www.bappeda.bantulkab.go.id
Ringkasan Laporan
Penyusunan Rencana Strategis Pengembangan Ekonomi Lokal (PEL) Kabupaten Bantul 2007
Edit by hr
1
www.bappeda.bantulkab.go.id BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.
LATAR BELAKANG Gempa tektonik Mei 2006 telah melumpuhkan sendi-sendi ekonomi rakyat di
sebagian wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah (DIY & Jateng). Gempa dengan kekuatan 6,3 skala richter, versi USGS, terbukti tidak hanya rumah namun juga tempat, pabrik, bahan baku, barang jadi, barang siap ekspor, dan peralatan usaha yang hancur. Sektor yang paling banyak mengalami kerusakan adalah sektor perumahan diikuti oleh sektor produktif, sosial, infrastruktur dan sektor lain, seperti terlihat pada Gambar 1.1. Gambar 1.1. Kerusakan Akibat Gempa Berdasarkan Sektor
www.bappeda.bantulkab.go.id
Sumber: Bappeanas,et al Bank Dunia (2006) dan Bappenas (2006) mengestimasi total kerusakan dan kerugian Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) di wilayah ini sekitar Rp 7 triliun. Sentra-sentra UMKM di Bantul dan Klaten terancam bangkrut dan tutup. Ribuan pengrajin dan buruh terancam menganggur. Dampak langsung akibat gempa adalah meningkatnya jumlah penduduk miskin dan tingkat kemiskinan. Di wilayah yang terkena gempa jumlah keluarga miskin meningkat rata-rata 2% (lihat Tabel 1.1). Pada tahun 2004, jumlah penduduk miskin di Bantul sebesar 151,4 ribu orang, yang berarti tingkat kemiskinannya sebesar 18,55%. Pascagempa, jumlah penduduk
Edit by hr
2
www.bappeda.bantulkab.go.id miskin di Bantul menjadi sebesar 266,3 ribu orang , artinya, tingkat kemiskinan juga meningkat menjadi 34,3%. Tabel 1.1. Kemiskinan Sebelum dan Pascagempa
Sumber: Bappenas (2006)
Tidak hanya rekonstruksi rumah, sektor ekonomi produktif, terutama UMKM, perlu diprioritaskan pemulihannya. Sensus Ekonomi 2006, yang dilakukan oleh BPS, mencatat dari 403 ribu unit usaha di DIY ternyata 99 persen tergolong UMKM. Di Bantul, unit usaha mikro, kecil, dan menengah masing-masing menyumbang 25,3%, 22,9%, dan 22,2% dari total unit usaha di DIY, seperti terlihat pada Gambar 1.2.
Sumber: Diolah dari BPS (2007)
Ironisnya alokasi anggaran untuk merehabilitasi ekonomi UMKM ini justru mendapatkan persentase yang relatif minim. Hanya tersedia dana sebesar Rp 61,9 miliar pada tahun 2006, terdiri dari Rp14,9 miliar dana dari APBN dan anggaran dekonsentrasi ditambah Rp 47 miliar dana dari pemerintah propinsi (lihat Tabel 1.2).
Edit by hr
3
www.bappeda.bantulkab.go.id
Dampak gempa tidak hanya di rasakan oleh UMKM di Bantul, Kota Yogya, Sleman, Gunung kidul dan Klaten, namun juga para pemasok bahan baku dan pasar utama produk UMKM (Kuncoro,2007). Industri Batik di Pekalongan, Jawa tengah, mengaku terancam menurun omsetnya karena mereka menjual sarung dan batik sekitar 20-30% ke DIY. Pariwisata di Bali khawatir, pasalnya selama ini sekitar 50-70% produk kerajinan yang di pasarkan di pulau Dewata berasal dari Yogya.
www.bappeda.bantulkab.go.id 1.2. MASALAH MENDESAK DALAM JANGKA PENDEK Ada tiga masalah mendesak yang dihadapi rakyat DIY (lihat Gambar 1.3). Pertama, tingginya harga dan kelangkaan material bangunan. Kedua, kelangkaan tenaga kerja. Ketiga, kebutuhan modal kerja bagi UMKM untuk memulai kembali bisnisnya.
Edit by hr
4
www.bappeda.bantulkab.go.id
Tingginya harga material bangunan bisa dipahami. Pasalnya lebih banyak permintaan daripada suplai material di pasar. Akibatnya, inflasi DIY tahun 2006 tercatat 10,41%, tertinggi di pulau Jawa dan lebih tinggi daripada inflasi nasional yang hanya 6,6% . Indikator ketenagakerjaan menunjukkan tingkat pengangguran terbuka mengalami peningkatan dari 5,24% pada tahun 2005 menjadi 5,32% pada tahun 2006. Dengan kata lain, jumlah penganggur terbuka mencapai 95.148 orang. Besarnya nilai kerusakan yang dialami oleh sektor industri akibat gempa bumi mengakibatkan sejumlah besar unit usaha berkurang kapasitas produksinya. Akibatnya banyak UMKM yang mengalami: pertama, pengurangan jumlah buruhnya. Studi UNDP (2007) menunjukkan penurunan jumlah karyawan mencapai rata-rata 14%, yang mencapai 24% untuk usaha kecil, 40% untuk usaha mikro, dan mencapai 51% untuk usaha skala menengah dan besar (lihat Gambar 1.4).
Edit by hr
5
www.bappeda.bantulkab.go.id
Kedua, UMKM terpaksa tidak dapat membayar kewajiban kreditnya (kredit macet). Menurut data BI, total kredit bermasalah (NPL=Non Performing Loan) di Bantul meningkat dari 5,68% tahun 2005 menjadi sebesar 6,6% pada tahun 2006. Peraturan Bank Indonesia no.8/10/PBI/2006 memberikan perlakuan khusus bagi UMKM korban gempa di DIY dan Jawa Tengah. PBI ini intinya mengatur restrukturisasi kredit bagi Bank Umum dan BPR yang dilakukan untuk debitur yang terkena dampak bencana alam tersebut langsung dikategorikan dengan kualitas ”lancar” selama 3 tahun sejak ketentuan ini berlaku. Dalam praktek, PBI ini menguntungkan dari sisi perbankan karena laporan bank ke BI nampak ”cantik”, tidak ada kemacetan. Namun, bagi debitur UMKM, PBI ini hanya menunda masalah karena restrukturisasi kredit setelah 36 bulan diikuti denda dan rapelan selama UMKM dibebaskan dari pembayaran cicilan utang. Strategi pemulihan UMKM di DIY, terutama Bantul, perlu diimplementasikan secara simultan bersamaan dengan pembangunan rumah. Bila ditunda sampai semua rumah dibangun kembali, bisa jadi para buyers di luar daerah bencana dan luar negeri sudah kehilangan kepercayaan terhadap ikon dan produk Yogya, sekarang terlihat pembangunan perumahan yang sudah hampir selesai namun belum diikuti oleh strategi pemulihan UMKM. Edit by hr
6
www.bappeda.bantulkab.go.id
1.3. PERENCANAAN STRATEJIK 1.3.1. Pengembangan Ekonomi Lokal (PEL) Upaya pemulihan selama ini sangat biasDalam konteks inilah, agaknya perlu diprioritaskan bagaimana menggerakkan ekonomi rakyat pasca gempa? Dengan segala hormat atas upaya dan niat baik pemerintah pusat untuk menyalurkan bantuan lauk pauk dan rumah, strategi pemulihan sektor ekonomi produktif (livelihood), khususnya UKM, di Bantul dan Klaten perlu diimplementasikan secara simultan bersamaan dengan pembangunan rumah. Bila ditunda sampai semua rumah dibangun kembali, bisa jadi para buyers di luar daerah bencana dan luar negeri sudah kehilangan kepercayaan terhadap ikon dan produk Bantul. Kita tidak menginginkan produk gerabah Kasongan-Pundong, tatah sunggih dan keris Imogiri, geplak Bantul, batik Yogya tinggal kenangan bukan? Oleh karena itu, perlu segera disusun grand strategy pengembangan ekonomi lokal (PEL) untuk percepatan pemulihan ekonomi Bantul, terutama daerah yang terkena bencana. PEL pada hakekatnya merupakan proses di mana pemerintah daerah dan/atau kelompok berbasis komunitas mengelola sumberdaya yang ada dan masuk kepada penataan kemitraan baru dengan sektor swasta, atau di antara mereka sendiri, untuk menciptakan pekerjaan baru dan merangsang kegiatan ekonomi wilayah. Ciri utama PEL menitikberatkan pada kebijakan “endogenous development” menggunakan potensi sumber daya manusia, institutional, dan fisik setempat. Apapun bentuk kebijakan yang diambil, PEL mempunyai tujuan, yaitu: meningkatkan jumlah variasi lapangan kerja yang tersedia bagi penduduk setempat. Dalam mencapai itu, pemerintah daerah dan para pemangku kepentingan (stakeholders) dituntut untuk mengambil inisiatif dan bukan hanya berperan pasif saja. Setiap kebijakan dan keputusan publik dan sektor usaha, serta keputusan dan tindakan masyarakat, harus pro-PEL, atau sinkron dan mendukung kebijakan pengembangan ekonomi daerah yang telah disepakati bersama. Dalam penyusunan rencana PEL setidaknya digunakan empat macam prinsip sebagai berikut (Munir & Fitanto, 2005; Benson & Twigg, 2007): pertama, prinsip ekonomi, yang artinya:
www.bappeda.bantulkab.go.id
Mulai dengan kebutuhan pasar,
Fokuskan pada kluster dari kegiatan ekonomi yang ada, yang produksinya dijual di luar daerah (economic base), dan multiplier effect di daerahnya kuat, Hubungan produsen skala kecil dengan supplier kepada perusahaan pengeskpor (ke luar daerah). Potensi ekonomi lokal (analisis value chain and supply chain, kapasitas kelembagaan ekonomi). Kedua, prinsip kemitraan, yang mengandung arti: Edit by hr
7
www.bappeda.bantulkab.go.id Kemitraan adalah TANGGUNG JAWAB kepada mereka yang diwakilinya, Pemerintah dan sektor swasta BERBAGI tanggung-jawab dalam pengambilan keputusan, Sektor swasta belajar untuk mengambil PERAN AKTIF tidak sekedar pasif, Pemerintah daerah belajar untuk mendengar dan BERESPON, tidak sekedar memerintah dan mengontrol, Kemitraan mengandalkan SUMBER DAYA LOKAL, bukan bantuan dari luar, Inisiatif digerakkan oleh PEMBELI, PASAR dan PERMINTAAN, bukan produksi atau penawaran.
www.bappeda.bantulkab.go.id
Prinsip ketiga, prinsip kelembagaan, artinya identifikasi stakeholders (unsur pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat) yang terkait dengan kluster yang akan dikembangkan; Fasilitasi dialog di antara mereka untuk menghasilkan ide dan inisiatif; Mobilisasi sumber daya lokal untuk menunjang inisiatif yang diusulkan; dan kembangkan atas dasar kelembagaan dan kegiatan ekonomi yang ada saat ini. Prinsip keempat, prinsip pengurangan risiko bencana. Artinya, dalam penyusunan PEL diperlukan analisis mengenai kerentanan akibat bencana. Upaya mitigasi bencana dilakukan dengan memperhatikan siklus pengelolaan bencana, yang mencakup sebelum, saat terjadi, dan pasca bencana (lihat Gambar 1.5). Mitigasi bertujuan membantu masyarakat dalam nenilai dan mengurangi risiko akibat bencana, termasuk mengidentfikasi elemen kerusakan dan nilai kerugian akibat bencana. Gambar 1.5. Siklus Pengelolaan Bencana
Sumber: Carter (1992); Bappenas (2006) Edit by hr
8
www.bappeda.bantulkab.go.id
1.3.2. Strategi PEL
Dalam sistem perencanaan daerah terdapat dokumen-dokumen perencanaan yang
memiliki keterkaitan dan hubungan baik horisontal maupun vertikal antara satu dengan lainnya. Keterkaitan dokumen perencanaan sangat penting karena dokumen perencanaan akan membentuk sistim (Blakely, 1994). Penyusunan seluruh dokumen perencanaan daerah tersebut ditujukan memiliki beberapa tujuan (Munir, 2002). Pertama, dokumen-dukumen tersebut dapat digunakan untuk menjamin adanya konsistensi perencanaan dan pemilihan program serta kegiatan prioritas daerah sesuai dengan kebutuhan daerah. Arah dan tujuan perencanaan dapat dijaga tidak melenceng dari yang sudah ditetapkan. Kedua, dokumen-dokumen perencanaan juga dapat digunakan untuk memberikan landasan penentuan program dan kegiatan tahunan daerah secara runtun dan berkelanjutan.
www.bappeda.bantulkab.go.id
Strategi pengembangan ekonomi lokal (PEL) merupakan bagian integral dari proses perencanaan daerah pada level kabupaten di Indonesia. Perencanaan strategik yang efektif berupaya memastikan bahwa isyu mendasar dijawab tuntas dan sumberdaya yang terbatas dapat difokuskan. Proses perencanaan lima tahap berikut ini perlu disusun untuk melengkapi dan sejalan dengan perencanaan daerah lainnya (World Bank, 2007).
Tahap Pertama: Menyatukan Langkah: Proses penyusunan strategi PEL dimulai dengan mengidentifikasi orang, lembagalembaga publik, bisnis, organisasi masyarakat, dan kelompokkelompok lain yang memiliki kepedulian terhadap ekonomi lokal. Proses ini seringkali diprakarsai oleh pemerintah daerah. Sumberdaya dan keahlian dari masing-masing pemangku kepentingan yang dibawa ke dalam proses penyusunan strategi merupakan kunci sukses. Indenfikasi yang dilakukan oleh individu dan organisasi ini mengasumsikan adanya pengetahuan dasar tentang bekerjanya ekonomi lokal. Dalam memformulasi strategi PEL, sejumlah diskusi kelompok terfokus (FGD) dan lokakarya telah dilakukan (lihat Tabel 1.3). Forum multistakeholders telah dibentuk untuk memastikan agar struktur formal dan informal, termasuk proses politik dan kelembaagaan, nantinya mendukung pengembangan strategi dan implementasi. Tabel 1.3. Aktivitas Utama Tim PEL Bantul 2007 Lokakarya • 4 Sep: Pengenalan PEL • 22 Sep: Bentuk tim PEL • 6 Okt: Bersama Bupati dalam Lokakarya Forum Multistakeholders • 17 Des: Forum Multistakeholders
FGD • 3 Nov: Identifikasi masalah & solusi • 13-14 Nov: Formulasi visi, misi, strategi • 16 Nov: Mendiskusikan progress report • 28-30 Nov: Review RPJMD PEL
Edit by hr
9
www.bappeda.bantulkab.go.id
Tahap Kedua: Melakukan Analisis Lingkungan Ekonomi Lokal Setiap
masyarakat
memiliki
sejumlah
karakteristik
lokal
yang
dapat
mengembangkan atau menghambat PEL. Ini termasuk struktur ekonomi, kapasitas SDM untuk melakukan pembangunan ekonomi, dan seberapa kondusif iklim investasi daerah terhadap aktivitas bisnis dan ekonomi. Tujuan melakukan analisis ekonomi lokal adalah mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan komunitas lokal, termasuk kapasitas SDM, seberapa jauh pemda probisnis, serta peluang dan tantangan yang dihadapi oleh ekonomi lokal. Tujuannya untuk mengidentifikasi profil ekonomi lokal dengan menyoroti basis keunggulan komparatif dan kompetitif dibandingkan daerah lain, nasional, maupun internasional.
Tahap Ketiga: Menyusun Strategi PEL Dalam formulasi strategi, perlu dirumuskan mau dibawa ke mana PEL dengan visi, misi, strategi, dan kebijakan yang jelas, dengan sasaran yang terukur. Dalam proses ini, semua kelompok stakeholders diberi peluang untuk mendefinisikan apa yang hendak dicapai, bagaimana mencapainya, ke mana arahnya, dan apa target tujuannya.
Tahap Keempat: Implementasi Strategi PEL Implementasi strategi diarahkan dengan rencana aksi PEL. Rencana aksi perlu disusun dengan spefisikasi siapa yang bertanggung jawab dan target waktu pencapaiannya, yang tentunya dengan memperhatikan kendala anggaran.
Dengan kata lain, rencana aksi perlu
mempertimbangkan program kerja dan alokasi anggaran pemda dan elemen masyarakat lain (asosiasi bisnis, perguruan tinggi, lembaga donor, LSM). Tujuannya untuk memanfaatkan kekuatan, mengatasi kelemahan, mengeksploitasi peluang, dan mengatasi tantangan.
www.bappeda.bantulkab.go.id
Tahap Kelima: Evaluasi Strategi PEL
Dalam sistem pengendalian stratejik setidaknya terdapat dua jenis sistem (Kuncoro, 2006: bab 14): Pertama. disebut pendekatan “tradisional”, yang didasarkan pada pendekatan umpan balik. Artinya, strategi, sasaran, dan tujuan organisasi hanya sedikit berubah, atau bahkan tidak perubahan sama sekali, sampai batas waktu yang ditentukan, yang biasanya empat bulan atau satu bulan penuh. Kedua, pendekatan “kontemporer”, yang menekankan pada pentingnya pemantauan lingkungan (baik secara internal maupun eksternal) yang berkelanjutan untuk melihat apabila terdapat tren dan kejadian penting yang memberikan sinyal terhadap pentingnya melakukan modifikasi strategi, sasaran dan tujuan organisasi. Dengan semakin tidak pasti dan kompleksnya lingkungan persaingan, maka kebutuhan akan sistem kontemporer semakin Edit by hr
10
www.bappeda.bantulkab.go.id meningkat. Strategi PEL perlu dievaluasi setidaknya setiap tahun untuk memastikan apakah strategi ini masih relevan. Dengan berjalannya waktu, situasi dan kondisi bisa saja berubah atau analisis awal tidak sama dengan kondisi lokal. Strategi LED perlu secara kontinyu merespon lingkungan persaingan yang terus berubah.
Edit by hr
11
www.bappeda.bantulkab.go.id
BAB 2 LINGKUNGAN EKONOMI LOKAL 2.1. POTENSI EKONOMI KABUPATEN BANTUL 2.1.1. Struktur Ekonomi Bantul Bantul merupakan salah satu wilayah kabupaten di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, terletak di sebelah selatan Kota Yogyakarta dengan luas wilayah lebih kurang 506,85 km persegi, dibagi dalam 17 Kecamatan, 75 Desa, dan 933 Dusun. Jumlah penduduk Bantul pada 2006 adalah 1.624 jiwa/km2. Dilihat dari kontribusi yang diberikan setiap sektor dalam pembentukan pendapatan ekonomi Bantul pada tahun 2005 dan 2006, ternyata sektor pertanian memiliki kontribusi terbesar, diikuti industri pengolahan serta sektor perdagangan, hotel dan restoran dan jasa-jasa. Sektor pertanian mengalami peningkatan, meskipun tidak substansial, dari 24.48% pada tahun 2005 menjadi 24.69% pada tahun 2006 seperti yang terlihat pada Gambar 2.1. Kontribusi yang diberikan sektor tersebut terhadap PDRB sejalan dengan mata pencaharian total penduduk di masing-masing kecamatan. Sebelum terjadinya gempa bumi, hampir di seluruh kecamatan, penduduk Bantul bekerja di sektor pertanian dan hanya kecamatan Pandak yang penduduknya lebih banyak bekerja sebagai pengrajin.
Edit by hr
12
www.bappeda.bantulkab.go.id Sebelum terjadinya gempa bumi tanggal 27 Mei 2006 pertumbuhan ekonomi Bantul sejak tahun 2001-2005 mengalami peningkatan, bahkan sejak tahun 2003 pertumbuhan ekonominya lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan ekonomi propinsi Yogyakarta. Setelah terjadinya gempa bumi, pada tahun 2006 pertumbuhan ekonomi Bantul hanya sebesar 2%, yang di bawah rata-rata pertumbuhan propinsi DIY yang mencapai 3,71% (lihat Gambar 2.2). Gambar 2.2. Pertumbuhan Ekonomi Bantul dan DI Yogyakarta (Tahun 20012006)
www.bappeda.bantulkab.go.i
Pasca gempa bumi hampir semua sektor mengalami penurunan pertumbuhan yang tajam (lihat Gambar 2.3). Sektor industri pengolahan mengalami penurunan pertumbuhan yang paling drastis. Pada tahun 2005, sektor ini tumbuh sebesar 3,15%, namun pada tahun 2006 mengalami kontraksi pertumbuhan sebesar -11,87%. Sebagai konsekwensi dari konsentrasi dukungan pada pembangunan dan rehabilitasi sektor perumahan dan infrastruktur
sektor
bangunan mengalami booming yang luar biasa yakni dari 7,79% pada tahun 2005, menjadi 38,34% pada tahun 2006. artinya pertumbuhan positif perekonomian Bantul terjadi terutama karena pertumbuhan yang luar biasa pada srktor kontruksi dengan permintaan besar pada bahan-bahan bangunan. Penyerapan tenaga kerja jangka pendek pada sektor ini relative hanya pada tenaga
kerja buruh kasar. Dengan kata lain pertumbuhan ekonomi yang ada belum cukup berkualitas untuk menjamin penyerapan kerja.
www.bappeda.bantulkab.go.i
Edit by hr
13
www.bappeda.bantulkab.go.id
2.1.2. Sektor Unggulan
Dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJMD) Bantul 2006-2010,
sektor pertanian masih merupakan sektor yang didorong sebagai andalan dalam menggerakkan ekonomi di Bantul. Sektor ini di jadikan adalan mengingat bahwa lebih dari 40% masyarakat Bantul masih tergantung pada sektor ini; disamping sektor ini masih memiliki potensi untuk dikembangkan khususnya komoditas-komoditas unggulan.
Kriteria komoditas unggulan di
sektor pertanian secara kuantitatif adalah komoditas yang mempunyai niali jual yang tinggi, dapat dibudidayakan, volume produksinya tinggi, laju nilai penjualan dan perkiraan keuntungan produk setiap ton. Adapun komoditas unggulan tanaman pertanian di Kabupaten Bantul adalah padi, bawang merah, dan jagung. Sektor lain yang juga diunggulkan oleh PEMDA Bantul untuk menggerakkan ekonomi adalah sektor industri kerajinan dengan komoditas unggulan mebel kayu dan gerabah. Sedangkan komoditas andalan adalah kerajinan kayu dan tatah sungging, untuk komoditas diunggulkan adalah kerajinan bambu dan emping melinjo1.
Secara akademis, salah satu cara yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi sektor unggulan dengan metode Location Quotient (LQ) (Kuncoro, 2004). Dari hasil perhitungan yang 1
Komoditiunggulan dalam industri pengolahan dicirikan oleh: Pemakaian bahab baku lokal 70%, menyerap tenaga kerja (padat karya), nilai eksportnya US $1juta, Tujuan eksportnya paling tidak ke 3 negara tujuan dan pertumbuhannya eksportnya lebih dari 10% selama lima tahun terakhir. Untuk komoditas andalan kriteria sbb: pemakaian bahan baku 60-695, menyerap tenaga kerja, nilai eksport US $0,5-1juta, tujuan eksport paling tidak ke 2 negara, pertumbuhan eksportnya 5-10% selama 5 tahun terakhir. Untuk komoditas yang di ungguljkan, dengan kriteria sebagai berikut: pemakaian bahan baku lokal 50-59%, menyerap tenaga kerja, nilai eksportnya < US $ 0,5juta, tujuan eksportnya paling tidak ke 1 negara, pertumbuhan eksportnya setidaknya 5% selama 5 tahun terakhir. Edit by hr
14
www.bappeda.bantulkab.go.id dilakukan baik secara static maupun dynamic, sebagaimana disajikan dalam Tabel 2.1. ternyata pertanian dan industri pengolahan Bantul merupakan sektor yang memiliki keunggulan dibandingkan sektor yang sama di tingkat provinsi DIY. Nilai LQ, baik statik (SLQ) maupun dinamik (DLQ), yang lebih dari satu menunjukkan bahwa sektor tersebut merupakan sektor yang menjadi sumber pertumbuhan dan memiliki keunggulan komparatif. Proporsi laju pertumbuhan sektor tersebut terhadap PDRB daerah lebih cepat dibandingkan dengan proporsi laju pertumbuhan sektor tersebut terhadap PDRB Propinsi. Tabel 2.1. Klasifikasi Sektor Berdasarkan DLQ dan SLQ, tahun 2001-2005 Kriteria
DLQ < 1
DLQ > 1
SLQ <1
Kuadran I Perdagangan, Hotel dan Resto Pengangkutan dan Komunikasi
Kuadran II Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan Jasa-jasa
Kuadran III Pertambangan & Penggalian Bangunan
Kuadran IV Pertanian Industri Pengolahan
SLQ >1
Sumber: Diolah dari BPS Kabupaten Bantul
www.bappeda.bantulkab.go.id
2.1.2.1. Sektor Pertanian
Sebanyak sebanyak 58,74% penduduk Bantul bekerja di sektor pertanian. Rata-rata kepemilikan sawah para petani hanya 0,1265 ha. Namun petani gurem sebanyak 99.896 KK, atau mencapai 78,83%. Tidak mengejutkan apabila identifikasi terbesar kelompok miskin di Bantul adalah para petani gurem dan buruh tani. Sampai dengan tahun 2006, sektor pertanian masih memberikan kontribusi terbesar terhadap pembentukan PDRB di Kabupaten Bantul, dengan kontribusi sebesar 24-26% per tahunnya. Adapun sub sektor terbesar yang memberikan kontribusi merupakan subsektor tanaman bahan makanan dengan kontribusi sebesar 20-21% per tahun. Sub sektor tanaman bahan makanan terdiri dari tanaman padi, palawijaya, sayur-mayur dan buah-buahan dengan produktivitas padi pada akhir tahun 2004 adalah sebesar 61,76 ton/ha gabah kering giling. Sedangkan produktivitas komoditas non-padi seperti kacang tanah sebesar 1,217 ton/Ha, jagung 3,653 ton/Ha, kedelai sebesar 1,51 ton/ha dan bawang merah sebesar 91 ton/Ha.
Edit by hr
15
www.bappeda.bantulkab.go.id
Sumber: Diolah dari BPS Kabupaten Bantul
Sumbangan sub sektor peternakan dan hasil lainnya memiliki kontribusi terhadap pembentukan PDRB hanya sebesar 2,69% pada tahun 2006. Ini berarti jauh di bawah sub sektor tanaman bahan makanan. Namun masih di atas sub sektor tanaman perkebunan (0,51%), kehutanan (0,26%) dan perikanan (0,20%). Sumbangan sub sektor pertanian sekarang ini diharapkan tidak berkurang kontribusinya. Saat ini luas sawah di Bantul mencapai sekitar 17.000 ha. Namun setiap tahunnya luas sawahnya berkurang sekitar 84 ha karema berubah menjadi perumahan ataupun untuk keperluan pemukiman lainnya.
2.1.2.2. Sektor Industri Pengolahan Sektor yang merupakan salah satu unggulan di Kabupaten Bantul ini, tingkat pertumbuhan industri pengolahan setiap tahunnya selalu mengalami peningkatan. Kontribusi yang diberikan sektor ini pada PDRB mencapai 19,93% pada tahun 2005 namun mengalami penurunan setelah terjadinya gempa pada Mei 2006 menjadi 17,22%, dengan sub sektor makanan, minuman, tembakau sebagai sub sektor yang memberikan kontribusi terbesar pada PDRB sebesar 67% pertahun untuk Kabupaten Bantul. Namun setelah terjadinya gempa, sektor ini memiliki tingkat penurunan yang luar biasa dalam produksinya.
Edit by hr
16
www.bappeda.bantulkab.go.id Selain itu subsektor yang juga memberikan kontribusi yang besar terhadap peningkatan sektor industri pengolahan adalah subsektor tekstil, barang kulit dan alas kaki yang memberikan kontribusinya dari hasil kerajinan yang banyak diekspor ke mancanegra, selain itu sub sektor barang kayu dah hasil hutan juga memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap pertumbuhan PDRB. Pertumbuhan yang diperoleh sektor ini bahkan lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan yang diperoleh oleh sektor yang sama di propinsi DI Yogyakarta, namun setelah terjadinya gempa memberikan pertumbuhan yang negatif pada tahun 2006.
www.bappeda.bantulkab.go.i Dari sektor industri pengolahan ini, peran industri kerajinan sangat dirasakan dalam tata kehidupan masyarakat karena memberikan kesempatan kerja dan pendapatan, sektor ini tersebar merata hampir di seluruh wilayah dan Bantul. Para perajin umumnya mendapatkan keahliannya secara turun temurun dan di dalam susatu desa/dusun umumnya masyarakat memiliki keahlian sejenenis sehingga membentuk sebuah sentra produksi kerajinan tertentu sehingga bukan saja memberikan kontribusi pada sektor industri dan perdagangan tetapi juga penting bagi pariwisata.
Edit by hr
17
www.bappeda.bantulkab.go.id
Jika dilihat pada gambar 2.6, kecamatan yang menyerap tenaga kerja paling rendah untuk industri kecilnya adalah kecamatan Sanden, Kretek, Bambang lipuro dan Pandak, di semua kecamatan ini penyerapan tenaga kerjanya masih dibawah 150 orang, meskipun banyak kerajinan di daerah tersebut terutama di daerah Pandak, namun penyerapan tenaga kerjanya tidak setinggi di kecamatan Kasihan, oleh karena itu daerah ini pada RPJMD Kabupaten Bantul 20062010 lebih diarahkan untuk mengembangkan sektor pertanian dan perikanan laut. Sementara itu jika dilihat dari jumlah penyerapan tenaga kerja sektor industri kecil pada tahun 2005, terlihat bahwa penyerapan tenaga kerja tertinggi untuk sektor ini berada di kecamatan Kasihan, dengan penyerapan lebih dari 1500 orang pekerja, kecamatan ini merupakan pusat kerajinan mebel yang terpusat di desa Tirtonirmolo dan kerajinan bambu yang terpusat di desa Bangunjiwo. Selain Produk mebel dan bambu, aktivitas industri kecil yang ada di Kecamatan Kasihan adalah keramik dan tatah sungging, dengan daerah Kasongan sebagai pusat keramik dan gerabah di Bantul yang juga berfungsi sebagai desa wisata (lihat Gambar 2.7).
Edit by hr
18
www.bappeda.bantulkab.go.id Gambar 2.7. Peta Sebaran Aktifitas Ekonomi dan Tingkat Kemiskinan di Kabupaten Bantul
Potensi industri kecil baik yang sudah terkumpul dalam sentra maupun yang sudah menyebar sebanyak 17.865 unit usaha dan 73 sentra (lihat Tabel 2.2),dengan tingkat penyerapan tenaga kerja lebih dari 78 ribu orang. Tabel 2.2. Potensi Industri Kabupaten Bantul (2003-2006) URAIAN 2003 2004 2005 2006 Unit Usaha Tenaga Kerja Nilai Produksi ( Rp.Juta) Nilai Tambah (Rp. Juta) Nilai Investasi ( Rp. Juta) Sentra IK Kawasan Industri (UU) UPT
17.661
17.763
17.801
17.865
71.562
75.126
77.600
78.783
439.588
461.480
582.031
590.224
319.322
335.224
359.616
365.030
264.718
277.495
337.149
340.124
73
73
73
73
2
2
2
2
3
3
3
3
Sumber : Bappeda Kabupaten Bantul (2006)
Pada tahun 2005 produktivitas UMKM nilai produksinya mencapai Rp.439,588 Milliar dengan jumlah investasi Rp 264,718 M dan menghasilkan nilai tambah Rp 318,322 Milliar. Hal itu menunjukkan potensi hasil (return) yang cukup besar di Kabupaten Bantul dengan nilai Return On Investment mencapai 120% (Kepala Bappeda Bantul, 2007). Edit by hr
19
www.bappeda.bantulkab.go.id Melihat angka-angka perkembangan investasi dan nilai tambahnya yang cenderung meningkat, sektor industri memiliki potensi besar untuk dikembangkan. Namun kapasitas untuk menghasilkan nilai tambah dan produktivitas masih perlu ditingkatkan. Demikian pula investasi, khususnya yang padat karya masih perlu didorong untuk penciptaan tenaga kerja dan peningkatan pendapatan. Untuk itu, promosi dan pengembangan lingkungan usaha yang kondusif masih harus terus ditingkatkan. Berdasarkan nilai ekspornya, produk kerajinan mendominasi ekspor kabupaten Bantul setiap tahunnya dan mebel kayu menjadi komoditas yang memiliki nilai produksi dan penjualan ekspor tertinggi, terutama sejak tahun 2004 yang mengalami peningkatan lebih dari 50%. Sampai dengan tahun 2005 nilai ekspor mebel kayu mencapai 8,1 Juta US Dollar, namun pada tahun 2006 mengalami penurunan yang cukup signifikan, dimana nilai ekspornya menurun menjadi 6,6 juta US Dollar (lihat tabel 2.3). Disisi lain, produk tekstil yang sempat juga memiliki nilai ekspor yang tinggi pada tahun 2004, yakni sekitar USD 5,2 juta pada tahun berikutnya nilai ekspornya anjlok menjadi hanya USD 1,5 juta. Tabel 2.3. Perkembangan Ekspor Produk Industri Unggulan Kabupaten Bantul 2004-2006 Komoditi 1
Mebel Kayu
2 3
Produk Tekstil Kerajinan Kayu Kerajinan Pandan Kerajinan Keramik Kerajinan Kulit Kerajinan Bambu Kerajinan Tanah Liat Kerajinan Batu JUMLAH
4 5 6 7 8 9
Volume (Kg) 2,981,209.50
Tahun 2004 Nilai US$
Tahun 2005 Nilai US$
Tahun 2006 Nilai US$
6,499,052.04
Volume (Kg) 4,817,069.79
8,141,928.31
Volume (Kg) 3,658,795.65
1,133,170.10 -
5,236,041.77 -
124,552.74 501,920.79
1,571,381.22 1,058,244.17
(No data) 414,879,66
(No data) 1,452,520.35
-
-
499,102.42
1,811,549.20
112,536,60
884,348.55
-
-
109,579.45
84,039.30
26,968.00
21,041.60
96,929.34
981,163.27
51,915.47 99,828.62
1,517,381.22 214,897.47
34,574.78 192,663.04
1,354,190 512,049.04
779,529.35
638,789.92
322,272.85
346,069.99
314,987.99
841,532.56
482,298.00 5,473,136.29
524,427.66 13,879,474.6
1,118,281.62 7,644,523.75
610,228.90 15,355,720
1,176.470.74 5,931,876.46
1,571,316.96 13,268,996.81
6,631,997.75
Menurunnya beberapa komoditi tersebut disebabkan terbatasnya ketersediaan bahan baku dimana banyak produsen yang menghentikan sementara supply bahan bakunya, selain itu juga disebabkan oleh jarak dengan sumber bahan baku yang relatif jauh, mahalnya biaya transportasi akibat naiknya harga BBM dan gempa bumi. Selain produsen, eksportir juga memiliki persoalan serius, anatara lain adalah jalur yang sulit diakses, adanya pungutan liar, gangguan keamanan, lainnya (Bank Indonesia, 2007).
Edit by hr
20
www.bappeda.bantulkab.go.id Sementara itu hasil pemetaan lapangan yang dilakukan oleh tim konsultan PEL dan tim LED Bantul menunjukkan ada beberapa kondisi di sektor industri dan perdagangan yang perlu mendapat perhatian dan solusi untuk pengembangan ekonomi lokal ke depan. Hal itu antara lain adalah: •
Mengembangkan pasar tradisional dengan bangunan modern. Pengembangan Pasar Tradisional belum disertai konsep yang jelas khususnya terkait dengan positioning pasar tradisional Bantul dalam mata rantai produksi dan pemasaran bagi komoditas hasil olahan produk pertanian maupun kaitannya dengan positioning dalam perdagangan di Yogyakarta.
•
Masih adanya tumpang tindih dalam kelembagaan di tingkat birokrasi mengenai leading sektor pengembangan pedagang dan pasar tradisional.
•
Pedagang Pasar di Bantul sebagian besar mendapat modal dari rentenir sehingga diperlukan penyediaan modal dengan bunga murah bagi mereka. Saat ini divas BKK telah mulai memberikan skema pinjaman dengan bunga ringan dengan anggaran 5 Miliar rupiah, namun jangkauannya masih terbatas; kajian efektifitas program ini dan perluasan jangkauan perlu segera dilakukan.
• Beberapa kebijakan terkait dengan menghilangkan ketergantngan pedagang pasar pada rentenir belum optimal. Hal ini dikarenakan penyelesaiannya melalui tindakantindakan yang bersifat birokratis. Misalnya keberadaan BUKP, keberadaan Loket lembaga keuangan di pasar, penambahan modal kerja dengan chanelling di Lembaga keuangan. Padahal ketergantungan pedagang diakibatkan fleksibilitas pola kredit, baik cara angsurannya, pinjaman yang tidak memakai syarat-syarat administrasi yang berbelit, serta jam kerja yang fleksibel. Sementara itu, program pengembangan industri yang sekarang ini sedang dan akan dijalankan oleh Kabupaten Bantul di antaranya adalah sebagai berikut: 1. Membangun Pasar Seni Gabusan (PSG) sebagai sarana untuk pengrajin dan pengusaha kerajinan untuk menembus pasar dunia, dengan layanan Perdagangan Internasional melalui Pelayanan Ekspedisi Ekspor-Impor On the spot. 2. Memfasilitasi adanya website Bantul Biz sebagai media promosi bagi industri Kerajinan maupun Pariwisata di Bantul. 3. Adanya Pusat Informasi Bisnis dan teknologi (PIBT) bekerjasama dengan Intel Indonesia Coorporation yang bertujuan untuk memberikan pelatihan bidang Teknologi Informasi bagi dan untuk menu njang pengembangan UMKM Kerajinan di Bantul. 4. Memfasilitasi Pelatihan dan Pemasaran bagi UMKM sektor industri kerajinan melalui beberapa program yang diselenggarakan oleh Dinas Perdagangan dan Koperasi Edit by hr
21
www.bappeda.bantulkab.go.id (disperindagkop) Kabupaten Bantul. Pelatihan-pelatihan diantaranya ISO 2000, menyusun pengembangan pemasaran ekspor, salah satunya dengan membantu lancarnya pembayaran bagi pengrajin yang melakukan ekspor. 5. Pasca Gempa Pemerintah Bantul melakukan subsidi Pajak Bumi dan bangunan ( PBB) dan IMB termasuk kepada pelaku usaha pasca gempa bumi. 6. Membantu dikirimnya beberapa pengarajin ke pameran-pameran baik yang bersakla regional, nasional ataupun internasional sebagai sarana promosi secara rutin. 7. Pada tahun anggaran 2008 berencana memberi suntikan dana tambahan kepada BPR Bank Pasar Bantul hingga mencapai 50 M pada tahun 2010. Dengan tujuan membantu pengrajin yang notabene merupakan pengusaha kecil dapat memanfaatkan dana tersebut dengan meminjam lewat BPR Bank Pasar Bantul dengan mudah tanpa agunan dan bunga rendah. 8. Membuat kebijakan tidak mengijinkan pendirian mall di bantul karena 14 % penduduk bantul hidup dari sektor perdagangan di pasar tradisional. 9. Adanya dana bergulir kepada pengusaha UMKM baik secara kelompok maupun kepada individu melalui dinas Perindustrian perdagangan dan Koperasi Bantul maupun Disperindagkop Propinsi DIY. Pasar Seni Gabusan yang diharapkan menjadi pusat promosi dan pemasaran produk kecil dari Bantul masih memerlukan banyak pembenahan, kurangnya atraksi hiburan untuk menarik pengunjung menyebabkan PSG kurang diminati oleh wisatawan, oleh karena itu perlu dilakukan pembaharuan program pengembangan PSG dan menjalin kerjasama dengan pihak pariwisata untuk ikut memasarkannya. Selain melalui PSG, program promosi dan pemasaran produk Bantul yang dilakukan melalui fasilitasi pameran berskala nasional maupun internasional harus dapat mengkombinasikan peserta dengan lebih baik, selama ini banyak pengrajin yang dikirim ternyata tidak dapat menangkap pembeli dari luar yang berskala besar, yang dapat meningktkan peluang ekspor, sehingga diperlukan perencanaan yang lebih matng dengan mengkombinasikan pengusaha besar dan kecil. Kebijakan larangan terandap pendirian mall seharusnya juga diikuti dengan pembenahan pasar tradisional dengan lebih baik, sehingga penduduk Bantul tidak akan lari ke daerah lain ketika melakukan konsumsi, selain itu perlu juga pengawasan terhadap swalayan dan supermarket kecil yang justru dapat lebih mudah menyaingi pedagang pasar tradisional.
Edit by hr
22
www.bappeda.bantulkab.go.id
2.2. REGULASI DAN KELEMBAGAAN 2.2.1. Regulasi Regulasi merupakan komponen penting dalam pengembangan ekonomi suatu daerah karena dunia usaha sangat terkait iklim regulasi yang dikembangkan oleh suatu daerah. Regulasi yang tidal: tepat atau terlalu berlebihan justru menghambat pengembangan suatu aktivitas bisnis Data dari Tim Regulatory Impact Assesment (RIA) Bantul yang telah melakukan kajian terhadap sekitar 30 (tigapuluh puluh) Peraturan Daerah yang terkait dengan aktivitas bisnis, antara lain Perda tentang HO, Ijin Usaha Industri (IUI), Surat Ijin Usaha Perdagangan (SIUP), IMB, dan lainnya menunjukkan bahwa perda HO dan IMB merupakan perda yang paling "bermasalah". Tim RIA merekomendasikan kedua perda tersebut perlu dikaji-ulang sehingga dapat mendukung pengembangan bisnis. Tabel 2.4. Matriks Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Potensi Dampa k Negatif Perda terhada p Kinerja UMKM
Potensi Dampa k Negatif Perda terhada p Jumlah UMKM
Wakt u
Tarif Resmi
Biaya Illegal
Persyar atan/ Ketentu an
3 2
3 3
3 3
3 3
3 3
2
3
3
3
3
2
3
2
3
3 2
Skor
Bobot
Total Nilai
3 3
18 17
16,67 16,67
300,00 283,33
3
3
17
16,67
283,33
2
3
3
16
16,67
266,67
2
2
3
3
15
16,67
250,00
2
2
2
3
3
15
16,67
250,00
2
3
2
2
2
13
16,67
216,67
Pajak Hotel
3
3
1
1
8
25,00
200,00
Pajak Restoran
3
3
1
1
8
25,00
200,00
2
1
3
3
12
16,67
200,00
Judul Perda
Retribusi Izin HO Pajak Penerangan Jalan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Izin Praktek Tenaga Medis di Kabupaten Bantul Surat Ijin Usaha Perdagangan (SIUP) Perizinan bagi Tenaga Keperawatan di Kabupaten Bantul Pajak Reklame
Izin Usaha Industri (IUI)
1
2
Sumber: Analisis Regulatory Impact Assessment
Pelaku usaha banyak mengeluhkan tentang prosedur pengurusan HO dan IMB yang rumit, disamping itu banyaknya biaya yang illegal yang harus dikeluarkan, serta memakan waktu lama. Dari kajian tim RIA juga didapat gambaran bahwa Perda tentang IUI dan SIUP juga mempunyai potensi negatif terhadap kinerja UMKM maupun jumlah UMKM. Dalam masa pemulihan pelaku usaha kecil di Bantul justru menghadapi kendala untuk melakukan Edit by hr
24
23
www.bappeda.bantulkab.go.id percepatan pemulihan dikarenakan adanya tindakan sweeping ijin HO oleh aparatus pemerintah. Dari beberapa keterangan pelaku usaha belum diurusnya ijin HO dikarenakan dua alasan pertama karena belum mempunyai dana untuk melakukan pengurusan, kedua : prosedurnya yang terlalu rumit dan lama. Beruntung saat ini Pemda Bantul tengah meng-gagas model "one stop services" untuk perijinan ini dan sebuah lembaga setara Dinas telah dipersiapkan untuk mengelolanya. Sementara itu, dalam proses pemilihan Pemerintah Bantul sebenarnya telah memiliki kebijakan yang cukup progresif, yakni memberikan subsidi Pajak Bumi dan Bangunan bagi korban gempa, dalam hal ini termasuk bagi pelaku usaha. Pelaku usaha cukup berharap dengan terbentuknya Dinas Perijinan di Kabupaten Bantul pada tahun 2008 ini. Dengan adanya Dinas Perijinan diharapkan adanya penyederhanaan perijinan baik dari sisi administrasinya maupun waktu pengurusan. Berdasarkan SPM semua perijinan yang berkaitan dengan bisnis akan selesai dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja dan cukup melalui satu pintu yaitu Dinas Perijinan.
2.2.2. Kelembagaan Dukungan kelembagaan dalam pengembangan ekonomi lokal di bantul merupakan faktor yang berperan sangat besar, kelembagaan yang terdiri atas berbagai pihak yang saling memiliki peranan penting dalam aktivitas perekonomian di Bantul, mulai dari pemerintah, pelaku usaha, asosiasi dan juga perguruan tinggi. Hasil pemetaan yang dilakukan terhadap lembaga-lembaga pendukung berdasarkan peran dan juga intervensi program yang dilakukan di Kabupaten Bantul dapat dilihat sebagai berikut:
2.2.2.1. Pemerintah a. Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi (DISPERINDAGKOP) Merupakan dinas yang dibentuk untuk merumuskan kebijakan pengembangan, implementasi program dan penyediaan fasilitas di sektor industri, perdagangan, dan koperasi serta melakukan pembinaan bagi Usaha Mikro Kecil dan Menengah di Kabupaten Bantul. Beberapa program yang dilakukan Disperindagkop Bantul, antara lain : •
Mengembangkan Industri Kecil Rumah Tangga
•
Meningkatkan kualitas produk IKM dan kemampuan teknologi bagi IKM
•
Melakukan pengembangan Koperasi
•
Melakukan pengembangan Investasi dan penanaman Modal
•
Melakukan pengembangan usaha dan sistem perdagangan
•
Melakukan kerjasama dan kernitraan dengan pihak-pihak lain
Edit by hr
24
www.bappeda.bantulkab.go.id b. Dinas Pertanian dan Kehutanan Dinas yang melakukan Perumusan kebijakan pengembangan, implementasi program, dan penyediaan fasilitasi di sektor pertanian dan kehutanan. Program yang dilakukan : • • • • • • • •
Memfasilitasi pengembangan kelompok tani penangkar benih bawang merah dan padi Memfasilitasi dan mendorong pengembangan agribisnis berbasis input organik Mendorong Bantul sebagai seed•center Menjaga ketahanan pangan di Bantul Melakukan penguatan kelembagaan bagi petani Melakukan promosi beras bantul (beras organik) Bantul Agro Expo Membentuk UPTD Balai Informasi dan penyuluhan pertanian sebagai institusi yang memberikan informasi pasar dan memberikan penyuluhan tentang teknologo pertanian kepada kelompok tani
c. Dinas Peternakan, Kelautan dan Perikanan Perumusan
kebijakan
pengembangan,
implementasi
program,
dan
penyediaan fasilitas di sektor peternakan, kelautan dan perikanan Program : • • • •
Mengelola dana bergulir untuk sektor peternakan Memiliki kapal penangkap ikan sebanyak 4 buah yang sekararang di KSO dengan pihak swasta Memfasiliasi pengembangan perikanan darat Memperkuat sektor pembibitan sapi
d. Dinas Pariwisata Merumuskan kebijakan pengembangan, implementasi program disektor pariwisata dan fasilitasi pengembangan obyek daerah Tujuan Wisata , Promosi Pariwsiata. Program : • Memfasilitasi terbentuknya kelompok sadar wisata (Pokdarwis) di 14 lokasi di kabupaten Bantul. • Memfasilitasi pengembangan desa wisata di kabupaten Bantul • Memfasilitasi perbaikan fasilitas ODTW • Melakukan Promosi Daerah tujuan Wisata di Bantul e. Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Bertugas Mengkoordinasikan perencanaan program dengan perangkat daerah serta menyusun arah dan kebijakan umum dan startegi serta prioritas pembangunan di Kahupaten Bantul
Edit by hr
25
www.bappeda.bantulkab.go.id Program : • Melakukan identifikasi dana bergulir bagi UMKM di Bantul • Melakukan studi analisis kebutuhan bahan baku industri kecil unggulan di Bantul • Melakukan perencanaan pembangunan jaringan perbenihan tanaman pangan • Studi pengembangan kawasan agropolitan lestari. f. Kantor Pengolahan Data Elektronik (KPDE) Merupakan instansi yang bertugas melakukan penyusunan , ketatalaksanaan dan pengendalian informasi di daerah Bantul Program : •
Memberikan segala informasi tentang Kabupaten bantul melalui data elektronik
•
Memberikan informasi tentang kerajinan dan pariwisita serta potensi ekonomi Bantul melalui website Bantul Bizz.
•
Memberikan informasi tentang teknologi tepat guna di sektor perikanan, peternakan dan pertanian
g. Bank Pasar Bantul Merupakan BUMD yang bertugas mengembangkan dunia usaha di bantul dan menghilangkan ketergantungan pedagangan pasar tradisional pada rentenir. Program : •
Memberikan skema kredit kepada pengrajin dari dana cheneling Pemkab Bantul
•
Membuat program antirentenir dengan cara memberikan pinjaman lunak paa pedagang kecil
h. Dewan Kerajinan Nasional (Dekranas) Bantul Merupakan lembaga yang menjalankan fungsi fasilitasi perluasan pasar dan pengembangan jaringan bagi pengarajin. Program : •
Memberikan pinjaman modal bergulir dengan bunga lunak
•
Mengikutkan pengrajin pada pameran-pameran
•
Memberikan pelatihan-pelatihan baik produksi, manajemen, packaging, dan finishing .
i. Pusat Informasi Bisnis dan teknologi (PIBT) Institusi yang mempunyai fungsi untuk memberikan pelatihan dan pendampingan teknologi informasi bagi pengarajin di Bantul yang dibentuk bekerjasama dengan Intel Indonesia Coorporation Program : •
Memberikan pelatihan di bidang teknologi informasi bagi pengrajin.
26 Edit by hr
26
www.bappeda.bantulkab.go.id j. Pasar Seni Gabusan Merupakan fasilitas dari Pemerintah Bantul yang berfungsi sebagai p promosi potensi kerajinan di Bantul. Program : •
Memberikan ruang display barang kerajinan
•
Medorong kawasan pasar seni gabusan sebagai daerah wisata baru.
k. PD Aneka Dharma Perusahaan daerah yang dibentuk untuk mengelola aset pemerintah daer yang bersifat profit. Program : •
Mengelola aset pemerintah daerah antara lain RM Japaris di depan Pat Gabusan.
2.2.2.2. Pelaku Usaha a.
Pelaku Swasta di Sektor Pertanian PT. Melki Agro Sarana, PT. Benih Sheed, Eka Poltry dan Yayasan Unilever Peduli merupakan para Pelaku usaha ini membangun kemitraan dengan kelompok tani dalam pengembangan produk pertanian organik. Pelaku menjembatani petani dengan pasar dengan cara membeli gabah padi organik untuk dipasarkan di beberapa pasar di Jakarta, antara lain Kramat Jati dan Caringin. Yayasan Unilever peduli mengembanglan kedelai hitam “malika” sebagai bahan baku kecap bekerjasama dengan Lembaga pengembangan teknologi dan manajemen agro industri Fakultas Teknik Pertanian UGM. Yayasan Unilever Peduli mengembangkan kemitraan dengan petani dengan pola plasma sehingga petani kedelai dapat menikmati hasil lebih daripada menanam produk pertanian konvensional.
b.
Asosiasi/Paguyuban pertanian Kelompok Perikanan Darat Mino Rahardjo Jambidan Banguntapan, Kelompok Petani Bawang Merah Sanden, Kelompok Pertanian Organik Dusun Serut Palbapang, Paguyuban jagal sapi merupakan Kelompok – kelompok ini sudah mempunyai kesadaran akan pentingnya melakukan pengorganisasian bagi pelaku usaha sejenis. Kelompok-Kelompok ini sudah mulai mengembangkan simpan pinjam bagi anggota kelompoknya untuk memenuhi kebutuhan modal produksi. Kelompok – kelompok ini belum optimal membangun jaringan dari hulu ke hilir sehingga, tetap saja masih sangat tergantung dengan kelompok pedagang dalam pemasarannya. c. Perusahaan Trading PT. SGS, PT. Estetika Indonesia, PT. Out Of Asia, PT. Tropical, secara umum merupakan perusahaan trading di Bantul masih belum secara kaffah menjalankan fungsi sebuah Edit by hr
27
www.bappeda.bantulkab.go.id lembaga trading, kebanyakan masih menjalankan fungsi produksi juga. Pembagian peran dalam suatu cluster kerajinan belum optimal di Bantul, sehingga terjadi persaingan yang sangat ketat antar pelaku sehingga seringkali justru kontra produktif bagi pengarajin sendiri. d. Asosiasi/Paguyuban Pengrajin Paguyuban Pengrajin Krebet, Paguyuban Pengrajin Manding, Paguyuban Pengrajin Pundong, Koperasi Kopinkra Setya Bawono, Koperasi Pocung Bangkit (Imogiri), ASMINDO memiliki Peran Paguyuban pengrajin yang ada di Bantul masih didominasi oleh hasrat sekedar kumpul-kumpul dan arisan. Peran Paguyuban sebagai media sharing informasi dan pengembangan produktivitas serta sebagai media memecahkan masalah belumlah optimal. Asosiasi yang bersifat semi profesional dalam aspek pemasaran dan pengembangan produk cukup menonjol tetapi masih sangat eksklusif dan hanya dapat diakses oleh sedikit UMKM di Bantul. e. Asosiasi/Paguyuban Pelaku Pariwisata PHRI, Desa Wisata Krebet, Desa Wisata Lopati, Desa Wisata Kebon Agung, Desa Wisata Panjangrejo Pundong, Desa Wisata Kasongan merupakan kelompok sadar wisata yang ada di Bantul. Pelaku desa wisata di Bantul masih berjalan sendiri-sendiri
dan belum
mengembangkan paket wisata antar lokasi wisata di wilayah bantul. Di samping itu Desa Wisata yang ada di Bantul belum dikelola secara profesional baik dari sisi manejemen pengelolaannya dan pemasarannya. Pengembangan desa wisata tentunya akan lebih optimal apabila dibangun kerjasama antar desa wisata untuk menjual paket wisata bersama dengan mengembangkan jaringan jalur wisata budaya, wisata bahari dan wisata kerajinan,sehingga lama tinggal wisatawan akan semakin lama dimana hal tersebut membawa implikasi pengeluaran wisatatawan yang akan semakin besar dibelanjakan di daerah tersebut. f. Lembaga Swadaya Masyarakat YP2SU, Paluma, Improsula, Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) P2KP, YSBD (yayasan sosial Bina Desa) merupakan Lembaga-lembaga Lembaga pelayanan alternatif bagi usaha kecil yang berfungsi sebagai lembaga perantara untuk menjembatani keterbatasan pemerintah dan swasta dalam menjangkau usaha kecil. Beberapa program yang dilakukan LSM adalah memberikan pelatihan teknis produksi dan pengelolaan/administrasi bagi Usaha Mikro dan Kecil. g. Perguruan Tinggi Perguruan Tinggi melalui LPMnya maupun melalui Fakultas melakukan penelitian dan pengembangan teknologi produksi dan sumber daya manusia dalam rangka mengembangkan ekonomi produktif di Bantul. Edit by hr
28
www.bappeda.bantulkab.go.id 2.3. MASALAH MENDASAR SEKTOR UNGGULAN DI KABUPATEN BANTUL 2.3.1. Permasalahan di Sektor Pertanian Permasalahan yang muncul di sektor pertanian adalah adanya alih fungsi lahan dan pertambahan penduduk yang mengakibatkan berkurangnya rata-rata kepemilikan sawah. Selain itu juga adanya kejenuhan lahan pada pupuk kimia dan kualitas benih bermutu yang masih kurang. Terjadinya gempa bumi menyebabkan permasalahan lain yang muncul pada sektor pertanian berdasarkan hasil diskusi dengan beberapa stakeholder adalah sebagai berikut: hilangnya hasil panen, rusaknya saluran irigasi, rusaknya pasar dan jaringan pasar, kredit macet, rusaknya peralatan dan rusaknya tempat penyimpanan Kebijakan Pemerintah Bantul mengarahkan pengembangan budidaya padi lokal patut diapresiasi, karena secara ekonomis pengembangan dan produksi varietas padi lokal lebih menguntungkan bagi petani dari sisi hasil panen, pengairan dan pemupukan. Namun karena adanya beberapa permasalahan mendasar yang ada di Kabupaten Bantul seperti keterbatasan lahan, sekarang ini kebijakan pertanian Pemerintah Kabupaten Bantul lebih diarahkan kepada pengembangkan Agro Industri. Masalah permodalan, seperti skim kredit petani yang tidak terjangkau. Dalam hal ini jarang ada lembaga perbankan yang memberikan skim pertanian yang disesuaikan dengan karakterisik bisnis pertanian. Selain itu pengembangan perikanan berbasis pantai membutuhkan modal yang besar. seperti kredit bagi nelayan yang masih sulit untuk cair. Masalah lain yang masih diperlukan dalam pengembangan sektor pertanian adalah masih minimnya SDM Nelayan di bidang ketrampilan penangkapan ikan, sehingga perlu ada pelatihan dan pendampingan secara terprogram. Kelembagaan petani yang masih lemah, karena sangat tergantung kepada pemerintah sehingga belum optimal dalam mengakomodir kepentingan petani. Optimalisasi pembentukan Gapoktan di tingkat desa sebagai sarana peningkatan kesejahteraan petani. Masih diperlukannya pendampingan bagi kelompok penangkar benih padi dan bawang merah sebagai persiapan menuju bantul sebagai seed center. Kelemahan yang dapat terindentifikasi dari sektor pertanian dapat terlihat dari kualitas SDM petani yang masih banyak kekurangan, kepemilikan dan luas garapan yang terlalu kecil , jiwa wirausaha petani umumnya lemah serta keuntungan usaha tani padi relatif rendah dan modal usahatani relatif tinggi (biaya produksi tdk, efisien), selain itu respon petani terhadap inovasi relatf rendah. Selain itu perlunya kebijakan agribisnis yang dikembangkan harus didukung persiapan bagi petani, karena sebagian besar petani masih belum berorientasi bisnis. Perlunya pengenalan komoditas pertanian bernilai ekonomis tinggi kepada petani. Masih langkanya Edit by hr
29
www.bappeda.bantulkab.go.id benih-benih pertanian organik sehingga diperlukan kawasan penangkar benih organik yang berstandar SNI, sehingga percepatan peningkatan produksi pangan dapat dipercepat. Serta perlunya fasilitasi pusat studi pertanian organik. Permasalahan kebijakan dan regulasi yang masih perlu dikembangkan adalah perlunya grand design pertanian bantul ke depan, sehingga semua kebijakan pertanian merupakan kebijakan yang terencana secara holistic (menyeluruh) dan terukur. Perlunya harga produk pertanian yang cenderung jatuh pada waktu panen raya, sehingga diperlukan adanya pengaturan masa tanam serta perlunya fasilitasi dan optimalisasi lahan pantai menjadi lahan pertanian dan peternakan. Masih diperlukannya fasilitasi dari pemerintah daerah untuk menciptakan integrated farming di setiap kecamatan, dan perlunya kebijakan yang mengurangi banyaknya sapi hidup yang dikirim langsung ke Jakarta. Hal ini dapat dilakukan dengan memulai dari penyiapan infrastruktur dan SDM sehingga pengiriman ke pedagang dalam bentuk karkas sehingga nilai tambah bisa dinikmati masyarakat Bantul. Selain itu
fasilitasi swasembada
daging juga menjadi salah satu masalah yang teridentifikasi di lapangan, salah satu jalan yang dapat dilakukan adalah dengan memperkuat sektor pembibitan dan kemudian disusul dengan program Fattening (penggemukan). Selain itu intervensi pemerintah juga sangat diperlukan dalam mengatasi rusaknya saluran irigasi dan mencoba untuk terus mendorong dalam memfasilitasi Bantul sebagai Seed Centre, serta perlunya terus didorong kebijakan pemerintah bantul untuk mengembangkan pertanian organik. Selain itu penjualan produk pertanian juga masih sangat memerlukan informasi pasar dan akses pasar, untuk itu perlu adanya akses informasi pasar bagi petani yang mudah diperoleh. Serta masih diperlukannya hubungan kerja yang baik antara petani dengan produsen pengolah hasil pertanian. Namun, di luar permasalahan tersebut, masih ada berbagai kekuatan yang dimiliki Kabupaten Bantul dalam pengembangan sektor pertanian ini, seperti adanya komitmen yang kuat dari pemerintah melalui kebijakan untuk memberdayakan petani. Selain itu masih terdapatnya beberapa program unggulan yg telah berjalan seperti program Bantul seed center serta penanganan pemasaran 7 komoditas, dan tersedinya Balai Benih Pembantu dan unit usaha perbenihan. Selain itu masih tersedianya beberapa pilihan usahatani/ agribisnis dan teknologi dan agroekosistem yang mendukung juga menjadi kekuatan terhadap pengembangan sektor pertanian. Kekuatan yang ada di sektor pertanian ini juga masih didukung oleh adanya peluang yang masih terbuka luas dalam pengembangan sektor pertanian di kabupaten Bantul, diantaranya adalah masih terbukanya secara luas permintaan hasil pertanian/pasar, adanya Edit by hr
30
www.bappeda.bantulkab.go.id sekitar 400 ha lahan pasir belum dioptimalkan, potensi pupuk kandang belum dioptimalkan untuk normalisasi kesuburan, peluang untuk budidaya pisang dan pepaya cukup mudah dan menguntungkan, berbagai proses pengolahan hasil menimbulkan nilai tambah serta pasar lokal dan luar daerah peluang besar (big market) bagi pemasaran benih merupakan peluang-peluang yang dapat ditangkap oleh pemerintah maupun pelaku usaha dalam pengembangan ekonomi local di Kabupaten Bantul.
www.bappeda.bantulkab.go.id
2.3.2. Permasalahan di Sektor Industri Pengolahan Keadaan Industri Kerajinan Bantul pasca gempa sangat memprihatinkan, porakporandanya tempat kerja bahkan juga banyak yang sekaligus tempat tinggal, Hancurnya peralatan/ mesin-mesin kerja, bahan baku, barang setengah jadi, barang jadi siap kirim., alat-alat dan bahan pendukung. Selain itu mundurnya mentalitas pekerja, mental entrepreneur, beban hutang / kredit yang menghimpit, beban pekerjaan / tanggungan pekerjaan yang belum terselesaikan, hilangnya pelanggan, serta turunnya pendapatan dan omset ditambah lagi dengan Kondisi ekonomi secara nasional yang ikut memburuk menyebabkan sektor kerajinan mengalami penurunan yang signifikan. Paska terjadinya gempa bumi di Kabupaten Bantul, sebagian besar proses produksi masih tetap dapat berjalan walaupun tidak dalam kapasitas penuh, namun hambatan terbesar yang dihadapi selain masalah hilangnya bahan baku dan juga rusaknya alat kerja adalah masalah yang terkait dengan pemenuhan kebutuhan tenaga kerja yang terampil, mahalnya tenaga kerja dan masih banyaknya tenaga kerja yang berubah profesi menjadi tehaga kerja bangunan yang memang banyak dibutuhkan untuk merekonstruksi perumahan setelah terjadinya gempa bumi. Berbagai masalah yang muncul pada sektor industri pengolahan di Bantul pada dasarnya masih pada permasalahan yang sama, akan tetapi permasalahan makin muncul dan berkembang dengan adanya gempa bumi yang terjadi. Permasalahan yang dihadapi antara lain adalah : Ketidakmampuan membayar kredit, omzet yang menurun, ketidakmampuan berproduksi, kehilangan pasar, mundurnya mentalitas pekerja dan mental entrepreneur, beban pekerjaan yang belum terselesaikan dan ketidaksinkronan program pengembangan industri yang dibuat eksekutif dengan kebutuhan riil. Berbagai kebutuhan pendukung yang masih diperlukan oleh kabupaten Bantul untuk pengembangan sektor industrinya antara lain adalah: perlunya database industri sehingga intervensi yang dilakukan pemerintah untuk mendorong perkembangan industri bisa optimal, selain itu juga diperlukan lembaga desain produk mebel dan kerajinan sehingga produk kerajinan mempunyai karakter yang kuat, serta perlu ditingkatkankannya kemampuan pengrajin membaca trend pasar sehingga produknya dapat diserap pasar. Selain itu kemampuan teknis mengolah produk makanan yang hygienis, teknik Edit by hr
31
www.bappeda.bantulkab.go.id pengemasan, dan variasi produk makanan sehingga dapat diserap oleh pasar, khususnya pasar di luar daerah. Perlu adanya pendampingan bagi pedagang pasar agar dapat memperbaiki pelayanan dan memberikan jaminan barang dagangan yang berkualitas dan juga perlunya pendampingan dalam aspek manajemen produksi, manajemen keuangan, dan pemasaran bagi pelaku usaha. Permasalahan lain yang juga masih harus dipecahkan bersama adalah masalah pemasaran, di mana masih perlu dipertimbangkan masalah pemasaran bersama oleh kelompok pelaku industri sehingga dapat menekan dana marketing yang harus dikeluarkan apabila pemasaran dilakukan secara individual. Masih diperlukannya market intelejen yang belum ada dan berjalan sehingga pengrajin mempunyai akses informasi atas kondisi pasar dan kondisi pesaing. Selain itu peningkatan networking dengan pelaku usaha besar sebagai upaya untuk mengembangkan UKM kerajinan. Kualitas sarana dan prasarana publik juga belum memadai dan masih menjadi salah satu kelemahan yang ada di kabupaten Bantul. Permasalahan bahan baku yang mayoritas masih diperoleh dari luar daerah seperti tanah liat menyebabkan kesulitan bagi pengrajin dalam memenuhi pesanan berskala besar dalam waktu yang cepat. Motivasi pengrajin dalam memandang kemajuan usaha masih rendah dan jiwa enterpreneurshipnya. Masih minimalnya distributor yang dapat membantu memasarkan barang-barang hasil industri serta belum berfungsinya dengan baik kelompok pada sentra industri serta kurang terjalinnya koordinasi dengan kecamatan untuk keakurat data indagkop. Adanya kesulitan dalam pemantauan masyarakat UKMK yang mendapat bantuan khususnya perkuatan permodalan. Kurangnya pemahaman prinsip-prinsip perkoperasian masih rendah serta belum ditemukannya strategi atau model pengembangan koperasi sehingga mengakibatkan strategi promosi investasi
www.bappeda.bantulkab.go.id
belum diketemukan cara-cara yang tepat.
2.4. MASALAH MENDASAR PEREKONOMIAN KABUPATEN BANTUL PASCA GEMPA Dalam RPJMD Kabupaten Bantul 2006-2010, Pemerintah Kabupaten Bantul menempatkan Program Penanggulangan Kemiskinan sebagai prioritas pertama kemudian diikuti oleh berbagai program lainnya yang memiliki keterkaitan paling dekat/erat dengan pengentasan kemiskinan, yaitu ketenagakerjaan, pendidikan, kesehatan, pertanian, industri-perdaganganpariwisata, infrastruktur dan peningkatan kapasitas pemerintah daerah. Sesuai dengan ciricirinya maka prioritas di atas adalah termasuk dalam kutub pertumbuhan ekonomi. Sedangkan aspek kelestarian alam dan keadilan sosial akan diupayakan masuk dalam setiap gerak langkah pembangunan yang akan dilaksanakan.
Edit by hr
32
www.bappeda.bantulkab.go.id 2.2.1. Kemiskinan Sementara itu jika dilihat dari tingkat kemiskinan yang ada di Bantul, dari hasil validasi dan verifikasi pemerintah kabupaten Bantul Tahun 2007, masyarakat miskin di Bantul sekarang ini ada sekitar 84%, berada pada tiga besaran pokok mata pencaharian: Sektor pertanian 42%, Pengrajin 18% dan Pedagang pasar 14%. Permasalahan dan langkah yang diambil oleh pemerintah Bantul dalam menangani masalah kemiskinan antara lain adalah: 1.
Database yang belum terkoordinasi dengan baik •
Tidak ada data yang konkrit mengenai jumlah banyaknya KK miskin dimana Jumlah KK Miskin pada awalnya adalah sekitar 81.000an, kemudian dilakukan verifiaksi awal, jumlah KK miskin menjadi 74.342 Oleh karena itu sekarang ini Kabuapten Bantul mencoba melakukan pendataan dengan door to door bekerjasama dengan BKKBN.
•
2.
Pada bulan Oktober, Pemda akan melakukan verifikasi lagi dengan melibatkan guru-guru dalam pelaksanaannya, sementara ini telah ditetapkan indikator yang akan digunakan dalam pelaksanannya Diharapkan hasilnya akan didapat data KK miskin by name dan dapat dipaparkan di semua pusat info Mengurangi beban KK miskin •
Membantu pembayaran IMB dan PBB KK miskin melalui APBD Bantul
• 3.
Membantu pembayaran sekolah untuk anak-anak KK miskin (sekitar 141 ribu anak) melalui APBD Pemberdayaan KK miskin
•
Dilakukan dengan berbagai macam skema, diantaranya adalah dengan memberikan pinjaman sebanyak 5 ekor kambing siap melahirkan kepada KK miskin
•
Pinjaman pembangunan kandang sebesar Rp 500 ribu beserta kambingnya kepada 700an tukang becak Setelah terjadinya gempa, banyak penduduk miskin yang kehilangan mata
pencahariannya, dari hasil validasi data yang dilakukan oleh pemerintah kabupaten Bantul, terlihat dari seluruh KK miskin yang ada di Bantul sekarang bekerja sebagai buruh dan kecamatan yang memiliki tingkat kemiskinan paling tinggi berada di Kecamatan Banguntapan, Sewon dan Imogiri. Sebarannya dapat dilihat pada Gambar 2.8. Daerah yang tingkat kemiskinannya rendah adalah daerah Kretek, Sanden dan Pajangan dengan tingkat kemiskinan kurang dari 2500 KK. Sementara itu untuk daerah dengan tingkat kemiskinan antara 2500KK-4000 KK adalah daerah Dlingo, Bambang Lipuro, Srandakan. Penanganan keluarga miskin di Bantul dilakukan melalui upaya peningkatan pendapatan secara mandiri dan berkelanjutan yang disesuaikan dengan potensi dan Edit by hr
33
www.bappeda.bantulkab.go.id permasalahannya pada masing-masing wilayah, serta mempermudah akses pelayanan kesehatan, pendidikan dan pelayanan publik lainnya, Selain itu rencana untuk evaluasi data kemiskinan dan evaluasi pelaksanaan program penanganan kemiskinan serta optimalisasi kelembagaan akan segera dilaksanakan. Selain itu peningkatan koordinasi dan harmonisasi antar dinas/instansi dalam rangka pelaksanaan pendataaan, verifikasi dan implementasi pemanfaatan data dan informasi
kemiskinan.
Serta
bagaimana
mengembangkan
sistem
pengelolaan,
distribusi/sosialisasi, monitoring dan evaluasi terhadap berbagai kegiatan yang menyangkut data dan informasi kemiskinan. Gambar 2.8. Peta Sebaran Keluarga Miskin Kabupaten Bantul Tahun 2007
Sumber : Badan Kesejahteraan Keluarga, kabupaten Bantul (2007)
Salah satu kebijakan sektoral yang dilakukan oleh pemerintah Bantul untuk
mengatasi kemiskinan melalui program yang dilakukan oleh Dinas Pertanian dan Kehutanan adalah melakukan reklamasi lahan di Pleret, Sitimulyo dan Parangtritis sebesar Rp 225 juta selain itu ada berbagai program lainnya yang juga bertujuan untuk penanggulangan kemiskinan seperti program pengembangan agribisnis Pisang di Wirirejo dan Sitimulyo, Desa Mandiri Pangan di Imogiri dan Dlingo, Rehabilitasi jaringan irigasi serta Peningkatan Produksi Beras Nasional (P2BN) di 17 kecamatan melalui bantuan benih kepada KK Miskin termasuk kelompok tani. Edit by hr
34
www.bappeda.bantulkab.go.id Akan tetapi semua program maupun kegiatan yang dilakukan yang memang bertujuan untuk meningkakan laju pertumbuhan yang memadai, harus diiringi perbaikan kualitas pertumbuhan, karena hal tersebut merupakan prasyarat yang nyaris mutlak untuk menanggulangi kemiskinan dan pengangguran. Hal tersebut tidak dapat digantikan oleh program apa pun. Apalagi jika program itu hanya berdiri sendiri, tak terintegrasi dengan strategi utuh pembangunan.
2.4.2. Ketenagakerjaan Jumlah angkatan kerja di Di Yogyakarta pada tahun 2006 meningkat sebesar 1,01% atau sebanyak 17.895 orang dari 1.770.899 orang pada tahun 2005 menjadi 1.788.840 orang pada tahun laporan, Porsi terbesar pada Kabupaten Sleman yakni sebesar 26,50% atau sebanyak 474.129 orang. Pertumbuhan negatif dialami oleh Kota Yogyakarta sebesar -0,40%. Kondisi ini selalu dialami oleh Kota Yogyakarta dari tahun ke tahun. Di Kabupaten Bantul terjadi pertumbuhan angkatan kerja sebesar 3,35% dari 440.464 orang pada tahun 2005 menjadi 455.751 orang pada tahun 2006, ini merupakan pertumbuhan tertinggi diantara lima wilayah kabupaten di DI Yogyakarta, Sebagaimana periode sebelumnya, peningkatan jumlah penduduk yang bekerja pada tahun 2006 terkonsentrasi pada 2 wilayah, yakni Kabupaten Sleman dan Kabupaten Bantul dengan pangsa total sebesar 51.98% atau sebanyak 929.880 orang. Tingkat pertumbuhan angkatan kerja di Kabupaten Bantul dapat dilihat pada Tabel 2.5 berikut. Tabel 2.5. Jumlah Angkatan Kerja (Orang) 2005 N o 1
Kabupaten
2006
2003
2004
432,405
436,964
440,464
24.87
Ptum b 0.795
457,121 226,205
460,452 227,615
466,230 229,196
26.33 12.94
Jumlah
Pangsa
Jumlah
Pangsa
455751
25.48
Ptum b 3.354
1.239 0.690
462881 230583
25.88 12.89
-0.724 0.602
2 3
Bantul Gunung Kidul Kulon Progo
4
Sleman
456,957
463,220
468,852
26.48
1.201
474129
26.50
1.113
5 DI Y
Yogyakarta
167,431 1,740,11 9
166,765 1,755,01 6
166,157
9.38
-0.366
165496
9.25
-0.399
1,770,899
100
0.897
1788840
100
1.003
Sumber : Laporan triwulan BI (2007)
Berdasarkan sektor ekonomi, penyerapan tertinggi penduduk yang bekerja terletak
pada sektor pertanian sebanyak 657.199 orang. Hal ini sesuai dengan karakteristik sektor pertanian yang padat karya (labour intensive). Namun demikian, penyerapan sektor pertanian semakin lama semakin berkurang, yang pada tahun 2004 pangsa sektor pertanian tercatat sebesar 40,55%, turun menjadi sebesar 39,65% pada tahun 2005 dan menjadi 38,80% pada tahun 2006. Penurunan penyerapan tenaga kerja di sektor pertanian selain terkait dengan penurunan minat masyarakat DIY untuk bekerja di sektor pertanian, juga disebabkan oleh penurunan luas lahan Edit by hr
35
www.bappeda.bantulkab.go.id sawah dari tahun ke tahun, yang pada tahun 2005 terjadi penyusutan sebesar 0,50% atau sebesar. Pertumbuhan negatif penyerapan tenaga kerja DIY dialami oleh sektor Industri Pengolahan sebesar -7,88% atau 5.000 orang. Hal ini sejalan dengan pelambatan pertumbuhan sektor Industri Pengolahan yang tercatat sebesar (1,23%) pada tahun 2006 yang terutama disebabkan oleh terhentinya aktivitas produksi sehubungan dengan kerusakan sarana dan prasarana sebagai akibat terjadinya gempa tektonik 27 Mei 2006 yang melanda DIY dan sekitarnya. Sementara itu pertumbuhan positif hanya dialami oleh sektor Jasa-jasa dan sektor Perdagangan dengan pertumbuhan masing-masing sebesar 4,86% dan 2,85% karena dua sektor tersebut masih menyimpan potensi untuk dikembangkan terkait dengan Yogyakarta sebagai kota Pelajar dan Kota Pariwisata. Sektor pertanian memang merupakan sektor paling banyak menyerap tenaga kerja dan tumbuh cukup tinggi, namun ternyata penyumbang utamanya ialah subsektor pertanian nonpangan yang notabene lebih sedikit menyerap tenaga kerja. Sementara itu, sektor industri pengolahan, yang juga merupakan penyerap tenaga kerja cukup signifikan kinerjanya sekarang ini masih sangat buruk. Menurunnya tingkat penyerapan tenaga kerja yang terjadi, menyebabkan peningkatan pada sisi tingkat pengangguran yang terjadi, jika dilihat di Kabupaten bantul, peningkatan jumlah angkatan kerjanya tidak sejalan dengan tingkat penyerapan tenaga kerja yang ada, sehingga tingkat pengangguran mengalami pertumbuhan yang cukup besar (Tabel 2.6). Tabel 2.6. Jumlah Pengangguran (Orang)
Edit by hr
36
www.bappeda.bantulkab.go.id Pada tahun 2006, berdasarkan hasil survei yang di lakukan oleh BI, Kabupaten Bantul memiliki tingkat pengangguran tertinggi di propinsi DIY, sebesar 17,97%, sementara itu kabupaten Sleman yang juga mengalami peningkatan yang tinggi pada jumlah angkatan kerjanya, justru mengalami pertumbuhan yang negatif pada jumlah penganggurannya (-2,52%), jumlah tenaga kerja yang menganggur berkurang sebesar 346 orang. Di Kabupaten Bantul, dapat terlihat pengangguran di Kabupaten Bantul mengalami pengingkatan sebesar 3,03 %, dari 38.054 orang menjadi 39.284 orang dengan tingkat pengangguran tertinggi berada di wilayah Banguntapan dan Imogiri. Sementara itu, dari Gambar 2.9 dapat terlihat juga adanya kesamaan dalam mata pencaharian yang sekarang ini dilakukan oleh KK miskin, dimana ketiga daerah tersebut penduduknya semua berprofesi sebagai buruh lainnya, dalam hal ini adalah buruh lepas. Namun perbedaan antara ketiganya adalah, di Sewon dan Banguntapan dapat dikatakan sebagai Urban Poor sementara di Imogiri sebagai Rural Poor. Gambar 2.9.
Dari jenis mata pencaharian yang ada di Kabupaten Bantul, sebagian besar penduduk yang berada di wilayah miskin memiliki mata pencaharian sebagai buruh lainnya, kelompok ini merupakan kelompok yang paling besar, peningkatan jumlah pada kelompok ini disebabkan oleh pergeseran pekerjaan yang dilakukan oleh sebagian besar penduduknya, pergeseran terjadi dari mereka yang sebelumnya bekerja di sektor pertanian dan industri bergeser menjadi buruh bangunan karena adanya booming pekerjaan di sektor bengunan dan berkurangnya produksi di sektor industri Edit by hr
37
www.bappeda.bantulkab.go.id akibat terjadinya gempa. Salah satu rencana pemerintah Bantul untuk mengurangi pengangguran adalah melalui pendidikan yang mengarah pada pembentukan kewirausahaan baru, dengan program pengembangan SMK, pengembangan ini dilakukan dengan pola life skill sehingga diharapkan melalui pendidikan ini lulusannya akan dapat menjadi lulusan yang siap pakai untuk usaha-usaha yang ada di Bantul.
2.2.3. Infrastruktur Perekonomian Meningkatnya tingkat penganguran dan juga pengangguran yang terjadi di Bantul salah satu penyebabnya juga adalah banyaknya sarana dan prasarana perekonomian yang rusak (lihat Gambar 2.10). Hal yang paling banyak dirasakan oleh pelaku usaha pada paska gempa ini adalah kerusakan atau kerugian yang berkaitan dengan potensi pasar output. Gambar 2.11. Rusaknya Fasilitas Usaha Akibat Gempa Bumi
Timbulnya berbagai kerusakan pada sebagian peralatan usaha dan infrastruktur ekonomi akibat bencana gempa bumi, akhirnya menimbulkan berbagai kekhawatiran yang dirasakan para pelaku usaha. Jenis kekhawatiran yang banyak dirasakan adalah kehilangan pelanggan/pasar, meningkatnya biaya produksi dan terganggunya proses produksi dan distribusi (lihat Tabel 2.7). Tabel 2.7. Banyaknya Sarana Perekonomian Sebelum Gempa, Kerusakan Dan Perbaikan di Kabupaten Bantul Jenis No 1
Kerusakan Toko
Sebelum
Rusak
Sudah
Gempa 535
Roboh 19
Berat 119
Sedang 236
Ringan 124
Diperbaiki 238
62
2
15
8
37
54
2
Swalayan/ Supermarket
3
Toko/ Warung Kelontong
7133
1189
975
661
1358
2307
4
Kios/ Sarana Produksi
185
18
41
25
39
72
5
Restoran/ Rumah Makan
195
1
9
15
46
52
6
Warung/ Kedai
1667
146
238
91
254
485
7
Wartel/ Kiospon
652
42
82
47
146
234
Sumber: Laporan tim reviewer RPJMD Bappeda Kabupaten Bantul, 2007
Edit by hr
38
www.bappeda.bantulkab.go.id Sementara itu secara geografis letak Kabupaten Bantul yang kurang strategis jalur transportasi yang kurang menguntungkan. Infrastruktur yang yang dengan adanya dampak gempa Ipal Komunal yang dibangun di kawasan industri rusak berat berakibat terhambatnya investor masuk
2.2.4. Pembiayaan Dilihat dari sisi pembiayaan, penyaluran kredit Bank Umum di peopinsi DI Yogyakarta kepada sektor usaha mikro, kecil dan menengah sampai dengan akhir triwulan I2007 tercatat sebesar Rp 5,806 milliar dengan pertumbuhan sebesar 0,46% dan memiliki pangsa pasar sebesar 88,15% dari total kredit yang disalurkan oleh Bank Umum naik 0,80% dari pangsa pasar pada periode sebelumnya yang tercatat sebesar 87,35% (Laporan BI,2007). Sementara itu rencana hair cut yang akan ditetapkan oleh BI terhadap kredit UMKM, yang sekarang ini isunya sedang berkembang akan tetap dilaksanakan namun masih belum dapat terlihat kapan waktu pelaksanaannya. Jika dicermati pada Gambar 2.11 dapat terlihat bahwa selama ini penyaluran kredit usaha dari bank umum di propinsi DIY untuk sektor pertanian dan industri masih lebih kecil dibandingkan dengan kredit yang disalurkan kepada sektor perdagangan, Jika ditinjau secara sektoral, sektor ekonomi yang mendapat kue terbesar Kredit Bank Umum adalah sektor Lainlain (termasuk di dalamnya adalah kredit konsumsi untuk perumahan, kendaraan bermotor dll) sebesar 45,66% atau Rp3.021 miliar, diikuti oleh sektor Perdagangan, Hotel & Restoran sebesar 25,18% atau Rp1.666 miliar. Jika dilihat dari sektor yang lain hanya mendapatkan porsi masingmasing kurang dari 10%. Namun demikian, angka pertumbuhan tertinggi dialami oleh sektor Jasa jasa Sosial Masyarakat (termasuk di dalamnya adalah hiburan & kebudayaan, kesehatan, pendidikan dan lainnya) yang tumbuh sebesar 34,92% dari Rp139 miliar pada tahun 2005 menjadi Rp187 miliar pada tahun 2006. Hal ini memberikan peluang bagi sektor pariwisata untuk terus membenah diri sehingga dapat memperoleh banyak peluang pembiayaan (Laporan BI,2007).
Edit by hr
39
www.bappeda.bantulkab.go.id
Gambar 2.11. Jumlah Kredit Yang Disalurkan oleh Bank Umum di Propinsi DIY tahun 2000-2006 (dalam Milliar Rupiah)
Sumber: Laporan Triwulan BI ( 2007)
Sementara itu Bank Umum di DIY yang menyalurkan Kredit terbesar terdapat pada Bank Umum di Kota Yogyakarta dengan pangsa 68,39% atau sebesar Rp4.525 miliar, kemudian diikuti oleh Kabupaten Sleman sebesar Rp1.031 miliar (15,58%). Sedangkan Bank Umum di wilayah Bantul hanya menyalurkan Kredit sebesar kurang dari 10,00% dari total Kredit di DIY. Adanya keadaan ini menyebabkan pelaku usaha di kabupaten Bantul harus dapat mencari alternatif keuangan lainnya dengan mencari berbagai peluang kredit dari bank-bank lain di luar Kabupaten Bantul maupun sumber lainnya. Selain sumber pembiayaan yang didapat dari bank, pemerintah Bantul maupun pelaku usaha hendaknya dapat menangkap berbagai peluang dari kebijakankebijakan pemerintah yang baru saja disahkan, seperti misalnya keluarnya UU mengenai Resi Gudang, yaitu merupakan dokumen bukti kepemilikan barang yang disimpan di gudang yang diterbitkan oleh pengelola gudang. Gudang di sini artinya bisa macam-macam, tergantung komoditas yang disimpan, mulai dari, coklat, kopi, beras, hingga crude palm oil (CPO). Resi gudang ini nantinya bisa digunakan untuk memperoleh kredit dari perbankan. Dengan sistem resi gudang ini, petani bisa menunda penjualan komoditas setelah panen, sambil menunggu harga membaik kembali, Edit by hr
40
www.bappeda.bantulkab.go.id dengan menyimpan hasil panen mereka di gudang-gudang tertentu yang memenuhi persyaratan. Jika ingin melanjutkan kegiatan bercocok tanamnya, kebutuhan modal petani bisa dicukupi dengan adanya mekanisme pembiayaan dari sistem resi gudang ini. Dan saat harga komoditas di pasaran sudah mulai membaik, petani bisa menjual hasil panen itu, sambil melunasi kewajibannya kepada bank.
2.2.5. Iklim Bisnis dan Investasi
Investasi memiliki peran yang penting dalam pembangunan daerah, jika proses
investasi berlangsung baik maka perekonomian akan tumbuh dengan baik selama proses investasi tersebut dapat menghasilkan output yang efisien. Berdasarkan studi dari KPPOD terlihat daya tarik Investasi Kabupaten Bantul cukup bagus, dengn nilai total B. Faktor keamanan, politik, sosbud dan tenaga kerja perlu mendapat perhatian yang cukup serius untuk dibenahi (lihat Tabel 2.8). Tabel 2.8. Daya Tarik Investasi Bantul Berdasarkan Survei KPPOD 2005 Faktor yang dinilai Skor Peringkat* (dari 169 Kabupaten) Kelembagaan 5.77 Keamanan, Politik, Sosbud 6.44 Ekonomi Daerah 6.80 Tenaga Kerja 5.27 Infrastruktur Fisik 6.76 Seluruh Faktor 6.26 Peringkat Tertinggi dikategorikan A, lalu B, C, D, terendah E Sumber : KPPOD, 2005
B (60) C (88) B (41) C (66) A (15) B (36)
Berdasarkan variabel penilaian faktor tenaga kerja, kemanan dan sosial budaya terlihat permasalahan ini dikarenakan ketersediaan tenaga kerja ahli (skill labour) dan produktivitas tenaga kerja yang rendah. Hal ini terkait juga dengan budaya “alon-alon waton kelakon”. Untuk itu perlu adanya intervensi untuk meningkatkan jiwa kewirausahaan bagi tenaga kerja di Bantul.
Edit by hr
41
www.bappeda.bantulkab.go.id
BAB 3 STRATEGI PENGEMBANGAN EKONOMI LOKAL (PEL) 3.1. VISI DAN MISI PEL 3.1.1. Visi1
Formulasi visi amat penting sebagai arah strategi dan pedoman melaksanakan strategi yang diformulasikan. Visi PEL Kabupaten Bantul diformulasikan berdasarkan hasil diskusi, lokakarya, dan konsultasi dengan pihak stakeholders (pemerintah dan non pemerintah), yang merupakan hasil formulasi dari berbagai informasi aktual yang dikumpulkan di lapangan. Dari hasil konsultasi tersebut dan rujukan pada RPJMD, dirumuskan visi pengembangan ekonomi lokal bantul yakni: Ekonomi Bantul 2010 yang ”sehat” dan ”tangguh” berbasis industri kerajinan, Agribisnis dan Wisata Komunitas.
Visi ekonomi Bantul 2010 yang “sehat” menggambarkan ekonomi Bantul yang pulih, sesudah terkenan dampak gempa, melalui percepatan ekonomi berdasarkan pada tiga pilar yang diharapkan dapat tercapai pada tahun 2010, yaitu Tingkat pertumbuhan ekonomi, Menurunnya tingkat pengangguran, Turunnya tingkat kemiskinan. Ekonomi Bantul yang “tangguh” merupakan ekonomi Bantul yang berbasis pada sumberdaya lokal dan mengedepankan partisipatif di dalam pelaksanaannya sehingga pembangunan ekonomi akan dapat meningkat dengan stabil serta pemerintah dapat menerapkan mekanisme kebijakan untuk manajemen krisis. Percepatan pemulihan ekonomi dilakukan dengan yang berbasis pada industri kerajinan, agribisnis dan wisata komunitas sebagai pengungkit dan sektor yang diunggulkan dalam pengembangan ekonomi di Kabupaten Bantul.
____________________ 1
Visi adalah suatu pernyataan komprehensif tentang: apa yang diinginkan oleh pemimpin organisasi, mengapa suatu
organisasi berdiri dan apa yang diyakininya, atau gambaran masa depan organisasi (Kuncoro, 2006). Visi yang baik (vision of success) dapat didefinisikan sebagai "deskripsi tentang apa yang mau dicapai oleh organisasi setelah organisasi tersebut mengimplementasikan strateginya dan mencapai potensi sepenuhnya" (Bryson, 1995).
Edit by hr
42
www.bappeda.bantulkab.go.id
3.1.2. Misi
Kendati visi PEL memberikan gambaran menyeluruh tentang ke mana Bantul mau
dibawa di masa depan, misi adalah suatu pernyataan apa yang dilakukan oleh berbagai unit organisasi dan apa yang mereka harapkan untuk mencapai visi tersebut (Coulter, 2003: 55). Misi bisa juga merupakan bagian dari visi yang biasanya mencerminkan norma perilaku yang menjadi pedoman para karyawan (Campbell, et al, 1990). Misi yang telah dirumuskan oleh hasil FGD stakeholder kunci adalah: 1. Mewujudkan percepatan pemulihan ekonomi dari dampak bencana gempa bumi. 2. Meletakkan dasar-dasar pengembangan ekonomi lokal Kabupaten Bantul yang tangguh.
3.1.3. Nilai-Nilai Nilai-nilai
inti
merupakan
prinsip
atau
ajaran-ajaran
pokok
sebuah
organisasi/daerah (Kuncoro, 2006). Nilai-nilai yang melandasi penyusunan PEL ini adalah sebagai berikut: •
Berkelanjutan: PEL harus mendorong pelaku usaha yang berwawasan lingkungan
•
Mandiri: mendorong ekonomi yang mandiri
•
Beretika: PEL harus memperhatikan nilai-nilai etis dalam menjalankan aktivitasnya
•
Potensi lokal: mengedepankan potensi lokal dalam PEL
•
Gotong royong: implementasi PEL perlu memperhatikan modal sosial
•
Merata: PEL harus mengurangi diparitas antar wilayah dan mengurangi kesenjangan
•
Akuntabilitas: semua implementasi strategi PEL harus jelas pertanggungjawabannya bagi para pengambil kebijakan di pemerintahan, swasta, dan organisasi masyarakat pada semua bidang
•
Transparansi: membangun saling kepercayaan antara pemerintah dan masyarakat dengan memberikan informasi yang dibutuhkan & akses informasi yang mudah bila dibutuhkan
•
Realistis: perumusan PEL harus memperhatikan kendala anggaran, waktu, dan kompentensi para pelaksananya.
3.1.4. Tujuan Tujuan inti merupakan alasan yang paling fundamental mengenai keberadaan sebuah organisasi. Tujuannya mencerminkan motivasi idealistis seseorang atau sekelompok orang untuk melakukan kegiatan organisasi yang tidak saja menggambarkan target dan output yang hendak dihasilkan, namun yang terpenting adalah merupakan raison d'etre atau jiwa sebuah organisasi. Adapun tujuan penyusunan PEL Bantul adalah: • •
Mengangkat pelaku ekonomi Bantul dari keterpurukan Mewujudkan pengembangan ekonomi lokal Bantul yang berbasis industri Edit by hr
43
www.bappeda.bantulkab.go.id
• • •
kerajinan, agribisnis dan wisata komunitas yang tangguh dan berkelanjutan, yang berperspektif pengurangan resiko bencana dan sensitif gender Meningkatnya kesejahteraan pelaku di sektor pertanian, industri kerajinan dan perdagangan jasa Mewujudkan sinergi antar pemerintah, dunia swasta dan Masyarakat dalam Pengembangan Ekonomi Lokal yang berbasis potensi lokal. Mengurangi disparitas antar wilayah.
3.2. SASARAN PEL Terjadinya gempa bumi pada tahun 2006 mengakibatkan perubahan yang cukup signifikan terhadap kondisi perekonomian Bantul, seperti disebut pada bab terdahulu, gempa telah mengakibatkan turunnya pertumbuhan ekonomi, pengangguran dan kemiskinan baru. Oleh karena itu, strategi pemulihan yang memiliki dampak jangka panjang untuk pemulihan maupun jangka panjang untuk pembangunan yang lebih baik sangatlah diperlukan. Berdasarkan rumusan RPJM Kabupaten Bantul 2006-2010 strategi pembangunan yang akan dilakukan adalah sebagai berikut: 1. Penguatan reformasi dalam rangka peningkatan PAD 2. Penguatan pembangunan ekonomi daerah dalam rangka meningkatkan potensi daerah untuk memperluas lapangan kerja 3. Peningkatan program kualitas sarana dan prasarana perekonomian 4. Reformasi di bidang pengembangan kawasan baru Penguatan pembaharuan kebijakan di bidang pertanian 5. Penguatan reformasi kebijakan pemberdayaan masyarakat. Sementara itu, sasaran Pembangunan Kabupaten Bantul berdasar RPJMD tersebut adalah : •
Kemiskinan turun dari 18,5% menjadi 13,5% .
•
Pengangguran turun dari 6,6% menjadi 4,1% .
•
Pertumbuhan ekonomi 6,53% .
•
Investasi mencapai Rp 3,5 trilyun .
•
PDRB meningkat dari Rp 3.080 M (2004) menjadi Rp 4.220 M (2010)
•
PAD naik dari Rp 32 M (2004) menjadi Rp 44,5 M (2010)
•
Empat sektor dominan (75,32%) yang berkontribusi terhadap PDRB adalah (1) Pertanian, (2) Perdagangan, Hotel dan Restoran, (3) Industri Pengolahan, dan (4) Jasajasa
•
Rasio Gini turun dari 0,2158 (2004) menjadi 0,1978 (2010)
•
Desa sebagai basis pertumbuhan ekonomi baru mampu tumbuh 10% Edit by hr
44
www.bappeda.bantulkab.go.id Apasca gempa bumi banyak hal yang diasumsikan pada penyusunan RPJMD 20062010mengalami perubahan, oleh karena itu sasaran dan target harus ditinjau kembali dan sebagai konsekuwensinya strategi dan program harus pula disesuaikan. Berdasarkan analisis pertumbuhan maupun performance ekonomi Bantul saat, usulan sasaran makro ekonomi kedepan adalah sebagai berikut: Tabel 3.1. Matriks Indikator Ekonomi Kabupaten Bantul dan Sasaran Pencapaiannya Sebelum Pasca gempa Sasaran gempa (2005) (2006) No Indikator (2010) 1
PDRB
3.23 Trilliun
2
Pertumbuhan PDRB
3
4
3.29 Trilliun
3.8 Trilliun
4.99 %
2.02 %
5,11 %
Industri Pengolahan
3,15 %
- 11,87 %
4,62 %
Pertanian
3,63 %
2,92 %
3,75 %
Tingkat kunjungan wisatawan
1.537.352 orang
884.024 orang
1.273.400 orang
18,5 % 27.379 KK
31,46 % 74.362 KK 250.078 Jiwa
21,90 % 53.362 KK 174.078 Jiwa
5,74 % 25.300 jiwa
8.,5 % 30.841 jiwa
6,00 % 47.350 jiwa
Kemiskinan (%) ( )
Pengangguran (%) ( )
Sumber: Data 2005 dan 2006 diolah dari BPS,Bappeda, BKK Kabupaten Bantul; Sasaran 2010 berdasarkan proyeksi Tim PEL
3.3. STRATEGI PEL Mengingat situasi saat ini dimana bisnis para pelaku usaha belum pulih dan oleh karenanya belum mampu menyerap tenaga kerja seperti saat sebelum gempa dan bahkan beberapa dalam situasi “terpuruk”, dibutuhkan sebuah strategi untuk pemulihan cepat dan berdampk jangka panjang. Hal ini tidak bisa dilakukan oleh pemerintah sendiri namun harus dilakukan secara bersama, sistematis dan sinergis antar berbagai sektor yang terlibat, karena di satu sisi pelaku bisnislah yang memahami dinamika pasar dan produksi, sementara itu ada pula aktor-aktor lain sebagai pendukung bisnis untuk menjalankan produksi dan pemasaran dan disisi lain hanyalah pemerintahan yang memilikikewenangan kebijakan dan regulasi sekaligus kapasitas untuk menyediakan insfrastruktur. Oleh karena itulah kemudian dipilih strategi pengembangan ekonomi lokal berbasis cluster dan melibatkab berbagai multi-stakeholder yang dimaksudkan untuk pemulihan jangka panjang.
Edit by hr
45
www.bappeda.bantulkab.go.id Secara umum strategi PEL dapat dirumuskan sebagai berikut: ” Mempercepat pemulihan dan penguatan ekonomi rakyat dengan mengedepankan sinergi antara pemerintah, swasta dan masyarakat”
Hal tersebut dapat dilakukan melalui demand pull, yalmi mulai dari penguatan jaringan untuk pemasaran sampai dengan adanya diversifikasi terhadap produk, dan supply push yang dilakukan dengan melihat dari sisi produksi, mulai dari pembiayaan (permodalan) sampai dengan tekhnologi. Seluruh strategi tersebut harus didukung oleh : •
Kebijakan yang dipadu, sehingga diperlukan sinkronisasi dan harmonisasi antar kebijakan yang berlaku.
•
Optimalisasi Sumber daya di Agribisnis, industri kerajinan dan perdagangan jasa dalam mempercepat pemulihan ekonomi di Bantul pasca gempa.
•
Perbaikan koordinasi antar sektor maupun dengan propinsi dan kemitraan dengan stakeholder kunci yakni lembaga swasta dan lembaga pengembang masyarakat
•
Perbaikan sarana dan prasarana strategis sektor Agribisnis, industri kerajinan dan perdagangan jasa untuk menunjang pemulihan ekonomi.
3.4. KEBIJAKAN PEL SEKTORAL Hasil kajian tim PEL terhadap berbagai indikator ekonomi makro dan mikro, ada 3 sektor utama yang bisa menjadi pengungkit perekonomian Bantul, yakni pertanian, industri pengolahan (termasuk kerajinan) dan industri pariwisata. Untuk pengembangan ketiga sektor tersebut, kebijakan utama yang di tempuh adalah : (1) Craftmenship Industrial Area; (2) AgroBased Industry[ (3) Community Based Touris. 3.4.1. Kebijakan PEL Sektor Pertanian dengan Agro Based Industry Banyak yang sependapat bahwa salah satu syarat perlu (necessary condition) untuk dapat dicapainya transformasi struktural dari industri primer, dalam hal ini sektor pertanian, ke industri sekunder (manufaktur) adalah adanya keterkaitan sektor pertanian dan sektor industri yang tangguh. Kaitan yang paling sesuai adalah pengolahan produk-produk pertanian ke dalam pengembangan agroindustri. Jelas bahwa agrobased industry mencakup dua jenis industri manufaktur, yaitu: Pertama, industri penyedia input pertanian, seperti industri pupuk, bibit unggul, pestisida, dan penghasil mesin-mesin pertanian. Umumnya industri semacam ini tidak berlokasi di pedesaan, padat modal, dan berskala besar. Kedua, industri pengolah hasil pertanian, seperti industri Edit by hr
46
www.bappeda.bantulkab.go.id pengolahan lahan pucuk teh menjadi teh hijau/hitam, industri tepung, industri gula, industri tekstil, industri kayu/bambu/rotan, industri barang dari karet. Dari hasil analisis yang dilakukan oleh pemerintah daerah, dapat diiidentifikasi subsektor basis pertanian di masing-masing kecamatan Bantul (lihat Tabel 3.2). Sektor basis dari pertanian padi masih merupakan subsektor basis hampir di semua kecamatan di Bantul, menyusul kemudian kedelai dan kacang tanah. Bawang merah yang selama ini juga menjadi penopang sektor pertanian ternyata tidak banyak berperan secara perhitungan kuantitatif, namun jika dilihat secara pemetaan di lapangan, produk ini masih menjadi salah satu komoditi yang dapat menjadi andalan di Kabupaten Bantul.
No
Tabel 3.2. Subsektor Basis Pertanian per Kecamatan di Kabupaten Bantul Kecamatan Subsektor Basis
1. Srandakan Perkebunan 2. Sanden Sayuran, Perkebunan 3. Kretek Sayuran, Buah-buahan 4. Pundong Padi, Ketela, Kacang tanah 5. Bambang Lipuro Padi, Kedelai, Kacang tanah 6. Pandak Padi, Kedelai, Kacang tanah 7. Bantul Kedelai, Perkebunan 8. Jetis Padi, Kedelai, Kacang Tanah 9. Imogiri Padi, Kedelai, Ketela 10. Dlingo Ketela, Sayuran, Buah-buahan, tanaman obat 11. Pleret Padi, Jagung, Kacang Tanah 12. Piyungan Jagung, Ketela, Buah-buahan, tanaman obat 13. Banguntapan Padi, kacang tanah 14. Sewon Padi, Jagung dan Kacang tanah 15. Kasihan Padi, buah-buahan, perkebunan 16. Pajangan Jagung, Kedelai, Ketela 17. Sedayu Ketela dan buah-buahan Sumber: Hasil analisis LQ per sub sektor oleh Bappeda Kabupaten Bantul (2007)
Secara
umum,
kunci
kebijakan
pertanian
ialah:
(1)
memperluas
areal
pertanian/perikanan (2) memperbaiki akses nelayan pada alat tangkap, (3) menciptakan teknologi pertanian, (4) investasi pendidikan produsen pertanian, (5) memperkuat jaringan pasar produk pertanian primer dan olahan untuk ekspor, dan (6) melepaskan “belenggu” kegiatan pembentukan tataniaga produk input dan output pertanian yang merugikan produsen (7) memberdayakan nelayan dan peternak. Paradigma agroindustri yang digunakan dalam PEL Bantul adalah agroindustri dalam arti yang luas, yaitu selain mencakup industri pengolah hasil pertanian dan industri penyedia input bagi pertanian, juga termasuk seluruh subsektor dalam sektor pertanian, yang meliputi tanaman pangan, tanaman perkebunan, peternakan, kehutanan, dan perikanan. Edit by hr
47
www.bappeda.bantulkab.go.id Dipilihnya konsep agroindustri ini dengan pertimbangan adanya banyak bentuk interaksi pertanian-agroindustri sebagaimana terlihat pada Tabel 3.3. Tabel 3.3. Berbagai Bentuk Alternatif dalam Interaksi Pertanian (Hulu) dan Agroindustri (Hilir) Bentuk Pemilikan Agroindustri Bentuk Interaksi Negara
Swasta Besar
X
X
X
X
X
X
X
4. Usaha pemasaran (agribisnis) dengan sistem pengadaan contract farming (tanpa pengolahan lokal domestik)
X
?
5. Agroindustri yang membeli bahan bakunya di pasar bebas.
X
1. Perkebunan besar: agroindustri besar yang terintegrasi vertikal ke depan 2. Agroindustri besar yang sebagian terintegrasi vertikal ke belakang sebagain berdasar contract farming (=PIR)
3. Agoindustri besar dengan sistem pengadaan contract farming (=intisatelit)
6. Petani kecil yang terintegrasi vertikal ke depan (=pemilikan agroindustri bersama oleh petani)
Swasta Kecil
Koperasi
X
X
Usaha Bersama
?
X
X
Catatan: X=bentuk yang kira-kira terdapat di Indonesia. Sumber: White (1990); Kuncoro (2006)
3.4.2. Kebijakan PEL Sektor Industri Pengolahan Dengan Craftmentship Industrial Area Untuk sektor industri, berbagai industri kerajinan dengan berbagai skala, masih menjadi sub sektor yang utama yang dapat memberikan keunggulan komparatif terhadap Kabupaten Bantul. Sub sektor ini telah terbukti mmpu memberikan sumbangan pada nilai eksport Bantul dan juga memberikankesempatan kerja dan menjadi gantungan sumber pendapatan bagi berbagai industri rumahan/keluarga. Tabel 3.4 menunjukan berbagai wilayah/sentra industri kerajinan yang ada di Bantul.
Edit by hr
48
www.bappeda.bantulkab.go.id
No
Tabel 3.4. Subsektor Basis Industri per Kecamatan di Kabupaten Bantul Kecamatan Subsektor Basis
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.
Srandakan Sanden Kretek Pundong Bambang Lipuro Pandak Bantul Jetis Imogiri Dlingo Pleret
Anyaman, Makanan Anyaman Makanan Gerabah Kerajinan Kayu, Kerajinan Kain tenun, Makanan Anyaman Kerajinan Kulit, Kerajinan Kayu, Anyaman, Makanan Kerajinan Kain Tenun, Makanan Kerajinan kulit, Kerajinan kain/tenun Kerajinan Kayu, Anyaman Industri Sedang, Kerajinan Kayu, Kerajinan Logam, Kerajinan Tenun, Makanan 12. Piyungan Industri Besar, Industri Sedang, Kerajinan Logam dan Makanan 13. Banguntapan Industri Besar, Industri Sedang, Kerajinan Logam dan Makanan 14. Sewon Industri Besar, Industri Sedang, Makanan 15. Kasihan Industri Besar, Industri Sedang, Gerabah 16. Pajangan Industri Sedang, Anyaman, Gerabah, Makanan 17. Sedayu Industri Besar, Industri Sedang, Gerabah, Kerajinan Kain/Tenun Sumber: Hasil analisis LQ per sub sektor Bappeda Kabupaten Bantul (2007)
Berdasarkan persoalan, baik yang mendasar maupun pasca gempa dan potensi yang ada di wilayah Bantul, format kebijakan yang dapat dilakukan untuk mengembangkan industri pengolahan dengan craftmentship industrial area meliputi: 1. Kebijakan Modernisasi Usaha Kebijakan modernisasi usaha terutama berkenaan dengan peningkatan pengetahuan dan kapasitas pelaku usaha dalam hal manajemen usaha modern. Berkaitan dengan hal tersebut, berbagai kebijakan modernisasi usaha yang dapat ditempuh antara lain adalah trend analisis dan pengembangan produk-produk baru, ekspansi usaha, pembentukan koperasi/asosiasi, kerjasama usaha, pemasaran bersama, dan lain-lain. Untuk itu sinergi berbagai pelaku dengan strategi sangatlah diperlukan, seperti kerjasama dengan Unit Pelayanan Teknis, Business Development Service, dan Perguruan Tinggi. 2. Kebijakan Stabilisasi Usaha Usaha kecil umumnya menjadi lebih stabil, mampu membuat rencana produksi dan pemasaran dengan lebih baik apabila mereka memiliki akses terhadap modal/perkreditan. Namun demikian, sampai saat ini akses pada kredit mikro masih sangat terbatas, dilakukan terutama oleh koperasi lokal maupun lembaga swadaya dan akhir-akhir ini pemerintah kabupaten Bantul juga telah memulai upaya kemudahan akses pedagang pasar pada kredit melalui bank pasar. Untuk itu, perlu upaya-upaya serius untuk menemukan model-model mikro kredit bagi usaha kecil dan pertanian dan mobilisasi sumber dana untuk kepentingan tersebut. Sumber dana yang secara tradisional ada dan belum secara maksimal dimanfaatkan : (a) dana Edit by hr
49
www.bappeda.bantulkab.go.id BUMN, baik dari program kemitraan maupun bina lingkungan, bagi usaha kecil dan Koperasi; (b) KKU (Kredit Kelayakan Usaha), KUK (Kredit Usaha Kecil), dan Kredit Usaha rakyat (KUR); (c) modal ventura, dari perusahaan modal ventura seperti Astra Mitra Ventura, Jogja Sarana Ventura. Bersamaan informasi pada mikro-kredit dan peningkatan kapasitas produsen untuk menjadi bank-able. 3. Kebijakan Eliminasi Kelemahan Usaha Kecil
Diperlukan berbagai upaya untuk mengatasi kelemahan tersebut. Di sinilah letak pentingnya kerjasama antar departemen dan antar lembaga dalam mengurangi kelemahan usaha kecil. Departemen Pariwisata barangkali dapat membantu dalam aspek pemasaran ke luar negeri. Departemen Perindustrian dapat membantu dalam pengembangan produk, akses teknologi, pengadaan bahan baku. Departemen Perdagangan dapat membantu dalam akses pasar dalam negerio maupun luar negeri. Departemen Koperasi dan UMKM dapat berperan serta dalam pembinaan kelembagaan. Departemen Tenaga Kerja dapat berpartisipasi dalam meningkatkan produktifitas pekerja dan usaha kecil. 3.4.3. Kebijakan PEL Sektor Pariwisata dengan Community Based Tourism Terlepas dari kondisi yang hancur akibat gempa tersebut, jika dilihat dari sarana dan prasarana yang tersedia di Bantul dapat mendukung pengembangan Bantul menjadi pusat kerajinan di DIY setelah Kota Yogyakarta. Sekarang ini pemerintah Kabupaten Bantul bekerjasama dengan Bank Indonesia Yogyakarta untuk mengkaji kawasan Gabusan, Manding dan Tembi (GMT) sebagai kawasan terpadu perdagangan dan pariwisata. Hasil uji kelayakan yang dilakukan dalam rangka pengembangan daerah GMT sebagai kawasan Kawasan Wisata Khusus (KWK) kerajinan dan budaya sebagaimana dirangkum dalam Tabel 3.5. Terlihat bahwa Kabupaten Bantul memiliki potensi pariwisata yang cukup baik, dengan menduduki peringkat kedua setelah Kota Yogyakarta, khususnya jumlah industri kerajinan di Bantul mencapai 226 industri kerajinan. Hal ini dapat mendukung pengembangan Bantul menjadi pusat kerajinan di DIY setelah Kota Yogyakarta. Keterkaitan yang erat antara sektor industri dan sektor pariwisata membutuhkan strategi tertentu dalam pelaksanaannya, di antaranya yaitu: • Perubahan mindset yang melihat keberhasilan pariwisata diukur dari PAD yang diperoleh. • Mengembangkan pariwisata berbasis komunitas karena terbukti tangguh mengkosolidasikan diri pasca gempa (desa Wisata), serta mengembangkan jaringan antar desa wisata.
Edit by hr
50
www.bappeda.bantulkab.go.id • • •
Mengembangkan jalur-jalur wisata kerajinan, wisata bahari, dan wisata budaya Pemasaran dan promosi wisata berbasis teknologi informasi. Mengembangkan pariwisata yang berbasis usaha kecil (lihat Gambar 3.1)
Tabel 3.5. Potensi Wisata dan Jumlah Industri Kerajinan di Propinsi DIY No
Potensi Pariwisata
Yogyakarta
Sleman
Kabupaten/Kota Bantul Kulon Progo 10 11
Gunung Kidul 43
Jumlah
1
Obyek dan Daya tarik wisata
24
24
2
Pertunjukan dan event wisata Akomodasi Restaurant dan Rumah Makan Fasiliatas dan Tempat Konvensi Indutri Kerajinan Tempat Rekreasi dan Hiburan
20
12
27
11
16
86
285 144
130 108
180 158
3 13
23 81
621 504
4
5
1
-
-
10
416 78
134 12
226 22
23 5
39 16
838 132
79 854 40
52 279 12
12 37 8
47 -
3 125 5
146 1342 65
3 4 5 6 7 8 9 10
Biro Perjalan Wisata Prasarana Wisata Lembaga Pendidikan, Pariwisata dan Bahasa
112
Sumber: Hamin (2007)
Format kebijakan untuk pengembangan pariwisata perlu dilakukan dengan upaya: 1. Pembinaan Masyarakat di Sekitar Obyek dan Kawasan Wisata Masyarakat di sekitar obyek dan kawasan wisata merupakan ujung tombak dalam pengembangan pariwisata suatu daerah. Promosi "sadar wisata" perlu diperkenalkan kepada mereka agar para wisatawan dapat kerasan dan tinggal lebih lama di obyek atau kawasan wisata tertentu. 2. Aksesibilitas (prasarana) dan Sarana Betapapun gencarnya promosi pariwisata dan menariknya suatu obyek wisata, tidak akan berarti banyak bila aksesibilitas ke obyek wisata tersebut sulit dijangkau, baik lewat darat, laut, maupun udara. Oleh karena itu, pengembangan prasarana dan sarana menuju dan di sekitar obyek/lokasi wisata amat perlu diperhatikan. Prasarana yang dimaksud mencakup jalan, listrik, air, telpon, dan money changer. Sarana di obyek wisata seperti WC/kamar mandi, motor boat, radio panggil, pagar pengaman mutlak diperlukan bagi para wisatawan terutama untuk mencegah kecelakaan dan dalam kedaaan darurat.
Edit by hr
51
www.bappeda.bantulkab.go.id
3. Promosi/Pemasaran Domestik dan Luar Negeri Promosi obyek dan lokasi wisata di Bantul belum banyak diketahui oleh wisatawan nusantara dan wisatawan mancanegara. Berbagai jalur promosi lewat pameran, biro perjalanan, hotel, dll. masih perlu ditingkatkan di masa mendatang. 4. Identifikasi produk dan obyek Wisata Promosi/pemasaran produk dan obyek wisata perlu didukung dengan inventarisasi produk dan obyek wisata di daerah tersebut. Penekanan pada "keunikan dan kekhasan" produk dan obyek wisata merupakan daya tarik tersendiri bagi para wisatawan.
3.5. KEBIJAKAN PEL SECARA SPASIAL Berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah 2006-2010 Bantul, untuk Kebijakan spasial pengembangan wilayah Bantul dirumuskan dalam 7 (tujuh) pengembangan kawasan, yaitu: •
Kawasan Agrobisnis Sedayu
•
Kawasan Sub Urban, yaitu Kecamatan Banguntapan, Kasihan dan Sewon., dengan kegiatan utama Industri Kecil, Perdagangan, Jasa dan Pemukiman.
•
Kawasan Industrial Estate, yaitu Kecamatan Piyungan dengan kegiatan utama Industri Besar. Edit by hr
52
www.bappeda.bantulkab.go.id •
CBD-Pusat Pemerintahan, Kota Bantul, dengan kegiatan utama Jasa dan Perdagangan.
•
Kawasan Pertanian Modern, yaitu Pleret, Jetis, Bambanglipuro, Pundong, dan Pandak, dengan kegiatan utama Pertanian.
•
Kawasan Agropolitan, Wisata budaya, Sejarah dan Pengembangan Perbukitan (Taman Kedamaian), yaitu Dlingo dan Imogiri, dengan kegiatan utama industri kecil, wisata alam spiritual.
•
Kawasan Wisata dan Perikanan Pantai selatan, yaitu Srandakan, Saden dan Kretek dengan kegiatan utama wisata, pertanian dan perikanan laut. Untuk melihat kebijakan secara spasial, dapat diidentifikasi berdasarkan sektor
basis yang ada di masing-masing kecamatan (lihat Tabel 3.3).
No
Tabel 3.6. Sektor Basis per Kecamatan di Kabupaten Bantul Kecamatan Sektor Basis
1. 2. 3.
Srandakan Sanden Kretek
Pertanian, Industri Pertanian, Industri, Kuangan persewaan dan jasa perusahaan Perdagangan, Hotel dan Restauran, Kuangan persewaan dan jasa perusahaan, Bangunan 4. Pundong Pertanian 5. Bambang Lipuro Pertanian, Perdagangan, Hotel dan Restauran, Kuangan persewaan dan jasa perusahaan, 6. Pandak Bangunan 7. Bantul Industri, Perdagangan, Hotel dan Restauran, Kuangan persewaan dan jasa perusahaan, Bangunan, Transport dan komunikasi 8. Jetis Pertanian, Perdagangan, Hotel dan Restauran, 9. Imogiri Industri 10. Dlingo Pertanian dan Industri 11. Pleret Transport dan komunikasi, Bangunan 12. Piyungan Pertanian, Kuangan persewaan dan jasa perusahaan, 13. Banguntapan Industri, Perdagangan, Hotel dan Restauran, Kuangan persewaan dan jasa perusahaan, Bangunan, Transport dan komunikasi 14. Sewon Industri, Perdagangan, Hotel dan Restauran, Bangunan, Transport dan komunikasi 15. Kasihan Perdagangan, Hotel dan Restauran, 16. Pajangan Pertanian 17. Sedayu Pertanian Sumber ; hasil analisis LQ per sub sektor Bappeda Kabupaten Bantul (2007)
Strategi kebijakan yang dilakukan dalam pengembangan ekonomi local adalah: •
Sinkronisasi 7 tema Pengembangan kawasan dengan identifikasi peta potensi dan masalah di masing-masing kecamatan.
•
Pengembangan kawasan berbasis konsep urban growth, industrial estate, agropolitan dan agrobisnis, rural-urban linkages Edit by hr
53
www.bappeda.bantulkab.go.id Dari hasil pemetaan lapangan terhadap aktivitas yang dilakukan di Kabupaten Bantul, dapat terlihat hampir di semua kecamatan di Kabupaten Bantul penduduknya beraktivitas sebagai pekerja industri kecil. Jika dikaitkan dengan potensi pengembangan yang ditetapkan oleh pemerintah Kabupaten Bantul dalam RPJMD 2006-2010 memperlihatkan adanya keterkaitan yang jelas antara keduanya.
Sumber : Data kemiskinan BKK 2007 dan Potensi Pengembangan dalam RPJMD 2006
Dari gambar 3.2. dapat terlihat kecamatan Sewon, Banguntapan dan Imogiri yang memiliki tingkat kemiskinan lebih dari 6000 KK memiliki potensi untuk pengembangan industri kecil. Sementara itu kecamatan Sanden, Kretek dan Pajangan memiliki potensi pengembangan perikanan laut. 3.6. KEBIJAKAN PEMASARAN PEL Bagaimana menarik orang dan investasi masuk ke suatu daerah? Jawaban atas pertanyaan berkaitan dengan aktivitas pemasaran daerah/lokasi (place marketing). Ada 4 aktivitas utama dalam memasarkan daerah (Kuncoro, 2004: bab 14): Edit by hr
54
www.bappeda.bantulkab.go.id •
Mengembangkan positioning yang kuat dan menarik.
•
Merancang insentif yang menarik bagi pembeli (investor) baru maupun yang sudah ada.
•
Menawarkan produk dan jasa secara efisien dan bisa diakses dengan mudah.
•
Mempromosikan daya tarik dan manfaat daerah.
Kelemahan atau kesulitan yang paling besar yang dihadapi oleh pelaku usaha dalam menjalankan usahanya adalah masalah pemasaran. Masalah ini merupakan masalah klasik yang selalu dirasakan oleh kebanyakan pelaku usaha, hal ini terjadi karena munculnya pelaku usaha adalah karena banyaknya permintaan terlebih dahulu dan bukan menciptakan pasar lebih dahulu. Berikut beberapa kebijakan yang diformulasikan untuk mengambil langkah-langkah yang dibutuhkan dalam kebijakan pemasaran, yaitu : •
Mengembangkan konsep pemasaran bersama berbasis kewilayahan (Bantul)
•
Meningkatkan fungsi trading house
•
Mengembangkan Pasar Tradisional harus dapat mengurangi ketergantungan pedagang terhadap rentenir
•
Mengembangkan pasar-pasar tradisional yang berbatasan dengan kabupaten lain dengan konsep growth pole.
•
Mengembangkan pemasaran daerah yang proaktif untuk menarik investor, pembeli dan wisatawan ke Bantul
•
Meningkatkan akses pasar baik domestik maupun luar negeri.
Edit by hr
55
www.bappeda.bantulkab.go.id
BAB 4 IMPLEMENTASI STRATEGI PEL Strategi dan kebijakan PEL perlu dijabarkan dalam rencana aksi. Rencana strategik PEL yang direkomendasikan pada dasarnya memasukkan 3 pendekatan, yaitu: pendekatan subsektor, spasial dan memasarkan daerah (lihat Gambar 4.1). Gambar 4.1. Langkah Pemulihan UMKM Pascagempa di Bantul dan Klaten
4.1.1. Pendekatan Subsektor Pendekatan pemulihan pada intinya memperhatikan dan memprioritaskan subsektor kunci yang dalam hal ini adalah UMKM di Bantul. Dari hasil analisis secara kuantitatif maupun melalui diskusi mendalam dengan stakeholders, telah diketahui bahwa sektor industri pengolahan, pertanian, dan pariwisata sebagai basis dari pengembangan ekonomi lokal Bantul. Berikut akan dijabarkan rencana aksi untuk masing-masing subsektor kunci berdasarkan sasaran, strategi, dan kebijakan yang telah diuraikan dalam Bab 3.
Edit by hr
56
www.bappeda.bantulkab.go.id 4.1.1.1. Rencana Aksi Pengembangan Agroindustri Sasaran yang akan dikedepankan dalam mengembangkan agroindustri adalah: kecukupan pangan, meningkatnya pendapatan petani-nelayan-peternak, mengurangi kemiskinan, pertanian yang maju, mandiri dan berkelanjutan, dan agribisnis. Pengembangan pertanian yang dilakukan melalui pendekatan agronindustri pada hakekatnya menekankan kepada tiga hal, yaitu: (1) pendekatan pembangunan pertanian ditingkatkan dari pendekatan produksi ke pendekatan bisnis, dengan demikian aspek usaha dan pendapatan menjadi dasar pertimbangan utama, (2) pembangunan pertanian bukan semata pembangunan sektoral, namun juga terkait dengan sektor lain (lintas/intersektoral), (3) pembangunan pertanian bukan pengembangan komoditas secara parsial, melainkan sangat terkait dengan pembangunan wilayah, khususnya perdesaan yang berkaitan erat dengan upaya peningkatan pendapatan petani(lihat Gambar 4.2). Adapun rencana aksi yang berhasil dirumuskan dalam PEL Bantul dengan kebijakan pengembangan agroindustri adalah : a. Mengembangkan diversifikasi pangan dan komoditas pertanian Bantul b. Mengkonkretkan model pertanian terpadu (pertanian projotamansari) dengan budidaya organik c. Mengendalikan alih fungsi lahan d. Mengembangkan agribisnis secara komprehensif dengan: •
Agribisnis hulu (pusat benih, pembibitan)
•
Agribisnis hilir (pengolahan komoditas primer pertanian baik produk antara maupun produk akhir, serta perdagangannya)
•
Penyusunan road map pertanian tanaman pangan Diharapkan dari strategi tersebut dapat diterapkan program yang ditawarkan untuk
dapat dilakukan dalam meningkatkan kinerja sektor pertanian, yaitu peningkatan sumber daya manusia, pemenuhan sarana dan prasarana, inovasi teknologi, membangun networking yang kuat, mapping untuk menentukan zoning, mengembangkan kelembagaan petani, pemantapan sistem informasi, penguatan jaringan, menerapkan kebijakan pro-petani dan pengembangan integrated farming.
Edit by hr
57
www.bappeda.bantulkab.go.id
Sumber: Arifin (2004:153): Kuncoro (2007)
Dalam hal pembangunan perikanan, dukungan pemerintah saat ini adalah perlunya membangun sarana pasar dan pelabuhan ikan yang memadai. Lebih luas dari kebijakan ini adalah, pemerintah ada baiknya menerapkan kebijakan untuk mengangkat nasib petani, peternak, dan nelayan yang masih miskin. Kebijakan yang dibuat diharapkan dapat menjembatani dualisme antara usaha pertanian/peternakan/perikanan besar dan petani/peternak/nelayan. Program lain yang dapat ditawarkan dalam hal ini yaitu: (1) peningkatan kemampuan penguasaan teknologi oleh nelayan; (2) peningkatan kemampuan budidaya ikan air tawar dan ikan laut yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi. 4.1.1.2. Rencana Aksi Pengembangan Industri Salah satu yang dapat berperan dalam mengatasi permasalahan perekonomian di Kabupaten Bantul adalah melalui peningkatan peranan industri kecil dalam penciptaan lapangan kerja dan pertumbuhan. Pertama, pemerintah Bantul perlu mengubah mindset tentang peran industri kecil yang harus diubah dari social approach menjadi business oriented secara terintegrasi dengan strategi industrialisasi yang hingga kini perlu diperjelas.
Namun, jika
pendekatan pemerintah Bantul terhadap industri kecil masih bersifat social approach akan dapat terjadi
kesimpangsiuran
dalam
pengembangan
industri
kecil.
Ini
menggambarkan
ketidakpercayaan terhadap potensi industri kecil dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Pengembangan industri kecil dapat menciptakan lapangan kerja baru, apabila: (1) iklim usaha di daerah bagi sektor swasta di mana industri kecil merupakan bagian terpenting dapat diperbaiki, dan (2) tersedia beragam akses pada industri kecil. Karena itu perlu diciptakan sistem insentif untuk memudahkan pembentukan usaha baru dan memberi dorongan bagi pengusaha kecil menjadi lebih besar. Kerangkanya adalah reposisi peranan industri kecil. Permasalahan reposisi industri kecil adalah penguatan yang perlu dilakukan melalui pelatihan usaha kecil (enterpreneur) yang mampu memproduksi barang untuk kebutuhan pasar dalam negeri dan utamanya di pasar dunia. Edit by hr
58
www.bappeda.bantulkab.go.id Gambar 4.3. Pengembangan Kompetensi Inti Industri
Bantuan pembiayaan bagi UMKM direncanakan berupa penyediaan dana rehabilitasi dan rekonstruksi, penyelesaian kredit bermasalah dan kebutuhan modal kerja. Untuk modal kerja dapat diberikan kredit lunak maksimal Rp 5juta untuk usaha skala mikro dan kredit lunak maksimal Rp.500 juta untuk usaha kecil. Rencana ini akan dilaksanakan dengan upaya penggalangan dana secara aktif dari berbagai sumber berdasarkan rencana aksi (dana DIPA, dana JRF, dana PKBL BUMN) dan memformulasikan mekanisme penyaluran bantuan keuangan kepada UMKM. Ada sejumlah langkah yang secara langsung dan tidak langsung berperan dalam mendorong pertumbuhan sektor industri terutama untuk industri kecil. Secara umum pemerintah harus membawa dan menginterasikan industri kecil dalam strategi industri induk dengan Edit by hr
59
www.bappeda.bantulkab.go.id pendekatan bisnis. Langkah penting yang dapat diambil dan diikuti oleh kebijakan adalah: 1.
Membangun beragam infrastruktur yang penting: jalan, alat transportasi ke pelosok pedesaan, jaringan listrik dan terminal.
2.
Penguatan teknologi dari pemerintah dan swasta dalam meningkatkan kualitas produk melalui perbaikan tingkat entrepreneurship. Adanya insentif sangat diperlukan: membuat prosedur dan hak paten lebih mudah, pengembangan diperbesar melalui pendekatan kluster industrial sentra industri atau melalui kerjasama dengan usaha besar.
3.
Pemerintah dan swasta dapat bekerjasama menghidupkan jaringan bisnis di dalam negeri (antar pulau) dan ekspor (luar negeri).
4.
Pemerintah kabupaten perlu menciptakan program formalisasi usaha dari sektor informal ke formal dengan membangun akses: (i) Mempermudah peminjaman, (ii) Memperkecil pungutan legal dan illegal, (iii) Pelayanan pajak yang murah dan tidak menakutkan, (iv) Membangun akses finansial ke perbankan, BPR dan non bank di pedesaan/perkotaan.
5.
Perlu reorganisasi dalam pengembangan industri kecil agar terintegrasi dengan industri secara keseluruhan.
4.1.1.3. Rencana Aksi Pengembangan Community Based Tourism Obyek pariwisata adalah tempat-tempat (kawasan), atraksi, peristiwa, yang terdapat pada suatu daerah dan menjadi tujuan wisata. Sebaran obyek wisata di Kabupaten Bantul dikelompokkan sebagai berikut (lihat Gambar 4.4): 1
Wisata pantai: Parangtritis terdapat di Kecamatan Kretek, Samas di Kecamatan Sanden, sedangkan Pantai Pandansimo di Kecamatan Srandakan.
2
Taman rekreasi dan tempat hiburan: Kids Fun Park di Kecamatan Piyungan Piyungan, Wisata Pendidikan (ISI) di Kecamatan Sewon, Kolam renang di Kecamatan Bantul dan Kretek.
3
Tempat rekreasi budaya: museum, padepokan seni, tempat ziarah terdapat pada Kecamatan Kasihan, Sewon, Banguntapan, Imogiri dan Kecamatan Kretek.
4
Desa wisata sebagai sentra industri dan sentra kerajinan: Desa wisata Kasongan (Sentra Gerabah) di Kecamatan Kasihan, Desa Wisata Pucung (sentra tatah sungging) di Kecamatan Imogiri, Desa wisata Krebet (kerajinan wayang) di Pajangan.
Edit by hr
60
www.bappeda.bantulkab.go.id Gambar 4.4. Peta Persebaran Obyek Wisata di Kabupaten Bantul
Dalam mengembangkan community based tourism, Pemerintah Kabupaten Bantul perlu melakukan rencana aksi sebagai berikut: 1. Dalam setiap promosi pariwisata, perlu penekanan pada keindahan, keunikan dan keajaiban obyek atau kawasan wisata yang ditawarkan hal ini untuk memudahkan pemahaman calon wisatawan. Di samping itu, juga harus menjelaskan aksesibilitas menuju lokasi obyek. Aksesibilitas dihitung dari pusat wisata Yogyakarta (Kraton Yogyakarta). Hal ini mengingat bahwa image wisatawan tentang Yogyakarta adalah daya tarik wisata Kraton, Candi Prambanan, dan Candi Borobudur. 2. Untuk obyek atau kawasan wisata yang dikategorikan sebagai kawasan wisata potensial, perlu dijaga keindahan, keunikan dan keajaibannya. Untuk meningkatkan keunikan keindahan dan keajaiban obyek, sesuai dengan penilaian yang telah dilakukan dalam analisis dengan menambah atau melengkapi obyek dengan sarana prasarana yang dibutuhkan dan diinginkan wisatawan, seperti menambah atraksi wisata yang khas, klasik, unik, dan mengesankan. 3. Obyek atau kawasan yang digolongkan sebagai obyek nonpotensial untuk dikembangkan Edit by hr
61
www.bappeda.bantulkab.go.id menjadi obyek yang potensial, dilakukan dengan cara mengintegrasikan dengan atraksi wisata lain, seperti kerajinan rakyat atau industri kecil dan sentra kerajinan ataupun desa-desa wisata yang lokasinya berdekatan. 4. Agar kegiatan kepariwisataan lebih terintegrasi dengan obyek lainnya, jalan menuju obyek atau kawasan wisata dibuat melingkar, dan diarahkan melalui pusat-pusat kerajinan atau pusat industri kecil di desa-desa wisata. Dengan demikian obyek yang non potensial akan terangkat menjadi potensial, sekaligus dapat memasarkan hasil industri atau kerajinan yang dihasilkan oleh masyakat desa wisata atau sentra industri. 5. Obyek wisata, sentra kerajinan dan sentra industri yang dapat diintegrasikan dengan dibuatkan jalur wisata adalah: (1) Obyek Wisata Pendidikan ISI di Kecamatan Sewon, (2) Agro Wisata Madukismo, Sentra Kerajinan Kasongan dan Padepokan Seni Bagong Kusudihardjo di Kecamatan Kasihan dan (3) Kerajinan wayang klithik, kerajinan topeng dan Obyek wisata Goa Selarong Kecamatan Pajangan. 6. Perlu segera dilakukan penataan di kawasan obyek wisata, terutama sarana dan prasarana obyek yang meliputi penyediaan fasilitas kios atau show room yang representatif, untuk menampung hasil kerajinan dan industri kecil. 7. Pemda perlu segera melaksanakan penataan kawasan wisata Pantai Parangtritis, Pantai Samas, Pantai Pandansimo dan obyek atau kawasan wisata alam lain yang dimiliki Kabupaten Bantul, karena fasilitas yang telah dibangun kondisinya sudah banyak yang rusak terutama pascagempa. Apabila tidak segera dilakukan pengamanan kawasan pantai dari gempuran ombak pantai selatan, lokasi wisata akan habis terkena abrasi. Pantai Parangtritis di Kecamatan Kretek sebagai andalan penerimaan retribusi Kabupaten Bantul yang diakui oleh wisatawan memiliki keindahan dan keunikan yang lebih tinggi dibandingkan dengan pantai lainnya seperti adanya laboratorium alam berupa gumuk pasir dan atraksi budaya berupa acara ritual dan acara tradisional di Parangkusumo dengan legenda Nyi Roro Kidul, perlu dilengkapi sarana dan prasarana sesuai dengan kebutuhan dan keinginan wisatawan. Sarana wisata air baik untuk melengkapi segoro anakan, maupun arena penelusuran Sungai Opak (rafting), serta sarana akomodasi seperti hotel, restoran, dan fasilitas lain seperti, adanya night club, serta sarana olah raga, motor boat, papan selancar, lapangan tenis, lapangan golf, rumah biliar dan lain-lain. 4.1.2. Pendekatan Spasial Pendekatan sektor unggulan perlu dikombinasikan dengan identifikasi di mana lokasi kecamatan yang memiliki sektor unggulan (lihat kembali Gambar 3.2). Strategi PEL Edit by hr
62
www.bappeda.bantulkab.go.id berdimensi spasial di Kabupaten Bantul perlu menitikberatkan pada strategi pengembangan perkotaan, pengembangan perdesaan dan pengembangan wilayah (lihat Gambar 4.5). Pada gilirannya, ketiga strategi ini bermuara pada strategi pengembangan kawasan berbasis kluster. Gambar 4.5. Strategi Pengembangan Berdimensi Spasial
Berdasarkan potensinya, kebijakan spasial pengembangan wilayah Bantul dirumuskan dalam 7 (tujuh) pengembangan kawasan, sebagaimana telah diuraikan dalam subbab 3.5. Oleh karena itu, pemerintah Kabupaten Bantul mengarahkan kebijakan pengembangan kawasannya pada 3 bidang konsentrasi, yakni: Pertama, pengembangan kawasan Perkotaan, yang diarahkan pada pembangunan perkotaan dengan melihat perkembangan aglomerasi antara Kota Jogja dengan Bantul. Kecamatan yang termasuk dalam kawasan perkotaan meliputi Kasihan, Sewon, dan Banguntapan. Desa kerajinan Kasongan dan sentra-sentra industri kerajinan di ketiga kecamatan perlu dikelola sebagai bagian tidak terpisahkan dari perkembangan dan perluasan kota Jogjakarta. Kawasan industri kerajinan harus dapat memberikan suatu terobosan berupa pengembangan desain produk yang kontinyu sehingga dapat tercipta berbagai produk khas yang dapat dijual dan dikedepankan oleh Kabupaten Bantul.
Edit by hr
63
www.bappeda.bantulkab.go.id
Gambar 4.6. Peta Distribusi Penduduk dan Kawasan Agglomerasi Kabupaten Bantul
Kedua, pengembangan kawasan Perdesaan yang difokuskan pada program revitalisasi modal sosial, upaya pemberdayaan masyarakat, dan langkah yang lebih kongkrit dengan program agroindustri dan desa wisata di Kabupaten Bantul. Daerah yang akan memiliki potensi untuk dikembangkan harus dapat menguatkan posisinya sebagai daerah sentra suatu produk dan dapat menarik banyak investasi maupun pendapatan bagi daerah. Salah satu kawasan yang sekarang akan dikembangkan oleh Kabupaten Bantul adalah kawasan GMT, yang akan dikembangkan sebagai kawasan wisata. Namun ada banyak hal yang masih harus dipertimbangkan dan dibenahi untuk menjadikan GMT sebagai suatu kawasan wisata dan kerajinan. Ketiga, pengembangan Wilayah diarahkan untuk mewujudkan pusatpusat pertumbuhan di Kabupaten Bantul dengan basis kecamatan dan melihat keunggulan komparatif yang dimiliki oleh Kabupaten Bantul. Pengembangan ekonomi lokal secara spasial melalui sentra maupun kawasan sangat tergantung kepada inisiator yang menggerakkan. Pengembangan kawasan juga sebaiknya berbasis komunitas, mengingat di masa yang akan datang masyarakat harus dapat diberdayakan sesuai dengan keahlian yang dibutuhkan dalam mengembangkan Edit by hr
64
www.bappeda.bantulkab.go.id kawasan bisnis kerajinan.
Gambar 4.7. Peta Potensi Pengembangan dan Potensi bencana Kabupaten Bantul
Dilihat dari adanya potensi bencana yang dapat terjadi di Kabupaten Bantul, Gambar 4.5 menunjukkan potensi banjir, tanah longsor dan gempa bumi. Daerah yang memiliki potensi bencana ketiganya berada di kecamatan Banguntapan dan Imogiri, sementara kedua wilayah tersebut berpontensi untuk pengembangan industri kecil.
Edit by hr
65
www.bappeda.bantulkab.go.id Kecamatan Banguntapan sebagian wilayah yang masuk kedalam kawasan aglomerasi kota Yogyakarta dapat dikatakan menjadisatu wilayahyangn memiliki tingkat kerentanan yang tinggi, disamping berada pada wilayah berpontensi bencana, kecamatan ini juga memiliki tingkat kemiskinan yang tinggi (lebih dari 6000KK) serta tingkat pengangguran yang tinggi.
4.1.3. Sinkronisasi dan Harmonisasi Kebijakan
Setidaknya ada dua langkah strategik dalam rencana aksi PEL yang bisa diusulkan,
yaitu demand pull strategy dan supply push strategy. Langkah strategik tersebut harus didukung kebijakan yang padu, sehingga diperlukan langkah sinkronisasi dan harmonisasi kebijakan dari tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten/kota. Pola keterkaitan strategi PEL dapat dilihat pada Gambar 4.8. Salah satu hal yang perlu mendapatkan perhatian serius terkait dengan upaya peningkatan sektor ekonomi produkstif di Bantul adalah bagaimana memenuhi kebutuhan bahan baku, mengingat bahan baku yang digunakan oleh para produsen walaupun bahan baku yang berasal dari dalam negeri namun lebih banyak yang berasal dari wilayah di luar Bantul. Oleh karena itu harus benar-benar diperhatikan masalah pasokan bahan baku ini. Gambar 4.8. Keterkaitan Kebijakan, Strategi, Program, Tujuan serta Sasaran
Edit by hr
66
www.bappeda.bantulkab.go.id Ada beberapa solusi yang dapat diajukan dalam strategi pengembangan ekonomi lokal misalnya (a) Ada bantuan subsidi untuk menurunkan harga, (b) Membantu proses pengadaan bahan baku, (c) Memperbaiki akses sumbersumber bahan baku, (d) Membantu permodalan untuk pembelian bahan baku, (e) Membuat gudang penyimpanan, (f) Lainnya. Secara umum, upaya pengembangan sektor ekonomi, baik yang bersifat pengembangan ke depan (development oriented) maupun dalam konteks pemecahan permasalahan yang dihadapi sektor industri (problem solving), maka strategi pengembangan yang dapat ditempuh harus didasarkan pada pola pendekatan yang logis dan komprehensif melalui dua langkah yang simultan. Kedua langkah strategik tersebut adalah: a. Memperkuat daya tarik faktor-faktor penarik pada sisi permintaan terhadap produk-produk industri (demand pull strategy) melalui berbagai bentuk kebijakan yang sesuai dengan kondisi riil dan kebutuhannya. b. Memperkuat daya dukung faktor-faktor pendorong pada sisi kemampuan daya pasok (supply push strategy) untuk memperlancar kegiatan produksi yang sesuai dengan kondisi riil dan kebutuhannya. Lingkup pengembangan yang menjadi fokus pada strategi PEL dari sisi penguatan daya tarik faktor-faktor penarik produk di Bantul, secara umum dapat dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu: 1. Penciptaan iklim usaha yang kondusif, 2. Penerapan HAKI, 3. Peningkatan kemitraan, 4. Perluasan informasi pasar, 5. Peningkatan promosi/pemasaran. Sementara itu, lingkup pengembangan yang menjadi fokus pada strategi PEL dari sisi penguatan daya dukung faktor-faktor pendorong kemampuan daya pasok pada kegiatan produksi, secara umum dapat dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu: 1. Menjaga ketersediaan bahan baku, 2. Meningkatkan dukungan pada aspek permodalan, 3. Pengembangan dan bantuan teknologi, 4. Peningkatan kemampuan SDM. Strategi-strategi yang telah disusun dan dikedepankan paling tidak dapat menjadi strategi dalam pengelolaan perekonomian secara optimal, berkelanjutan dan integral. Dalam implementasinya diperlukan koordinator pelaksana (leading sector) di mana diperlukan pembagian tanggung jawab di antara stakeholders (institusi terkait) yang tersusun. Penunjukan Edit by hr
67
www.bappeda.bantulkab.go.id institusi baik pemerintah maupun non pemerintah dalam setiap strategi didasarkan pada pertimbangan tugas pokok dan fungsi instansi yang paling relevan. Selain itu juga perlu dilakukan
prioritas
dalam
implementasi
strategi,
dalam
penentuan
priorits
perlu
mempertimbangkan kepentingan untuk dilaksanakannya suatu program.
4.2. PILOT PROJECTS Dalam penentuan pilot project yang akan dilakukan oleh UNDP, dilakukan lagi berbagai pertimbangan dalam penentuan lokasi maupun komoditi yang akan diambil untuk dijadikan sebagai pilot project, daerah yang ditetapkan paling tidak merupakan daerah yang memiliki tingkat kesejahteraan di bawah rata-rata yang memang masih memerlukan suntikan maupun dorongan untuk mengembangkan perekonomiannya, selain itu dilihat juga bagaimana potensi dari sektor-sektor yang ada di wilayah tersebut apakan merupakan sektor yang dapat dikembangkan dan diunggulkan di wilayah tersebut, selain itu dilihat juga apakah input yang diberikan maupun output yang dihasilkan mengedepankan potensi local yang ada. Beberapa daerah dan komoditi yang berhasil diidentifikasi dapat dilihat sebagai berikut : 1. Craftmenship Industrial Area • Wilayah : Kasihan, Pajangan, Imogiri, Pundong • Produk : mebel, kayu, keramik, tatah sungging 2. Agro Based Industry • Wilayah: Pandak, Jetis, banguntapan, Pundong, Sedayu • Produk : Pusat benih, Pertanian organik, Perikanan darat, integrated farming 3. Community Based Tourism • Wilayah : Imogiri, Pundong, Sanden, Srandakan, Kretek Sentra : wisata kerajinan, wisata pantai, wisata budaya
4.3. KEBERLANJUTAN
Namun semua masukan tersebut tetap harus mempertimbangan bagaimana
sustainability dari produk yang dihasilkan dan bagaimana kondisi wilayah yang terpilih dalam menyikapi bantuan yang akan diberikan serta bagaimana kebijakan yang akan mendukung jalannya pilot project ini dapat memberikan output yang maksimal terhadap masyarakat wilayah tersebut dan wilayah Bantul pada umumnya. Upaya PEL dengan kedua strategi utama tersebut memerlukan pemantapan dukungan melalui langkah-langkah strategic dalam program penunjang. Beberapa program penunjang yang diperlukan dalam upaya menjaga sustainabilitas PEL adalah: Edit by hr
68
www.bappeda.bantulkab.go.id 1. Pengembangan sarana dan prasarana Fungsi dari prasarana dan. sarana tersebut untuk memfasilitasi kegiatan usaha agar berjalan lebih efisien, cepat dan efektif, sehingga akan mendorong daya saing industri DIY yang berimplikasi pada perluasan pasar dan kapasitas produksi. Jenis sarana dan prasarana tersebut antara lain a) sarana penunjang jalur distribusi/transportasi, termasuk pengembangan jalur penerbangan internasional, terminal kargo dan pergudangan, b) pengembangan kawasan industri, c) showroom yang representatif, d) menyediaan situs informasi (website) dan e) fasilitas penunjang lainnya.
2. Deregulasi perijinan Saat ini untuk perijinan terdapat berbagai macam ijin, antara lain: HO, Ijin Tempat Usaha, Akte Notaris, Ijin Usaha Industri, SIUP, Tanda Daftar Perusahaan, yang biayanya bervariasi antar Kabupaten/Kota. Oleh karena itu, dibutuhkan deregulasi perijinan seperti: a.
Penyederhanaan prosedur
b.
Penggabungan berbagai macam ijin menjadi satu ijin usaha dengan biaya yang transparan.
c.
Menyelenggarakan pelayanan publik satu atap, satu pintu, dan satu meja.
3. Pelayanan informasi Layanan informasi bisnis dan informasi kebijakan industri dan perdagangan, termasuk layanan administrasi usaha dan pemasaran (khususnya ekspor) ditujukan untuk memberikan kemudahan dan keringanan bagi pelaku usaha dalam mendapatkan informasi dan layanan. Program ini akan membantu para pengusaha untuk secara cepat mengambil keputusan dan langkah bisnisnya dalam rangka perluasan pasar dan peningkatan kapasitas produksi. Pelayanan informasi ini, termasuk di dalamnya upaya sosialisasi hasil-hasil penelitian dan pengembangan yang dilakukan oleh berbagai balai pengembangan dan perguruan tinggi. 4. Pengembangan Business Development Services (BDS) BDS didorong sebagai lembaga jasa layanan non-keuangan yang mencakup berbagai upaya untuk meningkatkan kinerja perusahaan dan pembangunan daya tumbuh perusahaan, khususnya bagi industri kecil dan menengah. Layanan yang perlu dikembangkan antara lain penguatan sumber daya produksi, serta penguatan akses dan pengembangan pasar melalui: a) kegiatan konsultasi dan pendampingan manajemen (teknis produksi, riset pasar, pemasaran, keuangan, pengembangan usaha), b) pelatihan, Edit by hr
69
www.bappeda.bantulkab.go.id c) pengembangan desain, d) jasa informasi, dan e) kegiatan lainnya. Pengembangan BDS, termasuk kemitraan dengan perguruan tinggi. Jika ditinjau lebih jauh masalah kelembagaan di Kabupaten Bantul masih dapat terlihat adanya ego antar dinas masih tinggi sehingga seringkali menghambat sinergi program lintas sektor selain itu kurangnya koordinasi antar bidang dalam dinas serta fasilitasi program kegiatan pengembangan ekonomi produktif belum berkesinambungan. Masih diperlukannya jiwa entrepreneurship bagi dinas yang terkait pengembangan ekonomi lokal serta tupoksi antar badan, dinas, dan sekretariat di pemerintahan kabupaten bantul yang seringkali tumpang tindih sehingga kurang efisien dan efektif masih menjadi penghambat dalam pengembangan perekonomian di daerah Bantul. Sementara itu jika dilihat dari hubungan antar lembaga pemerintah dengan dunia usaha dan perguruan tinggi dapat terlihat adanya kekurangansinergi antara keduanya di mana penyusunan program pengembangan ekonomi yang seringkali dilandasi data lapangan yang kurang komprehensif, masih belum optimalnya akomodasi pelaku usaha sebagai partner dalam perumusan program pengembangan ekonomi produktif masyarakat dan implementasinya serta belum dioptimalkannya peran perguruan tinggi sebagai partner pengembangan ekonomi lokal juga merupakan kendala yang masih harus diperbaiki untuk kesinambungan antar stakeholder yang ada di dalam pengembangan ekonomi lokal. Selain itu satu hal yang penting masalah Informasi tentang program pengembangan ekonomi lokal yang kurang tersosialisaikan kepada pelaku usaha. Jika dilihat dari hubungan antar pelaku usaha, masih adanya tingkat persaingan yang tinggi antar sentra dan pelaku sehingga menyebabkan terjadinya kontaproduktif bagi pelaku usaha sendiri, selain itu peran asosiasi yang belum optimal karena seringkali bersifat eksklusif, peran paguyuban kerajinan di sentra juga belum optimal menjadi sarana pengembangan ekonomi anggotanya, selain itu motivasi, produktivitas, dan jiwa entrepreunership
masih
rendah
di
tingkat pelaku
usaha
sehingga
menyebabkan
pengembangan produk yang masih belum optimal. Selain itu hubungan dunia usaha dengan masyarakat dalam pengembangan industri seringkali mengabaikan kepentingan masyarakat khususnya aspek lingkungannya. Kelembagaan yang saling menunjang dan mendukung satu dengan yang lainnya yang juga saling berinteraksi. Model interaktif antara bisnis dan masyarakat dalam dilihat dalam Gambar 4.6 ini. Secara umum interaksi dapat dibedakan menjadi dua. Pertama, interaksi sosial primer, yaitu interaksi antara dunia bisnis dan masyarakat dalam proses produksi dan penjualan. Kedua, interaksi sosial sekunder, yaitu interaksi antara dunia bisnis dengan berbagai komponen sosial masyarakat, termasuk komunitas lokal, Edit by hr
70
www.bappeda.bantulkab.go.id pemerintah, kelompok aktivis sosial, media, masyarakat umum, dan kelompok pendukung usaha. Pada pengembangan
dasarnya ekonomi
terdapat lokal,
tiga
yaitu
pilar
utama
kelembagaan
yang
menjadi
komunitas
atau
pendukung masyarakat,
kelembagaan ekonomi atau pelaku ekonomi swasta dan kelembagaan pemerintah. Khusus untuk PEL pasca gempa perlu ada sinergi yang dilandasi semangat untuk melakukan percepatan pemulihan ekonomi secara cepat dan komrehensif. Menjalankan aktivitas pengembangan ekonomi dengan perilaku "busnis as usual" akan menyebabkan pemulihan akan berjalan sangat lambat dan membuat ekonomi rakyat semakin terpuruk dan kolaps. Gambar 4.9. Model Interaktif Hubungan antara Bisnis dan Masyarakat Sosial
Untuk itu pilar-pilar pengembangan ekonomi bisa mengambil peran sesuai dengan kemampuan dan kapasitas dengan melakukan komunikasi intensif melalui suatu forum multistakholders yang mempunyai fungsi sebagai media komunikasi para pemangku kepentingan, melakukan review program percepatan pemulihan ekonomi, serta memberikan sharing baik skill dan informasi untuk membantu pelaku usaha melakukan percepatan pemulihan pasca gempa. Kelembagaan
komunitas
atau
masyarakat
meliputi:
organisasi
non
pemerintah/LSM, tokoh masyarakat dalam hal ini Forum BKM (badan Keswadayaan masyarakat ) P2KP yang bergerak dalam program pengentasan kemiskinan, Perguruan Tinggi, Kelompok sadar wisata (pokdarwis) yang merupakan komponen masyarakat yang menjadi peggerak pariwisata di wilayahnya. Peran kelembagaan masyarakat ini antara lain: Edit by hr
71
www.bappeda.bantulkab.go.id membangun kelompok masyarakat menjadi individu dan kelompok yang produktif, meningkatkan kebersamaan dalam wadah kelompok usaha ekonomi yang produktif, mendorong kelompok masyarakat mempunyai skill dan kemampuan melakukan aktivitas ekonomi produktif. Kelembagaan ekonomi atau pelaku usaha meliputi : BPR Bank Pasar Bantul, PD Aneka Dharrna, paguyuban pengarajin, paguyuban peternak, Koperasi, Lembaga Keuangan baik bank maupun non bank, perusahaan trading, perusahaan eksportir, BDS (bossiness development service). Peran dari kelembagaan pelaku usaha adalah memberikan masukan tentang program dan kebijakan dalam melakukan percepatan pemulihan ekonomi rakyat pasca gempa, membangkitkan semangat entrepreunership bagi anggotanya, membangun kemitraan yang melibatkan pelaku usaha kecil yang menjadi korban gempa, memberikan ruang bagi pelaku usaha kecil untuk mendapat akses modal, capacity building dan pemasaran. Kelembagaan
pemerintah
dapat
menjalankan
peran
yang
mendukung
percepatan pemulihan ekonomi memerlukan revitalisasi kelembagaan yang diarahkan agar orgainasi penyelenggara pemerintahan lebih ramping, lincah dan tanggap terhadap kepentingan masyarakat; prosedur yang sederhana dan jelas, pembagian antar unit kerja dan hubungan kerja antar lembaga yang tegas dan berdasarkan prinsip efektivitas dan efisien. Tidak ketinggalan juga pembangunan sumberdaya manusia yang berkualitas agar unit pemerintah mampu berpikir inovatif dan mempunyai mindset entrepreneur.
Edit by hr
72
www.bappeda.bantulkab.go.id
BAB 5 KESIMPULAN
Laporan ini telah menyajikan grand strategy pengembangan ekonomi lokal (PEL) untuk percepatan pemulihan ekonomi Bantul, dua daerah yang paling parah terkena gempa di Provinsi DIY. Strategi PEL disusun dengan forum multistakeholders, yang meliputi pemerintah daerah, pelaku bisnis, LSM, universitas. Ciri utama PEL menitikberatkan pada kebijakan endogenous development menggunakan potensi sumber daya manusia, institutional, dan fisik setempat. Dalam penyusunan strategi PEL setidaknya telah digunakan 4 macam prinsip, yaitu: prinsip ekonomi, kemitraan, kelembagaaan, dan pengurangan risiko bencana. Dalam formulasi PEL, setelah memetakan potensi ekonomi PEL, laporan ini telah menguraikan visi, misi, strategi, kebijakan, sasaran, rencana aksi, implementasi, dan evaluasi strategi PEL. Strategi PEL diharapkan dapat merupakan bagian integral dari RPJMD kabupaten Bantul dan Klaten, terutama mengenai strategi bagaimana memulihkan ekonomi dan meletakkan dasar-dasar pengembangan ekonomi lokal yang tangguh.
Edit by hr
73
www.bappeda.bantulkab.go.id
Sumber Bahan - Bappeda bidang Ekonomi, di edit tanggal 07 April 2008 jam 10.40 WIB - Bahan selengkapnya bisa menghubungi Bappeda Kab. Bantul Bid Ekonomi.
www.bappeda.bantulkab.go.id
Edit by hr
74