RIZOBAKTERIA BACILLUS SP. ASAL TANAH RIZOSFER KEDELAI YANG BERPOTENSI SEBAGAI PEMACU PERTUMBUHAN TANAMAN
RINA PUJI ASTUTI
SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis yang berjudul Rizobakteria Bacillus sp. asal tanah rizosfer kedelai yang berpotensi sebagai pemacu pertumbuhan tanaman, adalah hasil karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis.
Bogor, November 2007
Rina Puji Astuti G 351050031
ABSTRACT RINA PUJI ASTUTI. Rhizobacteria Bacillus sp. Belonging to Rhizosphere of Soybean that Potential for Plant Growth Promotion. This thesis is advised by ARIS TRI WAHYUDI and ANJA MERYANDINI. Plant growth promoting rhizobacteria (PGPR) belonging to Bacillus sp. were isolated from the rhizosphere of soybean plant. The aims of this study were to isolate and caracterize Bacillus sp. from the rhizosphere of soybean plant that potential for promoting of plant growth. 118 isolates that were comfirmed as Bacillus sp., 90 isolates among them positively produced indole acetic acid (IAA), that 3.58 ppm was the lower, 19.18 ppm was moderate and the highest concentration was 67.29 ppm. 12 isolates significantly induced elongation of primary root, numerous of lateral root and shoot growth. 76 isolates were able to solubilize phosphate and 77 isolates produced siderophore. Isolat Bacillus sp. Cr55 produced antifungal compound that inhibited growth of Sclerotium rolsfii. There were 18 isolates of Bacillus sp., include Cr-55, that inhibited Fusarium oxysporum. There were 5 characters of PGPR observed of this study: IAA synthesis, phosphat solubelizing, siderophore production, biocontrol and promoting of soybean growth significantly. The result showed that 3 isolates of Bacillus sp. (Cr-24, Cr-44, and CR-66), at least had 4 characters of PGPR and potential for PGPR agent. We suggest these isolates of Bacillus sp. can be recommended as inoculants soybean plant to promote plant growth and to inhibit pathogenic fungi.
RINGKASAN RINA PUJI ASTUTI. Rizobakteria Bacillus sp. Asal Tanah Rizosfer Kedelai yang Berpotensi sebagai Pemacu Pertumbuhan Tanaman. Dibimbing oleh ARIS TRI WAHYUDI dan ANJA MERYANDINI. Plant Growth Promoting Rhizobacteria (PGPR) merupakan bakteri tanah di sekitar perakaran. PGPR berpotensi meningkatkan produktivitas dan pertumbuhan tanaman. PGPR dapat memberi keuntungan bagi pertumbuhan tanaman dengan menggunakan kemampuannya dalam memproduksi hormon pertumbuhan, seperti asam indol asetat, asam giberelin, sitokinin dan etilen. Selain itu beberapa rizobakteria juga memiliki kemampuan dalam menambat N2, menekan pertumbuhan mikroorganisme fitopatogen dengan cara memproduksi siderofor, β-1-3-glukanase, kitinase, antibiotik dan sianida serta kemampuannya dalam melarutkan fosfat. Kemampuan tersebut bermanfaat bagi tumbuhan untuk memenuhi kebutuhan ketersediaan fosfat, sedangkan siderofor yang diproduksi oleh rizobakteria dapat memacu pertumbuhan tanaman dengan cara mengikat besi (Fe3+) yang jumlahnya terbatas di daerah rizosfer untuk berkompetisi dengan mikrob fitopatogen. Bacillus sp. dapat menghasilkan fitohormon yang digunakan tumbuhan untuk membantu pertumbuhan baik pemanjangan akar, perkecambahan biji maupun meningkatkan perkembangan tajuk dan pembungaan. Peran Bacillus sp. dalam memproduksi asam indol asetat telah diteliti, namun informasi tentang kesatuan karakter Bacillus sp. sebagai pemacu pertumbuhan tanaman belum banyak dilaporkan. Untuk mengatasi masalah tersebut maka pada penelitian ini akan difokuskan pada isolasi beserta karakterisasi Bacillus sp. baik produksi IAA dan karakter lain yang berkaitan dengan pemacuan pertumbuhan tanaman. Penelitian ini dikerjakan dengan mengisolasi Bacillus sp. Sebanyak 0.5 gram sampel tanah rizosfer kedelai asal Cirebon dimasukkan ke dalam 4.5 ml akuades steril yang sudah terlarut NaCl 0.85 % di dalamnya. Sampel divortek dan dipanaskan 80 oC selama 10 menit, untuk menyeleksi Bacillus sp. dari mikroorganisme lain yang tidak membentuk endospora. Sampel selanjutnya diencerkan berseri hingga pengenceran 10-6. Sebanyak 100 µl dari suspensi pengenceran disebar di atas media cawan nutrien agar-agar dengan komposisi (8 gr Nutrient Broth (NB), 20% bacto agar dalam 1 liter akuades) menggunakan batang penyebar. Cawan selanjutnya diinkubasi selama 24 jam. Koloni yang tumbuh kemudian dimurnikan dengan menggunakan media yang sama. Pewarnaan Gram, pewarnaan endospora dan uji katalase dilakukan mengikuti Bergey’s Manual of Determinative Bacteriology untuk menentukan isolat tersebut termasuk ke dalam kelompok Bacillus sp. Produksi IAA dilakukan dengan menggunakan metode standar yaitu dengan mengkulturkan terlebih dahulu 1 lup penuh isolat Bacillus sp. pada media NB dengan penambahan L-Trp dan diinkubasi selama 48 jam. Tiap 1 jam dilakukan pengukuran kadar IAAnya. Pengukuran IAA ini digunakan untuk mengetahui waktu produksi IAA yang paling maksimal. IAA yang diproduksi oleh Bacillus diukur dengan metode kolorimetri dengan menggunakan reagen Salkowski yang mengandung 150 ml H2SO4 pekat, 250 ml Aquades, 7.5 ml FeCl3.6 H2O 0.5 M. Isolat Bacillus diinokulasikan
kedalam 10 ml media Nutrient Broth yang telah ditambahkan L-triptofan 0.2 mM dan kedalam 10 ml media Nutrient Broth tanpa penambahan L-triptofan. Kultur diinkubasi dan dikocok (150 rpm) pada suhu ruang selama 24 jam. Sebanyak 3 ml kultur dari tiap perlakuan dimasukkan kedalam 2 tabung mikro untuk kemudian disentrifugasi (10.000 rpm) selama 15 menit. Sebanyak 2 ml filtrat yang diperoleh dimasukkan ke dalam tabung reaksi steril dan ditambahkan 2 ml reagen Salkowski. Suspensi kemudian diinkubasi selama 60 menit dalam ruang gelap dan pada suhu ruang. Hal ini dilakukan sebelum diukur serapan IAA nya dengan menggunakan spektrometer (spectronic 20) pada panjang gelombang 510 nm. Telaah pemacuan pertumbuhan kecambah dilakukan dengan menumbuhkan isolat Bacillus sp. dalam agar-agar nutrien pada suhu ruang selama 24 jam. Inokulan yang akan diuji disiapkan dengan meresuspensikan sel dari cawan agar-agar tersebut ke dalam NB, untuk mencapai konsentrasi sel kirakira 6.109 sel/ml. Sebanyak 9 kecambah yang telah berukuran 2-3 mm diletakkan di atas media agar-agar 1%. Tiap kecambah diinokulasikan dengan 100 μl suspensi bakteri dan dilakukan sebanyak 3 kali ulangan. Sebagai kontrolnya dengan perlakuan yang sama menggunakan NB saja. Setelah 7 hari perlakuan, kemudian diamati dan diukur pertumbuhannya yang meliputi panjang batang, panjang akar utama dan jumlah akar lateral kemudian dibandingkan dengan kontrol. Hasil pengukuran dianalisis secara statistik dengan one-way Analysis of Variance (ANOVA) dan diuji lanjut dengan Duncan menggunakan software SAS. Kemampuan melarutkan fosfat merupakan salah satu karakter PGPR. Uji ini dilakukan dengan menggunakan metode standar yaitu menggunakan medium Pikovskaya, dengan komposisi glukosa 10 g, Ca3HPO4 5 g, (NH4)2SO4 0.5 g, KCl 0.2 g, MgSO4.7H2O 0.1 g, ekstrak khamir 0.5 g, MnSO4 25 mg dan FeSO4 25 mg, serta agar-agar Bacto 20 g dalam 1L akuades. Koloni bakteri uji digoreskan pada media tersebut, zona bening yang dihasilkan disekitar koloni setelah diinkubasi selama 1 sampai 7 hari menunjukkan adanya aktivitas bakteri dalam melarutkan fosfat. Produksi siderofor merupakan salah satu strategi Bacillus sp. dalam menekan pertumbuhan fitopatogen, yakni dengan mekanisme kompetisi dalam mendapatkan Fe3+. Produksi siderofor oleh Bacillus sp. diuji dengan metode Chrome Azurol Sulfonat (CAS) agar, dengan modifikasi larutan garam. Larutan 1 (larutan indikator Fe-CAS) mengandung 10 ml (1mM FeCl3.6H2O didalam 10 mM HCL), 50 ml larutan CAS (1.21 mg ml-1), dan 40 ml larutan hexadecyltrimetylammonium bromide (HDTMA) (1.82 mg ml-1). Larutan 2 merupakan larutan buffer, disiapkan dengan melarutkan 30.24 g PIPES (peperazine-N,N’bis[2-ethanesulfonic acid]) kedalam 750 ml larutan garam (3 gr KH2PO4, 5 g NaCl, 10 g NH4Cl, 20 mM MgSO4, 1 mM CaCl2). Akuades ditambahkan untuk mencapai volume larutan 800 ml sebelum diukur pH nya hingga 6.8 dengan 50% KOH, kemudian 20 g agar-agar bacto ditambahkan sebelum diautoklaf. Larutan 3 mengandung 2 g glukosa, 2 g manitol dan mikro elemen ( 493 mg MgSO4.7H2O, 11 mg CaCl2, 1.17 mg MnSO4.H2O, 1.4 mg H3BO3, 0.04 mg CuSO4.5H2O, 1.2 mg ZnSO4.7H2O dan 1.0 mg NaMoO4.2H2O) didalam 70 ml akuades. Larutan 4 berupa 30 ml 10% (w:v) cassamino acid yang disteril dengan membran milipor 0.45 µm. Media ini dibuat dengan mencampurkan larutan 2 dan 4 pada suhu 50 οC setelah sterilisasi, kemudian ditambahkan larutan 3 dan larutan 1 secara perlahanlahan dan dilakukan homogenisasi dengan menggunakan stirer. Isolat yang telah
diremajakan terlebih dahulu, diuji dengan cara ditotol atau digores pada media agar CAS dengan dua ulangan. Isolat yang mampu memproduksi siderofor akan menghasilkan zona berwarna oranye disekitar koloni setelah diinkubasi selama 24 sampai 72 jam. Bacillus sp. memiliki sifat biokontrol yang dapat membantu meningkatkan pertumbuhan tanaman yakni dengan menekan pertumbuhan mikroorganisme fitopatogen. Sclerotium rolsfii dan Fusarium oxysporum merupakan fungi fitopatogenik. Uji antagonis dilakukan dengan menggunakan metode standar kultur ganda. Isolat Bacillus sp. digores pada medium Potato Dextros Agar (PDA) dalam cawan petri berdiameter 9 cm, berjarak 3 cm dari kultur fungi Sclerotium rolsfii atau Fusarium oxysporum. Kultur cendawan ditumbuhkan ditengah cawan petri. Kultur dan biakan cendawan diinkubasi selama 4 hari untuk S. rolfsii dan 7 hari untuk F. oxysporum dan diamati perkembangannya. Adanya interaksi antagonis ditandai dengan terbentuknya zona penghambatan antara isolat Bacillus dengan fungi. Besarnya penghambatan dihitung dalam persen penghambatan menggunakan rumus 1-(a/b) x 100%, dimana a menunjukan jarak antara titik pusat cendawan kearah isolat Bacillus sp., b menunjukan jarak antara titik pusat fungi ke daerah kosong tanpa isolat Bacillus sp. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 118 isolat Bacillus sp. yang berasal dari rizosfer kedelai asal Cirebon telah berhasil diisolasi. Isolat-isolat ini memiliki karakteristik parsial Gram positif, bentuk sel batang dengan ukuran dan penataan yang berbeda-beda, dan membentuk endospora dengan bentuk dan letak yang bervariasi. Sebanyak 90 isolat Bacillus sp. memiliki kemampuan mensintesis IAA dengan konsentrasi yang beragam. Konsentrasi IAA pada kultur Bacillus sp. yang ditumbuhkan pada media dengan penambahan L-Trp umumnya lebih tinggi dari pada konsentrasi IAA pada kultur yang ditumbuhkan pada media tanpa penambahan L-Trp. Salah satu Isolat Bacillus sp., Cr-4 mulai memproduksi IAA pada fase log dan berpotensi maksimal dalam memproduksi IAA pada jam ke-25, pada fase stasioner. Dari 90 isolat tersebut selain memiliki kemampuan mensintesis IAA, beberapa diantaranya juga memiliki kemampuan lain dalam memacu pertumbuhan tanaman melalui pemacuan perpanjangan akar primer, batang, dan akar lateral. Sebanyak 76 isolat Bacillus sp. dari 90 isolat Bacillus sp. tersebut memiliki kemampuan melarutkan fosfat yang terlarut di dalam media Pikovskaya. 77 isolat Bacillus sp. diketahui mampu mengkelat besi dalam media Chrome Azurol Sulfonate (CAS). 18 isolat Bacillus sp. memiliki kemampuan menekan pertumbuhan F. oxysporum dan 1 isolat Bacillus sp. diantaranya mampu menekan pertumbuhan S. rolsfii. Kesimpulan dari penelitian ini bahwa dua belas isolat Bacillus sp. yang diisolasi dari tanah rizosfer kedelai mempunyai potensi sebagai pemacu pertumbuhan tanaman, yaitu Cr-22, Cr-24, Cr-28, Cr-31, Cr-33, Cr-44, Cr-64, Cr66, Cr-67, Cr-68, Cr-69, dan Cr-71. Tiga isolat diantaranya yaitu Cr-24, Cr-44 dan Cr-66 merupakan kandidat PGPR yang memiliki karakteristik dapat mensintesis IAA, memacu pertumbuhan perkecambahan secara signifikan, mampu melarutkan fosfat dan menghasilkan siderofor, serta mampu menghasilkan senyawa anti fungi yang dapat menghambat pertumbuhan fungi fitopatogen F. oxysporum. Isolatisolat tersebut dapat direkomendasikan sebagai pemacu pertumbuhan tanaman dan sekaligus sebagai agen biokontrol fungi fitopatogenik pengendali F. oxysporum.
Hak cipta milik IPB tahun 2007 Hak cipta dilindungi undag-undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber. a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah. b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
RIZOBAKTERIA BACILLUS SP. ASAL TANAH RIZOSFER KEDELAI YANG BERPOTENSI SEBAGAI PEMACU PERTUMBUHAN TANAMAN
RINA PUJI ASTUTI
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Departemen Biologi
SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008
Judul Tesis Nama NRP
: Rizobakteria Bacillus sp. asal tanah rizosfer kedelai yang berpotensi sebagai pemacu pertumbuhan tanaman : Rina Puji Astuti : G 351050031
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Aris Tri Wahyudi, M.Si Ketua
Dr. Anja Meryandini, MS Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Biologi
Dekan Sekolah Pascasarjana IPB
Dr. Ir. Dedy Duryadi, DEA.
Prof. Dr. Ir.Khairil Anwar Notodiputro, MS
Tanggal ujian: 30 November 2007
Tanggal lulus:
Januari 2008
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Giyanto, M.Si
PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas limpahan belas kasih, kemudahan dan petunjuk-Nya semata, penulis dapat menyelesaikan Tesis ini. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari sampai September 2007 ini ialah PGPR, dengan judul Rizobakteria Bacillus sp. asal tanah rizosfer tanaman kedelai yang berpotensi sebagai pemacu pertumbuhan tanaman. Terima kasih penulis sampaikan kepada Dr. Aris Tri Wahyudi, M.Si dan Dr. Anja Meryandini, MS selaku dosen pembimbing atas bimbingan dan arahan yang diberikan. Kepada Dr. Ir. Giyanto, M.Si dari Departemen Proteksi Tanaman selaku penguji luar komisi kami juga mengucapkan terima kasih atas saran yang diberikan. Penelitian ini didanai dari program Intensif Penelitian Dasar dari Kementrian Negara Riset dan Teknologi Indonesia kepada Dr. Aris Tri Wahyudi,M.Si untuk itu kami mengucapkan terima kasih. Terima kasih kepada pengelola Laboratorium Mikrobiologi, Departemen Biologi F MIPA IPB atas segala fasilitas dan penggunaan alat pengujian. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Bapak dan ibu, suami dan keluarga atas segala do’a, curahan kasih sayang dan pengertiannya. Penulis ucapkan terima kasih kepada mbak Widya dan teman-teman di Laboratorium Mikrobiologi atas diskusi, saran, dukungan dan bantuannya. Ucapan terima kasih pada semua pihak yang telah membantu sehingga dapat terselesaikannya tesis ini. Selama menjadi mahasiswa, kami berkesempatan mempresentasikan sebagian hasil penelitian ini pada forum nasional yaitu pada ”Seminar Nasional yang dibiayai Hibah Kompetitif” di Departemen Agronomi dan Hortikultura IPB 1-2 Agustus 2007. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, November 2007
Rina Puji Astuti
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Sukoharjo pada tanggal 06 Februari 1982 dari ayah Sardju dan ibu Semi. Penulis merupakan puteri ketiga dari tiga bersaudara. Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Pendidikan Biologi Universitas Sebelas Maret, lulus pada tahun 2004. Pada tahun 2005 penulis diterima sebagai mahasiswa Pasca Sarjana Program Studi Biologi IPB.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL....................................................................................... xiii DAFTAR GAMBAR .................................................................................. xiii PENDAHULUAN Latar Belakang.................................................................................. 1 Tujuan .............................................................................................. 2
TINJAUAN PUSTAKA Plant Growth Promotion Rhizobacteria ............................................ 3 Rizobakteria Bacillus spp. ................................................................ 4 Mekanisme PGPR dalam Memacu Pertumbuhan Tanaman .............. 6 Karakteristik Plant Growth Promoting Rhizobacteria ...................... 7 Indole Acetic Acid ............................................................................. 7 Kelarutan Fosfat............................................................................... 10 Biokontrol Fitopatogen. ................................................................... 12 BAHAN DAN METODE Isolasi dan Karakterisasi Fisiologi secara Parsial Bacillus spp........ 16 Pengukuran Indole Acetic acid ........................................................ 16 Tela Pemacuan Pertumbuhan Tanaman........................................... 17 Uji Kelarutan Fosfat ........................................................................ 17 Produksi Siderofor. .......................................................................... 18 Uji Antagonis Fitopatogen. .............................................................. 18 HASIL Isolasi dan Karakterisasi Fisiologi secara Parsial Bacillus spp........ 20 Pengukuran Indole Acetic acid ........................................................ 20 Telaah Pemacuan Pertumbuhan Tanaman ....................................... 24 Uji Kelarutan Fosfat......................................................................... 25 Produksi Siderofor ........................................................................... 29 Uji Antagonis Fitopatogen Sclerotium rolsfii .................................. 30 Uji Antagonis Fitopatogen Fusarium oxysporum............................ 30 PEMBAHASAN Pembahasan........................................................................................ 34 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ..................................................................................... 43 Saran ............................................................................................... 43 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 44 LAMPIRAN................................................................................................. 50
DAFTAR TABEL Teks Halaman 1. Sintesis indole acetic acid (IAA) oleh isolat Bacillus sp........................ 22 2. Pengaruh Inokulasi isolat Bacillus sp. terhadap pertumbuhan akar primer, batang, dan jumlah akar lateral kecambah kedelai kultivar Slamet..................................................................................................... . 26 3.
Kemampuan
isolat
Bacillus
sp.
dalam
melarutkan
fosfat,
memproduksi siderofor, dan menghambat fungi Sclerotium rolsfii dan Fusarium oxysporum. .............................................................................. 31
DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Lintasan sintesis IAA bergantung triptofan ............................................ 8 2. Penampilan sel dan endospora Bacillus sp............................................ 20 3. Koloni isolat Bacillus sp. Cr-4 pada media Nutrient agar. ................... 21 4. Kurva pertumbuhan dan produksi IAA isolat Cr-4. .............................. 22 5. Penampilan kecambah kedelai yang diinokulasi dengan Bacillus sp. (Cr-69) dan dengan NB. ........................................................................ 25 6. Zona bening disekitar koloni Bacillus sp. pada uji kelarutan fosfat. .... 25 7. Zona oranye di sekitar koloni isolat Bacillus sp. Cr-79 pada media agar-agar CAS . ..................................................................................... 30 8. Penghambatan pertumbuhan Sclerotium rolsfii oleh isolat Bacillus sp. Cr-55. ............................................................................................... 32 9. Penghambatan pertumbuhan Fusarium oxysporum oleh isolat Bacillus sp. Cr-45.................................................................................. 33
xii
PENDAHULUAN
Latar Belakang Plant Growth Promoting Rhizobacteria (PGPR) merupakan bakteri tanah di sekitar perakaran. PGPR berpotensi meningkatkan produktivitas dan pertumbuhan tanaman. Terdapat berbagai mekanisme PGPR dalam menstimulasi pertumbuhan tanaman. Mekanisme ini dikelompokkan menjadi dua yaitu secara langsung dan tidak langsung. Secara tak langsung rizobakteria terkait dengan produksi metabolit seperti antibiotik dan siderofor, yang dapat berfungsi menurunkan
pertumbuhan
fitopatogen.
Secara
langsung
PGPR
mampu
memproduksi zat pengatur tumbuh dan meningkatkan pengambilan nutrisi oleh tumbuhan (Patten & Glick 2002; Kloepper 1993). PGPR dapat memberi keuntungan bagi pertumbuhan tanaman dengan menggunakan kemampuannya dalam memproduksi hormon pertumbuhan, seperti asam indol asetat, asam giberelin, sitokinin dan etilen. Selain itu beberapa rizobakteria juga memiliki kemampuan dalam menambat N2, menekan pertumbuhan mikroorganisme fitopatogen dengan cara memproduksi siderofor, β1-3-glukanase, kitinase, antibiotik dan sianida serta kemampuannya dalam melarutkan fosfat. Kemampuan tersebut bermanfaat bagi tumbuhan untuk memenuhi kebutuhan ketersediaan fosfat, sedangkan siderofor yang diproduksi oleh rizobakteria dapat memacu pertumbuhan tanaman dengan cara mengikat besi (Fe3+) yang jumlahnya terbatas di daerah rizosfer dalam rangka berkompetisi dengan mikrob fitopatogen. Pseudomonas sp. dan Bacillus sp. dikenal sebagai PGPR. Bakteri ini dapat berperan sebagai pupuk hayati yang mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman (Benizri et al. 1989; Husen 2003; Haas & Défago 2005). Telah diketahui bahwa Bacillus sp. dapat menghasilkan fitohormon yang digunakan tumbuhan untuk membantu pertumbuhannya baik pemanjangan akar, perkecambahan biji maupun meningkatkan perkembangan tajuk dan pembungaan (Arshad dan Frankenberger 1993). Peran Bacillus sp. dalam memproduksi asam indol asetat telah diteliti, namun informasi tentang kesatuan karakter Bacillus sp. sebagai pemacu pertumbuhan tanaman belum banyak dilaporkan. Untuk
2
mengatasi masalah tersebut maka pada penelitian ini akan difokuskan pada isolasi beserta karakterisasi Bacillus sp. baik produksi IAA dan karakter lain yang berkaitan dengan pemacuan pertumbuhan tanaman. Karakterisasi parsial dalam penelitian ini akan dilakukan menggunakan metode standar untuk pewarnaan Gram, pewarnaan endospora, dan uji katalase. Karakterisasi PGPR dilakukan dengan uji produksi IAA menggunakan metode kolorimetri Salkowski dan dilanjutkan dengan uji pemacuan pertumbuhan tanaman, serta uji kelarutan fosfat. Karakterisasi Bacillus sp. sebagai agen pengendali hayati dilakukan dengan uji antagonis fitopatogen menggunakan cendawan Sclerotium rolfsii dan Fusarium oxysporum dan produksi siderofor.
Tujuan Penelitian ini bertujuan mengisolasi Bacillus sp. penghasil asam indol asetat asal rizosfer tanaman kedelai dan mengkarakterisasinya berdasarkan: pemacuan pertumbuhan tanaman, pelarutan fosfat, produksi siderofor, dan produksi senyawa anti fungi.
TINJAUAN PUSTAKA Plant Growth-Promoting Rhizobacteria Plant Growht-Promoting Rhizobacteria (PGPR) pertama kali didefinisikan oleh Kloepper dan Schroth (1978) sebagai bakteri disekitar perakaran tanaman yang memiliki kemampuan meningkatkan pertumbuhan tanaman. PGPR dilaporkan
dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman dengan berbagai
mekanisme diantaranya: fiksasi nitrogen, produksi siderofor sebagai pengkelat besi, dan sintesis fitohormon (Kloepper dan Schroth 1978). PGPR ini juga dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman dengan cara meningkatkan fiksasi nitrogen, giberelin, sitokinin, etilen, kelarutan fosfat dan oksidasi sulfur, meningkatkan ketersediaan nitrat, produksi antibiotik ekstraseluler, enzim litik, asam hidrosianik dan meningkatkan permeabilitas akar, kompetisi dalam nutrisi dan letak akar (Enebak et al. 1998; Mello 2000). Egamberdiyeva (1997) melaporkan bahwa ketidakcocokan penerapan pupuk bagi produksi kapas di Uzbekistan menyebabkan pencemaran tanah pertanian. Dengan mengunakan metode
biologis, selain dapat meningkatkan
produksi tanaman juga tidak merusak lingkungan. PGPR juga dilaporkan sebagai elemen kunci untuk menyeimbangkan tanaman pada kondisi tekanan nutrisi dan dapat mereduksi dampak penggunaan pupuk kimia serta mendukung produksi pertanian yang ramah lingkungan. Rhizosfer dalam ekosistem tanah yang sehat dihuni oleh organisme yang menguntungkan dan dapat memanfaatkan substrat organik atau eksudat akar tanaman sebagai sumber energi dan nutrisinya. Mikroba tanah berperan dalam proses penguraian bahan organik, melepaskan nutrisi yang diperlukan tanaman dan mereduksi residu toksik. Selain itu mikroba juga berperan sebagai agen pemacu pertumbuhan tanaman (PGP Agent) yang memproduksi berbagai hormon tumbuh, vitamin dan berbagai asam organik yang berperan penting dalam merangsang pertumbuhan bulu-bulu akar (Hindersah dan Simarmata 2004). IAA yang dikeluarkan di dalam tanah direspon oleh tumbuhan secara bervariasi, tergantung pada spesies tanaman dan konsentrasi IAA yang dikeluarkan oleh bakteri (Beyeler et al. 1997 diacu dalam Husen dan Saraswati 2003). Rizobakteria
pemacu
pertumbuhan
tanaman
bersaing
dalam
mengkolonisasi akar tanaman, dan memacu pertumbuhan tanaman serta
4
menurunkan infeksi pada tanaman akibat serangan fitopatogen. Konsep PGPR dipertahankan dengan mengisolasi beberapa bakteri yang memenuhi setidaknya dua kriteria yaitu kemampuan dalam mengkolonisasi
akar tanaman, mampu
memacu pertumbuhan tanaman dan memiliki sifat sebagai biokontrol (Weller 2002; Haas & Défago 2005). Terdapat
tiga komponen berbeda di dalam rizosfer, tetapi saling
berinteraksi. Ketiga komponen tersebut adalah rizosfer (tanah), rizoplen, dan akar. Rizosfer merupakan zona atau areal disekitar perakaran yang terpengaruh oleh substrat yang dikeluarkan akar, yang berpengaruh terhadap aktivitas mikroba. Rizoplen merupakan permukaan akar, termasuk yang melekat kuat dengan partikel
tanah.
Akar
sendiri
merupakan
bagian
dari
sistem,
karena
mikroorganisme tertentu dan endofit mampu mengkolonisasi jaringan akar. Mikroba yang mengkolonisasi rizoplen dan atau endofit diketahui sebagai pengkolonisasi akar. Mikroba yang mengkolonisasi di tanah karena pengaruh akar disebut pengkolonisasi rizosfer (Barea et al. 2005).
Rizobakteria Bacillus sp. Rizosfer
merupakan
habitat
PGPR,
volume
tanah
seringkali
mempengaruhi sistem perakaran tanaman. Di dalam rizosfer, sekresi senyawa organik yang dikeluarkan oleh tumbuhan dapat mengaktifkan populasi mikroba. PGPR yang diinokulasikan kepada tanaman, utamanya Pseudomonas, Serratia, Azospirillum dan Bacillus dapat meningkatkan pertumbuhan dan sistem perakaran serta menurunkan pertumbuhan fitopatogen. Mekanisme pemacuan sangat tergantung pada bakteria dan tanaman inang. Pada beberapa kasus pada proses interaksi antara bakteria dan tanaman ditemukan adanya sintesis hormon pengatur tumbuh IAA, siderofor dan biokontrol bakteria terhadap fitopatogen atau induksi respon pertahanan diri (Montesinos et al. 2002). Bacillus merupakan salah satu bakteri dari kelompok bakteri tanah yang seringkali dijumpai didalam rizosfer tanaman. Bacillus sp. merupakan bakteri gram positif yang memiliki sel berbentuk batang. Bakteri ini sangat toleran terhadap kondisi ekologi yang merugikan, kemampuannya membentuk endospora membuat bakteri ini dapat beradaptasi dengan formula dan bahan–bahan kimia
5
yang diaplikasikan dalam tanah pertanian (Liu dan Sinchair 1993; Bai et al. 2003). Endospora Bacillus berada di dalam sel vegetatif induk dan memiliki morfologi ultrastruktur yang kompleks. Endospora tahan terhadap panas, kekeringan, radiasi dan kondisi lingkungan yang tak menguntungkan. Dari sisi akademik Bacillus memiliki peranan penting terutama karena kompleksitas sistem regulasinya
dalam
mengendalikan
sporulasi,
kompeten,
motilitas,
dan
pembentukan antibiotik. Kemampuannya dalam mensekresi enzim ekstraselular secara langsung ke dalam medium membuat B. subtilis sebagai bakteri yang sistem ekspresi gen heterolognya paling banyak dipelajari. Bacillus OSU 142 berpotensi dalam meningkatkan hasil panenan pohon Apricot. Hal ini telah diteliti pada tahun 2000 sampai dengan 2001 yaitu mengenai efek penyemprotan suspensi Bacillus OSU 142 terhadap pertumbuhan dan komposisi elemen nutrien pada daun Apricot kultivar Hacihaliloglu. Pada saat perbungaan dan pada 30 dan 60 hari setelah pembungaan di lahan pertanian provinsi Matalya Turki. Penelitian ini menghasilkan perbedaan yang nyata pada hasil panenan, panjang tunas dan komposisi elemen nurtrisi ( N, P, K, Ca, dan Mg) pada daun, yaitu lebih tinggi dengan menggunakan perlakuan Bacillus OSU 142 pada fase pembungaan dari pada tanaman kontrol (Estiken et al. 2002). Berbagai macam mikroorganisme yang terdapat di dalam rizosfer dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Secara umum jumlah bakteri lebih banyak dalam tanah dari pada jumlah cendawan. Beberapa genus bakteri seperti Pseudomonas,
Agrobacterium,
Azotobacter,
Mycobacter,
Flavobacter,
Cellulomonas, Micrococcus, dan Bacillus dilaporkan jumlahnya melimpah di dalam rizosfer. Bakteri-bakteri ini memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan tanaman. Bakteri gram positif
berpotensi sebagai biological
solution, karena ketahanannya terhadap panas dan kemampuannya membentuk endospora. Pertumbuhan tanaman dapat ditingkatkan melalui kolonisasi akar oleh galur Bacillus dan Paenibacillus (Broadbent et al. 1977; Timmusk & Wagner 2001 ; Idriss 2002). Bakteri di dalam rizosfer secara tidak langsung berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman yaitu sebagai agen pengendali hayati. Bakteri Pseudomonas flourescens dan Bacillus sp. berperan sebagai pengendali penyakit layu pada tanaman (Campbell 1989; Nasrun & Nuryani 2007).
6
Mekanisme PGPR dalam Memacu Pertumbuhan Tanaman Rizobakteri pemacu pertumbuhan tanaman memiliki kemampuan dalam memproduksi hormon pertumbuhan atau senyawa lain yang dapat merangsang pertumbuhan tanaman. Indole acetic acid yang diproduksi oleh rizobakteria berpengaruh langsung terhadap pertumbuhan tanaman. Senyawa lainnya yang berfungsi sebagai pengatur pertumbuhan tanaman seperti giberelic acid, cytokinins dan etylene juga diproduksi oleh rizobakteri ini (Kloepper 1993; Ryu et al. 2003). Nodulasi
dan
fiksasi
nitrogen
merupakan
mekanisme
pemacuan
pertumbuhan secara langsung oleh rizobakteri khususnya bakteri endofitik seperti Rhizobium, Bradyrhizobium japonicum dan Azospirillum brasilense. Nodul yang dibentuk oleh bakteri tersebut membantu tanaman leguminose dalam memfiksasi nitrogen melalui aktivitas nitrogenase (Zhang et al. 1996). Kemampuan dalam melarutkan fosfat juga merupakan karakter PGPR. Dengan kemampuan ini, P inorganik yang terlarut di daerah rizosfer dapat tersedia bagi tanaman. Ketersediaan hormon pengatur tumbuh dan nutrisi ini membantu secara langsung dalam memacu perkembangan tanaman. Hasil panenan yang meningkat merupakan
pengaruh
PGPR
disamping
kemampuannya
dalam
memacu
pertumbuhan tanaman (Datta et al. 1982). Peran PGPR dalam memacu pertumbuhan tanaman selain melalui mekanisme langsung dapat pula melalui mekanisme tak langsung seperti kemampuannya dalam menurunkan pertumbuhan fitopatogen. Produksi siderofor, antibiotik dan HCN oleh rizobakteria mampu menurunkan pertumbuhan fitopatogen. Mekanisme dari aktivitas ini antara lain: penghambatan pertumbuhan fitopatogen oleh senyawa antimikrob, kompetisi dalam mengkelat besi melalui produksi siderofor, kompetisi ruang dan nutrisi yang dikeluarkan oleh akar, mekanisme penginduksian resistensi, degradasi faktor patogenesitas fitopatogen seperti racun, memproduksi enzim ekstraseluler pendegradasi dinding sel seperti kitinase, dan β-1,3 glukanase (Whipps 2001).
7
Karakteristik Plant Growth Promoting Rhizobacteria Indole Acetic Acid Indole acetic acid merupakan hormon utama yang berperan dalam mengkontrol beberapa proses fisiologi tumbuhan, termasuk perkembangan dan pembelahan sel dan diferensiasi jaringan tumbuhan serta merespon terhadap cahaya dan grafitasi. IAA yang disintesis oleh jenis bakteri tertentu merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya peningkatan pertumbuhan tanaman. Akar merupakan salah satu organ tanaman yang sangat sensitif terhadap jumlah IAA. Tanaman merespon IAA dengan mekanisme pemanjangan akar utama, pembentukan akar lateral dan akar adventif (Leveau 2005). Kemampuan Bacillus sp. dalam memproduksi IAA berpengaruh secara langsung terhadap pertumbuhan tanaman. Kemampuan tersebut merupakan dasar untuk dikaji potensinya dalam peningkatan pertumbuhan kecambah kacang hijau, pengukuran panjang kecambah dan penghitungan jumlah cabang akar kecambah secara kuantitatif berkorelasi positif dengan aktivitas IAA (Aryantha et al. 2004). IAA berperan aktif pada semua tanaman dan berperan penting dalam meningkatkan pertumbuhan, seperti menginisiasi pemanjangan akar, perluasan sel, diferensiasi vaskuler, dan menginisiasi pembungaan (Brandl et al. 1996). Terdapat 80 persen bakteria yang berinteraksi dengan tanaman memiliki kemampuan untuk mensintesis IAA. Efek fisiologis biosintesis IAA pada bakteri tidak semata-mata hanya berpengaruh pada tanaman, namun juga digunakan untuk memenuhi persyaratan berinteraksi dengan tanaman. Triptofan merupakan prekursor utama pada sintesis IAA, karena penambahan triptofan kedalam kultur bakteri dapat memacu dan meningkatkan produksi IAA. Diasumsikan oleh Lebuhn et al. 1997 & Bar dan Okon 1992; Zakhrova et al. 1999 bahwa sintesis IAA pada bakteri merupakan cara detoksifikasi Trp. Terdapat beberapa lintasan sintesis IAA pada bakteria, dan telah dikemukakan bahwa kemungkinan terdapat lebih dari satu lintasan pada bakteri tertentu (Gambar 1). Biosintesis IAA yang bergantung pada triptofan ini terjadi pada bakteri, misalnya pada Enterobacter cloacae IAA disintesis melalui indole-3-pyruvic acid (IpyA), pada Pseudomonas syringae biosintesis IAA juga terjadi dari Trp melalui indole-3-acetamide, yang kemudian dikonversi menjadi IAA. Sintesis IAA juga ditemukan terjadi melalui
8
tryptamine pada Agrobacterium tumefaciens dan melalui indole-3-acetonitrile (IAN) pada Alcaligenes faecalis dan pada A.tumefaciens (Zakhrova et al. 1999). Indole-3-acetaldoxyme
indole-3-acetonitrile
1
2 tryptophan
indole-3-acatamide
indole-3-acetic acid
3
Indole-3-pyruvic acid
indole-3-acetaldehyde
Gambar 1 Lintasan sintesis IAA yang bergantung Triptofan1. melalui Indole-3acetonitrile (IAN), 2. melalui Indole-3-acetamide (IAM) dan 3. melalui Indole-3pyruvic acid (IPyA) (Zakhrova 1999). Manulis et al. (1998) mengemukakan bahwa IAM dan IPyA merupakan lintasan utama pada semua bakteri. IAM merupakan lintasan pada semua bakteri pembentuk bintil, (Bradyrhizobium japonicum, Rhizobium fredii, Azospirillum brasilense dan Streptomyces). Menurut Brandl et al. (1996) biosintesis IAA melalui IpyA dijumpai pada tanaman tingkat tinggi dan beberapa jenis bakteri meliputi Rhizobium spp., Azospirillum spp., Ralstonia solanacearum dan Enterobacter cloacae. Biosintesis IAA oleh mikroba ditingkatkan oleh prekursor fisiologi tertentu yaitu L-triptofan. Triptofan merupakan salah satu asam amino aromatik yang dihasilkan dari lintasan asam antranilik menjadi indol. Biosintesis triptofan melibatkan banyak gen yang membentuk suatu kelompok di kromosom. Mazzola dan White (1993) mengatakan bahwa sel tumbuhan menggunakan enzim triptophan 2-monooksenase ketika memproduksi IAA dari L-triptofan, dengan melalui
lintasan
intermediet
indol-3
acetamid
(IAM).
Enzim
tersebut
mengkatalisis konversi triptofan menjadi IAM, sedangkan konversi IAM ke IAA dikatalisis oleh enzim doleatamid hidrolase.
9
Tien et al. (1979) mengamati bahwa produksi IAA meningkat sesuai dengan peningkatan konsentrasi triptofan dari 1-100 μg/ml. Konsentrasi IAA juga meningkat seiring dengan umur kultur sampai bakteri mencapai fase stasioner. Pengocokan lebih disukai untuk memproduksi IAA, terutama pada media yang mengandung nitrogen. Menurut Patten dan Glick (2002) tanaman yang diinokulasi dengan bakteri mutan yang memproduksi IAA berlebihan akan menghambat pertumbuhan tanaman. Penghambatan ini terjadi oleh karena pada bakteri mutan terjadi over produksi IAA. Bakteri penghasil IAA dalam jumlah yang lebih banyak menyediakan IAA lebih banyak pula untuk tanaman. Produksi IAA tidak berfungsi nyata sebagai hormon dalam sel bakteri. Hormon ini dimungkinkan terdapat di dalam sel bakteri, dikarenakan berperan penting untuk berinteraksi antara bakteri dan tanaman. Pada penelitian yang dilakukan Patten dan Glick (2002) diperoleh bahwa bakteri yang memproduksi IAA menstimulasi pertumbuhan sistem perakaran inang. Asosiasi tanaman dengan bakteri memberikan keuntungan bagi tumbuhan. Metabolit sekunder seperti IAA yang disuplai oleh bakteri digunakan sebagai pengganti hilangnya sebagian hasil fotosintesis berupa eksudat akar yang dikeluarkan tanaman ke rhizosfer (Martens et al. 1994; Patten dan Glik 2002). Tanaman umumnya tumbuh dengan satu atau lebih akar utama, akar lateral muncul dari pembelahan sel perisikel. Akar adventif merupakan tipe dari akar lateral yang bukan berasal dari jaringan akar seperti jaringan yang berada pada dasar batang atau pada batang yang dipotong. Akar lateral dan adventif diinduksi oleh konsentrasi IAA yang tinggi, sedangkan akar utama
relatif
diinduksi IAA pada tingkat yang rendah, antara 10-9-10-12 M. Akar tersebut terhambat pertumbuhannya oleh konsentrasi IAA yang tinggi, melalui induksi etilen oleh IAA (Patten & Glick 2002).
Kelarutan Fosfat Fosfor (P) merupakan makronutrisi esensial bagi pertumbuhan dan perkembangan mikroorganisme. P di dalam tanah ada dalam kondisi terjerat atau sangat sedikit yang terlarut. Walaupun kandungan P dalam tanah rata-rata 0.05%,
10
hanya 0.1% dari total P tersedia bagi tanaman dikarenakan P tersebut terjerat atau terikat dan rendah kelarutannya. Tumbuhan hanya dapat menggunakan fosfat dalam jumlah yang kecil pada penggunaan pupuk fosfat kimiawi, karena terjadinya reaksi antara P dan tanah dan hanya sedikit P yang terlarut. Pada kondisi keterbatasan fosfat, mikroorganisme merupakan agen yang dapat mengatasi masalah tersebut, yakni dengan kemampuannya melarutkan P inorganik sehingga tersedia bagi tanaman. Cendawan dan bakteri merupakan mikroorganisme pelarut fosfat, yang dapat tumbuh pada media yang mengandung trikalsium, besi dan aluminium fosfat, hidroksiapatit, batuan fosfat, dan senyawa terikat fosfat sebagai sumber fosfat. Sebagian mikroba tidak hanya mengasimilasi fosfat namun juga mengeluarkan P terlarut dalam jumlah banyak sebagai efek samping dari kebutuhannya sendiri akan fosfat. Terdapat beberapa genus bakteri yang sangat mampu melarutkan fosfat, diantaranya Bacillus dan Pseudomonas dan cendawan Aspergillus dan Penicillium. Bacillus brevis, B. cereus,
B.
circulan. B. firmus, B. licheniformis, B. megaterium, B. mesentricus, B. polymyca, B. pumilis, B. pulvifaciens, dan B. subtilis merupakan spesies Bacillus pelarut P yang berasal dari rizosfer polong-polongan, padi dan jagung. Pseudomonas striata, P. cissicola, P. flourescens, P. phinophillum, P. putida, P. syringae, P. aeruginosa, P. putrefasciens dan P. stutzeri merupakan spesies Pseudomonas pelarut P yang berasal dari rizosfer Brassica, chikpea, jagung, kedelai dan tanaman pertanian lainnya (Tilak et al. 2005). Mikro dan makro nutrisi di dalam tanah mengalami kesetimbangan kelarutan yang dinamik, dipengaruhi oleh pH dan mikroflora. Kondisi ini berpengaruh terhadap tanaman dalam menyerap nutrisi tersebut. Fosfor merupakan nutrisi yang jumlahnya sedikit pada kebanyakan tanah, walaupun di dalam tanah fosfat terikat dengan besi dan aluminium pada tanah asam (pH lebih rendah dari pada 5.0) atau kalsium pada tanah alkalin (pH sekitar 7.0). Namun kalsium fosfat dapat dilarutkan dan disediakan bagi tanaman oleh mikroorganisme melalui mekanisme pengeluaran asam organik (Cunningham & kuiak 1992; Golstein 1995; Altomere et al. 1999). PGPR
dapat
merangsang
pertumbuhan
tanaman
dengan
cara
menyediakan nutrisi terbatas bagi tanaman, seperti nitrogen, fosfat, vitamin B, dan
11
asam amino di dalam rizosfer melalui kelarutan fosfat dan pengikatan N. Fosfat ditingkatkan jumlahnya dengan mekanisme mobilisasi fosfat terikat sebagai polifosfat inorganik atau fitat. Sejumlah PGPR memiliki potensi sebagai fitostimulator, biofertilizer dan sebagai agen biokontrol (Richardson et al. 2001 dan Bloemberg & Lughtenberg 2001; Idriss et al.2002). Tanaman memiliki sejumlah mekanisme untuk meningkatkan ketersediaan fosfor. Pemanfaatan fosfor fitat di dalam rizosfer sangat terbatas oleh karena aktivitas fitase yang tersedia didalam rizosfer sangat rendah. Akar Arabidopsis hanya menyumbang 0.5% dari total aktivitas fosfomonoesterase dan tidak terdapat aktivitas fitase ekstraseluler dari tanaman yang terdeteksi. Pada umumnya, fosfatase tidak mampu menghidrolisis fitat. Namun pada organisme prokariot dan eukariot, fosfomonoesterase mampu menghidrolisis fitat menjadi myo-inositol dan fosfat yang merupakan turunan ester fosfat. Disamping kemampuan beberapa bakteri termasuk Bacillus dalam mengkolonisasi akar, bakteri tersebut juga mampu menyediakan fitat fosfor bagi tanaman pada kondisi kekurangan fosfat di dalam tanah (Reddy et al. 1989 dan Wodzinski & Ullah 1996; Idriss et al. 2002). Di dunia ini banyak dijumpai tanah yang memiliki kadar P rendah, karena konsentrasi fosfor bebas sekalipun di tanah yang subur umumnya tidak lebih tinggi dari 10 μM, walaupun pada pH 6.5 dimana fosfor sangat mudah terlarut. Mikroorganisme tanah sangat potensial dalam memecah fosfat di dalam tanah. Pupuk hayati dalam bentuk mikroorganisme dapat membantu meningkatkan ketersediaan dan mengakumulasi fosfat untuk pertumbuhan tanaman melalui mekanisme kelarutan. Penerapan fosforit bersama bakteri pelarut fosfat dapat meningkatkan pengambilan P dan hasil panenan pada tumbuhan. Kemampuan tersebut mengindikasikan bahwa bakteri pelarut fosfat tersebut mampu melarutkan dan menggerakkan fosfat untuk tanaman termasuk kedelai (Galal et al. 2001; Egamberdiyeva et al. 2006). Egamberdiyeva et al. (2006) juga melaporkan hasil penelitiannya bahwa teknologi pupuk hayati dapat meminimalkan biaya produksi dan pada waktu yang bersamaan
dapat
menurunkan
kerusakan
lingkungan.
Strain
Bacillus,
Pseudomonas dan Arthobacter berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan tanaman gandum, jagung pada tanah calsisol yang miskin nutrisi. Galur PGPR berpengaruh
12
positif terhadap pemanjangan tanaman, panjang akar yang ditingkatkan oleh bakteri tersebut mencapai 53%. Pseudomonas rathonis PsR47 dan Bacillus amyloliquefaciens BcA27 mampu meningkatkan pertumbuhan akar sebesar 20% dibandingkan dengan tanaman kontrol. Kombinasi dua galur dengan fosforit memiliki pengaruh yang rendah pada pertumbuhan tanaman jika dibandingkan dengan inokulasi menggunakan bakteri tunggal.
Biokontrol fitopatogen Selain dapat memacu pertumbuhan tanaman, Bacillus sp. juga diketahui mampu mengendalikan beberapa patogen tular tanah. Bacillus sp dapat menghasilkan antibiotik yang mampu menekan pertumbuhan berbagai patogen tanaman. Bacillus sp. yang ditemukan pada tanaman putri malu mampu menghambat R. Solanacacerum penyebab penyakit layu bakteri pada tembakau secara in vitro. Hasil pengujian Bacillus sp. yang berasal dari rizosfer nilam di laboratorium menunjukkan bahwa beberapa isolat Bacillus sp. dapat menghambat pertumbuhan koloni R. solanacacerum dengan membentuk zona hambat 23-45 mm (Arwiyanto 1997; Nasrun & Nuryani 2007). Interaksi mikroorganisme yang antagonis terhadap berbagai macam patogen tanaman memiliki peranan penting dalam keseimbangan mikroorganisme di dalam tanah, serta memberikan kontribusi sebagai agen biokontrol penyakit tanaman. Biokontrol tanaman bermanfaat dalam menurunkan dampak buruk pada tanaman akibat penggunaan bahan kimiawi seperti pestisida. Penggunaan fungisida dapat menyebabkan polusi lingkungan dan dimungkinkan menginduksi resistensi pada patogen. Bahan kimia ini juga dapat menyebabkan klorosis dan kelayuan pada semaian muda ( Jones RK 1985; Lim et al. 1991). Fusarium merupakan genus dari cendawan berfilamen, keberadaannya tersebar luas di tanah dan berasosiasi dengan tanaman, jumlahnya relatif melimpah di dalam komunitas mikroba tanah. Sebagian besar dari kelompok cendawan tersebut
merupakan saprob tak berbahaya. Beberapa spesies
memproduksi mikotoksin pada tanaman gandum, dimana dapat berdampak buruk bagi manusia dan binatang yang mengkonsumsinya. Fumonisin dan trikotekanes merupakan racun utama yang diproduksi oleh Fusarium. Fusarium oxysporum
13
menginfeksi bermacam-macam inang. Infeksi tersebut menyebabkan berbagai macam penyakit, diantaranya: layu batang, kerdil tanaman, busuk akar, dan kematian masal pada kecambah. Adanya lapisan bening pada permukaan daun muda tanaman dan gugur daun pada daun tua merupakan gejala umum yang sering dijumpai pada tanaman yang telah terinfeksi oleh F. oxysporum. Pada tingkat semaian, setelah tanaman menunjukkan gejala tersebut diatas, tanaman akan layu dan mati dengan segera. Pada tanaman yang telah tua gejala ini ditunjukkan dengan adanya lapisan bening pada daun yang diikuti dengan kekerdilan, daun bawah menguning, pembentukan akar adventif, layu daun dan batang, gugur daun, nekrosis pada daun yang masih tersisa dan akhirnya terjadi kematian tanaman (Gonsalves et al. 1993). Fusarium oxysporum dapat di kulturkan pada media potato dextrose agar (PDA). Cendawan ini memperlihatkan penampakan yang berbeda yaitu pertama kali miselium aerial berwarna putih, dan kemudian berubah warna menjadi berbagai warna antara violet, abu-abu gelap tergantung pada galurnya. Ketika jumlah spora melimpah, cendawan ini akan berwarna krem atau oranye (Smith et al.1988; Gonsalves et al. 1993). F. oxysporum memproduksi tiga tipe spora aseksual: mikrokonidia, makrokonidia dan klamidospora. Cendawan ini menyerang tanaman pada bagian akar tanaman dengan menggunakan pembuluh saporangia dan miseliumnya. Serangan tersebut terjadi melalui ujung akar, luka pada akar atau melalui akar lateral. F. oxysporum menyebar melalui irigasi dan kontaminan dari peralatan pertanian, sedangkan pada jarak jauh penyebarannya melalui cangkokan tanaman yang terinfeksi (Agrios 1988; Gonsalves et al. 1993). Telah banyak dilakukan penelitian tentang peran mikroorganisme yang menguntungkan misalnya Pseudomonas flourescent sebagai biokontrol terhadap Fusarium sp. pada tanaman tomat. Streptomyces halstedii (K122) dan S. coloicolor (K139) berperan dalam menghambat cendawan, termasuk Oomycetes, Zigomycetes, Deuteromycetes, Ascomycetes dan Basidiomycetes (Frandberg & Schneur 1998). Bacillus subtilis memiliki kemampuan dalam menekan mikroorganisme fitopatogenik (Phae et al. 1990; Dikin et al. 2006). B. cepacia dan B. gladioli merupakan bakteri yang dominan ditemukan di dalam rizosfer. Keberadaan B. cepacia di dalam rizosfer kelapa sawit dan B. Gladioli di dalam
14
rizosfer pisang sama-sama memiliki kemampuan menyerang F. oxysporum f. sp cubense yang menginfeksi tanaman tersebut. B. cepacia menyerang cendawan tersebut dengan mengkolonisasi permukaan hifa dan makrospora (Pan et al. 1997; Dikin et al. 2006). Terdapat sejumlah mikroorganisme yang mampu melawan Sclerotium rolfsii, diantaranya Trichoderma harzianum, T. Viride, Bacillus subtilis, Penicillium spp dan Glicodium virens. Bacillus sp. selain mampu menghambat pertumbuhan F. oxysporum,
juga mampu menghambat Sclerotium rolfsii.
Cendawan ini menyebabkan busuk akar pada tanaman. Layu pada pucuk tanaman akibat adanya kerusakan ujung akar merupakan gejala infeksi oleh S. rolfsii. Fitopatogen ini dicirikan dengan pertumbuhan miselia yang menyerupai kapas dan adanya bulatan sklerotia berwarna coklat muda dan menjadi coklat gelap yang dihasilkan ketika tua. S. rolsfii menyerang tanaman pada kondisi tanah lembab dan pada kisaran temperatur 25 oC sampai 35 oC, serangan ini terjadi pada semaian. Terdapat sekitar 200 jenis tanaman yang merupakan inang dari cendawan ini, termasuk kedelai. Penyakit oleh S. rolfsii ini sulit dikontrol, penurunan pertumbuhannya bergantung pada kombinasi kultur yang digunakan sebagai biokontrolnya atau dengan metode kimia. Rizobakteria merupakan kelompok penting dari PGPR yang memiliki aktivitas pemacuan pertumbuhan berbagai tanaman, diantaranya produksi IAA, dan siderofor, kelarutan fosfat serta sebagai agen biokontrol terhadap fitopatogen. Macrophomins phaseolina, Fusarium oxysporum, F. solani, Rhizoctonia solani, Pythium spp. merupakan fitopatogen yang pertumbuhannya dihambat oleh rizobakteria dengan memproduksi metabolit sekunder seperti antibiotik, siderofor, HCN dan fitoalexin ( Kumar et al. 2006). Antibiotik merupakan dasar dari mekanisme biokontrol pada bakteri termasuk Bacillus sp.. Oligomycin A, kanosamine, zwittermicin A dan xanthobaccin merupakan antibiotik yang diproduksi oleh Bacillus, Streptomycin dan Stenothropomonas spp.. Senyawa amphisin, 2,4-diacetilploroglucinol (DAPG), hydrogen cynide, oomycin A, phenazine, pyloluteorin, pyrrolnitrin, tensin, tropolone dan cyclic lypopeptides diproduksi oleh Pseudomonas. Mikroorganisme juga mengekresikan enzim hidrolase untuk merusak dinding sel
15
cendawan. Kitinase yang diproduksi oleh Serratia marcescens digunakan untuk melawan Sclerotium rolsfii. Kitinase dan laminarinase yang disintesis oleh Pseudomonas stutzeri berfungsi menghancurkan dan melisis miselia Fusarium solani. β-1,3-glukanase disintesis oleh Paenibacillus sp. galur 300 dan Streptomyces sp. galur 385 yang melisis dinding sel Fusarium oxysporum f. Sp. cucumerinum.
Bacillus
cepacia
mensintesis
β-1,3-glukanase
untuk
menghancurkan dinding sel Rizoctonia solani, S. rolsfii, dan Pythium ultimum (Chompant et al. 2005). Besi merupakan elemen esensial bagi pertumbuhan semua organisme. Pada kondisi keterbatasan besi, bakteri memproduksi senyawa berberat molekul rendah yang disebut sebagai siderofor. Setiap jenis bakteri pemacu pertumbuhan tanaman memiliki siderofor dengan kemampuan yang berbeda-beda dalam mengkelat besi, pada umumnya bakteri tersebut mampu mengalahkan cendawan patogenik yang memiliki afinitas rendah terhadap besi. Biosintesis siderofor umumnya diatur oleh protein Fur yang memiliki sensitivitas terhadap besi. Faktor lingkungan seperti pH, tingkat ketersediaan besi, ketersediaan trace element, dan pasokan karbon, nitrogen dan fosfat yang memadai merupakan faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap sintesis siderofor (Compant et al. 2005). Kompetisi ruang dan nutrisi antara bakteria dan cendawan fitopatogen telah diketahui dan merupakan mekanisme biokontrol, termasuk juga kompetisi dalam mendapatkan besi. Di bawah kondisi keterbatasan besi, bakteri memproduksi senyawa pengkelat besi atau siderofor yang memiliki afinitas tinggi terhadap Fe3+. Bakteri pengkelat besi berperan dalam menyita besi yang tersedia dalam jumlah yang terbatas di dalam rizosfer, kondisi ini membuat fungi fitopatogenik tidak dapat mendapatkan besi yang dibutuhkan yang berakibat terputus pertumbuhannya (O’sullivan & O’Gara 1992; Loper & Henkels 1999; Whipps 2000).
16
BAHAN DAN METODE
Isolasi dan Karakterisasi fisiologi Bacillus sp. secara Parsial Sebanyak 0.5 gram sampel tanah rizosfer kedelai asal Cirebon dimasukkan ke dalam 4.5 ml akuades steril yang sudah terlarut NaCl 0.85% di dalamnya. Sampel divortek dan dipanaskan 80 oC selama 10 menit, sampel selanjutnya diencerkan berseri hingga pengenceran 10-6. Sebanyak 100 µl dari suspensi pengenceran disebar diatas media cawan agar-agar nutrien dengan komposisi (8 g NB, 20% agar-agar bacto dalam 1 liter akuades), menggunakan batang penyebar. Cawan selanjutnya diinkubasi selama 24 jam. Koloni yang tumbuh kemudian dimurnikan dengan menggunakan media yang sama. Pewarnaan Gram, pewarnaan endospora dan uji katalase dilakukan mengikuti Bergey’s Manual of Determinative Bacteriology untuk menentukan isolat tersebut termasuk ke dalam kelompok Bacillus sp. Pewarnaan Gram menggunakan pereaksi ungu kristal, iodium, etanol 95% dan safranin sebagai pewarna tandingan. Pewarnaan endospora menggunakan pereaksi malakit hijau dan safranin. Hasil pewarnaan diamati bentuk sel dan warnanya dengan menggunakan mikroskop dengan perbesaran 1000 kali. Uji katalase dilakukan dengan menggunakan pereaksi hidrogen peroksida 3%. Ketiga uji tersebut dilakukan dengan menggunakan metode standar (Hadioetomo 1993).
Pengukuran Indole Acetic Acid (IAA) Produksi IAA dilakukan dengan menggunakan metode standar yaitu dengan mengkulturkan terlebih dahulu 1 lup penuh isolat Bacillus sp. pada media Nutrient Broth (NB) dengan penambahan L-Trp dan diinkubasi selama 48 jam. Tiap 1 jam dilakukan pengukuran kadar IAAnya. Pengukuran IAA ini digunakan untuk mengetahui waktu produksi IAA yang paling maksimal. IAA yang diproduksi oleh Bacillus diukur dengan metode kolorimetri dengan menggunakan reagen Salkowski (Gordon & Weber 1951; Patten & Glick 2002) yang mengandung 150 ml H2SO4 pekat, 250 ml Aquades, 7.5 ml FeCl3.6 H2O 0.5 M. Isolat Bacillus diinokulasikan kedalam 10 ml media Nutrient Broth
17
yang telah ditambahkan L-triptofan 0.2 mM dan kedalam 10 ml media Nutrient Broth tanpa penambahan L-triptofan. Kultur diinkubasi dan dikocok (150 rpm) pada suhu ruang selama 24 jam. Sebanyak 3 ml kultur dari tiap perlakuan dimasukkan kedalam 2 tabung mikro untuk kemudian disentrifugasi (10.000 rpm) selama 15 menit. Sebanyak 2 ml filtrat yang diperoleh dimasukkan ke dalam tabung reaksi steril dan ditambahkan 2 ml reagen Salkowski. Suspensi kemudian diinkubasi selama 60 menit dalam ruang gelap dan pada suhu ruang. Hal ini dilakukan sebelum diukur serapan IAA nya dengan menggunakan spektrometer (spectronic 20) pada panjang gelombang 510 nm.
Telaah Pemacuan Pertumbuhan Tanaman Isolat Bacillus ditumbuhkan dalam agar-agar nutrien pada suhu ruang selama 24 jam. Inokulan yang akan diuji disiapkan dengan meresuspensikan sel dari cawan agar-agar tersebut ke dalam NB, untuk mencapai konsentrasi sel kirakira 6.109 sel/ml. Sebanyak 9 kecambah yang telah berukuran 2-3 mm diletakkan di atas media agar-agar 1%. Tiap kecambah diinokulasikan dengan 100 μl suspensi bakteri dan dilakukan sebanyak 3 kali ulangan. Sebagai kontrolnya dengan perlakuan yang sama menggunakan NB saja. Setelah 7 hari perlakuan, kemudian diamati dan diukur pertumbuhannya yang meliputi panjang batang, panjang akar utama dan jumlah akar lateral kemudian dibandingkan dengan kontrol (Dey at al. 2004). Hasil pengukuran dianalisis secara statistik dengan oneway Analysis of Variance (ANOVA) dan diuji lanjut dengan Duncan menggunakan software SAS.
Uji Kelarutan Fosfat Uji
ini
dilakukan
dengan
menggunakan
metode
standar
yaitu
menggunakan medium Pikovskaya (Subba Rao & Shinta 1963; Subba Rao 1999), dengan komposisi glukosa 10 g, Ca3HPO4 5 g, (NH4)2SO4 0.5 g, KCl 0.2 g, MgSO4.7H2O 0.1 g, ekstrak khamir 0.5 g, MnSO4 25 mg dan FeSO4 25 mg, serta agar-agar Bacto 20 g dalam 1L akuades. Koloni bakteri uji digoreskan pada media tersebut, zona bening yang dihasilkan disekitar koloni setelah diinkubasi selama 1 sampai 7 hari menunjukkan adanya aktivitas bakteri dalam melarutkan fosfat.
18
Produksi Siderofor Produksi siderofor oleh Bacillus sp. diuji dengan metode Chrome Azurol Sulfonate (CAS) agar (Alexander & Zuberer 1999; Husen 2003) dengan modifikasi larutan garam. Larutan 1 (larutan indikator Fe-CAS) mengandung 10 ml (1mM FeCl3.6H2O didalam 10 mM HCl), 50 ml larutan CAS (1.21 mg ml-1), dan 40 ml larutan hexadecyl-trimetylammonium bromide (HDTMA) (1.82 mg ml1
). Larutan 2 merupakan larutan buffer, disiapkan dengan melarutkan 30.24 g
PIPES (peperazine-N,N’-bis[2-ethanesulfonic acid]) kedalam 750 ml larutan garam (3 gr KH2PO4, 5 g NaCl, 10 g NH4Cl, 20 mM MgSO4, 1 mM CaCl2). Akuades ditambahkan untuk mencapai volume larutan 800 ml sebelum diukur pH nya hingga 6.8 dengan 50% KOH, kemudian 20 g agar-agar bacto ditambahkan sebelum diautoklaf. Larutan 3 mengandung 2 g glukosa, 2 g manitol dan mikro elemen ( 493 mg MgSO4.7H2O, 11 mg CaCl2, 1.17 mg MnSO4.H2O, 1.4 mg H3BO3, 0.04 mg CuSO4.5H2O, 1.2 mg ZnSO4.7H2O dan 1.0 mg NaMoO4.2H2O) didalam 70 ml akuades. Larutan 4 berupa 30 ml 10% (w:v) cassamino acid yang disteril dengan membran milipor 0.45 µm. Media ini dibuat dengan mencampurkan larutan 2 dan 4 pada suhu 50 οC setelah sterilisasi, kemudian ditambahkan larutan 3 dan larutan 1 secara perlahan-lahan dan dilakukan homogenisasi dengan menggunakan stirer. Isolat yang telah diremajakan terlebih dahulu, diuji dengan cara ditotol atau digores pada media agar CAS dengan dua ulangan. Isolat yang mampu memproduksi siderofor akan menghasilkan zona berwarna oranye disekitar koloni setelah diinkubasi selama 24 sampai 72 jam.
Uji Antagonis Fitopatogen Uji antagonis dilakukan dengan menggunakan metode standar kultur ganda. Isolat Bacillus sp. digores pada medium Potato Dextros Agar (PDA) dalam cawan petri berdiameter 9 cm, berjarak 3 cm dari kultur fungi Sclerotium rolsfii atau Fusarium oxysporum. Kultur cendawan ditumbuhkan ditengah cawan petri. Kultur dan biakan cendawan diinkubasi selama 4 hari untuk S. rolfsii dan 7 hari untuk F. oxysporum dan diamati perkembangannya. Adanya interaksi antagonis ditandai dengan terbentuknya zona penghambatan antara isolat Bacillus
19
dengan fungi. Besarnya penghambatan
dihitung dalam persen penghambatan
menggunakan rumus 1-(a/b) x 100%, dimana a menunjukan jarak antara titik pusat cendawan kearah isolat Bacillus sp., b menunjukan jarak antara titik pusat fungi ke daerah kosong tanpa isolat Bacillus sp. (Kumar 2002 dan Dikin 2006).
HASIL Isolasi dan Karakterisasi Fisiologi secara Parsial Sebanyak 118 isolat Bacillus sp. yang berasal dari rizosfer kedelai asal Cirebon, Jawa Barat telah berhasil diisolasi. Isolat-isolat ini memiliki karakteristik parsial Gram positif, bentuk sel batang dengan ukuran dan penataan yang berbeda-beda, dan membentuk endospora dengan bentuk dan letak yang bervariasi (Gambar 2) serta menunjukkan reaksi katalase positif. Koloni isolat Bacillus sp. ini memiliki bentuk bervariasi antara bulat sampai bundar tak beraturan dengan tepian licin, berlekuk dan berombak, dengan elevasi datar, cembung, timbul dan berbukit. Koloni memiliki warna putih, krem muda sampai krem tua seperti ditunjukkan pada Gambar 3.
A
− 1 µm
B
− 1 µm
Gambar 2 Penampilan sel Bacillus sp. menunjukkan (A) Gram positif berbentuk batang pada perbesaran 1000 kali, (B) Endospora (hijau, anak panah) Bacillus sp. pada perbesaran 1000 kali. Pengukuran Indole Acetic Acid (IAA) Sebanyak 90 isolat Bacillus sp. memiliki kemampuan mensintesis IAA dengan konsentrasi yang beragam (Tabel 1). Pada Penelitian ini dihasilkan konsentrasi IAA terendah (0.064 ppm) sampai konsentrasi tertinggi (86.816 ppm). Dari kisaran tersebut dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok kisaran konsentrasi IAA, yakni konsentrasi rendah (0.064-30 ppm), konsentrasi sedang (31-60 ppm) dan konsentrasi tinggi (60 ppm keatas). Rata-rata konsentrasi IAA terendah pada media yang ditambah dengan L-Trp 0,2 mM sebesar 3.58 ppm,
21
rata-rata konsentrasi IAA sedang 19,12 ppm, dan rata-rata konsentrasi IAA tinggi mencapai 67.29 ppm.
1 cm Gambar 3 Penampilan koloni isolat Bacillus sp. Cr-4 pad media Nutrien agar yang diinkubasi pada suhu ruang selama 24 jam. Pada media kultur tanpa penambahan L-Trp, rata-rata konsentrasi IAA tertinggi 13.05 ppm, rata-rata konsentrasi IAA sedang 6.47 ppm dan 0.165 ppm merupakan rata-rata konsentrasi IAA terendah. Isolat Bacillus sp. Cr-4 diketahui menghasilkan IAA tertinggi yaitu 86.82 ppm pada media kultur yang ditambah LTrp. Konsentrasi IAA pada kultur Bacillus sp. yang ditumbuhkan pada media dengan penambahan L-Trp umumnya lebih tinggi dari pada konsentrasi IAA pada kultur yang ditumbuhkan pada media tanpa penambahan L-Trp. Pengukuran IAA dilakukan berdasarkan perubahan warna supernatan setelah ditambah reagen Salkowski dan diinkubasi. Perubahan warna terjadi dari kuning menjadi warna merah muda sampai kecoklatan. Isolat Bacillus sp. (Cr-4) mulai mensintesis IAA pada fase log dan berpotensi maksimal dalam memproduksi IAA pada jam ke-25, pada fase stasioner (Gambar 4).
A
B
400
18
350
16 14
300
12
250
10 200 8 150
6
100
4
50
2
0
0 0
10
20
30
Konsentrasi IAA (ppm)
Jumlah sel (sel/ml).10^6
22
40
Waktu (jam)
Gambar 4 Kurva pertumbuhan dan produksi Indole acetic acid isolat Bacillus sp. Cr-4. : Pertumbuhan Cr-4 di dalam media NB dengan penambahan L-Trp, : Produksi Indole acetic acid oleh Cr-4 di dalam media NB dengan penambahan L-Trp. Tabel 1 Produksi Indole acetic acid (IAA) oleh isolat Bacillus sp. asal rizosfer kedelai Isolat
Cr-1 Cr-2 Cr-3 Cr-4 Cr-5 Cr-6 Cr-7 Cr-8 Cr-9 Cr-10 Cr-11 Cr-12 Cr-13 Cr-14 Cr-15 Cr-16 Cr-17 Cr-18
Produksi IAA (ppm) Ditambah L-Trp 0,2 mM
Tanpa penambahan L-Trp
77.978 80.183 11.327 86.816 4.222 37.56 2.992 72.975 41.115 0,238 19,584 15.38 31.724 9.002 36.342 16.034 1.77 0.190
0 4.632 0 4.014 0 2.031 0 3.298 1.191 0 2.03 1.726 0 3.0476 4.244 2.77 0 11.919
23
Tabel 1 (Lanjutan) Isolat
Cr-19 Cr-20 Cr-21 Cr-22 Cr-23 Cr-24 Cr-25 Cr-26 Cr-27 Cr-28 Cr-29 Cr-30 Cr-31 Cr-32 Cr-33 Cr-34 Cr-35 Cr-36 Cr-37 Cr-38 Cr-39 Cr-40 Cr-41 Cr-42 Cr-43 Cr-44 Cr-45 Cr-46 Cr-47 Cr-48 Cr-49 Cr-50 Cr-51 Cr-52 Cr-53 Cr-54 Cr-55 Cr-56 Cr-57 Cr-58 Cr-59 Cr-60 Cr-61 Cr-62 Cr-63 Cr-64 Cr-65 Cr-66 Cr-67 Cr-68 Cr-69 Cr-70 Cr-71 Cr-72
Produksi IAA (ppm) Ditambah L-Trp 0,2 mM
Tanpa penambahan L-Trp
0.331 15.740 2.320 3.776 2.792 0.516 4.904 1.681 12.414 1.476 0.371 5.002 4.583 0.367 0.607 7.195 3.185 13.827 18.625 9.960 3.368 15.764 0.371 8.860 5.496 1.521 1.751 11.126 4.671 9.687 3.659 6.378 4.723 5.197 10.417 18.367 44.662 0.441 0.148 13.560 1.733 0.975 4.317 2.259 3.429 7.560 4.324 3.022 0.814 0.865 4.317 0.692 9.630 0.064
2.364 16.117 0,165 1,283 11.521 1.854 1,462 14.271 9.050 12.903 12.705 3.031 0 0.277 11.931 2.426 7.085 13.132 1.258 1.567 3.079 4.693 0.208 3.397 3.964 0 1.558 4.672 2.061 0 0 0 0 0 0 1.567 5.035 1.271 0 0.994 1.733 0 3.682 1.344 1.704 0 5.902 2.381 0.416 1.124 0.385 1.730 4.318 0.996
24
Tabel 1 (Lanjutan) Isolat
Cr-74 Cr-75 Cr-76 Cr-77 Cr-78 Cr-79 Cr-80 Cr-81 Cr-82 Cr-83 Cr-84 Cr-85 Cr-86 Cr-87 Cr-88 Cr-89 Cr-90 Cr-91
Produksi IAA (ppm) Ditambah L-Trp 0,2 mM
Tanpa penambahan L-Trp
2.173 13.014 9.228 10.507 32.837 1.818 18.440 6.440 9.420 2.504 30.295 1.428 12.818 3.342 6.37 0.238 22.787 20.321
4.631 2.415 3.140 3.410 1.258 0 3.493 6.200 0 0 3.280 1.634 5.602 0 1.038 0 4.010 3,41
Telaah Pemacuan Pertumbuhan Tanaman Dari 90 isolat Bacillus sp. tersebut diatas, selain memiliki kemampuan mensintesis IAA beberapa diantaranya memiliki kemampuan dalam memacu pertumbuhan tanaman melalui pemacuan perpanjangan akar primer, batang, dan akar lateral (Tabel 1). Penampilan kecambah tanaman kedelai yang diinokulasi dengan salah satu isolat Bacillus sp., yaitu Cr-69 yang secara signifikan memacu pemanjangan akar primer dan jumlah akar lateral, terlihat pada Gambar 5. Sebanyak 90 isolat yang mampu mensintesis IAA diuji pemacuan pertumbuhannya dengan menggunakan kedelai kultivar Slamet. Terdapat
12
isolat yang mampu memacu pertumbuhan kecambah. Sebanyak 4 isolat (Cr-33, Cr-67, Cr- 68 dan Cr-69) mampu memacu pemanjangan akar primer dan sebanyak 7 isolat (Cr- 66, Cr-67, Cr-68, Cr-22, Cr-28, Cr-31 dan Cr-64) mampu memacu pemanjangan batang dan 6 isolat mampu memacu pembentukan akar lateral (Cr24, Cr-44, Cr-69, Cr-71, Cr-22 dan Cr-28) (Tabel 2).
25
B
A
Gambar 5 Penampilan kecambah kedelai berumur 7 hari dari hasil inokulasi dengan Bacillus sp. Cr-69 (A) dan tanpa inokulasi dengan Cr-69 (kontrol hanya diinokulasi dengan NB) (B).
Uji Kelarutan Fosfat Sebanyak 76 isolat Bacillus sp. mampu melarutkan fosfat yang terlarut di dalam media Pikovskaya. Media ini berwarna putih, zona bening di sekitar koloni sebaran maupun totolan isolat Bacillus sp. menunjukkan adanya aktivitas melarutkan fosfat seperti pada Gambar 6. Pada hari ke-4 zona ini sudah dapat diamati dengan jelas, semakin lama waktu inkubasi zona terlihat semakin jelas dan lebar.
1 cm Gambar 6 Pembentukan zona bening disekitar koloni Bacillus sp. Cr-55 hasil uji kelarutan fosfat menggunakan media pikovskaya setelah masa inkubasi 96 jam pada suhu ruang.
26
Tabel 2
No
Pengaruh inokulasi Bacillus sp. dalam memacu pertumbuhan akar primer, batang, dan jumlah akar lateral kecambah kedelai kultivar Slamet Perlakuan
Rata-tara Panjang batang (cm) 9.5000a 9.5296a 8.0259ab 6.2719b
1 2 3 4
Kontrol Cr-1 Cr-4 Cr-9
Panjang akar primer (cm) 14.0074a 13.7852a 10.9519a 10.3296a
Jumlah akar lateral
5 6 7 8 9
Kontrol Cr-36 Cr-38 Cr-80 Cr-85
12.6815a 13.6806a 10.2673a 11.9471a 8.0146a
9.8405ab 11.1708a 8.9982ab 7.9579ab 7.1482b
59.8148a 63.1481a 51.8750a 40.5833a 35.1111a
10 11 12 13 14
Kontrol Cr-13 Cr-24 Cr-42 Cr-55
9.1540a 13.2129a 12.2125a 8.3403a 13.9635a
9.3074ab 12.2704a 11.4556ab 8.5148b 10.7556ab
45,70b 68,56ab 83,11a* 44,48b 65,04ab
15 16 17 18 19
Kontrol Cr-26 Cr-27 Cr-29 Cr-33
10.4659b 10.9808b 13.0486ab 13.2305ab 15.5750a*
9.7699a 10.6329a 8.7603a 10.0472a 10.9375a
47.6296a 55.6296a 59.0000a 51.1481a 43.4074a
20 21 22 23
Kontrol Cr-3 Cr-5 Cr-7
11.1444a 14.4296a 15.7630a 15.2074a
10.8630a 8.9481a 10.6444a 10.3148a
64.3333a 49.6667a 73.8889a 65.8148a
24 25 26 27 28
Kontrol Cr-6 Cr-10 Cr-11 Cr-12
17.0653a 16.6019a 11.8659a 17.1500a 13.9862a
10.0889a 10.6481a 13.2228a 12.4167a 9.7651a
74.7037ab 65.4815abc 46.4815c 85.0333a 56.0000bc
29 30 31 32 33
Kontrol Cr-23 Cr-25 Cr-84 Cr-88
13.5429a 14.0651a 13.9429a 16.7698a 14.6111a
9.4460a 8.6429a 9.1933a 10.7518a 10.9233a
73.1333a 51.0643b 63.1799ab 75.9616b 60.8790ab
34 35 36
Kontrol Cr-14 Cr-81
20.69a 20.69a 16.35ab
20.69a 13.89a 10.44a
88.13a 77.96a 64.95b
37 38 39 40 41
Kontrol Cr-39 Cr-40 Cr-41 Cr-43
15.13b 13.6600a 13.7567a 10.3500a 13.5833a
9.83a 8.5000a 8.5533a 7.8933a 9.1867a
46.741a 42.481a 43.815a 25.889b 51.148a
71.6296a 57.5556a 49.8519a 55.0000a
27
Tabel 2 (Lanjutan) No
Perlakuan
Rata-tara Panjang batang (cm) 11.4467a 11.2033a 10.2867a 10.8867a
42 43 44 45
Kontrol Cr-44 Cr-45 Cr-46
Panjang akar primer (cm) 15.6333a 14.9300a 15.0433a 14.6633a
Jumlah akar lateral
46 47 48 49 50 51
Kontrol Cr-47 Cr-48 Cr-49 Cr-50 Cr-51
12.8167a 11.8500a 12.4567a 11.8333a 12.2467a 11.9633a
10.4667a 10.0067a 10.5033a 9.7967a 11.0600a 10.4467a
41.5167a 36.1500a 47.3700a 41.3333a 46.3333a 35.1500a
52 53 54 55 56 57 58
Kontrol Cr-52 Cr-53 Cr-54 Cr-56 Cr-57 Cr-58
11.5333a 11.6867a 11.4267a 8.7167a 11.7933a 11.0167a 11.2967a
10.3967ab 10.1833ab 11.3167ab 9.3867b 10.1800ab 9.2467b 14.1633a
39.2567a 42.5167a 42.2233a 39.7400a 42.4800a 38.7033a 40.9633a
59 60 61 62
Kontrol Cr-16 Cr-20 Cr-21
12.900a 12.464a 9.856ab 7.220b
9.9657a 9.2243a 8.6264a 12.5833a
49.778ab 64.074a 44.778ab 32.000b
63 64 65 66
Kontrol Cr-17 Cr-18 Cr-19
9.9472a 9.3492a 10.3704a 9.6491a
9.6034a 7.6982a 10.6889a 10.5913a
42.7778a 33.0741a 38.4074a 42.3704a
67 68 69 70 71
Kontrol Cr-59 Cr-60 Cr-62 Cr-63
12.2491ab 14.9926a 12.2806ab 10.1370b 10.0495b
11.0000a 12.3889a 11.1616a 10.5593a 9.1602a
61.8009a 76.9630a 67.2500a 51.9630a 46.7870a
72 73 74 75 76
Kontrol Cr-15 Cr-37 Cr-76 Cr-77
13.0624a 8.646ab 10.643ab 12.919a 6.863b
10.408a 8.953ab 10.571a 11.629a 6.713b
66.1852a 46.6667ab 49.1481ab 54.6667ab 32.8889b
77 78 79 80 81
Kontrol Cr-69 Cr-68 Cr-67 Cr-66
10.021b 14.513a* 16.220a* 15.547a* 13.340ab
7.123b 9.570ab 10.890a* 11.503a* 10.063a*
53.190b 78.810a* 68.240ab 65.003ab 62.430ab
50.0400b 68.7033a* 51.9633ab 51.7433ab
28
Tabel 2 (Lanjutan) No
Perlakuan
Rata-tara Panjang batang (cm) 7.123b 9.570ab 10.890a* 11.503a* 10.063a*
77 78 79 80 81
Kontrol Cr-69 Cr-68 Cr-67 Cr-66
Panjang akar primer (cm) 10.021b 14.513a* 16.220a* 15.547a* 13.340ab
Jumlah akar lateral
82 83 84 85 86
Kontrol Cr-75 Cr-79 Cr-87 Cr-78
15.240a 14.533a 16.200a 7. 813b 15.767a
10.883a 12.113a 11.653a 10.940a 7.870b
58.523a 54.763a 72.807a 9.523a 29.663b
87 88 89
Kontrol Cr-64 Cr-65
13.437b 14.676b 9.419b
10.697c 22.487ab* 8.733c
65.14b 73.53b 48.71b
90 91 92 93 94
Kontrol Cr-71 Cr-72 Cr-74 Cr-70
13.023b 22.253a 16.120ab 14.863b 14.130b
8.607b 14.393a 11.667ab 11.797ab 11.923ab
52.24b 96.86a* 70.15ab 78.95ab 80.72ab
95 96 97 98 99 100 101
Kontrol Cr-32 Cr-83 Cr-89 Cr-90 Cr-91 Cr-82
20.9518a 9.8563b 11.0018b 13.3058b 13.3959b 12.3972b 10.6631b
9.3988a 8.2342ab 6.5744ab 8.2342b 6.7048b 6.0255b 6.4762b
77.9683a 43.4874b 37.9524b 43.8833b 40.1429b 39.9352b 42.6878b
102 103 104 105 106
Kontrol Cr 22 Cr 34 Cr 30 Cr 28
16.49b 16.94a 13.36a 11.92a 11.54a
10.07b 24.47a* 22.40ab 18.61ab 23.95a*
61.52b 87.28a* 77.57ab 72.90ab 93.43a*
107 108 109 110 111
Kontrol Cr 31 Cr 35 Cr 8 Cr 2
13.31ab 14.73a 16.10a 12.68ab 10.77b
10.91b 13.58a* 11.51ab 10.77b 6.81c
48.67ab 66.95a 57.29a 48.67ab 35.73b
53.190b 78.810a* 68.240ab 65.003ab 62.430ab
112 Kontrol 12.4704a 9.4926a 51.8148a 113 Cr-61 12.0704a 6.5148b 43.8519b 114 Cr-86 9.7963a 6.5704b 32.5926b Keterangan: 1. Angka yang diikuti dengan huruf yang sama dengan rata-rata kontrol menunjukkan tidak signifikan pada tingkat 5% dengan uji Anova; 2. Angka yang diikuti dengan huruf yang berbeda dengan rata-rata kontrol menunjukkan signifikan pada tingkat 95% dengan uji Anova; 3. Tanda bintang dan huruf yang dicetak tebal menunjukkan isolat signifikan memacu pertumbuhan kecambah kedelai kultivar Slamet pada tingkat 95% dengan uji Anova.
29
Produksi Siderofor Isolat Bacillus sp. yang mempunyai kemampuan memproduksi siderofor sebanyak 77 isolat dari 90 isolat yang diuji mampu mengkelat besi dalam media agar-agar CAS. Kemampuan ini ditunjukkan dengan terbentuknya zona berwarna oranye disekitar koloni pada media agar-agar CAS, seperti terlihat pada Gambar 9.
Gambar 9 Penampilan isolat Bacillus sp. Cr-79 pada media agar-agar CAS yang memperlihatkan terbentuknya zona berwarna oranye di sekitar koloni yang menunjukkan diproduksinya siderofor. Produksi siderofor ini menggunakan media CAS yang mengandung FeCl3.6H2O, dan mengandung indikator CAS yang berwarna hijau kebiruan. Zona tersebut mulai dapat diamati dengan jelas pada hari ke-tiga masa inkubasi. Tiaptiap isolat memiliki kemampuan yang berbeda dalam mengkelat besi, yakni beberapa isolat menunjukkan zona biru tua yang kemudian berubah menjadi oranye dan isolat lainnya pada hari ke-tiga langsung menunjukkan zona atau koloni berwarna oranye. Kepekatan warna oranye yang terbentuk menunjukkan adanya perbedaan afinitas isolat dalam mengkelat besi. Isolat yang tidak mampu mengkelat besi tidak akan membentuk zona oranye di sekitar koloni dan tetap berwarna putih atau krem sama dengan warna isolat asalnya.
30
Uji Antagonis Fitopatogen Sclerotium rolsfii Pada uji ini dapat diketahui sebanyak 3 isolat Bacillus sp. memiliki kemampuan dalam menghambat fungi S. rolsfii. Dari ketiga isolat tersebut hanya 1 isolat yang dapat mensintesis IAA yaitu Cr-55 sedangkan dua isolat lainnya tidak mampu mensintesis IAA. Penghambatan ini diamati secara kualitatif dan kuantitatif dengan menghitung persen penghambatan S. rolsfii terhadap isolat Bacillus sp. seperti yang ditunjukkan pada Gambar 10.
Gambar 10 Penghambatan pertumbuhan Sclerotium rolsfii oleh Bacillus sp. Cr55 pada media Potato Dextrose Agar setelah 4 hari inkubasi pada suhu ruang. Uji Antagonis Fitopatogen Fusarium oxysporum Terdapat 18 isolat Bacillus sp. yang mampu menghambat pertumbuhan Fusarium oxysporum pada media PDA. F. oxysporum memiliki warna putih seperti kapas hingga berwarna merah muda ketika sudah tua. Besar kemampuan penghambatannya ditunjukkan dalam persen penghambatan seperti terlihat pada Tabel 3. Uji ini dilakukan dengan metode yang sama dengan uji fitopatogen terhadap S. rolsfii, dan diamati baik secara kualitatif maupun kuantitatif pada hari ke-7 seperti terlihat pada Gambar 11. Pada hari ke-5 inkubasi penghambatan ini juga sudah dapat diamati dengan jelas. Pada pengamatan ini seringkali dijumpai adanya kerusakan hifa F. oxysporum. Pada sisi yang berhadapan dengan Bacillus
31
sp., yaitu hifanya lebih tipis dan terhambat pertumbuhannya, namun hifa ini masih terus berkembang sampai berhenti pada hari ke-7 inkubasi.
Cr-54
Cr-45
Cr-48
Cr-50
Gambar 11 Penghambatan pertumbuhan Fusarium oxysporum oleh Bacillus sp. Cr-45 pada media Potato Dextrose Agar (PDA) setelah inkubasi 7 hari pada suhu ruang. Tabel 3 Kemampuan isolat Bacillus sp. dalam melarutkan fosfat, memproduksi siderofor, dan menghambat fungi Sclerotium rolfsii dan Fusarium oxysporum Isolat
Cr-1 Cr-2 Cr-3 Cr-4 Cr-5 Cr-6 Cr-7 Cr-8 Cr-9 Cr-10 Cr-11 Cr-12 Cr-13 Cr-14 Cr-15 Cr-16 Cr-17 Cr-18 Cr-19 Cr-20
Uji Kelarutan fosfat
Produksi Siderofor
+ + + + + + + + + + + + + + +
+ + + + ++ + + + + ++ + + + -
Persen Penghambatan Sclerotium rolfsii
Fusarium oxysporum
-
++ (50%) + (14.3%) -
32
Tabel 3 (Lanjutan) Isolat
Cr-21 Cr-22* Cr-23 Cr-24* Cr-25 Cr-26 Cr-27 Cr-28* Cr-29 Cr-30 Cr-31* Cr-32 Cr-33* Cr-34 Cr-35 Cr-36 Cr-37 Cr-38 Cr-39 Cr-40 Cr-41 Cr-42 Cr-43 Cr-44* Cr-45 Cr-46 Cr-47 Cr-48 Cr-49 Cr-50 Cr-51 Cr-52 Cr-53 Cr-54 Cr-55 Cr-56 Cr-57 Cr-58 Cr-59 Cr-60 Cr-61 Cr-62 Cr-63 Cr-64* Cr-65 Cr-66* Cr-67* Cr-68* Cr-69* Cr-70 Cr-71* Cr-72
Uji Kelarutan fosfat
Produksi Siderofor
++ + + ++ + ++ + ++ + + + + + + + + + + ++ + ++ + ++ ++ ++ + + + + + + ++ ++ + + + + + + + + + + +
+ + + ++ + + + ++ + + ++ + + ++ ++ + + + + + +++ +++ ++ + ++ ++ ++ ++ +++ ++ + + ++ +++ ++ ++ + + + ++ ++ + ++ + + + ++
Persen Penghambatan Sclerotium rolfsii
Fusarium oxysporum
-
-
+ (16.7%)
-
++ (46%)
+ (37.5%)
+ (32.5%) + (35.6%) + (30%) ++ (51.2%) + (27.5%)
+ (37.5%) ++ (57.8%) ++ (40%)
+ (35.9%) ++ (38.6%) -
33
Tabel 3 (Lanjutan) Isolat
Cr-74 Cr-75 Cr-76 Cr-77 Cr-78 Cr-79 Cr-80 Cr-81 Cr-82 Cr-83 Cr-84 Cr-85 Cr-86 Cr-87 Cr-88 Cr-89 Cr-90 Cr-91
Uji Kelarutan fosfat
Produksi Siderofor
+ + ++ + + + ++++ + ++++ + +++ + + ++ ++++
++ + + + + +++ + + + ++ + + + ++ + + + ++
Persen Penghambatan Sclerotium rolfsii
Fusarium oxysporum
-
+ (29%) + (32.4%) ++ 49.25% + (22.3%) -
Keterangan: 1. untuk pengujian kelarutan fosfat dan siderofor, ‘+’: isolat memiliki respon positif terhadap pengujian, ‘++’: respon positif sedang, ‘+++’: respon positif besar atau ‘++++’ menunjukan respon positif sangat besar terhadap pengujian, (-): isolat memiliki respon negatif terhadap pengujian; 2. ‘*’: isolat mampu menacu pertumbuhan kedelai kultivar Slamet pada taraf signifikasi 5%; 3. Untuk persen penghambatan : ‘+’: Respon penghambatan kecil, ‘++’ : Respon penghambatan besar, ‘-‘: tidak menghambat.
PEMBAHASAN Genus Bacillus merupakan kelompok bakteri yang berhabitat di tanah, air, makanan dan rizosfer. Isolasi Bacillus sp. dilakukan dengan cara mensuspensikan sampel pada air yang dipanaskan pada 80 oC selama 10 sampai 30 menit, hal ini bertujuan untuk menjaring dan memisahkan Bacillus sp. dari bakteri lain yang tidak membentuk endospora serta mematikan sel vegetatif yang ada. Endospora merupakan ciri utama spesies Bacillus sehingga dapat dibedakan dari kelompok lain. Endospora ini seringkali resisten terhadap bahan kimia yang terdapat di alam. Bacillus juga memiliki berbagai kemampuan dalam beradaptasi dengan lingkungan. Kemampuan dalam membentuk endospora, memproduksi antibiotik, dan pembentukan kristal protein bagi serangga, menyebabkan kelompok ini lebih diminati dalam penelitian (Todar 2005). Famili Bacillaceae pertamakali diformulasikan oleh Fisher (1895). Kemampuannya dalam membentuk endospora, hidup secara aerobik baik obligat maupun secara fakultatif, memiliki bentuk sel batang dan memproduksi katalase merupakan karakter genus Bacillus. Keragaman Bacillus dapat dibedakan berdasarkan karakteristik morfologinya baik ukuran sel maupun posisi endospora, nutrisi, karakter pertumbuhan dan variasi substrat yang dibutuhkannya (Slepecky dan Hemphill, 1996). Kemampuan dalam menggunakan oksigen bebas untuk respirasi sel juga dapat menunjukkan keragaman mikroorganisme. Bacillus sp. memiliki karakter sebagai bakteri aerobik. Pada organisme aerobik, adanya oksigen akan menghasilkan produk akhir metabolisme yakni produk yang bersifat toksik seperti superoksida O2- suatu radikal oksigen bebas. Enzim katalase yang dimiliki berfungsi untuk mendegradasi superoksida menjadi air dan oksigen. Selain memiliki berbagai kemampuan tersebut diatas, Bacillus sp. juga telah diketahui memiliki kemampuan dalam mensintesis hormon asam indol asetat yang dapat memacu pertumbuhan tanaman. Beberapa spesies Bacillus yang telah diketahui berperan sebagai bakteri pemacu pertumbuhan tanaman adalah B. subtilis, B. pumilus, B. cereus, B. brevis, B. polymyxa, B. Pasteurii, B. amyloliquifaciens (Ryu et al. 2004; Shishido et al. 1996). Indole acetic acid merupakan jenis auksin yang penting bagi pertumbuhan tanaman. IAA terlibat dalam berbagai proses fisiologis tumbuhan seperti inisiasi
35
akar, pemanjangan sel, diferensiasi jaringan pembuluh dan proses pembungaan (Husen & Saraswati 2003). Sebanyak 90 isolat Bacillus sp. diketahui mampu mensintesis IAA. Reagen Salkowski yang digunakan dalam uji produksi IAA ini berperan sebagai indikator
pada biosintesis IAA. Reagen ini akan bereaksi
dengan asam indol piruvat yang terakumulasi di dalam filtrat yang diuji sehingga menyebabkan terbentuknya warna merah. Asam indol piruvat merupakan produk dari katalisis triptofan oleh triptofan transaminase pada biosintesis IAA (Patten & Glick 2002). Triptofan diketahui sebagai prekursor yang paling efektif dalam biosintesis IAA karena penambahan L-Trp ke dalam kultur bakteri dapat meningkatkan produksi IAA. Terdapat berbagai jalur biosintesis IAA pada mikroba, sebagai contoh pada Enterobacter cloacae, IAA disintesis melalui jalur Indole-3-piruvic acid (IPyA), pada Pseudomonas syringae IAA disintesis juga dari triptofan sebagai prekursornya melalui jalur indole-3-acetamide (IAM). IAA juga dapat disintesis melalui jalur tryptamine pada Agrobacterium tumefaciens dan melalui indole-3-acetonitrile pada Alcaligenes faecalis (Zakharova et al. 1999). Pada produksi IAA ini dilakukan dengan menggunakan dua perlakuan medium NB dengan penambahan L-Trp dan tanpa penambahan L-Trp. Sebanyak 90 isolat Bacillus sp. mensintesis IAA pada konsentrasi (ppm) yang beragam. Dari Tabel 1 dapat diketahui bahwa isolat yang ditumbuhkan dalam kultur yang ditambah L-Trp umumnya lebih mampu memproduksi IAA, ditunjukkan dengan tingginya konsentrasi IAA (ppm) yang dihasilkan, misalnya pada isolat Cr-4 (86.816 ppm) lebih tinggi dari pada IAA yang diproduksi pada medium tanpa LTrp (4.014 ppm). Kondisi ini diperlihatkan dengan terbentuknya warna merah yang lebih pekat pada reaksi antara filtrat dengan reagen Salkowski. Hal ini dimungkinkan terjadi karena L-Trp terdapat dalam jumlah banyak di dalam medium, dan kemudian terakumulasi menjadi asam indol piruvat, yang diubah oleh enzim Trp transaminase (Patten & Glick 2002). Disamping diinduksi dengan L-Trp, isolat Bacillus sp. yang tidak diinduksi dengan L-trp pun ternyata mampu mensintesis IAA. Hal ini dikarenakan Bacillus sp. memiliki kemampuan mensintesis triptofan di dalam selnya. Sintesis triptofan terjadi melalui jalur asam korismik sebagai asam amino aromatik (Szigeti 2004). Berlawanan dengan
36
kenyataan tersebut, seperti terlihat pada Tabel 1, terdapat isolat Bacillus sp. yang memproduksi IAA dalam konsentrasi IAA lebih rendah di dalam medium yang ditambah L-Trp. Kondisi ini mungkin terjadi karena adanya perbedaan kemampuan mikroba dalam menggunakan triptofan, serta adanya perbedaan mekanisme dalam mensintesis IAA. Patten & Glick (1996) juga mengatakan bahwa bakteri dengan galur yang berbeda menggunakan jalur yang lain selain IPyA dalam mensintesis IAA, yakni jalur IAM. Patten & Glick (2000) juga mengatakan bahwa adanya perbedaan kapasitas dalam memproduksi IAA oleh bakteri dimungkinkan karena pengaruh perbedaan aktifitas indolpiruvat dekarboksilase. Perbedaan ini terletak pada struktur protein, atau mungkin juga berbeda pada tingkat ekspresi gen ipdc. Pada optimasi produksi IAA yang diwakili oleh isolat Cr-4 dalam medium yang ditambah triptofan, diketahui bahwa IAA secara maksimal disintesis pada fase stasioner yaitu pada jam ke-25. IAA merupakan metabolit sekunder pada bakteri. Hormon ini disintesis oleh bakteri sebagai mekanisme fisiologi terhadap proses detoksifikasi akibat jumlah triptofan yang berlebih (Dosselaere at al. 1997). Menurut Tien et al. (1979) produksi IAA meningkat sesuai dengan peningkatan konsentrasi triptofan dari 1-100 µg/ml. Konsentrasi IAA juga meningkat seiring dengan umur kultur sampai bakteri mencapai fase stasioner. Pengocokan lebih disukai untuk memproduksi IAA, terutama pada media yang mengandung nitrogen sedangkan fitohormon lainnya juga terdeteksi pada medium kultur, yakni giberelin dan senyawa serupa sitokinin. Jalur indolepyruvic acid telah diketahui bersifat indusibel oleh triptofan, sedangkan pada kebanyakan organisme yang telah diteliti, jalur indole acetamide bersifat konstitutif dalam mensintesis IAA. Penambahan triptofan diketahui meningkatkan biosintesis IAA melalui jalur indolepiruvic acid pada Enterobacter cloacae, Rhizobium phaseoli, Bradyrhizobium japonicum dan Azospirillum brasilense. Pada fitopatogen Pseudomonas syringae pv. savastanoi, Pseudomonas syringae pv. syringae, Agrobacterium tumefacens dan Erwinia herbicola, gen yang termasuk pada jalur indole acetamide ditranskrib secara konstitutif (Paten & Glick 2000).
37
IAA yang disintesis oleh bakteri tidak digunakan oleh sel untuk pertumbuhannya, IAA tersebut umumnya digunakan sebagai sarana untuk berinteraksi dengan tanaman. Pada penelitian ini diketahui bahwa kecambah yang diinokulasi dengan menggunakan isolat Cr-33 (0.607 ppm), Cr-67 (0.814 ppm), Cr-68 (0.865 ppm) dan Cr-69 (4.317 ppm) secara nyata mampu memacu pemanjangan akar primer. Isolat Cr 66 (3.022 ppm), Cr-67, Cr-68, Cr-64 (7.560 ppm), Cr-22 (3.776 ppm), Cr-28 (1.476 ppm) dan Cr-31 (4.583 ppm) terbukti nyata meningkatkan pemanjangan batang kecambah kedelai. Isolat-isolat tersebut merupakan penghasil IAA dengan kisaran konsentrasi IAA rendah. Pemanjangan batang tersebut merupakan dampak dari pembelahan dan pemanjangan sel sebagai akibat dari induksi IAA yang dikeluarkan oleh isolat. Isolat Cr-24 (0.516 ppm), Cr-69, Cr-44 (1.521 ppm), Cr-71 (9.630 ppm), Cr-22 dan Cr-28 yang juga memiliki kemampuan memproduksi IAA pada kisaran konsentrasi IAA rendah, terbukti nyata meningkatkan jumlah akar lateral. Isolat Cr-71 yang menghasilkan IAA paling tinggi diantara sebelas isolat tersebut di atas mampu memacu pembentukan akar lateral. Hal ini sesuai dengan pendapat Patten dan Glick (2002) bahwa konsentrasi IAA yang rendah akan menstimulasi pemanjangan akar primer, sedangkan IAA pada kisaran konsentrasi tinggi yang dihasilkan oleh inokulum dengan kepadatan yang tinggi menstimulasi pembentukan akar lateral dan akar adventif. Secara in vitro Bacillus sp. pada penelitian ini, umumnya memiliki kemampuan mensintesis IAA dalam konsentrasi yang tinggi. Hal serupa juga telah dilaporkan oleh Widayanti (2006), bahwa isolat Bacillus sp. yang diisolasi dari tanah rizosfer memiliki kemampuan mensintesis IAA dalam konsentrasi yang tinggi, konsentrasi IAA tertinggi dicapai pada konsentrasi 67.2 ppm pada media yang ditambah dengan L-trp. Isolat Cr-4 pada penelitian ini tidak mampu memacu pertumbuhan kecambah kedelai kultivar Slamet secara signifikan baik dalam pemanjangan batang, akar primer maupun jumlah akar lateral. Hal ini terjadi mungkin karena isolat tersebut mensintesis IAA dalam konsentrasi yang tinggi (86.816 ppm). Kondisi tersebut dapat berdampak negatif terhadap pertumbuhan kecambah kedelai, yakni terhambatnya proses pemanjangan akar utama, pembelahan sel dan pembentukan akar lateral. Glick (1995) dan Petten dan Glick
38
(2002) melaporkan bahwa terdapat mekanisme penghambatan pertumbuhan tanaman akibat produksi IAA yang berlebih. IAA yang dikeluarkan isolat dalam jumlah
yang
tinggi
akan
meningkatkan
transkripsi
dan
aktivitas
aminosilklopropan-1-karboksilat (ACC) sintase yang akan mengkatalisis produksi ACC pada tanaman. Senyawa ini merupakan prekursor hormon etilen pada tanaman. Etilen berperan sebagai modulator fitohormon lain dan mencegah terjadinya pertumbuhan yang berlebihan (overgrowth). Disamping itu etilen juga berperan dalam menghambat proses elongasi akar, atau mungkin juga isolat tersebut tidak menghasilkan ACC deaminase, dimana enzim tersebut digunakan untuk mereduksi ACC yang dikeluarkan oleh akar tanaman, sebagai mekanisme kesetimbangan. Faktor lain yang mungkin berpengaruh terhadap proses pemacuan pertumbuhan oleh Bacillus sp. yakni jumlah sel yang terlampau tinggi ketika diinokulasikan kepada kecambah kedelai pada uji pemacuan pertumbuhan. Hal ini mungkin terjadi pada isolat Bacillus sp. Cr- 41 yang memproduksi IAA dalam konsentrasi rendah yakni 0.371 ppm pada medium dengan penambahan L-trp dan 0.208 ppm pada medium tanpa L-trp ,ternyata tidak nyata memacu pertumbuhan kecambah, baik pemanjangan batang, pemanjangan akar primer dan jumlah akar lateral. Aryantha et al. (2004) mengatakan bahwa pengenceran kultur yang diinokulasikan pada kecambah kacang hijau yang ditumbuhkan secara hidroponik mampu meningkatkan panjang kecambah yang optimum. Hasil tersebut sesuai dengan sifat hormon tumbuh yang efektif dalam jumlah yang sangat rendah. Pada penelitian ini hanya diperoleh 12 isolat Bacillus sp. yang mampu memacu pertumbuhan tanaman secara signifikan jika dibandingkan dengan kontrol, dan memberikan pengaruh yang bervariasi. Hal tersebut telah diketahui bahwa respon tanaman terhadap IAA yang diproduksi oleh bakteri sangat bervariasi, tergantung pada spesies tanaman dan konsentrasi IAA yang dikeluarkan (Arshad & Frankenberg 1993; Beyeler et al. 1997; Husen & Saraswati 2003). Rizobakteria yang berperan sebagai pemacu pertumbuhan tanaman memiliki berbagai karakter. Kemampuan melarutkan fosfat yang terikat di dalam tanah merupakan salah satu karakternya. Di dalam penelitian ini terdapat 76 isolat yang mampu melarutkan fosfat. Fosfat di dalam media Pikovskaya berikatan
39
dengan kalsium, adanya zona bening yang terbentuk di sekitar koloni mengindikasikan adanya aktivitas melarutkan dan memecah ikatan fosfat dengan unsur lain misalnya kalsium oleh bakteri. Bakteri ini melepaskan ikatan fosfat dengan mengeluarkan asam organik. Enzim fitase juga berperan untuk melarutkan fosfat selain asam organik. Hal ini seperti yang telah dikemukakan oleh Altomare et al. (1999) bahwa Mikroorganisme rizobakteria mampu melarutkan kalsium fosfat dan menyediakannya bagi tanaman melalui mekanisme pengeluaran asam organik. Rizobakteria seperti Bacillus sp. mampu melarutkan fosfat melalui sekresi asam organik. Asam ini menghidrolisis fosfat terikat menjadi fitat. Selanjutnya dengan menggunakan enzim fosfomonoesterase, fitat ini dihidrolisis menjadi myo-inositol dan fosfat, sedangkan fitase bakteri di daerah rizosfer berperan dalam menurunkan bentuk fitat yang terikat. Fosfat terserap oleh akar tanaman oleh kerja 3- dan 6-(4)-fitase. Hal ini dapat diartikan bahwa rizobakteria pelarut fosfat sangat berperan dalam membantu tanaman dalam menyerap fosfat (Idriss et al. 2002). Isolat Bacillus sp. pada penelitian ini memiliki perbedaan kemampuan dalam melarutkan fosfat. Hal ini terlihat dari adanya perbedaan besar zona dan kejernihan zona bening yang dihasilkan di sekitar koloni. Semakin luas dan jernih zona disekitar koloni menandakan besarnya kemampuan isolat dalam melarutkan fosfat yang terikat di dalam medium Pikovskaya (Gambar 6). Perbedaan kemampuan ini mungkin karena perbedaan asam organik yang diproduksi oleh tiap isolat Bacillus sp. Setiap jenis asam organik dimungkinkan memiliki kecocokan dan efektifitas dalam melepaskan ikatan fosfat. Fosfat pada media Pikovskaya terikat pada kalsium, dimungkinkan isolat Bacillus sp. seperti Cr-80 dan Cr-85 mempunyai respon positif yang besar dalam melarutkan fosfat. Isolat tersebut memproduksi asam organik tertentu yang efektif dalam memecah ikatan fosfat-kalsium, sedangkan isolat yang tidak mampu melarutkan fosfat seperti Cr-1 dan Cr-9, kemungkinan memproduksi asam organik yang berbeda yang tidak efektif untuk memecah ikatan fosfat-kalsium. Berkaitan dengan hal tersebut Premono (1998); Kpomblekou-A dan Tabatabai (1994) mengemukakan bahwa peran mikrob dalam melarutkan senyawa fosfat terkait erat dengan asam organik
40
yang dihasilkan, dan asam alifatik dengan betahidroksil dan alfa-hidroksil seperti asam sitrat dan oksalat sangat efektif dalam melarutkan batuan fosfat. Bakteri pelarut fosfat seperti Bacillus sp. merupakan bakteri tanah yang mempunyai kemampuan melarutkan P. Hal ini terjadi karena bakteri tersebut mampu mensekresikan asam-asam organik yang dapat membentuk kompleks stabil dengan kation-kation pengikat P di dalam tanah, asam-asam organik tersebut akan menurunkan pH dan memecahkan ikatan pada beberapa bentuk senyawa fosfat sehingga akan meningkatkan ketersediaan fosfat bagi tanaman (Mujib 2003). Kemampuan rizobakteria sebagai biokontrol juga merupakan salah satu karakter PGPR. Pada penelitian ini diketahui terdapat Bacillus sp. yang memiliki kemampuan dalam menghambat Sclerotium rolsfii dan Fusarium oxysporum. Kemampuan ini dimungkinkan karena bakteri ini mampu menghasilkan siderofor ataupun mampu menghasilkan senyawa metabolit sekunder lainnya yang dapat melawan pertumbuhan fungi fitopatogen. Dari 18 isolat yang mampu menghambat fungi fitopatogen tersebut, 16 diantaranya mampu memproduksi siderofor, sedangkan dua diantaranya Cr-42 dan Cr-43 tidak memproduksi siderofor. 16 isolat tersebut kemungkinan menghambat fitopatogen tersebut dengan menggunakan siderofor. Bacillus sp. dan fungi memperebutkan besi yang berada di daerah rizosfer. Afinitas Bacillus sp. yang lebih tinggi dalam mengkelat besi dapat melemahkan pertumbuhan fungi. Hal ini terjadi karena fungi mengalami kekalahan dalam berkompetisi untuk mendapatkan Fe, sehingga terhambat pertumbuhannya, tidak mampu mengkolonisasi rizosfer dan akhirnya tidak mampu menyerang akar tanaman. 18 isolat Bacillus sp. tersebut dari 90 isolat yang diuji, diduga mampu menghasilkan senyawa anti fungi fitopatogen F. oxysporum, satu diantaranya mampu menghasilkan senyawa anti S. rolsfii. Menurut Lim (1991), mikolisis didefinisikan sebagai kejadian hilangnya protoplasma pada struktur dinding sel fungi dan enzim tidak larut yang ada pada dinding sel tersebut. Hal ini merupakan salah satu mekanisme yang dilakukan oleh agen biokontrol. Enzim-enzim tersebut berpengaruh terhadap pertumbuhan apikal, melunakkan dinding sel selama
41
pembentukan cabang hifa, germinasi dan mendegradasi septa untuk memobilisasi inti sel serta fusi hifa. Hanya terdapat 1 isolat Bacillus sp. yakni Cr-55 yang mampu memghambat pertumbuhan S. rolsfii. Hal ini terjadi mungkin karena cendawan tersebut memiliki kemampuan bertahan hidup yang tinggi, kemampuannya memproduksi sklerotia dan kemampuan hidup pada kondisi lingkungan dengan kisaran yang luas, serta pertumbuhannya yang sangat cepat membuat cendawan ini sulit dihambat oleh Bacillus sp., bahkan dengan menggunakan metode kimiawi sekalipun. Nogueira et al. (2006) mengatakan bahwa Sklerotium rolsfii merupakan cendawan fitopatogenik yang mampu memproduksi antimikrobial berupa etil asetat. Senyawa ini mampu berperan sebagai antibiotik terhadap bakteri Gram negatif maupun Gram positif termasuk Bacillus cereus. Walaupun demikian, hasil penelitian ini diketahui isolat Cr-55 mampu menghambat S. rolsfii mungkin dengan menggunakan berbagai mekanisme baik menggunakan senyawa antibiotik yang dihasilkan, maupun enzim kitinase ataupun metabolit sekunder lainnya sebagai antimikrob. Mycobacillin dan zwettermicin merupakan senyawa anti fungi yang diproduksi oleh Bacillus. Penghambatan pertumbuhan S. rolsfii oleh isolat Bacillus sp. Cr-55 diduga dengan menggunakan kombinasi kitinase dan senyawa anti fungi yang tidak dimiliki oleh isolat Bacillus sp. yang lain. Hal ini sangat beralasan karena banyak isolat yang mampu menghambat pertumbuhan F. oxysporum namun tidak mampu menghambat pertumbuhan S. rolsfii. Hifa S. rolsfii tampak lurus dan kaku seperti benang, hal ini dikarenakan hifa tesebut mengandung kristal oksalat, sedangkan hifa F. oxysporum berbentuk seperti kapas. Dari penampakan ini kemungkinan terdapat perbedaan komposisi penyusun struktur hifa pada kedua cendawan tersebut, sehingga mekanisme untuk melawannya juga berbeda. Perbedaan kemampuan tiap isolat Bacillus sp. dalam memproduksi senyawa antifungi juga merupakan faktor penentu kuat lemahnya kemampuannya dalam menekan pertumbuhan S. rolsfii (Alexopoulos et.al 1996). Fusarium oxysporum juga merupakan cendawan perusak akar tanaman dan menyebabkan layu pada tanaman. Cendawan ini menyerang tumbuhan dengan menginvasi jaringan vaskuler menggunakan miselianya. Xilem yang tertutup oleh miselia tersebut mencegah perpindahan air sehingga tumbuhan
42
menjadi layu, sedangkan toksin yang diproduksi oleh Fusarium oxysporum berpengaruh terhadap permeabilitas membran dan terhambatnya metabolisme sel (Alexopoulos et.al 1996). 18 isolat Bacillus sp. termasuk Cr-55 mampu melawan cendawan ini. Dari data pada Tabel 3 terlihat kebanyakan isolat yang mampu menghambat pertumbuhan F. oxysporum ternyata juga memproduksi siderofor. Penghambatan ini diduga dengan menggunakan senyawa anti fungi atau siderofor yang diproduksi oleh isolat-isolat tersebut. Isolat yang berpotensi sebagai PGPR memiliki setidaknya 3 kriteria, yakni memiliki kemampuan mengkolonisasi akar tanaman dan mampu memacu pertumbuhan tanaman dan bersifat sebagai biokontrol. Dari 12 isolat yang telah diketahui mampu memacu pertumbuhan kecambah secara signifikan pada uji pemacuan pertumbuhan perkecambahan diatas, diperoleh 3 isolat yaitu Cr-24, Cr44 dan Cr-66 yang memiliki sifat sebagai biokontrol. Ketiga isolat tersebut juga memiliki kemampuan dalam melarutkan fosfat dan mensintesis siderofor. Isolatisolat tersebut dapat direkomendasikan sebagai rizobakteria PGPR yang berpotensi sebagai pemacu pertumbuhan tanaman dan sekaligus sebagai biokontrol fungi fitopatogen akar tanaman.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Dua belas isolat Bacillus sp. yang diisolasi dari tanah rizosfer kedelai mempunyai potensi sebagai pemacu pertumbuhan tanaman, yaitu Cr-22, Cr-24, Cr-28, Cr-31, Cr-33, Cr-44, Cr-64, Cr-66, Cr-67, Cr-68, Cr-69, dan Cr-71. Tiga isolat diantaranya yaitu Cr-24, Cr-44 dan Cr-66 merupakan kandidat PGPR yang memiliki
karakteristik
dapat
mensintesis
IAA,
memacu
pertumbuhan
perkecambahan secara signifikan, mampu melarutkan fosfat dan menghasilkan siderofor, serta mampu menghasilkan senyawa anti fungi yang dapat menghambat pertumbuhan fungi fitopatogen
F. oxysporum. Isolat-isolat tersebut dapat
direkomendasikan sebagai pemacu pertumbuhan tanaman dan sekaligus sebagai agen biokontrol fungi fitopatogenik pengendali F. oxysporum.
Saran Ketiga isolat yang berpotensi sebagai kandidat PGPR perlu diuji dengan beberapa pengujian yakni, uji kolonisasi untuk mengetahui kemampuannya dalam mengkolonisasi akar tanaman kedelai. Uji patogenesitas juga perlu dilakukan untuk memastikan isolat-isolat tersebut dapat diaplikasikan secara in vivo. Pengujian 16S rDNA juga perlu dilakukan untuk keperluan identifikasi secara molekuler.
DAFTAR PUSTAKA Agrios GN. 1988. Plant Pathology 3rd. Ed. Academic Press. Inc. New York. Alexopoulos CJ, Mims CW, Blackwell M. 1996. Introduction Mycology. John Willey inc. New York. Arshad M, Frankenberger Jr. WT. 1993. Microbial production of plant growth regulators. In Meeting Jr. FB (ed). Soil Microbial Ecology, Applications in agricultural and Environtmental Management. Marcel Dekker Inc. New York. Aryantha IP, Lestari DP, Pangesti NPD. 2004. Potensi isolat bakteri penghasil IAA dalam meningkatkan pertumbuhan kecambah kacang hijau pada kondisi hidrophonik. J Mikrobiol Indones 9:43-46. Arwiyanto T. 1997. Pengendalian hayati penyakit layu bakteri tembakau. J Perlind Indones 5:54-60. Bai Y, Zhou X, mith DL. 2003. Enhanced soybean plant growth resulting from coinoculation of Bacillus strain with Bradyrhizobium japonicum. Crop Management and Quality. Dep. of Plant Science. Macdonald Campus of McGill unv.Canada. Bar T, Okon Y. 1995. Conversion of trypthophan, indole-3-pyruvic acid, indole3-lactic and indole-3-acetic acid by Azospirillum brasilense Sp7. In Azospirillum VI and related Microorganism: Genetic, Physiology, Ecology. Springer-Verlag. Berlin. Barea. JM, Pozo MJ, Azćon R, Aguilar CA. 2005. Microbial co-operation in rizosfer. J Exp Bot 56:1761-1778. Blomberg GV, Luthenberg BJJ. 2001. Molecular basis of plant growth promotion and biocontrol by rhizobacteria. Curr Opin Plant Biol 4:344-350. Brandl. M, E. M. Clark, S. E. Lindow. 1996. Characterization of indole-3-acetic acid (IAA) biosynthetic pathway in a epiphytic of Erwinia herbicola and IAA production in vitro. Can J Microbiol 42: 287-304. Campbell R. 1989. Biological Control of Microbial Plant Phatogens. Cambridge University Press. Cambridge. 281 pp. Compant S, Duffy B, Nowak J, Cle’ment C, Barkai E. 2005. Use of plant growthpromotion bacteria for biocontrol of plant disease: principles, mechanisms of action and future prospect. Environ Microbiol 71: 4951-4959. Cunningham JE, Kuiak C. 1992. Production of citric and oxalic acids and solubilization of calcium phosphate by Pinicillium bilaii. Appl Enviro Microbiol 58;1451-1458.
45
Datta M, Banik S, Gupta RK. 1982. Studies on the efficacy of a phytohormone producing phosphat solubilizing Bacillus firmus in augmenting paddy yield in acid soils of Nagaland. J Plant Soil 69: 365-373. Dey R, Pal KK, Bhatt DM, Chauhan SM. 2004. Growth promotion and yield enhancement of peanut (Arachis hypogea L.) by application of plant growth promotion rhizobacteria. Microbiol Res 159: 371-394. Dikin A, Sijiam K, Kadir J, Seman IA. 2006. Antagonistic bacteria against Schizophyllum commune fr in Peninsular Malaysia. Biotropia 13: 111-121. Dosselaere F et al. 1997. Indole-3-acetic biosynthesis in Azospirillum brasilense. Di dalam : proceedings of the fourth international workshop on plant growth rizobacteria; Sapporo. Jepang.hlm 306-309. Egamberdiyeva D et al. 2006. Improvement of wheat and cotton growth and nutrient uptake by phosphate solubilizing bacteria. 26th Southern Conservation. Tillage Converence. Enebak SA, Wei G, Kloepper JW. 1998. Effects of plant growth promoting rhizobacteria on loblolly and slash pine seedling. J Forest sci 44:139-144. Estiken A, Kardilag H, Erusli S, Turan M, Sahin F. 2002. The effect of spraying a growht bacterium on yield, growht and nutrient element composition of leaves of Apricot (Prunus ameniaca l. cv. Hacihaliloglu). J Aust Agri Research 54: 377-380. Galal YG, El-Gandaour JA, El-Akel FA. 2001. Stimulation of wheat growth and N fixation through Azospirillum and Rhizobium inoculation. A field trial 15N technigues. In W.J. Horts eds. Plant Nutrition-Food Security and Stability of Agroecosystem. Golstein AH. 1995. Recent progress in understanding the molecular genetic and biochemistry of calcium phosphate solubilization by gram negative bacteria. Biol Agric Hort 2:185-193. Gonsalves AK, Ferreira S. 1993. Fusarium oxysporum. Departement of Plant Pathology, CTAHR. University of Hawaii at Manoa. Haas D & Défago G. 2005. Biological control of soil-borne pathogens by fluorescent pseudomonads. Nat Rev Microbiol:1-13. Hadioetomo RS. 1993. Petunjuk Praktikum Mikrobiologi Dasar. Institut Pertanian Bogor. Bogor Husen E, Saraswati R. 2003. Effect of IAA-producing bacteria on the growth of hot papper. J Mikrobiol Indones 8: 22-26. Idriss E, Makarewicz O, Farouk A, Rosner K, Grenier R, Bochow H, Richter T, Borris R. 2002. Extracellular phytase activity of Bacillus amyloliquefaciens
46
F2B45 contributs to its plant growth promoting effect. Microbiology 148: 2097-2109. Jones RK. 1985. Fungicides for Bedding Plants. Bedding Plants Inc. News 16: 34. Kloepper JW, Schroth MN. 1978. Plant growth promoting rhizobacteria on radish. In Proceding of the 4th Conference of Plant Pathogenic Bacteria Vol 2. Station de Pathogenic. Angers: INRA. p 879-882. Kloepper JW. 1993. Plant growth-promoting rhizobacteria as biocontrol agens. In F.B. Meeting, Jr. (ed.) Soil microbial Ecology. Application in Agricultural and Environmental Management. Marcel Dekker Inc., New York. Kpomblekou-A & Tabatabai M A. 1994. Effect of organic acid release of phosphorous from phosphate rocks. Soil Sci. 158:442-453. Leveau JHJ, Lindow SE. 2005. Utilization of plant hormone indole-3-acetic acid for growth by Pseudomonas putida strain 1290. Appl Environ Microbiol 71:2365-2371. Lebuhn M & Hartman A. 1997. Production of auxin and L-tryptophan related indolic and phenolic compounds by Azospirillum brasilense and Azospirillum lipoferum. In Improving Plant Productivity with Rhizosphere Bacteria. CSIRO. Australia. P.145-147. Lim HS, Kim YS, Kim SD. 1991. Pseudomonas stutzeri YPL-1 genetic transformation and antifungal mechhanism against Fusarium solani, an agent of palant root rot. Appl Environ Microbiol: 510-516. Liu ZL, Sinclair JB. 1993. Colonization of soybean roots by Bacillus megatrium B153-2-2. J Soil Biol Biochem 25:849-855. Loper JE, Henkels MD. 1999. Utilization of heterologous siderophores enhances levels of iron available to Pseudomonas putida in the rhizosphere. Appl Environ Microbiol 65:5357-5363. Manulis S. A, H-Chesnar, M. T. Brandl, S. E. Lindow and I. Barash. 1998. Differential infolfment of indole-3-acetic acid biosynthetic pathway in Pathogenicity and Epiphytic Fitness of Erwinia herbicola pv. Gypsophilae. Molec. Plant-Microbe Interac. 11: 623-642. Martens DA, Frankenberger. 1994. Assimilation of oxogenous 2’-14C indole-3acetic acid and 3’-14C-tryptophan exposed to the roots of tree wheat varietas. Plant Soil 144:281-290. Mazzola M and White FF. 1993. A Mutation in the Indole-3-Acetic Acid biosynthesis pathway of Pseudomonas syringae pv. Syringae affect growth in Phaseolus vulgaris and syringomycin production. J Biotechnol: 1374-1382.
47
Mello MRF, Assis SMP, Mariano LRL, Camara TR, Menezes M. 2000. Screening Bacteria and Bacterization methods for Growth promoting of Micropropagated Pineapple Plantlets. Universidade Federal Rural de Pernambuco. Brazil. Mujib M. 2003. Efektivitas bakteri pelarut fosfat dan pupuk P terhadap tanaman jagung (Zea mays L.) pada tanah masam (Tesis). Jurusan Biologi. FMIPA. Univ.Jember. Jember. Nasrun dan Nuryani. 2007. Penyakit layu bakteri pada nilam dan strategi pengendaliannya. J Litbang Pert 26:1-15. Nogueira MA, Diaz G, Andrioli W, Falconi FA, Stangarlin JR. 2006. Secondary metabolites fro Diplodia maydis and Sclerotium rolsfii with antibiotic activity. J Braz Microbiol 37:14-16. O’Sullivan DJ, O’Gara F. 1992. Traits of fluorescent Pseudomonas spp. Involved in suppression of plant root pathogens. Microbiol Rev. 56:662-667. Pan, Redeman S, Kunert K, Hastings JW. 1997. Ultrastructural studies on the colonization of banana tissue and Fusarium oxysporum f.sp. cubense race 4 y the endophytic bacterium Burkolderia cepacia. J Phytopathol 145:479-489. Patten CL and Glick BR. 1996. Bacterial biosynthesis of indole-3-acetic acid. Can J Microbiol 42:207-220. Patten CL, Glick BR. 2002. Role of Pseudomonas putida indoleacetic acid in development of the plant root system. Appl Environ Microbiol 68: 3795 – 3801. Patten CL, Glick BR. 2000. Isolation and characterization of indoleacetic acid biosynthesis genes from plant growth-promoting bacteria. Dep of Biology University of Waterloo. Canada. Phae CG, Sasaki M, Shoda M, Kubota H. 1990. Characteristic of Bacillus subtilis isolated from compost suppressing phytopathogenic microorganisms. Soil Sci Plant Nutr 36:555-586. Premono ME. 1998. Mikrob pelarut fosfat untuk mengefisienkan pupuk fosfat dan prospeknya di Indonesia. Hayati 5:89-94. Reddy NR, Pierson MD, Sathe SK, Salunkhe DK. 1989. Phytases in Cereals and Legumes. CRC Press. Boca Raton. Richardson AE, Hadobas PA, Hayes JE, O’Hara JE, Simpson RJ. 2001. Utilization of phosphorus by pasture plants supplied with myo-inositol hexaphospates is enhanced by the presence of soil microorganisms. Plant Soil 229:47-56.
48
Ryu CM. 2003. Bacterial volatile promote growth in Arabidopsis. Proc Natl Acad Sci 100: 4927-4932. Shishido. M, Massicotte. H. B, Chanway. C. P. 1996. Effect of plant growht promoting Bacillus strain on Pine and Spruce seedling growth and Mycorrhizal infaection. J Annals Botany 77: 433-441. Slepecky RA and Hemphill HE. 1996. The Genus Bacillus-nonmedical in The Prokaryotes, a Handbook on the Biology of Bacteria: Ecophysiology, Isolation, Identification, Application. Springer-verlag.new york. Smith IM, Dunez DH, Phillips RA, Lelliott, Archer SA. 1988. European Handbook of Plant Disease. Blackwell Scintific Publications. Oxford. Subba Rao. 1982. Soil Microorganisms and Plant Growth. Science Publisher. USA Subba Rao. 1999. Soil Microorganisms and Plant Growth Ed-4. Science Publishers Inc. USA Szigeti R, Milescu M, Gollnick P. 2004. Regulation of tryptophan biosynthesis genes in Bacillus halodurans: common element but different strategies than those used by Bacillus subtilis. J Bacteriol 186; 818-828. Tien T.M, H. Gaskins and D. H. Hubbell. 1979. A taxonomic study of the Spirillum lipoferum group with description of a new genus, Azospirillum gen nov and two species Azospirillum lipoferum (Beijerink) comb. nov and Azospirillum brasilense sp. nov. Can J Microbiol 24: 967-980. Tilak K. V. B. R et al. 2005. Diversity of palant growth and health supporting bacteria. Curr Sci 89:136-150. Todar K. 2005. The genus Bacillus. Departement of Bacteriology. University of Wisconsin-madison. Weller DM. 1988. Biological control of soil borne plant pathogens in the rhizosphere with bacteria. Annu Rev Phytopathol 26:379-407. Whipps JM. 2002. Microbial interaction and biocontrol in the rhizosphere. J Exp Bot 52: 487-511. Widayanti T. 2006. Isolasi dan karakterisasi Bacillus sp. indigenus penghasil asam indol asetat asal tanah rizosfer [Skripsi]. Dept.Biologi. FMIPA. IPB.Bogor. Wodzinski RJ, Ullah AHJ. 1996. Phytase. Adv Appl Microbiol 42:263-302. Zakharova EA, Shcherbakov AA, Brudnik VV, Skripko NG, Bulkhin NS, Ignatov VV. 1999. Biosynthesis of indole-3-acetic acid in Azospirillum brasilense. J Eur Biochem 259: 572-576.
49
Zhang F, Dasthi N, Hynes RK, Smith DL. 1996. Plant growth promoting rhizobacteria and soybean [Glycine max (L.) Merr.] nodulation and nitrogen fixation at suboptimal root zone temperatures. Annals Bot 77: 453-459.
LAMPIRAN
50
Lampiran 1. Medium, Zat warna dan Reagen
A. Medium 1. Nutrient agar Nutrient Broth
8g
Bacto agar
20 g
Aquades
1000 ml
2. Potato Dextrose Agar Potato dextrose agar
39 g
Aquades
1000 ml
B. Komposisi Media / Liter 1. Nutrient Broth Beef extract
3.0 g
Peptone
5.0 g
2. Potato dextrose agar Potato starch
4.0 g
Dextrose
20.0 g
Agar
15.0 g
3. Pikovskaya Ca3HPO4
5g
(NH4)2SO4
0.5 g
KCl
0.2 g
MgSO4.7H2O
0.1 g
Ekstrak khamir
0.5 g
MnSO4
25 mg
FeSO4
25 mg
Bacto agar
20 g
Aquades
1000 ml
51
4. Chrome Azurol Sulfonate Larutan 1 (Indikator Fe-CAS) FeCl3.6H2O
1 mM
HCl (10 ml)
10 mM
CAS (50 ml)
1.21 mg ml-1
HDTMA (40 ml)
1.82 mg ml-1
Larutan 2 (Buffer) PIPES
30.24 g
KH2PO4
3g
NaCl
5g
NH4Cl
10 g
MgSO4
20 mM
CaCl2
1 mM
Aquades
(volume akhir 800 ml)
KOH 50 % (pH 6.8) Bacto agar
20 g
Larutan 3 Glukosa
2g
Manitol
2g
Mikro element: MgSO4.7H2O
493 mg
CaCl2
11 mg
MnSO4.H2O
1.17 mg
H3BO3
1.4 mg .
0.04 mg
.
ZnSO4 7H2O
1.2 mg
NaMoO4.2H2O
1.0 mg
Aquades
70 ml
CuSO4 5H2O
Larutan 4 Cassamino acid (10 ml)
10 % (w:v)
52
5. Agar 1 % Bacto agar
1g
Aquades
100 ml
C. Zat Warna 1. Kristal ungu (modifikasi Hucker; pewarnaan Gram) Larutan A: Crystal Violet (kandungan zat warna 85 %)
2g
Ethanol (95 %)
20 ml
Larutan B: Amonium oxalate
0.8 g
Aquades
80 ml
Campurkan larutan A dan B Crystal violet (0.5 % dalam air; pewarnaan kapsul) Crystal violet (kandungan zat warna 85 %)
0.5 g
Aquades
100 ml
2. Hijau malakit (pewarnaan spora) Malachite green oxalate
5g
Aquades
100 ml
3. Safranin (Pewarnaan Gram) Safranin O
0.25 g
Ethanol (95 %)
10 ml
Aquades
100 ml
4. Safranin (Pewarnaan spora) Safranin O
0.5 g
Aquades
100 ml
D. Reagen dan Indikator 1. Hidrogen Peroksida 3 % (Uji katalase) H2O2
3 ml
H2O
100 ml
53
2. Salkowsky H2SO4
150 ml
Aquades
250 ml
FeCl3.6H2O
0.5 M