KENDALA DAN TANTANGAN PENERAPAN SJSTEM MUZARA 'AH DI BANK SYARIAH
Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Islam (SE!)
Oleh: Ah mad R ifa' i NIM: 103046128212
KONSENTRASI PERBANKAN SY ARIAlI PROGRAM STUDI MUAMALAT EKONOMI ISLAM FAKULTAS SY ARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SY ARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1429 H./2008 M.
LEMBARPERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa: I. Skripsi ini merupakan hasil karya saya asli yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata I di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain,maka saya betsedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Jakaita, 8 Oktober 2007
Ahmad Rifai
KENDALA DAN TANTANGAN PENERAPAN S!SJF.\f MUZARA 'AH DJ BANK SYAIUAH
Skripsi
Diajukan untuk ivfcmenuhi Persyarntan Mcmperolch Gelar Sarjana Ekonomi Islam (SE!)
Oleh:
Ahmad Rifa'i NIM: 103046128212
Di Bawah Bimbingan l'cm_~imbing
Pembimbing I,
DR. Ir. H~~(~iputra
II,
Drs.11. Husni Thoyar, M. Ag.
PROGRAM STUDI PERHANKAN SYARIAll JURUSAN MUAMALAT EKONOMI ISLAM FAKUL TAS SY ARIAH DAN HUKlJM
UNVERSITAS !SLAM NEGERI SY ARIF IllDAYATlJLLAH .JAKARTA 1429 11/2008 M
W-uP · ( z_,.
PENGESAHAN PAN1TIA UJIAN Skripsi berjudul KENDALA DAN TANTANGAN PENERAPAN SISTEM MUZARAH DI BANK SYARIAH telah diujikan dalam sidang Munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada JO April 2008. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Islam (SEI) pada Program Studi Muamalat (Ekonomi Islam). Jakarta, JO April 2008 Mengesahkan. tas Syariah dan Hukum
Prof. DR. H.
uhammad Amiu Suma, SH, MA, MM NIP. !50 210 422
PANITIA UJIAN 1. Ketua
2. Sekretaris
3. Pembimbing I
4. Pembimbing II
~r
----(............
: Euis Amalia, M. Ag. NIP. 150 289 264
~=~~8Urthlt
~1
M Ag
:::.~::::~ NIP.150 050 919
Jr
.. . .. ...... )
~.\' ):.::.-;;~..'"I ..
: i¥t: ---...;,
5. Penguji I
: ~.i1~~:;~ejazziey, DH., MA( .. -~
6. Penguji II
: DR. Mujar Ibnu Syarif, M. Ag. NIP.150 275 509
(
~,p,~
KATA PENGANTAR Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala nikmat dan karunia-Nyalah sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini dengan judul " Kendala dan Tantangan Penerapan Sistem Muziira 'ah di Bank Syariah". Dalam penulisan Karya Tulis ini, penulis banyak menemukan kendala namun semua itu adalah proses yang harus penulis laluim sehingga semua itu menjadi pelajaran penting bagi penulis. Sehingga pada akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini berkat bantuan dan dorongan banyalc pihak.. Untuk itu pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga, kepada : I. Bpk, Prof. DR. H.M. Amin Suma, SH, MA., selaku Dekan Fakultas Syariah danHukum. 2. Ibu Enis Amalia, M. Ag. dan Bpk Azharudin Latif, M. Ag., Selaku Ketua dan Sekretaris Program Studi Muamalat yang telah memberikan dukungan dan kemudahan kepada penulis dalam menyelesaikan kuliah di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 3. Bpk DR. Ir. H. Murasa Sarkaniputra, selaku Pembimbing I dalam pembuatan Karya Tulis Ilmiah. Terima kasih atas kesediaannya memberikan waktu luang kepada penulis untuk membimbing, mengarahkan dan memberikan berbagai petunjuk sehingga penulis dapat menyelesaikm1 skripsi ini.
luang kepada penulis untuk membimbing, mengarahkan dan memberikan berbagai petunjuk sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 4. Bpk Ors. H. Husni Thoyar, M. Ag., selaku Pembimbing II dalam pembuatan Karya
Tulis
Ilmiah
di
tengah-tengah
kesibukannya
telah
bersedia
memberikan waktu luang kepada penulis untuk membimbing, mengarahkan dan memberikan berbagai petunjuk sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, terima kasih saya ucapkan. 5. Bpk. Nu'man Chupriyadi, selaku Manager Marketing Bank Muamalat Indonesia. Yang telah meluangkan waktunya untuk dapat menggali informasi. 6. Bpk. Hasan Ali, Selaku Staf Penulis PKES. yang telah bersedia untuk memberikan waktu luangnya kepada penulis. 7. Kepada segenap dosen-dosen yang telah memberikan bekal keilmuan sejak semester I hingga selesai. Semoga Allah SWT memuliakan mereka semua. 8. Kej)ada semua staff perpustakaan Fakultas dan Umum yang telah memberikan izin kepada penulis untuk mencari bahan skripsi. 9. !bu Ir. Farida Irianti, MM. dari Divisi Pembiayaan Syariflh Departemen Pertanian. Yang telah memfasilitasi kepada penulis untuk mencari informasi. 10. Rekan-rekan dari BMT Daarut Tauhiid Bpk Ali Mustafa. Teh Yanti, Teh Suci dan Mas Yudho yang telah memberi semangat dan mengijinkan penulis untuk menyelesaikan skripsi di tengah-tengah pekerjaan.
11. Orang tua ( H.M Sanusih dan Hj. Siti. Rohrnah ), sebagai mutiara hidupku yang bernilai serta sosok yang selalu rneajadi inspirasi. Sernoga Allah SWT senantiasa mernberikan 'inayah kepadanya. 12. Keluarga tercinta terutarna Kakakku (Herawati, Astuti, Hikrnah dan Yusrika) serta adikku (Reni dan Indah) yang telah mernberikan do'a dan rnotivasi berharga. Ma'af belurn bisa secara optimal untuk rnenjadi Adik dan Kakak yang baik. 13. Kawan seperjuangan Bang Faisal. Bang Rahrnat SS, Bang Hamn, Bang Miji, Bang Yasir, Bang Akhyar, Bang Yahya, Bang Farhan, Bang Grand, Bang idih, Bang Fauzi, Bang Zaki, Bang Budi, Bang Udin, Bang Ayub, Bang Andi Mpo Fera, Mpo Ratih, Mpo Nur, Mpo Sri, Mpo Fitri, Mpo Nuni, Mpo Asih serta semua rekan PS Angkatan 2003, thanks lot for your spirit. 14. Rekan-rekan yang istiqornah dalam fisabilillah M. Syaifullah, Khaerul Anwar. Abdurrahman, Hendra Gunawan, Rahrnat, rekan - rekan Marawis Fajrul Munir, rekan - rekan Rernaja AISY serta yang lainnya. Pada akhirnya dalarn penulisan Karya Tulis Ilrniah ini penulis menyadari masih banyak kekurangan, sehingga penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat rnernbangun. Sernoga basil kerja keras ini dapat bermanfaat bagi siapapun serta dapat terbayarkan dengan keberhasilan dimasa yang akan datang. Amien. Agustus 2007
Penulis
ABSTRAKSI Indonesia adalah Negara Agraris, sektor pe1tanian dan pedesaan memiliki peran yang sangat strategis dalam pembangunan nasional..Namun salah satu permasalahan utama dalam pembangunan di sektor pertanian adalah lemahnya permodalan. Ada banyak sistem pertanian yang di gunakan masyarakat diantaranya Sistem Sewa, Sistem Pemilik sekaligus Penggarap, Sistem Bagi Hasil dengan Investor, Sistem Paparoan, Sistem Nyeblok. Dari sistem pertanian yang digunakan di masyarakat tersebut terlihat bahwa dalam pelaksanaan sistem pertanian di masyarakat ada yang telah sesuai dengan syariat Islam. Dalam sistem Syariah dikenal pula sistem Muziira 'ah (bagi hasil Pertanian), namun sistem ini belum diterapkan di Bank Syariah. Oleh karena itu, dalam penelitian ini, penulis ingin mengetahui bagaimana kendala dan tantangan penerapan sistem Muziira 'ah di Bank Syariah. Penulis mencoba untuk menggali informasi dari berbagai Bank Syariah namun tidak semua Bank Syariah berkenan. Han ya Bank Muamalat Indonesia yang bersedia. Dari hasil penelitian, diperoleh hasil bahwa Bank Syariah belum bisa menerapkan sistem Muziira 'ah sebagai salah satu produk Bank Syariah. Hal ini disebabkan beberapa faktor-faktor diantaranya tingkat risiko daripada pembiayaan di sektor pertanian. Ada beberapa faktor lain yang insya Allah akan dijelaskan dalam tulisan ini.
DAFTARISI
LEMBARPERNYATAAN LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING
ii
LEMBAR PENGESAHAN
iii
KATA PENGANTAR
iv
ABSTRAKSI
vii
DAFTARISI
viii
BABI:PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
7
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
8
D. Objek Penelitian
9
E. Kerangka Teori
9
F. Metode Penelitian
10
G. Sistematika Penyusunan
12
BAB II: MUZARA 'AH DALAM KONSEP EKONOMI ISLAM A. Pengertian Muziira "ah
14
B. Dasar Hukum Muziira "ah sebagai Konsep Ekonomi Islam
20
C. Pendapat Ulama
23
D. Bentuk-bentuk Muzara 'ah
27
BAB JIT: BENTUK - BENTUK PERTANIAN MASYARAKAT
DAN
PEMBIA YAAN SY ARIAH DI SEKTOR PERTANIAN A. Pertumbuhan pe1tanian di lndonesia B. Bentuk-bentuk sistem pe1tanian yang dipakai di Masyarakat
34
C. Pola Pembiayaan Syariah di Sektor Pertanian Melalui Bank Syariah
38
BAB IV: KENDALA DAN TANTANGAN
PENERAPAN SISTEM BAGI
BASIL PERTANIAN (MUZARA 'AH) DI BANK SY ARIAH
53
A. Permasalahan Perbankan Syariah B. Tanggapan Bank Muamalat Indonesia (BMJ) dan PKES (Pusat
Komunikasi Ekonomi Syariah) tentang penerapan
sistem
bagi
hasil muziira'ah (Harvest-Yield Profit Sharing) di
Bank
Syariah
C. Kendala
muziira 'ah
penerapan
58
sistem
(Harvest-Yield Profit Sharing)
bagi
hasil
di
Bank Syariah
menurut Bank Muamalat Indonesia (BMI) dan PKES
60
BAB V: PENUTUP A. Kesimpulan
63
B. Saran
65
DAFTAR PUSTAKA
66
LAMPIRAN
68
BABI PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah khalifah dimuka bumi. Islam memandang bahwa bumi dengan segala isinya mernpakan amanah Allah swt kepada sang khalifah agar dipergunakan dengan sebaik-baiknya bagi kesejahteraan bersama. Syariah Islam sebagai suatu syariah yang dibawa oleh rasul terakhir mempunyai keunikan tersendiri. Syariah ini bukan saja komprehensip tetapi juga universal. Karakteristik ini diperlukan, sebab tidak akan ada syariah lain yang datang untuk menyempurnakannya. 1 Perkembangan jenis dan bentuk muamalah yang dilaksanakan manusia sejak dahulu sampai sekarang sejalan dengan kebutuban dan pengetahuan manusia itu sendiri. Atas dasar itu, dijumpai dalam berbagai suku bangsa jenis dan bentuk muamalah yang beragam, yang esensinya adalah saling melaksanakan interaksi sosial dalam upaya memenuhi kebutuban masing-masing. 2 Sehingga dapat dipahan1i bahwa dalam persoalan muamalah Allah swt telah menurnnkan rahmat-Nya yang paling besar bagi manusia dengan memberikan
kesempatan
yang
seluas-luasnya
bagi
mereka
untuk
mengembangkan berbagai kreasi barn dibidang muamalah dalam upaya
1
M. Syafi'i Antonio, Bank Syari'ah bagi bankir & Praklisi Keuangan (Jakarta: BI dan Tazkia Institute, l 999), h.37. 2
Nasroen Harun, Fiqh Mu 'ama/ah (Jakarta: Gema Media Pratama, 2000), h. xvi.
2
memenuhi kebutuhan mereka serta untuk mencapai kehidupan yang lebih baik di dunia dan di akhirat yang merupakan keinginan semua manusia. Seperti dalam firman Allah swt : ;z-;,
P,,..-
o.J,
~J.:::;. "j \~) 4-:...::_;:. .l;; J.J I
_,...'1 _,. , ,. ,.
Y._ l:.~ L:.~j ~JI /
(I . \ : I I ¢/:i.+JI ) J
J
Jo
J
J j~ :_,::. r-~j "
y I~ L~~j ;;_;:..::.;:. /
/
Artinya:"Dan di antara mereka ada yang berdo'a : "Ya Tuhan kan1i, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka" (QS. Al Baqaroh (2): 201) Dasar pemikiran dikembangkannya Bank· Syariah adalah untuk memberikan pelayanan sebagian masyarakat yang belum terlayani oleh bank yang sudah ada, karena bank-bank tersebut masih menggunakan sistem bunga. Didasad bahwa bagi sebagian masyarakat beranggapan ' bahwa kegiatan perbankan yang menggunakan bunga tidak sejalan dengan pdnsip syariah, sehingga keikutsertaan mereka dalam sektor perbankan yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan pdnsip syariah diharapkan seluruh potensi ekonomi masyarakat menjadi optimal sehingga dapat meningkatkan peran sektor perbankan secara keseluruhan. Keberhasilan pengembangan Bank Syariah di samping didasarkan oleh norma-norma ajaran Islam juga didukung oleh nilai-nilai sosial yang hidup dalam masyarakat. Pdnsip kemitraan yang menjadi dasar dilakukannya transaksi berdasarkan prinsip syariah pada hakikatnya sejalan dengan prinsip gotongroyong yang dianut dan sejak lama telah dipraktekkan dalam kegiatan usaha masyarakat Indonesia.
0
·'
Perkembangan Bank Syariah di Indonesia dipandang agak terlambat bila dibandingkan dengan negara-negara muslim Jainnya. 3 Secara resmi Bank Syariah di Indonesia kali pertama diperkenalkan pada tahun 1992 sejalan diberlakukannya Undang-undang No. 7 tahun 1992, karena perkembangannya tidak sepesat bank konvensional maka diberlakukannya Undang-undang No. IO Tahun 1998 yang memberikan peluang lebih luas untuk menjalankan kegiatan usaha yang ditandai dengan diberlakukannya dual banking system, yang memiliki tujuan mendukung perkembangan kinerja Bank Syariah di Indonesia.4 Hal ini terbukti pada tahun 2005 perbankan syariah berhasil mempertahankan pertumbuhan volume usaha perbankan syariah cukup tinggi yaitu 36, 4 % melebihi laju pertumbuhan industri perbankan nasional. Selanjutnya pelaksanaan fungsi intermediasi Bank Syariah tetap terjaga baik dengan ditandai oleh posisi Financing to Deposit Ratio (FDR) tetap tinggi 97, 8 % dan tetap menjaga kualitas asset dengan tingkat pembiayaan bermasalah (NPF- gross) di bawah 3 % sebagaimana tahun 2004. Secara kualitatif tahun 2005 juga telah terjadi kecenderungan peningka1an pembiayaan berbasis bagi hasil pada akbir tahun 2004 tercatat sebesar 29 % dari portofolio bank syariah meajadi 33 % pada akbir tahun 2005. 5
3
Adiwannan Karim, Bank Islam (Jakarta: Rajawali Press, 2004), Edisi II h. 24.
4
M. Syafi'i Antonio, Bank Syari'ah wacana U/ama dan Cendikiawan (Jakarta: Bl dan Tazkia Institute, I 999), h. iv. 5
Siti Ch Fadjrijah, Laporan Perkembangan Bank Syari"ah tahun 2005, Bl, h. ix.
4
PT Bank Muamalat Indonesia Thk didirikan pada tahun 1991, diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Pemerintah Indonesia, dan memulai kegiatan operasinya pada bulan Mei 1992. Dengan dukungan nyata dari eksponen Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) dan beberapa pengusaha Muslim, pendirian Bank Muamalat juga menerima dukungan masyarakat, terbukti dari komitmen pembelian saham Perseroan senilai Rp 84 miliar pada saat penandatanganan akta pendirian Perseroan. Selanjutnya, pada acara silaturrahim peringatan pendirian tersebut di Istana Bogor, diperoleh tambahan komitmen dari masyarakat Jawa Barat yang turut menanam modal senilai Rp 106 rniliar. Pada akhir tahun 1997, Indonesia dilanda krisis moneter yang memporakporandakan sebagian besar perekonomian Asia Tenggara. Sektor perbankan nasional tergulung oleh kredit macet di segmen korporasi. Bank Muamalat pun terimbas dampak krisis. Di tahun 1998, rasio pembiayaan macet (NPF) mencapai lebih dari 60%. Perseroan mencatat rugi sebesar Rp 105 miliar. Ekuitas mencapai titik terendah, yaitu Rp 39,3 miliar, kurang dari sepertiga modal setor awal. Namun Bank Muamalat berhasil membalikkan kondisi dari rugi menjadi laba berkat upaya dan dedikasi setiap Kru Muamalat, ditunjang oleh kepemimpinan yang kuat, strategi pengembangan usaha yang tepat, serta ketaatan terhadap pelaksanaan perbankan syariah secara mumi sehingga akhir tahun 2004, Bank Muamalat tetap merupakan Bank Syariah terkemuka di Indonesia dengan jumlah
5
aktiva sebesar Rp 5,2 triliun, modal pemegang saban1 sebesar Rp 269,7 miliar serta perolehan laba bersih sebesar Rp 48,4 miliar pada tahun 2004. 6
PKES merupakan lembaga yang mensosialisasikan ekonomi syariah kepada masyarakat. PKES di bentuk pada hari Rabu tanggal 14 Mei 2003, bertepatan dengan hari peringatan kelahiran Nabi Besar Muhanm1ad SAW, 12 Rabiul awal 1424 H, Pimpinan Bank mdonesia dan Lembaga Keuangan Pemerintab,
Perbankan Syariab, Pasar Modal Syariab dan Lembaga-lembaga Usaha Ekonomi Syariah lainnya,bersepakat menandatangani Piagam Pendirian Pusat Komunikasi Ekonomi Syariab (PKES) bertempat di Ruang Komisi A, Gedung B - Bank mdonesia, Jakarta.
7
Semangat pendirian PKES, tentunya dilandasi oleh fakta babwa mdonesia dikenal sebagai Negara dengan penganut agama Islam t.erbesar di dunia, dengan prosentase sebesar 95% dari seluruh penduduk Indonesia. Namun sesuai dengan cita - cita pendiri bangsa, bangsa Indonesia sepakat mendirikan Negara nasionalis, bukan Agamis. Seiring dengan perjalanan sejarab, tingkat kesadaran dan kecerdasan anak bangsa dalam kegiatan ekonomi dan dunia bisnis. Syukur Alhamdulillab, para pelaku dan para abli ekonomi Islam Indonesia bangkit untuk memberi sumbangan terbaik kepada bangsa dan masyarakat Indonesia, dengan
6
www. Bank Mu'amalat Indonesia. co. id (24 Desember 2006), h. 2
7
www.pkes.co.id "profile pkes ", 12 Juni 2007
6
semangat tolong menolong, silatmahmi. Kesadaran itu diwujudkan dengan nyata sebelas tabun lalu, dengan beroperasinya Bank Muamalat Indonesia, tanggal 1 Mei 1992, yang didukung oleh Majelis Ulama Indonesia, pemerintab, Bank Indonesia, para tokoh masyarakat dan rakyat secara bergotong royong. Sehingga tidak mengherankan, apabila pemegang sabam awal Bank Muamalat Indonesia terdiri dari Iebih 800.000 orang.
Aspek
pertanian
merupakan
aspek
penting
dalam
mengembangkan
pertumbuhan suatu negara, sebagaimana Imam al-Qmtubi, memandang babwa usaba pertanian hukumnya fardhu kifayah, maka diwajibkan kepada Pemerintab untuk memerintahkan kepada rakyatnya untuk bertani. 8 Dari pendapat Imam alQurtubi, tersebut dapat dipabami babwa sektor pertanian merupakan hal yang prinsip bagi negara-negara diseluruh dunia, karena baban makan pokok dihasilkan dari pertanian yang menjadi kebutuhan pangan bagi selmuh masyarakat. Pertanian dalam arti luas dapat mencakup pula pertanian rakyat, perkebunan bahkan perikanan. Sektor pertanian merupakan lapangan pekerjaan terbesar bagi pekerja tidak
berketerampilan
(unskilled).
Di
daerah pedesaan
melalui
pengaruhnya terhadap permintaan tenaga kerja, maka banyak pengamat ekonomi pertanian menyebut sektor pertanian sebagai "mesin pertumbuhan (engine of
growth) ekonomi pedesaan. 9 8
Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah (Beirut: Dar al- Fikr, 1983), Jilid 3, h. 191.
9
Umar Juoro, Pembangunan Ekonomi Nasional (Bekasi: PT. lntermasa, 1997), Edisi I, h. 199.
7
Salah satu pennasalahan utama dalam pembangunan di sektor pertanian adalah lemahnya permodalan. Pemerintah telah berusaha mengatasi pennasalahan tersebut dengan meluncurkan beberapa kredit program untulc sek'tor pertanian. Kredit program yang memakai sistem bunga menunjukkan hasil yang kurang memuaskan, bahkan menimbulkan permasalahan baru seperti membengkalmya hutang petani se1ia kredit macet. Berdasarkan ha! tersebut perlu dicari model pembiayaan altematif, sa!ah satu di antaranya adalah dengan skim syariah. Berbeda dengan model kredit, pembiayaan syariah ini bebas bunga, pembagian keuntungan didasarkan atas bagi hasil yang dilalculcan setelah periode transaksi beralchir. Hasil kajian menwljukkan bahwa pembiayaan syariah cukup prospektif untulc memperkuat pennodalan. Untulc menduktrng implementasinya di sektor pertanian diperlukan keberpihakan para pembuat kebijakan serta sosialisasi yang intensif mengenai prinsip-prinsip pembiayaan syariah. Namun Hal ini belum bisa terealisasi dikarenakan selama ini produk-produk perbankan syariah hanya berorientasi kepada produk mudhlirabah, musylirakah, marlibahah serta ijlirah akan tetapi belum melirik kepada sektor bagi hasil pertanian (muzlira 'ah) yang merupakan salah satu dari konsep mu'amalat Dari pennasalahan tersebut penulis merasa penting untuk membahas fenomena tersebut dengan mengadakan kajian dalam bentuk skripsi yang berjudul: KENDALA DAN TANTANGAN PENERAPAN SISTEM BAGI HASIL PERTANIAN (MUZARA' AH) PADA BANK SYARIAH
8
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah Agar pembahasan dalam skripsi ini lebih terarah dan efisien, maka penulis
1ne1nbatasi pen1bahasannya dala1n 111asalah peluang dan tantangan penerapan sistem muzara 'ah pada Bank Syariah menurut Bank Muamalat Indonesia (BMi) dan Lembaga PKES (Pusat Komunikasi Ekonomi Syariah). Dari pembatasan tersebut maka pokok masalah dalam skripsi ini dapat dirumuskan sebagai berikut: I. Bagaimana sistem bagi hasil pertanian (muzara'ah) menurut konsep Islam? 2. Bagaimana Sistem Bagi Hasil Pertanian di Masyarakat? 3. Bagaimana Pola Pembiayaan Syariah di Sektor Pertanian melalui Bank Syariah? 4. Apa kendala Bank Syariah terhadap penerapan muzara 'ah?
C. Tujuan dan Manfaat Tujuan dari penelitian ini adalah: I. Untuk mengetahui sistem bagi hasil pertanian (muzara 'ah) menurut konsep lslam. 2. Untuk mengetahui bentuk-bentuk sistem pertanian di Masyarakat. 3. Untuk Mengetahui Pola Pembiayaan Syariah di Sektor Pertanian melalui Bank Syariah. 4. Untuk mengetahui kendala Bank Mu'amalat Indonesia (BMI) clan Lembaga PKES (Pusat Kornunikasi Ekonomi Syariah) terhadap penerapan sistem bagi hasil pertanian (muzara 'ah) pada Bank Syariah.
9
Sedangkan manfaat penelitian ini adalah: I . Bagi penulis dapat menambah pengetahuan tentang kendala dan tantangan penerapan bagi basil pertanian (muziira 'ah) di Bank Syariah. 2. Bagi praktisi Perbankan Syariah sebagai bahan referensi atau tambahan informasi yang kemudian untuk dikaji tentang penerapan sistem muziira 'ah di Bank Syariah.
3. Bagi peneliti lain, sebagai bahan referensi atau tambahan informasi bagi mereka yang ingin mengetahui lebih da!am mengenai kendala dan tantangan penerapan sistem muziira 'ah di Bank Syariah.
D. Objek Penelitian Pada penulisan skripsi ini yang dijadikan objek studi oleh penulis adalah Bank Muama!at Indonesia (BMI) dan Lembaga PKES (Pusat Komunikasi Ekonomi Syariah).
E. Kcrangka Teori 1. Perbankan ada!ah satu lembaga yang melaksanakan tiga fungsi utama yaitu menerima simpanan uang, meminjamkan uang, dan memberikan jasa pengiriman uang. IO 2. Bank Syariah ada!ah Bank Umum yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam
'°Karim, Bank Islam, h. 22
10
lalu lintas pembayaran. (UU No. 10 tahun 1998 tentang perubahan UU No. 7 tahun 1992 tentang perbankan). 11 3. Secara etimologi, al- Muziira 'ah bermti kerjasama di bidang pertanian antara pemilik tanah dengan penggarap.
12
Sedangkan secara terminologi al-
Muziira 'ah adalah kerjasama pengolahan pertanian antara pemilik lahan
dengan penggarap di mana pemilik lal1an memberikan lahan pertanimi kepada si penggarap untuk ditanami dan dipelihara dengan imbalan bagian tertentu (persentase) dari hasil panen. 13
F. Metodologi Penelitian I. Metode Analisis
Data yang digunakm1 adalah metode penelitian kualitatif yaitu penulis melakukan wawancara dan observasi Iangsw1g sebagai upaya mencari data deskriptif baik berupa kata tertulis atau lisan, sehingga masalah tersebut dapat dipecahkan. Adapun dalam menganalisis data tersebut adalah: a. Melakukan analisis terhadap tanggapan penerapan sistem bagi hasil pertanian (muziira'ah) Bank Muamalat Indonesia (BMI) dan Lembaga PKES (Pusat Komunikasi Ekonomi Syariah).
11
www. Bank Syari'ah Mandiri. co. id., h. 3
12
Wahbah Az-Zuhaili, al- Fiqh al- Islam wa Adi/atuhu (Beirut: Diir al- Fikr,), t.th., h. 614.
13
ntonio, BankSyari'ah wacana Ulama dan Cendikiawan., h. 12.
ll
b. Menganalisis risiko penerapan bagi basil pertanian (muziira'ah) di Bank Muamalat Indonesia (BMI) dan Lembaga PKES (Pusat Komunikasi Ekonomi Syariah). Jenis data yang untuk diteliti adalah: a. Data Primer, yaitu data-data hasil wawancara dan observasi dengan cara mengadakan ta.nya jawab atau komunikasi dengan pihak Bank Muan1alat Indonesia (BMI) dan Lembaga PKES (Pusat Komunikasi Ekonomi Syarial1). b. Data Sekunder, yaitu data-data yang diperoleh dari sejumlal1 buku-buku, sumber bacaan dan lain-lain yang ada kaitarmya dengan pembal1asan skripsi ini. 2. Teknik Pengumpulan data Dalam penyusunan skripsi ini, penulis berusal1a mencan data-data yang diperlukan dengan cara sebagai berikut: a. Studi kepustakaan (library research), yaitu dengan mengumpulkan sejumlal1 buku-buku, sumber bacaan dan Jain-lain yang ada kaitannya dengan pembal1asan skripsi ini. b. Studi
lapangan
(field research),
yaitu
dengan
penelitian
objek
permasalal1an melalui wawancara dengan pihak Bank Muamalat Indonesia (BMI) dan Lembaga PKES (Pusat Komunikasi Ekonomi Syarial1) untuk mendapatkan informasi yang objektif sebagai bal1an dalam penulisan skripsi ini.
12
3. Teknik Penulisan Teknik penulisan dalan1 skripsi ini berpedoman kepada buku "Pedoman
penulisan Skripsi, Tesis, dan Deserlasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah .Jakarta Tahun 2007 ", dengan pengecualian untuk penulisan ayatayat al-Quran tidak memakai foot note, hanya menyebutkan nama/nomor surat dan ayatnya saja. Hal ini mengacu pada al-Quran dan Terjemalmnnya yang dikeluarkan Departemen Agama. Setiap terjemallan al- Quran, al- Hadits dan isi Undang-undang ditulis satu spasi. G. Sistematika Penyusunan Secara sistematis penyusunan skripsi ini dibagi menjadi lima bah dengan subsub bagian termasuk pendahuluan. Adapm1 perinciannya sebagai berikut: BABI
: Pendalluluan terdiri atas; latar belakang masalall, pembatasan dan permnusan masalall, tujuan dan manfaat, objek penelitian, kerangka teori, metodologi penelitian, se1ta sistematika penulisan.
BAB II
: Muziira 'ah dalam
konsep
ekonomi
Islan1 memuat
tentang;
pengertian muziira 'ah, dasar hukmn muziira'ah dalam konsep ekonomi Islam, bentuk - bentuk
muztira 'ah,
dan
pendapat -
pendapat ulama tentang muztira 'ah BAB III
Prospek Pembiayaan syariah di sektor pertanian memuat tentang; perkembangan pertanian di Indonesia, bentuk-bentuk pertanian di Masyarakat dan pola pembiayaan syariall di sektor pertanian melalui Bank Syarial1.
13
BABIV
: Kendala dan tantangan penerapan sistem bagi hasil muzlira 'ah (Harvest-Yield Profit Sharing) di Bank Syariah menurut
Muanmlat Indonesia dan
Bank
Lembaga PK.ES (Pusat Komunikasi
Ekonomi Syariah) memuat tentang tanggapan
Bank
Muamalat
Indonesia (BM!) dan Lembaga PK.ES (Pusat Komunikasi Ekonomi Syariah) penerapan
sistem
(Harvest-Yield Profit Sharing)
penerapan
sistem
bagi
bagi di basil
hasil Bank
muzlira 'ah
Syariah,
kendala
muzlira 'ah (Harvest-
Yield Profit Sharing) di Bank Muamalat Indonesia (BM!) dan
Lembaga PK.ES (Pusat Komunikasi Ekonomi Syariah) serta analisis tanggapan penerapan sistem bagi hasil muzlira 'ah (HarvestYield Profit Sharing) di Bank Muamalat Indonesia (BM!) dan
Lembaga PK.ES (Pusat Komunikasi Ekonomi Syariah). BABY
: Penutup memuat tentang; kesimpulan dan saran.
BABU
MUZARA 'AH DALAM KON SEP EKONOMI ISLAM
A. Pcngertian Muziira'ah
Muzara 'ah secara etimologis (lughawi/ berasal dari bahasa Arab Zara 'a yazra'u yang berarti al-inbiit (penanaman). Sedangkan secara terminologis (istilah) pengertian muziira 'ah telah banyak dikemukakan oleh para ulama fiqh. Menurut Sayyid Sabiq dalam kitabnya Fiqh as-Sunnah mendefinisikan
muziira 'ah dengan transaksi pengolahan hasil bumi dengan upah sebagian dari hasil yang keluar daripadanya. Yang dimalcsud disini adalah pemberian hasil untuk orang yang mengolah tanah dari yang dihasilkannya seperti setengah, dua sepertiga, atau lebih dari itu atau pula iebih rendah sesuai dengan kesepakatan keduabelah pihak (petani dan pemilik tanah). 2 Adapun muziira'ah menurut ulama Maliki yaitu " peljanjian keljasama
dalam sektor pertanian ". Sedangkan menurut ulama Hambali yaitu " suatu kontrak penyerahan tanah kepada seorang petani untuk digarap dan hasilnya dibagi dua". 3 Dan menurut ulama Syafi'i mengatakan bahwa muziira'ah adalah suatu bentuk keljasama antara pemilik tanah dengan petani (penggarap), dan
1
Abdul Aziz Dahlan, (et.al), '"Muziira 'ah " Ensiklopedia Hukum Islam (Jakarta: PT. lchtiar Baru Van Hoeve, 1997), h. 74. 2
Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah (Beirut: Dar al- Fikr, 1983), Jilid 3, h. 191.
3
Nasroen Harun, Fiqh Mu 'amalah (Jakarta: Gema Media Pratama, 2000), h. 275.
15
benih disediakan oleh penggarap ". 4Definisi di atas iebih dikenal di Indonesia sebagai "paroan sawah" sedangkan penduduk Irak menyebut "al-Mukhiibarah ". Muziira 'ah dan mukhiibarah memiliki makna yang berbeda, pendapat tersebut dikemukakan oleh al- Rafi'i dan al- Nawawi. Sedangkan mennrut al- Qadhi Abu Thayid bahwa muztira 'ah dan mukhtibarah adalah satu pengertian. Menurut ulama Hanafiyah mukhtibarah adalah "Akad untuk bercocok tanam dengan sebagian apa-apa yang keluar dari bumi", sedangkan mennrut imam Syafi'i mukhiibarah adalah "Menggarap tanah dengan apa yang keluar dari tanah tersebut ". 5 Sedangkan mustiqah mennrut Abdurrahman al- Jaziri adalah "Akad untuk pemeliharaan pohon kurma, tanaman (pertanian) dan yang lainnya dengan syarat-syarat tertentu6 Sedangkan menurut Imam Syafi'i mendefinisikan mukhiirabarah dengan "pengolahan lahan oleh petani dengan imbalan hasil pertaniannya disediakan pemilik lahan". Dengan demikian dalam mukhiibarah , bibit yang akan ditanam disediakan oleh pemilik lahan, sedangkan dalam muziira 'ah bibit yang akan ditanam boleh dari pemilik lahan dan bolehjuga dari petani. 7 Menurut Sunarto Zulkifli membedakanjenis muztira 'ah kepada dua bagian: 8 1. Muzara' ah : Kerjasama pengolahan lahan dimana ben..ih berasal dari pem..ilik 4
Wahbah Az-Zuhaili, al- Fiqh al-Islam wa Adilatuh (Beirut: Dar al- Fikr, t.th.), h. 614.
5
H. Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002),cet. I h. 153.
6
Ibid., h. 145.
7
Dahlan, "Muziira 'ah "Ensiklopedia Hukum Islam, h. 74.
8
Sunarto Zulkifli, Perbankan Syariah Prinsip, Praktek & Prospek (Jakarta: Zikrul Hakim, 2003), h. 56-57.
16
lahan 2. Mukhabarah : Ke1jasarna pengolahan !ahan dimana benih berasal dari petani penggarap Penggarap
Pemilik Lahan
.
•
•
Lahan Pertanian
• • • •
Lah an
i
Benih
Hasil Panen
Pupuk
Dsb.
• Keahlian •Tenaga • Waktu
~ Bagi Hasil Sesuai Kesepakatan
Tabet 1: Skema Transaksi muziira'ah
Dari definisi-definisi tersebut menunjukkan adanya keterkaitan antara muzara 'ah dengan musiiqah dan mukhiibarah. Persan1aan dari ketiganya, yaitu
semuanya merupakan akad (perjanjian) bagi hasil antara pemilik tanah dengan penggarap tanah serta semuanya merupakan ke1jasama dalam pengolahan lahan pertanian. Sedangkan perbedaannya adalah untuk musiiqah tanaman sudah ada narnun hanya membutuhkan tenaga kerja untuk merniliharanya. Di dalam muziira 'ah tanarnan yang akan di tanam belum ada, tanahnya hams digarap
oleh penggarapnya.
17
Skim muzi'ira 'ah ini sudah sangat populer di kalangan petani dengan istilah sakap-menyakap. Hasil kajian Saptana et al (2003)9 menunjukkan bahwa sistem sakap menyakap masih banyak dijumpai baik di pedesaan Jawa maupun Luar Jawa. Sistem sakap yang berlaku di Jawa umumnya maro (1/2) dimana basil clan biaya saprodi dibagi clua. Pada kasus lain biaya saprodi ditanggung oleb penggarap. Di samping sistem maro, juga ditemukan merte!u ( 1/3) dan merempat (1/4) di Jawa Tengab, tetapi sistem ini mulai jarang ditemukan. Pada sistem maro di Luar Jawa, basil dibagi dua clan biaya saprodi menjadi tanggungan pemilik lahan. Pada kasus lain, saprodi menjadi tanggungan bersarna pemilik tanah dan penggarap. Di tempat lain juga ditemukan sistem 2/3 clan 3/5, tetapi juga mulai jarang ditemukan Bervariasinya sistem bagi hasil di pedesaan, baik di Jawa maupun luar Jawa dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: (I) Kelas lahan, yang menunjukkan jarak lahan terhadap jalan utama. Semakin dekat dengan jalan utama, bagian yang diterima pemilik lahan semakin besar dan demikian sebaliknya; (2) Kesuburan lahan, yang biasanya direfleksikan oleh tipe irigasi; semakin subur lahan atau semakin baik sistem irigasinya, maka bagian pemilik lahan semakin besar; (3) Tingkat ketersediaan/kelangkaan lahan; semakin melimpah lahan, maka bagian yang diterima pemilik lahan makin kecil; (4) Tingkat ketersediaan tenaga kerja; ketersediaan tenaga kerja yang relatif melimpah akan semakin mengurangi bagian penggarap; dan (5) Hubungan antara pasar lahan dan tenaga ke~ja berpengaruh terbadap sistem sakap menyakap.
9
Ashari Saptana, Prospek Pen1biayaan Syariah untuk Sektor Pertanian
Deptan. go. id), 15 Juni 2007.
(w\V\V.
Pse. Litbang.
18
Setelah mengetahui definisi-definisi muziira 'ah, maka selanjutnya penulis akan memaparkan syarat dan rukun dalam muzara'ah. Walaupun demikian, perbedaan dalam memberikan definisi muziira 'ah dan mukhabarah menyebabkan sebagian ulama berpendapat bahwa muzara 'ah adalah sistem yang tidak sah dilaksanakan. Hal tersebut akan dibahas dalam pembahasan pendapat para Ulama tentang muzara 'ah. Menu rut ulama Hanafi rukun kerjasama muzara 'ah adalah dengan tawaran (]jab) dan penerimaan (qabul/ 0, sedangkan menurut Jumhur Ulama rukun muzara 'ah adalah sebagai berikut: 11 a. Pemilik lahan. b. Petani penggarap. c. Objek muzara 'ah. d. ]jab dan qabul.
Kemudian syarat-syarat muzara'ah menurut Jumhur Ulama adalah: 12 a. Adanya orang yang berakad. Kedua pihak orang-orang yang telah baligh dan berakal, karena kedua syarat ini membuat seseorang dianggap cakap da!am hukum. Abu Hanifah berpendapat bahwa salah seorang atau kedua orang yang berakad bukan orang murtad, karena tindakan hukum orang tersebut dianggap mauquf (tidak mempunyai efek hukum sampai orang tersebut masuk Islam kembali). Tetapi Abu Yusuf dan Muhammad bin '
0
Az-Zuhaili, al- Fiqh al- Islam wa Adi/atuh. h. 615.
11
Hamn, Fiqh Mu 'ama/ah. h. 278.
12
Az-Zuhaili, al- Fiqh al- Islam wa Adi/atuh. h. 615
19
Hasan asy-Syaibani tidak sependapat dengan syarat babwa tidak boleh berakad dengan orang murtad, karena ia berpendapat bahwa akad
muziira 'ah boleh dilakukan antara muslim dengan non- Islam; termasuk orang murtad. b. Benih yang akan ditanam. Syarat yang menyangkut benih harus jelas, sehingga sesuai dengan kebiasaan tanab tersebut, supaya menghasilkan sesuatu yang diharapkan. c. Lahan yang dikerjakan. Laban pertanian yang akan digarap sesuai menurut adat dikalangan petani yaitu Iaban harus yang bisa diolah dan menghasilkan panen, bukan laban tandus kering dan tandus yang tidak memungkinkan untuk laban pertanian, sehingga apabila ha! tersebut dilaksanakan akan menjadi rusak, batas-batas tersebut hams jelas serta tanab itu diserabkan sepenuhnya kepada petani untuk digarap d. Hasil yang akan dipanen. Pembagian basil pertanian hams jelas, basil itu benar-benar milik bersama orang yang berakad tanpa boleh ada pengkhususan, pembagian basil itu ditentukan setengab, sepertiga atau seperempat sejak dari awal akad. e. Jangka waktu berlakunya akad. Karena akad muziira'ah mengandung makna akad Jjarah (sewa menyewa atau upab mengupab) dengan imbalan basil panen. Oleh sebab itu, jangka waktu harus jelas. Adapun untuk penentuan jangka waktu disesuaikan dengan adat istiadat setempat. Sehingga penulis dapat kemukakan definisi muziira'ah adalab "Pengolahan
lahan orang lain, paroan sawah dengan memperoleh setengah, sepertiga,
20
seperempal, lehih tinggi atau lehih rem/ah sesuai denga11 kesepalwtan kedua he/ah pihak dengan bibitnya boleh dari pemi/ik lahan a/au dari penggarap lahan ".
B. Dasar Hukum Muziira'alz scbagd Konscp Ekonomi Islam Disyariatkan muzara 'ah scbagai salah satu kegiatan mua'malah manus1a untuk men
ke~ja
sama antara dua orang atau lebih
berdasarkan pcrscntasc yang telah disepakati. Dengan adanya kerjasama ini antara pemilik lahan clan penggarap lahan menjadi solusi untuk membuat lahan pertanian menjadi pro
Artinya: "Dari Abu Hurairah ra katanya: orang Anshar berkata kepada Nabi Muhammad saw: "Bagilah pohon-pohon kurma itu diantara kami dan saudara 13
Abu Abdullah Muhammad bin Ismail al- Bukhari, Shahih Bukhari, Beirut Lubnan, Dar alFikr, 1994 M./1414 H),juz Ill, h. 138.
21
kami orang Muhajirin". Beliau bersabda: "Tidak!" lalu onmg Anshar berkata kepada orang Muhajirin: "Bayarlah kepada karni biaya pemeliharaan dan buahnya kita bagi". Orang Muhajirin menjawab "Baiklah!" kan1i setnju." (HR. Bukhari) Diantara sebab Rasulullah saw menyetujui perdamaian yang diajukan bangsa Yahudi Khaibar adalah bahwa kebun-kebun dan kumia-kurrna yang memenuhi daerah tersebut masih memerlukan tenaga untuk rncngclolanya. walaupun kaum Anshar adalah ahli dalam bidang pertanian, tetapi
tctap mercka masih
membutuhkan tenaga orang Yahudi karena keberadaan mercka disana yang lebih dahulu dan sekaligus sebagai personil kekuatan pasukan Islam nantinya. 14 Diriwayatkan pula dalam sebuah haclits clari Abu Ja' tar setiap keluarga di Madinah pernah menyewa tanah bcrdasarkan bagi hasil dengan pcmilik tanah, sebagaimana diriwayatkan oleh al-Bukhari:
Artinya: "Berkatalah Qais bin Muslim dari Abu Ja'far bahwasanya tidak acla satu keluarga pun di Maclinah yang tidak menggarap tanah, dengan ketentuan mendapatkan hasil sepertiga atau seperempat". Dan mcnurut keterangan hadist ini menggarapkannya ialah Ali dan Sa'ad bin Malik, Abdullah bin Mas'ud, Umar bin Abdul Aziz, Qosim, 'Urwah, kcluarga Abu Bakar, keluarga Umar, keluarga Ali dan ! nu Sirrin (HR. Bukhari)
14
Quthb Jbrahi1n, Kebijakan Ekonon1i urnar hin Khat1ah (Jakarta: Pu~;l;1ka A1..r. a1n, 2002), h. 79.
15
/\!-Bukhari, ,\'lu1hih Bukhari, h. '17.
22
Dalam al- Qur'an juga terdapat ayat-ayat yang dapat rncnumbuhkan semangat saling tolong-menolong dan bekerja sama dikalangan kaum muslimin, lebih mengutamakan kepentingan orang lain di atas kepentingan pribadi dan berusaha untuk berbuat baik kepada orang lain. Allah swt berfirman :
Artinya: " ... Dan to long mcnolonglah kamu dalam mcnger:jakan kebaikan dan takwa dan janganlah tolong menolong dalam hcrbuat dosa dan pelanggaran dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnyu Allah amat berat siksaNya". (QS. Al Maidah (5): 2) Dalam ayat lain, Allah swt berfirman :
Artinya: "Mereka beriman kepada Allah swt dan hari penghabisan. Mereka menynruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar dan bersegera kepada (mengerjakan) berbagai kebajikan. Mereka itu termasuk orang-orang yang shaleh. (QS. Ali Imron (3):114) Dalam ayat lainnya, Allah swt berfirman:
Artinya : "Adapun orang-orang yang beriman dan beramal shaleh, maka baginya pahala yang terbaik sebagai balasan. dan akan kami litipkan kepadanya (perintah) yang mudah dari perintah-perintah kami ''. (QS. AlKahli (18): 88).
23
Muzara 'ah te1masuk akad saling tolong menolong antara petani dan pemilik lahan pertanian. Dalam sebuah kondisi pemilik lahan tidak mampu menge1jakan lahannya, sedangkan dalam kondisi lain petani mernpunyai keal1lian dalam pertanian tetapi tidak rnempunyai lahan pertanian. Malca wajar apabila pemilik lahan bekerjasama dengan petani penggarap, dengan ketentuan bahwa keuntungan dari lahan itu rnereka bagi sesuai kesepakatan bersama. Bentuk kerjasama ini rnerupakan salah satu cara membangkitkan keinginan dalan1 rnelakukan kebajikan dan rnenimbulkan rasa kepedulian terhadap sesama. Praktek muzara 'ah maerupakan sebuah sistem dalam mu 'amalat Islam agar segala snmber daya yang telah diberikan Allah swt sebagai titipan untuk manusia dapat memanfaatkan dengan sebaik mungkin. C. Pendapat Ulama Di dalam pembahasan sebelnmnya telah dijelaskan mengenai definisi dan dasar hukimi muzara'ah serta perbedaan definisi muzara'ah menyebabkan terdapat sebagian ulama yang menganggap muzara 'ah tidak sah dilaksanakan, maka dari itu pada pembahasan ini penulis akan menjelaskan lebih rinci mengenai dalil-dalil ulama yang mendukung dan menentang sistem muzara 'ah sebagai salah satu aspek mu'amalat. Terjadi perbedaan pendapat para ulama Imam Abu Hanifah dan Za'far bin Huzail bin Qais al-Kufi, ahli fiqh madzhab Hanafi berpendapat, bahwa akad
24
muzara 'ah tidak dibolehkan, karena akad muziira 'ah dengan bagi hasil, seperti seperempat dan setengah hukumnya batal.
16
Alasan imam Abu l-lanifah dan Zufair ibn J luzail adalah hadits sebagai berikut:
17
A11inya: "Rasulullah saw melarang melakukan al-mukhabarah" (HR. Muslim dari Jabir bin Abdullah) AI-Mukhabarah dalam sabda Rasulullah itu adalah muzt/ra 'ah, sekalipun dalam al-mukhabarah bibit yang akan ditanam berasal dari pcmilik tanah. Sabda Rasulullah saw:
Artinya: "Rasulullah melarang al-muziira'ah". (HR. Muslim dari Tsabit alDakhak) Menurut mereka obyek dalam muziira 'ah belum ada dan tidak jelas kadarnya, karena yang dijadikan imbalan untuk petani adalah hasil pcrtanian yang belum ada (
"1,,..... "':,...."rt tJ..uu.1 ) dan tidak jelas ( 4.l,,,... ,~I ) ukurannya, schinggu keuntungan yang J
.!.
akan dibagi sejak semula tidak jelas. Karena mungk in sa3a pertanian tersebut tidak mcnghasilkan panen sehingga petani lidak mendapatkan apa-apa dari hasil 16
Harun, Fiqh Mu 'ama!ah, h. 276
17
Al- Bukhari, Shahih Bukhari, h. 47
IK
lh]d., h. 47
25
pertanian tersebut tidak menghasilkan panen sehingga petani tidak mendapatkan apa-apa dari hasil ketjanya. Akad yang bersifat belum ada dan tidak jelas inilah yang membuat akad ini tidak sah. Adapun mengenai perbuatan Rasulullah dengan penduduk Khaibar bukanlah merupakan akad muzara "ah melainkan al-Kharaj alMuqasamah yaitu ketentuan yang harus dibayarkan kepada Rasulullah setiap kali
panen dalam persentase tertentu. 19 Begitu pula ulama madzhab Syafi'i mengatakan bahwa akad itu tidak sah kecuali apabila muziira'ah itu mengikat pada akad musiiqah (ketjasama pemilik kebun dengan petani dalam mengelola pepohonan yang ada dikebun itu, yang hasilnya nanti dibagi menurut kesepakatan bersama). Misalnya, si A menyerahkan kepada si B sebidang tanah yang banyak tanaman kurma atau sedikit, maka sebaiknya si A memusaqahkan saja tanamannya dan memuzara'ahkan tanah tersebut, maka sahlah muziira 'ah itu karena mengikuti kepada musaqah. Ibnu Taimiyah mencoba menguji berbagai pendapat para ahli yang menentang praktek bagi hasil tersebut. Pandangan mereka merujuk pada sejumlah hadits yang melarang bagi hasil. Ibnu Taimiyah menyatakan "Rasulullah saw sendiri melakukan kontrak bagi hasil (muzara 'ah) dan dalam sejarah masyarakat Islam juga diceritakan bahwa praktek seperti ini lazim dilakukan". Ia membuktikan bahwa larangan yang dilaporkan di atas tidak sah. Hanya beberapa kasus bagi hasil saja yang dilarang, misalnya satu pihak menetapkan syarat harus menerima sejumlah hasil produksi atau meminta hasil bagian dari tanah tertentu (kawasan yang subur) akan menjadi miliknya. Persyaratan tersebutjelas tidak adil. 19
Hamn, Fiqh Mu 'amalah, h. 276
26
Ibnu Taimiyah tidak sepakat dengan pendapat di atas dan Dia menyatakan "ini adalah salah satu bentuk kerjasama dan bukan suatu kontrak kerja". Hasil produksi merupakan karya dari beberapa ha! diantaranya yaitu tenaga ke1ja. sapi dan buruh yang menjadi menjadi tanggung jawab penggarap tanah atau pepohonan yang dimiliki pemilik tanah. Kedua pihak itu akan ikut andil dalam proses produksi tersebut. Maka jika produksinya berhasil, sudah sewajamya jika kemudian hasil panen tersebut dibagi bersama. Namun jika gaga!, maka semuanya tidak mendapatkan apa-apa. Jadi
keduanya pun berkewajiban
menanggung risiko kerugian maupun keuntungan. 20 Umar bin Khatab memandang bahwa Rasulullah telah membagikan tanah untuk para pejuang muslim. Kemudian tanah itu diserahkan kepada bangsa Yahudi Khaibar bukan untuk dijadikan sebagai milik mereka, tetapi diolah untuk lahan pertanian sesuai dengan sy.arat yang mereka ajukan, yaitu mereka mendapatkan setengah dari hasil tanaman dan buah-buahan. Jadi, bentuk kharaj di sini seperti muziira 'ah sekarang, yang disebut penduduk Madinah dengan alMuqiisamah.21
Ulama Malikiyah, Hanabilah, Abu Yusuf, Muhammad bin Hasan ay- Syaibani dan ulama az-Zahiriyah berpendapat bahwa akad muziira 'ah hukumnya boleh, karena akadnya cukup jelas, yaitu menjadikan petani sebagai serikat dalam penggarapan pertanian.
20
A. A. Isiahi, Konsepsi Ekonomi !bnu Taimiyah, (Surabaya: PT. Bina llmu, I 997), cet. I, h. 200
21
Ibrahim, Kebijakan Ekonomi umar bin Khattab, h. 79
27
Sebenarnya sistem bagi hasil adalah suatu jenis perjanjian dimana petani menerima tanah berdasarkan sewa, pemilik tanah membayarnya sebagai upah atas keija berupa hasil produksi. Demikian pula petani membayar sewa kepada pemilik tanah dalam bentuk hasil produksi. Sehingga terkandung nilai kebaiikan dan kedermawanan di balik perjanjian ini dan tidak semata-mata hanya berharap menerima bagian atas tanahnya atau tenaga yang dikeluarkannya. Tetapi jika semangat seperti ini kurang dan lemah, serta petani yang tidak berdaya menjadi alat penindasan dan eksploitasi dari pemilik tanah, atau adanya ketakutan terhadap ketidakjujuran berbagai pihak atau terdapat perselisihan-perselisihan diantara mereka, maka bentuk semacam ini yang tidak dibenarkan dalam Islam. Dapat penulis simpulkan bahwa terdapatnya perbedaaan pendapat dikalangan ahli fiqh tentang keabsahan sistem bagi hasil dalam pengolahan tanah dikarenakan kesepakatan bagi hasil sama dengan persekutuan dalam perdagangan, sehingga sebagian ahli fiqh membolehkannya, sementara sebagian lainnya menolak dan menentang sistem tersebut karena merujuk kepada hadits-hadist yang melarang sistem tersebut se1ia sistem tersebut dianggap terlalu berisiko dan bersifat menindas.
D. Bentnk-bentnk Muztira'ah
Setelah melihat terdapat beberapa perbedaan pendapat dikalangan ahli fiqh Islam seperti dalam kegunaannya, akhirnya mempengaruhi keabsahan sistem bagi hasil. Dalam muziira 'ah semua syarat-syarat yang pengurusnya tidak jelas, atau
28
dapat menyebabkan perselisihan atau hilangnya berbagai pihak dianggap terlarang Secara lebih rinci, Afzalur Rahman mengungkapkan bentuk-bentuk sistem bagi has ii muziira 'ah dengan jelas. Berikut ini bentuk-bentuk pengolahan yang tidak boleh menurut para ahli fiqh.2 2 1. Salah satu bentuk perjanjian kerjasama pertanian yang menetapkan sejumlah hasil tertentu yang harus diberikan kepada pemilik tanah, yaitu suatu syarat yang menentukan bahwa apapun hasilnya yang diperoleh, pemilik tanah tetap akan menerima lima atau sepuluh maund dari hasil pan en. 2. Apabila hanya bagian-bagian tertentu dari lahan itu yang berproduksi, misalnya bagian Utara atau bagian Selatan dan lain sebagainya, maka bagian-bagian tersebut diperuntukkan bagi pemilik tanah. 3. Apabila hasil tersebut berada ditangan tertentu, rnisalnya disekitar aliran sungai atau di daerah yang mendapatkan cahaya mataharai, maka hasil daerah tanah tersebut disimpan untuk pemilik tanah, semua bentuk-bentuk pengolahan semacam ini dianggap terlarang, karena bagian satu pihak telah ditentukan sementara bagian pihak lain masih diragukan, atau pembagian untuk keduanya tergantung pada nasib baik atau buruk sehingga ada satu pihak yang dirugikan.
22
Afzalur Rahman, Doktrin Ekonomi Islam, terjemahan Soeroso (Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf, 1995),jilid 2, h, 286.
29
4. Penyerahan tanah kepada seseorang dengan syarat tanah tersebut tetap atau menjadi miliknya jika sepanjang pemilik tanah masih menginginkan dan akan
menghapuskan kepemilikannya manakala pemilik tanah
menghendakinya. 5. Ketika petani atau pemilik tanah sepakat membagi hasil tanah tapi satu pihak menyediakan bibit dan yang lainnya menyediakan alat-alat pertanian. 6. Apabila tanah menjadi milik pertama, benih dibebankan kepada pihak kedua, alat-alat pertanian kepada pihak ketiga dan tenaga kerja kepada pihak keempat, atau dalam hal ini tenaga kerja dan alat-alat pe1tanian tennasuk bagian dari pihak ketiga. 7. Perjanjian pengolahan menetapkan tenaga kerja dan tanah menjadi tanggung jawab pihak pertama dan benih beserta alat-alat pertanian pada pihak lainnya. 8. Bagian seseorang harus ditentukan dalam bentuk jumlah, misalnya sepuluh atau dua puluh maunds gandum untuk satu pihak serta sisanya untuk pihak lain. 9. Ditetapkan jumlah tertentu dari hasil pan en yang harus dibayarkan kepada satu pihak selain dari bagiannya dari hasil panen. I 0. Adanya hasil panen lain (selain daripada yang ditanam diladang atau dikebun) harus dibayar oleh satu pihak sebagai tambahan kepada hasil pengeluaran tanah.
30
Perjanjian dengan sistem muziira 'ah akan sah apabila tidak seorangpun yang dikorbankan haknya, dan tidak ada pemanfaatan secara tidak adil atas kelemahan dan kebutuhan seseorang, dan tidak boleh ada syarat-syarat yang sejenisnya yang dapat menirnbulkan perselisihan antara kedua pihak. dan tidak satupun syarat yang tidak diberi ketetapan pada saat perjanjian itu berlangsung yang mungkin mernbahayakan hak salah satu dar kedua belah pihak.
Berikut ini adalah bentuk-bentuk sistem bagi hasil yang dianggap sah" 23 I. Perjanjian kerjasama dalam pengolahan dimana tanah milik satu pihak, peralatan pertanian, benih dan tenaga kerja dari pihak lain, keduanya menyetujui bahwa pemilik tanah akan memperoleh bagian tertentu dari hasil panen. 2. Apabila tanah, peralatan tanah dan benih, sernuanya dibebankan kepada pemilik tanah sedangkan hanya buruh yang dibebankan kepada petani, maka harus ditetapkan pemilik tanah mendapat bagian tertentu dari hasil. 3. Apabila keduanya sepakat atas tanah, perlengkapan pertanian, benih dan buruh serta menetapkan pemilik tanah mendapat bagian tertentu dari hasil.
23
Ibid., h, 288.
31
4. Apabila lahan dan bibit dari pemilik lahan, kerja dan alat-alat dari petani sehingga menjadi objek muziira 'ah adalah jasa petani, maka hal tersebut sah hukumnya. 5. Apabila tanah berasal dari satu pihak clan kedua belah pihak bersama menanggung
benih,
buruh
clan
pembiayaan-pembiayaan
pengolahannya, dalam hal ini keduanya akan mendapatkan bagian dari hasil. Abu Yusuf dan Muhammad ibn al-Hasan asy- Syaibani menyatakan bahwa dilihat dari segi sah dan tidaknya akad muziira 'ah, maka ada empat bentuk muziira 'ah, yaitu: l. Apabila tanah dan bibit dari pemilik tanah, kerja dan alat dari petani, sehingga yang menjadi obyek muziira "ah adalah jasa petani, maka hukumnya sah. 2. Apabila pemilik tanah hanya menyediakan tanah, sedangkan petani menyediakan bibit, alat, dan ke1ja, sehingga yang menjadi obyek muziira 'ah adalah manfaat tanah, mal
3. Apabila tanah, alat dan bibit dari pemilik tanah dan kerja dari petani, sehingga yang menjadi obyek muziira 'ah adalah jasa petani, maka akad muziira 'ah juga sah.
4. Apabila tanah pertanian dan alat disediakan pemilik tanah dan bibit serta kerja dari petani, maka akad ini tidak sah. Menurut Abu Yusuf clan Muhammad ibn al- Hasan asy- Syaibani, menentukan alat pertanian dari pemilik tanah membuat akad ini jadi rusak, karena alat pertanian tidak
32
boleh mengikut pada tanah. Menurut mereka, manfaat alat pertanian itu tidak sejenis dengan
manfaat tanah,
karena
tanah
adalah
untuk
menghasilkan tumbuh-tumbuhan dan buah, sedangkan manfaat alat hanya untuk menggarap tanah. Alat pertanian, menurut mereka harus mengikut kepada petani penggarap, bukan kepada pemilik tanah. 24
24
Harun, Fiqh Mu 'amalah, h. 280.
BAB HI BENTUK-BENTUK PERTANIAN MASY ARAKA T DAN PEMBIA YAAN SY ARIAH DI SEKTOR PERTANIAN A. Pertumbuhau pertanian di Indonesia Indonesia adalah Negara Agraris. sektor pe11anian dan pedesaan me mil iki peran yang sangat strategis dalam pembangunan nasional. Melihat pentingnya sektor pertanian dan pedesaaan, selain sebagai andalan mata pencaharian sebagian besar penduduk, sektor pertanian dan pedesaan juga mampu meningkatkan sumbangan kepada PDB, memberikan kontribusi terhadap ekspor (devisa), bahan baku industri, jumlah tenaga kerja di sektor pertanian yaitu sebesar 44 % dari jumlah penduduk Indonesia (BPS, 2006) serta dalam penyediaan bahan pangan dan gizi. Bahkan ketika terjadi krisis moneter, sektor pe1ianian dan pedesaan mampu menjadi penyangga perekonomian nasional. 1 Sebagai contoh perkembangan pertanian di Indonesia khususnya di sektor produksi padi tahun 2006 (Angka Ramalan III) diperkirakan sebesar 54,66 juta ton gabah kering giling (GKG), naik sebanyak 512 ribu ton (0,95 persen) dibandingkan dengan produksi tahun 2005. Kenaikan produksi padi pada tahun 2006 diperkirakan karena kenaikan luas panen sekitar 16 ribu hektar (0, 13 persen) dan juga peningkatan produktivitas sebesar 0,37 Ku/Ha (0,81 persen) peningkatan
1
Soekartawi, Agribisnis, Teori dan Aplikasinya, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 200 I), ed.
I, cet VJ, h. I0.
34
luas panen terutama terjadi di luar Jawa seluas 14 ribu Ha (0,23 persen), sementara di Jawa hanya bertambah sekitar 2 ribu Ha (0,03 persenf Perkembangan 2006 (Aram
2005-2006
2005 (Atap)
Uraian
Ill
-
Absulut
Persen
Padi Sawah Luas panen (ha) Hasil/ha (ku/ha) Produksi (ton)
10.733576 47.81 5!.317.758
10.777.510 48.11 51.849.544
43.934 0.30 531.786
0.41 0.63 1.04
PadiLadang Luas panen (ha) Hasil/ha (ku/ha) Produksi (ton)
I.I 05.484 25.63 2.833.339
1.077.401 26.12 2.814.050
-28.983 0.49 -19.289
-2.54 1.91 -0.68
Padi (Sawah + Ladang) a. Jawa Luas panen (ha) Hasil/ha (ku/ha) Produksi (ton)
5.707.950 52.51 29.764.392
5.709.601 52.49 29.971.264
1.651 0.34 206.872
0.03 0.64 0.70
b. LuarJawa Luas panen (ha) Hasil/ha (ku/ha) Produksi (ton)
6.131.110 39.78 24.386.705
6.145.310 40.18 24.692.330
14.200 0.40 305.625
0.23 I.OJ 1.25
c. Indonesia Luas panen (ha) Hasil/ha (kulha) Produksi (ton)
I 1.839.060 45.74 54.151.097
11.854.911 46.11 54.663.594
15.851 0.37 512.497
0.13 0.81 0.95
Tabet 2. Luas Panen, Hasil per hektar dan Produksi Padi Sawah, Padi Ladang dan Padi (Sawah+Ladang) Tahun 2005-2006 B. Bentuk-bentuk sistem pertanian yang dipakai di Masyarakat
Berikut ini adalah bentuk-bentuk sistem pertanian yang dipakai di masyarakat: 3
2
Badan Pusat Statistik (Produksi padi dan pa/awija 2006),h. xxx
35
I. Sistem Sewa
Sistem ini adalah suatu bentuk penyewaan tanah baik dibayar secara tunai maupun tempo (setelah panen). Pemilik tanal1 menentukan harga sewa tanah yang harus dibayar oleh penyewa sebagai pengganti hasil pertanian. Dalam bentuk pengolahan tanah seperti ini semua hasil pertanian menjadi milik petani/penyewa, sedangkan sedangkan pemilik tanah hanya mendapat uang sewa. Adapun jumlah uang sewa ditentukan dari lamanya penyewaan, kesuburan tanah, dan jenis tanaman yang ditanam. Pembayaran uang sewa biasanya diterapkan per hektar yang kemudian diperhitungkru1 dengan sejumlah uang. Rentang waktu penyewaan sesuai kesepakatan antara keduanya.
2. Sistem Pemilik sekaligus Penggarap Bentuk pertanian seperti ini biasa dilakukan oleh seseorang yang memiliki tanah sekaligus menjadi penggarap tanahnya sendiri. Dalam sistem ini, bagi petani yru1g menanam padi, biasanya modal (biaya) yang dikeluarkan seluruhnya ditanggung sendiri, tanpa ada campur tangan orang lain, maka hasil yang diperolehnya pun menjadi miliknya pribadi.
3. Sistem Bagi Hasil dengan Investor Bagi Hasil adalah konsep yang paling lazim dan tidak ada keraguan didalamnya, dan hampir seluruh ulama sepakat dengan transaksi bagi hasil. Sistem seperti ini biasa dilakukan oleh pemilik lahan yang mempunyai kemampuan untuk menggarap tanahnya sendiri, akan tetapi tidak memiliki modal
3
Dewi Lestari "Aplikasi Sis/em Muzara 'ah Pada Masyarakal Sukamu/ya," (Skripsi SI Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri SyarifHidayatullah Jakarta, 2004), h. 41
36
untuk menanggung semua biaya yang akan dikeluarkannya dalam membiayai proses pertanian, hal ini dikarenakan besamya modal yang dikeluarkan, maka petani
berusaha
mencari
investor
yang
mau
diajak
kerjasama
dalam
mengembangkan usahataninya. Dalam sistem seperti ini biasanya investor tidak ikut campur dalam menggarap tanah, dia hanya memberikan modal dan mengontrol tanaman, karena semua proses penggarapan dilakukan oleh pemilik lahan. Kemudian hasil dari panen tersebut jika melebihi dari modal yang dikeluarkan , maka diadakan proses bagi basil misalnya 50:50 atau 60:40 bagaimana kesepakatan diawal perjanjian. Namun jika terjadi kerugian, maka ditanggung bersama. 4. Sistem Paparoa11 Sistem ini adalah sistem penggarapan yang dilakukan oleh kedua belah pihak, dimana satu pihak sebagai pemilik lahan (pihak pertama) sedangkan satu pihak lainnya bertindak sebagai penggarap tanah (pihak kedua). Bentulc kerjasama dalam sistem ini adalah pihak pertama mempunyai sebidang tanah dan diserahkan kepada penggarap (pihak kedua) m1tuk dikelola, dengan kesepakatan membagi hasil panen dengan pemilik lahan. Bagi pihak penggarap ia mempunyai kewajiban dalam pengolahan lahan, pengairan dan pemeliharaan tanaman serta mengetamnya walctu panen. Sedangkan penyediaan bibit (benih), pupuk, obat-obatan untuk hama, ditanggung oleh pemilik lahan. Dengan demikian pemilik lahan dan penggarap tidak ada yang merasa dirugikan, karena keduanya sepakat jika mengalami gaga! panen, atau sebaliknya mendapatkan keuntungan, maka hasilnya dibagi menurut kesepakatan bersama.
37
5. Sistem Nyeblok Pada sistem nyeblok ini, petani penggarap hanya mengelola lahan pertanian saja sebagai buruh tani, sedangkan pemilik lahan menyediakan segala kebutuhan penggarapnya, mulai dari benih, pupuk dan obat-obatan bahkan konsumsi.. Dalam sistem ini, biasanya jwnlah petani penggarap tidak hanya satu orang, melainkan berjwnlah lebih. Meskipun demikian, masing-masing petani penggarap itu masing-masing mempunyai batas-batas lahan yang menjadi tanggung jawabnya. Kewajiban petani penggarap dalam pengolahan lahan adalah menanam benih dan memanennya, sedangkan perawatan tanaman menjadi kewajiban pemilik lahan. Jika pemilik lahan meminta petani penggarap untuk mengolahnya, maka bagian petani penggarap menjadi lebih besar, namun jika pemilik lahan menggunakan jasa orang lain maka kewajiban pemlik lahan memberikan upah kepada orang tersebut. Dalam pembagian hasil, masing-masing petani penggarap menghitung pendapatan/hasil panennya dari tanah yang meajadi tanggung jawabnya. Kesepakatan yang biasa dilakukan adalah 4: 1. Artinya, pemilik lahan memperoleh empat bagian dan untuk penggarap mendapatkan satu bagian. Maka dapat diambil kesimpulan bahwa sistem ini berbeda dengan sistem paparoan. Dimana petani penggarap ikut menanggung penyediaan benih,
sedangkan dalam sistem ini petani penggarap hanya bermodalkan tenaga dan upahnya langsung diberikan ketika pekerjaannya selesai.
38
C. Pola Pembiayaan Syariah di Sektor Pertanian Melalui Bank Syariah
Sektor pertanian dan pedesaan memang memiliki peran yang sangat strategis, akan tetapi sektor pertanian dan pedesaan sering dihadapkan pada banyak permasalahan, terutama lemahnya pe1modalan. Permodalan adalal1 unsur yang esensial dalam meningkatkan pendapatan dan taraf hidup masyarakat pedesaan, ketidakadaan modal akan membatasi ruang gerak sektor pertanian. Kebutuhan modal akan semakin meningkat seiring dengan berkembangnya beragam jenis komoditas dan pola tanam, perkembangan teknologi budidaya, penanganan pasca panen dan pengolahan hasil yang semakin pesat. Pada era teknologi modem di sektor pertanian, pengerahan modal yang intensif bail: untuk alat-alat pertanian maupun sarana produksi tidak dapat dihindari. Sehingga masalah petani sering muncul karena mereka tidak mampu membiayai usaha mereka dengan dana sendiri. Modal adalah faktor produksi ketiga yang dapat menghasilkan kekayaan melalui berbagai sektor kegiatan ekonomi (produksi, distribusi, konsumsi dan kegiatan-kegiatan lainnya). Menurut syariah, hubungan pinjan1-meminjam tidak dilarang bahkan dianjurkan agar terjadi hubungan saling menguntungkan. Pembiayaan usaha di sector pertanian yang ada saat ini, hampir semua berbasis perhitungan bunga, menurut Ikhrom (2004), salah satu sebab utama ketertarikan pasar/pemilik modal terhadap perangkat bunga (interest) adalah adanya karakteristik pre-determined return (kepastian hasil). Padahal bunga berpeluang mengeksploitasi perekonomian, bahkan cenderung menyebabkan penumpukan kekayaan pada sekelompok orang.
39
Kelembagaan pembiayaan syariah aclalah lembaga pcmbiayaan yang clalam menjalankan usahanya cliclasarkan alas hukum-hukum syariah (lslam).Secara teoritis, clalam pelaksanaan pembiayaan bank syariah harus memcnuhi clua aspck,
4
yaitu (I) Aspek Syariah. bcra1·ti clalam setiar rcalisasi pcmbiayaan kepacla nasabah bank syariah harus berpecloman pacla syariat Islam yaitu tidak mengadung maisir, gharar, dan riba serta bidang usahanya harus halal, (2) Aspek Ekonomi, yaitu pertimbangan memperoleh keuntungan bagi bank syariah clan nasabah.
i/r-/l/ Ahmad M. Saefudclin mengemukakan bahwa perbeclaan paling
mendasar antara bank (lembaga pembiayaan) syariah clan bank konvensional aclalah pacla eksistensi bunga. Pacla bank konvcnsional prinsip perhitungan kerjasamanya cliclasarkan pacla bunga, sementara pada bank syariah clidasarkan pacla pembagian keuntungan atau bagi hasil. Sistem bagi hasil ini dinilai lebih realistis dan sesuai dengan iklim bisnis yang memang bcrpotcnsi untung dan rugi. 5 Kegiatan usaha bank syariah lebih memberikan cilra kcadilan. Sebagaimana di ungkapkan Imam Ghazali bahwa tujuan utama .1:variot adalah memelihara kesejahteraan manusia yang mencakup perlindungan keimanan, kehiclupan, aka!, keturunan clan harta benda 111ereka. Apa saja yang menjamin terlinclungnya lima perkara ini aclalah maslahat bagi manusia dan dikenclnki 6 Sistem Perbankan Syariah hadir sebagai maslahat clengan perhitungan yang didasarkan pada prinsip " M11han1111ad. 1Vfantden1en f>t•111/>iayaan l?ank .'-i)·ariah (Yogyakarta: Akade1ni Manajerncn J>crusaliaan YKPN, 2005), eel. L h. 5
h
1(1
Ahn1ad M. Sacfudin, Nkono111i dan /11a.\yarakah (Jakartn: Raja\vali Pers,
J
987), cct I, h. 98.
M. Urncr Chapra, lslanr dan '/Ontanj!an fko1101ui (Jakarta: Ge1na ln.sani Press. 2000), cet. 1, h. 1
40
bagi hasil memungkinkan terciptanya rasa keadilan tersebut. Perhitungan berdasarkan bunga umumnya didasarkan pada asumsi bahwa usaha yang dikelola oleh nasabah pasti untung, padahal tidak ada jaminan bahwa sebuah usaha selalu akan memperoleh keuntungan. Bahkanjika nasabah memperoleh keuntungan pun masih dibeban persyaratan yaitu bahwa tingkat keuntungan harus lebih tinggi dari tingkat bunga. Jika tingkat keuntungan lebih rendal1, maka nasabah akan mengalami kesulitan dalam pengembalian pinjaman pokok berikut bunganya. Dalam pembiayaan syariah, ha! ini tidak akan me1\jadi masalah yang urgen melalui prinsip profit-loss sharing. Dikarenakan dalam pembiayaan syariah suatu pembiayaan tidak akan disetujui sebelum dipastikan beberapa ha! pokok diantaranya: I. Obyek pembiayaan adalah untuk sesuatu yang halal.
2. Pembiayaan tersebut tidak untuk menimbulkan mudbarat bagi masyarakat. 3. Pembiayaan tersebut tidak untuk perbuatan asusila. Lain halnya dengan Bank Konvensional hal-hal pokok di atas tidak menjadi pertimbangan yang penting, ha! yang terpenting adalah obyek pembiayaan mendatangkan untung yang besar serta legal. Namun terdapat perbedaan yang prinsip antara pembiayaan/penyaluran perbankan syarial1 sangat selektif dan menganut prinsip "kehati-hatian (prudent) " sebagaimana bank konvensional. Perbedaannya adalah "kehati-hatian (prudent) " di perbankan syariah tidak hanya dalam memilih nasabah yang layak (administrasi dan profitable), tetapi juga pada jenis usaha/investasi yang dilakukan untuk usaha yang halal saja. Oleh sebab itu keberadaan DSN (Dewan Syariah Nasional) dalam struktur bank Syariah menjadi
41
urgens dalam rangka n1cnga\vasi opcrasional hank heserta prnduknya agar scsuai
dengan garis-garis ketctapan syariah. Dengan karaktcristik seperti diuraikan sebdurnn) a. lc111haf"' 'cuangan syariah berpeluang besar diterapkan pada scktor pertanian. lhalw penanian yang penuh risiko rncrnbutuhkm1 pernbiayaan yang lebih lleksibel tcrutuma pernbagian keuntungan atau kerugian dalarn berusaha. Sclain sistcm bagi hasil lernbaga keuangan syariah juga rnenawarkan produk sistem jual-beli, sewa maupun gadai. Produk pernbiayaan syariah yang dapat diterapkan pacla usaha agribisnis antara Jain. Mudharabah, Musyarakah,
Bai' Murahahah, Bai' lstishna, Bai' Salam,
Musyaqoh Dan ljarah (sewa). J,
Mudluirabah
Mudharabah (Trust Financing/Trust lnves11w111) merupakan akad kerjasarna antara dua pihak, dirnana pihak pertarna (pernilik modal) sebagai penyedia modal (I 00 %), sedangkan pihak lain sebagai pcngelola modal. Keuntungan yang dipcroleh dalam kei:jasama ini dibagi mcnurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak. Risiko kerugian ditanggung sepenuhnya oleh pemilik modal, kecuali kerugian yang ditimbulkan akibat kelalaian pengelola seperti pcnyelewengan, penyalahgunaan atau bcntuk kccurangan lainnya. Jenis usaha yang dapat dibiayai dengan mudhara!wh mdiputi perdagangan, industri, modal ke1:ja atau investasi termasuk dibidang agrihisnis. Jmplemcntasi mudharahah disektor pertanian dapat dilakukan melalui kcmitraan usaha. Pola kcmitraan yang dckat dcngan mudharohah adalah model con/rac/ fi1rming yang tclah dikcmbangkan dalam bcntuk Perusahaan
42
Inti Rakyat (PIR) serta Kerjasama Operasional Agribisnis (Deptan, 1997). Berdasarkan jenis usaha, waktu dan daerah bisnis, mudhi:irahah dibagi menjadi
dua jenis,
yaitu
mudharoabah
mutlaqoh
dan
mudharobah
muqoi:vadah. Pada mudharohah mut/aqoh, pihal-: pengelola diberi kekuasaan
untuk menentukan jenis usahanya, waktu pelaksanaan scrta wilayah bisnisnya. Adapun pada mudhi:irobah muqoyyadah ketiga ha! !erscbut _sudah ditentukan oleh pemilik modal. Petunjuk Praktis 7 I. Mcrupakan akad bagi hasil antara petani dcngnn Bank Syariah
2. Petani mengelola usaha nank Syariah mcnyalurkan pembiayaan sebesar I00 % dari kebutuhan modal. 3. Keuntungan dibagi antara petani dengan bank herdasarkan nisbah yang disepakati. 4. Kerugian ditanggung olch bank
scba~ai
pcmilik modal selama
kcrugian tcrscbut bukan atas kesalahan pcngclola. Contoh Kasus
Scorang
pctani yang mcmerlukan
modal
untuk
bcrtani
dapat
mengajukan permohonan pembiayaan kepada hank. !lank dapat melakukan pembiayaan dengan akad mudharabah, di rna11a ha11k hcrtindak sebagai s/whi/J/ll maal dan pcta11i sclaku mudlwrih. Misaln) a, pcla11i mcmbutuhkan
modal 30 juta rupiah. Sctclah bcq1roduhi, dipcrolch pcndapatan scbcsar 5
7
Pusal Pe111biayaan Pertanian, Skhn Pola Pen1bh1yaa11 Bagi I /axil 11ntuk llsaha Sektflr Pertanian, Dcptan, 2007, h. 7
43
juta rupiah. Dari pendapatan tersebut disisihkan untuk biaya operasional misalnya 2 juta rupiah, naka diperoleh keuntungan bersih sebesar 3 juta rupiah. Dari keuntungan bersih tersebut di bagi antara bank dengan petani misalnya, 60 % untuk petani dan 40 % lmtuk bank.
2. Musyiirakah Musyiirakah
(Partnership/Project
Financing
Participation)
merupakan kerjasama perkongsian dua pihak atau lebih untuk melakukan kegiatan usaha. Masing-masing pihak memberikan kontribusi tertentu dengan kesepakatan keuntungan dan risiko ditanggung bersama sesuai kesepakatan.
Musyiirakah ini meliputi jenis-jenis transaksi yang sangat luas. Menurut Karim (2001) secara garis besar mw.yarakah terdiri dari empat jenis, yaitu : syarikat keuangan (amwiil), syarikat operasional (a 'mal), syarikat good will
(wujuh), dan syarikat mudharabah. Banyak jenis usaha yang dapat dibiayai dengan musyiirakah, antara lain perdagangan, industri, usaha atas dasar kontrak dan lain-lain. Beberapa kegiatan usaha dalam bentuk perkongsian , yang mirip dengan jenis pembiayaan musyilrakah adalah PT, CV dan Koperasi. Kegiatan agribisnis dengan jenis usaha yang luas sangat memungkinkan memakai skim
musyilrakah ini.
44
Petunjuk Praktis 8 1. Bank dan petani sama-sama menyertakan modal. 2. Keuntungan dibagi secara proporsional berdasarkan modal yang disetor dan nisbah yang disepakati. 3. Kerugian menjadi tanggungjawab kedua pihak sesuai dengan jumlah proporsi modal. Contoh Kasus Pak Edi adalah seorang petani yang akan menanam padi sawah. Pertanian tersebut membutuhkan modal sebesar Rp. 3. 000. 000,-. Temyata, pak Edi hanya memiliki modal Rp. I. 500. 000,- atau 50 % dari modal yang diperlukan. Kemudian pak Edi dating ke Bank Syariah untuk mengajukan Pembiayaan Musyiirakah (syirkah mufawwadhah) sebesar 50 % dari modal. Setelah panen keuntungan dibagi berdasarkan porsi modal yaitu 50 : 50. perlu dipertimbangkan juga tenaga yang sudah dikeluarkan oleh Pak Edi sebagai pengelola. Oleh karena itu, porsinya menjadi 80 % untuk pengelola dan 20 % untuk pihak Bank Syariah
3. Bai' Al Muriibahah Bai' Al Muriibahah (differed payment sale) adalah jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati. Lembaga 8
Ibid, h. IO
45
pembiayaan akan membelikan suatu barang yang dihutuhkan nasabah, kemudian
nasabah
menerima
tersebut
dan
memhavar · sesuai
dengan
kemampuan (besarnya bcrdasarkan kesepakatan). l'niduk ini dapat digunakan untuk mcmenuhi
kebutuhan usaha (modal
keria d:in
investasi seperti
pengadaan barang modal: mes in, peralatan pcrtan ian. d 11) rnaupun kebutuhan perseorangan.
Dalam
sektor
pertanian,
/wi ·
m11nihahah
ini
dapat
dimanfaatkan untuk pembelian alat dan mesin pertanian. seperti hand tractor, porn pa air. power thresher. rice milling unit dan sehagainya.
Petunjuk Praktis9
1. Bank syariah menjual pupuk, obat-obatan, bibit, alat-alat pertanian dll kepada petani.
2. Pembayaran dapat dilakukan dengan cara diangsur atau sekali bayar dalam waktu tertentu sesuai dengan kesepakatan.
3. Bank syariah memperoleh keuntungan dari margin harga jual barang.
Contoh Kasus
Nasabah/kelompok tani ingin membeli mes111 traktor tanah. Mereka datang ke Bank Syariah dan memohon agar bank mengembalikannya. Setelah di analisisdan dinyalakan layak. bank mcmbclikan mcsin traktor tersebut. Jika harga traktor tersebut 4 juta rupiah dan bank ingin 111.:ngarnbil keuntungan,
"/hid.. h. 19
46
misalnya Rp. I. 000. 000,- selama I tahun, harga yang ditctapkan kepada nasabah sebesar Rp. 5. 000. 000.-. nasabah dapal mencicil angsurannya tersebut per bulan selama satu tahun atau clapal melakukan pembayaran clengan yam en (pembayaran setelah pan en) untuk .iangka
11
aktu I tahun.
4. Bai' As Salam
Bai' as-saliim (in front payment sale) mcrupakan ju al beli dengan ketentuan si pembeli membayar saat ini, sedangkan barang akan diterimanya di masa mendatang. Bai' as-saliim berbeda dengan praktek ijon yang telah dikenal dan dipraktekan di masyarakat pedesaan hingga saat ini. Dalam system ijon sama sekali tidak jeias kuantitas banmg yang diperjualbelikan serta sangat spekulatif. Pada bai' as-saliim disyaratkan harus jelas kuantitas, kualitas barang serta waktu
pembayarannya. Untuk sektor pertanian, skim
bai' as-saliim bisa diaplikasikan. Sebagai gambaran misalnya, perbankan syariah melakukan sendiri atau memberikan pinjaman kepada nasabah untuk membeli gabah petani dengan ha ga yang layak. Sistem pengadaan atau pembalian gabah, seperti yang dijalankan Bu log, dapat mengadopsi skim bai'
as-saliim ini.
l<elenluan ullllllll pemhiayaan salam adalah schagai lierikut:'''
I.
Pembelian hasil produksi harus dikctahui spesilikasinya secara jelas sepcrti jenis, macam, ukuran, dan jum lahnya.
"'!hid.. h. 2l
47
2. Apabila hasil produksi yang diterima cacat atau tidak sesuai dengan akad, maka
nasabah
(produsen)
harus
bertanggungjawab
dengan
cara
mengembalikan dana yang telah diterimanya atau mengganti barang yang sesuai dengan pesanan. 3. Mengingat bank tidak menjadikan barang yang dibeli atau dipesannya sebagai persediaan (inventory), maka dimungkinkan bagi bank untuk melakukan akad salam dengan pihak ketiga (pembeli kedua), seperti BULOG, pedagang pasar atau rekanan. Mekanisme ini disebut dengan parallel salam.
Petunjuk Praktis
•
Bauk membeli hasil pertanian dengan pembayaran dimuka dari petani berdasarkan criteria tertentu.
•
Sebelum membeli barang, bank telah menawarkan barang itu kepada pihak lain.
•
Harga penjualan dan pembelian disepakati bersama oleh nasabah pertama dan kedua.
•
Bank me1tjualnya kepada pihak lain.
•
Pembayaran dilakukan sebelum barang diterima
48
Contoh Kasns Seorang petani memerlukan dana sekitar 2 juta rupiah untuk mengolah sawahnya seluas satu hektar. Ia dating ke Bank Syariah dan mengajukan pembiayaan. Setelah dianalisa dan dinyatakan layak, bank melakukan akad
bail as-salam dengan petani dimana bank akan membeli gabah, misalnya, jenis IR dari petani untukjangka waktu 4 bulan sebanyak 2 ton dengan harga Rp. 2. 000. 000,-. Pada saat jatuh tempo, petani barns menyetorkan gabah yang dimaksud kepada bank. Jika bank tidak membutuhkan gabah untuk "keperluan sendiri", bank dapat menjualnya kepada pihak lain atau meminta petani mencarikan pembelinya dengan harga yang lebih tinggi, misalnya Rp. I. 200,- per kilogram. Dengan demikian, keuntungan bank dalam ha! ini
adalah Rp. 400. 000,- atau (Rp. 200,- x 2000 kg).
5. Bai' Al Istislma Bai' al-istishna (purchase by order or manufactured} disebut huga sebagai piutang istishna, adalah fasilitas penyaluran dana untuk pengadaan barang investasi berdasarkan pesanan. Dal am transaksi bai 'al- istishna ini ada kontrak antara pembeli dan pembuat barang, dimana pembuat barang menerima pesanan dari pembeli. Kedua belah pihak bersepakat atas harga serta sistem pembayaran; apakah dilalcukan dengan kontan, melalui cicilan, atau ditangguhkan pada masa mendatang.
49
Petunjuk Praktis 11 •
Bank memenuhi pesanan nasabah sesuai dengan criteria tertentu yang diminta nasabah.
•
Ketika barang pesanan sudah ada, bank menyerahkan barang itu sesuai kesepakatan sebelumnya.
•
Pembayaran dilakukan setelah barang diterima.
Contoh Kasus Pak !wan ingin membeli alat perontok padi dengan cara ba 'i alistishna, bank berlaku sebagai penjual yang menawarkan mesin tersebut. Bank lalu membeli mesin tersebut sesuai dengan pesanan Pak !wan dengan harga Rp. 4. 000. 000, dan mesin masih milik bank sampai
oa 'i al-istishna
selesai. Kemudian Bank meqjual kepada Pak !wan dengan harga Rp. 4. 600. 000,- denganjangka waktu I tahun. 6. Musyiiqoh Musyaqoh adalah salah satu bentuk penyiraman. Secara terminologi adalah memberikan lahan pertanian dimana si penggarap hanya bertanggung jawab atas penyiraman dan pemeliharaan. Sebagai imbalan maka si penggarap berhak mendapatkan rasio tertentu dari hasil panen.
11
Ibid., h. 17
so Akad Musyiiqoh ini ter:jadi antara pernilik lahan (pihak bank dapat sebagai posisi ini) dan penggarap. Setelah panen di bagi hasil sesuai dengan kesepakatan antara pernilik lahan/perbankan syariah dan pctani penggarap. Pada akad /vh15)'iiqoh ini terjadi pembebasan pernilik lahan dari tanaman. Petunjuk Praktis 12
•
Ada pihak pernilik lahan yang rnenyiapkan sarana dan kelengkapan penanarnan.
•
Pihak petani penggarap yang bertanggung jawab atas peny1rarnan dan perneliharaan saja.
•
Penggarap berhak atas nisbah tertentu dari hasil panen berdasarkan kesepakatan yang telah dibuat.
Contoh Kasus
Bank Syariah rnemiliki tanah (atau rnenyewa tanah) untuk ditanarni padi oleh petani/kelornpok tani. Pihak Bank Syariah menyiapkan semua sarana dan perlernhkaparn pe11anian padi. Maka pihak pctani/kelornpok tani hanya bertugas rnenyirarni dan rnernelihara padi tcrscbut hingga siap panen. Setelah panen, rnaka pctani/kelornpok tani tcrscbut berhak atas nisbah dari hasil panen padi berdasarkan kesepakatan yang !erlah dibuat.
12
/hid. h. 17
51
7. ljlirah
Pacla dasarnya, lj'arah elide' •1isikan sebagai hak untuk memanfaatkan barang/jasa dengan
n1embayar
i1nbalan tertentu. i\t1enurut fat\Va De\van
Syariah Nasional. ijarah adalah akacl pemindahan hak guna alas suatu barang atau jasa dalam waktu te11cntu melalui pcmbayaran sewa/upah, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang itu sendiri. Dalwn akad ijarah tidak ada perubahan kepemilikan, tetapi hanya perpindahan hak guna saja dari yang menyewakan kepada penyewa. Pemilik barang wajib memberitahukan kondisi tanah sesungguhnya, dan penycwa wajib mcngelola lanah tersebut menurut syarat-syarat akad atau kelaziman penggunaan.
Petunjuk Praktis 13
•
Bank menyewakan barang/sarana produksi temptli usaha kepada petani .
•
Petani membayar sewa tiap jangka waktu tertentu misalnya, tiap tahun .
•
Petani n1e1nanfr1atkan barang/sarana produksi tcrnpat usaha secara baik
sesuai dengan ketentuan dalam kontrak.
I)
!hid.. h. J:l
52
Contoh Kasus
Pak Rudi memerlukan lahan untuk pertanian padi. Karena tidak memiliki dana, maka pak Rudi mengajukan sewa lahan kepada Bank Syariah. Setelah dialanisa dan dinyatakan layak, pihak perbankan menyewa lahan yang subur dari pihak lain (apabila bank tidak memiliki lahan) dan kemudian bank menyewakan lahan tersebut kepada Pak Rudi dengan mengambil selisih margin sebagai keuntungan dalam jangka waktu tertentu. Dengan jangka waktu yang telah ditentukan misalnya satu tahun maka Pak Rudi memiliki kewajiban untuk membayar sewa tanah tersebut kepada pihak Bank.
BAB IV KENDALA DAN TANTANGAN PENERAPAN SISTEM BAGI
HASIL
PERTANIAN (MUZARA 'AH) DI HANK SY ARIAH A. Pcrmasalahan Pcrbankan Syariah
Upaya mendorong pengembangan Bank Syariah dilaksanakan dengan memperhatikan bahwa sebagian masyarakat muslim Indonesia pada saat ini sangat menantikan suatu sistem perbankan syariah yang sehat dan terpercaya untuk mengakomodasi kebutuhan masyarakat terhadap Jayanan jasa perbankan yang sesuai dengan prinsip syariah. Pengembangan syariah joga ditm\jukkan ontok meningkatkan mobilisasi masyarakat yang selama ini belom terlayani oleh system perbankan konvensional. Selain itu sejalan dengan restrukturisasi perbankan, pengembangan Bank Syariah merupakan soato alternatif sistem pelayanan jasa bank dengan berbagai kelebihan yang dimilikinya. Sejak diberlakokannya UU No. 7 Tahon 1992 tentang Perbankan telah memberi peloang berdirinya Bank Syariah, dilanjotkan dengan UU No. IO Tahun 1998 perbankan syariah mendapatkan kesempatan yang lebih luas untok menyelenggarakan kegiatan usaha, tennasuk pemberian kesempatan kepada bank umum konvensional ontok membuka kantor cabang yang khusus melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah atau yang biasa dikenal dengan dual banking >ystem. Upaya tersebut diharapkan akan mendorong perluasan jaringan
kantor, pengembangan pasar uang antar bank syariah, peningkatan koalitas somber daya manusia, dan kinerja Bank Syariah, yang pada intinya ontuk
54
menunjang pembentukan landasan perekonomian rakyat yang lebih lrnat dan tangguh. Perjalanan perkembangan Perbankan Syariab hingga saat ini memang cukup menggembirakan. Ini terbukti terjadi peningkatan tiap tabunnya, baik dibidang pengembangan jaringan kantor, volume usaba maupun total asset. Namun bila dibandingkan dengan bank konvensional perkembangan bank syariah masih jauh tertinggal.
Banyak
tantangan
dan
permasalaban
yang
dihadapi
dalam
pengembangan perbankan syariab, masih banyak sektor-sektor yang hams dibenabi mulai dari payung hukum pemerintab terhadap Undang-Undang Perbankan Syariab yang hingga kini belum terealisasi maupun Sumber Daya Insani, dan lain sebagaimananya. Berikut beberapa permasalaban perkembangan Bank Syariab:
1. Pemabaman masyarakat yang belum tepat terhadap kegiatan operasional Bank Syariab. Keberadaan lembaga pembiayaan (perbankan syarial1) yang tergolong pemain baru dalam industri perbankan nasional. Sehingga pemabaman masyarakat terhadap operasional Bank Syariab belum tepat. Pada dasamya sistem ekonomi Islam menghendaki kemaslabatan bersama melalui pelarangan praktek riba serta akumulasi kekayaan hanya pada pihak tertentu secara tidak adil. Narnun untuk mensosialisasikannya terbilang sulit. Hal ini disebabkan masyarakat masih terbiasa dengan sistem bunga, di mana mereka terbiasa mendapatkan keuntungan yang pasti. Padal1al dalam sistem Bank Syariab pun
55
secara finansial mereka tetap mendapatkan keuntungan berupa profit/margin dari bagi basil. 2. Peraturan perbankan yang berlaku belum sepenuhnya mengakomodasi operasional Bank Syariah. Adanya perbedaan yang mencolok antara sistem Bank Syariah dengan sistem Bank Konvensional, maka ketentuan-ketentuan perbankankan pun harus disesuaikan agar Bank Syariah dapat beroperasi secara efektif dan efisien. Ketentuan-letentuan tersebut antara lain adalah hal-hal yang mengatur: a. Instrumen yang diperlukan untuk mengatasi masalah likuiditas. b. Instrurnen moneter yang sesuai dengan prinsip syariah untuk keperluan pelaksanaan tugas Bank Sentral. c. Standar akuntansi, audit dan pelaporan. d. Ketentuan-ketentuan yang mengatur mengenai prinsip kehati-hatian, dsb. 3. Jaringan kantor Bank Syariah y=g belum luas. Jaringan kantor perbankan syariah (termasuk BPRS) masih sangat terbatas dibandingkan perbankan konvensional. Di beberapa daerah, kantor perbankan yang malayani pendanaan maupun pernbiayaan secara syariah barn dijumpai di kota-kota besar. Padahal di pedesaan sangat membutuhkan pembiayaan dalam rangka meningkatkan penghasilan/pendapatan hasil panen. 4. Masih sedikitnya Sumber Daya Manusia (SDM) yang memiliki keahlian dalam Bank Syariah. Perkembangan perbankan syariah yang cukup pesat belum diimbangi dengan ketersediaan SDI yang memadai, baik kuantitas maupun kualitas. SDI selain
56
dituntut profesional di bidangnya juga barns memahami dan menjiwai nilainilai syariah. Fakta menunjukkan sebagian besar SDI tidak memiliki latar belakang pendidikan perbankan syariah, tetapi dari bank konvensional. Hal ini bisa menimbulkan permasalahan karena pengetahuan yang kurang terhadap prinsip-prinsip syariah akan mengaburkan visi dan misi perbankan syariah itu sendiri. 5. Paradigma bank konvensional masih kuat. Terkait dengan belum memadainya SDI, pihak manajemen masih sering menggunakar1 "cara-cara" konvensional yang terkadang melanggar rambu-rambu syariah. Hal ini juga diperburuk dengan belum fahamnya para pemilik bank terhadap esensi, visi, dan misi perbankan syariah. Akhimya muncul kebijakan-kebijakan bisnis yang terlalu berorientasi sangat sempit sehingga jauh dari visi dan misi bank syariah. Dampaknya adalah pembiayaan
mudharabah dan musyarakah yang
seharusnya ditingkatkan -justru semakin dijauhi oleh perbankan syariah. Padahal produk mudharabah dan musyarakah adalah pembeda yang paling jelas, sekaligus yang baik bagi bank syariah ketika bersaing dengan bank konvensional. Dari permasalahan di atas, sebagaimana diungkapkan oleh Gubemur Bank Indonesia, Burhanuddin Abdullah pada hari senin 12 Oktober 2006 di Jakarta bahwa Bank Indonesia (BI) akan mencanangkan program peningkatan peran perbankan syariah yang lebih besar di industri perbankan nasional melalui sebuah program yang disebut "Akselerasi Pengembangan Perbankan Syariah", pada hari Senin 11 Desember 2006 di Jakarta. "Peningkatan peran perbankan syariah yang
57
lebih besar memerlukan kesamaan visi dari semua stakeholders. Peran perbankan syariah yang semakin besar dalam perbankan nasional diyakini akan memberikan kontribusi
positif bagi
pertumbuhan ekonomi nasional" Dalam Program
Akselerasi Pengembangan Perbankan Syariah. Bank Indonesia (BI) telah menetapkan
6
Pilar,
yaitu
(l)Penguatan
Kelembagaan
Bank
Syariah,
(2)Pengembangan Produk Bank Syariah, (3)Intensifikasi Edukasi Publik & Aliansi Mitra Strategis, (4)Peningkatan Peranan Pemerintah & Penguatan Kerangka Hukum Bank Syariah, (5) Penguatan SDM Bank Syariah, dan (6) Penguatan Pengawasan Bank Syariah. Secara garis besar, program ini akan dilakukan melalui 3 ha! yaitu : Pertama, program sosialisasi perbankan syariah kepada masyarakat secara lebih intensif guna meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap keuangan dan perbankan syariah. Dalam kaitan itu, BI telah menerbitkan "kamus istilah keuangan dan perbankan syariah" yang diharapkan mampu membantu masyarakat dalam memahami berbagai istilah dalam perbankan syariah. Kedua, mendorong pengayaan produk clan jasa keuangan syariah serta perluasan outlet pelayanan sehingga dapat lebih menjangkau kebutuhan masyarakat dan Ketiga, BI akan lebih berperan aktif dalam mendukung masuknya dana investasi luar negeri antara lain melalui instrumeninstrumen keuangan syariah. Untuk menciptakan Sumber Daya Insani yang dapat mendukung akselerasi pengembangan perbankan syariah,
Bl mendukung
pelaksanaan sertifikasi bagi pengurus perbankan syariah. Selain itu, saat ini BI juga sedang menyempurnakan cetak biru pengembangan perbankan syariah yang rentang waktu pelaksanaannya hingga 2015.
58
B. Tanggapan
Bank
Muamalat
Indonesia
(HMI)
dan PKES (Pusat
Komunikasi Ekonomi Syariah) tentang penerapan
sistem
bagi
muziira 'alt (Harvest-Yield Profit Sharing) di Bank Syariah.
basil
Berdasarkan basil wawancara dengan Bapak Nu'man Chnpriyadi selaku Manager Marketing Bank Muamalat Indonesia mengungkapkan bahwa Bank Muamalat Indonesia melihat bahwa sektor Pertanian di Indonesia dari sisi Perbankan syariah sangat dilematis, dari satu sisi sangat bersesuaian antara kemaslahatan mendukung sektor pertanian yang secara syar'i keberkahan rezeki jelas ada disana (turut memelihara kehidupan) tetapi dari sisi sebaliknya secara perbankan memiliki resiko yang sangat tinggi dibandingkan sektor lain, seperti: l.
f
Risiko Alam, Iklim yang tidak menentu maupun bencana alam yang sering
terjadi. b. Sumber Daya Manusia yang kuat dalam hal jumlah namun sangat lemah dalam kualitas.. Persoalan SDM ini selain andil utama dalam kerusakan iklim secara makro dan mikro (penggunaan sarana produksi anorganik yang berlebihan), juga dalam tata usaha pertanian dalam berbagai bidang: kualitas dan ketersediaan benih,
manaJemen,
pembukuan,
pemasaran,
networking,
transportasi/distribusi, pasca panen di!. 2. Faktor Regulasi (Pemerintah) Political will dalam sektor pertanian masih sangat lemah. Terbukti berbagai regulasi dalam sector pertanian tidak berjalan mulus di tingkat lapangan,
59
bahkan untuk pemenuhan kebutuhan sangat dasar bagi rakyat saja masih banyak terjadi permainan (contohnya Beras). Idealnya produk yang dikembangkan dalam sektor pertanian adalah produk penanaman dana Bai' As-Salam. Namun produk ini belum bisa dikembangkan karena faktor-faktor diatas tadi, petani menerima dana di muka secara keseluruhan sangat rawan side streaming, demikian juga selama masa budidaya rawan penyimpangan dalam pemenuhan pesanan sesuai kesepakatan di muka, karena pendampingan kepada petani agar kesepakatan dipenuhi oleh petani tentu saja membutuhkan man power yang cukup banyak dan cukup qualified. Sehingga
Bank
Syariah
untuk
sektor
pertanianpun
--
menggunakan skim Bai' al-Murabahah atau Syirkah -··-
masih
banyak
(Aiudhara~ah/Musyarakah).
Sektor Pertanian yang banyak mendapatkan pembiayaan dari Bank Muamalat Indonesia adalah untuk perkebunan kelapa sawit. Mengingat risikonya tidak terlalu besar, narnun return-nya relatif paling jelas (baik pasar lokal maupun ekspor). Sedangkan menurut PK.ES (Pusat Komunikasi Ekonomi Syariah) yang diwakili oleh Hasan Ali mengatakan bahwa pernbiayaan di sektor pertanian kurang berkembang, muzara'ah adalah bagian dari sistern mudharabah sehingga dalarn proses yang digunakan dalam pernbiayaan tidak menggunakan kata
muzara 'ah sebagai suatu produk tetapi mudharabah. Kurang berkembangnya pembiayaan di sector pertanian lebih dikarenakan risiko dari pertanian, namun jika ada penawaran dari sektor pertanian yang sifatnya profitable, maka bukan suatu kemungkinan bagi Bank Syari'ah untuk rnenggulirkan pembiayaan, karena
60
bicara pertanian bukan hanya pertanian padi, tetapi juga tanaman kelapa sawit, palawija ataupun tanaman lainnya. Upaya peningkatan pembiayaan di sektor pertanian tentunya ada banyak elemen yang harus berperan terutama BI sebagai pemegang role, karena sampai saat ini porsi pembiayaan di sektor pertanian belwn optimal. C. Kendala
penerapan
sistem
bagi
has ii
muzara'ah
(Harvest-Yield Profit Sharing) di Bank Syariah menurut Bank Muamalat Indonesia (BMI) dan PKES Bangsa Indonesia telah mencapai swasembada beras pada tahun 1984, tapi jika dilihat dari perkembangan selama ini, maka sektor pertanian yang diharapkan meajadi sektor andalan masih terbelakang dengan tingkat kemiskinan re!atif besar. Salah satu yang menjadi hambatan utama bagi pengembangan sektor ini adalah keterbatasan sumberdaya finansial. Penyebab keterbatasan swnberdaya fmansial ini dapar dilihat dari dna sisi yaitu karakteristik pertanian itu sendiri dan perbankan sebagai lembaga kenangan formal. Karakteristik usaha pertanian yang menjadi penyebab antara lain, letak lokasi yang berada di!uar jangkauan lembaga keuangan formal, pengelolaan bersifat tradisional dan tingkat pengetahuan pelaku usaha pertanian yang masih terbatas. Sedangkan dari sisi lembaga keuangan, pihak perbankan saat ini belum sepenuhnya mendukung sektor pertanian karena hambatan struktural dan kultural. Hambatan struktural adalah adanya peraturan perbankan konvensional, seperti keharnsan memberikan agunan sebagai jaminan dan tata cara permohonan kredit yang berbelit-belit sehingga hampir tidak mungkin dapat dipenuhi petani. Pada
61
Akhirnya, perbankan justu menganggap sektor pertanian tidak bankable. Sementara itu jika dilihat dari kultural, pada umumnya kondisi riil masyarakat petani yang kurang memiliki kemampuan baca tulis menjadi salah satu hambatan. Perbankan syariah hingga kini belum memprioritaskan untuk menjadi pemilik/penyewa lahan sehingga skim Muzara'ah dapat dijalankan oleh Bank. Kalan permodalan tidak menjadi masalah bagi Bank Syariah (karena Bank Syariah memang berperan sebagai Shahibul Maal). Namun jika harus memiliki lahan, banyak pertimbangan dari sisi bisnis, misalkan: Akuntansi, Pajak, Manajemen, Sun1ber Daya Manusia dll. Namun tetap peluang penerapan sistem Muzara 'ah tetap ada terlebih kalau kita lihat petani adalah nasabah Spiritual (Visi Bank Muamalat: Dominan di Pasar Spiritual) yang notabene merniliki nilai-nilai religius yang taat,.terlebih lagi jaringan-jaringan yang dimiliki oleh Bank Mua'amalat Indonesia saat ini masuk kedalamjajaran perbankan yang memiliki outlet terbanyak antara lain: a. Memiliki 1800 kantor (Bank Muamalat & Kantor Pos yang tersebar ke pelosok2 di Indonesia). b. Produk tabungannya bisa diakses di semua A TM & Merchant Debet BCA c. Layanan Phone Banking 24 jam d. ATM Mobile melalui operator seluler Telkomsel Namun melihat risiko-risiko baik risiko alan1, sumber daya manusia yang belum memadai maupun faktor regulasi (pemerintah) di atas maka bagi Bank Muamalat Indonesia belun1 bisa mengembangkan portofolio sektor pertanian apalagi dengan menggunakan skim barn.
62
Dibalik itu semua Indonesia adalah negara agraris, sehingga sektor pertanian tetap akan menjadi harapan di masa depan, sedangkan para petani mayoritas merupakan komunitas religius sehingga Bank Muamalat akan sangat tepat jika bergandengan tangan dengan petani dalam mengejar visi dan misi Bank Mua'amalat Indonesia. Petani merindukan lembaga keuangan yang berkeadilan, Bank Muamalat harus dan akan dominan di pasar spiritual. Sebagai mana sesuai dengan Visi Bank MuamaJat Indonesia "Menjadi Bank Syariah Utama di Indonesia, Dominan di Pasar Spiritual dan dikagumi di Pasar RasionaI" serta Misi Bank Muamalat Indonesia: Menjadi role model lembaga keuangan syariah dunia yang menekankan pada a. Semangat kewirausahaan b. Keunggulan Manajemen c. Orientasi Investasi yang Inovatif ..untuk memaksimalkan Nilai kepada Stake Holder Misi ini jelas menggambarkan betapa Bank Muamalat memiliki peranan yang strategis daJam pemberdayaan ummat (mayoritas petani) dan sektor pembangunan (pertanian) yang menjadi concern seluruh komponen bangsa ini.
63
BABV
KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan I. Sistem Mu::iJra ·ah adalah Pengolahan lahan orang lain. paroan sawah dengan memperoleh setengah, sepertiga, seperempat, lebih tinggi atau lebih rendah sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak dengan bibitnya boleh dari pemilik lahan atau dari penggarap lahan. Dengan rukun menurut Jumhur Ulama: Pemilik Lahan, Petani Penggarap, Objek MuziJra 'ah serta !jab dan
Qobul. Dengan Syarat-syarat: Adanya orang yang berakad, Benih yang akan ditanam, Lahan yang dikerjakan, Hasil yang akan dipanen, Jangka waktu berlakunya akad. 2. Ada banyak sistem pertanian yang di gunakan masyarakat diantaranya Sistem Sewa, Sistem Pemilik sekaligus Penggarap, Sistem Bagi Hasil dengan Investor, Sistem Paparoan, Sistem Nyeblok. Dari sistem pertanian yang digunakan di masyarakat tersebut terlihat bahwa dalam pelaksanaan sistem pertanian di masyarakat ada yang telah sesuai dengan syariat Islam, diantaranya sistem Bagi Hasil dengan Investor, Sistem Paparoan, serta Sistem Nyeblok. Sehingga sangat memungkinkan jika sistem tersebut diterapkan sebagai produk Perbankan Syariah. 3. Produk pembiayaan syariah yang dapat diterapkan pada usaha agribisnis antara lain. Mudharabah, Musyarakah, Bai' Murabahah, Bai' Istishna, Bai'
Salam, Musyaqoh Dan Jjarah (sewa).
64
4. Dalam
menerap~an
berbagai
kendala.
sistem muzara'ah di Bank Syariah masih nienghadapi Salah
satu
yang
menjadi
'1ambatan
utama
bagi
pengembangan sektor ini adalah keterbatasan sumberclaya finansiaf. Penyebab lceterbatasan sumberdaya finansial ini dapa) dilihat dari dua sisi yaitu karakteristik pertanian itu sendiri dan perbankan S\"bagai lembaga keuangan formal. Karakteristik usaha pertanian yang menjadi penyebab antara lain, letak lokasi yang berada diluar jangkauan lembaga keuangan fonnal, pengelolaan bersifat tradisional dan tingkat pengetahuan pelaku usaha pertanian yang masih terbatas. Sedangkan dari sisi lembaga keuangan, pihak perbankan saat ini belum sepenuhnya mendukung sektor pertanian karena hambatan strnktural dan kultural. Hambatan struktural adalah adanya peraturan perbankan konvensional, seperti keharusan memberikan agunan sebagai jaminan dan tata eara permohonan kredit yang berbelit-belit sehingga hampir tidak mungkin dapat dipenuhi petani. Pada Akhirnya, perbankan justru menganggap sektor pertanian tidak bankable. Sementara itu jika dilihat dari kultural, pada umumnya kondisi riil masyarakat petani yang kurang memiliki kemampuan baca tulis menjadi salah satu hambatan. Perbankan syariah hingga kini belum memprioritaskan untuk menjadi pemilik/penyewa lahan sehingga skim Muziira 'ah belum dapat dijalankan oleh Bank. Kalau permodalan tidak menjadi masalah bagi Bank Syariah (karena Bank Syariah memang berperan sebagai Shiihibul Mii[). Namun jika harus memiliki lahan, banyak
pertimbangan
dari
sisi
bisnis,
Manajemen, Sumber Daya Manusia di!.
misalkan:
Akuntansi,
Pajak,
65
B. Saran
1. Untnk Pemerintah Sebagai pemegang regnlasi, diharapkan pemerintah (BI) untuk lebih concern dalam
meningkatkan
permodalan
untuk
sektor
pertanian
sehingga
pertumbuhan pertanian di Indonesia akan meningkat.
2. Untuk Bank Syariah Sebagai pelaksana sistem Perbankan Syariah untuk terus mengembangkan produk-produk yang sesuai dengan Syariah dan kebutuhan masyarakat serta lebih menjadi solusi bagi para petani yang membutuhkan permodalan guna mengembangkan usaha mereka.
3. Untuk Masyarakat Umum Amanah untuk mensosialisasikan Perbankan Syariah tidak hanya berada pada Bank Syariah, namun dukungan berbagai macam elemen masyarakatpun akan menjadi tonggak pertumbuhan sistem Perbankan Syariah
4. Untuk Peneliti Agar terus menganalisis terhadap perkembangan produk-produk Perbankan Syariah sehingga benar-benar sesuai dengan nilai Syariah.
66
DAFTARPUSTAKA
Al- Quran Al-Kariim Antonio, M. Syafi'i. Bank Syari 'ah bagi bankir & Praktisi Keuangan. Jakarta: Bl dan Tazkia Institut, 1999.
- - - - - -, Bank Svari'ah Wacana Ulama dan Cendikiawan. Jakarta: BI dan Tazkia Institut, 1999.
_ _ _ _ _ _, Bank Syariah dari Toeri ke Praktek. Jakmta: PT. Gema lnsani p·ess beke1jasama dengan Tazkia Cendikia, 3002 _ _ _ _ _ _., Bank Syariah Suatu Pengenalan Umum. Jakmta: Bl dan Tazkia Jnstitut. 1999. Asti11ri, 1 Si!ptana, "Prospek Pembiayaan Syariah untuk Sektor Pertanian". Artikel diakses pada 14 Mei 2007 dari http://www. Pse. Litbang. Deptan. go. Id. Az- Zuhaiii, Wahbah. al- Fiqh al- Islam wa Adilatuhu. Beirut: Dar al- Fikr. Chapra, M. Umer, Islam dan Tantangan Ekonomi, Jakarta: PT. Gema Insani Press, 2000.
"Muziira 'ah" Dalam buku Abdul Aziz Dahlan , dkk, ed., Islam, vol 2. Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Boeve, h. 74
Ensiklopedia Hukum
Skim Pola Pembiayaan Syariah untuk Usaha Sek.tor Pertanian, Jakarta: Pusat Pembiayaan Pertanian Departemen Pertanian 2007 Hafiduddin, KI-I. Didin, Islam Aplikatif, Jakarta: Bina Insani, 2003 Ibrahim, Quthb, Kebijakan Ekonomi umar bin Khauab, Jakarta: Pustaka Azzam, 2002. lslahi, A. A., Konsepsi Ekonomi Ihm; Taimiyah, Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1997 Juoro, Umar, Pembangunan Ekonomi Nasional, Bekasi: PT. Intermasa, 1997 Karim, Adiwarman, Bank Islam, Jakarta: Rajawali Press, 2004.
Laporan Perkembangan Bank Syariah tahun 2005, Jakarta: Bank Indonesia (Bl), 2005
67
Muhammad, Manajemen Pembiayaan Bank Syariah, Manajemen Perusahaan YKPN, 2005.
Yogyakarta:
Akademi
Muhammad bin Ismail al- Bukhari, Abu Abdullah, Shahih Bukhari Beirut Lubnan: Dar al- Fikr, 1994 M./1414 H. Nasroen, Harun, Fiqh Muamalah, Jakarta: Gema Media Pratama, 2000. Rahman, Afaalur, Doktrin Ekonomi Islam, terjemahan Soeroso, Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf, 1995.
_ _ _ _ _ _ ,Muhammad sebagai seorang Pedagang, Jakarta: Penerbit Yayasan Swara Bhumy, 1995 Sabiq, Sayid, Fiqih Sunnah, Beirut: Dar al- Fikr, 1983. Saefudin, Ahmad M, Ekonomi dan Masyarakat,
Jakaiia: Rajawali Pers, 1987.
Suhendi, I-I. Hendi, Fiqh Muamalah, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002. Soekartawi, Agribisnis, Teori dan Aplikosinya, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2001.
"Profile Bank Muamalat Indonesia" Artikel diakses pada 15 Mei 2007 dari http://www. Bank Muamalat Indonesia. co. Id "Profile Bank Syariah Mandiri" Aliikel diakses pada 15 Mei 2007 dari http://www. Bank Syariah Mandiri. co. Id "Profi/ePKES" Artikel diakses pada 15 Mei 2007 dilli http://www. pkes .org.
LAMP IRAN
68
6!J
Lampiran I
HASIL WAWANCARA (Dengan BM! (Bank Muamalat Indonesia)
Wawancara dilakukan terhadap pihak yang mewakili BMI (Bank Muamalat Indonesia) yang diwakili oleh Bapak Nu'man Chupriyadi. Selaku Manajer Marketing Bank Mualama!at Indonesia pada tanggal 26 April 2007. Berikut di bawah ini adalah hasil wawancara dengan pihak BMI (Bank Mua!amat Indonesia): 1. Penulis : Bagaimanakah Bank Muama!at Indonesia melihat pertanian di
Indonesia, dan Bagaimana prospeknya? Bapak Nu'man Chupriyadi: Kami melihat bahwa sector pertanian di Indonesia dari sisi perbankan syariah sangat dilematis, dari satu sisi sangat bersesuaian antara kemaslahatan mendukung sektor pertanian yang secara syar'i keberkahan rezeki jelas ada disana (turut memelihara kehidupan) tetapi dari sisi seba!iknya secara perbankan memiliki risiko yang sangat tinggi dibandingkan dengan sektor lain, seperti: I. a. Risiko Alam, Iklim yang tidak menentu maupun bencana a!am yang sering terjadi. b. Sumber Daya Manusia yang kuat da!am hal jumlah namun sangat lemah da!am kualitas. Persoa!an SDM ini selain andil utama dalan1 kerusakan iklim secara makro dan mikro (penggunaan sarana produksi anorganik yang berlebihan), juga da!am tata usa!ia pertanian da!am berbagai bidang: kua!itas dan ketersediaan
benih,
mana3emen,
pembukuan,
pemasaran,
networking,
transportasi/distribusi, pasca panen dll. 2. Faktor Regulasi (Pemerintah) Political will dalam sektor pertanian masih sangat lemah. Terbukti berbagai
regulasi dalam sektor pertanian tidak berjalan mulus di tingkat lapangan, bahkan untuk pemenuhan kebutuhan sangat dasar bagi rakyat saja masih banyak terjadi permainan (contohnya Beras). 2. Penulis : Produk apakah yang digunakan dalam membiayai sektor pertanian? Bapak Nu'man Cbupriyadi: Yang Idealnya produk yang dikembangkan dalam sektor pertanian adalah produk penanaman dana Bai' As-Salam. Namun produk
ini belum bisa dikembangkan karena faktor-faktor diatas tadi, petani menerima dana di muka secara keseluruhan sangat rawan side streaming, demikian juga selama masa budidaya rawan penyimpangan dalam pemenuhan pesanan sesuai kesepakatan di muka, karena pendampingan kepada petani agar kesepakatan dipenuhi oleh petani tentu saja membutuhkan man power yang cukup banyak dan cukup qualijled.Sehingga Bank Syariah untuk sektor pe11anianpun masih banyak menggunakan skim Bai' a/-Murabahah atau Syirkah (Mudharabah!Musyarakah). Sektor Pertanian yang banyak mendapatkan pembiayaan dari Bank Muamalat Indonesia adalah untuk perkebunan kelapa sawit. Mengingat risikonya tidak terlalu besar, namun return-nya relatif paling jelas (baik pasar lokal maupun ekspor). 3. Penulis : Bagaimana mekanisme pembiayaan tersebut?
Bapak Nu'man Chupriyadi : Skim Murabahah adalah skim jual beli dengan
pembayaran angsur untuk sarana produksi pertanian. Sedangkan Syirkah diberlakukan unruk pembiayaan proyek atau program pertanian yang jangka waktunya jelas serta termin dalam siklus usahanya pendek-pendek (misalnya bulanan). Yang agak repot adalahjika membiayai proyek/program pertanian yang masa panennya masib lama (misalkan beberapa tahun kemudian baru menghasilkan) sedangkan pihak Bank barns mendapatkan return per bulan, maka diperlukan kebati-batian dalam mencari solusi karena Bank Syariab memiliki risiko Perbankan dan risiko Syariah dalam waktu yang bersamaan. 4. Penulis : Sistem Muzara'ah adalah kerjasama pengolahan pertanian antara pemilik Jaban dengan penggarap di mana pemilik lahan memberikan lahan pertanian kepada si penggarap untuk ditanami dan dipelibara dengan imbalan bagian tertentu (persentase) dari basil panen, dengan skema sebagai berikut Penggarap
Pemilik Laban
Laban Pertanian
•
•
• •
Lah an Benih Pupuk
HasiJPanen
• Keahlian •Tenaga • Waktu
Dsb .
Bagi Hasil
Sesuai
Bagaimanakah Bank Bank Muamalat Indonesia melibat hal ini?
Bapak Nu'man memprioritaskan
Chupriyadi untuk
:
menjadi
Perbankan
Sya:riah hingga kini
pemilik/penyewa lahan.
Sehingga
belum skim
Muzara'ah dapat dijalankan oleh Bank. Kalau permodalan tidak menjadi masalah Bank Syariah (karena Bank Syarial1 memang berperan sebagai Shahibul Maal). Namun jika harus memiliki lahan, ban yak pertimbangan dari sisi bisnis, misalkan: Akuntansi, Pajak, Manajemen, Sumber Daya Manusia, dll. 5. Pennlis : Adakah peluang sistem Muzara'ah ini diterapkan di Bank Bank Muamalat Indonesia? Bapak Nu'man Chupriyadi : Peluang penerapan sistem Muzara 'ah tetap ada terlebih kalau kita lihat petani adalah nasabah Spiritual (Visi Bank Muamalat: Dominan di Pasar Spiritual) yang notabene memiliki nilai-nilai religius yang taat, namun melihat risiko-risiko di atas maka bagi Bank Muamalat Indonesia ini belum bisa mengembangkan portofolio sector pertanian apalagi dengan skim barn. 6. Penulis : Kendala apakah yang dihadapi Bank Bank Muamalat Indonesia dalam menerapkan sistem Muzara'ah? Bapak Nu'man Cbupriyadi: Jawaban sudah ada di alas. 7. Penulis : Perangkat apa saja yang harus dimiliki oleh Bank Bank Muamalat Indonesia dalam menerapkan sistem Muzara 'ah? Bapak Nu'man Chupriyadi : Dari jaringan-jaringan yang dimiliki oleh Bank Mua'amalat Indonesia saat ini masuk kedalam jajaran perbankan yang memiliki outlet terbanyak antara lain:
a. Memiliki 1800 kantor (Bank Muamalat & Kantor Pos yang tersebar ke pelosok-pelosok daerah di Indonesia). b. Produk tabungannya bisa diakses di semua ATM & Merchant Debet BCA c. Layanan Phone Banking 24 jam d. ATM Mobile melalui operator seluler Telkomsel Sedangkan untuk skim Muzara'ah itu sendiri tinggal regulasi dari pemerintah sendiri agar tidak memberatkan kepada Bank Syariah yang akhirnya akan membebani petani. Terutama Bank Indonesia dan Direktorat Perpajakan. 8. Penulis : Apa visi dan misi Bank Bank Muamalat Indonesia ke depan di sektor pertanian? Bapak Nu'man Cbnpriyadi : Visi Bank Muamalat Indonesia "Menjadi Bank Syariah Utama di Indonesia, Dominan di Pasar Spiritual dan dikagumi di Pasar Rasional" serta Misi Bank Muamalat Indonesia: Menjadi role model Iembaga keuangan syariah dunia yang menekankan pada a. Semangat kewirausahaan b. Keunggulan Manajemen c. Orientasi Investasi yang Inovatif untuk memaksimalkan Nilai kepada Stake Holder Misi ini jelas menggambarkan betapa Bank Muamalat memiliki peranan yang strategis dalam pemberdayaan ummat (mayoritas petani) dan sektor pembangunan (pertanian) yang menjadi concern seluruh komponen bangsa ini.
Lampiran II
HASIL WAWANCARA. (Dengan PKES (Pusat Komunikasi Ekonomi Syariah)
Wawancara dilakukan terhadap pihak yang mewakili PKES (Pusat Komunikasi Ekonomi Syariah) diwakili oleh Bapak Hasan Ali, M. Ag. Selaku tim penulis di PKES (Pusat Komunikasi Ekonomi Syariah) pada tanggal 2 Oktober 2007. Berikut di bawah ini adalah basil wawancara dengan pihak PKES; !. Penulis
: Bagaimanakah Bapak melihat pertanian di Indonesia? Apa
penyebabnya? Bpk. Hasan Ali: Saya melihat bahwa pertanian di Indonesia kurang berkembang, ha! ini dilatar belakangi salah satunya karena minimnya permodalan yang diberikan oleh lembaga keuangan (Bank) di sektor pertanian. 2. Pcnulis : Produk apakah yang digunakan dalam membiayai sektor pertanian pada ·· Bank Syariah? Bpk. Hasan Ali: Produk yang digunakan dalam membiayai sektor pertanian adalah produk Mudharabah, tidalc menggunakan produk Muzara 'ah secara langsung,
karena pada prinsipnya yang digunakan Muzara 'ah
dengan
Mudharabah ada kesamaan.
3. Pcnulis: Apa penyebab minimnya permodalan di sektor pertanian? Bpk. Hasan Ali: Penyebabnya adalab masih tingginya risiko di sektor pertanian
tersebut, namun jika ada yang mampu memberikan penawaran yang bagus, tidak
menutup kemungkinan Jembaga keuangan akan memberikan modal. Karena bcara mengenai pertanian tidak hanya sebatas tanan1an padi tapi kuga perkebunan maupun perikanan
4. Penulis: Secara Ufl1Ufi1 apa fungsi dari PKES? Bpk. Hasan Ali: adalali Jembaga near Jaba semacam LSM yang memiliki fungsi untuk mensosialisasikan ekonomi syariali kepada masyarakat. Karena pada kenyataannya masih banyak masyarakat yang bekum memaliarni tentang ekonomi syariali, baik pada tatanan konsep fiqh maupun kontekstualnya. Sehingga PKES memiliki Visi "Terwujudnya masyarakat yang memaliami, meyakini dan menerapkan
ekonomi
syariali
secara
menyeluruh
(kajfah)"
dan
misi
"Menghimpun dan memberdayakan segenap potensi demi terciptanya kerjasama dan sinergi antar anggota dalam bidang sosialisasi dan komunikasi ekonomi syariali,Mensosialisasikan dan mengkomunikasikan ekonomi syariali kepada masyarakat secara efektif dan efisien serta Mendorong peningkatan peran dan kualitas Jembaga keuangan dan ekonomi syariali melalui upaya-upaya komunikasi yang terpadu 5. Penulis : Apa yang dilakukan oleh PKES dalam mensosialisasikan ekonomi syariali? Bpk. Hasan Ali: Upaya yang dilakukan oleh PKES dalam mensosialisasikan Ekonomi Syariall melalui media cetak maupun elektronik. Ada pula melalui seminar, talk show, dll
MUAM/\LAT fNSTITUTE SURAT KETERANGAN RISET No: 15/ PERP/ MI/ III/ 2008
}l.ssafamu 'a/ail(um Warafimatullalii Wa6arali!zatuli
Sesuai dengan surat perrnohonan riset dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah mahasiswa yang datanya sebagai berikut:
Nama
: Ahmad Rifa'i
NPM/NIRM
: 103046128212
Jurusan
: Muamalat Ekonomi Islam
Fakultas
: Syariah dan Hukum
Jenjang/Strata
: 51
Judul Skripsi
: Kendala dan Tantangan Penerapan Sistem Muzara'ah Di Bank Syariah
TELAH SELESAI melaksanakan kegiatan Penelitian/ Riset tentang PT. Bank Syariah Muamalat Indonesia, Tbk dengan judul tersebut di atas. Pemeriksaan skripsi hanya dilakukan oleh Dosen Pembimbing dan Dosen Penguji, tidak dilakukan olel} pihak PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk.
Demikian Surat Keterangan ini dibuat untuk digunakan seperlunya oleh pihak-pihak yang terkait dengan kegiatan riset tersebut.
u 'ataif(um 'Waralimatu/lalii 'Wa6araf(atuli 05 Maret 2008 / 27 Shafar 1429 H
AMA LAT INST !TUTE askur S.Si Resear h Officer
II ke S pusat komunikasi ekonomi syariah
SURAT KETERANGAN No. Oll/DE-PJ<ES/l/2008
Yang bertanda tang an di bawah 1ni menerangkan bahwa: Narna : Ahmad Rivai : JI. Anggrek Rt. 004/02 Cipondoh, l
Jakarta, 22 Januari 2008 13 Muharram 1429 1-1
Pusat Komunikasi Ekonomi Syariah