POTENSI BAKTERI ENDOFIT ASAL TANAMAN KARET SEBAGAI PEMACU PERTUMBUHAN BIBIT BATANG BAWAH TANAMAN KARET (Hevea brasiliensis Müll. Arg.)
UMI HIDAYATI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul Potensi Bakteri Asal Endofit Tanaman Karet sebagai Pemacu Pertumbuhan Bibit Batang Bawah Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Müll. Arg.) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor,
Agustus 2014
Umi Hidayati NIM A161090011
RINGKASAN UMI HIDAYATI. Potensi Bakteri Endofit Asal Tanaman Karet sebagai Pemacu Pertumbuhan Bibit Batang Bawah Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Müll. Arg.) Dibimbing oleh Dwi Andreas Santosa, Iswandi Anas Chaniago, Abdul Munif, dan Siswanto. Bakteri endofit hidup dalam jaringan tanaman, dapat diisolasi melalui sterilisasi permukaan. Isolasi bakteri endofit dari tanaman karet yang berpotensi sebagai pemacu pertumbuhan sangat penting dilakukan. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk melakukan isolasi, seleksi, dan karakterisasi bakteri endofit pemacu pertumbuhan bibit batang bawah tanaman karet, memperoleh kultur campuran bakteri endofit untuk meningkatkan pertumbuhan, dan mengetahui kemampuan bakteri endofit dalam meningkatkan efisiensi pemupukan. Bakteri endofit diisolasi dari daun, kulit sadapan (tatal), dan akar tanaman karet klon IRR 118 dan IRR 39 yang memproduksi lateks dan yang mengalami Kering Alur Sadap (KAS). Isolasi memperoleh 117 isolat bakteri endofit, setelah pengujian respon hipersensitif pada daun tembakau diperoleh 71 isolat dengan respon negatif, selanjutnya setelah pengujian hemolisis pada media agar darah diperoleh 55 isolat dengan respon negatif. Isolat kemudian diuji kemampuannya untuk meningkatkan daya kecambah dan pertumbuhan benih padi dan dari 55 isolat tersebut dihasilkan 5 isolat terpilih memiliki skor tertinggi yaitu isolat KPD6, KPA32, LPD74, LPD76 dan KPA38. Pengujian kemampuan bakteri endofit terseleksi terhadap kemampuan penambatan N2 diperoleh hasil 28.43- 42.30 nmol C2H4/μL/jam. Isolat bakteri endofit terpilih juga mampu menghasilkan hormon IAA (Indole Acetic Acid), giberelin, dan sitokinin (zeatin dan kinetin). Kemampuan menghasilkan hormon IAA 28.167-119 μg ml-1, giberelin 7.5-60 μg ml-1, sitokinin (zeatin) 0.012-0.025 μg ml-1, dan sitokinin (kinetin) 0.004-0.029 μg ml-1. Identifikasi 5 isolat bakteri endofit terpilih berdasarkan sekuen parsial 16S rRNA diperoleh Bacillus cereus KPD6, Pseudomonas aeruginosa KPA32, Brachybacterium paraconglomeratum LPD74, bacterium (bakteri tidak dikenal) LPD76 dan Providencia vermicola KPA38. Lima bakteri endofit tersebut diuji kompatibilitasnya mendapatkan kultur campuran yang dapat meningkatkan pertumbuhan bibit batang bawah tanaman karet klon PB 260. Pengujian kompatibilitas 5 bakteri endofit dalam 25 perlakuan memberikan hasil positif yang berarti kompatibel. Aplikasi kultur campuran untuk meningkatkan pertumbuhan bibit batang bawah tanaman karet menunjukkan 2 kultur campuran dengan hasil yang paling baik yaitu kultur campuran 1 terdiri dari 2 spesies bakteri Brachybacterium paraconglomeratum LPD74 dan Providencia vermicola KPA38 dan kultur campuran 2 terdiri 3 spesies bakteri Bacillus cereus KPD6, Pseudomonas aeruginosa KPA32, dan Brachybacterium paraconglomeratum LPD74. Bakteri endofit mampu masuk dan mengkolonisasi planlet bibit karet microcutting yang dibuktikan berdasarkan hasil Scanning Electron Microscopy. Pengujian kultur campuran untuk meningkatkan pertumbuhan bibit batang bawah tanaman karet dilakukan di rumah kaca. Menggunakan rancangan acak lengkap faktorial dengan 2 faktor dan 5 ulangan. Faktor pertama inokulasi kultur
campuran (K) menggunakan 3 perlakuan yaitu (1) tanpa inokulasi kultur campuran (K0), (2) inokulasi kultur campuran 1 (K1), dan (3) inokulasi kultur campuran 2 (K2). Selanjutnya faktor kedua dosis pemupukan (P) menggunakan 5 perlakuan : (1) tanpa pemupukan (P0), (2) pemupukan 25 % dari dosis rekomendasi (P1), (3) pemupukan 50 % dari dosis rekomendasi (P2), (4) pemupukan 75% dari dosis rekomendasi (P3), dan (5) pemupukan 100% dosis rekomendasi (P4). Berdasarkan analisis sidik ragam yang dilakukan, tidak ada beda nyata pada perlakuan aplikasi kultur campuran dan pemupukan ke bibit batang bawah tanaman karet. Hasil analisa tanaman secara umum terdapat kecukupan hara terutama Nitrogen. Kata kunci : sterilisasi permukaan, klon PB 260, Scanning Electron Microscopy, kultur campuran
SUMMARY UMI HIDAYATI. The Potency of Endophytic Bacteria from Rubber Plants (Hevea brasiliensis Müll. Arg.) as Plant Growth Promoting for Rubber Rootstooks. Supervised by Dwi Andreas Santosa, Iswandi Anas Chaniago, Abdul Munif, dan Siswanto.
Endophytic bacteria is bacteria living in plant tissue, and they can be isolated through surface sterilization. Isolation of endophytic bacteria from rubber plant that are potentially involved in enhanching growth is important to be carried out. The objective of this experiment was to isolate, select, and characterize the endophytic bacteria from rubber plants that have potency to enhance rubber rootstocks growth. About 117 isolates of endophytic bacteria were isolated from leaf, shaved bark and feeder root of IRR 118 and IRR 39 rubber clones. The isolates of endophytic bacteria were selected by hypersensitive response and hemolysis test, 71 isolates showed negative respons of hypersensitive test, and 55 isolates showed negative result of hemolysis test. Germinating and growth test on paddy rice seedling for 55 isolates showed 5 isolates have highest score and have been selected for further experiment. N2 fixation of the 5 selected endophytic bacteria indicated by ARA method showed that acetylene reduction ranged from 28.43 to 42.30 nmol C2H4/μL/hour. The capacity to produce IAA (Indole Acetic Acid) was 28.167 - 119 μg ml-1, gibberellin 7.5 - 60 μg ml-1, cytokinin (zeatin) 0.012-0.025 μg ml-1, and cytokinin (kinetin) 0.004 - 0.029 μg ml-1. The 5 bacteria were identified based on partial sequencing 16S rRNA as Bacillus cereus KPD6, Pseudomonas aeruginosa KPA32, Brachybacterium paraconglomeratum LPD74, unknow bacterium LPD76 dan Providencia vermicola KPA38. Mixed cultures of endophytic bacteria were expected to increase the plant growth and improve the quality of rubber rootstocks. All of the selected endophytic bacteria are compatible each other. Application of mixed cultures to improve rubber rootstocks growth gave the best results of 2 mixed cultures. The first mixed culture contains 2 bacteria, namely Brachybacterium paraconglomeratum LPD74 and Providencia vermicola KPA38, then the second mixed culture contains 3 bacteria, namely Bacillus cereus KPD6, Pseudomonas aeruginosa KPA32, and Brachybacterium paraconglomeratum LPD74. Endophytic bacteria were able to enter to planlet originated from micro cutting proven by Scanning Electron Microscopy. Mixed culture selected isolates were applicated to improve rubber rootstock growth in the greenhouse. The design of the experiment used a completely randomized factorial design using 5 replicates, the first factor was mixed culture inoculation (K) using the 3 treatments (1) without the inoculation (K0), (2) inoculation of mixed culture 1 (K1), and ( 3) inoculation of mixed culture 2 (K2). Furthermore, second factor was dose of fertilizer (P) using the 5 treatments (1) without fertilization (P0), (2) 25% fertilization of the recommended dose (RD) (P1), (3) 50% fertilization of RD (P2), (4) 75% fertilization of RD (P3), and (5) 100% fertilization of RD (P4). Based on the analysis of variace, there was no significant difference among the treatment of mixed cultures and fertilizer
application on growth of rubber rootstocks. Nutrient analysis showed that indicated the optimum range of plant nutrient content, asspecially Nitrogen concentration. Key words : surface sterilization, PB 260 clone, Scanning Electron Microscopy, mixed culture
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
POTENSI BAKTERI ENDOFIT ASAL TANAMAN KARET SEBAGAI PEMACU PERTUMBUHAN BIBIT BATANG BAWAH TANAMAN KARET (Hevea brasiliensis Müll. Arg.)
UMI HIDAYATI
Disertasi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Ilmu Tanah
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
Penguji pada Ujian Tertutup : 1. Dr Ir Thomas Wijaya, MAgrSc ( Kepala Bidang Penelitian Pra Panen Pusat Penelitian Karet) 2. Dr Rahayu Widyastusti, MSc (Staf Pengajar Depatemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor) Penguji pada Ujian Terbuka : 1. Dr Ir Gede Wibawa, DEA ( Direktur Riset dan Pengembangan PT. Riset Perkebunan Nusantara) 2. Dr Ir Hariyadi, MS (Staf Pengajar Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor)
Judul Disertasi
Nama NIM Program Studi
: Potensi Bakteri Endofit Asal Tanaman Karet sebagai Pemacu Pertumbuhan Bibit Batang Bawah Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Müll. Arg.) : Umi Hidayati : A161090011 : Ilmu Tanah
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Prof Dr Ir Dwi Andreas Santosa, MS Ketua
Prof Dr Ir Iswandi Anas Chaniago, MSc Anggota
Dr Ir Abdul Munif, MScAgr Anggota
Dr Siswanto, DEA Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi Ilmu Tanah
Dekan Sekolah Pascasarjana
Ir Atang Sutandi, MSi PhD
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian: 23 Juli 2014
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan disertasi berjudul ”Potensi Bakteri Endofit Asal Tanaman Karet sebagai Pemacu Pertumbuhan Bibit Batang Bawah Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Müll. Arg.)”. Disertasi ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk mahasiswa pascasarjana program S3 untuk mendapatkan gelar Doktor pada Program Studi Ilmu Tanah Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penulis menyampaikan penghargaa dan ucapan terima kasih kepada komisi pembimbing, Bapak Prof Dr Ir Dwi Andreas Santosa, MS, Bapak Prof Dr Ir Iswandi Anas Chaniago, MSc, Bapak Dr Ir Abdul Munif, MScAgr, dan Bapak Dr Siswanto, DEA, atas semua bimbingan, kritik, dan saran yang telah diberikan dengan tulus dan penuh kesabaran untuk penulis selama penelitian sampai penyelesaian disertasi ini. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Dr Ir Komaruddin Idris, MSc dan Dr Rahayu Widyastuti, MSc sebagai penguji ujian prakualifikasi calon doktor tertulis dan lisan. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Dr Ir Thomas Wijaya, MScAgr dan Dr Rahayu Widyastuti, MSc sebagai penguji pada ujian tertutup. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Dr Ir Gede Wibawa, DEA dan Dr Ir Hariyadi, MS sebagai penguji pada ujian terbuka. Saran dan pertanyaan yang diberikan sangat membantu dalam penyempurnaan disertasi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Direktur Utama PT. Riset Perkebunan Nusantara, Direktur Pusat Penelitian Karet dan Kepala Balai Penelitian Sembawa atas izin, kesempatan, dan bantuan biaya pendidikan yang diberikan untuk penulis selama mengikuti tugas belajar Program Doktor pada Program Studi Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Rektor Insitut Pertanian Bogor, Dekan Fakultas Pertanian, Ketua Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Ketua Program Studi Ilmu Tanah, para staf pengajar pada Program Studi Ilmu Tanah, serta staf administrasi Sekolah Pascasarjana dan Program Studi Ilmu Tanah, atas semua bantuan untuk kelancaran penulis menempuh pendidikan di Sekolah Pascasarjana Intitut Pertanian Bogor. Terimakasih penulis sampaikan kepada rekan-rekan peneliti, teknisi, analis, dan laboran di Balai Penelitian Sembawa dan Pusat Penelitian Karet, atas semua pemikiran dan bantuan selama penulis menyelesaikan penelitian disertasi. Terimakasih juga penulis sampaikan kepada bapak ibu dan rekan-rekan di Laboratorium Bioteknologi Tanah Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, dan Laboratorium Nematologi Departemen Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor, serta Laboratorium Bioteknologi Lingkungan di Indonesian Center for Biodiversity and Biotechnology di Bogor. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada rekan-rekan Pascasarjana Program Studi Ilmu Tanah khususnya angkatan 2009 (Bedah Rupaidah, SSi MSi dan Dr. Ir. Yiyi Sulaiman, MSc) dan rekan-rekan Program Studi Fitopatologi, serta Forum Wacana Pascasarjana atas bantuan, pemikiran, dan dukungannya selama penulis menyelesaikan penelitian dan pendidikan di Insitut Pertanian Bogor. Terima kasih yang tak terhingga kepada ayahanda Muhammad Kasnun (Alm) dan ibunda Suhartini, ayahanda R. Suhardjo, BA dan ibunda Suharyanti
(Alm), serta ayahanda H. Mukhayat dan ibunda Sukamti, beserta keluarga besar Moch Anwar dan Atmo Dimejo yang telah memberikan limpahan kasih sayang, doa, dan dukungan sehingga penulis dapat mencapai cita-cita ini. Terima kasih yang sebesar-besarnya untuk suami tercinta Mas Sofyan Nugroho, ST dan putra putri tercinta Annisa Kusuma Chandra dan Irfan Nabil Permadi atas doa, cinta, kasih sayang, kesetiaan, semangat, kesabaran, dan dukungan yang tulus sehingga dapat mencapai cita-cita ini. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada semua bapak ibu dan rekanrekan, yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu atas semua doa, bantuan, dukungan, tenaga, dan waktu selama penulis menempuh pendidikan program Doktor ini, InsyaAllah kebaikan bapak ibu dan rekan-rekan akan mendapatkan limpahan berkah dari Allah SWT. Semoga disertasi ini dapat memberikan manfaat untuk perkembangan ilmu pengetahuan, amin. Bogor, Agustus 2014 Umi Hidayati
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
xvii
DAFTAR GAMBAR
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
xix
PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian Nilai Kebaruan
1 2 2 2 2 2
TINJAUAN PUSTAKA Prospek dan Kendala Pengembangan Pembibitan Tanaman Karet Potensi Bakteri Endofit sebagai Pemacu Pertumbuhan Mikrob Endofit yang Bermanfaat untuk Tanaman Karet
4 4 6 8
METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Isolasi Bakteri Endofit dari Tanaman Karet Seleksi dan Karakterisasi Isolat Bakteri Endofit Identifikasi Lima Isolat Bakteri Endofit Terpilih Pengujian Kompatibilitas Bakteri Endofit Pengujian Kultur Campuran pada Bibit Batang Bawah Tanaman Karet Pengamatan Scanning Electron Microscopy (SEM) Bakteri Endofit Pengujian Bakteri Endofit untuk Meningkatkan Panjang Akar Planlet Pengujian Kultur Campuran untuk Efisiensi Pemupukan Bibit Batang Bawah Tanaman Karet
10 10 10 11 14 15 15 16 17
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Lokasi Mengambilan Contoh di Perkebunan Karet Menghasilkan Hasil Isolasi Bakteri Endofit dari Tanaman Karet Karakteristik Isolat Bakteri Endofit Morfologi dan Uji Biokimia Bakteri Endofit Identifikasi Lima Isolat Bakteri Endofit Terpilih Kemampuan Penambatan N2 dan Produksi Hormon Tumbuh Tanaman Isolat Terpilih Potensi Kultur Campuran untuk Meningkatkan Pertumbuhan Bibit Batang Bawah Tanaman karet Kemampuan Kolonisasi Bakteri Endofit dalam Jaringan Planlet Karet
19
17
19 23 24 29 33 33 36 39
Kemampuan Bakteri Endofit untuk Meningkatkan Panjang Akar Planlet Kemampuan Kultur Campuran Meningkatkan Efisiensi Pemupukan Bibit Batang Bawah Tanaman Karet
41 42
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran
49 49 49
DAFTAR PUSTAKA
50
LAMPIRAN
56
RIWAYAT HIDUP
73
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Sifat kimia dan fisik setiap horizon pada profil tanah yang diambil Kriteria agroklimat tanaman karet Sebaran jumlah isolat bakteri endofit yang diisolasi dari tanaman karet Rata-rata panjang akar, panjang trubus, dan daya kecambah, serta skor benih padi yang diinkubasi isolat bakteri endofit dan kontrol Karakter morfologi lima isolat bakteri endofit Karakter biokimia lima isolat bakteri endofit Penelusuran sekuen gen 16S rRNA isolat bakteri yang diuji dengan spesies padanan yang ada di GenBank Pengujian kompatibiltas terhadap 5 bakteri endofit Rata-rata panjang trubus dan akar, bobot basah dan bobot kering biomasa bibit karet, serta hasil skoring Pengaruh aplikasi kultur campuran dan pemupukan terhadap diameter (mm) bibit batang bawah tanaman karet umur 3 bulan Pengaruh aplikasi kultur campuran dan pemupukan terhadap tinggi (cm) bibit batang bawah tanaman karet umur 3 bulan Pengaruh aplikasi kultur campuran dan pemupukan terhadap panjang akar (cm) bibit batang bawah tanaman karet umur 3 bulan Pengaruh aplikasi kultur campuran dan pemupukan terhadap bobot basah trubus (g) bibit batang bawah tanaman karet umur 3 bulan Pengaruh aplikasi kultur campuran dan pemupukan terhadap bobot kering akar (g) bibit batang bawah tanaman karet umur 3 bulan Kandungan hara nitrogen, fosfot, kalium, dan magnesium tanaman karet setelah 3 bulan penanaman dan skoring
21 22 24 27 30 31 33 37 38 43 44 45 45 46 47
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6
7
8
9 10
11
12
13
14 15
16
Diagram alir penelitian Peta jenis tanah lokasi pengambilan contoh Profil tanah di lokasi pengambilan contoh Lokasi pengambilan contoh di Kebun Percobaan Balai Penelitian Sembawa, (a) klon IRR 39, dan (b) klon IRR 118 Contoh yang diambil dari tanaman karet menghasilkan klon IRR 39 dan IRR 118, (a) daun, (b) kulit sadapan (tatal), dan (c) akar Pengujian respon hipersensitif pada daun tembakau, (a) daun tembakau disuntik suspensi bakteri endofit, dan (b) daun tembakau yang memperlihatkan gejala nekrosis yang ditunjukkan dengan tanda panah Pengujian hemolisis dengan agar darah, (a) agar darah, dan (b) gejala hemolisis dengan adanya zona bening di sekitar isolat bakteri endofit seperti tanda panah Pengujian daya kecambah dan pertumbuhan padi yang telah diinkubasi bakteri endofit, (a) daya kecambah padi pada hari kedua, dan (b) pertumbuhan padi pada hari kelima Koloni lima isolat bakteri endofit, (a) KPD6, (b) KPA32, (c) LPD74, (d) LPD76, dan (e) KPA38 Kemampuan penambatan N2 dari lima isolat bakteri endofit, yaitu 1 (Bacillus cereus KPD6), 2 (Pseudomonas aeruginosa KPA32), 3 (Brachybacterium paraconglomeratum LPD74), 4 (bacterium LPD76), dan 5 (Providencia vermicola KPA38) Kemampuan menghasilkan hormon IAA dan giberelin dari lima isolat bakteri endofit, yaitu 1 (Bacillus cereus KPD6), 2 (Pseudomonas aeruginosa KPA32), 3 (Brachybacterium paraconglomeratum LPD74), 4 (bacterium LPD76), dan 5 (Providencia vermicola KPA38) Kemampuan menghasilkan hormon sitokinin (zeatin dan kinetin) dari lima isolat bakteri endofit, yaitu 1 (Bacillus cereus KPD6), 2 (Pseudomonas aeruginosa KPA32), 3 (Brachybacterium paraconglomeratum LPD74), 4 (bacterium LPD76), dan 5 (Providencia vermicola KPA38) Pengujian kompatibiltas bakteri endofit pada media NA, (a) pengujian kompatibiltas B. paraconglomeratum LPD74 dan P. vermicola KPA38, (b) pengujian kompatibiltas B. cereus KPD6, P.aeruginosa KPA32, dan B. paraconglomeratum LPD74 Bibit karet PB 260 dipelihara dalam botol plastik selama 1 bulan Foto SEM B.paraconglomeratum LPD74 dengan tanda panah putih, (a) B paraconglomeratum LPD74 di dalam media NB (10,000 x), (b) Planlet karet tanpa inokulasi bakteri endofit (5,000 x), (c) B paraconglomeratum LPD74 di dalam jaringan kortek batang planlet karet (750 x), dan (d) B paraconglomeratum LPD74 di dalam jaringan kortek pangkal batang planlet karet (7,500 x) Planlet bibit karet berumur 3 minggu (a) planlet yang diinokulasi B.paraconglomeratum LPD74 (Bp) dan kontrol (k), (b) akar planlet yang diinokulasi B.paraconglomeratum LPD74 (Bp) dan kontrol (k)
3 19 20 22 23
25
25
26 29
34
35
35
36 39
40
41
17 Panaman bibit batang bawah karet klon PB 260, (a) cara penanaman dalam kantung plastik, (b) bibit pada stadia jarum 18 Bibit batang bawah karet klon PB 260 berumur 3 bulan di rumah kaca
42 43
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Kelas kandungan hara tanah Tabel data curah hujan, hari hujan, dan bulan kering di lokasi penelitian (2000-2013) Suhu, kelebaban relatif, dan kecepatan angin di lokasi penelitian (20002011) Morfologi 117 isolat bakteri hasil isolasi Pengujian respon hipersensitif, hemolisis, pewarnaan Gram, bentuk sel bakteri, dan pengujian katalase terhadap 117 isolat bakteri hasil isolasi Kriteria penilaian status hara daun tanaman karet Denah tata letak kantong plastik media tanam percobaan rumah kaca Dosis rekomendasi pemupukan pembibitan batang bawah tanaman karet Kandungan hara pupuk pada pemupukan pembibitan batang bawah tanaman karet Jumlah bibit batang bawah tanaman karet untuk okulasi hijau dalam 1 ha Dosis pemupukan berdasarkan perlakuan yang diaplikasikan pada 1 bulan setelah ditanam Dosis pemupukan berdasarkan perlakuan yang diaplikasikan pada 2 dan 3 bulan setelah ditanam Analisis sidik ragam diameter bibit batang bawah tanaman karet pada pengujian perlakuan kultur campuran dan pemupukan Analisis sidik ragam tinggi bibit batang bawah tanaman karet pada pengujian perlakuan kultur campuran dan pemupukan Analisis sidik ragam panjang akar bibit batang bawah tanaman karet pada pengujian perlakuan kultur campuran dan pemupukan Analisis sidik ragam bobot basah bibit batang bawah tanaman karet pada pengujian perlakuan kultur campuran dan pemupukan Analisis sidik ragam bobot kering bibit batang bawah tanaman karet pada pengujian perlakuan kultur campuran dan pemupukan
56 57 58 59 63 67 68 69 69 69 70 70 71 71 71 72 72
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Karet merupakan komoditas perkebunan yang memberikan sumber devisa yang besar dengan areal perkebunan yang luas dan sumber lapangan kerja yang besar. Nilai ekspor karet US$ 11.8 milyar dan memberikan sumber lapangan kerja utama lebih dari 16 juta orang pada tahun 2011 (Balai Penelitian Sembawa 2012). Luas areal perkebunan karet 3.45 juta ha dengan produksi 2.73 juta ton pada tahun 2010 (Dirjenbun 2011). Hal ini merupakan potensi tanaman karet untuk dikembangkan secara luas, sehingga dapat menyerap tenaga kerja yang lebih banyak dan memberikan produksi yang lebih tinggi. Selain potensi yang dimiliki tanaman karet, masih terdapat kendala dalam pengembangan perkebunan karet antara lain produktivitas yang rendah, matang sadap yang lama, penyakit tanaman karet, dan penyiapan bibit tanaman karet yang unggul. Pengembangan perkebunan karet ditentukan dengan penggunaan bibit yang berkualitas bagus sebagai investasi awal untuk mendapatkan matang sadap tepat waktu dan produksi lateks yang diharapkan. Pentingnya bibit tanaman karet memberikan peluang untuk meningkatkan kualitas bibit tanaman karet, dengan upaya meningkatkan pertumbuhan dan efisiensi pemupukan sehingga diperoleh bibit yang unggul untuk ditanam di perkebunan karet. Salah satu upaya untuk meningkatkan pertumbuhan dan efisiensi pemupukan dengan cara aplikasi bakteri endofit yang berpotensi sebagai pemacu pertumbuhan. Pada saat ini eksplorasi mikrob untuk berbagai kepentingan terutama di bidang pertanian telah banyak dikembangkan, bukan hanya mikrob di rizosfer, tetapi juga mikrob di dalam tanaman (endofit) yang berpotensi sebagai pemacu pertumbuhan untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman. Bakteri endofit adalah bakteri yang berada dalam jaringan tanaman pada periode tertentu dan mampu hidup dengan membentuk koloni dalam jaringan tanaman tanpa membahayakan inangnya. Hallmann et al. (1997) mendefinisikan bakteri endofit adalah bakteri yang hidup dalam jaringan tanaman, dapat diisolasi melalui sterilisasi permukaan jaringan tanaman tersebut. Penelitian Mendes et al. (2007) memberikan hasil bahwa bakteri endofit yang ditemukan dalam akar dan batang tanaman tebu mampu menghasilkan hormon pemacu pertumbuhan seperti IAA (Indole Acetic Acid). Bakteri endofit tersebut diketahui dari genus Burkholderia, Pantoea, Pseudomonas, dan Microbacterium. Tanaman karet sudah ditanam secara luas yang berarti memiliki kemampuan beradaptasi dengan kondisi lingkungan. Selain itu, pada saat ini sudah banyak dihasilkan klon-klon karet yang tentunya menyimpan mikrob potensial di dalamnya. Keberadaan bakteri endofit yang potensial dapat dimanfaatkan untuk mendukung pertumbuhan tanaman karet. Isolasi bakteri endofit dari tanaman karet yang berpotensi sebagai pemacu pertumbuhan bibit batang bawah tanaman karet sangat penting dilakukan. Hal ini bermanfaat dalam penyiapan bibit tanaman karet yang unggul untuk mendukung pengembangan perkebunan karet.
2 Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut : 1. memperoleh bakteri endofit dari tanaman karet yang berpotensi sebagai pemacu pertumbuhan. 2. mendapatkan kultur campuran untuk meningkatkan pertumbuhan bibit batang bawah tanaman karet. 3. memperoleh kultur campuran yang mampu meningkatkan pertumbuhan dan efisiensi pemupukan bibit batang bawah tanaman karet. Manfaat Penelitian Penelitian ini bermanfaat untuk memberikan informasi tentang bakteri endofit yang berasal dari tanaman karet yang memiliki kemampuan sebagai pemacu pertumbuhan. Bakteri endofit yang kompatibel menjadi kultur campuran yang memiliki kemampuan meningkatkan pertumbuhan bibit batang bawah tanaman karet. Pertumbuhan bibit yang cepat dan efisien dalam penggunaan pupuk sangat diharapkan untuk menunjang pengembangan bibit karet unggul. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini meliputi kegiatan isolasi, seleksi, dan karakterisasi bakteri endofit pemacu pertumbuhan dari tanaman karet. Selanjutnya pengujian potensi kultur campuran untuk meningkatkan pertumbuhan bibit batang bawah tanaman karet. Kultur campuran kemudian diuji kemampuannya meningkatkan pertumbuhan dan efisiensi pemupukan bibit batang bawah tanaman karet. Rangkaian penelitian yang dilaksanakan seperti disajikan pada diagram alir penelitian (Gambar 1). Nilai Kebaruan Nilai kebaruan dalam penelitian ini, antara lain : 1. memperoleh bakteri endofit dari akar, kulit sadapan, dan daun tanaman karet klon IRR 32 dan IRR 118. 2. mengetahui karakter bakteri endofit sebagai pemacu pertumbuhan bibit batang bawah tanaman karet. 3. mendapatkan kultur campuran yang mampu meningkatkan pertumbuhan bibit batang bawah tanaman karet.
3 Isolasi, seleksi, dan karakterisasi bakteri endofit pemacu pertumbuhan dari tanaman karet Isolasi dari daun, kulit, dan akar Pengamatan morfologi, pengujian respon hipersensitif, dan pengujian hemolisis TAHAP 1
Pengujian pertumbuhan dan daya kecambah Memilih 5 bakteri endofit terbaik Karakterisasi : kemampuan penambatan N2, IAA, giberelin, dan sitokinin Identifikasi bakteri endofit
Potensi kultur campuran untuk meningkatkan pertumbuhan bibit batang bawah tanaman karet Pengujian kompatibilitas antar bakteri endofit TAHAP 2
Pengujian kultur campuran untuk meningkatkan pertumbuhan bibit batang bawah tanaman karet Memilih 2 kultur campuran terbaik Pengamatan SEM (Scanning Electron Microscopy) Kemampuan kultur campuran meningkatkan pertumbuhan dan efisiensi pemupukan bibit batang bawah tanaman karet
TAHAP 3
Menggunakan rancangan acak lengkap faktorial Faktor 1 (3) : tanpa kultur campuran (K0), kultur campuran 1 (K1), kultur campuran 2 (K2) Faktor 2 (5) : tanpa pemupukan (P0), Dosis Rekomendasi 25% (P1), DR 50% (P2), DR 75% (P3), DR 100% (P4)
Gambar 1 Diagram alir penelitian
4
TINJAUAN PUSTAKA Prospek dan Kendala Pengembangan Pembibitan Tanaman Karet di Indonesia Tanaman karet (Hevea brasiliensis Müll. Arg.) adalah pohon hutan yang asli dari hutan hujan tropis di Amazon, Brazil (George, 2000). Tanaman karet ditanam di Indonesia pada tahun 1876 yang berasal dari Brazil, dimana bahan tanam tersebut memiliki rata-rata produktivitas yang rendah berkisar 400kg/ha/th (Dijkman 1951). Pada saat ini tanaman karet telah semakin luas ditanam yang menandakan kemampuan beradaptasi dengan berbagai kondisi lingkungan. Tanaman karet memiliki prospek cukup baik untuk dikembangkan di daerah pasang surut pada tipe luapan C dan D seperti di Air Sugihan, Sumatera Selatan (Rosyid dan Wijaya 2005). Pemuliaan karet di Indonesia telah banyak menghasilkan klon-klon unggul. Sejak 1992 sampai sekarang tipe klon yang direkomendasikan ada 3 yaitu klon penghasil lateks, klon lateks-kayu, dan klon penghasil kayu (Woelan et al. 2005). Pengelompokan klon-klon karet berdasarkan metabolisme ada 3 yaitu jenis klon metabolisme rendah, sedang, dan tinggi. Klon metabolisme tinggi berarti memiliki kecepatan metabolik lebih tinggi dalam biosintesa lateks dibandingkan dengan kelompok metabolisme sedang dan rendah (Sumarmadji et al. 2005). Berdasarkan rekomendasi klon karet periode 2010-2014 ada 2 tipe klon yaitu klon lateks dan klon lateks-kayu, salah satu klon yang masuk tipe tersebut adalah klon IRR 118 untuk klon lateks dan klon IRR 39 klon lateks-kayu, kedua klon tersebut telah ditanam secara luas. Klon IRR 118 memiliki potensi produksi karet kering rata-rata 2,200 kg/ha, sedangkan IRR 39 1,493kg/ha. (Lasminingsih 2010). Tanaman karet memiliki potensi sebagai penghasil lateks dan kayu, tetapi tanaman karet juga mengalami kendala adanya penyakit pada akar, batang, daun dan gangguan fisiologis yaitu KAS (kering alur sadap). Kering alur sadap adalah gangguan fisiologis tanaman karet yang alur sadapnya kering dan tidak mengalirkan lateks apabila disadap (Sumarmadji 2001). Gangguan KAS di perkebunan karet di Indonesia cukup tinggi, di perkebunan rakyat 15-22%, sedangkan di perkebunan besar 7.5 – 15 % (Siswanto et al. 2004). Tanaman yang mengalami gangguan KAS memiliki pertumbuhan yang baik, tetapi tidak berproduksi sebagaimana mestinya. Selain kendala penyakit, masalah penyiapan bibit karet juga masih menjadi kendala. Perkebunan karet di Indonesia sebagian besar adalah perkebunan karet rakyat, dimana penyiapan bibit kurang optimal, terutama dalam hal mutu bibit, masih ada yang belum menggunakan bibit klonal dan juga penyiapan bibit yang masih konvensional. Sedangkan penggunaan bibit yang berkualitas merupakan keharusan untuk perkebunan karet. Bibit karet merupakan investasi yang memiliki dampaknya terhadap produktivitas dan efisiensi perkebunan karet. Perbanyakan tanaman karet masih dilakukan dengan okulasi, dimana untuk mendapatkan bibit okulasi yang berkualitas diperlukan ketersediaan biji anjuran untuk batang bawah dan mata dari entres (Balai Penelitian Sembawa 2003). Penggunaan benih anjuran untuk batang bawah sangat disarankan untuk mendapatkan bibit karet yang bermutu. Benih anjuran untuk batang bawah meliputi klon AVROS 2037, GT 1, BPM 24, PB 260, RRIC 100, dan PB 330 (Lasminingsih 2010).
5 Bibit karet dibutuhkan untuk peremajaan perkebunan karet. Hal ini terkait areal perkebunan karet dengan tanaman karet tua dan rusak yang sudah seharusnya diremajakan masih luas, dan pembukaan lahan baru untuk perkebunan karet masih terus dilakukan. Pada tahun 2010 luas areal peremajaan perkebunan karet dengan tanaman karet yang sudah tua dan rusak seluas 30,000 ha. Seandainya peremajaan perkebunan karet dilakukan dengan jarak tanam 3 m x 6 m, maka membutuhkan bibit tanaman karet 18 juta bibit (Ditjenbun 2011). Hal ini membutuhkan bibit karet yang banyak untuk memenuhinya, sehingga bisa menjadi peluang untuk menyiapkan bibit yang berkualitas bagus. Perkebunan karet dalam pengembangannya membutuhkan bibit yang berkualitas baik, termasuk penyiapan bibit batang bawah tanaman karet yang bermutu baik. Bibit batang bawah tanaman karet yang seragam selama ini diperoleh dengan cara perbanyakan vegetatif (Tistama dan Hamim 2007). Penggunaan biji karet yang bermutu baik sesuai anjuran untuk keperluan batang bawah adalah mutlak karena hasil penelitian menunjukkan bahwa batang bawah berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi lateks (Siagian 2000). Kualitas bibit yang digunakan sangat menentukan keberhasilan pertanaman di lapangan. Bibit yang baik akan tumbuh dengan baik dan memberi hasil yang baik. Bibit tanaman karet yang lazim digunakan sekarang ini adalah bibit okulasi yang di sebut stum, baik sebagai stum mata tidur ataupun stum polibeg berpayung dua. Keberhasilan okulasi di lapangan tidak selamanya mencapai persentase yang tinggi. Selain kemahiran tenaga pengokulasi, maka kondisi tanaman juga ikut menentukan. Produktivitas kebun karet di tentukan oleh mutu bibit yang digunakan. Kalau bibitnya bermutu tinggi maka pertumbuhan tanaman akan jagur dan seragam sehingga hasilnya akan tinggi. Batang bawah yang pertumbuhannya baik pada umumnya akan memberikan hasil okulasi yang baik. Pertumbuhan batang bawah yang baik akan mempercepat menempelnya mata okulasi dan mempercepat proses penyembuhan luka sayatan okulasi (Munthe dan Manurung 2002). Pengaruh negatif batang bawah yang tidak sesuai dengan batang atas di duga dapat menurunkan produksi karet 20 % - 40 % (Siagian et al. 1996). Pada saat ini penyiapan bibit di petani hanya menggunakan bibit batang bawah cabutan yang diambil dari perkebunan karet. Kemudian di okulasi dengan entres yang dimiliki petani yang jarang dimurnikan yang belum jelas kebenaran jenis klonnya. Pemakaian batang bawah cabutan, jelas bukan pilihan tepat karena tidak diketahui kualitas biji nya. Hal ini harus diantisipasi dengan menggunakan batang bawah dari biji klon anjuran dan entres yang jelas jenis klonnya. Pemeliharaan yang baik ikut mendukung memperoleh bibit yang bermutu. Salah satu upaya yang dapat dilakukan dengan pemupukan sesuai dosis anjuran dan pemberian hormon tumbuh dapat membantu meningkatkan mutu bibit karet. Husny et al. (1986) menyatakan bahwa pemberian IBA pada bibit batang bawah tanaman karet dapat meningkatkan jumlah mata okulasi yang pecah, tinggi tanaman, diameter batang dan jumlah akar dengan dosis optimum 2000 – 3000 ppm, sedangkan GA3 dapat meningkatkan pecah mata okulasi dan tinggi tanaman. Penelitian lain pada tanaman karet terkait dengan penggunaan hormon, antara lain pemakaian hormon tumbuh pada pembibitan karet telah dilakukan beberapa penelitian. Penelitian Siagian et al. (1995) memberikan hasil bahwa penggunaan IAA 1000 ppm, IBA 2000 ppm, dan NA 1000 ppm dapat meningkatkan keberhasilan perakaran cangkokan tanaman karet sebesar 28.9%,
6 21.1%, dan 26.8% dibandingkan kontrol. Beberapa hormon pemacu tumbuh seperti IAA, GA3, BA telah dicoba untuk mengetahui pengaruhnya terhadap kecepatan pemulihan kulit pada bidang sadap, produksi karet kering, dan kadar karet kering. Hasil penelitian menunjukkan pemakaian IAA mempercepat pertumbuhan jumlah pembuluh lateks, tebal kulit dan meningkatkan produksi berat kering (Siagian et al. 1985). Pemanfaatan mikrob penghasil hormon juga telah banyak dilakukan, seperti Azotobacter chroococcum memiliki kemampuan dalam menambat N2, menghasilkan zat pengatur tumbuh seperti giberelin dan sitokinin, dan memproduksi siderofor (Hindersah 2000). Sejumlah bakteri dapat memproduksi zat pengatur tumbuh seperti IAA, giberelin, dan sitokinin, misalnya Pseudomonas, Xanthomonas, Bacillus, Azotobacter, dan Rhizobium (Simarmata et al. 2004). Dari akar tanaman karet (Hevea brasiliensis Müll. Arg.), telah berhasil diisolasi beberapa bakteri penghasil hormon tumbuh tanaman. Bakteri-bakteri diinokulasi dalam medium Kings B yang mengandung L-tryptophan dan diinkubasi selama 6 hari, kemudian dilakukan analisis konsentrasi IAA (Indole Acetic Acid) dan diperoleh bakteri dari perakaran karet tersebut mampu memproduksi IAA (Maslahat dan Suharyanto 2005). Beberapa penelitian (Simarmata et al. 2004; Maslahat dan Suharyanto, 2005) telah membuktikan bahwa mikrob penghasil hormon tumbuh sangat bermanfaat untuk memacu pertumbuhan tanaman. Pemanfaatan bakteri endofit yang berpotensi sebagai pemacu pertumbuhan dapat mendukung peningkatan pertumbuhan bibit batang bawah tanaman karet. Potensi Bakteri Endofit sebagai Pemacu Pertumbuhan Bakteri endofit sebagai organisme yang hidup di dalam jaringan tanaman dalam seluruh atau sebagian siklus hidupnya. Mikrob endofit berpotensi untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman dan pengendalian hama penyakit. Bakteri endofit adalah bakteri yang hidup mengkolonisasi jaringan bagian dalam tanaman tanpa menyebabkan gangguan pada tanaman tersebut. Bakteri endofit umumnya menguntungkan, karena mampu sebagai agen pengendali hayati, dan memicu pertumbuhan tanaman. Bakteri endofit tersebut dapat meningkatkan ketersediaan nutrisi dan menghasilkan hormon pemacu pertumbuhan (Bacon and Hinton 2007). Endofit berpotensi juga sebagai sumber produk alami baru untuk bidang kedokteran, pertanian, dan industri (Strobel dan Daisy 2003). Hormon pemacu tumbuh terdiri dari lima golongan yaitu auksin, giberelin, sitokinin, asam absisat, dan etilen. Hormon pemacu tumbuh adalah zat endogen maupun eksogen yang dapat mengubah pertumbuhan tanaman. Auksin berfungsi merangsang pembesaran sel, pertumbuhan akar, pembungaan, dan mencegah gugur buah. Auksin dapat berupa Indole Acetic Acid (IAA), Naphthalene Acetic Acid (NAA), 2.4-D, dan CPA. Etilen adalah hormon yang berupa gas yang dalam kehidupan tanaman aktif dalam proses pematangan buah. Giberelin/asam giberelat (GA) adalah hormon untuk memicu munculnya bunga serempak. Sitokinin berfungsi merangsang pembelahan sel, sintesis pada ujung akar, dan ditranslokasi melalui pembuluh xylem. Sitokinin dapat berupa kinetin, benzeladenin (BA), 2l-P, zeatin, thidiazuron, dan PBA. Asam absisat (ABA) untuk mengompakkan
7 pertumbuhan batang, merangsang pertumbuhan tunas anakan dengan cepat dan serentak (Wattimena 1987). Etilen pada tanaman karet memiliki manfaat dalam kaitannya dengan hasil lateks. Etilen merupakan gas hidrokarbon sederhana, yang mempunyai aktivitas sebagai zat pengatur tumbuh pada tanaman. Etilen merupakan stimulator dari berbagai aktivitas terkait dalam sel pembuluh lateks. Etilen merupakan stimulan yang umum digunakan untuk meningkatkan produksi tanaman karet, diaplikasikan sebagai ethephon yang merupakan penghasil etilen. Mekanisme umpan balik yang positif dari etilen yang akan menginduksi beberapa gen yang terkait dengan biosintesis etilen dalam tanaman, antara lain gen penyandi ACC oksidase yang juga respon terhadap pelukaan (Kuswanhadi dan Montoro 2009). Bakteri endofit juga diisolasi dari jaringan akar, daun, batang, dan buahbuahan dari berbagai tanaman (Hallmann et al. 1997). Bakteri endofit yang sering ditemukan mengkolonisasi jaringan tanaman, berasal dari genus Enterobacter, Bacillus, Methylobacterium, Agrobacterium, Serratia, Acinetobacter, Arthrobacter dan Pseudomonas. Bakteri endofit mengkolonisasi jaringan tanaman untuk memperoleh kondisi lingkungan yang melindunginya dari sinar matahari, hujan, suhu, dan kekurangan nutrisi. Selanjutnya bakteri endofit akan memberikan keuntungan pada tanaman dengan menghasilkan hormon tumbuh dan sebagai agen pengendali hayati (Praca et al. 2012). Bakteri endofit mengkolonisasi jaringan tanaman dimulai di rizosfer, kemudian menempel pada rizoplan. Bakteri endofit masuk melalui zona akar rambut (zona penetrasi aktif) dan zona akar dengan celah-celah kecil yang disebabkan oleh munculnya akar lateral (zona penetrasi pasif). Bakteri endofit selanjutnya menempati ruang antar sel dari kortek sampai xilem (Malfanoya 2010). Bakteri memberikan keuntungan untuk tanaman inang, seperti hasil penelitian Elbeltagy et al. (2001) menyatakan bahwa beberapa jenis bakteri endofit seperti Azospirillum, Enterobacter cloacae, Alcaligenes, Acetobacter diazotrophicus, Herbaspirillum seropedicae, Ideonella dechlorantans, dan Azoarcus sp. telah terbukti meningkatkan penambatan N2 pada tanaman padi. Zinniel et al. (2002) menyampaikan bahwa bakteri endofit mampu menambat N2 sehingga dapat meningkatkan tinggi tanaman. Selain itu bakteri endofit juga mampu memproduksi fitohormon dan meningkatkan penyerapan mineral. Bakteri endofit dapat berfungsi meningkatkan pertumbuhan dengan perannya sebagai PGPB (Plant Growth Promoting Bacteria). Bashan LE dan Bashan Y (2005) menyatakan bahwa PGPB meningkatkan pertumbuhan tanaman dengan dua cara yang berbeda yaitu, pertama bakteri endofit langsung mempengaruhi metabolisme tanaman dengan menyediakan zat yang dibutuhkan tanaman. Bakteri ini mampu menambat N2, meningkatkan kelarutan fosfat dan ketersediaan zat besi, menghasilkan hormon pemacu tumbuh, seperti auksin, giberelin, sitokinin, etilen, dan asam absisik. Selain itu, mereka meningkatkan toleransi tanaman terhadap stres, seperti kekeringan, salinitas tinggi, dan toksisitas logam. Satu atau lebih dari mekanisme ini berkontribusi untuk peningkatan pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Bakteri ini tidak meningkatkan kapasitas genetik tanaman, karena bahan genetik tidak ditransfer. Kedua, kelompok bakteri endofit sebagai agen pengendali hayati. Agen pengendali hayati secara tidak langsung meningkatkan pertumbuhan tanaman dengan mencegah
8 efek buruk dari mikrob patogen (bakteri, jamur, dan virus). Mikrob sebagai agen pengendali hayati menghasilkan zat yang membahayakan atau menghambat mikrob lain, dengan membatasi ketersediaan besi untuk patogen atau dengan mengubah metabolisme tanaman inang untuk meningkatkan ketahanan terhadap patogen yang menginfeksi. Beberapa bakteri endofit dapat meningkatkan pertumbuhan pohon hutan seperti pinus sampai pohon di daerah kering seperti kaktus. Bakteri endofit, seperti Pseudomonas fluorescens dan Bacillus dapat berfungsi sebagai agen pengendali hayati untuk mengendalikan patogen Fusarium di tanah pada tanaman kapas, juga patogen Rhizoctonia solani dan Sclerotium. Eksudat akar merupakan sumber nutrisi penting untuk mikrob di rizosfir dan berpartisipasi dalam merangsang bakteri untuk mengkolonisasi perakaran. Hasil penelitian Bacilio-Jin’enez et al. (2003) menunjukkan bahwa eksudat perakaran padi dapat menyebabkan respon bakteri endofit untuk mengkolonisasi lebih tinggi daripada bakteri lain yang berada di rizosfer padi. Selain hal tersebut, ditemukan juga bahwa komposisi dan konsentrasi gula dan asam amino dari eksudat akar padi, menjadikan daya tarik untuk bakteri endofit yaitu Azospirillium brasilense dan Bacillus. Bakteri endofit masuk ke dalam jaringan tanaman melalui jaringan akar (Gagne et al. 1987). Mekanisme peningkatan pertumbuhan akibat interaksi bakteri endofit dengan tanaman diantaranya adalah kemampuan bakteri endofit dalam menghasilkan IAA. IAA merupakan sejenis auksin, yang terlibat dalam proses fisiologis dalam pertumbuhan tanaman seperti pemanjangan dan pembelahan sel, dan inisiasi akar (Gravel et al. 2007). Bakteri endofit memiliki peran masing-masing yang menguntungkan. Bakteri endofit dapat dicampur dalam bentuk kultur campuran, dengan harapan bisa saling melengkapi peranan masing-masing. Kultur campuran bakteri endofit dapat memberikan manfaat lebih dibandingkan aplikasi tunggal bakteri endofit dengan diaplikasikan pada bibit tanaman karet sehingga meningkatkan pertumbuhan bibit tanaman karet. Kultur campuran Bacillus spp. dan aktinomisetes mampu memicu pertumbuhan tajuk tanaman padi sebesar 13.35 – 26.53 % pada 7 HST (Putra 2011). Hasil penelitian Gofar et al. (2008) memperoleh dua konsorsium bakteri endofit yang konsisten memacu pertumbuhan tanaman dan meningkatkan serapan N2 tanaman padi. Hasil identifikasi bakteri memperoleh konsorsium I1 terdiri Pseudomonas fluorescens, Klebsiella pneumoniae dan Enterobacter aerugenesa, sedangkan konsorsium I2 terdiri dari Pseudomonas aeruginosa, Pseudomonas diminuta, Klebsiella pneumoniae, dan Burkholderia cepacia. Mikrob Endofit yang Bermanfaat untuk Tanaman Karet Tanaman karet telah ditanam secara luas yang menandakan kemampuan beradaptasi dengan kondisi lingkungan. Tanaman karet menyimpan potensi mikrob yang potensial yang dapat mendukung untuk pemacu pertumbuhan tanaman karet dan sebagai agen pengendali hayati penyakit pada tanaman karet. Penelitian mikrob endofit yang diisolasi dari tanaman karet antara lain cendawan endofit dari daun dan kulit sadapan tanaman karet (Hevea brasiliensis Müll. Arg.). Dari hasil isolasi tersebut diperoleh sebanyak 175 isolat cendawan endofit dengan genus paling dominan Ascomycota, sedangkan genus yang banyak
9 terisolasi yaitu Penicillium, Pestalotiopsis dan Trichoderma. Keanekaragaman cendawan endofit lebih besar ditemukan di kulit sadapan daripada di daun, namun frekuensi kolonisasi endofit lebih tinggi pada daun dibandingkan dengan kulit sadapan (Gazis dan Chaverri 2010). Sejauh ini, laporan terkait bakteri endofit dari tanaman karet belum banyak dilaporkan. Bakteri endofit dari tanaman karet seperti hasil penelitian Setyawan (2010) memperoleh isolat HR-1, HR-2, HR-3, dan HR-4 (isolasi dari akar) dan HR-5, HR-7, HR-10, dan HR-11 (isolasi dari daun) memiliki potensi sebagai antagonis terhadap penyakit jamur akar putih (Rigidoporus microporus) yang menyerang perakaran tanaman karet. Aplikasi bakteri endofit ke tanaman karet dengan metode penyiraman ke akar tanaman lebih baik dibandingkan penyemprotan ke daun tanaman karet.
10
METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Lokasi pengambilan contoh di Blok klon IRR 39 dan IRR 118 tahun tanam 2002, Divisi I Kebun Percobaan Balai Penelitian Sembawa, Kecamatan Sembawa, Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Proteksi Tanaman, Laboratorium Fisiologi, Laboratorium Tanah, dan Rumah Kaca Balai Penelitian Sembawa. Selain itu juga dilaksanakan di Laboratorium Bioteknologi Tanah Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, dan Laboratorium Nematologi Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian juga dilaksanakan di Laboratorium Bioteknologi Lingkungan di Indonesian Center for Biodiversity and Biotechnology (ICBB) di Bogor. Penelitian dilakukan mulai Mei 2012 sampai dengan Desember 2013. Isolasi Bakteri Endofit dari Tanaman Karet Pengambilan contoh Bakteri endofit diisolasi dari daun, kulit sadapan (tatal), dan akar serabut tanaman karet klon IRR 118 dan IRR 39 tahun tanam 2002 untuk tanaman yang berproduksi tinggi dan tanaman terserang KAS (Kering Alur Sadap). Contoh yang diambil mengikuti metode pengambilan contoh daun untuk rekomendasi pemupukan tanaman karet (Adiwiganda et al. 1994). Daun diambil dari 4 tangkai daun yang ternaungi yang berumur 3 bulan lebih (dari waktu pembentukan daun baru) pada 4 arah mata angin untuk setiap pohon. Akar serabut tanaman karet diambil pada jarak 0.5 – 1 m dari pohon pada kedalaman 0 - 20 cm pada 4 arah mata angin. Kulit sadapan diambil sebanyak 2 irisan pada bidang sadapan, dengan sistem sadap ½S↓d/3 (disadap setengah lingkaran pohon, arah ke bawah, dengan frekuensi penyadapan 3 hari sekali). Pohon yang sehat dipilih berdasarkan produksi tinggi dengan pengamatan 4 kali sadap (½S↓d/3) sedangkan pohon terserang KAS (Kering Alur Sadap) dipilih yang paling jagur, klon yang digunakan klon IRR 118 (klon latek) dan IRR 32 (klon latek kayu). Isolasi Bakteri Endofit Bakteri endofit diisolasi dari tanaman karet dengan menggunakan beberapa konsentrasi NaOCl (%) dan waktu perendaman (menit) yang berbeda dalam sterilisasi permukaan yang dilakukan. Hal ini dilakukan untuk menentukan konsentrasi NaOCl (%) yang digunakan dan waktu perendaman (menit) yang digunakan untuk mengisolasi bakteri endofit dari tanaman karet. Konsentrasi NaOCl yang digunakan ada 2 yaitu 3% dan 4%. Sedangkan waktu perendaman yang digunakan ada 3 yaitu 2 menit, 3 menit, dan 4 menit. Keberhasilan sterilisasi permukaan, jika tidak ada pertumbuhan mikrob di permukaan media tempat contoh disapukan berarti contoh steril. Berdasarkan percobaan yang dilakukan, diperoleh hasil untuk konsentrasi NaOCl adalah 3%, sedangkan waktu perendaman untuk contoh daun 2 menit, sedangkan contoh akar dan kulit sadapan 3 menit. Selanjutnya bakteri endofit diisolasi dari contoh daun, kulit sadapan, dan
11 akar tanaman karet menggunakan perendaman NaOCl 3% selama 2 menit untuk daun, dan 3 menit untuk akar dan kulit sadapan. Bakteri endofit dari tanaman karet diisolasi menggunakan metode yang dilakukan oleh Hallmann et al. (1997) dan Munif (2001) yang dimodifikasi. Contoh yang digunakan terdiri dari daun, kulit sadapan, dan akar serabut tanaman karet. Masing-masing contoh dicuci dengan air mengalir sampai bersih, dikeringkan dengan kertas tisu, dan ditimbang sebanyak 1 g. Permukaan contoh disterilisasi dengan cara dibilas dengan air steril sebanyak 2 kali, kemudian direndam selama 30 detik dalam alkohol 70 %. Selanjutnya contoh tersebut direndam dalam larutan NaOCl 3 % selama 2 menit untuk daun, dan 3 menit untuk kulit sadapan dan akar. Selanjutnya contoh dibilas dengan air steril sebanyak 3 kali. Keberhasilan sterilisasi permukaan contoh dapat diketahui dengan cara contoh disapukan di atas permukaan media Tryptic Soya Agar (Difco) 10 % dan Nutrient Agar (Difco) 10 % dalam cawan petri. Selanjutnya diinkubasikan pada suhu ruang selama 3 hari. Seandainya tidak ada pertumbuhan mikrob di permukaan media tempat contoh disapukan berarti contoh steril dan proses sterilisasi berhasil. Contoh dihancurkan sampai halus dengan mortar steril, kemudian ditambahkan 9 ml air fisiologis (NaCl 0.85) steril. Ekstrak contoh 1 ml dimasukkan ke dalam tabung reaksi berisi 9 ml air fisiologis steril, dikocok dengan vorteks, sehingga diperoleh tingkat pengenceran 10-2. Selanjutnya dilakukan pengenceran dengan cara yang sama sehingga diperoleh pengenceran sampai dengan 10-4. Setiap pengenceran diambil 1 ml suspensi dan ditumbuhkan pada media Tryptic Soya Agar (Difco) 10 % dan Nutrient Agar (Difco) 10 % dengan 3 ulangan. Setelah diinkubasi selama 3 hari pada suhu ruang, maka koloni bakteri yang tumbuh dipilih. Koloni bakteri terpilih dimurnikan pada media Tryptic Soya Agar (Difco) 100 % dan Nutrient Agar (Difco) 100 %. Bakteri disimpan dalam Nutrient Broth (Difco) dan gliserol 15% pada suhu -20oC (Badjoeri 2010). Seleksi dan Karakterisasi Isolat Bakteri Endofit Uji respon hipersensitif Pengujian respon hipersensitif menggunakan daun tembakau menurut Schaad et al. (2001) yang dimodifikasi, untuk mengetahui isolat berpotensi sebagai patogen pada tanaman atau tidak. Isolat dengan kerapatan 109 CFU/mL dalam media cair disuntikkan ke daun tanaman tembakau (Nicotiana tabacum L.) berumur 3 bulan menggunakan syringe 1 mL (tanpa jarum) dan diamati sampai 48 jam. Kontrol negatif menggunakan air steril dan kontrol positif dengan bakteri patogen tanaman. Uji hemolisis Pengujian hemolisis digunakan untuk mengetahui isolat berpotensi patogen pada manusia dan hewan atau tidak. Isolat ditumbuhkan pada media Blood Agar (Difco) yang telah dicampur darah domba 5%. Pengujian menggunakan kontrol positif bakteri patogen pada manusia atau hewan. Setelah diinkubasi selama 18-24 jam pada suhu ruang, apabila ada zona bening sekeliling koloni, menunjukkan isolat berpotensi sebagai patogen (Difco 2009).
12 Uji daya kecambah dan pertumbuhan Pengujian isolat untuk mendukung daya kecambah dan pertumbuhan, menggunakan benih padi varietas Ciherang. Metode pengujian dengan merendam benih padi dengan suspensi isolat pada Optical Density (OD)=0.1 selama 24 jam, kontrol direndam dalam air steril. Benih diletakkan pada cawan petri yang dilapisi kertas saring yang telah disemprot air steril agar lembab. Setiap cawan petri disemai 25 benih dan diulang 4 kali. Daya kecambah diamati setelah 2 hari inkubasi, sedangkan pertumbuhan setelah 5 hari inkubasi dengan diamati panjang akar dan trubus (upper part) bibit padi (Rustam 2012). Pengujian daya berkecambah dengan metode cawan petri (ISTA 2010). Perhitungan daya kecambah menggunakan rumus sebagai berikut (IRRI 2010) :
Daya kecambah (%)
jumlah benih yang berkecamba h x 100% jumlah benih yang dikecambah kan
Seleksi dilakukan berdasarkan metode skoring seperti yang dilakukan Vaish et al. (2011). Data pengamatan meliputi daya kecambah, panjang akar dan trubus diperoleh dari setiap perlakuan isolat dan kontrol. Selanjutnya dilakukan perhitungan skor dari data setiap parameter pengamatan berdasarkan sebaran kelas. Data setiap parameter pengamatan disusun berdasarkan nilai terendah sampai dengan tertinggi. Selanjutnya ditentukan jumlah kelas (k) menggunakan rumus k = 1 + 3.3 log n, dimana n adalah jumlah data yang diamati. Kemudian data yang diperoleh ditentukan skornya berdasarkan sebaran kelas dari data tersebut. Skor dari 3 parameter pengamatan dari setiap perlakuan isolat selanjutnya dijumlah menjadi total skor (Walpole dan Meyers 1996). Kemudian dipilih 10 % dari jumlah isolat yang ada, berarti 5 isolat yang memiliki total skor tertinggi. Kemudian 5 isolat bakteri endofit terbaik yang mendukung daya kecambah dan meningkatkan pertumbuhan bibit padi dipilih untuk penelitian selanjutnya. Uji kemampuan menambat N2 Aktivitas nitrogenase dari bakteri penambat N2 secara tidak langsung diukur berdasarkan pengurangan gas asetilen menjadi gas etilen atau Acetylene Reduction Assay (ARA) menggunakan Gas Chromatoghraphy (GC). Pengukuran penambatan N2 dilakukan sebagai berikut : isolat diinokulasi dalam media cair Nitrogen Free Broth pada erlenmeyer 250 ml, diinkubasi pada mesin pengocok 180 rpm suhu 37oC selama 48 jam. Kemudian 20 ml suspensi isolat dimasukkan ke tabung inkubasi berkapasitas 30 ml. Jarum suntik steril 5 ml digunakan untuk mengambil 3 ml udara dari dalam tabung, diganti dengan 3 ml gas asetilen dan diinkubasi dalam mesin pengocok selama 24 jam. Penambatan N2 dari isolat dihitung dengan mengukur produksi etilen. Sebelum pengukuran dan penghitungan konsentrasi gas etilen, perlu membuat kurva baku dari gas etilen. Kurva baku terdiri dari beberapa tingkat konsentrasi gas etilen yaitu 0, 20, 40, 60, 80, dan 100 ppm, agar ketepatannya dapat dipertanggungjawabkan. Pembuatan kurva baku dengan cara menyiapkan botol kedap udara yang telah divakum terlebih dahulu. Selanjutnya botol diisi dengan udara sebanyak volume botol sebagai gas penyeimbang. Sebelum gas standar dimasukkan, botol dikosongkan terlebih dahulu sebanyak gas yang akan dimasukkan ke dalam botol. Hasil pengukuran pada beberapa konsentrasi
13 diperoleh peak area yang digunakan untuk membuat persamaan regresi kurva baku yang dijadikan acuan dalam penghitungan konsentrasi gas etilen dalam sampel. Penghitungan konsentrasi gas etilen dilakukan dengan cara membandingkan peak area gas dalam sampel yang akan dihitung konsentrasinya dengan peak area gas standar yang sudah diketahui konsentrasinya. (Gothwal et al. 2008). Uji kemampuan menghasilkan hormon IAA (Indole Acetic Acid) Pengujian kemampuan isolat dalam menghasilkan IAA (Indole Acetic Acid) secara kuantitatif dengan menggunakan metode dari Akbari et al. (2007). Isolat ditumbuhkan pada media Nutrient Broth (Difco), untuk 1 L media membutuhkan 10 g Bacto Pepton, 10 g Beef Ekstrak, 5 g NaCl dan ditambahkan Triptofan 1.2115 g, pada pH media 7.5. Isolat diinokulasikan pada media NB+Triptofan dan diinkubasikan pada suhu ruang selama 5 hari pada mesin kocok dengan kecepatan 200 rpm. Koloni bakteri dipisahkan menggunakan sentrifus 8603 g selama 15 menit. Supernatan yang diperoleh dicampurkan dengan reagen Salkowski (100 ml asam klorat 35% dan 2 ml FeCl3 0.5M) dengan perbandingan 1:2, kemudian diinkubasi selama 1 jam. Selanjutnya diukur menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 520 nm, dengan menggunkan kurva standar, media NB dan standar IAA konsentrasi 0, 5, 10, 20, 30, 40, dan 50 ppm. Uji kemampuan menghasilkan hormon Giberelin Isolat ditumbuhkan pada media Jensen’s Broth, diinkubasi di mesin kocok selama 5 hari pada suhu 18oC. Selanjutnya kultur dipanen dan disentrifus pada 9167 g selama 10 menit. Kemudian masing-masing sampel diekstraksi dengan menambahkan 10 ml etil asetat murni dan divortek selama 1 menit. Setelah terjadi pemisahan larutan, ditambahkan kembali 10 ml etil asetat kemudian di vortek selama 1 menit. Hasil ekstraksi etil asetat tersebut disatukan, kemudian ditambahkan 10 ml larutan buffer fosfat dan di vortek selama 1 menit. Selanjutnya lapisan buffer fosfat dipindahkan ke tabung baru. Kemudian 5 ml larutan buffer fosfat ditambahkan ke dalam ekstrak etil asetat, divortek selama 1 menit. Setelah terjadi pemisahan, lapisan buffer fosfat dipindahkan ke tabung baru tersebut, ditambahkan kembali 5 ml buffer fosfat ke dalam ekstrak etil asetat dan di vortek selama 1 menit. Hasil ekstraksi kemudian ditambahkan buffer fosfat sampai volume 20 ml. Masing-masing sampel yang sudah diekstraksi diambil sebanyak 4.5 ml dan dicampurkan dengan 0.5 etanol murni lalu divortek. Selanjutnya ditambahkan 5 ml HCl 3,75 M, dengan jarak waktu 2 menit untuk tiap sampelnya. Setelah inkubasi, masing-masing larutan standard dapat diukur kadar absorbansinya dengan menggunakan kuvet silica menggunakan Spectrophotometer UV-Vis dengan panjang gelombang 254 nm, dengan konsentrasi untuk standar giberelin 0, 10, 20, 40, 60, 80, dan 100 ppm (Berr’ios et al. 2004). Uji kemampuan menghasilkan hormon Sitokinin Kandungan sitokinin diuji dengan menumbuhkan isolat pada media NB (Difco). Inkubasi pada mesin kocok 150 rpm selama 72 jam, kemudian disentrifus 13201 g selama 10 menit. Supernatan diekstrasi dengan MeOH (Metil Alkohol) 80 % selama 48 jam. Selanjutnya disaring melalui saringan selulosa asetat,
14 kemudian dilakukan liofilisasi dan diekstraksi tiga kali dengan etil asetat. Fase organik diuapkan dengan vakum sampai kering dan dilarutkan dalam metanol (Sigma). Sitokinin terikat diekstraksi setelah fase air disesuaikan pH nya hingga 11 dan dihidrolisis. setelah pengeringan fase organik kembali dilarutkan dalam metanol. Kemudian fase cair tersebut disaring dengan Dowex 50Wx4, lalu dielusi dengan NH4OH 5 N. Eluat amoniak yang dihasilkan kemudian diukur dengan High Performance Liquid Chromatography. Standar yang digunakan kinetin dan zeatin 0.1, 1.0, 5, 10, 15 dan 20 M (Rivier dan Crozie 1987). Identifikasi Lima Isolat Bakteri Endofit Terpilih Morfologi dan uji biokimia bakteri endofit Pengamatan morfologi koloni bakteri terhadap 5 isolat meliputi koloni bakteri yang meliputi warna, bentuk koloni, elevasi (kenampakan dari samping), bentuk pinggiran, dan tekstur permukaan (Hadioetomo 1993). Selanjutnya pengamatan morfologi sel bakteri meliputi bentuk sel, ukuran sel, dan pewarnaan Gram (Schaad et al. 2001). Pengujian biokimia terhadap 5 isolat menggunakan microbact kits (Mac Faddin 1979). Pewarnaan Gram Pewarnaan Gram untuk mengetahui bakteri endofit bersifat Gram positif atau Gram negatif. Perbedaan Gram ini disebabkan oleh struktur dinding sel bakteri. Gram (+) terdiri dari peptidoglikan sedangkan Gram (-) terdiri atas lipida yang larut oleh larutan pemucat. Cara yang dilakukan dalam pewarnaan Gram yaitu suspensi bakteri endofit dioleskan pada kaca obyek, kemudian difiksasi. Setelah itu diberi pewarna primer yaitu ungu kristal dan didiamkan selama 1 menit. Selanjutnya dibilas dengan dengan air menggunakan botol semprot dan dikeringkan bagian pinggir kaca obyek dengan tisu. Kemudian dikeringanginkan, diberi iodium dan didiamkan selama 2 menit. Selanjutnya dibilas dengan air menggunaan botol semprot. Kemudian dicuci dengan pemucat warna yaitu etanol 95%, tetes demi tetes selama 30 detik atau sampai zat warna ungu kristal tidak terlihat. Selanjutnya dicuci dengan air menggunakan botol semprot, kemudian dikeringanginkan. Selanjutnya diberi pewarna tandingan yaitu safranin selama 30 detik, dibilas dengan air dari botol semprot dan dikeringanginkan. Pengamatan menggunakan mikroskop, bakteri endofit berwarna biru gelap atau ungu berarti Gram positif, apabila berwarna merah muda berarti Gram negatif (Hadioetomo 1993). Uji biokimia Pengujian biokimia menggunakan microbac kits (Oxoid), dengan menumbuhkan bakteri endofit selama 24 jam pada media NA. Koloni bakteri di suspensi menggunakan air fisiologis steril. Suspensi diteteskan pada sumur-sumur microbact kits, dan ditunggu hasil reaksi nya. Uji biokimia meliputi kemampuan bakteri dalam menggunakan nitrat, lisin, ornitin, glukosa, manitol, xilos, citrat, gelatin, malonat, inositol, sorbitol, ramnosa, sukrosa, laktosa arabinosa, adonitol, rafinosa, salicin, arginan. Pengujian yang lain meliputi katalase, oksidase, H2S, ONPG, Indol, urease, uji VP, TDA, dan motiliti (Mac Faddin 1979).
15 Identifikasi bakteri endofit berdasarkan sekuen gen 16S rRNA Identifikasi 5 isolat berdasarkan sekuen parsial 16S rRNA. Isolasi DNA isolat menggunakan kit ekstraksi (Geneaid) sesuai dengan pedomannya. Selanjutnya deteksi DNA menggunakan teknik elektroforesis dengan gel agarosa. Konsentrasi gel agarosa yang digunakan 0.1 % dengan buffer TAE 1 x dicampur dengan 0.5 μg/ml ethium bromide. Kekuatan arus listrik 60 V selama 1 jam. Amplifikasi gen 16S rRNA menggunakan PCR (Polymerase Chain Reaction) dengan primer universal yaitu Forward primer 27F (5’AGAGTTTGATCCTGGCTCAG-3’) dan Reverse primer 1492R (5’-GGTTA CCTTGTTACGACTT-3’). Komponen PCR yang digunakan KAPA taq Ready Mix (KAPA Biosystem) sesuai dengan pedomannya. Proses PCR dilakukan sebanyak 30 siklus dengan kondisi pra PCR 95 oC selama 5 menit, denaturasi 95 o C selama 1 menit, annealing 55 oC selama 5 menit, elongation 72 oC selama 1.5 menit, dan post-PCR 72 oC selama 5 menit. Hasil amplifikasi DNA selanjutnya disekuensing di laboratorium 1st BASE. Data hasil sekuensing dicocokkan dengan data Gene Bank NCBI (National Center for Biotechnology Information) menggunakan BLAST pada http://www.ncbi.nlm.nih.org. Pengujian Kompatibilitas Bakteri Endofit Pengujian kompatibilitas 5 bakteri endofit dibutuhkan untuk membuat kultur campuran bakteri endofit. Metode yang digunakan mengacu pada Widawati (2010). Pengujian kompatibilitas menumbuhkan 2 jenis bakteri endofit dengan digoreskan pada media NA di cawan petri. Kemudian diinkubasikan selama 24-72 jam. Selanjutnya diamati, ada atau tidak zona bening terbentuk pada perpotongan 2 jenis bakteri endofit. Bila zona bening terbentuk menandakan ada antagonis diantara bakteri endofit tersebut, sehingga tidak dipilih. Kultur campuran yang dipilih jika tidak membentuk zona bening pada perpotongan antar bakteri yang berarti bakteri endofit tersebut kompatibel satu dengan yang lainnya. Hal serupa juga dilakukan untuk pengujian kompatibilitas dari 3 jenis bakteri endofit. Pengujian kompatibilitas terdiri dari 25 perlakuan, meliputi 5 bakteri endofit tunggal, 10 kultur campuran terdiri 2 jenis bakteri endofit, dan 10 kultur campuran terdiri 3 jenis bakteri endofit. Pengujian Kultur Campuran pada Bibit Batang Bawah Tanaman karet Pengujian kemampuan kultur campuran bakteri endofit untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman karet, menggunakan biji tanaman karet klon PB 260. Kultur campuran ditumbuhkan pada media NB dan dikocok selama 24 jam. Tingkat kekeruhan diukur dengan menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang 600 nm sampai diperoleh Optical Density (OD) 0,25 yang setara kerapatan bakteri ±108 cfu/ml. Selanjutnya biji PB 260 direndam dalam suspensi kultur campuran selama 24 jam. Setiap perlakuan menggunakan 10 biji PB 260. Kemudian biji disemai pada media tanah steril. Media tanah yang digunakan, sebelumnya disterilkan dengan autoklaf pada suhu 121oC dan tekanan 1 Atm selama 20 menit. Setiap perlakuan isolat bakteri endofit diulang 4 kali. Sebagai kontrol biji tanaman karet PB 260 direndam dalam akuades steril. Setelah biji PB 260 tumbuh pada stadia jarum, kemudian dipilih 4 bibit yang seragam dari setiap
16 perlakuan. Bibit dipindahkan ke dalam gelas plastik yang berisi media tanah steril. Bibit tanaman karet dipelihara selama satu bulan. Setelah dipelihara selama satu bulan, tanaman dipanen. Pengukuran panjang trubus (upper part) dan akar, juga penimbangan bobot kering bibit tanaman karet. Skoring dilakukan untuk menentukan kultur campuran terbaik. Skor diperoleh dari perkalian parameter pengukuran dengan persen bobot nilai tiap parameter. Bobot nilai panjang trubus dan panjang akar 15%, sedangkan bobot nilai untuk bobot basah biomasa 20%, selanjutnya bobot nilai untuk bobot kering biomasa 30%. Selanjutnya panjang trubus dikalikan bobot nilainya (15%), panjang akar dikalikan bobot nilainya (15%). Sedangkan bobot basah biomasa dikalikan bobot nilainya (20%), dan bobot kering biomasa dikalikan bobot nilainya (30%). Selanjutnya hasil perkalian 4 parameter tersebut dijumlahkan. Penentuan kultur campuran berdasarkan skor tertinggi yang dijadikan dalam bentuk persentil. Perlakuan yang memiliki nilai perentil diatas 95 % yang dipilih untuk pegujian berikutnya. 10% terbaik dari 25 perlakuan aplikasi bakteri endofit dan kultur campuran, diperoleh 2 kultur campuran yang memiliki skor tertinggi (Walpole dan Meyers 1996). Pengamatan Scanning Electron Microscopy (SEM) bakteri endofit Pengamatan menggunakan SEM untuk mengetahui kemampuan bakteri endofit masuk ke dalam jaringan tanaman dan mengkolonisasi jaringan tanaman tersebut. Suspensi bakteri endofit diinokulasikan pada planlet bibit karet hasil microcutting berumur 2 minggu yang merupakan produk dari Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia. SEM dilakukan pada 2 macam sampel yaitu sampel cair dan sampel padat. Pada sampel cair untuk mengetahui bentuk bakteri endofit pada media tumbuhnya. Bakteri endofit ditumbuhkan pada media NB (Nutrient Broth) selama 24 jam. Pada sampel padat, menggunakan 2 planlet bibit karet untuk kontrol tanpa inokulasi bakteri endofit dan perlakuan inokulasi bakteri endofit. Suspensi bakteri endofit diinokulasikan pada planlet bibit karet, setelah 72 jam planlet dipotong 2 – 5 mm. Selanjutnya sampel dibersihan dengan merendam dalam caccodylate buffer selama 2 jam, agitasi dalam ultrasonic cleaner selama 5 menit. Selanjutnya prefiksasi dengan memasukkan sampel ke dalam larutan glutaraldehyde 2.5% beberapa jam selama 2 hari. Kemudian fiksasi dengan merendam sampel dalam tannic acid 2% selama 6 jam sampai beberapa hari dan dicuci dengan caccodylate buffer selama 5 menit sebanyak 4 kali. Selanjutnya dilakukan dehidrasi dengan merendam sampel dalam alkohol 50 % selama 5 menit sebanyak 4 kali, dilanjutkan dalam alkohol 70 % selama 20 menit, kemudian dalam alkohol 85 % selama 20 menit, selanjutnya dalam alkohol 95 % selama 20 menit dan terakhir dalam alkohol absolute selama 10 menit sebanyak 2 kali. Tahap berikutnya pengeringan dengan merendam sampel dalam butanol selama 10 menit sebanyak 2 kali, selanjutnnya dibekukan dalam freezer sampai beku dan dimasukkan ke freezed drier sampai kering. Selanjutnya setelah kering dilapisi emas dalam mesin pengering. Sampel kemudian diamati dengan SEM (Scanning Electron Microscopy) dengan perbesaran 750-10,000 kali, untuk melihat gambar jaringan tanaman dan bakteri endofit dan dipilih untuk difoto (Musetti and Favali 2004). Pengamatan SEM dilakukan di Laboratorium Mikroskop Elektron di Bidang Zoologi Pusat Penelitian Biologi LIPI Cibinong.
17 Pengujian Bakteri Endofit untuk Meningkatkan Panjang Akar Planlet Bakteri endofit yang diaplikasikan dapat meningkatkan pertumbuhan akar dengan dibuktikan menggunakan planlet bibit karet. Pengujian ini menggunakan 2 planlet bibit karet untuk kontrol tanpa inokulasi bakteri endofit dan perlakuan inokulasi bakteri endofit. Planlet bibit karet yang telah diinokulasikan bakteri endofit, ditunggu sampai terbentuk akar. Setelah 3 minggu, planlet dikeluarkan dari tabung. Akar planlet yang diinokulasi bakteri endofit diukur dibandingkan dengan kontrol. Pengujian Kultur Campuran untuk Meningkatkan Efisiensi Pemupukan Bibit Batang Bawah Tanaman Karet Kegiatan penelitian ini dilakukan di rumah kaca dengan rancangan acak lengkap faktorial dengan menggunakan 5 ulangan, yaitu : Faktor pertama inokulasi kultur campuran (K) menggunakan 3 perlakuan : 1. tanpa inokulasi kultur campuran (K0) 2. inokulasi kultur campuran 1 (K1) 3. inokulasi kultur campuran 2 (K2) Faktor kedua dosis pemupukan (P) menggunakan 5 perlakuan : 1. tanpa pemupukan (P0) 2. pemupukan 25 % dari dosis rekomendasi (P1) 3. pemupukan 50 % dari dosis rekomendasi (P2) 4. pemupukan 75% dari dosis rekomendasi (P3) 5. pemupukan 100% dari dosis rekomendasi (P4) Media tanam diambil dari tanah di perkebunan karet sampai kedalaman kurang lebih 20 cm. Bahan tanah selanjutnya diayak menggunakan ayakan 10 mm dan diaduk hingga homogen. Sebanyak 10 kg bahan tanah homogen dimasukkan ke dalam kantung plastik (polibeg). Setiap kantung plastik ditanami dengan satu bibit batang bawah tanaman karet (berasal dari biji), dimana biji tanaman karet PB 260 yang digunakan telah direndam dalam suspensi kultur campuran. Pengulangan pemberian biakan bakteri dilakukan setelah bibit tanaman karet tumbuh di kantung plastik dengan cara disiramkan pada pangkal batang. Bibit dipelihara selama 3 bulan setelah berkecambah. Pengamatan pertumbuhan vegetatif meliputi: tinggi, diameter. Setelah 3 bulan, dipanen trubus tanaman dan akar tanaman karet diukur panjang akar, ditimbang bobot basah biomasa dan bobot kering biomasa. Analisis data Data yang diperoleh diolah dengan analisis ragam dan apabila ada beda nyata dilanjutkan dengan Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5%. Olah data menggunakan program komputer SAS (Statistical Analysis System) for windows versi 9.1 (Matjik dan Sumertajaya 2006). Analisis tanah dan tanaman Analisis tanah sebelum perlakuan dan profil tanah meliputi meliputi kadar N tanah (metode Kjeldahl), P2O5 (Bray II), kation dapat ditukar K, Ca, Mg, KTK (NH4Oac pH 7), C organik (Walkley-Black), pH tanah (pH meter). Analisis tanah
18 setelah perlakuan meliputi kadar N tanah (metode Kjeldahl), P2O5 (Bray II), kation dapat ditukar K, Ca, Mg. Analisa jaringan tanaman meliputi N (metode Kjeldahl cara pengabuan basah dengan H2SO4), P, K, Ca dan Mg (pengabuan basah dengan H2SO4 dan H2O2) (Balai Penelitian Tanah 2009). Analisa dilakukan di Laboratorium Tanah Balai Penelitian Sembawa.
19
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Lokasi Pengambilan Contoh di Perkebunan Karet Menghasilkan Lokasi pengambilan sampel di Blok klon IRR 39 dan IRR 118 tahun tanam 2002, Divisi I Kebun Percobaan Balai Penelitian Sembawa, Kecamatan Sembawa, Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan. Peta lokasi pengambilan contoh seperti Gambar 2 yang menunjukkan jenis tanah pada lokasi tersebut yaitu Hapludult.
Gambar 2 Peta jenis tanah lokasi pengambilan contoh Peta jenis tanah lokasi penelitian dibuat berdasarkan peta jenis tanah digital dari Balai Besar Penelitian Sumberdaya Lahan Pertanian (2013), peta administrasi digital Provinsi Sumatera Selatan, dan peta administrasi digital Kabupaten Banyuasin dari Bakosurtanal (2013). Peta administrasi Sumatera Selatan dan Banyuasin ditumpang tindihkan (overlay) untuk mendapatkan peta administrasi daerah penelitian, menggunakan program komputer Arc GIS 10.1. Titik lokasi profil tanah dan pengambilan contoh dari GPS (Global Positioning System) yaitu 104o 31’ 24” E dan 2o 56’ 55” S, dikonversi menggunakan program komputer
20 Quantum GIS 2.4, agar dapat dibaca oleh Arc GIS 10.1. Titik lokasi tersebut dimasukkan ke program komputer Arc GIS 10.1, kemudian dilakukan digitasi peta untuk mendapatkan peta jenis tanah lokasi pengambilan contoh. Pada lokasi pengambilan contoh juga dibuat profil tanah dengan lebar 1 m, panjang 2 m, dan kedalaman 1.5 m (Gambar 3) yang memperlihatkan 5 horizon tanah. Analisa tanah dari 5 horizon profil tanah meliputi tekstur, pH tanah, C organic, Kapasitas Tukar Kation (KTK) dan kandungan hara tanah (Tabel 1). Profil tanah di buat di blok klon IRR 118 Divisi I Kebun Percobaan Balai Penelitian Sembawa.
A Bt1 Bt2
Bt3
C
Gambar 3 Profil tanah di lokasi pengambilan contoh Berdasarkan pengamatan dan hasil analisa tanah pada profil tanah terlihat 5 horizon, yang terdiri dari horizon A, horizon Bt1, Bt2 dan Bt3 yang merupakan horizon iluviasi dimana terjadi peningkatan liat pada lapisan di bawahnya (Tabel 1), serta horizon C. Berdasarkan peta jenis tanah, pengamtan profil tanah, dan analisa laboratorium, lokasi penelitian termasuk Great Group Hapludult, Sub Ordo Udult, dan Ordo Ultisol. Menurut Rachim (2007), Ultisol termasuk tanah yang memiliki horizon argilik atau kandik dengan kejenuhan basa rendah, yang terbentuk dibawah regim suhu dan kelembaban yang beragam. Ultisol didominasi horizon eluviasi dan iluviasi liat. Horison penciri disini adalah horizon argilik. Sedangkan horizon C merupakan lapisan bahan induk. Kondisi hara tanah pada profil tanah semakin ke bawah semakin rendah. Berdasarkan kelas kandungan hara tanah di perkebunan karet, termasuk rendah (Lampiran 1). pH tanah pada kisaran 5 termasuk masam. C organik pada horizon A yang paling tinggi yaitu 1.73 %, hal ini terjadi karena pada perkebunan karet banyak ditemui seresah daun karet yang mengalami dekomposisi. Berdasarkan
21 kelas kandungan hara tanah di perkebunan karet termasuk rendah. C organik (0.06 % – 1.73 %), kadar hara Nitrogen (0.04% – 0.16 %), dan KTK (5.37 – 13.04 me/100g) pada profil tanah tersebut termasuk sangat rendah sampai dengan rendah. Sedangkan kadar hara Fosfor, Kalium, Kalsium, dan Magnesium termasuk sangat rendah. Hal ini memperlihatkan kondisi kesuburan tanah di lokasi penelitian termasuk rendah. Tabel 1 Sifat kimia dan fisik setiap horizon tanah pada profil contoh yang diambil Parameter A 0-18 cm Tekstur (%) Pasir Debu Liat pH H2O KCl C organik KTK (me/100g) N (%) P (ppm) K (me/100g) Ca (me/100g) Mg (me/100g)
Bt1 18-35 cm
horizon Bt2 35-65 cm
Bt3 C 65-110cm >110 cm
25 50 25
18 46 36
15 28 57
17 33 50
12 26 62
5.21 4.08 1.73 5.37 0.16 0.05 0.001 0.004 0.002
5.20 3.87 0.47 7.35 0.15 0.98 0.001 0.047 0.009
5.32 3.93 0.04 7.21 0.06 0.14 0.013 0.007 0.002
5.27 3.89 0.06 13.04 0.04 0.05 0.002 0.048 0.008
5.02 3.76 0.06 12.25 0.04 0.05 0.006 0.010 0.010
Rata-rata curah hujan di lokasi penelitian, selama 13 tahun terakhir (20002013) 2,659 mm/th, rata-rata hari hujan 132 hari/th, dan rata-rata bulan kering 3 bulan/th (Balai Penelitian Sembawa 2014). Hal ini menunjukkan kesesuaian iklim untuk tanaman karet di lokasi penelitian termasuk sesuai pada kelas S2. Curah hujan termasuk berkisar 1,500-3,000 mm/th, dengan jumlah bulan kering 3-4 bulan/th, dan suhu 25-28 (Wijaya et al. 1996). Rata-rata suhu di lokasi penelitian selama 11 tahun (2000-2011) 27,4oC, rata-rata kelembaban relatif 86.5 %, dan rata-rata kecepatan angin 2.61 km/jam. Hal ini masih sesuai untuk tanaman karet, seperti Tabel 2, suhu 27,4 oC termasuk dalam kisaran kelas kesesuaian iklim S2 yaitu 25 - 28 oC. Menurut Vijayakumar et al. (2000) bahwa batasan untuk kelembaban relatif adalah 70%, sedangkan kecepatan angin 3.6 – 14.4 km/jam. Lokasi penelitian masih sesuai secara iklim untuk mendukung pertumbuhan tanaman karet. Ultisol adalah tanah masam dengan kesuburan yang rendah (Rachim 2007). Perkebunan karet banyak terdapat pada Ultisol, sehingga memerlukan pemupukan untuk meningkatkan kesuburan tanah. Pemupukan selain untuk menjaga kesehatan tanah, juga mendukung pertumbuhan tanaman karet agar dapat tumbuh dengan baik dan memberikan produksi yang optimum.
22 Tabel 2 Kriteria agroklimat tanaman karet Zona
Curah hujan
Sedang Kering
1,500-3,000 1,500-3,000
Jumlah bulan kering kering berturutturut 0-2 3-4
Basah
3,000-4,000
-
25-28
>4 -
25-28 < 25
-
25-28
> 4,000
Suhu udara
Faktor pembatas
(oC)
Kelas kesesuaian iklim
25-28 25-28
kekeringan moderat kelembaban tinggi, ganguan penyakit daun Colletotrichum, gangguan penyadapan kekeringan berat suhu rendah menyebabkan pertumbuhan terhambat curah hujan berlebihan, gangguan penyadapan dan penyakit daun
S1 S2 S3
TS TS
TS
(Wijaya et al. 1996) Kondisi pengambilan contoh seperti pada Gambar 4, klon IRR 39 tampak lebih jagur penampilan tanamannya dibanding klon IRR 118. Hal ini karena klon IRR 39 merupakan klon lateks kayu yang memberikan hasil lateks dan kayu, sehingga penampilan sebagai penghasil kayu tampak jagur. Sedangkan klon IRR 118 merupakan klon lateks.
a
b
Gambar 4 Lokasi pengambilan contoh di Kebun Percobaan Balai Penelitian Sembawa, (a) klon IRR 39, dan (b) klon IRR 118
23 Contoh yang diambil dari tanaman karet klon IRR 39 dan klon IRR 118, meliputi daun, kulit sadapan (tatal), dan akar, seperti pada Gambar 5.
a
b
c
Gambar 5 Contoh yang diambil dari tanaman karet menghasilkan klon IRR 39 dan IRR 118, (a) daun, (b) kulit sadapan (tatal), dan (c) akar Bakteri endofit diisolasi dari bagian daun, kulit sadapan (tatal), dan akar serabut tanaman karet klon IRR 39 dan IRR 118. Berdasarkan rekomendasi klon karet periode 2010-2014, untuk klon metabolisme tinggi ada 2 tipe klon yaitu klon latek dan klon latek-kayu, salah satu klon yang masuk tipe tersebut adalah klon IRR 118 untuk klon latek dan klon IRR 39 klon latek-kayu, kedua klon tersebut telah disebarluaskan penanamannya. Klon IRR 118 memiliki potensi produksi karet kering rata-rata 2,200 kg/ha, sedangkan IRR 39 1,493kg/ha (Lasminingsih 2010). Penelitian ini juga menggunakan biji dari klon anjuran untuk batang bawah yaitu PB 260, seperti pernyataan Lasminingsih (2010) bahwa benih anjuran untuk batang bawah meliputi klon AVROS 2037, GT 1, BPM 24, PB 260, RRIC 100, dan PB 330. Hasil Isolasi Bakteri Endofit dari Tanaman Karet Bakteri endofit diisolasi dari tanaman karet menggunakan metode sterilisasi permukaan dengan konsentrasi NaOCl 3 % dan 4 %, sedangkan waktu perendaman 2 menit, 3 menit, dan 4 menit. Pada perendaman NaOCl 4 % terjadi kontaminasi bakteri dan jamur, sehingga konsentrasi ini tidak digunakan. Pada perendaman NaOCl 3 % dengan waktu perendaman 3 menit dan 4 menit pada daun, serta 2 menit dan 4 menit pada akar dan kulit sadapan, terjadi kontaminasi bakteri dan jamur. Sedangkan perendaman NaOCl 3 % dengan waktu 2 menit untuk daun dan 3 menit untuk akar dan kulit sadapan, media isolasi tempat disapukan contoh bersih, berarti sterilisasi permukaan berhasil. Bakteri endofit diisolasi dari tanaman karet memiliki sebaran berdasarkan klon, kondisi tanaman, media, dan bagian yang diisolasi (Tabel 3). Sebanyak 117 isolat bakteri endofit berhasil diisolasi dari beberapa bagian tanaman karet (Tabel 3). Bagian akar memiliki jumlah isolat bakteri terbanyak, hal ini karena bakteri endofit bisa berasal dari bakteri rizosfer yang masuk ke jaringan akar tanaman dan mengkolonisasi jaringan akar tersebut. Selain itu didukung keberadaan akar tanaman di dalam tanah yang ternaungi dari sinar matahari langsung, sehingga lebih banyak diperoleh isolat bakteri endofit. Hasil
24 yang mirip diperoleh Mendes et al. (2007) dengan menggunakan tebu sebagai sumber isolatnya. Bakteri endofit ditemukan lebih banyak di akar tebu dibanding di batang. Tabel 3 Sebaran jumlah isolat bakteri endofit yang diisolasi dari tanaman karet Klon IRR 39
IRR 118
Kondisi tanaman Produksi Produksi KAS KAS Produksi Produksi KAS KAS
Media NA TSA NA TSA NA TSA NA TSA Jumlah
Akar 9 9 9 8 3 2 3 4 47
Bagian Kulit 7 5 3 3 6 6 6 3 39
Jumlah Daun 5 4 4 3 3 4 3 5 31
21 18 15 15 12 12 12 12
117
Keterangan : KAS = Kering Alur Sadap, NA=Nutrient Agar, TSA=Tryptic Soya Agar
Hal yang sama dinyatakan Hallmann et al. (1997) bahwa komposisi bakteri endofit lebih banyak terdapat pada bagian akar dan batang tanaman daripada bagian tanaman lainnya. Seperti Tabel 3, jumlah jenis isolat bakteri endofit diantara 3 contoh bagian tanaman karet berurutan yang lebih banyak mulai dari akar, kemudian kulit sadapan, dan terakhir daun. Karakteristik Isolat Bakteri Endofit Pengujian respon hipersensitif Pengujian respon hipersensitif menggunakan daun tanaman tembakau (Gambar 6) untuk mengetahui potensi isolat bakteri endofit tersebut sebagai patogen pada tanaman. Pengujian respon hipersensitif, menggunakan kontrol negatif yaitu air steril, sedangkan kontrol positif menggunakan bakteri patogen yaitu Xanthomonas oxysporum dan Ralstonia solanacearum. Pengujian respon hipersensitif memperoleh hasil 46 isolat bakteri endofit positif berpotensi sebagai patogen tanaman, yang dibuktikan dengan terjadinya nekrosis pada daun tanaman tembakau. Sedangkan 71 isolat bakteri endofit hasil pengujian negatif atau tidak berpotensi patogen terhadap tanaman, dimana pada daun tanaman tembakau tidak memperlihatkan gejala nekrosis (Lampiran 5). Ahmad et al. (2001) menyatakan bahwa kemampuan bakteri patogen menghasilkan respon hipersensitif tanaman bukan inang berkorelasi dengan kemampuan bakteri tersebut menyebabkan penyakit pada inang yang rentan.
25
a
b
Gambar 6 Pengujian respon hipersensitif pada daun tembakau, (a) daun tembakau disuntik suspensi bakteri endofit, dan (b) daun tembakau yang memperlihatkan gejala nekrosis yang ditunjukkan dengan tanda panah Pengujian hemolisis Pengujian hemolisis untuk menguji isolat bakteri endofit tersebut berpotensi patogen pada manusia dan hewan. Pengujian hemolisis dilakukan terhadap 71 isolat bakteri endofit yang lolos dari pengujian respon hipersensitif. Hasil pengujian memperoleh hasil positif untuk 16 isolat bakteri endofit dan hasil negatif untuk 55 isolat bakteri endofit atau tidak berpotensi patogen terhadap manusia dan hewan (Lampiran 5). Pengujian hemolisis menggunakan kontrol bakteri patogen terhadap manusia dan hewan yaitu Escherichia coli. Isolat bakteri endofit yang berpotensi sebagai patogen terhadap manusia dan hewan memperlihatkan gejala hemolisis di sekitar koloni bakteri tersebut pada media agar darah (Gambar 7).
a
b
Gambar 7 Pengujian hemolisis dengan agar darah, (a) agar darah, dan (b) gejala hemolisis dengan adanya zona bening di sekitar isolat bakteri endofit seperti tanda panah.
26 Dari 117 isolat bakteri yang berhasil diisolasi sebanyak 60 isolat adalah Gram negatif, sedangkan Gram positif sebanyak 57 isolat (Lampiran 5). Sebanyak 69 isolat memiliki sel berbentuk batang dan 48 isolat memiliki sel berbentuk bulat. Hal ini seperti penelitian Mendez et al. (2007) menyatakan bahwa bakteri endofit yang diisolasinya, umumnya berbentuk batang. Pewarnaan Gram digunakan untuk membedakan bakteri Gram positif dan Gram negative. Perbedaan tersebut terkait komposisi kimia dinding sel. Sel Gram positif mempunyai dinding dengan lapisan peptidoglikan yang tebal, sedangkan Gram negatif lebih tipis dan diselimuti lapisan membran luar yag tersusun dari lipid (Sunatmo 2009). Pengujian katalase untuk mengetahui kemampuan bakteri penghasil enzim katalase dalam mendegradasi hidrogen peroksida. Selama proses aerobik, bakteri menghasilkan hidrogen peroksida yang bisa menjadi superoksida yang toksik. Bakteri yang menghasilkan katalase dapat segera mendegradasi hidrogen peroksida sehingga tidak toksik bagi sel (Sunatmo 2009). Pengamatan morfologi koloni bakteri meliputi warna, bentuk, elevasi, bentuk pinggir, dan tekstur permukaan pada 117 isolat, memberikan hasil yang beragam (Lampiran 4). Umumnya isolat yang diperoleh berwarna putih, bentuk bundar, elevasi cembung, bentuk pinggiran rata, dan tekstur permukaan mengkilat. Hal ini menandakan adanya keragaman bakteri endofit pada tanaman karet. Pengujian daya kecambah dan pertumbuhan Benih padi yang setelah diinkubasi isolat, dihitung daya kecambah pada hari kedua dan pertumbuhan pada hari kelima (Gambar 8).
a
b
Gambar 8 Pengujian daya kecambah dan pertumbuhan padi yang telah diinkubasi bakteri endofit, (a) daya kecambah benih padi pada hari kedua, dan (b) pertumbuhan bibit padi pada hari kelima Pengujian daya kecambah dan pertumbuhan padi menggunakan 55 isolat dan kontrol dengan air steril, kemudian dilakukan skoring terhadap hasil pengukurannya (Tabel 4). Total skor dari skor 3 parameter pengamatan yaitu ratarata panjang akar, rata-rata panjang trubus, dan rata-rata daya kecambah. Berdasarkan hasil jumlah skor tertinggi dipilih 10 % dari jumlah isolat yang ada, berarti dipilih 5 bakteri endofit yang mempengaruhi pertumbuhan benih padi dan daya kecambah yang terbaik.
27 Tabel 4 Rata-rata panjang akar, panjang trubus, dan daya kecambah, serta skor benih padi yang diinkubasi isolat bakteri endofit dan kontrol No
Kode
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35
KPD6 KPA32 LPD74 LPD76 KPA38 KPK11 KKD44 KPK20 KPA29 KPA26 KPK19 LKD97 KPD9 KPK18 KPD3 KPK16 LPD71 LPD70 KKD43 KPD2 KKD45 KKA58 LKD101 KPD7 KKD41 LKA112 KPK15 KKA59 KPA39 LPK82 KPA36 LKK102 LKD99 LKA117 LPK77
Rata-rata panjang akar (cm) 4.28 4.46 5.87 5.62 5.54 3.58 3.65 3.44 3.82 3.59 3.51 4.90 5.04 3.58 3.65 4.42 5.28 5.90 5.91 5.15 4.98 5.92 2.71 4.48 2.69 4.42 5.38 5.42 3.07 5.05 4.69 3.16 3.06 4.46 4.90
Skor
4 4 6 6 6 3 3 3 3 3 3 5 5 3 3 4 5 6 6 5 5 6 1 4 1 4 6 6 2 5 5 2 2 4 5
Rata-rata panjang trubus (cm) 4.64 4.34 2.76 2.36 2.56 4.36 4.47 4.24 3.24 3.55 4.08 2.16 2.19 3.10 4.10 4.07 2.31 2.35 2.84 2.22 2.52 2.98 2.67 2.46 2.48 1.96 2.63 2.39 3.56 2.46 2.14 2.72 2.52 2.15 2.29
Skor
6 6 4 3 4 6 6 6 5 5 6 3 3 4 6 6 3 3 4 3 4 4 4 4 4 3 4 3 5 4 3 4 4 3 3
Rata-rata Skor daya kecambah (%) 100.00 6 96.67 5 96.67 5 98.33 6 95.00 5 100.00 6 98.33 6 98.33 6 98.33 6 98.33 6 96.67 5 96.67 5 95.00 5 98.33 6 93.33 4 90.00 3 93.33 4 91.67 3 88.33 2 92.00 4 90.00 3 85.00 1 100.00 6 90.67 3 100.00 6 93.33 4 85.33 1 88.33 2 93.33 4 88.33 2 91.67 3 95.00 5 95.00 5 91.67 3 86.67 2
Jumlah Skor
16 15 15 15 15 15 15 15 14 14 14 13 13 13 13 13 12 12 12 12 12 11 11 11 11 11 11 11 11 11 11 11 11 10 10
28 Lanjutan Tabel 4 No
36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56
Kode
Rata-rata panjang akar (cm) KPA35 4.92 KKA63 3.49 LKA116 4.36 KKD42 4.41 KKK47 4.01 LPK87 4.04 LKD94 4.25 LPD73 4.76 KPA30 3.77 LPK84 4.29 Kontrol 3.37 KPD4 2.11 LKK107 4.41 LPA89 4.05 LPA92 3.55 LPA91 4.00 LPA90 3.95 KPD1 2.82 LPK85 2.79 LPK88 3.66 KKA62 3.16
Skor
5 3 4 4 3 4 4 5 3 4 2 1 4 4 3 3 3 2 2 3 2
Rata-rata panjang trubus (cm) 1.77 4.33 1.67 2.39 2.54 0.70 1.24 1.90 1.61 0.91 2.18 2.59 2.16 1.10 1.01 0.57 0.49 2.16 0.25 0.15 1.05
Skor
3 6 3 3 4 1 2 3 2 1 3 4 3 2 2 1 1 3 1 1 2
Rata-rata daya kecambah (%) 88.33 85.00 90.00 88.33 88.33 93.33 91.67 83.33 91.67 91.67 89.33 90.67 85.00 88.33 91.67 91.67 90.00 88.00 93.33 86.67 83.33
Skor
Jumlah Skor
2 1 3 2 2 4 3 1 3 3 3 3 1 2 3 3 3 2 4 2 1
10 10 10 9 9 9 9 9 8 8 8 8 8 8 8 7 7 7 7 6 5
Keterangan : KPD = Kayu (IRR 39) – Produksi – Daun KPK = Kayu (IRR 39) – Produksi – Kulit KPA = Kayu (IRR 39) – Produksi – Akar KKD = Kayu (IRR 39) – KAS – Daun KKK = Kayu (IRR 39) – KAS – Kulit KKA = Kayu (IRR 39) – KAS – Akar LPD = Lateks (IRR 118) – Produksi – Daun LPK = Lateks (IRR 118) – Produksi – Kulit LPA = Lateks (IRR 118) – Produksi – Akar LKD = Lateks (IRR 118) – KAS – Daun LKK = Lateks (IRR 118) – KAS – Kulit LKA = Lateks (IRR 118) – KAS – Akar KAS = Kering Alur Sadap
Berdasarkan rumus untuk menghitung jumlah kelas dari sebaran data hasil pengamatan, diperoleh 6 kelas, yang berarti ada 6 skor dalam setiap parameter pengamatan. Selanjutnya skor dari 3 parameter pengamatan yaitu panjang akar, panjang trubus, dan daya kecambah tersebut dijumlahkan.
29 Isolat KPD6 mempunyai jumlah skor tertinggi yaitu 16, dari hasil penjumlahan skor panjang akar 4 (4.28 cm), skor panjang trubus 6 (4.64 cm), dan skor daya kecambah 6 (100 %). Selanjutnya terdapat 7 isolat yang memiliki jumlah skor yang sama yaitu 15, yang dipilih hanya 4 isolat. Dasar pemilihan 4 isolat dengan skor 15 adalah panjang akar yang tertinggi. Pada skor 15 panjang akar berkisar dari 3.44 – 5.87 cm, sehingga dipilih yang memiliki panjang akar lebih dari 4 cm, yaitu isolat KPA32, LPD74, LPD 76, dan KPA38. Panjang akar menjadi pertimbangan utama karena peran dari akar untuk mendukung pertumbuhan bibit batang bawah tanaman karet. Akar berperan dalam serapan hara dari tanah dan mendorong ketersediaan hara untuk tanaman, dimana asamasam organik yang terbentuk di permukaan akar menjadi pelarut yang efektif (Buckman dan Brady 1982). Eksudat dari akar juga berperan dalam kehidupan mikrob tanah. Akar berperan sebagai penopang berdirinya tanaman, sangat mendukung untuk mendapatkan bibit batang bawah tanaman karet yang kokoh. Kelima isolat bakteri endofit terpilih dengan kode KPD6, KPA32, LPD74, LPD76, dan KPA38. Sharma et al. (2003) menyatakan bahwa perlakuan benih jagung dengan Pseudomonas starin GRP3A dan PRSI mampu meningkatkan persentase perkecambahan, panjang akar,dan bobot kering. Morfologi dan uji biokimia bakteri endofit Pengamatan morfologi koloni dan sel isolat bakteri endofit dilakukan dengan mengamati koloni bakteri endofit yang meliputi warna, bentuk koloni, elevasi (kenampakan dari samping), bentuk pinggiran, dan tekstur permukaan, bentuk sel, dan ukuran sel.
a
b
d
c
e
Gambar 9 Koloni lima isolat bakteri endofit, (a) KPD6, (b) KPA32, (c) LPD74, (d) LPD76, dan (e) KPA38
30 Lima isolat bakteri endofit (Gambar 9) diamati morfologinya (Tabel 5), selanjutnya dilakukan pengujian biokimia (Tabel 6). Berdasarkan pengujian morfologi, warna koloni semua isolat putih kecuali isolat LPD74 berwarna kuning. Sedangkan bentuk koloni semua isolat bundar. Elevasi isolat semua agak cembung, kecuali LPD74 cembung. Bentuk pinggiran semua isolat rata, kecuali isolat KPA 32 dan KPA 38 berombak. Tekstur permukaan semua isolat mengkilat kecuali KPA32 tekstur permukaannya kering. Hasil Pewarnaan Gram menunjukkan Gram negatif untuk isolat KPA32, LPD76, dan KPA38, sedangkan KPD6 dan LPD74 Gram positif. Bentuk sel bakteri semua isolat batang, kecuali LPD74. Lima isolat bakteri endofit seperti pada Gambar 9, dimana kelimanya memiliki perbedaan koloni dan morfologi sel bakteri. Berdasar pengujian biokimia (Tabel 6) juga terdapat perbedaan diantara kelima isolat tersebut. Identifikasi berdasarkan sekuen parsial 16S rRNA menegaskan perbedaan spesies dan/atau genus kelima isolat tersebut. Prinsip pewarnaan Gram bahwa bakteri Gram (+) berwarna ungu karena komplek zat warna kristal violet-yodium tetap bertahan walaupun diberi zat pemucat, dan Gram negatif berwarna merah karena tidak dapat mempertahankan kompleks tersebut dan mengambil zat warna kedua yang berwarna merah. Biakan yang digunakan berumur 24-48 jam. Perbedaan reaksi Gram ini disebabkan oleh struktur dinding sel bakteri. Gram (+) terdiri dari peptidoglikan sedangkan Gram (-) terdiri atas lipida yang larut oleh larutan pemucat. Tabel 5 Karakter morfologi lima isolat bakteri endofit Karakter Morfologi koloni Warna koloni Bentuk koloni Elevasi Bentuk pinggiran Tekstur permukaan Morfologi sel Pewarnaan Gram Bentuk sel Ukuran (μm)
KPD-6
KPA-32
putih bundar agak cembung rata
putih bundar agak cembung berombak
mengkilat
kering
+ batang 0.5 x 2
batang 0.25 x 0.5
Isolat LPD-74 LPD-76 kuning bundar cembung rata
putih bundar agak cembung rata
KPA-38 putih bundar agak cembung berombak
mengkilat mengkilat mengkilat + bulat 0.5 x 0.5
batang 0.25 x 1
batang 0.25 x 1
Keterangan : KPD= klon kayu (IRR 39)-Produksi-Daun, KPA=klon kayu-produksi-akar
Pengujian biokimia dilakukan untuk mengetahui karakter dari bakteri endofit. Pengujian sitrat digunakan untuk melihat sitrat sebagai satu-satunya sumber karbon dan energi untuk metabolisme. Pengujian lisin untuk mengetahui adanya enzim karboksilase untuk menghilangkan gugus asam dari asam amino dan menghasilkan amina yang menyebabkan media tumbuh menjadi basa.
31 Pengujian H2S untuk mengetahui pembentukan asam sulfda (H2S) oleh mikrob yang menunjukkan adanya penguraian asam amino yang mengandung sulfur (sistein dan metionin) dengan enzim desulfurase. Pengujian indol untuk mengetahui adanya asam amino triptofan dapat digunakan sebagai sumber karbon oleh mikrob. Dengan cara menghasilkan enzim triptofan yang mengkatalisasi penguraian gugus indol dari triptofan. Penumpukan indol ditunjukkan dengan terbentuknya warna merah pada permukaan media setelah beberapa menit kemudian. Tabel 6 Karakter biokimia lima isolat bakteri endofit Karakter KPD-6
KPA-32
Isolat LPD-74
LPD-76
KPA-38
Uji Biokimia Katalase
+
+
+
+
+
Oksidase Motiliti Nitrat Lisin Ornitin
+ + + -
+ + + -
+ + + -
+ + + + -
+ + + -
H2S Glukose Manitol Xilose ONPG Indol Urease Uji VP Citrat TDA Gelatin Malonat Inositol Sorbitol Ramnose Sukrose Laktose Arabinose Adonitol Rafinose Salicin Arginin
+ + + + -
+ + + + + + + + + + + -
+ + + + + + + + + + + + + + -
+ + + + + + + + + + + + + + + + + + -
+ + + + + + + + + + + + -
Keterangan : KPD= klon kayu (IRR 39)-Produksi-Daun, KPA= klon kayu-produksi-akar, LPD=klon lateks (IRR 118)-Produksi-Daun
32 Uji metil red dengan menggunakan media MR-VP untuk mengetahui fermentasi asam campuran atau butanadiol. Bila terjadi fermentasi asam campuran maka media akan tetap berwarna merah, dan bila tidak media akan menjadi kuning setelah penambahan reagen MR. Uji nitrat reduktase untuk mengetahui bakteri dapat mengunakan nitrat sebagai aseptor elektron terakhir (respirasi anaerobik). Hasil uji biokimia menunjukkan bahwa kelima isolat bakteri endofit terpilih seluruhnya memiliki aktivitas enzim katalase. Enzim katalase dalam pembuluh lateks H. brasiliensis merupakan salah satu enzim yang berperan positif dalam kestabilan lateks untuk mendetoksifikasi oksigen toksik sebagai penyebab terjadinya gangguan KAS (Kering Alur Sadap). Uji oksidase bertujuan untuk menentukan adanya oksidasi sitokrom pada bakteri. Oksidasi positif bila diberi reagen oksidase, koloni berubah menjadi ungu sampai dengan hitam dalam 30 menit. Uji hidrolisis urea untuk mengetahui kemampuan bakteri menghasilkan urease yang dapat menguraikan urea menjadi ammonium dan CO2. Media urea ditambah indikator pH (Fenol red), bila urea terhidrolisis NH4 terakumulasi dalam media dan pH menjadi basa. Perubahan warna dari merah jingga menjadi merah ungu merupakan petunjuk terjadinya hidrolisis urea. Uji Voges-Proskauer untuk identifikasi bakteri yang memiliki kapasitas memfermentasi 2,3-butanadiol. penambahan 40 % KOH dan 5 % alpha-naftol dalam metanol dapat menentukan adanya asetilmetilkarbinol, senyawa awal dalam sintesa 2,3 – butanadiol. Pada penambahan KOH adanya asetoin ditunjukkan dengan perubahan warna kaldu menjadi merah muda. Diperjelas dengan penambahan alfa-naftol. Fermentasi karbohidrat dengan pengujian gula, menggunakan gula yaitu glukosa, sukrosa, dextrose, sarbitol dan manitol. Pengujian morfologi, fisiologi, dan biokimia yang dilakukan memberikan hasil beragam untuk 5 isolat bakteri. Hal ini berarti 5 isolat bakteri tersebut memiliki sifat yang berbeda, sehingga jenis dari 5 isolat tersebut juga berbeda. Identifikasi bakteri secara kovensional diperlukan untuk mengetahui jenis bakteri yang diperoleh sampai genus ataupun species dari bakteri tersebut. Holt et al. (1994) menyatakan bahwa ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam identifikasi bakteri, yaitu (1) menggunakan kultur murni, (2) mengerjakan dari kategori mikrob secara umum ke sifat khusus mikrob, (3) menggunakan semua informasi yang tersedia untuk mempersempit rentang kemungkinan, (4) menggunakan akal sehat di setiap langkah yag dilakukan, (5) menggunakan jumlah minimum tes untuk membuat identifikasi, dan (6) membandingkan isolat yang diuji dengan tipe atau strain referensi takson yang sudah ada untuk memastikan bahwa skema identifikasi yang digunakan sebenarnya adalah valid untuk kondisi di dalam laboratorium yang khusus. Identifikasi bakteri dapat dilakukan dengan mempelajari sifat fisiologis dan biokimia serta analisis genotipik secara molekuler. Namun, uji biokimia atau fisiologis seringkali menunjukkan hasil yang berbeda karena dipengaruhi oleh faktor lingkungan atau kondisi sel bakteri, sehingga menyebabkan terjadinya perbedaan ekspresi genetik (Hadioetomo 1993). Identifikasi berdasarkan teknik molekuler sangat membantu keakuratan identifikasi karena tidak tergantung pada lingkungan, umur atau sifat fisiologi dari bakteri tapi sangat bergantung pada kualitas DNA yang diekstraksi (Suwanto 1994).
33 Identifikasi Lima Isolat Bakteri Endofit Terpilih Identifikasi secara parsial sekuen gen 16S rRNA dari lima isolat bakteri endofit menggunakan program BLAST dari National Centre for Biotechnology Information (NCBI) memberikan hasil untuk isolat KPD6 adalah Bacillus cereus strain LBB4-3 dengan homologi 99% dan kode aksesi JF772472.1. KPA32 adalah Pseudomonas aeruginosa strain L1 dengan homologi 99% dan kode aksesi JQ337952.1. LPD74 adalah Brachybacterium paraconglomeratum strain LMG 19861 dengan homologi 99% dan kode aksesi KC884690.1. LPD76 adalah bacterium (bakteri tidak dikenal) NLAE-zl-H258 dengan homologi 83% dan kode aksesi JX006477.1. KPA38 adalah Providencia vermicola strain BAB-812 dengan homologi 92% dan kode aksesi KC250200.1 ( Tabel 7). Tabel 7 Penelusuran sekuen gen 16S rRNA lima isolat bakteri endofit yang diuji dengan spesies padanan yang ada di GenBank Kode isolat KPD6 KPA32 LPD74 LPD76 KPA38
Spesies padanan Bacillus cereus Pseudomonas aeruginosa Brachybacterium paraconglomeratum bacterium (bakteri tidak dikenal) Providencia vermicola
Strain
Homologi % LBB4-3 99 L1 99 LMG 99 NLAE-zl-H258 83 BAB-812 92
Keterangan : KPD= klon kayu (IRR 39) yang berproduksi, diambil pada bagian daun, KPA= klon kayu (IRR 39) yang berproduksi, diambil pada bagian akar, LPD= klon lateks (IRR 118) yang berproduksi, diambil pada bagian daun
LPD76 adalah bacterium (bakteri tidak dikenal) NLAE-zl-H258 dengan homologi 83% berarti isolat ini kemungkinan genus baru, dan bisa juga spesies baru. Hal serupa untuk KPA38 adalah Providencia vermicola strain BAB-812 dengan homologi 92%, dimana homologinya kurang dari 95%, ada kemungkinan merupakan spesies baru. Identifikasi molekuler yang digunakan adalam sekuen parsial, sehingga masih diperlukan identifikasi molekuler secara lebih lengkap. Isolat KPA32 memiliki kemiripan dengan Pseudomonas aeruginosa strain L1 yang oleh diisolasi Spilher et al. (2004), keduanya merupakan bakteri Gram negatif. Sedangkan isolat LPD74 memiliki kemiripan dengan Brachybacterium paraconglomeratum strain LMG 19861 yang diisolasi Heyrman et al. (2002). Kemiripan lainnya adalah hasil pengujian biokimia kedua bakteri tersebut, antara lain hidrolisis gelatin negatif, mampu memproduksi DL-lactosa, dan sukrosa. Informasi dari isolat-isolat lain yang homolog dengan isolat hasil penelitian ini tidak bisa didapatkan (unpublisted results). Kemampuan penambatan N2 dan produksi hormon tumbuh tanaman isolat terpilih Lima isolat terpilih memiliki kemampuan penambatan N2 dan menghasilkan hormon tumbuh yaitu IAA (Indole Acetic Acid), giberelin, dan sitokinin (Tabel 10). Kelima bakteri endofit memiliki kemampuan penambatan N2 berkisar 2.843–
34
Penambatan N2 (nmol C2H4μl-1h-1)
4.230 nmol C2H4/μL/jam. Bacillus cereus KPD6 memiliki kemampuan penambatan N2 tertinggi yaitu 4.23 nmol C2H4/μL/jam (Gambar 10). Peranan utama nitrogen bagi pertumbuhan tanaman untuk merangsang pertumbuhan tanaman secara keseluruhan, khususnya batang, cabang, dan daun. Selain itu nitrogen juga berperan dalam pembentukan klorofil yang berguna dalam proses fotosintesis. Fungsi lain ialah membentuk protein, lemak, dan berbagai persenyawaan organik lainnya (Lingga 1993). Kebanyakan tanaman tidak dapat memanfaatkan cadangan besar nitrogen di atmosfer, meskipun penambatan N2 secara biologi merupakan sarana untuk meningkatkan kadar nitrogen tanah. Penambatan N2 secara biologi merupakan sarana utama menambahkan nitrogen ke dalam tanah dari atmosfer. Lebih dari 70 % nitrogen dari atmosfer ditambahkan atau dikembalikan ke tanah melalui penambatan N2 secara biologi (Barker dan Bryson 2007).
5.00 4.23 3.71
4.00
3.48
3.40 2.84
3.00 2.00 1.00 0.00 1
2
3 Bakteri endofit
4
5
Gambar 10 Kemampuan penambatan N2 dari lima isolat bakteri endofit, yaitu 1 (Bacillus cereus KPD6), 2 (Pseudomonas aeruginosa KPA32), 3 (Brachybacterium paraconglomeratum LPD74), 4 (bacterium LPD76), dan 5 (Providencia vermicola KPA38) Bakteri diketahui dapat mengubah morfologi akar dan meningkatkan biomassanya juga memungkinkan mengeksploitasi lebih dalam pengambilan nutrisi tanah (Malik et al. 1997). Diantara bakteri yang dapat membantu meningkatkan ketersediaan hara untuk tanaman adalah bakteri penambat N2. Kemampuan 5 bakteri endofit menghasilkan hormon IAA berkisar 28.167 119 μg ml-1. Brachybacterium paraconglomeratum LPD74 memiliki kemampuan menghasilkan hormon IAA yang tertinggi 119 μg ml-1. Menurut Rahma (2013) bahwa bakteri endofit sebagai pemacu pertumbuhan tanaman memiliki kemampuan dalam menghasilkan IAA dengan 3 kelas kemampuan yaitu lemah (≤ 5 μgml-1), sedang (5 – ≤10 μgml-1), dan kuat ( >10 μgml-1). Hal ini berarti kemampuan 5 bakteri endofit lebih dari10 μgml-1, berarti kuat.
35 IAA
Kadar hormon (μgml-1)
140.00 120.00
119.00
111.00
114.83
Giberelin
100.00 80.00
60.00
53.67
60.00 40.00
27.00
28.17
23.63
20.00
20.75
7.50
0.00 1
2
3 4 Bakteri endofit
5
Gambar 11 Kemampuan menghasilkan hormon IAA dan giberelin lima isolat bakteri endofit, yaitu 1 (Bacillus cereus KPD6), 2 (Pseudomonas aeruginosa KPA32), 3 (Brachybacterium paraconglomeratum LPD74), 4 (bacterium LPD76), dan 5 (Providencia vermicola KPA38)
Kadar hormon (μgml-1)
0.040
Zeatin Kinetin
0.029 0.025
0.030 0.020 0.020
0.015
0.012
0.020 0.018 0.016 0.012
0.010 0.004 0.000 1
2
3 4 Bakteri endofit
5
Gambar 12 Kemampuan menghasilkan hormon sitokinin (zeatin dan kinetin) lima isolat bakteri endofit, yaitu 1 (Bacillus cereus KPD6), 2 (Pseudomonas aeruginosa KPA32), 3 (Brachybacterium paraconglomeratum LPD74), 4 (bacterium LPD76), dan 5 (Providencia vermicola KPA38)
36 Kemampuan 5 bakteri endofit menghasilkan hormon giberelin adalah sebanyak 7.5-60 μg ml-1 (Gambar 11). Selanjutnya kemampuan 5 bakteri endofit menghasilkan sitokinin (zeatin) 0.012-0.025 μg ml-1 dan sitokinin (kinetin) 0.0040.029 μg ml-1. Pseudomonas aeruginosa KPA32 memiliki kemampuan menghasilkan hormon sitokinin tertinggi 0.029 μg ml-1 (Gambar 12). Salah satu bakteri endofit yang diidentifikasi dalam penelitian ini adalah Pseudomonas. Mendes et al. (2007) menemukan bakteri endofit dalam akar dan batang tanaman tebu yang mampu menghasilkan hormon pemacu tumbuh seperti IAA (Indole Acetic Acid). Berdasarkan analisis sekuensing gen 16S rRNA mengungkapkan bahwa isolat yang diperoleh adalah termasuk genus Burkholderia, Pantoea, Pseudomonas, dan Microbacterium. Hasil penelitian dari rizosfer padi Malik et al. (1997) berhasil mengisolasi Pseudomonas 96-51 yang mampu menghasilkan IAA 35.7 μg ml-1, dan Pseudomonas aeruginosa KPA32 yang mampu menghasilkan IAA lebih tinggi yaitu 53.67 μg ml-1. Potensi Kultur Campuran untuk Meningkatkan Pertumbuhan Bibit Batang Bawah Tanaman Karet Pengujian kompatibilitas terhadap 5 bakteri endofit yaitu Bacillus cereus KPD6, Pseudomonas aeruginosa KPA32, Brachybacterium paraconglomeratum LPD74, bacterium (bakteri tidak dikenal) LPD76, dan Providencia vermicola KPA38, tidak menampakkan antagonism satu dengan yang lain. Dengan demikian semua pasangan yang diuji kompatibel (Tabel 8) dengan tidak terbentuk zona bening pada pertemuan 2 dan 3 bakteri endofit yang diuji.
B. paraconglomeratum KPD74
B. paraconglomeratum KPD74 B. cereus KPD6
P. vermicola KPA38
a
P. aeruginosa KPA32
b
Gambar 13 Pengujian kompatibilitas bakteri endofit pada media NA, (a) pengujian kompatibilitas Brachybacterium paraconglomeratum LPD74 dan Providencia vermicola KPA38, (b) pengujian kompatibilitas Bacillus cereus KPD6, Pseudomonas aeruginosa KPA32, dan Brachybacterium paraconglomeratum LPD74 Pengujian kompatibilas dilakukan pada cawan petri yang berisi media NA. Pada Gambar 13 (a) terlihat hasil pengujian kompatibilitas 2 spesies bakteri endofit yaitu Brachybacterium paraconglomeratum LPD74 dan Providencia
37 vermicola KPA38 (pasangan nomer 14 pada Tabel 8) tidak terdapat zona bening pada pertemuan 2 spesies bakteri yang digoreskan. Pada Gambar 13 (b) memperlihatkan hasil pengujian kompatibilitas 3 spesies bakteri endofit yaitu Bacillus cereus KPD6, Pseudomonas aeruginosa KPA32, dan Brachybacterium paraconglomeratum LPD74 (pasangan nomer 16 pada Tabel 8) tidak terdapat zona bening pada pertemuan 3 spesies bakteri yang digoreskan. Hal ini menunjukkan bahwa antara spesies bakteri tersebut saling bersesuaian (kompatibel) dan dapat digunakan sebagai kultur campuran. Hal ini seperti dinyatakan oleh Putra (2011) bahwa pembuatan formulasi yang mengandung lebih dari satu jenis mikrob, terlebih dahulu diperlukan adanya kajian mengenai kompatibilitas mikrob tersebut, hal ini untuk mengetahui mikrob yang digunakan tidak memiliki sifat antagonis antar keduanya. Tabel 8 Pengujian kompatibilitas terhadap 5 bakteri endofit No Kode
Campuran Bakteri Endofit
Uji Kompatibilitas
1
B. cereus
2
P. aureginosa
3
B. paraconglomeratum
4
Bacterium
5
P. vermicola
6
B. cereus
P. aureginosa
+
7
B. cereus
B. paraconglomeratum
+
8
B. cereus
Bacterium
+
9
B. cereus
P. vermicola
+
10
P. aureginosa
B. paraconglomeratum
+
11
P. aureginosa
Bacterium
+
12
P. aureginosa
P. vermicola
+
13
B. paraconglomeratum Bacterium
+
14
B. paraconglomeratum P. vermicola
+
15
Bacterium
P. vermicola
+
16
B. cereus
P. aureginosa
B. paraconglomeratum
+
17
B. cereus
P. aureginosa
Bacterium
+
18
B. cereus
P. aureginosa
P. vermicola
+
19
B. cereus
B. paraconglomeratum
Bacterium
+
20
B. cereus
B. paraconglomeratum
P. vermicola
+
21
B. cereus
Bacterium
P. vermicola
+
22
P. aureginosa
B. paraconglomeratum
Bacterium
+
23
P. aureginosa
B. paraconglomeratum
P. vermicola
+
24
P. aureginosa
Bacterium
P. vermicola
+
25 B. paraconglomeratum Bacterium Keterangan : (+) hasil pengujian kompatibel
P. vermicola
+
38
Selanjutnya 25 perlakuan bakteri baik tunggal, maupun kombinasi diuji terhadap peningkatan pertumbuhan bibit karet PB 260. Biji PB 260 direndam dengan suspensi bakteri sesuai perlakuan. Kemudian biji disemai pada tanah steril, setelah tumbuh sampai stadia pancing dipindahkan pada gelas plastik berisi tanah steril dan dipelihara selama 1 bulan. Bibit dipanen setelah 1 bulan dan diperoleh data rata-rata panjang tanaman trubus dan akar, bobot basah, serta bobot kering biomassa. Tabel 9 Rata-rata panjang trubus dan akar, bobot basah dan bobot kering biomasa bibit karet, serta hasil skoring Kode
Rata-
Skor
rata
(15%)
Rata-
Skor
rata
(15%)
Rata-
Skor
rata
(20%)
Rata-
Skor
Jumlah
rata
(30%)
Skor
Panjang
Panjang
bobot
bobot
Trubus
akar
basah
kering
(cm)
(cm)
(g)
(g)
Persentil
25
22.70
3.41
9.55
1.43
1.40
0.28
0.23
0.07
5.19
3.85%
17
30.75
4.61
5.65
0.85
2.03
0.41
0.38
0.11
5.98
7.69%
6
28.28
4.24
8.93
1.34
1.73
0.35
0.40
0.12
6.04
11.54%
26
27.95
4.19
9.45
1.42
2.35
0.47
0.55
0.16
6.24
15.38%
9
28.90
4.34
10.58
1.59
1.93
0.39
0.21
0.06
6.37
19.23%
3
34.08
5.11
5.48
0.82
2.30
0.46
0.56
0.17
6.56
23.08%
23
31.78
4.77
7.75
1.16
2.55
0.51
0.70
0.21
6.65
26.92%
24
32.78
4.92
8.03
1.20
2.17
0.43
0.43
0.13
6.68
30.77%
18
28.48
4.27
12.80
1.92
2.13
0.43
0.32
0.10
6.71
34.62%
21
31.80
4.77
10.23
1.53
2.22
0.44
0.48
0.14
6.89
38.46%
13
31.13
4.67
12.13
1.82
2.59
0.52
0.59
0.18
7.18
42.31%
20
33.65
5.05
10.80
1.62
2.29
0.46
0.37
0.11
7.23
46.15%
7
34.45
5.17
9.98
1.50
2.35
0.47
0.34
0.10
7.23
50.00%
12
31.43
4.71
12.48
1.87
2.98
0.60
0.45
0.14
7.32
53.85%
8
33.75
5.06
10.70
1.61
2.58
0.52
0.48
0.14
7.33
57.69%
10
34.93
5.24
10.45
1.57
2.52
0.50
0.57
0.17
7.48
61.54%
22
31.23
4.68
14.70
2.21
2.45
0.49
0.40
0.12
7.50
65.38%
11
33.83
5.07
11.20
1.68
2.81
0.56
0.73
0.22
7.53
69.23%
5
37.85
5.68
8.65
1.30
2.95
0.59
0.64
0.19
7.76
73.08%
4
34.83
5.22
12.38
1.86
2.50
0.50
0.66
0.20
7.78
76.92%
1
41.38
6.21
6.58
0.99
2.73
0.55
0.65
0.20
7.93
80.77%
15
37.40
5.61
15.63
2.34
3.08
0.62
0.60
0.18
8.75
84.62%
2
37.98
5.70
15.28
2.29
3.76
0.75
0.68
0.20
8.94
88.46%
19
40.73
6.11
13.48
2.02
3.29
0.66
1.05
0.32
9.10
92.31%
16
40.63
6.09
15.53
2.33
2.88
0.58
0.75
0.23
9.22
96.15%
14
35.90
5.39
20.95
3.14
2.90
0.58
0.69
0.21
9.32
100.00%
39 Kemudian dilakukan skoring dengan pebobotan, untuk panjang 15 %, bobot basah 20 %, dan bobot kering 30 %, selanjutnya skor yang ada dijumlahkan menjadi jumlah skor dan dihitung persentil dari setiap perlakuan. Kultur campuran yang terpilih adalah perlakuan yang memiliki persentil lebih dari 95 % (Tabel 9). Hasil persentil yang diatas 95% adalah kode 16 dengan 96.15 % dank ode 14 dengan 100 %. Hasil skoring tertinggi 9.32 diperoleh untuk kultur campuran yang terdiri dari dua bakteri endofit (no.14) yaitu B. paraconglomeratum LPD74 dan P. vermicola KPA38 dengan persentil 100%. Sedangkan kultur campuran yang terdiri 3 bakteri endofit (no.16) yaitu B. cereus KPD6, P. aeruginosa KPA32, dan B. paraconglomeratum LPD74 memiliki hasil skoring sebesar 9.22 dengan persentil 96.15 %.
Gambar 14 Bibit karet PB 260 dipelihara dalam botol plastik selama 1 bulan Bibit karet PB 260 dipelihara selama satu bulan untuk menentukan kultur campuran yang terbaik (Gambar 14). Perlakuan bakteri memberikan pengaruh pertumbuhan pada bibit tanaman karet, seperti diungkapkan oleh Malik et al. (1997) bahwa bakteri diketahui dapat mengubah morfologi akar dan meningkatkan biomassanya juga memungkinkan membantu akar dalam pengambilan nutrisi tanah. Kultur campuran dari 2 bakteri endofit dan 3 bakteri endofit, memiliki potensi memacu pertumbuhan lebih baik. Pasangan bakteri tersebut saling melengkapi kemampuannya untuk meningkatkan pertumbuhan bibit karet. Kultur campuran 1 yaitu B. paraconglomeratum LPD74 dan P.vermicola KPA38 memiliki kemampuan menghasilkan IAA 119 μg/mL dan 114.83 μg/mL, paling tinggi diantara bakteri endofit yang lain. Kultur campuran 2 terdiri 3 spesies bakteri yaitu B. cereus KPD6, P. aeruginosa KPA32, dan B. paraconglomeratum LPD74 memiliki potensi penambatan N2, menghasilkan hormon sitokinin, dan menghasilkan hormon IAA yang tinggi. Kultur campuran dengan kemampuan yang bagus akan saling mendukung untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman. Kemampuan Kolonisasi Bakteri Endofit dalam Jaringan Planlet Karet Pengamatan SEM (Scanning Electron Microscopy) dilakukan terhadap bakteri endofit B. paraconglomeratum LPD74 yang diinokulasikan pada planlet
40 bibit karet (Gambar 15). Terlihat bakteri endofit di dalam media cair NB memberikan bentuk yang sama dengan yang berada dalam jaringan planlet. Keberadaan bakteri endofit dalam jaringan korteks membuktikan bakteri endofit mengkolonisasi jaringan tersebut. Sedangkan kontrol tanpa perlakuan inokulasi bakteri endofit tidak terlihat adanya bakteri dalam jaringan tanaman. Berdasarkan hasil pengamatan koloni bakteri endofit EAL15-Rif dalam jaringan tanaman pisang menggunakan Scanning Elelctron Microcopy (SEM) diketahui bahwa bakteri ini mengkolonisasi jaringan akar dan bonggol tanaman pisang. Bakteri endofit EAL15-Rif ditemukan pada jaringan epidermis akar dan jaringan bonggol (Husda 2012).
a
b
c
d
Gambar 15 Foto SEM B.paraconglomeratum LPD74 dengan tanda panah putih, (a) B paraconglomeratum LPD74 di dalam media NB (10,000 x), (b) Planlet karet tanpa inokulasi bakteri endofit (5,000 x) , (c) B paraconglomeratum LPD74 di dalam jaringan kortek batang planlet karet (750 x), dan (d) B paraconglomeratum LPD74 di dalam jaringan kortek pangkal batang planlet karet (7,500 x) Bakteri endofit masuk ke jaringan tanaman melalui jaringan akar (Gagne et al. 1987). Hal ini membuktikan bahwa B. paraconglomeratum LPD74 yang diinokulasikan pada planlet karet, dapat masuk melalui jaringan pangkal batang kemudian masuk ke batang. Bakteri tersebut terlihat di jaringan kortek batang.
41 Kemampuan Bakteri Endofit untuk Meningkatkan Panjang Akar Planlet Bibit tanaman karet selama ini berasal dari biji tanaman karet. Bibit batang bawah tanaman karet yang seragam hanya bisa diperoleh dengan cara perbanyakan vegetatif (Tistama dan Hamim 2007). Bibit batang bawah dari biji mengalami kendala pada pengadaan biji yang tergantung pada musim biji. Sehingga dilakukan alternatif lain untuk membuat bibit batang bawah tanaman karet dengan microcutting, yang menghasilkan planlet bibit karet. Planlet bibit karet ini tidak tergantung pada musim seperti biji tanaman karet. Planlet bibit karet sudah dikembangkan untuk pengadaan bibit batang bawah tanaman karet. Pengadaan bibit menggunakan planlet masih mengalami kendala karena sulit membentuk akar. Penggunaan bakteri yang memiliki kemampuan menghasilkan hormon tumbuh dapat menjadi solusinya. Planlet bibit karet yang telah diinokulasi B paraconglomeratum LPD74 mampu meningkatkan panjang akar 6 cm setelah 3 minggu (Gambar 16). Sedangkan planlet kontrol tidak mengalami pertumbuhan akar. Hal ini dapat menjadi solusi kendala yang dialami planlet hasil microcutting ini, dimana akar sulit tumbuh. Adanya akar pada planlet dapat membantu dalam proses aklimatisasi.
k
k a
Bp b
Bp
Gambar 16 Planlet bibit karet umur 3 minggu, (a) Planlet yang diinokulasi B paraconglomeratum LPD74 (Bp) dan kontrol (k), (b) Akar planlet bibit karet yang diinokulasi B paraconglomeratum LPD74 (Bp) dan kontrol (k)
42 Kemampuan Kultur Campuran Meningkatkan Efisiensi Pemupukan Bibit Batang Bawah Tanaman Karet Kultur campuran yang terpilih terdiri 2 pasang spesies bakteri yaitu kultur campuran 1 terdiri B. paraconglomeratum LPD74 dan P.vermicola KPA38 dan kultur campuran 2 terdiri 3 spesies bakteri yaitu B.cereus KPD6, P.aeruginosa KPA32, dan B.paraconglomeratum LPD74. Pengujian kultur campuran meningkatkan efisiensi pemupukan bibit batang bawah tanaman karet. Kegiatan penelitian ini dilakukan di rumah kaca dengan rancangan acak lengkap faktorial dengan menggunakan 5 ulangan, yaitu faktor pertama inokulasi bakteri (K) menggunakan 3 perlakuan yaitu (1) tanpa inokulasi kultur campuran (K0), (2) inokulasi kultur campuran 1 (K1), dan (3) inokulasi kultur campuran 2 (K2). Faktor kedua dosis pemupukan (P) menggunakan 5 perlakuan yaitu (1) tanpa pemupukan (P0), (2) pemupukan 25 % dari dosis rekomendasi (DR) (P1), (3) pemupukan 50 % DR (P2), (4) pemupukan 75 % DR (P3), dan (5) pemupukan 100 % DR(P4). Biji karet PB 260 disemai sampai stadia jarum, kemudian ditanam di kantung plastik (polibeg) seperti Gambar 17. Bibit tanaman karet dipelihara selama 3 bulan seperti Gambar 18, kemudian dipanen dan diukur parameter diameter batang, panjang trubus dan panjang akar, serta bobot basah dan bobot kering biomassa.
a
b
Gambar 17 Panaman bibit batang bawah karet klon PB 260, (a) cara penanaman dalam kantung plastik, (b) bibit pada stadia jarum
43
Gambar 18 Bibit batang bawah karet klon PB 260 berumur 3 bulan di rumah kaca Tabel 10 Pengaruh aplikasi kultur campuran dan pemupukan terhadap diameter (mm) bibit batang bawah tanaman karet umur 3 bulan Kultur campuran K0 K1 K2 Rata-rata
P0 3.62 4.08 4.39 4.03 a
Dosis pemupukan P1 P2 P3 4.18 3.96 4.37 4.92 4.50 3.99 4.79 4.38 3.71 4.63 4.28 4.02 a a a
P4 4.71 4.30 4.24 4.42 a
Rata rata 4.17 p 4.36 p 4.30 p (-)
Keterangan : Rata-rata yang diikuti huruf yang sama baik dalam baris maupun kolom menunjukkan tidak beda nyata, berdasarkan uji DMRT pada taraf nyata 0.05 Tanda (-) menunjukkan tidak ada interaksi antara perlakuan kultur campuran dan pemupukan K0 = tanpa kultur campuran K1 = kultur campuran 1 (B paraconglomeratum dan P vermicola) K2 = kultur campuran 2 (B cereus, P aeruginosa, dan B paraconglomeratum) P0 = tanpa pemupukan P1 = pemupukan 25% dosis rekomendasi P2 = pemupukan 50% dosis rekomendasi P3 = pemupukan 75% dosis rekomendasi P4 = pemupukan 100% dosis rekomendasi
Berdasarkan analisa sidik ragam (Lampiran 13 - 17), semua perlakuan tidak menunjukkan beda nyata. Selain itu, juga tidak terdapat interaksi antara perlakuan aplikasi kultur campuran dan pemupukan. Kecuali untuk tinggi tanaman pada faktor pemupukan terdapat beda nyata, tetapi tidak ada beda nyata antara perlakuan pemupukan dengan kontrol. Berdasarkan analisis sidik ragam, diperoleh R kuadrat berkisar 0.2, sehingga pengaruh dari aplikasi kultur campuran
44 dan pemupukan hanya berpengaruh 20 % pada pertumbuhan bibit batang bawah tanaman karet. Hal ini kemungkinan karena bibit yang berasal dari biji karet memiliki keragaman genetis. Selain itu umur bibit hanya 3 bulan, dimana bibit ini untuk okulasi dini. Bibit karet membutuhkan waktu yang lama untuk bisa terlihat efek beda nyata dari pemupukan. Perlakuan aplikasi kultur campuran dan pemupukan pada beberapa taraf dosis menunjukkan tidak beda nyata untuk parameter diameter batang. Ukuran diameter batang menunjukkan suatu kecenderungan meningkat pada perlakuan pemupukan 25% DR (P1). Hasil pengukuran diameter batang seperti Tabel 10 dimana rata-rata diameter batang terbesar pada perlakuan pemupukan 25% DR (P1) yaitu 4.63 mm. Sedangkan pada perlakuan aplikasi kultur campuran 1 dan pemupukan 25% DR (K1P1) memiliki diameter batang terbesar 4.92 mm pada bibit berumur 3 bulan. Hal ini sudah termasuk bagus, karena kriteria minimal diameter batang bawah tanaman karet umur 4 bulan 5 mm dengan jarak pengukuran diameter batang pada ketinggian batang 5 cm dari permukaan tanah (PTP X, 1993). Kultur campuran 1 memiliki potensi menghasilkan hormon IAA yang tinggi. Selain itu juga kemampuan penambatan N2, sehingga membantu peningkatan pertumbuhan bibit batang bawah tanaman karet. Tabel 11 Pengaruh aplikasi kultur campuran dan pemupukan terhadap tinggi (cm) bibit batang bawah tanaman karet umur 3 bulan Kultur campuran K0 K1 K2 Rata-rata
P0 59.2 65.4 64.0 62.87 ab
Dosis pemupukan P1 P2 P3 80.2 69.2 59.6 65.2 62.2 59.0 67.6 64.2 53.0 71.00 65.20 57.20 a ab b
P4 58.2 54.2 64.6 59.00 b
Rata rata 65.28 p 61.20 p 62.68 p (-)
Keterangan : Rata-rata yang diikuti huruf yang sama baik dalam baris maupun kolom menunjukkan tidak beda nyata, berdasarkan uji DMRT pada taraf nyata 0.05 Tanda (-) menunjukkan tidak ada interaksi antara perlakuan kultur campuran dan pemupukan K0 = tanpa kultur campuran K1 = kultur campuran 1 (B paraconglomeratum dan P vermicola) K2 = kultur campuran 2 (B cereus, P aeruginosa, dan B paraconglomeratum) P0 = tanpa pemupukan P1 = pemupukan 25% dosis rekomendasi P2 = pemupukan 50% dosis rekomendasi P3 = pemupukan 75% dosis rekomendasi P4 = pemupukan 100% dosis rekomendasi
Perlakuan aplikasi kultur campuran dan pemupukan pada beberapa taraf dosis menunjukkan tidak beda nyata untuk parameter tinggi tanaman (Tabel 11). Sedangkan perlakuan pemupukan terdapat beda nyata pada P1 (25% dosis rekomendasi) memperlihatkan hasil paling tinggi, tetapi tidak beda nyata dengan kontrol dan P2 (50% dosis rekomendasi). Perlakuan P1 beda nyata dengan perlakuan P3 (75% dosis rekomendasi) dan P4 (100% dosis rekomendasi). Rata-
45 rata tinggi tanaman menunjukkan suatu kecenderungan meningkat pada perlakuan pemupukan 25% DR (P1). Tabel 12 Pengaruh aplikasi kultur campuran dan pemupukan terhadap panjang akar (cm) bibit batang bawah tanaman karet umur 3 bulan Kultur campuran K0 K1 K2 Rata-rata
P0 39.18 43.60 44.38 42.39 a
Dosis pemupukan P1 P2 P3 43.54 38.94 41.84 45.80 45.38 42.60 49.78 43.76 41.52 46.37 42.69 41.99 a a a
P4 52.52 38.40 38.68 43.20 a
Rata rata 43.20 p 43.16 p 43.62 p (-)
Keterangan : Rata-rata yang diikuti huruf yang sama baik dalam baris maupun kolom menunjukkan tidak beda nyata, berdasarkan uji DMRT pada taraf nyata 0.05 Tanda (-) menunjukkan tidak ada interaksi antara perlakuan kultur campuran dan pemupukan K0 = tanpa kultur campuran K1 = kultur campuran 1 (B paraconglomeratum dan P vermicola) K2 = kultur campuran 2 (B cereus, P aeruginosa, dan B paraconglomeratum) P0 = tanpa pemupukan P1 = pemupukan 25% dosis rekomendasi P2 = pemupukan 50% dosis rekomendasi P3 = pemupukan 75% dosis rekomendasi P4 = pemupukan 100% dosis rekomendasi
Tabel 13 Pengaruh aplikasi kultur campuran dan pemupukan terhadap bobot basah trubus (g) bibit batang bawah tanaman karet umur 3 bulan Kultur campuran K0 K1 K2 Rata-rata
P0 3.02 2.83 3.04 2.97 a
Dosis pemupukan P1 P2 P3 3.61 3.49 3.42 3.37 3.05 2.31 3.68 3.03 1.64 3.55 3.19 2.46 a a a
P4 3.55 1.11 2.45 2.37 a
Rata rata 3.42 p 2.53 p 2.77 p (-)
Keterangan : Rata-rata yang diikuti huruf yang sama baik dalam baris maupun kolom menunjukkan tidak beda nyata, berdasarkan uji DMRT pada taraf nyata 0.05 Tanda (-) menunjukkan tidak ada interaksi antara perlakuan kultur campuran dan pemupukan K0 = tanpa kultur campuran K1 = kultur campuran 1 (B paraconglomeratum dan P vermicola) K2 = kultur campuran 2 (B cereus, P aeruginosa, dan B paraconglomeratum) P0 = tanpa pemupukan P1 = pemupukan 25% dosis rekomendasi P2 = pemupukan 50% dosis rekomendasi P3 = pemupukan 75% dosis rekomendasi P4 = pemupukan 100% dosis rekomendasi
46 Perlakuan aplikasi kultur campuran dan pemupukan pada beberapa taraf dosis menunjukkan tidak beda nyata untuk parameter panjang akar (Tabel 12). Panjang akar menunjukkan suatu kecenderungan meningkat pada perlakuan pemupukan 25% DR (P1). Perlakuan aplikasi kultur campuran dan pemupukan pada beberapa taraf dosis menunjukkan tidak beda nyata untuk parameter bobot kering trubus (Tabel 13). Rata-rata bobot kering trubus menunjukkan suatu kecenderungan meningkat pada perlakuan pemupukan 25% DR (P1). Bobot kering mencerminkan hasil metabolisme dari tanaman. Tabel 14 Pengaruh aplikasi kultur campuran dan pemupukan terhadap bobot kering akar (g) bibit batang bawah tanaman karet umur 3 bulan Kultur campuran K0 K1 K2 Rata-rata
P0 1.26 1.63 1.49 1.46 a
Dosis pemupukan P1 P2 P3 1.59 1.76 1.91 1.89 1.38 1.45 2.10 1.47 1.86 1.86 1.53 1.74 a a a
P4 2.01 1.42 1.38 1.60 a
Rata rata 1.70 p 1.55 p 1.66 p (-)
Keterangan : Rata-rata yang diikuti huruf yang sama baik dalam baris maupun kolom menunjukkan tidak beda nyata, berdasarkan uji DMRT pada taraf nyata 0.05 Tanda (-) menunjukkan tidak ada interaksi antara perlakuan kultur campuran dan pemupukan K0 = tanpa kultur campuran K1 = kultur campuran 1 (B paraconglomeratum dan P vermicola) K2 = kultur campuran 2 (B cereus, P aeruginosa, dan B paraconglomeratum) P0 = tanpa pemupukan P1 = pemupukan 25% dosis rekomendasi P2 = pemupukan 50% dosis rekomendasi P3 = pemupukan 75% dosis rekomendasi P4 = pemupukan 100% dosis rekomendasi
Perlakuan aplikasi kultur campuran dan pemupukan pada beberapa taraf dosis menunjukkan tidak beda nyata untuk parameter bobot kering akar (Tabel 14). Rata-rata bobot kering akar menunjukkan suatu kecenderungan meningkat pada perlakuan pemupukan 25% DR (P1). Bobot kering mencerminkan hasil metabolisme dari tanaman. Hasil pengukuran diameter, tinggi tanaman, dan panjang akar, serta bobot kering trubus dan akar, memperlihatkan kecenderungan perlakuan pemupukan 25% DR (P1) yang tertinggi. Hal ini kemungkinan telah terjadi kecukupan hara. Seperti hasil penelitian Hidayati dan Wijaya (2009), bahwa peningkatan dosis pupuk dari level 50% ke 75% pemupukan dosis rekomendasi tidak menunjukkan beda nyata. Hal ini berarti telah ada kecukupan hara pada level 50% dosis rekomendasi sehingga penambahan dosis pupuk pada level 75% dosis rekomendasi tidak memberikan respon. Selain itu, bibit karet membutuhkan waktu yang lama untuk bisa terlihat efek nyata dari pemupukan. Hasil analisa hara tanaman karet setelah 3 bulan ditanam seperti Tabel 15. Berdasarkan kriteria hara tanaman karet (Lampiran 6) memperlihatkan kandungan
47 hara tanaman karet secara umum bagus. Kandungan hara Nitrogen tanaman karet pada skor -3 sampai +5 dengan kadar Nitrogen tanaman karet berkisar dari 2.7 – 5.66 %. Kandungan hara Fosfor tanaman karet pada skor -5 sampai +5 dengan kadar Fosfor tanaman karet berkisar dari 0.169 – 0.291 %. Kandungan hara Kalium tanaman karet pada skor -4 sampai +3 dengan kadar Kalium tanaman karet berkisar dari 0.9 - 1.7 % . Kandungan hara Magnesium tanaman karet memberikan hasil pada skor -3 sampai +5 dengan kadar Kalium tanaman karet berkisar dari 0.19 – 0.33 %. Secara umum kondisi kandungan hara Nitrogen Fosfor, dan Magnesium relatif tinggi. Sedangkan kandungan hara Kalium termasuk sedang. Hal ini memperlihatkan tanaman memiliki kandungan hara yang relatif baik. Jika dikaitkan dengan hara tanaman yang memiliki nilai yang tinggi, maka pemupukan yang dilakukan dapat diserap oleh bibit tanaman karet. Tabel 15 Kandungan hara nitrogen, fosfor, kalium, dan magnesium tanaman karet setelah 3 bulan penanaman dan skoring Perlakuan K0P0 K0P1 K0P2 K0P3 K0P4 K1P0 K1P1 K1P2 K1P3 K1P4 K2P0 K2P1 K2P2 K2P3 K2P4
N (%) 4.81 3.37 4.81 5.08 4.78 4.09 4.92 5.45 2.75 4.84 4.86 4.88 5.66 3.69 4.28
Skor hara 5 0 5 5 5 3 5 5 -3 5 5 5 5 1 4
P (%) 0.11 0.27 0.38 0.37 0.35 0.21 0.29 0.23 0.34 0.27 0.29 0.27 0.37 0.34 0.37
Skor hara -5 3 5 5 5 -1 4 -1 5 3 4 3 5 5 5
K (%) 1.70 1.09 1.26 1.44 1.45 1.02 1.26 1.57 1.38 1.61 1.42 1.30 1.37 1.54 0.92
Skor hara 3 -3 -1 1 1 -3 -1 2 0 3 1 -1 0 2 -4
Mg (%) 0.19 0.23 0.23 0.23 0.23 0.20 0.26 0.32 0.33 0.33 0.27 0.27 0.29 0.29 0.28
Skor hara -3 1 1 1 1 -2 5 5 5 5 5 5 5 5 5
Keterangan : K0 = tanpa kultur campuran K1 = kultur campuran 1 (B paraconglomeratum dan P vermicola) K2 = kultur campuran 2 (B cereus, P aeruginosa, dan B paraconglomeratum) P0 = tanpa pemupukan P1 = pemupukan 25% dosis rekomendasi P2 = pemupukan 50% dosis rekomendasi P3 = pemupukan 75% dosis rekomendasi P4 = pemupukan 100% dosis rekomendasi
Berdasarkan Tabel 15, secara umum memperlihatkan kondisi hara tanaman yang baik terutama untuk kandungan hara Nitrogen. Nitrogen memiliki peranan penting untuk mendukung pertumbuhan bibit batang bawah tanaman karet. Nitrogen memiliki peranan dalam pembentukan klorofil daun dan protein
48 (Karthikakuttyamma et al. 2000). Kandungan hara tanaman yang tinggi berarti tanaman mampu menyerap hara dari pupuk yang diberikan. Sedangkan pada perlakuan tanpa pemupukan dan tanpa aplikasi kultur campuran (K0P0) juga terlihat kandungan hara tanaman yang tinggi, kemungkinan sudah terpenuhi dari tanah, mengingat tanah yang digunakan adalah tanah lapisan atas (topsoil). Pada aplikasi kultur campuran 2 tanpa pemupukan (K2P0) terlihat kandungan hara Nitrogen yang tinggi. Hal ini kemungkinan peran kultur campuran dalam penambatan N2. Bakteri endofit akan berperan aktif dalam kondisi tanpa aplikasi hara. Ddd D D D D D D D D D D D D D D D D D D D D D D D D D D D D D D D D S S S S S S
49
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Isolasi bakteri endofit asal tanaman karet dibutuhkan untuk memperoleh bakteri endofit yang mampu meningkatkan pertumbuhan bibit batang bawah tanaman karet. Hasil isolasi bakteri endofit dari tanaman karet diperoleh 117 bakteri endofit. Setelah dilakukan seleksi dan karakterisasi terpilih 5 bakteri endofit yaitu Bacillus cereus KPD6, Pseudomonas aeruginosa KPA32, Brachybacterium paraconglomeratum LPD74, bacterium (bakteri tidak dikenal) LPD76, dan Providencia vermicola KPA38. Mekanisme bakteri endofit dalam meningkatkan pertumbuhan bibit batang bawah tanaman karet, dengan kemampuannya dalam penambatan N2 dan menghasilkan hormon IAA, giberelin, dan sitokini (zeatin dan kinetin). Pengujian kemampuan bakteri endofit untuk kemampuan menambat N2 memperoleh hasil 28.43 sampai dengan 42.30 nmol C2H4/μL/jam. Kemampuan menghasilkan hormon IAA 28.167 - 119 μg ml-1, giberelin 7.5-60 μg ml-1, sitokinin (zeatin) 0.012-0.025 μg ml-1, dan sitokinin (kinetin) 0.004-0.029 μg ml-1 menandakan potensi bakteri endofit sebagi pemacu pertumbuhan. Bakteri endofit secara individu mampu meningkatkan pertumbuhan bibit batang bawah tanaman karet. Setelah dibuat kultur campuran, ternyata kemampuannya meningkat dengan adanya sinergi diantara bakteri endofit dalam kultur campuran. Pengujian kompatibilitas Bacillus cereus KPD6, Pseudomonas aeruginosa KPA32, Brachybacterium paraconglomeratum LPD74, bacterium (bakteri tidak dikenal) LPD76, dan Providencia vermicola KPA38 dalam 20 pasangan memberikan hasil kompatibel. Aplikasi kultur campuran untuk meningkatkan pertumbuhan bibit PB 260 memberikan hasil 2 kultur campuran terbaik yaitu kultur campuran 1 terdiri 2 spesies bakteri yaitu B. paraconglomeratum LPD74 dan P.vermicola KPA 38 dan kultur campuran 2 terdiri 3 spesies bakteri yaitu Bacillus cereus KPD6, Pseudomonas aeruginosa KPA32, dan Brachybacterium paraconglomeratum LPD74. Bakteri endofit mampu masuk ke jaringan tanaman planlet bibit karet hasil microcutting yang dibuktikan dengan SEM (Scanning Electron Microscopy). Berdasarkan analisis sidik ragam yang dilakukan, tidak ada beda nyata pada perlakuan aplikasi kultur campuran dan pemupukan ke bibit batang bawah tanaman karet. Hasil analisa tanaman secara umum terdapat kecukupan hara, terutama Nitrogen. Saran Penelitian lebih lanjut aplikasi kultur campuran di rumah kaca mengguankan stum mata tidur dengan waktu penanaman yang lebih lama, diharapkan akan terlihat respon terhadap pemupukan, dan pengujian di lapangan perlu dilakukan untuk mendapatkan gambaran aplikasi pada kondisi lapangan.Ekstraksi tanaman yang diaplikasikan kultur campuran perlu dilakukan untuk mengetahui kandungan hormon tumbuh dalam tanaman setelah diperlakukan dengan kultur campuran. Reisolasi dari bakteri endofit pada tanaman yang diaplikasikan kultur campuran perlu dilakukan untuk mengetahui keberadaan bakteri endofit yang masuk ke jaringan tanaman.
50
DAFTAR PUSTAKA Adiwiganda YT, Hardjono A, Manurung A, Sihotang UTB, Darmandono, Sudiharto, Goenadi DH, Sihombing H. 1994. Teknik penyusunan rekomendasi pemupukan tanaman karet. Forum Komunikasi Karet. Balai Penelitian Sembawa, Pusat Penelitian Karet. Palembang. hlm 1-17. Ahmad M, Majerczak DR, Pike S, Hoyos ME, Novacky A, Coplin DL. 2001. Biological activity of harpin produced by Pantoea stewartii subsp stewartii. Mol Plant-Microbe In.14:1223-1234. Akbari GA, Arab SM, Alikhani HA, Allahdadi I, Arzanesh MH. 2007. Isolation and selection of indegenous Azospirillium spp. and the IAA of superior strains effects on wheat roots. World J Agric Sci 3(4) : 523-529. [Bakosurtanal] Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional. 2013. Peta Administrasi Provinsi Sumatera Selatan Digital. Bogor. [Bakosurtanal] Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional. 2013. Peta Administrasi Kabupaten Banyuasin Digital. Bogor. [BBSDLP] Balai Besar Sumber Daya Lahan Pertanian. 2013. Peta Jenis Tanah Indonesia Digital. Bogor. Bacon CW, Hinton DM. 2007. Bacterial endophytes : The endophytic niche, its occupants, and its utility. Di dalam Gnanamanicham SS, editor. PlantAssociated Bacteria. Springer. Netherlands. hlm 155-194. Bacilio-Jin’enez M, Aquilar-Flores S, Ventura-Zapata E, P’erez-Campos E, Bouquelet S, Zenteno E. 2003. Chemical characterization of root exudates from rice (Oryza sativa) and their effects on the chemotactic response of endophytic bacteria. Plant and Soil 249:271-277. Badjoeri M. 2010. Preservasi mikrob untuk pelestarian dan stabilitas plasma nutfah. Warta Limnologi No.45/Tahun XXXIII Desember. Balai Penelitian Sembawa. 2003. Pengelolaan bahan tanam karet. Penerbit Balai Penelitian Sembawa Pusat Penelitian Karet. Palembang. 53 h. Balai Penelitian Sembawa. 2012. Sapta Bina Karet. Penerbit Balai Penelitian Sembawa Pusat Penelitian Karet. Palembang. 125 h. Balai Penelitian Sembawa, 2014. Data stasiun klimatologi. Balai Penelitian Sembawa Pusat Penelitian Karet. Palembang. Balai Penelitian Tanah. 2009. Analisis Kimia Tanah, Tanaman, Air, dan Pupuk. Balai Penelitian Tanah. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Depertemen Pertanian. 234 hal. Barker AV and GM Bryson . 2007. Nitrogen. In Handbook of Plant Nutrition. Edited by AV Barker and DJ Pilbeam. Taylor and Francis Group. CRC Press. New York. Bashan LE, Bashan Y. 2005. Bacteria: Plant growth-promoting soil. Di dalam Hillel D, editor. Encyclopedia of soil in environment vol 1. Oxford (US): Elsevier. hlm 103-115. Berr’ios J, Illanes A, Aroca G. 2004. Spectrophotometric method for determining gibberelic acid in fermentation broths. Biotechnol Letter 26:67-70. Buckman HO, Brady NC. 1982. Ilmu Tanah. Soegiman, penerjemah. Jakarta (ID) : PT Bhratara Karya Aksara. Terjemahan dari : The Nature and Properties of Soils. 788 hlm.
51 [Ditjenbun] Direktorat Jenderal Perkebunan. 2011. Statistik Perkebunan 2009 2012. Direktorat Jenderal Perkebunan, Jakarta. hlm 1-3. Difco. 2009. Manual of Microbiological Culture Media. Zimbro MJ, Power DA, Miller SM, Wilson GE, Johnson JA, editor. Ed ke-2. Becton, Dickinson and Company. Maryland. Dijkman MJ. 1951. Hevea, thirty year of research in the Far East. University of Miami Press, Florida. Elbeltagy A, Nishioka K, Salo T, Ye B, Hamada T, Isawa T, Mitsam H, Minomusawa K. 2001. Endophytic colonization and in planta nitrogen fixation by a Herbaspirillum sp. isolated from wild rice species. Appl Environ Microbiol 67: 5285-5293. Gagne SC, Richard H, Rousseau, Antoun H. 1987. Xylem-residing bacteria in alfafa roots. Can J Microbiol. 33:996-1000. Gazis R, Chaverri P. 2010. Diversity of fungal endophytes in leaves and stems of wild rubber trees (Hevea brasiliensis) in Peru. Fungal Ecol 3:240–254. George PJ. 2000. Germplasm resources. Di dalam : George PJ, Kuruvilla CK, editor. Natural Rubber, Agromanagement and Crop Processing. Rubber Research Institute of India. Kottayam, India. hlm 47-58. Gofar N, Napoleon A, Harun MU. 2008. Seleksi kemampuan berbagai konsorsium bakteri endofitik pemacu tumbuh dalam meningkatkan biomassa dan kadar Nitrogen tanaman padi di tanah asal rawa lebak. Di dalam: Pemanfaatan Lahan Basah untuk Pertanian Berkelanjutan dalam Menghadapi Peluang dan Tantangan Krisis Pangan Global. Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan; Palembang, 17-18 Des 2008. Palembang: Himpunan Ilmu Tanah Indonesia. hlm 280-288. Gothwal RK, Nigam VK, Mohan MK, Sasmal D, Ghosh P. 2008. Screening of Nitrogen fixers from rhizospheric bacterial isolates associated with important desserplants. Appl Ecol Environ Res 6(2) : 101-109. Gravel V, Antoun H, Tweddell RJ. 2007. Growth stimulation and fruit yield improvement of greenhouse tomato plants by innoculation with Pseudomonas putida or Trichoderma atroviride: possible role of indole acetic acid (IAA). Soil Biol Biochem. 39:1968-1977. Hadioetomo RS. 1993. Mikrobiologi dasar dalam praktek : Teknik dan prosedur dasar laboratorium. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.161 hal. Hallmann J, Hallmann AQ, Mahaffee WF, Kloepper JW. 1997. Bacterial endophytes in agricultural crops. Can J Microbiol 43: 895-914. Heyrman J, Balcaen A, De Vos P, Schumann P, Swings J. 2002. Brachybacterium fresconis sp.nov. and Brachybacterium sacelli sp.nov.,isolated from deteriorated part of a medieval wall painting of the chapel of Castle Herberstein (Austria). Int J Syst Evol Microbiol. 52 : 1641-1646. Hidayati U, Wijaya T. 2009. Pemanfaatan bakteri pelarut fosfat untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman karet. Indonesian J Nat Rubb Res 27 (1). Pusat Penelitian Karet. Medan. hlm 42-50. Hindersah R. 2000. Prosedur isolasi rizobakteria Azotobacter chroococcum dari rizosfir jagung dan pembuatan inokulan cair. Di dalam Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan. Bandung : Himpunan Ilmu Tanah Indonesia. hlm 1645-1651.
52 Holt JG, NR Krieg, PH.A. Sneath, JT.Stanley, and ST. Williams. 1994. Bergey’s Manual of Determinative Bacteriology. 9th. William and Wilkins. Maryland, USA. Hurek T, Handley LL, Reinhold-Hurek B, Piche Y. 2002. Azoarcus grass endophytes contribute fixed nitrogen to the plant in an unculturable state. Mol Plant Microb Interact 15: 233-242. Husda M. 2012. Potensi Bakteri Endofit sebagai Agens Pengendalian Hayati terhadap Penyakit Darah pada Tanaman Pisang [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Husny Z, Yahya S, Wattimena GA, Harran S. 1986. Penggunaan zat tumbuh asam indol butirat dan asam gibberellat pada bahan tanam karet okulasi mata tidur. Buletin Perkaretan 4(2). Pusat Penelitian Karet. Medan. hlm.31-36. [IRRI] International Rice Research Institute. 2010. Measuring seed germination. Manila. [ISTA] International Seed Testing Association. 2010. International Rules for Seed Testing. Bassersdorf. Switzerland. Joseph K, Vimalakumari TG, Mathew J, Kothandaraman R. 1997. Effect of Azotobacter inoculation on Rubber Seedling; Indian J Nat Rub Res Volume 10 (1-2): 34-38. Karthikakuttyamma M, Joseph M, Nair ANS. 2000. Soil and Nutition. Di dalam : George PJ, Kuruvilla CK, editor. Natural Rubber, Agromanagement and Crop Processing. Rubber Research Institute of India. Kottayam, India. hlm 170-198. Kuswanhadi, Montoro P. 2009. Isolasi gen penyandi ACC oksidase pada tanaman karet H brasiliensis Müll. Arg. dengan penyaringan pustaka cDNA. Indonesian J Nat Rubb Res 27 (1). Pusat Penelitian Karet. Medan. hlm 4250. Lasminingsih M. 2010. Rekomendasi klon karet periode 2010-2014. Balai Penelitian Sembawa. Pusat Penelitian Karet. Lingga P. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Peneba Swadaya. Jakarta. Mac Faddin JF. 1979. Biochemical tests for identification of medical bacteria. The Williams and Wilkins Company. Baltimore. Malfanoya NV. 2010. Endophytic bacteria with plant growth promoting and biocontrol abilities [dissertation]. Leiden (NL): Leiden University. Malik KA, Bilal R, Mehnaz S, Rasul G, Mirza MS, Ali S. 1997. Association of Nitrogen-fixing, plant-growth-promoting rhizobacteria (PGPR) with kallar grass and rice. Plant and Soil 194 : 37-44. Maslahat M, Suharyanto. 2005. Produksi Indol Asetic Acid (IAA) oleh bakteri yang diisolasi dari akar tanaman karet (Hevea brasiliensis). Jurnal Nusa Kimia 5 (2), Fakultas MIPA Universitas Nusa Bangsa. Bogor. hlm 26 – 35. Matjik AA, Sumertajaya IM. 2006. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan MINITAB. IPB Press. Bogor. Mendes R, Pizzirani-Kleiner AA, Araujo WL, Raaijmakers JM. 2007. Diversity of cultivated endophytic bacteria from Sugarcane : Genetic and biochemical characterization of Burkholderia cepacia cmplex isolates. Appl Environ Microbiol 73 (22) : 7259–7267. Munif A. 2001. Studies on the importance of endophytic bacteria for the biological control of the root-knot nematode Meloidogyne incognita on
53 tomato [inaugural-dissertation]. Institut fur Pflanzenkrankheiten der Rheinischen Friedrich – Wilhelms. Universitat Bonn. Munthe H, Manurung A, 2002. Pengaruh pemupukan nitrogen dan magnesium terhadap keberhasilan okulasi bibit karet. Warta Pusat Penelitian Karet 21 (1-3). Medan. hlm 44-50. Musetti R, Favali MA. 2004. Microscopy technique applied to the study of phytoplasma disease : traditional and innovative methods. Curr Iss Multidic Micros res and Educ. 72-80. [PTP X] PT. Perkebunan X. 1993. Vademecum Karet. Lampung. Praca LB, Gomez ACMM, Cabral G, Martins ES, Sujii ER, Monnerat RG. 2012. Endophytic Colonization by Brazilian Strains of Bacillus thuringiensis on Cabbage Seedlings Grown in Vitro. Bt Research 2012, Vol.3, No.3, 11-19. Putra MC. 2011. Kompatibilitas Bacillus spp. dan Aktinomiset sebagai Agen Hayati Xanthomonas oryzae pv.oryzae dan Pemicu Pertumbuhan Padi [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Rachim JA. 2007. Dasar-dasar Genesis Tanah. Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. 364 h. Rahma H. 2013. Penyakit Layu Steward (Pantoea stewartii subsp. stewartii) pada Jagung dan Upaya Pengendaliannya [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Rivier L, Crozier A. 1987. Principles and practice of plant hormones analyses. Biological Techniques Series. Rosyid MJ, Wijaya T. 2005. Produktivitas karet klon GT 1 dan PB 260 di daerah pasang surut. Di dalam Prosiding Lokakarya Nasional Pemuliaan Tanaman Karet; Medan, 22-23 November 2005. Medan : Balai Penelitian Sungei Putih Pusat Penelitian Karet. hlm 203-213 Rustam. 2012. Potensi Bakteri Penghasil Senyawa Bioaktif Anticendawan untuk Pengendalian Penyakit Hawar Pelepah Padi [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Schaad NW, Jones JB, Chun W. 2001. Plant patogenic bacteria. Ed ke-3. The Minnesota: American Phytopatological Society. Setyawan B. 2010. Bakteri endofitik sebagai antagonis dalam meningkatkan resistensi batang bawah terhadap Jamur Akar Putih Rigidoporus Microporus. Laporan intern Proyek Penelitian Pusat Penelitian Karet. Medan. Sharma A, Johri BN, Sharma AK, Glick BR. 2003. Plant growth promoting bacterium Pseudomonas sp. strain GRP3 influence irn acquisition in mug bean (Vigna radiata L. Wilzect). Soil Biol Biochem. 35:887-894. Siagian N, Wattimena GA, Solahuddin S. 1985. Pemakaian hormon untuk mempercepat pemulihan kulit pulihan tanaman karet. Buletin Perkaretan 3(3). Pusat Penelitian Karet. Medan. hlm 67-72. Siagian N, Sitompul D, Manurung A. 1995. Pengaruh auksin terhadap pertumbuhan akar cangkokan karet. Indonesian J Nat Rubb Res 13(1). Pusat Penelitian Karet. Medan. hlm 21-31. Siagian N, Manurung A, Husny Z, 1996. Pertumbuhan dan keberhasilan hidup tanaman cangkokan karet pada berbagai kedalaman tanam. Indonesian J Nat Rubb Res 14 (3). Pusat Penelitian Karet. Medan. hlm 276-290. Siagian N, 2000. Aspek produksi, sifat dan penanganan biji karet. Warta Pusat Penelitian Karet 19 (1-3). Medan. hlm 40-54.
54 Simarmata T, Hindersah R, Setiawati M, Fitriani B, Suriatmana P, Sumarni Y, Arief DH. 2004. Strategi pemanfaatan pupuk hayati CMA dalam revitalisasi ekosistem lahan marjinal dan tercemar. Workshop Produksi Inokulan CMA. 22-23 Juli 2004. Siswanto, Sumarmadji, Situmorang A. 2004. Status dan pengendalian penyakit kering alur sadap tanaman Karet. Di dalam : Strategi pengelolaan penyakit tanaman Karet untuk mempertahankan potensi produksi mendukung industri perkaretan Indonesia tahun 2020. Prosiding Pertemuan Teknis. Palembang, 6-7 Okt 2004. Balai Penelitian Karet. Pusat Penelitian Karet. Palembang. hlm 87-96. Spilher T, Coenya T, Vandamme P, Lipuma JJ. 2004. PCR-based assay for differentiation of Pseudomonas aeruginosa from other Pseudomonas species recovered from cystic fibrosis patiens, J Clinical Microb. 42(5) : 2074-2079. Strobel G, Daisy B. 2003. Bioprospecting for microbial endophytes and their natural products. Microbiol Mol Biol Rev 67(4) : 491-502. Sulistiani. 2009. Formulasi Spora Bacillus subtilis sebagai Agens Hayati dan PGPR (Plant Growth Promoting Rhizobacteria) pada Berbagai Bahan Pembawa [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Sumarmadji. 2001. Pengendalian kering alur sadap dan nekrosis pada kulit tanaman Karet. Warta Pusat Penelitian Karet 20(1-3). Medan. hlm 76-88. Sumarmadji, Karyudi, Siregar THS, Junaidi U. 2005. Optimasi produktivitas klon karet melalui berbagai system eksploitasi. Dalam Prosiding lokakarya nasional pemuliaan tanaman karet. Balai Penelitian Sungei Putih, Pusat Penelitian Karet. Medan. hlm 123-140. Sunatmo TI. 2009. Eksperimen mikrobiologi dalam laboratorium. Penerbit Ardy Agency, Jakarta. 183h. Suwanto A. 1994. Strategies in molecular biology techniques for studying phytopathogenic bacteria. Biotrop Spect Publ. 54:227-232. Bogor: SEAMEO-BIOTROP. Thomas KK, Panikkar AON. 2000. Indian rubber plantation industry : Genesis and development. Di dalam : George PJ, Kuruvilla CK, editor. Natural Rubber, Agromanagement and Crop Processing. Rubber Research Institute of India. Kottayam, India. hlm 1-19. Tistama R, Hamim, 2007. Inkompatibilitas jaringan rootstock-scion: kasus pada tanaman karet (Hevea brasiliensis). Warta Pusat Penelitian Karet 26 (2). Medan. hlm 1-9. Vaish SS, Ahmed SB, Prakash K. 2011. First Documentation on Status of Barley Disease from The High Altitude Cold Arid Trans-Himalayan Ladakh Region of India. Crop Prot 30 : 1129 – 1137. Vijayakumar KR, Chandrashekar TR, Philip V. 2000. Agroclimate. Di dalam : George PJ, Kuruvilla CK, editor. Natural Rubber, Agromanagement and Crop Processing. Rubber Research Institute of India. Kottayam, India. hlm 97 – 116. Wahyudi AT, Astuti RI, Mubarik NR, Faulina SA. 2009. Detection and cloning of a gene involved in zwitermicin Abiosynthesis from plant growth promoting rhizobacterium Bacillus sp CR64. Indones J Biotechnol 15: 9-14.
55 Walpole RE, Myers RH. 1986. Ilmu Peluang dan Statistika untuk Insinyur dan Ilmuwan. Sembiring RK, penerjemah. Bandung (ID) : ITB. Terjemahan dari : Probability and Statistics for Engineers and Statistics. 621 hlm. Wattimena GA. 1987. Zat Pengatur Tumbuh. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Widawati S. 2010. Teknologi Inovatif Mikrob Biofertilizer untuk Mempercepat Reklamasi Lahan Pertanian di Kawasan Penyagga Gunung Salak dan Mikrob Endofitik untuk Agen Biokontrol Fusarium Oxysporum dan Rhizoctonia solani. Laporan Akhir Program Insentif Peneliti dan Prekayasa Bidang Sumberdaya Alam dan Lingkungan. Pusat Penelitian Biologi. Lembaga Ilmu Penelitian Indonesia. Cibinong. Bogor. Wijaya T, Booth T, Jovanovic T. 1996. Aplikasi program computer INDO untuk pemetaan kesesuaian iklim tanaman karet. Warta Pusat Penelitian Karet. 15(2): 129-138. Woelan SA, Daslin, Suhendry I, Lasminingsih M. 2005. Evaluasi keragaan klon Karet IRR seri 100 dan 200. Di dalam Prosiding lokakarya nasional pemuliaan tanaman Karet. Balai Penelitian Sungai Putih, Pusat Penelitian Karet. Medan. hlm 38-61. Zinniel DK, Lambrecht P, Harris NB, Feng Z, Kuczmarski D, Higley P, Ishimaru CA, Arunakumari A, Barletta RG, Vidaver AK. 2002. Isolation and characterization of endophytic colonizing bacteria from agronomic crops and prairie plants. Appl Environ Microbiol. 68(5):2198–2208.
56
LAMPIRAN Lampiran 1 Kelas kandungan hara tanah Unsur hara
Sangat rendah
Rendah
Sedang
Tinggi
Sangat tinggi
(-2) < 1.00 < 0.10 <5 < 0.10 < 0.25 < 0.20
(-1) 1.00-2.00 0.10-0.20 5 - 15 0.10-0.30 0.25-1.00 0.20-0.50
0 2.01-3.00 0.21-0.50 16 - 25 0.31-0.50 1.01-1.75 0.51-0.80
(+1) 3.01-4.00 0.51-0.80 26 - 35 0.51-0.70 1.76-2.50 0.81-1.10
(+2) > 4.00 > 0.80 > 35 > 0.70 > 2.50 > 1.10
17 - 28
29 - 40
> 40
Netral
Agak alkalis 7.6-8.5
Alkalis
C (%) N (%) P (ppm) K (me/100g) Ca (me/100g) Mg (me/100g) KTK <5 5 – 16 (me/100g) Sangat Masam Agak masam masam pH < 4.5 4.5-5.5 5.6-6.5 Sumber : Adiwiganda et al. (1994)
6.6-7.5
> 8.5
57 Lampiran 2 Curah hujan, hari hujan, dan bulan kering di lokasi penelitian (20002013) Tahun
Curah hujan Hari hujan (mm/th) (hari/th) 2000 2,239 127 2001 3,025 149 2002 1,779 119 2003 2,663 133 2004 2,501 148 2005 2,568 131 2006 1,930 110 2007 2,685 115 2008 2,805 125 2009 2,403 122 2010 3,896 178 2011 2,337 111 2012 2,938 128 2013 3,451 147 jumlah 37,220 1,843 rata-rata 2,659 132 Sumber : Balai Penelitian Sembawa (2014)
Bulan kering (bulan/th) 3 2 4 3 2 1 4 4 3 4 1 3 3 0 37 3
58 Lampiran 3 Suhu, kelebaban relatif, dan kecepatan angin di lokasi penelitian (2000-2011) Tahun
Suhu maksimum minimum
Suhu Kelembaban rata-rata relatif
(oC) 2000 31.6 23.3 27.4 2001 31.6 22.9 27.2 2002 32.1 23.1 27.6 2003 31.9 23.4 27.6 2004 32.0 23.2 27.6 2005 32.0 23.2 27.6 2006 32.3 22.9 27.6 2007 31.8 22.5 27.1 2008 32.1 22.8 27.4 2009 31.9 23.1 27.5 2010 31.2 23.3 27.2 2011 31.4 22.6 27.0 Jumlah 381.9 276.1 329.0 Rata-rata 31.8 23.0 27.4 Sumber : Balai Penelitian Sembawa (2014)
(%) 90.7 90.0 84.6 85.5 84.5 87.2 85.0 86.0 84.2 85.5 87.3 88.0 1038.5 86.5
Kecepatan angin (km/jam) 2.09 2.16 2.52 1.92 2.87 2.43 2.54 2.17 2.98 3.61 3.09 2.99 31.35 2.61
59 Lampiran 4. Morfologi 117 isolat bakteri hasil isolasi No
Kode isolat
Morfologi warna
bentuk
koloni
koloni
elevasi
piggiran
tekstur permukaan
1
KPD1
putih susu
bundar
cembung
rata
mengkilat
2
KPD2
putih
bundar
cembung
rata
kering
3
KPD3
putih
tidak beraturan
timbul
berombak
mengkilat
4
KPD4
kuning
bundar
cembung
rata
kering
5
KPD5
merah
bundar
cembung
rata
mengkilat
6
KPD6
putih
bundar
agak cembung
rata
mengkilat
7
KPD7
putih bening
bundar
cembung
rata
mengkilat
8
KPD8
putih
tidak beraturan
timbul
berombak
mengkilat
9
KPD9
bundar
cembung
rata
mengkilat
10
KPK10
merah putih kekuningan
tidak beraturan
raised
berombak
mengkilat
11
KPK11
putih susu
bundar
cembung
rata
mengkilat
12
KPK12
kuning
bundar
cembung
rata
mengkilat
13
KPK13
merah
bundar
cembung
rata
mengkilat
14
KPK14
oranye
bundar
cembung
rata
mengkilat
15
KPK15
putih
tidak beraturan
timbul
berombak
mengkilat
16
KPK16
putih bening
bundar
cembung
rata
mengkilat
17
KPK17
putih
tidak beraturan
timbul
berombak
mengkilat
18
KPK18
putih susu
bundar
cembung
rata
mengkilat
19
KPK19
kuning
bundar
cembung
rata
mengkilat
20
KPK20
merah
bundar
cembung
rata
mengkilat
21
KPK21
oranye
bundar
cembung
rata
mengkilat
22
KPA22
putih bening
bundar
cembung
rata
mengkilat
23
KPA23
kuning
bundar
cembung
rata
mengkilat
24
KPA24
putih
tidak beraturan
timbul
berombak
mengkilat
25
KPA25
merah
bundar
cembung
rata
mengkilat
26
KPA26
putih susu
bundar
cembung
rata
mengkilat
27
KPA27
putih bening
bundar
cembung
rata
mengkilat
28
KPA28
putih bening
bundar
cembung
rata
mengkilat
29
KPA29
kuning
bundar
cembung
rata
mengkilat
30
KPA30 putih kekuningan
tidak beraturan
raised
berombak
mengkilat
31
KPA31
putih susu
bundar
cembung
rata
mengkilat
32
KPA32
bundar
agak cembung
berombak
kering
33
KPA33
putih oranye kemerahan
bundar
cembung
rata
mengkilat
34
KPA34
putih bening
cembung
KPA35
putih
rata seperti benang
mengkilat
35
bundar bundar tepian menyebar
datar
mengkilat
60 Lanjutan Lampiran 4 No
Kode isolat
Morfologi warna
bentuk
koloni
koloni
elevasi
piggiran
tekstur permukaan
36
KPA36
oranye
bundar
cembung
rata
mengkilat
37
KPA37
putih bening
bundar
rata
mengkilat
38 39
KPA38 KPA39
putih merah
bundar bundar
cembung agak cembung cembung
berombak rata
mengkilat mengkilat
40
KKD40
merah
bundar
cembung
rata
mengkilat
41
KKD41
rata
mengkilat
KKD42
bundar bundar tepian menyebar
cembung
42
orange putih kekuningan
datar
berombak
mengkilat
43
KKD43
putih susu
bundar
cembung
rata
mengkilat
44
KKD44
merah
bundar
rata
mengkilat
45
KKD45
putih susu
bundar
cembung agak cembung
rata
mengkilat
46
KKD46
putih bening
bundar
cembung
rata
mengkilat
47
KKK47
putih susu
bundar
cembung
rata
mengkilat
48
KKK48
putih bening
tidak beraturan
timbul
berombak
mengkilat
49
KKK49
putih bening
bundar
cembung
rata
mengkilat
50
KKK50
putih susu
bundar
cembung
rata
mengkilat
51
KKK51
putih bening
tidak beraturan
timbul
berombak
mengkilat
52
KKK52
putih bening
bundar
cembung
rata
mengkilat
53
KKA53
bundar
cembung
rata
mengkilat
54
KKA54
putih susu putih kekuningan
tidak beraturan
timbul
berombak
mengkilat
55
KKA55
putih
tidak beraturan
timbul
berombak
mengkilat
56
KKA56
58
KKA58
berbenang-benang
timbul
59
KKA59
putih oranye kemerahan
berombak seperti benang seperti benang
mengkilat
KKA57
tidak beraturan bundar tepian menyebar
timbul
57
putih bening putih kekuningan
bundar
cembung
rata
mengkilat
60
KKA60
kuning
cembung
KKA61
putih
timbul
rata seperti benang
mengkilat
61
bundar bundar tepian menyebar
62
KKA62
bundar
cembung
rata
mengkilat
63
KKA63
putih susu putih kekuningan
tidak beraturan
timbul
berombak
mengkilat
64
KKA64
putih
tidak beraturan
timbul
berombak
mengkilat
65
KKA65
putih bening
tidak beraturan
timbul
mengkilat
66
KKA66
berbenang-benang
timbul
67
KKA67
putih oranye kemerahan
berombak seperti benang
bundar
cembung
rata
mengkilat
68
KKA68
kuning
bundar
cembung
mengkilat
69
KKA69
kuning
berbenang-benang
timbul
rata seperti benang
timbul
mengkilat mengkilat
mengkilat
mengkilat
mengkilat
61 Lanjutan Lampiran 4 No
Kode isolat
Morfologi warna
bentuk
elevasi
piggiran
tekstur
koloni
koloni bundar
cembung
rata
mengkilat
LPD71
putih susu putih kekuningan
tidak beraturan
timbul
berombak
mengkilat
72
LPD72
orange
bundar
cembung
rata
mengkilat
73
LPD73
putih susu
bundar
cembung
rata
mengkilat
74 75
LPD74 LPD75
kuning merah
bundar bundar
rata rata
mengkilat mengkilat
76
LPD76
bundar
rata
mengkilat
77
LPK77
putih putih kekuningan
cembung cembung agak cembung
tidak beraturan
timbul
berombak
mengkilat
78
LPK78
putih susu
bundar
cembung
rata
mengkilat
79
LPK79
putih bening
bundar
cembung
rata
mengkilat
80
LPK80
kuning
bundar
cembung
rata
mengkilat
81
LPK81
ungu
bundar
cembung
rata
mengkilat
82
LPK82
bundar
cembung
rata
mengkilat
83
LPK83
merah putih kekuningan
tidak beraturan
timbul
berombak
mengkilat
84
LPK84
putih susu
bundar
cembung
rata
mengkilat
85
LPK85
putih bening
bundar
cembung
rata
mengkilat
86
LPK86
kuning
bundar
cembung
rata
mengkilat
87
LPK87
ungu
bundar
cembung
rata
mengkilat
88
LPK88
merah
bundar
cembung
rata
mengkilat
89
LPA89
putih susu
bundar
cembung
rata
mengkilat
90
LPA90
kuning
bundar
cembung
rata
mengkilat
91
LPA91
oranye
bundar
cembung
rata
mengkilat
92
LPA92
putih susu
cembung
LPA93
putih
timbul
rata seperti benang
mengkilat
93
bundar bundar tepian menyebar
94
LKD94
bundar
cembung
rata
mengkilat
95
LKD95
kuning putih kekuningan
tidak beraturan
timbul
berombak
mengkilat
96
LKD96
putih susu
tidak beraturan
timbul
berombak
mengkilat
97
LKD97
oranye
bundar
cembung
rata
mengkilat
98
LKD98
oranye
tidak beraturan
timbul
berombak
mengkilat
99
LKD99
kuning
bundar
cembung
rata
mengkilat
100
LKD100
merah
bundar
cembung
rata
mengkilat
101
LKD101
ungu
bundar
cembung
rata
mengkilat
102
LKK102
putih susu
bundar
cembung
rata
mengkilat
103
LKK103
merah
bundar
cembung
rata
mengkilat
104
LKK104
putih susu
tidak beraturan
timbul
berombak
mengkilat
105
LKK105
oranye
bundar
cembung
rata
mengkilat
70
LPD70
71
permukaan
mengkilat
62 Lanjutan Lampiran 4 No
Kode
Morfologi
isolat
warna
bentuk
elevasi
piggiran
koloni
koloni
106
LKK106
107
LKK107
kuning putih bening
108
LKK108
109
bundar
cembung
rata
mengkilat
bundar
cembung
rata
mengkilat
putih susu
bundar
cembung
rata
mengkilat
LKK109
merah
bundar
cembung
rata
mengkilat
110
LKK110
bundar
cembung
rata
mengkilat
111
LKA111
oranye putih bening
bundar
cembung
rata
mengkilat
112
LKA112
merah
bundar
cembung
rata
mengkilat
113
LKA113
bundar
cembung
rata
mengkilat
114
LKA114
putih susu putih bening
bundar
cembung
rata
mengkilat
115
LKA115
putih susu
bundar
cembung
rata
mengkilat
116
LKA116
putih
bundar tepian menyebar
timbul
seperti benang
mengkilat
cembung
rata
mengkilat
117 LKA117 ungu bundar Keterangan : KPD = Kayu (IRR 39) – Produksi – Daun KPK = Kayu (IRR 39) – Produksi – Kulit KPA = Kayu (IRR 39) – Produksi – Akar KKD = Kayu (IRR 39) – KAS – Daun KKK = Kayu (IRR 39) – KAS – Kulit KKA = Kayu (IRR 39) – KAS – Akar LPD = Lateks (IRR 118) – Produksi – Daun LPK = Lateks (IRR 118) – Produksi – Kulit LPA = Lateks (IRR 118) – Produksi – Akar LKD = Lateks (IRR 118) – KAS – Daun LKK = Lateks (IRR 118) – KAS – Kulit LKA = Lateks (IRR 118) – KAS – Akar KAS = Kering Alur Sadap
tekstur permukaan
63 Lampiran 5 Pengujian respon hipersensitif, hemolisis, pewarnaan Gram, bentuksel bakteri, dan pengujian katalase terhadap 117 isolat bakteri hasil isolasi No Kode Respon Uji Pewarnaan Bentuk Uji hipersensitif hemolisis Gram sel bakteri Katalase 1 KPD1 + bulat + 2 KPD2 batang + 3 KPD3 batang + 4 KPD4 + batang + 5 KPD5 + batang + + batang + 6 KPD6 7 KPD7 + batang + 8 KPD8 + batang + 9 KPD9 + bulat + 10 KPK10 + batang + 11 KPK11 + batang + 12 KPK12 + + bulat + 13 KPK13 + batang + 14 KPK14 + + batang + 15 KPK15 batang + 16 KPK16 batang + 17 KPK17 + + batang + 18 KPK18 + bulat + 19 KPK19 + bulat + 20 KPK20 bulat + 21 KPK21 + + batang + 22 KPA22 + batang + 23 KPA23 + + batang + 24 KPA24 + batang + 25 KPA25 + bulat + 26 KPA26 bulat + 27 KPA27 + + batang + 28 KPA28 + + batang + 29 KPA29 + bulat + 30 KPA30 batang + 31 KPA31 + + bulat + batang + 32 KPA32 33 KPA33 + + bulat + 34 KPA34 + + batang + 35 KPA35 batang + 36 KPA36 + batang + 37 KPA37 + + batang +
64 Lanjutan Lampiran 5 No
Kode
38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74
KPA38 KPA39 KKD40 KKD41 KKD42 KKD43 KKD44 KKD45 KKD46 KKK47 KKK48 KKK49 KKK50 KKK51 KKK52 KKA53 KKA54 KKA55 KKA56 KKA57 KKA58 KKA59 KKA60 KKA61 KKA62 KKA63 KKA64 KKA65 KKA66 KKA67 KKA68 KKA69 LPD70 LPD71 LPD72 LPD73 LPD74
Respon hipersensitif + + + + + + + + + + + + + -
Uji hemolisis -
+ + + + + + +
+ -
Pewarnaan Gram + + + + + + + + + + + + +
Bentuk sel bakteri batang bulat bulat batang batang bulat batang bulat batang batang batang batang bulat batang batang batang batang batang bulat batang bulat batang bulat batang bulat bulat batang batang batang bulat bulat bulat batang bulat batang bulat bulat
Uji katalase + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + +
65 Lanjutan Lampiran 5 No
Kode
75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100 101 102 103 104 105 106 107 108 109 110
LPD75 LPD76 LPK77 LPK78 LPK79 LPK80 LPK81 LPK82 LPK83 LPK84 LPK85 LPK86 LPK87 LPK88 LPA89 LPA90 LPA91 LPA92 LPA93 LKD94 LKD95 LKD96 LKD97 LKD98 LKD99 LKD100 LKD101 LKK102 LKK103 LKK104 LKK105 LKK106 LKK107 LKK108 LKK109 LKK110
Respon Uji Pewarnaan hipersensitif hemolisis Gram + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + -
Bentuk sel bakteri bulat batang batang batang batang batang batang bulat batang bulat batang bulat bulat bulat bulat bulat bulat batang batang bulat batang batang batang batang bulat batang bulat bulat batang bulat batang bulat batang bulat batang batang
Uji katalase + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + +
66 Lanjutan Lampiran 5 No
Kode
111 LKA111 112 LKA112 113 LKA113 114 LKA114 115 LKA115 116 LKA116 117 LKA117 Keterangan :
Respon Uji Pewarnaan hipersensitif hemolisis Gram + + + + + + + +
KPD = Kayu (IRR 39) – Produksi – Daun KPK = Kayu (IRR 39) – Produksi – Kulit KPA = Kayu (IRR 39) – Produksi – Akar KKD = Kayu (IRR 39) – KAS – Daun KKK = Kayu (IRR 39) – KAS – Kulit KKA = Kayu (IRR 39) – KAS – Akar LPD = Lateks (IRR 118) – Produksi – Daun LPK = Lateks (IRR 118) – Produksi – Kulit LPA = Lateks (IRR 118) – Produksi – Akar LKD = Lateks (IRR 118) – KAS – Daun LKK = Lateks (IRR 118) – KAS – Kulit LKA = Lateks (IRR 118) – KAS – Akar KAS = Kering Alur Sadap
Bentuk sel bakteri batang bulat bulat bulat bulat bulat batang
Uji katalase + + + + + + +
67 Lampiran 6 Kriteria penilaian status hara daun tanaman karet Score N (%) P (%) 5 > 4.30 > 0.291 4 4.11 - 4.30 0.278 -0.291 3 3.91 - 4.10 0.264 -0.277 2 3.71 - 3.90 0.251 -0.263 1 3.51 - 3.70 0.237 –0.250 0 3.30 - 3.50 0.233 –0.236 -1 3.10 - 3.29 0.208 -0.232 -2 2.90 - 3.09 0.196 -0.207 -3 2.70 - 2.89 0.182 -0.195 -4 2.50 - 2.69 0.169 -0.181 -5 < 2.50 < 0.169 Sumber : Adiwiganda et al. (1994)
K (%) > 1.80 1.71 - 1.80 1.61 - 1.70 1.51 - 1.60 1.41 - 1.50 1.31 - 1.40 1.21 - 1.30 1.11 - 1.20 1.01 - 1.10 0.90 - 1.00 < 0.90
Mg (%) > 0.260 0.251 - 0.260 0.241 - 0.250 0.231 - 0.240 0.221 - 0.230 0.211 - 0.220 0.201 - 0.210 0.191 - 0.200 0.181 - 0.190 0.170 - 0.180 < 0.170
68 Lampiran 7 Denah tata letak kantong plastik media tanam percobaan di rumah kaca
K2P4
K0P0
K1P0
K1P1
K0P3
K2P1
K0P0
K0P4
K2P3
K0P4
K0P2
K2P0
K1P4
K1P3
K1P1
K2P3
K2P3
K0P3
K0P2
K2P0
K1P2
K2P2
K1P3
K1P2
K1P1
K0P1
K1P3
K0P1
K1P1
K1P0
K2P4
K2P0
K1P2
K0P4
K0P0
K1P1
K0P2
K0P3
K1P4
K0P3
K0P1
K0P0
K1P4
K2P3
K1P0
K0P4
K2P2
K0P0
K1P3
K2P3
K2P4
K1P0
K1P2
K2P0
K1P4
K1P2
K2P2
K0P4
K2P2
K0P1
K0P2
K2P1
K2P0
K1P4
K2P1
K0P1
K2P4
K1P3
K1P0
K2P2
K2P1
K2P1
K0P3
K2P4
K0P2
69 Lampiran 8 Dosis rekomendasi pemupukan pembibitan batang bawah tanaman karet Waktu pemupukan bulan setelah Urea ditanam 1 90 2 225 3 225 Sumber : Balai Penelitian Sembawa (2012)
Jenis pupuk SP 36 (kg/ha) 110 280 280
KCl
Dolomit
45 90 90
67.5 135 135
Lampiran 9 Kandungan hara pupuk pada pemupukan pembibitan batang bawah tanaman karet Waktu pemupukan bulan setelah ditanam 1 2 3
Urea 46 % N 41.4 103.5 103.5
Jenis pupuk SP 36 KCl 36 % P2O5 60 % K2O 39.6 27 100.8 54 100.8 54
Dolomit 18 % MgO 12.15 24.3 24.3
Lampiran 10 Jumlah bibit batang bawah tanaman karet untuk okulasi hijau dalam 1 ha Uraian Luas lahan 1 ha Jarak tanam Populasi Jalan pemeliharan (20% dari populasi) Populasi yang ditanam Sumber : Balai Penelitian Sembawa (2012)
Satuan cm2 cm cm2 batang
Nilai 100,000,000 40 x 20 800 125,000
batang batang
25,000 100,000
70 Lampiran 11 Dosis pemupukan berdasarkan perlakuan yang diaplikasikan pada 1 bulan setelah ditanam Perlakuan Urea Tanpa pemupukan (P0) Pemupukan 25 % dosis rekomendasi Pemupukan 50 % dosis rekomendasi Pemupukan 75 % dosis rekomendasi Pemupukan 100 % dosis rekomendasi
0 0.23 0.45 0.68 0.90
Jenis pupuk SP 36 KCl (g/tanaman) 0 0 0.28 0.11 0.55 0.23 0.83 0.34 1.10 0.45
Dolomit 0 0.17 0.34 0.51 0.68
Lampiran 12 Dosis pemupukan berdasarkan perlakuan yang diaplikasikan pada 2 dan 3 bulan setelah ditanam Perlakuan Urea Tanpa pemupukan (P0) Pemupukan 25 % dosis rekomendasi (P1) Pemupukan 50 % dosis rekomendasi (P2) Pemupukan 75 % dosis rekomendasi (P3) Pemupukan 100 % dosis rekomendasi (P4)
0 0.56 1.13 1.69 2.25
Jenis pupuk SP 36 KCl Dolomit (g/tanaman) 0 0 0 0.70 0.23 0.34 1.40 0.45 0.68 2.10 0.68 1.01 2.80 0.90 1.35
71 Lampiran 13 Analisis sidik ragam diameter bibit batang bawah tanaman karet pada pengujian perlakuan kultur campuran dan pemupukan Sumber
Derajat
Jumlah
ragam Perlakuan Kultur campuran (K) Pemupukan (P) KxP Error Total Koefisien keragaman
bebas 14 2 4 8 60 74 =
kuadrat 10.50 0.46 4.03 6.01 47.46 57.95 20.76
Ratarata kuadrat 0.75 0.23 1.01 0.75 0.79
F hitung 0.95 0.29 1.27 0.95
Pr > F 0.52 0.75 0.29 0.48
Lampiran 14 Analisis sidik ragam tinggi bibit batang bawah tanaman karet pada pengujian perlakuan kultur campuran dan pemupukan Sumber ragam Perlakuan Kultur campuran (K) Pemupukan (P) KxP Error Total Koefisien keragaman
Derajat bebas 14 2 4 8 60 74 =
Jumlah kuadrat 3,070.59 213.31 1,777.25 1,080.03 10,527.20 13,597.79 21.01
Rata-rata kuadrat 219.33 106.65 444.31 135.00 175.45
F hitung 1.25 0.61 2.53 0.77
Pr > F 0.27 0.55 0.04 0.63
Lampiran 15 Analisis sidik ragam panjang akar bibit batang bawah tanaman karet pada pengujian perlakuan kultur campuran dan pemupukan Sumber ragam Perlakuan Kultur campuran (K) Pemupukan (P) KxP Error Total Koefisien keragaman
Derajat bebas 14 2 4 8 60 74
Jumlah kuadrat 1,131.09 3.31 185.68 942.09 7,844.02 8,975.11
=
26.39
Rata-rata kuadrat 80.79 1.66 46.42 117.76 130.73
F hitung 0.62 0.01 0.36 0.90
Pr > F 0.84 0.99 0.84 0.52
72 Lampiran 16 Analisis sidik ragam bobot basah bibit batang bawah tanaman karet pada pengujian perlakuan kultur campuran dan pemupukan Sumber ragam Perlakuan Kultur campuran (K) Pemupukan (P) KxP Error Total Koefisien keragaman
Derajat bebas 14 2 4 8 60 74 =
Jumlah kuadrat 39.09 10.52 14.92 13.65 128.67 167.76 50.37
Rata-rata kuadrat 2.79 5.26 3.73 1.71 2.14
F hitung
Pr > F
1.30 2.45 1.74 0.80
0.23 0.09 0.15 0.61
Lampiran 17 Analisis sidik ragam bobot kering bibit batang bawah tanaman karet pada pengujian perlakuan kultur campuran dan pemupukan Sumber ragam Perlakuan Kultur campuran (K) Pemupukan (P) KxP Error Total Koefisien keragaman
Derajat bebas 14 2 4 8 60 74 =
Jumlah kuadrat 4.83 0.30 1.57 2.95 56.20 61.02 59.06
Rata-rata kuadrat 0.34 0.15 0.39 0.37 0.94
F hitung 0.37 0.16 0.42 0.39
Pr > F 0.98 0.85 0.79 0.92
73
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan 11 Agustus 1974 di Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai putri ketiga dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Muhammad Kasnun (Alm) dan Ibu Suhartini. Penulis telah menikah dengan Sofyan Nugroho, ST dan dikaruniai dua orang putra putri yaitu Annisa Kusuma Chandra dan Irfan Nabil Permadi. Penulis menyelesaikan pendidikan sarjana pada Jurusan Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Pembangunan Nasional ”Veteran” Yogyakarta lulus pada Tahun 1997, selanjutnya menyelesaikan pendidikan Magister Pertanian Program Studi Sumberdaya Tanah dan Air Jurusan Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Gadjah Mada Yogyakarta lulus pada tahun 2001. Selanjutnya pada tahun 2002, penulis diterima bekerja di Balai Penelitian Sembawa Palembang di bawah Pusat Penelitian Karet, sebagai Staf Peneliti Kesuburan dan Biologi Tanah sampai dengan sekarang. Pada tahun 2009, penulis mendapatkan kesempatan melanjutkan pendidikan Program Doktor pada Program Studi Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Selama mengikuti pendidikan Program Doktor, penulis telah membuat dua tulisan dari hasil penelitian disertasi, berjudul ”The Potency of Plant Growth Promoting Endophytic Bacteria from Rubber Plants (Hevea brasiliensis Müll. Arg.)” diterima untuk diterbitkan pada Journal of Agronomy 13 (3) : 147-152, 2014 dan ”Potensi Kultur Campuran Bakteri Endofit sebagai Pemacu Pertumbuhan Bibit Tanaman Karet” dalam Jurnal Penelitian Karet Volume 32 Nomor 2 Tahun 2014.