BAB I LAPORAN KASUS I. Identitas pasien No rekam medik
: 082853
Tanggal masuk RS
: 7 Juli 2015
Nama
: Ny. IK
Umur
: 18 tahun
Jenis kelamin
: Wanita
Pekerjaan
: Swasta
Alamat
: Kayumas 03/03 Kebumen Banyubiru, Semarang
Agama
: Islam
Status perkawinan
: Kawin
II. Anamnesis Keluhan Utama : Keluar darah dari jalan lahir. Riwayat Penyakit Sekarang (RPS) : Pasien P1A0 datang ke IGD RSUD Ambarawa dengan keluhan keluar darah dari jalan lahir sejak 10 hari SMRS post partum spontan. Darah yang keluar berupa cairan berwarna merah tua, prongkol-prongkol (+), pasien sampai ganti pembalut 6-8 kali sehari. Kenceng-kenceng (+). Pasien juga mengeluh lemas, nyeri kepala (+). Nyeri perut (-). Mual (-), muntah (-), napsu makan (-).
Riwayat Menstruasi Menarche umur 15 tahun, siklus teratur, lamanya 7 hari tiap kali menstruasi. Riwayat Perkawinan Pasien menikah satu kali selama ± 1 tahun. Riwayat Persalinan P1A0 1
1. Anak pertama : perempuan, lahir spontan dibantu oleh bidan, BB : 2800 gram, aterm, umur sekarang 25 tahun Riwayat KB (-) Riwayat Penyakit Dahulu (RPD) : Pasien mengaku belum pernah mengalami perdarahan sebanyak ini sebelumnya. Riwayat asma, riwayat penyakit gula, riwayat hipertensi, riwayat penyakit jantung dan alergi obat disangkal. Riwayat Penyakit Keluarga (RPK) : Pasien menyatakan bahwa tidak ada anggota keluarga yang mengalami penyakit yang sama. Riwayat keluarga hipertensi, penyakit gula, asma disangkal pasien. Riwayat Pribadi dan Sosial Ekonomi (RSE) : Pasien seorang ibu rumah tangga. Pasien tidak merokok, tidak minum alkohol.
2
III. Pemeriksaan fisik Keadan umum : tampak sakit sedang Kesadaran
: Compos mentis
Vital sign
: Tekanan Darah : 130/70 mmHg
Status general
Nadi
: 93 x/menit
Pernafasan
: 24 x/menit
Suhu
: 36°C
:
Kepala
Normochepali Tidak tampak adanya deformitas
Mata
Tidak terdapat ptosis pada palpebra dan tidak terdapat oedem Konjuntiva anemis +/+ Sklera tidak tampak ikterik Pupil: isokor
Hidung
Bagian luar : normal, tidak terdapat deformitas Septum : terletak ditengah dan simetris Mukosa hidung: tidak hiperemis Cavum nasi : tidak ada tanda perdarahan
Telinga
Daun telinga : normal Lieng telinga : lapang Membrana timpani : intake Nyeri tekan mastoid : tidak ada Sekret : tidak ada
Mulut dan tenggorokan
Bibir : pucat Gigi geligi : lengkap, ada karies Palatum : tidak ditemukan torus Lidah : normoglosia
3
Tonsil Faring
: T1/T1 tenang : tidak hiperemis
Leher
JVP : (5+2) cm H2O Kelenjar tiroid : tidak teraba membesar Trakea : letak di tengah
Thorax
Paru-Paru Inspeksi
: pergerakan nafas statis dan dinamis
Palpasi
: vocal fremitus sama pada kedua paru
Perkusi
: sonor pada seluruh lapangan paru
Auskultasi
: suara nafas vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-
Jantung Inspeksi Palpasi
: ictus cordis tidak terlihat : ictus cordis teraba 1 jari linea midclavicularis
o o o
sinistra, ICS 5 : Batas atas : ICS 2 linea parasternalis sinistra Batas kanan : ICS 3-4 linea sternalis dextra Batas kiri : ICS 5, 1 cm lateral linea
o
midclavicularis sinistra Auskultasi : S1 S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Perkusi
Abdomen Inspeksi Auskultasi Perkusi Palpasi
: datar, tidak terdapat pelebaran vena : bising usus (+) normal : timpani, nyeri ketok (-), shifting dullnes (-) : nyeri tekan (-), hepar teraba (-), lien teraba (-), benjolan (-)
Ekstremitas atas
: gerakan bebas, edema (-), jaringan parut (-),
pigmentasi normal, telapak tangan pucat (+), turgor kembali lambat (-), sianosis (+), parestesia (-). Ekstremitas Bawah : gerakan bebas, jaringan parut (-), pigmentasi normal, telapak kaki pucat (+), turgor kembali lambat (-), edema pretibia dan pergelangan kaki (-), parestesia (-). 4
IV. Status obstetrik (jika pasien hamil)
Abdomen -
Leopold I Leopold II Leopold III Leopold IV TFU TBJ : DJJ : HIS : -
:::::-
V. Pemeriksaan dalam vagina (VT) Tidak ada pembukaan portio serviks VI. Pemeriksaan penunjang 1. Darah lengkap a. Hb = 9,7 g/dl b. Leukosit = 16500/mm3 c. Eritrosit : 4,16 jt/mm3 d. Trombosit : 378.000/µl e. Hematokrit : 34,3%
5
VII. Diagnosa kerja
Perdarahan Post Partum e.c. Retensi Sisa Plasenta VIII. Diagnosis banding
IX. Penatalaksanaan IVFD RL 20 tpm Ceftriaxon 2x1 gr IV Paracetamol 3x1 tab X. Prognosis Ad vitam
: ad bonam
Ad sanationam
: ad bonam
Ad fungsionam
: dubia ad bonam
6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Perdarahan Post Partum II.1.1. Definisi Perdarahan post partum adalah perdarahan lebih dari 500 cc yang terjadi setelah bayi lahir pervaginam atau lebih dari 1000 mL setelah persalinan abdominal.1,2,3
Kondisi
dalam
persalinan
menyebabkan
kesulitan
untuk
menentukan jumlah perdarahan yang terjadi, maka batasan jumlah perdarahan disebutkan sebagai perdarahan yang lebih dari normal dimana telah menyebabkan perubahan tanda vital, antara lain pasien mengeluh lemah, limbung, berkeringat dingin, menggigil, hiperpnea, tekanan darah sistolik <90 mmHg, denyut nadi >100x/menit, kadar Hb <8 g/dL.2 Perdarahan post partum dibagi menjadi:1,2,5 a. Perdarahan Post Partum Dini/ Perdarahan Post Partum Primer (early postpartum haemorrhage) adalah perdarahan yang terjadi dalam 24 jam pertama setelah kala III. b. Perdarahan pada Masa Nifas/ Perdarahan Post Partum Sekunder (late postpartum haemorrhage). Perdarahan pada masa nifas adalah perdarahan yang terjadi pada masa nifas (puerperium) tidak termasuk 24 jam pertama setelah kala III. II.1.2. Etiologi Penyebab terjadinya perdarahan post partum antara lain:1,2 a. Atonia uteri b. Luka jalan lahir c. Retensio plasenta d. Gangguan pembekuan darah
7
II.1.3. Epidemiologi Insidensi yang dilaporkan Mochtar, R. dkk (1965-1969) di RS. Pirngadi Medan adalah 5,1% dari seluruh persalinan. Dari laporan-laporan baik di Negara maju maupun Negara berkembang angka kejadian berkisar antara 5% sampai 15%.5 Berdasarkan penyebabnya diperoleh sebaran sebagai berikut:5 a. Atonia uteri 50-60% b. Sisa plasenta 23-24% c. Retensio plasenta 16-17% d. Laserasi jalan lahir 4-5% e. Kelainan darah 0,5-0,8%
Tabel II.1. Penilaian Klinik untuk Menentukan Penyebab Perdarahan Post Partum2 Gejala dan Tanda Uterus tidak berkontraksi dan lembek Perdarahan segera setelah anak lahir Darah segar mengalir segera setelah bayi lahir Uterus berkontraksi dan keras Plasenta lengkap Plasenta belum lahir setelah 30 menit Perdarahan segera Uterus berkontraksi dan keras Plasenta atau sebagian selaput tidak lengkap Perdarahan segera Uterus tidak teraba Lumen vagina terisi massa
Penyulit Syok
Diagnosis Kerja Atonia uteri
Bekuan darah pada serviks atau posisi telentang akan menghambat aliran darah keluar Pucat
Robekan jalan lahir
Lemah Menggigil Tali pusat putus akibat traksi berlebihan Inversio uteri akibat tarikan Perdarahan lanjutan
Retensi plasenta
Uterus berkontraksi tetapi tinggi fundus tidak berkurang
Retensi sisa plasenta
Neurogenik syok Pucat dan limbung
Inversio uteri
8
Tampak tali pusat (bila plasenta belum lahir) Sub-involusi uterus
Nyeri tekan perut bawah dan uterus Perdarahan sekunder
Anemia
Endometriosis atau sisa fragmen plasenta (terinfeksi atau tidak)
Demam
II.1.5.
9
b. Rasa Nyeri Rasa nyeri bukanlah gejala yang khas tetapi dapat timbul karena gangguan sirkulasi darah pada sarang mioma, yang disertai nekrosis setempat dan peradangan. Pada pengeluaran mioma submukosa yang akan dilahirkan, pada pertumbuhannya yang menyempitkan kanalis servikalis dapat menyebabkan dismenore. c. Gejala dan tanda penekanan Gangguan ini tergantung dari besar dan tempat mioma uteri. Penekanan pada kandung kemih akan menyebabkan poliuri, pada uretra dapat menyebabkan retensio urine, pada ureter dapat menyebabkan hidroureter dan hidronefrosis, pada rectum dapat menyebabkan obstipasi dan tenesmia, pada pembuluh darah dan pembuluh limfe di panggul dapat menyebabkan edema tungkai dan nyeri panggul. Diagnosa Dapat ditegakkan dengan : a. Anamnesis: Dari proses tanya jawab dokter dan pasien dapat ditemukan penderita seringkali mengeluh rasa berat dan adanya benjolan pada perut bagian bawah, kadang mempunyai gangguan haid dan ada nyeri. b. Pemeriksaan fisik Pemeriksaan bimanual akan mengungkap tumor pada uterus, yang umumnya terletak di garis tengah atau pun agak ke samping,seringkali teraba terbenjolbenjol. Mioma subserosum dapat mempunyai tangkai yang berhubung dengan uterus (Prawirohardjo, 2008). c. Pemeriksaan Penunjang Ultra Sonografi (USG) : USG abdominal dan transvaginal dapat
membantu dan menegakkan dugaan klinis Magnetic Resonance Imagine (MRI) : untuk meningkatkan akurasi, beberapa dokter manganjurkan bahwa MRI menggantikan, atau paling tidak berfungsi sebagai pemeriksaan tambahan bagi ultrasonografi (Cunningham, 2001).
10
Diagnosa Banding Diagnosa banding yang perlu dipikirkan adalah tumor abdomen di bagian bawah atau panggul ialah mioma subserosum dan kehamilan; mioma submukosum yang dilahirkan harus dibedakan dengan inversio uteri; mioma
intramural
harus
dibedakan
dengan
suatu
adenomiosis,
khoriokarsinoma, karsinoma korporis uteri atau suatu sarkoma uteri (Prawirohardjo, 2007). Komplikasi Mioma Uteri Degenerasi ganas Mioma uteri yang menjadi leimiosarkoma ditemukan hanya 0,32-0,6% dari seluruh mioma, serta merupakan 50-75% dari semua sarkoma uterus. Keganasan umumnya baru ditemukan pada pemeriksaan histologi uterus yang telah diangkat. Kecurigaan akan keganasan uterus apabila mioma uteri cepat membesar dan apabila terjadi pembesaran sarang mioma dalam
menopause (Prawirohardjo, 2007). Torsi (Putaran Tangkai) Sarang mioma yang bertangkai dapat mengalami torsi, timbul gangguan sirkulasi akut sehingga mengalami nekrosis. Dengan demikian terjadilah sindrom abdomen akut. Jika torsi terjadi perlahan-lahan, gangguan akut tidak terjadi. Hal ini hendaklah dibedakan dengan suatu keadaan di mana terdapat banyak sarang mioma dalam rongga peritoneum (Prawirohardjo, 2007). Sarang mioma dapat mengalami nekrosis dan infeksi yang diperkirakan kerana gangguan sirkulasi darah padanya. Misalnya terjadi pada mioma yang dilahirkan hingga perdarahan berupa metroragia atau menoragia disertai leukore dan gangguan yang disebabkan oleh infeksi dari uterus sendiri (Prawirohardjo, 2007).
11
Gambar 2.2: Lokasi mioma uteri yang menimbulkan komplikasi (Sumber: Hart D.M, Norman J, 2000) Penatalaksanaan Mioma Uteri Tidak semua mioma uteri memerlukan pengobatan bedah, 55% dari semua mioma uteri tidak membutuhkan suatu pengobatan dalam bentuk apa pun, terutama apabila mioma itu masih kecil dan tidak menimbulakan gangguan. Walaupun demikian mioma uteri memerlukan pengamatan setiap 3-6 bulan. Penanganan mioma uteri menurut usia,paritas,lokasi dan ukuran tumor terbagi kepada: 1. Terapi medisinal (hormonal) Saat ini pemakaian Gonadotropin-releasing hormone (GnRH) agonis memberikan hasil yang baik memperbaiki gejala klinis mioma uteri. Tujuan pemberian GnRH agonis adalah mengurangi ukuran mioma dengan jalan mengurangi produksi estrogen dari ovarium. Pemberian GnRH agonis sebelum dilakukan tindakan pembedahan akan mengurangi vaskularisasi
pada
tumor
sehingga
akan
memudahkan
tindakan
pembedahan. Terapi hormonal yang lainnya seperti kontrasepsi oral dan preparat progesteron akan mengurangi gejala pendarahan tetapi tidak mengurangi ukuran mioma uteri (Hadibroto, 2005).
12
2. Terapi pembedahan Indikasi terapi bedah untuk mioma uteri menurut American College of obstetricians and Gyneclogist (ACOG) dan American Society of Reproductive Medicine (ASRM) adalah: a. Perdarahan uterus yang tidak respon terhadap terapi konservatif b. Sangkaan adanya keganasan c. Pertumbuhan mioma pada masa menopause d. Infertilitas kerana ganggaun pada cavum uteri maupun kerana oklusi tuba e. Nyeri dan penekanan yang sangat menganggu f. Gangguan berkemih maupun obstruksi traktus urinarius g. Anemia akibat perdarahan (Hadibroto,2005) Tindakan pembedahan yang dilakukan adalah miomektomi atau histerektomi. 1. Miomektomi Miomektomi adalah pengambilan sarang mioma sahaja tanpa pengangkatan uterus.Miomektomi ini dilakukan pada wanita yang ingin mempertahankan
funsi
reproduksinya
dan tidak
ingin
dilakukan
histerektomi. Tindakan ini dapat dikerjakan misalnya pada mioma submukosum dengan cara ekstirpasi lewat vagina. Apabila miomektomi ini dikerjakan kerana keinginan memperoleh anak, maka kemungkinan akan terjadi kehamilan adalah 30-50% (Prawirohardjo, 2007). Tindakan miomektomi dapat dilakukan dengan laparotomi, histeroskopi maupun dengan laparoskopi. Pada laparotomi, dilakukan insisi pada dinding abdomen untuk mengangkat mioma dari uterus. Keunggulan melakukan miomektomi adalah lapangan pandang operasi yang lebih luas sehingga penanganan terhadap perdarahan yang mungkin timbul pada pembedahan miomektomi dapat ditangani dengan segera. Namun pada miomektomi secara laparotomi resiko terjadi perlengketan lebih besar, sehingga akan mempengaruhi faktor fertilitas pada pasien, disamping masa penyembuhan paska operasi lebih lama, sekitar 4-6 minggu. Pada miomektomi secara histeroskopi dilakukan terhadap mioma submukosum yang terletak pada kavum uteri.Keunggulan tehnik ini adalah masa penyembuhan paska operasi sekitar 2 hari. Komplikasi yang serius jarang terjadi namun dapat timbul perlukaan pada dinding uterus, ketidakseimbangan elektrolit dan perdarahan.
13
Miomamektomi juga dapat dilakukan dengan menggunakan laparoskopi. Mioma yang bertangkai diluar kavum uteri dapat diangkat dengan mudah secara laparoskopi. Mioma subserosum yang terletak didaerah permukaan uterus juga dapat diangkat dengan tehnik ini. Keunggulan laparoskopi adalah masa penyembuhan paska operasi sekitar 2-7 hari. Resiko yang terjadi pada pembedahan ini termasuk perlengketan, trauma terhadap organ sekitar seperti usus, ovarium,rektum serta perdarahan. Sampai saat ini miomektomi dengan laparoskopi merupakan prosedur standar bagi wanita dengan mioma uteri yang masih ingin mempertahankan fungsi reproduksinya (Hadibroto, 2005). 2. Histerektomi Histerektomi adalah pengangkatan uterus, yang umumnya adalah tindakan terpilih (Prawirohardjo, 2007). Tindakan histerektomi pada mioma uteri sebesar 30% dari seluruh kasus. Histerektomi dijalankan apabila didapati keluhan menorrhagia, metrorrhagia, keluhan obstruksi pada traktus urinarius dan ukuran uterus sebesar usia kehamilan 12-14 minggu (Hadibroto, 2005). Tindakan histerektomi
dapat
dilakukan
secara
abdominal
(laparotomi), vaginal dan pada beberapa kasus dilakukan laparoskopi. Histerektomi perabdominal dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu total abdominal hysterectomy (TAH) dan subtotal abdominal histerectomy (STAH). Masing-masing prosedur ini memiliki kelebihan dan kekurangan. STAH dilakukan untuk menghindari resiko operasi yang lebih besar seperti perdarahan yang banyak, trauma operasi pada ureter, kandung kemih dan rektum. Namun dengan melakukan STAH kita meninggalkan serviks, di mana kemungkinan timbulnya karsinoma serviks dapat terjadi. Pada TAH, jaringan granulasi yang timbul pada tungkul vagina dapat menjadi sumber timbulnya sekret vagina dan perdaraahn paska operasi di mana keadaan ini tidak terjadi pada pasien yang menjalani STAH. Histerektomi juga dapat dilakukan pervaginanm, dimana tindakan operasi tidak melalui insisi pada abdomen. Secara umum histerektomi vaginal hampir seluruhnya merupakan prosedur operasi ekstraperitoneal, dimana peritoneum yang dibuka sangat minimal sehingga trauma yang
14
mungkin timbul pada usus dapat diminimalisasi. Maka histerektomi pervaginam tidak terlihat parut bekas operasi sehingga memuaskan pasien dari segi kosmetik. Selain itu kemungkinan terjadinya perlengketan paska operasi lebih minimal dan masa penyembuhan lebih cepat dibandng histerektomi abdominal. Histerektomi laparoskopi ada bermacam-macam tehnik. Tetapi yang dijelaskan hanya 2 iaitu; histerektomi vaginal dengan bantuan laparoskopi (Laparoscopically assisted vaginal histerectomy / LAVH) dan classic intrafascial serrated edged macromorcellated hysterectomy (CISH) tanpa colpotomy. Pada LAVH dilakukan dengan cara memisahkan adneksa dari dinding pelvik dengan memotong mesosalfing kearah ligamentum kardinale dibagian bawah, pemisahan pembuluh darah uterina dilakukan dari vagina. CISH pula merupakan modifikasi dari STAH, di mana lapisan dalam dari serviks dan uterus direseksi menggunakan morselator. Dengan prosedur ini diharapkan dapat mempertahankan integritas lantai pelvik dan mempertahankan aliran darah pada pelvik untuk mencegah terjadinya prolapsus. Keunggulan CISH adalah mengurangi resiko trauma pada ureter dan kandung kemih, perdarahan yang lebih minimal,waktu operasi yang lebih cepat, resiko infeksi yang lebih minimal dan masa penyembuhan yang cepat. Jadi terapi mioma uteri yang terbaik adalah melakukan histerektomi. Dari berbagai pendekatan, prosedur histerektomi laparoskopi memiliki kelebihan kerana masa penyembuhan yang singkat dan angka morbiditas yang rendah dibanding prosedur histerektomi abdominal (Hadibroto, 2005).
15
BAB III ANALISA KASUS III. 1. Subjektif Pasien datang dengan keluhan utama sulit BAK sejak 2 hari SMRS, BAK hanya keluar setetes-setetes, BAK bisa keluar jika dipasang kateter. Bila air kencing penuh kembali di kandung kemih, perut terasa kencang dan nyeri. Pasien diberi obat minum urinter oleh bidan, namun keluhan sulit BAK tidak hilang. Nyeri perut (+) dirasakan pasien sejak 3 hari SMRS. Nyeri dirasa hilang timbul, seperti berdenyut. Nyeri perut terutama timbul bila beraktivitas. Nyeri perut berkurang bila minum obat anti nyeri dan beristirahat. Mual (+), muntah (+), napsu makan (-). ±3 bulan SMRS pasien mengeluh darah haidnya banyak sekali tidak seperti biasanya. Darah haid berupa cairan darah berwarna merah tua dan beberapa terdapat gumpalan darah. Darah tersebut keluar tidak setiap hari, namun banyak. Pasien sampai jatuh pingsan lalu dibawa ke RS dengan Hb 3,5 g/dL.
III. 2. Objektif
16
DAFTAR PUSTAKA 1. Smith, John R. Postpartum Hemorrhage. Dalam : Chief Editor. Ronald M Ramus, MD more... Medscape Reference. Dec 20, 2012. 2. Prawirohardjo, Sarwono. Perdarahan Pascapersalinan. Ilmu Kebidanan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Edisi ke - 4. Jakarta: 2010 ; 522 – 529. 3. Mose, Johanes C. Sabarudin, Udin. Wijayanegara, Hidayat et al. Jusuf S. Effendi dalam PENATALAKSANAAN PERDARAHAN PASCA SALIN 4. Anderson, Janice M. Etches,Duncan. Prevention and Management of Postpartum Hemorrhage. Dalam : American Academy of Family Physician 2007 Mar 15;75(6):875-882 5. Mochtar, Rustam.SINOPSIS OBSTETRI. JAKARTA. PENERBIT BUKU KEDOKTERAN EGC, 1998. p298-306 6. Carson, Sandra Ann. New Technique to Halt Postpartum Hemorrhage. Dalam : NEJM Journal Watch. June 7, 2007 7. Belghiti J, Kayem G, Dupont C, et al. Oxytocin during labour and risk of severe postpartum haemorrhage: a population-based, cohort-nested case– control study. Dalam : British Medical Journal. 2011. Vol. 8. Yiadom, Maame Yaa A B.Postpartum Hemorrhage in Emergency Medicine. Dalam :Chief Editor. Pamela L Dyne, MD. [serial online] [cited 2012. Mei 2]. Available form: http://emedicine.medscape.com/article/796785overview#showall 9. Mousa, HA. Blum, J. Treatment For Primary Postpartum Haemorrhage – A Cochrane Systematic Review. BMJ 2011; 343:d7400. 10. Prof.Dr.Rustam Mochtar, MPH, Sinopsis Obstretis, edisi 2 jilid 1, Editor Dr. Delfi Lutan, SpOG
17