RINGKASAN DAN SUMMARY
Penelitian ini bertujuan untuk menemukan dan mengungkap fakta-fakta ilmiah (scientific finding) berkaitan dengan peran sosio-kultural perempuan Nahdlatul Ulama, melalui studi Komunikasi Budaya terhadap peran perempuan Nahdlatul Ulama dalam Gerakan Perempuan Indonesia saat ini. Penelitian ini menggunakan pendekatan fenomenologi, yakni penelitian yang mengungkap fakta dalam satu rentang waktu tertentu, berdasarkan sekelompok orang atau seseorang yang dianggap representatif. Penulisan dilakukan dengan deskriptif eksploratif, dan analisis dilakukan secara kualitatif. Temuan yang diperoleh dalam penelitian ini adalah : Bentuk-bentuk Komunikasi Budaya yang dilakukan Perempuan Nahdlatul Ulama dibagi dalam tiga kategori utama: Pertama, kalangan Perempuan Tradisional Nahdlatul Ulama, bentukbentuk Komunikasi Budaya yang dilakukan adalah tertutup, ekslusive, dan fanatis. Kedua, bentuk Komunikasi Perempuan Modern Nahdlatul Ulama diindikasikan dalam bentuk-bentuk: terbuka, kritis, inklusive dan radikal. Sementara, bentuk Komunikasi Budaya kalangan Perempuan Transisional Nahdlatul Ulama terindikasi dalam bentuk-bentuk: Inklusive, taqiyah dan memilah-milah masyarakat. Bentukbentuk peran sosio-kultural kalangan Perempuan Nahdlatul Ulama dibagi dalam tiga bentuk: Pertama, bentuk-bentuk peran sosio-kultural kalangan Perempuan Tradisional Nahdlatul Ulama adalah sebagai pendamping suami, sebagai Nyai dan sebagai penyangga ekonomi keluarga; kedua, peran sosio-kultural Perempuan Modern Nahdlatul Ulama adalah peran-peran publik: sebagai dosen, sebagai aktivis organisasi dan LSM, dan juga sebagai politisi. Sementara, peran-peran sosio-kultural Perempuan Transisional Perempuan Nahdlatul Ulama, selain sebagai Nyai dan dosen, juga peran-peran baru sebagai aktivis walaupun dilakukan dalam konteks terbatas.Model Komunikasi Budaya kalangan Perempuan Nahdlatul Ulama dibedakan dalam tiga model: Pertama, model Komunikasi Budaya kalangan Perempuan Tradisional Nahdlatul Ulama adalah proses komunikasi budaya dilakukan secara timbal balik dalam konteks budaya, tafsir agama, dan nilai-nilai kultur dalam lingkup Nahdlatul Ulama; kedua, model Komunikasi Budaya kalangan Perempuan Nahdlatul Ulama berlangsung secara interaktif antara realitas sosio-kultural perempuan Indonesia, realitas perempuan Nahdlatul Ulama interaksi dengan nilainilai sosial, budaya dan agama dalam perspektif baru, serta gerakan Internasional.
1
Ketiga, model Gerakan Transisional Perempuan Nahdlatul Ulama merupakan proses interaksi antara realitas masyarakat Indonesia, realitas perempuan trandisional Nahdlatul Ulama, proses dan interaksi dengan nilai-nilai sosial, nilai budaya dan tafsir agama baru, selain harus tetap berpegang pada nilai-nilai tradisional Nahdlatul Ulama. Kata Kunci: Peran, sosio-kultural, Perempuan Nahdlatul Ulama, Komunikasi Budaya, Gerakan Perempuan
2
I.
PENDAHULUAN
Penelitian dilakukan terhadap peran sosio-kultural Perempuan Nahdlatul Ulama dalam gerakan perempuan di Indonesia. Penelitian ini dilakukan melalui paradigma Komunikasi Budaya terhadap peran sosio-kultural perempuan Nahdlatul Ulama di antara posisi dan peran perempuan Indonesia secara umum. Perempuan Nahdltul Ulama, secara keseluruhan pada dasarnya memiliki basis sosial-kultural yang hampir sama. Kalangan Nahdlatul Ulama yang dikenal sebagai masyarakat tradisional, dengan tradisi relasi-kuasa antara laki-laki dan perempuan dengan budaya patriarkhal yang sangat kuat. Hal ini juga ditunjang dengan nilai-nilai budaya lokal yang memosisikan perempuan sebagai “pendamping suami” dalam kehidupan sosial. Pada posisi ini, peran perempuan dilokalisir pada domain “domestik” dan “privat”. Posisi perempuan Nahdlatul Ulama mulai bergeser, sejak Nahdlatul Ulama memutuskan untuk “Kembali Ke Khittah” pada Muktamar Nahdlatul Ulama XXVII pada 1984; pemikiran Abdurrahman Wahid, adaptasi pemikiran Timur maupun Barat, fenomena perubahan sosial-kultural masyarakat Indonesia, dan juga gerakan Kalangan Muda Nahdlatul Ulama, merupakan faktor penyebab terjadinya transformasi dalam konteks peran sosio-kultural perempuan Nahdlatul Ulama.
3
II. HASIL PENELITIAN
Penelitian terhadap kalangan Perempuan Nahdlatul Ulama, dikategorikan dalam tiga model gerakan, dengan spesifikasi masing-masing gerakan. Adapun modelmodel gerakan perempuan Nahdlatul Ulama masing-masing adalah: Pertama, Model Gerakan Perempuan Tradisional Nahdlatul Ulama; Kedua, Model Gerakan Perempuan Modern Nahdlatul Ulama; Ketiga, Model Gerakan Perempuan Transisional Nahdlatul Ulama.
2.1 Model Gerakan Perempuan Nahdlatul Ulama Model Gerakan Perempuan Nahdlatul Ulama dapat dibagi dalam tiga komponen utama, yakni Model Gerakan Perempuan Tradisional-Konservatif; Model Gerakan Perempuan Modern, Model Gerakan Perempuan Transisional.
2.1.1
Model Gerakan Perempuan Tradisional-Konservatif
Model gerakan perempuan Tradisional Konservatif, direpresentasikan sebagai berikut:
4
Proses Komunikasi Budaya
Konteks Sosial Budaya
Nilai-nilai
Nilai-nilai
Perempuan Nahdlatul Ulama
Kultural
Agama
Perspektif Perempuan Tradisional Nahdlatul Utama
-
Pembatasan Peran Perempuan Domestifikasi
Peran Sosio Kultural
-
Budaya Patriarkal Fatalisme
Perempuan Nahdlatul Ulama
Gerakan Sosiokultural Perempuan Tradisional NU
Exclusive
Tertutup
5
Intoleran terhadap paham lain
Gambar 1. Model Gerakan Perempuan Tradisional Konservatif Nahdlatul Ulama Gambar di atas menunjukkan, proses komunikasi budaya masuk dalam konteks sosial budaya, ketika nilai-nilai agama dan nilai-nilai budaya tradisional mengungkung dan membatasi ruang Perempuan Nahdlatul Ulama. Kondisi yang demikian menjadikan perempuan Nahdlatul Ulama tidak mampu mengembangkan perspektifnya dalam menjawab realitas sosial yang lebih luas. Nilai-nilai agama, di satu sisi, selain membatasi gerak perempuan Nahdlatul Ulama, tafsir agama juga memperkuat domestifikasi perempuan Nahdlatul Ulama. Selain ini, kondisi ini diperkuat dengan nilai-nilai kultural dengan budaya patriarkhal dan juga budaya fatalisme. Kondisi ini membatasi peran sosio-kultural Perempuan Tradisional Nahdlatul Ulama. Pemahaman dan kondisi yang dihadapi kalangan Perempuan Tradisional ini, kemudian membatasi gerak sosial dan kultural mereka. Kalangan Perempuan Tradisional Nahdlatul Ulama yang sebagian besar adalah tokoh-tokoh di pondok-pondok pesantren Nahdlatul Ulama, cenderung bergerak secara ekslusive, yakni gerakannya terbatas di kalangan mereka sendiri: kalangan santri yang mereka bina, kalangan masyarakat yang juga mereka bina dan menjadi pengikutnya, dan kelompok-kelompok tertentu yang menjadi pengikut setia mereka. Kalangan Perempuan Tradisional Nahdlatul Ulama ini juga cenderung intoleran dengan paham-paham baru di luar mereka. Ideologi Aswaja merupakan satu-satunya ideologi yang dianut, dan sama sekali tidak menerima pandangan dari luar yang mereka anut, sekalipun dari kalangan Nahdlatul Ulama sendiri.
6
2.1.2
Model Gerakan Perempuan Modern Model gerakan Perempuan Modern Nahdlatul Ulama, direpresentasikan sebagai
berikut:
Proses Komunikasi Budaya
Realitas Sosio Kultural Perempuan Indonesia Proses Interaksi Sosial, Budaya, dan Agama
Perempuan Nahdlatul Ulama
Proses Internalisasi
Realitas Perempuan Nahdlatul Ulama
-
Gerakan Pengarus Utamaan Gender
-
Gerakan Baru NU
-
Gerakan Sosial Kultural Kalangan Muda NU
-
Interaksi Internasional
Transformasi Sosial dan Kultural
-
Peningkatan Pendidikan
-
Tafsir Baru Agama
Gerakan Perempuan Modern Nahdlatul Ulama
Terbuka
Kritis
Inklusive
7
Radikal
Gambar 2. Model Gerakan Perempuan Modern Nahdlatul Ulama
Model
gerakan
Perempuan
Modern
Nahdlatul
Ulama
seperti
yang
direpresentasikan pada Gambar 4 menunjukkan, bahwa proses komunikasi budaya terjadi dalam konteks realitas sosiokultural perempuan Indonesia, realitas perempuan Nahdlatul Ulama, yang secara intens juga dikomunikasikan dengan nilai-nilai sosial, budaya dan agama dalam perspektif baru. Di sisi lain, terjadi internalisasi nilai-nilai baru yang diakibatkan oleh meningkatnya pendidikan dan tafsir baru Agama. Prosesproses dari nilai-nilai sosial, budaya dan agama, yang terdiri dari gerakan pengarusutamaan gender, gerakan baru Nahdlatul Ulama yang dimulai sejak Abdurrahman Wahid menjadi Ketua Tanfiziyah Nahdlatul Ulama pada tahun 1984, gerakan sosiokultural kalangan Muda Nahdlatul Ulama dan interaksi dengan kalangan masyarakat Internasional, terutama dalam perspektif HAM dan pengarusutamaan gender, menjadikan kalangan perempuan modern Nahdlatul Ulama bergerak lebih terbuka, kritis baik secara internal maupun eksternal, inklusive dan radikal dalam arti memberikan tafsir baru terhadap Kitab Kuning, terutama tentang penguatan terhadap peran perempuan dalam ranah yang lebih luas.
2.1.3
Model Gerakan Perempuan Transisional
8
Model gerakan Perempuan Transisional Nahdlatul Ulama, direpresentasikan sebagai berikut:
Proses Komunikasi Budaya
Realitas Sosiokultural Perempuan Indonesia
Proses Interaksi Sosiokultural dan Agama
Nilai-nilai
Perempuan Nahdlatul Ulama
Budaya Tradisional
Realitas Perempuan Tradisional Nahdlatul Ulama
Nahdlatul Ulama
-
Gerakan Baru NU Gerakan Keluarga Modern NU Gerakan Pengarus Utamaan Gender
Proses Internalisasi
-
dan Transformasi
-
Pembatasan peran Perempuan Tafsir Ortodox Domestifikasi Perempuan
Gerakan Transisional Perempuan Nahdlatul Ulama
Taqiyah
Inklusive
Pemilahan Masyarakat
9
Gambar 3. Gerakan Transisional Perempuan Nahdlatul Ulama
Gambar 5 menunjukkan, bahwa peran-peran transisional Perempuan Nahdlatul Ulama, dipengaruhi oleh realitas sosio-kultural perempuan Indonesia dan di sisi lain realitas perempuan tradisional Nahdlatul Ulama. Terdapat gap antara kedua realitas itu. Proses interaksi antara nilai-nilai sosio-kultural dan penafsiran nilai-nilai agama “baru” dalam lingkung Nahdlatul Ulama, menyebabkan terciptanya perspektif baru di kalangan perempuan transisional Nahdlatul Ulama ini. Gerakan yang dapat diamati pada Perempuan Transisional Nahdlatul Ulama, adalah inklusive, dalam arti gerakan dan pemikiran baru biasanya tidak dilakukan berdiri sendiri, tetapi dengan cara menyelipkan dalam bahasan-bahasan tradisional, misalnya memasukkan nilai-nilai kesetaraan gender ketika membahas Kitab Kuning. Gerakan Perempuan Tradisional Nahdlatul Ulama juga terindikasi taqiyah, yakni “menyembunyikan” gerakan dari kalangan yang dianggap kontroversi. Pada akhirnya, gerakan Perempuan Transisional Nahdlatul Ulama memilah masyarakat. Pada masyarakat yang cenderung tradisional konservatif, Perempuan Transisional ini tidak akan mendiskusikan atau mengemukakan pandangan-pandangan baru, misalnya tentang HAM dan kesetaraan gender. Sementara, pada masyarakat yang sudah lebih
10
terbuka,
kalangan
Perempuan
Transisional
ini
mengemukakan pandangan mereka dalam konteks
akan
mendiskusikan
dan
yang disesuaikan dengan
masyarakat yang dihadapi. Dan, jika pendapatnya dibantah atau disudutkan, kalangan perempuan transisional ini memilih diam dan tidak memberikan komentar.
III.
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1 Kesimpulan Berdasarkan telaah terhadap fakta-fakta yang telah diuraikan dalam bab-bab sebelumnya, dirumuskan kesimpulan sebagai berikut: 1. Bentuk-bentuk Komunikasi Budaya yang dilakukan Perempuan Nahdlatul Ulama dibagi dalam tiga kategori utama: Pertama, kalangan Perempuan Tradisional Nahdlatul Ulama, bentuk-bentuk Komunikasi Budaya yang dilakukan adalah tertutup, ekslusive, dan fanatis. Kedua, bentuk Komunikasi Perempuan Modern Nahdlatul Ulama diindikasikan dalam bentuk-bentuk: terbuka, kritis, inklusive dan radikal. Sementara, bentuk Komunikasi Budaya kalangan Perempuan Transisional Nahdlatul Ulama terindikasi dalam bentukbentuk: Inklusive, taqiyah dan memilah-milah masyarakat yang dihadapi. Masyarakat tertentu kalangan perempuan ini berkomunikasi secara terbuka, namun kalangan masyarakat lainnya kalangan perempuan transisional ini cenderung tertutup.
11
2. Bentuk-bentuk peran sosio-kultural kalangan Perempuan Nahdlatul Ulama dibagi dalam tiga bentuk: Pertama, bentuk-bentuk peran sosio-kultural kalangan
Perempuan
Tradisional
Nahdlatul
Ulama
adalah
sebagai
pendamping suami, sebagai Nyai dan sebagai penyangga ekonomi keluarga; kedua, peran sosio-kultural Perempuan Modern Nahdlatul Ulama adalah peran-peran publik: sebagai dosen di Perguruan Tinggi, sebagai aktivis organisasi dan LSM, dan juga sebagai politisi. Sementara, peran-peran sosiokultural Perempuan Transisional Perempuan Nahdlatul Ulama, selain sebagai Nyai dan dosen, juga peran-peran baru sebagai aktivis walaupun dilakukan dalam konteks terbatas. 3. Model Komunikasi Budaya kalangan Perempuan Nahdlatul Ulama dibedakan dalam tiga model: Pertama, model Komunikasi Budaya kalangan Perempuan Tradisional Nahdlatul Ulama adalah proses komunikasi budaya dilakukan secara timbal balik dalam konteks budaya, tafsir agama, dan nilai-nilai kultur dalam lingkup Nahdlatul Ulama, dengan tidak melihat unsur-unsur dari luar Nahdlatul Ulama; kedua, model Komunikasi Budaya kalangan Perempuan Nahdlatul Ulama berlangsung secara interaktif antara realitas sosio-kultural perempuan Indonesia, realitas perempuan Nahdlatul Ulama interaksi dengan nilai-nilai sosial, budaya dan agama dalam perspektif baru, serta interaksi dengan gerakan Internasional. Sementara, proses internalisasi dilakukan melalui proses peningkatan pendidikan dan tafsir baru agama. Ketiga, model Gerakan Transisional Perempuan Nahdlatul Ulama merupakan proses 12
interaksi antara realitas masyarakat Indonesia, realitas perempuan trandisional Nahdlatul Ulama, proses dan interaksi dengan nilai-nilai sosial, nilai budaya dan tafsir agama baru, selain harus tetap berpegang pada nilai-nilai tradisional Nahdlatul Ulama.
3.2 Saran-Saran Perlu ada penelitian lanjutan untuk dapat memotret secara utuh tentang peran sosio-kultural perempuan Nahdlatul Ulama. Pemilahan-pemilahan antara kalangan struktur perempuan Nahdlatul Ulama dan kalangan kultur perempuan Nahdlatul Ulama akan mendapatkan hasil penelitian yang lebih akurat
13