RISIKO PRODUKSI BAYAM DAN KANGKUNG ORGANIK, PETANI MITRA AGRIBUSINESS DEVELOPMENT CENTER-UNIVERSITY FARM IPB
LINDA ROSALINA
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Risiko Produksi Bayam dan Kangkung Organik, Petani Mitra Agribusiness Development CenterUniversity Farm IPB adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, April 2013 Linda Rosalina NIM H34080001
ABSTRAK LINDA ROSALINA. Risiko Produksi Bayam dan Kangkung Organik, Petani Mitra Agribusiness Development Center-University Farm IPB. Dibimbing oleh YANTI NURAENI MUFLIKH. Sayuran organik merupakan satu dari beragam komoditas hortikultura yang memiliki prospek cerah untuk dikembangkan. Hal ini terkait dengan semakin meningkatnya kesadaran masyarakat untuk mengkonsumsi produk yang menyehatkan. Salah satu lembaga yang menghimpun dan mendampingi petani organik berskala kecil adalah Agribusiness Development Center-University Farm IPB. Komoditas sayuran organik yang diunggulkan oleh ADC-UF IPB adalah bayam hijau dan kangkung. Hal ini dikarenakan jumlah permintaan pasar terhadap kedua jenis sayuran tersebut selalu lebih tinggi dibandingkan sayuran lain di setiap bulan. Permintaan pasar akan bayam hijau dan kangkung sampai saat ini belum memenuhi target karena produktivitas dari kedua komoditas tersebut selalu berfluktuasi. Produktivitas yang berfluktuasi tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor produksi yakni, curah hujan tidak menentu, hama dan penyakit, tingkat kesuburan lahan, dan keterampilan sumberdaya manusia. Tingkat risiko produksi pada kegiatan spesialisasi menunjukkan bahwa bayam hijau lebih berisiko dibandingkan kangkung karena bayam hijau lebih rentan terhadap cuaca serta serangan hama dan penyakit. Sementara kegiatan diversifikasi terbukti dapat menurunkan risiko produksi pada kegiatan spesialisasi. Kata kunci: sayuran organik, risiko produksi, risiko portofolio
ABSTRACT LINDA ROSALINA. Production Risk of Spinach and Kangkong Organic in Agribusiness Development Center-University Farm IPB. Supervised by YANTI NURAENI MUFLIKH. Organic vegetable is one of horticultural commodities with bright prospect to be developed. This is related to the awareness increasing of the public to consume healthy products. One of the institutions that develop organic farmers is Agribusiness Development Center-University Farm IPB. Spinach and kangkong are the most adventageos to ADC-UF IPB because the market demand for both of vegetables are higher than other vegetables in every month. The market demand for both of vegetables, cannot be fulfilled because the productivity always fluctuates. It is influenced by the factors of production is caused by pests, diseases, climate and high precipitation level and labour skills. As for the level of production risk on the specialization activities indicates that spinach riskier than kangkong, because spinach more sensitive to weather and pests and diseases. While the diversification activities can reduce the specialitation risk. Keywords: Organic vegetables, production risk, potofolio risk
RISIKO PRODUKSI BAYAM DAN KANGKUNG ORGANIK, PETANI MITRA AGRIBUSINESS DEVELOPMENT CENTER-UNIVERSITY FARM IPB
LINDA ROSALINA
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Judul Skripsi : Risiko Produksi Bayam dan Kangkung Organik, Petani Mitra Agribusiness Development Center-University Farm IPB Nama : Linda Rosalina NIM : H34080001
Disetujui oleh
Yanti Nuraeni Muflikh, SP, MAgribuss Pembimbing
Diketahui oleh
Dr Ir Nunung Kusnadi, MS Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan September 2012 ini ialah risiko bisnis, dengan judul Risiko Produksi Bayam dan Kangkung Organik, Petani Mitra Agribusiness Development Center-University Farm IPB. Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Yanti Nuareni Muflikh, SP, Margibuss selaku pembimbing, serta Bapak Ir. Burhanuddin, MM dan Ibu Dr.Ir. Netti Tinaprilla, MMA selaku dosen penguji yang telah banyak memberi saran. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Tisna dari Agribusiness Development Center-University Farm IPB, Bapak H. Soleh selaku perwakilan petani organik mitra ADC-UF IPB, serta seluruh staf TaiwanInternational Cooperation Development Fund (ICDF), yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, kakak, adik, serta seluruh sahabat Agribisnis 45 dan LAWALATA IPB, atas segala doa dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, April 2013 Linda Rosalina
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian TINJAUAN PUSTAKA Pertanian Organik Budidaya Sayuran Semusim Budidaya Bayam (Amaranthus sp.) Budidaya Kangkung (Ipamoea reptans) Kajian Risiko Produksi Sayuran Organik Kajian Risiko Produksi Sayuran Non-Organik KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis Definisi dan Konsep Risiko Bentuk dan Sumber Risiko Manajemen Risiko Alternatif Strategi Penanganan Risiko pada Usaha Pertanian Kerangka Pemikiran Operasional METODE Lokasi Penelitian Jenis dan Sumber Data Metode Pengumpulan Data Metode Pengolahan Data Analisis Sumber-Sumber Risiko Produksi Analisis Risiko pada Kegiatan Spesialisasi Analisis Risiko pada Kegiatan Diversifikasi GAMBARAN UMUM Gambaran Umum Lokasi Penelitian Desa Cikarawang Kecamatan Dramaga Desa Karekhel Kecamatan Leuwiliang Desa Tegal Waru Kecamatan Ciampea Desa Ciaruteun Ilir Kecamatan Cibungbulang Gambaran Umum ADC-UF IPB dan ICDF Peran Counterpart IPB Proyek dan Tujuan Gambaran Umum Petani Mitra ADC-UF IPB Karakteristik Responden Umur Responden Tingkat Pendidikan Responden Jumlah Tanggungan Keluarga
x xii xiii 11 11 5 8 8 8 9 9 10 11 12 13 16 18 18 18 19 21 22 23 26 26 26 27 28 28 29 31 32 32 33 33 34 34 35 36 36 37 39 39 40 41
Pengalaman Bertani Luas Lahan Status Kepemilikan Lahan Tahapan Produksi Bayam hijau organik dan Kangkung organik Penggunaan Input Usahatani Struktur Pendapatan Usahatani HASIL DAN PEMBAHASAN Faktor-faktor Risiko Produksi Analisis Risiko Produksi Penilaian Risiko Produksi pada Kegiatan Spesialisasi Penilaian Risiko Produksi pada Kegiatan Diversifikasi Rekomendasi Penanganan Risiko Produksi SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
41 43 43 44 48 50 51 51 58 60 61 63 67 67 68 69 71 102
DAFTAR TABEL 1 Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Periode 2007-2010 1 2 Presentase Pengeluaran Rata-rata per Kapita Sebulan Menurut Kelompok Barang 2006-2010 2 3 Permintaan dan Penjualan Bayam Hijau Organik dan Kangkung Organik pada Ritel Modern di Bogor 2012 6 4 Produksi Bayam Hijau Organik dan Kangkung Organik 2012 Tersortasi 7 5 Nilai Coefficient Variation pada Sayuran Organik dan Non-Organik 18 6 Petani Mitra ADC-UF IPB IPB yang Aktif Mengusahakan Bayam Hijau Organik dan Kangkung Organik Periode 2011-2012 27 38 7 Kegiatan Pendampingan dan Pembinaan ADC-UF IPB Juni 2011- 2012 8 Umur Petani Bayam Hijau Organik dan Kangkung Organik Mitra ADC-UF IPB Tahun 2012 40 9 Tingkat Pendidikan Petani Bayam Hijau Organik dan Kangkung Organik Mitra ADC-UF IPB Tahun 2012 40 10 Jumlah Tanggungan Petani Bayam Hijau Organik dan Kangkung Organik Mitra ADC-UF IPB Tahun 2012 41 11 Pengalaman Bertani Konvensional Petani Bayam Hijau Organik dan Kangkung Organik Mitra ADC-UF IPB Tahun 2012 42 12 Pengalaman Bertani Organik Petani Bayam Hijau Organik dan Kangkung Organik Mitra ADC-UF IPB Tahun 2012 42 13 Luas Lahan Organik Petani Bayam Hijau Organik dan Kangkung Organik 43 Mitra ADC-UF IPB Tahun 2012 14 Status Kepemilikan Lahan Petani Bayam Hijau Organik dan Kangkung Organik Mitra ADC-UF IPB Tahun 2012 44 46 15 Tahapan Produksi Bayam Hijau Organik dan Kangkung Organik 16 Rata-Rata Penggunaan Input Produksi Bayam Hijau Organik (1.490,58 m²) dan Kangkung Organik (793,35 m²) pada Petani Mitra ADC-UF IPB 48 17 Rata-rata Penerimaan Petani Bayam Hijau Organik dan Kangkung Organik Mitra ADC-UF IPB Berdasarkan Produktivitas 51 18 Jenis Hama dan Penyakit dan Pengendaliannya 52 19 Aktivitas Produksi antara Petani Mitra dengan SOP ADC-UF IPB 54 20 Sumber Risiko Produksi Bayam Hijau Organik dan Kangkung Organik 56 21 Tingkat Produktivitas (Kg/m²) Bayam Hijau Organik dan Kangkung Organik 58 dari Petani Mitra ADC-UF IPB Selama 13 Periode 22 Perhitungan Expected Return Berdasarkan Produktivitas Pada Kegiatan Spesialisasi Bayam Hijau Organik dan Kangkung Organik Petani Mitra ADCUF IPB 59 23 Penilaian Risiko Produksi pada Kegiatan Spesialisasi Bayam Hijau Organik 60 dan Kangkung Organik Petani Mitra ADC-UF IPB 24 Perbandingan Risiko Produksi dari Beberapa Fraksi Portofolio Antara Bayam Hijau Organik dengan Kangkung Organik 62 25 Perbandingan Risiko Produksi Spesialisasi dan Portofolio Berdasarkan Produktivitas Komoditi Bayam Hijau Organik dan Kangkung Organik pada Petani Mitra ADC-UF IPB 62
DAFTAR GAMBAR 1 Produksi Bayam dan Kangkung di Indonesia Tahun 2006-2011 2 Permintaan Pasar Modern di Bogor Terhadap Sayuran Organik ADC-UF 2011-2012 3 Produktivitas Bayam Hijau dan Kangkung Juni 2011-Juni 2012 4 Tahapan dalam Proses Manajemen Risiko 5 Langkah-langkah Operasional Penelitian 6 Peta Lokasi Penelitian 7 Benih Bayam Hijau Organik dan Kangkung Organik 8 Bayam Hijau Organik dan Kangkung Organik yang Terserang Jamur 9 Distribusi Sayuran Organik Salah Satu Petani
4 IPB 5 7 21 25 33 49 53 56
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6 7 8
Produktivitas bayam hijau organik (Juni 2011-Juni 2012) Produktivitas kangkung organik (Juni 2011-Juni 2012) Perhitungan risiko pada kegiatan spesialisasi bayam hijau organik Perhitungan risiko pada kegiatan spesialisasi kangkung organik Perhitungan risiko pada kegiatan diversifikasi Komoditas prganik yang telah disertifikasi tahun 2009 Fraksi/ bobot portofolio (%) Dokumentasi Kegiatan Penelitian 100
72 79 86 90 94 95 96
PENDAHULUAN Latar Belakang Pertanian merupakan sektor primer dalam perekonomian Indonesia. Hal ini ditunjukkan oleh kontribusi sektor pertanian terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Berdasarkan data BPS tahun 2011, sektor pertanian menempati urutan ketiga dari sembilan sektor perekonomian nasional, yang ditunjukkan oleh kontribusi sektor pertanian terhadap total PDB Nasional sebesar 14,72 persen. Salah satu subsektor pertanian yang memberikan kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sektor pertanian adalah subsektor hortikultura. Nilai PDB Hortikultura berdasarkan harga yang berlaku tahun 2007-2010 mengalami peningkatan dan menunjukkan bahwa komoditas sayuran menempati urutan kedua terbesar setelah buah-buahan dalam menyumbang nilai PDB Hortikultura (Tabel 1). Setiap tahun selama empat tahun terakhir, komoditas sayuran selalu mengalami peningkatan. Nilai PDB tersebut sebesar Rp25 587 milyar (2007), Rp28 208 milyar (2008), Rp30 506 milyar (2009), dan pada tahun 2010 sayuran mencapai Rp31 244 milyar atau setara dengan 36.35 persen dari jumlah total PDB Hortikultura dengan laju pertumbuhan dari tahun 2009-2010 mencapai 2.42 persen (Pusdatin 2012). Tabel 1 Nilai PDB hortikultura berdasarkan harga berlaku periode 2007-2010 Komoditas Nilai PDB (Milyar Rp) Pertumbuhan 2009-2010 2007 2008 2009 2010 (%) Sayur-sayuran
25587
28208
30506
31244
2.42
Buah-buahan
42362
47060
48437
45482
-6.1
Tanaman hias
4741
5085
5494
6174
12.37
Biofarmaka
4105
3853
3897
3665
-5.94
76795
84202
88334
85958
-2.69
Total Sumber : Pusdatin (2012)
Kondisi agroklimat di Indonesia merupakan modal utama untuk membudidayakan beragam sayuran, buah-buahan, tanaman pangan, dan bunga disepanjang tahun. Salah satu komoditas yang prospektif untuk dikembangkan di Indonesia adalah sayuran. Seiring meningkatnya laju pertumbuhan penduduk dan pendapatan per kapita, maka kebutuhan terhadap sayuranpun meningkat. Berdasarkan Survey Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Tahun 2006-2010 presentase pengeluaran rata-rata per kapita dalam satu bulan untuk komoditas sayuran berada pada urutan ke lima dari 15 kelompok barang makanan lainnya. Contohnya pada tahun 2010, presentase pengeluaran rata-rata untuk komoditas
2 sayuran sebesar 3.84 persen dari 51.43 persen total pengeluaran 15 kelompok barang (Tabel 2). Tabel 2 Presentase pengeluaran rata-rata per kapita sebulan menurut kelompok barang, indonesia, 2006-2010 Tahun (%) Kelompok Barang Makanan 2006 2007 2008 2009 2010 Padi-padian 11.37 10.15 9.57 8.86 8.89 Umbi-umbian 0.59 0.56 0.53 0.51 0.49 Ikan 4.72 3.91 3.96 4.29 4.34 Daging 1.85 1.95 1.84 1.89 2.1 Telur dan susu 2.96 2.97 3.12 3.27 3.2 Sayur-sayuran 4.42 3.87 4.02 3.91 3.84 Kacang-kacangan 1.63 1.47 1.55 1.57 1.49 Buah-buahan 2.1 2.56 2.27 2.05 2.49 Minyak dan lemak 1.97 1.69 2.16 1.96 1.92 Bahan minuman 2.5 2.21 2.13 2.02 2.26 Bumbu-bumbuan 1.37 1.1 1.12 1.08 1.09 Konsumsi lainnya 1.27 1.34 1.39 1.33 1.29 Makanan jadi 10.29*) 10.48*) 11.44*) 12.63*) 12.79*) Minuman beralkohol Tembakau dan sirih 5.97 4.97 5.08 5,26 5.25 Jumlah makanan 53.01 49.24 50,17 50.62 51.43 Sumber : Survey Sosial Ekonomi Nasional, 2006-2010 (diolah) Catatan: *) Termasuk Minuman Beralkohol
Hasil presentase pengeluaran rata-rata per kapita per bulan untuk sayuran memiliki proporsi yang cukup besar. Hal ini membuktikan bahwa sayuran merupakan komoditas yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat pada umumnya. Bertambahnya tingkat konsumsi sayuran dari tahun ke tahun dipengaruhi oleh kesadaran masyarakat untuk menerapkan gaya hidup sehat. Kekhawatiran terhadap kesehatan dan kepedulian terhadap lingkungan, meningkatkan kesadaran masyarakat untuk mengkonsumsi produk yang menyehatkan, terbebas dari residu bahan kimia, dan ramah bagi lingkungan. Gaya hidup sehat yang demikian telah mengalami pelembagaan secara internasional yang diwujudkan melalui regulasi perdagangan global. Regulasi tersebut mensyaratkan jaminan bahwa produk pertanian harus mempunyai atribut seperti, aman dikonsumsi (food savety attributes), memiliki kandungan nutrisi tinggi (nutritional attribute), dan ramah lingkungan (eco-labelling attributes). Produk pangan yang memiliki ketiga atribut tersebut adalah produk yang dihasilkan dari sistem pertanian organik. Menurut Maporina (2006), saat ini dikenal beberapa standard assessment produksi pertanian dan pangan yang memakai konsep ramah lingkungan dan keamanan pangan, antara lain: 1) HAACCP System (Hazard Analysis Critical Control Point): Codex Alimentarius Commission, SNI 4852 1998, 2) Organic System : IFOAM, Codex Alimentarius Commision, NOP-USA, EU 2092/1991, JAS, SNI 01-6729-2002, 3) Good
3 Agricultural Practices : Eurep Gap-EU, 4) ISO 22000 : ISO, 5) GMP 13 Certification : PDV Netherland, dan 6) Aquaculture Certification-Aquaculture Certification Council, Inc. USA. Pemerintah Indonesia telah memiliki standar yang mengatur tentang pangan organik yaitu Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-6729-2002 tentang Sistem Pangan Organik. Standar Nasional Indonesia (SNI) Sistem Pangan Organik mengadopsi seluruh materi dalam dokumen standar CAC/GL 32 – 1999, Guidelines for the production, processing, labeling dan marketing of organically produced foods dan dimodifikasi sesuai dengan kondisi Indonesia, ke dalam bahasa Indonesia.1 Produk pangan organik dihasilkan dari sistem pertanian organik dalam memberikan solusi pangan yang sehat dan aman. Pertanian organik dapat didefinisikan sebagai suatu sistem produksi pertanian yang menghindarkan atau mengesampingkan penggunaan senyawa sintetik baik untuk pupuk, zat tumbuh, maupun pestisida. Sistem Pertanian Organik adalah sistem produksi holistik dan terpadu, mengoptimalkan kesehatan dan produktivitas agroekosistem secara alami serta mampu menghasilkan pangan dan serat yang cukup, berkualitas dan berkelanjutan (Deptan 2002). Keuntungan yang diperoleh dari aktivitas pertanian organik adalah dapat meningkatkan ketahanan pangan, kesehatan dan kesejahteraan masyarakat serta kelestarian lingkungan hidup (Sulaeman, 2008). Setiap tahun, permintaan terhadap produk pertanian organik mengalami peningkatan. Peningkatan tersebut diimbangi dengan semakin bertambahnya luas area yang diusahakan untuk pertanian organik. Menurut data Aliansi Organis Indonesia (AOI) 2011, pada tahun 2010 luas area pertanian organik di Indonesia mencapai 239872.24 ha. Jumlah ini lebih luas 10 persen dari tahun 2009 mencakup luas lahan pertanian organik yang telah disertifikasi, yang sedang dalam proses sertifikasi, sertifikasi Penjaminan Mutu Organis Indonesia (PAMOR), dan tidak bersertifikasi. Luas area lahan pertanian yang telah tersertifikasi tersebut, didominasi oleh luas area pertanian untuk sayuran organik yaitu sebesar 18044.6 ha atau sekitar 22 persen dari total luas lahan organik yang tersertifikasi di Indonesia (Lampiran 6). Aliansi Organis Indonesia (AOI) 2011, menyatakan bahwa seiring semakin bertambahnya area pertanian organik menunjukkan semakin meningkat jumlah produsen komoditas organik2. Permasalahan selanjutnya yang timbul adalah terpinggirkannya atau kurang kompetitifnya petani organik berskala kecil. Hal ini disebabkan karena untuk mendapatkan pengakuan organik, petani organik harus melalui proses sertifikasi. Biaya sertifikasi yang mahal dan proses sertifikasi yang tidak sesuai dengan budaya petani menjadi kendala tersendiri bagi para petani berskala kecil untuk mengusahakan sistem pertanian organik. Salah satu lembaga mitra organik yang dapat menghimpun dan membantu permasalahan yang dihadapi oleh petani organik berskala kecil adalah Agribusiness Development Center-University Farm Institut Pertanian Bogor (ADC-UF IPB).
1
Sulaeman, D. 2008. Mengenal Sistem Pangan Organik Indonesia. Jakarta: Departemen Pertanian 2 [AOI] Aliansi Organis Indonesia. http://organicindonesia.org/05infodatanews.php?id=248. 10 Juni 2012
4 Agribusiness Development Center-University Farm (ADC-UF IPB) yang berlokasi di Cikarawang Bogor, merupakan hubungan kerjasama antara Taiwan International Cooperation and Development Fund (ICDF) dengan Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui kerjasama Misi Teknik Taiwan (MTT). Misi Teknik Taiwan (MTT) ini bekerja sama dengan IPB sejak tahun 2007. Dalam pelaksanaan kerjasama, IPB menunjuk UF sebagai perwakilan. Kerjasama yang ditawarkan pihak ICDF kepada UF meliputi penyediaan pasar yang pasti bagi komoditas yang dihasilkan para petani serta melakukan pembinaan terhadap para petani mitra agar mampu menghasilkan komoditas yang berkualitas, berkuantitas dan kontinu. Sayuran organik yang disalurkan ADC-UF IPB ke pasar swalayan di wilayah Bogor didapatkan dari hasil produksi petani mitra. Komoditas yang diunggulkan oleh ADC-UF IPB adalah bayam hijau organik dan kangkung organik. Komoditas tersebut merupakan produk unggulan dari unit pemasaran ADC-UF IPB karena jumlah permintaan terhadap sayuran tersebut selalu lebih tinggi dibandingkan dengan sayuran lainnya di setiap bulan. Jumlah permintaan bayam hijau organik dan kangkung organik yang tinggi, menunjukkan bahwa kedua komoditas tersebut merupakan sayuran yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat. Hal ini dibuktikan juga oleh tingginya produksi nasional terhadap komoditas bayam dan kangkung. Berdasarkan statistik tanaman sayuran nasional, komoditas bayam dan kangkung mengalami fluktuasi produksi dari tahun ke tahun. Produksi tertinggi dicapai oleh bayam dan kangkung pada tahun 2009 dengan total produksi nasional sebesar 173.75 ton dan 360.992 ton. Selanjutnya angka produksi kembali turun di tahun 2010 dengan total produksi nasional untuk bayam dan kangkung adalah sebesar 152.334 ton dan 350.879 ton (Gambar 1).
Gambar 1 Produksi bayam dan kangkung di indonesia tahun 2006 – 2011 Sumber: BPS (2012)
Terjadinya fluktuasi produksi di setiap tahun mengindikasikan adanya risiko produksi dalam membudidayakan sayuran ini. Sehingga secara teoripun risiko produksi dapat diturunkan dengan diversifikasi. Menurut Taringan 2009, sumber risiko produksi yang dapat mempengaruhi produktivitas sayuran adalah curah hujan, tingkat kesuburan lahan dan serangan hama penyakit. Hal yang sama
5 juga terjadi pada petani mitra ADC-UF IPB yang mengusahakan bayam hijau organik dan kangkung organik. Teknik budidaya yang tidak menggunakan input pertanian berbahan kimia menjadi salah satu penyebab tingginya risiko produksi yang dihadapi. Akibat dari adanya risiko produksi dapat menyebabkan penurunan tingkat produktivitas dan pendapatan. Maka kajian mengenai risiko produksi cukup penting untuk dilakukan agar dampak kerugian yang diterima petani dapat diminimalisasi. Penelitian terdahulu yang telah mengkaji risiko produksi bayam hijau organik menghasilkan nilai risiko produksi sebesar 26 persen dan 42 persen. Maka pada penelitian ini diduga akan menghasilkan nilai risiko produksi bayam hijau organik yang berada pada range antara 26-42 persen. Pada kasus ini dilakukan kepada para petani mitra ADC-UF IPB yang mengusahakan bayam hijau organik dan kangkung organik.
Perumusan Masalah Saat ini ADC-UF IPB telah membudidayakan sebanyak tujuh jenis sayuran organik antara lain, bayam hijau, bayam merah, selada, kangkung, kailan, sawi sendok/ pakcoy, dan caisim. Semua jenis komoditas tersebut merupakan tanaman semusim yang berumur tiga sampai empat minggu. Sedangkan komoditas yang diunggulkan adalah bayam hijau organik dan kangkung organik. Komoditas tersebut merupakan produk unggulan dari unit pemasaran ADC-UF IPB karena jumlah permintaan terhadap sayuran tersebut selalu lebih tinggi dibandingkan dengan sayuran lain pada setiap bulan. Pada Gambar 2 menunjukkan bahwa permintaan terhadap bayam hijau organik dan kangkung organik untuk ritel “modern” seluruh Bogor selalu tertinggi dari bulan ke bulan. Permintaan pada Juli 2012, untuk kangkung organik mencapai sebesar 1135.25 kg, sedangkan bayam hijau organik mencapai 1184.35 kg.
Gambar 2 Permintaan pasar modern di bogor terhadap sayuran organik ADC-UF IPB 2011-2012 Sumber: Unit Pemasaran ADC-UF IPB (2012)
6 Permintaan ritel modern di Bogor terhadap bayam hijau organik dan kangkung organik sampai saat ini belum memenuhi target. Nilai selisih antara permintaan dan penjualan dari seluruh ritel modern di Bogor untuk komoditas bayam hijau organik dan kangkung organik disajikan pada Tabel 3. Pada tiga bulan terakhir yaitu antara Mei hingga Juli 2012, jumlah bayam hijau organik yang belum dapat terpenuhi berturut-turut adalah sebesar 254.80 kg, 255.65 kg dan 139.70 kg. Sedangkan pada kangkung organik sebesar 212.35 kg, 72.55 kg dan 124.8 kg. Tabel 3 Permintaan dan penjualan bayam hijau organik dan kangkung organik pada ritel modern di bogor 2012 Bulan Komoditas Permintaan Penjualan Permintaan yang (Kg) (Kg) Belum Terpenuhi Januari
Bayam hijau organik Kangkung organik Februari Bayam hijau organik Kangkung organik Maret Bayam hijau organik Kangkung organik April Bayam hijau organik Kangkung organik Mei Bayam hijau organik Kangkung organik Juni Bayam hijau organik Kangkung organik Juli Bayam hijau organik Kangkung organik
1210.20 118520 1141 1085 1208 1078 867 860.40 1334.95 1250.25 1049.90 954 1184.35 1.135,25
708 843.40 862 918 1047 888.80 523 687 1080.15 1037.90 794.25 881.45 1044.65 1.010,45
(Kg) 502.20 341.80 279 167 161 189.20 344 173.40 254.80 212.35 255.65 72.55 139.70 124,80
(%) 41.50 28.84 24.45 15.39 13.33 17.55 39.68 20.15 19.09 16.98 24.35 7.60 11.80 10,99
Sumber: Unit Pemasaran ADC-UF IPB (2012)
Menurut pihak pemasaran ADC-UF IPB, adanya selisih angka antara permintaan dan penjualan yang cukup besar diakibatkan rendah atau fluktuatifnya produksi dan produktivitas kedua komoditas yang dihasilkan oleh petani mitra. Rendah atau fluktuatifnya produksi dan produktivitas merupakan akibat dari tingginya angka sortasi pada kedua komoditas yang dihasilkan. Pada Tabel 4, presentase produksi yang tersortasi dari Mei hingga Juli 2012 secara berturut-turut adalah 27.16 persen, 38.09 persen dan 18.70 persen untuk bayam hijau organik. Sedangkan untuk kangkung organik secara berturut-turut adalah 37.85 persen, 46.02 persen dan 17.11 persen.
7 Tabel 4
Bulan Mei Juni Juli
Produksi bayam hijau organik dan kangkung organik 2012 yang tersortasi Produksi yang Produksi Total Tersortasi Komoditas Petani Penjualan (Kg) (Kg) (Kg) (%) Bayam hijau organik 1483 1080.15 402.85 27.16 1670 1037.9 632.1 37.85 Kangkung organik 1283 794.25 488.75 38.09 Bayam hijau organik 1633 881.45 751.55 46.02 Kangkung organik 1285 1044.65 240.35 18.70 Bayam hijau organik 1219 1010.45 208.55 17.11 Kangkung organik
Tingginya tingkat sortasi dari produksi kedua komoditas yang dihasilkan disebabkan oleh kualitas produksi yang rendah dan penanganan pasca panen yang kurang baik. Menurut pihak pemasaran ADC-UF IPB, dari kedua penyebab tingginya tingkat sortasi tersebut didominasi oleh rendahnya kualitas produksi yang dihasilkan dari petani mitra. Hal ini mengindikasikan adanya risiko produksi yang diduga disebabkan oleh, kondisi cuaca yang tidak menentu, serangan hama dan penyakit pada tanaman, cara budidaya, dan lain sebagainya.
Gambar 3 Produktivitas bayam hijau organik dan kangkung organik juni 2011juni 2012 Adanya risiko produksi dapat diketahui dari terjadinya fluktuasi pada produktivitas sayuran organik yang diusahakan. Pada Gambar 3 menunjukkan bahwa produktivitas pada tahun 2011 untuk bayam hijau organik dan kangkung organik mengalami fluktuasi. Adanya fluktuasi tersebut diduga akibat curah hujan yang tidak menentu. Pada bulan Juni ke Juli 2011 merupakan peralihan musim hujan ke musim kamarau, dimana sayuran organik tidak rentan terhadap serangan hama penyakit, maka seharusnya produktivitas bayam hijau organik dan kangkung organik tinggi. Namun yang terjadi produktivitas kangkung organik turun. Pada bulan Agustus 2011 adalah musim kemarau dan seharusnya produktivitas menjadi semakin membaik. Namun yang terjadi produktivitas bayam hijau organik dan kangkung organik malah semakin menurun. Sedangkan di bulan September 2011, sudah memasuki peralihan musim hujan, dimana
8 sayuran organik rentan terhadap hama penyakit saat musim hujan yang dapat menyebabkan penurunan produktivitas. Namun, produktivitas bayam hijau organik dan kangkung organik justru mengalami peningkatan. Dampak dari fluktuasi produktivitas, bagi petani mitra menyebabkan ketidakpastian terhadap perolehan pendapatan. Sedangkan bagi pasar ADC-UF IPB, hal tersebut dapat mengurangi minat retailer yang tidak mendapat pasokan secara kontinu dengan kualitas sesuai standar. Berdasarkan uraian tersebut, maka dirumuskan permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini, yaitu: 1. Apa saja sumber risiko produksi yang terdapat pada usahatani bayam hijau organik dan kangkung organik? 2. Bagaimana tingkat risiko produksi spesialisasi dan diversifikasi pada petani mitra ADC-UF yang aktif mengusahakan bayam hijau organik dan kangkung organik?
Tujuan Penelitian 1. 2.
Berdasarkan perumusan masalah diatas, tujuan penelitian ini adalah untuk: Mengetahui sumber risiko apa saja yang dapat mempengaruhi produksi dari bayam hijau organik dan kangkung organik. Menganalisis tingkat risiko produksi pada kegiatan spesialisasi dan diversifikasi dari bayam hijau organik dan kangkung organik yang diusahakan oleh petani mitra ADC-UF IPB.
Manfaat Penelitian 1.
2.
3. 4.
Manfaat dilaksanakannya penelitian ini antara lain : Bagi penulis, diharapkan mampu mengaplikasikan ilmu yang diperoleh selama masa perkuliahan dan dapat mencari solusi bagi permasalahan yang timbul dalam kehidupan masyarakat. Bagi ADC-UF IPB, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dan bahan pertimbangan mengenai kemitraan dan strategi dalam penanganan risiko produksi bayam hijau organik dan kangkung organik yang diusahakan oleh petani mitra ADC-UF IPB. Bagi petani mitra ADC-UF IPB, penelitian ini dapat memberikan gambaran dalam mengelola risiko yang terjadi dalam usahataninya. Masyarakat akademik, penelitian ini diharapkan dapat menambah ilmu dan wawasan mengenai tingkat risiko produksi bayam hijau organik dan kangkung organik serta sebagai bahan pertimbangan untuk penelitian selanjutnya.
Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dilakukan kepada petani ADC-UF IPB yang secara aktif mengusahakan bayam hijau organik dan kangkung organik. Komoditas tersebut dipilih karena bayam hijau organik dan kangkung organik merupakan produk unggulan dari ADC-UF IPB dengan alasan permintaan pasar paling tinggi
9 dibandingkan komoditas lainnya. Penelitian ini menggunakan data time series produksi bayam hijau organik dan kangkung organik dari Juni 2011 - Juni 2012. Selain itu, karena keterbatasan peneliti maka kajian mengenai analisis pendapatan usahatani tidak dilakukan.
TINJAUAN PUSTAKA Pertanian Organik Terdapat banyak definisi dari pertanian organik. Namun secara sederhana pertanian organik diidentikkan dengan cara budidaya yang menggunakan bahan alami. Mulai dari perlakuan menggunakan benih, pupuk, pengendalian hama dan penyakit sampai perlakuan pascapanen, tidak sedikit pun melibatkan zat kimia. Budidaya pertanian organik yang demikian, dapat menciptakan kesehatan, baik bagi manusia maupun lingkungan. Pakar pertanian Barat menyebutkan bahwa sistem pertanian organik merupakan “hukum pengembalian (low of return)” yang berarti suatu sistem yang berusaha untuk mengembalikan semua jenis bahan organik ke dalam tanah, baik dalam bentuk residu dan limbah pertanaman maupun ternak yang selanjutnya bertujuan memberi makanan pada tanaman. Filosofi yang melandasi pertanian organik adalah mengembangkan prinsip-prinsip memberi makanan pada tanah yang selanjutnya tanah menyediakan makanan untuk tanaman (feeding the soil that feeds the plants), dan bukan memberi makanan langsung pada tanaman (Sutanto, 2002). Menurut Hippocrates, Bapak ilmu kedokteran dalam Winangun 2005, mengatakan bahwa makanan adalah dasar dari kesehatan dan makanan adalah obat yang terbaik bagi tubuh kita. Maksud makanan disini adalah makanan yang terbebas dari polusi udara, polusi tanah, dan polusi air. Makanan yang sehat dan bersifat organik tersebut hanya dapat dihasilkan oleh suatu sistem pertanian organik. Sistem pertanian organik berpijak pada kesuburan tanah sebagai kunci keberhasilan produksi dengan memperhatikan kemampuan alami dari tanah, tanaman, dan hewan untuk menghasilkan kualitas yang baik bagi hasil pertanian dan lingkungan (Winangun, 2005). Menurut IFOAM (International Federation of Organic Agriculture Movements), prinsip pertanian organik terbagi menjadi 4, yaitu3: 1. Prinsip Kesehatan Pertanian organik harus melestarikan dan meningkatkan kesehatan tanah, tanaman, hewan, manusia, dan bumi sebagai satu kesatuan dan tak terpisahkan. 2. Prinsip Ekologi 3
[IFOAM] International Federation of Organic Agriculture Movements. http://www.ifoam.org/about_ifoam/pdfs/POA_folder_indonesian.pdf. 4 Agustus 2012
10
3.
4.
Pertanian organik harus didasarkan pada sistem dan siklus ekologi kehidupan. Bekerja, meniru, dan berusaha memelihara sistem dan siklus ekologi kehidupan. Prinsip Keadilan Pertanian organik harus membangun hubungan yang mampu menjamin keadilan terkait dengan lingkungan dan kesempatan hidup bersama. Prinsip Perlindungan Pertanian organik harus dikelola secara hati-hati dan bertanggung jawab untuk melindungi kesehatan dan kesejahteraan generasi sekarang dan mendatang serta lingkungan hidup.
Produk pertanian organik dicirikan dengan mempunyai label sertifikasi atau penjamin mutu. Salah satu lembaga sertifikasi jaminan mutu pertanian organik di wilayah Bogor adalah Board of Indonesia Organic Certification (BIOCert). BIOCert telah terakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional [KAN] dan telah diverifikasi oleh Otoritas Kompeten Pertanian Organik [OKPO] Departemen Pertanian Republik Indonesia [RI] sebagai lembaga sertifikasi organik yang kompeten mengacu pada Panduan KAN 901-2006 tentang Persyaratan Beroperasinya Lembaga Sertifikasi Organik. Adanya lembaga sertifikasi ini diharapkan mampu menjembatani kepercayaan terhadap produk organik melalui layanan penjamin mutu khususnya kepada kelompok tani skala kecil. Kualitas dalam menjaga mutu sayuran organik adalah hal yang diutamakan. Ciri-ciri fisik dari sayuran organik antara lain4: 1. Sebagian daun atau buah organik berlubang karena dimakan ulat Ciri ini menunjukkan produk aman untuk dikonsumsi, karena pertanian organik tidak menggunakan pestisida untuk mengatasi hama. Namun tidak semua sayur dan buah organik harus berlubang atau berpenampilan buruk, akan tetapi bisa juga bagus, mulus karena memang tepat sedang musimnya dan pengendalian hama terpadunya baik. 2. Rasa buah dan sayuran organik umumnya lebih segar, tahan lama dan tidak mudah busuk, serta bertekstur lebih renyah, padat, dan aroma yang lebih kuat. 3. Umumnya mempunyai warna lebih kontras dan tidak mengkilat. Mengkilat adalah tanda buah sudah dilapisi lilin agar awet dalam penyimpanan.
Budidaya Sayuran Semusim Salah satu subsektor pertanian yang memberikan kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sektor pertanian adalah subsektor hortikultura. Nilai PDB Hortikultura berdasarkan harga yang berlaku tahun 2007-2010 4
[SWATANI] Suara Tani. 2010. http://swatani.co.id/artikel/9/193/Tips-Memilih-Sayurdan-Buah-Organik.html. 4 Agustus 2012
11 mengalami peningkatan dan menunjukkan bahwa komoditas sayuran menempati urutan kedua terbesar setelah buah-buahan dalam menyumbang nilai PDB Hortikultura (Tabel 1). Perbedaaan membudidayakan sayuran konvensional/ nonorganik dengan organik terletak pada perlakuan perawatannya. Pada sayuran organik tidak diperbolehkan menggunakan input apapun dari bahan kimiawi dan melakukan pemeliharaan yang lebih intensif. Sementara, untuk syarat tumbuh, cara penanaman, dan pemanenannya antara sayuran nonorganik dengan organik adalah sama. Budidaya Bayam (Amaranthus sp.) Bayam (Amaranthus sp.) merupakan tumbuhan yang biasa ditanam untuk dikonsumsi daunnya sebagai sayuran hijau. Tumbuhan ini dikenal sebagai sayuran dengan kandungan zat besi yang berguna bagi penderita anemia. Kandungan zat besi pada bayam relatif lebih tinggi dibandingkan sayuran daun lain. Penggolongan jenis bayam dibedakan menjadi dua macam, yaitu bayam liar dan bayam budidaya. Bayam liar terdiri atas dua jenis, yaitu bayam tanah (Amaranthus blintum) dan bayam berduri (Amaranthus spinostis). Ciri utama bayam liar adalah batangnya berwarna merah dan daunnya yang kaku bahkan berduri. Sementara untuk jenis bayam budidaya dibedakan atas dua macam, yaitu bayam cabut dan bayam tahunan. Perbedaan dari bayam cabut dan bayam tahunan terletak pada akar dari bayam tahunan yang lebih panjang. Pada penelitian ini mengkaji mengenai bayam budidaya untuk jenis bayam cabut. Bayam termasuk kedalam sayuran dataran tinggi, tetapi tetap dapat hidup di dataran rendah. Bayam dapat tumbuh baik pada tanah yang subur dan gembur dengan derajat kemasaman (pH) bekisar 6-7. Bayam tidak dapat tumbuh dengan baik pada tanah yang memiliki pH lebih tinggi atau lebih rendah (Susila 2006). Pengolahan tanah untuk semua jenis bayam hampir sama. Namun untuk bayam tahunan, pencangkulan lubang dibuat lebih dalam karena memiliki akar yang lebih panjang dibandingkan bayam cabut. Ketika sedang mengolah tanah, secara bersamaan dilakukan pemberian pupuk dasar. Bendengan penanaman dibuat dengan ukuran (1 x 5) m. Sebaiknya bendengan dibuat lebih tinggi untuk mencegah keluarnya benih bayam pada saat disiram. Jarak antara bendengan dimanfaatkan untuk membuat parit agar memudahkan pada proses penyiraman. Sebelum benih ditabur perlu dicampurkan abu dengan perbandingan 1 : 10 (10 untuk abu) agar penaburan benih merata dan tidak bertumpuk-tumpuk. Benih bayam dapat ditaburkan pada garitan yang dibuat menurut baris sepanjang bendengan dengan jarak antar baris sekitar 20 cm. Jumlah benih yang diperlukan pada lahan seluas 1 Ha adalah sekitar 5-10 kg. Benih yang sudah ditabur segera ditutup tanah tipis secara merata. Kemudian disiram dengan menggunakan gembor penyiraman. Penyiraman sendiri dilakukan setiap pagi dan sore hari kecuali jika turun hujan. Aspek penting dalam pemeliharaan bayam adalah penyiangan, pengemburan, pemberian pupuk susulan dan pengendaian hama atau penyakit. Penyiangan dan penggemburan dilakukan 2 MST (Minggu Setelah Tanam) selanjutnya dua minggu sekali. Sementara untuk pemanenan pada bayam cabut, penjarangan dilakukan 20 HST (Hari Setelah Tanam) kemudian hari ke-25, 30 dan seterusnya hingga semua selesai panen.
12 Penyakit yang sering menyerang pada bayam adalah sebagai berikut (Susila 2006): 1. Downy mildew Ciri-ciri bayam yang terserang penyakit ini adalah daun bagian atas menguning, daun bagian bawah berwarna hijau keunguan pada akhirnya berwarna cokelat. Sering timbul bila ditanam pada musim hujan. Pencegahan dapat dilakukan dengan memetik daun yang diserang, sedangkan pemberantasan dapat dilakukan dengan Dithane M-45 dosis 1.52 g/L. 2. Spinach blight (oleh Virus Mozaik cucumber) Ciri-ciri bayam yang terserang penyakit ini adalah daun menyempit, mengecil, menggulung dan mengkerut, serta permukaan daun muda menguning. Tanaman yang terinfeksi harus segera dimusnahkan agar tidak meluas. Pencegahan dilakukan dengan penyiangan gulma, penyemprotan lalat pembawa virus dengan Ambus 2 EC atau Lannate 2 EC 2 g/L. Left spot (noda daun) 3. Ciri-ciri bayam yang terserang penyakit ini adalah timbul noda cokelat pada setengah bagian daun, dan dapat meluas sehingga menghancurkan daun. Gangguan ini dapat disebabkan oleh kekurangan unsur Mn. Pemberantasan untuk tanaman yang sudah terserang adalah dengan cara dihancurkan agar tidak meluas. Sedangkan untuk tanaman yang belum terserang pencegahan dilakukan dengan cara penyemprotan Dithane M-45 dosis 1.5-2 g/L. Upaya penanggulangan adalah diberi Multitonik (pupuk yang mengandung Mn) yang dosisnya disesuaikan dengan kebutuhan, atau dengan pemberian kapur pada saat pengolahan tanah terutama pada tanah yang kekurangan Mn. Budidaya Kangkung (Ipamoea reptans) Kangkung adalah tanaman akuatik atau semiakuatik yang ditemukan di banyak wilayah tropika dan subtropika. Tanaman mudah ditanam, produktif, dan bergizi tinggi ini biasanya diproduksi sepanjang tahun. Menurut Rubatzy dan Yamaguchi 1999, ada dua tipe kangkung yang diusahakan, yaitu (1) kangkung darat (ching quat), yang dapat tumbuh baik di tanah lembab atau lingkungan semiakuatik dan (2) kangkung air (pak quat), yang dapat dibudidayakan di lingkungan tergenang. Sementara pada penelitian ini mengkaji tipe kangkung darat. Perbedaan kangkung darat dan kangkung air dapat dilihat dari ciri fisik. Kangkung darat berforma daun sempit, bunga putih, dan batang hijau. Sedangkan kangkung air berforma daun lebar berbentuk mata anak panah, bunga merah jambu dan batang putih. Kangkung darat dapat tumbuh dengan baik pada jumlah curah hujan bekisar antara 500-5000 mm/tahun. Pada musim hujan pertumbuhan tanaman kangkung sangat cepat dan subur, dengan syarat di sekelilingnya tidak tumbuh rumput liar. Dengan demikian, pada umumnya kangkung kuat menghadapi rumput liar sehingga dapat tumbuh di padang rumput, kebun atau ladang yang sedikit rimbun. Kangkung dapat tumbuh baik pada tanah yang subur, gembur dan banyak mengandung bahan organik serta tidak dipengaruhi oleh kemasaman tanah.
13 Pertumbuhan pada kangkung darat tidak bisa pada tanah yang tergenang, karena akar akan mudah membusuk. Sedangkan kangkung air membutuhkan tanah yang selalu tergenang oleh air. Tanaman kangkung membutuhkan tanah yang datar bagi pertumbuhannya. Sebab tanah yang memiliki kemiringan tinggi tidak dapat mempertahankan kandungan air secara baik. Sementara baik kangkung darat maupun kangkung air dapat tumbuh dan berproduksi baik di dataran rendah sampai tinggi (pegunungan) ± 2000 meter diatas permukaan laut. Menurut Susila (2006), hama dan penyakit yang biasa menyerang tanaman kangkung umumnya relatif tidak ganas, antara lain: belalang dan ulat. Penyakit jamur yang lazim menyerang tanaman kangkung adalah karat putih (Albugo Ipomoea panduratae) yang peka terhadap Dithane M-45 atau Benlate.
Kajian Risiko Produksi Sayuran Organik Setiap pelaku usaha di dalam menjalankan usahatani akan selalu menghadapi risiko. Setiap risiko terdapat sumber-sumber risiko yang harus diidentifikasi terlebih dahulu. Tujuannya untuk mengetahui penyebab risiko itu terjadi dan dampak atau kerugian terhadap pendapatan petani. Terdapat beberapa penelitian yang mengkaji terkait pengidentifikasian sumber-sumber risiko dalam berbagai usaha. Penelitian mengenai analisis risiko produksi sayuran organik telah dilakukan oleh Taringan (2009), Sembiring (2010) dan Cher (2011). Identifikasi sumber-sumber risiko produksi sayuran organik yang dilakukan oleh Taringan (2009) sama seperti Sembiring (2010). Hasil identifikasi mengenai sumber-sumber risiko dalam usaha sayuran organik pada kedua penelitian tersebut didapatkan bahwa sumber risiko yang terjadi pada proses produksi antara lain curah hujan, tingkat kesuburan lahan, serta serangan hama dan penyakit. Curah hujan yang rendah akan menyebabkan produktivitas sayuran organik meningkat. Hal ini dikarenakan sayuran organik pada curah hujan yang rendah tidak rentan terhadap serangan hama dan penyakit (Taringan 2009). Sementara menurut Sembiring (2010), curah hujan yang tinggi dapat menyebabkan kebusukan pada tanaman. Oleh karena itu curah hujan yang sesuai untuk sayuran organik adalah curah hujan yang rendah. Menurut Taringan (2009) dan Sembiring (2010), lahan yang subur akan menghasilkan produktivitas yang lebih tinggi dibandingkan lahan yang kurang subur. Oleh karena itu lahan yang digunakan pada sayuran organik harus dilakukan pembersihan lahan terlebih dahulu, kemudian dilakukan penggemburan dan diberi pupuk kandang. Tujuannya adalah untuk mengembalikan unsur hara tanah sehingga dalam penanaman akan memberikan hasil yang baik. Terakhir, serangan hama dan penyakit yang rendah akan mengakibatkan produktivitas sayuran meningkat (Taringan 2009). Hal ini dikarenakan sayuran organik yang akan ditanam dapat tumbuh dengan baik. Menurut Sembiring (2010), munculnya hama dan penyakit pada sayuran organik dipengaruhi oleh faktor cuaca dan iklim yang tidak dapat diprediksi. Hama yang sering menyerang sayuran organik adalah ulat titik tumbuh (Crocidolomia binotalis zell), ulat tritip (Plutella maculipennis), siput (Agriolimas sp.), ulat thepa javanica dan cacing
14 bulu (Cut worm). Sedangkan penyakit yang sering menyerang sayuran organik adalah penyakit bercak daun, busuk basah, busuk daun dan virus mozaik. Kemudian penelitian yang telah dilakukan oleh Cher (2011) menghasilkan sumber-sumber risiko produksi yang sama pada penelitian Taringan (2009) dan Sembiring (2010). Namun, pada penelitian ini faktor kabut juga mempengaruhi produktivitas sayuran organik. Karena kabut yang timbul menyebabkan kelembaban udara menjadi tinggi sehingga membuat tanaman mudah rusak dan busuk. Alat analisis yang digunakan oleh Taringan (2009), Sembiring (2010) dan Cher (2011) dalam menganalisis risiko produksi sayuran organik adalah sama. Alat analisis tersebut yaitu, variance, standard deviation dan coefficient variation yang dilakukan pada kegiatan spesialisasi dan portofolio. Hasil penelitian Taringan (2009) dari kegiatan spesialisasi risiko produksi berdasarkan produktivitas menunjukkan bahwa risiko paling tinggi terdapat pada bayam hijau organik yaitu 0.225. Artinya, setiap satu kilogram bayam hijau organik yang dihasilkan per meter, maka risiko yang dihadapi sebesar 0.225 kilogram. Sedangkan risiko paling rendah adalah cabai keriting organik yakni 0.048 yang artinya setiap satu kilogram cabai keriting organik yang dihasilkan per meter, maka risiko yang dihadapi sebesar 0.048 kilogram. Hal ini dikarenakan dari keempat komoditas yang diteliti, bayam hijau organik merupakan komoditas yang paling rentan terhadap hama dan penyakit terutama pada musim penghujan. Sementara risiko spesialisasi berdasarkan pendapatan bersih menunjukkan bahwa cabai keriting organik memiliki risiko produksi tertinggi yaitu 0.80 dan brokoli organik memiliki risiko produksi terendah yaitu 0.16. Hal ini dikarenakan dari keempat komoditas yang diteliti, penerimaan yang diterima cabai keriting organik lebih kecil sedangkan biaya yang dikeluarkan tinggi. Sembiring (2010) menyimpulkan dari hasil kegiatan spesialisasi risiko produksi berdasarkan produktivitas dan pendapatan menunjukkan bahwa risiko paling tinggi terdapat pada brokoli organik dengan nilai coefficient variation 0.54 dan 0.80. Hal ini dikarenakan dari keempat komoditas yang diteliti, brokoli organik sangat rentan terhadap serangan hama dan penyakit terutama kondisi cuaca yang tidak pasti. Selain itu, biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk memproduksi brokoli organik lebih tinggi dibandingkan tiga komoditas lainnya. Cher (2011) menyimpulkan hasil dari kegiatan spesialisasi berdasarkan produktivitas menunjukkan bahwa tingkat risiko paling tinggi adalah brokoli organik dengan nilai coefficient variation sebesar 0.564. Artinya, setiap satu kilogram brokoli organik yang dihasilkan per meter, maka risiko yang dihadapi sebesar 0.564 kilogram. Selain brokoli organik, Cher (2011) juga menganalisis komoditas bayam hijau organik dan menghasilkan coefficient variation sebesar 0.422. Artinya, setiap satu kilogram bayam hijau organik yang dihasilkan per meter, maka risiko yang dihadapi sebesar 0.422 kilogram. Nilai risiko produksi pada brokoli organik yang dihasilkan Cher (2011) lebih tinggi dibandingkan nilai yang dihasilkan Sembiring (2010), yaitu 56 > 54 (persen). Hal serupa juga terjadi pada risiko produksi bayam hijau organik yang dihasilkan Cher (2011) lebih tinggi dibandingkan nilai yang dihasilkan Taringan (2009), yaitu 42 > 26 (persen). Artinya, manajemen risiko produksi yang telah dilakukan oleh perusahaan Taringan (2009) dan Sembiring (2010) lebih baik dibandingkan manajemen pada perusahaan Cher (2011).
15 Setelah menganalisis risiko produksi pada kegiatan spesialisasi selanjutnya menganalisis risiko produksi pada kegiatan diversifikasi. Taringan (2009), Sembiring (2010) dan Cher (2011) menyimpulkan hal yang sama mengenai diversifikasi. Hasil kegiatan diversifikasi dari ketiga penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa kegiatan diversifikasi dapat meminimalkan risiko produksi. Kegiatan tersebut dapat mengurangi risiko produksi tetapi tidak dapat dihilangkan seluruhnya atau menjadi nol. Selanjutnya adalah strategi dalam mengelola risiko produksi. Penanganan yang dilakukan Taringan (2009) dalam mengatasi risiko produksi adalah dengan cara pengembangan diversifikasi pada lahan yang ada, melakukan kemitraan produksi dengan petani sekitar dan meningkatkan manajemen pada perusahaan dengan melakukan fungsi-fungsi manajemen yang terarah dengan baik. Lain halnya dengan Sembiring (2010), penanganan dalam mengatasi risiko produksi dilakukan dengan cara pengendalian hama dan penyakit tanaman, perlakuan pada saat pemanenan dan pengemasan, pengelolaan daerah perkebunan dan melakukan diversifikasi. Sementara, strategi penanganan risiko produksi yang diterapkan pada penelitian Cher (2011) adalah melakukan diversifikasi dan menerapkan fungsi manajemen yang mengutamakan fungsi pengontrolan. Penelitian sebelumnya dengan penelitian yang dikaji memiliki persamaan dalam hal obyek dan alat analisis yang digunakan. Obyek yang dikaji merupakan komoditas sayuran organik dengan alat analisis variance, standard deviation dan coefficient variation. Sedangkan perbedaannya terdapat pada responden penelitian. Penelitian terdahulu memperoleh data dari perusahaan agribisnis, sedangkan penelitian ini memperoleh data dari para petani mitra ADC-UF IPB. Responden penelitian ini merupakan petani bayam hijau organik dan kangkung organik yang bermitra dengan ADC-UF IPB. Pihak ADC-UF IPB merupakan sebuah lembaga yang codong meyerupai sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dalam bidang pertanian. Karena pihak ADC-UF IPB merupakan lembaga yang menghimpun, mengayomi dan membantu menyelesaikan permasalahan yang terjadi pada petani organik berskala kecil. Cara bagaimana mengelola risiko produksi antara petani yang dibimbing oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dengan perusahaan agribisnis yang memproduksi produk organik diduga memiliki perbedaan. Perusahaan agribisnis yang bergerak di bidang organik akan lebih mudah memahami jika terjadi ketidakwajaran pada usaha yang dijalankan. Artinya, perusahaan sudah memiliki manajemen yang baik dalam mengatur usahanya. Misal dalam hal tenaga kerja, di perusahaan tenaga kerja bekerja sesuai dengan apa yang diperintahkan dan terjadwal. Perusahaan juga mempunyai formulasi yang baik dalam membudidayakan sayuran organik. Kondisi yang diduga berbeda yang dihadapi petani adalah dalam berusahatani petani hanya mengandalkan pengalaman, pengetahuan dari teman sesama petani dan penyuluh, maupun secara otodidak (belajar sendiri), tanpa adanya pencatatan dan jadwal usahataninya.
16 Kajian Risiko Produksi Sayuran Non-Organik Fluktuasi yang terjadi pada produktivitas dari suatu komoditas tertentu mengindikasikan adanya risiko produksi. Fluktuasi tersebut yang pada akhirnya menyebabkan ketidakpastian pendapatan. Kajian mengenai risiko produksi pada komoditas pertanian non-oganik sudah banyak dilakukan. Beberapa peneliti yang pernah melakukan kajian mengenai risiko produksi pada sayuran non-organik diantaranya, Utami (2009) dan Jamilah (2010). Komoditas yang diteliti oleh Utami (2009) adalah bawang merah. Hasil identifikasi sumber-sumber risiko yang terdapat pada kegiatan produksi bawang merah antara lain cuaca iklim, hama penyakit dan tingkat kesuburan lahan. Kondisi cuaca dan iklim yang tidak menentu dapat mempengaruhi pertumbuhan bawang merah menjadi kurang baik dan dapat merangsang munculnya hama dan penyakit tanaman. Secara teknis, bawang merah merupakan tanaman yang cukup rentan terhadap kekeringan karena sistem perakarannya yang pendek. Di sisi lain, bawang merah tidak tahan terhadap air hujan maupun tempat-tempat yang selalu basah. Kemunculan hama dan penyakit disebabkan oleh kondisi cuaca yang tidak dapat diprediksi. Hama dan penyakit yang biasa menyerang bawang merah adalah ulat daun, busuk akar, busuk daun, serangan cendawan, layu fusarium, tepung embun, krapak dan hama grandong. Serangan dari hama dan penyakit tersebut yang pada akhirnya dapat menyebabkan gagal panen bawang merah. Kesuburan lahan merupakan salah satu faktor yang menentukan produktivitas tanaman. Kesuburan lahan terkait dengan penggunaan pupuk dan obat-obatan karena berhubungan dengan unsur hara yang terkandung di dalam tanah. Penggunaan bahan kimia yang di luar batas dapat mengurangi bahkan merusak unsur organik di dalam tanah. Penelitian dengan topik yang sama dilakukan juga oleh Jamilah (2010) yang menganalisis risiko produksi pada komoditas wortel dan bawang daun. Hasil identifikasi sumber-sumber risiko produksi pada kegiatan usahatani wortel dan bawang daun umumnya sama seperti pada Utami (2009) yaitu, faktor cuaca dan iklim, pengendalian hama dan penyakit tanaman, serta tingkat kesuburan lahan. Namun pada penelitian Jamilah (2010) efektivitas penggunaan input dan keterampilan sumberdaya manusia yang kurang, ikut menjadi sumber risiko produksi pada usahatani wortel dan bawang daun. Sebagian besar petani menggunakan input produksi berdasarkan pengalaman saja dan tidak sesuai dengan SOP yang ada, sehingga menyebabkan penggunaan input menjadi kurang efektif. Hasil identifikasi sumber-sumber risiko pada sayuran non-organik yang telah dilakukan oleh Utami (2009) dan Jamilah (2010), umumnya sama dengan sumber risiko yang dihadapi sayuran organik pada penelitian Taringan (2009), Sembiring (2010) dan Cher (2011). Sumber-sumber risiko tersebut antara lain, curah hujan, hama dan penyakit serta tingkat kesuburan lahan. Budidaya pada sayuran organik yang tidak boleh menggunakan bahan kimia menyebabkan sulitnya dalam merawat sayuran tersebut. Sulitnya merawat dalam membudidayakan sayuran organik menyebabkan tingginya risiko produksi. Alat analisis yang digunakan dalam menganalisis risiko produksi pada penelitian Utami (2009) dan Jamilah (2010) adalah variance, standard deviation
17 dan coefficient variation. Selain menganalisis risiko produksi, Utami (2009) juga menganalisis perilaku penawaran menggunakan regresi linier berganda. Hasil perhitungan Utami (2009), nilai risiko spesialisasi berdasarkan produktivitas pada komoditas bawang merah adalah sebesar 0.203. Artinya setiap satu kilogram bawang merah yang dihasilkan per meter maka risiko yang dihadapi akan sebesar 0.203 kilogram. Sedangkan hasil regresi linier berganda menunjukkan bahwa terdapat dua variabel yang berpengaruh nyata terhadap perilaku penawaran bawang merah, yaitu variabel biaya obat dan variabel nilai ekspektasi produksi. Hasil penelitian Jamilah (2010) menyimpulkan bahwa nilai risiko produksi wortel berdasarkan return produktivitasnya adalah sebesar 0.26 atau 26 persen. Artinya, untuk setiap satu kilogram hasil produksi per meter yang diperoleh petani wortel, maka risiko yang dihadapi adalah sebesar 0.26 kilogram atau 26 persen. Sedangkan risiko produksi bawang daun berdasarkan return produktivitasnya adalah sebesar 0.29 atau 29 persen. Artinya, untuk setiap satu kilogram hasil produksi per meter yang diperoleh petani bawang daun, maka risiko yang dihadapi adalah sebesar 0.29 kilogram atau 29 persen. Setelah sumber-sumber risiko produksi berhasil diidentifikasi dan perhitungan risiko produksi berhasil diperoleh, selanjutnya adalah menerapkan penanganan dalam mengelola risiko produksi. Penelitian Utami (2009) dalam mengelola risiko produksi pada usahatani bawang merah adalah dengan cara, pengaturan pola tanam yang teratur dan sesuai dengan pola tanam dari Dinas Pertanian Kabupaten Brebes, menerapkan pengendalian hama penyakit tanaman dengan memperhatikan aspek lingkungan dan kesehatan, melakukan pengelolaan pasca panen dan menyimpan atau menjual hasil panen. Sementara itu, strategi penanganan risiko yang bisa dilakukan oleh petani wortel dan bawang pada penelitian Jamilah (2010), antara lain: 1) a. untuk wortel, penyiraman pada musim kemarau dilakukan sesuai kebutuhan pada pagi atau sore hari dan penyiraman juga harus dilakukan pada bendengan sebelum benih wortel disebar, b. untuk bawang daun, penyiraman pada musim kemarau dilakukan satu minggu sekali pada pagi atau sore hari, atau menggunakan mulsa plastik, 2) menerapkan Pengendalian Hama secara Terpadu (PHT). Penyemprotan dengan pestisida harus dihentikan dua minggu sebelum wortel dan bawang daun dipanen. Selanjutnya melakukan penyiangan selama musim tanam, untuk wortel sebanyak tiga kali sedangkan bawang daun hanya satu kali. Pemeliharaan bawang daun dilanjutkan dengan pembumbunan sebanyak dua kali selama musim tanam, 3) meningkatkan kesuburan lahan dengan cara pemupukan dan merotasikan pola tanam yang tepat, 4) menggunakan variabel input yang sesuai dengan SOP, 5) peningkatkan SDM dengan cara mengikuti pelatihan dan penyuluhan budidaya wortel dan bawang daun, dan 6) melakukan diversifikasi dengan cara tumpang sari. Persamaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah pada alat analisis dan responden yang dikaji. Alat analisis untuk kajian risiko produksi yaitu menggunakan variance, standard deviation dan coefficient variation dengan sasaran responden para petani. Sedangkan perbedaannya terletak pada obyek penelitian. Penelitian terdahulu membahas sayuran non-organik, sedangkan penelitian ini mengkaji sayuran organik.
18 Sayuran organik memiliki risiko produksi yang lebih tinggi dibandingkan sayuran non-organik. Hal ini dapat ditunjukkan dari hasil coefficient variation dari penelitian terdahulu. Nilai risiko produksi yang dihasilkan antara brokoli organik dan bayam hijau organik (Cher 2011) memiliki risiko produksi yang lebih tinggi dibandingkan bawang merah (Utami 2009), wortel dan bawang daun (Jamilah 2010). Nilai tersebut dapat disajikan pada Tabel 5 berikut. Tabel 5 Nilai coefficient variation pada sayuran organik dan non-organik No Sayuran Komoditas Coefficient Variation 1 Organik Brokoli 0.564 2 Organik Bayam hijau 0.422 3 Non-organik Bawang daun 0.290 4 Non-organik Wortel 0.260 5 Non-organik Bawang Merah 0.203 Tabel 5 menunjukkan bahwa nilai coefficient variation sayuran organik lebih tinggi dibandingkan sayuran non-organik. Semakin besar nilai coefficient variation maka semakin besar risiko produksi yang dihadapi. Artinya, risiko produksi yang dihadapi oleh sayuran organik lebih tinggi dibandingkan sayuran non-organik. Hal ini salah satunya dikarenakan, input yang digunakan dalam membudidayakan sayuran organik bersifat alami yang tidak mengandung unsur kimia. Misal, jika pada sayuran organik sudah terserang hama dan penyakit, maka akan sulit disembuhkan. Hal ini dikarenakan pada sayuran organik tidak diberikan pestisida kimia yang dapat dengan cepat memberantas hama penyakit.
KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis dalam penelitian ini berasal dari penelusuran beberapa teori yang relevan dengan masalah penelitian. Berfungsi sebagai landasan penelitian yang telah dilakukan. Adapun kerangka pemikiran teoritis dalam penelitian ini, dijelaskan pada sub bab-sub bab berikut. Definisi dan Konsep Risiko Kata risiko banyak ditafsirkan dalam berbagai pengertian. Risiko dapat didefinisikan sebagai bentuk keadaan ketidakpastian tentang suatu keadaan yang akan terjadi nantinya dengan keputusan yang diambil berdasarkan berbagai pertimbangan pada saat ini (Fahmi, 2010). Sedangkan menurut Vaughan yang diterjemahkan oleh Darmawi (2006) mengemukakan beberapa definisi risiko sebagai berikut : 1. Risk is the chance of loss (risiko adalah kans kerugian) Chance of Loss biasanya dipergunakan untuk menunjukkan suatu keadaan dimana terdapat suatu keterbukaan terhadap kerugian atau suatu kemungkinan. Kerugian, sebaliknya jika disesuaikan dengan istilah yang
19
2.
3.
dipakai dalam statistik, maka chance sering dipergunakan untuk menunjukkan tingkat probabilitas akan munculnya situasi tertentu. Risk is the possibility of loss (risiko adalah kemungkinan kerugian) Istilah possibility berarti bahwa probabilitas sesuatu peristiwa berada di antara nol dan satu. Definisi ini sering mendekati dengan pengertian risiko yang dipakai sehari-hari, akan tetapi definisi ini sedikit longgar dan tidak cocok dipakai dalam analisis secara kuantitatif. Risk is uncertainty (risiko adalah ketidakpastian) Risiko berhubungan dengan ketidakpastian, maka risiko sama artinya dengan ketidakpastian.
Kesimpulan pengertian risiko pada point (1), (2) dan (3) di atas dapat dipahami bahwa risiko mengandung arti kemungkinan kerugian dan ketidakpastian. Konsep lain yang berkaitan dengan risiko adalah “hazard” dan “peril”. Risiko, hazard dan peril merupakan tiga istilah yang mempunyai pengertian berbeda. Namun pada dasarnya ketiga istilah tersebut mempunyai kaitan satu sama lain. Menurut Darmawi (2006), peril adalah suatu peristiwa yang dapat menimbulkan suatu kerugian. Hazard adalah keadaan dan kondisi yang dapat memperbesar kemungkinan suatu peril. Akibat terjadinya suatu peril ini akan menimbulkan satu kerugian atau kerusakan pada diri seseorang atau harta miliknya. Kedua istilah tersebut erat hubungannya terhadap kemungkinan dari pada risiko. Bentuk dan Sumber Risiko Seperti yang telah disebutkan bahwa “hazard” adalah suatu keadaan yang dapat memperbesar kemungkinan terjadinya suatu “peril”. Artinya, banyak berbagai keadaan yang dapat menimbulkan suatu kerugian. Menurut Darmawi (2006) risiko mempunyai empat bentuk yakni: a) Fisik, adalah suatu kondisi yang bersumber pada karekteristik secara fisik dari suatu obyek yang dapat memperbesar suatu kemungkinan terjadinya kerugian. b) Moral, adalah suatu kondisi yang bersumber dari orang yang bersangkutan dan berkaitan dengan sikap mental atau pandangan hidup serta kebiasannya yang dapat memperbesar kemungkinan terjadinya suatu kerugian. Adanya kerugian ini karena sikap mental dari orang yang bersangkutan misalnya karena kelalaian di mana unsur kesengajaan terlihat. c) Morale, meskipun pada dasarnya seseorang tidak menginginkan terjadinya suatu kerugian, akan tetapi merasa bahwa ia telah memperoleh jaminan baik atas diri maupun hartanya, maka seringkali menimbulkan kecerobohan atau kurang hati-hati. Perbedaan bahaya moral dan morale adalah bahaya moral timbul apabila si tertanggung menciptakan kerugian untuk mendapatkan keuntungan berdasarkan polis asuransinya, sedangkan bahaya morale timbul karena si tertanggung tidak melindungi hartanya atau ia menjadi lalai karena hartanya diasuransikan. d) Legal, seringkali berdasarkan peraturan-peraturan ataupun perundangundangan yang bertujuan melindungi masyarakat justru diabaikan ataupun kurang diperhatikan sehingga dapat memperbesar terjadinya sutau kerugian.
20 Sementara, menentukan sumber risiko adalah hal penting agar dapat diketahui cara penanganannya. Sumber-sumber risiko dapat diklasifikasikan sebagai risiko sosial, risiko fisik, dan risiko ekonomi (Darmawi, 2006). 1. Risiko Sosial Sumber utama risiko adalah masyarakat, artinya tindakan orang-orang menciptakan kejadian yang menyebabkan penyimpangan yang merugikan dari harapan kita. Orang-orang dapat menyebabkan kecelakaan yang menciderai diri mereka sendiri dan orang lain sehingga menyebabkan kerusakan harta dan jiwa yang besar. 2. Risiko Fisik Ada banyak sumber risiko fisik yang sebagiannya adalah fenomena alam, sedangkan lainnya disebabkan kesalahan manusia. Banyak risiko yang kompleks sumbernya terutama kategori fisik seperti : kebakaran, dan cuaca. Risiko Ekonomi 3. Banyak risiko yang dihadapi seseorang itu bersifat ekonomi, seperti inflasi, fluktuasi lokal, dan ketidakstabilan perusahaan individu, dan sebagainya. Lain halnya dengan risiko pada bidang pertanian. Risiko yang terdapat pada bidang pertanian memiliki sifat yang khas dan unik. Menurut Harwood et al (1999), terdapat beberapa sumber risiko pada aktivitas pertanian, diantaranya adalah: 1. Production or yield risk Risiko produksi adalah risiko yang ditimbulkan oleh kegiatan produksi. Risiko ini terjadi karena dalam kegiatan pertanian banyak hal yang tidak dapat dikendalikan. Hal tersebut berhubungan dengan cuaca seperti, curah hujan, suhu, serta serangan hama dan penyakit. Selain cuaca, teknologi juga dapat menimbulkan risiko dalam kegiatan pertanian. Penggunaan teknologi baru secara cepat tanpa adanya penyesuaian sebelumnya, justru dapat menurunkan produktivitas, gagal panen, dan lain sebagainya. 2. Price or Market Risk Risiko pasar adalah risiko yang ditimbulkan oleh pasar terkait harga output dan harga input. Di bidang pertanian, kegiatan produksi pada umumnya memiliki proses yang panjang, sementara pasar bersifat kompleks dan dinamis. Oleh karena itu, petani belum tentu mendapatkan harga yang sesuai dengan yang diharapkan pada saat panen. Sedangkan risiko harga adalah risiko yang ditimbulkan oleh harga antara lain harga input yang berfluktuasi, ketidakpastian harga output yang akhirnya berpengaruh pada return yang diperoleh petani. Institutional Risk 3. Risiko kebijakan berkaitan dengan kebijakan dan peraturan pemerintah yang dapat mempengaruhi sektor pertanian. Seperti adanya kebijakan dari pemerintah untuk memberikan atau mengurangi subsidi dari harga input.
21 4.
Financial Risk Risiko finansial dihadapi petani ketika meminjam modal dari institusi seperti bank. Risiko ini berkaitan dengan fluktuasi dari tingkat suku bunga pinjaman (interest rate).
Manajemen Risiko Dalam dunia bisnis selalu ada yang namanya risiko. Agar risiko tidak menghalangi kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan/ pelaku usaha, maka risiko harus dikelola dengan sebaik-baiknya. Manajemen risiko adalah suatu bidang ilmu yang membahas tentang bagaimana suatu organisasi menerapkan ukuran dalam memetakan berbagai permasalahan yang ada dengan menempatkan berbagai pendekatan manajemen secara komprehensif dan sistematis (Fahmi, 2010). Lebih lanjut, dengan diterapkannya manajemen risiko di suatu perusahaan atau tempat usaha ada beberapa manfaat yang akan diperoleh, yaitu: a. Perusahaan atau pelaku usaha memiliki ukuran kuat sebagai pijakan dalam mengambil setiap keputusan, sehingga para manajer atau pengambil keputusan menjadi lebih berhati-hati (prudent) dan selalu menempatkan ukuran-ukuran dalam berbagai keputusan. b. Mampu memberikan arah bagi suatu perusahaan atau pelaku usaha dalam melihat pengaruh-pengaruh yang mungkin timbul baik secara jangka pendek dan jangka panjang. c. Mendorong para manajer atau pengambil keputusan dalam mengambil keputusan untuk selalu menghindari risiko dan menghindari dari pengaruh terjadinya kerugian khususnya kerugian dari segi finansial. d. Memungkinkan perusahaan atau pelaku usaha memperoleh risiko kerugian yang minimum. e. Adanya konsep manajemen risiko (risk manajemen concept) yang dirancang secara detail artinya perusahaan atau pelaku usaha telah membangun arah dan mekanisme secara suistanaible (berkelanjutan). Ada beberapa tahap yang harus dilaksanakan oleh suatu perusahaan atau pelaku usaha khususnya di bidang agribisnis dalam mengimplementasikan manajemen risiko secara komprehensif. Menurut Kountur (2004), proses itu dimulai dengan mengidentifikasi risiko-risiko yang dihadapi, setelah itu mengukur besarnya kemungkinan dan konsekuensi dari risiko. Tujuan dari pengukuran tersebut adalah agar dapat memperoleh status risiko dan peta risiko, dimana status risiko merupakan ukuran yang menunjukkan tingkatan risiko sedangkan peta risiko menggambarkan letak sebaran risiko dalam peta. Hasil pengukuran tersebut (peta risiko dan status risiko) menjadi acuan perusahaan atau pelaku usaha untuk melakukan penanganan risiko. 3. Penanganan 2. Pengukuran 1. Identifikasi Gambar 4 Tahapan dalam Proses Manajemen Risiko Sumber: Kountur (2004)
22 Alternatif Strategi Penanganan Risiko pada Usaha Pertanian Petani memiliki banyak pilihan atau strategi dalam mengelola risiko pertanian. Strategi ini nantinya yang akan digunakan untuk mencegah atau meminimalisasi dari kerugian usahataninya. Menurut Harwood et al (1999), beberapa strategi yang dapat dilakukan diantaranya: 1. Diversifikasi Usaha (Enterprise Diversification) Diversifikasi adalah suatu strategi pengelolaan risiko yang biasa digunakan dengan melibatkan partisipasi lebih dari satu aktivitas. Strategi diversifikasi ini dilakukan dengan alasan bahwa apabila satu unit usaha memiliki hasil yang rendah maka unit-unit usaha yang lain mungkin akan memiliki hasil yang lebih tinggi. Contoh di bidang pertanian adalah dalam satu lahan ditanami oleh berbagai jenis tanaman seperti tomat dengan caisim. 2. Integrasi Vertikal (Vertical Integration) Integrasi vertikal adalah salah satu strategi dalam payung kordinasi vertikal yang meliputi seluruh cara yang mana output dari satu tahapan produksi dan distribusi ditransfer ke tahapan produksi lain. Dari sisi petani, keputusan untuk melakukan integrasi vertikal tergantung pada banyak faktor, antara lain perubahan keuntungan dengan adanya integrasi vertikal, risiko pada kuantitas dan kualitas pasokan input (atau output) sebelum dan sesudah integrasi vertikal, dan faktor-faktor lainnya. Pengertian lain dari Integrasi vertikal adalah penggabungan dua atau lebih perusahaan menjadi suatu perusahaan yang aktivitasnya berhubungan secara vertikal. Hubungan vertikal meliputi pengadaan bahan baku dan sumber daya lain, proses produksi, hingga pemasaran ke konsumen pengguna barang atau jasa. Contoh hubungan integrasi vertikal dalam bidang pangan adalah padi dari petani atau usaha pertanian, perusahaan penggilingan beras, sampai ke perusahaan perdagangan beras. 3. Kontrak Produksi (Production Contracts) Kontrak produksi biasanya menetapkan dengan rinci suplai input produksi oleh pembeli, kualitas, dan kuantitas komoditas tertentu yang akan diproduksi, dan kompensasi yang akan dibayarkan kepada petani. 4. Kontrak Pemasaran (Marketing Contracts) Kontrak pemasaran merupakan sebuah perjanjian baik secara tertulis maupun lisan, antara pedagang dan produsen tentang penetapan harga dan penjualan suatu komoditas sebelum panen atau sebelum komoditas siap dipasarkan. Kepemilikan komoditas saat diproduksi adalah milik petani, termasuk keputusan manajemen seperti menentukan varietas benih, penggunaan input, dan kapan waktunya. 5. Perlindungan Nilai (Hedging) Perlindungan nilai dilakukan untuk mengalihkan risiko pada pihak lain yang lebih baik dalam manajemen risikonya melalui transaksi instrumen keuangan. Contohnya di Pasar Berjangka Komoditas (BBJ), secara umum pasar berjangka adalah tempat atau sarana kontrak jual beli produk yang disepakati saat ini tentang: harga, kuantitas, kualitas, syarat pembayaran, dan syarat penyerahan, tetapi pelaksanaan kontrak dilakukan di kemudian hari. Dengan kata lain, kontrak jual beli dimuka, tetapi pelaksanaannya di belakang. Hal ini berarti kegiatan di pasar berjangka
23
6.
7.
dapat mengurangi kondisi ketidakpastian tentang ekonomi masa datang bagi produsen, konsumen, dan pedagang. Asuransi (Insurance) Asuransi adalah sebuah kontrak berisikan perjanjian pihak yang diasuransikan dengan perusahaan atau pelaku usaha. Perusahaan atau pelaku usaha bersedia memberikan kompensasi atas kerugian yang dialami pihak yang diasuransikan. Premi asuransi akan diterima oleh pihak yang diasuransikan sebagai kompensasinya. Asuransi pertanian di Indonesia belum terwujud meskipun secara konseptual pengembangan ke arah itu sudah dicanangkan sejak tahun 1982, sehingga trend dalam bentuk implementasinya belum terlihat meskipun pernah dibentuknya Kelompok Kerja (POKJA) Persiapan Pengembangan Asuransi Panen. Selain keenam strategi dalam mengelola risiko pertanian yang dipaparkan oleh Harwood et al (1999), di Indonesia sudah mulai dikembangkan sistem resi gudang sejak 2008 sebagai strategi dalam mengelola risiko pertanian. Resi Gudang Resi gudang (warehouse receipt) merupakan salah satu instrumen penting, efektif dan negotiable (dapat diperdagangkan) serta swapped (dipertukarkan) dalam sistem pembiayaan perdagangan suatu negara. Disamping itu, Resi Gudang juga dapat dipergunakan sebagai jaminan (sollateral) atau diterima sebagai bukti penyerahan barang dalam rangka pemenuhan kontrak derivatif yang jatuh tempo, sebagaimana terjadi dalam suatu Kontrak Berjangka5. Resi Gudang ini telah diatur dalam UndangUndang (UU) Nomor 9 Tahun 2006.
Kerangka Pemikiran Operasional Saat ini petani mitra ADC-UF IPB telah membudidayakan sayuran organik sebanyak tujuh macam. Sayuran organik tersebut antara lain, bayam hijau, bayam merah, selada, kangkung, kailan, sawi sendok/ pakcoy dan caisim. Semua jenis komoditas tersebut merupakan tanaman semusim yang berumur tiga sampai empat minggu. Sedangkan komoditas yang diunggulkan adalah bayam hijau organik dan kangkung organik. Komoditas tersebut merupakan produk unggulan dari unit pemasaran ADC-UF IPB karena jumlah permintaan terhadap sayuran tersebut lebih banyak dibandingkan dengan sayuran lainnya. Adanya selisih angka antara permintaan dan penjualan yang cukup besar, mengindikasikan rendah atau fluktuatifnya produksi dan produktivitas dari kedua komoditas yang dihasilkan oleh petani mitra. Rendah atau fluktuatifnya produksi dan produktivitas merupakan akibat dari tingginya angka sortasi pada kedua komoditas yang dihasilkan. Tingginya tingkat sortasi dari produksi kedua komoditas yang dihasilkan disebabkan oleh kualitas produksi yang rendah dan penanganan pasca panen yang kurang baik. Menurut pihak pemasaran ADC-UF IPB, dari kedua penyebab tingginya tingkat sortasi tersebut didominasi oleh 5
Departemen Pedagangan Republik Indonesia. 2008. Sistem Resi Gudang Memberdayakan Bangsa. Jakarta: Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (BAPPEBTI)
24 rendahnya kualitas produksi yang dihasilkan dari petani mitra. Hal ini mengindikasikan adanya risiko produksi yang diduga disebabkan oleh, kondisi cuaca yang tidak menentu, serangan hama dan penyakit pada tanaman, cara budidaya, dan lain sebagainya. Adanya risiko produksi dapat diketahui dari terjadinya fluktuasi pada produktivitas sayuran organik yang diusahakan. Proses produksi yang dilakukan dengan sistem pertanian organik dan ramah bagi lingkungan lebih sulit dibandingkan dengan pertanian non-organik. Produktivitas sayuran organik mengalami penurunan kualitas dan kuantitas saat musim hujan tiba. Hal ini karena budidaya sayuran organik tergantung pada kondisi cuaca serta serangan hama dan penyakit. Pada budidaya sayuran nonorganik, petani dapat langsung memberantas dengan mudah dan cepat hama penyakit yang menyerang sayuran dengan pestisida kimia. Lain halnya dengan budidaya sayuran organik yang hanya dapat menggunakan bahan organik, sehingga membutuhkan proses yang cukup lama dalam pemberantasan hama dan penyakit. Permasalahan yang telah dipaparkan kemudian penting untuk dikaji. Karena dari adanya risiko produksi tersebut akan berdampak pada ketidakpastian perolehan pendapatan para petani, serta tidak terpenuhinya pasokan permintaan dari ritel modern di Bogor. Terdapat beberapa langkah dalam menganalisis risiko produksi bayam hijau organik dan kangkung organik pada penelitian ini. Penelitian ini diawali dengan mengidentifikasi risiko produksi pada setiap petani mitra yang aktif membudidayakan bayam hijau organik dan kangkung organik. Tujuannya adalah untuk mengetahui apa saja risiko produksi yang dapat terjadi pada usahatani bayam hijau organik dan kangkung organik. Hasil identifikasi tersebut dapat membantu petani mitra dan pihak lapangan organik ADC-UF IPB mengenali setiap faktor–faktor yang menyebabkan ancaman ketidakpastian. Langkah berikutnya adalah melakukan analisis risiko produksi. Tujuannya adalah untuk mengetahui tingkat risiko yang terjadi pada kegiatan spesialisasi dan diversifikasi dari bayam hijau organik dan kangkung organik. Alat analisis yang digunakan adalah variance, standar deviation dan coefficient variation. Langkah-langkah penelitian ini disajikan pada Gambar 5.
25
Permintaan Bayam Hijau Organik dan Kangkung Organik dari unit pemasaran Taiwan-ICDF yang tertinggi
Target Pasar Belum Tercapai
Produksi dan Produktivitas Bayam Hijau Organik dan Kangkung Organik Rendah/ Berfluktuasi
Kualitas Produksi Rendah
Risiko Produksi
Penanganan pasca panen kurang baik
Kondisi Cuaca Serangan Hama Penyakit Tingkat Kesuburan Lahan Kedisiplinan SDM terhadap Peraturan ADCUF IPB
Tingginya Tingkat Sortasi
Analisis Risiko Produksi Var, STD, Coeff Var
Tingkat Risiko Spesialisasi Bayam Hijau Organik dan Kangkung Organik
Tingkat Risiko Diversifikasi Bayam Hijau Organik dengan Kangkung Organik
Rekomendasi Strategi Pengelolaan Risiko Produksi untuk Petani Mitra dan pihak ADC-UF IPB Gambar 5 langkah-langkah operasional penelitian Diluar kajian penelitian
26
METODE Lokasi Penelitian Penelitian risiko produksi pada bayam hijau organik dan kangkung organik, dilakukan kepada petani mitra ADC-UF IPB (Agribusiness Development Center University Farm Institut Pertanian Bogor), unit Cikarawang, Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan mempertimbangkan bahwa ADC-UF IPB merupakan sebuah lembaga yang condong mengarah pada Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) di bidang pertanian yang membantu mensejahterakan para petani sekitar (Kabupaten Bogor) dalam kepastian pasar dan pelatihan budidaya sayuran organik serta membantu menyelesaikan berbagai permasalahan petani. Penelitian ini hanya berfokus pada kegiatan spesialisasi dan diversifikasi bayam hijau organik dan kangkung organik. Hal ini karena kedua komoditas tersebut merupakan produk unggulan dengan jumlah permintaan selalu tinggi untuk ritel “modern” seluruh Bogor. Kegiatan pengumpulan data dan pengolahan data dilakukan pada bulan SeptemberNovember 2012.
Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan sekunder baik data yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif. Data primer diperoleh dengan melakukan pengamatan langsung di lapangan, berupa data dari hasil wawancara langsung meliputi gambaran umum kemitraan dan risiko produksi yang terjadi pada petani mitra ADC-UF IPB. Data primer diperoleh dari petani mitra ADC-UF IPB yang aktif mengusahakan bayam hijau organik dan kangkung organik. Petani yang aktif mengusahakan bayam hijau organik berjumlah dua orang dan petani yang mengusahakan kangkung organik berjumlah satu orang. Sedangkan petani yang mengusahakan keduanya berjumlah 11 orang. Jumlah petani mitra ADC-UF IPB yang mengusahakan bayam hijau organik dan kangkung organik dapat disajikan pada Tabel 6.
27 Tabel 6
Petani mitra ADC-UF IPB yang aktif mengusahakan bayam hijau organik dan kangkung organik periode 2011-2012 No Nama Petani Lokasi Jenis Sayuran Organik 1 Agresta Cikarawang Bayam Hijau Organik dan Kangkung Organik 2 Asmin Karekhel Bayam Hijau Organik dan Kangkung Organik 3 Eman Karekhel Bayam Hijau Organik dan Kangkung Organik 4 Endang Ciaruteun Ilir Bayam Hijau Organik dan Kangkung Organik 5 Entis Karekhel Bayam Hijau Organik dan Kangkung Organik 6 Galung Karekhel Bayam Hijau Organik dan Kangkung Organik 7 H. Soleh Karekhel Bayam Hijau Organik dan Kangkung Organik 8 Hidayat Ciaruteun Ilir Bayam Hijau Organik dan Kangkung Organik 9 Miftah Cikarawang Bayam Hijau Organik 10 Saefulloh Cikarawang Bayam Hijau Organik 11 Ucu Ciaruteun Ilir Bayam Hijau Organik dan Kangkung Organik 12 Yani Karekhel Bayam Hijau Organik dan Kangkung Organik 13 Yosep Ciaruteun Ilir Bayam Hijau Organik dan Kangkung Organik 14 Budi Tegalwaru Kangkung Organik
Sumber: Unit Pemasaran ADC-UF IPB (2012)
Data sekunder merupakan data pelengkap data primer, yakni diperoleh dari hasil riset atau penelitian terdahulu, dan berbagai literatur baik dari perpustakaan maupun situs internet yang relevan dengan masalah penelitian yang dilakukan. Data penunjang juga dikumpulkan dari informasi instansi yang terkait seperti data yang dimiliki oleh ADC-UF IPB, Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) Kementrian Pertanian, Direktorat Jenderal dan Hortikultura, Survey Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), Aliansi Organis Indonesia (AOI), dan Badan Pusat Statistik (BPS).
Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data primer dilakukan kepada para petani mitra yang aktif mengusahakan bayam hijau organik dan kangkung organik sekurang-kurangnya telah melakukan enam kali musim tanam sejak Juni 2011 hingga Juni 2012. Selain itu pengumpulan data dilakukan juga kepada pihak ADC-UF IPB yang bertugas sebagai counterpart IPB dalam bidang organik dan marketing/ pemasaran. Proses pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara kepada petani dan observasi atau pengamatan langsung di lapangan mengenai semua hal yang
28 berhubungan dengan penelitian. Proses wawancara dengan petani memakan waktu satu jam, setelah itu dilanjutkan dengan observasi ke lahan garapan. Ketika proses wawancara berlangsung alat yang digunakan adalah kuesioner sebagai panduan wawancara dan kamera digital untuk mendokumentasikan beberapa kegiatan budidaya yang dilakukan petani. Ketika akan melakukan wawancara, sebelumnya telah membuat janji dengan petani. Biasanya petani baru bisa ditemui setelah jam istirahat yaitu antara pukul 12.00-13.00 WIB di lahan garapan, di rumah maupun di ADC Cikarawang. Namun terkadang dalam membuat janji dengan petani cukup sulit. Hal ini dikarenakan sebagian dari petani aktif mempunyai kesibukan lain di luar pekerjaan utama mereka sebagai petani. Lain halnya ketika hendak mewawancarai pihak ADC-UF IPB yang mudah di temui karena selalu berada di unit ADC Cikarawang saat jam kantor berlangsung. Proses pengumpulan data dari petani memakan waktu relatif lama. Hal ini karena selain sulitnya menemui petani, terkadang petani kesulitan dalam memahami isi pertanyaan sehingga pertanyaan yang diajukan sering diulang. Hal ini berbeda ketika mewawancarai pihak ADC-UF IPB yang memahami isi pertanyaan yang diajukan, sehingga proses pengumpulan data dari ADC-UF IPB terbilang cepat. Hasil perolehan data dari petani digunakan untuk mengidentifikasi sumbersumber risiko produksi dan menganalisis tingkat risiko pada kegiatan spesialisasi dan diversifikasi bayam hijau organik dan kangkung organik. Sementara data yang didapatkan dari pihak ADC-UF IPB ditambahkan untuk melengkapi semua hal yang berkaitan dengan penelitian.
Metode Pengolahan Data Data yang diperoleh kemudian diolah dengan bantuan program Microsoft Excel dan kalkulator. Análisis data yang dilakukan terdiri dari análisis kualitatif dan kuantitatif. Análisis kualitatif dilakukan melalui pendekatan deskriptif. Pendekatan deskriptif bertujuan untuk memperoleh gambaran menyeluruh yang mendalam mengenai obyek penelitian, sehingga dari pengamatan ini didapatkan kondisi nyata budidaya bayam hijau organik dan kangkung organik khususnya mengenai risiko produksi yang dibandingkan dengan teori serta penelitian terdahulu. Hal ini dilakukan guna mengetahui gambaran umum kemitraan ADCUF IPB dengan petani, proses produksi, dan pengelolaan risiko yang diterapkan para petani mitra. Sedangkan analisis kuantitatif diperoleh dari analisis risiko yang terdiri dari analisis risiko produksi pada kegiatan spesialisasi dan diversifikasi berdasarkan produktivitas. Analisis Sumber-Sumber Risiko Produksi Menganalisis sumber-sumber risiko produksi merupakan langkah awal penelitian. Hal ini bertujuan agar petani maupun ADC-UF IPB dapat mengenali apa saja yang menjadi penyebab risiko produksi dan dampak yang dihasilkan. Analisis sumber-sumber risiko produksi ini dilakukan secara deskriptif. Metode yang digunakan untuk menganalisis sumber-sumber risiko adalah observasi, wawancara dan diskusi berdasarkan pengalaman petani di lapangan dalam
29 membudidayakan bayam hijau organik dan kangkung organik. Hasil dari identifikasi sumber-sumber risiko produksi selanjutnya dibandingkan dengan teori dan referensi dari ADC-UF IPB maupun penelitian terdahulu. Menurut Harwood et al (1999) sumber risiko pada aktivitas pertanian salah satunya terdapat pada risiko produksi. Hal ini karena dalam kegiatan pertanian banyak hal yang tidak dapat dikendalikan seperti cuaca dan iklim (curah hujan, suhu, serangan hama dan penyakit). Penyataan Adams et al (1998) juga mempertegas bahwa cuaca dan iklim merupakan salah satu sumber risiko dalam aktivitas pertanian karena seiring dengan terjadinya perubahan iklim diperkirakan risiko dan ketidakpastian dalam usahatani meningkat6. Analisis Risiko pada Kegiatan Spesialisasi Frekuensi kejadian dari suatu outcome diukur berdasarkan atas data atau pengalaman yang telah dialami petani dalam menjalankan kegiatan usahataninya. Total peluang dari beberapa kejadian harus berjumlah satu. Pengukuran peluang (P) diperoleh dari jumlah terjadinya suatu kejadian dibagi dengan banyaknya kejadian yang dianalisis. Menurut Darmawi (2010), rumus peluang adalah sebagai berikut: P (E) = W / M Keterangan : P = Nilai peluang terjadinya suatu kejadian = Urutan terjadinya suatu kejadian W M = Banyaknya kejadian yang dianalisis Pada penelitian ini, rentang jumlah kejadian yang dianalisis adalah sebanyak 13 periode produksi dari Juni 2011 hingga Juni 2012 dari masing-masing petani responden. Total kejadian didapatkan dari penjumlahan kejadian yang dialami dari masing-masing petani bayam hijau organik dan kangkung organik dalam rentang waktu 13 periode tanam tersebut. Perhitungan peluang dihasilkan dari jumlah terjadinya suatu kejadian dibagi dengan banyaknya kejadian yang dianalisis. Banyaknya kejadian yang dianalisis merupakan total penjumlahan dari kejadian yang dialami masing-masing petani selama 13 periode tanam. Banyaknya kejadian yang dianalisis selama 13 periode tanam untuk petani bayam hijau organik adalah 130 kejadian (Lampiran 3). Sedangkan untuk petani kangkung organik adalah berjumlah 136 kejadian (Lampiran 4). Sementara jumlah terjadinya suatu kejadian untuk bayam hijau organik dan kangkung organik dianggap sama yaitu satu. Hal ini dikarenakan terdapat perbedaan periode tanam yang dialami masing-masing petani dari data historis dengan selang waktu Juni 2011-Juni 2012. Maka dari itu agar semua periode tanam dapat dianalisis, jumlah kejadian yang dialami petani dianggap sama. Langkah awal dalam menganalisis risiko produksi adalah menghitung total produktivitas (m²/kg). Produktivitas diperoleh dari luas lahan yang digunakan dibagi dengan jumlah produksi dari masing-masing petani selama selang waktu 13 periode. Kemudian mengukur peluang yang dihasilkan dari jumlah terjadinya 6
Adams R. M, Hurd B. H, Lenhart S, Leary N. 1998. Effects of Global Climate Change on Agriculture: an interpretative review. Journal of Climate Research
30 suatu kejadian dibagi dengan banyaknya kejadian yang dianalisis. Peluang dari bayam hijau organik didapatkan dari 1 dibagi 130 kejadian yang dianalisis yaitu 0.0074, sementara untuk kangkung organik 1 dibagi 136 kejadian yang dianalisis yaitu 0.0077. Nilai peluang yang telah diketahui dari produktivitas bayam hijau organik dan kangkung organik, selanjutnya digunakan untuk mencari nilai expected return. Expected return digunakan sebagai penyelesaian pengambilan keputusan yang mengandung risiko. Expected return adalah perkalian antara peluang dengan produktivitas masing-masing komoditas. Rumus expected return adalah sebagai berikut:
Keterangan : = Expected return Pij = Peluang dari suatu kejadian = Return (produktivitas bayam hijau organik/ kangkung organik) M = Banyaknya kejadian yang dianalisis i = Kejadian (1,2,3,…..) j = Usaha sayuran organik (1=bayam hijau organik, 2=kangkung organik) Pada penelitian ini, banyaknya kejadian dianalisis adalah 130 kejadian untuk bayam hijau organik dan 136 kejadian untuk kangkung organik maka, perhitungan expected return adalah peluang dikalikan dengan total tingkat produktivitas masing-masing komoditas. Penilaian risiko produksi pada kegiatan spesialisasi dilihat berdasarkan atas produktivitas masing-masing komoditas yang dihitung menggunakan variance, standard deviation, dan coefficient variation. Menurut Elton dan Gruber (1995), rumus dari ukuran risiko tersebut adalah sebagai berikut: a.
Variance (Varian) Pengukuran variance dari return merupakan penjumlahan selisih kuadrat dari return dengan expected return dikalikan dengan peluang dari setiap kejadian. Perhitungan variance dapat dirumuskan sebagai berikut:
Keterangan : = Nilai variance = Peluang dari suatu kejadian = Return (produktivitas atau pendapatan sayuran organik) = Expected return M = Banyaknya kejadian yang dianalisis
31 Berdasarkan nilai variance tersebut, menunjukkan bahwa semakin kecil nilai variance yang diperoleh maka semakin kecil penyimpangannya sehingga semakin kecil risiko yang dihadapi dalam melakukan kegiatan usaha tersebut. b.
Standard deviation (Standar Deviasi) Pengukuran standard deviation diperoleh dari akar kuadrat dari nilai variance. Berdasarkan nilai standard deviation tersebut, menunjukkan bahwa semakin kecil nilai standard deviation yang diperoleh maka semakin rendah risiko yang dihadapi dalam melakukan kegiatan usaha tersebut. Perhitungan standard deviation dapat dirumuskan sebagai berikut:
Keterangan : = Standard deviation = Nilai variance c.
Coefficient variation (Koefisien Variasi) Nilai coefficient variation diukur dari rasio standard deviation dengan return yang diharapkan atau ekspektasi return (expected return). Berdasarkan nilai coefficient variation tersebut, menunjukkan bahwa semakin kecil nilai coefficient variation maka akan semakin rendah risiko yang dihadapi. Perhitungan coefficient variation dapat dirumuskan sebagai berikut (Siahaan 2009):
Keterangan : CV = Coefficient variation = Standard deviation E ( ) = Expected return Analisis Risiko pada Kegiatan Diversifikasi Kegiatan diversifikasi merupakan salah satu strategi dalam mengelola risiko dengan melibatkan lebih dari satu kegiatan pertanian. Kegiatan diversifikasi hanya berfungsi meminimalisasi risiko yang dihadapi, namun tidak menghilangkan risiko tersebut secara keseluruhan. Pada penelitian Taringan (2009), Sembiring (2010) dan Cher (2011) membuktikan bahwa kegiatan diversifikasi yang telah dilakukan oleh perusahaan responden dapat mengurangi risiko produksi. Pada penelitian ini, tidak hanya mengkaji analisis risiko spesialisasi atau hanya memproduksi satu macam komoditas yakni bayam hijau organik dan kangkung organik. Namun, mengkaji juga analisis risiko pada kegiatan diversifikasi pada kombinasi dua komoditas antara bayam hijau organik dengan kangkung organik. Risiko yang terdapat pada usaha tersebut dinamakan risiko portofolio. Rumus yang digunakan untuk menganalisis risiko portofolio tidak jauh berbeda dengan analisis risiko pada kegiatan spesialisasi. Namun, pada perhitungan variance, rumus yang digunakan sedikit berbeda karena nilai variance yang diperoleh merupakan variance gabungan dari dua komoditas
32 sayuran yang dibandingkan (bayam hijau organik dan kangkung organik). Menurut Elton dan Gruber (1995), apabila investasi digunakan untuk dua aset, maka rumus variance gabungannya adalah sebagai berikut :
Keterangan : = Variance gabungan dua komoditas sayuran organik = Covariance dua komoditas sayuran organik = Fraction (bobot) portofolio bayam hijau organik = Fraction portofolio kangkung organik = Variance bayam hijau organik = Variance kangkung organic Nilai covariance dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut ini :
Keterangan : = Koefisien korelasi antara dua komoditas (A dan B) Nilai fraction (bobot) portofolio dapat diperoleh dari penggunaan lahan masing-masing sayuran terhadap total luas lahan komoditas yang dibandingkan. Metode fraction berdasarkan luas lahan ini yang akan digunakan dalam menghitung risiko portofolio penelitian pada petani mitra ADC-UF IPB. Fraction masing–masing komoditas apabila dijumlahkan adalah sama dengan satu. =1 Hasil perhitungan dari risiko spesialisasi bayam hijau organik dan kangkung organik akan dibandingkan dengan hasil risiko portofolio bayam hijau organik dengan kangkung organik. Hasil tersebut akan menjadi bahan strategi dalam pengelolaan risiko produksi pada petani mitra ADC-UF IPB.
GAMBARAN UMUM Gambaran Umum Lokasi Penelitian Petani responden yang mengusahakan bayam hijau organik dan kangkung organik tersebar di kawasan dataran tinggi dan dataran rendah. Petani ini berada di dua wilayah Kabupaten Bogor yakni, tengah dan barat. Wilayah tengah hanya terletak di Desa Cikarawang Kecamatan Dramaga, sedangkan untuk wilayah barat terletak di Desa Karekhel Kecamatan Leuwiliang, Desa Tegal Waru Kecamatan Ciampea dan Desa Ciaruteun Ilir Kecamatan Cibungbulang.
33
Gambar 6 Peta lokasi penelitian Sumber: Google map (2012)
Desa Cikarawang Kecamatan Dramaga Terdapat tiga petani responden yang berdomisili di Desa Cikarawang Kecamatan Dramaga. Luas dari Desa Cikarawang adalah 226.56 ha dengan topografi berupa daratan dan persawahan. Desa ini memiliki sumber irigasi yang berlimpah karena diapit oleh dua sungai, Sungai Cisadane dan Ciapus, serta tiga situ, yaitu Situ Burung, Panjang, dan Gede. Berdasarkan bentang lahan, Desa Cikarawang merupakan dataran rendah dengan ketinggian 193 meter dpl. Sedangkan untuk jenis tanah Desa ini termasuk tanah latosol dengan pH tanah bekisar antara 4.5-6 yang berarti memiliki sifat tanah sedang sampai baik. Sementara suhu di Desa Cikarawang bekisar antara 2530 ºC. Jumlah penduduk Desa Cikarawang sampai Oktober 2012 yakni sebanyak 8245 jiwa yang terdiri dari pria 4205 jiwa (51 persen) dan wanita 4040 jiwa (49 persen) dengan jumlah kepala keluarga sebanyak 2114 KK. Mata pencaharian penduduk Desa Cikarawang mayoritas bidang pertanian yaitu sebagai petani dan buruh tani sebanyak 535 jiwa. Artinya, perekonomian penduduk Desa Cikarawang di topang oleh pertanian (Profil Desa Cikarawang Kecamatan Dramaga, 2012). Desa Karekhel Kecamatan Leuwiliang Terdapat enam petani responden yang menjadi mitra ADC-UF IPB sekaligus bergabung dengan kelompok tani Sugih Tani yang berada di Desa Karekhel Kecamatan Leuwiliang. Desa Karekhel merupakan wilayah yang berbatasan langsung dengan Gunung Kapur Ciampea. Luas wilayah yang dimiliki Desa Karekhel adalah 120 ha yang terdiri dari, 57 ha sawah dan 63 ha tanah darat. Bentang lahan Desa Karekhel berupa dataran rendah dan dataran tinggi. Desa ini berada pada ketinggian antara 300-700 meter dpl dengan kondisi wilayah yang relatif datar. Jenis tanah di daerah ini termasuk tanah latosol dengan pH tanah bekisar antara 4.5-6 yang berarti memiliki sifat tanah sedang sampai baik. Suhu minimum bekisar antara 20-25 ºC, sedangkan suhu tertinggi bekisar antara
34 28-30 ºC. Kondisi yang sedemikian rupa, mendukung pertanian di wilayah Desa Karekhel dalam membudidayakan sayuran (Profil Kelompok Tani Sugih Tani, 2012). Jumlah penduduk Desa Karekhel sampai Oktober 2012, sebanyak 11640 jiwa yang terdiri dari 2630 Kepala Keluarga (KK), dengan proporsi pria 5969 jiwa (51 persen) dan wanita 5671 jiwa (49 persen). Sedangkan mayoritas penduduk Desa Karekhel berpendidikan rendah yaitu sebanyak 4735 jiwa tidak tamat Sekolah Dasar (SD). Sementara mayoritas mata pencaharian penduduk desa Karekhel sebagai petani, yaitu sebanyak 1330 jiwa. Maka dari itu, pertanian merupakan penopang hidup masyarakat Desa Karekhel dalam hal perekonomian (Profil Desa Karekhel Kecamatan Leuwiliang, 2012). Desa Tegal Waru Kecamatan Ciampea Terdapat satu petani responden yang termasuk kedalam Desa Tegal Waru Kecamatan Ciampea. Desa Tegal Waru memiliki luas 338 ha dengan rincian, 220 ha sawah dan 118 ha tanah darat. Lahan tersebut digunakan untuk 220 ha pertanian sawah, 21 ha untuk bangunan, 55 ha untuk pemukiman umum, 15 ha untuk perkebunan, 20 ha hutan, 2 ha untuk perikanan darat dan 6 ha belum dimanfaatkan (Profil Kecamatan Ciampea, 2012). Desa Tegal Waru termasuk ke dalam wilayah dataran tinggi dengan ketinggian 600 meter dpl. Suhu rata-rata bekisar antara 20-30 ºC. Kondisi tanah di desa ini mempunyai tingkat kesuburan yang subur sebesar 220 ha dan tingkat kesuburan yang sedang sebesar 118 ha. Artinya Desa Tegal Waru tidak memiliki lahan yang kritis atau tidak subur. Jumlah penduduk Desa Tegal Waru sampai Oktober 2012 adalah sebanyak 11071 jiwa, yang terdiri dari 3116 Kepala Keluarga (KK). Sedangkan tingkat pendidikan penduduk desa ini mayoritas sampai lulusan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) yaitu sebanyak 2869 jiwa. Sementara, sebagian besar mata pencaharian penduduk Desa Tegal Waru sebagai petani, yaitu sebanyak 964 jiwa. Maka dari itu perekonomian penduduk Desa Tegal Waru di topang oleh pertanian (Profil Kecamatan Ciampea, 2012). Desa Ciaruteun Ilir Kecamatan Cibungbulang Terdapat empat petani responden yang berdomisili di Desa Ciaruteun Ilir Kecamatan Cibungbulang. Desa Ciaruteun Ilir memiliki luas 360 ha yang terdiri dari 200 ha sawah dan 160 ha tanah darat. Lahan tersebut digunakan untuk 56 ha budidaya padi sawah dan palawija sekitar, 171 ha budidaya tanaman sayuran, 51 ha untuk pemukiman, 21 ha untuk pekarangan, 12 ha untuk hutan rakyat dan sisanya lahan yang tidak ditanami. Secara umum, lahan yang terdapat di Desa Ciaruteun Ilir didominasi untuk budidaya sayuran (Profil Desa Ciaruteun Ilir, 2011). Desa Ciaruteun Ilir termasuk kedalam dataran rendah yang berada pada ketinggian 250 meter dpl, dengan kemiringan 10-20 persen (miring/ berbukit). Jenis tanah didaerah ini termasuk tanah latosol dengan pH tanah bekisar antara 57 yang berarti memiliki sifat tanah sedang sampai baik. Suhu rata-rata bekisar antara 22-28 ºC, dengan curah hujan 3000-4000 mm/tahun. Kondisi yang sedemikian rupa, mendukung pertanian di wilayah Desa Ciaruteun Ilir dalam membudidayakan sayuran.
35 Berdasarkan data monografi desa, jumlah penduduk Desa Ciaruteun Ilir sampai akhir Desember 2011 sebanyak 10325 jiwa yang terdiri dari 2700 Kepala Keluarga (KK), dengan proporsi pria 5273 jiwa (51 persen) dan wanita 5052 (49 persen). Sedangkan sebagian besar penduduk Desa Ciaruteun Ilir tidak sekolah yaitu sebanyak 5659 jiwa (59 persen) dan sebatas lulusan Sekolah Dasar (SD) sebanyak 3166 jiwa (33 persen). Artinya, mayoritas penduduk desa Ciaruteun Ilir berpendidikan sangat rendah. Mata pencaharian penduduk Desa Ciaruteun Ilir sebagai petani di Tahun 2011 sebanyak 320 jiwa. Sementara penduduk yang menjadi petani di Tahun 2005 sebanyak 800 jiwa. Hal ini dikarenakan banyak penduduk desa yang beralih profesi menjadi pedagang. Adanya penurunan jumlah petani di Desa Ciaruteun Ilir menunjukkan bahwa masyarakat desa tidak cukup memenuhi kebutuhan hidupnya jika hanya bekerja dalam bidang pertanian. Berdasarkan potensi sumberdaya alam berupa tanah yang subur, irigasi yang cukup dan cuaca yang mendukung, maka cocok untuk membudidayakan sayuran di empat Desa ini. Keberadaan instansi pendidikan yakni Institut Pertanian Bogor yang cukup dekat dengan keempat Desa tersebut turut membantu kelancaran mengembangkan bidang pertanian. Gambaran Umum ADC-UF IPB dan ICDF Pemerintahan Taiwan memiliki lembaga Internasional penyumbang dana bernama ICDF (International Cooperation and Development Fund) yang tersebar di 33 negara dunia. Salah satunya berdiri di negara Indonesia melalui kerjasama Misi Teknik Taiwan atau yang lebih dikenal Taiwan Technique Mission (TTM) dalam bidang pertanian. Misi Teknik Taiwan atau TTM ini sudah berlangsung kurang lebih 35 tahun yang dimulai dari Jawa Timur, kemudian berkembang sampai dengan Jawa Tengah, Jawa Barat dan Bali. Misi Teknik Taiwan telah menjalin kerja sama dengan berbagai instansi setempat seperti, Kementrian Pertanian Republik Indonesia, Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Indonesia, Dinas Pertanian Provinsi Bali, Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Bali, dan Institut Pertanian Bogor. Misi Teknik Taiwan bekerja sama dengan Institut Pertanian Bogor sudah sejak tahun 2007. Dalam pelaksanaan kerjasama, Institut Pertanian Bogor menunjuk University Farm (UF) sebagai perwakilan. Kerjasama yang ditawarkan oleh pihak ICDF kepada UF meliputi, pertama penyediaan pasar yang pasti bagi komoditas yang dihasilkan para petani. Umumnya selama ini petani tidak memiliki pasar dalam memasarkan komoditasnya, sehingga komoditas yang dihasilkan petani dibeli oleh tengkulak dengan harga yang murah. Kedua, melakukan pembinaan terhadap para petani agar mampu menghasilkan komoditas dengan kualitas terbaik, kuantitas yang banyak dan kontinu. Sampai saat ini komoditas yang dihasilkan dari petani sering kali belum memenuhi apa yang diharapkan konsumen, baik dari segi kualitas dan kuantitas serta kontinuitas. Pembinaan dan pendampingan diberikan kepada petani secara bertahap dan berkelanjutan. Harapannya dapat membantu meningkatkan pengetahuan, wawasan, dan pola pikir petani dalam teknik dan manajemen pertanian yang baik
36 dan modern. Sehingga petani bisa mendapatkan produksi yang optimal sekaligus akan membantu meningkatkan kesejahteraan petani secara keseluruhan. Misi Teknik Taiwan telah membangun Agribusiness Development Center (ADC) sebagai pusat kegiatan sentral agribisnis yang beralamat di Cikarawang Dramaga, Bogor. Agribusiness Development Center (ADC) ini memiliki tempat pembibitan, lahan demonstrasi, packing room, serta tempat pelatihan. Misi Teknik Taiwan membina tiga bagian kelompok petani, yaitu Kelompok Buah, Kelompok Sayuran Organik, dan Kelompok Sayuran Non-Organik. Kelompok buah hanya terdiri dari satu jenis saja yakni jambu kristal. Kelompok sayuran organik terdiri dari tujuh jenis yakni, bayam hijau, bayam merah, kangkung, selada, caisim, pakcoy, dan kalian. Sedangkan kelompok sayuran non organik terdiri dari 13 jenis yakni, tomat cherry, kucai, pare putih, labu air, oyong taiwan, asparagus, kancang panjang merah, papaya, lobak merah, terong bulat, terong panjang, dan buncis. Khusus untuk pertanian organik, ADC-UF IPB bersama ICDF telah mengajukan sertifikasi kepada Lembaga Sertifikasi Organik (LSO) BIOCert pada Agustus 2012. Proses sertifikasi tersebut memakan waktu cukup lama yang berangsur selama satu bulan yaitu pada September 2012. Kini, ADC-UF IPB mendapatkan sertifikasi organik hingga tiga tahun ke depan. Proses sertifikasi penting dilakukan mengingat pentingnya sebagai identitas resmi bagi produk pertanian organik. Tujuannya adalah agar konsumen maupun produsen tidak terjebak dengan produk asli tapi palsu dan mendapatkan pengakuan bahwa proses budidaya pertanian dilakukan berdasarkan standar dan regulasi yang ada. Peran Counterpart IPB Kerjasama TTM dengan IPB kontraknya bersifat sementara hanya sampai Tahun 2014. Setelah itu apabila tidak ada lagi kelanjutan kerjasama, maka sesuai dengan ketentuan yang telah disepakati, IPB dapat menggantikan posisi TTM. Counterpart IPB adalah orang-orang yang ditugaskan oleh IPB yang disiapkan sebagai penerus kegiatan ini. Sehingga pada saat masa peralihan tiba, kegiatan yang ada di ADC Cikarawang ini dapat terus berlangsung. Sebelum masa peralihan dari TTM ke IPB, counterpart IPB belajar mengenai sistem yang sudah dijalankan, serta mengikuti kegiatan pembinaan kepada para petani bersama dengan expert dari Taiwan. Saat ini counterpart IPB sudah bergabung selama dua tahun dan dapat ikut serta dalam kebijakan maupun manajemen yang dilakukan oleh TTM. Terdapat empat orang counterpart IPB yang bekerja di TTM, yakni bagian Jambu Kristal, bagian Sayuran Organik, bagian Sayuran Non-organik, dan bagian Marketing. Pada setiap unit (sayuran non-organik, organik, dan jambu kristal), masingmasing memiliki koordinator. Koordinator ini terdiri dari dua orang yang saling berkolaborasi baik dalam kebijakan maupun penanganan suatu kasus yakni, satu dari ICDF dan satu dari counterpart IPB atau UF. Pada unit sayuran organik sendiri, saat ini koordinator ditempati oleh Bapak Sutisna.
Proyek dan Tujuan Proyek usaha agribisnis yang dijalankan terdiri atas:
37 1.
Mengembangkan hasil pertanian yang berpotensi besar dipasar, mengarahkan pada teknik produksi pertanian modern, memperbaiki kualitas secara menyeluruh dan meningkatkan pendapatan petani 2. Melaksanakan pelatihan kelompok tani, membantu dalam hal pemasaran, penyimpanan dan distribusi, membuka pasar baik dalam maupun luar negeri, membina tenaga manajemen dan pemasaran, membentuk sistem produksi dan pemasaran usaha agribisnis yang efektif 3. Mendorong komunikasi, saling tukar menukar pengalaman teknis dan penelitian di daerah produksi hortikultura dan usaha agribisnis 4. Mempererat hubungan bilateral antara Taiwan dan Indonesia Tujuan kerjasama pertanian ini mencakup beberapa hal , yaitu : Meningkatkan kesejahteraan masyarakat petani di Indonesia 1. 2. Meningkatkan kualitas dan kuantitas pertanian Indonesia 3. Transfer ilmu dan teknologi pertanian dari Taiwan 4. Mengembangkan hasil pertanian yang berpotensi besar di pasar, mengarah pada teknik produksi pertanian modern, memperbaiki kualitas secara menyeluruh. Gambaran Umum Petani Mitra ADC-UF IPB Lembaga ADC-UF IPB menjalankan kemitraan dengan petani sayuran organik sudah empat tahun lamanya terhitung dari Januari 2009. Total petani mitra pada usahatani sayuran organik sampai Januari 2013 adalah sebanyak 22 orang dengan lokasi lahan yang tersebar pada empat wilayah. Wilayah tersebut terletak di Kecamatan Ciampea, Cibungbulang, Dramaga dan Leuwiliang. Sebanyak 22 anggota mitra sayuran organik ADC-UF IPB, 13 orang merupakan petani yang aktif membudidayakan bayam hijau organik dan 12 orang aktif membudidayakan kangkung organik. Petani tersebut dapat dikatakan aktif dilihat dari pengiriman komoditas secara rutin ke unit pemasaran ADC-UF IPB. Pada penelitian ini, petani aktif adalah mereka yang mengusahakan bayam hijau organik dan kangkung organik dari Juni 2011 hingga Juni 2012 minimal sudah pernah menanam sebanyak enam periode tanam. Pangsa pasar ADC-UF IPB adalah ritel modern. Oleh karena itu untuk menjaga kerjasama dan kepercayaan baik kualitas dan kuantitas dari pelanggan (ritel modern), ADC-UF IPB harus selalu menjaga konsistensi dan kesinambungan dari produksi sayuran organik itu sendiri. Sementara, produksi ADC-UF IPB secara keseluruhan berasal dari para petani mitra. Sehingga, konsistensi dan kesinambungan produksi dapat tercapai melalui kerjasama antara ADC-UF IPB dengan para petani kecil. Hubungan kemitraan ini menempatkan petani sebagai penyedia lahan pertanian, sarana produksi dan tenaga kerja. Sementara ADC-UF IPB sebagai pembina dan pendamping mitra berperan dalam hal mengadakan pertemuan rutin, memberikan bimbingan teknis, mengadakan training course (pelatihan budidaya per komoditas), menyediakan benih dan bibit, dan membeli semua hasil panen dari petani jika memenuhi SOP ADC-UF IPB. Pertemuan rutin yang diadakan oleh ADC-UF IPB merupakan kegiatan rapat bulanan. Sementara untuk bimbingan teknis berupa kunjungan lapangan pihak ADC-UF IPB ke lokasi lahan tiap-tiap petani. Kunjungan lapangan yang sudah dijadwalkan adalah tiga kali dalam seminggu. Namun pada kenyataannya,
38 dari pihak ADC-UF IPB sendiri sangat jarang untuk mengunjungi lahan-lahan petani. Hal ini karena menurut counterpart IPB bagian sayuran organik, di pihak ADC-UF IPB kekurangan sumberdaya manusia sebagai teknisi di lapangan. Sedangkan untuk training course adalah kegiatan pelatihan budidaya sayuran organik yang diadakan empat kali dalam setahun, dan sudah semua terlaksana. Tabel 7 Kegiatan pendampingan dan pembinaan ADC-UF IPB juni 2011 – juni 2012 No Kegiatan Jadwal (kali) Realisasi (kali) 1. Rapat bulanan 13 13 2. Kunjungan lapangan 144 48 3. Pelatihan budidaya sayuran 4 4 organik Sumber: Unit Organik ADC-UF IPB (2012)
Prosedur bermitra antara petani dengan ADC-UF IPB tidak terlalu sulit. Tahapan pertama yang dilakukan adalah petani yang ingin bermitra langsung mengajukan diri kepada pihak ADC-UF IPB. Pada tahapan awal ini, petani memberikan semua informasi mengenai potensi yang dia miliki seperti, lokasi lahan, peta lahan (luas, tata letak, dll), ketinggian lahan, riwayat lahan, sumber air, dan lain sebagainya. Khusus untuk lokasi lahan, ADC-UF IPB mempunyai batasan lokasi lahan mitra yaitu lingkup wilayah Kabupaten Bogor. Tahapan kedua adalah pihak ADC-UF IPB melakukan survey ke lokasi lahan yang diajukan oleh petani. Pada tahapan ini pihak ADC-UF IPB akan menyesuaikan informasi awal yang telah diberikan oleh petani dengan kondisi di lapangan. Tahapan ketiga adalah ADC-UF IPB memberikan percobaan kepada petani untuk membudidayakan suatu komoditas. Tujuan tahapan ini adalah melihat kesesuaian suatu komoditas apabila diusahakan pada lahan disana sekaligus melihat pengalaman bertani calon pihak mitra. Tahapan selanjutnya merupakan keputusan ADC-UF IPB menerima atau tidaknya keikutsertaan petani yang mengajukan diri sebagai petani mitra ADC-UF IPB. Jika pengajuan petani diterima, ADC-UF IPB akan langsung memberitahukan secara lisan perjanjian dan peraturan yang wajib dilaksanakan oleh petani mitra. Perjanjian antara ADC-UF IPB dengan petani yang telah disepakati berisikan kewajiban petani terhadap pihak ADC-UF IPB. Kewajiban itu antara lain mengikuti rapat bulanan, dan mematuhi serta taat pada peraturan dan keputusan hasil rapat bersama. Apabila semua tahapan terpenuhi, maka petani diizinkan memproduksi suatu komoditas dengan diberikan kuota benih sesuai data yang tersedia di pasar. Kuota benih untuk bayam hijau organik adalah 2.5 kg per minggu dan kangkung organik adalah 8 kg per minggu. Kuota ini dapat secara bebas diambil oleh semua petani mitra yang mau membudidayakannya. Benih yang sudah dikuota ini merupakan hasil formulasi ADC-UF IPB untuk memenuhi permintaan ritel modern di setiap harinya. Seharusnya target permintaan itu bisa terpenuhi oleh ADC-UF IPB melalui petani yang mengusahakannya, akan tetapi pada kenyataannya selalu terjadi kekurangan bahkan kelebihan pasokan komoditas. Menurut counterpart IPB bagian sayuran organik, masalah tersebut terjadi disebabkan oleh: 1) teknis-agronomis, dalam hal pengendalian HPT (Hama
39 Penyakit Tanaman) pemeliharaan yang dilakukan petani sering tidak sesuai SOP yang ADC-UF IPB sarankan. Hal tersebut berdampak pada hasil akhir yang kurang baik, 2) sosial, jumlah petani mitra sayuran organik masih sedikit dibandingkan jumlah petani mitra komoditas sayuran non-organik dan jambu kristal. Hal ini berdampak pada rendahnya pasokan sayuran organik kepada pihak ADC-UF IPB, dan 3) pasca-panen, saat pendistribusian sayuran dari lahan menuju lokasi ADC yang dilakukan oleh petani tidak sesuai SOP ADC-UF IPB. Dampaknya adalah banyak sayuran yang tersortasi karena sudah layu atau tidak mulus akibat terjadi gesekan. Peran ADC-UF IPB pada kasus ini adalah mendampingi dan mengontrol terus kegiatan dari petani binaan. Adanya peran ADC-UF IPB sebagai pembina dan pendamping merupakan pemberi motivasi kepada petani mitra agar berusaha lebih baik lagi dalam menangani risiko usahanya dan dapat saling menguatkan untuk mendapatkan hasil yang memuaskan dari segi kualitas, kuantitas dan kontinuitas dari komoditas yang diusahakan.
Karakteristik Responden Petani responden pada penelitian dibagi menjadi dua yaitu, petani yang mengusahakan komoditas bayam hijau organik dan kangkung organik. Petani yang mengusahakan bayam hijau organik berjumlah dua orang, dan petani yang mengusahakan kangkung organik berjumlah satu orang. Sedangkan petani yang mengusahakan keduanya berjumlah 11 orang. Umur Responden Responden pada penelitian ini merupakan petani sayuran organik yang mengusahakan bayam hijau organik dan kangkung organik yang berada pada rentang usia antara 30 tahun sampai 60 tahun. Petani bayam hijau organik dan petani kangkung organik mempunyai sebaran umur yang sama. Sebesar 50 persen merupakan petani yang berusia antara 41-50 tahun. Sementara sebesar 30 persen merupakan petani yang berusia antara 30-40 tahun. Sedangkan dibawah 10 persen merupakan masing-masing petani dengan usia antara 51-60 tahun, dan lebih dari 60 tahun. Presentase umur petani bayam hijau organik dan kangkung organik disajikan pada Tabel 8. Jumlah presentase tersebut mengindikasikan bahwa tingkat regenerasi dari petani bayam hijau organik dan kangkung organik untuk petani mitra ADC-UF IPB cukup rendah. Karena, secara umum petani bayam hijau organik dan kangkung organik berusia cukup tua. Hal tersebut mengindikasikan minat generasi muda terhadap bidang pertanian bayam hijau organik dan kangkung organik dapat dikatakan cukup rendah, khususnya pada daerah yang menjadi objek penelitian.
40 Tabel 8 Umur petani bayam hijau organik dan kangkung organik mitra ADC-UF IPB tahun 2012 Petani Kangkung Organik Petani Bayam Hijau Organik Umur Jumlah Jumlah Presentase (Tahun) Responden Presentase (%) Responden (%) (Orang) (Orang) 30 – 40 4 33.33 4 30.77 41 – 50 6 50.00 7 53.85 51 – 60 1 8.33 1 7.69 > 60 1 8.33 1 7.69 Total 12 100.00 13 100.00 Tingkat Pendidikan Responden Sebaran tingkat pendidikan terakhir petani bayam hijau organik adalah sebesar 7.69 persen tidak sekolah, 61.54 persen tamatan Sekolah Dasar (SD) dan 30.77 persen tamatan Sekolah Menengah ke Atas (SMA). Sedangkan sebaran tingkat pendidikan terakhir petani kangkung adalah 8.33 persen tidak bersekolah, 58.33 persen tamatan Sekolah Dasar (SD), 25 persen tamatan Sekolah Menengah ke Atas (SMA) dan 8.33 persen strata S1. Presentase pendidikan petani bayam hijau organik dan kangkung organik disajikan pada Tabel 9. Hasil presentase yang telah disebutkan mengindikasikan bahwa tingkat pendidikan petani bayam hijau organik dan kangkung organik masih cukup rendah. Karena hasil presentase tingkat pendidikan dari petani responden kedua komoditas menunjukkan bahwa, lebih dari 50 persen sebatas tamatan Sekolah Dasar (SD) dari total petani yang aktif. Meskipun begitu, pada kenyataannya ilmu dan pengetahuan mengenai budidaya sayuran organik didapatkan oleh para petani melalui pengalaman dan hasil bertukar pikiran antara sesama petani maupun dengan penyuluh pertanian. Karena di dalam pendidikan formal pun tidak diajarkan pengetahuan yang lebih dalam mengenai berusahatani. Tabel 9 Tingkat pendidikan petani bayam hijau organik dan kangkung organik mitra ADC-UF IPB tahun 2012 Petani Kangkung Organik Petani Bayam Hijau Organik Tingkat Pendidikan Tidak Sekolah SD SMP SMA S1 Total
Jumlah Responden (Orang)
Presentase (%)
Jumlah Responden (Orang)
Presentase (%)
1 7 0 3 1
8.33 58.33 25.00 8.33
1 8 0 4 0
7.69 61.54 30.77 -
12
100.00
13
100.00
41 Jumlah Tanggungan Keluarga Responden pada penelitian ini merupakan petani bayam hijau organik dan kangkung organik yang memiliki jumlah tanggungan antara nol hingga lima anggota keluarga. Sebagian besar diantaranya memiliki jumlah tanggungan antara tiga hingga empat anggota keluarga. Secara berturut-turut presentase jumlah tanggungan tiga dan empat anggota keluarga untuk petani kangkung organik adalah 33 persen dan 42 persen, sedangkan untuk petani bayam hijau organik adalah 23 persen dan 46 persen. Hal ini menunjukkan bahwa, petani bayam hijau organik dan kangkung organik memiliki banyak jumlah anggota keluarga. Semakin banyak jumlah anggota keluarga menunjukkan semakin besar beban ekonomi yang ditanggung oleh seorang petani. Presentase jumlah tanggungan keluarga petani bayam hijau organik dan kangkung organik disajikan pada Tabel 10. Tabel 10 Jumlah tanggungan petani bayam hijau organik dan kangkung organik mitra ADC-UF IPB tahun 2012 Petani Kangkung Organik Petani Bayam Hijau Organik Jumlah Jumlah Jumlah Tanggungan Responden Presentase (%) Responden Presentase (%) (Orang) (Orang) 0 1 8.33 1 7.69 1 0 1 7.69 2 1 8.33 1 7.69 3 4 33.33 3 23.08 4 5 41.67 6 46.15 5 1 8.33 1 7.69 Total 12 100.00 13 100.00 Pengalaman Bertani Presentase pengalaman bertani konvensional/ non-organik dari petani responden kedua komoditas, menunjukkan bahwa umumnya para petani mempunyai pengalaman bertani yang kurang dari lima tahun dari total petani yang aktif. Besarnya nilai berturut-turut untuk petani bayam hijau organik dan kangkung organik dalam pengalaman bertani non-organik yang kurang dari lima tahun adalah 46.15 persen dan 50 persen. Menurut hasil wawancara dengan petani, sebagian besar petani bayam hijau organik dan kangkung organik adalah orang yang menerjunkan dirinya dalam bidang pertanian yang dikarenakan kejenuhan atas pekerjaan sebelumnya. Besarnya presentase dari pengalaman bertani non-organik yang kurang dari 10 tahun untuk petani bayam hijau organik dan kangkung organik adalah 23 persen dan 25 persen. Sedangkan presentase dari pengalaman bertani non-organik antara 11-20 tahun untuk petani bayam hijau organik dan kangkung organik adalah 23 persen dan 16 persen. Terakhir, presentase terkecil dalam hal pengalaman bertani non-organik yakni selama 40 tahun lebih untuk petani bayam hijau organik dan kangkung organik adalah 7.69 persen dan 8.33 persen.
42 Pengalaman bertani non-organik petani bayam hijau organik dan kangkung organik dapat disajikan pada Tabel 11. Tabel 11
Pengalaman bertani konvensional/ non-organik petani bayam hijau organik dan kangkung organik mitra ADC-UF IPB tahun 2012 Petani Kangkung Organik Petani Bayam Hijau Organik Pengalaman Bertani NonJumlah Jumlah Presentase Presentase organik Responden Responden (%) (%) (Tahun) (Orang) (Orang) ≤5 ≤ 10 11 – 20 21 – 30 31 – 40 > 40 Total
6 3 2 0 0 1 12
50.00 25.00 16.67 8.33 100.00
6 3 3 0 0 1 13
46.15 23.08 23.08 7.69 100.00
Sementara, presentase dari pengalaman bertani sayuran organik dalam hal ini budidaya bayam hijau organik dan kangkung organik, menunjukkan bahwa secara keseluruhan petani memiliki pengalaman bertani organik kurang dari lima tahun. Seluruh petani bayam hijau organik dan kangkung organik berpindah dari petani non-organik menjadi petani organik sejak ADC-UF IPB datang memberikan penyuluhan tentang pertanian organik dan mengajak untuk bermitra, tepatnya mulai Januari 2009. Pengalaman bertani organik petani bayam hijau organik dan kangkung organik dapat disajikan pada Tabel 12. Tabel 12 Pengalaman bertani organik petani bayam hijau organik dan kangkung organik mitra ADC-UF IPB tahun 2012 Petani Kangkung Organik Petani Bayam Hijau Organik Pengalaman Bertani Jumlah Jumlah Presentase Presentase Organik Responden Responden (%) (%) (Tahun) (Orang) (Orang) ≤5 12 100.00 13 100.00 ≤ 10 0 0 11 – 20 0 0 21 – 30 0 0 31 – 40 0 0 > 40 0 0 Total 12 100.00 13 100.00 Berdasarkan data presentase tersebut mengindikasikan bahwa secara umum petani bayam hijau organik dan kangkung organik yang bermitra dengan ADC-UF IPB cukup kurang berpengalaman. Sebagian dari mereka merupakan petani baru yang terjun dalam bidang pertanian konvensional/ non-organik dan
43 secara keseluruhan mereka semua adalah petani baru yang terjun dalam bidang pertanian organik. Menurut hasil wawancara dengan petani, membudidayakan sayuran organik diakui lebih sulit dibandingkan membudidayakan sayuran konvensional/ non-organik. Meskipun demikian, petani masih menganggap bahwa mengusahakan sayuran organik lebih menguntungkan dibandingkan non-organik jika mampu merawat dan memelihara dengan baik. Pengalaman organik tersebut petani dapatkan dari pembelajaran sendiri (otodidak), berbagi pengalaman dengan sesama petani organik dan mengikuti penyuluhan serta pelatihan organik yang diadakan oleh ADC-UF IPB. Luas Lahan Presentase luas lahan petani bayam hijau organik dan petani kangkung organik menunjukkan bahwa lebih dari 60 persen petani memiliki lahan seluas 1000-2000 m² dari total petani aktif. Sementara presentase untuk petani bayam hijau organik dan kangkung organik yang memiliki luas lahan antara 2001-3000 m² secara berturut-turut adalah 30.77 persen dan 25 persen. Kemudian presentase di bawah 10 persen untuk petani bayam hijau organik maupun petani kangkung organik adalah yang memilki luas lahan di bawah 1000 m². Presentase luas lahan organik petani bayam hijau organik dan kangkung organik mitra ADC-UF IPB disajikan pada Tabel 13. Seberapa luas lahan yang di garap petani menunjukkan seberapa besar skala usahatani yang dikerjakan. Menurut Soekartawi (2005), bila petani di Jawa memiliki lahan tegal yang lebih kecil dari 0.50 ha atau setara dengan 5000 m² maka dapat dikategorikan kedalam petani yang memiliki lahan sempit. Maka dari hasil presentase luas lahan dapat disimpulkan bahwa petani bayam hijau organik dan kangkung organik memiliki skala usaha yang kecil. Karena luas lahan yang di garap secara keseluruhan berupa lahan tegalan dan kurang dari 5000 m². Tabel 13 Luas lahan organik petani bayam hijau organik dan kangkung organik mitra ADC-UF IPB tahun 2012 Petani Kangkung Organik Petani Bayam Hijau Organik Luas Lahan (m²) < 1000 1000 - 2000 2001 - 3000 Total
Jumlah Responden (Orang) 1 8 3 12
8.33 66.67 25.00
Jumlah Responden (Orang) 1 8 4
100.00
13
Presentase (%)
Presentase (%) 7.69 61.54 30.77 100.00
Status Kepemilikan Lahan Hasil penelitian menunjukkan bahwa status kepemilikan lahan petani bayam hijau organik dan kangkung organik terbagi menjadi dua yakni, status lahan milik pribadi dan status lahan bagi hasil. Presentase dari status kepemilikan lahan menunjukkan bahwa secara keseluruhan (100 persen) petani kangkung organik memiliki lahan pribadi dalam menggarap sayuran organik. Sedangkan untuk petani bayam hijau organik, sebesar 91.67 persen merupakan lahan pribadi dan
44 8.33 persen merupakan lahan bagi hasil. Status kepemilikan lahan yang di garap petani disajikan pada Tabel 14. Tabel 14 Status kepemilikan lahan petani bayam hijau organik dan kangkung organik mitra ADC-UF IPB tahun 2012 Petani Kangkung Organik Petani Bayam Hijau Organik Luas Lahan Jumlah Jumlah (m²) Responden Presentase (%) Responden Presentase (%) (Orang) (Orang) Pribadi 12 100.00 12 92.31 Sewa 0 0 Bagi Hasil 0 1 7.69 Gadai 0 0 Total
12
100.00
13
100.00
Tahapan Produksi Bayam hijau organik dan Kangkung organic Merawat dan memelihara tanaman agar tetap terjaga kualitasnya bukan hal yang mudah, khususnya dalam membudidayakan sayuran organik. Ada beberapa tahapan yang dilakukan oleh petani mitra ADC-UF IPB dalam memproduksi bayam hijau organik dan kangkung organik. Tahapan tersebut dimulai dari persiapan hingga pasca panen. Tahapan pertama yang dilakukan petani bayam hijau organik maupun kangkung organik adalah persiapan lahan. Aktivitas dari persiapan lahan berupa pencangkulan tanah dan pembersihan tanah dari sampah, gulma, dan hama yang mungkin ada. Tujuan dari tahapan ini adalah agar tanah menjadi gembur dan siap untuk digunakan. Kemudian, tahapan kedua adalah penjemuran lahan. Tanah yang sudah dicangkul dan dibersihkan selanjutnya disiram dengan air secukupnya, kemudian lahan dijemur dengan dibantu sinar matahari dan dibiarkan selama dua hingga tiga hari. Tujuan dari tahapan ini sebagai upaya pengontrolan hama dan membuat tanah kering. Tahapan ketiga adalah pembuatan guludan atau bendengan. Guludan atau bendengan sama seperti gundukan tanah. Pada tahapan ini, aktivitas yang dilakukan berupa pengukuran luas guludan tanah yang akan digunakan. Rata-rata luas guludan yang digunakan petani bayam hijau organik dan kangkung organik adalah (1 x 8) m² hingga (1 x 20) m² dengan jarak antara guludan sebesar 0.5 m. Setelah tanah diukur, kemudian dilakukan pengurukan tanah. Tinggi yang digunakan dalam pembuatan guludan disesuaikan dengan kondisi cuaca. Jika musim kemarau, petani melakukan pengurukan tanah dengan membuat guludan setinggi 0.1 m. Jika musim hujan, rata-rata petani menambahkan ketinggian guludan 0.05 m dari tinggi guludan pada musim kemarau. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga bayam hijau organik dan kangkung organik dari air yang berlebih jika musim hujan tiba. Tahapan keempat adalah penyebaran benih bayam hijau organik dan kangkung organik. Benih ditebar secara merata pada guludan yang akan digunakan. Penggunaan rata-rata benih oleh petani adalah 0.003 kg/m² untuk bayam hijau organik dan 0.03 kg/m² untuk kangkung organik. Benih yang sudah tersebar rata kemudian ditutup kembali menggunakan tanah dengan ketebalan
45 kurang lebih 2 cm. Benih yang dimiliki oleh petani mitra didapatkan dari pihak ADC-UF IPB. Sehari sebelum benih ditebar, petani merendamkan benih terlebih dahulu kedalam sebuah wadah yang berisi air. Tujuannya adalah agar benih cepat berkecambah. Benih yang ditebar di antara guludan satu dengan lainnya berbeda. Karena menurut petani, jika disetiap guludan satu dengan lainnya ditanami jenis yang sama, hasil panen menjadi kurang maksimal. Selain itu, benih yang ditebar diberikan jarak waktu tanam antar masing-masing guludan. Waktu tanam diatur oleh pihak ADC-UF IPB yang bertujuan agar petani mitra tidak mengalami panen secara bersamaan dan agar bayam hijau organik dan kangkung organik tersedia setiap hari. Tahapan kelima adalah pemberian sekam dan pupuk. Pupuk kandang dan sekam disebar merata disetiap guludan dengan rata-rata menggunakan dosis 2 kg/m². Kemudian, lahan disiram kembali menggunakan air secukupnya. Tujuan pemupukan adalah agar pertumbuhan tanaman menjadi baik, sedangkan tujuan penambahan sekam adalah sebagai pencegah serangan jamur. Pupuk kandang yang dicampurkan dengan sekam menggunakan perbandingan 1:1. Tahapan keenam adalah pemasangan paranet. Aktivitas pada tahapan ini pertama adalah pembuatan pasak dari bambu untuk dipasang ditepian guludan sehingga membentuk setengah lingkaran sebagai pondasi. Pasak yang digunakan dibuat sendiri oleh petani dari bambu yang berada di sekitar lahan. Kebutuhan pasak untuk luas guludan (1 x 20) m² adalah 25-40 pasak bambu. Kedua adalah pemasangan paranet yang direntangkan hingga menutupi seluruh guludan. Tujuan pemasangan paranet ini agar paparan sinar matahari tidak langsung mengenai sayuran organik dan sebagai pengontrol air serta hama penyakit yang masuk. Menurut hasil wawancara dengan petani, rata-rata petani jarang menggunakan paranet. Sekalinya menggunakan paranet, petani hanya menggunakan ketika musim hujan. Hal ini dikarenakan petani menganggap bahwa bayam hijau organik dan kangkung organik adalah tanaman yang kuat (dalam hal budidaya) dibandingkan sayuran organik lain yang mereka juga tanam (bayam merah, selada, kailan, sawi sendok/ pakcoy, dan caisim). Tahapan ketujuh adalah pengendalian hama dan penyakit. Petani melakukan pengontrolan hama ke lahan secara rutin. Hal ini dilakukan karena bayam hijau organik dan kangkung organik merupakan tanaman yang rentan terhadap serangan hama dan penyakit. Apabila ditemukan hama dalam jumlah kecil maka pemberantasan dilakukan secara manual yakni dengan membuang hama tersebut. Rata-rata petani hanya intens melakukan pengontrolan sejak persiapan lahan hingga sebelum pemasangan paranet. Jika sebelum pemasangan paranet bayam hijau organik dan kangkung organik sudah terserang hama dan penyakit, maka petani tidak akan menutup guludan tersebut dan membiarkannya terbuka. Hal ini karena, menurut hasil wawancara dengan petani, pestisida organik tidak dapat menyembuhkan sayuran melainkan hanya sebagai pencegah hama dan penyakit. Tahapan kedelapan adalah pengairan. Jika musim kemarau pengairan dilakuan rutin setiap hari ketika pagi hari. Sedangkan jika musim hujan pengairan tidak rutin dilakukan. Pengairan dapat dilakukan dua cara yakni, menggunakan spayer yang disemprot diatas paranet, atau disiram pada pinggiran guludan. Tetapi, biar bagaimanapun pengairan dilakukan dengan menyesuaikan kondisi cuaca. Baik musim kemarau maupun musim hujan, sayuran tetap dikontrol oleh petani sebagai bentuk pengawasan terhadap cuaca yang tidak menentu.
46 Tahapan kesembilan adalah pemanenan. Pemanenan dilakukan ketika usia bayam hijau organik dan kangkung organik mencapai 20 - 30 hari. Aktivitas yang dilakukan adalah pencabutan sayuran hingga akar kemudian dicuci bersih. Tahapan kesepuluh adalah pascapanen. Hasil panen dibawa ke ADC Cikarawang untuk ditimbang dan dilakukan sortasi. Sortasi dilakukan oleh unit packing ADC-UF IPB. Bayam hijau organik dan kangkung organik yang lolos sortasi akan dibersihkan kembali oleh unit packing ADC-UF IPB untuk selanjutnya dikemas menjadi 200 gr per kemasan. Sementara, bayam hijau organik dan kangkung organik yang tidak lolos sortasi dalam jumlah banyak akan dibawa kembali oleh petani dan dijual di pasar tradisional. Berikut adalah tahapan dari produksi bayam hijau organik dan kangkung organik yang disajikan pada Tabel 15. Tabel 15 Tahapan produksi bayam hijau organik dan kangkung organik No Tahapan Produksi Aktivitas Produksi Keterangan 1.
Persiapan lahan
1. Tanah dicangkul agar gembur 2. Tanah dibersihkan dari sampah, gulma, dan hama yang mungkin ada 1. Lahan disiram dengan air yang tidak terlalu banyak 2. Lahan dibiarkan 2-3 hari 1. Pengukuran luas guludan tanah 2. Pengurukan tanah 3. Merapikan dan meratakan guludan
2.
Penjemuran lahan
3.
Pembuatan guludan
4.
Penyebaran benih sayuran
1. Setiap guludan ditanami sayuran dengan jenis yang berbeda 2. Jarak waktu tanam antar masing-masing guludan dan benih sayuran berdasarkan kuota benih ADC-UF
5.
Pemberian sekam dan pupuk
1. Benih sayuran yang sudah ditebar rata, ditutup dengan tanah dengan ketebalan ± 2 cm. 2. Benih sayuran diberi pupuk kompos yang dicampur dengan sekam dan disebar secara merata 3. Lahan disiram kembali dengan air
Proses penjemuran dimaksudkan untuk pengontrolan hama dan membuat tanah kering. Guludan = gundukan tanah. Ukuran guludan tergantung dengan panjang dan lebar lahan yang di garap. Sedangkan untuk jarak antar guludan 50 cm. Adanya pengaturan waktu tanam dimaksudkan agar setiap guludan tidak mengalami panen secara bersamaan dan diatur oleh ADC-UF. Rotasi tanaman untuk bayam hijau organik adalah dengan kangkung organik, caisim atau cailan. Begitu juga sebaliknya rotasi tanaman untuk kangkung organik. Penambahan sekam berfungsi sebagai mencegah serangan jamur. Pemupukan dilakukan hanya sekali yakni pada awal penanaman hingga panen.
47 6.
Pemasangan paranet
7.
Pengendalian Hama dan Penyakit
8.
Pengairan
9.
Pemanenan
10.
Pasca panen
secukupnya 1. Pembuatan pasak dari bambu lalu dipasang di pinggir guludan membentuk setengah lingkaran sebagai pondasi 2. Paranet direntangkan hingga menutupi seluruh guludan 1. Petani melakukan pengontrolan hama secara rutin 2. Apabila ditemukan hama dalam jumlah kecil maka pemberantasan dilakukan secara manual yakni dengan membuang hama tersebut
1. Pengairan dapat dilakukan dua cara yakni, menggunakan spayer yang disemprot diatas paranet, atau disiram pada pinggiran guludan 2. Jika musim kemarau pengairan dilakukan dalam kurun waktu 3 hari sekali. Sedangkan jika musim hujan pengairan tidak rutin karena air telah dikontrol paranet 1. Panen dilakukan setelah sayuran mencapai usia tanam dan siap dicabut 2. Waktu panen juga dapat dipercepat sesuai permintaan ADC-UF 3. Hasil panen dibawa ke ADC Cikarawang untuk dilakukan sortasi 1. Memilih sayuran yang layak dan sesuai standar yang telah ditetapkan oleh ADC-UF 2. Sayuran yang tidak lolos sortasi akan dibawa kembali oleh petani dan selanjutnya akan petani jual di pasar tradisional 3. Sayuran yang lolos sortasi akan dibersihkan
Untuk guludan yang mempunyai panjang (1 x 20) m² dibutuhkan 25 – 40 pasak bambu. Pemasangan paranet ini tentatif tergantung kebutuhan di lapangan.
Petani organik hanya intens melakukan pengontrolan sejak persiapan lahan hingga sebelum pemasangan paranet. Jika sebelum pemasangan paranet sayuran sudah terserang hama dan penyakit, maka petani tidak akan menutup guludan tersebut dan membiarkan sayuran terbuka. Terlebih karena pestisida organik tidak dapat menyembuhkan sayuran melainkan hanya mencegah dari hama dan penyakit. Biar bagaimanapun pengairan dilakukan dengan menyesuaikan kondisi cuaca. Baik musim kemarau maupun musim hujan, sayuran tetap dikontrol sebagai bentuk pengawasan terhadap cuaca yang tidak menentu.
Usia panen: Bayam hijau organik : 20 – 30 hari Kangkung organik : 20 – 30 hari
Sortasi dilakukan di ADC Cikarawang oleh unit packing. Isi sayuran dalam kemasan baik bayam hijau organik maupun kangkung organik adalah 200 gram.
48 kembali 4. Selanjutnya sayuran di kemas kedalam plastik packing yang kemudian akan di kirim kepada mitra bisnis ADC-UF dalam hal ini pasar swalayan
Penggunaan Input Usahatani Bayam Hijau Organik dan Kangkung Organik Penggunaan input pada usahatani bayam hijau organik dan kangkung organik tidak terlalu berbeda pada setiap musim tanam. Penggunaan input usahatani pada sayuran organik lebih sedikit dibandingkan sayuran non-organik. Input usahatani yang dimaksud pada penelitian ini meliputi pupuk kandang, benih, dan tenaga kerja. Pada penelitian ini penggunan input usahatani dilakukan pada lahan ratarata keseluruhan petani dalam setiap kali produksi yaitu seluas 1490.58 m² untuk bayam hijau organik, dan 793.35 m² untuk kangkung organik. Hasil perhitungan penggunaan input menunjukkan bahwa, secara keseluruhan penggunaan input untuk usahatani bayam hijau organik dan kangkung organik termasuk kedalam komponen biaya variabel (Tabel 16). Hal ini dikarenakan proporsi yang digunakan tergantung dengan luas lahan yang digunakan dalam mengusahakan kedua komoditas tersebut. Rata-rata penggunaan input pada usahatani bayam hijau organik untuk luas lahan 1490.58 m² dan kangkung organik untuk luas lahan 793.35 m² disajikan pada Tabel 16. Tabel 16 Rata-rata penggunaan input produksi bayam hijau organik (1490.58 m²) dan kangkung organik (793.35 m²) pada petani mitra ADC-UF IPB Input Bayam Hijau Organik Kangkung Organik Benih (Kg) 4.90 2.60 Pupuk Kandang (Kg) 2981 1587 Tenaga Kerja (HOK) 19.05 10.14 Membudidayakan sayuran organik tidak semudah membudidayakan sayuran non-organik. Apabila mendapati hama dan penyakit, sayuran organik tidak dapat menggunakan pupuk, obat-obatan, maupun pestisida yang bersifat kimiawi. Padahal ketiga input kimiawi tersebut dapat mempercepat pertumbuhan tanaman sekaligus membunuh hama dan penyakit. Pada penelitian ini, baik petani bayam hijau organik maupun kangkung organik hanya menggunakan pupuk kandang saja untuk pertumbuhan tanamannya yang dicampur dengan sekam untuk mencegah serangan jamur. Pemakaian pupuk kandang yang dicampur sekam ini dilakukan sekali per produksi pada saat benih sudah ditebar. Dosis yang dipakai untuk pupuk kandang yang dicampur sekam dalam membudidayakan bayam hijau organik dan kangkung organik adalah 2 kg per m², dengan perbandingan 1:1. Sedangkan jenis pupuk kandangnya berasal dari hasil fermentasi kotoran ayam. Kemudian dalam mengendalikan hama dan penyakit, jika ditemukan jumlah hama dan penyakit sedikit maka dilakukan pemberantasan secara manual. Misalnya, memasukkan katak kedalam paranet agar dapat memakan hama. Selain itu membuat formulasi pestisida organik dari dedaunan yang berbau menyengat
49 seperti sereh, picung, sirsak, nangka dan buah gadung, untuk diekstraksi dan diambil saripatinya. Selanjutnya, hasil saripati tersebut dicampur ke dalam air dengan dosis 1 : 50 ml air yang digunakan dengan cara penyemprotan. Berdasarkan hasil observasi, petani bayam hijau organik dan kangkung organik hanya membuat pestisida organik sesekali jika dinilai perlu. Menurut petani, pestisida organik hanya berfungsi sebagai pencegah hama dan penyakit bukan mengobati. Jika sayuran organik sudah terserang secara menyeluruh, maka hal yang akan dilakukan adalah membiarkannya. Maka dari itu, adanya pengontrolan dan perawatan secara rutin dalam membudidayakan sayuran organik adalah hal yang paling berpengaruh dalam produksi sayuran tersebut bagi petani. Selain pupuk kandang, benih merupakan salah satu input usahatani yang penting. Jika kualitas benih suatu sayuran itu bagus, maka produktivitas yang dihasilkannya berpeluang untuk tinggi, dan begitu juga sebaliknya. Sebelum dilakukan penanaman, benih bayam hijau organik dan kangkung organik perlu direndam semalaman untuk mempercepat benih berkecambah. Jika petani mendapati benih yang mengapung maka petani akan langsung membuang benih tersebut. Hal ini karena benih yang mengapung dapat dipastikan pertumbuhannya tidak bagus. Selanjutnya, benih perlu dikeringanginkan dan ketika proses itu terjadi benih harus terhindar dari sinar matahari langsung. Hal ini dilakukan untuk menghilangkan senyawa fungisida sintesis yang dilakukan oleh produsen benih. Berdasarkan hasil wawancara dengan petani, benih yang selama ini digunakan oleh petani berasal dari ADC-UF IPB dengan kualitas tinggi. Penggunaan rata-rata benih oleh petani adalah 0.003 kg/m² untuk bayam hijau organik dan 0.03 kg/m² untuk kangkung organik. Padahal kebutuhan benih optimal agar mendapatkan hasil yang maksimal menurut SOP ADC-UF IPB adalah 0.00125 kg/m² untuk bayam hijau organik dan 0.01 kg/m² untuk kangkung organik.
Gambar 7 A) Benih bayam hijau organik B) Benih kangkung organik
50 Sementara untuk penggunaan tenaga kerja, rata-rata petani bayam hijau organik dan kangkung organik hanya menggunakan satu tenaga kerja laki-laki di luar keluarga. Tugasnya adalah persiapan lahan, pengolahan lahan yakni membuat guludan dan membersihkan lahan dari gulma atau tanaman keras, serta pemanenan. Hal krusial yakni dalam proses penebaran benih, dan merawat serta menjaga tanaman biasanya dilakukan oleh petani sendiri. Karena petani mengakui bahwa tenaga kerja yang ada belum mengerti apa arti organik. Hal ini karena lokasi penelitian bukan daerah pengembangan pertanian organik. Adapun biaya tenaga kerja di lokasi penelitian yakni Desa Karekhel, Cikarawang, Tegal waru, dan Ciaruteun Ilir adalah Rp30 000 per HOK untuk tenaga kerja laki-laki dan Rp20 000 per HOK untuk tenaga kerja perempuan. Kemudian jumlah jam kerjanya yaitu dari pukul 07.00-12.00 WIB, yakni selama 5 jam. Hal ini menunjukkan jumlah kerja HOK pada lokasi penelitian berbeda dengan jumlah jam kerja HOK pada umumnya yakni 8 jam. Struktur Pendapatan Usahatani Bayam Hijau Organik dan Kangkung Organik Pangsa pasar ADC-UF IPB adalah ritel modern maka harga beli bayam hijau organik dan kangkung organik dari ADC-UF IPB ke petani pasti. Berdasarkan hasil observasi, selama 13 periode yakni dari Juni 2011 sampai Juni 2012 harga beli bayam hijau organik dan kangkung organik tidak pernah berubah, yaitu Rp9 000 per kg untuk bayam hijau organik, dan Rp5 000 per kg untuk kangkung organik. Hal ini tercantum berdasarkan kontrak kemitraan antara ADCUF IPB dengan petani. Kegiatan usahatani bayam hijau organik dan kangkung organik pada petani mitra ADC-UF IPB menggunakan komponen biaya produksi yang terdiri dari biaya benih, biaya pupuk kandang, biaya tenaga kerja, biaya transportasi, pajak lahan, iuran pengairan, dan penyusutan peralatan. Secara keseluruhan biaya tersebut termasuk komponen biaya tunai. Komponen biaya tetap terdiri dari pajak lahan dan iuran pengairan. Sedangkan komponen biaya variabel yang dikeluarkan terdiri dari biaya benih, biaya pupuk kandang, biaya tenaga kerja dan biaya transportasi. Selain kedua jenis biaya tersebut, petani juga mengeluarkan biaya yang diperhitungkan yakni penyusutan peralatan dan tenaga kerja dalam keluarga. Namun analisis pendapatan tiap-tiap komoditas tidak dilakukan karena adanya keterbatasan dalam penelitian ini. Berdasarkan produktivitas rata-rata petani mitra, hasil penerimaan rata-rata petani mitra adalah sebesar Rp8 505 per m² untuk bayam hijau organik dan Rp6 795 per m² untuk kangkung organik. Hasil penerimaan petani mitra bayam hijau organik lebih tinggi dibandingkan kangkung organik. Hal ini menunjukkan bahwa usahatani bayam hijau organik lebih menguntungkan dibandingkan kangkung organik. Rata-rata penerimaan petani bayam hijau organik dan kangkung organik mitra ADC-UF IPB disajikan pada Tabel 17.
51 Tabel 17 Rata-rata penerimaan petani bayam hijau organik dan kangkung organik mitra ADC-UF IPB berdasarkan produktivitas Komoditas Produktivitas Harga Penerimaan (kg/m²) (Rp/kg) (Rp/m²) Bayam hijau organik 0.945 9000 8505 Kangkung organik 1.359 5000 6795
HASIL DAN PEMBAHASAN Faktor-faktor Risiko Produksi Bayam Hijau Organik dan Kangkung Organik Budidaya sayuran organik lebih sulit dibandingkan dengan sayuran konvensional/ non-organik. Perlu pengawasan dan perawatan yang extra (lebih) dalam mengusahakan sayuran tersebut. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi produksi bayam hijau organik dan kangkung organik, diantaranya adalah: 1. Curah hujan Berdasarkan hasil wawancara dengan petani, sulitnya memprediksi cuaca merupakan kendala yang dihadapi ketika membudidayakan bayam hijau organik maupun kangkung organik. Saat ini, kondisi cuaca sering berubah-ubah dan terkadang tidak sesuai dengan siklus normalnya. Padahal kondisi cuaca mempengaruhi pertumbuhan bagi bayam hijau organik dan kangkung organik. Ketika curah hujan tinggi, petani bayam hijau organik dan kangkung organik mengalami penurunan produktivitas. Hal serupa ditemukan juga pada penelitian Cher 2011 yang menyebutkan demikian. Ketika hujan turun dengan intensitas tinggi, maka sering kali terjadinya pembusukkan akar tanaman pada bayam hijau organik maupun kangkung organik. Hal ini dikarenakan semakin tinggi curah hujan maka akan semakin rendah derajat kemasaman (pH) pada tanah. Sementara pertumbuhan bayam hijau organik yang baik berada pada pH tanah 6-7 (Susila 2006). Curah hujan yang tinggi juga dapat menyebabkan kelebihan air pada tanah sebagai media tanam. Hal ini dapat membusukkan akar tanaman kangkung organik karena jenis kangkung organik yang ditanam petani adalah kangkung organik darat yang tidak dapat tumbuh dengan baik pada tanah yang menggenang. Selain itu, akibat dari curah hujan yang tinggi dapat merusak daun pada sayuran hijau secara fisik. Jika terjadi hujan yang lebat disertai angin, daun dari bayam hijau organik dan kangkung organik dapat sobek dan membuat tampilan daun menjadi tidak sempurna. Kemudian, akibat curah hujan yang tinggi juga dapat memicu muncul dan berkembangnya hama dan penyakit. Serangan hama dan penyakit 2. Berdasarkan hasil wawancara dengan petani, curah hujan yang tinggi dapat memicu muncul dan berkembangnya hama dan penyakit. Jika bayam hijau organik dan kangkung organik sudah terserang hama dan penyakit maka sering kali petani membiarkannya. Hal ini karena petani beranggapan bahwa pemakaian pestisida organik hasil buatan sendiri hanya berfungsi sebagai pencegah bukan
52 mengobati. Padahal menurut SOP ADC-UF IPB penyemprotan pestisida organik itu penting, guna mengantisipasi dan mengobati sayuran organik yang rentan terhadap serangan hama dan penyakit. Beberapa jenis hama dan penyakit berdasarkan temuan di lapangan yang biasa menyerang bayam hijau organik dan kangkung organik serta cara pengendaliannya disajikan pada Tabel 18. Tabel 18 Jenis hama dan penyakit serta pengendaliannya Jenis Hama dan Penyakit
Tanaman
Jenis Obat Alami Daun nangka + daun sirsak + daun picung + daun sereh
Cara Penanggulangan Obat 20 ml / L air
Sumber Peroleha n Petani secara swadaya/ mandiri/ sendiri
1.
Belalang
Bayam hijau organik, kangkung organik
2.
Jamur Putih
Bayam hijau organik, kangkung organik
Daun sereh/ buah gadung
20 ml / L air
Petani secara swadaya/ mandiri/ sendiri
3.
Ulat
Kangkung organik
Daun sereh/ buah gadung
20 ml / L air
Petani secara swadaya/ mandiri/ sendiri
Sumber : Unit Lapangan Sayuran Organik ADC-UF IPB (2012)
Hama yang biasa menyerang bayam hijau organik adalah belalang. Serangan belalang terhadap bayam hijau organik dicirikan dengan adanya lubang pada daun tanaman. Sementara batas sortasi pada satu tanaman maksimal ditemukan lima lubang pada daun. Sedangkan penyakit yang sering menyerang bayam hijau organik adalah jamur putih dan spinach blight. Ciri bayam hijau organik yang terserang jamur putih adalah timbulnya noda-noda putih pada daun tanaman. Bayam hijau organik yang sudah terserang spinach blight ditandai dengan daun menyempit, mengecil, menggulung dan bekerut. Apabila terihat daun yang berbecak putih dan daun berbentuk tidak normal, sudah dipastikan tidak lolos tahap sortasi dan hal itu mempengaruhi produksi dari bayam hijau
53 organik. Hama dan penyakit yang sering menyerang kangkung organik adalah belalang, ulat dan jamur. Ciri yang ditimbulkan dari hama tersebut sama yaitu membuat lubang pada daun tanaman. Sedangkan ciri yang ditimbulkan dari jamur adalah membuat daun kangkung organik menjadi berbecak kuning dan menonjol. Pengaruhnya sama seperti pada bayam hijau organik yang tidak lolos tahap sortasi dan dampak akhirnya pada produksi kangkung organik menjadi rendah.
Gambar 8 Bayam hijau organik dan kangkung organik yang terserang jamur 3.
Tingkat kesuburan tanah Berdasarkan kondisi di lapangan, hampir semua petani hanya melakukan satu kali per produksi pemakaian pupuk yang dicampurkan dengan sekam yaitu pada saat benih mulai ditebar. Padahal menurut SOP ADC-UF IPB selama masa perawatan, perlu juga dilakukan pemupukan untuk meningkatkan unsur hara pada tanah. Karena unsur hara tersebut berfungsi sebagai nutrisi/ makananan bagi tanaman. Hal ini juga disarankan oleh Susila (2006) dalam melakukan pemupukan lanjutan. Hasil dari kurangnya perhatian petani dalam pemupukan berdampak pada rendahnya produksi bahkan bisa saja meningkatkan tingginya sortasi karena kualitas buruk. Ciri bayam hijau organik dan kangkung organik yang kekurangan unsur hara, biasanya ukuran batang lebih kecil dari ukuran normal serta membuat daun menjadi berwarna kuning. Sumberdaya Manusia 4. Keterampilan dan kedisiplinan petani dalam membudidayakan bayam hijau organik dan kangkung organik merupakan hal yang diutamakan. Terlebih, ketika petani mengajukan dirinya untuk mendaftar sebagai calon mitra ADC-UF IPB, salah satu syarat adalah mempunyai kemampuan untuk membudidayakan sayuran organik. Berdasarkan hasil observasi di lapangan, secara keseluruhan petani mitra baik petani bayam hijau organik maupun kangkung organik tidak disiplin dengan SOP yang pihak ADC-UF IPB berlakukan. Hal tersebut dapat mempengaruhi produksi dan produktivitas yang dihasilkan. Perbandingan aktivitas produksi
54 antara yang dijalankan oleh petani mitra dengan SOP ADC-UF IPB dapat disajikan pada Tabel 19. Tabel 19 Aktivitas produksi antara petani mitra dengan sop ADC-UF IPB No 1
Aktivitas Produksi Penyebaran benih bayam hijau organik dan kangkung organik
Petani Mitra Rata-rata petani menggunakan benih bayam hijau organik 0.003 kg/m² dan kangkung 0.03 kg/m² Melakukan sekali pemupukan per produksi pada saat benih ditebar Tidak memasang paranet
2
Pemupukan
3
Penggunaan paranet
4
Pengendalian hama dan penyakit
Apabila ditemukan hama dalam jumlah kecil maka pemberantasan dilakukan secara manual yakni dengan membuang hama tersebut. Namun, apabila hama dan penyakit banyak yang menyerang sayuran maka petani akan membiarkannya
5
Pengairan
Jika musim kemarau pengairan dilakukan dalam kurun waktu 3 hari sekali. Sedangkan jika musim hujan pengairan tidak rutin karena air telah dikontrol paranet
6
Paska panen (distribusi)
Petani mengirimkan sayuran ke ADC Cikarawang antara pukul 11.00 - 12.00 WIB. Pendistribusian sayuran, diisi bayam hijau organik dan kangkung organik sebanyak 12 kg/box
SOP ADC-UF Kebutuhan benih optimal agar mendapatkan hasil yang maksimal adalah 0.00125 kg/m² untuk bayam hijau organik dan 0.01 kg/m² untuk kangkung organik Selama masa perawatan perlu dilakukan juga dilakukan pemupukan yaitu satu minggu sekali Pemasangan paranet berguna untuk mengurangi paparan sinar matahari dan mengontrol air yang masuk serta mencegah hama penyakit masuk Sedikit dan banyaknya jumlah hama dan penyakit yang menyerang sayuran atau bahkan tidak ada, sebaiknya petani membuat pestisida organik sebagai bentuk aktivitas pengendalian hama dengan formulasi yang sudah diberikan (Tabel 18). Mekanisme pengendalian dilakukan dengan cara penyemprotan rutin dua kali seminggu. Saat melakukan penyemprotan, petani harus menggunakan alat pelindung berupa masker dan sarung tangan serta berjalan mundur. Hal ini untuk mengurangi risiko terhirupnya partikel pestisida organik melewati hidung. Setiap hari dikontrol, karena cuaca tidak menentu. Jika waktu sore atau malam hari hujan turun dengan intensitas yang tinggi, maka di pagi hari petani harus langsung menyiram sayuran tersebut. Karena jika telat sedikit saja, bisa terjadi pembusukan pada akar tanaman. Sama halnya dengan intensitas hujan yang tidak dapat diprediksi, dalam artian sebentar hujan sebentar reda, keesokan harinya petani harus langsung segera menyiram. Karena hal tersebut juga dapat membusukan akar tanaman. Idealnya distribusi dilakukan pagi hari agar sayuran masih dalam keadaan segar. Selain itu, batas maksimal pengisian box/ keranjang pengangkut adalah 8 kg. Jika melebihi dari kapasitas itu, sayuran dapat rusak karena tertumpuk-tumpuk dengan box/ keranjang lainnya.
55 Penyebaran benih bayam hijau organik dan kangkung organik yang dilakukan oleh petani melebihi kapasitas dari SOP ADC-UF IPB yaitu 0.003 kg/m² untuk bayam hijau organik dan 0.03 kg/m² untuk kangkung. Semakin banyak benih yang di sebar per luasan meter, maka semakin banyak benih yang akan memperebutkan makanan per luasan meter tersebut. Apabila benih ditebar per luasan meter melebih dari kapasitas normal (SOP ADC-UF IPB), maka hal tersebut menyebabkan pertumbuhan dari benih menjadi kurang baik. Pemupukan berfungsi agar tanah menjadi subur dan kaya akan unsur hara sebagai makanan untuk sayuran. Pemupukan yang hanya satu kali per produksi yang dilakukan oleh petani, berdampak bagi pertumbuhan bayam hijau organik dan kangkung organik. Apabila bayam hijau organik dan kangkung organik kekurangan unsur hara, maka batang sayuran organik tersebut akan menjadi lebih kecil dari ukuran normal dan daun menjadi kuning. Penggunaan paranet dalam sebuah guludan/ bendengan menurut SOP ADCUF IPB penting dilakukan sebagai pencegah dari masuknya hama penyakit, mengurangi paparan sinar matahari dan mengontrol masuknya air. Bayam hijau organik dan kangkung organik merupakan tanaman sukulen, artinya sayuran tersebut mudah layu jika terlalu banyak menerima sinar matahari dan mudah busuk jika menyerap air yang berlebih. Selain itu, kedua sayuran tersebut merupakan sayuran organik yang rentan terhadap hama dan penyakit. Bayam hijau organik dan kangkung organik merupakan tanaman yang rentan terhadap hama dan penyakit. Sehingga, menurut SOP ADC-UF IPB pengendalian hama penyakit penting dilakukan mengingat kualitas sayuran adalah hal yang diutamakan oleh pelanggan (pasar modern). Jika bayam hijau organik dan kangkung organik sudah terserang hama dan penyakit, biasanya fisik dari kedua sayuran tersebut menjadi tidak normal (daun berlubang, daun berbintik putih, dsb). Sementara, dari unit packing ADC-UF IPB memiliki batas maksimal penyortiran terhadap kedua sayuran tersebut. Sehingga, sedikit dan banyaknya jumlah hama dan penyakit yang menyerang sayuran atau bahkan tidak ada, sebaiknya petani membuat pestisida organik sebagai bentuk aktivitas pengendalian hama dan penyakit dengan formulasi dan mekanisme yang sudah diberikan ADC-UF IPB (Tabel 18). Cuaca yang terjadi sulit untuk diprediksi, sehingga setiap hari petani harus mengontrol air di lahan. Jika waktu sore atau malam hari hujan turun dengan intensitas yang tinggi, maka di pagi hari petani harus langsung menyiram sayuran tersebut. Karena jika telat sedikit saja, bisa terjadi pembusukkan pada akar tanaman. Sama halnya dengan intensitas hujan yang tidak dapat diprediksi, dalam artian sebentar hujan sebentar reda, keesokan harinya petani harus langsung segera menyiram. Karena hal tersebut juga dapat membusukkan akar tanaman. Distribusi sayuran organik dari petani kepada ADC-UF IPB dilakukan di unit packing ADC-UF IPB. Sering kali petani mengantarkan sayuran diantara pukul 11.00-12.00 WIB. Sementara unit packing ADC-UF IPB antara pukul 11.00-13.00 WIB adalah waktu istirahat (tutup). Sehingga, petani harus menunggu sampai unit packing ADC-UF IPB buka kembali. Hal tersebut dapat membuat bayam hijau organik dan kangkung organik layu serta mengorbankan waktu petani cukup lama untuk menunggu. Selain itu, box/keranjang yang digunakan petani untuk mengangkut sayuran organik sering kali melebihi kapasitas dari batas pengisian yang diberlakukan oleh ADC-UF IPB. Sehingga hal
56 tersebut dapat membuat bayam hijau organik dan kangkung organik rusak akibat gesekan yang terjadi antara tumpukan box/keranjang.
Gambar 9 Distribusi sayuran organik salah satu petani Alasan petani tidak menerapkan SOP ADC-UF IPB adalah karena modal, kepercayaan diri yang dimiliki dalam hal budidaya dan teman sesama petani. Menurut petani, apabila menerapkan aktivitas produksi seperti penyebaran benih dan pemupukkan sesuai dengan SOP ADC-UF IPB, akan membutuhkan modal yang cukup besar dan membuat biaya produksi semakin tinggi. Sedangkan dalam hal pemasangan paranet, pengendalian hama penyakit dan penyiraman, petani lebih percaya terhadap pengalamannya dan diskusi dengan teman sesama petani dibandingkan dengan SOP ADC-UF IPB. Menurut petani, apa yang mereka lakukan seperti tidak memasang paranet dan tidak melakukan penyemprotan pestisida organik, membuat proses produksi lebih efisien. Karena memasang paranet dan melakukan penyemprotan pestisida organik, menurut petani belum tentu menghasilkan panen yang maksimal. Sehingga, petani lebih memilih tidak menjalankan SOP ADC-UF IPB berlakukan. Sementara dalam hal distribusi, petani membutuhkan waktu yang cukup lama dari panen (pencabutan sayuran organik kemudian pembersihan) hingga sampai di unit packing ADC-UF IPB. Sehingga, petani tidak dapat mengirimkan sayuran di pagi hari. Box/ keranjang yang digunakan petani merupakan hasil peminjaman dari ADC-UF IPB yang jumlahnya terbatas. Sehingga, petani sering kali mengisi sayuran organik yang melebihi kapasitas dari box dengan alasan agar sayuran terangkat semua dan petani tidak perlu berulang-ulang menggunakan box/keranjang untuk mengantarkan sayuran organik. Berdasarkan hasil obeservasi, keempat sumber risiko tersebut dapat diperinci dan disajikan pada Tabel 20. Tabel 20 No 1.
Sumber risiko produksi pada bayam hijau organik dan kangkung organik
Sumber Risiko Cuaca
Keterangan Curah hujan tinggi
Dampak a. Pembusukan akar tanaman
Ciri-ciri Akar bayam hijau organik dan kangkung organik busuk
Presentase kehilangan bayam hijau organik = 30 persen , kangkung
57 b. Merusak fisik sayuran organik
c. Memicu hama dan penyakit
2.
Sumberday a Manusia
Tidak menerapkan SOP ADC-UF 1. Penyebaran benih melampaui kapasitas per luasan meter
2. Tidak menggunakan paranet
3. Hanya satu kali pemupukan
4. Tidak menggunakan pestisida organik 5. Menumpuk sayuran melebihi kapasitas keranjang
Semakin banyak benih bayam hijau organik dan kangkung organik yang saling berebut makanan per luasan meter a. Masuknya hama dan penyakit b. Paparan sinar matahari berlebih c.Air yang masuk menjadi berlebih Tanaman kekurangan unsur hara
Hama dan penyakit semakin berkembang Terjadi gesekan dan tekanan pada sayuran
Daun bayam hijau organik dan kangkung organik bisa sobek Bayam hijau organik : Belalang, jamur putih dan spinach blight. Kangkung organik : belalang, ulat dan jamur
organik = 20 persen
Pertumbuhan kurang baik
Daun dapat layu
Pembusukan akar tanaman Batang tanaman lebih kecil dari ukuran normal dan daun menjadi kuning
Sayuran dapat layu bahkan tergores akibat gesekan
Keengganan petani menggunakan SOP yang telah diberikan oleh pihak ADC-UF IPB berhubungan dengan umur petani yang cukup tua dengan tingkat pendidikan petani yang rendah. Pihak ADC-UF IPB mengakui kesulitan dalam memberikan arahan kepada petani mitra yang berusia cukup tua. Penyampaian informasi dan SOP oleh pihak ADC-UF IPB kepada petani tidak diserap maksimal. Hal ini disebabkan oleh faktor usia dan tingkat pendidikan petani yang rendah. Petani yang berusia diatas 41 tahun cenderung sulit menerima informasi baru dan lebih mempercayai pengalaman mereka.
58 Analisis Risiko Produksi Bisnis pertanian merupakan sebuah kegiatan yang berisiko tinggi. Risiko produksi adalah salah satu contohnya. Hal ini dibuktikan dari adanya fluktuasi produktivitas dari komoditas yang dihasilkan. Fluktuasi produktivitas ini yang kemudian mempengaruhi perolehan pendapatan dari tiap-tiap petani. Tingkat produktivitas dari bayam hijau organik dan kangkung organik pada petani mitra ADC-UF IPB disajikan pada Tabel 21. Tabel 21 menunjukkan bahwa pada budidaya bayam hijau organik dan kangkung organik mengalami fluktuasi produktivitas selama 13 periode yakni dari Juni 2011 hingga Juni 2012. Selain itu, selama 13 periode tersebut produktivitas dari bayam hijau organik dan kangkung organik tidak pernah mencapai produktivitas optimum. Produktivitas optimum menurut ADC-UF IPB adalah 1.4 kg/m² untuk bayam hijau organik dan 1.6 kg/m² untuk kangkung organik. Hal ini membuktikan bahwa budidaya kedua sayuran organik tersebut mengalami risiko produksi yang disebabkan oleh berbagai faktor eksternal secara teknis. Tabel 21
Tingkat produktivitas (kg/m²) bayam hijau organik dan kangkung organik dari petani mitra ADC-UF IPB selama 13 periode tanam Produktivitas Bayam Hijau Produktivitas Kangkung Bulan Organik (kg/m²) Organik (kg/m²) Jun '2011 0,97 1,29 Jul 0,96 1,54 Ags 0,89 1,50 Sep 1,02 1,49 Okt 0,96 1,34 Nov 0,96 1,20 Des 0,86 1,20 Jan 0,98 1,36 Feb 0,89 1,21 Mar 0,87 1,24 Apr 0,93 1,56 Mei 1,07 1,26 Jun '2012 0,93 1,48
Responden penelitian ini merupakan petani aktif yang berjumlah 13 orang petani bayam hijau organik dan 12 orang petani kangkung organik. Petani aktif tersebut dapat dikatakan mewakili petani mitra ADC-UF IPB secara keseluruhan. Maka dari itu, untuk mendapatkan tingkat risiko produksi yang ada pada ADC-UF IPB dapat diketahui dengan melakukan penilaian risiko produksi berdasarkan produktivitas dari petani aktif tersebut. Risiko produksi dapat dianalisis dengan mengetahui seberapa besar peluang yang muncul dari setiap kejadian yang dianalisis. Perhitungan peluang dihasilkan dari jumlah terjadinya suatu kejadian dibagi dengan banyaknya kejadian yang dianalisis. Banyaknya kejadian yang dianalisis merupakan total penjumlahan dari kejadian yang dialami masing-masing petani selama 13 periode tanam.
59 Banyaknya kejadian yang dianalisis selama 13 periode tanam untuk petani bayam hijau organik adalah 130 kejadian (Lampiran 3). Sedangkan untuk petani kangkung organik adalah berjumlah 136 kejadian (Lampiran 4). Sementara jumlah terjadinya suatu kejadian untuk bayam hijau organik dan kangkung organik dianggap sama yaitu satu. Hal ini dikarenakan terdapat perbedaan periode tanam yang dialami masing-masing petani dari data historis dengan selang waktu Juni 2011-Juni 2012. Maka dari itu agar semua periode tanam dapat dianalisis, jumlah kejadian yang dialami petani dianggap sama Nilai peluang yang telah diketahui dari produktivitas bayam hijau organik dan kangkung organik, selanjutnya digunakan untuk mencari nilai expected return. Perhitungan expected return adalah peluang dikalikan dengan total tingkat produktivitas masing-masing komoditas. Tabel 22 menunjukkan hasil perhitungan peluang dan expected return pada komoditas bayam hijau organik dan kangkung organik. Tabel 22 Perhitungan expected return berdasarkan produktivitas pada kegiatan spesialisasi bayam hijau organik dan kangkung organik Komoditas Total Tingkat Produktivitas Peluang Expected Return Bayam Hijau Organik 128.48 0.0074 0.94471 Kangkung Organik 178.12 0.0077 1.37015 Berdasarkan Tabel 22, diperoleh nilai expected return dari produktivitas sebesar 0.94471 untuk bayam hijau organik dan 1.37015 kangkung organik. Perolehan nilai expected return kangkung organik lebih tinggi dibandingkan bayam hijau organik. Artinya, nilai tersebut menunjukkan bahwa produktivitas rata-rata kangkung organik lebih tinggi dari pada bayam hijau organik yaitu sebesar 1.37 kg/m². Produktivitas kangkung organik yang tinggi dikarenakan bayam hijau organik lebih rentan terhadap kondisi cuaca serta serangan hama dan penyakit dibandingkan kangkung organik. Hal tersebut terlihat dari ukuran benih kangkung organik yang lebih besar dari pada bayam hijau organik. Artinya, kangkung organik lebih kuat bertahan karena memiliki cadangan makanan yang lebih banyak dari pada bayam hijau organik. Sedangkan peluang dari bayam hijau organik merupakan hasil dari 1 dibagi 130 kejadian yang dianalisis yaitu 0.0074, sementara untuk kangkung organik 1 dibagi 136 kejadian yang dianalisis yaitu 0.0077. Secara keseluruhan, petani mitra mengelola kegiatan produksinya sendiri. Kegiatan yang dilakukan untuk meminimalisasi risiko produksi adalah dengan cara merawat dan mengontrol bayam hijau organik dan kangkung organik di lahan secara rutin. Selain itu, kegiatan produksi diawasi juga oleh koordinator lapangan dari pihak ADC-UF IPB. Strategi petani dalam mencegah atau meminimalisasi dari kerugian usahataninya dilakukan dengan cara diversifikasi usaha. Rata-rata petani mitra ADC-UF IPB dalam satu luasan yang dimiliki menanam sebanyak 4-7 jenis komoditas sayuran organik. Akan tetapi pada penelitian ini kajian mengenai risiko diversifikasi usaha dilakukan hanya pada kombinasi dua komoditas saja yaitu bayam hijau organik dengan kangkung organik.
60 Penilaian Risiko Produksi pada Kegiatan Spesialisasi Penilaian risiko produksi pada kegiatan spesialisasi dilihat berdasarkan atas produktivitas masing-masing komoditas yang dihitung menggunakan variance, standard deviation, dan coefficient variation. Hasil penilaian risiko produksi berdasarkan produktivitas yang dihasilkan masing-masing komoditas disajikan pada Tabel 23. Tabel 23 Penilaian risiko produksi pada kegiatan spesialisasi bayam hijau organik dan kangkung organik pada petani mitra ADC-UF IPB Ukuran Komoditas Variance Standard Deviation Coeff Variation Bayam Hijau Organik 0.07768 0.27871 0.29503 Kangkung Organik 0.10744 0.32779 0.23923 Tabel 23 menunjukkan bahwa penilaian risiko berdasarkan produktivitas diperoleh nilai variance berbanding lurus dengan standard deviation. Artinya, jika nilai variance tinggi maka standard deviation yang dihasilkan akan tinggi. Hal ini ditemukan juga pada penelitian Taringan 2009, Jamilah 2010, dan Cher 2011. Perolehan nilai variance dan standard deviation dari kangkung organik lebih tinggi dibandingkan bayam hijau organik yaitu sebesar 0.10744 dan 0.32779. Sementara untuk coefficient variation diukur dari rasio standard deviation dengan expected return. Semakin besar nilai coefficient variation maka akan semakin besar risiko yang dihadapi. Risiko produksi yang paling besar berdasarkan produkivitas adalah pada sayuran bayam hijau organik dengan nilai coefficient variation sebesar 0.295. Artinya, apabila petani mitra menghasilkan satu kilogram bayam hijau organik per meter dari kegiatan budidayanya, maka petani tersebut akan menanggung risiko sebesar 0.295 kg ketika kejadian yang mengakibatkan risiko produksi terjadi. Sedangkan risko produksi terendah berdasarkan produktivitas adalah pada sayuran kangkung organik dengan nilai coefficient variation sebesar 0.239. Artinya, apabila petani mitra menghasilkan satu kilogram kangkung organik per meter dari kegiatan budidayanya, maka petani tersebut akan menanggung risiko sebesar 0.239 kg ketika kejadian yang mengakibatkan risiko produksi terjadi. Berdasarkan hasil wawancara dengan petani, menunjukkan bahwa usahatani bayam hijau organik lebih rentan terhadap cuaca serta serangan hama dan penyakit dibandingkan dengan usahatani kangkung organik. Ukuran benih kangkung organik yang lebih besar dibandingkan bayam hijau organik, menyebabkan kangkung organik lebih tahan karena memiliki cadangan makanan yang lebih banyak dibandingkan bayam hijau organik. Hal ini juga ditemukan pada penelitian Taringan 2009 yang menyebutkan bahwa risiko produksi berdasarkan produktivitas pada kegiatan spesialisasi, bayam hijau organik memiliki tingkat risiko produksi paling tinggi dibandingkan dengan tiga komoditas lainnya dengan nilai coefficient variation sebesar 0.225. Hal ini dikarenakan usahatani bayam hijau organik sangat rentan terhadap cuaca serta serangan hama dan penyakit.
61 Risiko bayam hijau organik yang dihadapi pada penelitian ini lebih tinggi dibandingkan risiko pada penelitian Taringan 2009 dan lebih rendah dari penelitian Cher 2011. Nilai coefficient variation diantara ketiga penelitian yang mengkaji bayam hijau organik adalah 0.225 < 0.295 < 0.422. Artinya, petani mitra ADC-UF IPB sudah mempunyai manajemen risiko dalam menangani risiko bayam hijau organik yang lebih baik dari perusahaan agribisnis pada penelitian Cher 2011 dan masih kurang baik dari perusahaan agribisnis pada penelitian Taringan 2009.
Penilaian Risiko Produksi pada Kegiatan Diversifikasi Pihak ADC-UF IPB menyarankan petani agar membudidayakan sayuran organik lebih dari satu jenis. Alasannya adalah karena permintaan pasar cukup tinggi dan agar dapat meminimalisasi risiko produksi. Pada penelitian ini, petani responden adalah mereka yang secara aktif menanam bayam hijau organik dan kangkung organik. Maka agar memastikan bahwa langkah petani mitra melakukan diversifikasi adalah strategi yang tepat untuk mengelola risiko, kajian mengenai analisis risiko portofolio penting dilakukan. Analisis risiko portofolio dilakukan guna mengetahui besarnya risiko produksi yang dapat terjadi dari kegiatan diversifikasi. Penilaian risiko portofolio pada penelitian ini merupakan hasil perhitungan variance, standard deviation, dan coefficient variation gabungan dari kombinasi dua komoditas yang dianalisis. Kombinasi komoditas yang dianalisis risiko portofolio adalah bayam hijau organik dengan kangkung organik . Perhitungan risiko portofolio diawali dengan menghitung fraksi portofolio dari masing-masing komoditas yang dikombinasikan. Fraksi portofolio diperoleh dari perbandingan luas lahan yang digunakan oleh salah satu komoditas dengan total luas lahan dari komoditas yang dikombinasikan (Lampiran 7). Namun, pada penelitian ini nilai fraksi portofolio juga dihasilkan dari asumsi pemakaian lahan jika petani menanam bayam hijau organik dengan kangkung organik. Tujuannya adalah sebagai perbandingan tingkat risiko produksi yang dihasilkan jika petani menanam bayam hijau organik dan kangkung organik dengan fraksi lahan yang bervariatif. Setelah memperoleh nilai fraksi portofolio maka selanjutnya adalah menghitung expected return portofolio. Expected return portofolio diperoleh dari fraksi bayam hijau organik dikalikan dengan expected return spesialisasinya lalu dijumlahkan dengan hasil perkalian fraksi kangkung organik dengan expected return spesialisasinya. Kemudian dilanjutkan dengan menghitung variance, standard deviation, dan coefficient variation gabungan. Hasil perhitungan coefficient variation dari beberapa fraksi/ bobot portofolio disajikan pada Tabel 24.
62 Tabel 24 Perbandingan risiko produksi dari beberapa fraksi portofolio antara bayam hijau organik dengan kangkung organik Komoditas Bayam Hijau Organik dengan Kangkung Organik Fraksi Exp Return Variance St. Deviation Coeff. Variation 43:57 1.187 0.094 0.307 0.258 50:50 1.157 0.092 0.303 0.262 40:60 1.199 0.095 0.308 0.256 60:40 1.114 0.089 0.298 0.267 30:70 1.242 0.098 0.313 0.251 70:30 1.072 0.086 0.293 0.273 Berdasarkan hasil perhitungan tersebut menunjukkan bahwa nilai coefficient variation dari kegiatan diversifikasi berada pada selang 0.251-0.273. Nilai coefficient variation terkecil berada pada fraksi 30:70 yakni sebesar 0.251. Artinya, petani akan mengalami risiko produksi yang rendah apabila menanam bayam hijau organik dan kangkung organik dengan perbandingan pemakaian luas lahan sebesar 30:70 persen. Perhitungan risiko portofolio dimaksudkan untuk mengetahui apakah kegiatan diversifikasi berhasil untuk menurunkan risiko produksi atau sebaliknya. Karena kegiatan diversifikasi dinyatakan berhasil jika nilai coefficient variation gabungan lebih kecil dari nilai coefficient variation kegiatan spesialisasi dari komoditas yang dianalisis. Perbandingan perhitungan risiko spesialisasi dan portofolio dari bayam hijau organik dan kangkung organik disajikan pada Tabel 25 berikut. Nilai coefficient variation dari kegiatan diversifikasi pada Tabel 25, diperoleh dari fraksi portofolio 43:57. Tabel 25 Perbandingan risiko produksi spesialiasi dan portofolio berdasarkan produktivitas komoditas bayam hijau organik dan kangkung organik pada petani mitra ADC-UF IPB Bayam Hijau Kangkung Bayam Hijau Organik + Komoditas Organik Organik Kangkung Organik Expected Return 0.944 1.370 1.187 Variance 0.078 0.107 0.094 St Deviation 0.279 0.328 0.307 Coeff Variation 0.295 0.239 0.258 Berdasarkan Tabel 24, disajikan bahwa urutan risiko produksi berdasarkan produktivitas dari yang terkecil secara berturut-turut adalah 1) spesialisasi kangkung organik 24 persen, 2) kombinasi bayam hijau organik dengan kangkung organik 26 persen dan 3) spesialisasi bayam hijau organik 30 persen. Hal ini menunjukkan bahwa kombinasi dari bayam hijau organik dengan kangkung organik justru memiliki risiko yang lebih tinggi dibandingkan dengan hanya menanam kangkung organik saja. Namun demikian, dalam hal pengambilan keputusan tidak hanya melihat dari nilai coefficient variation saja. Pertama, berdasarkan harga jual petani kepada ADC-UF IPB menunjukkan harga yang selalu konstan yaitu Rp9 000 untuk
63 bayam hijau organik dan Rp5 000 untuk kangkung organik. Kedua, berdasarkan permintaan pasar, total jumlah permintaan tahun 2012 adalah sebesar 7995.40 kg untuk bayam hijau organik dan 7548.10 kg untuk kangkung organik. Artinya: 1. Jika petani memilih kangkung organik Kangkung organik memiliki tingkat risiko produksi paling rendah dibandingkan yang lain yaitu sebesar 24 persen. Namun, permintaan kangkung organik di pasar lebih rendah dibandingkan bayam hijau organik. Selain itu dari segi harga, kangkung organik jauh lebih murah daripada bayam hijau organik. Artinya, meskipun risiko menanam kangkung organik rendah, penerimaan yang diperoleh petanipun akan rendah. 2. Jika petani memilih bayam hijau organik Bayam hijau organik memiliki tingkat risiko produksi paling tinggi diantara yang lain yaitu sebesar 30 persen. Namun, permintaan bayam hijau organik di pasar lebih tinggi dibandingkan kangkung organik. Terlebih dari segi harga, bayam hijau organik lebih unggul dibandingkan kangkung organik. Artinya, meskipun risiko yang dihadapi tinggi, namun penerimaan yang diperoleh dari membudidayakan bayam hijau organik pun akan tinggi. 3. Jika petani memilih diversifikasi bayam hijau organik dengan kangkung organik Diversifikasi antara kangkung organik dan bayam hijau organik memiliki tingkat risiko yang berada di tengah diantara yang lain yaitu sebesar 26 persen. Meskipun tingkat risiko produksi tidak sekecil kangkung organik dan tidak melebihi bayam hijau organik, namun dengan melakukan diversifikasi petani dapat memproduksi kedua sayuran tersebut. Berdasarkan point (1) dan (2) dapat disimpulkan bahwa dalam membudidayakan suatu komoditas semakin kecil tingkat risiko produksi yang dihadapi maka semakin rendah penerimaan yang diperoleh, begitu sebaliknya. Hal ini menunjukkan bahwa hubungan return dan risiko searah atau linier dan secara umum membuktikan bahwa high risk high return. Berdasarkan kondisi di lapangan, secara keseluruhan petani mitra ADC-UF IPB termasuk ke dalam petani berskala kecil dan sebagian diantaranya berpendidikan rendah. Hal ini berhubungan dengan kecenderungan petani yang lebih memilih menghindari risiko ketika mengambil sebuah keputusan dalam berusahatani. Rekomendasi dari penelitian ini yang diberikan untuk petani adalah sebaiknya petani memilih menanam bayam hijau organik dan kangkung organik secara diversifikasi. Meskipun risiko produksinya lebih besar dari kangkung organik dan lebih kecil dari bayam hijau organik, dengan begitu petani dapat memproduksi kedua sayuran tersebut agar dapat memenuhi permintaan pasar. Hal ini juga dikarenakan adanya pembatasan kuota benih dari ADC-UF IPB di setiap minggunya, sehingga petani tidak bisa jika hanya monokultur saja.
Rekomendasi Penanganan Risiko Produksi Pelaku utama dalam kegiatan usahatani ini adalah petani. Berdasarkan observasi di lapangan, secara keseluruhan petani telah memiliki pengalaman
64 bertani sayuran organik selama empat tahun yaitu sejak bermitra dengan ADC-UF IPB. Artinya, meskipun berusahatani sayuran organik memiliki tingkat risiko produksi yang cukup tinggi, akan tetapi usahatani sayuran organik masih menguntungkan. Para petani telah melakukan beberapa strategi dalam menghadapi risiko produksi. Namun, beberapa tindakan petani dalam menghadapi risiko produksi belum terlalu dapat meminimalkan kerugian yang dialami. Kegagalan produksi sering kali dianggap sebagai hal yang wajar dalam bidang pertanian. Maka dari itu diperlukan perencanaan penanganan dengan penerapan kesadaran akan risiko dan kesadaran untuk bertindak lebih dalam penanganan risiko. Karena bahwa berusahatani bayam hijau organik dan kangkung organik itu memiliki potensi untuk terjadinya risiko produksi. Kajian yang sudah dilakukan ini diharapkan dapat memberikan gambaran kepada para petani maupun pihak ADC-UF IPB dalam merumuskan alternatif penanganan risiko produksi bayam hijau organik dan kangkung organik. Menurut Kountur 2004, terdapat tiga tahapan yang dilakukan dalam perumusan alternatif pengelolaan risiko. Pertama yaitu identifikasi terhadap risiko yang terjadi beserta penyebabnya. Kedua adalah dilakukan pengukuran besarnya risiko. Ketiga adalah menentukan langkah-langkah yang efektif dan sesuai dengan kondisi di lapangan. Pada penelitian ini diperoleh hasil bahwa petani organik mitra ADC-UF IPB yang membudidayakan bayam hijau organik dan kangkung organik mengalami risiko produksi dalam usahataninya. Faktor-faktor risiko tersebut berasal dari perubahan cuaca yaitu curah hujan yang tidak menentu, serangan hama dan penyakit, tingkat kesuburan tanah, dan keterampilan sumberdaya manusia. Disamping itu, hubungan kemitraan juga turut mempengaruhi hasil produksi untuk kedua komoditas tersebut. Selanjutnya pengukuran terhadap tingkat risiko produksi dihasilkan sebesar 0.295 untuk spesialisasi bayam hijau organik, 0.239 untuk spesialisasi kangkung organik dan 0.258 untuk diversifikasi bayam hijau organik dengan kangkung organik. Nilai tersebut merupakan kerugian yang dihadapi atas perolehan hasil produksi dengan adanya risiko produksi. Berdasarkan data yang telah dipaparkan, maka dapat ditentukan rekomendasi penanganan dalam menghadapi risiko produksi bayam hijau organik dan kangkung organik pada petani mitra ADC-UF IPB. Beberapa rekomendasinya adalah sebagai berikut: 1. Meningkatkan kualitas perawatan Strategi ini dilakukan untuk menangani kondisi cuaca terhadap curah hujan yang sulit diprediksi. Berdasarkan hasil wawancara di lapangan, saat ini kondisi cuaca sering berubah-ubah dan terkadang tidak sesuai lagi dengan siklus normalnya. Padahal kondisi cuaca mempengaruhi pertumbuhan bagi bayam hijau organik dan kangkung organik. Semakin tinggi curah hujan maka akan semakin rendah derajat kemasaman (pH) pada tanah. Hal ini menyebabkan pembusukkan akar tanaman pada bayam hijau organik karena pertumbuhan bayam hijau organik yang baik berada pada pH tanah 6-7 (Susila 2006). Maka dari itu perlunya kembali melakukan penyiraman setelah hujan kepada tanaman bayam dimaksudkan agar pH tanah kembali normal. Misalnya, jika waktu sore atau malam hari hujan turun dengan intensitas yang tinggi, maka di pagi hari petani harus langsung menyiram sayuran tersebut. Karena jika telat sedikit saja, bisa terjadi pembusukkan pada akar tanaman. Sama halnya dengan intensitas hujan
65 yang tidak dapat diprediksi, dalam artian sebentar hujan sebentar reda, juga dapat membusukkan akar tanaman. Selain itu, curah hujan yang tinggi juga dapat menyebabkan kelebihan air pada tanah sebagai media tanam. Hal ini dapat membusukkan akar tanaman kangkung organik karena jenis kangkung organik darat tidak dapat tumbuh dengan baik pada tanah yang menggenang. Maka dari itu penyiraman kembali setelah turun hujan, dimaksudkan agar petani mengecek kondisi air pada tanah apakah berlebihan atau tidak. Setalah pengontrolan penyiraman, hal lain yang harus dilakukan adalah pemakaian paranet pada bendengan/ guludan guna melindungi sayuran daun hijau dari kerusakan yang diakibatkan oleh cuaca yang tidak menentu. Karena paranet sendiri berfungsi untuk menyaring atau mengurangi paparan sinar matahari dan air hujan. Selain itu, paranet juga dapat meminimalisasi masuknya hama dan penyakit yang biasa menyerang bayam hijau organik dan kangkung organik. Maka dari itu, dalam membudidayakan sayuran organik, petani harus lebih meningkatkan kinerja perawatan dan secara rutin mengawasi agar tanaman dapat tumbuh dengan baik. 2. Menerapkan pengendalian hama dan penyakit secara terpadu Tujuan pengendalian hama dan penyakit adalah agar organisme pengganggu tumbuhan (OPT) dapat terkendali tanpa merusak lingkungan dan mencegah kerugian ekonomi berupa penurunan kuantitas dan kualitas. Berdasarkan wawancara di lapangan, hampir semua petani cenderung enggan menggunakan pestisida organik. Padahal fungsi pestisida organik adalah untuk membunuh dan mencegah serangan hama dan penyakit yang dapat memperhambat pertumbuhan tanaman. Bila tanaman sudah terserang hama dan penyakit maka tindakan yang selanjutnya dilakukan petani adalah membiarkannya. Hal ini dikarenakan menurut petani pemakaian pestisida organik hasil buatan sendiri hanya berfungsi sebagai pencegah bukan mengobati tanaman. Padahal dari pihak ADC-UF IPB sendiri sudah memberikan SOP dalam pengendalian hama dan penyakit tanaman (HPT). Menurut SOP ADC-UF IPB, pertama adalah pemakaian paranet pada setiap bendengan/ guludan yang diusahakan. Fungsi dari paranet sendiri adalah untuk meminimalisasi masuknya hama dan penyakit yang biasa menyerang sayuran hijau. Kedua, pengendalian hama dapat dilakukan dengan menggunakan pestisida organik seperti berbahan asap cair, minyak sirih, minyak gandapura dan lerak untuk mencegah gangguan berupa jamur, serangga, maupun bakteri. Mekanisme pengendalian dilakukan dengan cara penyemprotan rutin dua kali seminggu dengan dosis 20 ml/ L air. Bahan dasar pembuatan pestisida organik pun sebenarnya dapat digantikan dengan segala sumber yang ada dan dapat dimanfaatkan di sekitar lahan masingmasing petani seperti, picung, sereh, nimba dll. Bahkan dari pihak ADC-UF IPB telah memberikan asap cair sebagai pestisida organik secara gratis bagi petani yang membutuhkan. Namun demikian, jarang petani yang memanfaatkan asap cair tersebut dikarenakan enggan menggunakannya. Hal ini dikembalikan lagi terhadap kesadaran petani dalam pengendalian hama dan penyakit secara terpadu. 3. Meningkatkan kesuburan tanah Pemberian pupuk yang tepat akan meningkatkan kesuburan tanah. Berdasarkan kondisi di lapangan, hampir semua petani hanya melakukan satu kali
66 per produksi pemakaian pupuk yang dicampurkan dengan sekam yaitu pada saat benih mulai ditebar. Padahal menurut SOP ADC-UF IPB selama masa perawatan, perlu juga dilakukan pemupukan. Standar pupuk yang digunakan merupakan pupuk organik cair berbahan dasar pupuk kandang, pakan ikan, molase dan bakteri yang difermentasikan. Mekanisme pemupukan dilakukan satu minggu sekali dengan cara disiramkan secara merata ke media tanam. Pupuk organik cair ini diaplikasikan pada tanaman yang sudah berumur 4 hari dengan dosis 500 ml pupuk organik dilarutkan ke dalam 7 L air. 4. Meningkatkan keterampilan sumberdaya manusia Sumberdaya manusia merupakan salah satu unsur penting dalam kegiatan usahatani. Maka dari itu, sumberdaya manusia yang baik adalah mereka yang paham akan jenis pekerjaan dan tanggung jawab yang diberikan. Berdasarkan hasil wawancara di lapangan, petani mengakui bahwa merawat sayuran organik lebih sulit dibandingkan sayuran konvensional/ nonorganik. Hal ini dikarenakan input yang digunakan dalam membudidayakan sayuran organik berasal dari bahan-bahan alami, seperti pemakaian pestisida organik. Apabila pada sayuran non-organik terserang hama dan penyakit, maka dengan penyemprotan pestisida kimia dalam sekejap dapat hilang. Hal ini berbanding terbalik dengan perawatan sayuran organik. Oleh karena itu untuk meningkatkan keterampilan petani dalam membudidayakan sayuran organik dapat dilakukan dengan cara mengikuti rapat, bimbingan teknis dan training course (pelatihan) yang diadakan oleh ADC-UF IPB. Karena semakin tingginya intensitas pertemuan antara petani satu dengan petani lainnya dan antara petani dengan pihak ADC-UF IPB, maka akan semakin bertambah ilmu pengetahuan dan pengalaman yang dialami masing-masing. Melakukan Diversifikasi 5. Kegiatan diversifikasi dengan menanam sayuran lebih dari satu jenis dapat meminimalisasi risiko yang ada. Meskipun dari perhitungan risiko yang telah dilakukan menunjukkan bahwa kegiatan diversifikasi bayam hijau organik dengan kangkung organik masih lebih tinggi dibandingkan spesialisasi bayam hijau organik, namun petani harus bisa membaca faktor lain. Faktor itu adalah jumlah permintaan dari kedua komoditas tersebut, harga jual masing-masing komoditas dari petani kepada pihak ADC-UF IPB dan kuota benih per minggu per komoditas yang sudah dijadwalkan oleh ADC-UF IPB. Keseluruhan faktor tersebut yang pada akhirnya akan menentukan sikap petani dalam mengambil risiko produksi. Jika petani menerapkan strategi diversifikasi tanaman, maka apabila salah satu komoditas mengalami produksi yang mengakibatkan kerugian, petani masih dapat menutupi atau meminimalisasi dampak yang ada dari hasil produksi komoditas lain. Meningkatkan hubungan kemitraan 6. Hubungan kemitraan yang dibangun dengan kokoh, secara tidak langsung akan meningkatkan produksi dari komoditas yang diusahakan. Karena bila petani tidak hanya terikat secara kontrak saja melainkan ada keterikatan secara interpersonal dengan pihak ADC-UF IPB, secara otomatis loyalitas petani terhadap pihak ADC-UF IPB akan terbentuk, begitupun sebaliknya. Hubungan kemitraan yang harmonis akan meningkatkan kinerja dari pihak ADC-UF IPB menjadi lebih optimal dan meningkatkan kesadaran petani akan SOP yang sudah dibuat oleh pihak ADC-UF IPB. Kemudian akan meningkatkan
67 produksi dari sayuran yang dibudidayakan. Meningkatkan hubungan kemitraan bisa dicapai dengan cara: Pertama, mempertinggi intensitas pertemuan antara petani mitra dengan ADC-UF IPB. Pengontrolan ke lahan masing-masing petani yang sudah dijadwalkan seminggu tiga kali, harus mulai diterapkan secara disiplin oleh pihak ADC-UF IPB. Kedua, membuat kontrak kemitraan secara tertulis agar masing-masing mitra mempunyai hak dan kewajiban yang sama dan dapat dipertanggungjawabkan.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 1.
2.
3. a.
Sumber-sumber risiko yang dapat mempengaruhi produksi bayam hijau organik dan kangkung organik adalah curah hujan yang tidak menentu, serangan hama dan penyakit, tingkat kesuburan tanah dan keterampilan sumberdaya manusia. Curah hujan yang tinggi dapat menurunkan produktivitas bayam hijau organik dan kangkung organik. Hal ini dikarenakan curah hujan yang tinggi dapat membusukkan akar tanaman dari kedua komoditas, dapat membuat kerusakan daun secara fisik dan dapat memicu muncul serta berkembangnya hama penyakit. Hama dan penyakit yang sering menyerang bayam hijau organik adalah belalang, jamur putih dan spinach blight, sedangkan pada kangkung organik adalah belalang, ulat dan jamur. Pemakaian pupuk oleh petani yang hanya satu kali per produksi menurunkan tingkat kesuburan tanah. Sementara, keengganan petani mitra menerapkan SOP ADC-UF IPB, dapat menurunkan kualitas bayam hijau organik dan kangkung organik yang dihasilkan. Perhitungan tingkat risiko produksi dari bayam hijau organik dan kangkung organik menghasilkan tingkat risiko produksi dengan urutan (terkecil), pertama spesialisasi kangkung organik, kedua diversifikasi bayam hijau organik dengan kangkung organik dan ketiga spesialisasi bayam hijau organik. Nilai dari tingkat risiko produksi tersebut adalah 24 persen < 26 persen < 30 persen. Berdasarkan hasil perhitungan menunjukkan bahwa kegiatan spesialisasi kangkung organik memiliki tingkat risiko produksi terendah yakni sebesar 24 persen. Artinya, apabila petani mitra menghasilkan satu kilogram kangkung organik per meter dari kegiatan budidayanya, maka petani tersebut akan menanggung risiko sebesar 0.24 kg ketika kejadian yang mengakibatkan risiko produksi terjadi. Sedangkan kegiatan spesialisasi bayam hijau organik memiliki tingkat risiko produksi tertinggi yakni sebesar 30 persen. Artinya, apabila petani mitra menghasilkan satu kilogram bayam hijau organik per meter dari kegiatan budidayanya, maka petani tersebut akan menanggung risiko sebesar 0.30 kg ketika kejadian yang mengakibatkan risiko produksi terjadi. Alternatif penanganan risiko yang bisa dilakukan oleh petani mitra ADC-UF IPB yaitu: Meningkatkan kualitas perawatan dengan cara melakukan penyiraman yang
68
b. c. d.
e.
f.
tepat dan menggunakan paranet pada setiap bendengan/ guludan. Menerapkan pengendalian hama dan penyakit secara terpadu sesuai dengan SOP ADC-UF IPB yang berlaku. Meningkatkan kesuburan tanah dengan pemberian pupuk yang tepat. Meningkatkan keterampilan sumberdaya manusia dengan cara mengikuti rapat, bimbingan teknis dan training course (pelatihan) yang diadakan oleh ADC-UF IPB. Melakukan diversifikasi pada tanaman untuk menurunkan risiko produksi pada suatu komoditas yang disebabkan adanya transfer risiko pada kegiatan usahatani ini. Meningkatkan hubungan kemitraan bisa dicapai dengan dua cara. Pertama, mempertinggi intensitas pertemuan antara petani mitra dengan ADC-UF IPB. Pengontrolan ke lahan masing-masing petani yang sudah dijadwalkan seminggu tiga kali, harus mulai diterapkan secara disiplin oleh pihak ADCUF IPB. Kedua, membuat kontrak kemitraan secara tertulis agar masingmasing mitra mempunyai hak dan kewajiban yang sama dan dapat dipertanggungjawabkan.
Saran 1.
2.
3.
Bagi petani: Harus menerapkan SOP cara membudidayakan bayam hijau organik dan kangkung organik yang sudah diberikan oleh pihak ADC-UF IPB. Karena SOP tersebut sudah dirumuskan dan diformulasikan oleh para expert (ahli) organik Taiwan yang bekerjasama dengan Institut Pertanian Bogor, maka tidak ada salahnya untuk menerapkan SOP ADC-UF IPB dalam berusahatani. Sering berkomunikasi secara aktif dengan pihak ADC-UF IPB agar keterikatan secara interpersonal terbentuk. Bagi ADC-UF IPB: Harus secara disiplin melaksanakan jadwal pengontrolan yang sudah dibuat secara rutin dan kontinu ke tiap-tiap lahan petani, agar bisa menemukan langsung kendala yang dialami petani sekaligus untuk mempererat hubungan interpersonal. Membuat kontrak secara tertulis antara mitra agar kedua belah pihak bisa saling mengingatkan akan hak dan kewajiban yang harus dipertanggungjawabkan. Memberikan reward (penghargaan) kepada petani mitra yang mencapai produktivitas tertinggi, yang bertujuan untuk memacu semangat petani dalam memproduksi bayam hijau organik dan kangkung organik. Reward atau penghargaan tersebut bisa dalam bentuk pemberian pupuk kandang gratis, pemberian benih gratis, pemberian box/ keranjang pengangkut, dll. Memperbanyak kembali petani agar mau bermitra dengan ADC-UF IPB dengan cara mendatangi wilayah-wilayah yang dianggap berpotensi untuk mendemontrasikan sayuran organik. Bagi penelitian selanjutnya:
69
Menganalisis risiko pendapatan dan risiko pemasaran untuk petani mitra ADC-UF IPB yang aktif mengusahakan bayam hijau organik dan kangkung organik Mengkaji kegiatan spesialisasi dan diversifikasi pada sayuran organik lainnya yang terdapat di ADC-UF IPB. Menganalisis pengaruh kemitraan yang terjalin antara petani kecil dengan ADC-UF IPB terhadap produktivitas sayuran organik yang dihasilkan.
DAFTAR PUSTAKA [AOI] Aliansi Organis Indonesia. 2011. Statistik Pertanian Organik Indonesia 2010. Bogor: Aliansi Organis Indonesia. [BPS] Badan Pusat Statistika Indonesia. 2011. Perkembangan Beberapa Indikator Utama Sosial-Ekonomi Indonesia. Jakarta: BPS Indonesia. [BPS] Badan Pusat Statistika Indonesia. 2011. Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Berlaku 2006-2010. Jakarta: BPS Indonesia. Cher AP. 2011. Analisis Risiko Produksi Sayuran Organik pada PT Masada Organik di Bogor, Jawa Barat (Skripsi). Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Darmawi H. 2004. Manajemen Risiko. Jakarta: Bumi Aksara. Darmawi H. 2006. Manajemen Risiko. Jakarta: Bumi Aksara. Darmawi H. 2010. Manajemen Risiko. Jakarta: Bumi Aksara. Elton EJ, Gruber MJ. 1995. Modern Portfolio Theory and Investment Analysis. Ed ke-5. New York: John Wiley & Sons, Inc. Fahmi I. 2010. Manajemen Risiko: Teori, Kasus, dan Solusi. Bandung: Alfabeta. Harwood J, Helfner R, Coble K, Perry J, Somwaru A. 1992. Managing Risk in Farming Concept, Research, and Analysis. Agricultural Economic Report no. 774. US Department of Agriculture. Jamilah, M. 2010. Analisis Risiko Produksi Wortel dan Bawang Daun di Kawasan Agropolitan Cianjur, Jawa Barat (Skripsi). Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Kountur R. 2004. Manajemen Risiko Operasional: Memahami Cara Mengelola Risiko Operasional Perusahaan. Penerbit PPM. Jakarta. [MAPORINA] Masyarakat Pertanian Organik Indonesia. 2006. Menghantarkan Indonesia Menjadi Produsen Organik Terkemuka. Jakarta: Maporina. Pusdatin. 2012. Produk Domestik Bruto Hortikultura Atas Dasar Harga Berlaku 2007 – 2010. Jakarta: Departemen Pertanian. Rubatzky VE dan Yamaguchi M. 1999. Sayuran Dunia 3: Prinsip, Produksi, dan Gizi, Edisi Kedua. Bandung: Institut Teknologi Bandung. Sembiring L. 2010. Analisis Risiko Produksi Sayuran Organik pada The Pinewood Organic Farm di Kabupaten Bogor, Jawa Barat (Skripsi). Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Siahaan H. 2009. Manajemen Risiko pada Perusahaan dan Birokrasi. Jakarta: Elex Media
70 Soekartawi. 2005. Prinsip Dasar Komunikasi Pertanian. Jakarta: Universitas Indonesia. Sulaeman D. 2008. Mengenal Sistem Pertanian Organik. Jakarta: Deptan. Suratiyah K. 2008. Ilmu Usahatani. Jakarta: Swadaya. [SUSENAS] Survey Sosial Ekonomi Nasional. 2011. Statistik Makro Sektor Pertanian 2010. Jakarta: Kementan. Susila AD. 2006. Panduan Budidaya Tanaman Sayuran. Bogor. Departemen Agronomi dan Hortikultura. Institut Pertanian Bogor. Sutanto R. 2002. Penerapan Pertanian Organik. Yogyakarta: Kanisius. Taringan PES. 2009. Analisis Risiko Produksi Sayuran Organik pada Permata Hati Organic Farm di Bogor, Jawa Barat (Skripsi). Bogor. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Utami DA. 2009. Analisis Risiko Produksi dan Perilaku Penawaran Bawang Merah di Kabupaten Brebes (Skripsi). Bogor. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Winangun W. 2005. Membangun Karakter Petani Organik Sukses Dalam Era Globalisasi. Yogyakarta: Kanisius.
71
LAMPIRAN
72 Lampiran 1 Produktivitas bayam hijau organik (Juni 2011-Juni 2012)
n
1
2
Bulan
Jumlah benih (Kg)
Jun
0.1
Luas lahan yang digunakan
Jumlah Produksi (kg)
Luas Lahan (m²)
Produktivitas (kg/m²)
Total Jumlah Produksi (kg)
Total Luas Lahan (m²)
Kejadian
910.35
971.50
10
1335.53
1164.00
12
Luas total lahan (m²)
Luas bedeng (m²)
Jumlah Bedeng
Lebar Jalan (m²)
Jumlah jalan
3000
10
3
0.5
2
39.26
31.00
1.27
Jul
0.1
10
3
0.5
2
10.92
31.00
0.35
Ags
0
0
0
0
0
0
-
-
Sep
0.1
10
3
0.5
2
39.26
31.00
1.27
Okt
0
0
0
0
0
0
-
-
Nov
0.5
10
15
0.5
14
140.4
157.00
0.89
Des
0.5
10
15
0.5
14
136.8
157.00
0.87
Jan
0.7
10
21
0.5
20
217
220.00
0.99
Feb
0
0
0
0
0
0
-
-
Mar
0.1
10
3
0.5
2
10.66
31.00
0.34
Apr
0.4
10
12
0.5
11
125.6
125.50
1.00
Mei
0.3
10
9
0.5
8
95.68
94.00
1.02
Jun Jun
0.3
10
9
0.5
8
94.77
94.00
1.01
6
4
0.5
3
12.48
25.50
0.49
Jul
0.2
6
8
0.5
7
54.34
51.50
1.06
Ags
0.2
6
8
0.5
7
73.84
51.50
1.43
Sep
0.5
6
20
0.5
19
158.21
129.50
1.22
Okt
0.9
6
36
0.5
35
277.68
233.50
1.19
Nov
0.5
6
20
0.5
19
160.94
129.50
1.24
0.1
750
73
3
4
Des
0
0
0
0
0
0
-
-
Jan
0.3
6
12
0.5
11
88.7
77.50
1.14
Feb
0.4
6
16
0.5
15
107.64
103.50
1.04
Mar
0.2
6
8
0.5
7
61.36
51.50
1.19
Apr
0.2
6
8
0.5
7
61.75
51.50
1.20
Mei
0.3
6
12
0.5
11
81.12
77.50
1.05
Jun Jun
0.7
6
28
0.5
27
197.47
181.50
1.09
20
2
0.5
1
16.9
40.50
0.42
Jul
0.6
20
12
0.5
11
189.5
245.50
0.77
Ags
0.6
20
12
0.5
11
225.42
245.50
0.92
Sep
0.4
20
8
0.5
7
135.72
163.50
0.83
Okt
0.9
20
18
0.5
17
265.46
368.50
0.72
Nov
0.4
20
8
0.5
7
134.16
163.50
0.82
Des
0.4
20
8
0.5
7
124.8
163.50
0.76
Jan
0.1
20
2
0.5
1
39.5
40.50
0.98
Feb
0.5
20
10
0.5
9
169.52
204.50
0.83
Mar
0
0
0
0
0
0
-
-
Apr
0.5
20
10
0.5
9
152.1
204.50
0.74
Mei
0
0
0
0
0
0
-
-
Jun Jun
0.5
20
10
0.5
9
163.41
204.50
0.80
12
4
0.5
3
55.77
49.50
1.13
Jul
0.2
12
4
0.5
3
51.74
49.50
1.05
Ags
1.4
12
28
0.5
27
411.97
349.50
1.18
Sep
0.5
12
10
0.5
9
149.63
124.50
1.20
Okt
0.5
12
10
0.5
9
154.18
124.50
1.24
Nov
0.7
12
14
0.5
13
208.91
174.50
1.20
0.1
0.2
2000
1800
1616.49
2044.50
11
2165.12
.818.50
13
74
5
6
Des
0.8
12
16
0.5
15
246.5
199.50
1.24
Jan
0.1
12
2
0.5
1
26.3
24.50
1.07
Feb
0.2
12
4
0.5
3
47.58
49.50
0.96
Mar
0.7
12
14
0.5
13
225.94
174.50
1.29
Apr
0.4
12
8
0.5
7
122.5
99.50
1.23
Mei
0.9
12
18
0.5
17
267.8
224.50
1.19
Jun Jun
0.7
12
14
0.5
13
196.3
174.50
1.12
0
0
0
0
0
-
-
Jul
0.1
8
3
0.5
2
35.62
25.00
1.42
Ags
0.1
8
3
0.5
2
5.98
25.00
0.24
Sep
0.1
8
3
0.5
2
18.64
25.00
0.75
Okt
0.2
8
6
0.5
5
72.8
50.50
1.44
Nov
0.1
8
3
0.5
2
18.98
25.00
0.76
Des
0.1
8
3
0.5
2
26.26
25.00
1.05
Jan
0.2
8
6
0.5
5
55.4
50.50
1.10
Feb
0.2
8
6
0.5
5
57.46
50.50
1.14
Mar
0.1
8
3
0.5
2
2.6
25.00
0.10
Apr
0
0
0
0
0
0
-
-
Mei
0
0
0
0
0
0
-
-
Jun Jun
0.3
8
9
0.5
8
76.96
76.00
1.01
11
6
0.5
5
72.28
68.50
1.06
Jul
0.3
11
9
0.5
8
83.72
103.00
0.81
Ags
1.6
11
48
0.5
47
495.04
551.50
0.90
Sep
0.7
11
21
0.5
20
219.44
241.00
0.91
Okt
0.6
11
18
0.5
17
179.14
206.50
0.87
Nov
0.9
11
27
0.5
26
260.52
310.00
0.84
0
0.2
1500
1600
370.7
377.50
10
2540.33
2926.50
12
75
7
8
Des
0.9
11
27
0.5
26
279.2
310.00
0.90
Jan
0.8
11
24
0.5
23
233
275.50
0.85
Feb
0
0
0
0
0
0
-
-
Mar
0.7
11
21
0.5
20
209.82
241.00
0.87
Apr
0.1
11
3
0.5
2
7.02
34.00
0.21
Mei
1.4
11
42
0.5
41
416.91
482.50
0.86
Jun Jun
0.3
11
9
0.5
8
84.24
103.00
0.82
0
0
0
0
0
-
-
Jul
0
0
0
0
0
0
-
-
Ags
0.1
15
2
0.5
1
2.6
30.50
0.09
Sep
0.1
15
2
0.5
1
35.36
30.50
1.16
Okt
0.1
15
2
0.5
1
27.82
30.50
0.91
Nov
0
0
0
0
0
0
-
-
Des
0.1
15
2
0.5
1
15.47
30.50
0.51
Jan
0.1
15
2
0.5
1
42.1
30.50
1.38
Feb
0.3
15
6
0.5
5
86.32
92.50
0.93
Mar
0.1
15
2
0.5
1
39.78
30.50
1.30
Apr
0.1
15
2
0.5
1
26.52
30.50
0.87
Mei
0.3
15
6
0.5
5
86.06
92.50
0.93
Jun Jun
0.6
15
12
0.5
11
185.64
185.50
1.00
0.4
10
12
0.5
11
106.08
125.50
0.85
Jul
1.4
10
42
0.5
41
415.7
440.50
0.94
Ags
2.3
10
69
0.5
68
695.37
724.00
0.96
Sep
1.9
10
57
0.5
56
580.84
598.00
0.97
Okt
2.4
10
72
0.5
71
722.93
755.50
0.96
Nov
1.7
10
51
0.5
50
506.09
535.00
0.95
0
3000
547.67
584.00
10
4978.73
5222.50
13
76
9
10
Des
0.7
10
21
0.5
20
211.1
220.00
0.96
Jan
0.4
10
12
0.5
11
123
125.50
0.98
Feb
0.8
10
24
0.5
23
230.1
251.50
0.91
Mar
1
10
30
0.5
29
291.2
314.50
0.93
Apr
0.5
10
15
0.5
14
163.7
157.00
1.04
Mei
1.7
10
51
0.5
50
510.77
535.00
0.95
Jun Jun
1.4
10
42
0.5
41
421.85
440.50
0.96
0
0
0
0
0
-
-
Jul
0
0
0
0
0
0
-
-
Ags
0
0
0
0
0
0
-
-
Sep
0.2
10
6
0.5
5
50.18
62.50
0.80
Okt
0.1
10
3
0.5
2
15.43
31.00
0.50
Nov
0
0
0
0
0
0
-
-
Des
0
0
0
0
0
0
-
-
Jan
0
0
0
0
0
0
-
-
Feb
0.1
10
3
0.5
2
26
31.00
0.84
Mar
0.1
10
3
0.5
2
14.82
31.00
0.48
Apr
0.1
10
3
0.5
2
35.62
31.00
1.15
Mei
0.1
10
3
0.5
2
44.98
31.00
1.45
Jun Jun
0.1
10
3
0.5
2
28.6
31.00
0.92
0.3
15
6
0.5
5
95.68
92.50
1.03
Jul
0.1
15
2
0.5
1
41.34
30.50
1.36
Ags
0.4
15
8
0.5
7
134.42
123.50
1.09
Sep
0
0
0
0
0
0
-
-
Okt
0.5
15
10
0.5
9
143.52
154.50
0.93
Nov
0
0
0
0
0
0
-
-
0
2500
215.63
248.50
7
1111.67
1112.50
7
77
11
12
Des
0
0
0
0
0
0
-
-
Jan
0.1
15
2
0.5
1
30.2
30.50
0.99
Feb
0.4
15
8
0.5
7
128.96
123.50
1.04
Mar
1.8
15
36
0.5
35
537.55
557.50
0.96
Apr
0
0
0
0
0
0
-
-
Mei
0
0
0
0
0
0
-
-
Jun Jun
0
0
0
0
0
0
-
-
0.8
15
16
0.5
15
236.99
247.50
0.96
Jul
0.2
15
4
0.5
3
78.26
61.50
1.27
Ags
0.4
15
8
0.5
7
134.42
123.50
1.09
Sep
0.6
15
12
0.5
11
182.52
185.50
0.98
Okt
1.1
15
22
0.5
21
323.7
340.50
0.95
Nov
0.1
15
2
0.5
1
20.28
30.50
0.66
Des
0.2
15
4
0.5
3
74.75
61.50
1.22
Jan
0
0
0
0
0
0
-
-
Feb
0.9
15
18
0.5
17
257.4
278.50
0.92
Mar
0.4
15
8
0.5
7
124.28
123.50
1.01
Apr
0.4
15
8
0.5
7
116
123.50
0.94
Mei
0.5
15
10
0.5
9
164.45
154.50
1.06
Jun Jun
0.1
15
2
0.5
1
27.3
30.50
0.90
6
4
0.5
3
38.48
25.50
1.51
Jul
0
0
0
0
0
0
-
-
Ags
0.4
6
16
0.5
15
108.68
103.50
1.05
Sep
0.2
6
8
0.5
7
48.36
51.50
0.94
Okt
0.2
6
8
0.5
7
45.89
51.50
0.89
Nov
0.2
6
8
0.5
7
58.5
51.50
1.14
0.1
1500
1740.35
1761.00
12
579.89
592.50
11
78
13
Des
0.1
6
4
0.5
3
4.68
25.50
0.18
Jan
0.1
6
4
0.5
3
28.3
25.50
1.11
Feb
0.1
6
4
0.5
3
6.24
25.50
0.24
Mar
0.4
6
16
0.5
15
109.2
103.50
1.06
Apr
0
0
0
0
0
0
-
-
Mei
0.4
6
16
0.5
15
117.78
103.50
1.14
Jun Jun
0.1
6
4
0.5
3
13.78
25.50
0.54
0
0
0
0
0
-
-
Jul
0.1
15
2
0.5
1
16.64
30.50
0.55
Ags
0.3
15
6
0.5
5
78.26
92.50
0.85
Sep
0.1
15
2
0.5
1
37.96
30.50
1.24
Okt
0.4
15
8
0.5
7
112.84
123.50
0.91
Nov
0.2
15
4
0.5
3
68.64
61.50
1.12
Des
0.2
15
4
0.5
3
55.12
61.50
0.90
Jan
0.1
15
2
0.5
1
7.28
30.50
0.24
Feb
0
0
0
0
0
0
-
-
Mar
0
0
0
0
0
0
-
-
Apr
0
0
0
0
0
0
-
-
Mei
0
0
0
0
0
0
-
-
Jun
0.4
15
8
0.5
7
121.16
123.50
0.98
0
10000
TOTAL KEJADIAN
554.00
554.00
8
136
79 Lampiran 2 Produktivitas kangkung organik (Juni 2011-Juni 2012) Luas lahan yang digunakan Jumlah jalan
Jumlah Produksi (Kg)
Luas Lahan Yang digunakan (m²)
Produktivitas (kg/m²)
0.5
2
33.05
31.00
1.07
n
Bulan
Jumlah benih (Kg)
1
Jun
1
Jul
1
10
3
0.5
2
31.42
31.00
1.01
Ags
0
0
0
0
0
0
-
-
Sep
4
10
12
0.5
11
195.432
125.50
1.56
Okt
0
0
0
0
0
0
-
-
Nov
3
10
9
0.5
8
116.484
94.00
1.24
Des
0
0
0
0
0
0
-
-
Jan
7
10
21
0.5
20
313.65
220.00
1.43
Feb
2
10
6
0.5
5
92.656
62.50
1.48
Mar
3
10
9
0.5
8
130.76
94.00
1.39
Apr
6
10
18
0.5
17
252.96
188.50
1.34
Mei
5
10
15
0.5
14
237.966
157.00
1.52
Jun Jun
4 1
10
12
0.5
11
178.602
125.50
1.42
6
4
0.5
3
37.13
25.50
1.46
Jul
0
0
0
0
0
0
-
-
Ags
1
6
4
0.5
3
44.676
25.50
1.75
Sep
3
6
12
0.5
11
146.472
77.50
1.89
Okt
2
6
8
0.5
7
55.692
51.50
1.08
Nov
3
6
12
0.5
11
120.564
77.50
1.56
Des
2
6
8
0.5
7
66.71
51.50
1.30
Jan
2
6
8
0.5
7
57.936
51.50
1.12
2
Luas total lahan (m²) 3000
750
Luas bedeng (m²)
Jumlah Bedeng
Lebar Jalan (m²)
10
3
Total Jumlah Produksi (Kg) 1582.98
Total Luas Lahan (m²)
Kejadian
1129.00
10
792.34
566.50
11
80
3
4
Feb
0
0
0
0
0
0
-
-
Mar
2
6
8
0.5
7
58.344
51.50
1.13
Apr
2
6
8
0.5
7
56.916
51.50
1.11
Mei
1
6
4
0.5
3
17.544
25.50
0.69
Jun Jun
3 1
6
12
0.5
11
130.356
77.50
1.68
10
3
0.5
2
41.62
31.00
1.34
Jul
0
0
0
0
0
0
-
-
Ags
4
10
12
0.5
11
150.552
125.50
1.20
Sep
0
0
0
0
0
0
-
-
Okt
1
10
3
0.5
2
36.312
31.00
1.17
Nov
0
0
0
0
0
0
-
-
Des
2
10
6
0.5
5
58.55
62.50
0.94
Jan
2
10
6
0.5
5
92.412
62.50
1.48
Feb
1
10
3
0.5
2
22.848
31.00
0.74
Mar
1
10
3
0.5
2
24.072
31.00
0.78
Apr
2
10
6
0.5
5
74.868
62.50
1.20
Mei
3
10
9
0.5
8
112.71
94.00
1.20
Jun Jun
2
10
6
0.5
5
97.308
62.50
1.56
0
0
0
0
0
-
-
Jul
0
0
0
0
0
0
-
-
Ags
1
20
2
0.5
1
37.536
40.50
0.93
Sep
1
20
2
0.5
1
27.54
40.50
0.68
Okt
1
20
2
0.5
1
45.696
40.50
1.13
Nov
2
20
4
0.5
3
80.58
81.50
0.99
Des
2
20
4
0.5
3
88.13
81.50
1.08
Jan
3
20
6
0.5
5
123.62
122.50
1.01
0
2000
2000
711.252
593.50
10
582.824
549.00
9
81
5
6
Feb
2
20
4
0.5
3
109.75
81.50
1.35
Mar
0.5
20
1
0
0
7.956
20.00
0.40
Apr
0
0
0
0
0
0
-
-
Mei
0
0
0
0
0
0
-
-
Jun Jun
1
20
2
0.5
1
62.016
40.50
1.53
12
6
0.5
5
111
74.50
1.49
Jul
2
12
4
0.5
3
90.37
49.50
1.83
Ags
9
12
18
0.5
17
406.98
224.50
1.81
Sep
3
12
6
0.5
5
112.404
74.50
1.51
Okt
5
12
10
0.5
9
202.368
124.50
1.63
Nov
4
12
8
0.5
7
141.372
99.50
1.42
Des
4
12
8
0.5
7
172.2
99.50
1.73
Jan
1
12
2
0.5
1
24.378
24.50
1.00
Feb
5
12
10
0.5
9
226.64
124.50
1.82
Mar
6
12
12
0.5
11
267.04
149.50
1.79
Apr
4
12
8
0.5
7
155.24
99.50
1.56
Mei
4
12
8
0.5
7
162.384
99.50
1.63
Jun Jun
2
12
4
0.5
3
97.716
49.50
1.97
8
3
0.5
2
19.79
25.00
0.79
Jul
0
0
0
0
0
0
-
-
Ags
1
8
3
0.5
2
45.9
25.00
1.84
Sep
2
8
6
0.5
5
82.62
50.50
1.64
Okt
4
8
12
0.5
11
175.644
101.50
1.73
Nov
4
8
12
0.5
11
144.738
101.50
1.43
Des
3
8
9
0.5
8
106.6
76.00
1.40
Jan
3
8
9
0.5
8
125.36
76.00
1.65
3
1
1800
1500
2170.092
1293.50
13
932.396
644.50
12
82
7
8
Feb
2
8
6
0.5
5
52.02
50.50
1.03
Mar
1
8
3
0.5
2
20.604
25.00
0.82
Apr
0.5
8
1.5
0.5
1
15.504
12.50
1.24
Mei
3
8
9
0.5
8
109.344
76.00
1.44
Jun Jun
1
8
3
0.5
2
34.272
25.00
1.37
0
0
0
0
0
-
-
Jul
0
0
0
0
0
0
-
-
Ags
5
11
15
0.5
14
216.444
172.00
1.26
Sep
4
11
12
0.5
11
177.888
137.50
1.29
Okt
4
11
12
0.5
11
204.306
137.50
1.49
Nov
6
11
18
0.5
17
293.25
206.50
1.42
Des
3
11
9
0.5
8
151.7
103.00
1.47
Jan
3
11
9
0.5
8
123.11
103.00
1.20
Feb
3
11
9
0.5
8
143.62
103.00
1.39
Mar
3
11
9
0.5
8
144.43
103.00
1.40
Apr
1
11
3
0.5
2
62.22
34.00
1.83
Mei
7
11
21
0.5
20
325.788
241.00
1.35
Jun Jun
4
11
12
0.5
11
165.444
137.50
1.20
0
0
0
0
0
-
-
Jul
1
15
2
0.5
1
61
30.50
2.00
Ags
1
15
2
0.5
1
48.144
30.50
1.58
Sep
2
15
4
0.5
3
70.584
61.50
1.15
Okt
2
15
4
0.5
3
90.372
61.50
1.47
Nov
0
0
0
0
0
0
-
-
Des
1
15
2
0.5
1
44.88
30.50
1.47
Jan
1
15
2
0.5
1
59.262
30.50
1.94
0
0
1600
3000
2008.2
1478.00
11
756.538
521.50
11
83
9
10
Feb
2
15
4
0.5
3
69.768
61.50
1.13
Mar
1
15
2
0.5
1
44.88
30.50
1.47
Apr
1
15
2
0.5
1
54.468
30.50
1.79
Mei
2
15
4
0.5
3
77.112
61.50
1.25
Jun Jun
3
15
6
0.5
5
136.068
92.50
1.47
0
0
0
0
0
0
-
-
Jul
1
10
3
0.5
2
41.82
31.00
1.35
Ags
1
10
3
0.5
2
48.756
31.00
1.57
Sep
2
10
6
0.5
5
100.98
62.50
1.62
Okt
1
10
3
0.5
2
57.324
31.00
1.85
Nov
2
10
6
0.5
5
96.696
62.50
1.55
Des
2
10
6
0.5
5
65.48
62.50
1.05
Jan
3
10
9
0.5
8
119.34
94.00
1.27
Feb
1
10
3
0.5
2
27.744
31.00
0.89
Mar
2
10
6
0.5
5
97.614
62.50
1.56
Apr
2
10
6
0.5
5
107.81
62.50
1.72
Mei
2
10
6
0.5
5
93.024
62.50
1.49
Jun Jun
1
10
3
0.5
2
33.558
31.00
1.08
4
15
8
0.5
7
192.5
123.50
1.56
Jul
5
15
10
0.5
9
241.9
154.50
1.57
Ags
14
15
28
0.5
27
665.448
433.50
1.54
Sep
8
15
14
0.5
13
371.178
216.50
1.71
Okt
6
15
12
0.5
11
283.356
185.50
1.53
Nov
4
15
8
0.5
7
176.664
123.50
1.43
Des
4
15
8
0.5
7
157.4
123.50
1.27
Jan
2
15
4
0.5
3
72.573
61.50
1.18
890.146
624.00
12
3134.821
2038.00
13
84
11
12
Feb
7
15
14
0.5
13
314.47
216.50
1.45
Mar
4
15
8
0.5
2
197.88
121.00
1.64
Apr
3
15
6
0.5
7
157.9
93.50
1.69
Mei
4
15
8
0.5
7
205.836
123.50
1.67
Jun Jun
2
15
4
0.5
3
97.716
61.50
1.59
0
0
0
0
0
-
-
Jul
0
0
0
0
0
0
-
-
Ags
0
0
0
0
0
0
-
-
Sep
1
6
4
0.5
3
45.9
25.50
1.80
Okt
1
6
4
0.5
3
17.136
25.50
0.67
Nov
2
6
8
0.5
7
53.448
51.50
1.04
Des
1
6
4
0.5
3
17.14
25.50
0.67
Jan
2
6
8
0.5
7
68.748
51.50
1.33
Feb
1
6
4
0.5
3
19.992
25.50
0.78
Mar
2
6
8
0.5
7
63.036
51.50
1.22
Apr
1
6
4
0.5
3
52.836
25.50
2.07
Mei
4
6
16
0.5
15
171.972
103.50
1.66
Jun Jun
2
6
8
0.5
7
80.07
51.50
1.55
0
0
0
0
0
-
-
Jul
1
15
2
0.5
1
44.88
30.50
1.47
Ags
3
15
6
0.5
5
135.864
92.50
1.47
Sep
3
15
6
0.5
5
138.312
92.50
1.50
Okt
0.5
15
1
0.5
0
14.076
15.00
0.94
Nov
1
15
2
0.5
1
21.012
30.50
0.69
Des
1
15
2
0.5
1
26.32
30.50
0.86
Jan
4
15
8
0.5
7
209.2
123.50
1.69
0
0
1500
10000
590.278
437.00
10
755.924
538.50
8
85 Feb
0
0
0
0
0
0
-
-
Mar
0
0
0
0
0
0
-
-
Apr
0
0
0
0
0
0
-
-
Mei
0
0
0
0
0
0
-
-
Jun
4
15
8
0.5
7
166.26
123.50
1.35
TOTAL KEJADIAN
130
86 Lampiran 3 Perhitungan risiko pada kegiatan spesialisasi bayam hijau organik
No Responden
1
2
3
4
N (Kejadian)
Urutan
Produktivitas
Peluang
ER
Variance
1
1
1.27
0.0074
0.00933824
0.00077806
2
2
0.35
0.0074
0.00257353
0.00260055
3
3
1.27
0.0074
0.00933824
0.00077806
4
4
0.89
0.0074
0.00654412
2.2005E-05
5
5
0.87
0.0074
0.00639706
4.1037E-05
6
6
0.99
0.0074
0.00727941
1.5085E-05
7
7
0.34
0.0074
0.0025
0.00268874
8
8
1
0.0074
0.00735294
2.2481E-05
9
9
1.02
0.0074
0.0075
4.1685E-05
10
10
1.01
0.0074
0.00742647
3.1348E-05
1
11
0.49
0.0074
0.00360294
0.00152028
2
12
1.06
0.0074
0.00779412
9.7741E-05
3
13
1.43
0.0074
0.01051471
0.00173169
4
14
1.22
0.0074
0.00897059
0.00055726
5
15
1.19
0.0074
0.00875
0.00044242
6
16
1.24
0.0074
0.00911765
0.00064117
7
17
1.14
0.0074
0.00838235
0.00028044
8
18
1.04
0.0074
0.00764706
6.6772E-05
9
19
1.19
0.0074
0.00875
0.00044242
10
20
1.2
0.0074
0.00882353
0.00047923
11
21
1.05
0.0074
0.00772059
8.1521E-05
12
22
1.09
0.0074
0.00801471
0.00015522
1
23
0.42
0.0074
0.00308824
0.00202438
2
24
0.77
0.0074
0.00566176
0.00022443
3
25
0.92
0.0074
0.00676471
4.4881E-06
4
26
0.83
0.0074
0.00610294
9.6746E-05
5
27
0.72
0.0074
0.00529412
0.00037127
6
28
0.82
0.0074
0.00602941
0.00011435
7
29
0.76
0.0074
0.00558824
0.00025085
8
30
0.98
0.0074
0.00720588
9.1594E-06
9
31
0.83
0.0074
0.00610294
9.6746E-05
10
32
0.74
0.0074
0.00544118
0.00030812
11
33
0.8
0.0074
0.00588235
0.00015397
1
34
1.13
0.0074
0.00830882
0.00025246
2
35
1.05
0.0074
0.00772059
8.1521E-05
3
36
1.18
0.0074
0.00867647
0.00040708
87
5
6
7
4
37
1.2
0.0074
0.00882353
0.00047923
5
38
1.24
0.0074
0.00911765
0.00064117
6
39
1.2
0.0074
0.00882353
0.00047923
7
40
1.24
0.0074
0.00911765
0.00064117
8
41
1.07
0.0074
0.00786765
0.00011543
9
42
0.96
0.0074
0.00705882
1.7199E-06
10
43
1.29
0.0074
0.00948529
0.00087668
11
44
1.23
0.0074
0.00904412
0.00059848
12
45
1.19
0.0074
0.00875
0.00044242
13
46
1.12
0.0074
0.00823529
0.00022594
1
47
1.42
0.0074
0.01044118
0.00166106
2
48
0.24
0.0074
0.00176471
0.00365155
3
49
0.75
0.0074
0.00551471
0.00027875
4
50
1.44
0.0074
0.01058824
0.0018038
5
51
0.76
0.0074
0.00558824
0.00025085
6
52
1.05
0.0074
0.00772059
8.1521E-05
7
53
1.1
0.0074
0.00808824
0.00017733
8
54
1.14
0.0074
0.00838235
0.00028044
9
55
0.1
0.0074
0.00073529
0.00524653
10
56
1.01
0.0074
0.00742647
3.1348E-05
1
57
1.06
0.0074
0.00779412
9.7741E-05
2
58
0.81
0.0074
0.00595588
0.00013342
3
59
0.9
0.0074
0.00661765
1.4696E-05
4
60
0.91
0.0074
0.00669118
8.8566E-06
5
61
0.87
0.0074
0.00639706
4.1037E-05
6
62
0.84
0.0074
0.00617647
8.0613E-05
7
63
0.9
0.0074
0.00661765
1.4696E-05
8
64
0.85
0.0074
0.00625
6.595E-05
9
65
0.87
0.0074
0.00639706
4.1037E-05
10
66
0.21
0.0074
0.00154412
0.00396906
11
67
0.86
0.0074
0.00632353
5.2758E-05
12
68
0.82
0.0074
0.00602941
0.00011435
1
69
0.09
0.0074
0.00066176
0.00537149
2
70
1.16
0.0074
0.00852941
0.00034082
3
71
0.91
0.0074
0.00669118
8.8566E-06
4
72
0.51
0.0074
0.00375
0.00138948
5
73
1.38
0.0074
0.01014706
0.00139324
6
74
0.93
0.0074
0.00683824
1.5902E-06
7
75
1.3
0.0074
0.00955882
0.00092819
8
76
0.87
0.0074
0.00639706
4.1037E-05
9
77
0.93
0.0074
0.00683824
1.5902E-06
88
8
9
10
11
12
10
78
1
0.0074
0.00735294
2.2481E-05
1
79
0.85
0.0074
0.00625
6.595E-05
2
80
0.94
0.0074
0.00691176
1.6283E-07
3
81
0.96
0.0074
0.00705882
1.7199E-06
4
82
0.97
0.0074
0.00713235
4.7044E-06
5
83
0.96
0.0074
0.00705882
1.7199E-06
6
84
0.95
0.0074
0.00698529
2.0609E-07
7
85
0.96
0.0074
0.00705882
1.7199E-06
8
86
0.98
0.0074
0.00720588
9.1594E-06
9
87
0.91
0.0074
0.00669118
8.8566E-06
10
88
0.93
0.0074
0.00683824
1.5902E-06
11
89
1.04
0.0074
0.00764706
6.6772E-05
12
90
0.95
0.0074
0.00698529
2.0609E-07
13
91
0.96
0.0074
0.00705882
1.7199E-06
1
92
0.8
0.0074
0.00588235
0.00015397
2
93
0.5
0.0074
0.00367647
0.00145414
3
94
0.84
0.0074
0.00617647
8.0613E-05
4
95
0.48
0.0074
0.00352941
0.00158788
5
96
1.15
0.0074
0.00845588
0.00030989
6
97
1.45
0.0074
0.01066176
0.00187737
7
98
0.92
0.0074
0.00676471
4.4881E-06
1
99
1.03
0.0074
0.00757353
5.3493E-05
2
100
1.36
0.0074
0.01
0.00126816
3
101
1.09
0.0074
0.00801471
0.00015522
4
102
0.93
0.0074
0.00683824
1.5902E-06
5
103
0.99
0.0074
0.00727941
1.5085E-05
6
104
1.04
0.0074
0.00764706
6.6772E-05
7
105
0.96
0.0074
0.00705882
1.7199E-06
1
106
0.96
0.0074
0.00705882
1.7199E-06
2
107
1.27
0.0074
0.00933824
0.00077806
3
108
1.09
0.0074
0.00801471
0.00015522
4
109
0.98
0.0074
0.00720588
9.1594E-06
5
110
0.95
0.0074
0.00698529
2.0609E-07
6
111
0.66
0.0074
0.00485294
0.00059601
7
112
1.22
0.0074
0.00897059
0.00055726
8
113
0.92
0.0074
0.00676471
4.4881E-06
9
114
1.01
0.0074
0.00742647
3.1348E-05
10
115
0.94
0.0074
0.00691176
1.6283E-07
11
116
1.06
0.0074
0.00779412
9.7741E-05
12
117
0.9
0.0074
0.00661765
1.4696E-05
1
118
1.51
0.0074
0.01110294
0.00234969
89
13
2
119
1.05
0.0074
0.00772059
8.1521E-05
3
120
0.94
0.0074
0.00691176
1.6283E-07
4
121
0.89
0.0074
0.00654412
2.2005E-05
5
122
1.14
0.0074
0.00838235
0.00028044
6
123
0.18
0.0074
0.00132353
0.00429982
7
124
1.11
0.0074
0.00816176
0.0002009
8
125
0.24
0.0074
0.00176471
0.00365155
9
126
1.06
0.0074
0.00779412
9.7741E-05
10
127
1.14
0.0074
0.00838235
0.00028044
11
128
0.54
0.0074
0.00397059
0.00120432
1
129
0.55
0.0074
0.00404412
0.00114553
2
130
0.85
0.0074
0.00625
6.595E-05
3
131
1.24
0.0074
0.00911765
0.00064117
4
132
0.91
0.0074
0.00669118
8.8566E-06
5
133
1.12
0.0074
0.00823529
0.00022594
6
134
0.9
0.0074
0.00661765
1.4696E-05
7
135
0.24
0.0074
0.00176471
0.00365155
8
136
0.98
0.0074
0.00720588
9.1594E-06
0.94470588
0.0776808
TOTAL
128.48
ER
0.944705882
VAR
0.077680796
STD
0.278712748
CV
0.295025947
90
Lampiran 4 Perhitungan risiko pada kegiatan spesialisasi kangkung organik No Responden
1
2
3
4
N (Kejadian)
Urutan
Produktivitas
Peluang
ER
Variance
1
1
1.07
0.0077
0.0082308
0.00069302
2
2
1.01
0.0077
0.0077692
0.00099778
3
3
1.56
0.0077
0.012
0.00027724
4
4
1.24
0.0077
0.0095385
0.00013031
5
5
1.43
0.0077
0.011
2.755E-05
6
6
1.48
0.0077
0.0113846
9.2817E-05
7
7
1.39
0.0077
0.0106923
3.0298E-06
8
8
1.34
0.0077
0.0103077
6.9943E-06
9
9
1.52
0.0077
0.0116923
0.00017272
10
10
1.42
0.0077
0.0109231
1.9113E-05
1
11
1.46
0.0077
0.0112308
6.2095E-05
2
12
1.75
0.0077
0.0134615
0.00110987
3
13
1.89
0.0077
0.0145385
0.00207877
4
14
1.08
0.0077
0.0083077
0.00064761
5
15
1.56
0.0077
0.012
0.00027724
6
16
1.3
0.0077
0.01
3.7858E-05
7
17
1.12
0.0077
0.0086154
0.00048136
8
18
1.13
0.0077
0.0086923
0.00044365
9
19
1.11
0.0077
0.0085385
0.00052062
10
20
0.69
0.0077
0.0053077
0.00355853
11
21
1.68
0.0077
0.0129231
0.0007385
1
22
1.34
0.0077
0.0103077
6.9943E-06
2
23
1.2
0.0077
0.0092308
0.00022271
3
24
1.17
0.0077
0.009
0.00030817
4
25
0.94
0.0077
0.0072308
0.00142333
5
26
1.48
0.0077
0.0113846
9.2817E-05
6
27
0.74
0.0077
0.0056923
0.00305457
7
28
0.78
0.0077
0.006
0.00267909
8
29
1.2
0.0077
0.0092308
0.00022271
9
30
1.2
0.0077
0.0092308
0.00022271
10
31
1.56
0.0077
0.012
0.00027724
1
32
0.93
0.0077
0.0071538
0.00149027
2
33
0.68
0.0077
0.0052308
0.00366394
3
34
1.13
0.0077
0.0086923
0.00044365
4
35
0.99
0.0077
0.0076154
0.00111167
5
36
1.08
0.0077
0.0083077
0.00064761
6
37
1.01
0.0077
0.0077692
0.00099778
7
38
1.35
0.0077
0.0103846
3.1244E-06
91
5
6
7
8
8
39
0.4
0.0077
0.0030769
0.00723999
9
40
1.53
0.0077
0.0117692
0.00019654
1
41
1.49
0.0077
0.0114615
0.00011049
2
42
1.83
0.0077
0.0140769
0.0016266
3
43
1.81
0.0077
0.0139231
0.00148819
4
44
1.51
0.0077
0.0116154
0.00015044
5
45
1.63
0.0077
0.0125385
0.00051938
6
46
1.42
0.0077
0.0109231
1.9113E-05
7
47
1.73
0.0077
0.0133077
0.00099607
8
48
1
0.0077
0.0076923
0.00105395
9
49
1.82
0.0077
0.014
0.00155663
10
50
1.79
0.0077
0.0137692
0.00135593
11
51
1.56
0.0077
0.012
0.00027724
12
52
1.63
0.0077
0.0125385
0.00051938
13
53
1.97
0.0077
0.0151538
0.00276781
1
54
0.79
0.0077
0.0060769
0.00258907
2
55
1.84
0.0077
0.0141538
0.00169812
3
56
1.64
0.0077
0.0126154
0.00056013
4
57
1.73
0.0077
0.0133077
0.00099607
5
58
1.43
0.0077
0.011
2.755E-05
6
59
1.4
0.0077
0.0107692
6.8523E-06
7
60
1.65
0.0077
0.0126923
0.00060241
8
61
1.03
0.0077
0.0079231
0.00089004
9
62
0.82
0.0077
0.0063077
0.00232823
10
63
1.24
0.0077
0.0095385
0.00013031
11
64
1.44
0.0077
0.0110769
3.7527E-05
12
65
1.37
0.0077
0.0105385
1.8207E-10
1
66
1.26
0.0077
0.0096923
9.3337E-05
2
67
1.29
0.0077
0.0099231
4.942E-05
3
68
1.49
0.0077
0.0114615
0.00011049
4
69
1.42
0.0077
0.0109231
1.9113E-05
5
70
1.47
0.0077
0.0113077
7.6687E-05
6
71
1.2
0.0077
0.0092308
0.00022271
7
72
1.39
0.0077
0.0106923
3.0298E-06
8
73
1.4
0.0077
0.0107692
6.8523E-06
9
74
1.83
0.0077
0.0140769
0.0016266
10
75
1.35
0.0077
0.0103846
3.1244E-06
11
76
1.2
0.0077
0.0092308
0.00022271
1
77
2
0.0077
0.0153846
0.00305159
2
78
1.58
0.0077
0.0121538
0.00033873
3
79
1.15
0.0077
0.0088462
0.00037283
92
9
10
11
4
80
1.47
0.0077
0.0113077
7.6687E-05
5
81
1.47
0.0077
0.0113077
7.6687E-05
6
82
1.94
0.0077
0.0149231
0.00249788
7
83
1.13
0.0077
0.0086923
0.00044365
8
84
1.47
0.0077
0.0113077
7.6687E-05
9
85
1.79
0.0077
0.0137692
0.00135593
10
86
1.25
0.0077
0.0096154
0.00011105
11
87
1.47
0.0077
0.0113077
7.6687E-05
1
88
1.35
0.0077
0.0103846
3.1244E-06
2
89
1.57
0.0077
0.0120769
0.00030722
3
90
1.62
0.0077
0.0124615
0.00048018
4
91
1.85
0.0077
0.0142308
0.00177117
5
92
1.55
0.0077
0.0119231
0.0002488
6
93
1.05
0.0077
0.0080769
0.00078845
7
94
1.27
0.0077
0.0097692
7.716E-05
8
95
0.89
0.0077
0.0068462
0.00177344
9
96
1.56
0.0077
0.012
0.00027724
10
97
1.72
0.0077
0.0132308
0.00094148
11
98
1.49
0.0077
0.0114615
0.00011049
12
99
1.08
0.0077
0.0083077
0.00064761
1
100
1.56
0.0077
0.012
0.00027724
2
101
1.57
0.0077
0.0120769
0.00030722
3
102
1.54
0.0077
0.0118462
0.00022191
4
103
1.71
0.0077
0.0131538
0.00088843
5
104
1.53
0.0077
0.0117692
0.00019654
6
105
1.43
0.0077
0.011
2.755E-05
7
106
1.27
0.0077
0.0097692
7.716E-05
8
107
1.18
0.0077
0.0090769
0.00027814
9
108
1.45
0.0077
0.0111538
4.9042E-05
10
109
1.64
0.0077
0.0126154
0.00056013
11
110
1.69
0.0077
0.013
0.00078694
12
111
1.67
0.0077
0.0128462
0.0006916
13
112
1.59
0.0077
0.0122308
0.00037179
1
113
1.8
0.0077
0.0138462
0.00142129
2
114
0.67
0.0077
0.0051538
0.00377089
3
115
1.04
0.0077
0.008
0.00083847
4
116
0.67
0.0077
0.0051538
0.00377089
5
117
1.33
0.0077
0.0102308
1.2403E-05
6
118
0.78
0.0077
0.006
0.00267909
7
119
1.22
0.0077
0.0093846
0.00017343
8
120
2.07
0.0077
0.0159231
0.00376757
93
12
9
121
1.66
0.0077
0.0127692
0.00064624
10
122
1.55
0.0077
0.0119231
0.0002488
1
123
1.47
0.0077
0.0113077
7.6687E-05
2
124
1.47
0.0077
0.0113077
7.6687E-05
3
125
1.5
0.0077
0.0115385
0.00012969
4
126
0.94
0.0077
0.0072308
0.00142333
5
127
0.69
0.0077
0.0053077
0.00355853
6
128
0.86
0.0077
0.0066154
0.00200198
7
129
1.69
0.0077
0.013
0.00078694
8
130
1.35
0.0077
0.0103846
3.1244E-06
1.370154
0.10744767
TOTAL
178.12
ER
1.37015385
VAR
0.10744767
STD
0.32779211
CV
0.23923745
94 Lampiran 5 Perhitungan risiko pada kegiatan diversifikasi
Kangkung Organik ER VAR STD CV Xb Xb² Covvar Var Portofolio ER portofolio STD portofolio CV portofolio
1.37015 0.10745 0.32779 0.23924 0.5 0.25 0.09136 0.09196 1.15743 0.30325 0.26201
Bayam Hijau Organik ER VAR STD CV Xa Xa²
0.94471 0.07768 0.27871 0.29503 0.5 0.25
95
Luas (ha)
Lampiran 6 Komoditas prganik yang telah disertifikasi tahun 2009
Produk Organik Tersertifikasi Sumber : Aliansi Organis Indonesia (2010)
96 Lampiran 7 Fraksi/ bobot portofolio (%) Komoditi Bayam Hijau Komoditi Kangkung Jumlah Organik/ Bh Organik/ Kg Lahan Luas Luas Kg & Bh n Bulan Lahan n Bulan Lahan / bulan (m²) (m²) (m²) 1 Jun Jun 31 1 31 62 Jul 31 Jul 31 62 Ags 0 Ags 0 0 Sep 31 Sep 125.5 156.5 Okt 0 Okt 0 0 Nov 157 Nov 94 251 Des 157 Des 0 157 Jan 220 Jan 220 440 Feb 0 Feb 62.5 62.5 Mar 31 Mar 94 125 Apr 125.5 Apr 188.5 314 Mei 94 Mei 157 251 Jun 94 Jun 125.5 219.5 2 2 Jun Jun 25.5 25.5 51 Jul 51.5 Jul 0 51.5 Ags 51.5 Ags 25.5 77 Sep 129.5 Sep 77.5 207 Okt 233.5 Okt 51.5 285 Nov 129.5 Nov 77.5 207 Des 0 Des 51.5 51.5 Jan 77.5 Jan 51.5 129 Feb 103.5 Feb 0 103.5 Mar 51.5 Mar 51.5 103 Apr 51.5 Apr 51.5 103 Mei 77.5 Mei 25.5 103 Jun 181.5 Jun 77.5 259 3 4 Jun Jun 40.5 0 40.5 Jul 245.5 Jul 0 245.5 Ags 245.5 Ags 40.5 286 Sep 163.5 Sep 40.5 204 Okt 368.5 Okt 40.5 409 Nov 163.5 Nov 81.5 245 Des 163.5 Des 81.5 245 Jan 40.5 Jan 122.5 163 Feb 204.5 Feb 81.5 286 Mar 0 Mar 20 20
Proporsi
Bh (%) 0.5 0.5
Kg (%) 0.5 0.5
0.19808307 0.80191693 0.62549801 0.37450199 0.5
0.5
0.248 0.752 0.39968153 0.60031847 0.37450199 0.62549801 0.42824601 0.57175399 0.5 0.5 0.66883117 0.62560386 0.81929825 0.62560386
0.33116883 0.37439614 0.18070175 0.37439614
0.60077519 0.39922481 0.5 0.5 0.5 0.5 0.75242718 0.24757282 0.7007722 0.2992278
0.85839161 0.80147059 0.900978 0.66734694 0.66734694 0.24846626 0.71503497
0.14160839 0.19852941 0.099022 0.33265306 0.33265306 0.75153374 0.28496503
97
4
5
6
Apr Mei Jun Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei
204.5 0 204.5 49.5 49.5 349.5 124.5 124.5 174.5 199.5 24.5 49.5 174.5 99.5 224.5 174.5 0 25 25 25 50.5 25 25 50.5 50.5 25 0 0 76 68.5 103 551.5 241 206.5 310 310 275.5 0 241 34 482.5
5
6
7
Apr Mei Jun Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei
0 0 40.5 74.5 49.5 224.5 74.5 124.5 99.5 99.5 24.5 124.5 149.5 99.5 99.5 49.5 25 0 25 50.5 101.5 101.5 76 76 50.5 25 12.5 76 25 0 0 172 137.5 137.5 206.5 103 103 103 103 34 241
204.5 0 245 124 99 574 199 249 274 299 49 174 324 199 324 224 25 25 50 75.5 152 126.5 101 126.5 101 50 12.5 76 101 68.5 103 723.5 378.5 344 516.5 413 378.5 103 344 68 723.5
0.83469388 0.39919355 0.5 0.60888502 0.62562814 0.5 0.63686131 0.66722408 0.5 0.28448276 0.53858025 0.5 0.69290123 0.77901786
0.16530612 0.60080645 0.5 0.39111498 0.37437186 0.5 0.36313869 0.33277592 0.5 0.71551724 0.46141975 0.5 0.30709877 0.22098214
0.5 0.33112583 0.33223684 0.19762846 0.24752475 0.39920949 0.5 0.5
0.5 0.66887417 0.66776316 0.80237154 0.75247525 0.60079051 0.5 0.5
0.75247525 0.24752475
0.76226676 0.63672391 0.6002907 0.60019361 0.75060533 0.72787318
0.23773324 0.36327609 0.3997093 0.39980639 0.24939467 0.27212682
0.7005814 0.2994186 0.5 0.5 0.66689703 0.33310297
98
7
8
11
12
Jun Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jun
103 0 0 30.5 30.5 30.5 0 30.5 30.5 92.5 30.5 30.5 92.5 185.5 125.5 440.5 724 598 755.5 535 220 125.5 251.5 314.5 157 535 440.5 247.5 61.5 123.5 185.5 340.5 30.5 61.5 0 278.5 123.5 123.5 154.5 30.5 25.5
8
9
10
11
Jun Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jun
137.5 0 30.5 30.5 61.5 61.5 0 30.5 30.5 61.5 30.5 30.5 61.5 92.5 0 31 31 62.5 31 62.5 62.5 94 31 62.5 62.5 62.5 31 123.5 154.5 433.5 216.5 185.5 123.5 123.5 61.5 216.5 121 93.5 123.5 61.5 0
240.5 0 30.5 61 92 92 0 61 61 154 61 61 154 278 125.5 471.5 755 660.5 786.5 597.5 282.5 219.5 282.5 377 219.5 597.5 471.5 371 216 557 402 526 154 185 61.5 495 244.5 217 278 92 25.5
0.42827443 0.57172557
0.5 0.5 0.33152174 0.66847826 0.33152174 0.66847826 0.5 0.5 0.5 0.5 0.60064935 0.39935065 0.5 0.5 0.5 0.5 0.60064935 0.39935065 0.66726619 0.33273381 0.93425239 0.9589404 0.90537472 0.96058487 0.89539749 0.77876106 0.57175399 0.89026549 0.83421751 0.71526196 0.89539749 0.93425239 0.6671159 0.28472222 0.22172352 0.46144279 0.6473384 0.19805195 0.33243243
0.06574761 0.0410596 0.09462528 0.03941513 0.10460251 0.22123894 0.42824601 0.10973451 0.16578249 0.28473804 0.10460251 0.06574761 0.3328841 0.71527778 0.77827648 0.53855721 0.3526616 0.80194805 0.66756757
0.56262626 0.50511247 0.56912442 0.5557554 0.33152174
0.43737374 0.49488753 0.43087558 0.4442446 0.66847826
99
13
Jul Ags Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun
0 103.5 51.5 51.5 51.5 25.5 25.5 25.5 103.5 0 103.5 25.5 0 30.5 92.5 30.5 123.5 61.5 61.5 30.5 0 0 0 0 123.5
12
Jul Ags Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun
0 0 25.5 25.5 51.5 25.5 51.5 25.5 51.5 25.5 103.5 51.5 0 30.5 92.5 92.5 15 30.5 30.5 123.5 0 0 0 0 123.5
0 103.5 77 77 103 51 77 51 155 25.5 207 77 0 61 185 123 138.5 92 92 154 0 0 0 0 247 FRAKSI
0.66883117 0.66883117 0.5 0.5 0.33116883 0.5 0.66774194
0.33116883 0.33116883 0.5 0.5 0.66883117 0.5 0.33225806
0.5 0.5 0.33116883 0.66883117 0.5 0.5 0.24796748 0.89169675 0.66847826 0.66847826 0.19805195
0.5 0.5 0.75203252 0.10830325 0.33152174 0.33152174 0.80194805
0.5 57%
0.5 43%
100 Lampiran 8 Dokumentasi Kegiatan Penelitian
1. Aktivitas produksi
101
(1)
Aktivitas produksi dalam membudidayakan bayam hijau organik dan kangkung organik Aktivitas petani dalam persiapan lahan. Pada gambar ini petani sedang mencangkul tanah dengan tujuan agar tanah menjadi gembur.
(2)
Pemasangan paranet. Pada gambar ini guludan/ bedengan sudah dipasangi pasak bambu dan siap untuk ditutup dengan paranet.
(3)
Aktivitas petani dalam pengairan. Pada gambar petani sedang menyiram bayam hijau organik di pagi hari.
(4)
Aktivitas petani dalam pengendalian hama dan penyakit. Pada gambar ini petani akan memasukkan kodok kedalam guludan/ bedengan sebagai aktivitas pengendalian hama secara manual.
(5)
Bayam hijau organik siap dicabut.
(6)
Paska panen - distribusi. Pada gambar ini petani mengantarkan hasil panen dari lahan ke ADC Cikarawang.
102
2. Risiko Produksi Gambar ini merupakan beberapa risiko produksi diantaranya. curah hujan yang tinggi sehingga air berlebih dan serangan hama penyakit.
103
RIWAYAT HIDUP Penulis bernama lengkap Linda Rosalina, dilahirkan di Bogor pada tanggal 8 Agustus 1992. Penulis adalah anak kedua dari empat bersaudara dari pasangan Bapak H. Ina Sukardi dan Ibunda Hj. Nunung Mashuri. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN Laladon III pada tahun 2004 dan pendidikan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2006 di SMP Insan Kamil Bogor dengan mengambil program Akselerasi (percepatan). Pendidikan lanjutan menengah atas di SMA Insan Kamil Bogor diselesaikan pada tahun 2008, dengan masih mengambil program Akselerasi. Pada tahun 2008 penulis melanjutkan studi ke jenjang pendidikan Strata 1 (S1) di Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Selama masa kuliah, penulis aktif di berbagai organisasi dan kepantiaan. Salah satunya dalam organisasi Perkumpulan Mahasiswa Pecinta Alam Institut Pertanian Bogor (LAWALATA IPB) Tingkat Universitas. Kegemaran penulis dibidang petualangan alam mengantarkan penulis mendapatkan penghargaan berupa Mahasiswa Berprestasi IPB cabang Olahraga Nasional pada Mei 2011. Surat Keputusan (SK) Rektor mengenai Mapres IPB didapatkan karena penulis menjadi Juri Olahraga Arung Jeram Tingkat Nasional pada Tahun 2011.