MANAJEMEN INDONESIA RITHA DALIMUNTHE, SE, MSi Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara
I. Pendahuluan Sering sekali ada pertanyaan yang mendasar dari para praktisi maupun dari para ilmuan yang belum terjawab tentang tentang bagaimana sebenarnya bentuk yang pas dari manajemen Indonesia? Seperti kita ketahui hingga sekarang memang belum ada bentuk dasar yang jelas tentang manajemen Indonesia, seperti manajer gaya Amerika ataupun gaya Jepang yang sudah menjadi baku. Ketidakadaan konsep dasar yang jelas dari manajemen Indonesia menurut penulis karena gaya manajemen Indonesia masih mencari bentuk dan kuatnya pengaruh manajermen barat yang sifatnya universal. Contoh fungsi- fungsi manajemen yang dipakai untuk bentuk organisasi apapun seperti Planning, Organizing, Leading dan Controlling. Disamping itu dalam operasionalnya manajemen haruslah rasional, effisien, memiliki ptasarana dan sarana modem, Walaupun kita menyadari bahwa dalam kegiatan operasionalnya suatu organisasi tetap dipengaruhi oleh nilai- nilai budaya individu yang ada di dalamnya maupun masyarakat dalam lingkungan perusahaan. Bangsa Indonesia seharusnya menumbuh kembangkan sikap mandiri untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia agar bisa dengan cepat bangkit kembali dari keterpurukannya akibat krisis ekonomi yang melanda Asia termasuk Indonesia sejak akhir tahun 1997 hingga saat ini. Sebagai suatu bangsa masyarakat Indonesia sedang menghadapi tantangan berat yang luar biasa, baik dari segi politik, ekonomi, sosial dan budaya agar dapat kembali bangkit menjadi masyarakat Indonesia yang sejahtera dan berbudi luhur seperti yang dicita-citakan yang tertuang dalam Pembukaan Undang- Undang Dasar 1945. Disamping itu dapat berkiprah dalam masyarakat Intemasional yang terus menerus berada pada dinamika perubahan yang luar biasa. Setiap negara harus dapat beradaptasi suka tidak suka masyarakatnya dalam globalisasi ekonomi ini, termasuk Indonesia yang hingga saat ini sedang menata kembali perekonomiannya yang sedang morat- marit dan diancam perpecahan disintegrasi daerah. Sehingga saat ini sangat diperlukan perilaku masyarakat Indonesia yang penuh dengan kemandirian agar dapat mengantisipasi seluruh tantangan dan melihat peluang yang ada. Selain pertanyaan- pertanyaan mengenai gaya manajemen Indonesia, ada pertanyaan yang menyangkut masalah manajemen yaitu apakah teori- teori manajemen yang diajarkan pada bangku kuliah di Perguruan Tinggi cocok untuk dipergunakan oleh para manajer Indonesia, serta dapat meningkatkan kualitas sumberdaya manusia Indonesia? Untuk memberikan jawaban ini sudah beberapa kali diadakan seminar dan diskusi tentang rumusan yang jelas tentang konsep dasar manajemen Indonesia. Namun hingga sekarang belum ada rumusan yang pas sesuai dengan khasnya budaya Indonesia. Wala upun beberapa istilah untuk manajemen
©2003 Digitized by USU digital library
1
Indonesia salah satu diantaranya menurut Prof. Dr. Ec. Budiman Christiananta, M.A., Ph.D (hal. 6, 1994), yakni: Manajernen gaya Indonesia, Manajemen Pancasila dan sebagainya yang rumusannya hampir sarna sedangkan "warna" dan definisinya yang berasal dari Barat masih tampak kental yang tetap berkaitan dengan fungsi- fungsi manajemen seperti planning, organizing, leading, controlling untuk organisasi apapun sehingga sulit memberi rumusan untuk manajemen yang dipakai oleh manajer dengan budaya tertentu karena sifatnya universal. II. Peranan budaya dalam Manajemen Mengapa budaya berperan sangat penting khususnya di bidang organisasi dan manajemen? Hal ini seperti yang dikatakan oleh Budhi Paramita (hal10, 1988): Organisasi pada hakekatnya merupakan kebudayaan pada tingkat mikro yang bekerja dalam lingkungan). budaya nasional makro. Kedua satuan kebudayaan dapat saling mempengaruhi, rendahnya hasil kerja dan kerja sama dalam suatu organisasi, bisnis sebagian besar disebabka n oleh adanya kurang keserasian antara budaya ditempat kerja dengan sifat pekerjaan dan/atau dengan teknologi yang dipergunakan yang berasal dari kebudayaan bangsa lain yang berbeda dengan kebudayan bangsa Indonesia. Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan nilai- nilai yang diperoleh dan dimiliki individu. Bahkan dapat dinyatakan bahwa pengaruh kebudayaan terhadap seseorang dimulai sejak individu itu lahir kedunia secara sadar atau pun tidak dipengaruhi oleh lingkungannya yang mengajarkannya nilai- nilai secara terus menerus yang merupakan bagian yang integral dari suatu sistem kemasyarakatan. Nilai- nilai yang dimiliki oleh seseorang acap kali sering dipilih untuk menghadapi situasi tertentu. Demikian halnya dengan seorang Manajer pada suatu organisasi dala m setiap mengambil keputusan selalu dipengaruhi oleh nilai- nilai yang dimilikinya, bersifat partisipatifkah ia atau otoriter?, dan sebagainya. Manajer seperti diketahui adalah kemampuan seseorang dalam mengurusi rumah tangga perusahaan. Seperti yang dinyatakan oleh Astrid S. Susanto (hal 65) bahwa: Kegiatan Manajer sebagai kegiatan yang mencakup kegiatan mengorganisasi, mengatur, mengawasi (controlling) merencanakan dan mengarahkan, staffing dan juga koordinasi. Dimana pada kegiatan ekonomi kegiatan Manajer berkaitan erat dengan kegiatan pengolahan sumber- sumber biaya dan komoditi untuk mengatasi persaingan. Definisi diatas menunjukkan bahwa seseorang yang menjadorganisasi tempat dia berada. Hal ini tentu sangat berkaitan dengan tata cara kerja atau nilai pribadi yang dihayati individu. Nilai pribadi seseorang apakah dapat diadaptasikan dengan tujuan perusahaan sangat tergantung bagaimana mensosialisasikan nilai- nilai perusahaan sesuai dengan individu sebagai pekerja. Seperti yang dikatakan oleh Prof. Umar Nimran bahwa nilai-nilai, anggapan, falsafah, ideologi, harapan, sikap, dan norma - norma yang dimiliki bersama dan mengikat suatu masyarakat dalam organisasi yang disebut budaya organisasi (budaya perusahaan). Adanya budaya perusahaan ini bertujuan untuk menciptakan rasa memiliki jati diri dari para pekerja, sehingga ada keterkaitan pribadi dan perusahaan, membantu perusahaan, memotivasi kerja para karyawan dalam mencapai tujuan yang
©2003 Digitized by USU digital library
2
ditetapkan. Suatu perusahaan memiliki budaya kerja yang sangat erat kaitannya dengan budaya masyarakat ataupun budaya bangsa dimana organisasi itu berada. Budaya bangsa (National culture) intinya adalah merupakan nilai- nilai yang dianut suatu negara ataupun bangsa tertentu. Setiap negara memiliki budaya masingmasing. Kenyataan yang ada menunjukkan bahwa budaya antara suatu bangsa dengan yang lain berbeda. Hal ini dapat dilihat perbedaan antara budaya bangsa Indonesia dengan budaya Amerika, yang memiliki perbedaan- perbedaan antara lain: Anak- anak bangsa Amerika mulai dari kecil telah diajarkan nilai individu. Sedangkan anak- anak bangsa Indonesia diajarkan tentang arti kerja gotong royong dan manfaatnya nilai- nilai bekerjasama. Pendidikan bagi siswa di Amerika mengajarkan tentang bagaimana cara berfikir, menganalisis dan bertany a. Sedangkan siswa di Indonesia lebih diarahkan dalam menerima setiap masukan dari gurunya. Sehingga adanya perbedaan budaya kedua bangsa ini terlihat juga mengakibatkan perbedaan prilaku pekerja anggota suatu organisasi dari sebuah perusahaan sangat berka itan erat dengan setiap kepentingan diri dan diantara kedua bangsa. Adapun pekerja Amerika terlihat lebih kompetitif dan memfokuskan ke pada kepentingan pribadi daripada pekerja Indonesia. Berdasarkan observasi dari berbagai ahli, di dunia ini memiliki berbagai perbedaan budaya yang begitu heterogen sehingga antara negara yang satu dengan yang lain dapat dipilah- pilah berdasarkan geografi, bahasa, agama dan lain- lain. Berbagai bangsa di dunia ini menurut S. Ronen and O. Shenkar, berdasarkan penelitiannya dapat dibagi menjadi beberapa kategori budaya yang disebut "Cultural Clusters". (lihat gambar 1).
©2003 Digitized by USU digital library
3
Sumber : S. Ronen and O. Shenkar, "Clustering Countries Attitudinal Dimensions; A. Review and synthesis", Academy of Management Review, July 1985, halaman 449, dikutip dari buku Manajemen suatu pengantar Drs. Amin Widjaya Tunggal, Ak. MBA.hal 69. Gambar 1 menunjukkan delapan kelompok budaya (Cultural Clusters) yang terdiri dari negara yang berbeda. Kedelapan kelompok budaya tersebut adalah Nordik, Timur Dekat, Arab, Timur Jauh, Amerika Latin, Eropah Latin, Anglo dan Germanik. Negara-negara dalam kelompok budaya tersebut dinilai berdasarkan pendapatan perkapitanya. Negara yang lebih maju ekonominya adalah lebih dekat ke titik pusat. Ada 4 negara yaitu Brasil, Jepang, India dan Israel yang berada di luar kedelapan kelompok budaya tersebut, karena ternyata masyarakat dari keempat bangsa tersebut mempunyai undangan nilai- nilai sikap, norma dan pengharapan yang berbeda dengan bangsa lain. Berdasarkan observasi yang dilakukan ternyata cara kerja karyawan yang berada pada itu kelompok budaya terlihat lebih homogen dibandingkan kelompok silang. Sebagai contoh, seorang manajer yang berasal dari Singapura tampaknya akan lebih berhasil dalam menangani bisnis di Indonesia daripada seorang eksekutif Amerika, karena baik Idonesia maupun Thailand berada pada kelompok yang sama (Kelompok Timur Jauh). Disamping itu berdasarkan beberapa penelitian ternyata budaya sangat mempengaruhi nilai dan sikap pekerjaan karyawan. Berdasarkan penelitian Hofstede yang diambil dari Budhi Paramita (1988) ada 4 dimensi yang membedakan budaya seorang Manajer, yaitu: 1. Individualisme versus kolektivisme 2. Jarak kekuasaan (Power distance) 3. Penghindaran ketidakpastian (Uncertainty avoidance) dan 4. Maskulinitas versus feminitas. ad.1. Individualisme adalah suatu budaya yang berdasarkan kepentingan pribadi dan yang yang terdekat. Hal ini disebabkan karena kebebasan dan masyarakatnya memperbolehkan nilai- nilai individu. Sebaliknya kolektivisme adalah suatu budaya merupakan suatu budaya yang setiap individu menghendaki orang lain masuk dalam suatu kelompok tersebut dan mereka merupakan bagian dari kelompok tersebut. Didalamnya setiap orang saling memelihara dan melindungi satu sama lain bila ada kesulitan sehingga terlihat sikap loyalitas pada rnasyarakat yang menganut kolektivisme sangat tinggi. Tingkat individualisme menurut Hofstede bila dilihat pada suatu negara berkaitan erat dengan kekayaan negara tersebut. Negara yang kaya raya (Seperti Amerika Serikat, Swedia, Inggris dan Jerman) sangat individu. Negara yang tergolong miskin (Seperti Indonesia, Pakistan dan Turki) bersifat sangat kolektif. ad.2. Bisa dikatakan bahwa jarak kekuasaan (Power Distance) merupakan suatu ukuran dari masyarakat yang menerima adanya perbedaan kekuasaan dalam institusi dan organisasi. Sebenarnya bila dikaji setiap individu secara alamiah berbeda, baik dalam (maupun dari segi kemampuan intelektual, yang menciptakan adanya perbedaan kekayaan dan kekuasaan. Satu masyarakat dengan jarak kekuasaan yang tinggi (contoh, Philipina) juga menerima perbedaan dalam kekuasaan organisasi. Masyarakatnya menunjukkan
©2003 Digitized by USU digital library
4
penghormatan yang cukup besar terhadap kekuasaan, titel, pangkat dan status. Sebaliknya pada saat negosisasi bisnis dengan negara yang menganut jarak kekuasaan yang tinggi, suatu perusahaan seharusnya mengirim wakil dengan titel minimum sama dengan lawan pihak negosiasi. Kebalikannya, negara- negara yang mempunyai jarak kekuasaan yang rendah (contoh, Denmark), berusaha meniadakan perbedaan jarak kekuasaan. Atasan walau mempunyai kekuasaan, tetapi karyawan tidak "takut" kepada atasannya. ad.3. Budaya penghindar "ketidakpastian" (Uncertainty Avoidance) adalah suatu budaya yang masyarakatnya merasa terancam terhadap adanya ketidakpastian situasi (keragu- raguan), sehingga mereka berusaha menghindarinya. Negara-negera yang masyarakatnya memiliki penghindaran kepastian rendah antara lain Singapura, Hongkong serta Denmark. Mereka selalu berani menghadapi risiko terjadinya perbedaan pendapat. Sebaliknya, negara yang masyarakatnya penghindaran ketidakpastian yang tinggi seperti Jepang, merasa terancam terhadap ketidakpastian (ragu- ragu) sehingga berusaha mengurangi risiko dengan menciptakan keamanan masyarakat. Jepang memiliki banyak peraturan yang formal, dan kurang toleransi terhadap adanya perbedaan pendapat dan perilaku. Organisasi kerja dinegara ini, "perputaran" karyawan relatif kecil dan berkarir seumur hidup (lifetime employment). Pada dasarnya pemahaman budaya suatu bangsa atau masyarakat sangat bermanfaat bagi seorang individu yang ingin bekerja disuatu tempat yang berbeda juga bagi seorang manajer yang bekerja di negara lain yang memiliki bawahan yang mempunyai latar belakang budaya yang berbeda dengannya. Dibawah ini S. Romen dan O. Shenkar (dikutip dari Drs. Ami Widjaya Ak, MBA. hal 69) memberikan contoh perbedaan budaya beberapa negara di dunia. Gambar 2 : Beberapa Contoh Perbedaan Budaya Bangsa 1. Individualisme Kolektivisme Amerika Serikat Colombia Australia Venezuela Inggris Pakistan Kanada Peru 2. Jarak Kekuasaan Tinggi Philipina Meksiko Venezuela Yugoslavia
Jarak Kekuasaan Rendah Austria Israel Denmark Selandia Baru
3. Penghindaran Kepastian Tinggi Yunani Portugis Belgia Jepang
Penghindaran Kepastian Rendah Singapura Denmark Swedia Hongkong
4. Maskulinitas Tinggi Jepang Austria Venezuela Italia
Feminimitas Tinggi Swedia Norwegia Yugoslavia Denmark
©2003 Digitized by USU digital library
5
III. Perbedaaan Manajemen Amerika dan Manajemen Jepang William Ouchi, memperkenalkan teori Z pada tahun 1981 untuk menggambarkan adaptasi Amerika atas perilaku Organisasi Jepang. Adapun teori Z didasarkan pada perbandingan manajemen dalam organisasi Jepang disebut tipe perusahaan Jepang dengan manajemen dalam perusahaan Arnerika yang disebut perusahaan tipe Amerika. Berikut adalah perbedaan organisasi tipe Amerika dan tipe Jepang. Adapun Tipe Amerika menunjukkan: 1. Para karyawan selalu bekerja berpindah- pindah pekerjaan. Bagi orang Amerika untuk rnencari kesempatan, kemajuan, dan perubahan karir dengan cara berpindah di antara majikan dan organisasi merupakan hal yang biasa. 2. Dalam pengambilan keputusan selalu bersifat pribadi. Umumnya orang Amerika cenderung rnempercayai pertimbangan individual dan lebih suka membuat keputusan Sendiri. 3. Mempunyai tanggung jawab individual. Para pekerja Amerika lebih suka berinisiatif secara pribadi dan memikul tanggung jawabnya sebagai individu bukan kelompok. 4. Kemajuan yang cepat Keberhasilan para karyawan diukur dengan cepat dimana para karyawan secara ekonomi dan sosial mendapatkan kemajuan yang cepat, dengan suatu kelebihan. 5. Spesialisasi dalam karier Pada organisasi di Amerika didasarkan pada spesialisasi keterampilan dan tenaga kerja; Karyawan menciptakan intensitas dalam perilaku karir dan mengikuti jalur karier yang khusus. 6. Mekanisme pengendalian yang eksplisit Organisasi di Amerika memiliki standar dan pengendalian yang eksplisit dalam pekerjaan dan penilaian sehingga para karyawan menginginkan mekanisme pengedalian yang eksplisit serta petunjuk-petunjuk kerja. 7. Perhentian yang terpusat pada karyawan (Focused Concern for Employees). Perusahaan- perusahaan Amerika cenderung hanya memandang peran karyawan pada pekerjaan mereka dan, memberikan sedikit perhatian secara menyeluruh seperti keluarga, masalah- masalah sosial, kesehatan pribadi, dan kesejahteraan umum. Kalau kita melihat hasil observasi dan penelitian para pakar mereka memenuhi type para pekerja Jepang yang berbeda dengan type Amerika. Adapun Manajemen Tipe Jepang 1. Bekerja seumur hidup. Pekerjaan Jepang cenderung melakukan komitment seumur hidup terhadap organisasi mereka, sehingga organisasi memikul tanggung jawab untuk mempekerjakan karyawan seumur hidup. 2. Pengambilan keputusan secara kolektif. Karyawan dan manajer mencari konsensus keputusan dan mendorong proses pengambilan keputusan secaro kolektif. 3. Tanggung jawab kelompok. Masyarakat Jepang lebih suka memproses dan menerima tanggung jawab secara kelompok melalui komunikasi bersama, ganjaran kelompok adalah umum. 4. Kemajuan yang sistematis secara perlahan Karyawan maju dengan perlahan melalui tingkatan yang telah ditentukan, dimana promosi, loyalitas dan pri laku yang harmonis dipertimbangkan.
©2003 Digitized by USU digital library
6
5. Perspektif karier umum Organisasi Jepang tidak menekankan spesialisasi, akan tetapi lebih menyukai eksibilitas dan pelatihan internal, sehingga mereka dapat menugaskan kembali personel dan mengembangkan keterampilan di antara mereka sebagai anggotanggota organisasi. Karir dihubungkan dengan organisasi, bukanlah profesi. 6. Sistem pengendalian yang implisit Bangsa Jepang selalu menekankan pengendalian mutu (Quality Control) dan metode pengendalian proses, dimana pada kegiatan operasional standar- standar dan kriteria pekerja merupakan tujuan utama dan pengendalian secara implisit sangat tergantung pada keputusan yang terjadi di lapangan. 7. Perhatian holistik terhadap pekerja. Organisasi Jepang sangat memperhatikan para pekerja hingga di luar lingkungan pekerja dan membantu pekerja secara menyeluruh dalam berbagai bidang yaitu perumahan, pelayanan untuk kesehatan mental dan fisik, dan sebagainya. Karyawan dipertimbangkan sebagai anggota yang integral dari organisasi total. Ouchi dalam tulisannya menjelaskan ada perbedaan budaya atau kultur antara bangsa Jepang dan Amerika yang menghalangi para manajer Amerika untuk dapat mengadopsi teknik- teknik Jepang secara menyeluruh hal ini disebabkan para pekerja Amerika suka pindah- pindah kerja, mereka terus berusaha mencari kesempatan, pekerjaan yang baik, dan kemajuan karier dengan berpindah perusahaan sebaliknya pekerja yang cenderung melakukan komitmen seumur hidup terhadap organisasi (perusahaan) yang dimasuki. Walaupun demikian Ouchi juga melihat adanya kesamaan antara praktek- praktek di perusahaan terkemuka Amerika Serikat dan perilaku organisasi Jepang. Sebagai contoh, Hewlett-Packard dan IBM, kekaryaan jangka panjang merupakan norma, walaupun lebih pendek daripada komitmen seumur hidup. Perusahaan tipe Amerika mempercayai pengambilan keputusan manajemen secara individual, sedangkan perusahaan-perusahaan tipe Jepang sangat mempercayai pengambilan keputusan secara konsensus, akan tetapi ada sejumlah perusahaanperusahaan Ame rika yang unggul juga proses pengambilan keputusannya "Kolaboratif” mendekati perilaku tipe Jepang. Berdasarkan observasi yang dilakukan Ouchi adalah unsur yang paling dalam teori Z merupakan gabungan dari konsep hubungan manusiawi dengan teknik- teknik manajemen ilmiah. Perusahaan- perusahaan menurut tipe Z haruslah sangat nggung jawab secara kolektif, melalui suatu komitmen terhadap pengambilan tulisan partisipatif. Organisasi ini juga memperhatikan kebutuhan individual dan kelompok, akan tetapi secara simultan terus mengembangkan teknik-teknik pengendalian mutu dan metode kerja ilmiah. Gaya manajemennya menggabungkan prinsi- prinsip klasik, ajaran perilaku serta, konsep hubungan manusiawi untuk menekan dan produktivitas. Teori Z dapat memberi inspirasi kepada para ilmuan karena melihat secara lebih dalam tentang organisasi-organisasi tipe Jepang, dan organisasi tipe Amerika, dan bagaimana organisasi tipe Z dapat bekembang pada masa yang akan datang dan teori ini memperlihatkan besarnya pengaruh budaya terhadap manajemen Jepang dan manajemen Amerika dalam organisasi suatu perusahaan.
©2003 Digitized by USU digital library
7
IV. Pengaruh Budaya Indonesia terhadap Manajemen Indonesia. Setelah membahas masalah manajemen, budaya, nilai dan sikap secara umum maka dibahas masalah manajemen Indonesia, Apakah manajemen Indonesia sama dengan manajemen gaya Jepang atau Amerika? Tidaklah mudah membahas manajemen khususnya manajemen Indonesia, sebab perlu melalui dengan penemuan konsep kebudayaan. Dengan demikian kita perlu membahas dan menelaah bagaimana konsep budaya Indonesia. Pertama sekali yang perlu disadari bahwa bangsa indonesia memiliki budaya yang beraneka ragam yang sering dlsebut dengan "Bhinneka Tunggal Ika". Adanya berbagai perbedaan budaya atau sistem nilai diantara sesama masyarakat Indonesia sudah tentu akibatkan perbedaan reaksi terhadap unsur- unsur manajemen. Bila kita tinjau nilai- nilai luhur bangsa Indonesia termuat secara mengkristal dalam Pancasila. Walaupun demikian kita tidak dapat menyebutkannya sebagai manajemen Pancasila karena Pancasila adalah pedoman dan penghayatan seseorang sebagai warga Indonesia sedangkan cakupan manajemen sangat erat kaitannya dengan gaya nimpinan seorang manajer, pengambilan keputusan, hubungan antar manusia dan lainya. Untuk itu dalam menyusun konsep manajemen Indonesia, Pancasila perlu kan lebih rinci dalam nilai dan aturan-aturan yang lebih khusus bagi masing- masing kegiatan, ataupun profesi yang dapat diaplikasikan oleh para Manajer Indonesia sehingga merupakan pedoman bertindak dalam pekerjaan manajemen. Manajemen Indonesia dalam perkembangannya akan mempengaruhi perkembangan ekonomi dan masyarakat Indonesia yang diharapkan menjadi bangsa mandiri yang bisa melepaskan diri dari berbagai kesulitan hidup yang menerpa bangsa ini sejak tahun 1997 akhir. Dalam upaya mengembangkan sistem manajemen yang cocok di Indonesia telah dilakukan berbagai seminar, diskusi bahkan penelitian di berbagai perguruan tinggi di Indonesia. Salah satu penelitian dilakukan oleh Dr. Andrean A. Damandjaja dalam upaya identifikasi sistem manajemen pada masyarakat Indonesia yaitu mengenai pola sistem nilai manajer di Indonesia menyatakan : Para manajer beranggapan bahwa tempat mereka bekerja cukup penting, yang berorientasi pada hubungan vertikal yaitu pemilik harus dihormati, berpendidikan cukup tinggi, memiliki kesetiaan bersyarat (perhitungan) tergantung dari kepuasan yang diberikan perusahaan, rekan kerja merupakan bagian dari pekerjaan, tidak menganggap bawahannya aset yang harus dijaga sedangkan untuk luar organisasi para manajer tidak merasa perlu terlalu memperhatikan pihak konsumen, masyarakat, sedangkan pemerintah sangat perlu diperhatikan sebagai salah satu faktor penentu perubahan suatu organisasi. Bila dilihat dari gambaran diatas, profil manajer di Indonesia kurang memperhatikan kepentingan lingkungannya dan masih sangat mementingkan diri atau individunya. Sangatlah pesimis Indonesia dapat bangkit dengan perekonomiannya bila para manajer di Indonesia tidak rnengubah sikap dan sistem nilainya ke arah yang berorientasi sosial. V. Penutup Mengingat perubahan nilai- nilai ataupun sikap tidak terlepas dari perubahan nilainilai yang hidup dalam masyarakat suatu negara. Oleh karena itu diharapkan pada lembaga- lembaga pendidikan, ulama maupun cendekiawan dan elit politik hendaklah
©2003 Digitized by USU digital library
8
berperan lebih banyak terutama dalam memberi contoh yang baik sehingga masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang bermoral, beretika sehingga dapat membantu mengarahkan perubahan dalam pembentukan nilai- nilai yang mempengaruhi sikap masyarakat Indonesia yang dapat diimplikasikan dalam kehidupan sehari- hari khususnya dalam bidang bisnis maupun usaha serta birokrasi yang berkaitan erat dengan manajemen, sehingga dapat membentuk manajemen Indonesia yang diharapkan.
REFERENSI Amin Widjaya Tunggal, Drs., Ak., MBA., Manajemen Suatu Pengantar, Rineka Cipta, 1993. Andreas A. Danandjaja, Sistem Nilai Manajer Indonesia, PT Puspita Binaman Pressindo, 1986 Budhi Paramita, Masalah Keserasian Budaya Indonesia Manajemen di indonesia, LP FE UI, 1988 B.N. Marbun, Pusparagam Manajemen Indonesia dan Bisnis Cina di Asia Tenggara, Pengutip, PT Pustaka Binaman Pressindo, 1986 B.N. Marbun, Seminar Konsep Manajemen Indonesia (3- 5 Juli 1979), Jakarta. Edgar H. Schein, Psikologi Organisasi, Seri Manajemen No. 80, PT Pustaka Binaman Pressindo, Jakarta, 1991. John
Sheldrake, Management Theory from Taylorism to Sheldrake, International Thomson Business Press, 1996.
Japanization,
John
Taliziduhu Ndraha, Budaya Organisasi, Rineka Cipta, 1997. William Ouchi, bagaimana Amerika Menghadapi Jepang Dalam Dunia Bisnis, Teori Z, Andamen Pustaka, 1987.
©2003 Digitized by USU digital library
9