Resume Pokok Pembahasan Rancangan Undang-undang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Juni 2009-September 2009) Dikompilasi Oleh:
IGAP Trisnajaya, S.H Yustisia Rahman, S.H
Tanggal 15 Juni 2009
29 Juni 2009
Selasa, 30 Juni 2009
Kegiatan Penyampaian RUU Pengelolaan Lingkungan Hidup kepada Presiden (Surat DPR RI No. LG.01.03/3613/DPR RI/VI/2009 Amanat Presiden perihal penunjukan perwakilan pemerintah dalam pembahasan RUU Pengelolaan LH (Surat Persiden No. R34/Pres/6/2009) Rapat Kerja Komisi VII (RAKER)
Agenda
Rencana pembahasan RUU PLH
Aktor/ Partisipan DPR RI
Resume Pokok Surat kepada DPR kepada Presiden untuk memberitahukan mengenai rencana pembahasan RUU Pengeloaan Lingkungan Hidup guna dibahas bersama di sidangsidang parlemen.
Presiden
Penunjukan Menteri LH, Mendagri, dan MenkumHAM sebagai perwakilan pemerintah dalam pembahasan bersama RUU Pengelolaan Lingkungan Hidup di DPR RI
DPR RI, KLH. Rapat dipimmpin oleh : Rafiudin Hamarung
Agenda rapat : 1. Pengantar dari pimpinan Komisi VII 2. Pandangan dan pendapat dari perwakilan DPD RI 3. Pembahasan rencana rancangan kerja pembahasan RUU inisiatif DPR 4. Hal lain ---Pandangan DPD disampaikan oleh Insyawati Ayus, Abdul Klian, Muhammad Natsir, Aspar, Hamdani (Paniti Ad Hoc II DPD RI, Bidang Sumber Daya Alam dan Ekonomi)1 ------P.6 1
Pembahasan RUU PPLH merupakan yang pertama kalinya melibatkan perwakilan DPD dalam
Abdul Klian : Ada lima permasalahan lingkungan hidup yang diidentifikasi DPD : 1. Penurunan kondisi dan kualitas hutan di Kalimantan, Sulawesi, dan Papua 2. Kerusakan DAS sebagai dampa tidak sejalannya pembangunan di daerah hulu dan hilir 3. Meningkatnya pencemaran did aerah pesisir 4. Aktivitas pertambangan yang tidak memperhatikan daya dukung lingkungan 5. Penurunan kualitas air dan udara di daerah padat hunian serta industri. Institusi lingkungan hidup di tingkat pusat dan daerah tidak berdaya mengatasi persoalan lingkungan hidup yang terjadi. Keterpaduan pengelolaan yang diharapkan oleh UU 23/1997 belum dapat diwujudkan sebab selama ini pengelolaan LH masih bersifat koordinatif. Wewenangan pengelolaan LH secara sektoral tetap berada di departemen atau LPND sesuai dengan ruang lingkup tugas masing-masing. Fungsi koordinatif ini tidak dapat dimaksimalkan karena Kementerian Negara LH tidak memilki kewenangan administrative dan structural. Persoalan berikutnya adalah AMDAL yang seharusnya menjadi instrumen untuk mencegah pencemaran/kerusakan lingkungan hidup serta menilai layak tidaknya aktivitas usaha dengan memperhatikan potensi yang dapat muncul kepada LH tidak berjalan efektif. Meski telah ada PP No. 27 Tahun 1999 tentang AMDAL, terdapat hambatan dalam penerapannya antara lain : peraturan yang tidak operasional, tidak adanya sistem pengawasan yang efektif, indikasi amdal hanya sekedar untuk memenuhi kewajiban peraturan perundang-undangan bahkan disalahgunakan untuk membenarkan proyek yang jelas-jelas memiliki dampak negative kepada lingkungan hidup DPD mengusulkan agar penyusunan RUU PLH mencapai tujuan berikut: 1. Meminimalisasi pencemaran dan atau kerusakan lingkungan hidup serta memperbaiki dan meningkatkan daya dukung lingkungan hidup yang telah menurun 2. Menciptakan harmonisasi dengan undang-undang sektoral yang terkait dengan pengelolaan LH 3. Mempertagas kepastian hukum dalam pembagian kewenangan dan kewajiban antara pemerintah pusat dan daerah dalam pengelolaan LH sesuai dengan prinsip Good Environmental Governance dan Good Sustainable
Development Governance. 4. Kepastian dalam penegakan hukum lingkungan sehingga tidak muncul tumpang tindih dan benturan kewenagan antar institusi penegak hukum. 5. Perluasan akses dan peran masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup 6. Merumuskan norma-norma lama dalam UU 23/1997 yang sudah tidak relevan dan perumusan norma baru yang sesuai dengan perkembangan terakhir. ---Terdapat perdebatan mengenai perlu tidaknya melibatkan DPD dalam pembahasan melalui mekanisme RDP. Anggota Zainal Arifin menyampaikan bahwa berdasarkan pengalaman, DPD menolak hadir jika diundang dalam RDP kedudukannya setara sebagai lembaga perwakilan. Pimpinan sidang mensepakati DPD akan dilibatkan sampai tingkat pertama pembahasan tetapi tidak ikut dalam pengambilan keputusan--Senin, 13 Juli 2009
Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU)
RDPU dengan kelompok masyarakat sipil.
39 dari 53 anggota Pansus Undangan : ICEL, WALHI, JATAM, KEHATI, HUMA, WWF, GREENOMICS, PCLI (sejumlah 30 orang) Ketua rapat : Sony Keraf
Agenda Rapat: 1. Mendengarkan presentasi Civil Society Organization yang diundang untuk memberikan masukan kepada RUU ---Output yang diharapkan dari RDPU dengan civil society, disampaikan oleh pimpinan rapat Sony Keraf --- P. 4 1. Masukan mengenai permasalahan bentuk kewenangan kelembagaan institusi pengelolaan LH 2. Masukan mengenai sanksi pidana, perdata, dan admnistratif yang dapat dimaksilamkan dalam undang-undang ini 3. Masukan mengenai penyelesaian sengketa LH di luar pengadilan 4. Masukan mengenai Kewenangan PPNS LH 5. Masukan mengenai pelaksanaan AMDAL dalam kaitannya dengan otonomi daerah 6. Masukan mengenai hak gugat masyarakat sebagai wujud partisipasi publik. ---Masukan Civil Society Organization terhadap RUU Pengelolaan Lingkungan Hidup--Masukan PCLI: --- P.9 1. RUU Pengelolaan Lingkungan Hidup agar dapat secara tegas dan lugas
memberikan amanat kepada pemerintah agar mampu mengembangkan pengelolaan yang bertumpu pada kondisi nyata tipelogi lingkungan Indonesia 2. Pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan harus pula didukung oleh pengelolaan ekonomi berkelanjutan dan sosial berkelanjutan yang tidak dapat dipisahkan 3. Pengelolaan lingkungan hidup secara bersama-sama antara pemerintah dan rakyat dalam bentuk komisi pengelolaan lingkungan hidup 4. Berkaitan dengan amdal, hal yang menjadi efektifitas dari pelaksanaan amdal bukan penyusunan amdal tersebut, namun pada pemantauan, pelaksanaan pengelolaan oleh KLH yang harus diefektifkan. Masukan Greenomics Indonesia:---P.11 1. Berkaitan Pasal 65 ayat 2 yang mengatur pembuktian sepihak oleh pelaku usaha atas adanya bencana alam sebagai dasar pembebasan kewajiban membayar ganti rugi dihapuskan, diganti dengan pembuktian oleh komisi independent penilai dampak lingkungan 2. Berkaitan dengan instrument ekonomi hijau yang sudah dimasukan dalam RUU sangat baik, namun belum mencakup pada tataran implementasi yang konkrit 3. Legislasi hujau dan anggaran berbasis lingkungan, sama hal nya dengan instrument ekonomi hijau, masih belum mencapai tataran implementasi yang konkrit 4. Berkaitan dengan audit lingkungan, RUU PLH masih sangat lemah yang mana tidak mengatur secara jelas mengenai kewajiban audit lingkungan ini 5. Berkaitan dengan kewenangan menteri lingkungan hidup dalam pembatalan izin yang belum jelas, yang mana RUU PLH tidak mengatur implementasinya ataupun peraturan pelaksanaannya dan kaitannya dengan pelaksana otonomi daerah dan otonomi khusus. Masukan JATAM:---P.14 1. RUU PLH ini harus dapat diarahkan kepada bagaimana ada jaminan keselamatan dan produktifitas rakyat 2. Mengusulkan nama Rancangan Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan lingkungan hidup untuk dapat menekankan perlindungan, pemulihan dan penegakan hukum lingkungan.
Usulan-usulan JATAM: 1. Mandat kepada semua level pemerintah untuk menyediakan mekanisme penyelesaian sengketa 2. Lembaga pengelolaan lingkungan hidup harus mencakup kewenangan koordinatif, sinkronisasi, fungsi kebijakan dan regulatory, serta dapat memiliki cabang/kaki di tingkat daerah Pembentukan komisi nasional perlindungan lingkungan hidup yang berfungsi untuk mengangani pelanggaran dan kejahatan lingkungan Masukan WALHI:---P.16 Memberikan penekanan dan masukan prinsip-prinsip yang perlu dimasukan dalam RUU PLH, antara lain: 1. Pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup yang berbasis kepada bioregion 2. Prinsip FPIC, yakni prinsip persetujuan tanpa paksaaan yang didahului oleh informasio awal yang utuh akurat dan dapat dipertanggung jawabkan 3. Prinsip perlindungan keanekaragaman hayati Usulan ICEL:---P.19 1. Perbaikan sistem perizinan yang terintegrasi, satu sistem perizinan yang berantai, dimana amdal itu menjadi pra-syarat utama untuk mendapatkan izin lingkungan 2. Pengeluaran izin agar dapat memperhatikan daya dukung dan daya tamping lingkungan 3. Usulan masukan satu ayat pada Pasal 55 terkait dengan anti SLAPP (Strategic Lawsuit Again Public Participation) 4. Pengawasan dan penegakkan hukum secara berlapis, yakni pengawasan yang dilakukan oleh instansi yang diatasnya 5. Terkait dengan hak gugat LSM, bahwa persyaratan jangka waktu kegiatan LSM perlu dihapuskan 6. Hak gugat pemerintah mewakili LSM, mewakili masyarakat dihapuskan 7. Penghapusan asas subsidaritas
8. Pengaturan tindak pindana pembiaran atau omission 9. Pemidanaan atas dasar persetujuan amdal dan pengeluaran izin yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan 10. Pengaturan mengenai pembuktian terbalik terbatas Usulan TALIB : P.22 1. Pengusulan penamaan Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan dengan penekanan pada kata perlindungan 2. RUU PLH dapat memberikan mandat kepada pemerintah untuk melakukan terminasi, pembekuan atau pencabutan izin-izin yang tumpang tinding dan seterusnya DISKUSI: 1. Drs. Kahar Muzakir (P.26): memberikan komentar bahwa semangat perlindungan lingkungan yang disampaikan oleh CSO adalah sama dengan apa yang diinginkan oleh DPR, namun beliau juga menyatakan bahwa kesamaan persepsi ini harus dibentuk secara bersama untuk membentuk UU Lingkungan yang baik. 2. Effendi M.S. Simbolon (P.30) : mengomentari kurangnya political will dari pemerintah untuk mendukung UU Lingkungan Hidup 3. Tjatur Saptoedy (P. 33): Menyatakan bahwa pembentukan UU merupakan suatu political process dan memberikan amanta kepada CSO untuk selalu sedia mengawal proses tersebut dengan memberikan masukan 4. Dir. Greenomics (P. 34): usul dalam pasal 65 pembuktian masalah lingkung yang terjadi merupakan bencana alam harus dilaksanakan komisi independen penilai, bukan pengusaha 5. Talib (P.36): (1) bersedia memberikan bantuan kepada DPR tentang perbandingan neghara lain mengenai pembentukan UU Lingkugan hidup, (2) mengusulkan bahwa UU ini harus didasarkan pada pasal 28 UUD ttg hak lingkungan dan pasal 3 UUD --- sehingga tiga poin penting yang harus diakomodir adalah perlindungan, pengelolaan dan pemulihan (restorasi) lingkungan 6. PCLI (P.38): Bahwa DPR harus memperhatikan definisi lingkungan hidup yang akan dituangkan dalam UU ini, bahwa lingkungan hidup harus didefinisikan secara umu tidak sektoral 7. Ketua Rapat (P.38): “masukan izin lingkungan dari saudara khozo” ---- masih
perlu dibaca ulang lagi apakah betul. Selasa, 14 Juli 2009
RDPU
RDPU dengan perwakilan kelompok pengusaha / sektor swasta
45 dari 53 anggota Pansus Komisi VII
---Usulan mengundang asosiasi pengusaha disampaikan Anggota Alvin Lie pada sidang 30 Juni 2009---
Undangan : KADIN, BKKSI,ASEMBAYA, ABBEPSI, APK, API, dan ASI
Agenda Rapat: 1. Pembukaan oleh Pimpinan Pansus 2. Pemaparan oleh Asosiasi Perusahaan 3. Tanya Jawab 4. Penutup Poin-Poin: 1. Ketua Umum Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (APKASI), Sujono ---P.6 Masukan-masukan: a. Kinerja lingkungan hidup yang didasarkan pada sistem manajemen lingkungan hidup, lingkungan terpadu b. Tambahan asas, tujuan dan ruang lingkup: “pengelolaan lingkungan hidup bertujuan untuk menjamin keselamatan kesehatan manusia” c. Penjelasan mengenai kewajiban dan atau kewenangan bupati dalam menetapkan keputusan kelayakan lingkungan d. Terhadap instrumen legislasi hijau dan anggaran berbasis lingkunga perlu diterbitkan aturan lebih lanjut atau penjelasan untuk pelaksanaan di daerah e. Tambahan rekomendasi bupati dan walikota sebelum pemberian izin pengelolaan limbah B3 f. Surat peringatan sanksi administratif berdasarkan hasil pengawasan ditembuskan kepada bupati atau walikota g. Penentapan norma standar prosedur dan kriteria pengelolaan lingkungan hidup dengan keterlibatan pemerintah kabupate harus disinkronisasikan dengan UU No 32 Tahun 2004 dan PP No 38 tahun 2007 h. Penguatan kelembagaan pengelolaan lingkungan hidup di daerah i. Hak gugat masyarakat dikaji ulang karena dianggap dapat member peluang ketidakstabilan kinerja pemerintah kabupaten dan mengganggu investasi j. Ketentuan pidana yang terlalu ringan perlu untuk ditingkatkan
2.
3.
4.
5.
k. Kendala di daerah: terbatasnya tenaga PPNS lingkungan hidup di daerah l. Perlunya keterlibatan pemerintah kabupaten dalam green investation m. NSPK yang lebih jelas atas asas tanggung jawab negara n. Sinkronisasi dengan UU tentang lingkungan hidup lainnya o. Draft yanga da terlalu teknis sulit untuk dapat diimplementasikan di daerah Philipis (ASPEMBAYA) --- P.10 : Usulan-usulan ASPEMBAYA : a. Mengusulkan untuk menghilangkan kata beracun dalam ‘bahan berbahaya dan beracun’ sesuai dengan istilah bakunya b. Menambahkan asas kearifan dalam pengelolaan lingkungan hidup c. Memperjelas masyarakat yang terlibat dalam penyusunan amdal, terutama masyarakat sekitar kegiatan d. Menambahkan kewajiban dari pihak pemangku kekuasaan untuk merespon keberatan dari masyarakat e. Menghapuskan pasal 58 dan 78 – merujuk pada draft awal DPR f. Menghapuskan kewenangan PPNS untuk menangkap dan menahan pelaku karena dianggap dapat memicu tindakan yang berlebihan dari PPNS g. Penambahan jangka waktu audit lingkungan dan perbaharui izn dalam pasal 83 menjadi 5 tahun Asosiasi Besi dan Baja Seluruh Indonesia (ABBEPSI), Ismail --- P.12 Menyampaikan pandangan dan pendapat terkait masalah B3 dan pengelolaannya Perlu dikaji ulang mengenai kewenangan Kementerian Lingkungan Hidup Asosiasi Pulps dan Kertas Indonesia (APKI), Mansur --- P.14 Wacana agar undang-undang lingkungn disamping menyangkut perlindungan terhadap lingkungan hidup, juga menyakut perlindungan industri, khususnya industry pulps and kertas tanpa mengkompromikan ketentuan-ketentuan perlindungan lingkungan hidup Saran untuk penyempurnaan baku mutu limbah B3 Diperlukan adanya sosialisasi bimbingan, penyuluhan, pembianaan kepada industry tentang lingkungan hidup Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Ade Sudrajat ---P.16 Masukan: a. Batas waktu pengeluaran izin
b. Kewenangan lembaga lebih diperjelas 6. Asosiasi Semen Indonesia (ASI), Urip Tri Muryono --- P.18 Meapresiasikan pengawasan lingkungan dalam RUU DISKUSI 1. Fachrudin (DPR)---P.21: penyampaian asosiasi yang bertolak belakang dengan penyampaian CSO, asosiasi mengatakan bahwa RUU ini sudah lengkap dan tajam, dan tidak perlu apriori terhadap tidak sinkronnya RUU dengan peraturan lainnya 2. Isma Yatun (DPR) --- P.23: koordinasi dari asosiasi perusahaan dalam pelaksanaan pengelolaan limbah yang mana limbah di sektor satu dapat digunakan pada sektor lainnya sesuai dengan penjelasan sebelumnya 3. Muhammad Idris Lufthi (DPR)--- P.26: Pengelolaan limbah dengan Prinsip 3R (reduce, reuse and recycle) 4. Tyas Indiyah Iskandar (DPR) --- P.26: menyesuaikan konvensi basel dengan list limbah sesuai dengan masukan ABBEPSI 5. ASPEMBAYA --- P.28: Pasal 53 (lihat draft UU), masih tidak jelas larangan yang dimaksud disana sehingga leibh baik dihilangkan dan rumusannya dimasukan kepada pasal2 lain 6. ABBEPSI --- P.29: Membahas concern dari asosiasi --- terdapat perdebatan delisting slage atau list B3 atas masukan asosiasi yang menyatakan bahwa slage bukan merupakan B3--Rabu, 15 Juli 2009
RDPU
RDPU dengan perwakilan dari institusi perguruan tinggi
DPR RI Undangan : Rektor UI, UNDIP, UNPAD, UGM, IPB, ITB, dan ITS. Ketua Rapat : Sony Keraf
Agenda Rapat: 1. Pembukaan oleh Pimpinan Pansus 2. Pemaparan oleh tamu undangan 3. Tanya jawab 4. Penutup Masukan Institut Pertanian Bogor (Heri, Suryadi Wibowo, Sonny, Aris Satria): --- P.7 1. Sumber kerusakan sumber daya alam dan pencemaran lingkungan di Indonesia berpangkal pada dua masalah utama, yakni masalah kelembagaan yang bersifat structural dan lemahnya penegakan hukum
2. Pasal-pasal mengenai mandat yang lebih luas kepada pengelolaan lingkungan hidup masih belum diatur secara mendetail 3. Diperlukan penataan rezim pengelolaan sumber daya alam dan pengendalian dampak negatif komulatif 4. Kecepatan kerusakan dan pencemaran melampaui kecepatan pemulihan 5. Diperlukannya instrument integrasi pertimbangan lingkungan dan prinsipprinsip pembangunan berkelanjutan dalam setiap kebijakan rencana maupun program pemerintah dan pemerintah daerah 6. Diperlukannya kepastian hak-hak atas sumber daya alam dan fungsinya bagi lingkungan hidup termasuk hak-hak masyarakat adat dan lokal 7. Penguatan kelembagaan pemerintah dan pemerintah daerah dalam pengendalian dampak komulatif maupun dalam melaksanakaan perencanaan, implementasi pengendalian dan pengawasan pengelolaan lingkungan hidup Masukan Universitas Dipenogoro (Prof. Sudarto) --- P.11 1. Berkaitan dengan asas pada pasal 2, yang penting dalam pengelolaan lingkungan hidup adalah asas demokratis, berkeadilan dan berkelanjutan 2. Berkaitan dengan perencanaan, yang penting adalah perlunya mendasarkan perencanaan pada daya dukung dan daya tampung lingkungan, kordinasi, partisipatif, serta keterkaitan antar daerah 3. Pertanyaan: apakah RUU PLH ini perlu pula mencakup pengelolaan sumber daya alam? 4. Memperjelas kekuatan kewenangan koordinasi yang dimiliki oleh kementerian lingkungan hidup 5. Pentingnya daya dukung dan daya tampung lingkungan diperhatikan dalam penataan ruang 6. Ketentua partisipatif masyarakat dalam amdal untuk dapat mencerminkan aspirasi pendapat dan kebutuhan masyarakat 7. Pasal 19 ada beberapa pengertian yang memerlukan penjelasan 8. Menteri dapat menyerahkan kewenangan pemberian sanksi paksaan pemerintahan kepada Gubernur, Bupati/walikota 9. Penggantian sanksi pidana dengan uang paksa tidak efektif untuk mengurangi perilaku pencemaran dari pelaku usaha 10. Insturmen Kajian Lingkungan Strategis seharusnya dimasukan dalam pasal 10 sebagai salah satu instrumen pencegahan, pencemaran dan atau
kerusakan lingkungan 11. Diperlukan adanya kriteria ketentuan tindakan yang termasuk dalam ketentuan pidana Masukan Universitas Gadjah Mada (EKO, Ketua Pusat Studi Lingkungan): --- P.17 1. Sistem manajemen lingkungan bukan merupakan sistem ekonomi sehingga perlu dibentuk dalam satu BAB atau minimal pasal yang lebih kuat. Manajemen lingkungan dilakukan dengan mengacu pada pola 4 langkah: “plan, do, check, action” 2. Penerapan sistem manajemen lingkungan akan otomatis menjalankan sistem audit lingkungan 3. Pandangan umum UGM bahwa RUU PLH masih belum tajam untuk dapat mendorong perubahan yang signifikan dari UU 23 Masukan Universitas Padjajaran (Rukan A.):--- P.19 Universitas Padjajaran memberikan masukan kepada naskah akademis dan RUU PLH. Adapun masukan kepada naskah akademis adalah sebagai berikut: 1. Pengelolaan lingkungan hidup harus ditujukan atau dalam kerangka melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia sesuai dengan aleneia ke-empat Undang Undang Dasar 1945 2. Secara teoritis, Undang Undang Lingkungan Hidup berkedudukan sebagai ketentuan payung, yakni muatannya yang berfungsi sebagai payung peraturan lainnya 3. Perlu dirumuskan ketentuan tentang hak atas data dan informasi lingkungan dan kewajiban untuk menyajikan data dan informasi secara terbuka dan transparan selain mekanisme partisipasi public 4. Ketentuan tentang AMDAL harus dilihat sebagai proses pengambilan keputusan dalam pemberian izin 5. Audit lingkungan harus dilandaskan secara sukarela atau kehendak pengusaha Masukan terhadap RUU PLH, antara lain: 1. Konsideran menimbang kurang landasan ekologis yang menyatakan perlunya diatur hubungan antara manusia dengan alamnya dalam pengelolaan lingkungan hidup
2. Penambahan Undang-Undang tentang sistem perencanaan pembangunan, keuangan negara dan pemerintah daerah pada konsiderans mengingat 3. Pengertian tentang lingkungan hidup perlu dijelaskan lebih lengkap dalam penjelasan pasal 4. Perlunya penjelasan mengenai daya lenting 5. Perlu dimasukan azaz tanggung jawab masyarakat atau pereorangan sebagai landasan hak masyarakat untuk berperan serta dan menggugat 6. Pengelolaan lingkungan harus mencakup pula ekonomi benefit, dengan mencantumkan mengenai environment services 7. Definisi kerusakan (environment damage) perlu diperluas, begitu pula definisi pencemaran Masukan Institut Teknologi Bandung (Idris): --- P.23 1. Baku mutu untuk limbah padat perlu dimasukan dalam RUU PLH ini 2. Penguatan kelembagaan lingkungan di daerah 3. Kebijakan extended producer responsibility perlu dimasukan dalam instrumen ekonomi 4. Indonesia lebih baik secara tegas tidak menerima import limbah dari negara lain kecuali Indonesia memiliki fasilitas yang bisa menampung dan mengolah limbah tersebut 5. Prinsip bahwa produsen limbah itu harus bertanggung jawab pada limbah yang ditimbulkannya harus dimasukkan dalam pengelolaan B3 6. Menyambut baik pencantuman konsep-konsep hijau dalam RUU PLH Masukan Institut Teknologi Surabaya: --- P.25 Wakil Rektor ITS pada kesempatan RDPU ini tidak menyampaikan masukanmasukan secara pasal per pasal dari RUU PLH ini, namum menyoroti secara khusus pada permasalahan limbah cair industri. Permasalahan limbah cair industri yang dibahas dimuali dari penanganan limbah cair industri, pembuangan, pemasukan pada lingkungan, baku mutu, dan pengelolaan limbah cair berdasarkan PP 18 tahun 99. Secara riil ITS menyimpulkan bahwa ketentuan peraturan yang telah ada tidak dapat berjalan secara baik. --- Perwakilan IPB memberikan tambahan masukan pada P.30, untuk memperjelas masukan sebelumnya, terutama mengenai ranah yang akan diambil oleh RUU Lingkungan Hidup termasuk dalam pengelolaan sumber daya alam ---
*Ketua Rapat Pada P. 37 menyatakan bahwa KLHS merupakan masukan dari CSO*
---Perdebatan yang terjadi pada rapat ini tertuama membahasa mengenai bentuk kelembagaan pengeloaal lingkungan hidup dengan memberikan perbandingan lembaga yang ada di negara lain (contoh: USA EPA), tentang isntrumen KLHS dan AMDAL, dan pengelolaan Limbah--1. Komentar UGM (p.38) --- mengenai kelembagaan MENLH dan memberikan gambaran serta perbandingan dengan USA 2. UNDIP (P.39) --- permasalahan amdal dalam kewenangan daerah; komentar mengenai komisi perlindungan lingkungan yang dibawa oleh CSO bahwa komisi tersebut diperlukan dan memberikan gambaran pula kelembagaan di negara lain; Komentar mengenai KLHS 3. IPB (P.40): komentar pengelolaan limbah dengan mengilustrasikan penelitian dengan JICA KLHS Kamis, 16 Juli 2009
Raker
Rapat kerja dengan Kemen LH, Kemendagri, dan KemenkumHAM
44 orang DPR RI 35 orang dari Kementerian
Agenda: 1. Mendengar pandangan pemerintah terhadap RUU PLH 2. Membahas DIM yang dimasukan oleh Pemerintah
Rapat terbuka
Kementerian Negara Lingkungan Hidup:---P.5 Pada rapat kerja ini Kementerian Lingkungan Hidup memulai tanggapan dengan menjelaskan mengenai UU 23 Tahun 1997 yang secara umum ditanggapi pada dua aspek, yakni (1) aspek substansial yang lemah dengan adanya multitafsi terhadap norma-norma dalam UU 23/97 sehingga penegakan hukum lingkungan tidak dapat dijalankan secara maksimal dan (2) Secara kultural, UU 23 Tahun 1997 masih tidak dapat menata pelaku usaha dan masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup dengan baik.
Ketua Rapat : Rapiudiin Hamarung
Poin-poin kelemahan UU 23/1997 --- P.6: 1. Norma pengaturan yang multi tafsor 2. Lemahnya kewenangan Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup (PPLH) dan
Pejabat Penyidik pegawai Negeri Sipil (PPNS) 3. Kurang efektifnya instrument atur (instrument ekonomi) dan awas (pengawasan contohnya izin dan amdal) 4. Amdal belum dijadikan dasar penimbangan utama dalam pemberian izin dan belum ada ancaman sanksi bagi pelanggaran amdal 5. Lemahnys rumusan tentang sanksi administrasi 6. Lemahnya delik pidana 7. Lemahnya prinsip desentralisasi dan demokrasi terkait pengelolaan lingkungan hidup 8. Belum ada belum ada norma yang dapat dijadikan landasan hukum bagi pemberlakuan konvensi internasional, global dan regional yang telah diratifikasi 9. Minimnya pengaturan terkait dengan isu perubahan iklim DIM pemerintah sebagai sandingan berjumlah 555 butir DIM, yang diklasifikasikan dalam 3 kalsifikasi, yakni (1) DIM tetap tidak ada perubahan sejumlah 430 butir, (2) DIM bersifat Substansial sejumlah 25 DIM, (3) DIM bersifat redaksional dan sinkronisasi, dan penambahan pasal dan ayat. ---DIM Pemerintah yang dibahas dalam Rapat--1. Berkaitan dengan Judul yang perlu memasukan kata perlindungan dan pengelolaan dalam RUU PLH ini. ---Perdebatan mengenai prosedur pembahasan DIM-DIM yang telah diterima DPR baik dari Civil Society, Asosiasi Perusahaan, Perguruan Tinggi, Pakar dan Pemerintahan--Diputuskan bahwa Pemerintah akan menggabungkan semua DIM yang telah diterima di DPR dalam DIM Pemerintah dengan dibantu/difasilitasi oleh 7 Anggota DPR, dan rapat selanjutnya mengenai DIM akan dilanjutkan pada tanggal 19. Kamis, 16 Juli 2009
RDPU
RPDU dengan pakar di bidang lingkungan hidup
42 orang dari DPR RI, 53 orang Anggota Pansus dan 30 tamu undangan Undangan : Prof. Ir.
Agenda: 1. Mendengar Masukan dari Pakar lingkungan untuk meperkaya RUU PLH Tanggapan Prof. IR. Surna Cahyadiningrat --- P.5 Prof Surna memaparkan dua permasalahan mendasar dalam pengelolaan lingkungan hidup, yakni: (1) Sulitnya negara memerankan diri sebagai manager
Cahayadiningrat, DR. Hariadi Kartodihardjo, DR. Setio Sarwanto Mursidik, Mas Achmad Santosa, Yunani Kartawirya, Emi Hafildz Ketua Rapat : Sony Keraf
lingkungan dan (2) kesulitan filosofis dan konseptual. Negara pada dasarnya tidak diciptakan secara khusus untuk menjadi pengelola lingkungan, dimana kapasitas negara untuk menjalankan management sangat bergantung pada kelembagaan birokrasi pemerintah. Pendekatan managerial menurut Prof Surna seharusnya: 1. Tidak ikut dalam persoalaan politik 2. Management lingkungan melekat dalam management pembangunan dan management kepentingan public 3. Harapan yang terlalu besar bahwa negara dapat diserahkan tanggung jawab penuh management lingkungan yang pada kenyataanya dilaksanakan tanpa penghayatan yang mendalam Pada pokoknya, isu-isu yang dibahas oleh Prof Surna adalah: 1. Kegiatan pemerintah harus didasarkan oleh prinsip-prinsip sustainable development (pembangunan berkelanjutan) bukan pengembangan berkelanjutan, serta prinsip-prinsip ekonomi, sosial dan ekologi harus disatukan menjadi kesatuan yang masiv 2. Kedaulatan ekosistem 3. Prinsip demokrasi dalam pengelolaan lingkungan 4. Pengembangan sumber daya manusia yang bermoral dan berdikari lingkungan serta memiliki kompetensi teknis dan manajerial. Tanggapan Prof. DR. Hariyadi Kartodiharjo ---P.9 Empat poin pemikiran yang disampaikan: 1. Diperlukannya mandat mengenai pelaksanaan inventarisasi sumber daya alam, dan penetapan pencadangan sumber daya alam sebagai instrument untuk mengendalikan dampak negative kumulatif disuatu wilayah 2. Wilayah ekosistem/ekoregion/ekodas sebagai landasan kerja operasional pelaksanaan RUU PLH 3. Pemanfaatan hak veto lingkungan 4. Ketentuan kelembagaan pengelolaan lingkungan hidup Masukan terkait DIM dan Isi dari RUU PLH berdasarkan kerangka berpikir diatas: 1. Penambahan inventarisasi sumber daya alam sebagai dasar pembuatan rencana pengelolaan lingkungan hidp 2. Diperlukan penetapan pewilayahan sebagai dasar penetapan daya dukun dan
dayang tampung lingkungan --- masalah ekoregion 3. Penetapan instrument amdal regional 4. KLHS dimasukan sebagai komponen pencegahan yang didalamnya terkandung konsep legislai hijau dan anggaran berbasis lingkungan. 5. Pelaksanaan preservasi dianggap tidak tepat untuk dapat dilakukannya rehabilitasi terhadap kawasan preservasi yang telah rusak karena dengan penetapan preservasi, manuisa tidak dapat bersentuhan dengan wilayah tersebut 6. Kewenangan pemerintah melalui KLH perlu lebih jelas diatur Tanggapan Prof. DR. Setio Mursidik --- P.14 Poin-poin pembicaraan Prof Setio: 1. Mengenai definisi lingkungan hidup yang perlu dijadikan sebagai dasar dalam pembicaraan RUU PLH ini 2. Pentingnya pendekatan Ekosistem ataupun Ekoregion 3. Penekanan fungsi lingkungan dalam upaya pengelolaan lingkungan hidup 4. Penjabaran prinsip pembangunan berkelanjutan yang masih kurang dalam RUU PLH 5. Kedaulatan ekosistem, ruang, ekoregion ataupun bioregion seharusnya mendapatkan bobot yang lebih untuk dituangkan pada satu bab 6. Tentang dana lingkungan dan asuransi lingkungan 7. Implementasi teknis dan berimbang dari pasal 1 (definisi pembangunan berkelanjutan), pasal 2 (asas) dan pasal 19 (instrument ekonomi) pada RUU PLH 8. Kompensasi ganti rugi pada pasal 22 butir d dimasukan secara eksplisit 9. Pasal-pasal larangan perlu mencakup pula larangan korporasi Tanggapan Mas Achmad Santosa --- P.17 1. Pengembangan konsep hijau, sebagai contoh green legislation dan green budget 2. Pengembangan sistem perencanaan lingkungan secara partisipatif (strategic environmental planning) 3. Integrasi eksternal yakni pengintegrasian wewenang dalam penyelenggaraan penataan ruang kedalam fungsi dan tugas kementerian lingkungan hidup 4. Integrasi internal yakni pengintegrasian izin lingkungan kedalam suatu izin
(izin lingkungan terintegrasi) 5. Berkaitan dengan penegakan hukum, penegakan hukum administratif berdasarkan pada instrument perizinan dan pengawasan memiliki potensi besar untuk mendukung upaya pencegahan 6. Penumbuhan demokrasi lingkungan dan environmental government Tanggapan Yunani Kartawirya --- P.23 1. Perencanaan yang berbasi pada ekosistem dengan wilayah ekologis 2. Penegasan fungsi baku mutu lingkungan sebagai instrument pengendalian 3. Pentingnya upaya pengawasan 4. KLHS penting dlam penaatan lingkungan 5. Pendidikan lingkungan perlu dimasukan sebagai hak dari masyarakat 6. Pendelegasian kewenangan audit lingkungan Tanggapan Emi Hafildz --- P.27 Emi hafildz dalam tanggapannya lebih banyak membahas mengenai kelembagaan kementerian lingkungan hidup yang harus diubah dari paradigam yang ada sebagai pelaksana regulasi saja. Kementerian lingkungan hidup perlu pula iktu dalam pelaksanaan implementasi regulasi yang ada tidak hanya diserahkan kepada sektoral kementerian yang ada. DISKUSI: 1. Muhammad Nadjib (DPR) --- P.34: highlight pendapat Emil ttg keadilan antar generasi 2. Tyas Indiyah (DPR) --- P.35: Komentar mengenai kelembagaan lingkungan hidup dimana kementerian sekarang diubah menjadi kementerian departemen sepenuhnya 3. Fachrudin Djaya (DPR) --- P.36: Meminta pembentukan DIM dari para pakar, highlight pada ketentuan Pidana 4. Nazaruddin Kiemas (DPR) --- P.37: 5. Wahyudin Munawir (DPR) --- P.39: Masalah kelembagaan, dan amanat perlindungan lingkungan hidup 6. Simon Patrice Morin (DPR) --- P.39: One gate policy masalah lingkungan, kesulitan filosofis, pemasukan etika lingkungan 7. Ichwan Ishak (DPR) --- P.41: Ideologi lingkungan 8. Idris Luthfi (DPR) --- P.43: AMDAL
Jum’at 17 Juli 2009
Raker
Raker dengan KemenLH, Kemendagri, dan KemenkumHAM
40 orang DPR RI 40 tamu undangan Ketua rapat : Rapiudin Hammarung
9. Emil Hafildz --- P.45: Pemisahaan kekuasaan dari segi good government pada kelembagaan 10. Yunani Kartawirya --- P.46: Green design 11. Prof Surna --- P.46: Pemisahaan kekuasaan sama dengan Emil; AMDAL 12. Mas Achmad Santosa --- P.47: sertifikasi hakim; penguatan rule of law 13. Hariyadi --- P.48: Pemisahan konservasi, pencadangan sumber daya alam dan pemanfaatan 14. Setio Mursidik --- P.50 : Komentar Pendidikan Lingkungan : Kelembagaan – pemisahan regulator dan operator Agenda: 1. Pembahasan DIM yang dibahas pasal per pasal Poin-poin pembahasan DIM: Dalam raker ini pembahasan DIM dilakukan per pasal untuk menghemat waktu. Apabila tidak ada komentar dari pemerintah dan stakeholder lainnya maka pasal tersebut akan disetujui dan sisanya akan dibahas di panja. 1. Judul --- P.4 Usulan DPR: “Pengelolaan Lingkungan hidup” – disetujui pemerintah Masukan dari CSO: “Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan hidup” 2. Konsideran --- P.4 Menugaskan Menteri Hukum dan Ham dan pihak pemerintah untuk mempelajari masukan dari CSO dan dilaporkan nanti di Panja 3. Ketentuan umum – P.6 Akan dibahas yang mendapat masukan dari pemerintah dan CSO, kalau tidak ada berarti tidak dibahas 4. Bab I Pasal (2) --- P.7 Disetujui untuk dibahas di panja 5. Pasal 3 --- P.7 Disetujui untuk dibahas di panja 6. Pasal 4 --- P.7 Disetujui untuk dibahas di panja 7. Pasal 5 --- P.8 8. Pasal 6 --- P.9 Disetujui untuk dibahas di panja 9. Pasal 7 --- P.9 Disetujui untuk dibahas di panja
10. Bab IV --- P.10 Disetujui untuk dibahas di panja 11. Pasal 8 --- P.10 Disetujui untuk dibahas di panja 12. Bab V Pasal 9 --- P.11 Disetujui untuk dibahas di panja 13. Pasal 10 --- P.12 Disetujui untuk dibahas di panja 14. Pasal 11 --- P.12 Disetujui untuk dibahas di panja 15. Pasal 12 --- P.12 Disetujui untuk dibahas di panja 16. Pasal 13 --- P.13 Disetujui untuk dibahas di panja 17. Paragraf 3 (Amdal UKL UPL) dan Pasal 14 --- P.13 Disetujui untuk dibahas di panja 18. Pasal 15 --- P.13 Disetujui untuk dibahas di panja 19. Pasal 16 --- P.14 Disetujui untuk dibahas di panja 20. Pasal 17 --- P.14 Disetujui untuk dibahas di panja 21. Pasal 18 --- P.14 Disetujui untuk dibahas di panja 22. Instrument ekonomi --- P.15 Disetujui untuk dibahas di panja 23. Legislasi hijau ---P.15 Disetujui untuk dibahas di panja 24. Angaran berbasis lingkungan --- P.15 Disetujui untuk dibahas di panja 25. Pasal 21 --- P. 15 Disetujui untuk dibahas di panja 26. Pasal 23 --- P.15 Disetujui untuk dibahas di panja 27. Pasal 25 --- P. 15
Disetujui untuk dibahas di panja 28. Pasal 26 --- P.16 Disetujui untuk dibahas di panja 29. Pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun --- P.16 Disetujui untuk dibahas di panja 30. Pasal 28 --- P.16 Disetujui untuk dibahas di panja 31. Pasal 29 --- P.16 Disetujui untuk dibahas di panja 32. Pasal 30 --- P.16 Disetujui untuk dibahas di panja 33. Pasal 31 ---P.17 Disetujui dalam raker 34. Pasal 32 ---P.17 Disetujui untuk dibahas di panja 35. Pasal 33 ---P.17 Disetujui untuk dibahas di panja 36. Pasal 35 ---P.17 Disetujui untuk dibahas di panja 37. Pasal 37 ---P.17 Disetujui dalam raker 38. Pasal 38 --- P.17 Disetujui untuk dibahas di panja 39. Bab IX ---P.18 Disetujui untuk dibahas di panja 40. Pasal 41 ---P.18 Disetujui untuk dibahas di panja 41. Pasal 44 ---P.18 Disetujui dalam raker 42. Pasal 45 ---P.18 Disetujui dalam raker 43. Pasal 46 ---P.18 Disetujui untuk dibahas di panja 44. Pasal 47 ---P.19 Disetujui untuk dibahas di panja
45. Pasal 48 ---P.19 Disetujui dalam raker 46. Pasal 49 ---P.19 Masuk Timus-timsin - Disetujui untuk dibahas di panja 47. Pasal 50 ---P.19 Disetujui dalam raker 48. Pasal 51 ---P.19 Disetujui untuk dibahas di panja 49. Pasal 53 ---P.19 Disetujui untuk dibahas di panja 50. Pasal 54 ---P.20 Disetujui untuk dibahas di panja 51. Pasal 55 ---P.20 Disetujui untuk dibahas di panja 52. Pasal 56 ---P.20 Disetujui untuk dibahas di panja 53. Bab XIII Pasal 57 ---P.20 Disetujui untuk dibahas di panja 54. Pasal 58 ---P.20 Disetujui untuk dibahas di panja 55. Pasal 59 ---P.20 Disetujui untuk dibahas di panja 56. Pasal 60 ---P.21 Disetujui dalam raker 57. Pasal 61 ---P.21 Disetujui untuk dibahas di panja 58. Pasal 62 ---P.21 Disetujui raker 59. Pasal 63 ---P.21 Disetujui untuk dibahas di panja 60. Pasal 64 ---P.21 Disetujui raker 61. Paragraph 2 (tanggung jawab mutlak) ---P.21 Disetujui untuk dibahas di panja 62. Pargraph 3 (rasa untuk pengajuan gugatan), Pasal 66 ayat (1)---P.21
Disetujui raker 63. Pasal 66 ayat (2) ---P.21 Disetujui untuk dibahas di panja 64. Hak gugat pemerintah ---P.21 Distujui raker 65. Bab V hak gugat masyarakat ---P.22 Disetujui untuk dibahas di panja 66. Pasal 68 ---P.22 Disetujui untuk dibahas di panja 67. Pasal 69 ---P.22 Disetujui raker 68. Pasal 70 ---P.22 Disetujui raker kecuali (C) Disetujui untuk dibahas di panja 69. Pasal 72 ---P.22 Disetujui raker kecuali tambahan huruf (b) baru Disetujui untuk dibahas di panja 70. Pasal 73 ---P.22 Disetujui untuk dibahas di panja 71. Bab Pembuktian ---P.22 Masukan baru dari pemerintah; Disetujui untuk dibahas di panja 72. Bab XVI ketentuan pidana ---P.22 Disetujui untuk dibahas di panja 73. Tambahan pasal baru dari pemerintah ---P.23 Disetujui untuk dibahas di panja 74. Pasal 75 ---P.23 Disetujui untuk dibahas di panja 75. Ketentuan peralihan ---P.23 Disetujui untuk dibahas di panja 76. Ketentuan penutup ---P.23 Disetujui untuk dibahas di panja 17 Juli 2009
Rapat Panitia Kerja (PANJA)
PANJA dengan Sekretaris Menteri Negara LH (rapat tertutup).
28 orang PANJA 35 orang undangan Ketua rapat:
*Sutan Bhatoegana --- Pembahasan panja di hotel intercontinental Agenda: Pembahasan per DIM yang sudah diselesaikan di pansus sebelumnya. Kesepakatan: Pasal-Pasal yang tidak dikomentari Pemerintah dan tidak ada masukan dari stakeholder dianggap sudah selesai.
Pembahasan DIM
Rapiuddin Hammarung
Catatan: Akan lebih memudahkan apabila dalam membaca risalah sidang ini sekalian dengan membaca DIM Pemerintah. Pembahasan DIM: 1. Judul ---P.4 Penambahan kata ‘perlindungan’ untuk memperjelas misi pemerintah ke depannya untuk melindungi lingkungan. Perdebatan disini apakah dengan judul pengelolaan lingkungan hidup sudah mencukupi atau perlu dimasukan kata perlindungan. --- Pembahasan mengenai pemasukan kata ‘perlindungan’ pada judul dipending untuk melihat konsistensinya dengan isi (Pending) 2. Konsiderans Menimbang, Mengingat dan Memutuskan ---P.13 Menugaskan Departemen Hukum dan ham untuk membahas mengenai konsiderans yang merupakan landasan filosofis , yuridis dan sosioligis materi muatan RUU PLH --- akan dibahas lagi di akhir pembahasan RUU 3. Ketentuan Umum – Pengertian Konsep Lingkungan Hidup ---P.14 Ada masukan dari IPB untuk menambahkan kata ‘alam itu sendiri’ pada konsep lingkungan hidup sehingga, ketentuannya menjadi: kesatuan ruang dan semua benda, daya, keadaan dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perlikaunya yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan peri kehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya. Diputuskan bahwa kata ‘alam itu sendiri’ tidak akan mempengaruhi substansi RUU PLH yang sudah dibuat sehingga disetujui bahwa kata tesebut dimasukan. (dibahas kembali di Timus) 4. Ketentuan Umum – Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup ---P.17 Pemerintah menambahkan angka baru yang memasukan konsep ‘rencana pengelolaan lingkungan hidup’. Pemerintah mengusulkan bahwa pengertian rencana pengelolaan lingkungan hidup adalah dokumen yang memuat potensi dan masalah lingkungan hidup serta pengendaliannya dalam kurun waktu tertentu. Diputuskan bahwa pengertian rencana pengelolaan lingkungan hidup yang diartikan sebagai dokumen, hal ini lebih administrasi bukan bahasa hukum, maka perlu di kaji ulang penulisannya dan hal ini di pending untuk berikutnya. (Pending)
5. Ketentuan Umum – Daya Dukung --- P.19 Pemerintah mengusulkan untuk menambahkan kata ‘Keseimbangan’, sehingga menjadi ‘untuk mendukung keseimbangan peri kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya’. Disetujui untuk dibawa ke timsus dengan pengertian dari pak sony keraf yang memperluas pengertian daya dukung, yakni ‘daya dukung lingkunga hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk menduku peri kehidupan manusia, makhluk hidup lain, alam itu sendiri, dan keseimbangan diataranya’. (masuk Timus) 6. Ketentuan Umum – Sumber Daya Alam ---P.26 Penyempurnaan dari pemerintah yang akan dibahas di timsus. Menurut pemerintah, ‘sumber daya alam adalah unsur lingkungan hidup yang terdiri dari sumber hayati yang secara keseluruhan membentuk kesatuan ekosistem’ (masuk Timus) 7. Ketentuan Umum – Kajian Lingkungan Strategis ---P.26 KLHS penting untuk dimasukan sebagai payung yang lebih luas daripada amdal untuk pengendalian kerusakan lingkungan hidup, untuk perumusannya akan dibicarakan di timsus (masuk Timus) 8. Ketentuan Umum – UKL-UPL ---P.27 Redaksional dibahas dalam timsus 9. Ketentuan Umum – Pencemaran ---P.28 Usulan IPB untuk menambahkan kata ‘mengubah keadaan alamiah’ pada pengertian pencemaran yang berarti bahwa pencemaran tidak hanya dilihat dari baku mutu nya saja tapi ada suatu perubahan keadaan alamiah. Perdebatannya disini dengan kata alamiah tersebut akan menunjuk pada perubahan fisik semata, sedangkan pencemaran bukan hanya dilihat dari perubahan fisik semata. Masukan dari IPB juga lebih cenderung pada pengertian kerusakan. Sehingga disetujui bahwa masukan tersebut tidak diterima dan tetap pada rumusan awal. (Disetujui panja kembali pada konsep awal) 10. Ketentuan Umum – Kriteria Baku Kerusakan Lingkungan Hidup ---P.33 Perbaikan dari pemerintah dan usul dari IPB dengan penambahan kata ‘kimia’ saja. (Setuju?) 11. Ketentuan Umum – Perusakan Lingkungan Hidup ---P.33
Definisi kerusakan:melampaui kriteria baku (Setuju dengan Usul Pemerintah) 12. Ketentuan Umum – Konversi Sumber Daya ---P.34 Ada masukan dari UGM, ‘konservasi sumber daya alam adalah pengelolaan sumber daya alam tak terbarui untuk menjamin pemanfaatannya secara bijaksana, dan sumber daya lam yang terbarui untuk menjamin pemanfaatannya serta kesinambungan ketersediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai serta keanekaragamnnya’. (Pembahasan lebih lanjut dibawa ke timsus-timsin) 13. Ketentuan Umum – Perubahan Iklim ---P.35 Pemerintah mengusulkan penambahan perubahan iklim pada ketentuan umum. ‘perubahan iklim adalah berubahnya iklim yang diakibatkan langsung atau tidak langsung oleh aktifitas manusia yang menyebabkan perubahan komposisi atmosfir secara global, dan selain itu juga perubahan variabilitas iklim alamiah yang teramati pada kurun waktu yang dapat dibandingkan’ --mengikuti definisi baku UNFCCC (Disetujui oleh anggota rapat) 14. Ketentuan Umum – Limbah ---P.36 Usul dari IPB, ‘limbah adalah …………. yang merupakan sisa dari suatu usaha dan/atau kegiatan’. Disetujui untuk penggunaan istilah yang sama dengan Undang-Undang Sampah. (Disetujui oleh anggota rapat) 15. Ketentuan Umum – Bahan Berbahaya --- P.36 Usulan dari ASPEMBAYA untuk menghilakan kata ‘beracun’, karena menurut mereka berbahaya itu sudah dengan sendirinya beracun. Masukan tersebut ditolak, perumusan akan dilanjutkan pada timsus dan timsin dengan memperhatikan usul IPB dan UGM (disetujui oleh anggota rapat) 16. Ketentuan Umum – Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun ---P.37 Usulan pemerintah di drop, karena pada sebelumnya sudah dijelaskan pengertian bahan berbahaya dan beracun sehingga dalam ini hanya diperlukan penjelasan ttg limbahnya saja, yakni sisa dari bahan berbahaya dan beracun. (disetujui konsep pemerintah oleh anggota rapat) 17. Ketentuan Umum – Pengelolaan limbah bahan berbahaya ---P.43
(Pending) 18. Ketentuan Umum – Dumping ---P.43 Perlu dicarikan istilah nya dalam bahasa Indonesia baru dirumuskan definisinya pada timus. (Pending) 19. Ketentuan Umum – Sengketa lingkungan hidup ---P.44 Tidak ada komentar (disetujui rapat) 20. Ketentuan Umum --- Organisasi lingkungan hidup ---P.44 Tidak ada komentar (disetujui rapat) 21. Ketentuan umum – Audit lingkungan hidup ---P.44 Tidak ada komentar (disetujui rapat) 22. Ketentuan umum – Setiap orang ---P.45 Tidak ada komentar (disetujui rapat) 23. Ketentuan Umum – Menteri Disesuaikan dengan ketentuan yang ada --- (dimasukan dalam Timus) 24. Ketentuan Umum – dampak lingkungan hidup ---P.45 Penggunaan istilah bahasa Indonesia dari impact (dimasukan dalam timus) Sabtu, 18 Juli 2009
PANJA
PANJA dengan Sekretaris Menteri Negara LH (rapat tertutup) Pembahasan DIM
28 Panja 35 undangan Ketua rapat : Rapiuddin Hammarung
Agenda: Pembahasan per DIM yang sudah diselesaikan di pansus sebelumnya. Kesepakatan: Pasal-Pasal yang tidak dikomentari Pemerintah dan tidak ada masukan dari stakeholder dianggap sudah selesai. ---Menlanjutkan Pemabahasan DIM Bab 2--Poin-poin: 1. Ketentuan Umum – Pembangunan Berkelanjutan ---P.4 Penjelasan yang sudah ada pada UU 23/97 disalin dan dibawa langsung ke timus 2. Azas – Tanggung Jawab Negara ---P.5 Usulan dari APKASI yang perlu dibuatkan norma, standar, proseder dan kriteria lebih lanjut. Rapat memutuskan bahwa NPSK akan dibicarakan pada pembahasan kewenangan tidak pada asas (Timus) 3. Azas – Kelestarian dan Keberlanjutan ---P.6 Dipakai keduanya karena merupakan pengertian yang lebih lengkap
(disetujui rapat) 4. Azas – Manfaat ---P.7 ASPEMBAYA mengusulkan untuk menambahkan kata kearifan sehingga menjadi ‘manfaat dan kearifan’. (Timus) 5. Azas –Keadilan ---P.9 (disetujui rapat) 6. Azas – Deferensiasi Regional ---P.9 Masukan dari organisasi non pemerintah bahwa deferensiasi regional diganti dengan kata bioregion (disetujui rapat) 7. Azas – Perlindungan Keanekaragaman Hayati ---P.10 Terdapat perdebatan mengani konservasi dan perlindungan keanekaragaman hayati apakah redundan. 8. Azas – Pencemar membayar ---P. 13 (disetujui rapat) 9. Azas – Parsipatoris ---P.13 Usulannya diganti menjadi ‘partisipatif’, ornop menambahkan ‘transparan, partisipatif dan akuntabel’ --- yang disetujui oleh rapat adalah penambahan dari ornop. (disetujui rapat) 10. Azas – Penjaminan hak masyarakat adat dan masyarakat lokal ---P.14 Substansi jaminan terhadap hak masyarakat adat diterima namun akan dilihat lebih lanjut penempatannya, karena jaminan tersebut bukan merupakan asaz. (disetujui substansinya di rapat) 11. Azas – Tata Kelola Pemerintahan yang Baik ---P.15 Tata kelola pemerintahan yang baik telah mencakup prinsip transparan, partisipatif dan akuntabel, sehingga penambahan ini diterima dan sebelumnya dari ornop dihapus dan dimasukan dalam penjelasan mengenai prinsip ini. (disetujui rapat) 12. Tujuan – Mencapai keserasian, keselarasan, dan keseimbangan lingkungan hidup ---P.16 Terdapat perdebatan apakah kemudian diperlukan dimasukan kata manusia dan makhluk lain, karena berdasarkan pengertian lingkungan hidup manusia dan mahkluk lain sudah jelas termasuk dalam pengertian itu, sehingga diputuskan bahwa manusia dan makhluk lain tidak perlu dimasukan
(disetujui rapat) 13. Tujuan – Menjamin terpenuhinya kepentingan generasi masa kini dan generasi masa depan ---P.20 Usulan IPB mengganti kata ‘kepentingan’ menjadi kebutuhan yang disetujui dalam rapat karena merupakan definisi baku dalam pembangunan berkelanjutan yang diartikan dari kata needs, namun diperlukan penjelasan tentang ‘kebutuhan tersebut’. (disetujui rapat) 14. Tujuan – Mengendalikan pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana ---P.21 Usulan IPB untuk mengganti kata ‘mengendalikan’ menjadi ‘mengatur’ dimana dalam pengertian mengatur sudah termasuk juga pengertian mengendalikan. Perdebatan disini berlangsung dengan melihat apakah yang lebih tepat kata ‘mengatur’ atau ‘mengendalikan’. Disetujui terlebih dahulu dengan kata ‘mengendalikan’ namun akan di sesuaikan dengan ahli bahsa di timus 15. Tujuan – Melindungi wilayah negara kesatuan RI ---P.23 Tidak ada komentar (disetujui rapat) 16. Tujuan – menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup ---P.23 Tidak ada komentar (disetujui rapat) 17. Tujuan – Mewujudkan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup --- P.23 Usulan IPB untuk menganti menjadi ‘mewujudkan pembangunan berkelanjutan’ karena dalam pengertian pembangunan berkelanjutan itu sudah merupakan berwawasan lingkungan. Namun hal ini tidak disetujui karena kata ‘berkelanjutan dan berwawasan lingkungan’ itu disesuaikan dengan UUD Pasal 33 ayat 4. (disetujui rapat) 18. Tujuan – Mengendalikan kerusakan lingkungan akibta perubahan iklim --P.24 Perdebatan kata ‘mengendalikan’ yang dapat diintepretasikan bermacammacam sehingga dalam peraturan akan diberikan penjelasan tentang apa yang dimaksud dengan pengendalian dalam RUU PLH (masuk Timus) 19. Tujuan – Menjamin Pemenuhan dan Perlindungan hak atas lingkungan hidup sebagai bagian dari hak asasi manusia --- P.29
Diterima dalam rapat karena sesuai dengan ketentuan yang dituang pada UUD 1945 20. Ruang Lingkup – Perencanaan, pemanfaatan, pengendalian dan pemeliharaan ---P.30 Masukan dari ornop untuk memasukan ‘perlindungan’ yang diterima dalam rapat untuk dimasukan ke dalam RUU PLH 21. Bab/Pasal mengenai Pengedalian Usulan Ornop untuk memasukan pengendailan dalam RUU PLH diakomodir dengan menunjuk pemerintah untuk membuat konsep bab/pasal mengenai pengendalian sebelum masuk ke bab perencanaan. 22. Perencanaan – Pasal 5 --- P.34 Usulan Ornop: ‘menyusun rencana pengelolaan lingkungan hidup dengan berdasarkan KLHS dengan melibatkan masyarkat’. Perdebatan mengenai kewenangan pembuatan penetapan isi dan maksud dari KLHS. Perdebatan mengenai kata ‘melibatkan masyarakat’ yang perlu dijabarkan cara dan prosedur keterlibatan masyarakat. Perdebatan peraturan pelaksanaan yang akan dimuat dalam Perpres atau PP 23. Pasal 6 – Invetarisasi sumber daya alam ---P.43 Akan disusun terlebih dahulu dengan pemerintah dan dilaporkan pada panja terkahir 24. Pasal 7 ---P.47 Perdebatan mengenai pelaksanaan dan koordinasi Menteri Lingkungan Hidup 25. Pasal 8 ---P.54 Perdebatan mengenai cakupan sumber daya alam Disetujui : ‘Pemanfaatan sumber daua alam dilakukan dengan memperhatikan rencana pengelolaan lingkungan hidup’ 26. Pasal 9 ---P.59 27. Pasal 10 ---P.60 Usulan Ornop untuk ditambah instrument pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup antara lain: tata ruang, baku mutu, kriteria kerusakan, amdal, ukl, upl, perizinan, insturmen ekonomi dan anggaran berbasis lingkungan. 28. Pasal 12 ---P.70 Perdebatan mengenai cakupan baku mutu lingkungan apakah juga mencakup baku mutu limbah – pemerintah ditugaskan untuk merumuskan kembali baku
mutu lingkungan Perdebatan mengenai instrument ekonomi atau instrument pasar yang digunakan 29. Pasal 13 ---P.72 Perdebatan mengenai bentuk hukum peraturan pelaksanaan megenai baku mutu ambient dan emisi 30. Pasal 14 ---P.79 Perdebatan mengenai izin lingkungan sebagai pelaksanaan hak veto lingkungngan dan dasar pemberian izin usaha 31. Kewenangan MENLH dalam Mencabut Amdal ---P.88 Ketentuan yang ada pada DIM 162-163 perlu disempurnakan dan ditulis ulang. Dalam rapat ada perdebatan mengenai kewenangan pencabutan keputusan daerah oleh MENLH dan kepentingan kewenangan pencabutan Amdal. 32. Pasal 15 ---P.92 Ada tambahan dari Pemerintah ‘setiap usaha dan/atau kegiatan yang diperkirakan berdampak terhadap lingkungan wajib memiliki izin lingkunga’. Dalam rapat diperdebatkan kata ‘diperkirakan’ yang ambigu, perlu diperjelas. 33. Izin Lingkungan ---P.96 Perdebatan mengenai apa itu izin lingkungan, konsep dan yang lainnya yang belum jelas diatur dalam RUU PLH. DPR menginginkan izin lingkungan yang super power. 34. Pasal 16 ---P.99 Perdebatan mengenai pengertian ‘masyarakat’ --- masyarakat mana yang dikatakan perlu untuk ikut dalam proses perizinan, yang benar2 terdampak oleh suatu kegiatan. Pasal 16 disetujui sesuai dengan pengaturan yang dibuat oleh pemerintah 35. Instrumen Ekonomi---P.106 Masukan dari IPB pada DIM 188 untuk memakai istilah instrumen ekonomi, dibandingkan dengan instrumen mekanisme pasar. 36. Legislasi Hijau---P.116 Kata ‘hijau’ tidak dipakai, melainkan lebih condong ke ‘legislasi berbasis lingkungan’, disetujui untuk ditulis ulang dan dibahas kembali oleh pemerintah dan pakar untuk kemudian dibahas selanjutnya 37. Pemulihan Fungsi Lingkungan Hidup---P.125 Masukan dari IPB untuk membuat satu bab tentang pemulihan tersendiri.
Perumusan pemulihan dikembalikan kepada pemerintah dan termasuk pula jaminan dari pemulihan tersebut. Dalam rapat ini DPR menginginkan adanya jaminan atas pemulihan yang dilakukan oleh pelaku usaha akan tetapi bentuk jaminannya diberikan kepada pemerintah untuk merumuskan 38. Pemeliharaan lingkungan hidup ---P. Perdebatan mengenai bentuk pemeliharaan yang terdiri dari konservasi, persevasi dan reservasi 39. Pengelolaan bahan beracun ---.P143 Perdebatan mengenai pengelolaan dan pemanfaatan bahan beracun 40. Sanksi Administrasi ---P.164 41. Pengawasan ---P.165 Selasa, 28 Juli 2009
PANJA
PANJA dengan Sekretaris Menteri Negara LH (rapat tertutup) Pembahasan DIM
28 Panja 37 undangan
Agenda: 1. Melanjutkan pembahasan DIM Pemerintah.
Katua rapat: Rapiuddin Hammarung
Poin-poin DIM: 1. Uang Paksa ---P.3 Perdebatan mengenai tepatkah pengenaan uang paksa. Masukan UNDIP: uang paksa malah dapat menyebabkan pelaku usaha untuk tetap mencemari dan tidak efektif. Uang paksa yang diterima oleh pemerintah tidak ditempatkan pada pos yang semestinya. Diperlukan pengaturan mekanisme uang paksa. Disepakati bahwa yang dipakai adalah ‘paksaan pemerintah’, bukan ‘uang paksa’ 2. Pembagian Kewenangan Pengawasan ---P.18 Perdebatan mengenai pembagian kewenangan pusat dan daerah 3. Pasal 37 – disetujui ---P.23 4. Pasal 38 – pencabutan izin ---P.23 Perdebatan mengenai kewenangan pencabutan izin – apakah penjabat yang mengeluarkan atau MENLH? 5. Komisi Nasional Perlindungan Lingkungan Hidup ---P.27 Masukan dari Ornop, namun pemerintah tidak menyetujui karena permasalahan kepentingannya. 6. Pendidikan Lingkungan ---P.30 Menurut komentar Yunani Kartawati bahwa pendidikan lingkungan merupakan hak yang penting untuk dimasukan dalam undang-undang ini,
sehingga untuk mendapatkan pendidikan lingkungan masyarakat memiliki dasar hak yang diakui oleh undang-undang ---- disetujui untuk dimasukan ke timus 7. Strategic Legal Action Against Public Participation ---P.33 Masukan dari ornop untuk memasukan SLAAPP di RUU PLH ini. --- disetujui untuk masuk ke timus dengan perbaikan perumusan. 8. Larangan memberikan informasi palsu ---P.35 Disinkonkan dengan UU No. 14 Tahun 2008 --- perdebatannya: apa yang dimaksud dengan informasi palsu disini 9. Pasal 51 – Izin pembuangan limbah ke lingkungan –P.37 Dibahas ulang pemerintah dan diberikan ke timus 10. Larangan – penebangan pohon ---P.48 ‘setiap orang dilarang menebang pohon yang dapat mengakibatkan kerusakan lingkungan’ – penjelasan dari pemerintah --- dikaitkan dengan pasal 51 Sabtu, 29 Juli 2009
PANJA
PANJA dengan Sekretaris Menteri Negara LH Pembahasan DIM (rapat tertutup)
22 Panja 32 KLH Ketua rapat : Rapiuddin Hammarung
Agenda: 1. Melanjutkan pembahasan DIM Pemerintah --- mulai Bab XII ttg Peran Serta Masyarakat Poin-poin Pembahasan: 1. Peran Serta Masyarakat --- P.3 Masukan ornop: peran serta aktif Perdebatan mengenai peran serta atau peran serta aktif yang dipakai dalm RUU PLH ini --- ada masukan menggunakan prean serta masyarakat --disetujui untuk dibahas di timus 2. Peran Serta Masyarakat ---P.6 Usulan IPB, penambahan ayat ‘peran masyarakat adalah bagian penting dan terpadu dalam penetapan kebijakan, keputusan, perencanaan, pengelolaan dan pengawasan lingkungan’. ---- akan diintegrasikan dengan ayat-ayat mengenai peran serta masyarakat oleh pemerintah 3. Bentuk Peran Serta Masyarakat ---P.8 Ayat (2) dari penjelasan sebelumnya di drop karena akan membuat rancu masyarakat 4. Audit Lingkungan Hidup ---P.13
Komen Pemerintah: Pasal 57 sifatnya voluntary Pasal 58 bersifat wajib Perdebatan apakah audit lingkungan harus diwajibkan dalam RUU PLH ataukah bersifat voluntary, namun bagi perusahaan yang bermasalah diwajibkan oleh pemerintah Diserahkan kembali kepada pemerintah untuk membahas mengenai audit lingkungan hidup untuk kemudian dimasukan ke timus 5. Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup ---P.28 Perdebatan mengenai posisi RUU PLH sebagai lex specialist atas tindakan pelanggaran hukum lingkungan. Perdebatan mengenai penyelesaian di luar pengadilan Perdebatan mengenai kerugian --- perlunya memasukan kerugian imaterial 6. Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup melalui Pengadilan ---P.34 Pengaturannya masih kurang jelas, baru hanya ada dua pasal abstrak, perlu ditambah 7. Pasal 63 ---P.43 Merupakan lex specialist dari Perbuatan Melawan Hukum yang terdapat di KUHPerdata. Perdebatan untuk memasukan unsur pidana juga tidak hanya perdata. 8. Pasal 64 ---P.46 Permasalahan gugatan balik dari pencemar, --- perumusannya diperbaiki dan dibawa ke timus 9. Tanggung Jawab Mutlak ---P.48 Masukan dari IPB menggunakan kata “penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan” daripada “setiap orang”. Perdebatan: tanggung jawab mutlak tidak sama dengan pembuktian terbalik Perdebatan: ganti rugi seketika Perdebatan: Strict liability and absolute liability 10. Daluarsa mengajukan gugatan ---P.58 Pemerintah memberi masukan bahwa untuk B3 daluarse yang diatur dalam KUHPerdata tidak berlaku karena waktu untuk melihat dampak dari pencemaran B3 lama, Rapat menyetujui untuk pasal ini diubah perumusannya dan dibawa ke timus 11. Hak Gugat Pemerintah ---P.60 Perdebatan: tidak hanya MENLH yang harusnya memiliki hak gugat
Rabu, 5 Agustus 2009
PANJA
PANJA dengan Sekretaris Menteri Negara LH Pembahasan DIM (rapat tertutup)
28 Panja 37 KLH Ketua rapat : Rapiuddin Hammarung
pemerintah tetapi semua departemen 12. Hak Gugat Masyarakat ---P.61 Perdebatan pada ayat ke-2 tentang kewenangan menteri mewakili masyarakat untuk menggugat pencemar 13. Pasal 70 ---P.66 Perdebatan: perlu tidak perlunya surat kuasa khusus pada gugatan class action 14. Hak Gugat Organisasi Lingkungan Hidup---P.69 Perdebatan mengenai LSM 15. Penyidikan---P.73 Perdebatan kewenangan POLRI dan PPNS yang diperlukan adanya kerjasama dalam penyidikan 16. Pembuktian ---P.77 Perdebatan mengenai kewenangan UUPLH untuk mengatur mengenai alat bukti 17. Kelembagaan Lingkungan hidup ---P.83 Opsi : 1. Tetap menjadi kementerian negara, akan tetapi membentuk badan baru berfungsi untuk penegakkan hukum lingkungan 2. Berubah menjadi kementerian departemen sepenuhnya 3. Pembentukan komisi independan: Komisi Nasional Perlindungan Lingkungan Catatan: 001_DIM Agenda: 1. Melakukan penyisiran DIM yang akan dimasukan ke timus Poin-poin: 1. Judul ---P.3 2. Konsiderans---P.3 3. Ketentuan umum---P.3 Masukan pengertian KLHS dari Pemerintah dan Perdebatana mengenai KLHS, akan disusun ulang oleh pemerintah untuk memberikan penjelasan yang lebih 4. Azaz ---P.12 Memasukan bio region dalam ketentuan umum
5. Tujuan---P.13 Perdebatan mengenai pengertian azas dan tujuan 6. Ruang Lingkup---P.15 7. Pasal 5---P.15 Perdebatan mengenai struktur penulisan undang-undang LH Perdebatan prosedur penyusunan rencana perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup 8. Bab IV Pemanfaatan---P.20 Perdebatan bio region dalam kewenangan menteri LH dan daerah 9. Bab V Pengendalian---P.24 10. Pasal 10---P.24 11. Tata ruang ---P.25 Masukan: rencan kegiatan yang bertentangan dengan tata ruang, termasuk amdal akan gugur dengan sendirinya 12. Baku mutu lingkungan dan kriteria baku kerusakan---P.25 13. Amdal, ukl/upl dan perizinan ---P.25 Perdebatan mengenai keikutsertaan masyarakat Perdebatan izin lingkungan 14. Instrumen Ekonomi---P.29 Perdebatan mengenai daftar/isi isntrumen ekonomi 15. Legislasi hijau---P.36 16. Anggaran berbasis lingkungan---P. 17. Analisis Resiko Lingkungan ---P.37 18. Penanggulangan, Pencemaran, dan/atau kerusakan lingkungan 19. Pemulihan---P.38 Perdebatan mengenai dana penjamin 20. Perlindungan ---P.38 21. Pengelolaan Limbah B3---P.39 22. Dumping B3---P.40 Perdebatan penggunaan istilah dumping 23. Bab VIII Pengawasan dan Sanksi Administratif---P.41 24. Kewenangan Pejabat Lingkungan---P.41 Perdebatan pembuatan bab baru sanksi administrative 25. Bab IX ---P.42 26. Bab X ---P.42
Kamis, 6 Agustus 2009
PANJA
PANJA dengan Sekretaris Menteri Negara LH Pembahasan DIM (rapat tertutup)
28 Panja 37 undangan Ketua rapat : Rapiuddin Hammarung
27. Hak, Kewajiban dan Larangan ---P.43 Perdebatan kewajiban pemerintah untuk membuka informasi ke publik Catatan:001_DIM Agenda: 1. Melanjutkan penyisiran pasal-pasal sebelumnya, dimulai dari Bab XII Poin-poin: 1. Peran Serta Masyarakat ---P.3 Perdebatan mengenai bentuk peran serta masyarakat 2. Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup – Pasal 59 ---P.5 3. Pasal 61 ---P.9 4. Pasal 65 – Tanggung jawab mutlak ---P.10 Perdebatan absolute liability versus strict liability 5. Pasal 66---P.11 Perdebatan penggunaan kata daluarsa, kedaluarasa 6. Pasal 67 – Hak Gugat Pemerintah---P.13 7. Pasal 68 – Hak Gugat Masyarakat---P.13 Perdebatan mekanisme class action 8. Pasal 69 ---P.15 Perdebatan mengenai status Peraturan MA dalam tata urutan peraturan perundang-undangan 9. Pasal 70 ---P.15 Perdebatan ‘pola kemitraan’ dari organisasi lingkungan hidup yang dapat mengajukan gugatan Perdebatan mengenai berapa lama kegiatan LSM yang dapat mengajukan gugatan, opsi : 1 tahun, 3 tahun dan 5 tahun 10. Gugatan TUN---P.23 11. Bab XV Penyidikan---P.26 Perdebatan kewenangan PPNS Lingkungan Gagasan Polisi Lingkungan 12. Pembuktian---P.29 Perdebatan mengenai alat bukti 13. Ketentuan Pidana ---P.32 Perdebatan mengenai hukuman maksimal dan minimal, tentang pasal-pasal yang perlu ditambahkan sanksi pidana
Minggu, 23 Agustus 2009
PANJA
PANJA dengan Sekretaris Menteri Negara LH Pembahasan DIM (rapat tertutup)
28 Panja 37 undangan Ketua Rapat: Rapiuddin Hamarung
CATATAN: Risalah rapat tidak lengkap, karena tidak ada catatan mengenai keputusan skors atau penutupan rapat. Agenda: 1. Menyetujui Struktur Bab RUU PLH 2. Membahas pasal-pasal berdasarkan DIM 3. Buka Puasa dengan Menteri Lingkungan Hidup Kerangka RUU PLH: Bab 1: Ketentuan Umum Bab 2: Azas dan Tujuan Bab 3: Tugas dan Wewenang Pemerintah dan Pemerintah Daerah Bab 4: Manajemen Lingkungan – perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian Bab 5: Sistem Informasi Bab 6: Hak, Kewajiban dan Larangan Bab 7: Peran Masyarakat Bab 8: Pengawasan dan Sanksi Administratif Bab 9: Penyelesaian Sengketa Lingkungan Bab 10: Penyidikan dan Pembuktian Bab 11; Ketentuan Pidana Bab 12: Ketentuan Peralihan Bab 13: Ketentuan Penutup Komentar dan masukan untuk struktur Bab RUU PLH: 1. Ruang lingkup yang sebelumnya ada dihapus karena melihat UU 23/97 tidak ada ruang lingkup 2. Komentar mengenai kelembagaan --- kementerian lingkungan hidup 3. Perdebatan mengenai jumlah bab dari draft sebelumnya yang banyak berkurang 4. Masukan untuk konsiderans menimbang: Pasal 28 h UUD 1945, UU Otonomi Daerah Cat: Pada rapat ini judul RUU sudah disetujui menjadi ‘Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup’ Poin-poin pembahasan permasalahan:
1. Ketentuan Umum – lingkungan hidup---P.8 Pengertian lingkungan hidup: perdebatan penggunaan kata ‘kesatuan ruang’ 2. Ketentuan Umum – Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup---P.13 3. Ketentuan Umum – Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup---P.13 Perdebatan apakah hal ini merupakan dokumen atau apa --- perdebatan mengenai definisi 4. Ketentuan umum – Daya dukung lingkungan hidup---P.18 5. Ketentuan umum – daya tampung lingkungan hidup---P.18 6. Ketentuan umum – Sumber daya alam---P.19 7. Ketentuan umum – Kajian Lingkungan Hidup Strategis---P.19 Perbaikan segi bahasa perumusan dan perumusan mengenai apa yang dimaksud sebagai KLHS --- Intepretasi Sonny Keraf: potret tentang kondisi lingkungan dan daya tampungnys di sebuah kawasan 8. Ketentuan Umum – Analisa Mengenai Dampak Lingkungan Hidup---P.23 Perdebatan mengenai penggunaan perumusan dalam UU 23/1997, titik perdebatan pada penggunaan kata ‘dampak besar dan penting’ karena dirasa keduanya memiliki arti yang sama yang diambil dari kata ‘significant’ 9. Ketentuan umum – Upaya kelola lingkungan hidup dan upaya pantau lingkungan hidup---P.26 10. Ketentuan umum – baku mutu lingkungan hidup---P.26 11. Ketentuan umum – pencemaran lingkungan hidup ---P.27 12. Ketentuan umum – kerusakan lingkungan hidup---P.28 Perdebatan mengenai penyebab kerusakan lingkungan hidup, manusia atau alam 13. Ketentuan umum – konservasi sumber daya alam ---P.31 14. Ketentuan umum – perubahan iklim ---P.31 15. Ketentuan umum – Limbah---P.32 16. Ketentuan umum – bahan berbahaya dan beracun ---P.32 17. Ketentuan umum – limbah bahan berbahaya dan beracun---P.32 18. Ketentuan umum – pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun ---P.32 19. Ketentuan umum – dumping ---P.32 Perdebatan dalam penggunaan kata ‘pembuangan’ sebagai pengganti dumping 20. Ketentuan umum – sengketa lingkungan hidup---P.34
21. Ketentuan umum – dampak lingkungan hdup---P.34 22. Ketentuan umum – organisasi lingkungan hidup ---P.34 Perdebatan dalam perumusan arti organisasi lingkungan hidup apakah akan terpaku pada kegiatan yang hanya lingkungan hidup atau semua kegiatan yang memiliki kaitan dengan lingkungan hidup 23. Ketentuan umum – audit lingkungan hidup ---P.36 Dirumuskan untuk menjadi kegiatan yang sukarela (voluntary) 24. Ketentuan umum – orang---P.38 25. Ketentuan umum – pemerintah pusat---P.38 26. Ketentuan umum – pemerintah daerah---P.38 27. Ketentuan umum – menteri ---P.38 28. Ketentuan umum – pembangunan berkelanjutan ---P.38 Masukan ke pemerintah untuk mendefinisikan tentang kearifan tradisional, masyarakat hukum adat dan hukum adat 29. Bab II – tanggung jawab negara---P.39 Perdebatan mengenai tanggung jawab negara dan perlu dimasukannya tanggung jawab masyarakat 30. Bab II – Tujuan ---P.44 Penambahan perlindungan dalam tujuan yang sebelumnya hanya pengelolaan 31. Bab II – ruang lingkup---P.45 Kembali memasukan ruang lingkup dalam struktur RUU PLH sesuai dengan masukan Sonny Keraf 32. Pasal 5 ---P.45 Butir dua dan tiga dalam ketentuan umum dikaitkan dengan Pasal 5 33. Inventarisasi dan penetapan wilayah ---P.45 Perdebatan hubungan inventarisasi dan penetapan wilayah dengan ekoregion 34. Pasal 8 RPPLH---P.48 35. Pasal 9 Penyusunan RPPLH---P.49 36. Pasal 10 Ketentuan lebih lanjut mengenai RPPLH---P.50 37. Pasal 11 pemanfaatan sumber daya alam ---P.50 38. Pasal 12 ---P.50 39. Pasal 13 ---P.54 Perdebatan penggunaan kata instrument Perdebatan tentang pengertian instrument ekonomi lingkungan hidup
Senin, 24 Agustus 2009
PANJA
PANJA dengan Sekretaris Menteri Negara LH Pembahasan DIM (rapat tertutup)
28 Panja 25 Undangan
40. Pasal 15---P.59 41. Pasal 16 ---P.62 Perdebatan kewenangan ketentuan pelaksanaan pengukuran baku mutu lingkungan hidup 42. Pasal 17 – Kriteria Baku Kerusakan Lingkungan Hidup---P.65 Perdebatan dalam aspek bahasa perumusan pasal 17 43. Pasal 18 – Amdal---P.74 Perdebatan mengenai kedudukan amdal dalam perizinan Perdebatan penetapan dan perumusan kegiatan yang dikenakan amdal oleh menteri Agenda: 1. Melanjutkan pembahasan DIM sebelumnya Poin-poin : 1. Amdal ---P.3 Perdebatan tentang partisipasi masyarakat dalam penyusunan AMDAL Perdebatan sertifikat/sertifikasi AMDAL 2. Pasal 22 ---P.5 3. Pasal 23 – Pasal 24---P.6 Perubahan posisi pasal 4. Pasal 25---P.7 Perdebatan mengenai perumusan amdal yang sudah berjalan dan sifat amdal tersebut Perdebatan politisasi dalam penyusunan amdal – terutama dalam prosedur Perdebatan kewenangan dan prosedur komisi penilai amdal Perdebatan mengenai sanksi bagi pejabat dalam pelaksanaan amdal Perdebatan mengenai waktu amdal 5. Pasal 31 ---P.38 6. Pasal 32 – UKL/UPL ---P.38 Perdebatan mengenai kegiatan yang bagaimanakah yang dikenakan UKL/UPL dan perumusan bahasa yang baik --- disetujui bahwa UKL/UPL diwajibkan bagi usaha/kegiatan yang tidak berdampak penting terhadap lingkungan dengan mengacu pada ketentuan mengenai amdal sebelumnya 7. Pasal 33 – Izin Lingkungan---P.40 Perdebatan kedudukan izin lingkungan dengan amdal, UKL/UPL, dan izin usaha
8. Pasal 34 ---P.56 9. Pasal 35 ---P.56 10. Pasal 36---P.56 11. Pasal 37---P.56 12. Pasal 38 ---P.58 13. Pasal 39 ---P.59 14. Pasal 40 ---P.61 15. Pasal 41---P.61 Perdebatan mengenai penggunaan istilah instrument ekonomi lingkungan atau masukan baru dengan sistem pendanaan lingkungan Masukan untuk tetap menggunakan istilah instrumen ekonomu lingkungan dengan penyederhanaan definisi oleh pemerintah dan memberikan list instrumen ekonomi yang lebih jelas Penjelasan fungsi instrument ekonomi lingkungan dari pemerintah 16. Pasal 43 ---P.66 Perdebatan bahwa setiap penyusunan legislasi yang ada di tingkat nasional maupun di tingkat daerah harus berdasarkan prinsip lingkungan, terutama prinsip pembangunan berkelanjutan yang menjadi tumpuan utama 17. Pasal 44---P.73 Perdebatan mengenai ruang lingkung anggaran yang berbasis lingkungan, tidak hanya mengenai anggaran kementerian lingkungan hidup namun lebih luas dalam anggaran daerah dan nasional Kondisinya sebelum adanya UU PLH, bahwa anggaran terhadap perlindungan lingkungan itu tidak memadai sehingga diusulkan untuk mendorong anggaran yang lebih pro lingkungan Ada masukan untuk fokus kepada anggaran yang berbasiskan prinsip pembangunan berkelanjutan 18. Pasal 45---P.84 Perdebatan untuk mengintegrasikan analisa resiko lingkungan ke dalam amdal 19. Pasal 46 – Penganggulangan---P.86 Perdebatan mengenai pemberian informasi lingkungan kepada masyarakat untuk memperjelas perumusan pada pasal 20. Pasal 48 – dana jaminan---P.88 Pertanyaan mengenai siapakah yang berhak menggunakan dana jaminan tersebut dimana dalam perumusan belum jelas
21. Pasal 49 ---P.89 Kerusakan diubah/disinkronisasikan semuanya menjadi perusakan 22. Bab VI – Pasal 50 Pemeliharaan---P.89 Masukan untuk mengganti judul bab menjadi perlindungan dan menghilangkan pasal mengenai preservasi Perdebatan mengenai pengertian preservasi dan penggunaan definisi konservasi/preservasi yang sudah ada dalam uu kehutanan 23. Pasal 51 – Pengelolaan B3---P.92 24. Pasal 52---P.93 Perdebatan mengenai pemberian kewenangan pengelolaan limbah pada pihak lain oleh pelaku usaha --- memperjelas siapa yang dimaksud sebagai pihak lain dalam UU 25. Pasal 53 – Dumping/Pembuangan---P. 94 Perdebatan mengenai ruang lingkup pembuangan --- apakah hanya pembuangan limbah ke wilayah laut saja Bagaimana mekanisme dumping/pembuangan 26. Pasal 54 – Pengawsan---P.97 Perdebatan akan kewenangan pengawasan menteri kepada pelaku usaha secara langsung atau kan pelaksanaan ketentuan peraturan RUU saja 27. Pasal 55 ---P.98 Perdebatan dalam pengawasan penaataan izin tidak dilimpahkan ke daerah 28. Pasal 56 ---P.99 29. Pasal 57---P.101 Masukan tentang koordinasi PPNS hanya dilakukan dalam tindakan yang mengandung unsur Pidana 30. Pasal 59 ---P.102 Sepakat tidak ada penurunan kewenangan pengawasan perizinan dari menteri 31. Pasal 60 ---P.102 32. Pasal 61---P.102 Masukan: memberikan definisi terhadap “pelanggaran yang serius” 33. Pasal 62, 63 dan 64---P.103 34. Pasal 65---P.103 35. Tugas dan Wewenang Pemerintah dan Pemerintah Daerah ---P.103 Masukan untuk memindahkan posisinya ke bagian awal 36. Pasal 67 ---P.104
Senin,24 Agustus 2009
Selasa, 25 Agustus 2009
PANJA
Panja
PANJA dengan Kementerian LH
42 Panja 40 KLH
Perdebatan mengenai kewenangan pemerintah 37. Pasal 69 ---P.106 Catatan: ISI NOTULENSI SIDANG SAMA DENGAN YANG DIATAS/SEBELMUNYA. TERDAPAT 2 LAMPIRAN SIDANG PADA TANGGAL 24 AGUSTUS !
Pemaparan dari tamu/undangan PANJA dengan Sekretaris Menteri Negara LH (rapat tertutup)
28 Panja 25 Undangan
Agenda: 1. Melanjutkan pembahasan DIM/Pasal sebelumnya yang terhenti pada pasal 69
Ketua rapat : Rapiuddin Hammarung
Poin-poin: 1. Pasal 70 – Hak, Kewajiban dan Larangan---P.3 Masukan: masih ada kata yang dapat ditafsirkan berbeda pada ayat 3: “diperkirakan dapat menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan hidup” 2. Pasal 71 – Anti SLAAP---P.3 Perdebatan dianggap sebagai bertentangan dengan kewajiban hakim untuk tidak menolak perkara 3. Bagian kedua – Kewajiban (Pasal 72) ---P. 4. Pasal 73 ---P.5 5. Pasal 74---P.6 6. Pasal 75---P.6 Hampir sama dengan Pasal 72 sehingga disetujui untuk dihapus 7. Pasal 76---P.6 8. Pasal 77 – Pasal 80---P.6 Perdebatan mengenai kewenangan komisi penilai amdal 9. Pasal 81 ---P.8 Perdebatan mengenai peran aktif masyarakat yang akan dibentuk sebagai hak, kesempatan atau kewajiban dalam RUU PLH 10. Pasal 82 – Pasal 83---P.11 Masukan mengenai definis ‘berisiko tinggi ‘ Perdebatan mengenai kewajiban perusahaan yang terdaftar dalam pasar modal 11. Pasal 84 ---P.15 Perdebatan mengenai pengenaan beban audit lingkungan hidup oleh menteri 12. Pasal 85---P.17 13. Pasal 86---P.17
Perdebatan mengenai penyelesaian sengketa di luar pengadilan yang dianggap sebagai suatu hal yang dapat dipermainkan 14. Pasal 87---P.18 Perdebatan mengenai penyelesaian sengketa di dalam dan di luar pengadilan, mengenai mekanisme dan prosedurnya 15. Pasal 88---P.22 Perdebatan keperluan adanya lembaga indpenden (yang dibentuk oleh masyarakat sendiri atau oleh pemerintah) pelayanan penyelesaian sengketa lingkungan --- yang dibentuk dengan kewenangan pusat, daerah 16. Pasal 89 ---P.24 Perdebatan mengenai subjek dari perbuatan apakah dirumuskan dengan menggunakan term yang general ‘setiap orang ‘ atau ‘setiap penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan yang melanggar hukum’ Perdebatan mengenai kewajiban atas hukuman yang ada tidak hilang akibat pemindahtangan korporasi 17. Pasal 90 Tanggung Jawab Mutlak---P.31 Perdebatan mengenai pembuktian kesalahan dalam prinsip tanggung jawab mutlak 18. Pasal 91 – tenggat kadaluarsa---P.33 Masukan --- menggunakan istilah yang sudah lumrah dipakai dalam hukum acara perdata 19. Pasal 92---P.34 20. Pasal 93 – Hak gugat masyarakat---P.34 Perdebatan mengenai pentingnya pengaturan class action dalam RUU PLH 21. Pasal 94 – Hak gugat organisasi lingkungan hidup---P.36 Perdebatan mengenai fungsi hak gugat organisasi lingkungan hidup yang menyebabkan adanya pembatasan ganti kerugian yang dapat dimintakan oleh organisasi lingkungan kepada pengadilan Perdebatan mengenai definisi dari ganti rugi 22. Pasal 95 – gugatan administrasi---P.41 Perdebatan mengenai obyek gugatan 23. Bab Penyidikan ---P.45 Perdebatan mengenai kewenangan PPNS Lingkungan dalam pelaksanaan penyidikan kasus lingkungan Perdebatan mengenai prosedur penyidikan, apakah RUU PLH perlu mengatur lex specialist dari ketentuan KUHAP
24. Pasal 97---P.47 Perdebatan mengenai koordinasi/keterpaduan kerja antar penegak hukum 25. Pasal 98---P.51 26. Pasal 99 – ketentuan Bab Pidana ---P.52 Perdebatan mengenai besaran sanksi yang dapat diberikan dalam UU PLH 27. Pasal 118 ---P.54 28. Pasal 121 ---P.54 Perdebatan mengenai perusahaan yang sudah memiliki izin / izin perusahana yang sudah dimiliki Catatan : Waktu rapat tidak jelas ---- kemungkinan dilanjutkan malam nya lagi karena dalam risalah rapat tidak ada kejelasan apakah rapat sempat di skors atau tidak, karena pada paragraf selanjutnya pembicaraan ketua rapat adalah pembukaan yang biasa dibicarakan dalam pembukaan rapat (p.62) Identifikasi permasalahan : 1. Penyempurnaan konsiderans menimbang 2. Sinkronisasi ketentuan umum butir dua dan tiga dalam pasal 5 3. Penjelasan ulang ketentuan umum 4. Penulisan ulang KLHS 5. Amdal 6. Instrumen Ekonomi Lingkungan 7. Koordinasi dengan departemen keuangan 8. Sistemisasi pasal mengenai ekoregion 9. Kaitan tata ruang dengan KLHS dan koordinasi dengan Departemen PU 10. Koordinasi dengan Polisi mengenai PPNS 11. Tulis ulang ketentuan peralihan 12. Pemecahan pasal 79 13. Pembahasan penjelasan umum dan penjelasan pasal Poin-Poin : 1. Konsiderans Menimbang ---P.63 Perdebatan mengenai posisi hak asasi dan hak konstitusional serta penempatan urutan konsiderans Pembangunan yang dilandaskan atas dasar prinsip berkelanjutan dan
2.
3.
4.
5. 6. Rabu, 26 Agustus 2009
Panja
PANJA dengan Sekretaris Menteri Negara LH (rapat tertutup) Pembahasan DIM
28 Panja 25 KLH Ketua : Rapiuddin Hammarung
berwawasan lingkungan Penjelasan keterkaitan perumusan pasal dan ketentuan konsideran menimbang oleh pemerintah Butir kedua dan ketiga ketentuan umum yang dikaitkan dengan pasal 5--P.69 Perdebatan mengenai perumusan perlindungan dan pengelolaan yang terpisah atau digabung KLHS---P.73 Perdebatan mengenai esensi dari KLHS yang tidak tegambarkan pada definisi yang diberikan oleh Pemerintah Perdebatan perbedaan internalisasi dan KLHS Pasal 14---P.84 Disesuaikan dengan definisi KLHS Perdebatan mengenai kegunaan/fungsi KLHS dalam sistem perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup Instrumen Ekonomi---P.97 Perdebatan pajak lingkungan dan pengertian dari instruman ekonomi Pasal 41 ---P.102
Agenda: 1. Melanjutkan pembahasan permasalahan yang ditulis ulang atau diberikan kepada pemerintah untuk menyelesaikan Poin-poin: 1. AMDAL ---P.3 Masyarakat terkait dengan amdal merupaka masyarakat yang terkena dampak 2. Pasal 18 ---P.19 Kriteria dampak penting 3. KLHS ---P. 4. Pemeliharaan dan Kerusakan Baku Mutu---P.30 Perdebatan mengenai parameter baku mutu 5. Dumping ---P.33 Perdebatan mengenai prosedure dan syarat dumping 6. Pasal 6 – ekoregion ---P.43 Perdebatan mengenai proses ekoregion dan KLHS dan amdal
Minggu, 30 Agustus 2009
Panja
PANJA dengan Sekretaris Menteri Negara LH (rapat tertutup)
28 orang 25 undangan Ketua : Rapiuddin Hammarung
Poin-poin perdebatan: 1. Konsiderans Sampai e disetujui 2. Ketentuan umum Perdebatan dalam audit lingkungan hidup masalah prinsip voluntary dari audit lingkungan hidpu yang dilaksanakan oleh pelaku usaha Perdebatan izin lingkungan 3. Pasal 24 Perdebatan dampak penting dalam perumusan amdal 4. Pasal 35 Perdebatan mengenai kriteria dampak 5. Pasal 37 Perdebatan mengenai kategori kegiatan/usaha yang dikenakan UKL/UPL atau amdal 6. Pasal 43 ---- hapus 7. Pasal 44 ---- hapus 8. Pasal 46 Perdebatan perlukah instrument ekonomi dibentuk sebagai suatu kewajiban dalam RUU PLH 9. Pasal 70 ---- hapus 10. Pasal 92 Perdebatan pembatasan tuntutan ganti rugi
40 Pansus 32 KLH
Agenda: 1. Laporan Timus dan Timsin
Pembahasan DIM
Selasa, 1 September
Raker
Raker dengan KLH , Pembahasan DIM
Perdebatan kewenangan penentuan ekoregion 7. Ketentuan umum ---P.56 Perdebatan mengenai perlindungan dan pengelolaan lingkungan yang perlu didefinisikan terpisah atau bersama-sama 8. Instrumen lingkungan ---P.61 Perdebatan mengenai pengembangan pasar modal yang ramah lingkungan 9. PPNS---P.63 Perdebatan kewenangan PPNS untuk menangkap dan menahan Agenda: 1. Penyisiran semua ketentuan dalam RUU PLH dari awal
2009 Ketua : Sutan Bhatogana
Struktur UUPLH: BAB I Ketentuan Umum BAB II Azas Tujuab dan Ruang Lingkup, BAB III Perencanaan, BAB IV Pernanfaatan BAB V Pengendalian, BAB VI Perneliharaan BAB VII Pengelolaan Bahan Berbahaya Beracun dan lirnbah berbahasa dan beracun, BAB VIII Sistern Inforrnasi BAB IX Tugas Kewenangan pernerintah dan pernerintah daerah, BAB X Hak dan Kawajibandan dan Laranagan, BAB XI Peran Masyarakat BAB XII Pengawasan dan sanksi adrninistrasi, BAB XIII Penyelesaian Sengketa Lingkungan BAB XIV Penyidikan dan Pernbuktian BAB XV Ketentuan Pidana, BAB XVI Ketentuan Peralihan dan BAB XVII Ketentuan Penutup