ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA SAYURAN ORGANIK PADA KELOMPOK TANI SUGIH TANI PADA KAWASAN AGROPOLITAN DI DESA KAREHKEL, KECAMATAN LEUWI LIANG, KABUPATEN BOGOR.
Oleh LINDA ROSALINA H24053029
DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
ABSTRAK Linda Rosalina. H24053029. Analisis Strategi Pengembangan Usaha Sayuran Organik pada Kelompok Tani Sugih Tani pada Kawasan Agropolitan di Desa Karehkel, Kecamatan Leuwi Liang, Kabupaten Bogor. Di bawah bimbingan Mimin Aminah. Semakin meningkatnya tingkat pendidikan dan kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan, didukung dengan visi ”Go Organik 2010”, membuat pertanian organik semakin berkembang beberapa tahun belakangan ini. Salah satunya yaitu pada Kelompok Tani Sugih Tani di Desa Karehkel, Kecamatan Leuwi Liang, Kabupaten Bogor. Untuk dapat mengembangkan usaha sayuran organiknya, kelompok tani Sugih Tani memerlukan suatu perumusan strategi yang tepat dengan memanfaatkan kekuatan dan peluang untuk meminimalisir kekurangan dan ancaman yang dihadapi. Tujuan dari penelitian ini yaitu: (1) Menganalisis faktor-faktor internal dan eksternal yang menjadi kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman pada Kelompok Tani Sugih Tani, (2) Merumuskan alternatif strategi pengembangan usaha yang tepat untuk diterapkan oleh Kelompok Tani Sugih Tani, (3) Memilih strategi pengembangan usaha yang tepat untuk Kelompok Tani Sugih Tani. Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder, melalui observasi, wawancara dan studi literatur. Proses penentuan strategi dilakukan melalui matriks IFE, EFE, SWOT, dan QSP. Analisis data menggunakan Microsoft Excel dan alat hitung kalkulator. Berdasarkan hasil analisis faktor internal, Kelompok Tani Sugih Tani memiliki posisi internal yang lemah (2,420). Kekuatan terbesar kelompok tani adalah faktor sudah memiliki pasar tetap (0,383). Sedangkan kelemahan utama yang dimiliki oleh Kelompok Tani Sugih Tani yaitu belum diterapkannya SIM dalam sistem manajerial (0,052). Berdasarkan hasil analisis faktor eksternal, Kelompok Tani Sugih Tani sudah memiliki kemampuan yang cukup tinggi dalam memanfaatkan peluang dan mengatasi ancaman yang ada (2,973). Peluang utama kelompok tani adalah faktor kebijakan pemerintah mengenai ”Go Organic 2010” dan dukungan untuk mengembangkan pertanian organik (0,315). Sedangkan ancaman utama yang dimiliki oleh Kelompok Tani Sugih Tani yaitu jaringan distribusi dan pemasaran pesaing sudah lebih luas (0,288). Berdasarkan hasil analisis matriks SWOT, terdapat enam alternatif strategi yang dapat dikembangkan berdasarkan startegi SO, WO, ST, dan WT. Alternatif strategi terpilih yang sebaiknya diterapkan oleh Kelompok Tani Sugih Tani yaitu mengoptimalkan upaya pengendalian mutu pada produk dan pasar yang sudah ada (STAS = 5,776), dengan upaya yang sebaiknya dilakukan yaitu pembinaan kemampuan teknis petani, menggunakan bibit unggul, pupuk yang berkualitas, pengendalian hama terpadu dan pembuatan atau penggunaan pestisida organik yang efektif bagi hama, serta mengecek kondisi tanah.
ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA SAYURAN ORGANIK PADA KELOMPOK TANI SUGIH TANI PADA KAWASAN AGROPOLITAN DI DESA KAREHKEL, KECAMATAN LEUWI LIANG, KABUPATEN BOGOR.
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA EKONOMI pada Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor
Oleh LINDA ROSALINA H24053029
DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN DEPARTEMEN MANAJEMEN ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA SAYURAN ORGANIK PADA KELOMPOK TANI SUGIH TANI PADA KAWASAN AGROPOLITAN DI DESA KAREHKEL, KECAMATAN LEUWI LIANG, KABUPATEN BOGOR.
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA EKONOMI pada Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor
Oleh LINDA ROSALINA H24053029
Menyetujui,
September 2009
Ir. Mimin Aminah, MM Dosen Pembimbing
Mengetahui,
Dr. Ir. Jono M. Munandar, M.Sc Ketua departemen
Tanggal Lulus:
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Palembang, 4 Agustus 1987 sebagai anak kedua dari tiga bersaudara. Penulis merupakan anak dari pasangan Ayahanda M. Bakir Ali dan Ibunda Laila Husin. Penulis memulai pendidikannya di TK Negeri Pembina Palembang pada tahun 1992-1993. Penulis melanjutkan pendidikannya di SDN 126 Palembang dari tahun 1993-1997, lalu ke SDN Taman Pagelaran, Ciomas Bogor dari tahun 1997-1999. Setelah itu memasuki Sekolah Lanjut Tingkat Pertama di SLTPN 5 Bogor pada tahun 1999-2002, dan menyelesaikan bangku sekolah di SMAN 2 Bogor dari tahun 2002-2005. Pada tahun 2005, penulis berhasil melanjutkan pendidikannya di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Saringan Masuk IPB (USMI) dan memilih program studi Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen dengan Minor Komunikasi. Selama masa perkuliahan, penulis aktif di Organisasi Syariah Economics Student Club (SES-C) sebagai Sekretaris Divisi Eksternal pada tahun 2006-2007, dan sebagai Bendahara Divisi Eksternal, pada tahun 2007-2008. Penulis juga aktif sebagai pengurus softskill Lembaga Keuangan Syariah, Departemen Manajemen sejak dari tahun 2006-2008. Selain aktif di kegiatan organisasi, penulis juga aktif dalam beberapa kepanitiaan, diantaranya yaitu panitia Seminar dan Pelatihan Kewirausahaan, tahun 2006, panitia Studi Orientasi Keluarga Manajemen dan Penataran Generasi (SEGMENTASI) tahun 2007, Panitia Train and Compete Yourself with Marketing (TRADEMARK2007) tahun 2007, panitia Masa Perkenalan Departemen Manajemen tahun 2007, dan beberapa kepanitiaan lainnya.
iii
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan Rahmat dan Karunia-Nya, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Skripsi ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor. Skripsi saya yang berjudul “Analisis Strategi Pengembangan Usaha Sayuran Organik pada Kelompok Tani Sugih Tani pada Kawasan Agropolitan di Desa Karehkel, Kecamatan Leuwi Liang, Kabupaten Bogor”, dalam penyusunannya tidak lepas dari peran berbagai pihak baik secara moril maupun materiil. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Ibu Ir. Mimin Aminah, MM. sebagai dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, saran, motivasi, dan pengarahan kepada penulis selama pembuatan skripsi. 2. Bapak Raden Dikky Indrawan, SP, MM. dan Ibu Heti Mulyati, S.TP, MT. selaku dosen penguji yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk menguji penulis dan memberikan banyak masukan yang positif. 3. Ayahanda M. Bakir Ali dan Ibunda Laila Husin yang selama ini telah membesarkan, membimbing, memberi motivasi, inspirasi dan memberikan doa yang tulus selama ini dan tak tergantikan oleh apapun. 4. Bapak Iin Kamaluddin, Bapak Zulfakar, Abah (Bapak M. Soleh), Kang Galung, Kang Suryani dan Kang Eman yang telah banyak membantu penulis dalam proses pencarian data. 5. Kepada teman-teman seperjuangan dan satu bimbingan, Wulan Suparwanti, Utami Rakhmawati, Iswidiarman Angga K., dan Ivan. 6. Gema Taufik Maulana yang sudah memberikan banyak motivasi, perhatian, dan menjadi pendengar setia keluh kesah penulis. 7. Teman-temanku di Manajemen 42, Ella, Neila, Veby, Lasma, Tya, Irna, Fury, Fany, Dea, Siska, Phia, dan teman-teman lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
iv
8. Sahabat-sahabatku, Ketie Salmah Ginarti, Rr. Disha Riane, Rita Intan Yulita, Suci Yoskarina, Vera Fatmawati, dan teman-teman dari keluarga 2-1 dan IPA 1 yang selalu menjaga tali silahturahminya dan selalu mensupport penulis. 9. Seluruh dosen, staf tata usaha di Departemen Manajemen, FEM IPB, yang selalu membantu penulis selama masa perkuliahan, seminar, sidang dan sebagainya. 10. Semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini, yang tak mampu atau yang terlupa untuk disebutkan satu persatu. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkannya.
Bogor, September 2009
Penulis
v
DAFTAR ISI
Halaman ABSTRAK RIWAYAT HIDUP ...................................................................................
iii
KATA PENGANTAR ...............................................................................
iv
DAFTAR ISI ..............................................................................................
vi
DAFTAR TABEL .....................................................................................
ix
DAFTAR GAMBAR .................................................................................
x
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................
xi
PENDAHULUAN ............................................................................
1
1.1 1.2 1.3 1.4 1.5
Latar Belakang ............................................................................ Rumusan Masalah ....................................................................... Tujuan Penelitian ........................................................................ Ruang Lingkup Penelitian .......................................................... Manfaat Penelitian ......................................................................
1 3 6 6 7
TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................
8
2.1 Sistem Pertanian Organik ........................................................... 2.1.1 Tujuan Pertanian Organik ................................................ 2.1.2 Sertifikasi Organik .......................................................... 2.1.3 Prospek Pengembangan Pertanian Organik ..................... 2.1.4 Kelebihan dan Kelemahan Sistem Pertanian Organik ..... 2.2 Kelompok Tani ......................................................................... 2.3 Agropolitan ............................................................................... 2.4 Manajemen Strategi .................................................................. 2.4.1 Konsep Manajemen Strategi ............................................ 2.4.2 Proses Manajemen Strategi ............................................. 2.4.3 Formulasi Strategi ............................................................ 2.5 Analisis Lingkungan Internal ...................................................... 2.5.1 Aspek Pemasaran ............................................................. 2.5.2 Aspek Keuangan atau Akuntansi ..................................... 2.5.3 Aspek Produksi atau Operasi ........................................... 2.5.4 Aspek Penelitian dan Pengembangan .............................. 2.5.5 Aspek Sistem Informasi Manajemen ............................... 2.6 Analisis Lingkungan Eksternal ................................................... 2.6.1 Aspek Politik ................................................................... 2.6.2 Aspek Ekonomi ............................................................... 2.6.3 Aspek Sosial, Budaya, Demografi dan Lingkungan ........ 2.6.4 Aspek Teknologi .............................................................. 2.6.5 Aspek Persaingan ............................................................. 2.7 Penelitian Terdahulu ...................................................................
8 8 9 11 13 13 14 16 16 20 21 22 22 24 24 25 25 26 26 26 26 26 27 27
I.
II.
vi
III. METODOLOGI PENELITIAN ..................................................... 3.1 3.2 3.3 3.4 3.5 3.6
29
Kerangka Pemikiran Operasional ............................................... Waktu dan Tempat Penelitian ..................................................... Karakteristik Responden ............................................................. Metode Pengumpulan Data ......................................................... Metode Pengolahan dan Analisis Data ....................................... Analisis Lingkungan Internal dan Eksternal ............................... 3.6.1 Matriks Internal Factor Evaluation (IFE) ....................... 3.6.2 Matriks Eksternal Factor Evaluation (EFE) ................... 3.6.3 Analisis Strength, Weaknesses, Opportunities, and Threats (SWOT) .............................................................. 3.6.4 Matriks Quantitative Strategis Planning (QSP) ..............
29 31 32 32 33 34 34 36 37
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................
42
4.1 Gambaran Umum Tempat Penelitian ......................................... 4.1.1 Sejarah dan Profil Kelompok Tani Sugih Tani ................ 4.1.2 Profil Desa Karehkel ........................................................ 4.2 Visi, Misi, dan Tujuan Perusahaan ............................................. 4.3 Struktur Organisasi Perusahaan .................................................. 4.4 Analisis Lingkungan Internal ...................................................... 4.4.1 Aspek Pemasaran ............................................................. 4.4.2 Aspek Produksi dan Operasi ............................................ 4.4.3 Aspek Sumber Daya Manusia dan Karyawan ................. 4.4.4 Aspek Keuangan .............................................................. 4.4.5 Aspek Penelitian dan Pengembangan .............................. 4.4.6 Aspek Sistem Informasi Manajemen ............................... 4.5 Analisis Lingkungan Eksternal ................................................... 4.5.1 Aspek Politik ................................................................... 4.5.2 Aspek Ekonomi ............................................................... 4.5.3 Aspek Sosial .................................................................... 4.5.4 Aspek Budaya .................................................................. 4.5.5 Aspek Demografi ............................................................. 4.5.6 Aspek Lingkungan ........................................................... 4.5.7 Aspek Teknologi .............................................................. 4.6.8 Aspek Persaingan ............................................................. 4.6 Formulasi dan Pemilihan Strategi ............................................... 4.6.1 Identifikasi Faktor Internal .............................................. 4.6.2 Identifikasi Faktor Eksternal ............................................ 4.6.3 Analisis Matriks IFE ........................................................ 4.6.4 Analisis Matriks EFE ....................................................... 4.6.5 Analisis Matriks SWOT .................................................. 4.6.6 Pemilihan Strategi dengan Matriks QSP ......................... 4.7 Implikasi Manajerial ...................................................................
42 42 44 46 47 49 50 54 59 59 60 61 61 61 62 63 64 64 65 65 66 68 68 72 79 80 81 85 86
KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................
91
1. Kesimpulan ............................................................................................. 2. Saran ........................................................................................................
91 91
vii
39
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................
93
LAMPIRAN ...............................................................................................
95
viii
DAFTAR TABEL
Halaman No. 1. Perkembangan hasil produksi sayuran organik pada Kelompok Tani Sugih Tani ................................................................................. 2, Areal tanam pertanian organik masing-masing wilayah di dunia, tahun 2002 ......................................................................................... 3. Fungsi dasar produksi ........................................................................ 4. Matriks IFE ........................................................................................ 5. Matriks EFE ....................................................................................... 6. Matriks QSP ...................................................................................... 7. Penduduk berusia 10 tahun keatas yang bekerja menurut jenis pekerjaan utama di Kecamatan Leuwi Liang .................................... 8. Tingkat pendidikan penduduk Desa Karehkel ................................... 9. Kekuatan dan kelemahan Kelompok Tani Sugih Tani ...................... 10. Peluang dan ancaman Kelompok Tani Sugih Tani ........................... 11. Hasil analisis matriks IFE .................................................................. 12. Hasil analisis matriks EFE ................................................................. 13. Hasil analisis matriks SWOT ............................................................ 14. Hasil analisis matriks QSP ................................................................
ix
5 12 25 36 37 41 45 45 67 73 80 81 85 89
DAFTAR GAMBAR
Halaman No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Tahapan pengembangan pertanian organik pada Go Organic 2010 .. Skematik kawasan agropolitan .......................................................... Model komprehensif manajemen strategis ........................................ Kerangka pemikiran operasional ....................................................... Tahap-tahap pengambilan keputusan ................................................. Matriks SWOT ................................................................................... Struktur organisasi Kelompok Tani Sugih Tani ................................ Tahap penyortiran sayuran organik Kelompok Tani Sugih Tani ....... Tahap proses produksi sayuran organik di Kelompok Tani Sugih Tani ....................................................................................................
x
2 16 21 31 34 39 49 51 56
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.
13.
14. 15. 16.
17.
Karakteristik responden ..................................................................... Analisis usaha tani ............................................................................. Daftar pertanyaan wawancara ........................................................... Kuesioner penelitian .......................................................................... Hasil pengolahan data bobot faktor internal ...................................... Hasil pengolahan data bobot faktor eksternal .................................... Hasil pengolahan data rating faktor internal ...................................... Hasil pengolahan data rating faktor eksternal ................................... Hasil analisis matriks IFE .................................................................. Hasil analisis matriks EFE ................................................................. Hasil analisis matriks QSP berdasarkan alternatif strategi meningkatkan volume produksi sayuran organik .............................. Hasil analisis matriks QSP berdasarkan alternatif strategi mengoptimalkan pengendalian mutu pada produk dan pasar yang sudah ada............................................................................................ Hasil analisis matriks QSP berdasarkan alternatif strategi perbaikan sistem manajemen usaha dan peningkatan kemampuan manajerial petani ................................................................................................. Hasil analisis matriks QSP berdasarkan alternatif strategi membangun STA (Stasiun Terminal Agribisnis) .............................. Hasil analisis matriks QSP berdasarkan alternatif strategi mengusahakan sertifikasi organik ..................................................... Hasil analisis matriks QSP berdasarkan alternatif strategi mengusahakan kemasan dan label produk melalui kredit modal usaha .................................................................................................. Hasil analisis matriks QSP ................................................................
xi
95 96 97 99 109 110 111 112 113 114 115 116
117
118 119 120
121
I. PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Pertanian
adalah
hal
yang
substansial
dalam
pembangunan
perekonomian, yaitu sebagai pemenuhan kebutuhan pangan, penyedia bahan mentah untuk industri, penyedia lapangan kerja, dan penyumbang devisa negara. Oleh karena itu, merupakan hal yang wajar apabila Indonesia sebagai sebuah negara berkembang selalu meletakkan pembangunan sektor pertanian sebagai prioritas utama dalam pembangunan selama lima PELITA terakhir. Pencapaian terbesar yang berhasil diraih oleh Indonesia dalam pembangunan pertanian yaitu ketika pada tahun 1984, ketika Indonesia sebelumnya mendapat peringkat sebagai negara pengimpor beras terbesar akhirnya dapat mencapai swasembada beras (Winangun, 2005). Akan tetapi, menurut Winangun (2005), dibalik hasil yang cukup membanggakan tersebut kemudian muncul masalah yang baru mengenai metode pertanian yang digunakan apakah sudah tepat atau justru menimbulkan masalah baru yang sifatnya jangka panjang. Akibat yang ditimbulkan sistem pertanian kimiawi antara lain menurunnya produktivitas tanah akibat penggunan pupuk kimia secara berlebihan, rusaknya keseimbangan ekosistem akibat penggunaan pestisida yang tanpa disadari juga mengakibatkan matinya spesies lain selain hama dan penyakit tanaman. Disamping itu juga, untuk memenuhi kebutuhan akan kebutuhan pupuk dan pestisida kimia memerlukan biaya yang relatif mahal. Akibat dari kegagalan sistem pertanian kimiawi mempertahankan kelestarian lahan dan lingkungan dalam jangka panjang tersebut, mengakibatkan sistem pertanian organik semakin populer akhir-akhir ini. Disamping itu, masyarakat semakin menyadari bahwa mengkonsumsi produk yang sudah terkontaminasi oleh bahan-bahan kimia non-organik, ternyata dapat menimbulkan efek negatif terhadap kesehatan manusia, dan dalam jangka panjang akan menumpuk dalam tubuh sehingga menjadi racun bagi kesehatan manusia itu sendiri (Winangun, 2005).
2
Didukung dengan semakin meningkatnya tingkat pendidikan dan kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan, maka masyarakat pun semakin arif dalam memilih bahan makanan yang akan dikonsumsinya. Salah satu upayanya yaitu dengan beralih kepada produk organik. Ditambah lagi, hal tersebut juga didukung dengan program pemerintah melalui Departemen Pertanian yang mencanangkan program pertanian organik dengan visi ”Go Organik 2010” yaitu ”Indonesia sebagai salah satu produsen pangan organik utama dunia” (Departemen Pertanian, 2009). Rancangan perkembangan pertanian organik dibuat dalam enam tahapan, mulai dari tahun 2001 hingga tahaun 2010. Tahapan tersebut yaitu: (1) Tahun 2001 fokus pada kegiatan sosialisasi, (2) Tahun 2002 fokus pada kegiatan sosialisasi dan pembentukan regulasi, (3) Tahun 2003 fokus pada kegiatan regulasi dan bantuan teknis, (4) tahun 2004 fokus pada kegiatan bantuan teknis dan sertifikasi, (5) Tahun 2005 fokus pada program sertifikasi dan promosi pasar, (6) Tahun 2006-2010 terbentuk kondisi industrialisasi dan perdagangan.1
Gambar 1. Tahapan pengembangan pertanian organik pada ”Go Organik 2010” ( Departemen Pertanian, 2005) Meskipun sampai saat ini belum ada data resmi dari pemerintah Indonesia mengenai luas areal lahan pertanian organk di indonesia, namun menurut IFOAM (International Federation of Organic Agriculture 1
http://agribisnis.deptan.go.id [3 April 2009]
3
Movements), 2004, luas lahan yang ditangani secara organik di Indonesia yaitu sekitar 40.000 Ha (0,09% dari total lahan pertanian), dimana Indonesia berada pada peringkat ke-37 dunia dan perkembangannya tumbuh sebesar 10% per tahun (Surono, 2004). Meningkatnya perkembangan luas areal lahan pertanian organik di Indonesia setiap tahunnya salah satunya juga berdampak pada wilayah Bogor. Bogor merupakan salah satu wilayah di Indonesia yang berpotensi untuk mengembangkan pertanian organik. Beberapa kawasan di wilayah Bogor yang saat ini sudah mulai gencar mengembangkan pertanian organik yaitu wilayah Cisarua, Mega Mendung, Gunung Bundar, dan Kecamatan Leuwi Liang (Dinas Pertanian Bogor, 2009) 1.2
Rumusan Masalah Kelompok Tani Sugih Tani merupakan sebuah kelompok tani yang terletak di Desa Karehkel, Kecamatan Leuwi Liang, Kabupaten Bogor. Desa Karehkel yang terletak di Kecamatan Leuwi Liang, termasuk ke dalam wilayah pengembangan pembangunan Kabupaten Bogor bagian barat. Secara umum kondisi perekonomian di wilayah ini di topang oleh sektor pertanian. Sektor inilah yang menjadi mata pencaharian utama penduduk di kecamatan ini. Dengan model pengembangan konsep agropolitan, yaitu kota pertanian yang tumbuh dan berkembang karena berjalannya sistem dan usaha agribisnis serta mampu melayani wilayah sekitarnya. Kelompok Tani Sugih Tani sudah berdiri sejak tahun 1975, dengan fokus utama yaitu pertanian konkensional (non-organik). Sejak Bulan Januari 2009, sebuah institusi pertanian yang berasal dari Taiwan yaitu International Cooperation and Development Fund (ICDF) yang memiliki misi pengembangan pertanian di Indonesia agar dapat meningkatkan mutu sumber daya petani Indonesia agar bisa menembus pasar lokal maupun internasional, mulai mengadakan penyuluhan di Desa Karehkel untuk memulai mengembangkan pertanian organik yang ramah lingkungan. Karena adanya semangat dan komitmen yang cukup tinggi dari Kelompok Tani Sugih Tani untuk bersedia memulai pertanian organik khususnya untuk komoditi sayuran organik, maka pada bulan Juni 2009 diadakan sebuah
4
kontrak perjanjian (MOU) antara pihak Kelompok Tani Sugih Tani dengan pihak ICDF mengenai jenis komoditas yang dibudidayakan, harga jual komoditas, teknologi yang difasilitasi (screen house) dan dikreditkan ke petani dengan memotong harga jual produk yaitu Rp. 7000/kg untuk masing-masing komoditas di potong 25% sampai lunas, hingga ke pemasaran produk ke swalayan tertentu yang menjadi mitra ICDF. Berawal dari kerjasama tersebut, menjadikan Kelompok Tani Sugih Tani sebagai pelopor pengembang usaha sayuran organik di Desa Karehkel diantara lima kelompok tani yang terdapat di Desa Karehkel. Kelompok Tani Sugih Tani saat ini sudah mulai memproduksi sayuran organik meskipun baru mengalami empat kali panen dan hasil yang dihasilkan belum banyak dan belum mampu mencukupi permintaan dari pihak ICDF dan swalayan. Proses panen sayuran organik tersebut berkisar setiap 3-7 hari sekali sesuai dengan permintaan pihak swalayan. Pada proses penanaman sayuran tersebut, dilakukan secara bertahap masing-masing dengan jeda sekitar 7–10 hari. Hal ini dilakukan agar produk sayuran yang dihasilkan tidak mengalami panen secara bersamaan, sehingga ketersediaan produk setiap minggu selalu ada ketika pihak swalayan meminta pesanan sayuran organik. Dengan melihat kualitas hasil produksi yang relatif baik, dan adanya akses pemasaran yang cukup menjanjikan bagi petani, maka pihak kelompok tani beserta ketua Gapoktan merasa usaha budidaya sayuran organik tersebut cukup prospektif. Oleh karena itu perlu dibuat suatu strategi pengembangan usaha yang efektif agar usaha budidaya sayuran organik tersebut dapat lebih berkembang kedepannya. Berdasarkan hasil wawancara pendahuluan dengan petani sayuran organik di Kelompok Tani Sugih Tani, saat ini petani menghadapi beberapa permasalahan baik internal maupun eksternal ketika memproduksi sayuran organik. Permasalahan tersebut antara lain: kualitas bibit yang kurang baik, teknik pemupukan yang belum baik sehingga mempengaruhi tingkat pertumbuhan sayuran organik, sistem pengairan yang belum cukup efektif, sistem penanggulangan hama yang belum tepat, dan masih rendahnya
5
volume produksi sehingga belum mampu memenuhi permintaan pihak ICDF dan swalayan setiap minggunya. Hingga saat ini perkembangan hasil produksi sayuran organik masih belum stabil, dan masih relatif rendah. Adapun perkembangan hasil panen sayuran organik pada Kelompok Tani Sugih Tani dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Perkembangan hasil produksi sayuran organik pada Kelompok Tani Sugih Tani. Panen keKomoditas Kuantitas (kg) 1 Kangkung 47,7 Caisin 11,3 2 Bayam 10 Caisin 38,7 3 Bayam 26,75 Kangkung 27,75 4 Bayam 40 Kangkung 40 Caisin 20 Sumber: Kelompok Tani Sugih Tani, 2009 Sampai sejauh ini petani masih belum mulai memproduksi jenis komoditas pakcoy, dikarenakan petani belum mencoba memproduksi karena sejauh ini belum pernah mencoba memproduksi pakcoy sehingga belum mengetahui teknik budidaya yang tepat. Oleh karena takut gagal produksi jadi petani baru akan mencoba membudidayakan dalam keranjang sayuran kecil sebagai uji coba. Selain dari masalah internal, petani juga menghadapi beberapa kendala eksternal yaitu seperti posisi tawar petani yang masih rendah sehingga mempengaruhi tingkat harga produk yang juga masih relatif rendah, dimana petani mendapat harga bersih untuk masing-masing komoditas yaitu Rp. 5.250/kg, jika dibandingkan dengan petani-petani organik lain yang sudah lebih mapan dan memiliki posisi tawar ke konsumen yang sudah cukup baik, petani sudah mampu menjual hingga Rp. 10.000-15.000/kg per komoditas (Dinas Pertanian Bogor, 2009). Oleh karena itu, untuk mengatasi kendalakendala tersebut, petani harus memiliki strategi usaha yang tepat untuk memanfaatkan kekuatan dan peluang yang dimiliki untuk meminimalisir kekurangan yang dimiliki dan ancaman yang dihadapi.
6
Untuk membuat suatu strategi pengembangan usaha yang tepat, dilakukan melalui identifikasi faktor-faktor internal yang dimiliki Kelompok Tani Sugih Tani, meliputi kekuatan dan kelemahan yang dimiliki kelompok tani, dan faktor-faktor eksternal usaha, meliputi peluang dan ancaman yang dihadapi oleh kelompok tani. Adapun analisis lingkungan ini kemudian akan dianalisis menggunakan alat analisis yaitu berupa matriks IFE, EFE, SWOT dan QSPM sehingga terbentuk suatu strategi pengembangan usaha yang tepat bagi Kelompok Tani Sugih Tani. Beberapa permasalahan yang akan di analisis dalam penelitian ini adalah: 1. Apa saja faktor-faktor internal dan eksternal yang menjadi kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman bagi pengembangan usaha sayuran organik pada Kelompok Tani Sugih Tani? 2. Bagaimana alternatif strategi pengembangan usaha yang tepat untuk diterapkan oleh Kelompok Tani Sugih Tani? 3. Apa strategi pengembangan usaha terpilih yang tepat yang harus diterapkan oleh Kelompok Tani Sugih Tani? 1.3
Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini yaitu untuk menjawab seluruh rumusan permasalahan yang diidentifikasi dalam penelitian. Tujuan dari penelitian ini yaitu: 1. Menganalisis faktor-faktor internal dan eksternal yang menjadi kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman bagi pengembangan usaha sayuran organik pada Kelompok Tani Sugih Tani. 2. Merumuskan alternatif strategi pengembangan usaha yang tepat untuk diterapkan oleh Kelompok Tani Sugih Tani. 3. Memilih strategi pengembangan usaha terpilih yang tepat yang harus diterapkan oleh Kelompok Tani Sugih Tani.
1.4
Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup analisis dan pembahasan dalam penelitian ini yaitu meliputi analisis faktor-faktor internal dan eksternal dari Kelompok Tani
7
Sugih Tani, serta perumusan dan penentuan prioritas strategi pengembangan usaha yang dapat diterapkan oleh kelompok tani Sugih Tani di Desa Karehkel, Kecamatan Leuwi Liang. 1.5
Manfaat Penelitian Hasil yang diperoleh melalui kegiatan penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut : 1. Kelompok Tani Sugih Tani Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi sumbang saran positif bagi anggota kelompok tani mengenai strategi pengembangan usaha sayuran organik yang dihasilkan, sehingga dapat memberikan kontribusi bagi penciptaan laba bagi anggota kelompok tani khususnya, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat pada umumnya. 2. Lembaga Pemerintahan Sebagai bahan masukan dan informasi yang terkait dengan kebijakan pengembangan usaha kecil berbasis pertanian dengan komoditi unggulan sayuran organik.
8
II. TINJAUAN PUSTAKA
1.6
Sistem Pertanian Organik Sistem pertanian organik adalah suatu sistem produksi pertanian dimana bahan organik, baik makhluk hidup maupun yang sudah mati, merupakan faktor penting dalam proses produksi. Penggunaan pupuk organik (alami atau buatan) dan pupuk hayati serta pemberantasan hama, penyakit dan gulma secara biologis adalah contoh penerapan sistem pertanian organik. Arti yang lebih luas, sistem pertanian organik mencakup bidang peternakan dan perikanan yang terintegrasi dengan bidang pertanian, baik tanaman pangan, holtikultura dan tanaman perkebunan (Sugito dkk., 1995). Sedangkan menurut Winangun (2005), Pertanian Organik (PO) merupakan sistem dengan ciri utama bekerja selaras dengan alam untuk mencukupi kebutuhan pangan sehat bagi umat manusia. Dasar pandangan ini dijiwai oleh pelayanan terhadap alam karena di alam semua bertindak menurut hukum alam (organik), kecuali manusia yang mempunyai kehendak bebas untuk menolak hukum yang berlaku di alam: “Setiap organ melayani organisme dan setiap organisme memelihara seluruh organnya.” Dengan kata lain, pertanian organik dirancang menjadi sebuah sistem usaha tani yang mengikuti prinsip-prinsip alam dalam membangun keseimbangan agroekosistem agar bermanfaat bagi tanah, air, udara, tanaman dan seluruh makhluk hidup yang ada (termasuk organisme pengganggu) serta menyediakan bahan yang sehat khususnya pangan bagi kebutuhan manusia. 2.1.1 Tujuan Pertanian Organik Sistem pertanian organik berfokus pada kesuburan tanah sebagai
kunci
keberhasilan
produksi
dengan
memerhatikan
kemampuan alami dari tanah, tanaman, dan hewan untuk menghasilkan kualitas yang baik bagi hasil pertanian dan lingkungan (Winangun, 2005). Menurut IFOAM (International Federation of
9
Organic Agriculture Movements), tujuan dari pertanian organik adalah: 1. Menghasilkan bahan pangan dengan kualitas nutrisi tinggi serta dalam jumlah cukup. 2. Melaksanakan interaksi efektif dengan sistem dan daur ulang alamiah yang mendukung semua bentuk kehidupan yang ada. 3. Mendorong dan meningkatkan daur ulang dalam sistem usaha tani dengan mengaktifkan kehidupan jasad renik, flora dan fauna, tanah, serta hewan. 4. Memelihara serta meningkatkan kesuburan tanah secara berkelanjutan. 5. Menggunakan sebanyak mungkin sumber-sumber terbaru yang berasal dari sistem usaha tani itu sendiri. 6. Memanfaatkan bahan-bahan yang mudah didaur ulang baik di dalam maupun di luar usaha tani. 7. Membatasi terjadinya semua bentuk pencemaran lingkungan yang mungkin dihasilkan oleh kegiatan pertanian. 2.1.2
Sertifikasi Organik Sertifikasi menurut USDA (United State Departement of Agriculture), 2000, adalah suatu tahap-tahap proses yang digunakan untuk determinasi apakah operasi produksi atau penanganan baik domestik maupun luar negeri mampu memenuhi persyaratan internasional, nasional maupun regulasi teknis lainnya tentang produksi pangan organik. Menurut IFOAM (2000), sertifikasi produksi pangan organik adalah prosedur dimana lembaga sertifikasi pihak ketiga memberikan jaminan tertulis bahwa suatu proses teridentifikasi secara jelas diakses sesuai dengan standar telah menunjukkan jaminan suatu produk telah memenuhi persyaratan. Sedangkan menurut Codex CAC/GL 32-1999, sertifikasi adalah prosedur dimana lembaga sertifikasi pemerintah atau lembaga sertifikasi yang diakui oleh pemerintah, memberikan jaminan tertulis
10
atau yang ekuivalen bahwa pangan atau sistem pengendalian pangan sesuai dengan persyaratan. Sedangkan lembaga sertifikasi adalah suatu lembaga yang bertanggung jawab untuk memverifikasi bahwa produk yang dijual atau di label organik, telah di produksi, di proses, di siapkan, di tangani, dan/atau di impor berdasarkan pedoman CAC/GL 32-1999. Tujuan pemberian sertifikasi bagi suatu usaha yang bergerak di bidang pertanian organik adalah (Winarno, 2002): 1.
Melindungi konsumen dari penipuan dan segala bentuk kecurangan serta klaim produk yang tidak berdasar.
2.
Melindungi produsen organik dari produk pertanian lain (nonorganik) yang mengaku organik.
3.
Memberi kepastian bahwa semua tahapan produksi, persapan, penyimpanan, pengangkutan dan pemasaran dapat diperiksa dan mematuhi kaidah sistem produksi pertanian yang benar.
4.
Mengharmonikan pedoman-pedoman yang mengatur produksi, sertifikasi, identifikasi dan pelabelan produk yang dihasilkan secara organik.
5.
Menyediakan pedoman yang berlaku internasional tentang sistem
produksi
pertanian
organik,
serta
memfasilitasi
pengakuan sistem nasional untuk tujuan impor. 6.
Menjaga dan meningkatkan pelaksanaan sistem produksi pertanian organik di setiap daerah sehingga menyumbang terhadap pemeliharaan lingkungan lokal dan global. Menurut Winarno (2002), dinegara industri maju, berbagai
persyaratan harus lebih dahulu dipenuhi sebelum seseorang atau badan usaha dapat memberi label yang dijual ke masyarakat dengan nama Organic Foods. Persyaratan tersebut diantaranya adalah pangan organik harus dihasilkan dari tanaman yang tumbuh pada lahan organik yang bersertifikat. Sebelum mendapat izin untuk berhak menanamkan produknya sebagai
pangan
organik,
mereka
biasanya
diizinkan
untuk
11
mencantumkan kata Transisional Food. Yang dimaksud dengan transisional adalah produk pangan tersebut dihasilkan oleh tanaman yang dibudidayakan tanpa pestisida sintesis, atau pupuk kimia, herbisida dan fungisida dari lahan yang sudah terdaftar, tetapi belum memiliki sertifikat. Artinya lahan tersebut belum diperiksa atau belum memenuhi persyaratan sebagai lahan organis. 2.1.3
Prospek Pengembangan Pertanian Organik Memasuki abad 21, masyarakat dunia mulai sadar bahaya yang ditimbulkan oleh pemakaian bahan kimia sintetis dalam pertanian. Orang semakin arif dalam memilih bahan pangan yang aman bagi kesehatan dan ramah lingkungan. Gaya hidup sehat dengan slogan “Back to Nature” telah menjadi tren baru meninggalkan pola hidup lama yang menggunakan bahan kimia non alami, seperti pupuk, pestisida kimia sintetis dan hormon tumbuh dalam produksi pertanian. Pangan yang sehat dan bergizi tinggi dapat diproduksi dengan metode baru yang dikenal dengan pertanian organik. Indonesia memiliki kekayaan sumberdaya hayati tropika yang unik, kelimpahan sinar matahari, air dan tanah, serta budaya masyarakat yang menghormati alam, serta potensi pertanian organik sangat besar. Pasar produk pertanian organik dunia meningkat 20 persen per tahun2, oleh karena itu pengembangan budidaya pertanian organik perlu diprioritaskan pada tanaman bernilai ekonomis tinggi untuk memenuhi kebutuhan pasar domestik dan ekspor. Data dari WTO menunjukkan bahwa pada tahun 2000 perdagangan produk pertanian organik dunia telah mencapai US$ 17,5 milyar. Diperkirakan pada tahun 2010, pangsa pasar produk organik dunia akan mencapai US$ 100 milyar (Deptan, 2009). Masyarakat Cheska menghabiskan 15,9 juta dolar AS untuk membeli produk organik. Sementara di Swiss, sekitar 10-15 persen rumah tangga di sana membeli produk organik secara teratur. Swiss merupakan pembeli produk organik terbesar di dunia dengan
2
http://www.litbang.deptan.go.id/berita/one/17/ [5 Juni 2009]
12
menghabiskan 160 Swiss Franc atau sekitar Rp 1,2 juta per orang setiap tahunnya untuk produk-produk organik tertentu. Di Kanada, promosi ternyata dapat berpengaruh pada permintaan pangan organik di pasaran. Pertumbuhan permintaan pangan organik di pasar Kanada diprediksi mencapai 17,41 persen pada periode 2007-2011. Padahal, permintaan tahun sebelumnya hanya 3-4 persen.3 Volume produk pertanian organik mencapai 5-7 persen dari total produk pertanian yang diperdagangkan di pasar internasional. Sebagian besar disuplai oleh negara-negara maju seperti Australia, Amerika dan Eropa. Di Asia, pasar produk pertanian organik lebih banyak didominasi oleh negara-negara timur jauh seperti Jepang, Taiwan dan Korea. Tabel 2. Areal tanam pertanian organik masing-masing wilayah di dunia, tahun 2002. No. Wilayah Areal Tanam (Juta Ha) 1. Australia dan Oceania 7,70 2. Eropa 4,20 3. Amerika Latin 3,70 4. Amerika Utara 1,30 5. Asia 0,09 6. Afrika 0,06 Sumber: IFOAM, 2002; PC-TAS, 2002. Indonesia memiliki potensi yang cukup besar untuk bersaing di pasar internasional walaupun secara bertahap. Hal ini karena berbagai keunggulan komparatif antara lain : (1) Masih banyak sumberdaya lahan yang dapat dibuka untuk mengembangkan sistem pertanian organik, (2) teknologi untuk mendukung pertanian organik sudah cukup tersedia seperti pembuatan kompos, tanam tanpa olah tanah, pestisida hayati dan lain-lain. Beberapa komoditas prospektif yang dapat dikembangkan dengan sistem pertanian organik di Indonesia antara lain tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, tanaman rempah dan obat, serta peternakan. Menghadapi era perdagangan bebas pada tahun 2010 3
http://newspaper.pikiran-rakyat.com/ [5 Juni 2009]
13
mendatang diharapkan pertanian organik Indonesia sudah dapat mengekspor produknya ke pasar internasional. 2.1.4 Kelebihan dan Kelemahan Sistem Pertanian Organik Bila dibandingkan dengan sistem pertanian non-organik, sistem pertanian organik memiliki beberapa kelebihan, diantaranya yaitu (Pracaya, 2003): 1. Tidak menggunakan pupuk maupun pestisida kimia sehingga tidak menimbulkan pencemaran lingkungan, baik pencemaran tanah, air, maupun udara, serta produknya tidak mengandung racun. 2. Tanaman
organik
mempunyai
rasa
yang
lebih
manis
dibandingkan tanaman non-organik. 3. Harga jual lebih tinggi. Menurut Yanti (2006), pertanian organik pun memiliki beberapa kelemahan, yaitu diantaranya adalah membutuhkan pengelolaan yang cukup rumit, membutuhkan waktu yang cukup lama untuk dapat melihat hasilnya, biasanya pada awalnya pengelolaan dengan sistem ini membutuhkan biaya yang cukup besar dan tidak dapat dihindari kemungkinan adanya kerusakan pada saat awal penerapan sistem ini. Adapun upaya untuk meminimalisasi kelemahan-kelemahan tersebut yaitu melalui penyuluhan dan pendidikan kepada petani tentang teknik budidaya organik yang lebih efisien, salah satu contohnya adalah dengan meningkatkan efisiensi pupuk, dengan cara membuat sendiri pupuk organik yang bahan bakunya tersedia di sekitar daerah budidaya, yang memiliki kualitas baik sehingga mengurangi pengeluaran petani untuk membeli pupuk organik. 1.7
Kelompok Tani Sesuai dengan SK Menteri Pertanian No. 93/Kpts/OT.210/3/97, Tanggal 18 Maret 1997, pengertian yang berkaitan tentang petani dan kelompoknya adalah sebagai berikut :
14
1.
Petani adalah: Pengelola usahatani dan atau usaha penangkapan ikan, yang meliputi petani, pekebun, peternak.
2.
Kelompok Tani adalah: Kumpulan petani yang tumbuh berdasarkan keakraban dan keserasian, serta kesamaan kepentingan dalam memanfaatkan sumber daya pertanian untuk bekerja sama meningkatkan produktivitas usahatani dan kesejahteraan anggotanya.
3.
Kontak Tani adalah: Ketua kelompok tani yang dipilih dari anggota dan oleh anggota kelompok berdasarkan musyawarah. Dapat pula mantan ketua kelompok tani yang masih aktif sebagai anggota kelompok, dan kepemimpinannya masih diakui kelompok. Adapun ciri-ciri dan dasar dibentuknya kelompok tani menurut
Departemen Pertanian (1997) yaitu: 1.
Penumbuhan kelompok tani didasarkan pada keakraban, keserasian dan kepentingan bersama, baik berdasarkan hamparan usahatani kebun, domisili atau jenis usahatani tergantung kesepakatan dari petani yang bersangkutan.
2.
Anggota pengurus kelompok tani pertanian, baik yang merupakan kegiatan proyek maupun kegiatan pembangunan swadaya.
3.
Merupakan pengorganisasian petani yang mengatur kerjasama dan pembagian tugas anggota maupun pengurus dalam kegiatan usahatani kelompok di hamparan kebun.
4.
Besaran kelompok tani disesuaikan dengan jenis usahatani dan kondisi di lapangan, dengan jumlah anggota berkisar 20-30 orang.
5. 1.8
Keanggotaan kelompok tani bersifat non formal.
Agropolitan Secara harfiah, “Agropolitan” berasal dari dua kata yaitu (Agro = pertanian), dan (Politan/Polis = kota), sehingga agropolitan didefinisikan sebagai kota pertanian yang tumbuh dan berkembang yang mampu memacu berkembangnya sistem dan usaha agribisnis sehingga dapat melayani,
15
mendorong,
menarik,
menghela
kegiatan
pembangunan
pertanian
(agribisnis) di wilayah sekitarnya. Sedangkan kawasan agropolitan, terdiri dari kota pertanian dan desadesa sentra produksi pertanian yang ada di sekitarnya, dengan batasan yang tidak ditentukan oleh batasan administrasi pemerintahan, tetapi lebih ditentukan dengan memperhatikan skala ekonomi yang ada. Dengan kata lain kawasan agropolitan adalah kawasan agribisnis yang memiliki fasilitas perkotaan.4 1. Tujuan Pengembangan Kawasan Agropolitan Untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat melalui percepatan pengembangan wilayah dan peningkatan keterkaitan desa dan kota dengan mendorong berkembangnya sistem usaha agribisnis yang berdaya saing, berbasis kerakyatan, berkelanjutan dan terdesentralisasi di kawasan agropolitan 2.
Sasaran Pengembangan Kawasan Agropolitan Untuk mengembangkan kawasan pertanian yang berpotensi menjadi
kawasan agropolitan, melalui : a. Pemberdayaan masyarakat b. Penguatan kelembagaan petani c. Pengembangan kelembagaan sistem agribisnis d. Peningkatan sarana – prasarana e. Pengembangan iklim yang kondusif bagi investor f. Peningkatan sarana – prasarana kesejahteraan sosial. 3.
Ciri-ciri Kawasan Agropolitan Suatu kawasan agropolitan yang sudah berkembang memiliki ciri-ciri
sebagai berikut: a. Sebagian besar kegiatan masyarakat di kawasan tersebut memperoleh pendapatan dari kegiatan kegiatan pertanian (agribisnis). b. Sebagian besar kegiatan di kawasan tersebut didominasi oleh kegiatan pertanian atau agribisnis termasuk didalamnya usaha industri (pengolahan) pertanian, perdagangan hasil-hasil pertanian (termasuk 4
http://www.deptan.go.id/pesantren/agropolitan/arti_agro.html [5 Juni 2009]
16
perdagangan untuk kegiatan ekspor), perdagangan agibisnis hulu (saran pertanian dan permodalan), agrowisata dan jasa pelayanan. c. Hubungan antara kota dan daerah-daerah pedalaman dan sekitarnya di kawasan agropolitan bersifat timbal balik yang harmonis dan saling membutuhkan, dimana kawasan pertanian mengembangkan usaha budidaya (on farm) dan produk olahan skala rumah tangga (off farm), sebaliknya kota menyediakan fasilitas untuk berkembangnya usaha budidaya dan agribisnis seperti penyediaan sarana pertanian, modal, teknologi, informasi pengelohan hasil dan penampungann (pemasaran) hasil produksi/produk pertanian. d. Kehidupan masyarakat di kawasan agropolitan mirip dengan suasana kota karena keadaan sarana yang ada di kawasan agropolitan tidak jauh berbeda dengan di kota.
Pasar/Global
Keterangan : Penghasil bahan baku Pengumpul bahan baku Sentra produksi Kota kecil/pusat regional Kota sedang/besar (outlet) Jalan dan dukungan sarana prasarana Batas kawasan lindung, budidaya dll Batas kawasan agropolitan
Gambar 2. Skematik kawasan agropolitan (BAPPEDA, 2009) 1.9
Manajemen Strategi 2.4.1 Konsep Manajemen Strategi Menurut didefinisikan
David sebagai
(2006), seni
dan
manajemen ilmu
untuk
strategis
dapat
memformulasi,
mengimplementasi, dan mengevaluasi keputusan lintas fungsi yang
17
memungkinkan organisasi dapat mencapat tujuannya. Manajemen strategis berfokus pada mengintegrasikan manajemen, pemasaran, keuangan atau akuntansi, produksi atau operasi, penelitian dan pengembangan, dan sistem informasi komputer untuk mencapai keberhasilan organisasi. Manajemen strategis memberikan berbagai manfaat bagi organisasi, karena memungkinkan suatu organisasi untuk proaktif dalam menentukan masa depannya; memungkinkan perusahaan untuk memulai memengaruhi aktivitas organisasinya, sehingga memiliki kontrol terhadap masa depan organisasinya. Secara historis, manfaat utama manajemen strategis telah membantu organisasi memformulasikan strategi yang lebih baik dengan menggunakan pendekatan yang lebih sistematis, logis dan rasional untuk pilihan strategis. Secara spesifik, manajemen strategis memiliki dua jenis manfaat, yaitu manfaat finansial dan manfaat nonfinansial. Dari sisi finansial, organisasi yang menerapkan konsep manajemen strategis lebih menguntungkan dan berhasil dibandingkan organisasi lain yang tidak menggunakannya. Hal ini disebabkan perusahaan yang memiliki kinerja tinggi cenderung melakuan perencanaan yang sistematis untuk mempersiapkan fluktuasi dimasa depan dalam lingkungan eksternal dan internalnya. Perusahaan dengan sistem perencanaan yang sangat mirip dengan teori manajemen strategis menunjukkan kinerja keuangan jangka panjang yang lebih baik dibanding industrinya, serta juga menunjukkan perbaikan yang signifikan
dalam
penjualan,
profitabilitas
dan
produktivitas
dibandingkan dengan perusahaan tanpa aktivitas perencanaan yang sistematis. Sedangkan
dari
sisi
nonfinansial,
dengan
menerapkan
manajemen strategis, dapat membantu organisasi meningkatkan kesadaran atas ancaman eksternal, pemahaman yang lebih baik atas strategi pesaing, meningkatkan produktivitas karyawan, mengurangi
18
keengganan untuk berubah, dan pengertian yang lebih baik atas hubungan antara kinerja dan penghargaan. Pada dasarnya setiap perusahaan memiliki strategi masingmasing untuk menghadapi persaingan. Menurut David (2006), terdapat beberapa alternatif strategi utama yang dapat diterapkan oleh suatu perusahaan, yaitu: 1.
Strategi Integrasi Vertikal a. Strategi integrasi ke depan, yaitu suatu strategi yang melibatkan akuisisi kepemilikan atau peningkatan kontrol atas distributor atau pengecer perusahaan. b. Strategi integrasi ke belakang, yaitu suatu strategi yang melibatkan akuisisi kepemilikan atau peningkatan kontrol atas pemasok perusahaan. c. Strategi integrasi horizontal, yaitu suatu strategi yang melibatkan akuisisi kepemilikan atau peningkatan kontrol atas pesaing perusahaan.
2.
Strategi Intensif a. Strategi penetrasi pasar, yaitu dimana perusahaan sebaiknya meningkatkan pangsa pasar suatu produk atau jasa melalui usaha-usaha pemasaran yang lebih besar, misalnya dengan menambah tenaga penjual, biaya iklan, promosi penjualan atau usaha-usaha promosi lainnya. Jadi, tujuan dari strategi ini yaitu untuk meningkatkan pangsa pasar melalui usaha pemasaran yang lebih besar. b. Strategi pengembangan pasar, yaitu suatu strategi yang bertujuan untuk memperkenalkan produk-produk atau jasa yang ada sekarang ke daerah-daerah yang secara geografis merupakan daerah baru. Tujuan dari strategi ini yaitu untuk memperbesar pangsa pasar. c. Strategi pengembangan produk, yaitu strategi yang bertujuan agar perusahaan dapat meningkatkan penjualan dengan cara meningkatkan atau memodifikasi produk atau jasa yang
19
sudah ada sekarang atau mengembangkan produk atau jasa yang baru. 3.
Strategi Diversifikasi a. Strategi diversifikasi konsentrik, yaitu suatu strategi dengan cara menambah produk atau jasa yang baru tetapi masih saling berhubungan dengan produk atau jasa yang lama. Jadi, tujuan strategi ini yaitu untuk membuat produk baru yang berhubungan untuk pasar yang sama. b. Strategi diversifikasi konglomerat, yaitu suatu strategi dimana perusahaan menambahkan produk atau jasa yang baru namun tidak saling berhubungan dengan produk atau jasa yang lama. Strategi ini bertujuan untuk menambah produk baru yang tidak saling berhubungan untuk pasar yang berbeda. c. Strategi diversifikasi horizontal, yaitu suatu strategi dimana perusahaan menambahkan produk atau jasa pelayanan yang baru, yang tidak saling berhubungan namun untuk konsumen yang sudah ada. Jadi, tujuan dari strategi ini yaitu untuk memuaskan konsumen yang sama melalui penambahan produk atau jasa baru.
4.
Strategi Bertahan a. Strategi penciutan biaya, yaitu dimana perusahaan melakukan pengurangan biaya dan aset perusahaan dengan tujuan menghemat biaya agar keuntungan dapat dipertahankan dengan cara menjual sebagian aset perusahaan. b. Strategi penciutan usaha, yaitu dimana perusahaan menjual satu divisi atau bagian dari perusahaan untuk menambah modal dari suatu rencana investasi. c. Strategi likuidasi, yaitu dimana perusahaan menjual seluruh aset perusahaan yang dapat dihitung nilainya. Tujuan dari strategi
ini
adalah
untuk
menutup
perusahaan,
jika
20
perusahaan sudah tidak dapat lagi dipertahankan lagi keberadaannya. 2.4.2 Proses Manajemen Strategi Menurut David (2006), untuk membuat suatu konsep manajemen strategis yang baik dan dapat diterapkan oleh perusahaan, maka diperlukan suatu proses manajemen strategis yang terdiri dari tiga tahap: formulasi strategi, implementasi strategi, dan evaluasi strategi. Formulasi strategi termasuk mengembangkan visi dan misi, mengidentifikasi peluang dan ancaman eksternal perusahaan,
menentukan
kekuatan
dan
kelemahan
internal,
menetapkan tujuan jangka panjang, merumuskan alternatif strategi, dan memilih strategi tertentu yang akan dilaksanakan. Implementasi strategi sering kali disebut tahap pelaksanaan dalam manajemen strategis. Implementasi strategi mensyaratkan perusahaan untuk menetapkan tujuan tahunan, membuat kebijakan, memotivasi karyawan, dan mengalokasikan sumber daya sehingga strategi yang telah diformulasikan dapat dijalankan. Implementasi strategi termasuk mengembangkan budaya yang mendukung strategi, menciptakan struktur organisasi yang efektif dan mengarahkan usaha pemasaran,
menyiapkan
anggaran,
mengembangkan
dan
memberdayakan sistem informasi, dan menghubungkan kinerja karyawan dengan kinerja organisasi. Evaluasi strategi adalah tahap akhir dalam manajemen strategi. Evaluasi strategi merupakan alat utama untuk mendapatkan informasi mengenai ketidaksesuaian antara strategi yang sudah diformulasikan dan diimplementasikan dengan hasil yang diperoleh. Adapun tiga aktivitas dasar evaluasi strategi yaitu: (1) meninjau ulang faktor eksternal dan internal yang menjadi dasar strategi saat ini, (2) mengukur kinerja, dan (3) mengambil tindakan korektif. Tahapan proses manajemen strategis dirumuskan dalam bentuk model
komprehensif
menunjukkan
manajemen
pendekatan
yang
strategis. jelas
dan
Model praktis
tersebut untuk
21
memformulasikan, mengimplementasikan, dan mengevaluasi strategi karena menunjukkan hubungan antara komponen utama dari proses manajemen strategis.
Menjalankan audit eksternal
Mengembangkan pernyataan visi dan misi
Menetapkan tujuan jangka panjang
Merumuskan, mengevaluasi, dan memilih strategi
Implementasi strategi- isu-isu pemasaran, keuangan, akuntansi, penelitian,dan pengembangan, sistem informasi manajemn
Implementasi strategi- isu manajemen
Mengukur dan mengevaluasi kinerja
Menjalankan audit internal
Formulasi Strategi
Implementasi Strategi
Gambar 3. Model komprehensif manajemen strategis (David, 2006) 2.4.3. Formulasi Strategi Tahap awal dalam formulasi strategi yaitu mengidentifikasi visi, misi, tujuan dan strategi perusahaan yang digunakan saat ini. Menurut Umar (2008), visi merupakan suatu cita-cita tentang keadaan dimasa datang yang diinginkan untuk terwujud oleh seluruh personel perusahaan, mulai dari jenjang yang paling atas sampai yang paling bawah. Pada intinya, pernyataan visi harus mampu menjawab ”ingin menjadi apa kita?” (David, 2006). Sedangkan misi merupakan penjabaran tertulis mengenai visi agar menjadi mudah dimengerti atau jelas bagi seluruh staf perusahaan (Umar, 2008). Sedangkan menurut David (2006), misi merupakan pernyataan tujuan jangka panjang yang membedakan suatu perusahaan dengan perusahaan sejenis lainya. Misi merupakan pondasi untuk prioritas, strategi, rencana, dan penugasan yang menjadi titik awal untuk mendesain pekerjaan manajerial dan mendesain struktur manajerial. Pernyataan misi mengidentifikasi
Evaluasi Strategi
22
cakupan operasi perusahaan dalam definisi produk dan pasar. Pernyataan misi yang jelas menggambarkan nilai dan prioritas dari suatu organisasi dan menhgaruskan penyusun strategi untuk berfikir tentang sifat dan cakupan operasi saat ini dan mengevaluasi potensi ketertarikan atas pasar dan aktivitas di masa depan. 1.10 Analisis Lingkungan Internal Faktor lingkungan internal yaitu segala faktor yang terkait dengan fungsi perusahaan tersebut yang dapat menunjukkan adanya kekuatan atau kelemahan perusahaan yang sifatnya dapat dikendalikan oleh pemimpin perusahaan. Menurut David (2006), kekuatan dan kelemahan internal merupakan aktivitas organisasi yang dapat dikontrol yang dijalankan dengan sangat baik atau sangat buruk. Faktor-faktor internal ini muncul dalam aktivitas manajemen, pemasaran, keuangan atau akuntansi, produksi atau operasi, penelitian dan pengembangan, dan sistem informasi manajemen dari sebuah bisnis. 2.5.1 Aspek Pemasaran Pemasaran dapat digambarkan sebagai proses mendefinisikan, mengantisipasi, menciptakan, serta memenuhi kebutuhan dan keinginan pelanggan atas barang dan jasa (David, 2006). Sedangkan menurut Assauri (2004), setiap perusahaan selalu berusaha untuk dapat tetap hidup, berkembang, dan mampu bersaing. Dalam rangka inilah, maka setiap perusahaan perlu selalu menetapkan dan menerapkan strategi dan cara pelaksanaan kegiatan pemasarannya. Salah satu unsur dalam strategi pemasaran terpadu adalah strategi bauran pemasaran, yang merupakan strategi yang dijalankan perusahaan, yang berkaitan dengan penentuan bagaimana perusahaan menjanjikan penawaran produk pada segmen pasar tertentu, yang merupakan sasaran pasarnya. Variabel strategi bauran pemasaran tersebut adalah: 1.
Strategi Produk Strategi produk dalam hal ini adalah menetapkan cara dan
penyediaan produk yang tepat bagi pasar yang dituju, sehingga dapat
23
memuaskan para konsumennya sekaligus dapat meningkatkan keuntungan perusahaan dalam jangka panjang, melalui peningkatan penjualan dan peningkatan pangsa pasar. Faktor-faktor yang terkandung dalam suatu produk adalah mutu/kualitas, penampilan, pilihan yang ada, gaya,
merek,
pengemasan, ukuran, jenis, macam, jaminan, dan pelayanan. Sedangkan strategi produk yang dapat dilakukan mencakup keputusan tentang acuan/bauran produk, merek dagang, cara pembungkusan/kemasan produk, tingkat mutu/kualitas dari produk dan pelayanan yang diberikan. 2.
Strategi Harga Strategi penetapan harga sangat penting terutama untuk
menjaga dan meningkatkan posisi perusahaan di pasar, yang tercermin dalam pangsa pasar perusahaan, disamping untuk meningkatkan penjualan dan keuntungan perusahaan. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam penetapan harga yaitu: harga bahan baku, biaya produksi, biaya pemasaran, adanya peraturan pemerintah, yang merupakan faktor yang secara langsung mempengaruhi.
Sedangkan
faktor
yang
tidak
langsung
mempengaruhi yaitu harga produk sejenis yang dijual pesaing, pengaruh
harga
terhadap
produk
substitusi
dan
produk
komplementer, serta potongan harga untuk para penyalur dan konsumen. 3.
Strategi Distribusi Kegiatan distribusi atau penyaluran merupakan kegiatan
penyampaian produk sampai ke konsumen pada waktu yang tepat. Oleh karena itu, kegiatan penyaluran merupakan salah satu kebijakan pemasaran terpadu yang mencakup penentuan saluran pemasaran dan distribusi fisik. Faktor-faktor yang mempengaruhinya yaitu: saluran distribusi, cakupan distribusi, lokasi, persediaan dan alat transportasi.
24
4.
Strategi Promosi Suatu produk betapapun bermanfaat akan tetapi jika tidak
dikenal oleh konsumen, maka produk tersebut tidak akan diketahui manfaatnya dan mungkin tidak dibeli oleh konsumen. Oleh karena itu dalam menunjang keberhasilan kegiatan pemasaran yang dilakukan dan efektifnya rencana pemasaran yang disusun, maka perusahaan haruslah menetapkan dan menjalankan strategi promosi yang tepat. Unsur-unsur dari strategi promosi terdiri dari: iklan, penjualan personal, promosi penjualan, dan publisitas. 2.5.2 Aspek Keuangan atau Akuntansi Analisis keuangan merupakan metode yang digunakan untuk menentukan kekuatan dan kelemahan organisasi dalam area investasi, pendanaan dan deviden. Beberapa hal yang dikaji dalam aspek keuangan yaitu mengenai bagaimana analisis keuangan perusahaan, kemampuan perusahaan menghasilkan modal jangka pendek dan jangka panjang, kecukupan modal perusahaan, prosedur penganggaran modal, kebijakan pembayaran dividen, serta hubungan dengan investor dan pemegang saham. 2.5.3 Aspek Produksi atau Operasi Manajemen produksi operasi berhubungan dengan input, transformasi, dan output yang bervariasi antar industri dan pasar. Fungsi produksi operasi dari suatu bisnis terdiri atas semua aktivitas yang mengubah input menjadi barang dan jasa.
25
Tabel 3. Fungsi dasar manajemen produksi Fungsi Proses
Deskripsi Keputusan proses berhubungan dengan desain dari sistem produksi fisik. Kapasitas Keputusan kapasitas berhubungan dengan penentuan tingkat output yang optimal untuk organisasi. Persediaan Keputusan persediaan mencakup pengelolaan tingkat bahan mentah, barang dalam proses, dan barang jadi. Tenaga Keputusan tenaga kerja berhubungan dengan Kerja pengelolaan karyawan yang terampil, tidak terampil, klerikal, dan manajerial. Kualitas Keputusan kualitas ditujukan untuk memastikan bahwa barang dan jasa yang diproduksi berkualitas tinggi. Sumber: David,2006. 2.5.4 Aspek Penelitian dan Pengembangan Aspek penelitian dan pengembangan (Litbang) ditujukan pada pengembangan produk baru sebelum pesaing melakukannya untuk memperbaiki kualitas produk atau untuk memperbaiki proses produksi untuk menurunkan biaya. 2.5.5 Aspek Sistem Informasi Manajemen Sistem informasi manajemen menerima bahan mentah dari evaluasi internal dan eksternal dari suatu organisasi. Sistem ini mengumpulkan bahan mentah data tentang pemasaran, keuangan, produksi, dan yang berhubungan dengan karyawan secara internal, serta faktor sosial, budaya, demografi, lingkungan, ekonomi, politik, peraturan pemerintah, teknologi, dan kompetitif secara eksternal. Data diintegrasikan dalam cara yang dibutuhkan untuk mendukung pengambilan keputusan manajerial. Kegunaan
sistem
informasi
manajemen
adalah
untuk
memperbaiki kinerja suatu organisasi dengan memperbaiki kualitas keputusan
manajerial.
Sistem
informasi
yang
efektif
akan
menghasilkan suatu database yang berisi berbagai catatan dan data yang penting bagi manajer.
26
1.11 Analisis Lingkungan Eksternal Faktor lingkungan eksternal merupakan faktor-faktor yang pada dasarnya terletak di luar dan terlepas dari perusahaan (Umar, 2008). Faktorfaktor lingkungan eksternal meliputi peluang dan ancaman yang berada diluar kendali
perusahaan, meliputi: keadaan politik, hukum dan
pemerintah; ekonomi; sosial, budaya, demografi dan lingkungan; teknologi; serta tren
kompetisi
dan kejadian
yang secara signifikan dapat
menguntungkan atau membahayakan organisasi di masa depan. 2.6.1 Aspek Politik Menurut Umar (2008), faktor politik terkait dengan arah, kebijakan, dan stabilitas pemerintah. Stabilitas politik yang baik akan sangat mempengaruhi keadaan dunia usaha. Beberapa hal terkait dengan faktor politik yang perlu diperhatikan yaitu: undang-undang tentang lingkungan dan berburuhan, peraturan tentang perdagangan luar negeri, stabilitas pemerintahan, peraturan tentang keamanan dan kesehatan kerja, dan sistem perpajakan. 2.6.2 Aspek Ekonomi Menurut Umar (2008), kondisi ekonomi suatu daerah atau negara dapat mempengaruhi iklim berbisnis suatu perusahaan. Beberapa faktor kunci yang perlu diperhatikan yaitu: siklus bisnis, ketersediaan energi, inflasi, suku bunga, investasi, harga-harga produk dan jasa, produktivitas dan tenaga kerja. 2.6.3 Aspek Sosial, Budaya, Demografi dan Lingkungan Menurut David (2006), perubahan sosial, budaya, demografi dan lingkungan memiliki pengaruh besar terhadap hampir semua produk, jasa dan pelanggan. Adanya kondisi yang selalu berubahubah tersebut sebaiknya diantisipasi oleh perusahaan, misalnya perubahan sikap, gaya hidup, adat istiadat, dan kebiasaan dari orangorang di lingkungan eksternal perusahaan. 2.6.4 Aspek Teknologi Menurut Umar (2008), kemajuan perkembangan teknologi yang begitu pesat, baik dibidang bisnis maupun di bidang yang
27
mendukung kegiatan bisnis sangat mempengaruhi keadaan usaha suatu perusahaan. Agar setiap kegiatan usaha dapat terus berjalan terus-menerus,
maka
perusahaan
harus
selalu
mengikuti
perkembangan-perkembangan teknologi yang dapat diterapkan pada produk dan jasa yang dihasilkan atau pada cara operasinya. 2.6.5 Aspek Persaingan Menurut Umar (2008), faktor pasar dan persaingan terkait dengan keadaan persaingan dimana perusahaan berada, sehingga faktor kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang dimiliki perusahaan
termasuk
kondisi
persaingan
perusahaan dengan
mengumpulkan dan mengevaluasi informasi tentang pesaing merupakan hal yang penting untuk keberhasilan formulasi strategi. 1.12 Penelitian Terdahulu Yanti (2006) melakukan penelitian mengenai strategi pengembangan usaha sayuran organik di pertanian organik “Kebonku”. Dari hasil penelitian tersebut diketahui bahwa perusahaan berada pada posisi kuadran V yang menunjukkan bahwa baik kondisi internal perusahaan maupun respon perusahaan terhadap faktor eksternal tergolong sedang. Sehingga strategi yang paling efektif yang sebaiknya diterapkan yaitu meningkatkan volume produksi
perusahaan
dengan
bobot
terbesar
yaitu
4,590,
serta
mempertahankan kualitas dan mutu pelayanan kepada konsumen dan distributor serta mengusahakan sertifikasi organik dengan bobot 4,466. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Fitri (2006) mengenai strategi pengembangan usaha sayuran organik pada kelompok tani ”Usahatani Bersama” di Sumatera Barat. Dari hasil analisis melalui matriks IFE, EFE, SWOT dan QSPM, dapat diketahui bahwa sebaiknya kelompok tani
ini
menerapkan
meningkatkan
strategi
profesionalisme
perbaikan dan
sistem
manajemen
untuk
kemampuan
manajerial
serta
meningkatkan kemampuan teknis dan pengetahuan pertanian organik untuk anggota dan pekerja melalui pelatihan. Yenni (2007) melakukan penelitian mengenai perumusan strategi pemasaran tepung ubi jalar produksi usaha kecil pada Kelompok Tani Hurip
28
di Desa Cikarawang. Dari hasil penelitian tersebut dapat diketahui bahwa sebaiknya Kelompok Tani Hurip menerapkan strategi pemasaran melalui kegiatan promosi yang intensif dan efisien, menjalin kerjasama dengan pemerintah dan atau pihak lain, integrasi ke belakang serta perluasan pasar. Rosita (2008) menganalisis strategi usaha sayuran organik di PT. Anugrah Bumi Persada “RR Organic Farm” di Kabupaten Cianjur. Dari hasil penelitian tersebut, diketahui bahwa strategi alternatif yang sebaiknya diterapkan yaitu mengoptimalkan dan meningkatkan volume produksi dengan cara perencanaan tanam yang lebih teliti, penyediaan sarana produksi yang lengkap dan memanfaatkan lahan kosong atau belum ditanam serta memproduksi sayuran yang bernilai ekonomis. Purnama (2009) menganalisis strategi pemasaran produk olahan wortel pada Kelompok Wanita Tani kartini di Cianjur. Dari hasil analisis faktorfaktor internal dan eksternal, diketahui bahwa kekuatan utama pada usaha ini yaitu terdapat pada variasi produk yang beragam, kelemahannya terletak pada kemasan produk dan kegiatan promosi. Sedangkan peluang yang dimiliki yaitu ketersediaan bahan baku, dan ancamannya terletak pada adanya produk substitusi. Dari hasil analisis SWOT dan QSPM, dapat diketahui bahwa strategi terbaik yang dapat dilakukan yaitu memperbaiki tampilan produk melalui perbaikan kemasan, serta peningkatan promosi penjualan atau penyebaran informasi produk ke konsumen.
29
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1
Kerangka Pemikiran Operasional Berawal dari visi pemerintah melalui Departemen Pertanian yaitu “Go Organic 2010”, secara tidak langsung membawa dampak bagi Kelompok Tani Sugih Tani yang berlokasi di Desa Karehkel, Kecamatan Leuwi Liang, yang termasuk dalam kawasan pengembangan Agropolitan di Kabupaten Bogor. Melalui kerjasama yang dilakukan antara Kelompok Tani Sugih Tani dengan ICDF, turut mendukung dalam program pengembangan kawasan Agropolitan di Kabupaten Bogor. Agar usaha budidaya sayuran organik yang dikembangkan oleh Kelompok Tani Sugih Tani dapat berkembang dengan baik, diperlukan suatu perumusan strategi pengembangan usaha yang tepat untuk dapat diterapkan oleh Kelompok Tani Sugih Tani. Perumusan strategi pengembangan usaha ini akan melalui tiga tahap kerangka pengambilan keputusan, yang diawali dengan menganalisis faktorfaktor lingkungan internal dan eksternal yang mempengaruhi usaha budidaya sayuran organik di Kelompok Tani Sugih Tani tersebut. Analisis lingkungan internal yaitu berupa identifikasi kekuatan dan kelemahan dari usaha tersebut, yang kemudian dirangkum dalam matriks Internal Factor Evaluation (IFE). Sedangkan analisis lingkungan eksternal yaitu berupa identifikasi peluang dan ancaman yang dihadapi oleh usaha tersebut, yang kemudian dirangkum dalam matriks Eksternal Factor Evaluation (EFE). Tahap berikutnya yaitu menggabungkan antara analisis faktor-faktor internal dan faktor-faktor eksternal dalam suatu bentuk matriks SWOT. Melalui analisis ini, kekuatan dan kelemahan usaha, serta peluang dan ancaman yang dihadapi usaha tersebut akan dicocokkan satu sama lainnya sehingga akan terbentuk empat tipe strategi, yaitu strategi kekuatan – peluang (SO), strategi kelemahan – peluang (WO), strategi kekuatan – ancaman (ST), dan strategi kelemahan – ancaman (WT). Keluaran dari alternatif-alternatif strategi tersebut akhirnya akan di analisis kembali melalui Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM)
30
untuk menentukan alternatif strategi mana yang terbaik yang sebaiknya diterapkan pada usaha budidaya sayuran organik di Kelompok Tani Sugih Tani. QSPM merupakan tahap ketiga atau tahap terakhir dari tahap kerangka pengambilan keputusan strategi. Keluaran dari matriks QSPM yaitu berupa skor, dimana strategi dengan skor tertinggi merupakan strategi yang harus diprioritaskan untuk diterapkan. Dengan terpilihnya strategi yang paling tepat, diharapkan dapat memberikan manfaat bagi masyarakat, khususnya Kelompok Tani Sugih Tani dalam pengembangan usahanya dan dapat bersaing di pasar organik sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan petani dan masyarakat disekitarnya.
31
Pengembangan Kawasan Agropolitan Kabupaten Bogor Kelompok Tani Sugih Tani di Desa Karehkel
Pengembangan Usaha Sayuran Organik
• • • • • •
Analisis Lingkungan Internal: Aspek Pemasaran Aspek Keuangan/Akuntansi Aspek Produksi/Operasi Aspek Litbang Aspek SIM Aspek SDM
• • • • •
Analisis Lingkungan Eksternal: Aspek Politik Aspek Ekonomi Aspek Sosial Budaya, Demografi dan Lingkungan Aspek Teknologi Aspek Persaingan
Matriks SWOT
Alternatif Strategi Pemasaran Matriks QSP Strategi Pemasaran Terpilih Penerapan Strategi
Penerapan Strategi
Gambar 5. Kerangka pemikiran operasional 3.2
Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan pada Kelompok Tani Sugih Tani di Desa Karehkel, Kecamatan Leuwi Liang, Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara sengaja, berdasarkan rekomendasi dari pihak Bappeda Kabupaten Bogor, dengan pertimbangan bahwa usaha produksi sayuran organik ini merupakan usaha yang masih baru dan sedang berkembang, sehingga perlu dilakukan analisis strategi pengembangan usaha yang efektif. Kegiatan penelitian dimulai pada bulan Mei-Juli 2009.
32
3.3
Karakteristik Responden Proses pengambilan data pada penelitian ini didasarkan pada wawancara dan pengisian kuesioner terhadap enam responden yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan usaha budidaya sayuran organik yang dikembangkan oleh Kelompok Tani Sugih Tani. Adapun keenam orang tersebut yaitu pihak Bappeda Kabupaten Bogor (salah satu perencana dan pengelola pengembangan kawasan Agropolitan Kabupaten Bogor), Ketua Gapoktan Pandan Wangi sekaligus Ketua Posko Induk Agropolitan Kabupaten Bogor, dan empat orang petani yang menjadi pelopor pada Kelompok Tani Sugih Tani dalam mengembangkan budidaya sayuran organik. Tabel karakteristik responden lebih lanjut dapat dilihat pada Lampiran 1.
3.4
Metode Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian adalah data primer dan data sekunder yang bersifat kualitatif dan kuantitatif. Data primer adalah data yang diperoleh langsung melalui observasi, wawancara dan pengisian kuesioner. Sedangkan data sekunder merupakan data yang berupa dokumendokumen atau literatur yang diperoleh dari BPS, internet, surat kabar atau jurnal. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1.
Observasi, yaitu pengamatan langsung objek penelitian dengan tujuan untuk memahami kondisi petani, dan perkebunan sayuran organik.
2.
Wawancara dilakukan kepada pihak-pihak yang terkait dengan penelitian, yaitu petani sayuran organik, Ketua Gapoktan Pandan Wangi sekaligus Ketua Posko Induk Agropolitan Kabupaten Bogor, dan pihak Bappeda yang menangani Agropolitan. Lampiran daftar pertanyaan wawancara dapat dilihat pada lampiran 3.
3.
Kuesioner berisi daftar-daftar pertanyaan dan pernyataan yang ditujukan kepada pihak-pihak terkait. Kuesioner dibagi menjadi dua jenis, yaitu kuesioner untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang
33
mempengaruhi lingkungan internal dan eksternal usaha sayuran organik, dan kuesioner untuk menilai faktor-faktor yang paling mempengaruhi dan kurang mempengaruhi lingkungan usaha sayuran organik. Lampiran kuesioner dapat dilihat pada lampiran 4. 3.5
Metode Pengolahan dan Analisis Data Proses penentuan strategi dilakukan melalui tiga tahapan, yaitu tahap pengumpulan data atau the input stage, tahap pencocokan atau the matching stage dan terakhir adalah tahap pengambilan keputusan atau the decision stage. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan Microsoft Excel dan alat hitung kalkulator. Rincian dari proses penentuan strategi adalah sebagai berikut: 1.
Pengumpulan Data Pada tahap ini, data yang diambil berkaitan dengan gambaran umum Desa Karehkel, profil Kelompok Tani Sugih Tani, dan keadaan usaha budidaya sayuran organik yang di budidayakan oleh Kelompok Tani Sugih Tani, faktor internal yang berkaitan dengan kekuatan dan kelemahan usahanya, serta faktor eksternal yang berkaitan dengan peluang dan ancaman usahanya. Data dari faktor internal di analisis dengan menggunakan matriks IFE, sedangkan data-data dari faktor eksternal di analisis menggunakan matriks EFE.
2.
Pencocokan Data Tahap pencocokan data merupakan tahap dimana terdapat usaha untuk mengkombinasikan antara sumber daya internal dengan peluang dan ancaman yang terdapat pada faktor-faktor eksternal yang diperoleh pada tahap pertama. Pada tahap ini digunakan matriks SWOT. Hasil dari analisis matriks SWOT ini diharapkan dapat memberikan beberapa alternatif strategi pemasaran yang dapat dipilih oleh Kelompok Tani Sugih Tani agar kegiatan pemasaran usaha budidaya sayuran organik tersebut dapat memberikan hasil yang maksimal.
34
3.
Pengambilan Keputusan Pada tahap ini akan ditentukan strategi pemasaran terbaik dari beberapa alternatif strategi yang muncul dari matriks SWOT. Selanjutnya, penentuan strategi terbaik bagi usaha budidaya sayuran organik di Kelompok Tani Sugih Tani ini akan dihasilkan berdasarkan hasil analisis menggunakan matriks QSP (Quantitative Strategic Planning Matrix). Tahap 1: The Input Stage Matriks EFE
Matriks IFE
Matriks Profil Pesaing
Tahap 2 : The Matching Stage Matriks SWOT
Matriks IE Matriks SPACE
Matriks Grand Strategi Matriks BCG
Tahap 3: The Decision Stage Matriks QSP Gambar 5. Tahap-tahap pengambilan keputusan (Umar, 2008) 3.6
Analisis Lingkungan Internal dan Eksternal Analisis lingkungan internal dan eksternal perusahaan menggunakan dua matriks yang berbeda, yaitu matriks Internal Factor Evaluation (IFE) dan matriks Eksternal Factor Evaluation (EFE). 3.6.1 Matriks Internal Factor Evaluation (IFE) Matriks Internal Factor Evaluation (IFE) merupakan sebuah alat formulasi strategi yang digunakan untuk meringkas dan mengevaluasi kekuatan dan kelemahan utama dalam area fungsional bisnis, dan juga memberikan dasar untuk mengidentifikasi dan mengevaluasi hubungan antara area-area tersebut (David, 2006). Tahap-tahap dalam mengidentifikasi faktor-faktor lingkungan internal dalam matriks IFE adalah sebagai berikut:
35
1.
Tuliskan faktor internal utama seperti diidentifikasi dalam proses audit internal.
2.
Berikan bobot yang berkisar dari 0,0 (tidak penting) hingga 1,0 (sangat penting) untuk masing-masing faktor. Bobot yang diberikan kepada masing-masing faktor mengindikasikan tingkat penting relatif dari faktor terhadap keberhasilan perusahaan dalam industri. Jumlah seluruh bobot harus sebesar 1,0.
3.
Berikan peringkat 1 sampai 4 untuk masing-masing faktor untuk mengindikasikan apakah faktor tersebut menunjukkan kelemahan mayor (peringkat = 1), atau kelemahan minor (peringkat = 2), kekuatan minor (peringkat = 3), atau kekuatan mayor (peringkat = 4). Perhatikan bahwa kekuatan harus mendapatkan peringkat 3 atau 4, dan kelemahan harus mendapat peringkat 1 atau 2. Jadi, peringkat adalah berdasarkan perusahaan, sedangkan bobot adalah berdasarkan industri.
4.
Kalikan masing-masing bobot faktor dengan peringkat untuk menentukan
rata-rata
tertimbang
untuk
masing-masing
variabel. 5.
Jumlahkan rata-rata tertimbang untuk masing-masing variabel untuk menentukan total rata-rata tertimbang untuk organisasi. Nilai rata-rata adalah 2,5. Total rata-rata tertimbang di bawah 2,5 menggambarkan organisasi yang lemah secara internal, sementara total nilai di atas 2,5 mengindikasikan posisi internal yang kuat.
36
Tabel 4. Matriks IFE Faktor-faktor Internal Kekuatan 1. 2. ... Kelemahan 1. 2. ... Total Sumber : David, 2006
Bobot
Peringkat
Bobot x Rating
1,00
3.6.2 Matriks Eksternal Factor Evaluation (EFE) Matriks Eksternal Factor Evaluation (EFE) digunakan untuk mengetahui faktor-faktor eksternal perusahaan berkaitan dengan peluang dan ancaman yang dianggap penting. Data eksternal dikumpulkan untuk menganalisis hal-hal menyangkut persoalan ekonomi,
sosial,
budaya,
demografi,
lingkungan,
politik,
pemerintahan, hukum, teknologi, dan persaingan (David, 2006). Tahap-tahap dalam mengidentifikasi faktor-faktor lingkungan eksternal dalam matriks IFE adalah sebagai berikut: 1.
Buat daftar faktor eksternal yang diidentifikasi dalam proses audit eksternal.
2.
Berikan bobot yang berkisar dari 0,0 (tidak penting) hingga 1,0 (sangat
penting)
untuk
masing-masing
faktor.
Bobot
mengindikasikan tingkat penting relatif dari faktor terhadap keberhasilan perusahaan dalam industri. Jumlah seluruh bobot harus sebesar 1,0. 3.
Berikan peringkat 1 sampai 4 untuk masing-masing faktor eksternal kunci tentang seberapa efektif strategi perusahaan saat ini dalam merespon faktor tersebut, dimana 4 = respon perusahaan superior, 3 = respon perusahaan di atas rata-rata, 2 = respon perusahaan rata-rata, 1 = respon perusahaan jelek.
37
Peringkat didasari pada efektivitas strategi perusahaan, sedangkan bobot didasarkan pada industri. 4.
Kalikan masing-masing bobot faktor dengan peringkatnya untuk menentukan nilai tertimbang.
5.
Jumlahkan nilai tertimbang dari masing-masing variabel untuk menentukan total nilai tertimbang bagi organisasi. Nilai nilai tertimbang tertinggi adalah 4,0 dan nilai tertimbang terendah adalah 1,0. Total nilai tertimbang rata-rata adalah 2,5. Total nilai tertimbang sebesar 4,0 mengindikasikan bahwa organisasi merespon dengan sangat baik terhadap peluang dan ancaman yang ada dalam industrinya. Dengan kata lain, strategi perusahaan secara efektif mengambil keuntungan dari peluang yang ada saat ini dan meminimalkan efek yang mungkin muncul
dari
mengindikasikan
ancaman
eksternal.
bahwa
strategi
Total
nilai
perusahaan
1,0 tidak
memanfaatkan peluang atau tidak menghindari ancaman eksternal. Tabel 5. Matriks EFE Faktor-faktor Eksternal Peluang 1. 2. ... Ancaman 1. 2. ... Total Sumber : David, 2006
Bobot
Rating
Bobot x Rating
1,00
3.6.3 Analisis Strengths, Weaknesses, Opportunities, and Threats (SWOT) Alat analisis yang digunakan untuk menganalisis lingkungan yang berupa kekuatan (strengths), kelemahan (weaknesses), peluang
38
(opportunities), dan ancaman (threats) disebut analisis SWOT atau Matriks SWOT. Matriks ini memberikan gambaran dimana faktor lingkungan eksternal yang berupa peluang dan ancaman digabungkan dengan faktor internal yang berupa kekuatan dan kelemahan sehingga pada akhirnya
akan
menghasilkan
beberapa
alternatif
strategi
pengembangan usaha yang dapat diterapkan oleh perusahaan. Beberapa alternatif strategi tersebut yaitu (David, 2006): 1. Strategi kekuatan – peluang (Strategi SO), yaitu strategi yang menggunakan
kekuatan
internal
perusahaan
untuk
memanfaatkan peluang eksternal. 2. Strategi kelemahan – peluang (Strategi WO), yaitu strategi yang bertujuan untuk memperbaiki kelemahan internal dengan memanfaatkan peluang eksternal. 3. Strategi kekuatan – ancaman (Strategi ST), yaitu strategi yang menggunakan kekuatan internal untuk menghindari atau mengurangi pengaruh dari ancaman eksternal secara langsung. 4. Strategi kelemahan – ancaman (Strategi WT), yaitu taktik defensif yang diarahkan pada pengurangan kelemahan internal dan menghindari ancaman eksternal. Penyajian yang sistematis dari Matriks SWOT terdapat pada gambar 6. Matriks SWOT terdiri dari sembilan sel, diantaranya terdiri dari empat sel faktor kunci, empat sel strategi, dan satu sel dibiarkan kosong (sel kiri atas). Empat sel strategi yang diberi nama SO, WO, ST, dan WT, dikembangkan setelah menyelesaikan empat sel faktor kunci, diberi nama S,W,O, dan T. Delapan langkah yang terlibat dalam membuat matriks SWOT yaitu (David, 2006): 1.
Tuliskan peluang eksternal perusahaan.
2.
Tuliskan ancaman eksternal perusahaan.
3.
Tuliskan kekuatan internal perusahaan.
4.
Tuliskan kelemahan internal perusahaan.
39
5.
Cocokkan kekuatan internal dengan peluang eksternal, dan catat hasilnya dalam sel strategi SO.
6.
Cocokkan kelemahan internal dengan peluang eksternal, dan catat hasilnya dalam sel strategi WO.
7.
Cocokkan kekuatan internal dengan ancaman eksternal, dan catat hasilnya dalam sel strategi ST.
8.
Cocokkan kelemahan internal dengan ancaman eksternal, dan catat hasilnya dalam sel strategi WT.
Faktor Internal (IFE)
Faktor Eksternal (EFE)
Kekuatan (S)
Kelemahan (W)
Daftar Kekuatan Internal
Daftar Kelemahan Internal
1.
1.
2.
2.
...
...
Peluang (O) Daftar Peluang Eksternal
Strategi SO
Strategi WO
1.
Atasi kelemahan dengan
Gunakan keluatan untuk
2.
memanfaatkan peluang.
memanfaatkan peluang.
Strategi ST
Strategi WT
1.
Gunakan kekuatan untuk
Minimalkan kelemahan dan
2.
menghindari ancaman.
hindari ancaman.
...
Ancaman (T) Daftar Ancaman Eksternal
...
Gambar 6. Matriks SWOT (David, 2006) 3.6.4 Matriks Quantitative Strategic Planning (QSP) Matriks QSP adalah alat yang memungkinkan penyusun strategi untuk mengevaluasi alternatif strategi secara objektif, berdasarkan faktor keberhasilan kunci internal dan eksternal yang telah diidentifikasi sebelumnya (David, 2006). Secara konsep QSPM menentukan daya tarik relatif dari berbagai strategi berdasarkan seberapa jauh faktor keberhasilan kunci internal dan eksternal dimanfaatkan atau diperbaiki. Daya tarik
40
relatif dari masing-masing strategi dalam satu set alternatif dihitung dengan menentukan pengaruh kumulatif dari masing-masing faktor keberhasilan kunci eksternal dan internal. Jumlah set alternatif strategi yang dimasukkan dalam QSPM bisa berapa saja, jumlah strategi strategi dalam satu set juga bisa berapa saja, tetapi hanya strategi dalam set yang sama yang dapat dievaluasi satu sama lain. Langkah-langkah dalam pengembangan matriks QSP yaitu: 1.
Membuat
daftar
peluang/ancaman
eksternal
dan
kekuatan/kelemahan internal kunci perusahaan di kolom kiri dalam QSPM. 2.
Berikan bobot untuk masing-masing faktor internal dan ekternal. Bobot ini identik dengan yang pada pada matriks EFE dan IFE.
3.
Evaluasi matriks tahap 2 (pencocokan), dan identifikasi alternatif strategi yang harus dipertimbangkan organisasi untuk diimplementasikan. Catat strategi-strategi ini pada baris atas dari QSPM. Kelompokkan strategi ke dalam set yang independen jika memungkinkan.
4.
tentukan Nilai Daya Tarik (Attractiveness Scores-AS) yaitu angka yang mengidentifikasikan daya tarik relatif dari msingmasing strategi dalam set alternatif tertentu. Nilai daya tarik harus
diberikan
untuk
masing-masing
strategi
untuk
mengidentifikasikan daya tarik relatif dari satu strategi atas strategi lainnya, dengan mempertimbangkan faktor tertentu. jangkauan untuk nilai daya tarik adalah: 1 = tidak menarik 2 = agak menarik 3 = cukup menarik 4 = sangat menarik 5.
Hitunglah total nilai daya tarik (Total Attractiveness ScoreTAS) yang didapat dari perkalian bobot dengan nilai daya tarik (AS) dalam masing-masing baris. Total nilai daya tarik
41
mengindikasikan daya tarik relatif dari masing-masing alternatif strategi, dengan hanya mempertimbangkan pengaruh faktor keberhasilan kunci internal atau eksternal terdekat. 6.
Hitung penjumlahan total nilai daya tarik (STAS). Tambahkan total nilai daya tarik (TAS) dalam masing-masing kolom dari QSPM.
Penjumlahan
total
nilai
daya
tarik
(STAS)
mengungkapkan strategi mana yang paling menarik dari setiap set alternatif. Nilai yang lebih tinggi mengindikasikan strategi yang lebih menarik, mempertimbangkan semua faktor internal dan eksternal yang relevan yang dapat mempengaruhi keputusan strategis. Tabel 6. Matriks QSP
Faktor-faktor Sukses Kritis Faktor-faktor Kunci Internal 1. 2. ... Total Bobot Faktor-faktor Kunci Eksternal 1. 2. ... Total Bobot Jumlah Nilai TAS Sumber: David, 2006
Bobot
1,0
1,0
Alternatif Strategi Strategi 1 Strategi 2 Strategi 3 AS TAS AS TAS AS TAS
42
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Gambaran Umum Tempat Penelitian 4.1.1 Sejarah dan Profil Kelompok Tani Sugih Tani Kelompok Tani Sugih Tani berdiri pada tahun 1975 yang diketuai oleh Bapak M. Soleh. Pada awal berdirinya kelompok tani ini, komoditas utama yang dibudidayakan yaitu berupa pertanian sawah dengan jumlah anggota kelompok tani sekitar 25 orang dan komoditas yang dibudidayakan pun masih berupa pertanian konvensional (non-organik). Seiring dengan bertambahnya usia, akhirnya pada tahun 2008 ketua Kelompok Tani Sugih Tani diganti oleh Bapak Endai Hidayatullah. Hingga sekarang, luas lahan areal dari anggota kelompok tani semakin bertambah, dan lahan yang dibudidayakan sudah terbagi menjadi dua jenis, yaitu pertanian sawah dan kebun sayur-sayuran (organik dan non-organik) begitu juga dengan anggota Kelompok Tani Sugih Tani saat ini sudah mencapai 51 orang. Saat ini sebagian besar lahan pertanian yang digunakan mayoritas untuk pengembangan agribisnis sayuran tanah dataran rendah seperti bayam, kangkung, selada, kemangi, lobak, kucai ganda dan caisin. Jenis sayur-sayuran ini dinilai memiliki keunggulan kompetitif apabila dibandingkan dengan tanaman pangan lain yang ditanam di daerah ini. Kelompok Tani Sugih Tani secara administratif berada di Kampung Pabuaran Dukuh, Desa Karehkel, Kecamatan Leuwi Liang, Kabupaten Bogor. Jarak dari Kantor Desa ± 0,7 km, dari kecamatan sekitar 3,5 km dan dari kabupaten sekitar 50 km. Desa Karehkel berada pada ketinggian antara 300 – 700 m dpl, dengan luas areal: sawah 57 Ha, tanah darat 63 Ha dengan keadaan wilayah datar. Keadaan tanah PMK, latosol dan pH tanah diperkirakan antara 4,5–6 dengan sifat tanah sedang sampai baik. Sedangkan temperatur
43
minimum rata-rata antara 20–25 °C dan temperatur tertinggi antara 28–30 °C. Dengan keadaan wilayah tersebut dapat dikatakan bahwa wilayah pertanian Kelompok Tani Sugih Tani sangat mendukung untuk pertanian, baik padi sawah maupun sayur-sayuran. Kelompok Tani Sugih Tani mulai mencoba budidaya organik sejak awal bulan Juni 2009 melalui kerjasama tertulis (MOU) dengan pihak ICDF, sebuah institusi pertanian yang berasal dari Taiwan yang memiliki misi ingin meningkatkan mutu sumber daya petani agar bisa menembus pasar lokal maupun internasional. Awal mula dari adanya kerjasama antara pihak Kelompok Tani Sugih Tani dengan ICDF yaitu berawal dari misi khusus ICDF yang ingin mengembangkan pertanian organik sekaligus mencari petani yang mau bekerjasama untuk menjadi pemasok sayuran organik bagi sejumlah supermarket yang menjadi mitra usaha ICDF. Pada Bulan Januari 2009, pihak ICDF mencari informasi ke BPTP (Balai Pengkajian Teknologi Pertanian) Jawa Barat yang berlokasi di Lembang, sebuah badan pengembangan pertanian sekaligus pembina program Prima Tani Desa Karehkel.
Program Prima Tani
merupakan sebuah program pengembangan pertanian di Desa Karehkel untuk mengecek kondisi kesuburan tanah, pH tanah, dan komoditas pertanian apa yang sesuai untuk dikembangkan dengan kondisi iklim dan tanah tersebut. Dari hasil analisis yang dilakukan diperoleh hasil bahwa di Desa Karehkel memiliki peluang dan potensi untuk pengembangan pertanian organik yang cukup besar serta didukung oleh kondisi iklim dan tanah yang cukup mendukung untuk pengembangan pertanian organik. Akhirnya, pada Bulan Mei 2009, kedua belah pihak langsung mengadakan persiapan untuk konversi lahan ke pertanian organik, persiapan bantuan pinjaman fasilitas teknologi berupa screen house sepanjang 800 m² (luas lahan yang diperjanjikan sebagai lahan percobaan seluas 800 m², dan terbagi untuk empat orang petani
44
dengan masing-masing petani seluas 200 m²) dan pembinaan tata cara budidaya organik yang baik sesuai dengan prosedur. Pada tanggai 1 Juni 2009 diadakan perjanjian tertulis (MOU) antara pihak ICDF dengan Kelompok Tani Sugih Tani. Adapun beberapa hal yang diperjanjikan dalam MOU tersebut yaitu: (1) Komoditas yang dibudidayakan terdiri dari 4 jenis sayuran: bayam, kangkung, caisin, dan pakcoy, (2) Pihak kelompok tani harus mampu menyediakan pasokan untuk masing-masing komoditi sebanyak satu kuintal setiap minggunya, (3) Pihak ICDF memberi pinjaman fasilitas teknologi produksi berupa screen house sepanjang 800 m² dan dikreditkan hingga lunas (dan menjadi hak milik petani), (4) Harga setiap komoditas dihargai oleh pihak ICDF senilai Rp. 7.000/kg, dan harga tersebut dipotong sebanyak 25persen per kilogram sebagai biaya untuk cicilan screen house hingga lunas (screen house seharga Rp. 16.000/m²). Hingga akhir Bulan Juni 2009, hasil dari uji coba sayuran organik tersebut baru memberikan hasil yang relatif sedikit, karena baru mengalami empat kali panen dengan kualitas hasil panen yang relatif baik dan cukup dapat dapat bersaing dengan produk sayuran organik lainnya. Meskipun usaha budidaya sayuran organik di kelompok tani ini masih baru, namun dengan semangat dan komitmen yang cukup tinggi dari para anggota kelompok tani, diharapkan jika hasil uji coba sayuran organik tersebut berhasil untuk semua jenis komoditas. 4.1.2 Profil Desa Karehkel Kelompok Tani Sugih Tani secara administratif berada di Kampung Pabuaran Dukuh, Desa Karehkel, Kecamatan Leuwi Liang, Kabupaten Bogor. Adapun batas-batas administratif Desa Karehkel yaitu: Sebelah Utara
: Desa Leuwi Batu, Kecamatan Rumpin
Sebelah Selatan : Desa Leuwi Liang, Kecamatan Leuwi Liang Sebelah Barat
: Desa Cidokom
45
Sebelah Timur : Desa Leuwi Batu, Kecamatan Rumpin Desa Karehkel memiliki luas wilayah yaitu 420.000 Ha dengan jumlah penduduk sebanyak 11.640 jiwa dan 2630 KK, terbagi atas 5.969 pria dan 5.671 wanita. Mayoritas penduduk Desa Karehkel bermata pencaharian utama yaitu sebagai petani sebanyak 1330 jiwa. Tabel 7. Penduduk berusia 10 tahun keatas yang bekerja menurut jenis pekerjaan utama di Kecamatan Leuwi Liang. Lapangan Usaha Utama Jumlah (jiwa) Karyawan/PNS 25 Tenaga Produksi/Buruh 70 Pengusaha/Wiraswasta 100 Petani 1.330 Pedagang 215 Jumlah 1.740 Sumber: Kantor Kepala Desa Karehkel, 2008 Jika dilihat dari sisi sarana transportasi, Desa Karehkel mempunyai akses transportasi yang mudah dijangkau dan lokasi desa berdekatan dengan Pasar Leuwi Liang. Sedangkan dari tingkat pendidikan, mayoritas tingkat pendidikan penduduk Desa Karehkel masih rendah, dimana penduduknya mayoritas tidak tamat SD, dan hanya tamat SD. Tabel 8. Tingkat pendidikan penduduk Desa Karehkel. Status Pendidikan Jumlah (Jiwa) Tidak tamat SD 4735 SD 4066 SLTP 969 SLTA 419 Akademi / Sarjana Muda 34 S1 15 S2 1 S3 0 Jumlah 10.239 Sumber: Kantor Kepala Desa Karehkel, 2008 Desa Karehkel yang terletak di Kecamatan Leuwi Liang, termasuk ke dalam wilayah pengembangan pembangunan Kabupaten Bogor bagian barat. Secara umum kondisi perekonomian di wilayah ini di topang oleh sektor pertanian. Sektor inilah yang menjadi mata
46
pencaharian utama penduduk di kecamatan ini. Dengan model pengembangan konsep agropolitan, yaitu kota pertanian yang tumbuh dan berkembang karena berjalannya sistem dan usaha agribisnis serta mampu melayani wilayah sekitarnya. Basis pertanian Kecamatan Leuwiliang cukup kuat, apalagi wilayah ini sudah tersentuh oleh sektor perbankan sehingga memudahkan transaksi-transaksi hasil pertanian. Adanya Unit Bank BRI sebanyak satu unit, BPD 1 unit, Bank swasta 5 unit, dan LPK Kecamatan satu unit, termasuk transaksi yang terjadi melalui koperasi simpan pinjam sebanyak 19 unit. Sebagai pengelola program agropolitan tersebut, ditunjuk sebuah Gapoktan (Gabungan Kelompok Tani) Pandan Wangi yang yang diketuai oleh Bapak Zulfakar, sekaligus merangkap sebagai Ketua Posko Induk Agropolitan dan Ketua P4S (Pusat Pelatihan Pertanian Pedesaan Swadaya) Pandan Wangi untuk mengkoordinir kelompok tanikelompok tani yang terletak di Desa Karehkel tersebut. 4.2
Visi, Misi dan Tujuan Perusahaan Meskipun memiliki keinginan yang kuat untuk mengembangkan usaha budidaya sayuran organik, namun hingga saat Kelompok Tani Sugih Tani belum memiliki rumusan strategis dan pernyataan tertulis mengenai visi, misi dan tujuan yang ingin dicapai Kelompok Tani Sugih Tani. Padahal, untuk dapat bersaing dalam industri, Kelompok Tani Sugih Tani harus memiliki arahan yang jelas dalam menjalankan usahanya. Secara ringkas, visi merupakan merupakan suatu cita-cita tentang keadaan dimasa datang yang diinginkan untuk terwujud oleh seluruh personel perusahaan. Sedangkan misi merupakan penjabaran tertulis mengenai visi agar menjadi mudah dimengerti atau jelas bagi seluruh staf perusahaan. Oleh karena itu, untuk masa yang akan datang, diharapkan Kelompok Tani Sugih Tani mampu menyusun secara tertulis pernyataan visi, misi dan tujuan usahanya. Hal ini penting agar strategi dan tujuan jangka panjang dari pengembangan usaha sayuran organik tersebut menjadi terarah dan dapat bersaing dengan pesaing-pesaingnya.
47
Berdasarkan hasil wawancara dan diskusi dengan para petani dan ketua Gapoktan Pandan Wangi, maka dapat diambil kesimpulan bahwa Kelompok Tani Sugih Tani memiliki visi ”Meningkatkan kualitas hidup petani dan masyarakat, serta menjaga kelestarian lingkungan”. Sedangkan misi dan tujuan Kelompok Tani Sugih Tani secara umum yaitu: (1) meningkatkan kesejahteraan petani dengan harga jual produk organik yang lebih tinggi, (2) menjaga kelestarian dan kesuburan tanah dengan menggunakan pupuk organik
dan
penghentian
penggunaan
pestisida,
(3)
mengurangi
ketergantungn petani terhadap bahan baku, karena bahan baku seperti pupuk organik dapat dibuat sendiri. 4.3
Struktur Organisasi Perusahaan Struktur organisasi yang terdapat di Kelompok Tani Sugih Tani pada dasarnya merupakan struktur organisasi yang dibuat dan diterapkan pada saat Kelompok Tani Sugih Tani belum mulai membudidayakan pertanian organik. Namun sampai sejauh ini Kelompok Tani Sugih Tani merasa belum perlu merubah struktur organisasinya, karena usaha budidaya sayuran organik ini masih baru dan petani yang terlibat pun masih sangat terbatas yaitu baru melibatkan empat orang, yaitu Bapak M. Soleh, Bapak Hutagalung, Bapak Suryani, dan Bapak Eman Sulaeman. Struktur organisasi Kelompok Tani Sugih Tani dimulai dari Kepala Desa Karehkel sebagai pelindung yang berperan sebagai pembina dan pengawas dalam jalannya setiap usaha yang berjalan di Desa Karehkel. Namun pada prakteknya, karena kesibukan, peran Kepala Desa menjadi kurang aktif, sehingga petani jarang berkoordinasi dengan Kepala Desa secara langsung. Ketua Kelompok Tani Sugih Tani sebagai pimpinan tertinggi di Kelompok Tani Sugih Tani dibantu oleh enam orang pengurus kelompok tani yang terdiri dari sekretaris, bendahara, seksi pertanian, seksi pemasaran, seksi saprotan, dan seksi humas. Masing-masing bagian tersebut bertanggung jawab terhadap tugasnya masing-masing dan pada akhirnya bertugas melaporkan seluruh kegiatan kepada ketua kelompok tani. Secara garis besar, fungsi dan tugas dari masing-masing pengurus Kelompok Tani Sugih Tani yaitu sebagai berikut:
48
1. Kepala Desa sebagai pelindung sekaligus pengawas jalannya usaha pertanian di Desa Karehkel. 2. Ketua sebagai penanggungjawab segala kegiatan di Kelompok Tani Sugih Tani, dari mulai pengelolaan budidaya pertanian, penyuluhan, koordinasi dengan pihak Gapoktan, Kepala Desa dan sebagainya. 3. Sekretaris sebagai pencatat segala kegiatan yang berjalan di Kelompok Tani Sugih Tani, mulai dari hasil penyuluhan, pelatihan, hingga mencatat hasil produksi pertanian di Kelompok Tani Sugih Tani. 4. Bendahara sebagai pengelola keuangan, yang memegang dan mencatat segala pemasukan dan pengeluaran Kelompok Tani Sugih Tani. 5. Seksi Pertanian sebagai pemantau pertumbuhan komoditi yang dibudidayakan dari mulai awal pengolahan lahan, penanggulangan HPT, hingga proses panen produk. 6. Seksi Pemasaran bertugas memasarkan produk yang panen ke pasar tradisional (untuk komoditi non-organik). 7. Seksi Saprotan bertugas membeli atau menyediakan segala kebutuhan sarana produksi pertanian, dari mulai bibit, pupuk, pestisida (untuk produk non-organik), cangkul, dan peralatan yang dibutuhkan lainnya. 8. Seksi Humas berperan sebagai penghubung antara kelompok tani dengan masyarakat luar, seperti pemerintah desa dan UPTD Dinas Pertanian. Adapun pembagian tugas dan struktur organisasi Kelompok Tani Sugih Tani dapat dilihat pada gambar 7. Namun pada pelaksanaannya, tugas dari masing-masing pengurus ini masih kurang dilaksanakan dengan baik di beberapa jabatan, terlebih untuk usaha budidaya sayuran organik, struktur organisasi seperti ini sudah tidak efektif, karena pengelolaan usaha budidaya organik dibutuhkan suatu pengelolaan manajemen yang terstruktur dengan baik dan sumber daya manusia yang potensial dibidangnya masing-masing.
49
Pelindung
Ketua
Sekretaris
Bendahara
Sie. Pertanian
Sie. Pemasaran
Sie. Saprotan
Sie. Humas
Gambar 7. Struktur organisasi Kelompok Tani Sugih Tani Kelemahan dari struktur organisasi ini yaitu ruang lingkup jabatan dan tugas dari masing-masing pengurus kurang terdeskripsi dengan jelas sehingga seringkali terjadi duplikasi jabatan. Selain itu lahan pertanian yang digunakan untuk budidaya pertanian merupakan lahan pribadi petani masing-masing, sehingga seringkali tugas dari masing-masing jabatan banyak yang dilakukan sendiri oleh masing-masing petani, tidak secara terkoordinir. Kelompok Tani Sugih Tani memiliki jumlah anggota keseluruhan yaitu sebanyak 51 orang, akan tetapi pada prakteknya, jumlah anggota yang aktif yaitu hanya sebesar 25 orang dan lahan pertanian yang efektif digunakan pun hanya seluas 25 Ha dari total luas lahan yang dimiliki. Hal ini disebabkan karena jumlah anggota yang terlalu besar dan letak lokasi tempat tinggal serta lahan budidaya yang berjauhan, sehingga jumlah anggota yang aktif merupakan anggota kelompok tani yang berlokasi berdekatan saja. 4.4
Analisis Lingkungan Internal Lingkungan internal merupakan aspek-aspek yang berada di dalam perusahaan dan memiliki pengaruh langsung terhadap perusahaan tersebut.
50
Analisis lingkungan ini merupakan proses identifikasi terhadap faktor-faktor kekuatan dan kelemahan dari dalam perusahaan. Lingkungan internal dapat dianalisis dengan menggunakan analisis pendekatan fungsional, yaitu analisis yang dilakukan pada masing-masing fungsi dalam perusahaan dengan menganalisis aspek pemasaran, produksi, sumber daya manusia, kondisi keuangan, kegiatan penelitian dan pengembangan serta sistem informasi manajemen dari suatu perusahaan. 4.4.1 Aspek Pemasaran Analisis pemasaran berhubungan dengan analisis bauran pemasaran yang meliputi analisis produk, harga, distribusi, dan promosi produk sayuran organik dari Kelompok Tani Sugih Tani. 1. Bauran Produk Meskipun usaha budidaya sayuran organik ini terbilang masih sangat baru, namun dalam pelaksanaannya Kelompok Tani Sugih Tani sudah cukup memperhatikan kualitas dan menjaga kualitas produknya melalui quality qontrol yang dimulai sejak pembelian benih dari toko pertanian yang sudah cukup dikenal baik oleh para petani karena menjual bibit pertanian dengan mutu yang baik, pengolahan lahan, penanaman bibit, pemupukan, penutupan lahan dengan screen house, hingga pada saat panen dan diterima oleh pihak swalayan. Khusus
untuk
pengawasan
mutu
ketika
pasca
panen,
pengendalian mutu lebih dilakukan oleh pihak ICDF, karena faktor pengetahuan dan ketersediaan fasilitas yang dimiliki oleh petani kurang memadai. Ketika produk sayuran panen, pihak petani mengirimkan produk sayurannya ke kantor ICDF yang berlokasi di wilayah kampus IPB Dramaga dengan menggunakan angkutan umum untuk kemudian dilakukan penyortiran disana. Proses pembersihan sayuran hasil panen pertama-tama dibersihkan seadanya oleh petani dengan hanya membersihkan akar tanamannya saja, kemudian ketika sampai di tangan pihak ICDF dilakukan proses pembersihan kembali dengan menggunakan alat khusus. Kemudian
51
sayuran hasil panen dibawa dengan mobil box ke swalayan yang menjadi mitra ICDF. Standarisasi pengelolaan dan budidaya yang diterapkan oleh Kelompok Tani Sugih Tani yaitu berdasarkan prosedur dari ICDF, sedangkan standarisasi mutu produk berdasarkan permintaan swalayan/konsumen. Proses penyortiran dilakukan oleh pihak ICDF. Hal ini dilakukan karena pihak petani belum mengetahui secara baik standarisasi produk yang diinginkan oleh pihak swalayan dan belum mampu melakukan penyortiran sendiri. Adapun tahap penyortiran dapat dilihat pada gambar 8. Sampai saat ini untuk mengatasi masalah sayuran yang tidak lolos sortir, petani belum mampu memperoleh tempat pemasaran yang lebih memadai selain dari pasar tradisional, karena belum ada upaya promosi untuk mencari wilayah pemasaran yang baru. Sayuran oganik yang diproduksi oleh Kelompok Tani Sugih Tani dapat diklasifikasikan berdasarkan kualitas, yaitu: (1) Sayuran grade A, yaitu sayuran yang memiliki kualitas yang baik dan memenuhi standar swalayan, akan langsung dipasarkan ke swalayan, (2) Sayuran grade B, yaitu sayuran yang memiliki kualitas sedang atau jelek dan tidak lolos hasil penyortiran Sayuran hasil panen
Penyortiran oleh ICDF YA
TIDAK
Pasar Tradisional
Swalayan Gambar 8. Tahap penyortiran sayuran organik Kelompok Tani Sugih Tani
52
Produk yang diminta untuk diproduksi dan dibudidayakan oleh pihak ICDF dan swalayan kepada Kelompok Tani Sugih Tani terdiri dari empat jenis sayuran. Empat jenis sayuran tersebut terdiri dari: caisin, bayam, kangkung, dan pakcoy. Akan tetapi sampai saat ini petani baru mampu memenuhi permintaan untuk tiga jenis komoditas, yaitu caisin, bayam, dan kangkung, dikarenakan petani takut gagal, karena selama ini belum pernah mencoba dan mengetahui teknik budidaya sayuran pakcoy yang tepat. Proses penanaman ketiga sayuran ini dilakukan secara bertahap masingmasing dengan jeda sekitar 7–10 hari. Hal ini dilakukan agar produk sayuran yang dihasilkan tidak mengalami panen secara bersamaan, sehingga ketersediaan produk setiap minggu selalu ada ketika pihak swalayan meminta pesanan sayuran organik. Sayuran organik produksi Kelompok Tani Sugih Tani belum memiliki kemasan sendiri. Selain karena faktor keterbatasan dana, hal ini dikarenakan semua hasil panen, terlebih dahulu langsung disortir oleh pihak ICDF, kemudian dari pihak ICDF langsung dibawa ke pihak swalayan dengan menggunakan mobil box. Sayuran yang telah disortir dan dikirim ke swalayan akan dikemas dan dijual ke swalayan-swalayan lainnya dengan menggunkan merek ICDF. Hal ini menyebabkan tingkat promosi dan kekuatan harga produk sayuran Kelompok Tani Sugih Tani menjadi sangat rendah dan tidak dikenal oleh masyarakat. Label merupakan bagian dari kemasan produk yang dapat berupa gambar, tulisan dengan variasi warna dan desain tertentu (Yanti, 2006). Menurut Kotler (2002), label kemasan produk dapat berfungsi
untuk
mengidentifikasi
produk
atau
merek,
menggolongkan produk, menjelaskan beberapa informasi mengenai produk kepada konsumen. Informasi tersebut meliputi identitas produsen (nama, alamat, dan nomor telepon perusahaan), jenis produk (organik atau non-organik), dan kode produksi. Untuk saat ini, produk sayuran organik produksi Kelompok Tani Sugih Tani
53
belum memiliki label sendiri, karena diperlukan dana yang cukup besar sedangkan keadaan keuangan dan sistem manajemen Kelompok Tani Sugih Tani belum memadai. 2. Bauran Harga Strategi bauran harga meliputi strategi penetapan harga, tingkat harga, potongan harga serta syarat-syarat pembayaran. Penetapan harga jual produk sayuran organik Kelompok Tani Sugih Tani disesuaikan dengan perjanjian antara pihak petani dengan pihak ICDF, yaitu sebesar Rp. 7.000/kg untuk keempat komoditi. Namun dari setiap hasil penjualan yang diterima akan dipotong sebesar 25 persen untuk membayar cicilan kredit screen house kepada pihak ICDF yang telah memfasilitasi screen house hingga lunas. Oleh karena itu, selama screen house belum lunas, maka petani hanya akan menerima harga jual bersih sebesar Rp. 5.250/kg. sayuran yang lolos hasil sortasi akan langsung dibeli dan dibayar oleh ICDF dengan sistem tunai (langsung bayar di tempat). 3. Bauran Distribusi Dalam hal pendistribusian produk sayuran organiknya, Kelompok Tani Sugih Tani tidak menentukan wilayah pemasarannya secara spesifik, dimana pendistribusian produknya hanya terpusat kepada swalayan yang menjadi mitra ICDF. Sedangkan untuk pendistribusian lebih menyebar, dilakukan oleh pihak swalayan ke cabang-cabangnya di sekitar Jabodetabek. Ketika mendistribusikan produk sayuran organiknya, petani menampung produknya pada box-box sayuran dan mengirimnya dengan menggunakan angkutan umum ke kantor ICDF di wilayak kampus IPB Dramaga. Saluran yang digunakan oleh Kelompok Tani Sugih Tani dalam mendistribusikan produk sayuran organiknya terdiri dari dua saluran, yaitu: (1) Produsen – ICDF – Swalayan, (2) Produsen – Pasar Tradisional. Saluran distribusi yang pertama merupakan saluran distribusi utama yang digunakan oleh Kelompok Tani Sugih Tani. Pada saluran ini produk yang dijual ke swalayan
54
merupakan produk yang berkualitas baik dan memenuhi standarisasi ICDF dan swalayan yang terkait. Sedangkan saluran distribusi kedua merupakan saluran distribusi cadangan. Pada saluran ini, produk sayuran organik yang dijual merupakan produk yang tidak lolos sortasi swalayan karena kurang memenuhi standar ukuran sayuran, bermutu jelek, atau rusak karena hama. Dalam hal estimasi permintaan, antara pihak petani dengan swalayan sudah terjadi kesepakatan bahwa pihak swalayan meminta pesanan sayuran organik sebanyak satu kuintal dari masing-masing komoditi sayuran organik yang dijanjikan untuk setiap minggunya. Sedangkan antara pihak petani dengan pasar tradisional tidak ada kesepakatan berapa banyak sayuran organik yang dipesan, dan antara petani dengan pihak pasar tradisional tidak ada ketergantungan satu sama lain, namun petani sudah memiliki pelanggan tetap yang siap menampung produk sayurannya berapapun kapasitasnya, namun dengan harga standar pasar tradisional, yaitu seharga dengan sayuran non-organik berkisar Rp. 2.000- 3.000/kg untuk setiap komoditi. 4. Bauran Promosi Promosi penjualan bertujuan untuk mendorong pembelian suatu produk atau jasa tertentu secara lebih cepat dan / atau lebih besar oleh konsumen atau pedagang (Kotler, 2002). Saat ini Kelompok Tani Sugih Tani belum melakukan upaya promosi tertentu kepada pihak luar. Upaya promosi yang dilakukan masih sebatas promosi langsung dengan cara bernegosiasi dengan pihak ICDF dan pasar tradisional mengenai keunggulan produk sayuran organik yang sedang di budidayakan oleh Kelompok Tani Sugih Tani. 4.4.2 Aspek Produksi dan Operasi Kegiatan produksi dan operasi dari suatu usaha terkait dengan segala proses yang dilakukan dari sebelum mulai menanam hingga proses pascapanen. Tahapan yang dilalui oleh petani Kelompok Tani Sugih Tani pada proses budidaya sayuran organik dimulai dari persiapan
lahan,
pembuatan
guludan,
penjemuran
lahan,
55
pengendalian hama dan penyakit tanaman, pembenihan, pemupukan, pemasangan screen house, pengairan lahan, hingga panen dan pasca panen. Seluruh kegiatan ini masih menggunakan alat-alat sederhana seperti pacul, golok, garpu dan sebagainya kecuali screen house yang digunakan untuk menutup lahan budidaya sayuran organik. Screen house merupakan suatu teknologi pertanian yang cukup mutakhir berbentuk jaring plastik berwarna putih dengan lebar sekitar 3 m. Screen house memiliki beberapa fungsi penting bagi pertanian, seperti sebagai penghalang hama; menjaga kelembaban tanah; mengatur intensitas cahaya matahari; dan menjaga agar ketika turun hujan, tanah disekitar areal tanam sayuran organik tidak akan terciprat ke daun sayuran yang dapat menyebabkan mutu sayuran berkurang. Meskipun dengan penggunaan screen house ini dirasa sangat membantu meringankan pekerjaan petani dan meningkatkan mutu sayuran, namun ada beberapa kekurangan dari penggunaan screen house. Kekurangan penggunaan screen house yaitu: pemantuan hama dan gulma harus dilakukan dengan sangat teliti; selain itu dibutuhkan modal yang cukup besar untuk membeli screen house.
56
Persiapan lahan Pembuatan guludan Penjemuran lahan TIDAK
Kontrol hama YA
Pembenihan Pemupukan Pemasangan screen house Pengendalian hama dan penyakit tanaman Pengairan lahan Pemanenan Perlakuan pasca panen Gambar 9. Tahap proses produksi sayuran organik di Kelompok Tani Sugih Tani 1. Persiapan Lahan Lahan disiapkan dengan melakukan pengolahan lahan terlebih dahulu dengan cara dipacul dengan tujuan agar tanah menjadi gembur sambil dibersihkan dari sisa-sisa panen terdahulu, gulma dan yang terpenting yaitu hama yang mungkin ada.
57
2. Pembuatan Guludan Setelah dilakukan persiapan lahan, tahap selanjutnya yaitu dilakukan pembuatan guludan dengan memperhatikan panjang, lebar, jarak antar guludan dan tinggi guludan. Adapun panjang guludan yaitu 25 m, dengan lebar 1 m, tinggi 4 cm, dan jarak antar guludan yaitu 40 cm. 3. Penjemuran Lahan Setelah guludan terbentuk maka lahan dibiarkan dan dijemur selama sekitar 3–7 hari dengan maksud untuk pengontrolan hama agar ketika lahan sudah siap ditanami dan ditutup dengan screen house, areal tanam sudah tidak mengandung hama. 4. Pembenihan Setelah kurang lebih tiga hari lahan dibiarkan dan dijemur, maka lahan sudah siap untuk ditanami dengan benih. Untuk setiap guludan yang dibuat, pembenihan dilakukan secara berselang-seling. Setiap guludan ditanami dengan sayuran yang berbeda, serta jarak waktu tanam masing-masing guludan dan sayuran yaitu berkisar antara 7–10 hari. Adanya pengaturan jarak waktu tanam ini yaitu dengan maksud agar setiap guludan tidak mengalami panen secara bersamaan sehingga setiap minggu akan selalu ada komoditi sayuran yang siap panen untuk memenuhi pesanan swalayan. 5. Pemupukan Setelah pembenihan dilakukan, kemudian lahan dipupuki dengan pupuk kompos hingga merata dan menutupi benih yang sudah disebar. Proses pemupukan cukup dilakukan satu kali pada saat proses penanaman hingga akhir masa tanam dan pemanenan. 6. Pemasangan Screen House Setelah lahan dibenih, dipupuki dengan pupuk organik, dan disiram, lahan telah siap untuk ditutup dengan screen house.
58
Namun sebelum lahan ditutup, pinggiran guludan harus dibuat stek bambu yang membentuk setengah lingkaran di sepanjang guludan. Untuk setiap guludan sepanjang 25 m², dibutuhkan sekitar 25-40 stek bambu. Fungsi pemasangan stek bambu ini yaitu sebagai pondasi screen house agar dapat menutupi lahan dengan baik. 7. Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman Pengendalian hama merupakan hal yang penting dalam budidaya sayuran organik. Oleh karena itu dibutuhkan ketelitian, kejelian dan ketekunan dari petani untuk selalu memantau hama, dari sejak mulai pengolahan lahan hingga sebelum lahan ditutup dengan screen house. 8. Pengairan Lahan Pengairan lahan pada lahan budidaya sayuran organik yang menggunakan screen house dilakukan dengan dua cara, yaitu disemprot dengan menggunakan sprayer dan menggunakan pengairan di pinggiran guludan. Karena menggunakan screen house, sistem pengairan tidak perlu dilakukan secara rutin, melainkan tergantung cuaca. Jika pada musim kemarau dimana hujan jarang turun, pengairan dapat dilakukan sekitar 3 – 4 hari sekali, sedangkan pada musim hujan, pengairan tidak diperlukan. 9. Pemanenan Panen dilakukan setelah sayuran organik telah sesuai dengan umur tanam dan siap dipetik. Waktu pemanenan tergantung dari jenis atau varietas tanaman. Untuk sayuran jenis caisin, diperkirakan akan panen ketika sudah berumur sekitar 30–40 hari. Sedangkan untuk bayam dan kangkung akan panen jika sudah berumur sekitar 20–30 hari. Namun waktu masa panen juga dapat dipercepat jika ada permintaan khusus dari pihak swalayan karena kebutuhan pemenuhan stok.
59
10. Perlakuan Pasca Panen Ketika panen, sayuran diletakkan dalam keranjang sayuran, lalu akar-akar tanaman sayuran organik dibersihkan. Proses sortasi sayuran organik dilakukan di kantor ICDF. Sayuran yang lolos sortasi akan langsung dibersihkan tahap lanjutan oleh pihak ICDF lalu kemudian dikemas dan dikirimkan ke swalayan, sedangkan produk sayuran yang tidak lolos sortasi akan dikembalikan ke petani untuk kemudian dijual di pasar tradisional. 4.4.3 Aspek Sumber Daya Manusia dan Karyawan Sumber daya manusia dalam pertanian merupakan salah satu faktor yang penting karena sebagai penggerak faktor produksi lainnya. Petani pada anggota Kelompok Tani Sugih Tani bekerja berdasarkan kepemilikan lahan masing-masing, sehingga tidak ada petani yang sifatnya karyawan atau petani honorer. Karena kepemilikan lahan yang masih bersifat perorangan ini maka sistem pendapatan petani juga tergantung dari hasil panen lahan masingmasing. Anggota Kelompok Tani Sugih Tani rata-rata memiliki tingkat pendidikan hanya sampai SD sampai SLTP, sehingga pengetahuan dan keterampilan petani masih sangat kurang dalam hal pertanian organik maupun kemampuan manajerial. Untuk meningkatkan keterampilan dan pengetahuan petani mengenai sistem pertanian organik, petani sudah pernah mengikuti pelatihan yang diadakan oleh Gapoktan Pandan Wangi, penyuluhan dari UPTD Pertanian dan Kehutanan serta penyuluhan dari pihak ICDF mengenai teknik pembuatan pupuk kompos, dan pestisida organik. 4.4.4 Aspek Keuangan Administrasi dan sistem pencatatan keuangan Kelompok Tani Sugih Tani masih sangat sederhana dan belum tertata dengan baik. Hal ini terlihat dari masih banyak data-data yang tidak tercatat ke pembukuan keuangan dan tidak bersifat menyeluruh ke setiap
60
anggota anggota kelompok tani. Hal ini disebabkan lahan pertanian yang masih bersifat pribadi, sehingga setiap pemasukan dan pengeluaran yang dilakukan lebih bersifat pribadi pula. Namun untuk lahan pertanian organik, segala pembelian untuk sarana dan prasarana seperti bibit, pupuk organik, dan bambu untuk pembuatan stek dibeli secara kolektif dari beberapa petani yang terkait dengan usaha budidaya sayuran organik tersebut. Analisis usaha tani dapat dilihat pada lampiran 2. 4.4.5 Aspek Penelitian dan Pengembangan Penelitian
dan
pengembangan
(Litbang)
dalam
suatu
perusahaan sangat diperlukan dalam mendukung usaha yang ada, membantu mengembangkan suatu usaha atau produk baru, meningkatkan mutu produk, memperbaiki efisiensi proses produksi dan memperdalam atau memperluas teknologi produksi yang digunakan. Kelompok Tani Sugih Tani belum melakukan kegiatan penelitian dan pengembangan, dikarenakan sistem manajemen yang digunakan masih bersifat sangat sederhana, keterbatasan kemampuan SDM yang mengelola, serta kondisi keuangan yang tidak mendukung
untuk
mengadakan
kegiatan
penelitian
dan
pengembangan. Hingga saat ini, untuk mendukung perkembangan pengetahuan petani mengenai teknologi atau sistem pertanian organik, biasanya petani mendapatkan bantuan penyuluhan dari UPTD Pertanian dan Kehutanan serta gapoktan Pandan Wangi. Seperti penyuluhan mengenai teknik pertanian organik dan pelatihan pembuatan pupuk kompos, dan sebagainya, sedangkan dari sisi teknologi petani sudah mendapat pinjaman sekaligus kredit screen house dari pihak ICDF. Akan tetapi untuk kedepannya, ketua Gapoktan Pandan Wangi berencana akan melakukan penelitian mengenai pupuk organik. Penelitian tersebut berupa membuat sendiri pupuk organik yang bermutu optimal dengan komposisi yang disesuaikan dengan
61
kebutuhan tanaman, seperti campuran dari kotoran ayam, kotoran kelinci, dan kotoran kambing. 4.4.6 Aspek Sistem Informasi Manajemen Kelompok Tani Sugih Tani dalam kegiatan operasionalnya belum mampu menerapkan Sistem Informasi Manajemen dengan baik. Hal ini terlihat dari proses pencatatan mengenai data-data hasil panen dan penjualan, serta laporan keuangan yang masih sangat sederhana dan dilakukan dengan cara manual. Oleh karena itu, untuk kedepannya diharapkan petani sudah mampu mengolah laporan keuangan ataupun pencatatan segala administrasinya menggunakan komputer. 4.5
Analisis Lingkungan Eksternal 4.5.1 Aspek Politik Faktor politik berkenaan dengan kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah, stabilitas politik negara serta perannya secara ekonomis dan politis. Stabilitas politik dan keamanan yang tidak menentu akan berdampak terhadap ketenangan masyarakat dan juga mengancam sektor pertanian dan keadaan dunia usaha. Sampai saat ini kondisi politik dan keamanan di Indonesia relatif stabil dan dapat menjamin kelancaran usaha terutama di sektor pertanian. Adanya kebijakan kenaikan tarif dasar listrik dan bahan bakar minyak secara bertahap dalam beberapa periode ke depan dapat mempengaruhi berpengaruh
kegiatan pada
usahatani.
meningkatnya
Kondisi biaya
tersebut produksi
dapat seperti
meningkatnya biaya transportasi untuk distribusi, serta pembelian bibit, dan pupuk. Selain itu, adanya kebijakan tersebut juga dapat mengancam kapasitas hasil produksi karena dengan jumlah modal yang relatif tetap, petani tidak mampu membeli bahan baku sesuai dengan yang diharapkan. Akibatnya, petani akan mengurangi jumlah pembelian bibit atau beralih kepada bibit yang mutunya lebih rendah, pupuk organik dan pestisida organik, sehingga pada akhirnya akan mengurangi jumlah hasil produksi dan mutu produk yang dihasilkan.
62
Adanya kebijakan pemerintah yang tepat seperti bantuan subsidi pupuk bagi petani, bantuan pemberian modal bagi petani untuk mengembangkan usaha, dan sebagainya, sangat diperlukan untuk mendukung pengembangan sektor pertanian. Kebijakan pemerintah melalui Departemen Pertanian yang sedang digalakkan saat ini yang terkait dengan pertanian organik yaitu program ”Go Organic 2010”. Program ini memiliki misi ”Meningkatkan kualitas hidup masyarakat dan kelestarian alam Indonesia dengan mendorong berkembangnya pertanian organik yang berdaya saing dan berkelanjutan”. Sedangkan tujuan yang ingin dicapai yaitu ”Mewujudkan Indonesia sebagai salah satu produsen dan pengekspor pangan organik utama di dunia pada tahun 2010” (Departemen Pertanian, 2009). Adanya kebijakan tersebut dapat menjadi peluang bagi pengembangan usaha sayuran organik di Kelompok Tani Sugih Tani. 4.5.2 Aspek Ekonomi Keadaan perekonomian suatu negara menunjukkan seberapa besar perkembangan dunia usaha di negara tersebut. Salah satu indikator dari perekonomian suatu negara yaitu Produk Domestik Bruto (PDB) dan tingkat pertumbuhan ekonomi. Perekonomian Indonesia yang diukur berdasarkan besaran PDB atas dasar harga berlaku pada triwulan I-2009 mencapai Rp 1.300,3 triliun, sedangkan PDB atas dasar harga konstan 2000 besarnya mencapai Rp 527,3 triliun. Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan I-2009 dibandingkan triwulan IV-2008, yang diukur dari kenaikan Produk Domestik Bruto (PDB) meningkat sebesar 1,6 persen, sedangkan laju pertumbuhan ekonomi sepanjang tahun 2008 yaitu sebesar 6,1 persen. Pertumbuhan ekonomi pada triwulan I-2009 ini terjadi pada sektor pertanian, sektor listrik-gas-air bersih, sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor keuangan real estat-jasa perusahaan dan sektor jasa-jasa. Pertumbuhan tertinggi dihasilkan oleh sektor pertanian sebesar 19,3 persen, terutama disebabkan oleh siklus panen
63
raya tanaman padi tahunan yang terjadi pada triwulan I-2009 (BPS, 2009). Keadaan perekonomian Indonesia yang semakin membaik dan meningkatnya Produk Domestik Bruto akan berimplikasi pada daya beli masyarakat yang juga akan cenderung meningkat. Hal ini pada akhirnya akan berdampak pada peningkatan konsumsi masyarakat (BPS, 2009). Berdasarkan beberapa indikator diatas dapat disimpulkan bahwa secara umum keadaan perekonomian Indonesia semakin membaik, terutama dengan besarnya peran sektor pertanian dalam menaikkan perekonomian Indonesia pada awal triwulan 2009 ini. Hal ini membuat prospek perkembangan produksi pertanian semakin baik. Untuk mendukung hal tersebut, pemerintah telah melakukan berbagai upaya rill untuk mengembangkan sektor pertanian, seperti penyuluhan yang terprogram, menjamin kecukupan keperluan bahan baku pertanian seperti bibit, pupuk, obat-obatan, dan sarana pertanian yang diharapkan dapat semakin meningkatkan produksi di sektor pertanian. Khusus untuk bidang pertanian organik, Departemen Pertanian memberikan dukungan yang sangat besar bagi produsen yang sudah atau baru akan mengembangkan usaha pertanian organik tersebut. Upaya-upaya penyuluhan dan bantuan teknis bagi petani pertanian organik sudah banyak dilakukan oleh pemerintah melalui lembaga pemerintahan di setiap daerah. 4.5.3 Aspek Sosial Memasuki abad 21, gaya hidup sehat dengan slogan ”Back to Nature” telah menjadi tren baru bagi masyarakat dunia. Masyarakat semakin menyadari akan dampak buruk dari terus-menerus mengkonsumsi produk makanan kimiawi. Seiring dengan semakin meningkatnya permintaan akan produk organik di seluruh dunia setiap tahunnya, merupakan peluang pasar yang sangat potensial bagi
64
industri sayuran organik baik pasar dalam negeri maupun untuk pasar ekspor (Departemen Pertanian, 2009). 4.5.4 Aspek Budaya Selain karena tren baru masyarakat dunia yang saat ini gemar mengkonsumsi produk organik, hal ini didukung pula dengan perilaku masyarakat Indonesia yang gemar mengkonsumsi sayuran, khususnya bagi masyarakat Jawa Barat. Adanya perilaku masyarakat seperti ini dapat menjadi salah satu peluang yang sangat baik terutama bagi usaha sayuran organik di wilayah sekitar Jawa Barat. 4.5.5 Aspek Demografi Pendapatan perkapita merupakan indikator terpenting dalam mengukur tingkat kesejahteraan rakyat suatu negara. Sebuah negara dikatakan makmur apabila rakyatnya memiliki pendapatan per kapita yang tinggi. Pada tahun 2008 angka PDB per kapita diperkirakan mencapai Rp 21,7 juta (US$ 2.271,2) dengan laju peningkatan sebesar 23,6 persen dibandingkan dengan PDB per kapita tahun 2007 sebesar Rp 17,5 juta (US$ 1.942,1). Dari sisi penggunaan, PDB digunakan untuk memenuhi konsumsi rumah tangga sebesar 61,0 persen, konsumsi pemerintah 8,4 persen, pembentukan modal tetap bruto atau investasi fisik 27,7 persen, ekspor 29,8 persen dan impor 28,6 persen5. Besarnya pendapatan perkapita selain menentukan tingkat kesejahteraan masyarakatnya, juga sebagai indikator besarnya tingkat daya beli masyarakat. Semakin besar pendapatan perkapita dan semakin tinggi tingkat kesejahteraan masyarakatnya, akan semakin tinggi pula tingkat daya beli masyarakatnya. Pada akhirnya tingginya tingkat daya
beli
masyarakat
tersebut
akan
mempengaruhi
tingkat
permintaan masyarakat terhadap suatu produk, misalnya permintaan pada produk sayuran organik.
5
www.indonesia.go.id [1 September 2009]
65
4.5.6 Aspek Lingkungan Salah satu dampak negatif yang ditimbulkan dari sistem pertanian kimiawi yang selama ini diterapkan oleh pemerintah dan masyarakat luas antara lain menurunnya produktivitas tanah akibat penggunan pupuk kimia secara berlebihan, rusaknya keseimbangan ekosistem akibat penggunaan pestisida serta mengakibatkan matinya spesies lain selain hama dan penyakit tanaman. Akibat dari kegagalan sistem pertanian kimiawi mempertahankan kelestarian lahan dan lingkungan dalam jangka panjang tersebut, mengakibatkan sistem pertanian organik semakin populer akhir-akhir ini. Salah satu manfaat
penting
sistem
pertanian
organik
bagi
kelestarian
lingkungan yaitu menjaga kesuburan tanah dan memperbaiki tekstur tanah yang rusak. Hal ini dikarenakan sistem pertanian organik tidak menggunakan pupuk dan pestisida kimia, melainkan menggunakan pupuk organik yang dapat berfungsi sebagai penyubur tanah. 4.5.7 Aspek Teknologi Perkembangan agroindustri tidak terlepas dari perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK). Perkembangan IPTEK pada bidang pertanian juga berdampak pada perkembangan usaha budidaya sayuran organik. Perkembangan ini ditandai dengan adanya inovasi-inovasi baru dalam bidang budidaya, maupun teknologi produksi yang digunakan. Inovasi baru dalam bidang budidaya dapat berupa rekayasa genetika, sedangkan penggunaan teknologi produksi yaitu seperti penggunaan screen house. Saat ini, Kelompok Tani Sugih Tani sudah mampu menerapkan penggunaan teknologi produksi melalui penggunaan screen house yang disarankan oleh pihak ICDF. Selain dengan penggunaan teknologi produksi budidaya sayuran organik, penggunaan teknologi informasi seperti komputer, dan jaringan internet pun dapat membantu perkembangan usaha budidaya
sayuran
organik.
Pada
umumnya,
pelaku
bisnis
memanfaatkan jasa internet untuk melakukan negosiasi, transaksi
66
dan memasarkan produknya. Namun sampai sejauh ini Kelompok Tani Sugih Tani belum memanfaatkan internet untuk melakukan aktivitas bisnisnya. Selama ini, kegiatan pemasaran dan kegiatan bisnis lainnya masih menggunakan alat komunikasi seperti telepon (handphone). Oleh karena itu, jangkauan pasar dari perusahaan masih sangat terbatas, sehingga masih kalah bersaing dengan perusahaan sejenis yang telah memanfaatkan kemajuan teknologi tersebut. 4.5.8 Aspek Persaingan Saat ini pertumbuhan industri organik untuk pasar domestik meningkat sebesar 10 persen per tahun, sedangkan volume produk pertanian organik sudah mencapai 5-7 persen dari total produk pertanian yang diperdagangkan di pasar internasional. Hal ini berarti produk pertanian sudah dapat bersaing dengan produk-produk pertanian lainnya baik di pasar domestik maupun internasional. 4.6
Formulasi dan Pemilihan Strategi 4.6.1 Identifikasi Faktor Internal Faktor-faktor yang dianalisis untuk mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan internal kelompok tani, yaitu antara lain: faktor pemasaran, produksi dan operasi, sumber daya manusia, keuangan, penelitian dan pengembangan serta sistem informasi manajemen. Kekuatan dan kelemahan yang dimiliki oleh Kelompok Tani Sugih Tani yaitu sebagai berikut:
67
Tabel 9. Kekuatan dan kelemahan Kelompok Tani Sugih Tani Faktor Internal Pemasaran
Produksi Operasi
SDM
Keuangan
Litbang
SIM
Kekuatan
Kelemahan
• Mutu sayuran yang baik dari • Belum memiliki sertifikasi hasil produksi. organik, kemasan dan label merek sendiri. • Sudah memiliki pasar tetap. • Harga produk masih rendah dan dikontrol oleh ICDF. dan • Iklim dan kondisi tanah yang • Produktivitas hasil produksi cocok dan baik dengan masih rendah. tanaman organik. • Teknologi produksi sudah menggunakan screen house. • Sistem organisasi dan koordinasi kelompok tani masih belum tersetruktur dengan baik. • Kemampuan petani untuk mengarsip data produksi dan keuangan belum terstruktur dengan rapi dan tertulis. • Keterbatasan modal petani untuk mengembangkan pertanian organik. • Dukungan pelatihan dari ICDF untuk mengembangkan pupuk dan pestisida organik. • Belum diterapkannya SIM dalam sistem manajerial.
1. Kekuatan a.
Kualitas atau mutu sayuran yang baik dari hasil produksi. Meskipun petani baru saja memulai usaha budidaya sayuran organik dan baru empat kali pemanenan, namun sudah dapat terlihat bahwa kualitas sayuran organik yang dihasilkan relatif baik. Sejak awal pemanenan, pihak ICDF sudah menilai bahwa kualitas hasil produksi sayuran organik di Desa Karehkel memiliki kualitas yang lebih baik dibandingkan dengan mitra ICDF di Desa lain seperti Gunung Bundar. Sayuran organik di Desa Karehkel tingkat pertumbuhannya lebih baik, memiliki warna lebih cerah dan segar serta lebih tahan lama dibandingkan dengan sayuran organik yang berasal dari desa lain di sekitarnya.
68
b.
Sudah memiliki pasar tetap. Meskipun usaha budidaya sayuran organik yang dikembangkan oleh Kelompok Tani Sugih Tani merupakan usaha yang masih baru, namun petani sudah memiliki wilayah pemasaran yang tetap yaitu swalayan yang menjadi mitra usaha ICDF. Dengan adanya wilayah pemasaran yang sudah tetap dan kemampuan pasar menyerap pasokan sayuran organik dalam jumlah yang cukup besar tersebut merupakan suatu keuntungan tersendiri bagi petani. Hal ini dikarenakan petani memiliki peluang cukup yang besar untuk mengembangkan usahanya lebih besar lagi tanpa takut tidak memiliki wilayah pemasaran.
c.
Iklim dan kondisi tanah yang cocok dan baik dengan tanaman organik. Pemerintah melalui Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jawa Barat membuat sebuah program pengembangan pertanian di Desa Karehkel dengan nama program Prima Tani. Program tersebut bertujuan untuk mengetahui kondisi kesuburan tanah dan pH tanah, serta mengetahui komoditas pertanian apa yang sesuai untuk dikembangkan dengan kondisi iklim dan kondisi tanah tersebut. Dari hasil analisis yang dilakukan diperoleh hasil bahwa Desa Karehkel memiliki peluang dan potensi untuk pengembangan pertanian organik yang cukup besar serta didukung oleh kondisi iklim dan tanah yang cukup mendukung untuk pengembangan pertanian organik khususnya sayuran organik.
d.
Teknologi produksi sudah menggunakan screen house. Teknologi yang digunakan dalam usaha budidaya sayuran organik di Kelompok Tani Sugih Tani ini yaitu screen house. Screen house merupakan suatu teknologi pertanian yang cukup mutakhir yang memiliki beberapa fungsi penting bagi pertanian. Fungi screen house antara lain: sebagai penghalang hama; menjaga kelembaban tanah; mengatur intensitas cahaya matahari; dan menjaga agar ketika turun hujan, tanah disekitar areal tanam sayuran organik tidak akan
69
terciprat ke daun sayuran yang dapat menyebabkan mutu sayuran berkurang. e.
Dukungan pelatihan dari ICDF dan Gapoktan mengembangkan pupuk dan pestisida organik.
untuk
Sejak awal mula Kelompok Tani Sugih Tani mengembangkan usaha budidaya sayuran organik, petani sudah mendapat dukungan yang cukup kuat dari ICDF dan Gapoktan dalam hal pelatihan untuk penelitian dan pengembangan bahan baku pertanian organik seperti pupuk organik dan pestisida organik. Dengan adanya dukungan pelatihan tersebut, diharapkan petani dapat mengembangkan pupuk dan pestisida organik tanpa harus tergantung dari pemasok dan dapat menciptakan pupuk organik dengan komposisi yang tepat bagi tanaman, serta pestisida organik yang ampuh bagi hama. 2. Kelemahan a.
Belum memiliki sertifikasi organik, kemasan dan label merek sendiri. Sejalan dengan semakin ketatnya persaingan usaha khususnya dibidang industri sayuran organik, perusahaan maupun kelompok tani diharapkan memiliki kelebihan kompetitif dalam menjamin mutu produknya. Salah satu upaya penjaminan mutu pada produk sayuran organik yaitu dengan pembuatan sertifikasi organik. Sertifikasi organik memberikan jaminan tertulis bahwa pangan atau sistem pengendalian pangan sesuai dengan persyaratan organik yang disyaratkan. Selain itu dengan penggunaan sertifikasi organik, konsumen dapat terlindung dari penipuan dan segala bentuk kecurangan serta klaim produk yang tidak berdasar. Selain sertifikasi organik yang berfungsi sebagai penjamin mutu produk organik, produk sayuran organik juga seharusnya memiliki kemasan dan label tersendiri. Hal ini dimaksudkan agar produk yang dihasilkan memiliki nilai tambah tersendiri dimata konsumen, selain sebagai salah satu upaya promosi produk. Selain itu dengan adanya kemasan dan label sendiri, produk yang dihasilkan akan memiliki nilai jual yang lebih tinggi di pasar. Selama ini Kelompok Tani Sugih
70
Tani belum mampu membuat sertifikasi, kemasan dan label sendiri, sehingga pihak swalayanlah yang mengemas dan melabel produk sayuran organik tersebut. Usaha budidaya sayuran organik yang diusahakan oleh Kelompok Tani Sugih Tani ini baru dimulai sejak bulan Juni 2009. Karena faktor masih usaha yang dalam tahap uji coba, serta kebutuhan modal yang cukup besar, maka petani dan beberapa pihak yang terkait merasa pembuatan sertifikasi organik, kemasan dan label produk belum mampu dilakukan. Petani saat ini masih terkonsentrasi dalam upaya pengoptimalan mutu produk dan pemenuhan kapasitas pemasan. Namun untuk kedepannya, jika mutu produk sudah dapat bersaing dengan para kompetitornya terdahulu dan keadaan usaha dan keuangan yang semakin baik, diharapkan petani segera mengusahakan pembuatan kemasan dan pelabelan sendiri untuk produknya. b.
Harga produk masih rendah dan dikontrol oleh ICDF. Dalam hal pemasaran dan penetapan harga produk, Kelompok Tani Sugih Tani masih tergantung pada pihak ICDF dan swalayan yang terkait. Hal ini menyebabkan penetapan harga produk masih relatif rendah (petani memperoleh harga jual bersih yaitu Rp. 5.250/kg) jika dibandingkan dengan harga produk sayuran organik dari produsen lain yang sudah bisa mencapai kisaran Rp. 10.000 – 15.000/kg (Dinas Pertanian, 2009). Hal ini disebabkan produk sayuran organik tersebut masih dalam tahap uji coba, sehingga pihak ICDF dan swalayan belum berani menerapkan harga yang lebih tinggi karena hasil produksi dan mutu produk yang dihasilkan belum stabil.
c.
Produktivitas hasil produksi masih rendah. Terkait dengan kerjasama antara pihak kelompok tani dengan pihak ICDF mengenai luas lahan yang dijadikan lahan budidaya sayuran organik, yaitu baru seluas 800 m². Hal ini mengindikasikan bahwa luas lahan yang dijadikan lahan budidaya sayuran organik
71
masih tergolong sempit, sehingga produktivitas hasil produksi masih rendah, sedangkan peluang pasar yang dapat dimasuki masih tergolong cukup besar. Dengan luas lahan yang ada saat ini, ternyata belum mampu memenuhi seluruh pesanan ICDF dan swalayan yaitu sebanyak empat kuintal per minggu. Swalayan memesan sebanyak empat kuintal per minggu untuk memenuhi kebutuhan 30 cabang swalayan tersebut, sedangkan peluang yang masih tersedia yaitu sebanyak 70 cabang toko swalayan. d.
Sistem organisasi dan koordinasi kelompok tani masih belum terstruktur dengan baik. Untuk menjalankan dan mengembangkan suatu usaha yang baik, dibutuhkan suatu sistem organisasi, koordinasi antar karyawan dan ruang lingkup tugas yang terstruktur dengan jelas, agar usaha yang dijalankan dapat berjalan dengan baik sehingga dapat bersaing dengan para kompetitornya. Hingga saat ini struktur organisasi yang diterapkan Kelompok Tani Sugih Tani masih sangat sederhana dan belum terstruktur dengan baik. Hal ini terlihat dimana ruang lingkup masing-masing jabatan pengurus belum terdeskripsi dengan baik, dan sistem koordinasi antar anggota kelompok tani belum berjalan optimal. Lokasi tempat tinggal dan lahan produksi yang sangat luas dan relatif berjauhan antara yang satu dengan yang lain, menyebabkan koordinasi antar anggota kelompok tani kurang berjalan efektif, dan hanya berlaku bagi anggota kelompok tani yang berlokasi berdekatan saja. Adanya ruang lingkup jabatan pengurus yang belum terdeskripsi dengan baik, menyebabkan peran dari masing-masing pengurus menjadi kurang efektif karena seringkali terjadi duplikasi jabatan.
e.
Kemampuan petani untuk mengarsip data produksi dan keuangan belum terstruktur dengan rapi dan tertulis. Agar suatu usaha yang dijalankan dapat berjalan dengan baik, perusahaan atau kelompok tani harus melakukan pencatatan data yang terstruktur dengan baik, serta kemampuan manajerial yang baik, agar dapat bersaing dengan para kompetitornya.
72
Selama ini, Kelompok Tani Sugih Tani masih melakukan pencatatan dengan cara manual dan tidak terstruktur dengan baik. Adapun beberapa data yang sebaiknya tersedia yaitu seperti tersedianya data base anggota kelompok tani, data luas lahan kepemilikan masing-masing petani, data hasil produksi, data produktivitas sayuran organik, estimasi permintaan pasar, dan laporan keuangan kelompok tani. Ketidaktersediaan data yang diperlukan tersebut selain membuat sistem manajemen kelompok tani menjadi berjalan kurang baik,
juga menyebabkan beberapa
pihak terkait seperti UPTD Pertanian dan Kehutanan di wilayah Kecamatan Leuwi Liang dan Kepala Desa Karehkel mengalami kesulitan dalam memperoleh data dari petani dan melihat hasil perkembangan
produksi
pertanian
serta
membuat
laporan
perkembangan hasil pertanian di wilayah Desa Karehkel tersebut. f.
Keterbatasan modal petani untuk mengembangkan pertanian organik. Untuk dapat mengembangkan suatu usaha diperlukan kebutuhan modal yang mencukupi dan sering kali tidak sedikit. permasalahan yang sering kali muncul pada petani kecil adalah keterbatasan modal untuk mengembangkan usahanya agar dapat lebih maju dan bisa bersaing dengan pesaing-pesaingnya terdahulu.
g.
Belum diterapkannya SIM dalam sistem manajerial. Sistem infomasi manajemen merupakan salah satu hal penting yang harus dimiliki oleh suatu sistem manajerial di suatu usaha agar dapat berkembang dan bersaing dengan baik di industrinya. Sampai saat ini Kelompok Tani Sugih Tani belum mampu menerapkan SIM dalam sistem manajerialnya. Hal ini disebabkan selain karena kualitas SDM yang rendah, juga karena keterbatasan modal untuk mengembangkan SIM dalam sistem manajerial.
4.6.2 Identifikasi Faktor Eksternal Berdasarkan hasil analisis terhadap faktor eksternal kelompok tani, menunjukkan peluang dan ancaman yang dihadapi oleh kelompok tani. Adapun aspek-aspek yang ditinjau antara lain: faktor
73
politik, ekonomi, sosial, budaya, demografi, teknologi, dan persaingan. Adapun peluang dan ancaman yang dihadapi oleh Kelompok Tani Sugih Tani yaitu sebagai berikut: Tabel 10. Peluang dan ancaman yang dihadapi oleh Kelompok Tani Sugih Tani Faktor Eksternal
Peluang
Ancaman
• Kebijakan pemerintah mengenai ”Go • Sulit dan mahalnya persyaratan Organic 2010” dan dukungan untuk untuk memperoleh sertifikasi mengembangkan pertanian organik. organik • Adanya peluang pasar sayuran organik yang luas, baik dalam maupun luar negeri. • Peluang kerjasama dan bermitra dengan pemerintah dan atau pihak lain dalam hal modal atau bantuan kredit usaha. • Tersedianya tenaga kerja yang potensial di pasar tenaga kerja atau wilayah lingkungan sekitar. • Tingkat kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan dan makanan organik semakin meningkat tiap tahunnya. • Adanya budaya masyarakat yang gemar mengkonsumsi sayuran. • Tingkat pendapatan masyarakat rata-rata masih rendah. • Pertanian organik membantu memperbaiki kerusakan ekosistem. • Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pertanian organik yang semakin canggih. • Kemampuan menciptakan pasar dan • Jaringan distribusi dan bersaing dengan produk pertanian pemasaran pesaing sudah lebih lainnya. luas.
Politik
Ekonomi
Sosial
Budaya Demografi
Lingkungan Teknologi
Persaingan
1. Peluang a.
Kebijakan pemerintah mengenai ”Go Organic 2010” dan dukungan untuk mengembangkan pertanian organik. Sejak awal tahun 2000, pemerintah melalui Departemen Pertanian telah menyusun suatu program untuk mendukung pengembangan pertanian organik nasional dengan jargon ”Go Organic 2010”. Melalui program tersebut, pemerintah memberikan banyak dukungan bagi petani-petani untuk mengembangkan
74
pertanian organik. Melalui Dinas Pertanian di daerah-daerah sudah mulai banyak melakukan sosialisasi mengenai dampak dari penggunaan pupuk kimia dan pestisida, dan semakin seringnya dilakukan penyuluhan di daerah-daerah tentang pembuatan pupuk organik dan pestisida nabati. b.
Adanya peluang pasar sayuran organik yang luas, baik dalam maupun luar negeri. Sejalan dengan semakin meningkatknya tingkat kesadaran masyarakat akan pentingnya mengkonsumsi produk yang aman bagi kesehatan dan semakin tingginya tingkat permintaan akan produk organik baik di dalam dan di luar negeri, perkembangan produksi dan pemasaran produk pertanian organik di Indonesia pun semakin meningkat setiap tahunnya. Menurut Surono (2004), produksi pertanian di Indonesia tumbuh sekitar 10 persen per tahun di Indonesia. Hal tersebut juga didukung dengan semakin pesatnya perkembangan wilayah pemasarannya, dimana semakin banyak supermarket, outlet, dan model pemasaran alternatif di berbagai kota di Indonesia yang menjual produk organik6. Sedangkan
untuk
pemasaran
luar
negeri,
data
WTO
menunjukkan bahwa pada tahun 2000 perdagangan produk pertanian organik di dunia mencapai US$ 17,5 milyar, dan diperkirakan pada tahun 2010 pangsa pasar akan produk organik dapat mencapai US$ 100 milyar. Dengan adanya peluang pasar yang sangat besar tersebut menyebabkan usaha produksi pertanin organik memiliki prospek dan peluang pasar yang masih sangat terbuka lebar (Departemen Pertanian, 2009). c.
Peluang kerjasama dan bermitra dengan pemerintah dan atau pihak lain dalam hal modal atau bantuan kredit usaha. Dengan adanya program pemerintah melalui Departemen Pertanian, maka peluang petani untuk dapat bekerjasama dan bermitra dengan pemerintah dan atau lembaga lain yang terkait dengan pengembangan sistem pertanian organik, semakin besar. Hal
6
http://www.beritabumi.com [3 April 2009]
75
ini ditandai dengan semakin banyaknya bantuan-bantuan dari pemerintah yang mendukung sistem pertanian organik terutama dalam hal bantuan modal untuk pengembangan usaha pertanian organik dan promosi produk dalam bentuk pameran produk organik yang rutin diadakan setiap satu tahun sekali oleh Dinas Pertanian Kabupateb Bogor merupakan salah satu peluang bagi petani untuk terus mengembangkan usahanya dalam bidang pertanian organik. d.
Tersedianya tenaga kerja yang potensial di pasar tenaga kerja atau wilayah lingkungan sekitar. Untuk dapat menjalankan sebuah usaha agar dapat berjalan dengan optimal, diperlukan sumber daya manusia yang potensial di bidangnya. Mayoritas penduduk Desa Karehkel bermata pencaharian utama sebagai petani. Pengetahuan penduduk mengenai sistem pertanian yang baik sangat mendukung suksesnya sebuah usaha dibidang pertanian. Dengan peran dari pemerintah dan pihak-pihak yang terkait, pengetahuan petani mengenai sistem pertanian tersebut dapat dialihkan ke sistem pertanian organik melalui penyuluhan dan pelatihan, agar pengetahuan petani mengenai sistem pertanian organik semakin baik.
e.
Tingkat kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan dan makanan organik semakin meningkat tiap tahunnya. Memasuki abad 21, gaya hidup sehat dengan slogan ”back to nature” menjadi tren baru dalam masyarakat. Sejalan dengan itu, semakin tinggi pula tingkat kesadaran masyarakat akan pentingnya mengkonsumsi produk yang aman, berkualitas dan bernutrisi tinggi serta kesadaran masyarakat akan bahaya mengkonsumsi produk yang mengandung bahan-bahan kimia seperti pupuk kimia dan pestisida. Adanya preferensi konsumen seperti itulah yang menyebabkan permintaan konsumen dunia terhadap produk organik di seluruh dunia semakin meningkat tiap tahunnya yaitu sekitar 25 persen per tahun.
76
f.
Pertanian organik membantu memperbaiki kerusakan lingkungan. Salah satu manfaat penting sistem pertanian organik bagi kelestarian lingkungan yaitu menjaga kesuburan tanah dan memperbaiki tekstur tanah yang rusak. Hal ini dikarenakan sistem pertanian organik tidak menggunakan pupuk dan pestisida kimia, melainkan menggunakan pupuk organik yang dapat berfungsi sebagai penyubur tanah.
g.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pertanian organik yang semakin canggih. Semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi yang mendukung pertanian organik, membawa dampak tersendiri bagi perkembangan industri sayuran organik. Semakin meningkatnya ilmu pengetahuan dan teknologi dibidang pertanian organik, membuat proses produksi pertanian organik semakin efektif dan efisien. Hal ini misalnya melalui perkembangan penelian dalam menghasilkan bibit unggul dan penciptaan komposisi pupuk organik yang bermutu tinggi. Selain itu dengan adanya teknologi pertanian seperti screen house, telah membuat proses produksi sayuran organik menjadi sangat efektif. Disamping perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang produksi pertanian organik, perkembangan teknologi informasi seperti komputer dan jaringan internet juga sangat mempengaruhi
perkembangan
pertanian
organik.
Dengan
penggunaan komputer dan jaringan internet, perusahaan dapat melakukan pencatatan data yang lebih terstruktur, pembuatan data base yang diperlukan, pencatatan laporan keuangan yang lebih baik dan membantu mempromosikan produknya melalui internet. h.
Adanya budaya masyarakat yang gemar mengkonsumsi sayuran. Masyarakat Jawa Barat khususnya memiliki kecenderungan gemar mengkonsumsi sayuran. Saat ini konsumsi masyarakat Indonesia akan produk sayuran masih rendah, yaitu 40,90 per kilogram (kg) per kapita per tahun. Sementara rasio kecukupan sehat
77
di level 91,25 kg per kapita. Sebagai salah satu upaya meningkatkan konsumsi dalam negeri, pemerintah telah melakukan gerakan makan sayuran (gema sayuran) ke masyarakat. Dengan gerakan ini, pemerintah menargetkan konsumsi sayuran dalam negeri meningkat 2-5 persen setiap tahun7. Selain itu dengan semakin tingginya tingkat kesadaran masyarakat dan permintaan akan produk organik, dapat menjadi salah satu peluang bagi usaha budidaya sayuran organik yang cukup baik. i.
Kemampuan menciptakan pasar dan bersaing dengan produk pertanian lainnya. Saat ini pertumbuhan industri organik untuk pasar domestik meningkat sebesar 10 persen per tahun, sedangkan volume produk pertanian organik sudah mencapai 5-7 persen dari total produk pertanian yang diperdagangkan di pasar internasional. Dengan adanya peningkatan pertumbuhan industri dan volume perdagangan di pasar internasional tersebut, berarti produk organik sudah mampu bersaing untuk menciptakan pasar tersendiri dan merebut sebagian pangsa pasar dari produk pertanian lainnya di dunia.
2. Ancaman a.
Sulit dan mahalnya persyaratan untuk memperoleh sertifikasi organik Untuk dapat bersaing dengan para kompetitornya terdahulu, suatu usaha harus memiliki kelebihan kompetitif dalam menjamin mutu produknya. Khusus untuk industri produk organik, produsen harus memiliki sertifikasi organik sebagai salah satu upaya penjaminan mutu pada produk organik yang dihasilkan. Sertifikasi organik memberikan jaminan tertulis bahwa pangan atau sistem pengendalian pangan dilakukan sesuai dengan persyaratan organik yang disyaratkan. Selain itu dengan penggunaan sertifikasi organik, konsumen dapat terlindungi dari penipuan dan segala bentuk kecurangan serta klaim produk yang tidak berdasar.
7
www.jurnalbogor.com [1 September 2009]
78
Akan tetapi untuk membuat atau mengajukan sertifikasi ke lembaga yang berwenang memiliki kendala yang tidak mudah bagi petani, baik dari segi persyaratan maupun biaya yang relatif mahal. Untuk mengajukan sebuah sertifikasi organik, petani dihadapkan pada persyaratan yang terprosedur, seperti sistem manajerial dan organisasi yang sudah terprosedur dengan baik, adanya divisi khusus yang melakukan pengontrolan dan penjaminan mutu produk organik, penggunaan bibit yang berasal dari tanaman organik, serta pengolahan dan penyimpanan produk yang harus memenuhi standar dan regulasi teknik produk pertanian organik. Selain itu, proses sertifikasi juga membutuhkan biaya yang tidak sedikit, karena membutuhkan biaya kontrol produk sekitar tiga juta rupiah setiap bulannya (Dinas Pertanian, 2009). b.
Tingkat pendapatan masyarakat rata-rata masih rendah. Pendapatan perkapita merupakan indikator terpenting dalam mengukur tingkat kesejahteraan rakyat suatu negara. Sebuah negara dikatakan makmur apabila rakyatnya memiliki pendapatan per kapita yang tinggi. Pada tahun 2008 angka PDB per kapita diperkirakan mencapai Rp 21,7 juta (US$ 2.271,2) dengan laju peningkatan sebesar 23,6 persen dibandingkan dengan PDB per kapita tahun 2007 sebesar Rp 17,5 juta (US$ 1.942,1). Meskipun terjadi peningkatan yang cukup besar, akan tetapi jika dibandingkan dengan negara berkembang lainnya di ASEAN, pendapat perkapita Indonesia masih cukup rendah. Rendahnya tingkat pendapatan perkapita tersebut pada akhirnya akan berpengaruh pada daya beli masyarakat yang relatif rendah terhadap suatu produk, misalnya produk organik.
c.
Jaringan distribusi dan pemasaran pesaing sudah lebih luas. Bagi produsen produk organik yang sudah lebih dahulu muncul dalam industri pertanian organik, biasanya sudah memiliki saluran pemasaran yang cukup luas, baik dalam maupun luar negeri. Adanya keunggulan pesaing tersebut menyebabkan produsen produk organik yang baru masuk ke industri produk organik memiliki hambatan yang cukup besar dalam hal pemasaran, karena biasanya distributor
79
produk organik sudah menetapkan standar yang cukup tinggi bagi produk organik yang akan dipasarkannya, baik dari sisi kualitas produk, kuantitas produk, maupun kontinuitas. 4.6.3 Analisis Matriks IFE Berdasarkan hasil analisis lingkungan internal yang dimiliki kelompok tani, maka dapat diidentifikasi faktor-faktor kunci internal kelompok tani berupa kekuatan (strengths) dan kelemahan (weaknesses) yang berpengaruh terhadap pengembangan usaha sayuran organik. Matriks IFE digunakan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh dari faktor-faktor internal yang terdapat dalam Kelompok Tani Sugih Tani. Nilai total yang dibobot pada matriks ini merupakan hasil penjumlahan total dari perkalian bobot dan rating masing-masing faktor strategis internal kelompok tani. Perhitungan yang lebih rinci dapat dilihat pada Tabel 11. Berdasarkan hasil perhitungan pada tabel matriks IFE, diperoleh bahwa total nilai skor terbobot sebesar 2,420. Dari total skor terbobot tersebut dapat disimpulkan bahwa kelompok tani memiliki posisi internal yang lemah karena berada di bawah nilai 2,50. Hal ini menunjukkan bahwa Kelompok Tani Sugih Tani belum mampu dalam memanfaatkan kekuatan yang dimiliki dan mampu mengatasi kelemahan yang ada. Kekuatan utama yang dimiliki oleh Kelompok Tani Sugih Tani adalah sudah memiliki pasar tetap, dengan skor sebesar 0,383. Sedangkan kelemahan utama yang dimiliki oleh Kelompok Tani Sugih Tani yaitu belum diterapkannya SIM dalam sistem manajerial dengan skor sebesar 0,052.
80
Tabel 11. Hasil analisis matriks IFE No
Faktor Internal
1. 2. 3.
Mutu sayuran yang baik dari hasil produksi. Sudah memiliki pasar tetap. Iklim dan kondisi tanah yang cocok dan baik dengan tanaman organik. Teknologi produksi sudah menggunakan screen house. Dukungan pelatihan dari ICDF dan Gapoktan untuk mengembangkan pupuk dan pestisida organik.
Bobot (a)
Rating (b)
Skor (c = axb)
0,091 0,100 0,096
3,8 3,8 3,8
0,350 0,383 0,367
0,078
3,8
0,300
0,070
3,0
0,209
0,078
1,0
0,078
0,083
1,5
0,124
0,087 0,091
1,7 1,8
0,145 0,167
0,078
1,5
0,117
0,096
1,3
0,128
0,052 1,000
1,0
0,052 2,420
Kekuatan
4. 5.
Kelemahan 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Belum memiliki sertifikasi organik, kemasan dan label merek sendiri. Harga produk masih rendah dan dikontrol oleh ICDF. Produktivitas hasil produksi masih rendah. Sistem organisasi dan koordinasi kelompok tani belum terstruktur dengan baik. Kemampuan petani untuk mengarsip data produksi dan keuangan belum terstruktur dengan rapi dan tertulis. Keterbatasan modal petani untuk mengembangkan pertanian organik. Belum diterapkannya SIM dalam sistem manajerial.
Total Skor matriks IFE
4.6.4
Analisis Matriks EFE Berdasarkan hasil analisis lingkungan eksternal yang dimiliki kelompok tani, maka dapat diidentifikasi faktor-faktor kunci eksternal kelompok tani berupa peluang (opportunities) dan ancaman (threaths) yang berpengaruh terhadap pengembangan usaha sayuran organik. Matriks EFE digunakan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh dari faktor-faktor eksternal yang terdapat dalam Kelompok Tani Sugih Tani. Nilai total yang dibobot pada matriks ini merupakan hasil penjumlahan total dari perkalian bobot dan rating masing-masing faktor strategis eksternal kelompok tani. Perhitungan yang lebih rinci dapat dilihat pada Tabel 12. Berdasarkan hasil perhitungan pada tabel matriks EFE, diperoleh bahwa total nilai skor terbobot sebesar 2,973. Hal ini
81
menunjukkan bahwa Kelompok Tani Sugih Tani sudah relatif kuat dalam memanfaatkan peluang untuk mengatasi ancaman. Peluang utama yang dimiliki oleh Kelompok Tani Sugih Tani adalah kebijakan pemerintah mengenai ”Go Organic 2010” dan dukungan untuk mengembangkan pertanian organik, dengan skor sebesar 0,315. Sedangkan ancaman utama yang dimiliki oleh Kelompok Tani Sugih Tani yaitu jaringan distribusi dan pemasaran pesaing sudah lebih luas, dengan skor sebesar 0,288. Tabel 12. Hasil analisis matriks EFE No
Faktor Eksternal
Bobot (a)
Rating (b)
Skor (c = axb)
1.
Kebijakan pemerintah mengenai ”Go Organic 2010” dan dukungan untuk mengembangkan pertanian organik. Adanya peluang pasar sayuran organik yang luas, baik dalam maupun luar negeri. Peluang kerjasama dan bermitra dengan pemerintah dan atau pihak lain dalam hal modal atau bantuan kredit usaha. Tersedianya tenaga kerja yang potensial di pasar tenaga kerja atau wilayah lingkungan sekitar. Tingkat kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan dan makanan organik semakin meningkat tiap tahunnya. Pertanian organik membantu memperbaiki kerusakan ekosistem. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pertanian organik yang semakin canggih. Adanya budaya masyarakat yang gemar mengkonsumsi sayuran. Kemampuan menciptakan pasar dan bersaing dengan produk pertanian lainnya.
0,105
3,0
0,315
0,096
2,7
0,256
0,078
3,2
0,246
0,082 0,091
2,8 3,0
0,274
0,087
3,2
0,275
0,073 0,064
3,5 2,8
0,181
0,068
2,5
0,171
Sulit dan mahalnya persyaratan sertifikasi organik. Tingkat pendapatan masyarakat rata-rata masih rendah. Jaringan distribusi dan pemasaran pesaing sudah lebih luas.
0,078 0,082
3,2 2,8
0,246 0,233
0,096
3,0
0,288
Total Skor matriks EFE
1,000
Peluang
2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
0,233
0,256
Ancaman 1. 2. 3.
4.6.5
2,973
Analisis Matriks SWOT Matriks SWOT didapatkan berdasarkan gabungan antara faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dan faktor eksternal (peluang dan ancaman). Empat strategi utama yang disarankan yaitu S–O, S–T,
82
W–O, dan W–T. Berdasarkan analisis SWOT pada kelompok Tani Sugih Tani, maka dapat dirumuskan lima alternatif strategi, yaitu: 1. Meningkatkan volume produksi sayuran organik (Strategi S–O). Dengan luas lahan budidaya sayuran organik yang digunakan saat ini yaitu seluas 800 m², ternyata belum mampu memenuhi seluruh pesanan ICDF dan swalayan yaitu sebanyak empat kuintal per minggu. Swalayan memesan sebanyak empat kuintal per minggu untuk memenuhi kebutuhan 30 cabang swalayan dari total 100 cabang toko swalayan tersebut. Oleh karena itu, peluang pangsa pasar sayuran organik sebenarnya masih sangat luas yaitu sekitar 70 persen khusus untuk swalayan tersebut saja. Namun untuk mewujudkan hal tersebut tidaklah mudah. Saat ini petani dihadapkan oleh beberapa permasalahan untuk dapat memenuhi pesanan sebanyak empat kuintal per minggu. Hal tersebut berkaitan dengan mutu dan volume produksi sayuran organik yang diproduksi masih relatif labil. Oleh karena itu, diperlukan upaya untuk peningkatan volume produksi sayuran organik. 2. Mengoptimalkan pengendalian mutu pada produk dan pasar yang sudah ada (Strategi W–T). Suatu produk pertanian organik agar dapat bersaing dengan produk organik lainnya harus memiliki mutu produk organik yang baik. Melalui peningkatan pengendalian mutu produk yang baik diharapkan dapat meningkatkan produktivitas produksi produk untuk kedepannya karena berkurangnya produk yang mengalami aggal panen karena hama atau hasil produksi yang rendah. Oleh karena itu diperlukan suatu strategi yang memfokuskan dalam hal pengendalian dan peningkatan mutu hasil produksi sayuran organik, pada produk dan pasar yang sudah ada. Strategi ini digunakan untuk meminimalkan
jumlah
sayuran
organik
yang
gagal
panen,
meningkatkan mutu hasil produksi dan meminimalkan jumlah produk yang tidak lolos sortasi swalayan melalui pengendalian mutu, dari mulai pemilihan bibit, pupuk organik, pengendalian hama, serta
83
memperhatikan kualitas tanah dan kandungan senyawa kimia yang masih terkandung didalamnya. 3. Perbaikan sistem manajemen usaha dan peningkatan kemampuan manajerial petani (Strategi W–O). Manajemen yang baik dalam suatu organisasi terutama usaha budidaya sayuran organik, akan sangat membantu usaha tersebut untuk dapat bersaing di industri sayuran organik. Sistem manajemen yang baik menuntut adanya SDM yang kompeten dan potensial baik dibidang teknik budidaya pertanian organik maupun dalam hal manajerial. Oleh karena itu diperlukan suatu strategi untuk dapat memperbaiki sistem manajemen usaha dan peningkatan kemampuan manajerial petani. Beberapa hal yang harus dilakukan berkaitan dengan perbaikan sistem manajemen dan kemampuan manajerial petani yaitu: perbaikan data base petani, dan peningkatan mutu sumber daya manusia melalui pelatihan-pelatihan terpadu. 4. Membangun STA (Stasiun Terminal Agribisnis) (Strategi W–T). Stasiun Terminal Agribisnis merupakan sebuah bangunan yang digunakan sebagai tempat untuk mengumpulkan berbagai macam hasil pertanian, tempat sortasi produk, pencucian, pengepakan, pelabelan, hingga sebagai tempat transaksi dan pusat informasi pasar mengenai harga, dan jumlah produksi. Keunggulan dari adanya STA ini yaitu petani dan pihak manajemen dapat menetapkan harga pasar, meningkatkan kekuatan tawar-menawar petani, serta kontinuitas dan ketersediaan produk bagi konsumen terjamin. Adapun beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu STA dapat menampung beberapa macam jenis komoditi pertanian, oleh karena itu dengan bantuan dari pemerintah, STA yang dibangun dapat digunakan tidak hanya terbatas pada komoditas sayuran organik dan satu kelompok tani saja, melainkan berbagai macam jenis komoditas pertanian yang dihasilkan di sekitar wilayah Kecamatan Leuwi Liang, seperti sayuran non-organik, dan berbagai macam jenis buahbuahan. Oleh karena itu, melalui alternatif strategi membangun STA ini diharapkan petani dapat memasarkan produk organiknya tanpa
84
harus tergantung dari pihak lain serta dapat menetapkan harga pasar sendiri. 5. Mengusahakan sertifikasi organik. Sejalan dengan semakin ketatnya persaingan usaha khususnya dibidang industri sayuran organik, perusahaan maupun kelompok tani diharapkan memiliki kelebihan kompetitif dalam menjamin mutu produknya. Salah satu upaya penjaminan mutu pada produk sayuran organik yaitu dengan pembuatan sertifikasi organik. Sertifikasi organik merupakan suatu jaminan tertulis yang diberikan oleh lembaga penjamin yang berwenang untuk menjamin bahwa produk yang dihasilkan telah diproses sesuai dengan prosedur organik. Sertifikasi organik memiliki beberapa fungsi penting yaitu: melindungi konsumen dari penipuan dan segala bentuk kecurangan serta klaim produk yang tidak berdasar, melindungi produsen organik dari produk pertanian lain (non-organik) yang mengaku organik, memberi kepastian bahwa semua tahapan produksi, persapan, penyimpanan, pengangkutan dan pemasaran dapat diperiksa dan mematuhi kaidah sistem produksi pertanian yang benar. Sehingga melalui alternatif strategi mengusahakan sertifikasi organik tersebut diharapkan petani dapat memiliki keunggulan kompetitif untuk dapat bersaing dengan baik di industri produk organik. 6. Mengusahakan kemasan dan label produk melalui kredit modal usaha. Kemasan dan label merupakan salah satu hal penting yang harus diterapkan dalam suatu usaha, karena produk yang dihasilkan bisa memiliki nilai tambah tersendiri dimata konsumen. Beberapa fungsi penting dari penggunaan kemasan dan label yaitu: menjamin produk yang dihasilkan lebih terjaga kebersihannya dan menghindari tercampurnya produk dengan produk produsen lain, sebagai salah satu upaya promosi produk, dan memiliki nilai jual yang lebih tinggi di pasar. Selain itu dengan pemberian label akan memudahkan konsumen yang ingin menanyakan alamat dan ingin berkunjung ke kebun
85
atau bahkan komplain terhadap produk yang dihasilkan, sehingga konsumen akan lebih puas terhadap pelayanan produsen produk dan loyalitas konsumen lebih tinggi.
Tabel 13. Hasil analisis matriks SWOT KEKUATAN (STRENGHT-S)
KELEMAHAN (WEAKNESS-W)
1. Mutu sayuran yang baik dari hasil produksi. 2. Sudah memiliki pasar tetap. 3. Iklim dan kondisi tanah yang cocok dan baik dengan tanaman organik. 4. Teknologi produksi sudah menggunakan screen house. 5. Dukungan pelatihan dari ICDF untuk mengembangkan pupuk dan pestisida organik.
1. Belum memiliki sertifikasi organik, kemasan dan label merek sendiri. 2. Harga produk masih rendah dan dikontrol oleh ICDF. 3. Produktivitas hasil produksi masih rendah. 4. Sistem organisasi dan koordinasi kelompok tani belum tersetruktur dengan baik. 5. Kemampuan petani untuk mengarsip data produksi dan keuangan belum terstruktur dengan rapi dan tertulis. 6. Keterbatasan modal petani untuk mengembangkan pertanian organik. 7. Belum diterapkannya SIM dalam sistem manajerial.
PELUANG (OPPORTUNITIES-O)
STRATEGI S – O
STRATEGI W – O
1. Kebijakan pemerintah mengenai ”Go Organic 2010” dan dukungan untuk mengembangkan pertanian organik. 2. Adanya peluang pasar sayuran organik yang luas, baik dalam maupun luar negeri. 3. Peluang kerjasama dan bermitra dengan pemerintah dan atau pihak lain dalam hal modal atau bantuan kredit usaha. 4. Tersedianya tenaga kerja yang potensial di pasar tenaga kerja atau wilayah lingkungan sekitar. 5. Tingkat kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan dan makanan organik semakin meningkat tiap tahunnya. 6. Pertanian organik membantu memperbaiki kerusakan ekosistem. 7. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pertanian organik yang semakin canggih. 8. Adanya budaya masyarakat yang gemar mengkonsumsi sayuran. 9. Kemampuan menciptakan pasar dan bersaing dengan produk pertanian lainnya.
1. Meningkatkan volume produksi sayuran organik. (S1, S2, S3, S4, O1, O2, O3, O4, O5, O7, O9)
3. Perbaikan sistem manajemen usaha dan peningkatan kemampuan manajerial petani. (W4, W5, W7, O4, O7)
2. Mengoptimalkan pengendalian mutu pada produk dan pasar yang sudah ada. (S1, S2, S3, S4, S5, O1, O3, O6, O7)
4. Membangun STA (W1, W2, W4, W5, W6, W7, O1, O2, O3, O4, O7, O9)
ANCAMAN (THREATS-T)
STRATEGI S – T
STRATEGI W – T
FAKTOR INTERNAL
FAKTOR EKSTERNAL
1. Sulit dan mahalnya persyaratan sertifikasi organik. 2. Tingkat pendapatan masyarakat ratarata msih rendah. 3. Jaringan distribusi dan pemasaran pesaing sudah lebih luas.
4.6.6
5. Mengusahakan organik (S1, S2, T1, T3)
sertifikasi
6. Mengusahakan kemasan dan label produk melalui kredit modal usaha. (W1, W2, W6, T3)
Pemilihan Strategi dengan Matriks QSP Tahap akhir dari analisis formulasi strategi adalah pemilihan strategi terbaik dengan menggunakan alat analisis matriks QSP
86
(Quantitative Strategic Planning Matrix). Analisis matriks QSP digunakan
untuk
mengevaluasi kemenarikan relatif
(relative
attractiveness) dari hasil analisis yang dihasilkan oleh matriks SWOT. Proses pemilihan prioritas strategi ini dilakukan oleh enam orang responden yang dianggap paling berpengaruh dalam pengambilan keputusan strategi Kelompok Tani Sugih Tani. Masingmasing responden memberikan nilai daya tarik terhadap setiap strategi. Hasil dari keenam responden tersebut kemudian dirataratakan untuk mendapatkan nilai total TAS dari masing-masing strategi sehingga diperoleh urutan prioritas strategi yang harus diterapkan. Berdasarkan hasil analisis matriks QSP pada tabel 14 terlihat bahwa strategi terbaik yang harus diprioritaskan yaitu strategi mengoptimalkan pengendalian mutu pada produk dan pasar yang sudah ada, dengan nilai total TAS tertinggi sebesar 5,776. Adapun keenam strategi tersebut dapat diperingkatkan berdasarkan prioritas dan bobot TAS terbesar adalah sebagai berikut: 1. Mengoptimalkan pengendalian mutu pada produk dan pasar yang sudah ada (STAS = 5,776). 2. Meningkatkan volume produksi sayuran organik (STAS = 5,529). 3. Membangun STA (Stasiun Terminal Agribisnis) (STAS = 5,408). 4. Mengusahakan kemasan dan label produk melalui kredit modal usaha (STAS = 5,407). 5. Mengusahakan sertifikasi organik (STAS = 5,018). 6. Perbaikan
sistem
manajemen
usaha
dan
peningkatan
kemampuan manajerial petani (STAS = 4,948). 4.7 Implikasi Manajerial Strategi terpilih pertama, yaitu mengoptimalkan pengendalian mutu pada produk dan pasar yang sudah ada. Saat ini Kelompok tani Sugih Tani baru mengupayakan untuk memenuhi permintaan pesanan dari pihak ICDF
87
dan swalayan sebanyak empat kuintal untuk empat jenis komoditas untuk setiap minggunya. Pesanan tersebut untuk memenuhi pasokan 30 cabang toko swalayan yang menjadi mitra usaha pihak ICDF. Akan tetapi, saat ini untuk memenuhi permintaan pesanan pasar tersebut saja petani belum mampu memenuhi seluruhnya, karena terkendala pada luas lahan pertanian dan mutu sayuran yang belum stabil dan seringkali gagal panen karena terserang hama. Oleh karena itu petani sebaiknya melakukan beberapa upaya untuk pengendalian dan pengoptimalan mutu produk sayuran organik. Sumber daya manusia yang potensial sangat diperlukan agar dapat mengelola suatu usaha dengan tepat, terutama dalam hal teknik budidaya pertanian organik. Oleh karena itu, hendaknya pembinaan kemampuan teknis petani dalam hal budidaya organik ditingkatkan. Petani dapat memperoleh pelatihan dan penyuluhan mengenai pertanian organik melalui UPTD Pertanian dan Kehutanan di wilayah setempat, atau mendapat pelatihan dari P4S Pandan Wangi yang bertempat di Desa Karehkel. Dalam hal pengadaan bibit, selama ini petani menggunakan bibit dari tanaman non-organik biasa. Permasalahan selama ini yaitu sering kali bibit bermutu kurang baik, dimana bibit sering kali tidak tumbuh, maka petani perlu mengadakan seleksi bibit ketat. Seleksi bibit dapat dilakukan dengan cara merendam bibit yang akan disebar ke lahan ke dalam baskom atau ember berisi air. Kemudian dapat dilihat terdapat bibit yang tenggelam dan bibit yang terapung. Bibit yang tenggelam berarti bibit tersebut memiliki kualitas yang baik, karena memiliki daya kecambah yang baik. sedangkan bibit yang terapung merupakan bibit dengan kualitas yang buruk karena memiliki daya kecambah yang buruk sehingga memiliki massa yang lebih ringan. Selain dalam hal seleksi bibit, untuk meningkatkan mutu organik, sebaiknya petani menggunakan bibit yang berlabelkan organik juga, untuk menjamin bahwa sayuran organik yang dihasilkan berasal dari bibit yang berkualitas dan organik pula. Selain itu perlu dikaji jika petani melakukan upaya pembibitan sendiri dengan menggunakan sayuran organik hasil produksi mereka sendiri.
88
Dalam hal pengadaan pupuk, selama ini mutu pupuk kurang stabil, dimana proporsi antara kotoran ayam dan sekam tidak stabil setiap kali pembelian, hal ini mempengaruhi kualitas kesuburan tanah dan tanaman secara langsung. Sedangkan menurut Departemen Pertanian (2009), kandungan pupuk organik yang baik komposisi sekam hanya sebanyak 10 persen dari kotoran hewan8. Oleh karena itu petani sebaiknya menggunakan pupuk yang berkualitas, dimana komposisinya sesuai dengan prosedur yang disarankan pemerintah terkait. Selain itu petani dapat bekerjasama dengan Ketua Gapoktan Pandan Wangi untuk membuat sendiri pupuk organik dengan komposisi yang sesuai dengan prosedur dengan memanfaatkan campuran dari kotoran ayam, kambing dan kelinci. Dalam hal pengendalian hama, selama ini petani sering kali masih mengalami masalah dalam hal pengendalian hama. Petani sampai saat ini belum mampu menciptakan pestisida organik sendiri yang sesuai untuk meminimalisir hama. Melalui dukungan dari Gapoktan Pandan Wangi, petani dapat menggunakan pestisida organik yang dikembangkan sendiri agar dapat menciptakan suatu pestisida organik yang ampuh meminimalkan hama. Kualitas lahan yang digunakan untuk menanam sayuran organik juga harus diperhatikan. Hal ini terkait dengan kesuburan tanah, kesesuaian kondisi tanah dengan sayuran yang ditanam dan seberapa banyak kandungan senyawa kimia yang masih terkandung didalamnya. Hal ini penting dilakukan karena untuk menghasilkan suatu produk yang benar-benar organik, maka petani harus mampu meminimalisir kandungan senyawa kimia yang masih terkandung didalamnya. Oleh karena itu petani perlu mengkaji untuk bekerja sama dengan pemerintah atau pihak terkait, misalnya dengan memanfaatkan program Prima Tani yang diupayakan oleh pemerintah di Desa Karehkel untuk menerapkan strategi tersebut.
8
www.diperta.jabaprov.go.id/ [20 Agustus 2009]
89
Tabel 14. Hasil analisis matriks QSP S1
S2
S3
S4
S5
S6
FAKTOR FAKTOR KUNCI Kekuatan
BOBOT
AS
TAS
AS
TAS
AS
TAS
AS
TAS
AS
TAS
AS
TAS
Mutu sayuran yang baik dari hasil produksi. Sudah memiliki pasar tetap. Iklim dan kondisi tanah yang cocok dan baik dengan tanaman organik. Teknologi produksi sudah menggunakan screen house. Dukungan pelatihan dari ICDF dan Gapoktan untuk mengembangkan pupuk dan pestisida organik. Kelemahan Belum memiliki sertifikasi organik, kemasan dan label merek sendiri. Harga produk masih rendah dan dikontrol oleh ICDF. Produktivitas hasil produksi masih rendah. Sistem organisasi dan koordinasi kelompok tani belum terstruktur dengan baik. Kemampuan petani untuk mengarsip data produksi dan keuangan belum terstruktur dengan rapi dan tertulis. Keterbatasan modal petani untuk mengembangkan pertanian organik. Belum diterapkannya SIM dalam sistem manajerial. Peluang Kebijakan pemerintah mengenai ”Go Organic 2010” dan dukungan untuk mengembangkan pertanian organik. Adanya peluang pasar sayuran organik yang luas, baik dalam maupun luar negeri.
0.091 0.100 0.096
3.67 3.83 3.50
0.335 0.383 0.335
3.83 3.83 3.67
0.350 0.383 0.351
2.83 1.83 2.50
0.259 0.183 0.239
2.83 1.00 2.17
0.259 0.100 0.207
2.83 3.00 3.17
0.259 0.300 0.303
3.00 3.83 2.50
0.274 0.383 0.239
0.078
3.33
0.261
3.50
0.274
2.17
0.170
1.83
0.143
2.00
0.157
1.67
0.130
0.070
2.50
0.174
4.00
0.278
2.50
0.174
1.17
0.081
2.17
0.151
1.83
0.128
0.078
2.00
0.157
2.67
0.209
2.50
0.196
3.50
0.274
4.00
0.313
4.00
0.313
0.083
2.00
0.165
2.33
0.193
2.33
0.193
3.17
0.262
2.83
0.234
3.33
0.275
0.087 0.091
3.83 2.33
0.333 0.213
2.50 2.17
0.217 0.198
2.33 4.00
0.203 0.365
3.33 2.83
0.290 0.259
2.00 1.50
0.174 0.137
2.17 2.50
0.188 0.228
0.078
2.00
0.157
1.67
0.130
3.67
0.287
3.00
0.235
1.50
0.117
2.00
0.157
0.096
2.50
0.239
2.83
0.271
2.17
0.207
3.67
0.351
1.50
0.143
3.50
0.335
0.052
1.67
0.087
1.33
0.070
4.00
0.209
2.83
0.148
2.17
0.113
2.00
0.104
0.105
3.83
0.403
3.83
0.403
2.67
0.280
2.83
0.298
3.67
0.385
3.17
0.333
0.096
3.33
0.350
3.00
0.288
2.50
0.240
3.33
0.320
3.67
0.352
3.00
0.288
90
Lanjutan tabel 14. Peluang kerjasama dan bermitra dengan pemerintah dan atau pihak lain dalam hal modal atau bantuan kredit usaha. Tersedianya tenaga kerja yang potensial di pasar tenaga kerja atau wilayah lingkungan sekitar. Tingkat kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan dan makanan organik semakin meningkat tiap tahunnya. Pertanian organik membantu memperbaiki kerusakan ekosistem. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pertanian organik yang semakin canggih. Adanya budaya masyarakat yang gemar mengkonsumsi sayuran. Kemampuan menciptakan pasar dan bersaing dengan produk pertanian lainnya. Ancaman Sulit dan mahalnya persyaratan sertifikasi organik. Tingkat pendapatan masyarakat rata-rata masih rendah. Jaringan distribusi dan pemasaran pesaing sudah lebih luas. Jumlah Skor Total Nilai Daya Tarik (STAS)
0.078
2.67
0.256
3.00
0.233
2.67
0.207
3.33
0.259
3.33
0.259
3.83
0.298
0.082
2.50
0.194
2.17
0.178
3.00
0.247
2.83
0.233
1.83
0.151
2.00
0.164
0.091
3.17
0.260
3.17
0.289
2.50
0.228
2.83
0.259
2.00
0.183
2.00
0.183
0.087
2.67
0.244
4.00
0.347
1.67
0.145
1.33
0.116
2.00
0.174
2.00
0.174
0.073
2.50
0.217
2.83
0.207
3.00
0.219
2.83
0.207
2.33
0.170
2.00
0.146
0.064
3.00
0.219
2.17
0.139
1.33
0.085
2.50
0.160
2.00
0.128
2.00
0.128
0.07
3.17
0.202
2.17
0.148
1.50
0.103
3.50
0.240
2.83
0.194
2.83
0.194
0.078
1.50
0.000
3.00
0.233
1.67
0.129
2.00
0.155
1.67
0.129
1.67
0.129
0.082
2.33
0.181
2.00
0.164
1.33
0.110
2.67
0.219
2.50
0.205
2.83
0.233
2.00
0.164
2.33
0.224
2.83
0.272
3.50
0.336
3.00
0.288
4.00
0.384
0.096
5.529
5.776
4.948
5.408
5.018
5.407
DAFTAR PUSTAKA
Assauri, S. 2004. Manajemen Pemasaran, edisi 1. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta. Badan Pusat Statistik. 2008. Jawa Barat dalam Angka (Jawa Barat in Figures) 2008. BPS Provinsi Jawa Barat, Bandung. Beritabumi. 2004. Produksi Pertanian Organik Indonesia Tumbuh 10% per tahun. http://www.beritabumi.com [5 Juni 2009] David, F.R. 2006. Manajemen Strategis edisi 10. Salemba Empat, Jakarta. Departemen Pertanian. 2004. Empat Tahun Go Organik 2010. Direktorat Jendral BPPHP. http://agribisnis.deptan.go.id [3 April 2009] Departemen Pertanian. 2004. Prospek Pertanian Organik. Penelitian dan Pengembangan Departemen Pertanian. http://www.litbang.deptan.go.id/berita/one/17 [5 Juni 2009] Departemen Pertanian. 2008. Pengertian Agropolitan. http://www.deptan.go.id/pesantren/agropolitan/arti_agro.html [5 Juni 2009] Dinas Pertanian Provinsi Jawa Barat. 2009. Pedoman Pertanian Organik. www.diperta.jabaprov.go.id/ [20 Agustus 2009] Rusdayanto, F. 2008. Potensi Pasar Produk http://newspaper.pikiran-rakyat.com/[5 Juni 2009]
Pertanian
Organik.
Fitri, M.A.A. 2006. Strategi Pengembangan Usaha Sayuran Organik pada Kelompok Tani ”Usahatani Bersama” Kabupaten Tanah Datar Sumatera Barat. Skripsi pada Program Studi Manajemen Agribisnis, Fakultas pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Jurnal Bogor. 2009. Konsumsi Sayuran www.jurnalbogor.com [1 September 2009]
40,90
Kg
Perkapita.
Kotler, P. 2002. Manajemen Pemasaran Edisi Milenium. Prenhallindo, Jakarta. Nasir. 1997. Pengembangan Dinamika Kelompok Tani. http://www.deptan.go.id/daerah_new/banten/dispertanak_pandeglang/artikel _11.htm [5 Agustus 2009] Pemerintah Kabupaten Bogor. 2005. Analisa Profil Desa/Kelurahan Kabupaten Bogor Tahun 2004. Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Kesejahteraan Sosial, Bogor. Pemerintah Kabupaten Bogor. 2005. Kecamatan Leuwi Liang dalam Angka Tahun 2005. Kabupaten Bogor, Bogor. Pemerintah Kabupaten Bogor. 2008. Laporan Tahunan Kinerja Desa Karehkel Kecamatan Leuwi Liang tahun 2007/2008. Kabupaten Bogor, Bogor.
94
Portal Nasional Republik Indonesia. 2009. Pendapatan per Kapita Penduduk RI 2008 Capai Rp 21,7 Juta (US$). www.indonesia.go.id [1 September 2009] Pracaya. 2003. Bertanam Sayuran Organik di Kebun, Pot, dan Polibag. Penebar Swadaya, Depok. Purnama, D.F. 2009. Strategi Pemasaran Produk Olahan Wortel (Studi Kasus Kelompok Tani Wanita Tani Kartini di Kawasan Rintisan Agropolitan Kecamatan Cipanas Kabupaten Cianjur). Skripsi pada Program Sarjana Agribisnis Penyelenggaraan Khusus Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Rosita, S. 2008. Analisis Strategi Usaha Sayuran Organik di PT Anugrah Bumi Persada ”RR Organic Farm”, Kabupaten Cianjur. Skripsi pada Program Studi Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Sugito, Y. 1995. Sistem Pertanian Organik. Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya, Malang. Umar, H. 2008. Strategic Management in Action. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Winangun, Y.W. 2005. Membangun Karakter Petani Organik Sukses dalam Era Globalisasi. Kanisius, Yogyakarta. Winarno, F.G, A. K. Seta, dan Surono. 2002. Pertanian dan Pangan Organik: Sistem dan Sertifikasi. M-BRIO PRESS, Bogor. Yanti, M. 2006. Strategi Pengembangan Usaha Sayuran Organik di Pertanian Organik “Kebonku”. Skripsi pada Program Studi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Yenni, E. 2007. Perumusan Strategi Pemasaran Tepung Ubi Jalar Produksi Usaha Kecil (Studi Kasus Kelompok Tani Hurip Desa Cikarawang). Skripsi pada Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
107
Lanjutan lampiran 4. ATTRACTIVE SCORE Kekuatan Mutu sayuran yang baik dari hasil produksi. Sudah memiliki pasar tetap. Iklim dan kondisi tanah yang cocok dan baik dengan tanaman organik. Teknologi produksi sudah menggunakan screen house. Dukungan pelatihan dari ICDF dan Gapoktan untuk mengembangkan pupuk dan pestisida organik. Kelemahan Belum memiliki sertifikasi organik, kemasan dan label merek sendiri. Harga produk masih rendah dan dikontrol oleh ICDF. Produktivitas hasil produksi masih rendah. Sistem organisasi dan koordinasi kelompok tani belum terstruktur dengan baik. Kemampuan petani untuk mengarsip data produksi dan keuangan belum terstruktur dengan rapi dan tertulis. Keterbatasan modal petani untuk mengembangkan pertanian organik. Belum diterapkannya SIM dalam sistem manajerial. Peluang Kebijakan pemerintah mengenai ”Go Organic 2010” dan dukungan untuk mengembangkan pertanian organik. Adanya peluang pasar sayuran organik yang luas, baik dalam maupun luar negeri. Peluang kerjasama dan bermitra dengan pemerintah dan atau pihak lain dalam hal modal atau bantuan kredit usaha.
STRATEGI 1 1 2 3 4
STRATEGI 2 1 2 3 4
STRATEGI 3 1 2 3 4
STRATEGI 4 1 2 3 4
STRATEGI 5 1 2 3 4
STRATEGI 6 1 2 3 4
108
Lanjutan lampiran 4. Tersedianya tenaga kerja yang potensial di pasar tenaga kerja atau wilayah lingkungan sekitar. Tingkat kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan dan makanan organik semakin meningkat tiap tahunnya. Pertanian organik membantu memperbaiki kerusakan ekosistem. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pertanian organik yang semakin canggih. Adanya budaya masyarakat yang gemar mengkonsumsi sayuran. Kemampuan menciptakan pasar dan bersaing dengan produk pertanian lainnya. Ancaman Sulit dan mahalnya persyaratan sertifikasi organik. Tingkat pendapatan masyarakat rata-rata masih rendah. Jaringan distribusi dan pemasaran pesaing sudah lebih luas.
109
Lampiran 5. Hasil pengolahan data bobot faktor internal No.
1. 2. 3. 4. 5.
1. 2. 3. 4. 5.
6. 7.
Faktor Internal Kekuatan Mutu sayuran yang baik dari hasil produksi. Sudah memiliki pasar tetap. Iklim dan kondisi tanah yang cocok dan baik dengan tanaman organik. Teknologi produksi sudah menggunakan screen house. Dukungan pelatihan dari ICDF dan Gapoktan untuk mengembangkan pupuk dan pestisida organik. Kelemahan Belum memiliki sertifikasi organik, kemasan dan label merek sendiri. Harga produk masih rendah dan dikontrol oleh ICDF. Produktivitas hasil produksi masih rendah. Sistem organisasi dan koordinasi kelompok tani belum terstruktur dengan baik. Kemampuan petani untuk mengarsip data produksi dan keuangan belum terstruktur dengan rapi dan tertulis. Keterbatasan modal petani untuk mengembangkan pertanian organik. Belum diterapkannya SIM dalam sistem manajerial.
Bobot Rataan Nilai Bobot R1 R2 R3 R4 R5 R6 4
4
4
3
3
3
3,50
0,091
3 4
4 3
4 4
4 4
4 4
4 3
3,83 3,67
0,100 0,096
2
4
2
4
4
2
3,00
0,078
3
2
3
3
2
3
2,67
0,070
3
3
2
3
3
4
3,00
0,078
3
2
2
4
4
4
3,17
0,083
3
3
2
4
4
4
3,33
0,087
4
3
3
4
4
3
3,50
0,091
3
2
2
4
4
3
3,00
0,078
4
3
3
4
4
4
3,67
0,096
3
1
2
2
2
2
2,00
0,052
38,33
1
110
Lampiran 6. Hasil pengolahan data bobot faktor eksternal No.
Faktor Eksternal
Bobot Rataan R1 R2 R3 R4 R5 R6
Nilai Robo t
Peluang 1.
2.
3.
4.
5.
6. 7.
8. 9.
1. 2. 3.
Kebijakan pemerintah mengenai ”Go Organic 2010” dan dukungan untuk mengembangkan pertanian organik. 4 Adanya peluang pasar sayuran organik yang luas, baik dalam maupun luar negeri. 4
4
3
4
4
4
3,83
0,105
3
4
4
3
3
3,50
0,096
Peluang kerjasama dan bermitra dengan pemerintah dan atau pihak lain dalam hal modal atau bantuan kredit usaha. 3 Tersedianya tenaga kerja yang potensial di pasar tenaga kerja atau wilayah lingkungan sekitar. 3
3
2
3
3
3
2,83
0,078
3
1
4
4
3
3,00
0,082
3
3
4
3
4
3,33
0,091
4
4
3
2
2
3,17
0,087
3
1
4
3
2
2,67
0,073
3
2
2
2
3
2,33
0,064
2
3
2
2
3
2,50
0,068
3
2
2
2
4
2,83
0,078
2
3
3
3
3
3,00
0,082
3
3
4
4
4
3,50 36,50
0,096 1
Tingkat kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan dan makanan organik semakin meningkat tiap tahunnya. 3 Pertanian organik membantu memperbaiki kerusakan ekosistem. 4 Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pertanian organik yang semakin canggih. 3 Adanya budaya masyarakat yang gemar mengkonsumsi sayuran. 2 Kemampuan menciptakan pasar dan bersaing dengan produk pertanian lainnya. 3 Ancaman Sulit dan mahalnya persyaratan sertifikasi organik. 4 Tingkat pendapatan masyarakat rata-rata masih rendah. 4 Jaringan distribusi dan pemasaran pesaing sudah lebih luas. 3
111
Lampiran 7. Hasil pengolahan data rating faktor internal No.
1. 2. 3. 4. 5.
1. 2. 3. 4.
5.
6. 7.
Faktor Internal Kekuatan Mutu sayuran yang baik dari hasil produksi. Sudah memiliki pasar tetap. Iklim dan kondisi tanah yang cocok dan baik dengan tanaman organik. Teknologi produksi sudah menggunakan screen house. Dukungan pelatihan dari ICDF dan Gapoktan untuk mengembangkan pupuk dan pestisida organik. Kelemahan Belum memiliki sertifikasi organik, kemasan dan label merek sendiri. Harga produk masih rendah dan dikontrol oleh ICDF. Produktivitas hasil produksi masih rendah. Sistem organisasi dan koordinasi kelompok tani belum terstruktur dengan baik. Kemampuan petani untuk mengarsip data produksi dan keuangan belum terstruktur dengan rapi dan tertulis. Keterbatasan modal petani untuk mengembangkan pertanian organik. Belum diterapkannya SIM dalam sistem manajerial.
Rating R1 R2 R3 R4 R5 R6
Nilai Rating
4 3
4 4
4 4
4 4
4 4
3 4
3,8 3,8
4
3
4
4
4
4
3,8
3
4
4
4
4
4
3,8
3
3
3
3
3
3
3,0
1
1
1
1
1
1
1,0
2
2
2
1
1
1
1,5
1
2
2
2
1
2
1,7
2
2
2
2
2
1
1,8
1
2
1
2
2
1
1,5
2
1
1
1
2
1
1,3
1
1
1
1
1
1
1,0
112
Lampiran 8. Hasil pengolahan data rating faktor eksternal No.
1.
2.
3.
4.
5.
6. 7.
8. 9.
1. 2. 3.
Faktor Eksternal Peluang Kebijakan pemerintah mengenai ”Go Organic 2010” dan dukungan untuk mengembangkan pertanian organik. Adanya peluang pasar sayuran organik yang luas, baik dalam maupun luar negeri. Peluang kerjasama dan bermitra dengan pemerintah dan atau pihak lain dalam hal modal atau bantuan kredit usaha. Tersedianya tenaga kerja yang potensial di pasar tenaga kerja atau wilayah lingkungan sekitar. Tingkat kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan dan makanan organik semakin meningkat tiap tahunnya. Pertanian organik membantu memperbaiki kerusakan ekosistem. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pertanian organik yang semakin canggih. Adanya budaya masyarakat yang gemar mengkonsumsi sayuran. Kemampuan menciptakan pasar dan bersaing dengan produk pertanian lainnya. Ancaman Sulit dan mahalnya persyaratan sertifikasi organik. Tingkat pendapatan masyarakat rata-rata masih rendah. Jaringan distribusi dan pemasaran pesaing sudah lebih luas.
Rating R1 R2 R3 R4 R5 R6
2
2
4
3
4
3
3
3
2
2
3
3
Nilai Rating
3.0
2.7
3
4
4
3
2
3
3.2
2
3
3
4
2
3
2.8
2
3
3
3
4
3 3.0
2
3
4
4
3
3
3.2
3
4
3
4
4
3
3.5
2
3
3
3
3
3
2.8
3
2
2
3
2
3 2.5
3
3
3
3
3
4
3.2
4
2
2
3
3
3
2.8
4
4
4
2
1
3
3.0
113
Lampiran 9. Hasil analisis matriks IFE No
1. 2. 3. 4. 5.
1. 2. 3. 4. 5.
6. 7.
Faktor Internal Kekuatan Mutu sayuran yang baik dari hasil produksi. Sudah memiliki pasar tetap. Iklim dan kondisi tanah yang cocok dan baik dengan tanaman organik. Teknologi produksi sudah menggunakan screen house. Dukungan pelatihan dari ICDF dan Gapoktan untuk mengembangkan pupuk dan pestisida organik. Kelemahan Belum memiliki sertifikasi organik, kemasan dan label merek sendiri. Harga produk masih rendah dan dikontrol oleh ICDF. Produktivitas hasil produksi masih rendah. Sistem organisasi dan koordinasi kelompok tani belum terstruktur dengan baik. Kemampuan petani untuk mengarsip data produksi dan keuangan belum terstruktur dengan rapi dan tertulis. Keterbatasan modal petani untuk mengembangkan pertanian organik. Belum diterapkannya SIM dalam sistem manajerial. Total Skor matriks IFE
Bobot (a)
Rating (b)
Skor (c = axb)
0,091 0,100 0,096
3,8 3,8 3,8
0,350 0,383 0,367
0,078
3,8
0,300
0,070
3,0
0,209
0,078
1,0
0,078
0,083
1,5
0,124
0,087 0,091
1,7 1,8
0,145 0,167
0,078
1,5
0,117
0,096
1,3
0,128
0,052
1,0
0,052
1,000
2,420
114
Lampiran 10. Hasil analisis matriks EFE No
1.
2. 3.
4. 5.
6. 7. 8. 9.
1. 2. 3.
Faktor Eksternal Peluang Kebijakan pemerintah mengenai ”Go Organic 2010” dan dukungan untuk mengembangkan pertanian organik. Adanya peluang pasar sayuran organik yang luas, baik dalam maupun luar negeri. Peluang kerjasama dan bermitra dengan pemerintah dan atau pihak lain dalam hal modal atau bantuan kredit usaha. Tersedianya tenaga kerja yang potensial di pasar tenaga kerja atau wilayah lingkungan sekitar. Tingkat kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan dan makanan organik semakin meningkat tiap tahunnya. Pertanian organik membantu memperbaiki kerusakan ekosistem. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pertanian organik yang semakin canggih. Adanya budaya masyarakat yang gemar mengkonsumsi sayuran. Kemampuan menciptakan pasar dan bersaing dengan produk pertanian lainnya. Ancaman Sulit dan mahalnya persyaratan sertifikasi organik. Tingkat pendapatan masyarakat rata-rata masih rendah. Jaringan distribusi dan pemasaran pesaing sudah lebih luas. Total Skor matriks EFE
Bobot (a)
Rating (b)
Skor (c = axb)
0,105
3,0
0,315
0,096
2,7
0,256
0,078
3,2
0,246
0,082
2,8
0,233
0,091
3,0
0,274
0,087
3,2
0,275
0,073
3,5
0,256
0,064
2,8
0,181
0,068
2,5
0,171
0,078
3,2
0,246
0,082
2,8
0,233
0,096 1,000
3,0
0,288 2,973
115
Lampiran 11. Hasil analisis matriks QSP berdasarkan alternatif strategi meningkatkan volume produksi sayuran organik. No.
Attractive Score (AS)
Faktor Strategi
R1 R2 R3 R4 R5 R6
Rataan AS
Kekuatan 1. 2. 3. 4. 5.
Mutu sayuran yang baik dari hasil produksi. Sudah memiliki pasar tetap. Iklim dan kondisi tanah yang cocok dan baik dengan tanaman organik. Teknologi produksi sudah menggunakan screen house. Dukungan pelatihan dari ICDF dan Gapoktan untuk mengembangkan pupuk dan pestisida organik.
4 4 4
4 4 4
4 4 4
4 3 3
3 4 3
3 4 3
3.67 3.83 3.50
4 3
3 3
4 3
3 2
3 2
3 2
3.33 2.50
4
2
3
1
1
1
2.00
2 4 4
1 4 3
3 3 3
2 4 2
2 4 1
2 4 1
2.00 3.83 2.33
4
2
3
1
1
1
2.00
4
2
2
2
3
2
2.50
1
1
2
2
2
2
1.67
4
3
4
4
4
4
3.83
4
3
4
4
2
3
3.33
4
2
3
3
2
2
2.67
4
3
3
2
1
2
2.50
4
3
4
3
2
3
3.17
3
2
3
3
2
3
2.67
4
2
4
2
1
2
2.50
3
2
3
4
3
3
3.00
3
3
3
4
3
3
3.17
2 3 2
1 2 1
3 2 4
1 3 2
1 2 1
1 2 2
1.50 2.33 2.00
Kelemahan 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Belum memiliki sertifikasi organik, kemasan dan label merek sendiri. Harga produk masih rendah dan dikontrol oleh ICDF. Produktivitas hasil produksi masih rendah. Sistem organisasi dan koordinasi kelompok tani belum terstruktur dengan baik. Kemampuan petani untuk mengarsip data produksi dan keuangan belum terstruktur dengan rapi dan tertulis. Keterbatasan modal petani untuk mengembangkan pertanian organik. Belum diterapkannya SIM dalam sistem manajerial.
Peluang 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Kebijakan pemerintah mengenai ”Go Organic 2010” dan dukungan untuk mengembangkan pertanian organik. Adanya peluang pasar sayuran organik yang luas, baik dalam maupun luar negeri. Peluang kerjasama dan bermitra dengan pemerintah dan atau pihak lain dalam hal modal atau bantuan kredit usaha. Tersedianya tenaga kerja yang potensial di pasar tenaga kerja atau wilayah lingkungan sekitar. Tingkat kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan dan makanan organik semakin meningkat tiap tahunnya. Pertanian organik membantu memperbaiki kerusakan ekosistem. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pertanian organik yang semakin canggih. Adanya budaya masyarakat yang gemar mengkonsumsi sayuran. Kemampuan menciptakan pasar dan bersaing dengan produk pertanian lainnya.
Ancaman 1. 2. 3.
Sulit dan mahalnya persyaratan sertifikasi organik. Tingkat pendapatan masyarakat rata-rata masih rendah. Jaringan distribusi dan pemasaran pesaing sudah lebih luas.
116
Lampiran 12. Hasil analisis matriks QSP berdasarkan alternatif strategi mengoptimalkan pengendalian mutu pada produk dan pasar yang sudah ada. No.
Attractive Score (AS)
Faktor Strategi
R1 R2 R3 R4 R5 R6
Rataan AS
Kekuatan 1. 2. 3. 4. 5.
Mutu sayuran yang baik dari hasil produksi. Sudah memiliki pasar tetap. Iklim dan kondisi tanah yang cocok dan baik dengan tanaman organik. Teknologi produksi sudah menggunakan screen house. Dukungan pelatihan dari ICDF dan Gapoktan untuk mengembangkan pupuk dan pestisida organik.
3 4 2
4 4 4
4 4 4
4 4 4
4 3 4
4 4 4
3.83 3.83 3.67
3 4
4 4
3 4
3 4
4 4
4 4
3.50 4.00
4
3
3
2
2
2
2.67
3 4 3
3 1 1
2 4 3
2 2 2
3 2 2
1 2 2
2.33 2.50 2.17
1
1
2
2
2
2
1.67
3
2
3
3
3
3
2.83
1
1
1
2
2
1
1.33
3
4
4
4
4
4
3.83
3
3
4
3
3
2
3.00
2
3
3
3
4
3
3.00
2
2
2
3
2
2
2.17
2
4
4
3
3
3
3.17
4
4
4
4
4
4
4.00
2
3
4
3
2
3
2.83
3
2
2
2
2
2
2.17
2
2
2
2
2
3
2.17
3 2 4
3 2 1
3 2 3
3 2 2
4 2 2
2 2 2
3.00 2.00 2.33
Kelemahan 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Belum memiliki sertifikasi organik, kemasan dan label merek sendiri. Harga produk masih rendah dan dikontrol oleh ICDF. Produktivitas hasil produksi masih rendah. Sistem organisasi dan koordinasi kelompok tani belum terstruktur dengan baik. Kemampuan petani untuk mengarsip data produksi dan keuangan belum terstruktur dengan rapi dan tertulis. Keterbatasan modal petani untuk mengembangkan pertanian organik. Belum diterapkannya SIM dalam sistem manajerial.
Peluang 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Kebijakan pemerintah mengenai ”Go Organic 2010” dan dukungan untuk mengembangkan pertanian organik. Adanya peluang pasar sayuran organik yang luas, baik dalam maupun luar negeri. Peluang kerjasama dan bermitra dengan pemerintah dan atau pihak lain dalam hal modal atau bantuan kredit usaha. Tersedianya tenaga kerja yang potensial di pasar tenaga kerja atau wilayah lingkungan sekitar. Tingkat kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan dan makanan organik semakin meningkat tiap tahunnya. Pertanian organik membantu memperbaiki kerusakan ekosistem. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pertanian organik yang semakin canggih. Adanya budaya masyarakat yang gemar mengkonsumsi sayuran. Kemampuan menciptakan pasar dan bersaing dengan produk pertanian lainnya.
Ancaman 1. 2. 3.
Sulit dan mahalnya persyaratan sertifikasi organik. Tingkat pendapatan masyarakat rata-rata masih rendah. Jaringan distribusi dan pemasaran pesaing sudah lebih luas.
117
Lampiran 13. Hasil analisis matriks QSP berdasarkan alternatif strategi perbaikan sistem manajemen usaha dan peningkatan kemampuan manajerial petani. No.
Attractive Score (AS)
Faktor Strategi
R1 R2 R3 R4 R5 R6
Rataan AS
Kekuatan 1. 2. 3. 4. 5.
Mutu sayuran yang baik dari hasil produksi. Sudah memiliki pasar tetap. Iklim dan kondisi tanah yang cocok dan baik dengan tanaman organik. Teknologi produksi sudah menggunakan screen house. Dukungan pelatihan dari ICDF dan Gapoktan untuk mengembangkan pupuk dan pestisida organik.
2 2 4
3 2 2
4 2 3
3 2 2
2 2 2
3 1 2
2.83 1.83 2.50
4 3
2 2
2 2
2 2
1 2
2 4
2.17 2.50
4
2
4
2
1
2
2.50
4 4 4
2 2 4
2 3 4
2 2 4
2 1 4
2 2 4
2.33 2.33 4.00
4
4
2
4
4
4
3.67
4
2
1
2
2
2
2.17
4
4
4
4
4
4
4.00
4
2
4
2
2
2
2.67
4
2
4
1
2
2
2.50
4
2
3
3
1
3
2.67
4
3
3
3
2
3
3.00
4
2
3
2
2
2
2.50
2
2
1
2
2
1
1.67
4
2
4
2
3
3
3.00
2
2
1
1
1
1
1.33
2
2
1
1
2
1
1.50
2 2 2
2 2 3
3 1 3
1 1 3
1 1 3
1 1 3
1.67 1.33 2.83
Kelemahan 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Belum memiliki sertifikasi organik, kemasan dan label merek sendiri. Harga produk masih rendah dan dikontrol oleh ICDF. Produktivitas hasil produksi masih rendah. Sistem organisasi dan koordinasi kelompok tani belum terstruktur dengan baik. Kemampuan petani untuk mengarsip data produksi dan keuangan belum terstruktur dengan rapi dan tertulis. Keterbatasan modal petani untuk mengembangkan pertanian organik. Belum diterapkannya SIM dalam sistem manajerial.
Peluang 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Kebijakan pemerintah mengenai ”Go Organic 2010” dan dukungan untuk mengembangkan pertanian organik. Adanya peluang pasar sayuran organik yang luas, baik dalam maupun luar negeri. Peluang kerjasama dan bermitra dengan pemerintah dan atau pihak lain dalam hal modal atau bantuan kredit usaha. Tersedianya tenaga kerja yang potensial di pasar tenaga kerja atau wilayah lingkungan sekitar. Tingkat kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan dan makanan organik semakin meningkat tiap tahunnya. Pertanian organik membantu memperbaiki kerusakan ekosistem. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pertanian organik yang semakin canggih. Adanya budaya masyarakat yang gemar mengkonsumsi sayuran. Kemampuan menciptakan pasar dan bersaing dengan produk pertanian lainnya.
Ancaman 1. 2. 3.
Sulit dan mahalnya persyaratan sertifikasi organik. Tingkat pendapatan masyarakat rata-rata masih rendah. Jaringan distribusi dan pemasaran pesaing sudah lebih luas.
118
Lampiran 14. Hasil analisis matriks QSP berdasarkan alternatif strategi membangun STA (Stasiun Terminal Agribisnis). No.
Attractive Score (AS)
Faktor Strategi
R1 R2 R3 R4 R5 R6
Rataan AS
Kekuatan 1. 2. 3. 4. 5.
Mutu sayuran yang baik dari hasil produksi. Sudah memiliki pasar tetap. Iklim dan kondisi tanah yang cocok dan baik dengan tanaman organik. Teknologi produksi sudah menggunakan screen house. Dukungan pelatihan dari ICDF dan Gapoktan untuk mengembangkan pupuk dan pestisida organik.
2 1 2
3 1 2
3 1 4
4 1 2
3 1 2
2 1 1
2.83 1.00 2.17
2 1
2 2
2 1
2 1
2 1
1 1
1.83 1.17
2
4
3
4
4
4
3.50
2 4 2
4 3 3
2 4 3
4 3 3
4 3 4
3 3 2
3.17 3.33 2.83
4
3
2
3
3
3
3.00
2
4
4
4
4
4
3.67
3
3
3
3
3
2
2.83
2
3
3
3
3
3
2.83
4
3
4
3
3
3
3.33
4
3
3
4
3
3
3.33
2
3
2
4
3
3
2.83
2
3
4
3
3
2
2.83
2
2
1
1
1
1
1.33
4
2
4
3
2
2
2.83
4
3
2
1
3
2
2.50
4
4
4
3
3
3
3.50
3 2 4
1 3 3
3 3 4
2 2 3
2 3 3
1 3 4
2.00 2.67 3.50
Kelemahan 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Belum memiliki sertifikasi organik, kemasan dan label merek sendiri. Harga produk masih rendah dan dikontrol oleh ICDF. Produktivitas hasil produksi masih rendah. Sistem organisasi dan koordinasi kelompok tani belum terstruktur dengan baik. Kemampuan petani untuk mengarsip data produksi dan keuangan belum terstruktur dengan rapi dan tertulis. Keterbatasan modal petani untuk mengembangkan pertanian organik. Belum diterapkannya SIM dalam sistem manajerial.
Peluang 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Kebijakan pemerintah mengenai ”Go Organic 2010” dan dukungan untuk mengembangkan pertanian organik. Adanya peluang pasar sayuran organik yang luas, baik dalam maupun luar negeri. Peluang kerjasama dan bermitra dengan pemerintah dan atau pihak lain dalam hal modal atau bantuan kredit usaha. Tersedianya tenaga kerja yang potensial di pasar tenaga kerja atau wilayah lingkungan sekitar. Tingkat kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan dan makanan organik semakin meningkat tiap tahunnya. Pertanian organik membantu memperbaiki kerusakan ekosistem. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pertanian organik yang semakin canggih. Adanya budaya masyarakat yang gemar mengkonsumsi sayuran. Kemampuan menciptakan pasar dan bersaing dengan produk pertanian lainnya.
Ancaman 1. 2. 3.
Sulit dan mahalnya persyaratan sertifikasi organik. Tingkat pendapatan masyarakat rata-rata masih rendah. Jaringan distribusi dan pemasaran pesaing sudah lebih luas.
119
Lampiran 15. Hasil analisis matriks QSP berdasarkan alternatif strategi mengusahakan sertifikasi organik. No.
Attractive Score (AS)
Faktor Strategi
R1 R2 R3 R4 R5 R6
Rataan AS
Kekuatan 1. 2. 3. 4. 5.
Mutu sayuran yang baik dari hasil produksi. Sudah memiliki pasar tetap. Iklim dan kondisi tanah yang cocok dan baik dengan tanaman organik. Teknologi produksi sudah menggunakan screen house. Dukungan pelatihan dari ICDF dan Gapoktan untuk mengembangkan pupuk dan pestisida organik.
4 4 4
2 3 4
2 2 3
3 3 2
3 3 3
3 3 3
2.83 3.00 3.17
3 4
2 2
2 2
2 2
1 2
2 1
2.00 2.17
4
4
4
4
4
4
4.00
3 3 4
3 1 1
3 2 1
3 2 1
3 2 1
2 2 1
2.83 2.00 1.50
2
1
1
1
2
2
1.50
4
1
1
1
1
1
1.50
3
2
2
2
2
2
2.17
4
3
4
4
4
3
3.67
4
4
3
3
4
4
3.67
4
3
4
3
3
3
3.33
1
2
2
2
2
2
1.83
3
2
2
2
1
2
2.00
4
2
1
2
1
2
2.00
4
2
2
2
2
2
2.33
3
2
2
2
1
2
2.00
4
2
3
2
3
3
2.83
4 4 4
1 2 2
1 2 3
2 2 3
1 2 3
1 3 3
1.67 2.50 3.00
Kelemahan 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Belum memiliki sertifikasi organik, kemasan dan label merek sendiri. Harga produk masih rendah dan dikontrol oleh ICDF. Produktivitas hasil produksi masih rendah. Sistem organisasi dan koordinasi kelompok tani belum terstruktur dengan baik. Kemampuan petani untuk mengarsip data produksi dan keuangan belum terstruktur dengan rapi dan tertulis. Keterbatasan modal petani untuk mengembangkan pertanian organik. Belum diterapkannya SIM dalam sistem manajerial.
Peluang 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Kebijakan pemerintah mengenai ”Go Organic 2010” dan dukungan untuk mengembangkan pertanian organik. Adanya peluang pasar sayuran organik yang luas, baik dalam maupun luar negeri. Peluang kerjasama dan bermitra dengan pemerintah dan atau pihak lain dalam hal modal atau bantuan kredit usaha. Tersedianya tenaga kerja yang potensial di pasar tenaga kerja atau wilayah lingkungan sekitar. Tingkat kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan dan makanan organik semakin meningkat tiap tahunnya. Pertanian organik membantu memperbaiki kerusakan ekosistem. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pertanian organik yang semakin canggih. Adanya budaya masyarakat yang gemar mengkonsumsi sayuran. Kemampuan menciptakan pasar dan bersaing dengan produk pertanian lainnya.
Ancaman 1. 2. 3.
Sulit dan mahalnya persyaratan sertifikasi organik. Tingkat pendapatan masyarakat rata-rata masih rendah. Jaringan distribusi dan pemasaran pesaing sudah lebih luas.
120
Lampiran 16. Hasil analisis matriks QSP berdasarkan alternatif strategi mengusahakan kemasan dan label produk melalui kredit modal usaha. No.
1. 2. 3. 4. 5.
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 1.
2. 3.
4. 5.
6. 7. 8. 9.
1. 2. 3.
Faktor Strategi Kekuatan Mutu sayuran yang baik dari hasil produksi. Sudah memiliki pasar tetap. Iklim dan kondisi tanah yang cocok dan baik dengan tanaman organik. Teknologi produksi sudah menggunakan screen house. Dukungan pelatihan dari ICDF dan Gapoktan untuk mengembangkan pupuk dan pestisida organik. Kelemahan Belum memiliki sertifikasi organik, kemasan dan label merek sendiri. Harga produk masih rendah dan dikontrol oleh ICDF. Produktivitas hasil produksi masih rendah. Sistem organisasi dan koordinasi kelompok tani belum terstruktur dengan baik. Kemampuan petani untuk mengarsip data produksi dan keuangan belum terstruktur dengan rapi dan tertulis. Keterbatasan modal petani untuk mengembangkan pertanian organik. Belum diterapkannya SIM dalam sistem manajerial. Peluang Kebijakan pemerintah mengenai ”Go Organic 2010” dan dukungan untuk mengembangkan pertanian organik. Adanya peluang pasar sayuran organik yang luas, baik dalam maupun luar negeri. Peluang kerjasama dan bermitra dengan pemerintah dan atau pihak lain dalam hal modal atau bantuan kredit usaha. Tersedianya tenaga kerja yang potensial di pasar tenaga kerja atau wilayah lingkungan sekitar. Tingkat kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan dan makanan organik semakin meningkat tiap tahunnya. Pertanian organik membantu memperbaiki kerusakan ekosistem. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pertanian organik yang semakin canggih. Adanya budaya masyarakat yang gemar mengkonsumsi sayuran. Kemampuan menciptakan pasar dan bersaing dengan produk pertanian lainnya. Ancaman Sulit dan mahalnya persyaratan sertifikasi organik. Tingkat pendapatan masyarakat rata-rata masih rendah. Jaringan distribusi dan pemasaran pesaing sudah lebih luas.
Attractive Score (AS) R1 R2 R3 R4 R5 R6
Rataan AS
2 3 4
4 4 2
3 4 2
3 4 2
3 4 2
3 4 3
3.00 3.83 2.50
2 4
2 2
1 1
2 1
1 1
2 2
1.67 1.83
4
4
4
4
4
4
4.00
3 3 4
2 2 2
4 2 3
3 2 2
4 2 2
4 2 2
3.33 2.17 2.50
2
2
2
2
2
2
2.00
2
4
4
4
4
3
3.50
2
2
2
2
2
2
2.00
4
3
3
3
3
3
3.17
4
3
2
3
3
3
3.00
4
4
4
4
3
4
3.83
2
2
2
2
2
2
2.00
2
2
2
2
2
2
2.00
4
2
1
2
1
2
2.00
4
2
1
2
1
2
2.00
3
2
1
2
2
2
2.00
3
3
2
3
3
3
2.83
4 4 4
1 3 4
1 2 4
1 3 4
1 2 4
2 3 4
1.67 2.83 4.00
121
Lampiran 17. Hasil analisis matriks QSP S1
S2
S3
S4
S5
S6
FAKTOR FAKTOR KUNCI Kekuatan
BOBOT
AS
TAS
AS
TAS
AS
TAS
AS
TAS
AS
TAS
AS
TAS
Mutu sayuran yang baik dari hasil produksi. Sudah memiliki pasar tetap. Iklim dan kondisi tanah yang cocok dan baik dengan tanaman organik. Teknologi produksi sudah menggunakan screen house. Dukungan pelatihan dari ICDF dan Gapoktan untuk mengembangkan pupuk dan pestisida organik. Kelemahan Belum memiliki sertifikasi organik, kemasan dan label merek sendiri. Harga produk masih rendah dan dikontrol oleh ICDF. Produktivitas hasil produksi masih rendah. Sistem organisasi dan koordinasi kelompok tani belum terstruktur dengan baik. Kemampuan petani untuk mengarsip data produksi dan keuangan belum terstruktur dengan rapi dan tertulis. Keterbatasan modal petani untuk mengembangkan pertanian organik. Belum diterapkannya SIM dalam sistem manajerial. Peluang Kebijakan pemerintah mengenai ”Go Organic 2010” dan dukungan untuk mengembangkan pertanian organik. Adanya peluang pasar sayuran organik yang luas, baik dalam maupun luar negeri. Peluang kerjasama dan bermitra dengan pemerintah dan atau pihak lain dalam hal modal atau bantuan kredit usaha. Tersedianya tenaga kerja yang potensial di pasar tenaga kerja atau wilayah lingkungan sekitar.
0.091 0.100 0.096
3.67 3.83 3.50
0.335 0.383 0.335
3.83 3.83 3.67
0.350 0.383 0.351
2.83 1.83 2.50
0.259 0.183 0.239
2.83 1.00 2.17
0.259 0.100 0.207
2.83 3.00 3.17
0.259 0.300 0.303
3.00 3.83 2.50
0.274 0.383 0.239
0.078
3.33
0.261
3.50
0.274
2.17
0.170
1.83
0.143
2.00
0.157
1.67
0.130
0.070
2.50
0.174
4.00
0.278
2.50
0.174
1.17
0.081
2.17
0.151
1.83
0.128
0.078
2.00
0.157
2.67
0.209
2.50
0.196
3.50
0.274
4.00
0.313
4.00
0.313
0.083
2.00
0.165
2.33
0.193
2.33
0.193
3.17
0.262
2.83
0.234
3.33
0.275
0.087 0.091
3.83 2.33
0.333 0.213
2.50 2.17
0.217 0.198
2.33 4.00
0.203 0.365
3.33 2.83
0.290 0.259
2.00 1.50
0.174 0.137
2.17 2.50
0.188 0.228
0.078
2.00
0.157
1.67
0.130
3.67
0.287
3.00
0.235
1.50
0.117
2.00
0.157
0.096
2.50
0.239
2.83
0.271
2.17
0.207
3.67
0.351
1.50
0.143
3.50
0.335
0.052
1.67
0.087
1.33
0.070
4.00
0.209
2.83
0.148
2.17
0.113
2.00
0.104
0.105
3.83
0.403
3.83
0.403
2.67
0.280
2.83
0.298
3.67
0.385
3.17
0.333
0.096
3.33
0.350
3.00
0.288
2.50
0.240
3.33
0.320
3.67
0.352
3.00
0.288
0.078
2.67
0.256
3.00
0.233
2.67
0.207
3.33
0.259
3.33
0.259
3.83
0.298
0.082
2.50
0.194
2.17
0.178
3.00
0.247
2.83
0.233
1.83
0.151
2.00
0.164
122
Lanjutan lampiran 17. Tingkat kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan dan makanan organik semakin meningkat tiap tahunnya. Pertanian organik membantu memperbaiki kerusakan ekosistem. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pertanian organik yang semakin canggih. Adanya budaya masyarakat yang gemar mengkonsumsi sayuran. Kemampuan menciptakan pasar dan bersaing dengan produk pertanian lainnya. Ancaman Sulit dan mahalnya persyaratan sertifikasi organik. Tingkat pendapatan masyarakat rata-rata masih rendah. Jaringan distribusi dan pemasaran pesaing sudah lebih luas. Jumlah Skor Total Nilai Daya Tarik (STAS)
0.091
3.17
0.260
3.17
0.289
2.50
0.228
2.83
0.259
2.00
0.183
2.00
0.183
0.087
2.67
0.244
4.00
0.347
1.67
0.145
1.33
0.116
2.00
0.174
2.00
0.174
0.073
2.50
0.217
2.83
0.207
3.00
0.219
2.83
0.207
2.33
0.170
2.00
0.146
0.064
3.00
0.219
2.17
0.139
1.33
0.085
2.50
0.160
2.00
0.128
2.00
0.128
0.07
3.17
0.202
2.17
0.148
1.50
0.103
3.50
0.240
2.83
0.194
2.83
0.194
0.078 0.082
1.50 2.33
0.000 0.181
3.00 2.00
0.233 0.164
1.67 1.33
0.129 0.110
2.00 2.67
0.155 0.219
1.67 2.50
0.129 0.205
1.67 2.83
0.129 0.233
2.00
0.164
2.33
0.224
2.83
0.272
3.50
0.336
3.00
0.288
4.00
0.384
0.096
5.529
5.776
4.948
5.408
5.018
5.407