Bungaranomics: Agribusiness-Led-Development Dr. Tungkot Sipayung Jika Indonesia konsisten dan fokus pada pembangunan agribisnis, akan lebih mudah mengejar ketertinggalan dari negara-negara maju. Bahkan Indonesia dapat menjadi pemain global dibidang agribisnis. Biarkan orang Jepang, Amerika Serikat, European Union mengembangkan industri otomotif. Indonesia fokus pada produksi bahan bakar nabati (biofuel) dan ban-nya. Pemikiran visioner tersebut di atas sering disampaikan Prof. Bungaran Saragih pada berbagai forum dan tulisan, yang mencerminkan optimisme beliau pada prospek agribisnis Indonesia. Kapan saja dan dimana saja, beliau tidak pernah lelah dan bosan membicarakan dan mempromosikan pembangunan agribisnis. Sejak tahun 1980-an, Prof. Bungaran Saragih secara konsisten mengembangkan dan mempromosikan mazhab pembangunan ekonomi Indonesia yang dipimpin pembangunan agribisnis (agribusiness leddevelopment) yang saya sebut Bungaranomics. Pada awalnya, beliau bersama kolega dan mahasiswanya (Bungaranian) mengembangkan pemikiran agribisnis sebagai paradigma baru atau cara baru melihat pertanian (the new seeing of agriculture). Belakangan (tahun 1990-an) setelah ditemukan buktibukti empiris melalui riset-riset, pembangunan agribisnis dipromosikan sebagai mazhab baru pembangunan ekonomi, yang seharusnya diadopsi pemerintah sebagai strategi industrialisasi di Indonesia. Agribusiness-led-development (ALD) menawarkan alternatif strategi industrialisasi di Indonesia sebagai pengganti strategi industrialisasi broad based industry (BBI) dan high-tech industry (HTI) yang dinilai gagal memecahkan masalah-masalah pembangunan di Indonesia. Bahkan menurut pandangan ALD, strategi industrialisasi BBI dan HTI hanya akan membawa perekonomian Indonesia tergantung (bukan saling ketergantungan) pada negara lain.
Agribusiness-led-development Tawaran Bungaranomics bahwa pembangunan agribisnis sebagai pilihan strategi industrialisasi Indonesia, bertitik tolak pada kenyataan bahwa
R1_Refleksi AGB.indd 15
07/04/2010 19:02:38
16
Refleksi Agribisnis: 65 Tahun Profesor Bungaran Saragih
Indonesia sebagai negara tropis dianugerahi keanekaragaman sumberdaya agraris baik di daratan maupun di perairan yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Oleh karena itu, dengan mendayagunakan sumberdaya tersebut melalui proses pembangunan akan dapat dan lebih mudah menghasilkan “kue ekonomi” untuk kesejahteraan rakyat. Benar, bahwa untuk mencapai tingkat kesejahteraan rakyat yang senantiasa harus meningkat, pendayagunaan sumberdaya agraris melalui pembangunan pertanian, perkebunan, perikanan, peternakan, dan kehutanan, tidaklah cukup. Justru karena itulah Indonesia jangan berhenti hanya membangun pertanian saja, tetapi harus membangun agribisnis. Pembangunan agribisnis yang dimakud Bungaranomics mencakup halhal berikut : Pertama, pengembangan industri hulu pertanian (up-stream agribusiness) untuk menghasilkan barang-barang modal dan sarana produksi (saprodi) pertanian seperti industri pupuk, industri pembibitan, industri agrootomotif (alat dan mesin), industri pakan ternak/ikan, dan lain-lain; Kedua, pengembangan pertanian/usaha budidaya tanaman/ikan/ternak (on-farm agribusiness); Ketiga, pengembangan industri hilir pertanian (down-stream agribusiness) untuk mengolah komoditi pertanian menjadi produk-produk setengah jadi maupun produk jadi, dan Keempat, pengembangan sektor jasa (services for agribusiness) untuk mendukung/memfasilitasi ketiga hal di atas seperti infrastruktur, penelitian dan pengembangan, pendidikan dan penyuluhan, perbankan dan asuransi, kebijakan pemerintah dan perdagangan antar daerah dan internasional. Dengan demikian, pembangunan agribisnis pada dasarnya merupakan pembangunan pertanian, industri dan jasa secara saling terkait (sinergis) dalam mendayagunakan sumberdaya agraris (resources-based) yang dimiliki Indonesia. Dalam hal ini Bungaranomics tidak sependapat dengan pandangan Rostow bahwa modernisasi ekonomi bergerak dari pertanian ke industri kemudian ke jasa. Pembangunan pertanian, industri, jasa harus simultan dalam pembangunan agribisnis. Unsur utama dari pembangunan agribisnis adalah dunia usaha (firms) baik usaha mikro, usaha kecil, usaha menengah, usaha kelompok/keluarga, usaha koperasi maupun usaha korporasi, baik pada up-stream agribusiness, on-farm, down-stream agribusiness maupun pada services for agribusiness. Dunia usaha tersebut merupakan mesin ekonomi yang merubah sumberdaya menjadi produk-produk agribisnis. Mengikuti Hukum Say (Say’s Law), sekali proses produksi pada dunia usaha agribisnis berlangsung, kesempatan kerja,
R1_Refleksi AGB.indd 16
07/04/2010 19:02:38
Dr. Tungkot Sipayung
17
kesempatan berusaha, pendapatan, dan produk agribisnis akan tercipta. Oleh karena itu, menumbuhkembangkan usaha-usaha agribisnis sesuai sumberdaya yang tersedia di setiap daerah merupakan hal yang sangat penting dalam pembangunan agribisnis. Dunia usaha agribisnis bukan hanya ditumbuhkan tapi juga harus naik kelas (berkualitas) melalui proses pembangunan. Hanya jika dunia usaha agribisnis yang makin berkualitas, diperoleh kesempatan kerja, kesempatan berusaha, pendapatan, dan produk-produk agribisnis yang makin berkualitas. Dunia usaha agribisnis yang makin berkualitas inilah yang disebut Bungaranomics sebagai modernisasi agribisnis. Menurut Mazhab Bungaranomics, modernisasi agribisnis sebagai bagian utama modernisasi perekonomian, akan bergerak dari agribisnis yang dihela oleh sumberdaya alam dan sumberdaya manusia (SDM) belum terampil (natural resources and unskill labor-based/factor-driven) kepada agribisnis yang dihela oleh modal dan SDM lebih terampil (capital and semi-skill labor based/ capital-driven). Tahap (stages) modernisasi selanjutnya adalah agribisnis yang dihela oleh ilmu pengetahuan dan SDM terampil (knowledge and skilled labor based/innovation-driven). Agribisnis Indonesia sampai saat ini pada umumnya masih berada pada fase awal, yakni factor-driven dan terlalu lama jalan di tempat pada fase awal ini. Hal inilah tantangan kedepan, yakni mempercepat modernisasi agribisnis memasuki fase capital-driven dan ke innovation-driven. Untuk mendukung pembangunan agribisnis di setiap daerah, perlu ditopang oleh suatu kebijakan agribisnis nasional yakni kebijakan promosi dan proteksi (promotion and protection policy). Bagi agribisnis yang sudah mampu berkembang dan bersaing dipromosikan dengan berbagai kemudahan agar naik kelas menjadi pemain agribisnis global. Dipihak lain, usaha-usaha agribisnis khususnya di beberapa daerah memerlukan perlindungan sementara dan dengan jadwal (time schedule) yang tepat sedemikian rupa, sehingga pada waktu yang ditetapkan agribisnis yang bersangkutan sudah mampu berkembang dan bersaing. Kebijakan promosi dan proteksi tersebut memerlukan pengelolaan makroekonomi yang kondusif. Pembangunan agribisnis memerlukan rezim perdagangan internasional yang pro-ekspor (export promotion) atau minimal netral. Bungaranomics berpandangan rezim perdagangan internasional yang pro-ekspor atau netral akan memungkinkan suku bunga di Indonesia kompetitif dengan negara lain. Rezim pro-ekspor akan menghasilkan net
R1_Refleksi AGB.indd 17
07/04/2010 19:02:38
18
Refleksi Agribisnis: 65 Tahun Profesor Bungaran Saragih
ekspor yang cukup besar sehingga tidak diperlukan suku bunga yang tinggi untuk menarik capital inflow agar neraca pembayaran (balance of payment) tidak negatif secara permanen. Tingkat suku bunga yang kompetitif tersebut akan mendorong inverstasi baru untuk modernisasi agribisnis. Selain kebijakan pro-ekspor, kebijakan pengembangan perbankan di Indonesia perlu bersahabat dengan pembangunan agribisnis. Pengembangan perbankan dengan branch banking system (BBS) yang terjadi selama ini tidak bersahabat dengan pembangunan agribisnis. Mengingat usaha-usaha agribisnis Indonesia ada tersebar di setiap daerah dan memiliki kebutuhan skim pembiayaan yang beragam, memerlukan pengembangan perbankan yang bersifat Unit Banking System (UBS). Dengan UBS, bank-bank akan leluasa mendesain skim pembiayaan yang diperlukan usaha-usaha agribisnis di setiap daerah dan tidak didesain secara nasional/terpusat sebagaimana BBS. Selain itu, dengan sistem UBS, bank-bank di daerah akan mendaur ulang fund rising menjadi fund using di daerahnya. Sebaliknya dengan sistem BBS selama ini bank-bank yang beroperasi di daerah lebih cenderung berfungsi fund rising daripada fund using bagi daerah. Kelambatan perkembangan ekonomi daerah selama ini mungkin akibat capital-drain yang terkait dengan mekanisme BBS ini.
Optimisme Bungaranomics Bungaranomics sangat optimis bila pembangunan agribisnis dijadikan sebagai strategi industrialisasi utama dalam pembangunan ekonomi Indonesia, tidak hanya mampu memberikan solusi efektif bagi masalah-masalah ekonomi yang permanen dihadapi Indonesia, tetapi juga mampu meningkatkan kesejahteraan rakyat banyak dan menempatkan Indonesia secara terhormat dalam perdagangan dunia. Pembangunan agribsinis yang pada dasarnya adalah mendayagunakan sumberdaya yang tersedia di seluruh daerah akan memberi solusi atas masalah penyediaan kesempatan kerja dan berusaha. Karakteristik usaha-usaha agribisnis yang akomodatif dengan keragaman pendidikan dan keahlian/ keterampilan tenaga kerja (yang merupakan kondisi realitas Indonesia) dan karakteristik teknologi agribisnis yang relatif padat karya (labor intensive), akan mampu menyerap tenaga kerja yang ada di setiap daerah. Bahkan tidak hanya sebagai pekerja/karyawan, tetapi juga akan melahirkan pengusahapengusaha agribisnis, awalnya pada level daerah yang kemudian naik kelas menjadi pengusaha nasional dan kelas dunia.
R1_Refleksi AGB.indd 18
07/04/2010 19:02:38
Dr. Tungkot Sipayung
19
Mengikuti Hukum Say, mengingat usaha-usaha agribisnis yang ada di seluruh daerah adalah milik rakyat, menggunakan bahan baku lokal, dan seterusnya, maka pendapatan yang tercipta dari usaha agribisnis akan jatuh ke tangan rakyat Indonesia. Semakin maju usaha agribisnis, semakin besar nilai tambah (pendapatan) yang tercipta dan semakin meningkat pendapatan rakyat di seluruh daerah. Dengan perkataan lain, pembangunan agribisnis secara agregat akan menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas, yakni bersumber dari penciptaan nilai tambah, melibatkan seluruh rakyat (pemerataan partisipasi) dan dinikmati seluruh rakyat di daerah. Melalui pembangunan agribisnis juga akan efektif mengatasi kemiskinan. Sebagian besar kemiskinan terdapat di kawasan perdesaan. Cara yang paling efektif mengatasi kemiskinan adalah memberikan peluangpeluang ekonomis bagi rakyat miskin sehingga mereka dimampukan mengatasi kemiskinannya. Pengembangan usaha-usaha agribisnis di kawasan perdesaan yang disertai dengan bantuan modal murah, akan dapat mengatasi kemiskinan. Pengembangan usaha-usaha agribisnis di setiap daerah akan menghasilkan bahan pangan baik bentuk segar (fresh product) maupun bentuk olahan (processed). Produksi bahan pangan yang berbasis pada keragaman sumberdaya di setiap daerah, akan dihasilkan bahan-bahan pangan yang beragam dan secara built-in terdistribusi dalam ruang dan waktu. Sistem penyediaan pangan yang demikian secara aggregat membentuk sistem ketahanan pangan nasional dan kedaulatan pangan yang sangat kokoh, efisien, dan berkelanjutan. Hal ini juga akan menyumbang pada terciptanya stabilitas sosial dan ekonomi di setiap daerah dan nasional. Pembangunan agribisnis baik on-farm, down-stream, up-stream maupun services for agribusiness terjadi di setiap daerah. Hal ini berarti pembangunan agribisnis juga pada hakekatnya merupakan pengembangan ekonomi daerah. Semakin berkembang agribisnis di seluruh daerah semakin besar kapasitas ekonomi daerah untuk menciptakan “kue ekonomi”. Selain untuk kebutuhan domestik, produk-produk agribisnis juga menjadi ekspor Indonesia ke negara-negara lain. Berbagai produk agribisnis dapat menjadikan Indonesia menjadi pemain global seperti produk pangan (nabati, hasil ternak, dan hasil laut), oleofood, oleokimia, ban dan barangbarang karet, biofuel, rayon, pulp, barang-barang kertas, tekstil, pakan ternak/ ikan, dan lain-lain. Selain itu, Indonesia juga berpeluang menjadi eksportir terbesar dalam produk-produk farmasi dan kecantikan, produk mikrobiologi
R1_Refleksi AGB.indd 19
07/04/2010 19:02:38
20
Refleksi Agribisnis: 65 Tahun Profesor Bungaran Saragih
industri (vaksin, antibiotika, enzim, dan lainnya) serta produk-produk benih tanaman maupun hewan. Produk-produk agribisnis tersebut khususnya produk olahan dan barang modal bersifat income elastic demand, sehingga bila ekonomi negara-negara lain bertumbuh, akan meningkatkan ekspor produk agribisnis Indonesia. Hal ini selanjutnya akan menarik perkembangan agribisnis di setiap daerah. Disinilah optimisme Bungaranomics jika Indonesia fokus pada pembangunan agribisnis, bukan hanya mampu meningkatkan kesejahteraan rakyat, tetapi juga memainkan peran penting dalam perekonomian global. Indonesia dapat menjadi pemain global dibidang 4F yakni food, feed, fiber dan fuel (bio) yang merupakan kebutuhan dasar masyarakat dunia dan akan makin langka kedepan.
Mengapa Gagal pada 4-F? Kegagalan atau tertundanya Indonesia menjadi pemain global pada 4F (food, feed, fiber,dan fuel) disebabkan kebijakan makroekonomi yang tidak bersahabat dengan pembangunan agribisnis. Bukan hanya tidak bersahabat, bahkan kebijakan makroekonomi menekan dan menghambat perkembangan agribisnis. Selama ini terutama pada era orde baru, pilihan strategi industrialisasi yang ditempuh pemerintah adalah broad based industry (BBI). Dalam prakteknya, strategi tersebut mengembangkan industri substitusi impor (import substitution) atau berbasis bahan baku impor, memanfaatkan relokasi industri dari negara-negara lain. Untuk mendukung strategi tersebut (by design) kebijakan makroekonomi pun didesain untuk itu. Kebijakan kurs didesain overvalued (sampai krisis 1998) agar impor bahan baku menjadi murah dalam mata uang rupiah. Kebijakan overvalued tersebut dimungkinkan karena cadangan devisa masih cukup besar dari ekspor migas. Kebijakan kurs yang overvalued tersebut ditambah lagi dengan industriindustri ekspor masih terbatas, menyebabkan neraca perdagangan kita defisit permanen. Untuk menutup defisit tersebut diperlukan capital inflow yang dalam kenyataannya didominasi berjangka pendek (foreign direct investment) melalui suku bunga tinggi. Dengan kebijakan overvalued tersebut yang berarti pro-impor sekaligus anti ekspor memukul perkembangan agribisnis domestik, impor produk/ komoditas agribisnis akan menghambat ekspor agribisnis. Harga-harga komoditas pertanian domestik menjadi tertekan atau murah (pangan murah)
R1_Refleksi AGB.indd 20
07/04/2010 19:02:38
Dr. Tungkot Sipayung
21
yang memang sangat dibutuhkan agar upah buruh murah. Jika pada akhir orde lama sampai awal orde baru Indonesia masih eksportir jagung, gula, dan daging sapi, sejak akhir tahun 1970-an berubah menjadi importir. Usahatani gandum yang pernah berkembang di sekitar Bandung, gulung tikar akibat serbuan gandum impor. Akibat harga-harga komoditas pertanian domestik yang tertekan (murah) menyebabkan profitabilitas usahatani menjadi rendah. Hal ini ditambah lagi dengan kebijakan suku bunga kredit yang tinggi, menyebabkan investasi usahatani menjadi tidak layak. Profitabilitas usahatani yang rendah menyebabkan pendapatan petani rendah dan lahan pertanian menjadi undervalued. Akibat lanjutan, lahan pertanian mudah terkonversi, petani dan keluarganya menjadi buruh tani. Peningkatan konversi lahan pertanian menjadi non pertanian serta meningkatnya buruh tani (rakyat miskin) selama ini dapat dijelaskan dengan logika di atas. Kondisi undervalued tidak hanya di pertanian tetapi di kawasan perdesaan secara keseluruhan. Kawasan pedesaan menjadi simbol kemiskinan dan keterbelakangan sementara perkotaan menjadi simbol kesejahteraan dan kemajuan. Hal ini mendorong urbanisasi yang menyebabkan capital-drain dan brain-drain dari pedesaan ke perkotaan. Sementara itu, industri pengolahan hasil pertanian yang sebelumnya menampung hasil-hasil pertanian domestik beralih ke impor bahan baku karena lebih murah maupun karena tidak cukup dari produksi dalam negeri. Dengan kata lain, Bungaranomics berkeyakinan bahwa keterhambatan perkembangan agribisnis domestik terjadinya konversi lahan pertanian, peningkatan jumlah buruh tani (rakyat miskin), dan urbanisasi, banyak disebabkan kebijakan yang pro-impor selama ini. Sejak krisis 1998 kurs rupiah yang undervalued sudah terkoreksi dan rupiah sudah memasuki rezim flexible exchange rate. Namun rezim suku bunga tinggi dan pengelolaan kurs belum berubah secara fundamental. Sebabnya adalah industri-industri di Indonesia telah terperangkap impor, sehingga harus mengimpor agar produksi berjalan. Melihat kenyataan ini, otoritas moneter berupaya agar rupiah cenderung terapresiasi. Rupiah terapresiasi dinilai prestasi sedangkan terdepresiasi dianggap malapetaka. Untuk menjaga rupiah cenderung terapresiasi, capital inflow diupayakan meningkat melalui instrumen suku bunga tinggi (tertinggi di ASEAN) dan melalui mekanisme pasar modal dan kalau capital inflow meningkat (meskipun hot money) dianggap prestasi. Itu sebabnya, rezim suku bunga tinggi di Indonesia sulit diakhiri tanpa ada perubahan fundamental dalam pengembangan industri.
R1_Refleksi AGB.indd 21
07/04/2010 19:02:38
22
Refleksi Agribisnis: 65 Tahun Profesor Bungaran Saragih
Meskipun kurs sudah flexible exchange rate, bertahannya rezim suku bunga tinggi tetap tidak bersahabat dengan pembangunan agribisnis. Dengan tingkat suku bunga yang berlaku, investasi di agribisnis menjadi tidak feasiable feasiable.. Hal ini diperparah pula oleh penurunan tarif impor produk-produk agribisnis atas nama perdagangan bebas. Menurut pandangan Bungaranomics, bila tidak ada perubahan fundamental dalam strategi industrialisasi dan kebijakan makroekonomi khususnya kebijakan suku bunga, maka pengembangan agribisnis Indonesia masih tetap tertekan. Padahal, perubahan ekonomi global khususnya pasar agribisnis yang terjadi dalam 10 tahun terakhir dan proyeksi kedepan, Indonesia berpeluang menjadi pemain global dalam 4F (Food, Feed, Fiber, Fuelbio).
R1_Refleksi AGB.indd 22
07/04/2010 19:02:40