REVISI AMPELOCISSUS (VITACEAE) DI SUMATERA
SYADWINA HAMAMA DALIMUNTHE
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul “Revisi Ampelocissus (Vitaceae)” di Sumatera adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Agustus 2016 Syadwina Hamama Dalimunthe NIM G353130421
RINGKASAN SYADWINA HAMAMA DALIMUNTHE. Revisi Ampelocissus (Vitaceae) di Sumatera. Dibimbing oleh TATIK CHIKMAWATI dan ELIZABETH ANITA WIDJAJA. Sumatera merupakan wilayah yang kaya akan hutan hujan tropis yang menjadi habitat utama tumbuhan merambat, termasuk marga Ampelocissus. Ampelocissus memiliki ciri rambut berwarna putih hingga merah di seluruh permukaan tumbuhan, sulur pada tangkai perbungaan, perbungaan malai hingga tirsus, bunga berbilangan 4-5, cakram bunga beralur 5-10, dan potongan melintang biji berbentuk huruf T. Publikasi mengenai konsep jenis dan marga Ampelocissus sangat berkembang, tetapi kajian Ampelocissus secara lengkap dan rinci di Sumatera belum pernah dilakukan. Studi tentang permasalahan taksonomi marga ini diperlukan dengan pengkajian morfologi dan anatomi, khususnya mengenai konsep jenis, keanekaragaman, dan distribusi spasial marga Ampelocissus di Sumatera. Prosedur penelitian mengikuti standar revisi dan pengambilan sampel mengikuti metode jelajah flora. Sebanyak 71 nomor koleksi Herbarium Bogoriense (BO), 12 nomor koleksi eksplorasi di Pulau Sumatera, serta potretpotret spesimen holotype diamati. Preparat sayatan paradermal disiapkan dengan metode Cutler dan preparat sayatan melintang disiapkan dengan teknik potongan beku (freeze sections technique). Sebanyak 25 ciri morfologi digunakan dalam analisis hubungan keserupaan dengan koefisien simple matching, dan menggunakan metode pengelompokan UPGMA (Unweighted Pair Group Method with Arithmetic Mean). Sepuluh jenis dan satu varietas Ampelocissus ditemukan di Pulau Sumatera. Tujuh jenis sesuai diidentifikasi sesuai dengan studi sebelumnya, meliputi A. arachnoidea Planch., A. gracilis (Wall.) Planch., A. imperialis (Miq.) Planch., A. korthalsii Planch., A. ochracea (Teijsm. & Binn.) Merr., A. polythyrsa (Miq.) Gagnep., dan A. thyrsiflora (Blume) Planch. Tiga jenis dan satu varietas merupakan rekaman baru, A. elegans (Kurz) Gagnep., A. filipes Planch., A. rubiginosa Lauterb., dan A. ochracea var. trilobata Merr. Setiap jenis Ampelocissus dibedakan atas beberapa ciri morfologi, yaitu tipe indumentum; tipe, bentuk, pangkal, tepi, dan pertulangan daun; bentuk daun penumpu; keberadaan dan ukuran daun pelindung; tipe perbungaan, bentuk kuncup bunga, dan tipe pelekatan kepala sari. Pengamatan anatomi dilakukan terhadap sepuluh jenis Ampelocissus di Sumatera, sedangkan jenis A. korthalsii tidak dapat diamati. Antara jenis Ampelocissus bervariasi pada beberapa ciri anatomi, meliputi bentuk dinding antiklinal sel epidermis adaksial dan abaksial, jumlah lapisan jaringan tiang, bentuk epidermis atas, tebal daun, keberadaan papila, tipe dan bentuk kristal kalsium oksalat, serta kedudukan stomata pada sisi abaksial daun. Jenis-jenis Ampelocissus di Pulau Sumatera ditemukan pada ketinggian 51400 m dpl, yang tersebar dari utara, selatan hingga wilayah kepulauan di Sumatera. Ampelocissus thyrsiflora merupakan jenis yang memiliki persebaran terluas di Sumatera.
Analisis gugus Ampelocissus di Pulau Sumatera berdasarkan 25 ciri morfologi menunjukkan koefisien kemiripan 0.35-0.96. Marga Ampelocissus terbagi menjadi tiga kelompok besar pada koefisien 0.55. Jenis-jenis Ampelocissus memisah berdasarkan ciri habitus, tipe daun, bentuk daun, keberadaan daun pelindung, tipe perbungaan, bentuk dan keberadaan indumentum kuncup bunga, serta tipe pelekatan kepala sari. Analisis gugus Ampelocissus di Pulau Sumatera berdasarkan 16 ciri anatomi menunjukkan koefisien kemiripan 0.48-0.81. Gugus yang ditentukan oleh ciri anatomi memiliki kesamaan dengan gugus berdasarkan ciri morfologi. Ciri anatomi merupakan ciri tambahan untuk membedakan jenis-jenis dalam marga Ampelocissus. Ciri anatomi yang memiliki nilai taksonomi penting adalah tipe bentuk dinding antiklinal, tipe rambut, keberadaan papila, dan tipe kristal oksalat. Kata kunci : anatomi, hubungan keserupaan, morfologi, sebaran
SUMMARY SYADWINA HAMAMA DALIMUNTHE. Revision of Ampelocissus in Sumatra. Supervised by TATIK CHIKMAWATI and ELIZABETH ANITA WIDJAJA. Sumatra is known as a rich region with tropical rain forests where the main habitat of vines plant, including Ampelocissus is present. Ampelocissus characterized by white to red-colored trichomes, a tendril on inflorescense, cyme to thyrse inflorescense, 4-5 merous flowers, 5-10 ridge on floral disc, and Tshaped on seed cross section. The publications on species and genus concept of Ampelocissus are highly developed, yet the study of Sumatran Ampelocissus has not been undertaken. The study of Ampelocissus taxonomic aspect is necessary to be carried out by observing the morphological and anatomical characters, especially the species concept, diversity, and spatial distribution of Ampelocissus in Sumatra. The study followed the standard procedure of taxonomic revision. A total 71 collection numbers of Herbarium Bogoriense specimens, 12 collection numbers collected during Sumatra exploration, and several holotype specimen photographs were observed. Paradermal section was prepared using Cutler procedure while the transversal section was done using freeze sections technique. Anatomical study was observed on ten species of Sumatran Ampelocissus. As many as 25 morphological characters were used to analyze the similarity relationship based on simple matching coefficient, using UPGMA clustering method. Ten species and one variety of Ampelocissus are found in Sumatra. Seven species known from previous study, i.e.: A. arachnoidea (Hassk.) Planch., A. gracilis (Wall.) Planch., A. imperialis (Miq.) Planch., A. korthalsii Planch., A. ochracea (Teijsm. & Binn.) Merr., A. polythyrsa (Miq.) Gagnep., and A. thyrsiflora (Blume) Planch. Three species and one variety are new records, i.e.: A. elegans (Kurz) Gagnep., A. filipes Planch., A. rubiginosa Lauterb., and A. ochracea var. trilobata Merr. Morphologically, Ampelocissus species was distinguished by several characters, i.e.: indumentum type; leaf type, shape, base, margin, venation of leaves; stipule shape; bractea presence and size; inflorescence types, flower bud shape, and anther attachment type. Among Ampelocissus species varied in several anatomical characters, i.e.: the shape of abaxial and adaxial anticlinal epidermal cell wall, number of palisade cell, shape of upper epidermal cell, leaf thickness, the presence of papilla, type and shape of calcium oxalate crystals, and stomatal position in abaxial leaves. Ampelocissus species in Sumatra were found at 5-1400 m asl and distributed from northern to southern part of Sumatra as well as the archipelago region of Sumatra. Ampelocissus thyrsiflora showed the widest distribution on Sumatra. Cluster analysis of Ampelocissus in Sumatra based on 25 morphological characters showed similarity coefficient of 0.35-0.96. Ampelocissus is divided into three major groups at similarity coefficient of 0.50. Ampelocissus species were classified based on several characteristics, i.e.: habits, leaf type, leaf shape, the
presence of bract, inflorescene type, shape and presence of indumentum in flower bud, and anther attachment type. Cluster analysis of Ampelocissus in Sumatra based on 16 anatomical characters showed similarity coefficient of 0.48-0.81. The cluster based on anatomical characters can be used as additional tools to distinguish among species in Ampelocissus. The anatomical characters with high taxonomic value are shape of anticlinal epidermal cell wall, type of hair, the presence of papilla, the type and shape of calcium oxalate crystals. Keywords: anatomy, distribution, morphology, similarity
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
REVISI AMPELOCISSUS (VITACEAE) DI SUMATERA
SYADWINA HAMAMA DALIMUNTHE
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Biologi Tumbuhan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
Penguji luar komisi: Prof Dr Mien A Rifai MSc
Judul Tesis : Revisi Ampelocissus (Vitaceae) di Sumatera Nama : Syadwina Hamama Dalimunthe NIM : G353130421
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Dr Ir Tatik Chikmawati MSi Ketua
Prof Dr Elizabeth A Widjaja MSc Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi Biologi Tumbuhan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr Ir Miftahudin MSi
Dr Ir Dahrul Syah MScAgr
Tanggal Ujian: 21 Juni 2016
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih dalam penelitian ini adalah Revisi Ampelocissus (Vitaceae) di Sumatera. Penelitian ini berlangsung dari bulan Juli 2014 hingga Juli 2015. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr Ir Tatik Chikmawati MSi dan Prof Dr Elizabeth Anita Widjaja MSc selaku pembimbing yang telah banyak memberikan nasihat, saran serta bimbingan. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada bapak dan ibu pengajar Biologi Tumbuhan (BOT) atas semua ilmu, pengalaman, bimbingan, dan nasihat selama ini. Terima kasih kepada Dirjen Pendidikan Tinggi (DIKTI) atas pemberian Beasiswa Pendidikan Pascasarjana Dalam Negeri (BPP-DN) 2013, International Association of Plant Taxonomy (IAPT) 2014 atas beasiswa eksplorasi, pihak-pihak Taman Nasional dan Balai Konservasi Sumber Daya Alam atas perizinan penelitian. Ucapan terima kasih untuk teman-teman Biologi Tumbuhan angkatan 2013 atas kebersamaan, kecerian, kehangatan dan semangat yang telah diberikan. Terima kasih kepada Bapak Tri Harsono, Yusran, Junior, Dewi, Yeni, Lias, Septy, Evan, Hariri, dan Dwi yang telah membantu pekerjaan di lapangan. Ucapan terima kasih penulis berikan kepada orang tua (Bapak Syamsul Bahri Dalimunthe dan Ibu Nazimah AR), abang Ahriza Falahi, kakak Jehan Novida, Julia Layla, Rahma Laysa, Yumna Sofia, serta adik Fathi Ahmad atas segala do’a, kasih sayang, semangat, dan dukungannya selama ini. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan.
Bogor, Agustus 2016 Syadwina Hamama Dalimunthe
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian
1 1 3
2 TINJAUAN PUSTAKA Vitaceae Ampelocissus Taksonomi Ampelocissus Anatomi Vitaceae
4 4 5 6 8
3 METODE PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian Bahan Prosedur Penelitan Pengamatan Morfologi Pengamatan Anatomi
9 9 10 10 11 12
4 HASIL DAN PEMBAHASAN Variasi Ciri Morfologi Organ Vegetatif Variasi Ciri Morfologi Organ Generatif Variasi Ciri Anatomi Daun Pengelompokan Jenis-jenis Ampelocissus Sebaran Sintesis Taksonomi Ampelocissus Taksonomi Ampelocissus Planch. Kunci Identifikasi Morfologi Marga Ampelocissus Kunci Identifikasi Anatomi Marga Ampelocissus Deskripsi Jenis-jenis Ampelocissus di Sumatera
14 14 19 22 31 34 36 37 38 39 39
5 SIMPULAN
62
DAFTAR PUSTAKA
63
RIWAYAT HIDUP
66
DAFTAR TABEL 1 Ciri morfologi marga Ampelocissus yang digunakan dalam analisis keserupaan 2 Ciri anatomi marga Ampelocissus yang digunakan dalam analisis keserupaan 3 Variasi ciri morfologi marga Ampelocissus di Sumatera 4 Variasi ciri anatomi marga Ampelocissus di Sumatera 5 Perbandingan morfologi jenis A. imperialis dan A. ochracea
11 13 16 24 51
DAFTAR GAMBAR 1 Ilustrasi morfologi suku Vitaceae (Cissus erosa). A= daun dan bagian batang bersulur, B= batang dengan daun dan perbungaan, C= perbungaan, D= kuncup bunga, E= kelopak bunga, F= bunga dengan benang sari (antepetalous), G= ovarium, H= kepala sari, I= bakal buah dan cakram (pada beberapa jenis), J= perbuahan, K= biji, bagian abaksial dengan kalazal pada bagian tengah, L= biji, tulang biji (raphe) dan dua alur pada bagian tengah (Wen 2007) 2 Bentuk potongan melintang biji suku Vitaceae dan kerabat dekat. A. Leeaceae, B. Cissus, C. Vitis, D. Tetrastigma, E. Ampelocissus, F. Cayratia (Wen 2007) 3 Ciri morfologi marga Ampelocissus gracilis. A. batang dengan buah, B. bentuk perbungaan dan sulur, C. bunga, D. rambut halus pada permukaan tumbuhan (Yeo et al. 2013) 4 Bentuk kristal kalsium oksalat pada suku Vitaceae. A= bintang, B= jarum mempundi (Metcalfe dan Chalk 1950) 5 Lokasi pengambilan sampel penelitian di Pulau Sumatera. 1= Taman Nasional Gunung Leuser, 2= Taman Wisata Alam dan Cagar Alam Sibolangit, 3= Taman Hutan Raya Bung Hatta, 4= Taman Nasional Bukit Tiga Puluh, 5= Taman Nasional Kerinci Seblat, 6= Kabupaten Banyuasin, 7= Taman Nasional Way Kambas, 8= Provinsi BangkaBelitung 6 Tipe indumentum pada permukaan cabang Ampelocissus. A. wol, B. memasai, C. membulu sikat, D. menggimbal 7 Letak indumentum pada abaksial daun Ampelocissus. A. menutupi seluruh bagian, B. kosong pada tulang daun utama sekunder, C-D. hanya pada tulang daun utama dan sekunder 8 Morfologi daun marga Ampelocissus. A-B. Tipe daun: A. monomorfis bentuk menjantung, B. dimorfis, daun muda tunggal menjantung dan daun dewasa majemuk berbentuk bulat telur sungsang-asimetri, C. bentuk ujung daun. 1= runcing, 2= melancip, 3= bercuping, 4= bertaring, D. bentuk pangkal daun, 5= menjantung tumpang tindih, 6= menjantung terbuka, 7= menjantung terbuka menyegi
4
5
6 8
9 15
15
17
9 Morfologi daun majemuk marga Ampelocissus. A-D. bentuk daun dan jumlah pinak daun: A. bulat telur sungsang-asimetri berpinak tiga, B. bulat telur sungsang-asimetri berpinak lima, C. bulat melonjong lansetasimetri berpinak lima, D. bulat melonjong-asimetri berpinak lima, E. daun majemuk menjari kaki, F. daun dimorfis, G. bentuk ujung daun, H. bentuk pangkal daun. 1= menjari, 2= menjari kaki, 3= bertaring, 4= melancip, 5= runcing, 7= membaji, 8= menirus 10 Perbungaan. A-B. tipe perbungaan: A. malai, B. tirsus; C-D. Pelekatan kuncup bunga: C. duduk (sesil), D. bertangkai 11 Cabang perbungaan. A-B. jarak ruas: A. panjang, B. pendek; C-D. keberadaan daun pelindung: C. ada, D. tidak ada 12 Kuncup bunga. A-B. kedudukan: A. berhadapan, B. berkarang; C-D. keberadaan indumentum: C. wol, D. licin 13 Bentuk kuncup bunga. A. membulat, B. melonjong 14 Bentuk serta ukuran putik dan tangkai putik bunga. A. melonjong dan panjang, B. melonjong dan pendek, C. memipih dan pendek 15 Tipe pelekatan kepala sari. A. basifixed, B. dorsifixed 16 Bentuk dinding antiklinal sel epidermis adaksial. A. tidak beraturan bersegi, B. tidak beraturan membulat, C. berliuk 17 Bentuk dinding antiklinal sel epidermis abaksial. A. tidak beraturan membulat; B. tidak beraturan melonjong; C. tidak beraturan berliuk; D. berliuk bergelombang 18 Tipe rambut pada permukaan daun. A. adaksial daun, B-D. abaksial daun, sg= rambut kelenjar uniselular, sgm= rambut kelenjar multiselular; ss= rambut beruntun tunggal 19 Keberadaan papila pada stomata di permukaan abaksial. A. licin, B. berpapila rebah, C. berpapila tegak 20 Tipe rambut pada permukaan abaksial dan adaksial. A. permukaan adaksial dan rambut beruntun tunggal, B-D. permukaan abaksial, B. rambut beruntun tunggal, C. rambut kelenjar uniselular, D. rambut kelenjar multiselular 21 Ukuran ketebalan daun jenis Ampelocissus. A. tipis, B. tebal 22 Jumlah lapisan jaringan tiang daun Ampelocissus. A. satu lapis, B. dua lapis. 1= jaringan tiang satu lapis, 2= jaringan tiang dua lapis 23 Bentuk epidermis atas daun. A. tebal, B. tipis 24 Tipe kristal kalsium oksalat jarum. A. membundar, B. mempundi, C. menjarum 25 Bentuk stomata pada permukaan abaksial daun Ampelocissus. A. rata, B. rata berpapila, C. menonjol 26 Fenogram jenis Ampelocissus di Sumatera berdasarkan 25 ciri morfologi 27 Fenogram jenis Ampelocissus di Sumatera berdasarkan 16 ciri anatomi 28 Kisaran sebaran jenis-jenis Ampelocissus di Sumatera 29 Persebaran Jenis Ampelocissus di Sumatera. =A. arachnoidea; =A. elegans; = A. filipes; + = A. gracilis; = A. imperialis; =A. ochracea; = A. polythyrsa; = A. rubiginosa; =A. thyrsiflora; = = A. ochracea var. trilobata
18 20 20 21 21 22 22 23
25
25 27
28 28 29 29 30 30 31 33 35
36
30 Ampelocissus arachnoidea (Docters Van Leeuwen-Reijnvaan 5387). A. spesimen herbarium, B. bunga bertangkai 31 Sayatan paradermal dan melintang daun A. arachnoidea. A. rambut abaksial daun, B. stomata, C. dinding antiklinal sel epidermis, D. sayatan melintang, E. kedudukan stomata. 1= jaringan tiang satu lapis, dr= kristal kalsium oksalat bintang, k= kristal kalsium oksalat jarum, s= stomata, sg= rambut kelenjar uniselular, ss= rambut beruntun tunggal 32 Ampelocissus elegans (Teysmann s.n.). A. spesimen herbarium, B. kuncup bunga sesil, C. bagian-bagian bunga 33 Sayatan paradermal dan melintang daun A. elegans. A. permukaan adaksial daun, B. permukaan abaksial daun, C. stomata, D. sayatan melintang, E. kedudukan stomata. 1= jaringan tiang satu lapis, k= kristal kalsium oksalat jarum, s= stomata, sg= rambut kelenjar uniselular, ss= rambut beruntun tunggal 34 Ampelocissus filipes (JA Lorzing 4638). A. spesimen herbarium, B. kuncup bunga berindumentum, C. bagian-bagian bunga 35 Sayatan paradermal dan melintang daun A. filipes. A. dinding antiklinal sel epidermis adaksial daun; B. permukaan abaksial daun; C. sayatan melintang. 1= jaringan tiang satu lapis, k= kristal kalsium oksalat jarum, s= stomata, sg= rambut kelenjar uniselular, ss= rambut beruntun tunggal 36 Ampelocissus gracilis (W Takeuchi, E Sambas 18282). A. spesimen herbarium, B. bagian-bagian bunga, C. cakram dan kelopak bunga 37 Sayatan paradermal dan melintang daun A. gracilis. A. dinding antiklinal sel epidermis adaksial daun, B. permukaan abaksial daun, C. stomata, D. sayatan melintang, E. kedudukan stomata. 1= jaringan tiang satu lapis, dr= kristal kalsium oksalat bintang, k= kristal kalsium oksalat jarum, s= stomata, sg= rambut kelenjar uniselular, ss= rambut beruntun tunggal 38 Variasi tipe indumentum pada Ampelocisus gracilis. A. memasai, B. membulu sikat 39 Ampelocissus imperialis (Teysmann 597). A. spesimen herbarium 40 Sayatan paradermal dan melintang daun A. imperialis. A. dinding antiklinal adaksial daun, B. permukaan abaksial daun, C. sayatan melintang. 1= jaringan tiang satu lapis, k= kristal kalsium oksalat jarum, s= stomata, sgm= rambut kelenjar multiselular 41 Ampelocissus korthalsii (Korthals PW s.n.). Spesimen holotipe yang tersimpan di Herbarium Meise 42 Ampelocissus ochracea (CHNB s.n.). A. spesimen herbarium; B. kepala sari; C. variasi bunga berbilangan 3 43 Sayatan paradermal dan melintang daun A. ochracea. A. dinding antiklinal sel epidermis adaksial daun, B. permukaan abaksial daun; C. sayatan melintang. k= kristal kalsium oksalat jarum, s= stomata, sg= rambut kelenjar uniselular 44 Ampelocissus ochracea var. trilobata (W Takeuchi, Juprisi Zegar, Kolang Sihotang 18550). A. spesimen herbarium; B. daun pelindung; C. tangkai dan kepala sari; D. kelopak bunga menutupi kuncup bunga
40
40 41
42 43
44 45
46 46 47
48 49 50
51
52
45 Sayatan paradermal dan melintang daun A. ochracea var. trilobata. A. permukaan adaksial daun, B. permukaan abaksial daun, C. dinding antiklinal sel epidermis, D. stomata, E. kedudukan stomata, F. sayatan melintang. 1= jaringan tiang satu lapis, k= kristal kalsium oksalat jarum, s= stomata, sg= rambut kelenjar uniselular, ss= rambut beruntun tunggal 46 Ampelocissus polythyrsa (Teysmann s.n.). A. spesimen herbarium, B. kuncup bunga sesil, C. kepala sari dan tangkai sari dengan tipe pelekatan basifixed 47 Sayatan paradermal dan melintang daun A. polythyrsa. A. dinding antiklinal adaksial daun, B. permukaan abaksial daun, C. stomata, D. sayatan melintang, E. kedudukan stomata. 1= jaringan tiang satu lapis, k= kristal kalsium oksalat jarum, s= stomata, sg= rambut kelenjar uniselular, ss= rambut beruntun tunggal 48 Ampelocissus rubiginosa (Soepadmo 251). A. spesimen herbarium, B. daun, C. kuncup bunga berbentuk melonjong, D. kepala sari dan tangkai sari dengan tipe pelekatan dorsifixed 49 Sayatan paradermal dan melintang daun A. rubiginosa. A. dinding antiklinal sel epidermis adaksial daun, B. permukaan abaksial daun, C. stomata, D. sayatan melintang, E. kedudukan stomata. 1= jaringan tiang satu lapis, 2= jaringan tiang dua lapis, k= kristal kalsium oksalat jarum, s= stomata, sg= rambut kelenjar uniselular, ss= rambut beruntun tunggal 50 Ampelocissus thyrsiflora (Dalimunthe SH 6). A. spesimen herbarium, B. bunga berbilangan empat, C. kuncup bunga berbentuk membulat, D. tipe perbuahan beri 51 Sayatan paradermal dan melintang daun A. thyrsiflora. A. dinding antiklinal sel epidermis adaksial daun, B. permukaan abaksial daun, C. stomata, D. sayatan melintang, E. kedudukan stomata. 1= jaringan tiang satu lapis, k= kristal kalsium oksalat jarum, p= papila, s= stomata, sg= rambut kelenjar uniselular 52 Variasi tipe dan bentuk daun A. thyrsiflora. A-B: tipe daun majemuk menjari, A. jumlah helai anak daun tiga, B. helai anak daun lima. C-D: bentuk daun, C. melonjong, D. bundar telur sunsang, E. melanset 53 Variasi ujung kuncup bunga A. thyrsiflora. A. membulat, B. bersegi 54 Variasi kuncup perbungaan A. thyrsiflora. A. berindumentum, B. licin
53
54
55
56
57
58
59
60 60 61
1
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Ampelocissus merupakan salah satu marga dari suku Vitaceae. Marga ini terdiri atas 95 jenis yang tersebar di Asia, Australia, Afrika, dan Amerika Tengah (Wen 2007). Kawasan Malesia merupakan wilayah sebaran utama marga Ampelocissus dan sebanyak 39 jenis Ampelocissus ditemukan pada kawasan ini (Wen et al. 2013a). Borneo dan Filipina dianggap sebagai pusat keanekeragaman marga Ampelocissus (Latiff 1982). Dua jenis Ampelocissus tercatat di Pulau Jawa (Backer dan Bakhuizen van den Brink 1963) dan juga ditemukan satu jenis baru yaitu A. asekii di Papua (Wen et al. 2013b). Habitat Ampelocissus berada pada hutan subtropis dan tropis, yaitu pada sepanjang tepi sungai dan daerah terbuka dataran rendah hutan Dipterocarpus (Yeo et al. 2013), tetapi ada beberapa jenis Ampelocissus yang dapat hidup di daerah hutan sekunder. Ampelocissus mudah dibedakan dengan marga lain dalam suku Vitaceae dan beberapa kerabatnya dari beberapa ciri yaitu, rambut berwarna putih hingga merah di seluruh permukaan tumbuhan, sulur pada tangkai perbungaan, perbungaan malai hingga tirsus, bunga berbilangan 4-5, cakram bunga (glandular yang menempel pangkal bakal buah), putik beralur 5-10, dan potongan melintang biji berbentuk huruf T. Jenis-jenis Ampelocissus mempunyai potensi sebagai buah konsumsi, tumbuhan obat, dan tanaman hias. Jenis A. arachnoidea Planch. merupakan tumbuhan asli Indonesia yang berpotensi sebagai tumbuhan penghasil buah yang dapat dimakan (Uji 2007). Ampelocissus thyrsiflora (Blume) Planch. dikenal sebagai ‘gegaten harimau’ yang dalam bahasa Dairi artinya makanan harimau, digunakan masyarakat lokal Kabupaten Dairi-Sumatera Utara sebagai obat tradisional penambah stamina (Sari 2009). Masyarakat Suku Dayak Benuaq menggunakan A. imperialis Miq.) Planch. (Miq.) Planch. sebagai obat bisul dan bengkak (Falah et al. 2013). Tidak hanya di Indonesia, A. latifolia (Roxb.) Planch. dimanfaatkan oleh masyarakat Rajasthan-India untuk menyembuhkan penyakit TBC, gastrisitis, dan juga sebagai penawar racun (Choudhary et al. 2008) dan di Afrika, kandungan polifenol dari A. grantii (Baker) Planch. dimanfaatkan sebagai antioksidan dan antimikrob (Zongo et al. 2010). Adapun kegunaan jenis-jenis Ampelocissus selain sebagai obat dan penghasil buah, yakni sebagai tanaman hias. Tiga jenis Ampelocissus asal Singapura, yaitu A. elegans Gagnep. dan A. ascendiflora Latiff. yang memiliki morfologi perbungaan yang khas dan daun yang menarik, serta A. polystachya (Wall.) Planch. mempunyai batang yang besar dengan struktur yang sesuai untuk penghias taman dan gazebo (Yeo et al. 2013). Marga Ampelocissus pertama kali dipublikasi oleh Planchon pada tahun 1887, yang membagi marga Ampelocissus menjadi empat seksi berdasarkan bentuk perbungaan, daun, biji dan wilayah sebaran. Adapun keempat seksinya adalah seksi Ampelocissus, Kalocissus, Eremocissus dan Nothocissus. Pembagian klasifikasi ini diikuti oleh banyak ahli termasuk Gilg, Gagnepain, Merrill, Lauterbach, Graib, Suessenguth (Latiff 1982). Perubahan intragenerik dan infragenerik Ampelocissus banyak dilakukan oleh para taksonom dunia. King (1896) dan Ridley (1922) melakukan pembagian
2 berbeda dengan seksi yang diusulkan oleh Planchon (1887). Marga Vitis L. dibagi menjadi empat seksi, yaitu seksi Ampelocissus, seksi Tetratigma, seksi Ampelopsis dan seksi Cissus. Latiff (1982) menaikkan status seksi Nothocissus menjadi marga Nothocissus (Planch.) Latiff. Jenis yang termasuk seksi ini adalahAmpelocissus spicifer (Griff.) Planch. yang direvisi menjadi Nothocissus spicifera (Griff.) Latiff. Namun, pemindahan kategori takson yang dilakukan oleh Latiff masih tidak tepat dan perlu diteliti lebih lanjut (Soejima dan Wen 2006). Studi terakhir mengenai perubahan infragenerik pada marga Ampelocissus, menyarankan seksi Ampelocissus dibagi atas subseksi Paniculate dan Cymose; seksi Kalocissus terbagi menjadi subseksi Kalocissus dan Botrya; dan seksi baru yaitu Ridleya dibagi menjadi subseksi Ridleya dan Borneocissus (Latiff 2001). Studi terbaru tentang filogenetik berdasarkan penanda kloroplas trnL-F dan atpBrbcL, menyarankan bahwa jenis-jenis Ampelocissus yang berasal dari Asia lebih berkerabat dekat dengan jenis-jenis pada marga Pterisanthes dan Nothocissus jika dibandingkan dengan jenis Ampelocissus yang berasal dari Amerika Tengah. Jenis Ampelocissus martini Planch. dari Asia Tenggara terpisah dengan jenis lain yang berasal dari Asia (Soejima dan Wen 2006). Pulau Sumatera merupakan pulau terbesar kelima di dunia dengan luas area 475.000 km2 dan meliputi 25% wilayah Indonesia (Laumonier 1997). Wilayah ini termasuk dalam kawasan Malesia yang memiliki keanekaragaman flora yang tinggi setelah Papua dan Borneo, serta kaya akan hutan hujan tropis yang menjadi habitat utama tumbuhan merambat (Davis et al. 1995; Roos et al. 2004), termasuk marga Ampelocissus. Tujuh jenis Ampelocissus terdapat di Pulau Sumatera dan menjadi tempat kedua lokasi temuan terbanyak Ampelocissus setelah Borneo (14 jenis) (Merril 1921). Adapun jenis yang ditemukan di Sumatera yaitu A. arachnoidea Planch., A. gracilis (Wall.) Planch., A. imperialis (Miq.) Planch., A. korthalsii Planch., A. ochraceae (Teijsm. & Binn.) Merr., A. polythyrsa (Miq.) Gagnep., A. spicifer (Griff.) Planch., dan A. thyrsiflora (Blume) Planch. (Planchon 1887; Ridley 1922; Merril 1938; Latiff 1982) yang tersebar di Sumatera bagian utara, barat dan selatan. Pengkajian tentang konsep jenis dan marga Ampelocissus sangat berkembang, tetapi banyak jenis Ampelocissus yang belum ditempatkan pada kategori takson yang sebenarnya (Chen dan Manchester 2007), termasuk A. spicifer (Griff.) Planch. yang memiliki perbungaan dan indumentum yang berbeda dengan marga Ampelocissus yang juga ditemukan di Sumatera (Latiff 2001). Publikasi mengenai pengkajian tentang konsep jenis dan marga Ampelocissus sangat berkembang, tetapi kajian dari banyak jenis Ampelocissus secara lengkap dan rinci di Sumatera belum pernah dilakukan. Selain itu, informasi hanya berdasarkan koleksi pada zaman kolonial, sehingga diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai keanekaragamannya di Pulau Sumatera. Oleh karena itu, studi tentang permasalahan taksonomi marga ini diperlukan dengan pengkajian morfologi dan anatomi, khususnya mengenai konsep jenis, keanekaragaman, dan distribusi spasial marga Ampelocissus di Sumatera.
3 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk memperjelas konsep marga Ampelocissus berdasarkan pengamatan karakter morfologi dan anatomi. Penelitian ini dilakukan guna memutakhirkan data tentang konsep jenis, keanekaragaman, hubungan kekerabatan dan distribusi spasial Ampelocissus di Sumatera.
4
2 TINJAUAN PUSTAKA Vitaceae Vitaceae adalah kelompok tumbuhan merambat, herba sukulen hingga berkayu. Suku ini sangat mudah dikenali dari beberapa ciri yaitu daun tunggal, majemuk menjari-menjari kaki, sulur yang letaknya berhadapan dengan daun, kelenjar mutiara yang muncul di permukaan daun, perenkima yang mengandung kristal kalsium oksalat, bunga malai hingga tirsus, buah beri bertangkai atau duduk, dan morfologi biji yang unik dengan sepasang lipatan dorsal atau ventral pada kalaza (Gambar 1).
Gambar 1 Ilustrasi morfologi suku Vitaceae (Cissus erosa). A= daun dan bagian batang bersulur, B= batang dengan daun dan perbungaan, C= perbungaan, D= kuncup bunga, E= kelopak bunga, F= bunga dengan benang sari (antepetalous), G= ovarium, H= kepala sari, I= bakal buah dan cakram (pada beberapa jenis), J= perbuahan, K= biji, bagian abaksial dengan kalazal pada bagian tengah, L= biji, tulang biji (raphe) dan dua alur pada bagian tengah (Wen 2007) Pada tahun 1753, suku ini dibagi menjadi dua marga yaitu Cissus L. dan Vitis L. oleh Linnaeus, kemudian jumlah marga dalam suku ini bertambah menjadi 10 marga (Planchon 1887) dan sekarang menjadi 14 marga (Wen 2007). Adapun 14 marga Vitaceae tersebut adalah Acareosperma Gagnep., Ampelocissus Planch., Ampelopsis Michx., Cayratia Juss., Cissus L., Clematicissus Planch.,
5 Cyphostemma (Planch.) Alston, Nothocissus (Miq.) Latiff, Parthenocissus Planch., Pterisanthes Blume, Rhoicissus Planch., Tetrastigma (Miq.) Planch., Vitis L., dan Yua C.L. Li (Ren 2011). Setiap marga memiliki pola distribusi geografisnya sendiri, seperti marga Ampelopsis Michx. (20 jenis), tersebar pada wilayah beriklim hangat; Parthenocissus Planch. (15 jenis), dan Vitis L. (~60 jenis), tersebar di Asia Timur dan Amerika Utara. Ampelocissus Planch. (~90 jenis), Cayratia Juss. (~50 jenis), Leea Royen ex L. (~30 jenis) dan Tetrastigma Planch. (~90 jenis) sebagian besar tersebar di Asia selatan dan Malesia; namun Ampelocissus juga ditemukan di Afrika. Cissus L. (~300 jenis) tersebar di seluruh dunia dengan keanekaragaman terbesar di Amerika Selatan dan Afrika tropis. Cyphostemma (Planch.) Alton (~200 jenis), Rhoicissus Planch. (~12 jenis) terutama tersebar di Afrika. Nothocissus (Planch.) Latiff (6 jenis) dan Pterisanthes Bl. (20 jenis), endemik di Malaysia dan Borneo. Yua C.L. Li (3 jenis) endemik di China dan India, Clematicissus Planch. (1 jenis) endemik di Australia, dan Acareosperma Gagnep. (1 jenis) adalah jenis langka dari Laos (Chen dan Manchester 2007). Suku Vitaceae memiliki morfologi biji yang unik dengan sepasang lipatan dorsal atau ventral kalaza pada bagian tengah biji. Potongan biji secara melintang pada tiap marga memiliki bentuk yang bervariasi, sehingga dapat dijadikan karakter pembeda antara marga dalam suku Vitaceae (Gambar 2). Karakter biji dapat digunakan untuk membedakan marga dari suku Vitaceae, dan dapat memberikan dasar yang baik guna menginterpretasikan sisa-sisa fosil untuk merekonstruksi sejarah evolusi serta fitogeografi grup basal Rosid (Chen dan Manchester 2007).
Gambar 2 Bentuk potongan melintang biji suku Vitaceae dan kerabat dekat. A. Leeaceae, B. Cissus, C. Vitis, D. Tetrastigma, E. Ampelocissus, F.Cayratia (Wen 2007)
Ampelocissus Ampelocissus merupakan tumbuhan herba atau berkayu yang menggunakan sulur untuk merambat. Marga ini berbeda dari marga Vitaceae lainnya karena mempunyai indumentum berwarna putih hingga merah yang ada di seluruh permukaan tumbuhan, tipe perbungaan malai dengan sulur yang berada pada perbungaan; bunga biseksual, berbilangan 4-5; buah beri berdaging; biji 1- 4,
6 potongan melintang biji berbentuk T dan jumlah kromosomnya 20 (2n=40) (Wen 2007; Wen et. al. 2013a). Antara jenis dalam marga ini dapat dibedakan berdasarkan bagian vegetatif dan generatif (Gambar 3). Adapun beberapa ciri yang dapat membedakan satu jenis dengan jenis lainnya pada marga Ampelocissus, yaitu daun tunggal bercuping 3-5 hingga majemuk menjari 3-9; daun mahkota berbentuk memanjang, membulat-memanjang, menyebar atau membengkok pada antesis; cakram bunga (glandular yang menempel pangkal bakal buah), putik beralur 5-10. Buah dengan 1-4 biji dengan bentuk memanjang hingga bundar telur sungsang (Wen 2007).
Gambar 3 Ciri morfologi marga Ampelocissus gracilis. A. batang dengan buah, B. bentuk perbungaan dan sulur, C. bunga, D. rambut halus pada permukaan tumbuhan (Yeo et al. 2013)
Taksonomi Ampelocissus Planchon memperkenalkan marga Ampelocissus pertama kali pada tahun 1884 dan dimuat dalam majalah La vigne Américaine: sa culture, son avenir enEurope yang terbit di Eropa. Planchon mempublikasi dan mempertelakan marga baru Ampelocissus berdasarkan jenis Vitis latifolia (Roxb.) Planch. yang disimpan di herbarium Paris (Planchon 1884). Tiga tahun kemudian sebanyak 54 pertelaan jenis baru marga Ampelocissus dipublikasi dalam Monographie des Ampélidées vrais diterbitkan dalam Monographiae phanaerogamarum (Planchon 1887). Berdasarkan bentuk perbungaan dan wilayah distribusi, Ampelocissus dibagi menjadi empat seksi, yaitu Ampelocissus dengan ciri perbungaan tirsus, tersebar di Asia, Afrika, dan Amerika; Kalocissus dengan perbungaan malai, tersebar di Malesia; Nothocissus dengan perbungaan malai seperti cambuk, tersebar di Malesia, dan Eremocissus dengan malai linear kecil, ditemukan hanya satu jenis di Amerika Tengah (Planchon 1884). Setelah penerbitan monografi Ampelocissus oleh Planchon 1884, penelitian masalah taksonomi marga Ampelocissus sangat berkembang. Gilg dan Brandt (1911) membagi seksi Ampelocissus menjadi 2 subseksi berdasarkan bentuk perbungaanya, yaitu Paniculate dan Cymose. Latiff (2001) melakukan perubahan infragenerik pada marga Ampelocissus menjadi seksi Ampelocissus yang juga
7 membagi seksi tersebut menjadi subseksi Paniculate dan Cymose; seksi Kalocissus terbagi menjadi subseksi Kalocissus dan Botrya; terakhir seksi baru yaitu Ridleya dibagi menjadi subseksi Ridleya dan Borneocissus. Pembagian infragenerik pada marga Ampelocissus ini juga berdasarkan bentuk perbungaan, daun, biji juga wilayah distribusinya. Seiring berjalannya waktu dan berdasarkan hasil penelitian yang akan datang, tingkatan takson ini diprediksi dapat berpindah lagi ke golongan takson lain (Yeo et al. 2013). Dalam studi hubungan filogenetik suku Vitaceae, enam marga yang memiliki bunga berbilangan lima, disarankan membentuk klad ParthenocissusAmpelocissus-Vitis-Nothocissus-Pterisanthes-Yua (Ren 2011), juga didukung kedekatan hubungan antara marga Nothocissus dan Pterisanthes dari pada jenis kogenerik di Amerika Tengah (Soejima dan Wen 2006). Dengan berkembangnya pengkajian terhadap suku Vitaceae, marga-marga tersebut dapat dikategorikan ke tingkatan takson yang lain (Chen dan Manchester 2007). Marga Pterisanthes, merupakan marga endemik Malesia dengan 20 jenis, memiliki biji dan tipe perbungaan yang sangat mirip dengan Ampelocissus. Marga ini memiliki sulur pada perbungaannya, tetapi dengan struktur tangkai berbentuk laminar. Kesamaan morfologi antara Pterisanthes dan Ampelocissus telah lama diakui (Latiff 1982), dan data molekuler menunjukkan bahwa Pterisanthes merupakan subklad Ampelocissus (Soejima dan Wen 2006). Ampelocissus terdiri dari 95 jenis yang sebagian besar tersebar di wilayah Malesia, Asia selatan, Afrika serta lima jenis ditemukan di Amerika Tengah. Di Indonesia tercatat sebanyak 25 jenis Ampelocissus, tujuh jenis di antaranya terdapat di pulau Sumatera, tiga jenis di pulau Jawa (Backer dan Bakhuizen van den Brink Jr. 1963), 14 jenis di Borneo (Merril 1921), dan 1 jenis di Papua (Wen 2013b). Ketujuh jenis Ampelocissus yang terdapat di Sumatera antara lain adalah, A. arachnoidea, A. gracilis, A. imperialis, A. korthalsii, A. ochracea, A. polythyrsa, A. spicifer, dan A. thyrsiflora (Planchon 1887; Merril 1938; Latiff 1982). Jenis tersebut tersebar di Sumatera bagian utara, barat dan selatan. Marga yang berkerabat dekat dengan Ampelocissus adalah Nothocissus. Marga ini diangkat dari salah satu seksi pada empat seksi Ampelocissus yang dibagi oleh Planchon. Nothocissus dipisahkan dari Ampelocissus karena memiliki perbungaan seperti cambuk dan permukaan biji yang berkerut (Latiff 1982). Pemindahan tingkatan takson tersebut masih dipertanyakan (Chen dan Manchester 2007), sehingga perlu peninjauan ulang jenis yang dikelompokkan ke dalam marga Nothocissus (Soejima dan Wen 2006). Pada awalnya, N. spicifera (Griff.) Latiff adalah satu-satunya jenis dalam marga ini, kemudian lima jenis Cissus dipindahkan ke dalam marga Nothocissus, dua jenis di antaranya endemik Papua, sedangkan tiga jenis lainnya berasal dari Australia (Latiff 2001).
Anatomi Vitaceae Evaluasi terhadap ciri anatomi beberapa kultivar Vitis menunjukkan, bahwa dinding sel antiklinal pemukaan adaksial daun memiliki bentuk tidak teratur (polygonal). Dinding sel antiklinal pemukaan abaksial daun memiliki variasi bentuk rata dan rata bergelombang. Stomata yang hanya terdapat pada permukaan
8 abaksial daun (tipe anomositik) dan keberadaan trikoma pada epidermis daun terdapat pada beberapa kulitvar Vitis (Najmaddin 2014). Pada studi sebelumnya, Ren et al. (2003) juga telah melakukan pengamatan terhadap beberapa jenis Vitaceae termasuk marga Ampelocissus. Hasil pengamatan jaringan anatomi daun selaras dengan Najmaddin (2014) yakni variasi bentuk sel epidermis daun rata atau tidak teratur, dan dinding sel antiklinal berbentuk rata, berliuk atau berliuk bergelombang. Variasi kedudukan stomata ditemukan pada bagian epidermis bawah daun pada beberapa kultivar Vitis, yakni menonjol keatas (sel penjaga berada di atas, dan dikelilingi oleh sel pelengkap); rata (sel penjaga sama tinggi dengan sel pelengkap) dan tenggelam (sel penjaga tenggelam terhadap sel pelengkap) yang tersebar acak dan orientasi yang tidak beraturan.Trikoma ditemukan terutama pada permukaan bawah daun, dapat berbentuk uni atau multicellular rebah atau tegak yang berbentuk paku kecil (Monteiro et al. 2013). Karakter anatomi yang khas pada suku Vitaceae termasuk marga Ampelocissus adalah kristal kalsium oksalat yang berada pada seluruh jaringan tumbuhan. Kalsium (Ca) bersifat racun sehingga tumbuhan mengubah kalsium (Ca) menjadi kristal kalsium oksalat untuk perlindungan terhadap hewan herbivora. Bentuk kristal kalsium oksalat suku Vitaceae yang sangat berperan protektif terhadap hewan pemakan tumbuhan adalah raphid (kristal jarum). Penelitian terbaru menunjukkan bahwa setiap jenis memiliki bentuk dan dimensi kristal kalsium oksalat yang bervariasi. Jenis-jenis Vitis memiliki berbagai morfologi kristal kalsium oksalat, yang terdapat di organ vegetatif ataupun generatif. Bentuk kristal kalsium oksalat jarum dan druse (bintang) yang dimiliki tiap jenis dalam marga Ampelocissus dapat dipengaruhi oleh karakteristik tanah, kondisi lingkungan dan faktor genetik (Ifrim et al. 2012). Pada umumnya kristal kalsium oksalat pada daun terdistribusi pada jaringan tiang hingga bunga karang (Gambar 4). Kristal kalsium oksalat jarum mempunyai beberapa bentuk yaitu menjarum (solitary), membulat (acicular) atau mempundi (clustered). Kristal kalsium oksalat yang bentuknya membulat atau pun mempundi dapat membentuk idioblas (kantung yang berisi kristal kalsium oksalat bintang dan kristal kalsium oksalat lainnya). Selain itu, terdapat juga sel getah (mucilage cell) yang terletak di dalam kristal kalsium oksalat jarum yang kosong (Metcalfe dan Chalk 1950). A
B
Gambar 4 Bentuk kristal kalsium oksalat pada suku Vitaceae. A= bintang, B= jarum mempundi (Metcalfe dan Chalk 1950)
9
3 METODE PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Juni 2014 sampai Mei 2015. Pengamatan pendahuluan dilakukan di Herbarium Bogoriense (BO) – LIPI. Pengambilan sampel dilakukan di Taman Nasional Gunung Leuser, Taman Nasional Kerinci Seblat, Taman Nasional Bukit Tiga Puluh, Taman Nasional Way Kambas, Taman Hutan Raya Bung Hatta, Taman Wisata Alam dan Cagar Alam Sibolangit, Kabupaten Banyuasin dan Provinsi Bangka-Belitung (Gambar 5). Pemrosesan sampel dilakukan di Laboratorium Taksonomi Tumbuhan, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Pengamatan ciri morfologi dilaksanakan di Laboratorium Biosistematika, Bidang Botani – LIPI. Persiapan serta pengamatan preparat anatomi dilakukan di Laboratorium Taksonomi Tumbuhan, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam – Institut Pertanian Bogor, Pusat Penelitian Biologi, Laboratorium Biosistematika, Bidang Botani dan Bidang Zoologi - LIPI.
1
2
3
4 5 8 6
7
Gambar 5 Lokasi pengambilan sampel penelitian di Pulau Sumatera. 1=Taman Nasional Gunung Leuser, 2=Taman Wisata Alam dan Cagar Alam Sibolangit, 3=Taman Hutan Raya Bung Hatta, 4=Taman Nasional Bukit Tiga Puluh, 5=Taman Nasional Kerinci Seblat, 6=Kabupaten Banyuasin, 7=Taman Nasional Way Kambas, 8=Provinsi BangkaBelitung
10 Bahan Bahan tumbuhan yang digunakan berupa 71 nomor koleksi Herbarium Bogoriense (BO), 12 nomor koleksi yang ditemukan dari kegiatan eksplorasi Sumatera, dan foto-foto nomor koleksi holotipe yang diperoleh jaringan resmi herbarium Brux, K, L, dan P.
Prosedur Penelitian Prosedur penelitian mengikuti standar revisi oleh Rifai (2013) yaitu: (1) Penentuan konsep takson dan geografi, (2) Pengumpulan data dari spesimen di Herbarium Bogoriense (BO) serta spesimen yang dikumpulkan dari lapangan, (3) Peninjauan pustaka/publikasi, (4) Pengelompokan spesimen berdasarkan karakter morfologi, (5) Pemeriksaan spesimen, (6) Pengujian karakter morfologi yang dipakai oleh peneliti sebelumnya sebagai perbandingan pada karakter yang diamati, (7) Pemeriksaan konsep marga dan jenis berdasarkan studi sebelumnya, (8) Penentuan hubungan kekerabatan, (9) Penyelesaian masalah tata nama, (10) Penyusunan kunci identifikasi, (11) Pemberian etiket identifikasi baru, (12) Penyusunan pertelaan setiap jenis, (13) Pembuatan gambar, dan (14) Penyusunan naskah untuk publikasi. Data yang dikumpulkan berupa deskripsi data morfologi berdasarkan pengamatan spesimen di Herbarium Bogoriense (BO) – LIPI sebagai studi awal dan koleksi segar dari Pulau Sumatera. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode jelajah flora (Rugayah et al. 2004). Sampel yang diambil merupakan ranting berdaun dengan bunga atau buah sebanyak tiga rangkap. Selanjutnya sampel diberi label gantung yang berisi nomor dan catatan lapangan. Jenis-jenis Ampelocissus yang ditemukan didokumentasikan dan dicatat karakter penting meliputi habitat, lingkungan tempat tumbuh, tinggi tumbuhan, warna indumentum dan buah. Lokasi spesimen temuan jenis-jenis Ampelocissus ditentukan dengan Global Positioning System (GPS) dan data ekologi dari sampel temuan dicatat atau didokumentasikan. Data koordinat lokasi hasil Global Positioning System (GPS) digambarkan dalam peta Sumatera dengan perangkat lunak ArcMap versi 10.2 untuk mengetahui distribusi spasial marga Ampelocissus di Sumatera. Pembuatan spesimen herbarium mengikuti Djarwaningsih et al. (2002). Spesimen yang dikoleksi dari lapangan dimasukkan ke dalam lipatan kertas koran. Setelah spesimen ditata rapi, di atasnya diberi karton bergelombang dan aluminium bergelombang, demikian seterusnya. Setelah tinggi tumpukan sekitar 30-40 cm, bagian teratas dan terbawah ditutup dengan sasag kayu, kemudian diikat dengan tali atau sabuk pengikat. Spesimen yang telah ditata selanjutnya dikeringkan didalam oven dengan suhu 60° C selama 3-4 hari dan setelah kering, spesimen ditempel pada kertas karton atau bebas asam dengan ukuran 30x43 cm. Penempelan spesimen dapat dilakukan dengan merekatkan spesimen ke karton menggunakan selotip kertas. Pada lembar spesimen juga dilampirkan label yang berisi informasi mengenai spesimen herbarium.
11 Pengamatan Morfologi Ciri dan sifat ciri morfologi Ampelocissus diamati mengacu pada Chen (2009) dan deskriptor Vitis spp. (IPGRI 1997). Jenis Ampelocissus korthalsii merupakan jenis yang ditemukan di Sumatera (Planchon 1887), tetapi spesimen herbarium tidak diketemukan. Pengamatan morfologi A. korthalsii. berdasarkan potret nomor koleksi holotype yang tersimpan di Herbarium Meise (Brux). Pengamatan potret A. korthalsii dilakukan hanya pada organ vegetatif, sedangkan organ generatif tumbuhan tidak dapat diamati, sehingga informasi mengenai ciri organ generatif tidak dikemukakan. Ciri batang pada tumbuhan marga Ampelocissus tidak tersedia pada lembaran herbarium, sehingga informasi mengenai ciri batang tidak dikemukakan. Tabel 1 Ciri morfologi marga Ampelocissus yang digunakan dalam analisis keserupaan No. 1.
Ciri Habitus
2.
Tipe indumentum
3.
Bentuk daun
4.
6. 7.
Tipe daun Permukaan kesat pada permukaan adaksial daun Tepi daun Tipe pertulangan
8.
Bentuk ujung daun
9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20.
Bentuk pangkal daun Bentuk pangkal menjantung daun Tangkai anak daun Dimorfisme daun Cuping daun Cuping daun menajam Ukuran daun pelindung (cm) Cabang sulur Tangkai bunga Bentuk kuncup bunga Indumentum kuncup bunga Tipe pelekatan kepala sari
21.
Bentuk perbungaan
22. 23.
Jumlah cabang perbungaan Panjang ruas (cm)
24.
Kedudukan bulir
25.
Jarak bulir (cm)
5.
Sifat Ciri 0=liana; 1=herba 0=membulu sikat; 1=wol; 2=memasai; 3=menggimbal; 0=menjantung; 1=bulat telur; 2=bulat telur sungsang; 3=lonjong; 4=melanset 0=tunggal; 1=majemuk 0=ada; 1=tidak ada 0=rata; 1=bergigi; 2=menggergaji ganda 0=menjari tiga; 1=menyirip 0=berembang; 1=runcing; 2=melancip; 3=bertaring 0=menjantung; 1=membaji; 2=menirus 0=1=bersudut; 2.menyegi 0=tidak ada; 1=ada 0=tidak ada; 1=ada 0=tidak ada; 1=ada 0=tidak ada; 1=ada 0=< 1; 1=≥ 2 0=tidak ada; 1=ada 0=tidak ada; 1=ada 0=bulat; 1=lonjong 0=tidak ada; 1=ada 0=dorsifixed; 1=basifixed 0=membulat; 1=menyegitiga; 2= memanjang 0=≥15; 1=≤10 0=≥2; 1= ≥1; 2=≤0.9 0=bertangkai tidak beraturan; 1=berhadapan; 2=berkarang 0=≥1; 1= ≥0.3-0.9; 2=≤0.1
12 Identifikasi jenis dilakukan berdasarkan protolog Merril (1938), Planchon (1887), dan Latiff (1982, 2001). Hasil pengamatan ditulis dalam bentuk deskripsi dan kunci determinasi yang disusun mengikuti Wen (2007). Spesimen yang diamati berasal dari Herbarium Bogoriense (BO) dan hasil eksplorasi Sumatera dikelompokkan menurut kesamaan ciri morfologi. Penamaan yang terdapat pada lembar spesimen herbarium BO diabaikan terlebih dahulu. Pengumpulan data dilakukan dengan memeriksa dan mencatat setiap ciri serta sifat ciri spesimen herbarium, yang selanjutnya disusun dalam bentuk matriks. Pengujian ciri dan sifat ciri oleh peneliti sebelumnya dilakukan dengan membandingkan matriks data ciri morfologi hasil studi sebelumnya dengan matriks ciri morfologi yang didapat dari hasil pemeriksaan spesimen herbarium. Pemeriksaan dan penentuan konsep jenis dilakukan berdasarkan ciri serta sifat ciri yang terkumpul dari studi sebelumnya. Hasil karakterisasi ciri morfologi dibuat dalam bentuk matriks data biner ataupun multistate yang selanjutnya digunakan untuk analisis keserupaan menggunakan perangkat lunak NTSYS-pc (Numerical Taxonomy and Multivariate Analysis System) 2.11a (Rohlf 2000). Koefisien keserupaan dianalisis dengan SIMQUAL, menggunakan indeks simple matching dan dengan metode pengelompokan UPGMA (Unweighted Pair Group Method with Arithmetic Mean). Penyelesaian masalah tata nama dengan mengklarifikasi konsep jenis dengan cara membandingkan spesimen herbarium, hasil studi sebelumya dan data yang didapat dari hasil penelitian. Penentuan ciri kunci setiap jenis yang telah diteliti, digunakan dalam penyusunan kunci identifikasi jenis Ampelocissus yang terdapat di Sumatera. Variasi-variasi morfologi yang belum dilaporkan oleh peneliti sebelumnya dipaparkan. Tahap selanjutnya, pemberian etiket identifikasi baru, dapat berupa jenis, subjenis atau varietas baru. Setiap jenis Ampelocissus yang terdapat di Sumatera dipertelakan dan disusun berdasarkan ciri dan sifat ciri umum ke khusus. Pada tahapan terakhir, pembuatan gambar seluruh jenis ataupun jenis yang memiliki variasi signifikan terhadap jenis yang pernah dipertelakan atau digambar pada studi sebelumnya.
Pengamatan Anatomi Pengamatan anatomi dilakukan dengan membuat sayatan paradermal dan melintang daun dari 33 nomor koleksi Herbarium Bogoriense (BO), dan empat nomor koleksi dari kegiatan eksplorasi Sumatera. Sampel yang digunakan mewakili sepuluh jenis Ampelocissus di Sumatera, sedangkan jenis A. korthalsii tidak dapat diamati, karena sampel daun tidak diperoleh. Pembuatan preparat yang diamati menggunakan daun dewasa dari tumbuhan Ampelocissus yang dipotong dengan ukuran 1x1 cm. Preparat sayatan paradermal disiapkan dengan metode Cutler (1978). Preparat sayatan paradermal disiapkan dengan menentukan satu bagian daun dewasa untuk menjadi titik pengamatan yang meliputi bagian ujung, tengah dan pangkal daun. Daun dipotong dengan ukuran 1x1 cm, selanjutnya direndam dalam larutan asam nitrat 16.22 % selama 5 menit dan direbus hingga epidermis terlepas. Setelah itu sayatan direndam di dalam larutan kloralhidrat selama 30 detik untuk
13 menghilangkan klorofilnya, dicuci dengan aquades dan direndam di dalam larutan pewarna safranin 2% selama 1 menit. Sayatan selanjutnya diletakkan di atas gelas preparat yang telah ditambahkan dengan 1 tetes gliserin kemudian ditutup dengan kaca penutup. Bagian tepi kaca penutup ditutup dengan kuteks jernih sehingga menjadi preparat semi permanen dan preparat siap untuk diamati. Preparat sayatan melintang disiapkan dengan teknik potongan beku (freeze sections technique) dengan alat pemotong mikrotom beku (freeze microtome). Adapun tahapannya, daun dewasa dipotong dengan ukuran 1x1 cm dan potongan daun dibekukan (freezing) dengan gas CO2. Setelah beku, sediaan disayat menggunakan mikrotom beku Yamato RV-240 dengan ukuran 20-25 µm. Proses selanjutnya yang dilakukan, sama dengan penyiapan pewarnaan pada sayatan paradermal. Parameter yang diamati dari sayatan paradermal dan melintang meliputi, bentuk dinding antiklinal sel epidermis adaksial dan abaksial, jumlah lapisan jaringan tiang, bentuk epidermis atas, tebal daun, keberadaan papila, tipe dan bentuk kristal kalsium oksalat, serta kedudukan stomata pada sisi abaksial daun (Tabel 2). Pengamatan dilakukan menggunakan mikroskop Nikon e80i, kemudian gambar ditangkap melalui kamera Nikon dengan layar proyeksi yang dihubungkan ke mikroskop. Identifikasi variasi ciri pada pengamatan anatomi sayatan paradermal dan melintang daun mengikuti Metcalfe dan Chalk (1950). Tabel 2 Ciri anatomi marga Ampelocissus yang digunakan dalam analisis keserupaan No.
Ciri
Sifat ciri
1.
Bentuk dinding antiklinal adaksial
2.
Bentuk dinding antiklinal abaksial
3.
Rambut adaksial
0=berliuk; 1=tidak beraturan membulat; 2=tidak beraturan persegi 0=berliuk; 1=tidak beraturan melonjong; 2=tidak beraturan membulat; 3=berliuk bergelombang 0=licin; 1=rambut beruntun tunggal
4.
Rambut abaksial kelenjar multiselular
0=tidak ada; 1=ada
5.
Rambut abaksial kelenjar uniselular
0=tidak ada; 1=ada
6.
Rambut abaksial rambut beruntun tunggal
0=tidak ada; 1=ada
7.
0=tidak ada; 1=ada
8.
Keberadaan dua tipe rambut permukaan abaksial Keberadaan papila pada stomata
9.
Struktur papila
10.
Tebal daun (μm)
0=rata; 1=berumbai; 2=berumbai rebah; 3=memipih bersatu 0=<250; 1= >250
11.
Bentuk epidermis atas daun
0=tipis; 1=tebal
12.
Jumlah lapisan jaringan tiang
0=1; 1=2
13.
Kedudukan stomata
0=rata; 1=cembung
14.
Kristal kalsium oksalat menjarum
0=tidak ada; 1=ada
15.
Kristal kalsium oksalat mempundi
0=tidak ada; 1=ada
16.
Kristal kalsium oksalat membundar
0=tidak ada; 1=ada
pada
0=tidak ada; 1=ada
14
4 HASIL DAN PEMBAHASAN Sepuluh jenis dan satu varietas marga Ampelocissus ditemukan di Pulau Sumatera, yaitu A. arachnoidea Planch., A. elegans Gagnep., A. filipes Planch., A. gracilis (Wall.) Planch., A. imperialis (Miq.) Planch., A. korthalsii Planch., A. ochracea (Teijsm. & Binn.) Merr., A. polythyrsa (Miq.) Gagnep., A. rubiginosa Lauterb., A. thyrsiflora (Blume) Planch., dan A. ochracea var. trilobata.
Variasi Ciri Morfologi Organ Vegetatif Setiap jenis Ampelocissus dibedakan atas beberapa ciri morfologi dari organ vegetative, yakni habitus , tipe daun, bentuk daun, tipe pangkal dan ujung daun, tipe tepi daun, tipe pertulangan daun, bentuk daun penumpu, keberadaan daun pelindung, ukuran daun pelindung, serta keberadaan indumentum pada bagian tumbuhan (Tabel 3). Berikut ini dijelaskan ciri-ciri morfologi Ampelocissus dan istilah yang sering digunakan dalam mempertelakannya. Habitus Marga Ampelocissus memiliki habitus (perawakan) terna hingga liana merambat, dengan ciri utama adanya sulur berhadapan dengan daun. Jenis A. gracilis dan A. polythyrsa memiliki habitus herba merambat. Jenis-jenis lainnya dan satu varietas Ampelocissus di Sumatera memiliki habitus merambat berkayu. Cabang Cabang tumbuhan berbentuk gilig dan menjadi persegi memipih saat dewasa dengan bagian dalam cabang yang padat hingga berongga. Keseluruhan permukaan cabang ditutupi oleh tipe indumentum yang bervariasi. Hampir semua jenis Ampelocissus yang ditemukan di Sumatera memiliki batang berongga, kecuali jenis A. thyrsiflora memiliki cabang berongga hingga padat. Sulur Sulur pada marga Ampelocissus terdiri dari dua variasi, yakni sulur tunggal dan sulur bercabang. Sulur bercabang (dichotomus) ditemukan pada jenis A. arachnoidea, A. polythyrsa dan A. ochracea var. trilobata. Jenis-jenis Ampelocissus lainnya mempunyai sulur tunggal. Indumentum Keseluruhan permukaan cabang marga Ampelocissus ditutupi oleh indumentum dengan tipe yang bervariasi antar jenisnya. Empat tipe indumentum yang ditemukan pada cabang jenis Ampelocissus, adalah wol (woolly) yaitu indumentum panjang dan menggulung tebal menutupi seluruh permukaan tumbuhan; memasai (villous) yaitu indumentum panjang dan tipis, tidak menutupi seluruh permukaan tumbuhan; membulu sikat (strigose) yaitu indumentum panjang, kaku, dan tidak tajam; menggimbal (tomentose) yaitu indumentum pendek dan menutupi seluruh permukaan tumbuhan (Gambar 6).
15 Tipe indumentum wol dimiliki oleh sebagian besar jenis Ampelocsisus di Sumatera (A. elegans, A. filipes, A. imperialis, A. korthalsii, A. ochracea, A. thyrsiflora dan A. ochracea var. trilobata). Tipe indumentum memasai terdapat pada jenis, A. gracilis dan A. polythyrsa. Tipe indumentum membulu sikat terdapat pada jenis A. arachnoidea. Tipe indumentum menggimbal terdapat pada jenis A. rubiginosa. B
A
D
C
5 mm
5 mm
5 mm
Gambar 6 Tipe indumentum pada permukaan cabang Ampelocissus. A. wol, B. memasai, C. membulu sikat, D. menggimbal Indumentum pada daun marga Ampelocissus juga bervariasi. Indumentum pada daun umumnya terdapat pada bagian abaksial, sedangkan pada bagian adaksial, indumentum terdapat hanya pada pertulangan daun. Tipe indumentum wol yang menutupi seluruh permukaan abaksial daun ditemukan hampir pada semua jenis Ampelocissus. Jenis A. imperialis memiliki indumentum wol yang menutupi seluruh permukaan abaksial daun, kecuali pada pertulangan utama ataupun sekunder bagian abaksial daun. Jenis A. polythyrsa dan A. rubiginosa memiliki indumentum menggimbal yang terdapat hanya pada bagian adaksial dan abaksial pertulangan daun utama ataupun sekunder (Gambar 7). Seluruh jenis hanya memiliki satu tipe indumentum pada semua bagian tumbuhan, terkecuali jenis A. arachnoidea yang memiliki dua tipe indumentum pada bagian tubuhnya. A
B
C
D
Gambar 7 Letak indumentum pada abaksial daun Ampelocissus. A. menutupi seluruh bagian, B. kosong pada tulang daun utama sekunder, C-D. hanya pada tulang daun utama dan sekunder Daun Daun pada Ampelocissus terbagi menjadi dua tipe, yaitu monomorfis dan dimorfis. Sebagian besar jenis Ampelocissus di Sumatera mempunyai tipe monomorfis, yaitu satu jenis tumbuhan memiliki satu tipe daun tunggal atau majemuk, baik ketika tumbuhan muda hingga dewasa. Tipe kedua adalah dimorfis yang terdapat hanya pada jenis A. filipes dengan daun muda mempunyai tipe
16 16
Tabel 3. Variasi ciri morfologi marga Ampelocissus di Sumatera Ciri/ Jenis
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
L
L
L
H
L
L
L
L
H
L
L
Indumentum tumbuhan
W-S
W
W
V
W
W
W
W
V
T
W
Indumentum daun
AB
AB
AB
AB
NA
AB
AB
AB
VA
VA
AB
-
-
+
-
-
-
-
+
-
-
-
SM
CO
CO*
SM
SM
CO
SM
SM
CO
CO
CO
-
P
P
-
-
P
-
-
P-PD
P-PD
P
Bentuk daun
CR
OB-AS
OB-AS*
OV-CR
CR
OB-AS
CR
CR
OB-AS
OB-AS
OB-AS
Pertulangan daun
TR
PI
PI
PI
TR
PI
TR
TR
PI
PI
PI
Jumlah pinak daun
1
3
3
1
1
5
1
1
5-7
5-7
5-7
Habitus
Indumentum kuncup bunga Tipe daun Tipe majemuk daun
Tangkai anak daun
-
-
+
-
-
+
-
-
+
+
+
Tipe perbungaan
M
TI
TI
TI
TI
TI
TI
TI
TI
TI
TI
Ukuran ruas cabang perbungaan
PA
PE
PE
SE
PE
PE
PE
PE
SE
SE
PE
-
-
-
-
-
-
-
+
-
-
-
AL
AL
AL
AL
AL
AL
AL
AL
AL
AL, VE
Keberadaan daun pelindung Kedudukan kuncup bunga Bentuk kuncup dan putik
O
R
R
O
R
O
R
R
O
O
R
Ukuran panjang tangkai putik
PA
PE
PE
PE
PE
PE
PE
PE
PE
PE
PE
Tipe pelekatan kepala sari
D
D
D
D
D
-
D
D
B
D
D
Keterangan: 1=A. arachnoidea, 2=A. elegans, 3=A. filipes, 4=A. gracilis, 5=A. imperialis; 6=A. korthalsii, 7=A. ochracea, 8= A. ochracea var. trilobata, 9=A. polythyrsa, 10=A. rubiginosa, 11=A. thyrsiflora, (+)=Ada, (-)=Tidak ada, (*) morfologi tumbuhan muda dan dewasa berbeda (dimorfis), AB=seluruh permukaan abaksial daun, AL= berhadapan, AS=asimetri, AB= seluruh abaksial, B=basifixed, CO=Majemuk, CR=menjantung, D=dorsifixed, H=herba, L=liana, M=malai, NA=kecuali pertulangan, O=melonjong, OB=Bulat telur sungsang, OV=bulat telur, P=menjari, PA=panjang, PE=pendek, PD=menjari kaki, PI=menyirip, R=membulat, S=membulu sikat, SE=sedang, SM=Tunggal, T=menggimbal, TI=tirsus, TR=menjari tiga, V=memasai, VA=pertulangan abaksial, VE=berkarang, W=wol
17 tunggal dan ketika dewasa menjadi daun majemuk. Tipe daun tunggal terdapat pada jenis A. arachnoidea, A. gracilis, A. imperialis, A. ochracea, dan Ampelocissus ochracea var. trilobata. Tipe daun majemuk menjari terdapat pada jenis A. elegans, A. korthalsii, dan A. thyrsiflora. Adapun tipe daun majemuk menjari kaki ditemukan pada jenis A. polythyrsa dan A. rubiginosa. (Gambar 8). B
A
C 1 C
D
5
2 6
3
4 7
Gambar 8 Morfologi daun marga Ampelocissus. A-B. Tipe daun: A. monomorfis bentuk menjantung, B. dimorfis, daun muda tunggal menjantung dan daun dewasa majemuk berbentuk bulat telur sungsang-asimetri, C. bentuk ujung daun. 1= runcing, 2= melancip, 3= bercuping, 4= bertaring, D. bentuk pangkal daun 5= menjantung tumpang tindih, 6= menjantung terbuka, 7= menjantung terbuka menyegi Daun majemuk menjari pada jenis A. elegans mempunyai tangkai anak daun yang pendek hampir duduk (≤5 mm), berbeda dengan jenis A. korthalsii, A. polythyrsa, A. rubiginosa dan A. thyrsiflora yang memiliki tipe daun majemuk dengan tangkai anak daun yang panjang (≥15 mm). Helaian daun dan anak daun dapat dijadikan ciri untuk membedakan jenis dalam marga Ampelocissus (Gambar 9). Enam variasi bentuk helaian daun dan anak daun yang dimiliki marga Ampelocissus, yaitu menjantung, bundar telur, bundar telur sungsang, melanset, hingga asimetri. Helaian daun berbentuk menjantung hingga bundar telur merupakan bentuk daun A. arachnoidea, A. gracilis, A. imperialis, A. ochracea, dan A. ochracea var. trilobata. Helaian anak daun berbentuk bundar telur sungsang, melanset, hingga asimetri terdapat pada jenis A. korthalsii, A. elegans, A. polythyrsa, A. rubiginosa dan A. thyrsiflora.
18 B
A
D
C
F
E
1 2
G
3
H 7
4
5 8 Gambar 9 Morfologi daun majemuk marga Ampelocissus. A-D. bentuk daun dan jumlah pinak daun: A. bulat telur sungsang-asimetri berpinak tiga, B. bulat telur sungsang-asimetri berpinak lima, C. bulat melonjong lanset-asimetri berpinak lima, D. bulat melonjong-asimetri berpinak lima, E. daun majemuk menjari kaki, F. daun dimorfis, G. bentuk ujung daun, H. bentuk pangkal daun. 1= menjari, 2= menjari kaki, 3= bertaring, 4= melancip, 5= runcing, 7= membaji, 8= menirus Ujung daun tunggal dibedakan menjadi dua, yaitu ujung daun bercuping menjari dan ujung daun tidak bercuping. Ujung daun bercuping hanya ditemukan pada jenis A. arachnoidea dan A. ochracea var. trilobata, sedangkan jenis lainnya tidak memiliki ujung daun bercuping. Variasi bentuk ujung daun dan anak daun terbagi tiga, yaitu bentuk runcing, melancip, dan bertaring. Bentuk ujung daun dan anak daun runcing, terdapat pada jenis A. elegans dan A. imperialis. Bentuk ujung daun dan anak daun melancip, ditemukan pada jenis A. korthalsii, A. filipes,
19 A. ochracea, dan A. rubiginosa, sedangkan bentuk ujung daun dan anak daun bertaring terdapat pada A. arachnoidea, A. gracilis, A. polythyrsa, A. thyrsiflora dan Ampelocissus ochracea var. trilobata. Bentuk pangkal daun tunggal dan mejemuk marga Ampelocissus juga memiliki variasi. Pangkal helaian daun tunggal memiliki bentuk menjantung, terbagi menjadi menjantung bertumpang tindih, menjantung terbuka, menjantung terbuka menyegi. Pangkal helaian daun menjantung bertumpang tindih, ditemukan pada jenis A. imperialis. Pangkal helaian daun menjantung terbuka, ditemukan pada jenis A. arachnoidea dan A. gracilis, sedangkan pangkal helaian daun menjantung terbuka menyegi didapat pada jenis A. ochracea dan A. ochracea var. trilobata. Bentuk pangkal helaian daun mejemuk, memiliki variasi bentuk membaji hingga menirus. Bentuk pangkal helaian daun membaji, ditemukan pada jenis A. elegans. Bentuk pangkal helaian daun menirus, ditemukan pada jenis A. filipes, A. korthalsii, A. polythyrsa, A. rubiginosa dan A. thyrsiflora. Tepi daun Ampelocissus memiliki tiga variasi bentuk yaitu, menggergaji ganda, bergigi, dan rata. Tepi daun bergigi ditemui hampir pada seluruh jenis Ampelocissus, kecuali jenis dan A. thyrsiflora. Memilki bentuk tepi daun bergigi hingga rata, sedangkan jenis A. arachnoidea, A. ochracea dan A. ochracea var. trilobata memiliki bentuk tepi daun menggergaji ganda. Jenis Ampelocissus memiliki variasi dalam tipe pertulangan daun yaitu, menyirip, menjari tiga, dan menjala. Seluruh jenis Ampelocissus dengan tipe daun dewasa majemuk berpinak 3-5 memiliki tipe pertulangan daun menyirip. Jenisjenis dengan tipe daun tunggal juga memiliki tipe pertulangan daun menyirip, kecuali jenis A. arachnoidea, A. ochracea dan A. ochracea var. trilobata memiliki tipe pertulangan menjari tiga dan jenis A. imperialis memiliki tipe pertulangan daun menjala.
Variasi Ciri Morfologi Organ Generatif Ampelocissus mempunyai bunga sempurna yakni pada satu bunga terdapat organ reproduksi jantan (benang sari) dan organ reproduksi betina (putik). Jenis dalam marga Ampelocissus mempunyai variasi dalam tipe perbungaan, bentuk perbungaan, jarak ruas, keberadaan daun pelindung, kedudukan kuncup, tipe indumentum, bentuk, jumlah serta jarak kuncup bunga pada cabang perbungaan, keberadaan tangkai bunga, bentuk putik, tipe pelekatan kepala sari, dan ukuran putik. Perbungaan Tipe perbungaan Ampelocissus dibedakan atas perbungaan tirsus dan malai. Hampir semua jenis Ampelocissus di Sumatra memiliki perbungaan tirsus, kecuali jenis A. arachnoidea dengan tipe perbungaan malai. Sebagian besar jenis yang tercatat di Sumatera memiliki bunga duduk (tanpa tangkai bunga) pada cabang perbungaan, tetapi hanya jenis A. arachnoidea yang memiliki tangkai bunga (Gambar 10).
20 A
B
C
D
Gambar 10 Perbungaan. A-B. tipe perbungaan: A. malai, B. tirsus; C-D. Pelekatan kuncup bunga: C. duduk (sesil), D. Bertangkai Panjang ruas cabang perbungaan Ampelocissus di Sumatera bervariasi dari pendek (≤0.9 cm), sedang (≥1 cm), hingga panjang (≥2 cm). Jenis A. arachnoidea memiliki ruas perbungaan panjang. Jenis A. gracilis, A. polythyrsa, dan A. rubiginosa merupakan jenis dengan ukuran ruas cabang perbungaan sedang, sedangkan jenis lainnya memiliki ukuran ruas perbungaan pendek. Variasi keberadaan daun pelindung pada perbungaan ditemukan pada satu jenis Ampelocissus. Jenis A. ochracea var. trilobata memiliki daun pelindung pada pangkal cabang dan sulur perbungaan (>0.7 cm), sedangkan jenis lainnya tidak memiliki daun pelindung pada perbungaan (Gambar 11). A
B
C
D
Gambar 11 Cabang perbungaan. A-B. jarak ruas: A. panjang, B. pendek; C-D. keberadaan daun pelindung: C. ada, D. tidak ada Kuncup bunga Kuncup bunga memiliki dua variasi pada kedudukannya, yaitu kedudukan kuncup bunga berhadapan dan berkarang. Seluruh jenis Ampelocissus memiliki kedudukan kuncup bunga berhadapan, kecuali A. thyrsiflora memiliki kedudukan kuncup bunga berkarang dan berhadapan. Pada kuncup bunga juga ditemukan variasi tipe indumentum, yakni kuncup bunga licin dan kuncup bunga ditutupi oleh indumentum. Variasi tipe indumentum wol yang menutupi seluruh permukaan kuncup bunga terdapat pada jenis A. filipes dan A. thyrsiflora, sedangkan jenis lainnya memiliki kuncup bunga licin (Gambar 12).
21 A
B
D
C
0.5 mm
0.5 mm
Gambar 12 Kuncup bunga. A-B. kedudukan: A. berhadapan, B. berkarang; C-D. keberadaan indumentum: C. wol, D. licin Struktur kuncup pada tiap jenis juga bervariasi. Dua variasi bentuk kuncup bunga jenis-jenis Ampelocissus di Sumatera, yaitu membulat dan melonjong. Jenis A. ochracea, A. elegans, A. filipes, A. imperialis, A. thyrsiflora dan A. ochracea var. trilobata, memiliki kuncup bunga membulat, sedangkan jenis lainnya mempunyai bentuk kuncup bunga melonjong (Gambar 13). A
B
0.5 mm
0.5 mm
Gambar 13 Bentuk kuncup bunga. A. membulat, B. melonjong Organ bunga Perbungaan marga Ampelocissus, terdiri atas bunga sempurna, yaitu organ reproduksi jantan dan betina berada pada satu bunga. Bagian bunga terdiri atas kelopak berbentuk seperti mangkok, mahkota berlepasan, tangkai sari menempel pada kepala sari yang berbilangan empat hingga lima, kepala putik berlobus, putik pendek, putik beralur, bakal buah beruang dua dan glandular yang menempel pangkal bakal buah disebut sebagai cakram bunga. Bentuk dan panjang putik bervariasi dalam tiga bentuk, yakni melonjong (A. arachnoidea, A. gracilis, A. rubiginosa, dan A. polythyrsa, membulat (A. elegans, A. filipes, A. imperialis, A. ochracea, dan A. ochracea var. trilobata), dan memipih (A. thyrsiflora). Akan tetapi, jenis A. thyrsiflora memiliki dua variasi bentuk putik, membulat dan memipih. Dua variasi ukuran panjang tangkai putik ditemukan, yaitu tangkai putik pendek (≤0.2 mm) dan panjang (≥0.3 mm). Tangkai putik panjang hanya terdapat pada jenis A. arachnoidea dan jenis lainnya memiliki tangkai putik pendek (Gambar 14).
22 A
B
C
0.5 mm
Gambar 14 Bentuk serta ukuran putik dan tangkai putik bunga. A. melonjong dan panjang, B. melonjong dan pendek, C. memipih dan pendek Bunga marga Ampelocissus juga bervariasi dalam tipe pelekatan tangkai sari terhadap kepala sari. Hampir seluruh jenis yang ditemukan di Sumatera memiliki tipe pelekatan bagian tengah (dorsifixed), dan hanya satu jenis memiliki tipe pelekatan pada bagian bawah (basifixed), yaitu ditemukan pada jenis A. polythyrsa (Gambar 15). B
A
0.5 mm
0.5 mm
Gambar 15 Tipe pelekatan kepala sari. A. basifixed, B. dorsifixed
Variasi Ciri Anatomi Daun Marga Ampelocissus tidak hanya bervariasi pada ciri morfologi organ vegetatif dan generatif, tetapi juga bervariasi dalam ciri anatomi daun. Pengamatan dilakukan terhadap sembilan jenis dan satu varietas Ampelocissus di Sumatera, sedangkan satu jenis lainnya, yakni A. korthalsii tidak dapat diamati, karena sampel daun tidak diperoleh. Variasi anatomi yang ditemukan adalah bentuk dinding antiklinal sel epidermis adaksial dan abaksial, jumlah lapisan jaringan tiang, bentuk epidermis atas, tebal daun, keberadaan papila, tipe dan
23 bentuk kristal kalsium oksalat, serta kedudukan stomata pada sisi abaksial daun (Tabel 4). Ciri anatomi sayatan paradermal maupun melintang daun merupakan ciri tambahan yang memiliki nilai taksonomi penting untuk membedakan jenisjenis dalam marga Ampelocissus. Ciri anatomi sayatan paradermal Lima variasi ciri anatomi dari sayatan paradermal daun jenis-jenis Ampelocissus di Sumatera ditemukan, meliputi bentuk dinding antiklinal sel epidermis adaksial dan abaksial, kehadiran papila pada sel tetangga stomata, bentuk papila, kerapatan rambut, dan tipe rambut. Pada bagian adaksial daun jenis-jenis Ampelocissus memiliki tiga bentuk dinding antiklinal epidermis, yaitu bentuk dinding antiklinal sel epidermis tidak beraturan (polygonal) membulat, tidak beraturan bersegi, dan berliuk (sinuolate). Jenis A. elegans, A. filipes, A. rubiginosa, dan A. thyrsiflora memiliki tipe dinding antiklinal sel epidermis tidak beraturan membulat. Ampelocissus imperialis, A. ochracea, dan A. polythyrsa memiliki tipe dinding antiklinal sel epidermis tidak beraturan persegi. Jenis A. arachnoidea, A. gracilis, dan A.ochracea var. trilobata memiliki tipe dinding antiklinal sel epidermis berliuk (Gambar 16). A
B
100μm
C
100μm
100μm
Gambar 16 Bentuk dinding antiklinal sel epidermis adaksial. A. tidak beraturan bersegi, B. tidak beraturan membulat, C. berliuk Bagian abaksial daun jenis-jenis Ampelocissus memiliki empat bentuk dinding antiklinal sel epidermis. Adapun bentuk dinding antiklinal sel epidermis bagian abaksial daun, yakni, bentuk dinding antiklinal sel epidermis tidak beraturan membulat, tidak beraturan melonjong; tidak beraturan berliuk dan berliuk bergelombang. Dinding antiklinal sel epidermis berliuk ditemukan pada jenis A. arachnoidea, A. elegans, A. gracilis, dan A. ochracea. Dinding antiklinal sel epidermis berliuk bergelombang hanya ditemukan pada jenis A. ochracea var. trilobata. Bentuk dinding antiklinal sel epidermis tidak beraturan membulat ditemukan pada jenis A. imperialis dan A. thyrsiflora , sedangkan bentuk dinding antiklinal sel epidermis tidak beraturan melonjong terdapat pada jenis A. filipes, A. polythyrsa dan A. rubiginosa (Gambar 17).
24
Tabel 4. Variasi ciri anatomi marga Ampelocissus di Sumatera Ciri/ Jenis
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Bentuk dinding antiklinal adaksial
S
RP
S
S
SP
SP
S
RP
SP
RP
Bentuk dinding antiklinal abaksial
S
S
OP
S
RP
RP
SW
OP
OP
RP
Tipe rambut adaksial
-
SS
-
-
-
-
SS
-
-
-
Tipe rambut abaksial
SG, SS
SG, SS
SG
SG
SM
SG
SG, SS
SG, SS
SG, SS
SG, SS
Keberadaan papila pada stomata
-
-
+
-
+
+
+
+
-
+
Struktur papila
-
-
MB
-
MB
B
B
BR
-
B
Tebal daun (μm)
120
190
100
220
100
160
126
220
300
290
Bentuk epidermis atas daun
TB
TP
TP
TP
TP
TP
TP
TP
TP
TP
Jumlah lapisan jaringan tiang
1
1
1
1
1
1
1
1
2
1
Kedudukan stomata
R
R
C
R
C
C
C
R
R
R
Kristal kalsium oksalat menjarum
-
-
-
-
-
+
+
-
-
-
Kristal kalsium oksalat mempundi
+
+
+
+
+
-
-
+
+
+
Kristal kalsium oksalat membundar
-
-
-
+
-
-
-
-
-
-
Keterangan: 1=A. arachnoidea, 2=A. elegans, 3=A. filipes, 4=A. gracilis, 5=A. imperialis, 6=A. ochracea, 7= A. ochracea var. trilobata, 8= A. polythyrsa, 9=A. rubiginosa, 10=A. thyrsiflora; (+)=Ada, (-)=Tidak ada, B= berumbai, BR= berumbai rebah, C=cembung, MB= memipih bersatu, OP= tidak beraturan melonjong, S=berliuk, SG=rambut kelenjar uniselular, SM=rambut kelenjar multiselular, SP=tidak beraturan persegi, SS=rambut beruntun tunggal, SW=berliuk bergelombang, R=rata, RP=tidak beraturan membulat, TB=tebal, TP=tipis
24
25 B
A
100 μm
100 μm 100
D
C
100 μm
100 μm
Gambar 17 Bentuk dinding antiklinal sel epidermis abaksial. A. tidak beraturan membulat; B. tidak beraturan melonjong; C. tidak beraturan berliuk; D. berliuk bergelombang Permukaan adaksial dan abaksial daun Ampelocissus ditutupi oleh indumentum dengan kerapatan jarang hingga lebat. Tipe indumentum terbagi atas tipe rambut beruntun tunggal (simple uniserriate hairs), rambut kelenjar uniselular (unicellular glandular hairs), rambut kelenjar multiselular (multicellular glandular hairs) (Gambar 18). A
B B
ss sg s
100 μm
100 μm
D
C C
sg ss sgm 100 μm
100 μm
Gambar 18 Tipe rambut pada permukaan daun. A. adaksial daun, B-D. abaksial daun, sg= rambut kelenjar uniselular, sgm= rambut kelenjar multiselular; ss= rambut beruntun tunggal
26 Tipe rambut beruntun tunggal, kelenjar uniselular dan rambut kelenjar multiselular, dengan kerapatan jarang hingga lebat menutupi permukaan abaksial daun. Tipe rambut beruntun tunggal dengan kerapatan lebat, terdapat pada jenis A. elegans dan A. ochracea var. trilobata. Jenis A. filipes, A. gracilis, A. imperialis, A. ochracea, dan A. rubiginosa, memiliki rambut kelenjar uniselular. Dua tipe rambut beruntun tunggal dan rambut kelenjar uniselular, ditemukan pada jenis, A. arachnoidea, A. elegans, A. polythyrsa, A. thyrsiflora dan A. ochracea var. trilobata, sedangkan jenis A. imperialis memiliki indumentum lebat dan unik, berbeda dengan jenis lainnya. Tipe rambut kelenjar multiselular terdapat pada jenis A. imperialis, yakni dalam satu kelenjar terdapat satu sampai tiga helai rambut. Tipe rambut pada permukaan adaksial dan abaksial juga ditinjau berdasarkan pengamatan sayatan melintang. Tipe stomata anomositik yang hanya berada pada bagian abaksial daun, ditemukan pada seluruh jenis Ampelocissus di Sumatera. Jenis-jenis Ampelocissus mempunyai variasi kehadiran papila pada struktur stomata. Dua variasi struktur stomata yaitu, licin (glabrous) dan berpapila (papillouse). Papila yang berada di sekitar struktur stomata, dapat digunakan sebagai salah satu ciri dalam mengelompokkan jenis dalam marga Ampelocissus. Jenis A. arachnoidea, A. elegans, A. gracilis, dan A. rubiginosa tidak memiliki papila di sekitar struktur stomata (licin). Jenis A. filipes, A. imperialis, A. ochracea, A. thyrsiflora dan A. ochracea var. trilobata memiliki papila tegak, sedangkan jenis A. polythyrsa, memiliki papila rebah (Gambar 19). Penelitian sebelumnya mengenai pengklasifikasian stomata dalam suku Vitaceae khususnya marga Ampelocissus belum tersedia. Pengklasifikasian stomata pada marga Ampelocissus masih mengacu pada pengklasifikasian stomata dari Pandanaceae. Papila yang ada pada Pandanaceae berasal dari struktur stomata yang berasal dari sel tetangga dan sel pelengkap. Tipe stomata dalam Pandanaceae dibedakan menjadi lima kelas, yaitu; stomata yang tidak spesifik (unspecialized stomata), stomata dengan papila berasal dari sel pelengkap lateral (papillose lateral subsidiary cells), papila berasal dari sel pelengkap terminal dan lateral (papillose terminal and lateral subsidiary cells), papila yang berasal dari sel pelengkap dan sel tetangga (pappilose neighbouring and subsidiary cells), dan papila yang membentuk cuping melengkung, terkadang tumpang tindih atau dendritik (overarching papillae lobed or dendritic). Papila pada stomata merupakan karakter yang konstan dalam suku Pandanaceae, dengan papila membentuk kanopi sehingga stomata terlihat tenggelam diantara papila. (Tomlinson 1965). Pada marga Ampelocissus di Sumatera struktur stomata yang memiliki papila pada sel penjaga stomata diklasifikasikan kedalam kelas papila berasal dari sel pelengkap dan sel tetangga (pappilose neighbouring and subsidiary cells). Ciri dari kelas papila berasal dari sel pelengkap dan sel tetangga (pappilose neighbouring and subsidiary cells) adalah papila yang muncul dari sel pelengkap dan sel tetangga, sehingga struktur stomata terlihat tenggelam di bawah epidermis. Pada kelas ini, variasi papila terlihat mulai dari memanjang, menonjol dan papila saling melengkung menutupi stomata. Papila pada bagian abaksial daun jenis Ampelocissus, ditemukan pada sebagian besar jenis yang memiliki indumentum wol. Jenis dengan bagian abaksial daun ditutupi indumentum wol dan memiliki papila dengan struktur
27 berumbai pada sel pelengkap dan sel tetangga stomata, yakni A. ochracea, A. polythyrsa, A. thyrsiflora dan A. ochracea var. trilobata. Jenis A. filipes dan A. imperialis juga dengan bagian abaksial daun ditutupi indumentum wol dan memiliki papila dengan struktur memipih bersatu pada sel pelengkap dan sel tetangga stomata. Jenis A. gracilis dan A. rubiginosa dengan tipe indumentum memasai hingga menggimbal yang tidak menutupi keseluruhan permukaan abaksial daun, tidak memiliki papila pada sel penjaga stomata. Berbeda dengan jenis lainnya, A. arachnoidea, dan A. elegans ditutupi oleh indumentum lebat wol hingga membulu sikat, tetapi sel pelengkap dan sel tetangga stomata tidak memiliki papila.
A
B
C C
100 μm
100 μm
100 μm
Gambar 19 Keberadaan papila pada stomata di permukaan abaksial. A. licin, B. berpapila rebah, C. berpapila tegak Keberadaan papila pada daun yang memiliki indumentum tebal dapat dipengaruhi oleh faktor adaptasi terhadap lingkungan yang diturunkan ke generasi selanjutnya, dan diduga bahwa struktur epidermis yang sangat bervariasi khususnya papila pada stomata berfungsi dalam mengurangi transpirasi, sebab tumbuhan tersebut biasanya tumbuh pada daerah yang kering (dataran rendah). Namun variasi keberadaan stomata diduga dipengaruhi juga oleh gen dan bukan sepenuhnya karakter yang timbul karena pengaruh lingkungan (Tomlinson 1965). Jenis-jenis Ampelocissus merupakan tumbuhan yang memiliki distribusi habitat yang luas. Habitat jenis Ampelocissus ditemukan pada hutan subtropis dan tropis, yaitu pada sepanjang tepi sungai dan daerah terbuka, dataran rendah hutan Dipterocarpus, beberapa jenis dari marga ini juga dapat hidup di daerah hutan sekunder. Distribusi terbesar Ampelocissus yang tercatat di Sumatera berada pada dataran rendah, dengan ketinggian 6-100 m dpl, sehingga teori tentang ketinggian juga memiliki pengaruh terhadap keberadaan papila pada mulut stomata jenisjenis Ampelocissus di Sumatera. Ciri anatomi sayatan melintang Enam variasi ciri yang ditemukan dari sayatan melintang daun adalah, tebal daun, bentuk epidermis atas, jumlah jaringan tiang, kehadiran kristal kalsium oksalat raphid (jarum) dan druse (bintang), bentuk kristal kalsium oksalat jarum, dan kedudukan stomata terhadap epidermis abaksial daun. Permukaan adaksial dan abaksial daun Ampelocissus ditutupi oleh rambut yang bervariasi. Variasi tipe rambut terlihat jelas pada sayatan melintang daun
28 (Gambar 20). Tipe rambut terbagi atas tipe rambut beruntun tunggal (simple uniserriate hairs), rambut kelenjar uniselular (unicellular glandular hairs), rambut kelenjar multiselular (multicellular glandular hairs). A
B
C
D
50 µm
Gambar 20 Tipe rambut pada permukaan abaksial dan adaksial. A. permukaan adaksial dan rambut beruntun tunggal, B-D. permukaan abaksial, B. rambut beruntun tunggal, C. rambut kelenjar uniselular, D. rambut kelenjar multiselular Ampelocissus memiliki ketebalan daun 150-330 μm, dikelompokkan atas ukuran ketebalan daun tipis hingga tebal. Kelompok I, dikategorikan sebagai daun tipis, dengan ukuran ketebalan daun ≤ 200 μm terdapat pada jenis, A. arachnoidea, A. elegans, A. filipes, A. imperialis, A. ochracea, dan Ampelocissus ochracea var. trilobata. Kelompok II, dikategorikan sebagai daun tebal, dengan ketebalan daun ≥ 210 μm ditemukan pada jenis A. gracilis, A. polythyrsa, A. rubiginosa, dan A. thyrsiflora (Gambar 21). B
A
330 μm
170 μm
50 µm
Gambar 21 Ukuran ketebalan daun jenis Ampelocissus. A.tipis, B.tebal
29 Dua variasi jumlah jaringan tiang daun ditemukan pada jenis-jenis Ampelocissus, yaitu jenis dengan jumlah jaringan tiang satu dan dua lapis. Hanya satu jenis Ampelocissus yang memiliki jumlah jaringan tiang dua lapis yakni, A. rubiginosa, sedangkan jenis lainnya memiliki jaringan tiang satu lapis (Gambar 22). B
A 1
1 2
50μm
Gambar 22 Jumlah lapisan jaringan tiang daun Ampelocissus. A. satu lapis, B. dua lapis, 1= jaringan tiang satu lapis, 2= jaringan tiang dua lapis Epidermis atas daun memiliki dua variasi bentuk, yakni berukuran tebal dan tipis. Bentuk tebal memiliki ukuran 25 μm, ditemukan hanya pada jenis A. arachnoidea, sedangkan jenis lainnya memiliki bentuk epidermis atas daun tipis yang berukuran 10 μm (Gambar 23). A
B
50 μm
Gambar 23 Bentuk epidermis atas daun. A. tebal, B. tipis Kristal kalsium oksalat pada suku Vitaceae merupakan ciri penting yang bervariasi pada setiap jenisnya. Kehadiran kristal kalsium oksalat dalam jaringan anatomi daun tidak hanya dipengaruhi oleh faktor lingkungan, tetapi juga dipengaruhi oleh faktor genetik (Ifrim et al. 2012). Seluruh jenis Ampelocissus memiliki tipe kristal kalsium oksalat jarum dan bintang. Tipe kristal kalsium oksalat jarum mempunyai tiga bentuk yaitu membundar (acicular), mempundi (clustered), dan menjarum (solitary). Kristal kalsium oksalat bentuk mempundi membentuk idioblas (kantung yang berisi kristal kalsium oksalat bintang dan kristal kalsium oksalat lainnya). Selain itu, terdapat
30 juga sel getah (mucilage cell) di dalam kantung kristal kalsium oksalat jarum yang kosong (Metcalfe dan Chalk 1950). Jenis A. arachnoidea, A. elegans, A. imperialis, A. polythyrsa, A. rubiginosa, dan A. thyrsiflora memiliki sel idioblas yang mengandung kristal kalsium oksalat jarum dengan bentuk mempundi vertikal dan horizontal. Jenis A. gracilis dan A. filipes, memiliki sel idioblas yang mengandung kristal kalsium oksalat jarum membundar. Ampelocissus ochracea dan A. ochracea var. trilobata memiliki sel idioblas yang mengandung bentuk kristal kalsium oksalat jarum, mempundi dan menjarum. Kristal kalsium oksalat jarum ditemukan tersebar pada jaringan tiang, jaringan pembuluh, dan bunga karang (Gambar 24).
B
A
100 μm
C
100 μm
50 μm
Gambar 24 Tipe kristal kalsium oksalat jarum. A. membundar, B. mempundi, C. menjarum Kedudukan stomata terhadap epidermis abaksial daun terbagi menjadi tiga tipe yaitu, rata, rata berpapila dan menonjol. Tipe I, stomata rata terhadap epidermis abaksial daun, ditemukan pada jenis A. arachnoidea, A. gracilis, A. elegans, A. rubiginosa, A. polythyrsa. Tipe II, stomata menonjol sama tinggi dengan papila, ditemukan pada jenis A. filipes dan A. imperialis. Tipe III, stomata rata terhadap epidermis abaksial daun, dengan papila lebih panjang, terdapat pada jenis A. ochracea, A. thyrsiflora dan A. ochracea var. trilobata (Gambar 25). A
,
B
C
50 µm
5
Gambar 25 Bentuk stomata pada permukaan abaksial daun Ampelocissus. A. rata, B. rata berpapila, C. menonjol
31 Pengelompokan Jenis-jenis Ampelocissus Koefisien keserupaan Ampelocissus di Sumatera berdasarkan ciri morfologi berkisar 0.35-0.96 (Gambar 26). Marga Ampelocissus terbagi menjadi tiga kelompok pada koefisien 0.50. Kelompok I terdiri dari A. arachnoidea, kelompok II terdiri dari A. filipes, A. elegans, A. korthalsii, A. thyrsiflora, A. imperialis, A. ochracea, dan A. ochracea var. trilobata, sedangkan kelompok III terdiri atas jenis A. gracilis, A. polythyrsa, dan A. rubiginosa (Gambar 26).
Gambar 26 Fenogram jenis Ampelocissus di Sumatera berdasarkan 25 ciri morfologi Kelompok I terdiri dari A. arachnoidea yang memisah dengan jenis lainnya pada koefisien 0.35, karena ciri daun tunggal bercuping, indumentum membulu sikat, tepi daun menggergaji ganda, sulur bercabang, perbungaan malai membulat, dan kuncup bunga bertangkai. Kelompok II menyatukan enam jenis dikarenakan ciri indumentum wol tebal, perbungaaan tirsus memanjang, jarak ruas ≤0.9 cm, kuncup bunga membulat, dan jarak bulir ≤0.1 cm. Jenis A. elegans, A. filipes, A. korthalsii, dan A. thyrsiflora menyatu dan terpisah dari dua jenis dan satu varietas lainnya pada koefisien 0.59 karena ciri tipe daun majemuk menjari dan berpinak 3-5. Jenis A. filipes berpisah dari jenis lainnya pada koefisien 0.77 karena tipe daun dimorfis dan kuncup bunga berindumentum wol. A. elegans memiliki indumentum berbulu
32 baligh di bagian adaksial daun, daun majemuk menjari kaki 3-5 tumbuh lateral dari daun paling ujung, dan indumetum berbulu baligh pada kuncup bunga. Jenis A. korthalsii berpisah pada koefisien 0.83 karena ciri daun majemuk menjari berpinak 5, indumentum wol tipis, dan kuncup bunga melonjong. Seluruh jenis A. thyrsiflora menyatu pada koefisien 0.85 karena habitus liana berindumentum wol tebal di seluruh tumbuhan, dan daun majemuk berpinak 3-5, tepi daun bergigi, pertulangan daun menyirip, dan bunga tirsus. Jenis A. thyrsiflora memisah menjadi dua kelompok yakni, A. thyrsiflora1, A. thyrsiflora2, A. thyrsiflora5 memisah pada keofisien 0.94 mengelompok karena ciri bentuk daun bundar telur sungsang, ujung daun bertaring dan kuncup bunga ≥1 mm, sedangkan jenis A. thyrsiflora3 dan A. thyrsiflora4 memisah dengan jenis A. thyrsiflora lainnya pada koefisien 0.91 karena bentuk daun melanset, ujung daun melancip, pangkal daun menirus, dan kuncup bunga >1 mm. Jenis A. imperialis, A. ochracea, dan A. ochracea var. trilobata menyatu pada koefisien 0.72 karena ciri daun tunggal dan bentuk menjantung. Jenis A. imperialis berpisah karena indumentum wol di seluruh bagian tumbuhan dan licin pada seluruh venasi daun, pangkal menjantung tumpang tindih, tiga tulang utama daun dan menjala. Ampelocissus ochracea berpisah dengan jenis lainnya karena tepi daun menggergaji ganda, pangkal daun menjantung persegi, dan pertulangan daun menyirip. Sedangkan jenis A. ochracea var. trilobata daun tunggal bercuping tiga, daun pelindung hadir pada batang, sulur dan cabang perbungaan, serta kuncup bunga ditutupi kelopak berindumetum wol. Kelompok III yang menyatukan tiga jenis Ampelocissus pada koefisien keserupaan 0.67, karena ciri indumentum menggimbal-memasai tipis, daun tunggal-majemuk menjari, perbungaan tirsus menyegitiga, panjang <15 cm, jarak ruas >1 cm, dan kuncup bunga melonjong. Jenis A. gracilis pada koefisien 0.67 berpisah dengan jenis lainnya karena habitus herba merambat, daun tunggal, bentuk bundar telur-menjantung, indumentum memasai diseluruh permukaan tumbuhan dan venasi daun. Jenis A. polythyrsa memisah dengan jenis lainnya pada koefisien 0.85 karena ciri habitus terna merambat, indumentum memasai pada seluruh permukaan tumbuhan dan venasi daun, daun majemuk menjari berpinak 5, dan ujung daun berekor. Jenis A. rubiginosa memisah dengan jenis lainnya pada koefisien 0.80 karena ciri habitus liana merambat, indumentum menggimbal tipis pada seluruh permukaan tumbuhan dan venasi daun, mejemuk menjari-kaki dan daun berpinak 5-7, dan ujung daun melancip. Pengelompokan hasil studi sejalan dengan pengelompokan studi sebelumnya, yaitu semua jenis Ampelocissus mengelompok berdasarkan pembagian seksi dalam marga Ampelocissus. Hanya satu jenis, A. arachnoidea, yang ditemukan di Sumatera berasal dari seksi Ampelocissus, sedangkan jenis Ampelocissus lainnya yang berasal dari seksi Kalocissus. Gugus yang terbentuk sejalan dengan studi morfologi oleh Latiff (1982). Ampelocissus mengelompok berdasarkan ciri morfologi daun, tangkai helaian daun, dan anak daun, keberadaan indumentum, serta perbungaan yang merupakan ciri penting dalam pembagian seksi Ampelocissus. Akan tetapi, pengelompokan tidak berkorelasi dengan jenis habitat dalam marga Ampelocissus yang ditemukan di Sumatera. Koefisien keserupaan Ampelocissus di Sumatera juga ditentukan berdasarkan ciri anatomi yang menunjukkan koefisien berkisar antara 0.48-0.81. Marga Ampelocissus terbagi menjadi dua kelompok pada koefisien 0.50.
33 Kelompok I terdiri dari jenis A. elegans, A. arachnoidea, A. gracilis, A. rubiginosa, A. polythyrsa serta A. thyrsiflora, sedangkan kelompok II terdiri atas jenis A. filipes, A. imperialis, A. ochracea, dan A. ochracea var. trilobata (Gambar 27).
A elegans A arachnoidea A gracilis
I A rubiginosa A polithyrsa A_ochracea_var_tMW A thyrsiflora A filipes A imperialis
II A ochracea A ochracea var t 0.48
0.48
0.57
0.57
0.65
0.65
Coefficient
0.73
0.73
0.81
0.81
Koefisien keserupaan
Gambar 27 Fenogram jenis Ampelocissus di Sumatera berdasarkan 16 ciri anatomi Kelompok I mengelompokkan 6 jenis Ampelocissus pada koefisien 0.64 karena ciri rambut kelenjar multiseluler, kedudukan stomata rata, dan kristal kalsium oksalat mempundi. Jenis A. elegans dan A. arachnoidea memiliki keserupaan anatomi daun paling tinggi (0.81), tetapi kedua jenis ini bukanlah jenis identik (koefisien keserupaan < 1). Kedua jenis berbeda pada tiga ciri, yaitu bentuk dinding antiklinal abaksial, keberadaan rambut beruntun tunggal pada permukaan adaksial, dan bentuk epidermis atas daun. Pada koefisien 0.71, jenis A. gracilis memisah dengan jenis lainnya dalam kelompok I karena keberadaan rambut beruntun tunggal pada permukaan abaksial daun. Jenis A. rubiginosa berbeda dengan jenis lainnya pada koefisien 0.68 karena ciri bentuk dinding antiklinal tidak beraturan persegi dan jumlah lapisan jaringan tiang daun dua. Ampelocissus polythyrsa dan A. thyrsiflora menyatu pada koefisien 0.75, karena ciri keberadaan papila pada mulut stomata. Kedua jenis tersebut memiliki perbedaan pada ciri tipe rambut pada bagian abaksial daun dan struktur papila. Kelompok II mengelompokkan 3 jenis Ampelocissus pada koefisien 0.48 karena ciri epidermis bagian atas daun yang tipis, jumlah jaringan tiang daun satu, dan kedudukan stomata terhadap epidermis abaksial daun cembung. Jenis A. filipes dan A. imperialis mengelompok pada koefisien 0.63. Kedua jenis memiliki
34 perbedaan pada tipe kristal oksalat dan rambut kelenjar. Ampelocissus ochracea dan A. ochracea var. trilobata mengelompok pada koefisien 0.56 karena memiliki ciri tipe kristal oksalat menjarum, akan tetapi kedua takson berbeda pada bentuk dinding antiklinal. Daun A. ochracea memiliki bentuk dinding antiklinal tidak beraturan persegi di bagian adaksial dan abaksial, sedangkan daun A. ochracea var. trilobata memiliki bentuk dinding antiklinal tidak berliuk pada bagian adaksial serta bentuk berliuk bergelombang pada bagian abaksial daun. Pengelompokan berdasarkan ciri anatomi menunjukkan persamaan yang mendukung pengelompokan berdasarkan ciri morfologi. Kesamaan fenogram ciri morfologi dengan fenogram ciri anatomi ditemukan pada jenis A. gracilis, A. polithyrsa, dan A. rubiginosa. Persamaan juga ditemukan pada jenis A. filipes, A. imperialis, A. ochracea, A. thyrsiflora, dan A. ochracea var. trilobata. Namun demikian, walaupun gugus yang dibentuk berdasarkan ciri morfologi dan anatomi memiliki persamaan yang besar, kedua fenogram tersebut juga memiliki perbedaan. Ketidakserupaan gugus berdasarkan ciri morfologi dan anatomi ditemukan pada jenis A. arachnoidea dan A. elegans yang menyatukan seksi Ampelocissus dan Kalocissus yang memiliki perbedaan ciri morfologi secara vegetatif dan generatif. Perbedaan juga ditemukan pada jenis A. thyrsiflora yang mengelompok dengan jenis A. gracilis, A. rubiginosa dan A. polythyrsa. Terbatasnya ciri anatomi yang digunakan diduga menyebabkan pengelompokan yang dihasilkan tidak sepenuhnya mendukung pengelompokan berdasarkan ciri morfologi. Namun demikian, ciri anatomi merupakan ciri pendukung yang penting dalam mengelompokkan jenis-jenis Ampelocissus di Sumatera.
Sebaran Marga Ampelocissus memiliki persebaran yang sangat luas dan ditemukan hampir di seluruh benua. Setiap marganya mempunyai persebaran spesifik berdasarkan iklim wilayahnya. Marga Ampelocissus memiliki sebaran utama pada wilayah Asia bagian Selatan, Malesia hingga Afrika. Berdasarkan studi fosil biji Ampelocissus, diduga marga ini mulai tersebar luas pada era Eocene. Walaupun belum diketahui asal sebarannya, tetapi dapat diinformasikan bahwa Ampelocissus pertama sekali tersebar pada wilayah Laurasia (Asia, Eropa dan Amerika Utara) dan diikuti migrasi ke wilayah Amerika Selatan, Afrika serta menuju Australia. (Chen dan Manchester 2007). Sumatera merupakan salah satu wilayah persebaran tumbuhan merambat, khususnya marga Ampelocissus, karena kaya akan hutan hujan tropis dan menjadi wilayah persebaran Ampelocissus terbesar setelah Borneo. Berdasarkan hasil studi herbarium dan eksplorasi, sepuluh jenis dan satu varietas Ampelocissus di Sumatera tersebar dari ketinggian 14-1400 m dpl (Gambar 28). Persebaran jenis Ampelocissus berdasarkan ketinggian dan wilayah di Sumatera menunjukkan A. arachnoidea terdistribusi pada wilayah Sumatera Utara dan beberapa lokasi di Sumatera pada ketinggian 25-398 mdpl. Jenis A. elegans terdistribusi pada wilayah Bangka Belitung dan Kepulauan Riau, dengan ketinggian ± 50 mdpl. Ampelocissus filipes terdistribusi pada wilayah Nangroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara dan Selatan, dengan ketinggian 200-1400
35
Ketinggian tempat (m dpl)
mdpl. Jenis A. gracilis, Sumatera Utara dan Bangka Belitung, dengan ketinggian 50-750 mdpl; A. imperialis terdistribusi pada wilayah Sumatera Barat, dengan ketinggian 627 mdpl. 1600 1400 1200 1000 800 600 400 200 0
Nama jenis
Gambar 28 Kisaran sebaran jenis-jenis Ampelocissus di Sumatera Jenis A. ochracea terdistribusi pada wilayah Nangroe Aceh Darussalam, dan Bangka Belitung, dengan ketinggian 627-1212 mdpl, serta A. ochracea var. trilobata terdistribusi pada wilayah Sumatera Utara dengan ketinggian 160 mdpl. Ampelocissus polythyrsa terdistribusi pada wilayah Nangroe Aceh Darussalam, Bangka Belitung dan Lampung, dengan ketinggian 6-1000 mdpl. Jenis A. rubiginosa terdistribusi pada wilayah Nangroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara dan Pekanbaru dengan ketinggian 29-680 mdpl. Ampelocissus thyrsiflora merupakan jenis yang memiliki persebaran terluas di pulau Sumatera, terdistribusi pada wilayah Nangroe Aceh Darussalam, Bangka Belitung, Sumatera utara, barat dan selatan juga kepulauan di pulau Sumatera, pada ketinggian 14-1000 mdpl. Spesimen holotype A. korthalsii yang dikoleksi oleh Korthals PW s.n., tidak menginformasikan lokasi pengambilan sampel, sehingga A. korthalsii tidak dicantumkan dalam peta sebaran jenis-jenis Ampelocissus di Sumatera. Ampelocissus arachnoidea, A. filipes, A. polythyrsa, dan A. thyrsiflora merupakan jenis kosmopolit yang tersebar pada Sumatera wilayah utara, selatan hingga Pulau terluar Sumatera, dengan kisaran ketinggian 5-1400 mdpl. Dalam penelitian ini, jenis A. imperialis hanya terdapat Sumatera Barat, tetapi tidak berarti bahwa jenis ini adalah endemik di Pulau Sumatera, karena kurangnya eksplorasi maka ada kemungkinan jenis tersebut ditemukan juga di tempat lainnya. Berdasarkan peta sebaran Ampelocissus, koleksi Ampelocissus dari Propinsi Jambi, Propinsi Riau, Propinsi Aceh Nangroe Darussalam bagian utara, Bengkulu sangatlah kurang. Tiga jenis Ampelocissus dan satu varietas belum pernah dilaporkan sebelumya yang terdapat di Sumatera, jenis-jenisnya adalah A. elegans, A. filipes, A. rubiginosa dan satu varietas adalah A. ochracea var. trilobata (Gambar 29).
36
Gambar 29 Persebaran Jenis Ampelocissus di Sumatera =A arachnoidea; =A. elegans; = A. filipes; += A. gracilis; =A. imperialis; =A. ochracea; =A. polythyrsa; =A. rubiginosa; =A. thyrsiflora; =A. ochracea var. trilobata
Sintesis Taksonomi Ampelocissus Secara taksonomi, Ampelocissus dibagi menjadi empat seksi, yaitu Ampelocissus dengan ciri perbungaan tirsus yang tersebar di Afrika dan Asia. Kalocissus dengan perbungaan malai, yang tersebar di Malesia. Nothocissus perbungaan malai seperti cambuk tersebar di Malesia, dan Eresmocissus dengan malai linear kecil, ditemukan hanya satu jenis di Amerika Tengah. Gilg dan Brandt (1911) serta Latiff (2001) membagi seksi Ampelocissus menjadi dua subseksi berdasarkan bentuk perbungaanya, yaitu Paniculate dan Cymose. Seksi Kalocissus terbagi menjadi subseksi Kalocissus dan Botrya; terakhir seksi baru yaitu Ridleya dibagi menjadi subseksi Ridleya dan Borneocissus. Pembagian infragenerik pada marga Ampelocissus ini juga berdasarkan bentuk perbungaan, daun, biji juga wilayah distribusinya. Seiring berjalannya waktu tingkatan takson ini diprediksi dapat berpindah lagi ke golongan takson lain (Yeo et al. 2013). Latiff (1982) mengangkat klad monospecies Nothocissus menjadi marga baru dalam suku Vitaceae. Nothocissus dipisahkan dari Ampelocissus karena memiliki perbungaan seperti cambuk dan permukaan biji yang berkerut.
37 Pendapat Latiff (1982) yang menaikkan seksi Nothocissus menjadi marga Nothocissus didukung dengan hasil pengamatan spesimen yang telah dilakukan. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan terhadap spesimen yang dikoleksi oleh Rafidah AR, Mohd Nazri A 51729, bahwa marga Nothocissus berbeda dengan marga Ampelocissus. Karakter kunci morfologi Ampelocissus adalah perbungaan tirsus yang memiliki sulur, sedangkan Nothocissus memiliki perbungaan malai seperti cambuk dan tidak memiliki sulur. Selain itu, di dukung juga oleh adanya karakter indumentum di marga Ampelocissus yang bervariasi, sedangkan pada marga Nothocissus permukaan tumbuhan licin. Jenis-jenis Ampelocissus pada awalnya merupakan bagian dari marga Cissus, kemudian dipindahkan ke dalam marga Vitis. Teysmann (1864) membuat jenis Cissus ochracea, selanjutnya Teysmann sendiri memindahkan jenis C. ochracea menjadi Vitis ochracea karena struktur bunga yang berbeda. Planchon (1887) merevisi Vitis ochracea, dan memindahkan jenis tersebut ke dalam marga tersendiri dan menerbitkan jenis baru, Ampelocissus imperialis (1908) mengusulkan jenis Ampelocissus imperialis menjadi Ampelocissus ochracea, karena Planchon tidak melihat publikasi awal Vitis ochracea oleh Teysmann. Ampelocissus imperialis dan A. ochracea merupakan jenis yang berkerabat dekat, dikarenakan struktur vegetatif dan generatif yang hampir sama. Perbedaan kedua jenis ini terletak pada jumlah tulang daun dan pangkal daun yang terbuka pada A. ochracea dan pangkal daun yang tertutup pada A. imperialis. Jenis A. imperialis dan A. ochracea memiliki perbedaan pada morfologi pangkal daun dan jumlah pertulangan daun. Perbedaan ini juga didukung oleh karakter anatomi. Jenis A. ochracea memiliki tipe rambut beruntun tunggal (simple uniserriate hairs) pada bagian adaksial daun, sedangkan pada A. imperialis tidak ditemukan. Indumentum pada A. imperialis ditemukan indumentum menyarang laba-laba sedangkan pada A. ochracea tidak. Demikian juga stomata pada abaksial A. imperialis berpapila, sedangkan stomata pada A. ochracea tidak memiliki papila. Bentuk stomata abaksial A. imperialis rata dengan epidermis; sedangkan pada A. ochracea stomata berbentuk cembung. Marga Ampelocissus pada penelitian sebelumnya hanya terfokus pada pengelompokan berdasarkan struktur bunga, daun, dan trikoma secara umum. Oleh sebab itu, diperlukan karakter lainnya selain morfologi makro. Pengamatan sayatan daun sangat membantu dalam mencirikan jenis dari marga Ampelocissus seperti pengamatan sayatan daun secara paradermal dengan karakter tipe stomata, keberadaan papila pada dinding atau bibir stomata dan bentuk papila. Penelitian anatomi daun secara melintang yang meliputi karakter variasi jumlah jaringan tiang, bentuk kristal kalsium oksalat, bentuk stomata, keberadaan sel getah, indumentum bagian abaksial dan adaksial daun, yang sangat membantu dalam menentukan konsep jenis Ampelocissus.
Taksonomi Ampelocissus Planch. Ampelocissus Planch. Vigne Amer Vitic Eur 8 (1884) 371; De Candolle, Monogr Phan 5 (1887) 369. Gilg & Brandt in Engler’s, Bot Jahrb 46 (1911) 419; Suessenguth in Engler & Prantl, Die Natur Pflanzenfam 20 (1953) 29. Latiff A, Fed. Mus. Jour. 27 (1982) 78. Tipe jenis: Ampelocissus latifolia (Roxb.) Planch.
38 Tumbuhan terna hingga liana merambat. Indumentum menutupi seluruh tumbuhan memasai-wol putih hingga cokelat kemerahan. Batang dewasa memipih. Sulur berhadapan daun, tunggal-bercabang dua. Daun monomorfisdimorfis, bertangkai; helaian anak daun 3-9, bertangkai-duduk, bentuk menjantung-membundar, eliptik, bundar telur-bundar telur sungsang hingga asimetri, pangkal menirus-membaji hingga asimetri, tepi bergigi-menggergaji ganda, ujung runcing-mengekor, pertulangan menyirip-tiga tulang utama, bercuping tiga-tidak. Perbungaan malai-tirsus bulir, menggantung, memanjangmengerucut; sulur pada pangkal perbungaan. Kuncup bunga membulatmelonjong, duduk-bertangkai, indumentum wol-licin. Bunga berbilangan 4-5; kelopak seperti mangkok; mahkota melonjong, warna hijau kekuningan-merah; tangkai sari tipis; kepala sari membulat-melonjong, pelekatan dorsifixedbasifxed,; putik membulat-melonjong, beralur 4-5, sejumlah kepala sari dan tangkai sari; bakal buah beruang dua; tangkai putik gilig. Buah beri, membulatbulat telur sungsang, duduk hingga bertangkai, warna hijau kekuningan, merah hingga lembayung kehitaman. Biji 1-4 per buah, bentuk lonjong, bulat-bundar telur sungsang, bagian abaksial cembung dan bagian adaksial berongga dua, potongan melintang biji berbentuk T. Catatan: Sepuluh jenis dan satu varietas Ampelocissus ditemukan di pulau Sumatera.
Kunci Identifikasi Morfologi Marga Ampelocissus Tipe perbungaan tirsus, bunga duduk …………...…… ..........................… 2 Tipe perbungaan malai, bunga bertangkai .……..……...….. A. arachnoidea Panjang perbungaan ≤ 15 cm, panjang ruas bunga ≥ 2 cm ....… .............… 9 Panjang perbungaan ≥ 20 cm, panjang ruas bunga ≤ 1 cm .… ...…....... …. 3 Anak daun tidak bertangkai-pendek 0.3-1 cm ………………...... A. elegans Anak daun bertangkai ≥ 1 cm …….............................................................. 4 Permukaan adaksial daun berindumentum memasai ............… A. korthalsii Permukaan adaksial daun berindumentum wol …...................................… 5 Kedudukan kuncup bunga berhadapan ........ ..…… ................................… 6 Kedudukan kuncup bunga berkarang ................... ................... A. thyrsiflora Daun monomorfis, kuncup bunga licin ………..………………….....……. 7 Daun dimorfis, kuncup bunga berindumentum wol ……..…….…. A. filipes Pangkal daun tidak tumpang tindih ……….…….….………………......… 8 Pangkal daun tumpang tindih ……………………….…..……. A. imperialis Daun tidak bercuping, sulur perbungaan tunggal..A. ochracea var. ochracea Daun bercuping tiga, sulur perbungaan bercabang ……………………….…..…….………………... A. ochracea var. trilobata 9a. Habitus terna-liana, daun majemuk bundar telur sungsang ...……..….…. 10 b. Habitus herba, daun tunggal menjantung ……….………………. A. gracilis 10a. Tipe pelekatan benang sari pada kepala sari basifixed ……..... A. polythyrsa b. Tipe pelekatan benang sari pada kepala sari dorsifixed ......… A. rubiginosa 1a. b. 2a. b. 3a. b. 4a. b. 5a. b. 6a. b. 7a. b. 8a. b.
39 Kunci Identifikasi Anatomi Marga Ampelocissus 1a. b. 2a. b. 3a. b. 4a. b. 5a. b. 6a. b. 7a. b. 8a. b. 9a. b.
Sel penjaga stomata licin ………………………………...………..…...... 2 Sel penjaga stomata berpapila ………………….……...……………....… 5 Epidermis atas daun tebal …………………....………...…. A. arachnoidea Epidermis atas daun tipis ……………………………..……………….… 3 Permukaan adaksial daun licin …………………..…........…………….... 4 Permukaan adaksial daun berambut runtun tunggal …….......… A. elegans Jumlah jaringan tiang daun satu ……………………..……..….. A. gracilis Jumlah jaringan tiang daun dua …………..……...……..….. A. rubiginosa Struktur papila pada daun berumbai-memipih bersatu ……....….…….… 6 Struktur papila pada daun berumbai rebah ………....……..... A. polythyrsa Tebal daun ≤ 200 µm ……………..……….…………..…...…….……… 7 Tebal daun ≥ 250 µm ……………………..….…..…...……. A. thyrsiflora Rambut kelenjar uniselular pada bagian abaksial daun ..….………..…… 8 Rambut kelenjar multiselular pada bagian abaksial daun ....... A. imperialis Kristal kalsium oksalat membulat …………………….…............ A. filipes Kristal kalsium oksalat menjarum …………….……………………........ 9 Bentuk dinding antklinal adaksial tidak beraturan persegi, bentuk dinding antklinal abaksial tidak beraturan membundar ..……............... A. ochracea Bentuk dinding antklinal adaksial berliuk, bentuk dinding antiklinal abaksial berliuk bergelombang …..…..….......… A. ochracea var. trilobata
Deskripsi Jenis-jenis Ampelocissus di Sumatera 1. Ampelocissus arachnoidea Planch. ― Gambar 30 Ampelocissus arachnoidea Planch., Vigne. Amer. Vitic. Eur. 8 (1884) 375, Monogr. Phan. 5 (1887) 375, Suessenguth, Natur. Pflazenfam. 20 (1953) 304; Backer & Bakhuizen van den Brink Jr., Fl. Java 2 (1965) 87, Latiff, Fed. Mus. Jour. 27 (1982) 86. ― Cissus arachnoidea Hassk. Cat. Hort. Bot. Bogor (1844) 166; Pl. Jav. Rar. (1848) 452. Tipe: Jawa, Leschenault 482 (Holotipe: P). Habitus liana merambat. Indumentum membulu sikat-wol tersebar, menutupi seluruh permukaan, berwarna putih-kuning kecokelatan. Batang dewasa memipih, diameter 0.35-0.7 cm. Sulur berhadapan daun, bercabang dua, panjang 16-22 cm. Daun penumpu menyegi tiga-membulat, panjang 0.1-0.8 cm. Daun tunggal, panjang tangkai 3.5-16 cm, bercuping tiga-tidak, ukuran 8.5-19x9-15.5 cm, pangkal menjantung, tepi menggergaji-bergerigi, sinus rata-tumpul, panjang 0.050.2 cm, ujung bertaring, pertulangan menyirip, dengan sudut 35-60°, permukaan adaksial berindumentum pada venasi; seluruh permukaan abaksial berindumentum. Daun pelindung tidak ada. Perbungaan malai membulat, menggantung, panjang 13-15.5 cm; cabang berjumlah 6-9 pasang, panjang 6-10 cm; jarak ruas 1-3 cm; sulur pada pangkal perbungaan, panjang 16.5-27 cm. Kuncup bunga melonjong 1.2-1.5x0.9 mm, tangkai 1-1.3 mm, kedudukan bulir tidak beraturan, licin, 15-19 bulir per cabang, jarak bulir 0.4-0.7 cm. Bunga berbilangan 5; kelopak seperti mangkok; mahkota melonjong, ujung runcing,
40 pangkal menyegi, hijau kekuningan, panjang 1-1.3 cm; tangkai sari tipis, panjang 0.8-1 mm; kepala sari membulat, pelekatan dorsifixed, panjang 0.3-0.4 mm; putik melonjong, beralur lima, ukuran 0.9-1x0.5-0.6 mm; tangkai putik gilig, panjang 0.4-0.5 cm; ovari beruaang dua. Buah beri, membulat, hijau kekuningankehitaman, panjang 0.6-0.9 cm. Biji 1-4 per buah, lonjong-bundar telur sungsang. A
B
Gambar 30 Ampelocissus arachnoidea (Docters Van Leeuwen-Reijnvaan 5387). A. spesimen herbarium, B. bunga bertangkai Sayatan paradermal daun, adaksial; dinding antiklinal sel epidermis berliuk, panjang 100-150 μm. Abaksial; dinding antiklinal sel epidermis berliuk; rambut kelenjar dan rambut beruntun tunggal pada pertulangan daun; stomata anomositik licin, panjang 120 μm. Sayatan melintang daun, jumlah jaringan tiang satu lapis, tebal daun 120 μm; Epidermis atas daun tebal; dua tipe kristal kalsium oksalat jarum dan bintang, bentuk kristal kalsium oksalat jarum mempundi; kedudukan stomata rata dengan epidermis bawah daun (Gambar 31). A
B
C s
sg ss 100 μm
100μm
100μm
E
D
1 dr
k 50 μm
s
50 μm
Gambar 31 Sayatan paradermal dan melintang daun A. arachnoidea. A. rambut abaksial daun, B. stomata, C. dinding antiklinal sel epidermis, D. sayatan melintang, E. kedudukan stomata. 1= jaringan tiang satu lapis, dr= kristal kalsium oksalat bintang, k= kristal kalsium oksalat jarum, s= stomata, sg= rambut kelenjar uniselular, ss= rambut beruntun tunggal
41 Sebaran: Semenanjung Malaya, Sumatera, Jawa, Nusa Tenggara Timur, Timor Leste, Sulawesi, Maluku, Borneo, Indochina, Myanmar, Vietnam, Thailand. Spesimen yang diamati: Sumatera Utara, Langkat Estate Lesger 67, JA Lorzing 16807; Medan JA Lorzing16246. Sumatera, Docters Van Leeuwen-Reijnvaan 5387, Leg 26. Catatan: Ampelocissus arachnoidea merupakan satu-satunya jenis dari seksi Ampelocissus yang ditemukan di Sumatera dengan ciri indumentum membulu sikat pada permukaan seluruh tumbuhan, dan bunga tipe malai serta bertangkai. Adapun jenis Ampelocissus yang lain termasuk seksi Kalocissus. 2. Ampelocissus elegans Gagnep. ― Gambar 32 Ampelocissus elegans Gagnep., Bull. Soc. Hist. Nat. Autun 23 (1911) 20. Suessenguth, Natur. Pflazenfam. 20 (1953) 307. Latiff A, Fed. Mus. Jour. 27 (1982) 89. ― Vitis elegans (Kurz.) Gagnep. Kurz, Nat. Tijdschr. Ned. Ind. 28 (1865) 167. King, Jour. Roy. Soc. Beng. 65:2 (1896) 392. Ridley, Fl. Mal. Penin. 1 (1922) 473. Tipe: Singapura, Gaudichaud 44 (Holotipe: SING). A
B
1 mm
C
Gambar 32 Ampelocissus elegans (Teysmann s.n.). A. spesimen herbarium, B. kuncup bunga duduk, C. bagian-bagian bunga Habitus liana merambat. Indumentum wol menutupi seluruh permukaan, berwarna cokelat kemerahan. Batang tua memipih, diameter 0.2-0.35 cm. Sulur tunggal, panjang 12-15 cm. Daun penumpu membulat, ujung membulat, 0.2-0.3 cm. Daun majemuk menjari-kaki, panjang tangkai 2-5 cm; berpinak 3, tangkai pendekhampir duduk, panjang 0.3-1 cm, bundar telur sungsang-asimetri 5.5-17x3.5-8 cm, pangkal membaji-asimetri, tepi bergigi, sinus tumpul panjang 0.08-0.15 cm, ujung melancip, pertulangan menyirip, dengan sudut 40-50°, indumentum permukaan adaksial berbulu baligh halus hijau kekuningan dan di pertulangan berindumentum wol, permukaan abaksial berindumentum wol cokelat kemerahan. Daun pelindung tidak ada. Perbungaan tirsus memanjang, 13-22 cm; cabang 1619 pasang, panjang 1.5-3 cm, jarak ruas 0.4-0.5 cm; sulur pada pangkal perbungaan, panjang 8-15 cm. Kuncup bunga lonjong-membulat 1.1-1.5x0.7-1.1 mm, duduk, kedudukan bulir berhadapan, licin, 9-19 bulir per cabang, jarak bulir
42 0.1 cm. Bunga berbilangan 4; kelopak seperti mangkok; mahkota melonjong 1-1.2 mm, ujung runcing, pangkal menyegi; tangkai sari tipis, panjang 1 mm; kepala sari melonjong, pelekatan dorsifixed, ukuran 0.6-0.7x0.4 mm; putik melonjong, beralur empat, ukuran 0.4x0.8 mm; tangkai putik gilig, panjang 0.2-0.3 mm; bakal buah beruang dua. Buah beri, membulat, kuning-kehitaman, panjang 0.9-1 mm. Biji 1-2 per buah, bulat-bundar telur sungsang. Sayatan paradermal daun, adaksial; dinding antiklinal sel epidermis tidak beraturan membulat, panjang 80-100 μm; rambut beruntun tunggal, panjang 500700 μm. Abaksial; dinding antiklinal sel epidermis daun berliuk, panjang 100-150 μm; rambut kelenjar uniselular dan rambut beruntun tunggal pada seluruh permukaan daun (rambut beruntun tunggal lebat pada pertulangan daun); stomata anomositik licin, panjang 170-200 μm. Sayatan melintang daun, jumlah jaringan tiang satu lapis, tebal daun 190 μm; epidermis atas daun tipis; dua tipe kristal kalsium oksalat jarum dan bintang, bentuk kristal kalsium oksalat jarum mempundi; kedudukan stomata rata dengan epidermis bawah daun (Gambar 33). B
A
C ss
ss
sg 100 μm
100 μm
D
100 μm
E
k
1 s 50 μm
Gambar 33 Sayatan paradermal dan melintang daun A. elegans. A. permukaan adaksial daun, B. permukaan abaksial daun, C. stomata, D. sayatan melintang, E. kedudukan stomata. 1= jaringan tiang satu lapis, k= kristal kalsium oksalat jarum, s= stomata, sg= rambut kelenjar uniselular, ss= rambut beruntun tunggal Sebaran: Sumatera, Semenanjung Malaya, Myanmar, Thailand. Spesimen yang diamati: Bangka, Batu Balai Teysmann s.n., Buddingh 34-2. Teysmann s.n.; Tanjung Pinang Teysmann s.n. Catatan: Ampelocissus elegans merupakan jenis yang belum pernah dilaporkan terdapat di Sumatera. Jenis ini dapat dibedakan dengan jenis Ampelocissus lainnya berdasarkan ciri morfologi vegetatif, yakni indumetum wol di seluruh permukaan tumbuhan dan indumentum tipe berbulu baligh halus pada permukaan adaksial daun, serta daun majemuk menjari-kaki, tangkai anak daun 3, dan anak daun tiga-
43 lima. Ciri khas lainnya, jika daun berpinak 5, helaian anak daun akan tumbuh lateral duduk-bertangkai dari anak daun di sisi ujung. 3. Ampelocissus filipes Planch. ― Gambar 34 Ampelocissus filipes Planch., Monogr. Phan. 5 (1887) 407. Tipe: India 1861, Helfer 1315 (Holotipe: P! foto). A
B
0.5 mm
C
1 mm
Gambar 34 Ampelocissus filipes (JA Lorzing 4638). A. spesimen herbarium, B. kuncup bunga berindumentum, C. bagian-bagian bunga Habitus terna merambat. Indumentum wol menutupi seluruh permukaan, berwarna putih, kekuningan, cokelat hingga kemerahan. Batang tua memipih, diameter 0.05-0.4 cm. Sulur tunggal berhadapan daun, panjang 5-16.5 cm. Daun penumpu membulat, ujung menyegitiga, panjang 0.3-0.4 cm. Daun dimorfis, panjang tangkai 5-9 cm, tunggal-majemuk menjari; tangkai anak daun tunggal absen-majemuk 1.5-2.5 cm, anak daun 1-3, bundar telur sungsang-asimetri 9.513x6.5-11 cm, menjantung-membundar 8.5-11.5x5.5 cm, pangkal menjantungmenirus-asimetri, tepi bergigi-menggergaji ganda, sinus rata-tumpul, panjang 0.10.2 cm, ujung melancip-bertaring, pertulangan daun tunggal dengan tiga tulang utama dengan sudut 45-65°, pertulangan majemuk menyirip 40-60°, permukaan adaksial berindumentum wol cokelat kemerahan pada venasi, seluruh permukaan abaksial berindumentum wol cokelat kemerahan. Daun pelindung tidak ada. Perbungaan tirsus memanjang, panjang 6.5-20.5 cm; cabang 16-18 pasang, panjang 0.6-2 cm, jarak ruas 0.4-0.5 cm; sulur pada pangkal perbungaan, panjang 10-12 cm. Kuncup bunga membulat 1.1x1.1 mm, duduk, kedudukan bulir berhadapan, indumentum wol, 6-10 bulir per cabang, jarak bulir 0.1 cm. Bunga berbilangan 4; kelopak seperti mangkok; mahkota melonjong, panjang 1 mm, ujung runcing, pangkal menyegi, hijau kekuningan; tangkai sari tipis, panjang 0.9 mm; kepala sari membulat, pelekatan dorsifixed, ukuran 0.5x0.4 mm; putik membulat, beralur empat, ukuran 0.5-0.6x0.4-0.5 mm; tangkai putik gilig, panjang
44 0.2 mm; bakal buah beruang dua. Buah beri, membulat, hijau, panjang 1.7 cm. Biji 1 per buah, membulat-bundar telur sungsang. Sayatan paradermal daun, adaksial; dinding antiklinal sel epidermis bergelombang melonjong, panjang 90-120 μm. Abaksial; dinding antiklinal sel epidermis tidak beraturan membulat, panjang 100 μm; rambut kelenjar uniselular pada seluruh permukaan daun; stomata anomositik berpapila memipih bersatu, panjang 80 μm. Sayatan melintang daun, jumlah jaringan tiang satu lapis, tebal daun 100 μm; epidermis atas daun tipis; dua tipe kristal kalsium oksalat jarum dan bintang; bentuk kristal kalsium oksalat jarum membulat; kedudukan stomata menonjol terhadap epidermis bawah daun, papila sama tinggi terhadap stomata (Gambar 35). A
B
C
1
k s 100 μm
sg s
50 μm
100 μm
Gambar 35 Sayatan paradermal dan melintang daun A. filipes. A. dinding antiklinal sel epidermis adaksial daun; B. permukaan abaksial daun; C. sayatan melintang. 1= jaringan tiang satu lapis, k= kristal kalsium oksalat jarum, s= stomata, sg= rambut kelenjar uniselular, ss= rambut beruntun tunggal Sebaran: Sumatera, Borneo, Myanmar, Pulau Andaman, India. Spesimen yang diamati: Nanggroe Aceh Darussalam, Ketambe, WJJD de Wilde & BEE de Wilde 12221, 14581, 18095. Sumatera Utara, Sibolangit JA Lorzing 12798, 4638. Sumatera Selatan, Pulau Raja CGGJ van Steenis 3539. Catatan: Ampelocissus filipes belum pernah dilaporkan terdapat di Sumatera. Jenis ini merupakan satu-satunnya jenis Ampelocissus di Sumatera dengan ciri daun dimorfis, yakni daun tunggal ketika muda dan dewasa majemuk menjari tiga setelah dewasa, serta kuncup bunga membulat dengan indumentum wol pada seluruh permukaannya. 4. Ampelocissus gracilis (Wall.) Planch. ― Gambar 36 Ampelocissus gracilis (Wall.) Planch., Monogr. Phan. 5 (1887) 407. Suessenguth, Natur. Pflazenfam. 20 (1953) 306. Latiff, Fed. Mus. Jour. 27 (1982) 86. ― Vitis gracilis Wall., Fl. Ind. 2 (1824) 477. King, Jour. Roy. Soc. Beng. 65:2 (1896). Ridley, Fl. Mal. Penin. 1 (1922) 472. Tipe: Singapura, Wallich C 6007 (Holotipe: K! foto). Habitus herba pemanjat. Indumentum memasai kuning kecokelatan tersebar tipis, menutupi seluruh permukaan. Batang tua memipih, diameter 0.1-0.2 cm. Sulur tunggal berhadapan daun, panjang 9-16 cm. Daun penumpu membulat, ujung menyegi tiga, panjang 0.12-0.4 cm. Daun tunggal, panjang tangkai 6-11.5 cm,
45 bundar telur- membundar 5.5-13x3-11 cm, pangkal membulat-menjantung, tepi bergigi, sinus rata-tumpul, panjang 0.05-0.13 cm, ujung bertaring, pertulangan menyirip dengan sudut 45-65°; permukaan adaksial berindumentum memasai hanya pada venasi, seluruh permukaan abaksial berindumentum memasai putihkekuningan. Daun pelindung tidak ada. Perbungaan tirsus mengerucut, panjang 13-15.5 cm; cabang 9-13 pasang, panjang 4.5-10.5 cm, jarak ruas 0.5-1.8 cm; sulur pada pangkal perbungaan, panjang 7-9 cm. Kuncup bunga melonjong 0.81.2x0.5-0.8 mm, duduk, kedudukan bulir berhadapan, licin, 6-10 bulir per cabang, jarak bulir 0.2-0.3 cm. Bunga berbilangan 4; kelopak seperti mangkok; mahkota melonjong, panjang 0.9 mm, ujung membulat, pangkal menyegi, hijau mudakuning; tangkai sari tipis, panjang 0.7-0.8 mm; kepala sari membulat, pelekatan dorsifixed, ukuran 0.4x0.3 mm; putik membulat, beralur empat, ukuran 0.4x0.5 mm; tangkai putik gilig, panjang 0.2 mm; bakal buah beruang dua. Buah beri, melonjong, hijau, panjang 1.5 cm. Biji 1-2 per buah, bulat-lonjong. A
B
1 mm
C
0.5 mm
Gambar 36 Ampelocissus gracilis (W Takeuchi, E Sambas 18282). A. spesimen herbarium, B. bagian-bagian bunga, C. putik dan kelopak bunga Sayatan paradermal daun, adaksial; dinding antiklinal sel epidermis daun berliuk, licin, panjang 100-140 μm. Abaksial; dinding antiklinal sel epidermis berliuk, panjang 80-100 μm; rambut kelenjar uniselular pada seluruh permukaan daun; stomata anomositik licin, panjang 70 μm. Sayatan melintang daun, jumlah jaringan tiang satu lapis, tebal daun 220 μm; epidermis atas daun tipis; dua tipe kristal kalsium oksalat jarum dan bintang, bentuk kristal kalsium oksalat jarum membulat; kedudukan stomata rata terhadap epidermis bawah daun (Gambar 37).
46 A
B
C sg
100 μm
100 μm
100 μm
E
D
1 dr
k
50 μm
s
Gambar 37 Sayatan paradermal dan melintang daun A. gracilis. A. dinding antiklinal sel epidermis adaksial daun, B. permukaan abaksial daun, C. stomata, D. sayatan melintang, E. kedudukan stomata. 1= jaringan tiang satu lapis, dr= kristal kalsium oksalat bintang, k= kristal kalsium oksalat jarum, s= stomata, sg= rambut kelenjar uniselular, ss= rambut beruntun tunggal Sebaran: Sumatera, Semenanjung Malaya, Borneo. Spesimen yang diamati: Sumatera Utara, Sikundur, K Iwatsuki, G Murata, J Dransfield, D Saerudin 375; Sungai Besitang WJJD de Wilde & BEE de Wilde 19313; Aras Napal WJJD de Wilde & BEE de Wilde 21197; Bahorok H Wiriadinata, Maskuri 681; Suaka Margasatwa Dolok Surungan Elizabeth AWidjaja 1848; Tapanuli Selatan W Takeuchi& E Sambas 18278, 18282, 18310. Bangka, Djeboes Leg. s.n. Catatan: Ampelocissus gracilis memiliki ciri yang sangat khas karena mempunyai tipe indumentum memasai yang menutupi permukaan pertulangan daun dan helaian daun pada bagian abaksial dan adaksial. Selain itu, pada spesimen yang dikoleksi dari Suaka Margasatwa Dolok Surungan AK VIII/B 82, 27 February 1983 oleh Widjaja EA 1848 memiliki indumentum membulu sikat di pertulangan abaksial daun yang belum pernah dilaporkan sebelumnya (Gambar 38).
A
B
1 mm
1 mm
Gambar 38 Variasi tipe indumentum pada Ampelocissus gracilis. A. memasai, B. membulu sikat
47 5. Ampelocissus imperialis (Miq.) Planch. ― Gambar 39 Ampelocissus imperialis (Miq.) Planch., Monogr. Phan. 5 (1887) 408. ― Vitis imperialis Miq. Fl. Ned. Ind. 1 (1861) 518. Tipe: Sumatera, Teysmann HB597 (Isotipe BO!). Habitus liana merambat. Indumentum wol cokelat tersebar, menutupi seluruh permukaan. Batang tua memipih, diameter 0.3-0.4 cm. Sulur tunggal berhadapan daun, panjang 3.5-9 cm. Daun penumpu membulat, ujung menyegitiga, panjang 0.4-0.8 cm. Daun tunggal, panjang tangkai 4.5-13 cm, menjantung, 10-24x10.5-30 cm, pangkal menjantung-tumpang tindih, tepi bergigi, sinus tumpul, panjang 0.050.15 cm, ujung runcing-berembang pertulangan menjala, tiga pertulangan utama, dengan sudut 40-50°, permukaan adaksial dan abaksial berindumentum wol putihkekuningan, licin pada venasi. Daun pelindung tidak ada. Perbungaan tirsus mengerucut, panjang 14-15 cm; cabang 22-24 pasang, panjang 1-1.5 cm, jarak ruas 0.5 cm; sulur pada pangkal perbungaan, panjang 15-16 cm. Kuncup bunga membulat 0.4-0-7x0.5-0.6 mm, duduk, kedudukan bulir berhadapan, licin, 5-7 bulir per cabang, jarak bulir 0.1 cm. Bunga berbilangan 4; kelopak seperti mangkok; mahkota melonjong, panjang 0.4 mm, ujung membulat, pangkal menyegi, hijau muda-kuning; tangkai sari tipis, panjang 0.4-0.6 mm; kepala sari membulat, pelekatan dorsifixed, ukuran 0.4x0.3 mm; putik membulat, beralur empat, ukuran 0.4x0.4 mm; tangkai putik gilig, panjang 0.2 mm; bakal buah beruang dua. Buah beri, membulat. Biji 1-3 per buah, eliptik.
A
Gambar 39 Ampelocissus imperialis (Teysmann 597). A. spesimen herbarium Sayatan paradermal daun, adaksial; dinding antiklinal sel epidermis tidak beraturan persegi, panjang 90-100 μm. Abaksial; dinding antiklinal sel epidermis abaksial daun tidak beraturan membulat; rambut kelenjar multiselular, kerapatan sangat lebat pada seluruh permukaan daun; stomata anomositik berpapila memipih bersatu, panjang 60 μm. Sayatan melintang daun, jumlah jaringan tiang satu lapis, tebal daun 100 μm; epidermis atas daun tipis; dua tipe kristal
48 kalsium oksalat jarum dan bintang, bentuk kristal kalsium oksalat jarum mempundi; kedudukan stomata menonjol terhadap epidermis bawah daun, papila sama tinggi terhadap stomata (Gambar 40). A
B
C 1
k s
sgm 100 μm
sgm 100 μm
50 μm
Gambar 40 Sayatan paradermal dan melintang daun A. imperialis. A. dinding antiklinal adaksial daun, B. permukaan abaksial daun, C. sayatan melintang. 1= jaringan tiang satu lapis, k= kristal kalsium oksalat jarum, s= stomata, sgm= rambut kelenjar multiselular Nama Lokal: akar behahau Sebaran: Sumatera, Jawa, Borneo. Spesimen yang diamati: Sumatera Barat, Lubuk Sikaping Teysmann 597. Catatan: Spesimen jenis A. imperialis yang diamati hanya berupa organ vegetatif, sehingga data mengenai morfologi organ generatif tidak tersedia, sehingga deskripsi organ generatif mengacu pada deskripsi Planchon (1887). Ampelocissus imperialis dapat dibedakan dengan jenis lainnya melalui ciri daun berukuran besar, yakni 10-24x10.5-30 cm, pangkal daun menjantung tumpang tindih dan pertulangan daun menjala. 6. Ampelocissus korthalsii Planch. ― Gambar 41
Ampelocissus korthalsii Planch., Monogr. Phan. 5 (1887) 410. Tipe: Sumatera, Korthals PW s.n. (Holotipe: Brux! foto). Habitus liana merambat. Indumentum memasai, tersebar tipis, menutupi sebagian permukaan. Batang tua memipih, diameter 0.4-0.5 cm. Sulur tunggal berhadapan daun, panjang 3.5-9 cm. Daun penumpu membulat, ujung menyegi tigamembulat, panjang 0.4-0.5 cm. Daun majemuk menjari, panjang tangkai 5-7.5 cm; anak daun lima, panjang tangkai 1.2-1.5 cm; bulat telur sungsang-asimetri 811.5x3.5-5.5 cm, pangkal membaji-asimetri, tepi bergigi, sinus rata, panjang 0.050.15 cm, ujung melancip-bertaring, pertulangan menyirip, dengan sudut 30-55°, permukaan adaksial berindumentum memasai pada venasi utama, seluruh permukaan abaksial berindumentum wol. Daun pelindung tidak ada. Perbungaan tirsus memanjang, panjang 28-29 cm; cabang 11-13 pasang, panjang 1-1.5 cm, jarak ruas 0.4-0.7 cm; sulur pada pangkal perbungaan, panjang 22-26 cm. Kuncup bunga melonjong 1-1.2x0.9-1 mm, duduk, kedudukan bulir berhadapan, licin, 5-6 bulir per cabang, jarak bulir 0.1 cm.
49
Gambar 41 Ampelocissus korthalsii (Korthals PW s.n.). Spesimen holotipe yang tersimpan di Herbarium Meise Sebaran: Sumatera, Jawa, Borneo, Sulawesi, Papua. Spesimen yang diamati: Sumatera, Korthals PW s.n. Catatan: Spesimen herbarium A. korthalsii tidak ditemukan di Herbarium Bogoriense (BO). Spesimen herbarium yang diamati berupa foto holotipe A. korthalsii dikoleksi oleh PW Korthals s.n. yang tersimpan di Herbarium Bruxell (Brux). Miquel mendeterminasi Vitis thyrsiflora β major dan diikuti oleh Khorthals yang mengkoleksi jenis yang sama di Sumatera karena keserupaan ciri perbungaannya dengan A. thyrsiflora. Planchon merevisi jenis Vitis thyrsiflora β major menjadi A. korthalsii karena ciri ujung daun melancip, tepi daun mengalunbergigi tebal, adaksial daun berindumentum halus berkilauan, indumentum menyarang laba-laba pada abaksial daun, pertulangan daun tenggelam, indumentum wol kelabu-cokelat kemerahan pada perbungaan dan tangkai sari silindris-menyegi empat. Spesimen herbarium A. korthalsii tidak tersedia di Herbarium Bogoriense (BO) dan juga tidak ditemukan dalam eksplorasi Sumatera, sehingga pengamatan variasi anatomi daun A. korthalsii secara paradermal dan melintang tidak dilakukan. 7. Ampelocissus ochracea ((Teijsm. & Binn.) Merr. ― Gambar 42 Ampelocissus ochracea ((Teijsm. & Binn.) Merr., Philipp. J. Sci. 11 (1916) 125. ― Cissus ochracea Teijsm. and Binn. Tijdschr. Nederl. Ind. 27 (1864) 35. Tipe: Sulawesi, Teysmann s.n. (Holotipe: n.v.) Habitus liana merambat. Batang tua memipih, diameter 0.3-0.5 cm. Sulur tunggal berhadapan daun, panjang 6.5-27 cm. Indumentum wol tersebar, menutupi seluruh permukaan, berwarna cokelat. Daun tunggal, panjang tangkai daun 7-12 cm, menjantung, 12-19x11-17.5 cm, pangkal menjantung persegi, tepi menggergaji ganda, sinus cekung-lurus, panjang 0.2 cm, ujung daun meruncing; pangkal daun
50 menjantung terbuka persegi, pertulangan menyirip, dengan sudut 45-55, permukaan adaksial berindumentum membulu baligh halus dan berindumentum wol pada venasi dan seluruh permukaan abaksial berindumentum wol. Daun penumpu dengan ujung menyegi tiga, panjang 0.4-0.7 cm. Perbungaan tirsus memanjang, panjang 6.5-36.8 cm, cabang 18-27 pasang, panjang 0.3-1.2 cm, jarak ruas 0.2-0.4 cm; sulur pada pangkal perbungaan, panjang 13-21 cm. Kuncup bunga membulat-melonjong 0.5-1x0.5-1 mm, duduk, kedudukan bulir berhadapan, licin, 4-8 bulir per cabang; jarak bulir 0.1 cm. Bunga berbilangan 4, kelopak seperti mangkok; mahkota melonjong 0.9 mm, ujung membulat, pangkal menyegi; tangkai sari tipis, panjang 0.4-0.6 mm kepala sari membulat, pelekatan dorsifixed, panjang 0.4-0.5 mm; putik membulat, beralur empat, ukuran 0.9x0.50.9 mm; tangkai putik gilig, panjang 0.1-0.3 mm; bakal buah beruang dua. A
B
0.5 mm
C
0.5 mm
Gambar 42 Ampelocissus ochracea (CHNB s.n.). A. spesimen herbarium; B. kepala sari; C. variasi bunga berbilangan 3 Sayatan paradermal daun, adaksial; dinding antiklinal sel epidermis tidak beraturan persegi, panjang 70-90 μm. Abaksial; dinding antiklinal sel epidermis tidak beraturan membulat; rambut kelenjar uniselular pada seluruh permukaan daun; tipe stomata anomositik berpapila berumbai, panjang 40-60 μm. Sayatan melintang daun, jumlah jaringan tiang satu lapis, tebal daun 160 μm; epidermis atas daun tipis; dua tipe kristal kalsium oksalat jarum dan bintang, bentuk kristal kalsium oksalat menjarum; kedudukan stomata menonjol terhadap epidermis bawah daun, papila lebih tinggi daripada stomata (Gambar 43).
51 A
B
C k sg
100 μm
50 μm
s
50 μm
Gambar 43 Sayatan paradermal dan melintang daun A. ochracea. A. dinding antiklinal sel epidermis adaksial daun, B. permukaan abaksial daun; C. sayatan melintang. k= kristal kalsium oksalat jarum, s= stomata, sg= rambut kelenjar uniselular Sebaran: Sumatera, Borneo (Sabah, Brunei), Filipina (Basilan, Culion, Mindanao), Sulawesi, Papua. Spesimen yang diamati: Nanggroe Aceh Darussalam, Tanah Gayo, CGGJ van Steenis 9204, Bangka, Teysmann s.n., Patria, Leg. s.n., CHNB s.n., Teysmann 5676. Catatan: Jenis A. ochracea dipindahkan oleh Planchon (1887) menjadi A. imperialis, kemudian Merril (1916) mengembalikan A. imperialis menjadi A. ochracea. Kunci identifikasi varietas Ampelocissus ochracea 1a. Daun tidak bercuping, permukaan adaksial berindumentum wol pada venasi daun, daun penumpu membulat-menyegitiga, sulur perbungaan tidak bercabang, kelopak bunga pendek serta licin ……. A. ochracea var. ochracea b. Daun bercuping tiga, kedalaman 9-16 cm, permukaan adaksial daun berindumentum membulu baligh diseluruh permukaan, daun pelindung 2x2 cm, sulur perbungaan bercabang dua, kelopak berindumentum wol menutupi kuncup bunga ………………………………..….… A. ochracea var. trilobata Jika ditinjau dari ciri A. imperialis dan A. ochracea memiliki perbedaan pada beberapa ciri yakni, kehadiran indumentum pada permukaan adaksial daun, bentuk pangkal daun dan jumlah pertulangan daun. Jenis A. ochracea memiliki indumentum berbulu baligh di seluruh permukaan adaksial daun, sedangkan jenis A. imperialis memiliki indumentum wol. Pangkal daun tunggal menjantung pada jenis A. imperialis tumpang tindih, sedangkan jenis A. ochracea dengan pangkal terbuka persegi. Pertulangan daun A. imperialis dengan tipe menjala dan berjumlah lebih banyak dibandingkan dengan A. ochracea yang memiliki tipe pertulangan daun menyirip (Tabel 5). Tabel 5 Perbandingan morfologi jenis A. imperialis dan A. ochracea No.
Jenis
Indumentum
Bentuk pangkal daun
1.
A. imperialis
Wol
Menjantung tumpang tindih
2.
A. ochracea
Berbulu baligh
Terbuka persegi
Pertulangan daun Menjala Menyirip
52 ― Ampelocissus ochracea var. trilobata Merr.― Gambar 44 Ampelocissus ochracea var. trilobata Merr., Philipp. J. Sci. 11 (1916) 125. Tipe: Filipina, Mcgregor 10773 (Holotipe: BO!) A
B
C
0.5 mm
D
1 mm
Gambar 44 Ampelocissus ochracea var. trilobata (W Takeuchi, Juprisi Zegar, Kolang Sihotang 18550). A. spesimen herbarium; B. daun pelindung; C. tangkai dan kepala sari; D. kelopak bunga menutupi kuncup bunga Habitus liana merambat. Indumentum wol tersebar menutupi seluruh permukaan, berwarna cokelat keemasan. Batang tua memipih diameter 0.5-0.6 cm. Sulur tidak diamati. Daun tunggal, panjang tangkai daun 18 cm, menjantung bercuping 3 dalam dan menajam, ukuran 24x25 cm, pangkal menjantung terbuka persegi, tepi menggergaji ganda, sinus rata, panjang 0.3-0.4 cm, ujung bertaring, pertulangan tiga tulang utama membelah daun, dengan sudut 45-50°, permukaan adaksial berindumentum membulu baligh halus dan berindumentum wol pada venasi dan seluruh permukaan abaksial berindumentum wol. Daun penumpu tidak ada. Daun pelindung ada, panjang dahan 2x2, sulur 3x0.5 cm, cabang perbungaan 0.4-0.6 cm. Perbungaan tirsus memanjang, panjang 23 cm, cabang 20-23 pasang, panjang 1-1.8 cm, jarak ruas 0.3-0.4 cm; sulur pada pangkal perbungaan, bercabang dua, panjang 27 cm. Kuncup bunga membulat 1x1 mm, duduk, kedudukan bulir berhadapan, licin, 4-8 bulir per cabang; jarak bulir 0.1 cm. Bunga berbilangan 4; kelopak berindumentum wol seperti mangkok menutupi kuncup bunga; mahkota melonjong 0.9 mm, ujung membulat, pangkal menyegi; tangkai sari tipis, panjang 0.3-0.5 mm kepala sari membulat-menyegitiga, pelekatan dorsifixed, panjang 0.4-0.5 mm; putik membulat, beralur empat, ukuran 0.7x0.6 mm; tangkai putik gilig, panjang 0.2-0.3 mm; bakal buah beruang dua. Sayatan paradermal daun, adaksial; dinding antiklinal sel epidermis berliuk panjang 250 μm; berambut beruntun tunggal pada seluruh permukaan daun, panjang 370-420 μm. Abaksial; dinding antiklinal sel epidermis berliuk bergelombang; rambut kelenjar uniselular pada seluruh permukaan daun dan
53 rambut beruntun tunggal pada pertulangan daun; stomata anomositik berpapila berumbai, panjang 70-80 μm. Sayatan melintang daun, jumlah jaringan tiang satu lapis, tebal daun 126 μm; epidermis atas daun tipis; dua tipe kristal kalsium oksalat jarum dan bintang, bentuk kristal kalsium oksalat jarum menjarum; kedudukan stomata menonjol pada epidermis bawah daun, stomata dan papila dengan ukuran panjang yang sama (Gambar 45). A
C
B
ss
sg
100 μm
100 μm
100 μm
D
ss
E
F 1
k
100 μm
100 μm
s
100 μm
Gambar 45 Sayatan paradermal dan melintang daun A. ochracea var. trilobata. A. permukaan adaksial daun, B. permukaan abaksial daun, C. dinding antiklinal sel epidermis, D. stomata, E. kedudukan stomata, F. sayatan melintang. 1= jaringan tiang satu lapis, k= kristal kalsium oksalat jarum, s= stomata, sg= rambut kelenjar uniselular, ss= rambut beruntun tunggal Sebaran: Sumatera, Filipina (Catanduanes, Luzon, Mindanao, Mindoro, Polillo). Spesimen yang diamati: Sumatera Utara. Tapanuli Selatan, W Takeuchi, Juprisi Zegar& Kolang Sihotang 18550. Catatan: Ampelocissus ochracea var. trilobata belum pernah dilaporkan terdapat di Sumatera, jenis ini sebelumnya hanya ditemukan di Filipina. Spesimen herbarium ini tersimpan dengan nama Ampelocissus aff. ochracea yang ternyata memiliki kesamaan dengan A. ochracea var. trilobata yang terdapat di Filipina. Ampelocissus ochracea var. trilobata, memiliki ciri pangkal cuping daun yang tajam, tepi daun menggergaji ganda, daun penumpu tangkai dan perbungaan yang besar (2x2 cm), juga sulur yang bercabang dua. 8. Ampelocissus polythyrsa (Miq.) Gagnep. ― Gambar 46 Ampelocissus polythyrsa (Miq.) Gagnep., Bull. Soc. Hist. Nat. Autun 23 (1911) 20. ― Vitis polythyrsa Miq. Ann. Mus. Bot. Lugduno-Batavi 1 (1863) 89. Tipe: Sumatera, Korthals PW s.n. (Isotipe: P! foto).
54 Habitus terna merambat. Indumentum memasai, putih, tersebar tipis, menutupi sebagian permukaan. Batang tua memipih, diameter 0.3-0.5 cm. Sulur tunggalbercabang dua, berhadapan dengan daun, 10-32 cm. Daun penumpu membulat, ujung menyegitiga-membulat, 0.1-0.5 cm. Daun majemuk menjari-menjari kaki, panjang tangkai 2-9.5 cm; anak daun 5-6, panjang tangkai 0.5-2 cm, bundar telursungsang-eliptik-simetri 5.5-14.5x2-5.5 cm, pangkal membaji-asimetri, tepi menggergaji, sinus rata, panjang 0.05-0.15 cm, ujung melancip-berekor, pertulangan menyirip, dengan sudut 30-55°, permukaan adaksial berindumentum memasai, hanya pada venasi, seluruh permukaan abaksial berindumentum memasai tipis putih-kekuningan. Perbungaan tirsus memanjang, panjang 5.5-14 cm, cabang 11-13 pasang, panjang 0.6-2.5 cm, jarak ruas 0.5-0.8 cm; sulur pada pangkal perbungaan, panjang 16-20 cm. Kuncup bunga melonjong, 1.7-1.9x0.91.1 mm, duduk, kedudukan bulir berhadapan, licin, 4-6 bulir per cabang, jarak bulir 0.1 cm. Bunga berbilangan 4; kelopak seperti mangkok; mahkota melonjong 1.4-1.6x0.4-0.5 mm, ujung membulat, pangkal menyegi, warna kehijauan-cokelat kekuningan; tangkai sari tipis, panjang 1 mm; kepala sari menyegitiga, pelekatan basifixed, ukuran 0.7x0.4 mm; putik membulat, beralur empat, ukuran 1-1.2x0.6 mm; tangkai putik gilig, panjang 0.2 cm; bakal buah beruang dua. Buah beri, membulat, panjang 1.5-2 cm. Biji 1-2 per buah. AA
B
C
0.5 µm 1 mm
Gambar 46 Ampelocissus polythyrsa (Teysmann s.n.). A. spesimen herbarium, B. kuncup bunga duduk, C. kepala sari dan tangkai sari dengan tipe pelekatan basifixed Sayatan paradermal daun, adaksial; dinding antiklinal sel epidermis daun tidak beraturan membulat, panjang 70-90 μm. Abaksial; dinding antiklinal sel epidermis abaksial daun tidak beraturan melonjong; rambut kelenjar uniselular pada seluruh permukaan daun dan rambut beruntun tunggal pada pertulangan daun; stomata anomositik berpapila halus dan rebah, panjang 50-70 μm. Sayatan melintang daun, jumlah jaringan tiang dua lapis, tebal daun 220 μm; epidermis atas daun tipis; dua tipe kristal kalsium oksalat jarum dan bintang, bentuk kristal kalsium
55 oksalat jarum mempundi; kedudukan stomata rata pada epidermis bawah daun, papila sama tinggi dengan stomata. (Gambar 47). A
C
B ss
sg 100 μm
100 μm
D 1
50 μm
E
k
50 μm
s
Gambar 47 Sayatan paradermal dan melintang daun A. polythyrsa. A. dinding antiklinal adaksial daun, B. permukaan abaksial daun, C. stomata, D. sayatan melintang, E. kedudukan stomata. 1= jaringan tiang satu lapis, k= kristal kalsium oksalat jarum, s= stomata, sg= rambut kelenjar uniselular, ss= rambut beruntun tunggal Nama lokal: akar lambei, akar lemar, akar retak, akar garang kecil Sebaran: Indochina, Semenanjung Malaya, Borneo, Sumatera. Jenis yang diamati: Sumatera Utara, Taman Nasional Gunung Leuser WJJD de Wilde & BEE de Wilde 15589, Sikundur, WJJD de Wilde & BEE de Wilde 19481, Lampung, Taman Nasional Way Kambas Dalimunthe SH 4, Bangka, Sungai Liat, Bünnemeijer 1633, Muntok Teysmann 50-28, Teysmann s.n.; Jeboes, Teysmann s.n., JD Kobus s.n.; Koba, Teysmann s.n.; Pangkal Pinang, Teysmann s.n. Catatan: Ampelocissus polythyrsa memiliki ciri yang mirip dengan A. thyrsiflora. Jenis A. polythyrsa dapat dibedakan dengan jenis A. thyrsiflora dan jenis Ampelocissus lainnya dari ciri tipe indumentum memasai pada seluruh permukaan tumbuhan, bentuk kuncup bunga melonjong dan tipe pelekatan kepala sari basifixed. 9. Ampelocissus rubiginosa Lauterb. ― Gambar 48 Ampelocissus rubiginosa Lauterb. ex Winkler in Engl. Bot. Jahrb. 44 (1910) 535. Tipe: Borneo, Winkler 3281 (Holotipe: BO!). Habitus liana merambat. Indumentum menggimbal cokelat kemerahan pendek tersebar, tipis tidak menutupi seluruh permukaan. Batang tua memipih, diameter 0.3-0.5 cm. Sulur berhadapan daun, tidak bercabang, panjang 10-32 cm. Daun penumpu membulat, ujung menyegi tiga-membulat, 0.15-0.2 cm. Daun majemuk menjari-menjari kaki, panjang tangkai 4-4.5 cm; anak daun 5-7, panjang tangkai
56 0.4-1.1 cm, bundar telur sungsang-eliptik, asimetri 3.5-6.5x1.5-3 cm, pangkal membaji-asimetri, tepi bergigi, sinus rata, panjang 0.05-0.1 cm, ujung melancipbertaring, pertulangan menyirip, dengan sudut 40-50°, permukaan adaksial dan abaksial berindumentum menggimbal cokelat kemerahan hanya pada venasi. Perbungaan tirsus mengerucut, panjang 8-15 cm; cabang 10-13 pasang, panjang 0.9-2.5 cm, jarak ruas 0.3-0.5 cm; sulur pada pangkal perbungaan, panjang 8-12 cm. Kuncup bunga melonjong 1.9-2x0.6-1.2 mm, duduk, kedudukan bulir berhadapan, licin, 8-10 bulir per cabang, jarak bulir 0.1 cm. Bunga berbilangan 4; kelopak seperti mangkok; mahkota melonjong, panjang 0.8 mm, ujung membulat, pangkal menyegi, kehijauan; tangkai sari tebal, panjang 1 mm; kepala sari melonjong, pelekatan dorsifixed, ukuran 0.7x0.4-0.7 mm; putik membulat, beralur empat, ukuran 0.8-1x0.8-0.9 mm; putik gilig, panjang 0.2 cm; bakal buah beruang dua. Buah beri membulat-melonjong hingga eliptik, kehijauan hingga lembayungmerah, panjang 1.8-2 cm. Biji 1-2 per buah, melonjong, panjang 0.9-1.3 cm. A
B
C
D
0.5 mm
Gambar 48 Ampelocissus rubiginosa (Soepadmo 251). A. spesimen herbarium, B. daun, C. kuncup bunga berbentuk melonjong, D. kepala sari dan tangkai sari dengan tipe pelekatan dorsifixed Sayatan paradermal daun, adaksial; dinding antiklinal sel epidermis tidak beraturan persegi, panjang 70-90 μm. Abaksial; dinding antiklinal sel epidermis abaksial daun tidak beraturan melonjong; rambut kelenjar uniselular pada seluruh permukaan daun dan rambut beruntun tunggal pada pertulangan daun; stomata anomositik licin, panjang 100-120 μm; Sayatan melintang daun, jumlah jaringan tiang dua lapis, tebal daun 300 μm; epidermis atas daun tipis; dua tipe kristal kalsium oksalat jarum dan bintang, bentuk kristal kalsium oksalat jarum mempundi; kedudukan stomata rata pada epidermis bawah daun (Gambar 49).
57 A
B
C ss
sg
100 μm
100 μm
D
100 μm
E 1 k
2
dr 100 μm
s
Gambar 49 Sayatan paradermal dan melintang daun A. rubiginosa. A. dinding antiklinal sel epidermis adaksial daun, B. permukaan abaksial daun, C. stomata, D. sayatan melintang, E. kedudukan stomata. 1= jaringan tiang satu lapis, 2= jaringan tiang dua lapis, k= kristal kalsium oksalat jarum, s= stomata, sg= rambut kelenjar uniselular, ss= rambut beruntun tunggal Sebaran: Sumatera, Borneo. Spesimen yang diamati: Sumatera Utara, Taman Nasional Gunung Leuser, WJJD de Wilde & BEE de Wilde 20695; Tapanuli Selatan W Takeuchi & E Sambas 18328. Riau, Tenayan Raya Soepadmo 251. Catatan: Ampelocissus rubiginosa merupakan rekamam baru jenis Ampelocissus di Sumatera. Koleksi W. Takeuchi & E. Sambas 18328 yang disimpan dengan nama jenis Ampelocissus cf. thyrsiflora, memiliki ciri daun bundar telur sungsang, sinus daun tumpul, tipe indumentum menggimbal dan kuncup bunga lonjong, yang merupakan ciri A. rubiginosa. Umumnya daun A. rubiginosa mempunyai tipe daun majemuk menjari lima. Variasi tipe daun majemuk menjari kaki lima hingga tujuh ditemukan pada nomor koleksi ini. 10. Ampelocissus thyrsiflora (Blume) Planch. ― Gambar 50 Ampelocissus thyrsiflora (Blume) Planch., Monogr. Phan. 5 (1887) 409. Suessenguth, Natur. Pflazenfam. 20 (1963) 307. Backer and Bakhauizen van den Brink, Fl. Java 2 (1965) 87. ― Cissus thyrsiflora Blume, Bijdr. Fl. Ned. Ind. 1 (1825) 187. ― Vitis thyrsiflora Miq., King, Jour. As. Soc. Beng 65:2 (1896) 391. Tipe: Jawa, Blume s.n. (Holotipe: BO!). Habitus liana merambat. Indumentum wol menutupi seluruh permukaan, berwarna cokelat kemerahan. Batang tua memipih, berongga hingga tidak, diameter 0.3-0.5 cm. Sulur tunggal berhadapan daun, panjang 10-32 cm. Daun penumpu membulat, ujung menyegi tiga-membulat, panjang 0.2-1 cm. Daun majemuk menjari
58 membulat, panjang tangkai 12-16 cm; anak daun 3-5, panjang tangkai 3-5 cm, bundar telur sungsang-asimetri, 5.5-20x3-7 cm, pangkal membaji-asimetri, tepi bergigi, sinus tumpul, panjang 0.05-0.1 cm, ujung melancip-bertaring, pertulangan menyirip, dengan sudut 45-55°, permukaan adaksial berindumentum wol hanya pada venasi, seluruh permukaan abaksial berindumentum wol cokelat kemerahan. Perbungaan tirsus memanjang, panjang 11-20 cm, cabang 13-32 pasang, panjang 0.5-7.5 cm, jarak ruas 0.5-0.7 cm; sulur pada pangkal perbungaan, panjang 21-28 cm. Kuncup bunga membulat-melonjong 0.5-1.3x0.5-1 mm, duduk, kedudukan bulir berkarang, licin, 15-17 bulir per cabang, jarak bulir 0.05 cm. Bunga berbilangan 4; kelopak seperti mangkok; mahkota melonjong 1-1.3 mm, ujung membulat, pangkal menyegi, hijau kekuningan; tangkai sari tipis, panjang 0.6-0.7 mm; kepala sari membulat, pelekatan dorsifixed, ukuran kepala sari 0.6x0.4 mm; putik membulat, beralur empat, ukuran 0.7-1x0.7-0.9 mm; tangkai putik gilig, panjang 0.2 cm; bakal buah beruang dua. Buah beri membulat-melonjong, warna hijau-tua merah hingga lembayung gelap, panjang 1-2.5 cm. Biji 2-3 biji per buah, bulat telur sungsang. A
B
C
D
1 mm
Gambar 50 Ampelocissus thyrsiflora (Dalimunthe SH 6). A. spesimen herbarium, B. bunga berbilangan empat, C. kuncup bunga berbentuk membulat, D. tipe perbuahan beri Sayatan paradermal daun, adaksial; dinding antiklinal sel epidermis tidak beraturan membulat, panjang 60-80 μm. Abaksial; dinding antiklinal sel epidermis abaksial daun tidak beraturan membulat; rambut kelenjar uniselular pada seluruh permukaan daun dan rambut beruntun tunggal; stomata anomositik berpapila berumbai, panjang 100-150 μm. Sayatan melintang daun, jumlah jaringan tiang satu lapis, tebal daun 290 μm; epidermis atas daun tipis; dua tipe kristal kalsium oksalat jarum dan bintang, bentuk kristal kalsium oksalat jarum mempundi; kedudukan stomata rata pada epidermis bawah daun, tenggelam diantara papila tegak (Gambar 51).
59 A
B
C sg p
100 μm
100 μm
D
100 μm
E 1
k 100 μm
s
100 μm
Gambar 51 Sayatan paradermal dan melintang daun A. thyrsiflora. A. dinding antiklinal sel epidermis adaksial daun, B. permukaan abaksial daun, C. stomata, D. sayatan melintang, E. kedudukan stomata. 1= jaringan tiang satu lapis, k= kristal kalsium oksalat jarum, p= papila, s= stomata, sg= rambut kelenjar uniselular Nama lokal: akar apu, galing Sebaran: Sumatera, Borneo, Semenanjung Malaya, Vietnam, Kampuchea, Thailand. Spesimen yang diamati: Pulau Batu, Leg 302. Nanggroe Aceh Darussalam, Pulau Tapah, Achmad 1602, Tanah Gayo, CGGJ van Steenis 9320, Sumatera Utara, Sibolangit, JA Lorzing 5205, Sembahe, JA Lorzing 5605, Bahorok, JA Lorzing 17035, Bandar Baru, JA Lorzing 14056; Tapanuli Selatan, W Takeuchi & E Sambas 18328, Dalimunthe SH 13, Sumatera Barat, Lubu Along, Teysmann 596, Padang, HS Yates 706, HS Yates s.n., Bukit Barisan, Muro Kalumpi, EF de Vogel 2711, Bukit Tinggi, HAB Bunnemeijer 3023, Sumatera Selatan, Berbak, Leg 90, Banyuasin, W Grashoff 952, Dalimunthe SH 5,. Bangka, Pangkal Pinang, Altheer JJ 55, Sungai Liat, HAB Bunnemeijer 1631, CNB CHM 3638; Lobok Besar, Kostermans 151, JD Kobus sn, Djeboes, Teysmann sn, Kostermans 3, G. Pading, Kostermans 1025, Merawang, Dalimunthe SH 6, Dalimunthe SH 7, Dalimunthe SH 8, Dalimunthe SH 9, Gerunggang, Dalimunthe SH 10, Gunung Mangkol, Dalimunthe SH 11, Belitung, Tanjung Pandan, 1905 Leg s.n., Lingga Archipelago, Pulau Singkep HAB Bunnemeijer 7195. Catatan: Jenis Ampelocissus thyrsiflora mempunyai variasi paling besar diantara jenis Ampelocissus yang ditemukan di Sumatera. Variasi jenis ini terdapat pada tipe dan keberadaan indumentum, kedudukan daun, bentuk daun, serta bentuk dan kehadiran indumentum pada kuncup bunga. Kedudukan daun majemuk menjari ditemukan pada jenis Ampelocissus thyrsiflora. Jumlah daun bervariasi mulai tiga hingga lima helai. Variasi pada bentuk daun yang ditemukan, yaitu melonjong, bundar telur sunsang, melanset
60 hingga asimetri (Gambar 52). Bentuk melanset merupakan bentuk yang belum pernah tercatat pada penelitian sebelummya. A
B
D
C
E
Gambar 52 Variasi tipe dan bentuk daun A. thyrsiflora. A-B: tipe daun majemuk menjari, A. jumlah helai anak daun tiga, B. helai anak daun lima. CD: bentuk daun, C. melonjong, D. bundar telur sunsang, E. melanset Pada umumnya satu jenis memiliki rentangan bentuk kuncup bunga yang tidak terlalu besar, tetapi kuncup bunga pada jenis ini memiliki bentuk yang sangat bervariasi. Variasi bentuk kuncup bunga yang dimiliki Ampelocissus thyrsiflora, yaitu melonjong ujung membulat, melonjong ujung dan bentuk kuncup membulat (Gambar 53). A
B
Gambar 53 Variasi ujung kuncup bunga A. thyrsiflora. A. membulat, B. bersegi Kuncup bunga A. thyrsiflora umumnya tidak ditutupi oleh indumentum (licin). Variasi kuncup bunga yang ditemukan, yakni licin hingga berindumentum
61 tebal (Gambar 54). Indumentum pada permukaan kuncup bunga belum pernah dilaporkan sebelumya. A
B
Gambar 54 Variasi kuncup perbungaan A. thyrsiflora. A. berindumentum, B. licin
62
5 SIMPULAN Berdasarkan studi terhadap 71 spesimen yang tersimpan di Herbarium Bogoriense (BO) dan 12 spesimen hasil eksplorasi di Sumatera, sepuluh jenis dan satu varietas Ampelocissus ditemukan berada di Sumatera. Tujuh jenis Ampelocissus didapatkan sesuai dengan studi sebelumnya, yakni A. arachnoidea, A. gracilis, A. imperialis, A. korthalsii, A. ochracea, A. polythyrsa, dan A. thyrsiflora; tiga jenis dan satu varietas rekaman baru, A. elegans, A. filipes, A. rubiginosa, dan A. ochracea var. trilobata. Jenis Ampelocissus dapat dibedakan berdasarkan ciri vegetatif (habitus, tipe indumentum, tipe daun, bentuk daun, bentuk daun penumpu, keberadaan dan ukuran daun pelindung) serta ciri generatif (tipe perbungaan, tangkai bunga, indumentum kuncup bunga, bentuk kuncup bunga, bentuk putik bunga, dan ukuran tangkai putik). Ciri anatomi merupakan ciri yang dapat mempunyai nilai taksonomi dalam membedakan jenis-jenis Ampelocissus di Sumatera. Adapun ciri yang di amati adalah, bentuk dinding antiklinal sel epidermis adaksial dan abaksial, jumlah lapisan jaringan tiang, bentuk epidermis atas, tebal daun, keberadaan papila, tipe dan bentuk kristal kalsium oksalat, serta kedudukan stomata pada sisi abaksial daun. Dari keseluruhan ciri morfologi anatomi yang diamati, terdapat enam ciri yang belum pernah dilaporkan sebelumnya, yakni indumentum membulu sikat pada pertulangan abaksial daun, bentuk daun melanset, indumentum wol pada kuncup bunga, jumlah bilangan bunga, kedudukan stomata serta ciri papila. Koefisien keserupaan Ampelocissus di Sumatera berdasarkan 25 ciri morfologi berkisar 0.35-0.96 yang terbagi menjadi tiga kelompok besar. Kelompok I terdiri dari A. arachnoidea, kelompok II terdiri dari A. filipes, A. elegans, A. korthalsii, A. thyrsiflora, A. imperialis, A. ochracea, dan A. ochracea var. trilobata, sedangkan kelompok III terdiri atas jenis A. gracilis, A. polythyrsa dan A. rubiginosa. Pengelompokan hasil studi sejalan dengan pengelompokan studi sebelumnya, yaitu semua jenis Ampelocissus mengelompok berdasarkan ciri perbungaan. Koefisien keserupaan Ampelocissus di Sumatera juga ditentukan berdasarkan 16 ciri anatomi, yang berkisar antara 0.48-0.81. Marga Ampelocissus terbagi menjadi dua kelompok pada koefisien 0.50. Pengelompokan berdasarkan ciri anatomi menunjukkan kesamaan yang besar. Namun demikian, perbedaan pengelompokan juga didapat dalam pengelompokan berdasarkan ciri morfologi dan ciri anatomi. Terbatasnya ciri anatomi yang digunakan diduga menyebabkan pengelompokan yang dihasilkan tidak sepenuhnya mendukung pengelompokan berdasarkan ciri morfologi. Jenis Ampelocissus tersebar di Pulau Sumatera dari ketinggian 5-1400 m dpl, dengan jenis A. arachnoidea, A. filipes, A. polythyrsa, dan A. thyrsiflora. sebagai jenis kosmopolit. Provinsi Nangroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, dan Bangka Belitung merupakan wilayah sebaran utama jenis Ampelocissus di Sumatera.
63
DAFTAR PUSTAKA Backer CA, Bakhuizen van den Brink Jr. RC 1963. Flora of Java. Volume 2. Groningen (NL): NVP Noordhoff. Chen I, Manchester SR. 2007. Seed morphology of modern and fossil Ampelocissus (Vitaceae) and implications for phytogeography. Amer J Bot. 94:1534-1553. Chen I. 2009. History of Vitaceae inferred from morphology-based phylogeny and the fossil record of seeds [disertasi]. Florida (US): University of Florida. Choudhary K, Singh M, Pillai U. 2008. Ethnobotanical survey of Rajasthan - an update. Am Euras J Bot. 1:38-45. Cutler DF. 1978. Applied plant anatomy. London (UK). Longman. Davis SD. 1995. Regional overview: South East Asia (Malesia). Di dalam: Davis SD, Heywood VH, editor. Centres of plant diversity. Volume 2. Oxford (UK): WWF/IUCN. Djarwaningsih T, Sunarti S, Kramadibrata K. 2002. Panduan pengolahan dan pengolahan material herbarium serta pengendalian hama terpadu di Herbarium Bogoriense. Bogor (ID): Puslit Biologi-LIPI. Falah F, Sayektiningsih T, Noorcahyati. 2013. Keragaman jenis dan pemanfaatan tumbuhan berkhasiat obat oleh masyarakat sekitar hutan lindung Gunung Beratus, Kalimantan Timur. Jurnal PHKA. 10:1-18. Gilg E, Brandt M. 1911. Vitaceae Africanae. Bot Jahrb Syst. 46:419-435. Ifrim C, Jitareanu CD, Slabu C, Marta AE. 2012. Aspects regarding the calcium oxalate crystals at the grapevines cultivated in Iasi and Cotnari vineyards. Lucrari Stiinfice. 55:74-77. [IPGRI] International Plant Genetic Resources Institute. 1997. Descriptors for grapevine (Vitis spp.). Rome (IT): Italy. King G. 1896. Ampelidaceae, materials for the flora of the Malay Peninsula Disciflorae. Jour As Soc Beng. 65:385-407. Latiff A. 1982. Studies in Malesian Vitaceae, 4. The genera of Ampelocissus, Ampelopsis and Parthenocissus in the Malay Peninsula. Fed Mus J. 27:7893. Latiff A. 2001. Studies in Malesian Vitaceae. Taxonomic notes on Cissus, Ampelocissus, Nothocissus and Tetrastigma and other genera. Folia Malaysiana. 2:179-189. Laumonier Y. 1997. The vegetation and physiography of Sumatra. Dordrecht (NL): Kluwer Academic Pulishers. Linnaeus C. 1753. Species plantarum. Stockholm (SW): Laurentius Salvius. Merrill ED. 1916. New or interesting Philippine Vitaceae. Phillip J Sci. 9:125145. Merrill ED. 1921. A bibliographic enumeration of Bornean plants. Singapore (SG): Fraser and Neave. Merrill ED. 1938. New Sumatran plants III. Di dalam: McCartney ES and Stockhard AH, editor. Papers of the Michigan academy of science arts and letters. Norwood (US): The Plimpton Press. Metcalfe CR, Chalk L. 1950. Ampelidaceae (Vitaceae). D i dalam: Anatomy of the dicotyledons. Volume 2. London (UK): Oxford Press.
64 Miquel FAG. 1863. Ampelidae novae. Di dalam: Miquel FAG, Wilhelm FA, editor. Flora Indiae Batavae, supplementum primum prodromus florae Sumatranae accedunt tabulae 4. Amsterdam (NL): CG van der Post. Monteiro A, Teixeira G, Lopes CM. 2013. Comparative leaf micromorphoanatomy of Vitis vinifera ssp. vinifera (Vitaceae). Ciencia Tec Vitiv. 28:19-28. Najmaddin C. 2014. Leaf anatomy and palynological differences among selected cultivars of Vitis vinifera and Parthenocissus quinquefolia (Vitaceae). Species. 9:6-12. Planchon JE. 1884. Les vignes des tropiques du genre Ampelocissus considérées au point de vue pratique. Vigne Amer Vitic Eur. 8:370-381. Planchon JE. 1887. Monographie des Ampélidées vrais. Di dalam: Candolle D, Casimir AE, editor. Monographiae phanaerogamarum. Volume 5. Paris (FR): Sumptibus G Mason. Ren H, Pan KY, Chen ZD, Wan RQ. 2003. Structural characthers of leaf epidermis and their systemic significance in Vitaceae. Acta Phytotax Sin. 41:531-544. Ren H. 2011. Phylogenetic analysis of the grape family (Vitaceae) based on the noncoding plastid trnC-petN, trnH-psbA, and trnL-F sequences. Taxon. 60:629–637. Rifai MA. 2013. Asas-asas sistematika biologi. Bogor (ID): Puslit Biologi-LIPI. Rifai MA, Puryadi D. 2008. Glosarium Biologi. Jakarta (ID): Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. Ridley HN. 1922. Ampelidaceae. Di dalam: Flora of Malay Peninsula. London (UK): Reeves and Co. Rohlf FJ. 2000. NTSYS-pc numerical taxonomy and multivariate analysis system. Setauket (US): Exeter Software. Roos MC, Keßler PJA, Gradstein SR, Baas P. 2004. Species diversity and endemism of five major Malesian island; diversity-area relationship. J Biogeogr. 31:1893-1908. Rugayah, Retnowati A, Windadri FI, Hidayat A. 2004. Pengumpulan data Taksonomi. Di dalam: Rugayah, Widjaja EA, Praptiwi, editor. Pedoman pengumpulan data keanekaragaman flora. Bogor (ID): Puslit Biologi -LIPI. Sari R. 2009. Taman Wisata Alam Sicikeh-cikeh. Di dalam: Hartini S dan Puspitaningtyas DM, editor. Keanekaragaman tumbuhan Pulau Sumatera. Bogor (ID): LIPI Pr. Soejima A, Wen J. 2006. Phylogenetic analysis of the grape family (Vitaceae) based on three chloroplast markers. Amer J Bot. 93:278–287. Suessenguth G. 1953. Vitaceae. Di dalam: Engler A, Prantl K, editor. Die naturlichen Pflanzen familien. Volume 20. Berlin (GE): Dunker and Humblot. Tomlinson PB. 1965. Stomatal structure in Pandanaceae. Pac Sci. 19:38-54. Uji T. 2007. Keanekaragaman jenis buah-buahan asli Indonesia dan potensinya. Biodiversitas. 8:157-167. Wen J. 2007. Vitaceae. Di dalam: Kubitzki K, editor. The families and genera of vascular plants. Volume 9. Germany (GE): Springer. Wen J, Kiapranis R, Lovave M. 2013a. Ampelocissus asekii, a new species of Vitaceae from Papua New Guinea. Phytokeys. 21:1-6.
65 Wen J, Lu LM, Boggan JK. 2013b. Diversity and evolution of Vitaceae in the Philippines. Phillip J Sci. 142:223-244. Yeo CK, Ang WF, Lok AFSL, Ong KH. 2013. The conservation status of Ampelocissus Planch. (Vitaceae) of Singapore, with a special note on Ampelocissus ascendiflora Latiff. Nat Sing. 6:45-53. Zongo C, Savadogo A, Ouattara L. 2010. Polyphenols content, antioxidant and antimicrobial activities of Ampelocissus grantii (Baker) Planch. (Vitaceae): a medicinal plant from Burkina Faso. Int J Phar. 6:880-887.
66
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Medan, Sumatera Utara pada tanggal 2 Januari 1990 sebagai putri dari pasangan Bapak Syamsul Bahri Dalimunthe dan Ibu Nazimah AR. Penulis merupakan anak keenam dari tujuh bersaudara. Penulis lulus dari SMA Negeri 5 Medan pada tahun 2008. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan sarjana di Jurusan Pendidikan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) di Universitas Negeri Medan (UNIMED). Pada tahun 2011 penulis menjadi asisten praktikum Biologi Umum, Taksonomi Hewan Tingkat Tinggi di Jurusan Biologi, UNIMED dan lulus pada tahun 2012. Pada tahun 2013 penulis melanjutkan perkuliahan untuk strata S2 di Mayor Biologi Tumbuhan (BOT) Departemen Biologi pada Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB). Penulis selama menempuh Program Pascasarjana mendapatkan program Beasiswa Pendidikan Pascasarjana Dalam Negeri (BPPDN) 2013. Penulis pernah menjadi pemakalah pada 5th International Conference on Plant Diversity di Universitas Jenderal Soedirman pada tahun 2015. Penulis telah menyususn artikel yang akan dipublikasikan pada Jurnal Floribunda dengan judul Revisi Ampelocissus (Vitaceae) di Sumatera yang masih dalam proses review.