ANALISIS PENERAPAN PRINSIP DAN STANDAR AKUNTANSI SYARIAH YANG BERLAKU DI INDONESIA MENGENAI PENJADUALAN ULANG PIUTANG MURABAHAH BERMASALAH (STUDI KASUS PADA PT BANK XYZ)
Rizky Andrianto Evony Silvino Violita
Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia
Abstrak Penelitian ini bertujuan menjelaskan penerapan penjadualan ulang piutang murabahah bermasalah pada PT Bank XYZ, serta menganalisis kesesuaian penerapannya tersebut berdasarkan ketentuan yang berlaku di Indonesia, yaitu berdasarkan Fatwa DSN-MUI dan PSAK 102. Penelitian ini adalah penelitian yang bersifat kualitatif dengan desain deskriptif dan studi kasus di salah satu bank syariah di Indonesia, yaitu PT Bank XYZ. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan penjadualan ulang piutang murabahah bermasalah yang ada pada PT Bank XYZ masih terdapat ketidaksesuaian dengan Fatwa DSN-MUI namun penerapan perlakuan akuntansinya sudah baik walaupun masih ada beberapa hal yang tidak sesuai dengan PSAK 102.
Kata kunci : Penjadualan ulang, Murabahah, Fatwa DSN-MUI, PSAK 102
THE ANALYSIS OF APPLICATION OF SHARIA ACCOUNTING PRINCIPLE AND STANDARD USED IN INDONESIA ABOUT RESCHEDULING DEFAULT MURABAHAH FINANCING (STUDY CASE IN PT BANK XYZ) Abstract This study aims to explain implementation of rescheduling default murabahah financing at PT Bank XYZ. This study also analyzes its compliance with regulation applicable in Indonesia, i.e., Decree of DSN-MUI and Financial Accounting Standard 102. This study is a qualitative study with a descriptive approach and case study in one sharia bank in Indonesia. Results of this study indicate that there are some discrepancies occur between implementation of rescheduling default murabahah financing with the Decree of DSNMUI. However, the accounting standard has been implemented well.
Keywords: Rescheduling, Murabaha, Decree of DSN-MUI, PSAK 102 1
Analisis penerapan..., Rizky Andrianto, FEB UI, 2014
Pendahuluan Perbankan di Indonesia berdasarkan sistem hukumnya dikategorikan menjadi bank syariah dan bank konvensional (bank umum). Bank konvensional adalah bank yang menjalankan kegiatan usahanya secara konvensional sedangkan bank syariah adalah bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah. Bank syariah dan bank konvensional memiliki fungsi pokok yang sama yaitu menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan dana kepada masyarakat. Akan tetapi, bank syariah dan bank konvensional memiliki perbedaan dalam sistem penyaluran dana. Bank konvensional menggunakan sistem bunga yaitu dengan menambahkan beban bunga yang harus dibayar kepada peminjam (debitur). Sedangkan, sistem bank syariah tidak mengenal adanya sistem bunga. Sistem bank syariah menggunakan mekanisme yang menghindari aktivitas bisnis yang terkait dengan barang dan jasa yang diharamkan oleh Allah SWT yaitu berupa riba, penipuan, perjudian, gharar, monopoli, suap, taaluq, dan bai al-Inah. UU RI No. 21 Tahun 2008 menjelaskan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakataan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil. Di dalam perbankan syariah, terdapat beberapa jenis pembiayaan, salah satunya adalah murabahah. Murabahah adalah akad jual beli barang yang menyatakan harga perolehan dan keuntungan (margin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli (Nurhayati dan Wasilah, 2013). Skema murabahah merupakan skema transaksi yang relatif lebih mudah dimengerti dan diaplikasikan dalam skema pembiayaan syariah. Hal ini bisa kita lihat dari data Bank Indonesia pada tahun 2012, yang menyatakan bahwa penyaluran dana masih didominasi oleh piutang murabahah sebesar Rp 80,95 Triliun atau 59,71% dari total seluruh pembiayaan. Selain itu pembiayaan murabahah juga terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. Berdasarkan data dari bank Indonesia pada tahun 2012, pembiayaan murabahah meningkat sebesar 55,5% dari tahun sebelumnya, yang semula sebesar Rp 52,06 Triliun pada tahun 2011, meningkat menjadi Rp 80,95 Triliun pada tahun 2012.
2
Analisis penerapan..., Rizky Andrianto, FEB UI, 2014
Namun, peningkatan pembiayaan murabahah juga dapat memiliki risiko bagi bank yaitu risiko terjadinya gagal bayar atau non performing financing (NPF) dari nasabah. Untuk mengatasi hal tersebut, Bank Indonesia selaku pembuat kebijakan mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia nomor: 13/9/PBI/2011 mengenai restrukturisasi pembiayaan bagi bank syariah dan unit usaha syariah. Didalam peraturan tersebut menjelaskan bahwa ada 3 cara yang bisa digunakan bank untuk mengatasi nasabah yang mengalami gagal bayar. 3 cara tersebut yaitu dengan melakukan penjadualan kembali, persyaratan kembali, dan penataan kembali. Berdasarkan pembahasan tersebut, perlu dilakukannya penelitian di salah satu bank syariah yang ada di Indonesia, bank syariah tersebut adalah PT Bank XYZ. PT Bank XYZ dipilih karena bank ini memiliki reputasi yang baik di perbankan syariah di Indonesia. Selain itu, PT Bank XYZ telah menjadi salah satu bank syariah terbesar di Indonesia dan juga termasuk bank dengan pembiayaan murabahah yang tinggi. Oleh karena itu, perlu dilakukannya analisa pada pembiayaan murabahah PT Bank XYZ khususnya mengenai pembiayaan murabahah bermasalah. Tujuannya dari penelitian ini adalah : 1. Untuk menganalisis prosedur penanganan pembiayaan murabahah bermasalah pada PT Bank XYZ. 2. Untuk menganalisis perlakuan akuntansi terkait dengan pembiayaan murabahah bermasalah pada PT Bank XYZ. 3. Untuk menganalisis kesesuaian prosedur operasional penanganan pembiayaan murabahah bermasalah terhadap fatwa pembiayaan murabahah bermasalah pada PT Bank XYZ. 4. Untuk menganalisis kesesuaian antara pelaksanaan akuntansi penyelesaian pembiayaan murabahah bermasalah pada PT Bank XYZ dengan standar akuntansi yang berlaku.
Tinjauan Teoritis Penanganan pembiayaan bermasalah adalah sebuah langkah yang di ambil oleh bank atau lembaga keuangan guna menyelamatkan pembiayaannya tersebut. Dalam melakukan penanganan pembiayaan bermasalah ini, para ulil amri telah membuat peraturan yang dapat menjadi acuan 3
Analisis penerapan..., Rizky Andrianto, FEB UI, 2014
bagi bank untuk melakukan penyelesaian pembiayaan bermasalah. Peraturan tersebut berupa fatwa serta standar akuntansi yang berlaku. •
Fatwa DSN-MUI 1. Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 17/DSN-MUI/IX/2000 Tentang Sanksi Atas Nasabah Mampu Yang Menunda-Nunda Pembayaran Fatwa ini mengatakan bahwa pihak bank tidak boleh memberikan sanksi terhadap nasabah yang tidak/belum mampu membayar yang disebabkan oleh force majeur. Tetapi pihak bank boleh memberikan sanksi kepada nasabah yang sebenarnya dia memiliki kempuan untuk membayar tetapi dia dengan sengaja untuk menunda-nunda pembayarannya. 2. Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 46/DSN-MUI/II/2005 Tentang Potongan Tagihan Murabahah Fatwa ini mengatakan bahwa pihak bank boleh memberikan potongan dari total kewajiban pembayaran kepada nasabah dalam transaksi (akad) murabahah yang telah melakukan kewajiban pembayaran cicilannya dengan tepat waktu dan nasabah yang mengalami penurunan kemampuan pembayaran. Besar potongan yang diberikan diserahkan kepada kebijakan bank dan tidak boleh diperjanjikan dalam akad. 3. Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 47/DSN-MUI/II/2005 Tentang Penyelesaian Piutang Murabahah Bagi Nasabah Tidak Mampu Membayar Fatwa ini mengatakan bahwa pihak bank boleh melakukan penyelesaian (settlement) murabahah bagi nasabah yang tidak bisa menyelesaikan/ melunasi pembiayaannya sesuai dengan jumlah dan waktu yang telah disepakati, dengan ketentuan: a) Obyek murabahah atau jaminan lainnya dijual oleh nasabah kepada atau melalui pihak bank dengan harga pasar yang disepakati; b) Nasabah melunasi sisa utangnya kepada pihak bank dari hasil penjualan; c) Apabila hasil penjualan melebihi sisa utang maka pihak bank mengembalikan sisanya kepada nasabah; d) Apabila hasil penjualan lebih kecil dari sisa utang maka sisa utang tetap menjadi utang nasabah; e) Apabila nasabah tidak mampu membayar sisa utangnya, maka pihak bank dapat membebaskannya; 4
Analisis penerapan..., Rizky Andrianto, FEB UI, 2014
4. Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 48/DSN-MUI/II/2005 Tentang Penjadualan Kembali Tagihan Murabahah Fatwa ini mengatakan bahwa bank boleh melakukan penjadualan kembali (rescheduling) tagihan murabahah bagi nasabah yang tidak bisa menyelesaikan/melunasi pembiayaannya sesuai dengan jumlah dan waktu yang telah disepakati, dengan ketentuan: a) Tidak menambah jumlah tagihan yang tersisa; b) Pembebanan biaya dalam proses penjadualan kembali adalah biaya riil; c) Perpanjangan masa pembayaran harus berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak. 5. Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 49/DSN-MUI/II/2005 Tentang Konversi Akad Murabahah Fatwa ini mengatakan bahwa pihak bank boleh melakukan konversi dengan membuat akad (membuat akad baru) bagi nasabah yang tidak bisa menyelesaikan/melunasi pembiayaan murabahahnya sesuai jumlah dan waktu yang telah disepakati, tetapi ia masih prospektif untuk melunasinya, dengan ketentuan: a) Obyek murabahah dijual oleh nasabah kepada pihak bank dengan harga pasar; b) Nasabah melunasi sisa hutangnya kepada pihak bank dari hasil penjualan; c) Apabila hasil penjualan melebihi sisa hutang maka kelebihan itu dapat dijadikan uang muka untuk akad ijarah atau bagian modal dari mudharabah dan musyarakah; d) Apabila hasil penjualan lebih kecil dari sisa hutang maka sisa hutang tetap menjadi hutang nasabah yang cara pelunasannya disepakati antara pihak bank dan nasabah.
•
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 102 Tahun 2008 Pengakuan dan Pengukuran Pertama akuntansi untuk penjual, aset murabahah pada saat perolehan diakui sebagai persediaan sebesar biaya perolehan. Pengukuran aset murabahah setelah perolehan dibagi menjadi dua. Jika murabahah pesanan mengikat, aset murabahah dinilai sebesar biaya perolehan dan jika terjadi penurunan nilai aset karena usang, rusak, atau kondisi lainnya sebelum diserahkan kepada nasabah, penurunan nilai tersebut diakui sebagai beban dan mengurangi nilai aset. Jika murabahah tanpa pesanan atau pesanan tidak mengikat, aset murabahah dinilai berdasarkan mana yang lebih rendah, biaya perolehan atau nilai bersih 5
Analisis penerapan..., Rizky Andrianto, FEB UI, 2014
yang dapat direalisasi dan jika nilai bersih yang dapat direalisasi lebih rendah dari biaya perolehan, maka selisihnya diakui sebagai kerugian. Jika penjual mendapat diskon pembelian aset murabahah, diskon tersebut diakui sesuai kapan diskon didapatkan dan kesepakatan antara pembeli dan penjual. Jika diskon terjadi sebelum akad murabahah, diskon diakui sebagai pengurang biaya perolehan. Jika diskon terjadi setelah akad dan sesuai akad yang disepakati diskon menjadi hak pembeli, diskon diakui sebagai kewajiban kepada pembeli. Jika sesuai kesepakatan menjadi milik penjual, diskon diakui sebagai tambahan keuntungan murabahah. Namun jika tidak diperjanjikan dalam akad, diskon murabahah diakui sebagai pendapatan operasi lain atau dengan kata lain diskon tersebut menjadi milik penjual. Piutang murabahah pada saat akad murabahah diakui sebesar biaya perolehan aset ditambah keuntungan yang disepakati. Pada akhir periode laporan keuangan, piutang murabahah dinilai sebesar nilai bersih yang dapat direalisasi, yaitu saldo piutang dikurangi penyisihan kerugian piutang. Untuk keuntungan murabahah, pengakuannya dibagi menjadi dua kondisi. Pertama, jika transaksi dilakukan secara tunai atau secara tangguh dimana masa angsuran tidak melebihi satu periode laporan keuangan, keuntungan murabahah diakui pada saat terjadinya akad. Kedua, jika transaksi dilakukan secara tangguh lebih dari satu tahun, keuntungan diakui selama periode akad sesuai dengan tingkat risiko dan upaya untuk merealisasikan keuntungan tersebut. Terdapat tiga metode yang dapat digunakan untuk kondisi kedua ini dan dipilih sesuai dengan karakteristik risiko dan upaya transaksi murabahahnya. a) Keuntungan diakui saat penyerahan aset murabahah. Metode ini dipakai saat risiko penagihan kas dan beban pengelolaan piutang serta penagihannya relatif kecil. b) Keuntungan diakui proporsional dengan besaran kas yang berhasil ditagih dari piutang murabahah. Metode ini diterapkan saat risiko piutang tidak tertagih relatif besar dan/atau beban pengelolaan dan penagihan piutang relatif lebih besar juga. Metode ini dilakukan dengan mengalikan persentase keuntungan terhadap jumlah piutang yang berhasil ditagih. Persentase keuntungan dihitung dengan perbandingan antara margin dan biaya perolehan saat murabahah. 6
Analisis penerapan..., Rizky Andrianto, FEB UI, 2014
c) Keuntungan diakui saat seluruh piutang murabahah berhasil ditagih. Metode ini diterapkan saat risiko piutang tidak tertagih dan beban pengelolaan dan penagihan piutang cukup besar. Dalam praktiknya, metode ini jarang dipakai karena transaksi murabahah tangguh mungkin tidak terjadi bila tidak ada kepastian yang memadai akan penagihan kasnya. Pemberian potongan pelunasan piutang murabahah dapat dilakukan dengan menggunakan salah satu metode berikut yaitu diberikan pada saat pelunasan, yaitu penjual mengurangi piutang murabahah dan keuntungan murabahah; atau diberikan setelah pelunasan, yaitu penjual menerima pelunasan piutang dari pembeli dan kemudian membayarkan potongan pelunasannya kepada pembeli. Potongan angsuran diakui melalui dua cara yaitu jika pemberian potongan tersebut disebabkan oleh pembeli yang membayar tepat waktu, maka potongan diakui sebagai pengurang keuntungan murabahah. Namun jika disebabkan oleh penurunan kemampuan pembayaran, maka potongan diakui sebagai beban. Denda akan dikenakan jika pembeli lalai dalam melakukan kewajibannya. Denda tersebut harus diakui sebagai dana kebajikan. Pengakuan dan pengukuran uang muka dibagi menjadi tiga tahap. Saat diterima, uang muka diakui sebagai uang muka. Pada saat barang jadi dibeli, uang muka diakui sebagai pembayaran piutang. Jika barang batal dibeli, uang muka dikembalikan kepada pembeli setelah diperhitungkan dengan biaya-biaya yang dikeluarkan penjual. Penyajian Penyajian piutang murabahah adalah sebesar nilai bersih yang dapat direalisasikan, yaitu saldo piutang murabahah dikurangi penyisihan kerugian piutang. Margin murabahah tangguhan disajikan sebagai pengurang (contra account) piutang murabahah. Beban murabahah tangguhan disajikan sebagai pengurang (contra account) utang murabahah. Pengungkapan Pengungkapan transaksi murabahah oleh penjual harus termasuk hal-hal berikut, namun tidak terbatas pada, harga perolehan aset murabahah, janji pemesanan dalam murabahah 7
Analisis penerapan..., Rizky Andrianto, FEB UI, 2014
berdasarkan pesanan sebagai kewajiban atau bukan, dan pengungkapan yang diperlukan sesuai PSAK no. 101 tentang Penyajian Laporan Keuangan Syariah. Pendapatan dan Biaya terkait Transaksi Pembiayaan Murabahah Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI), pada 9 Januari 2013, juga telah mengeluarkan Buletin Teknis (BulTek) terbaru mengenai salah satu aspek yang terkait langsung dalam transaksi pembiayaan murabahah, yakni Buletin Teknis 5 Pendapatan dan Biaya terkait Murabahah. Buletin teknis ini dikeluarkan dengan tujuan menyeragamkan pencatatan akuntansi terkait pendapatan dan biaya yang timbul terkait transaksi pembiayaan murabahah di lembaga keuangan syariah. Di dalam buletin teknis tersebut, ketika timbul pendapatan bank di luar margin keuntungan yang timbul dari munculnya akad pembiayaan murabahah, sepeti biaya administrasi dan biaya lain yang terkait langsung dengan pembiayaan murabahah yang harus dibayar nasabah, dan beban-beban yang mungkin timbul yang ditanggung oleh bank, seperti biaya komisi, biaya survei, dan biaya lainnya, lembaga keuangan syariah harus mengakuinya selaras dengan pengakuan keuntungan murabahah yang mereka gunakan sesuai dengan yang terdapat dalam PSAK 102. Jadi, jika lembaga keuangan syariah menerapkan pengakuan keuntungan murabahah dimana ia mengakui keuntungan murabahahnya sekaligus pada saat penyerahan barang seperti pada kondisi PSAK 102 paragraf 23(b)(i), pendapatan di luar margin dan biaya yang timbul terkait pembiayaan murabahah tersebut juga diakui sekaligus pada saat yang sama. Jika lembaga keuangan syariah mengakui keuntungan murabahahnya secara proporsional, pengakuan pendapatan di luar margin dan biaya-biaya lain yang timbul terkait pembiayaan murabahah tersebut juga diakui secara proporsional selama masa angsuran pembayaran pokok dan margin pembiayaan tersebut oleh nasabah.
Metode Penelitian Penelitian ini merupakan studi kasus (case study) yang akan dilaksanakan pada kantor pusat PT Bank XYZ. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode analisis data kualitatif dengan pendekatan deskriptif yang berfokus pada piutang murabahah bermasalah. 8
Analisis penerapan..., Rizky Andrianto, FEB UI, 2014
Penelitian ini menggunakan sumber data primer dan sekunder. Yang mana dalam pengumpulan datanya menggunakan beberapa cara, yaitu: 1. Wawancara Wawancara digunakan untuk mengetahui bagaimana kejadian yang sebenarnya terjadi dilapangan. Wawancara itu sendiri dilakukan terhadap manager dan staff accounting PT Bank XYZ, yang mana dilakukan dalam lima kali pertemuan yaitu pada bulan Mei, Juli, Oktober dan November 2. Dokumentasi Dokumentasi yang dilakukan adalah dengan mengambil data internal perusahaan melalui akses pribadi dari pegawai yang ada di PT Bank XYZ. Dari dokumen yang ada, peneliti akan memperoleh data mengenai profile perusahaan yang berisi gambaran umum PT Bank XYZ, struktur organisasi, pembiayaan murabahah, laporan keuangan, dll. Dari hasil data tersebut yaitu yang berasal dari hasil wawancara dan dokumentasi, peneliti melakukan analisa dengan kejadian yang sebenarnya terjadi di PT Bank XYZ.
Pembahasan Penanganan Pembiayaan Murabahah Bermasalah Kadangkala dalam pemberian pembiayaan murabahah yang dilakukan oleh PT Bank XYZ terkadang tidak berjalan dengan lancar. Ada saja masalah yang timbul, misalnya saja nasabah yang terlambat dalam melakukan pembayaran atau ada nasabah yang tidak lagi mampu untuk membayar tagihannya. Dalam menyikapi hal tersebut, PT Bank XYZ sudah memiliki prosedur untuk menanganinya. Prosedur yang dimiliki oleh perusahaan untuk menangani pembiayaan bermasalah tersebut adalah sebagai berikut : 1) Kolektibilitas 1 (lancar) Untuk nasabah yang masuk ke dalam kolektibilitas 1 atau nasabah yang tidak memiliki tunggakan, maka PT Bank XYZ hanya mengingatkan nasabahnya bahwa pembayaran akan jatuh tempo. PT Bank XYZ mengingatkan nasabahnya dengan cara sms atau telepon yang dilakukan 1 atau 2 hari sebelum masa jatuh tempo. 9
Analisis penerapan..., Rizky Andrianto, FEB UI, 2014
2) Kolektibilitas 2 (perhatian khusus) Untuk nasabah yang masuk ke dalam kolektibilitas 2 atau nasabah yang memiliki tunggakan kurang dari 91 hari, maka bank melalui unit bisnis atau cabang yang memberikan pembiayaan akan melakukan evaluasi kemampuan nasabah, jika pantas untuk diberikan kelonggaran waktu maka PT Bank XYZ akan memberikan kelonggaran waktu pelunasan. Pada kolektibilitas ini, nasabah sudah mendapatkan 3 kali surat peringatan (SP) yaitu SP 1, SP 2 dan SP 3. Yang mana dalam setiap pemberian SP dilakukan setiap 30 hari sekali. SP 1 diberikan kepada nasabah yang belum melunasi hingga H+30 dari tanggal jatuh tempo, SP 2 diberikan terhadap nasabah yang belum melunasi hingga H+60 dari tanggal jatuh tempo dan SP 3 diberikan kepada nasabah yang belum melunasi pembayaran hingga 90 hari dari tanggal jatuh tempo. 3) Kolektibilitas 3 (tidak lancar) Untuk nasabah yang masuk ke dalam kolektibilitas 3 atau nasabah yang memiliki tunggakan dari 91 sampai 120 hari, maka divisi restrukturisasi akan menangani nasabah pada tingkat kolektabilitas ini, dengan catatan bahwa nasabah ini masih memiliki niat baik untuk melunasi, usaha yang dijalankan masih potensial untuk dilanjutkan serta masih mampu untuk melunasinya. 4) Kolektibilitas 4 (diragukan) Untuk nasabah yang masuk ke dalam kolektibilitas 4 atau nasabah yang memiliki tunggakan dari 121 sampai 180 hari, maka divisi penyelesaian pembiayaan akan menangani kasus ini. Pada tahap penyelesaian pembiayaan ini, nasabah dianggap tidak mampu untuk melunasi pembiayaannya. 5) Kolektibilitas 5 (macet) Untuk nasabah yang masuk ke dalam kolektibilitas 5 atau nasabah yang memiliki tunggakan lebih dari 180 hari, maka PT Bank XYZ selaku pemberi pinjaman akan melakukan eksekusi jaminan yang diberikan. Ketika jaminan sudah terjual maka hasil dari penjualan tersebut dapat digunakan untuk melunasi pembiayaan kepada PT Bank XYZ. Pada penelitian ini, peneliti hanya membahas pada kolektibilitas ke 3, yaitu ketika PT Bank XYZ melakukan restrukturisasi terhadap nasabahnya, sehingga peneliti tidak membahas pada kolektibilitas 4 dan kolektibilitas 5, yaitu nasabah yang masuk kedalam kolektibilitas diragukan dan macet. 10
Analisis penerapan..., Rizky Andrianto, FEB UI, 2014
Analisis Kesesuaian Penerapan Pembiayaan Murabahah Bermasalah Pada PT Bank XYZ Terhadap Fatwa DSN-MUI Berdasarkan penjabaran mekanisme pembiayaan murabahah bermasalah yang dilakukan oleh PT Bank XYZ, peneliti mencoba melakukan analisis kesesuaian penerapan pembiayaan murabahah bermasalah tersebut terhadap fatwa. Terdapat beberapa fatwa yang khusus mengatur mengenai murabahah bermasalah, berikut ini akan dijelaskan: •
Fatwa DSN-MUI No.17/DSN-MUI/IX/2000 Tentang Sanksi Atas Nasabah Mampu Yang Menunda-Nunda Pembayaran Fatwa ini menjelaskan mengenai sanksi terhadap nasabah yang mampu membayar tetapi menunda-nunda dalam melakukan pembayarannya. Untuk melihat kesesuaian antara praktik yang di lakukan oleh PT Bank XYZ dengan fatwa tersebut, dalam dilihat dari tabel berikut ini: Tabel Analisis Kesesuaian Praktik Pembiayaan Murabahah Bermasalah PT Bank XYZ Terhadap Fatwa DSN-MUI No.17/DSN-MUI/IX/2000 No.
Fatwa
DSN-MUI
No.17/DSN- Kesesuaian
Penerapan pada PT Bank XYZ
MUI/IX/2000 Sanksi yang disebut dalam fatwa ini adalah sanksi yang dikenakan LKS kepada nasabah yang mampu membayar, tetapi menundanunda pembayaran dengan disengaja 1.
Nasabah
yang
tidak/belum
mampu
Sesuai
PT Bank XYZ tidak memberikan sanksi
membayar disebabkan force majeur tidak
kepada
nasabah
yang
tidak/belum
boleh dikenakan sanksi
mampu membayar yang disebabkan karena adanya kejadian force majeur. Tetapi PT Bank XYZ akan memberikan sanksi terhadap nasabah yang dengan sengaja tidak membayar angsurannya. Sanksi yang diberikan berupa denda
2.
Nasabah
mampu
yang
menunda-nunda
Sesuai
PT Bank XYZ memberikan sanksi
pembayaran dan/atau tidak mempunyai
berupa denda terhadap nasabah yang
kemauan dan itikad baik untuk membayar
sebenarnya mampu membayar tetapi
hutangnya boleh dikenakan sanksi.
tidak mempunyai kemauan dan itikad baik untuk membayar hutangnya
11
Analisis penerapan..., Rizky Andrianto, FEB UI, 2014
3.
Sanksi didasarkan pada prinsip ta'zir, yaitu
Sesuai
PT Bank XYZ memberikan sanksi
bertujuan agar nasabah lebih disiplin dalam
berupa denda yang bertujuan agar
melaksanakan kewajibannya
nasabah
lebih
disiplin
dalam
melaksanakan kewajibannya 4.
Sanksi dapat berupa denda sejumlah uang yang
besarnya
kesepakatan
ditentukan
dan
dibuat
Sesuai
Sanksi yang diberikan oleh PT Bank
atas
dasar
XYZ berupa denda sejumlah uang yang
saat
akad
ditentukan atas dasar kesepakatan
ditandatangani. 5.
Dana
yang
berasal
dari
denda
diperuntukkan sebagai dana sosial
Sesuai
Dana yang berasal dari denda masuk
kedalam dana qardul hasan yang mana dana
tersebut
digunakan
untuk
membangun fasilitas umum
•
Fatwa DSN-MUI No.47/DSN-MUI/II/2005 Tentang Penyelesaian Piutang Murabahah Bagi Nasabah Tidak Mampu Membayar Fatwa ini menjelaskan mengenai penyelesaian piutang murabahah bagi nasabah yang tidak mampu untuk membayar. Untuk melihat kesesuaian antara praktik yang di lakukan oleh PT Bank XYZ dengan fatwa tersebut, dalam dilihat dari tabel berikut ini: Tabel Analisis Kesesuaian Praktik Pembiayaan Murabahah Bermasalah PT Bank XYZ Terhadap Fatwa DSN-MUI No.47/DSN-MUI/II/2005 No.
Fatwa
DSN-MUI
No.47/DSN- Kesesuaian
Penerapan pada PT Bank XYZ
MUI/II/2005 1.
2.
LKS
boleh
melakukan
penyelesaian
Sesuai
PT Bank XYZ melakukan penyelesaian
(settlement) murabahah bagi nasabah yang
murabahah bagi nasabah yang tidak
tidak
bisa
bisa
menyelesaikan/melunasi
menyelesaikan/melunasi
pembiayaannya sesuai jumlah dan waktu
pembiayaannya sesuai dengan jumlah
yang telah disepakati, dengan ketentuan:
dan waktu yang telah disepakati
Obyek murabahah atau jaminan lainnya
Jaminan
dijual oleh nasabah kepada atau melalui
nasabah atau melalui PT Bank XYZ
dapat
dijual
sendiri
oleh
LKS dengan harga pasar yang disepakati 3.
Nasabah melunasi sisa utangnya kepada
Sesuai
LKS dari hasil penjualan
PT
Bank
nasabahnya utangnya
XYZ untuk melalui
memperbolehkan melunasi hasil
sisa
penjualan
jaminan 4.
Apabila hasil penjualan melebihi sisa utang
Sesuai
PT Bank XYZ mengembalikan sisa
12
Analisis penerapan..., Rizky Andrianto, FEB UI, 2014
maka LKS mengembalikan sisanya kepada
uang nasabah bila uang dari hasil
nasabah
penjualan
jaminan
yang
digunakan
untuk membayar utang masih terdapat sisa 5.
Apabila hasil penjualan lebih kecil dari sisa
Sesuai
Apabila dari hasil penjualan jaminan
utang maka sisa utang tetap menjadi utang
masih belum bisa menutupi utangnya,
nasabah
maka sisa utangnya yang masih ada menjadi tanggung jawab nasabah
6.
Apabila nasabah tidak mampu membayar sisa
utangnya,
maka
LKS
Sesuai
dapat
PT Bank XYZ akan membebaskan sisa utang
membebaskannya
nasabahnya
tersebut
apabila
benar-benar
nasabah
tidak
bisa
membayar sisa utangnya 7.
Jika salah satu pihak tidak menunaikan
Sesuai
kewajibannya atau jika terjadi perselisihan
pihak-pihak terkait (bank dan nasabah),
di
maka PT Bank XYZ menyelesaikannya
antara
pihak-pihak
terkait,
penyelesaiannya
dilakukan
Basyarnas
tidak
setelah
maka melalui
tercapai
melalui Basyarnas
kata
kesepakatan.
•
Ketika terjadi perselisihan di antara
Fatwa DSN-MUI NO.48/DSN-MUI/II/2005 Tentang Penjadualan Kembali Tagihan Murabahah Fatwa ini menjelaskan mengenai penjadualan kembali tagihan murabahah. Untuk melihat kesesuaian antara praktik yang di lakukan oleh PT Bank XYZ dengan fatwa tersebut, dalam dilihat dari tabel berikut ini: Tabel Analisis Kesesuaian Praktik Pembiayaan Murabahah Bermasalah PT Bank XYZ Terhadap Fatwa DSN-MUI No.48/DSN-MUI/II/2005 No
Fatwa DSN-MUI NO. 48/DSN- Kesesuaian
Penerapan pada PT Bank XYZ
MUI/II/2005 LKS boleh melakukan penjadualan kembali
PT Bank XYZ melakukan penjadualan
(rescheduling) tagihan murabahah bagi
kembali
nasabah
murabahah terhadap nasabah yang tidak
yang
menyelesaikan/melunasi
1.
tidak
bisa
pembiayaannya
bisa
(rescheduling)
tagihan
menyelesaikan/melunasi
sesuai jumlah dan waktu yang telah
pembiayaannya sesuai dengan jumlah
disepakati, dengan ketentuan:
dan waktu yang telah disepakati
Tidak menambah jumlah tagihan yang
Sesuai
PT
Bank
XYZ
tidak
melakukan
13
Analisis penerapan..., Rizky Andrianto, FEB UI, 2014
tersisa
penambahan terhadap jumlah tagihan yang tersisa kepada nasabah yang melakukan penjadualan kembali
2.
Pembebanan
biaya
dalam
proses
Sesuai
Ketika melakukan penjadualan kembali,
penjadualan kembali adalah biaya riil
pihak PT Bank XYZ membebankan biaya yang terkait dengan penjadualan ulang kepada nasabahnya, dan biaya tersebut merupakan biaya riil
3.
Perpanjangan
masa
pembayaran
harus
Sesuai
Perpanjangan
berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak
masa
pembayaran
berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak
Perlakuan Akuntansi Atas Transaksi Pembiayaan Murabahah Bermasalah Pada PT Bank XYZ Untuk lebih jelas bagaimana perlakuan dan proses pencatatan akuntansi pembiayaan murabahah bermasalah yang dilakukan oleh PT Bank XYZ, maka berikut ini ilustrasinya. Ketika nasabah menyetujui akad murabahah, maka pada saat itu juga PT Bank XYZ sudah memasukkan nasabah ke dalam kolektibilitas 1 (lancar). Pada kolektibilitas lancar ini, nasabah tidak memiliki tunggakan maupun keterlambatan dalam pembayaran angsurannya. Pada kolektibilitas ini juga, biasanya PT Bank XYZ hanya mengingatkan nasabah bahwa pembayaran akan jatuh tempo. Hal ini dilakukan oleh PT Bank XYZ ketika H-1 atau H-2 sebelum jatuh tempo, dan dilakukan dengan cara SMS atau telepon. Untuk jurnal pencatatan yang dilakukan oleh PT Bank XYZ ketika nasabah membayar angsuran pertamanya adalah sebagai berikut: Pengakuan pembayaran angsuran Db Kas/Rekening nasabah
xxx
Kr Piutang pokok murabahah
xxx
Pengakuan margin murabahah Db Margin murabahah ditangguhkan Kr Keuntungan/Margin murabahah ditangguhkan
xxx xxx 14
Analisis penerapan..., Rizky Andrianto, FEB UI, 2014
Apabila ditengah perjalanan nasabah tidak bisa membayar angsuran murabahahnya maka PT Bank XYZ memasukkan nasabah tersebut kedalam kolektibilitas 2 (perhatian khusus). Pada kolektibilitas ini PT Bank XYZ memberikan Surat Peringatan (SP). Apabila sampai SP 3 nasabah belum juga melunasi angsurannya, maka PT Bank XYZ memasukkan nasabah kedalam kolektibilitas 3 (tidak lancar). Pada kolektibilitas ini PT Bank XYZ memerintahkan divisi restrukturisasi untuk menangani permasalahan ini. Pada tahapan ini PT Bank XZY akan mengatur ulang jadual pembayaran angsuran nasabah tersebut. Biasanya ketika melakukan penjadualan ulang, PT Bank XYZ hanya akan menambah jangka waktunya tanpa mengubah jumlah angsurannya. Pada kolektibilitas 3 ini, ada 3 hal yang dilakukan oleh PT Bank XYZ yaitu ketika nasabah mengalami penurunan kolektibilitas, ketika nasabah melakukan pembayaran angsurannya kembali dan pengakuan pendapatan dari hasil penjadualan ulang. Ketika nasabah mengalami penurunan kolektibilitas, maka bank akan mencatatnya kedalam PPAP (Penyisihan Penghapusan Aset Produktif). Besarnya PPAP itu sendiri berbeda setiap kolektibilitasnya. Untuk kolektibilitas 3, maka bank akan mencadangkannya sebesar 15% dari total piutang yang belum terbayarkan. Untuk itu pencatatan yang dilakukan oleh PT Bank XYZ ketika nasabah mengalami penurunan kolektibilitas adalah sebagai berikut: Ketika nasabah mengalami penurunan menjadi kolektibilitas 3 Db Beban PPAP
xxx
Kr Cadangan PPAP
xxx
Setelah nasabah menyetujui untuk melakukan penjadualan ulang, maka nasabah akan dikenakan biaya administrasi. Maka pencatatannya adalah sebagai berikut: Pengakuan pendapatan dari biaya administrasi Db Kas
xxx
Kr Pendapatan Lain-lain - Biaya Administrasi
xxx
Ketika nasabah melakukan pembayaran kembali setelah dilakukannnya penjadualan ulang, maka pencatatan yang dilakukan oleh PT Bank XYZ adalah sebagai berikut: 15
Analisis penerapan..., Rizky Andrianto, FEB UI, 2014
Ketika nasabah melakukan pembayaran angsuran (setelah melakukan penjadualan ulang) Db Kas/Rekening Nasabah
xxx
Kr Piutang Murabahah
xxx
Pengakuan margin murabahah Db Margin Murabahah Ditangguhkan Kr Keuntungan/Margin Murabahah
xxx xxx
Setelah melakukan penjadualan ulang nasabah tidak mengalami permasalahan lagi atau dengan kata lain nasabah bisa melunasi pembiayaannya, maka tidak ada yang dipersoalkan lagi, dengan kata lain proses perlakuan dan pencatatannya selesai sampai disitu. Tetapi apabila nasabah masih tetap belum melakukan pembayaran angsurannya, maka PT Bank XYZ memasukkan nasabah tersebut ke dalam kolektibilitas 4 (diragukan). Pada kolektibilitas 4 ini akan ditangani oleh divisi penyelesaian pembiayaan. Divisi ini akan menanyakan kepada nasabah tersebut penyebabpenyebab kenapa dia tidak melakukan pembayaran angsuran. Disini PT Bank XYZ akan menunggu hingga 30 hari kedepan, apabila hingga 30 hari kedepan nasabah tidak juga melunasi pembiayaannya, maka nasabah tersebut masuk kedalam kolektibilitas 5 (macet). Pada kolektibilitas 5 ini, PT Bank XYZ akan menjual agunan atau jaminan yang nasabah berikan. Penjualan agunan ini digunakan oleh PT Bank XYZ untuk melunasi sisa utang nasabah. Apabila dari hasil penjualan masih terdapat sisa uang, maka uang tersebut dikembalikan kepada nasabah.
Analisis Kesesuaian Penerapan Pembiayaan Murabahah Bermasalah Pada PT Bank XYZ Terhadap PSAK 102 Berdasarkan penjabaran pencatatan akuntansi pembiayaan murabahah bermasalah yang dilakukan oleh PT Bank XYZ, peneliti mencoba melakukan analisis kesesuaian penerapan pembiayaan murabahah tersebut terhadap PSAK 102. Jika ditinjau dari kesesuaian terhadap PSAK 102 tentang akuntansi murabahah, praktik perlakuan akuntansi atas transaksi pada pembiayaan murabahah yang diterapkan di PT Bank
16
Analisis penerapan..., Rizky Andrianto, FEB UI, 2014
XYZ sudah baik namun masih terdapat ketidaksesuaian dengan ketentuan yang terdapat pada PSAK 102 yaitu: •
PT Bank XYZ menggunakan metode anuitas dalam pengakuan keuntungannya. Dimana dalam pengakuan keuntungan ini diakui lebih besar di awal masa angsuran dan semakin mengecil hingga lebih kecil di akhir masa angsuran, sebaliknya angsuran pokok pembiayaan diakui lebih kecil di awal masa angsuran dan semakin. Padahal menurut PSAK 102, seharusnya PT Bank XYZ menggunakan metode proporsional dalam mengakui keuntungannya. Yang mana pengakuan keuntungannya dilakukan secara proporsional sepanjang masa angsuran sehingga angsuran pokok dan margin memiliki porsi yang sama sepanjang masa angsuran.
•
PT Bank XYZ mengakui pendapatan dari biaya administrasi tersebut secara langsung di awal akad sehingga akan langsung muncul di Laporan Laba Rugi tahun pertama angsuran. Padahal menurut PSAK 102, Biaya administrasi diakui selaras dengan pengakuan keuntungan murabahah setiap kali angsuran dibayar oleh pembeli/nasabah
Menurut pihak PT Bank XYZ, perbedaan pencatatan atau pengakuan ini dikarenakan tidak semua ketentuan dalam PSAK 102 Akuntansi Murabahah dapat diimplementasikan pada industri perbankan syariah, sehingga PT Bank XYZ melakukan modifikasi terhadap pencatatannya agar memudahkan dalam pelaksanaan PT Bank XYZ.
Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diperoleh dari penelitian ini yaitu: 1. Jika ditinjau dari kesesuaian terhadap Fatwa DSN-MUI, menunjukkan bahwa PT Bank XYZ sebagian besar telah menerapkan hal-hal yang diatur dalam ketentuan penerapan pembiayaan murabahah bermasalah, walaupun ada beberapa hal yang belum sesuai dengan fatwa, seperti tidak diterapkannya metode restrukturisasi dalam bentuk potongan murabahah dan konversi akad. 2. Perlakuan akuntansi atas transaksi pada pembiayaan murabahah yang diterapkan di PT Bank XYZ juga memiliki beberapa ketidaksesuaian dengan ketentuan yang terdapat pada PSAK 102. Hal itu terutama dikarenakan adanya modifikasi pada praktik pembiayaan murabahah 17
Analisis penerapan..., Rizky Andrianto, FEB UI, 2014
itu sendiri, seperti metode pengakuan keuntungan yang digunakan oleh PT Bank XYZ. PT Bank XYZ menggunakan metode anuitas dalam pengakuan keuntungan, padahal menurut PSAK 102, seharusnya metode yang digunakan adalah metode proposional. Selain itu PT Bank XYZ juga mengakui pendapatan dari biaya administrasi secara langsung di awal akad.
Saran Saran yang diberikan berdasarkan hasil penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Saran bagi pembaca adalah nasabah tau apa yang harus dilakukan ketika dia tidak bisa membayar angsuran murabahahnya 2. Saran bagi penelitian selanjutnya adalah melanjutkan dan mengembangkan penelitian terhadap penerapan akad murabahah bermasalah pada bank syariah dan lembaga keuangan syariah lainnya. 3. Saran bagi PT Bank XYZ adalah PT Bank XYZ dapat menerapkan metode penyelesaian piutang murabahah dengan tepat sesuai dengan kemampuan nasabah. 4. Saran bagi Ikatan Akuntan Indonesia adalah membuat PSAK yang secara khusus mengatur mengenai pembiayaan murabahah bermasalah. 5. Saran bagi Divisi Kepatuhan Bank Syariah, Dewan Pengawas Syariah, dan Dewan Syariah Nasional adalah memberikan sanksi tegas kepada bank atau lembaga keuangan syariah yang tidak patuh terhadap aturan yang ditetapkan Fatwa DSN-MUI untuk memotivasi agar kepatuhan menjadi prioritas lembaga keuangan syariah dan bank syariah.
18
Analisis penerapan..., Rizky Andrianto, FEB UI, 2014
Daftar Pustaka
Al-Qur’anul Karim dan terjemahnya. Tafsir. Arikunto, S. 2002. Metode penelitian. PT Bina Aksara. Jakarta. Bank Indonesia (2013). Statistik Perbankan Syariah BI November 2013. http://www.bi.go.id Dewan Standar Akuntansi Keuangan. 2008. PSAK No. 102. Jakarta: Ikatan Akuntansi Indonesia. Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (2000). Fatwa no. 17/DSN-MUI/IX/2000 Tentang Sanksi Atas Nasabah Mampu Yang Menunda-nunda Pembayaran. Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (2005). Fatwa no. 46/DSN-MUI/II/2005 Tentang Potongan Tagihan Murabahah. Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (2005). Fatwa no. 47/DSN-MUI/II/2005 Tentang Penyelesaian Piutang Murabahah Bagi Nasabah Tidak Mampu Membayar. Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (2005). Fatwa no. 48/DSN-MUI/II/2005 Tentang Penjadwalan Kembali Tagihan Murabahah. Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (2005). Fatwa no. 49/DSNMUI/II/2000 Tentang Konversi Akad Murabahah. Indrianto, Nur, Bambang Supomo. 2002. Metodologi Penelitian Bisnis. BPFE. Yogyakarta. Moleong, J. 2005. Lexy. Metodologi Penelitian Kualitatif. Penerbit PT Remaja Rosdakarya. Bandung. Narbuko, Cholid dkk. 2005. Metodologi Penelitian. PT. Bumi Aksara. Jakarta. Nurhayati, S. Wasilah. 2013. Akuntansi Syariah di Indonesia. Salemba Empat. Sarwono, Jonathan. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Graha Ilmu. Yogyakarta. Sekaran, U. (2006). Metodologi Penelitian untuk Bisnis. Jakarta: Salemba Empat. Sugiyono, P. Dr. 2008. Statistika Untuk Penelitian. CV Alfabeta. Bandung. 19
Analisis penerapan..., Rizky Andrianto, FEB UI, 2014