RINGKASAN RENCANA PENGELOLAAN PT JATI DHARMA INDAH PLYWOOD INDUSTRIES (PT JDIPI), KABUPATEN NABIRE, PROPINSI PAPUA 2017-2026
SUMBER RUJUKAN: 1. Revisi RKUPHHK 2017-2026 PT JDIPI. Tahun 2017 2. Laporan Penilaian Nilai Konservasi Tinggi (NKT) di Areal PT JDIPI. Tahun 2017 3. Laporan Survey Sosial Berbasis Participatory Rural Apraisal (PRA) IUPHHK HA PT JDIPI Kampung Topo Distrik Uwapa, Kampung Bumi Mulya Distrik Wanggar, Kampung Bomopai Distrik Yaro, Kampung Parauto Distrik Yaro, Kampung Makimi Distrik Makimi, Kampung Orodoro Dastrik Yaro, Kampung Urumusu Distrik Uwapa, dan Kampung Yaro Makmur Distrik Yaro (Kabupaten Nabire Propinsi Papua). Tahun 2016. 4. Hasil Identifikasi Wilayah Ulayat Masyarakat pada Aeral PT JDIPI. Tahun 2016 Edisi Pertama April 2017
Daftar Isi
Hal
Daftar Isi dan Lampiran Daftar Tabel dan Gambar Kata Pengantar 1. Tujuan-tujuan pengelolaan 2. Sumberdaya hutan yang dikelola A. Batasan-batasan lingkungan, B. Status tata guna dan kepemilikan lahan, C. Kondisi sosial ekonomi dan gambaran mengenai lahan-lahan disekitarnya; 3. Sistem silvikultur yang diterapkan 4. Pertimbangan penentuan tingkat penebangan tahunan A. Ketersediaan Potensi Berdasarkan IHMB B. Perhitungan Jatah Tebangan Tahunan Berdasarkan Riap (total jenis komersil) C. Perhitungan Etat Volume dan Jatah Tebangan Tahunan Berdasarkan IHMB D. Perhitungan Etat Volume dan Jatah Tebangan Tahunan Berdasarkan Riap Pertumbuhan 5. System monitoring pertumbuhan dan dinamika hutan; 6. Perlindungan lingkungan berdasarkan pada penilaian lingkungan; A. Pemantauan iklim (curah hujan) B. Pemantauan erosi tanah C. Pemantauan sungai D. Pemantauan dan Perlindungan terhadap ancaman perambahan, kebakaran hutan dan illegal logging E. Perlindungan hama dan penyakit hutan 7. Rencana untuk identifikasi dan perlindungan jenis-jenis langka, terancam dan hampir punah; A. Jenis Flora/Tumbuhan yang langka, terancam dan hampir punah B. Jenis Fauna/Satwaliar yang langka, terancam dan hampir punah 8. Pemilihan Teknik Pemanenan dan Peralatan yang Digunakan
2
Daftar Tabel dan Gambar
Hal
Tabel 1. Sasaran Strategis Pengelolaan Hutan PT JDIPI Tabel 2. Pembagian Zonasi Kawasan Berdasarkan Fungsi Hutan (Hutan Produksi dan Hutan Produksi terbatas) di PT JDIPI Tabel 3. Keadaan Hutan pada Areal Kerja IUPHHK PT JDIPI berdasarkan Peta Hasil Penafsiran Citra Satelit Tabel 4. Nama-nama suku dan marga di kampung-kampung di dalam dan sekitar areal IUPHHK –HA PT. Jati Dharma Indah Plywood Industries Tabel 5. Proyeksi Sisa Tebangan yang Diizinkan dengan Perhitungan Riap PUP Tabel 6. Penyesuaian Rencana JPT Riap dengan Batasan RKU yang disahkan Tabel 7. Rencana Pembagian Blok Tebangan dan Pemanenan PT JDIPI (2017 – 2026) Tabel 8. Ringkasan Identifikasi Nilai Konservasi Tinggi di Areal PT JDIPI Tabel 9. Jenis-jenis Tumbuhan Langka dan Dilindungi yang Teridentifikasi di Areal Konsesi PT. JDIPI Beserta Status Perlindungannya. Tabel 10. Jenis-jenis Satwaliar Langka dan Dilindungi yang Teridentifikasi di Areal PT. JDIPI Beserta Status Perlindungannya. Gambar 1. Merawan (Hopea ferruginea Parijs) Gambar 2. Landak papua (Zaglossus bruijnii) Lampiran 1. Peta Konsesi PT JDIPI yang dioverlappingkan dengan RKU dan NKT Lampiran 2. Peta Wilayah Adat yang Berada Dalam Konsesi PT JDIPI Lampiran 3. Peta Komposit KBKT PT JDIPI
3
KATA PENGANTAR PT JDIPI merupakan perusahaan swasta yang bergerak dibidang pengusahaan hutan alam. PT JDIPI perusahaan swasta nasional yang memperoleh areal IUPHHK di Kabupaten Nabire Propinsi Papua seluas 139.470 ha berdasarkan Surat Keputusan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal No: 8/1/IUPHHK-HA/PMDN/2016, tanggal 21 Juni 2016. Jangka waktu pemanfaatan yang diberikan adalah 30 tahun (31 Januari 2017-30 Januari 2046). PT JDIPI memiliki visi untuk menjadi Perusahaan yang maju dan berkembang yang berwawasan global dengan bertumpu pada Pengelolaan Hutan Lestari dan dapat memberi manfaat secara luas bagi karyawan, masyarakat dan stakeholder lainnya. Kemudian terkait dengan strategi bisnis dan pemasarannya PT JDIPI memutuskan untuk mengimplementasikan standar pengelolaan hutan yang kredible baik mandatory (PHPL) maupun voluntary (FSC). Dokumen Ringkasan Rencana Pengelolaan ini disusun untuk merangkum beberapa dokumen dasar pengelolaan hutan sehingga memudahkan bagi para staff memahami aspek-aspek pengelolaan hutan yang dilakukan oleh PT JDIPI. Sumber dokumen ini adalah 1. Dokumen Revisi Rencana Kelola Usaha IUPHHK HA PT JDIPI berbasis IHMB (Periode 2017-2026). Dokumen RKU tersebut telah disahkan oleh Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dengan SK.1856/Men LHK-PHPL/UPH/HPL.1/3/2017. 2. Laporan Penilaian Nilai Konservasi Tinggi (NKT) di Areal IUPHHK HA PT JDIPI. Tahun 2016. 3. Laporan Survey Sosial Berbasis Participatory Rural Apraisal (PRA) IUPHHK HA PT JDIPI Kampung Topo Distrik Uwapa, Kampung Bumi Mulya Distrik Wanggar, Kampung Bomopai Distrik Yaro, Kampung Parauto Distrik Yaro, Kampung Makimi Distrik Makimi, Kampung Orodoro Dastrik Yaro, Kampung Urumusu Distrik Uwapa, dan Kampung Yaro Makmur Distrik Yaro (Kabupaten Nabire Propinsi Papua). Tahun 2016. Dokumen Ringkasan Rencana Kelola (Management Plan) PT JDIPI Periode 2017-2026 ini merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan RKUPHHK PT JDIPI Periode 2017-2026 dan menjadi salah satu panduan/landasan bagi para staff lapangan dalam bekerja mengimplemtasikan pengelolaan hutan yang bertanggungjawab melalui penerapan Best Management Practice dilapangan. Dokumen ini dibuat dengan mengintegrasikan semua informasi dasar yang dimiliki oleh perusahaan dimana beberapa bagian tersebut tidak dapat diakomodasi dalam dokumen RKUPHHK PT JDIPI. Misalnya hasil identifikasi NKT dan hasil PRA semua kampung yang berada dalam/sekitar konsesi PT JDIPI. Dokumen ini merupakan versi Pertama yang diterbitkankan pada April 2017. Evaluasi dan revisi Dokumen ini akan dilakukan terus menerus demi perbaikan system pengelolaan hutan bertanggungjawab di PT JDIPI. Jakarta, April 2017
4
PT JDIPI, Ir. Sutarli Direktur
BAB 1. Tujuan Pengelolaan Dalam melakukan pemanfaatan sumberdaya hutan, PT JDIPI memiliki tujuan memanfaatkan sumberdaya hutan alam produksi secara lestari dengan memperhatikan aspek kelestarian usaha, keseimbangan lingkungan dan social-budaya, secara rasional dan terukur. Dalam mengelola hutannya, PT JDIPI memiliki visi sebagai berikut:
V I S I Mengelola Hutan dengan Menjamin Kelestarian Produksi, Ekologi dan Sosial yang Mampu Memberikan Kontribusi terhadap Profitalitas Perusahaan dan Pembangunan. M I S I 1. Mewujudkan kepastian hukum kawasan produksi sebagai unit usaha IUPHHK yang efektif dan efisien, 2. Meningkatkan kualitas dan keanekaragaman sumber daya hutan sehingga memiliki tingkat produktifitas yang tinggi sebagai hutan produksi lestari, 3. Menghormati hak-hak masyarakat adat dalam pengelolaan hutan dan meningkatkan partisipasi aktif para stake holders serta distribusi manfaat yang adil, merata, dan berkesinambungan, 4. Menerapkan sistem manajemen hutan dan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (K3) dalam kegiatan pengelolaan hutan sesuai dengan peraturan perundangan dan tuntutan pasar global 5. Melaksanakan standar FSC (Forest Stewardship Council) dalam pengelolaan hutan secara konsisten.
5
Adapun sasaran strategis yang ingin dicapai dapat dilihat dalam matrik berikut: Tabel 1. Sasaran Strategis Pengelolaan Hutan PT JDIPI No
Kegiatan
Sasaran/Tujuan Periode 2017-2026
1.
Tata Batas Areal Kerja
2.
Zonasi Areal kerja
3.
Sistem Silvikultur (TPTI)
4.
IHMB
5.
Penataan Areal Kerja
6.
Inventarisasi Tegakan Sebelum Penebangan (ITSP)
7.
Pembukaan (PWH)
8.
Penebangan
9.
Pembinaan hutan
Wilayah
Hutan
TBT seluruhnya adalah ± 347.71 Km, yang sudah ditata batas sepanjang 62.60 Km (18.00%); sepanjang 285.11 Km (82.00%) belum ditata batas. Terwujudnya pembagian zone kerja di kawasan hutan produksi seluas 139.470 Ha berupa : Kawasan Lindung seluas 12.451 Ha, Areal bukan untuk produksi seluas 2.730 ha. Dengan demikian diperoleh areal efektif untuk produksi seluas 124.288 Ha, terdiri dari Hutan Primer 38.436 Ha dan LOA 85.852 Ha Terwujudnya pelaksanaan silvikultur TPTI pada seluruh areal seluas ± 139.470 Ha dan pada seluruh areal efektif untuk unit produksi seluas ± 124.288 ha Terlaksanakannya kegiatan IHMB seluruh areal kerja IUPHHK Memudahkan kegiatan perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan pengawasan agar dan efisien. Terlaksananya berjalan tertib pembagian areal kerja ke dalam blok RKT dan petakpetak tebangan. Rencana PAK selama 10 tahun dilakukan terhadap areal seluas ± 46.325 Ha. Mengetahui keadaan penyebaran pohon, komposisi jenis dan volume blok tebangan pada areal efektif seluas 124.288 Ha. Rencana ITSP selama 10 tahun seluas ± 46.325 Ha Tersedianya prasarana wilayah bagi kegiatan pengelolaan hutan. Terbukanya jaringan jalan untuk mendukung kegiatan eksploitasi dan pembinaan selama 10 tahun sepanjang 370.10 Km, terdiri dari: • Jalan Utama : 138.79 Km • Jalan Cabang : 231.31 Km Terpenuhinya rencana tebangan selama 10 thn sebagai berikut : - Luas Tebangan: 41.984 Ha - Volume : 1.742.154,27 m3 Meningkatnya kualitas dan kuantitas tegakan pada kawasan bekas tebangan, sehingga berfungsi sebagai penghasil kayu secara lestari. Rencana pembinaan selama jangka RKU periode
6
10.
Pengolahan dan Hasil Hutan
11
Sertifikasi PHAPL
Pemasaran
2017 – 2026 : • Pengadaan Bibit : - Pengayaan : ± 4.030.457 btg - Rehabilitasi : ± 5.667.831 btg • Penanaman : - Pengayaan : luas ± 7.478 Ha dgn jumlah bibit ± 3.589.440 btg Rehabilitasi : luas ± 3.739 ha dengan dengan jumlah bibit ± 5.047.651 btg Pemanfaatan kayu selama 10 tahun (2017-2026) secara maksimal untuk memenuhi target suplai bahan baku industri terkait; • Rencana industri sendiri: 1.655.046,56 m3 • Rencana pasar lokal : 87.107,71 m3 Diperolehnya sertifikasi mandatory pada 3 tahun pertama dan sertifikasi voluntary (FSC) pada tahun ke 4 operasional
Managemen PT JDIPI memiliki komitment yang tinggi dalam mengelola sumberdaya hutan yang menjadi tanggungjawabnya menuju pada pengelolaan yang bertanggungjawab dan lestari, sesuai dengan misi dan visi perusahaan. Untuk memwujudkan tujuan pengelolaan tersebut, PT JDIPI telah melakukan identifikasi dan analisa beberapa aspek. Yaitu • Identifikasi potensi sumber daya alam hutan melalui survey Inventarisasi Hutan Menyeluruh Berkala (IHMB) dan penyusunan Dokumen Rencana Kerja Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (RKUPHHK) periode 2017-2026. • Identifikasi nilai-nilai konservasi tinggi yang terdapat dalam kawasan melalui survey identifikasi Nilai Konservasi Tinggi (NKT) • Analisa kondisi social kemasyarakatan melalui kegiatan survey Participatory Rural Appraisal (PRA) disemua desa-desa yang berada disekitar kawasan konsesi. Berdasarkan hasil identifikasi tersebut maka PT JDIPI menyusun rencana kelola (Management Plan) bagi kegiatan operasional lapangan yang akan menjadi acuan dalam bekerja bagi staff dilapangan, khususnya untuk memenuhi standar pengelolaan hutan FSC (Forest Stewardship Council).
7
BAB 2 Sumberdaya Hutan yang Dikelola A. Batasan-batasan lingkungan, PT JDIPI memiliki total luas 139.470 Ha. Ada pembagian zonasi kawasan pengelolaan adalah sebagai berikut:
8
9
Tabel 2. Pembagian Zonasi Kawasan Berdasarkan Fungsi Hutan (Hutan Produksi dan Hutan Produksi terbatas) di PT JDIPI.
8
B. Status tata guna dan kepemilikan lahan, Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan No. 69/Kpts-II/1997 tanggal 31 Januari 1997 PT JDIPI melaksanakan pemanfaatan hutan seluas ± 207.410 ha yang terletak di kelompok hutan Sungai Jarau, Sungai Legare, Sungai Wamma dan Sungai Bumi Kabupaten Nabire Provinsi Papua yang dahulu termasuk Kabupaten Paniai, Provinsi Irian Jaya. Sehubungan areal UPHHK_HA ini mempunyai fungsi hutan APL seluas 32.842 Ha, maka berdasarkan surat nomor 522/532/SET tanggal 6 April 2011, nomor 522/048/SET tanggal 5 Juni 2011 dan nomor 525/504/SET tanggal 22 September 2011, Bupati Nabire mengajukan permohonan kepada Menteri Kehutanan untuk mengeluarkan APL dari areal kerja UPHHK-HA PT JDIPI untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Kabupaten Nabire. Berdasarkan surat nomor S.538/Menhut-VI/2011 tanggal 11 Juni 2011 Menteri Kehutanan telah memberikan persetujuan usulan Bupati Nabire sesuai peraturan perundangan yang berlaku. Mengacu pertimbangan di atas, maka Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan menerbitkan perubahan areal kerja PT JDIPI tersebut, dengan mengeluarkan APL, dari seluas ± 207.410 Ha menjadi seluas ± 163.930 Ha dengan keputusan No. SK.457/MenhutII/2012 mengenai perubahan atas keputusan Menteri Kehutanan No. 69/KptsII/1997 tanggal 31 Januari 1997 tentang Pemberian HPH (sekarang IUPHHK-HA) kepada PT JDIPI atas areal HP seluas ± 207.410 Ha (dua ratus tujuh ribu empat ratus sepuluh) Hektar di Provinsi Papua. PT JDIPI memperoleh Ijin Perpanjangan Pemanfaatan Hutan melalui Surat berdasarkan Surat Keputusan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal melalui SK No:8/1/IUPHHK-HA/PMDN/2016, tanggal 21 Juni 2016 seluas 139.470 Ha. Jangka waktu pemanfaatan yang diberikan adalah 30 tahun terhitung mulai 31 Januari 2017 sampai dengan 30 Januari 2046. Berdasarkan Peta Administrasi Pemerintahan Provinsi Papua Skala 1:250.000, areal kerja PT JDIPI secara administratif pemerintahan termasuk di Kecamatan Uwapa, Wanggar, Legare dan Yaur Kabupaten Nabire Provinsi Papua. Secara geografis areal PT JDIPI terletak pada 135°04’” - 135°51” BT dan 03°08” 03°42” LS, pada kelompok hutan S. Jarau, Legare, Wamma, Bumi, Sima, dan Wanggar (wilayah Sub DAS Waren). Adapun secara fisik batas areal kerja adalah sebagai berikut: • Sebelah Utara berbatasan dengan Hutan Negara dan Hutan Lindung. • Sebelah Timur berbatasan dengan Sungai Legare dan Hutan Negara. • Sebelah Selatan berbatasan dengan Hutan Negara dan Hutan Lindung. • Sebelah Barat berbatasan dengan Hutan Lindung.
9
Tabel 3. Keadaan Hutan pada Areal Kerja IUPHHK PT JDIPI berdasarkan Peta Hasil Penafsiran Citra Satelit
Peta konsesi PT JDIPI berdasarkan status fungsi hutannya dan overlapping dengan KBKT dapat dilihat dalam Lampiran 1. Berdasarkan hasil identifikasi hak ulayat masyarakat didalam dan sekitar areal PT JDIPI, diketahui terdapat xx kepemilikan hak ulayat oleh marga/suku. Yaitu: 1. Ulayat Alex Tinal 2. Ulayat Dina Mekey 3. Ulayat Jhon Kerow 4. Ulayat Johanes Kogoya 5. Ulayat Suku Mee/Wate 6. Ulayat Suku Wate II 7. Ulayat Suku Wate Marga Raiki 8. Ulayat Suku Wate Marga Money 9. Ulayat Suku Makimi 10. Ulayat Suku Mee 11. Ulayat Suku Yerisiam Kegiatan PRA telah dilakukan untuk 8 kampung yang diperkirakan terkena dampak pengelolaan 10 tahun pertama operasional PT JDIPI. Secara lengkap lokasi kampung-kampung dan wilayah hak ulayat marga dalam kawasan PT JDIPI dapat dilihat dalam Lampiran 2.
C. Kondisi sosial ekonomi dan gambaran mengenai lahan-lahan disekitarnya; Di dalam dan sekitar areal PT JDIPI, teridentifikasi sebanyak 22 kampung (desa) yang tersebar di 6 distrik (kecamatan). Kampung-kampung tersebut sebagian besar terletak di luar areal PT JDIPI dengan jarak bervariasi antara 1 km - 13 km dari batas konsesi. Meski kampung terletak di luar areal IUPHHK, akan tetapi terdapat kelompok masyarakat kampung tersebut yang memiliki hubungan sosial ekonomi dan budaya dengan areal PT JDIPI. Hubungan masyarakat dengan sumber daya
10
hutan tersebut dalam bentuk kepemilikan hak ulayat, keberadaan kegiatan PT JDIPI di wilayah kampung seperti jalan angkutan kayu, base camp, atau log pond, atau kegiatan pemanfaatan hasil hutan oleh masyarakat seperti berburu, mencari ikan, mencari hasil hutan bukan kayu, dan lain-lain. Sebagian besar kampung tersebut berada di sebelah utara areal IUPHHK, yakni antara areal IUPHHK dengan pantai. Kampung-kampung di Distrik Uwapa berada di tengah areal IUPHHK PT JDIPI, akan tetapi pemukiman dan areal sekitarnya yang berstatus Areal Penggunaan Lain (APL) telah dikeluarkan dari areal IUPHHK. Secara administrasi pemerintahan, areal PT JDIPI terletak di Kabupaten Nabire, Provinsi Papua meliputi 15 Distrik (kecamatan) dan 85 kampung (desa) termasuk 3 kampung persiapan. Adapun kampung dan distrik di dalam dan sekitar areal IUPHHK-HA PT. Jati Dharma Indah Plywood Industries yaitu: 1) Distrik Wanggar: Kampung Wanggar Sari, Wanggar Makmur, Karadiri, Wiraska, Bumi Mulya; 2) Distrik Yaro: Kampung Ororodo, Parauto, Yaro Makmur, Bomopai, Wangar Pantai; 3) Distrik Uwapa: Kampung Topo, Urumusu, Topo Jaya, Gamei Jaya, Argo Mulyo, Marga Jaya, Gamei Biru 4) Distrik Nabire Barat: Kampung Kalisemen, Bumi Raya; 5) Distrik Yaur: Kampung Wami, Sima; 6) Distrik Makimi: Kampung Makimi.
Data BPS (2105), menyebutkan jumlah penduduk di Kabupaten Nabire tercatat sebanyak 137.776 jiwa (31.745 rumah tangga). Jumlah penduduk di 6 distrik sekitar areal IUPHHK PT. Jati Dharma Indah Plywood Industries sebanyak 32.928 jiwa (8.144 rumah tangga). Adapun jumlah penduduk di kampung-kampung di dalam dan sekitar areal IUPHHK PT. Jati Dharma Indah Plywood Industries tercatat sebanyak 22.116 jiwa (5.521 rumah tangga). Berdasarkan jenis kelamin, penduduk terdiri dari laki-laki 11.740 jiwa dan perempuan 10.376 jiwa dengan rasio 113. Jumlah penduduk per kampung bervariasi antara 258 jiwa atau 91 rumah tangga (Gamei Biru) sampai 4.077 jiwa atau 931 rumah tangga (Kalisemen). Kampungmapung penduduk asli atau transmigrasi lokal seperti Ororodo, Parauto, Bomopai, Wanggar Pantai, Topo, Urumusu, dan Sima pada umumnya berpenduduk lebih sedikit (< 500 jiwa) dibanding penduduk kampung-kampung transmigrasi. Kampungkampung transmigrasi didominasi oleh pendatang dari Jawa, Sulawesi, Sumatera, Maluku, Bali, Nusa Tenggara, dan lain-lain. Kampung transmigrasi seperti Kalisemen, Bumi Raya, Wiraska, Bumi Mulya, Waggar Sari memiliki jumlah penduduk > 1.000 jiwa. Mata pencaharian penduduk umumnya sesuai dengan karakteristik wilayah kajian yang terbagi kedalam wilayah pantai, pegunungan, serta antara pesisir dan pegunungan. Mata pencaharian masyarakat di kampung-kampung daerah pantai seperti Kampung Wanggar Pantai, Sima, dan Makimi sebagian besar sebagai petani dan nelayan (mencari ikan di laut). Masyarakat di kampung-kampung daerah pegunungan seperti Ororodo, Parauto, Topo, dan Urumusu sebagian besar sebagai petani dan pemungut hasil hutan kayu dan bukan kayu. Sementara itu, masyarakat di kampung-kampung di daerah transmigrasi antara pesisir dan pegunungan seperti
11
Wanggar Makmur, Wiraska, Wanggar Sari, Bumi Mulia, mayoritas memiliki mata pencaharian sebagai petani, dan khusus di kampung yang menjadi pusat perekonomian lokal seperti Kalisemen dan Bumi Raya sebagian sebagai pedagang dan jasa transportasi. Mata pencaharian selain petani, nelayan, pencari hasil hutan dan pedagang, adalah mencari emas, mencari batu/pasir, PNS/pegawai honorer, karyawan/buruh perusahaan, tukang kayu, tukang batu, buruh tani, dan lain-lain. Pemungutan hasil hutan terutama dilakukan oleh masyarakat asli Papua, baik yang bermukim di kampung-kampung tradisional maupun transmigrasi. Kegiatan pemungutan hasil hutan terutama adalah berburu binatang, mencari ikan di sungaisingai di dalam hutan, menokok (mengekstraksi) sagu pada kelompok masyarakat yang mengkonsumsi sagu, mencari kayu, mencari buah-buahan dan lain-lain. Tabel 4. Nama-nama suku dan marga di kampung-kampung di dalam dan sekitar areal IUPHHK –HA PT. Jati Dharma Indah Plywood Industries No. Nama Kampung Etnis Ororodo Bomopai Yaro
Parauto SPB Wanggar Sari
Suku Mee Ororodo terdiri dari marga Mekei, Madai, Yupi, Makai, Boma, Labou, Kegou, Suku Mee, terdiri dari marga Kegou, Madai, Tebai, Yupi, Minai, Gabou, Magai, Mabui, Dou, Pokuai Suku Mee, terdiri dari Marga Kogoya, Kerow, Murip, Makai, Magai, Matun, Kegoi, Tebai, Kulua, Degei, Tibakotu, Bogum, Tabuni, Minae. Selain itu ada juga Suku Dani, Jawa, Toraja, Ambon, Sanger, Manado Suku Mee (pindahan dari pegunungan), antara lain teridiri dari Marga Makai, Madai, Kegoi. Suku Wate, terdiri dari marga Hao, Monei, Raiki, Warami, Wa’I, Ha’I, Nanoor. Mee, terdiri dari marga Degey, Kerouw, Makay, Mote, Petege, Kegou, Mekei, Kayame, Iyai, Magai, Maday, Tebay, Yupi, Kotouki.
Wanggar Pantai Wiraska Topo Urumusu
Selain itu juga terdapat pendatang dari Jawa, Bugis, Ambon. Suku Wate, terdiri dari marga Hao, Monei, Raiki Suku Dani marga Kogoya, Jawa, Bugis, Ambon, NTT. Suku Mee, Marga Madai, Magai, Kotoki, Tebai, Tawai, Yupi, Kegie, Makai, Degei, Iyai, Wake Suku Mee, terdiri dari Marga Madai, Magai, Tebai, Tawai, Yupi, Kegite, Wake, Makai, Degey, Iyai. Suku lain : Biak, Serui, Merauke, Mapia, Panu,
12
No.
Nama Kampung
Etnis Wagate
Kaliseme n
Makimi
Suku Wate terdiri dari marga Raiki, Hao sedangkan warga pendatang berasal dari suku Dani, Ekari, Monei, Serui, Biak, Sorong (ayamaru), Jawa, Bugis, Bali, NTT, NTB, Maluku Suku Aiwai terdiri dari Marga Wopairi, Erari, Womas, Yoweni, Sakuatore, Hombobiar.
13
BAB 3 Sistem Silvikultur yang Diterapkan Pada areal berhutan yang efektif untuk produksi Penerapan system silvikultur yang dipilih adalah system silvikulutur Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI) dengan alasan kondisi tegakan hutan alam yang tidak seumur dan sebagian besar merupakan areal bekas tebangan dengan kondisi hutan yang relative masih baik. Daur penerapan system TPTI yang akan diterapkan adalah 30 tahun dengan limit pohon komersial yang dipanen adalah 40 cm up untuk Hutan Produksi (HP) dan Hutan Produksi yang dapat di Konvesi (HPT). Sedangkan pada Hutan Produksi Terbatas (HPT) limit diameter pohon yang dipanen adalah 50 cm up. Adapun tahapan kegiatan TPTI yang akan dilakukan adalah sesuai dengan Peraturan Dirjen Bina Produksi Kehutanan Nomor P.09/VI-SET/2009 tanggal 21 Agustus 2009. Sebagai berikut: • Penataan Areal Kerja (PAK), dilakukan paling lambat di Et-2. • Inventarisasi Tegakan Sebelum Penebangan (ITSP), dilakukan paling lambat di ET-1. • Pembukaan Wilayah Hutan (PWH), paling lambat di ET-1. • Pemanenan dilakukan pada tahun tebang berjalan (ET-0). • Perapihan dilakukan pada Et+1. • Pengadaan Bibit dilakukan pada ET+2. • Penanaman dan Pemeliharaan Tanaman Pengayaan dilakukan pada ET+3, ET+4 dan ET+5. • Pembebasan Pohon Binaan dilakukan pada ET+3 dan ET+6. • Perlindungan dan Pengamanan Hutan (terus menerus). Sedangkan pada areal non hutan (tanah kosong) system silvikultur yang akan dilakukan adalah kegiatan pengayaan dan rehabilitasi. Jenis-jenis yang akan ditanam dalam areal tersebut adalah jenis-jenis tanaman lokal yang berguna bagi masyarakat.
14
BAB 4 Pertimbangan Penentuan Tingkat Penebangan Tahunan A. Ketersediaan Potensi Berdasarkan IHMB Berdasarkan hasil IHMB, menunjukkan bahwa petak-petak yang terdapat di areal PT JDIPI sebagain besar memiliki potensi kayu yang masih dapat dimanfaatkan (diameter 40 cm ke atas untuk jenis-jenis yang komersial dan berkualitas baik), terdapat seluas ± 113.256 ha (72,65 % dari luas efektif) merupakan areal dengan potensi antara 3.186 - 15.932 m3/petak dan selebihnya dengan potensi di bawah 3.186 m3/petak. Ratarata kerapatan tegakan kelompok komersil untuk kelas diameter 40 cm ke atas sebanyak ± 21,84 pohon/ha dengan volume ± 53,72 m3/Ha dan kelas diameter 50 cm ke atas sebanyak ± 12,29 pohon/ha dengan volume ± 40,64 m3/Ha.
B. Perhitungan Jatah Tebangan Tahunan Berdasarkan Riap (total jenis komersil) Perhitungan jatah tebangan tahunan dengan menggunakan dasar Riap tebangan diformulasikan dengan memperhatikan hal-hal sbb: • Riap diameter jenis komersil adalah sebesar 0.63 cm/thn/btg dalam 30 tahun kenaikan diameter adalah 18.9 cm/btg, dengan volume 0.03 m3/btg/thn (tabel terlampir) • Proyeksi yang digunakan adalah 30 tahun • Batas limit diameter 40 cm pada HP dan 50 pada HPT, demi memperhatikan unsur kehati-hatian, diameter yang ditetapkan pada rotasi berikutnya adalah 50 cm • Berkaitan dengan hal di atas, Jumlah pohon (N) yang diproyeksikan dapat ditebang pada rotasi berikutnya (30thn kemudian) adalah pohon dengan diameter 31.1 cm. Berdasarkan data PUP, N (31.1 cm up) = 201 btg/3 ha ≈ 67 btg/ha Proyeksi volume
= Riap volume jenis komersil (m3/btg/thn) X N pohon (btg/ha) = 0.03 m3/btg/thn X 67 btg/ha = 2.01 m3/thn/ha
Jatah penebangan Tahunan (JPT seluruh jenis komersil) Sediaan tegakan
= Etat Luas (ha/thn) X Proyeksi volume (m3/thn) X Rotasi (thn) = 4,198 ha/thn X 2.01 m3/thn X 30 thn = 253,139.40 m3/thn
JPT jenis komersil= Sediaan tegakan X FE X FP = 253,139.40 m3/thn X 0.85 X 0.8
15
= 172,134.79 m3/thn
Keterangan : Angka nilai faktor eksploitasi sebesar 0,85 berdasarkan hasil penelitian angka faktor eksploitasi dengan kerja sama balitbang bogor yang dilakukan di PT Jati Dharma Indah Plywood dan telah mendapatkan persetujuan dari kementerian lingkungan hidup dan kehutanan melalui surat nomor : S.119/PHPL/UHP/HPL.1/2/2017 tanggal 14 Februari 2017.
Tabel 5. Proyeksi Sisa Tebangan yang Diizinkan dengan Perhitungan Riap PUP Volume Seluruh Jenis Komersil Uraian Keterangan (m3) JPT riap hasil perhitungan Jatah tebangan yang ditetapkan dalam 10 tahun Realisasi tebangan
172,134.79 1,721,347.90 674,056.97
Tahun 2013-2016
Tahun 2011
13,221.46
RKT 2011
Tahun 2012
-
RKT 2012
Tahun 2013
4,008.90
RKT 2013
Tahun 2014
170,184.37
RKT 2014
Tahun 2015
274,979.54
RKT 2015
Tahun 2016
224,884.16
RKT 2016
Rencana produksi
1,047,290.93
Tahun 2017
342,189.34
RKT 2017
Tahun 2018
246,585.29
RKT 2018
Tahun 2019
232,828.06
RKT 2019
Tahun 2020
225,688.23
RKT 2020
Penyesuaian perlu dilakukan terhadap proyeksi JPT total di atas dengan pertimbangan bahwa total JPT tahunan yang diizinkan dalam RKU lebih kecil dari hasil perhitungan proyeksi berdasarkan riap tebangan, dalam upaya kehati-hatian dan wujud kepatuhan terhadap dokumen legal yang disahkan, perhitungan JPT seluruh jenis komersil dibatasi
16
sesuai dengan JPT yang ditetapkan dalam RKU yang disahkan (Revisi RKU PT Jati Dharma Indah Plywood Industries periode 2017-2026 dengan SK pengesahan nomor : SK.1856/MenLHK-PHPL/UHP/HPL-1/3/20167 Tanggal 31 Maret). Tabel 6. Penyesuaian Rencana JPT Riap dengan Batasan RKU yang disahkan Uraian Jatah tebangan yang ditetapkan
Volume Seluruh Jenis Komersil (m3)
Keterangan
1,721,347.90 JPT berdasarkan Riap
Realisasi tebangan
674,056.97
Tahun 2013-2016
Tahun 2011
13,221.46
RKT 2011
Tahun 2012
-
RKT 2012
Tahun 2013
4,008.90
RKT 2013
Tahun 2014
170,184.37
RKT 2014
Tahun 2015
274,979.54
RKT 2015
Tahun 2016
224,884.16
RKT 2016
Rencana produksi
1,047,290.93
Tahun 2017
205,608.30
RKT 2017
Tahun 2018
160,774.59
RKT 2018
Tahun 2019
164,885.79
RKT 2019
Tahun 2020
181,426.63
RKT 2020
17
18
Tabel 7. Rencana Pembagian Blok Tebangan dan Pemanenan PT JDIPI (2017 – 2026)
19
BAB 5 System Monitoring Pertumbuhan dan Dinamika Hutan Berdasarkan hasil survey identifikasi NKT yang dilakukan dalam kawasan konsesi PT JDIPI (Tahun 2016) ditemukan tipe hutan, sebagai berikut: a. Ekosistem hutan hujan dataran rendah b. Ekosistem hutan sub-pegunungan c. Zone ecotone peralihan hutan hujan dataran rendah dan sub pegununungan d. Zone ecotone habitat aquatic dengan habitat teresterial dengan habitat utama disekitar sempadan sungai System monitoring pertumbuhan dan dinamika hutan yang dikembangkan oleh PT JDIPI adalah a. Pengamatan kawasan hutan produksi sebelum dan sesudah kegiatan pemanenan. Dalam system pengamatan ini dilakukan dengan metode transek dan ITT (berupa plot permanen) sehingga dinamika hutan akan termonitor secara periodic. Adapun data/informasi yang dimonitor adalah • Jenis flora-fauna terutama jenis-jenis yang temasuk dalam kategore terancam, hampir punah dan endemic (CITES). • Kerapatan jenis flora-fauna • Indek Nilai Penting Jenis (NPJ) untuk memantau dominansi setiap jenis flora di setiap tingkat pertumbuhan (semai, pancang, tiang dan pohon). • Indeks Shanon (H’) untuk memantau tingkat kemantaapan habitat/regenerasi. • Kondisi fauna terutama untuk mamalia, burung, dan repthile Pengamatan ini untuk memantau kondisi regenerasi dan suksesi hutan, keanekaragaman genetic, jenis dan ekosistem serta analisa siklus alami yang mempengaruhi produktifitas eskositem hutan yangan ada. Lokasi plot pemantauan akan ditempatkan pada blok RKT (atau bekas tebangan) dan keterwakillan dari setiap jenis ekosistem hutan yang ada. Tatawaktu pemantauan adalah Et-1, Et+1 dan setiap tiga tahun setelah pengukuran Et+1 b. Pengamatan KPPN, sempadan sungai dan KBKT lainnya (misalnya habitat gua). Data yang dipantau dan tujuan pemantauan sama dengan pengamatan di kawasan hutan produksi. Adapun tatawaktu pemantauannya adalah setahun sekali. Kegiatan pembuatan dan pengamatan KPN dilakukan berdasarkan SK Dirjen PH No. 3361/IVBPH/1994 tanggal 18 September 1994 tentang Pengukuran Areal Konservasi dan Penelitian Plasma Nutfah. c. Metode pemantauan riap tegakan di bekas tebangan (LOA) dengan metode PUP. PT JDIPI akan melakukan pemantauan pertumbuhan riap tegakan di bekas tebangan dengan cara membuat plot-plot permanen dengan ukuran 24 ha setiap plotnya. Plot pemantaun riap ini dibuat setiap lima blok RKT. Untuk PUP seri pertama akan dilakukan pengukuran sebagai berikut: lima tahun pertama setiap tahun dan periode lima tahun berikutnya hingga akhir daur setiap 2 tahun sekali.
20
Sedangkan PUP seri selanjutnya (kedua, ketiga dst) pengukuran data dilakukan setiap dua tahun sekali. Data akhir dari pemantauan riap di PUP ini adalah diketahuinya Current Annual Increment (CAI, m3/ha/tahun) dan Mean Annual Increment (MAI, m3/ha/tahun) actual di hutan bekas tebangan PT Ratah Timber.Plot PUP untuk memonitor riap dibuat sesuai dengan standar dari Departemen Kehutanan (SK Badan Penilitian dan pengembangan Kehutanan No. 38/Kpts/VIII-HM.3/1993 tanggal 9 Juni 1993 tentang pedoman pembuatan dan pengukuran Petak Ukur Permanen atau PUP untuk pemantauan pertumbuhan riap hutan alam tanah kering bekas tebangan).
21
BAB 6 Perlindungan Lingkungan Berdasarkan Penilaian Lingkungan Berdasarkan hasil identifikasi NKT, diketahui bahwa kawasan konsesi PT JDIPI adalah kawasan yang kaya akan keanekaragaman hayati baik flora maupun fauna. Hampir semua atribut nilai konservasi tinggi terdapat di dalam kawasan ini, yang juga memiliki fungsi-fungsi jasa lingkungan penting serta merupakan kawasan yang penting untuk memenuhi kebutuhan dasar bagi masyarakat yang ada di sekitar kawasan. Begitu juga dengan kawasan budaya yang penting untuk masyarakat lokal dijumpai di dalam kawasan ini. Ringkasan Nilai Konservasi Tinggi di Areal PT JDIPI.
22
Tabel 8. Ringkasan Identifikasi Nilai Konservasi Tinggi di Areal PT JDIPI NKT
1 1.1
1.2
Definisi/pengertian
Status NKT
Atribut
Luas Dalam Konsesi (Ha)
Kawasan yang mempunyai tingkat keanekaragaman hayati yang penting Kawasan yang mempunyai atau memberikan fungsi pendukung keanekaragaman hayati bagi kawasan lindung dan/atau konservasi
Ada
Spesies hampir punah
Ada
Di dalam Areal IUPHHK-HA PT. JDIPI terdapat wilayah mempunyai atau memberikan fungsi pendukung keanekaragaman hayati bagi kawasan lindung dan/atau konservasi yang terdiri dari: -
19.479
KPPN seluas 715,91 Ha, Kawasan sempadan sungai seluas 4.489,99 Ha Kawasan dengan kelas lereng lebih dari 40 % seluas 18.580,87 Ha Kawasan penyangga di sepanjang batas yang bersinggungan dengan hutan lindung seluas 9.581,62 Ha
Berdasarkan informasi dan hasil temuan di lapangan, ditemukan satwa yang tergolong dalam status Critically Endangered (CR) atau kritis yaitu Landak papua (Zaglossus bruijni) dan Hopea ferruginea Parijs.Habitat flora dan fauna berstatus CR tersebut berada di hutan tropis perbukitan hingga hutan pegunungan
9.361
Informasi mengenai Landak Papua (Zaglossus bruijni) didukung pula oleh data persebaran IUCN, dimana jenis satwa tersebut persebarannya menjangkau luasan hingga menjangkau areal konsesi PT. JDIPI. 1.3
Kawasan yang merupakan habitat bagi populasi spesies yang terancam, penyebaran terbatas atau dilindungi yang mampu bertahan hidup (viable
Ada
Wilayah PT. JDIPI merupakan habitat bagi spesies kategori tersebut, yaitu:
22.435
23
NKT
Definisi/pengertian
population)
Status NKT
Atribut
Luas Dalam Konsesi (Ha)
Satwa Liar: Mamalia Aves -
Kalong/Pteropus vampyrus (App II, LC) Kalong/Pteropus spp. (App II, LC) Kuskus abu-abu/Phalanger orientalis (PP, App II, LC) Kuskus totol/Spilocuscus maculatus (PP, App II, LC) Kangguru tanah/Thylogale sp. (PP) Kangguru pohon/Dendrolagus inustus (PP, VU) Kasuari gelambir-ganda/Casuarius casuarius (PP, VU) Kuntul perak/Egretta intermedia (PP, LC) Kuntul kerbau/Bubulcus ibis (PP, LC) Baza pasifik/Aviceda subcristata (PP, App II, LC) Elang ekor-panjang/ Henicopernis longicauda (PP, App II, LC) Elang bondol/Haliastur indus (PP, App II, LC) Elangalap coklat/ Accipiter fasciatus (PP, App II, LC) Elangalap kelabu/ Accipiter cirrhocephalus (PP, App II, LC) Elangalap pucat-sosonokan/ Accipiter poliochepalus (PP, App II, LC) Elangalap meyer/ Accipiter meyerianus (PP, App II, LC) Alapalap coklat/ Falco berigora (PP, App II, LC) Alapalap laying/ Falco cenchroides (PP, App II, LC) Maleo kerah-coklat/ Talegalla jobiensis (PP, LC) Mambruk Victoria/ Goura victoria (PP, App II, VU) Perkici pelangi/Trichoglossus haematodus (App II, LC) Kasturi kepala-hitam/ Lorius lory (PP, App II, LC) Perkici dagu-merah/ CHarmosyna placentis (App II, LC)
24
NKT
Definisi/pengertian
Status NKT
Atribut
Luas Dalam Konsesi (Ha)
Nuriara dada-jingga/ Opopsitta gulielmitertii (App II, LC) Nuriara mata-ganda/ Opopsitta diophthalma (App II, LC) Nurikate topi-kuning/ Micropsitta keiensis (App II, LC) Kakatua raja/ Probosciger aterrimus (PP, App II, LC) Kakatua koki/ Cacatua galerita (PP, App II, LC) Nuri bayan/ Eclectus roratus (PP, App II, LC) Nuri pipi-merah/ Geoffroyus geoffroyi (App II, LC) Serindit papua/ Loriculus aurantiifrons (App II, LC) Rajaudang erasia/ Alcedo atthis (PP, LC) Kukabura perut-merah/ Dacelo gaudichaud (PP, LC) Cekakak torotoro/ Halcyon torotoro (PP, LC) Cekakak sungai/ Halcyon chloris (PP, LC) Julang papua/ Rhyticeros plicatus (PP, App II, LC) Paok hijau/ Pitta sordida (PP, LC) Burungmadu hitam/ Leptocoma sericea (PP, LC) Cikukua tanduk/ Philemon buceroides (PP, LC) Cendrawasih mati-kawat/ Seleucidis melanoleuca (PP, App II, LC) - Cendrawasih kecil/ Paradisaea minor (PP, App II, LC) Herpetofauna -
Flora -
Biawak/ Varanus sp. (App II) Buaya-air tawar-irian/ Crocodylus novaeguineae (PP, App II, LC) Buaya muara/ Crocodylus porosus (PP, App II, LC) Ular-sanca/ Phyton sp. (App II) Sanca-pohon hijau/ Morelia viridis (App II, LC) Pulai/ Alstonia scholaris (LC) Anggrek tebu/ Grammatophyllum speciosum (PP, App II)
25
NKT
Definisi/pengertian
Status NKT
Atribut
1.4
Kawasan yang merupakan habitat bagi spesies atau sekumpulan spesies yang digunakan secara temporer
Ada
Luas Dalam Konsesi (Ha)
Anggrek ki sara/ Macodes petola (PP) Kantung semar/ Nepenthes mirabilis (PP, App II, LC) Kantung semar/ Nepenthes ampullaria (PP, App II, LC) Merawan/ Hopea ferruginea Parijs (CR)
Letak PT. JDIPI yang merupakan bagian dari area EBA (Endemic Bird Area) Dataran Rendah di Daerah Kepala Burung dan di dalamnya terdapat kawasan karst maka kawasan PT. JDIPI berpotensi menjadi tempat untuk berkembang biak atau bersarang, berlindung, menghindar, atau migrasi secara lokal (refugium) bagi suatu jenis pada saat musim kemarau yang panjang untuk minum, banjir ataupun kebakaran lahan. Kategori endemik yang ditemui berasal dari jenis Avifauna antara lain Anispuyuh ajax (Cinclosoma ajax) dan Cabai papua (Dicaeum petrocale).
610,16
Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi (KBKT) – NKT 1.4 difokuskan pada daerah kawasan Karst dan kawasan Sempadan Sungai Wanggar. 2 2.1
Kawasan bentang alam yang penting bagi dinamika ekologi secara alami Kawasan bentang alam luas yang memiliki kapasitas untuk menjaga proses dan dinamika ekologi
Ada
Berdasarkan interpretasi citra landsat dan hasil ground check, dilihat bentang alam yang merupakan suatu kesatuan kawasan berhutan yang kompak terdapat di areal konsesi PT. JDIPI yaitu Daerah inti (core area) dan sebagian daerah inti menurut rencana tata ruang masuk ke dalam Kawasan Lindung. Kawasan bentang alam luas di areal PT. JDIPI tersebut memiliki kapasitas untuk menjaga proses dan dinamika
15.982
26
NKT
Definisi/pengertian
Status NKT
Atribut
Luas Dalam Konsesi (Ha)
ekologi. 2.2
Kawasan alam yang berisi dua atau lebih ekosistem dengan garis batas yang tidak terputus (berkesinambungan)
Ada
Wilayah PT. JDIPI memiliki tutupan lahan berupa hutan dan berdasarkan ketinggiannya tersebar mulai dari 0 mdpl – 1.500 mdpl dan tergolong ke dalam ekosistem hutan hujan tropis dataran rendah sampai dengan hutan sub pegunungan. Kedua tipe ekosistem tersebut saling berkesinambungan.
7.668
Selain ekosistem hutan hujan tropis dataran rendah sampai dengan hutan sub pegunungan, di wilayah PT. JDIPI juga ditemukan daerah peralihan (ekotone) yaitu berupa Habitat akuatik (sungai) dengan Habitat terestrial (hutan) berupa kawasan sempadan sungai. Perbedaan ekosistem dapat dilihat dari vegetasi yang didominasi oleh tumbuhan pionir yang terletak antara ekotone tersebut seperti beberapa spesies Mahang (Macaranga spp), Sukun hutan (Artocarpus elasticus), Binuang (Octomeles sumatrana), dll. 2.3
Kawasan yang mengandung populasi dari perwakilan spesies alami
Ada
Di wilayah PT. JDIPI terdapat areal yang bersinggungan dengan hutan lindung sehingga diperlukan adanya daerah yang dijadikan sebagai daerah penyangga hutan lindung.
25.296
Di wilayah PT. JDIPI terdapat : -
-
kawasan yang mengandung populasi spesies yang memerlukan ruang habitat luas dengan kepadatan rendah seperti jenis Julang Papua (Rhyticeros plicatus) kawasan yang mengandung populasi predator tingkat tinggi seperti jenis Elang Bondol (Haliastur indus) keberadaan jenis-jenis yang tergantung terhadap keberadaan
27
NKT
Definisi/pengertian
Status NKT
Atribut
Luas Dalam Konsesi (Ha)
tajuk (canopy) hutan seperti jenis Kuskus (Phalanger orientalis dan Spilocuscus maculatus)dan Kangguru pohon (endrolagus inustus) Kawasan yang mengandung populasi dari perwakilan spesies alami yang terdapat di dalam areal PT. JDIPI berupa hutan lahan kering primer, sempadan sungai, kelas lereng > 40%, KPPN, penyangga hutan lindung dan karst. 3
Kawasan yang mempunyai ekosistem langka atau terancam punah
4
Kawasan yang menyediakan jasa-jasa lingkungan alami
4.1
Kawasan atau ekosistem yang penting sebagai penyedia air dan pengendalian banjir bagi masyarakat hilir
Potensial Ada
Ada
Berdasarkan pengamatan di lapangan, ditemukan Ekosistem Karst berupa gua di Petak Kerja 40AT, 41AT, 48AQ dan 48AS (dapat dilihat pada foto di Lampiran 5). Oleh karena itu, meskipun berdasarkan perubahan penutupan lahan dan luasan ekosistem tidak teridentifikasi kawasan NKT 3, namun dengan ditemukannya beberapa gua karst di areal konsesi PT. JDIPI dan berdasarkan prinsip kehati-hatian, maka NKT 3 potensial ada di areal IUPHHK-HA PT. JDIPI.
Hutan yang berada di areal PT. JDIPI berdasarkan daerah aliran sungai dan posisi kawasannya berperan dalam menyediakan air melalui kemampuannya sebagai regulator air yang bermula dari fungsi hutan sebagai penyerap air hujan. Selain fungsi penting sebuah kawasan berdasarkan letakan DAS, di dalam areal PT. JDIPI juga terdapat dua ekosistem hutan atau lahan lain yang memiliki peran dalam siklus hidrologi lokal yang luar biasa penting dan perlu diperhatikan secara khusus, yaitu berupa ekosistem riparian dan ekosistem karst.
-
13.067
28
NKT
Definisi/pengertian
Status NKT
Atribut
Luas Dalam Konsesi (Ha)
Beberapa sungai yang dimanfaatkan oleh masyarakat hilir :
4.2
Kawasan yang penting bagi pengendalian erosi dan sedimentasi
Ada
4.3
Kawasan yang berfungsi sebagai sekat alam untuk mencegah meluasnya kebakaran hutan dan lahan
Ada
- Sungai Wanggar - Sungai Yaro - Sungai Cemara - Sungai Papaya Secara lanskap, PT. JDIPI akan menjadi kawasan yang penting bagi pengendalian erosi dan sedimentasi bagi masyarakat yang ada di bagian hilir. Dari hasil kajian berdasarkan permodelan GIS, sebagian areal PT. JDIPI memiliki tingkat kerawanan erosi dari tinggi (kelerengan 25-40% dan tanah podsolik) sampai sangat tinggi (kelerengan >40%) Di areal IUPHHK-HA PT. JDIPI terdapat areal yang mampu berperan sebagai sekat bakar alami untuk mencegah meluasnya kebakaran hutan dan lahan. Areal tersebut berupa hutan yang berada di ketinggan >700 Mdpl yang kondisinya relatif masih lebat dan lembab serta berupa sungai-sungai yang mengandung air sehingga mampu mencegat atau menghambat pergerakan atau menjalarnya api jika terjadi kebakaran hutan.
66.788,3
8.053,81
Beberapa sungai yang dapat dijadikan sebagai sekat bakar alami diantaranya : -
Sungai Bumi Sungai Wanggar Sungai Yaro Sungai Wami Sungai Bambu Sungai Lagari
29
NKT
5
Definisi/pengertian
Kawasan yang mempunyai fungsi penting untuk pemenuhan kebutuHan dasar masyarakat lokal
Status NKT
ADA
Atribut
Di areal IUPHHK PT JDI terdapat areal yang memiliki fungsi penting untuk pemenuhan kebutuhan dasar berupa binatang buruan dan ikan sungai (protein hewani), kayu untuk pembangunan/perbaikan rumah, serta air sungai untuk air minum dan mandi, cuci, kakus (MCK).
Luas Dalam Konsesi (Ha) 4.4901)
Areal hutan yang menjadi sumber pemenuhan kebutuhan kayu perkakas untuk rumah dan areal berburu meliputi seluruh areal IUPHHK. Namun areal tersebut dapat dilakukan penebangan pohon karena penebangan dilakukan dengan 30ystem tebang pilih (selective cutting), kecuali areal yang tettapkan sebagai kawasan lindung. Sungai yang menjadi sumber pemenuhan kebutuhan dasar untuk mencari ikan sekaligus sumber air minum dan MCK adalah : Sungai Yaro, Sungai Topo, Sungai Dingin, Sungai Lepki. Sedangkan sungai yang khusus untuk mencari ikan adalah Sungai Wangar, Sungai Hamora, Sungai Bambu, Sungai Pepaya, Sungai Bumi. 6
Kawasan yang mempunyai fungsi penting untuk identitas budaya tradisional komunitas lokal
ADA
Gunung Anjing dan Gunung Dogou.
-
Keterangan : 1) Anga luas areal NKT 5 di dalam konsesi PT JDI yang dicantumkan adalah khusus areal NKT yang harus dilindungi dari kegiatan pemanfaatan hasil hutan kayu, yakni berupa badan airdan sempadan dungai. Adapun areal berburu dan pemanfaatan kayu untuk kebutuhan kayu perkakas masyarakat meliputi seluruh areal IUPHHK, kecuali untuk pemanfaatan kayu perkakas adalah areal yang ditetapkan sebagai kawasan lindung; 2) Luas areal situs budaya belum dapat ditetapkan karena masih terdapat pernedaan antar tokoh/kelompok masyarakat. Luas NKT 6 akan ditetapkan melalui proses pemetaan partisipatif sebelum lokasi tersebut dilakukan penebangan.
30
2)
Terhadap kawasan lindung PT JDIPI melakukan kegiatan tatabatas dilapangan yang dilakukan secara bertahap berdasarkan perkiraan dampak yang terjadi akibat penebangan yang dilakukan di blok tebangan. Sedangkan kegiatan diblok tebangan (RKT), PT JDIPI menerapkan Reduce Impact Logging sehingga kegiatan minimalisasi dampak lingkungan dapat dilakukan. Untuk memastikan kegiatan pengelolaan hutan khususnya dari kegiatan pemanenan hutan memberikan dampak lingkungan yang minimal maka PT JDIPI mengembangkan system pemantuan lingkungan yang terpadu dari aspek iklim, tanah, dan sungai). Adapun peta hasil identifikasi NKT PT JDIPI, termasuk tipe-tipe ekosistem hutan yang ditemukan dapat dilihat dalam Lampiran 4.
A. Pemantauan iklim (curah hujan): Pemantauan iklim yang dilakukan adalah pemantauan curah hujan. Alat pemantauan curah hujan dipasang pada lokasi yang strategis dan cukup representative terhadap kawasan konsesi. Data yang diamati adalah tingkat curah hujan (mm/tahun) dan jumlah hari hujan dalam setahun. Periode pengambilan dan pencatatan data dilakukan setiap hari (ada atau tidak ada hujan).
B. Pemantauan erosi tanah: Pemantauan erosi tanah dilakukan untuk mengetahui tingkat erosi yang terjadi akibat kegiatan pemanenan. (ton/ha/tahun). Metode yang digunakan adalah metode pemantauan bak erosi (4 x 11m) yang dipasang pada minimal 3 lokasi disetiap blok RKT. Yaitu di bekas jalan sarad, bekas TPN dan bekas jalan angkutan kayu (Utama atau cabang). Periode pengambilan data erosi dilakukan minimal 1 minggu atau sebulan sekali, selama 3 tahun berturut-turut.
C. Pemantauan sungai: Pemantauan sungai dilakukan pada sungai-sungai utama yang diperkirakan terkena dampak dari kegiatan pemanenan hutan. Sungai-sungai yang diamati secara periodic adalah: • Kali Bumi • Kali Gaewa • Kali Wanggar • Kali Bambu • Kali Homora • Kali Bambu Keriting • Kali Yaro • Mata Air Km 22 Data dan informasi yang dimonitor adalah fluktuasi debit air sungai (m3/det dan kualitas fisik-kimia air sungai dengan menggunakan standar kualitas air sungai. Analisa debit air sungai dan sedimentasi dilakukan di base camp dengan menggunakan analisa sederhana di laboratorium tanah-air mini. Pemantauan dilakukan setiap sebulan sekali. Sedangkan pemantauan kualitas fisik-kimia air sungai dilakukan setiap enam bulan sekali dengan cara mengirimkan sample air sungai ke laboratorium analisa kualitas air di Universitas atau milik pemerintah propinsi/kabupaten.
31
D. Pemantauan dan Perlindungan terhadap perambahan, kebakaran hutan dan illegal logging:
ancaman
D.1 Kebakaran Hutan: • Melakukan program penyuluhan pencegahan kebakaran hutan bagi karyawan dan masyarakat • Membentuk dan melatih team pemadam kebakaran beserta pengadaan peralatan pemadaman kebakaran hutan (mobil tangki air, menara api, peralatan pemadaman api) • Memasang papan-papan pengumuman tentang bahaya api pada tempat yang strategis dan rawan kebakaran hutan • Memonitor potensi titik api saat musim kering D.2 Pencurian kayu dan perburuan flora-fauna yang dilindungi atau status Critical Endangered atau langka: • Melakukan patroli keamanan hutan, yang bisa dilakukan oleh perusahaan dan atau bersama pihak lain (misalnya masyarakat, instansi pemerintah atau aparat keamanan) • Menjalankan program sosialisasi perlindungan hutan terhadap kegiatan illegal logging atau perburuan flora fauna yang dilindungi atau status Critical Endangered atau langka • Pemasangan papan-papan pengumuman terkait informasi pencegahan illegal logging dan perburuan. Serta sosialisasi jenis-jenis flora dan fauna yang dilindungi oleh UU dan aturan global. • Memberikan tanda-tanda khusus pada tumbuhan yang dilindungi baik karena status konservasinya atau karena peran pentingnya bagi habitat ekosistem yang ada (misalnya sebagai sumber pakan atau tempat berkembang biak fauna) sehingga tumbuhan tersebut tidak diganggu atau ditebang saat penebangan. Pemberian tanda khusus dilakukan saat kegiatan PAK atau ITSP, atau Pola sarad dengan memberikan label kuning. • Melakukan penandaaan khusus pada wilayah-wilayah tertentu yang memiliki nilai konservasi tinggi. Seperti KPPN, Kebun benih, lokasi keterwakilan suatu tipe ekosistem tersendiri (rawa, mangrove, karst). Kemudian dipetakan dan dikeluarkan dari areal produksi/pemanenan. • Memberikan sangsi bagi karyawan yang melakukan pelanggaran terhadap aturan perlindungan tersebut. • Merekrut dan melatih karywan agar memiliki keahlian dalam mengidentifikasi dan mempelajari perilaku flora-fauna sehingga bisa terintegrasi dalam pengelolaan hutan (pemanenan) D.3 Perambahan hutan: • Melakukan patroli keamanan hutan, yang bisa dilakukan oleh perusahaan dan atau bersama pihak lain (misalnya masyarakat, instansi pemerintah atau aparat keamanan) • Melakukan identifikasi awal bersama masyarakat terhadap akses dan pembukaan wilayah hutan bagi kepentingan masyarakat local • Merekrut dan melatih karywan agar memiliki keahlian dalam bidang kelola social sehingga karyawan tersebut memiliki keahlian dan pengalaman dalam menjadi fasilititor dalam menyusun program kegiatan social bersama
32
masyarakat, mediator jika terjadi konflik dengan masyarakat serta penyuluh kegiatan pertanian/peternakan bagi masyarakat local
E. Perlindungan hama dan penyakit hutan Walaupun sampai saat ini tidak ada identifikasi serangan hama dan penyakit terhadap tanaman alami didalam kawasan hutan maupun di persemaian PT JDIPI tetap melakukan rancangan strategi pencegahan dan perlidungan hama dan penyakit hutan. E.1 Di persemaian: • Tidak menggunakan bahan kimia untuk tindakan pencegah dan penanganan hama-penyakit tanaman di persemaian. • Sedapat mungkin menggunakan tindakan manual dalam mencegah dan menangani serangan hama-penyakit tanaman di persemaian. • Jika terjadi serangan hama-penyakit tanaman di persemaian dalam skala besar, sebelum dilakukan penanganan yang bersifat massif dan jika mengharuskan menggunakan bahan kimia, maka PT JDIPI akan melakukan konsultasi dengan para pakar yang relevan dan FSC Indonesia terkait implementasi FSC Pesticides Policy: Guidence on Implementation FSCGUI-30-001 Version 2-1 EN. May 5. 1007. E.2 Di dalam kawasan hutan: Sampai saat ini tidak ditemukan serangan hama dan penyakit yang terjadi dalam skala besar dan mengancam kesehatan hutan dalam kawasan hutan PT JDIPI. Namun terdapat literature yang menyebutkan bahwa rusa adalah salah satu hewan pemakan daun-daun muda khususnya dari jenis merbau (dimana merbau merupakan salahsatu jenis pohon yang dipanen oleh PT JDIPI). Walaupun demikian tidak ditemukan serangan hewan rusa dalam jumlah besar yang menyebabkan permudaan/semai merbau terancam pertumbuhannya. Kegiatan-kegiatan tersebut diatas ditujukan agar bisa memberikan output dan informasi penting yang akan dijadikan bahan untuk mengevaluasi tingkat keberhasilan/efektivitas system pengelolaan hutan. Hasil analisa akan dijadikan masukan bagi tindakan perbaikan dalam pengelolaan hutan di PT JDIPI. Analisa data-data lingkungan tersebut akan dilakukan setiap setahun sekali.
33
BAB 7 Rencana Identifikasi dan Perlindungan JenisJenis Langka, Terancam dan Hampir Punah A. Jenis Flora/Tumbuhan yang langka, terancam dan hampir punah: Identifikasi NKT telah dilakukan di Tahun 2016 dan selesai pada April 2017. Berdasarkan hasil kegiatan identifikasi NKT tersebut ditemukan habitat flora di kawasan areal konsesi PT JDIPI bervariasi mulai dari semak belukar sampai hutan. Flora yang ditemukan sebanyak 380 spesies flora yang terbagi kedalam 17 famili. Spesies flora tersebut terdiri dari habitus pohon 234 spesies, perdu 4 spesies, terna sebanyak 37 spesies, liana 4 spesies, epifit 43 spesies, dan bambu 2 spesies. Tabel 9. Jenis-jenis Tumbuhan Langka dan Dilindungi yang Teridentifikasi di Areal Konsesi PT. JDIPI Beserta Status Perlindungannya. No
Nama Daerah
Nama Ilmiah
Famili
PP 7/1999
CITES
IUCN
1
Alstonia scholaris
Pulai
Apocynaceae
TT
TT
LC
2
Grammatophyllum speciosum
Anggrek tebu
Orchideaceae
D
Appendix II
TT
3
Macodes petola
Anggrek ki sara
Orchideaceae
D
TT
TT
4
Nepenthes mirabilis
Kantung semar
Nephenteaceae
D
Appendix II
LC
5
Nepenthes ampullaria
Kantung semar
Nephenteaceae
D
Appendix II
LC
6
Hopea ferruginea Parijs
Merawan
Dipterocarpaceae
TD
TT
CR
Sumber: Hasil Identifikasi NKT PT JDIPI 2017 Keterangan: Status perlindungan spesies menurut tata aturan di Indonesia (PP) mengacu pada UU No. 5/1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, PP No. 7/1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa dan PP No. 8/1999 tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar. Status konservasi internasional berdasarkan IUCN Redlist Tahun 2015; Status peraturan perdagangan international berdasarkan CITES (Convention on International Trade of Endangered Species of Wild Fauna and Flora). Keterangan Status Satwaliar : D = Dilindungi, TD = Tidak dilindungi, TT = Tidak Terdaftar, App.= Appendix, CR = Critically Endangered (kritis), EN = Endangered (genting), VU = Vulnerable (rentan) NT = Near Threatened (Hampir terancam) LC = Least Concern (resiko rendah), DD = Data Deficient (kurang data)
34
Jenis flora yang teridentifikasi di lapangan didominasi oleh Bintangur (Callophyllum inophyllum), Jambu-jambuan (Syzygium sp), Resak (Vatica rassak), Pala (Myristica sp), Matoa (Pometia pinnata), dan Merbau (Intsia bijuga). Pada areal titik 10 ditemukan banyak kantung semar yang termasuk dalam kategori tumbuhan dilindungi berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 7 tahun 1999. Kondisi vegetasi di lokasi kajian memiliki tipe habitat yang hampir sama, yaitu habitat hutan dataran rendah. Perbedaan vegetasi ditemukan sedikit pada ketinggian yang mencapai 700 mdpl, yaitu banyaknya ditemukan kantung semar dan terdapat semak belukar yang cukup terbuka. Semak belukar terbentuk karena dahulunya adalah jalan logging oleh perusahaan sebelumnya yang tidak digunakan lagi. Vegetasi tersebut didominasi oleh jenis paku resam (Dicranopteris linearis). Perbedaan vegetasi juga ditemukan di titik 13 petak kerja 38BD yang merupakan hutan sekunder yang di dominasi oleh jenis Macaranga sp. Hal ini karena dulunya ada aktivitas pertambangan di daerah tersebut. Selain kantung semar, terdapat jenis-jenis anggrek yang dilindungi oleh PP nomor 7 tahun 1999 salah satunya adalah anggrek tebu (Grammatophyllum speciosum) yang ditemukan di sekitar titik 15 petak kerja 40AT.
Informasi mengenai Merawan (Hopea ferruginea Parijs) yang termasuk ketegori Critical Endangered (CR) atau Terancam Punah Pohon Merawan (Hopea ferruginea Parijs) merupakan jenis dipterokarpaceae berupa pohon menjulang (emergent trees), dapat tumbuh hingga mencapai tinggi 41 meter dengan pertumbuhan yang lambat, biasanya ditemukan di ekosistem hutan dataran rendah dengan tanah yang subur dan kanopi tajuk yang cukup rapat (biasanya tumbuh pada ketinggian 400-750 mdpl) dengan kondisi iklim basah dan kelembaban yang tinggi dengan rata-rata curah hujan tahunan mencapai 2.000 mm dan musim kemarau yang pendek. Habitat utamanya adalah di hutan tropis perbukitan hingga hutan pegunungan. Ciri lainnya adalah memiliki buah bersayap dua dengan warna kuning pucat kemerahan, biji buah biasanya mengandung resin ( Gambar xx). Berdasarkan pengamatan di lapangan, Hopea ferruginea ditemukan di titik 6 yang merupakan daerah ekoton.
Gambar 1. Merawan (Hopea ferruginea Parijs)
35
B. Jenis Fauna/Satwaliar yang langka, terancam dan hampir punah Fauna di areal konsesi PT. JDIPI ditemukan sebanyak 102 jenis, dari 50 famili, dengan rincian: mamalia 13 jenis (10 famili), burung 73 jenis (32 famili), serta reptil dan amphibi 16 jenis (8 famili). Dari jumlah tersebut, beberapa di antaranya memiliki nilai konservasi penting. Tabel 10. Jenis-jenis Satwaliar Langka dan Dilindungi yang Teridentifikasi di Areal PT. JDIPI Beserta Status Perlindungannya. No.
NAMA ILMIAH
NAMA INDONESIA
FAMILI
PP 7/1999
CITES
IUCN
A.
Mamalia
1
Pteropus vampyrus
Kalong
Pteropodidae
TD
App II
LC
2
Pteropus spp.
Kalong
Pteropodidae
TD
App II
LC
3
Phalanger orientalis
Kuskus abu-abu
Phalangeridae
D
App II
LC
4
Spilocuscus maculatus
Kuskus totol
Phalangeridae
D
App II
LC
5
Thylogale sp.
Kangguru tanah
Macropodidae
D
6
Dendrolagus inustus
Kangguru pohon
Macropodidae
D
7
Zaglossus bruijni
Landak Papua
Tachyglossidae
D
App II
CR
B.
Burung
1
Casuarius casuarius
Kasuari gelambirganda
Casuariidae
D
TT
VU
2
Egretta intermedia
Kuntul perak
Ardeidae
D
TT
LC
3
Bubulcus ibis
Kuntul kerbau
Ardeidae
D
TT
LC
4
Aviceda subcristata
Baza pasifik
Accipitridae
D
App II
LC
5
Henicopernis longicauda
Elang ekor-panjang
Accipitridae
D
App II
LC
6
Haliastur indus
Elang bondol
Accipitridae
D
App II
LC
VU
36
No.
NAMA ILMIAH
NAMA INDONESIA
FAMILI
PP 7/1999
CITES
IUCN
7
Accipiter fasciatus
Elangalap coklat
Accipitridae
D
App II
LC
8
Accipiter cirrhocephalus
Elangalap kelabu
Accipitridae
D
App II
LC
9
Accipiter poliochepalus
Elangalap pucatsosonokan
Accipitridae
D
App II
LC
10
Accipiter meyerianus
Elangalap meyer
Accipitridae
D
App II
LC
11
Falco berigora
Alapalap coklat
Falconidae
D
App II
LC
12
Falco cenchroides
Alapalap layang
Falconidae
D
App II
LC
13
Talegalla jobiensis
Maleo kerah-coklat
Megapodiidae
D
TT
LC
14
Goura victoria
Mambruk victoria
Columbidae
D
App II
VU
15
Trichoglossus haematodus
Perkici pelangi
Psittacidae
TD
App II
LC
16
Lorius lory
Kasturi kepalahitam
Psittacidae
D
App II
LC
17
Charmosyna placentis
Perkici dagu-merah
Psittacidae
TD
App II
LC
18
Opopsitta gulielmitertii
Nuriara dada-jingga
Psittacidae
TD
App II
LC
19
Opopsitta diophthalma
Nuriara mata-ganda
Psittacidae
TD
App II
LC
20
Micropsitta keiensis
Nurikate topikuning
Psittacidae
TD
App II
LC
21
Probosciger aterrimus
Kakatua raja
Psittacidae
D
App I
LC
22
Cacatua galerita
Kakatua koki
Psittacidae
D
App II
LC
23
Eclectus roratus
Nuri bayan
Psittacidae
D
App II
LC
24
Geoffroyus geoffroyi
Nuri pipi-merah
Psittacidae
TD
App II
LC
25
Loriculus aurantiifrons
Serindit papua
Psittacidae
TD
App II
LC
26
Alcedo atthis
Rajaudang erasia
Alcedinidae
D
TT
LC
37
No.
NAMA ILMIAH
NAMA INDONESIA
FAMILI
PP 7/1999
CITES
IUCN
27
Dacelo gaudichaud
Kukabura perutmerah
Alcedinidae
D
TT
LC
28
Halcyon torotoro
Cekakak torotoro
Alcedinidae
D
TT
LC
29
Halcyon chloris
Cekakak sungai
Alcedinidae
D
TT
LC
30
Rhyticeros plicatus
Julang papua
Bucerotidae
D
App II
LC
31
Pitta sordida
Paok hijau
Pittidae
D
TT
LC
32
Leptocoma sericea
Burungmadu hitam
Nectariniidae
D
TT
LC
33
Philemon buceroides
Cikukua tanduk
Meliphagidae
D
TT
LC
34
Seleucidis melanoleuca
Cendrawasih matikawat
Paradisaeidae
D
App II
LC
35
Paradisaea minor
Cendrawasih kecil
Paradisaeidae
D
App II
LC
C.
Reptil
1
Varanus sp.
Biawak
Varanidae
-
App II
2
Crocodylus novaeguineae
Buaya-air tawaririan
Crocodylidae
D
App II
LC
3
Crocodylus porosus
Buaya muara
Crocodylidae
D
App II
LC
4
Morelia amethistina
Sanca semak
Pythonidae
App II
5
Morelia viridis
Sanca-pohon hijau
Pythonidae
App II
LC
6
Liasis spp.
Pythonidae
App II
LC
Sumber: Hasil Identifikasi NKT Keterangan: Sistem taxonomi dan penamaan burung berdasarkan Daftar Burung Indonesia No.2; Untuk status perlindungan spesies menurut tata aturan di Indonesia (PP) mengacu pada UU No. 5/1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, PP No. 7/1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa dan PP No. 8/1999 tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar. Status konservasi internasional berdasarkan IUCN Redlist Tahun 2015; Status peraturan perdagangan international berdasarkan CITES (Convention on International Trade of Endangered Species of Wild Fauna and Flora).
38
Keterangan Status Satwaliar : D = Dilindungi, TD = Tidak dilindungi, TT = Tidak Terdaftar, App.= Appendix, CR = Critically Endangered (kritis), EN = Endangered (genting), VU = Vulnerable (rentan) NT = Near Threatened (Hampir terancam) LC = Least Concern (resiko rendah), DD = Data Deficient (kurang data)
Berdasarkan statusnya, jenis-jenis satwaliar yang masuk dalam Red List IUCN (kriteria EN dan VU), CITES (Appendix I dan II), maupun yang endemik dan dilindungi oleh Pemerintah Indonesia 47 jenis. Jenis yang dilindungi menurut PP No. 7 Tahun 1999 sebanyak 35 jenis (mamalia sebanyak 5 jenis dan burung sebanyak 28 jenis, dan reptil sebanyak 2 jenis). Daftar satwaliar yang termasuk dalam Appendix CITES sebanyak 33 jenis, yaitu Appendix I sebanyak satu jenis (burung) dan Appendix II sebanyak 32 jenis (mamalia sebanyak 4 jenis, burung sebanyak 23 jenis dan reptilia sebanyak 5 jenis). Untuk satwaliar yang termasuk dalam Daftar Red List IUCN ditemukan sebanyak 44 jenis, dengan rincian kategori LC/Least Concern (resiko rendah) 41 jenis (mamalia 4 jenis, burung 33 jenis, dan reptil 4 jenis) dan VU/Vulnerable (rentan) sebanyak 3 jenis (burung 2 jenis dan mamalia 1 jenis). Terdapat satu jenis satwa liar yang masuk dalam Kategori Terancam Punah atau Critically Endangered (CR), yaitu landak papua (Zaglossus bruijnii) yang biasanya ditemukan dihabitat Hutan tropis perbukitan hingga hutan pegunungan.
Informasi mengenai Landak papua (Zaglossus bruijnii) yang termasuk ketegori Critical Endangered (CR) atau Terancam Punah Hasil temuan di lapangan, ditemukan spesies fauna yang masuk kriteria hampir punah, yaitu: Landak papua (Zaglossus bruijnii), dengan status Critically Endangered (CR) atau kritis. Berdasarkan data persebaran IUCN, Landak papua (Zaglossus bruijnii) memiliki persebaran terbatas di semenanjung kepala burung Papua. Gambar 2. Landak papua (Zaglossus bruijnii), sumber: Landak papua biasanya ditemukan di http://www.biolib.cz/en/image/id175458/ daerah-daerah hutan yang jarang terjamah (IUCN, 2016). Landak papua merupakan salah satu jenis mamalia yang berkembang biak dengan bertelur, hidup pada ketinggian 1.000 - 4.000 mdpl dengan habitat berupa padang rumput alpin dan hutan yang lembab (Wikipedia). Landak papua atau biasa dikenal sebagai Echidna moncong panjang barat (Long-beaked Echidna) memiliki duri seperti landak, meskipun ekidna bukan termasuk ke dalam kelompok landak. Memiliki ciri tubuh berukuran kecil dan ditumbuhi rambut kasar dan duri. Ukuran Echidna dewasa bervariasi dengan panjang tubuh antara 30-55 cm, panjang ekor antara 7-9 cm, berat tubuh antara 3-6 kg. Echidna jantan dewasa biasanya memiliki berat tubuh
39
6 kg, dan yang betina sekitar 4,5 kg. Echidna adalah hewan nokturnal (aktif pada malam hari) dan penyendiri (soliter). Data sebaran IUCN menunjukkan areal persebaran landak papua di konsesi PT. JDIPI berada pada ketinggian 500-1000 mdpl.
C. Perlindungan Flora-Fauna langka, terancam dan hampir punah; Untuk mendukung kegiatan perlindungan flora dan fauna yang dilindungi (langka, terancam dan hampir punah), PT JDIPI melakukan beberapa kegiatan yang bersifat terpadu/integrated: a. Melakukan penandaan batas petak yang jelas, termasuk batas kawasan lindung/konservasi yang penting bagi perlindungan tanah, air dan habitat hutan. Yaitu penandaan batas yang jelas untuk kawasan NKT, sempadan sungai, KPPN, Kebun Bibit, keterwakilan tipe tipe ekosistem yang ada (4 tipe) dan kawasan lindung/konservasi lainnya. b. Melakukan penandaan pohon-pohon komersil yang boleh dan yang tidak boleh ditebang dengan memberikan label yang berbeda (produksi dengan barcode warna kuning). Pemberian label pohon komersil ini dilakukan pada 2 tahun sebelum penebangan. Pemberian label kuning mendadak pohon tersebut merupakan pohon inti dan atau pohon yang harus dilindungi/tidak ditebang karena status yang CR/dilindungi UU, pohon pakan penting bagi satwa atau pohon tembat berkembang biak dls. c. Dalam kegiatan pemanenan kayu: mengimplementasikan perencanan Reduce Impact Logging (RIL) dengan cara implementasi pola sarad untuk kegiatan penebangan dan penyaradan, implementasi RIL di kegiatan penebangan dan penyaradan, tidak menebang jenis-jenis yang dilindungi (langka, terancam dan hampir punah) dan tidak merusak kawasan-kawasan lindung atau konservasi yang telah ditetapkan. d. Membuat sudetan disetiap bekas jalan sarad e. Melakukan kegiatan rehabilitas dan pengayaan jenis-jenis yang dilindungi (langka, terancam dan hampir punah) f. Melakukan monitoring flora dan fauna dibekas blok tebangan RKT dan keterwakilan semua tipe ekosistem hutan yang ada (4 jenis). g. Melarang perburuan flora-fauna yang dilindungi (langka, terancam dan hampir punah) h. Memberikan sosialisasi dan pelatihan untuk lebih mengenal flora-fauna dilindungi (langka, terancam dan hampir punah)
40
BAB 8 Pemilihan Teknik Pemanenan dan Peralatan yang Digunakan PT JDIPI menerapkan system pemanenan berdampak lingkungan rendah atau Reduce Impact Logging system (RIL). System pemanenan RIL yang dipilih adalah ground based skidding dengan menggunakan bulldozer. Dalam system RIL tersebut sebelum dilakukan penebangan dan pemanenan petak tebang harus dilakukan perencanaan pola sarad terlebih dahulu dengan tujuan untuk meminimalisasi dampak kerusakan tanah, air dan tegakan hutan serta untuk efisiensi pemanenan hutan. Dimana ketersediaan peta pemanenan atau peta polasarad harus tersedia yang menggambarkan informasi mengenai: a. Batas petak/blok termasuk batas kawasan lindung seperti sempadan sungai, perlindungan NKT dan lain sebagainya. b. Jaringan pola sarad dan lokasi-lokasi TPn c. Jaringan jalan angkutan kayu d. Posisi pohon-pohon yang akan ditebang Tanda-tanda lapangan dipasang sehingga menjadi panduan kegiatan pembukaan wilayah hutan atau pemanenan yang lakukan oleh operator alat berat. Pohon-pohon komersial yang akan dipanen adalah pohon-pohon yang sudah diberi tanda barcode kuning. Penandaan ini dilakukan pada 2 tahun sebelum blok RKT ditebang. Penebangan dilakukan pada diameter 55 cm up. Penanganan pasca pemanenan (penebangan dan penyaradan) di blok bekas tebangan dilakukan dengan mewajibkan operator penyaradan membuat sudetan (cross drain/water cross) di eks jalan sarad dengan tujuan untuk mengurangi laju erosi dijalan sarad. Dengan adanya sudetan (cross drain/water cross) maka air hujan yang membawa material tanah akan dibelokkan dahulu ke lantai hutan yang masih mengandung tumbuhan bawah, serasah maupun pepohonan yang akan menyaring/menahan material tanah sehingga menjadi minimal yang masuk ke sungai. Selain itu kegiatan penanaman cover crop dan jenis-jenis cepat tumbuh segera dilakukan di eks lokasi pemanenan untuk mempercepat penutupan lantai hutan (dalam upaya meminimalkan erosi). Adapun peralatan pemanenan yang digunakan oleh PT JDIPI dalam implementasi kegiatan pemanenannya adalah a. Perencanaan hutan: • Compass, clinometer, GPS, computer/laptop b. Pemanenan (RIL) • Buldoser, chainsaw, excavator, dump truck, motor grader, wheel loader, truck tanki, logging truck, ponton dan kapal penarik, serta mobil kecil untuk transportasi
41
Lampiran 1. Peta Konsesi PT JDIPI yang dioverlappingkan dengan RKU dan NKT
42
Lampiran 2. Peta Wilayah Adat yang Berada Dalam Konsesi PT JDIPI
43
Lampiran 3. Peta Komposit KBKT PT JDIPI
44