PENGARUH BRAIN GYM YANG DIIRINGI TERAPI MUSIK PASIF TERHADAP PENURUNAN TINGKAT DEPRESI PADA LANSIA DENGAN DEPRESI DI POSYANDU LANSIA PERUMAHAN BABATAN INDAH BLOK B SURABAYA Restu Reva Mikanuwa, Anonius Catur S. S.Kep., Ns., M.Kep. Prodi S-1 Keperawatan 2015 ABSTRACT Brain Gym is a combination of several motions that is able to improve the balance of emotional control that can decrease levels of depression (Muhammad, 2011). This study aimed to analyze the Brain Gym accompanied by passive music therapy to decrease the level of depression in elderly with depression in Posyandu Lansia Perumahan Babatan Indah Blok B Surabaya. This study used pre experiment with the approach of one group pre and posttest design. Samples were taken using simple random probability sampling with number of the samples 23 elderly. Using research instrument Geriatric Depression Scale 15 questionnaire. Data were analyzed by Wilcoxon Signed Ranks Test. Results of depresseion level study showed 30% elderly has decreased, 65% elderly did't change, and 5% elderly has increased. Wilcoxon Signed Ranks Test shows the effect of Brain Gym accompanied by passive music therapy to decrease the level of depression in the elderly with depression is ρ = 0.034 (ρ <α = 0.05). The implication of this study is Brain Gym accompanied by passive music therapy had the effect to decrease the level of depression in the elderly with depression. Recommended to Posyandu Lansia Perumahan Babatan Indah Blok B Surabaya regularly hold Brain Gym accompanied by passive music therapy to decrease the level of depression in the elderly with depression. Keywords : Brain gym, passive music therapy, depression, elderly Pendahuluan Depresi adalah perasaan sedih, ketidakberdayaan, dan pesimis yang hubunganya dengan suatu penderitaan. Depresi dapat berupa serangan yang ditujukan kepada diri sendiri atau perasaan marah yang sangat mendalam (Nugroho, 2008). Banyak kejadian depresi terjadi di kalangan lansia, tetapi kesalahan diagnosis sering terjadi karena tertutup oleh keluhan fisik dan gangguan tidur. Kejadian ini dapat memperburuk tingkat depresi pada lansia dan akibat terburuk adalah bunuh diri (Nevid, 2005). Pembangunan nasional yang
dilakukan pemerintah telah menunjukan hasil positif di berbagai bidang, seperti kemajuan ekonomi, perbaikan lingkungan hidup, kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, dan kesehatan sehingga dapat meningkatkan kualitas kesehatan hidup dan meningkatkan umur harapan hidup (Purwani, 2011 dalam Kusuma, 2014). Kenyataan yang terjadi di Perumahan Babatan Indah Blok B Surabaya adalah semakin bertambahnya umur seseorang akan menimbulkan sejumlah gejolak dalam kehidupan sehingga menjadi faktor pencetus terjadinya depresi. Meningkatnya umur
harapan hidup menyebabkan jumlah lansia meningkat, dan meningkatnya jumlah lansia mengakibatkan jumlah depresi pada lansia meningkat. Salah satu penanganan non farmakologi yang sangat mudah dilakukan oleh lansia dengan depresi adalah dengan brain gym dan terapi musik pasif. Kedua terapi ini dapat meningkatkan mood dan memberikan efek rileks pada lansia dengan depresi. Tanda depresi dapat ditemukan dalam kisaran antara 8% sampai 20% orang usia lanjut, dengan sekitar 3% dari mereka menderita gangguan depresi mayor (Nevid dkk, 2005). Perkembangan jumlah penduduk lanjut usia di dunia, menurut perkiraan World Health Organization (WHO) akan meningkat pada tahun 2025 dibandingkan tahun 1990 dibeberapa negara di dunia seperti China 220%, India 242%, Thailand 337%, dan Indonesia 440% (Muwarni dkk, 2011). Asia merupakan wilayah yang paling banyak mengalami perubahan komposisi penduduk dan diperkirakan pada tahun 2025, populasi lanjut usia akan bertambah sekitar 82%. Penduduk lanjut usia di Indonesia 2008 sebesar 21,2 juta jiwa, dengan usia harapan hidup 66,8 tahun, tahun 2010 sebesar 24 juta jiwa dengan usia harapan hidupnya 67,4 tahun dan pada tahun 2020 jumlah lansia diperkirakan sebesar 28,8 juta jiwa dengan usia harapan hidup 71,1 tahun (Muwarni dkk, 2011). Data prevalensi depresi pada lanjut usia di Indonesia cukup tinggi, kejadiaan di ruang akut geriatri sebanyak 76,3% dengan proporsi pasien geriatri yang mengalami depresi ringan sebanyak 44,1%, yang mengalami depresi sedang sebanyak 18%, yang mengalami depresi berat sebanyak 10,8%, dan depresi sangat berat sebanyak 3,2%, dan pada lanjut usia yang berada di dua kota pulau jawa didapatkan data bahwa 33,8% menderita depresi (Soejono dkk, 2006 dalam Marta, 2012). Hasil studi pendahuluan yang diperoleh peneliti pada bulan April 2015 di
Posyandu Lansia Perumahan Babatan Indah Blok B Surabaya didapatkan 49% lansia menderita depresi. Faktor yang meningkatkan resiko terjadinya depresi antara lain faktor biologis (ketidakseimbangan neurokimia), faktor genetik, psikososial seperti kurangnya hubungan yang dilandasi kepercayaan sosial, dan faktor lain seperti penyakit, penyalahgunaan zat, stress, terlalu lelah, dan obat-obatan (Katona dkk, 2012). Faktor pencetus berikutnya adalah peningkatan usia harapan hidup dan penyakit menahun yang menimbulkan keluhan badani disamping penderitaan dalam bidang kejiwaan (Ibrahim, 2011). Depresi pada lansia menyebabkan lansia mejadi kurang bersemangat dalam menjalani hidupnya, mudah putus asa, aktivitas menurun, kurang nafsu makan, cepat lelah dan susah tidur pada malam hari (Nugroho, 2008). Dampak terbesarnya dapat menurunkan kualitas hidup, menghambat pemenuhan beberapa tugas perkembangan lansia, menguras habis emosi dan finansial pasien dan keluarga pasien, hingga bunuh diri pada depresi yang tidak ditangani (Stanley, 2007). Penanganan yang sering diberikan kepada lansia dengan depresi adalah obat anti depresan, namun obat ini bekerja lebih lambat pada lansia dibandingkan pada usia pertengahan (Nevid, 2005). Efek negatif bersifat toksik dan harga yang mahal juga menjadi pertimbangan dalam memberikan terapi farmakologis untuk penatalaksanaan depresi pada lansia. Beberapa intervensi non farmakologis yang dapat diberikan pada penderita depresi adalah brain gym dan pemberian terapi musik pasif. Brain gym merupakan gerakan-gerakan yang dilakukan mampu mengaktifkan kedua belahan otak secara bersamaan, sehingga dapat meningkatkan keseimbangan kontrol emosi, dan merelaksasikan otot yang kemudian dapat menurunkan tingkat depresi (Muhammad, 2011). Pemberian terapi musik
pasif pada penderita depresi hampir sama efeknya dengan melakukan brain gym yaitu meningkatkan mood, membangkitkan perasaan bahagia dan semangat positif, sehingga musik mampu menyembuhkan secara fisik dan psikis manusia (Natalina, 2013). Penelitian sebelumnya menyebutkan bahwa brain gym dapat menurunkan tingkat depresi lansia sebesar 1,18 poin pada kelompok intervensi dibandingkan dengan kelompok kontrol (Prasetya, 2010). Berdasarkan latar belakang diatas peneliti tertarik untuk meneliti tentang pengaruh brain gym yang diiringi terapi musik pasif terhadap penurunan tingkat depresi pada lansia dengan depresi di Posyandu Lansia Perumahan Babatan Indah Blok B Surabaya.
Pembahasan Data Umum (Karakteristik Responden) 1. Karakteristik responden berdasarkan umur Tabel 5.1 Karakteristik responden berdasarkan umur di Posyandu Lansia Perumahan Babatan Indah Blok B Surabaya pada 23 responden tanggal 20 Mei– 17 Juni 2015 (n=23) Persentase Umur Frekwensi (%) 45-59 tahun 7 30.4 60-74 tahun 5 21.7 75-90 tahun 9 39.1 >90 tahun 2 8.7 Jumlah 23 100
Bahan dan Metode Penelitian Desain penelitian yang digunakan adalah Pre Experiment dengan jenis one group pre and posttest design dengan populasi di dalam penelitian ini adalah seluruh lansia di Posyandu Lansia Perumahan Babatan Indah Blok B Surabaya sebanyak 59 orang. Populasi targetnya adalah 29 lansia dengan depresi. Sampel penelitian ini adalah lansia yang mengalami depresi di Posyandu Lansia Perumahan Babatan Indah Blok B Surabaya sejumlah 23 orang yang telah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Penelitian ini menggunakan teknik probability sampling dengan pendekatan simple random sampling yaitu teknik penentuan sampel dengan cara acak. Alat pengumpul data pada penelitian ini adalah lembar kuisioner Geriatric Depression Scale 15 (GDS 15) untuk mengetahui penurunan tingkat depresi pada lansia dengan depresi yang kemudia selisihnya diuji menggunakan Wilcoxon Signed Rank Test untuk menguji perbedaan antara dua kelompok sampel.
Berdasarkan umur, seperti yang tampak pada tabel 5.1 menunjukkan bahwa lansia sebanyak 7 orang (30%) berusia 4559 tahun, 5 orang (22%) berusia 60-74 tahun, 9 orang (39%) berusia 75-90 tahun dan 2 orang (9%) berusia > 90 tahun. 2. Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin Tabel 5.2 Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin di Posyandu Lansia Perumahan Babatan Indah Blok B Surabaya pada 23 responden tanggal 20 Mei – 17 Juni 2015 (n=23) Persentase Jenis Kelamin Frekwensi (%) Laki-laki 7 30.4 Perempuan 16 69.6 Jumlah 23 100 Berdasarkan jenis kelamin, seperti yang tampak pada tabel 5.2 menunjukkan bahwa lansia sebanyak 7 orang (30%) berjenis kelamin laki-laki, dan 16 orang (70%) berjenis kelamin perempuan.
3. Karakteristik responden berdasarkan pendidikan terakhir Tabel 5.3 Karakteristik responden berdasarkan pendidikan terakhir di Posyandu Lansia Perumahan Babatan Indah Blok B Surabaya pada 23 responden tanggal 20 Mei–17 Juni 2015 (n=23) Pendidikan Persentase Frekwensi Terakhir (%) SD 1 4.3 SMP 6 26.1 SMA 11 47.8 Perguruan 5 21.7 Tinggi Jumlah 23 100 Berdasarkan pendidikan terakhir, seperti yang tampak pada tabel 5.3 menunjukkan bahwa lansia sebanyak 1 orang (4%) berpendidikan terakhir SD, 6 orang (26%) berpendidikan terakhir SMP, 11 orang (48%) berpendidikan terakhir SMA, dan 5 orang (22%) berpendidikan terakhir Perguruan Tinggi. 4. Karakteristik responden berdasarkan status perkawinan Tabel 5.4 Karakteristik responden berdasarkan status perkawinan di Posyandu Lansia Perumahan Babatan Indah Blok B Surabaya pada 23 responden tanggal 20 Mei–17 Juni 2015 (n=23) Status Persentase Frekwensi Perkawinan (%) Menikah 9 39.1 Tidak Menikah 0 0 Janda / duda 14 60.9 Cerai 0 0 Jumlah 23 100 Berdasarkan status perkawinan, seperti yang tampak pada tabel 5.4 menunjukkan bahwa lansia sebanyak 9
orang (39%) berstatus menikah/masih memiliki pasangan, dan 14 orang (61%) berstatus janda/duda. Lansia dengan status perkawinan tidak menikah dan cerai tidak ditemukan dalam pengambilan data. 5. Karakteristik responden berdasarkan anggota keluarga di rumah Tabel 5.5 Karakteristik responden berdasarkan anggota keluarga di rumah di Posyandu Lansia Perumahan Babatan Indah Blok B Surabaya pada 23 responden tanggal 20 Mei–17 Juni 2015 (n=23) Anggota Persentase Keluarga di Frekwensi (%) Rumah Suami / Istri dan 5 21.7 Anak 4 17.4 Suami / Istri 9 39.1 Anak 2 8.7 Sendiri 3 13.0 Lain-lain Jumlah 23 100 Berdasarkan anggota keluarga di rumah, seperti yang tampak pada tabel 5.5 menunjukkan bahwa lansia sebanyak 5 orang (22%) tinggal bersama suami/istri dan anak, 4 orang (17%) tinggal bersama suami/istri, 9 orang (39%) tinggal bersama anak, 2 orang (9%) tinggal sendiri, dan 3 orang (13%) tinggal dengan anggota keluarga lain, seperti sepupu dan saudara. 6. Karakteristik responden berdasarkan aktivitas sehari-hari Tabel 5.6 Karakteristik responden berdasarkan aktivitas seharihari di Posyandu Lansia Perumahan Babatan Indah Blok B Surabaya pada 23 responden tanggal 20 Mei–17 Juni 2015 (n=23)
Aktivitas Sehari-hari Merawat Cucu Di Rumah Saja Bekerja Lain-lain Jumlah
Frekwensi
Persentase (%)
4 17 0 2
17.4 73.9 0 8.7
23
100
Berdasarkan aktivitas sehari-hari, seperti yang tampak pada tabel 5.6 menunjukkan bahwa lansia sebanyak 4 orang (17%) melakukan aktivitas merawat cucu, 17 orang (74%) tinggal di rumah saja/menganggur, dan 2 orang (9%) melakukan kegiatan lain seperti membantu pekerjaan anak di rumah. Lansia dengan aktivitas sehari-hari bekerja tidak ditemukan dalam penelitian ini. 7. Karakteristik responden berdasarkan riwayat konsumsi alkohol Tabel 5.7 Karakteristik responden berdasarkan riwayat konsumsi alkohol di Posyandu Lansia Perumahan Babatan Indah Blok B Surabaya pada 23 responden tanggal 20 Mei–17 Juni 2015 (n=23) Konsumsi Persentase Frekwensi Alkohol (%) Tidak 22 95.7 Ya 1 4.3 Jumlah 23 100 Berdasarkan riwayat konsumsi alkohol, seperti yang tampak pada tabel 5.7 menunjukkan bahwa hanya 1 orang lansia (4%) pernah mengkonsumsi alkohol, dan 22 orang (96%) tidak pernah mengkonsumsi alkohol.
8. Karakteristik responden berdasarkan riwayat penggunaan obat terlarang Tabel 5.8 Karakteristik responden berdasarkan riwayat penggunaan obat terlarang di Posyandu Lansia Perumahan Babatan Indah Blok B Surabaya pada 23 responden tanggal 20 Mei–17 Juni 2015 (n=23) Konsumsi Obat Terlarang Tidak Ya Jumlah
Frekwensi 7 16 23
Persentase (%) 30.4 69.6 100
Berdasarkan riwayat konsumsi obat terlarang, seperti yang tampak pada tabel 5.8 menunjukkan bahwa seluruh lansia (23 orang) tidak pernah mengkonsumsi obat terlarang. 9. Karakteristik responden berdasarkan penyakit kronis Tabel 5.9 Karakteristik responden berdasarkan penyakit kronis di Posyandu Lansia Perumahan Babatan Indah Blok B Surabaya pada 23 responden tanggal 20 Mei–17 Juni 2015 (n=23) Persentase Penyakit Kronis Frekwensi (%) Tidak 7 30.4 Ya 16 69.6 Jumlah 23 100 Berdasarkan penyakit berat, seperti yang tampak pada tabel 5.9 menunjukkan bahwa (70%) 16 orang lansia menderita penyakit kronis, dan 7 orang lansia (30%) tidak menderita penyakit kronis.
10. Karakteristik responden berdasarkan jenis penyakit Tabel 5.10 Karakteristik responden berdasarkan jenis penyakit di Posyandu Lansia Perumahan Babatan Indah Blok B Surabaya pada 23 responden tanggal 20 Mei– 17 Juni 2015 (n=23) Jenis Persentase Frekwensi Penyakit (%) Tidak Ada 7 30.4 Diabetes 5 21.7 Hipertensi 7 30.4 Lain-lain 4 17.4 Jumlah 23 100 Berdasarkan penyakit berat, seperti yang tampak pada tabel 5.10 menunjukkan bahwa lansia sebanyak 8 orang (35%) tidak menderita penyakit, 5 orang (22%) menderita diabetes, 7 orang (30%) menderita hipertensi, dan 3 orang (13%) menderita penyakit lain seperti asma, penyakit jantung, dan kolesterol tinggi. Kesimpulan Berdasarkan analisa data dalam penelitian yang dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Sebagian besar lansia di Posyandu Lansia Perumahan Babatan Indah Blok B Surabaya sebelum mendapatkan brain gym yang diiringi terapi musik pasif menderita gangguan depresi 2. Setelah diberikan brain gym yang diiringi terapi musik pasif, lansia di Posyandu Lansia Perumahan Babatan Indah Blok B Surabaya mengalami penurunan tingkat depresi. 3. Terdapat pengaruh brain gym yang diiringi terapi musik pasif terhadap penurunan tingkat depresi pada lansia dengan depresi di Posyandu Lansia Perumahan Babatan Indah Blok B Surabaya
Saran Adapun saran yang ingin disampaikan adalah: 1. Bagi Profesi Keperawatan Diharapkan bagi prosfesi keperawatan untuk mengaplikasikan brain gym yang diiringi terapi musik pasif sebagai terapi non farmakologis untuk menurunkan tingkat depresi pada lansia di dalam maupun di luar Rumah Sakit. 2. Bagi Tempat Penelitian Diharapkan tempat penelitian untuk rutin melakukan kegiatan brain gym yang diiringi terapi musik pasif bagi lansia yang mengalami depresi sehingga meminimalkan tingkat depresi pada lansia di Posyandu Lansia di Perumahan Babatan Indah Blok B Surabaya. 3. Bagi Peneliti Disarankan bagi peneliti selanjutnya untuk mengambil judul “Perbandingan Brain Gym dengan Terapi Musik Pasif dalam Menurunkan Tingkat Depresi Pada Lansia”. Daftar Pustaka Dennison, Paul E., dan Gail E. Dennison. (2008). Buku Panduan Lengkap Brain Gym. Jakarta: Grasindo. Djohan. 2006. Terapi Musik. Yogyakarta: Galang press. Ibrahim, Ayub Sani. 2011. Depresi; Aku Ingin Mati. Tanggerang: Jelajah Nusa. Imron, Moch. dan Munif, Amirul. 2010. Metodologi Penelitian Bidang Kesehatan. Sagung Seto. Katona, C., Cooper, Claudia dan Robertson, Mary. 2012. At Glance Psikiatri, Edisi Keempat. Jakarta: Erlangga.
Kusuma, Rizki Wahyu J. 2014. Persepsi Lansia Depresi tentang Senam Otak (vidio) di Panti Werda Griya Sehat Bahagia Karanganyar. Surakarta: Skripsi, Stikes Kusuma Husada. Marta, OFD. 2012. Determinan Tingkat Depresi pada Lansia di Panti Sosial Tresna Wredha Budi Mulia 4 Jakarta Selatan. Depok: Skripsi, Universitas Indonesia. Maryam, Siti. 2011. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta: Salemba Medika. Muhammad, As’adi. Senam Otak. Press.
2011. Dahsyatnya Jogjakarta: DIVA
Muwarni, Arita dan Priyantari, Wiwin. 2011. Konsep Dasar dan Asuhan Keperawatan Homecare dan Komunitas. Yogyakarta: Fitramaya. Natalina, Dian. 2013. Terapi Musik Bidang Keperawatan. Jakarta: Mitra Wacana Media. Nevid, Jeffrey S., Rathus, Spencer A. dan Greene, Beverly. 2005. Psikologi Abnorma, Jilid 2. Jakarta: Erlangga. Njoto, Edwin Nugroho. 2014. Mengenali Depresi pada Usia Lanjut Penggunaan Geriatric Depression Scale (GDS) untuk Menunjang Diagnosis. Surabaya: Jurnal, RS Jiwa Menur. Nursalam. 2009. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Nugroho, W. 2008. Keperwatan Gerontik dan Geriatrik, Edisi 3. Jakarta: EGC. Potter, P. A. dan Perry, A. G. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan Praktik Edisi 4, Volume 1. Jakarta : EGC. Prasetya, Anton S., Hamid, Achir Yani S. dan Susanti, Herni. 2010. Penurunan Tingkat Depresi Klien Lansia dengan Terapi Kognitif dan Senam Latih Otak di Panti Wredha. Depok: Jurnal, Universitas Indonesia. Purbiwinoto, Sri Eko. 2013. Pengaruh Terapi Musik terhadap Perubahan Tingkat Depresi pada Lansia di PSTW (Panti Sosial Tresna Wredha) Unit Budi Luhur, Kasongan, Bantul Yogyakarta. Kartasura: Jurnal, FIK UMS. Saryono dan Anggraeni, M. Dwi. 2013. Metodologi Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif dalam Bidang Kesehatan. Yogyakarta: Nuha Medika. Stanley, Mickey dan Beare, Patricia Gauntlett. 2007. Buku Ajar Keperawatan Gerontik, Edisi 2. Jakarta: EGC. Syaifuddin. 2006. Anatomi Fisiologi untuk Mahasiswa Keperawatan, Edisi 3. Jakarta: EGC.