebagai berikut:
Bagan 6. Gender Analysis Pathway = GAP LANGKAH 1
Pilih Kebijakan/ Program/ Kegiatan yang akan dianalisis Identifikasi dan tuliskan tujuan dari Kebijakan/ Program/ Kegiatan
2
3
4
5
Isu Gender Data Pembuka Wawasan
Sajikan data pembuka wawasan, yang terpilah menurut jenis kelamin : -kuantitatif –kualitatif
Faktor Kesenjangan Temukenali isu gender di proses perencanaan dengan memperhatikan 4 (empat) faktor kesenjangan, yaitu : akses, partisipasi, kontrol dan manfaat
6
7
Kebijakan dan Rencana Ke Depan
Sebab kesenjangan Internal
Sebab kesenjangan External
Temukenali isu gender di internal lembaga dan/ atau budaya organisasi yang dapat menyebabkan terjadinya isu gender
Temukenali isu gender di eksternal lembaga pada proses pelaksanaan
Reformulasi Tujuan Rumuskan kembali tujuan kebijakan/ program/ kegiatan sehingga menjadi responsif gender
Rincian Kegiatan/ Rencana Aksi Tetapkan Rincian Kegiatan yang responsif gender
8
9
Pengukuran Hasil
Data Dasar (Base-line) Tetapkan base-line
Indikator Gender Tetapkan indikator gender
Panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender Bidang Kesehatan
25
LANGKAH 1.
a. Pilih kebijakan atau program dan kegiatan yang telah ada. Kebijakan yang dipilih dapat berupa peraturan perundang-undangan bidang kesehatan, termasuk Renstra, Renja K/L dan lain-lain. Jika program memiliki struktur kegiatan yang kompleks, maka GAP dapat digunakan pada level di bawah kegiatan.
Contohnya : Kegiatan Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang, dapat dipilih pengendalian penyakit DBD, atau malaria, flu burung, dan lain-lain, dengan alasan antara penyakit menular tersebut mempunyai struktur dan permasalahan kesehatan yang spesifik, dan isu gendernya pun berbeda.
b. Tuliskan tujuan dari kebijakan/program/kegiatan pada kolom 1. Jika yang dipilih adalah pengendalian penyakit DBD, maka merujuk pada dokumen Renstra Kemenkes 2010-2014 dan Renja KL.
Contoh : Program : Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kegiatan : Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang Tujuan adalah indikator kinerja kegiatan yang terkait dengan pengendalian penyakit DBD dengan merubah menjadi kata ”kerja aktif” di depan kalimat: - Menurunkan angka kesakitan DBD dari 55 menjadi 54 per 100.000 penduduk pada tahun 2011; (lihat lampiran Renstra Kemenkes Tahun 2010-2014). - Meningkatkan prosentase Angka Bebas Jentik (ABJ) dari 60% menjadi 70% pada tahun 2011 (lihat lampiran Renstra Kemenkes Tahun 20102014). - Meningkatkan persentase kabupaten/kota yang melakukan mapping vektor dari 30 menjadi 40; (lihat lampiran Renstra Kemenkes Tahun 2010-2014)
LANGKAH 2.
Sajikan data pembuka wawasan yang terpilah menurut jenis kelamin untuk melihat isu kesenjangan gendernya. Data dan informasi dapat berupa data kuantitatif maupun kualitatif, atau gabungan keduanya yang terkait dengan tujuan yang ada dalam langkah 1. Sumber data dapat berasal dari berbagai sumber yang valid dan up to date yang berasal dari Sistem Informasi Kesehatan (berbasis fasilitas), maupun hasil survei (berbasis komunitas), hasil-hasil penelitian lainnya dan informasi dari media. Data dapat berasal dari data
26
BAB V Tahapan Penyusunan ARG Bidang Kesehatan
primer ataupun sekunder, baik yang dilaksanakan sendiri oleh pengelola program maupun oleh pihak lain. Contoh untuk pengendalian DBD : - Angka Kesakitan dan tingkat keparahan laki-laki dan perempuan, juga menurut kelompok umur. - Angka Kematian laki-laki dan perempuan, juga menurut kelompok umur. - Data atau hasil survei tentang pengetahuan, sikap dan perilaku terpilah laki-laki dan perempuan. - Angka Response Time Penderita di sarana pelayanan kesehatan terpilah laki-laki dan perempuan - dan lain-lain ( lihat kolom 2 contoh aplikasi GAP, halaman 31)
LANGKAH 3.
Temu kenali isu gender pada proses perencanaan kebijakan, program dan kegiatan dengan menganalisis data pembuka wawasan dengan memperlihatkan empat faktor kesenjangan gender, yaitu : Akses, Partisipasi, Manfaat, Kontrol. Kesenjangan gender dapat dilihat dari dua sisi yaitu : (i) penanggungjawab atau pengelola program, dan (ii) beneficiaries (masyarakat). Akses : Ditujukan untuk mengetahui kesenjangan kebutuhan kesehatan perempuan dan laki-laki dalam hal kemudahan mendapatkan upaya kesehatan (promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif). Akses terhadap upaya kesehatan dapat dilihat dari empat dimensi, yaitu (i) ketersediaan sarana dan atau upaya kesehatan, (ii) keterjangkauan dari sisi geografis dan transportasi (jarak dan waktu), (iii) affordability atau keterjangkauan secara ekonomi, (iv) keterjangkauan secara psikis dan sosiokultural. Akses juga dapat dilihat dari sisi keterjangkauan terhadap sumberdaya, baik sumberdaya yang bersifat tangibles (kentara atau nyata) maupun intangibles (tidak kentara atau tidak nyata). Contoh : lihat kolom 3 Contoh Aplikasi GAP (halaman 31). Partisipasi : Ditujukan untuk mengetahui keterwakilan dan keterlibatan aktif perempuan dan laki-laki dalam upaya kesehatan (promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif) baik dari sisi beneficieries (penerima manfaat) maupun provider (penyedia layanan kesehatan).
Contoh : lihat kolom 3 Contoh Aplikasi GAP (halaman 31).
Panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender Bidang Kesehatan
27
Manfaat : Ditujukan untuk mengetahui apakah laki-laki dan perempuan diuntungkan dalam upaya kesehatan (promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif) baik dari sisi beneficieries (penerima manfaat) maupun provider (penyedia layanan kesehatan). Manfaat pelayanan kesehatan dari perspektif gender dapat dilihat dari sisi Practical Gender Needs (kebutuhan praktis gender) maupun Strategic Gender Need (kebutuhan stretegis gender). Contoh : lihat kolom 3 pada Contoh Aplikasi GAP (halaman 31). Kebutuhan Praktis Gender adalah kebutuhan yang bersifat segera dan didasarkan pada kondisi nyata perempuan dan laki-laki tanpa mempersoalkan ada atau tidaknya faktor-faktor ketidakadilan yang mungkin ada antara keduanya. Contoh : bantuan dana transportasi untuk wanita hamil risiko tinggi ke sarana pelayanan kesehatan; detiksi dini kanker prostat pada laki-laki, aroma repellent nyamuk dibuat sesuai aroma maskulin untuk meningkatkan pengguna repellent pada konsumen laki-laki di daerah endemis, dan lain-lain. Kebutuhan Strategis Gender adalah kebutuhan yang didasarkan pada analisis tentang ketidakadilan gender dan faktor-faktor yang menyebabkannya, dan pemenuhannya dimaksudkan untuk mengubah ketidakadilan yang mungkin ada dalam konteks relasi laki-laki dan perempuan. Contoh : Suami siaga dalam program Perencanaan Persalinan dan Penanganan Komplikasi (P4K), keterwakilan wanita sebanyak 30 % dalam kepengurusan kelompok pemakai air bersih di pedesaan, dan lain-lain. Kontrol : Ditujukan untuk mengetahui siapa (laki-laki atau perempuan) yang menentukan keputusan terhadap pengalokasian dan penggunaan sumberdaya yang tersedia di tingkat rumah tangga, komunitas, pemerintahan yang berhubungan dengan upaya kesehatan (promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif).
Contoh : lihat kolom 3 Contoh Aplikasi GAP (halaman 31).
LANGKAH 4.
Temukenali faktor-faktor di internal lembaga (institusi kesehatan) dan atau budaya organisasi yang dapat menyebabkan terjadinya kesenjangan gender. Sumber penyebab kesenjangan gender secara internal dapat berbentuk : produk hukum, kebijakan, desain program dan kegiatan sesuai siklus perencanaan dan siklus manajemen program, pemahaman pengelola program tentang konsep gender yang masih kurang (baik pada level pengambil keputusan maupun pelaksana kebijakan), political will dari pengambil keputusan, dukungan penelitian dan pengembangan kesehatan, dan lain-lain. Contoh : lihat kolom 4 Contoh Aplikasi GAP (halaman 31)
28
BAB V Tahapan Penyusunan ARG Bidang Kesehatan
LANGKAH 5.
Temukenali faktor-faktor di eksternal lembaga dan atau budaya organisasi yang dapat menyebabkan terjadinya kesenjangan gender. Sumber penyebab kesenjangan gender secara eksternal (di luar lembaga/institusi kesehatan) yang dapat terjadi pada level rumah tangga, komunitas, pemerintahan (diluar sektor kesehatan), dan pasar, bahkan isu internasional. Ketidaksetaraan dan ketidakadilan gender dapat disebabkan oleh budaya patriarki, peran dan relasi gender, diskriminasi gender (stereotipi, subordinasi, beban ganda, marginalisasi, kekerasan terhadap perempuan) yang terjadi di rumah tangga, komunitas, pemerintahan dan pasar. Contoh : lihat kolom 5 Contoh Aplikasi GAP (halaman 31)
LANGKAH 6.
Merumuskan kembali tujuan kebijakan/program/kegiatan pelayanan kesehatan pada langkah 1 sehingga responsif gender. Pada langkah ini tujuan pada langkah 1 pada ditulis ulang, lalu direview kembali dengan melihat hasil analisis pada langkah 2 sampai 5. Hasil review digunakan untuk mereformulasi sub-tujuan baru yang telah responsif gender. Reformulasi sub-tujuan yang baru menjawab kesenjangan yang diidentifikasi pada Langkah 2 sampai 5. Reformulasi sub-tujuan harus mendukung tercapainya tujuan semula pada langkah 1. Pada saat menyusun sub-tujuan sebaiknya mempertimbangkan feasibility objectives dengan mempertimbangkan ketersediaan sumberdaya yang ada seperti ketersediaan anggaran, SDM, sarana dan prasarana pendukung, dukungan kebijakan dan waktu yang tersedia. Contoh: lihat kolom 6 Contoh Aplikasi GAP (halaman 31)
LANGKAH 7.
Menyusun rincian kegiatan yang responsif gender. Rincian kegiatan merupakan rincian kegiatan bidang kesehatan yang dilakukan untuk mencapai sub-tujuan yang telah responsif gender sebagaimana ditulis pada langkah 6. Rincian kegiatan merupakan solusi atau pemenuhan terhadap isu Practical Gender Needs dan Strategic Gender Needs dan atau solusi atas isu kesejangan empat faktor yaitu Akses, Partisipasi, Manfaat, Kontrol untuk mencapai sub-tujuan baru pada langkah 6. Sebagaimana proses perencanaan lainnya, rincian kegiatan yang disusun tetap mempertimbangkan ketersediaan sumberdaya yang ada, baik sumberdaya pada penanggungjawab/pengelola program, maupun sumberdaya yang ada pada masyarakat (beneficiaries). Contoh : lihat kolom 7 Contoh Aplikasi GAP (halaman 31) Catatan: Rincian kegiatan yang diusulkan disesuaikan dengan pagu anggaran yang diterima (pagu indikatif, pagu sementara, pagu definitif).
Panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender Bidang Kesehatan
29
LANGKAH 8.
Menetapkan baseline indikator responsif gender. Baseline indikator ditujukan untuk mengetahui kemajuan intervensi kegiatan yang dilakukan dalam rangka mendukung pencapaian tujuan yang responsif gender (langkah 6). Baseline digunakan sebagai titik awal capaian kinerja. Baseline indikator dapat saja berasal dari data pembuka wawasan yang tercantum pada langkah 2. Catatan: jika muncul indikator baseline baru, cantumkan rincian kegiatan untuk pengumpulan data (lihat kembali langkah 7). Contoh : lihat kolom 8 Contoh Aplikasi GAP (halaman 31)
LANGKAH 9. Menetapkan indikator responsif gender untuk mengukur keberhasilan pencapaian sub tujuan baru pada langkah 6 (disebut ”indikator sub-tujuan”) dan rincian kegiatan pada langkah 7 (disebut ”indikator rincian kegiatan”). Indikator 9 berbeda dengan indikator pada langkah 1. Sub-tujuan baru pada langkah 6 diubah menjadi pernyataan indikator sub-tujuan. Penyusunan indikator harus mengikuti kriteria penyusunan indikator yang baik (SMART) Contoh : lihat kolom 9 Contoh Aplikasi GAP (halaman31)
30
BAB V Tahapan Penyusunan ARG Bidang Kesehatan
Panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender Bidang Kesehatan
31
terutama untuk melihat perbedaan biologis dan sosial
Sedangkan lakilaki segala usia lebih rentan
umur 10-
Akses:
laki-laki, anak
perempuan.
6,66%; umur 5-9 tahun:
Kesehatan 2010-2014)
anak laki-laki.
perempuan dan
antara perempuan,
DBD daripada
1-4 tahun :L 7,97% P
Kementerian
L 11,16% P 10,48%;
untuk kerentanan
terhadap insidens
L 2,28% P 1,7%; umur
- DBD: umur < 1 tahun:
(diambil dari Renstra
Lingkungan.
Perempuan (P) (48,21%);
dan Penyehatan
perspektif gender
hanya 39,13%.
(51,79%) dibanding
menggunakan
diatas laki-laki yang
Laki-laki (L) lebih tinggi
Pengendalian Penyakit
dengan
ke fase DSS, jauh
Penderita DBD pada
tidak dianalisa
Angka kesakitan
eselon1):
60,87%% jatuh
Pada perempuan
SEBAB INTERNAL
ISU GENDER
4
Arbovirus 2010, Angka
- Data dari subdit
FAKTOR KESENJANGAN
3
(unit organisasi
Program
DATA PEMBUKA WAWASAN
KEBIJAKAN/ PERATURAN/ PROGRAM
2
1
5
perempuan
Peran
wawasan).
data pembuka
konsisten dengan
anekdotal selama
bisa bersifat
faktor eskternal
uraian ttg
(Catatan:
SEBAB EKSTERNAL
LANGKAH 7
pada perempuan
kematian (DSS)
5% angka
Menurunkan
tahun 2011.
penduduk pada
per 100.000
menjadi 54
DBD dari 55
angka kesakitan
Menurunkan
REFORMULASI TUJUAN
efektif untuk
KIE yang
pilihan metode
DBD; termasuk
pengendalian
laki dalam
perilaku laki-
sikap dan
pengetahuan,
menangkap
untuk lebih
survey COMBi
- Readaptasi
RINCIAN KEGIATAN/ RENCANA AKSI
KEBIJAKAN & RENCANA KEDEPAN
6
Bagan 7. Contoh Aplikasi GAP Pada Program Bidang Kesehatan
Program Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan
2. Contoh Aplikasi GAP
9
dibanding
(51,79%)
lebih tinggi
Laki-laki (L)
DBD pada
Penderita
- Angka
dan umur
jenis kelamin
DBD terpilah
Kesakitan
Angka
BASELINE DATA
insiden angka
Menurunnya 1%
dewasa.
usia sekolah dan
pada perempuan
kematian (DSS)
5% angka
Menurunnya
responsif gender:
tujuan yang
Indikator sub
INDIKATOR
PENGUKURAN HASIL
8
32
BAB V Tahapan Penyusunan ARG Bidang Kesehatan
L21,13% P 20,61%;
(bila ada, sebaiknya data
ini juga terpilah jenis
kelamin);
Bersumber Binatang;
(diambil dari Renstra
Kementerian
Kesehatan 2010-
penanganan baku/ sama dan akses
perempuan; sehingga berakibat
dirawat inap,
melihat iklan DBD
umur 10-14 th: L sero P
10%; umur >15th: L sero
P 30%;
100.000 penduduk
pada tahun 2011;
Survey Combi di 5 kota
endemis (Batam, Mataram,
Bogor, Depok, Bekasi) th
2009 ttg pengetahuan
masyarakat
prosentase Angka
Bebas Jentik (ABJ)
dari 60% menjadi
70% pada tahun
2011
Meningkatkan
diharuskan
yang pernah
5-9 th: L 10% P 20%;
55 menjadi 54 per
pada media
sedikit terpapar
Laki-laki lebih
perempuan.
hanya 1/3 dari
data laki-laki
menunjukkan
COMBi ( yang
1-4th: L 30% P 0%; umur
kesakitan DBD dari
keluarga sebelum
untuk mengurus
mereka dulu
menggantikan
ada yang bisa
maka harus
perempuan
Apalagi jika
pengobatan.
mencari
Ini terbukti dari
umur < 1 th: sero; umur
sering terlambat
rumah dan
Menurunkan angka
DBD pada laki-
waktu di dalam
lebih banyak
menghabiskan
mereka
membuat
dalam keluarga,
caregivers
sebagai
5
laki lebih tinggi.
39,13% P 60,87%
sama, prosedur
DBD dibanding
sama.
asumsi kerentanan
informasi (KIE) ttg
angka kesakitan
gender, dengan
bersifat netral
Response program
ISU GENDER
4
pada media
sedikit terpapar
Laki-laki lebih
3
Tujuan:
kegiatan, Lampiran 14)
- Kematian (DSS): L
8,6%; umur>15 tahun:
Pengendalian Penyakit
2014, kolom program/
14 tahun: L 9,45% P
DATA PEMBUKA WAWASAN
KEBIJAKAN/ PERATURAN/ PROGRAM
Kegiatan:
2
1
LANGKAH
pengendalian
laki-laki dalam
pengetahuan
Meningkatkan
dewasa.
usia sekolah dan
60% menjadi
Jentik (ABJ) dari
Angka Bebas
prosentase
Meningkatkan
40;
dari 30 menjadi
mapping vektor
yang melakukan
kabupaten/kota
persentase
Meningkatkan
DBD.
7
perempuan
untuk
masyarakat
iklan layanan
- Pengembangan
perempuan.
khusus untuk
DBD/DSS
- Revisi SOP
response time)
mengukur
(termasuk
perempuan
fokus pada
DBD dengan
kematian
- Audit
perempuan.
laki-laki dan
KEBIJAKAN & RENCANA KEDEPAN
6
Perempuan
DBD -
perilaku
COMBi ttg
- Survey
60,87%
39,13% P
(DSS): L
Kematian
Baseline:
dan umur
kelamin
jenis
terpilah
DSS
kesakitan
- Angka
(48,21%);
(P)
9
tidak tertarik
nyebab laki-laki
inya faktor pe-
• Teridentifikas-
perempuan;
tian DBD pada
khusus kema-
inya sebab
• Teridentifikas-
kegiatan:
Indikator rincian
DBD.
pengendalian
laki-laki dalam
pengetahuan
Meningkatnya
pada laki-laki.
kesakitan DBD
PENGUKURAN HASIL
8
Panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender Bidang Kesehatan
33
Selain itu secara bilogis, sistem kapiler perempuan memang lebih rentan untuk permeabilitas sel.
DBD pada lakilaki lebih tinggi. Ini terbukti dari COMBi ( yang menunjukkan data laki-laki yang pernah melihat iklan DBD hanya 1/3 dari perempuan
Diseminasi informasi media eletronik disukai masyarakat tetapi biayanya besar namun informasi yang ada belum memperhatikan
gender, karena model
iklan lebih banyak
perempuan (misal 3M) dan
repellen nyamuk beraroma
bunga 100% kader
jumantik di DKI Jakarta,
Kota Mojokerto, Cimahi
dan Kota Jogjakarta adalah
ibu2.
(penting sekali data ttg
hari ke berapa laki-laki
dan perempuan baru
mengakses layanan
kesehatan);
bila ada tambahkan data
ttg jam tayang iklan
menjadi 40;
(diambil dari Renstra
Kementerian
Kesehatan 2010-2014)
70% pada tahun
institusi.
maupun
sekolah
rumah tangga,
baik di tatanan
dan perempuan
teladan laki-laki
jumantik
- Lomba
Perempuan.
secara medisnya.
Jumantik
Duta Nasional
Jentik dengan
Gerakan Bebas
- Pencanangan
DBD;
pengendalian
dalam
terlibat aktif
supaya lebih
untuk laki-laki
berobat dan
supaya segera
Laki-laki dan
2011
7
KEBIJAKAN & RENCANA KEDEPAN
6
penanganan
sehingga sulit
yang lanjut,
fase penyakit
sudah dengan
mereka datang
seringkali saat
sehingga
pengobatan
pergi mencari
angka kesakitan
elektronik cenderung bias
vektor dari 30
sering menunda
sehingga berakibat
perempuan
perempuan;
Pada pesan media
ini menyebabkan
DBD dibanding
22% P 78%
mau dirawat. Hal
5
melakukan mapping
kabupaten/kota yang
persentase
ISU GENDER
4
informasi (KIE) ttg
3
ttg pengendalian DBD: L
DATA PEMBUKA WAWASAN
KEBIJAKAN/ PERATURAN/ PROGRAM
Meningkatkan
2
1
LANGKAH 9
2009)
P2B2 th
22% (Data
ttg DBD =
mendengar
- Laki-laki
Baseline:
kelamin;
dan jenis
umur
terpilah
jumantik.
laki-laki sebagai
keterlibatan
jumlah
• Meningkatnya
DBD;
pengobatan
dalam mencari
perempuan
response time
• Meningkatnya
DBD;
pengendalian
upaya promotif
PENGUKURAN HASIL
8
34
BAB V Tahapan Penyusunan ARG Bidang Kesehatan dengan rumah
yang masuk menjadi DSS lebih
Perempuan (78%)(Survei
cuci; sedangkan laki-laki lebih bertanggung jawab untuk
kontrol lebih besar pada akses layanan kesehatan l ataukah karena memang secara imunologi laki-laki
dan Kota Bekasi Tahun
2009) --> adakah data
ttg siapa (laki-laki atau
perempuan) yang
sebetulnya melakukan
3M di rumah tangga,
siapa di lingkungan;
minum dan
aki-laki punya
Bogor, Kota Depok,
penampungan
wadah
air untuk mandi,
penyimpanan
seperti tempat
apakah ini karena
Batam, Mataram, Kota
dalam rumah
diteliti lebih lanjut
tangga / di
kontainer air
di 5 kota:
rendah – perlu
yang terkait
angka kesakitan
DBD pada L (22%) <
jawab terhadap
lebih tinggi tapi
bertanggung
diperlukan.)
politis yang
dan dukungan
sumberdaya
ketersediaan
K/L, feasibility,
priority setting
maka perempuan lebih
pertimbangkan
dan perempuan
rencana aksi -
antara laki-laki
(Catatan: dalam memilih
tentang Pengendalian
Market Analysisis COMBi
7
KEBIJAKAN & RENCANA KEDEPAN
6
peran gender
Bila dilihat dari
5
kesakitan laki-laki
Walaupun angka
ISU GENDER
4
Pengetahuan Masyarakat
perempuan/laki-laki
informasi kesehatan bagi
Kontrol:
dan perempuan.
poster untuk melihat
akses dan manfaat atas
kebutuhan lelaki
DATA PEMBUKA WAWASAN
KEBIJAKAN/ PERATURAN/ PROGRAM
3
atau lokasi pemasangan
2
1
LANGKAH 9
PENGUKURAN HASIL
8
Panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender Bidang Kesehatan
35
DATA PEMBUKA WAWASAN
KEBIJAKAN/ PERATURAN/ PROGRAM
pada wadah tampung air untuk kebutuhan rumah tangga dan belum terlalu mengena untuk peran gender laki-laki untuk pengendalian DBD.
lebih banyak perempuan. Kurangnya petugas jumantik laki-laki untuk melakukan pemeriksaan dan penyuluhan tentang PSN dan Penanggulangan DBD disebabkan
terpilah antara laki-laki
dan perempuan
Adakah data %
perempuan dan % laki-laki
yang dirawat di RS dengan
dana out of pocket atau
Jamkesmas?
Laki-laki tidak maksimal dalam memanfaatkan
Laki-laki menyerahkan urusan pemberantasan jentik demam
ke layanan kesehatan
antara laki-laki dan
perempuan dan kontrol
atas sumber daya antara
laki-laki dan perempuan
- untuk melihat akses
3M lebih fokus
demam berdarah
cetak: 7%.--apakah bisa
Selama ini iklan
sampah “besar”.
pembuangan
tanki air ataupun
rumah seperti
air yang disekitar
5
Petugas penyuluh
ISU GENDER
4
oleh kader: 12 %; media
penyuluhan langsung
57%; TV: 24 %;
Partisipasi:
terhadap DBD.
masyarakat : penyuluhan
langsung oleh nakes:
perempuan
lebih baik daripada
3
yg diinginkan oleh
- Sumber informasi DBD
2
1
LANGKAH 7
KEBIJAKAN & RENCANA KEDEPAN
6
9
PENGUKURAN HASIL
8
36
BAB V Tahapan Penyusunan ARG Bidang Kesehatan
DATA PEMBUKA WAWASAN
KEBIJAKAN/ PERATURAN/ PROGRAM
..
2
1
studi yang dilakukan di PortoRico, perempuan menganggap infeksi dengan serius karena tidak ada vaksin
sehingga hanya perempuan yang memiliki waktu untuk mengikuti penyuluhan karena BapakBapak banyak di luar rumah untuk bekerja.
Dalam sebuah
pada laki-laki.
pada pagi hari
DBD dilakukan
Waktu penyuluhan
DBD lebih tinggi
sehingga insidens
oleh perempuan.
upaya promotif
5
kesehatan,
ISU GENDER
4
untuk dilakukan
berdarah di rumah
3
LANGKAH
7
KEBIJAKAN & RENCANA KEDEPAN
6
9
PENGUKURAN HASIL
8
Panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender Bidang Kesehatan
37
2
DATA PEMBUKA WAWASAN
1
KEBIJAKAN/ PERATURAN/ PROGRAM
dan dampak ekonomi dan emosi nya; sedangkan laki-laki lebih memilih karena banyak orang meremehkan gigitan nyamuk
laki di bandingkan 78% perempuan memiliki pengetahuan tentang DBD; maka dapat disimpulkan laki-laki kurang menggunakan upaya promotif yang dilakukan dalam pengendalian demam berdarah.
5
tingginya insiden
ISU GENDER
4
Hanya 22% Laki-
Manfaat:
3
LANGKAH
7
KEBIJAKAN & RENCANA KEDEPAN
6
9
PENGUKURAN HASIL
8
C. Teknik menyusun TOR Rensponsif Gender Kerangka acuan kerja atau Term of Reference yang selanjutnya disebut KAK/ TOR adalah dokumen yang menginformasikan gambaran umun dan penjelasan mengenai keluaran kegiatan yang akan dicapai sesuai dengan tugas dan fungsi Kementerian Negara/lembaga yang memuat latar belakang, penerima, manfaat, strategi pencapaian, dan biaya yang diperlukan. Dalam TOR harus jelas 5W (Why, What, Who, When, Where + 2 H (How to do dan How much). TOR responsif gender adalah TOR yang memasukkan data (GAP langkah 2 dan langkah 8) dan analisis AKMP (Akses, Kontrol, Manfaat, dan Partisipasi) yang dilakukan di GAP langkah 3-5 sebagai latar belakang. GAP langkah 6 dan langkah 9 dapat dimasukkan sebagai tujuan dalam TOR. GAP langkah 7 (rincian kegiatan) dimasukkan sebagai proses pelaksanaan dalam TOR dengan identifikasi kelompok sasaran serta menjelaskan keterwakilan dan keterlibatan aktif laki-laki dan perempuan. Untuk lebih jelasnya, maka berikut ini disampaikan format TOR Responsif gender lengkap sebagai berikut.
38
BAB V Tahapan Penyusunan ARG Bidang Kesehatan
1. Format TOR
KAK/ TOR PER KELUARAN/OUTPUT KEGIATAN
Kementerian Negara/ Lembaga : ................................................................................... (1) Unit Eselon I
: ................................................................................... (2)
Program : ................................................................................... (3) Hasil
: ................................................................................... (4)
Unit Eselon II/ Satker
: ................................................................................... (5)
Kegiatan : ................................................................................... (6) Indikator Kinerja Kegiatan
: ................................................................................... (7)
Satuan ukur dan Jenis Keluaran : ................................................................................... (8) Volume
: ................................................................................... (9)
A. Latar Belakang 1. Dasar Hukum Tugas Fungsi/ Kebijakan ................................................................ 10) 2. Gambaran Umum .............................................................................................. (11) B. Tujuan dan Penerima Manfaat ................................................................................. (12) C. Strategi Pencapaian Indikator Kinerja Kegiatan 1. Metode Pelaksanaan............................................................................................ (13) 2. Tahapan dan Waktu Pelaksanaan ....................................................................... (14) D. Waktu Pencapaian Indikator Kinerja Kegiatan........................................................... (15) E. Rencana Anggaran Biaya (RAB) ............................................................................... (16)
Penanggung Jawab (17)
NIP. ........................................ (18)
Panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender Bidang Kesehatan
39
Penjelasan point per point :
NO.
URAIAN
(1)
Diisi nama kementerian negara/ lembaga
(2)
Diisi nama unit eselon I.
(3)
Disi nama program sesuai hasil restrukturisasi program
(4)
Diisi dengan outcome yang akan dicapai dalam program
(5)
Diisi nama unit eselon II.
(6)
Diisi nama kegiatan sesuai hasil restrukturisasi kegiatan
(7)
Diisi uraian indikator kinerja kegiatan
(8)
Diisi nama satuan ukur dan jenis keluaran kegiatan
(9)
Diisi jumlah volume keluaran kegiatan. Volume yang dihasilkan bersifat kuantitatif yang terukur Contoh : 5 peraturan ...., 200 orang peserta, 33 laporan ....
(10)
Diisi dengan dasar hukum tugas fungsi dan/ atau ketentuan yang terkait langsung dengan kegiatan yang akan dilaksanakan.
(11).
Gambaran Umum : Diisi dengan jenis kegiatan yang akan dilaksanakan serta penjelasan target indicator kinerja kegiatan yang akan dicapai. Pada bagian ini menjelaskan What dan Why, apakah telah menjelaskan tentang permasalahan yang dihadapi oleh kelompok sasaran, baik laki-laki dan perempuan dengan didukung data terpilah dan mengidentifikasi isu kesenjangan gendernya yang menyebabkan outcome/output program dan target indikator kinerja kegiatan belum tercapai. Kesenjangan gender diperoleh dari hasil analisis gender, yang mengeksplorasi mengapa (why) hal tersebut bisa terjadi. Selanjutnya menjelaskan tentang langkah apa (what) yang akan dilakukan untuk mengatasi kesenjangan gender tersebut, dengan target sasaran perempuan dan laki-laki (masih menggunakan data hasil analisis gender).
12.
Diisi dengan tujuan dan penerima manfaat baik internal dan atau eksternal K/L, dengan membedakan sasaran perempuan dan laki-laki. Tujuan memberikan informasi tentang manfaat yang akan diterima kelompok sasaran, baik laki-laki maupun perempuan (pertanyaan Who tapi pada level indikator). Penerima manfaat merujuk kepada pencapaian target indikator kinerja kegiatan terpilah menurut kelompok laki-laki dan perempuan.
13.
40
Diisi dengan cara pelaksanaanya berupa kontraktual atau swakelola. Diisi dengan uraian tentang proses pelaksanaan Rincian Kegiatan, yang bersifat sekuensial, dengan tujuan memberikan gambaran bahwa detil Rincian Kegiatan dan urut-urutan pelaksanaannya telah responsif gender. Penjelasan juga meliputi cara pelaksanaan Rincian Kegiatan apakah berupa kontraktual atau swakelola.
BAB V Tahapan Penyusunan ARG Bidang Kesehatan
Bagian ini menjelaskan langkah-langkah pelaksanaan Rincian Kegiatan yang mendukung langsung perbaikan ke arah kesetaraan gender. Jadi harus dapat menjelaskan upaya perbaikan permasalahan yang dihadapi oleh kelompok sasaran, baik laki-laki maupun perempuan : - Who (menjelaskan mengapa perempuan dan laki-laki dipilih dalam pelaksanaan detil Rincian Kegiatan), - When (menjelaskan mengapa waktu dan lama pelaksanaan detil Rincian kegiatan dipilih dengan memperhatikan akses dan partisipasi perempuan dan laki-laki ), - Where (menjelaskan mengapa tempat pelaksanaan detil Rincian Kegiatan dipilih dengan memperhatikan akses dan partisipasi perempuan dan lakilaki), - How To Do (menjelaskan mengapa bentuk pelaksanaan Rincian Kegiatan sesuai dengan kebutuhan beneficieries). 14.
Diisi dengan tahapan/komponen masukan yang digunakan dalam pencapaian Indikator Kinerja kegiatan, termasuk jadwal waktu (time table) pelaksanaan dan keterangan lainnya yang dibutuhkan.
15.
Diisi dengan kurun waktu pencapaian pelaksanaan
16.
Diisi dengan lampiran RAB yang merupakan rincian alokasi dana yang diperlukan dalam pencapaian Indikator Kinerja Kegiatan.
17.
Diisi dengan nama penanggung jawab kegiatan (eselon II/ kepala satker vertikal).
18.
Diisi dengan NIP penanggung jawab kegiatan.
Catatan: Pengisian Nomor 1 sampai 7 menggunakan dokumen Renstra Kementerian Kesehatan tahun 2010-2014 yakni pada Lampiran tentang Matriks Kinerja Kementerian Kesehatan.
Dalam rangka penerapan pendekatan Penganggaran Berbasis Kinerja (PBK) yang mulai diterapkan pada tahun anggaran 2011, dimana penekanan/ fokus berada pada output, maka struktur pengalokasian anggaran dirinci menurut Program, Kegiatan dan Output. Keluaran/output kegiatan adalah barang/ jasa yang dihasilkan dari pelaksanaan sebuah kegiatan untuk mendukung pencapaian outcome program. Output merupakan produk utama/ akhir yang bersifat spesifik yang dihasilkan oleh suatu kegiatan sebagaimana fungsi Unit Eselon II/ Satker yang bersangkutan. Setiap output harus dapat diidentifikasi jenis dan satuannya dengan jelas, seluruh komponen input yang digunakan ditetapkan oleh penanggung jawab kegiatan dan penekanan kesesuaian/ relevansi masing-masing komponen input serta biayanya dalam rangka pencapaian output kegiatan. Oleh karenanya setiap TOR/ KAK dibuat per keluaran/ output kegiatan. Daftar output kegiatan dapat dilihat pada formulir 3 RKA-KL yang telah ditetapkan oleh penanggung jawab kegiatan/Eselon II di masing-masing unit utama dalam penyusunan RKA-KL setiap tahunnya. Output kegiatan dapat berupa : 1. Laporan Kegiatan dan Pembinaan, yang dapat berisikan Komponen Input Laporan Kegiatan, seperti : Sosialisasi/ desiminasi, peningkatan kapasitas SDM, atau komponen input sejenis. 2. Dokumen Perencanaan dan pengelolaan anggaran, yang berisikan Komponen Input seperti : Rencana Kerja Tahunan, atau dokumen lain sejenis.
Panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender Bidang Kesehatan
41
3. Layanan Perkantoran, yang berisikan Komponen Input : gaji dan Tunjangan, operasional perkantoran dan pemeliharaan. 4. Alat pengolah data/ komputer 5. Kendaraan 6. Dan lain-lain.
2. CONTOH APLIKASI TOR RESPONSIF GENDER TOR/KAK per Output Kegiatan Output Kegiatan : Laporan Pengendalian DBD
Catatan: Dalam kolom 7 GAP (Rencana Aksi) sebelumnya/diatas, terdapat 6 Rencana Aksi. Dari keenam Rencana Aksi tersebut, 2 diantaranya mempunyai Output Laporan untuk pengendalian DBD yakni Readaptasi Survey COMBi dan Audit Kematian DBD. Dalam contoh aplikasi TOR Responsif Gender berikut ini akan ditampilkan contoh TOR Responsif Gender dengan Output Laporan Pengendalian DBD. Kementerian Negara/Lembaga : Kementerian Kesehatan Unit Organisasi (eselon 1) : Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Program : Program Pengendalian Penyakit Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Hasil atau Outcome : Meningkatnya pencegahan dan penanggulangan penyakit bersumber binatang UNIT Eselon II/Satker : Direktorat Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang Kegiatan : Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang Indikator Kinerja Kegiatan - Menurunnya angka kesakitan DBD dari 55 menjadi (diambil dari Renstra 2010-2014) 54 per 100.000 penduduk pada tahun 2011 untuk Nasional . - Meningkatnya persentase Angka Bebas Jentik ( ABJ) dari 60% menjadi 70% pada tahun 2011. - Meningkatkan persentase kabupaten/kota yang melakukan mapping vektor dari 30 menjadi 40 Output : Laporan Pengendalian Penderita DBD Satuan Ukur dan Jenis Keluaran : Laporan Volume : 2 laporan (Readaptasi Survey Combi dan Audit Kematian DBD/DSS)
42
BAB V Tahapan Penyusunan ARG Bidang Kesehatan
a. Latar Belakang
1. Dasar Hukum Tugas Fungsi/ Kebijakan a. Undang Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular. b. Peraturan Pemerintah Nomor 40 tahun 1991 tentang Penanggulangan Wabah Penyakit Menular. c. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal. d. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 560 Tahun 1989 tentang Jenis Penyakit Tertentu Yang Dapat Menimbulkan Wabah, Tata Cara Penyampaian Laporannya dan Tata Cara Penanggulangannya. e. Peraturan Menteri Dalam negeri Nomor 15/2008 tentang Pedoman Umum Pelaksanan Pengarusutamaan Gender (PUG) di daerah dimana pada Pasal 4 ayat 2. Penyusunan Kebijakan Program, dan Kegiatan Pembangunan berperspektif gender sebagaimana dimaksud ayat 1 dilakukan analisis gender, dan pasal 10 Pokja PUG Provinsi mempunyai tugas menetapkan TIM teknis untuk melakukan analisis terhadap anggaran daerah.KEPMENKES Nomor 581/MENKES/SK/VII/1992 tentang Pemberantasan Penyakit Demam Berdarah Dengue. f. Peraturan Menteri Keuangan No.104/PMK.02/2010 tentang petunjuk penyusunan dan penelahaan RAKL Tahun 2011. g. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 31-VI Tahun 1994 tentang Pembentukan Kelompok Kerja Operasional Pemberantasan Penyakit Demam Berdarah Dengue ( POKJANAL DBD), Tim Pembina LKMD Tingkat Pusat. h. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1457 tahun 2003 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota Dalam Pencegahan dan Pemberantasan DBD. i. Kesepakatan bersama antara Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan & Perlindungan Anak dengan Menteri Kesehatan tentang pelaksanaan tentang pengarus utamaan gender di Bidang Kesehatan No. 07/MEN. PP&PA/5/2010-No.593/MENKES/SKB/V/2010. 2. Gambaran Umum
- Data dari subdit Arbovirus 2010, Angka Penderita DBD pada Laki-laki (L) lebih tinggi (51,79%) dibanding Perempuan (P) (48,21%); Laki-laki segala usia lebih rentan terkena DBD. - Kematian (DSS): L 39,13% P 60,87% Perempuan dewasa lebih rentan terhadap kematian (DSS). Angka DSS pada perempuan lebih tinggi, sebagai akibat dari perilaku perempuan yang terlambat dalam mencari pengobatan. Menarik untuk dilihat lebih lanjut apakah diperlukan penanganan darurat khusus untuk perempuan yang terinfeksi Dengue. Norma patriarki yang menempatkan perempuan
Panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender Bidang Kesehatan
43
sebagai caregivers dalam keluarga membuat perempuan terlambat mencari pengobatan karena harus mengurus keluarga terlebih dulu, cemas tidak ada yang menggantikan dia kalau di-rumah sakit kan sehingga membuat mereka terlambat datang ke sarana kesehatan.
Survey Combi di 5 kota endemis (Batam, Mataram, Bogor, Depok, Bekasi) th 2009 ttg pengetahuan masyarakat ttg pengendalian DBD: L 22% P 78% Pada pesan media elektronik cenderung bias gender, karena model iklan lebih banyak perempuan (misal 3M) dan repellen nyamuk beraroma bunga. 100% kader jumantik di DKI Jakarta, Kota Mojokerto, Cimahi dan Kota Jogjakarta adalah ibu2.
Akses: Laki-laki lebih sedikit terpapar pada media informasi (KIE) ttg DBD dibanding perempuan; sehingga berakibat angka kesakitan DBD pada laki-laki lebih tinggi. Ini terbukti dari COMBi ( yang menunjukkan data laki-laki yang pernah melihat iklan DBD hanya 1/3 dari perempuan. Kontrol: Walaupun angka kesakitan laki-laki lebih tinggi tapi angka kesakitan yang masuk menjadi DSS lebih rendah – perlu diteliti lebih lanjut apakah ini karena laki-laki punya kontrol lebih besar pada akses layanan kesehatan ataukah karena memang secara imunologi laki-laki lebih baik daripada perempuan terhadap DBD. Manfaat: Hanya 22% Laki-laki di bandingkan 78% perempuan memiliki pengetahuan tentang DBD; maka dapat disimpulkan laki-laki kurang menggunakan upaya promotif yang dilakukan dalam pengendalian demam berdarah. Partisipasi: Petugas penyuluh demam berdarah lebih banyak perempuan. Kurangnya petugas jumantik laki-laki untuk melakukan pemeriksaan dan penyuluhan tentang PSN dan Penanggulangan DBD disebabkan Laki-laki menyerahkan urusan pemberantasan jentik demam berdarah di rumah untuk dilakukan oleh perempuan. Waktu penyuluhan DBD dilakukan pada pagi hari sehingga hanya perempuan yang memiliki waktu untuk mengikuti penyuluhan karena Bapak-Bapak banyak di luar rumah untuk bekerja. Angka kesakitan tidak dianalisa dengan menggunakan perspektif gender terutama untuk melihat perbedaan biologis dan sosial untuk kerentanan
44
BAB V Tahapan Penyusunan ARG Bidang Kesehatan
antara perempuan, laki-laki, anak perempuan dan anak laki-laki. Response program bersifat netral gender, dengan asumsi kerentanan sama, prosedur penanganan baku/sama dan akses sama. Angka kesakitan tidak dianalisa dengan menggunakan perspektif gender terutama untuk melihat perbedaan biologis dan sosial untuk kerentanan antara perempuan,
laki-laki, anak perempuan dan anak laki-laki. Response program bersifat netral gender, dengan asumsi kerentanan sama, prosedur penanganan baku/sama dan akses sama. Peran perempuan sebagai caregivers dalam keluarga, membuat mereka menghabiskan lebih banyak waktu di dalam rumah dan sering terlambat mencari pengobatan. Apalagi jika perempuan diharuskan dirawat inap, maka harus ada yang bisa menggantikan mereka dulu untuk mengurus keluarga sebelum mau dirawat. Hal ini menyebabkan perempuan sering menunda pergi mencari pengobatan sehingga seringkali saat mereka datang sudah dengan fase penyakit yang lanjut, sehingga sulit penanganan secara medisnya. Selain itu secara bilogis, sistem kapiler perempuan memang lebih rentan untuk permeabilitas sel. Bila dilihat dari peran gender antara laki-laki dan perempuan maka perempuan lebih bertanggung jawab terhadap kontainer air yang terkait dengan rumah tangga / di dalam rumah seperti tempat penyimpanan air untuk mandi, minum dan cuci; sedangkan laki-laki lebih bertanggung jawab untuk wadah penampungan air yang disekitar rumah seperti tanki air ataupun pembuangan sampah “besar”. Selama ini iklan 3M lebih fokus pada wadah tampung air untuk kebutuhan rumah tangga dan belum terlalu mengena untuk peran gender laki-laki untuk pengendalian DBD. Laki-laki tidak maksimal dalam memanfaatkan upaya promotif kesehatan, sehingga insidens DBD lebih tinggi pada laki-laki. Dalam sebuah studi yang dilakukan di Puerto Rico, perempuan menganggap infeksi dengue serius karena tidak ada vaksin, tingginya insidens dan dampak ekonomi dan emosi nya; sedangkan laki-laki lebih memilih karena banyak orang meremehkan gigitan nyamuk Oleh sebab itu upaya pengendalian DBD yang memang difokuskan pada pemberantasan nyamuk Aedes aegypti sebagai penular DBD, terutama melalui kegiatan PSN oleh masyarakat perlu ditingkatkan. Perlu dicarikan strategi untuk meningkatkan partisipasi laki-laki dalam pengendalian DBD. COMBi menunjukkan laki-laki tidak memiliki pengetahuan memadai sehingga angka insidens pada laki-laki lebih tinggi dan jumantik laki-laki
Panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender Bidang Kesehatan
45
sangatlah minim. Oleh sebab itu perlu melakukan readaptasi modul Survey COMBi untuk menangkap faktor-faktor penyebab rendahnya partisipasi lakilaki dan perlu analisa khusus untuk merumuskan kembali strategi perubahan perilaku yang lebih efektif berdasarkan perbedaan gender dalam keterlibatan aktif laki-laki dan perempuan dalam pengendalian DBD. Sedangkan untuk merespon tinggi nya angka kematian akibat DBD/DSS pada perempuan usia sekolah dan dewasa maka sarana kesehatan harus mulai melakukan audit kematian untuk mengidentifikasi apakah penyebab dari kematian karena faktor biologis, prosedur yang perlu disempurnakan sesuai sex, ataupun karena perbedaan peran gender sehingga mempengaruhi perilaku pasien dalam mencari pengobatan. Dalam pelaksanaan kegiatan penanggulangan penderita DBD tersebut, maka akan disusun laporan pelaksanaan yang terdiri dari - Laporan Readaptasi Survey COMBi - Laporan Audit Kematian DBD
b. Tujuan dan Penerima Manfaat
Dengan ouput laporan ini akan melaporkan hasil pengendalian penderita DBD, dimana pengendalian penyakit ini bertujuan untuk : Menurunkan 5% angka kematian (DSS) pada perempuan usia sekolah dan dewasa. Meningkatkan pengetahuan laki-laki dalam pengendalian DBD. Target sasaran kegiatan: provinsi endemis, bayi perempuan <1 tahun, laki-laki >15 th.
c. Strategi Pencapaian Keluaran 1. Metode Pelaksanaan : Dilaksanakan melalui metode swakelola 2. Tahapan dan Waktu Pelaksanaan (diambil dari kolom 7 GAP)
46
BAB V Tahapan Penyusunan ARG Bidang Kesehatan
WAKTU
PELAKSANAAN
TAHAPAN
- Readaptasi survey COMBi untuk lebih menangkap pengetahuan, sikap dan perilaku laki-laki dalam pengendalian DBD; termasuk pilihan metode KIE yang efektif untuk lakilaki dan perempuan
Readaptasi COMBI tool untuk menangkap faktor resiko DBD pada laki-laki
Februari 2011
Pelatihan enumerator COMBi
Maret 2011
Survey Combi
Maret 2011
Pengolahan data dan penyusunan laporan COMBi
April 2011
Sosialisasi hasil COMBi
April 2011
Penyusunan pesan COMBi
Mei 2011
Pengadaan pesan COMBi
Mei 2011
Launching pesan COMBi
Juni 2011
PELAKSANAAN
Monitoring dan Evaluasi - Audit kematian DBD dengan fokus pada perempuan (termasuk mengukur response time)
Pengembangan SOP
Februari 2011
Pelatihan SOP
Maret 2011
Survey Audit Kematian di sub nasional
April 2011
3. Indikator Keluaran : Tersusunnya laporan pengendalian pada penderita DBD
d. Waktu Pencapaian Keluaran : Tahun Anggaran 2011 e. Rencana Anggaran Biaya (RAB) (terlampir)
Penanggung Jawab, Direktur Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang,
.................................................. NIP. ...........................................
Panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender Bidang Kesehatan
47
D. Teknik Penyusunan Gender Budget Statement (GBS) GBS adalah dokumen yang berisi pernyataan bahwa sebuah program dan kegiatan telah responsif gender. GBS merupakan perpaduan dari hasil analisis gender (analisis GAP) dan kebutuhan anggaran (TOR responsive gender) secara generik dan instan, namun secara komprehensif mencakup tentang relevansi kegiatan, indikator kinerja kegiatan, output, sub output kegiatan dan komponen input terhadap pencapaian target indikator kinerja kegiatan dan target output/outcome dari program. GBS memberikan informasi bahwa suatu kegiatan telah responsif terhadap isu gender yang ada, dan suatu biaya telah dialokasikan pada output kegiatan untuk menangani permasalahan kesenjangan gender. Target Indikator kinerja kegiatan yang dicapai mesti memperhatikan kesetaraan dan keadilan bagi perempuan dan laki-laki. Karena target kinerjanya mengukur perempuan dan laki-laki, maka Rincian Kegiatan dan sub-output yang dilakukan pun merupakan hasil analisis gender. Karena analisisnya menggunakan metode GAP, maka sebagian isi GBS berasal dari matriks analisis GAP. Sebagian isi GBS juga berasal dari dokumen TOR responsif gender. Adapun format GBS yang memuat komponen-komponennya serta cara penyusunannya dapat dilihat pada format berikut.
48
BAB V Tahapan Penyusunan ARG Bidang Kesehatan
1. FORMAT GENDER BUDGET STATEMENT (Pernyataan Anggaran Gender) Kementerian Negara/Lembaga : ……………………… Unit Organisasi : ……………………… Unit eselon II/Satker : ………………………
Program
Nama program yang ada pada K/L
Kegiatan
Nama Kegiatan sebagai penjabaran program
Indikator Kinerja Kegiatan
Indikator yang ditetapkan untuk masing-masing output kegiatan (merujuk kedokumen Renstra 2010-2014)
Output Kegiatan
Nomenklatur Output dan volume satuan Output Kegiatan (sesuai RKA-KL)
Analisa Situasi
Uraian ringkas yang menggambarkan persoalan yang akan ditangani/
(diharapkan tersedia angka
dilaksanakan oleh Kegiatan yang menghasilkan output, dengan
kelompok sasaran baik laki-laki
menekankan uraian pada aspek gender dari persoalan tersebut.
maupun perempuan. Jika tidak,
-
hanya berupa gambaran bahwa
Analisis situasi : menggambarkan terjadinya kesenjangan gender yang ada terkait dengan kegiatan yang akan dilaksanakan;
output kegiatan yang akan dihasilkan mempunyai pengaruh kepada kelompok sasaran tertentu) Rincian Kegiatan
Sub-output 1
Jenis-jenis Rincian Kegiatan yang akan dilakukan.
Komponen
Tahapan pertama pelaksanaan sub-output 1
Diambil dari TOR bagian metode pelaksanaan
Input 1 Komponen
Tahapan kedua pelaksanaan sub-output 1
Input 2 Komponen
Tahapan ketiga pelaksanaan sub-output 1
Input 3 Dst… Sub-ouput 2
Jenis-jenis Rincian Kegiatan yang akan dilakukan
Komponen
Tahapan ketiga pelaksanaan sub-output 2
Input 1 Komponen
Tahapan ketiga pelaksanaan sub-output 2
Input 2 Dst... Alokasi Anggaran Output Kegiatan
Jumlah anggaran (Rp) yang dialokasikan untuk mencapai suatu Output Kegiatan
Dampak/hasil Output Kegiatan
Dampak/hasil secara luas dari Output Kegiatan yang dihasilkan dan dikaitkan dengan isu gender serta perbaikan ke arah kesetaraan gender yang telah diidentifikasi pada analisisi situasi
Panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender Bidang Kesehatan
49
2. CONTOH APLIKASI GENDER BUDGET STATEMENT (GBS) (Pernyataan Anggaran Gender) Kementerian Negara/Lembaga : Kementerian Kesehatan Unit Organisasi : Ditjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Unit eselon II/Satker : Direktorat Pengendalian Penyakit bersumber Binatang Kementerian Negara/Lembaga : Kementerian Kesehatan Unit Organisasi (eselon 1) : Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Unit Eselon II/Satker : Direktorat Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang
Program
: Program Pengendalian Penyakit Penyakit dan Penyehatan Lingkungan
Kegiatan
: Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang
Indikator Kinerja Kegiatan
- Menurunnya angka kesakitan DBD dari 55 menjadi 54 per 100.000 penduduk pada tahun 2011 untuk Nasional . - Meningkatnya persentase Angka Bebas Jentik ( ABJ) dari 60% menjadi 70% pada tahun 2011. - Meningkatkan persentase kabupaten/kota yang melakukan mapping vektor dari 30 menjadi 40
Output Kegiatan
Laporan Pengendalian Penderita DBD
Analisa Situasi (diharapkan tersedia angka kelompok sasaran baik laki-laki maupun perempuan. Jika tidak, hanya berupa gambaran bahwa output kegiatan yang akan dihasilkan mempunyai pengaruh kepada kelompok sasaran tertentu)
Data dari subdit Arbovirus 2010, Angka Penderita DBD pada Laki-laki (L) lebih tinggi (51,79%) dibanding Perempuan (P) (48,21%);
Laki-laki segala usia lebih rentan terkena DBD. Kematian (DSS): L 39,13% P 60,87% Perempuan dewasa lebih rentan terhadap kematian (DSS). Angka DSS pada perempuan lebih tinggi, sebagai akibat dari perilaku perempuan yang terlambat dalam mencari pengobatan. Menarik untuk dilihat lebih lanjut apakah diperlukan penanganan darurat khusus untuk perempuan yang terinfeksi Dengue. Norma patriarki yang menempatkan perempuan sebagai caregivers dalam keluarga membuat perempuan terlambat mencari pengobatan karena harus mengurus keluarga terlebih dulu, cemas tidak ada yang menggantikan dia kalau di-rumah sakit kan sehingga membuat mereka terlambat datang ke sarana kesehatan. Survey Combi di 5 kota endemis (Batam, Mataram, Bogor, Depok, Bekasi) th 2009 ttg pengetahuan masyarakat ttg pengendalian DBD: L 22% P 78% Pada pesan media elektronik cenderung bias gender, karena model iklan lebih banyak perempuan (misal 3M) dan repellen nyamuk beraroma bunga. 100% kader jumantik di DKI Jakarta, Kota Mojokerto, Cimahi dan Kota Jogjakarta adalah ibu2. Oleh sebab itu upaya pengendalian DBD yang memang difokuskan pada pemberantasan nyamuk Aedes aegypti sebagai penular DBD, terutama melalui kegiatan PSN oleh masyarakat perlu ditingkatkan. Perlu dicarikan strategi untuk meningkatkan partisipasi laki-laki dalam pengendalian DBD. COMBi menunjukkan laki-laki tidak memiliki pengetahuan memadai sehingga angka insidens pada laki-laki lebih tinggi dan jumantik laki-laki sangatlah minim. Oleh sebab itu perlu melakukan readaptasi modul Survey COMBi untuk menangkap faktor-faktor penyebab rendahnya partisipasi laki-laki dan perlu analisa khusus untuk merumuskan kembali strategi perubahan perilaku yang lebih efektif berdasarkan perbedaan gender dalam keterlibatan aktif laki-laki dan perempuan dalam pengendalian DBD.
50
BAB V Tahapan Penyusunan ARG Bidang Kesehatan
Sedangkan untuk merespon tinggi nya angka kematian akibat DBD/DSS pada perempuan usia sekolah dan dewasa maka sarana kesehatan harus mulai melakukan audit kematian untuk mengidentifikasi apakah penyebab dari kematian karena faktor biologis, prosedur yang perlu disempurnakan sesuai sex, ataupun karena perbedaan peran gender sehingga mempengaruhi perilaku pasien dalam mencari pengobatan.
Rincian Kegiatan (diambil dari TOR bagian metode pelaksanaan)
Readaptasi survey COMBi untuk lebih menangkap pengetahuan, sikap dan perilaku laki-laki dalam pengendalian DBD; termasuk pilihan metode KIE yang efektif untuk lakilaki dan perempuan
Tujuan Suboutput 1 (disesuaikan dengan logika suboutput yang dipilih dan indikator Kinerja Kegiatan).
• Teridentifikasinya sebab khusus kematian DBD pada perempuan; • Angka Kesakitan DBD terpilah jenis kelamin dan umur
Suboutput 1
Komponen 1
Readaptasi COMBI tool untuk menangkap faktor resiko DBD pada laki-laki
Komponen 2
Pelatihan enumerator COMBi
Komponen 3
Survey Combi
Komponen 4
Pengolahan data dan penyusunan laporan COMBi
Komponen 5
Sosialisasi hasil COMBi
Komponen 6
Penyusunan pesan COMBi
Komponen 7
Pengadaan pesan COMBi
Komponen 8
Launching pesan COMBi
Komponen 9
Monitoring dan Evaluasi
Panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender Bidang Kesehatan
51
Suboutput 2
Audit Kematian Tujuan Suboutput 2(disesuaikan dengan logika suboutput yang dipilih dan indikator Kinerja Kegiatan).
Teridentifikasinya sebab khusus kematian DBD pada perempuan; Meningkatnya response time perempuan dalam mencari pengobatan DBD;
Komponen 1
Pengembangan SOP
Komponen 2
Pelatihan SOP
Komponen 3
Survey Audit Kematian di sub nasional
Alokasi Anggaran Output Kegiatan Dampak/hasil Output Kegiatan
Rp.1,629,000,000 (Jumlah anggaran yang dialokasikan untuk mencapai output kegiatan)
Menurunkan 5% angka kematian (DSS) pada perempuan usia sekolah dan dewasa. Meningkatkan pengetahuan laki-laki dalam pengendalian DBD.
52
BAB V Tahapan Penyusunan ARG Bidang Kesehatan
E. Hubungan GAP, TOR dan GBS GAP, TOR dan GBS adalah saling berhubungan satu sama lain. Karena itu, banyak variable informasi dalam GAP, TOR dan GBS saling berkaitan dan saling memperkuat. Oleh sebab itu, keberhasilan penyusunan GAP akan sangat memudahkan penyusunan TOR dan GBS. Matrix berikut ini dapat menggambarkan hubungan antara Langkah-langkah dalam GAP, Komponen TOR, dan GBS. Bagan 8. Matriks Hubungan GAP, GBS dan TOR GAP (KOLOM)
TOR
1
Data umum (Eselon 1, Program, Kegiatan, Indikator Kinerja Kegaiatan)
Data umum (Program, Kegiatan, Indikator Kinerja Kegaiatan)
Latar belakang (narasi)
Analisa situasi
6
Tujuan Umum (termasuk tujuan khusus)
Dapat saja, tujuan dari output/sub output
7
Rincian Kegiatan yang akan dilakukan
Rincian Kegiatan, sub-output, dan Komponen Input
Indikator keluaran
Dampak atau hasil output kegiatan
2,3,4,5
8,9
GBS
F. ARG dan Penelaahan RKA-KL Berdasarkan Permenkeu Nomor 104 Tahun 2010, penelaahan RKA-KL dengan muatan ARG dilakukan melalui langkah di bawah ini: 1. Suatu ARG berada pada tingkat output dari struktur RKA-KL; 2. Isu kesenjangan gender dan gambaran perbaikannya tercermin dari uraian analisis situasi yang ada dalam GBS maupun isu gender dalam Kerangka Acuan Kegiatan (TOR); 3. GBS minimal harus mencakup aspek-aspek seperti yang ada pada format GBS; 4. Meneliti adanya kesesuaian antara uraian GBS dengan TOR. Jika antara TOR dan GBS tidak sesuai, maka kegiatan belum dapat dikatakan responsif gender dan tidak dapat diproses untuk tahap selanjutnya. Oleh karena itu agar kegiatan memenuhi kriteria ARG, maka K/L harus memperbaiki TOR kegiatannya supaya sesuai dengan GBS; 5. Memutuskan apakah kegiatan atau sub kegiatan dimaksud sudah responsif gender atau belum berdasarkan butir 2,3, dan 4; 6. Apabila telah responsif gender, petugas penelaah DJA selanjutnya meneliti kode bagan akun standar yang dicantumkan dalam RKA-KL (sesuai dengan proses penelaahan RKA-KL umum) untuk meneliti kesesuaian RKA-KL dengan TOR dan GBS.
Panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender Bidang Kesehatan
53
Untuk mempermudah proses penelaahan RKA-KL, petugas penelaah Ditjen Anggaran akan membuat daftar (check list) atas pertanyaan sebagai berikut: 1. Apa jenis kegiatan ARG yang akan dilaksanakan? Jenis kegiatan tersebut berupa service delivery atau capacity building dan advokasi gender; 2. Apakah telah tersedia dokumen GBS yang didahului dengan analisa gender; 3. Adanya isu gender yang dituangkan dalam TOR seperti: i) Apakah pada bagian Latar Belakang telah dijelaskan mengenai permasalahan yang dihadapi oleh kelompok sasaran, baik laki-laki maupun perempuan; ii) Apakah tujuan kegiatan secara jelas memberikan informasi tentang manfaat yang akan diterima kelompok sasaan, baik laki-laki maupun perempuan; iii) Apakah paparan pelaksanaan kegiatan telah menjelaskan pelibatan atau konsultasi dengan kelompok sasaran laki-laki dan perempuan; 4. Apakah isu gender yang ada dalam TOR tersebut mempunyai keterkaitan dalam GBS. Bagian GBS yang menghubungkan dengan isu gender tersebut adalah:
54
Analisa situasi yang berisikan: - Gambaran kesenjangan akses, partisipasi, manfaat, kontrol antara lakilaki dan perempuan; - Gambaran adanya faktor penghambat di internal lembaga (organisasi pemerintah) dan atau eksternal lembaga (masyarakat); yang keduanya dapat dihubungkan dengan bagian Latar Belakang dalam TOR; - Indikator Outcome yang dapat dihubungkan dengan bagian Tujuan Kegiatan dalam TOR; - Indikator Input atau Output yang dapat dihubungkan dengan bagian Pelaksanaan Kegiatan dalam TOR.
BAB V Tahapan Penyusunan ARG Bidang Kesehatan
LAMPIRAN: Contoh ARG
Panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender Bidang Kesehatan
55
Panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender Bidang Kesehatan
57
Angka kematian ibu di Propinsi Jawa Timur tercatat : 90,7/100.000 KH. Angka ini masih dibawah target nasional 118/100.000 KH
Program : Program Bina Gizi dan Kesehatan ibu dan anak.
Tujuan (tujuan nasional menurut Renstra Kemenkes): Meningkatkan capaian KB aktif dari 61 % tahun 2010 menjadi 62 % tahun 2011
Namun SDKI th 2007 ,Angka kematian Ibu di tingkat nasional tercatat : 227/100.KH, sedangkan Jawa Timur tercatat 83/100.000 KH.Hal ini menunjukkan masih banyak AKI yang belum terlaporkan.
DATA PEMBUKA WAWASAN
KEBIJAKAN/ PERATURAN/ PROGRAM
Kegiatan : Pembinaan Pelayanan Kesehatan Ibu dan Reproduksi
2
1
Para pengelola program belum terpapar dalam rencana MPS yang sensitif gender terutama point ke 3
Program : Program Bina Gizi dan Kesehatan ibu dan anak.
Kordinasi lintas sektor/ program yang belum optimal
Tidak semua stake holder /pengambil keputusan memahami konsep keadilan dan kesetaraan gender. (PUG). Hal ini berpengaruh pada anggaran yang responsif gender.
AKSES : Akses informasi kesehatan reproduksi/KB bagi laki laki masih kurang , terutama mengenai : Metode kontrasepsi, faktor kegagalan dan DO ; penyakit yang mengancam selama kehamilan & tanda bahaya selama hamil, salin dan nifas. Hak perempuan untuk memutuskan hak reproduksinya Masyarakat lebih nyaman partus di dukun karena konsep mendapatkan pelayanan lengkap di banding bidan.
Tujuan (di Prov. Jatim) : Meningkatkan capaian KB aktif dari 62 % menjadi 63 % ( 2011) dgn melibatkan peran dan tanggung jawab laki-laki (proporsi lakilaki meningkat menjadi 2 %).
Kegiatan : Pembinaan Pelayanan Kesehatan Ibu dan Reproduksi
REFORMULASI TUJUAN
Kurangnya kompetensi petugas pelayanan kesehatan kab/kota
7
1. Tenaga kesehatan Kab/ kota terlatih ABPK Yan Kb =500 orang 1. Lokakarya ABPK Yan KB bagi petugas kesehatan kab/kota di Propinsi dan Orientasi ABPK Yan KB bagi Petugas tenaga kesehatan di kab/kota ( Capacity building)
3. Belum tersosialisasinya indikator universal akses dan Rencana aksi propinsi
2. Menurunnya Capaian KB aktif dari 67,28 % ( 2007) menjadi 62,05 %( th 2009)
BASELINE DATA
2. Koordinasi Pelayanan KB baik di fasilitas Kesehatan kab/kota dan di propinsi
9
2. Teridentifikasinya permasalahan dan adanya rekomendasi dalam pencapaian indikator cakupan Kb aktif ( 63 %)dgn melibatkan PUS terutama laki laki (proporsi lakilaki meningkat menjadi 2%).
1. Meningkatnya tenaga kesehatan Kab/kota terlatih ABPK Yan Kb 657 orang ( terdiri dari laki laki dan perempuan)
INDIKATOR
PENGUKURAN HASIL
8
RENCANA AKSI
KEBIJAKAN & RENCANA KE DEPAN
6
SEBAB EKSTERNAL
5
SEBAB INTERNAL
ISU GENDER
4
FAKTOR KESENJANGAN
3
LANGKAH
Program : Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak Kegiatan : Pembinaan Pelayanan Kesehatan Ibu dan Reproduksi (Dana Dekonsentrasi – Provinsi Jawa Timur)
GENDER ANALYSIS PATHWAY (GAP)
58
DATA PEMBUKA WAWASAN
Data PUS 4 T di masyarakat : > 60 % ( terlalu tua, terlalu muda , terlalu sering melahirkan, terlalu banyak anak) merupakan ibu beresiko jika hamil dan bersalin sehingga menjadi ancaman AKI (SDKI 1997)
KEBIJAKAN/ PERATURAN/ PROGRAM
Tujuan (di Prov. Jatim) : Meningkatkan capaian KB aktif dari 62 % menjadi 63 % ( 2011)
Ada beberapa faktor penyebab : 1. Faktor terlambat pertolongan yg adekuat. Dipengaruhi oleh :tenaga, sarana, obat dan manajerial
2
1
Jumlah ibu yang memeriksakan kehamilan berkualitas belum optimal. (86%) dan belum mendapatkan perencanaan KB pasca salin (kesempatan yg hilang) fasilitas kesehatan yang berkualitas kurang ( baik kualitas maupun kuantitas) Peran serta masyarat kurang dalam bidang kesehatan krn promosi kesehatan kurang efektif
Lemahnya manajerial programer kesehatan di daerah.
Kecilnya anggaran untuk pelayanan kesehatan.
Kurangnya perhatian pemerintah kab/kota dalam pelayanan KB berkualitas
Lemahnya sistem pencatatan dan pelaporan khususnya tersedianya data terpilah.
PUS terutama yang tidak menginginkan anak tidak mendapatkan informasi dan pelayanan KB yg memadai (unmet need > 8 %) Kurangnya alat bantu infomasi bagi edukasi kesehatan reproduksi/ KB, Pengadaan bidan kit, alokon serta bahan habis pakai masih kurang dari cukup
SEBAB EKSTERNAL
5
SEBAB INTERNAL
ISU GENDER
4
FAKTOR KESENJANGAN
3
LANGKAH 7
REFORMULASI TUJUAN 4. Data penunjan belum terpilah sedangkan Cakupan KB aktif : 62,05% dengan rincian ( Partisipasi Laki : 1,3% dan wanita : 98,7%) , Drop Out : 4,64% ; Komplikasi :5,54% 3. Koordinasi Komisi Kespro terkait pencapaian indikator universal akses
5. Monitoring pelaksanaan program yan Kb/kespro melalui superfisi fasilitatif ( kespro)
6. Capaian KB aktif 62,05% selama th 2009
5. Adanya hasil data monitoring pelaksanaan Yan KB/kespro di 38 kab/kota th lalu
BASELINE DATA
4. Validasi data kes ibu, KB/kespro mendukung Pencapaian MDGs 5 baik di kab/kota maupun di propinsi.
9
5. Terpantaunya dan adanya bimbingan tehnis intervensi berbagai permasalahan pelayanan Kespro/Kb di lapangan 38 kab/ kota selama th 2011
4. Tersedianya data terpilah , valid dan capaian Cakupan Kb aktif : 65 % ( th 2011)
3. Tersosialisasinya indikator universal akses kespro dan rencana aksi propinsi dalam pencapaian indikator universal akses kespro bagi kab/ kota
INDIKATOR
PENGUKURAN HASIL
8
RENCANA AKSI
KEBIJAKAN & RENCANA KE DEPAN
6
Panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender Bidang Kesehatan
59
DATA PEMBUKA WAWASAN
KEBIJAKAN/ PERATURAN/ PROGRAM
Jumlah bidan 1 : 3112 Penduduk( target : 1000), Jumlah bidan : 10.535 orang, terlatih 63,9 %( APN), KB( 2%) dan yang memiliki bidan kit : 45,2%. Sedangkan poned kit tersedia 76,8 % dan ponek kit di RS ( 21,1%)
Gambaran : Puskesmas 944( target : 1247), Pustu/Polindes 7.607, RS 282, dgn Puskesmas Poned 241 dan yang berfungsi hanya 60 %, RS ponek 19 dan yang berfungsi hanya 71,8% ( target : 80% nasional), Desa P4K : 8508, dan yg berfungsi : 49,7 %
2
1
Meskipun persalinan nakes tinggi 93,7 % namun Kematian ibu : 70 % terjadi di RS. Hal ini disebabkan selain keterlambatan merujuk ke RS sehingga keadaan ibu sudah jelek (Faktor kontrol), juga dipengaruhi oleh kualitas tenaga terlatih dan belum berfungsingan Pusk Poned/ RS Ponek, akses yg lemah thd keuangan, serta ketersediaan alat dan obat yang masih rendah. Ini menunjukkan ibu hamil masih jauh dari akses pelayanan berkualitas termasuk informasi KB dan biaya
FAKTOR KESENJANGAN
3
SEBAB INTERNAL
ISU GENDER
4
SEBAB EKSTERNAL
5
LANGKAH 7
REFORMULASI TUJUAN
BASELINE DATA 7. Minimnya sarana pendukung pelayanan kespro/KB bagi daerah miskin dan terpencil.
6. Evaluasi pelaksanaan yan kespro/ KB di propinsi 7. Pengadaan sarana pendukung program kespro
9
rincian :383 buku sistem pencatatan pelaporan, 150 paket lembar balik abpk, register kohort 2610 buku, 150 buku abpk
Tersedianya alat bantu KIE dan buku pedoman untuk pelayanan KB bagi ibu dan suaminya bagi nakes kab/kota khususnya untuk daerah miskin dan terpencil
6. Teridentifikasinya permasalahan, faktor faktor penyebab dan adanya rekomendasi intervensi yg bermanfaat bagi laki laki dan perempuan dalam pencapaian cakupan Kb aktif sesuai target selama th 2011
INDIKATOR
PENGUKURAN HASIL
8
RENCANA AKSI
KEBIJAKAN & RENCANA KE DEPAN
6
60
DATA PEMBUKA WAWASAN
KEBIJAKAN/ PERATURAN/ PROGRAM
Anggaran perkapita obat yang disediakan oleh Pemerintah Kabupaten/ Kota melalui DAU sebesar Rp. 2.000/ kapita/tahun. Standar Nasional anggaran perkapita obat sebesar Rp. 9.000/kapita/ tahun.
Jumlah dokter 1 : 25000 penduduk( target 1: 2500 pdd ) ,Jumlah SpOG 1 : 122.000 penduduk( target 1 : 16.000 pdd), Jumlah Perawat : 1 : 12.000 Penduduk ( target ; 1: 850 pdd ) ,
2
1
KONTROL : Laki laki masih dominan dalam semua keputusan walaupun hal itu mempengaruhi kesehatan perempuan hal ini berkaitan budaya patriaki dan kontrol thd keuangan (streotipi)
Istri kurang meneruskan informasi kes. Reproduksi/KB kpd suaminya (marginal)
PARTISIPASI : Suami mengangap bahwa KB/kespro adalah urusan istri shg kurangnya keterlibatan dan tanggung jawab suami terhadap kesehatan reproduksi istrinya.
FAKTOR KESENJANGAN
3
SEBAB INTERNAL
ISU GENDER
4
SEBAB EKSTERNAL
5
LANGKAH 7
REFORMULASI TUJUAN
RENCANA AKSI
KEBIJAKAN & RENCANA KE DEPAN
6
9
BASELINE DATA
INDIKATOR
PENGUKURAN HASIL
8
Panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender Bidang Kesehatan
61
DATA PEMBUKA WAWASAN
KEBIJAKAN/ PERATURAN/ PROGRAM
Penduduk gakin : Pria: 3.197.500 (48,82%), wanita 3.351.500 (51,18%) ( susesnas 2008) Angkatan kerja th 2008 : Pria : 83,5 sedangkan perempuan : 51,1( susenas 2008). Rata2 gaji/ bln : pekerja 15
Penduduk Jatim usia 15-24 th yg melek huruf: Laki laki 99,59 %, & Perempuan : 99,36 %( susenas 2008)
2. Faktor terlambat merujuk dan sampai di layanan kesehatan Dipengaruhi oleh : pendidikan, ekonomi, budaya dan gender, geograf
2
1
Perempuan kurang mendapatkan manfaat dari pelayanan yang tersedia terutma pelayanan KB pasca salin
MANFAAT : ibu hamil kurang memanfaatkan hak reproduksinya terutama mendapatkan pelayanan kesehatan termasuk biaya bagi gakin.
Lemahnya wewenang perempuan dalam pengambilan keputusan yg berkaitan dengan dirinya (sub ordinasi)
FAKTOR KESENJANGAN
3
SEBAB INTERNAL
ISU GENDER
4
SEBAB EKSTERNAL
5
LANGKAH 7
REFORMULASI TUJUAN
RENCANA AKSI
KEBIJAKAN & RENCANA KE DEPAN
6
9
BASELINE DATA
INDIKATOR
PENGUKURAN HASIL
8
62
DATA PEMBUKA WAWASAN
KEBIJAKAN/ PERATURAN/ PROGRAM
Masyarakat miskin yang ditanggung Program Jamkesmas (pemerintah pusat) th 2009 sebesar 10.710.050 jiwa. Tercatat ± 1.441.742 jiwa ( Jamkesda). Sebagai pembanding th 2008 tercatat 82,24% memilki kartu jamkesmas, 42,18% yg memanfaatkannya. Sedangkan masyarakat ( gakin dan non gakin) yang memiliki jaminan pra bayar kesehatan hanya : 34,04% dari target 80% ( profil kesehatan 2008)
th keatas : Laki2: Rp. 257.804 & Perempuan: Rp. 171.260 ( Sakernas 2008)
2
1
FAKTOR KESENJANGAN
3
SEBAB INTERNAL
ISU GENDER
4
SEBAB EKSTERNAL
5
LANGKAH 7
REFORMULASI TUJUAN
RENCANA AKSI
KEBIJAKAN & RENCANA KE DEPAN
6
9
BASELINE DATA
INDIKATOR
PENGUKURAN HASIL
8
Panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender Bidang Kesehatan
63
DATA PEMBUKA WAWASAN
KEBIJAKAN/ PERATURAN/ PROGRAM
Perawatan pasca salin & bayinya : 80,52% ( Target 90%)
Jumlah persalinan nakes masih tinggi : 93,27 %. (Target 90%). Jumlah pertolongankomplikasi kehamilan : 86,31% (target jatim : 80%). Penolong persalinan terakhir : Dokter/ SpOG : 59,5%, Bidan 26,2%, Dukun :14,3%
Capaian Program : K4 ( Kunjungan pemeriksaan kehamilan yang berkualitas/ lengkap): 86,42% ( Target 90%)
2
1
FAKTOR KESENJANGAN
3
SEBAB INTERNAL
ISU GENDER
4
SEBAB EKSTERNAL
5
LANGKAH 7
REFORMULASI TUJUAN
RENCANA AKSI
KEBIJAKAN & RENCANA KE DEPAN
6
9
BASELINE DATA
INDIKATOR
PENGUKURAN HASIL
8
64
DATA PEMBUKA WAWASAN
KEBIJAKAN/ PERATURAN/ PROGRAM
Pelayanan KB memiliki daya ungkit yang tinggi dalam penurunan AKI melalui perencanaan kehamilan yang direncanakan. Namun Cakupan Kb aktif: 62,05% Target : > 70%) dengan rincian (Partisipasi Laki: 1,3% dan wanita : 98,7%), Drop Out: 4,64% dan sebagai pembanding Drop out KB th 2008: 3,37% (Komposisi laki laki : 1,72% & wanita : 98,38%).
2
1
FAKTOR KESENJANGAN
3
SEBAB INTERNAL
ISU GENDER
4
SEBAB EKSTERNAL
5
LANGKAH 7
REFORMULASI TUJUAN
RENCANA AKSI
KEBIJAKAN & RENCANA KE DEPAN
6
9
BASELINE DATA
INDIKATOR
PENGUKURAN HASIL
8
Panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender Bidang Kesehatan
65
DATA PEMBUKA WAWASAN
KEBIJAKAN/ PERATURAN/ PROGRAM
Jumlah pasangan usia subur yang tidak ingin punya anak namun tidak menggunakan alat kontrasepsi masih
Komplikasi: 5,54% ( toleransi : < 3,5%) dengan rincian komposisi laki laki: 0,39% & wanita : 99,61%) keagalan: 0,04% (toleransi: < 0,19%), Capaian KB baru: 10,63% (partisipasi laki laki :3,87% & wanita: 96,17%). KB aktif dibina 25 %
2
1
FAKTOR KESENJANGAN
3
SEBAB INTERNAL
ISU GENDER
4
SEBAB EKSTERNAL
5
LANGKAH 7
REFORMULASI TUJUAN
RENCANA AKSI
KEBIJAKAN & RENCANA KE DEPAN
6
9
BASELINE DATA
INDIKATOR
PENGUKURAN HASIL
8
66
DATA PEMBUKA WAWASAN
KEBIJAKAN/ PERATURAN/ PROGRAM
Data Penunjang lainnya : ABPK yan KB : 250 exp : poster/ leaflet
tinggi ( > 8 %) pelayanan KB pasca salin / keguguran 5 -10 % ( Workshop PKBRS, bandung 2009)
2
1
FAKTOR KESENJANGAN
3
SEBAB INTERNAL
ISU GENDER
4
SEBAB EKSTERNAL
5
LANGKAH 7
REFORMULASI TUJUAN
RENCANA AKSI
KEBIJAKAN & RENCANA KE DEPAN
6
9
BASELINE DATA
INDIKATOR
PENGUKURAN HASIL
8
Catatan : Dari (7 tujuh) rencana aksi yang terdapat pada kolom/langkah 7, rencana aksi tersebut dapat dimasukkan dalam kelompok output untuk penyusunan RKA-KL sebagai berikut : 1. Laporan Kegiatan atau Pembinaan, untuk rencana aksi : a. Koordinasi Pelayanan KB baik di fasilitas Kesehatan kab/kota dan di propinsi b. Koordinasi Komisi Kespro terkait pencapaian indikator universal akses c. Validasi data kesehatan ibu, KB/kespro mendukung Pencapaian MDGs 5 baik di kab/kota maupun di propinsi. d. Monitoring pelaksanaan program yan KB/Kespro melalui superfisi fasilitatif (Kespro) e. Evaluasi pelaksanaan yan kespro/KB di propinsi 2. Tenaga terlatih, untuk rencana aksi : Lokakarya ABPK Yan KB bagi petugas kesehatan kab/kota di Propinsi dan Orientasi ABPK Yan KB bagi Petugas tenaga kesehatan di kab/kota (Capacity building) 3. Sarana pendukung program kespro, untuk rencana aksi : Pengadaan sarana pendukung program Kespro, untuk rencana aksi
Panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender Bidang Kesehatan
67
Berikut ini diberikan contoh TOR responsif gender dan GBS dari Output Laporan Kegiatan. KAK/TOR Pembinaan Pelayanan Kesehatan Ibu dan Reproduksi (OUTPUT LAPORAN) Kementerian Negara/ Lembaga : Kementerian Kesehatan Unit Eselon I : Ditjen Bina Gizi dan Kesehatan ibu dan anak Program : Bina Gizi dan Kesehatan ibu dan anak Hasil : Meningkatnya ketersediaan dan keterjangkauan pelayanan kesehatan yang bermutu bagi seluruh masyarakat Unit Eselon II/Satker : Direktorat Kesehatan ibu/ Satker Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur Kegiatan : Pembinaan Pelayanan Kesehatan Ibu dan Reproduksi Indikator Kinerja Kegiatan : Meningkatnya Cakupan peserta KB aktif dari 62,5 %( 2010) menjadi 65 % ( 2011) dengan proporsi pria naik dari 1,3 % menjadi 2 %) Output : Laporan untuk kegiatan Pembinaan pelayanan kesehatan ibu dan reproduksi Satuan Ukur dan Jenis Keluaran : Laporan
a. Latar Belakang 1. Dasar Hukum : 1. UU no. 7 tentang pengesahan konvensi mengenai penhapusan segala bentuk diskriminasi thd wanita 2. UU No.23 Tahun 1992 tentang Kesehatan 3. UU No 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran 4. Peraturan pemeritah No. 38 th 2007 tentang pembagian urusan pemerintahan, pemerintahan daerah propinsi dan pemerintah daerah kab/ kota 5. Instruksi presiden no. 9 th 2000 tentang PUG dalam pembangunan 6. Peraturan MenKeu no. 104/PMK.02/2010 tentang petunjuk penyusunan dan penelaan AKL th 2011 7. Kesepakatan bersama antara Men PP &PA dgn menkes tentang pelaksanaan PUG di bidang kesehatan no. 07/Men/ PP& Pa/5/2010- no. 593/Menkes/ SKB/V/2010
68
2. Gambaran Umum Angka kematian ibu di Propinsi Jawa Timur tercatat : 90,7/100.000 KH. Angka ini masih dibawah target nasional 118/100.000 KH. Sebagai pembanding : SDKI th 2007 , Angka kematian Ibu di tingkat nasional tercatat : 227/100.KH, sedangkan Jawa Timur tercatat83/100.000 KH.. Artinya terjadi peningkatan dan mengingat PUS 4T > 60 %( SDKI 1997) maka menjadi ancaman AKI jika tdk terlindungi dgn kontrasepsi. Kebanyakan AKI terjadi di RS 70,23%, Rumah ibu : 9,89%, Perjalanan : 4,85%, Puskesmas : 3,17 %. Serta penolong terahir Dokter/SpOG : 59,5%, Bidan 26,2%, Dukun :14,3%. Sungguh ironis meninggal di fasilitas rujukan. Kematian ibu tersebut terjadi karena 3 Faktor penyebab : Faktor terlambat pertolongan yang adekuat (1). Hai ini berkaiatan dgn jumlah & kompetensi petugas yang rendah ( bidan terlatih APN 63,9%), KB ( 2%) dari 10.353 bidan dan belum termasuk dokter,pada sarana kesehatan 60% Poned yg berfungsi, Ponek yang berfungsi 71,1%, Desa P4K : 49,2%, sedangkan bidan kit tersedia hanya 45,2%, poned(76,28%)/ponek kit(21,1%), serta kecilnya anggaran kesehatan (obat) yg hanya 2000/kapita/ th ( target : 9000/kapita/th) ini menunjukkan bahwa wanita/laki laki jauh dari akses pelayanan berkualitas, termasuk pelayanan KB yg memiliki daya ungkit tinggi dalam penurunan AKI (layanan hulu (Promotif – Preventif). Faktor terlambat merujuk dan terlambat sampai( 2 & 3). Hal ini dipengaruhi oleh :pendidikan, ekonomi, budaya dan gender, geografi. Meskipun tingkat melek huruf tdk jauh berbeda antara laki laki danprempuan namun kemiskinan dan tingkat pendapatan yang rendah pada wanita ( 170.000/bln) menyebabkan wanita lemah wwenangnya dalam memutuskan ( sub ordinat) meskipun berkaitan dgn kesehatannya. Hal ini juga di dasari masih adanya budaya patriaki sehingga ini menyebabkan wanita/ibu hamil kurang memanfaat akses pelayanan kesehatan yang ada termasuk biayanya . Adanya anggapan bahwa Kesehatan reproduksi/KB urusan wanita menyebabkan laki laki kurang mendapatkan informasi mengenai kesehatan reproduksi/KB khususnya bagi si istri/wanita.Dan ini kurang memberdayakan laki laki (partisipasi) dalam upaya penurunan AKI melalui pengetahuan tanda bahaya kehamilan, informati perawaatan & pengobatan komplikasi kehamilan serta pencegahan KTD melalui upaya pelayanan KB khsususnya pelayanan KB pasca salin Didalam internal organisasi, issu gender disebabkan oleh : tidak semua stake holder /pengambil keputusan memahami konsep keadilan dan kesetaraan gender. (PUG). Hal ini berpengaruh pada anggaran yang responsif gender. Para pengelola program belum terpapar dalam rencana MPS yang sensitif
Panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender Bidang Kesehatan
69
gender, , Kordinasi lintas sektor/program kespro/kb yang belum optimal, Lemahnya sistem pencatatan dan pelaporan khususnya tersedianya data terpilah, pengadaan sarana dan prasarana kurang dari cukup (baik kualitas maupun kuantitas). Faktor lain : Masyarakat lebih nyaman partus di dukun karena konsep mendapatkan pelayanan lengkap di banding bidan, Kurangnya kompetensi petugas pelayanan kab/kota ,Kurangnya perhatian pemerintah kab/kota dalam pelayanan KB berkualitas, Kecilnya anggaran untuk pelayanan kesehatan, Lemahnya manajerial programer kesehatan di daerah, Peran serta masyarat kurang dalam bidang kesehatan karena promosi kesehatan kurang efektif. Pelayanan Kespro/KB yang memiliki daya ungkit yg tinggi dalam penurunan AKI melalui perencanaan kehamilan yg direncanakan belum optimal ( 62,05%). Melalui peningkatan akses pelayanan kesehatan reproduksi/ KB berkualitas termasuk informasi meskipun tidak berdampak langsung/ sedikit kepada laki laki namun memiliki daya akselerasi penurunan AKI jika dilibatkan dan diberi tanggung jawab. Dalam pelaksanaan kegiatan Pembinaan pelayanan kesehatan ibu dan Reproduksi, maka akan disusun laporan pelaksanaan yang terdiri dari : 1. Laporan Koordinasi Pelayanan KB baik di fasilitas Kesehatan kab/kota dan di propinsi 2. Laporan Koordinasi Komisi Kespro terkait pencapaian indikator universal akses 3. Laporan Validasi data kesehatan ibu, KB/kespro mendukung Pencapaian MDGs 5 baik di kab/kota maupun di propinsi. 4. Laporan monitoring pelaksanaan program yan KB/Kespro melalui superfisi fasilitatif (Kespro) 5. Laporan Evaluasi pelaksanaan yan kespro/KB di propinsi Satuan : Laporan Volume : 119 b. Tujuan dan Penerima Manfaat : Meningkatkan capaian KB aktif dari 62,5 % menjadi 65 % ( 2011) dengan melibatkan peran dan tanggung jawab laki-laki (proporsi laki laki : 2%)
Target sasaran Kegiatan
: Dinkes Kab/kota, Lintas sektor/program.
c. Strategi Pencapaian Keluargan 1. Metode Pelaksanaan Dilaksanakan melalui metode swakelola
70
2. Tahapan dan Waktu Pelaksanaan
Pelaksanaan
Tahapan
Waktu Pelaksanaan
Koordinasi Pelayanan KB baik di fasilitas Kesehatan kab/kota dan di propinsi
- Rapat persiapan/penyiapan materi - Pelaksanaan koordinasi - Pembuatan laporan
Juli 2011
Koordinasi Komisi Kespro terkait pencapaian indikator universal akses
- Rapat persiapan/penyiapan materi - Pelaksanaan koordinasi - Pembuatan laporan
Maret & September 2011
Validasi data kes ibu, KB/kespro mendukung Pencapaian MDGs 5 baik di kab/kota maupun di propinsi.
- Rapat persiapan/penyiapan materi - Pelaksanaan validasi data - Pembuatan laporan
Monitoring pelaksanaan program yan Kb/kespro melalui superfisi fasilitatif ( kespro)
- Rapat persiapan/penyiapan materi - Pelaksanaan monitoring - Pembuatan laporan
Januari – Desember 2011
Evaluasi pelaksanaan yan Kespro/ kb di propinsi
- Rapat persiapan/penyiapan materi - Pelaksanaan evaluasi - Pembuatan laporan
November 2011
Juli & November 2011
d. Waktu Pencapaian Keluaran : Tahun Anggaran 2011 e. Rencana Anggaran Biaya : terlampir
Penganggung Jawab. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur,
.......................................... NIP ....................................
Panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender Bidang Kesehatan
71
GENDER BUDGET STATEMENT (Pernyataan Anggaran Gender) Kementerian Negara/Lembaga : Kementerian Kesehatan RI Unit Organisasi : Ditjen Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak Unit Eselon II/Satker : Direktorat Bina Kesehatan Ibu/ Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur
Program
Kegiatan
Indikator Kinerja Kegiatan
Output Kegiatan
Program Bina Gizi dan Kesehatan ibu dan anak. Pembinaan Pelayanan Kesehatan Ibu dan Reproduksi Salah satu Indikator : Meningkatnya Cakupan pasangan usia subur menjadi peserta KB aktif di Provinsi Jawa Timur sebesar 65% di tahun 2011. Salah satu Outputnya : Laporan untuk kegiatan Pembinaan pelayanan kesehatan ibu dan reproduksi Angka kematian ibu di Propinsi Jawa Timur tercatat : 90,7/100.000 KH. Angka ini masih dibawah target nasional 118/100.000 KH. Sebagai pembanding : SDKI th 2007 , Angka kematian Ibu di tingkat nasional tercatat : 227/100.KH, sedangkan Jawa Timur tercatat83/100.000 KH.. Artinya terjadi peningkatan dan mengingat PUS 4T > 60 %( SDKI 1997) maka menjadi ancaman AKI jika tdk terlindungi dgn kontrasepsi. Kebanyakan AKI terjadi di RS 70,23%, Rumah ibu : 9,89%, Perjalanan : 4,85%, Puskesmas : 3,17 %. Serta penolong terahir Dokter/SpOG : 59,5%, Bidan 26,2%, Dukun :14,3%. Sungguh ironis meninggal di fasilitas rujukan . Kematian ibu tersebut terjadi karena 3 Faktor penyebab : Faktor terlambat pertolongan yg adekuat (1). Hai ini berkaiatan dgn jumlah & kompetensi petugas yang rendah ( bidan terlatih APN 63,9%), KB ( 2%) dari 10.353 bidan dan belum termasuk dokter,10 pusk poned ( 60% yg berfungsi), Ponek ( 71,1%), Desa P4K : 49,2%, bidan kit tersedia hanya 45,2%, poned(76,28%)/ponek kit(21,1%), serta kecilnya anggaran kesehatan (obat) yg hanya 2000/kapita/th ( target : 9000/kapita/th) ini menunjukkan bahwa wanita/laki laki kurang mendapatkan akses informasi & pelayanan berkualitas, termasuk pelayanan KB yg memiliki daya ungkit tinggi dalam penurunan AKI ( layanan hulu (Promotif – Preventif))
72
Analisis Situasi
Faktor terlambat merujuk dan terlambat sampai( 2 & 3). Hal ini dipengaruhi oleh :pendidikan, ekonomi, budaya dan gender, geografi . Meskipun tingkat melek huruf tdk jauh berbeda antara laki laki danprempuan namun kemiskinan dan tingkat pendapatan yang rendah pada wanita ( 170.000/bln) menyebabkan wanita lemah wwenangnya dalam memutuskan ( sub ordinat) meskipun berkaitan dgn kesehatannya. Hal ini juga di dasari masih adanya budaya patriaki sehingga ini menyebabkan wanita/ ibu hamil kurang memanfaat akses pelayanan kesehatan yang ada termasuk biayanya ( marginal) Adanya anggapan bahwa Kesehatan reproduksi/ KB urusan wanita menyebabkan laki laki kurang mendapatkan informasi mengenai kesehatan reproduksi/KB khususnya bagi si istri/wanita. Dan ini kurang memberdayakan laki laki ( partisipasi) dalam upaya penurunan AKI melalui pengetahuan tanda bahaya kehamilan, informati perawaatan & pengobatan komplikasi kehamilan serta pencegahan KTD melalui upaya pelayanan KB khsususnya pelayanan KB pasca salin Didalam interna organisasi, issu gender disebabkan oleh :Tidak semua stake holder / pengambil keputusan memahami konsep keadilan dan kesetaraan gender. (PUG). Hal ini berpengaruh pada anggaran yang responsif gender.Para pengelola program belum terpapar dalam rencana MPS yang sensitif gender, Kurangnya kompetensi petugas pelayanan kab/kota, Kordinasi lintas sektor/program kespro/kb yang belum optimal, Lemahnya sistem pencatatan dan pelaporan khususnya tersedianya data terpilah, Pengadaan sarana dan prasarana kurang dari cukup ( baik kualitas maupun kuantitas) Faktor lain :, Masyarakat lebih nyaman partus di dukun karena konsep mendapatkan pelayanan lengkap di banding bidan, Kurangnya perhatian pemerintah kab/kota dalam pelayanan KB berkualitas, Kecilnya anggaran untuk pelayanan kesehatan, Lemahnya manajerial programer kesehatan di daerah, Peran serta masyarat kurang dalam bidang kesehatan krn promosi kesehatan kurang efektif Pelayanan Kespro/ KB yang memiliki daya ungkit yg tinggi dalam
Panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender Bidang Kesehatan
73
penurunan aki melalui perencanaan kehamilan yg direncanakan belum optimal ( 62,05%). Melalui Peningkatan akses pelayanan kesehatan reproduksi/KB berkualitas termasuk informasi meskipun tdk berdampak langsung/sedikit kepada laki laki namun memiliki daya akselerasi penurunan AKI jika dilibatkan dan diberi tanggung jawab. Dalam Output Kegiatan Pembinaan pelayanan kesehatan ibu dan Reproduksi, terdiri dari laporan untuk : 1. Koordinasi Pelayanan KB baik di fasilitas Kesehatan kab/kota dan di propinsi 2. Koordinasi Komisi Kespro terkait pencapaian indikator universal akses 3. Validasi data kesehatan ibu, KB/kespro mendukung Pencapaian MDGs 5 baik di kab/kota maupun di propinsi. 4. Monitoring pelaksanaan program yan KB/ Kespro melalui superfisi fasilitatif (Kespro) 5. Evaluasi pelaksanaan yan kespro/KB di propinsi
Rincian Kegiatan
74
Sub output 1
Laporan Koordinasi Pelayanan KB baik di fasilitas Kesehatan kab/kota dan di propinsi
Tujuan/manfaat
Memberikan informasi mengenai intervensi dalam mencapai Kb aktif 65 % dgn ( proporsi pria naik dari 1,3 % menjadi 2%)
Komponen 1
Rapat persiapan/Penyiapan materi
Komponen 2
Pelaksanaan Koordinasi
Komponen 3
Pembuatan laporan
Sub output 2
Laporan Koordinasi Komisi Kespro terkait pencapaian indikator universal akses
Tujuan/manfaat
Memberikan informasi indikator universal akses kespro dan rencana aksi propinsi dalam pencapaian indikator universal akses kespro bagi kab/kota
Komponen 1
Rapat persiapan/Penyiapan materi
Komponen 2
Pelaksanaan koordinasi
Komponen 3
Pembuatan Laporan
Sub output 3
Laporan Validasi data kes ibu, KB/kespro mendukung Pencapaian MDGs 5 baik di kab/ kota maupun di propinsi.
Tujuan/manfaat
Memberikan informasi perihal data yang valid, terpilah, tepat waktu dan memberikan masukan dalam pembuatan keputusan
Komponen 1
Rapat persiapan/Penyiapan materi
Komponen 2
Pelaksanaan validasi
Komponen 3
Pembuatan Laporan
Rincian Kegiatan
Sub output 4
Laporan monitoring pelaksanaan program yan Kb/kespro melalui superfisi fasilitatif ( kespro)
Tujuan/manfaat
Memberikan informasi perkembangan pelayanan KB/kespro dan adanya bimbingan tehnis intervensi berbagai permasalahan pelayanan Kespro/Kb di lapangan 38 kab/kota selama th 2011
Komponen 1
Rapat persiapan/Persiapan materi
Komponen 2
Pelaksanaan monitoring
Komponen 3
Pembuatan laporan
Sub output 5
Laporan Evaluasi pelaksanaan yan kespro/KB di propinsi)
Tujuan/manfaat
Memberikan informasi teridentifikasinya permasalahan , faktor faktor penyebab dan adanya rekomendasi intervensi yg bermanfaat bagi laki laki dan perempuan dalam pencapaian cakupan KB aktif sesuai target selama th 2011
Komponen 1
Rapat persiapan/Persiapan materi
Komponen 2
Pelaksanaan evaluasi
Komponen 3
Pembuatan laporan
Anggaran Output kegiatan dalam Penurunan AKI dampak/hasil yang diharapkan secara luas
Rp. 1,494,090,000,Meningkatkan capaian KB aktif dari 62,5 % menjadi 65 % ( 2011) dengan proporsi pria naik dari 1,3 % menjadi 2 %.
Panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender Bidang Kesehatan
75
DAFTAR SINGKATAN ABJ
Angka Bebas Jentik
AKMP
Akses, Kontrol, Manfaat, dan Partisipasi
ARG
Anggaran Responsif Gender
ASEAN
Assosiation of South East Asia Nations
BPS
Badan Pusat Statistik
BPFA
Beijing Platform for Action
CEDAW
Convention for the Elimination of all Forms of Discriminations Against Women
COMBi
Community Behaviour Improvement
DAK
Dana Alokasi Khusus
DBD
Demam Berdarah Dangue
DSS
Dangue Shock Syndrome
DIPA
Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran
DJA
Direktorat Jendral Anggaran
KemKes
Kementerian Kesehatan
FGD
Focus Group Discussion
GAP
Gender Analisis Pathway
GBS
Gender Budget Statement
Inpres
Instruksi Presiden
KPP-PA
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
KPJM
Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah
MDGs
Millennium Development Goals
PP
Peraturan Pemerintah
PPRG
Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender
Perpres
Peraturan Presiden
Permendagri
Peraturan Menteri Dalam Negeri
PMK/Permenkeu
Peraturan Menteri Keuangan
Panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender Bidang Kesehatan
77
PUG
Pengarusutamaan gender
RAB
Rencana Anggaran Biaya
Renstra
Rencana Strategis
Renja
Rencana Kerja
RPJP
Rencana Pembangunan Jangka Panjang
RPKP-K
Rencana Pembangunan Jangka Panjang bidang Kesehatan
RPJM
Rencana Pembangunan Jangka Menengah
RKP
Rencana Kerja Pemerintah
Renstra
Rencana Strategis
Renja KL
Rencana Kerja Kementerian Lembaga
RKA KL
Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga
RAPBN
Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
SDKI
Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia
SKRT
Survey Kesehatan Rumah Tangga
SOP
Standard Operational Procedure
SMART
Spesific, Measurable, Achievable, Relevant, and Timely Bound
Satker
Satuan Kerja
SEB
Surat Edaran Bersama
Tupoksi
Tugas Pokok dan Fungsi
TOR
Term of Reference
UNFPA
United Nation Fund for Population Activities
WHO
World Health Organization
78
DAFTAR ISTILAH Akses adalah peluang atau kesempatan yang diberikan untuk memanfaatkan sumber daya (baik sumber daya alam, sosial, politik, ekonommi, maupun waktu). Analisis gender adalah proses menganalisis data dan informasi secara sistematis tentang lakilaki dan perempuan untuk mengidentifikasi dan mengungkapkan kedudukan, fungsi, peran dan tanggung jawab laki-laki dan perempuan, serta faktor-faktor yang mempengaruhi. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, yang selanjutnya disebut APBN, adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan Negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Anggaran adalah estimasi belanja dan penerimaan yang diusulkan, yang mencerminkan kebijakan prioritas dan target fiskal dalam satu periode tertentu. Bias gender adalah pandangan yang didasarkan pada pembagian peran sosial tradisional laki-laki dan perempuan. Diskriminasi adalah memperlakukan seseorang atau kelompok orang secara berbeda karena jenis kelamin, umur, ras, agama dan lain sebagainya. Efektif adalah tingkat kesesuaian antara hal yang direncanakan
dengan hasil
pelaksanaan. Efisien adalah memperoleh hasil yang diharapkan dengan pengorbanan sekecil-kecilnya GAP adalah alat analisis gender dengan pendekatan analisis pada siklus perencanaan. Analisis gender dilakukan secara sekuensial mulai dari tahap identifikasi tujuan, analisis situasi, penentuan Rincian Kegiatan, sampai monitoring dan evaluasi. GBS adalah dokumen yang berisi pernyataan bahwa sebuah program dan kegiatan telah responsif gender. Gender adalah pandangan masyarakat tentang perbedaan peran, fungsi, dan tanggungjawab antara perempuan dan laki-laki yang merupakan hasil konstruksi sosial budaya dan dapat berubah sesuai dengan perkembangan zaman dan dukungan masyarakat itu sendiri. Indikator adalah kriteria atau ukuran yang mampu melihat perubahan dari obyek yang dinilai. Indikator dapat berupa pointer-pointer, angka-angka, pendapat atau persepsipersepsi.
Panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender Bidang Kesehatan
79
Indikator gender adalah kriteria atau ukuran untuk mengukur perubahan relasi gender dalam masyarakat sepanjang waktu. Indikator Kinerja Kegiatan adalah bukti pencapaian suatu kinerja yang bisa diukur sebagai dampak dari suatu kegiatan. Indikator kinerja responsif gender adalah perubahan kinerja pengurangan kesenjangan atau peningkatan kondisi laki-laki dan perempuan setelah dilakukan suatu intervensi baik berupa program atau pun kegiatan. Input dalam panduan ini diartikan sebagai tolak ukur/ bahan dasar dalam penganggaran, yang terdiri atas regulasi, SDM, Data, dan anggaran. Jenis kelamin adalah perbedaan biologis antara perempuan dan laki-laki terutama pada bagian-bagian organ reproduksi. Kebutuhan Praktis Gender adalah kebutuhan yang bersifat segera dan didasarkan pada kondisi nyata perempuan dan laki-laki tanpa mempersoalkan ada atau tidaknya faktor-faktor ketidakadilan yang mungkin ada antara keduanya. Contoh : bantuan dana transportasi untuk wanita hamil risiko tinggi ke sarana pelayanan kesehatan; detiksi dini kanker prostat pada laki-laki, aroma repellent nyamuk dibuat sesuai aroma maskulin untuk meningkatkan pengguna repellent pada konsumen laki-laki di daerah endemis, dan lain-lain. Kebutuhan Strategis Gender adalah kebutuhan yang didasarkan pada analisis tentang ketidakadilan gender dan faktor-faktor yang menyebabkannya, dan pemenuhannya dimaksudkan untuk mengubah ketidakadilan yang mungkin ada dalam konteks relasi lakilaki dan perempuan. Contoh : Suami siaga dalam program Perencanaan Persalinan dan Penanganan Komplikasi (P4K), keterwakilan wanita sebanyak 30 % dalam kepengurusan kelompok pemakai air bersih di pedesaan, dan lain-lain. Kegiatan adalah bagian dari program yang dilaksanakan oleh satu atau beberapa satuan kerja sebagai bagian dari pencapaian sasaran terukur pada suatu program dan terdiri dari sekumpulan tindakan pengerahan sumber daya baik yang berupa personil (sumber daya manusia), barang modal termasuk peralatan dan tekhnologi, dana atau kombinasi dari beberapa atau kesemua jenis sumber daya tersebut sebagai masukan (input) untuk menghasilkan keluaran (output) dalam bentuk barang/jasa. Komponen input adalah jenis Rincian Kegiatan yang dilakukan untuk mencapai indikator kinerja sub-output Keluaran (output) adalah barang atau jasa yang dihasilkan oleh kegiatan yang dilaksanakan untuk mendukung pencapaian sasaran dan tujuan program dan kebijakan. Kementerian Negara adalah organisasi dalam Pemerintahan Republik Indonesia yang dipimpin oleh menteri untuk melaksanakan tugas pemerintahan dalam bidang tertentu. Kesenjangan gender adalah suatu kondisi dimana tidak ada kesetaraan relasi antara lakilaki dan perempuan.
80
Kesetaraan dan keadilan gender adalah suatu kondisi yang adil dan setara dalam hubungan kerjasama antara perempuan dan laki-laki. Kontrol adalah kekuasaan untuk memutuskan bagaimana menggunakan sumber daya dan siapa yang memiliki akses terhadap sumber daya tersebut. Lembaga adalah organisasi non-kementrian Negara dan instansi lain pengguna anggaran yang dibentuk untuk melaksankan tugas tertentu berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 atau peraturan perundang-undangan lainnya. Netral gender adalah suatu kondisi dimana pengambilan keputusan dilakukan tanpa didasari atas pemahaman, pengakuan, dan pertimbangan akan adanya perbedaan peran, fungsi dan tanggungjawab antara perempuan dan laki-laki Outcome, merupakan tolak ukur keberhasilan pelaksanaan anggaran Output, dimaknai sebagai keluaran dari proses pelaksanaan anggaran. Partisipasi adalah pelibatan atau keterwakilan dalam proses dari suatu kegiatan Penerima manfaat, adalah target sasaran dari program/kegiatan yang memperoleh manfaat Pengarusutamaan gender (PUG) adalah strategi untuk mencapai kesetaraan dan keadilan gender melalui kebijakan dan program yang memperhatikan pengalaman, aspirasi, kebutuhan dan permasalahan perempuan dan laki-laki ke dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi dari seluruh kebijakan dan program di berbagai bidang kehidupan dan pembangunan. Program adalah bentuk instrument kebijakan yang berisi satu atau lebih kegiatan yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah/lembaga atau masyarakat yang dikordinasikan oleh instansi pemerintah untuk mencapai sasaran dan tujuan serta memperoleh alokasi anggaran. Rencana Kerja Kementerian Negara/Lembaga, yang selanjutnya disebut Renja KL, adalah dokumen perencanaan Kementrian Negara/Lembaga untuk periode 1 (satu) tahun. Rencana Kerja Pemerintah yang selanjutnya disebut RKP adalah dokumen perencanaan nasional untuk periode 1 (satu) tahun. Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga, yang selanjutnya disebut RKA KL, adalah dokumen perencanaan dan penganggaran yang berisi program dan kegiatan suatu Kementerian Negara/Lembaga yang merupakan penjabaran dari Rencana Kerja Pemerintah dan Rencana Startegis Kementerian Negara/Lembaga yang bersangkutan dalam satu tahun anggaran serta anggaran yang diperlukan untuk melaksanakannya. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional, yang selanjutnya disebut RPJM Nasional, adalah dokumen perencanaan nasional untuk periode 5 (lima) tahun.
Panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender Bidang Kesehatan
81
Rencana Strategis Kementerian Negara/Lembaga, yang selanjutnya disebut Renstra-KL, adalah dokumen perencanaan Kementerian Negara/Lembaga untuk periode 5 (lima) tahun. Responsif gender adalah keadaan memberikan perhatian yang konsisten dan sistematis terhadap perbedaan-perbedaan antara perempuan dan laki-laki dalam masyarakat yang diwujudkan dalam sikap dan aksi untuk mengatasi ketidakadilan yang terjadi karena perbedaan-perbedaan tersebut. Rincian Kegiatan adalah daftar langkah-langkah yang harus dilaksanakan untuk mencapai sub-tujuan yang responsif gender. Sub-output adalah jenis barang atau jasa yang menjadi bagian tak terpisahkan dari output TOR adalah dokumen yang menginformasikan gambaran umum dan penjelasan mengenai indikator kinerja kegiatan yang akan dicapai sesuai dengan tugas dan fungsi kementerian negara/lembaga. TOR memuat latar belakang, penerima manfaat, strategi pencapaian, dan biaya yang diperlukan.
82
DAFTAR PUSTAKA ADB (2006), Indonesia Country Gender Assessment, Manila. Bappenas dan WSP II–CIDA (2007), Gender Analysis Pathway, Jakarta. Departemen Kesehatan, Kementerian Pemberdayaan Perempuan, UNFPA (2010), Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2010 – 2014, Jakarta. Kementerian PP (2008), Panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender Bidang Kesehatan, Jakarta. Liverpool School of Tropical Medicine (1995), Gender and Health Group, Guidelines of Analysis of Gender and Health, Liverpool. PAHO-WHO (1997), Workshop on Gender, Health and Development: Facilitator Guide, Washington DC. PAHO-WHO (2005), Gender an Rights in Reproductive an Maternal Health : Manual for A Learning Workshop held in Kuala Lumpur. Quinn, S. (2009), Gender Budgeting : Practical Implementation Handbook, Strasbourg Cedex. School of Public Health University of The Witwatersrand Johannesburg (2003), Mainstreaming Gender In Health: A Manual For Health Research And Programme Managers, Johannesburg. Supiandi, Yusuf, Dr. H. (2008), Bunga Rampai Pengarusutamaan Gender, Jakarta UNDP (2008), National Human Development Report. UN, WHO, UNFPA (1998), Women and Health: Mainstreaming the Gender Perspective into the Health Sector, Report of the Expert Group Meeting, Tunisia WHO (2002), Gender Analysis in Health : A Review of Selected Tools, Geneva WHO (2006), Gender Equality, Work and Health : A Review of the Evidence, Geneva WHO (2010), Gender in Health, Geneva
Panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender Bidang Kesehatan
83
Kontributor Ir. Ace Yati Hayati, MS; DR. dr. Aragar Putri, MRDM; drg. Siti Mursifah, MARS; dr. T. Rabitta Cherysse, MPH; DR. Cicilia Windianingsih, SKM, MKes; Tinexcelly MS.; dr. Theresia Hermin; dr. Christine Manurung; Dra. Titik Handayani; dr. Rusmiyati, MQHI; dr. Arifin; Ismawaningsih, SKM, MKM; Triningtyasasih, MA; dr. Teti Tejayanti; drg. Doni Arianto, MKM; Siti Maemunah, SH, MH; dr. Puti Wulan Sari; dr. Victorino; dr. H. Amroussy Marsis, MARS; Titien Supriharin, S.Sos, MM; Endang Sri Wardani, S.Kom; Dra. Niken Kiswandari, Msi; dr. Nardho Gunawan, MPH; Wahyuni Khaulah, SKM, M,Kes.; dr Milwiyandia; dr. Muhammad Yusuf; dr. Fahrina; Nurkinteki, MPH; dr. Saiful Hidayat.
84