Valuasi Ekonomi Eksternalitas Penggunaan Merkuri Pada Pertambangan Emas Rakyat Dan Peran Pemerintah Daerah Mengatasi Pencemaran Merkuri (Studi Kasus Pertambangan Emas Rakyat di Kecamatan Kokap Kulon Progo) Rininta Larasati,Prabang Setyono,Kusno Adi Sambowo (Program Pascasarjana Ilmu Lingkungan-Universitas Sebelas Maret)
Abstrak Penggunaan merkuri (Hg) pada pertambangan emas rakyat di kecamatan Kokap terbukti telah mengkontaminasi lingkungan. Hal ini disebabkan oleh pembuangan tailing atau limbah yang tanpa melalui proses pengolahan terlebih dahulu. Umumnya penambang menolak menggunakan instalasi pengolahan limbah dikarenakan biaya operasional yang cukup besar. Penelitian ini melakukan valuasi pencemaran merkuri serta manfaat dan biaya usaha penambangan emas rakyat tersebut dengan dan tanpa alat penangkap merkuri. Selengkapnya penelitian ini bertujuan untuk: 1) Mengetahui nilai eksternalitas akibat penggunaan merkuri dan kelayakan usaha pertambangan emas di Kokap Kulon Progo,2) Mengetahui peran pemerintah daerah dalam mengatasi dampak merugikan akibat pencemaran merkuri dari pertambangan emas rakyat, 3) Menemukan faktor penghambat dalam menertibkan pertambangan emas rakyat dan merekomendasikan solusinya. Nilai eksternalitas divaluasi menggunakan metode biaya pengganti dan biaya pemulihan, sedangkan peran pemerintah dianalisis dengan indikator pendekatan hukum lingkungan, produk hukum daerah, dan peran instansi daerah. Hasil penelitian nilai eksternalitas dengan metode biaya pengganti air PDAM menunjukkan bahwa perkiraan rata-rata kerugian per rumah tangga yang airnya tercemar Hg adalah 561.100 per tahun. Sedangkan perkiraan biaya pemulihan dengan menggunakan metode in situ adalah Rp. 5.332.428.000. Dari hasil analisis terdapat 3 dari 5 usaha penambangan emas rakyat menggunakan alat penangkap merkuri menjadi tidak layak karena NPV dan B/C rasio < 1. Peran pemerintah daerah dalam penegakan hukum lingkungan, kelengkapan produk hukum daerah masih lemah. Sedangkan peran instansi daerah (KLH dan Disperindag dan ESDM) dalam hal pembinaan dan sosialisasi, serta pengawasan dan pemantauan dari hasil pengisian kuisioner hasilnya baik, hanya saja pada kenyataannya tidak disertai dengan tindakan tegas kepada para penambang yang melanggar. Faktor penghambat dalam menertibkan pertambangan emas rakyat di Kokap antara lain belum ditetapkannya wilayah Kokap sebagai Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR), kurangnya kesadaran penambang tentang bahaya merkuri, dan tidak adanya tindakan tegas dari pemda terhadap pelaku pencemaran Kata kunci: pencemaran merkuri, eksternalitas, pemerintah daerah
48
Jurnal EKOSAINS | Vol. IV | No. 1 | Maret 2012
Valuasi Ekonomi Eksternalitas Penggunaan Merkuri
PENDAHULUAN Pertambangan emas rakyat di Kecamatan Kokap Kabupaten Kulon Progo mulai muncul pada tahun 1995 oleh penambang asal Tasikmalaya, yang kemudian diikuti oleh penduduk setempat. Usaha penambangan tersebut telah membantu masyarakat setempat untuk meningkatkan taraf ekonomi mereka, walaupun penghasilan dari menambang sangat tidak menentu. Sejak awal mula kemunculannya di Kokap, yaitu di Desa Kalirejo, penambangan dilakukan dengan cara sederhana yaitu dilakukan dengan sistem tambang bawah tanah dengan cara membuat terowongan (adit) dan sumur (vertical shaft). Satu lokasi pengolahan bijih menggunakan 1 – 10 gelundung dan setiap gelundung dapat mengolah 15 - 25 kg bijih dalam sehari. Bijih yang telah ditumbuk dimasukkan kedalam gelundung berisi potongan besi (rod), ditambahkan air, merkuri dan semen, dan selanjutnya diputar selama beberapa jam dengan tenaga listrik (generator). Setelah proses amalgamasi selesai, amalgam dipisahkan dari tailing nya dengan cara diperas dengan kain parasit dan tailing dialirkan ke dalam bak penampungan tailing atau dibiarkan mengalir ke halaman rumah. Proses pembuangan limbah seperti inilah yang dapat menimbulkan pencemaran lingkungan. Salah satu jurnal yang diterbitkan Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Universitas Gadjah Mada menyebutkan bahwa di desa Kalirejo terdapat 30,76% penambang emas yang darahnya mengandung merkuri, dengan level merkuri tertinggi 13,7 µg/l. Para penambang memiliki kemungkinan 1,5 kali lebih besar terkontaminasi merkuri dibandingkan penduduk sekitar (Husodo, et. al). Karakteristik pemakaian merkuri bergantung pada pendekatan yang agresif dan luas dari lembaga lingkungan, termasuk batasan emisi dan program yang efektif untuk mengatur penggunaan yang lebih baik atau mengurangi penggunaan-
Rininta Larasati,Prabang Setyono, Kusno Adi Sambowo
nya (Harvey and Smith, 2004). Para penambang memang mendapatkan manfaat ekonomi dari hasil penjualan emas tersebut, namun penggunaan merkuri dan proses pembuangan limbah yang tanpa diolah terlebih dahulu ternyata terbukti telah mencemari lingkungan sekitar dan tubuh penduduk. Penelitian tentang Kadar pencemaran Merkuri pada daerah penambangan emas rakyat di Kulon Progo telah dilakukan oleh beberapa kedinasan, dan akademisi. Penelitian lain yang dilakukan oleh Palentinus (2007) Pencemaran air sumur penduduk di dusun Plampang II, desa Kalirejo, Kecamatan Kokap bervariasi. Rata-rata di atas baku mutu permen kes RI No 907/2002 tentang baku mutu air bersih, sedangkan pada darah para pekerja tambang mengindikasikan bahwa 78,57% pekerja tambang dan penduduk mengidap Hg di atas batas normal. PERUMUSAN MASALAH Penelitian ini mengkaji tentang besarnya kerugian yang ditimbulkan oleh penggunaan merkuri dan bagaimana pemerintah daerah berperan mengatasi terjadinya pencemaran merkuri sehingga tujuan penelitian ini ada 3, yaitu : 1. Mengetahui nilai eksternalitas akibat penggunaan merkuri dan kelayakan usaha pertambangan emas di Kokap Kulon Progo 2. Mengetahui peran pemerintah daerah dalam mengatasi dampak merugikan akibat pencemaran merkuri dari pertambangan emas rakyat 3. Menemukan faktor penghambat dalam menertibkan pertambangan emas rakyat dan merekomendasikan solusinya KAJIAN PUSTAKA Emas atau bahasa latinnya ‘aurum’, merupakan unsur kimia berupa logam dengan lambang kimia Au dan nomor atom 79. Emas merupakan logam yang lunak ketika dalam keadaan murni, tahan
Jurnal EKOSAINS | Vol. IV | No. 1 | Maret 2012
49
Valuasi Ekonomi Eksternalitas Penggunaan Merkuri
Rininta Larasati,Prabang Setyono, Kusno Adi Sambowo
terhadap berbagai bahan kimia, dan berat. Emas meleleh pada 1.064,43°C dan mendidih pada 2.807°C (Anonim, 1997). Pekerja tambang yang bekerja pada proses amalgamasi berpotensi besar menghirup Hg. Ukuran mitigasi untuk mengurangi polusi Hg di tempat kerja harus dilakukan dengan mengurangi paparan dan resiko kesehatan pada pekerja tambang dan juga mengurangi akibatnya pada lingkungan sekitar. Hasil penelitian menunjukkan konsentrasi Hg dalam urin anak-anak sekolah menunjukkan potensi paparan Hg. Hal ini dapat disebabkan oleh dua sumber yaitu menghirup udara yang terkontaminasi dan minum air yang terkontaminasi (Umbangtalad, et al., 2007). Penelitian yang dilakukan oleh Palentinus (2007) Pencemaran air sumur penduduk di dusun Plampang II, desa Kalirejo, Kecamatan Kokap bervariasi. Rata-rata di atas baku mutu permen kes RI no 907/2002 tentang baku mutu air bersih, sedangkan pada darah para pekerja tambang mengindikasikan bahwa 78,57% pekerja tambang dan penduduk mengidap Hg di atas batas normal. Penelitian tentang kontaminasi Merkuri di Kalangan Pekerja Yogyakarta Kasus Penambangan Emas di Kulon Progo yang ditulis oleh Husodo, et. al (2005) menyimpulkan hal-hal berikut ini: a. Terbukti ada kontaminasi merkuri pada sedimen sungai dan biota yang hidup di sungai yang melintasi Desa Kalirejo, Kecamatan Kokap, Kabupaten Kulon Progo, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. b. Penambang emas dan penduduk di sekitar penambangan emas di Desa kalirejo, kecamatan Kokap, Kabupaten Kulon Progo, terbukti telah terkontaminasi merkuri dalam darahnya c. Penambang emas di Kabupaten Kulon Progo mempunyai kemungkinan untuk terkontaminasi merkuri 1,5 kali lebih besar dibanding masyarakat di sekitar penambangan emas. Perlindungan dan pengelolaan 50
lingkungan hidup adalah upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan/ atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum (UU Nomor 32 Tahun 2009). Dampak negatif yang dapat terjadi akibat pemanfaatan sumber daya alam, antara lain: kerusakan (degradasi) sumber daya alam. Pemanfaatan sumber daya alam akan mengakibatkan kerusakan, baik di tempat kerusakan itu terjadi maupun di luarnya. Pencemaran tanah, air, dan udara. Penambangan, pengangkutan, dan pengolahan sumber daya alam mineral (bahan tambang) dapat mencemari tanah, air dan udara. Konlik sosial. Konlik sosial dapat terjadi karena kepentingan masyarakat terganggu. Manik (2003). Ekonomi lingkungan adalah ilmu yang mempelajari kegiatan manusia dalam memanfaatkan lingkungan sedemikian rupa sehingga fungsi / peranan lingkungan dapat dipertahankan atau bahkan dapat ditingkatkan dalam penggunaannya untuk jangka panjang. Sesungguhnya fungsi/ peranan lingkungan yang utama adalah sebagai sumber bahan mentah untuk diolah menjadi barang jadi atau untuk langsung dikonsumsi, sebagai assimilator yaitu sebagai pengolah limbah secara alami, dan sebagai sumber kesenangan / amenity . Ekonomi lingkungan menganalisis pencemaran sebagai eksternalitas. Suatu eksternalitas adalah setiap dampak terhadap tingkat kesejahteraan pihak ketiga yang timbul karena tindakan seseorang tanpa dipungut kompensasi atau pembayaran Suparmoko, 2000). Fauzi (2010) menyatakan bahwa sumber daya alam, dalam beberapa hal, tidak ditransaksikan dalam mekanisme pasar atau mekanisme pasar bekerja secara tidak sempurna. Pencemaran udara misalnya, adalah contoh bagaimana transaksi pasar tidak terjadi, karena jika mekanisme
Jurnal EKOSAINS | Vol. IV | No. 1 | Maret 2012
Valuasi Ekonomi Eksternalitas Penggunaan Merkuri
pasar bekerja secara sempurna, pelaku penyebab pencemaran udara tersebut seharusnya membayar kompensasi terhadap masyarakat yang terkena pencemaran. dengan kata lain kegagalan pasar adalah cerminan sifat sumber daya alam yang dalam beberapa hal menjadi barang public, Jadi barang publik, eksternalitas, dan kegagalan pasar, adalah satu mata rantai yang seing timbul dalam pengelolaan sumber daya alam. Eksternalitas dideinisikan sebagai dampak (positif atau negatif), atau dalam bahasa formal ekonomi sebagai net cost atau beneit, dari tindakan satu pihak terhadap pihak lain. Pencemaran digambarkan sebagai suatu pengotoran yang dapat menurunkan nilai dan kegunaan. Pencemaran lingkungan merupakan perubahan lingkungan yang tidak menguntungkan yang sebagian dikarenakan tindakan manusia (Sastrawijaya,2000). Limbah dapat dideinisikan sebagai suatu yang tidak diinginkan, mencapai hasil tertentu pada manajemennya tergantung pada norma sosial yang berdasarkan pada badan hukum dan penegakan undang-undang (Deutz dan Frostick, 2009). Penghitungan ganti kerugian akibat pencemaran dan atau perusakan lingkungan hanya dapat dilakukan apabila memenuhi syarat sebagai berikut: a. Adanya laporan dari masyarakat atau instansi tentang dugaan telah terjadi adanya pencemaran dan atau pencemaran lingkungan pada suatu daerah atau tempat. b. Veriikasi tempat kejadian tentang adanya dugaan pencemaran dan atau perusakan lingkungan oleh lembaga yang berwenang. c. Pembuktian terjadinya pencemaran dan atau perusakan lingkungan oleh ahli yang berkompeten melalui pengamatan lapangan, penelitian dan data alain yang diperlukan. Bukti hukum (legal sampling) dilakukan oleh tim yang beranggotakan penyidik (polisi atau PPNS), pihak perusahaan atau
Rininta Larasati,Prabang Setyono, Kusno Adi Sambowo
perorangan yang diduga melakukan pencemaran dan atau perusakan lingkungan yang terjadi. d. Penyampaian hasil penelitian dan pengamatan oleh ahli tentang komponen apa saja yang telah mengalami pencemaran atau kerusakan, tingkat pencemaran atau kerusakan, serta proses terjadinya pencemaran atau perusakan. e. Perhitungan ganti kerugian oleh ahli terhadap komponen lingkungan yang dirusak atau mengalami pencemaran. f. Proses ganti kerugian kepada negara dan masyarakat melalui jalur pengadilan (Ishak, et al., 2006) Metode biaya pencegahan digunakan untuk kepentingan praktis. Metode ini mengukur secara langsung biaya penggunaan fasilitas dan peralatan yang dapat mencegah polusi merkuri. Biaya pencegahan ini terbatas pada pengukuran biaya polusi merkuri di masa yang akan datang dan bukan polusi masa lalu (Israel dan Asirot, 2000). Metode lain yang dapat digunakan adalah metode biaya pengganti dan biaya pemulihan. untuk mengestimasi biaya ekonomi pencemaran merkuri dengan pendekatan biaya pengganti dan pemulihan maka diperlukan nilai pengganti yang dapat mengganti fungsi SDA yang hilang atau rusak. Sedangkan biaya pemulihan memerlukan estimasi biaya untuk memulihkan lingkungan yang telah rusak atau tercemar. Metode pemulihan yang digunakan diusahakan menggunakan alternatif biaya yang paling kecil (Dhewanthi et. al., 2007), namun tentu saja tidak mengabaikan faktor keefektifan, keamanan, dan meminimalkan gangguan. UU No. 32 Tahun 2004 menyebutkan bahwa pemerintah daerah mempunyai kewenangan untuk mengelola sumber daya alam yang ada di wilayahnya, bertanggung jawab dan memelihara kelestarian fungsi lingkungan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Kewenangan sebagaimana di atas meliputi :
Jurnal EKOSAINS | Vol. IV | No. 1 | Maret 2012
51
Valuasi Ekonomi Eksternalitas Penggunaan Merkuri
Rininta Larasati,Prabang Setyono, Kusno Adi Sambowo
1. Eksplorasi, eksploitasi, konservasi, dan pengelolaan sumber daya alam; 2. Pengaturan kepentingan administratif; 3. Pengaturan tata ruang; 4. Penegakan hukum terhadap peraturan yang dikeluarkan oleh daerah atau yang dilimpahkan kewenangan oleh pemerintah; 5. Bantuan menegakkan keamanan dan kedaulatan negara METODE PENELITIAN Penelitian dilakukan di Desa Kalirejo dan Hargorejo yang terdiri dari 5 tempat pengolahan emas. Data primer diperoleh dari pengisian kuisioner oleh para penambang dan Kantor Lingkungan Hidup (KLH) dan Disperindag dan ESDM kabupaten Kulon Progo. Data Skunder diperoleh dari melalui pencatatan dokumen/laporan dari instansi terkait, antara lain BBTKL, hasil uji sampel kandungan merkuri pada air sungai, peta, studi pustaka dari referensi terkait, baik berupa text book, jurnal, artikel, laporan penelitian, serta dengan melakukan kajian studi pustaka untuk mendukung dan memperkuat data. Analisa nilai eksternalitas penggunaan merkuri menggunakan metode biaya pengganti dan biaya pemulihan. Metode biaya pengganti digunakan untuk menghitung kerugian yang diakibatkan tercemarnya air sungai dan air tanah yang digunakan oleh masyarakat sehari-hari. biaya pengganti menggunakan substitusi harga air PDAM. Perhitungan dilakukan menggunakan rumus (Yorhanita, 2001) : Y = Y1 x Y2 Keterangan: Y = Biaya yang dikeluarkan setiap rumah tangga untuk mengganti air tanah yang telah tercemar (rupiah/bulan) Y1 = Kebutuhan air setiap rumah tangga (m3/tahun) Y2 = Tarif air PDAM (rupiah /m3) Metode biaya pemulihan menggunakan estimasi biaya pemulihan yang harus dike52
luarkan untuk mereduksi merkuri dari sedimen sungai sangon. Metode pemulihan yang digunakan adalah metode in-situ dengan menggunakan injeksi FeS nanotechnology. Peneliti menggunakan metode pendekatan harga pasar yang sebenarnya dengan rumus dasar: Nilai SDA = SDA x harga (Dhewanthi, et. al. 2007) Kelayakan pertambangan emas rakyat dianalisis menggunakan rumus perhitungan biaya dan manfaat yaitu NPV dan B/C rasio. Perhitungan biaya dan manfaat dilakukan untuk mengetahui apakah suatu proyek atau kegiatan layak atau tidak. Perhitungan biaya dan manfaat memerlukan keahlian dalam menentukan nilai atau harga setiap barang adan jasa yang timbul maupun hilang karena suatu tindakan atau kegiatan. Rumus dasar dalam analisis biaya dan manfaat adalah: NPV = ∑ Bt - ∑ Ct (1 + r)t (1 + r) Keterangan: NPV = Net Present Value B = Manfaat (Beneit) C = Biaya (Cost) r
= Tingkat diskonto
t
= Waktu
∑
= Jumlah
Apabila NPV > 0, maka proyek atau kegiatan itu dianggap layak dan sebaliknya bila NPV < 0, proyek atau kegiatan tersebut dinyatakan tidak layak (Suparmoko, 2000). Penelitian ini juga menggunakan pendekatan evaluasi formatif di mana peneliti ingin mendapatkan feedback dari suatu aktivitas dalam proses, sehingga dapat digunakan untuk meningkatkan program. (Sugiono, 1992) Penelitian ini menggunakan metode kuisioner. Metode ini digunakan untuk menggali informasi terkait permasalahan yang sedang diteliti. Kuisioner merupakan
Jurnal EKOSAINS | Vol. IV | No. 1 | Maret 2012
Valuasi Ekonomi Eksternalitas Penggunaan Merkuri
suatu daftar yang berisikan suatu rangkaian pertanyaan mengenai sesuatu hal atau dalam sesuatu bidang (Selo Soemardjan dan Koentjaraningrat, 2000). Variabel Penelitian a. Variabel untuk megestimasi besarnya kerugian sebagai eksternalitas dari penggunaan merkuri diperoleh dari pengisian kuisioner oleh para penambang dan pencarian referensi. 1) Besarnya penggunaan merkuri 2) Biaya substitusi air bersih 3) Biaya Pemulihan b. Variabel untuk mengidentiikasi peran pemerintah dalam upaya menanggulangi dampak merugikan pencemaran tailing penambangan emas Variabel yang diamati antara lain: 1) Penegakan hukum lingkungan 2) Kelengkapan produk hukum daerah 3) Peran instansi: Pembinaan dan sosialisasi, Pemantauan dan pengawasan. HASIL DAN PEMBAHASAN Kecamatan Kokap merupakan salah satu kecamatan dari 12 kecamatan di Kabupaten Kulon Progo Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Luas wilayah kecamatan Kokap adalah 7.379,950 hektar. Ada 5 desa di Kecamatan Kokap, antara lain desa Hargo Mulyo, desa Hargo Rejo, desa Hargowilis, desa Kalirejo, desa Hargo tirto. Usaha pertambangan emas di wilayah Kokap telah berlangsung sejak 15 tahun yang lalu, setelah penemuan uraturat kuarsa mengandung emas di Daerah Sangon dan sekitarnya oleh penambang emas tradisional dari Tasikmalaya. Penambangan emas dilakukan dengan sistem tambang bawah tanah dengan cara membuat terowongan (adit) dan sumur (vertical shaft). Teknik penambangan dilakukan tanpa perencanaan yang baik dan dengan cara penggalian mengikuti arah urat kuarsa yang diperkirakan memiliki kadar emas cukup tinggi.
Rininta Larasati,Prabang Setyono, Kusno Adi Sambowo
Pengolahan bijih emas dengan teknik amalgamasi di Kecamatan Kokap umumnya dilakukan di halaman rumah atau di pinggir sungai yang berdekatan dengan lokasi tambang dengan memakai gelundung. Bijih yang telah ditumbuk dimasukkan kedalam gelundung berisi potongan besi (rod), ditambahkan air, merkuri dan semen, dan selanjutnya diputar selama beberapa jam dengan tenaga listrik (generator) atau kadang-kadang dengan tenaga air jika kondisi sungai memungkinkan. Setelah proses amalgamasi selesai, amalgam dipisahkan dari tailing nya dengan cara diperas dengan kain parasit dan tailing dialirkan ke dalam bak penampungan tailing atau dibiarkan mengalir ke halaman rumah. Para pemilik tambang mengakui bahwa alasan utama mereka membuka usaha penambangan emas adalah untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Untuk tujuan tersebut mereka mengesampingkan efek buruk yang ditimbulkan dari penambangan emas rakyat dengan proses amalgamasi ini. Telmer (2008) menyebutkan alasan para penambang emas rakyat menggunakan merkuri adalah sebagai berikut : 1. Sangat mudah 2. Efektif dalam segala kondisi 3. Mudah didapatkan 4. Murah 5. Tidak ada pilihan lain Pemakaian merkuri yang mudah dan murah memang menguntungkan para penambang, tetapi mereka kurang mempedulikan efek buruk dari penggunaan merkuri walaupun mereka mengetahui bahwa merkuri dapat berakibat buruk pada kesehatan. Konsentrasi Hg dalam darah antara 10 – 20 µg%, biasanya belum menimbulkan gejala toksisitas, tetapi pada konsentrasi sekitar 50 – 100 µg%. Beberapa gejala awal keracunan merkuri diantaranya adalah tremor (gemetar), sakit kepala, badan lemah, kesemutan, dan lain-lain. Hasil analisis kimia 5 contoh ta-
Jurnal EKOSAINS | Vol. IV | No. 1 | Maret 2012
53
Valuasi Ekonomi Eksternalitas Penggunaan Merkuri
Rininta Larasati,Prabang Setyono, Kusno Adi Sambowo
nah dari lokasi di sekitar tempat pengolahan emas (gelundung), semuanya menunjukkan kadar merkuri yang sangat tinggi. Empat conto tanah mengandung konsentrasi lebih dari 50 ppm Hg dan 1 conto tanah mengandung hampir 7 ppm Hg (Setiabudi, 2005). Dalam hasil penelitian yang dilakukan oleh Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pemberantasan Penyakit Menular (BBTKL) Yogyakarta pada tahun 2006 ditemukan bahwa air tanah di sekitar penambangan emas rakyat di desa Kalirejo dan Hargorejo antara 0,0013 – 0,0020 ppm. Merkuri merupakan logam berat yang mudah mengendap jika masuk ke dalam air, sehingga umumnya kandungan merkuri di sedimen sungai lebih besar dari air sungai. Hasil analisis kimia unsur merkuri dalam sedimen sungai di desa Kalirejo menunjukkan nilai minimum 0,01 ppm Hg dan maksimum 97,84 ppm Hg, sedangkan Hasil analisa conto air menunjukkan bahwa semua conto air memiliki konsentrasi <0,5 ppb Hg atau <0,0005 ppm Hg. Sedangkan kriteria mutu air yang ditentukan dalam PP 82/2001 untuk merkuri adalah 0,001 ppm (kelas 1), 0,002 ppm (kelas 2 dan 3), dan 0,005 ppm (kelas 4), dengan demikian dapat dikatakan bahwa mutu air permukaan di wilayah Kulon Progo masih baik dengan konsentrasi merkuri dibawah batas deteksi alat. (Setiabudi, 2005). Penelitian lain juga menunjukkan kecamatan Kokap telah tercemar oleh merkuri dengan tingkat yang bervariatif. Contohnya adalah dari penelitian yang dilakukan oleh Suheryanto (2010) yang menemukan bahwa di daerah hulu sungai kandungan merkuri 25,00 µg /g, daerah tengah 96,25 µg /g, dan hilir 48,50 µg /g. Kurangnya kesadaran para penambang terhadap bahaya merkuri mengakibatkan mereka cenderung mengabaikan prosedur keamanan untuk mencegah kontaminasi merkuri. Dari hasil penelitian, dalam darah penambang diperoleh hasil paling rendah < 1 ppb dan paling tinggi 54
1302,040 ppb. Sedangkan di dalam darah penduduk di sekitar penambangan emas paling rendah < 1 ppb dan paling tinggi 307,651 ppb (BBTKL, 2006). Konsentrasi Hg dalam darah antara 10 – 20 µg% (100200 ppb), biasanya belum menimbulkan gejala toksisitas, tetapi pada konsentrasi sekitar 50 – 100 µg% (500-1000 ppb). Hal ini menunjukkan bahwa para penambang memiliki resiko besar mengalami gejala keracunan merkuri. Berikut adalah hasil survey untuk mengetahui apakah para penambang mengalami keluhan-keluhan yang umumnya dialami sebagai gejala keracunan merkuri. Penduduk di sekitar penambangan emas umumnya menggunakan air tanah atau air sumur untuk kebutuhannya sehari-hari. Dari penelitianpenelitian sebelumnya, antara lain oleh BBTKL (2006), Maruapey (2007), dan Setiabudi (2005) ditemukan bahwa air tanah dan air permukaan di sekitar penambangan emas airnya telah terkontaminasi Hg dengan konsentrasi yang bervariasi, semakin dekat jaraknya dengan lokasi penambangan maka semakin besar kandungan Hg di dalamnya. Salah satu penemuan terbaru teknik stabilization ini adalah nanotechnology dengan menggunakan partikel nano FeS (Iron Sulida) yang distabilkan dapat digunakan untuk proses remediasi in situ dengan menginjeksikan larutan partikel nano pada tanah, sedimen, atau air. Teknologi ini dipatenkan oleh Zhong et al. 2009 (US patent 7,581,902). Penggunaan teknologi ini memiliki beberapa keuntungan antara lain (Cabrejo, 2010) : a. Dapat diterapkan pada tanah permukaan maupun dalam b. Mengubah merkuri menjadi bentuk HgS yang sangat stabil di lingkungan c. Larutan yang digunakan untuk treatment ini dapat dipersiapkan di lapangan d. Harga Stabilizer murah, larut dalam air, dan ramah lingkungan e. Senyawa yang digunakan tersedia secara
Jurnal EKOSAINS | Vol. IV | No. 1 | Maret 2012
Valuasi Ekonomi Eksternalitas Penggunaan Merkuri
komersial f. FeS tidak larut dalam air dan tidak berbahaya untuk makhluk hidup g. Dapat pula digunakan untuk pemulihan air tanah dan air permukaan h. Mudah mengendap i. Tidak menimbulkan limbah tambahan j. Hemat energi Penggunaan alat penangkap merkuri tersebut ternyata cukup efektif untuk menurunkan TSS rata-rata sebesar 92,13% dan menurunkan kadar merkuri (Hg) rata-rata sebesar 99,69 %. TSS turun dari 254 ppm menjadi 20 ppm sedangkan Merkuri (Hg) turun dari 318 ppb menjadi 1 ppb. Tetapi kendala penerapan metode ini adalah keengganan penambang untuk menggunakannya karena faktor biaya. Dengan menggunakan metode perhitungan ekonomi peneliti akan membandingkan nilai penambangan emas tanpa penggunaan alat penangkap merkuri dengan penambangan emas yang menggunakan alat penangkap
Rininta Larasati,Prabang Setyono, Kusno Adi Sambowo
merkuri. a. Valuasi Ekonomi Pertambangan Emas Rakyat Tanpa Alat Penangkap Merkuri Pendapatan dari penambangan emas rakyat tergantung dari jumlah emas yang bisa diperoleh, kadar emas dan harga emas saat itu, jadi penghasilan per bulannya sangat bervariatif. Ada kalanya mereka bisa memperoleh emas dengan jumlah besar tetapi tidak jarang pula mereka mendapat hasil yang sangat sedikit bahkan tidak sama sekali. Terlebih jika musim hujan banyak dari mereka memilih untuk tidak menambang karena proses untuk mendapatkan batuan dalam terowongan sangat beresiko karena debit air dalam tanah cukup besar. Jadi para penambang tidak dapat memberikan keterangan yang pasti mengenai berapa pendapatan mereka per bulannya, mereka hanya dapat memberikan perkiraan pendapatan rata-rata dengan rincian sebagai berikut:
Tabel. Biaya investasi rata-rata per rumah tangga penambangan emas rakyat di Kokap Kulon Progo
Sumber : pengolahan data kuisioner Tabel. Rata-rata jumlah pendapatan setiap rumah tangga penambangan emas rakyat di Kokap Kulon Progo per tahun
Sumber : pengolahan data kuisioner
Jurnal EKOSAINS | Vol. IV | No. 1 | Maret 2012
55
Valuasi Ekonomi Eksternalitas Penggunaan Merkuri
Rininta Larasati,Prabang Setyono, Kusno Adi Sambowo
Tabel. Biaya operasional rata-rata per tahun tiap rumah tangga penambangan emas rakyat di Kokap Kulon Progo
Sumber : pengolahan data kuisioner Melihat rata-rata pendapatan dan pengeluaran tiap tempat pengolahan emas, maka perkiraan rata-rata keuntungan yang diperoleh penambang per tahunnya adalah Rp. 27.671.520. Kelayakan pertambangan emas tanpa menggunakan alat penangkap merkuri diketahui dengan melakukan perhitungan NPV dan B/C rasio per tahun dengan memasukkan unsur bunga (12%). Hasil perhitungan nilai NPV dan B/C rasio tempat pengolahan emas (Rincian perhitungan dapat dilihat pada lampiran) adalah sebagai berikut:
bangan seperti yang ada sekarang tidak layak karena terbukti mencemari lingkungan. b. Valuasi Ekonomi Pertambangan Emas Rakyat Menggunakan Alat Penangkap Merkuri Penanggulangan pencemaran lingkungan akibat penggunaan merkuri pada penambangan emas rakyat di Kokap Kulon Progo telah dilakukan BBTKL pada tahun 2007 dengan melakukan penelitian efektiitas penggunaan alat penangkap merkuri yang diujicobakan pada salah satu tempat penggelondongan emas dan berha-
Tabel. Perhitungan NPV dan B/C rasio
Sumber : pengolahan data Nilai NPV > 0 dan B/C rasio > 0 maka menunjukkan bahwa pertambangan emas tanpa menggunakan alat penangkap merkuri secara ekonomi layak dilakukan, namun dari sisi lingkungan proses penam56
sil menurunkan kadar Hg dalam limbah rata-rata sebesar 99,69 %. Biaya pembuatan instalasi dan biaya operasional yang cukup besar menyebabkan banyak penambang yang menolak menggunakan alat tersebut.
Jurnal EKOSAINS | Vol. IV | No. 1 | Maret 2012
Valuasi Ekonomi Eksternalitas Penggunaan Merkuri
Pembuatan instalasi dibutuhkan biaya sekitar Rp. 24.715.350 dan biaya operasional penggunaan alat penangkap merkuri adalah sebagai berikut:
Rininta Larasati,Prabang Setyono, Kusno Adi Sambowo
Penggunaan instalasi pengolahan limbah sangat penting, oleh karena itu diharapkan ada alternatif instalasi pengolahan limbah lain yang dapat digunakan dengan biaya
Tabel. Perkiraan Biaya pemakaian Alat Penangkap Merkuri
Uraian perkiraan biaya operasional penggunaan alat penangkap merkuri di atas menunjukkan biaya yang harus dikeluarkan para penambang jika menggunakan alat penangkap merkuri. Biaya tersebut dianggap terlalu besar bagi para penambang, sehingga dapat disimpulkan bahwa penolakan para penambang menggunakan alat penangkap merkuri adalah wajar karena dapat merugikan usaha mereka.
pembuatan dan operasional yang ringan dan efektif sehingga para penambang tidak keberatan untuk menggunakannya. c. Valuasi eksternalitas menggunakan estimasi rata-rata biaya global pencemaran merkuri Hasil penelitian yang dilakukan oleh Joseph V. Spadaro and Ari Rabl (2008) menunjukkan bahwa rata-rata perkiraan global biaya pencemaran merkuri (Hg)
Tabel. Perhitungan NPV dan B/C rasio penambangan emas dengan menggunakan alat penangkap merkuri
Sumber : pengolahan data Tabel di atas menunjukkan bahwa adalah $3,400/kg, sehingga jika perkiraan hanya TP 1 dan TP 4 yang secara ekono- Hg yang terbuang ke lingkungan adalah mi layak menggunakan alat penangkap 129 kg maka biaya pencemaran merkuri di merkuri, namun dengan beneit yang jauh Kokap dari 5 tempat pengolahan emas adamenurun jika menggunakan alat tersebut lah Rp. 3.947.400.000. Nilai tersebut lebih maka mereka menolak menggunakannya. rendah dibandingkan biaya pemulihan 57 Jurnal EKOSAINS | Vol. IV | No. 1 | Maret 2012
Valuasi Ekonomi Eksternalitas Penggunaan Merkuri
Rininta Larasati,Prabang Setyono, Kusno Adi Sambowo
merkuri pada penelitian ini karena perhitungan tersebut didasarkan analisa ekonomi terhadap beberapa penelitian yang pernah dilakukan, termasuk analisa dose response dari makanan yang tercemar merkuri. Hasil penelitian tersebut merupakan merupakan rata-rata global pencemaran merkuri dari berbagai sumber, sehingga hasilnya dapat berbeda antara lokasi satu dan lainnya. d. Valuasi Ekonomi untuk Merespon Eksternalitas Cara untuk mengeisienkan alokasi sumber daya dan meminilisasi eksternalitas ada tiga, yakni dengan proses internalisasi (merging), dengan mengenakan pajak, dan dengan “memfungsikan” pasar (Fauzi, 2010). Intinya bahwa biaya pencemaran dibebankan kepada pelaku pencemaran. Jika tanpa penggunaan alat penangkap merkuri dan tiap merkuri yang mereka buang ke lingkungan dikenakan biaya sesuai dengan biaya pemulihan menggunakan FeS (asumsi merkuri yang terbuang ke lingkungan tiap tahunnya 3 kg) maka: Untuk meremediasi 3 kg Hg dibutuhkan 625.000.000 mg FeS 625.000.000 mg FeS = 1377,9 pon FeS Sehingga 1377,9 pon FeS x $10 = $13,779 atau Rp 124.011.000 Sehingga penambang mengalami kerugian per tahun: Rp. 27.671.520 – Rp. 124.011.000 = Rp. -96.069.500 Hasil di atas menunjukkan bahwa internalisasi nilai eksternalitas merkuri tidak memungkinkan untuk dilakukan. Bagaimanapun, para penambang diharapkan dapat memberikan kompensasi kerugian pencemaran yang disesuaikan dengan kemampuan mereka. Nilai kompensasi tersebut dapat dilihat dari besarnya kerugian atau dapat berasal dari survey keinginan untuk membayar (willingness to pay) para penambang terhadap kerugian lingkungan yang mereka timbulkan. Willingness to pay (WTP) dapat 58
diartikan sebagai jumlah maksimal seseorang mau membayar untuk menghindari terjadinya penurunan kualitas lingkungan. WTP didasarkan pada nilai mean dan nilai median dari hasil survey (Fauzi, 2010). Walaupun besar kemungkinan nilai WTP mereka sangat rendah dan jauh dari nilai kerugian yang sebenarnya, mengingat pendapatan yang mereka peroleh tidak menentu, namun upaya ini bisa digunakan agar para penambang menyadari bahwa kegiatan yang mereka lakukan telah mengakibatkan kerugian dan mereka berkewajiban untuk memberikan kompensasi atas kerugian tersebut. Pencemaran merupakan fenomena yang bersifat pervasive (akan tetap ada) sebagai akibat dari aktivitas ekonomi, maka dari sudut prinsip ekonomi sumber daya, jalan yang terbaik dalam menangani pencemaran adalah bagaimana mengendalikan pencemaran tersebut ke tingkat paling eisien. Salah satu masalah yang timbul pada pengendalian pencemaran melalui pendekatan eisiensi atau tingkat pencemaran optimal adalah penentu kebijakan sulit untuk menentukan tingkat pencemaran optimal tersebut. Karena itu, suatu pendekatan pengendalian pencemaran melalui instrument-instrumen tertentu perlu dilakukan. Instrumen tersebut berbasis pasar (market based) atau berupa perintah dan pengendalian (command and control). Market based jika kerugian pencemaran diwujudkan dalam bentuk pajak atau izin yang harus dibeli pelaku industri. Sedangkan command and control (CAC) dilakukan dengan menggunakan skema pengaturan administratif dan perundang-undangan yang terkait langsung dengan jumlah pencemaran atau output yang diperbolehkan dan dengan teknologi yang digunakan oleh industri (Fauzi, 2010). Bentuk pengendalian melalui CAC terhadap setiap jenis usaha sesungguhnya telah dilakukan pemerintah dengan membuat beberapa peraturan. Kewenan-
Jurnal EKOSAINS | Vol. IV | No. 1 | Maret 2012
Valuasi Ekonomi Eksternalitas Penggunaan Merkuri
gan CAC di tingkat daerah dipegang oleh pemerintah daerah yang dalam pelaksanaannya mengacu pada hukum yang berlaku. Pemerintah daerah sendiri memiliki kewenangan untuk membuat peraturan untuk diberlakukan di daerahnya. Berikut adalah beberapa produk hukum yang seharusnya dimiliki oleh Pemda Kulon Progo yang berkaitan dengan pertambangan emas rakyat dan penanggulangan pencemarannya:
Rininta Larasati,Prabang Setyono, Kusno Adi Sambowo
Dari 7 produk hukum hanya 1 yang telah dimiliki oleh Pemda Kulon Progo, yaitu Perda tentang Pengawasan dan Pemeriksaan kualitas Air. Sehingga dapat disimpulkan bahwa Pemda Kulon Progo dalam fungsi pengaturan sebagai upaya penanggulangan pencemaran masih ‘lemah’. Dari hasil pengisian kuisioner diperoleh hasil seperti berikut:
Tabel. Produk hukum yang mengatur pertambangan emas rakyat dan penanggulangan pencemaran di Kulon Progo
Tabel. Peran KLH Kabupaten Kulon Progo dalam menyikapi Pertambangan emas rakyat
Sumber : kuisioner Tabel. Peran Disperindag dan ESDM dalam mengatasi pencemaran oleh Pertambangan emas rakyat
Sumber : kuisioner Jurnal EKOSAINS | Vol. IV | No. 1 | Maret 2012
59
Valuasi Ekonomi Eksternalitas Penggunaan Merkuri
Rininta Larasati,Prabang Setyono, Kusno Adi Sambowo
Fakta yang ada adalah kegiatan pertambangan emas rakyat yang tidak ramah lingkungan masih berlangsung terjadi, hal ini dikarenakan walaupun Pemda telah melakukan tindakan-tindakan terkait penambangan emas rakyat, namun tidak diserati dengan tindakan tegas terhadap penambang yang melakukan pencemaran. Faktor yang menghambat penertiban pertambangan emas rakyat di Kokap dan solusinya. Salah satu faktor penting adalah belum adanya peraturan yang mengatur tentang pertambangan emas rakyat di Kulon Progo. Wilayah Kokap belum ditetapkan sebagai Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) sehingga Izin Pertambangan Rakyat (IPR) tidak dapat dikeluarkan. Dengan memiliki IPR maka penambang berhak memperoleh bimbingan teknis dan modal usaha, modal usaha dapat digunakan penambang untuk membangun instalasi pengolahan limbah sehingga pertambangan emas rakyat dapat terlaksana dengan baik dan ramah lingkungan. Faktor penghambat yang kedua adalah kurangnya kepedulian penambang terhadap bahaya merkuri. Untuk mengatasinya maka upaya sosialisasi, pembinaan, dan pengawasan perlu ditingkatkan. Selanjutnya setiap bentuk pelanggaran harus ditindak sesuai hukum yang berlaku. Faktor penghambat yang ketiga adalah tidak adanya tindakan tegas kepada para penambang yang terbukti mencemari lingkungan. Oleh sebab itu seyogyanya Pemda menindak sesuai hukum yang berlaku setiap bentuk pelanggaran terhadap peraturan yang ada. Metode pemulihan harus memproritaskan alternatif metode pemulihan dengan biaya paling efektif (Kemeneg LH, 2007), selain biaya metode pemulihan yang dipilih harus mempertimbangkan faktor lain seperti lokasi, keberadaan pemukiman penduduk, perlindungan pekerja dan masyarakat.
60
KESIMPULAN 1. Tailing pertambangan emas rakyat yang mengandung merkuri (Hg) di Kokap Kabupaten Kulon Progo telah mencemari lingkungan di sekitarnya, termasuk juga mengkontaminasi pekerja tambang walaupun dampaknya tidak mereka rasakan. Kerugian yang ditimbulkan oleh pencemaran merkuri tersebut dapat diestimasi menggunakan valuasi ekonomi yang hasilnya adalah sebagai berikut: a. Untuk menilai kerugian yang dialami masyarakat sekitar pertambangan karena pencemaran air tanah maka digunakan metode biaya substitusi air PDAM. Dari hasil perhitungan maka kerugian per rumah tangga yang airnya tercemar Hg adalah rata-rata Rp. 561.100 per tahun. b. Nilai kerugian jika diestimasi dari biaya pemulihan yang harus dikeluarkan untuk meremediasi tanah, air, dan sedimen sungai adalah $592.492 atau Rp. 5.332.428.000 (kurs Rp 9.000/US$). Metode pemulihan in-situ dengan teknologi nano (stabilized FeS nano particle) digunakan sebagai dasar perhitungan dengan memprioritaskan teknologi remediasi yang efektif dan ekonomis, selain itu dapat meminimalkan gangguan dan terpaparnya pekerja dan masyarakat dengan kontaminan. c. Analisis kelayakan usaha penambangan emas rakyat tanpa alat penangkap merkuri dari BBTKL secara ekonomi dilihat dari NPV dan B/C rasio layak dilakukan. Sedangkan dengan alat Penangkap merkuri tidak layak karena sangat membebani biaya produksi sehingga merugikan penambang. 2. Permasalahan pencemaran dan kerugian yang diakibatkan oleh pertambangan emas rakyat memerlukan peran Pemerintah daerah Kulon Progo sebagai pemegang wewenang dan tanggung jawab. Berikut adalah hasil penelusuran tentang bagaimana peran Pemerintah daerah Kulon Progo dilihat dari penegakan hukum lingkungan, produk hukum, dan peran instansi daerah. a. Penegakan hukum lingkungan:
Jurnal EKOSAINS | Vol. IV | No. 1 | Maret 2012
Valuasi Ekonomi Eksternalitas Penggunaan Merkuri
Berkaitan dengan pertambangan emas rakyat di Kokap, terdapat beberapa peraturan yang dilanggar, antara lain: - Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup - Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 pasal 24 Tentang sumber Daya Air - Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun - Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air - Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 202 Tahun 2004 Tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan atau Kegiatan Pertambangan Bijih Emas dan atau Tembaga - Peraturan Daerah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor : 03 Tahun 1997 Tentang Pengendalian Pembuangan Limbah Cair Hal tersebut mengindikasikan bahwa Pemda Kulon Progo masih ‘lemah’ dalam penegakan hukum lingkungan b. Produk hukum Dari produk hukum yang mengatur tentang pertambangan emas dan lingkungan Kabupaten Kulon Progo masih ‘lemah’, karena hanya 1 dari 7 produk hukum yang telah dibuat. c. Peran Instansi Dari langkah-langkah yang harus dilakukan untuk mengatasi pencemaran merkuri KLH telah melakukan sebanyak 83,3%, sedangkan Disperindag dan ESDM 75%, sehingga dikategorikan baik. Namun dengan melihat fakta di lapangan yang mana pencemaran masih terus terjadi maka dapat disimpulkan bahwa walaupun usaha-usaha tersebut telah dilakukan oleh instansi daerah tetapi tidak diikuti dengan penindakan tegas terhadap penambang yang mencemari lingkungan. 3. Faktor yang menghambat penertiban
Rininta Larasati,Prabang Setyono, Kusno Adi Sambowo
pertambangan emas rakyat di Kokap dan solusinya Salah satu faktor penting adalah belum adanya peraturan yang mengatur tentang pertambangan emas rakyat di Kulon Progo. Wilayah Kokap belum ditetapkan sebagai Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) sehingga Izin Pertambangan Rakyat (IPR) tidak dapat dikeluarkan. Dengan memiliki IPR maka penambang berhak memperoleh bimbingan teknis dan modal usaha, modal usaha dapat digunakan penambang untuk membangun instalasi pengolahan limbah sehingga pertambangan emas rakyat dapat terlaksana dengan baik dan ramah lingkungan. Faktor penghambat yang kedua adalah kurangnya kepedulian penambang terhadap bahaya merkuri. Untuk mengatasinya maka upaya sosialisasi, pembinaan, dan pengawasan perlu ditingkatkan. Selanjutnya setiap bentuk pelanggaran harus ditindak sesuai hukum yang berlaku Faktor penghambat yang ketiga adalah tidak adanya tindakan tegas kepada para penambang yang terbukti mencemari lingkungan. Oleh sebab itu seyogyanya Pemda menindak sesuai hukum yang berlaku setiap bentuk pelanggaran terhadap peraturan yang ada. DAFTAR PUSTAKA Anonim. 1997. Ensiklopedi Nasional Indonesia. PT. Delta Pamungkas, Jakarta Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Rineka Cipta, Jakarta BBTKL. 2006. Dampak Pencemaran Merkuri Terhadap Darah Penambang dan Masyarakat di Sekitar Penambangan Emas Tradisional di Desa Kalirejo dan Hargorejo, kecamatan Kokap Kabupaten Kulon Progo. Yogyakarta
Jurnal EKOSAINS | Vol. IV | No. 1 | Maret 2012
61
Valuasi Ekonomi Eksternalitas Penggunaan Merkuri
Rininta Larasati,Prabang Setyono, Kusno Adi Sambowo
BBTKL. 2006. Analisis Pencemaran Udara dan air Penambangan Emas Tradisional di Desa Kalirejo dan Hargorejo, kecamatan Kokap Kabupaten Kulon Progo. Yogyakarta Cabrejo, Elsa. 2010. In Situ Remediation and Stabilization Technologies for Mercury in Clay Soils. Florida International University dari http:// www.clu-in.org/download/contaminantfocus/mercury/mercury-cabrejo-2010.pdf didownload tanggal 5 April 2011 Deutz, Pauline and Lynne E Frostick. 2009. Reconciling Policy, Practice, and Theorisations of Waste Management. The Geographical Journal Vol 175 dari http://www.onlinelibrary. wiley.com didownload tanggal 11 Oktober 2011 Dhewanthi, Laksmi, Aristin Tri Apriani, Gustami, Sulistianingsih S., Muhammad A., Lestiyo N. 2007. Panduan Valuasi Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan. Kementrian Negara Lingkungan Hidup Fauzi, Akhmad Ph.D. 2010. Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Gunawan, Kuswandani, Fauzan, Sofyan, A., Setiawan, L., Subarna, Juju, Ariyadi, W. dan Suhendi, E., 2001. Percontohan Penambangan Emas di Kecamatan Kokap, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta. Puslitbang Tekmira, Bandung Harvey, Pamela and Mark Smith. The Mercury’s Falling: The Massacussets Approach to Reducing Mercury in the Environment. American Journal of Law & Medicine, 30 (2004): 245-81 dari http://www.search.ebscohost.com didownload tanggal 11 Oktober 2011 Husodo, Adi Heru KRT, R. Djoko Sar62
wono, Sri Mukti Suhardini, Didik Wijanarko, Siran, Tri Mardani, Gamal Iskandar, Heru Subaris Kasjono, dan Taviv Supriadi. Kontaminasi Merkuri di Kalangan Pekerja Yogyakarta Kasus Penambangan Emas di Kulonprogo. Gerbang Inovasi 20 Desember 2005, Jurnal LPPM UGM. ISSN 1693-1033. Ishak, Inar Ichsana, et al. 2006. Panduan Penghitungan Ganti Kerugian Akibat Pencemaran dan atau Perusakan Lingkungan. Kementerian Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia Israel, Danilo C. and Jasminda P . Asirot. Mercury Pollution Due to SmallScale Gold Mining in the Philippines: An Economic Analysis. Discussion Paper Series No. 2000-06. Philippine Institute for Development Studies Manik, Eddy Sontang. 2003. Pengelolaan Lingkungan Hidup, Penerbit Djambatan, Jakarta Manoppo, J Fabian. 2008. Dampak Limbah Lumpur Penambangan Emas Terhadap Daya Dukung Tanah. ISSN 1907-9672. Pasiic Journal Maruapey, Jainal. 2007. Kajian Dampak Penambangan Emas Menggunakan Media Pelarut Merkuri Terhadap Kesehatan Masyarakat Di Daerah Kokap Kulon Progo. Thesis Jurusan Ilmu Lingkungan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta Palentinus. 2004. Peran Pemerintah Daerah Dalam Penanganan Kerusakan Lingkungan (Studi Kegiatan Pertambangan Emas Tanpa Ijin di Kabupaten Sintang Propinsi Kalimantan Barat). Thesis Jurusan Ilmu Lingkungan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta Peraturan Daerah Kabupaten Kulon Progo Nomor 4 Tahun 2008 Tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja
Jurnal EKOSAINS | Vol. IV | No. 1 | Maret 2012
Valuasi Ekonomi Eksternalitas Penggunaan Merkuri
Lembaga Teknis Daerah Peraturan Daerah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor : 03 Tahun 1997 Tentang Pengendalian Pembuangan Limbah Cair Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 30 Tahun 2009 Tentang Tata Laksana Perizinan dan Pengawasan Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun Serta Pengawasan Pemulihan Akibat Pencemaran Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun Oleh Pemerintah Daerah Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2000 Tentang Kewenangan Pemerintah Dan Kewenangan Propinsi Sebagai Otonom Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air Peraturan Pemerintah No. 22 Tahun 2010 tentang Wilayah Pertambangan Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral Setiabudi, Bambang Tjahyono. 2005. Penyebaran Merkuri Akibat Usaha Pertambangan Emas di Daerah Sangon, Kabupaten Kulon Progo, D.I. Yogyakarta. Kololium Hasil Lapangan Subdit Konservasi Sugiono. 1992. Metode Penelitian Administrasi. Alfabeta. Bandung Suparmoko. 2000. Ekonomika Lingkungan. BPFE Yogyakarta Telmer, Kevin. 2008. World Emissions of Mercury from Small Scale and Artisanal Gold Mining and the Knowledge Gaps About Them. University of Victoria, Canada (http://www.htap.org/
Rininta Larasati,Prabang Setyono, Kusno Adi Sambowo
meetings/2008/2008_04/ Presentations/07-04-08/6%20-%20 Telmer/Telmer_Rome_UNEP%20 April%202008.pdf ) Undang-undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 pasal 24 Tentang sumber Daya Air Undang-undang No. 4 tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup U.S. EPA, 2007. Treatment Technologies for Mercury in Soil, Waste, and Water. Dari http://clu-in. org/542R07003. Didownload tanggal 5 April 2011 Yorhanita, Frista. 2001. Zonasi Potensi Pencemaran Air Tanah pada Teras Sungai Code Yogyakarta. Jurnal Manusia dan Lingkungan Vol. VII Yusuf, Yusdirman. 2006. Sistem Pengelolaan Lingkungan Hidup di Indonesia. Jurnal Hukum Respublica Universitas Lancang Kuning. Umbangtalad, et al. 2007. Assessment of Hg Contamination and Exposure to Miners and Schoolchildren at a Smale-Scale Gold Mining and Recovery Operation in Thailand. Journal of Environmental Science and Health Part A (2007) 42, 2071– 2079 Copyright C, Taylor & Francis Group, LLC ISSN: 1093-4529 (Print); 1532-4117 (http://search. ebscohost.com)
Jurnal EKOSAINS | Vol. IV | No. 1 | Maret 2012
63