POLDERSEBAGAI PENGENDALI BANJIIRDI IAI(ARTA: Per:nasalahandan Kendala
OIeh
Koensatwanto Inpasihardjo Biro Pengairandan Irigasi - Bappenas I tl
i.,C ':Li r'r",l-iAli
I
& ARSf p
r.,faf[-'fr:iiAS
t-d
A
r-t'mFil
.,rn ^\.,r .. , . ? . qo67/ ..........,.
r:(..... .'r().
Ci:i,':;
:
.....,.,........
Disampaikandalam:
PERTEMUAN ILMIAH TAHUNAN KE.14 PERSATUAN AHLI TEKNIK HIDRAI.JLIK INDONESIA |akarta, 10-11,Desember 1997
I.
I-A.TAR BELAKANG
Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta meliputi areal seluas 637 kmz dengan elevasi berkisar antara + 0,8 m di dekat pantai dan * 25 m di bagian selatan. Wilayah DKI Jakarta dialiri tidak kurang dari L3 sungai besar dan kecil yang di musim hujan sering menimbulkan bencana banjir di daerah sekitarnya. Ke-13 sungai tersebut adalah (dari timur ke barat) Cakung ]ati IGamat, Buarary Sunter, Cipinang, Ciliwung, Cideng, Krukut, Grogol, Sekretaris, Pesanggrahan, Angke, dan Mookervaart Permasalahan banjir di Jakarta sudah terjadi sejak jaman kolonial (abad ke-17) yang antara lain dicoba diatasi dengan pembangunan saluran banjir kanal dari Manggarai sampai Muara Angke pada tahun 1920-an. Pembangunan banjir kanal tersebut dilandasi oleh gagasan unfuk "memotong" aliran banjir s.Ciliwung agar tidak mengalir dan menimbulkan kerusakan di tengah kota yang padat penduduknya. Pada perkembangan selanjutnya, dengan semakin meluasnya areal perkotaarg banyak areal permukiman yang berada "dilaal' areal yang dilindungi oleh saluran banjir kanal tersebut, sehingga masih sering mengalami banjir oleh luapan S.Ciliwung. setelah kemerdekaan, upaya penanggulangan banjir Jakarta tetap memperoleh prioritas, antara lain dengan pembentukan Komando Proyek Pencegahan Banjir yang dikenal dengan KoPRo BANJIR pada tahun 196s. Pada tahun 1972, KOPRO BANJIR berubah menjadi Proyek Pengendalian Banjir Jakarta Raya di bawah Departemen Pekerjaan Umum/Ditjen Pengairan. Dengan banfuan dari Pernerintah Belanda, kemudian disusun Rencana Induk Penanganan Banjir Jakarta yang diselesaikan pada tahun 1973. Sejak tahun 1994/95 sampai saat ini, penanganan banjir Jakarta dilakukan oleh Proyek Pengelolaan Sumber Air dan Pengendalian Banjir Ciliwung-Cisadane.
il.
PERMASALAI{AN
BANIIR DI IAKARTA
Pada dasarnya, banjir di Jakarta merupakan akibat dari 2 hal yaitu (i) luapan sungai; serta (ii) genangan akibat tidak memadainya prasarana drainasi. Landainya sungai-sungai yang mengalir di Jakarta, serta relatif tingginya curah hujan (rata-rata tahunan 2.000 mm) menyebabkan aliran sungai melebihi kapasitas alur sungai, dan meluap ke daerah sekitarnya. Di Iain pihak, terbatasnya prasarana drainasi serta semakin meluasnya areal yang tidak menyerap air (semen, beton, aspal) mengakibatkan terjadinya genangan-genangan. Kondisi tersebut diperparah lagi oleh kerusakan lingkungan di daerah tangkapan air bagian hulu, relatif dekatnya daerah hulu dengan dataran Biro Pengairan dan Irigasi
rendah di hilirnya, serta kurang disiplinnya masyarakat untuk tidak membuang sampah ke sungai/prasarana drainasi. Kecuali ifu, beberapa penelitian mengindikasikan terjadinya penurunan atau amblasan tanah (land subsidence) di beberapa lokasi, seperti di sekitar jalan Gunung Sahari dan jalan tol Sedijahno. III.
SISTEM PENGENDALIAN
BANIIR IAKARTA
Dalam rangka menangani masalah banjir kota Jakarta, pada tahun 1973 telah disusun rencana induk pengendalian banjir Jakarta. Prinsip dasar penanggulangan banjir lakarta, baik yang diakibatkan oleh luapan sungai maupun oleh genangan, adalah sebagai berikut:
1. Memotong aliran sungai-sungai sebelum memasuki kota Jakarta dan mengalirkannya langsung ke laut. Upaya ini berupa pembangunan saluran banjir kanal bant dan banjir kanal timur; Memanfaatkan bekas sungai yang terpotong sebagai prasarana drainasi utama, khususnya nenampung saluran drainasi yang dialirkan secara gravitasi dari daerah-daerah yang elevasinya relatif tinggi; 3. Pada daerah yang elevasinya rendah, di m.ana adanya tanggul menghalangi masuknya aliran drainasi ke sungai, dikembangkan dengan sistem penampungan/polder. Dalam sistem tersebut, aliran drainasi ditampung dalam waduk unfuk selanjutnya dipompa ke luar polder. Adapun rincian rencana induk pengendalian banjir Jakarta adalah sebagai berikut:
Pembangunan sistem barat, dengan rnenambah areal perlindungan Banjir Kanal Barat (yur,g dibangun tahun 1,920)dengan memperpanjang saluran Banjir Kanal Barat dari Pejompongan ke Muara Angke, sehingga dapat menampung banjir Sungai-Sungai Grogol, Sekretaris, dan Angke, yang akan melindungi daerah seluas7.500ha; Pembangunan sistem timur yang antara lain terdiri atas Banjir Kanal Timur (dari daerah Kebon Nanas ke nuara s.Cakung) dan akan memotong Sungai-Sungai Cipinang, Sunter, Buaran/Jatikramat, dan Cakung, dan akan melindungi daerah seluas 16.500ha; Pembangunan sistem drainasi polder pada daerah yang terletak "di dalam" sistern Banjir Kanal (barat dan tiurur).
Biro Pengairan dan Irigasi
IV.
PEMAKAIAN SISTEMPOLDERDALAM PENGENDALIAN BANIIR Dasar Perencanaan Sistem Polder
Yang dimaksud dengan sistern polder di sini adalah mengisolasi suafu daerah sehingga terlindung dari aliran air yang berasal dari 'luar'. Unfuk mencegah aliran dari luar polder, di sekeliling.polder dibuat saluran keliling yang sekaligus berfungsi sebagai salur.an. . drainasi utama. Dengan mengisolasi daerah tersebut maka masalah yang. harus diatasi hanyalah bagaimana mengalirkan air yang berasal dari polder ifu sendiri, khususnya air yang berasal dari air hujan. Dengan denrikiary maka berfungsi tidaknya sistem polder akan sangat tergantung pada sistem drainasi di dalam polder itu sendiri. Oleh karenanya, kapasitas saluran drainasi harus dibuat sedemikian rupa sehingga manpu nenanlpung debit air yang mengalir ke dalamnya. Aliran yang terkumpul dalam saluran drainasi tersebut kemudian dialirkan ke stasiun pompa, untuk selanjutnya dipompa ke luar polder. Dalam hal kapasitas pompa yang tersedia lebih kecil dari debit aliran pada saluran drainasi, maka akan diperlukan tempat penampungan air sementara, dalam benfuk waduk atau long storage. Di musim kering/kemarau, aliran langsung dialirkan ke stasiun pompa tanpa melalui waduk, sehingga dengan cepat dapat dipompa keluar. Perhifungan kapasitas waduk dan pornpa didasarkan pada besarnya hujan rencana (desigtt rninfnll) serta waktu konsentrasi (thue concentration) yang ditetapkan. Unfuk kota Jakarta, hujan rencana diambil sebesar hujan 25 tahunan dengan thue concentrntiottselama 2,5 jam. Dengan asumsi tersebut, maka dapat diperoleh besarnya debit rencana, dan kemudian dapat dilakukan optimasi antara volume waduk dan kapasitas pompa yang diperlukan. Setelah diperoleh volume waduk ydng optimal, kemudian dihitung flukfuasi elevasi permukaan waduk tersebut, yaifu dengan mengambil debit minimum berclasarkan hujan 2 tahunan dan debit maksimum sebesarhujan 25 tahunan. Metoda perhifungan unfuk menetapkan dimensi saluran drainasi juga memakai pendekatan serupa, yaitu .dengan rnemakai hujan 25 tahunan sebagai hujan rencana. Penetapan dinensi saluran drainasi ditetapkan dengan menganggap pada saat terjadinya hujan rencana tersebut, waduk berada dalam keadaan 90% penuh. Dengan asumsi tersebu! kemudian dapat diperoleh bagian-bagian polder yang perlu dipertinggi atau dilindungi dengan tanggul. b.
Pengembangan Sistem Polder di ]akarta
Sebagaimana diketahui, pengendalian banjir di Jakarta dimaksudkan unfuk mencegah luapan sungai ke daerah sekitarnya, khususnya pada
daerah yang diamankan. Pada umumnya, pengendalian banjir di suafu daerah dilaksanakanmelalui penyediaan saluran banjir (flood-diaersion canal), berfungsi kecuali mengalirkan aliran banjir yang berasal dari bagian Ia.g hulu, di samping ifu juga dapat memanfaatkan ruas sungai yang telah Iterpotong' oleh saluran banjir sebagai penampung sistem drainasi pada daerahyang dilindungi. sistem drainasi terdiri atas jaringan saluran pembuangan dan mengalirkannya ke saluran kolektor yang lebih besar serta selanjutnya dialirkan ke saluran drainasi utama untuk kemudian dialirkan ke laul Bagianutara Jakartamerupakan daerah yang relatif rendah dengan topografi datar serta berpenduduk padat. Keadaan tersebut menyebabkan kesulitan dalam menyediakan saluran drainasi dengan kedalaman yang diperlukan, sertapengaliransalurandrainasike laut pada wakfu air pasangpraktis tidak mungkin dilakukan. Oleh karenanya, pada daerah-daerahtersebut sistem drainasi harus dilengkapi dengan pompa-pompa unfuk mengalirkan alirannya ke laut. Dalam upaya rnembatasijumlah air yang harus dipompa keluar, daerah rendah tersebut harus dipisahkan dari daerah yang relatif tinggi di sekitarnya melalui pernbuatan tanggul di sekelilingnya. Sistem semacam itulah yang dimaksud dengan sistem polder dalam mengendalikan banjir di daerah rendah kota Jakarta.Padaurnunlnya, sistempolder terdiri atas sistem mikro dan makro. Sistemmakro berupa saluran drainasi utama, waduk, serta rym1h pompa, sedangmikro sistemberupa sistempembuangandan jaringan kolektor. Sebagairnanatelah dijelaskan,untuk mengatasibanjir di daerah yang berada 'di dalam' sistem Banjir Kanal Barat (BKB) dan rencana Banjir Kanal Timur (BKT), dikembangkan sistem polder yang sesuai dengan karakter daerah tersebut. Daerah yang berada di antara BKB dan rlncana BKT tersebutkemudian dibagi dalam enan sistempolder,yaifu: 1. Sistem Polder Karang (3.2a0ha) Terletak di bagian hilir pinfu air Karet, di antara saluran Banjir Kanal BaratdenganrencanaperluasansaluranBanjir Kanal Barat,dan mencakup antara lain daerah Tomang Tiurur, Tomang Barat, Jelambar, dan Muari Angke. Sebagai saluran drain utama adalah Karang drain, yang menampung aliran dari K.Krukut, I(.Grogol, dan K.Sekretaris.Dalam hal air tidak dapat dialirkan ke drain utana, baik karenaterjadinyabanjir atau karena pengaruh air pasang,disediakanwaduk penampungyaifu waduk Melati di bagian hilir dan waduk Tomang Barat di bagian hulu. Selanjutnya,air dalam waduk tersebutdialirkan ke drain utama dengan banfuanponpa-pompa.
2. Sistem Polder antara S.Cideng Hilir - S.Krukut (1.730 ha) Terletak di antara saluran Banjir Kanal Barat dan S.Ciliwung-Gajah Mada, dan mencakup antara lain daerah Menteng, Cideng, dan Pluit Di polder ini, terdapat beberapa drain kolektor, yaifu Cideng drain, Krukut drain, Angke drairy dan Duri drain, yang kemudian mengalirkannya ke drain utama Karang drain dan Kali Besar drain. Sebagian aliran dari Kali Besar drain masuk ke waduk Pluit sebelum kemudian dipompa ke laut. Aliran yang berasal dari bagian barat polder ini juga tidak dapat dialirkan secara gravitasi ke laut, sehingga harus dialirkan ke dalam waduk Pluit terlebih dahulu. 3. Sistem Polder antara |1. Gajah Mada - Saluran Gunung Sahari (760 ha) Terletak di hilir pintu air Kapitol, dan berada di antara S.Ciliwung Gajah Mada dan S.Ciliwung Gunung Sahari. Drain utama polder ini adalah kedua S.Ciliwung yang terpecah dua, di mana sebagian mengalir ke Pasar Ikan dan sebagian lagi rnengalir ke Pekapuran. Pada saat ini, di Pekapuran telah dibangun pintu penahan air laut (salinity gate) yang dimaksudkan unfuk mengurangi pengaruh pasang laut pada S.Ciiwung Gunung Sahari. 4. Sistem Polder yang terletak antara Ciliwung/Gn.Sahari Barat (L.600ha)
- polder Sunter
Terletak di antara S.Ciliwung Gunung Sahari dan saluran drainasi Sunter Baraf dan antara lain mencakup daerah sekitar Istiqlal dan bekas bandar udara Kemayoran. Aliran drainasi dari polder ini dialirkan ke saluran Ancol, yang berfungsi sebagai regulating basin, dan kemudian dialirkan ke laut melalui pintu Pekapuran - Saluran Ancol, serta melalui pelabuhan Tanjung Priok. 5. Sistem Polder antara BKT - Sunter Drain (7.750ha| Merupakan sistem polder yang mernbentang di bagian selatan saluran drainasi Sunter, dari aliran S.Ciliwung di bagian barat sampai ke rencana saluran Banjir Kanal Tirnur (S.Cakung) di bagian barat, dan meliputi daerah Tanah Tinggi, Utan Kayu, Pulo Mas, Pulo Gadung, Klender, dan Cakung. Dalam sistem polder ini, terdapat beberapa drain kolektor antara lain Sentiong drain dan Utan Kayu drairy yang kernudian dialirkan ke laut melalui Sunter West drain dan Terusan Sunter drain. 5. Sistem Polder di wilayah Timur (7.900 ha) Merupakan polder terbesar, dan membentang di bagian utara sepanjang pantai, dari Sunter West drain sampai dengan S.Cakung (rencana Banjir Kanal Timur). Daerah ini kemudian dibagi lagi ke dalam 3 polder yaitu: polder Sunter Barat (1.600ha), polder Strnter Timur (3.300ha) dan polder Marunda (3.000 hu). Karena wilayahnya yang relatif datar dengan
perbedaan tinggi relatif kecil dengan laut, rnaka ketiga polder tersebut dilengkapi dengan waduk-waduk penampung, antara lain waduk Sunter, waduk Marunda, dan situ Rawa Kendal. Sistem drainasi di ketiga polder tersebut dilayani oleh Sunter West drain, Terusan Sunter drairy Cakung drain dan S.Cakung. V.
Permasalahan Yang Dihadapi
Walaupun konsep penanggulangan ban;'ir di Jakarta dapat dikatakan cukup komprehensif, namun dalarn kenyataannya masih terdapat masalah yang mengakibatkan kota Jakarta masih sering mengalami kerugian akibat banjir. Masalah terbesar yang dihadapi oleh jakarta pada saat ini adalah belum terlaksananya pembangunan Banjir Kanal Timur, sehingga di bagian timur kota Jakarta masih sering mengalami banjir yang berasal dari sungaisungai Cipinang, Sunter, dan Cakung. Dalam kaitan dengan sistem polder yang merupakan salah safu subsistem pengendalian banjir Jakarta, terdapat beberapa permasalahan sebagai berikut: a) Sebagian besar sistern polder cli Jakarta, khususnya yang berada di wilayah timur, masih belum berfungsi sebagairnana seharusnya. Hal ini disebabkan karena belum terlaksananya pembangunan saluran Banjir Kanal Timur (BKT), sehingga masih banyak aliran dari luar yang masuk ke dalam sistem polder. Keadaan tersebut mengakibatkan saluran drainasi di dalam sistem polder masih harus dipergunakan unfuk mengalirkan air yang berasal dari bagian hulu, sehingga pada waktu terjadi banjir dari hulu, air yang berasal dari polder ifu sendiri tidak dapat tertampung. Upaya untuk mengatasi hal ini sudah banyak dilakukan, antara lain dengan rneningkatkan kapasitas serta memelihara kapasitas alirannya. Namun demikian, mengingat relatif rendahnya sistem polder tersebut dari permukaan laut yang berarti energi gravitasinya juga rendah, akan diperlukan penampang yang'besar agar dapat mengalirkan air yang berasal dari hulu. b) Sebagian besar masyarakat rnasih belum memafuhi larangan membuang sampah di saluran-saluran yang ada, sehingga sebagian besar saluran drainasi mengalami penurunan kapasitas yang cukup besar. Karena kemiringan saluran-saluran tersebut umumnya sangat kecil, maka limbah padat yang ada tidak dapat hanyut ke hulu dan menjadi tumpukan yang semakin latna semakin padat. Keadaan tersebut mengakibatkan besarnya biaya pemeliharaan saluran agar dapat berfungsi dengan baik. Apabila tingkat kedisiplinan masyarakat dapat ditingkatkan, maka biaya pemeliharaan tahunan dapat dimanfaatkan unfuk menambah prasarana pengendalian banjir yang belum dibangun. c) Masih diperlukan peningkatan atau optimalisasi koordinasi antarinstansi terkait dengan sistem pengendalian banjir di Jakarta. Sebagaimana
diketahui, unfuk sistem drainasi di daerah perkotaan pada saat ini ditangani oleh dua instansi, yaitu (a). Ditjen Pengairan menangani sistem drainasi makro, seperti sungai-sungai dan saluran utama, dan (b). Ditjen Cipta Karya nenangani sistem drainasi mikro. Unfuk memperoleh sinergi yang optimal, koordinasi kedua instansi tersebut merupakah hal yang mutlak unfuk dilaksanakan. Tanpa adanya suafu keterpaduarg maka dapat terjadi investasi saluran drainasi makro yang tidak optimal. d) Di lain pihak, terbatasnya prasarana drainasi serta semakin meluasnya areal yang tidak menyerap air (semen, beton, aspal) rnengakibatkan terjadinya genangan-genangan. Kondisi tersebut diperparah lagi oleh kerusakan lingkungan di daerah tangkapan air bagian hulu, relatif dekatnya daerah hulu dengan dataran rendah di hilirnya. e) Hal lain yang juga memerlukan pengkajian lebih mendalam adalah adanya indikasi terjadinya amblesan tanah (Iand atbsidence) di beberapa lokasi, seperti di sekitar jalan Gunung Sahari dan jalan tol Sedijatmo. Bila hal tersebut benar, maka untuk mengamankan polder-polder yang ada perlu dilakukan evaluasi ulang untuk mengkaji kembali apakah desain serta kapasitasnyamasih sesuai dengan yang direncanakan. VI.
Saran Tindak Lanjut
Kecuali pemecahan dengan pendekatan strukfural yang memerlukan biaya relatif tinggi, kiranya saat ir"risudah saatnya diintensifkan upaya-upaya yang sifahrya non-struktural, antara lain:
a) Meningkatkankampanyekepadamasyarakatluas untuk tidak membuang limbah padatke sungaidan saluranyang ada. b) Melakukan penataan di daerah hulu secara konsisten sesuai dengan perafuran yang ada. c) Meningkatkan koordinasi antarinstansi yang terkait dengan pengendalian banjir Jakarta, khususnya untuk sinkronisasi penanganan makro dan mikro drainasi di dalam pengembangan polder.
KARAKTERISTIK DATARANJAKARTA
o Terbentuk dari endapan sungai (alluvial) yang membentukdataran. Wilayah DKI Jakarta sendiri mencakup areal seluas 637 km2 denganetevasiberkisarantara + O,B m di dekat pantaidan + 25 m di bagianselatan. Dialirioleh 13 sungaibesardan kecil yaitu (daritimur ke barat): Cakung, Jati Kramat, Buaran, Sunter, Cipinang, Ciliwung,
Cideng,
Krukut,
Grogol,
Sekretaris,Pesanggrahan, Angke, dan Mookervaart.
Biro PengairandanIrigasi
SEJARAHPENANGANANBANJIRDI JAKARTA
Menurut catatan yang ada, masalah banjir di Jakarta sudahterjadisejakabad ke-17. Upaya
mengatasi
banjir
antara
lain
dengan
pembangunan saluran banjir kanal dari Manggarai sampai Muara Angke pada tahun 1 92O-an, yang ditujukan untuk "memotong" aliran banjir S.Ciliwung agar tidak mengalir dan menimbulkan kerusakan di pusat kota. Dengan semakin meluasnya areal perkotaan, banya k areal permukiman yang berada " di lLtar" sistem banjir kanal tersebut,sehinggamasih sering mengalamibanjir oleh luapanS.Ciliwung. Setelah kemerdekaan,penanggulanganbanjir Jakarta tetap
memperoleh prioritas, antara lain
dengan
pembentukanKomandoProyek PencegahanBanjiryang dikenaldenganKOPROBANJIRpada tahun 1965. o Pada tahun 1972, KOPRO BANJIR berubah menjadi Proyek PengendalianBanjir Jakarta Raya di bawah DepartemenPekerjaan Pengairan. .Umum/Ditjen . Sejak tahun 1994/95 penanganan banjir Jakarta dilakukan oleh Proyek PengelolaanSumber Air dan Pengendalian BanjirCiliwung-Cisadane.
PERMASALAHAN BANJIRDI JAKARTA
Padadasarnya,banjirdi Jakarta merupakanakibat dari satu atau akumulasidari beberapapenyebab sebagai berikut:
a
o relatiftingginyacurah hujan (rata-ratatahunan2.OOO mm); o tidak memadainyaprasaranadrainasi; o relatif landainya sungai-sungaiyang mengalir di Jakarta yang berarti pula kapasitas alirannya terbatas; di lain pihak, terbatasnyaprasaranadrainasi serta semakin meluasnyaareal yang tidak menyerap air (semen, beton, aspal) mengakibatkan terjadinya genangan-genang an; kerusakanlingkungandi daerahtangkapanair bagian hulu; relatif dekatnyadaerahhulu dengan dataran rendah di hilirnya,serta kurang
disiplinnya masyarakat
untuk
tidak
membuangsampahke sungai/prasarana drainasi;
o adanya indikasi terjadinya penurunan tanah (land subsidence)di beberapa lokasi, seperti di sekitar jalan GunungSaharidan jalan tol Sedijatmo.
SISTEM PENGENDALIAN BANJIRJAKARTA
Dalam rangka menanganimasalahbanjir kota Jakarta, pada tahun
1973
pengendalian
telah disusun rencana induk
banjir
Jakarta.
Prinsip
dasar
penanggulangan banjir Jakarta, baik yang diakibatkan oleh luapan sungai maupun oleh genangan, adalah sebagaiberikut:
1. Memotong aliran sungai-sungaisebelum memasuki kota Jakarta dan mengalirkannyalangsung ke laut. Upaya ini berupa pembangunansaluran banjir kanal barat dan banjirkanaltimur; 2. Memanfaatkanbekassungaiyang terpotong sebagai prasaranadrainasi utama, khususnya menampung salurandrainasiyang dialirkansecara gravitasi dari yang elevasinyarelatiftinggi; daerah-daerah 3. Padadaerahyang elevasinyarendah,di mana adanya tanggul menghalangimasuknya aliran drainasi ke
sungar,
dikembangkan
dengan
sistem
penampungan/polder. Dalam sistem tersebut, aliran drainasiditampungdalam waduk untuk selanjutnya dipompake luar polder.
PEMAKAIANSISTEMPOLDERDALAM PENGENDALIAN BANJIR
Sistem Polder
mengisolasisuatu daerahdari aliran dari luar polder antara lain dengan membuat saluran keliling serta tanggul; mengaturpermukaanair di dalam polder sedemikian rupa agar tidak melampaui ketinggian yang telah ditetapkan; pengaturandilakukandengan aliran gravitasi, atau pemakaian
pompa-pom pa
yang
kapasitasnya
disesuaikan denganbesarnyaalirandi dalam polder; bila kapasitaspompa lebih kecil dari besarnyaatiran, maka dapat diatasidenganpemakaianwaduk tunggu sebagaitempat parkirair sementara.
Sistem Polderdi Jakarta
Sesuai dengan rencana indu k
pengendalian
banjir
Jakarta, bagian kota Jakarta yang terletak di "dalam" sistem banjir kanal, baik barat maupun timur, dibuat sistem poldersebagaiberikut:
l.Sistem PolderKarang(3.24Ohal
Terletak di bagian hilir pintu air Karet, di antara saluranBanjir Kanal Barat dengan rencanaperluasan saluranBanjirKanalBarat,dan mencakupantara lain daerahTomangTimur, Tomang Barat,Jelambar,dan MuaraAngke. Karang
drain
sebagai drainasi utama
yang
menampung aliran dari K.Krukut, K.Grogol, dan K.Sekretaris. Disediakan waduk
penampung yang
dilengkapi
dengan pompa-pompa,yaitu waduk Melati di bagian hilir dan waduk TomangBaratdi bagianhulu.
2.SistemPolderantaraS.CidengHilir - S.Krukut(1.730 ha)
o Terletak di antara saluran Banjir Kanal Barat dan S.Ciliwung-Gajah Mada, dan mencakup antara lain daerahMenteng,Cideng,dan Pluit. o Di polder ini, terdapat beberapadrain kolektor,yaitu Cideng drain, Krukut drain, Angke drain, dan Duri drain, yang kemudianmengalirkannya ke drain utama Karangdraindan Kali Besardrain . sebagai penampungan air sementara disediakan waduk Pluitsebelumkemudiandipompake laut.
3.Sistem Polder antara Jl. Gajah Mada - Saluran GunungSahari(760 ha)
Terletakdi hilir pintu air Kapitol,dan beradadi antara S.Ciliwung Gajah Mada dan S.Ciliwung Gunung Sahari. Drain utama polderini adalahkedua S.Ciliwungyang terpecah dua, di mana sebagianmengalir ke Pasar lkan dan sebagianlagi mengalirke Pekapuran.
4.Sistem
Polder
yang
terletak
antara
- polderSunterBarat (1.600 ha) Ciliwung/Gn.Sahari
Terletak di antara S.Ciliwung Gunung Sahari dan saluran drainasi Sunter Barat, dan antara lain mencakup daerah sekitar lstiqlal dan bekas bandar udara Kemayoran.
I
Aliran drainasi dari polder ini dialirkan ke saluran Ancol, yang berfungsisebagairegulatingbasin, dan kemudiandialirkanke laut melaluipintu Pekapuran SaturanAncol, serta melaluipelabuhanTanjungPriok.
S.SistemPolderantaraBKT - SunterDrain(7.75O hal
Merupakansistem polderyang membentangdi bagian selatansalurandrainasiSunter,dari aliranS.Ciliwung di bagian barat sampai ke rencana saluran Banjir KanalTimur (S.Cakung)di bagianbarat, dan meliputi daerah Tanah Tinggi, Utan Kayu, Pulo Mas, Pulo Gadung,Klender,dan Cakung. Dalam sistem polder ini, terdapat beberapa drain kolektor antara lain Sentiorigdrain dan Utan Kayu
drain, yang kemudiandialirkanke laut melaluiSunter West draindan TerusanSunterdrain.
6.SistemPolderdi wilayahTimur (7.900 ha)
Merupakan polder terbesar, dan membentang di bagianutara sepanjangpantai,dari SunterWest drain sampai dengan S.Cakung (rencana Banjir Kanal Timur). Daerah ini kemudiandibagi lagi ke dalam 3 polder yaitu: polder Sunter Barat (1.600 ha), polder Sunter Timur (3.300 ha) dan polder Marunda(3.OOO ha). Sistemdrainasidi ketiga poldertersebutdilayanioleh Sunter West drain, Terusan Sunter drain, Cakung draindan S.Cakung. Karena wilayahnya yang
relatif datar dengan
perbedaan tinggi relatif kecil dengan laut, maka ketiga polder tersebut dilengkapi dengan wadukwaduk penampung,antaralain waduk Sunter,waduk Marunda,dan situ Rawa Kendal.
Permasalahan Y ang Dihadapi
Masalahdalam kaitansistem pengendalian banjir:
Sebagianbesar sistem polder di Jakarta, khususnya yang beradadi wilayahtimur, masih belum berfungsi sebagaimana
seharusflyo,
karena
belum
terlaksananya pem bangunan saluran Banjir Kanal Timur (BKT). Keadaantersebut mengakibatkansalurandrainasidi dalam sistem poldermasih harusdipergunakanuntuk mengalirkan air yang berasal dari bagian hulu, sehinggapada waktu terjadibanjirdari hulu, air yang berasaldari polderitu sendiritidak dapat tertampung. Upaya untuk mengatasi hal ini sudah banyak dilakukan, antara
lain
dengan
meningkatkan
kapasitasserta memeliharakapasitasalirannya. Mengingat relatif rendahnyasistem polder tersebut dari permukaanlaut yang berartienergi gravitasinya juga rendah,akan diperlukanpenampangyang besar agar dapat mengalirkanair yang berasaldari hulu.
l0
Masalahdalam kaitandenganperansertamasyarakat:
Sebagianbesar masyarakatmasih belum mematuhi yang larangan'membuang sampah di salurdn-saluran ada, sehingga sebagian besar saluran drainasi mengalamipenurunankapasitasyang cukup besar. Karenakemiringansaluran-saluran tersebutumumnya sangat kecil, maka limbah padat yang ada tidak dapat hanyut ke hulu dan menjadi tumpukan yang semakin lama semakin padat, dan selanjutnya mengakibatkanbesarnyabiarTapemeliharaansaluran agar dapat berfungsidengan'baik. Apabila tingkat
kedisiplinan masyarakat dapat
ditingkatkan, maka biaya pemeliharaan tahunan dapat dimanfaatkan untuk. menambah prasarana pengendalian banjiryang belumdibangun.
t1
Masalahkoordinasi:
Sampaisaat ini dirasakanmasih diperlukanpeningkatan koordinasi antarinstansi terkait
dengan
sistem
pengendalian banjirdi Jakarta. Sebagaimanadiketahui, untuk sistem drainasidi daerahperkotaanpada saat ini ditanganioleh dua instansi,yaitu (a). Ditjen Pengairan menanganisistem drainasimakro, sepertisungai-sungai dan saluran utama, dan (b). Ditjen Cipta Karya menanganisistem drainasi mikro. Untuk memperoleh sinergiyang optimal,koordinasikedua instansitersebut merupakahhal yang mutlak untuk dilaksanakan.
Masalahpenurunankualitasdaerahtangkapanair:
semakin meluasnyaareal yang tidak menyerap air (semen, beton, aspal) mengakibatkan terjadinya genangan-genangan. Kondisi tersebut diperparah lagi oleh kerusakan lingkungan di daerah tangl
I
Masalahlain:
Hal lain yang juga memerlukan pengkajian lebih mendalamadalah adanya indilcasiterjadinyaamblesan tanah (land subsidence)di beberapalokasi, seperti di sekitarjalan GunungSaharidan jalan tol Sedijatmo.Bila hal tersebut benar, mal
SaranTindak Lanjut
Kecualipemecahandenganpendekatanstrukturalyang memerlukanbiaya relatif tinggi, kirany-asaat ini sudah saatnya diintensifkanupaya-upayaya'ng sifatnya nonstruktural,antaralain:
a)Meningkatkankampanye kepada masyarakat luas untuk tidak membuanglimbah padat ke sungai dan saluranyang ada.
b)Melakukanpenataandi daerahhulu secara konsisten sesuaidenganperaturanyang ada.
c)Meningkatkankoordinasiantarinstansiyang terkait denganpengendalian banjirJakarta,khususnyauntuk sinkronisasipenangananmakro dan mikro drainasidi polder. dalampengembangan
T4