Ringkasan Paper Minggu 7 Abdul Muttaqien – 1205000029 Kelompok 311 Judul Paper: Penulis: Jurnal: Terbit:
Ethical Decision Making in Software Piracy: Initial Development and Test of A Four-Component Model Trevor T. Moores, Jerry Cha, dan Jan Chang MIS Quarterly, Vol. 30, No. 1, pp. 167-180 Maret 2006
PENDAHULUAN Pembajakan perangkat lunak merugikan industri perangkat lunak milyaran dolar per tahunnya. Selama tahun 2004, tingkat penggunaan perangkat lunak aplikasi bisnis bajakan mencapai 30 sampai 40 persen di seluruh dunia (BSA 2005). Jika dikonversikan menjadi uang, total kerugiannya mencapai 32,70 milyar dolar, mengalami kenaikan dibandingkan dengan tahun 2003 yang mencapai 28,79 milyar dolar. Negara-negara dengan tingkat pembajakan tertinggi adalah Vietnam (95 persen), Ukraina (91 persen), dan Cina (90 persen). Amerika Serikat adalah negara dengan tingkat penggunaan perangkat lunak bajakan terendah (21 persen) dengan kerugian 6,65 milyar dolar atau yang terbesar di dunia. Negara lain dengan kerugian terbesar adalah Cina (3,57 milyar dolar), Perancis (2,93 milyar dolar), dan Jerman (2,29 milyar dolar ). Pada paper ini, penulis meneliti hubungan antara moral seseorang dengan keputusan menggunakan perangkat lunak bajakan. Untuk itu, penulis membuat model ethical decision making yang berdasarkan model empat komponen dari moralitas. Model tersebut diuji oleh 243 mahasiswa di Hong Kong. LATAR BELAKANG TEORI Model Empat Komponen dari Moralitas Model ini pertama kali diperkenalkan sebagai hasil penelitian dari psikologi moral (Rest 1983). Selanjutnya dikembangkan menjadi sebuah model dari komponen-komponen hipotetis yang mendasari setiap tindakan moral (Narvaez and Rest 1995; Rest, Bebeau, and Volker 1986; Rest et al. 1999). Empat komponen tersebut adalah: 1. Moral Sensitivity: menafsirkan situasi sebagai moral. Kemampuan untuk menafsirkan hubungan sebab-akibat dalam situasi di mana keputusan yang diambil berpengaruh pada kesejahteraan orang lain. 2. Moral Judgment: memutuskan rangkaian tindakan mana yang paling benar. Kemampuan untuk membuat sebuah keputusan berdasarkan moral yang ideal. 3. Moral Motivation: memutuskan apa yang ingin dilakukan. Kemampuan untuk memprioritaskan moral yang menyangkut hal-hal yang akan dilakukan. 4. Moral Character: membangun dan mengimplementasikan sebuah rencana dari tindakan, melawan gangguan, dan mengatasi rintangan seperti kelelahan dan frustasi. Kemampuan untuk mengubah tujuan menjadi kelakuan. Model Ethical Decision Making Lainnya Teori lainnya adalah theory of reasoned action (TRA) (Ajzen and Fishbein 1980). Teori ini mengatakan bahwa kelakuan (behavior) ditentukan oleh tujuan (intention). Tujuan ditentukan oleh sikap pribadi (personal attitude) dan subjective norms. Sikap pribadi ditentukan oleh behavioral beliefs dan 1 © Abdul Muttaqien, 2009 GNU Free Documents License – Silakan secara bebas mengubah atau menggandakan dokumen ini.
outcome expectations. Subjective norms ditentukan oleh normative beliefs dan motivation to comply. Model issue-contingent (Jones 1991) adalah model yang terbentuk dari model empat komponen, dengan komponen recognizing the moral issue, making a moral judgment, establishing a moral intent, dan engaging in moral behavior. MODEL PENELITIAN Berdasarkan model empat komponen, TRA dan issue-contingent penulis mendefinisikan hipotesishipotesis sebagai berikut: H1. H2. H3. H4a. H4b.
Moral recognition menentukan moral judgement. Moral judgment menentukan moral intention. Moral intention menentukan buy behavior. Moral intention menentukan use behavior. Buy behavior menentukan use behavior.
Penulis juga memasukkan peran usia dan jenis kelamin pada model ini yang menghasilkan hipotesis: H5. Usia memiliki efek yang cukup penting terhadap proses ethical decision-making. H6. Jenis kelamin memiliki efek yang cukup penting terhadap proses ethical decision-making. METODE Penulis membuat dua jenis skenario, positif dan negatif, yang masing-masing jenisnya memiliki tiga skenario. Skenario tersebut dapat dilihat pada Tabel 1. Skenario positif adalah skenario yang lebih disukai dan skenario negatif yang kurang disukai. Untuk menguatkan skenario tersebut, peneliti melakukan survey terhadap 54 responden di luar dari responden survey utama untuk mengklasifikasikan skenario-skenario tersebut. Hasil dari survey tersebut menunjukkan bahwa skenario positif lebih dari 75 persen diklasifikasikan secara benar, sedangkan skenario negatif hanya antara 28–57 persen sehingga yang digunakan adalah skenario positif. Tabel 1. Skenario Pembelian Perangkat Lunak Bajakan (Dikutip langsung dari sumber Appendix hal. 180).
2 © Abdul Muttaqien, 2009 GNU Free Documents License – Silakan secara bebas mengubah atau menggandakan dokumen ini.
Variabel-variabel yang ada pada model adalah: Moral Judgment, “I would consider buying pirated software in this case an infringement of intellectual property rights,” ada pada tiga skenario sehingga terdapat tiga variabel JDG1, JDG2, dan JDG3. Moral Recognition, “I would consider buying pirated software in this case an acceptable behavior,” ada pada tiga skenario sehingga terdapat tiga variabel REC1, REC2, dan REC3. Moral Intention, “I would buy pirated software if it were freely available,” “I would buy pirated software if the cost of legal software were too high,” dan “I would buy pirated software if there is no punishment for doing so.” Variabel ini memiliki label INT1, INT2, dan INT3. Penggunaan perangkat lunak bajakan, “On average, how frequently do you use pirated software?” dan “On average, how much time do you spend each day using pirated soft-ware?” Variabel ini memiliki label USE1 dan USE2. Penggunaan perangkat lunak bajakan, “Please indicate whether you use pirated software to perform the following specific job tasks” dan “Please indicate whether you use pirated copies of the following types of computer software.” Variabel ini memiliki label USE3 dan USE4. Pembelian perangkat lunak bajakan, sama dengan penggunaan hanya kata “use” diubah menjadi “buy”. Variabel ini memiliki label BUY1, BUY2, BUY3, dan BUY4. Sampel Penelitian ini dilakukan dengan sampel mahasiswa undergraduate dan postgraduate yang mengambil kuliah MIS pada universitas di Hong Kong. Pengumpulan Data Data yang berhasil dikumpulkan adalah dari 243 orang dengan 121 adalah pria dan 122 adalah wanita. Selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Data dari Penelitian (n=243) (Dikutip langsung dari sumber Tabel 2 hal. 173).
3 © Abdul Muttaqien, 2009 GNU Free Documents License – Silakan secara bebas mengubah atau menggandakan dokumen ini.
ANALISIS DATA DAN HASIL Data yang didapat dianalisis dengan partial least square. Peneliti juga memisahkan kategori usia menjadi dua, yaitu 16 – 25 tahun dan lebih dari 25 tahun. Selain itu, peneliti juga memisahkan berdasarkan jenis kelamin. Dari hasil analisis didapatkan bahwa H1 dan H4a tidak signifikan (Gambar 1a) karena path coefficient-nya di bawah 0,2 (lebih disukai di atas 0,3). Untuk model yang dikategorikan berdasarkan usia dan jenis kelamin (Gambar 1b – 1e) hampir sama dengan model secara keseluruhannya (Gambar 1a), kecuali model pada Gambar 1b (Younger Age Group). Pada model tersebut, hubungan antara judgment dan intention (H2) tidak signifikan walaupun path coefficient-nya di atas 0,3. Hal tersebut disebabkan t-statistic-nya tidak signifikan. Perbedaan pada model Younger Age Group memberikan dukungan awal untuk H5 (usia). Untuk mencari pengaruh usia dan jenis kelamin (H5 dan H6), penulis melakukan uji Smith-Satterthwait. Hasilnya adalah perbedaan usia (H5) memberikan perbedaan pada 1) judgment dan intention (H2) serta 2) intention dan buy (H3). Untuk jenis kelamin (H6) tidak ditemukan perbedaan yang signifikan.
Gambar 1. Hasil Analisis Data (Dikutip langsung dari sumber Gambar 3 hal. 175). KESIMPULAN Peneliti mengembangkan model ethical decision making dalam penggunaan perangkat lunak bajakan. Dalam model tersebut, penulis melakukan hipotesis bahwa recognition menentukan judgment, judgment menentukan intention, intention menentukan buying behavior, intention menentukan use behavior, dan buying behavior menentukan levels of use. Berdasarkan pengujian yang dilakukan, recognition tidak berpengaruh pada judgment, intention tidak berpengaruh pada use behavior. Perbedaan usia dapat mempengaruhi proses ethical decision making, sedangkan jenis kelamin tidak berpengaruh. Walaupun tidak sempurna, model yang 4 © Abdul Muttaqien, 2009 GNU Free Documents License – Silakan secara bebas mengubah atau menggandakan dokumen ini.
dikembangkan penulis dapat dijadikan acuan untuk penelitian selanjutnya. Hasil penelitian tersebut menyarankan pembajakan perangkat lunak, atau masalah etikal lainnya yang berhubungan dengan IS, dapat diatasi dengan pengembangan proffesional ethics program. REFERENSI Ajzen, I., and Fishbein, M. Understanding Attitudes and Predicting Social Behavior, Prentice-Hall, Englewood Cliffs, NJ, 1980. BSA. “Second Annual BSA and IDC Global Software Piracy Study,” Business Software Alliance, Washington, DC, May 2005. Jones, T. M. “Ethical Decision Making by Individuals in Organizations: An Issue-Contingent Model,” Academy of Management Review (16:2), April 1991, pp. 366-395. Narvaez, D., and Rest, J. R. “The Four Components of Acting Morally,” in Moral Behavior and Moral Development: An Introduction, W. Kurtines and J. Gewirtz (eds.), McGraw-Hill, New York, 1995, pp. 385-400. Rest, J. R. “Morality,” in Handbook of Child Psychology, Volume III (4th ed.), P. H. Mussen (series ed.), J. H. Flavell and E. M. Markman (volume eds.), John Wiley & Sons, New York, 1983, pp. 556629.
5 © Abdul Muttaqien, 2009 GNU Free Documents License – Silakan secara bebas mengubah atau menggandakan dokumen ini.