ANALISA SISTEM DAN PROSEDUR PEMBERIAN KREDIT MODAL KERJA UNTUK MENINGKATKAN PENGENDALIAN INTERNAL (Studi Pada Bank Central Asia Kantor Cabang Utama Malang) Rizka Fitriamawardani Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Brawijaya Jl. MT. Haryono 165 Malang
[email protected] Dr. Sumiati, SE., M.Si. Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya ABSTRAK Pemberian atau penyaluran kredit, utamanya kredit modal kerja, merupakan salah satu bisnis bank yang memiliki risiko yang tinggi. Risiko dalam penyaluran kredit adalah terjadinya kredit bermasalah. Kemungkinan terburuk kredit bermasalah adalah terjadinya wanprestasi debitur berupa kredit macet, dimana dalam kondisi ini debitur tidak mampu mengembalikan dana bank yang telah diberikan. Kredit bermasalah dapat dihitung menggunakan rasio NPL-Non Performing Loans. Semakin tinggi angka rasio NPL menunjukkan tingginya tingkat kredit bermasalah suatu bank. Angka rasio NPL yang tinggi juga menunjukkan pengelolaan yang kurang baik terhadap sistem dan prosedur dalam penyaluran atau pemberian kredit modal kerja. Bank Central Asia, dikenal dengan BCA, merupakan salah satu bank swasta penyalur kredit modal kerja. Penelitian mengenai pengelolaan penyaluran kredit modal kerja pada BCA dengan melakukan wawancara dan dokumentasi terhadap sumber sekunder menunjukkan bahwa BCA menerapkan sistem dan prosedur yang tidak berbelit-belit saat penyaluran kredit. Pengendalian internal yang diterapkan juga dilakukan dengan sangat baik, dan memberikan hasil berupa angka rasio NPL yang mendekati nol persen selama lima tahun. Kata kunci: kredit modal kerja, Non Performing Loans (NPL), sistem dan prosedur, pengendalian internal ABSTRACT The provision or distribution of credit, mainly working capital credit, is the one of the business of a bank with high-risk. Risk in credit distribution is the occurence of non performing loans. The worst possibility is a default non performing loans in the form of bad credit borrowers, which in this condition debtors unable to repay the funds that the banks have been given. Non performing loans can be calculated using the ratio of non performing loans (NPL). The higher NPL ratios indicate a high level of non performing bank loans. High NPL ratios also indicate poor management of the systems and procedures in the distribution or provision of working capital loans. Bank Central Asia, known as the BCA, is one private bank dealer working capital loans. Research on the management of working capital credit channeling in BCA by conducting interviews and documentation of secondary sources suggests that BCA applied the system and procedures as devious the distribution of credit. Internal controls are applied also performed extremely well, and give the results a number the ratio of NPL is close to zero percent over the next five years. Keywords: working capital, Non Performing Loans (NPL), systems and procedures, internal controls.
PENDAHULUAN Permasalahan utama dalam dunia bisnis adalah permodalan. Permodalan yang dimaksud di sini adalah ketersediaan dana sebagai instrumen pendiri dan pengembang bisnis. Semakin besar dan berkembang suatu kegiatan bisnis, semakin besar pula kebutuhan dananya. Kebutuhan dana tersebut dapat dipenuhi menggunakan dua cara, yakni melalui modal sendiri dan hutang atau kredit. Pemenuhan kebutuhan dana melalui hutang dapat ditempuh dengan melakukan peminjaman dana kepada pihak-pihak eksternal perusahaan. Pihak eksternal perusahaan salah satunya dapat berupa lembaga keuangan atau bank, yang pada umumnya dapat memberikan fasilitas untuk memberikan kenyamanan bagi pihak peminjam dalam mengembangkan bisnis. Salah satu jasa kredit yang disalurkan oleh bank dalam rangka meningkatkan produksi sebuah usaha atau bisnis yaitu kredit produktif dalam bentuk kredit modal kerja. Kredit modal kerja adalah kredit yang diberikan untuk kepentingan kelancaran modal kerja nasabah (Supramono, 2009). Pada umumnya kredit modal kerja digunakan debitur untuk melakukan pengadaan kegiatan operasional perusahaan; seperti untuk membeli bahan dasar atau bahan baku, alat-alat bantu, penggajian dan pengupahan karyawan, dan biaya-biaya lainnya yang berkaitan dengan kegiatan produksi perusahaan. Pada penelitian ini pokok permasalahan yang diteliti adalah bagaimana pelaksanaan sistem dan prosedur pemberian kredit modal kerja, bagaimana penyelesaian masalah pemberian kredit modal kerja yang diterapkan, dan bagaimana pengendalian internal yang diterapkan dalam kaitannya dengan penyaluran atau pemberian kredit modal kerja. Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui pelaksanaan sistem dan prosedur pemberian kredit modal kerja, solusi yang diterapkan dalam menyelesaikan kredit bermasalah, dan penerapan pengendalian internal sehubungan dengan penyaluran atau pemberian kredit modal kerja. Sistem adalah sekelompok unsur yang erat berhubungan satu dengan lainnya, yang berfungsi bersama-sama untuk mencapai tujuan tertentu (Mulyadi, 2008). Dari definisi tersebut dapat dirinci lebih lanjut pengertian umum mengenai sistem, yakni (1) Setiap sistem terdiri
dari unsur-unsur, (2) Unsur-unsur tersebut merupakan bagian terpadu sistem yang bersangkutan, (3) Unsur sistem tersebut bekerja dama untuk mencapai tujuan sistem, (4) Suatu sistem merupakan bagian dari sistem lain yang lebih besar. Pendukung lain dari sistem adalah prosedur. Prosedur adalah suatu urutan kegiatan klerikal, biasanya dibuat untuk menjamin penanganan secara seragam transaksi perusahaan yang terjadi berulang-ulang (Mulyadi, et al). Kredit adalah trust (Widiyono, 2009). Kredit modal kerja adalah kredit yang ditujukan untuk membiayai keperluan modal lancar yang biasanya habis dalam satu atau beberapa kali proses produksi atau siklus usaha (Firdaus dan Ariyanti, 2011). Dalam memberikan kredit, tidak tidak hanya sistem dan prosedur pemberiannya saja yang diperhatikan, namun juga manajemen perkreditannya. Manajemen perkreditan adalah bagaimana mengelola pemberian kredit mulai dari kredit tersebut diberikan sampai dengan kredit tersebut lunas (Kasmir, 2012). Dalam pemberian fasilitas kredit harus diperhatikan unsur-unsurnya, yakni kepercayaan, kesepakatan, jangka waktu, risiko, balas jasa. Prinsip yang harus diterapkan dalam pemberian kredit adalah prinsip 5 C, yakni character, capacity, capital, condition of economic,dan collateral. Pengendalian internal berarti proses mempengaruhi atau mengarahkan aktivitas sebuah proyek, organisasi, atau sistem (Krismiaji, 2002). Pengendalian internal dapat dilaksanakan secara berlapis, yakni (1) Pengendalian internal melalui sistem, (2) Pengendalian internal melalui prosedur, (3) Pengendalian internal melalui struktur organisasi. Dalam rangka penerapan pengendalian internal harus memiliki struktur organisasi, pembagian tugas dan tanggung jawab yang jelas, prosedur yang dilaksanakan secara tertib dan berkelanjutan, serta karyawan/pegawai yang berkualitas. Bank Central Asia Kantor Cabang Utama (BCA KCU) Malang ditunjuk sebagai obyek penelitian karena secara nasional, BCA memiliki angka rasio NPL yang cenderung menurun selama kurun waktu lima tahun, terhitung mulai tahun 2007 hingga tahun 2011, dengan jumlah nominal kredit tersalurkan yang meningkat setiap tahunnya. Hal ini menjadi
menarik untuk diteliti, yakni mengenai bagaimana pengelolaan penyaluran kredit modal kerja pada BCA KCU Malang dan langkah apa yang ditempuh BCA KCU Malang dalam menghadapi debitur bermasalah. METODE PENELITIAN Penelitian ini tergolong ke dalam penelitian deskriptif kualitatif, yang dalam proses penelitian dan pengolahan datanya tidak menggunakan penghitungan, hanya memberikan gambaran dan penjelasan terhadap permasalahan yang diteliti. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah teknik wawancara narasumber dan dokumentasi terhadap beberapa catatan perusahaan dengan tetap menjaga rahasia perusahaan. Untuk metode analisa yang digunakan adalah melakukan reduksi atau merangkum data dan informasi yang diperoleh, kemudian melakukan penyajian data dalam tulisan, grafik, dan alur (flowchart), hal terakhir adalah melakukan penarikan kesimpulan terhadap hasil penyajian data. HASIL ANALISA Kredit Modal Kerja (KMK) merupakan salah satu jenis kredit produktif yang disalurkan oleh BCA KCU Malang. Tujuan disalurkannya KMK adalah untuk membantu memberikan pembiayaan terhadap usaha masyarakat, mulai dari usaha kecil hingga usaha besar. Dalam menjalankan fungsinya sebagai penyalur kredit untuk masyarakat, sasaran pembiayaan yang diprioritaskan oleh BCA KCU Malang adalah untuk sektor usaha yang prospektif, serta debitur yang dinilai mampu mengembalikan segala kewajibannya yang meliputi hutang dan bunga serta biaya-biaya lainnya, dengan tetap mempertimbangkan persyaratan yang ditetapkan oleh pihak bank. Jenis-jenis KMK yang telah disalurkan oleh BCA berdasarkan total eksposure adalah Kredit Usaha Kecil, Kredit Small Medium & Enterprises (SME), Kredit Komersial, dan Kredit Korporasi. Penjelasan untuk masing-masing kredit tersebut adalah sebagai berikut: (1) KUK diberikan dengan plafon maksimal Rp 500 juta, (2) Kredit SME diberikan dengan plafon antara Rp 500 juta dan Rp 10 milyar, (3) Kredit komersial diberikan dengan plafon antara Rp 10 milyar dan Rp 100 milyar, (4) Kredit Korporasi diberikan dengan plafon lebih dari Rp 100 milyar. Namun untuk
penyaluran kredit modal kerja pada BCA KCU Malang, hanya melibatkan tiga jenis kredit, yakni KUK, Kredit SME, dan Kredit Komersial. Untuk kredit korporasi penyalurannya adalah pada BCA Pusat. Faktor penting dalam pemberian kredit modal kerja adalah agunan atau jaminan. Jaminan/agunan yang telah diikat memberikan hak dan kekuasaan kepada bank untuk mendapatkan pelunasan pinjaman melalui jaminan/agunan tersebut. Jaminan/agunan yang diterima dari debitur dianalisa dan dinilai dengan teliti oleh Penilai Independen atau Penilai Internal BCA, dengan mencakupkan halhal sebagai berikut sebagai bahan analisa: dokumen agunan, harga agunan, dan kondisi agunan. Penilaian terhadap agunan secara umum dilaksanakan dua kali, yakni penilaian jaminan/agunan di awal pemberian fasilitas kredit, dan penilaian ulang jaminan/agunan, yaitu penilaian yang dilakukan selama jangka waktu kredit untuk memperkirakan kembali nilai pasar agunan serta mengetahui coverage agunan yang diberikan. Kredit mengandung risiko yang besar bagi setiap lembaga keuangan dan perbankan yang memberikan pelayanan kredit untuk nasabah atau debitur. Dalam hal ini AO memiliki peran penting sebagai penganalis risiko dan mencari jalan agar risiko yang dijumpai dalam pemberian kredit dapat diminimalkan, dan memperoleh kepastian bahwa kredit yang diberikan dapat dikembalikan sesuai jadwal pembayaran yang telah ditetapkan. Disamping itu AO juga harus memikirkan risiko apa saja yang juga dihadapi oleh debitur tersebut selama menjalankan aktivitas usahanya, karena risiko yang dihadapi oleh debitur dalam melakukan usahanya juga akan dihadapi oleh bank secara tidak langsung sebagai pemberi pinjaman. Semakin tinggi risiko yang akan dihadapi oleh debitur yang dibiayai, maka semakin tinggi pula risiko yang dihadapi bank sebagai pemberi pinjaman. Untuk meminimalkan kemungkinan risiko, maka BCA KCU Malang menjalankan suatu proses kredit dalam sebuah siklus yang berkelanjutan dan berakhir ketika debitur melunasi semua kewajibannya. Proses kredit tersebut meliputi: (1) Sasaran pasar, pada tahap pertama ini bank menentukan kriteria calon debitur yang akan menjadi target, dengan
memperhatikan daftar larangan pemberian kredit yang dikeluarkan oleh BCA pusat. (2) Inisiasi kredit, pada tahap kedua ini bank melakukan pendekatan kepada calon debitur dengan tujuan untuk mengetahui kebutuhan calon debitur yang dapat dipenuhi oleh bank dan data pendukungnya. (3) Evaluasi, pada tahap ketiga ini bank melakukan evaluasi permohonan kredit sesuai persyaratan yang telah ditetapkan, di mana pengolahan kredit mencakup penelitian dan penilaian data atau informasi dari calon debitur serta memberikan pendapat atau kesimpulan dan saran-saran sebagai bahan pertimbangan bagi pemimpin atau pejabat yang berwenang dalam memuturkan permohonan. (4) Negosiasi, pada tahap keempat ini, bank melakukan negosiasi dengan calon debitur berdasarkan hasil pengolahan tahap sebelumnya (evaluasi). (5) Keputusan, Keputusan pemberian kredit diberikan oleh pejabat bank berdasarkan hasil pengolahan dan hasil negosiasi kredit, sesuai dengan wewenang pejabat yang bersangkutan. (6) dokumentasi dan realisasi, melengkapi dokumen yang diperlukan, kemudian melakukan realisasi kredit yang telah disetujui oleh pejabat yang berwenang. (7) Administrasi, proses administrasi terhadap seluruh dokumen harus dilakukan dengan cermat, lengkap, dan aman, sejak kredit direalisasikan dan selama kredit berlangsung. (8) Pemantauan dan penyelesaian kredit bermasalah, tahap ini dilakukan hanya pada kondisi di mana suatu kredit mengalami masalah. Penyebab suatu kredit menjadi bermasalah bermacam-macam, sesuai dengan tingkat kolektibilitasnya. Kategori kredit bermasalah berdasarkan tingkat kolektibilitas yang ditetapkan BCA adalah sebagai berikut: (1) Kolektibilas 1, yakni kategori Lancar (L). Dalam kolektibilitas kategori ini debitur melakukan transaksi, baik pengambilan dana maupun pemngembalian dana, secara tertib dan disiplin hingga masa jatuh tempo kredit. (2) Kolektibilitas 2, yakni kategori Dalam Perhatian Khusus (DPK). Dalam kolektibilitas kategori ini, tidak terjadi transaksi oleh debitur mulai dari sehari sebelum jatuh tempo kredit hingga 60 hari kemudian (< 1 hari – 60 hari). (3) Kolektibilitas 3, yakni kategori Kurang Lancar (KL). Dalam kolektibilitas kategori ini, tidak terjadi transaksi debitur sejak 60 hari setelah jatuh tempo hingga 90 hari
kemudian (> 60 hari – 90 hari). (4) Kolektibilitas 4, yakni Diragukan (D). Dalam kolektibilitas kategori ini, tidak terjadi transaksi debitur sejak 90 hari setelah jatuh tempo kredit hingga 180 hari kemudian (> 90 hari – 180 hari). (5) Kolektibilitas 5, yakni Macet (M). Dalam kolektibilitas kategori ini, tidak terjadi transaksi debitur hingga lebih dari 180 hari setelah jatuh tempo. Analisa kredit terdiri dari analisa terhadap dua golongan data, yakni data kuantitatif dan data kualitatif. Analisa kuantitatif merupakan analisa terhadap kondisi perusahaan berdasarkan laporan keuangan ataupun data keuangan usaha yang bersangkutan. Analisa kualitatif adalah analisa terhadap kondisi non-angka. Dalam analisa kualitatif terdapat dua faktor besar yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor-faktor yang berada dalam kendali perusahaan. Sebaliknya, faktor eksternal adalah faktor-faktor yang berada di luar perusahaan dan perusahaan tidak memiliki kemampuan sama sekali untuk mengendalikan faktor tersebut. Sistem pemberian KMK melibatkan beberapa fungsi yang terdapat di dalam struktur organisasi BCA KCU Malang, yakni: (1) Account Officer (AO), tugas AO adalah melakukan pemasaran kredit, kemudian melakukan analisis kredit. (2) Penilai Agunan, dalam melakukan penilaian terhadap jaminan atau agunan yang diserahkan oleh debitur, BCA menggunakan jasa dari Penilai Independen (penilai yang ditunjuk dari Kantor Jasa Penilai Publik) dan Penilai Internal BCA. (3) Kepala Pengembangan Bisnis Cabang (KPBC), fungsi KPBC adalah untuk memberikan keputusan terhadap permohonan kredit yang diajukan oleh calon debitur. (4) Kepala BCA KCU Malang, Setiap keputusan pemberian kredit harus diketahui dan dikoreksi kembali datanya oleh kepala KCU. (5) Administrasi Kredit, administrasi kredit bertugas untuk mengoreksi data yang telah masuk ke dalam aplikasi ICOS, dan yang menangani kegiatan pengurusan surat perjanjian hingga tanda tangan oleh debitur dan notaris. (6) Teller, fungsi Teller pada sistem dan prosedur pemberian KMK adalah melakukan pelayanan terhadap penarikan dana oleh debitur dan menerima pembayaran kembali dana oleh debitur.
Prosedur pengajuan permohonan kredit modal kerja adalah sebagai berikut: (1) AO mencari calon debitur melalui database bank, kemudian mendatangi calon debitur yang telah ditunjuk. (2) calon debitur yang berminat mengajukan permohonan kredit selanjutnya melakukan pengisian formulir SPK, kemudian diserahkan kepada AO yang berwenang menangani permohonan kreditnya, dengan dilengkapi beberapa dokumen calon debitur yang dibutuhkan. (3) Seluruh dokumen yang telah diserahkan calon debitur kemudian diperiksa kelengkapannya. Bila dokumen yang dibutuhkan masih belum lengkap, maka akan dikembalikan kepada calon debitur untuk dilengkapi. (4) AO melakukan identifikasi dengan mengumpulkan informasi calon debitur. Sumber informasi yang bisa diakses oleh AO untuk mengidentifikasi karakter calon debitur adalah BI checking, Bank checking (sesama AO dari bank berbeda), Sesama AO dari bank yang sama, dan Trade checking (supplier, buyer, dan mitra bisnis calon debitur). Prosedur analisa kredit modal kerja adalah sebagai berikut: (1) AO yang berwenang menangani permohonan kredit calon debitur tersebut melakukan analisa dengan berpedoman pada prinsip 5 C, yakni Character, Capacity, Capital, Collateral, dan Condition. Analisa data diawali dengan melakukan wawancara. Berdasarkan hasil data dan hasil wawancara, kemudian AO melakukan kunjungan ke tempat usaha dan agunan calon debitur, untuk menilai layak atau tidaknya lokasi dengan kredit yang akan diberikan. Kunjungan dilaksanakan oleh AO beserta penilai agunan yang telah ditunjuk oleh bank. Proses analisa terhadap calon debitur, meliputi penilaian terhadap faktor internal dan faktor eksternal perusahaan. (2) AO beserta penilai agunan membuat Berita Acara Pemeriksaan (BAP), dan mengajukan dokumen calon debitur beserta BAP ke Kepala Pengembangan Bisnis Cabang (KPBC) untuk diperiksa dan dianalisa ulang. Bila masih terdapat kekurangan, seperti dokumen tidak lengkap atau tidak sesuai dengan peraturan, permohonan kredit akan ditolak. Tugas AO adalah menginformasikan penolakan kredit secara langsung kepada calon debitur, dan mengembalikan dokumen calon debitur. (3) Dokumen yang telah diperiksa oleh Kepala KCU kemudian diproses oleh AO yang
berwenang. AO akan melakukan analisa risiko kredit debitur dengan menginput data debitur ke dalam aplikasi komputer ICOS SME. (4) Setelah proses analisa risiko selesai, kemudian AO mengisi SPPK (Surat Persetujuan Pemberian Kredit), yang kemudian ditandatangani oleh Kepala KCU dan AO. SPPK yang bertandatangan tersebut kemudian diserahkan kepada administrasi kredit beserta data dan dokumen calon debitur. Tugas administrasi kredit adalah memeriksa kesesuaian data dengan dokumen asli debitur. Dokumen yang telah diperiksa kemudian disimpan sebagai arsip bersama dengan SPPK. Prosedur perjanjian kredit modal kerja adalah sebagai berikut: (1) Administrasi kredit mempelajari keputusan kredit, mencakup fasilitas kredit yang diberikan, syarat yang boleh dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan oleh debitur, yang kemudian dituangkan ke dalam perjanjian kredit. (2) Administrasi kredit membuat surat perjanjian kredit, kemudian menghubungi notaris yang ditunjuk oleh bank untuk pembuatan Akta Perjanjian Hak Tanggungan (APHT). (3) Selanjutnya debitur bersama dengan administrasi kredit mendatangi kantor notaris tersebut untuk melaksanakan penandatanganan akta perjanjian kredit (APK) dan Akta Pengalihan Hak Tanggungan (APHT). Prosedur pencairan dan pelunasan kredit modal kerja adalah sebagai berikut: (1) Setelah melakukan penandatanganan APK dan APHT, administrasi kredit menginformasikan ke BCA Pusat bahwa telah melakukan perjanjian kredit dengan debitur, kemudian BCA Pusat akan melakukan dropping dana kredit ke rekening debitur. (2) Debitur melakukan penarikan dana melalui Teller dengan menggunakan satu lembar slip penarikan. (3) Penyetoran dana dilakukan melalui Teller dengan menggunakan dua lembar slip bukti penyetoran. (4) Debitur yang hendak melakukan pembayaran kembali dana kredit, menyerahkan surat permohonan pelunasan, kemudian dana yang ada pada rekening debitur akan dipotong sesuai dengan jumlah pelunasan yang diajukan oleh debitur. Jenis kredit yang diberikan atau disalurkan BCA KCU Malang adalah Kredit Usaha Kecil (KUK), Kredit Small, Medium, & Enterprises (SME), dan Kredit Komersial. Jumlah debitur untuk masing-masing jenis kredit disajikan pada grafik berikut.
450 400 350 300 250 200 150 100 50 0
KUK Kredit SME Kredit Komersial 2007 2008 2009 2010 2011
Jumlah kredit yang disalurkan atau diberikan untuk masing-masing jenis KMK disajikan pada grafik berikut. 70 60 50
KUK
40 Kredit SME
30 20
Kredit Komersial
10 0 2007 2008 2009 2010 2011
NPL pada BCA KCU Malang disajikan pada grafik berikut. 0.45% 0.40% 0.35% 0.30%
0.25% 0.20%
NPL
0.15% 0.10% 0.05% 0.00% 2007 2008 2009 2010 2011
Dalam kegiatan operasional pemberian kredit modal kerja, BCA KCU Malang mengoptimalkan pelayanan kepada debitur, dan meminimalisir kemungkinan kesalahan pengelolaan kredit. Umumnya kredit bermasalah terjadi karena adanya kesalahan pengelolaan dana usaha debitur dan menurunnya kualitas usaha debitur. Upaya yang dilakukan BCA KCU Malang dalam mengatasi kredit bermasalah
adalah sebagai berikut: (1) Keringanan bunga dan angsuran, dan (2) Penyelesaian perkara kredit melalui jalur hukum (lelang). Pengendalian internal terkait pemberian KMK pada BCA KCU Malang diklasifikasikan berdasarkan: a) lingkungan kendali, b) penilaian risiko, c) aktivitas penilaian, d) informasi dan komunikasi, e) pengawasan (monitoring). Sistem pengendalian yang diterapkan pada lingkungan pengendalian berjalan efektif, terbukti pada upaya BCA KCU Malang untuk meningkatkan mutu manajemen perusahaan melalui: training pegawai, pemberian bonus untuk setiap predtasi pegawai, pemisahan wewenang dan tanggung jawab, penyeleksian pegawai pada tiap posisi penting. Penilaian risiko dilaksanakan secara berkelanjutan, meliputi: (1) kegiatan operasional pemberian kredit dilaksanakan sesuai peraturan dan melibatkan personil yang berwenang, (2) penilaian agunan dibantu oleh penilai independen dari Kantor Jasa Penilai Publik, (3) selama pinjaman berjalan, penilaian agunan akan terus dilaksanakan, (4) pengawasan transaksi debitur dilakukan administrasi kredit secara rutin. Aktivitas pengendalian yang diterapkan meliputi: (1) pemisahan kewajiban yang memadai, (2) prosedur otorisasi yang tepat, (3) dokumen dan catatan yang memadai, (4) pengendalian fisik atas aset dan catatan, (5) pengendalian hak akses. BCA KCU Malang mampu menyediakan informasi internal yang cukup dan komprehensif mengenai kepatuhan terhadap ketentuan dan peraturan yang berlaku. Bentuk komunikasi yang dijalankan adalah komunikasi internal dan eksternal. Komunikasi internal meliputi komunikasi vertikal antara atasan dengan bawahan, dan komunikasi eksternal adalah komunikasi dengan nasabah. Proses audit di BCA dilaksanakan oleh auditor internal dan auditor eksternal. Audit internal dilakukan oleh Pengawasan Internal Cabang BCA (PIC BCA), dan dilaksanakan pada kantor-kantor cabang BCA di seluruh Indonesia. Audit eksternal dilakukan oleh Bank Indonesia (BI) selaku banker’s bank, yang melaksanakan audit pada BCA Pusat di Jakarta. PEMBAHASAN Jumlah debitur pada tahun 2007 untuk KUK adalah 275 nasabah, kredit SME adalah 100 nasabah, dan kredit komersial adalah 20
nasabah. Tahun 2008 jumlah debitur KUK adalah 320 nasabah, kredit SME adalah 175 nasabah, dan kredit komersial adalah 27 nasabah. Tahun 2009 jumlah debitur KUK adalah 330 nasabah, kredit SME adalah 200 nasabah, kredit komersial adalah 30 nasabah. Tahun 2010 jumlah debitur KUK adalah 365 nasabah, kredit SME adalah 250 nasabah, kredit komersial adalah 45 nasabah. Tahun 2011 jumlah debitur KUK adalah 400 nasabah, kredit SME adalah 300 nasabah, dan kredit komersial adalah 60 nasabah. Pada tahun 2007 KUK yang diberikan adalah sebesar 10%, kredit SME sebesar 30%, dan kredit komersial sebesar 60%. Pada tahun 2008 KUK yang diberikan sebesar 8%, kredit SME sebesar 36%, dan kredit komersial sebesar 56%. Pada tahun 2009 KUK yang diberikan sebesar 8%, kredit SME sebesar 37%, dan kredit komersial sebesar 55%. Pada tahun 2010 KUK yang diberikan sebesar 6%, kredit SME sebesar 34%, dan kredit komersial sebesar 60%. Pada tahun 2011 KUK yang disalurkan sebesar 5%, kredit SME sebesar 33%, dan kredit komersial sebesar 62%. Prosentase pemberian masingmasing kredit tersebut dihitung berdasarkan total kredit yang tersalurkan tiap tahunnya. Tingkat pengelolaan kredit modal kerja tercermin dari rasio NPL yang cenderung menurun. Pada tahun 2007 pemberian KUK adalah sebesar 10%, kredit SME sebesar 30%, dan kredit komersial sebesar 60% dari total pemberian KMK pada tahun tersebut. Pada tahun 2008 pemberian KUK adalah sebesar 8%, kredit SME sebesar 36%, dan kredit komersial sebesar 56% dari total pemberian KMK pada tahun tersebut. Pada tahun 2009 pemberian KUK adalah sebesar 8%, kredit SME sebesar 37%, dan kredit komersial sebesar 55% dari total pemberian KMK pada tahun tersebut. Pada tahun 2010 pemberian KUK adalah sebesar 6%, kredit SME sebesar 34%, dan kredit komersial sebesar 60% dari total pemberian KMK pada tahun tersebut. Pada tahun 2011 pemberian KUK adalah sebesar 5%, kredit SME sebesar 33%, dan kredit komersial sebesar 62% dari total pemberian KMK pada tahun tersebut. Kenaikan jumlah nasabah yang diikuti dengan peningkatan jumlah KMK yang tersalurkan. Penilaian menggunakan rasio NPL menunjukkan angka yang cenderung menurun mulai tahun 2007 hingga 2011. Kenaikan angka
rasio NPL hanya terjadi pada tahun 2009. Namun secara keseluruhan angka rasio NPL pemberian KMK BCA KCU Malang berada di bawah 5%, sesuai standar yang ditetapkan Bank Indonesia. Bukti tersebut menunjukkan bahwa BCA KCU Malang mampu mengelola dengan baik penyaluran atau pemberian kredit modal kerja, dan dapat menekan angka rasio NPL untuk menunjukkan kualitas pelayanan dan kinerja perbankan. Selain dari sisi rasio NPL, kualitas kinerja perbankan juga ditunjukkan melalui audit atau pemeriksaan yang dilaksanakan secara tidak terjadwal. Hal ini dilaksanakan untuk menghindari kecurangan atau manipulasi data, dan secara otomatis mendorong pegawai untuk melaksanakan tugas sesuai dengan peraturan. KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dan diuraikan dalam pembahasan, maka penulis memiliki beberapa kesimpulan, yakni: (1) Penyaluran atau pemberian kredit modal kerja pada BCA KCU Malang mengalami peningkatan pada jumlah nasabah dan dana yang disalurkan pada tiap jenis kredit modal kerja. NPL pada penyaluran kredit modal kerja mulai tahun 2007 hingga 2011 cenderung turun. Hal ini membuktikan pengelolaan yang baik pada penyaluran kredit modal kerja. (2) Kredit bermasalah diselesaikan dengan tidak memberatkan debitur, yakni dengan memberikan keringanan bunga dan angsuran. Untuk kredit bermasalah yang tidak bisa terbayarkan kembali, maka akan dilakukan pelelangan terhadap agunan yang dijaminkan ke bank. (3) Prosedur yang diterapkan pada BCA KCU Malang untuk alur pemberian kredit modal kerja terlaksana dengan baik dengan adanya pemisahan tugas dan tanggung jawab pada masing-masing jabatan yang memiliki wewenang dalam pemberian kredit modal kerja, sesuai dengan struktur organisasi yang ada. (4) Pengendalian internal pada BCA KCU Malang terlaksana dengan baik, dimana setiap pegawai memiliki integritas yang tinggi terhadap perusahaan dan melakukan pekerjaan dengan baik dan maksimal. (5) Beberapa kekurangan dalam proses pemberian kredit modal kerja, yakni: a) Account Officer berperan ganda sebagai pemasar (marketing) dan analis risiko. b) Surat Permohonan Kredit (SPK) hanya satu
lembar yang kemudian dijadikan arsip oleh bank. c) Penolakan permohonan kredit modal kerja dilaksanakan dengan mendatangi langsung nasabah atau calon debitur hanya dengan membawa SPK dan segala dokumen untuk dikembalikan. Saran yang dapat diberikan berkaitan dengan penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) Menyediakan formulir pengajuan permohonan kredit modal kerja yang berlapis, dimana masing-masing formulir dapat disimpan sebagai arsip. (2) Permohonan kredit modal kerja yang ditolak oleh pihak bank hendaknya diinformasikan dengan menyertakan surat penolakan untuk calon debitur. (3) Melakukan pemisahan tugas antara bagian pemasar (marketing) dan analis risiko. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari kesalahan (human error) dalam proses pemasaran dan analisa risiko kredit, karena adanya tanggung jawab yang besar pada Account Officer. (4) Mempertahankan prestasi rasio NPL di bawah 5%, dan untuk selanjutnya mengupayakan lagi untuk menurunkan angka NPL hingga ke nol. (5) Melakukan pengembangan secara berkelanjutan pada aplikasi komputer ICOS SME dengan menyesuaikan pada ketentuan yang berlaku. DAFTAR PUSTAKA Firdaus, Rachmat dan Maya Ariyanti, 2011, Manajemen Perkreditan Bank Umum, Alfabeta, Bandung. Kasmir, 2012, Manajemen Perbankan, PT Rajagrafindo Persada, Jakarta. Krismiaji, 2002, Sistem Informasi Akuntansi, AMP YKPN, Yogyakarta. Mulyadi, 2008, Sistem Akuntansi, Salemba Empat, Jakarta. Supramono, Gatot, 2009, Perbankan dan Masalah Kredit : Suatu Tinjauan di Bidang Yuridis, Rieneka Cipta, Jakarta. Widiyono, Tri, 2009, Agunan Kredit dalam Financial Engineering, Ghalia Indonesia, Bogor.