UNIVERSITAS INDONESIA
EVALUASI TERAPI PROFILAKSIS ISONIAZID 300 MG/HARI SELAMA 6 BULAN PADA PASIEN HIV (+) SELAMA PEMANTAUAN SATU TAHUN DI RSUP PERSAHABATAN
TESIS
SITI NAFSIAH 1006768225
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA PROGRAM STUDI PULMONOLOGI DAN ILMU KEDOKTERAN RESPIRASI JAKARTA NOVEMBER 2014
Evaluasi terapi..., Siti Nafsiah, FK UI, 2014
UNIVERSITAS INDONESIA
EVALUASI TERAPI PROFILAKSIS ISONIAZID 300 MG/HARI SELAMA 6 BULAN PADA PASIEN HIV (+) SELAMA PEMANTAUAN SATU TAHUN DI RSUP PERSAHABATAN
TESIS Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
DOKTER SPESIALIS I ILMU PENYAKIT PARU
SITI NAFSIAH 1006768225
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA PROGRAM STUDI PULMONOLOGI DAN ILMU KEDOKTERAN RESPIRASI JAKARTA NOVEMBER 2014
Evaluasi terapi..., Siti Nafsiah, FK UI, 2014
Evaluasi terapi..., Siti Nafsiah, FK UI, 2014
Evaluasi terapi..., Siti Nafsiah, FK UI, 2014
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis haturkan ke hadirat Allah SWT, karena atas anugrahNyalah penulis dapat menyelesaikan dengan baik salah satu persyaratan akhir pendidikan keahlian di Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi Fakultas
Kedokteran
Universitas
Indonesia.
Keberhasilan
penulis
dalam
menyelesaikan pendidikan dan penyusunan tesis ini berkat rahmat dan Allah SWT dan tidak terlepas dari bimbingan, bantuan dan pengarahan berbagai pihak terutama guru-guru yang penulis hormati, para teman sejawat, paramedis dan nonmedis, pasien serta keluarga tercinta. Ucapan terima kasih serta rasa cinta yang dalam saya haturkan bagi kedua orang tua, Moh.Zuhdi dan Sri Hartini (Almh) dan kedua mertua atas segala kasih sayang, cinta yang tak bertepi dan dukungan yang tak terhingga pada saya. Semoga Allah SWT memberi balasan berupa kebaikan dan keberkahan, saya berharap segala yang telah dan akan saya perbuat dapat memberikan kebahagiaan bagi orang tua. Terima kasih setulusnya saya sampaikan kepada suami tercinta Fachrudi Hidayat S.T atas segala suka dan duka yang telah kita alami. Kasih sayang dan pengertian yang sangat besar terhadap ananda. Kepada kedua putriku tersayang Nabila Nindya Ayu dan Nasya Fauzhara Danastri, semoga waktu yang tersita saat sekolah menjadikanmu anak-anak yang mandiri dan solehah. Kepada keluarga besar Moh. Zuhdi saya ucapkan terima kasih atas dukungan serta doanya. Semoga kita semua dapat memberi manfaat bagi sesama serta menjadi sumber kebahagiaan bagi orangtua kita. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang terhormat:
iv Evaluasi terapi..., Siti Nafsiah, FK UI, 2014
1.
Dr. dr. Erlina Burhan,MSc, Sp.P(K) selaku pembimbing I yang telah menyediakan waktu, tenaga dan pikiran untuk mengarahkan penulis dalam penyusunan usulan penelitian ini.
2.
Dr. Heidy Agustin Sp.P sebagai pembimbing II yang telah menyediakan waktu, tenaga dan
pikiran untuk mengarahkan penulis dalam penyusunan usulan
penelitian ini. 3.
Dr. Retno Asti Werdhani, MEpid sebagai pembimbing III dan selaku konsultan statistik yang telah membantu dalam hal penulisan usulan penelitian dan penyelesaian tesis ini.
4.
Prof. Dr. Wiwien Heru Wiyono, Ph.D, Sp.P(K) selaku Ketua Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FKUI/SMF Paru RS Persahabatan yang telah banyak memberikan bimbingan dan pengarahan, petunjuk dan pengetahuan saat penulis mulai mengikuti pendidikan ini.
5.
Dr. Budi Antariksa, Ph.D, Sp.P(K) selaku Ketua Program Studi PPDS I Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi yang senantiasa tidak jemu memberikan bantuan, semangat dan dorongan kepada penulis untuk berkarya dan menyelesaikan pendidikan.
6.
Dr. Prasenohadi, Ph.D, Sp.P(K) selaku Sekretaris
Program Studi
Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FKUI yang telah banyak memberikan bimbingan, pengarahan, masukan, perhatian dan selalu bersedia memberikan nasihat maupun dukungan di sela-sela kesibukannya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. 7.
Dr. dr. Erlina Burhan, MSc, Sp.P(K) selaku Koordinator Penelitian Program Studi Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FKUI yang telah banyak memberikan bimbingan, pengarahan, masukan, perhatian dan selalu bersedia memberikan nasihat maupun dukungan di sela-sela kesibukannya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.
Penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada staf pengajar Prof. Dr. Hadiarto Mangunnegoro, Sp.P(K), Prof. Dr. Faisal Yunus, Ph.D, Sp.P(K), Prof. Dr. Wiwien Heru Wiyono, Ph.D, Sp.P(K), Prof. Dr.
v Evaluasi terapi..., Siti Nafsiah, FK UI, 2014
Tjandra Tjandra Yoga Aditama, Sp.P(K), MARS, DTMH & H, DTCE, Prof. Dr. Menaldi Rasmin, Sp.P(K) , Prof. Dr. Nirwan Arief, Sp.P(K), Prof. Dr. Anwar Jusuf, Sp.P(K), Dr. Boedi Swidarmoko, Sp.P(K), Dr. Achmad Hudoyo, Sp.P(K), Dr. M Arifin Nawas, Sp.P(K), Dr. Priyanti ZS, Sp.P(K), Dr. Mukhtar Ikhsan, Sp.P(K), MARS, Dr. Sardikin Giriputro, Sp.P(K), MARS, Dr.Fachrial Harahap,Sp.P (K), Dr. Rita Rogayah, Sp.P(K), DR. dr. Wahyu Aniwidyaningsih, Sp.P(K), Dr. Sita Laksmi Andarini, Ph.D, Sp.P, Dr. Agus Dwi Susanto Sp.P(K), Dr. Fathiyah Isbaniah, M.Pd, Sp.P, Dr. Dicky Soehardiman, Sp.P(K), Dr. Feni Fitriani Taufik, Sp.P, Dr. Diah Handayani Sp.P, Dr. Tria Damayanti, Ph.D, Sp.P, Dr. Jamal Zaini, Ph.D, Sp.P, Dr. Mohamad Fahmi Alatas, Sp.P, dr. Erlang Samoedro Sp.P,dan dr. Andika Chandra Putra Sp.P atas segala bimbingan dan pengarahan yang sangat berguna selama penulis mengikuti pendidikan di Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FKUI. Penulis sampaikan juga terima kasih dan penghargaan atas kesempatan, bimbingan dan bantuan selama penulis mengikuti pendidikan keahlian kepada yang terhormat : 1. Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia 2. Direktur RS Persahabatan Jakarta 3. Kepala Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI/RSUPNCM Jakarta 4. Kepala Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskular FKUI/PJNHK Jakarta 5. Kepala Departemen Ilmu Penyakit Dalam RS Fatmawati 6. Kepala Departemen Paru RSPAD Gatot Soebroto Jakarta 7. Kepala Departemen Anestesi dan Terapi Intensif FKUI/RSUPNCM Jakarta 8. Kepala Instalasi Gawat Darurat RS Persahabatan Jakarta 9. Kepala Instalasi Perawatan Intensif RS Persahabatan Jakarta 10. Kepala Departemen Anestesi dan Perawatan Intensif PJNHK Jakarta 11. Kepala Sub Bagian Bedah Toraks RS Persahabatan Jakarta 12. Kepala SMF Radiologi RS Persahabatan Jakarta 13. Kepala Departemen Radiologi FKUI/RSUPNCM Jakarta
vi Evaluasi terapi..., Siti Nafsiah, FK UI, 2014
14. Kepala SMF Mikrobiologi dan Patologi Klinik RS Persahabatan Jakarta 15. Kepala unit Rehabilitasi Medik RS Persahabatan 16. Kepala unit Radioterapi RS Persahabatan 17. Dr. Eppy Sp.PD, Ztr.Halimah dan segenap perawat serta konselor klinik VCT RSUP. Persahabatan 18. Dr. Ratih Sp.P dan segenap karyawan Kementrian Kesehatan Republik Indonesia sub Direktorat TB-HIV. Beserta seluruh staf paramedis yang tidak mungkin penulis sebutkan satu persatu. Penulis mengucapkan terima kasih atas kesempatan dan bimbingan yang telah diberikan kepada penulis untuk belajar dan menimba pengalaman disemua tempat tersebut. Terima kasih penulis sampaikan kepada pimpinan, seluruh paramedis dan staf di Poliklinik RS Persahabatan dan seluruh karyawan administrasi Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FKUI: Apong Sulaeman, Siti Maimunah, Hafiza Baraja, Suwondo, Paidjo Wonosemito, Sunarti, Sri Lestari Irawan, Sri Wahyuni, Zaenal Abidin, Syahril, Syam Ali Reza dan Abdul Malik atas kerjasamanya selama penulis menjalani pendidikan spesialis. Tak lupa juga penulis sampaikan rasa terima kasih untuk rekan-rekan peserta PPDS Pulmonologi atas kerjasama, kekompakan, dukungan dan perhatian terhadap penulis selama menempuh pendidikan ini khususnya kepada Dr.Tamam, Dr. Hery, Dr. Regina, Dr. Victor, Dr. Christofan, Dr. Fersia, Dr. Kemalasari, Dr. Sukara, Dr. Yenni, Dr. Arum dan Dr.Diana. Banyak kenangan indah yang penulis rasakan selama menempuh pendidikan ini, hal tersebut tak akan terlupakan sampai akhir hayat penulis dan semoga persaudaraan ini akan tetap berlangsung selamanya dan kita semua dapat meraih keberhasilan di tempat tugas masing-masing. Ucapan terima kasih kepada semua rekan-rekan peserta PPDS yang turut membantu terlaksananya penelitian ini yang tidak bisa penulis sebutkan namanya satu persatu atas bantuan dan kerjasamanya selama penulis menjalani pendidikan sampai akhirnya penulis dapat menyelesaikan pendidikan ini dengan baik. Rasa terima kasih yang mendalam dan tak terhingga kepada seluruh subjek yang telah menjadi buku
vii Evaluasi terapi..., Siti Nafsiah, FK UI, 2014
ajar sesungguhnya, sumber inspirasi, ilmu pengetahuan dan ketrampilan serta dengan sukarela ikut dalam penelitian ini sehingga penelitian ini dapat diselesaikan. Akhirnya dengan segala kerendahan hati dan mengingat keterbatasan dalam pengetahuan dan kemampuan, penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu segala masukan dan perbaikan terhadap tesis ini sangat penulis harapkan. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan permohonan maaf yang tulus kepada semua pihak atas segala kekhilafan dan kesalahan yang telah dilakukan selama penulis menjalani pendidikan. Semoga ilmu yang penulis dapatkan dapat berguna bagi sesama,bangsa dan negara serta semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada kita semua.
Jakarta, November 2014
Siti Nafsiah
viii Evaluasi terapi..., Siti Nafsiah, FK UI, 2014
Evaluasi terapi..., Siti Nafsiah, FK UI, 2014
ABSTRAK
Nama : Siti Nafsiah Program Studi : Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi Judul : Evaluasi Terapi Profilaksis Isoniazid 300 mg/hari selama 6 bulan pada Pasien HIV (+) selama Pemantauan Satu Tahun di RSUP Persahabatan,Jakarta Penelitian ini untuk mengetahui efek pemberian profilaksis isoniazid (INH) sebagai pencegahan kejadian sakit TB dan kepatuhannya pada pasien Human Immunodeficiency Virus (HIV) di RSUP Persahabatan. Penelitian dilakukan dengan desain studi longitudinal. Ada 33 sampel inklusi dengan jenis kelamin terbanyak lakilaki (59,4%), median usia 29 tahun (min 22,maks 46 tahun), tingkat pendidikan menengah keatas (75,8 %),tidak bekerja (31,3%) kebanyakan perokok (56,3 %), riwayat TB sebelumnya (71,9 %), Rerata CD4 286,06±155,01 sel/mm3, kepatuhan minum isoniazid (68,8%), kejadian TB setelah satu tahun monitoring 2 pasien dari 32 pasien (6,3%), pasien yang tidak TB (93,8%), meninggal karena TB 1 orang (3,1%). Tidak ada hubungan bermakna antara umur,jenis kelamin, tingkat pendidikan, status gizi, kebiasaan merokok, jumlah CD4, riwayat TB sebelumnya dan kepatuhan minum obat dengan kejadian TB setelah satu tahun monitoring. Kata kunci : Pasien HIV, profilaksis isoniazid, kejadian TB
x Evaluasi terapi..., Siti Nafsiah, FK UI, 2014
ABSTRACT
Name : Siti Nafsiah Study Program : Pulmonology and Respiratory Science Title : The Evaluation of Isoniazid Preventive Therapy 300 mg per day for 6 months after one year monitoring in HIV-infected patients in Persahabatan Hospital,Jakarta
This study aims to know the effectiveness of Isoniazid Prophylaxis (IPT) in Tuberculosis and patient compliance with the treatment in HIV-infected patients in Persahabatan Hospital Jakarta. The design is Longitudinal study. There are 32 individulas mostly were male (59,4%) with median aged 29 years old (min 22,max 46 years),among them have the highest education from high school (75,8%) and the unemployed ones (31,3%). Mean CD4 among those patients 286,06 ± 155,01 cell/mm3, time average of ART (antirethroviral therapy) consumption 4 years (min 1 year,max 12 years). Among patients are smokers (56,3%) and have the history of previous TB treatment (71,9%). Tuberculosis incidence after 1 year monitoring are 2 patients (6,3%), the death due to TB is 1 patient (3,1%). Complaince of IPT among patients with complete treatment 68,8%. There is no significant relationship among age, sex, education, income, CD4 , time of ART consumption, smoking, previous TB treatment and compliance of IPT with incidence of TB. Keyword : HIV-infected, Isoniazid Prohylaxis, TB incidence, compliance.
xi Evaluasi terapi..., Siti Nafsiah, FK UI, 2014
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL......................... ........................................................... HALAMAN JUDUL ....................................................................................... HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ............................................. HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... KATA PENGANTAR ..................................................................................... LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH.. ...................... ABSTRAK ....................................................................................................... ABSTRACT ..................................................................................................... DAFTAR ISI ................................................................................................... DAFTAR TABEL ........................................................................................... DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................
i ii iii iv ix x xi xii xiv xv xvi
BAB 1. PENDAHULUAN ............................................................................. 1.1 Latar Belakang ........................................................................................ 1.2 Perumusan Masalah Penelitian ............................................................... 1.2.1 Pertanyaan Penelitian………………………………………… .... 1.2.2 Hipotesis Penelitian………………………………………… ....... 1.3 Tujuan Penelitian .................................................................................... 1.3.1 Tujuan Umum ............................................................................... 1.3.2 Tujuan Khusus............................................................................... 1.4 Manfaat Penelitian ..................................................................................
1 1 3 3 3 4 4 4 4
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 2.1 Human Immunodificiency Virus (HIV) .................................................. 2.1.1 Definisi .......................................................................................... 2.1.2 Epidemiologi HIV ......................................................................... 2.1.3 Etiologi ......................................................................................... 2.1.4 Patofisiologi ................................................................................. 2.1.5 Stadium klinis HIV ........................................................................ 2.2 Koinfeksi TB-HIV .................................................................................. 2.2.1 Imunopatogenesis Koinfeksi TB-HIV .......................................... 2.2.2 Diagnosis TB pada HIV ................................................................ 2.3 Isoniazid Prophylaxis Therapy(IPT) ...................................................... 2.3.1 Efek Samping profilaksis isoniazid ...............................................
6 6 6 6 7 8 11 12 15 17 22 24
BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN ...................................................... 3.1 Desain Penelitian .................................................................................... 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian.................................................................
26 26 26
xii Evaluasi terapi..., Siti Nafsiah, FK UI, 2014
3.3 3.4 3.5
Populasi .................................................................................................. Kriteria Sampel ....................................................................................... Besar Sampel dan Cara Pengambilan Sampel ........................................ 3.5.1 Besar Sampel ............................................................................... 3.5.2 Cara Pengambilan sampel............................................................. 3.6 Cara Kerja ............................................................................................... 3.7 Kerangka Teori ....................................................................................... 3.8 Kerangka Konsep.................................................................................... 3.9 Alur Penelitian ........................................................................................ 3.10 Analisis Statistik ..................................................................................... 3.11 Definisi Operasional ...............................................................................
26 27 28 28 28 28 30 31 32 33 33
BAB 4. HASIL PENELITIAN ...................................................................... BAB 5. PEMBAHASAN ................................................................................ BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN .........................................................
36 42 51
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... LAMPIRAN ....................................................................................................
53 59
xiii Evaluasi terapi..., Siti Nafsiah, FK UI, 2014
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Tabel 2 Tabel 4.1.1 Tabel 4.2.1 Tabel 4.3.1 Tabel 4.4.1
Stadium Klinis HIV dewasa ................................................... Perbandingan pemeriksaan kultur dan GeneXpert............ ..... Karakteristik responden berdasarkan sosiodemografi......... Karakteristik responden berdasarkan kebiasaan merokok dan riwayat TB sebelumnya ....................................................... Sebaran jumlah CD4, lama ART, kepatuhan dan kejadian TB Hubungan Faktor penentu dengan kejadian TB .....................
11 20 37 38 39 40
xiv Evaluasi terapi..., Siti Nafsiah, FK UI, 2014
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Gambar 2 Gambar 3 Gambar 4 Gambar 5
Struktur anatomi virus HIV ……………………………….. Patogenesis infeksi HIV ……………………………………… Faktor risiko TB dengan HIV (+) ……………………………. Patofisiologi TB-HIV ............................................................ Diagram hasil pengambilan sampel ………………………..…
8 10 14 17 37
xv Evaluasi terapi..., Siti Nafsiah, FK UI, 2014
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Lampiran 2. Lampiran 3. Lampiran 4. Lampiran 5. Lampiran 6.
Lembar penjelasan kepada calon subyek penelitian .................. Lembar informed consent untuk subyek penelitian ................... Lembar status penelitian subyek................................................ Lembar catatan medis pasien ..................................................... Lembar catatan subjek setelah selesai IPT................................ Keterangan lolos kaji etik ..........................................................
59 61 62 64 66 68
xvi Evaluasi terapi..., Siti Nafsiah, FK UI, 2014
1
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Epidemi Human Immunodeficiency Virus (HIV) memberikan pengaruh terhadap peningkatan epidemi tuberkulosis (TB) di seluruh dunia yang berakibat meningkatnya jumlah pasien TB di tengah masyarakat. Tuberkulosis merupakan penyebab utama kematian pada orang dengan HIV-AIDS
(ODHA).
Perkembangan epidemi HIV di Indonesia termasuk yang tercepat di kawasan Asia meskipun secara nasional angka prevalensnya masih termasuk rendah. Indonesia termasuk salah satu negara dengan masalah TB terbesar keempat di dunia tetapi dengan prevalens HIV tidak terlalu tinggi dan tidak menyebar merata di seluruh wilayah. Sebagian besar infeksi baru diperkirakan terjadi pada beberapa subpopulasi berisiko tinggi yaitu pengguna napza suntik (penasun), hetero dan homoseksual
(Wanita
Penjaja
Sex,
waria).
Kasus
AIDS
(Acquired
Immunodeficiency Syndrome) pertama kali dilaporkan pada tahun 1987 di Bali. Penyebaran epidemi kasus AIDS di Indonesia semakin bertambah.1 Di Indonesia menurut data Kementerian Kesehatan RI hingga akhir Desember 2010 secara kumulatif jumlah kasus AIDS yang dilaporkan berjumlah 24.131 kasus dengan infeksi penyerta terbanyak adalah TB yaitu sebesar 11.835 kasus (49%). Tiga provinsi dengan jumlah kumulatif kasus AIDS terbanyak dari tahun 1987-2011 adalah provinsi Jakarta sebanyak 5117 kasus AIDS, Jawa Timur 4598 kasus AIDS dan Papua sebanyak 4449 kasus AIDS dengan faktor risiko terbanyak adalah heteroseksual (71%).2 Interaksi antara TB dan infeksi HIV merupakan interaksi yang komplek. Pada individu yang terinfeksi HIV keadaan ini akan menyebabkan penurunan sistem imun dan meningkatkan kerentanan akan kejadian TB. Human Immunodeficiency Virus menyebabkan reaktivasi, reinfeksi dan progresivitas infeksi TB laten menjadi TB aktif. Hal ini juga menyebabkan perbedaan presentasi klinis TB pada pasien HIV, komplikasi dan respons terhadap pengobatan anti TB dibandingkan pada pasien HIV negatif.3 Pada suatu populasi
Universitas Indonesia
Evaluasi terapi..., Siti Nafsiah, FK UI, 2014
2
risiko untuk mendapatkan TB aktif pada keadaan tidak terinfeksi HIV sekitar 10%, peningkatan sepuluh kali lipat terjadi pada pasien yang terinfeksi HIV. Hal tersebut menyebabkan meningkatnya angka kejadian kasus TB. Proporsi sputum negatif pada TB paru dan TB ekstra paru meningkat pada pasien HIV yang terinfeksi TB.3 Insidens sakit TB pada pasien yang terinfeksi HIV sekitar 8-15% per tahun. Risiko untuk dapat terjadinya TB pada pasien HIV meningkat 30-50 %. Infeksi HIV merupakan faktor risiko untuk kejadian TB. Tuberkulosis aktif dapat berkembang lebih cepat pada pasien dengan infeksi HIV dan dapat meningkatkan progresivitas penyakit HIV.4 Sebagai respons terdapatnya epidemi ganda HIV dan TB, World Health Organization
(WHO)
merekomendasikan 12 program
kolaborasi TB/HIV yang salah satu diantaranya adalah profilaksis dengan pemberian isoniazid (INH preventive therapy/IPT) sebagai pencegahan terhadap TB pada pasien HIV.5 Isoniazid preventive therapy (IPT) merupakan salah satu intervensi kesehatan masyarakat yang penting untuk pencegahan TB pada orang dengan HIV dan telah direkomendasikan di dalam Policy Statement on Preventive Therapy against TB in people Living with HIV AIDS (PLHIV) sejak tahun 1998 oleh WHO dan The Joint United Programme on HIV AIDS (UNAIDS).6 Meskipun demikian, implementasinya belum dilaksanakan secara meluas. Hambatan utama adalah kekhawatiran akan sulitnya menyingkirkan diagnosis TB, kurangnya akses terhadap INH dan kekhawatiran akan terjadinya resistensi INH.7 Beberapa pertemuan internasional seperti WHO Three I’s meeting dan From Mekong to Bali: The Scale up TB-HIV Collaboration Activities telah dilakukan untuk memperbarui kebijakan program IPT tersebut sehingga pada tahun 2011 WHO mengeluarkan Guidelines for Intensified TB case –Finding and IPT for PLHIV in Resource Constrained Settings. Berdasarkan hasil 12 uji klinis acak
The Cochrane review of preventive therapy dilaporkan orang dengan
diagnosis HIV yang belum pasti sakit TB pemberian obat profilaksis TB dapat menurunkan risiko keseluruhan terjadinya TB sebesar 33% dan bagi mereka dengan Tuberculin Skin Testing (TST) positif risiko akan menurun hingga 64%.8 Pada penelitian Grand dkk, diketahui bahwa pemberian profilaksis INH pada
Universitas Indonesia
Evaluasi terapi..., Siti Nafsiah, FK UI, 2014
3
ODHA menurunkan insidens TB sebesar 38% pada orang dengan dan tanpa riwayat TB sebelum pemberian IPT.9 Berdasarkan penelitian tersebut pemberian profilaksis INH dapat menurunkan angka kejadian sakit TB pada pasien HIV namun sampai saat ini pemberian profilaksis INH belum menjadi kebijakan pengendalian TB di Indonesia
1.2
Perumusan Masalah Penelitian
Pada pasien HIV terjadi penurunan sistem imun dan meningkatkan kerentanan akan kejadian TB yang akan menyebabkan reaktifasi, reinfeksi dan progresivitas infeksi TB laten menjadi TB aktif. Pemberian profilaksis INH dapat menurunkan angka kejadian sakit TB pada pasien HIV namun sampai saat ini belum dilakukan pemberian profilaksis INH 300mg/hari selama 6 bulan pada pasien dengan HIV sebagai kebijakan dalam pengendalian TB di Indonesia.
1.2.1
Pertanyaan penelitian
1.
Angka kejadian sakit TB pada pasien HIV yang mendapatkan profilaksis INH
300 mg/hari selama 6 bulan setelah satu tahun
pemantauan? 2.
Angka kejadian tidak sakit TB pada pasien HIV yang mendapat profilaksis INH 300mg/hari selama 6 bulan setelah satu tahun pemantauan?
3.
Berapa tingkat kepatuhan pasien yang mendapatkan profilaksis INH 300mg/hari selama 6 bulan?
1.2.2
Hipotesis Penelitian
Pemberian profilaksis INH 300mg/hari selama 6 bulan dapat mencegah kejadian dan kekambuhan sakit TB pada pasien HIV positif.
Universitas Indonesia
Evaluasi terapi..., Siti Nafsiah, FK UI, 2014
4
1.3
Tujuan Penelitian
1.3.1
Tujuan Umum :
Mengetahui efek pemberian profilaksis INH sebagai pencegahan kejadian sakit TB pada pasien dengan HIV
1.3.2
Tujuan Khusus :
1.
Mengetahui angka kejadian sakit TB pada pasien HIV yang mendapatkan profilaksis INH 300 mg/hari selama 6 bulan setelah selesai pemberian profilaksis INH (dalam 1 tahun masa pemantauan).
2.
Mengetahui angka kejadian tidak sakit TB pada pasien HIV yang mendapat profilaksis INH 300 mg/hari selama 6 bulan setelah selesai pemberian profilaksis INH (dalam 1 tahun masa pemantauan).
3.
Mengetahui angka kepatuhan minum obat pada pasien yang mendapatkan profilaksis INH 300 mg/hari selama 6 bulan.
4.
Mengetahui alasan ketidakpatuhan minum obat profilaksis INH.
5.
Mengetahui efek samping profilaksis INH pada pasien HIV.
6.
Menganalisis hubungan faktor penentu dengan kejadian TB selama pemantauan satu tahun pada pasien HIV yang mendapatkan INH.
1.4
Manfaat Penelitian
1.
Bagi peneliti, hasil penelitian ini dapat menjadi dasar untuk melakukan penelitian selanjutnya dalam menurunkan beban TB pada pasien HIV.
2.
Bagi instansi, hasil penelitian ini dapat melihat gambaran dan sebagai bahan masukan untuk penyusunan kebijakan/pedoman pelaksanaan pendahuluan profilaksis INH untuk pasien dengan HIV.
Universitas Indonesia
Evaluasi terapi..., Siti Nafsiah, FK UI, 2014
5
3.
Bagi masyarakat, hasil penelitian ini dapat
mengetahui efek
pemberian profilaksis INH 300 mg/hari selama 6 bulan dapat menurunkan beban TB pada pasien dengan HIV.
Universitas Indonesia
Evaluasi terapi..., Siti Nafsiah, FK UI, 2014
6
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Human Immunodificiency Virus (HIV)
2.1.1
Definisi
Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah sejenis virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia dan menimbulkan
Acquaired
Immunodeficiency Syndrome (AIDS). Acquaired Immunodeficiency Syndrome adalah kumpulan gejala atau sindrom akibat menurunnya kekebalan tubuh yang disebabkan infeksi virus HIV. Dengan rusaknya sistem kekebalan tubuh, maka orang yang terinfeksi mudah diserang penyakit-penyakit lain yang berakibat fatal dikenal dengan infeksi oportunistik. Tubuh manusia mempunyai kekebalan untuk melindungi diri dari serangan luar seperti kuman, virus dan penyakit. Virus HIV melemahkan atau merusak sistem pertahanan tubuh ini sehingga timbul penyakit lain. Kasus AIDS pertama kali ditemukan oleh Gottlieb di Amerika Serikat pada tahun 1981dan virusnya ditemukan oleh Luc Montagnier pada tahun 1983.10
2.1.2
Epidemiologi HIV
Pada akhir tahun 2002 diperkirakan sejumlah 42 juta orang dewasa dan anak-anak hidup dengan HIV atau AIDS. Dari jumlah ini sekitar 28,5 juta (68%) tinggal di daerah sub Sahara Afrika dan 6 juta (14%) hidup di Asia Selatan dan Asia Tenggara.2 Sejak 1985 sampai tahun 1996 kasus AIDS masih jarang ditemukan di Indonesia. Sebagian ODHA pada periode itu berasal dari kalangan homoseksual. Jumlah kasus baru HIV/AIDS semakin meningkat dan sejak pertengahan tahun 1999 mulai terlihat peningkatan tajam yang terutama disebabkan akibat penularan melalui narkotika suntik.10 Perkembangan epidemi HIV di Indonesia termasuk yang tercepat di Asia. Sebagian besar infeksi baru diperkirakan terjadi pada beberapa sub-populasi berisiko tinggi dengan prevalens >5% seperti pengguna narkotika suntik
Universitas Indonesia
Evaluasi terapi..., Siti Nafsiah, FK UI, 2014
7
(penasun), wanita penjaja seks (WPS), dan waria. Di beberapa provinsi seperti DKI Jakarta, Riau, Bali, Jawa Barat dan Jawa Timur telah tergolong sebagai daerah dengan tingkat epidemi terkonsentrasi. Papua sudah memasuki tingkat epidemi meluas .11 Dalam 10 tahun terakhir terjadi laju peningkatan jumlah kumulatif kasus AIDS. Mulai dari tahun 2005 jumlah kasus AIDS yang dilaporkan sebanyak 5.184, tahun 2006 (3.655), tahun 2007 (4.655), tahun 2008 (5.114), tahun 2009 (6.073), tahun 2010 (6.907) dan tahun 2011 (7.312), tahun 2012 (8.747), tahun 2013 (6.266) dan 2014 (1.700). Jumlah kumulatif AIDS dari tahun 1987 sampai dengan Juni 2014 sebanyak 55.623 orang. Persentase kumulatif kasus AIDS tertinggi pada kelompok umur 20-29 tahun (32,9%) kemudian diikuti kelompok umur 30-39 tahun (28,4%), 40-49 tahun (10,7%), 5059 tahun (3,4%) dan 15-19 (3,1%). Persentase AIDS pada laki-laki sebanyak 53,7% dan perempuan 28,9%. Faktor risiko penularan terbanyak melalui heteroseksual (61,5%), penasun (15,2%) diikuti penularan melalui perinatal (2,7%) dan homoseksual (2,4%). Hal ini menunjukkan pergeseran dari dominasi kelompok homoseksual ke kelompok heteroseksual dan penasun.11,12
2.1.3
Etiologi
Human Immunodeficiency Virus adalah suatu virus RNA yang berbentuk spheris yang termasuk retrovirus dari familli Lentivirus. Strukturnya seperti pada gambar 1 tersusun atas beberapa lapisan yang terdiri lapisan terluar (envelop) berupa glikoprotein gp120 yang melekat pada glikoprotein gp41. Selubung glikoprotein ini berafinitas tinggi terhadap molekul CD4 pada permukaan Thelper limfosit dan monosit atau makrofag. Lapisan kedua di bagian dalam terdiri dari protein p17. Inti HIV dibentuk oleh protein p24. Di dalam inti ini terdapat dua rantai RNA dan enzim reverse transcriptase. Virus HIV terdiri dari 2 grup yaitu HIV-1 dan HIV-2. Masing-masing grup mempunyai berbagai subtipe dan masing-masing subtipe berevolusi secara cepat mengalami mutasi.
Diantara
kedua grup tersebut yang paling banyak menimbulkan kelainan dan lebih ganas di seluruh dunia adalah grup HIV-1. 10,13,14,15
Universitas Indonesia
Evaluasi terapi..., Siti Nafsiah, FK UI, 2014
8
Anatomi virus HIV
Gambar 1.Struktur anatomi virus HIV-1 Dikutip dari (15)
2.1.4
Patofisiologi
Virus HIV masuk ke dalam tubuh manusia melalui berbagai cara yaitu secara vertikal, horizontal dan transeksual. Virus HIV dapat mencapai sirkulasi sistemik secara langsung dengan perantara benda tajam yang mampu menembus dinding pembuluh darah atau secara tidak langsung melalui kulit dan mukosa yang intak seperti yang terjadi pada kontak seksual. Saat mencapai sirkulasi sistemik, 4-11 hari sejak pajanan pertama virus HIV dapat dideteksi di dalam darah selanjutnya terjadi viremia dengan gejala dan tanda infeksi virus akut seperti panas tinggi mendadak, nyeri kepala, nyeri sendi, nyeri otot, mual, muntah, sulit tidur, batuk-batuk dan lain-lain yang disebut sindrom retroviral akut. Pada fase ini terjadi penurunan CD4 dan peningkatan HIV-RNA viral load. Viral load akan meningkat dengan cepat pada awal infeksi, kemudian turun sampai pada satu titik tertentu. Dengan semakin berlanjutnya infeksi, viral load akan secara perlahan cenderung terus meningkat. Keadaan tersebut akan diikuti penurunan hitung CD4 secara perlahan dalam waktu beberapa tahun dengan laju penurunan CD4 yang lebih cepat pada kurun waktu 1,5-2,5 tahun sebelum akhirnya jatuh ke stadium AIDS.13 Pada fase selanjutnya virus HIV masuk ke dalam sel target. Sel target yang menjadi sasaran HIV adalah sel yang mampu mengekspresikan reseptor CD4. Selanjutnya akan diikuti fase fusi membran HIV dengan membran sel target atas peran glikoprotein (gp) 41 HIV. Dengan terjadinya fusi kedua membran, seluruh
Universitas Indonesia
Evaluasi terapi..., Siti Nafsiah, FK UI, 2014
9
isi sitoplasma HIV termasuk enzim reverse transkriptase dan inti masuk ke dalam sitoplasma sel target. Virus HIV akan melepaskan single strand RNA (ssRNA). Enzim reverse transcriptase akan menggunakan RNA sabagai template untuk mensintesis DNA. Kemudian RNA dipindahkan oleh ribonuklease dan enzim reverse transkiptase untuk mensintesis DNA lagi menjadi double strain DNA yang disebut sebagai provirus. Untuk mengaktifkan provirus ini memerlukan aktivasi dari sel host. Bila sel host teraktivasi oleh induktor seperti antigen,sitokin atau faktor lain maka sel akan memicu nuclear factor (NF) sehingga menjadi aktif dan berikatan dengan 5 LTR (Long Terminal Repeats) yang mengapit gen-gen tersebut. Long Terminal Repeats berisi berbagai elemen pengatur yang terlibat pada ekspresi gen, NF menginduksi replikasi DNA. Induktor NF cepat memicu replikasi HIV dengan cara intervensi dari mikroorganisme lain, seperti kuman, jamur, protozoa ataupun virus. Dari keempat golongan tersebut, yang paling cepat menginduksi replikasi HIV adalah virus non HIV, terutama virus DNA.4 Enzim polimerase akan mentranskrip DNA menjadi RNA yang secara stuktur berfungsi sebagai RNA genomic dan mRNA. RNA keluar dari nucleus dan mRNA mengalami translasi menghasilkan polipeptida. Polipeptida akan bergabung dengan RNA menjadi inti virus baru. Inti beserta perangkat lengkap virion baru ini membentuk tonjolan pada permukaan sel host kemudian polipeptida dipecah oleh enzim protease menjadi protein dan enzim fungsional. Inti virus baru dilengkapi oleh kolesterol dan glikolipid dari permukaan sel host sehingga terbentuk virus baru yang lengkap dan matang. Virus ini akan keluar dari sel dan menginfeksi sel target berikutnya. Virus HIV mampu melakukan replikasi hingga mencapai 109-1011 virus baru dalam satu hari. Penjelasam tersebut sesuai dengan gambar 2. Limfosit T pasien secara perlahan akan tertekan dan semakin menurun dari waktu ke waktu. Individu yang terinfeksi HIV mengalami penurunan jumlah limfosit T-CD4 melalui beberapa mekanisme 13 : 1.
Kematian sel secara langsung karena hilangnya integritas membran plasma akibat penonjolan dan perobekan oleh virion. Akumulasi DNA virus yang tidak terintegrasi dengan nucleus akan menggangu sintesis makromolekul.
Universitas Indonesia
Evaluasi terapi..., Siti Nafsiah, FK UI, 2014
10
2.
Syncytia formation yaitu fusi antar membran sel yang terinfeksi HIV dengan limfosit T-CD4 yang tidak terinfeksi.
3.
Respon imun humoral dan seluler ikut berperan dan respon ini dapat menyebabkan disfungsi imun akibat eliminasi sel yang terinfeksi dan sel normal sekitarnya.
4.
Mekanisme autoimun dengan pembentukan autoantibody yang berperan untuk mengeliminasi sel yang terinfeksi
7.
Kematian sel yang terprogram (apoptosis). Pengikatan antara gp120 dengan reseptor CD4 limfosit T merupakan sinyal pertama untuk menyampaikan pesan kematian sel melalui apoptosis.
Berbagai proses kematian limfosit T tersebut terjadi penurunan jumlah limfosit T-CD4 secara drastis dari normal yang berkisar 600-1200/mm3 menjadi 200/mm3 atau lebih rendah lagi. Semua mekanisme tersebut menyebabkan penurunan sistem imun sehingga pertahanan individu terhadap mikroorganisme patogen menjadi lemah dan meningkatkan risiko terjadinya infeksi sekunder sehingga masuk ke stadium AIDS.12-13
HIV matur
Sel DNA
Pembentukan virus baru pada membran sel
HIV immatur
Virus RNA
Virus DNA
Sel DNA
Gambar 2. Patogenesis infeksi HIV Dikutip dari 15
Universitas Indonesia
Evaluasi terapi..., Siti Nafsiah, FK UI, 2014
11
2.1.5 Stadium klinis HIV
World Health Organization telah mengembangkan sistem stadium klinis berdasarkan kriteria klinis. Kondisi klinis menunjukkan stadium pasien berada. Stadium klinis merupakan hal yang penting untuk memulai terapi ART. Stadium klinis WHO dapat membantu untuk memperkirakan tingkat defisiensi kekebalan tubuh pasien. Pasien dengan gejala pada stadium klinis 1 atau 2 tidak mempunyai gejala defisiensi kekebalan tubuh yang serius. Pasien yang mempunyai gejala dan tanda stadium klinis 3 atau 4 biasanya mempunyai penurunan kekebalan tubuh yang berat dan tidak mempunyai cukup banyak sel CD4 sehingga memudahkan terjadinya infeksi oportunistik (IO) seperti pada tabel 1. Beberapa kondisi IO memerlukan pemeriksaan dan penanganan lebih lanjut sehingga perlu dirujuk untuk penegakkan diagnosis dan pengobatan yang sesuai.
Tabel 1. Stadium klinis HIV dewasa Stadium klinis 1:
Stadium klinis 2:
Stadium klinis 3:
Stadium klinis 4:
Asimtomatik
Sakit ringan
Sakit sedang
Sakit berat (AIDS)
Gejala/
Tidak ada gejala atau Berat badan turun
tanda
hanya :
5-10%
Berat badan turun > HIV wasting syndrome: Sangat kurus disertai
10%
Limfadenopati
Luka pada sudut
Kandidiasis mulut:
generalisata
mulut (keilitis
Bercak putih yang
persisten:
angularis)
menutupi daerah di
Kelenjar multiple
Dermatitis
dalam mulut Oral hairy
demam kronik dan/ atau diare kronik Kandidiasis esofagus: Nyeri hebat saat
berukuran kecil
Seboroik:
tanpa rasa nyeri
Lesi kulit bersisik
leukoplakia:
pada batas antara
Garis vertikal putih di
Ulserasi Herpes
wajah dan rambut
samping lidah, tidak
simpleks:
serta sisi hidung
nyeri, tidak hilang
Luka lebar dan nyeri
jika dikerok
kronik di genitalia dan/
Prurigo:
menelan
Lesi kulit yang gatal Lebih dari 1 bulan:
Lebih dari 1 bulan:
atau anus
pada lengan dan
Diare:
Limfoma:
tungkai
kadang-kadang
Sarkoma Kaposi:
Herpes zoster:
intermiten
Lesi berwarna gelap
Papul disertai nyeri
Demam tanpa sebab
(ungu) dikulit dan/ atau
pada satu sisi tubuh,
yang jelas:
mulut, mata, paru, usus
Universitas Indonesia
Evaluasi terapi..., Siti Nafsiah, FK UI, 2014
12
wajah atau
kadang-kadang
dan sering disertai
ekstremitas
intermiten
edema
ISPA berulang:
Infeksi bakteri yang Kanker serviks invasif:
Infeksi tenggorokan
berat:
Retinitis CMV
berulang, sinusitis
Pneumonia,
Pneumonia
atau infeksi telinga
piomiositis dan lain-
Ulkus pada mulut berulang
lain
pneumosistis: Pneumonia berat disertai
TB paru
sesak napas dan batuk
HB < 8 g, Lekosit <
kering
500, Trombosit < 50.000
TB Ekstraparu: Contoh : pada tulang
Gingivitis/
atau meningitis
periodontitis
Meningitis
ulseratif nekrotikan
kriptokokus:
akut
Meningitis dengan atau tanpa kaku kuduk Abses otak Toksoplasmosis Ensefalopati HIV: (Gangguan neurologis yang tidak disebabkan oleh faktor lain, seringkali membaik dengan pengobatan ARV)
Dikutip dari 2
2.2
Koinfeksi TB- HIV
Tuberkulosis (TB) paru disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis (M.Tb) yang merupakan bakteri bentuk batang bersifat aerob dan tahan asam yang tumbuh lambat dan sensitif terhadap panas dan sinar ultraviolet. Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan masyarakat utama di dunia. Pada tahun 1992 WHO telah mencanangkan tuberkulosis sebagai Global Emergency sedangkan HIV merupakan masalah darurat global.16 Data Rumah Sakit Persahabatan infeksi oportunistik TB-HIV tahun 1995-2008 sebesar 53% sedangkan Perkumpulan Pemberantasan Tuberkulosis Indonesia (PPTI) tahun 2005-2008 melaporkan
Universitas Indonesia
Evaluasi terapi..., Siti Nafsiah, FK UI, 2014
13
infeksi TB HIV akan menyulitkan diagnosis dan penatalaksanaan kedua penyakit tersebut terkait dengan gambaran klinis yang atipik.17 Gangguan absorpsi obat anti tuberkulosis (OAT) dapat terjadi pada pasien HIV sehingga mengakibatkan gagal terapi dan terjadi resistensi OAT. Piot, direktur eksekutif United Nations program for Acquired Immunodeficiency Syndrome (UNAIDS) mengatakan epidemi TB dan AIDS berada dalam lingkaran setan dan saling terkait erat sehingga untuk memutuskan lingkaran setan itu digunakan dua strategi mengontrol TB dan mencegah infeksi HIV.18 Indonesia adalah salah satu negara dengan masalah TB terbesar peringkat keempat setelah India, Cina, dan Afrika Selatan tetapi prevalens HIV tidak terlalu tinggi dan tidak meyebar merata diseluruh wilayah.19 Tiap tahun diperkirakan terjadi 239 kasus baru TB per 100.000 penduduk dengan estimasi prevalens HIV diantara pasien TB sebesar 0,8% secara nasional. Survei yang telah dilaksanakan oleh Balitbang Departemen Kesehatan 2003 menunjukkan bahwa pasien dengan koinfeksi TB-HIV pada umumnya ditemukan di RS dan Rutan (Lapas) di beberapa provinsi dan TB ditemukan sebagai infeksi oportunistik utama pada pasien HIV.18 Kuman TB menyebar melalui udara. Kuman TB terdapat di udara apabila seseorang dengan TB paru aktif batuk, bersin, bicara atau bahkan menyanyi. Kuman TB dapat menjadi aktif apabila sistem pertahanan tubuh tidak dapat menghentikan perkembangan kuman TB keadaan ini disebut sebagai sakit TB. Bagi seseorang yang sistem pertahanan tubuhnya lemah seperti pada orang dengan infeksi HIV, risiko untuk berkembang menjadi sakit TB lebih besar daripada seseorang yang sistem pertahanan tubuhnya normal.20 Saat pasien menyebarkan kuman ke udara ruangan dalam bentuk percikan dahak, percikan dahak dapat berada dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi percikan dahak karena sinar matahari langsung dapat membunuh kuman. Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan. Makin tinggi derajat kepositifan hasil pemeriksaan dahak pasien makin menular pasien tersebut. Tidak semua orang yang terinfeksi kuman TB akan jadi sakit TB. Hanya sekitar 10% saja yang akan berkembang menjadi sakit TB aktif. Biasanya risiko menjadi sakit TB ini terjadi sebelum 1 tahun setelah terjadinya infeksi. Ada beberapa faktor yang dapat menurunkan daya tahan tubuh sehingga yang bersangkutan
Universitas Indonesia
Evaluasi terapi..., Siti Nafsiah, FK UI, 2014
14
mudah berkembang menjadi sakit TB aktif, misalnya: malnutrisi, kondisi yang menurunkan sistem imunitas (infeksi HIV, diabetes, penggunaan kortikosteroid atau obat-obat imunosupresif lain dalam jangka panjang). Faktor risiko kejadian TB secara ringkas digambarkan pada gambar 3.2,21
Gambar 3. Faktor risiko TB dengan HIV (+) Dikutip dari 2
Infeksi TB merupakan penyakit infeksi kuman yang biasa terjadi pada manusia dan infeksi HIV merupakan faktor risiko untuk dapat terjangkit TB. Menurut data dari WHO menperkirakan 4 juta penduduk terutama di daerah Afrika mengidap ko-infeksi dengan TB-HIV. Risiko kematian individu dengan infeksi HIV dengan klinis TB meningkat 3-7 kali daripada individu tanpa infeksi HIV.22 Ko-infeksi TB-HIV saat ini menjadi salah satu kendala besar dalam upaya penanggulangan kedua penyakit tersebut. Tuberkulosis merupakan penyebab utama kematian pada orang dengan HIV dan sebaliknya infeksi HIV menjadi faktor risiko terbesar dalam konversi kasus TB laten menjadi TB aktif. Sebagian besar orang yang terinfeksi kuman TB tidak menjadi sakit TB karena mereka mempunyai sistem imunitas yangt baik. Infeksi tanpa jadi sakit tersebut dikenal sebagai infeksi TB laten. Namun pada orang-orang yang sistem imunitasnya menurun misalnya ODHA maka infeksi laten tersebut dengan mudah berkembang menjadi sakit TB aktif. Hanya sekitar 10% orang yang tidak terinfeksi HIV bila terinfeksi kuman TB maka akan menjadi sakit TB sepanjang hidupnya sedangkan Universitas Indonesia
Evaluasi terapi..., Siti Nafsiah, FK UI, 2014
15
pada ODHA sekitar 60% ODHA yang terinfeksi kuman TB akan menjadi sakit TB aktif.2 Human Imunodeficiency Virus akan memperburuk infeksi TB dengan meningkatkan reaktivasi TB. Koinfeksi TB juga dapat mempercepat progresivitas individu yang baru terinfeksi HIV. Meningkatnya kasus HIV akan meningkatkan transmisi dan proliferasi kuman TB pada pasien yang sudah terinfeksi sebelumnya.23,24 Pada negara berkembang TB ekstra paru sering terjadi pada pasien HIV. Tuberkulosis ekstra paru yang sering terjadi pembesaran kelenjar getah bening di luar rongga dada, efusi pleura, meningitis TB dan TB abdomen.25
2.2.1
Imunopatogenesis Koinfeksi TB-HIV
AIDS disebabkan oleh infeksi HIV yang terdiri atas HIV-1 dan HIV-2. AIDS paling banyak disebabkan oleh HIV-1. HIV menginfeksi sel limfosit CD4 yang berperan dalam sistem imunitas. TB disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis (M. Tb). Infeksi dimulai dengan inhalasi droplet nuklei yang mengandung M. Tb yang tidak dapat ditangkap oleh sistem pertahanan mukosilier bronkus dan masuk ke alveoli.26 Orang-orang yang terinfeksi HIV mempunyai risiko yang meningkat terhadap infeksi TB karena tidak berfungsinya imunitas seluler sehingga daya tahan tubuh pasien HIV menurun mengakibatkan timbulnya progresivitas TB paru primer, penyebaran hematogen M.Tb yang berakibat timbulnya TB ektraparu dan reaktivasi TB pada lesi dorman.20,27,28 Seseorang yang terinfeksi M.Tb, infeksi primer timbul setelah beberapa minggu dengan respons imunitas seluler yang kuat yang menimbulkan multiplikasi M.Tb. Respons imun pejamu yang terinfeksi berupa proliferasi CD4 limfosit T setelah terpajan antigen M.Tb serta respons Delayed Type Hypersensitivity (DTH). Respons DTH ini bertanggung jawab terhadap uji kulit tuberkulin.24,27-29 Mekanisme reaksi respons kompleks.
CD4
imun
terhadap
M.Tb
sangat
limfosit T merangsang makrofag untuk memfagosit M.Tb
dengan memproduksi sitokin yang terdiri dari interferon , IL-1, IL-2 dan tumor necroting factor (TNF). Sitokin-sitokin ini mengaktivasi makrofag.
Universitas Indonesia
Evaluasi terapi..., Siti Nafsiah, FK UI, 2014
16
Disamping itu terdapat mekanisme protektif sitokin sel limfosit T pada respons terhadap M.Tb.20,30 Defek imunologis yang diakibatkan infeksi HIV adalah multipel dan kompleks. Defek yang paling nyata adalah terjadinya penurunan terus-menerus jumlah CD4 limfosit T di sirkulasi darah. Secara kualitatif ditandai dengan hilangnya kemampuan mengenal bermacam-macam antigen.20 Secara invitro ditandai penurunan proliferasi limfosit dan secara invivo hilangnya respons Delayed Type Hypersensitivity (DTH) misalnya anergi. Diduga yang berkaitan dengan berkembangnya anergi adalah pergeseran fungsional pada respons limfosit T-helper 2 (Th-2) yang mengakibatkan penurunan produksi interferon dan IL2.20,30 Perubahan kualitatif fungsi limfosit dan patogenitas kuman M.Tb pada pasien yang terinfeksi HIV mempunyai risiko berkembangnya TB lebih dini daripada infeksi oportunis yang lain seperti Pneumocystis Carinii Pneumonia (PCP).30 Mycobacterium tuberculosis dapat mengakselerasi perjalanan infeksi HIV. Beberapa penelitian mendapatkan peningkatan kerentanan monosit darah pada pasien koinfeksi TB-HIV. Infeksi M.Tb merangsang pelepasan sitokin oleh monosit yaitu IL-1, IL-2, IL-6 dan TNF.31 Sitokin-sitokin ini meningkatkan replikasi HIV secara invitro. Mekanisme stimulasi ini terjadi pada 5’Long Terminal Repeat (LTR) HIV yang lebih spesifik pada Nuclear factor (NF)K.31 Kuman M.Tb dengan komponen dinding selnya yaitu Lipoarabinomanan adalah inducer yang poten terhadap replikasi HIV dan transkripsi LTR melalui NF K dan IL-6.31 Replikasi dan transkripsi melalui rangsangan langsung dan tidak langsung oleh sitokin IL-1 dan TNF. Dari data ini menunjukkan bahwa sitokin berkaitan dengan pertahanan melawan TB yang kemungkinan melemah pada pasien seropositif HIV. Interaksi antara TB dengan HIV meningkatkan beban virus dan mempercepat perjalanan penyakit HIV.31-35
Universitas Indonesia
Evaluasi terapi..., Siti Nafsiah, FK UI, 2014
17
Infeksi TB aktif
Gambar 4.Patofisiologi TB-HIV Dikutip dari 35
2.2.2 Diagnosis TB pada HIV
Penegakan diagnosis koinfeksi TB-HIV pada prinsipnya sama dengan pasien TB tanpa HIV/AIDS . Dr. Salome Charalambous
dikutip dari 36
mengatakan
terdapat kesulitan dalam melakukan skrinning TB pada pasien HIV dikarenakan gejala klinis yang atipik, sputum TB yang sering ditemukan negatif, gambaran radiologik foto toraks yang atipik dan kejadian TB ekstra paru serta penyakit paru lain yang sering memyertai seperti pneumonia Pneumocystis jiroveci. Diagnosis TB pada pasien HIV berdasarkan pada penilaian risiko infeksi, gambaran klinis, pemeriksaan langsung spesimen basil tahan asam (BTA) dan kultur M.Tb.35,36
2.2.2.1 Anamnesis
Gejala klinis tuberkulosis dibagi menjadi 2 golongan yaitu gejala respiratorik dan gejala sistemik. Gejala respiratorik meliputi batuk ≥2 minggu, batuk darah, sesak napas, nyeri dada. Gejala respiratorik ini bervariasi tergantung
Universitas Indonesia
Evaluasi terapi..., Siti Nafsiah, FK UI, 2014
18
dari luas lesi. Gejala sistemik TB yaitu demam hilang timbul > 2 minggu, malaise, keringat malam hari >2 minggu, anoreksia dan berat badan menurun >1,5 kg dalam 2 minggu.35 Gejala respiratorik dan sistemik TB dapat ditemukan pada penyakit lain oleh karena itu diperlukan pemeriksaan lanjutan.
Pasien yang
terinfeksi HIV/AIDS selain anamnesis tentang gejala yang berhubungan dengan infeksi HIV seperti demam lebih dari 1 bulan, berat badan turun, diare lebih dari 1 bulan juga harus ditanyakan tentang faktor risiko HIV/AIDS antara lain riwayat pengguna jarum suntik, narkoba, riwayat suka berganti pasangan, riwayat transfusi, riwayat pekerjaan sebagai pekerja seks.2
2.2.2.2 Pemeriksaan fisis
Perlu dicatat keadaan umum, kesadaran dan status gizi pasien. Hasil pemeriksaan paru tergantung luas kelainan paru. Perlu diperiksa ada tidaknya pembesaran getah bening, keadaan mulut dan gigi juga perlu diteliti apakah ada selaput putih, ulkus (kandidiasis) atau bercak berwarna keunguan akibat sarkoma kaposi serta tanda kaku kuduk yang dicurigai meningitis. Keadaan lengan dan tungkai juga perlu diperiksa apakah ada tanda-tanda bekas jarum suntik, bercakbercak atau ulkus di kulit akibat sarkoma kaposi.2
2.2.2.3 Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan mikrobiologi Pada ODHA sulit menemukan kasus TB paru hanya dengan mengandalkan pemeriksaan mikroskpis dahak karena dahak dari ODHA yang menderita TB paru biasanya BTA (basil tahan asam) negatif, namun pemeriksaan dahak tetap perlu dilakukan. Pemeriksaan mikroskopis dahak cukup dilakukan dengan dua spesimen dahak (sewaktu dan Pagi=SP) dan bila minimal salah satu spesimen dahak hasilnya BTA positif maka diagnosis dapat ditegakkan.2 Pemeriksaan dahak idealnya dilakukan 3 kali SPS (Sewaktu-Pagi-Sewaktu).
Universitas Indonesia
Evaluasi terapi..., Siti Nafsiah, FK UI, 2014
19
- S (sewaktu): dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang berkunjung pertama kali. Pada saat pulang suspek membawa sebuah pot dahak untuk mengumpulkan dahak pagi pada hari kedua. - P (Pagi): dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua segera setelah bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas . - S (sewaktu): dahak dikumpulkan pada hari kedua saat menyerahkan dahak pagi.
a. Pemeriksaan Biakan Pemeriksaan biakan dahak merupakan baku emas untuk mendiagnosis TB. Peran biakan dan identifikasi M.Tb pada penanggulangan TB khususnya untuk mengetahui apakah pasien yang bersangkutan masih peka terhadap OAT yang digunakan. Selama fasilitas memungkinkan, biakan dan identifikasi kuman serta bila dibutuhkan uji resistensi dapat dimanfaatkan dalam beberapa situasi: 1. Pasien TB yang masuk dalam tipe pasien kronik 2. Pasien TB ekstraparu dan pasien TB anak. 3. Petugas kesehatan yang menangani pasien dengan kekebalan ganda.
b. Pemeriksaan Uji Resistensi Uji resistensi tersebut hanya bisa dilakukan di laboratorium yang mampu melaksanakan biakan, identifikasi kuman serta uji resistensi sesuai standar internasional, dan telah mendapatkan pemantapan mutu (Quality Assurance) oleh laboratorium supranasional TB. Hal ini bertujuan agar hasil pemeriksaan tersebut memberikan simpulan yang benar sehingga kemungkinan kesalahan dalam pengobatan MDR (Multidrug Resistance) dapat dicegah.
c. Pemeriksaan sputum Xpert MTB/RIF Pada saat ini untuk mendiagnosis TB pada ODHA, WHO merekomendasikan pemeriksaan uji cepat/rapid test yang memerlukan waktu lebih singkat dan dapat diketahui lebih awal kemungkinan ODHA resisten terhadap rifampisisn.2 Uji molekuler cepat yang diharapkan menjadi alat diagnostik terdepan TB. Tes ini dapat digunakan untuk kultur M.Tb dan uji kepekaan (DST) dan alat ini merupakan kemajuan baru dalam diagnostik TB. Insidens extrapulmonary TB
Universitas Indonesia
Evaluasi terapi..., Siti Nafsiah, FK UI, 2014
20
yang tinggi pada koinfeksi TB HIV serta sputum BTA yang negatif disebabkan karena kavitas yang jarang ditemukan dan jumlah kuman yang lebih sedikit pada pasien HIV. Pemeriksaan sputum mikroskop menurun sensitifitasnya hingga 20% bahkan foto toraks pun dapat normal pada kasus TB yang aktif sedangkan pemeriksaan kultur baru dapat diperoleh ketika pasien sudah meninggal dunia dan hilang pada saat follow up. Xpert MTB/RIF adalah pemeriksaan yang seluruhnya mengggunakan ekstraksi dan sistem amplifikasi nDNA. Expert MTB/RIF atau GeneXpert dapat mendeteksi keberadaan atau ketiadaan kompleks DNA M.tb dan resitensi terhadap rifampicin pada waktu kurang dari 2 jam. Penelitian Helb D dkk.
GeneXpert dapat mendeteksi M.Tb yang mengalami mutasi rifampisin
resistens 100 %.37,38 Pemeriksaan Xpert MTB/RIF pada penegakan diagnosis TB mempunyai sensitifitas 97% pada pasien sputum BTA (+) dan 76,9% pada sputum BTA (-) dengan sensitifitas keseluruhan mencapai 99%. Sensitivitas dan spesifisitas untuk genotipe rifampicin 94,4 dan 98,3%.
Xpert mampu
menunjukkan kemampuan yang tinggi untuk mendeteksi DNA M.Tb pada sputum mikroskopik BTA negatif TB paru dan TB ekstra paru. World Health Organization (WHO) secara spesifik menggunakan Xpert MTB/RIF sebagai alat diagnostik terdepan pasien HIV yang terinfeksi TB. 39 Tabel 2. Perbandingan pemeriksaan kultur dan Gene Xpert Jumlah Sputum Hain
GeneXpert
sampel(n=107)
mikroskopik BTA
Sensitifitas
63,6%
73%
86,3%
Spesifisitas
100%
94,9%
95,2%
SensitifItas
59,3%
62,5%
85,1%
Spesifitas
100%
95,1%
93,1%
HIV (+)
Dikutip dari 40 2. Pemeriksaan radiologi Gambaran foto toraks pasien HIV yang terinfeksi TB memiliki gambaran atipik. Gambaran radiologik TB pada pasien HIV yang ditemukan saat awal
Universitas Indonesia
Evaluasi terapi..., Siti Nafsiah, FK UI, 2014
21
antara lain ditemukan infiltrat di lobus atas, kavitas atau efusi pleura unilateral. Pada infeksi HIV lanjut ditemukan gambaran atipik yaitu infiltrat di lobus bawah, konsolidasi yang sama ditemukan pada kasus pneumonia yang disebabkan bakteri, milier, infiltrat di daerah hilus, pembesaran (adenopati) hilus atau paratrakeal, serta tidak didapatkan kavitas. Gambaran milier pada pasien koinfeksi TB-HIV kadang dapat terjadi. Hal tersebut dapat terjadi karena penyebaran penyakit yang bersifat hematogenik. 35
3. Pemeriksaan penunjang lain a. Uji tuberkulin Menggunakan standar tuberkulin 1:10.000/5 TU PPD (Purified Protein Derivative)-S intrakutan yang dibaca 48-72 jam dengan indurasi >5 mm. Uji tuberkulin negatif belum dapat menyingkirkan TB. False negatif pada pemeriksaan uji tuberkulin sering ditemukan pada pasien HIV dan kejadiannya meningkat sebanding dengan peningkatan imunosupresi. b. Kultur/ biakan kuman M.tb Dianjurkan bila fasilitas memungkinkan spesimen diperiksa. c. Analisis cairan pleura d. Pemeriksaan histopatologi jaringan Bahan jaringan dapat diperoleh melalui biopsi e. Uji serologi (ELISA) untuk mengetahui ada tidaknya infeksi HIV f. Hitung limfosit CD4 Jumlah CD4 mencerminkan status imunitas pasien. Pasien HIV/AIDS perlu diperiksa jumlah CD4 karena infeksi HIV menyerang sistem ini. Hasil pemeriksaan jumlah CD4 berguna untuk menentukan pengobatan TB-HIV/AIDS selanjutnya.26 Pemeriksaan sputum pasien HIV dengan pengecatan BTA tergantung pada tingkat imunosupresinya. Pasien dengan tingkat imunosupresi ringan hasilnya sama dengan pasien non HIV sedangkan pada tingkat immunosupresi berat terjadi penurunan hasil kepositipan oleh karena menurunnya respons inflamasi.41 Kurang lebih 5% pasien koinfeksi TB-HIV mempunyai hasil sputum BTA yang positif meskipun gambaran radiologis toraks normal.28 Pemeriksaan dengan uji Mantoux kurang membantu diagnostik pada pasien
Universitas Indonesia
Evaluasi terapi..., Siti Nafsiah, FK UI, 2014
22
infeksi HIV dan sensitivitasnya menurun dengan bertambah lanjutnya infeksi HIV. Pada awal infeksi HIV uji PPD dapat memberikan hasil yang positif tetapi pada HIV tingkat lanjut hasilnya menjadi negatif. Hasil dikatakan positif jika setelah 48 jam indurasinya menjadi >5 mm pada infeksi HIV (non HIV >10 mm).41
2.3
Isoniazid Prophylaxis Therapy (IPT)
Prevalens untuk terjadinya TB aktif pada orang dengan HIV akan meningkat. Infeksi TB diketahui akan mempercepat progresivitas infeksi HIV karena akan meningkatkan replikasi HIV.
34
Pada tahun 1998 WHO dan United
Nations Joint Programme on HIV/AIDS (UNAIDS) mengeluarkan kebijakan tentang terapi profilaksis isoniazid. Ada 6 kebijakan yang dikeluarkan untuk penatalaksanaan pasien HIV yaitu:42 1.
Semua
pasien
HIV
sebaiknya
dilakukan
konseling
untuk
mendiagnosis dan menatalaksana lebih awal penyakit TB. 2.
Untuk mencegah monoterapi semua pasien HIV sebaiknya dilakukan penyaringan terhadap TB aktif sebelum diberikan IPT.
3.
Sebaiknya IPT diberikan pada orang dengan hasil uji kulit tuberkulin yang positif.
4.
Terapi profilaksis isoniazid harus diberikan setiap hari selama 6 bulan.
5.
Pemantauan kepatuhan dan toksisitas obat.
6.
Evaluasi hasil terapi
Pentingnya pemberian IPT pada pasien HIV ditekankan kembali oleh WHO pada pertemuannya tahun 2008 sebagai bagian untuk pencegahan dan pengobatan pasien HIV yang dikenal dengan Three I’s strategy yaitu:42 1.
Isoniazid preventive treatment
2.
Intensified case finding (ICF) untuk menemukan kasus TB aktif
3.
Infection control (IC) untuk pencegahan dan pengendalian infeksi TB di tempat pelayanan kesehatan
Universitas Indonesia
Evaluasi terapi..., Siti Nafsiah, FK UI, 2014
23
Standar untuk penanganan TB dengan infeksi HIV juga tercantum pada International Standar for Tuberculosis Care (ISTC) yang merupakan pelengkap standar guideline program penanggulangan TB nasional sesuai rekomendasi WHO. Pada ISTC revisi tahun 2014 standar 14-17 dijelaskan tentang standar untuk penanganan TB dengan infeksi HIV. Pada standar 16 disebutkan bahwa pasien dengan infeksi HIV yang setelah dievaluasi dengan seksama tidak menderita TB aktif seharusnya diobati sebagai infeksi TB laten dengan isoniazid selama 6-9 bulan. Dari tahun 2005 sampai 2007 pemberian IPT meningkat dari 26.000 orang di 10 negara menjadi 29.000 orang di 42 negara.43 Penelitian Toosi memperlihatkan TB aktif meningkatkan progresivitas penyakit HIV dan meningkatkan jumlah virus HIV tipe 1 hingga 160 kali. Tuberkulosis aktif meupregulasi replikasi HIV secara in vivo mungkin dengan menginduksi makrofag,untuk menghasilkan TNFɑ, IL-1, IL-6. 44 Mengingat hal itu pencegahan menjadi sangat penting untuk mengurangi mortalitas dan morbiditas TB pada HIV/AIDS.
Pencegahan
dapat dimulai
dari
meminimalkan
pajanan
dan
mengurangi angka sakit TB.35 Terapi pencegahan isoniazid (INH) untuk TB aman diberikan kepada pasien HIV tanpa penyakit TB mengurangi risiko untuk terjadinya sakit TB sekitar 33-67%
hingga
48 bulan. Saat
ini
IPT
direkomendasikan
untuk
semua orang yang hidup dengan HIV di daerah prevalens infeksi TB laten >30% dan untuk semua orang yang hidup dengan HIV dengan infeksi TB laten atau terpajan kasus TB yang menular dimanapun mereka tinggal. Bukti terbaru telah menunjukkan
bahwa penggunaan
dengan terapi ART
INH
sebagai
pencegahan bersama
pada pasien HIV secara signifikan mengurangi kejadian
TB dan penggunaan IPT pada pasien yang telah berhasil menyelesaikan terapi TB (IPT sekunder) telah menunjukkan mengurangi risiko selanjutnya kasus TB.45 Alasan penggunaan INH dalam pencegahan angka sakit TB pada pasien HIV disebabkan INH
murah dan
bersifat bakterisid
terhadap kedua
bakteri ekstraseluler dan intraseluler. Pada infeksi TB laten, beban kuman kecil sehingga menungkinkan untuk pemberian monoterapi.35 Pada penelitian Heiner dkk dikutip dari 22 yang melibatkan pasien HIV dengan metode randomized controlled trial telah menunjukkan manfaat IPT dalam mengurangi insidens penyakit TB
Universitas Indonesia
Evaluasi terapi..., Siti Nafsiah, FK UI, 2014
24
aktif .22
Penelitian terakhir
Cochrane
melibatkan 8130 peserta
secara
acak, menunjukkan secara keseluruhan IPT mengurangi risiko TB aktif sebesar 33% (risikorelatif [RR] 0,67,95%CI0,510,87). Diantara pasien dengan uji PPD positif, pemberian IPT mengurangi risiko aktif TB sebesar 62% (RR 0,38,95% CI 0,25-0,57).46 Efektifitas INH sebagai kemoterapi pencegahan reaktifasi TB pada pasien HIV telah ditunjukkan pada berbagai penelitian baik retrospektif maupun prospektif. Pada penelitian Jose L Casado
dikutip dari 45
, IPT pada pasien HIV
memperlihatkan efektifitas pencegahan terhadap kejadian sakit TB dengan jangka waktu yang lama dengan probabilitas kumulatif angka sakit TB berkurang 5% pada tahun ketiga pemberian IPT. Hal tersebut sesuai dengan penelitian sebelumnya yang memperlihatkan penurunan >90% kejadian TB pada populasi pasien HIV.45
2.3.1
Efek samping profilkasis isoniazid
Pemberian profilaksis dengan isoniazid dapat menimbulkan kejadian yang tidak diinginkan diantaranya reaksi hipersensitivitas, INH-induced lupus like syndrome, neuropati perifer, gangguan pencernaan dan kelainan sistem saraf seperti kehilangan memori atau bahkan dapat terjadi kejang. Efek samping yang paling sering dijumpai dan berhubungan dengan dosis adalah hepatitis. Lima belas persen pasien akan mengalami efek samping yang bersifat sementara tanpa gejala peningkatan enzim transaminase hati. Penelitian Whalen dkk dengan desain prospektif yang bertujuan untuk menentukan kejadian
hepatitis didapatkan
236 kasus hepatitis yang dicurigai dari 13.838 penerima profilaksis. Dari kasus ini, 92 kasus diklasifikasikan sebagai kasus probable INH-related hepatitis dan 82 sebagai kasus possible INH-related hepatitis oleh panel ahli. Tingkat kasus tampaknya meningkat dengan usia dan ras. Ras Oriental (18 per 1.000) berbeda dengan 11,4 per 1.000 pada kulit putih dan 7,1 per 1.000 penduduk kulit hitam.31 Penelitian Tedla dkk telah dilaporkan terjadinya kematian akibat encephalopathy hepatitis yang dimungkinkan terjadi berkaitan dengan pemberian IPT. Setelah dilakukan pemeriksaan ternyata terdapat hubungan antara konsumsi
Universitas Indonesia
Evaluasi terapi..., Siti Nafsiah, FK UI, 2014
25
alkohol pada pasien HIV. Gejala dari hepatitis seperti mual, muntah, mata kuning, urin berwarna gelap, kelelahan yang tidak beralasan, atau sakit di daerah perut.47 American Thoracic Society merekomendasikan pemeriksaan serum transaminase secara berkala pada pasien HIV yang memperoleh IPT dan ART. Dari The Bostwana National guidelines tentang pemberian ART merekomendasikan pemberian ART tidak diberikan secara bersamaan dengan IPT. Enzim hepar dimonitor pada minggu ke 2,4,dan 12 minggu setelah pemberian efavirenz. Masih diperlukan suatu pedoman tentang pemberian ART dan IPT secara bersamaan. Dari kasus-kasus yang ada perlu dipertimbangkan kejadian hepatitis yang disebabkan oleh IPT terjadi pada bulan ke-3 sedangkan kejadian terjadinya hepatitis yang disebabkan oleh nevirapine terjadi pada minggu ke-6 pertama pemberiannya. Penundaan pemberian ART pada pasien HIVdengan CD4 yang rendah dapat memberikan efek yang buruk sedangkan pemberian IPT sendiri bukan merupakan suatu intervensi yang darurat, pendekatan konservatif perlu dilakukan pada pasien-pasien dengan situasi yang berbeda. Pemberian ART dan IPT secara sekuensial lebih diutamakan daripada diberikan secara bersamaan karena dapat menyebabkan keracunan obat. Disarankan pada pasien dengan CD4 yang masih tinggi pemberian ART dapat ditunda hingga pemberian IPT selesai selama 6 bulan. Pada pasien yang telah mendapatkan ART terlebih dahulu, IPT dapat diberikan setelah ART stabil, enzim hepar harus dimonitor setiap bulan dan harus diberikan informasi gejala hepatitis pada pasien tersebut.47,48
Universitas Indonesia
Evaluasi terapi..., Siti Nafsiah, FK UI, 2014
26
BAB 3 METODE PENELITIAN
3.1
Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan studi dengan desain studi longitudinal dalam kurun waktu satu tahun.
3.2
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di RS Persahabatan/Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FKUI Jakarta dan Poliklinik Departemen Ilmu Penyakit Dalam dimulai dari bulan Desember 2012 hingga bulan Juni 2014
3.3.
Populasi dan Sampel Penelitian
3.3.1. Populasi target
Populasi target adalah adalah pasien HIV positif yang datang ke klinik VCT (Voluntary Counselling Test) RS. Persahabatan
3.3.2. Populasi terjangkau
Populasi terjangkau adalah adalah seluruh populasi target yang ingin dicegah sakit TB dan bersedia mengikuti program IPT di RS Persahabatan dari bulan Desember 2012 - Juni 2014.
Universitas Indonesia
Evaluasi terapi..., Siti Nafsiah, FK UI, 2014
27
3.3.3. Sampel
Sampel adalah populasi terjangkau yang memenuhi kriteria penelitian dan secara tertulis menyatakan kesediaannya untuk mengikuti penelitian dengan menandatangani formulir persetujuan ikut penelitian.
3.4.
Kriteria Penelitian
3.4.1. Kriteria penerimaan
Orang dengan HIV berusia minimal 18 tahun dalam terapi ARV dan tidak hamil
Tidak terbukti TB aktif berdasarkan skrining gejala TB (Formulir IPT 1), pemeriksaan mikroskopis dahak, foto toraks dan GeneXepert.
Tidak terbukti memiliki TB ekstra paru misal limfadenopati,TB abdominal berdasarkan USG (ultrasonography) abdomen
Tidak memilliki gangguan jiwa sesuai dengan formulir checklist status mental mini
Setuju untuk mengikuti kegiatan IPT dan menandatangani informed consent
3.4.2. Kriteria penolakan
Memiliki limfadenitis colli dengan kecurigaan TB
Memiliki hepatitis akut (berdasarkan gejala klinis demam, tanda ikterik, peningkatan SGOT/SGPT tanpa pemeriksaan serologi untuk virus hepatitis A, B dan C)
Memiliki kelainan fungsi hati (nilai SGOT dan SGPT > 3 kali nilai normal tertinggi)
Memiliki gejala neuropati perifer
Memiliki ketergantungan alkohol
Universitas Indonesia
Evaluasi terapi..., Siti Nafsiah, FK UI, 2014
28
3.5.
Besar Sampel dan Cara pengambilan sampel
3.5.1. Besar sampel Besar sampel ditentukan dengan menggunakan rumus perhitungan besar sampel
Z ɑ: nilai pada distribusi normal standar yang sama dengan kemaknaan 95% adalah 1,96
P : proporsi penyakit TB selama 1 tahun (70%)
Q : 1- P
d
: tingkat ketepatan absolut (0,10)
Didapatkan jumlah sampel ± 80 subjek penelitian. Oleh karena pemberian profilaksis INH 300 mg/hari selama 6 bulan merupakan penelitian pendahuluan (pilot project) di Indonesia yang belum ditemukan kepustakaan maka didapatkan jumlah sampel minimal 30 orang untuk pasien HIV yang mendapatkan profilaksis INH.
3.5.2. Cara Pengambilan sampel
Pengambilan sampel dilakukan dengan cara consecutive sample setiap populasi terjangkau yang memenuhi kriteria penelitian dimasukkan sebagai sampel sampai besar sampel yang dibutuhkan terpenuhi.
3.6.
Cara Kerja
Peneliti menjelaskan tujuan dan latar belakang penelitian kepada subjek penelitian yang memenuhi kriteria inklusi dan tidak memenuhi kriteria eksklusi. Pasien harus menandatangani surat persetujuan setelah mendapat penjelasan jika pasien mengerti dan setuju untuk berpartisipasi dalam penelitian ini dan salinan
Universitas Indonesia
Evaluasi terapi..., Siti Nafsiah, FK UI, 2014
29
dari prnyataan tersebut akan diberikan kepada pasien. Berikut ini mengenai cara kerja pada penelitian ini.
Dokter/perawat melakukan penilaian kriteria untuk pemberian IPT (formulir IPT1). Subjek tidak sedang menderita depresi atau gangguan jiwa lainnya.
Subjek diberikan rujukan pemeriksaan laboratorium (pemeriksaan sputum BTA 3x, GeneXpert, foto toraks, pemeriksaan SGOT/SGPT) dengan diberi cap IPT dan dibiayai oleh sebagian dari peneliti dan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Apabila penilaian klinis, laboratorium serta foto toraks subjek tidak dicurigai TB, subjek masuk dalam kriteria penelitian. Dokter/perawat menjelaskan tentang tujuan dan latar belakang IPT dan menanyakan kesediaan pasien untuk ikut serta dengan menandatangani formulir IPT2.
Dokter akan memberikan obat INH dan vitamin B6 (sumbangan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia) dan pemeriksaan rutin kepada pasien selama 6 bulan, subjek bersedia untuk mengambil obat INH setiap bulan di klinik VCT dan dilakukan pemeriksaan fisis dan efek samping INH.
Subjek akan dilakukan pemeriksaan fisis dan foto toraks ulang pasca IPT 6 bulan dan akan dilakukan pemantauan selama 1 tahun.
Variabel – variabel : Pajanan
: Pasien HIV positif yang mendapatkan IPT
Hasil penelitian : Terjadinya TB aktif, kepatuhan minum INH -
Pemeriksaan fisis : berat badan, suhu tubuh, tanda ikterik dan pembesaran kelenjar getah bening
Universitas Indonesia
Evaluasi terapi..., Siti Nafsiah, FK UI, 2014
30
3.7
KERANGKA TEORI
Individu HIV positif
TB Laten
Reaktivasi Reinfeksi Progresifitas infeksi
Rentan utk terinfeksi dan sakit TB Kuman M.tb
Penurunan Sistem Imunitas
Dilakukan skrining gejala TB, pemeriksaan dahak, foto torak dan GeneXpert
TB
OAT (obat anti tuberkulosis)
Tidak terbukti TB
Pemberian IPT (isoniazid Profilaksis Terapi) 300 mg/hari selama 6 bulan Sakit TB
Tidak sakit TB
OAT
Universitas Indonesia
Evaluasi terapi..., Siti Nafsiah, FK UI, 2014
31
3.8
KERANGKA KONSEP
Sakit TB Pasien HIV positif tidak terbukti TB
Mendapatkan IPT 300 mg/hari selama 6 bulan
Evaluasi Tidak sakit TB
dan pemantauan 1 tahun
Universitas Indonesia
Evaluasi terapi..., Siti Nafsiah, FK UI, 2014
32
3.9
ALUR PENELITIAN
Dokter/perawat melakukan penilaian kriteria untuk pemberian IPT (Formulir IPT-1), Hasil pemeriksaan lab dimasukkan ke dalam formulir IPT-1
Pasien tidak masuk dalam kriteria pemberian IPT
Pasien tidak masuk dalam kriteria pemberian IPT karena Suspek TB
Rujuk ke DOTS, dengan menggunkan Formulir Rujukan dari PDP ke DOTS
Rujukan px. Lab tanda Cap IPT di form (TB05, TB05 GeneXpert, Formulir foto toraks dan penunjang lainnya)
Laboratorium
Pasien masuk dalam kriteria pemberian IPT
Dokter/perawat menjelaskan ttg IPT dan menanyakan kesedian pasien untuk ikut serta
Pasien menolak IPT
Pasien bersedia IPT menandatangi Formulir IPT-2 dan mendapatkan kartu IPT-3
Dokter memberikan obat INH dan pemeriksaan rutin kepada pasien selama 6 bulan , dan pemeriksaan fisis pasca INH. Kegiatan skrining tanda dan gejala TB menggunakan Formulir Skrining Tanda dan Gejala TB. Seluruh data dimasukkan ke formulir IPT-4
Seluruh data di formulir IPT-4 di masukkan ke dalam formulir IPT-5
Universitas Indonesia
Evaluasi terapi..., Siti Nafsiah, FK UI, 2014
33
3.10.
ANALISIS STATISTIK Data yang dioeroleh dari subjek penelitian diolah dengan program Statistical Program For Social Sciences (SPSS) versi 11,5. Batas kemaknaan adalah p<0,05 Data disajikan dalam bentuk tekstular, tubular dan diagram.
3.11.
DEFINISI OPERASIONAL Subjek penelitian adalah pasien HIV positif berusia minimal 18 tahun dan tidak hamil terbukti tidak TB berdasarkan penapisan gejala TB, pemeriksaan mikroskopis dahak, foto toraks, Xpert MTB/RIF dan USG abdomen (TB abdomen) dan bersedia mengikuti IPT dengan menandatangani informed consent. Usia adalah
usia subjek yang dihitung sejak tanggal lahir sampai
tanggal pengambilan subjek dibulatkan ke bawah. Jenis kelamin adalah jenis kelamin subjek penelitian yang terdiri dari laki-laki dan perempuan
Tingkat pendidikan adalah jenjang pendidikan formal tertinggi yang pernah dicapai subjek penelitian dari suatu institusi pendidikan yang dikategorikan dalam pendidikan rendah (SD, SMP atau sederajat), pendidikan menengah (SMU atau sederajat), pendidikan tinggi (akademi, perguruan tinggi).
Riwayat TB sebelumnya adalah riwayat penyakit atau pengobatan TB paru sebelumnya yang pernah diderita subjek penelitian sebelumnya.
Kebiasaan merokok dibagi menjadi : -
Perokok :
orang yang masih merokok sampai saat ini dan telah
menghisap rokok 100 batang rokok atau lebih selama hidupnya. -
Bukan perokok : orang yang selama
hidupnya menghisap
kurang dari 100 batang rokok atau tidak pernah merokok.
Universitas Indonesia
Evaluasi terapi..., Siti Nafsiah, FK UI, 2014
34
Tingkat pendapatan adalah pendapatan yang diterima setiap orang dalam masyarakat termasuk pendapatan yang diperoleh tanpa melakukan kegiatan apapun.
Isoniazid Prophylaxis Therapy adalah pemberian isoniazid dosis 300 mg dan vitamin B6 25 mg kepada pasien HIV positif yang terbukti tidak TB diminum setiap hari selama 6 bulan dengan jadwal pengambilan obat setiap bulan. Bila berat badan subjek kurang dari 30 kg, INH diberikan dengan dosis 10 mg/kg berat badan dan dosis vitamin B6 25 mg/hari. Terbagi : 1. IPT 0. Tidak IPT
Tuberkulosis aktif : berdasarkan skrining tanda dan gejala, pemeriksaan fisis, foto toraks menunjukkan gambaran TB dan pemeriksaan dahak BTA positif serta Xpert positif. Terbagi : 1.TB 0.tidak TB
Tidak TB : adalah pasien HIV positif yang memenuhi kriteria inklusi berdasarkan penapisan gejala TB (formulir IPT 1) tidak terdapat gejala, pemeriksaan fisis tidak mengarah ke TB, pemeriksaan mikroskopis dahak negatif, foto toraks tidak terdapat gambaran TB, Xpert negatif.
Kepatuhan : indikator ini dihitung dari jumlah subjek yang sedikitnya mendapatkan dan meminum 80% dosis (148 tablet) IPT dalam waktu 7 bulan.
Pengobatan lengkap : subyek penelitian yang telah menyelesaikan masa 6 bulan INH 300 mg/hari (180 dosis).
Menolak ikut serta IPT : subyek penelitian yang terbukti tidak TB berdasarkan skrining dan menolak dengan kesadaran sendiri untuk meninum obat isoniazid 300 mg/hari selama 6 bulan.
Putus obat : subek penelitian yang tidak mendapatkan INH 300 mg/hari selama minimal 1 bulan sebelum masa pemberian INH selesai atau pasien yang tidak datang 1 bulan atau lebih dan tidak bisa dilacak sejak tanggal perjanjian terakhir.
Meninggal : subek penelitian yang meninggal sebelum atau setelah menyelesaikan profilaksis denan INH 300 mg/hari selama 6 bulan.
Universitas Indonesia
Evaluasi terapi..., Siti Nafsiah, FK UI, 2014
35
Efek samping berat : subjek penelitian yang pemberian profilaksis INH 300 mg/hari dihentikan karena efek samping berat (hepatitis).
Absen : subjek penelitian yang tidak datang 3 hari atau lebih dari jadwal
perjanjian
dan
tidak
dapat
dilacak/tidak
diketahui
keberadaan/informasinya.
Pindah : subjek penelitian yang diketahui pindah setelah setuju mengikuti profilaksis INH
Pengobatan lengkap: subjek penelitian mendapatkan dan meminum serta yang telah menyelesaikan masa 6 bulan paduan INH dan Vitamin B6 (180 dosis) dalam jangka waktu 7 bulan setelah memulai profilaksis.
Pemantauan : pemantauan saat pemberian profilaksis INH 300 mg/hari selama 6 bulan dilakukan setiap bulan sekali sampai akhir masa pemberian profilaksis INH. Hal-hal yang dipantau selama pemberian dan setelah pemberian profilaksis dengan INH adalah: - Gejala/keluhan seperti batuk, demam, keringat malam dan berat badan menurun - Efek samping INH : pusing, tenggorokan kering, ruam, kesemutan, gejala hepatotoksik antara lain berupa mual dan muntah - Pemantauan selama pemberian dan setelah pemberian IPT adalah melihat jumlah pasien yang mendapat sakit TB selama maupun setelah selesai pemberian IPT, melihat efek samping pemberian IPT serta kepatuhan minum obat IPT. Pemantauan saat pemberian IPT dilakukan setiap bulan sekali sampai masa akhir pemberian IPT (6 bulan). Pemantauan dilakukan mulai dari anamnesis gejala klinis, pemeriksaan fisis yang mengarah ke diagnosis TB dan foto toraks. Pemantauan terhadap pasien setelah selesai pemberian IPT dilakukan setiap 6 bulan sekali sampai dengan bulan ke-12 (satu tahun pasca pemberian IPT)
Universitas Indonesia
Evaluasi terapi..., Siti Nafsiah, FK UI, 2014
36
BAB 4 HASIL PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian dengan desain longitudinal yang dilakukan di klinik VCT Penyakit Dalam RS. Persahabatan yang dilakukan pada bulan Desember 2012 sampai dengan Juni 2014 dengan melakukan wawancara kuesioner, pemeriksaan fisis, pemeriksaan sputum BTA 3 kali, foto toraks dan sputum Xpert MTB/RIF. Kelompok yang diteliti dan dianalisis adalah semua pasien HIV rawat jalan yang tidak memiliki gejala TB dan dari hasil pemeriksaan fisis, pemeriksaan sputum BTA 3 kali, pemeriksaan foto toraks serta Xpert MTB/RIF dalam batas normal dan bersedia mengikuti program IPT.
Subjek
penelitian dipilih secara consecutive sampling setiap populasi terjangkau yang memenuhi kriteria inklusi penelitian dimasukan sebagai sampel. Dari 308 pasien HIV positif yang berobat ke RS.Persahabatan terdapat 62 pasien HIV yang bersedia mengikuti uji penapisan program IPT karena berbagai alasan seperti faktor waktu ijin dari tempat kerja dan faktor waktu untuk antri pemeriksaan serta pulang-pergi ke RSUP Persahabatan dalam rangka menyelesaikan uji penapisan tersebut. Dari 62 pasien sebanyak 38 pasien telah menyelesaikan uji penapisan dan memenuhi syarat IPT tetapi 5 orang menolak kesediaannya mengikuti IPT. Delapan pasien HIV tidak menyelesaikan uji penapisan dan tidak dapat dihubungi serta menolak untuk melanjutkan proses uji penapisan. Enam belas pasien yang telah menyelesaikan uji penapisan tidak memenuhi syarat IPT disebabkan karena dari gambaran foto toraks dicurigai TB. Hasil akhir terdapat 33 subjek penelitian yang masuk dalam kriteria inklusi dan bersedia mengikuti program IPT. Satu orang subjek penelitian dikeluarkan agar tidak terjadi bias pada hasil penelitian. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada diagram di bawah ini.
Universitas Indonesia
Evaluasi terapi..., Siti Nafsiah, FK UI, 2014
37
`
308 pasien HIV di RSUP Persahabatan
62 pasien HIV bersedia mengikuti uji penapisan
8 pasien tidak menyelesaikan uji penapisan
5 pasien memenuhi syarat tapi menolak
16 pasien tidak memenuhi syarat
33 pasien memenuhi syarat dan informed consent (+)
32 pasien dianalisis
1 pasien dikeluarkan
Gambar 5. Diagram hasil pengambilan sampel.
Satu subjek yang dikeluarkan disebabkan karena meninggal saat pemantauan 1 tahun IPT yaitu di bulan ke-17 tetapi penyebab dasar meninggal bukan karena TB tetapi karena penyakit lain yaitu Diabetes Melitus dan pasien juga tidak terkena TB. Hasil akhir penelitian terdapat 32 subjek dengan jenis kelamin 19 laki-laki (59,4 %) dan 13 perempuan (40,6 %). Dengan median usia 29 tahun rentang usia minimum 22 tahun dan rentang usia maksimum 46 tahun. Pada penelitian ini kejadian TB setelah pemantauan 1 tahun pasca IPT terjadi pada 2 orang dari 32 subjek penelitian. Hubungan antara kejadian TB dengan karakteristik pasien dan kepatuhan minum obat IPT diteliti dalam penelitian ini.
4.1
Karakteristik sosiodemografi
Penelitian ini mendapatkan 32 subjek yang memenuhi kriteria dengan gambaran karakteristik sosiodemografi dijelaskan pada tabel 4.1. Sebaran usia subjek penelitian tidak normal sehingga didapatkan median usia 29 tahun dengan rentang usia minimal 22 tahun dan rentang usia maksimal 46 tahun. Jenis kelamin
Universitas Indonesia
Evaluasi terapi..., Siti Nafsiah, FK UI, 2014
38
sebagian besar laki-laki 19 orang (59,4%) dan perempuan 13 orang (40,6%). Pendidikan subjek penelitian paling banyak adalah tingkat pendidikan menengah atas sebanyak 25 orang (75,8 %), diikuti tingkat pendidikan tinggi sebanyak 4 orang (12,1%) dan tingkat pendidikan rendah sebanyak 3 orang (9,4%). Pendapatan subjek penelitian paling banyak diatas 1,5 juta/bulan sebanyak 14 orang (42,4%). Tidak bekerja 11 orang (33,3%) dan pendapatan kurang dari 1,5 juta 8 orang (29,2%). Tabel 4.1.1 Karakteristik responden berdasarkan sosiodemografi n
%
Jenis Kelamin - Laki-laki - Perempuan
19 13
59,4 40,6
Pendidikan - Rendah (SD-SMP) - Sedang (SMA) - Tinggi (Sarjana)
3 25 4
9,4 75,8 12,1
Pendapatan - TK - < Rp.1,5 juta - ≥ Rp.1,5 juta
10 8 14
31,3 25,0 43,8
Usia (tahun)
4.2
Tendensi Tengah 29 (22 – 46)
Karakteristik kebiasaan merokok dan riwayat TB sebelumnya
Gambaran karakteristik subjek penelitian berdasarkan kebiasaan merokok dan riwayat pengobatan TB sebelumnya dijelaskan pada table 4.2. Subjek penelitian paling banyak memiliki kebiasaan tidak merokok sebanyak 18 orang (43,8%) dan yang memiliki kebiasaan merokok 14 orang (56,3%). Subjek penelitian paling banyak tidak memiliki riwayat TB sebelumnya sebanyak 23 orang (71,9%) dan yang memiliki riwayat TB sebelumnya sebanyak 9 orang (28,1%).
Universitas Indonesia
Evaluasi terapi..., Siti Nafsiah, FK UI, 2014
39
Tabel 4.2.1 Karakteristik responden berdasarkan kebiasaan merokok dan riwayat TB sebelumnya n % Kebiasaan merokok - Ya 14 56,3 - Tidak 18 43,8 Riwayat TB sebelumnya - Ya - Tidak
9 23
28,1 71,9
4.3 Sebaran jumlah CD4, lama dan jenis ART, kepatuhan dan efek samping IPT dan kejadian TB
Dari 32 subjek penelitian diketahui jumlah CD4 pasien HIV yang mengikuti program IPT memiliki sebaran yang normal dengan jumlah CD4 286,06 sel/mm3±155,02 sel/mm3, seperti dijelaskan pada table 4.3. Lama waktu mengkonsumsi ART dari 32 subjek penelitian memiliki sebaran yang tidak normal dengan median waktu 4 tahun dan rentang minimum 1 tahun serta rentang maksimum 12 tahun. Kepatuhan meminum isoniazid selama 6 bulan (program IPT) sebanyak 180 dosis dari 32 subjek penelitian dengan pengobatan lengkap sebanyak 22 orang (68,8%), putus obat sebanyak 8 orang (25%) dan subjek penelitian yang mengalami efek samping berat dan meninggal saat program IPT sebanyak 2 orang (6,3%). Kejadian TB pada 6 bulan IPT sebanyak 1 orang (3,1%) dan sebanyak 31 orang tidak terkena TB (96,9%). Dari 32 subjek penelitian 1 orang (3,1%) meninggal saat program IPT di bulan kedua. Kejadian TB aktif satu tahun pasca IPT dan subjek penelitian yang meninggal satu tahun pasca IPT 2 orang (6,25%). Paling banyak ART yang digunakan adalah kombinasi dari obat TDF (tenofovir) + 3TC (lamivudine) dan EFV (efavirens) sebanyak 43,75%, sebanyak 28,125% memakai ART kombinasi AZT (zidovudine) + 3TC (lamivudine) dan EFV serta 28,125% memakai kombinasi obat AZT + 3TC dan NFP (nevirapine). Sebanyak 71,8% subjek tidak mendapatkan efek samping selama mengkonsumsi IPT. Hanya 3,1% subjek yang mendapatkan efek samping berat yaitu hepatitis sehingga IPT harus dihentikan. Efek samping yang sering dirasakan pasien saat mengkonsumsi IPT adalah pusing dan kesemutan sebanyak
Universitas Indonesia
Evaluasi terapi..., Siti Nafsiah, FK UI, 2014
40
Tabel 4.3.1 Sebaran jumlah CD4, lama ART, kepatuhan dan kejadian TB n
%
3
Jumlah CD4 (sel/mm )
Tendensi Tengah 286,06 + 155,016 * 4 ( 1 – 12 )**
Lama ART (tahun) Jenis ART - TDF + 3TC + EFV - AZT + 3TC + EFV - AZT + 3TC + NFP
15 9 8
46,8 28,1 25
Kepatuhan IPT - Pengobatan lengkap - Putus obat - Efek samping berat/meninggal
22 8 2
68,8 24,2 6,3
Efek samping - Tidak terkena efek samping - Efek samping ringan - Efek samping berat
23 8 1
71,8 25,0 3,1
3 1 3 1 1
33,3 11,1 33,3 11,1 11,1
Kejadian TB 6 bulan - Ya - Tidak
1 31
3,1 96,9
Meninggal 6 bulan - Ya - Tidak
1 31
3,0 96,9
Kejadian TB 1 tahun - Ya/meninggal - Tidak
2 30
6,3 93,8
Jenis efek samping (N=9) - Pusing - Tenggorokan kering - Kesemutan - Mual - Hepatitis
*Sebaran normal **Sebaran tidak normal
Universitas Indonesia
Evaluasi terapi..., Siti Nafsiah, FK UI, 2014
41
4.4 Analisis Statistik Hubungan Faktor Penentu dan Kejadian TB selama 1 tahun pemantauan
Dilakukan uji statistik terhadap data hasil penelitian. Dari 32 subjek penelitian dilihat berdasarkan faktor penentu seperti jenis kelamin, usia subjek, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, jumlah CD4, lama konsumsi ART, jenis ART, kepatuhan pada program IPT, kebiasaan merokok, dan riwayat TB sebelumnya. Tidak terhadap hubungan bermakna antara kejadian TB dengan faktor penentu diatas seperti terlihat pada tabel 4.4.
Tabel 4.4.1 Hubungan faktor penentu dengan kejadian TB TB/meninggal 25,5 (25-26)
P 0,145*
( 89,5 ) (100 )
2 0
(10,5) ( 0 )
0,502*
3 23 4
(100 ( 92 (100
) ) )
0 2 0
( 0 ) ( 8 ) ( 0 )
1,000*
9 8 13
( 90 ) (100 ) ( 92,9 )
1 0 1
(10 ) ( 0 ) ( 0 )
1,000*
(+160,53)
263
(+124,4)
0,819*
(1-12)
3,5
(2-5)
0,734*
Usia (tahun)
29
Jenis kelamin - Laki-laki - Perempuan
17 13
Pendidikan - Rendah - Sedang - Tinggi Pendapatan - Tidak bekerja - < Rp.1,5 juta - > Rp. 1,5 juta Jumlah CD4(sel/mm3)
Tidak TB (22-46)
289,87
Lama ART(tahun)
4
Jenis ART - AZT + 3TC + EFV - AZT + 3TC + NFP - TDF + 3TC + EFV
7 7 16
Kepatuhan - Pengobatan lengkap - Putus obat - Efek samping berat/meninggal
21 8 1
(95,5) (100) (50)
1 0 1
(4,5) (0) (50)
0,534*
13
(92,9)
1
(5,6)
1,000*
Kebiasaan merokok - Ya
1 1 0
0,730*
Universitas Indonesia
Evaluasi terapi..., Siti Nafsiah, FK UI, 2014
42
-
Tidak
Riwayat TB sebelumnya - Ya - Tidak
17
(94,4)
1
(7,1)
8 22
(88,9) (95,7)
1 1
(11,1) (4,3)
0,490*
*Berdasarkan jumlah sampel yang lebih kecil dari sampel yang terhitung
Universitas Indonesia
Evaluasi terapi..., Siti Nafsiah, FK UI, 2014
43
BAB 5 PEMBAHASAN
5.1
Karakteristik Subjek
Penelitian ini dilakukan pada populasi pasien HIV rawat jalan yang datang ke poliklinik VCT Penyakit Dalam di RS. Persahabatan Jakarta pada bulan Desember 2012-Juni 2014. Pasien HIV yang berobat dan mengambil ART di RS. Persahabatan saat penelitian ini dikerjakan terdapat 308 pasien tapi hanya 63 pasien yang mengikuti proses uji penapisan karena beberapa alasan diantaranya masalah waktu. Kebanyakan pasien hanya memiliki ijin tidak masuk dari tempat mereka bekerja selama 1 hari sehingga tidak terdapat waktu untuk melakukan uji penapisan yang berlangsung ±1 minggu. Alasan lain adalah faktor rumah yang terlalu jauh sehingga pasien enggan untuk pulang-pergi ke RS. Persahabatan. Dari 62 pasien yang mengikuti uji penapisan sampai dengan selesai. 38 pasien memenuhi persyaratan kriteria inklusi tetapi 5 pasien menolak mengikuti program IPT sehingga tidak diikutkan penelitian. Dari 62 pasien yang selesai uji penapisan terdapat 16 pasien yang tidak memenuhi syarat kriteria inklusi karena terdapat gambaran foto toraks yang dicurigai TB. Total subjek penelitian yang mengikuti dari awal hingga satu tahun pemantauan terdapat 33 subjek. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui efek pemberian isonoazid profilaksis selama 6 bulan pada pasien HIV dalam mencegah kejadian TB dan mengetahui kepatuhan dalam mengikuti program IPT. Penelitian ini ingin mengetahui angka kejadian sakit TB pada pasien HIV yang mendapatkan IPT selama satu tahun pemantauan, kepatuhan IPT, efek samping yang ditimbulkan IPT serta hubungan antara faktorfaktor yang dinilai berpengaruh antara lain jenis kelamin, usia subjek, tingkat pendidikan, kebiasaan merokok, jumlah CD4, lama pemakaian ART, jenis ART, kepatuhan meminum obat isoniazid dan riwayat TB sebelumnya dengan kejadian TB setelah dilakukan monitoring selama 1 tahun. Penelitian ini saat awal mendapatkan sejumah 33 subjek masuk kriteria inklusi tetapi satu orang dikeluarkan untuk menghindari bias. Subjek yang dikeluarkan karena subjek tidak terkena TB dan meninggal disebabkan karena
Universitas Indonesia
Evaluasi terapi..., Siti Nafsiah, FK UI, 2014
44
bukan TB. Berdasarkan analisis hasil penelitian ini didapatkan angka kejadian sakit TB pada pasien HIV yang mendapatkan profilaksis INH selama 6 bulan yaitu sebanyak 2 subjek (6,3%) dari 32 subjek yang dianalisis. Hal tersebut berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa angka insidens sakit TB pada pasien HIV berkisar 8-15% per tahun.4,45 Penelitian ini di akhir mendapatkan 32 subjek dengan jenis kelamin paling banyak adalah sejumlah 19 laki-laki (59,4 %) dan 13 perempuan (40,6 %). Pasien HIV yang berobat ke poliklinik VCT Penyakit Dalam RS. Persahabatan kebanyakan laki-laki sesuai dengan data yang bersumber dari Ditjen PP & PL Kemenkes RI yang dilaporkan sampai dengan bulan Maret 2014 jumlah kumulatif kasus HIV/AIDS di Indonesia paling banyak laki-laki sebanyak 28.984 dan perempuan 15.598.11 Hasil penelitian ini didapatkan median usia subjek 29 tahun dengan usia minimum 22 tahun dan maksimum 46 tahun sesuai dengan laporan statistik kasus HIV/AIDS di Indonesia sampai bulan Maret 2014 didapatkan jumlah kumulatif kasus HIV/AIDS menurut golongan umur paling banyak pada usia golongan umur 20-29 tahun.11 Hal ini disebabkan karena kelompok umur tersebut mempunyai risiko penularan lebih tinggi untuk tertular HIV/AIDS karena merupakan kelompok sosial aktif.49 Hasil penelitian ini mengelompokkan pasien HIV berdasarkan tingkat pendidikan terakhir. Latar belakang pendidikan pasien terbanyak adalah sekolah menengah atas (SMA) 25 orang (75,8%), pendidikan tinggi (sarjana) 4 orang (12,1%) dan pendidikan rendah (SD-SMP) 3 orang (9,4%). Hal tersebut sesuai dengan penelitian Setiawan (2008) latar belakang pendidikan pasien HIV/AIDS yang banyak adalah SMA/SLTA dan SD. Kenyataan ini dikarenakan penggunaan obat narkotika suntik/napza telah menjalar ke generasi muda di usia SLTA. Hasil survey perilaku di Jakarta menunjukkan sekitar 30% pelajar SLTA merupakan pengguna napza.50 Pada penelitian ini seluruh subjek dalam pengobatan antiretroviral (ART). Median lama ART 4 tahun [interquartile range(IQR) 1-12 tahun]. Paling banyak ART yang digunakan adalah kombinasi dari obat (lamivudine) dan
TDF (tenofovir) + 3TC
EFV (efavirens) sebanyak 43,75%, sebanyak 28,125%
memakai ART kombinasi AZT (zidovudine) + 3TC (lamivudine) dan EFV serta 28,125% memakai kombinasi obat AZT + 3TC dan
NFP (nevirapine). Hal
Universitas Indonesia
Evaluasi terapi..., Siti Nafsiah, FK UI, 2014
45
tersebut sesuai dengan pedoman WHO tentang pemberian regimen ART tahun 2013 yaitu ART lini pertama untuk pasien HIV dewasa terdiri dari 2 nucleoside reverse-transcriptase inhibitor (NRTI) ditambah dengan non-nucleoside reversetranscriptase inhibitor (NNRTI): TDF + 3TC + EFV dalam bentuk kombinasi dosis tetap direkomendasikan saat memulai ART. Apabila TDF + 3TC +EFV kontraindikasi atau tidak tersedia pilihan yang direkomendasikan adalah: AZT + 3TC + EFV, AZT + 3TC + NVP, TDF + 3TC + NVP.51 Salah satu strategi DOTS TB control adalah mengintensifkan penemuan kasus TB dan pemberian obat ART sebagai salah satu pencegahan TB.52 Pemberian ART telah menjadi kebijakan dalam intervensi pencegahan TB yang telah diimplementasikan dalam skala besar. Rumah Sakit Persahabatan merupakan salah satu penyedia VCT yang telah menyediakan ART secara gratis kepada pasien HIV. Suatu metaanalisis dari penelitian Gupta di Afrika Selatan melaporkan terjadi penurunan 67% risiko TB pada pasien yang mendapatkan ART selama pemantauan 8 tahun. Kejadian TB menurun secara drastis sesuai waktu saat awal pengobatan ART 2-3 tahun.52 Pada penelitian ini kejadian TB setelah 1 tahun monitoring ada 2 orang (6,3%) dari 32 pasien HIV yang mengikuti program IPT. Satu pasien terkena TB pada bulan kedua program IPT dan dinyatakan sebagai multidrug-resistant (MDR) TB dari hasil GeneXpert yang kemudian meninggal pada bulan ketiga program IPT dengan penyebab dasar TB. Satu pasien lainnya terkena TB setelah 6 bulan pasca IPT setelah dilakukan pemeriksaan berdasarkan pemeriksaan fisis, pemeriksaan bakteriologis, pemeriksaan foto toraks dan hasil GeneXpert tidak menunjukkan MDR TB. Kemudian pasien langsung dirujuk ke poliklinik paru untuk mendapatkan obat TB kategori II karena sebelumnya pasien dengan riwayat pengobatan TB. Sebagaimana yang dinyatakan oleh Sharma
dikutip dari 35
pada
negara berkembang TB merupakan infeksi oportunistik yang dapat menyebabkan kematian pada pasien HIV/AIDS. TB menyebabkan kematian sekitar 13% dari kematian pasien HIV di seluruh dunia.35 Sistem pertahanan seluler pasien HIV yang lemah menyebabkan pasien HIV mudah terkena TB dengan insidens 7%10% setiap tahun.45 Terdapat hubungan antara infeksi HIV dengan faktor risiko terjadinya MDR TB. Infeksi HIV berhubungan dengan resistensi rifampisin yang didapat. Beberapa faktor yang berhubungan dengan kejadian resistensi tersebut
Universitas Indonesia
Evaluasi terapi..., Siti Nafsiah, FK UI, 2014
46
adalah: kepatuhan yang rendah terhadap pengobatan TB, keadaan immunosupresi yang lanjut, interaksi terhadap pengobatan infeksi oportunistik yang lain, interaksi obat TB dengan ART dan penggunaan OAT yang intermiten. Infeksi HIV juga menyebabkan malabsorpsi saluran cerna dari pengobatan OAT. Dari penelitian Tappero dkk di Botswana terlihat bahwa 78% pasien HIV memiliki level serum rifampin yang rendah dan 30% pasien memiliki level serum isoniazid yang rendah. Hal tersebut menunjukan terdapatnya hubungan antara infeksi HIV dengan malabsorpsi obat.53 Infeksi HIV merupakan faktor risiko terjadinya kekambuhan TB karena virus HIV berhubungan dengan reinfeksi TB. Seperti yang dikemukakan oleh Sonnenberg (2001) kasus TB berulang pada pasien HIV dapat disebabkan karena kambuh atau reinfeksi faktor eksogen. Pada penelitian dengan desain kohor ini dilaporkan proporsi kasus TB yang berulang disebabkan karena faktor risiko reinfeksi bukan karena kekambuhan. Pasien HIV yang telah terinfeksi M tuberculosis secara cepat berprogresif menjadi sakit TB. Pasien HIV memiliki kekebalan tubuh yang rendah terhadap infeksi berikutnya. Keadaan immunusupresi memberikan peran yang besar dalam meningkatkan risiko kekambuhan.54 Hal ini terlihat pada pasien di penelitian kami bahwa pasien yang terkena TB adalah pasien yang memiliki riwayat pengobatan TB sebelumnya dan pasien juga putus ART selama beberapa bulan sehingga menyebabkan kekebalan tubuh menurun. Kunjungan setiap bulan ke RS. Persahabatan dapat membuat mereka terpajan pasien lain penderita TB. Kepatuhan mengikuti program IPT dikelompokkan menjadi pasien dengan pengobatan lengkap yaitu pasien yang meminum obat isoniazid sebanyak 180 dosis atau yang meminum IPT 80% dosis (148 tablet) yaitu 22 orang (68,8%), putus obat terjadi pada 8 orang (25%) dan pasien dengan efek samping berat dan meninggal 2 orang (6,3%). Pasien dengan efek samping berat yaitu pasien yang memiliki gejala kuning, mual dan muntah, peningkatan enzim transaminase (SGOT/SGPT) > 3 kali nilai normal disebabkan karena INH. Pada penelitian ini terdapat satu orang yang memiliki efek samping berat dengan nilai SGOT: 282 U/L dan SGPT: 393 U/L pada bulan kedua program IPT kemudian langsung dihentikan pemberian IPT. Hal ini sesuai dengan penelitian metaanalisis IPT tahun 2006 yang mengikutsertakan 18.000 pasien IPT terjadi efek samping berat
Universitas Indonesia
Evaluasi terapi..., Siti Nafsiah, FK UI, 2014
47
pada 28 orang (1,4%) diantaranya 19 orang terkena hepatitis. Kebanyakan dari hepatitis asimptomatik. Beberapa faktor dapat berperan untuk terjadinya efek samping seperti jumlah CD4 dibawah 200 sel/μl dan kebiasaan mengkonsumsi alkohol.37 Pada subjek dalam penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian sebelumnya karena subjek yang terkena efek samping berat memiliki CD4 306 sel/mm3 walaupun kebiasaan mengkonsumsi alkohol belum dapat disingkirkan. Oleh karena itu uji penapisan ketergantungan alkohol direkomendasikan sebelum mengikuti IPT untuk menurunkan risiko hepatitis. dari 37
37
Professor Churchyard
dikutip
mengatakan dibandingkan dengan efektivitas IPT dalam standard TB
control, kejadian hepatitis merupakan kasus yang jarang ditemukan sehingga isoniazid aman digunakan. Satu orang subjek pada penelitian ini meninggal saat program IPT bukan disebabkan karena efek samping IPT tetapi disebabkan karena TB. Pasien tersebut didiagnosis sebagai MDR TB. Salah satu keengganan penyelenggara kesehatan untuk menjalani IPT adalah ketakutan terjadinya resistensi obat atau toksistas yang berat. Sampai saat ini masih sedikit bukti yang menyatakan bahwa IPT menyebabkan resistensi obat. Menurut Professor Harry Hausler dari TB/HIV Care Association
dikutip dari 37
apabila terjadi kasus TB aktif
pada pasien yang mengikuti IPT rejimen standar obat anti TB lini pertama harus segera diberikan. Dari penelitian metaanalisis tahun 2006 terjadi resistensi INH tetapi cenderung rendah. Dr. Neil Martinson dari Perinatal HIV Research Unit dikutip dari 37
melaporkan IPT selama 6 bulan tidak menyebabkan resistensi. Pada
penelitian tersebut tidak terjadi resistensi pada 14 dari 19 kasus TB dari total 328 pasien yang mendapatkan IPT selama 6 bulan dan terdapat 1 kasus MDR TB. Oleh karena itu sangatlah penting untuk mengeksklusikan TB aktif sebelum pemberian IPT.37 Kepatuhan pasien dalam penelitian ini baik yaitu terdapat 68,8% subjek mengkonsumsi isoniazid selama 6 bulan. Kepatuhan pada penelitian ini hampir sama dengan kepatuhan IPT yang dilakukan di Thailand tahun 1997 yaitu sebesar 69,4% tapi lebih rendah dibandingkan kepatuhan dari penelitian yang dilakukan di Ethiopia tahun 2006/2007 menyatakan bahwa tingkat kepatuhan pasien yang mengikuti program IPT berkisar 89,5%.55,56 Pada penelitian tersebut dilaporkan pasien yang mengkonsumsi ART lebih patuh daripada pasien yang belum
Universitas Indonesia
Evaluasi terapi..., Siti Nafsiah, FK UI, 2014
48
mengkonsumsi ART. Berbagai variabel seperti usia, jenis kelamin dan pendapatan tidak secara signifikan berhubungan dengan kepatuhan pasien.55,56 Hal tersebut senada dengan hasil penelitian ini semua subjek adalah pasien dengan ART sehingga kepatuhan IPT lebih tinggi karena pengambilan IPT bersamaan dengan waktu kunjungan pengambilan ART. Konseling yang terus menerus oleh petugas kesehatan yang dilakukan saat pengambilan obat juga menjadi alasan kepatuhan yang baik pada pasien yang mengikuti IPT. Subjek yang putus obat pada penelitian ini sebanyak 8 orang (25%). Alasan putus obat 3 orang (37,5%) dari 8 orang putus obat karena efek samping ringan pusing setelah minum obat, lupa minum obat (12,5%), merasa terlalu banyak minum obat (12,5%), jauh dari rumah (37,5%). Hal tersebut senada dengan penelitian kepatuhan IPT di Thailand salah satu faktor yang menyebabkan ketidakpatuhan meminum obat IPT adalah efek samping yang dirasakan setelah meminum INH.55 Hal ini tidak sesuai dengan penelitian tentang kepatuhan IPT di Diredawa,Ethiopia kebanyakan partisipan yang mengikuti IPT putus obat karena alasan lupa meminum obat.56 Beberapa efek samping dari IPT dirasakan oleh 9 subjek pada penelitian ini. Diantaranya pusing pada 3 subjek (33,1%), tenggorokan kering 11,1%, kesemutan 33,3%, mual 11,1% dan hepatitis 11,1%. Sampai saat ini hanya sedikit penelitian yang melaporkan kejadian efek samping pada pemberian IPT. Penelitian Thibela TB di Afrika Selatan yang dilakukan Grant dkk menyatakan efek samping yang biasa terjadi adalah hipersensitivitas, neuropati perifer, kejang dan hepatotoksistas.57 Hal tersebut sesuai dengan penelitian ini ditemukan 33,3% subjek yang mengalami kesemutan/neuropati perifer dan hepatitis tapi tidak ditemukan kejang. Penelitian Thibela TB ini menjamin bahwa IPT dapat diberikan dengan aman dengan pemantauan yang baik dari petugas kesehatan. Pada penelitian ini efek samping yang terjadi berupa keluhan subjektif pasien yang berdasarkan dari penilaian klinis peneliti. Gejala hepatitis ditemukan pada 1 subjek dan ditindaklanjuti dengan pemeriksaan fungsi hati dan ditemukan peningkatan SGOT/SGPT >3x sehingga obat IPT dihentikan. Kebiasaan merokok / perokok aktif dilakukan oleh 56,3% subjek. Pada penelitian ini kami tidak mengevaluasi jumlah batang rokok yang dihisap per hari. Hal ini sesuai dengan laporan di Amerika bahwa sebagian besar pasien yang
Universitas Indonesia
Evaluasi terapi..., Siti Nafsiah, FK UI, 2014
49
terinfeksi HIV adalah perokok, tetapi data yang ada tidak menunjukkan intensitas jumlah tembakau yang digunakan.58 Merokok meningkatkan kerentanan terhadap infeksi HIV atau infeksi lain dengan cara mengubah perjalanan infeksi HIV dengan memodifikasi risiko penyakit kronik yang berhubungan dengan rokok. Dari 16 penelitian prospektif yang mengevaluasi hubungan antara merokok dan progresivitas HIV dilihat variabel jumlah CD4, waktu berkembangnya HIV ke AIDS dan risiko terjadinya infeksi oportunistik. Dua dari penelitian tersebut mengidentifikasikan terdapatnya hubungan antara merokok dengan penurunan jumlah CD4 diantara pasien HIV.58 Penelitian dari Salma dkk mengatakan merokok dapat meningkatkan risiko kejadian TB 2,5 kali lebih tinggi dibandingkan bukan perokok. Merokok dapat meningkatkan risiko kejadian TB laten 1,9 kali, kejadian TB aktif 2,6 kali dan kematian akibat TB 2,6 kali.59 Pada penelitian ini terdapat 28,1% subjek dengan riwayat TB sebelumnya yang diberikan IPT. Hal ini sesuai dengan penelitian Churchyard dkk (1999) terdapat 13,3 % subjek yang memiliki riwayat TB sebelumnya dilakukan intervensi pemberian profilaksis isoniazid.60 Penelitian Churchyard dkk (2003) suatu studi observasional IPT dapat segera diberikan pada pasien yang telah menyelesaikan pengobatan TB secara lengkap.61 Menurut pedoman WHO telah dibuktikan bahwa IPT dapat digunakan sebagai profilaksis sekunder pada pasien HIV yang sebelumnya telah mendapatkan pengobatan TB secara lengkap. The Guidelines Group dari WHO juga menyatakan bahwa tidak terdapat bukti pemberian IPT pada pasien yang telah menyelesaikan pengobatan TB secara lengkap akan mendapatkan multidrug-resistant (MDR) atau extensively drugresistant (XDR) TB tetapi pedoman ini tidak menyarankan pemberian IPT pada pasien yang telah menyelesaikan pengobatan MDR atau XDR TB.5 Berdasarkan penelitian GRADE tahun 2011 (Grading of Recomemendations Assessment, Development and Evaluation criteria) yang menyertakan 8 penelitian dan metaanalisis yang dilakukan oleh Balcells dkk menyimpulkan risiko relatif terjadinya TB kebal obat terhadap isoniazid pada pasien yang mendapatkan IPT dibandingkan dengan yang tidak mendapatkan IPT sebesar 1,87 (interval kepercayaan 95%[0,65-5,38]) sehingga WHO merekomendasikan “strong recommendation” bahwa IPT tidak menyebabkan peningkatan risiko TB kebal
Universitas Indonesia
Evaluasi terapi..., Siti Nafsiah, FK UI, 2014
50
obat.62 Terdapat argumentasi yang menyatakan bahwa IPT tidak menyebabkan resistensi yang didapat apabila diberikan pada pasien yang memenuhi syarat. Infeksi laten adalah suatu kondisi yang dikarakterisasikan dengan tingkat bakteri yang relatif rendah dan secara fisiologis bakteri tersebut relatif tidak aktif. Tingkat mutasi pada isoniazid secara alami terjadi pada 108 pada setiap bakteri dari setiap generasi sehingga risiko untuk terjadinya mutan yang resisten pada saat infeksi laten rendah.63
5.3
Analisis hubungan karakteristik dengan kejadian TB
Dilakukan uji statistik terhadap data hasil penelitian. Sebanyak 32 subjek dilakukan pemisahan berdasarkan jenis kelamin, usia subjek, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, kebiasaan merokok, lama pemakaian ART dan jenis ART, riwayat pengobatan TB sebelumnya, kepatuhan terhadap IPT. Kejadian TB terdapat pada 2 orang dari 32 subjek penelitian. Tidak didapatkan hubungan bermakna secara statistik antara usia subjek, jenis kelamin, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, jumlah CD4, lama pemakaian ART, kepatuhan IPT, kebiasaan merokok dan riwayat pengobatan TB sebelumnya. Hal ini dapat timbul karena jumlah subjek yang dijadikan subjek penelitian sangat sedikit. Penelitian ini merupakan proyek pendahuluan (pilot project) sehingga jumlah subjek yang didapatkan disesuaikan dengan jumlah subyek batas minimal 30 subjek sehingga menyebabkan
keterbatasan
kekuatan
penelitian
(power).
Selain
itu
RS.Persahabatan merupakan rumah sakit rujukan paru di Indonesia sehingga mencari subjek penelitian yang sesuai dengan kriteria tidak TB sangat sulit. Pembuktian lebih lanjut diperlukan dengan jumlah subjek yang lebih banyak sesuai dengan penelitian-penelitian sebelumnya. Berdasarkan pedoman WHO orang dengan HIV sekitar 30 kali lebih berisiko untuk mengalami TB dibandingkan dengan orang yang tidak terinfeksi HIV. Dari hasil penelitian ini kejadian TB terdapat hanya pada 2 (6,3%) dari 32 subjek penelitian. Sedangkan berdasarkan beberapa penelitian sebelumnya dilaporkan angka kejadian sakit TB pada pasien HIV berkisar 8-15% per tahun.4 World Health Organization telah merekomendasikan pemberian INH pada pasien HIV dan standar untuk
Universitas Indonesia
Evaluasi terapi..., Siti Nafsiah, FK UI, 2014
51
penanganan TB dengan infeksi HIV juga tercantum pada International Standar for Tuberculosis Care (ISTC) yang merupakan pelengkap standar guideline program penanggulangan TB nasional sesuai rekomendasi WHO. Pada ISTC revisi 3 tahun 2014 standar 14-17 dijelaskan tentang standar untuk penanganan TB dengan infeksi HIV. Pada standar 16 disebutkan bahwa pasien dengan infeksi HIV yang setelah dievaluasi dengan seksama tidak menderita TB aktif seharusnya diobati sebagai infeksi TB laten dengan isoniazid selama 6-9 bulan.63 Berdasarkan hal tersebut menurut peneliti pemberian INH sebagai pencegahan TB pada pasien HIV yang tidak terbukti TB perlu dilakukan sebagai kebijakan di Indonesia.
KETERBATASAN PENELITIAN
Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan. Pertama subjek penelitian yang diikutsertakan sangat sedikit sehingga mempengaruhi kekuatan dari penelitian. Hal ini dikarenakan
pasien HIV di RS. Persahabatan tidak bisa
mengikuti seluruh rangkaian uji penapisan karena terlalu lama (antrian) dan masalah ijin dari tempat kerja.
Mencari pasien HIV yang tidak TB di
RS.Persahabatan sangat sulit. Hal tersebut terlihat bahwa dari 62 pasien HIV yang selesai menjalani uji penapisan terdapat 16 pasien yang terduga sebagai TB dan langsung dirujuk ke poliklinik paru. Kedua tidak dilakukannya kultur sputum M.Tb dari subjek yang merupakan diagnosis pasti TB. Ketiga pada penelitian tidak terdapat kelompok kontrol sehingga memungkinkan terjadi bias. Keempat pada penelitian ini terdapat beberapa subjek penelitian setelah selesai mengikuti program IPT pindah kunjungan pengambilan ART ke sarana kesehatan lainnya sehingga proses monitoring hanya dilakukan per telpon. Kelima waktu monitoring untuk follow up subjek kurang lama sedangkan peneliti dibatasi oleh waktu, tenaga dan dana.
Universitas Indonesia
Evaluasi terapi..., Siti Nafsiah, FK UI, 2014
52
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
A.
KESIMPULAN
1. Pada pengamatan satu tahun didapatkan angka kejadian sakit TB pada pasien HIV yang mendapatkan profilaksis INH 300mg/hari selama 6 bulan sebanyak 2 subjek (6,3%) dari 32 subjek penelitian. 2. Pada pengamatan satu tahun didapatkan angka kejadian tidak sakit TB pada pasien HIV yang mendapatkan profilaksis INH 300mg/hari selama 6 bulan sebanyak 30 subjek (93,8%) dari 32 subjek penelitian. 3. Angka kepatuhan minum IPT pada penelitian ini sebesar 68,8% yang meminum IPT secara lengkap. 4. Pada penelitian ini terdapat 8 (25%) subjek yang putus obat setelah diteliti alasan ketidakpatuhan disebabkan karena pusing sehingga menolak melanjutkan pengobatan sebanyak 3 subjek (37,5%) dan jauh dari rumah sebanyak 3 subjek (37,5%) sedangkan yang disebabkan karena lupa minum obat 1 subjek (12,5%) dan merasa terlalu banyak minum obat 1 subjek (12,5%) . 5. Pada pengamatan satu tahun didapatkan efek samping pemberian IPT hanya terjadi pada 9 subjek (28,1%) berupa pusing (33,3%), tenggorokan kering (11,1%), kesemutan (33,3%), mual (11,1%) dan hepatitis (11,1%). 6.
Pada penelitian proyek pendahuluan ini tidak didapatkan hubungan kejadian TB dengan faktor penentu yang dianalisis pada pasien HIV yang mendapatkan isoniazid 300 mg/hari selama 6 bulan di RS.Persahabatan, Jakarta. Namun hasil ini perlu dikonfirmasi dengan penelitian lain yang memiliki jumlah sampel yang sesuai dengan jumlah sampel yang terhitung.
Universitas Indonesia
Evaluasi terapi..., Siti Nafsiah, FK UI, 2014
53
B.
SARAN
1. Perlu penelitian lebih lanjut dengan desain studi kohor yang dapat menguji hubungan pemberian profilaksis isoniazid 300mg/hari selama 6 bulan dengan angka kejadian TB. 2. Diperlukan jumlah subjek penelitian dalam skala besar dan waktu monitoring yang lebih lama untuk mengevaluasi efek pemberian IPT dengan kejadian TB. 3. Diperlukan suatu pelayanan terpadu khusus yang terintegrasi untuk pasien TB-HIV di RS. Persahabatan agar pasien HIV tidak terpajan infeksi TB dari pasien lain.
Universitas Indonesia
Evaluasi terapi..., Siti Nafsiah, FK UI, 2014
54
DAFTAR PUSTAKA
1.
Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Rencana aksi nasional TB-HIV: pengendalian tuberkulosis 2011-2014. Kementerian Kesehatan RI; 2011.
2.
Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.. Petunjuk teknis tata laksana klinis ko-infeksi TB-HIV. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia; 2012.
3.
Datiko D.G, Yassin M.A, Chekol L.T, Kabeto L.E, Lindtjorn B. The rate of TB-HIV co-infection depends on the prevalence of HIV infection in a community. BMC Public Health. 2008; 8:2-8.
4.
Bakari M, Aris M, Chale S, Josiah R, Magao P, Pallangyo N, et al. Isoniazid prophylaxis for tuberculosis prevention among HIV infected police officers in Dar Es Salaam. 2000; 77:494-98.
5.
World Health Organization. Guidelines for intensified tuberculosis case finding and isoniazid preventive therapy for people living with HIV in resource-constrained settings. Geneva: World Health Organization; 2011.
6.
World Health Organization. Global tuberculosis program and UNAIDS: Policy statement on preventive therapy against tuberculosis in people living with HIV. Geneva: World Health Organization; 2012.
7.
Subdirektorat TB dan subdirektorat AIDS. Petunjuk teknis pelaksanaan pendahuluan profilaksis dengan isoniazid untuk orang dengan HIV. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia; 2012.
8.
Akolo C, Adetifa I, Shepperd S, Volmink J. Treatment of latent tuberculosis infection in HIV infected persons (review). The Cochrane collaboration. 2010:2-11.
9.
Grant AD, Charalambous S, Fielding KL, Day JH, Corbelt EL, Chaisson RE et al. Effect of routine isoniazid preventive therapy on tuberculosis incidence among HIV –infected men in South Africa. JAMA. 2005;293:2719-25.
10.
Djoerban, Djauzi S. HIV/AIDS di Indonesia. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata MK, Setiati S, editor. Buku ajar Ilmu Penyakit
Universitas Indonesia
Evaluasi terapi..., Siti Nafsiah, FK UI, 2014
55
Dalam edited by. 4th edition. Jakarta: Pusat penerbitan departemen ilmu penyakit dalam. FKUI; 2006. p. 57-67. 11.
Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Kementerian kesehatan Republik Indonesia [internet]: Laporan terakhir kemenkes;
2014
[cited
2014
September
17th].
available
from:
http://www.spiritia.or.id/stat/stat corr.php?lang=id&gg=1. 12.
Mustikawati DE. Epidemiologi dan pengendalian HIV/AIDS. In :Akib AA, Munasir ,Windiastuti E, Endyarni, Muktiarti D, editors. HIV infection in infants and children in Indonesia : current chalenges in management. Jakarta: Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM.2009. p. 35-88.
13.
Djauzi S, Djoerban. Penatalaksanaan HIV/AIDS di pelayanan kesehatan Dasar. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2002.
14.
Kelompok studi kasus AIDS FKUI. Infeksi oportunistik pada AIDS. In:, Djauzi S, Djoerban Z, editor. Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Balai penerbit FKUI; 2005. p. 34-45.
15.
Fauci AS, Lane HC. Human Immunodeficiency Virus Disease: AIDS and related disorders. In: Kasper DL, Fauci AS, Lango DL, Braunwald E, Hause SL, Jameson JL.editors. Harrison’s Principles of Internal Medicine.17th ed.New York: McGraw Hill; 2008.
16.
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Tuberkulosis: Pedoman diagnosis dan penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia; 2011.
17.
Andayani N. Total lymphocyte count as a predictor of CD4 count among patient with pulmonary TB-HIV coinfection at Persahabatan Hospital. Jakarta: Tesis FKUI; 2010.
18.
United Nations program for Acquired Immunodeficiency Syndrome. 2004 report on the global AIDS epidemic: 4th global report. 2004.[ Cited 2014 September 17]. Available from: URL: http://data.unaids.org
19.
Kartika U. Indonesia peringkat 4 pasien TB terbanyak di dunia. Jakarta: Harian Kompas; 2014 [ cited 2014 September 14th]. Available from: http://health.kompas.com/read/2014/03/03/1415171/Indonesia.Peringkat.4. Pasien.TB.Terbanyak.di.Dunia.
Universitas Indonesia
Evaluasi terapi..., Siti Nafsiah, FK UI, 2014
56
20.
Riadi A. Tuberkulosis dan HIV-AIDS. Jurnal Tuberkulosis Indonesia. 2012;8:29-40.
21.
Amelia S. TB HIV. Referat Paru. Departemen Ilmu Penyakit Dalam Universitas Sumatera Utara; 2009.
22.
Heiner C, Bucher, Lauren E. Griffith,Gordon H,Guyott. Isoniazid Prophilaxis for tuberculosis in HIV infection: a meta-analysis of Randomized controlled trials.AIDS.1999; 13:5011-7.
23.
Dye, Scheele S, Dolin P, Pathona V, Raviglione MC. Global Burden of Tuberculosis estimated incidence and mortality by Country. JAMA.1999; 282:677-86.
24.
Wolrd Health Organization. TB/HIV a clinical manual.Geneva: World Health Organization; 2004.
25.
Fee MJ, Oo M.M, Gabayan A.E, Rodin D.R, Barnes P.F. Abdominal tuberculosis in patients infected with the HIV.Clin Infect Dis 1995; 20:938-44.
26.
Syahril Mansyur, Suharto Agus,Sari Rianan. TB-HIV. Balai Besar Kesehatan paru Kesehatan Masyarakat (BBKPM) Surakarta.2009.
27.
World Health Organization. Global tuberculosis programme: Global Tuberculosis control. World Health Organization; 2000.
28.
World Health Organization. Guidelines for management of drug resistant tuberculosis. Geneva: World Health Organization; 1997.
29.
Crofton J, Horne N, Miller F. Tuberculosis. A comprehensive clinical reference. St. Louis: Saunders Elsevier; 2009.
30.
Jonathan Peter MB, Gran T. The progresion of TB diagnosis in the HIV era: from microscopes to molecules and back to bed side. CME. 2011; 29:404.
31.
Whalen C, Hursburgh CR, Lahhart C, Simberkoff M, Ellner J. Accelerated course of Human Immunodeficiency virus infection after tuberculosis. Am J Respir Crit Care Med. 1995; 151:129-35.
32.
Nasrorudin. HIV&AIDS: Pendekatan Biologi molekuler Klinis dan Sosial. Surabaya: Airlangga University; 2007.
Universitas Indonesia
Evaluasi terapi..., Siti Nafsiah, FK UI, 2014
57
33.
WHO. Case definitions of HIV for surveillance and revised clinical staging and imunological classification of HIV-related disease in adults and children.WHO press;2006:1-38.
34.
Cahn P, Perez H, Ben G, Ochoa C. Tuberculosis and HIV: A partnership againts the most vulnerable. JIAPAC. 2003;2:106-23.
35.
Sharma
SK,
Mohan
A,
Kadhiravan
T.
HIV-TB
co-infection:
Epidemiology,diagnosis & management. Indian .Med Res 2005;121:55067. 36.
Day J.H, Charalambous S, Fielding K, Hayes R.J, Churchyard G, Grant AD. Screening fot tuberculosis prior to isoniazid preventive therapy among HIV-infected gold miners in South Africa. Int J Tuberc Lung Dis. 2006; 5:523-9.
37.
Gavin J, Louis J. The 3 I’s satellite symposium reducing the risk of tuberculosis in HIV infected individuals. 4th ed. South African: AIDS conference; 2009.
38.
Panayotis I. Cepheid Xpert MTB/RIF MTB/RIF assay for mycobacterium tuberculosis detection and rifampicin resistance identification in patient with
substantial
clinical
indication.
Journal
of
Microbiology.
2011;49:3068-70. 39.
Departement of Health and Human services Centers for Disease Control and Prevention. Revised recommendations for HIV testing of adults, adolescents and pregnant women in health care settings.CDC; 2006.
40.
Lesley S. Point of care of TB testing Experience with the Xpert MTB/RIF [Internet]. Johannesburg: Departement of Molecular Medicine and Haematology, University Witwatersrand South Africa; 2010 [cited 2014 September
30].
Available
from:
http://regist2.virologyeducation.com/4thINTEREST/docs/28_Scot. 41.
Lamprey PR, Johnson L,Khan M. The Global challenge of HIV and AIDS. Population Bulettin. 2006; 61:1-28.
42.
World Health Organization. WHO Three I’s Meeting: intensified case finding (ICF), isoniazid preventive therapy (IPT) and TB infection control
Universitas Indonesia
Evaluasi terapi..., Siti Nafsiah, FK UI, 2014
58
(IC) for people living with HIV. Report of a Joint WHO HIV/AIDS and TB department meeting. Geneva: World Health Organization. 2008. 43.
World Health Organization. Global Tuberculosis Control: The burden of disease caused by TB. Geneva: WHO; 2011.
44.
Toosi Z. Virological and immunological impact of tuberculosis on human immunodeficiency virus type 1 disease. J Infect Dis. 2003; 188:1146-55.
45.
Jose L Casado. Risk factor for development of tuberculosis after isoniazid chemoprophylaxis in Human Immunodeficiency Virus-Infected Patients. Clinical Infectious Diseases. 2002; 344:386-9.
46.
World Health Organization. Improving the diagnosis and treatment of smear negative pulmonary and extrapulmonary tuberculosis among adult and adolescent. Geneva: World Health Organization; 2006.
47.
Tedla Zegabriel. Isoniazid-associated hepatitis and antiretroviral drugs during tuberculosis prophylaxis in HIV-infected adults in Bostwana. Am J Respir Crit Care. 2010; 182:278-285.
48.
Opportunistic Infections Working Group. Guidelines for the Prevention and treatment of oportunistic infections in HIV-infected adults and adolescents [Internet].United states: Opportunistic Infections Working Group;
2013
[cited
22
June
2013].
Available
at
:
http://aidsinfo.nih.gov/contentfiles/lvguidelines/adult oi.pdf. 49.
Keehon J. Gambaran epidemiologi HIV-AIDS : World AIDS day. 2011.
50.
Setiawan D, Hapsari I, Widyastuti S. Studi farmakoepidemiologi pasien HIV/AIDS di rumah sakit kabupaten Banyumas. 2008. 1-13.
51.
World Health Organization. Consolidated guidelines on yhe use of antiretroviral drugs for treating and oreventing HIV infection. Geneva: World Health Organization; 2013.
52.
Gupta A, Wood R, Kaplan R, Bekker L, Lawn S. Tuberculosis incidence rates during 8 years of follow up of an antiretroviral treatment cohort in south Africa: Comparison with rates in the community. 2012. 1-10.
53.
Wells C.D, Cegielski J.P, Nelson L.S, Laserson K.F, Holtz F.H, Farley A, et al. HIV infection and multidrug resistant tuberculosis-the perfect storm. J Infect Dis. 2007; 196:86-107.
Universitas Indonesia
Evaluasi terapi..., Siti Nafsiah, FK UI, 2014
59
54.
Sonnenberg P, Murray J, Glynn J, Shearer S, Kambashi B, Fausset P. HIV-1 and reccurrence, relapse, and reinfection of tuberculosis after cure: a cohort study in South African mineworkers. 2001; 358:1687-93.
55.
Ngamvitayapong
J,
Uthaivoravit
W,
Yanai
H,
Akarasewi
P,
Sawanpanyalert P. Adherence to tuberculosis preventive therapy among HIV-infected persons in Chang Rai, Thailand. AIDS. 1997; 11:107-112. 56.
Berhe M, Demissie, Tesfaye G. Isoniazid preventive therapy adherence and associated factors among HIV possitive patients in Addid Ababa, Ethiopia. Advances in Epidemiology. 2014; 2014:1-6.
57.
Grant AD, Mngadi KT, Halsema C, Luttig M, Fielding K, Churchyard G. Adverse events with isoniazid preventive therapy: experience from large trial. AIDS. 2010; 24:S29-36.
58.
Marshall M, McCormack M, Kirk G. Effect of cigarette on HIV acquisition, progression and mortality. AIDS Educ Prev. 2009; 21:1-11.
59.
Salma K, Chiang C, Enerson DA, Hassmiller K, Fanning A, Gupta P, et al. Tobacco and tuberculosis: a qualitative systemic review and metaanalysis. International Journal of Tuberculosis and Lung Disease. 2007; 10:1049-61.
60.
Churchyard G, Fielding K, Lewis J, Coetzee L, Corbet E, Fausett P, et al. A trial of mass isoniazid preventive therapy for tuberculosis control. NEJM. 2014; 370:301-10.
61.
Churchyard G, Fielding K, Charalambous S, Corbett EL, Haves RJ, Chaisson RE, et al. Efficacy of secondary isoniazid preventive therapy among HIV-infected Southern Africans: time to change policy?. AIDS. 2003; 17(14):2063-70.
62.
Mills HL, Cohen T, Colijn C. Community-wide isoniazid preventive therapy drives drug-resistant tuberculosis: a model based analysis. Sci Transl Med. 2013;5:180-49.
63.
TB Care I Organization. International standard for tuberculosis care. 3 rd edition. 2014.
Universitas Indonesia
Evaluasi terapi..., Siti Nafsiah, FK UI, 2014
60
Lampiran 1. Lembar penjelasan kepada calon subjek penelitian IPT-2
INFORMED CONSENT PENGOBATAN PENCEGAHAN TUBERKULOSIS (TB)
Judul penelitian: Evaluasi terapi Profilaksis isoaniazid 300 mg/hari selama 6 bulan
pada
pasien
HIV
(+)
selama
pemantauan
satu
tahun
di
RS.Persahabatan
Tuberkulosis paru atau TB paru adalah penyakit pada paru yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Kuman ini dapat masuk ke tubuh kita dengan cara terhirup melalui jalan napas dan akan nerkembang biak dengan mudah pada orang yang daya tahan tubuhnya rendah. Orang dengan Human Immunodeficiency Virus (HIV) mempunyai pertahanan tubuh yang rendah. Pada orang dengan HIV kuman TB mudah sekali tertular dan kemungkinan menjadi sakit TB paru lebih besar dibandingkan orang bukan HIV. Kementerian Kesehatan sedang melakukan kegiatan pengobatan pencegahan TB dengan Isoniazid (INH) untuk orang dengan HIV. Tujuan dari kegiatan ini adalah mencegah sakit TB pada orang dengan HIV karena orang dengan HIV lebih rentan. Tujuan lain adalah sebagai bahan masukan untuk pengembangan pelaksanaan pengobatan pencegahan TB dengan INH untuk orang dengan HIV. Kami memohon kesediaan Saudara untuk ikut serta dalam kegiatan ini. Jika Saudara bersedia untuk ikut serta dalam pengobatan pencegahan TB dengan INH maka Kami akan melalukan uji penyaringan seperti pemeriksaan dahak, foto toraks dan pemeriksaan pemeriksaan fungsi hati. Jika saudara memenuhi criteria kami akan memberikan obat INH dan vitamin B6 selama 6 bulan. Selanjutnya Saudara wajib datang sesuai dengan jadual kunjungan ke tempat ini untuk mengambil paduan obat tersebut. Setelah pasca pemberian obat INH dan vitamin B6 maka Saudara akan diminta datang setiap bulan untuk dilakukan skrining tanda dan gejala TB, pemeriksaan fisis dan pemeriksaan penunjang jika ada indikasi. Dalam pengobatan pencegahan TB dengan INH, Saudara kemungkinan akan mengalami efek samping seperti mual, muntah, ikterus, gatal-gatal dan
Universitas Indonesia
Evaluasi terapi..., Siti Nafsiah, FK UI, 2014
61
kejang. Keikutsertaan pada kegiatan ini bersifat sukarela dan tanpa paksaan.Bila ada hal yang kurang jelas atau masih ada yang ingin ditanyakan dapat menghubungi dokter di tempat ini. DR. Dr.Erlina Burhan ,MSc, Sp.P (K)
(08161628471)
Dr. Heidy A Sp.P
(081286693927)
Dr. Siti Nafsiah
(081318640709)
Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FKUI/RSUP Persahabatan. Telp (021) 92559927
Bila Saudara memilih tidak berpartisipasi dalam pengobatan pencegahan TB dengan INH maka Saudara akan tetap mendapatkan pelayanan kesehatan seperti biasa.
Universitas Indonesia
Evaluasi terapi..., Siti Nafsiah, FK UI, 2014
62
Lampiran 2. Lembar informed consent untuk subjek penelitian SURAT PERSETUJUAN
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama
:
Umur
:
Jenis kelamin : Alamat
-
:
Menyatakan bersedia / menolak* ikut serta dalam pengobatan pencegahan TB dengan INH,
-
Memahami keuntungan serta efek samping pengobatan tersebut,
-
Bersedia dilakukan kunjungan rumah.
..............,
Nama dan tanda tangan Petugas
........................... 20...
Nama dan tanda tangan Pasien
*lingkari salah satu
Universitas Indonesia
Evaluasi terapi..., Siti Nafsiah, FK UI, 2014
63
Lampiran 3. Lembar status penelitian subjek IPT-1
FORMULIR PENILAIAN KRITERIA PASIEN UNTUK PEMBERIAN IPT
Tanggal mulai penilaian
:
Nama pasien :_________________ Jenis Kelamin : L / P Umur : _____ tahun Alamat pasien : A. Tanda dan gejala TB, kontraindikasi INH, Kepatuhan, Pengobatan TB dan Informasi lain 1. Skrining Tanda dan Gejala TB Ya Tidak 1.1 Batuk lebih dari 2 minggu 1.2 Demam lebih dari satu bulan 1.3 Keringat Malam 1.4 Berat badan turun (10% dalam 6 bulan) 1.5 Limfadenopati colli 2. Kontraindikasi INH 2.1 Ikterus 2.2 Nilai SGOT dan SGPT > 3x nilai normal tertinggi 2.3 Gejala neuropati perifer 2.4 Efek samping berat 2.5 Ketergantungan terhadap alkohol
Ya
Tidak
3. Penilaian Kepatuhan 3.1 umur < 18 tahun 3.2 Alamat rumah berpindah-pindah 3.3. Menolak untuk dikunjungi di rumah
Ya
Tidak
4. Pengobatan TB Ya 4.1 Sedang mendapatkan pengobatan TB (TB paru dan ekstraparu)
Tidak
5. Informasi lain 5.1 Kehamilan
Tidak
Ya
B. Pemeriksaan Laboratorium dan Radiologi 1. Hasil foto toraks (…h…/…b…/……t….) normal abnormal 2. Hasil pemeriksaan mikroskopik dahak (jika dilakukan…h…/…b…/..t…) negatif positif 3. Hasil pemeriksaan Xpert (jika dilakukan…h…/…b…/..t…) negatif positif
Universitas Indonesia
Evaluasi terapi..., Siti Nafsiah, FK UI, 2014
64
Kesimpulan IPT: Tidak memenuhi syarat TB : Bukan TB
Memenuhi syarat (IPT No:…….) TB
Catatan: Memenuhi syarat IPT, bila menjawab “Tidak” untuk pertanyaan di Bagian A.1 1.5, A.2, A.3, A.4, A5 disertai hasil foto toraks paru normal, hasil sputum BTA negatif, hasil Xpert bukan TB (jika dilakukan) Disimpulkan TB jika salah satu jawaban dari Bagian B adalah positif atau abnormal INFORMASI TAMBAHAN 1. Riwayat Pengobatan TB Pernah mendapatkan pengobatan TB? Jika Ya, apakah pengobatan TB : - Teratur, lama pengobatan > 4 bulan - Teratur, lama pengobatan < 4 bulan
Ya
Tidak
2. Informasi Terkait HIV Ya Tidak 2.1 Meningitis/PCP 2.2 Kandidiasis Oral 2.3 Diare Kronik > 1 bulan 2.4 Sedang pengobatan ARV 2.5 Dilakukan pemeriksaan CD4 Kapan dan berapa nilainya: ................................................................................................................ 3. Informasi terkait NAPZA 3.1 Penasun 3.2 Pengguna NAPZA lainnya 3.3 Sedang dalam terapi substitusi metadon 3.4 Sedang dalam terapi substitusi subuteks
Ya
Tidak
Tanggal ……../…..…./……… Pemeriksa,
(....................)
Universitas Indonesia
Evaluasi terapi..., Siti Nafsiah, FK UI, 2014
65
Lampiran 4.Lembar catatan subjek penelitian CATATAN MEDIS PASIEN IPT No peserta IPT : ……………………………… Nama
: ………………………………
Jenis Kelamin : Laki Perempuan
IPT-4
No Register Nasional : …………………………
Tipe Pasien: Baru
Pindahan
Alamat : ……………………………………………Telepon. ………….……………… Umur : ……..…………… Tanggal tes HIV
: …………./…………./ …….…
PENCATATAN SELAMA PERIODE PEMBERIAN INH No
Tgl Kunjungan
Tgl Kunjungan berikutnya
BB (kg)
Gejala TB (jelaskan)
Gejala lainnya (jelaskan)
Efek Samping dan tatalaksananya
Pengobatan lainnya yang didapat
Pemeriksaan Penunjang
INH (tab)
B6 (tab)
Keterangan
1
2
3
4
5
Evaluasi terapi..., Siti Nafsiah, FK UI, 2014
Universitas Indonesia
66
No
Tgl Kunjungan
Tgl Kunjungan berikutnya
BB (kg)
Gejala TB (jelaskan)
Gejala lainnya (jelaskan)
Efek Samping dan tatalaksananya
Pengobatan lainnya yang didapat
Pemeriksaan Penunjang
INH (tab)
B6 (tab)
Keterangan
6
7
8
9
10
………../………./………….
Tanggal mulai INH Tanggal berhenti INH
.
.……../………./……..…..
Foto toraks setelah selesai IPT (…../……/……) Hasil akhir IPT : Pengobatan Lengkap Sakit TB selama IPT
normal abnormal (jelaskan)…………………
Meninggal Default/Putus Obat lebih dari 1 bulan Pindah
Efek samping berat
Lainnya (jelaskan)…………………………………………..................………
Evaluasi terapi..., Siti Nafsiah, FK UI, 2014
Universitas Indonesia
67
PENCATATAN SETELAH SELESAI IPT Kunjungan berikutnya setelah selesai pemberian INH
Bulan Ke-6
Kunjungan di luar jadual
Bulan ke-12
Lampiran 5 .Lembar catatan subjek setelah selesai IPT Gejala / tanda / pengobatan
H / BL / THN
BB (kg)
Gejala TB
Pemeriksaan Lanjutan
Jadual ……/..…./..... Kunjungan …../….../…...
BT TB M A L …………………………
P
Kunjungan …../….../…...
BT TB M A L …………………………
P
BT TB M A L …………………………
P
BT TB M A L …………………………
P
Jadual ……/..…./..... Kunjungan …../….../…...
BT TB M A L …………………………
P
Kunjungan …../….../…...
BT TB M A L …………………………
P
Jadual ……/..…./..... Kunjungan …../….../…...
Foto toraks: normal Foto toraks: normal
Kunjungan di luar jadual
Bulan ke-18
Kunjungan di luar jadual
Hasil Akhir Setelah selesai IPT
Kunjungan …../….../…...
abnormal abnormal
*) Bila foto toraks telah diambil pada kunjungan di bulan ke-12 maka foto toraks pada kunjungan ini tidak perlu diambil.
Evaluasi terapi..., Siti Nafsiah, FK UI, 2014
Universitas Indonesia
68
Kunjungan berikutnya setelah selesai pemberian INH
Bulan ke-24
Gejala / tanda / pengobatan H / BL / THN
BB (kg)
Gejala TB
Jadual ……/..…./..... Kunjungan …../….../…...
Pemeriksaan Lanjutan Foto toraks: normal Foto toraks: normal
Kunjungan di luar jadual
Bulan ke-30
Kunjungan di luar jadual
Bulan ke-36
Kunjungan …../….../…...
Hasil Akhir Setelah selesai IPT
abnormal
Jadual ……/..…./..... Kunjungan …../….../…...
Kunjungan …../….../…...
Foto toraks: normal
P
BT TB M A L …………………………
P
BT TB M A L …………………………
P
BT TB M A L …………………………
P
BT TB M A L …………………………
P
abnormal
*) Bila foto toraks telah diambil pada kunjungan di bulan ke-24 maka foto toraks pada kunjungan ini tidak perlu diambil.
Jadual ……/..…./..... Kunjungan …../….../…...
BT TB M A L …………………………
abnormal
Keterangan: BT= Bukan TB
TB = Sakit TB setelah IPT M= Meninggal
A = Absen
P = Pindah
Evaluasi terapi..., Siti Nafsiah, FK UI, 2014
L = Lainnya (jelaskan)
Universitas Indonesia
69
Lampiran 6. Keterangan lolos kaji etik
Evaluasi terapi..., Siti Nafsiah, FK UI, 2014